ANALISIS KOMPOSISI SAMPAH ORGANIK DAN ANORGANIK SERTA DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN PESISIR KOTA PALU SULAWESI TENGAH
JAMES YOSEP WALALANGI
SEKOLAH PASCASARJANA PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Komposisi Sampah Organik dan Anorganik Serta Dampak Terhadap Lingkungan Peisisir Kota Palu Sulawesi Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2012
James Yosep Walalangi NRP C252090021
ABSTRACT JAMES YOSEP WALALANGI. Study on Marine and Coastal Resources Management Under direction of ARIO DAMAR and HEFNI EFFENDI. Organic and inorganic garbage heap in Palu City has exceeded the capacity of the service and the existing waste management facilities so that garbage piling up in landfills while (TPS), and location-location of residential areas around the watershed that eventually the waste to the sea. Comprehensive research is needed to formulate the management of such waste. It is given because the higher the level of human activity residing in the city of Palu, has brought the issue of marine pollution in the Gulf of Palu, namely through the garbage dump along the Watershed (DAS) Palu which empties into the sea. It can be seen through the rubbish heaps of the sea at low tide, be it in the estuaries and bays along the coast of Palu. So far the management of coastal waste less attention than the garbage in the city. It is time for the attention given to the coastal environment is given the function of these coast systemic interplay of other ecosystems. Integrated management and sustainable coastal environment will preserve it so that its function will be maintained properly and as intended. The success of this integrated waste management depends on community participation, as the main producer of waste. Keywords : organic and inorganic waste, the impact of waste, management
RINGKASAN JAMES YOSEP WALALANGI. Analisis Komposisi Sampah Organik Serta Dampak Terhadap Lingkungan Peisisir Kota Palu Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh ARIO DAMAR dan HEFNI EFFENDI. Ali (2010) menyatakan bahwa meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk menurut data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu bahwa jumlah penduduk Kota Palu sebanyak 371.000 orang hasil dari pendataan tahun 2008 ini mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Produksi sampah di Kota Palu setiap harinya sebanyak 900 m3/hari dengan asumsi setiap orang penduduk rata-rata memproduksi sampah sebanyak 3 Kg/hari. Produksi sampah tersebut dapat diangkut sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebanyak 500 m3/hari. Volume dan keragaman sampah ini pada hakekatnya dapat menjadi beban masyarakat karena menimbulkan berbagai dampak negatif (Gordon, 2006). Timbunan sampah di daerah perkotaan terutama Kota Palu telah melebihi kapasitas pelayanan dan sarana pengelolaan sampah yang ada sehingga sampah menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS), dan dilokasi aliran sungai di sekitar permukiman penduduk yang akhirnya sampah-sampah tersebut sampai ke laut. Dampak dari penumpukan sampah tersebut menurut (Laurie et.al., 2008) dapat menyebabkan pendangkalan dan penyempitan badan sungai, banjir, menurunnya kualitas perairan, dan pada akhirnya akan berakibat pada menurunnya status kesehatan masyarakat yang bermukim di sepanjang muara sungai-sungai Kota Palu, serta menurunnya kualitas lingkungan pesisir. Penelitian yang komprehensif diperlukan untuk merumuskan pengelolaan sampah tersebut. Hal ini mengingat karena semakin tinggi tingkat aktivitas manusia yang tinggal di Kota Palu, telah membawa masalah pencemaran laut di Teluk Palu, yaitu melalui pembuangan sampah di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Kota Palu yang bermuara ke laut. Hal ini dapat dilihat lewat timbunan sampah-sampah laut pada waktu air laut surut, baik itu pada bagian muara sungai maupun disepanjang pesisir pantai teluk Kota Palu. Dari berbagai permasalahan yang ada di lingkungan pesisir teluk Kota Palu maka tujuan dari penelitian ini adalah : Mengetahui jenis sampah organik dan anorganik di daerah sungai dan pesisir Teluk Kota Palu, Mengetahui kepadatan mutlak dan kepadatan relatif sampah organik dan anorganik di sungai utama dan pesisir Teluk kota Palu, Cara untuk mengurangi sampah organik dan anorganik yang terdapat di sungai utama dan pesisir pantai teluk Kota Palu, Menganalisis dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan sungai utama dan pesisir Teluk kota Palu. Pengambilan sampel sampah (organik dan anorganik) yang terdeposit di daerah intertidal dilakukan dengan menggunakan metode ”sampling kuadran” dan untuk pengambilan sampel sampah di muara sungai dilakukan dengan metode ”trap garbage”. Pengambilan sampel dalam kuadran (2 m x 2 m) dilakukan pada saat air laut surut di daerah intertidal. Setelah tali plastik yang digunakan sebagai pengganti meteran diletakan secara horizontal/sejajar dengan garis pantai (30 m). Kuadran kemudian diletakkan satu per satu. Sampah laut padat diambil, dibersihkan lalu dikumpulkan ke dalam karung atau kantung plastik yang
berukuran besar. Sampah-sampah yang telah dikumpulkan, kemudian disortir menurut kategori/jenis yang sudah ditentukan. Setelah sampel sampah dipilahpilah berdasarkan lokasi penelitian, maka jumlah (potongan), kepadatan dan komposisi sampah dihitung, kemudian dicatat menurut kategori / jenisnya. Jumlah total kuadran sampel sampah di 12 titik lokasi penelitian adalah 84 kuadran (40 kuadran di Kecamatan Palu Barat, 40 kuadran di Kecamatan Palu Timur serta 4 kuadran di sungai utama Kota Palu). Pengambilan sampel air dilakukan dibagian Sungai Palu tepatnya pada bagian yang memiliki salinitas 0 PSU sebanyak 3 titik lokasi dan juga pada bagian yang memiliki salinitas lebih dari 0 PSU 3 titik lokasi masing-masing diambil pada bagian kiri, tengah dan kanan untuk di sungai dan laut . Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar perbedaan antar parameter kualitas air di dua bagian tersebut. Hasil dari pengambilan sampel air ini dianalisis di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu. Dampak dari kegiatan pembangunan diberbagai sektor di daerah Kota Palu adalah dihasilkannya limbah organik dan anorganik yang semakin banyak, baik jumlah maupun jenisnya. Dalam penelitian ini jumlah dan jenis sampah organik seperti sisa-sisa kulit buah-buahan, sauran, daun-daun, sabut kelapa, tulang ikan jeroan dan lain sebagainya yang dapat didegradasi oleh bakteri dan sampah anorgaik yang terdiri atas tujuh kateori seperti sampah plastik, sampah styrofoam, sampah kaca, sampah karet, sampah kain/tekstil, sampah kertas dan sampah aluminium yang yang terdeposit di sungai Kota Palu maupun di pesisir pantai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat. Berdasarkan uraian dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya : Jenis sampah yang terdeposit di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu terdiri atas sampah organik dan anorganik yakni sampah plastik, sampah karet, sampah kertas, sampah styrofoam, sampah kaca, sampah kain/tekstil dan sampah aluminium dan sampah organik yang berupa sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dedaunan, sabut kelapa, mie, jeroan ikan, tulang ikan, ranting/kayu, kulit udang, kulit hewan, kulit kacang, lamun, kulit telur dan tinja, Jumlah rata-rata potongan (nilai tertinggi) jenis sampah organik berada di pesisir Kecamatan Palu Timur yakni di pesisir Kelurahan Lere dan Kelurahan Silae sedangkan jumlah rata-rata berat potongan jenis sampah organik berada di pesisir kecamatan Palu Barat yakni di pesisir Kelurahan Besusu dan Kelurahan Talise. Jumlah rata-rata potongan dan berat (nilai tertingi) jenis sampah anorganik berada di pesisir kecamatan Palu Barat, Dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan disungai dan pesisir Kota Palu berdasarkan hasil Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis-PCA) memiliki korelasi yang saling berkaitan antara parameter kualitas perairan dengan sampah yang dapat menurunkan kualitas lingkungan pesisir Kota Palu, Metode pengelolaan sampah baik di sungai maupun di pesisir Kota Palu belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya ketersediaan sarana pembuangan sampah di Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan Palu Timur.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS KOMPOSISI SAMPAH ORGANIK SERTA DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN PEISISIR KOTA PALU SULAWESI TENGAH
JAMES YOSEP WALALANGI
Tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 23 Januari 1983 di Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Penulis merupakan putra bungsu dari dua bersaudara anak pertama adalah Meiny D.M.K Walalangi S.Sos dengan Ayah Djody Walalangi dan Ibu Maria Pandeirot S.Sos. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Inp.7/83 Girian Weru Bitung pada tahun 1995, kemudian melanjutkan studi ke SLTP 1 Bitung dan selesai pada tahun 1998. Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 1 Palu. Pada tahunyang sama penulis melanjutkan studi di Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) Manado, pada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan (FPIK), Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Program Studi Ilmu Kelautan dengan bidang minat Biologi Kelautan. Tahun 2009 penulis mendapatkan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia untuk melanjutkan studi program magister, pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Pascasarjana IPB.
i
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Analisis Komposisi Sampah Organik Dan Anorganik Serta Dampak Terhadap Lingkungan Pesisir Kota Palu Sulawesi Tengah Nama : James Walalangi NRP : C252090021 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ario Damar, M.Si Ketua
Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi SPL
a.n Dekan Sekolah PascasarjanaIPB Sekretaris Program Magister
Prof. Dr. Ir. Menofatria Boer, DEA.
Dr.Ir.Naresworo Nugroho,M.S.
i
ii
PRAKATA Puji dan Syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan kemurahanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini dengan
judul
“ANALISIS
KOMPOSISI
SAMPAH
ORGANIK
DAN
ANORGANIK SERTA DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN PESISIR KOTA PALU SULAWESI TENGAH”. Penulisan hasil penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi magister (S-2) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Melalui hasil penelitian ini penulis berusaha untuk memberikan informasi ilmiah mengenai analisis komposisi sampah organik dan anorganik yang terdeposit serta dampak terhadap lingkungan di pesisir teluk Kota Palu. Dalam penulisan hasil penelitian ini, penulis menyadari bahwa begitu banyak kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan isi dari hasil penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Desember 2011
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..iv DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii LAMPIRAN ..................................................................................................... viii 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah................................................................................... 2 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 3 1.4 Kerangka Penelitian .................................................................................. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6 2.1 Gambaran Umum Sampah......................................................................... 6 2.2 Karakteristik Sampah ................................................................................ 8 2.3 Dampak Sampah Terhadap Lingkungan Pesisir ....................................... 10 2.4 Parameter Kualitas Perairan..................................................................... 14 2.5 Pengelolaan Sampah................................................................................ 18 3. METODE PENELITIAN…………………………………………………… 23 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 23 3.2 Lokasi Penelitian dan Pengambilan Sampel ............................................. 23 3.3 Teknik Pengambilan Sampel ................................................................... 25 3.4 Identifikasi Sampel Air dan Makrozoobenthos ........................................ 28 3.5 Analisa Data ............................................................................................ 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 31 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 31 4.2 Kondisi Sampah Di Teluk Kota Palu ....................................................... 35 4.3 Analisis Sampah Organik dan Anorganik Teluk Kota Palu ...................... 36 iii
iv
4.4 Analisis Kualitas Perairan Teluk Kota Palu ............................................. 45 4.5 Analisis Dampak Sampah Bagi Lingkungan Pesisir ................................. 48 4.6 Pengelolaan Sampah Dengan Pendekatan Refuse Storage, Refuse Collection, Refuse Disposal Serta 3R+P (Reduce, Reuse, Recycle and Participant) ............................................................................................ 52 4.7 Persepsi Masyarakat Terhadap Sampah di Sungai dan Pesisir .................. 55 4.8 Identifikasi Dampak Biologi Sampah Terhadap Makrozoobenthos Di Pesisir Kota Palu .................................................................................... 66 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 68 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 68 5.2 Saran ...................................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA
iv
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan Kerangka Penelitian .............................................................................. 5 2. Peta Lokasi Penelitian .................................................................................... 24 3. Sketsa Peletakan Sampling Kuadran............................................................... 25 4. Sketsa Model Peletakan ”Garbage trap”. ....................................................... 28 5. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Sungai Palu. ....................... 37 6. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Sungai Palu. ........................... 38 7. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Timur. ................................................................................................... 39 8. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur. .......... 40 9. Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Barat......... 41 10.Jumlah Potongan Sampah (unit) (a) dan Jumlah Berat Sampah(gr) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan Palu Barat. ........... 42 11.Grafik Jumlah Rata-Rata Potongan (unit) (a) dan Jumlah Rata-Rata Berat (gr) Sampah Organik. .......................................................... 43 12.Grafik Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik ................................. 44 13.Korelasi Karakteristik Kualitas Air Teluk Kota Palu ..................................... 50 14.Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat ......................................... 55 15.Pendapatan Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur. ............................................... 57 16.Pendapatan Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat.................................................. 58 17.Berat Buangan Sampah (Kg/hari) di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur. ............................................... 60 18.Berat Buangan Sampah (Kg/hari) di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat.................................................. 61
v
vi
19.Penanganan/Pengelolaan Sampah Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur ............................... 64 20.Penanganan/Pengelolaan Sampah Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat.................................................. 65 21.Makrozoobenthos (klomang) Diantara Sampah ............................................. 66
vi
vii
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Sampah Laut Dengan Waktu Dekomposisi di Lingkungan .............................. 9 2. Klasifikasi Hewan Makrozoobenthos Berdasarkan Ketahanannya Terhadap Bahan Pencemar. ........................................................................... 13 3. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik Berdasarkan Kategori Jenisnya. ..................................................................... 27 4. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Organik Berdasarkan Kategori Jenisnya. ......................................................................................... 27 5. Jumlah Penduduk Kota Palu Berdasarkan Kelompok Umur .......................... 32 6. Jumlah Pelajar, Mahasiswa dan Sarana Pendidikan Kota Palu ....................... 33 7. Jumlah Pasar di Kota Palu ............................................................................. 33 8. Jumlah Hotel, Kamar dan Tenaga Kerja di Kota Palu .................................... 34 9. Jumlah Jenis Tempat Makan dan Tenaga Kerja ............................................. 34 10. Jumlah Volume Sampah dan TPS Kota Palu ............................................... 35 11. Nilai Rata-Rata Sampah Organik................................................................. 43 12. Nilai Rata-Rata Sampah Anorganik ............................................................. 44 13. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Sungai Palu ................................... 45 14. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Pesisir Teluk Kota Palu ................. 46 15. Matriks Korelasi Sampah Organik dan Anorganik Dengan Parameter Kualitas Air ................................................................................................ 51 16. Jenis, Jumlah dan Kondisi Peralatan Penanganan Sampah ........................... 54
vii
viii
LAMPIRAN Halaman 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ........................................................................... 74 2. Kepadatan Mutlak, Kepadatan Relatif Sampah Anorganik dan Organik di Sungai Palu, Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan Palu Barat. ............... 75
viii
1
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk berdasarkan data
yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu (DKPKP) adalah sebanyak 371.000 orang, hasil dari pendataan tahun 2008 ini terjadi peningkatan volume dan keragaman sampah. Produksi sampah di Kota Palu setiap harinya sebanyak 900 m3/hari dengan asumsi setiap orang penduduk rata-rata memproduksi sampah sebanyak 3 Kg/hari (Ali 2010). Produksi sampah tersebut dapat diangkut sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebanyak 500 m3/hari. Menurut Husnah (2006) volume dan keragaman sampah pada dasarnya dapat menjadi beban masyarakat karena menimbulkan berbagai dampak negatif. Timbunan sampah di daerah perkotaan terutama Kota Palu telah melebihi kapasitas pelayanan dan sarana pengelolaan sampah yang ada sehingga sampah menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS), dan dilokasi aliran sungai di sekitar permukiman penduduk yang akhirnya sampah-sampah tersebut sampai ke laut (Ali, 2010). Hadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik yang telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan dan sudah tidak bermanfaat serta dari segi ekonomis sudah tidak ada harganya sehingga dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam. Pengertian sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan adalah sebagian dari benda atau yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup (Azwar, 1996). Pengelolaan sampah di Indonesia merupakan issue nasional, seperti di Kota Palu, yang sampai saat ini belum terpecahkan (Ali, 2010). Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain: (1) ketersediaan lahan yang terbatas dan tidak seimbang dengan peningkatan volume timbunan sampah, (2) pemerintah belum mempunyai sistem perencanaan pengelolaan sampah yang profesional, (3) partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah masih rendah dan (4) belum
2
diterapkannya teknologi tepat guna untuk mengolah sampah menjadi bahan yang bernilai (DKPKP, 2010). Penumpukan sampah pada lingkungan pesisir berimplikasi terhadap pendangkalan dan penyempitan daerah aliran sungai, menurunnya kualitas perairan serta berdampak signifikan terhadap kualitas lingkungan. Dampak dari hal tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat yang bermukim pada daerah sekitar sungai (Azwar, 1996). Kompleksitas
permasalahan
yang
telah
dipaparkan
sebelumnya
memerlukan kajian yang komprehensif terhadap pengelolaan sampah pada daerah pesisir dan aliran sungai. Aktivitas antropogenik pada daerah pesisir yang beragam membuat wilayah ini memiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap pencemaran. Untuk meminimalkan pencemaran akibat dampak dari sampah tersebut maka diperlukan analisa terhadap pengelolaan sampah yang ada di daerah aliran sungai maupun di pesisir pantai Kota Palu (DKPKP, 2010). 1.2
Perumusan Masalah Sampai saat ini sungai dan pesisir pantai masih menjadi tempat pembuangan
sampah darat yang paling mudah digunakan oleh warga Kota Palu. Keadaan ini merupakan masalah yang cukup serius dan perlu untuk diperhatikan oleh pemerintah kota. Pada saat air laut surut, banyak ditemukan tumpukan-tumpukan sampah di muara sungai serta daerah pesisir pantai Kota Palu. Sampah ini dapat berpengaruh pada estetika lingkungan pesisir Kota Palu dan juga dapat berdampak pada kehidupan ekosistem sistemik yang hidup disana. Berdasarkan permasalahan diatas timbul beberapa pertanyaan : 1. Jenis-jenis sampah organik dan anorganik yang terdeposit di daerah sungai dan pesisir Kota Palu. 2.
Besarnya kepadatan mutlak dan kepadatan relatif sampah organik dan anorganik yang berada di sungai utama dan pesisir Kota Palu.
3. Cara mengurangi sampah organik dan anorganik yang terdapat di sungai utama dan pesisir pantai Kota Palu. 4. Dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan di sungai utama dan pesisir Kota Palu
3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengetahui jenis sampah organik dan anorganik di daerah aliran Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.
2.
Mengetahui kepadatan mutlak serta kepadatan relatif sampah organik dan anorganik di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.
3.
Mengetahui dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan daerah aliran Sungai Palu dan pesisir Kota Palu.
4.
Mengetahui metode pengelolaan sampah organik dan anorganik yang terdapat di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa,
peneliti, pemerintah dan masyarakat umum sebagai informasi ilmiah awal tentang jenis, jumlah (potongan/berat) kepadatan mutlak dan kepadatan relatif sampah organik dan anorganik yang tersebar di sekitar Sungai Palu dan pesisir Kota Palu. Selain itu juga dapat mengetahui cara penanggulangan dalam mengurangi sampah serta mengetahui dampak pencemaran sampah terhadap kualitas perairan Sungai Palu dan pesisir Kota Palu. 1.4
Kerangka Penelitian Suatu daerah/ekosistem dikatakan tercemar apabila beban pencemaran
lebih besar dari kapasitas asimilasi perairan, yang diindikasikan oleh lebih tingginya
konsentrasi
bahan
pencemar
dibandingkan
dengan
kapasitas
lingkungannya (Wardhana, 2001). Kondisi ini apabila tidak segera diperhatikan, akan menimbulkan dampak negatif pada sistem ekologi, ekonomi dan sosial. Pencemaran ini apabila dibiarkan sampai pada taraf dimana beban pencemar lebih besar nilainya dari pada kapasitas asimilasi maka akan fatal akibatnya bagi sistem kehidupan (Tanaka et.al., 2009). Oleh karena itu, menurut Soeroto (1997) salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melalui pengurangan beban pencemaran langsung dari sumber pencemar. Untuk sampai pada kebijakan seperti itu, tentu saja terlebih dahulu perlu diketahui secara kuantitatif berapa besar jumlah kepadatan mutlak dan kepadatan relatif bahan
4
pencemar (organik dan anorganik) suatu perairan dan pesisir pantai (Coe dan Rogers, 1997). Untuk mengukur jumlah kepadatan sampah (organik dan anorganik) dapat dilakukan dengan dua cara, yang pertama adalah dengan cara penilaian cepat (rapid pollution assessment) yang dilakukan dengan memanfaatkan data yang ada mengenai kondisi-kondisi sumber pencemar, jumlah penduduk dan lain sebagainya. Untuk kemudian dilakukan perhitungan total dari jumlah sampah yang masuk melalui sungai maupun yang langsung dibuang ke pesisir pantai. Cara kedua dilakukan dengan langsung melakukan pengukuran beban pencemaran pada muara sungai yang masuk pada perairan pesisir. Untuk menghitung kapasitas asimilasi dilakukan dengan melalui suatu pendekatan hubungan antara kualitas air dengan beban limbah (Fardiaz, 1992). Banyak pihak yang akan dirugikan dengan terjadinya pencemaran ini antara lain nelayan, sektor wisata, pemerintah kota, dan masyarakat Kota Palu secara keseluruhan. Keberhasilan pengelolaan sampah ini tergantung pada partisipasi masyarakat, sebagai penghasil utama sampah. Partisipasi masyarakat berupa pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik dalam proses pewadahan merupakan proses awal menghadapi pencemaran di Kota Palu ini. Adapun alur pemikiran ini secara ringkas diperlihatkan pada Gambar 1.
5
Sumber Pencemaran
Sortir Karakteristik Jenis Sampah (Organik dan Anorganik)
Dinamika Perairan
Morfologi Pantai
Analisis Dampak Sampah Sungai dan Pesisir
Analisis Kualitas Air Sungai dan Air Laut
Pengukuran Jumlah Kepadatan Mutlak Kepadatan Relatif Sampah
Strategi Implementasi Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Pesisir dan Laut
Gambar 1. Bagan Kerangka Penelitian
Principle Component Analysis (PCA)
6
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Sampah Manusia selama ini memandang laut sebagai tempat yang cocok untuk pembuangan sampah yang merupakan hasil akhir dari aktivitas manusia itu sendiri. Karena manusia seringkali beranggapan bahwa lautan adalah tempat yang luas dan mempunyai kemampuan untuk menampung berbagai macam sampah tersebut (Wardhana, 2001). Laws (1993) menyatakan bahwa masalah sampah merupakan suatu ancaman serius yang dihadapi oleh dunia secara global karena sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan manusia dan bersifat padat. Menurut Said (1987) sampah adalah limbah padat atau bahan buangan yang dapat terdiri dari tiga bentuk keadaan, yakni limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Hasil penelitian Sheavly et.al., (2007) membagi kategori sumber penghasil sampah yang sering digunakan: (1) sampah domestik, yaitu sampah yang berasal dari permukiman, (2) sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial berupa toko, pasar, rumah makan, dan kantor, (3) sampah industri, yaitu sampah yang berasal dari suatu proses produksi, dan (4) sampah yang berasal selain dari yang telah disebutkan di atas misalnya sampah dari pepohonan, sapuan jalan, dan bencana alam. Faktor dominan yang menyebabkan semakin meningkatnya jumlah sampah dari tahun ke tahun adalah karena semakin meningkatnya aktivitas manusia baik yang dilakukan di darat maupun di laut sehingga peluang masuknya sampah ke daerah pantai tidak dapat dihindari (William, 2007). Secara garis besar, dampak negatif dari sampah laut terhadap lingkungan pesisir adalah sebagai berikut (Soeroto, 1997) : (1) Mengganggu pemandangan dan keindahan (estetika) lingkungan pesisir, karena perairan pantai menjadi kotor, sehingga dapat berpengaruh pada jumlah wisatawan yang datang. (2) Menggangu kehidupan hewan-hewan laut, karena memakan potonganpotongan plastik atau terjerat oleh sisa-sisa jaring bekas.
7
(3) Menggangu pelayaran dan nelayan, karena sampah dapat tersangkut pada propeler mesin perahu dalam operasional penangkapan ikang. Berdasarkan asalnya limbah dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah organik dan limbah anorganik. Jenis limbah organik ini terdiri atas bahan-bahan yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah tangga, kegiatan industri. Limbah ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui proses yang alami. Limbah pertanian berupa sisa tumpahan atau penyemprotan yang berlebihan, misalnya dari pestisida dan herbisida, begitu pula dengan pemupukan yang berlebihan (Said, 1987). Limbah ini mempunyai sifat kimia yang stabil sehingga zat tersebut akan mengendap ke dalam tanah, dasar sungai, danau, serta laut dan selanjutnya akan mempengaruhi organisme yang hidup didalamnya (Angela, 2008). Sedangkan limbah rumah tangga menurut Said (1987) dapat berupa padatan seperti kertas, plastik dan lain-lain, dan berupa cairan seperti air cucian, minyak goreng bekas dan lain-lain. Limbah tersebut ada yang mempunyai daya racun yang tinggi misalnya : sisa obat, baterai bekas, dan air aki. Limbah yang berdaya racun tinggi tersebut menurut Chang (2008) tergolong (B3) yaitu Bahan Berbahaya dan Beracun, sedangkan limbah air cucian, limbah kamar mandi, dapat mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemar biologis seperti bakteri, jamur, virus dan sebagainya. Sedangkan limbah anorganik ini terdiri atas limbah industri atau limbah pertambangan. Limbah anorganik berasal dari sumber daya alam yang sulit terurai dan tidak dapat diperbaharui (Slamet, 1994). Effendi (2003) menyatakan bahwa air limbah industri dapat mengandung berbagai jenis bahan anorganik, zat-zat tersebut adalah garam anorganik seperti magnesium sulfat, magnesium klorida yang berasal dari kegiatan pertambangan dan industri. Adapula limbah anorganik yang berasal dari kegiatan rumah tangga (Wardhana, 2001) yaitu seperti botol plastik, botol kaca, tas plastik, kaleng dan aluminium. Berdasarkan sumbernya limbah dikelompokkan menjadi tiga (Wardhana, 2001) yaitu :
8
1. Limbah Industri Limbah ini bisa dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya karena limbah ini mempunyai kadar pencemar yang beracun. Umumnya limbah ini dibuang di sungai-sungai disekitar tempat tinggal masyarakat dan tidak jarang warga masyarakat mempergunakan sungai untuk kegiatan sehari-hari, misalnya MCK (Mandi, Cuci, Kakus) dan secara langsung gas yang dihasilkan oleh limbah pabrik tersebut dikonsumsi dan dipakai oleh masyarakat (Wardhana, 2001). 2. Limbah Rumah Tangga Limbah rumah tangga adalah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga limbah ini bisa berupa sisa-sisa sayuran seperti wortel, kol, bayam, slada dan lain-lain bisa juga berupa kertas, kardus atau karton. Limbah ini juga memiliki daya racun tinggi jika berasal dari sisa obat dan air aki (Wardhana, 2001). 3. Limbah Pabrik Limbah ini dihasilkan atau berasal dari hasil produksi oleh pabrik atau perusahaan tertentu. Limbah ini mengandung zat yang berbahaya diantaranya asam anorganik dan senyawa orgaik, zat-zat tersebut jika masuk ke perairan maka akan menimbulkan pencemaran yang dapat membahayakan makluk hidup pengguna air tersebut misalnya, ikan, bebek dan makluk hidup lainnya termasuk juga manusia (Wardhana, 2001). 2.2 Karakteristik Sampah Coe dan Rogers (1997) menemukan jenis sampah yang paling banyak ditemukan di daerah pantai adalah dari jenis sampah plastik. Sampah plastik yang tersebar di pantai merupakan masalah polusi global yang serius dialami oleh banyak negara. Carey et.al., (2007) menambahakan juga bahwa polusi yang disebabkan oleh sampah plastik ini meningkat sangat dramastis sejalan dengan bertambahnya jumlah produksi plastik dewasa ini. Selanjutnya Kari (2007) menyatakan bahwa buangan limbah padat ke laut secara terus menerus dapat mengakibatkan menurunnya kualitas air sampai pada tingkat yang kurang sesuai dengan peruntukannya, walaupun secara alami dalam hal ini laut dapat
9
memulihkan dirinya, namun kemampuannya sangatlah terbatas karena tergantung pada daya dukung alam itu. Sedangkan jenis sampah laut menurut Coe dan Rogers (1997) yang biasanya dapat ditemukan di wilayah pesisir pantai atau disekitar muara sungai lengkap dengan waktu dekomposisinya di lingkungan ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Sampah Laut Dengan Waktu Dekomposisi di Lingkungan Jenis sampah Botol kaca (glass bottle)
Waktu dekomposisi 1.000.000 Tahun
Tali pancing (monofilament fishing line)
600 Tahun
Botol minuman plastik (plastic beverage bottle)
450 Tahun
Pampers (disposable diapers )
450 Tahun
Kaleng alumunium (aluminium can) Pelampung plastik (foamed plastic buoy) Sepatu boot karet (ruber boot sole)
80-200 Tahun 80 Tahun 50-80 Tahun
Cangkir plastik (foamed plastic cup)
50 Tahun
Kaleng (tin can)
50 Tahun
Bahan kulit (leather)
50 Tahun
Bahan nilon (nylon fabric)
30-40 Tahun
Rol film (plastic film canister)
20-30 Tahun
Kantong (plastik plastic bag)
10-20 Tahun
Puntung rokok (cigarette filter)
1-5 Tahun
Kaus kaki wol (wool sock)
1-5 Tahun
Tripleks (plywood)
1-3 Tahun
Kotak karton susu (waxed milk carton) Kertas koran (newspaper) Kulit jeruk atau pisang (orange or babana peel) Sumber : Coe dan Rogers (1997)
3 Bulan 6 Minggu 2-5 Minggu
10
Said (1987) menyatakan bahwa jumlah dan kepadatan sampah sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis, iklim, jumlah penduduk, jumlah fasilitas komersial dan industri, status sosial masyarakat dan pola konsumsi. Menurut Palanisamy et.al., (2007) status sosial dan keragaman aktivitas masyarakat juga mempengaruhi karakteristik timbunan sampah. Masyarakat dengan status sosial yang tinggi cenderung menghasilkan sampah yang lebih besar dari pada masyarakat yang status sosialnya lebih rendah. 2.3 Dampak Sampah Terhadap Lingkungan Pesisir Allison et.al., (2007) menyatakan bahwa penyebab pencemaran perairan yang disebabkan oleh kegiatan di darat (land based marine pollution) dapat digolongkan ke dalam empat kategori yaitu : 1.
Pencemaran disebabkan limbah industri (industrial pollution)
2.
Pencemaran disebabkan karena sampah/limbah rumah tangga (sewage pollution)
3.
Pencemaran disebabkan karena sedimentasi (sedimentation pollution)
4.
Pencemaran disebabkan karena kegiatan pertanian (agricultural pollution) Menurut Oliver et.al., (2007) limbah domestik yang terbawa oleh aliran air
dari daratan atau yang sengaja dibuang ke perairan akan mengendap ke dasar perairan yang selanjutnya akan mengalami pembusukan dan terurai. Jeff et.al., (2010) menambahkan bahwa kandungan oksigen terlarut akan berkurang karena berlangsungnya aktivitas penguraian atau dekomposisi bahan organik. Apabila jumlah sampah yang masuk ke perairan melampaui batas kemampuan lingkungan atau daya dukung perairan untuk diasimilasikannya, maka akan timbul pencemaran yang dapat merubah sifat-sifat fisik-kimia air yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan biota akuatik, dan bahkan apabila keadaannya lebih parah dapat menimbulkan gas hydrogen sulfide (H 2 S), perubahan warna dan rasa air serta gangguan estetika (Gordon, 2006). Selain itu menurut Tanaka et.al., (2004) masalah pencemaran akan berdampak terhadap
kesehatan
atau
dapat
menimbulkan
panyakit.
Azwar
(1996)
menambahkan bahwa potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan antara lain adalah penyakit diare dan penyakit kulit (kudis dan kurap). Penyakit-penyakit
11
ini terjadi karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat. Dampak pencemaran terhadap lingkungan berupa cairan dari limbah– limbah yang masuk ke sungai akan mencemarkan airnya sehingga mengandung virus-virus penyakit. Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan akan punah. Tidak jarang manusia juga mengkonsumsi atau menggunakan air untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia akan terkena dampak limbah baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga menimbulkan banjir karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah tangga ke sungai, sehingga pintu air mampet dan pada waktu musim hujan air tidak dapat mengalir dan air naik menggenangi rumah-rumah penduduk, sehingga dapat meresahkan para penduduk (Soemarwoto, 1999). Penumpukan sampah di daerah intertidal juga dapat mengakibatkan munculnya masalah lingkungan fisik (bau tidak sedap, menurunnya estetika), kimia (gas metan, CO 2 , CO), biologis (kesehatan masyarakat). Sampah merupakan habitat bagi berkembangnya bakteri patogen tertentu seperti Salmonella Typhosa, Entamoeba Coli, Escherichia Coli, Vibrio Cholera, Shigella Dysentriae, Entamoeba Hystolyca dan lain-lain yang menimbulkan penyakit pada manusia (Slamet, 1994). Coe dan Rogers (1997) mengemukakan bahwa sebagai akibat dari buangan sampah anorganik yang tidak dapat didegradasi oleh bakteri, baik itu sampah terapung maupun tenggelam, dapat mengganggu kehidupan ekosistem pesisir dan organisme laut itu, khususnya tentang pola pergerakan organisme laut tersebut saat mereka mencari makan. Penambahan bahan-bahan organik dan anorganik dari sampah akan dapat meningkatkan kadar kekeruhan dalam air akibat bertambahnya padatan tersuspensi, meningkatnya turbiditas atau berkurangnya tingkat kecerahan air yang dapat mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam perairan, dan akibat selanjutnya akan menurunkan suhu dan produktifitas perairan dimana terdapat banyak jenis-jenis organisme yang hidup dan berkembang baik di estuari maupun disekitar lingkungan pesisir pantai (Laurie et.al., 2008).
12
Jenis organisme yang hidup di pesisir pantai dan sekitar muara-muara sungai yaitu hewan makrozobenthos. Hewan makrozobenthos merupakan salah satu kelompok biota yang hidup di dalam ekosistem estuari dan pesisir pantai, terutama di dasar perairan yang mengalir (Odum, 1993). Menurut Weber (1973) hewan makrobenthos adalah organisme tanpa tulang belakang (invertebrate) yang hidup di dasar perairan dan sekitar pesisir pantai (membuat lubang atau menempel pada sedimen), mempunyai ukuran lebih besar dari 1 mm, dan dapat terambil dengan alat yang mempunyai mata saring 0.5 mm. Selanjutnya Cummins (1975) berpendapat bahwa hewan makro benthos atau macro invertebrate bentik adalah hewan-hewan yang tidak bertulang belakang, berukuran cukup besar (lebih besar dari 0.5 mm) ukuran panjang tubuh 3-5 mm, sehingga dapat dilihat dengan jelas tanpa bantuan mikroskop. Nybakken (1988) menyatakan bahwa hewan makrozobenthos yang hidup di dasar atau berasosiasi diatas permukaan perairan disebut epifauna, sedangkan hewan benthos yang hidup di dalam lumpur pada substrat yang lunak disebut infauna. Selanjutnya hewan makrozobenthos dibedakan menurut ukuranya yaitu : (1) mikro fauna (< 0.1 mm) ; (2) meiofauna (0.1 - 1.0 mm) dan (3) makrofauna (> 1.0 mm). Berdasarkan makanannya makrozobenthos dikelompokkan menjadi empat kelompok (Cummins, 1975) yaitu : (1) Perumput dan penggaruk (grazers dan scraper) : herbifora, pemakan alga dasar ; (2) Pencabik (Shredder) : pemakan detritus, yang berupa partikel ukuran besar ; (3) Pengumpul (collector) : pemakan detritus yang berukuran kecil dan tersuspensi (filter) ; (4) Predator : pemangsa (Nybakken, 1988). Berdasarkan ketahanannya terhadap bahan pencemar, Wilhm (1975) mengklasifikasikan hewan makrozobenthos menjadi tiga kriteria seperti yang ditunjukan dalam Tabel 2 berikut ini.
13
Tabel 2. Klasifikasi Hewan Makrozoobenthos Berdasarkan Ketahanannya Terhadap Bahan Pencemar. No.
Kelompok
Jenis Hewan Makro Benthos
1.
Sangat tahan pencemar.
terhadap Cacing, Tubifisida, lintah, larva nyamuk, siput (moluska dan fisidium)
2.
Ketahanan sedang, lebih Jenis-jenis siput, serangga dan kristasea suka hidup di air jernih.
3.
Tidak tahan terhadap Jenis siput dari famili Viviparidae, pencemar dan hanya suka Amnicodae, serangga, nimfa, dan ordo Ephermercidae, Odonata, Hemiptera, hidup di air bersih. Neuroptera.
Sumber : Wilhm (1975) Hewan makrozoobenthos hidupnya relatif menetap dan tidak dapat menghindar dari kontak dengan bahan-bahan pencemar seperti sampah plastik yang umumnya banyak ditemukan baik dimuara-muara sungai maupun di sepanjang pesisir pantai (Damar et.al., 2009). Selain itu jangka hidup organisme makrozoobenthos menurut Wilhm (1975) ini relatif lama, dan mempunyai habitat relatif tetap. Karena itu perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat mempengaruhi komposisi dan kelimpahannya. Wilhm (1975) juga menambahkan bahwa hewan makrozoobenthos merupakan organisme perairan yang sangat representatif untuk menduga pencemaran perairan. Cummins (1975) menentukan beberapa persyaratan organisme air yang dapat digunakan sebagai indikator biologi untuk menduga perairan tercemar atau untuk menduga tingkat pencemaran perairan adalah : (a) Hidupnya relatif menetap ; (b) jangka hidupnya panjang, dan (c) mempunyai toleransi spesifik terhadap lingkungan. Wilhm (1975) menyatakan bahwa penggunaan hewan makrozoo benthos sebagai indikator kualitas perairan merupakan usaha untuk melengkapi pendugaan kualitas perairan secara fisika dan kimia, yang ternyata memiliki kelemahan.
14
2.4
Parameter Kualitas Perairan Welch (1948) menyatakan bahwa kualitas perairan adalah faktor biofisika-
kimia yang mempengaruhi kehidupan organisme perairan dalam ekosistemnya. perairan yang ideal adalah perairan yang dapat mendukung organisme dalam menyelesaikan daur hidupnya. Effendi (2003) juga berpendapat bahwa kualitas lingkungan perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme air yang nilainya dinyatakan dalam suatu kisaran tertentu. Masuknya bahan pencemar dalam perairan dapat mempengaruhi kualitas air dan terkait dengan kapasitas asimilasinya. Apabila kapasitas asimilasinya melebihi ambang batas kelayakan akan menurunkan daya dukung, nilai guna dan fungsi perairan bagi peruntukan lainnya (Dahuri, 2004). Menurut Odum (1993) nilai kisaran parameter yang terukur dilingkungan perairan secara langsung atau tidak langsung dipengaruhi oleh proses hidrodinamika suatu perairan misalnya pasang surut, gerakan ombak, pengenceran oleh aliran air tawar dan sebagainya. Oliver et.al., (2007) juga menambahkan bahwa pasang surut akan menggerakkan air secara horisontal, sehingga masa air dapat memasuki muara sungai ke arah hulu. Besar kecilnya nilai kisaran dari parameter tergantung dari beberapa faktor lain seperti intensitas bahan pencemar, iklim, kedalaman, arus, topografi dan geografi sehingga terjadi proses perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang saling berinteraksi (Wardoyo, 1995). Dalam kaitannya dengan pencemaran air Wardoyo (1995) menambahkan bahwa berbagai parameter pencemar dan karakteristiknya yang berkaitan dengan kehidupan mahluk hidup penting untuk diketahui seperti parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya tidak dapat berdiri sendiri. Selain itu menurut Tanaka et.al., (2009) telah diketahui bahwa parameter-parameter pencemaran perairan secara langsung mempengaruhi organisme air seperti benthos, nekton, maupun plankton disuatu perairan. Mahida (1999) mangatakan bahwa untuk melihat pencemaran air ada beberapa parameter kualitas air yang penting untuk ditelaah antara lain warna, bau, rasa, suhu, pH, oksigen terlarut
15
(DO), BOD 5, COD, padatan tersuspensi, logam berat, bahan radio aktif dan organisme perairan. 2.4.1 Parameter Fisika Sifat fisika perairan baik langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sifat kimia maupun biologis suatu perairan dan nilai manfaat dari perairan tersebut (Diana et.al., 2010) Parameter fisika dari suatu perairan meliputi suhu, kecerahan, kekeruhan, padatan tersuspensi, padatan terlarut (Nybakken, 1988). a.
Suhu Suhu perairan sangat berkaitan dengan kenyamanan dan kelangsungan
kehidupan suatu perairan. Peran lain yang cukup penting adalah suhu berpengaruh terhadap kecepatan reaksi proses kimia dalam suatu perairan (Mahida, 1999). Mahida (1999) juga menambahakan bahwa kecepatan metabolisme akan meningkat dua kali jika suhu naik 10oC, karenanya perubahan yang besar dari suhu di dalam suatu ekosistem perairan dapat mengakibatkan kerugian dan tidak dapat diterima. Nilai baku mutu suhu air untuk biota sebaiknya berkisar antara suhu air alami di perairan tersebut. b. Kecerahan dan Kekeruhan Kecerahan dan kekeruhan merupakan parameter penting dalam menentukan produktifitas suatu perairan. Tingkat kekeruhan suatu perairan berbanding terbalik dengan tingkat kecerahannya atau meningkatnya kekeruhan akan menurunkan kecerahan perairan. Peningkatan kekeruhan ini dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari kedalam kolom air sehingga akan membatasi proses fotosintesis dan produktifitas primer perairan. Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan dari suatu perairan yang menggambarkan sifat optik perairan terhadap transmisi cahaya. Semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam air menunjukan semakin tinggi kecerahan dan keadaan ini sangat menentukan ketebalan lapisan air yang produktif. c.
Padatan Tersuspensi Padatan tersuspensi merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi
kekeruhan dan kecerahan air karenanya dapat mempengaruhi proses fotosintesis
16
(Allison et.al., 2007). Akibat yang ditimbulkan oleh adanya padatan tersuspensi dapat mengurangi kemampuan pemurnian alami (self purification) dengan mengurangi fotosintesis dan menutupi organisme dasar (Azwar, 1996). Jose (2002) menyatakan bahwa padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak mengendap langsung. Mahida (1999) juga menambahkan bahwa air buangan industri mengandung jumlah padatan tersuspensi yang sangat bervariasi tergantung pada jenis industrinya. Besarnya kandungan padatan tersuspensi menurut Leandro et.al., (2001) akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga dapat mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis. Sedangkan padatan terlarut adalah padatan yang memiliki ukuran lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan terlarut terdiri dari senyawa organik yang larut dalam air. Air buangan industri umumnya banyak mengandung zat pencemar terlarut yang sering mencemari perairan dan sangat berbahaya bagi kehidupan disekitarnya (Leandro et.al., 2001). 2.4.2
Parameter Kimia
a.
Derajat Keasaman (pH) Nilai pH suatu perairan mencirikan suatu keseimbangan antara asam dan
basa dalam air dan merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Adanya karbonat, hidroksida dan bikarbonat meningkatkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikan kadar keasaman (Fakhrudin, 1996). Nilai pH menunjukan derajat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Dalam air, pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garamgaram karbonat dan bikarbonat (Effendi, 2003). b.
Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) Kandungan oksigen di perairan dapat dijadikan petunjuk tentang adanya
bahan organik. Limbah organik yang masuk ke dalam perairan akan mengalami penguraian dan proses ini merupakan aktifitas bakteri yang memerlukan oksigen terlarut dalam perairan. Pesatnya aktifitas bakteri dalam menguraikan bahan organik di perairan akan menurunkan oksigen terlarut (Fardiaz, 1992).
17
Kandungan oksigen terlarut merupakan parameter penting yang harus diukur untuk mengetahui kualitas perairan. Kandungan oksigen terlarut akan semakin rendah jika masukan limbah ke perairan semakin besar. Hal ini berhubungan dengan semakin bertambahnya aktifitas dekomposisi dalam menguraikan limbah yang masuk (Welch, 1978). c.
BOD 5 (Biochemical Oxygen Demmand) Kebutuhan oksigen bikimia (BOD 5 ) menunjukkan jumlah oksigen terlarut
yang dibutuhkan oleh organisme untuk menguraikan bahan organik dalam air. Nilai BOD5 tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutukan untuk mengoksidasi bahan organik. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan oleh semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, berarti terdapat kandungan bahan organik yang membutuhkan banyak oksigen (Mahida, 1999). Menurunnya oksigen terlarut dalam air dapat menyebabkan terganggunya proses metabolisme suatu biota perairan. jika konsentrasi oksigen terlarut terlalu rendah, mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak namun sebaliknya mikroorganisme anaerobik akan menjadi aktif (Mahida, 1999). d. COD (Chemical Oxygen Demmand) Kebutuhan oksigen kimia (COD) ialah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dalam air secara kimiawi. Karenanya uji COD merupakan analisis kimia yang dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan organik yang sukar dipecah maupun yang dapat dipecah secara mikrobiologis seperti yang terukur dalam uji BOD 5 (Welch, 1980). e.
Nitrogen Senyawa nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau tersuspensi. Senyawa
tersebut diperlukan dalam proses reaksi biologis dalam suatu ekosistem perairan. Nitrogen dalam perairan dapat berbentuk gas nitrogen (N 2 ), amonia (NH 3 ) terlarut atau dalam bentuk senyawa-senyawa amonium (NH 4+ ), Nitrat (NO 3 ) dan Nitrit (NO 2 ). Senyawa-senyawa nitrat dan nitrit terdapat dalam perairan alami sebagai garam-garam yang terlarut, tersuspensi atau berupa endapan (Wardoyo, 1995).
18
Nitrat (NO 3 ) adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Kadar nitrat di perairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari kadar amonium. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0.1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktifitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0.2 mg/l dapat
mengakibatkan
terjadinya
eutroifikasi
(pengayaan)
perairan
yang
selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat (blooming) (Wardoyo, 1995). Nitrit (NO 2 ) Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediate) antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi). Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Kadar nitrit di perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat (Wardoyo, 1995). Amonia (NH 3 ) bersifat mudah larut dalam air. Ion amonium adalah bentuk transisi dari amonia. Amonia banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia serta industri bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0.1 mg/l (Husnah, 2006) . 2.5
Pengelolaan Sampah Pengelolaan sampah adalah serangkaian kegiatan yang melaksanakan
pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah serta pembuangan akhir sampah. Tujuan pengelolaan sampah adalah untuk mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu dan menekan volume sehingga mudah diatur (Outherbridge, 1998). Terdapat empat prinsip yang dapat digunakan dalam menangani masalah sampah. Ke empat prinsip tersebut lebih dikenal dengan nama 4R yang meliputi: Reduce (mengurangi) yaitu melakukan minimalisasi barang atau material yang dipergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. Reuse (menggunakan kembali) yaitu pemilihan penggunaan barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barangbarang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat memperpanjang
19
waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. Recycle (mendaur ulang) yaitu menggunakan barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa di daur ulang. Tidak semua barang bisa di daur ulang, namun saat ini sudah banyak industri nonformal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Replace (mengganti) maksudnya teliti terhadap barang yang digunakan setiap hari yaitu dengan mengganti barang barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama. Juga menggunakan barang-barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya, mengganti kantong keresek dengan keranjang bila berbelanja (Outherbridge, 1998). Sedangkan pola yang dapat dipakai dalam penanggulangan sampah menurut Said (1987) meliputi Reduce, Reuse, Recycle, dan Composting (3RC) yang merupakan dasar dari penanganan sampah secara terpadu. Reduce atau disebut juga precycling merupakan langkah pertama untuk mencegah penimbunan sampah. Reuse berarti menghemat dan mengurangi sampah dengan cara menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai. Apa saja barang yang masih bisa digunakan, seperti kertas-kertas berwarna-warni dari majalah bekas dapat dimanfaatkan untuk bungkus kado yang menarik. Menggunakan kembali barang bekas adalah wujud cinta lingkungan, bukan berarti menghina. Recycle juga sering disebut mendapatkan kembali sumberdaya (resource recovery), khususnya untuk sumberdaya alami. Mendaur ulang diartikan mengubah sampah menjadi produk baru, khususnya untuk barang-barang yang tidak dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama, misalnya kertas, alumunium, gelas dan plastik. Langkah utama dari mendaur ulang ialah memisahkar sampah yang sejenis dalam satu kelompok. Composting menurut Outherbridge (1998) merupakan proses pembusukan secara alami dari materi organik, misalnya daun, limbah pertanian (sisa panen), sisa makanan dan lain-lain. Pembusukan itu menghasilkan materi yang kaya unsur hara, antara lain nitrogen, fosfor dan kalium yang disebut kompos atau humus yang baik untuk pupuk tanaman. Tentunya cari ini menurut Outherbridge (1998) akan lebih baik digunakan dari pada dengan cara pembakaran. Karena selain mengurangi efek pemanasan global dengan mengurangi volume gas karbondioksida (CO 2 ) yang dihasilkan, cara ini
20
tidak mempunyai efek samping baik bagi masyarakat ataupun lingkungan. Seperti kata pepatah menurut Hadiwiyoto (1983) bahwa pencegahan penyakit akan lebih baik dari pada mengobatinya. Kata bijak ini juga bisa digunakan dalam strategi penanganan sampah yakni mencegah terbentuknya sampah lebih baik dari pada mengolah/memusnakan sampah. Karena bagaimanapun mengolah/memusnahkan sampah pasti akan menghasilkan jenis sampah baru yang mungkin saja lebih berbahaya dari sampah yang dimusnakan. Perbedaan penanganan sampah menurut Hadiwiyoto (1983) yaitu : (1) dengan cara didaur ulang. Cara ini bisa menjadikan limbah atau sampah yang semula bukan apa-apa sehingga bisa menjadi barang yang lebih bernilai ekonomis. (2) dengan cara pembakaran. Cara ini adalah cara yang paling mudah untuk dilakukan karena tidak membutuhkan usaha keras. Cara ini bisa dilakukan dengan cara membakar limbah-limbah padat misalnya kertas-kertas dengan menggunakan minyak tanah lalu dinyalakan apinya. Kelebihan cara membakar ini juga menurut Haeruman (1979) adalah mudah dan tidak membutuhkan usaha keras, membutuhkan tempat atau lokasi yang cukup kecil, dapat digunakan sebagai sumber energi baik untuk pembangkit uap air panas, listrik dan pencairan logam. Hadiwiyoto (1983) juga mengemukakan bahwa pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalah masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan sampah antara lain: (1) pengumpulan sampah, (2) tahap pemisahan, (3) tahap pembakaran, dan (4) tahap penimbunan sampah. Hal ini sangat memerlukan penanganan karena masalah sampah berkaitan dengan masalah lingkungan hidup dalam wujud nyata dan mengganggu kehidupan manusia Menurut Brown et.al., (2003) banyak cara yang dapat ditempuh dalam pengelolaan sampah diantaranya yang dianggap terbaik hingga sekarang adalah sistem penimbunan dan pemadatan secara berlapis (sanitary landfill) untuk mencegah sampah tidak terekspos lebih dari 24 jam. Sedangkan menurut Russell (2005) pengelolaan sampah dapat dilihat mulai dari sumbernya sampai pada tempat pembuangan akhir. Usaha pertama adalah mengurangi sumber sampah dari
21
segi kuantitas maupun kualitasnya dengan meningkatkan pemeliharaan bahan yang dapat terurai secara alami. Semua usaha ini memerlukan kesadaran dan peran masyarakat. Pengertian pengelolaan sampah pesisir dikemukakan oleh Coe dan Rogers (1997) yaitu pengendalian dan pemanfaatan semua faktor dan sumberdaya, yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan kerja tertentu. Dengan demikian pengelolaan merupakan suatu masalah yang besar setelah faktor dan sumberdaya yang sukar untuk dikendalikan dan didayagunakan masuk ke dalam suatu sistem, yaitu manusia. Haeruman (1979) juga menyatakan bahwa perencanaan pengelolaan sampah yang komprehensif perlu memperhatikan sumber sampah, lokasi, pergerakan atau peredaran, dan interaksi dari peredaran sampah dalam suatu lingkungan urban. Untuk mencapai hal tersebut perlu diperhatikan hal-hal seperti penyimpanan sampah, pengumpulan sampah, pembuangan sampah dan pemusnahan sampah. Outherbridge (1998) menambahkan bahwa cara-cara pengelolaan sampah yang baik, bukan saja untuk kepentingan kesehatan saja melainkan juga untuk keindahan lingkungan , antara lain dengan: 1.
Pengumpulan dan pengangkutan sampah. Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus membangun tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari tempat pengumpulan, sampah diangkut ke TPS dan selanjutnya ke TPA.
2.
Pemusnahan dan pengolahan sampah. Pemusnahan dan atau pengolahan sampah padat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut : a. Ditanam (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan pembuatan lubang di tanah, kemudian sampah di masukkan dan ditimbun dengan tanah. b. Dibakar (Incenerator), yaitu pemusnahan sampah dengan cara membakar di dalam tungku pembakaran. c. Diolah menjadi pupuk kompos (composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk kompos, khususnya untuk jenis sampah organik.
22
Gordon (2006) menyatakan bahwa sistem pengolahan sampah yang banyak dilakukan saat ini adalah system sanitary landfill. Sistem ini di dukung berbagai kegiatan yang memperhatikan aspek kesehatan lingkungan seperti pemasangan geomembran dan geotekstile sebagai dasar konstruksi, drainase air lindi, ventilasi, cover soil, dan lain-lain. Sistem ini memang dapat meminimalkan timbulnya bau, penyakit, dan kerusakan lingkungan, tetapi memiliki resiko yang tidak dapat dihindarkan seperti terbentuknya gas metan, H 2 S, NH 3, dan air lindi (leachete). Perpindahan gas dan air lindi dari landfill ke lingkungan sekitarnya akan menyebabkan dampak yang serius pada lingkungan. USAID
(2006)
dalam
Pengelolaan
sampah
berbasis
masyarakat
(Community Based Solid Waste Management) atau yang disingkat CBSWM menyatakan bahwa program pengelolaan ini adalah sistem penanganan sampah yang direncanakan, disusun, dioperasikan, dikelola dan dimiliki oleh masyarakat. Tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersihan lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Prinsip-prinsip CBSWM adalah partisipasi masyarakat, kemandirian, efisiensi, perlindungan lingkungan dan keterpaduan.
23
3. METODE PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di pesisir Kota Palu dan Sungai Palu. Penelitian ini
berlangsung dua bulan yaitu dari Maret sampai April 2011. Adapun rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan diperlihatkan dalam Lampiran 1. 3.2
Lokasi Penelitian dan Pengambilan Sampel Penelitian dilaksanakan disepanjang pesisir Kota Palu dan Sungai Palu.
Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Informasi data sekunder dari lokasi yang diteliti terlebih dahulu dikumpulkan sebagai bahan pertimbangan survai pendahuluan dan penelitian lapangan. Selama penelitian juga dilakukan pengumpulan data primer dan sekunder yang dianggap penting (laporan hasil penelitian lain dan sebagainya). Survai pendahuluan ditujukan untuk menentukan stasiun pengambilan contoh dan hal-hal teknis penelitian, dengan cara melakukan pengamatan lokasi. Berdasarkan tujuan, maka batas lokasi penelitian adalah pesisir pantai Kota Palu (intertidal) dan Sungai Palu. Pengambilan sampel sampah organik dan anorganik dilakukan pada bagian intertidal pesisir pantai dan badan Sungai Palu. Sedangkan untuk pengambilan sampel air dilakukan di dua bagian Sungai Palu yaitu bagian yang salinitasnya 0 PSU dan bagian yang salinitasnya lebih dari 0 PSU .
24
TELUK KOTA PALU SULAWESI TENGAH
Keterangan: Batas Kabupaten Batas Kecamatan Kelurahan Jalan Utama Jalan Lain Sungai Zona Sungai Palu Zona Laut Teluk Palu Zona Pesisir Palu
Lokasi Penelitian
Sumber : BAPPEDA Kota Palu 2010
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
25
3.3
Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel sampah (organik dan anorganik) yang terdeposit di
daerah intertidal dilakukan dengan menggunakan metode ”sampling kuadran” dan untuk pengambilan sampel sampah di Sungai Palu dilakukan dengan metode ”garbage trap”. Pengambilan sampel sampah di daerah intertidal ditentukan terlebih dahulu yaitu dengan menarik panjang garis sampling (line transec) 30 m dengan ukuran kuadrannya 2 m x 2 m sedangkan jarak antara kuadran satu dengan yang lainnya 1 m. Peletakan kuadran dapat dilihat pada Gambar 3.
d a b
K
c
Keterangan : K = Kuadran a = Panjang Kuadran b = Lebar Kuadran
c = Jarak antara kuadran d = Panjang line transek
Gambar 3. Sketsa Peletakan Sampling Kuadran Terdapat 8 garis sampling/titik lokasi pengambilan sampel di pesisir pantai masing-masing di pesisir pantai Kecamatan Palu Barat tepatnya di kelurahan Besusu dan Kelurahan Talise terdapat 4 titik lokasi pengambilan sampel (B1, B2, B3 dan B4). Pesisir pantai Kecamatan Palu Timur tepatnya di Kelurahan Lere dan Kelurahan Silae terdapat 4 titik lokasi pengambilan sampel sampah organik dan anorganik (A1, A2, A3 dan A4), dengan jumlah kuadran masing-masing titik lokasi penelitian sebanyak 10 kuadran. Sedangkan untuk di sungai terdapat 4 titik waktu pengambilan sampel sampah (C1, C2, C3 dan C4). Jumlah total kuadran sampel sampah di 12 titik lokasi penelitian adalah 84 kuadran (40 kuadran di Kecamatan Palu Barat, 40 kuadran di Kecamatan Palu Timur serta 4 kuadran di Sungai Palu) sketsa model pengambilan sampel sampah
26
dapat dilihat pada Gambar 5. Terdapat hanya 4 kuadran di sungai utama Kota Palu ini diasumsikan bahwa dalam sehari terdapat dua kali pasang dan dua kali surut yakni pada pukul 06.00 WITA, 12.00 WITA, 18.00 WITA dan 24.00 WITA sehingga saat pengambilan sampel dapat mewakili keadaan pasang surut tersebut. Pengambilan sampel dalam kuadran dilakukan pada saat air laut surut di daerah intertidal. Setelah tali plastik yang digunakan sebagai pengganti meteran diletakan secara horizontal/sejajar dengan garis pantai. Kuadran kemudian diletakkan satu per satu. Sampah laut padat diambil, dibersihkan lalu dikumpulkan ke dalam karung atau kantung plastik yang berukuran besar. Sampah-sampah yang telah dikumpulkan, kemudian disortir menurut kategori/jenis yang sudah ditentukan. Setelah sampel sampah dipilah-pilah berdasarkan lokasi penelitian, maka jumlah (potongan), kepadatan dan komposisi sampah dihitung, kemudian dicatat menurut kategori / jenisnya seperti yang di perlihatkan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Disamping itu, dalam kuadran juga diamati apakah ada organisme makro zoobenthos yang mengkolonisasi sampah atau tidak. Jika ada organisme yang mengkolonisasi sampah laut maka itu akan difoto, diambil dan dimasukan ke dalam kantung plastik. Selanjutnya organisme tersebut diidentifikasi di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu.
27
Tabel 3. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik Berdasarkan Kategori Jenisnya. SAMPAH ANORGANIK Kota : PALU
Nama Lokasi : Tempat:
Pukul:
Provinsi : SULTENG
Jumlah Kuadran :
Panjang Transek: 30 m
Lebar Transek: 2 m
Kategori Sampah Anorganik
Jumlah Potongan
Luas Area : m Berat (g)
Plastik Aluminium Kaca Kain / Tekstil Karet Kertas Styloform Total Jumlah berat sampah laut per meter persegi = Jumlah potongan sampah laut per meter persegi = Tabel 4. Formulir Daftar Jumlah Potongan dan Berat Sampah Organik Berdasarkan Kategori Jenisnya. SAMPAH ORGANIK Kota : PALU
Nama Lokasi : Tempat:
Pukul:
Panjang Transek: 30 m Kategori Sampah Organik
Provinsi : SULTENG
Jumlah Kuadran : Lebar Transek: 2 m Jumlah Potongan
Total Jumlah berat sampah laut per meter persegi = Jumlah potongan sampah laut per meter persegi =
Luas Area : m Berat (g)
28
Pengambilan sampel sampah di sungai dengan menggunakan metode ”garbage trap” (perangkap sampah) diletakkan secara vertikal dengan sedikit terendam dalam badan air sungai. Adapun sungai ini memiliki lebar ± 25-30 m dengan kedalaman sungai sebelah kiri 3-4 m dan sebelah kanan ± 1 m. Jaring perangkap sampah memiliki ukuran mata jaring 5 cm dengan panjang 40 m. Peletakkan ”garbage trap” ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Keterangan : (a) Jembatan (b) Badan aliran sungai (c) Garbage trap (d) Bantaran sungai Kecamatan Palu Timur (e) Bantaran sungai Kecamatan Palu Barat Gambar 4. Sketsa Model Peletakan ”Garbage trap”. 3.4
Identifikasi Sampel Air dan Makrozoobenthos Pengambilan sampel air dilakukan dibagian sungai utama Kota Palu
tepatnya pada bagian yang memiliki salinitas 0 PSU sebanyak 3 titik lokasi ± 1 km dari pantai dan juga pada bagian yang memiliki salinitas lebih dari 0 PSU di 3 titik lokasi ± 100 m dari daerah intertidal dan masing-masing diambil pada bagian kiri, tengah dan kanan untuk di sungai dan laut (KA1-KA3 = Lokasi sampel air sungai dan KB1-KB3 = Lokasi sampel air laut) . Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar perbedaan antar parameter kualitas air di dua bagian tersebut seperti yang ditampilkan dalam Gambar 5. Hasil dari pengambilan sampel air ini dianalisis di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu.
29
Sedangkan untuk jenis organisme makrozoobenthos yang mengkolonisasi sampah laut di lokasi penelitian yaitu di daerah intertidal diidentifikasi dengan menggunakan buku panduan identifikasi dari beberapa sumber yaitu Dharma (1992). Selanjutnya sampel organisme laut tersebut diambil gambarnya sebagai data dokumentasi. Selain itu juga pengamatan dan identifikasi makro zoobenthos akan dilakukan pada bagian bagian yang bersampah dan tidak bersampah tetapi memiliki substrat yang sama (substrat berpasir/berlumpur).
Keterangan : A1-A4 B1-B4 C1-C4 KA1-KA3 KB1-KB3
= Lokasi Kecamatan Palu Timur = Lokasi Kecamatan Palu Barat = Lokasi Sungai = Lokasi Sampel Air Sungai = Lokasi Sampel Air Laut
Gambar 5. Sketsa Model Pengambilan Sampel Sampah dan Air
30
3.5
Analisa Data Untuk mengetahui jumlah (potongan), berat dan komposisi sampah yang
terdapat di pesisir pantai Kota Palu yang didasarkan pada jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam wilayah tepi sungai dan pesisir yang merupakan sumber pencemar potensial yang membuang limbahnya langsung ke sungai atau ke pesisir, tanpa diolah terlebih dahulu. Maka data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan persamaan di bawah ini (Coe dan Rogers, 1997) : 1. Kepadatan mutlak (jumlah potongan sampah) = Jumlah potongan sampah dalam tiap kategori Luas area (m2) 2. Kepadatan mutlak (berat sampah) = Berat potongan sampah dalam tiap kategori Luas area (m2)
3. Kepadatan relatif (jumlah potongan sampah) = Jumlah potongan sampah dalam tiap kategori
X 100 %
Jumlah total potongan sampah dalam semua kategori
4. Kepadatan relatif (berat sampah) = Berat potongan sampah dalam tiap kategori Jumlah total berat potongan sampah dalam semua kategori
X 100 %
31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Teluk Palu berada dibawah administrasi pemerintahan Kota Palu dan
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.
Kota Palu dengan wilayah
seluas 395.06 Km2 terletak pada kawasan dataran Lembah Palu dan Teluk Palu yang secara geografis berada pada posisi antara 0o.36” – 0o.56” Lintang Selatan dan 119o.45” – 121o.1” Bujur Timur tepat berada di bawah garis katulistiwa dengan ketinggian 0-700 meter dari permukaan laut. Terdapat sungai Palu sebagai sungai utama Kota Palu yang memiliki panjang profil Daerah Aliran Sungai (DAS) ± 102 km mengalir dari Selatan ke Utara (Ali, 2010). Secara administratif Kota Palu dibagi empat kecamatan, yaitu: Kecamatan Palu Barat; Kecamatan Palu Timur; Kecamatan Palu Selatan; dan Kecamatan Palu Utara, dengan total 43 kelurahan yang tersebar di empat kecamatan. Terdapat 3 kecamatan berada di sekitar Teluk Palu, yaitu: Kecamatan Palu Barat; Kecamatan Palu Timur; dan Kecamatan Palu Utara. Jumlah penduduk Kota Palu menurut data pada tahun 2009 sebanyak 309.032 jiwa. Hasil pencatatan suhu udara pada stasiun udara Bandara Mutiara Palu rata-rata suhu udara adalah 26.60oC kelembapan udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Agustus yang mencapai 83 persen, sedangkan kelembapan udara terendah terjadi pada bulan februari yaitu 75 persen. Kota Palu secara langsung berbatasan dengan Kabupaten-kabupaten sekitarnya (Ali, 2010). Batas-batas tersebut meliputi : 1)
Sebelah Utara : Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala
2)
Sebelah Selatan : Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala dan Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi
3)
Sebelah Barat
: Kecamatan Pinembani, Kecamatan Pinembani, Kecamatan Kinovaru dan Kecamatan Marawola Barat Kabupaten Donggala
4)
Sebelah Timur : Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Mautong dan Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala.
32
4.1.1 Keadaan Penduduk Dari data monografi Kota Palu Tahun 2009 diperoleh bahwa jumlah penduduk yang mendiami Kota Palu sampai dengan bulan Desember, 2009 sebanyak 309.032 jiwa, yang terdiri dari 152.688 orang laki-laki dan 156.344 orang perempuan. Untuk melihat jumlah penduduk kota Palu berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 5 berikut : Tabel 5. Jumlah Penduduk Kota Palu Berdasarkan Kelompok Umur Kelompok Umur (dalam Tahun/Jiwa) No Kecamatan 0-9 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 1. Palu Barat 15.389 19.137 20.242 16.818 10.498 6.378
60+ 4.182
2.
Palu Selatan 18.308
22.768 24.080 20.010 12.489 7.586
4.997
3.
Palu Timur
11.570
14.392 15.209 12.646 7.894
4.788
3.152
4.
Palu Utara
6.066
7.545
2.513
1.651
7.975
6.630
4.139
Jumlah 51.333 63.842 67.506 56.104 35.020 21.265 13.982 Sumber : BAPPEDA Kota Palu (2010) Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang terbanyak berada pada kelompok umur 20-29 tahun sebanyak 67.506 orang/jiwa disusul oleh kelompok umur 10-19 tahun sebanyak 63.842 orang/jiwa. Besarnya jumlah penduduk tentunya mempengaruhi banyaknya volume sampah yang dihasilkan, seperti yang dinyatakan oleh Gordon (2006) yakni pertumbuhan sampah terjadi seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yan terus bertambah secara alami. Pertumbuhan penduduk yang demikian besar sudah barang tentu akan menjadi masalah bagi kota-kota besar, terutama jika dilihat dari jumlah timbunan sampah yang besar, serta pencemaran yang akan diakibatkan oleh tumpukan sampah yang tidak terangkut. 4.1.2 Kondisi Pendidikan Kota Palu pada umumnya penduduknya telah mengenyam pendidikan baik pendidikan formal maupun non-formal, dan sudah dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk Kota Palu sudah cukup maju. Untuk lebih jelas banyaknya
33
jumlah pelajar, mahasiswa dan sarana pendidikan di Kota Palu dapat dilihat pada Tabel 6 berikut : Tabel 6 . Jumlah Pelajar, Mahasiswa dan Sarana Pendidikan Kota Palu No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Jumlah Sarana Pendidikan 1. TK 6.377 130 2.
SD
37.914
178
3.
SLTP/MTS
18.049
61
4.
SLTA/MA
10.244
22
5.
SMK
7.027
22
6.
Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
26.693
2
7.
Pergfuruan Tinggi Swasta (PTS)
6.827
5
113.131
420
Jumlah Sumber : BAPPEDA Kota Palu (2011)
Dari tabel diatas terlihat bahwa banyaknya penduduk pelajar Kota Palu terbesar adalah pelajar SD sebanyak 37.914 orang/jiwa selanjutnya mahasiswa perguruan tinggi. Sarana pendidikan juga merupakan tempat produksi sampah dengan jumlah sarana sebanyak 420 serta pelajar/mahasiswa sebanyak 113.131 orang/jiwa yang tersebar di Kota Palu yang tentunya mempengaruhi jumlah produksi sampah di Kota Palu. 4.1.3 Jumlah Pasar Untuk melihat kondisi perekonomian Kota Palu, secara umum dapat ditinjau dari seberapa banyak jumlah Pasar di Kota Palu. Saat ini yang menjadi sorotan masyarakat Kota Palu salah satunya adalah kebersihan pasar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut : Tabel 7. Jumlah Pasar di Kota Palu No Lokasi/Daerah Pasar Tradisional
Pasar Modern
1.
Palu Barat
3
6
2.
Palu Selatan
3
11
3.
Palu Timur
1
4
4.
Palu Utara 5 Jumlah 12 Sumber : Dinas PERINDAGKOP Kota Palu (2010)
21
34
4.1.4 Kondisi Perhotelan Selain memberikan dampak perekonomian Kota Palu, perhotelan juga memberikan dampak pada bertambahnya volume sampah. Saat ini dengan semakin berkembangnya Kota Palu membuat semakin banyaknya jumlah hotel di Kota Palu. Untuk melihat jumlah hotel, kamar dan tenaga kerja di Kota Palu dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini : Tabel 8. Jumlah Hotel, Kamar dan Tenaga Kerja di Kota Palu No Jenis Hotel Jumlah Hotel Kamar 1. Berbintang 1 55 2.
Non-Berbintang
Tenaga Kerja 67
52
1.022
570
Jumlah 53 Sumber : BAPPEDA Kota Palu (2011)
1.077
637
4.1.5 Kondisi Restauran dan Rumah Makan Restauran dan rumah makan merupakan salah satu tempat yang menghasilkan sampah yang banyak baik yang sifatnya organic maupun anorganik. Jumlah
Restauran dan rumah
makan tentunya
mempengaruhi
besaran
jumlah/volume sampah yang terdapat disuatu wilayah. Kota Palu yang tingkat mobilitas penduduknya cukup tinggi menyebabkan banyak berkembangnya usaha restaurant dan rumah makan ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 9 dibawah ini : Tabel 9. Jumlah Jenis Tempat Makan dan Tenaga Kerja No Jenis Jumlah Tenaga Kerja 1. Restauran 95 2.
Rumah Makan
231
Jumlah Total 326 Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Kota Palu (2010)
Jumlah 13 67 80
35
4.2
Kondisi Sampah di Pesisir Kota Palu Kota Palu memiliki peranan penting dalam bidang perekonomian dan jasa.
Disamping sebagai pusat penyelenggaraan pemerintahan juga sebagai cerminan yang mewujudkan citra masyarakat Sulawesi Tengah. Kedudukan semacam itu maka seharusnya keberadaan Kota Palu harus mampu menjalankan perannya seoptimal mungkin, termasuk dalam penanganan permasalahan perkotaan yang hampir umum dihadapi oleh sebagian besar kota-kota berkembang di Indonesia. Kondisi
ini
dalam
realitanya
memang
banyak
diperhadapkan
dengan
permasalahan. Kemajuan dan perkembangan kota yang demikian pesatnya dengan aktivitas bisnis, jasa dan pembangunan infrastuktur pada kenyataannya berkonsekwensi terhadap pertambahan penduduk situasional yang tidak dapat dielakan. Peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun memiliki implikasi dari kepadatan penduduk yang berwujud dalam aktivitas rumah tangga, pemukiman, sekolah, perkantoran, industri, pasar dan lainnya kembali menimbulkan permasalahan baru di wilayah pesisir Kota Palu yaitu meningkatnya produksi sampah baik sampah organik yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tubuhan dan hewan yang diambi dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan dan yang lainnya maupun jenis sampah anorganik yang merupakan jenis sampah hasil kegiatan campur tangan manusia/industri. Hal ini dapat dilihat dengan jelas saat air laut surut terdapat timbunan sampah laut di sepanjang garis intertidal pesisir Kota Palu. Adapun untuk jumlah volume sampah per hari di Kota Palu serta jumlah TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang dimiliki disetiap kecamatan yang terdapat di Kota Palu dapat dilihat dalam Tabel 10 berikut : Tabel 10. Jumlah Volume Sampah dan TPS Kota Palu No Kecamatan Volume Sampah (m3)/hari 1 Palu Barat 360 2 Palu Selatan 280 3 Palu Timur 220 4 Palu Utara 120 Jumlah 900 Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu, 2008
Jumlah TPS 241 151 120 90 602
36
4.3
Analisis Sampah Organik dan Anorganik Kota Palu Permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup,
khususnya manusia dengan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan dapat terjadi karena adanya kegiatan (aktivitas) yang dilakukan oleh manusia maupun karena pengaruh alam. Dampak dari kegiatan pembangunan diberbagai sektor di daerah Kota Palu adalah dihasilkannya limbah organik dan anorganik yang semakin banyak, baik jumlah maupun jenisnya. Dalam penelitian ini jumlah dan jenis sampah organik dan anorganik yang terdeposit di sungai Kota Palu maupun di pesisir pantai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat dapat dilihat dalam Gambar 5 sampai dengan Gambar 10. Sampah-sampah tersebut jika tidak dikelolah akan menimbulkan pencemaran yang merusak fungsi lingkungan hidup di wilayah pesisir Kota Palu. Daerah pesisir merupakan salah satu dari lingkungan perairan yang mudah terpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat. Wilayah pesisir yang meliputi daratan dan perairan pesisir sangat penting artinya. Lingkungan pesisir terdiri dari bermacam ekosistem yang berbeda kondisi dan sifatnya. Pada umumnya ekosistem kompleks dan peka terhadap gangguan. Rusaknya ekosistem berarti rusak pula sumberdaya didalamnya. Agar akibat negatif dari pemanfaatan beranekaragam dapat dipertahankan sekeci-kecilnya dan untuk mencegah kerusakan ekosistem di wilayah pesisir diperlukan suatu pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan wilayah yang berlandaskan perencanaan menyeluruh dan terpadu didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomi dan ekologi.
37
(a)
Sampah plastik
12
12
Sampah styrofoam
2 4 5
Sampah kain/tekstil
20
Sampah kertas 124
Sampah aluminium Sampah karet Sampah kaca
(b)
Sampah plastik
28,74
162,56
Sampah styrofoam
552,59
66,78 1779,89
Sampah kain/tekstil Sampah kertas
1063,93
Sampah aluminium 210,02
Sampah karet Sampah kaca
Gambar 5. Jumlah Potongan Sampah (unit/jam) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr/jam) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Sungai Palu.
38
(a)
Buah-buahan 6
Sayuran
2
43 9
Daun
20
Sabut kelapa 60
79
Mie Tulang ikan Jeroan ikan Kulit hewan
(b)
Buah-buahan
919,18 482,36 469,98 578,92
Sayuran
751,19 3053,86
Daun Sabut kelapa
3792,6
Mie Tulang ikan
1404,12
Jeroan ikan Kulit hewan
Gambar 6. Jumlah Potongan Sampah (unit/jam) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr/jam) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Sungai Palu.
39
(a)
Sampah plastik Sampah Kaca 40
25
22
Sampah Kain/tekstil
23 33
Sampah karet 328
Sampah kertas
38
Sampah styrofoam Sampah Aluminium
(b)
Sampah plastik
743,54
Sampah Kaca
1268,44
993,56
Sampah Kain/tekstil 4760,68
3866,58
2980,99
Sampah karet Sampah kertas
3041,83
Sampah styrofoam Sampah Aluminium Gambar 7. Jumlah Potongan Sampah (unit/m2) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr/m2) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Timur.
40
(a)
Buah-buahan Sayuran
8
210 265
102 397
31 4 56 84 369
Daun Sabut kelapa Tinja Tulang ikan Kulit udang
4353
Kulit kacang Lamun Kulit telur Kayu/ranting
(b)
Buah-buahan
630,66
Sayuran 87,92
Daun
2371,43
1579,88
Sabut kelapa 9422,71
23801,86
Tinja Tulang ikan
7462,01
Kulit udang Kulit kacang
760,69 283,84
815,19
5056,57
Lamun Kulit telur Kayu/ranting
Gambar 8. Jumlah Potongan Sampah (unit/m2) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr/m2) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur.
41
(a) 23 30
Sampah plastik
74
43
Sampah Kaca
27
Sampah Kain/tekstil
65
Sampah karet 709
Sampah kertas Sampah styrofoam Sampah Aluminium
(b)
Sampah plastik
3291,04
1006,18 670,84 878,65
Sampah Kaca Sampah Kain/tekstil 10701,28
3441,47
Sampah karet Sampah kertas Sampah styloform
2886,96
Sampah Aluminium Gambar 9. Jumlah Potongan Sampah (unit/m2) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr/m2) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Barat.
42
Buah-buahan
(a)
Sayuran Daun 2
Sabut kelapa 274
1123
134
176
72 14 3 27 19 2
Mie Tulang ikan Kulit udang Kulit hewan Kulit kacang Rumput laut/lamun Tinja
(b)
Buah-buahan Sayuran
556,78
675,2
252,36
2433,48
Daun
647,68
Sabut kelapa
1377,85 11377,63
Mie Tulang ikan
4678,92
Kulit udang Kulit hewan
151,19 2100,55
3104,04
Kulit kacang Lamun Tinja
Gambar 10. Jumlah Potongan Sampah (unit/m2) (a) dan Jumlah Berat Sampah (gr/m2) (b) Berdasarkan Kategori Sampah Organik di Kecamatan Palu Barat.
43
Berdasarkan tabel sampah organik dan sampah anorganik nilai data tersebut selanjutnya dirata-ratakan baik dari jumlah potongan maupun berat sampah yang telah dikumpulkan. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan dalam Tabel 11 dan Tabel 12. Tabel 11. Nilai Rata-Rata Sampah Organik Jumlah Berat Jumlah Potongan (g) Potongan
Berat (g)
Jumlah Potongan
Berat (g)
C1
51
2266.5 B1
147
6499.25
A1
3463
18014
C2
77
4677.2 B2
107
6582.38
A2
2445
14619
C3
21
2333.4 B3
337
11368.62
A3
2052
12340
C4
21
3488.6 B4
145
10730.31
A4
1038
8392.3
2249.5
13341
∑
42.5 3191.4 196.33 8795.14 Keterangan : C1-C4 = Lokasi Sungai B1-B4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Barat A1-A4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Timur Jumlah Potongan
(a)
4000 3000 2000 1000 0 A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4
C1
C2
C3
C4
(b)
Jumlah Berat (gr)
Stasiun Penelitian
20000 15000 10000 5000 0 A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4
C1
C2
C3
C4
Stasiun Penelitian
Gambar 11. Grafik Jumlah Rata-Rata Potongan (unit) (a) dan Jumlah RataRata Berat (gr) Sampah Organik.
44
Jumlah sampah organik yang dihasilkan dalam penelitian ini dengan jelas dapat dilihat dalam Tabel 11. Nilai rata-rata jumlah potongan sampah organik terbanyak terdapat dilokasi A1- A4 yaitu sebanyak 2249.5 diikuti oleh lokasi B1 – B4 sebanyak 196.33 dan C1-C4 sebanyak 42.5. Sedangkan untuk nilai tertinggi rata-rata berat potongan sampah terdapat dilokasi B1-B4 yaitu 8795.14 diikuti oleh lokasi A1-A4 seberat 13341 dan C1-C4 seberat 3191.4. Tabel 12. Nilai Rata-Rata Sampah Anorganik Jumlah Berat Jumlah Potongan (g) Potongan Berat (g) C1 30 618.53 B1 216 7109.46
A1
Jumlah Berat Potongan (g) 106 3423.7
C2
84
1094.9 B2
290
3677.68
A2
151
3902.3
C3
38
1858.4 B3
250
7062.62
A3
155
5932.5
C4
27
271.23 B4
209
209
A4
97
4024.6
∑
44.75
241.25
4514.69
127.25
4320.8
960.76
(a)
Jumlah Potongan
Keterangan : C1-C4 = Lokasi Sungai B1-B4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Barat A1-A4 = Lokasi Pesisir Kecamatan Palu Timur 300 200 100 0 A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4
C1
C2
C3
C4
C1
C2
C3
C4
(b)
Jumlah Berat (gr)
Stasiun Penelitian
8000 6000 4000 2000 0 A1
A2
A3
A4
B1
B2
B3
B4
Stasiun Penelitian
Gambar 12. Grafik Jumlah Potongan dan Berat Sampah Anorganik
45
Jumlah nilai rata-rata sampah anorganik yang terdeposit didaerah intertidal dalam penelitian ini berdasarkan hasil data tabel diatas menunjukan bahwa jumlah potongan sampah anorganik terdapat dilokasi B1-B4 yaitu sebanyak 241.25 potong selanjutnya lokasi A1-A4 sebanyak 127.25 potong dan lokasi C1-C4 sebanyak 44.75 potong. Menilik berat rata-rata potongan sampah anorganik, nilai berat tertinggi terdapat dilokasi B1-B4 yakni dengan berat 4514.69 yang selanjutnya diikuti lokasi A1-A4 dan C1-C4 masing-masing seberat 4320.8 dan 960.76. 4.4
Analisis Kualitas Perairan Teluk Kota Palu Jacobsen et.al., (2010) menyatakan bahwa terdapat dua fatkor yang
mempengaruhi kualitas perairan yaitu faktor alam dan faktor aktivitas manusia. Faktor alam dapat terjadi pada saat air telah sampai ke bumi, infiltrasi kedalam tanah atau mengalir dipermukaan tanah. Komposisi kimia tanah atau batuan yang dilalui air tersebut akan memberikan andil terhadap bagaimana kualitas air, karena selama pergerakan air tersebut terjadi pelarutan secara alami (Morris, 2007). Kondisi kualitas perairan Sungai Palu dan di pesisir Teluk Kota Palu dapat dilihat dalam Tabel 13 diberikut ini. Tabel 13. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Sungai Palu HASIL ANALISA NO PARAMETER SATUAN KA 1 KA 2 KA 3 1.
Temperatur
2.
0
BAKU MUTU *
C
29,5
29,0
29,6
Padatan Tersuspensi
mg/l
25,21
26,42
25,14
50
3.
BOD
mg/l
1,55
1,35
1,52
3
4.
COD
mg/l
3,11
2,75
3,04
25
5.
Turbiditas
NTU
47,00
52,00
48,00
6.
Salinitas
PSU
0,00
0,00
0,00
7.
NO3 sebagai N
mg/l
3,21
3,45
3,18
8.
NH3-N
mg/l
0,00
0,00
0,00
9.
NO2-N
mg/l
0,02
0,03
0,02
10
0,06
Keterangan : * = Baku Mutu Air Berdasarkan PP.RI No.82 Th.2001 Kelas II
46
Tabel 14. Hasil Analisa Parameter Kualitas Air di Pesisir Teluk Kota Palu HASIL ANALISA BAKU MUTU NO PARAMETER SATUAN ** KB 1 KB 2 KB 3 (Alami) 1.
Suhu
2.
0
C
30,3
29,8
30,2
Coral : 28-30 Bakau : 28-32
Padatan Tersuspensi
mg/l
32,21
30,55
31,45
Coral : 20 Bakau :80
3.
BOD
mg/l
0,65
0,63
0,66
20
4.
COD
mg/l
1,69
1,71
1,69
5.
Turbiditas
NTU
38
32
38
6.
Salinitas
PSU
26
16
28
Coral : 33-34 Bakau : s/d 34
7.
NO3 (Nitrat)
mg/l
0,05
0,05
0,05
0,08
8.
NH3-N
mg/l
0,00
0,00
0,00
0,03
9.
NO2-N (Nitrit)
mg/l
0,03
0,05
0,05
Keterangan : ** = Baku Mutu Air Laut Kep.51/MENLH/2004 Sebaran karakteristik parameter fisika dan kimia dapat menunjukkan seberapa besar tingkat pencemaran yang ada pada masing-masing stasiun pengamatan dengan meggunakan Baku Mutu Berdasarkan Kepmen-LH 51 Tahun 2004 untuk pariwisata dan Baku Mutu Air Berdasarkan PP.RI No.82 Th.2001 Kelas II. Nilai Parameter padatan tersuspensi tertinggi air laut terlihat pada stasiun KB 1 (32,21 mg/l) dan yang terendah pada stasiun KB 2 (30,55 mg/l) sedangkan pada air sungai nilai padatan tersuspensi tertinggi pada stasiun KA 2 (26,42 mg/l) dan nilai terendah berada pada stasiun KA 3 (25,14 mg/l). Perbedaan nilai residu tersuspensi pada masing-masing stasiun baik air sungai dan air laut dipengaruhi oleh limbah yang mengandung padatan terlarut seperti misalnya pengerukan atau sedimentasi yang hanyut oleh run-off
dan
mengendap dikawasan pantai. Nilai padatan tersuspensi yang ada pada setiap stasiun menunjukkan angka yang kurang baik untuk kawasan pesisir pantai. Sedimentasi di teluk sebagian besar berasal dari Sungai Palu sangat mengkhawatirkan. Jika sedimentasi ini tidak diatasi, maka ancaman rob (luapan akibat tingginya permukaan air laut saat pasang) akan mengancam penduduk.
47
Selain itu juga akibat sedimentasi menentukan kemampuan air untuk merambatkan cahaya sangat penting, tanpa sinar matahari fotosisntesis tidak mungkin terjadi dan kehidupan dilaut tidak akan dapat bertahan. Sinar matahari dapat diabsorbsi secara cepat oleh air laut hingga mencapai 100 m pada lautan yang jernih. Pada air yang keruh sinar ini hanya mencapai 10 m hingga 30 m dan untuk perairan yang sangat keruh hanya mencapai 3 m. Penetrasi cahaya ini akan mempengaruhi tipe dan distribusi dari organisme yang ada didalam laut dan suhu dari air laut. Selain padatan tersuspensi fakror Suhu rata-rata untuk perairan sungai di tiga stasiun pengamatan berkisar 290C dan Suhu untuk perairan laut berkisar antara 29-300C. Secara alami menurut baku mutu air laut dapat memungkinkan toleransi suhu untuk karang dan hutan bakau dapat tumbuh dengan baik yaitu pada kisaran suhu 28-320C. Selain parameter fisik, parameter kimia juga mempengaruhi kualitas air suatu perairan. Untuk parameter salinitas air laut pada ketiga lokasi pengamatan berkisar 20-28 PSU. Pada stasiun KB 2 dengan jumlah run-off yang lebih banyak memiliki salinitas yang rendah dibandingkan stasiun KB 1 dan KB 3. Masuknya air limbah dari daratan sangat mempengaruhi salinitas air laut. Beberapa biota termasuk lamun sangat peka terhadap perubahan salinitas, bahkan beberapa biota akan mengalami kematian apabila terjadi perubahan drastis terhadap perubahan salinitas ini. Selanjutnya nilai untuk BOD 5 air sungai (KA 1-KA 3) berkisar antara 1,35 mg/l sampai 1,55 mg/l. Berdasarkan kategori ini air sungai masih dalam keadaan yang baik karena belum melebihi baku mutu yaitu 3 mg/l. Sedangkan untuk air laut berkisar antara 0,63 mg/l sampai 0,66 mg/l. Walaupun belum melebihi nilai baku mutu air laut yakni 20 mg/l namun demikian stasiun yang harus diperhatikan adalah stasiun KB 1 dan KB 3 yang menjadi tempat wisata umum. Pengukuran BOD merupakan cara pengukuran yang sangat populer penggunaannya untuk memeriksa terjadinya cemaran bahan organik, karena dengan cara ini cukup mudah untuk mengukur jumlah dari molekul oksigen yang digunakan oleh bakteri untuk mengoksidasi kandungan bahan organik di dalam sampel air. Oleh karena itu BOD sering diartikan sebagai jumlah oksigen dalam sistem perairan yang dibutuhkan oleh bakteri aerobik untuk menguraikan atau
48
merombak bahan organik dalam air melalui proses oksidasi biokimiawi secara dekomposisi aerobik. Limbah cair yang dihasilkan oleh rumah tangga banyak mengandung bahan organik yang dicirikan dengan tingginya BOD pada air yang tercemar limbah. Selanjutnya untuk kandungan nitrat air sungai nilai tertinggi terlihat pada stasiun KA 2 (3,21 mg/l) dan yang terendah pada stasiun KA 3 (3,18 mg/l). Sedangkan kandungan nitrat dalam air laut memiliki nilai rata-rata 0,05 mg/l disetiap stasiun KB 1 sampai KB 3. Secara keselurah parameter kualitas air sungai masih baik, sedangkan untuk air laut padatan tersuspensi cukup tinggi atau dengan kata lain telah melewati ambang batas baku mutu air laut untuk kualitas pertumbuhan karang. 4.5
Analisis Dampak Sampah Bagi Lingkungan Pesisir Dampak sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan sungai
utama dan pesisir Teluk Kota Palu dapat dilakukan dengan salah satu cara yaitu dengan menggunakan Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis) atau yang lebih dikenal dengan teknik PCA. Analisis Komponen Utama merupakan salah satu teknik ordinasi yang memproyeksikan dispersi matriks data multi dimensional sehingga dapat ditemukan hubungan antara variable dan hubungan antar objek (Haeruman, 1979). Analisis komponen utama dalam Gambar 13 menjelaskan karakteristik kualitas air terhadap parameter suhu, TSS, BOD, COD, turbiditas, salinitas, nitrat, nitrit, dan sampah. Hasil PCA memperlihatkan bahwa informasi penting terhadap sumbu terpusat pada 2 sumbu utama 1 dan 2 dengan kontribusi masing-masing sumbu sebesar 75% dan 16% total sebesar 91%. Korelasi setiap parameter (T = Suhu, TSS = Tersuspensi, BOD, COD, SL = Salinitas, NO 3 , NO 2 , SOP = Sampah Organik Potongan, SOB = Sampah Organik Berat, SAP = Sampah Anorganik Potongan, SAB = Sampah Anorganik Berat) diperlihatkan dalam Tabel 15. Parameter suhu berkorelasi positif dengan salinitas. Semakin tinggi suhu pada perairan akan meningkatkan salinitas. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya evaporasi air dan minimnya presipitasi begitu juga sebaliknya. Korelasi positif lain dapat juga dilihat pada parameter suhu dan nitrat, peningkatan suhu perairan dapat meningkatkan kadar nitrat di perairan karena
49
masuknya bahan pencemar di perairan dapat merubah sistem ekologi perairan yang berdampak pada biota. Potongan sampah organik mempunyai korelasi positif dengan turbiditas. Meningkatnya sampah organik akan meningkatkan kekeruhan suatu perairan yang berdampak pada pencemaran dan penetrasi sinar matahari
ke
perairan,
terhambatnya
sinar
matahari
akan
menurunkan
produkstivitas perairan yang berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan. Potongan sampah anorganik berkorelasi positif dengan nitrit pada perairan, peningkatan sampah anorganik membuat proses nitrifikasi meningkat dan dalam keadaan yang terus menerus dapat mengakibatkan kondisi hipoksia perairan yang berdampak pada menurunnya kualitas air. Organisme klomang juga berkorelasi positif terhadap berat sampah anorganik karena semakin berat/banyak jenis sampah yang ada maka populasi klomang juga meningkat. Menilik hasil analisa PCA antara parameter dalam matriks korelasi karakteristik kualitas air, yang ditunjukkan Gambar 13 bahwa dalam siklus korelasi semua parameter masuk dalam lingkaran di dua sumbu utama masingmasing 16% dan 75% menghasilkan ragam 91%. Hal ini dapat digambarkan bahwa memang adanya korelasi antar parameter kualitas air di Teluk Kota Palu. Lanjutkan Nicoooooooooooo
50
Correlations circle on axes 1 and 2 (91% )
Observations on axes 1 and 2 (91% )
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 -0,5 -1 -1,5 -2 -2,5
KL
0,5 COD BOD NO3 TR
0 -0,5
SAP SAB SOP NO2 SOB SL TSS SH
-1 -1,5 -2
-1
0
1
KB 2
-- axis 2 (16% ) -->
1
2
KA 1 KA 3 KA 2 KB 3 KB 1 -5
-- axis 1 (75% ) -->
0 -- axis 1 (75% ) -->
Biplot on axes 1 and 2 (91% )
-- axe 2 (16% ) -->
-- axis 2 (16% ) -->
1,5
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 -0,5 -1 -1,5 -2 -2,5
KB 2
KA 1 KA 3
COD BOD NO3 KA TR 2
KL
SAP SAB SOP NO2 SOB TSL SS SH KB 3 KB 1
-5
0 -- axe 1 (75% ) -->
5
Gambar 13. Korelasi Karakteristik Kualitas Air Teluk Kota Palu
5
51
Tabel 15. Matriks Korelasi Sampah Organik dan Anorganik Dengan Parameter Kualitas Air T
T
TSS
BOD
COD
TR
SL
NO3
NO2
SOP
SAP
SOB
SAB
KL
1
0.8122
-0.7601
-0.7593
-0.7690
0.8431
-0.8575
0.2397
0.4713
0.1605
0.7609
0.4204
-0.2239
TSS
0.8122
1
-0.9839
-0.9873
-0.8402
0.9787
-0.9682
0.7090
0.6608
0.4109
0.9666
0.6474
-0.4857
BOD
-0.7601
-0.9839
1
0.9992
0.8951
-0.9875
0.9796
-0.8005
-0.7681
-0.5516
-0.9934
-0.7676
0.3833
COD
-0.7593
-0.9873
0.9992
1
0.8783
-0.9850
0.9752
-0.7934
-0.7569
-0.5243
-0.9882
-0.7468
0.4174
TR
-0.7690
-0.8402
0.8951
0.8783
1
-0.9251
0.9423
-0.7133
-0.8322
-0.7409
-0.9363
-0.8948
-0.0590
SL
0.8431
0.9787
-0.9875
-0.9850
-0.9251
1
-0.9981
0.7154
0.7700
0.5171
0.9865
0.7500
-0.3200
NO3
-0.8575
-0.9682
0.9796
0.9752
0.9423
-0.9981
1
-0.7011
-0.7695
-0.5373
-0.9846
-0.7637
0.2690
NO2
0.2397
0.7090
-0.8005
-0.7934
-0.7133
0.7154
-0.7011
1
0.7594
0.8062
0.8111
0.8621
-0.1996
SOP
0.4713
0.6608
-0.7681
-0.7569
-0.8322
0.7700
-0.7695
0.7594
1
0.7290
0.7866
0.8898
0.0380
SAP
0.1605
0.4109
-0.5516
-0.5243
-0.7409
0.5171
-0.5373
0.8062
0.7290
1
0.6253
0.9429
0.4110
SOB
0.7609
0.9666
-0.9934
-0.9882
-0.9363
0.9865
-0.9846
0.8111
0.7866
0.6253
1
0.8199
-0.2799
SAB
0.4204
0.6474
-0.7676
-0.7468
-0.8948
0.7500
-0.7637
0.8621
0.8898
0.9429
0.8199
1
0.2100
KL
-0.2239
-0.4857
0.3833
0.4174
-0.0590
-0.3200
0.2690
-0.1996
0.0380
0.4110
-0.2799
0.2100
1
52
4.6
Pengelolaan Sampah Dengan Pendekatan Refuse Storage, Refuse Collection, Refuse Disposal Serta 3R+P (Reduce, Reuse, Recycle and Participant) Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa bertambahnya volume
sampah merupakan dampak dari berkembangnya sebuah kota, begitu pula dengan Kota Palu terutama di wilayah pesisir pantainya dimana permasalahan sampah menjadi persoalan yang harus segera dikelola dengan baik untuk mendapatkan dampak yang tidak merugikan bagi masyarakat dan lingkungan. Data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu tahun 2008 diperkirakan volume sampah darat untuk kecamatan Palu Barat (360 m3/hari) dan Palu Timur (220 m3/hari) serta volume potongan sampah pesisir (organik dan anorganik) teluk Kota Palu tahun 2011 masing-masing Kecamatan Palu Barat 736 potong sampah organik dan 965 potong sampah anorganik sedangkan untuk Kecamatan Palu Timur terdapat 8998 potong sampah organik dan 509 potong sampah anorganik. Jumlah total kedua kecamatan tersebut baik untuk sampah organik dan anorganik masing-masing adalah Kecamatan Palu Timur sebanyak 9507 potong dan Kecamatan Palu Barat sebanyak 1701 potong. Jumlah sampah tersebut jika tidak diperhatikan dan ditanggulangi secara serius akan semakin bertambah banyak dan berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat serta dapat merubah topografi pesisir pantai. Mengelolah suatu permasalahan tidak terlepas dari prinsip-prinsip pengelolaan itu sendiri yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan (Doyle, 2008). Pengelolaan sampah baik di darat maupun di wilayah pesisir pantai teluk Kota Palu menurut kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu telah ikut melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan tersebut. Pengelolaan sampah menurut Sumarwoto (1999) adalah perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Penanganan masalah sampah baik dalam kota maupun dipesisir pantai memang tidak mudah karena melibatkan banyak pihak, memerlukan teknologi, dana yang cukup besar serta diperlukannya keinginan yang kuat untuk melaksanakannya. Soemarwoto (1999) memandang bahwa
53
pemulung melakukan pekerjaan yang berguna dengan didasari oleh tiga fungsi pemulung yaitu : 1). Memulung merupakan sumber kehidupan/mata pencarian bagi masyarakat yang kurang mampu. 2). Pemulung dapat mengurangi jumlah bahan yang perlu dibuang. 3). Pemulung sebagai bentuk daur ulang, melestarikan materi, energi serta devisa daerah. Dengan demikian, pemulung merupakan tahap pertama dalam sistem daur ulang untuk kategori sampah anorganik sedangkan untuk sampah organik biasanya dijadikan pupuk kompos oleh pemulung yang mendapatkan bahan mentah dari sampah dan mengubahnya menjadi komoditi sehingga dapat menguntungkan keseluruhan sistem pengelolaan sampah walaupun menimbulkan juga masalah-masalah lain. Pengelolaan sampah di pesisir Kota Palu sangatlah diperlukan karena Kota Palu saat ini memiliki rencana pembangunan Center Point Teluk Palu dan Kawasan Pesisir Teluk Palu (BAPPEDA Kota Palu, 2010). Pembangunan Center Point Teluk Palu (CPTP) dan Kawasan Pesisir Teluk Palu dilatarbelakangi oleh hasil kajian revitalisasi kawasan Teluk Palu. Teluk Palu secara alamiah telah menjadi landmark kawasan bagi Kota Palu, serta dapat menjadi andalan untuk dipromosikan pada skala nasional bahkan skala internasional. Teluk Palu memiliki potensi wisata luar biasa yang dapat menunjang perekonomian masyarakat yang berada di sekitar Teluk Palu, bahkan Kawasan Teluk Palu dapat menjadi primadona pendapatan daerah yang secara administrasi memiliki Kawasan Teluk Palu. Potensi ini kini tinggal membutuhkan keseriusan pengelolaan untuk mewujudkannya menjadi kawasan wisata kebanggaan bersama. Oleh karena itu berbagai jenis sampah di pesisir Kota Palu ini untuk pengelolaan tersebut terdapat 3 hal pokok dalam mengurangi sampah yakni : 1). Penyimpanan sampah (refuse storage) 2). Pengumpulan sampah (refuse collection) 3). Pembuangan sampah (refuse disposal) termasuk pengangkutan sampah dan sekaligus pemusnahan sampah.
54
Pengelolaan sampah yang terpadu dan berkelanjutan diperlukan Kota Palu yaitu dengan suatu konsep pengelolaan sampah dengan menggabungkan antara penyimpanan, pengumpulan dan pembuangan sampah serta mengintegrasikan prinsip 3R+P (reduce, reuse, recycle dan Partisipant). Reduce adalah mengurangi timbunan sampah pada sumbernya. Reuse adalah sampah yang ada dimanfaatkan sesuai fungsi awal, baik dengan merubah bentuknya atau tetap seperti semula, sedang recycle adalah proses pengolahan sampah yang dapat menghasilkan produk yang bermanfaat kembali. Pendekatan reduce, reuse, recycle memiliki tiga manfaat, yaitu: (1) mengurangi ketergantungan terhadap TPA sampah yang semakin sulit didapatkan, (2) meningkatkan efisiensi pengolahan sampah, dan (3) menciptakan peluang usaha bagi masyarakat. Penerapan reduce, reuse, recycle pada pengelolaan sampah akan berhasil dengan baik bila dilakukan dengan melibatkan partisipasi seluruh aktor (stake holders) terkait, seperti pemerintah, pengusaha, LSM, dan masyarakat. Keberhasilan pengelolaan sampah secara terpadu ini tergantung dari partisipasi masyarakat, sebagai penghasil utama sampah. Partisipasi masyarakat ini dapat berupa pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik dalam proses pewadahan, atau melalui pembuatan kompos dalam skala keluarga dan mengurangi penggunaan barang yang tidak mudah terurai. Konsep atau model pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan dapat dilihat dalam Gambar 14. Armada pengangkutan sampah yang dimiliki Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat dilihat dalam Tabel 16 berikut ini : Tabel 16. Jenis, Jumlah dan Kondisi Peralatan Penanganan Sampah No
Jenis Peralatan
Jumlah
1.
Truck Pengangkut
20
Baik 10
Kondisi Rusak 5
2.
Container
12
10
2
-
3.
Gerobak Sampah
25
21
4
-
4.
Excavator
1
1
-
-
5.
Mesin Pencacah
1
1
-
-
Sumber : Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Palu, 2011
Rusak Berat 5
55
Berdasarkan tabel diatas dapat dikatakan bahwa sumberdaya berupa peralatan yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu Belum cukup memadai untuk pengelolaan sampah Kota Palu. Ali (2010) menyatakan bahwa untuk mengangkut sampah di Kota Palu dengan wilayahnya yang cukup luas idealnya dibutuhkan sedikitnya 35 buah truck sampah.
Gambar 14. Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
4.7
Persepsi Masyarakat Terhadap Sampah di Sungai dan Pesisir Teluk Kota Palu Persepsi masyarakat terhadap masalah sampah organik maupun anorganik
di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu cukup bervariasi. Untuk mengetahui tingkat persepsi dari masyarakat tersebut digunakan teknik wawancara dengan menyebarkan kuisioner secara random diempat titik lokasi penelitian yaitu bentaran sungai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat serta pesisir pantai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat sebagai data awal dalam pengelompokan beberapa pertanyaan dasar tentang sampah. Keempat lokasi penelitian tersebut disebar masing-masing 20 kuisioner (responden), jadi total kesemuanya adalah 80 kuisioner (responden) yang dihasilkan.
56
Jenis pertanyaan yang disadurkan dapat dilihat dalam lampiran 8. Beberapa pertanyaan penting berdasarkan kategori pengamatan yang dapat menggambarkan tentang hubungannya dengan pencemaran sampah diantaranya adalah pendapatan masyarakat, jumlah berat buangan sampah (Kg/hari) serta penanganan sampah yang dihasilkan setiap hari. a.
Pendapatan Masyarakat Korelasi antara pendapatan masyarakat dengan pencemaran sampah adalah
semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang/keluarga diasumsikan semakin banyak juga sampah yang dihasilkan sebagai hasil akhir dari suatu aktivitas. Gambar 15 (a) menjelaskan bahwa pendapatan masyarakat/responden secara persentase jumlah pendapatan di bentaran sungai kecamatan Palu Timur dimulai dari sebagian besar berpenghasilan per-bulannya Rp.500.000-Rp.1.000.000 (65%) kemudian berturut-turut penghasilan sebesar Rp.1.000.000-Rp.2.000.000 (20%), Rp.2.000.000-Rp.3.000.000 (10%), Rp.3.000.000-Rp.4.000.000 (5%) dan yang terakhir adalah lebih dari Rp.5.000.000 (0%). Gambar 15 (b) menunjukkan bahwa masyarakat/responden yang berada disepanjang pesisir pantai kecamatan Palu Timur
rata-rata
kemudian
berpenghasilan
berturut-turut
sebesar
Rp.500.000-Rp.1.000.000
Rp.1.000-000-Rp.2.000.000
(20%),
(70%)
Rp.2.000.000-
Rp.3.000.000 (10%) yang terakhir Rp.3.000.000-Rp.4.000.000 dan yang berpenghasilan lebih dari Rp.5.000.000 masing-masing (0%). Gambar 16 (a) memperlihatkan bahwa nilai persentase pendapatan masyarakat/responden di bentaran sungai kecamatan Palu Barat lebih variatif. Hal ini dapat dilihat dari besaran nilai persentase pendapatan Rp.500.000Rp.1.000.000
(80%)
berturut-turut
Rp.1.000.000-Rp.2.000.000
(15%),
penghasilan lebih dari Rp.5.000.000 (5%) terakhir Rp.2.000.000-Rp.3.000.000 dan Rp.3.000.000-Rp.4.000.000 sebesar (0%). Gambar 16 (b) berturut-turut menunjukan variatif nilai persentase tertinggi mulai dari pendapatan sebesar Rp.500.000-Rp.1.000.000
(40%),
Rp.1.000.000-Rp.2.000.000
(30%),
Rp.2.000.000-Rp.3.000.000 (25%), Rp.3.000.000-Rp.4.000.000 (5%) dan yang terakhir penghasilan lebih dari Rp.5.000.000 sebesar (0%).
57
(a)
Rp.500.000Rp.1.000.000 5% 0%
Rp.1.000.000Rp.2.000.000
10%
Rp.2.000.000Rp.3.000.000
20% 65%
Rp.3.000.000Rp.4.000.000 < Rp.5.000.000
(b) 0%
Rp.500.000Rp.1.000.000
0%
Rp.1.000.000Rp.2.000.000
10% 20% 70%
Rp.2.000.000Rp.3.000.000 Rp.3.000.000Rp.4.000.000 < Rp.5.000.000
Gambar 15. Pendapatan Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur.
58
a
Rp.500.000Rp.1.000.000
0% 5%
0%
Rp.1.000.000Rp.2.000.000
15%
80%
Rp.2.000.000Rp.3.000.000 Rp.3.000.000Rp.4.000.000 < Rp.5.000.000
b
Rp.500.000Rp.1.000.000
5% 0% 25%
40%
30%
Rp.1.000.000Rp.2.000.000 Rp.2.000.000Rp.3.000.000 Rp.3.000.000Rp.4.000.000 < Rp.5.000.000
Gambar 16. Pendapatan Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat.
59
b.
Berat Buangan Sampah Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume
sampah
barang/material
sebanding yang
di
dengan
gunakan
tingkat sehari-hari.
konsumsi Gambar
terhadap 17
(a)
memperlihatkan nilai persentase berat (kg) buangan sampah per-hari dibentaran sungai kecamatan Palu Timur berturut-turut mulai dari yang tertinggi adalah ± 1 kg (65%), ± 2 kg (25%), ± 4 kg dan 5 kg masingmasing (5%) dan terakhir ± 3 kg (0%). Gambar 17 (b) menunjukkan nilai persentase hasil buangan sampah masyarakat/responden mulai dari yang tertinggi adalah ± 1 kg (75%), ± 2 kg (15%), < 5 kg (10%), hasil buangan sampah ± 3 kg dan ± 4 kg masing-masing (0%). Gambar 18 (a) memperlihatkan nilai persentase berat buangan sampah (kg/hari) di bentaran sungai kecamatan Palu Barat dimulai dari yang tertinggi adalah ± 1 kg (75%), ± 2 kg (15%), lebih dari 5 kg (10%) sedangkan untuk berat sampah ± 3 kg dan 4 kg masing-masing sebesar (0%). Gambar 18 (b) juga menunjukkan berat buangan sampah ± 1 kg (75%), kemudian selanjutnya berat sampah lebih dari 5 kg cukup besar yaitu (20%), selanjutnya berat sampah ± 2 kg (5%), ± 3 kg dan 4 kg memiliki nilai persentase yang sama yakni (0%).
60
a
1 kg 0% 5% 5%
2kg 25% 65%
3kg 4kg < 5kg
b
1 kg 0%
0%
15%
2kg
10%
3kg 75%
4kg < 5kg
Gambar 17. Berat Buangan Sampah (Kg/hari) di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur.
61
a
1 kg 0%
0%
15%
2kg
10%
3kg 75%
4kg < 5kg
b
1 kg
0% 0% 5%
2kg
20%
3kg 75%
4kg < 5kg
Gambar 18. Berat Buangan Sampah (Kg/hari) di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat.
62
a.
Penanganan/Pengelolaan Sampah Konsep pengelolaan sampah diempat lokasi penelitian yakni bentaran
sungai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat serta pesisir kecamatan Palu Timur dan Barat memiliki persoalan yang mendesak dan cukup sulit untuk diatasi seperti kurangnya fasilitas TPS (Tempat Pembuangan Sementara) serta kurang berfungsinya
distribusi
pengangkutan
oleh
armada/truk
sampah
yang
memungkinkan masyarakat langsung membuang sampahnya ke sungai atau ke pesisir pantai dengan alasan lebih mudah dijangkau. Diagram persentase dalam Gambar 19 (a) (b) dan Gambar 20 (a) (b) memperlihatkan bahwa dalam penanganan/pengelolaan sampah setiap hari diempat titik lokasi penelitian yaitu di bentaran sungai kecamatan Palu Timur dan Palu Barat serta pesisir kecamatan Palu Timur dan palu Barat ini sangat bervariasi. Lokasi bentaran sungai kecamatan Palu Timur dan pesisir pantai kecamatan Palu Barat lebih memilih buangan sampahnya secara langsung ke sungai atau ke lingkungan pesisir pantai. Hasil persentasi dalam Gambar 19 (a) dan Gambar 20 (b) menunjukkan masing-masing lokasi tersebut yaitu 90% dan 80%. Hasil lain menunjukan bahwa dalam penanganan sampah masyarakat di bentaran sungai kecamatan Palu Barat dan pesisir pantai kecamatan Palu Timur lebih memilih untuk membuang sampahnya ke TPS. Persentasi dalam Gambar 19 (b) dan Gambar 20 (a) memperlihatkan masing-masing lokasi penelitian yaitu 43% dan 55%. Responden lainnya juga dalam lokasi ini memilih membuang sampahnya secara langsung ke sungai dan pesisir pantai atau membuat lubang kemudian dibakar. Lokasi pengambilan data responden di Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan Palu Barat memperlihatkan beragamnya pola atau tingkah laku dalam penanganan/pengelolaan
sampah
di
masing-masing
wilayah
tersebut.
Penanganan/pengelolaan sampah masyarakat di bentaran sungai Kecamatan Palu Timur berdasarkan hasil observasi dominan lebih memilih untuk membuang secara langsung ke sungai atau pesisir pantai di sebabkan karena menurut masyarakat lebih mudah atau lebih praktis untuk dilakukan setiap hari, selain itu tidak tersedianya TPS yang memadai dilingkungan mereka telah menjadikan alasan ini tepat untuk dilakukan. Alasan lainnya yaitu letak pemukiman penduduk
63
yang jarakanya relatif lebih dekat ke arah sungai bila di bandingkan dengan lokasi pemukiman penduduk di Kecamatan Palu Barat yang jaraknya relatif jauh dari arah sungai. Kondisi pemukiman di Kecamatan Palu Barat yang relatif jauh dari sungai ini lebih memilih membuang sampahnya ke TPS terdekat kemudian membuat lubang tempat penimbunan atau pembakaran sampah. Masyarakat di Kecamatan Palu Barat lebih memilih untuk membuat TPS atau tempat-tempat sampah umum di rumah mereka masing-masing dan juga aktif dalam melakukan program kebersihan secara swadaya yakni dengan menyewa tenaga pengangkut sampah di sekitar lingkungan mereka. Masyarakat dengan pengetahuan yang baik akan arti penting kebersihan lingkungan sepanjang bentaran sungai Kota Palu dan pesisir pantai kebanyakan memilih untuk melakukan upaya pengurangan sampah dengan berbagai cara seperti mengumpulkan, membakar atau menimbun sampah. Masyarakat mulai peduli akan arti penting dari kebersihan lingkungannya bahkan beberapa responden menyarankan agar adanya kegiatan-kegiatan penghijauan serta berinisiatif dengan memberikan retribusi tambahan untuk pengangkutan sampah sekitar lingkungan mereka. Alasan masyarakat melakukan hal tersebut karena keterbatasan armada pengangkutan sampah dari pemerintah kota di lingkungan tempat tinggal mereka. Akan tetapi beberapa reaponden memiliki pandangan yang berbeda responden mengatakan bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain selain membuang sampah secara langsung ke dalam sungai atau ke pesisir pantai. Pandangan yang berbeda ini biasanya adalah tanggapan dari responden yang belum mengetahui akan dampak lingkungan yang kotor. Hasil data responden menunjukkan bahwa terdapat beberapa jenis penyakit yang sering dialami oleh masyarakat dilokasi penelitian ini seperti diare, gatalgatal pada kulit, batuk, pilek dan demam. Dengan informasi mengenai dampak pencemaran di Kota Palu mendatang diharapkan pandangan dan pengetahuan orang akan arti penting lingkungan pesisir pantai terus membaik agar tetap terjaga keseimbangan ekosistem di lingkungan pesisir Kota Palu.
64
a
Dibuang ke sungai/pesisir pantai 0% 10%
Dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)/tempat sampah umum Dibuat lubang penampungan kemudian dibakar
90%
b
Dibuang ke sungai/pesisir pantai 10%
55%
35%
Dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)/tempat sampah umum Dibuat lubang penampungan kemudian dibakar
Gambar 19. Penanganan/Pengelolaan Sampah Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Timur
65
a
Dibuang ke sungai/pesisir pantai
Dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)/tempat sampah umum
24%
33%
43%
Dibuat lubang penampungan kemudian dibakar
b
Dibuang ke sungai/pesisir pantai
10%
10%
80%
Dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)/tempat sampah umum Dibuat lubang penampungan kemudian dibakar
Gambar 20. Penanganan/Pengelolaan Sampah Masyarakat di Bentaran Sungai (a) dan Pesisir Pantai (b) Kecamatan Palu Barat.
66
4.8
Identifikasi Dampak Biologi Sampah Terhadap Makrozoobenthos Di Pesisir Kota Palu Sampah-sampah
organik
dan
anorganik
ini
tidak
hanya
dapat
menimbulkan dampak negatif saja misalnya dapat menurunkan nilai estetika perairan laut tetapi juga dapat berdampak positif. Hal ini dapat dilihat lewat tingkah laku orgaisme laut yang menginvasi sampah laut. Jika keadaan air laut surut, pada umumnya terdapat beberapa jenis organisme laut seperti klomang yang berlindung dibalik sampah-sampah yang ada dari sinar matahari pada saat mereka terekspos secara langsung oleh sinar matahari (Gambar 21).
Gambar 21. Makrozoobenthos (klomang) Diantara Sampah Coe dan Rogers (1997) menyatakan bahwa organisme dapat menggunakan potongan-potongan sampah plastik atau sampah laut lainnya sebagai media transportasi (floating marine debris) untuk berpindah tempat ke daerah baru, dimana mereka dapat mengancam spesies asli yang ada disana, bahkan dapat merubah ekosistem baru itu secara drastis. Barnes (2002) juga menambahkan bahwa sampah laut yang terapung adalah merupakan sistem transportasi laut yang umum diinvasi dan bertanggung jawab untuk penyebaran organisme. Organisme laut (klomang) ini ditemukan dalam lokasi-lokasi kuadran penelitian disepanjang pesisir Kota Palu. Selain itu ditemukan juga beberapa
67
organisme laut (klomang) di luar kuadran penelitian yang menginvasi sampahsampah laut organik dan anorganik yang mengapung. Makrozoobenthos (klomang) yang ditemukan dalam lokasi penelitian (B2) tepatnya di daerah pesisir kecamatan Palu Barat terdapat dua jenis klomang, yaitu satu dari Family Strombidae berjumlah 5 (Strombus labiatus) Roding (1798) ; Dharma (1988,1992), ukurannya 3-4 cm, terdapat di laut dangkal, umum. Kedua Family Naticidae berjumlah 3 (Polinices tumidus) Swainson (1840) ukurannnya 2-4 cm, terdapat di laut dangkal, umum. Selanjutnya organisme laut (klomang) yang ditemukan dalam kuadran (A1) tepatnya di pesisir kecamatan Palu Timur terdapat satu jenis klomang berjumlah 8. Setelah diidentifikasi cangkangnya dari Family Olividae (Oliva caerulea) Roding (1798) ; Dharma (1988,1992) ukurannya 3-5 cm, terdapat di laut dangkal, umum. Kemudian terdapat satu jenis klomang di lokasi (A3) yang setelah diidentifikasi cangkang klomang tersebut dari Family Strombidae berjumlah 7 (Stombus gibberulus) Swainson (1821) ; Dharma (1988,1992) ukurannya 3-6 cm, terdapat di laut dangkal, umum.
68
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya : 1.
Jenis sampah yang terdeposit di Sungai Palu dan pesisir Kota Palu terdiri atas sampah organik dan anorganik yakni sampah plastik, sampah karet, sampah kertas, sampah styrofoam, sampah kaca, sampah kain/tekstil dan sampah aluminium dan sampah organik yang berupa sisa-sisa sayuran, buah-buahan, dedaunan, sabut kelapa, mie, jeroan ikan, tulang ikan, ranting/kayu, kulit udang, kulit hewan, kulit kacang, lamun, kulit telur dan tinja.
2.
Jumlah rata-rata potongan (nilai tertinggi) jenis sampah organik berada di pesisir Kecamatan Palu Timur yakni di pesisir Kelurahan Lere dan Kelurahan Silae sedangkan jumlah rata-rata berat potongan jenis sampah organik berada di pesisir kecamatan Palu Barat yakni di pesisir Kelurahan Besusu dan Kelurahan Talise. Jumlah rata-rata potongan dan berat (nilai tertingi) jenis sampah anorganik berada di pesisir kecamatan Palu Barat.
3.
Dampak pencemaran sampah organik dan anorganik terhadap kualitas perairan disungai dan pesisir Kota Palu berdasarkan hasil Analisa Komponen Utama (Principal Component Analysis-PCA) memiliki korelasi yang saling berkaitan antara parameter kualitas perairan dengan sampah yang dapat menurunkan kualitas lingkungan pesisir Kota Palu.
4.
Metode pengelolaan sampah baik di sungai maupun di pesisir Kota Palu belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya ketersediaan sarana pembuangan sampah di Kecamatan Palu Barat dan Kecamatan Palu Timur.
69
5.2
Saran Mengacu pada hasil pengamatan dan pembahasan serta kesimpulan diatas
maka disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Perlu adanya pemantauan dalam mengendalikan pencemaran yang ada di sepanjang bentaran Sungai Palu dan pesisir Kota Palu. 2. Pengelolaan lingkungan pesisir Kota Palu dalam mengurangi sampah organik dan anorganik penting di lakukan yaitu dengan memberdayakan pemulung sebagai tahap pertama dalam sistem daur ulang kemudian melakukan : a. Penyimpanan sampah (storage) b. Pengumpulan sampah (collection) c. Pembuangan sampah (disposal) termasuk pengangkutan sampah dan sekaligus pemusnahan sampah serta penerapan metode 3R+P. 3. Pengelolaan sampah pesisir kurang diperhatikan dibandingkan sampah dalam kota, sudah saatnya perhatian diberikan kepada lingkungan pesisir ini mengingat fungsi dari pesisir ini bersifat sistemik yang saling mempengaruhi terhadap ekosistem lain. Pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan akan melestarikan lingkungan pesisir ini sehingga fungsinya akan tetap terjaga dengan baik dan sesuai dengan peruntukannya.
70
DAFTAR PUSTAKA
Aimee AK., Erica F., Melanie M., Johnson B., Victor Simon A., Catherine M., 2008. Distribution And Abundance Of Anthropogenic Marine Debris Along The Shelf And Slope Of The Us West Coast. National Marine Fisheries Service, USA. J Marine Pollution 51 (2008) 108–121. Ali A. 2010. Analisis Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Palu Sulawesi Tengah. Tesis Program Pascasarjana Universitas Tadulako Palu. Allison RA., Walker TA., Chiew FHS., O” Neill IC., McMahon TA., 2007. From roads to rivers : Gross Pollutan Removal From Urban Waterways. J Catchment Hydrology 17 (2007) ; 98-157. Angela S., Monica F., Costa., 2008. Methods Applied In Studies Of Benthic Marine Debris. Laboratory of Ecology and Management of Estuarine and Coastal Ecosystems, Oceanography Department, Federal University of Pernambuco Brazil. J Marine Pollution 56 (2008) 226–230. Azwar A., 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Edisi ke-5. Mutiara Sumber Widya. Jakarta. BAPPEDA [Badan Perencanaan Pembangunan Daerah] Kota Palu., 2010. Data Jumlah Penduduk dan sarana prasarana Kota Palu. [Laporan]. PaluSulawesi Tengah. Brown, SL., Cox R., Feunteun E., Thorin S., Lefeurvre JC., 2003. Overview of the EUROSAM project and a Decision Support System. J Continental Shelf Research 23 (2003);1617-1634. Barnes 2005., In Proc. 11th Int. Bryozool. Assoc. Conf. Smithsonian Tropical Res. Inst. Panama. Carey M., Mary JD., Elizabeth F., Christopher S., Christine W., 2007. Factors affecting marine debris deposition at French Frigate Shoals, Northwestern Hawaiian Islands Marine National Monument, 1990–2006. Marine Debris Program Honolulu-USA. J Marine Pollution 54 (2007) 1162–1169. Chang YC., Hong MT., 2008. A system dynamic based DSS for sustainable coral reef management in Kenting coastal zone, Taiwan. J Ecological Modelling 211(2008);153-168. Cummins KW., 1975. Macroinvertebrates. In B.A. Whitton, (Ed.) River Ecology. Blackwell Scientific Publ. Oxford, England.
71
Coe JM., Rogers DB., 1997. Marine debris: sources, impacts, and solutions. University of Virginia- Springer. USA. Dahuri, R., Rais J., Ginting SP., Sitepu Mj., 2004. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Paramitha. Jakarta Damar A., Setyobudiandi I., Sulistiono., Yulianda F., Kusmana C., Hariadi S., Sembiring A., Bahtiar., 2009. Sampling Dan Analisis Data Perikanan Dan Kelautan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan-IPB. Bogor. Dharma B., 1992. Siput dan kerang Indonesia, Jilid 1. PT. Sarana Graha, University of California-USA. Diana L., Watters MM., Yoklavich., Milton SL., Donna MS., 2010. Assessing marine debris in deep seafloor habitats off California. Fisheries Ecology Division, Southwest Fisheries Science Center, National Marine Fisheries Service, USA. J Marine Pollution 60 (2010) 131–138. DKPKP (Dinas Kebersihan Dan Pertamanan Kota Palu)., 2010. Data Jumlah infrastruktur Kebersihan dan Pertaman Kota Palu (Laporan). PaluSulawesi Tengah. Doyle M., 2008. An Investigation of Micro-Debris in Plankton Samples Collected-NOAA Surveys in the Southeast Bering Sea and off the U.S. West Coast, 2006-2007, (special attention to Plastic Particles). University of Washington. J Atmosphere and Ocean 195-198. Effendi H., 2003. Telaah Kualitas Air-Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan Perairan. Kanisius-Yogyakarta. Fakhrudin, 1996. Studi Kualitas Lingkungan Perairan Ditinjau Dari Pencemaran Bahan Organik di DAS Musi Bagian Hilir. Tesis IPB. Bogor. Fardiaz S., 1992. Polusi Air Dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. Gordon M., 2006. Eliminating Land-based Discharges of Marine Debris in California: A Plan of Action from The Plastic Debris Project. J Marine Research. California Coastal Commission 210(2006);153-165. Hadiwiyoto S., 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta-Indonesia. Haeruman 1979. Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Husnah, 2006. Inventarisasi Jenis Dan Sumber Bahan Polutan Serta Parameter Biologi Untuk Metode Penentuan Tingkat Degradasi Lingkungan Sungai Musi. Laporan Tahunan Pusat Riset Perikanan Tangkap. Badan Riset Kelautan Perikanan Dan Perairan. Departemen Kelautan Dan Perikanan.
72
Jeff KJ., Liam M., Frances G., 2010. Fatal ingestion of floating net debris by two sperm whales (Physeter macrocephalus). Humboldt State University, Department of Biological Sciences, USA. J Marine Pollution xxx (2010) xxx–xxx. Jose DB., 2002. The Pollution Of The Marine Environment By Plastic Debris: A Review. Ecology and Health Research Centre, Otago-New Zealand. J Marine Pollution 44 (2002) 842–852. Kari M., 2007. Succeeds in Removing Floating Pollution from Waterways-Litter Trap Quietly Captures Trash. Washington, DC. J Storm Water Systems 220-228. Laurie JB., Matthew SK., Christopher FG., 2008. Incidence of marine debris and its relationships with benthic featuresin Gray’s Reef National Marine Sanctuary, Southeast USA. National Oceanic and Atmospheric Administration, Center for Coastal Monitoring and Assessment, USA. J Marine Pollution 56 (2008) 402–413. Laws EA., 1993. Aquatic Pollution, An Introductary Text, Second edition. Inc. USA. Leandro B et al., 2001. Marine Debris and Human Impacts on Sea Turtles on Southern Brazil. Universidade do Vale do Rio dos Sinos-Brazil. J Marine Pollution 42 (2001) 1330-1334. Mahida U.N., 1999. Pencemaran Air Dan Pemanfaatan Limbah Industri. Terjemahan G.A Ticoalu. CV. Rajawali, Jakarta. Nybakken JW., 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Odum EP., 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ke III. T. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Oliver JD., Michael P., Mark AA., Russel B., 2007. Marine Debris Accumulation in the Northwestern Hawaiian Islands: An examination of Rates and Processes. J Marine Pollution 54 (2007) 423–433. Outherbridge TB., 1998. Limbah Padat Di Indonesia, Masalah Atau Sumberdaya. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Palanisamy S., Neelamani S., Yu-Hwan A., Ligy P., Gi-Hoon H., 2007. Assessment of the levels of coastal marine pollution of Chennai city, Southern India. J Water Resour Manage (2007) 21:1187–1206. Russell HB., 2005. Debris Nets In The San Gabriel River – Design And Physical Modeling. Plastic Debris, USA. J Marine Pollution 82 (2005) 332–339.
73
Said EG., 1987. Sampah Masalah Kita Bersama. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta-Indonesia. Sheavly SB., Register KM., 2007. Marine Debris & Plastics: Environmental Concerns, Sources, Impacts and Solutions. J Polym Environ (2007) 15:301–305. Slamet JS., 1994. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soeroto B., 1997. Konsepsi Dan Metoda Penelitian Sampah Maritim Dalam Keterkaitannya Dengan Pendataan Jenis, Kuantitas, Dan Sumber Penghasil Sampah Sulawesi Utara. Seminar Program Pantai Lestari. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan UNSRAT. Manado. Soemarwoto 1999. Ekologi Lingkungan Hidup Dan Pembangunan. Djambatan. Bandung. Tanaka M., Md.Sahidul I., 2009. Impacts Of Pollution On Coastal And Marine Ecosystems Including Coastal And Marine Fisheries And Approach For Management: A Review And Synthesis. Faculty of Fisheries Kyoto University, Kyoto, Japan. J Marine Pollution 48 (2004) 624–649. USAID (United States Agency International Dvelopment), 2006. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Environmental Services Delivery ESP DKI Jakarta. Wardhana WA., 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Jogyakarta. Hal. 32-34. Wardoyo, 1995. Pengelolaan Kualitas Air. Institut Pertanian Bogor Press. BogorIndonesia. Weber CI., 1973 Biological Field and Laboratory Methods For Meashuring the Quality of Surface Waters and Effluents. U.S Env. Prot. Agency. Welch PS., 1978. Limnological Methods. McGraw-Hill International Book Co., New York. Welch EB., 1980. Ecological Effect of Waste Water. Cambrige University Press. London : New York New Rochelle. William GP., Churnside., Timothy S.. Veenstra., David GF., 2007. Marine debris collects within the North Pacific Subtropical Convergene Zone. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), USA. J Marine Pollution 54 (2007) 1207–1211. Wilhm JF., 1975. Biological Indicator Pollution. In B.A. Whitton (Ed.) River Ecologi. Blackwell Scientific Publ. Oxford, England.
74
SMTR
Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Maret-
Juli-
2010
2010
Bulan Kegiatan
Agustus Oktober Maret- April2010
2010
2011
2011
Sept-
Okt-
2011
2011
1 2 3 4 1 2 3 4 12 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 23 4
2
Sidang Komisi I Perbaikan Observasi Tahap I 3
Kolokium Perbaikan Penelitian Penulisan Tesis 4
Seminar Perbaikan Ujian Tesis Perbaikan
75
Lampiran 2. Kepadatan Mutlak, Kepadatan Relatif Sampah Anorganik dan Organik di Sungai Palu, Kecamatan Palu Timur dan Kecamatan Palu Barat.
Kepadatan Mutlak Sampah Anorganik di Sungai Palu a.
(C1) Pukul 06:00 WITA Jumlah Potongan 24
KM(Jml Pot/m2) 0.4
Berat KM(g/m2) (g) 231.37 3.86
Sampah Styrofoam
3
0.05
38.45
0.64
Sampah Kain/Tekstil
1
0.02
348.71
5.81
Sampah Kertas Total
2 30
0.03
21.48 618.53
0.36
Jumlah Potongan 56
KM(Jml Pot /m2) 0.93
Berat (g) 768.49
KM(g/m2)
Sampah Styrofoam
16
0.27
140.38
2.34
Sampah Kertas
4
0.07
14.23
0.24
Sampah Aluminium
1
0.02
115.23
1.92
Sampah Karet
4
0.07
28.74
0.48
Sampah Kaca Total
3 84
0.05
27.78 1094.85
0.46
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
b.
(C2) Pukul 12:00 WITA
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
12.81
76
c.
(C3) Pukul 18:00 WITA KM(Jml Pot/m2)
Sampah Plastik
Jumlah Potongan 23
0.38
Berat (g) 687.67
KM(g/m 2 ) 11.46
Sampah Kertas
6
0.10
31.07
0.52
Sampah Kain/Tekstil
6
0.10
567.54
9.46
Sampah Aluminium
1
0.02
47.33
0.79
Sampah Kaca
2
0.03
524.81
8.75
Total
38
Kategori Sampah Laut
d.
1858.42
(C4) Pukul 24:00 WITA
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Jumlah KM(Jml Pot/m2) Potongan 21 0.35
Berat (g) 92.36
KM(g/m2) 1.54
Sampah Styrofoam
1
0.02
31.19
0.52
Sampah Kain/Tekstil Total
5 27
0.08
147.68 271.23
2.46
77
Kepadatan Relatif Sampah Anorganik di Sungai Palu a.
(C1) Pukul 06:00 WITA Jumlah Potongan 24
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 80
Berat (g) 231.37
KR(g/∑g x 100%) 37.41
Sampah Styrofoam
3
10.00
38.45
6.22
Sampah Kain/Tekstil
1
3.33
348.71
56.38
Sampah Kertas Total
2 30
6.67
21.48 618.53
3.47
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
b.
(C2) Pukul 12:00 WITA Kategori Sampah Laut
Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Potongan x 100%)
Berat (g)
KR(g/∑g x 100%)
Sampah Plastik
56
66.67
768.49
70.19
Sampah Styrofoam
16
19.05
140.38
12.82
Sampah Kertas
4
4.76
14.23
1.30
Sampah Aluminium
1
1.19
115.23
10.52
Sampah Karet
4
4.76
28.74
2.63
Sampah Kaca Total
3 84
3.57
27.78 1094.85
2.54
78
c.
(C3) Pukul 18:00 WITA KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 60.53
Berat (g)
Sampah Plastik
Jumlah Potongan 23
687.67
KR(g/∑g x 100%) 37.00
Sampah Kertas
6
15.79
31.07
1.67
Sampah Kain/Tekstil
6
15.79
567.54
30.54
Sampah Aluminium
1
2.63
47.33
2.55
Sampah Kaca Total
2 38
5.26
524.81 1858.42
28.24
Kategori Sampah Laut
d.
(C4) Pukul 24:00 WITA
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Jumlah KR(Jml Pot/∑pot Potongan x 100%) 21 77.78
Berat (g) 92.36
KR(g/∑g x 100%) 34.05
Sampah Styrofoam
1
3.70
31.19
11.50
Sampah Kain/Tekstil
5 27
18.52
147.68 271.23
54.45
Total
79
Kepadatan Mutlak Sampah Organik di Sungai Palu a.
(C1) Pukul 06:00 WITA Jumlah Potongan 3
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
0.05
Berat (g) 231.37
Daun pisang
4
0.07
338.45
5.64
Batang sayur (nn)
14
0.23
340.71
5.68
Daun Ketapang
11
0.18
201.43
3.36
Kulit pisang
8
0.13
389.43
6.49
Kulit pepaya
5
0.08
261.32
4.36
Kulit ketimun
3
0.05
131.11
2.19
Sayur pare
2
0.03
141.21
2.35
Jantung pisang Total
1 51
0.02
231.48 2266.51
3.86
Kategori Sampah Laut Batang pisang
b.
3.86
(C2) Pukul 12:00 WITA Jumlah Potongan
KM(Jml Pot/m2)
Berat (g)
KM(g/m2)
Batang sayur (nn)
7
0.12
331.37
5.52
Daun Ketapang
8
0.13
198.45
3.31
Mie instant
1
0.02
180.71
3.01
Daun (nn)
14
0.23
171.48
2.86
Cabe keriting
16
0.27
91.43
1.52
Tomat
2
0.03
81.32
1.36
Kulit jeruk
1
0.02
41.11
0.69
Kategori Sampah Laut
80
Kulit jagung
4
0.07
841.21
14.02
Sabut kelapa
3
0.05
919.18
15.32
Sayur kangkung
5
0.08
691.23
11.52
Batang bawang
4
0.07
221.48
3.69
Bawang merah
2
0.03
98.31
1.64
Bawang putih
3
0.05
91.98
1.53
Wortel
4
0.07
247.98
4.13
Tulang ikan
3
0.05
469.98
7.83
Total
77
c.
4677.2
(C3) Pukul 18:00 WITA Jumlah Potongan 2
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
0.03
Berat (g) 587.67
Daun pisang
3
0.05
68.89
1.15
Batang sayur (nn)
2
0.03
131.07
2.18
Daun palem
7
0.12
79.54
1.33
Bawang bombay
3
0.05
297.33
4.96
Sayur bayem
1
0.02
424.81
7.08
Mie
3
0.05
398.21
6.64
Daun (nn) Total
13 34
0.22
345.88 2333.4
5.76
Kategori Sampah Laut Batang pisang
9.79
81
d.
(C4) Pukul 24:00 WITA KM(Jml Pot/m2)
Jeroan ikan
Jumlah Potongan 9
KM(g/m2)
0.15
Berat (g) 482.36
Kulit hewan
2
0.03
751.19
12.52
Bawang merah
3
0.05
147.68
2.46
Bawang putih
3
0.05
223.21
3.72
Sabut kelapa
2
0.03
823.35
13.72
Batok Kelapa
1
0.02
571.51
9.53
Buah nanas Total
1 21
0.02
489.32 3488.62
8.16
Kategori Sampah Laut
8.04
82
Kepadatan Relatif Sampah Organik di Sungai Palu a.
(C1) Pukul 06:00 WITA Jumlah Potongan 3
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 5.88
Berat (g) 231.37
KR(g/∑g x 100%) 10.21
Daun pisang
4
7.84
338.45
14.93
Batang sayur (nn)
14
27.45
340.71
15.03
Daun Ketapang
11
21.57
201.43
8.89
Kulit pisang
8
15.69
389.43
17.18
Kulit pepaya
5
9.80
261.32
11.53
Kulit ketimun
3
5.88
131.11
5.78
Sayur pare
2
3.92
141.21
6.23
Jantung pisang Total
1 51
1.96
231.48 2266.51
10.21
Kategori Sampah Laut Batang pisang
b.
(C2) Pukul 12:00 WITA Jumlah Potongan 7
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 9.09
Daun Ketapang
8
10.39
198.45
4.24
Mie instant
1
1.30
180.71
3.86
Daun (nn)
14
18.18
171.48
3.67
Cabe keriting
16
20.78
91.43
1.95
Tomat
2
2.60
81.32
1.74
Kulit jeruk
1
1.30
41.11
0.88
Kategori Sampah Laut Batang sayur (nn)
Berat KR(g/∑g (g) x 100%) 331.37 7.08
83
Kulit jagung
4
5.19
841.21
17.99
Sabut kelapa
3
3.90
919.18
19.65
Sayur kangkung
5
6.49
691.23
14.78
Batang bawang
4
5.19
221.48
4.74
Bawang merah
2
2.60
98.31
2.10
Bawang putih
3
3.90
91.98
1.97
Wortel
4
5.19
247.98
5.30
Tulang ikan Total
3 77
3.90
469.98 4677.2
10.05
c.
(C3) Pukul 18:00 WITA Jumlah Potongan 2
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 9.52
Daun pisang
3
14.29
68.89
2.95
Batang sayur (nn)
2
9.52
131.07
5.62
Daun palem
7
33.33
79.54
3.41
Bawang bombay
3
14.29
297.33
12.74
Sayur bayem
1
4.76
424.81
18.21
Mie
3
14.29
398.21
17.07
Daun (nn) Total
13 21
61.90
345.88 2333.4
14.82
Kategori Sampah Laut Batang pisang
Berat KR(g/∑g (g) x 100%) 587.67 25.19
84
d.
(C4) Pukul 24:00 WITA
Jeroan ikan
Jumlah Potongan 9
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 42.86
Berat (g) 482.36
KR(g/∑g x 100%) 13.83
Kulit hewan
2
9.52
751.19
21.53
Bawang merah
3
14.29
147.68
4.23
Bawang putih
3
14.29
223.21
6.40
Sabut kelapa
2
9.52
823.35
23.60
Batok Kelapa
1
4.76
571.51
16.38
Buah nanas Total
1 21
4.76
489.32 3488.62
14.03
Kategori Sampah Laut
85
Kepadatan Mutlak Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Timur a.
Kelurahan Lere (A1). Jumlah Potongan 80
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
1.33
Berat (g) 1297.97
Sampah Kaca
3
0.05
372.51
6.21
Sampah Kain/Tekstil
4
0.07
663.13
11.05
Sampah Aluminium
6
0.10
268.26
4.47
Sampah Karet
5
0.08
823.35
13.72
Sampah Kertas
4
0.07
282.81
4.71
4 106
0.07
88.21 3423.7
1.47
KM(g/m2)
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Styrofoam Total
b.
21.63
Kelurahan Lere (A2) Jumlah Potongan 110
KM(Jml Pot/m2) 1.83
Berat (g) 1307.18
Sampah Aluminium
4
0.07
87.53
1.46
Sampah Styrofoam
17
0.28
478.49
7.97
Sampah Kertas
10
0.17
520.37
8.67
Sampah Kaca
5
0.08
1112.22
18.54
Sampah Kain/Tekstil
2
0.03
108.22
1.80
3 151
0.05
288.27 3902.28
4.80
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Karet Total
21.79
86
c.
Kelurahan Silae (A3). Jumlah Potongan 78
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
1.30
Berat (g) 1035.39
Sampah Styrofoam
2
0.03
165.57
2.76
Sampah Kertas
22
0.37
417.03
6.95
Sampah Aluminium
10
0.17
490.78
8.18
Sampah Kaca
27
0.45
1281.91
21.37
Sampah Kain/Tekstil
4
0.07
362.96
6.05
12 155
0.20
2178.9 5932.5
36.32 98.88
Jumlah Potongan 60
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
1.00
Berat (g) 1120.14
Sampah Kaca
3
0.05
214.35
3.57
Sampah Karet
3
0.05
576.06
9.60
Sampah Aluminium
2
0.03
146.99
2.45
Sampah Kain/Tekstil
23
0.38
1907.52
31.79
Sampah Styrofoam
2
0.03
11.27
0.19
Sampah Kertas Total
4 97
0.07
48.23 4024.56
0.80
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Karet Total
d.
17.26
Kelurahan Silae (A4).
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
18.67
87
Kepadatan Relatif Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Timur a.
Kelurahan Lere (A1). Jumlah Potongan 80
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 75.47
Sampah Kaca
3
2.83
332.98
9.73
Sampah Kain/Tekstil
4
3.77
663.13
19.37
Sampah Aluminium
6
5.66
268.26
7.84
Sampah Karet
5
4.72
823.35
24.05
Sampah Kertas
4
3.77
282.81
8.26
4 106
3.77
88.21 3423.7
2.58
Jumlah Potongan 110
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 72.85
Berat (g) 1307.18
KR(g/∑g x 100%) 33.50
Sampah Aluminium
4
2.65
87.53
2.24
Sampah Styrofoam
17
11.26
478.49
12.26
Sampah Kertas
10
6.62
520.37
13.34
Sampah Kaca
5
3.31
1112.22
28.50
Sampah Kain/Tekstil
2
1.32
108.22
2.77
3 151
1.99
288.27 3902.28
7.39
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Styrofoam Total
b.
Berat KR(g/∑g (g) x 100%) 1297.97 37.91
Kelurahan Lere (A2).
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Karet Total
88
c.
Kelurahan Silae (A3). Jumlah Potongan 78
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 50.32
Sampah Styrofoam
2
1.29
165.57
2.79
Sampah Kertas
22
14.19
417.03
7.03
Sampah Aluminium
10
6.45
490.78
8.27
Sampah Kaca
27
17.42
1281.91
21.61
Sampah Kain/Tekstil
4
2.58
362.96
6.12
12 155
7.74
2178.9 5932.5
36.73
Jumlah Potongan 60
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 61.86
Sampah Kaca
3
3.09
214.35
5.33
Sampah Karet
3
3.09
576.06
14.31
Sampah Aluminium
2
2.06
146.99
3.65
Sampah Kain/Tekstil
23
23.71
1907.52
47.40
Sampah Styrofoam
2
2.06
11.27
0.28
Sampah Kertas Total
4 97
4.12
48.23 4024.56
1.20
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Karet Total
d.
Berat KR(g/∑g (g) x 100%) 1035.39 17.45
Kelurahan Silae (A4).
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Berat KR(g/∑g (g) x 100%) 1120.14 27.83
89
Kepadatan Mutlak Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur a.
Kelurahan Lere (A1). Jumlah Potongan 19
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
0.32
Berat (g) 792.36
Bawang merah
8
0.13
251.19
4.19
Bawang putih
3
0.05
117.68
1.96
Biji durian
47
0.78
1113.34
18.56
Cabe keriting
16
0.27
111.48
1.86
Cabe rawit
11
0.18
122.89
2.05
Daun (nn)
59
0.98
161.11
2.69
Jeroan
15
0.25
824.12
13.74
Kulit dur ian
27
0.45
2768.98
46.15
Kulit jagung
29
0.48
1168.78
19.48
Kulit jeruk
18
0.30
372.71
6.21
Kulit kacang
86
1.43
582.74
9.71
Kulit ketimun
19
0.32
290.87
4.85
Kulit nanas
9
0.15
354.78
5.91
Kulit pepaya
17
0.28
287.19
4.79
Kulit pisang
52
0.87
998.78
16.65
Kulit semangka
13
0.22
289.72
4.83
Kulit udang
37
0.62
248.71
4.15
Kategori Sampah Laut Batang sayur (nn)
13.21
90
Lamun
b.
2897
48.28
3428.52
57.14
Sabut kelapa
12
0.20
1897.87
31.63
Sayur kangkung
19
0.32
289.77
4.83
Sayur pare
3
0.05
213.18
3.55
Sayur pitsai
5
0.08
225.81
3.76
Tinja
3
0.05
185.71
3.10
Tulang ikan
28
0.47
344.89
5.75
Kayu/ranting Total
11 3463
0.18
571.19 18014.37
9.52
Jumlah Potongan 6
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
0.10
Berat (g) 192.36
Batang sayur (nn)
31
0.52
451.59
7.53
Biji durian
31
0.52
1047.68
17.46
Cabe rawit
15
0.25
83.34
1.39
Daun (nn)
57
0.95
191.48
3.19
Kulit dur ian
38
0.63
1832.89
30.55
Kulit jagung
22
0.37
991.81
16.53
Kulit kacang
187
3.12
445.42
7.42
Kulit pisang
53
0.88
2768.31
46.14
Kulit udang
33
0.55
268.78
4.48
1922
32.03
2772.71
46.21
Kelurahan Lere (A2) Kategori Sampah Laut Batang bawang
Lamun
3.21
91
Sabut kelapa
3
0.05
2282.74
38.05
Sayur kacang panjang
9
0.15
390.87
6.51
Tulang ikan
19
0.32
317.69
5.29
Kayu/ranting Total
19 2445
0.32
581.19 14618.86
9.69
c.
Kelurahan Silae (A3). Jumlah Potongan 9
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
0.15
Berat (g) 192.36
Batang sayur (nn)
13
0.22
251.19
4.19
Bawang merah
11
0.18
97.68
1.63
Bawang putih
5
0.08
73.34
1.22
Biji durian
37
0.62
1211.48
20.19
Cabe keriting
18
0.30
73.89
1.23
Cabe rawit
12
0.20
52.11
0.87
Daun (nn)
47
0.78
351.12
5.85
Daun pisang
8
0.13
268.98
4.48
Kulit dur ian
23
0.38
1568.78
26.15
Kulit jagung
12
0.20
972.71
16.21
Kulit kacang
53
0.88
282.74
4.71
Kulit nanas
9
0.15
190.87
3.18
Kulit pepaya
11
0.18
112.21
1.87
Kategori Sampah Laut Batang bawang
3.21
92
Kulit pisang
23
0.38
1381.19
23.02
1736
28.93
2489.67
41.49
Sabut kelapa
7
0.12
1998.85
33.31
Kayu/ranting Total
18 2052
0.30
771.18 12340.35
12.85
Jumlah Potongan 14
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
0.23
Berat (g) 192.36
Bawang merah
4
0.07
51.19
0.85
Bawang putih
11
0.18
77.68
1.29
Biji durian
25
0.42
813.34
13.56
Daun (nn)
47
0.78
111.48
1.86
Kulit dur ian
28
0.47
1432.89
23.88
Kulit jagung
12
0.20
821.11
13.69
Kulit jeruk
7
0.12
65.12
1.09
Kulit kacang
43
0.72
268.98
4.48
Kulit sambiki
13
0.22
168.78
2.81
Kulit mangga
12
0.20
172.71
2.88
Kulit pepaya
12
0.20
182.74
3.05
Kulit pisang
29
0.48
590.87
9.85
Jahe
2
0.03
77.98
1.30
Lamun
d.
Kelurahan Silae (A4).
Kategori Sampah Laut Batang sayur (nn)
3.21
93
Kulit udang
14
0.23
113.17
1.89
Kunyit
1
0.02
48.91
0.82
Lamun
695
11.58
731.81
12.20
Sabut kelapa
9
0.15
1124.18
18.74
Terung
1
0.02
111.18
1.85
Kacang panjang
14
0.23
122.19
2.04
Tinja
1
0.02
98.13
1.64
Tulang ikan
9
0.15
98.11
1.64
Tempurung
3
0.05
158.37
2.64
Wortel
6
0.10
223.21
3.72
Kulit telur
8
0.13
87.92
1.47
Kayu/ranting
18
0.30
447.87
7.46
Total
1038
8392.28
94
Kepadatan Relatif Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur a.
Kelurahan Lere (A1). Jumlah Potongan 19
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 0.55
Berat (g) 792.36
KR(g/∑g x 100%) 4.40
Bawang merah
8
0.23
251.19
1.39
Bawang putih
3
0.09
117.68
0.65
Biji durian
47
1.36
1113.34
6.18
Cabe keriting
16
0.46
111.48
0.62
Cabe rawit
11
0.32
122.89
0.68
Daun (nn)
59
1.70
161.11
0.89
Jeroan
15
0.43
824.12
4.57
Kulit dur ian
27
0.78
2768.98
15.37
Kulit jagung
29
0.84
1168.78
6.49
Kulit jeruk
18
0.52
372.71
2.07
Kulit kacang
86
2.48
582.74
3.23
Kulit ketimun
19
0.55
290.87
1.61
Kulit nanas
9
0.26
354.78
1.97
Kulit pepaya
17
0.49
287.19
1.59
Kulit pisang
52
1.50
998.78
5.54
Kulit semangka
13
0.38
289.72
1.61
Kulit udang
37
1.07
248.71
1.38
2897
83.66
3428.52
19.03
Kategori Sampah Laut Batang sayur (nn)
Lamun
95
Sabut kelapa
12
0.35
1897.87
10.54
Sayur kangkung
19
0.55
289.77
1.61
Sayur pare
3
0.09
213.18
1.18
Sayur pitsai
5
0.14
225.81
1.25
Tinja
3
0.09
185.71
1.03
Tulang ikan
28
0.81
344.89
1.91
Kayu/ranting Total
11 3463
0.32
571.19 18014.37
3.17
b.
Kelurahan Lere (A2) Jumlah Potongan 6
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 0.25
Berat (g) 192.36
KR(g/∑g x 100%) 1.32
Batang sayur (nn)
31
1.27
451.59
3.09
Biji durian
31
1.27
1047.68
7.17
Cabe rawit
15
0.61
83.34
0.57
Daun (nn)
57
2.33
191.48
1.31
Kulit dur ian
38
1.55
1832.89
12.54
Kulit jagung
22
0.90
991.81
6.78
Kulit kacang
187
7.65
445.42
3.05
Kulit pisang
53
2.17
2768.31
18.94
Kulit udang
33
1.35
268.78
1.84
Rumput laut
1922
78.61
2772.71
18.97
Kategori Sampah Laut Batang bawang
96
Sabut kelapa
3
0.12
2282.74
15.62
Sayur kacang panjang
9
0.37
390.87
2.67
Tulang ikan
19
0.78
317.69
2.17
Kayu/ranting Total
19 2445
0.78
581.19 14618.86
3.98
c.
Kelurahan Silae (A3). Jumlah Potongan 9
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 0.44
Berat (g) 192.36
KR(g/∑g x 100%) 1.56
Batang sayur (nn)
13
0.63
251.19
2.04
Bawang merah
11
0.54
97.68
0.79
Bawang putih
5
0.24
73.34
0.59
Biji durian
37
1.80
1211.48
9.82
Cabe keriting
18
0.88
73.89
0.60
Cabe rawit
12
0.58
52.11
0.42
Daun (nn)
47
2.29
351.12
2.85
Daun pisang
8
0.39
268.98
2.18
Kulit dur ian
23
1.12
1568.78
12.71
Kulit jagung
12
0.58
972.71
7.88
Kulit kacang
53
2.58
282.74
2.29
Kulit nanas
9
0.44
190.87
1.55
Kulit pepaya
11
0.54
112.21
0.91
Kategori Sampah Laut Batang bawang
97
Kulit pisang
23
1.12
1381.19
11.19
Rumput laut
1736
84.60
2489.67
20.18
Sabut kelapa
7
0.34
1998.85
16.20
Kayu/ranting Total
18 2052
0.88
771.18 12340.35
6.25
d.
Kelurahan Silae (A4). Jumlah Potongan 14
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 1.35
Berat (g) 192.36
KR(g/∑g x 100%) 2.29
Bawang merah
4
0.39
51.19
0.61
Bawang putih
11
1.06
77.68
0.93
Biji durian
25
2.41
813.34
9.69
Daun (nn)
47
4.53
111.48
1.33
Kulit dur ian
28
2.70
1432.89
17.07
Kulit jagung
12
1.16
821.11
9.78
Kulit jeruk
7
0.67
65.12
0.78
Kulit kacang
43
4.14
268.98
3.21
Kulit sambiki
13
1.25
168.78
2.01
Kulit mangga
12
1.16
172.71
2.06
Kulit pepaya
12
1.16
182.74
2.18
Kulit pisang
29
2.79
590.87
7.04
Jahe
2
0.19
77.98
0.93
Kategori Sampah Laut Batang sayur (nn)
98
Kulit udang
14
1.35
113.17
1.35
Kunyit
1
0.10
48.91
0.58
Rumput laut
695
66.96
731.81
8.72
Sabut kelapa
9
0.87
1124.18
13.40
Terung
1
0.10
111.18
1.32
Kacang panjang
14
1.35
122.19
1.46
Tinja
1
0.10
98.13
1.17
Tulang ikan
9
0.87
98.11
1.17
Tempurung
3
0.29
158.37
1.89
Wortel
6
0.58
223.21
2.66
Kulit telur
8
0.77
87.92
1.05
18 1038
1.73
447.87 8392.28
5.34
Kayu/ranting Total
99
Kepadatan Mutlak Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Barat a.
Kelurahan Besusu (B1). Jumlah Potongan 136
KM(Jml Pot/m2) 2.27
Berat KM(g/m2) (g) 3497.87 58.30
Sampah Kaca
27
0.45
1863.11
31.05
Sampah Kain/Tekstil
13
0.22
1028.26
17.14
Sampah Aluminium
7
0.12
113.35
1.89
Sampah Karet
5
0.08
482.81
8.05
Sampah Kertas
8
0.13
85.21
1.42
20 216
0.33
380.85 7109.46
6.35
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Styrofoam Total
b.
Kelurahan Besusu (B2). Jumlah Potongan 233
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
3.88
Berat (g) 2507.78
Sampah Aluminium
6
0.10
57.53
0.96
Sampah Styrofoam
17
0.28
378.49
6.31
Sampah Kertas
30
0.50
220.37
3.67
Sampah Kaca
5
0.08
382.02
6.37
Sampah Kain/Tekstil
2
0.03
88.22
1.47
3 290
0.05
43.27 3677.68
0.72
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Karet Total
41.80
100
c.
Kelurahan Talise (B3). Jumlah Potongan 156
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
2.60
Berat (g) 2035.39
Sampah Styrofoam
4
0.07
215.57
3.59
Sampah Kertas
32
0.53
317.03
5.28
Sampah Aluminium
12
0.20
560.78
9.35
Sampah Kaca
30
0.50
1081.99
18.03
Sampah Kain/Tekstil
4
0.07
562.96
9.38
12 250
0.20
2288.9 7062.62
38.15
Jumlah Potongan 184
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
3.07
Berat (g) 2660.24
Sampah Kaca
3
0.05
114.35
1.91
Sampah Karet
3
0.05
476.06
7.93
Sampah Aluminium
2
0.03
146.99
2.45
Sampah Kain/Tekstil
11
0.18
1207.52
20.13
Sampah Styrofoam
2
0.03
31.27
0.52
4 209
0.07
48.23 4684.66
0.80
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Karet Total
d.
33.92
Kelurahan Talise (B4).
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Kertas Total
44.34
101
Kepadatan Relatif Sampah Anorganik di Kecamatan Palu Timur a.
Kelurahan Besusu (B1). Jumlah Potongan 136
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 62.96
Sampah Kaca
27
12.50
1863.11
26.21
Sampah Kain/Tekstil
13
6.02
1028.26
14.46
Sampah Aluminium
7
3.24
113.35
1.59
Sampah Karet
5
2.31
482.81
6.79
Sampah Kertas
8
3.70
85.21
1.20
20 216
9.26
380.85 7109.46
5.36
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Styrofoam Total
b.
Berat KR(g/∑g (g) x 100%) 3497.87 49.20
Kelurahan Besusu (B2). Jumlah Potongan 233
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 80.34
Berat (g) 2507.78
KR(g/∑g x 100%) 68.19
Sampah Aluminium
6
2.07
57.53
1.56
Sampah Styrofoam
17
5.86
378.49
10.29
Sampah Kertas
30
10.34
220.37
5.99
Sampah Kaca
5
1.72
382.02
10.39
Sampah Kain/Tekstil
2
0.69
88.22
2.40
3 290
1.03
43.27 3677.68
1.18
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Karet Total
102
c.
Kelurahan Talise (B3). Jumlah Potongan 156
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 62.40
Sampah Styrofoam
4
1.60
215.57
3.05
Sampah Kertas
32
12.80
317.03
4.49
Sampah Aluminium
12
4.80
560.78
7.94
Sampah Kaca
30
12.00
1081.99
15.32
Sampah Kain/Tekstil
4
1.60
562.96
7.97
12 250
4.80
2288.9 7062.62
32.41
Jumlah Potongan 184
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 88.04
Sampah Kaca
3
1.44
114.35
2.44
Sampah Karet
3
1.44
476.06
10.16
Sampah Aluminium
2
0.96
146.99
3.14
Sampah Kain/Tekstil
11
5.26
1207.52
25.78
Sampah Styrofoam
2
0.96
31.27
0.67
4 209
1.91
48.23 4684.66
1.03
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Karet Total
d.
Berat KR(g/∑g (g) x 100%) 2035.39 28.82
Kelurahan Talise (B4).
Kategori Sampah Laut Sampah Plastik
Sampah Kertas Total
Berat KR(g/∑g (g) x 100%) 2660.24 56.79
103
Kepadatan Mutlak Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur a.
Kelurahan Besusu (B1). Jumlah Potongan 4
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
0.07
Berat (g) 192.36
Batang sayur (nn)
3
0.05
351.19
5.85
Daun (nn)
11
0.18
347.68
5.79
Cabe keriting
5
0.08
113.34
1.89
Cabe rawit
7
0.12
111.48
1.86
Kulit Kacang
68
1.13
432.89
7.21
Kulit jeruk
2
0.03
121.11
2.02
Kulit Durian
7
0.12
1245.12
20.75
Biji Durian
13
0.22
768.98
12.82
Kulit jagung
3
0.05
468.78
7.81
Kulit pisang
12
0.20
772.71
12.88
Sabut kelapa
3
0.05
982.74
16.38
Tulang ikan Total
9 147
0.15
590.87 6499.25
9.85
Kategori Sampah Laut Daun pisang
b.
3.21
Kelurahan Besusu (B2).
Kategori Sampah Laut Batang sayur
Jumlah Potongan 6
KM(Jml Pot/m2) 0.10
Berat KM(g/m2) (g) 392.36 6.54
Daun (nn)
18
0.30
451.19
7.52
Tinja
2
0.03
647.68
10.79
104
Kulit jagung
5
0.08
788.56
13.14
Kulit pisang
18
0.30
890.59
14.84
Kulit ketimun
13
0.22
456.76
7.61
Sabut kelapa
5
0.08
655.78
10.93
Batang bawang
7
0.12
454.77
7.58
Tulang ikan
18
0.30
786.98
13.12
Kulit hewan
2
0.03
556.78
9.28
Bawang merah
5
0.08
232.14
3.87
Bawang putih Total
8 107
0.13
268.79 6582.38
4.48
c.
Kelurahan Talise (B3). Jumlah Potongan 19
KM(Jml Pot/m2)
KM(g/m2)
0.32
Berat (g) 252.36
Mie
3
0.05
151.19
2.52
Cabe rawit
12
0.20
97.68
1.63
Kulit pisang
82
1.37
2122.89
35.38
Kulit pepaya
12
0.20
246.89
4.11
Sabut kelapa
6
0.10
2889.21
48.15
Wortel
7
0.12
378.32
6.31
Bawang merah
11
0.18
241.42
4.02
Bawang putih
9
0.15
189.74
3.16
Kategori Sampah Laut Kulit udang
4.21
105
Batang bawang
14
0.23
272.81
4.55
Kulit dur ian
21
0.35
2897.89
48.30
Biji durian
33
0.55
1385.91
23.10
Kulit kacang Total
108 337
1.80
242.31 11368.62
4.04
KM(g/m2)
d.
Kelurahan Talise (B4). Jumlah Potongan 1
KM(Jml Pot/m2) 0.02
Berat (g) 192.36
Jantung pisang
1
0.02
451.19
7.52
Batang sayur
8
0.13
447.68
7.46
Daun Ketapang
16
0.27
544.43
9.07
Daun (nn)
23
0.38
564.89
9.41
Kulit semangka
1
0.02
112.45
1.87
Kulit jeruk
7
0.12
215.57
3.59
Kulit jagung
9
0.15
998.87
16.65
Kulit pisang
35
0.58
2542.75
42.38
1123
18.72
2433.48
40.56
Kulit nanas
13
0.22
879.84
14.66
Sayur kangkung
19
0.32
791.87
13.20
Batang bawang Total
11 145
0.18
554.93 10730.31
9.25
Kategori Sampah Laut Sayur pare
Lamun
3.21
106
Kepadatan Relatif Sampah Organik di Kecamatan Palu Timur a. Kecamatan Besusu (B1). Jumlah Potongan 4
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 2.72
Berat (g) 192.36
KR(g/∑g x 100%) 2.96
Batang sayur (nn)
3
2.04
351.19
5.40
Daun (nn)
11
7.48
347.68
5.35
Cabe keriting
5
3.40
113.34
1.74
Cabe rawit
7
4.76
111.48
1.72
Kulit Kacang
68
46.26
432.89
6.66
Kulit jeruk
2
1.36
121.11
1.86
Kulit Durian
7
4.76
1245.12
19.16
Biji Durian
13
8.84
768.98
11.83
Kulit jagung
3
2.04
468.78
7.21
Kulit pisang
12
8.16
772.71
11.89
Sabut kelapa
3
2.04
982.74
15.12
Tulang ikan Total
9 147
6.12
590.87 6499.25
9.09
Kategori Sampah Laut Daun pisang
107
b.
Kelurahan Besusu (B2). Jumlah Potongan 6
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 5.61
Berat (g) 392.36
KR(g/∑g x 100%) 5.96
Daun (nn)
18
16.82
451.19
6.85
Tinja
2
1.87
647.68
9.84
Kulit jagung
5
4.67
788.56
11.98
Kulit pisang
18
16.82
890.59
13.53
Kulit ketimun
13
12.15
456.76
6.94
Sabut kelapa
5
4.67
655.78
9.96
Batang bawang
7
6.54
454.77
6.91
Tulang ikan
18
16.82
786.98
11.96
Kulit hewan
2
1.87
556.78
8.46
Bawang merah
5
4.67
232.14
3.53
Bawang putih Total
8 107
7.48
268.79 6582.38
4.08
Kategori Sampah Laut Batang sayur
108
c.
Kelurahan Talise (B3). Jumlah Potongan 19
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 5.64
Berat (g) 252.36
KR(g/∑g x 100%) 2.22
Mie
3
0.89
151.19
1.33
Cabe rawit
12
3.56
97.68
0.86
Kulit pisang
82
24.33
2122.89
18.67
Kulit pepaya
12
3.56
246.89
2.17
Sabut kelapa
6
1.78
2889.21
25.41
Wortel
7
2.08
378.32
3.33
Bawang merah
11
3.26
241.42
2.12
Bawang putih
9
2.67
189.74
1.67
Batang bawang
14
4.15
272.81
2.40
Kulit dur ian
21
6.23
2897.89
25.49
Biji durian
33
9.79
1385.91
12.19
Kulit kacang Total
108 337
32.05
242.31 11368.62
2.13
Kategori Sampah Laut Kulit udang
109
d.
Kecamatan Talise (B4). Jumlah Potongan 1
KR(Jml Pot/∑pot x 100%) 0.69
Berat (g) 192.36
KR(g/∑g x 100%) 1.79
Jantung pisang
1
0.69
451.19
4.20
Batang sayur
8
5.52
447.68
4.17
Daun Ketapang
16
11.03
544.43
5.07
Daun (nn)
23
15.86
564.89
5.26
Kulit semangka
1
0.69
112.45
1.05
Kulit jeruk
7
4.83
215.57
2.01
Kulit jagung
9
6.21
998.87
9.31
Kulit pisang
35
24.14
2542.75
23.70
Rumput laut
1123
774.48
2433.48
22.68
Kulit nanas
13
8.97
879.84
8.20
Sayur kangkung
19
13.10
791.87
7.38
Batang bawang Total
11 145
7.59
554.93 10730.31
5.17
Kategori Sampah Laut Sayur pare
110
Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian
111
112