ANALISIS NARASI PERTENTANGAN ANTAR IDEOLOGI FEMINISME DALAM NOVEL RATU YANG BERSUJUD
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Pernyiaran Islam (S.Kom.I)
Oleh: Ika Istiani NIM: 109051000001
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 18 Juli 2014
Ika Istiani
ABSTRAK Ika Istiani Analisis Narasi Pertentangan antar Ideologi Feminisme dalam Novel Ratu yang Bersujud Novel merupakan medium komunikasi yang seringkali mengangkat fenomena yang terjadi di msyarakat. Cerita yang disampaikan mengandung suatu pesan yang diharapkan dapat mepengaruhi tidak hanya pemikiran, tapi juga sikap dan perilaku pembacanya. Seperti halnya novel Ratu Yang Bersujud yang menggambarkan pertentangan antar ideologi feminisme teologi dengan feminisme Islam. Novel ini berusaha untuk menghadirkan realitas sosial yang dibuat oleh penulis. Berdasarkan konteks diatas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk menjawab pertanyaan penelitian yakni Bagaimana wacana pertentangan antar ideologi feminisme dibangun dalam novel Ratu Yang Bersujud (RYB) ? Novel ini menggambarkan pertentangan ideologi yang terjadi antar feminisme teologi dengan feminisme Islam. Feminisme teologi menganggap bahwa ajaran agama Islam telah menyudutkan kaum perempuan. Lalu hadir feminisme Islam yang meluruskan anggapan feminisme teologi mengenai ajaran agama Islam. Dalam novel ini perdebatan yang dihadirkan penulis antara lain persoalan poligami, hijab, kedudukan perempuan dalam Islam dan hak waris. Teori yang digunakan adalah teori Feminisme. Feminis merupakan sebuah gerakan kesadaran akan penindasan dan ketidakadilan terhadap hak-hak perempuan dan berusaha untuk merubah keadaan tersebut menuju kedalam suatu sistem yang lebih adil. Metodelogi penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati. Penulis menghadirkan pertentangan mengenai ideologi feminisme teologi dengan feminisme Islam melalui dialog yang disampaikan tokoh, penulis menjadikan cara tersebut untuk memframe realitas tentang feminisme. Dalam novel ini terlihat penulis lebih memihak kepada ideologi feminisme Islam dalam memandang perempuan Hal tersebut dapat dilihat dalam alur dan dialog yang disampaikan. Penelitian ini juga menemukan bahwa makna feminisme yang ingin disampaikan dibangun melalui setting dan alur bercerita. Feminisme yang muncul sebagai realitas simbolik yang coba disampaikan oleh penulis kepada pembacanya merupakan hasil kontruksi penulis tentang makna feminisme , yang dalam hal ini adalah penguatan makna feminisme Islam. Keywords. Novel RYB, Feminisme Teologi, Feminisme Islam, Ideologi, Perempuan
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberi kita begitu banyak nikmat dan senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada setiap makhluk ciptaan-Nya sehingga atas izin-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kita haurkan kepada hamba Allah yang paling manis tutur katanya, yang paling banyak sujudnya dan yang paling bijaksan kepada umatnya, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan judul “Analisis Narasi Pertentangan antar Ideologi Feminisme dalam Novel Ratu Yang Bersujud”. Penelitian ini bukan semata-mata buah tangan sendiri, tetapi juga merupakan hasil dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Peneliti juga merasa bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan, terutama disebabkan karena keterbatasan penulis sebagai manusia biasa, untuk itu saran dan kritikan yang membangun sangat penyusun harapkan. Selanjutkan tidak lupa peneliti haturkan terimakasih kepada semua pihak atas segala bimbingan dan bantuannya, semoga amal baik tersebut mendapat balsan dari Allah SWT. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
ii
1. Rektor Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA. 2. Dr. H. Arief Subhan,MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta Dr. Suparto, M. Ed, MA. Selaku Wakil Dekan I, Drs.Jumroni, M.Si.selaku Wakil Dekan II, Drs. Wahidin Saputra, M.A. selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi. 3. Rachmat Baihaki M.A, selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dan ibu Vita selaku sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. 4. Bintan Humeira M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan
waktunya
untuk
membimbing
dan
memberikan
pengarahan serta motivasi kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang diinginkan. 5. Mahdavi selaku penulis novel yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan informasi kepada penulis. 6. Orang Tua penulis Bapak H. Masrokan dan Ibu Hj. Iswanti yang telah merawat dan membesarkan penulis serta telah berupaya memberikan motivasi baik moril maupun materil. Terimakasih juga untuk do’a yang selalu dipanjatkan untuk peneliti. Adik-adiku Rifa Isfahani, Mia Ismiati, dan Ismi Azizah yang selalu menghibur peneliti.
iii
7. Yudo Komarullah, terima kasih untuk doa, motivasi, perhatian dan waktunya untuk berdiskusi sehingga membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Untuk sahabat-sahabat KPI A 2009, Alyssa Mirratin, Fitri Hanani, Ayu Diantika, Dwi Isti Anggraini, Irmalia Septiana, Nurani Yahdiyani Zakkaha dan Dina Damayanti yang telah menghibur, memberikan motivasi serta menjadi teman diskusi. 9. Semua pihak, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat. Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.
Jakarta,18 Juli 2014
Ika Istiani
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK ........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .......................................................................................
ii
DAFTAR ISI
v
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
.................................................................................................. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .....................................................................
1
B. Perumusan Masalah ............................................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................
6
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................
6
E. Metodologi Penelitian ..........................................................
7
F. Sistematika Penulisan ..........................................................
12
KAJIAN TEORI A. Teori Komunikasi ................................................................
14
B. Teori Feminis .......................................................................
16
a) Pengertian Feminis ..................................................
16
b) Sejarah Perkembangan Feminis ..............................
19
c) Macam-Macam Feminis .........................................
22
C. Analisis Narasi .....................................................................
43
GAMBARAN UMUM NOVEL A. Gambaran Umum Novel “Ratu yang Bersujud” .................
49
B. Profil Penulis .......................................................................
54
C. Sinopsis Novel “Ratu yang Bersujud” ...............................
55
ANALISIS DAN INTERPRETASI A. Temuan dan Pembahasan ...................................................
64
B. Interpretasi ......................................................................... 101
v
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................... 117 B. Saran .................................................................................. 118
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 119 LAMPIRAN ..................................................................................................... 121
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen, novel, dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-hari.
Hanya
saja
dalam
penyampaiannya,
pengarang
sering
mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia. Novel menurut Abdullah Ambary adalah cerita yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa, dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap hidup, atau yang menentukan nasibnya.1 Novel adalah kumpulan kata-kata atau tulisan yang bersifat imajinatif dan kisah atau ceritanya berdasarkan kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini tulisan mempunyai fungsi. Pertama, sebagai alat komunikasi atau komunikasi ide yang produknya berupa ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai alat komunikasi ekspresi yang produknya berupa karya seni (jurnalistik).2 Novel pada zaman sekarang ini merupakan salah satu bentuk atau metode yang hasilnya bisa terlihat secara signifikan. Karena dengan cara membaca novel akan mampu membawa perubahan dalam kehidupan 1
Abdullah Ambary, Inti Sari Sastra Indonesia (Bandung: Djatmika,1983), h. 61
2
Suf Kasman, Jurnalisme Universal; Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi Al Qalam Dalam AlQur’an (Jakarta:Teraju, 2004), h. 219
1
2
masyarakat baik itu dibidang pola pikir maupun dalam perilaku. Novel yang merupakan salah satu medium komunikasi dianggap dapat membentuk opini masyarakat. Dalam novel, narasi berperan dalam membentuk apa yang dipandang benar dan apa yang dipandang salah tentunya menurut pandangan penulis novel tersebut. Narasi mengikat dan memperkuat ideologi yang ada dalam masyarakat. Lewat cerita, karakter dan peristiwa, anggota masyarakat diperkenalkan apa yang baik, dan apa yang buruk. Cerita-cerita tersebut diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga menjadi panduan bagi anggota masyarakat dalam berprilaku dan bersikap Pemakaian bahasa yang baik pun merupakan unsur yang penting dalam karya sastra karena mempengaruhi kualitas karya sastra itu sendiri dalam menyampaikan semua pesan yang diangkat oleh penulis, sehingga karya tersebut berkualitas dan dapat dinikmati oleh pembaca. Berkaitan dengan isi cerita, sikap yang dideskripsikan dalam novel mampu mengubah pola pikir dan sikap hidup seseorang, mengingat hal itu tentunya novel dapat dimanfaatkan menjadi sarana yang efektif untuk berdakwah. Dakwah Islam meliputi ajakan, keteladanan, dan tindakan untuk melakukan yang lebih baik bagi keselamatan dunia dan akhirat bagi umatnya. Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang dimanfaatkan oleh para tokoh agama maupun lainnya sebagai sarana dakwah untuk mengajak manusia ke jalan Allah SWT, sebagaimana perintah allah dalam surat An-Nahl (16): 125 sebagai berikut:
3
125. serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Menurut penjelasan Burhan Nurgiantoro dalam bukunya Teori Pengkajian Fiksi, bahwa dalam karya sastra novel tidak terlepas dari latar belakang penulisnya. Apabila penulis novel tersebut adalah seorang muslim, sangat besar kemungkinannya untuk menyampaikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam agamanya baik bersumber dari peristiwa yang dialaminya sendiri ataupun satu peristiwa lainnya yang ia lihat dan dengar.3 Itulah hubungan novel dengan dakwah sebagai media komunikasi dimana didalamnya terdapat proses komunikasi yang mengandung pesanpesan dan moral. Biasanya pesan moral itu mencerminkan pandangan hidup penulis yang bersangkutan tentang nilai-nilai kebenaran.4 Novel yang mengandung pesan teologis, yaitu yang didalamnya menyangkut pesan-pesan yang terdapat nilai ketuhanannya (tentang keimanan atau keyakinan seseorang terhadap tuhannya), yang sangat mencintai Tuhannya yang dimanivestasikan dalam aspek-aspek kehidupan sosial yang juga terkandung dalam agama manapun, seperti Islam yang mencakup
3
Burhan nurgiantoro, “Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995), h.322 4
Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 322
4
berbagai aspek kehidupan yang bernuansa Islami, maupun mengandung pendidikan dan pengajaran tentang akhlak atau tingkah laku yang baik. Hal itu akan lebih mudah diterima dan juga dapat memberikan pengaruh kepada masyarakat pembaca. Seperti halnya novel Ratu Yang Bersujud, yang merupakan novel religius yang didalamnya tersurat dan tersirat akan pesan teologisnya. Salah satu karya tulis dari Mahdavi ini menceritakan tentang seorang perempuan non-Islam yang mencari tau kedudukan perempuan terutama berkaitan dengan hak-haknya dalam agama Islam. Dalam pencariannya tersebut ia tergabung dalam kelompok feminis yang memiliki pemikiran bahwa agama khususnya Islam yang menyebabkan perempuan tertindas. Pemikiran itu didasari oleh kenyataan bahwa Islam memperbolehkan adanya poligami dan mewajibkan perempuan untuk mengunakan penutup kepala (hijab). Mereka berfikir dengan kewajiban
perempuan
untuk
menggunakan
hijab
merupakan
suatu
pengekangan. Kajian mengenai feminisme memang tidak bisa dilepaskan dari proses reproduksi pemaknaan agama dalam menyoal perempuan. Wacana agama yang dihasilkan dari proses penafsiran itu pada dasarnya sangat tergantung kehendak si penafsir. Dalam studi poskolonial, monopoli tafsir dalam memaknai sebuah pemahaman agama, tanpa menghendaki adanya "tafsiran yang demokratis" maka itu berarti bahwa agama justru menjadi ajang "kolonialisasi".
5
Perempuan seringkali diposisikan sebagai pihak yang lebih rendah dan ternyata penciptaan seperti ini sering "terpampang" dalam wacana agama. Apakah agama memang menghendaki perempuan sebagai "barang rendahan", sepenuhnya di bawah otoritas laki-laki (ideologi patriarkat), dan tidak mungkin mendapatkan keadilan jender? Tentu tidak! Ternyata, problemnya terletak pada ketiadaan penafsiran yang elegan, kontekstual, dan terbuka dalam membicarakan feminitas (persoalan perempuan). Hanya dengan penafsiran yang terbuka dan kontekstual maka agama sejatinya memiliki semangat dan kepekaan yang sangat besar dalam menghendaki keadilan jender.5 Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis novel ini. Analisis yang akan dikembangkan adalah mencoba memahami teks dan alur yang dikemas oleh Mahdavi dalam novel Ratu Yang Bersujud dengan menggunakan analisis narasi. Kajian ini akan diangkat ke dalam sebuah judul penelitian “Analisis Narasi Pertentangan antar Ideologi Feminisme dalam Novel Ratu yang Bersujud” B. Rumusan Masalah Berdasarkan pembahasan diatas, maka pokok permasalahannya adalah Bagaimana pertentangan antar ideologi feminisme disampaikan melalui alur dan plot narasi dalam novel Ratu yang Bersujud (RYB) ?
5
http://happy-susanto-files.blogspot.com/2007/11/tafsir-agama-feminisme-dan-teori.html diakses pada hari Kamis 17 Oktober 2013, pukul 14.00
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pertentangan antar ideologi feminisme yang disampaikan
melalui alur dan plot narasi dalam novel RYB. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai dasar bagi studi-studi selanjutnya mengenai analisis narasi. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menambah intelektual dan wawasan secara utuh mengenai novel yang menceritakan hak-hak perempuan. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan gambaran bagi penelitipeneliti yang lain dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penulisan masalah ini.
D. Tinjauan Pustaka Dalam penulisan skripsi ini, penulis meninjau beberapa tulisan, buku hasil penelitian, maupun skripsi-skripsi yang terdapat dibeberapa universitas. 1. Analisis Wacana Pesan Teologis dalam Novel Musafir Cinta Karya Taufiqurrahman Al-Azizy metode yang digunakan adalah pendekatan
7
kualitatif. Berisikan pesan teologis yang terkandung dalam novel Musafir Cinta, ditulis oleh Hikmatunnisa 2. Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu Karya Tere Liye. Skripsi yang ditulis oleh Sevtya Anindiati ini sama-sama menggunakan metode Kualitatif, perbedaannya terletak pada metode dan objek penelitian 3. Analisis Narasi Pesan Moral dalam Novel Bumi Cinta karya Dini Indriani. Skripsi ini memiliki kesamaan dalah metodeloginya yakni menggunakan analisis narasi, namun perbedaan terletak pada objek yang diteliti. E. Metodologi Penelitian 1) Pendekatan Penelitian Metodologi merupakan proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Silverman menyatakan bahwa metodologi merupakan suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Lebih lanjut, bogdan dan taylor mengatakan bahwa metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoritis, sementara perspektif teoritis itu sendiri adalah suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain.6 Mulyana mengartikan metode penelitian sebagai teknik-teknik spesifik dalam penelitian.7 Sedangkan faisal mengatakan metedologi penelitian merupakan suatu metode yang digunakan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada 6
Deddy mulyana. Metodologi penelitian kuantitaif; paradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal.145 7 Mulyana, Metodologi penelitian kuantitaif; paradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya, hal.146
8
pengkajian suatu masalah. Penggunaan metode ini mempunyai tujuan untuk mengumpulkan data yang akurat dan menganalisis data tersebut agar dapat terungkap atau menemukan jawaban atas permasalahn yang diteliti.8 Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimana penelitian ini menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau kelompok.9
2) Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Sumber utama (Primary Source) yang memperkaya data-data penelitian yakni novel “Ratu yang Bersujud”. Sedangkan Objek penelitian ini adalah isi dari novel tersebut atau artikel, makalah, buku yang dapat menunjang penelitian. Penulis juga melakukan eksplorasi terhadap berbagai situs informasi diinternet untuk semakin memperkaya data yang akan digunakan untuk penelitian ini.
3) Tahapan Penelitian a. Teknik Pengumpulan Data
8
Sanapiah faisal. Format-format penelitian social (Jakarata:Rajawali Pers, 1992), hal.11 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2007), h.5 9
9
Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan melakukan beberapa tekhnik, yaitu: 1) Wawancara mendalam kepada penulis novel Ratu yang Bersujud merupakan instrumen utama dalam melakukan penelitian ini. Wawancara dilakukan untuk menambah data yang diperlukan melalui tanya jawab seputar topik yang terkait dengan permasalahan ini. 2) Dokumentasi, yakni mencari data mengenai hal-hal variable10 dengan cara mengumpulkan dan menelaah data-data yang berkaitan dengan penelitan ini seperti catatan, buku dan sebagainya. Selain itu penulis juga menggunakan teknik catat , karena data yang ada berupa teks. Sedangkan, langkah-langkah pengumpulan data dengan cara membaca novel yang akan diteliti secara berulang-ulang kemudian mencatat kalimat-kalimat yang mengandung nilai feminis.
b. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah analisis naratif. Narasi itu sendiri bertujuan menyajikan suatu peristiwa kepada pembaca, mengisahkan apa yang terjadi dan bagaimana kejadian itu berlangsung. Peristiwa itu barangkali dahsyat dan mengerikan, atau sepele dan kecil saja. Namun apapun topiknya, tujuan penulis adalah memberi kesan gerak dalam waktu, memberi kesan langsung mengenai suatu peristiwa, menyajikan makna kesaksian atas sebuah tindakan.11
10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rhineka Cipta, 1998), h.206 11 Keraf gorys, Eksposisi (Jakarta: PT.Grasindo, 1995), h.17-18
10
Model analisis narasi yang digunakan oleh peneliti adalah model Tzevtan Todorov. Tzvetan todorov mengatakan bahwa semua cerita dimulai dengan “keseimbangan”
dimana
beberapa
potensi
pertentangan
berusaha
“diseimbangkan” pada suatu waktu. Teorinya mungkin terdengar seperti klise bahwa semua cerita memiliki awal, pertengahan dan sebuah akhir. Namun keseimbangan menandai sebuah keadaan, dalam sebuah cara-cara tertentu.12 Dalam terapan naratif, menurut Todorov sebuah cerita mempunyai keseimbangan dimana awal cerita, pertengahan cerita, dan akhir cerita.13 Pengertian narasi itu mencakup dua unsur dasar, yaitu pembuatan atau tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu, menggambarkan suatu objek secara statis, maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu. Alur atau plot merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa alur merupakan unsur terpenting dianatara berbagai unsur fiksi yang lain. Hal tersebut disebabkan oleh, kejelasan alur sebuah cerita erat kaitannya dengan jalinan antar peristiwa yang disajikan oleh penulis sehingga dapat membantu mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan. Kejelasan alur berarti kejelasan cerita, kesederhanaan alur berarti kemudahan cerita untuk dimengerti. Alur dapat juga dikatakan cerita yang berisi urutan kejadian, namun urutan kejadian itu hanya dihubungkan sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain.
12
Gill Braston dan Roy Stafford, The Media Student’s Book (London dan New York: Routledge 2003), h.36 13 Gill Braston dan Roy Stafford, The Media Student’s Book, h.56
11
Nurgiyantoro membagi alur menjadi berbagai macam. Dilihat dari urutan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi yang bersangkutan atau lebih tepatnya urutan penceritaan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan, alur dibagi menjadi: 1. Alur progresif, yakni sebuah novel dikatakan progresif apabila peristiwaperistiwa yang dikisahkan bersifat kronologis. Yakni peristiwa yang pertama diikuti oleh peristiwa atau menyebabkan peristiwa yang kemudian. Atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, yaitu pengenalan, pemunculan konflik, tengah atau konflik meningkat, klimaks dan akhir atau penyelesaian. 2. Alur flash back, urutan kejadian yang disajikan dalam sebuah karya fiksi dengan alur regresif atau tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal melainkan mungkin cerita disuguhkan mulai dari tengah atau bahkan dari tahap akhir , baru kemudian tahap awal disajikan. Karya sastra dengan jenis ini, langsung menyuguhkan konflik bahkan telah sampai pada konflik yang meruncing. Pada penelitian ini, novel yang diteliti menggunakan alur progresif, dimana peristiwa bersifat kronologis dengan tahapan-tahapan alur sebagai berikut; 1) Pengenalan cerita (intro), dibagian ini merupakan awal cerita dengan memperkenalkan tokoh utama, penataan adegan, dan pencarian tentang hubungan antar tokoh 2) Awal perselisihan konflik (complication), pada bagian ini penulis mulai memunculkan bagian-bagian yang menimbulkan masalah
12
3) Menuju
konflik
(rising
action),
penulis
semakin
meningkatkan
permasalahan yang sedang dihadapi tokoh 4) Konflik memuncak (klimaks), bagian ini merupakan puncak permasalahan yang dihadapi tokoh. Dibagian ini pula, tokoh dihadapkan dalam penentuan nasib yang dialaminya. Keberhasilan atau kegagalan biasanya menjadi penentuan nasib tokoh. Tahapan kedua sampai keempat ini dalam istilah Todorov disebut pertengahan. 5) Penyelesaian (ending), biasanya menjelaskan bagaimana nasib tokoh setelah mengalami tunning point. Akan tetapi, adapula penulis yang menyerahkan ending ceritanya kepada para pembaca. Akhir cerita dibiarkan menggantung.14 4) Pedoman Penulisan Pedoman dasar dalam penulisan skripsi ini bersandar pada buku “Praktek Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh Ceqda, Jakarta 2007, bertujuan agar mempermudah teknik penulisan skripsi.15 F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ditujukan untuk memudahkan pemahaman tentang penelitian ini, maka peneliti membagi skripsi menjadi lima bagian yang terdiri dari bab per bab, yang berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang utuh dari skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
14
DEPDIKNAS, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: SMPN 238 Jakarta 2006), h.29 15 Hamid Nasuhi, dkk., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: Ceqda, 2007).
13
BAB I
Pendahuluan. Membahas Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan & Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan
BAB II
Kajian Teori. Membahas Teori Komunikasi, Teori Feminis yang terdiri dari Pengertian Feminis, Sejarah Singkat Perkembangan Pemikiran Feminis, Macam-macam Feminis dan Analisis Narasi
BAB III
Bab ini berisi mengenai Gambaran Umum Novel, Profil Penulis dan Sinopsis Novel Ratu yang Bersujud
BAB IV
Penjelasan mengenai Temuan Analisis dan Interpretasi
BAB V
Penutup, bab ini berisi Kesimpulan dan Saran terhadap pembahasan bab-bab terdahulu.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Teori Komunikasi Komunikasi adalah proses berbagai makna melalui perilaku verbal dan nonverbal. Perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Seperti yang dikutip oleh Deddy Mulyana dari Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan bermasyarakat,
hidup
diri
tepatnya
sendiri. untuk
Kedua,
untuk
memperbaiki
kelangsungan
hubungan
hidup
sosial
dan
mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.1 Komunikasi merupakan proses penyampaian suatu pernyataan oleh sesorang kepada orang lain. Untuk memberitahukan atau untuk mengubah sikap , pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media. 2 Berbeda dengan kutipan Alo Liliweri dari Saundra Hibels, bahwa komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses itu meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya lisan dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh , gaya maupun penampilan diri, atau menggunakan alat bantu disekeliling kita untuk memperkaya sebuah pesan.3 Pada umumnya komunikasi akan menimbulkan empat tindakan, yaitu :
1 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h.5 2 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosda Karya,1992), h.6 3 Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Lkis, 2003), h.3
14
15
1. Membentuk pesan, artinya menciptakan suatu ide atau gagasan yang terjadi dalam benak kepala seseorang melalui proses kerja sistem syaraf. 2. Menyampaikan, artinya pesan yang telah dibentuk kemudian disampaikan kepada orang lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung dan bentuk pesannya dapat berupa pesan verbal dan nonverbal. 3. Menerima, artinya disamping membentuk dan menyampaikan pesan, seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain. 4. Mengolah, artinya pesan yang telah diterima , kemudian akan diolah dan diinterpretasikan dan setelah itu pesan dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari orang tersebut.4 Komunikasi dapat diekspresikan melalui lisan maupun media tulis. Dalam media tulis, komunikasi dapat diekspresikan melalui karya sastra, yakni salah satunya novel. Novel merupakan salah satu jenis wacana tulis yang berupa prosa yang dapat digunakan sebagai media komunikasi antara penulis dengan pembaca. Didalam novel terdapat pesan-pesan dan makna yang digambarkan melalui cerita. Karya sastra (novel) dianggap sebagai salah satu medium komunikasi yang sangat ampuh dalam mewacanakan suatu fenomena yang terjadi di msyarakat. Hal ini dikarenakan peran penulis (komunikator) dalam mengelola pesan yang disampaikan sedemikian rupa kepada pembaca (komunikan) sehingga dapat menimbulkan sebuah efek. Efek tersebut bisa berupa pembentukan opini publik, mempengaruhi pikiran masyarakat dan membuat mereka melakukan suatu
4 Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2007) h.21
16
tindakan karena didalam sebuah novel cerita yang disampaikan mengandung suatu pesan yang diharapkan dapat mepengaruhi tidak hanya pemikiran, tapi juga sikap dan perilaku pembacanya. Novel tidak terlepas dari latar belakang penulisnya, apabila penulis novel tersebut
adalah
seorang
muslim,
sangat
besar
kemungkinannya
untuk
menyampaikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam agamanya baik bersumber dari peristiwa yang dialaminya sendiri ataupun satu peristiwa lainnya yang ia lihat dan dengar. Itulah hubungan novel dengan dakwah sebagai media komunikasi dimana didalamnya terdapat proses komunikasi yang mengandung pesan-pesan dan moral. Biasanya pesan moral itu mencerminkan pandangan hidup penulis yang bersangkutan tentang nilai-nilai kebenaran.5 Dari perspektif komunikasi, pesan yang muncul dalam proses komunikasi dipengaruhi oleh bagaimana dan siapa dibalik pesan. Dalam hal ini pesan dikonstruksi oleh sang penulis melalui sebuah setting, penokohan dan alur cerita yang muncul dalam novel.
B. Teori Feminis a) Pengertian feminisme Dalam mendefinisikan feminis para ilmuwan mendefinisikan makna tersebut dalam beberapa pengertian. Secara etimologis, fenimisme berasal dari
5 Burhan nurgiantoro, “Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995), h.322
17
bahasa latin, yaitu femina yang berarti seseorang memiliki sifat kewanitaan.6 Dalam bahasa inggris diterjemahkan menjadi feminine, artinya memiliki sifat seperti perempuan. Kemudian kata tersebut ditambahkan “ism” menjadi Feminism yang berarti hal ikhwal tentang perempuan atau paham mengenai perempuan. Menurut Mansour Faqih, dalam buku yang berjudul Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam. Feminisme adalah suatu gerakan dan kesadaran yang berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan mengalami diskriminasi dan usaha untuk menghentikan diskriminasi tersebut.7 Dari beberapa penjalasan diatas dapat disimpulkan bahwa feminisme merupakan sebuah gerakan kesadaran akan penindasan dan ketidakadilan terhadap hak-hak perempuan dan berusaha untuk merubah
keadaan tersebut menuju
kedalam suatu sistem yang lebih adil. Yang menjadi perhatian utama kalangan feminis yaitu terciptanya suatu keadilan kesetaraan dan struktur masyarakat. Gerakan kaum perempuan pada hakekatnya adalah gerakan transformasi dan bukanlah gerakan untuk membalas dendam kepada kaum lelaki. Dengan demikian dapat dikatakan gerakan transformasi perempuan adalah suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia (laki-laki dan perempuan) agar lebih baik dan baru. Memperjuangkan keadilan gender merupakan tugas berat karena masalah gender adalah masalah yang sangat intens dan proses pencarian solusinya perlu dilakukan secara komperhensif. Sehubungan dengan itu perlu ada konsistensi 6 Euis Amalia. Dkk, Pengantar Kajian Gender (Jakarta: Pusat Studi Wanita Syarif Hidayatullah, 2003) h.86 7 Mansour Faqih. dkk, Posisi Kaum Perempuan Dalam Islam; Tinjauan dari Analisis Gender, dalam Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam, (Surabaya:Risalah Gusti, 2003), h.67
18
dalam perjuangan strategi jangka panjang dalam rangka memperkokoh pencapaian tujuan seperti yang diinginkan bersama. Bagaimanapun suatu kelompok
atau
organisasi
lebih
sulit
diintimidasi
ataupun
dikalahkan
dibandingkan perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh individu. Fenomena bias gender yang terjadi ditengah masyarakat menjadi motivasi dan stimulus utama untuk berkembangnya paham feminisme didunia masyarakat modern. Feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan sekaligus pendekatan yang berusaha merombak struktur yang ada karena dianggap telah mengakibatkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Pendekatan feminisme berusaha merombak cara pandang kita terhadap terhadap dunia dan berbagai aspek kehidupannya.8 Menurut analisis fenimisme, ketidakadilan gender tersebut muncul karena adanya kesalahpahaman terhadap konsep gender yang disamakan dengan konsep seks. Sekalipun kata “gender” dan “seks” secara bahasa memang mempunyai makna yang sama, yaitu jenis kelamin. Konsep seks, bagi para feminis, adalah suatu sifat yang kodrati (given), alami, dibawa sejak lahir dan tak bisa diubahubah. Konsep seks hanya berhubungan dengan jenis kelamin dan fungsi-fungsi dari perbedaan jenis kelamin itu saja. Seperti bahwa perempuan itu bisa hamil, melahirkan, menyusui, sementara lelaki tidak. Adapun konsep gender, menurut feminisme, bukanlah suatu sifat yang kodrati atau alami, tetapi merupakan hasil konstruksi sosial dan kultural yang telah berproses sepanjang sejarah manusia. Umpamanya bahwa perempuan itu lembut, emosional, hanya cocok mengambil peran domestic, sementara lelaki itu 8 Rian Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya di Indonesia (Jakarta:pustaka pelajar, 2008) h. 61-62
19
kuat, rasional, layak berperan di sector public. Disini, ajaran agama diletakkan dalam posisi sebagai salah satu pembangunan konstruksi sosial dan kultural tersebut. Melalui proses panjang. Konsep gender tersebut akhirnya dianggap sebagai ketentuan Tuhan. Maksudnya, seolah-olah bersifat biologis dan kodrati yang tak bisa diubah-ubah lagi .9
b) Sejarah singkat perkembangan pemikiran feminis Gerakan kaum perempuan pada hakekatnya adalah gerakan transformasi dan bukanlah gerakan untuk membalas dendam kepada kaum lelaki. Dengan demikian dapat dikatakan gerakan transformasi perempuan adalah suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia (laki-laki dan perempuan) agar lebih baik dan baru. Hubungan ini meliputi hubungan ekonomi, politik, kultural, ideologi, lingkungan dan termasuk di dalamnya hubungan antara laki-laki dan perempuan. Memperjuangkan keadilan gender merupakan tugas berat karena masalah gender adalah masalah yang sangat intens dan proses pencarian solusinya perlu dilakukan secara komperhensif. Sehubungan dengan itu perlu ada konsistensi dalam perjuangan strategis jangka panjang dalam rangka memperkokoh pencapaian tujuan seperti yang diinginkan bersama. Bagaimanapun suatu kelompok
atau
organisasi
lebih
sulit
diintimidasi
ataupun
dikalahkan
dibandingkan perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh individu. Sejarah tentang Feminisme dapat dilacak perjalanannya dengan faktor kelahiranya dengan tujuan dan latar belakang yang berbeda-beda. Namun lahirnya 9 http://iniaiyya.blogspot.com/2012/09/makalah-feminisme-dalam-pandangan-Islam_21.html diakses pada hari Selasa 22 Oktober 2013, pukul 14.20
20
feminisme tidak terlepas dari tingkat pendidikan, kesadaran, kelas sosial dan sebagainya. Lahirnya kaum feminisme berawal dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasikan, tidak hanya itu gerakan ini muncul karena dalam sistem masyarakat patriarkhi kaum laki-laki mendominasi diberbagai aspek. Perlakuan yang seperti inilah yang menimbulkan perempuan berkumpul dan membuat aksi sehingga melahirkan gerakan feminis.10 Gelombang pertama gerakan feminisme berkembang di Amerika pada awal 19 atau abad 20, gerakan ini semula difokuskan untuk mendapatkan hak untuk memilih. Akan tetapi setelah hak-hak itu diperoleh pada tahun 1920, gerakan ini sempat tenggelam dan muncul kembali pada tahun 1960-an dengan dipelopori oleh Betty Friedan. Dan menerbitkan bukunya yang berjudul, The Feminine Mystique (1963). Gerakan ini sempat mengejutkan masyarakat, karena mampu memberikan kesadaran baru, terutama bagi kaum perempuan, bahwa peran-peran tradisional selama ini ternyata menempatkan mereka dalam posisi yang tidak menguntungkan, yaitu subordinasi dan menganalisasi perempuan.11 Pada gelombang pertama dalam sejarah kelahiran feminisme yang menjadi fokus perjuangan kalangan perempuan adalah penghapusan diksriminasi, pada masa ini terdapat enam aliran feminisme yaitu; Feminisme Liberal, Feminisme Utopia, Feminisme Marxis, Feminisme Psikoanalisis dan Feminisme Radikal. Perkembangan gelombang kedua setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang ditandai dengan lahirnya negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan
10 Yuhanar Ilyas, Feminisme dalam Kajian Tafsir al-Qur’an Klasik dan Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997) h. 41 11 Abdul Muttaqim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarki (Yogyakarta: Sabda Persada, 2003), h.20
21
Eropa. hal ini yang menjadi lahirnya feminisme gelombang kedua pada tahun 1960-an, tujuan politik feminisme terfokus pada penentuan perempuan agar sedrajat dengan laki-laki. Puncak dari perkembangan pada gelombang kedua ini adalah keikut sertaan perempuan dalam parlemen. Pada tahun ini merupakan awal perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut serta secara langsung ranah politik.12 Di Indonesia istilah Feminis sebenarnya adalah istilah baru, istilah feminis lebih akrab dengan sebutan emansipasi, akan tetapi kajian tentang feminisme membuat ketertarikan masyarakat indonesia yang progresif, semangat dan idealis yang tinggi untuk mengubah kenyataannya yang lenih baik.kajian mengenai paham ini mengalami pertumbuhan kira-kira tahun 1980-an. Hal ini terlihat dari keaktifan beberapa aktifis gerakan perempuan seperti, Herawati, Wardah Hafidz, Marwah Daud Ibrahim, Yulia Surya Kusuma, Ratna Megawangi dan seterusnya. Gerakan feminisme ini muncul salah satunya adalah karena adanya kesadaran bahwa dalam sejarah peradaban manusia, termasuk di indonesia perempuan dilecehkan. Namun ironisnya, hal ini dilakukan secara sistematis dengan adanya dominasi budaya yang patriarkis yang begitu kuat dalam sejarah manusia. Oleh karenanya kritik yang tajam biasanya diarahkan pada persoalan patriarki, genderisme dan seksisme.13 Dalam realitanya, suatu sistem yang patriarki hampir masuk pada setiap segment kehidupan, cenderung melakukan kaum perempuan secara tidak adilserta melakukannya secara subordinat dibawah laki-laki, bahkan
12 Ngudi Astuti, Feminisme MuslimahExistensi Perempuan dalam Pentas Politik & Penegakan Peradaban Islam (Jakarta; Media Bangsa, 2010), h.4 13 Abdul Muttaqim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarki (Yogyakarta: Sabda Persada, 2003), h.23
22
terkadang untuk memperkuat sistem patriarki tersebut, agama diikut sertakan dalam memberikan legitimasi dengan menafsirkan kitab suci, hadits atau teks keagamaan lainnya yang cenderung menguntungkan pihak kaum laki-laki. c) Macam-macam Feminisme 1) Feminisme Liberal Feminisme Liberal berkembang dibarat pada abad ke-18, bersamaan dengan semakin populernya arus pemikiran baru. Dasar asumsi yang dipakai adalah doktrin Jhon Lock tentang natural rights (hak asasi manusia), bahwa setiap manusia mempunyai hak asasi yaitu hak untuk hidup, mendapatkan kebebasan, dan hak untuk mencari kebahagiaan. Namun dalam perjalanan sejarahnya di barat, pemenuhan HAM ini dianggap lebih dirasakan oleh kaum pria. Untuk mendapatkan hak sebagai warga negara, maka seseorang harus mempunyai kemampuan rasionalitas yang memadai. Perempuan dianggap makhluk yang tidak atau kurang daya rasionalitasnya, sehingga tidak diberikan hak-hak sebagai warga negara seperti yang diberikan kepada rekan prianya. Para wanita di Barat hingga awal abad ke-20, tidak mempunyai hak kewarganegaraan yang sama dengan pria.14 Beberapa feminis teoritis awal berusaha memasukkan ide bahwa perempuan juga makhluk yang sama dengan pria, dan mempunyai hak yang sama pula dengan pria. Asumsi dasarnya adalah tidak ada perbedaan antara pria dan wanita. Seperti halnya filsafat eksistensialisme, feminisme liberal memberikan landasan teoritis akan kesamaan wanita dalam potensi rasionalitasnya dengan pria. Namun berhubung wanita ditempatkan pada posisi bergantung pada suami, dan 14 Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender (Bandung: Mizan, 1999), h.118
23
kiprahnya dalam sektor domestik, maka yang lebih dominan tumbuh pada wanita adalah aspek emosional ketimbang rasional. Apabila wanita tidak bergantung pada suami dan idak berkiprah disektor domestik, maka wanita akan menjadi makhluk rasional seperti kaum pria.15 Feminisme Liberal mendasarkan pemikirannya pada konsep liberal tentang hakikat manusia yang mengatakan bahwa yang membedakan manusia dari binatang adalah kemampuan yang dimiliki oleh manusia, seperti rasionalitas, yang mempunyai dua aspek yaitu moralitas yakni pembuat keputusan yang otonom dan prudentialitas yakni pemenuh kebutuhan diri sendiri. Manusia, wanita dan pria, diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama, dan harus pula mempunyai kesempatan yang sama untuk memajukan dirinya. Akar pemikiran ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Oleh karena itu mereka menuntut persamaan kesempatan dibidang pendidikan, politik, sosial, ekonomi maupun personal. Dalam konteks Indonesia reformasi hukum melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi para feminis liberal.16 Aliran liberal ini dicetuskan oleh Naomi Wolf, menyatakan bahwa “Feminisme Kekuatan merupakan solusi. Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan dan perempuan harus terus
15 Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender ,h.119 16 Gadis Arivia, Jurnal Perempuan:Pengetahuan Perempuan (Jakarta:Yayasan Jurnal Perempuan 2006), h.43-44
24
menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa bergantung dengan laki-laki. J.S Mill dan Harriet Taylor-Mill (suami-istri) berpendapat, agar persamaan antara pria dan wanita tercapai, wanita tidak hanya harus diberi kesempatan yang sama dalam pendidikan, tetapi perlu pula berperan serta dalam kegiatan ekonomi dan mempunyai hak sipil yang sama seperti pria. Hal ini dikemukakan sebab menurut keduanya, individu harus diberi hak untuk mengejar apa yang diinginkan, dengan syarat mereka tidak saling menjegal dalam usaha pencapaian apa yang diinginkannya.17 Berdasarkan penjelasan mengenai pandangan feminis liberal, peneliti menggunakan konsep hak-hak yang mereka perjuangkan seperti: 1. Memiliki hak yang sama bagi setiap individu atas dasar kesamaan dan keberadaan sebagai makhluk rasional Makhluk rasional adalah kemampuan yang dimiliki manusia dan mempunyai dua aspek yakni, moralitas (pembuat keputusan yang otonom) dan prudentialitas (pemenuh kebutuhan sendiri). Wanita dianggap kurang memiliki daya rasionalitasnya sehingga mereka tidak mendapatkan hak yang sama dengan pria. Padahal sebenarnya daya rasionalitas sama dengan pria hanya saja wanita selalu ditempatkan bergantung dengan suami. 2. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki
17 Ihromi T.O, Kajian Wanita Dalam Pembangunan, (Jakarta;Yayasan Obor Indonesia,1995), h.87
25
Mendapatkan pendidikan yang sama dimaksudkan wanita juga seharusnya memeperoleh kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun kejuruan. 3. Hak ikut serta dalam kegiatan ekonomi Wanita seharusnya diikut sertakan dalam Kegiatan ekonomi berupa produksi, distribusi dan konsumsi. 4. Mempunyai Hak Sipil yang sama dengan laki-laki Hak sipil universal dikenal sebagai kebebasan berbicara, berfikir dan berekspresi, memeluk agama serta pengadilan yang adil dan tidak memihak yang dilindungi oleh undang-undang. Hal tersebut bukan hanya berlaku untuk pria akan tetapi wanita juga seharusnya memiliki hak sipil yang sama dengan pria. 5. Hak ikut serta dalam berpolitik Hak berpolitik meliputi kebebasan berpendapat, memilih dan dipilih serta diperlakukan yang sama dalam pemerintahan. Feminisme liberal menuntut untuk memberikan kesempatan wanita dalam berpolitik. Di indonesia, pemerintah sudah memberikan 30% kuota untuk wanita berperan ikut serta dalam berpolitik.
2) Feminisme Radikal Teori feminisme radikal berkembang pesat di AS pada kurun waktu 1960an dan 1970-an. Teori ini walaupun mempunyai tujuan yang sama dengan teoriteori feminis lainnya, namun mempunyai pandangan yang berbeda terhadap aspek biologis. Tidak seperti teori feminisme sosialis, dimana masalah ekonomi dan
26
struktur sosial yang menciptakan subordinasi wanita, feminisme radikal berpendapat bahwa ketidakadilan gender bersumber dari perbedaan biologis antara pria dan wanita itu sendiri. Perbedaan biologis ini terkait dengan peran kehamilan dan keibuan yang selalu diperankan oleh wanita. Karenanya, para feminis radikal sering menyerang keberadaan institusi yang melahirkan dominasi pria (patriarkat) sehingga wanita ditindas.18 Feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat publik. “The Personal is Political” menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan perempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan yang buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal. Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalanpersoalan privat inilah indonesia saat ini memiliki Undang-Undang RI No.23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). 19 Feminis Radikal berjuang untuk menghapuskan perbedaan-perbedaan seksual antara laki-laki dan perempuan. Bentuknya dapat berupa pemberian kesempatan pada perempuan untuk memilih melahirkan sendiri, atau melahirkan anak secara buatan atau bahkan tidak melahirkan sama sekali. Begitu juga ketergantungan anak kepada ibunya, dan sebaliknya harus diganti dengan ketergantungan singkat terhadap sekelompok orang dari kedua jenis kelamin. Aliran ini berusaha untuk menghancurkan sistem patriarki, yang fokusnya terkait fungsi biologis tubuh perempuan. Mereka mencemooh perkawinan, 18 Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender, h.178 19 Arivia, Jurnal Perempuan:Pengetahuan Perempuan, h.44
27
menghalalkan aborsi, menyerukan lesbianism dan revolusi seks. Bagi para feminis radikal, menjadi istri sama saja dengan disandera. Tinggal bersama suami dianggap sama dengan musuh. Feminisme radikal mengatakan bahwa lembaga perkawinan adalah lembaga formalisasi untuk menindas wanita, sehingga tugas utama para feminis radikal adalah menolak intitusi keluarga baik pada tataran teori maupun praktis. Bahkan para feminis radikal menetapkan kuota pada anggotanya, yaitu diharapkan tidak lebih dari sepertiga anggota yang hidup dalam lembaga perkawinan. Berhubung kualitas feminin adalah alami dan tidak mungkin dihilangkan, maka cara yang lebih efektif adalah dengan menghindari institusi perkawinan. Feminis radikal cenderung membenci makhluk pria sebagai individu maupun kolektif, dan mengajak wanita untuk mandiri, bahkan tanpa perlu keberadaan pria dalam kehidupan mereka. Elsa Gildow berteori bahwa menjadi lesbian adalah terbebas dari dominasi pria baik internal maupun eksternal.20 Untuk konsep Feminis Radikal,
sesuai dengan hak-hak yang mereka
perjuangkan yakni: 1. Hak Reproduksi/Seksualitas Hak reproduksi atau seksualitas menjamin wanita untuk memutuskan jumlah anak dan jarak kehamilan, menentukan pemilihan alat kontrasepsi, menolak berhubungan seks, menentukan kapan ingin melakukan seks, mendapatkan pelayanan yang memadai untuk organorgan reproduksinya, menentukan aborsi/tidak. 2. Hak atas tubuhnya
20 Megawangi, Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender, h.178-179
28
Hak atas tubuhnya adalah wanita diberi kebebasan untuk menjadi lesbian/tidak, menyusui/tidak, menikah/tidak, hamil/tidak 3. Hak untuk menolak intitusi keluarga Menurut feminisme radikal, keberadaan intitusi keluarga akan melahirkan dominasi pria (patriarkat) sehingga wanitas ditindas. Sehingga wanita diperbolehkan untuk menolak institusi keluarga. 3) Feminisme Islam Salah
satu
kritik
utama
Islam
terhadap
feminis
Barat
adalah
kecendrunganya kepada sekularisme. Menurut teologi feminisme Islam, konsep hak-hak asasi manusia yang tidak berlandaskan visi trandsendental merupakan hal yang tragis. Sehubungan dengan itu mereka berpandangan bahwa gerakan perempuan Islam harus berpegang pada paradigma agama Islam agar tidak menjadi sekuler. Fatima Merniss (1988) dan Issa J. Boullata (1989) secara terpisah menegaskan bahwa perempuan Islam harus mengembangkan programprogram feminisnya dengan menggunakan kerangka acuan yang Islami.21 Mereka yang mempelajari al-Qur’an tahu bahwa Islam mengangkat hakhak perempuan melampaui tradisi dunia pra Islam saat itu. Malah, pada abad ketujuh para perempuan muslim sudah diberi hak-hak yang tidak diberikan kepada para perempuan Eropa sampai abad ke-19, seperti kepemilikan properti, warisan dan perceraian. Bisa dikatakan, Muslim yang mengkodifikasi Qur’an dan Hadits kedalam hukum Islam tidak berhasil menghapus tradisi patriarkal dunia pra-Islam dalam praktiknya.
21 Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus-utamaanya di Indonesia, h.86
29
Pembedaan antara keyakinan dan berbagai praktiknya merupakan hal yang nyaris tak kentara tapi amat penting. Ketika seorang barat dilatih untuk membedakan kedua hal itu, dia akhirnya mengetahui bahwa perempuan muslim yang mengkritik praktik-praktik muslim biasanya bukan mengkritik warisannya karena lebih menyukai ide-ide barat. Dengan kata lain, kritik mereka bukan jenis kritik yang menjadi best seller di barat dan yang membentuk stereotip barat tentang agama ini. Tetapi, kritik ini justru mendorong Muslim lain untuk kembali kepada ajaran Qur’an dan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip tertingginya. Kritik internal dan seruan untuk bertindak ini kerap disebut feminisme Islam, sebuah paradigma menjanjikan yang mendukung perubahan dari dalm dan bukan dengan formula impor. Sementara mengadopsi inti ajaran dalam Qur’an, feminisme Islam menentang dua hal: adat budaya patriarkal yang dianggap sebagai ajaran Islam dan interpretasi patriarkal terhadap ayat-ayat Qur’an tertentu. Tantangan kedua bagi para feminis Islam adalah menginterpretasikan kembali ayat-ayat dalam qur’an, terutama mengingat konteks masa kini yang telah disalahartikan atau terlalu digeneralisir. Feminisme Islam mendorong perempuan untuk mempelajari sendiri ayat-ayat Qur’an dan menilai apakah misogini dan kegagalan untuk menghargai perempuan dibeberapa budaya disebabkan oleh diterapkannya budaya atas ajaran itu. Dengan demikian, feminisme Islam memberikan landasan untuk mengubah hukum sipil dan nasional dengan cara-cara yang terbukti progresif bagi perempuan. Sisters in Islam, sebuah kelompok yang memperjuangkan hak-hak perempuan muslim di Malaysia, telah berusaha untuk mereformasi masalah poligami. Lembaga ini tidak menyerukan untuk menghilangkan poligami, tetapi
30
mengingatkan bahwa kebolehan poligami itu dibatasi oleh situasi-situasi tertentu seperti meminta izin dari istri pertama dan dari pengadilan. Mereka juga menjalankan survei publik yang akan memberikan bukti empiris untuk efek negatif poligami di masyarakat. Berakar dalam Islam dan semangat kesetaraan Qur’an, feminisme Islam memberikan suara politik yang kredibel bagi perempuan. Ia memberikan landasan bagi organisasi-organisasi perempuan, pengusung hak-hak perempuan, serta ilmuwan gender di dunia muslim untuk bergerak dan melakukan perubahan karena dengan melakukan itu berarti mereka memenuhi kewajiban religius masyarakat.22 Dalam Islam, wanita diwajibkan untuk berhijab, hal itu tentu saja bukan dengan tujuan untuk mendiskriminasikan mereka, tetapi lebih kepada arti yang mendalam dengan sebuah tujuan agar kehormatan mereka terjaga serta aurat mereka tertutup dari hal-hal haram yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam kebinasaan. Namun pada kenyataannya, wanita berhijab bagi para feminis nonIslam merupakan sebuah pengekangan untuk kaum wanita. Pada aliran feminis Islam, konsep yang akan digunakan sama seperti sebelumnya yakni hak-hak yang mereka perjuangkan, walaupun sebenarnya bukan untuk diperjuangkan melainkan untuk diluruskan sebagaimana yang sudah tertulis dalam Al-Qur’an, yakni diantaranya: 1. Kewajiban seorang muslimah menutupi aurat Al-Qur’an surat Al Ahzab ayat 59, Allah berfirman:
22 http://www.commongroundnews.org/article diakses pada hari sabtu tanggal 9 November 2013
31
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min :”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Ayat tersebut menjelaskan bahwa seorang muslimah wajib untuk menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangannya. 2. Hukum Islam mengenai poligami Allah swt berfirman dalam surat An Nissa ayat 3 : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hakhak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa memiliki dua istri, dana tidak berbuat adil diantara keduanya, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan separuh badannya miring.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi) Ayat dan hadits diatas menjelaskan bahwa poligami dalam Islam memang diperbolehkan, tidak dilarang tetapi tidak pula dianjurkan. Islam memperbolehkan seorang pria beristri hingga empat orang istri
32
tentunya dengan syarat sang suami harus bersikap adil terhadap seluruh istrinya. Namun jika merasa tidak dapat bersikap adil maka lebih baik memiliki satu orang istri saja.
3. Hukum Islam yang memperbolehkan suami memukul istri Firman Allah dalam surat An Nisaa ayat 34: “.... Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nasyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” Dari ayat diatas jelas, memukul merupakan sebagai alternatif terakhir. Menurut ayat diatas, apabila sang istri nusyuz (durhaka), maka yang pertama harus dilakukan adalah dinasehati tidak mempan dan masih saja durhaka, maka pisahlah dari tempat tidur (pisah ranjang) agar sang istri introspeksi atas tingkah durhakanya. Jika kedua cara yang baik ini masih juga tidak mempan dan sang istri masih saja durhaka maka pukullah. Namun pukulan yang dimaksud disini adalah pukulan ringan yang tidak mengucurkan darah dan tidak menimbulkan cacat pada tubuh. Tujuannya adalah untuk mendidik, memperbaiki, dan meluruskan.
33
4. Hak wanita dalam menggunakan harta dan kepemilikan harta Dalam Qur’an Surat An-nisaa ayat 32 Allah berfirman: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu.” Artinya bahwa sebagaimana apa yang diusahakan oleh kaum pria maka mereka akan menjadi pemiliknya demikian juga adanya bagi kaum wanita apabila mereka memperoleh harta. 5. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran Allah berfirman dalam Qur’an Surat Al Mujadalah ayat 11 : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Dalam hadits Nabi:
34
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”(HR. Ibnu Abdil Bari) Secara jelas dan tegas ayat dan hadits diatas menyebutkan bahwa dalam mendapatkan pendidikan itu diwajibkan dan bukan hanya kepada laki-laki, juga kepada perempuan. 6. Hak Waris Allah berfirman dalam surat An nissa ayat 11: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian harta pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lenih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta....” Ayat tersebut menjelaskan pembagian hak waris yang telah diatur oleh Allah. Pembagian laki-laki lebih besar dikarenakan seorang lakilaki akan menjadi kepala keluarga yang akan menafkahkan keluarganya. 7. Hak kesetaraan dengan pria dalam balasan amal/pekerjaan baik didunia maupun akhirat Dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 195 Allah berfirman:
35
“Maka tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orangorang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki maupun perempuan...”
Dan dalam surat At Taubah ayat 105:
“dan katakanlah “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” Kedua ayat tersebut menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan baik laki-laki maupun perempuan dalam bekerja dan beramal. 8. Hak memiliki suami Al-Qur’an surat Adz Dzariyat ayat 49 : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu didunia ini mempunyai pasangan. 9. Hak mendapatkan nafkah
36
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233, Allah berfirman: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.” Maksud dari ayat ini adalah wajib bagi seorang ayah untuk memberikan nafkah kepada para ibu yang melahirkan anak-anaknya serta memberik pakaian dengan ma’ruf, yaitu sesuai dengan kebiasaan yang berlangsung dan apa yang biasa diterima/dipakai oleh para wanita tanpa berlebih-lebihan dan tanpa mengurangi, sesuai dengan kemampuan suami.
4) Feminisme Teologi Teologi feminis bersumber dari mazhab teologi pembebasan (liberation teology) yang dikembangkan oleh james cone pada akhir 1960-an. Teologi pembebasan memakai paradigma sosial-koflik atau teori Marxis yang telah dimodifikasi. Teologi pembebasan yang diterapkan pada perempuan yang dianggap kelas tertindas disebut teologi feminis (feminist theology). Teologi pembebasan memakai paradigma yang sama dengan feminisme sosialis, namun pendekatannya lebih menonjolkan perubahan pemahaman keagamaan. Namun tujuan keduanya adalah sama, yaitu perubahan struktural agar keadilan gender, keadilan sosial
37
seterusnya dapat tercipta. Teologi feminisme ini berkembang dalam berbagai agama seperti kristen, yahudi dan Islam. Menurut para feminis, agama-agama tersebut sering ditafsirkan dengan memakai ideologi patriarkat yang menyudutkan wanita. Para teolog feminis yang berkembang dalam Islam adalah mereka yang mencari konteks dan latar belakang ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis yang berkenaan dengan wanita. Tujuannya adalah untuk membantah penafsiran dan fiqih yang dianggap bisa merugikan wanita. Para teolog feminis menolak penafsiran bahwa hawa diciptakan dari tulang rusuk adam. Hal ini juga terjadi dalam agama Islam dengan adanya penolakan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang secara eksplisit mengatakan bahwa istri diciptakan dari suaminya. Alasan yang sering dikemukakan para feminis mengapa kitab-kitab agama “seolah-olah” mendudukan posisi wanita lebih rendah dari pada pria, adalah karena semua penafsir agama dan penulis fiqih tentang wanita adalah pria. “Segala penafsiran agama sangat bergantung pada tujuan atau agenda penafsir”, seperti yang sering diungkapkan kaum feminis. Penafsiran agama sebetulnya dapat dilihat dari dua sisi, yaitu aspek eksternal (apa yang tertulis) dan aspek internal (apa yang tersirat). Paradigma teologi feminis tentunya akan menafsirkan secara eksternal, sesuai agendanya untuk mentransformasi struktur sosial. Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa penafsiran ulang ini tidak pernah lepas dari agenda atau tujuan si penafsir, sehingga makna tafsirnya dapat dapat diutak-atik bahkan bertolak belakang dari apa yang tertulis. Disini terlihat seolah-olah agama direduksi fungsinya hanya sekedar alat legitimasi dalam mencapai tujuan hedonistik manusia (kekuasaan, materi, status). Manusia justru menjadi “penguasa”
Al-Qur’an
dengan
mengubah-ubah
tafsir
Al-Qur’an
sesuai
38
kepentingannya.
Manusia
akan
mengklaim
otoritas
dirinya,
atau
“mempertuhankan” pendapatnya. Gerakan teologi feminis merupakan sebuah praksis juga, yaitu bergerak dalam tataran konseptual dengan mengubah penafsiran dan perubahan hukumhukum agama, sampai pada tataran praktis dengan pendekatan penyadarannya. Pada tataran konseptual, teologi feminis menginginkan kesetaran gender dengan mencari pembenaran agama bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Dan pada level praktisnya perempuan perlu diberdayakan dengan kesadaran penuh untuk bangkit merebut kekuasaan. Namun seperti halnya gerakan-gerakan feminis lainnya, upaya pencapaian kesetaran gender masih jauh dari yang diharapkan. Pada tataran konseptual saja, gerakan ini banyak mendapat halangan, karena gerakan ini menyentuh aspekaspek yang paling sensitif dari umat beragama. Contohnya, taslima nasreen seorang teolog feminis dari bangladesh yang akhirnya harus pergi dari negaranya karena mendapat kecaman keras atas keberaniannya menggugat penafsiran AlQur’an yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakat bangladesh. Feminis teologi beranggapan bahwa penyebab tertindasnya perempuan oleh laki-laki adalah teologi atau ideologi masyarakat yang menempatkan perempuan dibawah laki-laki. Sehingga aliran ini ingin mengkaji ulang sumber ideologi tersebut.23 Untuk konsep feminis teologi, hak-hak yang mereka perjungkan tidak hanya seputar keadilan dan persamaan hak tetapi juga yang bertentangan dengan sumber ideologi masyarakat yang mereka menganggap hal tersebut harus dihapuskan, seperti:
23 Megawangi, Membiarkan berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, h.150-157
39
1. Hak mendapatkan persamaan warisan antara laki-laki dengan perempuan Feminisme teologi berpendapat bahwa dalam hukum waris yang diterapkan oleh Islam tidak adil karena pembagian laki-laki lebih besar dari wanita. Menurut feminisme teology seharusnya wanita mendapat pembagian yang sama dengan pria. 2. Hak persamaan antara laki-laki dengan perempuan dalam segala hal Para feminisme teologi menginginkan wanita mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki dalam segala hal tanpa membedakan jenis kelamin. 3. Hak menjadi imam sholat Feminisme teologi bercita-cita ingin mensosialisasikan wanita agar mau dan diterima menjadi imam sholat walaupun dimasjid sekalipun. Karena kalau tidak perempuan akan tetap ditindas oleh kaum pria. 4. Hak untuk menolak poligami Menurut kelompok feminisme teologi, poligami merupakan sebuah pelecehan terhadap perempuan sehingga harus dihapuskan. Wanita berhak menolak poligami sekalipun poligami dihalalkan dalam ajaran agama Islam. 5. Hak mendapatkan keadilan Bagi kaum feminisme teologi, keadilan adalah mendapatkan porsi yang sama dengan laki-laki. Mereka memperjuangkan hak-hak wanita yang dianggap tidak sesuai dengan keadilan sekalipun harus menentang agama.
40
6. Hak untuk kebebasan individu Kaum feminisme teologi berpandangan bahwa wanita seharusnya diberi kebebasan individu dalam hal apapun. Contohnya dalam berjilbab, wanita seharusnya diberikan kebebasan untuk memilih menggunakan jilbab atau tidak sekalipun dalam Islam diwajibkan untuk menggunakan jilbab.
5) Feminisme Poskolonial Feminisme adalah pemikiran yang dinamis. Berbagai varian alirannya muncul karena kedinamisannya itu, ketanggapannya menyesuaikan diri dengan kondisi dan status perempuan setempat. Feminisme poskolonial misalnya menjawab persoalan dunia ketiga. Dasar pandangan aliran feminisme poskolonial ini berakar di penolakan universalitas
pengalaman perempuan. Pengalaman perempuan yang hidup
didunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan perempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami penindasasn berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, ilmu pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang maupun mentalitas masyrakat.24 Pada permasalahan dunia ketiga, teoritikus poskolonial melihat bahwa cara berfikir dikotomik yang kental mendiskriminasikan wacana dan budaya
24 Gadis Arivia, dkk, Jurnal Perempuan;Pengetahuan Perempuan, h.45-46
41
lokal. Pendiskriminasian ini dipicu lewat kondisi-kondisi imperialis. Representasi perempuan dunia ketiga sebagai yang bodoh, miskin, tidak terdidik, terikat tradisi, terdomestikasi, orientasi keluarga tradisional, dan korban. Sedangkan representasi perempuan Barat sebagai yang pintar, mapan, terdidik, punya pilihan bebas, dan modern.25 Untuk konsep feminis poskolonial, sesuai dengan hak yang mereka perjuangkan seperti: 1. Hak untuk memilih agama yang mereka yakini Kaum feminisme poskolonial menginginkan wanita untuk diberi kebebasan dalam memilih agama yang mereka yakini tanpa perlu adanya diskriminasi 2. Hak untuk mendapatkan kebebasan berbangsa, suku dan ras Sama seperti kebebasan dalam memilih agama yang mereka yakini, mereka juga ingin wanita mendapatkan kebebasan berbangsa, suku, ras tanpa adanya diskriminasi 3. Hak untuk mendapatkan pendidikan Mendapatkan
pendidikan
dimaksudkan
wanita
diberi
kesempatan
pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun kejuruan. 4. Hak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi Perlindungan hukum yang sama tanpa adanya diskriminasi dimaksudkan agar perempuan memiliki perlindungan hukum yang sama dengan pria tanpa pandang bulu
25 Gadis Arivia, Feminisme:Sebuah Kata Hati (Jakarta: Kompas, 2006), h.41
42
5. Hak bebas dari siksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat Feminisme poskolonial berpandangan bahwa perempuan dunia ketiga diperlakukan tidak sebanding dengan perempuan barat. Mereka cenderung dianggap lemah, bodoh dan lainnya yang merendahkan martabat perempuan sehingga mereka menuntut untuk diberi hak bebas dari siksaan bahkan cara pandang mereka terhadap wanita. Berdasarkan pengertian dari masing-masing konsep feminis, penulis menyimpulkan terdapat beberapa perbedaan pandangan yang sangat signifikasn antar masing-masing aliran feminis. Feminisme Liberal beranggapan bahwa ketertindasan dan keterbelakangan yang terjadi pada perempuan disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Mereka beranggapan bahwa sebagai perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing didunia dalam kerangka “persaingan bebas” dan punya kedudukan setara dengan laki-laki. Berbeda dengan feminisme liberal, feminisme radikal menganggap ketertindasan yang dialami oleh perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Feminisme teologi muncul dikarenakan agama-agama seperti Islam, kristen dan yahudi sering ditafsirkan dengan memakai ideologi patriarkat yang menyudutkan wanita. Tujuan mereka adalah merubah struktural agar keadilan gender dan keadilan sosial dapat tercipta.
Feminisme teologi mencari
pembenaran agama b ahwa tidak ada perubahan mendasar antara laki-laki dan perempuan.
43
Sedangkan Feminisme Islam muncul untuk meluruskan pandangan feminisme teologi dan feminis lainnya. Tidak dapat dipungkiri agama Islam memang sering disalah artikan, contohnya saja dalam hal poligami. Mereka yang bukan
beragamakan
memperbolehkan
Islam
untuk
menganggap
poligami
ajaran
merupakan
agama
suatu
ajaran
Islam
yang
yang
dapat
menyengsarakan wanita sehingga harus dihapuskan. Mereka yang mencemooh agama Islam biasanya hanya mendapatkan informasi setengah-setengah sehingga belum mencari tahu kebenarannya seperti apa. Disinilah peran feminisme Islam, agar apa yang mereka fikirkan mengenai Islam dapat mengetahui kebenarannya. Feminisme poskolonial merupakan suatu gerakan untuk menghapus cara fikir masyarakat mengenai representasi perempuan dunia ketiga yang dianggap bodoh dan traditional, berbeda dengan perempuan barat yang dianggap modern.
C. Analisis Narasi Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi berusaha menjawab pertanyaan “Apa yang telah terjadi?”.26 Narasi
bertujuan
menyajikan
suatu
peristiwa
kepada
pembaca,
mengisahkan apa yang terjadi dan bagaimana kejadian itu berlangsung. Peristiwa itu barangkali dahsyat dan mengerikan, atau sepele dan kecil saja. Namun apapun topiknya, tujuan penulis adalah memberi kesan gerak dalam waktu, memberi
26 Keraf Gorys, Argumentasi dan Narasi (Jakarta: PT. Gramedia, 1986), h. 136.
44
kesan langsung mengenai suatu peristiwa, menyajikan makna kesaksian atas sebuah tindakan.27 Narasi itu sendiri adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.28 Titik perhatian dari analisis narasi adalah menggambarkan tokoh, alur, dan sifat secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Narasi memiliki beberapa karakteristik yakni diantaranya, pertama, adanya rangkaian peristiwa. Sebuah narasi terdiri atas lebih dari dua peristiwa, dimana peristiwa satu dan peristiwa lain dirangkai. Kedua, rangkaian (sekuensial) peristiwa tersebut tidaklah random (acak), tetapi mengikuti logika tertentu, urutan atau sebab akibat tertentu sehingga dua peristiwa berkaitan secara logis dan mempunyai makna tertentu. Ketiga, narasi bukanlah memindahkan peristiwa kedalam sebuah teks cerita. Dalam narasi selalu terdapat proses pemilihan dan penghilangan bagian tertentu dari peristiwa. Bagian mana yang diangkat dan bagian mana yang dibuang dalam narasi, berkaitan dengan makna yang ingin disampaikan atau jalan pikiran yang hendak ditampilkan oleh pembuat narasi. Narasi hadir untuk khlayak, oleh karena itu apa yang disajikan haruslah relevan dan sesuai dengan pengalaman khalayak. Pada konteks ini, pembuat narasi akan menyesuaikan peristiwa dengan pengalaman khalayak. Analisis naratif adalah analisis mengenai narasi dan melihat teks sebagai rangkaian peristiwa, logika dan tata urutan peristiwa, bagian dari peristiwa yang dipilih dan dibuang. Analisis naratif memiliki sejumlah kelebihan yakni,
27 Keraf gorys, Eksposisi (Jakarta: PT.Grasindo, 1995), h.17-18 28 Gorys Keraf,Argumentasi dan Narasi, h.136
45
a. Analisis naratif membantu kita memahami bagaimana pengetahuan, makna dan nilai diproduksi dan disebarkan dalam masyarakat. Sehingga dengan menggunakan analisis naratif kita akan bisa mengungkapkan nilai dan bagaimana nilai tersebut disebarkan kepada masyarakat. b.
Memahami bagaimana dunia sosial dan politik diceritakan dalam pandangan tertentu yang dapat membantu kita mengetahui kekuatan dan nilai sosial yang dominan dalam masyarakat. Serta mengetahui kekuatan sosial dan politik yang berkuasa dan bagaimana kekuasaan tersebut bekerja.
c.
Analisis naratif membantu kita untuk mengerti keberpihakan dan ideologi dari pembuat cerita. Memungkinkan kita menyelidiki hal-hal yang tersembunyi. Peristiwa disajikan dalam bentuk cerita, dan didalam cerita tersebut sebenarnya terdapat nilai-nilai dan ideologi yang ingin ditonjolkan oleh pembuat cerita. Pilihan peristiwa, penggambaran atas karakter, pilihan mana yang ditempatkan sebagai musuh dan pahlawan, dan nilainilai mana yang didukung memperlihatkan makna tersembunyi yang ingin ditekankan oleh pembuat cerita.
d.
Merefleksikan kontinuitas dan perubahan komunikasi. Cerita yang sama mungkin diceritakan beberapa kali dengan cara dan narasi yang berbeda dari satu waktu ke waktu lain. Perubahan narasi menggambarkan kontinuitas atau perubahan nilai-nilai yang terjadi dimasyarakat. Lewat analisis naratif kita bisa menganalisis perubahan narasi itu sebagai bentuk dari perubahan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.29
29 Eriyanto, Analisis Naratif (Jakarta; kencana 2013) h.9-11
46
Analisis narasi adalah analisis menegenai narasi yang melihat teks sebagai rangkaian peristiwa, logika, dan tata urutan peristiwa, bagian dari peristiwa yang dipilih dan dibuang. Analisis narasi yang digunakan peneliti sebagai metode penelitian ini adalah model Tzvetan Todorov. Beliau merupakan seorang ahli sastra dan budaya asal Bulgaria. Tzvetan Todorov memiliki gagasan yang menarik yakni melihat teks mempunyai susunan atau struktur tertentu. Pembuat teks disadari atau tidak menyusun teks kedalam tahapan atau struktur tersebut, sebaliknya khalayak juga akan membaca narasi berdasarkan tahapan atau struktur tertentu. Bagi Todorov narasi adalah apa yang dikatakan, karenanya mempunyai urutan kronologis, motif dan plot, dan hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa. Menurut Todorov, suatu narasi mempunyai struktur dari awal hingga akhir. Narasi dimulai dari adanya keseimbangan yang kemudian terganggu oleh adanya konflik. Narasi diakhiri oleh upaya untuk menghentikan gangguan sehingga keseimbangan tercipta kembali.30 Struktur narasi umumnya mengikuti lima tahap seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Bagian awal umumnya menceritakan mengenai kondisi yang tertib, stabil dan makmur. Kondisi ini berubah ketika muncul gangguan, baik karena perilaku dari anggota masyarakat ataupun karena ada musuh dari luar. Pada tahap kedua gangguan ini masih berupa gejala dan belum dirasakan oleh seluruh anggota masyarkat. Pada tahap ketiga, baru muncul kesadaran akan adanya gangguan. Kekacauan yang diakibatkan oleh gangguan tersebut makin besar dan dirasakan oleh masyarakat banyak. Tahap selanjutnya, muncul upaya
30 Eriyanto, Analisis Naratif , h.46
47
untuk memperbaiki gangguan dan tahap terakhir ketika keseimbangan dan ketertiban dapat dipulihkan kembali. Sebuah narasi berbicara kepada khlayak lewat narator yakni orang atau tokoh yang menceritakan sebuah peristiwa atau kisah. Lewat narator, peristiwa atau kisah disajikan kepada khalayak. Narator bisa menempatkan dirinya sebagai orang pertama yakni orang yang melihat suatu peristiwa dan melaporkannya kepada khaayak. Namun bisa juga menempatkan dirinya sebagai orang ketiga, memberikan
kesempatan
kepada
narasumber
yang diwawancarai
untuk
melaporkan peristiwa.31 Narator bisa menjadi pengarang suatu narasi. Tetapi bisa juga pengarang menggunakan tokoh di dalam narasi sebagai narator. Sebuah narasi bisa dibedakan kedalam narasi dengan narator dramatis dan narator tidak dramatis. Perbedaan antara kedua jenis narasi tersebut terletak kepada apakah pengarang mempunyai keterkaitan langsung dengan cerita dan apakah pengarang bertindak sebagai narator atau tidak. Jenis yang pertama adalah, narrator tidak dramatis pada narasi jenis ini, pengarang tidak mempunyai keterkaitan dengan cerita. Pembuat narasi adalah orang luar, dan ia menjadi narator atas sebuah cerita. Ia mirip dengan seorang pendongeng menceritakan suatu cerita yang sama sekali tidak berkaitan dengan kehidupannya. Mayoritas narasi novel.film mengambil jenis ini. Narasi-narasi tersebut menceritakan mengenai suatu peristiwa, dan pengarang berada diluar peristiwa itu. 31 Eriyanto, Analisis Naratif ,h.113
48
Yang kedua, narator dramatis pengarang berada diluar peristiwa yang diceritakan. Pada narasi jenis ini, pengarang adalah bagian dari cerita yang diceritakan. Pengarang bisa mengambil dua bentuk peceritaan, bisa menjadi narator atau bisa narator diposisikan pada karakter lain yang ada di dalam narasi.32 Narasi memang memiliki peran dalam membentuk apa yang dipandang benar dan salah. Narasi tidak hanya menceritakan suatu peristiwa dan karakter tetapi juga didalamnya terdapat nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk. Dalam konteks ini, narasi berkaitan dengan ideologi. Ideologi itu sendiri berkaitan dengan pandangan atau sistem keyakinan yang dipercaya oleh suatu masyarakat.kepercayaan itu diterima oleh anggota masyarakat sebagai sesuatu yang absah dan dipandang benar. Narasi mengikat dan memperkuat ideologi yang ada dalam masyarkat. Lewat cerita, karakter dan peristiwa, masyarakat diperkenalkna apa yang baik dan apa yang buruk. Cerita-cerita tersebut diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga menjadi panduan bagi anggota masyarakat dalam berperilaku dan bersikap.
32 Eriyanto, Analisis Naratif ,h.114-115
BAB III GAMBARAN UMUM NOVEL
A. Gambaran Umum Novel “Ratu yang Bersujud” Novel Ratu yang Bersujud merupakan karya sastra dari muhammad mahdavi yang menceritakan mengenai isu gender. Novel ini terbit pada tahun 2013 yang diterbitkan oleh republika, Jakarta. Ratu yang bersujud memiliki 59 judul yang terpisah namun tetap satu cerita. Gaya tulisan dalam novel ini mengajak pembaca larut dalam sebuah cerita dan memahami beberapa karakter yang sengaja ditampilkan oleh mahdavi seperti tokoh charlotte (chadijah), lale, prof.Angelica dan lainnya. Sebagian besar novel ini menceritakan perjalanan hidup seorang Charlotte yakni non-muslim yang mengikuti komunitas feminisme dan sangat membenci agama Islam karena menurutnya agama Islam tidak adil terhadap hak-hak wanita. Salah satunya yakni Islam mewajibkan seorang wanita untuk memakai penutup kepala(kerudung). Gaya bahasa yang mudah dimengerti dan tulisan yang sederhana memudahkan pembaca untuk memahami cerita novel tersebut. Selain itu novel ini juga memasukan ayat-ayat yang berkaitan dengan pernyataan seputar wanita sehingga menjadikan kita untuk belajar memahami ayat ayat al-qur’an yang sebenarnya.
Pada prinsipnya tema besar yang diangkat dalam novel Ratu Yang Bersujud adalah mengenai “Kedudukan Perempuan dalam Islam”. Sedangkan kaum Feminis diposisikan oleh pengarang sebagai subjek, Dan Charllotte Melati
49
50
Neumuller merupakan representasi yang mewakili kaum feminis teologi, sedangkan Lale Sabitolgu digambarkan sebagai sosok wanita yang mewakili feminis Islam. Alasan penulis mengangkat tema seputar “Kedudukan perempuan dalam Islam” melalui novel “Ratu Yang Bersujud” adalah sebuah kebutuhan, juga keresahan dari penulis untuk menyampaikan dan
mensyiarkan secara terang
kepada khalayak/publik/masyarakat bahwa sesungguhnya Islam telah memberikan derajat yang sangat tinggi kepada kaum Perempuan. Dalam semua aspek kehidupan, dalam semua bidang (Pendidikan, Sosial, Waris, Ekonomi, Politik dll) Seperti yang tercantum dalam QS Al Hujarat 13 bahwa Islam mengakui seluruh entitas, (Jenis kelamin, Ras, Suku Bangsa dll) dalam bingkai harmoni ke Taqwaan. Penulis juga ingin melakukan Counter atau bantahan dari tuduhantuduhan kaum Feminis dan propaganda negatif lainnya yang berkembang secara umum di dunia modern, bahwa Islam, adalah agama yang rasis dan diskriminatif. Semua itu sangat tidak benar.
Tujuan lainnya adalah keprihatinan penulis terhadap gerakan kaum feminis yang telah menyebar dan mendarah daging di negeri-negeri muslim. Yang telah menunjukkan pola adanya upaya sistematis untuk merusak tatanan keluarga, agama, sosial dan budaya. Untuk melepaskan fitrah perempuan, kodrat suci kaum perempuan agar menerima identitas baru dalam gender yang telah ditetapkan oleh Feminisme. Bahwa gender/peran sosial yang terpola pada gerakan kaum feminis menuntut perempuan dibebaskan dari identitas, dan nilai-nilai keluarga, agama, sosial dan budaya.
51
Karena menurut kaum feminis, gender tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin. Gender hanyalah dibangun dari persepsi sosial, steorotipe atau konstruk sosial. Dalam perspektif gender feminisme, seorang lelaki boleh melakukan peran perempuan, atau menganggap dirinya perempuan begitu pula sebaliknya, semua tergantung dari persepsi bebas diri sendiri, hal inilah yang mendorong distorsi identitas dan orientasi homoseksual (naudzubillahi min dzalik). Sehingga seorang perempuan tidak wajib menikah, memiliki anak, mengurus rumah tangga, dan lain sebagainya. Perempuan harus menjadi mandiri, dan dianggap maju atau berdaya apabila memiliki indikator ekonomi yang baik (sangat materialistik). Seorang ibu rumah tangga tak akan dianggap berdaya dalam pemahaman kaum feminis.
Hal ini cukup berbahaya bagi pembangunan identitas manusia di masa depan. Boleh jadi pranata keluarga dan sosial akan hancur. Nilai-nilai agama akan ditinggalkan. Dan terciptalah manusia-manusia tanpa identitas yang rapuh.
Pada akhirnya Ratu Yang Bersujud merupakan sebuah kiasan, bahwa Ratu adalah status tertinggi yang disematkan kapada perempuan di muka bumi. Sedangkan bersujud, Rasulullah SAW bersabda, saat yang paling dekat antara hamba dan Tuhan adalah saat bersujud. Sehingga di sini penulis ingin memanggil kembali kesadaran para Muslimah terhadap identitasnya, bahwa jika mereka bersujud, menghamba dengan totalitas dan rasa cinta kepada Allah SWT, maka di sisi Tuhan ia akan ditinggikan, diangkat derajatnya layaknya seorang Ratu. Spirit itu yang ingin dibagi juga melalu chapter: “Hijab adalah kemerdekaan” Hijab adalah pembebasan, sebagai bentuk identitas Muslimah yang paripurna.
52
Penulis juga ingin membangun kesadaran bersama bagi generasi muda Muslim untuk ikut mensyiarkan, mengkampanyekan nilai-nilai Islam kepada lingkungan kita. Sesuai dengan kapasitas, dan latar belakang atau profesi kita masing-masing dengan cara yang damai, simpatik, kreatif, dan efektif. Contohnya pengarang, dengan metode-pendekatan (approach) Novel, pengarang yang tentunya kapasitasnya bukan sebagai seorang Ustadz, Kyai, scholar dalam bidang agama, artinya sangat terbatas kapasitasnya. Penulis menulis tema Islami dalam novel, agar nilai-nilai Islam melalui novel RYB dapat mudah dipahami, dicerna oleh mereka yang awam, mereka yang skeptis, generasi muda kita remaja dan semua kalangan.
Penulis menjadikan Jerman sebagai representasi topik Islamopobhia dalam novel RYB karena kini gerakan Feminisme telah menggurita di seluruh dunia termasuk Jerman, dan konflik dengan beragam bentuknya sangat mungkin terjadi. Kemudian, pengarang memilih Eropa, Jerman khususnya ingin menyampaikan bahwa Islam itu tidak hanya identik dengan timur tengah dan pesantren. Nadi kehidupan Islam dengan berbagai dinamikanya juga bisa didapatkan di tempattempat lain. Bahkan kita ingin menggali lebih jauh lagi kehidupan Islam di Eropa. Dalam hal ini Jerman, sebagai representasi dari novel RYB.
Ada juga pesan yang penting yang ingin disampaikan oleh pengarang bahwa sebenarnya permasalahan yang dialami oleh kaum Perempuan sehingga melahirkan Feminisme itu bukan berasal dari dunia Islam atau dunia timur jauh, justru permasalahan itu lahir dari rahim eropa sendiri, sehingga tidak perlu
53
menawarkan solusi kepada Islam dan negeri jauh (negara dunia ke 3) dengan Feminisme yang jelas-jelas lahir di Eropa.
Menurut penulis, Feminisme dan Patriarki itu hanyalah hasil dari kegalauan peradaban eropa dalam menentukan sikapnya terhadap kaum perempuan dan laki-laki. Pengalaman buruk, dan kelam serta ketidakadilan bukan saja terhadap kaum perempuan namun juga secara keseluruhan, di Eropa. Disanalah lahir Feminisme dan isme-isem lainnya (Liberalisme, Marxisme, Komunisme dll). Persoalan perempuan tidak berakar dari Islam. Sangat tidak relevan jika mengkaitkan nilai Islam dengan ketidak adilan. Mungkin dalam lembaga sosial-budaya di belahan dunia lain ada persoalan diskriminasi dan ketidakadilan seperti di India misalnya, terhadap kaum perempuan. Tapi tidak dalam Islam, Islam telah memberikan solusi bagi tiap permasalahan.
Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana Feminisme dalam Islam? Bagi penulis Feminisme dalam Islam itu tidak ada, atau omong kosong lugasnya. Begitu pula dengan konsep patriarki, tidak relevan jika dikaitkan dengan Islam. Karena dalam Islam keadilan yang diperjuangkan dan dijunjung adalah keadilan Universal, bukan keadilan sekelompok, segolongan, ras, jenis kelamin, suku bangsa, dll. Islam telah meletakkan keadilan pada tingkat yang tertinggi. Seperti yang termaktub dalam QS Al Hujurat 13, yang telah mengakui berbagai entitas di dunia ini dan QS At Taubah 71, yang menyatakan bahwa Muslim laki-laki dan Muslimah Perempuan adalah awliya/partner/mitra/sejajar dalam berbuat baik, menyeru kepada hal yang baik dan mencegah dalam hal yang mungkar, berTaqwa
54
kepada Allah SWT. Islam mendorong kerjasama itu, Islam mendorong untuk berbagai entitas saling mengenal dan menghargai.
Artinya kerjasama merupakan hal yang wajib bagi muslim dan muslimah. laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda, bukan untuk saling menjatuhkan, namun untuk saling melengkapi, untuk menjadi awliya-bekerja sama. Allah SWT telah memberikan potensi yang unik dan berbeda tersebut untuk menciptakan harmoni, bukan perpecahan. Tak perlu feminisme.
B. Profil Penulis Mahdavi merupakan nama pena dari penulis bernama lengkap Amrizal Mochammad Mahdavi. Diusianya yang terbilang muda ia telah menyelesaikan pendidikan formal S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan S2 Ilmu Politik, FISIP Universitas Indonesia. Pria kelahiran jogjakarta 1982 tahun silam ini aktif dalam penulisan di republika penerbit, beliau juga merupakan konseptor, penulis dan editor di 7-Elf Ocean Studios. Diawal tahun 2013, putra kedua dari empat bersaudara pasangan Mochammad Abdillah Junaedi dan Edi Supenny ini memulai debutnya sebagai penulis dengan merilis novel Ratu Yang Bersujud. Tidak bisa dipungkiri, Mahdavi memutuskan untuk membuat novel tentang Islam khususnya hak-hak perempuan dalam Islam ini karena faktor propaganda media massa dalam menampilkan sebuah berita. Sehingga berita yang diterima masyarakat belum tentu kebenarannya dan justru malah menimbulkan kebencian terhadap sesama muslim. Ia juga secara tidak langsung ingin
55
berkontribusi dalam bidang dakwah . Yakni berdakwah melalui novel ratu yang bersujud. C. Sinopsis Novel “Ratu Yang Bersujud” Diantara keramaian, terlihat sekelompok aktivis kaum perempuan atau yang lebih populer dengan sebutan kaum feminis, sedang mebagi-bagikan bertumpuk-tumpuk brosur kampanye. Tentunya mengenai ide-ide pokok dari faham mereka. Jumlah mereka cukup meyakinkan, beberapa anggotanya memboyong spanduk dan papan kampanye bertuliskan kalimat-kalimat protes yang cukup radikal. Mereka dengan bangga menegakannya sambil meneriakan yel-yel visioner. Seseorang gadis muda kemudian berorasi dengan lantang, mencari perhatian warga kota yang berlalu-lalang. Mensosialisasikan serta menawarkan faham mereka, terutama bagi kaum perempuan. Orasinya terdengar meyakinkan. Kolaborasi antara kepedihan, amarah, protes, dan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada pernyataan tersirat. Diantara orasinya, yel-yel dari anggota lain bersahut-sahutan. “apakah kalian puas dengan keadaan kalian saat ini wahai kaum perempuan?!” matanya begitu tajam dalam menyampaikan orasinya tersebut. “kami berjuang untuk emansipasi, kesetaraan! Kami ingin suara kami didengar, kami tidak ingin direndahkan sebagai perempuan! Tempat kami bukan hanya didapur. Tugas kami bukan hanya mengurus suami dan anak. Lebih dari itu semua, kami ingin keadilan. Tempat yang sama dan sejajar dengan kaum pria!”
56
“Hapuskan semua bentuk poligami
yang menyengsarakan kaum
perempuan, bebaskan perempuan dari hijab dan tradisi kolot! Bebaskan kaum perempuan dari moral-moral agama yang mengekang!” serunya sambil menatap tajam beberapa wanita muslim turki yang kebetulan sedang lewat. Para muslimah turki melewati para aktivis tersebut, sambil balas melirik tanpa memperlihatkan rasa simpatik sedikit pun. Mungkin mereka tersinggung atas serangan yang menyakitkan dari orasi tersebut. Namun mereka memilih tidak berdebat dan terus berjalan menjauh sambil saling berbisik diantara mereka. Gadis orator tersebut sebetulnya tanpa harus bersuara lantang pun akan dengan mudah menyita perhatian. Wajahnya begitu cantik dan lembut. Namun terlanjur memandang keras dunia. Dialah Charlotte Melati Neumiller, seorang mahasiswi Jurusan Filsafat di Univeristas Humboldt, suatu jurusan yang dirasa banyak orang berat dan membosankan. Seharusnya Charlotte kuliah pagi ini. Tapi kampanye bersama para feminis lebih menarik baginya. Baginya memperjuangkan harkat dan martabat kaum perempuan untuk mendapatkan tempat yang sejajar dengan kaum pria merupakan panggilan hatinya. Charlotte benar-benar rela bertarung demi apa yang diyakininya. Charlotte merupakan keturunan yahudi yang diwariskan oleh ayahnya, dan ibunya merupakan seorang Evangelikal. Charlotte terbilang aktif dalam komunitas feminisnya. Integritas dan Komitmennya tidak pernah diragukan khususnya oleh Prof Angelica. Prof Angelica Mekker adalah salah seorang guru besar di humboldt, sekaligus pelopor pergerakan feminisme angkatan 77 yang gigih. Sejak
57
tahun 1977 ia sudah terlibat aktif dalam pergerakan isu gender. Dialah yang sudah mencuci otak Charlotte dengan materi-materi yang beranggapan bahwa agama Islam merupakan agama yang melakukan diskriminasi oleh perempuan. Prof Angelica mengadakan pertemuan dengan komunitasnya untuk membahas seminar yang diadakan oleh Universitas Hamboldt bekerjasama dengan National Organization for Woman dan Uni Eropa dengan tema Pemberdayaan Perempuan di Negara Dunia ke-3. Seminar ini akan membahas mengenai seputar isu gender yang dihadapkan pada kasus di negara ke-3 dan negara-negara muslim. Dalam seminar itu akan dihadiri oleh perwakilan dari 3 negara muslim yakni, Indonesia, Mesir dan Turki. Prof. Angelica selaku ketua dari komunitas feminis mulai menyusun strategi untuk menyuarakan suara perempuan dengan membuat daftar gugatan yang akan disampaikan. Mereka akan memulai dengan melakukan pencitraan lalu menggiring opini publik sehingga agenda-agenda mereka mendapatkan dukungan yang baik dari para kontigen yang hadir. Dalam pertemuannya tersebut Prof Angelica juga memberikan pendalaman untuk menyukseskan agenda yang telah disusunya. “Agama sebagai lembaga yang sangat dipercaya, yang sangat disakralkan, telah mendukung kampanye patriarki. Inilah yang harus kita luruskan. Kita tidak hendak menuntut untuk membubarkan agama, meskipun dalam hal ini agama sudah sangat bersalah terhadap kaum perempuan. Agama hanya alat kekuasaan sehingga dalam lingkungan sosial tentunya kita akan memakainya secara bijak dan cerdas pula” ujar prof Angelica menekankan.
58
Charlotte sebenarnya memiliki seorang sepupu yang merupakan muslim bernama Lale. Dia tinggal di Indonesia bersama keluarganya. Ibu lale bernama Mawar yang merupakan adik kandung dari ibu charlotte dan sebelumnya beragamakan Evangelikal. Kakek mereka merupakan seorang pendeta keturunan Jerman-Indonesia. Mawar bertemu dengan suaminya yang berkebangsaan turki dan seorang muslim yang taat. Hal itulah yang membuat mawar berpindah agama menjadi muslim lalu menikah dan direstui oleh Ayahnya yang memiliki pandangan liberal. Semula keluarga mawar beranggapan bahwa itu adalah aib, karena memeluk agama Islam merupakan pilihan yang memalukan. Mawar dimusuhi oleh keluarga dan dianggap rendah sehingga mawar memutuskan untuk pindah ke indonesia bersama suaminya dan memulai usaha disana. Lale dan ibunya berencana untuk mengunjungi rumah Charlotte sekaligus untuk menghadiri seminar disana. Sudah sangat lama mereka tidak bersilaturahmi secara langsung karena biasanya hanya melalui telefon. Kedatangan mereka disambut dengan senang oleh keluarga Charlotte. Mereka menyiapkan makanan yang lezat dan menjemput lale beserta ibunya dibandara. Lebih dari sepuluh tahun mereka tidak bertemu dan perbedaan mulai terlihat. Lale yang dahulu tidak menggunakan hijab sekarang dengan anggun menutupi rambutnya dengan hijab yang rapi begitupun dengan ibunya. Ada keteduhan saat melihatnya. Kedatangan lale merupakan undangan kusus untuk mengadiri acara seminar yang telah disiapkan oleh Charlotte dan komunitasnya untuk mengkampanyekan feminis. Charlotte sangat terkejut karena tidak pernah
59
disangka bahwa sepupu kesayangannya itu akan mengikuti seminar tersebut. Seminar yang akan memojokkan kaum muslim. Namun Charlotte menyimpan keterkejutanya itu dalam-dalam. Setiap hari Lale selalu ditemani Charlotte dan mereka bercerita seputar pengalaman dan negara tempat tinggal mereka masing-masing hingga akhirnya Charlotte memberanikan diri untuk bertanya-tanya mengenai apa yang ada difikirannya mengenai agama Islam. Lale pun menjawab dengan sangat sabar dan hati-hati. Sesekali lale menjawabnya dengan ayat-ayat al-qur’an. Rasa penasaran Charlotte terhadap Islam pun akhirnya terjawab dan kebencian berubah menjadi ketakjuban. Charlotte sangat takjub mendengar berbagai penjelasan seputar Islam. Dan tak jarang dia menemani lale untuk sholat dimasjid dan mendengarkan lale yang sedang membaca al-qu’an dimalam hari. Hatinya tergetar mendengar alunan ayat al-qur’an dan ketaatan para muslim dalam menjalankan ibadahnya. Charlotte yang sedang menunggu lale sholat melihat pemandangan yang tak biasa. Para jamah berdiri dengan teratur, rapi dan rapat tanpa meninggalkan sedikitpun ruang kosong. Jamaah muslimah mengenakan mukena yang membuat mereka nampak sama dan seragam. Putih dan suci. Charlotte dihubungi oleh prof Angelica untuk menghadiri rapat yang akan membahas lebih dalam seminar yang sudah tidak lama lagi akan berlangsung. Sebenarnya Charlotte sudah mulai merasa jenuh mengikuti komunitas feminisnya tersebut. Ia sudah kehilangan semangat untuk memprjuangkan sesuatu yang dianggapkan hanya untuk kepentingan golongan saja. Ada hal lain yang dianggapnya lebih tepat untuk hati dan fikirannya namun tidak ingin menyikapinya secara terburu-buru. Ia harus berhati-hati karena teman-temannya
60
adalah orang-orang yang radikal, mereka akan mempertahankan mati-matian jumlah komunitas mereka. Dalam rapat tersebut ternyata Charlotte ditunjuk oleh prof. Angelica untuk menjadi leader kelompoknya. Itu berarti dia yang akan bertanggung jawab terhadap seminarnya. Namun charlotte menolaknya dengan mengatakan bahwa dia
sekarang
adalah
seorang
muslim.
prof.
Angelica
sangat
terkejut
mendengarnya. Selang beberapa hari kabar mengenai charlotte yang telah memeluk agama Islam pun menyebar dikalangan kaum feminis lainnya. Hal itu membuat geram teman-teman yang telah mempercayai nya. Tak jarang charlotte mendapatkan perlakuan kasar dari teman-teman yang dekat dengannya. Mereka mengganggap charlotte seorang penghianat karena telah memeluk agama Islam. Padahal saat itu charlotte belum memeluk agama Islam. Hingga sutau hari ketika sepeti biasa Charlotte menemani Lale untuk sholat dimasjid. Charlotte merasakan ketenangan jiwa dan kerinduan dalam batinnya ketika melihat jamaah itu sholat. Charlotte terdiam dan seketika ada perasaan yang begitu kuat yang mendorongnya untuk mengikuti gerakan mereka bersujud. Ketika dia bangkit dari sujudnya dan mendapati lale dan teman-teman muslimnya telah berada disekelilingnya.mereka memandang charlotte dengan berkaca-kaca dan dengan pandangan yang lembut. Charlotte kemudian menghirup udara masjid yang penuh berkah dengan sedalam-dalamnya. Ia merasa seperti terlahir kembali. Bebas dari belenggu kesesatan yang gelap. “Dengan ketundukan hati kepada Allah, aku menyatakan untuk membuka pintu itu selebar-lebarnya” ungkap charlotte kepada Lale. Dengan kemantapan
61
hatinya charlotte bersedia untuk memeluk agam Islam. Alunan takbir, tasbih dan tahmid langsung terucap dari para muslim lainnya ketika mendengar charlotte bersedia untuk memeluk agam Islam. Lale pun segera memanggil imam masjid untuk membantu charlotte mengucaokan kalimat syahadat pertanda bahwa Charlotte sudah menjadi seorang muslim. dengan terisak charlotte mengucapkan kalimat syahadat dan lale yang berada disampingnya terus menggemggam tangan Charlote untuk memberikan dukungan. Seusai pengucapan kalimat syahadat, Charlotte diberikan buku panduan tentang cara shalat dan kumpulan do’a-do’a. Imam yang membantu charlotte itu pun memberikan sebuah nama Islam untuk Charlotte yakni “Chadijah Maryam”. Menjadi seorang muslim bukan perkara mudah untuk Charlotte karena dia harus berhadapan dengan orangtuanya dan teman-temannya yang sudah sangat jelas membenci agam Islam. Terbukti, dengan menjadi muslim cobaan datang kepada charlotte. Orangtuanya marah besar ketika mengetahui bahwa dia sekarang menjadi seorang muslim, ayahnya menendang dan mengusirnya dari rumah. Tak hanya charlotte, mawar dan lale pun yang sudah pergi dari rumah Charlotte menjadi bulan-bulanan karena dianggap telah menjerumuskan Charlotte untuk masuk ke agama yang dianggapnya rendah itu. Dengan diingiri tangisan charlotte keluar dari rumah tempat ia dibesarkan. Isak tangis ibu nya juga tiada henti, sambil memohon kepada Charlotte untuk memikirkan kembali langkah yang telah ia ambil itu. Dengan kesungguhan hati charlotte tetap pada keyakinannya bahwa Islam merupakan agama yang benar dan meminta maaf kepada orangtuanya. Charlotte pun pergi dengan membawa baju dan perlengkapan sholat, Al-qur’an dan buku panduan tata cara sholat yang diberikan
62
oleh imam masjid kemarin. Tak lupa rambut yang biasanya tergerai indah itu ia tutupi dengan hijab pemberian dari lale. Dengan tak tentu arah charlotte pergi meninggalkan rumahnya, ia menelepon lale dan sahabat lainnya. Namun sial ketika hendak mengunjungi rumah temannya untuk menginap dia diculik. Mata dan mulutnya disumpal dengan kain membuatnya susah untuk mengetahui siapa yang menculiknya. Tak perlu menunggu lama charlotte pun mengetahui siapa yang menculiknya karena sudah hapal betul suara-suara yang mereka keluarkan tak lain adalah teman-teman kaum feminisnya. Charlotte dibawa kesuatu hutan yang gelap dan derasnya hujan menambah kesengsaraan charlotte. Dia diserang dan dihujat mati-matian oleh mereka. Tidak hanya itu, mereka juga menghina bahkan merobek al-qur’an yang sedang dipegang charlotte hingga akhirnya Badannya yang sudah lemas akhirnya tidak dapat menahan dan ia pun jatuh pingsan. Hingga keesokannya dia ditemukan oleh seseorang dan dibawa kerumah sakit. Ketika dia sadar disampingnya sudah berdiri lale dan teman-temannya. Lale memeluknya dengan erat sambil terus menyemangatinya untuk tetap bertahan dikondisi seperti ini dan selalu ingat ada Allah yang akan melindunginya. Seminar yang ditunggupun tiba. Charlotte yang sebelumnya berada dikubu kaum feminis menjadi berada dikubu muslim. Charlotte tau betul apa yang akan disampaikan oleh kaum feminis sehingga bukan cara yang sulit untuk Lale menjawab pemikiran-pemikiran mereka yang mengganggap Islam agama yang diskriminasi terhadap kaum perempuan. Benar saja, prof. Angelica dengan semangat menyampaikan apa yang sudah diagendakan sebelumnya. Peserta yang hadir pun memberikan apresiasi terhadap pemikiran nya. Hingga tiba saatnya lale
63
menyampaikan pandangannya. Lale menyampaikannya dengan cerdas, singkat dan lugas dalam bahasa inggris dan diselingi bahasa jerman. Tepuk tangan meriah menandakan bahwa pemikiran lale dapat diterima dengan baik bahkan mulai dipertimbangkannya.
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI
A. Temuan dan Pembahasan Didalam menganalisis narasi feminis pada novel Ratu Yang Bersujud karya Mahdavi model penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sebagai salah satu kajian dan informasi, dalam bab ini akan menjelaskan hasil temuan data yang terdapat dalam novel, selanjutnya mendeskripsikan dan menjabarkan paparan cerita yang mengandung hak-hak mengenai perempuan. Sesuai dengan teori yang dibahas, dalam menganalisis narasi, peneliti memfokuskan pada strategi Tzevtan Todorov untuk mendeskripsikan narasi yang mengandung hak-hak perempuan didalam novel tersebut. Dalam novel ini, pemaparan mengenai pertentangan pendapat tentang hak-hak perempuan dinarasikan oleh penulis dalam bentuk dialog. Bahasa narasi atau ujaran yang digunakan lugas dan sesekali menggunakan perumpamaan untuk menambah estetika bagi pembaca. Bisa jadi hal ini dimaksudkan agar pembaca lebih mudah mencerna atau menangkap narasi yang disampaikan. 1) Alur (Jalan Cerita) Seperti pada umumnya sebuah novel memiliki alur, maka untuk menjelaskannya peneliti mengacu pada kerangka teori yang sudah dijelaskan sebelumnya.
64
65
Dalam novel Ratu Yang Bersujud, alur yang digunakan bersifat progresif yang berarti peristiwa dimulai dari tahap awal yakni, beginning (pengenalan cerita), complication (awal perselisihan konflik), rising action (meningkatnya permasalahan), klimaks (puncak konflik), ending (penyelesaian). a) Beginning (Pengenalan Cerita) Bagian ini merupakan awal cerita dengan memperkenalkan tokoh utama, penataan adegan, dan pencarian tentang hubungan antar tokoh. Pada bagian awal pengarang biasanya membuka cerita dengan terlebih dahulu memaparkan setting yang ada pada cerita tersebut. Pada intro atau pengenalan cerita dimulai dengan menceritakan sekelompok aktivis kaum perempuan atau yang lebih populer dengan sebutan kaum feminis yang sedang mengampanyekan ide-ide pokok faham mereka yang diwakili oleh seorang gadis muda bernama Charlotte Melati Neumuller. Selanjutnya menyajikan bagaimana pemikiran kaum feminis tersebut dalam memperjuangkan hak perempuan. Dimulai dengan bagian awal yang menyajikan pemikiran Charlotte dan kaum nya yang sangat tidak setuju dengan Islam karena dianggap mendiskriminasikan kaum perempuan. Lalu hadir sosok lale yakni sepupu charlotte yang beragamakan Islam dan menangkis semua tuduhan kaum feminis yang beranggapan bahwa agama Islam mendeskriminasikan perempuan. Selain lale dihadirkan pula Prof.Angelica dan tokoh-tokoh lainnya yang mendukung jalannya cerita. Penyajian tersebut lengkap dengan karakter dan pemikiran masing-masing tokoh.
66
Pada bagian awal diceritakan sekelompok aktivis kaum perempuan atau feminis yang sedang membagi-bagikan brosur kampanye mengenai ide-ide pokok dari faham mereka. Mereka berjumlah lebih dari 100 orang dan beberapa anggotanya membawa spanduk dan papan kampanye bertuliskan kalimat-kalimat protes yang cukup radikal dan meneriakan yelyel visioner. Seorang gadis muda berorasi dengan lantang, mencari perhatian warga kota yang berlalu-lalang. Orasinya terdengar meyakinkan, kolaborasi antara kepedihan, amarah, protes dan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada pernyataan tersirat. Hal ini tampak pada kutipan teks berikut: “Tempat kami bukan hanya didapur. Tugas kami bukan hanya mengurus suami dan anak. Lebih dari itu semua, kami inginkan keadilan. Tempat yang sama dan sejajar dengan kaum pria.” “Biarkan kaum perempuan memilih hidupnya sendiri, kendati menjadi lesbian!” Teks diatas memperlihatkan tokoh utamanya yakni charlotte yang merupakan seorang aktivis kaum feminis yang menganggap bahwa wanita saat ini bukan hanya harus mengurus hal hal yang menyangkut dapur, kasur dan bubur, melainkan wanita seharusnya bisa disejajarkan dengan pria dalam hal apapun termasuk memilih pekerjaan. Dalam hal ini bisa diasumsikan bahwa aliran mereka adalah feminis liberal. Dimana feminis liberal memang ingin menyetarakan kaum wanita dengan pria dalam hal apapun dan wanita tidak selalu terkekang oleh urusan rumah tangga. feminsme liberal memiliki akar pemikiran yang bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki sehingga harus diberi hak yang
67
sama juga dengan laki-laki. Oleh karena itu mereka menuntut persamaan kesempatan dibidang pendidikan, politik, sosial, ekonomi maupun personal.1 Pada kalimat kedua penulis seperti ingin menggambarkan bahwa wanita seharusnya diberi kebebasan untuk menentukan hidupnya walaupun menjadi seorang lesbian. Pemikiran ini seperti halnya yang dibahas oleh feminisme radikal. Feminisme radikal cenderung membenci makhluk pria sebagai individu maupun kolektif, dan mengajak wanita untuk mandiri, bahkan tanpa perlu keberadaan pria dalam kehidupan mereka. Elsa Gildow berteori bahwa menjadi lesbian adalah telah terbebas dari dominasi pria baik internal maupun eksternal. Sedangkan Martha Ahelley berkata bahwa wanita lesbian perlu dijadikan model sebagai wanita mandiri.2 Pada alur ini muncul juga cerita dimana prof angelica berusaha untuk membentuk pemikiran lain mengenai agama Islam melalui pertemuan bersama para muridnya sekaligus menjelaskan mengenai seminar dan strategi yang akan digunakan untuk menjatuhkan umat Islam dalam acara seminar tersebut. Hal tersebut dapat terlihat dari teks berikut: Setelah melakukan kampanye, agenda para kaum feminis tersebut adalah mengadakan rapat yamg diahadiri oleh prof.Angelica. Beliau adalah seorang guru besar di Humboldt sekaligus pelopor pergerakan 1
2
Ihromi T.O, Kajian Wanita Dalam Pembangunan, (Jakarta;Yayasan Obor Indonesia,1995), h.87
Megawangi Ratna, Membiarkan berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender (Bandung: Mizan, 1999), h.179-180
68
femnisme. Dalam rapat tersebut prof Angelica menjelaskan mengenai seminar yang akan diadakan oleh Universitas Humboldt, seminar tersebut akan membahas seputar isu gender dihadapkan pada kasus di negara dunia ketiga dan negara-negara muslim. Pada rapat tersebut selain menjelaskan mengenai seminar, prof.angelica juga membahas strategi yang akan disusun. “Kita harus mulai menyusun strategi untuk menyuarakan aspirasi kita, kepentingan kaum perempuan. Kita kan membuat daftar gugatan yang akan kita sampaikan. Kita akan usung isu yang menggiring opini yang kuat, dan meneguhkan prinsip serta nilai-nilai yang kita anut.” “Perempuan butuh dibebaskan dari kekangan-kekangan yang menyiksa. Terutama dari nilai agama yang konyol itu.” “Dominasi kaum pria yang begitu mapan dalam sistem yang disebut patriarki. Dalam sistem tersebut bahkan agama sebuah lembaga yang sangat spiritual saja dimodifikasi oleh mereka. Tujuannya adalah untuk menekan kaum perempuan dari aspek batiniahnya sehingga mereka dapat menggunakannya sebagai mesin pengontrol. Membuat kaum perempuan sebagai budak. Mereka adalah penjajah dan kita adalah korbannya. Sekaranglah saatnya semua dihentikan.” “Agama sebagai lembaga yang sangat dipercaya, yang sangat disakralkan, telah mendukung kampanye patriarki. Inilah yang harus kita luruskan. Kita tidak hendak menuntut untuk membubarkan agama, meskipun dalam hal ini agama sudah bersalah terhadap kaum perempuan.” “Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan kebebasan dari belenggu nilai subjektif agama. Dengan kata lain, hapuskan prinsip-prinsip agama yang berisi pengekangan terhadap perempuan. Dan kita akan memakai agama secara bijak sebagai kuota identitas kita.” “Dan kalian tahu, apa senjata tercanggih para pria meggunakan agama sebagai alat dominasinya? Menjadikan Tuhan sebagai makhluk laki-laki.” Kalimat diatas menjelaskan bahwa kelompok feminis tersebut menganggap agama khususnya Islam sebagai lembaga yang sangat disakralkan terkesan mendukung gerakan patriarkhi. Bagi mereka agama Islam telah mengekang wanita dengan aturan-aturan yang menyiksa sehingga aturan tersebut harus dihapuskan dengan kata lain kelompok feminis ini ingin mengubah susunan yang sudah tertulis dalam ajaran
69
agama Islam. Pemikiran ini seperti halnya yang dibahas oleh feminis teologi, dimana agama sering ditafsirkan dengan memakai ideologi patriarkat yang menyudutkan wanita. Para teolog feminis yang berkembang dalam Islam adalah mereka yang mencari konteks dan latar belakang ayat-ayat Al-Qur‟an dan Hadis yang berkenaan dengan wanita. Tujuannya adalah untuk membantah penafsiran dan fiqih yang dianggap bisa merugikan wanita.3 Pada bagian awal ini penulis memperkenalkan pemikiranpemikiran
tokoh.
Diawal
cerita
menjelaskan
bagaimana
mereka
memperjuangkan hak-hak perempuan dan terlihat bahwa aliran feminis mereka cenderung teologi yang mempermasalahkan agama sebagai suatu lembaga yang disakralkan justru mengandung sistem patriarki. Tidak hanya teologi, liberal dan radikal juga masuk kedalam pemikiran mereka. Seperti ketika kampanye mereka meneriakan ingin kesetaraan, dan memiliki kedudukan yang sama dengan pria. Ini menggambarkan bahwa mereka pun menganut sistem aliran liberal. Mereka juga meneriakan kebebasan dalam memilih hidupnya sendiri walapun menjadi lesbian, sebuah gambaran bahwa mereka juga menganut aliran radikal. Pada awal cerita peneliti hanya melihat bagaimana pandangan-pandangan kaum feminis teologi, liberal dan radikal. Belum ada pertentangan yang terjadi pada bagian awal ini.
3
Megawangi Ratna, Membiarkan berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, h.150157
70
b) Awal Perselisihan Konflik (Complication) Pada bagian ini penulis mulai memunculkan bagian-bagian yang menimbulkan masalah. Awal perselisihan ini dimulai ketika Lale yakni sepupu Charlotte yang seorang muslim datang mengunjunginya ke Berlin. Selain untuk bersilaturrahmi dengan charlotte dia juga akan menghadiri seminar yang diadakan oleh prof.angelica. Lale menjawab segala kecurigaan Charlotte yang semula menilai bahwa agama, terutama Islam, telah melegitimasi perlakuan diskriminatif dan kekerasan terhadap kaum perempuan. Charlotte menanyakan mengenai pemikirannya terhadap Islam kepada Lale dengan sangat hati-hati. Rasa keingintahuan nya membuat Charlotte sangat penasaran ingin mempelajari bagaimana sebenarnya Islam memandang kaum perempuan. Disisi lain Charlotte mulai merasakan titik jenuh nya dalam mengikuti komunitas feminisnya tersebut. Dalam alur ini konflik pertentangan antar ideologi feminisme yang dibangun adalah sebagai berikut: 1) Pertentangan mengenai pemahaman Hijab Pada bagian ini pertentangan yang terjadi adalah Charlotte menganggap bahwa hijab merupakan sebuah kekangan terhadap wanita, berbeda dengan Lale yang menganggap bahwa hijab merupakan suatu aturan dalam Islam yang justru memuliakan perempuan. Malam seusai kedatangan lale, Charlotte mengahampirinya di kamar yang memang sudah disediakan untuk tempatnya menginap. Ia bermaksud mengajak lale jalan-jalan besok. Lale membukakan pintu
71
kamarnya, ia mengumbar senyum ramah kepada charlotte. Dengan segera charlotte menanyakan mengenai niatnya yang ingin mengajaknya jalanjalan karena takut mengganggu waktu istirahatnya. Lale pun setuju dengan ajakan chrlotte dan menyuruhnya masuk kamar untuk mengobrol terlebih dahulu dan kemudian charlotte menurutinya. Awal pembicaraan mereka charlotte menanyakan mengenai kehidupan lale di indonesia yang kemudian charlotte memberanikan diri untuk menanyakan mengenai penampilan lale yang kini sudah berhijab. Seperti teks dibawah ini: “Terus terang, aku sedikit terkejut saat melihatmu kini berhijab. Tidakkah hijab mengekang potensi kaum perempuan muslim untuk berekspresi?” Pertanyaan Charlotte menjelaskan pemikirannya yang menganggap bahwa hijab merupakan sebuah pembatasan potensi terhadap kaum perempuan dan pengekangan dalam pergaulan sosial. Menurutnya, seorang perempuan memutuskan untuk berhijab atau tidak itu merupakan hak kebebasan individu. Kalimat tersebut dapat diasumsikan bahwa Charlotte cenderung memiliki pemahaman Feminisme teologi yang beranggapan bahwa menggunakan jilbab dapat membatasi ekspresi. Wanita seharusnya diberikan kebebasan memilih untuk menggunakan jilbab atau tidak sekalipun dalam ajaran agama Islam jilbab merupakan kewajiban. Tujuan mereka yaitu perubahan struktural agar keadilan gender dan keadilan sosial seterusnya dapat tercipta khususnya untuk perempuan.4 4
Megawangi Ratna, Membiarkan berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, h.150
72
Mendengar pertanyaan charlotte tersebut lale menjawabnya dengan tenang tanpa merasa tersinggung atas ucapan charlotte tersebut seperti dibawah ini. “Hijab bukanlah sekedar penutup kepala, hijab adalah simbol betapa Allah memberikan derajat dan penghormatan yang tinggi terhadap kaum perempuan.” “Hijab adalah pembebasan dari ketergantungan kosmetik dan topeng. Hijab adalah pembebasan untuk jujur pada hatimu. Hijab adalah pembebasan jiwamu dari rantai-rantai duniawi karena hijab berbasis pada penghambatan, totalitas dari rasa cinta seorang muslimah kepada Tuhannya. Tuhan yang jauh lebih besar dari alam semesta, Tuhan yang Maha Memahami jauh daripada pemahaman manusia yang terbatas dan selalu berganti.” Lale menjawab pertanyaan Charlotte mengenai hijab yang menurut Charlotte sebuah pengekangan terhadap perempuan. Menurut Lale hijab bukan hanya sekedar penutup kepala melainkan sebuah penghormatan agar tidak diganggu dan ini merupakan sebuah perlindungan preventif terhadap perempuan dalam Islam. Sebagian orang memang beranggapan bahwa hijab merupakan sebuah pengekangan tetapi menurut Lale hijab adalah sebuah pembebasan yakni terbebas dari ego-ego yang membelenggu, merdeka dari semua pesan konsumtif industri pemasaran dan periklanan, karena benda-benda itu tidak memberikan kebahagiaan sejati melainkan membuat pikiran menjadi dipenuhi dengan perhitungan rencana, dan kekhawatiran apakah kita akan mendapatkan apa yang kita anggap akan membuat kita bahagia atau tidak. Hijab juga tidak membatasi perempuan untuk berekspresi karena dalam Islam pun sesungguhnya menyalurkan ekspresi dan berbudaya itu tidak dilarang sejauh tidak menimbulkan bahaya dan sia-sia belaka bagi fisik, jiwa dan keyakinan.
73
Islam memang mewajibkan umatnya khususnya wanita untuk mengenakan hijab. Hal tersebut terdapat dalam Qs.Al-ahzab ayat 59 yaitu, “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu‟min :”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Ayat tersebut menjelaskan bahwa wanita diwajibkan untuk mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka maksudnya adalah menutupi aurat mereka dengan jilbab yang panjang kecuali wajah dan telapak tangannya. Selain itu, pada ayat ini juga ditegaskan bahwa penggunaan hijab agar wanita lebih dikenal sehingga mereka tidak diganggu oleh lawan jenisnya. Hal ini membuktikan bahwa hijab bukanlah suatu peraturan yang menyengsarakan wanita bahkan sebaliknya. Dalam
bagian
ini
pengarang
sudah
mulai
memunculkan
pertentangan pandangan antar tokoh. Sosok Lale digambarkan sebagai aliran feminis Islam yang meluruskan setiap paradigma yang berkembang diluar ajaran non Islam. Ia menjelaskan bagaimana sebenarnya Islam dalam memandang perempuan tentunya berlandaskan pada Al-qur‟an dan Sunnah Nabi. Berbeda dengan pemahaman charlotte yang beranggapan bahwa agama Islam sudah mendeskriminasikan perempuan melalui peraturanperaturan yang menurutnya tidak masuk akal salah satunya yakni dengan kewajiban seorang wanita untuk menggunakan hijab.
74
Pertanyaan mengenai hijab tersebut menggambarkan bahwa awal perselisihan konflik mulai terjadi, yakni charlotte yang mulai mendekati dan mencari tahu sendiri mengenai pandangan yang selama ini ia pahami mengenai ajaran agama Islam khususnya kedudukan perempuan. Hal tersebut dianggap awal konflik karena charlotte yang semula mempercayai apa yang telah disampaikan oleh prof.angelica mengenai agama Islam kini menjadi ragu terhadap apa yang selama ini perjuangkan semenjak bertukar fikiran dengan lale. 2) Pertentangan
batin
aktivis
feminis
tentang
cara
pandangnya terhadap feminisme Gambaran pemikiran tokoh pun dituliskan dengan jelas oleh penulis. Ia menampilkan sosok Charlotte yang kontra terhadap ajaran agama Islam dan terlihat bahwa Charlotte memiliki aliran feminisme teologi dimana menurut pandangannya agama merupakan sebuah institusi yang dapat menyengsarakan perempuan. Namun gambaran jelas pemikiran Charlotte dituliskan ketika dia sedang merasa jenuh dengan kelompok feminisnya. Disinilah awal mula konflik terjadi seperti teks yang dituliskan dibawah ini: Ia merasa tidak dapat dipisahkan dari idealismenya sebagai seorang feminis. Perjuangan yang dilakukannya selama ini, semata-mata untuk mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan. Tidak ada yang salah dengan itu, namun ia juga seorang penggugat. Ia menggugat berbagai hal; tentang agama, Tuhan, dan Islam. Ia begitu keras melantangkan ide-ide tentang bagaimana seharusnya perempuan dunia ketiga bersikap dan bertindak. Ia mengumandangkan dengan lantang garang, bahkan terkadang menantang, bahwa perempuan muslimah harus berjuang melepaskan diri dari kekangan sistem agama yang menggurita dan pro laki-laki. Ia sering melantangkan Islam sebagai agama terburuk bagi kaum perempuan, tanpa mengetahui dengan benar apa itu Islam. Tanpa mau mengerti bagaimana
75
perasaan kaum muslim dalam memandang agamanya. Ia tidak memahami Islam, belum mengenal Islam saat bergabung dengan kaum feminis, tetapi dia tanpa ragu menentang Islam dan memposisikannya sebagai musuh nomer satu kaum perempuan. Namun kini ia telah jenuh, banyak hal yang ia perjuangkan justru tidak memiliki tujuan yang tidak jelas. Semakin ia pelajari dan coba pahami, semakin ia tak mengerti dan membuatnya bertanya sebenarnya kemana arah tujuannya. Pikiran charlotte melayang entah kemana, ia tidak lagi memiliki minat dan semangat sebagaimana sebelumnya. Titik jenuhnnya sudah mencapai klimaks. Sesungguhnya ini adalah endapan-endapan kejenuhan yang berasal dari tidak terjawabnya berbagai pertanyaan yang terbetik dari lubuk
hatinya.
Dalam
hati
ia
terus
bertanya-tanya
mengenai
pemahamannya, hal tersebut dapat dilihat dari teks dibawah ini: “Betulkah yang mereka perjuangkan adalah harkat dan martabat kaum perempuan? Ataukah ini sekadar kamuflase dari keinginan sekelumit orang untuk mewajarkan ketabuan. Untuk mendirikan kebebasan bagi perempuan sehingga mereka justru kehilangan jati diri, harkat dan martabat yang sesungguhnya. Kebebasan adalah bahasa universal mereka yang begitu diktator.” “Bahkan seorang ibu tidaklah mulia dalam pandangan sebagian mereka. Ia mulia apabila dapat menentukan hak kehamilan. Perempuan berkuasa penuh, ia boleh memilih untuk hamil, juga boleh memilih untuk menolak. Sebagian lagi dari kaum feminis memposisikan perempuan sebagai budak yang perlu dimerdekakan dari laki-laki. Menghadapkan perempuan dengan laki-laki secara frontal, seolah mereka musuh, bukan makhluk yang seharusnya berdampingan dengan harmoni dan saling melengkapi. Sebuah faham yang penuh dendam, namun sering menuduh pihak lain pendendam.”
Bagian ini konflik mulai terlihat, Charlotte sudah tidak lagi bersemangat untuk mengikuti agenda-agenda yang biasa ia lakukan bersama para teman feminisnya itu.
Titik jenuhnya sudah mencapai
klimaks, hal itu terjadi karena tidak terjawabnya berbagai pertanyaan yang ada didalam hatinya mengenai tujuan yang sebenarnya ingin dicapai oleh
76
kaum feminisnya. Charlotte mulai merasa apa yang diyakininya selama ini salah dan apa yang dia perjuangkan pun sepertinya bukan untuk menuju kehidupan yang harmoni melainkan sebuah gerakan penuh dendam sehingga wanita harus lebih tinggi dari laki-laki dan bukan untuk saling melengkapi. Perempuan yang mulia adalah yang dapat berkuasa penuh terhadap hidupnya itulah yang mereka inginkan seperti mendapatkan kebebasan untuk memilih hamil atau tidak bahkan berhak menentukan akan menikah atau tidak. Pemikiran ini seperti pemahaman yang terkesan radikal karena menganggap wanita berhak atas tubuhnya sendiri tanpa harus campur tangan pihak manapun termasuk suami. Menurut feminisme radikal sebuah lembaga perkawinan dianggap sebagai lembaga formalisasi untuk menindas wanita dan melahirkan dominasi pria (patriarkat).5 Pada alur ini mulai diceritakan ketika Charlotte merasa jenuh, ia bertemu Lale yang perlahan-lahan mengubah pola pikirnya terhadap Islam. Kini ia mulai mengetahui bahwa dalam ajaran Islam sebenarnya perempuan tidak diposisikan seperti yang digambarkan oleh kaum nya. c) Menuju Konflik Pada bagian ini permasalahan yang dihadapi oleh tokoh meningkat. Penulis menggambarkannya dengan timbulnya konflik antara Charlotte dengan kaum feminisnya yang berakhir pada keputusan Charlotte untuk keluar dari komunitasnya. Namun bukan berarti Charlotte sudah
5
Megawangi Ratna, Membiarkan berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, h.178
77
sepenuhnya berubah dalam cara pandangnya terhadap Islam. Ia masih menanyakan seputar ajaran Islam yang dianggapnya mendiskriminasi perempuan kepada Lale. Pada alur menuju konflik ini terjadi pertentangan pendapat oleh Charlotte dengan Lale dan Charlotte dengan kelompok feminisnya yang dimula dengan pengunduran diri charlotte dari keenggotaanya sebagai feminis. Selain itu dalam alur ini juga terdapat beberapa pertentangan lainnya yakni mengenai kedudukan perempuan, hak waris dan poligami. 1) Pertentangan
pendapat
antara
charlotte
dengan
kelompok feminisnya Charlotte merasa jenuh dengan kelompok feminisnya. Karena Charlotte menganggap faham tersebut penuh dendam tetapi sering menuduh pihak lain yang pendendam. Selain itu mereka memposisikan perempuan sebagai budak yang perlu dimerdekakan dari laki-laki. Seolah mereka musuh, bukan makhluk yang seharusnya hidup berdampingan. Hal tersebut membuat charlotte tidak lagi tertarik mengikuti rapat yang diadakan oleh prof angelica untuk membicarakan kelanjutan strateginya
dalam
seminar.
Namun
dia
dipaksa
untuk
tetap
mengahadirinya dan sepanjang rapat tersebut ia hanya melamunkan pemikirannya yang kini tidak lagi sejalan dengan kaumnya itu hingga akhirnya ia tersadar dari lamunanya karena temannya yang berteriak memanggil namanya untuk memberitahunya bahwa seperti biasa ia terpilih menjadi ketua kelompok dalam acara seminar tersebut. Charlotte pun menolak untuk dijadikan ketua kelompok dalam seminar tersebut karena
78
memang dia sudah muak dengan kelompoknya dan memutuskan untuk keluar dari komunitasnya itu. Hal tersebut disampaikan langsung kepada prof angelica yang sedari tadi menanyakan keanehan charlotte di ruangannya. Seperti kutipan teks dibawah ini: “Aku ingin mengundurkan diri dari organisasi, aku merasa tidak lagi sepaham. Aku merasa ini bukan tempatku lagi dan tidak sesuai dengan tujuan hidupku. Aku muslimah sekarang” Sejak kedatangan Lale, Charlotte memang sering bertukar pikiran mengenai ajaran agama Islam. Hal tersebut membuat Charlotte tersadar bahwa selama ini apa yang ia perjuangkan hanyalah untuk kepentingan golongan semata dan bukan untuk benar-benar memperjuangkan hak-hak perempuan. Penulis menyajikan konflik dengan menggambarkan Charlotte yang mengundurkan diri dari organisasinya dengan alasan sudah tidak sejalan dengan tujuan hidupnya karena dia sekarang menjadi seorang muslimah. Meskipun Charlotte belum benar-benar masuk Islam tetapi dirinya sangat yakin bahwa apa yang selama ini ia perjuangkan memang sudah tidak lagi sejalan dengannya terlebih setelah dia mulai menganalisa tentang Islam dan pada satu titik ada hal yang dia rasa tidak butuh penjelasan dan perdebatan sehingga ia mantap mendeklarasikan dirinya sebagai muslimah meskipun ia tahu bahwa keputusannya itu membuat teman-teman
kelompok
feminis
termasuk
Prof.Angelica
sebagai
mentornya kecewa dan marah besar. Kemarahan Prof Angelica tergambar dalam teks dibawah ini:
79
“Kau gila? Kau akan memasuki wilayah para teroris itu. Kaum yang selalu merendahkan dan mengekang kaum perempuan. Kau sungguh tidak masuk akal.” Bagi prof angelica, agama Islam merupakan agama yang berbahaya karena banyak teroris dan aturan-aturan nya merendahkan kaum perempuan. Hal tersebut dipahaminya karena ia hanya memahami setengah-setengah dari apa yang ditulis kan di alqur‟an mengenai kedudukan perempuan ditambah lagi ada kepentingan kelompok yang terselip dalam pemahamannya. Bukan hanya prof angelica saja yang terkejut mendengar penjelasan charlotte mengenai pengunduran dirinya, teman-teman seperjuangannya pun sangat marah dan kecewa, mereka menganggap lale lah yang mempengaruhinya sehingga charlotte memutuskan untuk menjadi muslimah dan keluar dari komunitasnya. Kemarahan dan kekecewaanya tergambar dalam teks berikut ini: “Ternyata sekarang dia bergaul dengan gadis berjilbab itu, mungkin gadis muslim itu yang mempengaruhinya” “Kau sudah dengar apa kata prof angelika bukan? Charlotte telah masuk Islam. Dulu ia senior yang kukagumi tapi sekarang hanyalah sampah” “Kita harus memberinya pelajaran” Keputusan yang diambil oleh charlotte memang berdampak besar terhadap hubungan pertemanannya dengan kaum feminis termasuk mentornya, menurut mereka apa yang diputuskan oleh Charlotte merupakan sebuah tindakan yang tidak masuk akal. Menjadi seorang muslim merupakan sebuah tindakan yang tidak dapat diterima oleh mereka
80
karena Islam merupakan sarang teroris dan memiliki berbagai aturan yang dapat merendahkan kaum perempuan. Setelah mengundurkan diri dari organisasinya Charlotte memang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari teman-teman kelompok feminisnya. Charlotte selalu dihujat bahkan direndahkan karena dianggap telah memeluk agama Islam. Disini penulis seperti ingin menggambarkan bahwa Charlotte yang selama ini memperjuangkan hak hak perempuan bahkan seperti tidak mendapatkan hak nya untuk memeluk agama sesuai apa yang ia yakini. 2) Pertentangan
pandangan
mengenai
kedudukan
perempuan Selanjutnya penulis menggambarkan bagaimana Charlotte tetap pada pendiriannya yakni keluar dari organisasi tersebut dan tetap terus mencari tahu kebenaran ajaran agama Islam yang selama ini ia hujat melalui Lale. Disini muncul pertentangan pandangan antara Charlotte dengan Lale dalam menanggapi kedudukan perempuan dalam Islam. Pertentangan pandangan tersebut dituliskan seperti berikut ini: Hampir setiap hari charlotte mengajak lale untuk berjalan-jalan menikmati keindahan kota berlin. Kali ini mereka mendatangi sungai spree. Sungai
yang mengalir sepanjang ratusan kilometer yang
menghubungkan jerman dan republik Czechnia. Sungai Spree memiliki pemandangan
yang
indah
dan
sejuk
yang
telah
menghadirkan
ketenangannya sendiri dan ini waktu yang tepat untuk berbincang. Charlotte yang masih sangat penasaran mengenai ajaran Islam khususnya
81
kedudukan wanita menanyakannya kepada lale , dan lale pun tidak pernah mengeluh atau bahkan tersinggung mengenai pertanyaan-pertanyaan charlotte yang terkesan memojokkan agama Islam tanpa tahu yang sebenarnya seperti teks dibawah ini: “Seringkali kami kaum feminis melancarkan kritik terhadap Islam, bahwa laki-laki adalah pemimpin kaum perempuan. Pemimpin dapat diartikan mendominasi, memerintah. Bagaimana dengan hal itu?” “Walaupun dalam urusan rumah tangga, apakah memang perempuan harus dibawah laki-laki?” Pada bagian ini penulis menimbulkan pertentangan pandangan antara Charlotte dengan Lale. Charlotte yang sebelumnya sudah didoktrin oleh mentornya menganggap bahwa dalam Islam laki-laki dijadikan pemimpin yang berarti mendominasi dan memerintah dan posisi perempuan selalu dibawah laki-laki. Hal ini membuat wanita terkekang dan tidak mendapatkan hak nya dengan baik. Bisa diasumsikan sejauh ini penulis menggambarkan bahwa pandangan Charlotte memang mengarah pada aliran feminis teologi yang selalu mempertentangkan ajaran-ajaran agama Islam yang dianggap merendahkan kaum perempuan. Pada teks diatas menggambarkan bahwa dalam rumah tangga laki-laki merupakan seorang pemimpin yang diasumsikan sebagai tokoh yang mendominasi. Feminisme teologi sering kali membangkitkan emosi kaum wanita dengan penonjolan isu-isu dalam fiqih yang menyudutkan wanita. Misalnya, ada wewenang suami yang memperbolehkan suami memukul istrinya yang tidak patuh kepadanya, seperti yang tertera dalam buku-buku fiqih tentang wanita. Dikatakan bahwa dengan adanya hukum yang demikian, banyak pria yang yang justru leluasa memukuli istrinya. Isu ini tentunya sebuah
82
propaganda yang berkembang tanpa ditelaah nya data mengenai hal tersebut.6 Jawaban yang diberikan lale menanggapi pertanyaan charlotte mengenai kedudukan perempuan berdasarkan apa yang dia pelajari di dalam Al-Qur‟andan Sunnah tertulis dalam teks seperti dibawah ini: “Dalam Al-qur‟an memang dinyatakan bahwa lelaki adalah pemimpin perempuan, tapi kalian sering terjebak pada persoalan bahasa. Yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah dalam urusan rumah tangga. Mengacu pada kata kerja rijalun, artinya laki-laki dalam konteks personal.” “Konsep pemimpin dalam Islam bukanlah penguasa tapi pelayan, pelindung, dan penanggung jawab. Agar perempuan dilayani oleh laki-laki secara terhormat. “Laki-laki, memimpin dalam urusan rumah tangga berupa perlindungan dan tanggung jawab. Istri diserahi urusan administrasi dan harmonisasi rumah tangga sehingga pembagian peran sudah terjadi dan begitu indah didalam konsep Islam.” Dari kutipan diatas, penulis menjelaskan berbagai kesalahan berfikir Charlotte yang merupakan seorang feminisme teologi melalui Lale yang digambarkan sebagai sosok muslimah yang lemah lembut dalam menjawab berbagai pertanyaan sekalipun itu menyudutkan agamanya. Sesekali penulis menggunakan ayat al-qur‟an untuk menguatkan jawaban Charlotte terhadap keraguan ajaran Islam. Seperti saat menjawab pertanyaan Charlotte mengenai konsep pemimpin, selama ini non muslim menganggap bahwa konsep pemimpin itu penguasa, anggapan inilah yang berusaha diluruskan oleh Lale bahwa pemimpin berarti pelindung dan penanggung jawab terhadap perempuan dalam rumah tangga. Islam telah memberikan porsi nya masing-masing terhadap perempuan dan laki-laki 6
Megawangi Ratna, Membiarkan berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, h.153
83
dalam rumah tangga begitupun hak-haknya, jadi anggapan yang selama ini berkembang bahwa institusi perkawinan justru mengekang perempuan itu salah. Isu tersebut merupakan propaganda dan tentunya tanpa menelaah data empiris mengenai berapa persen suami muslim yang melakukan penyiksaan terhadap istrinya. Hal ini dikarenakan mereka tidak dapat membedakan kategori pria seperti apa yang mempunyai sifat brutal terhdap istrinya dan pria yang bersikap baik terhadap istrinya.7 3) Pertentangan pandangan mengenai hukum waris Masih berada di sungai spree tempat mereka menghabiskan waktu untuk bercerita dan bertukar pikiran, charlotte yang memang sangat penasaran mengenai kebenaran seputar ajaran Islam terutama kedudukan perempuan kali ini menanyakan seputar hukum waris kepada lale seperti kutipan teks berikut ini: “Aku pernah mendengar dari mentorku bahwa hukum waris Islam menggariskan bahwa bagian perempuan setengah dari bagian laki-laki. Apakah itu benar? Jika iya tentu ini aturan yang kurang adil kan?” Kutipan teks tersebut semakin jelas menggambarkan bahwa charlotte memang memiliki pandangan seperti feminisme teologi dimana feminisme teologi memang mempermasalahkan mengapa hanya pria yang diberikan hak untuk menjadi imam sholat dan menyuarakan azan , mengapa wanita hanya mendapatkan harta warisan setengah dari pria, mengapa kesaksian seorang pria disetarakan dengan dua orang wanita dan sebagainya. Tentu saja hal tersebut berkembang tanpa ada yang 7
Megawangi Ratna, Membiarkan berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, h.153
84
menelusuri lebih jauh alasan pembagian laki-laki lebih besar. Mereka hanya berkesimpulan bahwa sosok wanita dalam agama Islam memang sering ditafsirkan sebagai makhluk yang lebih rendah kedudukannya dibanding pria sehingga harus diubah aturannya. Jawaban lale mengenai pertanyaan charlotte seputar hukum waris yang dituliskan oleh ajaran agama Islam seperti teks dibawah ini: “Dalam Islam memang mengatur pembagian hak waris kepada laki-laki lebih besar dibanding pembagian kepada perempuan. Namun bagian perempuan untuk dirinya sendiri, sedangkan bagian waris laki-laki untuk dinafkahkan kepada seluruh keluarganya. Adil bukan hanya tergantung dari besaran. Adil itu proposionalitas dilihat dari aspek kebutuhannya.” Melalui Lale penulis seperti ingi menjelaskan bagaimana sebenarnya Islam mengatur hak pembagian waris. Disini dijelaskan bahwa pembagian hak waris laki-laki lebih besar dikarenakan laki-laki merupakan kepala keluarga sehingga wajib menafkahkan hartanya kepada seluruh keluarganya sedangkan wanita hanya untuk dirinya sendiri. Pembagian harta waris dalam Islam memang telah begitu jelas diatur dalam al-qur‟an yaitu pada surat an-nisa. Allah dengan segala rahmat-Nya, telah memberikan pedoman dalam mengarahkan manusia dalam hal pembagian harta warisan. Pembagian harta ini pun bertujuan agar di antara manusia yang ditinggalkan tidak terjadi perselisihan dalam membagikan harta waris. Perempuan memang hanya mendapatkan setengah dari bagian laki-laki, hal ini dikarenakan lelaki dibebankan tanggung jawab untuk memberikan nafkah keluarga dan membebaskan wanita dari kewajiban tersebut. Hanya aturan waris dalam Islamlah yang
85
sanggup menjamin hak seluruh ahli waris, menjaga kehormatan dan sesuai dengan hati nurani manusia. 4) pertentangan pandangan mengenai poligami Semenjak kedatangan lale ke berlin, charlotte memang selalu menemaninya kemanapun termasuk ke masjid. Siang itu seusai charlotte mengajak lale mengelilingi kampusnya lale meminta charlotte untuk menemaninya ke sebuah masjid untuk melakukan sholat zhuhur. Charlotte yang semula tidak mau mengunjungi masjid kini menjadi sangat senang sekali bisa menemani saudaranya itu untuk melakukan ibadah di masjid alfalah. Hal itu dikarenakan charlotte mulai merasakan ketenangan dan kedamaian yang luar biasa setiap kali berada di masjid. Sesampainya dimasjid al-falah lale langsung melaksanakan solat zuhur sedangkan charlotte duduk terdiam memandangi punggung jamaah yang sedang menjalankan ibadahnya. Setelah lale selesai sholat charlotte kembali menyakan perihal ajaran agama
Islam
yang masih mengganjal
dipikirannya hal tersebut digambarkan oleh pengarang sebagai berikut: Seusai shalat, lale melirik sebuah Al-Qur‟an yang tersusun rapi disebuah
bookcase
yang
terletak
disisi
ruangan.
Ia
kemudian
mengambilnya dan kembali bersama charlotte. Hal tersebut mengingatkan charlotte kepada pertanyaan yang selama ini ia ingin tanyakan kepada lale mengenai al-qur‟an yang memperbolehkan untuk melakukan poligami seperti dibawah ini: “Benarkah al-qur‟an mendorong perkawinanya untuk melakukan poligami?”
kaum
muslim
dalam
86
“Bukankah ada ayat-ayat di dalam Al-Qur‟an yang melegalisasi poligami?” Charlotte
mempertanyakan
kebenaran
bahwa
Al-qur‟an
melegalisasi poligami kepada Lale. Menurutnya, poligami merupakan sebuah penghianatan terhadap perempuan dan menjadi sebuah kritikan yang paling populer dari kelompok feminis. Inilah yang menjadi salah satu alasan para feminis untuk menolak institusi pernikahan. Menurut feminisme teologi, perempuan memiliki hak untuk menolak poligami meskipun poligami dibolehkan dalam ajaran Islam. Pada alur ini Lale menjabarkan mengenai jawaban dari pertanyaan charlotte seputar poligami dengan sedikit menceritakan asal-usul diperbolehkannya poligami seperti kutipan dibawah ini. “Sebelum agama Islam hadir, ditanah arab, di Mekkah, Madinah bahkan diseluruh penjuru bumi poligami sudah ada. Pada saat itu raja-raja memiliki gundik dan selir yang jumlahnya bisa tak terbatas. Bahkan bukan hanya dikalangan raja atau bangsawan, orang biasa pun banyak yang mempraktikan poligami. Termasuk pada peradaban nomaden. Dikalangan mayarakat biasa pun perempuan dianggap seperti benda, seperti harta kekayaan yang dapat dibeli semaunya. Khusus di Mekkah sebelum Islam berkembang, laki-laki dapat mengawini 5,9,10 bahkan 20 perempuan. Mereka menganggap perempuan bagian dari benda dan harta, bahkan dapat diwariskan. Begitu rendahnya nilai dan posisi kaum perempuan saat itu.” “Namun setelah Islam hadir, Islam memberikan perempuan hak yang seimbang, adil dengan kaum pria. Islam hadir dengan membawa harapan bagi tegaknya keadilan. Perempuan bukan lagi dianggap sebagai benda, tapi lebih jauh. Ia adalah mitra kaum laki-laki. Perempuan telah menjadi subjek hukum. Rasulullah bersabda, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. Ini bukti bahwa perempuan memiliki hak mencari ilmu dan kesempatan meraih pendidikan yang sama dengan kaum laki-laki.” Lale menjawab pertanyaan Charlotte mengenai poligami dan ia membenarkan bahwa dalam agama Islam memang menghalalkan tindakan
87
poligami. Poligami memang merupakan salah satu kritikan yang paling populer terhadap Islam. Banyak pihak-pihak yang menggunakan isu ini untuk mendeskreditkan Islam dan menerbitkan stigma bahwa Islam sebagai pelopor poligami. Kritikan itu bersumber dari pemahaman yang bias sehingga timbullah berbagai fitnah, propaganda sesat. Lale juga menjelaskan dengan bercerita mengenai keadaan perempuan sebelum agama Islam hadir.
Poligami memang terkesan menjadi suatu kritikan untuk agama Islam. Hal ini dikarenakan diperbolehkannya poligami dalam agama Islam seperti yang tertulis dalam surat an-nisa ayat 3 : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan (yatim), maka kawinilah apa yang kamu senangi dari wanita-wanita (lain): dua-dua, tiga-tiga atau empat-empat. Lalu, jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja, atau budak-budak wanita yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.S. An-Nisa 4: 3 ).
Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi pada ayat di atas yakni, ayat ini tidak membuat peraturan baru tentang poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh penganut berbagai syariat agama dan adat istiadat masyarakat. Ia tidak juga menganjurkan apalagi mewajibkanya. Ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami bagi orangorang dengan kondisi tertentu. Itu pun diakhiri dengan anjuran untuk bermonogami dengan firman-Nya: “Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
88
Lale yang mewakili feminisme Islam juga menjelaskan bagaimana hak perempuan setelah Islam hadir, perempuan tidak lagi dianggap sebagai benda melainkan sebagai mitra kaum laki-laki. Meskipun dalam Islam menghalalkan poligami, tetapi bukan berarti tidak ada syarat yang harus dipenuhi oleh laki-laki. Hal seperti inilah yang tidak diketahui oleh para feminis non muslim. Pada Kalimat tersebut dijelaskan bahwa Islam juga menjadikan laki-laki dan perempuan sebagai mitra, maksudnya adalah saling melengkapi. Pengarang juga menggunakan ayat yang menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam mencari ilmu dan meraih pendidikan yang sama. Penulis mencoba menampilkan pertentangan yang terjadi antara aliran feminis teologi yakni Charlotte dengan Lale yang beraliran feminisme Islam. Mulai dari pertanyaan mengenai kedudukan perempuan, hak waris dan poligami yang dihalalkan dalam Islam. Setiap pertanyaan Charlote digambarkan seakan-akan pandangan non Islam terhadap ajaran agama Islam sangat buruk, hal ini terjadi karena mereka hanya mendengar dari satu pihak tanpa mencari tahu kebenarannya terlebih dahulu. Mereka menganggap bahwa agama sering ditafsirkan dengan menggunakan ideologi patriarkat yang menyudutkan wanita sehingga harus diubah strukturnya agar tercipta keadilan gender atau persamaan dengan laki-laki. Hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam yang menganggap laki-laki dan perempuan merupakan makhluk yang sama dimata Allah dan harusnya
89
bermitra untuk saling melengkapi agar terciptanya kehidupan yang harmonis. 5) Konflik memuncak (klimaks), Bagian ini merupakan puncak permasalahan yang dihadapi tokoh. Dibagian ini pula, tokoh dihadapkan dalam penentuan nasib yang dialaminya. Keberhasilan atau kegagalan biasanya menjadi penentuan nasib tokoh. Pada novel Ratu yang Bersujud, puncak konfliknya terjadi pada saat Charlotte memantapkan hatinya untuk masuk Islam. Diceritakan bahwa batinnya merasakan ketenangan setelah mempelajari agama Islam yang sebenarnya. Terlebih ketika ia mengetahui bahwa agama Islam ternyata sangat memuliakan kaum perempuan. Namun orangtua nya sangat kecewa terhadap keputusannya tersebut yang mengakibatkan charlotte diusir dari rumahnya oleh ayahnya yang sangat menentang ajaran agama Islam. a. Keputusan Charlotte untuk memeluk agama Islam Sudah dari azan zuhur, charlotte menemani lale dimasjid al-falah dan tidak terasa azan ashar sudah berkumandang pertanda lale harus segera menunaikan solat asharnya dan itu berarti charlotte harus menunggu lale selesai solat untuk meneruskan obrolannya kembali. Charlotte menatap lale dan jamaah lainnya dengan penuh kerinduan, sebuah kerinduan untuk dapat bersama-sama mendirikan sholat. Charlotte tersenyum melihatnya, perasaan sejuk menyentuh sanubarinya. Seketika ada perasaan yang begitu kuat yang mendorong charlotte untuk mengikuti gerakan mereka, bersujud.
90
Perlahan namun pasti dengan kemantapan hatinya ia pun bersujud. Batinnya merasakan ketenangan. Ia merasa seperti terlahir kembali dan terbebas dari belenggu kesesatan yang gelap. Setelah lama ia bersujud dan terbangun lalu menghirup udara masjid yang penuh berkah sedalamdalamnya ia seperti mendapatkan hidayah dan memutuskan untuk menerima Islam dalam hidupnya. Hal tersebut dituliskan oleh pengarang dalam teks berikut ini: “Sudah kuputuskan, aku akan menerima Islam dalam hidupku” Pada bagian ini digambarkan Charlotte yang telah yakin dengan kemantapan hatinya untuk memeluk agama Islam. Dengan segala konflik yang dialaminya akhirnya Charlotte yakin bahwa Islam adalah agama yang benar. Melalui berbagai perdebatan pendapat yang terjadi dengan Lale, Charlotte akhirnya tahu bahwa selama ini ia telah melakukan kesalahan yakni menuduh Islam sebagai agama yang merendahkan perempuan. Namun kini ia sadar bahwa agama Islam sangat memuliakan perempuan itulah yang memantapkan hatinya untuk memeluk agama Islam. Disini terlihat tahapan Charlotte yang semula menentang agama Islam berubah haluan menjadi mempercayai agama Islam meskipun banyak yang menentangnya termasuk keluarganya. Setelah masuk Islam pengarang mengubah namanya menjadi Chadijah Maryam. Sebuah nama yang diberikan oleh imam masjid yang membantunya mengucapkan kalimat syahadat sebagai tanda bahwa sekarang chadijah sudah beragamakan Islam.
91
Sepulangnya dari masjid, chadijah tidak langsung memberitahukan kepada orangtuanya perihal agama yang telah ia yakini saat ini. Ia masih menyembunyikannya kepada orangtuanya. Lale yang selama ini tinggal dirumah chadijah pun terpaksa harus berpamitan dikarenakan ia harus bergabung bersama teman-teman universitasnya untuk koordinasi lebih jauh. Hal tersebut membuat chadijah takut untuk langkah selanjutnya yakni membertihukan kepada orangtuanya mengenai agama yang ia yakini karena jika lale pergi berarti tidak ada yang akan membelanya. Namun rahasia
ini
tidak
bisa
terus
disimpan
karena
chadijah
harus
memberitahukan orangtuanya agar ia pun lega meskipun dia tahu orangtuanya akan sangat marah kepadanya jika mengetahui yang sebenarnya. Dengan keberaniannya chadijah akhrnya memberitahukan kepada kedua orangtuanya perihal ia yang telah memeluk agama Islam. Namun hal tersebut merupakan sebuah kabar buruk untuk ayahnya dan membuat ayahnya marah besar seperti kutipan teks berikut ini: “Verdaammm !! kenapa kau tidak beragama seperti orang-orang terhormat? Dasar sial! Kenapa harus kau peluk agama para budak itu?” Penulis menggambarkan ayah Chadijah yang sangat kecewa dengan keputusannya masuk agama Islam. Ayahnya menampar bahkan menendang dan meludahi Chadijah, luapan kemarahan yang begitu besar terhadap Chadijah. Dia tidak percaya kedatangan Lale memberikan pengaruh kepada Charlotte untuk masuk Islam. Begitupun ibunya, kekecewaan dan kesedihan akan ditinggalkan bercampur, karena ayahnya mengusir Charlotte dari rumahnya.
92
Tidak hanya perlakuan kasar dari ayah dan ibunya, Charlotte pun mendapatkan perlakuan kasar dari teman-temannya. Ketika Charlotte diusir dari rumahnya, dan menuju rumah temannya untuk menginap, di tengah jalan ia dicegat oleh teman-teman feminisnya dan dibawa ke sebuah hutan gelap. Disana Charlotte pun disiksa ditengah derasnya hujan. Pengarang menggambarkan hal tersebut dengan kutipan teks dibawah ini: “Kawan-kawan, kalian siap mengadilinya?” tanya Joana dengan suara lantang. ”Menjadi muslim adalah suatu bentuk penghinaan terhadap kaum perempuan! Dan perempuan bodoh ini sudah tersihir untuk melakukannya.” “Saat dikomunitas, kau selalu terdepan. Mengajak kami menuju nasib baik, membanggakan kaum perempuan. Kini kau seperti serigala berbulu domba. Memakai kerudung dan menjadi muslim. itu konyol!” “Berapa banyak perempuan menderita di tanah Arab. Mereka diinjak-injak oleh kaum lelaki, dijadikan budak nafsu, dipaksa menutup kepalanya dengan kain jelek yang terlihat konyol! Berapa banyak kaum perempuan terpenjara atas perintah agama yang bodoh itu, dikoleksi seperti hewan ternak. Dan kini kau menjadi salah satu bagian dari komunitas terbelakang itu!” Chadijah terus mendapat perlakuan buruk dari temannya. Temantemannya seolah-olah ingin menyadarkan bahwa keputusan chadijah menjadi muslim merupakan keptusan yang salah. Mereka menilai bahwa agama
yang telah
diyakini
chadijah
sangat
mendeskriminasikan
perempuan dan membuat perempuan terpenjara dalam perintah-perintah agama. Aliran feminis teologi yang mereka anut memang sangat membenci perintah-perintah agama yang terkesan mejadikan wanita sebagai makhluk kedua dan budak laki-laki. Sehingga bukan hanya
93
chadijah yang dihina tetapi al-qur‟an yang sedari tadi ia pegang pun dirampas dan dirobek bahkan dihina. Penulis menggambarkan siksaan yang terjadi pada chadijah setelah dia masuk Islam, disini dijelaskan bahwa chadijah tidak mendapatkan hak untuk bebas memilih agama apa yang ia yakini. Teman kelompok feminisnya memang menyuarakan hak-hak perempuan agar setara dengan laki-laki tetapi tidak untuk hak memeluk agama yang diyakininya terutama agama Islam karena mereka menganggap masuk agama Islam merupakan suatu penghinaan untuk perempuan. Pada bagian ini juga , penulis ingin menggambarkan bahwa aliran feminisme teologi mengganggap al-qur‟an adalah sebagai sumber ajaran agama Islam yang memerintahkan perempuan untuk tunduk dengan lakilaki sehingga mereka menghina bahkan ingin mengubah struktur yang terdapat dalam al-qur‟an. Mereka juga menganggap bahwa semua penafsir agama dan penulis fiqih tentang wanita adalah pria.8 6) Penyelesaian (ending), Bagian ini biasanya menjelaskan bagaimana nasib tokoh setelah mengalami tunning point. Setelah mendapatkan berbagai perlakuan tidak menyenangkan dari teman dan keluarganya Charlotte tidak pernah menyesal dengan keputusannya memeluk agama Islam. Karena ia yakin Allah tidak buta dan akan terus bersama dengannya.
8
Megawangi Ratna, Membiarkan berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, h.152
94
Pada bagian ending ini menceritakan seminar yang direncanakan oleh kelompok feminis tiba. Dalam seminar tersebut hadir prof.angelica selaku mentor yang akan mengkritik ajaran agama Islam dalam memposisikan perempuan. Selain itu hadir pula pembicara utama dan lale termasuk chadijah yang sudah siap akan meluruskan berbagai pandangan yang menyimpang dalam ajaran agama Islam. Ketika prof Angelica diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya, ia memandang audiens dengan tatapan tajam, angkuh, dan percaya diri . Ia menganggap kini saatnya menyebarkan pemikirannya ke antero dunia. Ia seolah merasa sudah menang dan benar apa yang selama ini ia pahami. Tepuk tangan riuh mengawali performa prof angelica yang dianggap sebagai pahlawan dan inspirator kaum feminis jerman. “Saudara-saudara ada hal yang perlu kita soroti dalam persoalan gender ini. Dimensi teologi gender masih belum banyak dibicarakan. Padahal, persepsi masyarakat terhadap gender banyak bersumber dari tradisi keagamaan.” Prof angelica berusaha menggiring audiens kepada latar belakang pemikirannya. “Ketimpangan peran sosial berdasarkan gender merupakan sebuah divine creation, segalanya bersumber dari Tuhan. Jadi, sesungguhnya agama adalah lembaga yang paling bersalah terhadap keterpurukan nasib perempuan. Dalam tradisi agama-agama besar telah terjadi justifikasi terhadap faham patriarki. Menjadikan perempuan sebagai warga kelas tiga. Kemudian lahirlah istilah misoginy, bahwa perempuan adalah sumber malapetaka. Muncul anggapan bahwa hawa adalah penghasut adam. Yahudi, Kristen, dan Islam melegalisasi hal ini.” Prof angelica terus menggebu-gebu, menjelaskan bahwa agama adalah sumber malapetaka bagi perempuan. “Lihatlah aturan agama yang menekankan agar perempuan diam dirumah, mengurus anak. Memakai hijab dan menutup kesempatan memperoleh pendidikan. Itu semua betul-betul konyol.” “Begitu rendahkah kaum perempuan?tidak, kita ini kaum terhormat. Tapi agama yang telah menempatkan perempuan dalam kondisi hina sehingga ada beberapa hal dari agama yang perlu kita tinjau ulang
95
dan kita tinggalkan. Tidak seluruhnya, karena didalamnya ada hal yang bermanfaat juga.” Pada bagian ending ini, penulis memunculkan pertentangan yang terjadi antara prof.angelika yang beraliran feminis teologi dengan chadijah yang saat itu sudah menjadi bagian dari kubu lale yang berpehaman feminis Islam. Prof.angelika dengan tegas mengatakan bahwa penindasan yang dialami oleh perempuan bersumber dari ajaran agama sehingga perlu ditinjau ulang bahkan ditinggalkan. Prof.angelika menyuarakan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan tidak harus selalu mengurus anak dirumah. Serta tidak perlu memakai penutup kepala karena itu merupakan sebuah pengekangan terhadap perempuan. Kaum muslim yang hadir merasa agama mereka secara teroganisir telah diserang dan dijadikan sasaran propaganda. Ada sesuatu yang memang direncanakan oleh oihak-pihak dibelakang penyelenggaraan seminar tersebut yang ingin menyebarkan stigma buruk terhadap agama. Namun lale tetap merasa tenang dan tidak terpancing emosi karena ia memang sudah mempersiapkan diri untuk hal itu. Penulis memang menggambarkan sosok lale sebagai wanita muslimah yang berwibawa dan selalu sabar dalam menjawab dan menghadapi berbagai tindakan yang tidak menyenangkan dari kaum feminisme tersebut. Hal tersebut tergambar dari teks dibawah ini: Tiba saatnya lale diberikan kesempatan untuk menanggapi apa yang disampaikan oleh prof.Angelica. Ia berjalan menuju podium dengan sangat wibawa sebagai seorang muslimah. Ia siap meluncurkan gagasannya,
pendapatnya
berdasarkan
apa
yang
diyakininya.
96
Prof.Angelica tersenyum sinis, merendahkan, meski sebenarnya ia penasaran dengan apa yang ingin disampaikan oleh lale . “Saya ingin menjawab berbagai tuduhan Prof. Angelica, berkaitan dengan aspek theology gender. Beliau mengatakan bahwa agama telah menjadi inspirasi bahwa perempuan adalah sumber malapetaka, tentu ini berkaitan dengan peristiwa turunnya Adam as. Al-qur‟an menjawab, Bismillahirrahmanirrahim. Kemudia syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: „Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kaum pohon (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa? Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari syurga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula...” “Ini membuktikan bahwa anda menggeneralisir persoalan dan tidak melakukan kajian lebih jauh. Islam memberikan umatnya hak untuk menuntut ilmu karena menuntut ilmu wajib hukumnya, baik dia seorang muslim laki-laki ataupun perempuan. Islam memberikan hak waris kaum perempuan, tidak ada teks kitab suci atau aturan lembaga mapan di zaman dulu yang memberikan hak waris sebagaimana Islam. Islam memberikan hak individu dan sipil. Dan, Islam memberikan hak perempuan untuk menggugat. Saya memohon kepada anda semua untuk dapat secara objektif melihat dan menelaah dengan jujur. Beri kamu kesempatan untuk menjelaskan, kelak kita akan dapat saling memahami. Terima kasih.” Dari teks diatas digambarkan bahwa lale menjawab segala tuduhan prof.Angelica
menggunakan
ayat
al-qur‟an.
Disini
juga
penulis
menjelaskan bahwa feminis non Islam yang diwakili oleh prof.Angelica tidak melakukan kajian lebih jauh terhadap Islam sehingga munculah paham yang menganggap bahwa Islam merendahkan kaum perempuan. Tidak hanya itu, lale juga menjelaskan dengan terperinci bagaimana Islam mengatur hak waris yang sebelumnya tidak ada dan memberikan hak kepada wanita untuk menuntut ilmu dan meraih pendidikan yang sama dengan laki-laki. sehingga apa yang disampaikan oleh prof.angelica dan komunitasnya tersebut mengenai kedudukan perempuan dalam Islam tidak benar.
97
Mendengar pendapat lale tersebut prof.Angelica tampak merah padam wajahnya, ia yang bergelar profesor dikritik habis-habisan oleh seorang gadis belia. Hal ini berarti tidak menjamin seorang profesor selalu berkata benar dan tidak menjamin seorang gadis belia keliru dalam berpandangan. Tidak
hanya
lale,
charlotte
pun
ingin
menyampaikan
pandangannya terhadap Islam dari sudut pandang mualaf. Charlotte yang semula berada di kubu prof angelica sudah mengetahui strategi apa saja yang akan digunakan oleh profesor tersebut untuk menjatuhkan ajaran agama Islam, sehingga menurutnya ia perlu membantu lale untuk meluruskan apa yang selama ini berkembang dalam komunitas feminisme tersebut. Beberapa kali charlotte mengancungkan tangannya agar terpilih untuk menyampaikan pandangannya namun tidak digubris sama sekali oleh moderator. Hal itu dikarenakan sang moderator takut akan terbentuk arus pandang Islami yang akan menggugat tema besar seminar sehingga akan mengganggu tujuan utama dalam merangkum hasil seminar. Namun chadijah tetap mengangkat tanganya berusaha untuk mendapatkan giliran untuk sekedaar berbicara mengenai pandangannya. Ternyata usahanya tidak sia-sia, seorang pakar pengamat civil society dari universitas Oxford yakni sir Albert Londonn yang seharusnya mendapat kesempatan untuk berbicara melihat chadijah yang sedari tadi terus mengankat tangannya dan menyerahkan kesempatannya tersebut. Dengan penuh pertimbangan akhirnya moderator mempersilahkan chadijah maju dan mengutarakan pandangannya. Charlotte sangat senang diberikan kesempatan berbicara
98
oleh sir Albert Lonndon, dengan
semangat dia menyampaikan
pendapatnya, hal tersebut tergambar dalam teks berikut: “Selamat siang semuanya, Assalamualaikum bagi kaum muslim, dan salam sejahtera untuk kita semua. Perkenalkan, nama saya Chadijah maryam, saya adalah seorang mualaf, sebutan bagi orang yang telah menerima Islam. Saya sangat menghargai Sir Albert Lonndon, yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk menyampaikan beberapa hal. Semoga Allah menyayangi anda.” “Saya akan menyampaikan petikan dari terjemahan ayat al-qur‟an sebagai argumen yang tidak akan terpatahkan, bahwa Islam telah meletakkan kesetaraan dan keadilan pada tempat yang demikian tinggi. Dengan tetap mengakui perbedaan alami, entitas, serta identitas umat manusia itu sendiri.” “Bismillahirrahmanirrahim, Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu kaum yang berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal. “Sahabat-sahabatku, saya tidak akan panjang lebar lagi. Saya akan menutupnya dengan suatu kisah. Dulu saya adalah seorang feminis. Kami memiliki rasa sinis terhadap tuhan karena ia dipersonifikasikan dalam wujud laki-laki. Selalu digunakan kata “He” untuk menyebutnya. Sebuah maskulinitas. Itulah sebabnya, sebagian dari kami beranggapan Tuhan hanya diciptakan oleh kaum pria untuk memperbudak kami.” “Tapi Islam tidak mengenal Tuhan yang seperti itu. Tuhan kami Maha absolute, Maha adil, berbeda dari makhluknya. Bahasa arab yang digunakan Al-qur‟an memiliki keseimbangan gramatikal atau tata bahasa, dengan menyatakan „Allah‟ sebagai nama tertinggi tuhan adalah kata ganti maskulin. Tetapi kata untuk esensi tuhan yang ilahiah dan tak terjangkau „Al-Dzat‟ adalah feminin.” Chadijah dengan bangga menceritakan pengalamannya kepada seluruh peserta seminar. Kini ia bukan lagi charlotte yang menentang ajaran agama Islam karena merendahkan perempuan, melainkan chadijah yang memahami bahwa Islam merupakan agama yang sangat memuliakan wanita.
99
Penulis ingin menjelaskan ending dari cerita ini adalah pemahaman yang dijelaskan oleh charlotte dan lale dapat diterima oleh semua pihak. Walaupun terjadi perdebatan namun charlotte maupun lale dapat menjelaskan pemahaman mereka dengan jelas. Dengan menggunakan alqur‟an sebagai landasan, mereka dengan yakin menjelaskan bahwa yang terjadi selama ini merupakan propaganda dari pihak tertentu untuk menyerang agama Islam tanpa mengkaji lebih dalam. Mereka membantah pemikiran-pemikiran
yang
mengatakan
bahwa
agama
Islam
mendeskriminasikan perempuan seperti, bagaimana sebenarnya hak waris dalam Islam, hak untuk mendapatkan pendidikan dalam Islam dan hak sipil. Di akhir cerita dituliskan bahwa prof.angelica dengan muka memerahnya mulai bisa menerima bahwa dia memang bersalah tidak mengkaji lebih dalam mengenai ajaran agama Islam. Teman-teman chadijah pun bernasib sama dengan mentornya, mereka hanya bisa tersipu malu dan diam seribu bahasa. Di akhir cerita novel ini juga dijelaskan bahwa setelah mengalami proses panjang akhirnya orangtua chadijah dapat menerima Islam sebagai keyakinan anaknya tersebut, bahkan mereka pun mengikuti jejak chadijah yakni menjadi seorang mualaf. Novel ini menggambarkan mengenai pertentangan antar ideologi feminis. Pertentangan itu terjadi antara feminis teologi dengan feminis Islam yang digambarkan melalui pemikiran tokoh dalam novel tersebut. Baik feminis teologi maupun feminis Islam sama-sama mengaggap bahwa ideologinya memiliki kebenaran. Namun dalam novel ini pada akhirnya
100
mengacu pada satu ideologi feminis yang dianggap benar yakni feminis Islam. Feminis Islam disini digambarkan sebagai aliran yang meluruskan apa yang dianggap salah mengenai ajaran Islam. Kerancuan feminis teologi terhadap ajaran Islam dapat terjawab dengan gamblang. Namun penulis novel ini memandang bahwa novel ini dalam memunculkan konfliknya lebih menonjolkan feminis liberal namun setelah diteliti ternyata novel ini lebih mengacu pada feminis teologi yang memang meminjam isu pada feminis liberal. Feminis liberal memiliki tujuan utama memperjuangkan aspirasi perempuan agar dapat ikut menentukan kebijakan publik dan memiliki kebebasan dalam hidupnya, namun dalam novel ini diceritakan bahwa permasalahan perempuan lahir karena ajaran agama Islam yang mengekang potensi kaum perempuan. Sedangkan pada dasarnya peneliti melihat bahwa penulis ingin menonjolkan feminis Islam. Hal tersebut tergambar dalam dialog dan cara bercerita yang disampaikan oleh penulis serta akhir cerita yang menjelaskan bahwa charlotte dan keluarganya yang semula meragukan Islam,
kini
menggunakan
menjadi
mualaf.
klaim-klaim
yang
Penulis
menceritakannya
dianggapnya
merupakan
dengan suatu
pembenaran mengenai feminis. B. Interpretasi Novel
merupakan medium komunikasi yang seringkali mengangkat
fenomena yang terjadi di msyarakat. Sebagai medium komunikasi novel juga memiliki peran untuk mempengaruhi pikiran pembacanya. Hal ini dikarenakan
101
peran penulis (komunikator) dalam mengelola pesan yang disampaikan sedemikian rupa kepada pembaca (komunikan) sehingga dapat menimbulkan sebuah efek. Efek ini bisa berupa opini publik, mempengaruhi pikiran masyarakat dan membuat mereka melakukan suatu tindakan karena didalam sebuah novel cerita yang disampaikan mengandung suatu pesan yang diharapkan dapat mepengaruhi tidak hanya pemikiran, tapi juga sikap dan perilaku pembacanya. Media komunikasi bukan hanya terpaku pada media komunikasi massa seperti pada umumnya berupa televisi, radio, dan koran saja. Karya sastra juga merupakan media untuk mengkomunikasikan ide atau gagasan si pencipta kepada khalayak luas. Pencipta karya sastra bisa menuangkan saran, sindiran, atau informasi lainnya sesuai dengan peristiwa yang biasanya sedang hangat dibicarakan. Novel merupakan salah satu karya sastra yang dapat dijadikan media komunikasi, karena penyajian pesan komunikasinya dengan cara menumpangkan pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak. Kita dapat mengetahui pesan dari novel tersebut dari amanat, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Seperti halnya novel Ratu Yang Bersujud, novel ini menggambarkan konflik ideologi yang terjadi antar feminis teologi dengan feminis Islam. Feminis teologi menyatakan bahwa agama Islam ditafsirkan dengan memakai ideologi patriarkat yang menyudutkan wanita. Sedangkan feminis Islam menyatakan bahwa agama Islam menentang budaya patriarkal dan interpretasi patriarkal terhadap ayat-ayat Qur‟an tertentu. Akan tetapi novel ini tidak hanya menyajikan dua ideologi tersebut, namun juga menceritakan bagaimana pandangan ideologis
102
deri feminis liberal dan radikal. Pertentangan antar ideologi feminis merupakan sebuah permasalahan yang jarang diangkat oleh penulis lainnya. Salah satu perdebatan yang digambarkan dalam novel ini yakni mengenai persoalan poligami, hijab, kedudukan perempuan dalam Islam dan hak waris. Perempuan yang menggunakan hijab dipandangan feminis teologi tidak dapat berekspresi dan itu akan membuatnya terkekang dan jauh dari kesan modern (tertinggal). Berbeda dengan pandangan feminis Islam yang menurutnya hijab justru merupakan suatu pembebasan, yakni pembebasan dari ketergantungan kosmetik dan pembebasan jiwa dari rantai-rantai duniawi. Hijab juga dianggap sebagai simbol yang diberikan oleh Allah sebagai suatu bentuk penghormatan terhadap wanita. Perdebatan lainnya yaitu tentang poligami. Feminis teologi memandang bahwa poligami merupakan pengkianatan terhadap perempuan dan menurutnya al-qur‟an telah melegalkan tindakan tersebut. Hal tersebut ditepis oleh feminis Islam yang mengatakan bahwa poligami dalam Islam memang dibolehkan namun tidak dianjurkan apalagi diwajibkan. Dalam melakukan poligami pun dibolehkan hanya dalam kondisi tertentu dan tentunya harus dapat bersikap adil, jika merasa tidak bisa bersikap adil maka dianjurkan untuk tidak berpoligami. Pertentangan lainnya adalah mengenai kedudukan perempuan dalam Islam dan hak waris. Feminisme teologi beranggapan bahwa ajaran agama Islam yang menyatakan bahwa laki-laki memimpin wanita merupakan ajaran yang dapat mengekang wanita karena mereka mengartikan memimpin sebagai yang mendominasi atau memerintah kaum wanita. Sedangkan menurut feminis Islam, konsep pemimpin dalam Islam bukanlah penguasa tapi pelayan, pelindung, dan
103
penanggung jawab. Agar perempuan dilayani oleh laki-laki secara terhormat. Laki-laki, memimpin dalam urusan rumah tangga berupa perlindungan dan tanggung jawab. Istri diserahi urusan administrasi dan harmonisasi rumah tangga sehingga pembagian peran sudah terjadi dan begitu indah didalam konsep Islam.
Untuk hak waris, feminis teologi beranggapan bahwa Islam tidak adil terhadap wanita karena hanya mendapatkan setengah dari pembagian untuk lakilaki. Lain halnya dengan feminis Islam yang menyatakan bahwa dalam Islam memang mengatur pembagian hak waris kepada laki-laki lebih besar dibanding pembagian kepada perempuan. Namun bagian perempuan untuk dirinya sendiri, sedangkan bagian waris laki-laki untuk dinafkahkan kepada seluruh keluarganya. Adil bukan hanya tergantung dari besaran. Adil itu proposionalitas dilihat dari aspek kebutuhannya. Pertentangan antara ideologi feminis ini dimunculkan melalui tokoh dalam cerita. Seperti tokoh Charlotte yang disimbolkan sebagai wanita yang mewakili kelompok feminis teologi yang memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap Islam. Charlotte digambarkan sebagai tokoh yang memiliki keberanian untuk menentang segala hal yang dapat merugikan hak-hak perempuan termasuk menentang
ajaran
agama
Islam
karena
dinilai
sebagai
agama
yang
menyengsarakan perempuan tanpa terlebih dahulu mempelajari mengenai agama Islam. Selain itu tokoh Charlote muncul sebagai perempuan teologi feminis yang menginginkan kesetaran gender dengan mencari pembenaran agama bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Pada level praktisnya perempuan perlu diberdayakan dengan kesadaran penuh untuk bangkit merebut kekuasaan.
104
Para teolog feminis yang berkembang dalam Islam adalah mereka yang mencari konteks dan latar belakang ayat-ayat Al-Qur‟an dan Hadis yang berkenaan dengan wanita. Tujuannya adalah untuk membantah penafsiran dan fiqih yang dianggap bisa merugikan wanita. Para teolog feminis menolak penafsiran bahwa hawa diciptakan dari tulang rusuk adam.9 Tokoh kedua yang dimunculkan yaitu sosok Lale yang disimbolkan sebagai wanita muslimah yang hadir untuk meluruskan mengenai sudut padang yang salah mengenai ajaran Islam. Lale digambarkan sebagai sosok wanita yang santun, lemah lembut dan modern. Hal tersebut seperti ingin menjelaskan bahwa wanita muslimah tidak seperti yang selama ini dibicarakan yakni bodoh, dan ketinggalan zaman, melainkan wanita muslimah digambarkan sebagai sosok yang cerdas, santun, dapat mengikuti perkembangan zaman tanpa harus melepas hijabnya dan tetap berpegang pada paradigma ajaran agama Islam. Seperti halnya perspektif aliran feminis Islam, yakni perempuan memperjuangkan hak-haknya, walaupun sebenarnya bukan untuk diperjuangkan melainkan untuk diluruskan sebagaimana yang sudah tertulis dalam Al-Qur‟an. Novel ini tidak sekedar menyajikan pententangan antara ideologis fenimis yang digambarkan dengan munculnya konflik dalam dialog atau teks, namun penulis juga meluruskan perbedaan antara kedua pandangan dengan tokoh lale yang merupakan seorang muslim. Misalnya ketika penulis bercerita tentang konsep pemimpin dalam Islam yang dianggap bukan hanya sebagai penguasa tapi pelayan, pelindung, dan penanggung jawab agar perempuan dilayani oleh laki-laki
9
Megawangi Ratna, Membiarkan berbeda? Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, h.150157
105
secara terhormat. Penulis menganggap laki-laki memimpin dalam urusan rumah tangga dengan memberikan perlindungan dan tanggung jawab. Istri diserahi urusan administrasi dan harmonisasi rumah tangga sehingga pembagian peran sudah terjadi dan begitu indah didalam konsep Islam. Namun untuk pembagian hak waris, Islam memang mengatur pembagian hak waris kepada laki-laki lebih besar dibanding pembagian kepada perempuan. Akan tetapi bagian perempuan untuk dirinya sendiri, sedangkan bagian waris laki-laki untuk dinafkahkan kepada seluruh keluarganya. Adil bukan hanya tergantung dari besaran. Adil itu proposionalitas dilihat dari aspek kebutuhannya. Dari pertentangan ideologi yang dimunculkan oleh penulis dalam novel RYB, teori konstruksi realitas melihat bahwa penulis ingin mengkonstruksi realitas sosial mengenai feminis melalui realitas simbolik yang disampaikan dalam novel tersebut melalui simbol yang disajikan melalui tokoh cerita. Tidak hanya melalui tokoh, penelitian ini juga menemukan bahwa makna feminisme yang ingin disampaikan dibangun melalui melalui tokoh maupun setting dan alur bercerita. Dengan demikian feminisme yang muncul sebagai realitas simbolik yang coba disampaikan oleh penulis kepada pembacanya merupakan hasil konstruksi penulis tentang makna feminis , yang dalam hal ini adalah penguatan makna feminis Islam. Selain melalui simbol pada penokohan, cara bercerita penulis juga dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk menunjukkan klaim-klaim kebenaran. Cara bercerita yang disampaikan oleh penulis terkesan mengklaim bahwa apa yang ia gambarkan adalah suatu realitas yang terjadi dalam masyarakat, penulis juga seperti memojokkan satu pihak yang dianggapnya salah dan pihak lainnya
106
ditonjolkan karena dianggap benar. Penulis mengklaim bahwa apa yang disampaikannya merupakan suatu kebenaran mengenai feminis. Dari perspektif komunikasi, pesan yang muncul dalam proses komunikasi dipengaruhi oleh bagaimana dan siapa dibalik pesan. Dalam hal ini pesan yang muncul dalam novel RYB dipengaruhi oleh siapa penulis novel dan bagaimana cara pandangnya terhadap feminisme. Dalam novel RYB penulis mengangkat pertentangan ideologi feminis teologi dan Islam, namun penulis berpendapat bahwa feminisme
merupakan omong kosong. Begitu pula dengan konsep
patriarki dan tidak relevan jika dikaitkan dengan Islam karena dalam Islam keadilan yang diperjuangkan dan dijunjung adalah keadilan Universal, bukan keadilan sekelompok, segolongan, ras, jenis kelamin, suku bangsa, dll. Menurut penulis Islam telah meletakkan keadilan pada tingkat yang tertinggi. Seperti yang termaktub dalam QS Al Hujurat 13, yang telah mengakui berbagai entitas di dunia ini dan QS At Taubah 71, yang menyatakan bahwa Muslim laki-laki dan Muslimah Perempuan adalah awliya/partner/mitra/sejajar dalam berbuat baik, menyeru kepada hal yang baik dan mencegah dalam hal yang mungkar, bertaqwa kepada Allah SWT. Islam mendorong kerjasama itu, Islam mendorong untuk berbagai entitas saling mengenal dan menghargai. Artinya kerjasama merupakan hal yang wajib bagi muslim dan muslimah. laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda, bukan untuk saling menjatuhkan, namun untuk saling melengkapi, untuk menjadi awliya-bekerja sama. Allah SWT telah memberikan potensi yang unik dan berbeda tersebut untuk menciptakan harmoni, bukan perpecahan. Sehingga tak perlu adanya gerakan feminisme.
107
Penulis menghadirkan pertentangan mengenai ideologi feminis teologi dengan Islam melalui dialog yang disampaikan tokoh, penulis menjadikan cara tersebut untuk memframe realitas tentang feminis. Dalam novel ini terlihat penulis lebih memihak kepada ideologi Islam dalam memandang perempuan Hal tersebut dapat dilihat dalam alur dan dialog yang disampaikan serta akhir cerita yang mengisahkan charlotte dan keluarganya memutuskan untuk menjadi mualaf meskipun awalnya mereka sangat menentang agama Islam. Seperti Dalam novel ini juga ditemukan bahwa Penulis nampak dengan jelas menunjukkan keseimbangan melalui dialog yang berisi klaim-klaim kebenaran. Hal ini seperti yang dijelaskan todorov bahwa teks mempunyai susunan atau struktur dari awal hingga akhir dan dimulai dengan keseimbangan. Struktur narasi tersebut terbagi menjadi lima bagian dan dimulai dari adanya keseimbangan yang kemudian terganggu oleh adanya permasalahan.10 Keseimbangan yang berusaha dimunculkan terlihat ketika novel ini menceritakan bagian pertama, Pada bagian ini situasi masih normal, tertib dan seimbang antar satu sama lainnya. Hanya dijelaskan bagaimana karakter dan pola pikir charlotte dan lale serta menceritakan hubungan antar tokoh antara satu dengan yang lainnya. kedua, awal perselisihan konflik dimana mulai dimunculkan bagian-bagian yang menimbulkan masalah. Ini bisa berupa tindakan atau hadirnya tokoh yang merusak keseimbangan atau keteraturan. Dalam novel hal tersebut dijelaskan dengan kehadiran sosok lale yang dapat menjawab segala keraguan charlotte mengenai ajaran agama Islam dalam mempersoalkan wanita.
10
Eriyanto, Analisis Naratif, (Jakarta; kencana 2013)h.46
108
Ketiga, menuju konflik, pada bagian ini permasalahan semakin meningkat dan dampaknya mulai dirasakan. Bagian ini digambarkan dengan terjawabnya segala keraguan charlotte terhadap ajaran agama Islam melalui lale dan menimbulkan kejenuhan charlotte dengan kelompok feminisnya sehingga dia memutuskan untuk keluar dari keanggotaan feminis yang selama ini telah ia perjuangkan. Keempat, puncak permasalahan yang dihadapi tokoh semakin besar dan penentuan nasib tokoh. Puncak permaslahan dalam cerita novel ini adalah charlotte yang setelah keluar dari keanggotaan feminisnya ia semakin yakin bahwa sebenarnya Islam sangat memuliakan wanita dan memutuskan untuk menjadi mualaf. Konflik yang terjadi tidak hanya dialami oleh charlotte dengan teman-teman kelompok dan mentornya saja melainkan kepada orangtuanya yang sangat kecewa pada putusannya tersebut. Hal tersebut menimbulkan tindakan yang tidak menyenangkan kepada charlotte. Kelima, penyelesaian pada tahap ini menjelaskan bagaimana nasib tokoh setelah mengalami permasalahan yang meningkat dan keseimbangan dan keteraturan berhasil dipulihkan. Akhir dari cerita ini adalah charlotte yang berganti nama menjadi chadijah tetap pada pendiriannya yakni menjadi mualaf setelah melewati berbagai tindakan yang tidak menyenangkan baik berupa fisik maupun perkataan. Selain keyakinan nya terhadap Islam yang memperkuat dirinya, sosok lale yang merupakan saudaranya juga terus membantu chadijah ketika sedang mengalami tindakan yang tidak menyenangkan. Dijelaskan pula bahwa mentor dan teman-teman kelompok feminisnya tidak dapat berkata apa-apa ketika chadijah dan charlotte menjelaskan bagaimana sebenarnya Islam memuliakan wanita, kedua orangtua chadijah pun akhirnya memutuskan untuk mengikuti chadijah yakni menjadi mualaf. Hal ini
109
menggambarkan bahwa konflik yang terjadi telah selesai, nasib tokoh pun telah dijelaskan dan keseimbangan berhasil dipulihkan kembali . Dalam gambaran diatas tampak bahwa dalam narasi peristiwa dilihat tidak datar (flat), sebaliknya terdiri atas berbagai bagian. Menurut Todorov,pembuat narasi tidak hanya memilih pristiwa yang dipandang penting tetapi juga menyusun peristiwa tersebut kedalam babak atau tahapan tertentu. Tahapan atau struktur narasi tersebut adalah cara pembuat narasi dalam menghadirkan peristiwa kepada khalayak. Oleh karena itu peristiwa tidak dilihat secara acak, tetapi tersusun lewat suatu struktur atau tahapan tertentu11 Dalam novel ini penulis ingin menyampaikan klaim-klaim kebenarannya mengenai feminis melalui struktur narasi. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa teks dilihat sebagai rangkaian peristiwa, logika dan tata urutan peristiwa, bagian dari peristiwa yang dipilih dan dibuang. Teks merupakan rangkaian peristiwa yang disusun melalui hubungan sebab-akibat dalam ruang waktu tertentu. Teks pada dasarnya adalah penggabungan berbagai peristiwa menjadi satu jalinan cerita oleh karena itu titik sentral dalam analisis naratif adalah mengetahui bagaimana peristiwa disusun dan jalinan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain.12
Selain alur dan dialog, pemilihan setting juga dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk mengklaim kebenaran. Penulis memilih Jerman sebagai settingnya dikarenakan demografinya dipengaruhi oleh keberadaan Muslim Turki yang jumlahnya sangat besar, disamping etnis Muslim lain yang berasal dari 11
Eriyanto, Analisis Naratif, (Jakarta; kencana 2013)h.45-46
12
Eriyanto, Analisis Naratif, (Jakarta; kencana 2013)h.15
110
Afganistan, Albania, Bosnia, Arab-Palestina, Iran, dll cukup mewarnai demografi Jerman. Hal ini tentunya akan menghasilkan interaksi yang sangat menarik, antara Muslim dengan non Muslim dalam semua aspek kehidupan. Menurut penulis, gerakan kaum Feminis tidak murni dari Jerman. Justru Inggris, Belanda dan Perancis, di sanalah embrio Feminisme lahir. Namun penulis hanya ingin menjadikan Jerman sebagai representasi topik Islamopobhia dalam novel RYB. Karena kini gerakan Feminisme telah menggurita di seluruh dunia termasuk Jerman, dan konflik dengan beragam bentuknya sangat mungkin terjadi.
Kemudian, penulis memilih Eropa atau
Jerman khususnya ingin
menyampaikan bahwa Islam itu tidak hanya identik dengan timur tengah dan pesantren. Nadi kehidupan Islam dengan berbagai dinamikanya juga bisa didapatkan di tempat-tempat lain. Bahkan kita ingin, menggali lebih jauh lagi kehidupan Islam di Eropa. Dalam hal ini Jerman, sebagai representasi dari novel RYB. Selain itu, ada juga pesan penting yang ingin disampaikan bahwa sebenarnya permasalahan yang dialami oleh kaum Perempuan sehingga melahirkan Feminisme, itu bukan berasal dari dunia Islam atau dunia timur jauh. justru permasalahan itu lahir dari rahim eropa sendiri, sehingga tidak perlu menawarkan solusi kepada Islam dan negeri jauh (negara dunia ke 3) dengan Feminisme yang jelas-jelas lahir di Eropa.
Lahirnya gerakan feminis berawal dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan di eksploitasikan, tidak hanya itu gerakan ini muncul karena dalam masyarakat kaum laki-laki lebih mendominasi diberbagai aspek dan
111
adanya pensubordinasian perempuan, perlakuan seperti ini yang menimbulkan perempuan berkumpul dan membuat aksi sehingga melahirkan gerakan feminis. Menjelang abad ke-19, feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapatkan perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Lahirnya pergerakan tersebut dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Kata feminisme untuk yang pertama kalinya dikreasikan oleh aktivis sosialis Utopis yaitu Charles Fourirer pada tahun 1837. Pergerakan ini pindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak publikasi Jhon Stuart Mill, perjuangannya menandai kelahiran feminis gelombang pertama.13 Gelombang pertama gerakan feminisme berkembang di Amerika pada awal 19 atau abad 20, gerakan ini semula difokuskan untuk mendapatkan hak untuk memilih. Akan tetapi setelah hak-hak itu diperoleh pada tahun 1920, gerakan ini sempat tenggelam dan muncul kembali pada tahun 1960-an dengan dipelopori oleh Betty Friedan. Dan menerbitkan bukunya yang berjudul, The Feminine Mystique (1963). Gerakan ini sempat mengejutkan masyarakat, karena mampu memberikan kesadaran baru, terutama bagi kaum perempuan, bahwa peran-peran tradisional selama ini ternyata menempatkan mereka dalam posisi yang tidak menguntungkan , yaitu subordinasi dan menganalisasi perempuan.14 Pada gelombang pertama dalam sejarah kelahiran feminisme yang menjadi fokus perjuangan kalangan perempuan adalah penghapusan diksriminasi, pada masa ini
13
Ngudi Asuti, Feminisme Muslimah Existensi Perempuan dalam Pentas Politik & Penegakan Peradaban Islam (Jakarta; Media Bangsa, 2010), h.1
14
Abdul Muttaqim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarki (Yogyakarta: Sabda Persada, 2003), h.20
112
terdapat enam aliran feminisme yaitu; Feminisme Liberal, Feminisme Utopia, Feminisme Marxis, Feminisme Psikoanalisis dan Feminisme Radikal.15 Perkembangan gelombang kedua setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang ditandai dengan lahirnya negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan Eropa. hal ini yang menjadi lahirnya feminisme gelombang kedua pada tahun 1960-an, tujuan politik feminisme terfokus pada penentuan perempuan agar sedrajat dengan laki-laki. Puncak dari perkembangan pada gelombang kedua ini adalah keikut sertaan perempuan dalam parlemen. Pada tahun ini merupakan awal perempuan mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut serta secara langsung ranah politik.16 Feminisme tumbuh sebagai suatu gerakan sekaligus pendekatan yang berusaha merombak struktur yang ada karena dianggap telah mengakibatkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Pendekatan feminisme berusaha merombak cara pandang kita terhadap terhadap dunia dan berbagai aspek kehidupannya.17 Adapun konsep gender, menurut feminisme, bukanlah suatu sifat yang kodrati atau alami, tetapi merupakan hasil konstruksi sosial dan kultural yang telah berproses sepanjang sejarah manusia. Umpamanya bahwa perempuan itu lembut, emosional, hanya cocok mengambil peran domestic, sementara lelaki itu
15
Ngudi Astuti, Feminisme MuslimahExistensi Perempuan dalam Pentas Politik & Penegakan Peradaban Islam, (Jakarta; Media Bangsa, 2010), h.3-4
16
Ngudi Astuti, Feminisme MuslimahExistensi Perempuan dalam Pentas Politik & Penegakan Peradaban Islam, (Jakarta; Media Bangsa, 2010), h.4
17
Nugroho,Riant, Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya di Indonesia (Jakarta:pustaka pelajar, 2008) h. 61-62
113
kuat, rasional, layak berperan di sector public. Disini, ajaran agama diletakkan dalam posisi sebagai salah satu pembangunan konstruksi sosial dan kultural tersebut. Melalui proses panjang. Konsep gender tersebut akhirnya dianggap sebagai ketentuan Tuhan. Maksudnya, seolah-olah bersifat biologis dan kodrati yang tak bisa diubah-ubah lagi .18 Feminisme terdiri dari berbagai macam namun pada dasarnya pemikiran mereka sama yakni memperjuangkan hak-hak perempuan agar dapat setara dengan laki-laki bahkan saat ini cenderung ingin berada diatas laki-laki. feminis itu terdiri dari Feminisme Liberal yang beranggapan bahwa ketertindasan dan keterbelakangan yang terjadi pada perempuan disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Mereka beranggapan bahwa sebagai perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing didunia dalam kerangka “persaingan bebas” dan punya kedudukan setara dengan laki-laki. Berbeda dengan feminisme liberal, feminisme radikal menganggap ketertindasan yang dialami oleh perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Feminisme teologi muncul dikarenakan agama-agama seperti Islam, kristen dan yahudi sering ditafsirkan dengan memakai ideologi patriarkat yang menyudutkan wanita. Tujuan mereka adalah merubah struktural agar keadilan gender dan keadilan sosial dapat tercipta.
Feminisme teologi mencari
pembenaran agama bahwa tidak ada perubahan mendasar antara laki-laki dan perempuan.
18
http://iniaiyya.blogspot.com/2012/09/makalah-feminisme-dalam-pandangan-Islam_21.html diakses pada hari Selasa 22 Oktober 2013, pukul 14.20
114
Feminisme Islam muncul untuk meluruskan pandangan feminisme teologi dan feminis lainnya. Tidak dapat dipungkiri agama Islam memang sering disalah artikan, contohnya saja dalam hal poligami. Mereka yang bukan beragamakan Islam menganggap ajaran agama Islam yang memperbolehkan untuk poligami merupakan suatu ajaran yang dapat menyengsarakan wanita sehingga harus dihapuskan. Mereka yang mencemooh agama Islam biasanya hanya mendapatkan informasi setengah-setengah sehingga belum mencari tahu kebenarannya seperti apa. Disinilah peran feminisme Islam, agar apa yang mereka fikirkan mengenai Islam dapat mengetahui kebenarannya. Meskipun dalam Islam sendiri pandangan mengenai feminis itu tidak dibenarkan karena dianggap tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama Islam. Dalam ajaran agama Islam kedudukan laki-laki dengan perempuan tidak timpang sebelah melainkan laki-laki dan wanita dijadikan sebagai mitra atau pelengkap dalam menyerukan kebaikan. artinya kerjasama merupakan hal yang wajib bagi muslim dan muslimah. laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda, bukan untuk saling menjatuhkan, namun untuk saling melengkapi, untuk menjadi awliya-bekerja sama. Allah SWT telah memberikan potensi yang unik dan berbeda tersebut untuk menciptakan harmoni, bukan perpecahan. Menurut pandangan Islam sendiri gerakan feminis yang semula hanya menuntut hak-hak wanita diberikan sama dengan pria telah berubah menjadi gerakan yang ingin mendominasi kaum laki-laki untuk mendapatkan pengakuan dan kedudukan yang lebih tinggi, hal itulah yang dianggap sebagai acuan utama para penggerak feminis.
115
Seperti tujuan penulis membuat novel RYB yakni sebagai bentuk keprihatinan terhadap gerakan kaum feminis yang telah menyebar dan mendarah daging di negeri-negeri muslim. Yang telah menunjukkan pola adanya upaya sistematis untuk merusak tatanan keluarga, agama, sosial dan budaya. Untuk melepaskan fitrah perempuan, kodrat suci kaum perempuan agar menerima identitas baru dalam gender yang telah ditetapkan oleh Feminisme. Bahwa gender/peran sosial yang terpola pada gerakan kaum feminis menuntut perempuan dibebaskan dari identitas, dan nilai-nilai keluarga, agama, sosial dan budaya.
Karena menurut kaum feminis, gender tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin. Gender hanyalah dibangun dari persepsi sosial, steorotipe atau konstruk sosial. Dalam perspektif gender feminisme, seorang lelaki boleh melakukan peran perempuan, atau menganggap dirinya perempuan begitu pula sebaliknya, semua tergantung dari persepsi bebas diri sendiri, hal inilah yang mendorong distorsi identitas dan orientasi homoseksual. Sehingga seorang perempuan tidak wajib menikah, memiliki anak, mengurus rumah tangga, dan lain sebagainya. Perempuan harus menjadi mandiri, dan dianggap maju atau berdaya apabila memiliki indikator ekonomi yang baik. Seorang ibu rumah tangga tak akan dianggap berdaya dalam pemahaman kaum feminis. Hal ini cukup berbahaya bagi pembangunan identitas manusia di masa depan. Bisa jadi pranata keluarga dan sosial akan hancur. Nilai-nilai agama akan ditinggalkan. Dan terciptalah manusia-manusia tanpa identitas yang rapuh.
Penulis mencoba menyampaikan makna melalui tokoh Charlotte yakni tokoh yang selalu berusaha memaksimalkan potensinya sebagai manusia untuk
116
mencari kebenaran meskipun harus melalui berbagai macam konflik dan dengan menggunakan segenap dayanya, yaitu Akal pikiran dan Hati yang bersih, ia memperoleh kebenaran. Bahwa Islam adalah bukan sekedar agama yang rasional saja, juga bukan agama yang mistis saja. Islam adalah jalan yang lurus, dalam Islam antara Akal dan Hati akan menemukan jembatannya. Bahwa dalam Islam kebenaran hakiki dapat dicapai justru dengan memaksimalkan segala potensi yang ada pada diri manusia.
Sedangkan tokoh Lale yakni Seorang akademisi yang memiliki semangat untuk mensyiarkan keindahan ajaran dan nilai Islam, di manapun ia berada. Melalui tokoh Lale, penulis berharap dapat mendorong para muslimah untuk percaya diri dan berani berdialog, tentang Islam. Baik mulai di lingkungan terkecil, lingkungan yang lebih besar, bahkan dunia internasional. Melalui tokoh Lale penulis juga berharap agar para pembaca dapat memegang teguh tali agamanya, kendati terkadang lingkungan di sekitar kita penuh dengan kejahiliyahan.
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Novel ini membicarakan mengenai pertentangan ideologi antar feminis yang disimbolkan melalui tokoh dalam cerita. Selain melalui simbol pada penokohan, cara bercerita penulis juga dapat dikatakan sebagai suatu cara untuk menunjukkan klaim-klaim kebenaran. Cara bercerita yang disampaikan oleh penulis terkesan mengklaim bahwa apa yang ia gambarkan adalah suatu realitas yang terjadi dalam masyarakat. Penulis mengklaim bahwa apa
yang
disampaikannya merupakan suatu kebenaran mengenai feminis. Tidak hanya melalui tokoh dan cara bercerita penulis, penelitian ini juga menemukan bahwa makna feminisme yang ingin disampaikan dibangun melalui setting dan alur bercerita. Dengan demikian feminisme yang muncul sebagai realitas simbolik yang coba disampaikan oleh penulis kepada pembacanya merupakan hasil kontruksi penulis tentang makna feminis , yang dalam hal ini adalah penguatan makna feminis Islam. Dari perspektif komunikasi, pesan yang muncul dalam proses komunikasi dipengaruhi oleh bagaimana dan siapa dibalik pesan. Dalam hal ini pesan yang muncul dalam novel RYB dipengaruhi oleh siapa penulis novel dan bagaimana cara pandangnya terhadap feminisme. B. SARAN 1. Penulis novel sebaiknya dapat mengkaji lebih dalam terlebih dahulu mengenai feminis sebelum menuangkannya kedalam cerita novel Ratu
117
118
yang Bersujud, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami isu gender. 2. Diharapkan Mahdavi dapat terus berdakwah melalui novel dan tetap mengangkat fenomena yang jarang diangkat oleh penulis lainnya tentunya dengan mengaji fenomena tersebut terlebih dahulu. 3. Para Generasi muda Muslim diharapkan dapat mensyiarkan dan mengkampanyekan nilai-nilai Islam
di lingkungan masyrakat. Sesuai
dengan kapasitas dan latar belakang profesi masing-masing dengan cara damai dan kreatif. 4. Semoga riset selanjutnya dapat melihat mengenai isu feminisme Islam lebih dalam lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ambary, Abdullah. Inti Sari Sastra Indonesia. Bandung: Djatmika, 1983. Amalia, Euis. Dkk. Pengantar Kajian Gender. Jakarta: Pusat Studi Wanita Syarif Hidayatullah, 2003. Astuti, Ngudi. Feminisme MuslimahExistensi Perempuan dalam Pentas Politik & Penegakan Peradaban Islam. Jakarta; Media Bangsa, 2010. Arivia, Gadis. Jurnal Perempuan:Pengetahuan Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2006. Arivia, Gadis. Feminisme:Sebuah Kata Hati. Jakarta: Kompas, 2006. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rhineka Cipta, 1998. Braston, Gill dan Stafford, Roy. The Media Student’s Book. London dan New York: Routledge 2003. DEPDIKNAS, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: SMPN 238 Jakarta 2006. Eriyanto. Analisis Naratif. Jakarta: Kencana, 2013. Faisal, Sanapiah. Format-format penelitian social. Jakarata: Rajawali Pers, 1992. Faqih, Mansour. Dkk. Posisi Kaum Perempuan Dalam Islam; Tinjauan dari Analisis Gender dalam Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam. Surabaya:Risalah Gusti, 2003. Gorys, Keraf. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT. Gramedia, 1986. Gorys, Keraf. Eksposisi. Jakarta: PT.Grasindo, 1995. Ilyas, Yuhanar. Feminisme dalam Kajian Tafsir al-Qur’an Klasik dan Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997. J.Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Rosdakarya, 2007.
Bandung: PT.Remaja
Kasman, Suff. Jurnalisme Universal; Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi Al Qalam Dalam Al-Qur’an. Jakarta: Teraju, 2004. Liliweri, Alo. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Lkis, 2003. Mulyana, Dedy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Muttaqim, Abdul. Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarki. Yogyakarta: Sabda Persada, 2003.
119
120
Megawangi, Ratna. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan, 1999. Mulyana, Deddy. Metodologi penelitian kuantitaif; paradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006. Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995. Nugroho, Rian. Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya di Indonesia. Jakarta:pustaka pelajar, 2008 Roudhonah. Ilmu Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Pers, 2007. T.O, Ihromi . Kajian Wanita Dalam Pembangunan. Indonesia, 1995. Uchjana Effendy, Onong. Karya, 1992.
Jakarta: Yayasan Obor
Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda
WEBSITE
http://happy-susanto-files.blogspot.com/2007/11/tafsir-agama-feminisme-dan-teori.html diakses pada hari Kamis 17 Oktober 2013, pukul 14.00 http://iniaiyya.blogspot.com/2012/09/makalah-feminisme-dalam-pandanganislam_21.html diakses pada hari Selasa 22 Oktober 2013, pukul 14.20 http://www.commongroundnews.org/article diakses pada hari sabtu tanggal 9 November 2013
Lampiran I Hasil Wawancara
1. Mengapa mengangkat tema seputar feminis? Jawaban: -Pokok Pemikiran. Pada prinsipnya tema besar yang diangkat dalam novel Ratu Yang Bersujud adalah mengenai “Kedudukan Perempuan dalam Islam”. Sedangkan kaum Feminis penulis posisikan sebagai sebagai subjek, Dan Charllotte Melati Neumuller merupakan representasi dari kaum feminis yang dimaksud. Tentu saja Feminisme yang menjadi ideologi kaum Feminis menjadi sangat terkait. Karena memang aktivitas kaum Feminis, paradigma, serta perspektifnya dalam memandang dunia merupakan pengejewantahan dari ideologi Feminisme. Di Novel Ratu Yang Bersujud, jika menganalogikan tema yang disampaikan dengan teori dialektika (Karl marx) „Tesis-Sintesa-Antitesa‟ dalam diri Charllotte sebagai aktivis kaum feminis maka akan didapat rumusan: Tesis-nya adalah: “Pengalaman buruk, kelam dan mengerikan dari sejarah kehidupan kaum perempuan di eropa pada abad pertengahan/abad kegelapan (Dark Ages) Dari dominasi kaum agamawan-bangsawan-laki-laki (Patriarki)” Perspektive Charllotte yang dipengaruhi oleh Prof. Angelica bahwa kaum perempuan harus dibebaskan dari lembaga agama, sosial dan budaya yang sangat diskriminatif terhadap kaum perempuan, membuatnya tertarik menjadi aktifis kaum feminis. b. Sintesa-nya adalah: Charllotte menjadi kaum feminis dengan pemahaman dan visi bahwa nilai-nilai dari lembaga agama, budaya dan sosial yang diskriminatif terhadap kaum perempuan harus dihapuskan. Dan ia, tanpa pengetahuan yang cukup, dengan sepihak telah menilai Islam adalah agama terburuk untuk kaum perempuan. Islam telah menjadi target perlawanannya. c. Anti Tesa-nya: Pertemuan dengan sepupunya Lale Sabitoglu sangat berpengaruh terhadap cara pandangnya terhadap Islam. Melalui berbagai diskusi yang panjang, akhirnya Charllotte memiliki pemahaman baru, terhadap nilai-nilai Islam yang sesungguhnya. Lalu pada tittik tertingginya ia menjadi seorang mualaf. Kemudian memiliki nama Islam „Chadija Maryam‟ a.
-Konklusi Sesungguhnya mengapa penulis mengangkat tema seputar “Kedudukan perempuan dalam Islam” juga Feminisme dan kaum Feminis. Dalam novel “Ratu
121
122
Yang Bersujud” Adalah sebuah kebutuhan, juga keresahan dari penulis untuk menyampaikan, mensyiarkan secara terang, kepada khalayak/publik/masyarakat bahwa sesungguhnya Islam telah memberikan derajat yang sangat tinggi kepada kaum Perempuan. Dalam semua aspek kehidupan, dalam semua bidang (Pendidikan, Sosial, Waris, Ekonomi, Politik dll) Seperti yang tercantum dalam QS Al Hujarat 13 bahwa Islam mengakui seluruh entitas, (Jenis kelamin, Ras, Suku Bangsa dll) dalam bingkai harmoni ke Taqwaan. Hal tersebut berarti juga bahwa penulis, berdasarkan hal di atas ingin melakukan Counter atau bantahan dari tuduhan-tuduhan kaum Feminis pada khususnya, dan propaganda negatif lainnya yang berkembang secara umum di dunia modern, bahwa Islam, adalah agama yang rasis dan diskriminatif. Semua itu sangat tidak benar. Tujuan lainnya adalah keprihatinan penulis terhadap gerakan kaum feminis yang telah menyebar dan mendarah daging di negeri-negeri muslim. Yang telah menunjukkan pola adanya upaya sistematis untuk merusak tatanan keluarga, agama, sosial dan budaya. Untuk melepaskan fitrah perempuan, kodrat suci kaum perempuan agar menerima identitas baru dalam gender yang telah ditetapkan oleh Feminisme. Bahwa gender/peran sosial yang terpola pada gerakan kaum feminis menuntut perempuan dibebaskan dari identitas, dan nilainilai keluarga, agama, sosial dan budaya. Karena menurut kaum feminis, gender tidak ada kaitannya dengan jenis kelamin. Gender hanyalah dibangun dari persepsi sosial, steorotipe atau konstruk sosial. Dalam perspektif gender feminisme, seorang lelaki boleh melakukan peran perempuan, atau menganggap dirinya perempuan begitu pula sebaliknya, semua tergantung dari persepsi bebas diri sendiri, hal inilah yang mendorong distorsi identitas dan orientasi homoseksual (naudzubillahi min dzalik). Sehingga seorang perempuan tidak wajib menikah, memiliki anak, mengurus rumah tangga, dan lain sebagainya. Perempuan harus menjadi mandiri, dan dianggap maju atau berdaya apabila memiliki indikator ekonomi yang baik (sangat materialistik). Seorang ibu rumah tangga tak akan dianggap berdaya dalam pemahaman kaum feminis. Hal ini cukup berbahaya bagi pembangunan identitas manusia di masa depan. Boleh jadi pranata keluarga dan sosial akan hancur. Nilai-nilai agama akan ditinggalkan. Dan terciptalah manusia-manusia tanpa identitas yang rapuh. Pada akhirnya Ratu Yang Bersujud adalah merupakan metafor, bahwa Ratu adalah status tertinggi yang disematkan kapada perempuan di muka bumi. Sedangkan bersujud Rasulullah SAW bersabda, saat yang paling dekat antara hamba dan Tuhan adalah saat bersujud. Sehingga di sini penulis ingin memanggil kembali (Recall) kesadaran para Muslimah terhadap identitasnya, bahwa jika mereka bersujud, menghamba dengan totalitas dan rasa cinta kepada Allah SWT, maka di sisi Tuhan ia akan ditinggikan, diangkat derajatnya layaknya seorang
123
Ratu. Spirit itu yang ingin dibagi juga melalu chapter: “Hijab adalah kemerdekaan” Hijab adalah pembebasan, sebagai bentuk identitas Muslimah yang paripurna. Kemudian juga, penulis ingin membangun kesadaran bersama bagi generasi muda Muslim untuk ikut mensyiarkan, mengkampanyekan nilai-nilai Islam kepada lingkungan kita. Sesuai dengan kapasitas, dan latar belakang/profesi kita masing-masing, dengan cara yang damai, simpatik, kreatif, dan efektif. Contohnya penulis, dengan metode-pendekatan (approach) Novel, penulis yang tentunya kapasitasnya bukan sebagai seorang Ustadz, Kyai, scholar dalam bidang agama, artinya sangat terbatas kapasitasnya. Penulis menulis tema Islami dalam novel, agar nilai-nilai Islam melalui novel RYB dapat mudah dipahami, dicerna oleh mereka yang awam, mereka yang skeptis, generasi muda kita remaja dan semua kalangan.
2. Mengapa memilih German sebagai settingnya, apakah dikarenakan disana memang terdapat konflik seperti yang penulis gambarkan dalam novel RYB? Jawaban: Yang cukup menarik dari Jerman adalah demografinya. Tentu negeranegara seperti Inggris dan Perancis juga memiliki demografi yang unik, beragam. Namun penulis memilih Jerman karena demografinya dipengaruhi oleh keberadaan oleh Muslim Turki yang jumlahnya sangat besar, disamping etnis Muslim lain yang berasal dari Afganistan, Albania, Bosnia, Chechnya, ArabPalestina, Iran, dll cukup mewarnai demografi Jerman. Hal ini tentunya akan menghasilkan interaksi yang sangat menarik, antara Muslim dengan non Muslim dalam semua aspek kehidupan. Di Jerman pula banyak sekali tokoh yang sangat mempengaruhi jalannya peradaban. Di bidang pergerakan ada, Marthin Luther, (reformasi Gereja) John Calvin. Di bidang musik ada Mozzart, Beethoven. Di bidang sastra nama besar John Wolfgang Goethe (Inspirator Marthin Luther, dan seorang sastrawan yang dekat dengan Islam), di bidang pemikiran ada Hegel, Karl Marx. Di bidang teknologi ada nama Albert Einstein. Kemudian ada nama Mayer Rotschild, sebagai tokoh perbankan dibalik berbagai revolusi, baik revolusi Bhoselvik di Rusia dan juga gerakan pencerahan Enlightmen di Perancis, bahkan gerakan Nazi. Lalu di masa perang dunia 2 ada Adolf Hitler, dan masih sangat banyak sekali tokoh. Maksud penulis, bahwa Jerman ini merupakan laboratorium peradaban Eropa yang komplit menjelang era modern. Sebenarnya gerakan kaum Feminis, tidak murni dari Jerman. Justru Inggris, Belanda dan Perancis, di sanalah embrio Feminisme lahir. Namun penulis
124
hanya ingin menjadikan Jerman sebagai representasi topik Islamopobhia dalam novel RYB. Karena kini gerakan Feminisme telah menggurita di seluruh dunia termasuk Jerman, dan konflik dengan beragam bentuknya sangat mungkin terjadi. Kemudian, penulis memilih Eropa, Jerman khususnya ingin menyampaikan bahwa Islam itu tidak hanya identik dengan timur tengah dan pesantren. Nadi kehidupan Islam dengan berbagai dinamikanya juga bisa didapatkan di tempat-tempat lain. Bahkan kita ingin, menggali lebih jauh lagi kehidupan Islam di Eropa. Dalam hal ini Jerman, sebagai representasi dari novel RYB. Ada juga pesan yang penting yang ingin disampaikan bahwa sebenarnya permasalahan yang dialami oleh kaum Perempuan sehingga melahirkan Feminisme, itu bukan berasal dari dunia Islam atau dunia timur jauh. justru permasalahan itu lahir dari rahim eropa sendiri, sehingga tidak perlu menawarkan solusi kepada Islam dan negeri jauh (negara dunia ke 3) dengan Feminisme yang jelas-jelas lahir di Eropa. 3. Bagaimana penulis memandang feminis dan patriarki? - Tentang Feminisme Feminisme telah menimbulkan kerusakan parah. Tak ada hubungan yang lebih fundamental, tapi halus, di masyarakat selain hubungan antara pria dan wanita. Padanya keluarga, sel darah merah masyarakat, bersandar. Tak ada orang yang memperhatikan kepentingan masyarakat yang mau mencoba memecah-belah pria dan wanita. Tapi kebohongan bahwa pria mengeksploitasi wanita telah menjadi opini resmi. Menurut Henry Makow Phd. Pria mencintai wanita. Insting pertamanya adalah memelihara (“husband”) (arti kata husbandry adalah pertanian/peternakan/pemeliharaan sumber daya—penj) dan melihatnya tumbuh. Ketika bahagia, wanita tampak cantik. Tentu, beberapa pria bersifat kasar. Tapi mayoritas menopang dan menuntun keluarga mereka selama bermileniummilenium. Sebagian pendapat penulis tentang feminisme, telah disampaikan pada jawaban atas pertanyaan pertama. - Feminisme dalam Islam Saya sepakat dengan pakar Kristologi. Hj. Irena Handono yang mengatakan bahwa Islam datang membebaskan perempuan. Islam hadir sebagai ideologi pembaharuan terhadap budaya-budaya, terhadap paham-paham disktriminatif, doktrin-doktrin gereja yang menindas perempuan dan kemudian mengubah status perempuan secara drastis. Tidak lagi sebagai second creation (mahluk kedua setelah laki-laki) atau penyebab dosa. Justru Islam mengangkat derajat perempuan sebagai sesama hamba Allah seperti halnya laki-laki.
125
Bagi penulis Feminisme dan Patriarki itu hanyalah hasil dari kegalauan peradaban eropa dalam menentukan sikapnya terhadap kaum perempuan dan lakilaki. Pengalaman buruk, dan kelam serta ketidakadilan bukan saja terhadap kaum perempuan namun juga secara keseluruhan, di Eropa. Disanalah lahir Feminisme dan isme-isem lainnya (Liberalisme, Marxisme, Komunisme dll). Persoalan perempuan tidak berakar dari Islam. Sangat tidak relevan jika mengkaitkan nilai Islam dengan ketidak adilan. Mungkin dalam lembaga sosial-budaya di belahan dunia lain ada persoalan diskriminasi dan ketidakadilan seperti di India misalnya, terhadap kaum perempuan. Tapi tidak dalam Islam, Islam telah memberikan solusi bagi tiap permasalahan. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana Feminisme dalam Islam? Bagi penulis Feminisme dalam Islam itu tidak ada, atau omong kosong lugasnya. Begitu pula dengan konsep patriarki, tidak relevan jika dikaitkan dengan Islam. Karena dalam Islam keadilan yang diperjuangkan dan dijunjung adalah keadilan Universal, bukan keadilan sekelompok, segolongan, ras, jenis kelamin, suku bangsa, dll. Islam telah meletakkan keadilan pada tingkat yang tertinggi. Seperti yang termaktub dalam QS Al Hujurat 13, yang telah mengakui berbagai entitas di dunia ini dan QS At Taubah 71, yang menyatakan bahwa Muslim laki-laki dan Muslimah Perempuan adalah awliya/partner/mitra/sejajar dalam berbuat baik, menyeru kepada hal yang baik dan mencegah dalam hal yang mungkar, berTaqwa kepada Allah SWT. Islam mendorong kerjasama itu, Islam mendorong untuk berbagai entitas saling mengenal dan menghargai. Artinya kerjasama merupakan hal yang wajib bagi muslim dan muslimah. laki-laki dan perempuan diciptakan berbeda, bukan untuk saling menjatuhkan, namun untuk saling melengkapi, untuk menjadi awliya-bekerja sama. Allah SWT telah memberikan potensi yang unik dan berbeda tersebut untuk menciptakan harmoni, bukan perpecahan. Tak perlu feminisme. 3. Dalam novel RYB ini feminis apa yang ingin penulis tonjolkan? Sebenarnya penulis tidak bermaksud menonjolkan salah satu mahzab dalam pemikiran Feminisme. Penulis hanya ingin mendeskripsikan tuduhan dan propaganda negatif dari feminisme dan berbagai macam isme di dunia modern terhadap Islam/Islamophobia. Memang betul, Charllotte dan rekan-rekannya tergabung dalam kaum Feminis Liberal, yang dipimpin oleh Prof Angelica. Yang memiliki tujuan utama memperjuangkan aspirasi perempuan agar dapat ikut menentukan kebijakan publik di Jerman. Namun ternyata dalam berbagai aksinya seringkali, kaum feminis liberal ini memakai cara-cara radikal seperti yang dilakukan Feminisme Radikal, yang memiliki pemahaman perlunya gerakan separatisme antara laki-laki dan perempuan. Seolah mereka benar-benar ingin memusnahkan kaum laki-laki dalam kampanyenya, dan memisahkan perempuan dari keterikatan dengan kaum laki-laki.
126
Belum lagi pandangan Prof Angelica tentang teologi gender. Bahwa permasalahan perempuan bersumber dari agama. Di sini terkesan seolah Feminisme Liberal ini meminjam isu yang dipakai oleh Feminisme Postkolonial, yang menjadikan ras, dan agama sebagai isu utama. Belum lagi para Feminis Liberal itu juga memiliki kecenderungan meminjam isu perjuangan Feminisme Post Modern yang menolak ototritas laki-laki dan Feminisme Marxis tentang eksploitasi perempuan di bidang ekonomi dan rumah tangga. Memang agak sulit menentukan prioritas, atau memberikan klasifikasi Mahzab dari arah perjuangan kaum Feminis yang rancu dan absurd. Dan inilah yang ingin penulis sampaikan bahwa terjadi kerancuan sendiri di antara kaum feminis dalam menentukan isu di permukaan. Bahwa sebenarnya tidak penting perbedaan mahzab dalam Feminisme, mereka adalah anak kandung yang sama. Propaganda di publik saja yang dibuat sedemikian rupa untuk memberikan warna dalam gerakan feminisme. Namun ada satu hal yang pasti bahwa Feminisme ini dikendalikan untuk merusak pranata keluarga, agama, sosial dan budaya. Sehingga untuk memilih atau menonjolkan kelompok Feminis secara ideologis, tidak. Tapi untuk menonjolkan secara entitas penulis memilih “Feminisme Liberal” sebagai pemain di novel Ratu Yang Bersujud. Ini terkait juga dengan Jerman yang menjadi anggota uni eropa dan memiliki kecenderungan semakin Liberal di era modern ini. Pasca persatuan Jerman barat dan timur. 4. Apa yang ingin disampaikan kepada para pembaca dalam novel RYB ? Banyak yang ingin disampaikan sebenarnya. Beberapa diantaranya seperti banyak hal yang telah penulis paparkan pada berbagai jawaban di atas. Namun penulis secara prinsipil melalui novel Ratu Yang Bersujud juga ingin menyampaikan dan mengajak kepada para pembaca, dan penulis sendiri bahwa, “marilah kita „memeluk‟ Al Qur‟an dan Sunah nabi SAW, suatu saat dalam impian penulis, In Shaa Allah Al Qur‟an dan Sunah akan menjadi jiwa kita, menjadi sumber daya ruh kita, sehingga kita akan berjalan, melangkah, menatap, mendengar, berbicara, dan bergerak dengan Al Qur‟an.” Penulis juga ingin menyampaikan melalui novel RYB, ada tiga metafor yang ingin penulis curahkan melalui 3 karakter utama: 1. Charllotte Melati Neumuller: tokoh yang selalu berusaha memaksimalkan potensinya sebagai manusia untuk mencari kebenaran, maka dengan menggunakan segenap dayanya, yaitu Akal pikiran dan Hati yang bersih, ia memperoleh kebenaran. Message: Bahwa Islam adalah bukan sekedar agama yang rasional saja, juga bukan agama yang mistis saja. Islam adalah jalan yang lurus, dalam
127
Islam antara Akal dan Hati akan menemukan jembatannya. Bahwa dalam Islam kebenaran hakiki dapat dicapai justru dengan memaksimalkan segala potensi yang ada pada diri manusia. 2. Lale Sabitoglu: Seorang akademisi yang memiliki semangat untuk mensyiarkan keindahan ajaran dan nilai Islam, di manapun ia berada. Message: Melalui tokoh Lale, penulis berharap dapat mendorong para muslimah untuk percaya diri dan berani berdialog, tentang Islam. Baik mulai di lingkungan terkecil, lingkungan yang lebih besar, bahkan dunia internasional. Melalui tokoh Lale penulis juga berharap agar para pembaca dapat memegang teguh tali agamanya, kendati terkadang lingkungan di sekitar kita penuh dengan kejahiliyahan. 3. Hamada: Seorang pemuda yang sangat mencintai Islam dan umat Islam. Sehingga hidupnya ia dedikasikan untuk kemajuan umat Islam. Hamada menganggap bahwa masjid bukan saja tempat sholat, tapi masjid harus menjadi pusat pembangunan peradaban Islam. Pusat pendidikan, pusat ekonomi, sosial, politik, kemanusian bahkan ketahanan pangan. Message: Bahwa melalui tokoh Hamada, penulis ingin mengajak kepada pembaca dan penulis sendiri, untuk melihat perspektif bahwa masjid adalah pusat interaksi kaum muslim dalam membangun peradabannya.
Amrizal Mochammad Mahdavi