ANALISIS MASALAH KUALITAS PRODUK AIR MINERAL PADA PERUSAHAAN AIR MINUM MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA
Asep Ridwan Hidayat
PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H
1
ANALISIS MASALAH KUALITAS PRODUKSI AIR MINERAL PADA PERUSAHAAN AIR MINUM MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh : Asep Ridwan Hidayat 107094000412
PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TENOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/ 1432 H
2
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Analisis Masalah Kualitas Produksi Air Mineral Pada Perusahaan Air Minum Menggunakan Metode Six Sigma” yang ditulis oleh Asep Ridwan Hidayat, NIM 107094000412 telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) Program Studi Matematika.
Penguji I,
Penguji II,
Suma’inna, M.Si NIP 150408 699
Hata Maulana, M.T.I NIDN. 032310842
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Taufik Edy Sutanto, M.Sc.Tech NIP 19790530 200604 1 002
Gustina Elfiyanti,M.Si NIP 19820820 200901 2 006
Mengetahui :
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,
Ketua Program Studi Matematika
Yanne Irene, M.Si NIP 19741231 200501 2 0178
Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 19680117 200112 1 001
3
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juli 2010
Asep Ridwan Hidayat 107094000412
4
PERSEMBAHAN Teriring rasa syukur hamba pada sang Kholiq yang begitu mendalam…. Ingin kupersembahkan skripsi ini kepada . . . Ayahanda yang sudah tenang disana (Allahummagfir lahu warhamhu wa’afihi wa’fu;anhu) dan mama tercinta Yang selalu berjuang untukku . . . Yang selalu ada dalam dalam setiap keluhku, Yang senantiasa disetiap doa indahnya selalu tersebut namaku, Yang tek pernah henti mencurahkan kasih saying dan perhatian yang tulus kepadaku Sungguh tak ada yang dapat kulakukan untuk membalas segala jasamu Selain baktiku padamu dan memohonkan kepada-Nya kebaikan atasmu Semoga Allah SWT selalu menganmpuni dosamu Dan Dia menyayangimu sebagaimana kau menyayangiku Tak ada satupun yang lebih aku banggakan dari diriku Selain aku bangga memilikimu Semoga ini bisa menjadi kebanggaan mu . . . Motto “. . . Allah akan mninggiikan orangorang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat . . .”(QS. Al-Mujadilah: 11) Orang Berilmu dan beradab tak akan diam di kampong halaman Tinggalkan negerimu dan merantaulah,kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan Berlelah-lelahlah,manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang . . . Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan, jika mengalir menjadi jernih, jika tidak , kan keruh menggenang. . . Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa, Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran, Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang, Kayu gaharu tak ubah seperti kayu biasa jika di dalam hutan, Jika matahari di orbitnya tidak bergerak dan terus diam,tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang . . . *Imam Syafii*
5
ABSTRAK Asep Ridwan Hidayat, Analisis Masalah Kualitas Produksi Air Mineral pada Perusahaan Air Minum Menggunakan Metode Six Sigma. Di bawah bimbingan Taufik Edy Sutanto, M.Sc. Tech dan Gustina Elfiyanti, M.Si. Perkembangan pasar bisnis air minum yang terus meningkat secara eksponensial menyebabkan dampak persaingan perusahaan ini semakin tinggi dan tajam, Oleh karena itu sudah seharusnya para pelaku bisnis memperhatikan kualitas produksi untuk lebih bisa bersaing, salah satunya dengan pengendalian kualitas produksi. Untuk mendapatkan kualitas produksi yang dapat bersaing dibutuhkan metode pengendalian kualitas produk yang berkesinambungan salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode Six Sigma. Pada penelitian ini dilakukan suatu penanganan kualitas produksi menggunakan metode Six Sigma. Terdiri dari fase Define, Measure, Analyze (DMA) pada suatu perusahaan yang bergerak dalam industri air minum yaitu PT X yang terletak di daerah Cidahu Sukabumi. Dengan dua jenis produk yang dominan dalam produksi yaitu air minum gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml. Setelah dilakukan analisa, diketahui bahwa masalah utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan adalah volume minimum untuk jenis gallon dan kerusakan cup untuk jenis air minum cup 240 ml. Permasalahan ini menyebabkan perusahaan belum mempunyai kapabilitas untuk kedua jenis produk. Hal ini ditunjukan dengan level 3,44 Sigma untuk gallon dan 3,79 untuk air minum cup 240 ml. Penyebab utama dari masalah volume min adalah keran air (valev) belum otomatis dan dari masalah kerusakan cup adalah kualitas bahan baku kurang bagus. Berdasarkan analisis pada fase measure dan analyze perlu dilakukan penggantian keran air (valev) dengan yang otomatis, selain itu adanya peningkatan kualitas bahan baku cup baik dari percampuran bahan baku resin (polypropilena) dengan regrind juga perlu ketelitian pembuatan cup. Kata Kunci: Metode Six Sigma, DMAIC.
6
ABSTRACT Asep Ridwan Hidayat, Analysis of Mineral Water Production Quality Problems at Drinking Water Companies Using Six Sigma Methods. Under direction of Taufik Edy Sutanto, M.Sc. Tech and Gustina Elfiyanti, M.Si. The development of drinking water business market continues to increase exponentially causing the impact of competition these companies is getting higher and sharper, therefore it should be the business for more attention to production quality can compete, one with the quality control of production. To get the quality of production that can compete required methods of continuous quality control of products one of the methods that can be used is the method of Six Sigma. At this research conducted a production quality management using Six Sigma methods. Phase consists of Define, Measure, Analyze (DMA) in a company engaged in the drinking water industry, PT X, located in the area Cidahu Sukabumi. With two types of products are dominant in the production of drinking water is 19 liters and gallons of drinking water 240 ml cup. After analysis, it is known that the major problem being faced by companies is the minimum volume for this type of damage gallons and type of drinking water cup for cup 240 ml. These problems led the company does not have capability for both types of products. This is evidenced by the level of 3.44 and 3.79 Sigma for gallons of water for drinking cup 240 ml. The main cause of the problem volume min is the tap water (valev) has not been automated and the cup of the damage problem is lack of good quality raw materials. Based on the analysis phase is necessary to measure and analyze the replacement of water taps (valev) with an automatic, in addition to an increase in the quality of a good cup of raw materials from mixing the raw material resin (polypropilena) with regrind also need precision manufacture of the cup.
Keywords: Six Sigma Method, DMAIC.
7
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala puji bagi Allah SWT yang memberikan segala kenikmatankenikmatan yang tak akan pernah dapat dihitung oleh bilangan apapun. Kenikmatan hidup yang tak pernah bisa dibayar dan tak ada yang menjualnya. Sungguh Kau Maha dari segala Maha yang ada. Atas limpahan kenikmatan slah satunya penulis dapat menyelesaikan skripsi “Analisis Masalah Kualitas Produksi Air Mineral Pada Perusahaan Air Minum Menggunakan Metode Six Sigma.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan untuk mu, Baginda Agung Muhammad SAW, serta kepada keluarga, sahabat, para alim ulama, dan semoga kita termasuk dalam barisan Beliau di Yaumil Akhir nanti. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan ujian Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, nasihat, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Syopyansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Yanne Irene, M.Si, Ketua Program Studi Matematika dan Suma’inna, M.Si, Sekertaris Program Studi Matematika.
8
3. Taufik Edy Sutanto, M.Sc.Tech, selaku pembimbing I dan Gustina Elfiyanti M.Si, selaku pembimbing II. 4. Suma’inna, M.si, selaku penguji I dan Hata Maulana, M.T.I, selaku penguji II. 5. Seluruh Dosen dan Karyawan Program Studi Matematika, terima kasih atas pengajaran dan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis. 6. Mamaku yang sangat penulis sayangi yang senantiasa memperjuangkan penulis hingga bisa menjadi sampai sekarang, Alm. Bapak yang tersayang, AAli, adik ku Agus, Neng Tasya, Dede Yusuf yang selalu menjadi motivasi penulis untuk tidak berputus asa. 7. Sahabat-sahabat ku Matematika 2007, kepada anak statistik khususnya, kang Febri, Dila, Dendi, Ica, Rahmat, Parlaungan, Widya, Dendi, Angge, Afif, HIMATIKA. 8. Ikatan Keluarga Besar Alumni Sunanul Huda (IKBAS JAYA RAYA), Adilah yang sangat berperan bagi penulis, Maria Ulfah, Abir, Selly, Teh Tasya, arif, KAMA-Suhu cabang Bandung dan IKBAS Sukabumi. 9. Sahabat-sahabat Komisariat Fakultas Saintek (KomFast), Sahabat-sahabat PMII, Riungan Mahasiswa Sukabumi (RIMASI), khususnya pada Pon-Pes Daar El-Hikam dan semua teman organisasi lainnya. 10. Keluarga besar Matematika angkatan 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010 tetap semangat. 11. Bapak Jejet dan bu Euis yang telah memberikan informasi kepada penulis. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi para pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari bahwa
9
skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan. Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Jakarta, Juli 2011
Penulis
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
i
PENGESAHAN UJIAN ...................................................................................
ii
PERNYATAAN ...............................................................................................
iii
PERSEMBAHAN . ...........................................................................................
iv
ABSTRAK ........................................................................................................
v
ABSTRACT .....................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................
vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xiii
BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2
Permasalahan .................................................................................
4
1.3
Batasan Masalah ............................................................................
4
1.4
Tujuan Penelitian ...........................................................................
5
1.5
Manfaat Penelitian .........................................................................
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi dan Konsep Six Sigma ......................................................
6
2.2
Metodelogi Peningkatan Six Sigma ……………………….. ............
10
2.2.1 Fase Define.............................................................................
10
2.2.2 Fase Measure ........................................................................
13
2.2.3 Fase Analyze...........................................................................
23
2.2.4 Fase Improve ..........................................................................
28
2.2.5 Fase Control ..........................................................................
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................
30
3.2 Metode Pengumpulan Data ...........................................................
31
3.3 Metode Pengolahan Data ..............................................................
32
3.4 Alur Penelitian ..............................................................................
35
11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Pendefinisian Masalah di PT X (Define) .......................................
36
4.2
Pengukuran Kinerja PT X (Measure) ............................................
42
4.2.1 Pengukuran baseline Kinerja ...............................................
42
4.2.2 Pengukuran Kapabilitas Proses ............................................
44
Analisis Masalah di PT X (Analyze) ............................................
50
4.3.1 Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) ............
51
4.3.2 FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) .........................
53
4.3
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan ..................................................................................
65
5.2
Saran ...........................................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Tingkat Kecatatan Pada Sigma .......................................................
6
Tabel 2.2 : Hubungan Cp dan Kapabilitas Proses ..............................................
18
Tabel 2.3 : Hubungan Cpk dan Kapabilitas Proses .............................................
21
Tabel 2.4 : Spreadsheet FMEA ........................................................................
26
Tabel 2.5 : Nilai Occuranc (OCC), Severity (SEV), dan Detection (DET) ........
26
Tabel 2.6 : Bentuk table action for failure mode ...............................................
27
Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan .............................................................................
30
Tabel 4.1 : Data Cacat Produksi Gallon 19 Liter Bulan Februari 2011 ..............
37
Tabel 4.2 : Data Cacat Pada Air Minum Cup 240 ml Bulan Februari 2011 .......
37
Tabel 4.3 : Nilai DPMO dan Sigma tiap Jenis kecacatan pada Gallon 19 Liter ..
43
Tabel 4.4 : Nilai DPMO dan Sigma tiap Jenis Kecacatan pada Air Minum Cup 240 ml ...............................................................................................
43
Tabel 4.5 : Spreadsheet FMEA Masalah Volume min ......................................
53
Tabel 4.6 : Spreadsheet FMEA Masalah Kerusakan Cup .................................
55
Tabel 4.7 : Table Action for Failure Mode Gallon 19 Liter ...............................
59
Tabel 4.1 : Table Action for Failure Mode Cup 240 ml ...................................
61
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Contoh Pareto Chart ...................................................................
11
Gambar 2.2 : Contoh Proses Mapping ...............................................................
12
Gambar 2.3 : Bentuk Bagan Kendali Proses Mempunyai Kapabilitas.................
15
Gambar 2.4 : Bagan Kendali Kapabilitas Tinggi ...............................................
15
Gambar 2.5 : Bagan Kendali Kapabilitas Hampir tidak cukup ..........................
16
Gambar 2.6 : Bagan Kendali Proses Tidak memiliki Kapabilitas ......................
16
Gambar 2.7 : Contoh Diagram Sebab Akibat ....................................................
24
Gambar 2.8 : Bentuk Diagram Control Chart ...................................................
29
Gambar 3.1 : Alur Penelitian ............................................................................
35
Gambar 4.1 : Pareto Chart Jenis Cacat Pada Gallon 19 Liter ..........................
38
Gambar 4.2 : Pareto Chart Untuk Jenis Cacat pada Air Cup..............................
39
Gambar 4.3 : Process Mapping Produksi Air Minum Gallon dan Cup 240 ml ...
41
Gambar 4.4 : Bagan Kendali Shewhart Bagian Jumlah Cacat Paling banyak pada Gallon 19 Liter ......................................................................
45
Gambar 4.5 : Bagan Kendali Shewhart Bagian Jumlah Cacat Paling banyak pada Air Minum Cup 240 ml ..................................................................
45
Gambar 4.6 : Probability Plot of Failure pada Gallon 19 Liter .........................
46
Gambar 4.7 : Probability Plot of Failure Pada Cup 240 ml................................
47
Gambar 4.8 : Histogram Gallon 19 Liter ............................................................
47
Gambar 4.9 : Histogram Air Minum Cup 240 ml ..............................................
48
Gambar 4.10 : Process Capability of Failure Pada Galon ....................................
49
14
Gambar 4.11 : Process Capability of Failure pada Air Minum Cup 240 ml .......
49
Gambar 4.12 : Diagram Cause and Effect Gallon 19 Liter dan Air Cup 240 ml ...
52
Gambar 4.13 : Diagram Cause and Effect Gallon 19 Liter dan Air Cup 240 ml ...
57
15
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan masyarakat terhadap air minum sangat tinggi. Ini dibuktikan dengan jumlah konsumen air minum yang meningkat secara eksponensial dengan jumlah produksi air minum satu tahun mencapai 40 juta perliter [1], sehingga
lahir perusahaan-perusahaan industri yang bergerak di
bidang air minum dan menjadikan perkembangan pasar bisnis air minum terus meningkat. ini ditunjukan dengan jumlah perusahaan air minum domestik pada saat ini tercatat mencapai 700 perusahaan yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Minuman (BPOM). Hal ini memberikan dampak terhadap persaingan bisnis perusahaan air minum yang semakin tinggi dan tajam. Oleh karena itu sudah semestinya para pelaku bisnis di bidang ini lebih memperhatikan pengendalian kualitas produksi untuk lebih bisa bersaing dan menunjang program jangka panjang perusahaan, yaitu mempertahankan pangsa pasar atau bahkan menambah pangsa pasar perusahaan. Kualitas produksi sudah semestinya menjadi prioritas yang paling utama dan penting dilakukan oleh perusahaan agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan perusahaan maupun standar yang telah ditetapkan oleh badan lokal dan internasional yang mengelola standarisasi mutu. Untuk mendapatkan kualitas produksi yang dapat bersaing dibutuhkan metode pengendalian kualitas produk yang berkesinambungan. Ada bebarapa konsep
16
metode pengendalian kualitas produksi di antaranya dari mulai Total Quality Management (TQM), Statistical Process Control (SPC) dan Six Sigma. Dari beberapa konsep pengendalian kualitas produksi yang disebutkan di atas Six Sigma bisa dikatakan hasil evolusi terakhir dari Quality Improvement yang berkembang sejak tahun 1940-an dan mulai diterapkan oleh Motorola di tahun 1980-an [2]. Aplikasi Six Sigma berfokus pada minimalisasi cacat dan variansi, dimulai dengan mengidentifikasi unsur-unsur kritis terhadap kualitas atau biasa disebut sebagai Critical to Quality (CTQ) dari suatu proses. Six sigma menganalisa kemampuan proses dan bertujuan menstabilkannya dengan cara mengurangi atau menghilangkan variansi-variansi pada proses. Langkah mengurangi cacat dan variansi dilakukan secara sistematis dengan mendefinisikan (Define), mengukur (Measure), menganalisa (Analyze), memperbaiki (Improve) dan mengendalikan (Control). Langkah kerja dalam Six Sigma ini dikenal dengan metode DMAIC. Adapun beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dengan menggunakan metode Six Sigma, di antaranya dilakukan di PT. Indah Kiat yang meneliti masalah produk kertas, analisis masalah kualitas produk minyak goreng di PT. Bimoli dan analisis masalah kualitas produk pada perusahaan Developer Real Estate. Pada penelitian ini dilaksanakan di perusahaan air minum swasta yaitu PT X. (untuk menjaga nama baik perusahaan maka dalam penulisan ini nama perusahaan dan informasi lain yang menyangkut rahasia perusahaan tidak disebutkan dan selanjutnya disebut sebagai PT X)
17
PT X yaitu salah satu perusahaan air minum di daerah Cidahu Sukabumi yang berdiri pada tanggal 1 Oktober 1996. Mulai memproduksi pada tanggal 1 November 1997 dengan memproduksi gallon 19 Liter saja dan pada tanggal 1 Januari tahun 2000 bertambah produksi air minum cup 240 ml dan air botol 600 ml dengan kapasitas produksi 80.000.000 liter/tahun dengan jumlah karyawan 120 karyawan. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis produk cacat produksi yang tidak memenuhi spesifikasi kelayakan pada
PT X tersebut dengan
pendekatan DMAIC pada metode Six Sigma.
1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah: 1. Identifikasi masalah pelaksanaan pengendalian kualitas di PT X dengan metode Six Sigma. 2. Pengukuran kinerja perusahaan menggunakan metode Six Sigma. 3. Desain solusi penanganan masalah kualitas produk PT X menggunakan metode Six Sigma.
1.3 Pembatasan Masalah Agar penelitian dapat lebih fokus dan terarah sesuai dengan keadaan maka penelitian dibatasi sebagai berikut: 1. Penelitian akan dilakukan pada tahap produksi dan data periode bulan Februari 2011.
18
2. Produk yang menjadi objek pembahasan adalah produk yang cacat (reject) pada produksi air minum gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml. 3. Karena terbatasnya waktu dan sumber daya yang dimiliki, maka penelitian ini hanya dilakukan pada fase DMA (Define, Measure, Analyze) dari metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengindentifikasi masalah produksi PT X dan mengetahui faktor utama penyebab kegagalan (reject) dalam proses produksi gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml. 2. Melihat kapabilitas kinerja perusahaan dalam produksi gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml. 3. Memperoleh desain solusi dalam upaya meningkatkan kualitas produk gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml di PT X dengan menggunakan metode Six Sigma.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari pemecahan masalah dalam skripsi ini antara lain: 1. Dapat diperoleh informasi permasalahan produksi PT X dalam produksi gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml. 2. Dapat diperoleh desain solusi penanganan masalah yang sedang dihadapi
19
oleh PT X. 3. Penelitian ini mampu memberikan masukan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan upaya pencapaian kualitas produksi.
20
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi dan Konsep Six Sigma Menurut [3], Six Sigma merupakan sebuah metode untuk memperbaiki suatu proses dengan memfokuskan pada usaha-usaha untuk memperkecil variansi proses yang terjadi, sekaligus mengurangi cacat (produk yang keluar dari spesifikasi) dengan memanfaatkan metode statistik. Secara sederhana Six Sigma dapat diterjemahkan sebagai suatu proses yang mempunyai kemungkinan cacat (defect opportunity) paling tidak sebesar 0.00034% atau sebanyak 3.4 buah dalam satu juta produk (defect per million). Umumnya Six Sigma dituliskan dalam simbol 6 sigma
[4].
Suatu proses dengan nilai sigma yang lebih tinggi (pada suatu proses) akan mempunyai cacat (defect) yang lebih sedikit (baik jumlah ataupun jenisnya). Persentase dan jumlah kecacatan dari beberapa sigma dapat dilihat pada Tabel 2.1 [4] .
Sigma 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 2.1 Tingkat Kecacatan pada Sigma Presentase kecacatan Jumlah cacat per juta (Percent defective) (defect per milion) 69% 31% 6,7% 0,62% 0,023% 0,00034% 0,0000019%
21
691.469 308.538 66.807 6.21 233 3,4 0,019
Dalam usaha-usaha memperkecil variansi, six sigma dilakukan secara sistematis dengan mendefinisikan, mengukur, menganalisa, memperbaiki dan mengendalikan. Dalam pelaksanaanya six sigma tidak dapat dilakukan oleh perorangan, akan tetapi dijalankan oleh suatu tim six sigma yang terdiri dari pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan pelaksanaan six sigma, meliputi: a. Executive Leaders Diduduki oleh pimpinan puncak perusahaan yang bertekad untuk mewujudkan six sigma, memulai dan memasyarakatkannya di seluruh bagian, divisi, departemen dan cabang-cabang perusahaan. b. Champions Merupakan orang-orang yang sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan pelaksana six sigma. Mereka merupakan pendukung utama yang berjuang demi terbentuknya black belts dan berupaya
meniadakan berbagai
rintangan/hambatan agar black belts berfungsi sebagaimana mestinya. Dapat dikatakan Champions anggotanya berasal dari kalangan direktur dan manajer, bertanggung jawab terhadap aktivitas proyek sehari-sehari, wajib melaporkan perkembangan hasil kepada kepada executive leaders sekaligus mendukung tim pelaksana. Sedangkam tugas-tugas lainnya meliputi memilih calon-calon anggota black belt, mengideintifikasi wilayah kerja proyek, menegaskan sasaran yang dikehendaki, menjamin terlaksananya proyek sesuai dengan jadwal dan memastikan bahwa tim pelaksana telah memahami maksud/tujuan proyek.
22
c. Master black belt Yaitu orang-orang yang bertindak sebagai pelatih, penasehat dan pemandu. Master black belt adalah orang-orang yang sangat menguasai alat-alat dan teknik Six Sigma, dan merupakan sumber daya yang secara teknis sangat berharga. Mereka memusatkan seluruh perhatian dan kemampuannya pada penyempurnaan proses. Aspek-aspek kunci dari peranan master black belt terletak pada kemampuannya dalam memfasilitasi penyelesaian masalah tanpa mendominasi proyek/tugas/pekerjaan. d. Black Belt Merupakan orang-orang yang berperan sebagai pemimpin proyek perbaikan kinerja perusahaan. Mereka dilatih untuk menemukan masalah, mencari penyebab beserta penyelesaiannya, bertugas mengubah teori ke dalam tindakan, memilah-milah data dan bertanggung jawab mengaplikasikan six sigma. Para calon anggota black
belts wajib
memenuhi syarat-syarat seperti:
memiliki disiplin pribadi, cakap memimpin, menguasai keterampilan teknis tertentu, mengenal prinsip-prinsip statistika, mampu berkomunikasi dengan jelas, mempunyai motivasi kerja yang memadai. e. Green Belt Adalah orang-orang yang membantu black belts berdadarkan keahliannya. Pada umumnya green belts bertugas secara tertentu,
mengaplikasikan
menyelesaikan
alat-alat
six
permasalahan-permasalahan
23
paruh waktu pada sigma kritis,
untuk
bidang
menguji
dan
mengumpulkan
dan
menganalisis data serta melakukan percobaan-percobaan. f. Yellow Belt Adalah orang-orang yang membantu black belts dan green belt. Meskipun tidak memiliki keahlian tertentu tentang Six Sigma, akan tetapi mereka dapat membantu kerja black belt dan green belt dalam pengumpulan data, pendefinisian masalah atau mencari sebab akibat dari suatu masalah. Setiap orang yang menjadi bagian dari perusahaan merupakan anggota Yellow Belt. Menurut [3], ada enam komponen utama konsep Six Sigma, yaitu: a. Mengutamakan pelayanan kepada pelanggan. b. Manajemen yang berdasarkan data dan fakta. c. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan. d. Manajemen yang proaktif. e. Kerjasama tim yang bagus. f. Selalu mengejar kesempurnaan.
Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan yang bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya. Secara garis besar dapat dikatakan sasaran Six Sigma adalah melakukan perbaikan dalam hal-hal, yaitu
pengurangan biaya, perbaikan produktifitas, pertumbuhan pangsa pasar, pengurangan waktu siklus, retensi pelanggan, pengurangan cacat, perubahan budaya kerja dan pengembangan produk jasa.
24
2.2 Metodologi Peningkatan Six Sigma Ada
banyak metode
perbaikan yang
dapat digunakan untuk
memperbaiki proses. Kebanyakan berdasarkan langkah-langkah yang dikenalkan oleh W. Edwards Deming yaitu PDCA (Plan-Do Check-Action), SEA (SelectExperiment-Adapt), SEL (Select-Experiment-Learn) dan DMAIC [5]. Langkah sistematis dalam Six Sigma terdiri dari lima tahapan yang dikenal dengan istilah The Six Sigma Breakthrough Strategy, terdiri dari fase Define, Measure, Analyze, Improve dan Control.
2.2.1
Fase Define Fase Define (D) merupakan
fase
menentukan masalah
dan
menetapkan kebutuhan spesifik dari pelanggan yang dalam hal ini sering disebut dengan “suara pelanggan” (VOC – Voice of Customer). Setelah mendata semua variabel yang dipandang penting oleh pelanggan sebagai Voice of Customer, selanjutnya perlu diberikan nilai terukur.
Variabel
terukur tersebut dinamakan karakteristik kualitas pengganti atau Criticalto-Quality (CTQ). Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi proses-proses yang menyertai CTQ tersebut. Untuk lebih memudahkan pendefinisian masalah pada fase ini dapat digunakan tool dalam statistik, yaitu diagram Pareto dan Process Mapping. Diagram Pareto adalah grafik yang membuat peringkat pada hal-hal yang harus diprioritaskan, yaitu dengan memilih penyebab mana yang harus diprioritaskan terlebih dahulu. Contoh bentuk diagram pareto dapat dilihat pada Gambar 2.1 di
25
bawah ini.
Gambar 2.1: Contoh Pareto Chart Sedangkan Proses Mapping adalah grafik yang menggambarkan langkahlangkah yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas proses menggunakan simbol-simbol standar flowchart. Proses mapping mempunyai lima kategori kerja utama, yaitu mengidentifikasi supplier proses, input supplier, proses, output proses dan pelanggan dari proses. Kelima kategori ini dikenal dengan istilah SIPOC (Supplier-Input-Proses-Output-Costumer) [5]. Simbol-simbol yang digunakan pada pembuatan proses mapping yaitu: : digunakan untuk menggambar awal proses : digunakan untuk menggambarkan tahap-tahap dalam proses : digunakan untuk menggambarkan proses pengambilan keputusan : digunakan untuk menghubungkan tahap-tahap dalam proses
26
Contoh dari proses mapping bisa dilihat pada Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 contoh proses mapping
2.2.2
Fase Measure Fase Measure (M) merupakan fase
mengukur tingkat kecacatan
pelanggan dan tingkat kinerja. Dalam fase ini, pengukuran yang dilakukan antara lain:
27
1. Pengukuran baseline kinerja Sebelum dilakukan proses six sigma harus dilakukan pengukuran tingkat kinerja saat ini
atau pengukuran baseline kinerja. Ukuran hasil kinerja
baseline yang digunakan pada six sigma adalah tingkat DPMO (Defect Per Million Opportunity) dan pencapaian tingkat kapabilitas sigma (sigma level). Perhitungan nilai sigma dilakukan untuk mengetahui performa proses saat ini yang akan menjadi tolak ukur dalam menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan. Langkah-langkahnya yaitu: a. Menghitung nilai DPMO DPMO merupakan suatu ukuran kegagalan dalam Six Sigma yang menunjukan kerusakan suatu produk dalam satu juta barang yang diproduksi. Kriteria DPMO harus didefinisikan dengan teliti. Kerusakan dapat digambarkan dengan tidak bersih, tidak tepat atau tidak sesuai dengan standar. DPMO dituliskan dengan persamaan:
2.1
Nilai DPMO dari suatu produk menggambarkan rata-rata pengukuran pada suatu proses. b. Mengobservasi nilai DPMO ke nilai sigma mengunakan tabel konversi sigma (Lampiran 4).
28
setelah diperoleh nilai DPMO dan level sigma, maka kita dapat mengetahui besarnya baseline kinerja perusahaan saat ini. 2. Pengukuran tingkat kapabilitas proses (capability proses). Suatu proses disebut mempunyai kapabilitas jika proses tersebut mempunyai kemampuan untuk menghasilkan output yang berada dalam batas spesifikasi yang diharapkan. yaitu apabila nilai rata-rata dari proses tersebut sama dengan nilai target yang diharapkan dan besarnya rentang batas spesifikasi yang diinginkan perusahaan, yaitu batas spesifikasi atas perusahaan (USL) dan batas spesifikasi bawah perusahaan (LSL) lebih besar dari rentang batas kontrol pada produk yaitu dihasilkan, yaitu garis hasil atas (UCL) dan garis hasil bawah (LCL) [6]. Untuk lebih jelasnya dapat dillihat pada Gambar 2.2. Besarnya batas spesifikasi perusahaan ditentukan oleh bagian Quality Control pada perusahaan sedangkan besarnya batas terkontrol dapat diketahui melalui bagan kendali Shewhart. Ukuran yang menyatakan kemampuan proses tersebut dinamakan capability index. Sedangkan analisanya disebut analisa proses kapabilitas. Analisa proses kapabilitas dapat digunakan apabila proses tersebut berada dalam proses control statistik. Apabila tidak maka nilai kapabilitasnya tidak dapat dipercaya.
29
Gambar 2.3 Bentuk Bagan Kendali Proses Mempunyai Kapabilitas Menurut [6], proses kapabilitas dapat digolongkan kedalam tiga kondisi, yaitu: a. Proses yang memiliki kapabilitas tinggi, terjadi jika rentang proses berada didalam rentang spesifikasi (dapat dilihat pada Gambar 2.4). 2.2
Gambar 2.4 Bagan Kendali Kapabilitas Tinggi b. Proses yang memiliki kapabilitas hampir tidak cukup, terjadi jika rentang proses sama dengan rentang spesifikasi (Gambar 2.5).
30
2.3
Gambar 2.5 Bagan Kendali Kapabilitas hampir tidak cukup c. Proses yang tidak memiliki kapabilitas, terjadi jika rentang proses lebih besar dibandingkan dengan rentang spsesifikasi (Gambar 2.6). 2. 4
Gambar 2.6 Bagan Kendali Proses tidak memiliki Kapabilitas
Terdapat berbagai indeks kapabilitas proses, akan tetapi dalam skripsi ini akan digunakan 3 macam indeks, yaitu:
31
a. Indeks Kapabilitas Proses Cp Indeks Kapabilitas Proses Cp merupakan indeks kapabilitas yang paling sederhana, digunakan untuk menunjukan kemampuan suatu proses dalam memenuhi spesifikasi limit. Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi sebelum menggunakan Cp, yaitu distribusi dari proses harus berdistribusi normal dan nilai rata-rata proses (X) harus tepat sama dengan nilai target (T), yang berarti nilai X dari proses harus tepat berada di tengah dari interval nilai USL dan LSL. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka nilai Cp akan memberikan misleading result (kurang dapat dipercaya). Dapat dikatakan Cp merupakan perbandingan antara rentang spesifikasi dengan rentang proses, sehingga seharusnya bernilai lebih dari satu [6]. Dituliskan: 2.5
Sehingga: 2.6
Nilai Cp = 1, jika rentang spesifikasi sama dengan rentang proses. Dikatakan proses hampir memiliki kapabilitas. Nilai Cp > 1, jika rentang spesifikasi lebih besar dari rentang proses. Dikatakan proses memiliki kapabilitas tinggi. Nilai Cp < 1, jika rentang spesifikasi lebih kecil dari rentang proses. Dikatakan proses tidak memiliki kapabilitas.
32
Secara umum dapat dikatakan semakin besar nilai Cp, maka semakin baik proses tersebut. Six sigma merupakan pengembangan dari konsep Cp. Proses memiliki Cp = 2. Hubungan antara nilai Cp dan kapabilitas proses dapat di lihat pada Tabel 2.2 di bawah ini [7]. Table 2.2 Hubungan Cp dan Kapabilitas proses Cp 0, 33 0, 50 0, 67 0, 83 1, 00 1, 17 1, 13 1, 50 1, 67 1, 83 2, 00 2, 17 2, 33
Kapabilitas Proses 1, 0 σ 1, 5 σ 2, 0 σ 2, 5 σ 3, 0 σ 3, 5 σ 4, 0 σ 4,5 σ 5, 0 σ 5,5 σ 6, 0 σ 6, 5 σ 7, 0 σ
b. Cpk (Indeks Kapabilitas Aktual) Cpk merupakan indeks yang menunjukan seberapa baik suatu proses dapat memenuhi spesifikasi limit, dengan mengukur jarak terdekat antara kinerja proses dan batas spesifikasi. Semakin kecil nilai Cpk semakin dekat jarak kinerja proses dan batas spesifikasi, hal ini berarti proses tersebut semakin baik. Formula Cpk dituliskan [6].
2.7
33
Dengan
jika
, maka
34
Jadi, 2.8
Dengan: = rata-rata proses = simpangan/standar deviasi dapat dikatakan bahwa Cpk lebih baik daripada Cp. Akan tetapi Cpk
juga
mempunyai kekurangan, yaitu Cpk hanya melihat penyebaran dari rata-rata proses dan spesifikasi limit, sehingga tidak dapat memberikan informasi bagaimana penyebaran dari proses control secara keseluruhan, hanya bagaimana penyebaran proses terhadap spsesifikasi limit.
Terdapat hubungan antara Cpk dan kapabilitas proses pada berbagai tingkat sigma. Hubungan tersebut sama dengan yang ditunjukan pada Tabel 2.3 di bawah ini.
35
Tabel 2.3 Hubungan Cpk dan Kapabilitas Proses Cpk
Kapabilitas Proses
0,33 0,50 0,67 0,88 1,00 1,17 1,33 1,50 1,67 1,83 2,00 2,17 2,33
1, 0 σ 1, 5 σ 2, 0 σ 2, 5 σ 3, 0 σ 3, 5 σ 4, 0 σ 4,5 σ 5, 0 σ 5,5 σ 6, 0 σ 6, 5 σ 7, 0 σ
1. Indeks kapabilitas proses Cpm Indeks kapabilitas proses Cpm (disebut juga Taguchi Capability Index) digunakan untuk mengukur pada tingkat mana output suatu proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai Cpm menunjukan bahwa output proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan pelanggan. Formula Cpm di tuliskan: 2.9 Dengan
adalah variansi dan selisih antara rata-rata
proses ( ) dan target (T). Beberapa keuntungan dari penggunaan indeks Cpm [8] adalah:
36
1. Dapat diterapkan pada suatu interval spesifikasi yang tidak simetris (asymmetrical specification interval), di mana nilai spesesifikasi target kualitas (T) tidak berada pada tepat di tengah nilai USL dan LSL. 2. Dapat dihitung untuk tipe distribusi apa saja, tidak mensyaratkan data harus berdistribusi normal. Hal ini berarti perhitungan Cpm adalah bebas dari persyaratan distribusi data, serta tidak memerlukan lagi uji normalitas untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan dari proses itu berdistribusi normal. Dalam
program
peningkatan
kualitas
Six
Sigma,
biasanya
dipergunakan kriteria sebagai berikut: a) Cpm ≥ 2,00 Proses dianggap mampu dan kompetitif. b) 1,00 ≤ Cpm ≤ 1,99 Proses dianggap cukup mampu, namun perlu upaya-upaya giat untuk peningkatan kualitas menuju target perusahaan berkelas dunia yang memiliki tingkat kegagalan sangat kecil menuju nol (zero defect oriented). Perusahaan yang memiliki nilai Cpm yang berada di kisaran ini memilliki kesempatan terbaik dalam melakukan program peningkatan kualitas six sigma. c) Cpm < 1,00 Proses dianggap tidak mampu dan tidak kompetitif untuk bersaing di pasar global.
37
2.2.3 Fase Analyze Merupakan fase mencari dan menentukan penyebab dari suatu masalah. Selanjutnya akar utama suatu permasalahan dapat dianalisis menggunakan diagram cause & effect/ Ichigawa/ Fishbone dan Failure Models and Effect Analysis/FMEA). 1. Diagram sebab akibat (Cause and effect diagram) Cause and effect diagram adalah suatu alat yang digunakan untuk mengorganisasi dan menggabungkan seluruh ide-ide mengenai penyebab potensial dari suatu masalah. Bentuknya seperti tulang ikan (fishbone), terdiri dari dua macam bagian yaitu [6]: a) Kepala ikan (akibat), berada di sebelah kanan. Bagian ini memuat suatu permasalahan (kecacatan produk), yaitu akibat yang terjadi. b) Tulang ikan (penyebab), terdiri dari faktor-faktor penyebab di mana duri-duri tersebut akan bercabang-cabang sesuai jumlah penyebab yang ditemukan. Gambar 2.7 merupakan contoh bentuk diagram sebab akibat:
Gambar 2.7 Contoh Diagram Sebab Akibat
38
2. FMEA (Failure Models and Effect Analysis) Failure Models and Effect Analysis atau analisa potensi kegagalan dari produk/proses
dan
efek-efeknya
merupakan
suatu
kegiatan
mendokumentasikan pengidentifikasian tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan potensi kegagalan terjadi. Langkah-langkah dalam menggunakan FMEA yaitu [9]: a. Mengidentifikasi proses, produk atau jasa. b. Membuat kolom-kolom dalam sebuah spreadsheet. Masing- masing kolom tersebut diberi nama: modes of failure, cause of failure, effect of failure, frequency of occurance, degree of severity, chance of detection, risk priority number (RPN) dan rank. c. Membuat daftar masalah-masalah yang mungkin mucul. d. Mengidentifikasi semua penyebab dari setiap masalah yang muncul. e. Menentukan akibat dari setiap masalah tersebut. Kemudian mengidentifikasi akibat potensial dari masalah terhadap pelanggan, produk dan proses. f. Membuat tabel keterangan nilai-nilai yang akan ditentukan. Untuk mengisi kolom frequency of occurance, degree of severity, dan chance of detection dibuat sebuah tabel consensus dari nilai-nilai relative untuk mengasumsikan frekuensi muncul (occurance), seberapa besar pengaruh efek kegagalan yang terjadi (severity), kemungkinan masalah tersebut terdeteksi dan diatasi
39
sekarang ini (detection). Selanjutnya mengisikan nilai yang sesuai untuk kolom-kolom di atas berdasarkan tabel yang telah dibuat. g. Menghitung nilai resiko (RPN) dari tiap masalah, dengan rumus: RPN = SEVV
OCC
DET
2.10
h. Menyusun masalah berdasarkan nilai RPN, dengan urutan dari nilai RPN tertinggi ke terendah i. Mengambil tindakan untuk mengurangi resiko pada masalah berdasarkan rankingnya. Berikut contoh tabel spreadsheet FMEA (Tabel 2.4):
Tabel 2.4 Spreadsheet FMEA Mode of failure
Cause of failure
Effect of failure
Frequence of occurance (110)
Degree of severity (110)
Chance of detecti on (110)
Risk priority number (RPN)
Nilai occurance (OCC), severity (SEV) dan detection (DET) besarnya antara 1-10. Ketentuan pemberian besarnya nilai ini dapat dilihat dalam Table 2.5 berikut :
Tabel 2.5 Nilai Occurance (OCC), Severity (SEV) dan Detection (DET)
40
Ran k
Nilai
Occurance
Severity (SEV)
Detection (DET)
Jika masalahnya tidak berpengaruh (minor). Jika masalahnya sedikit berpengaruh dan tidak terlalu kritis (low).
Jika masalahnya pasti dapat cepatcepat tercapai diatasi (Very high) Jika masalahnya kemungkinan besar dapat diatasi (high) Jika masalahnya ada kemungkinan untuk dapat diatasi (moderatte)
(OCC) 1
2 3
4 5 6
7 8
Jika masalahnya hampir tidak pernah terjadi Jika masalahnya sangat jarang terjadi, relatif sedikit (low) Jika masalahnya kadangkadang terjadi (moderate) Jika masalahnya sering terjadi (high)
Jika masalahnya cukup berpengaruh, dan pengaruhnya cukup kritis (moderate) Jika masalahnya sangat berpengaruh, dan kritis (high)
9
10
Jika masalahnya sulit untuk dihindari (very high)
Jika masalahnya benar-benar berpengaruh, sangat merugikan dan sangat kritis (very high)
Jika masalahnya kemungkinannya kecil untuk dapat diatasi (low)
Jika masalahnya mungkin tidak dapat diatasi (very low) Jika masalahnya tidak dapat diatasi (none).
Setelah dilakukan analisis FMEA, selanjutnya menentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Terutama masalah-masalah yang memiliki nilai resiko (RPN) tertinggi. Untuk itu digunakan tabel action planning for failure mode (Tabel 2.6). Dengan tabel ini ditentukan tindakan yang sesuai untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah yang terjadi dengan memberikan solusi langsung ke akar penyebab permasalahannya. Apabila diperlukan, untuk setiap solusi tersebut dapat dibuat validasi yang akan berguna
41
untuk memastikan bahwa solusi telah diimplementasikan dengan benar. Bentuk validasi tersebut dapat berupa laporan, form atau checksheet. Tabel 2.6 Bentuk table action for failure mode Failure
Actionable
mode
cause
Design action/potensial
Design validation
solution
2.2.4 Fase Improve Fase Improve adalah fase meningkatkan proses dan
menghilangkan
sebab-sebab timbulnya cacat. Setelah sumber-sumber penyebab masalah kualitas dapat diidentifikasi, maka dapat dilakukan penetapan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma. Design of Experiment (DoE) merupakan salah satu metode statistik yang digunakan untuk meningkatkan dan melakukan perbaikan kualitas. Design of Experiment dapat didefinisikan sebagai suatu uji
atau rentetan uji dengan
mengubah-ubah variabel input (faktor) suatu proses sehingga dapat diketahui penyebab perubahan output (respon). Banyaknya kombinasi yang dihasilkan dari DoE adalah sebanyak 2k, dengan 2 adalah banyaknya pengaturan atau level dan k adalah banyaknya faktor atau variabel input (X) [10].
42
2.2.5
Fase Control Pada fase control hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan
dan disebarluaskan. Hasil-hasil yang memuaskan dari proyek peningkatan kualitas Six
Sigma
harus distandarisasikan, dan selanjutnya dilakukan
peningkatan terus-menerus pada jenis masalah yang lain mengikuti konsep DMAIC. Diagram kontrol merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengontrol variansi dalam suatu proses produksi. Diagram ini memuat tiga baris barat, yaitu: garis kontrol atas atau bisa disebut upper control limit (UCL), rata-rata kualitas sampel dan garis kontrol bawah atau biasa disebut lower control limit (LCL). Sampel yang berada dalam rentang UCL-LCL dikatakan berada dalam pengawasan (in control) sedangkan sampel yang berada di luar rentang UCL-LCL dikatakan berada di luar pengawasan (out control) [11]. Fungsi dari diagram ini adalah: a. Menentukan batas terkontrol dari suatu proses b. Memberikan informasi tentang stabilitas dan kemampuan proses c. Membantu mengurangi variabilitas d.
Memonitor kinerja agar tetap berada dalam batas pengawasan.
43
Gambar 2.8 menggambarkan contoh bentuk diagram kontrol:
Gambar 2.8 Bentuk Control Chart
44
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penilitian ini dilakukan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Mei 2011, yang dilaksanakan pada salah satu perusahaan air mineral yang terletak di daerah Sukabumi, tepatnya di daerah Cidahu, pada bagian Quality Control produksi. Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan No
Kegiatan Februari 3 4
1
Penyusunan
X
1
Waktu (2011) Maret April 2 3 4 1 2 3
X
X
4
1
Mei 2 3
4
X
X
X
Rancangan Kegiatan 2
Pengerjaan
X
X
tahap Define dan Measure 3
Pengerjaan
X X
X
X
tahap Analyze dan Kesimpulan 4
Bimbingan dan Revisi
45
X
3.2 Metode Pengumpulan Data Bahan yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder berupa data sekunder dari Check Visual dan Quality Control produksi. Adapun data tersebut terdiri dari: 1. Data reject produk gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml pada bulan Februari 2011. 2. Dokumen umum perusahaan berupa profil perusahaan dan alur proses produksi. 3. Informasi siklus produksi gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml. 4. Informasi cara pengambilan data, spesifikasi dan bahan produk. 5. Informasi tentang penyebab terjadinya produk cacat. Untuk meyelesaikan permasalahan pada penelitian ini digunakan metode deskriptif, berupa: a. Studi pustaka Metode studi pustaka dengan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan analisis Six Sigma dan tentang profil perusahaan. b. Observasi langsung Metode pengamatan dilakukan untuk mengetahui alur proses produksi dan pengambilan data produksi. c.
Wawancara Terstruktur
46
Metode wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang masalahmasalah yang sedang dihadapi perusahaan dan jenis karektiristik kegagalan produk yang sering timbul ketika produksi. Wawancara dilakukan terhadap pihak Quality Control produksi, operator mesin dan bagian Visual (Checker) dibidang produksi (jenis pertanyaan pada Lampiran 7).
3.3 Metode Pengolahan Data Setelah data diperoleh dari bagian produksi, selanjutnya dilakukan pengolahan terhadap data-data yang didapat. Pengolahan data dilakukan melalui beberapa fase, yaitu: 1. Fase Define Pada fase define dilakukan identifikasi masalah kedua jenis produk, yaitu gallon 19 liter dan air minum Cup 240 ml dan jenis karektiristik kegagalan kedua produk yang sering timbul ketika dilakukan produksi. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan diagram pareto chart dan data Upper Limits Control Checker yang diperoleh dari pihak Quality Control perusahaan. Dari hasil identifkasi dapat diperoleh permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan.
2. Fase Pengukuran (Measure) Pada fase Measure dilakukan pengukuran baseline kinerja dengan parameter DPMO dan level sigma serta pengukuran kapabilitas proses. Perhitungan nilai
47
DPMO dapat digunakan dengan menggunakan Persamaan 2.1. Pengukuran kapabilitas proses dilakukan dengan menghitung nilai Cp (Persamaan 2.6), Cpk (Persamaan 2.7) dan Cpm proses (Persamaan (2.8)). Setelah diperoleh nilai DPMO, kemudian dilakukan konversi nilai DPMO menjadi nilai sigma menggunakan tabel Conversion Sigma (tabel terlampir). Dari nilai DPMO dan nilai sigma, maka dapat diketahui kondisi perusahaan ini. 3. Fase Penganalisaan (Analyze) Pada fase Analyze dilakukan analisis sebab utama yang menyebabkan masalah pada proses dengan menggunakan diagram sebab akibat (Cause and Effect Diagram) dan analisis FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Untuk membuat diagram sebab-akibat, dilakukan wawancara dengan pihak Quality Control dan operator mesin untuk memperoleh informasi tentang halhal yang menyebabkan permasalahan utama yang dihadapi oleh perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis FMEA untuk mengetahui penyebab manakah yang paling mempengaruhi masalah tersebut. Analisis FMEA dilakukan dengan menggunakan Spreadsheet FMEA. Setelah diketahui penyebab utama dari permasalahan dengan FMEA maka selanjutnya ditentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang ada menggunakan table action Planning for Failure Mode. Idealnya, setelah diketahui penyebab utama dari permasalahan yang sedang dihadapi, maka dilakukan fase Improve untuk meningkatkan proses dan menghilangkan sebab-sabab cacat pada produk serta fase Control. Untuk
48
mengendalikan proses agar tetap berada pada level Six Sigma. Akan tetapi, dalam fase improve dan fase control tidak dikaji mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya yang dimiliki. Dari fase define, measure,dan analyze ini dapat dilakukan analisis antara lain: 1. Permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Permasalahan utama yang sedang dihadapi oleh perusahaan dapat dilihat melalui diagaram pareto. 2. Kondisi baseline kinerja perusahaan. Untuk mengetahui kondisi baseline kinerja perusahaan dapat dilakukan dengan melihat nilai akhir level sigma. 3. Penyebab yang paling berpengaruh terhadap permasalahan utama yang sedang dihadapi. Untuk memperoleh hasil analisa berupa penyebab utama yang paling berpengaruh dilakukan analisa berupa penyebab utama yang paling berpengaruh dilakukan analisa menggunakan spreadsheet FMEA.
Melalui spreadsheet FMEA akan diperoleh nilai RPN dari tiap-tiap penyebab utama yang menyebabkan permasalahan yang sedang dihadapi. Nilai RPN dapat diperoleh dengan Persamaan 2.10.
49
3.4 Alur Penelitian Untuk mengetahui alur penelitian ini dari awal sampai akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.
Mulai
Survey perusa Pendefinisi
Interview
an masalah Permasal
dan
Proses
ahan Fase Define
Pareto Pengukuran
Fase Measure
Kondisi
baseline
perusahaan
Pengukuran Gambar 3.1 Alur Penelitian proses
Fase
Diagram
Analyze
Fish Bone
Kesimpul Analisis
an dan
selesai
Gambar 3.1 Alur Penelitian
50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian dan pengumpulan data (Tabel Lampiran 2 dan Lampiran 3), maka pada bab ini akan dilakukan pengolahan dan analisa terhadap data yang diperoleh. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan mendifinisikan, mengukur dan menganalisa masalah yang sedang dihadapi oleh perusahaan air minum tersebut dengan pendekatan six sigma yang terdiri dari fase define, measure dan analyze. Hasil dan pembahasan dijabarkan sebagai berikut. 4.1 Pendefinisian masalah di PT X (Define) Fase Define merupakan langkah awal dalam melakukan analisa Six Sigma, hal pertama yang dilakukan dalam fase ini adalah mengidentifikasi hal-hal yang dianggap penting dalam proses produksi (Critical to Quality atau biasa disingkat CTQ), Secara garis besar pada proses berlangsungnya produksi ada beberapa kendala yang sering terjadi, yaitu pada produk air minum gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml, karena dua produk ini yang sering diproduksi oleh PT X. Berdasarkan hasil interview dengan pihak Quality Control, pihak Visual (checker) dan pelaku produksi, diketahui bahwa CTQ terdiri dari sortir fisik gallon dan cup air minum yang reject (rusak). Adapun kondisi fisik dari gallon atau air cup yang reject yaitu di antaranya: 1. Pada gallon 19 liter, kerusakannya adalah gallon yang bocor. Gallon bocor ada dua kriteria yaitu pertama gallon bocor berat, artinya sedikit kemungkinan gallon ini untuk diperbaiki seperti gallon pecah, solusinya
gallon akan
dilebur kemudian didaur ulang. Kedua gallon bocor ringan yaitu bocor yang
51
masih bisa ditanggulangi dan biasanya solusinya dilakukan penambalan. Selain gallon bocor juga gallon Berdebu, Berlumut, Volume minimum (artinya pengisian air kurang dari 18.5 liter), Seal dan Cup seal. 2. Pada air minum cup 240 ml, kerusakan yang terjadi di antaranya adalah kerusakan pada cup air, liding cup (tutup Cup), box (kardus), layer, dan lakban. Dalam penelitian ini, perbaikan kualitas akan dilakukan pada bagian yang sering timbul kerusakan dibagian produksi dan dari produksi dihitung jumlah produk yang reject seperti yang disebutkan diatas. Sehingga data yang diperoleh dari pihak Quality Control dan bagian produksi perusahaan dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1 Data Cacat Produksi Gallon 19 Liter Bulan Februari 2011 No 1 2 3 4 5 6
Jenis Kerusakan pada gallon 19 L Volume min Bocor Debu Lumut cup seal Seal
Jumlah 2890 1221 489 356 1848 1118
Tabel 4.2 Data Cacat Pada Air Minum Cup 240 ml Bulan Februari 2011 No 1 2 3 4 5
jenis kerusakan air minum 240 ml Volume min Kotor Cup Lid cup Box
Jumlah 1328 1261 3444 3161 388
52
No 6 7
jenis kerusakan air minum 240 ml
Jumlah
Layer Lakban
674 15
Dari Tabel 4.1 dan 4.2 diketahui bahwa data cacat produksi terdiri dari tiga belas jenis kerusakan, dengan enam pada air gallon 19 liter dan tujuh pada air minum cup 240 ml. Jenis kerusakan yang paling banyak terdapat pada volume minimum di gallon 19 liter dan kerusakan cup untuk air minum cup 240 ml. Untuk lebih memudahkan dalam melihat jenis kerusakan pada dua produk tersebut dapat dibuat diagram Pareto. Gambar 4.1 dan Gambar 4.2 menggambarkan diagram Pareto jenis produk yang rusak.
pa r e to C ha r t o f J e m is k e r us a k a n pa da ga lo n 1 9 L 8000
100
7000
Count
5000
60
4000 40
3000 2000
20 1000 0 C3 C o unt Pe rc e nt C um %
0 V o lm in 2890 3 6 .5 3 6 .5
cu p se a l 18 48 2 3 .3 5 9 .8
Bo c o r 1221 1 5 .4 7 5 .2
seal 1118 1 4 .1 8 9 .3
De bu 489 6 .2 9 5 .5
O th e r 356 4 .5 1 0 0 .0
Gambar 4.1: Pareto Chart jenis cacat pada gallon 19 liter
53
Percent
80
6000
Pareto Chart of jenis kerusakan pada cup 240 ml
Count
8000
80
6000
60
4000
40
2000
20
0 jenis kerusakan pada cup 240 ml Count Percent Cum %
Percent
100
10000
0 cup 3444 33.5 33.5
Lid Cup 3161 30.8 64.3
Volmin 1328 12.9 77.2
kotor 1261 12.3 89.5
Layer 674 6.6 96.1
Other 403 3.9 100.0
Gambar 4.2: Pareto Chart jenis cacat pada air cup 240 ml Dari diagram Pareto pada gallon 19 liter terlihat 36% jenis kerusakan terjadi pada volume yang minimum dan pada air cup 240 ml 33.5% kerusakan terjadi pada cup, ini artinya kedua masalah tersebut harus mendapat prioritas penyelesaian terlebih dahulu. Dapat dijelaskan secara singkat bahwa alur proses produksi pada gallon 19 liter yaitu dari mulai masuk gallon ke perusahaan dari Supply Cup, kemudian dilakukan beberapa tahap pensortiran (pengecekan) dari mulai gallon yang diturunkan dari mobil, kemudian dilakukan tahap sortir pertama yaitu pengecekan gallon bocor, berlumut dan berdebu. Gallon bocor dipisahkan menjadi dua bagian yaitu gallon yang bocor ringan dan gallon yang bocor berat, Setelah gallon bocor dipisahkan maka gallon dipisahkan kembali dari gallon yang tergolong kotor berat dan kotor ringan, gallon yang kotor ringan cukup dicuci dengan air biasa dan dimasukkan ke alat mixer, adapun gallon yang kotor berat seperti gallon yang berlumut, setelah dicuci dan dimasukkan ke alat mixer gallon diberikan larutan kimia dengan tujuan
54
menghilangkan bakteri dan didiamkan selama tiga hari. Setelah itu, dilakukan proses pencucian yang kedua dan pembersihan kembali dengan Gallon Washer Machine yaitu dilakukan filtrasi, kemudian pencucian dengan air panas dan dicuci kembali dengan air dingin kemudian dilkukan proses ozonisasi dengan cermat. Setelah gallon bersih, maka tahap selanjutnya mulai dilakukan pengisian air dengan Gallon Filling Machine dan dilakukan sortir kedua yang sering disebut check visual untuk memastikan tidak ada debu, kotoran, atau benda apapun dan check volume air, setelah lolos check visual maka dilakukan pelebelan dan sudah siap produksi. Adapun alur produksi pada air minum cup 240 ml, tidak serumit pada gallon, yaitu dari mulai cup yang dibeli dari Supply Cup, kemudian diperiksa oleh QC perusahaan, jika telah layak maka diisi air mineral yang telah mengalami proses ozonisasi oleh mesin Cup Sealer 16 Line, setelah itu cup diisi dengan air mineral ditutup dengan lid, selanjutnya dilakukan check visual, leading cup, dan memastikan air steril dari debu, kotoran, dan volume air, kemudian dikemas kedalam box dan dilakban. Untuk lebih jelasnya, alur proses produksi gallon dan air minum cup 240 ml dapat di lihat pada proses mapping pada Gambar 4.3.
55
Gambar 4.3 proses Mapping produksi air minum gallon dan cup 240 ml
56
4.2 Pengukuran kinerja PT X (Measure) Setelah dilakukan pendefinisian masalah yang akan dianalisis, kemudian pada fase measure dilakukan pengukuran baseline kinerja dan pengukuran kapabilitas proses dalam perusahaan. 4.2.1
Pengukuran baseline kinerja
Dalam penelitian ini, pengukuran baseline kinerja perusahaan dilakukan dengan menggunakan parameter DPMO dan nilai sigma. Hasil perhitungan DPMO dan nilai sigma dari tiap-tiap jenis kecacatan dapat dilihat dalam Table 4.3 dan 4.4(nilai sigma diperoleh dari table Konversi sigma pada Lampiran 2). Berikut contoh perhitungannya (Persamaan 2.1): 1. pada gallon 19 liter a. Volume minimum
b. Bocor
2. Pada air minum cup 240 ml a. Kerusakan cup
b. Lid cup
57
Tabel 4.3 Nilai DPMO dan Sigma Tiap Jenis Kecacatan pada gallon 19 liter No 1 2 3 4 5 6
Jenis Kerusakan Pada Gallon 19 Liter Volume min Bocor Debu Lumut cup seal Seal
Jumlah
DPMO
2890 1221 489 356 1848 1118
27515 11625 4656 3389 63340 17594
Sigm a 3.44 3.78 4.11 4.21 3.62 3.82
Tabel 4.4 Nilai DPMO dan Sigma Tiap Jenis Kecacatan pada air minum cup 240 ml No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Kerusakan Pada Air minum cup 240 ml Volume min Kotor Cup Lid Cup Box Layer Lakban
Jumlah
DPMO
Sigma
1328 1261 3444 3161 388 674 15
4433 4210 11497 10553 1295 2250 50
4.12 4.14 3.79 3.82 4.51 4.34 5.39
Dari Tabel 4.2 dan tabel 4.3 dapat diketahui nilai DPMO dari semua masalah cacat besar dan nilai sigmanya relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa baseline relatif kinerja perusahaan kurang baik dan perlu dilakukan perbaikan kualitas. Dalam penelitian ini, akan dilakukan perbaikan kualitas terhadap volume min pada gallon 19 liter dan kerusakan cup pada air minum cup 240 ml, karena kedua cacat ini merupakan nilai DPMO paling besar dan nilai sigmanya paling kecil diantara jenis-jenis cacat yang lain.
58
4.2.2
Pengukuran Kapabilitas Proses Pengukuran kapabilitas proses perusahaan dilakukan untuk mengetahui
kondisi perusahaan, apakah memiliki kapabilitas atau tidak serta untuk mengetahui
besarnya
indeks
kapabilitas
dari
perusahaan.
Prosedurnya
menggunakan persamaan Cp, Cpk, dan Cpm. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kapabilitas proses berdasarkan banyaknya jumlah produksi yang cacat. Data diperoleh dengan menghitung jumlah produksi dari tiap hari produksi. Setelah data diperoleh (Tabel Lampiran 2 dan Lampiran 3), langkah pertama yang dilakukan adalah mencari nilai USL, LSL, UCL, LCL, rata-rata proses
, dan target (T). nilai-nilai tersebut digunakan untuk mengetahui kondisi
perusahaan mempunyai kapabilitas atau tidak. Nilai USL, LSL, dan T diperoleh dari bagian Quality Control perusahaan, yaitu USL =180, LSL=0 dan T=10 untuk gallon 19 liter, dan USL=200, LSL=0, dan T=50 untuk air minum cup 240 ml. Sedangkan nilai UCL dan LCL dan
diperoleh dengan membuat bagan kendali
Shewhart. Bagan kendali tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 berikut: X b a r C h a r t o f R e je c t A i r G a l l o n 1 9 L i t e r 90 1
80 U C L = 7 2 .4 2
Sample Mean
70 60 50
_ _ X =3 8.40
40 30 20 10
LC L = 4 .3 7 0 1
4
7
10
13 16 S a m p le
19
22
25
28
Gambar 4.4 Bagan kendali Shewhart bagian jumlah cacat paling banyak pada gallon 19 liter
59
X b a r C h a r t o f R e je c t A i r C u p 2 4 0 m l 8 00
1
Sample Mean
6 00
4 00 UC L= 3 1 9 .1 2 00
_ _ X = 1 0 4 .6
0 LC L= - 1 1 0 .0 1
4
7
10
13 16 S a m p le
19
22
25
28
Gambar 4.5 Bagan kendali Shewhart bagian jumlah cacat paling banyak pada air minum cup 240 ml Dari gambar 4.4 dan 4.5 terlihat pada gallon 19 liter besarnya UCL=72.42, LCL=4,37, dan 110, dan
= 103.2 dan pada air minum cup 240 ml UCL=104.6, LCL= -
= 104.6 besarnya nilai USL pada gallon 19 liter dan air minum cup
240 ml lebih besar dari nilai UCL keduanya, akan tetapi LSL lebih kecil dari nilai LCL sehingga belum dapat diketahui secara pasti kondisi perusahaan saat ini. maka dilakukan analisis dengan melihat nilai index kapabilitas Cp, Cpk, dan Cpm. Untuk mencari indeks kapabilitas proses perusahaan (menggunakan data cacat), langkah selanjutnya adalah menguji normalitas data dan membuat histogram. Kedua hal ini dilakukan untuk melihat sebaran data, besarnya nilai rata-rata proses dan besarnya nilai standar deviasi. Uji normalitas data dilakukan dengan melihat nilai p-value data melalui Probability Plot data, dengan ketentuan iika p-value > 0.05 maka data berdistribusi normal dan jika p-value < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal. Setelah dilakukan pengujian terhadap data keluhan pelanggan PT X, dari grafik Probability Plot of Failure data (Gambar 4.6 dan Gambar 4.7) diperoleh nilai p-value < 0.05 untuk gallon 19 liter dan p-value
60
> 0.05 untuk air minum cup 240 ml, sehingga disimpulkan bahwa kedua data tersebut tidak berdistribusi normal baik pada gallon 19 liter maupun pada air minum cup 240 ml. P r o b a b i l i ty P l o t o f r e je c t g a l l o n 1 9 l i t e r Norm a l - 9 5% C I 99 M ean S tD e v N AD P - V a lu e
95 90
3 8.40 1 3.15 28 1 .537 < 0 .005
80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
0
10
20
30 40 50 60 r e je c t g a llo n 1 9 lit e r
70
80
90
Gambar 4.6 Probability Plot of Failure pada gallon 19 liter
P r o b a b i li ty P l o t o f r e je c t C u p 2 4 0 m l Norm a l - 95% C I 99 M ea n S tD e v N AD P - V a lu e
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-4 0 0
-200
0
200 400 r e je c t C u p 2 4 0 m l
600
800
Gambar 4.7 Probability Plot of Failure pada cup 240 ml
61
1 04.6 1 30.3 28 6 .26 2 < 0 .00 5
Histogram dari data kecacatan produksi dari dua jenis data baik data gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 berikut: H istogr am of r eje ct gallon 1 9 lite r Norm a l M ean S tD ev N
9 8
38.40 13.15 28
Frequency
7 6 5 4 3 2 1 0 16
32
48 re je ct g allo n 19 lit e r
64
80
Gambar 4.7 Histogram Gallon 19 Liter H i s to g r a m o f r e je c t C u p 2 4 0 m l Norm al 25
M ean S tD ev N
10 4. 6 13 0. 3 28
Frequency
20
15
10
5
0 -2 0 0
0
20 0 400 r e je c t C u p 2 4 0 m l
60 0
80 0
Gambar 4.8 Histogram Air Minum Cup 240 ml Setelah diketahui sebaran data, nilai rata-rata proses dan standar deviasi maka selanjutnya dihitung nilai Cpm. Dengan perhitungan diperoleh:
62
1. Pada gallon 19 liter:
2. Pada Air minum cup 240 ml
Jika disajikan dalam histogram (Gambar 4.10 dan 4.11) P r o c e s s C a p a b i l i ty o f r e je c t g a l l o n 1 9 l i te r L S LT ar g et
USL
P ro c e ss D a ta LS L 4 .3 7 T a rg e t 10 USL 7 2.42 S a m p le M e a n 3 8.4 S a m p le N 28 S tD e v (W ith in ) 1 3.15 S tD e v (O v e ra ll) 1 3 . 2 6 9 1
W ith in O v er all P o te n tia l C C C C C
(W ith in ) C a p a b ility p 0.86 PL 0.86 PU 0.86 pk 0.86 C pk 0.14
O v e ra ll C a p a b ility Pp PPL PPU P pk C pm
16 O b se rv e d P e rf o rm a n c e P P M < LS L 0.00 PPM > USL 35714.29 P P M T o ta l 35714.29
32
E xp . W ith in P e rf o rm a n ce P P M < LS L 4829.09 P P M > U S L 4839.76 P P M T o ta l 9668.86
48
64
80
E xp . O v e ra ll P e rf o rm a n ce P P M < LS L 51 64.75 PPM > USL 51 75.97 P P M T o ta l 103 40.72
Gambar 4.10 Process Capability of Failure pada gallon 19 liter
63
0.85 0.85 0.85 0.85 0.06
P r o c e s s C a p a b i l i t y o f r e je c t C u p 2 4 0 m l LSL P ro ce ss D LS L T a rg e t U SL S a m p le M e a n S a m p le N S tD e v (W it h in ) S tD e v (O v e r a ll)
Tar g et
USL
a ta -1 1 0 50 3 1 9 .1 1 0 4 .6 28 1 3 0 .6 1 3 1 .4 84
W ith in O v e r a ll P o t e n t ia l C C C C C
(W it h in ) C a p a b ilit y p 0 .5 5 PL 0 .5 5 PU 0 .5 5 pk 0 .5 5 C pk 0 .4 1
O v e r a ll C a p a b ilit y P P P P C
-2 0 0 O b s e r v e d P e r f o rm a n c e P P M < LS L 0.0 0 PPM > U SL 3 5 7 1 4.2 9 P P M T o ta l 3 5 7 1 4.2 9
E xp. PPM PPM PPM
0
200
W i th in P e r f o r m a n c e < LS L 5 0 1 7 2 .3 0 > U SL 5 0 2 5 1 .5 4 T o ta l 1 0 0 4 2 3 .8 4
400 E xp . PPM PPM PPM
600
p PL PU pk pm
0 .5 4 0 .5 4 0 .5 4 0 .5 4 0 .3 8
800
O v e r a ll P e r f o rm a n c e < LS L 5 1 3 2 5 .7 1 > U SL 5 1 4 0 5 .8 5 T o ta l 1 0 2 7 3 1 .5 6
Gambar 4.11 process Capability of Failure pada air minum cup 240 ml Karena data tidak berdistribusi normal untuk gallon 19 liter dan cup 240 ml, maka nilai Cp dan Cpk tidak dapat digunakan untuk mengukur tingkat kapabilitas proses, sehingga yang digunakan adalah indeks Cpm yaitu sebesar 0.95. karena nilai Cpm kurang dari 1 maka dapat dikatakan pada gallon 19 liter proses belum kompetitif untuk bersaing di pasar global (belum mempunyai kapabilitas). Dan pada air minum cup 240 ml didapatkan data tidak berdistribusi normal maka nilai Cp, Cpk tidak bisa digunakan untuk mengukur tingkat kapabilitas proses. sehingga yang digunakan adalah indeks Cpm yaitu sebesar 0.32. karena nilai Cpm kurang dari 1 maka dapat dikatakan pada air minum cup 240 ml proses belum kompetitif untuk bersaing di pasar global (belum mempunyai kapabilitas). Dari histogram dan kurva normal di atas terlihat data pada gallon 19 liter data benda dalam rentang USL-LSL, sehingga nilai Cp lebih besar dibanding dengan nilai index kapabilitas lainnya. Akan tetapi data-data tersebut tidak memusat pada batas spesifikasi, maka nilai Cpk bukan nilai indeks paling kecil diantara indeks lainnya. Nilai PPM < LSL bernilai 0.000, hal ini karena tidak ada
64
data yang keluar dari batas nilai LSL, dan juga nilai PPM>USL bernilai 35714.29 artinya ada data yang keluar batas spesifikasi atas/USL. Pada data air minum cup 240 ml, data benda dalam rentang USL-LSL, sehingga nilai Cp lebih besar dibanding dengan nilai index kapabilitas lainnya. Akan tetapi data-data tersebut tidak memusat pada batas spesifikasi, sehingga nilai Cpk bukan nilai indeks yang paling kecil diantara indeks lainnya. Nilai PPM
USL bernilai 35714.29 artinya ada data yang keluar batas spesifikasi atas/USL.
4.3 Analisis Masalah di PT X (Analyze) Fase Analyze merupakan langkah ketiga dalam proses Six Sigma. Tujuan dari fase ini adalah menganalisis sebab-sebab utama yang menyebabkan masalah pada proses. Pada penelitian ini sebab-sebab utama permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan: 4.3.1
Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) Diagram sebab akibat digunakan untuk melihat sejumlah kemungkinan
yang menyebabkan permasalahan yang terjadi pada proses. Informasi tentang halhal yang menyebabkan permasalahan tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan Visual dan operator Gallon Washer Machine. Setelah dilakukan wawancara dengan pihak operator Gallon Washer Machine PT X dan pengolahan data aktual lapangan diketahui bahwa masalah volume min pada gallon 19 liter dan kerusakan cup pada kemasan 240 ml
65
disebabkan oleh beberapa faktor utama, yaitu faktor material, proses pengerjaan, pekerjaan. Untuk lebih jelasnya, penyebab-penyebab dari masalah volume minimum dan kerusakan cup dapat dilihat pada bagan kendali sebab akibat (Gambar 4.12).
Gambar 4.12 Diagram Cause and Effect gallon 19 liter dan Air Cup 240 ml
66
4.3.2
FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Setelah diketahui penyebab-penyebab dari masalah volume min pada
gallon 19 liter dan kerusakan cup pada kemasan 240 ml, maka dilakukan analisis penyebab utama dari permasalahan tersebut. Analisis FMEA dilakukan dengan menggunakan spreadsheet FMEA. Setiap masalah dari permasalahan dicari nilai RPN-nya kemudian nilai RPN tersebut disusun dari nilai yang paling besar sampai yang paling terkecil. Penyebab yang mempunyai nilai RPN paling besar inilah yang merupakan penyebab utama dari permasalahan yang dihadapi. Nilai RPN merupakan hasil perkalian dari nilai severity, occurance, dan detection dari tiap-tiap penyebab masalah. Pengisian
spreadsheet
FMEA
dilakukan
dengan
menggunakan
brainstorming dengan pihak Gallon Washer Machine atau Quality Control perusahaan. Brainstorming tersebut dilakukan untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh tiap-tiap penyebab, menentukan severity, occurance, dan detection besarnya antara 1-10, pemberian nilai ini berdasarkan pertimbangan dan acuan yang ada dalam referensi. Untuk lebih jelasnya pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6. Tabel 4.5 Spreadsheet FMEA Masalah volume min Jenis cacat
Penyebab cacat
pengisian volume air kurang minimum stabil
akibat cacat
Pengisian air yang kurang merata terhadap gallon
67
occ
Sevv
(110)
(110)
4
5
(110)
Risk of Priority Number (RPN)
Rank
3
60
4
det
Jenis cacat
Penyebab cacat
Alat penampung kurang besar
tekanan gas kurang stabil
(110)
Risk of Priority Number (RPN)
Rank
2
6
72
3
5
2
4
40
7
4
4
3
48
6
5
4
7
140
2
3
6
3
54
5
7
8
7
392
1
occ
Sevv
(110)
(110)
Persedian air yang tidak memadai
6
Pengisian air ke gallon kurang efektif
akibat cacat
Pengisian air produksi tidak stabil dan berbarengan alat penampung cepat kosong Air tidak bisa mesin mengisi alat pompa air penampung kurang dengan maksimal maksimal bobot Pengisian air produksi yang tidak yang terkontrol dan berlebihan Penanmpung (keteteran) air kosong air Pengisian air keran air tidak terkontrol (valep) dan alat belum penempung otomatis cepat kosong
68
det
Tabel 4.6 Spreadsheet FMEA Masalah kerusakan cup
jenis cacat
Kerusakan cup
penyebab cacat
occ
Sevv
Det
akibat cacat
Suhu pemanas terlalu tinggi
- Cup meleleh dan Bocor
Kualitas bahan baku kurang bagus
- Cepat bocor, meleleh dan ruksak
Leading cup miring
Tidak bisa di produksi lanjut
berpengaruh Penempatan terhadap Cup kualitas cup sembarangan dan kotor
Risk of Priority
Rank
(1-10)
(1-10)
(110)
Number (RPN)
6
6
3
108
2
7
7
9
441
1
3
3
5
45
4
5
4
3
60
3
Penumpukan box melebihi maksimal
Kebocoran pada cup
4
2
3
24
6
Cup terlalu lama disimpan digudang
Berpengaruh terhadap kualitas cup
2
5
3
30
5
Dari tabel spreadsheet Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa penyebab yang memiliki nilai RPN paling tinggi di keduanya adalah faktor keran (valep) air yang belum otomatis untuk gallon 19 liter dan kualitas bahan baku cup yang kurang bagus untuk kerusakan cup. Pada gallon 19 liter, nilai Occurance sebesar 7; hal tersebut berarti kadang-kadang terjadi, nilai severity sebesar 8; hal ini berarti penyebab tersebut sangat berpengaruh dan kritis terhadap masalah 69
produksi volume min tersebut, dan nilai detection sebesar 7; hal ini berarti penyebab tersebut kemungkinan kecil untuk diatasi. Sehingga setelah ketiga nilai tersebut dikalikan (7x8x7) diperoleh nilai RPN 392, dan pada cup, nilai Occurance sebesar 7; hal tersebut berarti kadang-kadang terjadi, nilai severity sebesar 7; hal ini berarti penyebab tersebut sangat berpengaruh dan kritis terhadap masalah produksi, dan nilai detection sebesar 9; hal ini berarti penyebab tersebut sedikit kemungkinan untuk bisa diatasi. Sehingga setelah ketiga nilai tersebut dikalikan (7x7x9) diperoleh nilai RPN 441. Dalam hal ini berarti bahwa penyebab yang paling utama yang menyebabkan volume minimum pada gallon 19 liter dan kerusakan cup pada air minum 240 ml adalah faktor pompa air yang belum otomatis dan kualitas bahan baku yang kurang baik. Untuk lebih memahami faktor utama volume minimum dan kerusakan cup, maka akan dijelaskan di bawah ini. 1. Keran air (valev) Keran air (valev) berfungsi sebagai keran yang mengalirkan air dari tangki penyimpanan air dan mesin, ada beberapa macam valev, di antaraya: valev otomatis dan valev biasa. Sebelumnya PT X pernah menggunakan valev otomatis namun sudah rusak sehingga diganti dengan valev yang tidak otomatis, adapun salah satu gambar valev yang digunakan pada PT X dapat dilihat pada Gambar 4.13 di bawah ini.
70
Gambar 4.13 Keran Air (valev) Pengisi Air Gallon 2. Kemasan (Cup) Cup adalah ada beberapa bentuk kemasan air minum, botol 1500 ml, gallon, cup dan sebagainya. Adapun kegiatan pembuatan cup dimulai dari mendatangkan bahan baku utama yaitu resin (polypropilena) dari Supplier serta bahan baku tambahannya yaitu regrind dan mengolahnya menjadi flat sheet yang kemudian flat sheet diubah bentuknya menjadi kemasan cup [11]. Pembuatan kemasan cup dikerjakan melalui mesin-mesin yang telah memiliki fungsi dan peranan masing-masing, ada 2 mesin yang digunakan, yaitu mesin Extruder dan mesin Thermorfing, serta 1 mesin Grinder yang berfungsi untuk mengolah limbah reject kotor dan reject bersih dari proses sisa produksi cup. Pada mesin Extruder proses yang terjadi adalah mengolah bahan baku utama atau cup yaitu resin dan bahan baku utama Regrind menjadi satu dengan tujuan akhir menghasilkan flat sheet, setelah pembuatan flat sheet selesai, proses selanjutnya adalah pembuatan cup. Mesin yang digunakan dalam pembuatan cup adalah mesin Thermoforming. Fungsi dari mesin ini adalah mengubah lembaranlembaran flat sheet dan mencetaknya menjadi cup.
71
Pembahasan proses pembuatan flat sheet pada mesin Extruder : 1. Memasukan bahan baku utama resin dan mencampurnya dengan bahan baku tambahan regrind kedalam mixing. Apabila kedua bahan tercampur, maka kedua bahan tersebut akan ditarik oleh hooper. 2. Tahapan selanjutnya bahan turun ke unit screw untuk dipanaskan dan kedua bahan tersebut dilebur menjadi satu. 3. Setelah dilebur, bahan masuk ke unit screen berfungsi sebagai penyaring, sehingga ketika masuk ke unit selanjutnya bahan-bahan tersebut telah bersih. 4. Dari unit screen bahan masuk ke unit flat die, pada tahapan ini bahan utama yaitu resin dan bahan tambahan regrind telah bercampur dan membentuk lembaran flat sheet. 5. Selanjutnya bahan masuk ke unit callender yang berfungsi untuk mendinginkan dan mengatur ketebalan flat sheet, kemudian flat sheet akan ditarik oleh houl off dan diatur kelebaran flat sheet dengan cara dipotong sampingnya oleh cutting. Setelah itu flat sheet digulung menjadi rool melalui rell winder dan diinkubasi selama dua hari. Berikut adalah pembahasan proses-proses yang terjadi dalam pembuatan cup pada mesin Thermoforming: 1. Flat sheet yang berupa gulungan dan sudah diinkubasi diuraikan kembali melalui mesin unwinder, sehingga flat sheet menjadi lembaran kembali.
72
2. Kemudian flat sheet dipanaskan melalui unit preheat, dan ditarik oleh rantai penarik sheet ke dalam oven unit. 3. Langkah selanjutnya adalah flat sheet masuk ke mould unit untuk di cetak menjadi cup dengan cara ditekan kemudian ditiup dengan angin sebesar 8 bar. 4. Kemudian sisa dari flat sheet akan digulung oleh rell winder, sedangkan flat sheet telah berubah menjadi cup akan ditransfer dan berhenti di stopper cup dengan jumlah tumpukan 50 pcs. Setelah diketahui penyebab utama dan penjelasannya, selanjutnya dibuat tabel action for failure mode untuk menentukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Pengisian tabel juga merupakan hasil brainstorming pihak Quality Control Perusahaan PT X (item wawancara dengan pihak perusahaan PT X pada lampiran 4). Untuk lebih jelasnya, hasil brainstorming tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 untuk jenis gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml.
Tabel 4.7 Table Action for Failure Mode gallon 19 liter Jenis Cacat
Penyebab Cacat Pengisian air kurang stabil
Desain Solusi -
Pengecekan mesin sebelum melakukan produksi
73
Jenis Cacat
Penyebab Cacat Alat
Desain Solusi -
penampung
penanmpung kurang besar
Mengganti alat
-
Selalu melakukan pengecekan ketersediaan air sebelum melakukan produksi
Volume min
Tekanan gas
-
kurang stabil
Pengecekan dan pengesetan ulang mesin sebelum dan sesudah produksi
-
Service mesin minimal dalam satu bulan sekali
Produksi
-
Pembuatan penjadwalan produksi
berbarengan -
Dilkukan sistem shift dalam produksi
Mesin pompa belum maksimal
-
Pengecekan pompa sebelum dan sesudah produksi
74
Jenis Cacat
Penyebab Cacat Bobot produksi
Desain Solusi -
Pemeberhentian produksi
yang berlebihan
dengan selang waktu
(keteteran) air
tertentu dan dilakukan pengecekan terhadap mesin
Keran Pompa (valep)
-
belum otomatis
Mengganti pompa (valep) mesin dengan yang otomatis
-
Adanya suku cadang valep
-
Sentasi (pemeriksaan) mesin mingguan lebih teliti lagi.
-
Peremajaan pada mesin
Tabel 4.8 Table Action for Failure Mode Cup 240 ml Jenis cacat
Penyebab cacat
Kerusakan cup Penumpukan box melebihi maksimal
Cup terlalu lama disimpan digudang
75
Desain solusi - Karyawan lebih memperhatikan penempatan box. - Penempatan box ditempat yang lebih luas - Memperhatikan stock cup sebelum membeli cup sebelum dilakukan produksi
Jenis cacat
Kerusakan Cup
Penyebab cacat
Desain solusi
- Memilih dan membeli cup dengan bahan baku diatas spesifikasi standar (<135 ml) - Perusahaan harus membuat mapping permasalahan bahan baku dasar yang dipakai untuk pihak QC Supply Cup (pembuat cup) untuk meningkatkan kualitas dasar bahan baku dan ketelitian dalam proses Kualitas bahan baku (pengolahan/pembuatan) pembuatan cup terutama ketelitian pada proses kurang bagus mesin thermoforming. - Mengadakan pelatihan dan kerja sama dengan pihak QC Supply cup dalam peningkatan kualitas dalam mengolah bahan baku dasar seperti resin (polypropilena) regrind. - Ketelitian QC perusahaan saat pengambilan dan pemeriksaan sampel - Penempatan cup harus lebih diperhatikan oleh karyawan Leading cup miring - Pengecekan mesin sepatu cup sebelum dan sesudah produksi
Kerusakan Cup
Penempatan Cup sembarangan
76
- Memperhatikan tempat penyimpanan cup terutama pada tempat yang lembab. - Mengadakan penyediaan tempat atau gudang khusus untuk penyimpanan cup
Jenis cacat
Penyebab cacat Suhu pemanas terlalu tinggi
Desain solusi - Seting manual dan mesti diperiksa secara rutin
Dari tabel 4.7 dan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa hal yang harus dilakukan untuk mencegah penyebab utama dikedua jenis yaitu pada gallon 19 liter dari masalah volume minimum yaitu perlunya penggantian keran pompa air (valep) dengan yang otomatis, adanya suku cadang valep, sentasi (pemeriksaan) mesin mingguan lebih teliti lagi dan sebaiknya diadakan peremajaan pada mesin. Sedangkan pada air cup 240 ml untuk mencegah penyebab utama kerusakan pada cup yaitu perlunya peningkatan kualitas bahan baku cup, bahan baku yang dipakai harus diatas spesifikasi standar (<135 ml), Perusahaan harus membuat mapping permasalahan bahan baku dasar yang dipakai untuk pihak QC Supply Cup (pembuat cup) untuk meningkatkan kualitas dasar bahan baku dan ketelitian dalam proses pembuatan cup terutama ketelitian pada proses mesin thermoforming, Mengadakan pelatihan dan kerja sama dengan pihak Supply cup dalam peningkatan kualitas juga ketelitian mengolah bahan baku dasar seperti resin (polypropilena) regrind dan Ketelitian QC saat pengambilan dan pemeriksaan sampel. Pada penelitian ini hanya dilakukan analisa sampai analyze, sehingga belum dapat diketahui perbaikan kualitas produk gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml dan kinerja pada PT X setelah dilakukan analisis Six Sigma. Selain itu, Six Sigma merupakan metode perbaikan yang bersifat iteratif
77
yang harus
dilakukan secara berulang-ulang hingga mencapai level perbaikan 6 sigma sehingga belum dapat diperoleh hasil perbaikan kualitas 6 sigma karena baru dilakukan perbaikan pada satu masalah kualitas.
78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Setelah dilakukan pengolahan dan analisa data, maka pada bab ini akan diambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan juga akan diberikan saran untuk perusahaan dan untuk penelitian selanjutnya. 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilakukan pada dua jenis produksi air minum yaitu air minum gallon 19 liter dan air minum cup 240 ml. Peranan konsep Six Sigma sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas khususnya pada jenis yang diteliti. Sehingga perusahaan tetap dapat bersaing secara kompetitif dan bersaing. Langkah awal adalah mengidentifikasi masalah-masalah pembuat cacat kertas. Permasalahan terbagi atas 13 jenis pembuat cacat air minum. Untuk gallon 19 liter dengan 6 jenis cacat dan diperoleh bahwa kecacatan yang sering terjadi adalah faktor volume minimum, sedangkan pada jenis air minum cup 240 ml dengan 7 jenis kecacatan yang sering muncul adalah cup yang sering rusak. Setelah diketahui masalah utama yang dihadapi PT X pada kedua jenis air minum, maka selanjutnya dilakukan pengukuran baseline kinerja perusahaan dan diperoleh bahwa kondisi belum memiliki kapabilitas dan berada pada level 3.44 sigma untuk jenis gallon 19 liter dan level 3.79 sigma untuk jenis cup 240 ml. Selanjutnya dilakukan analisa dan brainstorming dengan pihak Quality Control dan Washer Gallon Machine di PT X tentang masalah volume min pada gallon dan kerusakan cup pada air minum cup 240 ml, diperoleh kesimpulan bahwa penyebab utama volume minimum yaitu keran yang belum otomatis dan
79
penyebab utama air minum cup 240 ml adalah bahan baku yang masih kurang kualitasnya. Oleh karena itu, diambil solusi diperlukannya penggantian suku cadang keran dengan yang otomatis, dan adanya suku cadang cadangan, juga Sentasi (pemeriksaan) mesin mingguan lebih teliti lagi dan perlu adanya peremajaan pada mesin, adapun solusi pada cup 240 ml yaitu memilih dan membeli cup dengan bahan baku diatas spesifikasi standar (<135 ml), Perusahaan harus membuat mapping kekurangan bahan baku dasar yang dipakai untuk pihak QC Supply Cup (pembuat cup) untuk meningkatkan kualitas dasar bahan baku dan ketelitian dalam proses pembuatan cup, mengadakan pelatihan dan kerja sama dengan pihak Supply cup dalam peningkatan kualitas dalam mengolah bahan baku dasar seperti resin (polypropilena) regrind dan peningkatan Ketelitian QC perusahaan saat pengambilan dan pemeriksaan sampel.
5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh, maka penulis ingin memberikan saran kepada perusahaan dan peniliti lain yang ingin melakukan penelitian dibidang yang sama, antara lain: 1. Perusahaan memperbaiki atau melakukan perawatan mesin-mesin yang sekiranya sudah memliki masa pakai lebih dari masa paakai yang ditetapkan dan untuk mengatasi masalah kerusakan Cup pada air minum 240 ml. QC peruasahaan perlu lebih teliti dan mengkaji lebih lanjut tentang cara pengambilan sempel dari populasi cup yang akan diteliti untuk uji standarisasi, supaya sampel bisa benar-benar mewakili seluruh
80
populasi, juga QC mesti pengklasifikasikan data kerusakan cup secara rinci. 2. Pada penulisan ini hanya dilakukan analisis masalah volume minimum pada gallon 19 liter dan kerusakan cup pada air minum 240 ml pada fase define, measure, dan analyze (DMA). Peneliti lain dapat melanjutkan penelitian ini pada fase improve dan control (IC), atau menambah penelitian pada produksi lainnya seperti pada air minum kemasan botol 600 ml.
81
DAFTAR PUSTAKA
[1] Paloloang, A K. 2003. Kajian Strategi Rancangan Undang-Undang Sumberdaya
Air
(RUU SA) Dalam Rangka Mewujudkan
Kelestarian Sumberdaya Air. Disertasi Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. [2] Manggala, D. mengenal Six Sigma secara sederhana, www.beranda.net, 12 Maret 2011, pukul 10.23 [3] Pande, Peter S., Robert P. Neurman, Roland R. Cavanagh, the Six Sigma Way, New York:McGraw-Hill, 2000. [4] Pande, Pete and Larry Holpp, what is Six Sigma?, New York: McGrawHill, 2002. [5] S.T, Miranda dan Amin Widjaya Kusuma, Six Sigma: Gambaran Umum, Penerapan Proses dan Metode-Metode yang digunakan untuk perbaikan, Jakarta: Harvarindo, 2006.Hendardi, Tri C., Statistik six sigma dengan Minitab, Yogyakarta: CV Andi Offset, 2006. [6] Bass, Issa, Six Sigma statistics with Excel and Minitab, New York: McGraw-Hill, 2007. [7] Gaspersz, Vincent, Indeks Kapabilitas Proses dalam Pengendalian Kualitas
Six
Sigma,
http://www.esnips.com/web/GratisDariVincentGaspersz,
7
Maret 2009, Pukul 13. 35 WIB. [8] Pillet, M. S., Rochon and E. Doclos, SPC-Generalization of Capability Index Cpm:Case of Unilateral Tolerance, Quality Enginering Vol.10 Nomor 1 pp.171-176, New York:Macrel Dekker Inc., 1997, http://www.esnips.com/web/GratisDariVincentGaspersz. 7 Maret 2009, Pukul 13.50 WIB. [9] Pyzdek, Thomas, The Six Sigma Handbook: A Complete Guide for Greenbelts, Blackbelt & Managers at all, New York: McGrawHill, 2001.
82
[10] Hendardi, Tri C., Statistik six sigma dengan Minitab, Yogyakarta: CV Andi Offset, 2006. [11] Gygi, Craig, Neil DeCarlo and Bruce William, Six Sigma for Dummies, Canada: Willey-Publishing, 2005. [12] Handi, Ujang. Analisis Sistem Informasi Produksi Air Minum dalam Kemasan Cup. [13] Muis, Saludin., Metodelogi 6 Sigma Menciptakan Kualitas Produk Kelas Dunia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. [14] Apriani, Dian Nur. Analisis Masalah Kualitas Produk Pada Perusahaan Developer Real Estate Menggunakan Metode Six Sigma, Skripsi.2009. [15] Nasrulloh. Analisis Permasalahan Kualitas Akademis Program Studi Matematika
FST
UIN
Syarif
Hidayatullah
Menggunakan Metode Six Sigma, Skripsi. 2010.
83
Jakarta
Lampiran 1 Contoh format pengambilan data PT X.
84
Tabel Lampiran 2 Data Reject Air Minum Gallon 19 Liter Bulan Februari 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jumlah
Volmin 95 75 108 113 108 43 102 82 156 102 96 128 104 97 108 95 112 112 87 105 110 104 123 143 86 136 113 47 2890
Bocor 33 36 45 37 45 46 40 47 49 34 56 42 38 26 32 42 32 50 43 53 52 44 51 44 54 51 48 51 1221
Debu 13 12 11 12 11 11 14 12 12 14 35 16 11 23 13 15 23 45 21 24 29 15 16 17 12 25 14 13 489
85
Lumut 14 8 14 21 14 13 9 8 14 12 16 12 17 12 23 8 11 9 16 13 14 16 10 9 11 9 9 14 356
cup seal 57 36 45 71 121 44 81 39 85 39 39 85 116 72 59 87 60 48 87 68 95 75 114 52 49 46 41 37 1848
seal 26 72 31 32 50 24 26 34 21 34 49 21 31 21 20 68 34 48 50 42 58 47 59 51 52 52 42 23 1118
jumlah produksi 3624 2799 2640 3603 4899 3490 3699 4791 4239 5060 4022 4239 3259 2505 3155 3820 3518 4104 3295 3820 3796 3161 6397 4282 2393 3234 4028 3161 105033
Tabel Lampiran 3 Data Reject Air Minum Cup 240 ml Bulan Februari 2011
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jumlah
Volmin 16 96 32 16 16 32 64 16 64 96 32 64 64 32 96 16 32 96 64 64 64 64 32 32 16 32 64 16 1321
kotor 41 26 12 10 35 24 48 65 32 54 64 95 67 43 74 56 34 64 43 43 43 35 25 23 32 74 35 64 1261
cup 78 121 68 78 124 132 94 89 144 175 148 123 114 90 132 53 132 144 65 156 97 198 154 126 120 128 86 275 3444
86
Lid Cup 56 110 54 56 134 111 67 87 120 136 134 120 134 62 130 43 121 144 62 150 95 190 145 120 120 126 70 264 3161
Box 7 13 9 13 5 13 19 15 23 17 12 24 11 15 11 5 13 46 9 11 7 19 12 3 21 6 10 19 388
Layer 13 25 14 21 11 28 15 17 13 22 32 27 23 15 16 21 13 34 44 32 21 24 3 22 5 14 26 123 674
jumlah Lakban produksi 12000 9600 1 6480 4120 4400 10000 8400 12000 1 8880 5 13000 8880 9980 12400 2 4120 8000 40000 8800 2 11856 6800 12400 12400 1 14736 13400 8400 8880 2 6480 8400 1 14736 15 299548
Lampiran 4 Data Rata-rata Reject Gallon 19 Liter Bulan Februari 2011 No
Volmin
Bocor
Debu
Lumut
cup seal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jumlah X_barbar
38.15 37.32 24.44 31.88 45.36 81.16 36.26 58.43 27.17 49.61 41.90 33.12 31.34 25.82 29.21 40.21 31.41 36.64 37.87 36.38 34.51 30.39 52.01 29.94 27.83 23.78 35.65 67.26 1075.06 38.40
109.82 77.75 58.67 97.38 108.87 75.87 92.48 101.94 86.51 148.82 71.82 100.93 85.76 96.35 98.59 90.95 109.94 82.08 76.63 72.08 73.00 71.84 125.43 97.32 44.31 63.41 83.92 61.98 2464.43 88.02
278.77 233.25 240.00 300.25 445.36 317.27 264.21 399.25 353.25 361.43 114.91 264.94 296.27 108.91 242.69 254.67 152.96 91.20 156.90 159.17 130.90 210.73 399.81 251.88 199.42 129.36 287.71 243.15 6888.64 246.02
258.86 349.88 188.57 171.57 349.93 268.46 411.00 598.88 302.79 421.67 251.38 353.25 191.71 208.75 137.17 477.50 319.82 456.00 205.94 293.85 271.14 197.56 639.70 475.78 217.55 359.33 447.56 225.79 9051.35 323.26
63.58 139.38 77.75 38.88 58.67 85.16 50.75 112.59 40.49 97.98 79.32 145.42 45.67 142.27 122.85 140.91 49.87 201.86 129.74 148.82 103.13 82.08 49.87 201.86 28.09 105.13 34.79 119.29 53.47 157.75 43.91 56.18 58.63 103.47 85.50 85.50 37.87 65.90 56.18 90.95 39.96 65.45 42.15 67.26 56.11 108.42 82.35 83.96 48.84 46.02 70.30 62.19 98.24 95.90 85.43 137.43 1793.51 2988.02 64.05 106.71
87
seal
jumlah rata-rata Produksi 888.56 814.82 655.51 764.42 1087.99 967.50 991.89 1422.25 1021.45 1260.09 665.22 1003.96 738.30 593.91 718.90 963.41 776.23 836.92 581.12 708.60 614.95 619.93 1381.49 1021.23 583.96 708.38 1048.98 821.04
Lampiran 5 Data Rata-rata Reject Air Minum Cup 240 ml Bulan Februari 2011 No
Volmin
kotor
cup
Lid Cup
Box
Layer
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Jumlah X_barbar
750.00 100.00 202.50 257.50 275.00 312.50 131.25 750.00 138.75 135.42 277.50 155.94 193.75 128.75 83.33 2500.00 275.00 123.50 106.25 193.75 193.75 230.25 418.75 262.50 555.00 202.50 131.25 921.00 10005.69 357.35
292.68 369.23 540.00 412.00 125.71 416.67 175.00 184.62 277.50 240.74 138.75 105.05 185.07 95.81 108.11 714.29 258.82 185.25 158.14 288.37 288.37 421.03 536.00 365.22 277.50 87.57 240.00 230.25 7717.76 275.63
153.85 79.34 95.29 52.82 35.48 75.76 89.36 134.83 61.67 74.29 60.00 81.14 108.77 45.78 60.61 754.72 66.67 82.33 104.62 79.49 127.84 74.42 87.01 66.67 74.00 50.63 97.67 53.59 2928.62 104.59
214.29 87.27 120.00 73.57 32.84 90.09 125.37 137.93 74.00 95.59 66.27 83.17 92.54 66.45 61.54 930.23 72.73 82.33 109.68 82.67 130.53 77.56 92.41 70.00 74.00 51.43 120.00 55.82 3370.29 120.37
1714.29 738.46 720.00 316.92 880.00 769.23 442.11 800.00 386.09 764.71 740.00 415.83 1127.27 274.67 727.27 8000.00 676.92 257.74 755.56 1127.27 1771.43 775.58 1116.67 2800.00 422.86 1080.00 840.00 775.58 31216.45 1114.87
923.08 384.00 462.86 196.19 400.00 357.14 560.00 705.88 683.08 590.91 277.50 369.63 539.13 274.67 500.00 1904.76 676.92 348.71 154.55 387.50 590.48 614.00 4466.67 381.82 1776.00 462.86 323.08 119.80 19431.20 693.97
88
Lakban
6480.00
8880.00 2600.00
2060.00
5928.00
14736.00
3240.00 14736.00 58660.00 7332.50
Jumlah rata-rata produksi 4048.18 1758.30 8620.65 1309.01 1749.03 2021.39 1523.09 2713.26 10501.08 4501.65 1560.02 1210.76 2246.54 2946.13 1540.86 14804.00 2027.06 7007.86 1388.78 2159.05 3102.39 16928.84 6717.51 3946.20 3179.36 5174.98 1752.00 16892.04
Tabel Lampiran 6 Tabel konversi sigma
89
Lampiran 7 Item pertanyaan yang yang digunakan untuk wawancara dengan pihak Quality Control PT X. 1. Produk apa sajakah yang dihasilkan oleh PT X? 2.
Jenis produk apa saja yang sering diproduksi?
3. Bagaimana alur produk pada saat produksi? 4. Apakah ada Quality Control di PT ini? 5. Quality Control seperti apa yang diterapkan di PT X ini? 6. Apa sajakah yang diteliti oleh Quality Control bagian produksi? 7. Apakah PT X mengetahui tentang Six Sigma? 8. Apakah ada keinginan menerapkan konsep Six Sigma dalam kinerja PT? 9. Selama ini apakah ada komplain yang dilakukan konsumen terhadap produk? 10. Kecacatan apa saja yang timbul ketika memproduksi? 11. Apa sajakah yang menjadi kategori produksi air minum gallon dan cup dikatakan cacat/reject? 12. Faktor apa yang menjadi faktor utama produk reject pada gallon dan cup? 13. Seberapa frekuensi munculnya faktor-faktor utama produk reject ini? 14. Seberapa parahdampak faktor-faktor utama ini pada reject-nya produksi? 15. Berapa besar kemungkinan faktor utama ini dapat di atasi? 16. Bagaimana cara menanggulangi masalah-masalah pada produksi yang cacat pada PT X? 17. Seberapa besar frekuensi masalah tersebut terjadi? 18. Jika volume minimum menjadi penyebab utama, Bagaimana cara menanggulangi ,dan apa solusi yang sekirannya bisa diberikan?
90
19. Jika solusi penggantian valev tidak bisa direalisasikan, bagaimana solusi alternatifnya? 20. Sebarapa parah buruknya kualitas bahan baku pada kerusakan cup? 21. Bagaimana solusi menangani buruknya kualitas bahan baku? 22. Apakah ada evualasi berkala pihak QC produksi dengan atasan PT X? 23. Apakah pernah ada negoisasi dan kerja sama dengan pihak pembuat cup? 24. Apakah pernah menyatakan komplain terhadap pihak QC pembuat cup pada masalah bahan baku?
91