1
ANALISIS PEMBENTUKAN CITRA PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA MELALUI IMPLEMENTASI COMMUNITY RELATIONS
(Studi Kasus Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Dusun Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten)
NURDINI PRIHASTITI I34080015
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
i
ABSTRACT NURDINI PRIHASTITI. Analysis of Corporate Image Building of Perusahaan Listrik Negara Through the Implementation of Community Relations (Case Study: Micro-hydro Power Plant (PLTMH) Programs in Lebak Picung, Hegarmanah Village, Sub-District Cibeber, District Lebak, Province Banten). Supervised by YATRI INDAH KUSUMASTUTI. A company will be able to survive if it has a good corporate image in the public. Public relations in every company is important to have the right strategies. To maintain coporate sustainibility, required relations between company with the community as an external public through community relations. PLN as a state company in charge of providing the power supply to all regions in Indonesia, run a community relations with the community in an area that has not received the power supply with Micro-hydro Power Plant (PLTMH) Programs. One of the PLTMH program is made in Lebak Picung. This study aims to determine the implementation of the community relations programs by PLN in Lebak Picung, as well as analyzing the relationship of community relations program with the process of corporate image building, and analyze the process of corporate image with PLN’s corporate image formed on community that received PLTMH program in Lebak Picung. Data is collected by census at all household and the respondents are the head of family or member who can represent of all members in the house. Data obtained thorough observation, in depth interviews and interviews using a questionnaire. The overall question in the quesionnaire using an ordinal scale then continued on correlations test. The results show the influence of respondent in the brand image building process is the judgement to the benefits. Respondent’s involvement in the program was not shown to have influence in corporate image process. In addition, there is a positive relationship between the process of corporate image that forms on the respondent. The more respondent rated PLTMH program provides positive benefits, the level of exposure, attentions and comprehensive of the responden are also tends to be high. Companies need to consider that the empowerment program should consider the needs of the targets, so the programs can be mutually beneficial. The company has a very positive image in the public so it maintain continuity of businessand community needs as program beneficiaries are met. Keywords: community relations, process of corporate image building, corporate image, PLTMH
ii
RINGKASAN NURDINI PRIHASTITI. Analisis Pembentukan Citra Perusahaan Listrik Negara Melalui Implementasi Community Relations (Studi Kasus: Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Dusun Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak,Provinsi Banten). Dibawah Bimbingan YATRI INDAH KUSUMASTUTI. Relasi merupakan hal penting yang harus dijaga antara pihak-pihak yang saling berkepentingan. Komunikasi dilakukan masing-masing pihak untuk mencapai tujuan masing-masing maupun tujuan organisasi. Kerjasama yang dilakukan perusahaan dengan publik ini bisa dilakukan untuk berbagai tujuan, salah satunya yang perlu diperhatikan adalah untuk keberlanjutan perusahaan. Sebuah perusahaan akan dapat bertahan jika memiliki citra yang baik di mata publik. Citra menjadi hal yang perlu diperhatikan perusahaan karena dengan adanya citra yang baik, publik akan memberikan dukungan, bantuan, serta kerjasama dengan perusahaan apabila perusahaan tersebut dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan modal yang sangat penting untuk membangun kerjasama dengan publik. Penting bagi public relations tiap perusahaan untuk memiliki strategi-strategi yang tepat. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan menjalin relasi dengan masyarakat sebagai publik eksternal melalui kegiatan community relations. Program yang dijalankan merupakan hasil dari komunikasi dua arah antara perusahaan dan masyarakat untuk dapat menghasilkan kesamaan kebutuhan antara kedua belah pihak. PLN merupakan Perusahaan Listrik Negara yang bertugas menyediakan pasokan listrik, namun penyediaan listrik oleh pemerintah masih belum menjangkau di seluruh wilayah sampai ke desa-desa karena berbagai alasan dan berkendala. Pembangunan infrastruktur jaringan listrik untuk daerah-daerah yang terpencil memerlukan investasi yang besar, sedangkan kebutuhan listrik semakin meningkat
sehubungan
dengan
meningkatnya
aktivitas
ekonomi
dan
bertambahnya penduduk. Mengatasi hal ini, salah satu cara yang dilakukan oleh PLN adalah dengan menjalankan community relations dengan masyarakat pada suatu wilayah yang belum mendapatkan aliran listrik dengan melakukan program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). PLTMH dilakukan dengan
iii
cara community empowering bertujuan agar desa yang belum mendapatkan aliran listrik bisa memanfaatkan potensi yang ada di desanya untuk dijadikan sumber listrik, seperti memaksimalkan aliran sungai sebagai sumber listrik dengan adanya Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Program PLTMH ini salah satunya dilakukan di Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan program community relations yang dilakukan PLN melalui program PLTMH di Lebak Picung, untuk menganalisis hubungan pelaksanaan community relations program PLTMH dengan proses pembentukan citra pada sasaran program, serta menganalisis hubungan proses pembentukan citra dengan citra perusahaan PLN pada sasaran program PLTMH di Lebak Picung. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research) dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan kualitatif. Penggalian data kuantitatif dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner kepada responden. Pengambilan data dilakukan dengan cara sensus pada seluruh rumah tangga sehingga responden dalam penelitian ini merupakan seluruh kepala keluarga atau anggota keluarga yang dapat mewakili penilaian seluruh anggota dalam rumahnya. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam dengan informan yaitu CSR PLN dan PPLH IPB serta pada responden. Pertanyaan dalam kuesioner ditujukan untuk mendapatkan data tentang penilaian responden terhadap perusahaan sehingga skala pengukuran yang digunakan merupakan skala likert dengan jenis data ordinal. Data yang didapatkan disusun berdasarkan tabel frekuensi tiap variabel, kemudian dilakukan tabulasi silang antara variabel yang diuji, dan uji korelasi dengan menggunakan software SPSS for Windows Versi 16.0. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa proses pembentukan citra perusahaan pada responden berhubungan dengan penilaian responden terhadap manfaat program dan variabel keterlibatan dalam program ternyata tidak memiliki hubungan dengan proses pembentukan citra. Responden yang menilai program PLTMH memberikan manfaat positif cenderung memiliki tingkat penangkapan
iv
informasi yang tinggi, begitupun pada tingkat perhatian dan tingkat pemahaman. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perusahaan perlu memperhatikan bahwa program pemberdayaan yang dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasaran program agar program yang dijalankan menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan memiliki penilaian yang positif di mata masyarakat sehingga mampu menjaga keberlangsungan usaha dan kebutuhan masyarakat sebagai sasaran program pun dapat terpenuhi. Data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan responden menilai program PLTMH telah dijalankan dengan cukup baik dan sangat baik. Pengujian yang dilakukan pada proses pembentukan citra dan citra perusahaan yang terbentuk memperlihatkan adanya hubungan positif, sehingga semakin baik proses pembentukan citra pada responden maka penilaian terhadap citra perusahaan pun semakin baik. Responden memiliki proses pembentukan citra cukup baik dan sangat baik, sehingga penilaian responden terhadap citra PLN adalah cukup baik dan sangat baik, tidak terdapat responden yang menilai PLN dengan citra yang kurang baik. Berdasarkan hasil ini diketahui bahwa community relations yang dilakukan PLN melalui program PLTMH di Lebak Picung telah mampu membentuk citra positif perusahaan pada sasaran program, namun komunikasi perlu tetap dilakukan perusahaan untuk memlihara citra yang telah terbentuk.
v
ANALISIS PEMBENTUKAN CITRA PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA MELALUI IMPLEMENTASI COMMUNITY RELATIONS
(Studi Kasus Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Dusun Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten)
NURDINI PRIHASTITI I34080015
SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
xi
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Nurdini Prihastiti NIM
: I34080015
Judul Skripsi
: Analisis Pembentukan Citra Perusahaan Listrik Negara Melalui Implementasi Community Relations (Studi Kasus Program
Pembangkit
Listrik
Tenaga
Mikhrohidro
(PLTMH) Dusun Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten) Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yatri Indah Kusumastuti, MSi NIP. 19660714 199103 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Pengesahan : _____________
xi
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PEMBENTUKAN CITRA PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA MELALUI IMPLEMENTASI COMMUNITY RELATIONS (STUDI KASUS PROGRAM
PEMBANGKIT
(PLTMH)
DUSUN
LISTRIK
LEBAKPICUNG,
TENAGA
MIKRO
DESA
HIDRO
HEGARMANAH,
KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN)” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DENGAN BIMBINGAN DOSEN PEMBIMBING DAN BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN
TINGGI
ATAU
LEMBAGA MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI
KARYA YANG
DITERBITKAN
MAUPUN
TIDAK
DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, Januari 2012
Nurdini Prihastiti I34080015
xi
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan H. Slamet Supriyadi, SP (Alm) dan Hj. Sri Hartini Titik Asmoro, SPd yang lahir di kota Lamongan, 18 Januari 1990. Penulis memiliki dua saudara kandung bernama Eriska Dwi Merdiyani, S.Psi dan Ertanto Firman Ardiansyah, SE. Penulis memulai pendidikan formalnya di TK Dharma Wanita Tikung, SDN Bakalan Pule II Tikung pada tahun 1996-2002, SMPN 1 Lamongan pada tahun 2002-2005, dan SMAN 2 Lamongan sampai lulus pada tahun 2008. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada tahun 2008. Pada tingkat pertama penulis pernah mendapatkan beasiswa PPA, dan sejak semester 3 mendapatkan beasiswa Tanoto Foundation. Penulis juga mengikuti berbagai organisasi seperti BEM TPB divisi Informasi dan Komunikasi pada tingkat pertama, dan selama dua periode berikutnya aktif di BEM FEMA divisi Budaya, Olahraga, dan Seni, serta tercatat sebagai pengurus HIMASIERA divisi Broadcast, dan pernah tergabung dalam kegiatan teater Masyarakat Reompoet. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitian mulai dari koordinator lomba fotografi INDEX (Indonesia Ecology Expo) 2010 sampai Ketua Pelaksana Pemilihan Duta FEMA 2010. Penulis juga aktif mengisi berbagai acara sebagai MC, seperti Pesta Sains Nasional 2010, INDEX 2011 dan berbagai kegiatan lain baik skala departemen, fakultas, IPB, maupun nasional. Mulai tahun 2010, penulis menjadi asisten praktikum M.K Dasar-Dasar Komunikasi dan M.K Komunikasi Bisnis. Selama kuliah penulis pernah menjadi juara 2 News Presenter Contest serta menjadi ketua tim PKM-P yang didanai DIKTI. Penulis pernah mengikuti magang di divisi NEWS TRANS TV program THE CAMP pada bulan Januari-Februari 2011, Penyiar Agri FM pada tahun 2009-2011, Presenter di televisi IPB GreenTV, dan penyiar di sebuah radio swasta Bogor Megaswara FM. Penulis menyelesaikan studi selama 3,5 tahun dan menjadi lulusan pertama Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat sekaligus lulusan pertama IPB angkatan 45.
xi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Analisis Pembentukan Citra Perusahaan Listrik Negara Melalui Implementasi Community Relations (Studi Kasus Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Dusun Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten). Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pembentukan citra perusahaan melalui implementasi community relations. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui strategi yang tepat bagi Public relations
perusahaan untuk menjalin komunikasi yang efektif dengan publik
eksternalnya. Peneliti menyadari masih terdapat data serta fakta di lapangan yang belum sepenuhnya terungkap. Oleh sebab itu, peneliti berharap terdapat penelitian lebih lanjut yang bisa disempurnakan oleh peneliti selanjutnya. Akhir kata semoga skripsi ini nantinya dapat menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Januari 2012
Nurdini Prihastiti NIM I34080015
xi
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang diberikan kepada penulis hingga menyelesaikan studi pustaka yang berjudul “Analisis Pembentukan Citra Perusahaan Listrik Negara Melalui Implementasi Community Relations” dengan baik. Penulisan studi pustaka ini tentunya tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak baik secara moral maupun material, dalam bentuk dorongan, semangat, dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih ini kepada: 1. Ir. Yatri Indah Kusumastuti selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktunya
dan
dengan
sabar
membimbing
penulis,
memberikan semangat kepada penulis, dan senantiasa memberikan masukan-masukan yang begitu berarti selama penyusunan studi pustaka ini. 2. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB; Bu Arnis, Pak Hefni, Bang Taufan, Mbak Mala yang telah membantu memberikan akses ke lokasi penelitian serta informasi tentang pelaksanaan PLTMH, serta Mbak Dina, Teh Deuis yang membantu bertukar informasi tentang Lebak Picung. 3. CSR PLN, khususnya Bu Prima untuk diskusi dan berbagai masukan tentang penelitian ini. 4. Masyarakat Lebak Picung atas keramahan dan suasana kekeluargaan yang diberikan selama penulis mengambil data, khususnya Pak Miscaya dan Teh Yuyun. 5. Ibunda Sri Hartini Titik Asmoro yang dengan doa dan kasih sayangnya membuat penulis selalu menemukan kehangatan dalam setiap cerita, tawa, dan nasehat-nasehatnya. Serta Ayahanda Slamet Supriyadi, walaupun telah ada di surga, namun kasih sayangnya selalu ada di hati penulis. 6. Kakakku tersayang, Eriska Dwi Merdiyani, Ertanto Firman Ardiansyah, dan kakak iparku Mifta Khusurur yang telah memberikan warna indah dalam hidupku. Serta keponakanku, Rofi Abbas Habibi. 7. Sahabat-sahabat terbaik yang pernah aku miliki, Meita Nurdiansyah(Alm), Imro’atul Azizah, Sella, Novrika, Sandra, Mudita, Maria yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka.
xi
8. Dream Team: Dhanty, Dinda, Ayu, Mas Tri dan khususnya Andini Sekar, Nurul Rahmalia, dan Muhaimin Syakir. Serta kelompok PKM-P (Robi, Rere, Fia, dan Cipta). Dimana selain menjadi tim hebat yang selalu mampu memecahkan tiap masalah juga menjadi keluarga kedua bagi penulis. 9. Teman-teman seperjuangan akselerasi, Putri, Ifa, Agus, Debbie, Mareta, Selvi, Mila, Yessy, Nisa A, Rika. Khususnya Didit Darmawan Ari Wahyu, dan Febly Tanzenia yang menjadi pahlawan serta bersedia menjadi pendengar bagi teori abstrak penulis. 10. Renie untuk berbagai literatur yang dipinjamkan, teman-teman Megaswara FM, Green TV, Agri FM (Irchfan Delonix), BEM FEMA, Himasiera, MR, keluarga besar SKPM 44 (khususnya Ka Icha, Ka Anies, Ka Hendra, Ka Mabu, Ka Rajib), SKPM 45, SKPM 46 serta teman-teman kosan (Dindhal, Adel, Rani, Fida, dan Lina) yang memberikan kehangatan seperti layaknya keluarga. 11. Reza M Rauf, atas semua dukungan dan kesediaannya menjadi penampung segala uneg-uneg penulis. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu terselesaikannya studi pustaka ini.
Penulis sadar bahwa penyususnan Skripsi ini belum dapat disusun secara sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca senantiasa penulis harapkan. Dan semoga penyusunan Studi Pustaka ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Januari 2012 Penulis
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.......................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
xix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN..................................................................
1
1.1.
Latar Belakang............................................................
1
1.2.
Masalah Penelitian......................................................
3
1.3.
Tujuan Penelitian........................................................
4
1.4.
Kegunaan Penelitian...................................................
4
PENDEKATAN TEORITIS...................................................
5
2.1.
Tinjauan Pustaka.........................................................
5
2.1.1.
Public Relations............................................
5
2.1.1.1. Fungsi Public Relations................... 2.1.1.2. Sasaran Kegiatan Public Relations.. 2.1.1.3. Efektivitas Program PR...................
5 6 7
Community Relations....................................
8
2.1.2.1. Tujuan Community Relations........... 2.1.2.2. Langkah-Langkah Pelaksanaan Community Relations.....................
9 11
Citra Perusahaan...........................................
12
2.1.3.1. Proses Terbentuknya Citra............... 2.1.3.2. Elemen Citra Perusahaan................. 2.1.3.3. Pembentukan Citra Perusahaan Melalui Community Relations........
14 16
2.2
Kerangka Pemikiran....................................................
19
2.3.
Hipotesis Penelitian....................................................
20
2.4.
Definisi Operasional dan Pengukuran.........................
21
PENDEKATAN LAPANG....................................................
28
3.1.
Metode Penelitian.......................................................
28
3.2.
Lokasi dan Waktu.......................................................
28
2.1.2.
2.1.3.
BAB III
17
xiii xi
BAB IV
BAB V
3.3.
Teknik Pengumpulan Data..........................................
30
3.4.
Teknik Pengolahan Dan Analisis Data.......................
31
PROFIL PLTMH LEBAK PICUNG......................................
34
4.1.
Perusahaan Listrik Negara (PLN)...............................
34
4.1.1
Corporate Social Responsibility (CSR) PLN...............................................................
34
4.1.2.
Model Program CSR PLN...........................
35
4.1.3.
Community Relations....................................
36
4.1.4.
Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Lebak Picung.....................
38
4.2.
Kondisi Geografis.......................................................
40
4.3.
Kondisi Sosial.............................................................
42
4.4.
Karakteristik Responden.............................................
44
PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP COMMUNITY RELATIONS PROGRAM PLTMH................
46
5.1.
Pelaksanaan Program PLTMH...................................
50
5.1.1.
Tingkat Keterlibatan dalam Program............
50
5.1.2.
Manfaat Program..........................................
54
5.1.3
Penilaian Terhadap Pelaksanaan PLTMH....
58
Proses Pembentukan Citra..........................................
59
5.2.1.
Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure)
60
5.2.2.
Tingkat Perhatian (Attention)........................
63
5.2.3.
Tingkat Pemahaman (Comprehensive).........
65
5.2.4.
Proses Pembentukan Citra............................
68
Citra Perusahaan.........................................................
69
5.2.
5.3.
5.3.1. 5.3.2. 5.3.3.
Penilaian Terhadap Personality Perusahaan....................................................
69
Penilaian Terhadap Reputation Perusahaan....................................................
72
Penilaian Terhadap Value Ethic Perusahaan....................................................
74
xiv xi
5.3.4.
Penilaian Terhadap Corporate Identity Perusahaan....................................................
75
Penilaian Terhadap Citra Perusahaan...........
77
PENGARUH COMMUNITY RELATIONS PROGRAM PLTMH TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN)........................
79
5.3.5. BAB VI
6.1.
Analisis Hubungan Pelaksanaan Program PLTMH dengan Proses Pembentukan Citra.............................. 6.1.1.
Analisis Hubungan Keterlibatan Responden dalam Program dengan Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure)..............
80
Analisis Hubungan Keterlibatan Responden dalam Program dengan Tingkat Perhatian (Attention).....................................................
82
Analisis Hubungan Manfaat Program dengan Tingkat Pemahaman (Comprehensive)...........................................
84
Analisis Hubungan Proses Pembentukan Citra...........
85
6.1.2.
6.1.3.
6.2.
79
6.2.1.
Analisis Hubungan Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure) dengan Tingkat Perhatian (Attention).....................................
85
Analisis Hubungan Tingkat Perhatian (Attention) dengan Tingkat Pemahaman (Comprehensive)...........................................
86
Analisis Hubungan Proses Pembentukan Citra dengan Citra Perusahaan yang Terbentuk...................
87
PENUTUP..............................................................................
91
7.1.
Kesimpulan.................................................................
91
7.2.
Saran...........................................................................
92
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
93
LAMPIRAN................................................................................................
95
6.2.2.
6.3. BAB VII
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Tabel 1.
Manfaat Community Relations..................................................
10
Tabel 2.
Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011-2012....................
29
Tabel 3.
Luas Tipe Penutupan Lahan Kampung Lebak Picung di Dalam dan Luar Kawasan TNGHS Tahun 2007.......................
41
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarakan Jenis Kelamin.....................................................................................
44
Tabel 5.
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Usia..............
45
Tabel 6.
Jumlah dan Presentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan....................................................
45
Jumlah dan Presentase Rumah Tangga yang Mendapatkan Listrik dari Satu Sumber Pembangkit Listrik............................
46
Jumlah dan Presentase Rumah Tangga yang Menggunakan Pembangkit Listrik Lebih dari Satu..........................................
46
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Pembangkit yang Lebih Mampu Memenuhi Kebutuhan Listrik pada Rumah Tangga yang Hanya Menggunakan PLTMH.....................................................................................
47
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Pembangkit yang Lebih Mampu Memenuhi Kebutuhan Listrik pada Rumah Tangga yang Menggunakan PLTMH dan PLTS.........................................................................................
48
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Pembangkit yang Lebih Mampu Memenuhi Kebutuhan Listrik pada Rumah Tangga yang Menggunakan PLTMH dan Turbin........................................................................................
48
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Pembangkit yang Lebih Mampu Memenuhi Kebutuhan Listrik pada Rumah Tangga yang Menggunakan PLTMH, PLTS, dan Turbin......................................................................
49
Jumlah dan Presentase Penilaian Menurut Tingkat Keterlibatan Responden dalam Program PLTMH....................
54
Tabel 4.
Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9.
Tabel 10.
Tabel 11.
Tabel 12.
Tabel 13.
xv xvi
Tabel 14. Tabel 15. Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Tabel 20. Tabel 21. Tabel 22. Tabel 23. Tabel 24. Tabel 25. Tabel 26. Tabel 27. Tabel 28. Tabel 29. Tabel 30.
Jumlah dan Presentase Responden Menurut Manfaat Program PLTMH.....................................................................................
57
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Pelaksanaan PLTMH................................................
58
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure)..........................................
62
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Perhatian (Attention).................................................................
64
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pemahaman (Comprehensive)...................................................
67
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Proses Pembentukan Citra....................................................................
68
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Personality Perusahaan.............................................
71
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Reputation Perusahaan
73
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Value Ethic Perusahaan............................................
75
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Corporate Identity Perusahaan..................................
76
Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Citra Perusahaan Listrik Negara...............................
77
Hubungan Pelaksanaan Program PLTMH dengan Proses Pembentukan Citra....................................................................
79
Hubungan Keterlibatan dalam Program dengan Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure)..........................................
80
Hubungan Manfaat Program dengan Tingkat Penangkapan Informasi (Attention).................................................................
81
Hubungan Keterlibatan dalam Program dengan Tingkat Perhatian (Attention).................................................................
83
Hubungan Manfaat Program dengan Tingkat Perhatian (Attention).................................................................................
83
Hubungan Manfaat Program dengan Tingkat Pemahaman (Comprehensive).......................................................................
84
xvi xvii
Tabel 31. Tabel 32. Tabel 33.
Hubungan Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure) dengan Tingkat Perhatian (Attention).......................................
86
Hubungan Tingkat Perhatian (Attention) dengan Tingkat Pemahaman (Comprehensive)...................................................
87
Hubungan Proses Pembentukan Citra dengan Citra Perusahaan.................................................................................
88
xvii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
Gambar 1.
Proses Pembentukan Citra Perusahaan...................................
15
Gambar 2.
Proses Terbentuknya Citra Perusahaan Melalui Community Relations.................................................................................
18
Kerangka Pemikiran Pembentukan Citra Perusahaan Melalui Implementasi Community Relations..........................
20
Gambar 4.
Metodologi Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data..........
30
Gambar 5.
Peta Lokasi Penelitian.............................................................
40
Gambar 6.
Grafik Pertambahan Penduduk Lebak Picung........................
43
Gambar 7.
Presentase Pemakaian Pembangkit Listrik oleh Rumah Tangga di Lebak Picung.........................................................
47
Presentase Pembangkit Listrik yang Lebih Memenuhi Kebutuhan Listrik Rumah Tangga di Lebak Picung..............
50
Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Pelaksanaan Program PLTMH...............................................
59
Presentase Responden Berdasarkan Proses Pembentukan Citra........................................................................................
69
Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Citra Perusahaan.....................................................................
78
Gambar 3.
Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11.
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Lampiran 1.
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman.......................................
96
Lampiran 2.
Daftar Nama Responden Lebak Picung...............................
101
Lampiran 3.
Dokumentasi.........................................................................
103
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Relasi merupakan hal penting yang harus dijaga antara pihak-pihak yang saling berkepentingan. Iriantara (2004) mengungkapkan bahwa masing-masing pihak, baik yang berkepentingan sama maupun beda melakukan komunikasi untuk mencapai tujuan masing-masing maupun tujuan organisasi. Beragam hubungan dijalin oleh organisasi dan publik untuk mencapai tujuan organisasi dengan tidak mengabaikan tujuan publik. Bahkan bisa juga pencapaian tujuan bersama maupun tujuan yang sama yang hendak dicapai organisasi dan publik-publiknya. Hubungan organisasi bisnis dan masyarakat tidak bisa dipandang dalam konteks relasi ekonomi saja, melainkan juga dalam bentuk relasi sosial. Prinsip ini merupakan pedoman sekaligus acuan bertindak bagi public relations perusahaan agar mampu menampilkan sekaligus mengkomunikasikan kedua bentuk relasi yang harus dimiliki organisasi bisnis. Berkaitan dengan hal tersebut public relations sebuah perusahaan harus menjaga agar hubungan antara organisasi dengan publiknya berlangsung baik. Iriantara (2004) mengungkapkan bahwa melalui PR, satu organisasi tidak tuli dan buta terhadap aspirasi yang berkembang di kalangan publiknya, dan publik pun mendapatkan informasi yang memadai dari organisasi. Ketika semakin banyak perusahaan yang handal dalam menangani bisnisnya serta ketika pengetahuan dan keberanian publik untuk melakukan tuntutan maupun bersikap semakin meningkat, maka kesan publik akan menjadi faktor yang patut dipertimbangkan oleh perusahaan. Kerjasama yang dilakukan perusahaan dengan publik ini bisa dilakukan untuk berbagai tujuan, salah satunya yang perlu diperhatikan adalah untuk keberlanjutan perusahaan. Sebuah perusahaan akan dapat bertahan jika memiliki citra yang baik di mata publik. Publik akan memberikan dukungan, bantuan, serta kerjasama dengan perusahaan apabila perusahaan tersebut dapat dipercaya. Kepercayaan merupakan
2
modal yang sangat penting untuk membangun kerjasama dengan publik eksternal. Berkaitan dengan hal ini, maka penting bagi public relations tiap perusahaan untuk memiliki strategi-strategi yang tepat. Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan menjalin relasi dengan masyarakat sebagai publik eksternal melalui kegiatan community relations sebagai hasil dari komunikasi dua arah antara perusahaan dan masyarakat, yang diharapkan dapat menghasilkan kesamaan kebutuhan antara kedua belah pihak. Salah satu perusahaan yang menerapkan community relations adalah Perusahaan Listrik Negara. PLN memiliki misi tanggung jawab sosial untuk membantu pengembangan kemampuan masyarakat agar dapat berperan dalam pembangunan,
berperan
aktif
dalam
mencerdaskan
masyarakat
melalui
pendidikan, mendorong tersedianya tenaga listrik untuk meningkatkan kualitas hidup dengan jalan penggunaan listrik serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat. PLN merupakan Perusahaan Listrik Negara yang bertugas menyediakan pasokan listrik, namun penyediaan listrik oleh pemerintah masih belum menjangkau di seluruh wilayah sampai ke desa-desa karena berbagai alasan dan berkendala. Pembangunan infrastruktur jaringan listrik untuk daerah-daerah yang terpencil memerlukan investasi yang besar. Sementara kebutuhan listrik di daerah yang padat penduduknya semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas ekonomi dan bertambahnya penduduk sehingga pemerintah juga harus menyediakan tambahan daya listrik untuk memenuhi kebutuhan tersebut.1 Mengatasi hal ini, salah satu cara yang dilakukan oleh PLN adalah dengan menjalankan community relations dengan masyarakat pada suatu wilayah yang belum mendapatkan aliran listrik dengan melakukan program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). PLTMH dilakukan dengan cara community empowering bertujuan agar desa yang belum mendapatkan aliran listrik bisa memanfaatkan potensi yang ada di desanya untuk dijadikan sumber listrik, seperti memaksimalkan aliran sungai sebagai sumber listrik dengan adanya Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). 1
Tulisan Y. Aris Purwanto, Lilik B. Prasetya, Ellyn K. Damayanti, Rais Sonaji, yang disampaikan pada Kongres Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia, 8-9 Agustus 2009
3
Kampung
Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten merupakan salah satu lokasi pengembangan PLTMH PLN. Program community relations oleh PLN di Lebak Picung dimulai pada tahun 2010 dengan pengembangan PLMTH yang ditujukan untuk memenuhi pasokan listrik dengan memanfaatkan aliran air sungai Ciambulawung yang dapat membangkitkan listrik mencapai 10 KWatt. Program pemberdayaan yang dilakukan PLN ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di Lebak Picung. Perusahaan tentu tidak akan melakukan sebuah kegiatan tanpa memperhatikan timbal balik yang didapatkan baik secara langsung maupun jangka panjang, salah satunya adalah citra perusahaan. Perusahaan dengan citra yang baik akan mendapatkan penerimaan untuk melakukan kegiatan usaha dari masyarakat. Masyarakat akan cenderung memiliki perhatian dan penerimaan terhadap sebuah perusahaan yang mampu menjawab kebutuhan dan memberikan dampak positif. Program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sejalan dengan kepentingan perusahaan akan menghasilkan keuntungan positif pada kedua belah pihak. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti sejauhmana program community relations melalui program PLTMH efektif dilakukan sebagai salah satu upaya dalam membentuk citra perusahaan PLN pada sasaran program.
1.2. Masalah Penelitian Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimana
pelaksanaan
community
relations
melalui
program
Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTMH) di Lebak Picung? 2) Bagaimana hubungan pelaksanaan program PLTMH di Lebak Picung dengan proses pembentukan citra pada responden? 3) Sejauh mana hubungan proses pembentukan citra dengan citra perusahaan PLN yang terbentuk pada sasaran program PLTMH di Lebak Picung?
4
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1) Menganalisis pelaksanaan community relations melalui program PLTMH di Lebak Picung 2) Menganalisis hubungan pelaksanaan community relations melalui program PLTMH di Lebak Picung dengan proses pembentukan citra pada sasaran program 3) Menganalisis hubungan proses pembentukan citra dengan citra perusahaan PLN pada sasaran program PLTMH di Lebak Picung 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1) Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian mengenai peran PR melalui kegiatan community relations sebagai upaya pembentukan citra perusahaan pada penerima program. Serta menjadi literatur bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih jauh mengenai tanggung jawab sosial perusahaan melalui penerapan strategi community relations. 2) Public Relations Perusahaan, khususnya PLN, diharapkan tulisan ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat dalam pelaksanaan comunity relations yang efektif dalam membentuk citra perusahaan. Sebagai bahan informasi dalam implikasi tugas, fungsi serta peranan Public Relations melalui penyelenggaraan community relations dalam pencapaian tujuan perusahaan tanpa mengabaikan kebutuhan masyarakat. 3) Bagi Masyarakat Sasaran Program Community Relations, penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mengenali program community relations yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
5
BAB II PENDEKATAN TEORETIS
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Public Relations Cutlip et all (2000) menyatakan public relations sebagai fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasikan kebijaksanaan dan tata cara seseorang atau organisasi demi kepentingan publik, serta merencanakan dan melakukan suatu program kegiatan untuk meraih pengertian dan dukungan publik. Pengertian Public Relations secara lebih rinci juga dijelaskan dalam Human Relations dan Public Relations karya Onong Uchjana Effendy, menurut rumusan Dr. Rex Harlow yang telah mengkaji 472 definisi PR dari para pakar dan pemimpin PR kenamaan. Dr. Rex Harlow mendefinisikan Public Relations sebagai fungsi manajemen yang khas yang mendukung pembinaan dan pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya mengenai komunikasi, pengertian, penerimaan, dan kerja sama; melibatkan manajemen dalam permasalahan atau persoalan; membantu manajemen menjadi tahu mengenai dan tanggap terhadap opini publik; menetapkan dan menekankan tanggungjawab manajemen untuk melayani kepentingan publik; mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif; bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam membantu mengantisipasi kecenderungan; dan menggunakan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama. Berbagai definisi tentang PR yang diungkapkan oleh para ahli tersebut, dapat dikatakan bahwa Public relations mempunyai fungsi untuk menjalin komunikasi yang efektif antara perusahaan dengan publik internal maupun publik eksternal organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. 2.1.1.1.
Fungsi Public Relations
Fungsi Public Relations pun berkembang seiring kemajuan dunia usaha. Terdapat empat fungsi utama yang dituntut dari petugas PR menurut Ruslan (2008) dalam Novianti (2010) yaitu sebagi berikut:
6
1. Communicator Sebagai juru bicara organisasi, PR berkomunikasi secara intensif melalui media dan kelompok masyarakat. Hampir semua teknik komuikaasi antar personal (personal communication) dipergunakan, komunikasi lisan, komunikasi tatap muka sebagai mediator maupun persuasif. 2. Relationship Kemampuan PR membangun hubungan positif antara lembaga yang diwakilinya dengan publik internal maupun eksternal. Relationship yang tidak harmonis beresiko menimbulkan ketidakpuasan public yang pada akhirnya mengancam kelangsungan bisnis perusahaan. Selain itu, relationship juga berupaya menciptakan saling pengertian, kepercayaan, dukungan, kerjasama, dan toleransi antara kedua belah pihak. 3. Backup management Melaksanakan dukungan manajemen atau menunjang kegiatan departemen lain dalam perusahaan demi terciptanya tujuan bersama dalam suatu kerangka tujuan pokok perusahaan. 4. Good image maker Menciptakan citra perusahaan dan publisitas positif merupakan prestasi, reputasi, dan menjadi tujuan utama aktivitas PR dalam melaksanakan manajemen kehumasan membangun citra perusahaan. 2.1.1.2. Sasaran Kegiatan Public Relations Setiap pelaku humas perlu mengenali siapa saja khalayak sasarannya. Ada beberapa alasan pokok perusahaan harus mengenali atau menetapkan unsur masyarakat luas menjadi sasarannya, yakni2: 1. untuk mengidentifikasi segmen khalayak atau kelompok yang paling tepat untuk dijadikan sasaran dari suatu program kehumasan; 2. untuk menciptakan skala prioritas sehubungan dengan terbatasnya anggaran dan sumber-sumber daya lainnya; 3. untuk memilih media dan teknik humas yang sekiranya paling sesuai;
2
M. Linggar Anggori, Teori & Profesi Kehumasan-Serta Aplikasinya di Indonesia, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hal.60
7
4.
untuk mempersiapkan pesan-pesan sedemikian rupa agar cepat dan mudah diterima. Adapun yang termasuk stakeholder internal perusahaan antara lain yaitu
pemegang saham, manajer/top eksekutif, karyawan, dan keluarga karyawan. Sedangkan stakeholder eksternal terdiri dari konsumen, penyalur, pemasok, bank, pemerintah, pesaing, media, dan komunitas.3 Kasali
(1994)
menyebutkan
bahwa
komunitas
(community) disini
merupakan masyarakat yang tinggal, hidup, dan berusaha di sekitar lokasi pabrik, kantor suatu perusahaan, atau bangunan milik perusahaan. Maka PR bertugas untuk mendidik komunitas agar mereka dapat berhubungan timbal balik. Termasuk didalamnya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka sebagai sumber tenaga kerja atau pengelola untuk keberlanjutan pelaksanaan program perusahaan. 2.1.1.3. Efektivitas Program PR Terdapat empat cara, menurut Ishak & Koh Siew Leng (1991) dalam Ruslan (2003), untuk pengukuran efektifitas dari program PR yang telah dilaksanakan, dapat dilihat melalui tolak ukur sebagai berikut: a. Audience Coverage (khalayak yang dicapai) Untuk melihat keberhasilannya, meneliti mampu atau tidaknya PR mencapai target khalayak sasarannya (target audience) dalam program tersebut serta jumlah khalayak yang dijangkau. melihat keinginan khalayak dan respon (tanggapan) selanjutnya. b. Audience Response (tanggapan khalayak) Cara ini untuk melihat tanggapan dari kahalayak sasaran (audience respon), dan melihat isi pesan dalam program PR tersebut bermanfaat atau tidak bagi khalayak sasaran. c. Communication Impact (pengaruh komunikasi) Setelah menilai dari berbagai reaksi khalayak, selanjutnya melihat pengaruh (dampak) dari pesan-pesan dalam komunikasi (communication impact) program PR tersebut setelah diekspos keluar terhadap khalayak sasaran. 3
Rhenald Kasali, Manajemen Public Relations: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Pustaka Utama, Jakarta, 1994, hal.64
8
d. Process of Influence (proses pengaruh) Melihat sejauh mana proses kegiatan komunikasi dalam program PR efektif atau tidak dalam mempengaruhi khalayak sasaran. Selain itu, juga untuk mengetahui sejauh mana pesan yang disampaikan melalui saluran media komunikasi dan mekanisme persuasif dapat mempengaruhi individual atau kelompok. Juga untuk melihat efektifitas PR dalam mempengaruhi tanggapan (process of influence), terhadap sikap (perilaku), dukungan (atau menolak), memotivasi atau dapat membentuk opini publik sebagai khalayak sasaran, baik secara positif atau negatif. Salah satu unsur Public Relations adalah suatu proses yang mencakup hubungan antara organisasi dengan publiknya. Hubungan antara organisasi dengan publik internal dan publik eksternal ini sangat penting bagi perusahaan untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Pelaksanaan hubungan dengan publik eksternal yang perlu diperhatikan oleh PR adalah hubungan dengan khalayak sekitar atau yang lebih dikenal dengan community relations. 2.1.2. Community Relations PR memiliki beragam fungsi yang bertujuan untuk menciptakan image positif akan perusahaan. Diantara sekian fungsinya Ruslan (1998) menyebutkan adanya “fungsi community participation, yaitu partisipasi PR dalam melakukan suatu hubungan timbal balik dengan publik demi tercapai saling pengertian dan citra positif terhadap lembaga yang diwakili”. Selaras dengan fungsi PR tersebut, maka salah satu program yang diwujudkan adalah melalui pelaksanaan program Community Relations. Bentuk kegiatan ini merupakan salah satu dari beragam media komunikasi yang efektif untuk menyampaikan pesan komunikasi serta mendapat dukungan dari publik. Create Profit Inc. (2001)4 menggambarkan tiga tahapan perkembangan konsep tanggung jawab sosial organisasi bisnis dalam
konteks community
relations. Pertama, community relations dan pemberian sumbangan sebagai respons atas kebutuhan/tekanan lokal dan manajemen senior/chief excecutive offocer (CEO) pada tahun 1960-an dan 1970-an. Kedua, pada tahun 1980-an dan 4
Dalam Yosal Iriantara, Community Relations Konsep dan Aplikasinya, 2004, Hal.27
9
1990-an berkembang model community relations yang dinamakan “Model Kewarganegaraan Korporat” yang didasarkan pada isu-isu etis. Ketiga, berkembang konsep aliansi strategis yang terkait erat dengan tujuan organisasi yang muncul sejak tahun 1999. Menurut Iriantara (2007) community relations bisa dipandang berdasarkan dua pendekatan. Pertama, dalam konsep PR lama yang memosisikan organisasi sebagai pemberi donasi, maka program community relations merupakan bagian dari aksi dan komunikasi dalam proses PR. Bila berdasarkan pengumpulan fakta dan perumusan masalah ditemukan bahwa permasalahan yang mendesak adalah tentang komunitas, maka dalam perencanaan akan disusun program community relations. Pendekatan kedua, memosisikan komunitas sebagai mitra, dan komunitas bukan sekedar kumpulan orang yang berdiam di sekitar wilayah operasi organisasi. Community relations merupakan program tersendiri yang merupakan wujud tangung jawab sosial organisasi. Dalam hal ini, organisasi bersama-sama dengan komunitas berusaha memecahkan permasalahan yang dihadapi komunitas. Organisasi dan komunitas bersama-sama memberikan sumber daya yang dimilikinya untuk memecahkan permasalahan dan mencapai tujuan bersama. 2.1.2.1.
Tujuan Community Relations
Community relations ditujukan sebagai kegiatan berkomunikasi antar perusahaan dengan komunitas. Dalam hal ini Wilcox, Ault dan Agee dalam Iriantara (2007) mengungkapkan bahwa community relations merupakan dialog antar perusahaan dengan komunitas, dimana perusahaan sebenarnya dapat memantau bagaimana pendapat publik atau komunitas akan keberadaan perusahaan mereka. Isu apakah yang saat itu tengah berkembang di masyarakat yang kiranya nanti dapat berpengaruh pada eksistensi perusahaan. Di lain sisi tujuan program community relations juga dipengaruhi oleh besarnya komunitas dan kebutuhannya, seperti sumber penghasilan dan sasaran hubungan masyarakat perusahaan yang mendukung program-program tersebut.
10
Moore (1998) merangkum tujuan penting tersebut sebagai berikut: 1. Memberi informasi kepada komunitas bagaimana tanggung jawab perusahaan terhadap komunitasnya, dan apa saja yang disumbangkan untuk kehidupan sosial dan ekonomi setempat. 2. Menjadikan sebuah perusahaan sebagai faktor penting dalam kehidupan komunitas melalui bantuan kepada lembaga-lembaga setempat dan turut serta dalam masalah lingkungan. 3. Bekerjasama dengan sekolah dan perguruan tinggi dengan menyediakan bahanbahan pendidikan dan melengkapi sarana dan fasilitas latihan. 4. Meningkatkan kesehatan komunitas dengan mendukung program-program kesehatan setempat dan dengan membantu rumah sakit dan palang merah setempat. 5. Menunjukkan kepada warga komunitas bahwa suatu perusahaan merupakan warga dan majikan yang baik. 6. Menjaga hubungan yang harmonis dengan para pemuka komunitas dalam semangat kebersamaan yang tinggi. 7. Menciptakan iklim bisnis yang menghasilkan kegiatan yang efisien dan ekonomis serta menciptakan perusahaan sebagai tempat yang baik untuk bekerja di mata para calon karyawannya. Tabel 1. Manfaat Community Relations. Bagi Organisasi • Reputasi dan citra organisasi lebih baik • ‘lisensi untuk beroperasi’ secara sosial • Memanfaatkan pengetahuan dan tenaga kerja lokal • Keamanan yang lebih besar • Infrastruktur dan lingkungan sosioekonomi lebih baik • Menarik dan menjaga personel berkaliber tinggi untuk memiliki komitmen tinggi • ‘Laboratorium pembelajaran’ untuk inovasi organisasi
Bagi Komunitas • Peluang penciptaan kesempatan kerja, pengalaman kerja dan pelatihan • Pendanaan investasi komunitas, pengembangan infrastruktur • Keahlian komersial • Kompetensi teknis dan personel individual pekerja yang terlibat • Representatif bisnis sebagai juru promosi bagi prakarsa-prakarsa komunitas
11
Rogovsky (2005) dalam Iriantara (2007) menjelaskan adanya manfaat keterlibatan bagi komunitas dan organisasi bisnis pada pelaksanaan community relations melalui Tabel 1. Jika dulu banyak pandangan bahwa community relations adalah sebuah usaha yang hanya menguntungkan komunitas dan sia-sia bagi perusahaan karena hanya sekedar upaya penghambur-hamburan uang, namun sebenarnya pelaksanaan community relations yang dibangun berdasarkan tanggung jawab sosial korporat akan memberikan manfaat yang bisa dipetik oleh kedua belah pihak. Sehingga penting untuk disadari bahwa program-program community relations bukanlah program dari perusahaan untuk komunitas melainkan program untuk perusahaan dan komunitas. 2.1.2.2.
Langkah-Langkah Pelaksanaan Community Relations
Community relations pada dasarnya merupakan kegiatan PR, sehingga langkah-langkah dalam pelaksanaan community relations sama dengan langkah pelaksanaan kerja PR. Kegiatan community relations berhadapan langsung dengan persoalan sosial yang nyata dan dihadapi komunitas. Melalui pendekatan community relations itu, organisasi bersama dengan komunitas sekitarnya berusaha untuk mengidentifikasi, mencari solusi dan melaksanakan rencana tindak atas permasalahan yang dihadapi. Fokusnya adalah permasalahan yang dihadapi komunitas, bukan permasalahan organisasi. Namun, dampak dari penyelesaian masalah ini dirasakan juga oleh organisasi. Bila kegiatan community relations terkoordinasi dengan strategi organisasi, bisa juga membantu organisasi dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi organisasi. Kegiatan community relation bisa ditujukan untuk mencapai kemaslahatan bersama baik organisasi maupun komunitas. Berkaitan dengan hal tersebut, maka program dan kegiatan community relations organisasi dilaksanakan melalui tahapan-tahapan berikut: 1) Pengumpulan fakta Permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat cukup banyak, mulai dari permasalahan lingkungan sampai dengan permasalahan ekonomi. Kita bisa mengumpulkan fakta tentang permasalahan sosial yang dihadapi komunitas organisasi dari berbagai sumber, baik dari media massa, data statistik, obrolan warga sampai menelusuri laporan hasil penelitian.
12
2) Perumusan masalah Masalah merupakan kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang dialami. Tentu saja tidak semua permasalahan bisa diselesaikan melalui pendekatan community relations organisasi, harus masalah yang diperkirakan dapat diatasi melalui kegiatan dan program ini. Tahapan ini memfokuskan pada komunitas organisasi. Jika komunitasnya dirumuskan secara sederhana, berarti komunitas berdasarkan lokasi yakni komunitas sekitar wilayah operasi organisasi. Namun bila komunitasnya dipandang sebagai struktur interaksi maka komunitas tersebut lepas dari pertimbangan kewilayahan, tetapi lebih pada pertimbangan kesamaan kepentingan. 3) Perencanaan dan Pemrograman Rencana merupakan prakiran yang didasarkan fakta dan informasi tentang sesuatu yang akan terwujud atau terjadi nanti. 4) Aksi dan Komunikasi Pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, meliputi ragam kegiatan community relations, jenis komunikasi yang dijalankan, media komunikasi yang digunakan, frekuensi pelaksanaan program, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan community relations. Dalam pelaksanaan community relations terdapat komunikasi yang menjelaskan menjelaskan mengapa program ini dijalankan. Aksi dan komunikasi diharapkan akan berkembang pandangan yang positif dari komunitas terhadap perusahaan sehingga reputasi dan citra perusahaan menjadi baik. 5) Evaluasi Meliputi usaha untuk menilai kembali akan sejauh mana pesan komunikasi yang disampaikan kepada publik dapat diterima. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi program. Berdasarkan hasil evaluasi bisa diketahui apakah program bisa dilanjutkan, dihentikan, atau dilanjutkan dengan melakukan beberapa perbaikan dan penyempurnaan. Evaluasi ini sangat berguna bagi penyusunan langkah atau kegiatan baru PR di masa mendatang. 2.1.3. Citra Perusahaan Kotler (2000) mengungkapkan bahwa citra merupakan seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki seseorang terhadap suatu obyek. Citra
13
berkaitan erat dengan suatu penilaian, tanggapan, opini, kepercayaan publik, asosiasi atau simbol-simbol tertentu terhadap suatu perusahaan. Citra tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Terdapat beberapa jenis citra (image), yakni: citra bayangan (mirror image), citra yang berlaku (current image), citra yang diharapkan (wish image), citra majemuk (multiple image), serta citra perusahaan (corporate image).5 a. Citra Bayangan Citra ini sebenarnya dimiliki oleh internal organisasi yang mempunyai pandangan terhadap citra yang dimiliki eksternal organisasi terhadap organisasinya. Citra ini cenderung tidak akurat karena penilaia terhadap organisasi yang cukup subyektif, sehingga citra yang terbentuk cenderung positif. Ketidakakuratan bisa jadi disebabkan oleh kurangnya informasi yang dimiliki pihak dalam terhadap pandangan yang dimiliki oleh orang luar terhadap organisasinya. a. Citra yang Berlaku Jika citra bayangan mengacu pada pendapat pihak dalam tentang bagaimana citra yang dimiliki pihak eksternal terhadap organisasinya, maka citra yang berlaku ini merupakan kebalikannya. Citra yang berlaku merupakan citra yang dimiliki pihak luar terhadap suatu organisasi. Namun tidak selamanya citra yang berlaku ini sesuai dengan keadaan yang ada karena citra yang terbentuk biasanya cenderung negatif. Citra ini sangat ditentukan oleh banyak sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang memercayainya. b. Citra yang Diharapkan Merupakan citra yang diinginkan pihak perusahaan. Citra ini biasanya berkaitan untuk menyabut sesuatu yang relatif baru dimana khalayak belum memiliki informasi yang memadai tentangnya. c. Citra Majemuk Tiap individu dalam perusahaan bisa jadi memunculkan citra tersendiri yang bisa saja sama atau berbeda dengan citra organisasi atau perusahaan. Jumlah citra yang dimiliki perusahaan sama dengan jumlah pegawai yang dimilikinya.
5
Frank Jefkins, Public Relation Edisi Keempat, Erlangga, 1992, Hal 17-21
14
Cara untuk meminimalkan variasi citra ini, perusahaan memberlakukan penyamaan seragam, adanya mobil dinas, maupun hal-hal lainnya. d. Citra Perusahaan Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, bukan citra atas produk maupun pelayanannya. Banyak hal yang menjadi dasar terbentuknya citra ini, diantaranya adalah sejarah atau riwayat perusahaan, keberhasilandi bidang keuangan yang pernah diraih, reputasi sebagai penyedia lapangan kerja dalam jumlah besar sampai kesediaan untuk turut memikul tanggung jawab sosial, ikut andil dalam terbentuknya citra positif perusahaan. Saat ini dunia usaha tidak lagi hanya memerhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan juga aspek sosial dan lingkungan yang biasa disebut triple bottom line. Penting diperhatikan perusahaan untuk membentuk dan mempertahankan citra positif perusahaan pada khalayak, salah satunya melalui kegiatan community relations. 2.1.3.1.
Proses Terbentuknya Citra
Terdapat tiga hal penting dalam citra, yaitu: kesan obyek, proses terbentuknya citra, dan sumber terpercaya. Obyek meliputi individu maupun perusahaan yang terdiri dari sekelompok orang di dalamnya. Citra dapat terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu. Besarnya kepercayaan obyek terhadap sumber informasi memberikan dasar penerimaan atau penolakan informasi. Sumber informasi dapat berasal dari perusahaan secara langsung dan atau pihakpihak lain secara langsung. Citra perusahaan menunjukkan kesan obyek terhadap perusahaan yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai sumber informasi terpercaya. Alma (2002)6 mengungkapkan bahwa “citra dibentuk berdasarkan impresi, berdasar pengalaman yang dialami seseorang terhadap sesuatu sebagai pertimbangan untuk mengambil keputusan”.
Proses terbentuknya citra
perusahaan dapat diterangkan melalui Gambar 1.
6
Dalam Iman Mulyana Dwi Suwandi, Citra Perusahaan Seri Manajemen Pemasaran, www.eiman.uni.cc,
15
Attention
Exposure
Image
Behavior
Comprehensive Sumber : Hawkins et all (2000)
Gambar 1. Proses Terbentuknya Citra Perusahaan. Terbentuknya citra perusahaan berlangsung melalui beberapa tahapan. Pertama adalah penerimaan informasi dimana penerima program mengetahui (melihat atau mendengar) upaya yang dilakukan perusahaan dalam membentuk citra perusahaan. Tahap kedua, obyek memperhatikan upaya perusahaan tersebut. Tahap ketiga, setelah adanya perhatian obyek mencoba memahami semua yang ada pada upaya perusahaan. Tahap keempat, terbentuknya citra perusahaan pada obyek. Tahap kelima, citra perusahaan yang terbentuk akan menentukan perilaku obyek sasaran dalam hubungannya dengan perusahaan. (Hawkins et all, 2000) Tahap-tahap dalam proses pembentukan persepsi atau citra tersebut secara rinci dijelaskan sebagai berikut: a. Tahap Penangkapan Informasi (Exposure) Terjadi disaat suatu rangsangan-rangsangan mencapai daerah syaraf penerima indera seseorang (Sensory Receptor), misalnya ketika seseorang mengetahui adanya kegiatan community relations yang dilakukan. Obyek mengetahui (melihat atau mendengar) upaya yang dilakukan perusahaan dalam membenuk citra perusahaan. b. Tahap Perhatian (Attention) Agar kegiatan yang dilakukan menjadi perhatian seseorang, maka setelah rangsangan mencapai daerah syaraf penerima maka selanjutnya rangsangan tersebut harus dapat menggertakkan saraf indera dan menimbulkan respon atau sensasi-sensasi pada otak (sensation). Contohnya ketika seseorang tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai kegiatan community relations tersebut. Pada tahap ini, obyek memperhatikan upaya yang dilakukan perusahaan.
16
c. Tahap Pemahaman (Comprehensive) Setelah adanya perhatian, obyek mencoba memahami semua yang ada pada upaya perusahaan. Misalnya dari pengetahuan mengenai kegiatan community relations yang dilakukan suatu perusahaan. Khalayak sasaran kemudian mulai memperhatikan dan mencoba untuk mengerti dan memberikan penilaian terhadap community relations tersebut. Hal tersebut kemudian mengarah pada pembentukan persepsi terhadap kegiatan yang dilakukan perusahaan yang bersangkutan. Setelah persepsi terbentuk, persepsi tersebut disimpan kedalam ingatan (memory). Adapun proses pembentukan persepsi dan penyimpanan persepsi kedalam ingatan hampir terjadi secara bersamaan dan bersifat interaktif, dimana lama tidaknya persepsi seseorang terhadap suatu rangsangan tergantung kepada seleksi yang dilakukan kepada seseorang, yaitu mengukur sejauh mana keterlibatan yang bersangkutan terhadap rangsangan tersebut. 2.1.3.2.
Elemen Citra Perusahaan
Citra perusahaan merupakan persepsi masyarakat terhadap perusahaan yang dibentuk melalui proses komunikasi informasi baik yang disengaja maupun tidak disengaja, yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh perusahaan. Persepsi tersebut mungkin tidak selalu menggambarkan profil perusahaan yang sebenarnya. Apabila persepsi yang timbul positif maka dengan sendirinya akan mendukung aktivitas perusahaan, tetapi sebaliknya apabila persepsi yang timbul negatif maka akan menimbulkan akibat negatif pula terhadap perusahaan. Perusahaan perlu mengirimkan pesan kepada lingkungan perusahaan baik internal amupun eksternal. Perusahaan harus sungguh-sungguh dalam usaha membentuk image yang positif, dalam hal ini penerimaan pesan merupakan faktor terpenting karena citra diukur dari penerima pesan. Pembentukan citra perusahaan diperlukan informasi yang lengkap. Menurut Harrison (1995), informasi yang lengkap mengenai citra perusahaan meliputi empat elemen, yaitu:
17
a. Personality Keseluruhan karakteristik perusahaan yang dipahami publik sasaran seperti perusahaan yang dipercaya, perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial. Unsur dalam citra ini akan memberikan gambaran umum perusahaan secara keseluruhan, seperti perusahaan yang terpercaya, atau perusahaan yang bertanggungjawab sosial. b. Reputation Hal yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini publik sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain. Studi pustaka ini lebih menekankan keyakinan publik terhadap manfaat positif dari kegiatan community relations yang dilakukan perusahaan. c. Value Nilai-nilai dan filosofi yang dimiliki suatu perusahaan, termasuk didalamnya kebijakan internal dan interaksi eksternal dengan pihak luar yang berhubungan dengan perusahaan. d. Corporate Identity Komponen-komponen yang memudahkan pengenalan publik sasaran terhadap perusahaan. Ambadar, dkk (2007) mengungkapkan bahwa dalam persepsi publik, citra perusahaan terbentuk dari asosiasi antara perusahaan sebgaai subyek dan atributatributnya (citra baik atau buruk, berkualitas atau tidak berkualitas, peduli lingkungan, bertanggungjawab dan lain-lain). Akumulasi dari citra perusahaan menurut Ambadar (2007) mengutip dari pernyataan Dr. AB Susanto akan membentuk reputasi perusahaan yang bermakna bagi perusahaan. Reputasi perusahaan adalah suatu akumulasi penilaian dari keberadaan baik masa lalu ataupun hasil-hasil yang dicapai di masa kini secara multidimesi di hadapan stakeholder. 2.1.3.3.
Pembentukan Citra Perusahaan Melalui Community Relations
Berkaitan dengan proses pembentukan citra perusahaan menurut Hawkins (2000), maka kegiatan community relations bisa dilakukan oleh PR perusahaan sebagai salah satu upaya agar sasaran program dapat menangkap informasi yang ingin disampaikan perusahaan melalui program-program
kegiatan community
18
relations. PR perlu memaksimalkan proses terbentuknya citra mulai dari tahap penangkapan informasi (exposure), perhatian (attention), dan tahap pemahaman (comprehensive). Community Relations behavior Exposure
Attention
comprehensive
IMAGE • Personality • Reputation • Value ethics • Corporate Identity
Gambar 2. Proses Terbentuknya Citra Perusahaan Melalui Community Relations. Hal pertama untuk membentuk citra perusahaan dimulai dengan memberikan pengetahuan (exposure) tentang perusahaan yang dikemas dalam pesan yang disampaikan melalui kegiatan-kegiatan community relations, serta memberikan rangsangan pada khalayak tentang adanya beragam program yang dilakukan oleh perusahaan. Tahap berikutnya menekankan perlunya rangsangan lebih lanjut agar stimulus yang diberikan melalui kegiatan community relations bisa menjadi perhatian bagi khalayak sasaran sehingga mereka tertarik mengetahui tentang kegiatan-kegiatan community relations. Pada tahap ini, obyek memperhatikan upaya yang dilakukan perusahaan. Pemahaman (comprehensive) terjadi ketika khalayak sasaran memahami implementasi program community relations yang dilakukan oleh perusahaan.
Penilaian terhadap community
relations akan mengarah pada pembentukan persepsi terhadap kegiatan yang dilakukan perusahaan yang bersangkutan. Citra perusahaan tersebut di mata khalayak bisa dilihat dari personality, reputation, value ethic, serta corporate identity perusahaan di mata penerima program community relations.
19
2.2. Kerangka Pemikiran Adanya tuntutan untuk memiliki relasi yang baik dengan komunitas, menuntut tiap perusahaan untuk memiliki strategi yang tepat. Berkaitan dengan hal ini, public relations suatu perusahaan yang bertugas menjalankan fungsi komunikasi dengan pihak eksternal maupun internal perusahaan, berperan sebagai perwakilan perusahaan. PR bertugas untuk menyampaikan pesan-pesan berkaitan dengan tujuan perusahaan kepada publik eksternal. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan iklan maupun publikasi melalui media saja yang perlu diperhatikan namun juga melalui kegiatan pemberdayaan pada komunitas melalui kegiatan community relations, agar perusahaan dapat menyampaikan pesan-pesan yang diinginkan perusahaan. Komunikasi yang terjalin dengan komunitas, diharapkan mampu membentuk citra positif perusahaan untuk terciptanya hubungan yang kokoh antara komunitas dengan perusahaan. Community relations bisa menjadi strategi komunikasi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, baik perusahaan maupun komunitas, jika pelaksanaannya berjalan sesuai. Berkaitan dengan hal tersebut, perusahaan harus memperhatikan aktivitas community relations dalam mengembangkan dan mengelola citra perusahaan. PLN sebagai salah satu perusahaan yang menjalankan community relations harus memperhatikan faktor-faktor terkait pelaksanaan community relations melalui program PLTMH yang dilakukan di Lebak Picung. Pelaksanaan community relations harus memperhatikan keterlibatan masyarakat penerima program dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan PLTMH. Penilaian dilakukan untuk melihat kesesuaian hipotesis bahwa warga yang terlibat aktif dalam program akan memiliki citra yang lebih positif dibandingkan warga yang memiliki keterlibatan rendah. Adanya strategi community relations yang melibatkan peran penerima program akan mempengaruhi tingkat penangkapan informasi (exposure) mereka terhadap program maupun perusahaan. Penangkapan informasi oleh penerima program adalah sejauh mana penerima program menyadari adanya kegiatan community relations melalui program PLTMH. Keterlibatan dalam program juga mempengaruhi tingkat perhatian sasaran program. Penilaian sasaran program terhadap manfaat program juga menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan community relations. Adanya manfaat
20
program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat juga berpengaruh pada pemahaman penerima program. Pemahaman masyarakat terhadap program adalah sejauh mana pengetahuan penerima program tentang implementasi community relations, semakin tinggi kesesuaian manfaat yang didapatkan penerima program akan meningkatkan tingkat pemahaman (comprehensive) penerima program. Adanya
kesesuaian
proses
pembentukan
citra
perusahaan
akan
mempengaruhi citra perusahaan yang terbentuk. Citra perusahaan dinilai dari personality, reputation, value ethics, serta corporate identity menurut sasaran program terhadap perusahaan. Proses pembentukan citra yang baik akan cenderung meningkatkan citra perusahaan yang terbangun. Community Relations (X1) • Keterlibatan dalam Program • Manfaat program
Proses Pembentukan Citra (X2) • Tingkat Penangkapan Informasi • Tingkat Perhatian • Tingkat Pemahaman
• • • •
Gambar 3.
Citra Perusahaan (Y) Penilaian pada Personality Perusahaan Penilaian pada Reputation Perusahaan Penilaian pada Value Ethics Perusahaan Penilaian pada Corporate Identity Perusahaan
Kerangka Pemikiran Pembentukan Citra Perusahaan Melalui Implementasi Community Relations.
2.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
21
1. Terdapat hubungan positif antara pelaksanaan community relations melalui program community empowering PLTMH di Lebak Picung dengan pembentukan citra perusahaan. - Terdapat hubungan positif antara keterlibatan aktif dalam program dengan tingkat penangkapan informasi (exposure) pada sasaran program - Terdapat hubungan positif antara keterlibatan aktif dalam program dengan tingkat perhatian (attention) sasaran program - Terdapat hubungan positif antara kesesuaian manfaat program community relations Desa Mandiri Energi di Lebak Picung dengan tingkat pemahaman (comprehensive) pada sasaran program program 2. Terdapat hubungan positif antara proses pembentukan citra perusahaan melalui pelaksanaan community relations program PLTMH di Lebak Picung dengan citra perusahaan yang terbangun pada penerima program community relations. 2.4. Definisi Operasional dan Pengukuran 1.
Keterlibatan dalam program adalah keikutsertaan warga Lebak Picung dalam perencanaan, pembuatan, maupun pemeliharaan PLTMH. Mencakup: keterlibatan dalam perencanaan PLTMH, keikutsertaan dalam pembangunan PLTMH, ikut menjaga keberlangsungan PLTMH dengan melaksanakan ronda sesuai jadwal, menjaga lingkungan khususnya ketersediaan air sungai sebagai sumber utama PLTMH, maupun menjadi pengurus aktif dalam pengelolaan PLTMH. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dengan pemberian skor berikut: • Sangat Tidak Setuju
:1
• Tidak Setuju
:2
• Setuju
:3
• Sangat Setuju
:4
Dengan total tujuh pertanyaan, akan dikategorikan keterlibatan dalam program ke dalam tiga kategori: • Tingkat keterlibatan rendah
= skor ≤ 13
• Tingkat keterlibatan sedang
= skor 14-21
• Tingkat keterlibatan tinggi
= skor ≥ 22
22
2. Manfaat program adalah sejauhmana program community relations berguna bagi sasaran program. Manfaat program melihat sejauhmana PLTMH dinilai telah membantu memenuhi kebutuhan listrik di Lebak Picung, manfaat yang dirasakan dalam pemenuhan listrik rumah tangga dibandingkan pembangkit listrik lain seperti generator maupun PLTS, sejauh PLTMH PLN memberikan
manfaat
pada
pemenuhan
kebutuhan
informasi
yang
didapatkan rumah tangga melalui akses pada media dengan adanya listrik, manfaat di bidang pendidikan dengan peningkatan minat belajar anggota keluarga dengan adanya listrik, peningkatan perekonomian keluarga, maupun perkembangan pada Lebak Picung secara keseluruhan. Variabel ini diukur berdasarkan pernyataan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Pengukuran dengan skala ordinal dengan penilaian berikut ini: • Sangat tidak setuju
: skor 1
• Tidak setuju
: skor 2
• Setuju
: skor 3
• Sangat setuju
: skor 4
Data dari enam pertanyaan akan dikelompokkan ke dalam tiga kategori: • Tidak bermanfaat
= skor ≤ 11
• Cukup bermanfaat
= skor 12-18
• Bermanfaat
= skor ≥ 19
3. Program community relations menilai seperti keterlibatan penerima program pada program yang diberikan perusahaan serta kesesuaian manfaat program dengan kebutuhan penerima program. Secara keseluruhan data tentang keterlibatan warga dalam program dan manfaat program sebagai variabel dalam
program community relations PLTMH PLN, dengan total
keseluruhan terdapat 13 pertanyaan yang kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: • Program comrel PLTMH dilaksanakan dengan buruk
=skor ≤ 25
• Program comrel PLTMH dilaksanakan dengan cukup baik =skor 26-39
23
• Program comrel PLTMH dilaksanakan dengan baik
=skor ≥ 40
4. Tingkat penangkapan informasi (exposure) adalah sejauh mana sasaran program mengetahui atau menyadari adanya implementasi program PLTMH. Variabel ini diukur berdasarkan pernyataan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju terhadap informasi yang dimiliki responden tentang program PLTMH di Lebak Picung, hingga sejauh mana responden mengetahui tentang PLN dan upaya yang dilakukan PLN. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal dengan penilaian berikut ini: • Sangat tidak setuju
: skor 1
• Tidak setuju
: skor 2
• Setuju
: skor 3
• Sangat setuju
: skor 4
Tingkat penangkapan informasi (exposure) pada pembentukan citra dilihat dari enam pertanyaan yang kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: • Tingkat penangkapan informasi rendah
= skor ≤ 11
• Tingkat penangkapan informasi sedang
= skor 12-18
• Tingkat Penangkapan informasi tinggi
= skor ≥ 19
5. Tingkat perhatian (attention) adalah sejauh mana ketertarikan penerima program untuk mengetahui lebih lanjut tentang kegiatan PLTMH, yang dilihat melalui kerlibatan, serta perhatian penerima program melalui apa yang mereka rasakan terhadap program PLTMH dari PLN. Variabel ini diukur berdasarkan pernyataan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Pengukuran dengan skala ordinal dengan penilaian berikut ini: • Sangat tidak setuju
: skor 1
• Tidak setuju
: skor 2
• Setuju
: skor 3
• Sangat setuju
: skor 4`
24
Tingkat perhatian (attention) pada pembentukan citra dilihat dari 5 pertanyaan yang kemudian dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu: • Tingkat perhatian rendah
= skor ≤ 9
• Tingkat perhatian sedang
= skor 10-15
• Tingkat perhatian tinggi
= skor ≥ 16
6. Tingkat pemahaman (comprehensive) adalah sejauh mana pengetahuan dan penilaian individu sasaran program tentang implementasi program community relations. Variabel ini mengukur pernyataan tentang pemahaman terhadap manfaat PLTMH secara keseluruhan, penilaian terhadap PLN sebagai sahabat bagi warga karena mampu memenuhi kebutuhan listrik, serta kebersediaan menjadi pengurus dalam program pemberdayaan yang diadakan PLN maupun kebersediaan jika PLN melakukan kegiatan lain di Lebak Picung dengan penilaian sangat setuju, setuju, tidak setuju, atau sangat tidak setuju. Pengukuran dengan skala ordinal dengan penilaian berikut ini: • Sangat tidak setuju
: skor 1
• Tidak setuju
: skor 2
• Setuju
: skor 3
• Sangat setuju
: skor 4
Tingkat pemahaman (comprehensive) pada proses pembentukan citra dinilai dari 6 pertanyaan yang kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: • Tingkat pemahaman dan penerimaan rendah
= skor ≤ 11
• Tingkat pemahaman dan penerimaan sedang
= skor 12-18
• Tingkat pemahaman dan penerimaan tinggi
= skor ≥ 19
7. Proses pembentukan citra adalah proses pemaknaan program pada sasaran yang diawali dari adanya penangkapan informasi (exposure), dilanjutkan dengan
perhatian
(comprehensive)
(attention)
pada
terhadap
program.
Secara
program,
dan
keseluruhan,
pemahaman data
tentang
25
penangkapan informasi, perhatian, dan pemahaman menunjukkan tentang proses pembentukan citra dengan total keseluruhan terdapat 17 pertanyaan yang kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: • Proses pembentukan citra yang buruk
= skor ≤ 33
• Proses pembentukan citra yang cukup baik
= skor 34-51
• Proses pembentukan citra yang sangat baik
= skor ≥ 52
8. Penilaian pada personality perusahaan, adalah sejauh mana publik sasaran menilai perusahaan sebagai perusahaan yang dipercaya, perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal yang dikategorikan ke dalam empat kategori, yang diukur dengan pembagian skor berikut: • Sangat tidak setuju
: skor 1
• Tidak setuju
: skor 2
• Setuju
: skor 3
• Sangat setuju
: skor 4
Penilaian responden terhadap personality perusahaan dilihat dari enam pertanyaan yang kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: • Perusahaan memiliki personality yang buruk
= skor ≤ 11
• Perusahaan memiliki personality yang kurang baik = skor 12-18 • Perusahaan memiliki personality yang baik
= skor ≥ 19
9. Penilaian pada reputation perusahaan, adalah keyakinan positif publik sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain terhadap manfaat yang diberikan perusahaan. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal yang dikategorikan ke dalam empat kategori, yang diukur dengan pembagian skor berikut: • Sangat tidak setuju
: skor 1
• Tidak setuju
: skor 2
• Setuju
: skor 3
• Sangat setuju
: skor 4
26
Penilaian responden terhadap reputation perusahaan dilihat dari lima pertanyaan yang kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: • Perusahaan memiliki reputation yang buruk
= skor ≤ 9
• Perusahaan memiliki reputation yang kurang baik
= skor 10-15
• Perusahaan memiliki reputation yang baik
= skor ≥ 16
10. Penilaian pada value ethics Perusahaan, adalah sejauh mana publik menganggap perusahaan memiliki nilai-nilai yang baik. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal yang dikategorikan ke dalam empat kategori, yang diukur dengan pembagian skor berikut: • Sangat tidak setuju
: skor 1
• Tidak setuju
: skor 2
• Setuju
: skor 3
• Sangat setuju
: skor 4
Penilaian responden terhadap value ethic perusahaan dilihat dari lima pertanyaan yang kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: • Perusahaan memiliki value ethic yang buruk
= skor ≤ 9
• Perusahaan memiliki value ethic yang kurang baik
= skor 10-15
• Perusahaan memiliki value ethic yang baik
= skor ≥ 16
11. Penilaian pada corporate identity perusahaan, adalah sejauh mana publik sasaran mengetahui dan menilai komponen pengenal perusahaan seperti logo, dll. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal yang dikategorikan ke dalam empat kategori, yang diukur dengan pembagian skor berikut: • Sangat tidak setuju
: skor 1
• Tidak setuju
: skor 2
• Setuju
: skor 3
• Sangat setuju
: skor 4
Penilaian responden terhadap corporate identity perusahaan dinilai dari empat pertanyaan yang kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu:
27
• Perusahaan memiliki corporate identity yang buruk
= skor ≤ 7
• Perusahaan memiliki corporate identity yang kurang baik = skor 8-12 • Perusahaan memiliki corporate identity yang baik
= skor ≥ 13
12. Citra perusahaan adalah sejauhmana publik sasaran program memandang perusahaan. Citra perusahaan ini dilihat berdasarkan pendapat sasaran program community relations terhadap personality, reputation, value ethic, dan corporate identity perusahaan. Untuk mengetahui citra perusahaan yang terbentuk didapatkan dari penjumlahan seluruh hasil dari dua puluh pertanyaan tentang personality, reputation value ethic dan corporate identity pada penerima program community relations. Hasil data yang diperoleh kemudian dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu: • Perusahaan memiliki citra yang buruk
= skor ≤ 39
• Perusahaan memiliki citra yang kurang baik
= skor 40-60
• Perusahaan memiliki citra yang baik
= skor ≥ 61
28
BAB III PENDEKATAN LAPANG
3.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif, yang dilakukan untuk menganalisis pembentukan citra perusahaan melalui kegiatan community relations yang dilakukan oleh PR Perusahaan. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Penelitian explanatory merupakan penelitian dengan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1989). Data kuantitatif didapatkan melalui wawancara menggunakan kuesioner kepada responden. Data kualitatif didapatkan melalui hasil konsultasi atau wawancara mendalam antara peneliti dan informan. Penelitian kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi pelaksanaan program community relations Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, yang dilakukan PLN. 3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilakukan di salah lokasi penerima program community relations PT PLN yaitu di Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (puposive) dengan pertimbangan: 1. PLN merupakan perusahaan dengan misi tanggung jawab sosial yang menerapkan strategi community relations. 2. Lebak Picung, Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten sebagai tempat penelitian karena memiliki relasi dengan PLN dalam pelaksanaan community relations. Lebak Picung pada tahun 2010 mendapat program PLTMH karena merupakan daerah yang belum terjangkau aliran listrik, dan pertimbangan lain seperti mempunyai sumber air (sungai), serta berbatasan dengan hutan (Taman Nasional Gunung Halimun Salak).
29
Program community relations Desa Mandiri Energi oleh PLN di Lebak Picung adalah pengembangan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) untuk memenuhi pasokan listrik bagi warga dengan memanfaatkan potensi yang ada yaitu aliran sungai Ciambulawung. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Lama pelaksanaan penelitian ini bisa dilihat secara lebih rinci melalui Tabel 2. Tabel 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2011-2012.
Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal Pengambilan data lapang Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi
Agus Septem Okto Novem Desem Januari ber ber Tus ber Ber 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Juni
Juli
30
3.3. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengamatan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada responden dan informan. Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi memberi keterangan tentang diri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Penelitian dilakukan dengan cara sensus pada seluruh rumah tangga di Lebak Picung yaitu 52 kepala keluarga (KK), dengan unit analisis rumah tangga. Responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga atau anggota keluarga yang bisa mewakili keluarga. Sensus dilakukan untuk mendapat secara keseluruhan citra PLN pada seluruh rumah tangga yang
mendapat aliran listrik PLTMH. Informan merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, pihak lain dan lingkungannya. Pemilihan informan
dilakukan secara purposive, informan kunci yang dipilih adalah divisi Public Relations PLN, PPLH IPB sebagai pelaksana program PLTMH di Lebak Picung dan warga yang dihormati di Lebak Picung.
Gambar 4. Metodologi Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen yang terkait dengan datadata bentuk kegiatan community relations PLN yang didapatkan dari studi literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian seperti buku, artikel, skripsi,
31
tesis, dan karya ilmiah, serta data terkait pelaksanaan community relations PT PLN di Lebak Picung yang telah terpublikasi. 3.4. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data Instrumen pengukuran yang digunakan dalam kuisioner penelitian ini adalah data ordinal dengan menggunakan skala Likert. Nazir (2005) mengungkapkan bahwa skala Likert digunakan untuk mengukur pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Jumlah alternatif respon yang ada dalam skala Likert ada 5 jenis yaitu sangat setuju, setuju, raguragu, tidak setuju, dan sangat setuju. Untuk mengurangi kecenderungan responden menjawab pilihan ragu-ragu, maka pada penelitian ini pilihan jawaban ragu-ragu sengaja tidak diberikan sebagai alternatif jawaban bagi responden. Pengukuran
pelaksanaan
community
relations,
pembentukan
citra
perusahaan, serta penilaian sasaran program community relations terhadap perusahaan dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada warga penerima program community relations. Sistem penilaian skala Likert yang digunakan dimodifikasi menjadi empat alternatif jawaban, yaitu: • Sangat setuju
=4
• Setuju
=3
• Tidak setuju
=2
• Sangat tidak setuju
=1
Data kuantitatif yang didapatkan dari kuesioner sebelumnya telah dilakukan pengkodean data. Sistem skoring dibuat konsisten, jadi semakin tinggi skor maka akan semakin tinggi kategorinya. Data kemudian dikategorikan dengan menggunakan teknik scoring normatif yang dikategorikan berdasarkan interval kelas (Sarwono, 2006):
32
ܰ=
ݔܽܯ− ݊݅ܯ ∑݇
Keterangan: N
= batas selang
Max
= nilai maksimum yang diperoleh dari jumlah skor
Min
= nilai minimum yang diperoleh dari skor
∑k
= jumlah kategori
Pengelompokkan kategori sebagai berikut: Rendah atau kurang
: x < skor min + interval kelas
Sedang
: skor min + interval kelas ≤ x’ ≤ skor min + 2 interval kelas
Tinggi atau baik
: x’’ > skor minimum + 2 interval kelas
Data tersebut kemudian dihitung untuk melihat presentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk Tabel frekuensi. Pengolahan data dilakukan dengan software komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows, kemudian dilakukan analisis korelasi secara statistik dengan menggunakan uji statistik Spearman Rank Order Correlation untuk mengetahui hubungan antar variabel, yaitu hubungan pelaksanaan program dengan proses pembentukan citra, keterlibatan responden dalam program dengan tingkat penangkapan informasi dan tingkat perhatian, manfaat program dengan tingkat penerimaan, serta proses pembentukan citra perusahaan dengan citra perusahaan yang terbentuk. Analisis korelasi bivariate digunakan untuk mencari derajat keeratan hubungan antarvariabel, semakin tinggi nilai korelasi, semakin tinggi nilai keeratan hubungan kedua variabel. Nilai korelasi memiliki rentang antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Tanda positif dan negatif menunjukkan arah hubungan. Tanda positif menunjukkan arah hubungan searah, yaitu jika satu variabel naik, variabel yang lain naik. Tanda negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan, jika satu variabel naik maka variabel yang lainnya turun. (Trihendradi, 2010)
33
Hubungan antar variabel berdasarkan Spearman Rank Order Corelations dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Sarwono, 2006): ݎℎ0= ݕݔ
6∑ ܦଶ ∑k
Keterangan: Rh0xy = koefisien korelasi D
= difference (perbedaan antar rank)
N
= jumlah responden Berdasarkan Korelasi Rank Spearman, hubungan antar variabel yang diteliti
dilihat dari signifikansi/probabilitas/α. Signifikansi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar α (0,1) maka artinya hasil penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat kepercayaan 90 persen dan tingkat kesalahan 10 persen. Dasar pengambilan keputusan melalui: a. Jika angka signifikansi hasil penelitian < 0,1 maka H0 ditolak. Jadi hubungan kedua variabel signifikan, dan; b. Jika angka signifikansi hasil penelitian > 0,1 maka H0 diterima. Jadi hubungan antar variabel tidak signifikan. Patokan untuk hasil perhitungan korelasi (r) menurut Sarwono (2006) dibagi dengan nilai sebagai berikut: • < 0,20
: hubungan dapat dianggap tidak ada
• 0,20 – 0,40
: hubungan ada tetapi rendah
• > 0,40 – 0,70
: hubungan cukup
• > 0,70 – 0,90
: hubungan tinggi
• > 0,90 – 1,00
: hubungan sangat tinggi
Analisis data kualitatif dilakukan juga sebagai pendukung melalui wawancara dengan informan serta pembicaraan dengan responden yang dilakukan melalui wawancara dengan pertanyaan terbuka. Data ini digunakan untuk mempertajam hasil penelitian.
34
BAB IV PROFIL PLTMH LEBAK PICUNG
4.1. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sesuai dengan kebijakan pemerintah, pada tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga saat ini. Sebagai Badan Usaha Milik Negara, PLN berkewajiban menyediakan listrik bagi kepentingan
umum
dan
tetap
memperhatikan
tujuan
perusahaan yaitu
menghasilkan keuntungan sesuai dengan Undang-Undang No.19/2000. 4.1.1. Coorporate Social Responsibility (CSR) PLN Program pemberdayaan yang dilakukan oleh PLN sesuai dengan UU 40 tahun 2007 tentang PT (Pasal 74) dilakukan dengan kegiatan CSR. CSR PLN mengalami sejarah panjang, diawali pada tahun 1991 setelah diterbitkannya Keputusan Pemerintah tahun 1989 mengenai pelaksanaan pemberdayaan usaha kecil dan koperasi, kegiatan ini bernama Program Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi (PPELK). Sejak tahun tahun 1994 program PPELK itu berganti menjadi Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK) dengan memberikan modal kerja dan bantuan pelatihan serta membantu pemasaran dengan status hibah. Tahun 2007, terbit Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-05/MBU/2007 khususnya yang tercantum pada Pasal 8 yang menyatakan bahwa setiap BUMN wajib menyisihkan keuntungan untuk program kemitraan dan program bina lingkungan (community development). Sejak saat itu, program PUKK pun berganti nama menjadi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang merupakan program Partisipasi Pemberdayaan Lingkungan (P3L) yang senafas dengan CSR. Kepedulian PLN terhadap mitra binaan/masyarakat adalah kewajiban dari Kementrian BUMN. Kewajiban utamanya adalah memenuhi penyediaan tenaga listrik di area Indonesia. Dana program kemitraan dialokasikan sebesar 2 persen
35
dari laba perusahaan setelah pajak. PLN sendiri memiliki divisi khusus untuk menangani kegiatan CSR perusahaan. Pelaksanaan kegiatan CSR PLN dilakukan untuk mencapai terwujudnya keharmonisan hubungan antara PLN dengan masyarakat sehingga akan menunjang keberhasilan kegiatan perusahaan dalam menyediakan tenaga listrik bagi masyarakat. Sejalan dengan visi ini dilakukan dengan membantu pengembangan kemampuan masyarakat agar dapat berperan dalam pembangunan; berperan aktif dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang dilakukan dengan cara community empowering; berperan aktif dalam mencerdaskan masyarakat melalui pendidikan; berperan aktif dalam mendorong tersedianya tenaga listrik untuk meningkatkan kualitas hidup dengan jalan penggunaan listrik pada siang hari untuk Industri Rumah Tangga dan pengembangan desa mandiri energi; berperan aktif dalam menjaga kesinambungan lingkungan melalui pelestarian alam. 4.1.2. Model Program CSR PLN Program CSR PLN dilakukan dengan: a. Program Kemitraan (PK) Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil selanjutnya disebut Pembinaan UKM atau Program Kemitraan (PK) yang merupakan program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. Adapun dana PK bersumber dari: 1.
Penyisihan laba setelah pajak sebesar 1 persen sampai dengan 3 persen.
2.
Hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional.
3.
Pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain, jika ada. Program Kemitraan merupakan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan
atau yang lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR). PT PLN (Persero) memberikan kepada Mitra Binaan/Masyarakat berupa penyediaan tenaga listrik di area sekitar kegiatan Perusahaan serta mempunyai obyek Mitra Binaan yaitu Usaha Mikro Kecil dan Koperasi (UKM). Pada tahun 2009, jumlah mitra binaan adalah 35.644 dengan total penyaluran sebesar Rp 252.823.646.534,-
36
b. Program Bina Lingkungan Program ini dilakukan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha PLN dalam bentuk kegiatan berupa Community Relation, Community Service, Community Empowerment serta bantuan pelestarian alam. Jenis kegiatan program bina lingkungan adalah sebagai berikut: 1.
Community Relations: adalah kegiatan-kegiatan menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada Para Pihak yang terkait (pemangku kepentingan)
2.
Community Services : adalah program bantuan yang diberikan dengan pelayanan masyarakat atau kepentingan umum.
Dana Program Partisipasi Pemberdayaan Lingkungan untuk tahun 2008 sebesar Rp 45.000.000.000,c. Lingkungan Hidup PLN dalam menjalankan kegiatan bisnisnya berusaha untuk memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Program kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan PLN di bidang lingkungan hidup, antara lain: •
Melaksanakan kebijakan umum perusahaan bidang lingkungan hidup.
•
Mengikuti program peduli lingkungan global/pelaksanaan Clean Development Mechanism (CDM).
•
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Sebanyak 34 unit PLN tersebar diseluruh Indonesia telah mendapat
sertifikat ISO 14001 dan sebanyak 12 Unit telah mendapat sertifikat Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3). 4.1.3. Community Relations PLN melihat Community Relation sebagai kegiatan – kegiatan yang menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait (stakeholder). Misalnya: pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait,
37
untuk peningkatan hubungan baik dengan kelompok masyarakat dan pemerintah setempat; bantuan konsultasi publik; serta bantuan penyuluhan. Bentuk nyata community relations dilakukan juga melalui program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH). Pengadaan listrik tidak terlepas dari sumber daya yang dimiliki. PLN dengan sejumlah pembangkit listriknya mampu menyinari hampir seluruh kawasan nusantara. Tenaga alternatif yang tersedia bisa menjadi solusi untuk mendapatkan tenaga listrik di daerah yang belum terjangkau oleh listrik. Selain itu, pasokan tenaga listrik memakai energi yang tidak dapat diperbaharui seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Batu Bara yang mengalami lonjakan harga bisa membuat PLN defisit, bahkan krisis listrik. Berkaitan dengan latar belakang tersebut, maka pemberdayaan masyarakat untuk menciptakan energi alternatif sangat diperlukan untuk memenuhi kuota listrik dan penghematan sumber daya, yaitu melalui program biogas, bio metan, serta PLTS, dan PLTMH. PLTMH dilakukan dengan cara community empowering yaitu melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan hingga pengelolaan. Tujuan pelibatan masyarakat secara langsung dalam pelaksanaan PLTMH adalah untuk meningkatkan rasa kepemilikan terhadap PLTMH sehingga masyarakat bisa mandiri dalam mengelola dan menjaganya. Lokasi PLTMH bantuan CSR PLN di Gunung Halimun Salak Banten terdapat di delapan lokasi, yaitu di Desa Adat Susunan Karang Asem dengan kapasitas 25 kW, Dusun Kampung Sawah dengan kapasitas 6 kW yang menerangi 40 KK, Dusun Bojong Cisono dengan kapasitas 6 kW yang mampu menerangi 70 KK, Dusun Cibadak dengan kapasitas 6 kW yang menerangi 266 KK, Dusun Cisuren dengan kapasitas 2x6 kW menerangi 120 KK, Dusun Ciawi dengan kapasitas 6 kW untuk menerangi 180 KK, Dusun Leuwi Gajah dengan kapasitas 2x6 kW mampu menerangi 70 KK, dan Dusun Lebak Picung dengan kapasitas 10 kW mampu menerangi 52 KK. Penelitian ini memfokuskan pada PLTMH yang terdapat di Dusun Lebak Picung.
38
4.1.4. Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Lebak Picung Pelaksanaan kegiatan CSR perusahaan melalui program PLTMH di Lebak Picung dilakukan PLN dengan bermitra dengan pihak lain. Organisasi pelaksana program PLTMH dan program pendukung dalam rangka menyelenggarakan CSR PLN di Lebak Picung adalah Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB. Tim pelaksana kegiatan terdiri dari penanggung jawab yang dipimpin secara langsung oleh ketua PPLH-IPB, dengan bagian Pengembangan Energi Terbarukan, Pengelolaan DAS dan Sumberdaya Lahan, Kelembagaan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, 2 asisten tenaga ahli, 2 pendamping masyarakat, serta pegawai administrasi. Program ini sepenuhnya dilakukan oleh PPLH dengan pendanaan dari PLN. Tahapan pelaksanaan program diawali dengan survey lokasi pada daerah dengan potensi sungai dan belum mendapatkan listrik, dan Lebak Picung merupakan daerah yang belum mendapatkan aliran listrik dari PLN dan memiliki potensi untuk dikembangkan PLTMH. Survey lokasi dan pendekatan dengan warga dimulai dari akhir tahun 2008. Pelaksanaan kegiatan CSR PLN dengan program PLTMH dimulai dengan melakukan identifikasi lokasi dan kelembagaan yang ada di daerah tersebut, dilanjutkan dengan survey teknis terkait perencanaan PLTMH, dalam masa survey dilakukan juga pendampingan. Selama
masa
perencanaan
pembangunan
PLTMH
juga
dilakukan
pembentukan kelembagaan yang diperlukan terutama terkait pengelolaan PLTMH. Kelembagaan menjadi aspek penting untuk menunmbuhkan kepedulian dan kemandirian dari masyarakat untuk mengelola PLTMH, sehingga ketika tidak lagi dilakukan pendampingan masyarakat bisa secara mandiri mengelola PLTMH. Pembangunan PLTMH dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Masyarakat kemudian juga diberikan pelatihan penggunaan dan perawatan PLTMH. Sumber energi yang dihasilkan PLTMH sangat bergantung dengan persediaan debit air yang tentunya juga tergantung dengan kondisi hutan di sekitar Lebak Picung. Berkaitan dengan hal tersebut PLN melalui PPLH juga melakukan pelatihan rehabilitasi hutan dan lahan, pengumpulan bibit dari dalam hutan, pembibitan, serta penanaman. Pengembangan ekonomi produktif juga dilakukan agar masyarakat dapat memanfaatkan listrik pada siang hari untuk membantu
39
pemasukan rumah tangga. Melalui identifikasi potensi di Lebak Picung, sumber energi listrik dari PLMTH bisa digunakan untuk proses pembuatan gula semut yang merupakan proses lebih lanjut dari pengolahan gula aren, sehingga mampu meningkatkan nilai tambah bagi masyarakat. Program pendukung PLTMH yaitu pengembangan ekonomi produktif dan rehabilitasi hutan dan lahan dijalankan sampai proyek kerjasama antara PPLH dan PLN selesai, namun sayangnya pengembangan ekonomi produktif melalui pembuatan gula tidak dilakukan lagi oleh masyarakat. Tidak adanya pendampingan membuat program lain yang ditujukan agar masyarakat mampu meningkatkan ekonomi keluarga dengan memanfaatkan listrik PLTMH pada siang hari ternyata tidak berkelanjutan. Kelembagaan yang ditujukan untuk mengelola penggunaan dan perawatan PLTMH berlangsung secara kontinu. Masyarakat memiliki jadwal jaga rutin tiap malam dan terdapat sistem pembayaran tiap bulan untuk uang kas yang ditujukan untuk perawatan peralatan PLTMH. Setelah melewati masa perencanaan, pembangunan, running-test, serta pendampingan selama tahun 2009, PLTMH resmi menjadi pembangkit listrik bagi masyarakat Lebak Picung pada tahun 2010 hingga saat ini. Selama tahun 2010, PLTMH mengalami kematian selama 4 bulan karena debit air sungai Ciambulaung yang sedikit saat musim hujan. Pendampingan pada masyarakat telah berakhir sesuai dengan kerjasama yang dilakukan pendamping dan pelaksana program yaitu PPLH IPB dengan pihak perusahaan yaitu PLN. Sayangnya pendampingan ini sudah tidak dijalankan saat masyarakat belum sepenuhnya mandiri. Terdapat informasi yang belum dimiliki sasaran program seperti teknis penggantian alat oleh PLN jika terjadi kerusakan pada PLTMH. Program pemberdayaan yang dilakukan dengan bekerjasama dengan mitra memang memberikan manfaat bagi perusahaan, yaitu program dijalankan dengan melibatkan ahli-ahli dalam bidangnya. Namun sayangnya komunikasi yang dilakukan oleh mitra sebagai tangan kanan perusahaan justru membuat sasaran program lebih mengenal organisasi mitra pelaksana dibanding PLN. Tidak adanya komunikasi secara langsung yang dilakukan PR PLN juga membuat informasi tentang perusahaan tidak sepenuhnya dimiliki sasaran program.
40
4.2. Kondisi Geografis Kampung Lebak Picung merupakan daerah yang terletak di perbatasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan sebagian wilayahnya berada di dalam kawasan taman nasional. Kampung Lebak Picung awalnya adalah kawasan hutan. Pertama kali hutan ini dibuka oleh orang-orang dari kampung Cidikit dan Pasir Nangka yang berjumlah 6 orang. Pembukaan lahan awalnya disebabkan oleh perintah dari “carios aki” (orang yang dituakan dalam kasepuhan) untuk membuka lahan baru sebagai tanah cadangan. Pembukaan lahan dilakukan pada saat penjajahan Jepang, karena saat itu dikhawatirkan tanah yang ditempati menjadi tidak aman, maka dibutuhkan tanah cadangan untuk bermukim. Kemudian tempat ini berkembang menjadi sebuah kampung yang didiami oleh keturunan para pembuka lahan. (Handini, 2010)
Lokasi Penelitian
Sumber: Handini (2010)
Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian. Kampung Lebak Picung berada dalam wilayah Desa Cibeber yang saat ini berubah menjadi Desa Hegarmanah, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak.
41
Labakpicung secara administratif masuk ke RW 04 Desa Hegarmanah dengan luas wilayah 230,98 ha, dan hanya 6,41 persen atau 14,81 ha saja yang didirikan bangunan. Berdasarkan data Tabel 3 juga menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Lebak Picung di dominasi oleh hutan dan kebun campuran. Handini (2010) mengungkapkan bahwa 70,48 persen wilayah Lebak Picung atau sekitar 162,8 ha wilayah kampung berada di kawasan TNGHS. Adapun batas-batas kampung yaitu, bagian utara berbatasan dengan Desa Ciusul, bagian barat berbatasan dengan kampung Karangropong dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan bagian selatan serta timur berbatasan dengan TNGHS yang dibatasi oleh sungai Ciambulaung. Tabel 3. Luas Tipe Penutupan Lahan Kampung Lebak Picung di Dalam dan Luar Kawasan TNGHS Tahun 2007.
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tipe Penutupan Lahan Hutan Kebun Campuran Semak Ladang Sawah Lahan Terbuka Lahan Terbangun Badan Air Tidak Ada Data Total
Luas Penutupan Lahan Kawasan Luar Kawasan Total TNGHS TNGHS (ha) (persen) (ha) (persen) (ha) (persen) 25,37 51,66 23,74 48,34 49,11 21,26 62,29 80,56 15,03 19,44 77,32 33,47 9,8 87,38 1,42 12,62 11,22 4,86 24,39 81,16 5,66 18,84 30,06 13,01 18,19 68,44 8,39 31,56 26,57 11,5 5,88 47,79 6,43 52,21 12,31 5,33 11,22 75,74 3,59 24,26 14,81 6,41 3,38 54,39 2,83 45,61 6,21 2,69 2,29 67,74 1,09 32,26 3,38 1,46 162,81 614,86 68,17 285,14 230,98 100
Sumber: Handini (2010)
Kampung Lebak Picung terletak di lembah yang dapat di akses melalui jalan berbatu dengan lebar 1,5 – 2 m diantara jurang dan tebing. Akses jalan menuju Lebak Picung dapat dilalui dengan kendaraan sepeda motor atau berjalan kaki. Perjalanan dari kampung terdekat (Kampung Hegarmanah) ke Kampung Lebak Picung adalah sekitar 20 menit dengan sepeda motor atau 1 jam dengan berjalan kaki. Hal ini dikarenakan kondisi jalan yang masih terbuat dari bebatuan dengan kemiringannya cukup terjal.
42
Rumah-rumah penduduk umumnya didirikan dipinggir-pinggir Sungai Ciambulaung di sekitar perbukitan yang mengitari lembah. Adanya potensi sungai di Lebak Picung dan sebagian besar wilayahnya masih di dominasi dengan hutan dan pepohonan membuat daerah ini menjadi daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan PLTMH. 4.3. Kondisi Sosial Masyarakat yang berada di Kecamatan Cibeber sebagian besar merupakan suku Sunda dan beberapa juga terdapat masyarakat pendatang dari luar suku Sunda. Suku Sunda di Kecamatan Cibeber dikelompokkan menjadi dua yaitu masyarakat yang tergabung dalam kasepuhan dan bukan kasepuhan. Masyarakat yang tidak tergolong dalam kasepuhan adalah masyarakat pendatang dari luar daerah. Masyarakat kasepuhan masih memiliki susunan organisasi secara adat yang terpisah dari struktur organisasi pemerintahan. Sebagian besar masyarakat di Dusun Lebak Picung digolongkan kedalam masyarakat kasepuhan. Adapun masyarakat yang tidak digolongkan ke dalam kasepuhan adalah masyarakat pendatang yang menikah dengan orang Lebak Picung. Secara formal, ketua RW memegang peranan tertinggi di Lebak Picung, namun ada juga kelembagaan yang dimiliki masyarakat kasepuhan di Lebak Picung. Pada masyarakat Lebak Picung, kelembagaan kasepuhan memiliki peranan yang lebih dibandingkan kelembagaan formal. Bahasa yang umum digunakan oleh masyarakat di Dusun Lebak Picung adalah bahasa Sunda dan agama yang dianut adalah agama Islam. Masyarakat masih berpegang pada tradisi nenek moyangnya, hal ini terlihat dari cara pembuatan rumah, adat dalam melaksanakan suatu perayaan, sistem pertanian dan perladangan, serta dalam pemanfaatan hasil hutan.
43
200
Jumlah Penduduk (Jiwa)
180 180
160 140
153
120 100
120
80 60 40 20 0 1989
1997
2007
Tahun Perhitungan Penduduk Sumber: Handini (2010) Diolah dari Data Ketua Rukun Warga (RW)
Gambar 6. Grafik Pertambahan Penduduk Lebak Picung. Jumlah penduduk di Lebak Picung berdasarkan data RW setempat pada tahun 2007 adalah 180 orang, pada saat penelitian dilakukan pendataan terhadap jumlah tiap anggota rumah tangga pada seluruh rumah didapatkan hasil penduduk
Lebak Picung adalah sebanyak 180 orang. Diperkirakan jumlah penduduk akan mengalami peningkatan di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem sosial yang terbuka, dimana masyarakat bisa keluar masuk dan menetap di kampung ini. Selain itu, adanya tradisi di masyarakat untuk menikah
muda, bisa menjadi penyebab dalam peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk ini menjadi salah satu alasan pentingnya pengadaan listrik untuk mendukung kehidupan dan membantu dalam pencapaian kesejahteraan mereka. Masyarakat Lebak Picung memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Hal ini bisa menjadi potensi untuk dikembangkannya sebuah kelembagaan yang ditujukan untuk mengatur operasionalisasi program pemberdayaan. Ini bisa
menjadi modal sosial dengan adanya serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Adanya modal sosial ini memudahkan keberhasilan program pemberdayaan diterapkan dan keberhasilan
44
bagi masyarakat dalam mendapatkan kesejahteraan dari kerjasama yang mereka lakukan. 4.4. Karakteristik Responden PLTMH merupakan program yang diberikan PLN kepada rumah tangga, sehingga responden dalam penelitian ini adalah kepala keluarga atau anggota keluarga yang mampu mewakili pendapat anggota rumah tangga. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa dari 52 responden, 35 responden (67 persen) berjenis kelamin laki-laki dan tujuh belas responden (33 persen) lainnya berjenis kelamin perempuan. Dua rumah tangga diwakili oleh perempuan (istri), karena suaminya usianya sudah di atas 80 tahun dan dalam keadaan tidak sehat, sedangkan perempuan yang lain mewakili suaminya yang sedang bekerja. Tabel 4. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarakan Jenis Kelamin. No 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah
Jumlah N 35 17 52
Persen 67 33 100
Responden dalam penelitian merupakan kepala keluarga, sehingga usia termuda yang ditemukan pada responden adalah 23 tahun. Berdasarkan kategori usia, responden dikelompokkan menjadi empat, yaitu usia 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, dan usia di atas 50 tahun. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar responden berumur di bawah 40 tahun, yaitu terdapat lima belas responden (29 persen) berusia 21-30 tahun dan enam belas responden (31 persen) telah berusia 31-40 tahun. Responden dengan usia 41-50 tahun adalah sebanyak sebelas orang (21 persen), dan terdapat sepuluh responden (19 persen) yang telah berusia di atas 50 tahun.
45
Tabel 5. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Usia. No. 1 2 3 4
Rentang Usia (tahun) 21-30 31-40 41-50 Di atas 50 tahun Jumlah
N 15 16 11 10 52
Jumlah Persen 29 31 21 19 100
Sarana pendidikan yang ada di Lebak Picung hanya Sekolah Dasar saja, hal ini menjadi salah satu sebab sebagian besar responden rata-rata memiliki latar belakang pendidikan hanya sampai sekolah dasar, bahkan cukup banyak juga yang tidak bersekolah. Akses ke tempat pendidikan seperti SMP, SMA/SMK pun cukup jauh dan harus menaiki lembah terlebih dahulu. Tabel 6. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan. No. 1 2 3 4 5
Tingkat Pendidikan Tidak Tamat Tamat SD/Madrasah Ibtidaiyah Tamat SMP/Madrasah Tsanawiyah Tamat SMA/SMK/Madrasah Aliyah TamatPerguruan Tinggi Jumlah
Jumlah N 22 28 0 2 0 52
Persen 42 54 0 4 0 100
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa sebgaian besar responden memiliki latar belakang pendidikan sekolah dasar yaitu sebanyak 28 orang (54 persen), bahkan terdapat 22 responden (42 persen) tidak lulus pendidikan formal sama sekali, dan hanya dua responden (4 persen) yang berpendidikan akhir SMA/SMK. Walaupun sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan yang tidak terlalu tinggi, namun mereka cukup memahami bahasa Indonesia.
46
BAB V PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN COMMUNITY RELATIONS PROGRAM PLTMH
Selain PLTMH, beberapa rumah tangga di Lebak Picung mendapatkan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan turbin pribadi. Sebelum adanya PLTMH, beberapa rumah tangga ada yang telah menggunakan PLTS dan sebagian menggunakan turbin, namun PLTS dan turbin hanya dimiliki sebagian orang dan tidak memiliki daya setinggi PLTMH. Tabel 7. Jumlah dan Presentase Rumah Tangga yang Mendapatkan Listrik dari Satu Sumber Pembangkit Listrik. No.
Jenis Pembangkit Listrik yang Digunakan
1 2 3
PLTMH saja PLTS saja Turbin saja Jumlah
Jumlah N 17 0 0 17
Persen 33 0 0 33
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa rumah tangga yang mendapatkan listrik dari satu sumber pembangkit listrik PLTMH adalah tujuh belas KK (33 persen) dan tidak terdapat rumah tangga yang hanya menggunakan PLTS saja maupun turbin saja. Sedangkan dari Tabel 8 diketahui bahwa terdapat lima KK (6 persen) yang mendapatkan aliran listrik dari tiga sumber pembangkit listrik yaitu PLTMH, PLTS serta turbin pribadi, sedangkan rumah tangga yang mendapatkan aliran listrik dari PLTMH dan turbin sebanyak delapan KK (9 persen), dan tiga puluh KK (52 persen)
lainnya memendapatkan aliran listrik dari PLTS dan
PLTMH. Tabel 8. Jumlah dan Presentase Rumah Tangga yang Menggunakan Pembangkit Listrik Lebih dari Satu. No.
1 2 3 4
Jenis Pembangkit Listrik yang Digunakan
PLTMH dan PLTS PLTMH dan Turbin PLTS danTurbin PLTMH, PLTS, dan Turbin Jumlah
Jumlah N 27 5 0 3 35
Persen 52 9 0 6 67
47
Berdasarkan Gambar 7, Secara keseluruhan PLTMH Lebak Picung mampu memberikan aliran listrik ke semua rumah tangga di Lebak Picung yaitu sebanyak lima pulub dua KK. Namun sayangnya PLTMH di Lebak Picung sempat berhenti mengalirkan listrik selama empat bulan karena debit air sungai yang rendah7. 6% 9% 33%
PLTMH saja PLTMH dan PLTS PLTMH dan Turbin PLTMH, PLTS, dan Turbin
52%
Gambar 7. Presentase Pemakaian Pembangkit Listrik oleh Rumah Tangga di Lebak Picung. Tiap pembangkit listrik memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing,
sehingga tiap responden memiliki pendapat yang berbeda tentang kemampuan sumber pembangkit listrik yang mampu memenuhi kebutuhan listrik dalam rumah
tangga mereka. Berdasarkan Tabel 9, diketahui bahwa tujuh belas KK (33 persen) yang hanya mendapatkan aliran listrik dari satu sumber pembangkit listrik yaitu PLTMH, seluruhnya menyatakan bahwa PLTMH lebih memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga mereka dibandingkan jenis pembangkit listrik yang lain.
Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Pembangkit yang Lebih Mampu Memenuhi Kebutuhan Listrik pada Rumah Tangga yang Hanya Menggunakan PLTMH. No. 1. 2.
7
Jenis Pembangkit Listrik PLTMH Selain PLTMH Jumlah
Sampai akhir tahun 2011
N 17 0 17
Jumlah Persen 33 0 33
48
Sebanyak 27 KK yang menggunakan PLTMH dan PLTS, 21 KK (40 persen) diantaranya menyatakan bahwa PLTMH lebih mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangganya karena mampu menyediakan daya yang lebih besar dibandingkan PLTS, namun sebanyak lima KK (10 persen) menyatakan PLTS lebih mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangganya karena tidak mengalami kematian seperti PLTMH yang sempat tidak mampu mengalirkan listrik selama 4 bulan karena debit airnya yang rendah, dan satu KK (2 persen) lain menyatakan bahwa PLTS dan PLTMH sama-sama mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangganya. Tabel 10. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Pembangkit yang Lebih Mampu Memenuhi Kebutuhan Listrik pada Rumah Tangga yang Menggunakan PLTMH dan PLTS. No. 1. 2. 3.
Jenis Pembangkit Listrik PLTMH PLTS PLTS dan PLTMH sama-sama mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga Jumlah
N 21 5
Jumlah Persen 40 10
1
2
27
52
Tabel 11 memperlihatkan bahwa lima KK (10 persen) yang mendapatkan aliran listrik dari turbin pribadi dan PLTMH, seluruhnya menyatakan bahwa PLTMH lebih mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangganya. Tabel 11. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Pembangkit yang Lebih Mampu Memenuhi Kebutuhan Listrik pada Rumah Tangga yang Menggunakan PLTMH dan Turbin. No. 1. 2. 3.
Jenis Pembangkit Listrik PLTMH Turbin PLTMH dan turbin sama-sama mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga Jumlah
Jumlah N Persen 5 10 0 0 0
0
5
10
Tabel 12 menunjukkan bahwa tiga KK (5 persen) yang mendapatkan aliran listrik dari 3 pembangkit yaitu PLTS, turbin dan PLTMH, seluruhnya menyatakan bahwa PLTMH lebih mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga
49
dibandingkan turbin maupun PLTS. Salah satu warga yang mempunyai turbin dan PLTS serta mendapat aliran listrik dari PLTMH menyatakan bahwa: “...yang pertama yang lebih dirasakan manfaatnya ya PLTMH, listriknya lebih besar, jadi bisa nyalain banyak...” (Srt, 60 tahun) Tabel 12. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Pembangkit yang Lebih Mampu Memenuhi Kebutuhan Listrik pada Rumah Tangga yang Menggunakan PLTMH, PLTS, dan Turbin. No.
Jenis Pembangkit Listrik
1. 2. 3.
PLTMH PLTS Turbin PLTMH, PLTS dan turbin sama-sama mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga Jumlah
4.
N 3 0 0
Jumlah Persen 5 0 0
0
0
3
5
Jika dilihat secara keseluruhan, Gambar 7 memperlihatkan bahwa sebanyak 46 KK (88 persen) menyatakan bahwa PLTMH lebih mampu memnuhi kebutuhan listrik rumah tangga mereka dengan catatan saat PLTMH tersebut berfungsi secara normal (tidak mati karena debit airnya yang rendah). Terdapat lima KK (10 persen) yang lain berpendapat bahwa PLTS lebih mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga mereka karena selalu bisa diandalkan karena tidak seperti PLTMH yang sangat tergantung dengan ketersediaan debit air sungai. “...kalau menurut saya PLTS lebih bermanfaat, kalau PLTMH kan kadang masih gag nyala. Sekarang aja uda 4 bulan mati, soalnya airnya kurang...” (Sgn, 55 tahun) Terdapat 2 persen yaitu satu KK yang menyatakan bahwa PLTS dan PLTMH sama-sama mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangganya. PLTMH memiliki kelebihan dari daya yang dihasilkan bisa dimanfaatkan untuk menyalakan berbagai alat elektronik, sedangkan PLTS dengan daya yang dihasilkannya sangat kecil, hanya mampu menyalakan sekitar 2 lampu dengan jangka waktu yang tidak lebih dari 10 jam per harinya, namun PLTS bisa memenuhi kebutuhan listrik keluarga saat PLTMH sedang tidak berfungsi dengan baik seperti saat kemarau.
50
10%
2%
PLTMH PLTS PLTMH dan PLTS Memberikan Manfaat yang sama 88%
Pembangkit Listrik yang Lebih Memenuhi Kebutuhan Gambar 8. Presentase Pembangkit Listrik Rumah Tangga di Lebak Picung.
Terdapat 46 KK yaitu 88 persen responden menyatakan bahwa PLTMH lebih mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga. Sebanyak 10 persen
responden yaitu lima KK berpendapat bahwa PLTS lebih mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga dan satu KK atau 2 persen responden menyatakan bahwa PLTMH dan PLTS memberikan manfaat yang sama, karena bisa saling
melengkapi. Responden tersebut menyatakan bahwa: “....sama-sama memberikan manfaat sih teh. Listrik dari PLTMH gede, kalau PLTS ya walaupun kecil tapi pas PLTMH PLTMH nya mati kaya sekarang rumah tetap bisa nyala. Kalau air sungainya banyak, ya PLTMH nya yang dipakai. Jadi dua-duanya saling melengkapi...” (Slh, 30 tahun) 5.1. Pelaksanaan Program PLTMH 5.1.1. Tingkat Keterlibatan dalam Program Tingkat keterlibatan dalam
program melihat bagaimana keterlibatan
masyarakat sebagai penerima program dalam proses perencanaan PLTMH, pembangunan PLTMH, sampai pengelolaan PLTMH. Pengukuran pada keterlibatan masyarakat dalam program ditujukan untuk melihat hubungan
partisipasi masyarakat dalam program dengan citra yang terbentuk terhadap perusahaan. Citra yang kurang bagus dimungkinkan timbul karena keterlibatan
masyarakat dalam program yang relatif rendah sehingga tidak mendapatkan informasi yang memadai tentang program dan perusahaan.
51
Tingkat partisipasi atau keterlibatan dalam program pertama dilihat melalui pengetahuan bahwa PLTMH merupakan program dari PLN. Sebanyak dua belas responden (23 persen) menyatakan sangat mengetahui bahwa PLN memiliki program PLTMH, dan empat puluh responden (77 persen) menjawab mengetahui bahwa PLTMH merupakan bagian kegiatan yang dilakukan oleh PLN. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh responden mengetahui bahwa PLN memiliki program PLTMH. Partisipasi penerima program dilihat melalui keterlibatannya dalam perencanaan program PLTMH di Lebak Picung. Sebanyak tiga belas responden (25 persen) sangat terlibat dalam perencanaan program PLTMH di Lebak Picung, 35 responden (67 persen) menyatakan terlibat secara aktif, dan sebanyak empat responden (8 persen) kurang terlibat dalam perencanaan karena tidak mengikuti rapat yang dilakukan terkait perencanaan PLTMH walaupun mengetahui atau mendapat undangan untuk membicarakan perencanaan PLTMH, karena kondisi anggota keluarga yang terbilang lanjut usia dan keberadaan kepala keluarga yang berada di luar kota sehingga terkadang diwakili oleh anggota keluarga lainnya. Penilaian pada keikutsertaan responden dalam pembangunan PLTMH di Lebak Picung menunjukkan 28 responden (54 persen) ikut sangat aktif dalam pembangunan PLTMH dengan rutin membantu dan turut serta dari awal pembangunan, 22 responden (42 persen) menyatakan terlibat dalam pembangunan walaupun hanya membantu semampunya, tiga responden (4 persen) tidak ikut serta dalam pembangunan salah satunya disebabkan karena pekerjaannya berada di luar kota sehingga tidak bisa ikut serta, satu responden yang lain memiliki kesehatan fisik yang kurang bagus karena berusia di atas 70 tahun, dan satu responden tidak mengikuti pembangunan PLTMH karena selain telah lanjut usia, wanita tersebut juga hanya tinggal seorang diri dan kesehatan fisiknya juga kurang baik. “...kalau pas ngumpul pas mau ada bangun PLTMH ya ikut, tapi pas bangun-bangunnya itu ngga ikutan, soalnya bapak (suami) juga uda tua, bangun aja ngga bisa teh, saya juga ngga bisa itu bangun-bangun kan...” (Rt, 70 tahun)
52
Hasil ini menunjukkan bahwa seluruh rumah tangga dilibatkan dalam pembangunan PLTMH, mulai dari pembuatan saluran hingga bangunan untuk mesin. Rumah tangga yang tidak ikut serta dalam pembangunan PLTMH dikarenakan faktor usia yang sudah cukup tua sehingga kondisi fisik yang tidak memungkinkan selain itu juga dikarenakan pekerjaan yang berada di luar kota dan hanya ke Lebak Picung pada saat-saat tertentu sehingga tidak memungkinkan untuk terlibat penuh dalam pembangunan PLTMH. Keterlibatan dalam program juga dilihat melalui keikutsertaan dalam keberlangsungan program seperti mengikuti ronda di PLTMH sesuai jadwal. Sebanyak tiga puluh responden (58 persen) menyatakan sangat terlibat dalam kegiatan ronda karena mengikuti ronda sesuai dengan jadwal dan terkadang ikut ronda juga walaupun diluar jadwal ronda seharusnya, delapan belas responden (34 persen) menyatakan terlibat dalam kegiatan ronda dengan mengikuti ronda sesuai jadwal yang telah dibuat, dua responden (4 persen) terlibat secara kurang aktif dalam kegiatan ronda karena walaupun ada di jadwal ronda namun terkadang tidak bisa mengikuti jadwal ronda karena ada pekerjaan, dua responden (4 persen) tidak terlibat dalam kegiatan ronda karena memang tidak mengikuti sama sekali ronda dan tidak mendapat jadwal ronda karena memang responden tersebut merupakan wanita berusia 65 tahun yang hanya tinggal seorang diri di rumah dan satu rumah tangga lain ditinggali oleh sepasang lansia yang memiliki kesehatan fisik yang tidak terlalu baik. Keterlibatan masyarakat dalam program PLTMH melalui keikutsertaannya dalam kepengurusan dalam pengelolaan PLTMH di Lebak Picung. Sebanyak empat responden (8 persen) menyatakan menjadi pengurus aktif dalam pengelolaan PLTMH dengan menjadi ketua, sekretaris, bendahara, dan penanggung jawab teknis, sembilan responden (17 persen) lain menyatakan pernah menjadi pengurus walaupun tidak menempati jabatan tertentu. Sebanyak 35 responden (67 persen) menyatakan tidak menjadi pengurus dalam pengelolaan PLTMH namun ikut dalam pemberian masukan kepada pengurus sedangkan tiga responden (8 persen) lain menyatakan sama sekali tidak terlibat dalam kepengurusan yang menangani pengelolaan PLTMH.
53
Kepedulian
dan
keikutsertaan
dalam
menjaga
keberlangsungan
operasionalisasi PLTMH juga menjadi poin keterlibatan dalam program. Terdapat lima belas responden (29 persen) menyatakan peduli dan berperan sangat aktif dalam operasionalisasi PLTMH, 37 responden (71 persen) menyatakan peduli dan ikut serta dalam operasionalisasi PLTMH aktif. Berdasarkan data ini terlihat bahwa
seluruh
responden
peduli
dan
ikut
menjaga
keberlangsungan
operasionalisasi PLTMH salah satunya ditunjukkan dengan membayar iuran rutin tiap bulan untuk kas koperasi yang ditujukan untuk pemeliharaan dan biaya pembelian alat jika terjadi kerusakan pada komponen PLTMH. Keterlibatan dalam program juga dilihat melalui perannya menjaga lingkungan khususnya ketersediaan dan kelancaran air sungai sebagai sumber utama PLTMH. Sebanyak sepuluh responden (19 persen) menyatakan sangat menjaga lingkungan khususnya kelancaran air sungai dengan tidak membuang sampah rumah tangga ke sungai sampai memperingatkan warga lain agar tidak membuang sampah sembarangan ke sungai serta memiliki kesadaran perlunya menjaga hutan khususnya pohon-pohon yangberperan dalam kestabilan debit air sungai, empat puluh responden (77 persen) menyatakan ikut menjaga lingkungan khususnya ketersediaan dan kelancaran air sungai dengan tidak membuang sampah sembarangan ke sungai, dan dua responden (4 persen) menyatakan berusaha seminim mungkin mengurangi kebiasaan membuang sampah ke sungai. “...saya hampir selalu ikut kalau ada kumpul pas dulu ada rencana mau ada PLTMH. Kalau lagi ada di sini (Lebak Picung) ya saya selalu ikut. Pas bikin bangunannya juga saya selalu ikutan. Istri saya kadang suka marahin orang yang suka buang air sembarangan. Soalnya kan bikin airnya gag lancar...” (End, 26 tahun) Keterlibatan dalam program PLTMH dinilai dari tujuh pernyataan yang ditanyakan kepada lima puluh dua responden. Sebanyak 29 responden (56 persen) memiliki total skor diantara 22-28 dan masuk dalam kategori responden dengan tingkat keterlibatan tinggi dalam program PLTMH, hal ini bisa ditunjukkan dengan perannya selain rutin ronda, pembangunan, dan hadir dalam perencanaan, beberapa responden juga berperan sebagai pengurus aktif maupun perannya
54
dengan selalu menjaga kelancaran air sungai dengan tidak membuang sampah sembarangan maupun mengingatkan warga sekitar untuk menjaga sungai. Terdapat 23 responden (44 persen) memiliki total skor antara 15-21 dan masuk ke dalam kategori responden dengan tingkat keterlibatan sedang dalam program PLTMH. Responden dengan total skor 15-21 salah satunya adalah walaupun tidak terlibat sebagai pengurus aktif namun ikut serta dalam pembangunan dan melakukan ronda sesuai jadwal. Tabel 13. Jumlah dan Presentase Penilaian Menurut Tingkat Keterlibatan Responden dalam Program PLTMH. No. 1. 2. 3.
Tingkat Keterlibatan Responden (skor) Rendah (≤13) Sedang (14-21) Tinggi (≥22) Jumlah
N 0 23 29 52
Jumlah Persen 0 44 56 100
Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau rumah tangga memliki keterlibatan yang tinggi dalam program PLTMH, dimana masing-masing rumah tangga mengetahui bahwa PLN memiliki program PLTMH, PLN juga melibatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan, pembangunan, maupun menumbuhkan kemandirian masyarakat dengan mengurus secara mandiri pengelolaan PLTMH sehingga masyarakat memiliki kepedulian dan turut menjaga keberlangsungan operasionalisasi PLTMH maupun ikut serta menjaga lingkungan khususnya ketersediaan dan kelancaran air sungai sebagai sumber utama PLTMH. 5.1.2. Manfaat Program Manfaat Program adalah sejauhmana program PLTMH berguna bagi masyarakat. Manfaat program melihat sejauhmana PLTMH dinilai telah membantu memenuhi kebutuhan listrik di Lebak Picung, manfaat yang dirasakan dalam pemenuhan listrik rumah tangga dibandingkan pembangkit listrik lain seperti generator maupun PLTS, sejauhmana PLTMH PLN memberikan manfaat pada pemenuhan kebutuhan informasi yang didapatkan rumah tangga melalui akses pada media dengan adanya listrik, manfaat di bidang pendidikan dengan peningkatan minat belajar anggota keluarga dengan adanya listrik, peningkatan
55
perekonomian keluarga, maupun perkembangan pada Lebak Picung secara keseluruhan. Sebanyak sembilan responden (17 persen) menyatakan bahwa PLTMH sangat membantu memenuhi kebutuhan listrik di Lebak Picung dimana sebelumnya kondisi Lebak Picung sebelum adanya PLTMH hampir sebagian besar rumah pada malam hari gelap karena baru sebagian kecil yang memiliki PLTS ataupun turbin pribadi, 34 responden (66 persen) menyatakan PLTMH telah membantu memenuhi kebutuhan listrik di Lebak Picung karena daya yang dihasilkan lebih besar bila dibandingkan PLTS maupun turbin pribadi sedangkan sembilan responden (17 persen) lainnya menyatakan PLTMH sudah membantu tapi belum optimal dalam memnuhi kebutuhan listrik di Lebak Picung. Manfaat PLTMH bila dibandingkan pembangkit listrik lain seperti PLTS maupun generator pribadi, sebanyak tujuh belas responden (33 persen) menyatakan PLTMH lebih mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga karena dengan adanya PLTMH rumah tangga bisa menyalakan berbagai alat elektronik, sedangkan 32 responden (61 persen) menyatakan PLTMH mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga, dan tiga responden (6 persen) lain menyatakan PLTMH kurang mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga karena sangat tergantung dengan debit air sungai sebagai sumber listrik PLTMH, sedangkan debit air sungai di Lebak Picung menurun ketika musim kemarau, sedangkan PLTS maupun turbin walaupun menghasilkan daya yang lebih rendah namun mampu memberikan pasokan listrik yang bisa dinikmati setiap malam. Manfaat yang bisa didapatkan dengan adanya listrik adalah kemampuan rumah tangga untuk mendapatkan informasi melalui media massa yang bisa diakses dengan adanya listrik seperti televisi. Sebanyak tujuh belas responden (33 persen) sangat setuju bahwa listrik telah membantu rumah tangga untuk mendapatkan informasi melalui media massa seperti televisi, 25 responden (48 persen) menyatakan setuju bahwa dengan adanya listrik telah membantu anggota rumah tangga mendapatkan informasi melalui media massa seperti televisi, sedangkan sepuluh responden (19 persen) kurang menyetujui karena belum
56
memiliki alat elektronik seperti televisi dan sebagian menganggap bahwa televisi bukan merupakan sumber informasi yang baik. Listrik dari PLTMH juga membantu dalam peningkatan minat belajar anggota keluarga, sebanyak lima belas responden (29 persen) menyatakan sangat setuju dengan pernyataan tersebut karena pada malam hari anggota keluarga khususnya yang masih bersekolah memanfaatkan listrik untuk mempelajari pelajaran di sekolahnya. Terdapat 24 responden (46 persen) setuju bahwa listrik ikut membantu peningkatan minat belajar anggota keluarga dan sebelas responden (21 persen) kurang setuju karena setelah adanya listrik anggota keluarga lebih sering mengakses hiburan dari televisi, sedangkan dua responden (4 persen) sangat tidak setuju karena merasa sama sekali tidak merasakan perubahan dalam peningkatan belajar anggota keluarga karena anggota keluarganya sudah lanjut usia dan buta huruf. Manfaat lain yang dirasakan oleh masyarakat Lebak Picung setelah adanya PLTMH adalah secara tidak langsung listrik mampu meningkatkan perekonomian keluarga. Terdapat delapan responden (15 persen) menyatakan sangat setuju karena dengan adanya listrik telah membantu pemasukan keluarga dengan melakukan bisnis kecil-kecilan seperti membuat kripik, bisa membuka toko sampai malam hari, sampai industri kecil pembuatan meubel. Sebanyak 25 responden (48 persen) menyatakan setuju bahwa listrik ikut membantu perekonomian keluarga walaupun dalam bentuk kecil, dan sembilan belas responden (37 persen) kurang setuju bahwa listrik ikut membantu pemasukan keluarga karena tidak ada perubahan dalam pekerjaan sebelum adanya listrik PLTMH maupun setelah adanya listrik PLTMH. Listrik dari PLTMH juga turut meningkatkan keakraban warga karena dengan adanya listrik di malam hari, masyarakat lebih sering mengadakan kumpul bersama baik dari kegiatan ronda maupun kumpul di depan rumah tertentu. Terdapat dua belas (23 persen) responden menyatakan sangat setuju karena menurut mereka listrik ikut meningkatkan keakraban warga, dengan adanya listrik aktivitas warga di malam hari meningkat dan dimanfaatkan oleh mereka untuk berinteraksi. Sebanyak empat puluh responden (77 persen) menyatakan setuju
57
dengan pendapat ini, menurut mereka selain meningkatkan interaksi antar warga di malam hari, listrik juga ikut meningkatkan interaksi antar anggota keluarga dalam satu rumah tangga. Secara keseluruhan data menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan listrik ikut berperan dalam peningkatan interaksi antar warga di malam hari. Tabel 14. Jumlah dan Presentase Responden Menurut Manfaat Program PLTMH. No. 1. 2. 3.
Manfaat Program PLTMH (skor) Kurang bermanfaat (≤11) Cukup bermanfaat (12-18) Sangat Bermanfaat (≥19) Jumlah
N 0 32 20 52
Jumlah Persen 0 62 38 100
Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa terdapat 32 responden (62 persen) dengan skor total 12-18 yang menyatakan bahwa PLTMH dari PLN cukup bermanfaat, khususnya bagi pemenuhan listrik rumah tangga maupun membantu aktivitas lainnya seperti pemenuhan informasi sampai meningkatkan interaksi antar warga di malam hari. Sedangkan dua puluh responden (38 persen) yang lain menyatakan bahwa PLTMH dari PLTMH sangat bermanfaat karena PLTMH telah membantu dalam membantu memenuhi kebutuhan listrik di Lebak Picung, dengan adanya listrik anggota rumah tangga mendapatkan kemudahan terhadap akses informasi dari media massa seperti televisi, meningkatkan minat belajar anggota keluarga, secara tidak langsung juga listrik ikut membantu meningkatkan perekonomian keluarga sampai interaksi antar warga maupun anggota keluarga yang semakin intens di malam hari dengan adanya listrik. Salah satu responden menyatakan bahwa: “.....dengan adanya listrik dari PLTMH, kegiatan kami jadi lebih mudah. Masak jadi lebih mudah, tinggal pakai magic com aja, disini juga jadi lebih terang kalau malam...” (Mr, 45 tahun) Manfaat PLTMH lainnya juga dirasakan oleh responden: “....anak saya ini rajin belajar, tulisannya juga bagus, kalau malam biasanya suka baca-baca buku sekolahnya....”(Aws, 32 tahun)
58
“...listrik itu bantu perekonomian keluarga saya teh, karena saya kan bikin meubel tuh dibelakang rumah, ya walaupun kecil-kecilan tapi kan buat ngalusin kayunya juga pake listrik...”(Plg, 50 tahun) “....ya PLN uda banyak membantu warga, bantu pembangunan mesjid, trus jadi ada listrik kalo lagi banyak air. Pengennya sih, bisa nyala siang malam dan dayanya tambah besar, soalnya kalo mati kaya sekarang kan jadinya belum bisa memenuhi kebutuhan listrik di sini...” (Msj, 43 tahun) Secara keseluruhan, responden menyatakan bahwa listrik yang dihasilkan oleh PLTMH telah memberikan manfaat yang berarti terutama di tingkat rumah tangga. Responden menyatakan bahwa listrik memudahkan mereka dalam melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga salah satunya seperti kemudahan dalam menanak nasi. PLTMH mampu menghasilkan daya yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembangkit listrik lain sehingga warga bisa menggunakan berbagai alat elektronik dengan biaya iuran koperasi tiap bulan yang relatif murah. Sayangnya dalam kondisi kemarau dimana sungai memiliki debit air yang rendah, PLTMH tidak beroperasi sehingga tidak mampu memberikan pasokan listrik untuk memnuhi kebutuhan listrik di Lebak Picung. 5.1.3. Penilaian Terhadap Pelaksanaan PLTMH Variabel pelaksanaan PLTMH menilai dari keterlibatan penerima program pada program PLTMH serta kesesuaian manfaat program dengan kebutuhan penerima program. Penilaian terhadap pelaksanaan PLTMH ini dilakukan untuk melihat bahwa partisipasi penerima program dalam perencanaan hingga operasionalisasi dan perawatan PLTMH berpengaruh terhadap citra perusahaan yang terbentuk. Manfaat yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dari program yang dijalankan juga memiliki perngaruh pada pembentukan citra perusahaan. Tabel 15. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Pelaksanaan PLTMH. No. 2 3 4
Program PLTMH (skor) Dilaksanakan dengan kurang baik (14-26) Dilaksanakan dengan cukup baik (27-39) Dilaksanakan dengan sangat baik (40-52) Skor
N 0 27 25 52
Jumlah Persen 0 52 48 100
59
Penilaian tentang program PLTMH dilihat dari keterlibatan responden dalam program serta manfaat yang dirasakan responden dengan adanya program
PLTMH. 25 responden (48 persen) menyatakan bahwa program PLTMH dilaksanakan dengan sangat baik, sedangkan 27 responden (52 persen) lainnya menilai bahwa program PLTMH dilaksanakan dengan cukup baik. Tidak ada sama sekali responden yang mengkategorikan mengkategorikan program PLTMH dilaksanakan
dengan kurang baik.
52%
48%
Program PLTMH Dilaksanakan dengan Sangat Baik Program PLTMH Dilaksanakan dengan Cukup Baik
Gambar 9. Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Pelaksanaan Program PLTMH. Beberapa responden menyatakan tentang penilainnya tentang program PLTMH dan harapan terhadap program PLTMH PLN, diantaranya:
“....programnya sudah baik untuk dilaksanakan. Pengennya sih ada yang meriksa rutin dari PLN nya, trus dayanya dayanya jadi nambah juga...” (Jri, 39 tahun) “ ....harapannya PLTMH bisa lebih baik lagi. Trus kalo ada kerusakan di mesinnya bisa dibantu, janjinya kan beberapa kali kerusakan masih diganti sama PLN, tapi waktu kemarin ada yang rusak itu, orang sini ke Bandung gag nemu orang PLN nya jadi beli sendiri...”(Yy, 20 tahun) 5.2. Proses Pembentukan Citra Pembentukan citra terdiri dari beb beberapa erapa tahapan, yang pertama adalah penangkapan informasi, kemudian perhatian, kemudian pemahaman. Semakin sengaja suatu program dijalankan dengan menginformasikan kepada masyarakat
60
maka tingkat penangkapan informasi yang dimiliki oleh masyarakat sebagai penerima program dari perusahaan akan semakin tinggi. Penangkapan informasi pada sasaran program dan pelaksanaan program akan mempengaruhi tahap pembentukan citra berikutnya yaitu tingkat perhatian terhadap program. Perhatian pada program kemudian berpengaruh pada pemahaman yang dimiliki sasaran program terhadap pembentukan citra. 5.2.1. Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure) Dalam penelitian ini, tingkat penangkapan informasi dinilai dari sejauh mana sasaran program mengetahui atau menyadari adanya implementasi program PLTMH. Tingkat penangkapan informasi digunakan untuk melihat informasi yang dimiliki responden tentang program PLTMH di Lebak Picung, hingga sejauh mana responden mengetahui tentang PLN dan upaya yang dilakukan PLN. Sebanyak dua belas responden (23 persen) menyatakan sangat mengetahui program PLTMH yang dilakukan oleh PLN di Lebak Picung, hal ini ditunjukkan dari informasi yang mereka miliki tentang daya yang dihasilkan dari PLTMH Lebak Picung, pentingnya menjaga hutan agar debit air tetap terjaga, kelembagaan untuk mengelola PLTMH, hingga pentingnya menjaga kebersihan sungai. Empat puluh responden lain (77 persen) sekedar mengetahui program PLTMH yang dilakukan PLN di Lebak Picung. Secara garis besar seluruh responden mengetahui program PLTMH yang dilakukan oleh PLN di Lebak Picung khususnya melalui sosialisasi yang dilakukan sebelum program dijalankan. Terdapat empat responden (8 persen) menyatakan lebih mengenal PLN setelah adanya PLTMH, responden ini menyatakan bahwa sebelumnya tidak tahu tentang PLN, namun setelah adanya PLTMH di Lebak Picung mereka mengetahui bahwa PLN merupakan perusahaan yang berjasa dalam penyediaan listrik. Sebanyak 36 responden (69 persen) menyatakan bahwa sebelumnya telah mengenal PLN namun setelah adanya PLTMH, informasi yang dimiliki tentang PLN semakin banyak. Sedangkan dua belas responden lain (23 persen) menyatakan bahwa PLTMH tidak mengubah pengetahuan yang dimiliki tentang PLN, dimana keduabelas responden ini mengenal PLN tidak melalui adanya PLTMH yang ada di lokasi mereka tinggal.
61
Sebanyak enam responden (12 persen) menyatakan bahwa PLN secara sangat kontinu menjalankan program PLTMH di Lebak Picung, menurut mereka hal ini dibuktikan dari bentuk nyata yang dilakukan PLN dengan membangun PLTMH, walaupun PLTMH sempat mati beberapa bulan, namun responden berpendapat bahwa hal ini lebih dikarenakan debit air sungai yang rendah. Empat puluh tiga responden (83 persen) menyatakan bahwa PLN terus menerus menjalankan program PLTMH, responden berpendapat bahwa selama PLTMH masih mengalirkan listrik memberikan pasokan listrik maka PLN masih tetap menjalankan program pemberdayaan melalui PLTMH, dan tiga responden lain (5 persen) berpendapat bahwa PLN masih belum terus menerus menjalankan PLTMH karena tidak ada pengontrolan yang dilakukan oleh pihak PLN dan saat membeli alat baru untuk PLTMH, warga harus mencari sendiri ke Bandung, menurut mereka PLTMH yang ada juga sempat mengalami kematian sehingga menunjukkan bahwa PLN belum secara terus menerus menjalankan program PLTMH. Sebanyak empat responden (8 persen) menyatakan sangat mengetahui bahwa PLTMH merupakan salah satu bentuk komunikasi PLN dengan masyarakat, bahkan menurut responden, PLTMH tidak hanya sekedar sebagai sarana komunikasi yang dilakukan perusahaan, namun juga memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. empat puluh tiga responden (83 persen) hanya sekedar mengetahui bahwa PLTMH sebagai salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan PLN dengan masyarakat, sedangkan lima responden (9 persen) menyatakan kurang mengetahui bahwa PLTMH merupakan bentuk komunikasi PLN dengan masyarakat. Sebanyak delapan responden (15 persen) menyatakan sangat mengetahui program pemberdayaan yang dilakukan oleh PLN melalui PLTMH dari sosialisasi yang dilakukan ke Lebak Picung, sedangkan 44 responden lain (85 persen) lain mengetahui informasi tentang program PLTMH melalui sosialisasi yang dilakukan ke Lebak Picung. Sosialisasi ini dilakukan dengan bantuan mitra yaitu Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor. Seluruh responden mengetahui tentang PLTMH dari sosialisasi yang dilakukan kepada sasaran program. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi yang dilakukan dengan sengaja
62
yaitu melalui sosialisasi mempengaruhi tingkat penangkapan informasi sasaran program. Tiga belas responden (25 persen) sangat setuju bahwa listrik mampu menciptakan kehidupan yang lebih baik, melalui kemudahan yang didapatkan dengan adanya alat elektronik, hingga pekerjaan yang bisa dilakukan dengan adanya listrik sehingga bisa menambah penghasilan keluarga, salah satunya yaitu dari home industry pembuatan meubel. Sedangkan 38 responden (73 persen) setuju bahwa listrik mampu menciptakan kehidupan yang lebih baik, dan satu orang responden (2 persen) tidak setuju karena walaupun listrik memberikan dampak yang positif, namun dengan adanya listrik kebutuhan hidup juga ikut meningkat. Tabel 16. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure). No. 1 2 3
Tingkat Penangkapan Informasi (skor) Rendah (≤11) Sedang (12-18) Tinggi (≥19) Jumlah
Jumlah N Persen 0 0 32 62 20 38 52 100
Berdasarkan data Tabel 16 diketahui bahwa sebanyak dua puluh responden responden (38 persen) memiliki skor keseluruhan di atas 19 yang berarti mereka memiliki informasi yang tinggi tentang program PLTMH maupun PLN sebagai perusahaan penyelenggara PLTMH. Tiga puluh dua responden (62 persen) memiliki skor 12-18 yang berarti memiliki cukup informasi atau tingkat penangkapan informasi sedang tentang program PLTMH. “...sebelumnya ya nggak tau kalau ada PLN, baru pas ada PLTMH tahu tentang PLN....” (Sgn, 47 tahun) Meskipun sebagian responden menilai bahwa PLN belum menjalankan program PLTMH secara terus menerus karena tidak adanya pengontrolan yang dilakukan perusahaan ke Lebak Picung, namun secara keseluruhan responden memiliki informasi yang memadai tentang program PLTMH.
63
5.2.2. Tingkat Perhatian (Attention) Tingkat perhatian menilai sejauh mana ketertarikan penerima program untuk mengetahui lebih lanjut tentang kegiatan PLTMH, yang dilihat melalui ketertarikan serta apa yang dirasakan oleh responden terhadap program PLTMH dari PLN. Sebanyak empat responden (8 persen) merasa PLN sangat berusaha untuk hidup berdampingan dengan masyarakat yang ditunjukkan dengan adanya PLTMH, 47 responden (90 persen) merasa PLN sudah berusaha untuk hidup berdampingan dengan masyarakat, karena sebelumnya pendistribusian listrik dari PLN belum menjangkau wilayah Lebak Picung. Satu responden (2 persen) lain menyatakan sangat tidak setuju bahwa PLN berusaha untuk hidup berdampingan dengan masyarakat karena menurutnya PLN seolah lepas tangan setelah memberikan PLTMH. Tingkat perhatian juga diketahui dari keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan PLTMH mulai dari perencanaan hingga pengelolaan. Sebanyak tujuh responden (13 persen) menyetakan mengetahui dengan benar tiap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan PLTMH mulai dari perencanaan hingga pengelolaan, hal ini dikaitkan dengan peran yang dimiliki dalam kelembagaan di masyarakat Lebak Picung. Terdapat enam responden (12 persen) mengikuti dan mengetahui dengan benar kegiatan yang berhubungan dengan PLTMH walaupun tidak memiliki posisi tertentu dalam panitia yang dibentuk dari masyarakat. Empat belas responden (27 persen) menyatakan mengikuti kegiatan yang berhubungan dengan PLTMH namun tidak mengikuti seluruh kegiatan sehingga perhatian yang dimiliki pun relatif rendah, sedangkan satu orang responden (2 persen) menyatakan tidak mengetahui dengan benar, dan hanya sekedar menerima program saja. Sebanyak tujuh responden (14 persen) merasa bahwa program PLTMH yang dilakukan PLN sangat mampu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Lebak Picung, karena sebelum adanya PLTMH hanya ada beberapa rumah saja yang bisa mengakses listrik melalui PLTS ataupun turbin pribadi, dan ketujuh responden ini baru mendapatkan akses listrik setelah ada program PLTMH. Tiga puluh tujuh responden (71 persen) merasa bahwa programPLTMH telah mampu
64
memnuhi kebutuhan listrik karena memiliki daya yang lebih tinggi dibandingkan pembangkit lain yang ada di Lebak Picung seperti PLTS maupun turbin pribadi, sedangkan delapan responden (15 persen) kurang setuju, karena menurut mereka PLTMH memang mampu memenuhi listrik rumah tangga di Lebak Picung namun tidak pada saat kemarau. Terdapat dua belas responden (23 persen) merasa bahwa program PLTMH dari PLN sangat memberikan dampak yang positif bagi penerima program, empat puluh responden (77 persen) lain merasa bahwa program PLTMH telah memberikan dampak positif. Secara garis besar seluruh responden merasa bahwa PLTMH telah memberikan dampak yang positif, jadi secara keseluruhan responden menyatakan bahwa PLTMH telah memberikan dampak yang positif bagi mereka. Tujuh responden (13 persen) yang sangat mengetahui dengan benar tujuan dari program PLTMH karena dilakukan dengan melibatkan warga secara langsung dalam program, 32 responden (62 persen) cukup mengetahui tujuan dari program PLTMH karena keterlibatannya secara langsung dalam program, sedangkan tiga belas responden (25 persen) ternyata kurang mengetahui tentang tujuan program PLTMH dan hanya sekedar merasakan manfaat yang positif bagi mereka. Tabel 17. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Perhatian (Attention). No. 1 2 3
Tingkat Perhatian (skor) Rendah (≤9) Sedang (10-15) Tinggi (≥16)
Total
N 0 37 15 52
Jumlah Persen 0 71 29 100
Secara keseluruhan tingkat perhatian responden merupakan tahapan lebih lanjut setelah penangkapan informasi dalam proses pembentukan citra. Tingkat perhatian dilihat berdasarkan ketertarikan sasaran program terhadap PLN dan program PLTMH. Ketertarikan ini salah satunya dinilai dari keyakinan terhadap program dan perusahaan. Tingkat perhatian dinilai dari 5 pertanyaan. Terdapat lima belas responden (29 persen) memiliki tingkat perhatian yang tinggi terhadap
65
program yang dilihat melalui ketertarikan responden terhadap usaha yang dilakukan PLN khususnya melalui program PLTMH di tempat mereka tinggal. Responden merasa bahwa PLN sangat berusaha untuk hidup berdampingan dengan siapapun yang terlihat dari kesungguhan PLN untuk menjangkau mereka walaupun berada di lokasi yang cukup sulit dijangkau, ketertarikan mereka diketahui pula dari pengetahuan yang dimiliki dari tiap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan PLTMH dari mulai perencanaan sampai pengelolaan. Terdapat 37 responden (71 persen) dengan total skor 12-18 yang berarti memiliki tingkat perhatian sedang. Sebagian besar tingkat perhatian responden yang masuk dalam kategori perhatian sedang ini dipengaruhi oleh ketidakstabilan PLTMH yang masih sering mengalami kematian khususnya saat musim kemarau. Responden juga menyatakan bahwa PLN belum sepenuhnya berusaha hidup berdampingan dengan masyarakat karena tidak pernah mengadakan kunjungan atau pengontrolan ke daerah mereka. 5.2.3. Tingkat Pemahaman (Comprehensive) Tingkat Pemahaman (Comprehensive) adalah sejauh mana pengetahuan dan penilaian individu sasaran program tentang implementasi program community relations. Variabel ini mengukur pernyataan tentang pemahaman terhadap manfaat PLTMH secara keseluruhan, penilaian terhadap PLN sebagai sahabat bagi warga karena mampu memenuhi kebutuhan listrik, serta kebersediaan menjadi pengurus dalam program pemberdayaan yang diadakan PLN maupun kebersediaan jika PLN melakukan kegiatan lain di Lebak Picung. Pemahaman responden dinilai dari manfaat program PLTMH yang mereka ketahui. Sebanyak sepuluh responden (19 persen) sangat memahami manfaat dari PLTMH dan empat puluh responden (77 persen) cukup mengetahui manfaat dari program PLTMH, sedangkan dua responden (4 persen) kurang mengetahui secara tepat manfaat program PLTMH. Responden yang sangat memahami manfaat program dinilai dari pemahaman yang dimiliki terhadap manfaat PLTMH yang tidak hanya sebatas untuk penyedia listrik, tapi listrik dari PLTMH telah memberikan berbagai manfaat positif lain seperti memberikan manfaat bagi
66
perkembangan Lebak Picung, maupun manfaat lain seperti ikut meningkatkan perekonomian keluarga. Berbagai manfaat tentang PLTMH memberikan pengaruh terhadap pemahaman responden. Sebanyak enam responden (12 persen) menyatakan PLN telah menjadi sahabat bagi mereka karena berbagai manfaat yang dirasakan, empat puluh responden lain (76 persen) menyatakan bahwa PLN sudah menjadi teman. Salah satu responden mengungkapkan: “...mmmm...baru jadi teman kayanya, kalo sahabat belum..PLN nya ngga pernah ngontrol kesini...”(Yyn, 20 tahun) terdapat enam responden (12 persen) yang menyatakan bahwa PLN sampai sejauh ini belum menjadi sahabat, dan hanya sebatas pemberi bantuan saja, karena tidak ada hubungan lebih lanjut yang dijalin PLN dengan masyarakat di Lebak Picung. Dalam kesediaan menjaga keberlangsungan PLTMH, terdapat lima belas responden (29 persen) yang menyatakan sangat bersedia dalam menjaga keberlangsungan PLTMH. Hal ini dibuktikan dengan aksi nyata baik dengan peran aktif yang dilakukan dalam program PLTMH, seperti aktif mulai saat perencanaan sampai hal sederhana seperti menjaga kebersihan sungai. Diantara lima belas responden tersebut sebagian besar memahami dengan benar peran hutan untuk dijaga karena berpengaruh terhadap ketersediaan air sungai. Tiga puluh delapan responden (71 persen) lain menyatakan bersedia menjaga keberlangsungan PLTMH karena mereka merasakan dan memahami bahwa PLTMH memberikan manfaat yang positif sehingga kesediaan dengan menaati peraturan bersama yang disepakati merupakan hal penting untuk menjaga PLTMH, salah satunya mereka lakukan dengan membayar iuran rutin dan ikut ronda. Pemahaman juga ditunjukkan dari kesediaan menjadi pengurus atau turut aktif dalam kegiatan yang menyangkut pemeliharaan PLTMH. Sebanyak lima responden (10 persen) menyatakan sangat bersedia menjadi pengurus dan turu aktif dalam kegiatan yang menyangkut pemeliharaan PLTMH. Dua puluh satu responden (40 persen) menyatakan bersedia turut aktif dalam kegiatan yang
67
menyangkut pemeliharaan PLTMH namun tidak bersedia menjadi pengurus. Dua puluh enam responden (50 persen) yang lain menyatakan hanya memilih sebagai penerima program saja dan sebatas menaati peraturan yang disepakati. Seperti yang diungkapkan salah seorang responden: “...nggak ah kalau jadi pengurus. Yah...paling ikut iuran bulanannya aja...”(Nry, 70 tahun) Pemahaman responden juga diketahui melalui tingkat penerimaan terhadap perusahaan, responden yang memiliki pemahaman tinggi akan cenderung menerima kegiatan perusahaan berada dekat dengan mereka. Sebanyak tujuh responden (13 persen) menyatakan sangat bersedia menerima kegiatan lain yang dilakukan PLN di Lebak Picung setelah adanya PLTMH, empat puluh tiga responden (83 persen) bersedia jika PLN berencana membuat kegiatan atau program di sekitar Lebak Picung, sedangkan dua responden (4 persen) menyatakan belum tentu asal menerima dan mengungkapkan tergantung program seperti apa yang ingin dilaksanakan di sekitar Lebak Picung. Secara keseluruhan penerimaan responden terhadap PLN cukup tinggi. Hanya terdapat tiga responden (6 persen) yang menyatakan sangat bersedia menjadi pengurus atau pengelola yang dipercaya PLN jika ada program baru yang dilaksanakan di Lebak Picung, 21 responden (40 persen) bersedia menjadi pengurus, 26 responden (50 persen) bersedia saja jika ikut serta dalam program namun bukan sebagai pengurus, dan dua responden (4 persen) sama sekali tidak mau terlibat jika PLN melaksanakan program baru di Lebak Picung. Tabel 18. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pemahaman (Comprehensive). No. 1 2 3
Tingkat Pemahaman Rendah (≤11) Sedang (12-18) Tinggi (≥18) Jumlah
N 0 40 12 52
Jumlah Persen 0 77 23 100
Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa sebagian besar responden masuk ke dalam kategori tingkat pemahaman sedang dengan skor total 12-18, yaitu
68
sebanyak empat puluh responden (77 persen). Tingkat pemahaman yang dimiliki responden ini dinyatakan dengan kesediaan responden menerima kegiatan atau program baru di Lebak Picung yang diadakan oleh PLN, namun keberatan jika menjadi pengurus atau pengelola. Sebanyak dua puluh responden (23 persen) memiliki skor diatas 18 memiliki tingkat perhatian yang tinggi, mereka menyatakan bahwa PLN sudah menjadi sahabat karena berbagai manfaat yang telah dirasakan dari program PLTMH. Responden juga menyatakan bersedia jika PLN mengadakan program atau kegiatan lain di sekitar tempat tinggal mereka dan siap menjadi pengurus atau pengelola dalam program baru tersebut. 5.2.4. Proses Pembentukan Citra Proses pencitraan atau proses pembentukan citra adalah proses pemaknaan program pada sasaran yang diawali dari adanya penangkapan informasi (exposure), dilanjutkan dengan perhatian (attention) terhadap program, dan pemahaman (comprehensive) pada program. Tabel 19. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Proses Pembentukan Citra. No. 1 2 3
Proses Pembentukan Citra Buruk (≤11) Cukup baik (12-18) Sangat baik (≥18) Jumlah
N 0 35 17 52
Jumlah Persen 0 67 33 100
Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa dari 52 responden, 35 responden (67 persen) memiliki skor keseluruhan proses pembentukan citra antara 12-18 yang berarti proses pembentukan citra pada responden cukup baik. Hal ini ditunjukkan dari tingkat penangkapan informasi, tingkat perhatian, dan tingkat pemahaman yang masuk ke dalam kategori sedang, karena tidak memiliki informasi yang memadai tentang PLTMH dan upaya yang dilakukan perusahaan, belum memahami dengan benar tentang upaya perusahaan, serta belum merasa bahwa PLTMH telah sesuai dengan apa yang diharapkan, namun responden juga tidak memiliki penilaian yang terlalu negatif tentang PLTMH maupun perusahaan. Sebanyak tujuh belas responden (33 persen) memiliki proses pembentukan citra yang sangat baik yang terlihat dari tingkat penangkapan informasi, tingkat
69
perhatian, serta tingkat pemahaman yang sangat baik. Responden memahami program PLTMH dan upaya yang dilakukan perusahaan, merasa bahwa upaya yang dilakukan perusahaan telah memberikan dampak yang positif, serta memiliki tingkat penerimaan yang relatif tinggi.
33% Sangat Baik 67%
Cukup Baik
Gambar 10. Presentase Responden Berdasarkan Proses Pembentukan Citra. Secara keseluruhan, responden memiliki proses pembentukan citra yang baik, karena tergolong dalam kategori proses pembentukan citra cukup bak dan sangat baik, serta tidak ada yang memiliki proses pembentukan citra yang kurang. Responden memiliki informasi yang memadai (exposure), perhatian yang baik
(attention), serta pemahaman (comprehensive) baik. 5.3. Citra Perusahaan Citra perusahaan adalah citra keseluruhan tentang organisasi yang terbentuk pada individu yaitu responden. Penelitian ini memfokuskan citra perusahaan yang terbentuk pada sasaran program melalui implementasi community relations PLN
program Pembangkit Listrik Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Citra PLN dilihat melalui penilaian responden terhadap personality, reputation, corporate identity,
dan value ethic perusahaan. 6.3.1. Penilaian Terhadap Personality Perusahaan Penilaian pada personality perusahaan adalah sejauh mana publik sasaran menilai perusahaan sebagai perusahaan yang dipercaya, perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial. Personality perusahaan yang terbentuk pada responden dinilai berdasarkan beberapa indikator, yang pertama adalah penilaian
70
responden bahwa PLN merupakan perusahaan yang selalu mengemas kegiatan dengan menarik sehingga responden tertarik untuk mengikutinya. Sebanyak tiga responden (6 persen) menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tersebut, sedangkan 48 responden (92 persen) setuju bahwa PLN merupakan perusahaan dengan program yang menarik atau membantu, dan satu responden (2 persen) menyatakan sangat setuju yang terlihat dari kesungguhan PLN dengan memberikan program PLTMH di tempat yang sulit dijangkau seperti daerah tempat tinggalnya. Sebanyak dua responden (4 persen) menyatakan sangat setuju bahwa PLN merupakan
perusahaan yang telah
melakukan
langkah
kongkrit
untuk
memberdayakan masyarakat, 46 responden (88 persen) lain menyatakan setuju bahwa PLN telah melakukan program yang mampu memberdayakan masyarakat, sedangkan empat responden (8 persen) menyatakan bahwa walaupun PLN telah memberikan
program
pada
masyarakat
namun
belum
bisa
dikatakan
memberdayakan karena menurutnya belum ada tindak lanjut dari PLN pada program yang diberikan, hanya sebatas diberi tanpa pendampingan lebih lanjut. Personality perusahaan juga melihat penilaian responden terhadap PLN sebagai perusahaan yang memiliki tanggungjawab sosial. Sebanyak tiga responden (6 persen) menyatakan PLN merupakan perusahaan yang memiliki tanggungjawab sosial sangat tinggi khususnya kesejahteraan masyarakat, 45 responden (86 persen) setuju bahwa PLN merupakan perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial, sedangkan empat responden (8 persen) kurang setuju, karena program yang diberikan masih belum mampu memenuhi kebutuhan listrik di Lebak Picung yang terlihat dari kematian selama berbulan-bulan, salah satu responden menyatakan: “...dulu sempet janji katanya mau perbaikin jalan, tapi sampai sekarang gag pernah datang lagi. Dulu katanya juga perbaikan alat pas tahun awal masih jadi tanggung jawab PLN, tapi pas kita ke sana (bandung) waktu alatnya ada yang rusak, kita gag ketemu orangnya, jadinya beli sendiri...” (Yy, 20 tahun) Adanya manfaat yang dirasakan responden sebagai sasaran program PLTMH, menjadi faktor utama 42 responden (81 persen) menilai PLN sebagai
71
perusahaan yang dapat dipercaya dan dua responden (4 persen) bahkan menilai PLN telah menjadi perusahaan yang sangat bisa dipercaya. Namun terdapat delapan responden (15 persen) menyatakan bahwa PLN belum menjadi perusahaan yang dapat dipercaya, karena menurut mereka masih ada beberapa janji PLN yang belum terealisasi. Sebanyak tiga responden (6 persen) menilai PLN sebagai perusahaan dengan kinerja yang sangat bagus yang terlihat dari aksi nyata memberikan penerangan di daerah mereka, 46 responden (88 persen) lain menilai PLN telah memiliki kinerja yang cukup bagus, dan terdapat tiga responden (6 persen) yang menilai PLN belum memiliki kinerja yang baik. Kondisi PLTMH yang sempat mati selama beberapa bulan berpengaruh terhadap penilaian responden terhadap kinerja PLN. Tabel 20. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Personality Perusahaan. No. 1 2 3
Penilaian Terhadap Personality Perusahaan Kurang baik (≤11) Cukup baik (12-18) Sangat baik (≥18) Jumlah
Jumlah N Persen 0 0 44 85 8 15 52 100
Sebanyak 44 responden (85 persen) menilai personality perusahaan dengan cukup baik. Responden menyatakan bahwa PLN telah melakukan langkah nyata dalam memberdayakan masyarakat salah satunya melalui program yang dilakukan di lokasi mereka, namun tidak sepenuhnya responden menilai PLN sebagai perusahaan dengan kinerja yang baik maupun sebagai perusahaan yang dapat dipercaya, karena adanya pengalaman yang dirasakan responden. Responden menyatakan terdapat beberapa janji PLN yang belum dilaksanakan serta tidak ada kontak yang mereka bisa hubungi dari pihak PLN jika terjadi sesuatu dengan PLTMH. Salah satu tolak ukur kinerja PLN dinilai masyarakat dari kemampuan PLTMH dalam memberikan aliran listrik. Sedangkan 8 responden (15 persen) lain menyatakan bahwa PLN memiliki personality yang sangat baik.
72
5.3.2. Penilaian Terhadap Reputation Perusahaan Penilaian pada reputation perusahaan adalah keyakinan positif publik sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain terhadap manfaat yang diberikan perusahaan, dalam penelitian ini dikhususkan pada program PLTMH yang diberikan PLN pada masyarakat di Lebak Picung. Lima responden (10 persen) menyatakan bahwa PLN sangat konsisten untuk memberdayakan warga lewat program CSR, 38 responden (73 persen) menyatakan PLN telah memberdayakan masyarakat, sedangkan sembilan responden (17 persen) menyatakan program PLN masih belum konsisten untuk memberdayakan warga. Maksud PLN untuk membuat warga mandiri dalam mengelola PLTMH dan tidak melakukan kunjungan ke lokasi PLTMH justru menjadi penyebab adanya responden yang menilai PLN belum konsisten untuk memberdayakan warga. Sebanyak 48 responden (92 persen) menyatakan bahwa PLTMH dapat meningkatkan hubungan sosial antara PLN dengan masyarakat, dimana dengan adanya PLTMH masyarakat menjadi tahu tentang PLN, dua responden (4 persen) menilai program PLTMH sangat mampu meningkatkan hubungan sosial PLN dengan masyarakat karena hubungan emosional warga terbangun dengan ikut menjaga PLTMH sebagai salah satu bentuk aset PLN, sedangkan dua responden (4 persen) lain menyatakan bahwa PLTMH belum mampu meningkatkan hubungan sosial PLN dengan masyarakat. PLN melalui pelaksanaan PLTMH dinilai oleh empat belas responden (27 persen) sebagai perusahaan yang tidak hanya mengejar keuntungan semata namun turut peduli pada kesejahteraan masyarakat, hal ini dinilai dari tidak adanya biaya yang dipungut PLN terhadap warga, setiap bulan hanya dilakukan pembayaran rutin yang diberikan pada koperasi yang dikelola sendiri oleh warga. Sebanyak 36 responden (69 persen) menyatakan setuju bahwa PLN melalui pelaksanaan PLTMH telah menjadi perusahaan yang tidak hanya mengejar keuntungan semata, namun terdapat juga dua responden (4 persen) yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Melalui PLTMH, PLN telah menjadi perusahaan yang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap kebutuhan listrik masyarakat walaupun berada di
73
daerah yang sulit dijangkau. Sebanyak sembilan belas responden (37 persen) sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Ini dinilai dari pengalaman pribadi mereka sebagai sasaran program PLTMH, PLN telah menjadi perusahaan yang peduli dengan kebutuhan masyarakat walau tempat tinggal mereka cukup sulit dijangkau. Responden menyatakan bahwa sebelum adanya PLTMH, Lebak Picung tidak seluruhnya mendapat aliran listrik, hanya beberapa rumah saja yang telah memiliki PLTS ataupun turbin kecil. Terdapat 31 responden (59 persen) juga setuju bahwa melalui PLTMH, PLN telah menjadi perusahaan dengan kepedulian yang tinggi pada kebutuhan listrik masyarakat karena mampu menjangkau semua daerah. Sedangkan dua responden (4 persen) menyatakan kurang setuju karena PLN belum mampu menjangkau daerah mereka dengan listrik kabel yang mampu memberikan daya lebih besar dan konstan tidak sering mati seperti PLTMH. Sebanyak empat responden (8 persen) menilai PLN sebagai perusahaan yang berupaya mencari tahu kebutuhan masyarakat yang ditunjukkan melalui aksi nyata dengan program PLTMH di kampung mereka, 42 responden (80 persen) menyatakan setuju bahwa PLN telah berupaya mencari tahu kebutuhan masyarakat, tanpa adanya upaya untuk mencari tahu mungkin sampai saat ini PLTMH belum ada di Lebak Picung, sedangkan enam responden (12 persen) lain menyatakan bahwa PLN masih belum berupaya mencari tahu kebutuhan masyarakat, tolak ukur yang mereka gunakan adalah dari ketidakadaannya pengontrolan yang dilakukan PLN dalam kurun waktu tertentu, dimana PLN hanya datang ketika peresmian PLTMH dan tidak pernah terlihat kembali. Tabel 21. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Reputation Perusahaan. No. 1 2 3
Penilaian Terhadap Reputation Perusahaan Kurang baik (≤9) Cukup baik (10-15) Sangat baik (≥15) Jumlah
N 0 31 21 52
Jumlah Persen 0 60 40 100
Berdasarkan Tabel 21 diketahui bahwa terdapat 31 responden (60 persen) yang menilai reputation perusahaan dengan cukup baik. Reputation PLN pada responden didasarkan pada penilaian mereka terhadap PLTMH yang dilakukan
74
PLN. Responden menilai bahwa PLN belum sepenuhnya meningkatkan hubungan sosial antara PLN dengan mereka, responden tidak menilai terlalu negatif namun juga tidak menunjukkan penilaian reputation yang sepenuhnya baik. Sebanyak 21 responden (40 persen) menilai PLN sebagai perusahaan dengan reputation yang sangat baik. Responden menyatakan bahwa PLN telah menjadi perusahaan yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kebutuhan listrik masyarakat karena mampu menjangkau lokasi tempat tinggal mereka yang berada di daerah yang cukup sulit dijangkau. Melalui PLTMH, PLN juga telah menunjukkan reputation sebagai perusahaan yang tidak hanya mengejar keuntungan semata namun juga ikut peduli dengan kesejahteraan masyarakat. 5.3.3. Penilaian Terhadap Value Ethic Perusahaan Penilaian pada Value ethics Perusahaan, adalah sejauh mana publik menganggap perusahaan memiliki nilai-nilai yang baik. Sebanyak sebelas responden (21 persen) menyatakan bahwa PLN telah menjadi perusahaan yang sangat bermanfaat bagi lingkungan sekitar, hal ini dinyatakan melalui kemampuan PLTMH memberikan pasokan listrik pada seluruh rumah di Lebak Picung, dan 41 responden (79 persen) menyatakan PLN memberikan manfaat positif bagi warga di sekitar PLTMH. Value ethic dinilai dari pernyataan responden terhadap PLN sebagai perusahaan
yang
mendorong
perkembangan
daerah
penerima
program
pemberdayaan. Terdapat tujuh responden (13 persen) yang menilai sangat setuju terhadap pernyataan tersebut karena memang mereka merasakan perbedaan yang nyata setelah adanya PLTMH dan sebelum adanya PLTMH, sedangkan 44 responden (85 persen) setuju dengan pernyataan tersebut, dan terdapat juga satu responden (2 persen) yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Sebanyak tujuh responden (13 persen) menilai PLN sebagai perusahaan yang sangat menghargai norma dan nilai yang ada di masyarakat karena program PLTMH yang ada di Lebak Picung sesuai dengan aturan yang ada di masyarakat, 45 responden (87 persen) setuju bahwa PLN merupakan perusahaan yang menghargai norma serta nilai yang ada di masyarakat, dimana pengelolaan PLTMH sepenuhnya diberikan kepada warga. Secara keseluruhan, responden
75
menilai PLN telah memiliki nilai dan norma yang sesuai dengan yang ada di masyarakat. Hal ini diperkuat dari penilaian sembilan responden (17 persen) yang menyatakan bahwa PLTMH mendapatkan dukungan dari seluruh elemen masyarakat Lebak Picung khsusunya dari tokoh di kampung tersebut, 43 responden (83 persen) lainnya menyatakan bahwa PLTMH mendapat dukungan dari masyarakat karena mereka mengikuti apa yang menjadi keputusan tokoh yang mereka dipercaya di Lebak Picung. Tabel 22. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Value Ethic Perusahaan. No. 1 2 3
Penilaian Terhadap Value Ethic Perusahaan Kurang baik (≤9) Cukup baik (10-15) Sangat baik (≥16) Jumlah
N 0 35 17 52
Jumlah Persen 0 67 33 100
Berdasarkan data pada Tabel 22, sebanyak 35 responden (67 persen) memiliki skor untuk value ethic perusahaan antara 10-15 yang berarti mereka memiliki penilaian yang cukup baik terhadap value ethic PLN. Menurut responden PLN telah menjadi perusahaan dengan value ethic yang cukup baik, PLN merupakan perusahaan yang bermanfaat bagi lingkungan maupun sebagai perusahaan yang menghargai norma dan nilai yang ada di masyarakat. Terdapat tujuh belas responden (33 persen) yang menilai PLN sebagai perusahaan dengan value ethic yang sangat baik, karena PLN khususnya dalam menjalankan PLTMH di Lebak Picung mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh terkemuka dan masyarakat di Lebak Picung, PLN juga memberikan banyak manfaat. 5.3.4. Penilaian Terhadap Corporate Identity Perusahaan Penilaian pada Corporate Identity Perusahaan adalah sejauh mana publik sasaran mengetahui dan menilai komponen pengenal perusahaan seperti logo, dll. Sebanyak dua belas responden (23 persen) menyatakan PLN merupakan perusahaan yang sangat mudah diingat karena mengurusi masalah penyediaan listrik pada masyarakat, 33 responden (63 persen) setuju bahwa PLN merupakan
76
perusahaan yang mudah diingat, sedangkan tujuh responden (14 persen) belum terlalu mengingat identitas perusahaan PLN. Corporate identity dinilai dari pengetahuan responden terhadap logo PLN. Sebanyak tujuh responden (13 persen) menyatakan PLN sebagai perusahaan dengan logo yang mudah diingat. Terdapat empat belas responden (27 persen) yang mengetahui logo PLN namun tidak terlalu mengingat dengan benar, 23 responden (44 persen) menyatakan pernah melihat tapi lupa, dan sebanyak delapan responden (15 persen) menyatakan tidak mengetahui sama sekali logo dari PLN. Sebanyak empat puluh responden (77 persen) menilai PLN sebagai perusahaan yang khas dan memiliki keunikan yang berbeda dengan perusahaan lainnya sedangkan dua belas responden (23 persen) lainnya menyatakan bahwa belum terlalu mengenal tentang PLN sehingga belum mengetahui dengan benar keunikan dari PLN. Terdapat lima responden (10 persen) yang sangat setuju dengan pernyataan bahwa hal pertama yang terlintas ketika mengingat PLTMH adalah PLN, terdapat juga sepuluh responden (19 persen) yang menyatakan kurang setuju karena yang diingat pertama ketika mengingat PLTMH bukanlah PLN namun justru pendamping program, sampai ingatan tentang listrik yang mati selama musim kemarau, dan 37 responden (71 persen) lain menyatakan bahwa PLTMH memang identik dengan PLN. Tabel 23. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Corporate Identity Perusahaan. No. 1 2 3
Penilaian Terhadap Corporate Identity Perusahaan Kurang baik (≤7) Cukup baik (8-12) Sangat baik (≥13) Jumlah
Jumlah N Persen 1 2 43 83 8 15 52 100
Secara keseluruhan penilaian terhadap corporate identity PLN ditunjukkan melalui data pada Tabel 23. Terdapat satu responden (2 persen) yang memiliki pengetahuan buruk terhadap corporate identity PLN. Responden tidak mengingat
77
dengan benar logo perusahaan, dan hal yang pertama diingat ketika mengingat PLTMH bukanlah PLN namun justru kondisi listrik di Lebak Picung yang sempat mati selama berbulan-bulan. Terdapat 43 responden (83 persen) dengan skor total antara 8-12 menilai PLN dengan corporate identity yang cukup baik, responden menilai PLN sebagai perusahaan yang mudah diingat karena memiliki keunikan yang khas dan berbeda dengan perusahaan lainnya. Delapan responden (15 persen) lainnya menilai corporate identity perusahaan dengan sangat baik, responden mengungkapkan bahwa PLN merupakan perusahaan dengan logo yang mudah diingat, sampai menjadi perusahaan yang identik dengan PLTMH, serta perusahaan yang mudah diingat karena sangat berbeda dengan perusahaan lainnya. 5.3.5. Penilaian Terhadap Citra Perusahaan Citra PLN dilihat melalui keseluruhan penilaian responden pada corporate identity, personality, reputation, serta value ethic perusahaan. Berdasarkan Tabel 24, terdapat tujuh belas responden (33 persen) yang lain menilai PLN sebagai perusahaan dengan citra yang sangat baik. PLN telah memliki personality sebagai perusahaan dengan tanggungjawab sosial yang tinggi, serta perusahaan yang dapat dipercaya. Pengalaman secara langsung sebagai sasaran program PLTMH, membuat responden memiliki reputation yang baik karena telah menjadi perusahaan dengan tingkat kepedulian yang tinggi terhadap kebutuhan listrik masyarakat walau yang berada di daerah yang sulit dijangkau. Responden menilai PLN sebagai perusahaan dengan value ethic yang baik karena selain memberikan manfaat dan kegiatan yang dijalankan perusahaan telah sesuai dengan nilai dan norma di masyarakat dan PLN juga memiliki corporate identity yang khas dan mudah diingat. Tabel 24. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Citra Perusahaan Listrik Negara. No. 1 2 3
Penilaian Terhadap Citra PLN Kurang baik (≤11) Cukup baik (12-18) Sangat baik (≥18) Jumlah
Jumlah N Persen 0 0 35 67 17 33 52 100
78
Sebagian besar responden yaitu 35 orang (67 persen) memiliki skor 12-18 yang berarti menilai PLN dengan citra yang cukup baik. responden menilai PLN dengan personality, reputation, value ethic, dan corporate identity yang sedang, tidak terlalu baik namun juga tidak terlalu buruk.
33% Sangat Baik 67%
Cukup Baik
Gambar 11. Presentase Responden Berdasarkan Penilaian Terhadap Terhadap Citra Perusahaan. Responden menilai PLN dengan personality sebagai perusahaan yang memiliki tanggung jawab pada kesejahteraan masyarakat namun sebagian responden menyatakan bahwa PLN belum bisa dikatakan sebagai perusahaan yang dapat dipercaya dan belum belum sepenuhnya melakukan langkah kongkrit untuk memberdayakan masyarakat karena tidak pernah ada kunjungan yang dilakukan perusahaan ke tempat mereka. Cara PLN yang sebenarnya mendorong masyarakat untuk mandiri mengelola PLTMH dinilai lain oleh responden. Reputation PLN pada responden sudah baik, namun responden belum sepenuhnya setuju bahwa PLN konsisten memberdayakan masyarakt dan berupaya mencari tahu kebutuhan masyarakat, hal ini didasarkan oleh pengalaman mereka selama PLTMH mengalami kematian dan peng penggantian gantian mesin yang sepenuhnya menjadi tanggungjawab masyarakat. Responden menilai PLN sebagai perusahaan dengan
value ethic yang baik, namun penilaian terhadap corporate identity kurang baik.
79
BAB VI PENGARUH COMMUNITY RELATIONS PROGRAM PLTMH PADA PEMBENTUKAN CITRA PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN) 6.1. Analisis Hubungan Pelaksanaan Program PLTMH dengan Proses Pembentukan Citra Pelaksanaan program PLTMH dilihat berdasarkan keterlibatan sasaran program dan penilaian sasaran program terhadap manfaat PLTMH. Proses pembentukan citra dinilai dari tingkat penangkapan informasi, tingkat perhatian, serta tingkat pemahaman. Berdasarkan uji korelasi dengan menggunakan rank spearman corellation diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) hitung sebesar 0,000 < α (0,10) sehingga H1 diterima dan H0 ditolak. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata antara pelaksanaan community relations melalui program PLTMH dengan proses pembentukan citra pada sasaran program. Program PLTMH yang sesuai dengan kebutuhan sasaran program membuat masyarakat mudah menyerap informasi terkait PLTMH dan perusahaan, memliki ketertarikan untuk mengetahui program dan perusahaan lebih lanjut, dan memiliki penerimaan yang tinggi terhadap program dan perusahaan. Tabel 25. Hubungan Pelaksanaan Program PLTMH dengan Proses Pembentukan Citra.
Cukup Baik
Pelaksanaan Program
Sangat Baik Total
Proses Pembentukan Citra Cukup Baik Sangat Baik 25 2 (92.6 persen) (7.4 persen) 10 15 (40.0 persen) (60.0 persen) 35 17 (67.3 persen) (32.7 persen)
Total 27 (100.0 persen) 25 (100.0 persen) 52 (100.0 persen)
Tabel 25 memperlihatkan bahwa dua puluh tujuh responden yang memiliki penilaian bahwa pelaksanaan program PLTMH sudah cukup baik cenderung memiliki proses pembentukan citra yang cukup baik juga yaitu sebanyak 25 responden (92,6 persen), dan dua responden lain (7,4 persen) dengan proses pembentukan citra tinggi. Responden dengan proses pembentukan citra yang sangat baik juga cenderung memiliki proses pembentukan citra yang sangat baik
80
juga. Dua puluh lima responden (100,0 persen) yang menilai bahwa program PLTMH telah dilaksanakan dengan sangat baik, sebanyak lima belas responden (60 persen) memiliki proses pembentukan citra yang sangat baik dan sepuluh responden (40 persen) dengan proses pembentukan citra yang cukup baik. Hubungan antara pelaksanaan program PLTMH dengan proses pembentukan citra dilihat melalui hubungan keterlibatan responden dalam program dengan tingkat penangkapan informasi (exposure), hubungan keterlibatan responden dalam program dengan tingkat perhatian (attention), serta hubungan penilaian responden terhadap manfaat program dengan tingkat pemahaman (comprehensive). 6.1.1. Analisis Hubungan Keterlibatan Responden dalam Program dengan Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure) Keterlibatan responden dalam program yang dimaksud dalam penelitian adalah sejauh mana keikutsertaan sasaran program dalam program yang dilihat dari perencanaan, pembangunan, pengelolaan, hingga keterlibatan sebagai penerima manfaat. Berdasarkan uji korelasi dengan menggunakan rank spearman corellation diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) hitung sebesar 0,227 > α (0,10) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak, sehingga tidak ada hubungan nyata antara keterlibatan dalam program dengan tingkat penangkapan informasi. Tabel 26. Hubungan Keterlibatan dalam Program dengan Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure).
Keterlibatan dalam Program Total
Sedang Tinggi
Tingkat Penangkapan Informasi Sedang Tinggi 17 6 (73.9 persen) (26.1 persen) 15 14 (51.7 persen) (43.8 persen) 32 20 (61.5 persen) (38.5 persen)
Total 23 (100.0 persen) 29 (100.0 persen) 52 (100.0 persen)
Tabel 26 memperlihatkan jumlah responden dengan keterlibatan sedang dalam PLTMH cenderung memiliki tingkat penangkapan informasi yang tinggi, yaitu dari dua puluh tiga responden dengan keterlibatan sedang dalam program ternyata tujuh belas responden (73,9 persen) diantaranya memiliki tingkat penangkapan informasi sedang dan enam responden (26,1 persen) memiliki
81
tingkat penangkapan informasi yang tinggi. Sebanyak dua puluh sembilan responden dengan tingkat keterlibatan dalam program yang tinggi ternyara lima belas responden (51,7 persen) diantaranya justru memiliki tingkat penangkapan informasi sedang dan hanya empat belas responden (48,3 persen) dengan keterlibatan tinggi yang memiliki tingkat penangkapan informasi tinggi juga. Data tersebut tidak menunjukkan bahwa semakin tinggi keterlibatan dalam program maka tingkat penangkapan informasinya pun semakin tinggi. Hal ini dimungkinkan karena keterlibatan responden dalam perencanaan tidak berarti sasaran program memiliki peran tertentu dalam pengambilan keputusan. Responden memiliki keterlibatan yang cukup tinggi sebagai penerima program dan dalam pengelolaan dengan mengikuti ronda rutin sesuai jadwal yang disusun lebih dikarenakan kewajiban untuk menjalankan kesepakatan yang disusun bersama dengan warga lainnya supaya mereka mendapatkan aliran listrik dari PLTMH dengan ikut ronda dan membayar iuran rutin tiap bulan. Keterlibatan ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penangkapan informasi mereka terhadap pengetahuan terhadap PLN, PLTMH, maupun upaya perusahaan. Tabel 27. Hubungan Manfaat Program dengan Tingkat Penangkapan Informasi (Attention).
Manfaat Program
Total
Cukup Bermanfaat Sangat Bermanfaat
Tingkat Penangkapan Informasi Sedang Tinggi 26 6 (81.3 persen) (18.7 persen) 6 14 (30.0 persen) (70.0 persen) 37 15 (61.5 persen) (38.5 persen)
Total 32 (100.0 persen) 20 (100.0 persen) 52 (100.0 persen)
Dalam penelitian kali ini justru tingkat perhatian dipengaruhi oleh manfaat program yang dirasakan oleh responden sebagai sasaran program. Uji korelasi dengan menggunakan rank spearman corellation diperoleh nilai koefisien korelasi antara variabel manfaat program dengan tingkat penangkapan informasi 0,512, dan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) hitung sebesar 0,000 < α (0,01) sehingga H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terhadap hubungan antara manfaat program dengan tingkat penangkapan informasi pada responden. Kedua variabel ini
82
memiliki hubungan signifikan. Tabel 27 memperlihatkan responden dengan penilaian terhadap program berdasarkan manfaat yang dirasakan dengan tingkat penangkapan informasi yang dimiliki. Tiga puluh dua responden yang menilai program PLTMH cukup bermanfaat cenderung memiliki tingkat penangkapan informasi sedang yaitu sebanyak 26 responden (81,3 persen) dan enam responden lain (18,7 persen) memiliki tingkat penangkapan informasi tinggi. Sebanyak dua puluh responden yang menilai PLTMH sangat bermanfaat memiliki tingkat penangkapan informasi yang tinggi juga, yaitu empat belas responden (70,0 persen) memiliki tingkat penangkapan informasi tinggi dan enam responden lain (30,0 persen) memiliki tingkat penangkapan informasi sedang. 6.1.2. Analisis Hubungan Keterlibatan Responden dalam Program dengan Tingkat Perhatian (Attention) Pengujian hubungan keterlibatan responden dalam program dengan tingkat perhatian ditujukan untuk melihat apakah responden dengan keterlibatan yang tinggi terhadap program juga memiliki tingkat perhatian atau tingkat afektif yang tinggi juga. Berdasarkan uji korelasi variabel keterlibatan program dengan tingkat perhatian didapatkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) hitung sebesar 0,703 > α (0,10) sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan bahwa keterlibatan responden dalam program mempengaruhi tingkat perhatian. Data pada Tabel 28 menunjukkan bahwa dua puluh tiga responden dengan tingkat keterlibatan dalam program sedang ternyata sebagian besar yaitu tujuh belas responden (73,9 persen) memiliki tingkat perhatian sedang dan enam responden lain (26,1 persen) memiliki tingkat perhatian sedang. Sebanyak dua puluh sembilan responden dengan tingkat keterlibatan dalam program yang tinggi ternyata cenderung memiliki tingkat perhatian sedang dibandingkan tinggi, karena dua puluh responden (70 persen) dari dua puluh sembilan responden dengan keterlibatan tinggi dalam program ternyata memiliki tingkat perhatian sedang dan hanya sembilan responden (30 persen) yang memiliki tingkat perhatian tinggi. Hal ini dipengaruhi karena PLTMH yang selama ini pernah mengalami kematian selama beberapa bulan mengakibatkan responden merasa bahwa PLN melalui program PLTMH belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan listrik di
83
Lebak Picung walau memang selama ini program PLTMH PLN mampu menghasilkan daya listrik yang lebih besar dibandingkan PLTS maupun turbin kecil. Tabel 28. Hubungan Keterlibatan dalam Program dengan Tingkat Perhatian (Attention).
Keterlibatan dalam Program
Sedang Tinggi
Total
Tingkat Perhatian Sedang Tinggi 17 6 (73.9 persen) (26.1 persen) 20 9 (69.0 persen) (31.0 persen) 37 15 (71.2 persen) (28.8 persen)
Total 23 (100.0 persen) 20 (100.0 persen) 52 (100.0 persen)
Tingkat perhatian justru dipengaruhi oleh manfaat yang dirasakan responden terhadap program. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) hitung yang diperoleh sebesar 0,043 < α (0,05) dengan nilai korelasi 0.282 yang berarti terdapat hubungan signifikan antara manfaat program yang dirasakan responden dengan tingkat perhatian, walaupun hubungan yang ada tersebut rendah. Tabel 29. Hubungan Manfaat Program dengan Tingkat Perhatian (Attention).
Sedang Manfaat Program Tinggi Total
Tingkat Perhatian Sedang Tinggi 6 26 (81.3 persen) (18.7 persen) 9 11 (55.0 persen) (45.0 persen) 37 15 (71.2 persen) (28.8 persen)
Total 32 (100.0 persen) 20 (100.0 persen) 52 (100.0 persen)
Sebuah program yang bermanfaat dan mampu memenuhi kebutuhan responden akan meningkatkan tingkat perhatian sasaran program terhadap program dan perusahaan pelaksana program. Semakin program tersebut memberikan manfaat yang positif maka tingkat afektif atau perhatian penerima program akan semakin tinggi juga. Responden yang menilai bahwa PLTMH memberikan manfaat bagi mereka maka responden juga makin merasa bahwa PLN telah berusaha untuk hidup berdampingan dengan mereka.
84
6.1.3. Analisis Hubungan Manfaat Program dengan Tingkat Pemahaman (Comprehensive) Penilaian responden terhadap manfaat program dilihat dari sejauh mana responden menilai PLTMH lebih mampu memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga mereka dibandingkan pembangkit lain yang pernah mereka miliki seperti PLTS maupun turbin kecil, manfaat lain seperti pemenuhan kebutuhan informasi, peningkatan minat belajar anggota keluarga, peningkatan perekonomian keluarga, maupun interaksi antar anggota keluarga dan masyarakat di malam hari setelah adanya PLTMH. Variabel manfaat program ini dihubungkan dengan variabel tingkat
pemahaman,
dimana
tingkat
pemahaman
dalam
penelitian
ini
memfokuskan pada kesediaan sasaran program untuk menjaga keberlangsungan PLTMH, kesediaan menjadi pengurus atau turut aktif dalam kegiatan yang menyangkut program, kesediaan menerima perusahaan untuk menjalankan program lain di sekitar lokasi mereka tinggal dan menjadi pengelola dalam program baru tersebut, serta pemahaman bahwa dengan adanya manfaat yang dirasakan PLN telah menjadi sahabat bagi mereka. Tabel
30.
Hubungan Manfaat (Comprehensive).
Manfaat Program
Total
Cukup Bermanfaat Sangat Bermanfaat
Program
dengan
Tingkat
Tingkat Pemahaman Sedang Tinggi 29 3 (90.6 persen) (9.4 persen) 11 9 (55.0 persen) (45.0 persen) 40 12 (76.9 persen) (33.1 persen)
Pemahaman Total 32 (100.0 persen) 20 (100.0 persen) 52 (100.0 persen)
Berdasarkan uji korelasi antara variabel manfaat program dengan tingkat pemahaman didapatkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) hitung sebesar 0,002 > α (0,01). Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel dengan hubungan yang positif dimana semakin program memberikan manfaat bagi sasaran program maka tingkat pemahaman (comprehensive) juga semakin tinggi. Tabel 30 menunjukkan bahwa responden yang menilai PLTMH cukup bermanfaat cenderung memiliki tingkat pemahaman sedang, yaitu sebanyak 29 responden (90,6 persen) dari 32 responden yang menilai program PLTMH dari PLN cukup bermanfaat, sedangkan tiga responden (9,4 persen) lain
85
memiliki tingkat pemahaman tinggi. Dua puluh responden (100,0 persen) yang menilai PLTMH sangat bermanfaat, terdapat sebelas responden (55,0 persen) memiliki tingkat pemahaman sedang dan sembilan responden (45,0 persen) memiliki tingkat pemahaman tinggi. Berdasarkan data tersebut maka pelaksana community relations dalam memberikan sebuah program pemberdayaan perlu memperhatikan kebutuhan utama sasaran program. Melalui kebutuhan utama tersebut dirancanglah sebuah program yang sesuai agar tingkat penangkapan informasi, tingkat perhatian, serta tingkat perhatian sasaran progran terhadap program maupun terhadap perusahaan sebagai pelaksana program pun semakin tinggi. Masyarakat sebagai sasaran program bisa mendapatkan program yang sesuai dengan kebutuhan mereka dan perusahaan sebagai pemberi program juga akan memperoleh penilaian yang positif dari masyarakat, sehingga program community relations yang dijalankan bisa memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak
6.2. Analisis Hubungan Proses Pembentukan Citra 6.2.1. Analisis Hubungan Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure) dengan Tingkat Perhatian (Attention) Tahap pembentukan citra dimulai dengan tahap penangkapan informasi, dengan adanya informasi yang memadai pada sasaran program maka akan mempengaruhi tingkat perhatian sasaran program. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) hitung sebesar 0,001 < α (0,01) yang berarti terdapat hubungan signifikan dan hubungan positif, yaitu semakin tinggi tingkat penangkapan informasi responden maka tingkat perhatian responden juga semakin tinggi. Berdasarkan Tabel 31 diketahui bahwa responden dengan tingkat penangkapan sedang cenderung memiliki tingkat perhatian sedang, dan responden dengan tingkat penangkapan informasi tinggi juga cenderung memiliki tingkat perhatian yang tinggi. Responden dengan informasi yang memadai tentang program dan perusahaan akan memiliki perhatian terhadap program dan perusahaan yang ditunjukkan dengan ketertarikan untuk mengetahui program dan perusahaan lebih lanjut.
86
Tabel 31. Hubungan Tingkat Penangkapan Informasi (Exposure) dengan Tingkat Perhatian (Attention).
Tingkat Penangkapan Informasi Total
Sedang Tinggi
Tingkat Perhatian Sedang Tinggi 28 4 (87.5 persen) (12.5 persen) 9 11 (45.0 persen) (55.0 persen) 37 15 (71.2 persen) (28.8 persen)
Total 32 (100.0 persen) 20 (100.0 persen) 52 (100.0 persen)
Tiap perusahaan harus memperhatikan proses pembentukan citra, dengan memperhatikan tingkat penangkapan informasi pada sasaran program agar mereka lebih mengetahui upaya perusahaan untuk memberdayakan dan melakukan komunikasi dengan masyarakat melalui program PLTMH serta mengenal perusahaan dengan baik. Tingkat perhatian responden ditunjukkan melalui perasaan dan keyakinan bahwa program tersebut dapat memberikan dampak positif pada dirinya. Semakin tinggi informasi dan pengetahuan terhadap program dan perusahaan akan memberikan pengaruh pada tingginya keyakinan bahwa program dan perusahaan dapat memberikan pengaruh yang baik baginya. Berdasarkan hasil penelitian bahwa manfaat program yang dirasakan masyarakat mempengaruhi tingkat penangkapan informasi dan tingkat perhatian responden, maka program pemberdayaan harus nyata sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasaran program. 6.2.2. Analisis Hubungan Tingkat Perhatian (Attention) dengan Tingkat Pemahaman (Comprehensive) Responden dengan tingkat perhatian yang tinggi akan memiliki tingkat pemahaman yang cenderung tinggi juga. Nilai Asymp. Sig. (2-tailed) hitung yang diperoleh sebesar 0,001 < α (0,01). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat perhatian dengan tingkat pemahaman. Hubungan positif antara kedua variabel memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat perhatian maka tingkat pemahaman pada responden juga akan semakin tinggi. Responden dengan ketertarikan yang tinggi dari keyakinan yang dimiliki terhadap program dan perusahaan akan cenderung memiliki penerimaan yang tinggi. Penerimaan ini berdasarkan kesediaan menerima program dan perusahaan.
87
Tabel 32. Hubungan Tingkat Perhatian (Attention) dengan Tingkat Pemahaman (Comprehensive).
Sedang Tingkat Perhatian Tinggi Total
Tingkat Pemahaman Sedang Tinggi 33 4 (89.2 persen) (10.8 persen) 7 8 (46.7 persen) (53.3 persen) 40 12 (76.9 persen) (23.1 persen)
Total 37 (100.0 persen) 15 (100.0 persen) 52 (100.0 persen)
Tabel 32 memperlihatkan bahwa responden dengan tingkat perhatian yang sedang cenderung memiliki tingkat pemahaman yang sedang, sedangkan responden dengan tingkat perhatian tinggi akan memiliki tingkat pemahaman yang tinggi juga. Responden yang memiliki kepercayaan terhadap perusahaan dan program, maka tingkat pemahaman responden akan cenderung tinggi. Melalui keyakinan yang dimiliki bahwa program atau perusahaan bisa memberikan manfaat yang positif bagi sasaran program, maka tingkat penerimaan yang dimiliki pun akan semakin tinggi, namun jika sasaran program memiliki keyakinan bahwa program atau perusahaan tidak memberikan manfaat positif bagi mereka maka tingkat penerimaan pun akan rendah. 6.3. Analisis Hubungan Proses Perusahaan yang Terbentuk
Pembentukan
Citra
dengan
Citra
Proses pembentukan citra perusahaan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan tingkat penangkapan informasi, tingkat perhatian, serta tingkat pemahaman sasaran program. Sedangkan citra perusahaan dilihat berdasarkan penilaian responden terhadap personality, reputation, value ethic, serta corporate identity pemberi program yang dalam kasus ini merupakan PLN. Uji korelasi dengan menggunakan rank spearman menunjukkan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) hitung sebesar 0,000 < α (0,01). Hasil uji korelasi ini menunjukkan signifikansi hubungan antara proses pembentukan citra dengan citra perusahaan yang terbentuk. Hubungan positif antara kedua variabel menunjukkan bahwa semakin baik proses pembentukan citra pada sasaran program yaitu semakin tinggi tingkat penangkapan informasi, tingkat perhatian, serta tingkat pemahaman maka citra perusahaan yang terbentuk pun semakin positif.
88
Tabel 33. Hubungan Proses Pembentukan Citra dengan Citra Perusahaan.
Proses Pembentukan Citra Total
Cukup Baik Sangat Baik
Citra Perusahaan Cukup Baik Sangat Baik 29 6 (82.9 persen) (17.1 persen) 6 11 (35.3 persen) (64.7 persen) 35 17 (67.3 persen) (32.7 persen)
Total 35 (100.0 persen) 17 (100.0 persen) 52 (100.0 persen)
Data pada Tabel 33 menunjukkan bahwa responden yang memiliki proses pembentukan citra yang cukup baik yaitu sebanyak 35 responden (100,0 persen), dan 29 responden (82,9 persen) diantaranya cenderung menilai perusahaan dengan citra yang cukup baik, dan yang lain (17,1 persen) menilai PLN dengan citra sangat baik. Sedangkan responden dengan proses pembentukan citra perusahaan yang baik cenderung menilai perusahaan dengan citra yang sangat baik, yaitu dari tujuh belas responden (100,0 persen) dengan proses pembentukan citra perusahaan baik, sebanyak sebelas responden (64,7 persen) menilai PLN sebagai perusahaan dengan citra yang sangat baik. Pada penelitian ini, sebagian besar responden yaitu sebanyak 67,3 persen memiliki proses pembentukan citra yang sedang atau cukup baik, ini berdasarkan tingkat penangkapan informasi sebagian besar responden yang memang sedang, dimana responden tidak mengetahui tentang prosuder penggantian alat jika mengalami kerusakan. Warga Lebak Picung hanya mengetahui satu nama orang PLN dari PLN-JP Bandung dan tidak ada yang mengenal nama dari PR PLN. Hal ini membuat kerusakan yang pernah terjadi pada mesin PLTMH, membuat perwakilan warga pergi ke Bandung tanpa mengetahui prosuder ataupun informasi lebih lanjut selain nama salah satu pegawai PLN, dan tak membuahkan hasil. Ini menjadi salah satu penyebab personality dari citra PLN tidak sepenuhnya baik, terdapat responden yang menilai PLN belum menjadi perusahaan yang dapat dipercaya karena penggantian alat yang semula dalam perjanjian menjadi tanggung jawab PLN namun karena ketidaktahuan prosedur yang harus dilakukan sasaran program menyebabkan merea harus membeli sendiri alat tersrbut.
89
Berkaitan dengan pengalaman PLTMH yang sempat mengalami kematian saat musim kemarau karena debit air sungai yang sedikit menyebabkan sasaran program memiliki tingkat afektif dalam tingkat perhatian yang sedang juga. Sasaran program belum sepenuhnya merasa bahwa program PLTMH yang dilakukan PLN mampu memenuhi kebutuhan listrik di Lebak Picung. Tingkat perhatian yang sedang menyebabkan responden menilai citra PLN dengan personality yang belum sepenuhnya baik karena kinerja yang ditunjukkan belum bagus. Sebenarnya pelaksanaan PLTMH sepenuhnya diserahkan perusahaan kepada masyarakat untuk mandiri memelihara dan menjaga keberlangsungan PLTMH. PLTMH tergantung pada potensi yang ada disana, yaitu aliran sungai Ciambulawung. Tidak adanya hujan dan adanya sampah di aliran sungai menjadi salah satu penyebab matinya PLTMH, sebagian warga mengetahui sepenuhnya bahwa PLTMH tergantung dengan debit air sungai sehingga mereka menjaga agar tidak menebang pohon sembarangan dan tidak membuang sampah ke sungai, namun sebagian responden tetap menganggap kematian itu disebabkan oleh ketidakadaannya pihak PLN yang mengontrol secara rutin ke lokasi mereka. PLTMH sebenarnya dilakukan PLN dengan konsep mandiri energi, yaitu masyarakat sebagai sasaran program mampu memanfaatkan potensi yang ada di daerah mereka, menjaga dan mengelola secara mandiri sehingga PLN tidak melakukan pengontrolan rutin karena daerah sasaran program CSR PLN menyebar di seluruh Indonesia. Namun ini diartikan lain oleh masyarakat, dan membuat penilaian terhadap citra perusahaan tidak sepenuhnya baik. Dampak positif dari PLTMH yang dirasakan langsung oleh sasaran program menyebabkan sebagian responden memiliki tingkat perhatian yang tinggi. Tingkat perhatian tinggi responden menyebabkan mereka menilai citra PLN dengan reputation yang baik, sebagai perusahaan yang tidak hanya mengejar keuntungan semata namun peduli dengan kesejahteraan masyarakat dan telah menjadi perusahaan yang peduli dengan kebutuhan listrik masyarakat walaupun berada di daerah yang sulit dijangkau seperti lokasi mereka tinggal. Responden memiliki tingkat pemahaman yang tinggi karena memiliki kesediaan menjaga keberlangsungan PLTMH, penerimaan yang tinggi terhadap PLN untuk melakukan kegiatan atau program lain di sekitar lokasi mereka tinggal,
90
namun responden keberatan menjadi pengurus atau pengelola. Hal ini mempengaruhi penilaian responden terhadap citra perusahaan. Secara garis besar citra perusahaan yang terbentuk pada sasaran program community relations melalui PLTMH sudah cukup baik, sebanyak 35 responden (67,3 persen) menilai PLN dengan citra yang sedang yaitu tidak terlalu baik namun tidak juga buruk, tujuh belas responden lain (33,7 persen) menilai PLN dengan citra yang sangat baik, dan tidak terdapat responden yang menilai PLN dengan citra yang buruk. Program Community Relations melalui PLTMH yang memiliki manfaat positif bagi sasaran program berpengaruh pada tingginya proses pembentukan citra, proses pembentukan citra yang baik mempengaruhi penilaian responden terhadap citra PLN dengan baik juga.
91
BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Community relations melalui program PLTMH di Lebak Picung dilaksanakan PLN dengan menekankan kemandirian pada masyarakat melalui pembentukan kelembagaan masyarakat yang mengatur operasionalisasi PLTMH Lebak Picung sebagai sumber listrik bagi seluruh rumah tangga di Dusun Lebak Picung. Pemanfaatan dan pengelolaan sepenuhnya diserahkan pada masyarakat, tidak ada pengontrolan rutin PLN ke salah satu lokasi saja seperti ke Lebak Picung karena lokasi sasaran program CSR PLN tersebar di seluruh nusantara. Sayangnya komunikasi antara sasaran program dengan perusahaan masih belum efektif sehingga tidak semua informasi dimiliki oleh sasaran program. Penilaian terhadap pelaksanaan PLTMH dilihat dari keterlibatan sasaran program dalam program dan manfaat program yang dirasakan. Pelaksanaan PLTMH memiliki hubungan dengan proses pembentukan citra. Namun keterlibatan dalam program tidak memperlihatkan adanya hubungan dengan proses pembentukan citra, hal ini dimungkinkan karena keterlibatan sasaran program hanya dilihat berdasarkan kehadiran dalam perencanaan, pembangunan, hingga pengelolaan bukan pada partisipasi dalam program. Manfaat program memiliki hubungan dengan proses pembentukan citra, karena mempengaruhi tingkat penangkapan informasi, tingkat perhatian, dan tingkat pemahaman sasaran program. Program PLTMH dinilai responden telah mampu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di Lebak Picung sehingga proses pembentukan citra pada responden cukup baik dan sangat baik. Proses pembentukan citra pada sasaran program secara signifikan mempengaruhi citra perusahaan yang terbentuk pada sasaran program. Proses pembentukan citra yang cukup baik dan baik menyebabkan sebagian besar responden menilai reputation, personality, corporate identity, dan value ethic PLN dengan citra yang cukup baik. Secara keseluruhan PLN telah menjadi perusahaan yang peduli dengan kebutuhan listrik di masyarakat yang ditunjukkan
92
dengan kemampuannya menjangkau daerah terpencil seperti lokasi mereka. Impelementasi community relations yang dilakukan melalui program PLTMH di Lebak Picung telah mampu membentuk citra PLN yang cukup baik dan sangat baik pada sasaran program. 7.2. Saran 1.
Bagi
perusahaan
yang
menjalankan
program
pemberdayaan,
harus
memperhatikan bahwa program yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan sasaran program. 2.
Program pemberdayaan bisa menjadi program yang menguntungkan bagi perusahaan jika dilakukan dengan pendampingan dengan tepat. Kemandirian sasaran program harus benar-benar diperhatikan agar program pemberdayaan yang dilakukan bisa menjadi kerjasama strategis antara kedua belah pihak.
3.
Komunikasi antar pihak yang melakukan relasi harus diperhatikan dengan baik. Informasi yang dimiliki perusahaan harus disampaikan ke pihak yang lain agar tidak terjadi salah penafsiran antar pihak.
4.
Perlu dilakukan jadwal pengontrolan terhadap pelaksanaan program, setidaknya sekali dalam setahun sebagai bentuk komunikasi dan peningkatan hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sekaligus sebagai upaya langsung perusahaan untuk menghimpun masukan dari sasaran program dan pemeliharaan citra.
93
DAFTAR PUSTAKA Ambadar Jackie, Miranty Abidin, Yanti Isa. 2007. Membangun Citra Perusahaan. Jakarta: Yayasan Bina Karsa Mandiri. Anggori M Linggar. 2000. Teori & Profesi Kehumasan-Serta Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara. Ardianto Elvinaro. 2008. Public Relations Praktis. Bandung: Widya Padjadjaran. Belasen Alan T. 2008. The Theory and Practice of Corporate Communication. London: Sage Publication, Inc. Chaerunisa Karlina. 2011. Analisis Pembentukan Citra PT Indocement Tunggal Prakasa, Tbk Melalui Implementasi Corporate Social Responsibility (Studi Kasus Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Chandra Arie Indra. 2008. Kebutuhan Perusahaan dalam Menjalin Hubungan dengan Para Stake Holder. Jurnal Administrasi dan Bisnis Universitas Katholik Parahyangan, Volume 4, Nomor 2. Cutlip M. Scoot, Center Allan H, Broom Glen M. 2000. Effective Public Relations, 6th edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Effendy Onong Uchjana. 2002. Hubungan Masyarakat Komunikologis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suatu
Studi
Effendy Onong Uchjana. 1993. Human Relations dan Public Relations. Bandung: Mandar Maju. Gregory Anne. 2001. Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Handini Meutia Esti. 2010. Analisis Perubahan Penutupan dan Pola Pemanfaatan Lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Menggunakan Sistem Informasi Geografi (Studi Kasus: Kampung Adat Lebak Picung). Skripsi. Bobogr: Institut Pertanian Bogor. Harrison Shirley. 1995. Marketers Guide To Public Relations. New York: John Willy and Son. Hawkins Del I., Roger J. Best, Kenneth A. Coney. 1996. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. USA: McGraw-Hill International Public Relations Assosiation (IPRA). 1982. A Model for Public Relations Education for Profesional Practices. Gold Paper, No.4. Iriantara Yosal. 2007. Community Relations Konsep dan Aplikasinya. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
94
Jefkins Frank. 1992. Public Relations Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga. Khasali Renald. 1994. Manajemen Publis Relations: Konsep dam Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Kotler Philip. 2000. Marketing Management (The Mellenium Edition). New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Upper Saddle River. Moore H. Fraizer. 1998. Hubungan Masyarakat Prinsip, Kasus, dan Masalah. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Novianti Noval.2010. Strategi Public Relations dalam Mempertahankan Eksistensi Corporate Image melalui Opini Publik (Studi Kasus PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk). Skripsi. Bogor: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Purwanto Y. Aris, Lilik B. Prasetya, Ellyn K. Damayanti, Rais sonaji. 2009. Model Desa Mandiri Energi Berbasis Mikrohidro di Sekitar Taman Nasional. Bogor: Institut Pertanian Bogor Rumanti Masria Asumpta. 2002. Dasar-Dasar Public Relations Teori dan Praktik. Jakarta: Grasindo. Ruslan Rosady. 1998. Manajemen Humas & Manajemen Komunikasi (Konsepsi & Aplikasinya). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ruslan Rosady. 2003. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sarwono Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Bandung: Graha Ilmu. 286 Hal. Simandjuntak JP, Oetomo BSD, Darmadi ZB, Priyogutomo J. 2003. Public Relations. Yogyakarta: Graha Ilmu. Singarimbun Masri, Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Suwandi Iman Mulyana Dwi. 2007. Citra Perusahaan Seri Manajemen Pemasaran. (http://oeconomicus.filrs.wordPress.com/2007/citra-perusahaan.pdf). [diakses 17 Mei 2011] Trihendradi Cornelius. 2010. Step by Step SPSS 18 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
95
LAMPIRAN
96
Lampiran 1. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman 1.
Uji Korelasi Penilaian Terhadap Pelaksanaan Program dengan Proses Pembentukan Citra
Proses Pelaksanaan Pembentukan Program Citra Spearman's rho
Pelaksanaan Program
Correlation Coefficient
1.000
.560**
.
.000
52
52
**
1.000
.000
.
52
52
Sig. (2-tailed) N
Proses Correlation Coefficient Pembentukan Sig. (2-tailed) Citra N
.560
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
2.
Uji Korelasi Keterlibatan dalam Program dengan Tingkat Penangkapan Informasi (Attention)
Keterlibatan dalam Program Spearman's rho
Keterlibatan dalam Program
Correlation Coefficient
Tingkat Perhatian
Tingkat Perhatian
1.000
.227
.
.106
52
52
Correlation Coefficient
.227
1.000
Sig. (2-tailed)
.106
.
52
52
Sig. (2-tailed) N
N
97
3.
Uji Korelasi Manfaat Program dengan Tingkat Penangkapan Informasi (Attention)
Tingkat Penangkapan Informasi Spearman's rho
Manfaat Program
Tingkat Correlation Coefficient Penangkapan Sig. (2-tailed) Informasi N
1.000
.512**
.
.000
52
52
Manfaat Program
.512**
1.000
.000
.
52
52
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
4.
Uji Korelasi Keterlibatan dalam Program dengan Tingkat Perhatian (Attention) Keterlibatan dalam Program
Spearman's rho
Keterlibatan dalam Program
Correlation Coefficient
Tingkat Perhatian
Tingkat Perhatian
1.000
.054
.
.703
52
52
Correlation Coefficient
.054
1.000
Sig. (2-tailed)
.703
.
52
52
Sig. (2-tailed) N
N
98
5.
Uji Korelasi Manfaat Program dengan Tingkat Perhatian (Attention) Tingkat Perhatian
Spearman's rho
Tingkat Perhatian
Correlation Coefficient
1.000
.282*
.
.043
52
52
*
1.000
.043
.
52
52
Sig. (2-tailed)
N Manfaat Program
Manfaat Program
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
.282
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
6.
Uji Korelasi Manfaat (Comprehensive)
Program
dengan
Tingkat
Manfaat Program Spearman's rho
Manfaat Program
Correlation Coefficient
Tingkat Pemahaman
Tingkat Pemahaman
1.000
.411**
.
.002
52
52
**
1.000
.002
.
52
52
Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pemahaman
.411
99
7.
Uji Korelasi Tingkat Penangkapan Informasi dengan Tingkat Perhatian Tingkat Penangkapan Informasi
Spearman's rho
Tingkat Correlation Penangkapan Coefficient Informasi Sig. (2-tailed) N Tingkat Perhatian
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat Perhatian
1.000
.456**
.
.001
52
52
.456**
1.000
.001
.
52
52
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
8.
Uji Korelasi Tingkat Perhatian dengan Tingkat Pemahaman Tingkat Perhatian
Spearman's rho
Tingkat Perhatian
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat Pemahaman
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tingkat Pemahaman
1.000
.457**
.
.001
52
52
.457**
1.000
.001
.
52
52
100
9.
Uji Korelasi Proses Pembentukan Citra dengan Citra Perusahaan Proses Citra Pembentukan Citra Perusahaan
Spearman's rho
Proses Pembentukan Citra
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Citra Perusahaan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
,
1.000
.476**
.
.000
52
52
.476**
1.000
.000
.
52
52
101
Lampiran 2. Daftar Nama Responden Lebak Picung No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nama
Srtn Dlh Wsh Surt Jmn Ssr Uns Mrh Omn Sgn El Adn Srta Spd Mnr Srm Sr Skn Srj Sprn Smr Prt Artn Ary Spn Nrh Swr Nni Skr Bkr Snj Idr Ijh Srnd Ard Nrj
Jenis Kelamin
Usia (tahun)
P L P L P P P L L L P L L L P L P L L L L L P L P P L P L L L L P L L L
40 42 27 60 35 23 30 37 50 55 28 45 49 60 32 30 65 45 40 47 35 25 50 30 35 60 80 27 65 33 30 40 50 55 27 45
Jumlah Anggota Keluarga 3 4 3 6 4 4 4 4 3 2 4 5 5 3 3 3 1 4 3 5 4 3 7 3 5 2 4 3 3 4 3 4 2 2 3 3
102
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
Rt Mrd Slh Sdp Jwr Msj Bdg Msj End Plg Ddn Ahd Shn Ynh Anh Sbr
P L L L L L L L L L L L P P P L
70 40 30 38 39 43 32 30 26 50 29 25 40 35 50 60
2 4 3 4 4 2 3 3 3 5 4 3 3 3 3 3
103
Lampiran 3. Dokumentasi
104