ANALISIS KOMPARASI KONVERGENSI, AGLOMERASI, DAN KINERJA EKONOMI DAERAH PADA DAERAH PEMEKARAN (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Bengkalis - Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Mutia Karina Tiffani 105020101111006
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : ANALISIS KOMPARASI KONVERGENSI, AGLOMERASI, DAN KINERJA EKONOMI DAERAH PADA DAERAH PEMEKARAN (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Bengkalis - Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau)
Yang disusun oleh :
Nama
: Mutia Karina Tiffani
NIM
: 105020101111006
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 27 Januari 2014.
Malang, 27 Januari 2014 Dosen Pembimbing,
Dr. Rachmad Kresna Sakti, SE., MSi. NIP. 19631116 199002 1 001
Analisis Komparasi Konvergensi, Aglomerasi, dan Kinerja Ekonomi Daerah Pada Daerah Pemekaran (Studi Kasus Pemekaran Kabupaten Bengkalis - Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau) Mutia Karina Tiffani Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti dari Kabupaten Bengkalis terhadap konvergensi atau ketimpangan pembangunan wilayah di Provinsi Riau, terhadap aglomerasi di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti dan terhadap Kinerja Ekonomi Daerah di dua kabupaten tersebut.Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Dari hasil penelitian ini diperoleh temuan bahwa konvergensi atau ketimpangan pembangunan wilayah Provinsi Riau, baik dengan minyak dan gas maupun tanpa minyak dan gas, lebih rendah setelah adanya pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti dari Kabupaten Bengkalis daripada sebelum adanya pemekaran. Indeks Williamson dengan minyak dan gas terlihat mengalami penurunan yang lebih signifikan dibandingkan dengan ketimpangan tanpa minyak dan gas setelah terjadinya pemekaran daerah. Selanjutnya, aglomerasi yang terjadi di Kabupaten Bengkalis sebelum adanya pemekaran lebih lemah dibandingkan dengan setelah adanya pemekaran daerah. Sedangkan pada Kabupaten Kepulauan Meranti, belum terbentuk aglomerasi atau pemusatan tenaga kerja di sektor formal.Perbedaan aglomeras ini dikarenakan perbedaan struktur ekonomi dua kabupaten. Dan kinerja ekonomi daerah pada Kabupaten Bengkalis periode sebelum adanya pemekaran tidak berbeda dengan setelah adanya pemekaran daerah. Dan tren kinerja ekonomi daerah Kabupaten Kepulauan Meranti pada periode setelah adanya pemekaran terlihat lebih baik darpada tren kinerja ekonomi daerah Kabupaten Bengkalis pada periode yang sama. Menunjukkan bahwa pemekaran daerah lebih memilik dampak terhadap kinerja ekonomi daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dibandingkan dengan kinerja ekonomi daerah Kabupaten Bengkalis. Kata Kunci:Pemekaran Daerah, Konvergensi, Aglomerasi dan Kinerja Ekonomi Daerah
A. PENDAHULUAN Perbedaan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan merupakan masalah utama yang dihadapi setiap negara berkembang. Penyebab permasalahan negara berkembang dan sedang berkembang ini adalah adanya perbedaan kemampuan dan karakteristik suatu wilayah atau daerah sehingga dua daerah yang memiliki perbedaan kemampuan dan karakteristik maka pertumbuhan ekonomi dua daerah tersebut akan berbeda. Menurut Shandika dan Hendarto (2012) perbandingan pendapatan dari tahun ke tahun dan perhitungannya didasarkan pada harga berlaku atau harga konstan merupakan cara untuk untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Caska dan Riadi (2008) kesenjangan atau ketimpangan antardaerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwasheffects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Permasalahan ketimpangan pembangunan antar wilayah secara teoritis, awalnya dimunculkan oleh Douglas C. North, yang dikenal dengan Hipotesa Neo-klasik (Sjafrizal, 2008). Menurut hipotesa ini, ketimpangan pembangunan antar wilayah akan meningktan pada awal proses pembangunan suatu negara, dan ketimpangan akan terus bergerak mencapai titik puncak sementara proses pembangunan
terus berlanjut. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun. Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk dalam kategori negara sedang berkembang, karena salah satu karakteristik negara sedang berkembang adalah keseragaman tujuan dalam upaya mengatasi ketimpangan antar daerah.Ketimpangan tersebut menyebabkan semakin melebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin,ketimpangan antar pulau maupun ketimpangan antar sektor ekonomi.Wilayahmiskin pertumbuhannya lebih lambat dari wilayah yang lebih berkembang ataudikenal dengan istilah konvergensi (Soetopo, 2009). Ketimpangan antar daerah sebagai akibat dari adanya perbedaan dalam pertumbuhan ekonomi terlihat antara Pulau Jawa dengan pulau – pulau lain di Indonesia. Pemekaran daerah adalah salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antar wilayah.Pengertian pemekaran daerah adalah suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Dengan kata lain pemekaran daerah merupakan suatu upaya strategis yang ditempuh oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan baik dalam rangka pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan menuju terwujudnya peningkatan taraf hidup masyarakat khusunya dalam hal ekonomi ke arah yang lebih baik. Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang melakukan pemekaran daerah, hal ini dikarenakan meskipun Provinsi Riau memiliki potensi besar dalam bidang ekonomi, kondisi geografis Riau yang strategis dan dan memiliki sumber daya alam yang melimpah namun ketimpangan pembangunannya pun masih cukup besar. Aglomerasi juga merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan wilayah. Aglomerasi dapat didefinisikan daerah-daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonomi terjadi memperoleh manfaat yang disebut dengan ekonomi aglomerasi (Mayvani, 2011). Manfaat dari adanya aglomerasi akan menyebabkan perkembangan daerah secara umum ataupun perkembangan kota secara khusus, sehingga dapat dikatakan bahwa daerah-daerah dan kota-kota tidak dapat terjadi tanpa aglomerasi (Isard dalam Sakti 2010). Dengan kata lain, aglomerasi merupakan sebuah variabel yang ikut membentuk perkembangan atau pertumbuhan suatu daerah. Pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti dari Kabupaten Bengkalis pada tahun 2008 merupakan topik utama yang akan diangkat pada penelitian ini, karena pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkalis sebelum dimekarkan sudah menunjukkan angka yang cukup memuaskan, namun setelah terjadi pemekaran dan Kabupaten Kepulauan Meranti memisahkan diri (tahun 2008) pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkalis terlihat mengalami penurunan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Meranti pada awal pemekaran daerah yaitu tahun 2008 meskipun sempat mengalami penurunan dari tahun 2008 yaitu 6,59%, namun pada tahun 2010 dan 2011 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Meranti terlihat lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kabupaten induk yaitu Kabupaten Bengkalis. Dari fenomena mengenai pemekaran daerah yang terjadi pada Kabupaten Bengkalis sebagai kabupaten induk dan Kabupaten Kepualauan Meranti peneliti tertarik untuk mengetahui seperti apa pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan wilayah yang terjadi pada dua kabupaten tersebut sebelum dan setelah dilakukannya pemekaran daerah. Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti aglomerasi dan kinerja ekonomi daerah pada Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti dapat menunjukkan apakah tujuan awal dari pemekaran daerah tercapai atau belum maksimal.Namun tentunya pemilihan topik pemekaran wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti dari Kabupaten Bengkalis tidak melupakan fakta bahwa kedua kabupaten ini memiliki ciri khas yang berbeda. Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten penghasil minyak dan gas, sedangkan Kepulauan Meranti bukan merupakan kabupaten yang menggantungkan perekonomiannya pada minyak dan gas, oleh karena itu PDRB yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah PDRB non migas. Fokus penelitian ini akan terletak pada analisis ketimpangan pembangunan wilayah, serta pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bengkalis setelah terjadinya pemekaran daerah. Penelitian ini juga melihat perubahan sumbangan sektoral terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten.Selanjutnya melihat bagaimana dampak pemekaran wilayah terhadap Kabupaten Kepulauan Meranti. Serta akan melihat bagaimana aglomerasi dan kinerja ekonomi daerah pada Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti setelah dilakukannya pemekaran daerah.
B. KAJIAN PUSTAKA Konsep Pemekaran Daerah Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada masa pemerintahan Orde Baru yaitu tahun 1974, proses pemekaran terjadi begitu pesat dan cenderung tidak terkendali. Pemekaran wilayah dilakukan dengan alasan bahwa pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat. Peningkatan efektifitas penyelenggaran pemerintah dan pengelolaan pembangunan merupakan alasan lain mengapa pemekaran wilayah dilakukan. Pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah kebutuhan untuk terus meningkatkan kinerja pemerintah daerah dan selanjutnya akan membawa dampak positif yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah. Secara umum pemekaran wilayah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Definisi pemekaran daerah sendiri adalah suatu bentuk usaha dari pemerintah kabupaten dalam melakukan pemerataan dan pembagian wilayah ke tingkat yang lebih merata dan rapih, dengan tujuan agar tidak terjadinya tumpang tindih, baik secara administratif, maupun secara sumber potensi alam yang terdapat pada sebuah daerah (Pratama, 2010). Sedangkan menurut Farida (2010) pemekaran wilayah merupakan salah satu bentuk nyata dari adanya desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullah otonomi bagi suatu pemerintah daerah, yang pada akhirnya akan melahirkan pemekaran wilayah karena keinginan tiap wilayah yang besar untuk mengatur daerahnya sendiri. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting dalam ilmu ekonomi regional. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Namun dalam perkembangannya para ahli ekonomi mempunyai definisi yang berbeda mengenai pertumbuhan ekonomi. Menurut Arsyad (2004) pada umumnya para ekonom memberikan pengertian yang sama mengenai pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai kenaikan GDP/GNP saja tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pembahasan mengenai pertumbuhan ekonomi seringkali merujuk pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun dalam pembahasan regional atau daerah, pertumbuhan ekonomi wilayah atau pertumbuhan regional adalah istilah yang lebih tepat digunakan untuk menganalisis pertumbuhan ekonomi sebuah wilayah, daerah atau region. Menurut Tarigan (2007) pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi. Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat petambahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Pembangunan Ekonomi Daerah Menurut Adam Smith pembangunan ekonomi merupakan proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana, 2000). Menurut Schumpeter (dalam Suryana, 2000), pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. Pendapatan perkapita yaitu pendapatan rata-rata penduduk suatu daerah sedangkan pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam masa satu tahun. Pertambahan pendapatan nasional dan pendapatan perkapita dari masa ke masa dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi dan juga perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu
daerah.Pembangunan ekonomi menunjukkan perubahan-perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian di samping kenaikan output. Pada umumnya pembangunan selalu disertai dengan pertumbuhan, tetapi pertumbuhan belum tentu disertai dengan pembangunan (Sukirno, 2006). Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Teori pertumbuhan neoklasik merupakan salah satu teori yang dapat menjelaskan atau menganalisis pertumbuhan dan pembangunan ekonomi regional. Menurut Tarigan (2007), teori yang dikembangkan oleh Robert M. Solow dan T.W. Swan ini menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi capital, kemajuan tekhnologi dan besarnya output yang saling berinteraksi. Solow dan Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya subtitusi antara capital (K) dan tenaga kerja (L). a. Model Pertumbuhan Neoklasik Teori pertumbuhan Neo Klasik ini mempunyai banyak variasi, tetapi pada umumnya mereka didasarkan kepada fungsi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas yang sekarang dikenal dengan sebutan fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut bisa dituliskan dengan cara berikut : Qt = Tta Kt Ltb di mana : Qt = tingkat produksi pada tahun t Tt = tingkat tekhnologi pada tahun t Kt = jumlah stok barang modal pada tahun t a = pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit modal. b = pertambahan output yang diciptakan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja. b. Aglomerasi Perroux (dalam Adisasmita, 2005) menyebutkan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di segala tempat, akan tetapi hanya terbatas pada beberapa tempat tertentu. Ia lebih memberikan tekanan pada aspek konsentrasi proses pembangunan dan menganggap induustri pendorong (propulsive industries) sebagai titik awal perubahan unsur yang esensial untuk menunjang pembangunan selanjutnya. Konsepsi Perroux ini merupakan langkah utama untuk memberi bentuk konkrit pada aglomerasi. Sedangkan menurut Matitaputty (2010) aglomerasi akan terjadi jika sebuah aktifitas ekonomi dan penduduk melakukan pengelompokan atau terkonsentrasi secara spasial, pengelompokan ini diakibatan usaha para pelaku aktifitas ekonomi serta penduduk untuk melakukan penghematan, didukung oleh lokasi yang berdekatan. Dari sudut pandang teoritis, konsep aglomerasi dibenarkan untuk diperkenalkan ke dalam ruang kerangka model keuntungan tradisional. Secara umum, ekonomi aglomerasi hanya terdiri hanya eksternalitas positif yang dihasilkan dari konsentrasi spasial dari sebuah aktivitas ekonomi. Seperti disebutkan sebelumnya ekonomi aglomerasi merupakan hasil dari lokasi industri yang spesifik, yang diperoleh ketika perusahaan di industri yang sama menarik berbagi kutub dari pekerja terampil dan input yang terspesialisasi (Guimaraes, Figueiredo dan Woodward, 2000) Agglomeration economies atau localized industries menurut Marshall muncul ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka panjang sehingga masyarakat akan banyak memperoleh keuntungan apabila mengikuti tindakan mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut. Konsep aglomerasi menurut Montgomery tidak jauh berbeda dengan konsep yang dikemukakan oleh Marshall. Montgomery mendefinisikan penghematan aglomerasi sebagai penghematan akibat adanya lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan pengelompokan perusahaan, tenaga kerja, dan konsumen secara spasial untuk meminimisasi biaya-biaya seperti biaya transportasi, informasi dan komunikasi. Ketimpangan Regional Terjadinya ketimpangan antar daerahdijelaskan oleh Mydral. Teori Mydral mengenai keterbelakangan dan pembangunan ekonominya dibangun disekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan hal itu menggunakan spread effect dan backwash effect sebagai bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar. Spread effect
(dampak sebar) didefinisikan sebagai suatu pengaruh yang menguntungkan (favourable effect), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi di pusat pertumbuhan ke daerah sekitar.Backwash effect (dampak balik) didefinisikan sebagai pengaruh yang merugikan (infavourable effect) yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar atau pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti. Menurut Myrdal (dalam Harun dan Maski, 2013) secara umum dapat dikatakan bahwa daya tarik suatu daerah dimulai dari sejarah masa lalu yang bersifat kebetulan : bahwa pada masa lalu pernah ada sesuatu kegiatan ekonomi yang dimulai di daerah itu dan ternyata berhasil, dan tidak dimulai di daerah lain dimana sesuatu kegiatan ekonomi tersebut sebenarnya dapat juga dimulai dan mungkin akan membawa hasil yang lebih baik. Dan dikemudian hari di daerah yang berhasil, bertambahnya keunggulan keunggulan lain seperti terlatihnya golongan pekerja dalam berbagai macam keterampilan, mudahnya komunikasi, berkembangnya rasa bertumbuh dan terbukanya kesempatan-kesempatan yang luas, dan semangat membangun perusahaan-perusahaan baru, bertambahnya fasilitas-fasilitas publik seperti kesehatan, pendidikan, jalan dan lain-lain yang memperkuat dan menopang pertumbuhan yang terus berlanjut di daerah tersebut. Di sisi lain daerah-daerah yang tidak mempunyai keunggulan mengalami stagnasi dan bahkan tidak mungkin akan mengalami kemunduran. Kinerja Ekonomi Daerah Kinerja ekonomi adalah sebuah keadaan dimana kondisi perekonomian yang dibangun oleh sebuah pemerintahan dapat ditunjukkan. Melalui kinerja ekonomi ini, daerah dapat menunjukkan sejauh apa mereka telah melakukan pembangunan ekonomi. Kinerja ekonomi daerah dapat digunakan apakah sebuah daerah mampu melaksanan tujuan awal diberlakukannya otonomi daerah. Kinerja ekonomi daerah dapat diukur dengan pengukuran beberapa variabel yang dapat menggambarkan keadaan ekonomi atau pencapaian sebuah daerah dalam pembangunan ekonominya. Menurut Rachim dan Sasana (2013), kinerja ekonomi dapat digambarkan oleh beberapa variabel, varibel tersebut digunakan untuk mengetahui apakah kinerja ekonomi sebuah daerah lebih baik setelah dilakukannya pemekaran daerah. Variabel tersbeut diantaranya adalah pertumbuhan PDRB per kapita, rasio PDRB Kabupaten Kota terhadap PDRB Provinsi dan angka kemiskinan. Sedangkan menurut Cahyani (2011) Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan parameter yang tepat dan dapat dijadikan indikator untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral agar dapat dilihat sektor-sektor mana saja yang menyebabkan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.Kinerja ekonomi daerah yang postif akan membawa banyak pengaruh positif, baik dari segi peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun dari segi pembangunan daerah itu sendiri. Jika kinerja ekonomi daerah positif berarti tujuan awal otonomi daerah dapat terlaksana. Menurut Sasana (2009) kinerja ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia, khususnya melalui aktivitas rumah tangga dan pemerintah, selain adanya peran civil society seperti melalui organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.
C. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang akan digunakan dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti.Kabupaten ini merupakan dua kabupaten yang terletak di Provinsi Riau.Pemilihan lokasi tersebut didasarkan atas fokus penelitian yang digunakan pada penelitian ini, yaitu pemekaran wilayah.Periode waktu yang digunakan pada penelitian ini adalah mulai tahun 2004 – 2011.Periode tahun ini dipilih karena pada tahun 2008 terjadi pemekaran wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti dari Kabupaten Bengkalis. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari data PDRB menurut harga konstan 2000 Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti, data PDRB menurut harga konstan 2000 Provinsi Riau, data tenaga kerja, data kemiskinan, serta data jumlah penduduk. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi variabel aglomerasi dan kinerja ekonomi daerah dan variabel pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan wilayah.Jenis data sekunder merupakan data panel (gabungan antara data time-series dan cross section), dalam bentuk tahunan.Data sekunder yang digunakan adalah data PDRB menurut harga konstan 2000 Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten
Kepulauan Meranti. Data time series yang digunakan dimulai dari periode 2004 sampai 2011. Sedangkan data cross section-nya adalah PDRB Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti serta Provinsi Riau. Metode Analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik analisis yang dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah. Diantaranya adalah analisis shift share, indeks Williamson untuk menghitung ketimpangan wilayah, indeks Balassa untuk mengukur aglomerasi, dan yang terakhir perhitungan kinerja daerah melalui 4 indikator yaitu . pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan PDRB per kapita, rasio PDRB Kabupaten terhadap PDRB Provinsi, dan angka kemiskinan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif.Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan software Microsoft Excel dan SPSS 19.Hasil pengolahan data disajikan pada bagian lampiran. Untuk penjelasan hasil analisis, dikutip beberapa bagian dari olahan dan dideskripsikan dalam bab hasil dan pembahasan.
D. PEMBAHASAN Sumbangan Sektoral Terhadap PDRB Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti PDRB Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti dibentuk oleh sektor-sektor yang memberikan sumbangan pada perekonomian masing-masing kabupaten.Besaran PDRB yang berbeda setiap tahunnya dipengaruhi oleh perubahan sumbangan sektoral, fluktuasi sumbangan sektoral ini membuat PDRB masing-masing kabupaten didominasi oleh sektor yang berbeda setiap tahunnya. Sektor-sektor ini dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yang pertama yaitu sektor primer yang terdiri dari sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian, yang kedua yaitu sektor industri terdiri dari sektor industri pengolahan, yang ketiga yaitu sektor utilitas yang terdiri dari sektor listrik, gas dan air bersih ditambah sektor pengangkutan dan komunikasi dan yang keempat yaitu sektor jasa yang terdiri dari sektor bangunan ditambah sektor perdagangan, hotel dan restoran ditambah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta ditambah sektor jasa-jasa. Tabel 1.Hasil Perhitungan Indeks Shift Share Sektor-Sektor PDRB Tanpa MigasKabupaten Bengkalis Per Tahun (2004-2011) Sektor Tahun 2004-2005
2005-2006
2006-2007
2007-2008
2008-2009
2009-2010
2010-2011
0.85 0.64 0.21
-5.34 -1.77 -1.85
1.26 -0.24 1.35
1.14 0.57 1.14
1.08 1.79 2.19
1.26 1.52 2.91
1.13 0.92 1.52
0.68 0.83
-0.93 -1.87
0.83 0.79
0.68 0.89
0.72 0.92
0.00 0.87
0.64 0.72
0.21
-2.22
1.24
0.95
1.14
1.07
1.06
0.57 -0.32 1.01 -1.04 Sumber : Data sekunder (diolah), 2013
0.54 0.97
1.19 1.03
0.63 1.22
1.05 0.84
1.03 1.53
Pertanian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keuangan Jasa-jasa
Seperti yang telah diuraikan pada pembahasan pada sub bab sebelumnya, seluruh sektor yang membentuk PDRB Kabupaten Bengkalis mengalami peningkatan maupun penurunan setiap tahun sepanjang periode analisis. Sepanjang tahun analisis yaitu tahun 2004 hingga 2011 sektor yang mencatatkan sumbangan pada PDRB Kabupaten Bengkalis yang paling tinggi diantara sektor lainnya adalah sektor Listrik, Gas & Air Bersih dan sektor dengan sumbangan terendah adalah sektor Pertanian. Sektor-sektor yang sumbangannya mendominasi pertumbuhan PDRB Kabupaten Bengkalis per periode akan menjadi fokus pembahasan selanjutnya. Pada periode awal yaitu 2004-2005, sektor dengan sumbangan terbesar adalah sektor Pertanian, diikuti oleh sektor Jasa pada tempat kedua.Dua
sektor ini perlu dipertahankan agar dominasinya pada sumbangan pertumbuhan PDRB Kabupaten Bengkalis terus dapat berlanjut Sedangkan dua kelompok sektor lainnya yang memerlukan perencanaan lebih agar kedepannya sumbangan dua sektor ini dapat meningkat adalah sektor industri dan sektor utilitas.Pada periode berikutnya, terlihat semua kelompok sektor mempunyai rata-rata pertumbuhan yang menunjukkan minus angka (-) atau <0, hal ini dikarenakan pada periode tahun 2005-2006 terjadi penurunan PDRB Kabupaten Bengkalis yang cukup signifikan di semua sektor. Pada periode 2005-2006, kelompok sektor yang tercatat memiliki penurunan paling kecil, atau sumbangan paling besar jika dibandingkan dengan kelompok sektor lain adalah sektor jasa-jasa, dan tempat kedua adalah kelompok sektor Industri. Dua kelompok sektor yang memiliki penurunan paling besar atau sumbangan yang paling kecil dibandingkan dengan kelompok sektor sebelumnya adalah sektor utilitas dan pertanian. Kelompok sektor utilitas dan sektor pertanian tercatat memiliki dominasi pada sumbangan pertumbuhan PDRB Kabupaten Bengkalis pada periode 2006-2007, dua sektor ini memiliki rata-rata shift share yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua sektor lain, yaitu sektor jasa dan sektor industri. Kelompok sektor industri bahkan mencatatkan rata-rata shift share negatif pada periode ini. Pada periode 2007-2008 kelompok sektor Pertanian dan kelompok sektor utilitas masih menunjukkan dominasinya dengan sumbangan terbesar pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Bengkalis. Dan dua sektor dengan sumbangan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok sektor Pertanian dan kelompok sektor Utilitas adalah kelompok sektor Jasa dan kelompok sektor Industri, namun sektor industri sudah mempu memperbaiki keadaan dari periode sebelumnya, dengan rata-rata shift share yang menunjukkan angka positif, dan tidak lagi negatif. Kelompok sektor industri kembali mencatatkan peningkatannya, dan pada periode 2008-2009 kelompok sektor ini memiliki ratarata shift share yang paling besar dibandingan dengan sektor lainnya.Disusul pada tempat kedua adalah kelompok sektor utilitas, dan ditempat ketiga adalah sektor Pertanian.Sedangkan kelompok sektor jasa belum menunjukkan peningkatan sumbangan yang berarti, dan masih berada pada posisi kelompok sektor dengan sumbangan terkecil pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Bengkalis. Menginjak pada periode berikutnya, 2009-2010, urutan sektor dengan sumbangan terbesar pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Bengkalis adalah kelompok sektor utilitas, kelompok sektor industri, kelompok sektor pertanian, dan yang terakhir adalah kelompok sektor jasa. Periode akhir analisis, 2010-2011, mencatatkan kelompok sektor utilits dan kelompok sektor pertanian pada dua kelompok yang mendominasi sumbangan pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Bengkalis, sedangkan dua sektor lainnya, yaitu kelompok sektor jasa dan kelompok sektor industri menunjukkan rata-rata shift share yang lebih rendah dibandingkan dengan dua sektor sebelumnya. Secara umum, pertumbuhan PDRB Kabupaten Bengkalis didominasi oleh kelompok sektor utilitas, dan kelompok sektor jasa. Sedangkan kelompok sektor industri dan kelompok sektor pertanian, rata-rata indeks shift share nya masih dibawah sektor utilitas dan kelompok sektor jasa. Secara keseluruhan pada masing-masing periode, seluruh sektor dengan sumbangan tertinggi terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Bengkalis memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan sektor yang sama pada PDRB Provinsi Riau, karena shift share berada pada angka >1. Kecuali pada periode 2005-2006, dimana semua sektor mempunyai pertumbuhan yang negatif, yang artinya sektor dengan sumbangan tertinggi pun masih berada <1 atau pertumbuhannya tidak lebih besar dari sektor yang sama pada PDRB Provinsi Riau. Pada setiap periode tahun, sektor dengan sumbangan terendah pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Bengkalis mempunyai nilai <1, atau pertumbuhannnya tidak lebih besar dari pertumbuhan sektor yang sama pada PDRB Provinsi Riau.
Tabel 2.Hasil Perhitungan Indeks Shift Share Sektor-Sektor PDRB Tanpa MigasKabupaten Kepulauan Meranti Per Tahun (2006-2011) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Sektor Pertanian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi
2006-2007 1.20 1.00 1.39 0.83 0.93
6. 1.34 Keuangan 7. 0.45 Jasa-jasa 8. 0.98 Sumber : Data sekunder (diolah), 2013
2007-2008 1.14 1.07 1.17 0.68 0.89
Tahun 2008-2009 1.07 1.35 2.18 0.72 0.91
2009-2010 1.42 1.20 1.25 0.83 0.82
2010-2011 1.52 1.12 1.29 1.29 1.10
0.94 0.49 1.04
1.30 0.80 1.30
1.15 0.86 1.13
1.16 1.41 0.91
Perekonomian Kabupaten Kepulauan Meranti yang dicerminkan oleh angka PDRB per tahunnya juga dibentuk oleh sektor-sektor yang memberikan sumbangan pada pendapatan regional kabupaten setiap tahunnya. Fluktuasi sumbangan sektor-sektor ini secara otomatis akan mempengaruhi perubahan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti dari tahun ke tahun. Perubahan sumbangan sektor yang diwakili oleh shift share akan dibahas per periode, namun periode tahun pada analisis shift share Kabupaten Kepulauan Meranti ini sedikit berbeda dengan periode tahun analisis pada Kabupaten Bengkalis. Periode analisis shift share Kabupaten Kepulauan Meranti ini terdiri dari 2006-2007, 2007-2008, 20082009, 2009-2010 dan 2010-2011, hal ini dikarenakan data PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2004 dan 2005 tidak tersedia. Gambaran mengenai sumbangan sektor yang akan dianalisis per periode tahun akan menjadi fokus berikutnya, pada periode 2006-2007 sektor yang sumbangannya paling besar dan mendominasi pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti adalah sektor Listrik, Gas & Air Bersih dengan indeks shift share positif yang menunjukkan bahwa pertumbuhannya lebih besar daripada pertumbuhan sektor yang sama pada PDRB Provinsi Riau. Sedangkan sektor dengan sumbangan paling kecil jika dibandingkan dengan sektor lainnya pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti adalah sektor Keuangan, sektor ini tercatat masih memiliki pertumbuhan yang negatif. Pada periode selanjutnya yaitu periode 2007-2008, sektor Listrik, Gas & Air Bersih masih berada pada posisi sektor dengan sumbangan terbesar pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti, dan hal yang sama terjadi pada sektor dengan sumbangan terkecil pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti, tercatat posisi ini masih ditempati oleh sektor Keuangan. Catatan yang gemilang rupanya masih mampu dilanjutkan oleh sektor Listrik, Gas & Air Bersih pada periode 2008-2009, sektor ini masih saja bertengger pada posisi teratas dengan shift share yang paling besar dibandingkan dengan sektor-sektor pembentuk PDRB lainnya. Namun sektor dengan sumbangan terendah rupanya telah digantikan oleh sektor Bangunan, dengan catatan indeks shift share negatif pada periode ini. Namun rupanya pada periode 2009-2010, prestasi gemilang sektor Listrik, Gas & Air Bersih mampu digeser oleh sektor Pertanian, sedangkan sektor dengan sumbangan yang paling kecil pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti adalah sektor Perdagangan, Hotel & Restoran. Pada periode akhir analisis, 2010-2011 sektor Pertanian berhasil mencatatkan kembali indeks shift sharenya sebagai shift share tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya sebagai penyumbang pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti, dan sektor Jasa-jasa dengan shift share negatif berada pada posisi terakhir, dengan sumbangan yang paling rendah pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti. Sepanjang periode analisis, terlihat sektor Listrik, Gas & Air Bersih adalah sektor dengan rata-rata shift share paling besar dibandingkan dengan sektor lainnya, yaitu 1,46, artinya sektor ini merupakan penyumbang terbesar terhadap pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti sepanjang periode analisis. Sektor dengan sumbangan terbesar kedua adalah sektor Pertanian, dengan rata-rata shift share sebesar 1,27. Disusul sektor Angkutan & Komunikasi pada tempat ketiga, dengan rata-rata shift share
1,18. Selanjutnya terdapat sektor Industri Pengolahan dan sektor Jasa-jasa dengan rata-rata shift share yang mencerminkan sumbangannya pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti 1,15 dan 1,07. Lima sektor yang telah disebutkan diatas memiliki indeks shift share yang positif, artinya pertumbuhan lima sektor tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan sektor yang sama pada PDRB Provinsi Riau. Ini artinya lima sektor tersebut mendominasi pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti dan menjadikan perekonomian Kabupaten Kepulauan Meranti semakin baik setiap tahunnya, sepanjang periode analisis. Tiga sektor lain yang mempunyai rata-rata shift share yang lebih rendah jika dibandingkan dengan lima sektor sebelumnya adalah sektor Perdagangan, Hotel & Restoran dengan shift share 0,93, sektor Bangunan dengan shift share 0,87 dan yang paling kecil adalah shift share dari sektor Keuangan, 0.80. Sumbangan tiga sektor ini pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti sepanjang tahun analisis masih lebih rendah dari sumbangan lima sektor yang tekah dibahas sebelumnya. Analisis shift share berikutnya akan beranjak pada pembahasan per kelompok sektor, dari pembahasan ini akan tercermin perekonomian Kabupaten Kepulauan Meranti setiap tahunnya didominasi oleh kelompok sektor apa, dan kelompok sektor mana saja yang memerlukan perencanaan lebih matang kedepan agar pertumbuhannya bisa lebih maksimal. Pada periode 2006-2007, kelompok sektor utilitas mendominasi PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti, ini ditunjukkan oleh sumbangnnya yang menunjukkan angka paling besar terhadap pertumbuhan PDRB kabupaten.Pada tempat kedua terdapat kelompok sektor Pertanian dengan sumbangan terbesar kedua setelah kelompok sektor utilitas.Kelompok sektor industri dan kelompok sektor jasa-jasa menyusul ditempat ketiga dan keempat, bahkan shift share kelompok sektor jasa-jasa masih menunjukkan angka negatif.Kelompok sektor Pertanian terlihat mendominasi PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti pada periode selanjutnya, 2007-2008, dengan shift share yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok sektor Industri, kelompok sektor utilitas, dan kelompok sektor Jasa.Kelompok sektor jasa masih mencatatkan shift share negatif pada periode ini, sehingga kelompok sektor ini belum beranjak dari posisi kelompok sektor dengan sumbangan terkecil pada pertumbuhan PDRB Provinsi Riau. Kelompok sektor utilitas kembali merebut posisi kelompok sektor dengan sumbangan tertinggi pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti.Diikuti oleh kelompok sektor Industri dan kelompok sektor Pertanian pada tempat kedua dan ketiga dengan besaran sumbangan pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti. Dan pada periode ini kelompok sektor jasa shift sharenya masih menempati tempat dengan sumbangan paling rendah pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti. Kelompok sektor Pertanian menunjukkan shift share yang paling besar pada periode 2009-2010, diikuti oleh kelompok sektor utilitas, dan kelompok sektor Industri pada tempat ketiga. Pada periode ini, kelompok sektor jasa belum mampu memperbaiki capaiannya, karena tercatat kelompok sektor ini masih memiliki shift share yang paling kecil diantara kelompok sektor lainnya. Pada periode akhir analisis, 2010-2011, kelompok sektor jasa berhasil memperbaiki catatannya, sehingga pada periode ini shift share kelompok sektor jasa berada pada tempat ketiga dengan sumbangan terbesar pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti . Pada tempat pertama terdapat kelompok sektor Pertanian, tempat kedua terdapat kelompok sektor utilitas, kelompok sektor industri menjadi kelompok sektor dengan sumbangan paling kecil pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti dibandingakn dengan kelompok sektor lainnya. Pembahasan berdasarkan kelompok sektor akan menjadi fokus pada analisis berikutnya, berdasarkan kelompok sektor, sektor utilitas merupakan sektor dengan dominasi sumbangan pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti, karena rata-rata shift share sektor ini lebih tinggi dari sektor lainnya. Sektor Pertanian merupakan sektor dengan sumbangan terbesar kedua, tercermin dari rata-rata shift share sektor Pertanian yang menempati tempat kedua terbesar setelah sektor utilitas.Pada tempat ketiga terdapat sektor industri, dengan dominasi terbesar ketiga pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti sepanjang periode analisis, 2006 hingga 2011.Kelompok sektor dengan shift share terkecil dibandingkan dengan tiga sektor lainnya adalah kelompok sektor Jasa, kelompok sektor ini mempunyai sumbangan paling kecil pada pertumbuhan PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti.
Profil Ketimpangan Pembangunan Wilayah Provinsi Riau, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti Ketimpangan Pembangunan Wilayah Provinsi Riau merupakan salah satu hal yang menjadi perhatian penting pemerintah, baik Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis, Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti serta Pemerintah Daerah Provinsi Riau. Karena salah satu tujuan dari pemekaran kabupaten/ kota yang terdapat pada wilayah Provinsi Riau adalah berkurangnya ketimpangan pembangunan antar wilayah, sehingga pembangunan dapat merata, tidak terfokus pada satu atau beberapa kota/ kabupaten besar saja. Gambar 1.Indeks Williamson Provinsi Riau Tahun 2004-2011 Indeks Williamson Provinsi Riau 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Dengan Migas; 0.6724
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Tanpa Migas; 0.2829 2010 2011
Sumber : data sekunder (diolah), 2013 Pada grafik diatas dapat terlihat pergerakan angka indeks Williamson yang mewakili besarnya ketimpangan setiap tahunnya. Pada tahun 2004, tahun awal analisis, indeks Williamson masih berkisar pada angka 0,2150, yang berarti bahwa ketimpangan di Provinsi Riau cukup rendah. Pada tahun berikutnya, pembangunan di Provinsi Riau tidak malah berkurang, namun malah semakin melonjak, seperti yang dapat dilihat pada grafik, lonjakan ini cukup signifikan karena hampir menyentuh angka 0,3, yaitu 0,2974. Hal ini dapat diartikan ketimpangan antar kabupaten/ kota yang semakin bertambah, meskipun masih tergolong rendah. Ketimpangan yang semakin besar ini tidak diperbaiki pada tahun 2006, dan 2007. Pada tahun 2006, grafik menunjukkan indeks Williamson dengan angka yang sama dengan tahun 2005, dan pada tahun 2007, pembangunan wilayah kabupaten/ kota di Provinsi Riau semakin timpang, karena angka indeks Williamson semakin menjauhi angka 0 (nol) dan mendekati angka 1 (satu) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Indeks Williamson Provinsi Riau pada tahun 2007, periode akhir sebelum adanya pemekaram daerah adalah 0,3009. Angka indeks Williamson yang mulai menyentuh angka 0,3 ini semakin diperparah dengan tidak ditunjukkannya penurunan grafik indeks Williamson, namun grafik terlihat bergerak semakin ke atas, menyentuh angka 0,3051, pada tahun 2008, tahun awal periode pemekaran daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dari Kabupaten Bengkalis. Ini menunjukkan, pada tahun awal, tahun 2008, pemekaran daerah tidak mengurangi ketimpangan. Namun kondisi pembangunan antar kabupaten/kota ini terlihat mulai membaik, dengan menurunnya angka indeks Williamson tahun 2009, seperti yang dapat dilihat pada grafik, meskipun penurunan ini belum cukup signifikan, namun ketimpangan pembangunan Provinsi Riau sudah semakin berkurang jika dibandingkan dengan tahun 2008, hal ini membuktikan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti terus berbenah, untuk memperbaiki kondisi perekonomiann daerahnya, dan pembangunan infrastruktur dan ekonomi terus ditingkatkan. Berkurangnya ketimpangan daerah ini kembali dilanjutkan pada tahun 2010 dan 2011, grafik menujukkan garis yang semakin menurun dan semakin mendekati angka 0,2. Meskipun pada akhir tahun 2011, tahun analisis setelah adanya pemekaran, indeks willamson tidak mampu menyamai pencapaian pada tahun 2004, setidaknya ketimpangan wilayah sudah mulai berkurang jika dibandingkan dengan tahun 2005, tahun dimana ketimpangan antar wilayah semakin membesar, dan angka indeks williamsonnya cukup besar.
Secara umum, indeks Williamson yang mewakili ketimpangan pembangunan wilayah di Provinsi Riau masih menunjukkan ketimpangan taraf rendah, yaitu Indeks Williamson < 0,35, belum mencapai ketimpangan taraf sedang ataupun taraf tinggi. Ketimpangan pembangunan wilayah Provinsi Riau setelah adanya pemekaran wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti dari Kabupaten Bengkalis terlihat lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum adanya pemekaran daerah, seperti yang terlihat pada grafik diatas, meskipun pada awal periode pemekaran, ketimpangan semakin tinggi namun pada tahun berikutnya, yaitu tahun 2009, 2010 dan 2011 kondisi ini dapat diperbaiki, sehingga secara umum Ketimpangan pembangunan wilayah Provinsi Riau lebih rendah setelah (tahun 2008-2011) adanya pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti dari Kabupaten Bengkalis daripada sebelum adanya pemekaran (tahun 2004-2007). Pembahasan mengenai profil ketimpangan pembangunan wilayah Provinsi Riau dengan memasukkan minyak dan gas dalam analisis akan menjadi fokus selanjutnya.Seperti yang terlihat pada grafik diatas, konvergensi atau ketimpangan Provinsi Riau dengan memasukkan minyak dan gas pada analisis sangat tinggi jika dibandingkan dengan tidak memasukkan minyak dan gas dalam pembahasan. Indeks Williamson tanpa migas berkisar di angka <3 sedangkan indeks Williamson dengan migas menunjukkan kisaran angka >0,6. Hal ini berarti ketimpangan pada Provinsi Riau semakin tinggi jika menggunakan perhitungan PDRB dengan migas. Seperti yang terlihat pada gambar diatas, pada periode awal sebelum adanya pemekaran daerah, indeks Williamson Provinsi Riau dengan migas menunjukkan angka yang terus meningkat, dan dapat dikategorikan sebagai ketimpangan taraf tinggi, karena indeks Williamson yang menunjukkan angka >0,35. Tingginya ketimpangan ini mencapai puncaknya pada tahun 2008, yaitu pada tahun terjadinya pemekaran daerah. Namun pada tahun berikutnya setelah adanya pemekaran daerah, ketimpangan ini berangsur-angsur turun, ditunjukkan oleh indeks Williamson yang semakin mendekati angka 0 jika dibandingkan dengan tahun 2008, meskipun sempat mengalami peningkatan pada tahun 2011, namun peningkatan ini tidak sebesar pada tahun 2008. Secara umum ketimpangan daerah atau konvergensi pada Provinsi Riau dengan menyertakan minyak dan gas pada pembahasan lebih tinggi pada periode sebelum pemekaran daerah (2004-2007), meskipun pada tahun pertama setelah adanya pemekaran daerah indeks Williamson menunjukkan angka yang paling tinggi dibandingkan dengan tahun analisis lain, namun secara umum ketimpangan Provinsi Riau pada periode setelah pemekaran (2008-2011) lebih rendah jika dibandingkan dengan sebelum pemekaran, karena pada tahun 2009-2011 keadaan diperbaiki dengan menurunnya indeks Williamson Provinsi Riau dengan minyak dan gas. Konvergensi atau ketimpangan pembangunan wilayah dengan minyak dan gas yang diwakili oleh Indeks Williamson tanpa migas terihat mengalami penurunan yang lebih signifikan jika dibandingkan dengan ketimpangan pembangunan wilayah tanpa minyak dan gas pada periode setelah terjadinya pemekaran daerah. Hal ini dikarenakan adanya indikas bahwa minyak pada daerah atau kabupaten penghasil minyak mula habis atau mengalami penurunan produksi, sedangkan daerah atau kabupaten lain yang bukan penghasil minyak mulai memaksimalkan produksi dari sektor lainnya, sehingga pendapatan regionalnya mulai merangkak naik, dan ketimpangan dengan minyak dan gas semakin menurun. Kabupaten Kepulauan Meranti yang dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Bengkalis diindikasikan kurang diperhatikan karena fokus utama Kabupaten Bengkalis lebih kepada pembangunan infrastruktur pendukung minyak dan gas, sedangkan sektor lain kurang diperhatkan. Setelah lepas atau berpisah dari Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Meranti dapat lebih leluasa memaksimalkan pembangunan infrastruktur untuk membangun semua sektor-sektor pembentuk perekonomiannya, dimana Kabupaten Kepulauan Meranti tidak mempunyai sumber daya minyak yang melimpah. Dengan memaksimalkan pembangunan infrastuktur pada semua sektor pendukung perekonomian, maka sektor utama penyumbang perekonomian Kabupaten Kepulauan Meranti, sektor pertanian dapat dikembangkan secara maksimal dan dapat meningkatkan produksinya. Profil Aglomerasi Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan dua daerah yang memiliki potensi ekonomi yang berbeda, namun untuk mengarahkan perekonomian dua daerah ini ke arah yang semakin baik, pemusatan tenaga kerja pada kedua daerah merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah, karena tenaga kerja merupakan salah satu faktor utama yang menentukan bergerak
atau tidaknya sebuah perekonomian. Tenaga kerja akan datang atau berkumpul pada suatu daerah jika pada daerah tersebut terdapat faktor penarik, yang dapat berupa lapangan kerja atau iklim kerja yang bagus dan memadai. Gambar 2. Indeks Balassa Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti Riau Tahun 2004-2011
Indeks Balassa Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti 2 1.5 Bengkalis; 0.986503961
1 0.5 0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Kep. Meranti; 0.529825775 2010 2011
Sumber : data sekunder (diolah), 2013 Gambar 2 menggambarkan grafik indeks balassa Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti pada periode sebelum dan setelah adanya pemekaran daerah, tahun 2004 hingga tahun 2011. Pada gambar diatas garis warna merah menunjukkan fluktuasi indeks balassa pada Kabupaten Bengkalis, seperti yang terlihat, indeks balassa yang menunjukkan kuat atau lemahnya aglomerasi atau pemusatan tenaga kerja sektor formal yang terjadi di wilayah Kabu paten Bengkalis menunjukkan fluktuasi. Pada tahun 2004, aglomerasi cenderung lemah, namun pada tahun berikutnya, tahun 2005 aglomerasi semakin menguat, ditunjukkan dengan grafik yang mendekati angka 1,8. Pada tahun 2006 dan 2007, grafik menunjukkan aglomerasi yang semakin lemah dengan grafik yang semakin menurun dan mendekati angka 0, tahun 2006 berkisar pada angka 1,6 dan pada tahun 2007 berkisar pada angka 1,2. Sehingga dapat dilihat gambaran aglomerasi pada Kabupaten Bengkalis sebelum adanya pemekaran daerah cenderung lemah. Namun pada tahun berikutnya tahun 2008-2011, periode setelah pemekaran, aglomerasi pada Kabupaten Bengkalis terlihat semakin menguat, ditunjukkan dengan indeks Balassa yang mengalami peningkatan, mendekati angka 2. Pada tahun 2008 dan 2009 grafik meningkat, namun pada tahun 2010 dan 2011 indeks balassa kembali mengalami penurunan, namun masih lebih baik jika dibandingkan dengan periode sebelum pemekaran daerah terjadi. Angka indeks balassa yang masih dibawah 2 (dua) baik pada periode sebelum pemekaran (2004-2007) dan periode setelah pemekaran (2008-2011) menunjukkan bahwa aglomerasi yang terdapat pada Kabupaten Bengkalis masih lemah dan cenderung mengarah pada belum terbentuknya aglomerasi.Namun secara umum aglomerasi yang terjadi di Kabupaten Bengkalis sebelum adanya pemekaran (tahun 2004-2007) lebih lemah dibandingkan dengan setelah adanya pemekaran daerah (tahun 2008-2011). Garis berwarna biru pada gambar diatas menunjukkan indeks balassa Kabupaten Kepulauan Meranti. Pada pembahasan aglomerasi Kabupaten Kepulauan Meranti, periode waktu analisis adalah tahun 2008 hingga tahun 2011, karena pemekaran daerah terjadi pada tahun 2008, artinya pada tahun 2008 Kabupaten Kepulauan Meranti baru terbentuk. Jika mengacu pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pemusatan tenaga kerja sektor formal pada Kabupaten Kepulauan Meranti ini masih sangat lemah, ditunjukkan oleh indeks balassa yang masih <0,6 sepanjang periode setelah pemekaran. Hal ini menunjukkan bahwa pada Kabupaten Kepulauan Meranti belum terdapat faktor yang dapat menarik tenaga kerja sehingga tenaga kerja tersebut melakukan pemusatan, atau yang biasa disebut aglomerasi.Angka indeks balassa yang belum mencapai 1 (satu) menunjukkan belum terdapat aglomerasi di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Aglomerasi dapat terbentuk karena adanya tenaga kerja yang berpindah karena adanya upah yang lebih tinggi pada sebuah daerah, tenaga kerja ini berpindah dari tempat yang mempunyai upah rendah ke daerah dengan upah yang tinggi. Tenaga kerja dihargai dengan upah dan disesuaikan dengan produktivitasnya.Jika tenaga kerja mengharapkan upah yang tinggi maka harus diimbangi dengan produktivitas yang maksimal. Daerah dengan tingkat upah yang tinggi akan mendorong tingkat produktivitas tenaga kerjanya, sehingga daerah dengan tingkat upah yang tinggi akan unggul dalam produktivitas tenaga kerja yang akan mendorong perekonomian ke arah yang lebih baik. Tenaga kerja yang berpindah tersebut akan membentuk pemusatan yang akhirnya akan menghasilkan aglomerasi. Kabupaten Bengkalis mempunyai struktur ekonomi industri, karena perekonomiannya didominasi oleh sektor Industri Pengolahan. Industri pada sebuah daerah akan menarik tenaga kerja, dan tenaga kerja ini akan membentuk pemukiman, sekolah, dan fasilitas lain yang dapat menunjang hidup. Tenaga kerja yang memusat dan membangun fasilitas ini akan membuat sebuah pusat perekonomian baru, begitu pula yang terjadi pada Kabupaten Bengkalis. Sedangkan pada Kabupaten Kepulauan Meranti, sektor perekonomiannya masih didominasi oleh sektor pertanian, dan sektor pertanian masih cenderung pada pertanian budidaya, dengan output bahan mentah.Perbedaan ekonomi Kabupaten Kepulauan Meranti dengan perekonomian Kabupaten Bengkalis ini membuat aglomerasi yang terbentuk pun berbeda.Indeks Balassa yang menunjukkan bahwa pada Kabupaten Kepulauan Meranti belum terdapat aglomerasi, dikarenakan oleh sektor pembentuk perekonomian tersebut.Sektor pertanian yang merupakan keunggulan dari Kabupaten Kepulauan Meranti ini dapat menarik aglomerasi jka sektor pertanian diarahkan ke pertanian modern yang tidak hanya memproduksi barang mentah namun juga dapat mengolahnya sehingga menghasilkan nilai tambah. Pengolahan hasil pertanian ini juga akan menghasilkan industri pengolahan yang akan menarik tenaga kerja. Profil Kinerja Ekonomi Daerah Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti Hasil output, rata-rata pertumbuhan ekonomi untuk periode setelah adanya pemekaran (after), lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi untuk periode sebelum adanya pemekaran (before), artinya rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkalis menunjukkan catatan yang lebih baik setelah dilakukannya pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti dari wilayah Kabupaten Bengkalis. Dan signifikansi dari tabulasi anova yang menunjukkan angka 0,168, yang lebih besar dari alpha, menjelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengklis antara periode sebelum dengan periode setelah adanya pemekaran daerah. Hal ini menunjukkan setelah adanya pemekaran daerah, Kabupaten Bengkalis belum mampu menggerakkan laju pertumbuhan ekonominya secara signifikan. Output dari indikator Pertumbuhan PDRB per kapita menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Bengkalis untuk periode setelah adanya pemekaran, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Bengkalis untuk periode sebelum adanya pemekaran, artinya bahwa pemekaran daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dari wilayah Kabupaten Bengkalis membawa dampak meningkatnya rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Bengkalis. Tabulasi Anova untuk pertumbuhan PDRB per kapita Kabupaten Bengkalis menunjukkan nilai Sig, Uji Anova (Uji F) ini sebesar 0,161 yang lebih besar daripada alpha (α) 0,05 sehinggahipotesis nol diterima, dapat diartikan bahwa belum terdapat perbedaan pertumbuhan PDRB per kapita pada Kabupaten Bengkalis antara sebelum dengan setelah adanya pemekaran daerah. Rata-rata Rasio PDRB Kabupaten terhadap PDRB Provinsi untuk periode setelah adanya pemekaran, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan Rasio PDRB Kabupaten terhadap PDRB Provinsi untuk periode sebelum adanya pemekaran, artinya pada periode setelah pemekaran daerah, rasio PDRB Kabupaten Bengkalis terhadap PDRB Provinsi Riau lebih rendah daripada sebelum adanya pemekaran daerah. Sedangkan dari hasil tabulasi anova nilai signifikansi, Uji Anova (Uji F) menunjukkan angka yang lebih besar daripada alpha (α) 0,05 sehinggahipotesis nol diterima, yang artinya bahwa pemekaran daerah tidak membawa dampak atau tidak adanya perbedaan rata-rata rasio PDRB kabupaten Bengkalis terhadap PDRB Provinsi Riau antara sebelum dengan setelah adanya pemekaran daerah. Rata-rata Angka Kemiskinan Kabupaten Bengkalis untuk periode setelah adanya pemekaran, menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata Angka Kemiskinan Kabupaten Bengkalis untuk periode sebelum adanya pemekaran, artinya setelah adanya pemekaran daerah,
kemiskinan di Kabupaten Bengkalis mulai menurun dan jumlah penduduk miskin berkurang. Namun jika dilihat berdasarkan uji anova, atau uji beda rata-rata, angka kemiskinan Kabupaten Bengkalis antara sebelum dengan setelah adanya pemekaran daerah belum menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, karenanilai signifikansi, Uji Anova (Uji F) menunjukkan angka yang lebih besar daripada alpha (α) 0,05 sehinggahipotesis nol diterima. Secara umum, analisis perbandingan atau komparasi kinerja ekonomi daerah Kabupaten Bengkalis antara sebelum ddengan setelah adanya pemekaran menunjukkan belum ada perbedaan antara dua periode tersebut, artinya setelah adanya pemekaran daerah, kinerja ekonomi daerah Kabupaten Bengkalis tidak menunjukkan kemunduran atau peningkatan yang berarti. Perbandingan variabel kinerja ekonomi daerah, dengan empat indikatornya juga akan dilakukan antara Kabupaten Bengkalis dengan Kabupaten Kepulauan Meranti. Dua kabupaten ini akan dibandingkan apakah terdapat kinerja ekonomi daerah yang berbeda setelah adanya pemekaran daerah. Hasil dari pembahasan ini akan menjelaskan bagaimana profil dari kinerja ekonomi daerah dua kabupaten yang menjadi fokus penelitian. Outupt dari deskripsi pertumbihan ekonomi menyebutkan bahwa rata-rata Pertumbuhan Ekonomi setelah adanya pemekaran daerah pada Kabupaten Bengkalis, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata Pertumbuhan Ekonomi setelah adanya pemekaran daerah pada Kabupaten Kepulauan Meranti, hal ini dapat diartikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diwakili oleh PDRB Kabupaten Bengkalis lebih tinggi atau lebih baik dari Kabupaten Kepulauan Meranti. Sedangkan untuk uji beda rata-rata, tabulasi Anova menunjukkan nilai Sig, Uji Anova (Uji F) yang lebih kecil daripada alpha (α) 0,05 sehingga hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan antara pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkalis dengan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Meranti pada periode setelah adanya pemekaran daerah. Selanjutnya untuk indikator pertumbuhan PDRB per kapita, rata-rata Pertumbuhan PDRB per kapita setelah adanya pemekaran daerah pada Kabupaten Bengkalis, lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata Pertumbuhan PDRB per kapita setelah adanya pemekaran daerah pada Kabupaten Kepulauan Meranti, artinya PDRB per kapita pada Kabupaten Kepulauan Meranti tumbuh lebih tinggi secara rata-rata jika dibandingkan dengan PDRB per kapita Kabupaten Bengkalis. Untuk uji beda rata-rata, tabulasi Anova diatas menunjukkan nilai Sig, Uji Anova (Uji F) angka yang lebih kecil daripada alpha (α) 0,05 sehingga hipotesis nol ditolak. Artinya bahwa terdapat perbedaan antara rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita dua kabupaten yang menjadi fokus pembahasan pada periode setelah pemekaran daerah, yaitu Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti. Pembahasan selanjutnya beralih pada indikator rasio PDRB kabupaten terhadap PDRB Provinsi, berdasarkan output, rata-rata rasio PDRB kabupaten terhadap PDRB provinsi setelah adanya pemekaran daerah pada Kabupaten Bengkalis, lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata rasio PDRB kabupaten terhadap PDRB provinsi setelah adanya pemekaran daerah pada Kabupaten Kepulauan Meranti, artinya rasio PDRB kabupaten Bengkalis terhadap PDRB Provinsi Riau lebih tinggi daripada rasio PDRB kabupaten Kepulauan Meranti terhadap PDRB Provinsi Riau, Sedangkan, tabulasi Anova menunjukkan nilai Sig, Uji Anova (Uji F) yang kecil daripada alpha (α) 0,05 sehingga hipotesis nol ditolak. Artinya terdapat perbedaan antara rasio PDRB kabupaten Bengkalis terhadap Provinsi Riau dengan rasio PDRB Kabupaten Kepulauan Mernti terhadap PDRB Provinsi Riau. Indikator angka kemiskinan berdasrkan output menunjukkan rata-rata angka kemiskinan setelah adanya pemekaran daerah pada Kabupaten Bengkalis, lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata angka kemiskinan setelah adanya pemekaran daerah pada Kabupaten Kepulauan Meranti, artinya kemiskinan pada Kabupaten Kepulauan Meranti secara rata-rata lebih tinggi dari rata-rata kemiskinan Kabupaten Bengkalis dan tabulasi Anova yang menunjukkan nilai Sig, Uji Anova (Uji F) lebih kecil daripada alpha (α) 0,05 sehingga hipotesis nol ditolak, berarti bahwa terdapat perbedaan antara ratarata kemiskinan Kabupaten Bengkalis dengan rata-rata kemiskinan Kabupaten Kepulauan Meranti. Uji anova menunjukkan belum adanya perbedaan kinerja ekonomi daerah Kabupaten Bengkalis yang berbeda pada periode sebelum dan setelah adanya pemekaran daerah.Sedangkan pada perbandingan tren kinerja ekonom daerah Kabupaten Kepulauan Meranti lebih menunjukkan hasil yang positif daripada kinerja ekonomi daerah Kabupaten Bengkalis pada periode setelah adanya pemekaran daerah.Hal ini menunjukkan pemekaran daerah lebih berdampak positif pada kinerja ekonomi daearah Kabupaten Kepulauan Meranti.
Implikasi Penelitian Secara umum, pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti dari Kabupaten Bengkalis menghasilkan beberapa dampak yang dapat terlihat dari empat variabel yaitu sumbangan sektoral, ketimpangan pembangunan wilayah atau konvergensi, aglomerasi, dan kinerja ekonomi daerah. Pada variabel sumbangan sektoral, yang melihat sumbangan setiap sektor pada laju pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan analisis shift share dapat terlihat bahwa setiap perubahan sumbangan sektor yang terjadi akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi daerah. Pengaruh dari perubahan sumbangan sektoral terhadap laju pertumbuhan ekonomi ini dapat diartikan, pada kedua kabupaten, yaitu kabupaten Kepulauan Meranti dan kabupaten Bengkalis telah terjadi pembangunan ekonomi. Hal ini sejalan dengan konsep pembangunan ekonomi yang menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi terjadi ditandai dengan adanya perubahan-perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian di samping kenaikan output. Sedangkan, sektor dengan dominasi sumbangan tertinggi pada laju pertumbuhan ekonomi adalah kelompok sektor utilitas yang dapat diartikan bahwa sektor sektor listrik, gas dan air bersih ditambah sektor pengangkutan dan komunikasi adalah sektor yang unggul dibandingkan dengan sektor lainnya.Sedangkan tiga kelompok sektor lainnya yaitu kelompok sektor pertanian, sektor industri dan sektor jasa masih belum berada pada peringkat sektor dengan sumbangan tertinggi atau sektor unggulan.Pemerintah daerah dua kabupaten tersebut, baik kabupaten Kepulauan Meranti maupun kabupaten Bengkalis dapat merumuskan kebijakan terkait dengan penguatan kelompok-kelompok sektor tersebut dan pembangunan infrastruktur yang mendukung perkembangan kelompok sektor tersebut. Perumusan kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan berpedoman kepada peta sumbangan sektoral ini akan dapat mengakomodasi setiap sektor untuk dapat berkembang dan menggali potensi lebih dalam lagi. Sektor dengan predikat unggulan dapat mempertahankan sumbangannya dan sektor lain dengan predikat potensial atau bahkan masih tertinggal dapat meningkatkan capaiannya jika pemerintah daerah dapat merumuskan kebijakan dengan tepat dan sesuai kebutuhan dari pembangunan setiap sektor. Variabel kedua yaitu ketimpangan pembangunan wilayah atau konvergensi dapat menjawab apakah pemekaran kabupaten Kepulauan Meranti dari kabupaten Bengkalis berdampak pada menurunnya ketimpangan pembangunan wilayah provinsi Riau.Indeks Williamson yang menunjukkan adanya ketimpangan yang lebih rendah setelah adanya pemekaran daerah menjadi bukti bahwa pemekaran daerah berhasil mengurangi kesenjangan antar daerah.Ketimpangan pembangunan yang menurun ini membuktikan bahwa pemekaran daerah mewujudkan kondisi dimana setiap daerah dapat tersentuh oleh pembangunan, tidak hanya pada satu daerah pusat saja. Dengan adanya kabupaten baru yaitu Kabupaten Kepulauan Meranti, pemerintah Provinsi Riau akan menjadi lebih mudah untuk melakukan pelayanan-pelayanan kepad masyarakat dan juga melaksanakan pembangunan daerah karena terdapat pemerintah kabupaten baru yang dapat memfasilitasi hal tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan dari pemekaran daerah yang terdapat pada konsep pemekaran daerah yaitu pemekaran wilayah dilakukan dengan alasan bahwa pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat.Ketimpangan daerah yang lebih rendah setelah dilakukannya pemekaran kabupaten ini ditunjukkan pada ketimpangan dengan minyak dan gas dan juga ketimpangan tanpa minyak dan gas. Aglomerasi atau pemusatan tenaga kerja sektor formal yang menunjukkan adanya daerah pertumbuhan yang baru dapat terlihat melalui indeks balassa.Kabupaten Bengkalis sebagai kabupaten induk mempunyai aglomerasi atau pemusatan tenaga kerja sektor formal yang lebih kuat setelah adanya pemekaran daerah, dibanding dengan sebelum adanya pemekaran daerah. Hal ini berarti bahwa tenaga kerja sektor formal lebih memusat saat periode setelah adanya pemekaran daerah, pemusatan ini selajutnya akan membawa kabupaten Bengkalis pada pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat karena berkumpulnya tenaga kerja atau sumber daya manusia, seperti yang dijelaskan pada teori aglomerasi yang berbunyi aglomerasi merupakan pengembangan dari konsep teori lokasi, menjelaskan bahwa suatu kegiatan ekonomi akan memiliki pusat-pusat, dan pemusatan inilah yang dinamakan oleh aglomerasi. Sedangkan pada kabupaten baru hasil pemekaran yaitu kabupaten Kepulauan Meranti belum terdapat atau terlihat adanya aglomerasi, hal ini berarti tenaga kerja sektor formal Kabupaten Kepulauan Meranti belum memusat sehingga belum terjadi atau terbentuk pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi yang akan menggerakkan perekonomian daerah. Untuk itu pemerintah kabupaten Kepulauan Meranti perlu melakukan pembangunan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi yang akan dikerjakan oleh tenaga kerja-tenaga kerja yang ada di sektor formal tersebut dan membentuk suatu faktor penarik yang mampu membuat tenaga kerja berpindah dan mengelompok disuatu tempat yang selanjutnya akan disebut aglomerasi. Karena tenaga kerja yang mengelompok ini tidak terjadi tanpa sebab, melainkan datang karena terdapat suatu faktor penarik baik itu lapangan pekerjaan, maupun infrastruktur yang mendukung aktivitas ekonomi yang akan mereka lakukan. Kinerja ekonomi daerah memiliki empat indikator yang akan digunakan untuk menilai keberhasilan dari sebuah pemekaran daerah. Pada kabupaten Bengkalis, kinerja ekonomi daerah yang dibentuk oleh Pertumbuhan Ekonomi, Pertumbuhan PDRB per kapita, rasio PDRB kabupaten terhadap PDRB Provinsi dan Angka kemiskinan belum menunjukkan perbedaan antara periode sebelum dan setelah adanya pemekaran daerah. Hal ini berarti bahwa setelah kabupaten Kepulauan Meranti lepas dari wilayah kabupaten Bengkalis, kabupaten Bengkalis belum mengalami pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan PDRB per kapita yang lebih besar dari periode tahun sebelum kabupaten Kepulauan Meranti lepas dari wilayah Kabupaten Bengkalis. Rasio PDRB terjadap PDRB Provinsi Riau juga belum menunjukkan perbedaan atau peningkatan dari tahun sebelumnya.Begitu juga angka kemiskinan, penduduk miskin belum banyak berkurang setelah dilakukannya pemekaran daerah.Namun dampak pemekaran daerah jika dilihat dari indikator kinerja ekonomi daerah lebih terlihat jika perbandingan dilakukan antara Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti.Pada dua kabupaten ini terdapat perbedaan kinerja ekonomi daerah pada periode setelah pemekaran daerah. Pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan PDRB per kapita dan Rasio PDRB terhadap PDRB Provinsi Kabupaten Kepulauan Meranti sebenarnya tidak lebih besar dari kabupaten Bengkalis, namun peningkatannya, setelah kabupaten ini lepas dari kabupaten Bengkalis lebih besar daripada kabupaten Bengkalis. Begitu juga dalam pengurangan kemiskinan, angka kemiskinan terlihat lebih tinggi pada Kabupaten Bengkalis, namun pengurangan kemiskinan terlihat lebih baik pada kabupaten Kepualauan Meranti. Berdasarkan beberapa hal yang dikemukakan diatas, maka peneliti menganggap bahwa pemekaran memang perlu dilakukan karena pemekaran membawa dampak positif pada pertumbuhan wilayah dua kabupaten.Dampak positif ini terlihat dari meningktanya laju pertumbuhan ekonomi, berkurangnya ketimpangan pembangunan wilayah atau konvergensi, menguatnya aglomerasi pada Kabupaten Bengkalis. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang digunakan sebagai landasan pada penelitian ini, yaitu penelitian dari Hermawati yang menyebutkan bahwa pemekaran wilayah berdampak positif pada pertumbuhan wilayah semua kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan. Dan senada dengan penelitian lainnya yaitu dari Mahardini yang menyebutkan bahwa Pertumbuhan PDRB total dan Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Jawa Barat pada periode sebelum pemekaran lebih kecil daripada setelah adanya pemekaran. Selanjutnya peneliti berpendapat bahwa pemerintah daerah masing-masing kabupaten harus memiliki kesiapan dalam melaksanakan amanah pemekaran daerah sesuai dengan tujuan awal, yaitu membuat kesempatan semua daerah untuk melakukan pembangunan ekonomi sama. Sehingga pemerintah daerah kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Kepulauan Meranti diharapkan mampu mempersiapkan segala sumberdaya baik alam maupun manusia untuk mewujudkan kabupatennya menjadi kabupaten yang lebih baik setelah adanya pemekaran daerah.Pembangunan infrastruktur harus terus ditingkatkan dan dilakukan agar dampak positif yang dibawa oleh adanya pemekaran daerah dapat berlangsung sacara berkelanjutan kedepannya. Dengan kesiapan yang dimiliki oleh masing-masing kabupaten, wilayah hasil pemekaran yang ideal akan terwujud dan pembangunan di Indonesis khususnya Provinsi Riau akan semakin merata. Terkait dengan belum terdapatnya perbedaan kinerja ekonomi daerah pada Kabupaten Bengkalis antara periode sebelum dan setelah adanya pemekaran daerah, pemerintah daerah diharapkan untuk terus berupaya agar kinerja ekonomi daerah semakin membaik dan menunjukkan perbedaan dengan periode sebelum dilakukannya pemekaran daerah.
E. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari analisis data yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Konvergensi atau ketimpangan pembangunan wilayah Provinsi Riau, baik dengan minyak dan gas maupuan tanpa minyak dan gas, lebih rendah setelah (tahun 2008-2011) adanya pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti dari Kabupaten Bengkalis daripada sebelum adanya pemekaran (tahun 2004-2007). Indeks Williamson dengan minyak dan gas terlihat mengalami penurunan yang lebh signfkain dibandingkan dengan ketimpangan tanpa minyak dan gas setelah terjadinya pemekaran daerah. Dikarenakan indikasi cadangan minyak pada daerah atau kabupaten peghasil minyak mulai turun, sedangkan daerah atau kabupaten lain yangg bukan penghasil minyak mulai memaksimalkan produksi dari sektor lainnya. 2. Aglomerasi yang terjadi di Kabupaten Bengkalis sebelum adanya pemekaran (tahun 20042007) lebih lemah dibandingkan dengan setelah adanya pemekaran daerah (tahun 2008-2011). Sedangkan pada Kabupaten Kepulauan Meranti, belum terbentuk aglomerasi atau pemusatan tenaga kerja di sektor formal. Perbedaan aglomeras ini dikarenakan Kabupaten Bengkalis struktur perekonomiannya adalah industri pengolahan, sehingga dapat menarik tenaga kerja, selain itu Kabupaten Bengkalis juga memiliki upah yang tinggi, sehingga tenaga kerja berpindah dari daerah dengan upah yang masih tergolong kecil. Sedangkan pada Kabupaten Kepulauan Meranti struktur ekonominya adalah pertanian. 3. Kinerja ekonomi daerah pada Kabupaten Bengkalis periode sebelum adanya pemekaran (2004-2007) tidak berbeda dengan setelah adanya pemekaran daerah (2008-2011). Dan tren kinerja ekonomi daerah Kabupaten Kepulauan Meranti pada periode setelah adanya pemekaran terlihat lebih baik darpada tren kinerja ekonomi daerah Kabupaten Bengkalis pada periode yang sama. Menunjukkan bahwa pemekaran daerah lebih memilik dampak terhadap kinerja ekonomi daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dibandingkan dengan kinerja ekonomi daerah Kabupaten Bengkalis. B. Saran Pemerintah daerah Kabupaten Bengkalis, Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti dan Pemerintah Daerah Provinsi Riau, diharapkan semakin meningkatkan atau menambah fasilitas dan inrastruktur penunjang perekonomian, dan melakukan pembangunan secara berkelanjutan agar kabupaten hasil pemekaran, maupun kabupaten induk dapat menyelenggarakan pemerintahan serta mencapai perekonomian yang mapan sesuai dengan tujuan awal dilakukannya pemekaran daerah.
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, A.R. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE-YKPN. Cahyani, F.D. 2011. Kontribusi Sektor Kehutanan Terhadap Ekonomi Kabupaten Magelang. Bogor: Departemen Hasil hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Caska dan Riadi, R.M. 2008.Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Daerah di Provinsi Riau.Jurnal Industri dan Perkotaan, Volume XII 1629 Nomor 21/Februari 2008. Farida, A. 2010.Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan dalam Pemekaran Wilayah (Studi Kasus: Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo di Provinsi Jambi). Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Guimaraes, P, Figueiredo, O dan Woodward, D. 2000. Agglomeration and The Location of Foreign Direct Investment in Portugal. Journal of Urban Economics47.
Harun, L dan Maski, G. 2013.Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pembangunan Wilayah (Studi Pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur).Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Vol 1, No.2: Semester Genap 2012/2013. Hermawati, R. 2007. Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah : Analisis Kasus Provinsi Sumatera Selatan. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Mahardini, A. (2006). Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Periode Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah. Bogor. Matitaputty, S.J. 2010. Analisis Pengaruh Faktor Aglomerasi Industri Manufaktur Terhadap Hubungan Antara Pertumbuhan Dengan Ketimpangan Regional Antar Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 1994 – 2007. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. Mayvani, T.C. 2011. Keterkaitan Biaya Transaksi Dengan Aglomerasi Ekonomi Kabupaten Banyuwangi : Subsektor Pertanian Pangan Unggulan. Malang : Program Magister Ilmu Ekonomi, Pascasarjana Fakultas Ekonomi, Universitas Brawijaya Malang. Pratama, M. R. 2010. Politik Pemekaran Wilayah Studi Kasus Pembentukan Kota Tangerang Selatan. Jakarta: Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Rachim, R.F.P dan Sasana, H. 2013. Evaluasi Pemekaran Wilayah Kota Serang Ditinjau Dari Kinerja Ekonomi dan Kinerja Pelayanan Publik Daerah. Journal Of Economics,Volume 2, Nomor 3, Halaman 1-13. Sakti, R.K. 2010. 2010. Studi Hubungan Budaya Dengan Aglomerasi Ekonomi (North-South Corridor) di Jawa Timur . WACANA, Vol. 13 No. 3 Juli 2010. Sasana, H. 2009. Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan,vol. 10, no.1, juni 2009, hal. 103- 124. Shandika dan Hendarto, M. 2012. Analisis Pengaruh Aglomerasi, Tenaga Kerja, Jumlah Penduduk, dan Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kendal. Diponegoro Journal Of Economics.Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-6. Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang-Sumatera Barat: Baduose Media. Soetopo, R.W. 2009. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau di Indonesia. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Sukirno, Sadono. 1995. Ekonomi Pembangunan (Proses, Masalah, dan Dasar Jakarta: LPFE UI.
Kebijaksanaan).
Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan (Problematika dan Pendekatan). Bandung: Salemba Empat. Tarigan, Robinson, 2007. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, Cetakan Keempat.