Jurnal KIAT Universitas Alkhairaat 7 (1) Desember 2015
ISSN : 0216-7530
ANALISIS NILAI TUKAR NELAYAN PERIKANAN PANCING DE KELURAHAN BONEOGE KECAMATAN BANAWA KABUPATEN DONGGALA Oleh : Rosdiana Yampu dan Ahsan Mardjudo *) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan dan pengeluaran nelayan pancing di Kelurahan Boneoge Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala, dan menganalisis pengeluaran dan pendapatan nelayan untuk menghasilkan Nilai Tukar Nelayan (NTN) periode tahun 2014. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Boneoge Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala. Pemilihan lokasi penelitian ini karena Kelurahan Boneoge salah satu sentral perikanan tangkap bagi nelayan skala kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum ada perbedaan dalam tingkat kesejahteraan nelayan pancing dengan pendekatan perhitungan nilai tukar nelayan (NTN). NTN terendah adalah 97,24 dan tertinggi adalah 506,74. Terdapat perbedaan yang sangat siginifikan di antara nelayan, tetapi nilai rata-rata NTN nelayan pancing pada 20 responden tersebut di atas adalah 184,4%. Perhitungan NTN ini setelah di analisis menunjukkan bahwa nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing dengan armada Kapal Motor 1- 5 GT sangat sejahtera. Karena NTN lebih besar dari 100, artinya bahwa kemampuan/daya beli (kesejahateraan) nelayan di kelurahan Boneoge lebih baik dibanding keadaan pada tahun dasar atau sebelumnya. Katakunci : nilai tukar nelayan, kelurahan Boneoge Kabupaten Donggala
kegiatan penangkapan yang telah dilakukan di perairan dan sekaligus juga menjadi suatu pedoman dalam rangka pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan tanpa merusak kelestarian sumberdaya. Masalah belum optimalnya produksi dalam kegiatan perikanan tangkap dapat diperkirakan tiga hal antara lain : pertama; rendahnya sumberdaya manusia nelayan dan ilmu pengetahuan serta teknologi penangkapan ikan, kedua; ketimpangan pemanfaatan sumberdaya ikan di kawasan tertentu, ketiga; terejadinya kerusakan lingkungan ekosistem laut seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun yang merupakan habitat ikan dan organisme laut lainnya berpijah, mencari makan atau membesarkan diri. Kegiatan penangkapan ikan khusus di wilayah Kabupaten Donggala masih di dominasi oleh perikanan rakyat (perikanan skala kecil/tradisional), dimana
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, serta sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, pengelolaan atau manajemen sumberdaya perikanan mencakup penaataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungan, serta pengelolaan kegiatan manusia. Bahkan secara lebih ektrim dapat dikatakan bahwa manajemen sumberdaya perikanan adalah manajemen kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan (Nikijuluw, 2002) Tingkat pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan dapat dijadikan suatu indikator perkembangan dari suatu *) Dosen Fakultas Perikanan Universitas Alkhairaat Palu 46
produktivitas hasil tangkapan masih rendah. Peningkatan produktivitas penangkapan ikan tentunya memerlukan armada penangkapan ikan yang selektif agar kualitas hasil tangkapan dapat diterima di pasar lokal dan regional. Pencapaian produktivitas penangkapan yang tinggi belum dapat dicapai oleh perikanan skala kecil, sehingga pendapatan yang diperoleh masih rendah. Pengembangan perikanan rakyat menuju perikanan komersial sudah saatnya untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena begitu besarnya potensi perikanan yang kita miliki tapi tidak memberikan perubahan sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir atau pelaku usaha penagkapan ikan. Perubahan cepat ekonomi masyarakat pesisir tidak terlepas juga dari kemampuan mereka menerima kehadiran teknologi. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang ramah lingkungan dan dapat memberi keuntungan secara ekonomi. Pembangunan dan pengembangan usaha perikanan tangkap yang telah dan sedang dilakukan selama ini lebih diarahkan kepada usaha peningkatan produktivitas perikanan tangkap skala kecil. Sementara permasalahan yang mendasar yang dihadapi dalam pengembangan usaha tersebut adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya akses terhadap permodalan dan prasarana, teknologi dan pasar, serta faktor sosial budaya yang kurang kondusif bagi kemajuan usaha, dan semuanya ini berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan nelayan. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini tentunya memerlukan pengkajian yang lebih teliti dan berhatihati. Penelitian-penelitian tentang usaha perikanan tangkap skala kecil sudah banyak dilakukan tapi bukan penelitian tentang perhitungan nilai tukar nelayan (NTN). Kajian dalam penelitian ini lebih difokuskan pada perhitungan Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang menggunakan alat tangkap pancing di Kelurahan Boneoge
Kecamatan Banawa. Nilai tukar umumnya digunakan untuk menyatakan perbandingan antara harga barang-barang dan jasa yang diperdagangkan antara dua atau lebih negara, sektor atau kelompok sosial ekonomi. Nilai Tukar Nelayan (NTN) digunakan untuk mempertimbangkan seluruh penerimaan (revenue) dan seluruh pengeluaran (expenditure) keluarga nelayan. Selain itu, NTN juga digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan secara relatif dan merupakan ukuran kemampuan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang “Analisis Nilai Tukar Nelayan (NTN) Perikanan Pancing di Kelurahan Boneoge Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala”. Penelitian ini sangat penting, mengingat hal ini akan menghasilkan informasi ekonomi perikanan tangkap skala kecil yang dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pendapatan nelayan sebagai pelaku utama perikanan tangkap. Sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, serta sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, pengelolaan atau manajemen sumberdaya perikanan mencakup penaataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungan, serta pengelolaan kegiatan manusia. Bahkan secara lebih ektrim dapat dikatakan bahwa manajemen sumberdaya perikanan adalah manajemen kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya ikan (Nikijuluw, 2002) Tingkat pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan dapat dijadikan suatu indikator perkembangan dari suatu kegiatan penangkapan yang telah dilakukan di perairan dan sekaligus juga menjadi suatu pedoman dalam rangka pengelolaan perikanan tangkap berkelanjutan tanpa merusak kelestarian sumberdaya. Masalah belum optimalnya produksi dalam kegiatan 47
perikanan tangkap dapat diperkirakan tiga hal antara lain : pertama; rendahnya sumberdaya manusia nelayan dan ilmu pengetahuan serta teknologi penangkapan ikan, kedua; ketimpangan pemanfaatan sumberdaya ikan di kawasan tertentu, ketiga; terejadinya kerusakan lingkungan ekosistem laut seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun yang merupakan habitat ikan dan organisme laut lainnya berpijah, mencari makan atau membesarkan diri. Kegiatan penangkapan ikan khusus di wilayah Kabupaten Donggala masih di dominasi oleh perikanan rakyat (perikanan skala kecil/tradisional), dimana produktivitas hasil tangkapan masih rendah. Peningkatan produktivitas penangkapan ikan tentunya memerlukan armada penangkapan ikan yang selektif agar kualitas hasil tangkapan dapat diterima di pasar lokal dan regional. Pencapaian produktivitas penangkapan yang tinggi belum dapat dicapai oleh perikanan skala kecil, sehingga pendapatan yang diperoleh masih rendah. Pengembangan perikanan rakyat menuju perikanan komersial sudah saatnya untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena begitu besarnya potensi perikanan yang kita miliki tapi tidak memberikan perubahan sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir atau pelaku usaha penagkapan ikan. Perubahan cepat ekonomi masyarakat pesisir tidak terlepas juga dari kemampuan mereka menerima kehadiran teknologi. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang ramah lingkungan dan dapat memberi keuntungan secara ekonomi. Pembangunan dan pengembangan usaha perikanan tangkap yang telah dan sedang dilakukan selama ini lebih diarahkan kepada usaha peningkatan produktivitas perikanan tangkap skala kecil. Sementara permasalahan yang mendasar yang dihadapi dalam pengembangan usaha tersebut adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya akses terhadap permodalan dan
prasarana, teknologi dan pasar, serta faktor sosial budaya yang kurang kondusif bagi kemajuan usaha, dan semuanya ini berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan nelayan. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini tentunya memerlukan pengkajian yang lebih teliti dan berhatihati. Penelitian-penelitian tentang usaha perikanan tangkap skala kecil sudah banyak dilakukan tapi bukan penelitian tentang perhitungan nilai tukar nelayan (NTN). Kajian dalam penelitian ini lebih difokuskan pada perhitungan Nilai Tukar Nelayan (NTN) yang menggunakan alat tangkap pancing di Kelurahan Boneoge Kecamatan Banawa. Nilai tukar umumnya digunakan untuk menyatakan perbandingan antara harga barang-barang dan jasa yang diperdagangkan antara dua atau lebih negara, sektor atau kelompok sosial ekonomi. Nilai Tukar Nelayan (NTN) digunakan untuk mempertimbangkan seluruh penerimaan (revenue) dan seluruh pengeluaran (expenditure) keluarga nelayan. Selain itu, NTN juga digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan secara relatif dan merupakan ukuran kemampuan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang “Analisis Nilai Tukar Nelayan (NTN) Perikanan Pancing di Kelurahan Boneoge Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala”. Penelitian ini sangat penting, mengingat hal ini akan menghasilkan informasi ekonomi perikanan tangkap skala kecil yang dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan pendapatan nelayan sebagai pelaku utama perikanan tangkap. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis tingkat pendapatan dan pengeluaran nelayan pancing di Kelurahan Boneoge Kecamatan Banawa Kabupaten
48
Donggala; (2) Menganalisis pengeluaran dan pendapatan nelayan untuk menghasilkan Nilai Tukar Nelayan (NTN) periode tahun 2014. Kegunaan penelitian ini diiharapkan (1) dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap konsep pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi perikanan tangkap. Studi ini dilakukan dengan menilai tingkat pendapatan nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing; (2) dapat memberikan informasi tentang karakteristik nelayan skala kecil dan jenis-jenis alat tangkap, dan komposisi hasil tangkapan di wilayah Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Informasi-informasi ini sangat penting untuk mempersiapkan rekomendasi pengembangan perikanan tangkap skala kecil. Studi ini juga dapat dianggap sebagai evaluasi ekonomi bagi masyarakat nelayan yang berusaha dalam perikanan tangkap; (3) dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Donggala khususnya dan daerah lainnya pada umumnya dalam membuat kebijakan yang menunjang proses pembangunan ekonomi dalam usaha perikanan tangkap. Selain ini dapat pula dijadikan sebagai penilaian dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah ini.
digunakan analisis tingkat pendapatan nelayan. Analisis pendapatan nelayan bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha perikanan pancing yang dijalankan oleh nelayan (Djamin, 1993). Rumusnya sebagai berikut : n
Py.Y Pxi . Xi i 1
dimana : Π = Pendapatan (keuntungan) per musim Py = Harga satuan pokok (Rp) Y = Total produksi (kg per hektar/ musim) Pxi = Harga satuan input (Rp) Py.Y = Total penerimaan (TR) n
Pxi.Xi i 1
= Total pengeluaran (TC) 2. Untuk menjawab tujuan kedua analisis Nilai Tukar Nelayan (NTN). Basuki, dkk (2001), NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran rumahtangga nelayan selama periode waktu tertentu. Dalam hal ini, pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan kotor atau dapat disebut sebagai penerimaan rumahtangga nelayan. NTN dapat dirumuskan sebagai berikut : NTN = Yt/Et Yt = YFt + YNFt Et = EFt + EKt
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu
Dimana : YFt = Total penerimaan nelayan dari usaha perikanan (Rp) YNFt = Total penerimaan nelayan dari non perikanan (Rp) EFt = Totalpengeluaran nelayan untuk usaha perikanan (Rp) EKt = Total pengeluaran nelayan untuk konsumsi keluarga nelayan (Rp) t = Periode waktu (bulan, tahun, dll)
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Boneoge Kecamatan Banawa kabupaten Donggala. Pemilihan Kelurahan Boneoge sebagai lokasi peneleitian disebabkan karena masyarakat atau penduduk di wilayah itu pada umum adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing. Adapun waktu penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan mulai bulan Maret 2015 sampai dengan Agustus 2015.
Jika NTN > 100 artinya kemampuan/ daya beli (kesejahteraan) nelayan lebih baik dibanding keadaan pada tahun dasar, Jika NTN = 100 artinya kemampuan/
Analisis Data 1. Untuk
menjawab
tujuan
pertama 49
daya beli (kesejahteraan) nelayan sama dengan keadaan pada tahun dasar dan Jika NTN < 100 artinya kemampuan/ daya beli (kesejahteraan) nelayan menurun dibanding keadaan pada tahun dasar
berbatasan dengan kelurahan Maleni dan sebelah Barat berbatasan dengan Perairan Selat Makassar. Kelurahan Boneoge Kecamatan Banawa sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Daerah ini merupakan kantong produksi perikanan laut lebih khusus jenis ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil serta berbagai ikan demersal. Hasil tangkapan nelayan di wilayah ini pada umumnya adalah jenis-jenis ikan pelagis besar seperti ikan cakalang, ikan tuna dan ikan madidihang. Wilayah ini memiliki panjang pantai kurang lebih 3 Km kelurahan sebagai tempat bersandar atau berlabunya perahu dan kapal-kapal nelayan. Karakteristik pantainya berpasir putih dan landai sehingga sebagian wilayah pesisir pantainya dimanfaatkan sebagai tempat berwisata bagi masyarakat Kota Donggala dan dari Kota Palu. Jumlah penduduk Kelurahan Boneoge berdasarkan data Kecamatan Banawa dalam angka tahun 2011 yaitu 3.098 jiwa dengan 813 kepala keluarga (KK) terdiri dari jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.593 orang dan perempuan sebanyak 1.505 orang, dengan luas wilayah 5,10 Km2. Mata pencaharian masyarakat Kelurahan Boneoge sesuai data Kecamatan dalam angka disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel ini mata pencaharian cukup bervariasi, namun data-data buruh/lainnya serta data tidak/belum bekerja memiliki prosentasi tertinggi, tetapi dilihat dari segi pelaku usaha, maka jumlah penduduk bermata pencaharian nelayan adalah sangat besar. Data Tabel 1 dibawah kalau dihitung hanya berdasarkan profesi pekerjaan seperti misalnya petani, peternak, nelayan, pedagang, PNS, TNI/Polri, maka pekerjaan sebagai nelayan menempati urutan kedua. Dalam data kecamatan Banawa dalam angka tahun 2011 tidak/belum bekerja adalah menjadi pembagi dalam menghitung prosentasi mata pencaharian di kelurahan Boneoge. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Perkembangan NTN dapat ditunjukan dalam Indeks Nilai Tukar Nelayan (INTN). INTN adalah rasio antara indeks total pendapatan terhadap indeks total pengeluaran rumah tangga nelayan selama waktu tertentu. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut : INTN = (IYt/IEt) x 100 % IYt = (Yt/Ytd) x 100 % IEt = (Et/Etd) x 100 % Dimana : INTN = indeks nilai tukar nelayan periode t IYt = indeks total pendapatan keluarga nelayan periode t Yt = total pendapatan keluarga nelayan periode t (harga bulan berlaku) Ytd = total pendapatan keluarga nelayan periode dasar (harga bulan dasar) IEt = indeks total pengeluaran keluarga nelayan periode t Et = total pengeluaran keluarga nelayan periode t Etd = total pengeluaran keluarga nelayan periode dasar t = periode (bulan, tahun, dll) sekarang td = periode dasar (bulan, tahun,dll). Dalam perhitungan ini INTN tahun dasar = 100 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kelurahan Boneoge secara administrasi mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut yaitu sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Labuan Bajo, sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Ganti sebelah Timur 50
Imran Daud (2008) menunjukkan bahwa petani 65 orang, pedagang 28 orang, pengusaha 11 orang, PNS 20 orang, peternak 13 orang, nelayan 291 orang dan buruh 120 orang. Dari data ini terjadi perbedaan-perbedaan data seperti petani dari 65 orang menjadi 43 orang, peternak 13 orang menjadi 8 orang dan nelayan dari
291 orang menjadi 160 orang. Gambaran perkembangan jumlah nelayan di kelurahan Boneoge dapat pula dilihat dari perkembangan atau banyaknya alat tangkap dan kapal/perahu yang dimiliki oleh nelayan. Jumlah sarana dan prasarana penangkapan ikan tersebut disajikan pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 1. Mata Pencaharian penduduk Kelurahan Boneoge berdasarkan Jenis Pekerjaan Jumlah No 1 2 3 4 5 6 7 8
Mata Pencaharian Petani Peternak Nelayan Pedagang PNS TNI/Polri Buruh/lainnya Tidak/belum bekerja Jumlah
Orang
Prosentase (%)
43 8 160 35 21 1 333 2.497 3.098
1,48% 0,26% 5,16% 1,13% 0,68% 0.03% 10,75 80.60%
Tabel 2. Banyaknya Sarana dan Prasarana Penangkap ikan di Kelurahan Boneoge No
Jenis Alat Penangkap Ikan
Jumlah
Keterangan
1 2 3 4
Gillnet Pukat Pantai Pancing Lain-lain Jumlah
41 unit 16 unit 97 unit 18 unit 172 unit
Pasif Aktif Aktif/pasif -
No
Jenis Kapal/Perahu Penangkap Ikan
Jumlah
Keterangan
1 2 3 4 5 6
Perahu Jukung Perahu Kecil Perahu sedang Perahu Besar Kapal Motor 0-5 GT Kapal Motor 5-10 GT Jumlah
9 unit 37 unit 24 unit 8 unit 78 unit 19 unit 175 unit
Kategori kapal/perahu nelayan skala kecil.
Sumber: Kecamatan Banawa dalam angka, 2011
Keberagaman alat penangkap ikan yang terdapat pada Tabel 2 di atas merupakan gambaran variasi alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di kelurahan Boneoge. Alat penangkap ikan yang dominan adalah alat tangkap pancing. Alat tangkap pancing termasuk dalat tangkap pasif dan dapat pula dikatakan aktif. Sementara sarana dan prasarana penangkapan yang dominan adalah jenis
perahu kapal motor 0,5 GT yang berjumlah 78 unit. Keadaan alat tangkap dan sarana penangkapan ikan tersebut di atas merupakan gambaran keadaan usaha perikanan tangkap yang digeluti oleh masyarakat nelayan di kelurahan Boneoge. Walaupun terdapat 78 unit kapal motor 0,5 GT tetapi dalam penggunaan alat tangkap pancing masih termasuk kategori nelayan skala kecil.
51
sampai dengan Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) sementara pengalaman melauat adalah 6 – 30 tahun. Bila dilihat dari usia produktif seorang nelayan, maka dapat dikatakan bahwa ketersediaan tenaga kerja cukup besar untuk dapat melakukan usaha disektor perikanan tangkap. Secara detail karakteristik responden disajikan pada Tabel 3
Karakteristik Nelayan Pancing di Kelurahan Boneoge Karakteristik responden mencakup umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman melaut dan tanggungan keluarga. Usaha produktif nelayan yang berada di kelurahan Boneoge Kecamatan Banawa 20 – 62 Tahun, dengan tingkat pendidikan rata-rata Sekolah Dasar (SD)
Tabel 3. Karakteristik Nelayan Responeden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Nasrudin Parman Muhamad Zain Lacemmi Sirajudin Suparto Masdar Mansur Muhtasim Nasrin Supriyadin Muliadin Kariadin Akrun Rusdin Laraside Adhar Amaludin Marjo K. Djufri Anhar
Umur (tahun) 55 30 20 62 50 47 42 45 40 45 38 30 38 35 55 50 54 33 55 31
Pendidikan Formal SD SMP SDN SDN STN SDN SMP SD SD SLTA SMP SD SD SD SD SD SD SMK SMP SD
Usia nelayan berpengaruh terhadap kemampuan dalam bekerja sebagai pelaut yang melakukan usaha penangkapan ikan. Sektor perikanan tangkap merupakan sektor yang mengandalkan kegiatan fisik dan beresiko serta belum ada kepastian mendapatkan hasil tangkapan atau produksi. Usia produktif seorang nelayan adalah usia yang mampu melakukan usaha penangkapan ikan secara produktif dan efesien dalam menghasilkan pendapatan. Hasil pengamatan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa usia nelayan penangkap ikan yang menggunakan alat tangkap pancing di kelurahan Boneoge berkisar antara 20 tahun saampai 62 tahun. Dengan data ini, berarti sebagian besar
Pengalaman Melaut (thn) 30 15 20 30 10 20 10 20 20 20 10 15 15 15 25 20 10 15 15 6
Tanggung Keluarga 2 1 3 6 2 5 5 5 1 3 5 0 6 5 4 7 3 2 4 4
nelayan masih termasuk usia sangat produktif sehingga dianggap telah cukup mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha penangkapan ikan di laut. Tingkat pendidikan nelayan pancing di kelurahan Boneoge yang rata-rata sekolah dasar (SD) menunjukkan rendahnya sumberdaya nelayan tersebut. Dalam penelitian ini tidak mengkaji atau menelititi tentang sejauhmana tingkat pendidikan nelayan terhadap produksi hasil tangkapan dalam kegiatan usaha di bidang perikanan tangkap. Walaupun diketahui bahwa pendidikan merupakan modal dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia sebagai ujung tombak dalam pembangunan disektor perikanan tangkap. 52
Meskipun tingkat pendidikan formal nelayan yang menggunakan pancing sebagian besar sangat rendah tidak berarti akan mengurangi dalam melakukan usaha penangkapan ikan di laut. Nelayan di kelurahan Boneoge juga biasanya mendapatkan pendidikan non formal melalui kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga-tenaga penyuluh di wilayah tersebut. Dengan adanya kegiatan penyuluhan tersebut memungkinkan bagi nelayan kecil untuk meningkatkan hasil tangkapan setiap kali kegiatan melaut. Pengalaman melaut sebagai nelayan adalah jangka waktu seorang nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. Secara umum nelayan kecil di kelurahan Boneoge yang menggunakan alat tangkap pancing kebanyakan belajar melaut dari warisan orang tuanya. Pengalaman yang mereka peroleh merupakan pengetahuan dari nenek moyangnya dalam menekuni usaha penangkapan ikan. Hasil studi menunjukkan bahwa dari 20 responden yang di amati sekitar 95% nelayan pancing yang mempunyai pengalaman lebih dari 10 tahun. Hal dapat dilihat bahwa sebagian besar nelayan kecil yang menggunakan alat tangkap pancing
menjadikan sektor usaha perikanan tangkap sebagai satu-satunya sumber pendapatan dalam memenuhi kebutuhan rumahtangga mereka. Ketergantungan kehidupan nelayan kecil pada sumberdaya laut khususnya dalam usaha penangkapan ikan adalah sangat besar. Analisis Tingkat Pendapatan Nelayan Pancing Seorang nelayan melakukan usaha penangkapan ikan untuk memperoleh pendapatan dengan harapan dan tujuan agar memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seorang nelayan pancing berusaha seoptimal mungkin agar hasil tangkapannya cukup besar. Sumber pendapatan yang paling diharapkan dan dominan adalah dari penghasilan menangkap ikan di laut dengan alat tangkap pancing. Sebagai gambaran penghasilan seorang nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing dapat dilihat pada Tabel 4.4., di bawah ini. Dalam Tabel tersebut akan digambarkan penerimaan seorang nelayan pancing dengan berapa besar produksi setiap bulan dan berapa besar biaya yang keluarkan.
Tabel 4. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usaha Penangkapan Ikan per bulan. No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama
Nasrudin Parman Muh. Zain Lacemmi Sirajudin Suparto Masdar Mansur Muhtasim Nasrin Supriyadin Muliadin Kariadin Akrun Rusdin L. Adhar Amaludin Marjo K. Djufri Anhar
Penerimaan Produksi Harga (Kg) (Rp) 2000 25.000 1000 25.000 2500 25.000 200 25.000 1000 25.000 200 25.000 1000 25.000 300 25.000 250 25.000 400 25.000 400 25.000 450 25.000 450 25.000 400 25.000 350 25.000 480 25.000 350 25.000 1000 25.000 400 25.000 500 25.000
Total Penerimaan (Rp)
Biaya Biaya Biaya Tetap (Rp) Variabel (Rp) 400.000 21.450.000 400.000 7.675.000 400.000 7.800.000 400.000 2.000.000 400.000 12.060.000 400.000 2.040.000 400.000 7.355.000 400.000 3.080.000 400.000 2.980.000 400.000 2.980.000 400.000 3.380.000 400.000 3.380.000 400.000 3.380.000 400.000 3.380.000 400.000 3.380.000 400.000 4.056.000 400.000 2.970.000 400.000 6.725.000 400.000 3.480.00 400.000 3.100.000
50.000.000 25.000.000 62.500.000 5.000.000 25.000.000 5.000.000 25.000.000 7.500.000 6.250.000 10.000.000 10.000.000 11.250.000 11.250.000 10.000.000 8.750.000 12.000.000 8.750.000 25.000.000 10.000.000 12.500.000
53
Total Biaya (Rp)
Pendapatan (Rp)
21.850.000 8.075.000 8.200.000 2.400.000 12.460.00 2.440.000 7.755.000 3.480.000 3.380.000 3.380.000 3.780.000 3.780.000 3.780.000 3.780.000 3.780.000 4.456.000 3.370.000 7.125.000 3.840.000 3.500.000
28.150.000. 16.925.000. 54.300.000. 2.600.000. 12.940.000. 2.960.000. 17.245.000. 4.020.000. 2.870.000. 6.620.000. 6.220.000. 7.470.000. 7.470.000. 6.220.000. 4.970.000. 7.544.000. 5.380.000. 17.875.000. 6.520.000. 9.000.000.
Variabel pendapatan merupakan salah satu tolak ukur untuk melihat kondisi kesejahteraan penduduk. Tujuan analisis pendapatan pada bagian ini untuk mengemukakan besarnya penerimaan, biaya dan pendapatan dari nelayan pancing dalam setiap bulannya. Melihat hasil tangkapan (produksi) yang diperoleh oleh nelayan pancing antara paling sedikit 250 kg dan paling banyak 2500 kg. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan nelayan pancing berkisar antara Rp. 6.250.000., sampai dengan Rp. 62.500.000 dalam setiap bulannya. Adapun biaya yang dikeluarakan oleh seorang nelayan terbagi atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap distandarisasi sekitar Rp. 400.000., per bulan dan biaya tidak tetap bervariasi tegantung dari ukuran perahu atau kapal yang digunakan dan lamanya waktu dalam kegiatan satu kali melaut (per trip). Dengan menjumlahkan penerimaan yang diperoleh oleh nelayan dan biaya-biaya yang dikeluarakan, maka dapat digambarkan dalam Tabel di atas tentang besarnya pendapatan usaha penangkapan ikan oleh nelayan pancing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing di Kelurahan Boneoge memiliki pendapatan per bulan paling rendah Rp. 2.870.000., dan paling tinggi Rp. 54. 300.000.-. pendapatan ini cukup besar dibandingkan dengan nelayan kecil lainnya. Perlu kami gambarkan bahwa sarana penangkapan atau perahu yang digunakan oleh nelayan pancing berukuran 1 – 5 GT. Ukuran perahu ini sudah dapat menjelajah hampir semua wilayah Selat Makassar sehingga daerah penangkapan (fishing ground) nelayan tersebut mencapai 60 Mil dari pangkalan pendaratan (fishing base). Dilihat dari sisi produsen, penerimaan berarti jumlah penghasilan yang diperoleh dari menjual barang hasil produksinya atau dengan kata lain menghargakan produksi dengan suatu harga pasar tertentu. Balas jasa yang harus dibayarkan
dari faktor-faktor produksi yang dipakai merupakan biaya operasional melaut. Selisih antara penerimaan dengan biaya operasional melaut merupakan keuntungan (surplus) yang diterima produsen dalam proses produksinya (Gunawan dan Lanang, 1994). Keuntungan yang diterima nelayan merupakan pendapatan bersih yang diperoleh dari unit usaha yang dijalankan setiap trip. Namun dalam tulisan ini, data pendapatan nelayan hanya menyajikan perbandingan penerimaan dan biaya operasional melaut. Penyajian tersebut bertujuan agar memudahkan kita dalam menentukan usaha mana yang memiliki penerimaan dan membutuhkan biaya terbesar serta secara ekonomi dapat menentukan usaha apa yang layak dan menguntungkan untuk diusahakan nelayan. Analisis Nilai Tukar Nelayan (NTN) Pancing Hasil survey di lokasi penelitian dengan wawancara kepada nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing dengan armada Kapal Motor 1-5 GT, diperoleh data-data tentang pendapatan usaha perikanan pancing dan pengeluaran rumahtanggahnya setiap bulan. Selanjutnya pengeluaran dan pendapatan nelayan ini digunakan untuk menghitung NTN. Studi ini mencoba mengungkap terhadap NTN nelayan dalam usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing. Tabel 5., menunjukkan bahwa secara umum ada perbedaan dalam tingkat kesejahteraan nelayan pancing dengan pendekatan perhitungan nilai tukar nelayan (NTN). NTN terendah adalah 97,24 dan tertinggi adalah 506, 74. Terdapat perbedaan yang sangat siginifikan di antara nelayan, tetapi nilai rata-rata NTN nelayan pancing pada 20 responden tersebut di atas adalah 184,4%. Perhitungan NTN ini setelah di analisis menunjukkan bahwa nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing dengan armada Kapal Motor 1- 5
54
GT sangat sejahtera. Karena NTN lebih besar dari 100, artinya bahwa kemampuan/daya beli (kesejahateraan) nelayan di kelurahan Boneoge lebih baik dibanding keadaan pada tahun dasar atau sebelumnya. Tingginya NTN nelayan pancing yang menggunakan armada Kapal Motor 1-5 GT di Kelurahan Boneoge merupakan dampak dari besar potensi sumberdaya ikan yang berada di Selat Makassar. Potensi perikanan laut yang cukup menjanjikan di wilayah Selat Makassar menjadikan nelayan di wilayah itu dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Komoditas hasil
tangkapan nelayan pancing sesuai hasil studi adalah jenis-jenis ikan pelagis besar dan berbagai jenis-jenis ikan demersal. Berdasarkan data Kecamatan Banawa dalam angka tahun 2011 bawah Kapal Motor 1 – 5 GT berjumlah 78 unit. Tetapi karena begitu menjanjikannnya usaha penagkapan ikan dengan menggunakan Kapal Motor 1-5 GT, maka jumlah armada tersebut pada tahun 2015 berkembang menjadi 115 unit atau naik menjadi 32,17% dalam jangka waktu kurang lebih 4 tahun. Bentuk atau kontruksi salah satu unit kapal motor 1-5 GT. Data-data pendapatan dan pengeluiaran nelayan pancing diaajikan pada tabel 4.5., di bawah ini.
Tabel 5. Perhitungan Nilai Tukar Nelayan (NTN) usaha perikanan pancing tahun 2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama Responden
Total Pendapatan
Nasrudin Parman Muhamad Zain Lacemmi Sirajudin Suparto Masdar Mansur Muhtasim Nasrin Supriyadin Muliadin Kariadin Akrun Rusdin L. Adhar Amaludin Marjo K. Djufri Anhar
28.150.000. 16.925.000. 54.300.000. 2.600.000. 12.940.000. 2.960.000. 17.245.000. 4.020.000. 2.870.000. 6.620.000. 6.220.000. 7.470.000. 7.470.000. 6.220.000. 4.970.000. 7.544.000. 5.380.000. 17.875.000. 6.520.000. 9.000.000
Total Pengeluaran 27.395.000 8.785.000.10.715.500 2.400.000 13.306.000 2.440.000 8.522.500 3.125.000 2.550.000 4.000.000 3.885.000 3.850.000 3.875.000 3.790.000 2.470.000 3.410.000 3.230.000 10.330.500 5.540.000 3.500.000
NTN (%) 102,75 192,65 506,74 108,33 97,24 121,31 202,34 128,64 112,54 265,5 170,39 194,02 192,77 164,11 201,21 221,23 166,56 173,03 117,68 257,14
(kesejahateraan) nelayan di kelurahan Boneoge lebih baik dibanding keadaan pada tahun dasar atau tahun sebelumnya. 3. Dengan dua pendekatan analisis pada poin 1 dan 2 di atas, menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap dengan menggunakan alat tangkap pancing dengan armada Kapal Motor 1-5 GT layak untuk dikembangkan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Nelayan di kelurahan Boneoge yang menggunakan alat tangkap pancing dengan armada 1-5 GT memiliki pendapatan rata-rata Rp. 11.364.950.per bulan. 2. Nilai Tukar Nelayan pancing di Kelurahan Boneoge sebesar 184,4% artinya bahwa kemampuan/daya beli
55
Fridman, A.L, 1988. Perhitungan dalam Merancang Alat Penangkap Ikan Devisi dan di Edit dan di Kembangkan oleh PJG Carrothers. Team Penterjemah BPPI, Semarang. Masyhuri, 1998. Pendekatan dalam Studi Masyarakat Nelayan Tertinggal: Sebuah Catatan Awal dalam Strategi Pengembangan Desa Nelayan Tertinggal: Organisasi Ekonomi Masyarakat Nelayan. Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Nasution, M., 1994. Potensi Kelautan sebagai Sumber Pertumbuhan Baru. Makalah disampaikan pada Rakernas dan Seresehan Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) Jakarta. Nikijuluw, 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pustaka Cidesindo Jakarta, 254 hal. Sudirman dan Malawa, 2000. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Rineka Cipta Jakarta. Wahyono, A. 1998. Perkembangan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan dan dampaknya terhadap Kemiskinan Nelayan dalam Strategi Pengembangan Desa Nelayan Tertinggal: Organisasi Ekonomi Masyarakat Nelayan. Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Saran Dalam menghitung tingkat pendapatan dan kesejahtreraan nelayan sebaiknya menggunkana metode sensus karena sarana dan prasarana serta waktu yang digunakan nelayan untuk kegiatan melaut berbeda-beda. Olehnya diperlukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat pendapatan nelayan yang berhubungan dengan musim penangkapan serta lebih detail pada jenis-jenis ikan hasil tangkapan. DAFTAR PUSTAKA Basuki, R, Prayogo U.H., Tri Pranaji, Nyak Ilham, Sugianto, Hendiarto, Bambang W, Daeng H., dan Iwan S,. 2001. Pedoman Umum Nilai Tukar Nelayan. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, DKP. Jakarta. Djamin, Z., 1993. Perencanaan dan Analisa Proyek. LP. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Hutabarat, B,. 1996. Analisis Deret Waktu Kecenderungan Nilai Tukar Petani di Jawa Barat. Bandung : Prakarsa. Jurnal Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD.
56