ANALISIS MEKANISME COST – SHARING CONTRACT UNTUK IMPLEMENTASI RFID PADA SUPPLY CHAIN Alfindira Farrah Fardilla, Imam Baihaqi, I Nyoman Pujawan Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] Email:
[email protected] Abstrak Pada penelitian ini dilakukan analisis mekanisme cost sharing contract untuk implementasi RFID pada supply chain. Supply chain yang dimaksud dalam penelitian ini hanya dibatasi pada manufacturer dan retailer. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan cost sharing ratio yang optimal bagi manufacturer dan retailer. Dalam menganalisis mekanisme cost sharing contract, terlebih dahulu yang harus dilakukan adalah membuat model eksisting (tanpa menggunakan RFID) aktivitas operasional dari masing-masing manufacturer dan retailer. Pembuatan model ini bertujuan untuk mengetahui waktu proses dari aktivitas operasional tersebut. Kemudian dilakukan verifikasi dan validasi pada model eksisting. Setelah model valid dan tidak terjadi error, dilakukan pembuatan skenario perbaikan yaitu model dengan menggunakan RFID. Langkah selanjutnya adalah membandingkan waktu aktivitas operasional pada masing-masing model untuk mengetahui berapa time savings yang didapatkan oleh manufacturer dan retailer apabila menggunakan RFID. Dari time savings tersebut dapat dicari berapa besar cost savings. Dari cost savings tersebut akan dijadikan acuan sebagai penentuan cost sharing ratio implementasi RFID untuk manufacturer dan retailer. Perhitungan cost sharing ratio dilakukan untuk mengetahui berapa persen bagian dari biaya investasi implementasi RFID yang harus dibayar untuk masing-masing manufacturer dan retailer. Kata kunci: RFID, Supply Chain, Cost Sharing Contract Abstract This study proposes, mechanism analysis cost-sharing contract for RFID implementation on supply chain. In this study, supply chain referred only the manufacturer and retailer. The purpose of this study, to determine the optimal ratio of cost sharing for the manufacturer and retailer. In analyzing the mechanism of cost sharing contract, the first thing to do is make the existing model (without using RFID) operational activities from manufacturer and retailer. This model aims to determine the process time of operational activities. Then, do the verification and validation on the existing model. After the existing model was valid and no error, make the improvement scenario that the model using RFID. The next step is compare time of the operational activites between both of model. This step aims to determine how much time savings obtained the manufacturer and retailer when using RFID. From time savings we could calculated how much cost savings. And then that cost savings will be used as a reference to calculated cost sharing ratio implementation RFID for manufacturer and retailer. The calculation of cost sharing ratio done to know how much percentage of investment cost implementation RFID that must paid by manufacturer and retailer. Keywords: RFID, Supply Chain, Cost Sharing Contract
1
Pada penelitian ini akan dilakukan simulasi mengenai aktivitas operasional pada manufacturer dan retailer untuk mengetahui total waktu yang dibutuhkan. Pembuatan simulasi dibagi menjadi dua yaitu pembuatan model eksisting dan skenario perbaikan. Model eksisting adalah kondisi dimana manufacturer dan retailer tidak menggunakan RFID. Sedangkan skenario perbaikan adalah kondisi dimana manufacturer dan retailer menggunakan RFID. Setelah model simulasi dibuat lalu hasil dari total waktu kedua model tersebut dibandingkan untuk mencari berapa time savings yang didapatkan dengan adanya skenario perbaikan. Dari time savings tersebut diubah menjadi cost savings dengan mengalikan time savings dengan gaji pekerja per jam-nya. Setelah mendapatkan cos savings maka cost sharing ratio dapat dihitung dengan membagi masing-masing benefit (cost savings) pada manufacturer dan retailer dengan total benefit dari keduanya. Hasil cost sharing ratio inilah yang akan dijadikan dasar dalam pembagian biaya investasi dari implementasi RFID.
1. Pendahuluan RFID (Radio Frequency Identification) adalah suatu teknologi identifikasi otomatis berdasarkan penyimpanan dan penerimaan data secara jauh dimana terdiri dari 3 elemen, antara lain: tag yang terbentuk dari chip yang terkoneksi dengan sebuah antenna, reader yang dapat memancarkan sinyal radio, dan middleware yang menjembatani antara RFID hardware dan aplikasi perusahaan (McFarlane et al, 2003). Dengan menggunakan gelombang radio, RFID dapat menunjukkan sebuah real-time communication dengan banyak benda/ objek pada waktu yang bersamaan dari jarak jauh, tanpa membutuhkan adanya kontak langsung/ saling berhadapan (Garcia et al, 2007; Gaukler, 2005). Kecanggihan dalam mengidentifikasi dan karakteristik komunikasi dari RFID dapat meningkatkan penelusuran pada produk dan visibilitas dalam kegiatan Supply Chain. Teknologi RFID dapat meningkatkan akurasi, efisiensi dan kecepatan dari proses-proses. RFID juga dapat mengurangi biaya penyimpanan, biaya handling, dan biaya distribusi. Selain itu juga dapat meningkatkan penjualan dengan mengurangi jumlah stockouts (Li et al, 2006). Kontribusi dari teknologi RFID dalam Supply Chain tidak hanya meningkatkan efisiensi dari sistem tetapi juga membantu dalam re-organization dari sistem supaya dapat lebih efisien. Contoh perusahaan yang sudah menerapkan teknologi RFID di dalam Supply Chain-nya adalah Wal-Mart. Apabila melihat manfaat dari implementasi teknologi RFID di dalam Supply Chain, membuat banyak kalangan menaruh harapan besar terhadap teknologi tersebut. Akan tetapi RFID bukan teknologi yang mudah untuk begitu saja diimplementasikan. Banyak kalangan yang khawatir mengenai masalah biaya dan return of investment –nya karena tingginya biaya investasi dan operasional yang akan dikeluarkan dan juga masih dihadang masalah teknis seperti masih adanya masalah yang terkait dengan pembacaan tag RFID pada produk yang terbuat dari logam atau cair dengan tingkat pembacaan masih relatif rendah, serta masalah penempatan tag RFID dan reader untuk mendapatkan pembacaan data yang paling akurat. Maka dari itu penelitian ini akan menawarkan model cost sharing untuk implementasi RFID. Dengan menggunakan kebijakan cost sharing contract diharapkan biaya yang dikeluarkan untuk pengimplemetasian RFID tidak terlalu berat bagi “pelaku” dalam Supply Chain dan dapat meningkatkan performansi Supply Chain itu sendiri.
3. Model Penelitian Model konseptual yang dibuat menggambarkan aktivitas atau interaksi dari sebuah sistem dengan siklus yang berulang antara manufacturer dan retailer. Pembuatan model konseptual berdasarkan dari interview dan pengamatan langsung. Setelah membuat model konseptual dengan menggunakan Ms.Visio, selanjutnya adalah memodelkannya dengan lebih detail pada software ARENA 5.0. Pembuatan model perlu dilakukan sebagai bukti bahwa data yang dikumpulkan dari objek penelitian sebagai cerminan dari kondisi sistem sebenarnya. Setelah semua data yang diperlukan dalam pembuatan model eksisting ARENA dimasukkan, maka langkah selanjutnya adalah me-running model simulasi yang telah dibuat dengan durasi 48 jam yaitu karena aktivitas operasional mulai dari manufacturer sampai retailer siap menjual ke customer membutuhkan waktu ± 2 hari. Replikasi awal adalah sebanyak 10. Model yang dibangun pada kondisi eksisting merupakan model yang dibuat berdasarkan kondisi saat ini, yaitu sebelum manufacturer dan retailer menggunakan RFID. Pada model ini yang digunakan sebagai entitas adalah produk minuman. Karena produk seperti minuman atau makanan adalah produk yang paling banyak dan sering ditemui di supermarket atau swalayan. Sehingga, penulis menggunakan contoh minuman sebagai salah satu komoditas yang dapat menggunakan RFID. Model meliputi aktivitas-aktivitas operasional selama di
2. Deskripsi Model Penelitian
2
manufacturer dan retailer, seperti proses produksi, penyimpanan finished good di warehouse, scanning dan distribusi. Proses dimulai dari produksi, setelah produksi selesai dan finished good siap lalu storeman akan melakukan tagging info mengenai finished good yang meliputi nama, jenis, tanggal produksi dan jumlah finished good. Kemudian finished good tersebut akan dikirim ke warehouse, lalu storeman yang mengirim akan mencatat lokasi dimana finished good disimpan. Lalu berikutnya adalah pengidentifikasian lokasi dimana finished good disimpan yaitu dengan mencari secara manual di database komputer (yang sebelumnya sudah di-inputkan oleh storeman). Lalu storeman mulai berjalan ke warehouse untuk melakukan pencarian secara manual. Apabila barang yang diinginkan ada lalu barang tersebut segera di-loading ke forklift untuk segera di-loading-kan ke kontainer yang kemudian akan langsung dikirim ke retailer. Sedangkan apabila pencarian barang sebelumnya belum berhasil maka tetap dilanjutkan mencari lagi di warehouse dan apabila barang tidak ada maka diikutkan untuk diproduksi ulang. Setelah retailer menerima barang dari manufacturer lalu karyawan retailer mengecek apakah barang yang datang sudah benar sesuai dengan yang dipesan. Cara pengecekan hanya dengan mencocokkan dan menghitung per-kardus yang datang dengan NPB (Nota Penerimaan Barang). Setelah sesuai lalu barang-barang tersebut discanning untuk lebih mematiskan secara detail. Namun, tidak semua barang di-scanning, karyawan retailer hanya mengambil 1 barang dari 1 kardus. Proses scanning hanya bertujuan untuk melihat kode, jenis dan jumlah barang. Lalu selanjutnya tetap dilakukan perhitungan secara manual. Apabila sudah benar-benar sesuai dengan NPB maka barang ditata di rak toko untuk dijual ke customer, namun apabila tidak sesuai maka barang di-retur ke manufacturer. Lalu sisa dari barang yang tidak diikutkan di rak toko disimpan di warehouse retailer. Setelah selesai membuat model eksisting selanjutnya melakukan verifikasi dan validasi terhadap model. Validasi model digunakan untuk mengetahui apakah model yang dibuat sudah merepresentasikan kondisi nyata. Sedangkan verifikasi model digunakan untuk mengetahui apakah model yang dibuat mengandung error atau tidak. Hal ini tentunya harus dilakukan terlebih dahulu sebelum validasi. Sebab verifikasi adalah pengecekan model dari sisi pembuat model. Jadi tidak bisa melakukan validasi ketika saat verifikasi masih ada error. Verifikasi pada model dilakukan melalui pengecekan kembali terhadap alur dari model yang dibuat, dan seluruh keterangan pada modul-modul yang dibuat.
4. Hasil dan Diskusi Pada subbab ini akan dijelaskan mengenai simulasi skenario perbaikan. Simulasi skenario perbaikan ini menggunakan RFID. Dimana penggunaan RFID di dalam model ini diharapkan dapat membantu meningkatkan aktivitas-aktivitas manual yang kurang efisien dari model eksisting. Di dalam model ini RFID akan lebih digunakan untuk proses pengidentifikasian barang, scanning dan membantu dalam warehousing. RFID case ini memiliki proses yang sama dengan base case atau model eksistingnya, mulai dari produksi sampai ke penyimpanan di warehouse retailer. Namun, di dalam model RFID case ini ada beberapa aktivitas dari model eksisting yang dihilangkan karena kurang efisien dan juga pada beberapa aktivitas seperti scanning waktunya menjadi lebih cepat apabila dibandingkan dengan model base case atau model eksisting. Sama halnya di dalam base case, pada RFID case ini diawali dengan produksi barang, lalu setelah produksi selesai dan finished good siap maka storeman melakukan pencatatan info finished good. Yang berbeda adalah di model base case pada akivitas pencatatan info finished good, pertama-tama storeman melakukan perhitungan dan pengecekan secara manual terhadap finished good yang meliputi jumlah, jenis, tanggal produksi dan kode finished good tersebut. Setelah itu baru storeman akan melakukan penentuan lokasi dimana finished good akan disimpan. Sedangkan pada RFID case, untuk pencatatan info finished good diganti dengan proses scanning dengan melewati gate/ portal yang berfungsi sebagai reader yang membaca RFID yang sudah ditempelkan ke finished good sehingga segala macam informasi mengenai finished good oleh reader langsung dikirim ke komputer server. Hal tersebut akan menghemat waktu yang dibutuhkan. Setelah itu prosesnya sama yaitu mengirim finished good ke warehouse. Kemudian ketika akan mengirim ke retailer pencarian tidak lagi manual seperti pada model eksisting. Pada RFID case, pencarian akan menggunakan forklift yang sudah dipasang reader dimana cukup dengan memasukkan kode atau ID RFID lalu melalui forklift yang sudah dipasang reader tersebut apabila sudah mendekati barang yang ingin dicari akan menimbulkan bunyi nyaring sebagai penanda bahwa barang yang diinginkan sudah ketemu. Hal ini membuat pencarian inventory menjadi lebih cepat dibandingkan dengan pencarian secara manual. Selain itu manfaat pengimplementasian RFID bukan hanya didapatkan oleh manufacturer saja tetapi juga di retailer. Pada retailer proses scanning barang juga akan menjadi
3
lebih mudah dan cepat karena tidak perlu melakukan perhitungan secara manual lagi. 4.1 Hasil Simulasi Hasil simulasi disini memperlihatkan bahwa dengan menggunakan RFID akan mempercepat aktivitas seperti scanning, pengecekan inventory dan warehousing serta dapat membantu mengurangi adanya salah kirim (incorrect shipments) dan barang hilang atau cacat yang dapat menyebabkan adanya produksi ulang. Tabel di bawah ini menjelaskan perbandingan jumlah terjadinya salah dalam pengiriman dan barang hilang atau cacat sehingga harus diproduksi ulang pada kondisi base case dan RFID case. Base Case
Aktivitas
Accum Base Case (h)
Accum RFID Case (h)
Produksi
9.25
9.25
Pencatatan / Scanning Info Finished Good
0.3
0.10
Loading Finished Good ke Forklift
0.13
0.13
Pengiriman ke Warehouse Finished Good
0.25
0.25
Unloading Finished Good
0.13
0.13
Pencatatan Lokasi Finished Good
0.22
0.11
Pengidentifikasian Lokasi Finished Good Disimpan
0.22
0
Jalan Menuju Area Penyimpanan
0.25
0.25
Pembacaan/ Pencarian Secara Manual/ Reader
0.42
0.21
Pencarian Ulang di Warehouse
0.3
0
Loading ke Forklift Untuk Shipping
0.13
0.13
RFID Case
Loading ke Kontainer
0.83
0.83
Pengiriman ke Retailer
3
3
TOTAL
15.43
14.51
Remanufactured
3
0
Incorrectly Shipped
11
2
Remanufactured adalah memproduksi kembali barang yang hilang atau cacat dari warehouse finished good. Dimana apabila ada aktivitas remanufactured maka ada tambahan untuk biaya produksi lagi. Dengan menggunakan RFID maka hal tersebut dapat lebih ditekan, dimana jumlah barang yang harus diproduksi ulang pada kondisi base case sebanyak 3 buah dan ketika menggunakan RFID tidak ada barang yang perlu diproduksi ulang. Pengurangan ini juga mengakibatkan adanya pengurangan pada salah satu aktivitas yaitu pencarian ulang, sehingga waktu operasi menjadi lebih cepat. Sedangkan untuk incorrectly shipped adalah dimana terjadi salah pengiriman barang dimana barang yang dikirim ke retailer tidak sesuai dengan yang dipesan. Pada kondisi base case jumlah terjadinya incorrectly shipped dapat mencapai sekitar 11 buah dan dengan menggunakan RFID hal tersebut dapat lebih diminimalisir. Akumulasi durasi dari aktivitas pada manufacturer dan retailer menunjukkan total dari waktu aktivitas operasional mulai dari produksi sampai dengan penjualan barang ke customer. Akumulasi durasi dari aktivitas pada masing-masing manufacturer dan retailer ditunjukkan pada tabel berikut ini:
Aktivitas
Accum Base Case (h)
Accum RFID Case (h)
Pengecekan Barang Datang
0.42
0
Scanning Barang
0.25
0.08
Perhitungan Manual
0.58
0
Penataan Barang di rak Toko
1.5
1.5
Penyimpanan di Warehouse
0.75
0.75
TOTAL
3.50
2.33
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat penurunan total waktu aktivitas operasional di masing-masing manufacturer dan retailer pada kondisi RFID case apabila dibandingkan dengan base case. Dengan menggunakan RFID, ada beberapa aktivitas yang dapat dihilangkan sehingga waktu operasi yang dibutuhkan menjadi lebih cepat. Contoh aktivitas yang dihilangkan seperti pencarian ulang di warehouse, pengidentifikasian lokasi finished good, pengecekan barang yang datang, dan perhitungan manual pada retailer. Penurunan waktu yang signifikan pun terjadi pada kondisi RFID case. Dimana aktivitas seperti pencatatan info finished good pada kondisi base case yang menghabiskan waktu sebesar 0,3 jam dapat dikurangi menjadi hanya 0,1 jam. Aktivitas lain yang juga mengalami penurunan waktu secara siginifikan adalah aktivitas pencarian barang. Pada kondisi base case aktivitas pembacaan atau pencarian secara manual yang membutuhkan waktu kurang lebih 0,42 jam, apabila menggunakan RFID seperti yang dapat dilihat pada kondisi RFID case aktivitas tersebut berkurang menjadi hanya 0,25 jam.
4
4.2 Perhitungan dan Analisa Cost Sharing Ratio
Pada retailer juga ada beberapa aktivitas yang hilang dengan menggunakan RFID, antara lain adalah pengecekan barang yang datang dan perhitungan manual. Selain itu beberapa aktivitas waktu operasinya juga menjadi lebih cepat. Seperti pada aktivitas scanning barang dimana pada kondisi base case aktivitas ini dapat menghabiskan waktu sebesar 0,25 jam dan dengan menggunakan RFID waktu aktivitas ini dapat dikurangi menjadi 0,08 jam. Setelah diketahui akumulasi durasi dari aktivitas pada masing-masing manufacturer dan retailer maka langkah selanjutnya adalah mencari cost savings. Cost savings didapatkan dengan mengalikan time savings dengan gaji karyawan baik di manufacturer maupun retailer per jam-nya. Pada manufacturer gaji karyawan sebesar R 9.167,00/ jam , sedangkan pada retailer gaji karyawan sebesar Rp 8.333,00/ jam. Hasil perhitungan cost savings dapat dilihat pada tabel berikut ini. Time Savings
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan perhitungan cost sharing ratio. Untuk mencari cost sharing ratio, dihitung berdasarkan cost savings pada masing-masing manufacturer dan retailer. Karena perhitungan cost savings ini mengacu pada benefit atau manfaat yang didapatkan oleh pihak-pihak yang terkait dimana pada penelitian ini pihak yang terkait adalah manufacturer dan retailer. Dalam mencari cost sharing ratio, penulis juga mengacu pada jurnal yang telah ada sebelumnya mengenai mekanisme cost sharing implementasi RFID. Cost Saving (Rp) Manufacturer
8479
Cost Savings
Retailer
9722
Base Case RFID (Rp) Case (Rp)
Total (Rp)
18201
Aktivitas
Base Case (h)
RFID Case (h)
Produksi
9.25
9.25
84792
84792
Pencatatan / Scanning Info Finished Good
0.3
0.10
2750
917
Loading Finished Good ke Forklift
0.13
0.13
1222
1222
Pengiriman ke Warehouse Finished Good
0.25
0.25
2292
2292
Unloading Finished Good
0.13
0.13
1222
1222
Pencatatan Lokasi Finished Good
0.22
0.11
1986
993
Pengidentifikasian Lokasi Finished Good Disimpan
0.22
0.11
1986
993
Jalan Menuju Area Penyimpanan
0.25
0.25
2292
2292
Pembacaan/ Pencarian Secara Manual/ Reader
0.42
0.21
3819
1910
Pencarian Ulang di Warehouse
0.3
0
2750
0
Loading ke Forklift Untuk Shipping
0.13
0.13
1222
1222
Loading ke Kontainer
0.83
0.83
7639
7639
Pengiriman ke Retailer
3
3
27500
27500
TOTAL
15.43
14.51
141472
132993
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa cost savings pada manufacturer apabila dibandingkan antara base case dan RFID case adalah sebesar Rp 8.479,00. Sedangkan pada retailer adalah sebesar Rp 9.722,00. Dan total cost saving pada manufacturer dan retailer adalah sebesar Rp 18.201,00. Berdasarkan dari benefit tersebut maka didapatkan bahwa cost sharing ratio untuk manufacturer adalah 0,47 atau 47% dan 0,53 atau 53% untuk retailer. Dari identifikasi cost sharing ratio ini dapat digunakan untuk membagi biaya investasi implementasi RFID pada supply chain. Namun, pada penelitian ini penulis tidak menghitung time value of money. Jadi yang dihasilkan hanya cost sharing ratio untuk manufacturer dan retailer. 5. Kesimpulan
Time Savings
Berikut adalah kesimpulan yang didapat dari penelitian ini: 1. Pada penelitian ini telah dihasilkan model cost sharing implementasi RFID pada supply chain antara retailer dan manufacturer. 2. Simulasi menjadi tools dalam penelitian ini untuk membantu pengidentifikasian benefit dan cost saving untuk perhitungan cost sharing ratio. 3. Cost sharing ratio untuk manufacturer dan retailer berturut-turut adalah 0,47 atau 47% dan 0,53 atau 53%. Ratio ini digunakan sebagai acuan dalam pembagian biaya investasi implementasi RFID pada supply
Cost Savings
Aktivitas
Base Case (h)
RFID Case (h)
Pengecekan Barang Datang
0.42
0
3472
0
Base Case RFID (Rp) Case (Rp)
Scanning Barang
0.25
0.08
2083
694
Perhitungan Manual
0.58
0
4861
0
Penataan Barang di rak Toko
1.5
1.5
12500
12500
Penyimpanan di Warehouse
0.75
0.75
6250
6250
TOTAL
3.50
2.33
29167
19444
5
4.
chain. Namun, penelitian ini tidak memperhitungkan mengenai time value of money. Jadi, hanya menghasilkan model dari cost sharing contract yang output-nya berupa ratio. Implementasi RFID dalam supply chain dapat membantu dalam mengurangi barang hilang dan cacat, kesalahan dalam shipping. menghilangkan aktivitas-aktivitas yang terlalu banyak menghabiskan waktu dan mengurangi waktu proses. Sehingga dengan menggunakan RFID diharapkan supply chain dapat berjalan lebih efektif dan efisien.
Manufacturing Technology and Management, 57 - 70. Lapidhe, L. (2004). RFID: what’s in it for the forecaster? Journal of Business Forecasting Methods and Systems 23 (2), 16 - 19. Leung, Y., Cheng, F., Y.M, L., & Hennessy, J. (2007). A tool set for exploring the value of RFID in a supply chain. Springer Series in Advanced Manufacturing. Li, S., & Visich, J. (2006). Radio frequency identification: supply chain impact and implementation challenges. International Journal of Integrated Supply Management, 407 - 424. Li, S., Visch, J., Khumawala, B., & Zhang, C. (2006). Radio frequency identification technology: applications, technical challenges and strategies. Sensor Review, 193 - 202. McFarlane, D., Sarma, S., Chirn, J., Wong, C., & Ashton, K. (2003). Auto ID systems and intelligent manufacturing control. Engineering Applications of Artificial Intelligence, 365 - 376. Oliver, R., & Weber, M. (1982). Supply Chain Management Logistics Catches up with Strategy. International Journal of Logistics Management, 1 - 19. Pujawan, I. N., & ER, M. (2010). Supply Chain Management. Surabaya: Tim Guna Widya. Raman, A., DeHoratius, N., & Zeynep, T. (2001). Execution: the missing link in retail operations. California Management Review 43 (3), 136 - 152. Simchi-Levi, D., Kaminsky, P., & Simchi-Levi, E. (2009). Designing and Managing the Supply Chain: Concepts, Strategies and Case Studies. New York: McGraw Hill. Tajima, M. (2007). Strategic value of RFID in supply chain management. Journal of Purchasing & Supply Management, 261 - 273. Thonemann, U. (2002). Improving supply-chain performance by sharing advance demand information. European Journal of Operational Research, 81 - 107. Twist, D. (2005). The impact of radio frequency identification on supply chain facilities. Journal of Facility Management 3 (3), 226 239. Ustundag, A. (2009). Evaluating RFID Investment on a Supply Chain using Tagging Cost Sharing Factor. International Journal of Production Research, 2549 - 2562.
UCAPAN TERIMAKASIH Pada penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan dan membantu kelancaran terselesaikannya penelitian. Serta kepada dosen pembimbing dan ko-pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Banks, J., Hanny, D., Pachano, M., & Thompson, L. (2007). RFID Applied. John Wiley & Sons, Inc. Chopra, S., & Meindl, P. (2004). Supply Chain Management: Strategy, Planning and Operations 2nd Edition. New York: Prentince Hall. Demiralp, G., Guven, G., & E.Ergen. (2012). Analyzing the benefits of RFID technology for cost sharing ini construction supply chains: A case study on prefabricated precast components. Automation in Construction, 120 - 129. G.M, G., & Seifert, R. (2007). Item-level RFID in the retail supply chain. Production and Operations Management, 65 - 76. Jones, P., Clarke-Hill, C., Hiller, D., Shears, P., & Comfort, D. (2004b). Radio frequency identification in the UK: opportunities and challenges. International Journal of Retail and Distribution Management, 164 - 171. Juban, R., & Wyld, D. (2004). Would you like chips with that?: consumer perspective of RFID. Management Research News, 29 - 44. Kumar, S., Pauly, S., & Budin, E. (2007). Impact of radio frequency identification technology on manufacturing and logistics; challenges and issues. International Journal of
6