ANALISIS KOMPARATIF PENILAIAN PERSEDIAAN DAN EARNING PER SHARE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG MENGGUNAKAN METODE FIFO DAN AVERAGE
SKRIPSI Program Studi Akuntansi
NAMA : RIKO CANDRA ROMDHONI NIM
: 43205010204
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2009
ANALISIS KOMPARATIF PENILAIAN PERSEDIAAN DAN EARNING PER SHARE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG MENGGUNAKAN METODE FIFO DAN AVERAGE
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA EKONOMI Program Studi Akuntansi – Strata 1
NAMA : RIKO CANDRA ROMDHONI NIM
: 43205010204
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCUBUANA JAKARTA 2009
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Riko Candra Romdhoni
NIM
: 43205010204
Program Studi : Akuntansi S-1
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah murni hasil karya sendiri. Apabila saya mengutip dari karya orang lain, maka saya mencantumkan sumbernya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya bersedia dikenai sanksi pembatalan skripsi ini apabila terbukti melakukan tindakan plagiat (penjiplakan).
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta, Juni 2009
(Riko Candra Romdhoni) NIM : 43205010204
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Riko Candra Romdhoni
NIM
: 43205010204
Program Studi
: Akuntansi S-1
Judul
: Analisis Komparatif Penilaian Persediaan dan Earning Per Share Pada Perusahaan Manufaktur yang Menggunakan Metode FIFO dan Average.
Tanggal Ujian Skripsi
:
Disahkan oleh, Pembimbing,
Dra. Muti’ah M.Si Tanggal :
Dekan,
Ketua Program Studi Akuntansi
Dra. Yuli Harwani, MM.,
Nurul Hidayah SE., Ak., M.Si
Tanggal :
Tanggal :
LEMBAR PENGESAHAN DEWAN PENGUJI
Skripsi Berjudul
ANALISIS KOMPARATIF PENILAIAN PERSEDIAAN DAN EARNING PER SHARE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG MENGGUNAKAN METODE FIFO DAN AVERAGE
Dipersiapkan dan Disusun oleh : Riko Candra Romdhoni NIM : 43205010204 Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal…… Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
Susunan Dewan Penguji Ketua Penguji/Pembimbing Sripsi
Dra. Muti’ah M.Si Anggota Dewan Penguji
Sri Rahayu, SE., M.Ak Anggota Dewan Penguji
Marsyaf, SE, Ak
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Analisis Komparatif Penilaian Persediaan dan Earning Per Share Pada Perusahaan Manufaktur yang Menggunakan Metode FIFO dan Average.” Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi Fakultas Universitas Mercu Buana. Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Allah SWT atas segala Rahmat-Nya ynag memberikan segala jalan dan kemudahan dari setiap kesulitan yang dialami. 2. Untuk Orang tua atas segala ketulusan, keikhlasan, doa, kasih sayang yang melimpah, dukungan dan semangat yang telah diberikan. 2. Untuk Kakak yang telah banyak memberikan dorongan, perhatian, motivasi dan semangat untuk Penulis. 3. Ibu Dra. Yuli Harwani, MM., selaku Dekan Universitas Mercu Buana. 4. Ibu Nurul Hidayah, SE., AK., M.Si., selaku Kepala Jurusan Program Akuntansi S-1 Universitas Mercu Buana. 5. Ibu Dra. Muti’ah, M.Si., selaku Dosen Pembimbing dan Akademik dan Skripsi.
6. Para Dosen Pengajar Program Jurusan Akuntansi S-1 yang telah memberikan ilmu-ilmu ynag bermanfaat. 7. Ibu Agustina selaku dosen Metodologi penelitian, yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman seperjuangan Bowo, Oki, Wahyu,Robert, Iyan, Essy, Nuke, Risma, Rina, Ayu, Rere, sahabat-sahabat yang selalu memberikan doa, semangat dan motivasi. 9. Semua teman-teman FE-Akuntansi S1, khususnya angkatan 2005 yang namannya tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas semua bantuan dan doanya semoga teman-teman semua selalu dalam lindungan-Nya dan sukses selalu. Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu diharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis agar dapat lebih baik dikemudian hari. Akhirnya Penulis mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada semua pihak yang telah membantu sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga SWT memberikan rahmat dan karunia-Nya, agar penulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Juni 2009
Penulis
ANALISIS KOMPARATIF PENILAIAN PERSEDIAAN DAN EARNING PER SHARE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG MENGGUNAKAN METODE FIFO DAN AVERAGE
DISUSUN OLEH : RIKO CANDRA ROMDHONI 43205010204
ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara penilaian persediaan dan earning per share pada perusahaan manufaktur yang menggunakan metode FIFO dan Average. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif, yaitu membandingkan nilai persediaan dan earning per share antara perusahaan manufaktur yang menerapkan metode FIFO dan Average. Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu persediaan dan earning per share pada perusahaan yang menggunakan metode FIFO dan Average. Data diperoleh dari penelitian kepustakaan, yaitu data laporan keuangan tahunan, buku, literature, jurnal-jurnal, mengenai teori dan hal lain yang berhubungan erat baik secara langsung maupun tidak langsung dengan penelitian yang dibahas. Metode analisis data yang digunakan yaitu uji Mann-Whitney yang bertujuan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel yang berukuran tidak sama. Sampling Frame didasarkan pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang termuat pada Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM). Dari hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan pengujian MannWhitney U menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara nilai Persediaan pada perusahaan yang menerapkan metode FIFO dan Average, sedangkan pada Earning per Share tidak terdapat nilai perbedaan antara perusahaan yang menerapkan metode FIFO dan Average.
Kata kunci : Average, FIFO, Persediaan, Earning per Share.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..........................................................................
i
HALAMAN JUDUL .............................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI...................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI.........................
iv
LEMBAR PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ..................................
v
KATA PENGANTAR ...........................................................................
vi
ABSTRAKSI .........................................................................................
viii
DAFTAR ISI..........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL..................................................................................
xii
BAB I : PENDAHULUAN....................................................................
1
A. Latar Belakang Penelitian .................................................
1
B. Perumusan Masalah ..........................................................
4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................
4
BAB II : LANDASAN TEORI..............................................................
6
A. Pengertian Persediaan......................................................
6
1. Jenis persediaan .........................................................
8
2. Fungsi persediaan ......................................................
9
3. Macam-macam biaya persediaan ..............................
10
B. Metode Penilaian Persediaan...........................................
11
1. Metode harga pokok ..................................................
12
a. Identifikasi khusus ...............................................
12
b. Metode FIFO .......................................................
14
c. Metode LIFO .......................................................
15
d. Metode rata-rata...................................................
16
2. Metode taksiran...........................................................
17
a. Metode laba kotor ................................................
17
b. Metode harga eceran............................................
19
3. Metode penilaian persediaan selain harga pokok .......
21
a. Metode harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah .............................
21
b. Penilaian pada nilai realisasi bersih.....................
23
C. Perbandingan antara metode FIFO, LIFO, dan Rata-rata
23
D. Pelaporan Persediaan.......................................................
27
E. Penentuan Nilai dan jumlah Persediaan ..........................
28
F. Laba per Saham ...............................................................
29
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ............................................
32
A. Gambaran Umum ............................................................
32
B. Metode Penelitian...........................................................
36
C. Hipotesis ..........................................................................
36
D. Sampel Penelitian ............................................................
38
E. Variabel dan Pengukurannya...........................................
39
F. Metode Pengumpulan Data .............................................
40
G. Metode Analisis Data ......................................................
41
BAB IV : ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN...........................
42
A. Persediaan dan Laba Bersih per Saham............................
42
B. Statistik Deskriptif ...........................................................
42
C. Uji Normalitas Data ..........................................................
44
D.Uji Mann Whitney.............................................................
46
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................
49
A. Kesimpulan.......................................................................
49
B. Saran .................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
51
LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 2.1
Perbandingan Metode FIFO, LIFO, dan Average.............
26
Tabel 3.1
Perusahaan Manufaktur yang Menggunakan FIFO ..........
34
Tabel 3.2
Perusahaan Manufaktur yang Menggunakan Average .....
35
Tabel 5.1
Descriptive Statistics.........................................................
43
Tabel 5.2
One Sample Kolmogorov Smirnov Test...........................
44
Tabel 5.3
Mann Whitney Test-Inventory..........................................
46
Tabel 5.4
Mann Whitney Test-EPS ..................................................
47
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Persediaan merupakan bagian dari harta yang dimiliki oleh perusahaan pabrikasi dan perusahaan dagang dalam bentuk barang dagang dan barang jadi yang tersedia untuk dijual, juga barang dalam proses serta bahan baku, bahan komponen rakitan dan bahan penolong yang akhir tujuannya adalah untuk dijual. Jenis persediaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan dengan perusahaan lain adalah berbeda, tergantung dari jenis dan sifat dari perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, baik perusahaan manufaktur, perusahaan dagang maupun perusahaan jasa selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan,
para
pengusaha
akan
dihadapkan
pada
resiko
bahwa
perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan para langganannya. Hal ini dapat terjadi, karena tidak selamanya barang-barang tersedia setiap saat, yang berarti pula bawa pengusaha akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya diperoleh. Setiap perusahaan memiliki metode akuntansi yang berbeda-beda dalam melaksanakan kegiatan operasional perusahaan. Dalam menentukan metode penilaian persediaan suatu perusahaan harus melihat terlebih dahulu metode penilaian persediaan manakah yang cocok terhadap jenis barang dagangannya dan tingkat perubahan yang terjadi, kemudian membandingkan
metode tersebut dengan metode lainnya untuk menentukan mana diantaranya yang dapat menguntungkan bagi perusahaan. Penentuan metode penilaian persediaan apabila tidak tepat akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan rendahnya tingkat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Persediaan merupakan salah satu aktiva yang mempunyai nilai cukup besar dan arti penting bagi perusahaan. Cushing dan LeClere (1992) mendapatkan bahwa 20% dari total assets adalah berupa persediaan. Permasalahannya adalah bagaimana perusahaan melaporkan nilai persediaan akhir dalam neraca dan pengaruhnya terhadap laba-rugi perusahaan. Alasan perusahaan dalam memilih metode akuntansi adalah untuk memenuhi keinginan para investor dalam kaitannya dengan market value perusahaan, sehingga dalam memilih metode tersebut diharapkan berpengaruh kepada tingkar return yang diharapkan oleh investor. Dari sudut pandang investor, pasar modal merupakan sarana investasi bagi pihak yang mempunyai kelebihan dana dalam jangka pendek maupun jangka menengah. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan, pasar modal adalah salah satu alternatif untuk menambah dana bagi perusahaan. Sumber dana melalui pasar modal dapat berupa obligasi yaitu surat hutang yang diterbitkan oleh perusahaan dengan tingkat bunga tertentu dan dapat diperjual belikan, saham preferen yaitu saham yang mempunyai hak khusus dibandingkan dengan saham biasa, dan saham biasa yaitu surat kepemilikan atas perusahaan yang dapat diperjualbelikan di lantai bursa.
Karena resiko dari berinvestasi di pasar modal lebih besar ada pada saham sehingga para investor sebelum berinvestasi harus mengetahui dulu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga saham. Adapun faktor yang mempengaruhi ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam perusahaan dapat dikendalikan menajemen perusahaan antara lain kinerja perusahaan, pertumbuhan laba, dan perkembangan perusahaan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar perusahaan seperti tingkat suku bunga bank, kebijakan pemerintah, kondisi perekonomian, gejolak politik, indeks saham regional dan internasional, dan lainnya. Jumlah laba bersih seringkali digunakan oleh investor dan kreditor untuk mengevaluasi profitabilitas perusahaan. Namun, laba bersih itu sendiri sulit dipakai dalam membandingkan perusahaan-perusahaan yang memiliki ukuran beragam. Juga, trend laba bersih mungkin sulit dievaluasi, hanya dengan menggunakan laba bersih, jika telah terjadi perubahan yang signifikan dalam ekuitas pemegang saham perusahaan. Jadi, profitabilitas perusahaan biasanya diekspresikan dalam laba per saham. Earning per share adalah rasio untuk menunjukkan pendapatan yang diperoleh setiap lembar saham. Salah satu alasan investor untuk membeli saham adalah untuk mendapatkan deviden, jika nilai laba per saham kecil maka kecil pula kemungkinan perusahaan untuk membagikan deviden. Maka dapat dikatakan investor akan lebih berminat terhadap saham dengan earning per share tinggi dibandingkan saham dengan earning per share rendah.
Dalam perusahaan yang telah go public, perhitungan laba per saham mutlak harus dilakukan. Hal ini berguna agar para pemegang saham dapat mengetahui jumlah deviden yang akan diterima. Selain dibagikan kepada si pemilik modal, laba yang diperoleh digunakan untuk mengembangkan dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Untuk melihat apakah ada perbedaan metode penilaian persediaan dalam menentukan nilai persediaan akhir dan laba per saham untuk mengukur kinerja perusahaan, mendorong penulis untuk memilih judul: “Analisis Komparatif Penilaian Persediaan dan Earning Per Share Pada Perusahaan Manufaktur yang Menggunakan Metode FIFO dan Average.”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang akan dikemukakan adalah sebagai berikut : Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara penilaian persediaan dan earning per share pada perusahaan manufaktur yang menggunakan metode FIFO dan Average ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara nilai persediaan dan earning per share pada perusahaan manufaktur yang menggunakan metode FIFO dan Average. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi Penulis Sebagai syarat lulus guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi, dan untuk menambah
wawasan
mengenai
ilmu
akuntansi
khususnya
tentang
persediaan. Serta dapat menerapkan dalam praktik berdasarkan teori-teori yang telah di pelajari dalam menganalisis nilai persediaan dan earning per share pada perusahaan-perusahaan go public. 2. Bagi Perusahaan Diharapkan dapat menjadi masukkan yang bermanfaat bagi perusahaan sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan dimasa yang akan datang. 3. Bagi Pembaca Memberikan referensi bagi para peneliti yang ingin mendalami atau meneliti metode penilaian persediaan.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Persediaan Persediaan (inventory) adalah pos-pos aset yang dimiliki untuk dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual. Pada dasarnya persediaan akan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi perusahaan manufaktur yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang, selanjutnya menyampaikan kepada konsumen melalui perusahaan dagang. Pengertian persediaan didalam beberapa kepustakaan umumnya mengemukakan definisi yang berbeda meski maksud yang terkandung didalamnya hampir sama. Ikatan Akuntan Indonesia melalui pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Per 1 September 2007, PSAK No. 14, paragraph 08 ), mendefinisikan persediaan sebagai berikut : “Persediaan adalah Aset : a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan ; atau c. Dalam bentuk badan / perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses produksi / pembebanan jasa “
Menurut Zaki (2000:149) menyatakan istilah persediaan secara umum yaitu :“barang–barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang-barang yang akan dijual”.
Sedangkan menurut Haryono (2001:99) persediaan adalah :“elemen yang sangat penting dalam penentuan harga pokok penjualan pada perusahaan dagang eceran, maupun perusahaan dagang partai besar”. Menurut pengertian diatas, persediaan merupakan bagian dari aset perusahaan. Aset itu sendiri, untuk tujuan akuntansi didefinisikan sebagai kemungkinan keuntungan ekonomi dimasa yang akan datang yang diperoleh atau dikendalikan oleh suatu perusahaan sebagai akibat dari transaksi atau peristiwa dimasa lalu. Aset meliputi juga biaya yang tidak dapat dipertandingkan (matching) dengan pendapatan dimasa lalu dan dapat diharapkan untuk memperoleh kegunaan ekonomi dalam menghasilkan keuntungan dimasa yang akan datang. Jenis persediaan sangat bervariasi dari sifat atau lini bisnis dari perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan dagang umumnya mempunyai jenis persediaan yang tidak memerlukan proses lebih lanjut. Akibatnya perusahaan ini hanya memiliki satu jenis persediaan, yaitu barang jadi. Sedangkan pada perusahaan manufaktur memiliki jenis persediaan yang memerlukan pengolahan lebih lanjut (proses produksi), sebelum dijual kembali kepada konsumen, karena jenis persediaannya lebih kompleks. Menurut Firdaus (2001 : 45), secara umum persediaan dapat diartikan sebagai : “ aktiva berwujud yang diperoleh perusahaan untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan dan yang diperoleh untuk diproses lebih dulu”. Definisi ini memberikan pengertian yang lebih luas karena mencakup persediaan untuk perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur.
Dari berbagai pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa persediaan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi perusahaan dan organisasi yang menggunakannya. Oleh karena itu, suatu sistem pengelolaan persediaan harus mempunyai efektifitas dan efisiensi untuk menjamin ketersediaan barang yang dibutuhkan pada saat yang tepat dengan harga yang dinilai paling efisien. Bila tidak, maka hal ini membawa beban bagi operasi perusahaan, baik berupa keterlambatan penyelesaian pekerjaan dalam perusahaan, pembatalan pekerjaan, pemborosan / inefisiensi, maupun tidak efektifnya kegiatan entitas yang sebetulnya dapat dihindari. 1. Jenis Persediaan Persediaan dapat dikelompokkan kedalam beberapa alternatif akun, tergantung dari sifat atau jenis usaha perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan dagang mengadakan persediaan dengan tujuan untuk dijual kembali kepada konsumen, tanpa harus merubah bentuk fisiknya. Konsekuensinya perusahaan ini hanya memerlukan satu akun persediaan, yaitu barang jadi. Perusahaan manufaktur sebelum menjual kembali persediaannya harus melakukan perubahan fisik atau bentuk dari persediaan tersebut melalui proses produksi. Akibatnya perusahaan manufaktur
mempunyai beberapa akun persediaan, yaitu barang jadi,
barang dalam proses, bahan baku, dan bahan pembantu. Menurut jenis perusahaanya, persediaan dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
1. Perusahaan Manufaktur ( Industri atau pabrikan ), jenis persediaannya: - Bahan mentah - Barang dalam proses - Barang jadi 2. Perusahaan Dagang, jenis persediaannya : - Barang jadi - Barang konsinyasi Menurut Reinden et al (2001:315) , persediaan dibedakan menjadi menjadi: 1. Persediaan bahan mentah, yaitu persediaan barang-barang yang telah dibeli namun belum masuk dalam proses produksi. Bahan mentah ini dapat juga digunakan oleh produsen lain yang berbeda kegiatan (Tidak spesifik dibuat hanya untuk perusahaan saja). 2. Persediaan barang dalam proses, yaitu barang yang telah mengalami perubahan sehubungan dengan proses produksi, namun belum selesai. Keberadaannya disebabkan oleh proses produksi yang membutuhkan waktu dan tidak dapat diselesaikan langsung. 3. MRO (Maintenance Raw Operations), yaitu merupakan persediaan yang disediakan untuk perlengkapan kegiatan penunjang pemeliharaan/operasi. 4. Persediaan barang jadi, yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai melewati proses produksi dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan/pemesan.
2. Fungsi Persediaan Menurut Sofyan (1993 : 178 ), fungsi persediaan dibedakan menjadi: a. Batch Stock / Lot size Inventory Yaitu persediaan yang timbul karena adanya pembelian / pembuatan barang dalam kuantitas yang lebih besar dari kebutuhan perusahaan pada saat pembelian atau pembuatan barang tersebut. Persediaan barang ini berfungsi untuk mendapat keuntungan dari potongan harga
pembelian dan penghematan biaya pemesanan atau efisiensi dalam pelaksanaan proses produksi. b. Fluctuation Stock Yaitu persediaan yang berfungsi untuk menghadapi permintaan konsumen yang tidak beraturan dan tidak dapat diramalkan. c. Anticipation Stock Yaitu persediaan yang berfungsi untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang dapat diramalkan berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam 1 (satu) tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan atau permintaan yang meningkat. 3. Macam-macam Biaya Persediaan Menurut Soemarso (2004 : 336) : “ persediaan merupakan salah satu modal kerja yang cukup penting karena kebanyakan modal usaha perusahaan adalah dari persediaan.” Kelebihan atau kekurangan persediaan merupakan gejala yang kurang baik dimana kekurangan dapat berakibat larinya pelanggan sedangkan kelebihan persediaan dapat berakibat pemborosan atau tidak efisien. Oleh karena itu, manajemen persediaan berusaha agar jumlah persediaan yang ada menjamin kelancaran proses produksi. Untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan, biaya-biaya variabel berikut ini harus dipertimbangkan : a. Biaya Penyimpanan (Holding cost / carrying cost) Adalah biaya yang timbul karena perusahaan menyimpan persediaan, yang terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya-biayanya seperti : biaya modal, biaya keuangan, biaya asuransi persediaan, biaya perhitungan fisik, biaya pajak persediaan, biaya pencurian, perusakan dan lain-lain. b. Biaya pemesanan atau pembelian (Ordering cost / procurement cost)
Adalah biaya yang berhubungan dengan pemesanan dan pengadaan bahan seperti : biaya ekspedisi dan pemprosesan pesanan, upah, biaya telepon, biaya pengepakan, dan penimbangan, biaya pengiriman kegudang dan lain-lain. Pada umumnya, biaya pemesanan total per periode adalah sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan. c. Biaya Kehabisan atau Kekurangan Bahan (Stock-Out Cost) Adalah biaya yang timbul akibat perusahaan kekurangan atau kehabisan persediaan, seperti : biaya ekspedisi, kehilangan penjualan, kehilangan langganan, selisih harga, terganggu operasi tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya. Biaya ini sulit diperkirakan secara obyektif karena sering merupakan opportunity cost. Persediaan barang milik suatu perusahaan dalam suatu periode dapat berubah-ubah dalam kuantitas, jenis dan tingkat harga perolehan. Perubahan tersebut terjadi karena terdapat mutasi, baik penerimaan maupun pengeluaran barang didalam periode bersangkutan, sehingga akan mempengaruhi saldo akhir persediaan pada tanggal tertentu.
B. Metode Penilaian Persediaan Penilaian persediaan barang adalah menentukan nilai persediaan yang dicantumkan dalam neraca. Suatu persediaan biasanya mempunyai nilai yang signifikan baik dalam hal nilai uang maupun kepentingan operasional entitas
bila dibandingkan dengan komponen lain dalam proses/kegiatan entitas. Hal ini
menyebabkan
adanya
risiko
bagi
persediaan
yang
berpotensi
mengakibatkan adanya kerugian yang bersifat material dan/atau gangguan dalam proses / kegiatan entitas. Karena itu, pemeriksaan operasional pada persediaan menjadi amat penting sebagai penjamin keberhasilan operasi entitas.
Penilaian
pengeluaran
persediaan
barang,
baik
disini
untuk
juga
harus
digunakan,
mempertimbangkan
dijual
maupun
untuk
dimusnahkan. Hal ini membutuhkan suatu mekanisme penilaian persediaan yang mampu memberikan nilai yang mampu dipertanggungjawabkan pada barang yang masuk dan keluar dan diterima oleh pemakainya. Menurut Zaki (2000:183), untuk dapat menghitung harga pokok penjualan dan harga pokok persediaan akhir dapat digunakan dengan berbagai cara : 1. Metode Harga Pokok (Flow of Cost Method) a. Metode Identifikasi Khusus (Specific Identification Method) Metode identifikasi khusus didasarkan pada asumsi bahwa, “arus kas barang harus sama dengan arus biaya”. Menurut Kieso et al. (2002:458),
identifikasi
khusus
digunakan
dengan
cara
mengidentifikasi setiap barang yang dijual dan setiap barang dalam pos persediaan. Biaya barang-barang yang telah terjual dimasukkan dalam harga pokok penjualan, sementara biaya barang-barang khusus yang masih berada di tangan dimasukkan pada persediaan. Metode ini hanya bisa digunakan dalam kondisi yang memungkinkan perusahaan
memisahkan pembelian yang berbeda yang telah dilakukan secara fisik. Metode ini dapat diterapkan dengan baik dalam situasi yang melibatkan sejumlah kecil item berharga tinggi dan dapat dibedakan. Dalam industri ritel hal ini meliputi beberapa jenis perhiasan, jas bulu, mobil, dan sejumlah furniture. Dalam area manufaktur, meliputi produk pesanan khusus dan banyak produk yang diproduksi menurut job cost system. Secara konseptual, metode ini tampak ideal karena biaya aktual ditandingkan (matched) dengan pendapatan aktual, dan persediaan akhir dilaporkan pada biaya aktual. Dengan kata lain, metode identifikasi khusus menandingkan arus biaya dengan arus fisik barang. Namun, jika diamati lebih lanjut, metode ini memiliki sejumlah kelemahan. Salah satu argumen yang menentang metode identifikasi khusus menyatakan bahwa metode ini memungkinkan perusahaan memanipulasi laba bersih. Sebagai contoh, asumsikan bahwa sebuah perusahaan grosiran membeli kayu lapis yang identik pada awal tahun dengan tiga harga berbeda. Saat kayu lapis itu dijual, perusahaan dapat memilih harga tertinggi atau harga terendah yang akan dibebankan ke beban hanya dengan menentukan kayu lapis yang akan dikirimkan kepada pembeli. Oleh karena itu, seorang manajer bisnis dapat memanipulasi laba bersih hanya dengan memilih pos-pos berharga tinggi atau rendah untuk dikirimkan kepada pembeli, tergantung pada
apakah yang diinginkan adalah laba yang tinggi atau laba yang lebih rendah. Untuk mengatasi kesulitan metode identifikasi khusus dapat digunakan metode-metode yang dasarnya adalah arus biaya dimana arus barang tidak harus sama dengan arus biayanya. Metode-metode yang didasarkan pada arus biaya adalah FIFO, LIFO, dan Rata-rata tertimbang. b. Metode First-In, First-Out (FIFO) Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang-barang digunakan (dikeluarkan) sesuai urutan pembeliannya. Dengan kata lain, metode ini mengasumsikan bahwa barang pertama yang dibeli adalah barang pertama yang digunakan (dalam perusahaan manufaktur) atau dijual (dalam perusahaan dagang). Karena itu, persediaan yang tersisa merupakan barang dibeli paling terakhir. Aturan yang terdapat dalam metode FIFO terutama didasarkan pada asumsi bahwa aturan itu merupakan suatu taksiran yang baik untuk identifikasi spesifik sebagian besar tipe barang industri, yang pada umumnya sudah dianggap sebagai manajemen persediaan yang baik jika digunakan unit-unit yang paling lama terlebih dahulu dan menyelenggarakan suatu persediaan berjalan yang menampilkan persediaan barang yang paling baru. Kelebihan dan kekurangan metode FIFO menurut Keiso et al (2002:161) sebagai berikut :
Kelebihan metode FIFO adalah : 1. Persediaan akhir dilaporkan dengan nilai menurut harga pokok yang paling baru. 2. Jumlah persediaan akhir akan terdiri dari pembelian yang paling baru. 3. Tidak memperkenankan manipulasi laba, karena perusahaan tidak bebas untuk mengambil persediaan pokok tertentu. Kekurangan dari metode FIFO adalah : 1. Harga pokok periode berjalan tidak sesuai dengan pendapatan periode berjalan pada perhitungan laba rugi. 2. Harga pokok yang paling lama dibebankan pada pendapatan yang lebih baru, yang dapat menyebabkan penyimpangan dalam harga pokok dan laba bersih perusahaan. c. Metode Last-In, First-Out (LIFO) Metode LIFO menandingkan (matches) biaya dari barangbarang yang paling akhir dibeli terhadap pendapatan. Barang-barang yang dikeluarkan dari gudang akan dibebani dengan harga pokok pembelian
yang terakhir disusul
dengan
masuk
sebelumnya.
Persediaan akhir dihargai dengan harga pokok pembelian yang pertama dan berikutnya. Kelebihan dan kekurangan metode LIFO menurut Keiso et al (2002:471) sebagai berikut :
Kelebihan dari metode LIFO adalah : 1. Harga pokok yang paling baru dicocokkan dengan pendapatan akan memberikan laba masa berjalan lebih baik. 2. Menangguhkan pajak penghasilan selama tingkat harga naik dan kuantitas persediaan tidak menurun, karena barang yang paling akhir dibeli pada tingkat harga yang lebih tinggi dicocokkan terhadap pendapatan (dengan demikian meningkatkan arus kas). 3. Laba bersih perusahaan masa depan tidak banyak dipengaruhi oleh penurunan harga. Kekurangan dari metode LIFO adalah : 1. Laba perusahaan berkurang. 2. Persediaan menjadi terlalu rendah. 3. Arus fisik jarang diperkirakan. 4. Likuidasi persediaan dapat menyimpangkan laba bersih dan mengakibatkan pajak yang lebih tinggi. d. Metode Biaya Rata-rata Seperti tersirat dalam namanya, metode biaya rata-rata (average cost method) menghitung harga pos-pos yang terdapat dalam persediaan atas dasar biaya rata-rata barang yang sama yang tersedia selama suatu periode. Dalam metode ini barang-barang yang dipakai untuk produksi atau dijual akan dibebani harga pokok rata-rata. Perhitungan harga pokok rata-rata dilakukan dengan cara membagi jumlah harga perolehan dengan kuantitasnya.
Penggunaan metode rata-rata tertimbang memberi peluang setiap harga beli mempengaruhi penilaian persediaan dan harga pokok penjualan. Asumsi yang dipergunakan adalah bahwa operasi pembelian dan penjualan mengakibatkan pengumpulan biaya dan pembebanan biaya-biaya ini pada barang-barang yang dijual dan barang-barang yang belum terjual dengan basis harga tunggal. Harga tunggal ini diasumsikan sebagai suatu harga perunit yang diwakili semua barang yang ditangani selama periode tertentu. Kelebihan dari metode rata-rata adalah : 1. Penerapan praktis, sederhana dan objektif. 2. Dapat menstabilkan harga pokok apabila terdapat fluktuasi harga. 3. Tidak terkena manipulasi laba. Kelemahan dai metode rata-rata adalah : 1. Perlunya kalkulasi yang mendetail 2. Memakan waktu cukup lama untuk memasukkan nilai pembelian terakhir didalam harga pokok rata-rata. 2. Metode Taksiran (Estimate Method) a. Metode Laba Kotor (gross profit method) Metode ini menggunakan estimasi laba kotor yang direalisasi selama periode dimaksud untuk mengestimasi persediaan pada akhir periode. Laba kotor biasanya diestimasikan dari tingkat aktual sepanjang tahun sebelumya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang terjadi dalam harga pokok dan harga jual selama periode berjalan.
Dengan menggunakan tingkat laba kotor, jumlah dolar penjualan untuk suatu periode dapat dibagi ke dalam dua komponen: (1) laba kotor dan (2) harga pokok penjualan. Jumlah yang terakhir dapat dikurangkan dari harga pokok barang yang tersedia untuk dijual guna mendapatkan estimasi harga pokok persediaan. Contoh penggunaan laba kotor adalah sebagai berikut : Persediaan barang awal, 1 januari
$ 57.000
Pembelian selama januari (neto)
$180.000
Penjualan selama januari (neto)
$250.000
1. Misalnya laba bruto sebesar 30 % dari penjualan, maka : Penjualan
= 100%
Laba bruto
= 30%
Harga pokok Penjualan
= 70%
Persediaan akhir periode dihitung sebagai berikut : Persediaan barang dagang, 1 januari
$ 57.000
Pembelian selama Januari (net)
$180.000
Barang yang tersedia untuk dijual
$237.000
Penjualan selama januari (net)
$250.000
Dikurangi : Estimasi laba kotor (30% x $250.000)
$ 75.000
Estimasi Harga Pokok Penjualan
$175.000
Estimasi persediaan barang dagang, 31 januari
$ 62.000
Metode laba kotor sangat berguna dalam mengestimasi persediaan untuk laporan keuangan bulanan atau kuartalan dalam sistem persediaan periodik. Metode ini juga berguna dalam mengestimasi harga pokok barang dagang yang rusak akibat kebakaran atau bencana alam lainnya. b. Metode harga eceran (Retail Cost Method) Metode
harga
eceran
mengestimasi
biaya
persediaan
berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang dagang yang sama. Untuk menggunakan metode ini, harga eceran dari semua barang dagang harus ditetapkan dan ditotalkan. Berikutnya, persediaan eceran ditentukan dengan mengurangi penjualan selama periode berjalan dari harga eceran barang yang tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan. Estimasi biaya persediaan kemudian dihitung dengan mengalikan persediaan eceran dengan rasio biaya terhadap harga jual (eceran)
barang
dagang
yang
tersedia
untuk
dijual,
seperti
diilustrasikan sebagai berikut. Harga Pokok Eceran Persediaan awal, 1 januari
$ 19.000
$ 36.000
Pembelian Januari (net)
$ 42.600
$ 64.000
Barang yang tersedia untuk dijual
$ 62.000
$100.000
Rasio biaya terhadap harga eceran: $ 62.000 = 62 % $100.000
Penjualan Januari (net)
$70.000
Persediaan akhir, 31 januari pada eceran
$30.000
persediaan akhir, 31 januari, pada estimasi biaya (30.000 X 62 %)
$18.000
Ketika mengestimasi persentase harga pokok atau terhadap harga jual, asumsikan bahwa bauran barang dalam persediaan akhir adalah sama dengan keseluruhan persediaan barang dagang yang tersedia untuk dijual. Dalam ilustrasi diatas, misalnya dapat dipastikan bahwa harga eceran setiap jenis barang tidak seluruhnya, dari 62% harga pokok dan 38% laba kotor. Namun, kita mengasumsikan bahwa ratarata tertimbang dari persentase harga pokok persediaan barang dagang ($30.000) adalah sama seperti dalam persediaan barang dagang yang tersedia untuk dijual ($100.000). Jika persediaan terdiri dari berbagai kelas barang dagang dengan tingkat laba kotor yang berbeda-beda, maka persentase harga pokok dan persediaan harus dipisah-pisahkan untuk setiap kelas persediaan. Salah satu keunggulan utama dari metode eceran adalah bahwa metode tersebut menyediakan angka-angka persediaan yang dapat digunakan dalam menyusun laporan bulanan atau kuartalan apabila digunakan sistem periodik. Toko swalayan dan para pedagang yang serupa, biasanya menghitung laba kotor dan laba operasi setiap bulan tetapi penghitungan fisik persediaan hanya dilakukan sekali setahun.
Selain itu, pembandingan estimasi persediaan akhir dengan persediaan akhir dari perhitungan fisik, dimana keduanya dinilai dengan harga eceran, akan membantu mengidentifikasi kekurangan persediaan yang ditimbulkan oleh pengutilan atau penyebab lainnya. Manajemen kemudian dapat mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan. Metode eceran juga dapat digunakan sebagai alat Bantu untuk melakukan perhitungan fisik persediaan. Dalam hal ini, jenis-jenis persediaan yang dihitung dicatat pada lembar persediaan menurut harga jualnya (harga eceran), bukan harga pokok. Persediaan fisik pada harga jual ini kemudian dikonversi ke harga pokok dengan menerapkan rasio harga pokok terhadap harga jual (eceran) dari barang dagang yang tersedia untuk dijual. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa data dalam ilustrasi diatas adalah untuk keseluruhan tahun fiscal, bukan hanya untuk bulan januari. Jika perhitungan fisik yang dilakukan pada akhir tahun berjumlah $29.000, berdasarkan harga eceran, maka jumlah inilah yang akan dikonversikan ke harga pokok, bukan $30.000. Jadi, persediaan pada harga pokok adalah $17.980 ($29.000 X 62%), bukan $18.600 ($30.000 X 62%). Jumlah $17.980 akan digunakan dalam laporan keuangan akhir tahun dan untuk tujuan perpajakan. 3. Metode Penilaian Selain Harga Pokok a. Metode harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah
Jika biaya pergantian item persediaan lebih rendah daripada biaya pembelian awal, maka metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar (lower-of-cost-or-market method-LCM) digunakan untuk menilai persediaan. Harga pasar, yang digunakan dalam LCM, adalah biaya untuk mengganti barang dagang pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini didasarkan pada kuantitas yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang biasa. Dalam bisnis yang sering dilanda inflasi, harga pasar jarang turun. Namun, dalam bisnis yang teknologinya berubah cepat (misalnya, televisi dan mikro computer), penurunan harga sering terjadi. Keunggulan utama dari metode LCM adalah bahwa laba kotor (dan laba bersih) akan berkurang dalam periode terjadinya penurunan nilai pasar. Dalam menerapkan metode LCM, biaya dan biaya penggantian dapat ditentukan dengan salah satu dari 3 cara berikut. Biaya dan biaya penggantian (replacement cost) dapat ditentukan untuk (1) setiap item dalam persediaan, (2) kelas atau kategori utama persediaan, dan (3) persediaan secara keseluruhan. Penilaian yang didasarkan pada tiaptiap kelompok besar barang pada hakekatnya tidak berbeda dengan penilaian berdasarkan pada semua jenis barang secara keseluruhan. Kalau didasarkan atas persediaan secara keseluruhan, total nilai yang diperbandingkan adalah nilai semua jenis barang yang ada. Dalam praktek, yang ditentukan biasanya adalah biaya dan biaya penggantian setiap item.
Dalam metode ini persediaan akan dicantumkan dengan nilai yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar. Dasar harga pokok atau harga pasar yang lebih rendah dapat diterapkan dalam metode FIFO maupun rata-rata. Hasil perhitungan dengan cara ini adalah lebih rendah di antara harga pokok (dihitung dengan cara FIFO) dan harga pasar. b. Penilaian pada nilai realisasi bersih Barang dagang yang telah rusak, usang, cacat, atau yang hanya bisa dijual dengan harga dibawah harga pokok harus diturunkan nilainya. Barang dagang semacam itu harus dinilai pada nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih (net realizable value) adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan langsung, seperti komisi penjualan. Sebagai contoh, asumsikan bahwa barang dagang yang telah rusak, yang berharga pokok $1.000, hanya dapat dijual dengan harga $800, dan beban penjualan langsung diestimasi sebesar $150. Persediaan ini harus dinilai sebesar $650 ($800 - $ 150), yang merupakan nilai realisasi bersihnya.
C. Perbandingan antara metode FIFO, LIFO, dan Rata-rata Seperti telah diuraikan diatas, ketiga metode kalkulasi biaya persediaan masing-masing memiliki asumsi arus biaya yang berbeda. Harus diperhatikan bahwa jika biaya per unit tidak berubah dari waktu ke waktu, ketiga metode akan memberikan hasil yang sama. Namum, karena harga terus
berubah, ketiga metode tersebut akan menghasilkan jumlah yang berbeda untuk (1) harga pokok penjualan periode berjalan, (2) laba kotor (dan laba bersih) periode berjalan, dan (3) persediaan akhir. Untuk menjelaskan penggunaan ketiga metode diatas digunakan contoh Item 127B sebagai berikut , Asumsikan bahwa : Penjualan bersih : $100.000 Biaya penjualan : $15.000 Biaya administrasi dan umum : $20.000 Saham Yang beredar : 100 Lembar Item 127B 1 Jan Persediaan
Unit
Biaya
1.000
$20
$20.000
21
$16.800
22
$22.000
4
Penjualan
10
Pembelian
22
Penjualan
400
28
Penjualan
200
30
Pembelian
Total biaya
700 800
1.000
Tersedia untuk dijual selama
2.800
$58.800
tahun berjalan Sumber : Niswonger et al (1999 : 366)
Dari perhitungan Fisik pada 30 Januari memperlihatkan bahwa 1500 unit belum terjual. Jumlah 1300 unit yang telah terjual jika dihitung secara fisik dengan metode FIFO, LIFO, dan Average terdiri dari : Sistem fisik : FIFO
Biaya paling awal, 1
Januari
1000 Unit
@ $ 20
$20.000
10 Januari
300 Unit
@ $ 21
$6.300
HPP
:
1300 Unit
$26.300
Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar $26.300 dari $58.800 barang dagang yang tersedia untuk dijual menghasilkan biaya persediaan sebesar $32.500. Persediaan sebesar $32.500 terdiri dari harga pokok paling akhir untuk barang dimaksud. LIFO Biaya paling akhir, 30
Januari
1000 Unit
@ $22
$22.000
10 Januari
300 Unit
@ $21
$6.300
HPP
1300 Unit
$ 28.300
Dengan mengurangi harga pokok penjualan sebesar $28.300 dari $58.800 barang dagang yang tersedia untuk dijual, didapatkan $30.500 sebagai biaya persediaan per 30 januari. Persediaan sebesar $30.500 terdiri dari harga pokok paling awal dari item ini. Average Persediaan akhir dihitung sebagai berikut : Januari
1 persediaan
1000 unit @ $20 = 20.000
10 pembelian
800 unit @ $21 = 16.800
30 pembelian
1.000 unit@ $22 = 22.000 2.800 Unit
$58.800
Harga pokok rata-rata tertimbang : $ 58.800 = $ 21 2.800 Persediaan barang 30 Januari 1.500 Unit @ $ 21 = $ 31.500 Laporan laba-rugi parsial berikut mengindikasikan pengaruh setiap metode apabila harga meningkat. Ilustrasi perbandingan antara Metode FIFO, LIFO dan Rata-rata diilustrasikan dalam tabel 2.4. Tabel 2.1 Perbandingan Metode FIFO, LIFO, dan Average Laporan Laba-Rugi Parsial ( dalam dollar) FIFO Penjualan (net) (-)HPP: Persediaan (awal) Pembelian tersedia untuk dijual (-) Persediaan (akhir)
Average
100.000 20000 38800
HPP
Laba bersih Laba per saham (100Lbr)
100000 20000 38800
58800 31500 26300
Laba Kotor Biaya Penjualan Biaya adm & umum
100000 20000 38800
58800 32500
LIFO
58800 30500 27300
28300
73700 (15000) (20000)
72700 (15000) (20000)
71700 (15000) (20000)
38700 387
37700 377
36700 367
Seperti diperlihatkan diatas, metode FIFO menghasilkan jumlah harga pokok penjualan paling rendah serta laba kotor (laba bersih laba per saham) paling tinggi. Metode FIFO juga menghasilkan persediaan akhir yang paling tinggi. Pada sisi lain, metode LIFO menghasilkan jumlah harga pokok penjualan paling tinggi, jumlah laba kotor (laba bersih laba per saham) paling
rendah, dan jumlah persediaan akhir paling rendah. Metode biaya rata-rata memberikan hasil-hasil yang berada di antara metode FIFO dan LIFO. Perbedaan laba bruto disebabkan karena dalam metode FIFO harga pokok persediaan yang dibebankan sebagai harga pokok penjualan adalah harga pokok barang yang dibeli mula-mula, sehingga dalam keadaan hargaharga naik, harga pokok penjualan jumlahnya kecil karena terdiri dari harga mula-mula. Sedangkan dalam metode LIFO, harga pokok barang yang dibebankan sebagai harga pokok penjualan adalah harga pokok pembelian yang terakhir, sehingga dalam keadaan harga-harga naik, harga pokok persediaan yang dibebankan dalam harga pokok penjualan terdiri dari hargaharga pokok terakhir yang lebih tinggi. Dalam keadaan harga-harga turun akibatnya adalah kebalikan dari keadaan harga-harga naik. Metode rata-rata akan memberikan hasil yang mendekati metode FIFO, karena biasanya pembelian barang dalam satu periode itu jumlahnya beberapa kali lebih banyak dari persediaan awalnya, sehingga harga rata-rata persediaan akhirnya sangat dipengaruhi dengan harga-harga sekarang. Seperti dalam FIFO, harga-harga sekarang mempengaruhi nilai persediaan akhirnya.
D. Pelaporan Persediaan Pada neraca, persediaan dimasukkan kedalam golongan aset lancar. Dalam PSAK Nomor 9 dijelaskan bahwa aset lancar adalah aset yang diharapkian dapat direalisasikan dalam waktu satu tahun atau dalam siklus operasi normal perusahaan, mana yang lebih lama. Pengklasifikasian
persediaan ke dalam kelompok aset lancar cukup beralasan, karena persediaan adalah salah satu aset perusahaan yang dimaksudkan untuk dapat dikonversi kedalam kas atau setara kas dalam satu siklus operasi normal perusahaan atau dalam satu tahun. Alat ukur yang akan digunakan untuk menentukan suatu aset dapat dikonversi ke dalam kas atau setara kas adalah inventory turnover dan account Receivable turnover. Inventory turnover diperoleh dengan membagi Harga Pokok Penjualan selama periode tertentu dibagi dengan jumlah persediaan rata-rata pada tahun berjalan. Account Receivable Turnover diperoleh dari total penjualan kredit selama periode tertentu dibagi dengan jumlah piutang rata-rata tahun berjalan. Salah satu manfaat diadakannya pencatatan akuntansi persediaan adalah menghasilkan laporan yang berguna bagi para pengambil keputusan. Sehingga laporan keuangan dapat membantu perencanaan dan pengambilan keputusan manajemen, akuntansi manajemen menyediakan informasi yang relevan, tepat waktu, dan akurat pada biaya yang masuk akal.
E. Penentuan Nilai dan Jumlah Persediaan Menurut Ikatan Akuntan Indonesia melalui PSAK No. 14 paragraf 05, lebih menentukan cara penilaian persediaan sebagai berikut : “ Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi bersih, mana yang lebih rendah (The Lower of Cost and Net Realizable Value)”.
Kesulitan dalam menentukan harga pokok persediaan adalah apabila selama suatu periode barang yang sama diperoleh dengan beberapa harga yang berbeda. Maka daripada itu, perlu ditentukan harga mana yang akan dipergunakan untuk menentukan harga pokok persediaan yang ada. Dalam penentuan jumlah persediaan akhir dan harga pokok dari barang terpakai atau terjual, maka pertama-tama perlu diidentifikasikan barang-barang mana saja yang sudah dipakai atau sudah dijual. masalah ini tidak terlepas dari metode pencatatan yang dipergunakan, yaitu sistem periodik atau sistem perpetual. Khusus untuk sistem periodik tidak dirancang untuk mengikuti alur suatu barang, maka perhitungan fisik mutlak harus dilakukan. Sedangkan beberapa tingkat optimum persediaan yang harus dijaga perusahaan dapat diketahui dengan sistem perencanaan kebutuhan persediaan dan penentuan jumlah pesanan ekonomis.
F. Laba per Saham Menurut Niswonger et al. (1999:532-533) Laba per saham biasa (earnings per common share = EPS), yang kadang-kadang disebut laba per saham dasar (basic earning per share) adalah laba bersih per saham biasa yang masih beredar selama tahun berjalan. Korporasi yang saham-sahamnya diperdagangkan pada bursa saham biasa harus melaporkan laba per saham dalam laporan laga-ruginya. Jika
saham preferen tidak ada yang beredar, laba per saham biasa dihitung sebagai berikut : Laba per saham biasa =
Laba bersih
Jumlah saham yang beredar Jika jumlah saham biasa yang beredar telah berubah selama periode berjalan, yang digunakan adalah rata-rata tertimbang jumlah saham yang beredar. Jika sebuah perusahaan memiliki saham preferen yang beredar, maka laba bersih harus dikurangi dengan jumlah dividen saham preferen, seperti diperlihatkan berikut ini: Laba per saham biasa =
Laba bersih - Deviden saham preferen Jumlah saham biasa yang beredar
Untuk EPS yang hanya memperhitungkan saham biasa, digunakan Basic EPS dengan formula : EPS =
Laba Bersih – Deviden Preferen Jumlah Saham Biasa Berdasarkan Rata-rata Tertimbang Maksud dari jumlah saham biasa berdasarkan rata-rata tertimbang
(Weighted Average Common Stock) adalah jika emiten mengeluarkan saham biasa beberapa kali dalam periode 1 (satu) tahun. Maka jumlah sahamnya harus dirata-ratakan berdasarkan bobot waktu. Untuk perusahaan yang memiliki seluruh instrument konversi seperti saham preferen konversi (Convertible Prefered Share), obligasi konversi (Convertible bond), stock option, dan warrant. Meskipun instrument ini tidak semua merupakan instrument kepemilikan (equity instrument) tapi sewaktuwaktu dapat ditukar menjadi saham biasa, sehingga dapat mempengaruhi
besarnya laba bersih per saham, oleh karena hal itu maka perhitungan earning per share perlu menggunakan Fully Dilluted EPS. Perhitungannya mengasumsikan bahwa pemegang instrumen konversi telah menukarkan instrumen konversi menjadi saham biasa. Rumusnya : Dilluted EPS = [Laba bersih – Dividen Preferen + Dividen untuk convertible pref. + (Beban bunga Convertible Debt x (1-t))] / [Jumlah saham biasa berdasarkan rata-rata tertimbang + saham dari instrument konversi + saham dari konversi option dan warrant]. Dimana : t = Tingkat pajak (tax rate) yang dikenakan untuk beban bunga.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya Setelah sempat tutup beberapa kali karena terjadinya perang, BEJ kembali dibuka pada 20 agustus 1977 oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Selama kurun waktu sepuluh tahun (1977-1987) perdagangan dibursa efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen pasar modal.
Pada 16 Juni 1989 Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya. Kemudian pada 22 Mei 1995 Sistem otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems). Tahun 2007, penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil data laporan keuangan berupa laporan neraca dan laporan laba rugi pada perusahaan-perusahaan Go Publik yang telah terdaftar di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berlokasikan di jalan Jendral Sudirman Kav 52-53 Jakarta 12910. Berikut adalah perusahaan yang menjadi obyek penelitian penulis :
Tabel 3.1 Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur Yang Menggunakan Metode Penilaian Persediaan FIFO No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Perusahaan PT. Aqua Golden Missisipi Tbk PT. Astra Otoparts Tbk PT. Delta Dunia Petroindo Tbk PT. Dynaplast Tbk PT. Indofarma Tbk PT. Indofood Sukses Makmur Tbk PT. Kabelindo Murni Tbk PT. KageoIgar Jaya Tbk PT. Kalbe Farma Tbk PT. Kimia Farma Tbk PT. Lion Mesh Prima Tbk PT. Lion Metal Work Tbk PT. Malindo Feedmil Tbk PT. Mustika Ratu Tbk PT. NipressTbk PT. Roda Vivatex Tbk PT. Sara Lee Body Care Indonesia Tbk PT. Schering Plough Indonesia Tbk PT. Siantar Top Tbk PT. Surya Toto Indonesia Tbk PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk PT. Ultra Jaya Milk Industri Tbk PT. Unggul Indah Cahaya Tbk PT. Unilever Tbk
Tabel 3.2 Daftar Sampel Perusahaan Manufaktur Yang Menggunakan Metode Penilaian Persediaan Average No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Nama Perusahaan PT. Alumindo Light Metal Tbk PT. Bentoel Internasional InvestmentTbk PT. Berlina Tbk PT. Betonjaya Manunggal Tbk PT. Budi Acid Jaya Tbk PT. Cahaya Kalbar Tbk PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk PT. Citra Tubindo Tbk PT. Darya-Varia LaboratoriaTbk PT. Delta Djakarta Tbk PT. Ekadharma International Tbk PT. FajarSurya Wisesa Tbk PT. Goodyear Tbk PT. Gudang Garam Tbk PT. HM.Sampoerna Tbk PT. Holcim Indonesia Tbk PT. Indah Kiat Pulp & PaperCorp Tbk PT. Indal Alumunium Industry Tbk PT. Indoacidatama Tbk PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk PT. Indokordsa Tbk PT. Indorama Syntetic Tbk PT. Indospring Tbk PT. Intikeramik AlamastiIndustri Tbk PT. Jaya Pari Steel Tbk PT. Jembo Cable Company Tbk PT. Kedaung Indah Can Tbk PT. Langgeng Makmur Tbk PT. Mandom Indonesia Tbk PT. Mayora Indah Tbk PT. Merck Indonesia Tbk PT. Multi Bintang Indonesia Tbk PT. Pelangi Indah Canindo Tbk PT. Sekar Laut Tbk PT. Sepatu Bata Tbk PT. Sierad Produce PT. Sucaco Tbk PT. Sumi Indo Kabel Tbk PT. Tempo ScanPacific Tbk PT. Toba Pulp Lestari Tbk PT. Voksel Electric Tbk
B. Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian komparatif. Metode ini digunakan untuk membandingkan persediaan dan earning per share pada perusahaan manufaktur yang menggunakan metode penilaian FIFO dan Average .Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu persediaan dan earning per share pada perusahaan yang menggunakan metode FIFO dan Average. Metode penelitian ini dipilih karena sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara persediaan dan earning per share pada perusahaan manufaktur yang menggunakan metode penilaian FIFO dan Average.
C. Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara untuk penelitian yang akan dilakukan. Hipotesis sementara ini digunakan untuk mempermudah dalam penelitian dan analisis dalam pengambilan keputusan (Singgih Santoso, 214:2001). Hipotesis yang akan diuji diberi symbol Ho (hipotesis nol) dengan alternative (Ha), dengan taraf signifikan 5%. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Menurut Niswonger et.al (1999:373), metode FIFO menghasilkan jumlah persediaan akhir dan laba bersih yang paling tinggi dibandingkan metode LIFO dan Average. Oleh karena itu Hipotesis yg dirumuskan adalah sebagai berikut :
H1 : Terdapat nilai perbedaan rata-rata yang signifikan antara penilaian persediaan pada perusahaan yang menggunakan metode FIFO dan Average. Ho.1: Tidak ada perbedaan rata-rata yang signifikan pada nilai persediaan antara perusahaan manufaktur yang menggunakan metode FIFO dan Average. Ha.1: Terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan pada nilai persediaan antara perusahaan manufaktur yang menggunakan metode FIFO dan Average. H2 : Terdapat nilai perbedaan rata-rata yang signifikan antara EPS pada perusahaan manufaktur yang menggunakan metode FIFO dan Average. Ho.2 : Tidak ada perbedaan rata-rata yang signifikan pada nilai EPS antara perusahaan manufaktur yang menggunakan metode FIFO dan Average. Ha.2 : Terdapat perbedaan rata-rata yang signifikan pada nilai EPS antara perusahaan manufaktur yang menggunakan metode FIFO dan Average. Ket : Ftabel ≤ 0,05 → Maka Ho di Tolak dan Ha di terima Ftabel > 0,05 →Maka H0 di terima dan Ha di Tolak
D. Sampel Penelitian Populasi berarti seluruh obyek yang akan diteliti, sedangkan sample yaitu bagian dari obyek yang akan diteliti (Sri Mulyono, 1991:145). Dalam
penelitian yang akan dilakukan, tingkat keseragaman populasinya adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang sudah go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Metode pengambilan sampel yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan menentukan suatu kriteria-kriteria tertentu. Kriteria-kriteria yang dimaksud adalah tentang waktu penelitian, jenis perusahaan dan kecukupan data, diantaranya yaitu : 1. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan manufaktur yang go public di Bursa Efek Jakarta. Karena, perusahaan tersebut memiliki laporan keuangan yang dapat memudahkan dalam penelitian, baik dari nilai persedian dan earning per share. 2. Dengan jumlah populasi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sebanyak 128 perusahaan, maka perusahaan yang diteliti hanya 65 perusahaan manufaktur. Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Perusahaan yang Listed pada tahun 2007/2008
128
b. Perusahaan yang mengalami rugi dalam tahun 2007/2008
(36)
c. Perusahaan yang telat menerbitkan lap. Keuangan pada periode 2007/2008
(25)
d. Perusahaan yang melakukan Stock Split pada periode 2007/2008
(2)
Jadi, Sampel yang digunakan adalah
65
E. Variabel dan Pengukurannya 1. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini ada jenis variabel yang akan diteliti : a.
Persediaan (FIFO dan Average) yang pengukurannya memakai data nominal dari nilai persediaan yang diambil langsung dari laporan keuangan di neraca pada perusahaan yang menggunakan metode penilaian persediaan FIFO dan Average, dimana yang dinilai menurut : FIFO : Metode ini memperlakukan barang yang pertama dibeli atau diproses sebagai unit pertama yang dibebankan atas penjualan. Average : Biaya persediaan awal + Biaya pembelian periode berjalan Unit persediaan awal + Unit pembelian
b.
Earning per Share perusahaan yang pengukurannya memakai data nominal dari nilai Earning per Share yang menunjukkan laba yang dihasilkan oleh setiap lembar saham biasa, yang diambil langsung dari laporan laba rugi. Dua jenis variable diatas merupakan ukuran kinerja perusahaan yang
keduanya akan digunakan oleh peneliti untuk mengetahui apakah perusahaan manufaktur yang menggunakan metode penilaian persediaan secara FIFO memiliki perbedaan signifikan dengan perusahaan manufaktur yang menggunakan metode penilaian persediaan secara Average.
F. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan satu cara untuk mengumpulkan data, yaitu : Penelitian Kepustakaan (Library Research) Cara ini ditempuh untuk menemukan teori-teori yang akan dijadikan landasan dalam penelitian. Teori didapat dari buku-buku, Internet dan artikelartikel Selain itu penulis juga mengadakan penelitian langsung ke Bursa Efek Indonesia bagian PRPM dan Pojok Bursa Universitas Mercubuana untuk memperoleh data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah gambaran umum perusahaan dan komponen-komponen laporan keuangan yang diproses Neraca, laporan Laba Rugi dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk kurun waktu selama dua tahun dari 31 Desember 2007 sampai 31 Desember 2008
G. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis inferensial. Dalam pelaksanaan analisis data ada beberapa tahap/langkah yang diterapkan, yaitu :. 1. Analisis descriptive dilakukan untuk meringkas perbandingan beberapa variable data skala dalam satu table dan dapat digunakan untuk melakukan pengamatan outlier / penyimpangan data.
2. Dilakukan pengujian normalitas terhadap semua variabel yang diteliti dengan menggunakan Kolmogrov Smirnov Test. 3. Jika terbukti normal maka pengujian berikutnya digunakan uji statistik parametrik dengan pengujian Independent sample t-test 4. Jika terbukti tidak normal maka di gunakan uji Mann Whitney. Pengujian ini tidak memerlukan asumsi terdistribusi normal. Tes ini digunakan untuk menguji signifikansi apakah nilai variabel tertentu berbeda di antara dua kelompok..
BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persediaan dan Laba Bersih per Saham Penelitian ini bermaksud untuk melihat ada tidaknya perbedaan yang signifikan pada variabel persediaan dan laba per lembar saham antara perusahaan manufaktur yang menerapkan metode penilaian FIFO dan Average. Laba per saham dapat diukur dengan membandingkan laba bersih yang diterima perusahaan dibagi dengan jumlah saham yang beredar di pasar, sedangkan persediaan, diukur dengan harga pokok persediaan akhir dari persediaan yang tercantum di neraca. Pada penelitian ini penulis hanya menggunakan dua variable yaitu persediaan dan earning per share yang terdiri 2 tahun berturut-turut. Dari seluruh data perusahaan baik yang menggunakan metode FIFO maupun yang menggunakan metode Average, terkumpul 24 perusahaan yang menggunakan metode FIFO dan 41 perusahaan yang menggunakan metode Average.
B. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif lebih berhubungan dengan pengumpulan dan peringksan data, serta penyajian hasil ringkasan tersebut. Analisa dari statistik deskriptif yaitu : N merupakan jumlah data yang diolah dalam penelitian ini terdiri dari variabel Persediaan dan Laba Bersih per Saham.
Tabel 5.1 Descriptive Statistics
Inv_fifo Inv_aver EPS_fifo EPS_aver Valid N (listwise)
N 48 82 48 82
Minimum 1759 170 .009 .001
Maximum 6061219 13528987 22299.000 12220.000
Mean 474094.37 967562.69 1229.65727 598.95124
Std. Deviation 1068649.894 2482518.377 3866.591649 1912.163687
48
Berdasarkan analisa diatas, dapat disimpulkan bahwa rata-rata atau mean dari persediaan FIFO (dengan N=48) adalah 474094.37, standard deviasi 1068649.894, data minimum 1759 dan maksimum 6061219. Sedangkan Persediaan Average (dengan N=82) memiliki nilai rata-rata 967562.69, standard deviasi 2482518.377, nilai minimum 170 dan nilai maksimum 13528987. Jadi, didapat selisih rata-rata sebesar 493,468.32, dimana persediaan pada FIFO lebih kecil daripada Average. Pada earning per share FIFO (dengan N=48), didapat nilai rata-rata sebesar 1229.65727, standard deviasi 3866.591649, nilai minimum 0.009 dan nilai maksimum 22299.000. Sedangkan earning per share pada metode Average (dengan N=82) memiliki nilai rata-rata 598.95124, standard deviasi 1912.163687, nilai minimum 0.001 dan nilai maksimum 12220.000. Jadi, didapat selisih rata-rata EPS sebesar 630.70603, dimana earning per share pada metode FIFO lebih besar daripada earning per share pada metode Average.
B. Uji Normalitas Data dengan Kolmogorov Smirnov Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Pengujian ini dilakukan dengan memasukkan seluruh variable yang diteliti yaitu persediaan dan earning per share Dalam uji normalitas data ini penulis menggunakan pengujian data Kolmogorov Smirnov Test pada program SPSS Versi 15.0, yang dapat dilihat pada table 5.2 berikut : One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters(a,b)
Mean
Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Inventory 130
EPS 130
785359.00
831.82732
2083977.362 2799.342092 .367
.383
.367 -.353 4.182 .000
.372 -.383 4.369 .000
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Berdasarkan tabel diatas dari hasil uji normalitas kolmogorov smirnov untuk variabel persediaan diperoleh data sebagai berikut : -
Jumlah data (N) 130
-
Nilai Mean (μ) = 785359.00
-
Standard deviasi (σ) = 2083977.362
-
Kolmogorov Smirnov Z = 4.182
-
Asymp. Sig / asymptotic significance dua sisi adalah 0.000
Sedangkan untuk variabel EPS diperoleh data sebagai berikut : -
Jumlah data (N) 130
-
Nilai Mean (μ) = 831.82732
-
Standard deviasi (σ) = 2799.342092
-
Kolmogorov Smirnov Z = 4.369
-
Asymp. Sig / asymptotic significance dua sisi adalah 0.000
Berdasarkan data diatas : a. Hipotesis Ho : Fungsi distribusi suatu populasi yang berdistribusi tidak normal Ha : Fungsi distribusi suatu populasi yang berdistribusi normal b. Level Signifikan α = 0,05 c. Pengambilan keputusan Jika Probabilitas < 0,05 maka Ho diterima Jika Probabilitas > 0,05 maka Ho ditolak d. Kesimpulan Hasil dari pengujian statistik normalitas data terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa variabel persediaan dan earning per share perusahaan memiliki Probabilitas kurang dari 0,05 (Ftabel < 0,05), hal itu menunjukkan bahwa kedua variabel berdistribusi tidak normal. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa untuk data yang berdistribusi normal, pengujian untuk hipotesa selanjutnya menggunakan uji statistik parametrik, yaitu pengujian Independent sampel T-test, sedangkan untuk data yang berdistribusi tidak normal digunakan Uji Mann Whitney.
C. Mann Whitney Test Tabel 5.3 : Ranks Metode Inventory FIFO Average Total
N 48 82 130
Mean Rank 56.83 70.57
Sum of Ranks 2728.00 5787.00
Test Statistics(a) Inventory 1552.000 2728.000 -2.007
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2.045 tailed) a Grouping Variable: Metode
Pada tabel Ranks persediaan dapat dilihat jumlah sampel untuk metode FIFO sebanyak 48, jumlah sampel untuk metode Average sebanyak 82, Nilai rata-rata rank untuk metode FIFO = 56.83, nilai rata-rata rank untuk metode Average = 70.57. Dari tabel Test Statistik, dapat diperoleh informasi nilai Mann-Whitney U=1552.000, nilai Asymp. Sig. (2-tailed)= .045. Karena nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 , maka Ho ditolak. Jadi, ada perbedaan yang signifikan antara penilaian persediaan pada metode FIFO dan Average.
Tabel 5.4 : Ranks EPS
Metode FIFO Average Total
N 48 82 130
Mean Rank 69.90 62.93
Sum of Ranks 3355.00 5160.00
Test Statistics(a) EPS 1757.000 5160.000 -1.018
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2.309 tailed) a Grouping Variable: Metode
Pada tabel Ranks earning per share dapat dilihat jumlah sampel untuk FIFO sebanyak 48, jumlah sampel untuk Average sebanyak 82, nilai rata-rata Rank untuk metode FIFO = 69.90, nilai rata-rata rank untuk metode Average = 62.93. Dari tabel statistik dapat dilihat bahwa Nilai Mann-Whitney U=1757.000, Nilai Asymp. Sig (2-tailed) = 0.309. Karena Asymp. Sig (2tailed) > 0,05, maka Ho diterima. Jadi, tidak ada perbedaan yang signifikan antara earning per share pada metode FIFO dan Average. Proksi Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya berkaitan dengan operasional perusahaan yang mencirikan karakteristik internal perusahaan, yaitu berupa variabilitas persediaan dan variabilitas earning per share. Sedangkan sebenarnya variabilitas persediaan dan variabilitas earning per share dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal perusahaan.
Secara internal, variabilitas ini dibentuk oleh kebijakan perusahaan, baik yang berkaitan dengan teknik operasional perusahaan maupun kebijakan akuntansi perusahaan. Adapun secara eksternal, kondisi ekonomi, baik berupa inflasi maupun kebijakan pemerintah juga berdampak terhadap variabilitas persediaan dan earning per share.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penilaian persediaan pada perusahaan manufaktur yang menggunakan metode FIFO dan Average. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Asymp. Sig (2-tailed) pada uji Mann-Whitney adalah sebesar 0,045 (Ftabel < 0,05). Dan pada earning per share, tidak ada perbedaan yang signifikan antara earning per share pada perusahaan manufaktur yang menggunakan metode FIFO dan Average. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Asymp. Sig (2-tailed) pada Uji Mann-Whitney adalah sebesar 0, 309 (Ftabel > 0,05). Perbedaan dan pengaruh yang signifikan pada variabilitas persediaan dan earning per share di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu teknik operasional, kebijakan akuntansi perusahaan, inflasi/deflasi dan kebijakan pemerintah.
B. SARAN Berdasarkan kesimpulan yang telah disampaikan diatas, maka penulis ingin memberikan saran sebagai berikut : Sebaiknya sampel periode penelitian lebih dari 2 tahun dan sampel yang digunakan tidak hanya dari satu kelompok usaha manufaktur saja, sehingga penelitian ini akan lebih dapat menjelaskan variabilitas data yang sebenarnya
dan dapat digunakan sebagai dasar generalisasi. Selain itu penelitian tentang pemilihan metode akuntansi persediaan akan lebih baik jika dilakukan hanya pada masa perubahan harga saja, hal ini dilakukan agar diperoleh data perbedaan atau pengaruh yang jelas atas perbedaan metode penilaian persediaan. Ruang lingkup pengambilan data juga sebaiknya diperluas dengan memasukkan data primer, baik secara langsung atau melalui penyebaran kuesioner dengan tujuan untuk menggali faktor non keuangan yang mempengaruhi
pemilihan
metode
penilaian
persediaan
membandingkannya dengan hasil pengolahan data sekunder.
dan
DAFTAR PUSTAKA Dunia, Firdaus A. 2001. Modul Pengantar Akuntansi 1. Lembaga Penerbit FE UI. Jakarta Harahap, Sofyan Syafri (2001). Teori Akuntansi. Edisi Revisi, Cetakan 4, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Harono Jusuf. 2001. Dasar-Dasar Akuntansi, Jilid 1, STIE, Yogyakarta . Horngren, Charles T. (1998). Akuntansi di Indonesia. Jilid 2, Salemba Empat, Jakarta. Ikatan Akuntansi Indonesia (2007). Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta. Kieso, Donald E. et al. 2002. Akuntansi Intermediate. Edisi kesepuluh. Jilid I Penerbit Erlangga. Jakarta. Munawir, S. 2002. Akuntansi Keuangan dan Manajemen. Edisi Pertama. Cetakan I. BPFE. Yogyakarta. Niswonger, et al. 1999. Prinsip-prinsip Akuntansi. Jilid I, Edisi 19, Cetakan I. Erlangga. Jakarta. S.R, Soemarso. 2004. Akuntansi Suatu Pengantar, Buku I, Edisi ke-5, Rineka Cipta, Salemba Empat, Jakarta. Santoso, Singgih. 2001.SPSS. Mengolah Data Statisitik Secara Profesional. Cetakan keempat. Penerbit Alex Media Komputindo. Jakarta. Skousen , EJ. 2001. Akuntansi Keuangan Menengah I, Salemba Empat, Jakarta. Sofjan Assauri. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Trihendardi.C 2008. Step by Step SPSS 16 Analisis Data Statistik.Andi Offset. Yogyakarta Zaki, Baridwan. 1999. Intermediate Accounting. Penerbit Erlangga. Jakarta.