i
ANALISIS NILAI TAMBAH PISANG AWAK (Musa paradisiaca, L) DAN DISTRIBUSINYA PADA PERUSAHAAN “NA RASEUKI” DAN “BERKAH” DI KABUPATEN BIREUN, PEMERINTAH ACEH
Oleh : T. RIYAN HIDAYAT A 14104036
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ii
RINGKASAN T. RIYAN HIDAYAT. ANALISIS NILAI TAMBAH PISANG AWAK (Musa paradisiaca, L) DAN DISTRIBUSINYA PADA PERUSAHAAN “NA RASEUKI” DAN “BERKAH” DI KABUPATEN BIREUN, PEMERINTAH ACEH. (DIBAWAH BIMBINGAN HARIANTO). Dalam perekonomian Indonesia, subsektor agroindustri perkebunan secara tradisional menghasilkan berbagai komoditas, diantaranya pisang komoditas yang memiliki nilai tambah cukup baik, tersedia dalam jumlah yang besar, serta mudah ditemukan di pasar. Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian. Efek agroindustri mampu mentransformasikan produk primer ke produk olahan sekaligus budaya kerja bernilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi (Suryana, 2005). Komoditi pertanian pada umumnya dihasilkan sebagai bahan mentah dan mudah rusak, sehingga perlu langsung dikonsumsi. Proses pengolahan ini dapat meningkatkan guna komoditi pertanian. Salah satu konsep yang sering digunakan membahas pengolahan komoditi ini adalah nilai tambah Menurut Hicks (1995), agroindustri adalah kegiatan dengan ciri: (a) meningkatkan nilai tambah, (b) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, (c) meningkatkan daya simpan, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan produsen. Simatupang dan Purwoto (1990) menyebutkan, pengembangan agroindustri di Indonesia mencakup berbagai aspek, diantaranya menciptakan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan devisa, memperbaiki pemerataan pendapatan, bahkan mampu menarik pembangunan sektor pertanian sebagai sektor penyedia bahan baku. Pengembangan agroindustri dengan bahan baku yang tersedia dalam jumlah dan waktu yang sesuai, merupakan syarat kecukupan untuk berproduksi secara berkelanjutan. Optimalisasi nilai tambah dicapai pada pola industri yang berintegrasi langsung dengan usahatani keluarga dan perusahaan pertanian. Salah satu agenda pembangunan Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah melalui pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM). Pengembangan UMKM diharapkan dapat menyerap kesempatan kerja sekaligus meningkatkan pendapatan pelakunya (Pemerintah Republik Indonesia, 2005). Usaha agroindustri “kripik pisang” dengan bahan baku utama pisang merupakan usaha tradisional yang banyak dilakukan masyarakat dan telah berkembang sejak lama di kota Bireuen Kabupaten Bireuen. Usaha ini sebagiannya dilakukan secara turun temurun meskipun dari skala usaha sebagian kurang berkembang dengan baik. Agroindustri kripik pisang merupakan salah satu usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan di Kota Bireuen, namun upaya pengembangannya masih dihadapkan pada berbagai kendala antara lain; kebijakan pengembangannya belum dilakukan secara terpadu dan terfokus, pemerintah daerah belum memiliki strategi yang tepat serta belum adanya
iii
sentra pengembangan agroindustri keripik pisang yang sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah. Semakin meningkatnya penyediaan pisang di dalam negeri akan menimbulkan masalah yang dampaknya secara umum dirasakan oleh petani. Dampak tersebut yang bersifat ekonomi yaitu harga, harga akan merosot sehingga pendapatan petani akan merosot pula. Salah satu sifat produk pertanian adalah mudah rusak (perishable) sedangkan konsumsi berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu upaya memenuhi konsumsi antara lain melalui pengolahan hasil pertanian. Ditinjau dari segi ekonomi, pengolahan hasil pertanian dapat meningkatkan nilai tambah yaitu, meningkatkan daya awet komoditas pertanian dan memberikan keuntungan bagi pengolah, sekaligus menambah pendapatan petani, sehingga melimpahnya produksi pisang pada panen raya tidak terbuang percuma. Pisang yang tidak laku atau harganya murah di pasar, dapat dimanfaatkan untuk suatu usaha, salah satu pemanfaatannya adalah dengan mengolahnya menjadi kripik pisang. Pengolahan pisang menjadi kripik pisang merupakan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara petani pisang, pengusaha kripik, pengecer, serta konsumen. Pengembangan agroindustri kripik pisang dapat mendorong peningkatan nilai tambah pisang, budidaya (on-farm agribusiness) dan kegiatan lain dalam sistem agribisnis secara keseluruhan. Posisi sektor agroindustri dapat menjadi pemacu akselerasi pertumbuhan pertanian khususnya dan perekonomian pada umumnya. Agroindustri dapat mentransformasi output pertanian menjadi input agroindustri, output yang tidak dapat diserap pasar masih dapat digunakan sebagai bahan baku industri. Kenaikan pendapatan rumah tangga pengelola sendiri disebabkan adanya nilai tambah dari produk yang dihasilkan dan balas jasa tenaga kerja yang terlibat dalam agroindustri. Kesediaan konsumen membayar output agroindustri yang lebih tinggi daripada bahan baku merupakan intensif menarik bagi pengelola industri tersebut. Berdasarkan data dari tahun 2004 sampai tahun 2005 peran nilai tambah sektor industri dalam pembentukan PDRB masih rendah, sedangkan pada tahun 2005 sampai tahun 2006 terjadi fluktuasi. Investasi dalam bidang indutri kecil baik formal maupun non formal sudah merata di semua Kecamatan dalam Kabupaten Bireuen. Khususnya di Kabupaten Bireuen industri kecil dan kerajinan rumah tangga masih mendominasi dilihat dari nilai tambah yang dihasilkan dalam pembentukan PDRB. Dimana sektor ini menyumbang sebesar 32,93 milyar pada tahun 2003, tahun 2004 terjadi peningkatan sebesar 36,245 miliyar atau 9,146 persen, ditahun 2005 meningkat sebesar 40,111 miliyar atau 9,64 persen dan pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 44,371 milyar atau 9,60 persen sedangkan kontribusinya terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bireuen sebesar 1,59 persen ditahun 2003, pada tahun 2004 menurun 1,52 persen, dan pada tahun 2005 terjadi peningkatan dengan angka 1,53 persen selanjutnya pada tahun 2006 kembali terjadi peningkatan menjadi 1,56 persen.
iv
Kabupaten ini merupakan daerah penghasil pisang di Pemerintah Aceh. Dari 151.933 batang pisang, dihasilkan 3.792 ton buah pisang. Sebagian besar pisang ini diolah menjadi kripik. Industri kripik pisang terbanyak berada di Kecamatan Jeumpa dengan 80 industri rumah tangga. Di kecamatan Peusangan dan Juli masing-masing terdapat 40 dan 10 industri rumah tangga. Masing-masing industri rumah tangga rata-rata memiliki 10 tenaga kerja, sehingga industri kripik pisang setidaknya menyerap 1.000 tenaga kerja lebih. Kripik pisang Bireuen menjadi buah tangan dengan harga Rp 17.000 hingga Rp 20.000 per kilogram. Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang terdapat pada pisang Awak yang diolah menjadi kripik pisang dengan menggunakan metode Hayami. Besarnya analisis nilai tambah pisang untuk satu kali proses produksi kripik pada perusahaan “Na Raseuki” yaitu Rp 1.316 per kg bahan baku, dengan nilai R/C 1,300 dan nilai BEP sebesar Rp 642.073,52. Sedangkan untuk perusahaan “Berkah” juga memiliki nilai tambah yaitu sebesar Rp 830 per kg bahan baku, dengan nilai R/C 1,128 dan nilai BEP sebesar Rp 1.294.091,45. Kegiatan pengolahan kripik pisang pada kedua perusahaan ini menguntungkan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian bahwa keuntungan yang diterima perusahaan “Na Raseuki” sebesar Rp 432.675 untuk satu kali proses produksi dengan total biaya Rp 1.442.325 dan penerimaan sebesar Rp 1.875.000. Sedangkan untuk perusahaan “Berkah” keuntungan yang diperoleh untuk satu kali proses produksi adalah Rp 317.390 dengan total biaya Rp 2.307.610, serta penerimaan sebesar Rp 2.625.000. Produk kripik pisang sebagian dikirim keluar Kabupaten Bireuen seperti, Banda Aceh, Lhokseumawe, Takengon dan kota-kota besar lainya di Pemerintah Aceh. Kripik pisang juga dipasarkan diluar Pemerintah Aceh, Medan salah satu pasar yang cukup besar permintaan akan kripik pisang. Biaya pengiriman untuk wilayah luar Kabupaten Bireuen ditanggung oleh pihak pembeli, sedangkan untuk wilayah sekitar pengecer mengambil langsung produk di tempat pengolahan di Desa Cot Tareum Baroh. Kata kunci : Analisis Nilai Tambah, Agroindustri, Pisang.
v
ANALISIS NILAI TAMBAH PISANG AWAK (Musa paradisiaca, L) DAN DISTRIBUSINYA PADA PERUSAHAAN “NA RASEUKI” DAN “BERKAH” DI KABUPATEN BIREUN, PEMERINTAH ACEH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : T. RIYAN HIDAYAT A 14104036
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
vi
Judul
: ANALISIS
NILAI
TAMBAH
PISANG
AWAK
(Musa paradisiaca, L) DAN DISTRIBUSINYA PADA PERUSAHAAN “NA RASEUKI” DAN “BERKAH” DI KABUPATEN BIREUEN, PEMERINTAH ACEH Nama
: T. RIYAN HIDAYAT
NRP
: A14104036
Program Studi : MANAJEMEN AGRIBISNIS
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Dr. Ir. Harianto M S. NIP. 19581021 198501 1 001
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 19571222 198203 1 002
Tanggal Lulus: _____________
vii
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS NILAI TAMBAH PISANG AWAK (Musa paradisiaca, L) DAN DISTRIBUSINYA “BERKAH”
DI
PADA
PERUSAHAAN
KABUPATEN
BIREUN,
“NA
RASEUKI”
PEMERINTAH
DAN ACEH”
ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
SUMBER
INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, Desember 2009
T. Riyan Hidayat NRP A14104036
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Alue Mudem, Lhoksukon pada tanggal 29 Nopember 1985 dari pasangan T. Yahya Yazid dan Cut Jamilah sebagai anak ketiga dari lima bersaudara. Penulis lulus pendidikan dasar di SDN Alue Mudem pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTPN 3 Banda Aceh hingga tahun 2002. Pendidikan lanjutan tingkat menengah atas diselesaikan di SMUN 3 Banda Aceh dari tahun 2002-2004. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif menjadi anggota dan pengurus Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) di Departemen Penelitian dan Kebijakan pada tahun 2005-2006, Ketua Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong 2006-2007, Sekretaris Asrama Mahasiswa Aceh Leuser 2007-2008, Bendahara Asrama Mahasiswa Aceh Leuser periode 2008-2009, dan Ketua kelompok Kuliah Kerja Profesi (KKP), Kecamatan Bumiayu, Jawa Tengah tahun 2007.
ix
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Nilai Tambah Pisang Awak (Musa paradisiaca, L) Dan Distribusinya pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” di Kabupaten Bireuen, Pemerintah Aceh”.
Skripsi ini disusun penulis dalam rangka
menyelesaikan pendidikan untuk program sarjana (S1) pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menganalisis nilai tambah pisang Awak menjadi produk kripik pisang pada perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah”, dengan menggunakan metode Hayami. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, terutama sebagai bahan masukan bagi industri rumah tangga pengolahan pisang.
Terakhir, penulis menyadari masih terdapat
kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.
Bogor, Desember 2009
Penulis
x
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji bagi Allah SWT atas kasih dan sayang-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat serta keluarga beliau. Pada kesempatan ini, dengan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Dr. Ir. Harianto, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi sampai dengan selesainya karya ini.
2.
Ir. Narni Farmayanti, M.Si selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik, saran dan masukan berharga kepada penulis untuk penyempurnaan karya ilmiah ini.
3.
Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji komdik atas kesediaannya memberikan, kritik, saran dan masukan berharga kepada penulis untuk penyempurnaan karya ilmiah ini.
4.
Dr. Ir. Anna Faryanti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya selama ini.
5.
Segenap staf Program Studi Agribisnis atas bantuan dan arahan yang telah diberikan.
6.
Bapak Azhari dan Ibu Fatimah, selaku pengusaha kripik pisang di Desa Cot Tareum, yang telah memberi ijin penelitian, serta memberikan informasi tentang kripik pisang.
7.
Leuser Crew 09 (Akim, Zulfan, Yasar, Arifka, Agus, Heru, Husnul, Fahrul) yang telah menjadi rekan se-atap yang setia.
8.
B’Andi, b’Syahrul, b’Faisal S, b’Eco, Ampon Oji, Bro Hasfi, Cek Mike, k’mala, atas semangat dan bantuan yang diberikan selama penelitian.
9.
Ivan, Che, Richie, Ridha, Halida, serta rekan-rekan 41 Aceh lainnya.
10. Adik-adik (Nanda, Desna, Andria, Ryan, Ami, Alvi, Dwi, Nabila, Vera, Tutia, Rizky, Nova, Lita, Putri, Tya, Pika, Naim) yang telah memberikan do’a dan motivasi selama ini.
xi
11. Rekan-rekan “Ageberz’41 d last generation”, terimakasih atas masa-masa indahnya selama lebih dari empat tahun, spesial (Aulia, Yustika, Irsan, Fadel, Dwita, Rani, Randi, Ali, Uci, Evan). 12. Rekan-rekan pengurus IMTR periode 2006-2007 “Super Tim bukan Super Man”. 13. Terakhir dan teristimewa terimakasih saya sampaikan kepada Ayahanda T. Yahya Yazid dan Ibunda Almh. Cut Jamilah; Kakanda dr. Cut Maya Dewi, dan Cut Fitri Ananda, SE; Adinda Cut Erika Yolanda dan Cut Silvina Kanazier; Serta Bg. Poji dan Bg. Ar Atas kepercayaan, do’a dan restu, Alhamdullillah saya telah dapat memenuhi salah satu kewajiban terhadap keluarga ini. Semoga kita semua selalu berada dalam lindungan Allah S.W.T. Amin.
xii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xiv
DaFTAR GAMBAR ..................................................................................
xv
BAB I.
PENDAHULUAN ....................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................
4
1.4 Kegunaan Penelitian ...........................................................
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................
5
2.1 Karakteristik Buah Pisang ..................................................
5
2.2 Manfaat Pisang ....................................................................
6
2.3 Konsep Nilai Tambah .........................................................
7
2.4 Penerapan Teknologi Baru dan Pengolahan Pisang ...........
9
2.5 Potensi dan Prospek Agribisnis Pisang ..............................
11
2.6 Studi terdahulu Analisis Nilai Tambah ...............................
13
2.7 Kerangka Pemikiran ............................................................
15
BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................
17
3.1 Metode Pemilihan Lokasi Penelitian dan Waktu ...............
17
3.2 Metode Penentuan Populasi dan Tempat ...........................
17
3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................
17
3.4 Metode Analisis Data ..........................................................
18
3.5 Batasan Istilah dan Pengukuran Variabel ............................
22
BAB IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN .................
25
4.1 Letak Geografis .................................................................
25
4.2 Populasi Penduduk ..............................................................
25
4.3 Profil Perekonomian Pertanian ............................................
25
4.4 Peranan Industri dalam Perekonomian ................................
30
4.5 Aspek Sejarah Industri Perusahaan ....................................
32
xiii
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................
34
5.1 Karakteristik Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah .........
34
5.2 Proses Pembuatan Kripik Pisang ........................................
35
5.3 Analisis Nilai Tambah Usaha Kripik Pisang .......................
37
5.4 Biaya Produksi.....................................................................
43
5.4.1 Biaya Tetap ................................................................
43
5.4.2 Biaya Tidak Tetap ......................................................
45
5.4.3 Biaya Total .................................................................
47
5.5 Penerimaan dan Keuntungan ...............................................
47
5.6 Revenue Cost Ratio (R/C) dan Analisis Titik Impas (BEP)
48
5.7 Distribusi Kripik Pisang ......................................................
50
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................
51
6.1 Kesimpulan ...........................................................................
51
6.2 Saran .....................................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
53
xiv
DAFTAR TABEL No
Halaman
1.
Nilai Gizi Beberapa Jenis Pisang (per 100 gram daging buah) ......
2.
Perbandingan Komposisi Kimiawi Tepung Pisang dengan
10
Tepung Beras dan Jagung (per 100 gram) ......................................
11
3.
Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami ....................
19
4.
Analisis Nilai Tambah Kripik Pisang pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” ............................................................
5.
38
Pendapatan Tenaga Kerja Langsung pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” ...........................................................
39
6.
Perhitungan Total Sumbangan Input Lain ......................................
40
7.
Biaya Tetap Kripik Pisang per Proses Produksi..............................
43
8.
Biaya Penyusutan Peralatan per Proses Produksi Kripik Pisang ....
44
9.
Biaya Tidak Tetap Kripik Pisang per Proses Produksi ...................
45
10. Biaya Sumbangan Input Lain Kripik Pisang ...................................
46
11. Total Biaya Kripik Pisang per Proses Produksi ..............................
47
12. Penerimaan dan Keuntungan per Proses Produksi Kripik Pisang ...
48
13. Nilai RC Ratio pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah”. ......
49
14. Nilai BEP pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah”...............
49
xv
DAFTAR LAMPIRAN No 1.
Halaman Perhitungan Analisis Nilai Tambah pada Industri Rumah Tangga “Na Raseuki”...................................................................................
2.
56
Perhitungan Analisis Nilai Tambah pada Industri Rumah Tangga “Berkah”..........................................................................................
58
3.
Produksi Buah Pisang di Indonesia (dalam Ton) ...........................
60
4.
Luas Panen Buah Pisang di Indonesia (dalam Hektar) ...................
61
5.
Produktivitas Budidaya Pisang di Indonesia ( Kwintal/Ha) ...........
62
6.
Produksi Buah-buahan Menurut Provinsi (Ton), 2008 ...................
63
7.
Produksi Buah-buahan di Indonesia ...............................................
65
xvi
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1.
Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................
16
2.
Tahapan Pengolahan Pisang Menjadi Kripik Pisang ......................
35
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bersama-sama dengan sektor pertanian primer, sektor agroindustri akan
dapat
dijadikan
sebagai
sumber
pendapatan
penduduk Indonesia dan mengurangi kemiskinan.
sebagian
besar
Ketangguhan industri
yang berbasis pertanian telah terbukti pada masa krisis. Sektor agroindustri tidak banyak terpengaruh oleh krisis dan dengan cepat mengalami pemulihan.
Pentingnya peran sektor agroindustri bukan hanya dilihat
dari ketangguhannya dalam menghadapai krisis ekonomi namun juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor lain.
Keterkaitan tersebut
tidak hanya keterkaitan produk, tetapi juga melaui media keterkaitan lain,
yaitu
keterkaitan
konsumsi,
investasi
dan
tenaga
kerja
(Rangarajan, 1982; Haggblade et al., 1991). Hal ini berimplikasi melalui pengembangan
sektor
agroindustri,
akan
tercipta
kesempatan
kerja
dan sumber pendapatan masyarakat, sehingga rumah tangga petani tidak
hanya
menggantungkan
sumber
penghidupan
mereka
pada
sebidang tanah yang semakin menyempit, namun secara luas mampu mendukung pertumbuhan produktivitas.
Kesemua itu akan berdampak
positif bagi pengurangan kemiskinan yang sebagian besar berada di sektor pertanian. Peran
sektor
agroindustri
dalam
difokuskan pada nilai pengganda output, dan
keterkaitan
antar
sektor
pendapatan rumah tangga.
serta
perekonomian nilai tambah,
perannya
dalam
nasional
tenaga kerja meningkatkan
Apabila upah tenaga kerja diasumsikan
merupakan suatu konstanta yang bersifat konstan dalam satu titik waktu,
maka
nilai
tambah
tenaga
kerja
dapat
dijadikan
sebagai
stimulus penyerapan tenaga kerja nasional, sementara peran sektor agroindustri dalam meningkatkan pendapatan sektor lain dapat ditingkatkan melalui pengganda keterkaitan sektor, khususnya keterkaitan ke belakang.
2
Hasil analisis menunjukkan bahwa sektor agroindustri memiliki peran yang lebih besar dalam meningkatkan output, nilai tambah dan penyerapan Namun
tenaga
kerja
dibandingkan
sektor
pertanian
primer.
pengembangan sektor agroindustri belum mampu meningkatkan
pendapatan pendapatan
golongan rumah tangga buruh tani dan petani sebaik yang
diterima
oleh
rumah
tangga
non
pertanian.
Pengaruh langsung terbesar dari pengembangan agroindustri makanan akan diterimakan ke tenaga kerja pertanian, sedangkan pengaruh langsung terbesar dari pengembangan agroindustri non makanan diterimakan ke tenaga kerja non pertanian.
Namun dengan memperhitungkan pengaruh
tidak langsung dari masing-masing agroindustri makanan dan non makanan, dampak pengembangan sektor agroindutri akan lebih besar di terima oleh tenaga kerja dan rumah tangga non pertanian dari pada tenaga kerja dan rumah tangga pertanian. Dalam perekonomian Indonesia, subsektor agroindustri perkebunan secara
tradisional
menghasilkan
berbagai
komoditas,
diantaranya
pisang komoditas yang memiliki nilai tambah cukup baik, tersedia dalam jumlah yang besar, serta mudah ditemukan di pasar. Kegiatan agroindustri merupakan Efek
bagian
agroindustri
integral mampu
dari
pembangunan
mentransformasikan
sektor produk
pertanian. primer
ke
produk olahan, sekaligus budaya kerja bernilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi (Suryana, 2005). Menurut Hicks (1995), agroindustri adalah kegiatan dengan ciri: (a) meningkatkan nilai tambah, (b) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau digunakan atau dimakan, (c) meningkatkan daya simpan, dan (d) menambah pendapatan dan keuntungan produsen.
Simatupang dan
Purwoto (1990) menyebutkan, pengembangan agroindustri di Indonesia mencakup
berbagai
aspek,
diantaranya
menciptakan
nilai
tambah,
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan devisa, memperbaiki pemerataan pendapatan, bahkan mampu menarik pembangunan sektor pertanian sebagai sektor penyedia bahan baku.
3
Pengembangan agroindustri dengan bahan baku yang tersedia dalam jumlah dan waktu yang sesuai, merupakan syarat kecukupan untuk berproduksi secara berkelanjutan.
Optimalisasi nilai tambah
dicapai pada pola industri yang berintegrasi langsung dengan usahatani keluarga dan perusahaan pertanian. Indonesia melalui
dalam rangka pemberdayaan
Salah satu agenda pembangunan
meningkatkan usaha
mikro
kesejahteraan kecil
rakyat
menengah
adalah
(UMKM).
Pengembangan UMKM diharapkan dapat menyerap kesempatan kerja sekaligus meningkatkan pendapatan pelakunya (Pemerintah Republik Indonesia, 2005). Usaha agroindustri “kripik pisang” termasuk kedalam agroindustri makanan dengan bahan baku utama pisang merupakan usaha tradisional yang banyak dilakukan masyarakat dan telah berkembang sejak lama di Bireuen, ibukota Kabupaten Bireuen. Usaha ini dilakukan turun temurun meskipun dari skala usaha sebagian kurang berkembang dengan baik. 1.2 Perumusan Masalah Agroindustri kripik pisang merupakan salah satu usaha yang potensial untuk dikembangkan di Kota Bireuen, namun upaya pengembangannya masih
dihadapkan
pada
berbagai
kendala
antara
lain;
kebijakan
pengembangannya belum dilakukan secara terpadu dan terfokus. pemerintah daerah belum memiliki strategi yang tepat serta belum adanya sentra pengembangan agroindustri kripik pisang yang sesuai dengan potensi dan kondisi wilayah, sehingga perkembangan agroindustri kripik pisang di Kota Bireuen berjalan lambat, bahkan hampir tidak ada inovasi yang berarti dalam satu dekade terakhir.
Secara spesifik permasalahan dalam penelitian ini
adalah: 1.
Berapa besar nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan pisang menjadi
produk
kripik
pisang,
R/C
ratio
serta
titik
impas
(Break Event point) pada perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah”? 2.
Berapa besar tingkat keuntungan yang diterima produsen kripik pisang?
3.
Bagaimana pemasaran/pendistribusian produk kripik pisang?
4
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis strategi yang dijalankan UMKM kripik pisang di Kota Bireuen, sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah: 1.
Menghitung nilai tambah bahan baku kripik pisang pada industri rumah tangga, R/C ratio dan titik impas (BEP) pada perusahaan kripik pisang “Na Raseuki” dan “Berkah”.
2.
Menghitung tingkat keuntungan yang diperoleh dari usaha industri “kripik pisang”.
3.
Untuk
mengetahui
pemasaran/pendistribusian
kripik
pisang
di
Kota Bireuen. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, antara lain: 1.
Bahan informasi bagi pengusaha kripik pisang sebagai pertimbangan dalam upaya pengembangan usahanya
2.
Informasi bagi peneliti untuk menelaah lebih lanjut dalam memberikan masukan bagi UMKM dalam bidang pemasaran
3.
Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengembangan industri kecil dan menengah
4.
Perpustakaan sebagai tambahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Buah Pisang Pisang (Musa paradisiaca, L) merupakan tanaman asli Asia Tenggara termasuk Indonesia dan sangat digemari oleh sebagian besar penduduk dunia. Pisang termasuk tanaman buah tropika beriklim basah dengan curah hujan sepanjang tahun 1500-2500 mm per tahun. Tanaman pisang menyebar diseluruh Indonesia dengan sentra produksi di Pulau Jawa.
Tanaman pisang yang dibudidayakan secara intensif
dengan menerapkan teknologi yang benar dapat memberikan keuntungan yang tinggi dan mampu bersaing dengan tanaman yang lain. Apalagi pisang saat ini sudah memasuki jajaran komoditas ekspor non-migas yang dapat memberikan sumbangan devisa negara yang cukup tinggi. Menurut Ditjen Tanaman Pangan dalam Rahmalia (2001), varietas pisang yang telah dibudidayakan di Indonesia adalah: (1) Pisang yang dimakan buahnya setelah masak atau dikenal dengan pisang meja, klon pisang ini disebut Gross Michel (Ambon Putih, Ambon kuning), Ambon
Jepang
(Chinesse
atau
Giant
cavendish),
pisang
Susu,
pisang Rajasereh, dan pisang Barangan, jenis pisang tersebut tergolong grup AAA.
Grup lain yang termasuk pisang meja adalah grup AAB
(pisang Rajabulu) dan grup AA (pisang Mas); (2) Pisang yang dimakan setelah direbus atau digoreng terlebih dahulu atau pisang olahan (plantain), klon yang termasuk pisang olahan adalah pisang Tanduk, pisang Kapas, pisang Nangka, pisang Usuk, pisang Kepok Putih. Dan pisang Bangka, kelompok ini termasuk grup AAB dan ABB; (3) Pisang yang berbiji, klon pisang ini digunakan buah mudanya untuk penyedap rasa, dan ada juga yang dimakan jika sudah masak, kelompok pisang ini adalah ABB, terdiri dari pisang Batu atau pisang Klutuk. Pada umumnya yang diambil dari pisang ini adalah pelepah daun dan buah mudanya.
6
2.2 Manfaat Pisang Buah pisang (Musa paradisiaca, L) sangat prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut karena kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat diolah dari buah pisang sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Pengolahan berbagai produk olahan dapat meningkatkan penganekaragam pangan serta memberikan alternatif dalam memasarkan produk (buah segar atau produk olahan). Bentuk-bentuk olahan buah pisang antara lain (Antarlina, et al., 2004). (a) Tepung Pisang; Pemanfaatan tepung pisang cukup luas dalam industri pangan, sebagai bahan makanan (bubur) balita juga sebagai bahan baku produk roti (bakery). Sebagai bahan baku industri, ketersediaan buah pisang dapat dipenuhi karena tanaman pisang mudah dibudidayakan, dapat tumbuh diberbagai kondisi lahan dan panen sepanjang tahun (tidak tergantung musim). (b) Sale Pisang; Sale pisang merupakan jenis makanan yang dibuat dari buah pisang matang yang diawetkan dengan cara pengeringan.
Sale ini
mempunyai rasa yang khas dengan daya simpan cukup lama. Mutu sale sangat dipengaruhi oleh warna, rasa, aroma dan daya simpannya, serta yang paling utama mutu sale tergantung jenis pisang, tidak semua jenis pisang enak diolah menjadi sale. (c) Sari Buah Pisang; Varietas pisang yang sesuai untuk pembuatan sari buah pisang adalah pisang Raja.
Buah pisang harus matang penuh dapat
menghasilkan warna yang menarik, aromanya kuat dan rasanya enak. Buah yang kurang matang menghasilkan sari buah yang rasanya sepet (kurang enak) (d) Kripik Pisang; Buah pisang yang dipergunakan untuk kripik adalah buah masih mentah tetapi tua dan bisa juga pisang matang namun digoreng dengan penggorengan vakum. (e) Selai Pisang; Bahan baku selai adalah buah pisang matang dan beraroma kuat serta tidak busuk. Pisang dikukus selama selama 10 menit, dikupas dan dihancurkan (diblender) dengan ditambah air seperlima bagian. Gula
7
ditambahkan sebanyak 750 g per kg bahan dan asam sitrat 3 g per kg bahan. (f) Dodol Pisang; Dodol pisang dapat diolah dari buah pisang yang kurang baik mutu segarnya, sehingga nilai tambahnya dapat ditingkatkan setelah diolah menjadi dodol. Semakin meningkatnya penyediaan pisang di dalam negeri akan menimbulkan masalah yang dampaknya secara umum dirasakan oleh petani. Dampak tersebut yang bersifat ekonomi yaitu harga, harga akan merosot sehingga pendapatan petani akan merosot pula. Untuk mengatasi sekaligus menambah nilai ekonomi dari pisang, maka perlu dilakukan pengolahan agar produksi dapat bertahan lama sekaligus menambah pendapatan petani, sehingga melimpahnya produksi pisang pada panen raya tidak terbuang percuma. Pisang yang tidak laku atau harganya murah di pasar, dapat dimanfaatkan untuk suatu usaha, salah satu pemanfaatannya adalah dengan mengolahnya menjadi kripik pisang.
Pengolahan pisang menjadi kripik
pisang merupakan hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara petani pisang, pengusaha kripik, pengecer, serta konsumen. Pengembangan
agroindustri
kripik
pisang
dapat
mendorong
peningkatan budidaya (on-farm agribusiness) dan kegiatan lain dalam sistem agribisnis secara keseluruhan. Posisi sektor agroindustri dapat menjadi pemacu akselerasi pertumbuhan pertanian khususnya dan perekonomian pada umumnya.
Agroindustri dapat mentransformasi output pertanian menjadi
input agroindustri, output yang tidak dapat diserap pasar masih dapat digunakan sebagai bahan baku industri. 2.3 Konsep Nilai Tambah Komoditi pertanian pada umumnya dihasilkan sebagai bahan mentah dan mudah rusak (perishable), sehingga perlu langsung dikonsumsi. Proses pengolahan hasil pertanian dapat meningkatkan guna komoditi pertanian. Salah satu konsep yang sering digunakan membahas pengolahan komoditi ini adalah nilai tambah.
8
Menurut
Hayami
dalam
Armand
Sudiyono
(2001)
ada
dua
cara menghitung nilai tambah, (1) Nilai untuk pengolahan dan; (2) Nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. produk,
jumlah
Faktor teknis yang mempengaruhi adalah kapasitas bahan
baku
yang
digunakan
dan
tenaga
kerja,
sedangkan faktor pasar yang mempengaruhi adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja. Dasar perhitungan dari analisis nilai tambah adalah per kg hasil, standar
harga
yang
digunakan
ditingkat pengolah/produsen. bagi
tenaga
faktor-faktor
kerja, yang
untuk
bahan
baku
dan
produksi
Nilai tambah menggambarkan imbalan
modal
dan
mempengaruhi
manajemen, nilai
tambah
secara
matematis
dapat
dinyatakan
sebagai berikut: Nilai tambah Keterangan:
= f (K, B, I, U, H, h, L) K
= Kapasitas produksi (Kg)
B
= Bahan baku yang digunakan (Kg)
T
= Tenaga kerja yang digunakan (HOK)
U
= Upah tenaga kerja (Rp)
H
= Harga output (Rp/Kg)
h
= Harga bahan baku
L
= Nilai input lain
Dari hasil perhitungan tersebut akan dihasilkan keterangan sebagai berikut: 1.
Perkiraan nilai tambah (Rp)
2.
Rasio nilai tambah (%)
3.
Imbalan bagi tenaga kerja (Rp)
4.
Imbalan bagi modal dan manajemen (Rp)
9
2.4 Penerapan Teknologi Baru dan Pengolahan Pisang Salah
satu
faktor
yang
sangat
penting
dalam
meningkatkan
rentabilitas usahatani adalah melalui penerapan teknologi baru. Hal tersebut dapat meningkatkan jumlah atau mutu dari pisang bahkan keduanya dapat ditingkatkan dengan menerapkan teknologi baru. Dengan mutu yang sama, yang berarti dengan harga setiap kesatuan sama pula, akan tetapi jumlah
produksi
naik,
maka
pendapatan
petani
akan
bertambah.
Demikian pula dengan jumlah produksi sama, mutu produksi yang naik, sehingga harga setiap kesatuan naik pula, maka pendapatan petani akan bertambah (Moeljadi, 1983). Buah pisang termasuk produk yang mudah rusak.
Beberapa cara
untuk mengamankannya adalah dengan pengolahan buah pisang menjadi sari buah tepung pisang, sale pisang, gaplek pisang dan kripik pisang (Kasijadi, 1996). Salah
satu
pengolahan
yang
dapat
dilakukan
pada
pisang
adalah pembuatan anggur pisang, dengan langkah memilih pisang yang akan Proses
diolah yang
sebanyak
100
kg
untuk
kedua, yaitu, melakukan
pengirisan buah pisang.
sekali
proses
produksi.
pencucian, pengupasan dan
Setelah itu, direbus dengan perbandingan 1:3,
untuk 100 kg irisan pisang dapat ditambahkan 300 liter air dingin, direbus selama 10 menit pada suhu sekitar 70o C.
Setelah itu,
tahap penyaringan yang dipilah menjadi 3 bagian yaitu sari pisang 95 liter, sisa bahan padat 87,5 kg dan bagian yang hilang 17,5 kg. Selanjutnya adalah perebusan tahap II, sari pisang dicampur dengan 20 kg gula pasir, 125 gr Ammonium sulfite dan 80 liter air, direbus selama
30
menit
sambil
diaduk.
Setelah
itu,
penyaringan
tahap
II dengan cara sari pisang disaring lalu diperas dan didinginkan, kemudian
kita
melakukan
proses
pemeraman,
pendidihan
dengan
60o-70o C selama 30 menit, penyimpanan dan proses pembotolan (Santoso, 1996).
10
Komposisi kandungan gizi yang terdapat dalam buah pisang: 1.
Buah pisang mengandung nilai gizi yang cukup tinggi sebagai sumber karbohidrat, vitamin, dan mineral (Tabel 1). Kandungan karbohidratnya terutama berupa zat tepung atau pati (starch) dan macam-macam gula
2.
Kandungan gula dalam pisang terdiri atas senyawa-senyawa seperti: dextrose 4,6 persen dan sukrosa 2 persen, jenis gula tersebut mudah dicerna oleh tubuh manusia baik tua maupun muda bahkan bayi
3.
Daging buah pisang mengandung berbagai vitamin seperti: vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan lainnya.
4.
Pisang juga mengandung mineral seperti: kalsium, fosfor, dan besi.
Lebih jelasnya nilai gizi yang terkandung pada beberapa jenis pisang dapat dilihat pada Tabel 1: Tabel 1. Nilai Gizi Beberapa Jenis Pisang (per 100 gram daging buah)
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Vit. A
Vit. B1
Vit. C
Air
b.d.d
Jenis Pisang Ambon Angleng Lampung Mas Raja Raja Sere Raja Uli
Kal 99 68 99 127 120 118 146
g 1,2 1,3 1,3 1,4 1,2 1,2 2
g 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
mg 25,5 17,2 25,6 33,6 31,8 31,1 38,2
mg 8 10 10 7 10 7 10
mg 28 26 19 25 22 29 28
mg 0,5 0,5 0,9 0,8 0,8 0,3 0,9
S.L 146 75 618 79 950 112 75
mg 0,08 0,08
mg 3 6 4 2 10 4 3
g 72 80,3 72,1 64,2 65,8 67 59,1
% 75 75 75 85 70 85 75
0,09 0,06 0,05
Keterangan: b.d.d = Bagian yang dapat dimakan (Santoso,1996) Adapun
pengolahan
pisang
lainnya
adalah
cuka
pisang.
Langkah pembuatannya mulai dari pemotongan, perebusan, penyaringan I, pendinginan, penyaringan II, pendidihan sampai pembotolan yang siap dipasarkan (Santoso, 1995). Langkah pengolahan pisang menjadi saus pisang yaitu pemilihan pisang yang memiliki tingkat kematangan optimal dan segar. Proses selanjutnya pencucian buah pisang dengan air bersih yang mengalir, kemudian pengupasan, pemotongan, penggilingan, pendidihan sampai pembotolan yang siap untuk dipasarkan (Santoso, 1995).
11
Dalam pembuatan tepung pisang digunakan pisang Tanduk, pisang Nangka, Raja sereh, Ambon dan Oli, dan dipilih buah yang tua dan masih mentah, kemudian dikupas dan dipotong-potong agak tipis dengan pisau yang dibuat dari bambu (pisau bambu tidak akan membuat hitam potongan daging pisang), setelah melalui proses penjemuran 2-3 hari di musim kemarau irisan pisang tersebut sudah cukup kering untuk ditumbuk halus. Sebelum Perang Dunia II di Singapura terdapat pabrik tepung pisang yang dilengkapi dengan mesin pengering (dryer) dan penggilingan tepung (flour mill). Pada saat itu tepung pisang Singapura dapat dijual $ 0,75 per kg f.o.b., ekspor tepung pisang lebih sederhana pelaksanaannya daripada ekspor “buah pisang”. Tepung pisang tidak dapat digunakan untuk membuat roti, karena warnanya akan berubah menjadi hitam bila dicampur ragi (gist). Dari buah pisang Ambon dan pisang Raja yang segar, bila dikeringkan akan susut ± 60 persen. Tabel 2 menunjukkan Perbandingan komposisi kimia tepung pisang dengan tepung beras dan jagung. Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kimiawi Tepung Pisang dengan Tepung Beras dan Jagung (per 100 gram) Zat Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B Vitamin C Kalori
Pisang 1,64,- g 0,7,- g 87,7,- g 4,- mg 92,- mg 2,- mg 126 s.i 0,03,- mg 2,- mg 313,- Cal
Tepung Beras 6,8,- g 0,7,- g 78,9,- g 6,- mg 140,- mg 0,8,- mg 0,12,- mg 360 Cal
Jagung 8,7,- g 4,5,- g 72,3,- g 9,- mg 380,- mg 4,6,- mg 350 s.i. 0,27,- mg 361 Cal
Keterangan: SI = Standart Internasional (Rismunandar, 1971) 2.5 Potensi dan Prospek Agribisnis Pisang Produksi pisang Indonesia menduduki tempat kelima setelah India, Ekuador, Brasil, Cina dan Filipina dengan besaran 3,6 juta ton atau 5 persen dari produksi dunia. Luas panen pisang Indonesia meningkat dari 70,5 ribu hektar pada tahun 1999 menjadi 85,7 ribu hektar pada tahun 2003. Provinsi penghasil pisang tertinggi adalah Jawa Barat dengan luas areal 15,4 ribu
12
hektar pada tahun 2003.
Luasan ini sudah jauh menurun dari kondisi
tahun 1999 yang mencapai 21,9 ribu hektar.
Hal ini terjadi karena
serangan penyakit tular tanah terutama Fusarium sp dan konversi lahan pertanian menjadi lahan bukan pertanian.
Bukan hanya dari sisi
luasan saja Jawa Barat merupakan penghasil pisang tertinggi, tetapi juga dari sisi produktivitas Jawa Barat mencapai prestasi yang tertinggi yaitu 60-69,2 ton per hektar. Faktor-faktor yang menguntungkan Indonesia untuk mengembangkan sistem agribisnis pisang adalah ketersediaan sumber daya tanah (lahan) yang masih luas dan subur, kesesuaian iklim, potensi tenaga kerja (sumber daya manusia), dan peluang pemasaran produk yang makin terbuka. Agribisnis pisang dapat memacu keanekaragaman (diversifikasi) produk, seperti dalam bentuk tepung, kripik, sirup, sale pisang dan lainnya. Ekspor pisang olahan telah dirintis oleh CV. Gunung Mas di Lampung, yang antara lain dipasok ke Perancis, Jerman, dan Belanda. Dalam menghadapi era globalisasi, kerjasama ekonomi dari segi produksi dan pemasaran antar negara Indonesia mempunyai peluang strategis untuk mengembangkan dan menyalurkan produksi pertanian ke berbagai negara di dunia. Beberapa negara tujuan ekspor pisang baik dalam bentuk segar maupun olahannya adalah Cina, Jepang, Singapura, Arab, Australia, Belanda, Amerika Serikat dan Perancis. Di Indonesia ada 14 kultivar pisang yang dikembangkan, selain itu Indonesia memiliki keragaman plasma nutfah yang besar. Secara usahatani budidaya pisang memberikan keuntungan yang cukup besar dalam waktu yang relatif singkat (1-2 tahun) dengan BEP 1,76 akan tetapi budidaya di Indonesia yang sekarang belum dikelola secara optimal. Produktivitas budidaya pisang semakin membaik, tahun 1999 produktivitas 39,1 ton per hektar menjadi 48,75 ton per hektar pada tahun 2003. Belum ada standar baku produksi pisang di Indonesia, akan tetapi di sentra pisang dunia produksi 28 ton per hektar per tahun hanya ekonomis untuk perkebunan skala rumah tangga. Untuk perkebunan kecil (10-30 ton per hektar) dan
13
perkebunan besar (lebih dari 30 ton per hektar), produksi yang ekonomis harus mencapai sedikitnya 46 ton per hektar per tahun. Peningkatan produksi pisang dapat ditingkatkan dengan intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian.
Tindakan yang diperlukan untuk
meningkatkan produksi pisang adalah: 1.
Perluasan areal; pengembangan hendaknya dipilih daerah sentra produksi berdasarkan kesesuaian lahan untuk komoditas pisang, terutama pada lahan kering
2.
Penyediaan sarana produksi; perlu diadakan penyediaan bibit yang bermutu, tersedia dalam jumlah yang cukup dan dari varietas yang sesuai dengan kecocokan lahan
3.
Penyediaan kredit usahatani; pada umumnya petani kurang mampu dalam penyediaan modal untuk pengembangan usahatani pisang. Oleh karena itu, perlu penyediaan kredit usahatani bagi petani yang memerlukan
4.
Penerapan teknologi budidaya; peranan penyuluh sangat penting dalam proses alih teknologi untuk menunjang keberhasilan pengembangan usahatani pisang
5.
Rekayasa sosial; pengembangan usahatani pisang dengan pendekatan agribisnis memerlukan dukungan pola usahatani (Kasijadi, 1996).
2.6 Studi Terdahulu Analisis Nilai Tambah Penelitian yang telah dilakukan oleh Nana Mintarti (2007) dengan judul Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Komoditas Kelapa di Kabupaten Pacitan. Nilai tambah yang dimaksud adalah nilai tambah bruto yang diperoleh
dari aktivitas industri kelapa.
Nilai tambah
merupakan selisih antara nilai produksi dengan nilai bahan baku/bahan penolong yang digunakan untuk memproduksi produk turunan kelapa. Analisis nilai tambah beberapa produk turunan kelapa dihitung berdasarkan satuan bahan baku yang diolah menjadi produk akhir yang siap dijual. Analisis nilai tambah yang dilakukan adalah terhadap beberapa produk
14
turunan kelapa antara lain; usaha arang tempurung, usaha nata de coco, usaha serat sabut, usaha VCO, dan usaha gula merah. Pada usaha gula merah, setiap liter nira yang diolah mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 346,4 dengan rasio nilai tambah pada proses pengolahan mencapai 36,6 persen. Sedangkan pada usaha arang tempurung, setiap kilogram limbah tempurung kelapa yang diolah mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 75 dengan rasio nilai tambah pada proses pengolahan sebesar 27,3 persen. Usaha nata de coco yang memanfaatkan air kelapa, setiap liter limbah air kelapa yang diolah mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 435 dengan rasio nilai tambah pada proses pengolahan sebesar 52,4 persen. Usaha serat sabut memberikan nilai tambah yang kecil, setiap kilogram limbah sabut kelapa yang diolah mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 33,4 dengan rasio nilai tambah pada proses pengolahan sebesar 21,1 persen. Dan pada usaha VCO, setiap butir buah kelapa yang diolah mampu menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 192 dengan rasio nilai tambah pada proses pengolahan sebesar 17,58 persen. Ditinjau dari aspek nilai tambah diketahui bahwa usaha nata de coco mampu menghasilkan nilai tambah paling besar. Nilai tambah yang besar tersebut dihasilkan dari besarnya perbedaan nilai produk dengan harga bahan baku serta bahan penolong. Dalam hal ini harga bahan baku nata de coco relatif murah serta penggunaan bahan penolong yang sedikit, sehingga selisih nilai produk dengan harga bahan baku dan bahan penolong menjadi tinggi. Dalam
konteks
pengembangan
industri
indikator
yang
harus
diperhitungkan tidak hanya nilai tambah, imbalan tenaga kerja dan keuntungan saja. Tetapi juga harus dipertimbangkan indikator yang lebih penting yaitu rasio nilai tambah, bagian tenaga kerja dan tingkat keuntungan. Ketiga unsur yang berhubungan linier ini lebih riil menggambarkan kinerja suatu usaha. Idham Alamsyah (2007) dengan judul penelitian Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Industri “Kemplang” Rumah Tangga Berbahan Baku
15
Utama Sagu dan Ikan, meneliti bahwa nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu produk sebelum diolah, dengan setelah diolah per satuan. Nilai tambah diketahui dengan melihat selisih antara nilai output dan nilai input.
Nilai tambah dari pengolahan Kemplang pada usaha Kemplang
“Berkat” sebesar Rp 583,60 per kg untuk ikan sarden, dan Rp 6.795,83 per kg untuk ikan kakap, Kemplang ikan kakap menghasilkan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan Kemplang ikan sarden. Tingginya nilai tambah pada Kemplang ikan kakap tersebut karena dari pengolahan 1 kg campuran tepung tapioka dan ikan kakap diperoleh 1,43 kg Kemplang ikan kakap, dengan harga Kemplang ikan kakap yang lebih tinggi yaitu Rp 15.000 per kg. Sedangkan rendahnya nilai tambah Kemplang sarden karena dari pengolahan 1 kg campuran tepung tapioka dan ikan sarden hanya diperoleh 1,12 kg Kemplang ikan sarden, dengan harga Kemplang ikan sarden yang rendah yaitu Rp 8.500 per kg. Walaupun nilai input Kemplang ikan kakap lebih besar daripada nilai input Kemplang ikan sarden, tetapi nilai outputnya jauh lebih besar daripada nilai tambah Kemplang ikan sarden. 2.7 Kerangka Pemikiran Salah satu sifat produk pertanian adalah mudah rusak (perishable) sedangkan konsumsi berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu upaya memenuhi konsumsi antara lain melalui pengolahan hasil pertanian. Ditinjau dari segi ekonomi, pengolahan hasil pertanian dapat meningkatkan nilai tambah yaitu, meningkatkan daya awet komoditas pertanian dan memberikan keuntungan bagi pengolah. Pengolahan kripik pisang merupakan salah satu tindakan yang tepat dalam meningkatkan daya tahan serta nilai tambah pisang, sehingga menjadi produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen dan memiliki nilai tambah sehingga diharapkan dapat merangsang kegiatan agroindustri, terutama pengolahan kripik pisang. Agroindustri dapat mentransformasikan output pertanian menjadi input agroindustri. Output pertanian yang tidak dapat diserap pasar masih dapat
16
digunakan sebagai bahan baku industri, yang berarti melimpahnya produksi pisang diwaktu-waktu tertentu tidak akan beresiko pisang terbuang atau busuk. Pengolahan pisang menjadi kripik pisang merupakan bentuk hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara petani pisang, pengelola keripik pisang, pengecer dan konsumennya. Kenaikan pendapatan rumah tangga pengelola sendiri disebabkan adanya nilai tambah dari produk yang dihasilkan dan balas jasa tenaga kerja yang terlibat dalam agroindustri. Kesediaan konsumen membayar output agroindustri yang lebih tinggi daripada bahan baku merupakan intensif menarik bagi pengelola industri tersebut.
Apabila harga output agroindustri yang lebih tinggi ini dapat
ditransmisikan kepada produsen, maka dapat memperbesar harga yang diterima pengelola yang sekaligus merupakan intensif bagi pengelola keripik pisang untuk meningkatkan produksinya.
Kerangka pemikiran pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Pisang Awak (Musa paradisiaca, L)
Produksi Melimpah, Penurunan Harga, Nilai Tambah Kecil, dan Perishable
Agroindustri Kripik Pisang
Analisis Nilai Tambah
Analisis Biaya dan Pendapatan
Revenue Cost Ratio (R/C) dan Analisis Titik Impas
Nilai Tambah meningkat, Produk Turunan, Daya simpan Meningkat, Pendapatan dan Keuntungan Produsen Meningkat Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
17
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pemilihan Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Cot Tareum Baroh, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen.
Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan
secara sengaja (purposive), dengan dasar pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu daerah sentra penghasil pisang sebagai bahan baku serta banyak industri rumah tangga yang bergerak pada agroindustri kripik pisang. Pengambilan data dimulai pada akhir bulan Oktober sampai dengan awal Nopember. 3.2 Metode Penentuan Populasi dan Tempat Populasi dalam penelitian ini adalah produsen/pengusaha kripik pisang yang ada di Desa Cot Tareum Baroh, dan berproduksi secara kontinyu dalam jumlah besar, serta bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh peneliti. Penentuan tempat penelitian dilakukan dengan menggunakan metode purposive, yaitu pemilihan produsen kripik pisang secara sengaja, produsen yang diteliti adalah perusahaan yang memiliki skala usaha serta produksi yang cukup besar, yakni di perusahaan “Na Raseuki” dan perusahaan “Berkah”. 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pihak terkait berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan, serta pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari manajemen perusahaan seperti laporan harian dan mingguan, tulisan-tulisan, dan literatur yang berkaitan dengan topik yang dibahas, baik yang bersumber dari perusahaan kripik pisang maupun sumber terkait lainnya seperti badan pusat statistik, internet, laporan penelitian terdahulu, majalah serta, sumber terpercaya lainnya.
18
3.4 Metode Analisis Data Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan dua cara yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif diolah dan disajikan dalam bentuk tabel. Data kualitatif dipaparkan dalam bentuk uraian guna mendukung data kuantitatif. Hal yang pertama kali dilakukan dalam mengolah data adalah menyusun daftar variabel-variabel yang akan ditabulasikan ke dalam tabel yang telah disiapkan A. Analisis Nilai Tambah Kelebihan dari analisis nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami adalah : a. Dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas. b. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi. c. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat diterapkan pula untuk subsistem lain di luar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran. Analisis nilai tambah pada metode Hayami juga memiliki kelemahan yaitu: a. Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk dari satu jenis bahan baku. b. Tidak dapat menjelaskan produk sampingan. c. Sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi tersebut sudah layak. Pada metode Hayami Faktor konversi menunjukkan banyaknya produk olahan yang dihasilkan dari satu kilogram bahan baku. Koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. Nilai produk menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. Nilai input lain mencakup nilai dari semua korbanan selain bahan baku dan tenaga kerja langsung yang digunakan selama produksi berlangsung. Untuk mengetahui besarnya nilai tambah dan keuntungan pada agroindustri pisang pada penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan metode Hayami pada Tabel 3.
19
Tabel 3. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami Variabel
Nilai
I. Output, Input dan Harga 1. Output (Kg)
(1)
2. Input (Kg)
(2)
3. Tenaga Kerja (HOK)
(3)
4. Faktor Konversi
(4) = (1)/(2)
5. Koefisien Tenaga Kerja (HOK)
(5) = (3)/(2)
6. Harga Output (Rp/Kg)
(6)
7. Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK)
(7)
II. Peneriman dan Keuntungan 8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg)
(8)
9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg)
(9)
10. Nilai Output (Rp/Kg)
(10) = (4) x (6)
11. a. Nilai Tambah (Rp/Kg)
(11a) = (10) – (9) – (8)
b. Rasio Nilai Tambah (%)
(11b) = (11a)/(10) x 100%
12. a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg) b. Pangsa Tenaga Kerja (%)
(12a) = (5) x (7) (12b) = (12a)/(11a) x 100%
13. a. Keuntungan (Rp/Kg)
(13a) = (11a) – (12a)
b. Tingkat Keuntungan (%)
(13 b) = (13a)/(11a) x 100%
III. Balas Jasa Pemilik Faktor-Faktor Produksi 14. Marjin (Rp/Kg)
(14) = (10) – (8)
a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%)
(14a) = (12a)/(14) x 100%
b. Sumbangan Input Lain (%)
(14b) = (9)/(14) x 100%
c. Keuntungan Pemilik Perusahaan (%)
(14c) = (13a)/(14) x 100%
Sumber: Hayami, et all. Agricultural Marketing and Processing In Up Land Java 1989 Output adalah jumlah kripik yang dihasilkan dalam satu kali proses produksi dihitung dalam satuan kg.
Input adalah bahan baku utama
yang dibutuhkan dalam satu kali proses produksi yang dihitung dalam satuan kg.
Tenaga kerja adalah jumlah orang/karyawan yang
melakukan proses produksi dalam satu kali proses produksi. Faktor konversi merupakan pembagian dari output dengan Input dalam satu kali proses produksi. Koefesien tenaga kerja diperoleh dari hasil bagi antara tenaga kerja dengan input. dalam satuan Rupiah.
Harga output adalah harga kripik pisang per kg Upah tenaga kerja langsung, merupakan seluruh
biaya untuk tenaga kerja dibagi jumlah tenaga kerja yang digunakan
20
dalam satu kali proses produksi dalam satuan Rupiah. Dasar perhitungan dari analisis
nilai
tambah
adalah
per
kg
hasil,
standar
harga
yang
digunakan untuk input/bahan baku dan produksi ditingkat pengolah/ produsen. Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen. Dari
hasil
perhitungan
tersebut
akan
dihasilkan
keterangan
sebagai berikut: a.
Nilai tambah (Rp) adalah selisih antara nilai output kripik pisang dengan bahan baku utama pisang Awak dan sumbangan input lain.
b.
Rasio nilai tambah (%) menunjukkan nilai tambah dari nilai produk.
c.
Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp) menunjukkan upah yang diterima tenaga kerja langsung untuk mengolah satu satuan bahan baku.
d.
Pangsa tenaga kerja langsung (%) menunjukkan persentase pendapatan tenaga kerja langsung dari nilai tambah yang diperoleh.
e.
Keuntungan (Rp) menunjukkan bagian yang diterima perusahaan.
f.
Tingkat keuntungan (%) menunjukkan persentase keuntungan dari nilai produk.
g.
Marjin (Rp) menunjukkan besarnya kontribusi pemilik faktor-faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.
h.
Persentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%).
i.
Persentase sumbangan input lain terhadap marjin (%).
j.
Persentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%).
B. Analisis Biaya dan Pendapatan Untuk menghitung total biaya produksi dapat dihitung dengan menggunanakan rumus:
Keterangan
𝑻𝑻𝑻𝑻 = 𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻 + 𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻
: TC = Total Biaya (dalam Rupiah) TVC = Total Biaya Variabel (dalam Rupiah) TFC = Total Biaya Tetap (dalam Rupiah)
(Sumber: Noor, 2007)
21
Pendapatan dihitung melalui pengurangan antara penerimaan dengan total biaya untuk satu kali proses produksi, dihitung dengan rumus: Penerimaan: TR = P.Q Keterangan:
TR
= Penerimaan total (dalam Rupiah)
P
= Harga jual per unit (dalam Rupiah)
Q
= Jumlah produksi (unit)
(Sumber: Noor, 2007) Keuntungan:
Keterangan :
𝜋𝜋
𝝅𝝅 = 𝑻𝑻𝑻𝑻 − 𝑻𝑻𝑻𝑻
= Total keuntungan (dalam Rupiah)
TR = Total penerimaan (dalam Rupiah) TC = Total biaya (dalam Rupiah) (Sumber: Noor, 2007) C. Revenue Cost Ratio (R/C) dan Analisis Titik Impas (BEP) R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Adapun R/C ratio dapat dirumuskan sebagai berikut. TR R/C = ----TC Keterangan:
TR = Total penerimaan TC = Total biaya
Kriteria penilaian R/C ratio: R/C < 1 = usaha agroindustri mengalami kerugian R/C > 1 = usaha agroindustri memperoleh keuntungan R/C = 1 = usaha agroindustri mencapai titik impas (Sumber: Noor, 2007) Perhitungan BEP atas dasar unit produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: TFC BEP (Q) = -----------------------P/unit – VC/unit
22
Keterangan:
BEP(Q) = Titik impas dalam unit produksi TFC
= Biaya tetap
P
= Harga jual per unit
VC
= Biaya tidak tetap per unit
(Sumber: Noor, 2007) Perhitungan BEP atas dasar unit rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: TFC BEP (Rp) = ------------------1 – (VC/TR) Keterangan:
BEP(Rp) = Titik impas dalam rupiah TFC
= Biaya tetap
VC
= Biaya tidak tetap
TR
= Penerimaan total
(Sumber: Noor, 2007) D. Distribusi Kripik Pisang Distribusi kripik pisang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemana saja penjualan kripik pisang dilakukan oleh produsen, siapa yang menanggung biaya distribusi, serta bagaimana system pembayarannya. Untuk mengetahui distribusi kripik pisang dari produsen ke konsumen pada penelitian ini dilakukan dengan menjelaskan secara rinci berdasarkan jawaban dari wawancara. 3.5 Batasan Istilah dan Pengukuran Variabel Pada penelitian ini batasan-batasan serta pengukuran variabel yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Agroindustri mencakup semua aktivitas industri yang terkait erat dengan kegiatan pertanian dari komoditi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan hasil hutan yang mencakup industri pengolahan hasil produksi pertanian dalam bentuk produk setengah jadi dan produk akhir
2.
Distribusi produk adalah proses sampainya hasil produksi dari pengusaha ke konsumen
23
3.
Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam produksi pisang menjadi kripik pisang
4.
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung pada jumlah produksi kripik. Terdiri dari biaya penyusutan peralatan, penyusutan bangunan, atau biaya lainnya diluar biaya variabel
5.
Biaya penyusutan adalah biaya yang disusutkan setiap tahun, dimana alat atau mesin semakin lama semakin turun kemampuan serta efisiensinya
6.
Biaya produksi adalah biaya yang jumlah nilainya dipengaruhi oleh jumlah produksi kripik pisang, seperti biaya bahan baku (pisang), biaya bahan penolong (minyak goreng, gula dll), upah tenaga kerja, biaya bahan bakar (minyak tanah, gas elpiji) dan biaya pemasaran (Rp/proses produksi)
7.
Bahan baku adalah bahan utama yaitu buah pisang yang diolah menjadi produk (Kg/proses produksi)
8.
Bahan tambahan adalah bahan selain bahan selain bahan utama yang dibutuhkan dalam proses produksi
9.
Tenaga kerja adalah para pekerja yang secara langsung maupun tidak langsung
terlibat
dalam
proses
produksi
dinyatakan
dalam
Orang/hari kerja 10. Koefisien tenaga kerja adalah hasil bagi dari tenaga kerja dengan bahan baku 11. Upah tenaga kerja adalah pengeluaran yang dipergunakan untuk membayar tenaga kerja dalam proses produksi (Rp/proses produksi) 12. Faktor konversi adalah hasil bagi dari nilai produksi dengan harga produksi 13. Nilai tambah adalah hasil pengurangan antara nilai produk dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain (Rp/Kg) 14. Nilai produk adalah hasil kali faktor konversi dengan harga produk (Rp/Kg) 15. Output adalah banyaknya hasil olahan yang diperoleh dalam satu kali proses produksi (Kg)
24
16. Rasio nilai tambah adalah perbandingan nilai tambah dengan nilai produksi (%) 17. Imbalan tenaga kerja adalah hasil perkalian antara koefesien tenaga kerja dengan upah rata-rata (Rp/Kg) 18. Bagian tenaga kerja adalah perbandingan imbalan tenaga kerja dengan nilai tambah 19. Keuntungan adalah hasil yang didapat dari nilai tambah di kurangi dengan imbalan tenaga kerja yang diberikan (Rp/Kg produksi) 20. Tigkat keuntungan adalah perbandingan keuntungan dengan nilai tambah yang didapat (%).
25
BAB IV GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bireuen dengan Ibukota Bireuen adalah salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh, dengan Luas wilayah 1.901 Km2. Kabupaten ini menjadi wilayah otonom sejak tahun 2000 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Sekarang ini Kabupaten Bireuen terdiri atas 17 kecamatan yaitu: Gandapura, Jangka, Jeunib, Jeumpa, Juli, Kota Juang, Kuala, Kuta Blang, Makmur, Pandrah, Peudada, Peusangan, Peusangan Selatan, Peusangan Siblah Krueng, Peulimbang, Samalanga, Simpang Mamplam. Batas Kabupaten Bireuen disebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Kabupaten Aceh Utara disebelah Timur, Kabupaten Pidie di sebelah Barat, dan di sebelah selatan dengan Kabupaten Pidie serta Kabupaten Bener meriah. 4.2 Populasi Penduduk Jumlah
penduduk
Kabupaten
Bireuen
pada
Tahun
2007
mencapai 356,051 jiwa yang terdiri dari 171.394 jiwa laki-laki dan 184.657 jiwa perempuan. 4.3 Profil Perekonomian Pertanian Pada tahun 2005, kontribusi sektor pertanian berdasarkan atas dasar harga berlaku terhadap pembentukan PDRB di Kabupaten Bireuen mencapai 46,59 persen, kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 27,81 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi memberi kontribusi sebesa 8,30 persen, sektor bangunan/kontruksi 6,87 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 5,16 persen. Sedangkan keempat sektor lainnya yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 2 persen. Industri pengolahan 1,67 persen, sektor pertambangan dan penggalian 1,24 persen serta sektor listrik dan air minum sebesar 0,36 persen.
26
Dari lima kegiatan pada lapangan usaha pertanian, tanaman pangan memberi kontribusi terbesar dengan nilai Rp 445 miliar. Produk andalan bidang ini adalah padi dan kedelai. Padi di tanam di seluruh kecamatan dengan luas tanaman 26.047 hektar, menghasilkan 136.578 ton padi. Sentra produksi padi terdapat di Kecamatan Samalanga, Peusangan, dan Gandapura.
Untuk pengairan sawah, kabupaten ini memanfaatkan tujuh
sungai yang semua bermuara ke Selat Malaka, salah satunya irigasi Pandelhong yang memanfaatkan air sungai Peusangan. Kabupaten ini juga menjadi daerah penghasil pisang. Dari 151.933 batang pisang, dihasilkan 3.792 ton buah pisang. besar diolah menjadi kripik pisang.
Pisang ini sebagian
Industri kripik pisang terbanyak
berada di Kecamatan Jeumpa dengan 80 industri rumah tangga. Di kecamatan Peusangan dan Juli masing-masing terdapat 40 dan 10 industri rumah tangga. Masing-masing industri rumah tangga rata-rata memiliki 10 tenaga kerja, sehingga industri kripik pisang setidaknya menyerap 1.000 tenaga kerja lebih. Kripik pisang Bireuen menjadi buah tangan dengan harga Rp 17.000 hingga Rp 20.000 per kilogram. Seperti padi, tanaman kedelai dijumpai di seluruh kecamatan. Dari areal panen 27.033 hektar, diperoleh 41.793 ton kacang kedelai, angka ini merupakan produksi terbesar di seluruh Pemerintah Aceh. Kecamatan Juli menjadi sentra kedelai dengan produksi 17.202 ton, sedangkan sembilan kecamatan lain menghasilkan 300 ton hingga 7.000 ton.
Selain untuk
konsumsi lokal, kacang kedelai (Glycine max) dipasarkan dalam bentuk butiran hingga ke Medan, Sumatera Utara. Di Kecamatan Juli, biji kedelai yang mengandung 48 persen protein, 24 persen karbohidrat, dan 19 persen lemak digunakan untuk bahan baku tempe, tahu, dan susu, ampasnya untuk pakan ternak, di Bireuen kedelai menjadi bahan baku kecap, tahu, dan tempe. Tanaman kunyit di Kabupaten Bireuen kurang dibudidayakan oleh petani.
Dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen yang
mengusahakan tanaman kunyit hanya 7 kecamatan yakni Kecamatan Samalanga, Jeunib, Peudada, Juli, Jeumpa, Peusangan dan Makmur.
27
Luas areal tanaman kunyit di Kabupaten Bireuen tercatat 45 hektar (2005), sedangkan pada tahun 2006 luas areal tanaman kunyit 49 hektar terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar 8,9 persen, sedangkan Produksi kunyit di Kabupaten Bireuen mencapai 165 ton (2006). Luas areal tanaman lada di Kabupaten Bireuen jauh berbeda dengan luas areal tanaman kunyit. Pada tahun 2005 tercatat areal tanaman lada 89 hektar yang terdiri dari 35 hektar tanaman belum menghasilkan dan 54 hektar tanaman telah menghasilkan, namun produksinya hanya 13.2 ton, sedangkan pada Tahun 2006 produksinya mencapai 31 ton, terjadi peningkatan pada produksi sebesar 135 persen. Hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Bireuen mengusahakan tanaman sagu. Tahun 2005 luas areal tanaman sagu sama dengan tahun 2006 yakni 862 hektar. Total produksi sagu tahun 2005 sebanyak 349 ton dan pada tahun 2006 mencapai 371 ton, terjadi kenaikan produksi sebesar 6,31 persen. Perkebunan karet di Kabupaten Bireuen memiliki nilai jual yang tinggi tapi kurang mendapat perhatian dari petani. Luas areal tanaman karet pada tahun 2005 sebesar 4.847 hektar sedangkan pada tahun 2006 mejadi 4.822 hektar, terjadi penurunan pertumbuhan sebesar 0,52 persen. Total produksi tanaman karet pada tahun 2005 tercatat sebanyak 408 ton sedangkan pada tahun 2006 mencapai 519 ton, disini terjadi peningkatan produksi sebesar 27,2 persen. Budidaya tanaman karet banyak terdapat di Kecamatan Peudada dengan luas areal 1.088 hektar, Jeunib dengan luas areal 1.086 dan Samalanga dengan luas areal 1.050 hektar. Selain itu tanaman karet juga banyak di budidayakan di Kecamatan Simpang Mamplam, Peulimbang, Juli, Jeumpa, Peusangan Selatan dan Gandapura. Kelapa hibrida pada tahun 2005 dan tahun 2006 memiliki luas areal 773 hektar, sedangkan produksinya pada tahun 2005 sebanyak 611 ton dan pada tahun 2006 menurun menjadi 533 ton, disini terjadi penurunan produksi sebesar 14,6 persen. Komoditi ini banyak terdapat di Samalanga dengan luas
28
areal 190 hektar, selain itu juga terdapat di Kecamatan Pandrah, Jeunib, Peudada, Jeumpa, Peusangan, Makmur dan Gandapura. Tanaman kelapa sawit di Kabupaten Bireuen merupakan tanaman penghasil devisa yang cukup tinggi. Pada tahun 2005 luas areal perkebunan sawit tercatat sebesar 2.011 hektar dan pada tahun 2006 luas areal mencapai 3.690 hektar yang terdiri dari tanaman yang menghasilkan 1.883 hektar dan tanaman belum menghasilkan 1.775 hektar. Total produksi kelapa sawit pada tahun 2005 mencapai 5.585 ton dan pada tahun 2006 total produksinya hanya mencapai 2.217 ton. Tanaman kelapa sawit banyak terdapat di Kecamatan Samalanga, Pandrah, Jeunib, Peulimbang, Peudada, Juli, Peusangan Siblah Krueng, Peusangan Selatan, Makmur, Kuta Blang dan Gandapura. Pada tahun 2005 produksi tanaman nilam 0,26 ton dan pada tahun 2006 produksinya mencapai 6 ton, terjadi peningkatan produksi yang cukup tinggi sebesar 95,6 persen. Dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen, tanaman nilam baru di usahakan pada 3 kecamatan yakni Kecamatan Juli 1,5 hektar, Peusangan 0,5 hektar dan Makmur 1 hektar. Tanaman kopi pada tahun 2006 terdapat hampir diseluruh kecamatan di Kabupaten Bireuen. Total luas areal kopi di Kabupaten Bireuen pada tahun 2005 sebesar 729 hektar dan pada tahun 2006 sebesar 724 hektar. Sedangkan produksi tanaman kopi pada tahun 2005 tercatat 454,6 ton dan pada tahun 2006 produksi kopi sebesar 461 ton, terjadi peningkatan produksi sebesar 1,3 persen. Luas tanaman kapuk/randu di Kabupaten Bireuen pada tahun 2005 dan 2006 sebesar 625 hektar. Sebagian besar tanaman yang telah menghasilkan seluas 615 hektar, tanaman rusak seluas 4 hektar dan tanaman belum menghasilkan seluas 6 hektar. Total produksi kapuk/randu di Kabupaten Bireuen tahun 2005 yakni sebesar 603 ton dan pada tahun 2006 mencapai 635 ton, terjadi peningkatan produksi sebesar 5 persen. Tanaman
pinang
di
Kabupaten
Bireuen
dibudidayakan hampir di seluruh kecamatan.
pada
tahun
2006
Kecamatan yang paling
banyak mengusahakan tanaman pinang adalah Juli dengan luas areal 1.767
29
hektar dan Jeunib 1,081 hektar, sedangkan sisanya terdapat di kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Bireuen. Total luas areal pinang adalah di Kabupaten Bireuen sebesar 7.222 hektar dengan produksi 4.236 ton. Sedangkan produksi pinang pada tahun 2005 tercatat hanya sebesar 3.478 ton, disini terjadi peningkatan produksi sebesar 17,9 persen. Luas areal kakao di Kabupaten Bireuen pada tahun 2006 terjadi peningkatan dari tahun 2005. Total produksi kakao pada tahun 2005 tercatat 2.218 ton sedangkan pada tahun 2006 sebesar 2.339 ton, terjadi peningkatan produksi sebesar 5,2 persen. Meskipun tanaman pala kurang populer di Kabupaten Bireuen tapi terdapat hampir diseluruh kecamatan di Kabupaten Bireuen. Luas tanaman pala pada tahun 2005 dan tahun 2006 seluas 243 hektar. Sedangkan produksi pada tahun 2005 tercatat sebesar 227 ton dan pada tahun 2006 produksinya hanya mencapai 153 ton, terjadi penurunan produksi sebesar 48,4 persen. Produksi tanaman kemiri di Kabupaten Bireuen pada tahun 2006 sebesar 591 ton dan pada tahun 2005 hanya sebesar 29 ton. Disini terjadi peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 95 persen. Hal ini disebabkan pada tahun 2006 Kemiri ditanami hampir diseluruh kecamatan di Kabupaten Bireuen.
Sedangkan pada tahun 2005 hanya terdapat di Kecamatan
Samalanga dan Juli. Luas tanaman kemiri di Kabupaten Bireuen pada tahun 2006 adalah 894 hektar sedangkan pada Tahun 2005 hanya 38 hektar. Total luas tanaman jambu mente di Kabupaten Bireuen pada tahun 2005 dan tahun 2006 seluas 26 hektar. Sedangkan produksinya pada tahun 2005 sebesar 6,50 ton dan tahun 2006 mencapai 9 ton, terjadi peningkatan produksi sebesar 27,8 persen. Cengkeh terdapat hampir diseluruh kecamatan di Kabupaten Bireuen, namun kurang penanganan akibat turunnya harga jual.
Total luas areal
cengkeh tahun 2005 sama dengan tahun 2006 yaitu 1.091 hektar dengan luas tanaman menghasilkan pada tahun 2005 seluas 191 hektar menjadi 194 hektar pada tahun 2006. sedangkan produksi tahun 2005 sebanyak 37,4 ton dan pada
30
tahun 2006 menjadi 91 ton, disini terlihat peningkatan produksi yang tinggi sebesar 58,9 persen. Luas tanaman aren di Kabupaten Bireuen pada tahun 2005 sama dengan tahun 2006 yaitu 555 hektar dan terdapat diseluruh kecamatan di Kabupaten Bireuen sedangkan produksi tanaman aren meningkat dari 309 ton pada tahun 2005 menjadi 360 ton pada tahun 2006 , terjadi peningkatan produksi sebesar 14,2 persen. Pembudidayaan tanaman jahe di Kabupaten Bireuen relatif kecil dan hanya terdapat di Kecamatan Samalanga, Jeumpa, Kota Juang, Kuala, Jangka, Peusangan dan Makmur. Luas areal tanaman jahe di Kabupaten Bireuen pada tahun 2005 dari 33 hektar menjadi 32 hektar pada tahun 2006, terjadi penurunan pertumbuhan sebesar 3,1 persen, sedangkan produksinya pada tahun 2005 sebesar 182 ton menjadi 177 ton pada tahun 2006. Di sini terlihat penurunan produksi sebesar 2,8 persen. Perkebunan kelapa dalam merupakan tanaman perkebunan yang paling banyak terdapat di Kabupaten Bireuen. Luas areal tanaman kelapa dalam pada tahun 2005 seluas 17.843 hektar dengan produksi sebesar 18.122 ton sedangkan pada tahun 2006 luas tanam menjadi 18.263 hektar dengan jumlah produksi sebesar 17.402 ton, terjadi penurunan produksi sebanyak 4 persen. Tanaman jarak kurang diminati oleh petani di Kabupaten Bireuen. Luas areal tanaman jarak di Kabupaten Bireuen hanya 100 hektar dan pada tahun 2006 tanaman jarak belum berproduksi. 4.4 Peranan Industri dalam Perekonomian Dengan adanya perindustrian yang bergerak di berbagai bidang, dapat membantu meringankan/meningkatkan perekonomian serta meningkatnya pendapatan masyarakat di Kabupaten Bireuen. Berdasarkan data dari tahun 2004 sampai tahun 2005 peran nilai tambah sektor industri dalam pembentukan PDRB masih rendah, sedangkan pada tahun 2005 sampai tahun 2006 terjadi fluktuasi. Investasi dalam bidang indutri kecil baik formal maupun non formal sudah merata di semua kecamatan dalam Kabupaten Bireuen.
31
Industri Bio Diesel adalah salah satu industri pengolahan bahan bakar minyak nabati sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) solar yang terdapat di Kabupaten Bireuen tepatnya di Teupin Mane Kecamatan Juli. Dengan telah dibangunnya pabrik industri Bio Diesel yang mengolah biji jarak menjadi minyak diesel yang berkapasitas 2000 liter/hari atau setara 6000 kg biji jarak, untuk mendukung tersedianya bahan baku yang memadai perlu di kembangkan budi daya penanaman jarak, dengan melibatkan masyarakat. A. Industri Kecil dan Rumah Tangga Khususnya di Kabupaten Bireuen industri kecil dan kerajinan rumah tangga masih mendominasi dilihat dari nilai tambah yang dihasilkan dalam pembentukan PDRB. Dimana sektor ini menyumbang sebesar 32,93 milyar pada tahun 2003, tahun 2004 terjadi peningkatan sebesar 36,245 miliyar atau 9,146 persen, ditahun 2005 meningkat sebesar 40,111 miliyar atau 9,64 persen dan pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 44,371 milyar atau 9,60 persen sedangkan kontribusinya terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Bireuen sebesar 1,59 persen ditahun 2003, pada tahun 2004 menurun 1,52 persen, dan pada tahun 2005 terjadi peningkatan sebesar 1,53 persen selanjutnya pada tahun 2006 kembali terjadi peningkatan menjadi 1,56 persen. Pada prinsipnya cakupan dan definisi kegiatan Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) sama dengan cakupan dan definisi kegiatan industri besar /sedang tanpa migas. Perbedaanya terletak pada jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan industri tersebut, suatu perusahaan dikatakan sebagai industri kecil jika tenaga kerjanya berjumlah antara 5 sampai 19 orang, sedangkan industri kerajinan rumah tangga jika tenaga kerjanya kurang dari 15 orang. B. Industri Besar Sedang Perkembangan yang terjadi di sektor industri besar dan sedang, dalam pembentukan PDRB Kabupaten Bireuen setiap tahunnya ber fluktuasi, keadaan ini dilihat dari sisi nilai tambah, sejak dari tahun 2003 meningkat
32
sebesar 2,62 milyar atau meningkat (7,58 persen ), pada tahun 2004 meningkat 15,05 persen atau sebesar 3,084 milyar dan terus naik pada tahun 2005 sebesar 3,323 milyar (7,20 persen) serta pada tahun 2006 sudah mencapai peningkatan sebesar 3,671 milyar atau naik (9,48 persen). Namun bila dilihat dari sisi kontribusi terhadap total PDRB Kabupaten Bireuen terjadi penurunan walaupun dari tahun 2003 ke tahun 2004 stabil tapi pada tahun 2005 kontribusinya 0.14 terjadi penurunan pada tahun 2006 dengan kontribusinya menjadi 0,13 persen. 4.5 Aspek Sejarah Perusahaan Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” terletak di Desa Cot Tareum Baroh Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen. Perusahaan “Na Raseuki” didirikan pada tahun 2002 oleh Bapak Azhari, sedangkan Perusahaan “Berkah” didirikan pada tahun 1992 oleh ibu Fatimah. Alternatif pendirian usaha kecil ini adalah keinginan untuk membuat produk makanan olahan yang bahan bakunya berasal dari komoditas pisang yang melimpah, sehingga mampu menjadi makan kecil atau camilan yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Keinginan pendirian usaha kecil ini juga tidak lepas dari pemikiran untuk memberdayakan masyarakat sekitar dengan merekrut sebagai tenaga kerja, meningkatkan minat masyarakat untuk kembali melihat dan memanfaatkan sumberdaya alam dari komoditas pertanian sehingga menjadi lebih bermaanfaat, disamping itu adalah untuk menambah pendapatan keluarga. Pada mulanya usaha kripik “Na Raseuki” dan “Berkah” berskala kecil dengan produksi yang sangat terbatas baik kualitas maupun kuantitasnya dan hanya didukung oleh 3 pekerja saja yang berasal dari keluarga, praktis dengan sendirinya jangkauan pemasaran produk hanya pada lingkungan sekitarnya. Akan tetapi seiring dengan permintaan pasar yang terus meningkat, Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” terus berkembang, dari yang awalnya memasarkan produk dari rumah ke rumah, menitipkan di kios sampai saat ini telah dapat menjangkau wilayah Pemerintah Aceh bahkan untuk Perusahaan “Berkah” telah menjangkau wilayah Sumatra Utara.
33
Modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan usaha.
Dalam menjalankan usaha produksi kripik pisang
Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” menggunakan modal pribadi, kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap potensi kripik pisang di Kabupaten Bireuen membuat agroindustri kripik pisang berjalan lambat. Tidak banyak perubahan yang dilakukan pengusaha kripik pisang secara umum di Kabupaten Jeumpa.
34
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” terletak di Desa Cot Tareum Baroh Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen.
Tujuan pendirian usaha
kecil ini adalah keinginan untuk membuat produk makanan olahan yang bahan bakunya berasal dari komoditas pisang yang melimpah, sehingga mampu menjadi makan kecil atau camilan yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. A. Perusahaan “Na Raseuki” Perusahaan “Na Raseuki” didirikan pada tahun 2002 oleh Bapak Azhari, usaha yang dilakukan adalah pengolahan pisang menjadi kripik pisang, dengan menggunakan tenaga kerja sebanyak 18 orang yang berasal dari penduduk sekitar.
Dimana dalam proses pengolahan yang masih
sederhana bahan baku yang digunakan adalah pisang awak yang dibeli pada petani dipasar Kota Bireuen, bahan baku yang dibeli dari petani berkisar antara 400 kg sampai dengan 600 kg pisang per proses produksi dengan rata-rata produksi normal menggunakan 500 kg input, bahan baku ini di kirim langsung oleh pihak penjual di pasar ke tempat pengolahan, sehingga Perusahaan “Na Raseuki” tidak perlu mengeluarkan biaya angkut pisang dari pasar ke tempat pengolahan pisang. Hasil produksi sebagian di distribusikan ke pedagang pengecer yang kebanyakan mengambil langsung produk kripik pisang di tempat pengolahan dengan menggunakan becak, bagian lainnya didistribusikan keluar Kabupaten Bireuen dengan kemasan 25 kg dan 10 kg tanpa label. B. Industri Rumah Tangga “Berkah” Perusahaan “Berkah” didirikan pada tahun 1992 oleh ibu Fatimah, merupakan Perusahaan yang memiliki skala usaha paling besar di desa Cot Tareum.
Tenaga kerja yang digunakan adalah sebanyak 22 orang
yang berasal dari penduduk sekitar.
Proses pengolahan per proses
35
produksi menggunakan bahan baku pisang awak yang dibeli pada petani dipasar Kota Bireuen ataupun langsung ke petani di desa-desa sentra penghasil pisang di kabupaten Bireuen, bahan baku yang dibeli dari petani dalam jumlah yang cukup besar, antara 650 kg sampai dengan 1250 kg pisang per proses produksi, kondisi ini tergantung akan pesanan yang ada ataupun permintaan yang turun, dengan rata-rata normal produksi 750 kg input pisang. Bahan baku yang dibeli diangkut dengan menggunakan kendaraan pick up usaha “Berkah”, sehingga Perusahaan “Berkah” bisa lebih mudah meng-akses bahan baku, baik yang ada di pasar Kota Bireuen maupun di desa-desa sentra produksi pisang di Kabupaten Bireuen. Hasil produksi sebagian di distribusikan ke pedagang pengecer yang kebanyakan mengambil langsung produk kripik pisang di tempat pengolahan dengan menggunakan becak, bagian lainnya didistribusikan keluar Kabupaten Bireuen bahkan sampai keluar Pemerintah Aceh dengan kemasan 25 kg dan 10 kg tanpa label. 5.2 Proses Pembuatan Kripik Pisang Tahapan dalam mengolah bahan baku pisang menjadi produk/output kripik pisang terdiri dari tujuh tahapan yang masing-masing tahapan dapat dilihat pada Gambar 2. Sortasi Pengupasan Pengirisan Perendaman Penirisan Penggorengan Pengemasan Gambar 2. Tahapan Pengolahan Pisang Menjadi Kripik Pisang
36
1. Sortasi Pisang yang berasal dari petani biasanya masih mengandung kotoran dan dalam bentuk campuran ada pisang yang berukuran kecil dan besar, jadi sortasi dimaksudkan untuk membersihkan dan memisahkan antara jenis pisang yang kecil dan jenis pisang yang besar maupun pisang yang tidak layak konsumsi, untuk pisang yang agak matang juga dipisah untuk selanjutnya diproses menjadi kripik manis. 2. Pengupasan Buah dikupas, kemudian ditempatkan pada wadah berisi air sebelum memasuki proses selanjutnya. Proses pengupasan umumnya dilakukan oleh semua pekerja. 3. Pengirisan Proses pengirisan merupakan pekerjaan yang agak sulit sehingga membutuhkan keterampilan khusus, hal itu disebabkan karena pisau/alat pemotong yang dipergunakan sangat tajam dan akan berbahaya bagi pekerja. Selain itu berdampak tidak bagus terhadap hasil yang diperoleh apabila dilakukan oleh semua pekerja yang masih belum terampil. 4. Perendaman Sesudah itu irisan buah pisang direndam dalam larutan Sodium Metabisulfat 0,05 persen, Asam Sitrat 0,1 persen selama lebih kurang 30 menit. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan getah pada buah pisang. 5. Penirisan Setelah
perendaman,
kemudian
pisang
ditiriskan
dan
dengan
menggunakan kipas angin untuk mempercepat proses, agar kadar air yang ada berkurang sebelum masuk ke tahap selanjutnya selama lebih kurang 10 menit. 6. Penggorengan Setelah
dilakukan
perendaman
maka
proses
selanjutnya
adalah
penggorengan, penggorengan dilakukan oleh pekerja yang terampil agar hasil kripik pisang sesuai dengan permintaan konsumen, dengan tehnik khusus yaitu, irisan pisang baru dimasukkan kedalam penggorengan
37
setelah
minyak
goreng
benar-benar
panas
untuk
memastikan
kualitas/kerenyahan tetap terjaga. 7. Pengemasan Kripik yang sudah matang ditiriskan hingga keadaannya tidak panas serta minyak sisa penggorengan benar-benar kering, setelah dingin dikemas dalam plastik yang telah disediakan. Produk yang dikirim dikemas dalam plastik besar berukuran 25 kg dan 10 kg. 5.3 Analisis Nilai Tambah Usaha Kripik Pisang Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang terdapat pada pisang Awak yang diolah menjadi keripik pisang. Besarnya analisis nilai tambah untuk satu kali proses produksi pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” dapat dilihat pada tabel 4. Dari hasil perhitungan nilai tambah pada Tabel 4, diketahui bahwa hasil produksi/output untuk satu kali proses produksi adalah sebesar 125 kg dengan penggunaan bahan baku/input rata-rata sebesar 500 kg untuk Perusahaan “Na Raseuki”, Sedangkan untuk Perusahaan “Berkah” hasil produksi/output sebesar 175 kg dengan penggunaan bahan baku/input rata-rata sebesar 750 kg. Bahan baku yang digunakan di sini adalah pisang awak yang diukur dalam satuan kg. Tenaga kerja yang dihitung pada penelitian ini adalah semua tenaga kerja yang berperan dalam proses produksi kripik pisang yang berjumlah 18 orang pada Perusahaan “Na Raseuki” dan 22 orang pada Perusahaan “Berkah”. Faktor konversi merupakan hasil bagi antara hasil produksi/output dengan jumlah bahan baku/input yang digunakan, besarnya faktor konversi pada perhitungan di atas adalah sebesar 0.25 yang berarti 1 kg bahan baku dapat dihasilkan 0,25 kg kripik pisang pada Perusahaan “Na Raseuki”, sedangkan pada Perusahaan “Berkah”, faktor konversi sebesar 0,233, berarti setiap kg bahan baku menghasilkan 0,233 kg kripik pisang. Dalam hal ini faktor konversi yang dimiliki Perusahaan “Na Raseuki” lebih baik dibandingkan Perusahaan “Berkah”, hal ini dipengaruhi oleh tahapan sortasi
38
pada proses produksi, dimana Perusahaan “Berkah” lebih menjaga mutu dari produk kripik pisang, dengan tidak memasukkan pisang yang kecil ataupun tidak memenuhi standar baku dari yang
ditetapkan Perusahaan
“Berkah”. Tabel 4. Analisis Nilai Tambah Kripik Pisang pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” Variabel
Nilai Na Raseuki
Berkah
1. Output (Kg)
125
175
2. Input (Kg)
500
750
3. Tenaga Kerja (HOK)
18
22
4. Faktor Konversi
0,25
0,233
5. Koefisien Tenaga Kerja (HOK)
0,036
0.029
6. Harga Output (Rp/Kg)
15.000
15.000
7. Upah Tenaga Kerja Langsung (Rp/HOK)
12.400
13.850
8. Harga Bahan Baku (Rp/Kg)
1.400
1.400
9. Sumbangan Input Lain (Rp/Kg)
1.034
1265,33
10. Nilai Output (Rp/Kg)
3750
3.495
11. a. Nilai Tambah (Rp/Kg)
1.316
829,67
35,093
23,739
446,4
401,6
33,921
48,405
869,6
428,07
66,079
51,595
2350
2095
a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (%)
18,996
19,169
b. Sumbangan Input Lain (%)
44,000
60,398
c. Keuntungan Pemilik Perusahaan (%)
37,004
20,433
I. Output, Input dan Harga
II. Peneriman dan Keuntungan
b. Rasio Nilai Tambah (%) 12. a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg) b. Pangsa Tenaga Kerja (%) 13. a. Keuntungan (Rp/Kg) b. Tingkat Keuntungan (%) III. Balas Jasa Pemilik Faktor-Faktor Produksi 14. Marjin (Rp/Kg)
Koefisien tenaga kerja merupakan hasil bagi antara tenaga kerja dengan produksi.
jumlah
bahan
baku
yang
dipergunakan
dalam
proses
Besarnya nilai koefisien tenaga kerja pada Perusahaan
“Na Raseuki” sebesar 0,036 yang berarti untuk mengolah 1 kg bahan baku/input dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 0,036 dengan demikian jika mengolah 100 kg bahan baku/input dibutuhkan tenaga kerja
39
sebanyak 3,6.
Sedangkan pada Perusahaan
“Berkah” koefisien tenaga
kerja sebesar 0,029 yang berarti untuk mengolah 100 kg bahan baku/input dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 2,9. Dalam hal penggunaan tenaga kerja Perusahaan “Berkah” lebih efesien dibandingkan dengan Perusahaan “Na Raseuki”. Nilai output rata-rata kripik pisang pada penelitian ini adalah Rp 15.000 per kg pada kedua Perusahaan. Pada Perusahaan “Na Raseuki” Pendapatan Tenaga Kerja Langsung untuk satu kali proses produksi adalah sebesar Rp 12.400 biaya ini terdiri dari biaya tenaga kerja mengupas (4 orang) sebesar Rp 10.000 per orang; biaya tenaga kerja merajang (9 orang) sebesar Rp 13.000 per orang; biaya tenaga kerja menggoreng (3 orang) sebesar Rp 14.000 per orang; biaya tenaga kerja pengemas (2 orang) sebesar Rp 12.000 per orang. Untuk lebih jelasnya rincian biaya tenaga kerja pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” Pekerjaan
Jumlah Tenaga Kerja (HOK)
“Na Raseuki” Kupas Merajang Menggoreng Kemas Rata-rata
4 9 3 2
"Berkah" Kupas Merajang Menggoreng Kemas Angkut Rata-rata
5 10 3 2 2
Upah (Rp) 10.000 13.000 14.000 12.000
Total (Rp)
(Rp)
40.000 117.000 42.000 24.000 12.400
12.000 15.000 17.000 12.000 10.000
60.000 150.000 51.000 24.000 20.000 13.850
Untuk Perusahaan “Berkah” Pendapatan Tenaga Kerja Langsung untuk satu kali proses produksi adalah sebesar Rp 13.850 biaya ini terdiri dari biaya tenaga kerja mengupas (5 orang) sebesar Rp 12.000 per orang;
40
biaya tenaga kerja merajang (10 orang) sebesar 15.000 per orang; biaya tenaga kerja menggoreng (3 orang) sebesar Rp 17.000 per orang; biaya tenaga kerja pengangkut (2 orang) sebesar Rp 10.000 per orang; biaya tenaga kerja pengemas (2 orang) sebesar Rp 12.000 per orang. Harga bahan baku/input Rp 1.400 per kg pada kedua Perusahaan, bahan baku input yang digunakan adalah pisang “Awak”.
Sumbangan
input lain yang digunakan dalam satu kali proses produksi per kg bahan baku adalah sebesar Rp 1.034 pada Perusahaan “Na Raseuki” dan pada Perusahaan “Berkah” sebesar Rp 1.265,33. Perhitungan total sumbangan input lain pada Perusahaan “Na Raseuki” dan Perusahaan “Berkah” dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perhitungan Total Sumbangan Input Lain Uraian "Na Raseuki" Bahan Penolong Minyak Goreng Bahan bakar Minyak tanah Bahan Pengemas Plastik
Kuantitas (unit)
Harga (Rp/unit)
Total (Rp)
50 kg
8.500
425.000
20 l
4.000
80.000
5 buah
2.000
12.000
Total "Berkah" Bahan Penolong Minyak Goreng Bahan bakar Minyak tanah Bahan Pengemas Plastik Total
(Rp)
517.000
90 kg
8.500
765.000
40 l
4.000
160.000
12 buah
2.000
24.000 949.000
Sumbangan input lain meliputi bahan penolong, bahan bakar dan bahan pengemas.
Bahan penolong adalah minyak goreng, bahan bakar
adalah minyak tanah dan bahan pengemas adalah plastik pembungkus. Untuk lebih jelasnya format perhitungan sumbangan input lain adalah sebagai berikut:
41
Total Sumbangan Input lain (Rp) Sumbangan Input lain = Jumlah Bahan Baku (Kg) Total sumbangan input lain adalah Rp 517.000 per proses produksi pada Perusahaan “Na Raseuki”, sedangkan pada Perusahaan “Berkah” sebesar Rp 949.000 per proses. Nilai produk/output merupakan hasil kali dari faktor konversi dengan harga produk rata-rata.
Besarnya nilai produk/output pada perhitungan
nilai tambah adalah Rp 3.750 per kg produk pada Perusahaan “Na Raseuki”, sedangkan pada Perusahaan “Berkah” sebesar Rp 3.495 per kg.
Nilai
produk yang lebih baik pada Perusahaan “Na Raseuki” dikarenakan faktor konversi yang lebih baik dengan resiko mutu dari produk yang kurang terjaga. Hasil dari nilai produk tersebut dikurangi biaya dari sumbangan input lain dan biaya dari bahan baku maka diperoleh besarnya nilai tambah.
Besarnya nilai tambah pada Perusahaan “Na Raseuki”
Rp 1.316 per kg bahan baku, sedangkan pada Perusahaan “Berkah” sebesar Rp 829,67.
Apabila nilai tambah tersebut dibagi dengan nilai
produk maka akan diperoleh rasio nilai tambah sebesar 35,093 persen pada Perusahaan “Na Raseuki”, sedangkan pada Perusahaan “Berkah” sebesar 23,739 persen. Nilai tambah dari Perusahaan “Na Raseuki” lebih besar daripada Perusahaan “Berkah”, hal ini dikarenakan sumbangan input lain yang digunakan Perusahaan “Berkah” lebih besar dibandingkan dengan sumbangan input lain yang digunakan Perusahaan “Na Raseuki”. Perusahaan “Berkah” lebih menjaga kualitas produknya dengan mengganti minyak goreng setiap 6 kali proses penggorengan atau ketika minyak goreng mulai berwarna kecoklatan. Imbalan tenaga kerja merupakan hasil perkalian antar koefesien tenaga kerja dengan upah rata-rata. Pada perhitungan nilai tambah di atas, imbalan tenaga kerja yang diberikan dari setiap kilogram bahan baku pisang yang diolah menjadi kripik pisang adalah Rp 446,4 dengan demikian bagian tenaga kerja dalam pengolahan kripik pisang sebesar 33,921 persen
42
pada Perusahaan “Na Raseuki”.
Sedangkan pada Perusahaan “Berkah”
imbalan tenaga kerja yang diberikan dari setiap kilogram bahan baku pisang yang diolah menjadi kripik pisang adalah Rp 401,6, dengan bagian tenaga kerja dalam pengolahan kripik pisang yaitu 48,405 persen, persentase ini didapat dari bagian tenaga kerja dibagi dengan nilai tambah. Analisis lebih lanjut pada Perusahaan “Na Raseuki” menunjukkan keuntungan yang diperoleh adalah Rp 869,6 dengan tingkat keuntungan sebesar 66,079 persen, jumlah ini cukup besar dari skala usaha yang ada, bahkan nila keuntungan per kg bahan baku yang diperoleh Perusahaan “Na Raseuki” lebih besar dibandingkan Perusahaan “Berkah”. Hal ini dapat dilihat pada Perusahaan “Berkah” yang hanya memperoleh keuntungan sebesar Rp 428,07, dengan tingkat keuntungan 51,595 persen, walaupun demikian jumlah ini dapat dikatakan cukup besar dari skala usaha, dan jika dapat menghasilkan produksi yang lebih banyak akan berdampak pada penerimaan yang akhirnya pada keuntungan yang diperoleh pengusaha. Hasil analisis nilai tambah ini juga dapat menunjukkan marjin dari bahan baku pisang menjadi kripik pisang yang didistribusikan kepada imbalan tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan perusahaan. Marjin ini merupakan selisih antara nilai produk dengan harga bahan baku pisang per kg, tiap pengolahan 1 kg pisang menjadi keripik pisang pada Perusahaan “Na Raseuki” diperoleh marjin sebesar Rp 2.350 yang didistribusikan untuk masing-masing faktor yaitu pendapatan tenaga kerja
langsung
18,996
persen,
sumbangan
dan keuntungan perusahaan 37,004 persen.
input
lain
44
persen,
Sedangkan pada Perusahaan
“Berkah” marjin yang diperoleh sebesar Rp 2.095 yang didistribusikan untuk masing-masing faktor yaitu pendapatan tenaga kerja langsung 19,169 persen, sumbangan input lain 60,398 persen, dan keuntungan perusahaan 20,433 persen. Marjin yang didistribusikan untuk sumbangan input lain merupakan bagian terbesar bila dibandingkan dengan pendapatan tenaga kerja langsung dan keuntungan perusahaan.
43
5.4 Biaya Produksi Biaya produksi pada penelitian ini adalah biaya yang harus dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Biaya produksi meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap, biaya tetap merupakan biaya penyusutan alat dan biaya tenaga kerja, biaya tidak tetap meliputi biaya bahan baku dan biaya bahan penolong. 5.3.1 Biaya Tetap Biaya tetap merupakan jenis biaya yang selama satu kali proses produksi adalah tetap jumlahnya dan tidak mengalami perubahan. Dalam proses produksi pembuatan kripik pisang yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan alat dan biaya tenaga kerja, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Biaya Tetap Kripik Pisang per Proses Produksi Jenis Biaya Penyusutan Alat Biaya Tenaga Kerja Total Biaya
Nilai (Rp) Na Raseuki 2325,46 223.000 225.325,46
Berkah 3610,51 305.000 308.610,51
Dari Tabel 7 pada Perusahaan “Na Raseuki” diketahui bahwa besarnya biaya tetap adalah Rp 225.325 biaya tetap terbesar adalah untuk biaya tenaga kerja sebesar Rp 223.000 dan biaya tetap terkecil adalah penyusutan alat yaitu sebesar Rp 2.325. Sedangkan pada Perusahaan “Berkah” besarnya biaya tetap adalah Rp 308.610,51, biaya tetap terbesar adalah untuk biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp 305.000 dan biaya tetap terkecil adalah penyusutan alat yaitu sebesar Rp 3610,51. A. Biaya Penyusutan Alat Tehnologi yang digunakan dalam proses produksi kripik masih tergolong teknologi sederhana, mulai dari proses pengupasan sampai penggorengan.
Hal ini berkaitan dengan keterbatasan modal dan tingkat
pendidikan para pekerjanya. Disamping itu dengan menggunakan teknologi yang masih bersifat sederhana sehingga dapat membantu masyarakat sekitar dalam bentuk penyerapan tenaga kerja.
44
Dalam suatu usaha, biaya yang dikeluarkan untuk peralatan dihitung melalui penyusutan yang terjadi pada peralatan tersebut. Besarnya biaya penyusutan untuk peralatan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Biaya Penyusutan Peralatan per Proses Produksi Kripik Pisang Jenis Alat
Na Raseuki Penggorengan Nampan Pemompa minyak Perajang Timbangan Kipas Angin
Jumlah (Unit)
4 20 1 9 2 2
Harga Beli Alat (per unit) 280.000 15.000 325.000 45.000 150.000 200.000
Umur Ekonomis (Thn) 10 2 4 1 5 10
Total biaya penyusutan alat Berkah Penggorengan Nampan Pemompa Minyak Perajang Timbangan Jerigen Kipas Angin
4 24 1 10 2 4 3
Nilai Penyusutan (Rp) 306,84 410,95 222,6 1.109,58 164,38 111,11 2.325,46
370.000 15.000 340.000 45.000 180.000 70.000 180.000
Total biaya penyusutan alat
10 2 4 1 5 3 8
1.013,70 493,15 232,88 1.232,87 197,26 255,71 184,94 3.610,51
Dari Tabel 8 diketahui biaya penyusutan pada Perusahaan “Na Raseuki”, penyusutan peralatan yang dinilai paling besar adalah penyusutan alat perajang yaitu sebesar Rp 1.109,58 dan penyusutan peralatan yang nilainya paling kecil adalah penyusutan kipas angin yaitu sebesar Rp 111,11.
Sedangkan pada Perusahaan “Berkah” penyusutan peralatan
yang dinilai paling besar adalah penyusutan alat perajang sebesar Rp 1.232,87 dan penyusutan peralatan yang nilainya paling kecil adalah penyusutan kipas angin yaitu sebesar Rp 184,94. B. Biaya Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah tenaga yang terlibat langsung dalam proses produksi pengolahan kripik pisang, tenaga kerja dimasukkan pada biaya tetap dikarenakan jumlah tenaga kerja setiap proses produksi tidak berkurang
45
atau tetap.
Pada Perusahaan “Na Raseuki” Pendapatan Tenaga Kerja
Langsung untuk satu kali proses produksi adalah sebesar Rp 12.400. Biaya ini terdiri dari biaya tenaga kerja mengupas (4 orang) sebesar Rp 10.000 per orang; biaya tenaga kerja merajang (9 orang) sebesar RP 13.000 per orang; biaya tenaga kerja menggoreng (3 orang) sebesar Rp 14.000 per orang; biaya tenaga kerja pengemas (2 orang) sebesar Rp 12.000 per orang. Sedangkan pada Perusahaan “Berkah” Pendapatan Tenaga Kerja Langsung untuk satu kali proses produksi adalah sebesar Rp 13.850. Biaya ini terdiri dari biaya tenaga kerja mengupas (5 orang) sebesar Rp 12.000 per orang; biaya tenaga kerja merajang (10 orang) sebesar Rp 15.000 per orang; biaya tenaga kerja menggoreng (3 orang) sebesar Rp 17.000 per orang; biaya tenaga kerja pengangkut (2 orang) sebesar Rp 10.000 per orang; biaya tenaga kerja pengemas (2 orang) sebesar Rp 12.000 per orang. 5.3.2 Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya akan mengalami perubahan sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Dalam proses produksi kripik pisang yang termasuk biaya tidak tetap adalah biaya bahan baku, biaya sumbangan input lain, biaya bahan bakar dan biaya pengemas. Adapun biaya tidak tetap dalam satu kali proses produksi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Biaya Tidak Tetap Kripik Pisang per Proses Produksi Jenis Biaya Bahan Baku Sumbangan Input lain Total Biaya
Nilai (Rp) Na Raseuki Berkah 700.000 1.050.000 517.000 949.000 1.217.000 1.999.000
A. Bahan Baku Pada Perusahaan “Na Raseuki” Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi kripik yaitu pisang. Perusahaan “Na Raseuki” memperoleh bahan baku dengan membeli dari petani dipasar. Produsen membutuhkan
46
bahan baku sebanyak 500 kg per hari, tiap kg dibeli dari petani seharga Rp 1.400 biaya bahan baku per proses produksi kripik pisang adalah Rp 700.000. Sama halnya dengan Perusahaan “Na Raseuki”, Perusahaan “Berkah” memperoleh bahan baku yaitu dengan membeli dari petani dipasar dan yang membedakan adalah Perusahaan “Berkah” jugan membeli langsung bahan baku di desa-desa sentra produksi pisang.
Bahan baku yang
dibutuhkan sebanyak 750 kg per hari, tiap kg dibeli dari petani seharga Rp 1.400 biaya bahan baku per proses produksi kripik pisang adalah Rp 1.050.000. B. Sumbangan Input lain Sumbangan input lain merupakan bahan penolong, bahan bakar dan bahan pengemas. Bahan penolong adalah minyak goreng, bahan bakar adalah minyak tanah dan bahan pengemas adalah plastik, sumbangan input lain tersebut diperoleh dengan membeli langsung pada toko atau agen. Lebih jelasnya sumbangan input lain kripik pisang pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Biaya Sumbangan Input Lain Kripik Pisang Pekerjaan "Na Raseuki" Bahan Penolong Minyak Goreng Bahan bakar Minyak tanah Bahan Pengemas Plastik
Kuantitas
Harga (Rp)
Total (Rp)
50 kg
8.500
425.000
20 l
4.000
80.000
5 buah
2.000
12.000
Total "Berkah" Bahan Penolong Minyak Goreng Bahan bakar Minyak Tanah Bahan Pengemas Plastik Total
(Rp)
517.000
90 kg
8.500
765.000
40 l
4.000
160.000
12 buah
2.000
24.000 949.000
47
Perusahaan “Na Raseuki” menghabiskan biaya sumbangan input lain sebesar Rp 517.000 per proses produksi, sedangkan Perusahaan “Berkah” menghabiskan biaya sebesar Rp 949.000 per proses produksi untuk sumbangan input lain pada perhitungan biaya produksi pengolahan pisang menjadi kripik pisang. 5.3.3 Biaya Total Biaya total diperoleh dari penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya tidak tetap.
Besarnya biaya total dalam proses produksi kripik
pisang pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah” dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Total Biaya Kripik Pisang per Proses Produksi Jenis Biaya
Nilai (Rp) Na Raseuki Berkah 225.325 308.610 1.217.000 1.999.000 1.442.325 2.307.610
Biaya Tetap Biaya Tidak Tetap Total Biaya
Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata biaya total untuk setiap kali proses produksi kripik pisang adalah Rp 1.442.325 pada Perusahaan “Na Raseuki”, sedangkan pada Perusahaan “Berkah” biaya total yang dikeluarkan untuk setiap kali proses produksi pisang menjadi kripik pisang adalah sebesar Rp 2.307.610. Dari total biaya yang dikeluarkan terlihat bahwa Perusahaan “Berkah” memiliki kapasitas usaha yang lebih besar dibandingkan dengan Perusahaan “Na Raseuki”. 5.5 Penerimaan dan Keuntungan Penerimaan
merupakan
hasil
dari
perkalian
antara
jumlah
produksi kripik yang dihasilkan dengan harga jual dengan satuan rupiah dalam satu kali proses produksi.
Keuntungan merupakan selisih
antara penerimaan total (TR) dengan biaya total (TC).
Besarnya
penerimaan dan keuntungan untuk tiap kali proses produksi pada Perusahaan “Na Raseuki” dan Perusahaan “Berkah” dapat dilihat pada Tabel 12.
48
Tabel 12. Penerimaan dan Keuntungan per Proses Produksi Kripik Pisang Uraian
Nilai (Rp) Na Raseuki Berkah 1.875.000 2.625.000
Penerimaan (Kg produk x Harga) Biaya Pengolahan Biaya Tetap Biaya Tidak tetap Biaya Total Keuntungan
225.325 1.217.000 1.442.325 432.675
308.610 1.999.000 2.307.610 317.390
Berdasarkan Tabel 12, dengan output sebesar 125 kg rata-rata normal produksi penerimaan Perusahaan “Na Raseuki” dapat diketahui untuk satu kali proses produksi adalah Rp 1.875.000, serta keuntungan yang diperoleh untuk satu kali proses produksi adalah Rp 432.675.
Sedangkan untuk
Perusahaan “Berkah” yang memiliki output sebanyak 175 kg rata-rata normal produksi penerimaan untuk tiap satu kali proses produksi adalah sebesar Rp 2.625.000 dengan keuntungan untuk satu kali proses produksi adalah Rp 317.390. 5.6 Revenue Cost Ratio (R/C) dan Analisis Titik Impas (BEP) A. Revenue Cost Ratio (R/C) Perhitungan nilai RC ratio pada Perusahaan “Na Raseuki” dan Perusahaan “Berkah” dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13 diketahui
bahwa
nilai
perbandingan
produksi total adalah sebesar 1,30. biaya
yang
dikeluarkan
akan
antara
“Berkah”
adalah
dan
biaya
Hal ini berarti setiap Rp 1.000,00 menghasilkan
Rp 1.300,00 pada Perusahaan “Na Raseuki. Perusahaan
penerimaan
sebesar
penerimaan
sebesar
Sedangkan nilai R/C ratio
1,138
yang
berarti
setiap
Rp 1.000,00 biaya atau modal yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1.138,00. usaha
agroindustri
tersebut
Nilai R/C ratio yang dihasilkan lebih
dari
satu
berarti
usaha
pengolahan pisang menjadi kripik pisang menguntungkan perusahaan. Berdasarkan perhitungan matematis, R/C ratio Perusahaan “Na Raseuki” lebih baik dibandingkan dengan Perusahaan “Berkah”.
49
Tabel 13. Nilai RC Ratio pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah”. Uraian
Nilai (Rp) Na Raseuki Berkah 1.875.000 2.625.000 1.442.325 2.307.610 1,300 1,138
Penerimaan (TR) Biaya Total (TC) RC ratio
B. Analisis titik impas (BEP) Pada
Perusahaan
“Na
Raseuki”
akan
berada
pada
kondisi
Break Even Point dalam unit pada saat perusahaan hanya memproduksi 43
kg
kripik
Rp 642.073.
pisang,
dan
BEP
dalam
penerimaan
sebesar
Sedangkan pada Perusahaan “Berkah” akan berada pada
kondisi titik impas dalam unit pada saat perusahaan hanya memproduksi 86 kg kripik pisang, dan BEP dalam penerimaan sebesar Rp 1.294.091. Dari perhitungan pada Tabel 13, Penerimaan yang diterima oleh pengusaha lebih besar daripada nilai perhitungan penerimaan pada saat BEP pada Tabel
14,
yang
berarti
bahwa
usaha
agroindustri
kripik
pisang
dapat dikatakan sudah menguntungkan, penerimaan yang diperoleh Perusahaan “Na Raseuki” untuk tiap kali proses produksi adalah Rp 1.875.000 dan pada Perusahaan “Berkah” tiap kali proses produksinya memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.625.000. Pada Tabel 14 dapat dilihat besarnya nilai BEP pada Perusahaan kripik pisang “Na Raseuki” dan “Berkah”. Tabel 14. Nilai BEP pada Perusahaan “Na Raseuki” dan “Berkah”. Uraian Biaya Tetap (Rp) Biaya Tidak Tetap (Rp) Volume Produksi Harga Jual (Rp/kg) Penerimaan (Rp) BEP Volume Produksi (kg) BEP Penerimaan (Rp)
Jumlah Na Raseuki 225.325 1.217.000 125 15.000 1.875.000 43
Berkah 308.610 1.999.000 175 15.000 2.625.000 86
642.073,518
1.294.091,454
50
5.7 Distribusi Kripik Pisang. Pada Perusahaan “Na Raseuki” Distribusi kripik pisang tidak mengalami kesulitan, karena kripik pisang yang dihasilkan langsung dikirim ke pedagang grosir sesuai dengan pesanan ataupun diambil langsung oleh para pedagang pengecer. Adapula konsumen yang langsung membeli ke tempat pembuatan. langsung
mengambil
Kebanyakan para grosir dari luar daerah produk
kripik
pisang
ke
tempat
pembuatan,
biaya pengiriman untuk wilayah Banda Aceh, Lhokseumawe dan sekitarnya
ditanggung
oleh
para
grosir/pihak
pembeli
kripik
pisang, sedangkan untuk kota Bireuen dan sekitarnya pihak para pengecer langsung mengambil kripik pisang dari lokasi pengolahan. Pangsa pasar kripik pisang tidak hanya di kabupaten Bireuen saja tetapi sudah
sampai
di
luar
daerah
seperti
Lhokseumawe
Aceh
Utara,
Takengon Aceh Tengah, dan Banda Aceh. Sama
halnya
pendistribusian tidak
dengan
kripik
mengalami
Perusahaan
pisang
kesulitan,
pada
karena
“Na
Raseuki”
Perusahaan kripik
pisang
proses
“Berkah” yang
juga
dihasilkan
langsung dikirim ke pedagang grosir sesuai dengan pesanan ataupun diambil langsung oleh para pedagang pengecer. yang
langsung
membeli
ke
tempat
Ada pula konsumen
pembuatan,
namun
sering
terjadi keterlambatan pembayaran dikarenakan jarak yang jauh, sehingga produk lama sampai ke konsumen, terutama untuk tujuan Medan. Kebanyakan
grosir
dari
daerah
luar
langsung
mengambil
produk
kripik pisang ke tempat pembuatan, ada pula yang langsung diantar pemilik usaha.
Biaya pengiriman untuk wilayah Kota Bireuen dan
sekitarnya ditanggung oleh pengelola kripik pisang, sedangkan untuk luar
daerah
biaya
pengiriman
ditanggung
oleh
pihak
pembeli.
Pangsa pasar kripik pisang tidak hanya di kabupaten Bireuen saja, tetapi sudah sampai di luar daerah, seperti Meulaboh Aceh Barat, Lhokseumawe
Aceh
Pemerintah Aceh.
Utara, Banda
Aceh
bahkan sampai
ke
luar
51
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan pada Perusahaan
“Na
Raseuki”
dan
“Berkah”
yang
terletak
di
Desa
Cot Tareum Baroh Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen dapat diambil kesimpulan bahwa : 1.
Kegiatan usaha pengolahan kripik pisang mempunyai nilai tambah. Hal ini dapat diketahui dari hasil analisis nilai tambah, besarnya nilai tambah industri kripik pisang pada Perusahaan “Na Raseuki” yaitu Rp 1.316 per kg bahan baku, dengan nilai R/C 1,300 dan nilai BEP sebesar Rp 642.073,52. Sedangkan untuk Perusahaan “Berkah” juga memiliki nilai tambah yaitu sebesar Rp 830 per kg bahan baku, dengan nilai R/C 1,128 dan nilai BEP sebesar Rp 1.294.091,45.
2.
Kegiatan pengolahan kripik pisang pada kedua perusahaan sedang ini menguntungkan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian bahwa keuntungan yang diterima industri rumah tangga “Na Raseuki” sebesar Rp 432.675 untuk satu kali proses produksi dengan total biaya Rp 1.442.325 dan penerimaan sebesar Rp 1.875.000. Sedangkan untuk Perusahaan “Berkah” keuntungan yang diperoleh untuk satu kali proses produksi adalah Rp 317.390 dengan total biaya Rp 2.307.610 serta penerimaan sebesar Rp 2.625.000.
3.
Produk kripik pisang sebagian dikirim keluar Kabupaten Bireuen seperti, Banda Aceh, Lhokseumawe, Takengon dan kota-kota besar lainya di Pemerintah Aceh.
Kripik pisang juga dipasarkan diluar Pemerintah
Aceh, Medan salah satu pasar yang cukup besar permintaan akan kripik pisang.
Biaya pengiriman untuk wilayah luar Kabupaten Bireuen
ditanggung oleh pihak pembeli, sedangkan untuk wilayah sekitar pengecer mengambil langsung produk di tempat pengolahan di Desa Cot Tareum Baroh.
52
6.2 Saran Beberapa saran yang yang dapat diberikan untuk pihak-pihak terkait adalah sebagai berikut: 1.
Untuk
mengindari
kemacetan
pembayaran
sebaiknya
sistem
pembayaran dibayar dimuka, khususnya untuk wilayah-wilayah diluar Pemerintah Aceh. 2.
Pengolahan kripik pisang sedapat mungkin dijaga kualitas produknya oleh produsen.
3.
Didirikannya toko/kios untuk memasarkan kripik pisang langsung kekonsumen sehingga memiliki profit yang lebih besar.
4.
Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya peneliti dapat meneliti manfaat sosial dan operasional dari penelitian ini.
53
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, I. 2007. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Industri “Kemplang” Rumah Tangga Berbahan Baku Utama Sagu dan Ikan. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya. Anisah. 2003. Studi Tentang Ekspor Buah-buahan Indonesia. Tesis. ITB Central
Library.
Bandung.
(26
Oktober
2009)
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptummgdl-s1-2003-anisah9872-455 Antarlina, S.S., Z. Hikmah, S. Lesmayati,
dan D.I. Saderi.
2005.
Pengkajian Pascapanen Pengolahan Berbagai Jenis Buah Kerabat Mangga Spesifik
Kalimantan
Selatan. Laporan Pengkajian BPTP
Kalimantan Selatan, Banjarbaru. Banoewidjojo, Moeljadi. 1983. Pembangunan Pertanian. Usaha Nasional. Surabaya. Badan Pusat Statistik Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 2009.
Aceh
Dalam Angka 2008. Pemerintah Provinsi NAD. Hayami, Y. et al. 1987. Agricultural marketing and processing in upland Java. A perspective from a Sunda village. Bogor: CGPRT Centre. Mintarti, N. 2007. Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Komoditas Kelapa di Kabupaten Pacitan. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Noor, Hendry Faizal. 2007. Ekonomi Manajerial. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Pemda Bireuen. http://www.bireuenkab.go.id/index.php (25 Oktober 2009)
54
http://www.bps.go.id/news/tsunami/nad/tabel/1110penduduk.pdf (27 Oktober 2009) Rangarajan, C. 1982. Agricultural Growth and Industrial Performance in India. IFPRI. Research Report 33. Washington D.C. Redaksi Trubus. 1999. Mengatur Tanaman Berbuah. Penebar Swadaya: Surabaya. Rismunandar. 1971. Bertanam Pisang. Sinar Baru. Bandung. Rukmana, Rahmat. 1999. Usahatani Pisang. Kanisius. Yogyakarta. Santoso, Budi. 1995. Cuka Pisang. Kanisius. Yogyakarta. ----------------. 1995. Saus Pisang. Kanisius. Yogyakarta ----------------. 1995. Anggur Pisang. Kanisius. Yogyakarta Sunarjo, Hendro. 1990. Ilmu Produksi Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru. Bandung Sumarjo, dkk. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Swadaya. Jakarta. Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 20052009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen
Pertanian. Jakarta. Tim Penyusun. 2005. Road Map Pisang: Pasca Panen, Pengolahan,dan Pemasaran Hasil Pisang. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura.
55
56
Lampiran 1. Perhitungan Analisis Nilai Tambah pada Industri Rumah Tangga “Na Raseuki” 1.
Hasil produksi/output
= 125 Kg
2.
Bahan baku/input
= 500 Kg
(50 tandan; 1 tandan = 10 Kg)
3.
Tenaga kerja
= 18 orang
P = 16 orang; L = 2 orang
4.
F. Konversi
= 0,25
125/500 = 0,25
5.
Koef. TK
= 0,036
18/500 = 0,036
6.
H. Prod. Rata-rata
= Rp 15.000/kg
7.
Upah rata-rata
= Rp 12.400
-
Kupas 4 0rang
= 10.000/org = 40.000
-
Merajang 9 orang
= 13.000/org = 117.000
-
Menggoreng 3 orang = 14.000/org = 42.000
-
Kemas 2 orang
= 12.000/org = 24.000
(40.000 + 117.000 + 42.000 + 24.000 = 223.000) 223.000/18 = 12.400 8.
Bahan baku
= Rp 1400/Kg
(Rp 2000/sisir, 1 tandan = 7 sisir, Rp 14000/10 = 1400) 9.
Sumber input lain -
M. Goreng
= 425.000
(50 kg x Rp 8.500)
-
Bahan bakar
= 80.000
(20L x Rp 4.000)
-
Plastik
= 12.000
(425.000 + 80.000 + 12.000 = 517.000) 517.000/500 kg
= Rp 1034
57
10. Nilai produk
= Rp 3.750
(0,25 x 15.000)
11. a) nilai tambah
= Rp 1.316
(3750 - 1400- 1034)
= 35,093%
(1316/3750 x 100% )
b) rasio nilai tambah
12. a) imbalan tenaga kerja = Rp 446,4
(0,036 x 12.400 )
b) bagian TK
= 33,921%
(446,4/1316 x 100%)
13. a) keutungan
= Rp 869,6
(Rp 1316 - Rp 446,4)
= 66,079%
(869,6/1316 x 100%)
= Rp 2.350
(3750-1400)
b) tingkat keuntungan 14. Marjin
a) pendapatan TK langsung
= 18,996 %
(446,4/2.350 x 100%)
b) sumbangan input lain
= 44%
(1.034/2.350 x 100%)
c) keuntungan pemilik perusahaan
= 37,004%
(869,6/2.350x100%)
58
Lampiran 2. Perhitungan Analisis Nilai Tambah pada Industri Rumah Tangga “Berkah” 1.
Hasil produksi/output
= 175 Kg
2.
Bahan baku/input
= 750 Kg
(75 tandan; 1 tandan = 10 Kg)
3.
Tenaga kerja
= 22 orang
P = 19 orang; L = 3 orang
4.
F. Konversi
= 0,233
175/750 = 0,233
5.
Koef. TK
= 0,029
22/750 = 0,036
6.
H. Prod. Rata-rata
= Rp 15.000/kg
7.
Upah rata-rata
= Rp 13.850
-
Kupas 5 0rang
= 12.000/org = 60.000
-
Merajang 10 orang
= 15.000/org = 150.000
-
Menggoreng 3 orang = 17.000/org = 51.000
-
Kemas 2 orang
= 12.000/org = 24.000
-
Angkut 2 orang
= 10.000/org = 20.000
(60.000 + 150.000 + 51.000 + 24.000 + 20.000 = 305.000) 305.000/22 = 13.850 8.
Bahan baku
= Rp 1400/Kg
(Rp 2000/sisir, 1 tandan = 7 sisir, Rp 14000/10 = 1400) 9.
Sumber input lain -
M. Goreng
= 765.000
(90 kg x Rp 8.500)
-
Bahan bakar
= 160.000
(40L x Rp 4.000)
-
Plastik
= 24.000
(765.000 +160.000 + 24.000 = 949.000) 949.000/750 kg
= Rp 1265,33
59
10. Nilai produk
= Rp 3495
(0,233 x 15.000)
11. a) nilai tambah
= 829,67
(3495 - 1400- 1265,33)
= 23,739%
(829,67/3495 x 100% )
b) rasio nilai tambah
12. a) imbalan tenaga kerja = 401,6 b) bagian TK 13. a) keutungan b) tingkat keuntungan 14. Marjin
(0,029 x 13.850 )
= 48,405%
(401,6/829,67x 100%)
= Rp 428,07
(Rp 829,67 - Rp 401,6)
= 51,595%
(383,27/829,67 x 100%)
= Rp 2.095
(3750-1400)
a) pendapatan TK langsung
= 19,169 %
(446,4/2.350 x 100%)
b) sumbangan input lain
= 60,389%
(1.034/2.350 x 100%)
c) keuntungan pemilik perusahaan
= 20,443%
(869,6/2.350x100%)
60
Lampiran 3. Produksi Buah Pisang di Indonesia (dalam Ton) Nasional/Propinsi
Tahun 2000
2001
2002
2003
3746962
4300422
4384384
4177155
Nanggroe Aceh Darussalam
28076
26491
27833
88682
Sumatera Utara
52132
60235
93467
118808
Sumatera Barat
60015
64099
46389
32244
Riau
37827
37697
31243
56673
Jambi
12301
19841
14664
16059
Sumatera Selatan
69457
79108
95687
95048
Bengkulu
11010
10339
14237
20265
Lampung
142153
142470
184554
319081
0
4857
1154
6870
2741
2870
1490
1677
1435103
1431941
1473460
1068875
508801
522261
503841
455031
38581
39633
41306
46239
706266
700836
731230
873616
0
208854
229511
179696
Bali
60381
90094
124253
102157
Nusa Tenggara Barat
69048
283548
83520
39395
Nusa Tenggara Timur
173446
167757
189543
33992
Kalimantan Barat
46055
119687
55711
94155
Kalimantan Tengah
14395
16466
16810
15436
Kalimantan Selatan
22706
29409
42445
76059
Kalimantan Timur
24247
27945
42905
58325
Sulawesi Utara
11479
13567
44833
47834
Sulawesi Tengah
34354
33061
45063
57893
Sulawesi Selatan
145999
119884
165036
98973
34601
33443
36554
26280
0
4300
2094
3237
Maluku
4326
2816
3374
2474
Papua
1462
3794
14005
4177155
0
3119
28163
125532
NASIONAL
Bangka Belitung Daerah Khusus Ibukota Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Banten
Sulawesi Tenggara Gorontalo
Maluku Utara
Sumber: Pusdatin, DEPARTEMEN PERTANIAN, 2004
61
Lampiran 4. Luas Panen Buah Pisang di Indonesia (dalam Hektar) Nasional/Propinsi
Tahun 2000
2001
2002
2003
73539
76923
74751
85690
Nanggroe Aceh Darussalam
1096
708
562
1790
Sumatera Utara
1526
1705
2638
3118
Sumatera Barat
1434
1523
1032
715
Riau
867
787
829
1242
Jambi
438
403
533
380
3155
2911
2382
2760
Bengkulu
259
207
321
457
Lampung
3659
4824
5833
7587
0
150
26
291
82
50
42
48
Jawa Barat
22899
19591
16347
15446
Jawa Tengah
11046
9380
8643
7981
678
759
744
812
10265
10515
10141
15727
0
3686
4362
3532
Bali
1886
2311
2314
2524
Nusa Tenggara Barat
2980
3217
4502
1455
Nusa Tenggara Timur
2585
3846
2169
1445
Kalimantan Barat
1118
1464
635
1448
Kalimantan Tengah
448
693
679
506
Kalimantan Selatan
711
936
1380
2039
Kalimantan Timur
569
883
928
1271
Sulawesi Utara
365
388
978
988
Sulawesi Tengah
581
680
773
992
Sulawesi Selatan
4158
4281
4027
2881
482
582
514
369
0
144
72
152
193
91
127
93
59
110
307
657
0
98
911
6984
NASIONAL
Sumatera Selatan
Bangka Belitung Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Banten
Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Papua Maluku Utara
Sumber: Pusdatin, DEPARTEMEN PERTANIAN, 2004
62
Lampiran 5. Produktivitas Budidaya Pisang di Indonesia ( Kwintal/Ha) Nasional/Propinsi
Tahun 2000
2001
2002
2003
NASIONAL
509.52
559.06
586.53
487.5
Nanggroe Aceh Darussalam
256.17
374.17
495.25
495.4
Sumatera Utara
341.63
353.28
354.31
581
Sumatera Barat
418.51
420.87
449.51
451
Riau
436.3
479
376.88
456.3
Jambi
280.84
492.33
275.12
422.6
Sumatera Selatan
220.15
271.76
401.71
344.4
Bengkulu
425.1
499.47
443.52
443.4
Lampung
388.5
295.34
316.4
420.6
0
323.8
443.85
236.1
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
334.27
574
354.76
349.4
Jawa Barat
626.71
730.92
901.36
692
Jawa Tengah
460.62
556.78
582.95
570.1
Daerah Istimewa Yogyakarta
569.04
522.17
555.19
569.4
Jawa Timur
688.03
666.51
721.06
555.5
0
566.61
526.16
508.8
320.15
389.85
536.96
404.7
Nusa Tenggara Barat
231.7
881.41
185.54
270.8
Nusa Tenggara Timur
670.97
436.19
873.87
235.2
Kalimantan Barat
411.94
817.53
877.34
650.2
Kalimantan Tengah
321.32
237.6
247.57
305.1
Kalimantan Selatan
319.35
314.2
307.57
373
Kalimantan Timur
426.13
316.48
462.34
458.9
Sulawesi Utara
314.49
349.66
458.42
484.1
Sulawesi Tengah
591.29
486.19
582.96
583.6
Sulawesi Selatan
351.13
280.04
409.82
343.5
Sulawesi Tenggara
717.86
574.62
711.17
712.2
0
298.61
290.83
213
224.15
309.45
265.67
266
247.8
344.91
456.19
251.9
0
318.27
309.14
179.7
Bangka Belitung
Banten Bali
Gorontalo Maluku Papua Maluku Utara
Sumber: Pusdatin, DEPARTEMEN PERTANIAN, 2004