ANALISIS PELAPORAN SEGMEN DALAM PSAK NO. 5 (EDISI 1994) DAN PSAK NO. 5 (EDISI REVISI 2000)
PUTRIANA KRISTANTI
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
ANALISIS PELAPORAN SEGMEN DALAM PSAK NO. 5 (EDISI 1994) DAN PSAK NO. 5 (EDISI REVISI 2000) ABSTRACT The research about accounting standard, information content, the role and the impact of segment information is develoveped, but not in Indonesia. The purpose of this research is to investigate about PSAK No. 5, the initially and the revision. How far are the firm disclose their segment information after and before the standard is effective? The empirical evidence from 64 sample firms show that the standard, specially PSAK No, 5 (edisi revisi 2000) is effective to motivate the firm disclose information segment. PSAK No, 5 (edisi revisi 2000) is better than PSAK No, 5 (edisi 1994). Under PSAK No, 5 (edisi revisi 2000) 85.94% of the sample firms redefined their primary segments. There are 43.75% of the sample firms use line-of-business for the primary segment and addition with geografic are as the secondary segment. Six items are reported in segment information of 43.75% sample firms. Segment revenue is reported by all of the sample firms. Keywords: segment information, PSAK No. 5 (1994), PSAK No. 5 (Revisi 2000), disclose, primary segment, secondary segment, line-of business, geografic area. LATAR BELAKANG PENELITIAN Banyak perusahaan menawarkan berbagai jenis produk atau jasa atau beroperasi di berbagai wilayah geografis dengan tingkat keuntungan, peluang pertumbuhan, prospek, dan risiko yang berbeda. Perusahaan yang multi segmen dalam bisnisnya tersebut perlu menyampaikan informasi akuntansi tentang segmen-segmen yang dimiliki (disebut informasi segmen). Selain informasi operasi perusahaan secara keseluruhan (data agregat) juga diperlukan informasi tentang operasi individual dari masing-masing segmen yang dimiliki. Hal ini dibutuhkan untuk melakukan penilaian terhadap segmen-segmen tersebut oleh para pengguna laporan keuangan. Analis dan investor, khususnya, membutuhkan data segmen sebagai data yang sangat penting dan diperlukan untuk analisis investasi yaitu menilai risiko dan imbalan dari suatu perusahaan yang memiliki diversifikasi usaha atau suatu perusahaan multinasional. Mereka membutuhkan data yang mempertinggi kemampuan mereka dalam memprediksi tindakan manajemen yang mempengaruhi aliran kas di masa depan. Tingkat keuntungan dan peluang pertumbuhan segmen merupakan data level segmen yang bermanfaat bagi investor. Chen dan Zhang (2003) menemukan bahwa data segmen secara incremental memberikan informasi yang mempunyai value-relevant. Pasar memberikan reaksi yang berbeda terhadap laba disagregasi dalam informasi segmen (Foster 1975). Para penyusun dan pembuat peraturan dalam merespon kebutuhan dari para investor akan informasi yang disagregat ini telah menetapkan adanya perluasan dari disclosure (pengungkapan) yang disampaikan dalam laporan keuangan. Komite Prinsip Akuntansi Indonesia pada tanggal 7 September 1994 telah mengesahkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 5 yang mengatur tentang pelaporan informasi keuangan menurut segmen (IAI 1994). Pada tanggal 6 Oktober 2000 pernyataan tersebut diganti dengan PSAK No. 5 (Revisi 2000) yang disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan, mengatur tentang pelaporan segmen (IAI 2002). Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap standar yang mengatur informasi segmen yang diberlakukan di Amerika Serikat (Boatsman et al. 1993, Ettredge et al. 2002, Herrmann dan Thomas 2000a, 2000b, Lobo et al. 1998 serta Street et al. 2000), di India (Tara 2004) dan di Australia (Aitken et al. 1994 dan Fleming et al. 2003). Penelitian tentang PSAK
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 No. 5 sejak diterbitkannya aturan tersebut pada tahun 1994 maupun setelah direvisi pada tahun 2000 belum dikembangkan. Hal ini memotivasi penulis untuk melakukan penelitian awal tentang informasi segmen tersebut yang diawali dengan analisis terhadap pelaporan segmen dalam PSAK No. 5 (edisi 1994) dan PSAK No. 5 (edisi revisi 2000). PSAK No. 5 (edisi 1994 dan edisi revisi 2000) diterbitkan dengan tujuan menetapkan prinsip-prinsip pelaporan informasi keuangan menurut segmen dari suatu perusahaan, dalam rangka membantu pengguna laporan keuangan memahami kinerja dan risiko perusahaan yang bersangkutan. Apakah perusahaan memahami hal tersebut, sejauh manakah perusahaan telah menyajikan informasi segmen sesuai dengan yang ditentukan oleh kedua standar tersebut? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (a) sejauh mana perusahaan telah menyajikan informasi segmen sesuai dengan PSAK No. 5 (edisi revisi 2000); (b) sejauh mana perusahaan tersebut menyajikan informasi segmennya dalam menerapkan standar yang sebelumnya ada yaitu PSAK No. 5 (edisi 1994); dan (c) sejauh mana perusahaan telah menyajikan informasi segmennya sebagai pengungkapan sukarela sebelum PSAK No. 5 (edisi 1994) diberlakukan. Penulisan hasil penelitian ini disusun mulai dengan latar belakang penelitian sebagai pengantar dari seluruh isi tulisan ini. Bagian berikutnya menyajikan tentang telaah literatur, metodologi penelitian, analisis data, pembahasan dan kesimpulan, serta implikasi dan keterbatasan. Artikel ini dilengkapi dengan tabel yang diharapkan memudahkan dalam pemahaman. TELAAH LITERATUR Pelaporan segmen termasuk dalam klasifikasi finer information, yaitu memberikan informasi yang lebih rinci pada laporan keuangan yang dibuat berdasarkan biaya historis. Finer information akan membantu memberikan kemampuan yang lebih baik dalam pembuatan keputusan (Scott 2000: 400). Evaluasi terhadap kinerja dan risiko yang diharapkan dari perusahaan yang besar dan komplek akan mengalami kesulitan karena informasi yang relevan mungkin terkubur dalam laporan keuangan konsolidasi. Informasi segmen akan mengurangi asimetri informasi antara manajemen dengan investor. Scott (2000: 417) menyatakan bahwa pengungkapan tentang segmen akan menambah kesulitan manajemen dalam meyembunyikan kinerja buruk dari salah satu segmen dengan kinerja bagus dari segmen lainnya Semakin menyeluruh suatu pengungkapan maka semakin tinggi kualitas dari pengungkapan tersebut. Semakin berkualitas suatu pengungkapan maka semakin besar jumlah analis sekuritas yang mengikuti penyampaiannya. Hal ini disebabkan pada saat analis mempunyai informasi yang lebih banyak tentang informasi yang dibutuhkannya, maka analis tersebut akan melakukan pekerjaannya dengan lebih baik (Scott 2000: 404). Pada saat investor mengikuti rekomendasi analis sekuritas maka harga sekuritas merefleksikan dengan tepat informasi tentang sekuritas tersebut (Scott 2000: 87). Harga pasar sekuritas diasumsikan secara penuh merefleksikan semua informasi yang dipublikasikan, maka dengan cepat akan memberikan reaksi terhadap informasi baru (Wolk et al. 2001: 43). Pelaku pasar yang canggih akan menganalisis lebih dalam informasi yang diterima supaya mereka dapat mengambil keputusan yang tepat sehingga tidak dibodohi oleh pasar. Hal ini disebut dengan efisensi pasar keputusan (decisonally efficient market) (Hartono 2005: 116121). Chen dan Zhang (2003) melihat kemanfaatan data segmen secara teoritis dan empiris. Chen dan Zhang berpendapat bahwa sangat bermanfaat untuk mengorganisasi pelaporan eksternal dari data segmen dengan cara yang konsisten dengan penggunaan internal oleh manajer. Hubungan antara penilaian yang relevan dari data segmen dan penggunaannya perlu Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
2
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 dikembangkan dalam pengambilan keputusan. Kegunaan dari data segmen selain data agregat berhubungan dengan heterogenitas dari peluang investasi antar segmen. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dari tingkat keuntungan dan potensi pertumbuhan segmen. Informasi segmen akan memberikan informasi yang lebih mendalam, sehingga diharapkan memberikan tambahan nilai yang relevan (incremental value relevance) terhadap pembuatan keputusan oleh para investor dan analis sekuritas. juga menaksir besarnya pengaruh penilaian dari informasi segmen relatif terhadap informasi level perusahaan. Hussain dan Skerratt (1992), mengemukakan bahwa relevansi pengungkapan segmen ditentukan oleh definisi segmen oleh manajemen perusahaan yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pemakai informasi (khususnya analis). Mereka menemukan bahwa pelaporan segmen mungkin juga tidak cocok apabila efisiensi dalam pembuatan perkiraan diperhatikan. Baldwin (1984) menemukan bahwa rata-rata dan varian dari kesalahan ramalan menurun dengan adanya pengungkapan data segmen. Baldwin menyimpulkan bahwa penggunaan data segmen memperbaiki ramalan analis sekuritas terhadap laba per lembar saham. Greenstein dan Sami (1994) menemukan dalam penelitiannya bahwa bid-ask spread relatif turun dengan lebih signifikan dalam periode pelaporan 1970 10-K. Pengungkapan penuh akan menurunkan inequities antar investor dengan menurunnya asimetris informasi melalui akses yang sama pada informasi. Penurunan asimetris informasi akan memperkecil biaya transaksi yang direfleksikan dalam bid-ask spread. Penelitian tentang standar yang mengatur pengungkapan informasi segmen dan peran serta pengaruhnya belum dikembangkan di Indonesia. Observasi terhadap topik-topik yang telah dipresentasikan dalam SNA 1 sampai dengan ketujuh, yang telah ditulis dalam thesis 1993 sampai dengan 2004, yang dipresentasikan dalam kesempatan lainnya dalam lingkungan Fakultas Ekonomi UGM belum ditemukan mengenai penelitian tersebut (Hartono 2002; FE UGM 2002; UGM 2002; IAI 2003, 2004). Penelitian tentang hal tersebut berkembang dengan baik di Amerika Serikat dan beberapa negara lain. Financial Accounting Standards Board (FASB), dewan standar akuntansi keuangan Amerika Serikat pada bulan Desember tahun 1976 menerbitkan Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 14 yang mengatur tentang pelaporan keuangan segmen dari sebuah perusahaan. Pada tahun 1997 FASB menerbitkan SFAS No. 131 sebagai pengganti dari SFAS No. 14. Standar ini menyatakan bahwa tujuan dari informasi segmen adalah untuk membantu pengguna laporan keuangan perusahaan dalam menganalisis dan memahami laporan keuangan perusahaan. Informasi segmen akan menambah kemampuan pengguna laporan keuangan dalam membuat penaksiran yang lebih baik tentang kinerja masa lalu, dan prospek masa datang perusahaan yang bersangkutan (FASB 1976). Lobo (1998) menemukan bahwa SFAS No. 14 memberikan peningkatan nilai pada informasi segmen dibandingkan dengan pengungkapan informasi lini bisnis sebelumnya. SFAS No. 14 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabilitas harga dann ketepatan peramalan laba. Boatsman et al. (1993) menemukan bahwa perusahaan akan menggunakan pengungkapan segmen geografis pada saat laba unexpected laba segmen besar. Perbedaan utama dari SFAS No. 14 dengan SFAS No. 131 adalah pada definisi segmen (Herrmann dan Thomas 2000b). SFAS No. 131 memperbaiki kegunaan informasi segmen dari perspektif peramalan (Herrmann dan Thomas 2000a). Hal ini disebabkan SFAS 131 memberikan definisi segmen yang konsisten dengan cara manajemen mengorganisasi bisnis secara internal. Sistem akuntansi ditetapkan konsisten dengan informasi segmen internal yang digunakan untuk menaksir kinerja segmen (Herrmann dan Thomas 2000b dan Street et al. 2000). Herrmann dan Thomas (2000b) serta Street et al. (2000) menemukan bahwa terjadi perubahan yang signifikan terhadap pendekatan yang digunakan dalam menyajikan informasi Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
3
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 segmen berdasarkan SFAS No. 131 dibandingkan dengan SFAS No. 14. Ettredge et al. (2002) menemukan juga bahwa SFAS No. 131 mempunyai pengaruh yang signifikan dalam memotivasi perusahaan untuk menyajikan informasi segmen. Herrman dan Thomas (2000a) menemukan bahwa SFAS No. 131 meningkatkan kegunaan dari informasi segmen dalam perspektif peramalan. Di India Securities and Exchange Board of India mewajibkan pengungkapan informasi segmen dalam laporan keuangan sejak 1 April 2001 sesuai dengan Accounting Standard (AS) 17. AS 17 mengatur tentang pengungkapan hasil dan aktiva segmen. Tara (2004) menyatakan perlu dikembangkannya penelitian tentang pengungkapan informasi segmen ini. Sedangkan di Australia Aitken et al. (1994) dan Fleming et al. (2003) melakukan penelitian tentang Australian Accounting Standard (AAS) 16 yang mengatur pelaporan keuangan segmen. Para peneliti menemukan bahwa pengungkapan segmen sesuai dengan AAS 16 memiliki kandungan informasi. METODOLOGI PENELITIAN Metode Seleksi dan Pengumpulan Data Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan berdasarkan beberapa kriteria: a. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2004. b. Perusahaan tersebut mengungkapkan informasi segmennya pada laporan keuangan untuk tahun yang berakhir pada tahun 2002. Laporan keuangan 2002 ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui sejauh mana perusahaan telah menyajikan informasi segmennya sesuai dengan PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) yang berlaku efektif untuk laporan keuangan yang periodenya dimulai pada atau setelah 1 Januari 2002. c. Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan untuk tahun yang berakhir pada tahun 1995 atau 1996 (apabila tidak tersedia data laporan keuangan 1995). Laporan keuangan 1995 ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui sejauh mana perusahaan telah menyajikan informasi segmennya sesuai dengan PSAK No. 5 (edisi 1994) yang berlaku efektif untuk laporan keuangan yang periodenya dimulai pada atau setelah 1 Januari 1995. d. Perusahaan tersebut menyajikan laporan keuangan untuk tahun yang berakhir pada tahun 1993 atau 1994 (apabila tidak tersedia data laporan keuangan 1993). Laporan keuangan 1993 ini dipilih karena peneliti ingin mengetahui sejauh mana perusahaan telah menyajikan informasi segmennya sebagai pengungkapan sukarela sebelum PSAK No. 5 (edisi 1994) diberlakukan. Hasil seleksi berdasarkan kriteria tersebut di atas terdapat 64 perusahaan menjadi sampel dalam penelitian ini. Data laporan keuangan perusahaan sampel tersebut dikumpulkan dari Audited Annual Financial Reports dalam Public Companies Financial Statement yang disusun oleh Jakarta Stock Exchange. Metoda Analisis Data Penelitian ini adalah penelitian awal, bersifat deskriptif. Metoda penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Metoda kualitatif Metoda kualitatif dilakukan untuk menganalisis informasi yang disampaikan dalam PSAK No. 5 (edisi 1994) dan PSAK No. 5 (edisi revisi 2000). Ketetapan-ketetapan dalam masing-masing pernyataan tersebut dipelajari kemudian diperbandingkan. b. Metoda kuantitatif Metoda kuantitatif dilakukan untuk menganalisis data kuantitatif yang antara lain adalah jumlah perusahaan yang melakukan perubahan definisi segmennya, jumlah item yang Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
4
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 yang dilaporkan dan jumlah perusahaan yang melapporakan masing-masing item informasi yang ditetapkan dalam standar bersangkutan. Penghitungan dilakukan secara sederhana, yaitu melalui penjumlahan dan persentase. ANALISIS DATA Analisis Data Penelitian Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) 1973 dan PAI 1984 belum mengatur tentang pelaporan informasi keuangan menurut segmen (IAI 1984). PAI pada tahun 1994 diganti dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). SAK edisi 1 Oktober 1994 melalui PSAK No. 5 mengatur pertama kali tentang pelaporan informasi keuangan menurut segmen. (IAI 1994). IAI dalam pengembangan standarnya sejak tahun 1994 memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional. Penyempurnaan standar dilakukan melalui proses revisi yang hasilnya dituangkan ke dalam SAK edisi 1 April 2002 yang di dalamnya juga termasuk adanya revisi terhadap PSAK No. 5 (IAI 2002). PSAK No. 5 ini belum dilakukan revisi lagi sampai dengan saat ini (IAI 2004). PSAK No. 5 (Edisi 1994) PSAK No. 5 disahkan pada tanggal 7 September 1994, mengatur tentang pelaporan informasi keuangan menurut segmen. PSAK ini berlaku untuk laporan keuangan yang mencakup periode laporan dimulai pada atau setelah tanggal 1 januari 1995. Pernyataan ini berlaku bagi perusahaan yang menerbitkan surat-surat berharga yang diperdagangkan kepada publik. Beberapa definisi penting yang dinyatakan dalam PSAK No. 5 ini antara lain adalah (IAI 1994: paragraf 03, 15 dan 17): a. Segmen perusahaan adalah komponen suatu entitas yang aktivitasnya mewakili kegiatan utama atau kelompok pelanggan. b. Segmen industri adalah komponen perusahaan yang dapat dibedakan dan menghasilkan suatu produk atau jasa sejenis yang berbeda menurut pembagian industri, atau sekelompok produk atau jasa sejenis yang berbeda, terutama untuk para pelanggan di luar perusahaan. c. Segmen geografis adalah komponen perusahaan yang dapat dibedakan dan mempunyai usaha di suatu atau sekelompok negara dalam suatu wilayah geografis tertentu. d. Pendapatan segmen adalah pendapatan yang dapat diatrubusikan atau dikaitkan secara langsung pada suatu segmen, atau bagian yang relevan dari pendapatan yang dapat dialokasikan secara layak pada suatu segmen. e. Hasil segmen adalah selisih antara pendapatan segmen dan beban segmen dan umumnya mencerminkan laba usaha. f. Aktiva segmen adalah aktiva berwujud dan tak berwujud yang dapat diidentifikasikan pada segmen tertentu. PSAK No. 5 (Edisi Revisi 2000) PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) menggantikan PSAK No. 5 sebelumnya dan berlaku efektif untuk laporan keuangan yang periodenya dimulai pada atau setelah 1 Januari 2002. PSAK ini menyatakan bahwa informasi keuangan menurut segmen adalah informasi tentang berbagai jenis produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan dan berbagai wilayah geografis operasi perusahaan. Pernyataan ini harus diterapkan pada laporan keuangan yang lengkap dan diterbitkan, yang disusun sesuai dengan PSAK. Emiten atau perusahaan publik dan perusahaan yang sedang dalam proses menerbitkan efek ekuitas atau efek utang di pasar modal diwajibkan menerapkan pernyataan ini. Perusahaan lainnya yang menerbitkan efek Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
5
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 dianjurkan untuk mengungkapkan informasi keuangan berdasarkan segmen (IAI 2002: paragraf 02, 04 dan 05). Tujuan PSAK No. 5 (IAI 2002: paragraf 01) adalah membantu pengguna laporan keuangan dalam: a. memahami kinerja masa lalu perusahaan secara lebih baik; b. menilai risiko dan imbalan perusahaan secara lebih baik; dan c. menilai perusahaan secara keseluruhan secara lebih memadai. PSAK No. 5 (IAI 2002: paragraf 09, 12 dan 14) menggunakan istilah segmen usaha dan segmen geografis dengan definisi sebagai berikut: a. segmen usaha adalah komponen perusahaan yang dapat dibedakan dalam menghasilkan produk atau jasa dan komponen tersebut memiliki risiko dan imbalan yang berbeda dengan risiko dan imbalan segmen lain; b. segmen geografis adalah komponen perusahaan yang dapat dibedakan dalam menghasilkan produk atau jasa pada lingkungan (wilayah) ekonomi tertentu dan komponen itu memiliki risiko dan imbalan yang berbeda dengan risiko dan imbalan pada komponen yang beroperasi pada lingkungan (wilayah) ekonomi lain. Segmen geografis dapat merupakan suatu negara, sekelompok negara, atau wilayah dalam suatu negara. Segmen geografis dapat ditentukan berdasarkan lokasi aktivanya atau lokasi pelanggannya; dan c. segmen dilaporkan adalah segmen usaha atau segmen geografis yang diidentifikasikan berdasarkan definisi di atas yang mengharuskan pengungkapan informasi segmen PSAK ini. Informasi segmen harus disusun sesuai dengan kebijakan akuntansi yang dianut dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan konsolidasian atau perusahaan. Perusahaan harus mengungkapkan pendapatan, hasil, jumlah keseluruhan nilai tercatat aktiva, jumlah keseluruhan kewajiban, jumlah biaya keseluruhann yang terjadi selama suatu periode untuk memperoleh aktiva segmen yang diharapkan akan digunakan lebih dari suatu periode (menggunakan dasar akrual), jumlah keseluruhan beban depresiasi dan amortisasi aktiva, karakteristik dan jumlah unsur pendapatan dan beban, jumlah keseluruhan beban non-kas signifikan lainnya untuk tiap segmen dilaporkan. Perusahaan sangat dianjurkan untuk mengungkapkan arus kas segmen (IAI 2002: paragraf 42, 49, 50, 53-57, 61). Berikut ini disajikan perbedaan antara PSAK No. 5 (edisi 1994) dengan PSAK No. 5 (edisi revisi 2000): TABEL 1 DI SINI Tabel 1 menunjukkan bahwa PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) lebih baik dari PSAK No. 5 (edisi 1994). Ketetapan-ketetapan disampaikan dengan lebih jelas dan lebih rinci. PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) ini mengidentifikasikan segmen yang dilaporkan dan pengungkapannya ke dalam bentuk primer dan sekunder. Kebijakan akuntansi dalam pelaporan segmen ditetapkan sesuai dengan kebijakan akuntansi yang dianut dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan konsolidasian atau perusahaan. Informasi yang harus diungkapkan jumlah itemnya lebih banyak. Pernyataan ini menyajikan lampiran yang di antaranya adalah ilustrasi pengungkapan segmen. TABEL 2 DI SINI Tabel 2 menyajikan perbandingan definisi segmen dalam laporan keuangan tahun 2002 sebagai penerapan PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) dengan laporan keuangan tahun 1995 sebagai penerapan PSAK No. 5 (edisi 1994). Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan sampel dalam penerapan PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) menggunakan definisi segmennya kombinasi dengan segmen usaha sebagain bentuk primer dan segmen geografis Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
6
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 sebagai segmen sekunder, yaitu sebanyak 51 perusahaan (79,69%). Sebagian besar perusahaan sampel (24= 37,50%) tidak menyajikan informasi segmen dalam laporan keuangan tahun 1995. Sebanyak 19 perusahaan (29,69%) menggunakan definisi segmen yang tidak sesuai dengan PSAK No. 5 (edisi 1994) yaitu dalam bentuk anak perusahaan. Perusahaan sampel sebanyak 24 perusahaan (37,50%) telah menyajikan informasi segmen sebelum ditetapkannya standar. Penetapan PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) telah memperbaiki penyajian informasi segmen dalam laporan keuangan perusahaan. Semua perusahaan sampel menggunakan definisi segmen yang sesuai dengan ketentuan dalam standar tersebut. Sebanyak 55 perusahaan (85,94%) melakukan perubahan definisi segmen. TABEL 3 DI SINI Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan melaporkan enam item informasi (28= 43,75%) dalam PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) dan empat item (semua) dalam PSAK No. 5 (edisi 1995). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar sampel melaporkan sebagian besar item informasi segmen yang diwajibkan dalam masing-masing standar. Tabel 4 menunjukkan bahwa pendapatan segmen dilaporkan oleh semua perusahaan sampel (64= 100%) dalam PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) dan sebagian besar perusahaan sampel (41= 64,06%) dalam PSAK No. 5 (edisi 1994). Hanya satu perusahaan yang melaporkan item suka rela (arus kas segmen). TABEL 4 DI SINI PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN Pembahasan Standar akuntansi yang mengatur tentang pelaporan segmen akan memotivasi perusahaan menyajikan informasi segmen sesuai yang ditetapkan. Kualitas informasi segmen yang dilaporkan tergantung dari ketetapan yang dibuat dalam standar tersebut. PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) merevisi dan menggantikan PSAK No.5 (edisi 1994). Edisi revisi tersebut memberikan ketetapan-ketetapan yang lebih jelas dan rinci dibandingkan dengan standar sebelumnya, serta menyajikan item informasi segmen yang lebih banyak. Hasil empiris terhadap 64 perusahaan sampel menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sesuai dengan ketetapan dalam masing-masing standar menyajikan informasi dengan sebaik mungkin. PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) mendorong sebagian besar perusahaan sampel melakukan perubahan dalam mendefinisikan segmennya dan menyajikan informasi sesuai dengan yang ditetapkan standar tersebut. Sebagian besar perusahaan sampel (79,69%) menjadikan segmen usaha sebagai segmen primer dan dikombinasikan dengan segmen geografis sebagai segmen sekunder. Di antara perusahaan sampel tersebut sebesar 37,50% tidak melaporkan informasi segmennya dalam PSAK No. 5 (edisi 1994). Walaupun demikian 37,50% juga perusahaan sampel telah melaporkan informasi segmennya sebagai pengungkapan suka rela sebelum diatur oleh standar. Semua perusahaan sampel melaporkan informasi pendapatan segmen dalam laporan keuangannya. Informasi hasil dan juga aktiva segmen sebagai item terbanyak kedua dan ketiga yang dilaporkan oleh perusahaan. Hanya satu perusahaan yang melaporkan arus kas segmen sebagai pengungkapan suka rela dalam PSAK No. 5 (edisi revisi 2000). Kesimpulan Standar akuntansi yang mengatur tentang informasi segmen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan informasi segmen. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar perusahaan sampel telah melakukan definisi ulang terhadap segmennya dalam Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
7
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 menerapkan PSAK No. 5 (edisi revisi 2000). Sebagiann besar perusahaan sampel menggunakan segmen usaha sebagai segmen primer kemudian dikombinasikan dengan segmen geografis sebagai segmen sekunder. Terdapat peningkatan jumlah perusahaan yang menyajikan pengungkapan segmen dan perusahaan mengungkapan item lebih banyak. Perusahaan yang sebelumnya tidak melaporkan informasi segmennya sebelum ataupun setelah ditetapkannya PSAK No. 5 (edisi 1994) kemudian melaporkannya dalam PSAK No. 5 (edisi revisi 2000). Jumlah item informasi yangg dileporkan meningkat. Informasi pendapatan segmen dilaporkan oleh semua segmen. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN Implikasi Penelitian tentang informasi segmen dan penerapan standar yang mengatur tentang segmen masih perlu dikembangkan. Beberapa penelitiann yang dapat dilakukan antara lain tentang peran informasi segmen dalam memperbaiki kegunaan informasi yang akan meningkatkan ketepatan peralaman laba dan yang lainnya, serta pengaruh informasi segmen pada variabilitas harga. Penelitian tersebut diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki penerapan serta penyusunan standar tentang informasi segmen. Informasi segmen menjadi semakin berguna bagi para pengguna laporan keuangan perusahaan. Keterbatasan Penelitian ini mempunyai banyak keterbatasan. Penelitian ini sangat sederhana disebabkan karena merupakan penelitian awal. Penelitian ini memerlukan pengembangan pemikiran lebih lanjut.
REFERENSI Baldwin, Bruce A. 1984. Segment Earnings Disclosure and the Ability of Security Analysts to Forecast Earnings Per Share. The Accounting Review, 59 (July): 376-389. Boatsman, James R.; Bruce K. Behn; dan Dennis H. Patz. 1993. A Test of the Use of Geographical Segment Disclosures. Journal of Accounting Research, 31 (Supplement): 46-64. Chen, Peter F. dan Guochang Zhang. 2003. Heterogeneous Investment Opportunities in Multiple-Segment Firms and the Incremental Value Relevance of Segment Accounting Data. The Accounting Review, 78 (April): 397-428. Fakultas Ekonomi UGM. 2002. Proceeding Simposium Nasional Keuangan In Memoriam Prof. Dr. Bambang Riyanto. Jogjakarta: FE UGM. Financial Accounting Standards Board. 1976. Statement of Financial Accounting Standards No. 14, Financial Reporting for Segments of a Business Enterprise. Stamford: FASB. Fleming, Grant; Barry Oliver dan Steven Skourakis. 2003. The Valuation Discount of MultiSegment Firms in Australia. Accounting and Finance, 43: 167-185. Foster, George. 1975. Security Price Revaluation Implications of Sub-Earnings Disclosure. Journal of Accounting Research, 13 (Autumn): 283-292. Greenstein, Marilyn M. dan Heibatollah Sami. 1994. The Impact of the SEC’s Segment Disclosure Requirement on Bid-Ask Spreads. The Accounting Review, 69 (January): 179-199.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
8
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Hartono, Jogiyanto. 2002. Arah dan Topik-Topik Riset Akuntansi Keuangan dan Pasar Modal (RAKPM) Jangka Pendek dan Jangka Panjang. Artikel Tidak Dipublikasikan. UGM. Hartono, Jogiyanto. 2005. Pasar Efisien Secara Keputusan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Herrmann, Don dan Wayne B. Thomas. 2000a. A Model of Forecast Precision Using Segment Disclosures: Implications for SFAS No. 131. Journal of International Accounting, Auditing & Taxation, 9 (January): 1-18. Herrmann, Don dan Wayne B. Thomas. 2000b. An Analysis of Segment Disclosures under SFAS No. 131 and SFAS No. 14. Accounting Horizon, 14 (September): 287-302. Hussain, S. dan L. C. Skerratt. 1992. Gains from Disaggregation and the Definition of a Segment: A Note on SSAP 25. Accounting and Business Research, 22 (88): 370-376. Ikatan Akuntan Indonesia. 1984. Prinsip Akuntansi Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Akuntansi Keuangan: Per 1 Oktober 1994. Jakarta: Salemba Empat. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan: Per 1 April 2002. Buku Satu. Jakarta: Salemba Empat. Ikatan Akuntan Indonesia. 2003. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya: Kompartemen Akuntan Pendidik. Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Kumpulan Materi Simposium Nasional Akuntansi VII. Buku I dan II. Bali: Kompartemen Akuntan Pendidik. Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan: Per 1 Oktober 2004, Jakarta: Salemba Empat. Lobo, Gerald J.; Sung S. Kwon dan Gordian A. Ndubizu. 1998. The Impact of SFAS No. 14 Segment Information on Price Variability and Earnings Forecast Accuracy. Journal of Business Finance & Accounting, 25 (September/October): 969-985. Scott, William R. 2000. Financial Accounting Theory. Edisi ke 2. Ontario: Prentice Hall Canada Inc. Street, Donna L.; Nancy B. Nichols dan Sidney J. Gray. 2000. Segment Disclosures under SFAS No. 131: Has Business Segment Reporting Improved? Accounting Horizons, 14 (September): 250-285. Tara, S. Nayana. 2004. Corporate Voluntary Disclosure in India: The Case of Segment Disclosure. IIMB Management Review, June: 1-4. Universitas Gadjah Mada. 2002. Bunga Rampai Kajian Teori Keuangan In Memoriam Prof. Dr. Bambang Riyanto. Jogjakarta: BPFE Wolk, Harry I; Michael G. Tearney dan James L. Dodd. 2001. Accounting Theory: A Conceptual and Institutional Approach. Edisi ke 5. Ohio: South-Western College Publishing.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
9
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005
LAMPIRAN DAFTAR PERUSAHAAN SAMPEL No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Nama Perusahaan PT Multibreeder Adirama Indonesia Tbk PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk PT Medco Energi International Tbk PT Timah Tbk PT Alakasa Industrindo Tbk PT Budi Acid Jaya Tbk PT Citra Tubindo Tbk PT Ekadharma Tape Industries Tbk PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk PT Indal Aluminium Industry Tbk PT Keramika Indonesia Assosiasi Tbk PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk AKPI BRNA PT Barito Pasific Timber Tbk CPIN IGAR PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk PT Surabaya Agung Industry Pulp & Kertas Tbk PT Surya Hidup Satwa Tbk PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk PT Trias Sentosa Tbk PT Central Proteinaprima Tbk PT Dynaplast Tbk PTAstra International Tbk PT GT Petrochem Tbk PT Argo Pantes Tbk PT Branta Mulia Tbk PT Eratex Djaja Ltd, Tbk PT Ever Shine Textile Industry Tbk PT Karmel Tbk PT Jembo Cable Company Tbk PT GT Kabel Industry Tbk PT Kasogi Internasional Tbk PT Goodyear Indonesia PT Gadjah Tunggal Tbk PT Panasia Indonesia Tbk PT Sumi Indo Kabel Tbk Indomobil Sukses Internasional Tbk PT Indo-Rama Synthetics Tbk PT Merck Tbk PT Mayora Indah Tbk PT Kedaung Indah Can Tbk PT Hananjaya Mandala Sampoerna Tbk PT Gudang Garam Tbk PT Dankos Laboratories Tbk PT Delta Djakarta Tbk PT Bayer Indonesia Tbk
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
Sector Agricultural sector Agricultural sector Mining Sector Mining Sector Basic industry and chemical sector I Basic industry and chemical sector I Basic industry and chemical sector I Basic industry and chemical sector I Basic industry and chemical sector I Basic industry and chemical sector I Basic industry and chemical sector I Basic industry and chemical sector I Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Basic industry and chemical sector II Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Various industry Consumers good industry Consumers good industry Consumers good industry Consumers good industry Consumers good industry Consumers good industry Consumers good industry Consumers good industry
10
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64
PT Aqua Golden Mississipi Tbk PT Kalbe Farma Tbk PT Jakarta International Hotels Tbk PT Dharmala Intiland Tbk PT Duta Anggada Realty Tbk PT Petrosea Tbk PT Indonesian Satelite Corporation Tbk PT Berlian Laju Tanker Tbk BUKK PT Millenium Pharmacom Tbk PT Asuransi Bina Dana Arta Tbk PT Lautan Luas Tbk PT Inter-Delta Tbk PT Bakrie & Brothers Tbk
Consumers good industry Consumers good industry Property and real estate sector Property and real estate sector Property and real estate sector Transportation sector Transportation sector Transportation sector Transportation sector Financial sector, non-bank Financial sector, non-bank Trader, services and investment sector Trader, services and investment sector Trader, services and investment sector
Tabel 1 Perbedaan PSAK No. 5 (Edisi 1994) dengan PSAK No. 5 (Edisi Revisi 2000) Item Tujuan
Ruang lingkup
PSAK No. 5 (Revisi 2000) Disajikan dengan: o Rinci o Menetapkan prinsip-prinsip
PSAK No. 5 (Edisi 1994) Menjelaskan
o o o
Disajikan dengan: Jelas Harus diterapkan Dianjurkan untuk non publik
o o
Definisi segmen
Rinci o Segmen usaha o Segmen geografis
Rinci o Segmen industri o Segmen geografis
Pengidentifikasian segmen dilaporkan
o o
Kebijakan akuntansi
Sesuai dg kebijakan akuntansi yang dianut dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan konsolidasian atau perusahaan
Tidak ditetapkan
Pengungkapan
o o
Bentuk primer pelaporan Informasi segmen sekunder
Tidak ditetapkan
Informasi yang diungkapkan
o o o o o o o
Bentuk primer Bentuk Sekunder
Pendapatan segmen Hasil (laba/rugi) segmen Jumlah aktiva segmen Jumlah kewajiban segmen Pengeluaran modal Depresiasi, amortisasi segmen Jumlah beban non-kas
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
Kurang jelas Berlaku
Tidak ditetapkan
o o o o
Uraian kegiatan setiap segmen industri Penjualan dan pendapatan operasi Hasil segmen Aktiva segmen
11
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 o o o o
Lampiran
o
o o
signifikan Dianjurkan: arus kas segmen Bagian laba pada perusahaan asosiasi Jumlah agregat investasi Rekonsiliasi
Bagan pengambilan keputusan mengenai definisi segmen Ilustrasi pengungkapan segmen Ikhtisar pengungkapan
Tidak disajikan
Sumber: PSAK No. 5 (edisi 1994) dan PSAK No. 5 (edisi revisi 2000) diolah. Tabel 2 Definisi Segmen Dilaporkan dalam PSAK No. 5 (Edisi Revisi 2000) dan PSAK No. 5 (Edisi 1994) PSAK No. 5 (Edisi Revisi 2000) Definisi segmen: o Segmen usaha o Segmen geografis o Kombinasi: - segmen usaha sebagai bentuk primer dan segmen geografis sebagai bentuk sekunder - segmen geografis sebagai bentuk primer dan segmen usaha sebagai bentuk sekunder
Jumlah
N 6 1 51
PSAK No. 5 (Edisi 1994) Definisi segmen: o Segmen industri o Segmen geografis o Kombinasi o Def. Lain: anak perusahaan o Tidak menyajikan
N 18 1 2 19 24
6
64
Jumlah
64
Perubahan dalam melakukan definisi segmen Tidak berubah dalam melakukan definisi segmen
55 9
Menyajikan informasi segmen sebelum ditetapkan standar Tidak menyajikan informasi segmen sebelum ditetapkan standar
24 40
Tabel 3 Jumlah Item Yang Dilaporkan dalam PSAK No. 5 (Edisi Revisi 2000) dan PSAK No. 5 (Edisi 1994) Jumlah Item 1 2 3 4 5 6 7 8
PSAK No. 5 (Edisi Revisi 2000) 1 4 4 2 5 28 20 -
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
PSAK No. 5 (Edisi 1994) 2 2 13 23
12
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 9 10 11 Tidak menyajikan informasi segmen Jumlah
24 64
64
Tabel 4 Item-item Yang Dilaporkan dalam PSAK No. 5 (Edisi Revisi 2000) dan PSAK No. 5 (Edisi 1994) PSAK No. 5 (Edisi Revisi 2000)
o o o o o o o o o o o
Item Pendapatan segmen Hasil (laba/rugi) segmen
Jml Perusahaan 64 62
Jumlah aktiva segmen Jumlah kewajiban sg Pengeluaran modal Depresiasi, amortisasi segmen Jumlah beban non-kas signifikan Dianjurkan: arus kas segmen Bagian laba pada perusahaan asosiasi Jumlah agregat investasi Rekonsiliasi
60 54 48 51
PSAK No. 5 (Edisi 1994)
o o o o o
Item Uraian kegiatan Penjualan dan pendapatan oprs Hasil segmen Aktiva segmen Tidak melaporkan
Jml Perusahaan 34 41 25 25 24
23 1 -
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
13
Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 CURRICULUM VITAE
Nama
: Putriana Kristanti
Institusi
: Universitas Kristen Duta Wacana
Alamat korespondensi : Jl. Frambos 13, Perum. Jambusari Indah, Jogjakarta 55283 E-mail
:
[email protected]
Telp/Fax
: Telp. (0274) 883158, HP. 085228077883 Fax. (0274) 513235
Pendidikan Tinggi
: S-1: Fakultas Ekonomi UGM S-2: Program Magister Manajemen UI
Karya Ilmiah 2 tahun terakhir:
Tahun 2004: Studi Empiris Identifikasi Variabel Antecedents Dari Participative Budgeting (artikel telah dipresentasikan pada “National Conference on Business Management – Business Practice: Between Theory and Reality” yang diselenggarakan oleh DMB Unpad).
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
14