ANALISIS KONTRIBUSI DAN PENGARUH PAJAK DAERAH TERHADAP PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BOGOR
Oleh TUNJUNG LESTARI H24062720
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ABSTRAK
TUNJUNG LESTARI. H24062720. Analisis Kontribusi dan Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor. Dibawah bimbingan Wita Juwita Ermawati. Pembangunan dewasa ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya. Selain dibiayai oleh pemerintah pusat, pembangunan suatu daerah juga sangat ditentukan oleh sumber pendapatan yang diterima oleh daerah tersebut. Sumber-sumber pendapatan daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang Sah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perkembangan PAD Kota Bogor, menganalisis kontribusi pajak daerah dan setiap jenis pajak daerah terhadap PAD Kota Bogor, serta menganalisis jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi apakah mempengaruhi PAD Kota Bogor. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif dan regresi berganda. Hasil pengolahan data diperoleh bahwa perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009 dari tahun ke tahun penerimaan Kota Bogor yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) selalu mengalami peningkatan yaitu realisasi rata-rata per tahunnya sebesar Rp 79.593.804.604,00. Kontribusi pajak daerah terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu 48,33 persen dan terendah 40,93 persen pada tahun 2005. Rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 45,48 persen. Kontribusi terbesar didapatkan dari pajak restoran sebesar 14,97 persen dan faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor yaitu jumlah wisatawan dan jumlah wajib pajak. Keyword :Kontribusi,Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah, Analisis Regresi Berganda, dan Jumlah Wisatawan.
ANALISIS KONTRIBUSI DAN PENGARUH PAJAK DAERAH TERHADAP PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh TUNJUNG LESTARI H24062720
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Analisis Kontribusi dan Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor
Nama
:
Tunjung Lestari
NRP
:
H24062720
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM NIP 19750907 2005012 001
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Ir. Jono M Munandar, M.Sc NIP 19610123 1986011 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen tanggal 15 April 1988 dan merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Marimin dan Tini. Pada tahun 1994 penulis diterima di Sekolah Dasar Negeri Cijujung I dan lulus tahun 2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 5 Bogor dan merupakan salah satu wakil dari dua siswa yang diterima dari SDN Cijujung I. Pada tahun 2006 berhasil menyelesaikan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Negeri 3 Bogor dan diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Semasa kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya pada tahun 2008 menjadi pengurus SESC dan tahun 2009 aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa FEM sebagai bendahara Biro Human Resourse and Development. Selain itu penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan yang diadakan di kampus.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr.Wb., Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kontribusi dan Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor” ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat wajib guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Institut Pertanian Bogor dan sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijaksanaan mengenai usahanya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna membiayai pembangunan daerah khususnya penerimaan yang berasal dari sektor pajak daerah. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi khalayak banyak. Amin. Wassalamu’alaikumWr. Wb.
Bogor, September 2010 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung sejak awal penulisan sampai skripsi ini terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1.
Marimin dan Tini selaku orangtua yang telah memberikan dukungan finansial,
doa, dan kasih sayang yang begitu besar dan tak lupa untuk kedua kakakku (Mbak Endri dan Mbak Nuning). 2.
Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM selaku dosen pembimbing yang telah membimbingan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3.
Farida Ratna Dewi, SE, MM dan Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM selaku penguji yang telah memberikan masukan pada penulis agar skripsi ini jauh lebih baik.
4.
Ibrahim, SE selaku pembina di Dinas Pengelolaan Aset dan Pendapatan Daerah Kota Bogor atas bantuannya.
5.
Mas Dar yang telah menyemangati penulis hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
6.
Windarti, Jojo, Dewi, Lia, Akmal, Sofia dan Lisa (Jong Java) serta Afif dan Harman atas persaudaraannya selama ini.
7.
Sakura Networking (terutama Acep Saepudin) atas bantuannya.
8.
Teman-teman satu bimbingan (Astrid, Alini, Dwi, Dian, Faizal) atas saran dan masukkannya serta dorongan semangatnya.
9.
Teman-teman A3 kamar 294 (TW, Melani dan Yoan) dan Sexy 6 (Merlinda, Ratri, Sela, Alin dan Yuananda) atas kasih sayangnya selama ini.
10. Rekan-rekan seperjuangan Manajemen 43, terima kasih atas motivasi dan dukungannya serta kebersamaannya selama ini. 11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaian penulisan skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK DAFTAR ISI........................................................................................................viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... x DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... ...................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................
1 3 3 4 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pajak....................................................................................... 6 2.2. Penerimaan Daerah .................................................................................. 6 2.3. Pendapatan Asli Daerah ........................................................................... 7 2.4. Pajak Daerah ............................................................................................ 8 2.5. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 14 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikira.................................................................................. 15 3.2. Jenis dan Sumber Data............................................................................ 17 3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ................................................... 17 3.3.1 Analisis Deskriptif ......................................................................... 17 3.3.2 Analisis Kontribusi ........................................................................ 17 3.3.3 Analisis Tingkat Pencapaian Pemungutan Pajak ........................... 18 3.3.4 Analisis Regresi Berganda............................................................. 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Kota Bogor ................................................................ 25 4.1.1 Letak Geografis Kota Bogor ......................................................... 25 4.1.2 Perekonomian Kota Bogor ............................................................ 26 4.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor .......................................... 26 4.3. Tingkat Pencapaian Pemungutan Pajak .................................................. 39 4.4. Analisis Regresi Berganda...................................................................... 41 4.5. Dampak Jumlah Wisatawan, Jumlah Wajib Pajak dan Tingkat Inflasi Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor .............. 46 4.5.1 Dampak Perubahan Secara Parsial Dengan Uji t (pengujian secara parsial) ............................................................................... 47 4.5.2 Dampak Perubahan Secara Keseluruhan Dengan Uji F (Uji Global) .................................................................................. 48 4.6. Implikasi Manajerial .............................................................................. 49 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ............................................................................................... 50
viii
2. Saran ......................................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 51 LAMPIRAN......................................................................................................... 52
ix
DAFTAR TABEL No
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Kota Bogor 2004-2009 .................. 2 Pembagian Wilayah Kota Bogor.................................................................... 25 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor 2004-2009 .................................... 26 Anggaran dan Realisasi PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 ....................... 27 Perkembangan PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009...................................... 28 Anggaran dan Realisasi Pajak Daerah Kota Bogor Tahun 2004-2009.......... 28 Tingkat Pertumbuhan Pajak Daerah Kota Bogor Tahun 2004-2009 ............ 29 Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009...... 30 Pertumbuhan Pajak Hotel Kota Bogor Tahun 2004-2009 ............................. 30 Kontribusi Pajak Hotel Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 ........ 31 Pertumbuhan Pajak Restoran Kota Bogor Tahun 2004-2009........................ 32 Kontribusi Pajak Restoran Terhadap PAD Kota BogorTahun 2004-2009 .... 33 Pertumbuhan Pajak Hiburan Kota Bogor Tahun 2004-2009 .............. .......... 33 Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 .... 34 Pertumbuhan Pajak Reklame Kota Bogor Tahun 2004-2009............. .......... 35 Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 ... 35 Pertumbuhan Pajak Penerangan Jalan Kota Bogor Tahun 2004-2009 .......... 36 Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 .......................................................................................... .......... 37 Pertumbuhan Pajak Parkir Kota Bogor Tahun 2004-2009 ................ .......... 38 Kontribusi Pajak Parkir Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 ....... 39 Tingkat Pencapaian Pemungutan Pajak per Jenis Pajak di Kota Bogor Tahun 2004-2009 ............................................................................... .......... 40 Nilai Variance Inflation Factor (VIF) ................................................ .......... 43 Hasil Pembakuan Variabel-Variabel Independen ............................... .......... 44 Akar Ciri Dan Vektor Ciri .................................................................. .......... 44 Skor Komponen Utama....................................................................... .......... 45 Koefisien-Koefisien Regresi dan ANOVA untuk W1, W2 dan W3 .. .......... 45
19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
x
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Skema Kerangka Pemikiran ............................................................................ 16
xi
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Data Tentang Jumlah Wisatawan, Jumlah Wajib Pajak, dan Tingkat Inflasi Tahun 2004-2009 .................................................................................. 55 2. Data Tentang Jumlah Hotel, Jumlah Restoran, Jumlah Tempat Hiburan, Jumlah Reklame, Jumlah Tempat Parkir, Jumlah Pemakai Tenaga Listrik, dan Tingkat Inflasi Tahun 2004-2009 .............................................................. 54 3. Hasil Perhitungan Tingkat Pencapaian Pemungutan Pajak.............................. 55 4. Hasil Uji Normalitas......................................................................................... 57 5. Uji Homogenitas............................................................................................... 58 6. Hasil Pengolahan Awal dengan Regresi Berganda ......................................... 59 7. Hasil Pengolahan dengan PCA......................................................................... 60
xii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan dewasa ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya. Pembangunan merupakan suatu proses kemajuan dan perbaikan yang terus menerus menuju tercapainya tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan dari pembangunan yang ingin dicapai adalah terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata dan adil. Tujuan ini akan tercapai apabila potensi dan sumberdaya yang ada dikelola dan dialokasikan dengan efektif dan efisien. Pembangunan akan terlaksana apabila ada dana yang tersedia. Dana yang diperlukan tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari dalam maupun luar negeri, baik sektor swasta maupun pemerintah. Pembangunan suatu daerah sangat ditentukan oleh sumber pendapatan yang diterima oleh daerah tersebut. Agar pembangunan terlaksana dengan lancar, tentunya pemerintah daerah harus mampu membiayai seluruh kebutuhan yang diperlukan untuk pembangunan tersebut. Semakin besar kebutuhan yang diperlukan maka semakin besar pula dana yang harus disiapkan oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus menggali sumber pendapatan daerah lebih baik demi membiayai pembangunan tersebut. Salah satunya yaitu dengan meningkatkan penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan potensi asli yang dimiliki oleh daerah masing-masing. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain PAD yang Sah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Berikut realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Kota Bogor dari tahun 2004-2009.
2
Tabel 1. Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Anggaran
Pendapatan Asli Daerah (Rupiah)
Dana Perimbangan (Rupiah)
2004
50.644.041.397,34
323.087.621.468,00
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (Rupiah) 10.864.000.000,00
2005
66.707.298.215,20
344.999.629.989,00
9.733.000.000,00
2006
69.300.010.034,00
463.712.115.762,00
3.000.000.000,00
2007
79.819.169.545,00
517.873.903.983,00
37.770.384.935,00
2008
97.768.134.591,00
584.527.061.341,00
35.778.201.321,00
2009
115.921.660.827,00
590.575.801.989,00
121.527.326.141,00
Sumber: DPPKA Daerah Kota Bogor
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor setiap tahun mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada Tabel 1. Hal ini mengindikasikan bahwa penerimaan daerah yang diterima oleh Pemerintah Kota Bogor dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi yang cukup besar. Dari tiga sumber pendapatan daerah Kota Bogor, sumber pendapatan yang diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) menempati urutan kedua setelah Dana Perimbangan (Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor, 2009). Dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ada beberapa faktor yang secara umum berpengaruh terhadap besarnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan diterima. Beberapa faktor tersebut diantaranya yaitu jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi. Salah satu komponen penyumbang terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu dari sektor pajak daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyebutkan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Pajak Daerah di Indonesia terbagi menjadi dua, yakni pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi propinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan
3
Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah yaitu empat jenis pajak propinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten/kota. Pembangunan yang selama ini dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bogor tidak terlepas dari peran masyarakat dalam membayar pajak kepada pemerintah. Hasil dari penerimaan pajak tersebut dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah dan untuk pembangunan daerah (memperbaiki sarana dan prasarana pemerintahan seperti perbaikan jalan dan gedung pemerintahan daerah Kota Bogor). Oleh karena itulah, penulis ingin meneliti sejauh mana pajak daerah sebagai salah satu komponen penyumbang pendapatan daerah memberikan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor dan seberapa besar jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi dalam mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah Kota Bogor. 1.2. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan dibahas yaitu: 1. Bagaimanakah perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009? 2. Seberapa besar kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009? 3. Seberapa besar jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi mempengaruhi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009? 1.3. Tujuan Penelitian Perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya menyebutkan tiga pokok permasalahan yang ingin penulis uraikan dan jawab dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009. 2. Menganalisis kontribusi pajak daerah dan setiap jenis pajak terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009.
4
3. Menganalisis pengaruh jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian mengenai pengaruh pajak daerah Kota Bogor terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya: 1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi para pengambil keputusan dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. 2. Memperoleh informasi yang dapat dijadikan literature bagi penelitian lain yang terkait dengan hasil penelitian ini. 3. Sebagai wacana yang memberikan informasi mengenai seberapa besar potensi dan pengaruh pajak daerah terhadap perkembangan Kota Bogor. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan pertimbangan bahwa kota Bogor merupakan kota penyangga ibukota Jakarta dengan tingkat penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memiliki potensi cukup tinggi dan mempunyai peran yang penting terhadap keberlangsungan pemerintahan dan pembangunan daerah. Adapun waktu penelitian ini dimulai dari bulan Maret sampai April 2010. Penelitian ini difokuskan pada analisis seberapa besar kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor, analisis pengaruh jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak, dan tingkat inflasi terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laju Pertumbuhan Ekonomi, anggaran dan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), anggaran dan realisasi Pajak Daerah, jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi di Kota Bogor tahun 2004-2009. Data enam tahun tahun terakhir ini yaitu tahun 2004-2009 merupakan data terkini yang dianggap cukup menggambarkan kondisi keadaan keuangan daerah
5
Kota Bogor, semakin terkini data yang didapatkan diharapkan hasilnya akan semakin baik. Selain itu karena keterbatasan data adalah salah satu faktor yang menentukan pemilihan tahun tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pajak Berbicara mengenai pajak, sudah tentu akan menimbulkan banyak persepsi tentang pengertian pajak itu sendiri. Secara umum, pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undangundang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh pihak yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi atau balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan. Menurut Andriani dalam Lasmana (1992), pajak adalah iuran kepada negara, yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pengertian lain pajak menurut Soemitro dalam Lasmana (1992) yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. 2.2. Penerimaan Daerah Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Penerimaan daerah terdiri dari pendapatan dan pembiayaan. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan, sedangkan pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah adalah:
7
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang meliputi: a) Pajak Daerah b) Retribusi Daerah c) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan d) Lain-lain PAD yang Sah 2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari dana APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana perimbangan terdiri dari dua jenis, yaitu dana bagi hasil dan dana transfer. Dana bagi hasil dibagi lagi menjadi bagi hasil penerimaan pajak dan bagi hasil penerimaan Sumber Daya Alam (SDA). Adapun yang termasuk dalam pembagian hasil perpajakan adalah Pajak Penghasilan (PPh) perorangan, PBB dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sedangkan pembagian hasil penerimaan dari SDA berasal dari kehutanan, pertambangan
umum,
perikanan,
pertambangan
minyak
bumi,
pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi. Dana transfer sebagai komponen dana perimbangan lainnya, terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Sumber pendapatan daerah yang lainnya diperoleh dari pembiayaanpembiayaan yang bersumber dari: a) Sisa lebih perhitungan anggaran daerah b) Penerimaan pinjaman daerah c) Dana cadangan daerah d) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan 2.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah yang dapat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur bagi kinerja perekonomian suatu daerah. Berdasarkan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004
8
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut meliputi: 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga. Bagian laba dari BUMD ini terdiri dari Bank Pembangunan Daerah (BPD), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah diperoleh dari hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi atau potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. 2.4. Pajak Daerah Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah menyebutkan bahwa pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Pajak Daerah di Indonesia terbagi menjadi dua, yakni pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi propinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000, ditetapkan sebelas
9
jenis pajak daerah yaitu empat jenis pajak propinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten/kota. Kesebelas jenis pajak tersebut yaitu: 1. Pajak Propinsi a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 2. Pajak Kabupaten/Kota a) Pajak Hotel b) Pajak Restoran c) Pajak Hiburan d) Pajak Reklame e) Pajak Penerangan Jalan f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan g) Pajak Parkir Kota Bogor hanya melakukan pungutan terhadap enam jenis pajak dari tujuh jenis pajak Kabupaten/Kota. Hasil pemungutan keenam jenis pajak tersebut diharapkan dapat membiayai tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Kota Bogor dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur. Keenam jenis pajak tersebut adalah: 1. Pajak Hotel Hotel merupakan bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pajak Hotel di Kota Bogor diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pajak Hotel. Obyek Pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran, termasuk: a) Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggarahan
10
(hostel), hotel melati dan rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar sepuluh atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan. b) Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan antara lain telepon, faksimile, teleks, fotocopy, pelayanan cuci, seterika, taksi dan pengangkutan lainnya yang disediakan atau dikelola hotel. c) Fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel bukan untuk umum antara lain pusat kebugaran (fitnes center), kolam renang, tenis, golf, karaoke yang disediakan atau dikelola hotel. d) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel. (Siahaan, 2005) 2. Pajak Restoran Restoran/Rumah Makan adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau catering. Pajak restoran adalah pajak yang dikenakan atas pelayanan di restoran/rumah makan (tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga/catering). Pajak Restoran di Kota Bogor diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pajak Restoran. Obyek pajak restoran adalah setiap pelayanan yang disediakan restoran/rumah makan dengan pembayarannya yaitu meliputi penjualan makanan dan atau minuman di restoran/rumah makan termasuk penyediaan penjualan makanan/minuman yang diantar/dibawa pulang. 3. Pajak Hiburan Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga. Pajak Hiburan adalah pungutan daerah atas setiap penyelenggaraan hiburan. Pajak Hiburan di Kota Bogor diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2008
11
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Pajak Hiburan. Obyek pajak hiburan meliputi: a. Pertunjukan 1) Pertunjukan film bioskop, di studio mini dan tempat lainnya yang memungut bayaran. 2) Pertunjukan kesenian, berupa pertunjukan musik, tari, drama, teater, komedi, kabaret dan sejenisnya, serta kesenian tradisional. 3) Pertunjukan atraksi, sirkus, sulap atau sejenisnya. 4) Pertunjukan berupa pameran atau kontes. 5) Pertunjukan/pertandingan olahraga; dan 6) Pertunjukan lainnya yang penontonnya di pungut bayaran. b. Permainan 1) Permainan bilyar. 2) Permainan seluncuran, permainan di air, permainan es atau salju, rumah es/salju, dunia fantasi atau sejenisnya. 3) Permainan lainnya yang pemainnya dipungut bayaran. c. Permainan ketangkasan : 1) Ketangkasan manual seperti lempar bola, flying fox, permainan di areal out bond, tembak jitu/sasaran, lempar gelang, dan sejenisnya. 2) Ketangkasan mekanik seperti gokart, off bond, motor cross, kereta wisata, kereta gantung, atau sejenisnya. 3) Ketangkasan elektronik merupakan permainan yang menggunakan tenaga listrik dan dengan sistem digital atau komputerisasi seperti dingdong, play station, video game, computer game, atau sejenisnya. 4) Ketangkasan di air bukan alami seperti arung jeram, water adventure, water world, dan sejenisnya. 5) Ketangkasan di es atau salju bukan alami, sepeti ice skating, snow world, atau sejenisnya. 6) Ketangkasan lainnya yang pesertanya dipungut bayaran. d. Keramaian 1) Pasar malam, bazaar, atau sejenisnya
12
2) Keramaian
lainnya
penonton/pengunjung
yang yang
memungut memasuki
bayaran kawasan
kepada keramaian
dimaksud. 3) Panti pijat, refleksi, pijat sehat atau sejenisnya, dikecualikan panti pijat tuna netra. 4) Mandi uap, sehat pakai air (SPA), bodycare, atau sejenisnya. 5) Klub malam, pub, ruang musik (music room), atau sejenisnya. 6) Karaoke, balai gita (singing hall), atau sejenisnya. 4. Pajak Reklame Pajak
reklame
adalah
pajak
yang
dipungut
atas
setiap
penyelenggaraan reklame. Pajak reklame di Kota Bogor diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pajak Reklame. Obyek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame yang meliputi: a) Reklame bando b) Reklame megatron, videotron, large electronic display (LED), Video Wall dan Dynamics Wall. c) Reklame papan (billboard) d) Reklame Baliho e) Reklame kain f) Reklame poster atau tempelan/stiker g) Reklame selebaran atau brosur h) Reklame berjalan i) Reklame udara j) Reklame suara k) Reklame film atau slide l) Reklame peragaan (permanen/tidak permanen) m)Reklame rombongan 5. Pajak Penerangan Jalan Pajak Penerangan jalan adalah pungutan daerah atas penggunaan tenaga listrik. Peraturan yang menangani masalah pajak penerangan jalan ini yaitu Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor Nomor 19 Tahun 1998 Tentang Pajak Penerangan Jalan dan Surat Gubernur
13
Jawa Barat Nomor 973/1513/Huk tanggal 18 Juni 2001 perihal Tarif Pajak Penerangan Jalan. 6. Pajak Parkir Pajak Parkir adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pibadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Pengenaan pajak parkir tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan pajak parkir ini. Pajak Parkir di Kota Bogor ini diatur dalam Peraturan Daerah No 7 Tahun 2004 tantang Pajak Parkir. Obyek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat khusus parkir (di luar badan jalan) baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai tempat usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran, termasuk gedung parkir, lingkungan parkir, pelataran parkir, garasi yang disewakan dan jenis parkir kendaraan lainnya. Menurut Saragih (2003), disamping jenis dan objek pajak daerah seperti yang telah disebutkan sebelumnya, daerah juga diberi keleluasaan atau peluang untuk menciptakan pajak daerah lainnya asal sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menciptakan pajak baru adalah sebagai berikut: 1. Bersifat pajak bukan retribusi 2. Objek dan pengenaan dasar pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum 3. Potensinya memadai 4. Tidak berdampak negatif terhadap perekonomian 5. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat 6. Menjaga kelestarian lingkungan hidup
14
2.5
Penelitian Terdahulu Destrika (2006) meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan komponen PAD Provinsi Jawa Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam periode anggaran 2000-2004 struktur APBD Jawa Barat lebih didominasi oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan pajak daerah adalah komponen yang dominan dalam menyumbang PAD Propinsi Jawa Barat. Peubah jumlah kendaraan bermotor memberikan pengaruh nyata dan berhubungan secara positif dengan retribusi daerah. Penerimaan pajak daerah dipengaruhi secara positif oleh jumlah kendaraan bermotor. PAD dipengaruhi secara positif oleh jumlah kendaraan bermotor, pendapatan per kapita dan pemberlakuan otonomi daerah. Sinaga dan Siregar (2005) meneliti dampak kebijakan desentralisasi fiskal terhadap pembangunan ekonomi di beberapa daerah di Indonesia dari berbagai aspek. Adapun aspek yang diteliti adalah keragaman fiskal yang mencakup aspek penerimaan daerah dan pengeluaran daerah, keragaman perekonomian daerah yang mencakup sisi permintaan dan penawaran, serta aspek distribusi pendapatan dan kemiskinan. Hasil dari penelitian ini bahwa kebijakan desentralisasi fiskal membawa peningkatan yang cukup signifikan pada pajak dan retribusi daerah serta pengeluaran pemerintah daerah. Peningkatan yang terlalu tinggi atas pajak dan retribusi daerah dapat menurunkan investasi swasta dan kinerja perekonomian daerah. Sebaliknya, pengeluaran pemerintah daerah untuk pembangunan sektor ekonomi secara signifikan dapat meningkatkan investasi swasta dan kinerja ekonomi daerah. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu, maka pada penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada kontribusi dan pengaruh pajak daerah terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Hal ini dikarenakan pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap Pendapatan Asli Daerah yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah Kota Bogor.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Pemberlakuan otonomi daerah mendorong setiap daerah untuk kreatif dalam meningkatkan penerimaan daerah masing-masing guna tetap menjaga keberlangsungan pemerintahan dan meningkatkan pembangunan di seluruh aspek. Sumber pendapatan daerah Kota Bogor berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Pendapatan Asli Daerah terbagi menjadi pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba Perusahaan Daerah dan Lain-lain PAD yang Sah. Pendapatan tersebut merupakan pendapatan yang digali dan ditangani sendiri oleh pemerintah daerah dari sumber-sumber pendapatan yang terdapat dalam wilayah pemerintahannya. Pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi yang relatif besar. Pajak daerah yang dipungut di Kota Bogor meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan dan pajak parkir. Besar kecilnya kontribusi yang diberikan dari masing-masing jenis pajak tersebut dipengaruhi jumlah dan pendapatan dari masing-masing jenis pajak tersebut. Pada penelitian ini akan membahas tentang kontribusi pajak daerah terhadap Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor yang dianalisis secara deskriptif. Kemudian peneliti menganalisis jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi dalam mempengaruhi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor menggunakan alat analisis yaitu Regresi Berganda. Adapun kerangka pemikiran penelitian ini dijelaskan pada Gambar 1.
16
Pemerintah Daerah Kota Bogor Pendapatan Daerah Kota Bogor
Dana Perimbangan
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Lain-lain PAD yang Sah
Laba Perusahaan Daerah
Menganalisis seberapa besar jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi dalam mempengaruhi penerimaan PAD Kota Bogor
Regresi Linear Berganda
Lain-lain Pendapatan yang Sah
Retribusi Daerah
Menganalisis kontribusi pajak daerah dan setiap jenis pajak daerah Kota Bogor
Rekomendasi kebijakan dalam rangka peningkatan penerimaan pajak Potensi peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Bogor
Keterangan: = Alur Penelitian = Alat Analisis = Lingkup Penelitian Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Pajak Daerah
Analisis Deskriptif
17
3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer berupa wawancara dengan bagian PAD Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Bogor. Data yang berupa Laju Pertumbuhan Ekonomi, anggaran dan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), anggaran dan realisasi pajak daerah, jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi di Kota Bogor tahun 2004-2009 merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan tersebut diperoleh peneliti dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor dan Badan Pusat Statistik (BPS). Selain itu, data-data sekunder lain yang mendukung penelitian ini diperoleh dari literatur dan buku. 3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif serta metode analisis regresi berganda. 3.3.1 Analisis Deskriptif Metode analisis deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data hingga dapat memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1995). Proses deskripsi data pada dasarnya meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana sehingga pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. 3.3.2 Analisis Kontribusi Analisis kontribusi adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh pajak daerah dan masing-masing jenis pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan realisasi pajak daerah dan setiap jenis pajak daerah dengan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Adapun rumus yang dapat digunakan yaitu:
18
Realisasi Pajak Daerah Kontribusi Pajak Daerah =
x 100 ............(1) Realisasi PAD
Rumus tersebut dapat digunakan juga untuk menghitung kontribusi dari masing-masing jenis pajak daerah. Semakin besar persentase yang dicapai menggambarkan semakin besar pula kontribusi yang diberikan oleh pajak daerah. Penulis juga menghitung tingkat pertumbuhan pajak daerah. Adapun
rumus
yang
digunakan
untuk
menghitung
tingkat
pertumbuhan pajak daerah Kota Bogor yaitu: PADy – PADy-1 Pertumbuhan Pajak Daerah tahun y =
x 100 % ....(2) PADy-1
Keterangan: PADy
: Realisasi PAD pada tahun ini (Rupiah)
PADy-1
: Realisasi PAD pada tahun yang lalu (Rupiah)
Rumus (2) dapat juga digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan dari masing-masing jenis pajak daerah Kota Bogor. 3.3.3 Analisis Tingkat Pencapaian Pemungutan Pajak Analisis tingkat pencapaian pemungutan pajak adalah alat analisis yang digunakan untuk menghitung tingkat keberhasilan atau pencapaian suatu usaha. Dalam penelitian ini tingkat pencapaian pemungutan pajak digunakan untuk mengetahui apakah penerimaan dari sektor pajak telah sesuai dengan target yang dirancang (target pajak daerah ataupun target setiap jenis pajak daerah). Adapun rumus yang biasa digunakan untuk menghitung tingkat pencapaian pemungutan pajak ini yaitu: Realisasi Pajak Daerah Tingkat Pencapaian =
x 100 %...............(3) Target Pajak Daerah
Setiap tahunnya Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor selalu menghitung efektivitas dari pemungutan pajak yang telah dilaksanakan. Perhitungan yang dilakukan yaitu dengan membandingkan antara realisasi pajak daerah
19
dan target pajak daerah. Kemudian hasil perhitungan yang diperoleh dinyatakan efektif atau tidak. Parameter yang digunakan untuk menyatakan apakah pemungutan pajak telah efektif atau belum yaitu dengan melihat apakah target yang telah dirancang sebelumnya tercapai atau tidak. Apabila target telah tercapai berarti tingkat pencapaiannya telah efektif. 3.3.4 Analisis Regresi Berganda Berdasarkan Mattjik & Sumertajaya (2000), persamaan regresi berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah tak bebas (Y) dengan lebih dari satu peubah bebas (X1, X2, .....Xp). Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen (peubah tak bebas) dengan variabel independen (peubah bebas). Model yang dibentuk oleh peneliti yaitu: PAD = a+b1JW+b2 JWP+b3TI+ei………………………………….............(4)
Keterangan: PAD
: Pendapatan Asli Daerah (Rupiah)
a
: Konstanta
b1- b3
: Koefisien Regresi
ei
: error
JW
: Jumlah Wisatawan (orang)
JWP
: Jumlah Wajib Pajak (orang)
TI
: Tingkat Inflasi (persen) Dalam model regresi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
yaitu residual menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal, residual memiliki ragam yang homogen atau tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dan tidak ada korelasi yang tinggi antar variabel. Karena itu, terlebih dahulu perlu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Kemudian untuk regresi berganda dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik yang terdiri dari multikolinearitas, heteroskedastisitas dan otokorelasi/autokorelasi.
20
1. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui kenormalan data, apakah data yang digunakan dapat dianggap normal atau tidak. Jika data tidak berdistribusi normal, maka data selanjutnya akan diolah dengan statistik nonparametrik dan sebaliknya jika data menyebar normal maka data akan diolah dengan statistik parametrik. Pengolahan stastik parametrik yaitu dalam penelitian ini menggunakan regresi berganda. Pengujian normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Nilai sisaan atau residual dinyatakan menyebar normal jika signifikansinya lebih besar dari 5% atau 0,05. Selain itu juga, uji normalitas ini dapat dilihat dari grafik probability Plot of RESI 1. Hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas ini yaitu: H0 : sisaan menyebar normal H1 : sisaan tidak menyebar normal 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah nilai residual atau nilai sisaan yang sama atau tidak. Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan ini yaitu dengan grafik fitted value dengan residual. Residual atau nilai sisaan dikatakan homogen jika gambar dalam grafik tidak berpola. Konsekuensi tidak adanya homogenitas atau konsekuensi adanya heteroskedastisitas
yaitu
kemungkinan
untuk
mengambil
kesimpulan yang salah dalam uji F dan uji t karena pengujian tingkat signifikansi yang kurang tepat. 3. Uji multikolinieritas Multikolinieritas yaitu penyimpangan uji asumsi klasik dimana antarvariabel independen yang terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien korelasinya tinggi atau bahkan 1). Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi yang kuat di antara variabel-variabel independen yang diikutsertakan dalam
21
pembentukan model. Ada beberapa metode pengujian yang dapat digunakan untuk menguji ada tidaknya masalah multikolinearitas, yaitu: 1. dengan membandingkan nilai koefisien determinasi individual (r2) dengan nilai determinasi secara serentak (R2). 2. dengan melihat nilai eigenvalue dan condition index. 3. dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing variabel independen, yaitu jika suatu variabel independen mempunyai nilai VIF > 5 maka model tersebut mengalami masalah multikolinearitas (Santoso, 2001). Dalam penelitian ini, untuk melihat apakah terjadi masalah multikolinearitas atau tidak dengan melihat hasil perhitungan nilai VIF. 4. Pengujian heteroskedastisitas Heteroskedastisitas artinya varians variabel dalam model tidak sama. Pengujian ini digunakan untuk melihat nilai varians antar nilai variabel dependen (Y) apakah homogen atau heterogen. Pendeteksian ada tidaknya heteroskedastisitas ada tiga cara, yaitu uji korelasi ranking Spearman, uji Glesjer (Glesjer Test) dan uji Park (Park Test). Uji ranking Spearman ditandai dengan hasil t hitung yang lebih besar dari ttabel (menolak H0). Uji Glesjer (Glesjer Test) dilakukan dengan membuat model regresi yang melibatkan nilai absolute residual (e) sebagai variabel dependen, jika semua variabel independen signifikan maka dalam model tersebut terdapat heteroskedastisitas. Uji Park (Park Test) dilakukan dengan membuat model regresi yang melibatkan nilai logaritma residual kuadrat (log e2) sebagai variabel dependen, jika semua variabel independen signifikan maka dalam model tersebut terdapat heteroskedastisitas.
Salah
heteroskedastisitas
dalam
satu
cara
model
untuk regresi
menghilangkan yaitu
mentransformasi variabel menjadi log (Algifari, 2000).
dengan
22
5. Pengujian otokorelasi/autokorelasi Pengujian otokorelasi bertujuan untuk melihat apakah ada korelasi antar anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Penyimpangan
ini
biasanya
terjadi
pada
penelitian
yang
menggunakan data time series. Pengujian otokorelasi menggunakan Uji Durbin-Watson dengan tingkat kepercayaan (α = 5%) dan daerah autokorelasi terdiri dari tiga yaitu: a) 1,65 < DW < 2,35 tidak terjadi autokorelasi b) 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 tidak dapat disimpulkan c) DW < 1,21 atau DW > 2,79 terjadi autokorelasi 6. Uji t-Statistik (metode pengujian parsial) Dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara individual terhadap variabel tidak bebas. Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Peubah jumlah wisatawan H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah wisatawan (JW) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah wusatawan (JW) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). b. Peubah jumlah wajib pajak H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah wajib pajak (JWP) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah wajib pajak (JWP) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). c. Peubah Tingkat Inflasi H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat inflasi (TI) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
23
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat inflasi (TI) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selanjutnya hasil perhitungan dilihat hasilnya dan termasuk ke dalam kelompok mana. Hal ini dibedakan berdasarkan: 1) thitung > ttabel atau thitung < -ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, berarti variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. 2) -ttabel < thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak berarti variabel independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. 7. Uji F statistik (metode pengujian global) Uji
F dilakukan untuk mengetahui
apakah variabel
independen secara keseluruhan signifikan dalam mempengaruhi variabel dependen. Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: H0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah wisatawan (JW), jumlah wajib pajak (JWP) dan tingkat inflasi (TI) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y) secara bersama-sama. H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara jumlah wisatawan (JW), jumlah wajib pajak (JWP) dan tingkat inflasi (TI) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y) secara bersama-sama. Dengan membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel dapat diketahui tingkat signifikansinya. Apabila: a) Jika Fhitung > Ftabel atau Fhitung < -Ftabel maka H0 ditolak dan H1 diterima, b) Jika -Ftabel < Fhitung < Ftabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. 8. Koefisien Korelasi (r) Nilai koefisien korelasi (r) digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan mengetahui arah hubungan antara dua variabel. Dalam penelitian ini menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel dependen (Y)
24
sedangkan jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi sebagai variabel independen (X) Nilai koefisien korelasi berkisar antar -1 sampai +1 yang kiteria pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut: a) Jika nilai r > 0 artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, yaitu makin besar nilai variabel X (independen), makin besar pula nilai variabel Y (dependen) dan sebaliknya. b) Jika nilai r < 0 artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu makin kecil nilai variabel X (independen) maka makin besar nilai variabel Y (dependen) dan sebaliknya. c) Jika nilai r = 0 artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X (independen) dengan variabel Y (dependen). d) Jika nilai r = +1 atau r = -1 telah terjadi hubungan linier sempurna yaitu berupa garis lurus, sedangkan untuk nilai r yang makin mengarah ke angka 0 maka garis makin tidak lurus. 9. Koefisien Determinasi (r2) Koefisien determinasi adalah salah satu nilai statistik yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengaruh antara dua variabel. Selain itu, r2 dapat menunjukkan ragam naik atau turunnya variabel dependen (Y) yang diterangkan oleh pengaruh linear variabel independen (X). Ukuran nilai r2 adalah semakin mendekati angka satu berarti garis regresi yang terbentuk dapat meramalkan variabel dependen (Y) secara lebih baik menuju kesempurnaan artinya pengaruhnya semakin kuat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kota Bogor 4.1.1 Letak Geografis Kota Bogor Kota Bogor merupakan salah satu kota yang berada di Propinsi Jawa Barat. Kota ini mendapat julukan kota hujan karena frekuensi hujan yang tinggi. Secara geografis Kota Bogor terletak antara 106 430 400sampai 106 510 300 BT dan sampai 600 400 LS dengan jarak kurang lebih 56 km dari ibukota Jakarta. Kota Bogor memiliki luas wilayah 118,5 km2 dan dialiri beberapa sungai, yaitu Sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi dan Cibalok. Batas-batas wilayah Kota Bogor adalah sebagai berikut: Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Dramaga Kabupaten Bogor.
Sebelah Utara
:
berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Bojong Gede dan Kemang Kabupaten Bogor.
Sebelah Timur
:
berbatasan
dengan
Sukaraja
dan
Ciawi
Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Caringin Kabupaten Bogor. Kota Bogor terdiri dari enam kecamatan yaitu: Kecamatan Bogor Tengah, Bogor Selatan, Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Utara dan Tanah Sareal. Setiap kecamatan terdiri dari beberapa kelurahan. Berikut tabel yang menerangkan hal tersebut. Tabel 2. Pembagian Wilayah Kota Bogor Nama Kecamatan
Jumlah Kelurahan
Bogor Tengah
11
Bogor Utara
8
Bogor Selatan
16
Bogor Barat
16
Bogor Timur
6
Tanah Sareal 11 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor Tahun 2008
26
4.1.2 Perekonomian Kota Bogor Perekonomian suatu wilayah diindikasikan dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dihitung dalam dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi. Adapun laju pertumbuhan ekonomi di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun
Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)
2004
6,10
2005
6,12
2006
6,03
2007
6,09
2008
5,98
2009 6,02 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor tahun 2009
4.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang paling vital bagi daerah di samping komponen APBD yang lainnya. Komponen penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor, BPR Bank Pasar dan PT Bank Jabar) dan Lain-lain PAD yang sah (Pelepasan hak atas Tanah, Penjualan Barang Milik daerah Lainnya, Jasa Giro Kas Daerah, Kerugian Barang, Pendapatan Denda dari Bagian Barang atau Jasa, Pendapatan Denda Pajak Hotel, Pendapatan Denda Pajak Restoran, Pendapatan Denda Pajak Hiburan, Pendapatan Denda Pajak Reklame, Pendapatan Denda Pajak Parkir, Pendapatan Denda Retribusi Jasa Umum, Pendapatan Denda Retribusi Jasa Usaha, Pengembalian Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Sewa Rusunawa). Hasil pendapatan dari PAD tersebut digunakan untuk membiayai semua urusan rumah tangga pemerintahan Kota Bogor.
27
Anggaran dan realisasi PAD Kota Bogor tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Anggaran dan Realisasi PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Anggaran 2004
Anggaran (Rupiah) 49.431.543.974,00
Realisasi (Rupiah) 50.644.378.397,34
Tingkat Pencapaian (%) 102,45
2005
63.830.553.398,00
66.677.343.215,20
104,46
2006
63.353.915.442,00
67.174.587.720,00
106,03
2007
71.687.047.669,00
79.661.810.774,00
111,12
2008
83.098.271.499,00
97.483.046.688,00
117,31
2009
102.447.491.431,00
115.921.660.827,00
113,15
Rata-rata 72.308.137.235,50 Sumber: DPPKA Daerah Kota Bogor
79.593.804.603,59
109,09
Realisasi penerimaan Kota Bogor yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) kecenderungannya mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada Tabel 4. Pada tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor yang berhasil diperoleh sebesar Rp 50.644.378.397,34 sampai tahun 2009 mencapai Rp 115.921.660.827,00. Jika dihitung rata-rata, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor per tahunnya untuk periode tahun 2004-2009 yaitu Rp 79.593.804.603,59. Setiap tahun realisasi PAD Kota Bogor selalu di atas anggaran yang telah direncanakan atau target yang telah dirancang oleh pemerintah Kota Bogor. Hal ini dapat dilihat dari kolom tingkat pencapaian pada Tabel 4. Pada kolom tersebut terlihat bahwa selama enam tahun terakhir ini, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor telah melaksanakan pemungutan pajak daerah secara efektif. Parameter efektif dan tidaknya pemungutan pajak ini dilihat dari tercapai atau tidaknya anggaran atau target yang telah dirancang. Jika target yang telah dirancang tercapai berarti pemungutan pajak telah efektif dan sebaliknya. Perhitungan tingkat pencapaian ini yaitu dengan membandingkan antara realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Tabel 4 hanya menunjukkan jumlah realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor secara keseluruhan dari tahun 2004-2009. Pendapatan yang diterima dari masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor secara terinci dapat dilihat pada Tabel 5.
28
Tabel 5. Perkembangan PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Anggaran 2004
Pajak Daerah (Rupiah) 20.962.984.280,00
Retribusi Daerah (Rupiah) 22.557.864.854,34
HPKD (Rupiah) 718.576.064,64
Lain-lain PAD (Rupiah) 6.404.616.198,36
2005
27.289.315.698,00
23.951.252.973,00
3.652.545.615,00
11.814.183.929,20
2006
32.238.371.776,00
27.284.334.197,00
4.266.517.062,00
5.510.786.999,00
2007
37.504.974.251,00
28.319.579.760,00
5.391.229.337,00
8.603.386.179,00
2008
45.988.776.968,00
34.117.572.049,00
7.752.926.769,00
9.908.858.778,00
2009
56.027.944.313,00
37.078.652.284,00
11.773.311.932,00
11.041.752.298,00
Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor
Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor yang terlihat signifikan memberikan pemasukkan pada pendapatan Kota Bogor selama enam tahun terakhir ini yaitu pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah adalah komponen penyumbang terbesar pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Tabel 6. Anggaran dan Realisasi Pajak Daerah Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Anggaran 2004
Anggaran (Rupiah) 20.175.000.000,00
Realisasi (Rupiah) 20.962.984.280,00
Pencapaian (%) 103,91
2005
25.411.600.800,00
27.289.315.698,00
107,39
2006
29.765.615.840,00
32.238.371.776,00
108,31
2007
35.489.319.500,00
37.504.974.251,00
105,68
2008
39.106.029.000,00
45.988.776.968,00
117,60
2009
42.455.000.000,00
56.027.944.313,00
131,97
Rta-rata 32.067.094.190,00 36.668.727.881,00 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor
112,48
Pendapatan dari sektor pajak daerah meningkat setiap tahunnya. Pencapaian yang didapat dari penarikan pajak daerah ini pun dari tahun ke tahun selalu di atas 100 persen. Realisasi pajak daerah setiap tahun selalu di atas anggaran yang telah direncanakan. Pencapaian yang terbesar terjadi pada tahun 2009 hingga mencapai 131,97 persen. Kondisi ini dapat dilihat pada Tabel 6. Peningkatan nominal yang diterima oleh Kota Bogor dari sektor pajak tidak selalu diikuti pula dengan peningkatan pertumbuhan pajak daerah
29
Kota Bogor. Terkadang peningkatan nominal ini diikuti dengan tingkat pertumbuhannya, seperti yang terjadi pada tahun 2007/2008 yaitu peningkatan
nominal
dari
Rp
37.504.974.251,00
menjadi
Rp
45.988.776.968,00 atau sebesar Rp 8.483.802.717,00 diikuti dengan tingkat pertumbuhannya dari 16,34 persen menjadi 22,62 persen. Hal ini dapat terjadi karena jumlah penerimaan pajak daerah yang diperoleh setiap tahunnya tidak sama. Jika selisih realisasi antar tahun kecil sedangkan tahun yang dijadikan pembanding besar maka akan berdampak pada tingkat pertumbuhan yang kecil pula, dan sebaliknya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Tingkat Pertumbuhan Pajak Daerah Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Anggaran 2004
Pajak Daerah (Rupiah) 20.962.984.280,00
Tingkat Pertumbuhan (%)
2005
27.289.315.698,00
30,18
2006
32.238.371.776,00
18,14
2007
37.504.974.251,00
16,34
2008
45.988.776.968,00
22,62
2009 56.027.944.313,00 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor, diolah
21,83
Kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor dihitung dengan membandingkan jumlah penerimaan pajak daerah dengan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Besarnya kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009 bervariasi mulai dari 41,39 persen pada tahun 2004 sampai 48,33 persen pada tahun 2009. Naik turunnya kontribusi pajak daerah dikarenakan oleh jumlah realisasi pendapatan dari pajak daerah pada setiap tahunnya. Selain itu, jumlah realisasi dari setiap komponen PAD yang lain juga mempengaruhi seperti retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu 48,33 persen dan terendah 40,93 persen pada tahun 2005. Rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama enam tahun terakhir sebesar 45,48 persen. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 8.
30
Tabel 8. Kontribusi Pajak Daerah Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Anggaran 2004
Pajak Daerah (Rupiah) 20.962.984.280,00
PAD (Rupiah) 50.644.378.397,34
Kontribusi (%) 41,39
2005
27.289.315.698,00
66.677.343.215,20
40,93
2006
32.238.371.776,00
67.174.587.720,00
47,99
2007
37.504.974.251,00
79.661.810.774,00
47,08
2008
45.988.776.968,00
97.483.046.688,00
47,18
2009
56.027.944.313,00
115.921.660.827,00
48,33
Rata-rata 36.668.727.881,00 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor
79.593.804.603,59
45,48
Pajak daerah yang dipungut di Kota Kogor ada enam jenis yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak parkir dan pajak penerangan jalan. Pajak yang diperoleh dari bahan galian golongan C tidak dipungut di Kota Bogor karena di Kota Bogor tidak ada bahan galian golongan C ini. Keenam jenis pajak tersebut yaitu: 1. Pajak Hotel Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pajak hotel yang diperoleh Pemerintah Kota Bogor diperoleh dari tarif pajak hotel yang ditetapkan 10 persen dari jumlah pembayaran yang dilakukan kepada pengusaha. Jenis hotel yang terdapat di Kota Bogor yaitu Hotel Bintang Satu, Hotel Bintang Dua, Hotel Bintang Tiga, Hotel Melati Satu, Hotel Melati Dua, Hotel Melati Tiga dan Pondok Wisata. Pertumbuhan pajak hotel di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Pertumbuhan Pajak Hotel Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tingkat Pertumbuhan (%)
2004
Pajak Hotel (Rupiah) 1.789.618.410,00
2005
2.251.554.210,00
25,81
2006
3.028.421.044,00
34,50
2007
3.299.162.210,00
8,94
2008
4.285.733.901,00
29,90
2009 6.219.679.143,00 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor, diolah
45,12
Tahun Anggaran
Tingkat pertumbuhan hotel di Kota Bogor setiap tahunnya cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena pemerintah Kota Bogor ingin menciptakan Kota Bogor sebagai Kota Jasa sehingga dengan adanya rencana pemerintah ini, para pemilik hotel terdorong untuk
31
meningkatkan pelayanannya. Selain itu meningkatnya para wisatawan setiap tahunnya yang berkunjung ke Kota Bogor adalah salah satu alasan yang kuat untuk para pemilik modal meningkatkan pelayanannya (Lampiran 1). Dengan pelayanan yang baik ini akan berdampak pada citra hotel itu sendiri. Tabel 10. Kontribusi Pajak Hotel Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Anggaran 2004
Pajak Hotel (Rupiah) 1.789.618.410,00
PAD (Rupiah) 50.644.378.397,34
Kontribusi (%) 3,53
2005
2.251.554.210,00
66.677.343.215,20
3,38
2006
3.028.421.044,00
67.174.587.720,00
4,51
2007
3.299.162.210,00
79.661.810.774,00
4,14
2008
4.285.733.901,00
97.483.046.688,00
4,39
2009
6.219.679.143,00
115.921.660.827,00
5,36
Rata-rata 3.479.028.153,00 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor
79.593.804.603,59
4,22
Kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009 dihitung dengan membandingkan jumlah penerimaan pajak hotel dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun yang bersangkutan. Besarnya kontribusi tersebut dapat dilihat pada Tabel 10. Pada Tabel 10 kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor bervariasi mulai dari 3,53 persen pada tahun 2004 sampai 5,37 persen pada tahun 2009 atau rata-rata 4,22 persen per tahun. Naik turunnya kontribusi pajak hotel di Kota Bogor dikarenakan oleh banyak tidaknya kunjungan ke hotel yang berpengaruh pada jumlah pendapatan pajak dan besar kecilnya pendapatan dari setiap komponen PAD yang lain. Selain itu keadaan politik yang kondusif juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya pajak hotel. Dengan keadaan politik yang aman di Kota Bogor akan mendorong para wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara untuk mengunjungi Kota Bogor yang banyak memiliki tempat-tempat wisata yang menarik seperti Kebun Raya Bogor. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 5,37 persen dan terendah sebesar 3,38 persen pada tahun 2005. Pada tahun 2005 dan 2007 mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,15 persen dan 0,37 persen. Rata-rata
32
kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor selama enam tahun sebesar 4,22 persen. 2. Pajak Restoran Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran atau rumah makan. Pajak restoran yang diperoleh Pemerintah Kota Bogor diperoleh dari tarif pajak restoran yang ditetapkan 10 persen dari jumlah pembayaran yang dilakukan kepada pengusaha restoran atau rumah makan. Jenis pajak restoran yang terdapat di Kota Bogor yaitu pajak restoran, pajak rumah makan dan pajak cafe. Pertumbuhan restoran di Kota Bogor jika dilihat dari jumlahnya setiap tahun meningkat (Lampiran 2). Salah satu yang menjadi penyebab adalah keinginan pemerintah Kota Bogor yang ingin menjadikan Kota Bogor sebagai Kota Jasa. Selain itu juga rencana pemerintah Kota Bogor yang ingin menjadikan Kota Bogor sebagai Kota Wisata Kuliner karena penerimaan daerah yang berasal dari kuliner ini sangat tinggi. Pertumbuhan pajak restoran di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Pertumbuhan Pajak Restoran Kota Bogor Tahun 20042009 Tingkat Pertumbuhan (%)
2004
Pajak Restoran (Rupiah) 7.044.149.235,00
2005
9.484.770.846,00
34,65
2006
10.709.106.013,00
12,91
2007
11.898.268.356,00
11,10
2008
14.188.920.460,00
19,25
2009 18.798.189.871,00 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor, diolah
32,48
Tahun Anggaran
Kontribusi pajak restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009 dihitung dengan membandingkan jumlah penerimaan pajak restoran dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun yang bersangkutan. Besarnya kontribusi tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Pada Tabel tersebut kontribusi pajak restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor bervariasi mulai dari 13,91 persen pada tahun 2004 sampai 16,22 persen pada tahun 2009 atau rata-rata 14,97 persen per tahun. Naik turunnya kontribusi pajak
33
restoran di Kota Bogor dikarenakan oleh banyak tidaknya kunjungan ke restoran dan besar kecilnya pendapatan dari setiap komponen PAD yang lain. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 16,22 persen dan terendah sebesar 13,91 persen pada tahun 2004. Pada tahun 2007 dan 2008 mengalami penurunan masing-masing sebesar 1,00 persen dan 0,38 persen. Rata-rata kontribusi pajak restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor selama enam tahun sebesar 14,97 persen. Tabel 12. Kontribusi Pajak Restoran Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 2004
Pajak Restoran (Rupiah) 7.044.149.235,00
PAD (Rupiah) 50.644.378.397,34
Kontribusi (%) 13,91
2005
9.484.770.846,00
66.677.343.215,20
14,22
2006
10.709.106.013,00
67.174.587.720,00
15,94
2007
11.898.268.356,00
79.661.810.774,00
14,94
2008
14.188.920.460,00
97.483.046.688,00
14,56
2009
18.798.189.871,00
115.921.660.827,00
16,22
Rata-rata 12.020.567.463,50 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor
79.593.804.603,59
14,97
Tahun Anggaran
3. Pajak Hiburan Pajak hiburan adalah pungutan daerah atas setiap penyelenggaraan hiburan. Pertumbuhan pajak hiburan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Pertumbuhan Pajak Hiburan Kota Bogor Tahun 20042009 Tingkat Pertumbuhan (%)
2004
Pajak Hiburan (Rupiah) 1.416.167.640,00
2005
1.459.623.055,00
3,07
2006
1.299.689.292,22
-10,96
2007
1.738.596.597,00
33,77
2008
3.172.624.942,00
82,48
2009 6.908.527.049,00 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor, diolah
117,75
Tahun Anggaran
Kontribusi pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009 dihitung dengan membandingkan jumlah penerimaan pajak hiburan dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun yang bersangkutan. Besarnya kontribusi tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Pada tabel tersebut kontribusi pajak hiburan terhadap
34
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor bervariasi mulai dari 2,79 persen pada tahun 2004 sampai 5,96 persen pada tahun 2009 atau ratarata 3,05 persen per tahun. Naik turunnya kontribusi pajak hiburan di Kota Bogor dikarenakan oleh banyak tidaknya kunjungan ke tempattempat hiburan dan banyak tidaknya hiburan yang diadakan atau terselenggara serta besar kecilnya pendapatan dari setiap komponen PAD yang lain. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 5,96 persen dan terendah sebesar 1,93 persen pada tahun 2006. Pada tahun 2009 kontribusi dari pajak hiburan ini cukup besar peningkatannya dibandingkan dengan tahun-tahun yang lain. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini yaitu dengan adanya bioskop baru di Botani Square yang menjadi salah satu tujuan penduduk Kota Bogor dalam mengisi waktu luang, yang kemudian bioskop tersebut menjadi bioskop nomor satu di Kota Bogor. Pada tahun 2005 dan 2006 mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,6 persen dan 0,26 persen. Rata-rata kontribusi pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor selama enam tahun sebesar 3,05 persen. Tabel 14. Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Pajak Hiburan Anggaran (Rupiah) 2004 1.416.167.640,00 2005 1.459.623.055,00 2006 1.299.689.292,22 2007 1.738.596.597,00 2008 3.172.624.942,00 2009 6.908.527.049,00 Rata-rata 2.665.871.429,20 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor
PAD (Rupiah) 50.644.378.397,34 66.677.343.215,20 67.174.587.720,00 79.661.810.774,00 97.483.046.688,00 115.921.660.827,00 79.593.804.603,59
Kontribusi (%) 2,79 2,19 1,93 2,18 3,25 5,96 3,05
4. Pajak Reklame Pajak reklame adalah pajak atas setiap penyelenggaraan reklame. Pajak reklame yang diperoleh Pemerintah Kota Bogor diperoleh dari tarif pajak reklame yang ditetapkan sebesar 25 persen dari nilai sewa reklame dan untuk reklame produk rokok dikenakan tambahan pajak sebesar 25 persen dari pokok pajak. Pertumbuhan pajak reklame di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 15. Pada tahun 2009 tingkat pertumbuhan pajak
35
reklame Kota Bogor mencapai nilai minus. Hal ini disebabkan karena rencana pemerintah Kota Bogor yang menginginkan Kota Bogor terbebas dari asap rokok sehingga pemerintah mengurangi pemasangan reklame produk rokok. Padahal pendapatan dari reklame ini cukup tinggi karena tarif yang diberlakukan berbeda dengan reklame jenis lain. Tabel 15. Pertumbuhan Pajak Reklame Kota Bogor Tahun 20042009 Tahun Anggaran 2004
Pajak Reklame (Rupiah) 3.470.137.220,00
Tingkat Pertumbuhan (%)
2005
4.699.504.624,00
35,43
2006
5.817.031.824,00
23,78
2007
7.669.278.710,00
31,84
2008
10.016.285.493,00
30,60
2009 8.260.254.289,00 Sumber : DPPKA daerah Kota Bogor, diolah
-17,53
Tabel 16. Kontribusi Pajak Reklame Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 Pajak Reklame (Rupiah) 2004 3.470.137.220,00 2005 4.699.504.624,00 2006 5.817.031.824,00 2007 7.669.278.710,00 2008 10.016.285.493,00 2009 8.260.254.289,00 Rata-rata 6.655.415.360,00 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor Tahun Anggaran
PAD (Rupiah) 50.644.378.397,34 66.677.343.215,20 67.174.587.720,00 79.661.810.774,00 97.483.046.688,00 115.921.660.827,00 79.593.804.603,59
Kontribusi (%) 6,85 7,05 8,66 9,63 10,27 7,13 8,27
Kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009 dihitung dengan membandingkan jumlah penerimaan pajak reklame dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun yang bersangkutan. Besarnya kontribusi tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Pada tabel tersebut kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor bervariasi mulai dari 6,85 persen pada tahun 2004 sampai 7,13 persen pada tahun 2009 atau rata-rata 8,27 persen per tahun. Naik turunnya kontribusi pajak reklame di Kota Bogor dikarenakan oleh banyak tidaknya reklame yang dipasang dan besar kecilnya pendapatan dari setiap komponen PAD yang lain. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 10,27 persen dan terendah sebesar 6,85 persen pada tahun 2004. Pada tahun
36
2009 mengalami penurunan sebesar 3,14 persen. Rata-rata kontribusi pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor selama enam tahun sebesar 8,27 persen. 5. Pajak Penerangan Jalan Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik. Penggenaan tarif untuk pajak penerangan jalan dikelompokkan atas: a) Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN bukan untuk industri sebesar 5 persen b) Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untuk industri sebesar 5 persen c) Penggunaan tenaga listrik yang berasal bukan PLN, bukan untuk industri sebesar 3 persen d) Penggunaan tenaga listrik yang berasal bukan PLN untuk industri sebesar 4 persen. Pertumbuhan pajak penerangan jalan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Pertumbuhan Pajak Penerangan Jalan Kota Bogor Tahun 2004-2009 2004
Pajak Penerangan Jalan (Rupiah) 7.242.911.775,00
Tingkat Pertumbuhan (%) -
2005
8.639.605.663,00
19,28
2006
10.517.970.003,00
21,74
2007
11.383.507.079,00
8,23
2008
12.493.054.272,00
9,75
2009 13.525.251.061,00 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor, diolah
8,26
Tahun Anggaran
Kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009 dihitung dengan membandingkan jumlah penerimaan pajak penerangan jalan dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun yang bersangkutan. Besarnya kontribusi tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Pada tabel tersebut kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor bervariasi mulai dari 14,30 persen 2004 sampai 11,67 persen pada tahun 2009 atau rata-rata 13,62 persen per
37
tahun. Naik turunnya kontribusi pajak penerangan jalan di Kota Bogor dikarenakan oleh jumlah pemakaian tenaga listrik dan besar kecilnya pendapatan dari setiap komponen PAD yang lain. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 15,66 persen dan terendah sebesar 11,67 persen pada tahun 2009. Pajak penerangan jalan ini berbeda dengan pajak daerah lainnya yang dipungut di Kota Bogor yaitu jenis pajak daerah yang lain kontribusinya dominan naik sedangkan pajak penerangan jalan dari enam tahun data yang digunakan hanya satu tahun pajak ini mengalami kenaikan pada kontribusinya dan lima tahun yang lain kontribusinya selalu menurun. Rata-rata kontribusi pajak penerangan jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor selama enam tahun sebesar 13,62 persen. Tabel 18. Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Pajak Penerangan Jalan Anggaran (Rupiah) 2004 7.242.911.775,00 2005 8.639.605.663,00 2006 10.517.970.003,00 2007 11.383.507.079,00 2008 12.493.054.272,00 2009 13.525.251.061,00 Rata-rata 10.633.716.642,17 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor
PAD (Rupiah) 50.644.378.397,34 66.677.343.215,20 67.174.587.720,00 79.661.810.774,00 97.483.046.688,00 115.921.660.827,00 79.593.804.603,59
Kontribusi (%) 14,3 12,96 15,66 14,29 12,82 11,67 13,62
6. Pajak Parkir Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir. Pajak parkir yang ada di Kota Bogor diperoleh dari tarif pajak parkir yang ditetapkan 20 persen dari jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Perhitungan besarnya pajak berdasarkan klasifikasi tempat parkir, jenis kendaraan dan frekuensi pemakaian tempat parkir. Klasifikasi tempat parkir terdiri atas: a) Gedung parkir b) Lingkungan parkir c) Peralatan parkir d) Garasi yang disewakan e) Jenis tempat parkir kendaraan lainnya
38
Jenis kendaraan terdiri atas: a) Kendaraan bermotor truk gandeng/trailer/container b) Kendaraan bermotor truk/bus c) Kendaraan bermotor angkutan barang sejenis boks d) Kendaraan bermotor angkutan roda empat seperti sedan, mini bus, pick up e) Kendaraan bermotor roda dua seperti sepeda motor dan sejenisnya. Frekuensi pemakaian tempat parkir terdiri atas: a) Satuan jam b) Satuan hari c) Satuan bulan Pajak parkir baru diterapkan di Kota Bogor tahun 2005. Penerapan ini memiliki awal yang baik karena mampu menyerap wajib pajak sebanyak 237 unit (Lampiran 2) dan mampu menambahkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp. 754.252.300,00. Pertumbuhan pajak parkir dari tahun 2006 hingga 2007 sangat besar yaitu sebesar 60,21 persen (75,05 persen–14,84 persen). Pertumbuhan pajak parkir di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Pertumbuhan Pajak Parkir Kota Bogor Tahun 2004-2009 2004
Pajak Parkir (Rupiah) -
Tingkat Pertumbuhan (%) -
2005
754.252.300,00
-
2006
866.153.600,00
14,84
2007
1.516.161.300,00
75,05
2008
1.688.767.800,00
11,38
Tahun Anggaran
2009 2.316.242.900,00 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor, diolah
37,12
Kontribusi pajak parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 2004-2009 dihitung dengan membandingkan jumlah penerimaan pajak parkir dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun yang bersangkutan. Besarnya kontribusi tersebut dapat dilihat pada Tabel 20. Pada tabel tersebut kontribusi pajak parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor bervariasi mulai dari 1,13 persen pada tahun 2004 sampai 2,00 persen pada tahun 2009 atau rata-rata 1,61
39
persen per tahun. Naik turunnya kontribusi pajak parkir di Kota Bogor dikarenakan oleh banyak tidaknya jumlah kendaraan yang memakai jasa tempat parkir. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 2,00 persen dan terendah sebesar 1,13 persen pada tahun 2005. Pajak parkir baru diberlakukan di Kota Bogor pada tahun 2005 sehingga pada tahun 2004 tidak ada pemasukan dari pajak ini. Pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 0,17 persen. Rata-rata kontribusi pajak parkir terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor selama lima tahun sebesar 1,61 persen. Tabel 20. Kontribusi Pajak Parkir Terhadap PAD Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Anggaran
Pajak Parkir (Rupiah)
2004 2005 754.252.300,00 2006 866.153.600,00 2007 1.516.161.300,00 2008 1.688.767.800,00 2009 2.316.242.900,00 Rata-rata 1.428.315.580,00 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor
PAD (Rupiah) 50.644.378.397,34 66.677.343.215,20 67.174.587.720,00 79.661.810.774,00 97.483.046.688,00 115.921.660.827,00 79.593.804.603,59
Kontribusi (%) 1,13 1,29 1,9 1,73 2,00 1,61
4.3. Tingkat Pencapaian Pemungutan Pajak Tingkat pencapaian pemungutan pajak per jenis pajak daerah di Kota Bogor dihitung dengan membandingkan antara realisasi dan target per jenis pajak. Hasil dari perhitungan tersebut kemudian dilihat apakah efektif atau tidak. Parameter yang digunakan oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor (DPPKA Daerah Kota Bogor) untuk melihat apakah pemungutan pajak efektif atau tidak dilihat dari tercapai atau tidaknya anggaran atau target yang telah dirancang. Jika target yang telah dirancang tercapai berarti pemungutan pajak telah efektif dan sebaliknya. Tabel 21 adalah hasil perhitungan tingkat pencapaian pemungutan pajak per jenis pajak daerah di Kota Bogor secara ringkas. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3. Tingkat pencapaian pemungutan pajak hotel selalu berada di atas 100 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pemungutan pajak hotel yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bogor telah efektif. Tingkat pencapaian pajak hotel
40
terendah yaitu pada tahun 2004 sebesar 108,46 persen dan tertinggi tahun 2009 yang mencapai 155,49 persen. Tabel 21. Tingkat Pencapaian Pemungutan Pajak per Jenis Pajak di Kota Bogor Tahun 2004-2009 Tahun Anggaran
Tingkat Pencapaian Pemungutan Pajak per Jenis Pajak (%) Hotel
Restoran
Hiburan
Reklame
Pen. Jalan
Parkir
2004
108,46
102,83
101,15
109,29
102,01
-
2005
114,88
117,09
100,66
93,06
106,67
100,35
2006
110,73
107,09
85,23
102,87
116,87
101,83
2007
110,25
100,65
113,44
108,2
107,76
101,67
2008
129,87
111,28
141,01
130,93
108,73
101,4
2009 155,49 141,87 162,55 Sumber : DPPKA Daerah Kota Bogor, diolah
100,12
108,2
119,67
Tingkat pencapaian pemungutan pajak restoran pun mengikuti prestasi yang diraih oleh pajak hotel yaitu selama enam tahun terakhir ini selalu di atas 100 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pemungutan pajak restoran yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bogor telah efektif. Tingkat pencapaian pemungutan pajak restoran terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 100,65 persen dan tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 141,87 persen. Tingkat pencapaian pemungutan pajak hiburan tidak mengalami hal yang sama seperti pajak hotel dan restoran. Jika pajak hotel dan restoran pemungutan pajaknya selalu di atas 100 persen yang berarti efektif, hal ini berbeda dengan yang dialami pajak hiburan. Pada tahun 2004 dan 2005 tingkat pencapaian pemungutan pajak hiburan di atas 100 persen yang berarti efektif. Namun tingkat pencapaian pemungutan pajak hiburan pada tahun 2006 hanya mencapai 85,23 persen yang berarti tidak efektif. Namun pada tahun-tahun berikutnya hal ini tidak terjadi kembali. Tingkat pencapaian pemungutan pajak pada tahun 2007-2009 di atas 100 persen, bahkan pada tahun 2009 pajak hiburan memegang urutan pertama dari segi tingkat pencapaian pemungutan pajaknya yaitu mencapai 162,55 persen. Tingkat pencapaian pemungutan pajak reklame mengalami hal yang sama seperti pajak hiburan yaitu pernah mengalami pencapaian di bawah 100 persen yaitu pada tahun 2005. Pada tahun ini tingkat pencapaian
41
pemungutan pajak reklame hanya mencapai 93,06 persen. Hal ini berarti pemungutan pajak reklamenya tidak efektif. Hal ini salah satu pengaruhnya yaitu dicabutnya ijin atas pemasangan reklame untuk iklan rokok. Padahal pendapatan dari jenis reklame inilah yang memberikan pemasukkan terbesar. Namun pemerintah Kota Bogor memperbaiki hal ini yaitu terbukti dengan pencapaian tingkat pencapaian pemungutan pajak yang berada di atas 100 persen dari tahun 2006-2009. Tingkat pencapaian pemungutan pajak penerangan jalan selama enam tahun terakhir ini selalu di atas 100 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pemungutan pajak penerangan jalan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bogor telah efektif. Tingkat pencapaian pemungutan pajak penerangan jalan terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 102,01 persen dan tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 116,87 persen. Tingkat pencapaian pemungutan pajak parkir pun mengikuti prestasi yang diraih oleh pajak hotel, pajak restoran dan pajak penerangan jalan yaitu selama enam tahun terakhir ini selalu di atas 100 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa pemungutan pajak parkir yang dilakukan oleh pemerintah Kota Bogor telah efektif. Tingkat pencapaian pemungutan pajak parkir terendah terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 100,35 persen dan tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 119,67 persen. 4.4. Analisis Regresi Berganda Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen (peubah tak bebas) dengan variabel independen (peubah bebas). Dalam penelitian ini menggunakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel dependen dan jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi sebagai variabel independen. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini berkaitan dengan penjelasan di atas yaitu: H0 : Tidak terdapat pengaruh antara jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara bersama-sama maupun secara parsial.
42
H1 : Terdapat pengaruh antara jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak, dan tingkat inflasi dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara bersamasama maupun secara parsial. Setelah pembuatan hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi dasar yang terdiri dari uji normalitas, uji homogenitas dan autokorelai atau uji kebebasan serta uji multikolinearitas. 1. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui apakah nilai sisaan atau nilai residual berdistribusi normal atau tidak. Nilai sisaan dinyatakan menyebar normal jika signifikansinya lebih besar dari 5 persen atau 0,05. Hipotesis yang digunakan untuk uji normalitas ini yaitu: H0
:
sisaan menyebar normal
H1
:
sisaan tidak menyebar normal
Uji Kolomogorov-Smirnov dilakukan menggunakan α sebesar 5 persen. Nilai signifikansi untuk α = 0,05 dan jumlah pengamatan 6 (uji 2 sisi) adalah 0,150 (dapat dilihat pada Gambar 2 Lampiran 4). Nilai signifikansi dari nilai sisaan yang diperoleh di atas 5 persen berarti dalam hal ini model menerima H0 yang artinya nilai sisaan menyebar normal. Jadi model regresi Pendapatan Asli Daerah PAD) yang dibuat telah memenuhi asumsi kenormalan. Selain itu juga, uji normalitas ini dapat dilihat dari grafik probability Plot of RESI 1 (Lampiran 4). 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah nilai residual atau nilai sisaan yang sama atau tidak. Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan ini yaitu dengan grafik fitted value dengan residual. Residual atau nilai sisaan dikatakan homogen jika gambar dalam grafik tidak berpola. Uji homogenitas ini sama dengan uji ada tidaknya masalah tidak heteroskedastisitas. Grafik yang dihasilkan dari pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar yang dihasilkan tidak berpola sehingga dapat dikatakan bahwa residual atau nilai sisaan
43
adalah homogen. Dengan kata lain pada model yang telah dibangun ini tidak terdapat penyimpangan uji asumsi klasik yaitu heteroskedastisitas. 3. Uji Autokorelasi atau Uji Kebebasan Pengujian otokorelasi/autokorelasi menggunakan Uji DurbinWatson dengan tingkat kepercayaan (α = 5 persen). Apabila: a. 1,65 < DW < 2,35 tidak terjadi autokorelasi b. 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79 tidak dapat disimpulkan c. DW < 1,21 atau DW > 2,79 terjadi autokorelasi Nilai Durbin-Watson yang dihasilkan yaitu 2,346 (untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 6) sehingga berdasarkan kriteria yang telah disebutkan di atas, pada model ini tidak mengalami masalah autokorelasi. 4. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi yang kuat di antara variabel-variabel independen yang diikutsertakan dalam pembentukan model. Salah satu cara untuk melihat ada tidaknya masalah multikolinearitas ini adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing variabel independen, yaitu jika suatu variabel independen mempunyai nilai
VIF
>
5
maka
model
tersebut
mengalami
masalah
multikolinearitas. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing variabel independen yang dihasilkan yaitu dapat dilihat pada Tabel 22. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk variabel independen jumlah wisatawan dan jumlah wajib pajak ternyata > 5 sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model ini terjadi masalah multikolinearitas. Tabel 22. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) No Variabel Independen VIF 1 Jumlah Wisatawan 9,9 2 Jumlah Wajib Pajak 9,7 3 Tingkat Inflasi 1,1
44
5. Principal Component Analysis Principle Component Analysis (PCA) sering digunakan sebagai alat analisis antara maupun analisis akhir. Sebagai analisis antara PCA bermanfaat menghilangkan multikolinearitas atau untuk mereduksi variabel yang berukuran besar ke dalam variabel baru yang berukuran sederhana. Sedangkan untuk analisis akhir PCA umumnya digunakan untuk mengelompokkan variabel-variabel penting dari suatu kelompok variabel besar untuk menduga suatu fenomena, sekaligus memahami struktur dan melihat hubungan antar variabel. Dalam penelitian ini Principle Component Analysis (PCA) digunakan sebagai alat analisis antara
yaitu
yang
multikolinearitas.
berfungsi
untuk
Langkah-langkah
menghilangkan
pengolahan
dengan
masalah Principle
Component Analysis (PCA) yaitu: a) Bakukan variabel independennya dan beri nama variabel tersebut dengan nama Z1, Z2 dan Z3. Hasil pembakuan variabel-variabel independen tersebut, dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil Pembakuan Variabel-variabel Independen Z1
Z2
Z3
-0,96335
-1,22178
-0,54076
-0,9895
-0,91614
0,73638
-0,40673
-0,40705
-0,78127
0,1393
0,77408
-0,83418
0,63937
0,47615
1,67198
1,58089
1,29474
-0,25214
b) Cari komponen utama dari variabel-variabel yang telah dibakukan dan beri nama W1, W2 dan W3. Pengolahan data yang dilakukan diperoleh hasil seperti Tabel 24 dan Tabel 25. Tabel 24. Akar Ciri dan Vektor Ciri Principal Component Analysis: Z1; Z2; Z3 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 1,9548 0,9929 0,0523 Proportion 0,652 0,331 0,017 Cumulative 0,652 0,983 1,000 Variable PC1 PC2 PC3 JW 0,706 0,026 -0,708 JWP 0,699 0,139 0,701 TI 0,117 -0,990 0,080
45
Tabel 25. Skor Komponen Utama W1
W2
W3
1,59688
-0,33997
0,218221
1,25238
0,88229
-0,117272
0,66281
-0,70608
0,060239
-0,5418
-0,93731
-0,377316
-0,97939
1,57213
-0,015497
-1,99088
-0,47105
0,231625
Tabel 24 terlihat bahwa akar ciri pertama menjelaskan sekitar 65,2 persen dari keragaman total, akar ciri yang berikutnya menjelaskan masing-masing sekitar 33,1 persen dan 1,7 persen. Hal ini berarti bahwa dari tiga komponen utama yang diturunkan dari matriks korelasi antar variabel independen, ada dua komponen utama yang memegang peranan penting dalam menerangkan keragaman total data, yaitu komponen utama pertama dan kedua. Kedua komponen tersebut dipilih karena jika dijumlahkan dapat menjelaskan keragaman sebesar 98,3 persen. Metode Principle Component Analysis (PCA), hasil analisisnya mampu menjelaskan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen jika memiliki akar ciri di atas 70 persen. Oleh karena itulah, dipilih kedua komponen tersebut. c) Regresikan variabel dependen Y. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Koefisien-koefisien Regresi dan ANOVA untuk W1, W2 dan W3 Regression Analysis: PAD versus w1; w2 The regression equation is PAD = 7,96E+10 + 1,64E+10 w1 - 3,66E+09 w2 Predictor Constant w1 w2
Coef 79593804604 16422762244 -3658499739
S = 5665143203
SE Coef 2312785028 1812056734 2542543576
R-Sq = 96,6%
T 34,41 9,06 -1,44
P 0,000 0,003 0,246
VIF 1,000 1,000
R-Sq(adj) = 94,3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 2 3 5
SS 2,70260E+21 9,62815E+19 2,79888E+21
MS 1,35130E+21 3,20938E+19
F 42,10
P 0,006
46
Selanjutnya dilakukan transformasi W manjadi Z, sehingga diperoleh persamaan regresi dalam peubah baku sebagai berikut: PAD = 7,96E+10 - 1,64E+10 W1 + 3,66E+09 W2 PAD = 79600000000+1034440000 Z1+609660000 Z2+3810600000 Z3
Transformasikan model regresi berikut: PAD = 7,96E+10 + 1,64E+10 w1 - 3,66E+09 w2………………….(5) menjadi model regresi awal sehingga didapat model regresi: PAD = 79600000000 + 11483240000 JW + 10954860000 JWP…...(6) Nilai penerimaan PAD jika tidak dipengaruhi oleh jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi atau dengan kata lain penerimaan dari jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi nol adalah sebesar Rp 79.600.000.000 (6). Jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi mempengaruhi Penerimaan PAD secara positif yang berarti jika jumlah wisatawan bertambah
satu
orang
akan
berdampak
pada
meningkatnya
penerimaan PAD sebesar Rp 11.483.240.000 dan jika jumlah wajib pajak bertambah satu unit akan berdampak pada meningkatnya penerimaan PAD sebesar Rp 10.954.860.000. 6. Koefisien Determinasi (r2) Koefisien determinasi (r2) digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independen secara serempak. Jika nilai r2 semakin mendekati angka satu berarti garis regresi yang dihasilkan dapat meramalkan variabel
dependen (Y) secara lebih baik menuju
kesempurnaan. Hasil nilai koefisien determinasi (r2) adalah 94,3 persen (dapat dilihat pada Lampiran 7). Hal ini berarti bahwa peubah jumlah wisatawan dan jumlah wajib pajak secara serentak hanya mampu menjelaskan 94,3 persen sedangkan sisanya 5,7 persen dijelaskan oleh peubah lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. 4.5. Dampak Jumlah Wisatawan, Jumlah Wajib Pajak dan Tingkat Inflasi Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor Model analisis regresi linear berganda yang digunakan pada penelitian ini untuk melihat pengaruh perubahan jumlah wisatawan, jumlah
47
wajib pajak dan tingkat inflasi terhadap PAD baik secara keseluruhan maupun parsial. PAD sebagai variabel dependen dan jumlah wisatawan, jumlah wajib pajak dan tingkat inflasi masing-masing sebagai variabel independennya. 4.5.1 Dampak Perubahan Secara Parsial dengan Uji t (pengujian secara parsial) Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara individual terhadap variabel tidak bebas. Caranya yaitu dengan membandingkan thitung dengan ttabel. Untuk mengetahui variabel independen mana yang mempengaruhi variabel dependen pada tingkat signifikansi tertentu, maka dilakukan tahapan berikut: 1. Perumusan Hipotesis H0 : variabel independen (Xi) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). H1 : variabel independen (Xi) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). 2. Menentukan ttabel Dengan taraf nyata 5 persen yaitu tingkat kesalahan yang masih dapat ditolerir, n-k = 6-3 = 3. Dengan demikian ttabel sebesar (0,025;3) = -3,182 3. Menentukan besarnya thitung Hasil perhitungan menunjukkan bahwa thitung untuk variabel jumlah wisatawan yaitu -9,06
dan JWP 1,44 sedangkan untuk tingkat
inflasi tidak memiliki pengaruh secara nyata (untuk jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 7). 4. Membandingkan thitung dengan ttabel a. Jika thitung > ttabel atau thitung < -ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. b. Jika -ttabel < thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. 5. Pengaruh Jumlah Wisatawan terhadap Pendapatan Asli Daerah PAD) Kota Bogor. Hasil uji menunjukkan bahwa thitung > ttabel, yaitu 9,06 > 3,182. Dengan demikian maka
H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga
48
secara parsial jumlah wisatawan berpengaruh secara nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor pada taraf nyata 5 persen. 6. Pengaruh Jumlah Wajib Pajak terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Hasil uji menunjukkan bahwa thitung > - ttabel, yaitu -1,14 > -3,182. Dengan demikian maka
H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga
secara parsial jumlah wajib pajak tidak berpengaruh secara nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor pada taraf nyata 5 persen. 4.5.2 Dampak Perubahan Secara Keseluruhan Dengan Uji F (Uji Global) Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel independen
secara
keseluruhan
apakah
signifikan
dalam
mempengaruhi variabel dependen. Untuk mengetahui apakah variabel independen secara keseluruhan mempengaruhi variabel dependen pada tingkat signifikansi tertentu, maka dilakukan tahapan berikut: 1. Perumusan Hipotesis H0 : semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. H1 : paling sedikit terdapat satu variabel independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. 2. Menentukan Ftabel Dengan taraf nyata 5 persen yaitu tingkat kesalahan yang masih dapat ditolerir, Derajat bebas pembilang = k-1 = 3-1 =2 Derajat bebas penyebut = n-k = 6-3 = 3 Dengan demikian Ftabel sebesar F 0,05(2,3) = 9,55 3. Menentukan besarnya Fhitung Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Fhitung sebesar 42,10.
49
4. Membandingkan Fhitung dengan Ftabel a. Jika Fhitung > Ftabel atau Fhitung < -Ftabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. b. Jika -Ftabel < Fhitung < Ftabel maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil uji menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel, yaitu 42,10 > 9,55. Dengan demikian maka Sehingga jumlah wisatawan
H0 ditolak dan H1 diterima. dan jumlah wajib pajak secara
keseluruhan berpengaruh secara nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor pada taraf nyata 5 persen. 4.6. Implikasi Manajerial Hasil penelitian mengenai kontribusi dan pengaruh pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor ini menunjukkan bahwa diantara enam jenis pajak daerah yang dipungut di Kota Bogor, ada dua jenis pajak yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pajak restoran dan pajak penerangan jalan, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memiliki pengaruh yaitu jumlah wisatawan dan jumlah wajib pajak. Pemerintah Kota Bogor harus mampu mengelola potensi dari pajak restoran dan pajak penerangan jalan ini agar penerimaan PAD dari kedua jenis pajak ini dapat optimal. Dengan demikian, hal yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor yaitu khususnya Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor terus mencari data terkini mengenai perkembangan wajib pajak. Mendata potensi-potensi pariwisata yang ada di Kota Bogor karena dengan pariwisata yang terdata dan dikelola dengan baik mampu mendorong peningkatan kunjungan para wisatawan. Dengan banyaknya wisatawan yang datang ke Kota Bogor secara otomatis akan meningkatkan penerimaan pajak daerah. Dengan demikian pemerintah Kota Bogor mampu meningkatkan penerimaan pajak.
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor tahun 20042009 dari tahun ke tahun penerimaan Kota Bogor yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) selalu mengalami peningkatan yaitu realisasi rata-rata per tahunnya sebesar Rp 79.593.804.604,00. 2. Kontribusi dari pajak daerah menduduki peringkat pertama. Kontribusi terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu 48,33 persen dan terendah 40,93 persen pada tahun 2005. Rata-rata kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 45,48 persen. Kontribusi terbesar didapatkan dari pajak restoran sebesar 14,97 persen. 3. Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian yang berpengaruh secara nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor yaitu jumlah wisatawan dan jumlah wajib pajak.
2.
Saran 1.
Pemerintah Kota Bogor setiap tahunnya harus mendata ulang para wajib pajak dan meningkatkan potensi pariwisata yang ada di Kota Bogor karena hal tersebut dapat meningkatkan kunjungan para wisatawan ke Kota Bogor.
2.
Dalam melakukan penagihan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor dapat menggunakan surat paksa kepada wajib pajak yang tidak disiplin karena ini merupakan salah satu upaya yang kongkrit dalam mengurangi para wajib pajak yang tidak disiplin tersebut.
3.
Peraturan-peraturan yang sudah ada harus ditaati oleh wajib pajak agar kebiasaan disiplin dalam membayar pajak dapat terealisasi.
DAFTAR PUSTAKA Algifari. 2000. Analisis Regresi Teori, Kasus, dan Solusi BPFE, Yogyakarta. Lasmana, E. 1992. Sistem Perpajakan di Indonesia. Prima Kampus Grafika, Jakarta. Mattjik, A.S dan Sumertajaya, M. 2000. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor. Rahdina, D.P. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Depok Pada Era Otonomi Daerah. Skripsi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ruswandi, R.R. 2009. Analisis Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Sumedang. Skripsi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS. Edisi Kedua. PT Elex Media Komputindo, Jakarta. Siahaan, M.P. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UndangUndang. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuanganantara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN
53
Lampiran 1. Data Tentang Jumlah Wisatawan, Jumlah Wajib Pajak dan Tingkat Inflasi Tahun 2004-2009 2004
Jumlah Wisatawan (orang) 1571465
Jumlah Wajib Pajak (orang) 169898
Tingkat Inflasi (%) 5
2005
1558054
170215
10,31
2006
1856991
170743
4
2007
2137083
171968
3,78
2008
2393598
171659
14,2
Tahun
2009 2876560 172508 Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor
6,2
54
Lampiran 2. Data Tentang Jumlah Hotel, Jumlah Restoran, Jumlah Tempat Hiburan, Jumlah Reklame, Jumlah Tempat Parkir, Jumlah Pemakai Tenaga Listrik dan Tingkat Inflasi Tahun 2004-2009 JH
JR 45 45 45 47 47 47
158 171 207 221 303 282
JTHib Jrek JTPar 53 1191 61 1250 237 61 1471 253 66 2661 267 48 1287 268 52 1531 270
JPTL TI 168451 5 168451 10.31 168706 4 168706 3.78 169706 14.2 170326 6.2
Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bogor
Keterangan: JH
: Jumlah Hotel (Unit)
JR
: JumlahRestoran (Unit)
JTHib : JumlahTempatHiburan (Unit) JRek : JumlahReklame (Unit) JTPar : JumlahTempatParkir (Unit) JPTL : JumlahPemakaiTenagaListrik (Unit) TI
: Tingkat Inflasi (Persen)
55
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Tingkat Pencapaian Pemungutan Pajak 1. Pajak Hotel Tahun Anggaran 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Target (Rupiah) 1.650.000.000,00 1.960.000.000,00 2.735.000.000,00 2.992.400.000,00 3.300.000.000,00 4.000.000.000,00 2.772.900.000,00
Realisasi (Rupiah) 1.789.618.410,00 2.251.554.210,00 3.028.421.044,00 3.299.162.210,00 4.285.733.901,00 6.219.679.143,00 3.479.028.153,00
Tingkat Pencapaian (%) 108,46 114,86 110,73 110,25 129,87 155,49 121,61
Realisasi (Rupiah) 7.044.149.235,00 9.484.770.846,00 10.709.106.013,00 11.898.268.356,00 14.188.920.460,00 18.798.189.871,00 12.020.567.463,50
Tingkat Pencapaian (%) 102,83 117,09 107,09 100,65 111,29 141,87 113,47
Realisasi (Rupiah) 1.416.167.640,00 1.459.623.055,00 1.299.689.292,22 1.738.596.597,00 3.172.624.942,00 6.908.527.049,00 2.665.871.429,20
Tingkat Pencapaian (%) 101,15 100,66 85,23 113,44 141,01 162,55 117,34
Realisasi (Rupiah) 3.470.137.220,00 4.699.504.624,00 5.817.031.824,00 7.669.278.710,00 10.016.285.493,00 8.260.254.289,00 6.655.415.360,00
Tingkat Pencapaian (%) 109,29 93,06 102,87 108,2 130,93 100,12 107,41
2. Pajak Restoran Tahun Anggaran 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Target (Rupiah) 6.850.000.000,00 8.100.000.000,00 10.000.000.000,00 11.821.600.000,00 12.750.000.000,00 13.250.000.000,00 10.461.933.333,33
3. Pajak Hiburan Tahun Anggaran 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Target (Rupiah) 1.400.000.000,00 1.450.000.000,00 1.525.000.000,00 1.532.639.500,00 2.250.000.000,00 4.250.000.000,00 2.067.939.916,67
4. Pajak Reklame Tahun Anggaran 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Target (Rupiah) 3.175.000.000,00 5.050.000.000,00 5.655.000.000,00 7.087.950.000,00 7.650.000.000,00 8.250.000.000,00 6.144.658.333,33
56
Lanjutan Lampiran 3. 5. Pajak Penerangan Jalan Tahun Anggaran 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Target (Rupiah) 7.100.000.000,00 8.100.000.000,00 9.000.000.000,00 10.563.750.000,00 11.490.500.000,00 12.500.000.000,00 9.792.375.000,00
Realisasi (Rupiah) 7.242.911.775,00 8.639.605.663,00 10.517.970.003,00 11.383.507.079,00 12.493.054.272,00 13.525.251.061,00 10.633.716.642,17
Tingkat Pencapaian (%) 102,01 106,66 116,87 107,76 108,73 108,2 108,37
Target (Rupiah)
Realisasi (Rupiah)
Tingkat Pencapaian (%)
751.600.800,00 850.615.840,00 1.490.980.000,00 1.665.529.000,00 1.935.529.000,00 1.338.850.928,00
754.252.300,00 866.153.600,00 1.516.161.300,00 1.688.767.800,00 2.316.242.900,00 1.428.315.580,00
100,35 101,83 101,69 101,39 119,67 104,99
6. Pajak Parkir Tahun Anggaran 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
57
Lampiran 4. Hasil Uji Normalitas Probability Plot of RESI1 Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1,000E+10
-5,000E+09
0 RESI1
5000000000
1,0000E+10
Gambar 2. Probability Plot of RESI 1
-0,00008647 3773105305 6 0,174 >0,150
58
Lampiran 5. Uji Homogenitas Versus Fits
(response is PAD) 5000000000
Residual
2500000000
0
-2,500E+09
-5,000E+09
0 0 0 0 0 1 1 1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 +1 E E E E E E E E 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 10 20 5, 6, 7, 8, 1, 9, 1, 1, Fitted Value
Gambar 3. Versus Fits Contoh gambar yang berpola diantaranya (terkecuali untuk Gambar 5 no.2):
Gambar 4. Berpola 1
1.
2.
3.
4.
Gambar 5. Berpola 2
59
Lampiran 6. Hasil Pengolahan Awal dengan Regresi Berganda ————— 04/09/2010 9:09:15 ———————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help.
Regression Analysis: PAD versus JW; JWP; TI The regression equation is PAD = - 6,78E+11 + 35937 JW + 3946266 JWP + 1,14E+09 TI
Predictor Constant JW JWP TI
Coef -6,78390E+11 35937 3946266 1143443683
S = 5965891007
SE Coef 1,33994E+12 16327 8006088 678302302
R-Sq = 97,5%
T -0,51 2,20 0,49 1,69
P 0,663 0,159 0,671 0,234
VIF 9,9 9,7 1,1
R-Sq(adj) = 93,6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source JW JWP TI
DF 1 1 1
DF 3 2 5
SS 2,72772E+21 7,11837E+19 2,79891E+21
Seq SS 2,62658E+21 3,75594E+15 1,01142E+20
Durbin-Watson statistic = 2,34652
MS 9,09242E+20 3,55919E+19
F 25,55
P 0,038
60
Lampiran 7. Hasil Pengolahan dengan PCA ————— 04/09/2010 9:34:12 ———————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help.
Principal Component Analysis: JW; JWP; TI Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue Proportion Cumulative
Variable JW JWP TI
1,9548 0,652 0,652
PC1 0,706 0,699 0,117
0,9929 0,331 0,983
PC2 0,026 0,139 -0,990
0,0523 0,017 1,000
PC3 -0,708 0,701 0,080
Regression Analysis: PAD versus w1; w2 The regression equation is PAD = 7,96E+10 + 1,64E+10 w1 - 3,66E+09 w2
Predictor Constant w1 w2
Coef 79593804604 16422762244 -3658499739
S = 5665143203
SE Coef 2312785028 1812056734 2542543576
R-Sq = 96,6%
T 34,41 9,06 -1,44
P 0,000 0,003 0,246
VIF 1,000 1,000
R-Sq(adj) = 94,3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source w1 w2
DF 1 1
DF 2 3 5
SS 2,70260E+21 9,62815E+19 2,79888E+21
MS 1,35130E+21 3,20938E+19
F 42,10
P 0,006
Seq SS 2,63615E+21 6,64494E+19
Durbin-Watson statistic = 1,83297 PAD = 7,96E+10 + 1,64E+10 (0,706JW+0,699JWP+0,117TI) - 3,66E+09 (0,026JW+0,139JWP-0,99TI) PAD = 79600000000 + 11483240000 JW + 10954860000 JWP + 5542200000 TI