ANALISIS KINERJA SAHAM PERUSAHAAN-PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) Suskim Riantani 1), Reva Yuliani 2) 1), 2)
Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama Bandung 1) email:
[email protected] 2) email:
[email protected]
Abstact_ Measurement of the performance of stock in the companies that make an Initial Public Offering (IPO) is one of the activities for linking the interests of the company in obtaining funding expansion purposes with the interests of investors in acquiring a high value of stock returns. This research investigated to analyze performance of the stock through the measurement of initial returns, abnormal returns, outperformed or underperformed of stock returns in the short-term (3 months) and in the long-term (24 months), and to test of significance differences of the stock performance in the short-term with the long-term. The purposive sampling method is used to obtain the sample and there are 21 companies was conducted to make an Initial Public Offering (IPO) on the Indonesia Stock Exchange (BEI) in the period of 2010. The research method are descriptive and comparative analysis using historical data. Statistical test using a one sample t-test and paired sample t-test. The results showed that the company stocks had under-pricing that investors obtain positive initial returns, the short-term abnormal returns tend to decrease, while the abnormal returns in the long-term is fluctuate. Performance of stock had outperformed in the short-term and in the long-term. The results also showed that performance of stock in the companies that do an IPO in 2010 in both of the short-term and in the long-term are significantly different. There was no significant difference performance of stock in the shortterm with in the long-term in the Indonesian IPOs during the period. Keywords:
Initial Public Offering, initial return, abnormal return, short-term stock return, long-term stock return, outperformed, underperformed, performance of stock
I. PENDAHULUAN
dana masyarakat di pasar modal. Aktivitas menghimpun dana masyarakat di pasar
Pertumbuhan perekonomian yang semakin
pesat
perusahaan
memungkinkan melakukan
modal tersebut dilakukan baik melalui
banyak
penerbitan
obligasi
maupun
saham.
pemenuhan
Penerbitan saham perusahaan untuk pertama
kebutuhan dananya melalui penghimpunan
kali di pasar modal (primary market) 1
dilakukan melalui mekanisme penawaran
kinerja saham-saham perusahaan tersebut
umum saham perdana atau dikenal dengan
setelah IPO.
initial
public
offering
(IPO).
Dengan
Harga penawaran saham perdana
melakukan IPO maka perusahaan tersebut
pada
telah go public. Selama tahun 2001-2010,
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara
tercatat sebanyak 168 perusahaan telah
perusahaan emiten dan penjamin emisi
menjual
(underwriter), sedangkan harga yang terjadi
saham
ke
publik
melalui
saat
di
(Kristanto 2012).
melakukan IPO ditentukan oleh mekanisme
saham
setelah
perusahaan
terus
pasar melalui kekuatan permintaan dan
mengalami pertumbuhan, hal itu ditandai
penawaran saham di pasar modal. Harga
dengan
nilai
saham yang terjadi di pasar perdana dan
kapitalisasi masing-masing sebesar 52,08%
pasar sekunder (secondary market) biasanya
dan 59,2% (Annual Report Bapepam, 2007).
berbeda. Perbedaan ini akan menimbulkan
Nilai
kondisi yang disebut underpricing dan
peningkatan
transaksi
Indonesia
sekunder
melakukan IPO
mekanisme IPO di Bursa Efek Indonesia
Pasar
pasar
perusahaan
IHSG
saham
dan
mengalami
peningkatan signifikan yaitu 2,5 kali lipat
overpricing.
sepanjang perdagangan tahun 2007. Jumlah
ataupun
perusahaan yang melakukan emisi perdana
gambaran kinerja saham yang terjadi setelah
saham naik dua kali lipat dari hanya 12
IPO. Apabila penentuan harga saham pada
perusahaan pada tahun 2006 menjadi 24
saat IPO secara signifikan lebih rendah
perusahaan
dengan
dibandingkan dengan harga yang terjadi di
pertumbuhan nilai emisi mencapai hampir
pasar sekunder di hari pertama maka terjadi
enam kali lipat, dari Rp 3,01 triliun pada
underpricing.
tahun 2006 menjadi Rp 17,18 triliun pada
merugikan
tahun 2007 (Wardani dan Fitriati 2010).
melakukan go public karena dana yang
Melihat
saham
diperoleh dari publik tidak maksimum.
tersebut, hal menarik untuk diteliti lebih
Sebaliknya jika terjadi overpricing maka
lanjut
investor akan mengalami kerugian karena
pada
tahun
perkembangan
adalah
2007,
pasar
keselarasan
pesatnya
perkembangan pasar saham yang ditandai
IPO
dengan
overpricing
saham
Kondisi untuk
underpricing merupakan
underpricing
perusahaan
yang
tidak menerima initial return (return awal).
oleh meningkatnya jumlah perusahaan yang melakukan
Fenomena
Fenomena
perkembangan
menunjukan 2
kinerja
underpricing
saham
yang
merupakan
fenomena yang umum terjadi di pasar modal
Fenomena underpricing umumnya
di dunia, tanpa terkecuali di Indonesia.
terjadi dalam jangka pendek yaitu setelah
Fenomena ini umumnya terjadi dalam
perusahaan melakukan penawaran saham
jangka pendek yaitu setelah perusahaan
perdana dan memasuki pasar sekunder.
melakukan penawaran saham perdana di
Dalam pengamatan lebih lanjut beberapa
pasar primer dan memasuki pasar sekunder.
hasil penelitian menunjukan bahwa ternyata
Fenomena underpricing di pasar modal
kinerja saham yang melakukan IPO banyak
Amerika diantaranya didokumentasikan oleh
yang mengalami penurunan dalam jangka
Ibbotson (1975) dalam Arifin (2010) yang
waktu yang lebih lama. Penurunan kinerja
menemukan rata-rata underpricing sebesar
saham yang dimaksud adalah menurunnya
11,4% terjadi pada saham-saham perusahaan
harga
setelah melakukan IPO tahun 1960-1969.
(underperformed). Akibat penurunan kinerja
Lebih
(1993)
saham ini maka investor yang membeli
menemukan rata-rata underpricing sebesar
saham untuk periode jangka waktu yang
15,3% terjadi pada saham-saham perusahaan
lebih lama tidak menikmati return yang
setelah melakukan IPO dari tahun 1960-
diharapkan. Di Indonesia sebanyak 92,10%
1992. Hal serupa juga terjadi di Indonesia.
perusahaan (dari 35 perusahaan) yang
Berdasarkan data penelitian, 126 perusahaan
melakukan IPO pada kurun waktu 2002–
dari 168 perusahaan atau sebesar 75% IPO
2006 mengalami penurunan kinerja saham
pada
jangka panjang (Febriyana, dkk, 2012).
lanjut
Ibbotson,
periode
et
2001-2010
al
mengalami
underpricing. Pada tahun 2002 dari 19
saham
dalam
Fenomena
jangka
kinerja
panjang
saham
yang
perusahaan yang menerbitkan saham melalui
mengalami underpricing setelah IPO juga
mekanisme penawaran saham perdana, 14
menggambarkan bahwa dalam pasar saham
perusahaan
mengalami
tersebut terdapat abnormal return saham.
underpricing dan 3 perusahaan atau 15,79%
Fenomena terdapatnya abnormal return
mengalami overpricing. Pada tahun 2007
biasa dimanfaatkan oleh investor untuk
tercatat 22 perusahaan yang melakukan IPO,
memperoleh initial return (positive initial
20
return),
atau
perusahaan
73,68%
diantaranya
mengalami
Takarini
dan
Kustini
(2007).
underpricing dan hanya 2 perusahaan yang
Fenomena
mengalami overpricing (Kristanto 2012).
implikasi yang cukup luas baik bagi perusahaan 3
underpricing
maupun
memiliki
investor.
Bagi
perusahaan yang baru go public, IPO
pasar
yang underpricing berarti kehilangan
dilakukan oleh sebuah perusahaan (emiten)
kesempatan
pada saat perusahaan tersebut membutuhkan
secara
untuk
maksimal.
memperoleh Bagi
fenomena
underpricing
kesempatan
memperoleh
dana
perdana
(Husnan, 2001). Harga saham yang dijual di
initial return
pasar perdana ini ditentukan berdasarkan
di
dengan
demikian
fenomena
underpricing
implikasi
yang
yang
atau untuk memperbaiki struktur modal
merupakan
kesepakatan
Dengan
market)
modal, misalnya untuk pengembangan usaha
investor,
pada saat hari pertama emiten listing BEI.
(primary
maka
antara
penjamin
perusahaan emisi
emiten
(underwriter).
memiliki
Selanjutnya saham akan diperdagangkan di
dalam
pasar sekunder (secondary market), dimana
menentukan kebijakan pendanaan bagi
harga saham akan terbentuk berdasarkan
penting
mekanisme pasar, yaitu permintaan dan
perusahaan dan kebijakan investasi
penawaran.
bagi para investor. Penelitian
ini
Harga saham yang terbentuk pada
akan
saat IPO merupakan hal penting, baik bagi
menganalisis kinerja saham setelah IPO
melalui
return,
abnormal
return,
emiten, underwriter, maupun bagi investor.
initial
pengukuran
Bagi emiten, harga tersebut mencerminkan
kinerja
jumlah dana yang akan diterima, yaitu
saham jangka pendek (3 bulan) dan
perkalian
jangka panjang (24 bulan),
serta
ditawarkan
menguji
saham
sehingga semakin tinggi harga per saham
jangka pendek dengan kinerja saham
maka jumlah dana yang akan diterima akan
perbedaan
kinerja
antara
jumlah
dengan
harga
saham per
yang saham,
semakin besar. Bagi underwriter, harga
jangka panjang.
tersebut mencerminkan besarnya risiko yang akan ditanggung, yaitu kerugian yang terjadi II. LANDASAN TEORI
jika saham-saham yang ditawarkan tidak
2.1. Initial Public Offering (IPO)
terjual, terutama dalam tipe penjaminan full
Initial merupakan
Public proses
Offering
(IPO)
penawaran
saham
commitment,
dimana
underwriter
akan
membeli semua saham yang tidak laku dijual.
pertama kali ke publik (go public) melalui 4
Oleh
karena
itu
underwriter
menginginkan harga per saham yang rendah
informasi yang lebih banyak mengenai pasar
untuk
(Jogiyanto,
modal dibandingkan dengan calon emiten.
2008:40). Sedangkan bagi investor, harga
Underwriter menggunakan ketidaktahuan
yang terbentuk tersebut akan menentukan
emiten mengenai pasar
initial return yang akan diterimanya pada
membuat kesepakatan harga saham perdana
hari
pasar
yang optimal baginya untuk mengurangi
sekunder. Apabila harga saham di pasar
risiko yang harus ditanggung, yaitu membeli
perdana lebih rendah dibandingkan dengan
sisa saham yang tidak laku terjual (Triani
harga saham pada pasar sekunder pada hari
dan Nikmah, 2006).
meminimisasi
pertama
pertama,
risiko
saham
memasuki
maka akan terjadi
underpricing, saham di
sebaliknya
pasar
fenomena
apabila
perdana
modal dengan
Guinness (1992) dalam Triani dan
harga
Nikmah
(2006)
menjelaskan
terjadinya
lebih tinggi
underpricing karena adanya information
dibandingkan harga saham di pasar sekunder
asymetry antara perusahaan emiten dengan
pada hari pertama, maka akan terjadi
penjamin emisi dan antara investor yang
fenomena overpricing (Kim, et al, 2002).
memiliki
informasi
tentang
prospek
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
perusahaan emiten dengan investor yang
fenomena underpricing lebih sering terjadi
tidak
tidak hanya di pasar modal Indonesia, tetapi
perusahaan emiten. Informasi yang disajikan
juga di pasar modal luar negeri. Fenomena
memiliki
informasi
prospek
dalam prospektus memberikan gambaran
underpricing di satu sisi menguntungkan
perusahaan emiten yang berguna bagi
investor, karena investor akan menerima
investor untuk membuat keputusan, Firth &
initial return yang bernilai positif, tetapi di
Liau-Tan (1998) dalam Triani dan Nikmah
sisi lain merugikan emiten, karena dana
(2006). Dalam prospektus selain menyajikan
yang
informasi
diperoleh
dari
go
public
tidak
maksimal (Beatty, 1989).
akuntansi
juga
menyajikan
informasi non akuntansi seperti underwriter,
Underpricing terjadi karena adanya
auditor independen, konsultan hukum, nilai
perbedaan kepentingan pihak-pihak yang
penawaran saham, persentase saham yang
terkait dalam penawaran saham perdana
ditawarkan, umur perusahaan dan informasi
(underwriter
Dimana
lainnya. Informasi non akuntansi digunakan
underwriter sebagai pihak yang lebih sering
oleh investor dalam pembuatan keputusan
berhubungan dengan pasar
investasi di pasar modal (Caster dan
dan
emiten).
mempunyai 5
Manaster (1990) dan Kim et. al, (1993)
penutupan (closing price) saham di hari
dalam Triani dan Nikmah (2006).
pertama perdagangan di pasar sekunder. Initial return dirumuskan sebagai berikut,
2.2. Initial Return
(Younesi, et al, 2012): Initial
return
merupakan
selisih
antara harga saham yang terbentuk saat penawaran perdana di pasar primer dengan Dimana:
harga saham yang terbentuk di pasar
CLPi,t = Closing price of stock i at time t
sekunder pada penjualan hari pertama.
OFPi,0 = Offering price of IPO shares
Initial return dapat bernilai positif (positive initial return), yaitu apabila harga saham di
2.3. Abnormal Return
pasar sekunder pada hari pertama lebih tinggi dibandingkan harga saham pada pasar
Abnormal return merupakan selisih
primer, kebalikannya apabila harga di pasar
antara return sesungguhnya yang terjadi
sekunder pada hari pertama lebih rendah
dengan return expektasi (Jogiyanto, 2008).
dibandingkan harga saham pada pasar
Abnormal return akan muncul segera setelah
primer, maka initial return akan bernilai
IPO, yaitu pada hari pertama perusahaan
negatif (negative initial return). Positive
listing di BEI. Fenomena tersebut biasa
initial return merupakan keuntungan yang
dimanfaatkan
diperoleh investor akibat selisih harga
memperoleh initial return. Penentuan baik
tersebut. Positive initial return merupakan
buruknya kinerja saham pada jangka pendek
proxy dari kondisi saham yang mengalami
maupun jangka panjang dapat dilihat dari
underpricing, sebaliknya negative initial
besarnya abnormal return yang diperoleh.
return merupakan proxy dari kondisi saham
Apabila abnormal return > 0, menunjukkan
yang mengalami overpricing (Ronni, 2003).
bahwa kinerja saham outperformed (baik),
oleh
investor
untuk
apabila abnormal return < 0, menunjukkan
Dalam penelitian ini kinerja saham setelah IPO dari 21 emiten yang melakukan
bahwa
IPO pada tahun 2010 akan diukur melalui
(buruk), dan apabila abnormal return = 0,
initial
dengan
menunjukkan bahwa kinerja saham balance-
persentase perubahan (selisih) harga saham
performed (netral), Indarti, dkk (2004).
pada penawaran perdana dengan harga
Besaran abnormal return tersebut akan
return
yang
dihitung
kinerja
saham
underperformed
berdampak terhadap return yang akan 6
diperoleh investor, sehingga investor dapat
Pm,t = Nilai indeks
mengambil keputusan apakah akan tetap
pasar pada periode t
mempertahankan
Pm,0 = Nilai indeks
saham
untuk
jangka
panjang atau menjual saham tersebut dalam
pasar pada penawaran
jangka pendek.
perdana
Terdapat
beberapa
c. Menyimpulkan kriteria kinerja saham dengan ketentuan:
model
perhitungan abnormal return, yaitu meansadjusted model, market model, dan marketadjusted model (Ang & Boyer, 2009). Dalam penelitian ini abnormal return
abnormal return > 0 =
dihitung menggunakan market adjusted
outperformed
model, dengan langkah-langkah sebagai abnormal return < 0 =
berikut (Anggarwal & Conroy, 2000):
underperformed a. Menghitung return saham setiap 2.4. Kinerja Saham
periode:
Initial
Public
Offering
(IPO)
memiliki tiga anomaly, yaitu (1) adanya Dimana:
Ri,t = Return saham
underpricing yang konsisten, (2) adanya
pada periode t
putaran (cycle) dalam besarnya tingkat
Pi,t = Harga saham
underpricing, dan (3) IPO mengalami
pada periode t
depresiasi
Pi,0 = Harga saham
panjang
pada penawaran
Ritter (2000). Penurunan kinerja saham
perdana
jangka
harga
saham
(long-run
panjang
dalam
jangka
underperformance),
(underperformed)
yang
diukur dengan abnormal return merupakan
b. Menghitung return pasar setiap
fenomena selanjutnya yang mengikuti IPO.
periode:
Keadaan underpeformed akan terjadi bilamana abnormal return negarif, artinya Dimana:
Rm,t = Return indeks
harga saham sesudah IPO menjadi lebih
pasar pada periode t
buruk dari harga perdananya. Penelitian 7
yang berkaitan dengan kinerja saham setelah
jangka panjang secara nyata
penawaran perdana telah banyak dilakukan.
berbeda.
Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka
Terdapat
perbedaan
yang
pendek terdapat fenomena underpricing dan
signifikan
kinerja
saham
dalam jangka panjang terdapat penurunan
jangka pendek dengan kinerja
kinerja (underperformed). Adapun faktor
saham jangka panjang pada
yang
bisa
menjelaskan
H3:
terjadinya
perusahaan yang melakukan
underperformance tersebut adalah kesalahan
IPO tahun 2010.
dalam pengukuran risiko, bad luck dan terlalu optimisnya investor terhadap prospek perusahaan. Sedangkan Kinerja saham yang
III. METODE PENELITIAN
outperformed
menggambarkan
3.1 Jenis Penelitian
saham
positif
yang
atau
kinerja
mengalami Penelitian ini termasuk kategori
kenaikan dalam jangka panjang, (Ritter,
event study yaitu studi yang mempelajari
1991). Dalam penelitian ini kinerja saham
reaksi pasar terhadap suatu peristiwa dimana
akan diukur melalui abnormal return jangka
informasinya dipublikasikan sebagai suatu
pendek (3 bulan) dan abnormal return
pengumuman, peristiwa yang dimaksud
jangka panjang (24 bulan), apakah terjadi
adalah peristiwa initial public offering
underperformed atau outperformed.
(IPO). Metode penelitian menggunakan 2.5 Hipotesis Penelitian Penelitian
ini
metode deskriptif dan komparatif. Metode mengangkat
deskriptif untuk melihat kondisi initial
tiga
return apakah mengalami underpricing atau
hipotesis, yaitu:
overpricing, serta abnormal return jangka H1:
Kinerja saham perusahaan-
pendek dan jangka panjang yaitu untuk
perusahaan yang melakukan
melihat kinerja saham apakah mengalami
IPO pada tahun 2010 dalam
outperformed atau underperformed. Metode
jangka pendek secara nyata
komparatif untuk mengukur apakah terdapat
berbeda. H2:
perbedaan yang signifikan kinerja saham
Kinerja saham perusahaan-
jangka pendek dan kinerja saham jangka
perusahaan yang melakukan
panjang.
IPO pada tahun 2010 dalam 8
3.2 Populasi dan Sampel
secara
nyata
dilakukan
Populasi pada penelitian ini adalah
berbeda.
untuk
Pengujian
membuktikan
ini
dugaan
bahwa kinerja saham jangka pendek dengan
perusahaan yang melakukan IPO pada tahun
jangka panjang secara nyata berbeda. Dalam
2010. Sampel diambil dengan menggunakan
penelitian ini kinerja saham diukur dengan
teknik purposive sampling dengan kriteria-
abnormal return baik untuk periode jangka
kriteria; (1) Perusahaan yang melakukan
pendek (3 bulan) maupun jangka panjang
IPO tahun 2010, (2) Harga saham dan
(24 bulan).
jumlah lembar saham saat IPO diketahui, (3) Data harga saham bulanan dan Indeks Harga
IV. PEMBAHASAN
Saham bulanan diketahui, (4) Perusahaan
4.1 Initial Return
yang harga sahamnya berbeda antara harga Return saham merupakan salah satu
saham di pasar perdana dengan harga saham
faktor yang memotivasi investor untuk
di pasar sekunder pada hari pertama
berinvestasi serta merupakan imbalan atas
perdagangan. Berdasarkan kriteria tersebut,
keberanian investor menanggung risiko atas
penelitian ini mengambil 21 perusahaan
investasi yang telah dilakukan, Tandelilin
sebagai sampel.
(2001). 3.3 Pengujian Hipotesis Penelitian
pertama
perusahaan-perusahaan
kinerja yang
IPO lebih tinggi dibandingkan dengan harga
melakukan
saham pada pasar sekunder pada hari pertama, maka terjadi overpricing. Berikut ini adalah hasil perhitungan initial return
sample t-test. Teknik ini digunakan untuk dua
sampel
berpasangan mempunyai rata-rata
pasar
underpricing. Sebaliknya, apabila harga saat
saham
Hipotesis ketiga diuji menggunakan paired
apakah
di
pada hari pertama, maka akan terjadi
IPO tahun 2010 secara nyata berbeda.
menguji
saham
dengan harga saham pada pasar sekunder
dugaan bahwa dalam jangka pendek dan panjang
perdagangan
perdana (IPO) lebih rendah dibandingkan
Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan
jangka
return)
sekunder. Apabila harga saham pada pasar
apakah ada
perbedaan rata-rata dari suatu sampel.
dalam
(initial
dengan harga saham saat penutupan di hari
menggunakan one-sample t-test. Teknik ini menguji
awal
merupakan selisih harga penawaran saat IPO
Hipotesis pertama dan kedua diuji
digunakan untuk
Return
dari 21 perusahaan yang melakukan IPO
yang
tahun 2010.
yang 9
Tabel 1 Initial Return Perusahaan yang Melakukan IPO Tahun 2010 No.
Kode Emiten
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
PTPP BIPI TOWR ROTI GOLD SKYB BJBR GREN BUVA BRAU HRUM ICBP TBIG KRAS APLN BORN WINS MIDI BRMS BSIM MFMI
Offering Price
Closing Price
560 140 1050 1275 350 375 600 105 260 400 5200 5395 2025 850 365 1170 380 275 635 150 200
570 175 1150 1420 450 450 830 160 350 430 6000 6000 2150 950 470 1300 475 330 800 180 270
Initial Return (%) 1,786 25 9,524 11,373 28,571 20 38,333 52,381 34,615 7,5 15,385 11,214 6,173 11,765 28,767 11,111 25 20 25,984 20 35
Sumber: Data diolah 2013
Berdasarkan tabel 1 di atas, semua
saham di pasar primer (saat IPO) tidak
perusahaan menunjukkan initial return yang
maksimal. Bagi perusahaan, fenomena ini
bernilai positif, artinya harga saham pada
memberikan
hari pertama perdagangan saham di pasar
menawarkan saham ke publik sebaiknya
sekunder lebih tinggi daripada harga saat
perusahaan dapat memperlihatkan kinerja
penawaran perdana saham di pasar primer.
keuangan yang benar-benar baik serta
Kondisi ini menggambarkan bahwa telah
memiliki informasi yang memadai mengenai
terjadi fenomena underpricing pada 21
pasar modal, agar kesepakatan harga awal
perusahaan yang melakukan IPO tahun
saham yang terbentuk antara emiten dengan
2010. Kondisi underpricing menimbulkan
penjamin emisi tidak merugikan kedua
dampak
emiten
pihak. Sedangkan bagi investor, kondisi ini
(perusahaan) dan bagi investor. Dalam hal
sangat menguntungkan karena investor akan
ini perusahaan tidak diuntungkan karena
mempunyai
dana yang diperoleh dari penawaran perdana
keuntungan (capital gain) dari perbedaan
yang
berbeda
bagi
10
implikasi
bahwa
kesempatan
sebelum
mendapatkan
harga saham yang dibeli di pasar perdana
temuan penelitian Arifin (2010), Maria
saat IPO dengan harga jual saham pada hari
(2011), Younesi, et al (2012), bahwa terjadi
pertama di pasar sekunder. Fenomena ini
underpricing saham-saham perusahaan yang
dapat
pengambilan
melakukan IPO tahun 2007-1010 di pasar
keputusan oleh para investor untuk menahan
modal Malaysia. Hasil penelitian juga
saham dalam jangka panjang atau segera
konsisten dengan temuan penelitian Ritter
menjualnya untuk meminimisasi kerugian.
(1991) bahwa IPO memiliki tiga anomaly,
dijadikan
Menurut
dasar
beberapa
diantaranya
penelitian,
adanya
underpricing
yang
konsisten.
fenomena underpricing diantaranya terjadi karena asymetric information antara emiten,
4.2 Abnormal Return Jangka Pendek dan
underwriter, dan investor, atau antara
Jangka Panjang
informed investor yang memiliki informasi sempurna
tentang
dari
bulan) dan jangka panjang (24 bulan) diukur
penawaran saham baru dan uninformed
melalui abnormal return. Dugaan bahwa
investor yang mempunyai harapan sama atas
dalam jangka pendek dan dalam jangka
ketidakpastian nilai saham (Triani dan
panjang rata-rata kinerja saham secara nyata
Nikmah, 2006). Hasil penelitian yang
berbeda (sesuai hipotesis pertama dan
menggambarkan fenomena initial return
kedua) diuji melalui one-sample t-test. Hasil
yang
pengujian dapat dilihat pada tabel berikut:
underpricing
realisasi
ini
nilai
Kinerja saham jangka pendek (3
sejalan dengan
Tabel 2 Rata-Rata Abnormal Return, Hasil Pengujian Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang AAR_3 bulan -1.140 7.133 1.469857 .517823 2.372964 21 2.839 .38970 2.55002 .010
Minimum Maximum Mean Difference Std Error Mean Std Deviation Valid N (listwise) t (One-Sample Test) 95% Conf Interval of Difference: Lower Upper Sig (2-tailed)
Sumber: Data diolah 2013
11
AAR_24 bulan -.935 8.448 1.104952 .428615 1.964162 21 2.578 .21088 1.99903 .018
Berdasarkan tabel 2 di atas, apabila
kinerja saham perusahaan-perusahaan yang
investor membeli saham pada penawaran
melakukan IPO tahun 2010 dalam jangka
perdana dan menyimpannya selama 3 bulan,
pendek secara nyata berbeda dan kinerja
maka
saham
ia
akan
mendapatkan
rata-rata
perusahaan-perusahaan
yang
abnormal return sebesar 1,470%, abnormal
melakukan IPO tahun 2010 dalam jangka
return tertinggi dapat dicapai 7,133%,
panjang
kerugian terbesar yang mungkin terjadi
dibuktikan secara empiris.
secara
nyata
berbeda
dapat
sebesar 1,140%, dan besarnya risiko yang Kinerja saham jangka pendek yang
ditanggung investor 2,373%. Sedangkan apabila
mengalami
investor membeli saham pada
outperformed
(peningkatan
kinerja saham) tersebut terjadi karena dalam
penawaran perdana dan menyimpannya
jangka
selama 24 bulan, maka ia akan mendapatkan
pendek
terdapat
fenomena
underpricing, dimana harga saham perdana
rata-rata abnormal return sebesar 1,105%,
mengalami underpriced, sehingga diperoleh
abnormal return tertinggi 8,448%, kerugian
abnormal return yang positif. Sementara itu
terbesar yang mungkin ditanggung sebesar
kinerja saham jangka panjang meskipun
0,935%, dan besarnya risiko 1.964%.
outperformed berdasarkan perolehan rataBerdasarkan tabel 2 di atas, kinerja
rata abnormal return, tetapi mengalami
saham baik jangka pendek maupun jangka
penurunan,
panjang mengalami outperformed (kinerja
informasi asimetrik. Dalam jangka panjang,
baik), yaitu dilihat dari perolehan rata-rata
secara rata-rata saham IPO berada pada
abnormal
positif
posisi yang menurun sebab: (1) pada pasar
(AAR> 0), meskipun dalam jangka panjang
sekunder, harga yang terjadi (equilibrium)
mengalami penurunan. Investor yang tetap
secara rata-rata lebih tinggi dibandingkan
menahan saham dalam jangka panjang
harga
kemungkinan dirugikan dengan adanya
informasi, (2) harga pasar berada pada
penurunan rata-rata abnormal return ini.
kisaran
Dalam tabel tersebut, hasil uji one sample t-
keseluruhan informasi (Ronni, 2003).
return
yang
bernilai
ini
yang
terjadi
karena
adanya
mencerminkan keseluruhan
harga
yang
mencerminkan
test baik untuk jangka pendek maupun Hasil penelitian ini sejalan dengan
jangka panjang menunjukkan hasil yang
penelitian Indarti, dkk (2004), meneliti 33
signifikan. Hal ini berarti dugaan bahwa
perusahaan yang melakukan IPO di BEI 12
periode
1998-2000,
dimana
hasil
kinerja saham pada 68 perusahaan yang
penelitiannya menunjukkan bahwa kinerja
melakukan IPO di BEI periode 2000-2003,
saham dalam jangka pendek (3 bulan)
dimana hasil penelitiannya menunjukkan
mengalami outperformed dan dalam jangka
bahwa dalam jangka pendek terdapat mean
panjang (24 bulan) mengalami penurunan
excess return yang positif dan dalam jangka
(underperformed).
panjang
Penelitian
ini
juga
konsisten dengan penelitian yang dilakukan
kinerja
saham
terlihat
underperformed.
oleh Prastiwi dan Kusuma (2001) yang 4.3 Perbedaan Kinerja Saham Jangka
meneliti kinerja IPO di Indonesia periode 1994-1997,
hasil
Pendek dan Jangka Panjang
penelitiannya
Perbedaan kinerja saham jangka
menunjukkan bahwa kinerja saham jangka
pendek dan jangka panjang sesuai hipotesis
pendek outperformed dan jangka panjang
ketiga diuji menggunakan paired sample t-
mengalami penurunan (underperformed). Hasil
penelitian
juga
sejalan
test, hasil pengujian dapat dilihat pada tabel
dengan
berikut ini:
penelitian Maria (2011) yang meneliti
Tabel 3 Hasil Uji Beda Rata-Rata Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang Paired Samples Test Paired Differences Mean
Pair 1
AAR3_bln AAR24_bln
Std. Deviation
.364905
1.472554
Std. Error Mean
.321338
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -.305394
1.035203
t
df
1.136
20
Sig. (2tailed) .270
Sumber : Data diolah 2013
Berdasarkan
atas,
IPO tahun 2010. Dengan demikian maka
ketiga
hipotesis ketiga yang menyatakan terdapat
menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
perbedaan antara kinerja saham jangka
Hasil ini memberikan arti bahwa tidak
pendek dan kinerja saham jangka panjang
terdapat perbedaan yang signifikan antara
tidak
kinerja saham jangka pendek (3 bulan)
terdapatnya perbedaan antara kinerja saham
dengan kinerja saham jangka panjang (24
jangka
bulan) pada perusahaan yang melakukan
disebabkan karena dalam jangka panjang
pengujian
terhadap
tabel
3
hipotesis
di
13
terbukti
pendek
secara
dan
empiris.
jangka
Tidak
panjang
abnormal return masih bernilai positif
dalam jangka panjang, serta tidak
(AAR> 0), hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan
tidak terjadi perbedaan harga saham secara
antara kinerja saham jangka pendek
signifikan setelah 24 bulan perusahaan IPO
dengan
jika dibandingkan dengan harga saham pada
panjang.
kinerja
saham
jangka
3 bulan setelah perusahaan IPO. Investor yang menahan saham hingga 24 bulan setelah IPO tidak mengalami kerugian yang
REFERENSI
signifikan. Hasil penelitian ini tidak sejalan
Aggarwal, R, and Conroy, P, 2000. Price Discovery in Initial Public Offerings and The Role of The Lead Underwriter, The Journal of Finance, 55 (6), p. 2903-2922. Ang, J., and Boyer, C, 2009. Performance Differences Between IPOs in New Industries and IPOs in Established Industries, Managerial Finance, 33(6), p. 420-441. Arifin, Zaenal, 2010. Potret IPO di Bursa Efek Indonesia, Jurnal Siasat Bisnis Vol.14 No.1, Hal: 89–100. Beatty, R.P, 1989. Auditor Reputation and The Pricing of IPO, The Accounting Review, Vol. LXIV No.4, p.693-707. Febriyana, Carmel Meiden, dan Tumpal J.R.S, 2012. Pengaruh Informasi Keuangan dan Non Keuangan terhadap Return 7 Hari Setelah Initial Public Offering untuk Perusahaan-Perusahaan yang Sahamnya di BEI Mengalami Underpricing, Prosiding Seminar Nasional Forum Bisnis & Keuangan, ISBN: 978-602-17225-0-3, hal. 1 13. Husnan, Suad. 2001. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, Yogyakarta.UPP AMP YKPN Indarti, Mg. Kentris, Andi, Kartika, dan Yohanes, Yohanes, 2004. Analisis Perbedaan Kinerja Saham Jangka Pendek dan Jangka Panjang pada
dengan penelitian Anggarwal & Conroy (2000),
Prastiwi
dan
Kusuma
(2001),
Indarti, dkk (2004), serta Maria (2011). V. KESIMPULAN Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa: 1. Saham perusahaan yang melakukan IPO
tahun
fenomena
2010
mengalami
underpricing
(initial
return positif). 2. Kinerja saham jangka pendek (3 bulan) diukur
melalui abnormal
return menunjukkan outperformed (abnormal return positif). Kinerja saham jangka panjang (24 bulan) menurun meskipun outperformed. 3. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kinerja saham yang diukur melalui rata-rata abnormal return berbeda secara nyata dalam jangka pendek, kinerja saham berbeda secara nyata 14
perusahaan yang Melakukan Initial Publik Offering (IPO) di Pasar Modal Indonesia, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol 11, No.1. Jogiyanto, 2008. Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Edisi 3, BPFE,Yogyakarta. Kim, Byung-Ju, Richard J, Kish and Geraldo M. Vasconcellos, 2002. The Korean IPO Market: Initial Return, Review of Pacific Basin Financial Markets and Policies, Vol.5, No.2. Kristanto, Andreas Arif, 2012. Risiko Kebangkrutan, Proporsi Hutang dan Fenomena Underpricing pada IPO: Studi Empiris di Bursa Efek Indonesia, JRMB, Vol. 7, No.1, Hal 39-44. Maria.S, Eva, 2011. Analisis Kinerja Saham Jangka Panjang Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia,Majalah Ilmiah Solusi Unsika ISSN 1412-86676 Vol. 10 No. 20. Prastiwi dan Kusuma, 2001. Analisis Kinerja Surat Berharga Setelah Penawaran Perdana (IPO) di Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.16 No.2, Hal 177-187. Ritter, Jay R, 1991. The Long Run Performance of Initial Public Offerings, The Journal of Finance, Vil. XLVI, No.1. Rock, K, 1986. Why New Issues are Underpriced, Journal of Financial Economics, Vol.15 pp 1051-1059. Takarini, N. dan Kustini. 2007.
Tandelilin, 2001.Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, BPFE,.Yogyakarta. Triani, Aprilliani dan Nikmah, 2006. Reputasi Penjamin Emisi, Reputasi Auditor, Presentase Penjamin Emisi, Ukuran Perusahaan dan Fenomena Underpricing: Studi Empiris pada BEJ, Simposium Nasional Akuntansi 9, AKPM 23, Padang. Wardhani, Sinta dan Rachma Fitriati, 2010. Analisis Komparasi
Profitabilitas Sebelum dan Sesudah Penawaran Umum Saham Perdana, Bisnis dan Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vo.17, No.2. hal.90-100. Younesi, Nejat, Aref Mahdavi Ardekani, Mohammad Hashemijoo, 2012. Performance of Malaysian IPOs and Impact of Return Determinants, Journal of Business Studies Quarterly, Vol.4, No.2, pp.140-158. Biodata Penulis Suskim Riantani Penulis Pertama, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), jurusan Manajemen Universitas Padjadjaran Bandung, lulus tahun 1992. Memperoleh gelar Magister Sains (MSi) Program Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi Manajemen Universitas Padjadjaran Bandung, lulus tahun 2003. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama Bandung.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing pada Penawaran Saham Perdana (IPO) pada Perusahaan yang Go Public di BEJ, . Jurnal ARTHAVIDYA, 8
Reva Yuliani Penulis Kedua, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Program Studi Manajemen Universitas Widyatama Bandung, lulus tahun 2014. Saat ini bekerja di PT Phintraco Securities Bandung.
(1). 15
16