ANALISIS KONSEP HONNE DAN TATEMAE DALAM NOVEL MAIHIME DAN NOVEL BOTCHAN Gaby Audine Universitas Bina Nusantara, JL. Kemanggisan Ilir III No.45, Kemanggisan/Palmerah, Jakarta Barat, 11480, (+6221) 532 7630,
[email protected] Gaby audine, Linda Unsriana, S.S, M.Si
ABSTRAK
Bahasa merupakan sebuah media yang dibutuhkan manusia untuk berinteraksi dengan sesamanya. Dengan adanya bahasa, maka kita dapat memahami pula budaya yang melatarbelakanginya. Misalnya seperti kebudayaan Jepang. Ada berbagai macam jenis kebudayaan di Jepang, salah satu contohnya adalah konsep pemikiran honne dan tatemae. Dengan adanya konsep tersebut, maka penulis ingin memahami lebih dalam mengenai pemikiran masyarakat Jepang yang dikaitkan dengan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memahami konsep honne dan tatemae pada tokoh utama dalam novel maihime (penari) dan botchan. Tokoh utama dalam novel maihime (penari) bernama Ota Toyotaro. Ota memperlihatkan honne dan tatemaenya kepada Aizawa (sahabat Ota) dan Elis (pacar Ota). Pada novel botchan, tokoh utamanya bernama botchan. Botchan memperlihatkan honne dan tatemaenya kepada Kepala Sekolah (Tanuki) dan Kepala Guru (Si Kemeja Merah). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan, dan untuk pengkajian datanya menggunakan metode kualitatif dan deskriptif analistis. Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa kedua tokoh utama memperlihatkan honne dan tatemae mereka terhadap tokoh pendukung. Kata kunci: Honne dan tatemae, Maihime, Botchan Language is a basic medium that humans need to interact with one another. Within the existence of language itself, we can also gain knowledge about a particular culture behind it, such as Japanese culture. There are various types of culture within the Japanese culture itself; one example is the concept of honne and tatemae. With this concept, the authors want to understand more about the way of Japanese people thinking about the association of everyday life concept. The purpose of this study was to understand the concept of honne and tatemae inside the main character of the novel Maihime (Dancer) and Botchan. The main character in the novel Maihime (Dancer) named Ota Toyotaro. Ota showed his honne and tatemae to Aizawa (Ota’s friend) and Elis (Ota’s girlfriend). In the novel called Botchan, the main character named Botchan. Botchan shows his honne and tatemae to the principal
(Tanuki) and the Head Teacher (The Red Shirts). The method that is being used was a literature method, and also used qualitative and descriptive analytical methods for the assessment of data. From the analysis, it can be concluded that the two main characters shows their honne and tatemae towards the supporting character. Keywords: Honne and tatemae, Maihime, Botchan
PENDAHULUAN Didalam bersosialisasi, berbicara merupakan suatu hal yang sangat penting untuk membangun sebuah hubungan antar sesama manusia. Untuk mendukung hubungan tersebut maka dibutuhkannya bahasa. Bahasa merupakan sarana yang sangat penting bagi manusia untuk menjalin hubungan sosial didalam bermasyarakat. Bahasa merupakan kunci utama bagi manusia untuk berinteraksi antar sesamanya. Dengan adanya bahasa, maka kita dapat memahami pula budaya yang melatarbelakanginya. Pada dasarnya kebudayaan masyarakat Jepang sangat berhubungan erat dengan sejarah, adat istiadat, seni, kehidupan, pemikiran, serta kepercayaan. Didalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Jepang berperilaku sesuai dengan kebudayan yang telah mereka terima secara turun menurun dan kebudayaan tersebut sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Salah satu contoh kebudayaan tersebut adalah konsep pemikiran honne dan tatemae. Honne merupakan pendapat atau pemikiran seseorang yang sesungguhnya dan berasal dari hati nurani. Sedangkan tatemae apa yang tampak, dan diperlihatkan kepada umum. Tatemae juga dilakukan untuk menjaga perasaan seseorang agar terciptanya keharmonisan. Dengan adanya konsep honne dan tatemae didalam kebudayaan masyarakat Jepang, maka penulis tertarik untuk menganalisis konsep tersebut lebih lanjut dan menjadikkannya tema skripsi. Sumber yang penulis teliti dalam skripsi ini adalah novel Maihime (Penari) dan novel Botchan. Dalam kedua novel ini, penulis akan menganalisis konsep honne dan tatemae pada hubungan antara tokoh utama dan tokoh lainnya. Pada novel Maihime (Penari) penulis akan menganalis hubungan antara tokoh Ota dengan Aizawa dan Elis, sedangkan dalam novel Botchan penulis akan menganalis hubungan Botchan dengan Kepala Sekolah (Tanuki) dn Kepala Guru (Si Kemeja Merah). Teori yang akan penulis gunakan untuk menganalisis pada skripsi ini adalah teori mengenai konsep honne dan tatemae, selain itu juga ada teori mengenai tokoh dan penokohan serta teori kesusastraan. Doi (2001, hal: 36-37), 本音というのは、本当の意見又は個人が本当に考えていることである。 本音は、裏の適用性又は内側という意味である。一方建前は、表向きの適用性又は外側であ る。Artinya, honne adalah pendapat sebenarnya, atau apa yang sebenarnya dipikirkan seseorang.
Honne mengacu pada kenyataan bahwa setiap individual dalam suatu kelompok walaupun mereka mendahulukan tatemae, mereka akan tetap memiliki motif dan opini sendiri yang berbeda yang disimpannya dalam hati saja
Tanaka dalam Apliana (2005, hal: 21), mengatakan bahwa honne juga merupakan pendapat atau pikiran seseorang yang sesungguhnya. Dan ada beberapa orang yang yang mendefinisikan bahwa honne itu sebagai suara pribadi atau hal-hal yang tampak secara pribadi. Doi
(2001,
hal:
37),
建前は正しく、良い行動を道徳上常にする、ということを強調する。しかし、建前が常に、 悪い行為やごまかしのような行為ではないということである。Artinya, menegaskan bahwa
tatemae itu tidak selalu berupa perbuatan yang baik dan benar secara moral. Tetapi tatemae juga tidak selalu berupa perbuatan yang buruk dan penuh kepura-puraan. Ushiyama
(2007,
hal:
169),
建前はTPOや社会的道徳、話す相手よって変化する表向きの意味で、社交辞令もこれにあたる 。Artinya, tatemae adalah sikap seseorang yang dapat berubah-ubah sesuai dengan moral sosial,
lawan bicara kita serta tempat, waktu dan objek pembicaraan atau TPO (time, place, and object).
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami lebih dalam mengenai konsep honne dan tatemae dalam novel Maihime (Penari) dan novel Botchan. Manfaat penelitian ini adalah agar pembaca dapat memahami konsep honne dan tatemae yang ada didalam kehidupan masyarakat Jepang sebagai bagian yang tidak dapat terpisahkan ketika berinteraksi dengan sesamanya.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang akan penulis gunakan adalah dengan menggunakan metode kepustakaan, dan untuk pengkajian datanya menggunakan metode kualitatif dan deskriptif analistis. Pada tahap pertama, penulis akan mengumpulkan data-data kepustakaan yang akan digunakan dalam penulisan skripsi. Kemudian data-data itu akan dipilih sesuai dengan topik yang akan penulis bahas. Tahap berikutnya, penulis akan menganalisa data-data yang sudah dipilih dan mendeskripsikannya dengan teori-teori yang akan penulis gunakan. Tahap terakhir adalah mengambil contoh-contoh kalimat dari novel Maihime (Penari) dan novel Botchan yang memperlihatkan konsep honne dan tatemae pada tokoh utamanya yang kemudian akan penulis analisa dengan teori-teori yang telah dideskripsikan sebelumnya. HASIL DAN BAHASAN Dari hasil analisis data melalui sumber data novel Maihime (Penari) dan novel Botchan, maka didapatkan hasil sebagai berikut : -
Analisis honne dan tatemae dalam novel Maihime (Penari)
Tokoh Ota Toyotaro dalam novel ini, digambarkan sebagai orang yang berpendidikan tinggi dan sangat pintar. Pada saat dia berumur 19 tahun, dia telah berhasil lulus sebagai sarjana hukum dan mendapatkan penghargaan tertinggi dari Unversitas Tokyo. Tokoh yang juga akan di ceritakan pada novel ini adalah tokoh Aizawa (ssahabat Ota) dan Elis (kekasih Ota). Aizawa digambarkan sebagai sahabatnya Ota semasa kuliah dulu. Aizawa yang bekerja sebagai sekretaris pribadi menteri Amakata di Tokyo, kini sedang bertugas di Berlin, tempat dimana sekarang Ota berada. Elis digambarkan sebagai seorang gadis belia berusia 17 tahun yang cantik jelita, tetapi miskin. Karena tidak mendapatkan pendidikan yang cukup, dia bekerja di sebuah teater sebagai penari. Pada saat itu, pekerjaan sebagai penari dianggap sangat rendah bagaikan budak. 1.
Analisis Honne dan Tatemae pada tokoh Ota Toyotaro terhadap Aizawa
Situasi 1 Pada hari minggu, Ota yang sedang duduk di kursi rumahnya mendapatkan sebuah surat dari seorang sahabatnya yang bernama Aizawa. Di surat itu terdapat perangko Prusia yang bercapkan pos Berlin. Dengan perasaan bingung dia membuka surat tersebut dan membacanya. Ternyata isi surat tersebut mengenai Aizawa yang sedang datang ke Berlin bersama rombongan menteri Amakata. Dalam surat itu juga, Aizawa memintanya untuk bertemu karena ada tawaran pekerjaan dari menteri Amakata dalam bidang politik. Setelah membaca surat tersebut, Ota langsung mempersiapkan dirinya dengan pakaian yang rapih dan bagus. Di sela waktu dia bersiap-siap, Ota mempunyai pemikirian seperti kutipan ini :
政治社會などに出でんの望みは絶ちしより機年をか経ぬるを。大臣は見たくもなし。唯年久 しく別れたりし友にこそあうひには行け。(Wibawarta,2003 : 69) Terjemahan : Aku kehilangan hasrat untuk terjun ke dunia politik sejak beberapa tahun lalu, bahkan tidak ingin bertemu dengan menteri Amakata. Aku pergi hanya untuk menemui seorang sahabat yang sudah lama sekali tidak berjumpa. Analisis : Ota yang telah diundang oleh menteri Amakata untuk urusan pekerjaan di bidang politik merasa bahwa memang dirinya itu tidak tertarik terhadap dunia politik dan tidak mempunyai hasrat untuk melakukan pekerjaan tersebut. Perasaan Ota ini mencermikan honnenya. Honne Ota sebenarnya adalah
ingin menolak dan tidak pergi menemui menteri Amakata serta tidak ingin melakukan pekerjaan tersebut. Dalam kutipan di atas, Ota juga memperlihatkan bahwa dirinya sangat ingin berjumpa dengan Aizawa dan pergi memenuhi undangan tersebut hanya untuk menghormati Aizawa agar tidak merusak keharmonisan hubungan mereka berdua dan juga untuk memberikan kesan yang baik bagi Aizawa. Hal tersebut memperlihatkan sisi tatemae Ota terhadap Aizawa.
Situasi 2 Sesampainya Ota di hotel Kaiserhof, dia langsung mencari dimana kamar Aizawa berada melalui resepsionis, setelah mengetahuinya ia kemudian menuju kamar Aizawa lalu masuk ke ruang tunggu. Berhubung sudah lama tidak bertemu, maka Ota berpikiran bagaimana kesan Aizawa terhadap dirinya yang sekarang. Pada saat Ota memasuki kamar dan bertatap muka dengan Aizawa. Ota melihat kalau Aizawa tampak lebih gemuk dan tegap dibandingkan dulu, tetapi sifatnya tidak berubah tetap Aizawa yang periang. Karena waktu yang terlalu singkat, membuat Ota dan Aizawa tidak dapat banyak bercerita dan harus segera menghadap menteri Amakata lalu menerjemahkan dokumen penting yang mendesak dalam bahasa Jerman. Setelah selesai menerjemahkan, Aizawa mengajak Ota untuk makan siang bersama. Ternyata selama ini kehidupan Aizawa lancar-lancar saja, sedangkan kehidupan Ota penuh rintangan dan kemalangan. Hal itu disebabkan karena jiwa Ota yang rapuh dan selalu tergantung pada belas kasihan seorang gadis yang bernama Elis. Setelah mendengarkan cerita kehidupan Ota maka Aizawa berpendapat bahwa hidup ini harus memiliki tujuan yang jelas dan memberikan beberapa saran kepada Ota. Salah satunya adalah Ota harus menggunakan kemahirannya dalam berbahasa Jerman, karena menteri Amakata sangat membutuhkan kemahiran Ota maka sebaiknya Ota menerima tawaran pekerjaan tersebut dan tunjukkan kepadanya kemampuan Ota. Berkaitan dengan gadis itu, sebaiknya kalian berpisah saja. Setelah mendengarkan saran Aizawa, Ota berpendapat seperti kutipan di bawah ini :
大洋に舵を失ひしふな人が、遙なる山望む如きは、相澤が余に示したる前途の方しんなり。 されどこの山は猶重霧の間に在りて、わが弱き心には思び定めんよしなかりが、如く友の言 に従ひて、この情縁をたたんと約しき。(Wibawarta,2003 : 70-71) Terjemahan : Waktu Aizawa memetakan masa depanku seperti itu, aku merasa bagaikan pelaut yang kehilangan kemudi di tengah samudera luas yang ingin mencapai gunung di kejauhan, namun gunung itu diselimuti kabut tebal. Karena begitu lemahnya pendirian dalam diriku, aku tidak dapat mengambil keputusan pada saat itu, sehingga untuk sementara waktu kuikuti saja kata-kata Aizawa dan berjanji untuk memutuskan hubungan dengan Elis. Analisis : Kutipan diatas menggambarkan bahwa Aizawa telah membuat keputusaan secara sepihak untuk Ota agar tidak memikirkan cinta dan mengharuskannya fokus terhadap pekerjaan saja. Pada saat itu, Ota masih bingung harus bagaimana dengan perasannya sendiri maka dia mengikuti saja apa yang dikatakan Aizawa. Hal ini dilakukan oleh Ota untuk memperlihatkan tatemaenya kepada Aizawa. Demi menjaga hubungan dan menyenangkan hati sahabatnya maka dia menyetujui keputusan Aizawa. Tetapi di sisi lain, Ota juga merasa kalau pendiriannya begitu lemah sehingga kehilangan kendali atas dirinya sendiri dan tidak dapat mengambil keputusan sendiri. Hal ini mencerminkan adanya sikap honne Ota. Situasi 3 Setelah kembali dari Rusia dan beberapa hari Ota dalam kesendiriannya, Ota menerima undangan dari menteri Amakata. Pada saat bertemu, menteri Amakata mengajak Ota untuk kembali ke
Jepang untuk meniti kembali karirnya dengan kemahirannya dalam berbahasa Jerman. Menteri Amakata juga mengetahui bahwa Ota tidak mempunyai hubungan percintaan dengan wanita disana, hal tersebut diberitahu oleh Aizawa kepada menteri Amakata. Aizawa berbicara seperti itu karena ingin Ota bisa menjadi sukses dan meninggalkan wanita itu. Padahal hal tersebut sangat bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Ota tidak menyangkal perkataan menteri Amakata dan berpikiran seperti kutipan di bawah ini :
あなやと思ひしが、流石に相澤の言を偽なりともいひ難きに、若しこの手にしも縋らずば、 本国をも失ひ、名誉を挽きかへさん道をも絶ち。(Wibawarta,2003 : 76) Terjemahan : Aku merasa terguncang, tetapi tentu saja aku tidak mungkin membantah bahwa yang dikatakan Aizawa tidak benar. Jika peluang ini tidak kuambil mungkin saja aku tidak hanya kehilangan tanah air tetapi juga jalan untuk mengembalikan nama baikku. Analisis : Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ota berkeinginan untuk memulihkan nama baiknya dan kembali ke negaranya. Hal tersebut merupakan cerminan dari keinginan dan pemikiran Ota yang sebenarnya atau yang disebut honne. Dalam kutipan di atas terlihat juga bahwa Ota telah memenuhi keinginan Aizawa dengan melupakan cintanya serta tetap menjaga keharmonisan hubungan antara dirinya dengan Aizawa dan antara Aizawa dengan menteri Amakata. Sikap Ota ini disebut dengan tatemae. 2. Analisis Honne dan Tatemae pada tokoh Ota Toyotaro terhadap Elis Situasi 1 Saat musim dingin, Elis jatuh sakit selama beberapa hari dan mengharuskannya beristirahat. Konsidi Elis saat itu sangat aneh, karena dia suka memuntahkan apa saja yang dimakannya. Ibu Elislah yang menyadari kalau Elis itu sedang hamil. Mengetahui hal itu, Ota kaget dan berpikiran seperti ini :
嗚呼、さらぬだに覺束なきは我みの鋼未なるに、若し眞なりせばいかにせまし。(Wibawarta, 2003 : 67) Terjemahan : Aaah, tanpa masalah ini pun aku sudah gamang dengan masa depanku yang tidak pasti. Apa yang mesti kuperbuat seandainya hal itu memang terjadi? Mendapat kabar bahwa Elis mengandung anaknya, Ota merasa gamang, karena ia sendiri masih ragu dengan masa depannya. Beasiswa dari pemerintah Jepang yang di putus, karena hubungan percintaannya dengan gadis penari Jerman membuat kehidupanya sulit. Kabar kehamilan Elis membuatnya merasa beban yang dipikulnya semakin berat. Meskipun demikian, Ota tidak menunjukkan kegalauan hatinya terhadap Elis. Ia bahkan memberi bantuan finansial untuk kehidupan Elis dan ibunya. Pekerjaan Ota sebagai penerjemah untuk menteri Amakata cukup menghasilkan honor yang lumayan. Semua honornya itu selalu dia berikan kepada Elis agar dapat mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan tentu saja untuk anak yang di kandung Elis. Analisis : Dari kutipan dan situasi di atas, terlihat bahwa Ota sangat kaget akan kehamilan Elis yang tiba-tiba. Di satu sisi dia merasa bahwa masa depannya saja masih tidak jelas, apalagi ditambah dengan kehamilannya Elis. Ota merasa bingung apa yang harus dia lakukan. Di sisi lainnya, Ota juga merasa kalau dia itu harus bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya dan memanggung semua keperluan yang dibutuhkan oleh Elis. Kedua hal tersebut memperlihatkan sisi honne dan tatemae Ota terhadap
Elis. Dimana dia sebenarnya tidak menginginkan kehamilan Elis, tetapi karena cintanya yang besar kepada Elis maka Ota harus bisa menunjukkan kalau dia itu memang bertanggung jawab di depan Elis. Situasi 2 Ota sedang pergi bertugas untuk membantu menteri Amataka di St. Petersburg, Rusia. Hal itu membuat dirinya harus berpisah dengan Elis untuk beberapa saat. Pada saat Ota berada di Rusia, Elis selalu mengirimkan surat setiap harinya. Surat-surat itu berisikan tentang perasaan Elis yang merasa sedih dan kesepian. Elis juga membicarakan tetang kehamilannya dan meminta Ota untuk tidak meninggalkannya dan bertanggung jawab penuh atas kehamilannya. Setelah membaca surat-surat dari Elis, Ota pun memahami betapa kuatnya cinta Elis terhadapnya. Sehingga Ota merasa malu karena tidak berperasaan dan tetap bekerja untuk menteri Amataka. Ota merasa seperti manusia mesin yang hanya memikirkan pekerjaan tanpa memikirkan betapa besarnya cinta Elis sampai mereka bertemu kembali di pagi tahun baru. Hal tersebut membuat Ota berpikir seperti kutipan di bawah ini :
我心はこの時までも定まらず、故郷を惡も億ふ念と栄達を求むる心とは、時として愛情をい やせんしが,唯だ此一刹那、低回踟ちゅうの思は去りて、余は彼を抱き。(Wibawarta,2003 : 75) Terjemahan : Hingga saat ini pun aku belum menetapkan hatiku. Terkadang pikiran tentang Jepang dan keinginan untuk sukses dalam karir mengatasi rasa cintaku. Tetapi dalam sekejap ini segala keraguan lenyap dan aku membalas pelukannya. Analisis : Kutipan di atas memperlihatkan adanya kebimbangan hati dalam diri Ota antara pekerjaan, cinta dan kembali ke Jepang. Sebenarnya keinginan Ota yang terbesar adalah meraih kesuksesan dalam pekerjaan dan kembali ke Jepang. Hal ini menunjukkan honnenya Ota. Walaupun keinginan honne Ota sangat besar, tetapi saat Ota memeluk Elis semua keinginannya itu hilang dalam sekejap. Ota tahu kalau honnenya itu akan melukai perasaan Elis maka dia tidak meperlihatkan perasaan yang sebenarnya. Situasi 3 Pertemuan Ota dengan menteri Amakata saat itu, membuat diri Ota tidak berdaya, karena menteri Amakata memintanya untuk kembali ke Jepang. Menteri Amakata mengajaknya kembali karena mengetahui bahwa Ota tidak mempunyai keluarga di Jerman. Padahal kenyatannya Ota mempunyai Elis dan anak yang dikandungnya. Ota yang menginginkan untuk sukses dan kembali ke Jepang tidak membantah perkataan menteri Amataka, tetapi Ota juga merasa tidak berperasaan terhadap Elis. Sepulangnya Ota dari pertemuan itu, dia merasakan sakit kepala yang luar biasa, sehingga membuatnya harus istirahat di bangku dekat kebun binatang. Lewat tengah malam, dengan keadaan yang tidak sehat, Ota berjalan tertatih-tatih hingga sampai rumah. Melihat keadaan Ota sepeti itu, Elis sangat khawatir dan menjaga Ota untuk beberapa minggu, karena Ota mengalami demam tinggi. Pada suatu hari, Aizawa datang untuk mengunjungi Ota dan memberikan bantuan berupa uang agar Elis tidak kekurangan apapun untuk keperluan sehari-hari. Maksud kedatangan Aizawa tidak hanya itu, dia juga ingin menghancurkan hubungan Ota dengan Elis. Aizawa memberitahu kepada Elis apa yang telah Ota janjikan kepada menteri Amakata, seperti kutipan ini :
余が相澤によへし約束を聞き、またかの夕べ大臣に聞え上げし一らだくを知り。(Wibawarta, 2003 : 78) Terjemahan : Elis telah mendengar bahwa janji yang kuucapkan kepada Aizawa bahwa aku telah menerima tawaran menteri pada malam itu. Mendengar hal itu, Elis merasa dihianati dan ditipu oleh Ota, sehingga dia jatuh pingsan. Sejak saat itu, Elis tidak lagi menyadarkan diri dan mengalami gangguan jiwa. Ota sangat merasa bersalah dan
berkali-kali memeluk Elis yang seperti mayat hidup dan mengucurkan air matanya. Ota yang merasa tanggung jawab juga memberikan uang ke ibu Elis untuk membiayai kehidupan Elis serta anak yang dikandungnya. Analisis : Dari kutipan dan situasi di atas, memperlihatkan adanya honne dan tatemae Ota terhadap Elis. Ota memang mempunyai keinginan untuk kembali ke Jepang dan menjadi sukses, sehingga Ota menerima tawaran menteri Amakata dan tidak memikirkan perasaan Elis. Itulah honnenya Ota. Walaupun Ota lebih memilih honnenya, dia juga memperlihatkan tatemaenya. Ota merasa sangat menyesal karena tidak berperasaan kepada Elis dan membuat Elis menjadi gila. Ota yang mencitai Elis juga merasa kalau dirinya itu harus bertanggung jawab dengan memberikan uang supaya Elis dan kalau anaknya lahir dapat hidup bercukupan. -
Analisis Honne dan Tatemae dalam novel Botchan
Tokoh Botchan dalam novel ini digambarkan sebagai orang yang ceroboh dan nakal tetapi pemberani, jujur dan polos. Saat kedua orang tuanya meninggal, Botchan memutuskan untuk bekerja di Shikoku dan menjadi guru Sekolah Menengah disana. Tokoh Kepala Sekolah (Tanuki) digambarkan memiliki wajah seperti rakun (tanuki) dengan kumis tipis dan mengembang di samping wajahnya, kulit hitam dan matanya besar. Sikapnya sangat sombong, gila hormat dan otoriter. Tokoh Kepala Guru (Si Kemeja Merah) digambarkan lulusan sarjana sastra, dia suka memancing dan mengungkapkan sesuatu dengan kiasan dari Barat. Kepala Guru juga digambarkan sebagai pria yang bersuara feminim dan aneh. Sikapnya bermuka dua. 1.
Analisis Honne dan Tatemae pada tokoh Botchan terhadap Kepala Sekolah (Tanuki)
Situasi 1 Botchan yang sudah menerima pekerjaan sebagai guru di Shikoku datang untuk mengunjungi sekolah dan menemui Kepala Sekolah (Tanuki). Ternyata wajah kepala sekolah mengingatkan Botchan kepada tanuki (sejenis rakun) kulit hitam, bermata besar, berkumis tipis serta bersikap angkuh. Kepala Sekolah (Tanuki) berkata akan memperkenalkan Botchan kepada staff pengajar lainnya dan Botchan harus memperlihat sertifikat perjanjian kepada mereka, pada saat seluruh staff pengajar sudah berkumpul. Sebelum bertemu dengan para staff pengajar, Kepala Sekolah (Tanuki) memberikan Botchan pengarahan panjang tentang semangat pendidikan. Botchan mendengarkan dengan wajah serius walaupun sebenarnya tidak. Seperti kutipan di bawah ini :
おれは無論いい加減に聞いていたが、途中からこれは飛んだ所へ来たと思った。校長の云う 様にはとても出来ない。(漱石、2005:23) Terjemahan : Aku tentu saja menampilkan tampang mendengarkan, meski sebenarnya pada separuh kuliah itu, aku menyadari datang kesini merupakan kesalahan besar. Aku tidak akan bisa bertingkah laku seperti yang diminta sang Kepala Sekolah. Analisis : Berdasarkan kutipan di atas, sebenarnya Botchan hanya memperlihatkan wajah seolah-olah dia mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Kepala Sekolah (Tanuki). Sikap Botchan ini memperlihatkan tatemaenya kepada Kepala Sekolah (Tanuki). Tatemae Botchan ini digunakan hanya untuk menghormati Kepala Sekolah (Tanuki), walaupun dia harus berpura-pura mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Kepala Sekolah. Kutipan di atas juga memperlihatkan bahwa Botchan menyesal telah datang dan menemui Kepala Sekolah (Tanuki). Botchan juga merasa kalau dirinya itu tidak bisa bertingkah laku sesuai kemauan Kepala Sekolah (Tanuki).
Situasi 2 Kepala Sekolah (Tanuki) mengharapkan Botchan menjadi suri teladan bagi para muridnya dan juga harus bisa di hormati. Dengan kata lain, Botchan harus berkelakuan baik bagi dirinya sendiri dan orang lain. Botchan merasa hal tersebut tidak masuk akal. Hal ini gambarkan seperti kutipan berikut :
そんなえらい人が月給四十円で遥々こんな田舎へくるもんか。人間は大概似たもんだ。腹が 立てば喧嘩の一つ位は誰でもするだろうと思ってた。(漱石、2005:24) Terjemahan : Memangnya ada orang dengan sifat seterhormat itu, yang bakal mau datang ke desa ini untuk mengajar dengan gaji 40 yen sebulan? Aku selalu berpikir semua manusia sama dan bakal ada saat ketika ingin protes bila kehilangan kesabaran. Analisis : Kutipan di atas, memperlihat bahwa honne Botchan yang tidak setuju dengan perkataan Kepala Sekolah (Tanuki) dan berpikir kalau semua manusia itu pasti akan kehilangan kesabaran dan protes apabila dipaksa untuk melakukan sesuatu. Walaupun Botchan merasa hal tersebut tidak masuk akal dan beranggapan bahwa tidak ada orang yang mau untuk bekerja di sekolah itu, justru malah Botchan sendiri lah yang melakukan semua hal itu. Hal ini memperlihatkan tatemae Botchan. Masih dengan situasi yang sama, Botchan perpikir kalau begini keadaannya, sedikit sekali peluang untuk Botchan buka mulut apalagi hanya sekedar jalan-jalan.
そんなむずかしい役なら雇う前にこれこれだと話すがいい。おれは嘘をつくのが嫌いだから 、仕方がない、だまされて来たのだとあきらめて、思い切りよく、ここで断わって帰っちま おうと思った。(漱石、2005:24) Terjemahan : Menurutku, kalau memang pekerjaan ini akan sesulit itu, seharusnya mereka menjelaskan semua fakta sebelum mendatangkan aku. Aku benci kebohongan, jadi aku memutuskan untuk tetap tenang meski telah ditipu sampai datang ke sini. Analisis : Terlihat bahwa Botchan merasa dirinya telah ditipu oleh Kepala Sekolah (Tanuki) mengenai keadaan yang ada sebenarnya, karena Botchan membenci kebohongan maka dia memutuskan untuk bersikap tenang di depan kepala sekolah (Tanuki). Padahal sebenarnya dia merasa kesal dengan perilaku kepala sekolah (Tanuki) yang menjelaskan semua fakta mengenai sekolah tersebut. Kedua hal itu menunjukkan tatemae dan honne Botchan. 2.
Analisis Honne dan Tatemae pada tokoh Botchan terhadap Kepala Guru (Si Kemeja Merah)
Situasi 1 Kepala Guru (Si Kemeja Merah) yang suka memancing mengajak Botchan untuk ikut serta pergi memancing bersamanya dan Yoshikawa. Kepala Guru (Si Kemeja Merah) juga menanyakan apakah Botchan pernah pergi memancing ? Tentu saja Botchan pernah, tetapi pada saat itu dia masih kecil, dan Botchan juga hanya pernah menangkap 3 ekor ikan gurame. Mendengar jawaban tersebut, Kepala Guru (Si Kemeja Merah) menertawainya dan mengatakan kalau Botchan belum tahu nikmatnya memancing, sehingga Kepala Guru (Si Kemeja Merah) menawarkan untuk mengajari Botchan memancing. Mendengar ucapan Kepala Guru (Si Kemeja Merah) seperti itu, Botchan merasa tidak minat untuk di ajarkan. Hal tersebut digambarkan pada kutipan di bawah ini :
「それじゃ、まだ釣の味は分らんですな。御望みならちと伝授しましょう」と頗る得意であ る。だれが御伝授を受けるものか。(漱石、2005:56)
Terjemahan : “Kau belum tahu nikmatnya memancing, betul? Kalau mau saya bisa mengajarimu.” Dia tampak sangat bersemangat, tapi aku sama sekali tidak punya niat untuk diajari. Botchan juga mengetahui, dia tidak akan bisa menang berdebat dengan Kepala Guru (Si Kemeja Merah) yang bergelar sarjana satra, maka Botchan memilih untuk diam saja dan menyetujuinya. Analisis : Berdasarkan kutipan dan situasi di atas, terlihat bahwa sebenarnya Botchan tidak suka memancing, tetapi untuk menghormati dan menjaga keharmonisan hubungannya dengan Kepala Guru (Si Kemeja Merah) dia menyetujui untuk di ajarkan cara memancing, walaupun dalam hatinya dia menggerutu dan tidak mau diajarkan memancing oleh Kepala Guru (Si Kemeja Merah). Hal tersebut memperlihatkan tatemae dan honne Botchan terhadap Kepala Guru (Si Kemeja Merah). Masih dalam situasi yang sama, Botchan merasa aneh kenapa Kepala Guru (Si Kemeja Merah) mengajaknya untuk pergi bersama, padahal Botchan itu orang yang susah bergaul. Hal itu membuat Botchan berpikir mungkin Kepala Guru (Si Kemeja Merah) ingin memamerkan keahliannya dalam menangkap ikan, tetapi sayangnya Botchan itu bukan tipe yang gampang dibuat takjub karena hal kecil. Botchan yang sebenarnya tidak mau pergi memancing, tahu kalau sampai dia menolak ajakan itu, maka Kepala Guru (Si Kemeja Merah) akan menyangkanya tidak bisa memancing dan tepaksa untuk ikut. Hal tersebut digambarkan seperti kutipan di bawah ini :
ここでおれが行かないと、赤シャツの事だから、下手だから行かないんだ、嫌いだから行か ないんじゃないと邪推するに相違ない。おれはこう考えたから、行きましょうと答えた。( 漱石、2005:57) Terjemahan : Kalau aku tolak ajakan si kemeja merah, mengingat karakternya, dia pasti akan berpikir aku menolak karena aku tidak bisa memancing, bukan karena aku tidak suka kegiatan itu. Jadi aku setuju ikut. Analisis : Berdasarkan kutipan dan situasi di atas, terlihat bahwa Botchan merasa aneh atas sikap Kepala Guru (Si Kemeja Merah) dan berpikir kalau Kepala Guru (Si Kemeja Merah) hanya ingin memamerkan keahlihannya. Botchan takut kalau Kepala Guru (Si KemejaMerah) mengira kalau dirinya tidak bisa memancing dan dengan berat hati setuju untuk ikut (tatemae Botchan). Hal ini dia lakukan karena ingin menyesuaikan dengan apa pendapat Kepala Guru (Si Kemeja Merah) walaupun dia sebenarnya tidak ingin ikut (honne Botchan). Situasi 2 Sehari setelah acara memancing itu, Botchan yang sedang berada di ruang guru didatangi Kepala Guru (Si Kemeja Merah). Kepala Guru (Si Kemeja Merah) datang untuk meminta maaf karena telah memaksa Botchan ikut memancing kemarin dan berkata kalau Botchan pasti merasa bosan. Mendengar perkataan Kepala Guru (Si Kemeja Merah) tersebut, Botchan yang merasa tidak enak malah menjawabnya seperti kutipan di bawah ini :
御蔭で腹が減りましたと答えた。(漱石、2005:73) Terjemahan : Sebaliknya, aku sangat berterima kasih kepadanya karena sudah memberiku pengalaman yang menarik. Analisis : Berdasarkan situasi dan kutipan di atas, Botchan memang tidak suka memancing dan tidak ingin ikut pergi. Dia ikut hanya karena merasa tidak enak kalau menolak kepada Kepala Guru (Si Kemeja
Merah). Botchan juga malah bilang terima kasih ke Kepala Guru (Si Kemeja Merah). Hal tersebut memperlihatkan tatemaenya Botchan terhadap Kepala Guru (Si Kemeja Merah). Pada situasi sebelumnya, Botchan sebenarnya ingin menolak ajakan tersebut karena tidak suka memancing. Itulah perasaan sebenarnya Botchan (honne).
SIMPULAN DAN SARAN Setelah menganalisis, penulis menemukan sebuah kesimpulan mengenai konsep honne dan tatemae dalam novel Maihime (Penari) dan novel Botchan. Berdasarkan analisis, dapat disimpulkan bahwa konsep honne dan tatemae terlihat pada hubungan tokoh utama, baik dalam novel Maihime maupun dalam novel Botchan. Dalam novel Maihime (Penari), tokoh Ota Toyotaro memperlihatkan honne dan tatemaenya terhadap tokoh Aizawa dan Elis. Berdasarkan analisis pada bab 3 terhadap beberapa situasi dapat disimpulkan bahwa setiap tindakkan Ota itu diliputi dengan honne dan tatemae. Analisis pertama yaitu honne dan tatemae Ota terhadap Aizawa, yang kedua adalah honne dan tatemae Ota terhadap Elis. Dalam novel Botchan, tokoh Botchan memperlihatkan honne dan tatemaenya terhadap tokoh Kepala Sekolah (Tanuki) dan Kepala Guru (Si Kemeja Merah). Berdasarkan analisis pada bab 3 terhadap beberapa situasi dapat disimpulkan bahwa setiap tindakkan Botchan itu diliputi dengan honne dan tatemae. Masih banyak hal yang dapat diteliti sehubungan dengan kebudayaan Jepang. Kebudayaan Jepang itu sangat beraneka ragam jenisnya, tidak hanya honne dan tatemae tetapi ada juga hal-hal lainnya. Maka penulis menyarankan bagi para pembaca yang ingin meneliti konsep honne dan tatemae juga, untuk menghubungkannya dengan kebudayan Jepang yang lainnya. Pasti akan lebih menarik apabila konsep honne dan tatemae ini dihubungkan dengan konsep amai atau giri dan on. Karena honne dan tatemae itu sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat Jepang.
REFERENSI Doi, Take. (2001). The Anatomy of Self : The Individual. Japan : Kodansha International Ltd Nurgiantoro, Burhan. (2002). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada Press McGregor, Brian. (2012). The Concept of Honne and Tatemae. My Nippon, Live, Love and Fun. Diakses 14 Juli 2012, http://www.mynippon.com/RomanceNews0201/story12.htm Sukmadinata, Nana Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT Remaja Rosdakarya Ushiyama, Kyousuke.(2007). Mite Wakaru Nihon. Tokyo : JTB Befu, Harumi, et.al. (1996). Keys To The Japanese Heart and Soul. Tokyo : Kodansha Internasional Ltd Tanaka, Yoshio. (1990). Japan as it is : Bilingual Guide. Japan : Gakken Apliana, Dini. (2005). Hari Valentine (Suatu Kegiatan Remaja Jepang dalam Mengekspresikan Tatemae, Honne Melalui Pemberian). Jakarta : Universitas Indonesia Wardhaudh, Ronald. (2002). An Introduction to Sociolinguistics. Singapore : McGraw Hill Aslinda. (2007). Penghantar Sosiolinguistik. Bandung : Refika Aditama
Sutedi, Dedi. (2004). Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora Utama Press Mido, Franz. (1994). Cerita Rekaan dan Seluk Beluknya. Flores : Nusa Indah Waluyo J. Herman. (2002). Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga : Widya Sari Press Alwisol, A. (2008). Psikologi Kepribadian. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang Suryabrata, S. (2002). Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Hedges, P. (1993). Understanding Your Personality With Myers – Briggs And More. London : The British Library Thamrin, Andarina Agusvianda. (2005). Azuchi Sebagai Pelancar Komunikasi Serta Reflektor Tatemae – Honne dalam Masyarakat Jepang. Jakarta : Universitas Indonesia Vitasari, Jenny. (1992). Tatemae dan Honne dalam Perilaku Orang Jepang. Jakarta: Universitas Indonesia Kuwabara, Takeo. (1990). Bungaku Nyuumon. Tokyo : Iwanami Wibawarta, Bambang.(2003). Buah Tangan Dari Jerman. Jakarta : Kalang Ogai, Mori. (2009). Maihime. Tokyo : Kabushiki Kaisha SDP Soseki, Natsume. (2009). Botchan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Soseki, Natsume. (2005). Botchan. Tokyo : Shinchousha
RIWAYAT PENULIS Gaby Audine lahir di Jakarta pada tanggal 11 November 1989. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Jepang pada tahun 2012.