ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN DETEKSI SEGREGAN TRANSGRESIF PADA POPULASI F2 KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)
ANDI SAULEKA A24110130
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Parameter Genetik dan Deteksi Segregan Transgresif pada Populasi F2 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Andi Sauleka NIM A24110130
ABSTRAK ANDI SAULEKA. Analisis Parameter Genetik dan Deteksi Segregan Transgresif pada Populasi F2 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU EK. Penelitian ini bertujuan untuk menduga paramaneter genetik, menduga pengendalian genetik karakter-karakter yang dipelajari dan mendeteksi individu terduga segregan transgresif pada populasi F2 dalam upaya memperbaiki potensi genetik pada turunan kacang tanah. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat, mulai bulan November 2014 hingga Februari 2015. Bahan genetik tanaman yang digunakan adalah dua populasi zuriat Zebra x GWS 18 A1 dan resiprokalnya (GWS 18 A1 x Zebra) yang terdiri dari populasi P1, P2, dan F2. Parameter genetik yang diduga yaitu komponen ragam, heritabilitas arti luas dan pendugaan aksi gen menggunakan analisis keruncingan dan kemenjuluran kurva sebaran F2. Karakter - karakter pada dua populasi F2 persilangan kacang tanah sebagian besar memiliki nilai duga heritabilitas dan koefisien keragaman genetik yang tergolong rendah. Terdapat 2 individu terduga segregan transgresif berdasarkan karakter jumlah polong pada populasi persilangan Zebra x GWS 18 A1 dan 1 individu pada populasi persilangan GWS 18 A1 x Zebra. Kata kunci: heritabilitas, keragaman genetik, aksi gen, keruncingan, kemenjuluran
ABSTRACT ANDI SAULEKA. Genetics Parameters Analysis and Transgressive Segregates Detection on F2 Population of Peanut (Arachis hypogaea L.). Supervised by YUDIWANTI WAHYU EK. This study was aimed to estimate genetics parameters, genetic control for the characters studied and detect individual segregant transgressive in two F2 populations. This study was conducted at Leuwikopo, Experimental Field Dramaga, Bogor, West Java, from November 2014 until February 2015. The plant genetic material used was two crosses from Zebra x GWS 18 A1 and its reciprocal (GWS 18 A1 x Zebra), each consisted of P1 , P2 , and F2 populations. The genetic parameters estimated were variance components, broad sense heritability while the gene action were estimated using skewness and kurtosis analysis of F2 distribution. Characters of both crosses had low broad sense heritability also low genetic coefficient variability. There were 2 plants expected to be trangressive segregant based on character number of pods in Zebra x GWS 18 A1 population and 1 plant in the GWS 18 A1 x Zebra population.
Keywords: heritability, genetic variability, gene action, kurtosis, skewness
ANALISIS PARAMETER GENETIK DAN DETEKSI SEGREGAN TRANSGRESIF PADA POPULASI F2 KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)
ANDI SAULEKA A24110130
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 sampai Februari 2015 ini ialah Analisis Parameter Genetik dan Deteksi Segregan Transgresif pada Populasi F2 Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu serta seluruh keluarga yang telah mendoakan sehingga laporan penelitian ini dapat selesai. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2015 Andi Sauleka
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Kacang Tanah
2
Pendugaan Parameter Genetik
2
Segregan Transgresif
3
Pemuliaan Kacang Tanah
3
METODE PENELITIAN
4
Tempat dan Waktu Penelitian
4
Bahan dan Alat
4
Prosedur Percobaan
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Umum
7
Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas
7
Pendugaan Aksi Gen Karakter Berdasarkan Sebaran Frekuensi Genotipe F2
9
Populasi F2 Potensial untuk Perakitan Kultivar Berdaya Hasil Tinggi dan Deteksi Segregan Transgresif SIMPULAN DAN SARAN
13 15
Simpulan
15
Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
15
LAMPIRAN
18
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL 1 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter agronomi kacang tanah hasil persilangan Zebra x GWS 18 A1 2 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter agronomi kacang tanah hasil persilangan GWS 18 A1 x Zebra 3 Pendugaan aksi gen beberapa karakter populasi persilangan kacang tanah Zebra x GWS 18 A1 melalui analisis kemenjuluran kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) 4 Pendugaan aksi gen beberapa karakter populasi persilangan kacang tanah GWS 18 A1 x Zebra melalui analisis kemenjuluran kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) 5 Karakteristik jumlah polong isi dan bobot brangkasan basah dua populasi F2 persilangan kacang tanah 6 Individu F2 kacang tanah terduga segregan transgresif
8 8
10
10 14 14
DAFTAR GAMBAR 1 Alur Pendugaan Aksi gen dengan analisis Skewness dan kurtosis (Jambormias 2014) 2 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter bobot brangkasan kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 3 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter tinggi tanaman kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 4 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter jumlah cabang kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 5 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter jumlah polong kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 6 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter indeks masak biji-kulit kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 7 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter bobot biji kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 8 Sebaran jumlah polong kacang tanah pada tetua dan persilangan Zebra x GWS 18 A1 9 Sebaran jumlah polong kacang tanah pada tetua dan persilangan GWS 18 A1 x Zebra
6
11
11
11
12
12
12 13 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 Deskripsi tanaman kacang tanah varietas Zebra 2 Data iklim bulanan bulan November 2014-Februari 2015
18 19
PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) di Indonesia akan terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan rata-rata konsumsi kacang tanah dari tahun 2000-2011 adalah sebesar 3.25% per tahun (Kementan 2013). Sementara produksi kacang tanah menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2013) menyatakan bahwa produktivitas kacang tanah nasional saat ini hanya berada pada 1.352 ton ha-1, dengan luas area panen sebesar 519 056 ha dan produksi total 701 680. Kebutuhan rata-rata konsumsi nasional mencapai 3.25 kg kapita-1 tahun-1 (Kementan 2013). Peningkatan produksi kacang tanah perlu dilakukan di Indonesia. Peningkatan produksi kacang tanah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ekstensifikasi dan intesifikasi produksi pertanian. Ekstensifikasi produksi pertanian sulit dilakukan karena pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin bertambah. Hal ini disebabkan oleh konversi lahan pertanian ke lahan pemukiman yang tidak dapat dihentikan. Solusi untuk peningkatan kacang tanah yaitu dengan intensifikasi produksi pertanian. Intensifikasi dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti penggunaan pupuk secara tepat dosis, penggunaan jarak tanam yang efisien, pola taman, dan penggunaan varietas unggul. Varietas unggul adalah varietas yang produktivitasnya, resisten terhadap penyakit dan cekaman lingkungan serta memiliki kandungan vitamin tertentu. Perakitan varietas unggul dapat dilakukan melalui teknik pemuliaan tanaman (Simmonds dan Smartt 1999). Perakitan varietas unggul dimulai dengan perluasan keragaman genetik yang dapat dihasilkan melalui hibridisasi, mutasi, fusi protoplas dan rekayasa genetik (Syukur et al. 2012). Keragaman yang tinggi dibentuk oleh interaksi gen tetua pada saat persilangan dan membentuk suatu populasi yang disebut populasi campuran. Populasi campuran diperoleh dari hasil persilangan varietas-varietas berbeda yang masing-masing-nya memiliki keunggulan sendirisendiri (Jambormias dan Riry 2009). Keragaman yang tinggi pada suatu populasi merupakan kondisi yang efektif untuk melakukan seleksi (Allard 1960). Seleksi merupakan tahapan untuk memperbaiki kualitas tanaman dengan memilih sifat yang diinginkan atau memisahkan individu yang melebihi tetuanya (Mayo 1980). Seleksi dilakukan dengan mengamati fenotipe dari setiap individu tanaman. Pengamatan fenotipe ini dilakukan untuk menduga nilai genotipe jika pengaruh genetik besar atau pengaruh lingkungan dianggap tidak ada (Moll dan Stuber 1974). Pendugaan parameter genetik pada penelitian ini mencakup ragam genetik, koefisien keragaman genetik, heritabilitas dalam arti luas dan pendugaan aksi gen. Pendugaan parameter genetik ini akan mempermudah dan mempercepat pemulia dalam perakitan tanaman (Nyquist dan Baker 1991). Poehlman dan Sleper (1995) menyatakan bahwa tanaman diseleksi dari populasi campuran setelah 5-8 generasi berikutnya agar mendapatkan keturunan yang seragam secara fisik maupun secara hasil sehinga waktu seleksi membutuhkan waktu yang cukup panjang. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan seleksi dapat dipersingkat dengan mengetahui segregan transgresifnya. Segregasi transgresif membentuk dua gugus segregan transgresif dalam spektrum sebaran, yaitu lebih
2
kecil dari sebaran tetua dengan keragaman rendah dan lebih besar dari sebaran tetua dengan keragaman rendah (Jambormias dan Riry 2009). Segregasi ini dapat diamati pada zuriat generasi awal. Segregan transgresif ini akan membantu para pemulia untuk mencari galur-galur yang akan diteruskan sebagai varietas unggul baru. Pada penelitian ini, pencarian segregan transgresif dilakukan pada populasi persilangan varietas Zebra x galur GWS 18 A1 serta resiprokalnya. Varietas Zebra merupakan varietas yang memiliki jumlah biji per polong 3-5 biji. Galur GWS 18 adalah galur yang memiliki jumlah polong cipo yang sedikit (Budiman 2011).
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menduga parameter genetik dari dua populasi persilangan kacang tanah, menduga pengendalian genetik karakter-karakter yang dipelajari dan mendeteksi individu terduga segregan transgresif pada populasi F2 dalam upaya memperbaiki potensi genetik pada turunan kacang tanah.
TINJAUAN PUSTAKA Kacang Tanah Kacang tanah merupakan salah satu tanaman yang penting di dunia. Hal ini disebabkan kacang tanah merupakan sumber minyak nabati dan protein sayuran yang baik sebagai sumber pangan di negara berkembang (Savege dan Keenan 1994). Kacang tanah juga merupakan tanaman yang sangat adaptif pada benua yang memiliki musim panas suhu tinggi (Augstburger et al. 2000). Tumpang sari dengan kacang tanah juga dapat meringankan defisiensi Fe dan memberikan nutrisi Zn, P dan K, kemungkinan besar dengan mempengaruhi proses biologi dan kimia di rhizosfer (Inal et al. 2007). Kacang tanah merupakan tanaman yang memiliki cabang dan akar tunggang yang kuat. Kacang tanah memiliki dua keragaan yaitu tipe merambat dan tipe semak atau tipe tegak. Batangnya tebal dan berbulu yang akan menghasilkan bunga pada node batang. Bunga ini merupakan awal mula dari polong yang dihasilkan dari ginofor yang menembus ke tanah (Rao dan Murty 1994). Kedudukan tanaman kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan diklasifikasikan ke dalam ordo Leguminales, famili Papilionaceae, genus Arachis, dan spesies Arachis hypogaea (Rukmana 2009). Kacang tanah memiliki dua sub spesies yaitu hypogaea dan fastigiata. Sub spesies hypogaea memiliki tipe runner dan virginia sedangkan fastigiata memiliki tipe valencia dan spanish (Knauft et al. 1987).
Pendugaan Parameter Genetik Salah satu cara untuk menduga paramater genetik meliputi kemiripan antar kerabat dan analisis dialel (Mayo 1980). Pendugaan parameter genetik memungkinkan untuk mengidentifikasi keragaman genetik dalam suatu populasi
3
dan yang dapat mendasari pilihan metode perbaikan yang paling cocok (Da Silva et al. 2008). Pada penelitian ini parameter genetik yang dianalisis adalah ragam genetik, ragam fenotipe, ragam lingkungan, koefisien keragaman genetik, heritabilitas dan aksi gen. Heritabilitas adalah perbandingan antara ragam genetik dengan ragam fenotipenya (Poehlman dan Borthakur 1969). Besarnya ragam genetik akan sangat penting untuk menentukan efek seleksi yang akan ditimbulkan, tetapi jika proporsi ragam genetik kecil maka pengaruh lingkungan sangat menentukan keragaan (Mayo 1980). Heritabilitas dapat diketahui dengan menduga komponen ragam melalui studi generasi dasar yaitu populasi P1, P2, F1, F2, dan backcross (Syukur et al. 2012). Pendugaan aksi gen berupa pendugaan yang dilakukan berdasarkan paramater kemenjuluran kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) sebaran populasi bersegregasi pada F2 (Roy 2000). Skewness dan kurtosis merupakan gambaran karakteristik bentuk distribusi yang digunakan dalam uji normalitas (Joanes dan Gill 1998). Skewness dan kurtosis dapat digunakan untuk mendeteksi interaksi gen pada suatu populasi (Choo dan Reinbergs 1982).
Segregan Transgresif Tanaman segregan dengan sifat-sifat melebihi sifat kuantitatif tetua merupakan segregan transgresif (Poehlman dan Sleper 1995). Ciri khas segregan transgresif ini adalah rekombinasi sifat kuantitatif tetua yang memiliki efek antagonis atau efek berlawanan dengan sifat sifat tetuanya (Rieseberg et al. 2003). Segregan transgresif dapat diukur dengan memperkirakan jarak genetik antara tetua dan zuriat menggunakan penanda molekuler (Kuczynska et al. 2007). Pelaksanaan seleksi setelah persilangan untuk pemuliaan galur bertujuan untuk meningkatkan frekuensi genotipe segregan transgresif yang dikehendaki dari dalam populasi homozigot dan heterozigot pada setiap generasi, hingga diperoleh genotipe segregan transgresif homozigot untuk semua gen yang telah mengalami fiksasi. Bila tidak ada pengaruh lingkungan yang besar, maka secara teoritis, suatu segregan transgresif telah ada pada generasi segregasi F2 atau pada generasi seleksi S0. Informasi kekerabatan untuk mendeteksi segregan transgresif dapat diperoleh dengan mengetahui keragaan dan keragaman (Jambormias dan Riry 2009). Keragaan sifat-sifat kuantitatif biasanya terukur oleh nilai tengah hitung sifat itu, sedangkan keragamannya terukur oleh ragam dugaannya (Jambormias et al. 2004).
Pemuliaan Kacang Tanah Pemuliaan kacang tanah merupakan metode untuk menemukan varietas unggul yang memiliki hasil tinggi, tahan penyakit, tahan kekeringan, penghindaran cekaman dan mutu kacang tanah (Knauft et al. 1987). Penghindaran cekaman merupakan suatu sifat dari tanaman yang dapat merespon kondisi cekaman dan menghindarinya dengan mempercepat fase vegetatif atau generatif sehingga tidak mengganggu hasil. Mutu kacang tanah ditentukan oleh faktor pasar, kualitas minyak, protein, karbohidrat dan proses pengolahan kacang tanah (Knauft et al. 1987).
4
Varietas unggul kacang tanah didapatkan dengan memilih tetua dengan karakter yang diinginkan kemudian dilakukan persilangan antar tetua. Persilangan akan menghasilkan keragaman. Keragaman juga bisa didapat melalui mutasi dan domestikasi (Knauft et al. 1987). Persilangan antar tetua dengan daya gabung yang tinggi dan rendah dapat melibatkan gen non aditif dalam pengendalian karakter yang diinginkan (Mothial dan Ezhil 2010). Persilangan yang dilakukan pada tetua yang memiliki kemampuan daya gabung umum tinggi dapat menemukan segregan transgresif melalui metode pedigree (Savithramma et al. 2010). Galur hasil persilangan yang telah dilakukan diseleksi dengan metode pemuliaan tertentu dan pada akhirnya akan diperoleh galur harapan sebagai calon varietas baru. Dari galur-galur harapan tersebut, kemudian diuji atau dievaluasi mengenai potensi daya hasilnya (Adisarwanto 2004).
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo, Dramaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung mulai bulan November 2014 hingga Februari 2015.
Bahan dan Alat Bahan genetik tanaman yang digunakan adalah dua kelompok populasi zuriat Zebra x GWS 18 A1 dan resiprokal (GWS 18 A1 x Zebra) yang terdiri dari populasi P1, P2, dan F2. Bahan tanam ini diperoleh dari koleksi laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Depatemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Penambahan unsur hara dilakukan dengan pemupukan menggunakan pupuk NPK ponska dosis 200 kg ha-1, kapur pertanian (kaptan) dosis 500 kg ha-1, dan pupuk kandang dari kotoran kambing dosis 1 ton ha-1. Hama dan penyakit tanaman dikendalikan dengan menggunakan pestisida. Alat yang digunakan yaitu alat budidaya pertanian, label, meteran, timbangan digital, plastik, dan alat tulis.
Prosedur Percobaan Populasi F2 kacang tanah ditanam secara bersamaan dengan masing-masing tetuanya. Masing-masing populasi tetua (P1 dan P2) ditanam sebanyak 44 tanaman. Populasi F2 ditanam sebanyak 330 tanaman. Jumlah total tanaman dalam petakan adalah 748 tanaman. Dua minggu sebelum penanaman, dilakukan pengolahan lahan sampai tanah menjadi gembur. Kemudian dibuat petak percobaan dengan luas petakan sebesar 10 x 15 meter. Penanaman dilakukan dengan menggunakan jarak tanam 40
5
cm x 40 cm sebanyak 1 benih per lubang tanam dan diberikan Furadan 3G dengan dosis 12 kg ha-1. Pemupukan dilakukan saat tanam. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pengapuran, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan pada 2 MST (minggu setelah tanam). Penyiangan, pembumbunan, dan pengapuran dilakukan saat 4 MST. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida Decis dengan dosis 3 ml ha-1 pada saat 9 MST dan pengendalian penyakit dilakukan dengan mencabutan tanaman yang mati agar penyakit tersebut tidak menyebar ke tanaman yang lain. Pemanenan dilakukan saat tanaman berumur 101 HST (hari setelah tanam) yang dilakukan secara manual. Ciri-ciri kacang tanah memasuki fase masak fisiologis bila tanaman dicabut, terlihat polong dengan tekstur yang jelas, berwarna lebih gelap, dan bagian dalam kulit kacang tanah menghitam. Pengeringan polong dilakukan dengan cara dijemur ±8 jam setiap hari saat cuaca cerah selama 3 hari Pengamatan dilakukan pada seluruh tanaman di masing-masing petak percobaan saat panen. Peubah yang diamati yaitu: 1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari batas antara batang dengan akar sampai dengan titik tumbuh pada batang utama. 2. Bobot brangkasan basah (g) per tanaman. 3. Jumlah cabang primer yang tumbuh pada tiap tanaman. 4. Jumlah polong isi per tanaman yang dihitung setelah polong dikeringkan. 5. Bobot polong isi (g) per tanaman yang dihitung setelah polong dikeringkan. 6. Jumlah biji pertanaman yang dihitung setelah polong dikeringkan 7. Bobot biji (g) per tanaman setelah polong dikeringkan 8. Indeks masak biji-kulit yaitu perbandingan antara bobot biji per tanaman dengan bobot kulit polong per tanaman setelah polong dikeringkan
Analisis Data Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pendugaan komponen ragam, perhitungan nilai heritabilitas arti luas, dan pendugaan aksi gen. Pendugaan komponen ragam diperoleh berdasarkan Baihaki (2000): Ragam fenotipe (σ2p) = σ2F2 Ragam lingkungan (𝜎2e) =√(σ2P1)(σ2P2) Ragam genetik (𝜎2g) = 𝜎 2 p – σ2 e √𝜎𝑔2
Koefisien keragaman genetik (KKG) = ×̅ x 100% ; 𝑥 = nilai tengah populasi (Poehlman dan Sleper 1995). kriteria koefisien keragaman genetik Menurut Moedjiono dan Mejaya (1994) keragaman rendah = 0 – 25 % keragaman sedang = 25 – 50 % keragaman tinggi = 50 - 75 % keragaman sangat tinggi = > 75 % Hasil pendugaan komponen ragam tersebut digunakan untuk menghitung heritabilitas arti luas. Adapun rumus heritabilitas arti luas (HBS) menurut Allard (1960) sebagai berikut:
6
𝜎2 𝑔
HBS = 𝜎2 𝑝 x 100% Kriteria nilai heritabilitas menurut Stanfield (1983) sebagai berikut: 50% ≤ H < 100% = tinggi 20% ≤ H < 50% = sedang 0 ≤ H < 20% = rendah Data Generasi Awal Analisis Kurtosis Mesokurtik: Interaksi Interalelik
Tidak
Kurtosis Nyata
Interaksi Intergenik Aditif
Ya
Analisis Skewness Hanya pengaruh gen aditif
Tidak Skewness Nyata Ya Ada pengaruh gen dominan
Menjulur Tidak Skewness ke kiri: positif Dominansi ke kanan Ya Menjulur ke kanan: Dominansi ke kiri
Ya Intergenik Leptokurtik: Sedikit gen terlibat Epistasis Komplementer
Kurtosis Positif
Tidak
Platikurtik: Banyak gen terlibat Analisis Skewness
Ya
Ya
Positif
Skewness Nyata
Tidak Tidak Epistasis Duplikat
Hanya Aditif
Gambar 1 Alur Pendugaan Aksi gen dengan analisis Skewness dan kurtosis (Jambormias 2014) Pendugaan aksi gen dilakukan dengan menggunakan analisis kemenjuluran kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk masing-masing karakter pada generasi F2. Nilai skewness (S), kurtosis (K), galat baku skewness (SES), dan galat baku kurtosis (SEK) dihitung dengan menggunakan perangkat lunak Minitab 16.0. Statistik uji untuk kedua parameter tersebut mengikuti sebaran normal baku yaitu : 𝐾 𝑆 ZK = 𝑆𝐸 ; ZS = 𝑆𝐸 𝐾
𝑠
dengan nilai kritikal untuk pengujian dua-arah yaitu Z0.05/2 = 1.96 dan Z0.01/2 = 2.57 (Brown 2011).
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor pada lahan seluas ±150 m2 pada ketinggian ± 230 mdpl dengan tanah bertekstur liat. Suhu rata-rata pada bulan September 2014 sampai Februari 2015 adalah 25.7 °C dengan curah hujan 371.2 mm dan kelembaban udara 71%. Kondisi awal tanaman memiliki pertumbuhan yang baik disebabkan ketersediaan air yang cukup. Menurut Augstburger et al. (2000) kondisi optimum untuk kacang tanah berada pada rentan suhu 25-30°C dan curah hujan 300-500 mm. Hama yang menyerang tanaman kacang tanah pada umur 2 MST sampai panen adalah kutu daun (Homoptera), kepik (Hemiptera), kumbang daun (Coleoptera), belalang (Orthoptera) dan rayap (Isoptera). Pengendalian hama dilakukan secara manual dan kimia menggunakan pestisida pada 10 MST. Penyakit tanaman kacang tanah yang menyerang pada saat penelitian ini adalah penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Cercospora sp., sapu setan disebabkan oleh Mycoplasma like Organism (MLO), belang kacang tanah disebabkan oleh Peanut Mottle Virus (PMoV), karat daun disebabkan oleh Puccinia arachidis, dan busuk batang yang disebabkan oleh Sclerotium rolfsii. Pengendalian panyakit busuk batang dilakukan secara manual dengan mengeliminasi tanaman yang terjangkit serta tanah yang berada di sekitar tanaman tersebut. Gulma yang tumbuh pada lokasi penelitian adalah golongan gulma rumput, berdaun lebar dan teki. Gulma rumput antara lain Cynodon dactylon, Panicum sarmentosum, dan Eleusine indica. Gulma berdaun lebar antara lain Commelina benghalensis, Amaranthus spinosus, Croton hirtus, Phylantus urinaria, Cleome rutidosperma dan gulma teki adalah Cyperus rotundus, pengendalian gulma dilakukan secara manual saat tanaman berumur 2 MST sampai 11 MST.
Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas Perbaikan genetik tanaman akan lebih mudah jika suatu populasi tanaman memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi. Menurut Allard (1960), heritabilitas arti luas merupakan rasio antara ragam genetik dengan ragam fenotipe. Heritabilitas sangat penting dalam menentukan metode seleksi dan pada generasi ke berapa sebaiknya karakter yang diinginkan diseleksi (Sa’diyah et al. 2010). Hasil analisis komponen ragam dan heritabilitas arti luas yang ada pada Tabel 1 dan Tabel 2 menunjukan nilai duga heritabilitas dan koefisien keragaman genetik yang besar pada karakter indeks masak biji-kulit. Pada persilangan Zebra x GWS 18 A1 yang memiliki heritabilitas sedang adalah bobot brangkasan, jumlah cabang, dan jumlah polong, sedangkan tinggi tanaman, bobot polong isi, jumlah biji, dan bobot biji memiliki heritabilitas yang rendah. Berbeda dengan persilangan Zebra x GWS 18 A1, persilangan GWS 18 A1 x Zebra pada semua karakter memiliki nilai duga heritabilitas yang tergolong rendah kecuali karakter indeks masak biji-kulit. Penelitian ini menghasilkan perbedaan nilai duga heritabilitas arti luas pada karakter yang sama di kedua populasi persilangan kacang tanah.
8
Nilai duga heritabilitas suatu karakter untuk mengetahui apakah karakter tersebut lebih dipengaruhi oleh genetik atau lingkungan (Sa’diyah et al. 2010). Jika nilai duga heritabilitas arti luas tinggi maka ekspresi fenotip sebagian besar dihasilkan oleh genetik. Hal ini akan menyebabkan nilai ragam fenotipe yang tinggi yang dihasilkan dari nilai ragam genotipe yang tinggi. Nilai ragam genotipe sendiri dihasilkan dari ekspresi fenotipik yang bergantung pada mikro lingkungannya (Nyquist dan Baker 1991). semakin tinggi nilai ragam genotipe suatu populasi maka semakin akan semakin tinggi nilai duga heritabilitas arti luasnya. Tingginya nilai duga heritabilitas arti luas akan membantu program perbaikan genetik tanaman (Da Silva et al. 2008). Tanaman yang generasi F2, untuk hasil polong dan biji diperoleh heritabilitas antara 27-79% walaupun umumnya kurang dari 50% (Sjamsudin 1990). Pada persilangan GWS 18 A1 x Zebra semua karakter kecuali indeks masak biji-kulit memiliki heritabilitas arti luas dibawah 20%. Berdasarkan nilai heritabilitasnya, populasi persilangan GWS 18 A1 x Zebra memiliki keragaman genetik yang kecil. Akan tetapi, Karakter yang memiliki keragaman genetik yang kecil belum tentu memiliki keragaman fenotipe yang kecil. Hal ini disebabkan karena keragaman fenotipe dipengaruhi oleh keragaman genetik dan lingkungan (Syukur et al. 2012). Nyquist dan Baker (1991) menyatakan bahwa banyak pendugaan Heritabilitas menjadi bias yang diakibatkan adanya pengaruh faktor lingkungan. Tabel 1 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter agronomi kacang tanah hasil persilangan Zebra x GWS 18 A1 Karakter Bobot brangkasan Tinggi tanaman Jumlah cabang Jumlah polong isi Bobot polong isi Jumlah biji Bobot biji Indeks masak biji-kulit
σ2p 11822.05 90.06 0.81 170.38 163.45 599.17 87.35 3.99
σ2e 8365.55 76.62 0.49 119.04 143.36 498.30 83.69 0.76
σ2g 3465.50 13.43 0.32 51.34 20.09 100.86 3.66 3.23
KKG (%) 20.42 6.60 16.39 27.33 17.78 21.66 10.59 62.49
HBS (%) 29.23 14.91 39.14 30.13 12.29 16.83 4.17 80.90
Ket : σ2P (ragam fenotipe), σ2e(ragam lingkungan), σ2g (ragam genetik), KKG (koefisien keragaman genetik), HBS (heritabilitas arti luas)
Tabel 2 Nilai duga komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter agronomi kacang tanah hasil persilangan GWS 18 A1 x Zebra Karakter Bobot brangkasan Tinggi tanaman Jumlah cabang Jumlah polong isi Bobot polong isi Jumlah biji Bobot biji Indeks masak biji-kulit
σ2p 4401.30 74.24 0.44 142.93 90.54 404.10 50.95 2.47
σ2e 8365.55 76.62 0.49 119.04 143.36 498.30 83.69 0.76
σ2g -3964.24 -2.38 -0.05 23.89 -52.81 -94.20 -32.74 1.70
KKG (%) 0.00 0.00 0.00 17.68 0.00 0.00 0.00 38.51
HBS (%) 0.00 0.00 0.00 16.71 0.00 0.00 0.00 69.08
Ket : σ2P (ragam fenotipe), σ2e(ragam lingkungan), σ2g (ragam genetik), KKG (koefisien keragaman genetik), HBS (heritabilitas arti luas), ragam genetik negatif dianggap nol pada perhitungan selanjutnya
9
Koefisien keragaman genetik pada Tabel 1 dan 2 terlihat berbeda-beda pada tiap karakter. Semua karakter yang diamati kecuali indeks masak biji-kulit memiliki KKG yang tergolong rendah. Nilai KKG yang tergolong tinggi pada populasi persilangan Zebra x GWS 18 A1 terdapat pada karakter indeks masak biji-kulit. Karakter yang sama pada populasi persilangan GWS 18 A1 memiliki KKG yang tergolong sedang. Terdapat perbedaan KKG pada populasi F2 persilangan kacang tanah Zebra x GWS 18 A1 dan GWS 18 A1x Zebra. Pada persilangan GWS 18 A1 x Zebra, karakter bobot brangkasan, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah polong isi, bobot polong isi, jumlah biji dan bobot biji memiliki KKG yang bernilai rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat keragaman diantara individu dalam populasi sehingga seleksi tidak efektif terhadap karakter tersebut. Keragaman genetik yang luas merupakan syarat berlangsungnya proses seleksi yang efektif karena akan memberikan keleluasaan dalam proses pemilihan suatu genotipe (Syukur et al. 2010). Metode seleksi akan lebih mudah jika suatu karakter dalam suatu populasi memiliki nilai heritabilitas dan KKG yang tinggi. Nilai KKG yang tinggi menunjukkan pengaruh genetik sangat luas sehingga membentuk keragaman yang tinggi pada suatu populasi (Shivakumar et al. 2013). Pertimbangan menggunakan nilai heritabilitas dan KKG merupakan langkah awal untuk mempermudah pemulia dalam melakukan seleksi.
Pendugaan Aksi Gen Karakter Berdasarkan Sebaran Frekuensi Genotipe F2 Karakter karakter kuantitatif tanaman yang dihasilkan dari persilangan dibentuk oleh gen yang bersifat aditif. Abi-antoun (1977) dalam penelitiannya menemukan bahwa pengaruh aditif sebagian besar terlibat dalam eskpresi semua karakter tanaman. Pada kacang tanah, pewarisan sifat kuantitatif kemungkian besar diturunkan oleh gen aditif (Nigam et al. 2001). Gen aditif menyumbang lebih dari setengah dari seluruh total ragam genetik (Hill et al. 2008, Monnahan dan Kelly 2015). Gen aditif berperan dalam ekspresi feonotipe yang dihasilkan dari suatu persilangan. Berdasarkan analisis kemenjuluran dan keruncingan kurva, karakterkarakter kuantitatif yang diamati pada populasi persilangan Zebra x GWS 18 A1 dan persilangan GWS 18 A1 x Zebra dikendalikan oleh banyak dan sedikit gen aditif. Karakter jumlah polong isi, bobot polong ini dan jumlah biji pada kedua populasi dikendalikan oleh banyak gen aditif. Karakter jumlah polong isi dan jumlah biji dipengaruhi oleh efek aditif tidak terdapat pengaruh epistasis maupun dominan. Halward dan Wynne (1991) menemukan bahwa jumlah biji dihasilkan oleh efek interaksi aditif. Karakter Bobot polong isi pada kedua populasi memiliki pola sebaran platikurtik dan terdapat pengaruh epistasis aditif. Karakter bobot biji pada kedua populasi dihasilkan oleh jumlah gen aditif yang berbeda. Pada populasi persilangan Zebra x GWS 81 A1 dikendalikan oleh sedikit gen aditif sedangkan pada populasi persilangan GWS 18 A1 x Zebra dikendalikan banyak gen aditif. Kedua populasi persilangan pada karakter bobot biji dipengaruhi oleh gen epistasis aditif.
10
Tabel 3 Pendugaan aksi gen beberapa karakter populasi persilangan kacang tanah Zebra x GWS 18 A1 melalui analisis kemenjuluran kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) Sifat Bobot brangkasan Tinggi tanaman Jumlah cabang Jumlah polong isi Bobot polong isi Jumlah biji Bobot biji Indeks masak biji-kulit
K
SEK
ZK
S
SES
ZS
1.04 3.41 1.56 0.14 -0.75 -0.64 -0.70 66.89
0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34
3.06** 10.03** 4.59** 0.41tn -2.20* 1.88tn 2.06* 196.73**
0.25 -0.80 -1.26 0.31 0.13 0.09 0.23 7.16
0.17 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17
1.47tn -4.70** 7.41** 1.82tn 0.76tn 0.52tn 1.25tn 42.11**
Uk. Gen dan Aksi gen S, Ad S, ED S, EK B, Ad B, Ad B, Ad S, Ad S, EK
Ket :S (skewness), SES (standard error skewness), ZS (statistik uji skewness), K (kurtosis), SEK (standard error kurtosis), ZK (statistik uji kurtosis), ** (statistik uji nyata α 0.01, Z = 2.57 ), * (statistik uji nyata pada α 0.05, Z = 1.96), tn (statistik uji tidak nyata), S (dikendalikan sedikit gen), B (dikendalikan banyak gen), EK (epistasis komplementer), ED (epistasis duplikat), Ad (hanya aditif), EA (epistasis aditif)
Tabel 4 Pendugaan aksi gen beberapa karakter populasi persilangan kacang tanah GWS 18 A1 x Zebra melalui analisis kemenjuluran kurva (skewness) dan keruncingan kurva (kurtosis) Sifat Bobot brangkasan Tinggi tanaman Jumlah cabang Jumlah polong isi Bobot polong isi Jumlah biji Bobot biji Indeks masak biji-kulit
K
SEK
ZK
S
SES
ZS
0.71 1.03 2.98 0.53 -0.74 -0.51 -0.71 23.01
0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34 0.34
2.08* 3.02** 8.76** 1.55tn -2.17* -1.5tn -2.08* 67.68**
0.56 -0.23 -0.71 0.33 -0.02 0.02 0.00 3.72
0.17 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17 0.17
3.17** -1.35tn -4.17** 1.94tn -0.11tn 0.11tn 0.00 21.88**
Uk. Gen dan Aksi gen S, EK S, Ad S, ED B, Ad B, Ad B, Ad B, Ad S, EK
Ket :S (skewness), SES (standard error skewness), ZS (statistik uji skewness), K (kurtosis), SEK (standard error kurtosis), ZK (statistik uji kurtosis), ** (statistik uji nyata pada α 0.01, Z = 2.57), * (statistik uji nyata pada α 0.05, Z = 1.96), tn (statistik uji tidak nyata), S (dikendalikan sedikit gen), B (dikendalikan banyak gen), EK (epistasis komplementer), ED (epistasis duplikat), Ad (hanya aditif), EA (epistasis aditif)
Gambar 2 menunjukkan sebaran untuk bobot brangkasan yang memiliki bentuk leptokurtik dengan nilai statistik uji kurtosis yang berbeda. Sebaran kemenjuluran pada persilangan GWS 18 A1 x Zebra cendrerung ke kanan yang menunjukan bahwa bobot brangkasan pada populasi ini terdapat pengaruh epistasis komplemen. Karakter-karakter yang mendapat pengaruh ukuran gen sedikit akan cenderung membentuk sebaran leptokurtik dengan pengaruh aksi gen yang berbeda. Gambar 3 menunjukan sebaran platikurtik dengan pengaruh gen yang berbeda. Populasi persilangan Zebra x GWS 18 A1 memiliki pola sebaran cenderung ke kiri yang menunjukan pengaruh epistasis dominan. Sebaran yang menjulur ke kiri menunjukan bahwa suatu populasi memiliki modus yang lebih besar dari padan median dan rataan (Doane dan Seward 2011). Jumlah polong pada dua populasi persilangan dipengaruhi oleh banyak gen tetapi, sebaran pada populasi persilangan GWS 18 A1 x Zebra cenderung menjulur ke kanan yang disebabkan oleh adanya individu pencilan yang memiliki jumlah polong yang lebih banyak.
11
50
Rataan 287.85 Kurtosis 1.04 Skewness 0.25
40
40
Frekuensi
Frekuensi
Rataan 202.92 Kurtosis 0.71 Skewness 0.56
50
30
20
10
30
20
10
0
100
200
300 400 500 Bobot Brangkasan
600
0
700
75
150
225 300 Bobot Brangkasan
375
450
(a) (b) Gambar 2 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter bobot brangkasan kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 70
60
Rataan 55.544 Kurtosis 3.41 Skewness -0.80
60 50
40 Frekuensi
Frekuensi
Rataan 53.51 Kurtosis 1.03 Skewness -0.23
50
40 30
30 20
20
10
10 0
15
30
45 tinggi tanaman
60
0
75
24
36
48 60 tinggi tanaman
72
84
(a) (b) Gambar 3 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter tinggi tanaman kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 160
200
Rataan 3.432 Kurtosis 1.56 Skewness -1.26
140
150
100
Frekuensi
Frekuensi
120
Rataan 4.21 Kurtosis 2.98 Skewness -0.71
80 60 40
100
50
20 0
0
1
2
3 4 jumlah Cabang
5
6
0
1
2
3 4 jumlah Cabang
5
6
(a) (b) Gambar 4 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter jumlah cabang kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra
12
50
Rataan 26.121 Kurtosis 0.14 Skewness 0.31
40
Rataan 27.64 Kurtosis 0.55 Skewness 0.35
40
Frekuensi
Frekuensi
30
20
10
30
20
10
0
0
10
20
30 40 jumlah Polong
50
60
0
70
0
15
30
45 jumlah Polong
60
75
(a) (b) Gambar 5 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter jumlah polong kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 140
Rataan 2.877 Kurtosis 66.89 Skewness 7.16
100
Rataan 3.39 Kurtosis 23.01 Skewness 3.72
120
80
Frekuensi
Frekuensi
100 60
40
80 60 40
20
0
20
0
4
8 12 indeks masak biji - kulit
16
0
20
0
3
6 9 indeks masak biji-kulit
12
15
(a) (b) Gambar 6 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter indeks masak biji-kulit kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra 25
40
Rataan 18.055 Kurtosis -0.70 Skewness 0.23
30
15
Frekuensi
Frekuensi
20
10
20
10
5
0
Rataan 16.09 Kurtosis -0.70 Skewness 0.00
0
6
12
18 24 bobot biji
30
36
42
0
0
6
12
18 bobot Biji
24
30
(a) (b) Gambar 7 Sebaran populasi F2, kemenjuluran kurva (skewness), dan keruncingan kurva (kurtosis) untuk karakter bobot biji kacang tanah hasil persilangan (a) Zebra x GWS 18 A1 (b) GWS 18 A1 x Zebra
13
Frekuensi
Zebra GWS 18 A1 Zebra x GWS 18 A1
Jumlah Polong
Gambar 8 Sebaran jumlah polong kacang tanah pada tetua dan persilangan Zebra x GWS 18 A1
Frekuensi
Zebra GWS 18 A1 GWS 18 A1 x Zebra
Jumlah Polong
Gambar 9 Sebaran jumlah polong kacang tanah pada tetua dan persilangan GWS 18 A1 x Zebra Populasi F2 Potensial untuk Perakitan Kultivar Berdaya Hasil Tinggi dan Deteksi Segregan Transgresif Pemuliaan tanaman bertujuan untuk memperbaiki karakter tanaman sesuai dengan yang diinginkan pemulianya. Karakter yang diinginkan salah satunya berdaya hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit. Karakter daya hasil tinggi dapat diperoleh dengan menyeleksi tanaman dengan jumlah polong yang tinggi pula. Pada kacang tanah, jumlah polong tinggi dapat menentukan daya hasil yang tinggi (Da Luz et al. 2011). Tanaman yang memiliki tingkat ketahanan terhadap penyakit yang lebih rendah akan banyak meluruhkan daunnya sehingga lebih rendah.
14
Nilai tengah untuk jumlah polong pada populasi persilangan Zebra x GWS 18 A1 adalah 26.21 dan pada populasi persilangan GWS 18 A1 x Zebra adalah 27.65. Populasi persilangan GWS 18 A1 x Zebra memiliki nilai tengah lebih tinggi dibandingkan dengan populasi persilangan Zebra x GWS 18 A1. Populasi persilangan Zebra x GWS 18 Al memiliki nilai tengah jumlah polong isi lebih rendah tetapi memiliki bobot brangkasan lebih tinggi dibandingkan populasi persilangan GWS 18 A1 x Zebra. Tabel 5 Karakteristik jumlah polong isi dan bobot brangkasan basah dua populasi F2 persilangan kacang tanah
Rata-rata P1 Kisaran P1 Rata-rata P2 Kisaran P2 Rata-rata F2 Kisaran F2 HBS (%) KKG (%)
Jumlah polong isi Zebra (P1) x GWS 18 A1 (P1) GWS 18 A1 (P2) x Zebra (P2) .............(buah.tanaman-1)............... 29.96 38.14 10 - 54 16 - 65 38.14 29.96 16 - 65 10 - 54 26.21 27.65 0 - 72 3 - 79 29.72% 16.22% 27.15% 17.37%
Bobot brangkasan basah Zebra (P1) x GWS 18 A1 (P1) GWS 18 A1 (P2) x Zebra (P2) ..................(g.tanaman-1) ............... 380.4 270.6 132.7 – 555 136.1 – 540.4 270.6 380.4 136.1 – 540.4 132.7 - 555 287.85 202.92 30.4 - 719.0 57.9 - 441.2 27.28 % 0 19.72% 0
Tabel 6 Individu F2 kacang tanah terduga segregan transgresif No No. Tanaman Jumlah Polong (buah) Bobot brangkasan (gr) ...................................Persilangan Zebra x GWS 18 A1...................................... 1 6 72 360.4 2 212 68 483.3 ...................................Persilangan GWS 18 A1 x Zebra...................................... 1 238 79 207.5 Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat beberapa individu yang jumlah polong dan bobot brangkasan lebih tinggi daripada nilai tengah tetuanya. Individu yang potensial diperoleh berdasarkan jumlah polong yang lebih tinggi dari kisaran jumlah polong tetua tertinggi. Pada Tabel 6 disajikan individu – individu dari dua populasi yang memiliki jumlah polong yang lebih tinggi dari tetuanya. Pada populasi Zebra x GWS 18 A1 diperoleh sebanyak 2 individu harapan yang memiliki jumlah polong lebih tinggi dari kisaran tetua tertinggi. Pada populasi GWS 18 A1 x Zebra terdapat 1 individu harapan. Individu – individu tersebut merupakan individu terduga segregan transgresif karena memiliki jumlah polong di atas kisaran tetua tertinggi. Jambormias dan Riry (2009) menyatakan bahwa segregan transgresif akan memiliki ragam kecil dan nilai tengah tinggi. Oleh karena itu individu – individu terduga segregan transgresif perlu diverifikasi kebenarannya pada generasi selanjutnya.
15
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terdapat perbedaan nilai duga ragam genetik dan nilai duga heritabilitas pada dua populasi persilangan kacang tanah. Pendugaan aksi gen pada dua populasi F2 persilangan kacang tanah menunjukkan hasil yang berbeda antar karakter. Terdapat karakter yang dikendalikan banyak gen dan sedikit gen aditif dengan pengaruh epistasis dan dominansi. Karakter - karakter pada dua populasi F2 persilangan kacang tanah sebagian besar memiliki nilai duga heritabilitas dan koefisien keragaman genetik yang tergolong rendah. Terdapat 2 individu terduga segregan transgresi pada populasi persilangan Zebra x GWS 18 A1 dan 1 individu pada populasi GWS 18 A1 x Zebra.
Saran Individu – individu hasil terduga segregan transgresif yang memiliki daya hasil perlu diteliti lebih lanjut dengan menggunakan varietas pembanding yang berdaya hasil tinggi dan rentan penyakit bercak daun. Perlu adanya pengujian kebenaran terhadap individu – individu terduga segregan transgresif.
DAFTAR PUSTAKA Abi-antoun M. 1977. Compensating effect and gene action estimates for the components of grain yield in winter wheat (Triticum aestivum). [Tesis]. Corvallis (US): Oregon State University Adisarwanto T. 2004. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Allard RW. 1960. Principles of Plant Breeding. New York (US): J Wiley Augstburger F, Berger J, Censkowsky U, Heid P, Milz J, Streit C. 2000. Organic Farming in The Tropics and Subtropics: Peanut. Grafelfing (DE): Naturland Baihaki A. 2000. Teknik Rancang dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Bandung (ID): Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2013. Produktivitas Kacang Tanah. Badan Pusat Statistik. Jakarta (ID): BPS Brown S. 2011. Measure of Shape: Skewness and Kurtosis. MATH200 [Internet].[diunduh 2015 Jan 10]. Tersedia pada http://www.tc3.edu/instruct/sbrown/stat/shape.htm Budiman DR. 2011. Evaluasi daya hasil galur galur kacang tanah (Arachis hypogaea L.) tahan penyakit bercak daun di kecamatan ciranjang kabuaten cianjur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
16
Choo TM, Reinbergs E. 1982. Analyses of skewness and kurtosis for detecting gene interaction in a double haploid population. Crop science. 22(2): 231-235. Da Luz LN, Dos Santos RC, Filho PAM. 2011. Correlations and path analysis of peanut traits associated with the peg. Crop. Bred. And Appl. Biotech. 11: 88-93 Da Silva FF, Pereira MG, Ramos HCC, Junior PCD, Pereira TNS, Viana AP, Daher RF, Ferreguetti GA. 2008. Estimation of genetic parameters related to morpholo-agronomic and fruit quality traits of papaya. Crop Breed. Appl. Biotech.. 8: 65-73 Doane DP, Seward LE. 2011. Measuring skewness: a forgotten statistic?. Journal of Statistic Education. 9(2): 1-18 Halward TM, Wynne JC. 1991. Generatoin means analys for productivity in two diverse peanut crosses. Theor. Appl. Genet. 82: 784-792 Hill WG, Goddard ME, Vischer PM. 2008. Data and theory point of mainly additive genetic variance for complex traits. PloS Genet. 4(2): e1000008. Inal A, Gunes A, Zhang F, Cakmak I. 2007. Peanut/maize intercropping induced changes in rhizosphere and nutrient concentrations in shoots. Plant Physiology and biochemistry. 45(5): 350-356. Jambormias E, Riry J. 2009. Penyesuaian data dan penggunaan informasi kekerabatan untuk mendeteksi segregan transgresif sifat kuantitatif pada tanaman menyerbuk sendiri (suatu pendekatan dalam seleksi). J Budidaya Pertanian. 5(1):11-18. Jambormias E, Sutjahjo SH, Jusuf M, Suharsono. 2004. Keragaan, keragaman genetik dan heritabilitas sebelas sifat kuantitatif kedelai (Glycine max L. Merrill) pada generasi seleksi F5 persilangan varietas Slamet × Nakhonsawan. Jurnal Pertanian Kepulauan.3: 114-123. Joanes DN, Gill CA. 1998. Comparison measuring of sample skewness and kurtosis. The statisticatian. 47(1): 183-189. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2013. Prospek Pengembangan Agribisnis Kacang Tanah. Jakarta (ID): Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Knauft DA, Norden AJ, Gorbet DW. 1987. Principles of Cultivar Development. Fehr WA, Editor. New York (US): Macmillan Publishing. Kuczynska A, Surma M, Adamski T. 2007. Methods to predict transgressive segregation in barley and other self-pollinated crops. J Appl Genet. 48(4): 321-328. Mayo O. 1980. The Theory of Plant Breeding. New York (US): Oxford University Press. Moedjiono, Mejaya MJ. 1994. Variabilitas genetik beberapa karakter plasma nutfah jagung koleksi Balittan Malang. Zuriat. 5(2): 27-32. Moll RH, Stuber CW. 1974. Advances in Agronomy. Sparks DL, Editor. Newark (US): Elsivier Monnahan PJ, Kelly JK. 2015. Epistasis is a major determinant of the additive genetic variance in Mimulus guttatus. PloS Genet. 11(5): 1-21 Mothial A, Ezhil A. 2010. Combining ability analysis for yield and its components in grounut (Arachis hypogaea L.). Elec. Journal of Plant Breeding. 1(2): 162-166.
17
Nigam SN, Upadhyaya HD, Chandra S, Rao RCN, Wright GC, Reddy AGS. 2001. Gene effect for specific leaf area and harvest index in three crosses of groundnut (Arachis hypogaea). Ann. Appl. Biol. 139: 301-306 Nyquist WE, Baker RJ. 1991. Estimation of heritability and prediction of selection response in plant populations. Cric. Rev. In Plant Sci. 10(3): 235-322 Oktafiani A. 2009. Evaluasi daya hasil, ketahan terhadap penyakit bercak daun, dan kapasitas source-sink plasma nutfah kacang tanah (Arachis hypogaea L.). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Poehlman JM, Borthakur D. 1969. Breeding Asian Field Crops. New York (US): Holt, Rinehart dan Winston. Poehlman JM, Sleper DA. 1995. Breeding Field Crops. Ed ke-2. Iowa (US): Blackwell Publishing. Rao VR, Murty UR. 1994. The Groudnut Crop. Smartt J, Editor. London (UK): Springer Science+Business Media Dordrecht Rieseberg LH, Widmer A, Arntz AM, Burke JM. 2003. The genetic architecture necessary for transgressive segregation is common in both natural and domesticated populations. Phil. Trans. R. Soc. Lond. B. Biol. Sci. 358: 1141-1147. Roy D. 2000. Plant Breeding: Analysis and Exploitation of Variation. Calcutta (IN) : Narosa Publishing House. Rukmana R. 2009. Kacang Tanah. Yogyakarta (ID): Kanisius Sa’diyah N, Basoeki TR, Saputra A, Firmansyah, Utomo SD. 2010. Parameter genetik dan korelasi karakter agronomi kacang panjang populasi F4 persilangan testa coklat x coklat putih. Jurnal Agrotropika 15 (2): 73-77. Savage GP, Keenan JJ. 1994. The Groundnut Crop. Smartt J, Editor. Southampton (UK): Springer-Science+Business Media Savithramma DI, Rekha D, Sowmya HC. 2010. Combining and yield related traits in groundnut (Arachis hypogaea L.). Elec. Journal of Plant Breeding. 1(4): 1010-1015. Shivakumar MS, Salimath PM, Suma SB, Timmanna PO, Shridevi O. 2013. Assesment of variability and identification of transgressive segregant for yield and component traits in early segregating generations od chickpea. Legume Genomics and genetics. 4 (3): 22-26 Simmonds NW, Smartt J. 1999. Principles of Crop Improvement. Ed ke-2. Malden MA(US): Blackwell Science. Sjamsudin E. 1990. Pendugaan heritabilitas hasil kacang tanah (Arachis hypogaea L.) tipe virginia di queensland australia. Bul. Agr. 19(1): 1-7 Stanfield WD. 1983. Theory and Problem of Genetics. Ed ke-2. New York (US): McGraw-Hill. Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R, Nida K. 2010. Pendugaan komponen ragam, heritabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria seleksi cabai (Capsicum annuum L.) populasi F5. J. Hort. Indonesia. 1(3): 74-80 Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
18
LAMPIRAN Lampiran 1 Deskripsi kacang tanah varietas Zebra ZEBRA Dilepas tahun SK Mentan No. Seleksi Asal Hasil Warna batang Warna daun Warna bunga
Warna ginofor Warna biji Bentuk polong Lukisan jaring Bentuk tanaman Bentuk daun Jumlah biji/polong Umur berbunga Umur polong masak Bobot 100 biji Bobot 100 polong Kadar protein Kadar lemak Ketahanan thd penyakit Sifat-sifat lain Keterangan Pemulia
: 3 November 1992 : 622/Kpts/TP.240/11/92 : MGS 9-2-5/NC 3033-4B-9 : Hasil seleksi galur dari F2 asal ICRISAT : 1,40–3,80 t ha-1 polong kering : Hijau : Hijau : - Bagian tepi bendera: kuning muda - Pusat bendera: kuning - Matahari: jingga : Hijau : Merah : Tidak berpinggang : Jelas : Tegak : Berempat : 3–5 biji : 28–31 hari : 95–100 hari : 30–35 g : 120–130 g : ± 21,6% : ± 43,0% : Toleran karat dan bercak daun : Rendemen biji dari polong 70% : Cocok untuk lahan tegal dan sawah, hasil stabil dan responsif terhadap perbaikan lingkungan : Astanto Kasno, Trustinah, Sri Astuti Rais, Lasimin Sumarsono, dan B. Sukarno.
Sumber : Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian (1950-2012)
19
Lampiran 1 Data iklim bulanan bulan November 2014-Februari 2015
Bulan
Temperatur (oC)
Kelembaban udara (%)
Curah hujan(mm)
November 2014
26.3
64
673.2
Desember 2014
26.3
45
209.5
Januari 2015
25.2
87
251.0
Februari 2015
25.0
88
351.0
Rata-rata
25.7
71
371.2
Sumber :Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 20 Februari 1993. Penulis merupakan anak pertama dari 4 bersaudara oleh Bapak Ardi Marfan dan Ibu Suparmi. Pendidikan formal yang telah dilalui, pada tahun 2005 penulis lulus dari SDN Medan Area Medan, kemudian pada tahun 2008 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 4 Medan. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Medan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Tertulis dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan dan kepanitian di IPB. Organisasi yang aktif diikuti penulis adalah BIRENA Alhurriyyah, FKRD IPB, Tutor Sebaya Asrama dan Asrama Alhuriyyah. Penulis juga senang berwirausaha.Usaha yang sedang dijalankan sampai saat ini adalah Muslim Distro dan Lulumpia. Kepanitian yang aktif diikuti penulis adalah Farewell Party Asrama, MPKMB IPB, MPD AGH, Salam ISC, Munas IMMPERTI 2014 dan Idul Qurban IPB. Semasa perkuliahan, penulis pernah diamanahkan menjadi asisten praktikum Pemuliaan Tanaman Terapan tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga aktif dalam mengikuti lomba menulis cerpen se-TPB dengan judul “Kerudung Merah Marun”, seleksi IPB LKTIA MTQ Nasional 2015 dengan tema Supply Chain Management dan PKM-KC dengan judul “Vertion”.