ANALISIS NILAI EKONOMI TAMAN WISATA ALAM LAUT PULAU WEH DI KOTA SABANG ECONOMIC VALUE ANALYSIS OF WEH ISLAND MARINE TOURISM PARK IN SABANG CITY
Oleh: Moch. Prihatna Sobari1), Akhmad Fauzi1), dan Muhammad Iqbal2) 1)
Staf Pengajar pada Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB 2) Alumni Progran Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB
Abstract This research aim to valuate the economic value of Weh Island Marine Tourism Park (TWA Laut Pulau Weh) in Sabang City and to formulate the policy of management this area. The development TWA Laut Pulau Weh faces some aspects like economic, social, ecology, politic, geografic, and technical. To develop this area, the method of area survey is used; it refers to standard criteria of assessing the object and the interest of natural tourism. To valuate economic value, techniques of travel cost is used. This research uses two approach of travel cost techniques (individual and zonation) to valuate economic value including strategic plan of tourism development through multicriteria decision making analysis. There are three the policy alternative to manage TWA Laut Pulau Weh is status quo, marine protected area, and market development. The result of this research shows that the economic value of TWA Laut Pulau Weh with individual approach is more accurate than zonation approach. At present, the best policy alternative is assignment TWA Laut Pulau Weh as marine protected area on bases the economic benefit and utilization of the area for protection that involves active participation of the community and that serves educational products and learning activities, and also minimizes the negative impact of the activities in this area . Keywords: Weh Island Marine Tourism Park, economic value, travel cost, multicriteria decision making, policy of management.
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian ini, akan mengkaji aspek ekonomi TWA Laut Pulau Weh yang dititikberatkan pada analisis nilai ekonomi berdasarkan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh wisatawan untuk berkunjung ke lokasi wisata tersebut. Nilai ekonomi ini menurut Fauzi A dan S Anna (2005) termasuk dalam nilai ekonomi yang bersifat non-ekstraktif dari sumberdaya alam. Menurut Darusman et al. (2003), nilai ekonomi total dari sumberdaya alam terdiri atas nilai pemanfaatan (ekstraksi) dan non-pemanfaatan (non-ekstraksi). Selanjutnya, juga akan dilihat bagaimana rumusan kebijakan yang tepat dalam rangka pengelolaan TWA Laut Pulau Weh.
Pariwisata dan Wisatawan Menurut Kodyat dan Ramaini (1992:85), pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek wisata dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dalam bidang tersebut.
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
Menurut Yoeti (1996), industri pariwisata merupakan kumpulan dari bermacammacam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh wisatawan selama dalam perjalanan, misalnya, perusahan transportasi, perhotelan, rumah makan dan restoran, serta industri rumah tangga dan sektor ekonomi informal lainnya. Juga sangat tergantung dari
19
regulasi pemerintah, seperti imigrasi, visa dan fiskal, serta pajak dan retribusi. Wisatawan adalah setiap pengunjung yang tinggal lebih dari 24 jam dan kurang dari enam bulan di tempat yang dikunjunginya dengan maksud kunjungan untuk berlibur, rekreasi, olah raga, bisnis, mengunjungi teman/keluarga, menghadiri pertemuan, konferensi, kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar dan atau kegiatan keagamaan (Kusmayadi dan Sugiarto 2000:4). Konsep Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam Disebut sebagai keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang atau jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan (Djijono 2002). Konsep dan Teknik Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Konsep ini mendefiniskan nilai ekonomi sebagai nilai ekonomi total yang merupakan penjumlahan dari nilai-nilai pemanfaatan (use values) dan nilai-nilai non-pemanfaatan (non-use values).
untuk memasukkan seluruh nilai dari kedua komponen nilai ekonomi sumberdaya alam, yaitu use value dan non-use value. Menurut Fauzi A (2000), metode lainnya yang termasuk dalam pendekatan nonmarked based adalah preventinve expenditure dan replacement cost. Preventinve expenditure menempatkan nilai sumberdaya alam dan lingkungan dari seseorang atau individu yang memiliki keinginan membayar untuk mencegah degradasi lingkungan atau untuk mengurangi pengaruh buruk terhadap sumberdaya alam dan lingkungan. Adapun dalam teknik replacement cost, nilai sumberdaya alam didekati dari biaya atau pengeluaran untuk restorasi sumberdaya alam. Menurut Djijono (2002), dengan menggunakan kurva permintaan dapat mengukur jumlah yang akan dibayar oleh konsumen untuk tiap unit yang dikonsumsi. Gambar 1, menggambarkan kurva permintaan dan hubungannya dengan keinginan membayar serta besarnya surplus konsumen.
Krutila (1967) memperkenalkan konsep valuasi ekonomi total, yaitu sebuah usaha
Gambar 1: Kurva Permintaan, Surplus Konsumen, dan WTP Sumber : Djijono (2002). Valuasi Ekonomi Menggunakan Metode Travel Cost Taman Wisata Hutan di Taman Wan Abdul Rachman, Provinsi Lampung
Dari Gambar 1, terlihat bahwa total bidang di bawah kurva permintaan (OREM) menunjukan total utilitas yang diperoleh
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
atas konsumsi suatu barang (Djijono 2002), atau merupakan ukuran keinginan membayar secara total (Hufschmidt 1987).
20
Hal ini karena jumlah tersebut adalah hasil penjumlahan nilai-nilai marginal Q dari 0 sampai M. Dengan mengurangkan biaya produksi dari suatu barang yang dibeli konsumen (ONEM), maka diperoleh nilai surplus konsumen ditunjukan sebagai bidang segitiga NRE (Djijono 2002) dan merupakan ukuran keinginan membayar di atas pengeluaran kas untuk konsumsi (Hufschmidt 1987). Dengan demikian, maka kesediaan membayar berada pada area di bawah kurva permintaan (Munangsihe 1993). Analisis Biaya Perjalanan Travel Cost Methode (TCM) ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaaan terhadap rekreasi di alam terbuka, seperti memancing, berburu, dan hiking (Fauzi A 2004). Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, yaitu (i) pendekatan sederhana melalui zonasi; dan (ii) pendekatan individual. Pendekatan TCM melalui zonasi adalah pendekatan yang relatif simpel dan murah karena data yang diperlukan relatif lebih banyak mengandalkan data sekunder dan beberapa data sederhana dari responden pada saat survai.
Beberapa asumsi dasar yang harus dibangun agar penilaian terhadap sumberdaya alam tidak bias melalui TCM sebagaimana dikemukakan oleh Haab dan McConnel (2002) diacu dalam Fauzi A (2004), antara lain (i) biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga rekreasi; (ii) waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas maupun disutilitas; dan (iv) biaya perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multiple travel). Secara sederhana, fungsi permintaan di atas dapat ditulis sebagai berikut :
Vij = f(c ij , Tij , Q ij , S ij , M ij ) .....................(1) dimana : Vij = jumlah kunjungan oleh individu i ke tempat j cij = biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j Tij = biaya waktu yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j Qij = persepsi responden terhadap kualitas lingkungan lokasi yang dikunjungi Sij = karakteristik substitusi yang mungkin ada di tempat lain M = pendapatan dari individu i
Selanjutnya, agar lebih operasional, maka persamaan (1) di atas dibuat dalam fungsi linear dan fungsi logaritma, masingmasing dituliskan sebagai berikut :
V = α 0 + α 1c + α 2 S + α 3 M + α 4 T + α 5 Q ......................................(2) dan
ln V = α 0 + α 1 ln c + α 2 ln S + α 3 ln M + α 4 ln T + α 5 ln Q ............(3) atau
V = α 0 c α1 S α 2 M α 3 t α 4 Q α 5 ...............................................................(4) Selanjutnya dapat diukur surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi, melalui formula :
WTP ≈ CS =
N2 2α 1
(untuk fungsi permintaan linear) ..........(5) dan
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
WTP ≈ CS 2 =
N α1
(untuk fungsi permintaan logaritma)......(6) dimana : CS = Consumer Surplus atau surplus konsumen N = jumlah kunjungan yang dilakukan oleh individu i
21
Model Pengambilan Keputusan dengan Analisis Multikriteria / Multi-Criteria Decision Making (MCDM) Adalah teknik pengambilan keputusan multi-variabel berbasis non-parametrik. Dalam operasionalnya, menempatkan pembobotan sebagai faktor kunci, karena didalamnya melibatkan beragam kriteria atau variabel.
MCDM merupakan alat analisis kebijakan yang menyangkut sumberdaya alam. Pendekatan MCDM mengakomodasikan berbagai kriteria yang dihadapi, namun relevan dalam mengambil keputusan tanpa harus mengkonversi ke pengukuran moneter dan proses normalisasi (Rahardjo M 2003). Secara umum, disusun berdasarkan matrik seperti Tabel 1 (Fauzi A dan S Anna 2001).
Tabel 1: Matrik Keputusan MCDM
Alternatif A1 A2 A3 .. .. Am Keterangan : Ai (i=1,2,3,....m) Cj (j=1,2,3,....n) a12 (i=1...m; j=1...n)
C1 W1 a11 a21 a31 .. .. am1
C2 W2 a12 a22 a32 .. .. am2
Kriteria C3 W3 a13 a23 a33 .. .. am3
.. .. .. .. .. .. .. ..
Cn Wn a1n a2n a3n .. .. amn
: alternatif pilihan yang ada : kriteria dengan bobot W j : pengukuran keragaan dari satu alternatif Ai berdasarkan kriteria Cj
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di dalam kawasan TWA Laut Pulau Weh di Kota Sabang (Gambar 2). Penelitian ini bersifat
deskriptif korelasional, yaitu usaha untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara sistematis mengenai fakta-fakta serta hubungan antarfenomena yang diteliti (Nazir M 1983).
Gambar 2: Peta Lokasi TWA Laut Pulau Weh di Kota Sabang
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
22
Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif. Data kuantitatif terdiri atas data biaya perjalanan (termasuk konsumsi, akomodasi, dan biaya lainnya) serta data pendukung lainnya, seperti persepsi terhadap lokasi TWA Laut Pulau Weh dan alternatif kebijakan pengelolaannya. Sumber data terdiri atas data primer yang diperoleh melalui observasi langsung ke lokasi penelitian, dan wawancara dengan responden. Data sekunder bersumber dari instansi terkait, diantaranya Dinas Pariwisata Kota Sabang dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Bappeda Kota Sabang, dan Departemen Kehutanan. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi (pengamatan langsung), wawancara, kuesioner, dokumentasi data dari instansi terkait, dan desk study. Teknik pengambilan responden dengan cara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel non-acak yang diambil didasarkan pada pertimbangan pribadi dari peneliti, tidak tergantung pada aplikasi probabilitas atau kemungkinan. Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan pengunjung atau wisatawan yang dijadikan responden adalah pengunjung yang berada selama 24 jam atau lebih di TWA Laut Pulau Weh, tidak berasal dari wilayah dan atau berdomisili di dalam kawasan TWA Laut Pulau Weh, dan perjalanan yang dilakukannya adalah bersifat tunggal, dengan jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang,.
Pulau Weh yang digunakan denmgan dua pendekatan, yaitu individual dan zonasi. Selanjutnya, total biaya (tingkat keinginan membayar) digunakan sebagai proxy dalam menentukan harga dari sumberdaya alam (TWA Laut Pulau Weh), dilakukan melalui penetapan fungsi permintaan. Fungsi permintaan dengan menggunakan regresi sederhana (Ordinary Least Square/OLS, ditulis sebagai berikut :
Q ij = f(c ij ) ...............................(1) dimana : Qij = jumlah kunjungan oleh individu i ke tempat j cij = biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j
Persamaan (1) di atas dibuat dalam fungsi logaritma, yaitu :
ln Q = α 0 + α 1 ln c .................. (2) atau
Q = α 0 c α1 .................................(3) Surplus konsumen merupakan luas wilayah di bawah kurva permintaan yang dibatasi oleh biaya perjalanan tertinggi (c1) pada batas atas dan biaya perjalanan terendah (c0) pada batas bawah, sehingga surplus konsumen diukur melalui formula: c1
∫ Q(c)dc ...................................(4)
c0
Analisis data digunakan, yaitu Travel Cost Methode (TCM) dan Multi-Criteria Decision Making. TCM digunakan untuk mengetahui nilai ekonomi yang berasal dari nilai non-penggunaan dari TWA Laut
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
Dalam bentuk grafik, kurva permintaan dan surplus konsumen dari wisatawan dapat digambarkan sebagai berikut :
23
c = α1
a Q
Gambar 3. Kurva Permintaan dan Surplus Konsumen Keterangan : c1 = Jumlah biaya tertinggi c0 = Jumlah biaya terendah Q1 = Jumlah kunjungan tertinggi Q0 = Jumlah kunjungan terendah
Tahapan pokok dalam analisis MCDM disebut sebagai tahapan fungsi agregasi (aggregation function). Fungsi agregasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Weight Sum Methode (WSM). Di dalam pendekatan WSM, prioritas dari berbagai alternatif kebijakan (Pi) diukur berdasarkan formula sebagai berikut : n
Pi = ∑ a ij Wj , untuk i = 1,2,3,..,n.......(5) j=1
dimana : Pi = nilai prioritas dari beberapa alternatif aij = berbagai alternatif atau pilihan Wj = bobot dari beragam alternatif
Beberapa kebijakan yang diidentifikasi untuk pengelolaan TWA Laut Pulau Weh tersebut adalah : (i) kondisi status quo; (ii) penetapan TWA Laut Pulau Weh sebagai Marine Protected Area; dan (iii) pengembangan kawasan yang berorientasi pasar (lokal, domestik, dan luar negari). Bobot dari berbagai alternatif (W j), atau dalam hal ini bobot dari kebijakan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh ditentukan sama nilainya untuk masing-
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
masing kriteria. Menurut Rahardjo M (2003), jumlah bobot seluruh kriteria harus sama dengan satu. Formula di atas (persamaan (5)) secara matrik dapat ditulis sebagai berikut : P1 a11 P a 2 = 21 ... .. Pi ai1
a12 a 22 .. ai 2
.. aij W1 .. a2 j W2 .. .. ... .. aij W j
Pendekatan WSM ini memerlukan persyaratan bahwa nilai setiap kriteria mempunyai satuan yang sama atau tidak mempunyai satuan sama sekali (dimensionless). HASIL DAN PEMBAHASAN Aksesibilitas Dari daratan Aceh ke Kota Sabang, harus melalui jalur laut dengan menggunakan fery dengan lama perjalanan 1-2,5 jam. Selanjutnya, dari Kota Sabang ke lokasi TWA Laut Pulau Weh dapat ditempuh melalui jalan darat dan jalur laut. Objek Daya Tarik Wisata TWA Laut Pulau Weh memiliki potensi wisata alam laut yang cukup beragam,
24
seperti pantai, pemandangan alam bawah laut, gabungan antara panorama alam laut dan pengunungan, objek wisata sejarah/budaya berupa pondasi bangunan karantina haji dan tugu kilometer nol, yang menjadi objek dan daya tarik wisata di TWA Laut Pulau Weh adalah flora dan fauna, pantai pasir putih, terumbu karang dan ikan hias, serta hutan lindung. Karakteristik Responden Pengunjung TWA Laut Pulau Weh berdasarkan responden sebanyak 21 orang atau 70% berusia antara 26 s/d 45 tahun yang diambil sebagian besar berpendidikan sarjana, yaitu berjumlah 20 orang atau 66,7% dari jumlah responden. Sisanya lulusan diploma hanya sebanyak 4 orang atau 13,3% dan sekolah menengah atas sebanyak 6 orang (20%). Jenis pekerjaannya didominasi oleh PNS dan TNI/Polri, yaitu sebanyak 13 orang atau 43,3% dari total responden. Selebihnya, mahasiswa sebanyak 5 orang (16,7%), dan wiraswasta serta jenis pekerjaan lain-lain masing-masing
sebanyak 12 orang (40%). Jenis pekerjaan lain-lain merupakan pekerja LSM yang berkungjung ke TWA Laut Pulau Weh. Berdasarkan asal daerah responden, terlihat bahwa sebagian besar responden berasal dari Banda Aceh, yaitu sebanyak 16 orang atau 53,3% dari total jumlah responden. Alat transportasi yang tersedia untuk mencapai lokasi TWA Laut Pulau Weh Kota Sabang tergantung dari daerah asal domisili. Dari daerah lain (kecuali Kota Banda Aceh), perjalanan ke lokasi TWA Laut Pulau Weh terlebih dahulu harus melalui Banda Aceh karena tidak ada jalur transportasi langsung dari daerah-daerah tersebut ke Kota Sabang. Dengan menggunakan transportasi umum, Kota Banda Aceh dapat dicapai dengan menggunakan bus atau angkutan antarkota lainnya. Seraca lengkap karakteristik pengujung (responden) TWA laut Pulau Weh dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2: Karakteristik Responden/Pengunjung TWA Laut Pulau Weh, Tahun 2006. Karakteristik Umur Jenis Kelamin Status Perkawinan Tingkat Pendidikan
Jenis Pekerjaan
Pendapatan
Daerah Asal
Klasifikasi ≤25 26-45 ≥46 Laki-laki Perempuan Menikah Belum Menikah SMA Diploma Sarjana PNS dan TNI/Polri Wiraswasta Mahasiswa Lain-lain 500.000,00-999.000,00 1.000.000,00-1.499.000,00 ≥1.5000.000,00 Banda Aceh Sigli Bireuen Lhokseumawe Langsa Kota Sabang
Jumlah (orang) 8 21 1 13 17 12 18 6 4 20 13 9 5 3 12 6 12 16 5 1 3 4 1
% 26,7 70,0 3,3 43,3 56,7 40,0 60,0 20,0 13,3 66,7 43,3 30,0 16,7 10,0 40,0 20,0 40,0 53,3 16,7 3,3 10,0 13,3 3,3
Sumber : data primer diolah
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
25
Nilai Ekonomi TWA Laut Pulau Weh Berdasarkan data jumlah kunjungan dan biaya yang dikeluarkan, maka fungsi permintaan pengunjung TWA Laut Pulau Weh dengan pendekatan individual adalah sebagai berikut :
ln Q = 3,914 − 0,248 ln c ................(6) atau
Q=
50,09 …..........................(7) c 0,248
atau
c=
0.248
50,09 ..........................(8) Q
Secara grafik, digambarkan pada
persamaan Gambar 4,
(8) yaitu
Gambar 4. Kurva Permintaan Pengujung (Pendekatan Individual). Berdasarkan persamaan (8), maka besaran dari masing-masing parameter dugaan adalah α 0= 50,09 dan α 1= -0,248. α0 adalah konstanta dan α1 merupakan elastisitas permintaan dari biaya perjalanan. Elastisitas permintaan dari biaya perjalanan sebesar -0,248 dapat diartikan bahwa jika terjadi perubahan biaya perjalanan sebesar 1%, maka tingkat kunjungan wisatawan akan berubah sebesar 0,248%. Tanda negatif dari nilai elastisitas tersebut menunjukkan hubungan terbalik antara biaya perjalanan dengan jumlah kunjungan wisatawan ke TWA Laut Pulau Weh. Artinya, jika terjadi kenaikan biaya perjalanan, maka akan
menyebabkan turunnya jumlah kunjungan wisatawan atau sebaliknya. Berdasarkan hasil regresi, diperoleh nilai Fhitung sebesar 1,663 dengan tingkat signifikansinya sebesar 0,208 atau signifikan pada selang kepercayaan 79,2%. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun signifikan atau model mampu menjelaskan hubungan nyata antara jumlah kunjungan dengan faktor yang mempengaruhinya (biaya perjalanan) dengan tingkat kepercayaan mencapai 79,2%. Fungsi permintaan pengunjung dengan pendetakatan zonasi adalah sebagai berikut:
ln Q = 13,394 + 5,577 x10 −5 ln c ...............................(9) atau
Q = 656055c 0 ,00005577 …...........................................(10) atau
c=
0 , 00005577
Q ................................................(11) 656055
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
26
Berdasarkan persamaan (10), maka besaran dari masing-masing parameter dugaan adalah α 0= 656055 dan α1= 0,00005577. α 0 adalah konstanta dan α 1 merupakan elastisitas permintaan dari biaya perjalanan. Elastisitas permintaan dari biaya perjalanan sebesar 0,00005577 dapat diartikan bahwa jika terjadi perubahan biaya perjalanan sebesar 1%, maka tingkat kunjungan wisatawan akan berubah sebesar 0,00005577%. Tanda positif dari nilai elastisitas tersebut menunjukkan hubungan yang berbanding lurus antara biaya perjalanan dengan jumlah kunjungan wisatawan ke TWA Laut Pulau Weh. Artinya, jika terjadi kenaikan biaya perjalanan, maka akan menyebabkan naiknya jumlah kunjungan wisatawan atau sebaliknya. Berdasarkan hasil regresi, diperoleh nilai Fhitung sebesar 0,417 dengan tingkat signifikansinya sebesar 0,553 atau signifikan pada selang kepercayaan 44,7%. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun tidak signifikan atau model tidak mampu menjelaskan hubungan nyata antara jumlah kunjungan dengan faktor yang mempengaruhinya (biaya perjalanan) dengan tingkat kepercayaan hanya 44,7%. Selanjutnya, untuk menghitung luasan di bawah kurva permintaan pada Gambar 3, dilakukan dengan mensubstitusikan persamaan (8) ke dalam persamaan (4), sehingga diperoleh persaman berikut : c1
50,09
∫(c
c0
0 ,248
)dc ...........................(12)
Untuk menentukan nilai dari c0 (biaya terendah) dan c1 (biaya tertinggi), digunakan data biaya perjalanan pengunjung. Berdasarkan data biaya perjalanan diketahui bahwa jumlah biaya terendah dan tertinggi yang dikeluarkan wisatawan untuk mengunjungi TWA Laut Pulau Weh masing-masing adalah Rp61.000,00 dan Rp801.000,00. Dengan demikian, maka nilai c0=61000 dan c1=801000. Selanjutnya, dengan mensubstitusikan masing-masing nilai dari
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
c0 dan c1 ke persamaan (12), diperoleh persamaan : 801000
∫
61000
(
50,09 )dc ...........................(13) c0 ,248
Perhitungan terhadap persamaan (13), diperoleh besaran luas wilayah di bawah kurva permintaan (Gambar 4) sebesar 126053,21 (dalam satuan rupiah). Mengacu kepada konsep WTP yang dibangun, maka nilai WTP wisatawan adalah sebesar nilai CS, yaitu sebesar Rp126.053,21. Dengan asumsi bahwa nilai ekonomi merupakan agregasi dari WTP, maka nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh berdasarkan pendekatan individual adalah hasil perkalian WTP individu dengan total penduduk Kota Sabang sebanyak 29.950 jiwa pada tahun 2005, sehingga nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh adalah sebesar Rp126.053,21 x 29.950 = Rp3,775,297,338.50. Nilai tersebut sekaligus menunjukkan opportunity cost atau biaya korbanan yang harus ditanggung mengalami kerusakan ekosistem dan kehilangan daya tarik wisatanya. Alternatif dan Prioritas Kebijakan Pengelolaan TWA Pulau Weh • Terdapat tiga alternatif kebijakan dalam pengelolaan TWA Laut Pulau Weh, yaitu status quo (SQ), penetapan kawasan tersebut sebagai situs Marine Protected Area (MPA), dan pengembangan pasar (PP) yang berorientasi lokal, domestik, dan luar negeri. • Untuk altenatif kebijakan apapun, kegiatan pariwisata di TWA Laut Pulau Weh berpengaruh dan dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan masyarakat, meliputi ekonomi, sosial, ekologi, politik, geografis, dan teknis. • Oleh karena itu, dalam menentukan prioritas kebijakan pengelolaan TWA Laut Pulau Weh harus mempertimbangkan berbagai aspek tersebut.
27
• Prioritas kebijakan dianalisis dengan menggunakan MCDM yang disajikan
dalam Tabel 3.
Tabel 3: Data Masukan untuk Analisis MCDM TWA Laut Pulau Weh, Tahun 2006 Alternatif Kebijakan No.
Aspek dan Kriteria
Arah Optimasi
Status Quo
Marine Protected Area
Pengembangan Pasar
Bobot
Ekonomi 1
PDRB Kota Sabang
Max
2
3
3
0.083
2
Penyerapan Tenaga Kerja
Max
1
2
3
0.083
Sosial 3
Konflik Pemanfaatan
Min
1
1
3
0.083
4
Persepsi Masyarakat
Min
1
1
3
0.083
Partisipasi Masyarakat
Max
3
2
1
0.083
5
Ekologi 6
Illegal Fishing
Min
2
1
3
0.083
7
Fenomena Alam (Tsunami)
Min
1
1
1
0.083
Politik 8
Keamanan
Max
3
3
3
0.083
9
Kebijakan Pem erintah
Max
2
2
3
0.083
Max
1
2
3
0.083
Geografi 10
Aksesibilitas Teknis
11
Objek Daya Tarik Wisata
Max
3
3
2
0.083
12
Sarana dan Prasarana
Max
1
2
3
0.083
Sumber : data primer diolah
Alternatif terbaik dalam pengelolaan TWA Laut Puau Weh adalah menetapakan kawasan tersebut sebagai MPA karena memiliki nilai utilitas tertinggi diantara dua
alternatif kebijakan lainnya. Rincian nilai utilitas dari setiap alternatif kebijakan disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4: Nilai Utilitas Masing-masing Alternatif Kebijakan TWA Laut Pulau Weh, Tahun 2006. Rangking 1 2 3
Alternatif Kebijakan Marine Protected Area (MPA) Pengembangan Pasar (PP) Status Quo (SQ)
Utilitas 0,583 0,417 0,375
Sumber : data primer diolah
Analisis Sensitivitas Dalam analsis ini, diambil lima variabel (kriteria) yang dianggap penting daripada variabel lainnya, yaitu PDRB, Konflik Pemanfaatan, Illegal Fishing, Objek Daya Tarik Wisata, serta Sarana dan Prasarana. Nilai bobot dari masing-masing kriteria ini dinaikkan sampai batas maksimal (setiap tahap dinaikkan sebesar 0,001 dari bobot
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
awal sebesar 0,083). disajikan dalam Tabel 5.
Hasil analisis
Berdasarkan data dalam Tabel 5, terlihat bahwa perbuhan nilai utilitas baru terjadi pada titik dimana bobot dinaikkan menjadi 0,166. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil (MPA) memiliki tingkat kestabilan yang tinggi. Hal ini karena apabila semua
28
variabel dianggap penting sehingga masing-masing variabeldiberikan bobot yang sama, maka hasil keputusan analisis MCDM tersebut menjadi sangat stabil.
Artinya, pada taraf ini diperlukan perubahan skor yang besar serta mencakup banyak variabel agar terjadi perubahan nilai utilitas (urutan prioritas).
Tabel 5: Hasil Analisis Sensitivitas dengan Merubah Bobot Lima Variabel Penting TWA Laut Pulau Weh, Tahun 2006. Bobot Variabel Penting 0,083 0,165 0,166 0,167 0,190 0,200
Urutan Peringkat dan Nilai Utilitas Alternatif Kebijakan MPA PP SQ 1 (0.58333) 2 (0.41667) 3 (0.37500) 1 (0.67568) 2 (0.41181) 3 (0.41145) 1 (0.67647) 2 – 3 (0.41176) 2 -- 3 (0.41176) 1 (0.67726) 3 (0.41172) 2 (0.41208) 1 (0.69399) 3 (0.41084) 2 (0.41868) 1 (0.70051) 3 (0.41050) 2 (0.42125)
Sumber : data primer diolah
Implikasi Kebijakan Dari sisi pengelolaan wisayah pesisir, implikasi penetapan TWA Laut Pulau Weh sebagai MPA dapat menjadi milestone bagi pengelolaan wilayah pesisir di Kota Sabang dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum. Pengendalian dalam pembangunan di wilayah pesisir yang berbasis MPA ini dapat memberikan nilai tambah, karena bukan saja manfaat ekonomi yang dapat diperoleh, namun juga manfaat ekologi yang dalam jangka panjang juga akan memberikan tambahan manfaat ekonomi bagi TWA Laut Pulau Weh itu sendiri (Fauzi A dan Anna S 2005). Dalam tataran pengembangan wilayah, penetapan MPA di TWA Laut Pulau Weh akan memberikan nilai tambah bagi pengembangan wilayah Kota Sabang, seperti semakin menguatkan indentitas kawasan tersebut sebagai surga bagi penyelam. Dengan demikian, akan dapat meningkatkan efek pengganda terhadap sektor ekonomi lainnya. Misalnya, peningkatan wisata diving di masa mendatang akan menimbulkan gairah investasi di bidang eko-wisata yang pada gilirannya akan meningkatkan permintaan infrastruktur fisik dan ekonomi serta peningkatan pelayanan jasa. Permasalahan utama dalam penetapan TWA Laut Pulau Weh sebagai MPA adalah menyangkut pendanaan yang
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
berkelanjutan bagi pengelolaan kawasan itu sendiri. Sebagai suatu institusi, pengelola MPA memerlukan dukungan finansial untuk membayar upah tenaga kerja, pelayanan, pemeliharaan, dan pengawasan. Pendanaan yang berkelanjutan juga dibutuhkan untuk mencegah terjadinya social disapproval atas keberadaan MPA karena mungkin dirasa tidak memberikan manfaat sosial bagi masyarakat. Hasil perhitungan nilai ekonomi di atas dapat dijadikan salah satu masukan dalam mengimplementasikan kebijakan yang diambil terkait masalah pendanaan. Kesimpulan 1) Perhitungan nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh dengan menggunakan dua pendekatan dari TCM, yaitu individual dan zonasi. Mengacu kepada konsepsi yang ada bahwa akurasi hasil perhitungan berdasarkan pendekatan individual lebih baik dibandingkan dengan pendekatan zonasi, maka nilai ekonomi TWA Laut Pulau Weh adalah sebesar Rp30.902.587.657,26. 2) Prioritas kebijakan dalam pengelolaan TWA Laut Pulau Weh adalah penetapan kawasan tersebut sebagai MPA karena memiliki nilai utilitas yang lebih tinggi dan stabil diantara dua alternatif kebijakan lainnya. 3) Penetapan TWA Laut Pulau Weh sebagai MPA berimplikasi secara ekonomi, sosial, dan keuangan.
29
Saran 1) Perlunya sosialisasi publik yang kontinu dalam rangka penetapan TWA Laut Pulau Weh untuk menyamakan persepsi terhadap keberadaan kawasan tersebut dalam jangka panjang. 2) Penetapan MPA di TWA Laut Pulau Weh harus diikuti dengan pencarian sumber-sumber pendanaan untuk
membiayai pengelolaan kawasan tersebut melalui perencanaan finasial dengan merumuskan pola pendanaan, baik yang berasal dari subsidi pemerintah maupun yang bersumber dari pengusahaan kawasan tersebut, seperti entry fee dan pajak serta retribusi dari pemanfaatan barang/jasa.
DAFTAR PUSTAKA Cansuelo. 1988. An Introduction to Research Methode. Di dalam Umar H. 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta. PT Raja Grafindo Perkasa.
DEV International Workshop on Information System for Policy and Technical Support of Fisheries and Aquaculture, Los Banos, Philippines, 5-7 Juni 2000.
Darusman; Ramdan; dan Yusran. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Otonomi Daerah : Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi. Bandung. Alqaprint.
______. 2002. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pulau-pulau Kecil. Makalah Disampaikan pada Seminar Peluang Investasi Pulau-pulau Kecil di Indonesia, Jakarta, 10 Oktober 2002
Dixon; Carpenter; Fallon; Sherman; dan Manipomoke. 1988. Economic Analysis of the Environmental Impact of Development Project. Di dalam Fauzi A. 2000. An Overview of Economic Valuation Techniques : A Highlight on Information Needen for Their Application in Developing Countries. Makalah Disampaikan pada INCO-DEV International Workshop on Information System for Policy and Technical Support of Fisheries and Aquaculture, Los Banos, Philippines, 5-7 Juni 2000. Djijono. 2002. Valuasi Ekonomi Menggunakan Motode Travel Cost Taman Wisata Hutan di Taman Wan Abdul Rachman, Provinsi Lampung [Makalah Pengantar Falsafah Sains]. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Fauzi A. 2000. An Overview of Economic Valuation Techniques : A Highlight on Information Needen for Their Application in Developing Countries. Makalah Disampaikan pada INCO-
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
______. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. ______. 2005. Kebijakan Perikanan dan Kelautan : Isu, Sintesis, dan Gagasan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Fauzi A; Anna S. 2005. Studi Valuasi Perencanaan Kawasan Konservasi Selat Lembeh, Sulawesi Utara : Naskah Akademik Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Selat Lembeh. Bogor. USAID, DKP, dan Mitra Pesisir. ______________. 2001. Analisis Kebijakan Pengelolaan Pulau-pulau Kecil melalui Pendekatan Multi Criteria Decision Making (MCDM). Working Paper, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
30
Hufschmidt 1987. Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan. Terjemahan. Yogyakarta. UGM Press. Haab; McConnel. 2002. Valuing Environmental and Natural Resources : The Environmental of Non-Market Valuation. Di dalam Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Krutila J. 1967. Conversation Reconsidered. American Economic Review, 57:787-796. Kodyat; Ramaini. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Kusmayadi; Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. Munasinghe. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. World Bank Environmental Paper Number 2.
Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 3/2006
Nazir M. 1983. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia. Rahardjo M. 2003. Analisis Kebijakan Pengelolaan Perikanan Budidaya Laut di Kepulauan Seribu [desertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Turner; Pearce; dan Bateman. 1993. Environmental Economics : An Elementary Introduction. Di dalam Fauzi A. 2000. An Overview of Economic Valuation Techniques : A Highlight on Information Needen for Their Application in Developing Countries. Makalah Disampaikan pada INCO-DEV International Workshop on Information System for Policy and Technical Support of Fisheries and Aquaculture, Los Banos, Philippines, 5-7 Juni 2000. Umar H. 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta. PT Raja Grafindo Perkasa. Yoeti. 1996. Bandung.
Anatomi PT
Pariwisata. Angkasa.
31