i
ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN TUNA LOIN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENYUSUNAN STRATEGI PENINGKATAN KEBERHASILAN HACCP
FEDWI ANGGI INDRAYANI C34061478
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i
RINGKASAN FEDWI ANGGI INDRAYANI. Analisis Kinerja Perusahaan Tuna Loin dengan Pendekatan Balanced Scorecard untuk Penyusunan Strategi Peningkatan Keberhasilan HACCP. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan BAMBANG RIYANTO Penelitian ini bertujuan menganalisis kinerja perusahaan tuna loin dengan pendekatan balanced scorecard untuk penyusunan strategi peningkatan keberhasilan HACCP. Metodologi penelitian ini meliputi penyusunan kerangka balanced scorecard, pembobotan keempat perspektif balanced scorecard, analisis kinerja keempat persepektif balanced scorecard dan penyusunan rencana perbaikan berdasarkan balanced scorecard. Jenis data yang digunakan adalah data hasil rekaman (record keeping) selama bulan Agustus sampai September 2010, penilaian program kelayakan dasar dan HACCP, serta kuesioner pembobotan keempat perspektif balanced scorecard dan kuesioner kepuasan kerja. Hasil penyusunan kerangka balanced scorecard memperlihatkan bahwa pada perspektif keuangan PT X memiliki sasaran strategis peningkatan profitabilitas dengan indikatornya ROI (Return On Investment) dan peningkatan penjualan dengan indikatornya jumlah penjualan produk tuna. Sasaran strategis perspektif pelanggan yaitu peningkatan kepuasan pelanggan dan penguatan citra produk serta layanan. Indikator hasil untuk peningkatan kepuasan pelanggan yaitu kualitas produk dan tingkat keluhan pelanggan, sedangkan indikator hasil untuk penguatan citra produk serta layanan adalah tingkat kepercayaan pelanggan, kualitas layanan, dan sistem informasi pelanggan. Pada perspektif proses bisnis internal yaitu peningkatan kualitas produk dengan indikator hasilnya implementasi HACCP yang dibagi ke dalam dua topik yaitu penilaian kelayakan dasar dan evaluasi HACCP, serta indikator hasil kedua yaitu pengendalian bahaya histamin pada produk tuna. Hasil penilaian kelayakan dasar PT X memperlihatkan bahwa terdapat 1 penyimpangan minor dan 3 penyimpangan mayor sehingga dapat dikategorikan PT X memiliki nilai kelayakan dasar A. Evaluasi HACCP pada PT X meliputi 12 tahapan HACCP dimana pada tahapan yang menjadi CCP adalah pada penerimaan bahan baku. Bahaya utama pada tahapan penerimaan bahan baku adalah kadar histamin yang tidak boleh melebihi 30 ppm. Oleh karena itu diperlukan analisis pengendalian bahaya histamin pada produk tuna menggunakan konsep six sigma. Berdasarkan data verifikasi pengujian histamin pada bulan Agustus-September memperlihatkan bahwa nilai sigma untuk proses pengujian histamin adalah 5,39 dengan DPMO 50 dan nilai Cpm 1,797; sedangkan berdasarkan data evaluasi histamin pada bulan Mei-Juli memperlihatkan nilai 2,67 sigma dengan DPMO 175,622 dan nilai Cpm 0,89, sehingga dapat diartikan bahwa kemampuan pengendalian histamin pada bulan Agustus-September lebih baik dibandingkan pada bulan Mei-Juli. Sasaran strategis pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran yaitu peningkatan kompetensi karyawan dengan indikator hasilnya yaitu tingkat kompetensi QC dan pelatihan sistem jaminan mutu. Berdasarkan hasil penilaian tingkat kompetensi QC memperlihatan hasil bahwa semua QC yang menangani bahan baku, laboratorium dan cold storage memiliki nilai expert. Sedangkan
ii
peningkatan komitmen serta loyalitas dengan indikator hasilnya yaitu tingkat kepuasan kerja karyawan dan tingkat retensi karyawan. Tingkat kepuasan karyawan dianalisis menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada 40 panelis. Hasil analisis kepuasan kerja karyawan PT X adalah 5 orang dengan tingkat kepuasan kerja ≥ 50%; 18 orang dengan tingkat kepuasan ≥ 60%; 13 orang dengan tingkat kepuasan kerja ≥ 70%; 3 orang dengan tingkat kepuasan kerja ≥ 80%; dan hanya 1 orang dengan tingkat kepuasan kerja ≥ 90%. Jumlah karyawan yang mengundurkan diri selama setahun adalah 8 orang, menunjukkan bahwa tingkat retensi karyawannya cukup besar (90, 805 %) atau dapat dikatakan bahwa frekuensi pergantian karyawannya rendah. Hasil pembobotan untuk perspektif keuangan 33,33 %; perspektif pelanggan 19,44 %; perspektif bisnis internal 27,78 %; dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan 19,44 %. Berdasarkan hasil pembobotan perspektif balanced scorecard memperlihatkan bahwa PT X lebih memprioritaskan strategi keuangan dibandingkan dengan strategi yang lainnya, hal ini terkait dengan misi perusahaan yaitu memaksimalkan kinerja keuangannya.
iii
ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN TUNA LOIN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENYUSUNAN STRATEGI PENINGKATAN KEBERHASILAN HACCP
FEDWI ANGGI INDRAYANI C34061478
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas perikanan dan Ilmu kelautan Institut pertanian Bogor.
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
:
Analisis Kinerja Perusahaan Tuna Loin dengan Pendekatan Balanced Scorecard untuk Penyusunan Strategi Peningkatan Keberhasilan HACCP
Nama
:
Fedwi Anggi Indrayani
NRP
:
C34061478
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Wini Trilaksani, M.Sc NIP. 19610128 198601 2 001
Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si NIP. 19690631 199802 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 19580511 1985 03 1 002
Tanggal Lulus : ....................................
v
RIWAYAT HIDUP
Fedwi Anggi Indrayani dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 18 Februari 1988, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sutarno dan Ibu Lili Anggraeni, S.Pd, M.M. Penulis memulai pendidikan formal di SD Sered 1, kemudian melanjutkan ke SLTP N 1 Banjarnegara dan SMA N 1 Bawang, Banjarnegara. Selepas pendidikan menengah atas, penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama belajar di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif menjadi anggota HIMASILKAN staf PSDM, kemudian penulis pernah mengikuti pelatihan ISO 22000, dan penulis pernah menjabat sebagai Asisten Teknologi Hasil Samping dan Limbah, Diversifikasi Produk Hasil Perairan, dan Teknologi Tradisional Hasil Perikanan. Penulis menyusun tugas akhir dengan judul ”Analisis Kinerja Perusahaan Tuna Loin dengan Pendekatan Balanced Scorecard untuk Penyusunan Strategi Peningkatan Keberhasilan HACCP” di bawah bimbingan Ibu Ir. WiniTrilaksani, M.Sc dan Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, hidayah serta karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kinerja Perusahaan Tuna Loin dengan Pendekatan Balanced Scorecard untuk Penyusunan Strategi Peningkatan Keberhasilan HACCP”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik moral maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranyakepada : 1. Ibu Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing atas segala nasihat, bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Ibu Dra. Pipih Suptidjah, MBA selaku dosen penguji atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Kedua orang tua tercinta atas ketulusan cinta, kasih sayang, dukungan moril dan materil serta kepercayaan dan doa yang telah diberikan pada penulis, semoga selalu dalam lindungan Allah SWT. 4. Kedua saudaraku, Mbak Widi dan Dek Dewi serta Tomo atas dukungan dan kasih sayangnya. 5. Bapak Hendra Sugandhi sebagai Direktur Utama PT X atas izin penelitian di perusahaan serta Bapak Nur Hadipitoyo sebagai Manager Umum PT X atas bantuan, bimbingan dan kerjasamanya. 6. Rekan-rekan karyawan PT X, terutama kepada Mbak Upi, Pipit, Yayan, Mas Danuri, Mbak Hesti, Mas Eko, Mbak Khomsatun, Mbak Ulfa dan Mbak Nana. 7. Sahabat-sahabat dari Perkumpulan Wisma Ayu “Zehra Khalishi, Rida Marta Siswina, Norita Afridiana, Ratna Sari , Lia Astriani, Molly, Arin Kusuma, Hilda Dasa Indah dan Aisha Putri Hapsari” yang selalu memberikan dukungan semangat kepada penulis. vi
vii
8. Sahabat dan rekan satu perjuangan selama magang di PT X “ Achmad Rizal dan Minal Fitrani” yang selalu memotivasi dan memberi semangat kepada penulis. 9. Sahabat-sahabatku di THP 43 “ Wahyu, Patmawati, Tika, Efga, Cuby, Ibnu, Ozi, Pipit, dan semua keluarga besar THP 43”. Terima kasih buat dukungan semangat dan motivasinya yang diberikan kepada penulis. 10. Teman-teman THP 44 dan 45 yang telah mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Bogor, Juni 2011
Fedwi Anggi Indrayani
vii
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii 1 PENDAHULUAN ..............................................................................................1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Tujuan.......................................................................................................... 5 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................6 2.1 Tuna Loin Beku ............................................................................................ 6 2.2 Histamin ...................................................................................................... 9 2.3 HACCP...................................................................................................... 10 2.3 Balanced Scorecard .................................................................................. 13 2.3.1 2.3.2 2.3.3 2.3.4
Perspektif keuangan ......................................................................... 13 Perspektif pelanggan ........................................................................ 14 Perspektif proses bisnis internal ...................................................... 15 Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ...................................... 15
3 METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................20 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 20 3.2 Tahap Penelitian ........................................................................................ 20 3.2.1 3.2.2 3.2.3 3.2.4
Penyusunan kerangka balanced scorecard………………...……...20 Pembobotan keempat perspektif balanced scorecard .................... 21 Analisis kinerja keempat perspektif balanced scorecard ............... 23 Penyusunan rencana perbaikan balanced Scorecard ..................... 33
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................34 4.1 Penyusunan Kerangka Balanced Scorecard.............................................. 34 4.2 Pembobotan Keempat Perspektif Balanced Scorecard .............................. 37 4.3 Analisis Kinerja Keempat Perspektif Balanced Scorecard....................... 38 4.4.1 Analisis kinerja perspektif keuangan .............................................. 38 4.2.2 Analisis kinerja perspektif pelanggan .............................................. 40 4.2.3 Analisis kinerja perspektif proses bisnis internal ............................ 42 4.2.3.1 Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin .............. 43 4.2.3.2 Analisis Pengendalian CCP ................................................. 56 4.2.4 Analisis kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ............ 63 vii
ix
4.4 Penyusunan Rencana Perbaikan Balanced Scorecard .............................. 67 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................71 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 71 5.2 Saran .......................................................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................72
ix
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Teks
Halaman
1 Ikan Tuna (Kardarron 2007). ........................................................................... 6 2 Kerangka kerja ukuran pembelajaran dan pertumbuhan................................ 16 3 Struktur umum peta strategis (Kasperskaya 2006) ........................................ 17 4 Penyusunan kerangka balanced scorecard (Modifikasi Mulyadi 2001 dan Rampersad 2006). .......................................................................................... 21 5 Tahapan penentuan target dan tindakan perbaikan (Rampersad 2006). ........ 33 6 Peta strategi PT X. ......................................................................................... 36 7 Diagram alir proses produksi tuna loin. ......................................................... 47 8 Peta kontrol kadar histamin ikan tuna pada tahap retouching selama bulan Mei- Juli 2010 ................................................................................................ 58 9 Peta kontrol kadar histamin ikan tuna pada tahap retouching selama bulan Agustus- September 2010 .............................................................................. 59 10 Peta kontrol suhu cold storage selama bulan Mei-Juli 2010. ........................ 61 11 Peta kontrol suhu cold storage selama bulan Agustus-September 2010 ....... 62 12 Diagram batang tingkat kepuasan kerja karyawan. ....................................... 66
x
xi
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
1 Contoh penyusunan balanced scorecard menurut Rampersad (2006) .......... 18 2 Matrik perbandingan berpasangan ................................................................. 23 3 Perhitungan bobot penilaian kuesioner kepuasan karyawan.......................... 31 4 Standar kompetensi ........................................................................................ 32 5 Penyusunan kerangka balanced scorecard berdasarkan Kaplan dan Norton (2000) dan Rampersad (2006)........................................................................ 35 6 Hasil pembobotan perspektif balanced scorecard PT X .............................. 37 7 Data ekspor produk tuna PT X....................................................................... 39 8 Penyimpangan persyaratan kelayakan dasar pada unit pengolahan............... 44 9 Deskripsi produk tuna PT X .......................................................................... 46 10 Hasil perhitungan data evaluasi dan data hasil pemantauan (verifikasi) kadar histamin pada tahap sortasi mutu (retouching) di PT X ................................ 58 11 Hasil perhitungan data evaluasi dan verifikasi suhu cold storage PT X ....... 60 12 Model rancangan interpretasi standar kompetensi mengacu Mc Clelland (1993) ............................................................................................................. 65 13 Rencana perbaikan balanced scorecard mengacu pada Rampersad (2006) .. 67
xi
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Kuesioner penyusunan kerangka balanced scorecard yang mengacu pada Rampersad (2006). ......................................................................................... 78 2 Penilaian Kelayakan Dasar. ........................................................................... 80 3 Lembar Kerja Control Measure (HACCP Plan). ........................................... 89 4 Pohon Keputusan HACCP (CAC 2003). ....................................................... 93 5 Surat tanda daftar usaha perikanan ................................................................ 94 6 Profil PT X ..................................................................................................... 95 7 Kuesioner pembobotan keempat perspektif balanced scorecard .................. 96 8 Sertifikat HACCP. ....................................................................................... 102 9 Tugas dan kewajiban anggota tim HACCP. ................................................ 103 10 Analisis bahaya tuna loin PT X.................................................................... 104 11 Identifikasi CCP pada PT X. ........................................................................ 106 12 Data Kandungan histamin ............................................................................ 107 13 Kuesioner kepuasan kerja karyawan. ........................................................... 109 14 Hasil uji validitas dan reliabilitas. ................................................................ 111
xiii
1
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Saat ini, keamanan pangan merupakan masalah dan isu penting dalam produksi pangan dunia, terlebih dengan makin banyaknya kasus keracunan pangan yang terjadi di berbagai negara (Beulens et al. 2003). WHO (1999) mencatat bahwa sekitar 81 juta orang setiap tahunnya menderita sakit akibat keracunan makanan dan 9.000 kasus diantaranya menyebabkan kematian. Berdasarkan data kasus keracunan pangan yang terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya, dari 76 juta jiwa yang keracunan, terdapat 5.000 kasus yang menyebabkan kematian dan sebanyak 350.000 jiwa dirawat di rumah sakit dengan menghabiskan biaya sekitar 7 milyar dolar (Mead et al. 1999). Kasus keracunan makanan di Cina diperkirakan terjadi sekitar 2.700 kasus setiap tahunnya, dimana sekitar 2,4 juta menyebabkan kematian untuk anak-anak di bawah usia lima tahun (WHO, 1997). Sedangkan berdasarkan data Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, Layanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat (Centers for Disease Control and Prevention) menunjukkan bahwa pada tahun 2005 tercatat sebanyak 1.400 kasus akibat keracunan makanan. Kasus ini terlihat cenderung meningkat, dimana pada tahun 2007 telah terjadi 21.244 kasus keracunan makanan dan 18 kasus telah menyebabkan kematian (CDC 2007). Melihat masih banyaknya kasus keracunan akibat makanan dan berdampak pada kematian, maka sejak tahun 1993 FAO dan WHO melalui Codex Alimentarius Comitte telah merekomendasikan HACCP sebagai suatu sistem yang paling efektif dalam menjamin keamanan pangan (WHO 1995). Konsep HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) diadopsi dalam sistem manajemen keamanan pangan karena dapat diterapkan dengan pendekatan yang sistematik dalam mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya-bahaya potensial pada setiap tahapan proses untuk memastikan keamanan pangan produk yang diolah dan dikonsumsi. Konsep HACCP ini berfokus pada tindakan pencegahan, dengan cara melakukan analisis terhadap bahaya potensial yang ada, melakukan identifikasi titik kendali kritis pada setiap tahapan proses dan selanjutnya menerapkan sistem pengendalian pada setiap titik kendali kritis yang ada tersebut (CAC 2003).
2
Meskipun penggunaan HACCP sudah tersebar luas pada industri makanan, namun Wallace et al. (2011) mencatat beberapa kejadian timbulnya bahaya keamanan pangan pada industri pangan yang telah menerapkan program HACCP. Sebagai contoh tercatat di Jepang pada tahun 2000, dimana terjadi kontaminasi Staphylococcus aureus pada produk susu dan yogurt yang disebabkan oleh monitoring suhu pada titik kendali kritis penyimpanan susu mentah yang tidak tercatat dengan baik saat terjadinya pemadaman listrik. Pada tahun 2006, tercatat terjadi 60 kasus kontaminasi Salmonella montevideo pada produk coklat di Amerika yang ternyata diakibatkan dari adanya kebocoran pipa air limbah yang menetes ke dalam area produksi pembuatan coklat. Selain itu pernah juga dilaporkan bahwa di Amerika Serikat pada tahun 1982 telah terjadi wabah besar akibat kontaminasi E.coli. Kejadian tersebut ternyata diakibatkan dari hamburger yang dikonsumsi tidak matang. Akibat kejadian tersebut 500.000 orang mengalami keracunan (Riley et al.1983). Kejadian-kejadian tersebut menunjukkan bahwa permasalahan dalam pengelolaan industri pangan merupakan masalah yang komplek dan memerlukan perencanaan yang matang dalam pelaksanaannya, terutama penerapan pelaksanaan program HACCP. Belum modernnya sistem manajemen rantai pasokan (supply chain management), sistem ketelusuran (traceability) dan penarikan produk (recall procedur), serta surveilance yang buruk dapat juga mengindikasikan bahwa masih kurang berhasilnya penerapan program HACCP ini, contoh kasus ini adalah kesalahan pelabelan pada produk tuna beku Indonesia yang terjadi pada tahun 2008 di Australia, yang menyebabkan kerugian yang sangat besar pada produsen tuna Indonesia, akibat dari adanya penolakan para pemasok tuna di Australia (Rushdy et al. 1998). Penerapan HACCP pada industri perikanan tuna tentu juga akan membawa implikasi pada persaingan antar perusahaan pengolahan tuna untuk menghasilkan produk tuna yang bermutu baik, selain tantangan akan bahaya histamin. Berdasarkan laporan Rapid Alert Sistem for Food and Feed (RASFF) Uni Eropa menunjukkan bahwa pada tahun 2007 terdapat 7 kasus penolakan tuna dari Indonesia dengan 4 kasus disebabkan tingginya kadar histamin (EC 2007). Kemudian Food and Drugs Administration USA juga melaporkan bahwa sebanyak 13 kasus penolakan tuna asal Indonesia selama tahun 2008 diakibatkan
3
oleh kadar histamin yang melebihi ambang batas (FDA 2009). Hasil evaluasi pengendalian risiko bahaya histamin pada proses pengolahan tuna dengan menggunakan six sigma pada tahapan yang menjadi titik kendali kritis oleh Dahyar (2009); Yahya (2010), terlihat masih menunjukkan adanya berbagai hambatan dalam pelaksanaan HACCP di perusahaan-perusahaan pengolahan tuna di Indonesia, baik yang bersifat eksternal maupun internal. Hambatan eksternal pelaksanaan program HACCP diantaranya meliputi kurangnya kepercayaan pelanggan terhadap pelaksanaan HACCP pada industi tuna. Sebagai contoh yaitu adanya pihak pembeli (buyer) yang bersikeras melakukan monitong sendiri terhadap pelaksanaan program HACCP di perusahaan, terutama pada tahapan titik kendali kritisnya. Sedangkan hambatan internal antara lain meliputi kurangnya kesadaran pihak manajemen mengenai praktek-praktek sanitasi dan higiene, pemahaman dan pengetahuan mengenai HACCP, dan perhatian terhadap sumber daya manusia seperti tingkat kompetensi, kompensasi, komitmen, motivasi dan pelatihan HACCP (Gilling et al. 2001). Oleh karena itu, upaya peningkatan kinerja HACCP tidak hanya menyangkut pelaksanaan HACCP, tetapi juga menyangkut kinerja sumber daya yang dimiliki. Peningkatan kinerja HACCP pada perusahaan tuna loin tidak dapat berdiri sendiri, agar implementasi dapat berjalan secara efektif perlu adanya peran pihak manajemen untuk menyusun strategi-strategi yang tepat dalam peningkatan kinerja HACCP. Secara teoritis, implementasi HACCP pada perusahaan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas sumber daya, ukuran perusahaan, keuangan, dan juga ketersediaan yang menyeluruh akan faktor penunjang yang menjadi prasyarat (pre-requisite) keefektifan penerapan HACCP seperti sarana dan prasarana dalam penerapan GMP (Good Manufacturing Practice) dan GHP (Good Hygienic Practice) (Snyder et al. 2003). Selain itu, berdasarkan catatan Sperber (2005a) dan Sperber (2005b), keberhasilan pelaksanaan HACCP perlu ditunjang dengan program-program prasyarat dasar hygiene seperti: prosedur pelabelan, desain peralatan dan perlengkapan, pelatihan sumber daya manusia, keamanan air, pengendalian transportasi, pengendalian senyawa allergen, pengendalian bahan kimia, dan penyimpanan produk. Secara praktis, perusahaan perlu mendesain sistem perumusan strategi, sistem
4
perencanaan strategi, dan sistem penyusunan program untuk memotivasi seluruh personel perusahaan dalam mencari dan merumuskan langkah-langkah strategi untuk membangun masa depan perusahaan (David 2006). Berbagai bentuk konsep manajemen dan perencanaan strategis telah banyak dikembang dan diterapkan pada berbagai perusahaan dan industri. Salah satu konsep perencanaan strategi yang sudah cukup luas digunakan oleh berbagai jenis perusahaan adalah balanced scorecard (Bernadine, 2001). Konsep ini banyak digunakan, karena mampu menerjemahkan visi, misi, dan tujuan perusahaan menjadi strategi-strategi jangka panjang yang dapat diukur dan di monitor terusmenerus. Selain itu, konsep ini dalam prakteknya memberikan
pengertian
penyeimbangan empat perspektif utama dari suatu unit bisnis yaitu persepektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran serta pertumbuhan (Kaplan dan Norton 1996). Sejak kemunculannya, balanced scorecard telah banyak diadopsi oleh berbagai perusahaan dunia. Berdasarkan hasil riset dari beberapa penelitian ditemukan bahwa pada tahun 2001 sekitar 44 % perusahaan di seluruh dunia telah menggunakan balanced scorecard dengan rincian 57% perusahaan di Inggris, 46 % di Amerika Serikat, dan sebanyak 26 % di Jerman dan Austria. Brain dan Company memperlihatkan bahwa 708 perusahaan di lima benua, sebanyak 62 % telah menggunakan balanced scorecard (Gumbus dan Lyons 2002). Survei lain di Amerika Serikat oleh majalah Fortune mengestimasikan bahwa 60 % dari 1000 perusahaan telah mencoba balanced scorecard (Hendricks et.al 2004). Salah satu contoh keberhasilan penerapan balanced scorecard adalah pada perusahaan business jet milik Frank Jansen yang mampu meningkatkan angka pertumbuhan penjualan sebesar 10 %, penurunan tingkat keluhan pelanggan sebesar 30 %, peningkatan tingkat kepuasan karyawan sebesar 85 %, serta peningkatan proses bisnis internal sebesar 25 % (Rampersad 2005). Berdasarkan informasi tersebut maka konsep balanced scorecard dapat digunakan sebagai salah satu model untuk pengkajian penerapan program HACCP. Penggunaan konsep balanced scorecard yang dipadukan dengan HACCP diharapkan mampu memberikan solusi mengenai strategi-strategi yang tepat bagi perusahaan perikanan dalam meningkatkan kinerja baik dari sisi
5
peningkatan mutu produk maupun peningkatan kualitas sumber daya yang dimilikinya. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini menganalisis kinerja perusahaan tuna loin dengan pendekatan balanced scorecard untuk penyusunan strategi peningkatan keberhasilan implementasi HACCP.
6
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuna Loin Beku Tuna loin beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi empat bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan, dan pembekuan cepat dengan suhu pusatnya maksimum -18 oC (BSN 2006). Berikut ini adalah klasifikasi ikan tuna menurut Saanin (1984) : Phylum
: Chordata
Subphylum : Vertebrata Thunnus Class
: Teleostei
Subclass
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Subordo
: Scrombidei
Family
: Scrombridae
Genus
: Thunnus
Spesies
: Thunnus obesus (bigeye tuna, tuna mata besar) Thunnus alalunga (albacore, tuna alcar) Thunnus albacore (yellowfin tuna, madidihang) Thunnus macoyii (southtern bluefin tuna, tuna sirip biru selatan) Thunnus thynnus (nouthtern bluefin tuna, tuna sirip biru utara) Thunnus tongkol (longtail tuna, tuna ekor panjang)
Gambar 1 Ikan Tuna (Kardarron 2007).
7
Cara penanganan dan pengolahan ikan tuna loin berdasarkan ketentuan SNI 01-4104.3-2006 meliputi: (1)
Penerimaan Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hatihati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C.
(2)
Penyiangan atau tanpa penyiangan Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C.
(3)
Pencucian 1 (khusus yang menggunakan bahan baku segar). Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C.
(4)
Pemotongan daging (pembuatan loin) Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,4 °C.
(5)
Pengulitan dan perapihan Tulang, daging merah, dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih. Pengulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu produk 4,4 °C.
(6)
Sortasi mutu Sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang, duri, daging merah dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4°C.
(7)
Pembungkusan Loin yang sudah rapi selanjutnya dikemas dalam plastik secara individual vakum maupun tidak vakum. Proses pembungkusan dilakukan secara cepat,
8
cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 °C. (8)
Pembekuan Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku seperti ABF hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal –18 °C dalam waktu maksimal 4 jam.
(9)
Penimbangan Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18 °C.
(10) Pengepakan Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master carton secara cepat, cermat dan saniter. (11) Pengemasan Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis. Pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk. (12) Pelabelan dan pemberian kode Setiap kemasan produk tuna loin beku yang akan diperdagangkan diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut : a)
Jenis produk
b)
Berat bersih produk
c)
Nama dan alamat lengkap unit pengolahan secara lengkap
d)
Bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut
e)
Tanggal, bulan, dan tahun produksi
f)
Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa
Berdasarkan hasil penelitian Sanker et al. (2008) mengenai pengaruh pengemasan vakum pada produk tuna yang disimpan pada suhu 0 oC sampai 2 oC, memperlihatkan bahwa kemasan vakum mampu memperpanjang daya awet. Selain itu, selama pembekuan dan penyimpanan, otot ikan dapat mengalami
9
sejumlah perubahan. Denaturasi protein dan agregasi protein miofibrillar yang dapat menyebabkan perubahan dalam sifat fungsional dari protein otot ikan sehingga akan kehilangan daya ikat air dan terjadi perubahan tekstur (Baroso et al. dalam Martines et al. 2010). 2.2 Histamin Histamin adalah senyawa amin biogenik yang terbentuk dari asam amino histidin akibat reaksi dengan enzim dekarboksilase. Satuan kadar histamin dalam daging tuna dapat dinyatakan dalam mg/100 g, mg %, atau ppm (mg/1000 g) (Sumner et al. 2004). Histidin bebas yang terdapat dalam daging ikan erat kaitannya dengan histamin dalam daging. Enzim pemecah karboksil dapat berasal dari daging tubuh ikan sendiri, namun sebagian besar enzim tersebut dihasilkan oleh mikroba yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan serta mikroba lain yang mengkontaminasi ikan (Keer et al. 2002). Bakteri jenis Clostridium perfringens, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Raoutella planticula dan Vibrio alginolyticus termasuk dalam golongan bakteri yang menyebabkan histamin sampai tingkat membahayakan (Kanki et al. 2002; Kimata diacu dalam Borgstrom 1961; Taylor et al. 1979; Yoshinaga dan Frank 1982). Sistem intestinal dari manusia mengandung enzim diamine oxidase (DAO) dan Histamin N-methyl transferase (HMT) dimana akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya,
akan tetapi jika dosis histamin yang
dikonsumsi besar maka kemampuan dari DAO dan HMT untuk menghancurkan histamin akan menyebabkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh. Gejala keracunan histamin adalah gatal-gatal, diare, demam, sakit kepala, dan tekanan darah turun (Keer et al. 2002). Food and Drug Administration (FDA) menetapkan bahwa untuk ikan tuna dan ikan sejenisnya, 5 mg histamin/100 gram daging ikan merupakan jumlah yang harus diwaspadai dan sebagai indikator terjadinya dekomposisi, sedangkan 50 mg histamin/100 gram daging ikan merupakan jumlah yang membahayakan atau dapat menimbulkan keracunan (FDA 2001).
10
2.3
HACCP Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan suatu
sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya-bahaya yang signifikan dalam keamanan pangan (CAC 2003). Keberhasilan pelaksanaan program HACCP tergantung pada empat pilar utama yaitu komitmen manajemen, pendidikan dan pelatihan, ketersediaan sumber daya dan adanya tekanan dari pihak luar (misalnya peraturan, kekuatan pasar, harapan konsumen dan pengendalian keamanan pangan) yang dianggap merupakan prioritas utama pada perusahaan (Panisello dan Quantick 2001). Sejak Codex Guidelines for the Application of the HACCP System diadopsi oleh FAO/WHO, Codex Alementarius Commission pada tahun 1993, termasuk the Codex Code on General Principle direvisi untuk mencakup sistem HACCP, beberapa negara di dunia mulai merubah sistem keamanan pangan dari end product testing menuju aplikasi HACCP. Konsep HACCP menurut CAC (2003) terdiri dari 12 tahap yang terdiri dari 5 langkah awal dan 7 prinsip HACCP, yaitu : (1) Pembentukan tim HACCP Pembentukan tim HACCP merupakan kesempatan baik untuk memotivasi karyawan dan menginformasikan tentang HACCP kepada karyawan. Tim HACCP harus memberikan jaminan bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP secara efektif. (2) Deskripsi produk Deskripsi produk adalah perincian informasi lengkap mengenai produk. Deskripsi produk harus digambarkan termasuk informasi mengenai komposisi, struktur kimia/fisik, perlakuan-perlakuan (pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengeringan), pengemasan, kondisi penyimpanan, daya tahan, persyaratan standar, dan metode pendistribusian. (3) Identifikasi penggunaan produk Setiap produk yang akan dikendalikan melalui penerapan sistem HACCP terlebih dahulu harus ditentukan rencana penggunaannya atau dengan kata lain harus diidentifikasi terlebih dahulu sasaran konsumennya. Pengelompokan konsumen penting dilakukan untuk menentukan tingkat resiko dari setiap produk.
11
(4) Penyusunan diagram alir proses produksi Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Diagram alir harus meliputi tahapantahapan dalam proses secara jelas mengenai rincian seluruh kegiatan proses termasuk inspeksi, transportasi, penyimpanan, penundaan proses, bahan-bahan yang dimasukkan ke dalam proses, keluaran proses seperti limbah, pengemasan, bahan baku, dan lain-lain. (5) Verifikasi diagram alir proses produksi Diagram alir yang telah dibuat seringkali masih belum sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Proses verifikasi diagram alir harus dilakukan secara hati-hati dan teliti terhadap keseluruhan lini proses. (6) Identifikasi bahaya Analisis bahaya yang merupakan prinsip pertama dari HACCP yang mencakup identifikasi semua potensi bahaya, analisis bahaya, dan pengembangan tindakan pencegahan. Analisis bahaya seharusnya mencakup : (a) kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat pengaruhnya terhadap kesehatan, (b) evaluasi kualitatif dan kuantitatif dari bahaya, (c) ketahanan hidup atau perkembangan bahaya potensial mikroorganisme, (d) produksi atau keberadaan toksin, (e) kondisi yang mempunyai kecenderungan menuju terjadinya bahaya. (7) Penetapan CCP (Critical Control Point) Critical Control Point atau CCP adalah tahapan dari prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya bagi keamanan produk makanan itu dapat dicegah, dihilangkan, atau dikurangi. Alat yang digunakan untuk membantu dalam penentuan CCP yang benar menurut Codex Alimentarius Commission GL/32 1998 adalah dengan CCP Decision Tree. (8) Penetapan batas kritis (critical limit) Batas kritis adalah persyaratan dan toleransi yang harus dipenuhi oleh setiap CCP. Batas-batas kritis ini meliputi persyaratan teknis, definisi penolakan dan toleransi penolakan. Suatu batas kritis adalah nilai maksimum atau minimum yang harus dikendalikan pada setiap CCP.
12
(9) Pemantauan pada setiap CCP (monitoring) Pemantauan (monitoring) terdiri atas aktivitas pengamatan, pengukuran atau pengujian yang dilakukan untuk menilai apakah suatu CCP berada dalam batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak. Kegiatan monitoring dapat berupa pengukuran suatu parameter misalnya suhu dan waktu. (10) Penetapan tindakan koreksi (corective action) Selama pemantauan, bila hasil pemantauan pada suatu CCP melampaui batas kritis atau toleransi maka harus dilakukan tindakan perbaikan (corection). Program HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan/atau preventif untuk menghindari pemusnahan produk dari ketidaksesuaian serta melakukan perbaikan atau korektif dengan mencari akar-akar penyebab masalah dan memperbaikinya. (11) Penetapan prosedur verifikasi Kegiatan verifikasi terhadap CCP dilakukan untuk menjaga agar kegiatan pengendalian dan pemantauan CCP dapat berjalan dengan normal. Kegiatan verifikasi harus menjamin bahwa sistem pada CCP dapat kembali berjalan normal. Informasi yang didapat melalui verifikasi harus dipakai untuk meningkatkan sistem HACCP (Pierson dan Corlett 1992). (12) Penetapan dokumentasi HACCP memerlukan penetapan prosedur pencatatan yang efektif untuk mendokumentasikan sistem HACCP. Dokumentasi dan catatan harus cukup melingkupi sifat dan ukuran operasi di lapangan. Catatan harus dapat membuktikan bahwa batas-batas kritis telah terpenuhi dan tindakan koreksi yang benar telah diambil pada saat batas kritis terlampaui. Efektivitas pelaksanaan program HACCP dapat dilihat dari tingkat efektivitas pengendalian CCP. Hal ini dikarenakan CCP merupakan parameter keberhasilan HACCP. Salah satu tujuan dari proses yang berkelanjutan adalah untuk memastikan bahwa produk jadi sesuai dengan spesifikasi. Variasi merupakan karakterisasi yang ada pada setiap tahapan produksi (Beker 1993). Variasi-variasi tersebut dapat diukur dengan berbagai perangkat statistika manajemen, seperti menggunakan peta kontrol (control chart). Sementara untuk mengetahui apakah kondisi proses mampu untuk menghilangkan variasi penyebab
13
khusus dan menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi, dapat dilihat dari nilai kapabilitas prosesnya (Breyfogle 2003). Penerapan sistem HACCP di industri perikanan Indonesia ternyata masih belum efektif dilakukan untuk menjamin tidak adanya bahaya keamanan pangan (food safety). Sistem dokumentasi (record keeping), misalnya dilakukan hanya untuk memenuhi formalitas sertifikasi dari instasi yang berwenang saja dengan penekanan hanya pada aspek persyaratan kelayakan dasar (pre-requisite) yang tidak dioptimalkan fungsinya sebagai alat yang dapat memberikan informasi mengenai efektifitas proses produksi yang sedang berlangsung (Yahya 2010). Berdasarkan evaluasi dengan konsep dasar lean six sigma yang dilakukan oleh Dahyar (2009), hasil penilaian keefektifan dari pengendalian resiko bahaya histamin menunjukkan bahwa pengendalian CCP di suatu perusahan pengolahan tuna di Indonesia masih belum berjalan efektif. 2.3 Balanced Scorecard Balanced scorecard merupakan pendekatan yang menerjemahkan visi, misi, dan strategi perusahaan ke dalam tujuan-tujuan dan pengukuran-pengukuran yang dilihat dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan (Kaplan dan Norton 2000). Berikut ini adalah keempat perspektif dalam konsep balanced scorecard yaitu : 2.3.1 Perspektif keuangan Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukkan apakah perencanaan dan pelaksanaan stategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Berikut ini adalah tahapan dalam perspektif keuangan menurut Kaplan dan Norton (2000) yaitu : (1) Pertumbuhan (Growth) Tahapan pertumbuhan adalah tahap pertama dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki tingkatan pertumbuhan yang sangat baik sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang.
14
(2) Bertahan (Sustain Stage) Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkatan pengembalian yang terbaik. Sasaran keuntungan pada tahap ini yaitu pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. (3) Menuai (Harvest) Tahap ini merupakan tahap kematangan, yaitu di mana perusahaan melakukan panen terhadap investasi mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. 2.3.2 Perspektif pelanggan Menurut Kaplan dan Norton (2000), filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer satisfaction. Jika pelanggan tidak puas maka konsumen akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kelompok utama pelanggan terdiri dari komponen: pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, kepuasan pelanggan dan profitabilitas pelanggan. (1) Pangsa pasar yaitu mengukur seberapa besar proporsi segmen pasar tertentuyang dikuasai perusahaan seperti jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan. (2) Akuisisi pelanggan yaitu mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik pelanggan baru. (3) Retensi pelanggan yaitu kemampuan mempertahankan pelanggan lama dengan mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan pelangganpelanggan lama. (4) Tingkat kepuasan pelanggan yaitu mengukur seberapa jauh pelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan. (5) Tingkat profitabilitas pelanggan yaitu mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh perusahaan dari penjualan produk kepada pelanggan.
15
2.3.3 Perspektif proses bisnis internal Pada perspektif proses bisnis internal, dilakukan identifikasi berbagai proses internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pelanggan dan pemegang saham. Perusahaan biasanya mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif finansial dan pelanggan. Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan analisis rantai nilai. Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan perusahaan untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk/jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan (Kaplan dan Norton 2000). 2.3.4 Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan digunakan untuk menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Tiga sumber utama pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan adalah manusia, sistem dan prosedur perusahaan. Tujuan dari perspektif ini adalah menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan tiga perspektif lainnya tercapai (Kaplan dan Norton 2000). Hubungan keempat perspektif balanced scorecard di awali dengan fondasi yang kuat pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Hal ini dikarenakan SDM memegang peran penting dalam mencapai keberhasilan strategi perusahaan (Banker 2004). Peningkatan mutu SDM dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan akan
mempengaruhi proses bisnis internal dalam bentuk peningkatan mutu
proses. Peningkatan mutu proses bisnis internal akan mempengaruhi perspektif pelanggan dalam bentuk peningkatan kepuasan pelanggan. Gambaran kerangka kerja ukuran pembelajaran dan pertumbuhan dapat dilihat pada Gambar 3.
16
Hasil
Retensi kerja
Produktivitas kerja Kepuasan kerja
Faktor yang mempengaruhi
Kompetensi Staff
Infrastruktur Teknologi
Iklim untuk bertindak
Gambar 2 Kerangka kerja ukuran pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan dan Norton 1996) Ada tiga hal yang diperhatikan dalam kemampuan karyawan yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen, yaitu : (1) Kepuasan karyawan Kepuasan karyawan dipandang sangat penting karena karyawan yang puas merupakan suatu kondisi sebelum peningkatan produktivitas, tanggung jawab, kualitas dan customer service. Tingkat kepuasan karyawan dapat dilakukan dengan survey (Schuler dan Jackson 2000). (2) Retensi karyawan Tujuan dari retensi karyawan adalah untuk mempertahankan karyawan yang dianggap berkualitas yang dimiliki perusahaan selama mungkin, karena karyawan yang berkualitas merupakan harta tidak tampak (intangible asset) yang ternilai bagi perusahaan (Umar 1997). (3) Kompetensi karyawan Kompetensi didefinisikan sebagai karakter yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaanya. Selain itu, kompetensi individu merupakan sesuatu yang melekat dalam diri seseorang yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya (Moheriono 2009). Strategi tidak dapat diimplementasikan, jika tidak bisa dipahami maupun dijelaskan. Jika sebuah perusahaan mampu menjelaskan suatu strategi yang
17
komprehensif dan berkomunikasi secara efektif di semua tingkat organisasi, kesempatan untuk menerapkannya akan meningkat pesat (Kaplan dan Norton 2000). Oleh karena itu diperlukan suatu peta strategi yang mampu mengkomunikasikan hubungan sebab akibat dari keempat perspektif balanced scorecard (Epstein dan Westbrook 2000). Peta strategis adalah gambaran sederhana prioritas strategi dari keseluruhan strategi perusahaan, yang menampilkan hubungan sebab akibat di antara masing-masing sasaran strategi yang ada (Tunggal 2001). Peta strategis menggambarkan bagaimana aset-aset tak terwujud seperti proses bisnis internal dan karyawan memberikan hasil yang nyata dalam bentuk keuangan dan pelanggan. Struktur umum peta strategis dapat dilihat pada Gambar 3.
Financial
Customer
Internal Processes
Learning and Growth
Gambar 3 Struktur umum peta strategis (Kasperskaya 2006).
Salah satu contoh penyusunan balanced scorecard adalah penjabaran bisnis jet milik Frank Jansen oleh Rampersad (2006) yang dapat dilihat pada Tabel 1.
18
Tabel 1 Contoh penyusunan balanced scorecard menurut Rampersad (2006) Faktor Penentu Keberhasilan Hasil keuangan yang baik dan kemungkinan perolehan keuntungan yang meningkat.
Pasar dominan di pasar global
Pelayanan berkualitas
PERSPEKTIF KEUANGAN Tujuan Tolak Ukur Target Strategis Kinerja Memaksimalkan nilai pemegang saham Penghasilan keuntungan lebih besar
Tindakan perbaikan
Pertumbuhan penjualan
10 % dalam 3 tahun
Menaikkan harga produk
Laba bersih dengan aset tetap
Kenaikkan 30 % dalam 3 tahun
Memaksimalkan laba
Peningkatan Kenaikkan ROI (Return 15 % dalam setahun On Investement). PERSPEKTIF PELANGGAN Pangsa pasar Pangsa pasar Peningkatan lebih besar lebih besar 10 % dalam 3 tahun Penghasilan Peningkatan Wawasan lebih berpotensi 20 % dalam luas mengenai 5 tahun perjalanan bisnis Tingkat Tingkat Penurunan kepercayaan keluhan sedikitnya pelanggan yang pelanggan 30 % per lebih tinggi tahun Tingkat kesetiaan pelanggan
Peningkatan 30 % dalam 4 tahun
Memperluas jaringan internasional Mengadakan penelitian pasar untuk memperluas jaringan. Memberikan penghargaan tambahan terhadp karyawan yang berorientasi pelanggan Merumuskan prosedur keluhan pelanggan dan melaksanakannya secara rutin. Mengembangkan dan menerapkan rencana untuk memperbaiki kepercayaan dan kesetiaan pelanggan
Citra
Tingkat pengenalan publik yang lebih baik
Tingkat pengenalan sebagai perusahaan yang berkualitas
Sedikitnya 70 % dalam 4 tahun
Mengadakan studi citra
19
Aman dan andal
Pengenalan sukses produk dan jasa
PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL Memperkenalkan Keamanan dan Investasi sistem pemeliharaan keandalan dalam pencegahan total optimal keamanan dan keandalan Presentase Pengurangan Memperbaiki insiden sedikitnya kesadaran keamanan keamanan 70 % dalam karyawan melalui dua tahun pelatihan dan komunikasi Peningkatan Menawarkan produk Produk dan jasa Presentase dan jasa via internet sebesar 5 % penjualan yang baru per tahun produk dan dikembangkan jasa baru Mengatur Dikurangi Waktu yang perkembangan sebanyak diperlukan organisasi secara lebih 15 % dalam untuk efisien meluncurkan 3 tahun produk dan jasa baru di pasa
PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN 85 % dalam Mengindentifikasi dan Peningkatan Persentase 3 tahun mengkomunikasikan tingkat personel tugas, tanggung kepuasan yang merasa jawab, dan wewenang karyawan melakukan semua karyawan pekerjaan menantang 85 % dalam Melakukan studi Menilai 3 tahun kepuasan karyawan. penelitian tingkat kepuasan karyawan 25 % dalam Membuat rencana Tingkat Perkembangan Peningkatan 3 tahun pengembangan karier kompetensi bersinambung kompetensi dan pelatihan karyawan kerja potensi personel manusia Lingkungan kerja yang termotivasi
20
3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2010 di PT X, yang beralamat di Jalan Muara Baru Ujung Blok B No. 168, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. 3.2 Tahap Penelitian Penelitian dilakukan dalam empat tahapan yaitu : penyusunan kerangka balanced scorecard yang mengacu pada Mulyadi (2000) dan Rampersad (2006), yang dilanjutkan dengan pembobotan keempat perspektif balanced scorecard menggunakan metode perbandingan berpasangan yang mengacu pada Oliver (2005), analisis keempat perspektif balanced scorecard yang mengacu pada Kaplan dan Norton (2005) dan Rampersad (2005), dan tahap terakhir yaitu membuat rencana perbaikan yang mengacu pada (Rampersad 2006), yaitu mencakup target dan tindakan perbaikan yang diperlukan dalam upaya peningkatan keberhasilan HACCP PT X. 3.2.1 Penyusunan kerangka balanced scorecard Proses penyusunan kerangka balanced scorecard diawali dengan penerjemahan visi dan misi perusahaan ke dalam empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan. Selanjutnya yaitu penentuan faktor-faktor penentu keberhasilan pelaksanaan strategi pada masing-masing perspektif dan dilanjutkan dengan penetapan tujuantujuan strategis yang lebih spesifik yang merupakan penjabaran dari visi dan misi perusahaan. Langkah selanjutnya yaitu menentukan ukuran-ukuran strategis yang mencerminkan strategi perusahaan (Rampersad 2005). Sedangkan teknik penerjemahan mengacu pada Mulyadi (2001). Pendataan merupakan data sekunder yang dilakukan dengan teknik wawancara dalam bentuk sejumlah pertanyaan kepada pimpinan tertinggi perusahaan (General Manager). Acuan dasar pengumpulan data ini bersumber dari Kaplan dan Norton (2000), adapun format pertanyaan berdasarkan Rampersad (2006). Bentuk pertanyaan yang
21
tersusun di dalam kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Gambaran penyusunan kerangka balanced scorecard di PT X dapat dilihat pada Gambar 4. Visi dan misi Apa visi dan misi masa depan kita? Perspektif
Faktor Penentu Keberhasilan Apa faktor-faktor penentu keberhasilan strategi kita?
Financial
FPK
Customer
Internal bussiness
Learn & Grow
FPK
FPK
FPK
Financial
Customer
Internal bussiness
Learn & Grow
Tujuan strategi Jika visi dan misi kita berhasil, bagaimana kita membedakannya?
Sasaran strategi
Sasaran strategi
Sasaran strategi
Sasaran strategi
Ukuran strategi Apa indikator yang dijadikan sebagai alat ukur strategi?
Ukuran strategi
Ukuran strategi
Ukuran strategi
Ukuran strategi
Peta Strategi
Gambar 4 Penyusunan kerangka balanced scorecard (Modifikasi Mulyadi 2001 dan Rampersad 2006). 3.2.2 Pembobotan keempat perspektif balanced scorecard Sebelum melakukan analisis kinerja perusahaan PT X, terlebih dahulu harus ditentukan bobot atau tingkat kepentingan organisasi terhadap masingmasing perspektif balanced scorecard, sasaran-sasaran strategis dan juga ukuran strategiknya. Pembobotan dilakukan agar pengukuran kinerja memberikan indikasi yang lebih terperinci dan terkait langsung dengan kepentingan organisasi. Semakin penting suatu perspektif, sasaran dan ukuran hasil bagi organisasi maka semakin besar bobot yang diberikan (Reisinger et al. 2003). Pembobotan menggunakan metode perbandingan berpasangan yang mengacu pada Oliver (2005). Metode paired comparison dapat digunakan untuk menentukan bobot setiap indikator keempat perspektif balanced scorecard berdasarkan tingkat kepentingan organisasi terhadap masing-masing perspektif, sasaran strategis, dan
22
ukuran strategis. Caranya adalah membandingkan sasaran strategis dengan sasaran lainnya dan membandingkan antara ukuran hasilnya. Langkah-langkah dalam pemberian bobot bagi masing-masing perspektif, sasaran dan ukuran hasil utamanya adalah : (1) Melakukan perbandingan antara suatu elemen (perspektif, sasaran strategis, atau ukuran hasil) dengan elemen lainnya yang disajikan dalam bentuk tabulasi (Tabel 1). Perbandingan dilakukan dengan memberikan nilai pada skala 1 sampai 5. Nilai yang telah dipertimbangkan kemudian diisikan pada sel Aij. Perbandingan antara dua unsur elemen yang sama tidak diberi nilai, dan untuk sasaran yang hanya memiliki satu ukuran maka bobot dari ukuran tersebut disamakan dengan bobot sasarannya. Adapun makna nilai tersebut adalah : 1) Nilai 1 berarti suatu elemen dianggap tidak penting dibandingkan dengan elemen yang menjadi pembandingnya. 2) Nilai 2 berarti suatu elemen dianggap kurang penting dibandingkan dengan elemen yang menjadi pembandingnya. 3) Nilai 3 berarti suatu elemen dianggap sama penting dibandingkan dengan elemen yang menjadi pembandingnya. 4) Nilai 4 berarti suatu elemen dianggap lebih penting dibandingkan dengan elemen yang menjadi pembandingnya. 5) Nilai 5 berarti suatu elemen dianggap sangat penting dibandingkan dengan elemen yang menjadi pembandingnya. (2) Memberikan nilai kebalikan dari perbandingan pada langkah satu untuk mengisi sel Aij, misalnya nilai 2 untuk kebalikan dari nilai 4. (3) Menjumlahkan masing-masing nilai unsur elemen tiap baris dan tiap kolom, kemudian menjumlahkan hasilnya. (4) Melakukan
perhitungan
bobot
masing-masing
elemen
dengan
cara
membandingkan total nilai masing-masing elemen dengan jumlah total nilai lalu dikalikan dengan 100 persen. Gambaran pembobotan keempat perspektif balanced scorecard dapat dilihat pada Tabel 2.
23
Tabel 2 Matrik perbandingan berpasangan Perspektif/sasaran
A1
A2
A3
Aj
∑
Bobot
startegi/ukuran hasil A1 A2 A3 Ai Total
Perhitungan nilai bobot dalam elemen balanced scorecard : Bobot Ai = ( ∑ Ai / ∑ Aij ) x 100%
3.2.3 Analisis kinerja keempat perspektif balanced scorecard Analisis kinerja keempat perspektif balanced scorecard dilakukan berdasarkan sasaran strategis dan indikator hasil perusahaan. Adapun bentuk analisis kinerja tersebut adalah : 1.
Analisis perspektif keuangan lebih ditekankan pada analisis perkembangan bisnis dan volume penjualan produk tuna loin. Analisis dilakukan dengan melihat data penjualan produk tuna perusahaan.
2.
Analisis perspektif pelanggan lebih difokuskan pada kepuasan pelanggan dan peningkatan citra serta layanan konsumen. Analisis dilakukan dengan teknik wawancara kepada pihak manajemen (General Manager).
3.
Analisis kinerja perspektif proses bisnis internal diawali dengan penilaian program kelayakan dasar, dilanjutkan dengan evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical Point (HACCP) yang mengacu pada (BSN 1998), dan analisis terakhir yaitu analisis tingkat efektivitas pengendalian bahaya yang menjadi CCP pada pengolahan tuna loin menggunakan lean six sigma (Gasperz 2006). Berikut ini adalah teknik-teknik dalam analisis proses bisnis internal yang meliputi :
24
(1) Penilaian kelayakan dasar (pre-requisite program) Penilaian kelayakan dasar dengan menggunakan daftar penilaian unit pengolahan ikan yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (2007), sedangkan lembar penilaian dapat dilihat pada pada Lampiran 2. Aspek yang dinilai meliputi penilaian GMP (Good Manufacturing Practice) dan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures), kemudian ditentukan jumlah penyimpangan yang meliputi penyimpangan Minor (MN), Mayor (MY), Serius (S) maupun Kritis (K) yang sesuai dengan kondisi di lapangan. (2) Evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Tahapan selanjutnya yaitu mengevaluasi penerapan program HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang disesuaikan dengan Codex Food Hygiene Basic Text yang diadopsi oleh SNI 01-4852-1998. Tahapan penerapan HACCP adalah sebagai berikut : 1) Pembentukan tim HACCP Langkah ini dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa struktur tim HACCP, kemudian menjabarkan setiap tugas dan tanggung jawab setiap anggota tim HACCP. Langkah selanjutnya yaitu menentukan rencana dan target yang sedang dikembangkan oleh tim HACCP. 2) Deskripsi produk Deskripsi produk merupakan sebuah daftar yang berisikan jenis produk akhir yang dicakup dalam konsep HACCP. Langkah ini dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa deskripsi produk. Data yang diambil meliputi nama produk, asal bahan baku, alur proses produk, bahan pengemas, cara penyimpanan, label dan spesifikasi, dan tujuan penggunaan produk. 3) Identifikasi penggunaan Setiap produk yang akan dikendalikan melalui sistem HACCP terlebih dahulu harus ditentukan rencana penggunaannya. Langkah ini dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa identifikasi kegunaan produk yang terdapat dalam HACCP plan.
25
4) Penyusunan diagram alir proses produksi Penyusunan diagram alir proses produksi bertujuan untuk menggambarkan urutan atau tahap operasional produk mulai dari tahap penerimaan sampai pemuatan. Penyusunan diagram alir dilakukan dengan melihat alur proses produksi dan mengurutkannya mulai dari tahap penerimaan bahan baku hingga pemuatan ke dalam kontainer. 5) Verifikasi diagram alir Tahapan ini sangat penting karena menjadi dasar atau sarana untuk menganalisis bahaya. Langkah ini dilakukan dengan mencocokan diagram alir proses yang telah dibuat dengan proses pada lini produksi yang selanjutnya diketahui oleh ketua tim HACCP. 6) Analisis bahaya Tahapan analisis bahaya merupakan suatu proses pengumpulan dan penilaian informasi mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan mana yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan dan harus ditangani dalam rencana HACCP. Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi bahaya-bahaya terhadap keamanan produk yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakantindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya atau resiko potensial yang membahayakan. Teknik analisis bahaya adalah menggunakan tabel analisis bahaya yang mengacu pada Mortimore dan Wallace (1998). Model tabel analisis bahaya dapat dilihat pada Lampiran 3. 7) Identifikasi CCP (Critical Control Point) Setiap tahapan yang menyebabkan adanya bahaya yang nyata harus diidentifikasi lebih lanjut untuk menyakinkan tahapan tersebut termasuk dalam CCP atau tidak. Langkah ini dilakukan dengan menilai CCP dengan menggunakan decision tree atau diagram pengambilan keputusan yang mengacu pada CAC (2003). Model decision tree dapat dilihat pada Lampiran 4. 8) Penetapan batas-batas kritis (critical limit) Batas kritis adalah nilai maksimum atau minimum yang harus dikendalikan pada setiap CCP. Langkah ini dilakukan dengan mengambil
26
data sekunder berupa data kritis yang digunakan pihak perusahaan yang terdapat dalam HACCP plan. Teknik pengambian data menggunakan parameter batas kritis yang menjadi CCP seperti suhu, waktu, jumlah bahan tambahan, pH, dan lain-lain. 9) Prosedur monitoring Prosedur monitoring terdiri atas aktivitas pengamatan, pengukuran atau pengujian yang dilakukan untuk menilai apakah suatu CCP berada dalam batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak. Langkah ini dilakukan dengan membuat suatu tabel pengendalian CCP yang mengacu pada CAC (2003) yang berisi apa, bagaimana, kapan dan siapa yang melakukan pemantauan. Model tabel pengendalian dapat dilihat pada Lampiran 3. 10) Penetapan tindakan koreksi Tindakan koreksi merupakan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan ketika batas kritis terlampaui. Langkah ini dilakukan dengan membuat suatu tindakan koreksi yang harus dilakukan apabila batas kritis terlampaui. Tindakan ini tercantum dalam tabel pengendalian CCP yang dapat dilihat pada Lampiran 3. 11) Penetapan prosedur verifikasi Verifikasi merupakan metode, prosedur, pengujian dan cara penilaian lainnya di samping pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan HACCP plan. Langkah ini dilakukan dengan membuat suatu langkah berupa metode, prosedur ataupun pengujian yang dapat dilakukan apabila batas kritis terlampaui. Prosedur ini tercantum dalam tabel pengendalian CCP yang dapat dilihat pada Lampiran 3. 12) Prosedur pencatatan dan pendokumentasian Salah satu kunci keberhasilan jalannya sistem HACCP yaitu keakuratan sistem pencatatan (record keeping). Semua kegiatan yang berhubungan dengan pemantauan CCP dan kegiatan lainnya yang terkait harus dicatat dengan baik. Langkah ini dilakukan dengan mengambil data sekunder berupa form-form pencatatan yang dapat dilihat pada Lampiran 4 sampai 10.
27
(3) Analisis efektivitas pengendalian CCP Setelah analisis implementasi program HACCP pada perusahaan, langkah selanjutnya yaitu melihat seberapa efektif pengendalian CCP dilakukan oleh perusahaan. Pengukuran keefektifan CCP pada perusahaan menggunakan stastistik pengendalian proses (Statistical Process Control/SPC) yang terintergrasi dengan konsep analisis Six Sigma yang mengacu pada (Gaspersz 2006). Data pengendalian CCP diolah menggunakan Software Microsoft Office Excell 2007. Proses analisis data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1) Penentuan nilai rata-rata (X-bar) dan nilai standar deviasi (S) proses serta nilai batas spesifik atas dan atau nilai batas spesifik bawah, dengan persamaan sebagai berikut : • Rata-rata proses (X-bar) • Standar deviasi proses (S)
∑
• Nilai batas spesifik atas (upper specific limit-USL), merupakan nilai batas maksimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli. • Nilai batas spesifik bawah (lower specific limit-LSL), merupakan batas minimal yang besarnya ditentukan oleh pembeli. 2) Penentuan nilai DPMO (Defect per Million Opportunities) dan nilai Sigma. ¾ Nilai DPMO merupakan ukuran kegagalan yang menunjukkan peluang kegagalan per sejuta ukuran kegagalan kesempatan produksi. Nilai ini diperoleh dengan menggunakan persamaan : DPMO USL = P[ z ≥ (USL – Xbar ) /s ] x 1.000.000 DPMO LSL = P[ z ≥ (LSL – Xbar ) /s ] x 1.000.000 Nilai peluang kegagalan untuk distribusi normal baku (z), diperoleh dari Tabel distribusi normal kumulatif. Sementara nilai Sigma diperolah dari Tabel konversi nilai DPMO ke nilai Sigma berdasarkan konsep Motorola (Gaspersz 2002). 3) Penentuan nilai standar deviasi maksimal (Smaks) dan uji hipotesis variasi proses terhadap nilai standar maksimum.
28
¾ Standar deviasi maksimum (Smaks) merupakan nilai batas toleransi maksimum terhadap nilai standar deviasi proses. Nilai standar deviasi maksimum diperoleh dengan menggunakan persamaan : Smaks Bila proses tersebut hanya memiliki satu batas spesifik, batas spesifik atas (upper specific limit-USL) atau batas spesifik bawah lower specific limit (LSL) saja, maka persamanaan yang digunakan : Hanya memiliki batas spesifik atas (USL) Smaks Hanya memiliki batas spesifik atas (USL) Smaks 4) Penentuan nilai batas Control atas (upper control limit-UCL), dan atau batas Control bawah (lower cotrol limit-LCL) ¾ Nilai batas Control atas (upper control limit-UCL) merupakan sebuah persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas atas dari suatu proses yang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut. UCL = X-bar + (1,5 x Smaks) Keterangan : X-bar : nilai rata-rata proses Smaks : Standar deviasi proses ¾ Nilai batas Control bawah (lower control limit-LCL) merupakan sebuah persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai batas bawah dari suatu proses yang dimanfaatkan untuk mengevaluasi proses tersebut. LCL = X-bar - (1,5 x Smaks) Keterangan : X-bar : nilai rata-rata proses Smaks : Standar deviasi proses 5) Penentuan nilai kapabilitas proses Kapabilitas proses (Cpm) merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan
29
dan ekspentasi pelanggan. Perhitungan kapabilitas proses hanya dilakukan untuk proses yang stabil. Cpm Namun jika proses hanya memiliki satu batas spesifik
(SL), maka
digunakan persamaan sebagai berikut : Cpm
√
dengan : SL
: nilai batas spesifik
X-bar
: nilai rata-rata proses
S
: nilai standar deviasi proses
Jika : Cpm ≥ 2,0
: keadaan proses industri berada dalam keadaan stabil dan mampu, artinya proses mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan proses dan ekspektasi pelanggan.
1 ≤ Cpm < 1,99 :
keadaan proses berada dalam keadaan stabil dan tidak
mampu, artinya proses berada dalam keadaan tidak mampu sampai cukup mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Cpm < 1,0
: keadaan proses berada dalam keadaaan tidak mampu untuk menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
4.
Analisis kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menekankan pada tiga hal utama yaitu tingkat retensi karyawan (yang mengacu Schuler dan Jackson 2000), tingkat kepuasan kerja (yang mengacu Umar 1997) dan tingkat kompetensi karyawan (yang mengacu Moeheriono 2009). Analisis tersebut menggunakan perhitungan: (1) Tingkat retensi karyawan Retensi karyawan dihitung menggunakan perhitungan perputaran karyawan. Rumus untuk mencari tingkat retensi karyawan adalah sebagai berikut :
30
Retensi karyawan =
x 100%
Semakin tinggi tingkat retensi karyawan, berarti menunjukkan semakin tinggi pula presentasi perputaran karyawan. (2) Tingkat kepuasan karyawan Tingkat kepuasan karyawan merupakan penentu dari pengukuran tingkat produktivitas karyawan dan tingkat retensi karyawan. Rumus untuk mencari tingkat kepuasan karyawan adalah sebagai berikut : 100%
Kepuasan karyawan
Semakin tinggi tingkat kepuasan karyawan, berarti semakin tinggi tingkat kepuasan mereka dalam bekerja di perusahaan. Banyaknya sampel menggunakan sumus Slovin (Umar 1997). n= Keterangan : n
: Ukuran sampel
N
: Ukuran populasi
Ne
: Presentase kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih dapat ditolerir yaitu 10 % Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik pemilihan sampel probabilitas, yaitu pemilihan sampel acak secara sederhana (simple random sampling), yang memberikan kesempatan yang sama dan bersifat tidak terbatas pada elemen populasi untuk dipilih sebagai sampel. Pengujian instrument penelitian menggunakan : 1)
Uji validitas dengan menghitung korelasi menggunakan teknik korelasi product moment sebagai berikut (Sugiono 1999) r
∑ ∑
∑
∑ ∑ ∑
∑
Keterangan :
r = koefisien korelasi
n= jumlah sampel
x = variable independen
tarif signifikan = 5 %
31
y = variable dependen n = jumlah sampel 2) Uji reliabilitas menggunakan Spearmen Brown (Sugiono 1999) 2 1 Keterangan : ri = reliabilitas internal seluruh instrument rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua Tabel 3 Perhitungan bobot penilaian kuesioner kepuasan karyawan Tingkat kepuasan
Skor
Sangat puas
5
Puas
4
Netral/cukup puas
3
Tidak puas
2
Sangat tidak puas
1
3) Tingkat kompetensi karyawan Tingkat kmpetensi digunakan untuk mengukur kompetensi pada sumber daya manusia yang menangani proses pengolahan tuna loin. Tahapan ini dilakukan dengan menghubungkan tahapan proses produksi tuna loin yang menjadi CCP dengan sumber daya manusia yang menanganinya dan penilaian kinerja lebih difokuskan pada bagian quality Control. Hal ini dilakukan agar dapat diketahui tingkatan kinerja setiap QC yang menangani tentang CCP tuna loin. Penilaian kinerja berbasis kompetensi ini mengacu pada The Concept of Competence oleh Mc Clelland (1993) yaitu dengan tahapan : a) Mengidentifikasi posisi apa yang perlu dibuat model kompetensinya. Posisi yang akan dibuat model kompetensinya yaitu bagian quality Control.
32
b) Menganalisis jabatan dengan menjabarkan tanggung jawab posisi yang telah dipilih pada langkah (a) yaitu dengan pengambilan data sekunder berupa prosedur penerapan GMP (Good Manufacturing Practice). c) Mengidentikasi kompetensi yang dibutuhkan pada posisi yang telah dipilih pada langkah (a) berdasarkan tanggung jawab yang telah dijabarkan. Langkah ini dilakukan dengan melakukan survey pada lini produksi yang bersangkutan untuk melihat kompetensi yang dibutuhkan pada posisi tersebut. d) Membuat daftar tentang jenis kompetensi yang diperlukan pada posisi tersebut. Langkah ini dilakukan dengan membuat tabel standar kompetensi yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Standar kompetensi Posisi
Kompetensi yang diperlukan
e) Menentukan skala tingkat penguasaan kompetensi yang ingin dibuat, misalkan skala 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3 (sedang), 4 (baik), 5 (sangat baik) atau menggunakan skala B (basic), I (intermediet), A (advance) dan E (expert). f) Membuat penjelasan dari suatu jenis kompetensi ke dalam skala yang
dibuat. Misalnya kompetensi komunikasi tertulis. Untuk kompetensi ini, skala basic-nya adalah mampu menulis memo dan surat saja; skala intermediet-nya mampu menulis laporan dengan analisis minimal; skala advace-nya menulis laporan disertai analisis lebih mendalam dalam bentuk grafik dan gambar; sedangkan skala expert-nya yaitu mampu menuliskan laporan yang berisikan pendapat, analisis dengan dukungan dan fakta dengan konsep dan variabel yang rumit dan lengkap. g) Selanjutnya yaitu menentukan standar kinerja yang mengacu pada
Anderson (1992) yaitu dengan membuat standar penilaian kinerja yng berisikan sasaran atau target dan indikator keberhasilan atau key performance indikator bagi setiap pemegang jabatan.
33
3.2.4 Penyusunan rencana perbaikan balanced scorecard Tahapan dalam penyusunan rencana perbaikan adalah menentukan target dan tindakan perbaikan yang disesuaikan dengan hasil analisis keempat perspektif balanced scorecard PT X. Proses penyusunan target dan tindakan perbaikan mengacu pada Rampersad (2006). Gambaran penyusunan rencana perbaikan dalam upaya peningkatan keberhasilan HACCP PT X dapat dilihat pada Gambar 5. Visi dan misi Apa visi dan misi masa depan kita? Perspektif
Faktor Penentu Keberhasilan Apa faktor-faktor penentu keberhasilan strategi kita?
Financial
FPK
Customer
Internal bussiness
Learn & Grow
FPK
FPK
FPK
Financial
Customer
Internal bussiness
Learn & Grow
Tujuan strategi Jika visi dan misi kita berhasil, bagaimana kita membedakannya?
Sasaran strategi
Sasaran strategi
Sasaran strategi
Sasaran strategi
Ukuran strategi Apa indikator yang dijadikan sebagai alat ukur strategi?
Ukuran strategi
Ukuran strategi
Ukuran strategi
Ukuran strategi
Peta Strategi Target Pencapaian Apa target pencapaian strategi kita?
Tindakan Perbaikan Bagaimana kita bisa mewujudkan visi dan misi? Tindakan perbaikan apa yang akan kita terapkan?
Target Pencapaian
Tindakan perbaikan
Tindakan perbaikan
Tindakan perbaikan
Tindakan perbaikan
Gambar 5 Tahapan penentuan target dan tindakan perbaikan (Rampersad 2006).
34
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyusunan Kerangka Balanced Scorecard PT X merupakan perusahaan pengolahan ikan tuna dengan status perusahaan adalah Penanaman Modal Asing (PMA) yang berasal dari Taiwan. Hal ini terlihat dari Surat Pendaftaran Usaha Perikanan No.02.1411-7/-1.823.57 yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Pemegang saham PT X terdiri dari dua pihak yaitu pihak Taiwan dengan total saham 60 % yang dimiliki oleh Mr. Liu yang juga menjabat sebagai Direktur perusahaan, dan kepemilikan saham kedua yaitu Bapak Hendra Sugandhi dengan total saham 40 % dan menjabat sebagai Komisaris perusahaan. Secara umum PT X adalah perusahaan perseroan tertutup sehingga saham yang dimiliki perusahaan hanya dimiliki oleh dua pihak saja dan sahamnya tidak diperjualbelikan kepada masyarakat. Oleh karena itu pihak perusahaan tidak melakukan Rapat Umum Pemegang Saham. Sedangkan profil perusahaan secara umum dapat dilihat pada Lampiran 6. Penyusunan kerangka balanced scorecard pada PT X diawali dengan menerjemahkan visi, misi,dan tujuan perusahaan. Berikut ini adalah visi, misi, dan tujuan PT X. ¾ Visi : Menjadi perusahaan pengolahan ikan tuna yang paling berkualitas dengan selalu memuaskan kepentingan pelanggan, karyawan dan lingkungan sekitar. ¾ Misi : Meningkatkan pertumbuhan dan keuntungan yang bersinambung melalui proses pengolahan ikan tuna yang berprinsip pada zero waste atau cleaner production, yaitu memanfaatkan ikan secara optimal sehingga tidak ada bagian yang terbuang dan bernilai guna. ¾ Tujuan : memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari penjualan produk ikan olahan ke luar negeri (ekspor) atau ke dalam negeri (lokal), serta memperluas lapangan pekerjaan di daerah sekitar perusahaan sehingga dapat menekan tingkat pengangguran.
35
Hasil penjabaran visi, misi, dan tujuan PT X disesuaikan dengan proses bisnis yang dilakukan yaitu strategi-strategi yag berhubungan dengan peningkatan kinerja HACCP pengolahan tuna loin. Penyusunan kerangka balanced scorecard dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan gambaran hubungan sebab-akibat di antara perspektif balanced scorecard dapat dilihat pada Gambar 6. Tabel 5 Penyusunan kerangka balanced scorecard berdasarkan Kaplan dan Norton (2000) dan Rampersad (2006) PERSPEKTIF KEUANGAN Faktor penentu keberhasilan Hasil keuangan yang baik dan kemungkinan perolehan keuntungan yang meningkat
Tujuan strategis Tolak Ukur kinerja Memaksimalkan nilai Pertumbuhan penjualan tuna pemegang saham Penghasilan ROI keuntungan lebih (Return On Investament) besar PERSPEKTIF KEUANGAN
Pelayanan berkualitas
Peningkatan kepuasan pelanggan Penguatan citra produk dan layanan
Peningkatan kualitas produk Tingkat keluhan pelanggan Tingkat pengenalan publik Tingkat kepercayaan yang lebih baik pelanggan Kualitas layanan PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL Memaksimalkan kualitas produk tuna yang dihasilkan
Peningkatan kualitas produk
Perkembangan bersinambung menyangkut potensi SDM
Peningkatan kompetensi karyawan
Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin Pengendalian bahaya histamin pada produk tuna PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN
Peningkatan komitmen dan loyalitas karyawan
Kompetensi bagian Quality Control Pelatihan sistem jaminan keamanan pangan Tingkat kepuasan karyawan Tingkat retensi karyawan
36 VISI Menjadi perusahaan pengolahan ikan tuna yang paling berkualitas dengan selalu memuaskan kepentingan pelanggan, karyawan dan lingkungan sekitar.
MISI Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan yang bersinambung melalui proses pengolahan ikan tuna yang berprinsip pada zero waste atau cleaner production, yaitu memanfaatkan ikan secara optimal sehingga tidak ada bagian yang terbuang dan bernilai guna.
Perspektif Keuangan
ROI (Return On Investamen)
Peningkatan jumlah ekspor tuna
Pertumbuhan profitabilitas
Perspektif Pelanggan
Perspektif Proses Bisnis Internal
Kualitas Produk
Pertumbuhan Penjualan
Tingkat keluhan pelanggan
Tingkat kepercayaan pelanggan
Kualitas layanan
Sistem informasi pelanggan
Peningkatan kepuasan pelanggan
Penguatan citra produk dan layanan
Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin
Pengendalian bahaya histamin pada produk tuna
Peningkatan kualitas produk
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Kompetensi QC
Pelatihan sistem jaminan mutu
Kepuasan kerja karyawan
Peningkatan kompetensi karyawan
Gambar 6 Peta strategi PT X.
Retensi karyawan
Peningkatan komitmen dan loyalitas karyawan
37
4.2 Pembobotan Keempat Perspektif Balanced Scorecard Konsep balanced scorecard meninjau empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis, dan perspektif pembelajaran serta pertumbuhan (Kaplan dan Norton 2000). Berdasarkan kondisi di lapangan, keempat perspektif balanced scorecard dijabarkan ke dalam beberapa sasaran strategis yang mencakup indikator hasil pada setiap sasaran strategis. Gambaran keempat perspektif balanced scorecard beserta hasil pembobotan setiap sasaran strategis dan indikator hasilnya pada PT X dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan kuesioner pembobotannya dapat dilihat pada Lampiran 7. Tabel 6 Hasil pembobotan perspektif balanced scorecard PT X Perspektif
Sasaran Strategis
Keuangan (33,33)
A1- Pertumbuhan profitabilitas A2- Pertumbuhan Penjualan B1- Peningkatan kepuasan pelanggan B2- Penguatan citra produk dan layanan
Pelanggan (19,44 )
Proses bisnis Internal (27,78)
Pembelajaran dan Pertumbuhan (19,44)
C-
Peningkatan kualitas produk
Bobot (%) 19,04 14,29 11,11 8,33
27,78
D1-Peningkatan kompetensi karyawan
9,72
D2- Peningkatan komitmen dan loyalitas karyawan
9,72
Ukuran Hasil (Indikator ) ROI (Return On Investament) Peningkatan jumlah ekspor tuna Kualitas Produk Tingkat keluhan pelanggan Tingkat kepercayaan pelanggan Kualitas layanan Sistem informasi pelanggan Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin Pengendalian bahaya histamin pada produk tuna Kompetensi QC
Bobot (%) 19,04
Pelatihan sistem jaminan keamanan pangan Tingkat kepuasan kerja karyawan Retensi karyawan
4,17
14,29 6,35 4,76 2,38 3,57 2,38 15,87 11,91 5,56
5,56 4,17
38
Hasil pembobotan terbesar berada pada perspektif keuangan yaitu 33,33 %; sedangkan hasil pembobotan untuk perspektif pelanggan dan perspektif pembelajaran serta pertumbuhan adalah sama yaitu 19,44 %. Hasil pembobotan untuk perspektif proses bisnis internal 27,78 %. Besarnya nilai pembobotan untuk perspektif keuangan dikarenakan PT X memiliki visi, misi dan tujuan perusahaan yaitu memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dari proses bisnis yang dilakukan. Sedangkan hasil pembobotan terbesar kedua yaitu perspektif proses bisnis internal terkait dengan kualitas produk tuna yang dihasilkan PT X yang sangat diperhatikan mutunya. 4.3
Analisis Kinerja Keempat Perspektif Balanced Scorecard Analisis kinerja keempat perspektif balanced scorecard meliputi
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Berikut adalah analisis keempat perspektif tersebut : 4.4.1 Analisis kinerja perspektif keuangan Berdasarkan kondisi di lapangan, PT X termasuk ke dalam kategori perusahaan yang masih bertahan (sustain stage), di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mempersyaratkan tingkatan pengembalian yang terbaik (Kaplan dan Norton 2000). Tujuan ekspor PT X adalah ke Amerika, dan sampai saat ini perusahaan masih kewalahan memenuhi permintaan buyer Amerika terkait produk tuna loin yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan adanya penurunan jumlah bahan baku yang diterima oleh perusahaan yang diperkirakan karena jumlah tangkapan ikan tuna yang mengalami penurunan. Berikut ini adalah kedua sasaran strategis pada perspektif keuangan PT X. (1) Peningkatan profitabiltas (keuntungan) Sasaran strategis pertumbuhan profitabilitas dianggap penting untuk memenuhi kepentingan pemilik perusahaan semaksimal mungkin karena keuntungan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi manajemen
39
perusahaan, sedangkan pada pertumbuhan profitabilitas yang menjadi indikator hasil utamanya adalah ROI (Return On Investament) (Bernadine 2004). Hasil pembobotan untuk sasaran strategis peningkatan profitabilitas adalah sebesar 19,04 % dengan indikator hasil ROI sebesar 19,04 %. Return On Investament adalah laba bersih dibagi dengan total aktiva dan dianggap penting untuk dimasukkan ke dalam perencanaan strategi karena rasio ini dipengaruhi oleh kegiatan operasional maupun kegiatan pendanaan, sehingga dapat memantau semua aktivitas perusahaan (O’connor dan Feng 2005). (2) Pertumbuhan penjualan Sasaran strategis kedua yaitu pertumbuhan penjualan dengan bobot nilai sebesar 14,29 %. Indikator hasil pada sasaran strategis pertumbuhan penjualan yaitu peningkatan jumlah ekspor tuna dengan bobot 14,29 %. Data eskpor tuna PT X dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Data ekspor produk tuna PT X Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Others 63.475 257.431 131.409 85.053 67.100 126.062 61.050 15.490 807.070
Europe 244.621 495.799 394.625 242.625 1.377.670
Volume (Kg) U.S.A 227.509 245.107 201.698 172.253 238.851 310.684 365.363 288.873 2.050.338
Total 535.605 998.337 727.732 499.931 305.951 436.746 426.413 304.363 4.235.078
Berdasarkan Tabel 7, nilai ekspor terbesar berada pada tahun 2005 dengan jumlah ekspor produk tuna sebesar 727,732 kg sedangkan nilai ekspor terendah berada pada tahun 2010 dengan jumlah ekspor sebesar 304.363 kg. Hal ini dikarenakan jumlah bahan baku tuna yang semakin sedikit dan sulit menemukan bahan baku tuna dengan kualitas yang bagus. Penurunan jumlah ekspor dari tahun ke tahun, mengindikasikan adanya penurunan keuntungan yang diperoleh oleh pihak perusahaan, sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan yang dapat meningkatkan jumlah ekspor produk tuna PT X. Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah produksi tuna PT X adalah dengan
40
mencari suplier bahan baku yang berasal dari daerah atau mengimpor bahan baku dari luar negeri. 4.2.2 Analisis kinerja perspektif pelanggan Pelanggan memegang peran penting dalam perusahaan, karena pelanggan mendatangkan pendapatan bagi perusahaan yaitu dengan membeli produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, kebutuhan pelanggan dijadikan sebagai pemicu segala kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan. Berdasarkan kondisi yang ada, PT X termasuk ke dalam perusahaan yang dikategorikan bertahan (sustain stage), yang artinya pada prspektif pelanggan perusahaan memiliki potensi untuk berkembang dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan lain (Kaplan dan Norton 2000). Perspektif pelanggan meraih bobot pengukuran sebesar 19,44 % dari total keseluruhan pembobotan keempat perspektif balanced scorecard. Berikut ini adalah kedua sasaran strategis pada perspektif pelanggan PT X. (1) Peningkatan kepuasan pelanggan Pelanggan tetap PT X adalah buyer yang berasal dari Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan pasar Amerika Serikat masih memberikan peluang yang sangat besar untuk produk-produk perikanan Indonesia. Selain itu kurang ketatnya pemeriksaan dalam importasi makanan dan produk perikanan di Amerika Serikat dibandingkan dengan negara tujuan ekspor lainnya seperti Uni Eropa memberikan peluang yang besar untuk produk-produk asal Indonesia. Faktor lainnya yang mempengaruhi besarnya ekpor produk perikanan ke Amerika adalah karena besarnya sumber daya alam produk perikanan dan beragamnya jenis produk perikanan Indonesia dibandingkan negara eksportir lainnya, yang menjadikan keunggulan competitive tersendiri bagi produk Indonesia untuk tetap dapat menempati pasar di Amerika Serikat sebagai tujuan utama ekspor perikanan, selain Jepang dan negara-negara di Uni Eropa (Arifin 2009). Peraturan
yang
disyaratkan
negara
importir
seringkali
menjadi
penghambat dalam perdagangan. Negara berkembang yang umumnya merupakan eksportir utama produk perikanan seringkali dihadapkan pada penolakan akibat kompleksitas program sanitasi dan persyaratan mutu dari negara tujuan ekspor.
41
Selain itu tidak harmonisasinya standar dan sistem yang digunakan pada negara tujuan ekspor juga menghambat perdagangan internasional (Ababouch et.al 2006). Sasaran strategis peningkatan kepuasan pelanggan memiliki bobot 11,11 %, dengan dua indikator hasil yaitu kualitas produk dengan bobot 6,35% dan tingkat keluhan pelanggan dengan bobot 4,76 %. Analisis tingkat kepuasan pelanggan tidak dapat dilakukan dengan survey secara langsung, akan tetapi tingkat kepuasan pelanggan tercermin pada kesetiaan pelanggan membeli produk tuna yang dihasilkan perusahaan. Berdasarkan data ekspor PT X, seperti yang terlihat pada Tabel 7, ternyata jumlah pelanggan dari tahun 2007 mengalami penurunan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini berarti tingkat retensi pelanggan PT X mengalami penurunan. Tingkat retensi pelanggan merupakan kemampuan suatu perusahaan mempertahankan pelanggan lamanya dan berhasil menarik pelanggan baru (Kaplan dan Norton 2000). Pada tahun 2003-2006, tujuan ekspor produk tuna PT X sampai ke Eropa, tetapi pada tahun 2007 ternyata Eropa sudah bukan menjadi pelanggan perusahaan lagi. Penurunan jumlah tujuan ekspor produk tuna perusahaan dapat dikarenakan negara Eropa tidak menerima produk tuna loin yang mengalami proses smoke atau penambahan gas CO untuk memerahkan warna daging pada produk tunanya. Walaupun proses ini tidak berbahaya, tetapi pihak Eropa melarang adanya impor produk tuna yang ditambah CO karena pihak Eropa mengindikasikan bahwa penambahan CO pada daging tuna digunakan untuk menutupi kualitas daging yang tidak baik (Moskin 2004). Oleh karena itu, tujuan ekspor utama PT X adalah Amerika Serikat, karena buyer Amerika masih menerima produk tuna yang ditambah dengan gas CO (smoke tuna). Permasalahan lain yang dihadapai oleh eksportir produk perikanan Indonesia ke Uni Eropa adalah kualitas atau jaminan mutu yang umumnya tidak sesuai standar yang diberlakukan Uni Eropa. Salah satu peraturan yang menghambat ekspor produk tuna ke Uni Eropa adalah karena masih ditemukannya kandungan histamin yang sangat tinggi. Selain itu UE juga menerapkan sistem quota dan tarif bea masuk yang tinggi. Tarif bea masuk yang dikenakan sangat bervariasi berdasarkan atas negara maupun spesies.
42
Tingkat keluhan pelanggan PT X hampir tidak ada karena selama 10 tahun beroperasi perusahaan ini belum pernah mendapat keluhan dari pelanggannya mengenai produk tuna yang dihasilkan. Hal ini terkait dengan tingkat kepercayaan pelanggan yang tinggi pada produk tuna PT X. Pelanggan yang membeli produk tuna yang berasal dari perusahaan merasa puas terhadap kualitas produk tuna, terlebih lagi kualitas layanan perusahaan juga menjadi prioritas utama dalam menghargai setiap pembeli yang datang. (2) Penguatan citra produk dan layanan Disamping atribut produk yang terdiri dari kualitas, harga, dan waktu pengiriman, pelanggan juga menilai produk dari cira merek (brand image) dan hubungan perusahaan dengan pelanggan. Oleh karena itu pengutan citra produk dan layanan dijadikan sebagai sasaran strategis kedua pada perspektif pelanggan. Hasil pembobotan untuk sasaran strategis penguatan citra produk dan layanan adalah 8,33 %, dengan indikator hasilnya yaitu tingkat kepercayaan pelanggan (2,38 %), kualitas layanan (3,57 %), dan sistem informasi pelanggan (2,38 %). Berdasarkan hasil pembobotan balanced scorecard, indikator hasil kualitas layanan lebih diutamakan karena pelayanan yang baik kepada pelanggan akan meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan perusahaan dan juga menambah tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan. Selain itu sistem informasi yang digunakan oleh perusahaan juga sudah termasuk cukup baik karena pelanggan dapat mengetahui jenis produk yang diinginkan dan juga dapat memberi masukan terhadap perusahaan terkait produk tuna yang diproduksi. Sistem informasi pelanggan sudah berbasis website yang berarti bahwa informasi yang diinginkan pelanggan dapat segera diterima dengan baik. 4.2.3 Analisis kinerja perspektif proses bisnis internal Proses bisnis internal merupakan salah satu perspektif balanced scorecard yang penting dalam mempertahankan mutu dan menjaga agar proses produksi tetap berlangsung dengan baik. Hasil pembobotan untuk perspektif proses bisnis internal yaitu sebesar 27,78 %. Adapun sasaran strategis utama PT X yang berhubungan dengan perspektif proses bisnis internal yaitu peningkatan kualitas produk. Indikator hasil untuk peningkatan kualitas produk tuna loin PT X
43
adalah implementasi HACCP pada proses pengolahan tuna loin dan pengendalian bahaya histamin pada produk tuna loin yang masing-masing memiliki bobot 15,87 % dan 11,91 %. Berikut ini adalah gambaran implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin dan juga pengendalian bahaya histamin pada PT X. 4.2.3.1 Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin mencakup penilaian program kelayakan dasar (pre-requisite program) dan evaluasi penerapan program HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Berikut ini adalah hasil analisis penilaian program kelayakan dasar dan evaluasi HACCP pada PT X. (1) Penilaian program kelayakan dasar (pre-requisite program) Kelayakan dasar merupakan fondasi awal sebelum konsep manajemen mutu HACCP diterapkan di suatu unit pengolahan. Penilaian kelayakan dasar suatu unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian yang telah dibakukan. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan, hasil penilaian terhadap penerapan program kelayakan dasar di PT X pada bulan Agustus-September menunjukkan terdapat 3 penyimpangan mayor dan 1 penyimpangan minor yang dapat dilihat pada Tabel 8 mengenai penyimpangan pada kelayakan dasar pada unit pengolahan. Dengan penyimpangan tersebut, maka
PT X dikategorikan
sebagai Unit Pengolahan Ikan (UPI) dengan nilai A (sangat baik), artinya unit pengolahan tersebut dapat melakukan ekspor ke negara mana saja sesuai dengan peraturan yang diberlakukan oleh Ditjen PPHP No.PER.011/DJ-P2HP/2007. Sertifikat HACCP dapat dilihat pada Lampiran 8.
44
Tabel 8 Penyimpangan persyaratan kelayakan dasar pada unit pengolahan Penyimpangan Minor • Peralatan tidak diberi tanda (Penyimpangan 5.9) Penyimpangan Mayor • Kran air dioperasikan dengan tangan (Penyimpangan 4.7.4) • Fasilitas cuci tangan tidak dilengkapi dengan pengering sekali pakai (Penyimpangan 4.7.6) • Ada sedikit kebocoran pada langit-langit (Penyimpangan 6.3) Tindakan yang dapat dilakukan oleh pihak perusahaan untuk memperbaiki penyimpangan minor (Penyimpangan 5.9) adalah memberi tanda pada peralatan yang digunakan. Sedangkan tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki penyimpangan mayor di antaranya adalah memastikan bahwa kran air yang dioperasikan dengan tangan dalam kondisi yang bersih (Penyimpangan 4.7.4), melengkapi
fasilitas
pencuci
tangan
dengan
pengering
sekali
pakai
(Penyimpangan 4.7.6), dan memperbaiki langit-langit yang mengalami kebocoran (Penyimpangan 6.3). Penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan program kelayakan dasar perusahaan serta efektivitas penerapan GMP dan SSOP akan mempengaruhi penerapan sistem HACCP di perusahaan. Penyimpangan ini dapat berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap produk yang berujung pada tingkat penerimaan konsumen terhadap produk akhir (Oriss 2000). (2) Evaluasi penerapan program HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya-bahaya yang signifikan dalam keamanan pangan (CAC 2003). Berikut ini adalah hasil evaluasi penerapan program HACCP selama bulan Agustus-September 2010 yang meliputi : 1) Pembentukan tim HACCP Tim HACCP di PT X terdiri dari General Manager sebagai pimpinan dari Assistant General Manager, Production Manager, QC Manager, QC Laboratory, HRD Manager dan Mechanic. Tugas dan tanggung jawab tim HACCP pada PT X adalah menyusun, menerapkan, memutakhirkan dan mendistribusikan rencana
45
HACCP di lingkungan perusahaan. Gambaran tugas setiap tim HACCP dapat dilihat pada Lampiran 9. Tim HACCP harus memiliki pengetahuan dan pengalaman multi disiplin dalam mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen keamanan pangan. Keahlian yang mencakup di antaranya tentang produk, proses, dan program HACCP yang diterapkan (Moy et al. 1994). 2) Deskripsi produk Deskripsi produk tuna loin beku PT X dapat dilihat pada Tabel 10. Secara umum deskripsi produk tuna loin beku berasal dari bahan baku Big eye tuna (Thunnus obesus) dan Yellow fin tuna (Thunnus albacares) yang mengalami proses pencucian, pendinginan, pemfilletan (pembuangan kepala dan pembuatan loin),
pembuangan
kulit,
perapihan,
penimbangan,
pengemasan
vakum,
pendinginan, pengemasan (pemeriksaaan, penimbangan dan pelabelan), dan pemuatan. Proses pengemasan produk menggunkan Styrofoam/Master carton. Styrofoam merupakan plastik busa yang masih tergolong plastik. Kelebihan pemakaian Styrofoam adalah mempu mencegah kebocoan dan mempertahankan kesegaran serta keutuhan bahan yang dikemas selain karena ringan dan biayanya murah (Tadinur 2006). 3) Identifikasi kegunaan Produk tuna loin beku yang dihasilkan oleh PT X merupakan produk siap masak atau produk yang diprioritaskan untuk dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Tujuan dari pemasakan ini adalah membunuh mikroorganisme patogen yang terdapat pada bahan mentah (Bryan 1990). Negara tujuan ekspor yang utama adalah Amerika. Dengan diterapkannya HACCP dalam unit pengolahan tuna loin beku diharapkan dapat menghindari dan mencegah bahayabahaya yang kemungkinan beresiko buruk terhadap konsumen dan menghasilkan produk yang aman, berkualitas tinggi dan aman dikonsumsi. Hasil identifikasi produk dapat dilihat pada Tabel 9. 4) Diagram alir proses produksi Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Diagram alir proses disusun dengan tujuan menggambarkan keseluruhan proses produksi dan bermanfaat membantu
46
tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya. Diagram alir proses produksi tuna loin beku dapat dilihat pada Gambar 7. Tabel 9 Deskripsi produk tuna PT X DESKRIPSI PRODUK Nama Produk
Fillet Tuna Segar
Nama Spesies
Big eye tuna (Thunnus obesus), Yellow fin tuna (Thunnus albacares), Blue fin tuna (Thunnus maccoyii)
Alur Proses
Penerimaan bahan baku (pemeriksaaan dan penimbangan), pencucian, pendinginan, pemfilletan (pembuangan kepala dan pembuatan loin), pembuangan kulit, perapihan, penimbangan,
pengemasan
vakum,
pendinginan,
pengemasan (pemeriksaaan, penimbangan dan pelabelan), dan pemuatan. Tipe pengemasan
Poly bag, Styrofoam/Master carton
Penyimpanan
Suhu produk dipertahankan sekitar 0 oC
Label/ Spesifikasi
Nama perusahaan, jenis produk dan spesies, berat (kg), tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, kode produksi dan nomor registrasi.
Kondisi tertentu
Penyimpanan dan selama transportasi dipertahankan suhunya 0 oC
Penggunaan
Siap untuk dimakan, di mana bahan baku diprioritaskan
produk
untuk dimasak sebelum dikonsumsi
Pembeli
Amerika, UE
47
Proses Produksi Tuna Penerimaan bahan baku (Pemeriksaan dan penimbangan) Pendinginan (Penyimpanan sementara)
Pencucian Pemfilletan (Pemotongan kepala dan pembuatan loin) Pembuangan kulit Perapihan (Pengecekan kualitas) Penimbangan Pengemasan vakum
Penerimaan dan Penyimpanan bahan pembungkus
Pendinginan (chilling) Pengemasan Penyimpanan (ruang chilling) Pemuatan
Gambar 7 Diagram alir proses produksi tuna loin. Sumber : Bagian produksi PT X (2008) 5) Verifikasi diagram alir Verifikasi diagram alir dilakukan oleh QC Manager. Berdasarkan hasil verifikasi terhadap diagram alir proses produksi tuna loin beku pada PT X, ternyata masih ada satu proses yang tidak dimasukkan ke dalam diagram alir proses produksi tuna loin. Proses yang tidak dimasukkan tersebut adalah tahapan penambahan gas CO pada daging tuna. Hal ini dikarenakan belum adanya Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai produk tuna yang ditambah dengan gas karbon monoksida (CO).
48
6) Analisis bahaya Analisis bahaya dilakukan dengan mendaftar semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap tahapan proses dan sedapat mungkin mengidentifikasi tindakan pencegahannya.Ruang lingkup bahaya pada saat analisa mencakup bahan baku, proses pengolahan, peralatan pabrik, karyawan dan lingkungan pabrik. Penentuan tingkat resiko terjadinya bahaya dapat dilihat dari peluang terjadinya bahaya pada setiap bahan baku dan tahapan proses. Bahaya yang telah teridentifikasi pada analisis bahaya kemudian dibuat tindakan perncegahan agar bahaya tersebut tidak akan mencemari bahan baku maupun tahapan proses. Analisis bahaya pada produk tuna loin beku yang dihasilkan oleh PT X dapat dilihat pada Lampiran 10. Analisis bahaya setiap proses pengolahan tuna loin dapat di lihat sebagai berikut : (a) Penerimaan bahan baku (receiving) Penerimaan ikan tuna dilakukan di dalam ruang penerimaan bahan baku. Ikan satu per satu diturunkan dari mobil, diukur suhunya dan dimasukkan dalam ruang melalui sebuah loket yang dilengkapi dengan plastik curtain. Daging ikan yang diterima adalah daging yang memiliki warna merah cerah. Suhu ikan umumnya berkisar kurang dari 0 oC, dan jika suhu ikan mencapai 3 oC maka ikan tidak akan diterima oleh pihak perusahaan. Penyebab bahaya yang mungkin terjadi ketika penerimaan bahan baku meliputi bahaya yang disebabkan karena sanitasi yang tidak baik dan penyalahgunaan waktu serta suhu. Bahaya potensial yang disebabkan sanitasi yang tidak baik adalah munculnya E.coli, sedangkan bahaya potensial karena penyalahgunaan waktu dan suhu ada dua macam yaitu adanya dekomposisi dan histamin. Bahaya yang disebabkan oleh sanitasi dan dekompisisi dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP, sedangkan bahaya histamin pada penerimaan bahan baku dijasikan titik kendali kritis (CCP). Hal ini dikarenakan kemungkinan naiknya kadar histamin pada ikan dapat terjadi sebelum ikan sampai ke perusahaan, sehingga pada tahap penerimaan bahan baku suhu dipertahankan ≤ 3oC.
49
(b) Pencucian I (washing) Ikan yang telah diterima di ruang penerimaan di cuci dengan menggunakan air dingin (suhu ± 2 oC). Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada tubuh ikan. Ikan-ikan yang telah dicuci disimpan di bak penyimpanan sementara yang berisi air, es, dan klorin 5-10 ppm untuk dilanjutkan ke dalam proses penimbangan. Bahaya potensial yang mungkin ada pada tahap pencucian adalah adannya akumulasi bakteri dan bahaya meningkatnya histamin. Akan tetapi kedua bahaya tersebut tidak termasuk ke dalam CCP karena dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP. Kontaminasi bakteri disebabkan karena kualitas air dan es yang tidak sesuai dengan standar sehingga pihak perusahaan sangat memperhatikan kualitas air dan es yang digunakan. Sedangkan bahaya kenaikan histamin dapat dikendalikan dengan tetap mempertahankan suhu ikan ≤ 3oC. (c) Pendinginan dengan es curai (chilling with slush ice) Bahan baku yang telah dicuci dengan air dingin kemudian dimasukkan ke dalam sebuah bak penampungan ikan selama 30 menit. Bak penampungan ikan tersebut berisi campuran air dan es curai yang bersuhu ≤ 3oC. Penyimpanan sementara dilakukan untuk menjaga suhu ikan agar ≤ 3oC saat menunggu proses selanjutnya. Proses pemasukkan ikan tuna ke dalam bak penampungan dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan fisik pada ikan tuna yang menyababkan kemunduran mutu pada ikan. Bahaya potensial pada tahap ini adalah pertumbuhan bakteri dan bahaya histamin yang disebabkan peningkatan suhu pada kolam penampungan. (d) Filleting (Pembuangan kepala dan pembentukan loin) Ikan yang telah ditimbang dilanjutkan ke proses filleting dengan pemotongan kepala dan pembentukan loin. Ikan diletakkan di atas talenan yag telah dibersihkan. Posisi kepala ikan terletak disebelah kiri karyawan yang akan melakukan pemotongan. Pemotongan dilakukan secara hati-hati mengikuti garis tutup insang. Ikan yang telah dipotong bagian kepalanya, dilakukan pemotongan untuk membentuk loin. Pembuatan loin dilakukan dengan memotong bagian tubuh ikan menjadi 4 bagian dan dengan melepaskan tulang serta duri yang masih
50
menempel pada daging. Bahaya potensial yang mungkin ada pada tahap pemfilletan adalah adanya kontaminasi bakteri dan bahaya meningkatnya histamin. Akan tetapi kedua bahaya tersebut tidak termasuk ke dalam CCP karena dapat dikendalikan dengan GMP dan SSOP. Kontaminasi bakteri disebabkan karena kualitas air dan es yang tidak sesuai dengan standar sehingga pihak perusahaan sangat memperhatikan kualitas air dan es yang digunakan. Sedangkan bahaya kenaikan histamin dapat dikendalikan dengan tetap mempertahankan suhu ikan ≤ 3oC. (e) Pembuangan kulit (skinning) Loin yang telah terbentuk dibuang kulitnya dengan menyisakan kulit tetap menempel dengan ukuran 3x3 cm. hal ini bertujuan untuk memastikan ptoduk loin yang diterima buyer adalah asli ikan tuna. proses pembuangan kulit dapat dilihat pada Gambar 7. Bahaya potensial yang dapat terjadi pada tahap pembuangan kulit adalah sanitasi yang tidak baik yang menyebabkan adanya kontaminasi bakteri seperti E.coli, akan tetapi bahaya ini dpat dikendalikan dengan penerapan SSOP. Sedangkan bahaya potensial lain adalah meningkatnya kadar histamin pada daging ikan yang disebabkan oleh penyalahgunan suhu dan waktu, akan tetapi bahaya histamin ini dapat dikendalikan dengan GMP yang baik dan benar yaitu dengan mempertahankan suhu ikan ≤ 3oC. (f) Pembuangan daging merah dan perapihan Daging merah atau daging gelap (dark meat) dibuang dengan hati-hati. Pada saat pembuangan daging gelap, dilakukan pengecekan terhadap sis kulit dan tulang belakang yang masih menempel pada daging. Selain itu dilakukan perapihan terhadap bentuk loin. Bahaya potensial yang muncul pada tahap perapihan yaitu kontaminasi bakteri seperti E.coli dan bahaya histamin, akan tetapi bahaya kontaminasi bakteri yang disebabkan sanitasi yang tidak baik dapat dikendalikan dengan SSOP sedangkan bahaya histamin dapat dikendalikan dengan GMP yang baik dan benar yaitu dengan mempertahankan suhu ikan ≤ 3oC.
51
(g) Penimbangan Daging ikan yang telah berbentuk loin ditimbang untuk mengetahui rendemen loin yang diperoleh. Pada saat itu juga dilakukan sortasi organoleptik yang meliputi pengamatan penampakan, warna daging dan tekstur. Bahaya potensial yang ada pada tahap penimbangan adalah yaitu kontaminasi bakteri seperti E.coli dan bahaya histamin, akan tetapi bahaya kontaminasi bakteri yang disebabkan sanitasi yang tidak baik dapat dikendalikan dengan SSOP sedangkan bahaya histamin dapat dikendalikan dengan GMP yang baik dan benar yaitu dengan mempertahankan suhu ikan ≤ 3oC. (h) Pengolesan (Swabbing) Daging ikan tuna yang sudah ditimbang kemudian dibersihkan dengan cara pengolesan atau pengelapan busa (spon) di sekitar lapisan luar daging yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa air dan kotoran yang dapat menyebabkan tumbuhnya mikroba sehingga menyebabkan kebusukan. (i) Pemberian gas CO Loin yang sudah dibersihkan dengan spon kemudian dimasukkan ke dalam plastik polyethylene dengan satu plastik untuk satu potong loin. Setiap plastik dikumpulkan ke dalam keranjang yang dibawahnya telah diberi es untuk tetap menjaga suhu daging. Keranjang yang telah terisi penuh daging loin kemudian dibawa ke ruang smoke untuk diberi gas CO yang bertujuan mempertahankan warna merah daging dengan tekanan sebesar 20-40 psi. Pemberian CO dengan menggunakan selang yang terhubung dengan satu set jarum suntik. Jumlah CO yang diberikan sesuai dengan ukuran daging. Jika produk akan diekspor ke negara-negara Eropa, maka produk tuna yang disuntik gas CO akan ditolak karena pasar Eropa tidak mengijinkan produk dengan penggunaan gas CO. Produk yang diberi gas CO hanya dipasarkan ke negara Amerika dan Asia. Setelah diberi gas CO, plastik diikat agar gas CO tidak keluar dari plastik dan disusun kembali dalam keranjang, kemudian keranjang disimpan dalam ruang penyimpanan sementara (chilling room) yang bersuhu -1oC sampai 4 oC selama dua hari.
52
(j) Pengemasan vakum Loin yang telah disimpan dalam chilling room dikeluarkan dari plastik dan dilakukan pengelapan dengan spons yang telah disemprot alcohol. Setelah itu loin dimasukkan ke dalam plastik LDPE (Low Density Polyethylene) yang telah diberi label produk dan divakum dengan menggunakan vaccum sealer machine sehingga produk dalam keadaaan hampa udara. Apabila terjadi kebocoran pada plastik, maka plastik diganti dengan plastik yang baru kemudian proses pemvakuman diulang kembali. Bahaya potensial yang yang muncul pada proses pemvakuman yaitu adanya kontaminasi dari bakteri seperti E.coli dan bahaya histamin, akan tetapi bahaya kontaminasi bakteri yang disebabkan sanitasi yang tidak baik dapat dikendalikan dengan SSOP sedangkan bahaya histamin dapat dikendalikan dengan GMP yang baik dan benar yaitu dengan mempertahankan suhu ikan ≤ 3 oC. (k) Pembekuan Produk tuna loin yang sudah dikemas vakum kemudian diletakkan pada ABF (Air Blast Freezer) yang memiliki suhu -40 oC. Sebelum produk dimasukkan ke dalam ABF room, suhu ruangan diatur terlebih dahulu dan produk siletakkan di dalam long pan, kemudian long pan dimasukkan ke dalam ruang ABF dan diletakkan pada rak-rak yang terdapat di dalam ruang ABF. Proses pembekuan berlangsung selama ± 8 jam dengan suhu -40 oC. Loin yang telah dibekukan kemudian diperiksa dan ditimbang terlebih dahulu sebelum dilakukan pengemasan. (l) Pengemasan sekunder (master carton) Ada dua macam kemasan yang digunakan sebagai bahan pengemas produk tuna loin yaitu plastik LDPE dan kardus (master carton). Ikan yang telah ditimbang kemudian dikemas menggunakan plastik LDPE yang dilanjutkan dengan pengemasan menggunakan master carton. Dalam satu master carton terdapat 4-6 loin beku, tergantung besar kecilnya produk loin, kemudian master carton diikat dengan tali stapping yang menggunakan strapping machine untuk mengikat kardus. Setelah itu, produk yang telah dikemas diberi label yang berisi informasi mengenai produk.
53
Bahaya potensial yang dapat terjadi pada tahap pengemasn sekunder yaitu kontaminasi bakteri yang disebabkan oleh kebocoran segel maupun plastik yang bocor, akan tetapi bahaya tersebut tidak termasuk ke dalam CCP karena dapat dikendalikan dengan GMP maupun SSOP. Bahaya potensial lainnya yang dapat terjadi yaitu peningkatan histamin pada daging ikan karena penyalahgunaan waktu dan suhu, tetapi bahaya tersebut dapat dikendalikan dengan GMP yaitu dengan cara proses pengerjaan pengemasan yang dilakukan dengan cepat untuk menghindari peningkatan suhu 7) Identifikasi CCP (Critical Control Point) Setiap tahapan yang menyebabkan bahaya yang nyata harus diidentifikasi lebih lanjut untuk meyakinkan apakah tahapan tersebut termasuk ke dalam CCP atau tidak. Penentuan CCP dapat menggunakan diagram pohon keputusan CCP (CCP decision tree) yang berisi pertanyaan logis mengenai bahaya pada setiap proses produksi sehingga tim HACCP dapat menentukan proses manakah yang termasuk CCP maupun bukan CCP. Berdasarkan hasil identifikasi CCP pada PT X, ternyata proses penerimaan bahan baku merupakan CCP sedangkan proses yang lainnya tidak termasuk CCP karena dapat dikendalikan dengan penerapan GMP dan SSOP yang baik dan benar. Bahaya potensial yang terdapat pada tahap penerimaan bahan baku adalah bahaya kenaikan histamin yang disebabkan oleh kenaikan suhu selama transportasi bahan baku. Bahaya histamin pada penerimaan bahan baku termasuk ke dalam CCP karena pada tahapan ini GMP maupun SSOP tidak dapat mengendalikan bahaya tersebut. Peningkatan histamin dapat terjadi sebelum ikan masuk ke perusahaan. Pada proses penerimaan bahan baku, jika suhu ikan > 3 oC maka ikan harus diuji kadar histaminnya namun jika kondisi suhu ikan
3 oC, maka bahan baku
tersebut tidak perlu di uji kadar histaminnya. Identifikasi bahaya pada tahapan proses tuna loin dapat dilihat pada Lampiran 11. 8) Penetapan batas kritis (Critical Limit) Batas kritis tidak boleh dilampaui karena batas kritis sudah merupakan toleransi yang menjamin bahwa bahaya dapat dicontrol. Batas kritis ini tidak boleh dilanggar untuk menjamin keamanan produk akhir. PT X memiliki batas
54
maksimal 10 ppm untuk kadar histamin pada penerimaan bahan baku dengan suhu 3 oC. Akan tetapi biasanya pihak perusahaan tidak melakukan uji kadar histamin pada penerimaan bahan baku. Hal ini dikarenakan bahan baku yang diterima oleh pihak perusahaan memiliki suhu
3 oC yang tercatat di dalam
Record Harvest Vessel penerimaan bahan baku. Oleh karena itu pengujian kadar histamin dilakukan pada tahap sortasi mutu (retouching). 9) Penetapan prosedur monitoring Monitoring merupakan kegiatan pengukuran CCP untuk menentukan apakah batas kritis terlampaui atau tidak. Prosedur monitoring harus dapat mendeteksi bila ada CCP yang tidak terkendali. Selain itu, monitoring juga harus menyediakan informasi mengenai waktu melakukan tindakan koreksi untuk mengendalikan proses sebelum menolak produk (Moy et.al 1994). Tahapan monitoring dilakukan pada titik kendali kritis (CCP) yaitu pada tahap penerimaan bahan baku. Pada tahap ini monitoring dilakukan terhadap senyawa histamin yang terdapat pada bahan baku ikan tuna dengan pengambilan sembilan sampel atau lebih dari setiap batch pemasok jika suhu ikan tuna > 3 oC, namun jika suhu ikan masih dibawah 3 oC maka tidak dilakukan pengujian histamin. 10) Penetapan tindakan koreksi Tindakan koreksi merupakan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan ketika kesalahan serius atau kritis ditemukan atau batas kritis terlampaui. Tindakan koreksi harus segera dilaksanakan apabila terjadi kegagalan dalam pengawasan CCP. Tindakan koreksi harus mengurangi atau mengeliminasi potensi bahaya dan resiko yang terjadi ketika batas kritis terlampaui pada CCP (Pierson 1992). Tindakan koreksi pada tahap penerimaan bahan baku yaitu menghindari kemungkinan penyebab histamin adalah dengan menolak bahan baku apabila ditemukan ikan dengan kadar histamin > 10 ppm.
55
11) Penetapan tindakan verifikasi Verifikasi adalah pemeriksaaan sistem HACCP secara menyeluruh untuk menjamin bahwa prosedur untuk menghasilkan makanan yang aman dikonsumsi dan bermutu, benar-benar dilaksanakan. Jenis kegiatan verifikasi sistem HACCP yang dilakukan oleh PT X meliputi : (1) Review dokumen rencana HACCP dan pre-requisite program dan implementasinya. Kegiatan yang dilakukan adalah : ¾ Review terhadap kelengkapan isi dokumen GMP dan SSOP ¾ Review terhadap bahan baku, yaitu spesifikasi produk, kepatuhan supplier terhadap regulasi, dan pergantian supplier atau jenis bahan baku. ¾ Review hasil monitoring CCP bahan baku, penyimpanan, proses dan distribusi. ¾ Review terhadap tindakan koreksi yang telah dilakukan jika terjadi penyimpangan (2) Pengambilan contoh (sampling) dan pengujian fisik, kimia, dan biologi. Pengujian dilakukan terhadap bahan baku, peraltan dan pekerja yang terlibat dalam proses dan produk akhir. (3) Penilaian terhadap kalibrasi alat. Penilaian kalibrasi alat penting dilakukan untuk meyakinkan bahwa kegiatan monitoring yang memerlukan pengukuran telah dikendalikan dengan benar. (4) Audit terhadap implementasi HACCP dan review hasil audit. Audit yang dilaksakan di PT X terbagi dua yaitu audit internal dan audit eksternal. Frekuensi audir internal bergantung pada hasil audit sebelumnya dan auditor yang berwenang adalah orang yang ditunjuk oleh ketuan tim HACCP. Audit eksternal dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan DKI Jakarta, dan frekuensi audit bergantung pada level hasil audit sebelumnya. 12) Prosedur pencatatan dan dokumentasi Salah satu kunci keberhasilan jalannya sistem HACCP yaitu keakuratan sistem pencatatan (record keeping). Semua kegiatan yang berhubungan dengan pemantauan CCP dan kegiatan lainnya yang terkait harus dicatat dengan baik, pencatatan ini menyediakan data di mana terjadi penyimpangan terhadap batas
56
kritis dan tindakan koreksi untuk mengatasi penyimpangan tersebut (Pierson 1992). Berdasarkan hasil evaluasi, PT X telah melaksanakan HACCP dengan baik akan tetapi masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki sehingga kinerja HACCP pada PT X dapat lebih maksimal pelaksanaan. Konsep perbaikan kinerja HACCP pada PT X akan dijelaskan pada proses penyusunan target dan tindakan perbaikan. 4.2.3.2
Analisis Pengendalian CCP Berdasarkan hasil analisis bahaya selama produksi tuna loin di PT X,
ternyata tahapan yang menjadi CCP (Critical Control Point) adalah pada tahap penerimaan bahan baku. Pada tahapan penerimaan bahan baku yang menjadi bahaya potensial dan perlu dilakukan pengendalian di tahap selanjutnya yaitu bahaya meningkatnya kadar histamin pada daging ikan tuna. Pengecekan kadar histamin dilakukan pada tahap sortasi mutu setelah daging ikan didinginkan pada ruang chilling. Hal ini dikarenakan pada tahapan sortasi mutu akan ditentukan jenis produk yang akan dibuat berdasarkan kualitas daging. Pengujian histamin dilakukan pada tahapan sortasi mutu (retouching). Hal ini dikarenakan untuk menghemat biaya pengujian dan juga agar hasil pengujian histamin masih sesuai dengan permintaan pelanggan (buyer). PT X memiliki batas maksimal kandungan histamin pada proses retouching yaitu sebesar 10 ppm. Berikut ini akan dijelaskan pengendalian bahaya histamin pada PT X yang meliputi analisis evaluasi kadar histamin pada tahap retouching dan juga evaluasi suhu cold storage selama penyimpanan produk tuna loin. (1) Evaluasi kadar histamin pada tahap sortasi mutu retouching Histamin termasuk ke dalam bahaya keamanan pangan, karena itu ditetapkan suatu standar sebagai batas toleransi maksimum bagi histamin yang terkandung pada daging ikan. Pada tahap penerimaan bahan baku, kadar histamin yang diijinkan adalah sebesar 10 ppm, sedangkan uji histamin secara internal di PT X dilakukan dengan menggunakan histamine assay kit. Deskripsi data yang menggambarkan beberapa karakteristik kandungan histamin ikan tuna adalah data-data pengujian histamin produk tuna loin yang akan diekspor, dalam hal ini data-data yang digunakan bukanlah data pengujian
57
histamin pada penerimaan bahan baku melainkan data-data pengujian tuna loin setelah proses sortasi mutu (retouching). Pihak perusahaan tidak melakukan uji histamin pada tahap penerimaan bahan baku karena hasil pengecekan kadar histamin pada tahap akhir masih di bawah standar perusahaan yaitu 10 ppm, sehingga untuk menghemat biaya, pihak perusahaan tidak melakukan uji histamin di awal proses produksi. Data yang digunakan adalah data dalam kurun waktu Mei-Juli 2010 yang merupakan data evaluasi dan kurun waktu Agustus-September 2010 adalah data verifiksi yang dapat dilihat pada Tabel 10, sementara data kandungan histamin selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12. Nilai evaluasi dan verifikasi terhadap kemampuan dan stabilitas proses untuk menghasilkan bahan baku tuna dengan kadar histamin kurang dari 10 ppm ditunjukkan pada Tabel 10, sedangkan peta kontrolnya ditunjukkan pada Gambar 8 dan Gambar 9. Kadar histamin tuna loin pada tahap retouching selama bulan Mei sampai Juni 2010 yang dievaluasi memiliki nilai rata-rata proses 2,729 ppm dan nilai batas kontrol atas proses (upper control limit -UCL) 6,813 ppm yang berada di bawah nilai batas spesifik atas (upper specific limit-USL) yang ditentukan yaitu 10 ppm. Hal ini ditunjukkan juga oleh peta kontrol pada Gambar 8, dimana pada peta kontrol tersebut garis batas kontrol atas proses (UCL) dan garis rata-rata proses (X-bar) berada di bawah garis batas spesifikasi atas (USL). Sedangkan data histamin tuna loin selama bulan Agustus-September 2010 memiliki nilai ratarata proses 1,723 ppm dan nilai batas kontrol atas (UCL) 4,026 ppm yang berada di bawah batas spesifik atas (USL) yang ditentukan sebesar 10 ppm. Hal ini ditunjukkan juga oleh peta kontrol pada Gambar 9, dimana pada peta kontrol tersebut garis batas control atas proses (UCL) dan garis rata-rata proses (X-bar) berada di bawah garis batas spesifikasi atas (USL).
58
Tabel 10 Hasil perhitungan data evaluasi dan data hasil pemantauan (verifikasi) kadar histamin pada tahap sortasi mutu (retouching) di PT X No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Keterangan Jumlah data Rata-rata Standar deviasi Nilai minimum Nilai maksimum Upper specific limit (USL) Rata-rata proses (X Bar) Standar deviasi maksimum proses (Smaks) Upper control limit (UCL) Kapabilitas proses (Cpm) Defect per million opportunities (DPMO) Sigma
Data Evaluasi 89 2,73 ppm 1,98 ppm 0,30 ppm 8,70 ppm 10,0 ppm 2,73 ppm 2,72 ppm
Data Verifikasi 31 1,72 ppm 1,45 ppm 0,30 ppm 6,00 ppm 10,0 ppm 1,72 ppm 1,54 ppm
6,81 ppm 0,89 175,62
4,03 ppm 1,79 50
2,67
5,39
histamin ppm
12 10 8 6 4 2 0 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89
Gambar 8 Peta kontrol kadar histamin ikan tuna pada tahap retoucing selama bulan Mei-Juli 2010. Keterangan :
Histamin
UCL
X-bar
USL
59
12 10
histamin ppm
8 6 4 2 0 1
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Gambar 9 Peta kontrol kadar histamin ikan tuna pada tahap retouching selama kurun waktu Agustus-September 2010. Keterangan : Histamin
UCL
X-bar
USL
Kondisi kadar histamin pada proses sortasi mutu (retouching) perusahaan masih sesuai dengan kondisi proses yang diharapkan oleh GMP pada HACCP perusahaan. Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa ada 2 data dari 89 data atau sekitar 2,247 % kadar histamin pada daging tuna berada di antara garis UCL dan USL. Sedangkan berdasarkan Gambar 9, terdapat tiga data yang berada di atas garis UCL. Hal ini menunjukkan bahwa proses masih berada di batas kendali yang ditentukan. Batas atas (USL) untuk histamin pada sortasi mutu (retouching) PT X masih di bawah standar histamin yang ditentuka oleh US-FDA yaitu sebesar 20 ppm. Batasan kadar histamin yang sudah membahayakan kesehatan konsumen jika dikonsumsi adalah sebesar 50 ppm, Keer et al (2002). Nilai Defect per million opportunities (DPMO) proses saat evaluasi dan verifikasi sebesar 175,622 dan 50. Berarti pada satu juta kali produksi terdapat 175,622 dan 50 kemungkinan perusahaan menerima bahan baku ikan tuna yang kadar histaminnya melebihi kadar histamin 10 ppm. Berdasarkan nilai tersebut, pereduksian variasi proses penerimaan bahan baku harus segera dilakukan berdasarkan faktor-faktor penyebab masalah yang diidentifikasi agar perusahaan
60
tidak mengalami kerugian baik masalah keamanaan pangan maupun finansial. Menurut Larson (2003) biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperbaiki sistem yang ada akan lebih efisien dibandingkan biaya yang dikeluarkan jika terdapat produk cacat. Dengan metode lean six sigma diharapkan perusahaan mendapatkan kapabilitas proses 6,0 sigma sehingga hanya terdapat 3,4 produk cacat per sejuta kali produksi. (2) Evaluasi suhu cold storage Hasil (record
perhitungan
keeping)
data
pemeriksaan
evaluasi suhu
diperoleh
tempat
dari
data
penyimpanan
rekaman
produk
jadi
(cold storage) ikan tuna selama bulan Mei-Juli 2010, sedangkan data verifikasinya antara bulan Agustus-September 2010. Data evaluasi dan verifikasi suhu cold storage penyimpanan produk tuna loin dapat dilihat pada Tabel 11. Grafik analisis suhu cold storage bulan Mei-Juli 2010 dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan grafik suhu cold storage bulan Agustus sampai September 2010 dapat dilihat pada Gambar 11. Tabel 11 Hasil perhitungan data evaluasi dan verifikasi suhu cold storage PT X No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Keterangan Jumlah data Rata-rata Standar deviasi Nilai minimum Nilai maksimum Upper specific limit (USL) Rata-rata proses (X Bar) Standar deviasi maksimum proses (Smaks) Upper control limit (UCL) Kapabilitas proses (Cpm) Defect per million opportunities (DPMO) Sigma
Data Evaluasi 88 -23,34 0C 1,52 -26,00 0C -20,00 0C -21,00 0C -23,34 0C 0,79
Data Verifikasi 51 -23,33 0C 1,96 -26,000C -20,00 0C -21,00 0C -23,33 0C 0,87
-24,52 0C 0,99 62.130,5
-22,02 0C 0,89 154.268,2
2,98
2,67
Berdasarkan hasil perhitungan data evaluasi pemeriksaan suhu cold storage selama bulan Mei sampai Juli 2010, memperlihatkan bahwa suhu cold storage memiliki rata-rata proses (X-bar) - 23,34 0C dan nilai batas kontrol atas (UCL) -24,52 0C, yang mana nilai tersebut berada di bawah nilai batas spesifik atas (USL) yang ditentukan yaitu sebesar -21 0C. Hasil perhitungan data verifikasi
61
suhu cold storage selama bulan Agustus sampai September 2010 memperlihatkan nilai rata-rata proses (X-bar) -23,33 0C dan nilai batas kontrol atas (UCL) -22,02 0C yang mana nilai tersebut juga berada di bawah nilai batas spesifik atas (USL) yang ditentukan yaitu sebesar -21 0C. Hal ini menunjukan bahwa suhu cold storage pada bulan Mei sampai September 2010 masih berada pada batas kendali sehingga proses masih sesuai dengan batasan spesifik atas yang diinginkan yaitu sebesar -21 0C. Grafik analisis suhu cold storage bulan Mei sampai Juli 2010 dapat dilihat pada Gambar 10, sedangkan grafik suhu cold storage bulan Agustus sampai September 2010 dapat dilihat pada Gambar 11.
‐19 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85
Suhu (0C)
‐20 ‐21 ‐22 ‐23 ‐24 ‐25 ‐26
Gambar 10 Peta kontrol suhu cold storage selama bulan Mei-Juli 2010. Keterangan
Suhu
UCL
X-bar
USL
62
‐19
Suhu (0C)
‐20 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 ‐21 ‐22 ‐23 ‐24 ‐25 ‐26
Gambar 11 Peta kontrol suhu cold storage selama bulan Agustus-September 2010
Keterangan :
Suhu
UCL
X-bar
USL
Berdasarkan Gambar 10, terdapat dua data yang melebihi batas kontrol atas (UCL), dan ada 43 data atau sekitar 48,86 % data suhu cold storage yang berada di antara garis USL dan UCL. Sedangkan berdasarkan Gambar 11, terdapat 2 data atau sekitar 3,92 % data yang berada di atas garis kontrol atas (UCL), dan ada sekitar 21 data atau sekitar 41,17 % data yang berada di antara garis USL dan UCL. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyimpanan beku selama bulan Agustus sampai September berada di luar kendali sehingga proses tidak mencapai suhu penyimpanan yang diinginkan yaitu -21 0C. Bila banyak titik berada di luar batas kendali berarti disebabkan oleh variasi khusus pada proses, karena itu perusahaan
harus
segera
melakukan
tindakan
perbaikan
yang
dapat
menghilangkan penyebab khusus tersebut (Breyfogle 2003). Nilai Cpm untuk data evaluasi suhu cold storage pada bulan Mei-Juli adalah 0,993; sedangkan nilai Cpm data verifikasi suhu cold storage pada bulan Agustus-September adalah 0,889. Rendahnya nilai Cpm sebanding dengan besarnya nilai DPMO proses yaitu 62.130,5 dan 154.268,2 yang artinya tiap satu juta kali kesempatan produksi berpeluang terjadi 62.130,5 dan 154.268,2
63
kemungkinan kegagalan proses yang tidak sesuai dengan batas kontrol suhu cold storage yaitu sebesar -21 0C. Nilai sigma untuk pencapaian proses suhu cold storage selama bulan Mei-Juli adalah sebesar 2,98, sedangkan nilai sigma untuk proses suhu cold storage selama bulan Agustus-September adalah sebesar 2,67. 4.2.4 Analisis kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan Perspektif keempat dalam konsep balanced scorecard yaitu perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Perspektif ini berkaitan erat dengan kinerja sumber daya manusia yang menangani unit bisnis pengolahan tuna loin. Hasil pembobotan untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah 19,44 %. Ada dua macam sasaran strategis yang sesuai dengan kondisi PT X yaitu sasaran strategis peningkatan kompetensi karyawan dan sasaran strategis peningkatan komitmen serta loyalitas karyawan dengan bobot nilai yang sama yaitu 9,72 %. Berikut ini adalah kedua sasaran strategis pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan PT X. (1) Tingkat kompetensi karyawan Sasaran strategis peningkatan kompetensi karyawan memiliki dua indikator hasil yaitu tingkat kompetensi QC dengan bobot nilai 5,56 % dan pelatihan sistem jaminan keamanan pangan dengan bobot nilai 4,17 %. Berdasarkan hasil pembobotan kedua indikator hasil tersebut, tenyata tingkat kompetensi QC lebih penting dibandingkan pelatihan jaminan keamanan pangan. Hal ini sesuai dengan peran QC yang bertugas mengendalikan proses produksi sehingga proses produksi dapat berjalan dengan baik sesuai harapan pelanggan. Indikator hasil pertama pada sasaran strategis peningkatan kompetensi karyawan adalah tingkat kompetensi yang dimiliki oleh karyawan pada bagian Quality Control. Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan pada situasi tertentu (Moeheriono 2009). B Tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah : - QC penerimaan bahan baku bertanggung jawab untuk melakukan pengukuran suhu pusat ikan dan pengujian organoleptik
64
- QC penyimpanan beku bertanggung jawab menjaga suhu cold storage tetap rendah. - QC laboratorium bertanggung jawab terhadap uji histamin. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi kompetensi yang dibutuhkan pada posisi yang telah dipilih berdasarkan tanggung jawab yang telah dijabarkan di atas. Model rancangan interpretasi kinerja dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan penilaian yang dilakukan dilapangan, QC yang bertugas pada tahapan penerimaan bahan baku, laboratorium, dan penyimpanan beku memiliki kompetensi yang tergolong ekspert atau ahli, namun dilihat dari pendidikan terakhir ternyata para QC merupakan lulusan SMA. Kompetensi yang dimiliki oleh QC dipengaruhi oleh pengalaman kerja dan pelatihan pengetahuan mereka. Indikator hasil kedua dari tingkat kompetensi karyawan adalah pelatihan sistem jaminan mutu seperti HACCP. Dengan pelatihan sistem manajemen mutu diharapkan tingkat pengetahuan karyawan bertambah terlebih lagi bagian QC. Pelatihan sistem jaminan keamanan pangan tidak dilakukan untuk semua karyawan, melainkan karyawan dengan kompetensi dan prestasi kerja yang baik yang diperbolehkan mengikuti pelatihan. Hal ini terkait dengan anggaran pelaksanaan pelatihan yang
masih terbilang mahal, dan juga masih kurangnya
ketertarikan sebagian karyawan untuk mengikuti pelatihan sistem jaminan mutu.
65
Tabel 12 Model rancangan interpretasi standar kompetensi mengacu Mc Clelland (1993) Siapa QC Penerimaan bahan baku
Sasaran Mengukur suhu pusat ikan
Kompetensi yang dibutuhkan Dapat menggunakan termometer
Tingkat penguasaan kompetensi B (basic) I (intermediet) A (advance) E (expert)
Menguji organoleptik ikan
Dapat melakukan uji organoleptik
B (basic) I (intermediet) A (advance) E (expert)
QC laboratorium
Melakukan pengujian histamin
Dapat melakukan pengujian histamin
B (basic) I (intermediet) A (advance) E (expert)
QC penyimpanan beku
Menjaga suhu cold storage tetap rendah
Dapat menjaga suhu cold storage tetap rendah
B (basic) I (intermediet) A (advance) E (expert)
Keterangan
Hasil Penilaian
Dapat membaca hasl pengukuran Dapat mematkan dan menghidupkan alat dan membaca hasil pengukuran Dapat mematkan dan menghidupkan alat, melakukan pengukuran, dan membaca hasil pengukuran Dapat mematkan dan menghidupkan alat, melakukan pengukuran, membaca hasil pengukuran, dan melakukan kalibrasi Berkemampuan rata-rata yang tidak terlatih secara formal, tetapi mempunyai kemampuan untuk membedakan dan mengkomunikasikan reaksi dari penilaian organoleptik yang diujikan. Mempunyai tingkat ketelitan yang tinggi dan tekun, tetapi tingkat kepekaannya tidak tinggi Mempunyai kepekaan spesifik yang sangat tinggi Mempunyai kepekaan tinggi, juga mengetahui hal dan penanganan komoditi yang diuji beserta cara penilaian indera modern. Dapat menggunakan histamine test kit Dapat menggunakan histamine test kit dan melakukan sampling. Dapat menggunakan histamine test kit, melakukan sampling, dan menggunkan histamine stat fax Dapat menggunakan histamine test kit, melakukan sampling, dan menggunkan histamine stat fax, dan mengkalibrasi histamine stat fax. Suhu cold storage yang melebihi -18 0 C sebanyak 18 kali/hari Suhu cold storage yang melebihi -18 0 C sebanyak 12 kali/hari Suhu cold storage yang melebihi -18 0 C sebanyak 6 kali/hari Tidak ada suhu cold storage yang melebihi -18 0 C
Expert
Expert
Expert
Expert
65
66
(2) Tingk kat komitm men dan loyyalitas kary yawan S Sasaran straategis keduua yaitu peningkatan p n komitmenn dan loy yalitas karyawan yang mem miliki duaa indikator hasil yaittu tingkat kepuasan kerja kat retensi karyawan k deengan bobott nilai karyawan dengan bobbot nilai 5,556 dan tingk 4,17 %. Tingkat T kepuuasan karyaawan dipero oleh dari kuuesioner keppuasan kary yawan yang dibeerikan kepadda 40 paneelis sebagai sampelnyaa, sedangkann tingkat reetensi karyawan diperoleh dari data karyawan k yang y menggundurkan ddiri selamaa satu tahun terakkhir Sasaran strateegis keduaa yaitu peeningkatan komitmenn dan loy yalitas karyawan dengan inddikator hasiil pertama yaitu y tingkaat kepuasan kerja karyaawan. Tingkat kepuasan k k kerja karyaw wan dinilai penting karena denngan meng getahu tingkat keepuasan mereka dalam m bekerja pihak peruusahaan daapat mengeetahui kondisi masing-masi m ing karyaw wan dan meemperbaiki hal-hal yanng berhubu ungan dengan keepuasan kerj rja. Tingkat kepuasan kerja k diuji dengan d mellakukan anaaslisis kuesioner terhadap 40 4 karyawaan yang dilaakukan secaara acak unntuk mengeetahui respon meereka terhaadap kepuassan kerja mereka m di PT P X. Kueesioner kepu uasan karyawan dapat dilihat pada Lampiran L 22, 2 sedangkkan hasil uuji validitass dan reliabilitass dapat diliihat pada Lampiran L 23 3. Berdasarkkan hasil ppengujian tin ngkat kepuasan kerja ternyyata hampiir sebagian besar karyyawan merrasa cukup puas bekerja dii PT X. Tinngkat kepuasan kerja karyawan di d PT X daapat dilihat pada
Jumlah orang
Gambar 12.
20
Diiagram Bata ang Tingkatt Kepuasan Kerja 18 13
15 10 5
KJ : Kepuassan Kerja
5 3
1
0 KK≥ 50 %KK≥ 60 %KK ≥ 70 %KK ≥ 80 0 %KK ≥ 90 %
Gambar 122 Diagram batang b tingk kat kepuasann kerja karyyawan.
67
Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa 5 orang merasa tidak puas bekerja di perusahaan; 18 orang merasa cukup puas bekerja di perusahaan, 13 orang merasa puas bekerja diperusahaan, dan hanya 4 orang yang merasa sangat puas bekerja diperusahaan. Tingkat kepuasan kerja karyawan sangat dipengaruhi oleh timbal balik yang diberikan perusahaan kepada mereka baik yang menyangkut gaji, tunjangan, fasilitas kerja, hubungan dengan rekan kerja maupun atasan, dan lain sebagainya. Perusahaan perlu memperhatikan tingkat kepuasan kerja karyawannya agar dapat mempertahankan orang-orang yang memiliki kompetensi dan memicu kinerja karyawan untuk terus maju dan berkembang. Indikator hasil kedua dari sasaran strategis peningkatan komitmen dan loyalitas karyawan adalah tingkat retensi karyawan. Tingkat retensi karyawan digunakan untuk mengetahui jumlah karyawan yang mengundurkan diri selama periode tertentu. Jumlah karyawan yang mengundurkan diri selama setahun adalah sebanyak 8 orang, yang berarti bahwa tingkat retensi karyawannya sebesar 90,805 % atau dapat dikatakan bahwa pergantian karyawannya rendah. 4.4 Penyusunan Rencana Perbaikan Balanced Scorecard Langkah perbaikan perlu diupayakan untuk membantu pihak perusahaan dalam mewujudkan mis, visi, dan tujuan organisasi. Penyusunan rencana perbaikan balanced scorecard mengacu pada Rampersad (2006), dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Rencana perbaikan balanced scorecard mengacu pada Rampersad (2006) Faktor penentu keberhasilan Hasil keuangan yang baik dan kemungkinan perolehan keuntungan yang meningkat
Tujuan strategis
PERSPEKTIF KEUANGAN Tolak Ukur Target kinerja
Memaksimalkan nilai pemegang saham
Pertumbuhan penjualan tuna
10 % dalam 3 tahun
Penghasilan keuntungan lebih besar
ROI (Return On Invetament)
Kenaikan 15 % dalam setahun
Tindakan perbaikan Mencari supplier bahan baku yang berasal dari daerah maupun mengimpor bahan baku dari luar negeri sehingga ketersediaan bahan baku stabil. Memaksimalkan laba yang diperoleh dari penjualan tuna
68
Pelayan an berkuali tas
Tingkat pengena lan publik yang lebih baik
Memaks imalkan kualitas produk tuna yang dihasilk an
Perkem bang-an bersina mbung menyan gkut potensi SDM
Peningkatan kepuasan pelanggan
Penguatan citra produk dan layanan
PERSPEKTIF PELANGGAN Peningkatan Peningkatan mutu kualitas produk produk tuna 10 % per tahun Tingkat keluhan pelanggan
Penurunan 30 % per tahun
Tingkat kepercayaan pelanggan
Peningkatan 30 % dalam 3 tahun
Kualitas layanan
Peningkatan 60 % dalam 3 tahun
Menanggulangi terjadinya bahaya histamin Pemilihan bahan baku yang berkualitas Memberikan penghargaan tambahan terhadap karyawan yang berorientasi pelanggan Merumuskan prosedur keluhan pelanggan dan melaksanakannya secara rutin Mengembangkan dan menerapkan rencana untuk memperbaiki kepercayaan dan kesetiaan pelanggan Memberikan penghargaan tambahan terhadap karyawan yang berorientasi pelanggan
PERSPEKTIF PROSES BISNIS INTERNAL Implementasi Tahun 2012, Melakukan perbaikan terhadap HACCP pada impelemtasi hasil penilaian kelayakan pengolahan tuna HACCP sudah dasar. Apabila terdapat loin dilakukan penyimpangan minor maupun optimal, sehingga mayor, maka pihak tidak memiliki perusahaan harus sesegera penyimpangan mungkin melakukan dalam perbaikan-perbaikan. pelaksanaan HACCP Pengendalian Kadar histamin Lebih teliti dalam pemilihan bahaya histamin tidak boleh bahan baku, pengujian suhu pada produk tuna melebihi UCL pusat ikan, pemantauan suhu (7 ppm). cold storage yang tidak boleh melebihi -18 oC , serta ketelitian dalam pengujian histamin. PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN PeningkatKompetensi Peningkatan 25 Membuat rencana kerja an bagian Quality % dalam 3 tahun pengembangan karier kompetensi Control karyawan Pelatihan sistem Setiap tahun Menyeleksi karyawan yang jaminan minimal 2 kali memiliki kompetensi yang keamanan pangan pelatihan HACCP baik untuk diikut sertakan dalam pelatihan HACCP PeningkatTingkat kepuasan 85 % dalam 3 Melakukan studi kepuasan an karyawan tahun karyawan. komitmen Tingkat retensi 85 % dalam 3 Mengindentifikasi dan dan karyawan tahun mengkomunikasikan tugas, loyalitas tanggung jawab, dan karyawan wewenang semua karyawan Peningkatan kualitas produk
69
Pada perspektif keuangan, pertumbuhan penjualan tuna memiliki target terjadi kenaikan 10 % dalam 3 tahun dengan tindakan perbaikannya yaitu mencari supplier bahan baku yang berasal dari daerah maupun mengimor bahan baku dari luar negeri sehingga ketersediaan bahan baku stabil. Sedangkan target untuk peningkatan profitabilitas yaitu terjadi kenaikan 15 % dalam setahun dengan tindakan perbaikannya yaitu memaksimalkan laba yang diperoleh dari penjualan tuna. Perspektif pelanggan memiliki target pencapaian peningkatan kualitas produk yaitu terjadi kenaikan sebesar 10 % per tahun dengan tindakan perbaikannya yaitu menaggulangi terjadinya bahaya histamin dan lebih selektif dalam pemilihan bahan baku yang berkualitas. Sedangkan pada tingkat keluhan pelanggan memiliki target terjadi penurunan sekitar 30 % per tahun dengan cara memberikan penghargaan tambahan terhadap karyawan yang berorientasi pada pelanggan. Sasaran strategis kedua yaitu penguatan citra produk dan layanan dengan dua indikator yaitu tingkat kepercayaan pelanggan yang memili target terjadi peningkatan 30 % dalam 3 tahun, dengan cara merumuskan prosedur keluhan pelanggan dan melaksanakannya secara rutin serta mengembangkan dan menerapkan rencana untuk memperbaiki kepercayaan dan kesetiaan pelanggan. Indikator kerdua yaitu kualitas layanan dengan target pencapaian yaitu terjadi peningkatan 60 % dalam 3 tahun dengan cara memberikan penghargaan terhadap karyawan yang berorintasi pelanggan. Perspektif proses bisnis internal lebih ditekankan pada peningkatan kualitas produk dengan dua indikator utama yaitu implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin dengan target pencapaian yaitu pada tahun 2012, implementasi HACCP sudah dilakukan optimal sehingga tidak memiliki penyimpanngan dalam pelaksanaannya yaitu dengan tindakan perbaikan melakukan perbaikan terhadap hasil penilaian kelayakan dasar. Apabila terdapat penyimpangan minor maupun mayor, maka pihak perusahaan harus sesegera mungkin melakukan perbaikanperbaikan. Sedangkan indikator kedua yaitu pengendalian bahaya histamin pada produk tuna dengan target pencapaian histamin tidak boleh melebihi batas atas proses pengujian histamin yaitu 7 ppm. Tindakan perbaikan yang dilakukan yaitu dengan lebih teliti dalam pemilihan bahan baku, pengujian suhu pusat ikan,
70
pemantauan suhu cold storage yang tidak boleh melebihi -18 oC , serta ketelitian dalam pengujian histamin. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memiliki dua sasaran strategi yaitu peningkatan kompetensi karyawan dengan indikator hasil pertama yaitu tingkatkompetensi bagian Quality Control dengan target pencapain 25 % dalam 3 tahun yang dilakukan dengan, sedangkan indikator kedua yaitu pelatihan sistem jaminan keamanan pangan dengan target pelaksanaan yaitu minimal 2 kali pelatihan setiap tahun, dan tindakan perbaikan yang dilakukan yaitu menyeleksi karyawan yang memiliki kompetensi yang baik untuk diikut sertakan dalam pelatihan HACCP. Sasaran strategi kedua yaitu peningkatan komitmen dan loyalitas karyawan dengan dua indikator utama yaitu tingkat kepuasan karyawan yang memiliki target terjadi kenaikan 85 % dalam 3 tahun dengan cara melakukan studi kepuasan karyawan, sedangkan indikator kedua yaitu tingkat retensi karyawan dengan target terjadi pengingkatan 85 % dalam 3 tahun dengan cara mengindentifikasi dan mengkomunikasikan tugas, tanggung jawab, dan wewenang semua karyawan.
71
5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Analisis perusahaan tuna loin menggunakan konsep balanced scorecard digunakan
sebagai
dasar
penyusunan
strategi
peningkatan
keberhasilan
implementasi HACCP, yang dapat memberikan gambaran solusi dalam mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan HACCP dalam bentuk perencanaan strategi yang mencakup aspek keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan Hasil penyusunan dan pembobotan keempat perspektif balanced scorecard memperlihatkan bahwa sasaran strategis pada perspektif keuangan (33,33 %) adalah peningkatan profitabiltas (19,04 %) dan peningkatan penjualan (14,29 %), sedangkan sasaran strategis pada perspektif pelanggan (19,44 %) adalah peningkatan kepuasan pelanggan (11,11%) dan penguatan citra produk serta layanan (8,33 %). Perspektif proses bisnis internal (27,78 %) memiliki satu sasaran strategis yaitu peningkatan kualitas produk (27,78 %) dengan dua indikator hasilnya yaitu implementasi HACCP (15,87 %) yang dibagi menjadi dua topik yaitu penilaian kelayakan dasar dan evaluasi HACCP, serta indikator hasil kedua yaitu pengendalian bahaya histamin pada produk tuna (11,91 %). Sedangkan sasaran strategis pada perspektif pertumbuhan dan pembelajaran (19,44 %) yaitu peningkatan kompetensi karyawan (9,72 %) dan peningkatan komitmen serta loyalitas (9,72 %). Berdasarkan hasil pembobotan perspektif balanced scorecard memperlihatkan bahwa PT X lebih memprioritaskan strategi keuangan dibandingkan dengan strategi yang lainnya, sehingga pengembangan strategi peningkatan kinerja HACCP lebih diutamakan untuk memaksimalkan kinerja keuangannya. 5.2 Saran Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menganalisis kinerja perusahaan pengolahan tuna loin dengan pendekatan Total Performance Scorecard sehingga mampu menghubungkan scorecard perorangan dan scorecard perusahaan demi penyusunan perbaikan kinerja HACCP yang lebih baik.
72
DAFTAR PUSTAKA
Ababouch L. 2006. Detention and Rejections of Fish Seafood at Borders of Major Importing Countries. Food and Agriculture Organization. Italy. Anderson GC. 1992. Managing Performance Appraisal System. UK : Strathclyde Business School. Anthony AA, Banker RD, Kaplan RS, Young SM. 1997. Management Accounting, Prentice-Hall Inc, New Jersey. Arifin L. 2009. Akselerasi Ekspor Produk Perikanan Indonesia melalui Penerapan Standar. Prisiding PPI Standardisasi. Makasar. Arnold, SH & Brown, WD.1998. Histamine? toxicity from fish products. Advances in Food Reserch (21) : 845-850. [BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-4104.1-2006. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Tuna Loin Beku. Jakarta : Dewan Standarisasi Nasional. Bateman RC, Eldrige DB, Wade S & Mowdy ED (1994). Copper chelation assay for histamine in tuna. Food Science 22 (6) : 323-327. Beker DA. 1993. Application of modeling in HACCP plan development. Food Microbiology (25) : 251-261. Bernadine. 2004. Pentingnya penerapan balanced scorecard dalam proses strategis bisnis. Jurnal manajemen strategis. (4) : 14-21 Beulens JC, Jones W. 2003. Issue in demand for quality and trade. Montreal, Canada : International Aqricultural Trade Research Consortinum. Breyfogle FW. 2003. Implementing Six Sigma. New York : John Wiley & Sons. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2003. Recommended International Code of Practice General Prinsiples of Food Hygiene Rev.4. Food and Agriculture Organization. Rome, Italy. [CDC] Center for Disease Kontrol and Prevention. 2007. Public health service USA Ilness-insiden. www.cdc.gov /diseaseinfo/foodborneinfection.htm (23 Januari 2011). Dahyar MA. 2009. Evaluasi Efektivitas pengendalian Resiko Bahaya Histamin pada Titik Kendali Kritis (Critical Kontrol Point-CCP) Proses Pengolahan Tuna Loin Beku dengan Metode Lean Six Sigma.[Skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Periran. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
73
David FR. 2006. Manajemen Strategis : Konsep, Edisi kesepuluh. Jakarta: Indeks Pustaka. [Ditjen PPHP] Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 2007. Peraturan No. PER. 011/DJ P2HP/2007 tentang Pedoman Teknis Penerapan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Jakarta : Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. [FDA] Food and Drug Association. 2001. Fish and Fisheries Products Hazards OASIS for Indonesia. http://www.fda.gov/ora/oasis/ora_oasis_ref.html (29 Oktober 2010). [FDA] Food and Drug Association. 2009. Refusal Actions by FDA as Recorded in OASIS for Indonesia. http://www.fda.gov/ora/oasis/ora_oasis_ref.html (29 April 2008). Gasperz V. 2002. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Gaspersz V. 2006. Lean Six Sigma. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Gilling S, Taylor EA, Kane K, Taylor JZ. 2001. Successful hazard analysis critical kontrol point implementation in the United Kingdom : understanding the barriers through the use of a behavioral adherence model. Food Protection, 64 (5) : 710-715. Gumbus, A. dan Lyons, B. 2002. The balanced scorecard at Philips electronics strategic. Finance. Hendricks et.al. 2004. A Balanced Scorecard Approach to Enterprise Systems Performance Measurement. Kaplan RS, Norton DP. 2000. Balanced Scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi Aksi. Penerjemah Peter R.Yossi. Erlangga: Jakarta. Kaplan, R.S. dan Norton, D.R. 2005. The balanced scoreccard : measures that drive performance. Harvard Business Review, 83 (7) : 172-180. Kardarron. 2007. Gambar ikan tuna.www. landbigfish.com. (16 Maret 2010). Keer M, Lawicki P, Aguirre S, Rayner C. 2002. Effect of Storage Condition on Histamine Formation in Fresh and Canned Tuna. Werribee : Public Health Division of Victoria Government. Lehane L, Olley J. 2000. Histamine fish poisoning revisited. Food Microbiology 58 : 1-37. Malmi T. (2001). Balanced scorecard in finnish companies: A research note. Management Accounting Research 12 : 207–220
74
Martinsons, M., Davison, R., & Tse, D. 2003. The balanced scorecard: a foundation for the strategic management of information systems. Decision Support Systems 25: 71–88. Martines T, Vera AM, Murcia MA. 2010. Improving the control of food production in catering establishment with particular reference to the safety of salads. Food Kontrol. 11: 437-445. Mattson, Beth, (1999). Executives learn how to keep score : Balanced Scorecard gets all employees focusing on vision. http://ianalliot.com. (12 Juli 2010). Mead PS, Slutsker L, Dietz V, et al. 2003. Centers for disease control and prevention, “food-related illness and death in the united states,” Emerging Infectious Diseases. 16 (5) : 607-25. Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Ghalia Indonesia : Bogor. Mortimore S, Wallace C. 1995. HACCP : A Practical Approach. Chapman and Hall, London. Moskin J. 2004. Smoke. http://www.nytimes.com (23 September 2010). Mc Clelland DC. 1993. The Concept of Competence dalam Moeheriono, 2009, Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor : Ghalia Indonesia. Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard : Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan. Salemba Empat: Jakarta O’Connor NG, Feng E. 2005. Using the balanced scorecard to manage intangible assets in a sino-foreign joint venture” Australiasn Accounting Review 15 (2) : 22-29. Oliver AM. 2005. Structural equation modeling of paired-comparison and ranking data. American Phychological Association. University of Barcelona and Instituto de Empresa. 10 (3) : 285-304. Pierson MD, Corlett DA. 1992. HACCP : Principle and Applications. Chapman and Hall Publ. New York. Panisello PJ, Quantick CQ. 2001. Technical barriers to hazard analysis critical control point (HACCP). Food Control 12 : 165-173. [Pusbindiklatren] Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana. 2007. Kompetensi Tenaga Perencana Pemerinah dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah. http://www.bappenas.go.id [20 Februari 2010]. Rampersad KH. 2005. Total performance scorecard : the way to personal integrity and organizational effectiveness. Measuring Bussiness Excellence. 9 (3) : 23.
75
Rampersad KH. 2006. Total Performance Scorecard. Konsep Manajemen Baru Mencapai Kinerja dengan Integritas. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Riley LW, Remis RS, Helgerson SD, McGee HB, Wells JG, Davis BR, Hebert RJ, Olcott ES, Johnson LM, Hargrett NT,Blake PA, and Cohen ML. 1983. Hemorrhagic colitis associated with a rare Escherichia coli serotype. N Engl J Med 308 : 681–685. Rushdy AA, Stuart JM, Ward LR, Bruce J, Bailey JR. 1998. National outbreak of Salmonella senftenberg associated with infant food. Epidemiology Inspection 20 :120-125 Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I & II. Jakarta : Bina Cipta. Snyder OP, Juneja VK. 2000. Hazard Appraisal (HACCP)/ Involvement of Regulation Bodies. In : Encyclopedia of Food Microbiology. Vol.2. Academic Press, London. Sumner J, Ross T, Ababouch L.2004. Application of Risk Assessment in the Fish Industry. Roma : Food and Agriculture Organization of The Unites Nation. Sugiono 1999. Statistika untuk Penelitian. Cetakan ke-16. Penerbit Alfabeta : Bandung. Sperber WH. 2005. HACCP and transparency. Food Control 16: 505-509. Sperber WH. 2005. HACCP does not work from farm to table. Food Control 16 : 511-514. Tunggal W. 2001. Memahami Konsep Balanced Scorecard. Harvarindo : Jakarta. Thaheer H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta : Buku Aksara. Thompson JG. 2005 Revelance Regained, Total Quality Management and the Role of Management Accounting. Critical Perspektives On Accounting. Vol.5.2005, pp.259-267. Taylor SL, Guthertz L, Leatherwood M, Lieber ER. 1979. Histamine production by Klebsiella pneumoniae and an incident of scombroid fish poisoning. Enviromental Microbiology 37 : 274-278. Taylor E. 2000. HACCP in small companies : benefit or burdens? Food Kontrol 12 : 217-222. Umar .1997. Riset Sumberdaya Manusia dalam Ogranisasi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
76
Wallace AC, Sperber W, Mortimore S. 2011. Food Safety for the 21st Century : Managing HACCP and Food Safety Throughout the Global Supply Chain. Singapore : British Library. Widiastuti I. Analisis Mutu Ikan Tuna Selama Lepas Tangkap pada Perbedaan Preparasi dan Waktu Penyimpanan. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Instirut Pertanian Bogor. Worsfold D, Griffith CJ. 2003. Widening HACCP implementation in the catering industry. Food Service Technology 3 :113-122. [WHO] 1995. Application of risk analysis to food standards NACMCF (National Advisory Committee on Microbiological issues. In : Report of the Joint FAO/WHO Expert Consultation, Criteria for Foods), 1998. Hazard analysis and critical kontrol 13-17 March 1995. WHO, Geneva. [WHO] 1997. Office for the South East Asia Region, “Health situation in the South East Asia Region 1994-1997”, pp. 213-214. [WHO] 1999. Pan American Health Association, 13th Inter American meeting, at the ministerial level, on health and agriculture “Proposed Plan of Action of the Pan American Institute for Food Protection and Zoonoses (INPPAZ), 2004-2005”, RIMSA 13/5, 17 March 2003, [hereafter “Proposed Plan of Action of INPPAZ ], (24 Oktober 2010). Yahya IK. 2010. Keterikatan Kinerja dan Kompetensi Berdasarkan Human Resource Scorecard dengan Keberhasilan Implementasi HACCP pada Proses Pengolahan Tuna Loin Beku (Studi Kasus). [Skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Yoshinaga H, Shiomi K, Kikuchi T, Okozumi M. 1982. A pungent compound produce in the meat of frozen yellowfin tuna and marlin. Japanese society of Scientific fisheries 48 (5) : 685-689.
77
78
Lampiran 1 Kuesioner penyusunan kerangka balanced scorecard yang mengacu pada Rampersad (2006) ¾ Pertanyaan-Pertanyaan inti yang digunakan dalam menyusun misi dan visi organisasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Apa visi masa depan PT X? Apa yang ingin kita capai dalam jangka panjang? Apa misi PT X? Apa alasan keberadaan perusahaan ini? Apa tujuan utama perusahaan ini didirikan? Apa strategi jangka panjang yang ingin dikembangkan oleh perusahaan ini? Siapa saja pemegang saham perusahaan ini? Bagaimana rapat umum pemegang saham perusahaan ini?
¾ Sasaran strategi keempat perspektif balanced scorecard berdasarkan Kaplan dan Norton (2001), Mulyadi (2001), Rampersad (2006). Berikut ini adalah tolak ukur kinerja pada keempat perspektif balanced scorecard yang disesuaikan dengan kondisi pada PT X Perspektif
Tolak Ukur kinerja
Tujuan Strategis
Tolak Ukur Kinerja
Sesuai
Keuangan
Hasil keuangan yang baik dan kemungkinan perolehan keuntungan yang meningkat
Memaksimalkan nilai pemegang saham
Pertumbuha n penjualan
√
Keuntungan lebih besar
ROI
√
Pelanggan
Nilai pemegang saham
Saham yang dibeli dalam hubungan dengan penjualan
Pangsa dominan di pasar global
Pangsa pasar lebih besar
Pangsa pasar lebih besar
Kepuasan pelanggan
Tingkat kepuasan pelanggan yang meningkat dalam hal produk, jasa, dan karyawan
Tingkat kepuasan pelanggan
√
Pelayanan berkualitas tinggi
Tingkat kepercayaan pelanggan yang
Tingkat keluhan pelanggan
√
tinggi terhadap produk yang kami berikan
Tingkat kesetiaan pelanggan
√
Tidak sesuai
√
√
79 Penguatan citra produk dan layanan
Internal
Pengetahuan dan Pembelajaran
Keamanan dalam memproduksi produk
Tingkat pengenalan terhadap public yang lebih baik terhadap perusahaan
Tingkat keamanan dan kualitas produk yang meningkat
Tingkat kepercayaan pelanggan
√
Kualitas layanan
√
Sistem informasi
√
Penggunaan sistem jaminan keamanan pangan
√
Pengendalia n bahaya pada produk
√
Lingkungan kerja yang termotivasi
Peningkatan tingkat kepuasan karyawan
Penilaian tingkat kepuasan kerja
√
Daya saing berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan
Peningkatan tingkat kompetensi karyawan
Penilaian tingkat kompetensi karyawan
√
Peningkatan tingkat komitmen serta loyalitas
Penilaian tingkat retensi karyawan
√
80
Lampiran 2 Penilaian Kelayakan Dasar No
Aspek Yang Dinilai
Dasar Hukum
OK
√
Mn
My
Sr
X
X
X
X
1
Lay-out Design Arsitektur
1.1
Area perusahaan memadai untuk melakukan pekerjaan dalam kondisi saniter dan higienis
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 2
1.2
Area perusahaan terdapat di daerah industri yang telah disetujui
Idem
1.3
Area bersih terpisah dari area kotor
1.4
Lay out dapat mencegah kontaminasi
2
Lokasi dan Lingkungan
2.1
Penyimpanan dan penanganan sampah, limbah dan peralatan sesuai persyaratan
2.2
Sistem pembuangan air/saluran sesuai persyaratan
2.3
Kontrol untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya tersedia
3
Ruang Penerimaan
3.1
Ruang penerimaan bersih dan mudah diperbaiki.
3.2
Lantai, dinding, langit-langit terbuat dari bahan yang mudah dibesihkan
idem
3.3
Tersedia cukup air bersih yang sesuai dengan ketentuan
SK Menkes 907/02
√
3.4
Saluran pembuangan tepat dan bersih
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 9
v
X
3.5
Ruang penerimaan tertutup dari lingkungan luar
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 1.b
√
X
X
4
Ruang Penanganan dan Pengolahan
4.1
Lantai
4.1.1
Lantai terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 3
√
X
X
4.1.2
Terbuat dari bahan yang kedap air, tidak beracun, tidak menyerap, tidak licin, tidak retak.
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 3
√
X
X
√
√
idem
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 9 idem
X
√
idem
Kr
X
√
X
√
X
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 11
√
X
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 3
√
X
√
X
X
X
81 4.1.3
Kemiringan lantai sesuai tidak menyebabkan lantai tergenang
4.2
Dinding
4.2.1
Permukaan bagian dalam kedap air dan tidak menyerap
4.2.2
Permukaan dinding halus, tanpa retak, celah atau lubang serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi
4.2.3
Permukaan tahan lama dan kedap air
4.2.4
Bebas dari penonjolan dan seluruh pipa dan kabel ditutup dengan baik
idem
4.2.5
Pertemuan antara lantai dan dinding serta dinding dan dinding mudah dibersihkan
idem
√
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 3
√
idem
√
X
X
X
X
X
X
√
X
√
X
X
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 3
√
X
X
Langit-langit / Ceilings
4.3.1
Bebas dari retak dan celah
4.3.2
Permukaannya halus dan mudah dicuci dan berwarna terang untuk menjamin kebersihannya
idem
√
X
4.3.3
Dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran, mengurangi kondensasi dan pertumbuhan jamur dan pengelupasan.
idem
√
X
X
Pintu/doors
4.4.1
Terbuat dari bahan yang tahan lama, dan tahan korosi serta menutup secara otomatis
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 12
√
X
X
4.4.2
Mudah dibersihkan dan dalam kondisi baik serta dilengkapi dengan alat pencegah lalat
idem
√
X
X
4.4.3
Lampu menggunakan pelindung dan aman
4.5
Ventilasi/ventilation
4.5.1
Ventilasi mencukupi
4.5.2
Memungkinkan untuk menyaring uap air.
4.6
X
√
idem
4.3
4.4
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 3
Penerangan
√
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 3
√
idem
√
X
X
X
X
X
X
X
82 4.6.1
Penerangan ruang pengolahan dan ruang inspeksi memadai
√
4.6.2
Lampu menggunakan pelindung dan aman
√
4.7
Fasilitas Pencucian Tangan dan Desinfeksi
4.7.1
Semua pintu masuk ke area pengolahan dilengkapi dengan bak cuci kaki dengan ukuran yang sesuai
4.7.2
Bak cuci kaki menggunakan air bersih dan desinfektan
4.7.3
Semua pintu masuk ke ruang pengolahan dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan dan desinfeksi yang cukup
idem
4.7.4
Kran air tidak dioperasikan dengan tangan
idem
4.7.5
Menggunakan sabun dan desinfektan yang disetujui
idem
4.7.6
Fasilitas cuci tangan dilengkapi dengan pengering sekali pakai
idem
5.
Perlengkapan dan peralatan
5.1
Terbuat dari bahan yang tahan karat, kedap air dengan permukaan yang halus
5.2
Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi
5.3
Selalu terjaga dalam kondisi yang bersih
5.4
Binatang pengganggu secara sistematis dicegah agar tidak bisa masuk .
5.5
Pembasmi tikus, pembasmi serangga, disenfektan dan racun lainnya tersimpan dalam lemari yang dapat di kunci
5.6
Racun-racun tersebut dapat mengkontaminasi produk perikanan
5.7
Alat-alat tersebut hanya
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 12
idem
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 6
X
X
√
X
√
X
√
X
X
X
(X)
√
X
(X)
√
X
X
√
X
X
idem √
X
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 11
√
X
X
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 10
√
X
X
idem
√
X
idem
KEP.01/MEN/
√
X
X
83 digunakan utuk produk perikanan 5.8
Jika tidak, apakah digunakan untuk hal lainnya
idem
5.9
Air digunakan hanya untuk tujuan yang telah ditetapkan
idem
5.10
Fasilitas dan peralatan dibersihkan minimal satu kali dalam satu hari
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 8
√
5.11
Mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 1, b
√
X
5.12
Tempat pencuciaan mempunyai pintu masuk dan keluar yang terpisah
√
X
√
X
X
idem
Mempunyai saluran pembuangan air yang baik
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 9
√
5.14
Peralatan diberi tanda untuk setiap area kerja yang berbeda
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 7
√
5.15
Pencucian menggunakan bahan kimia, desinfektan yang disetujui
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 8
√
6.1
X
(X )
5.13
6
X
X
X
X
Ruang Pendinginan, Es dan Gudang Beku Lantai
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 3
6.1.1
Lantai kedap air dan terbuat dari bahan yang mudah dicuci dan didesinfeksi
idem
√
X
X
6.1.2
Kemiringan lantai sesuai tidak menyebabkan lantai tergenang
idem
√
X
X
idem
√
X
X
6.2
Dinding
6.2.1
Permukaannya halus, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
6.2.2
Permukaannya tahan lama dan kedap
√
Langit - langit
idem
6.3.1
Bebas dari retak dan celah
idem
6.3.2
Permukaannya halus dan dapat dicuci dan berwarna terang untuk menjamin kebersihannya
idem
6.3
2007, BAB V, B, 7
√
X
X
(X)
X
X
X
X
84 6.3.3
7
idem
√
X
Tempat untuk Ikan Segar
7.1
Ikan terlindungi dari kontaminasi
7.2
Mampu mempertahankan ikan dalam kondisi yang higiene.
7.3
Air dapat mudah mengalir ke luar
8
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 1. d (X)
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 1. a KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 1. d
√
(X)
X
X
X
X
Fasilitas Pendinginan
8.1
Kapasitas pendinginan memadai untuk menjamin suhu produk pada suhu es meleleh (melting ice)
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 2. a. 1
√
X
8.2
Bahan baku disimpan secara benar dan diberi es
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, D, 3
√
X
8.3
Wadah dan peralatan mudah dicuci
idem
8.4
Dilengkapi dengan alat pencatat suhu (untuk unit refrigerasi)
9
Dirancang untuk mencegah akumulasi kotoran, mengurangi kondensasi dan pertumbuhan jamur dan pengelupasan
√
X
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 2. d
√
X
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 2. a
√
X
Fasilitas Pembekuan
9.1
Kapasitas alat pembeku dan gudang beku memadai
X
9.2
Mampu menyimpan ikan dengan suhu ikan pada minimal – 18˚ C
idem
√
9.3
Dilengkapi dengan alat pencatat suhu yang mudah dibaca
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 2. d
√
9.4
Penyimpanan produk menggunakan pallet untuk mencegah kontaminasi
KEP.01/MEN/ 2007, BAB VIII, 2. 7.d
√
X
X
9.5
Penyimpanan produk dengan metoda FIFO
idem
√
X
X
X
X
85
9.6
Sensor suhu pada alat pencatat suhu tidak diletakkan di lokasi/area yang mempunyai suhu paling tinggi
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 2. d
√
X
9.7
Dilengkapi tirai udara pada pintu masuk anteroom dan gudang beku
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B.3
√
X
9.8
Mempunyai fasilitas anteroom
11.
Pengawasan Binatang Pengerat (Pest kontrol)
11.1
X
idem
√
X
Tersedia dengan jumlah yang cukup fasilitas pencegah binatang pengerat
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 11
√
X
11.2
Tersedia prosedur dan frequensi pest kontrol serta bahan kimia yang disetujui
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 10
√
X
11.3
Tersedia peta penempatan perangkap dan umpan (verifikasi harus dilakukan)
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 11
√
11.4
Tersedia prosedur pembuangan binatang pengganggu yang mati
idem
√
X
11.5
Tersedia prosedur program pembersihan setelah fumigasi
idem
√
X
11.6
Adanya pemberian nomor dan penempatan penangkapan lalat
idem
√
12
Pasokan Air (Portable water)
12.1
Tersedia air dengan kualitas air minum
12.2
Pasokan dan tekanan air cukup
√
12.3
Adanya penandaan yang jelas antar pipa-pipa air minum dan bukan air minum
√
12.4
Mempunyai peta distribusi air dengan outlet dan keran yang diberi nomor seri.
√
X
12.5
Tersedia dan dilakukan prosedur pengambilan sampel air sesuai SNI
√
X
12.6
Tersedia sarana untuk analisis kimia dan mikrobiologi air termasuk polutan (logam berat, organochlorin)
√
X
Permenkes 9072001
X
X
X
√
X
X X
86
12.7
Kandungan khlorin (ppm) dalam air dan metodelogi untuk memeriksa kandungan khlorin sesuai yang dipersyaratkan (verifikasi kandungan khlorin harus dilakukan)
√
X
12.8
Jumlah tangki penyimpanan air mencukupi
√
X
12.9
Tersedia jadwal dan prosedur pembersihan tangki air
v
13.
Pembuatan dan Penggunaan Es
13.1
Es dibuat dari air bermutu air minum
13.2
Es disimpan dalam tempat/ wadah yang didisain khusus untuk simpan es
√
X
13.3
Tempat penyimpanan es bersih dan dipelihara baik
√
X
13.4
Analisa mikrobiologi dan kimia es dilakukan
√
X
14.
Ruang Ganti, Kamar Mandi dan Toilet
14.1
Tersedia ruang ganti dengan jumlah yang cukup
14.2
SNI 01-4872, …REV
X
√
X
X
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 5. b. 3
√
X
X
Dinding dan lantai ruang ganti halus, kedap air dan mudah dibersihkan
idem
√
X
X
14.3
Tersedia tempat cuci tangan dengan jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan sabun dan desinfektan dan pengering sekali pakai
idem
√
14.4
Tersedia toilet dengan jumlah yang cukup dan dilengkapi dengan sabun dan desinfektan dan pengering sekali pakai
idem
√
X
14.5
Pintu toilet tidak berhubungan langsung dengan ruang penanganan dan pengolahan ikan
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 5. b. 1, b
√
X
14.6
Toilet dilengkapi dengan sistem menyiram air (water flushing system) dan masih berfungsi
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C, 5. b. 3
√
X
X
87 14.7
Kran pada tempat cuci tangan tidak dioperasikan dengan tangan
14.8
Tersedia sarana bak cuci tangan dan penyuci hama
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 12
√
X
14.9
Tersedia loker untuk menyimpan barang karyawan
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 3
√
X
14.10
Barang karyawan tidak disimpan diarea tempat penanganan pangan
idem
√
15
√
X
X
X
X
Kebersihan Karyawan
15.1
Semua karyawan mengenakan pakaian yang sesuai dan bersih (jumlah pakaian seragam per karyawan dan frekuensi ganti pakaian di cek)
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 15
√
15.2
Karyawan mencuci dan mensucihamakan tangan sebelum mulai bekerja atau setiap waktu yang ditentukan
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B, 13
√
15.3
Setiap karyawan mendapat pengecekan kesehatan dan dilakukan secara berkala (cek record dan verifikasi)
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B. 14
√
X
15.4
Terdapat tanda-tanda yang jelas untuk pelarangan merokok, makan, meludah dan lainnya di ruang pengolahan dan tempat penyimpanan
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B. 13
√
X
15.5
Pengecekan kesehatan karyawan dilakukan secara periodik
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B. 14
√
X
15.6
Pakaian kerja karyawan dicuci oleh perusahaan
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B. 15
√
15.7
Ada karyawan yang dapat mengkontaminasi produk ketika menangani ikan
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B. 13
√
15.8
Karyawan menggunakan tutup kepala yang dapat menutupi rambut secara keseluruhan
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B. 15
√
X
15.9
Luka ditutup dengan perban yang tahan air
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B. 13
√
X
Tersedia sarana pertolongan pertam
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B. 14
√
15.10
idem
X
X
X
X
X
X
88
16.
Penanganan Limbah
16.1
Area pembuangan limbah terpisah
16.2
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, B.9
√
Tempat limbah tahan karat dan dilengkapi dengan tutup
idem
√
16.3
Tempat limbah dibersihkan secara benar
idem
√
X
X
16.4
Limbah di pindahkan minimal sekali dalam sehari
idem
√
X
X
16.5
Wadah dan tempat penyimpanan limbah segera dibersihkan setelah digunakan
idem
√
X
X
16.6
Tempat penyimpanan limbah dapat mengkontaminasi
idem
√
17.
Pengemasan dan Pelabelan
17.1
Pengemasam dilakukan pada kondisi yang higienis untuk menghindarkan kontaminasi
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, D.1
√
17.2
Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak boleh memperburuk karakteristik secara organoleptik produk.
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, D. 2. a
√
X
17.3
Bahan pengemas yang kontak dengan produk tidak menularkan bahan berbahaya
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, D. 2. b
√
X
17.4
Bahan pengemas yang tidak digunakan disimpan di tempat yang jauh dari area pengolahan dan terlindung dari debu dan kontaminasi
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, D. 4
√
X
17.5
Kemasan ikan dan produk serta dokumen-dokumen yang menunjukkan nomor persetujuan (approval number) yang diberikan oleh Competent Authorithy diikuti oleh ringkasan atau deskripsi produk, jenis produk, tahun, bulan dan tanggal produksi
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, D. 5
√
X
17.6
Kemasan menunjukkan dalam kalimat jelas “Produk dari Indonesia”
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, D. 5.a
√
X
X
X
X
89
18.
Proses Penanganan dan Pengolahan (GMP)
18.1
Tempat / Wadah
18.1.1
Ikan terlindungi dari kontaminasi
18.1.2
Mampu mempertahankan ikan dalam kondisi yang higene
18.1.3
Air dapat mudah mengalir ke luar
18.1.4
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V.C.14
√
X
X
√
X
X
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C. 1.d
√
X
Tempat/wadah berisi produk tidak boleh ditumpuk sebelum dan sesudah pencucian
idem
√
X
X
18.1.5
Setelah pencucian wadah berisi produk ditiriskan 5 menit sebelum dibekukan
idem
√
X
X
18.2
Produk Segar/Bahan baku
18.2.1
Temperatur air ≤ 3 °C (melting ice)
18.2.2
Peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih
18.2.2
Waktu pencucian tidak lebih dari 3 menit
18.2.3
Produk yang tidak segera diproses, diberi es atau dimasukan kedalam pendingin
18.2.4
idem
√
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C. 1.d
X
√
X
X
√
X
X
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C. 1.d
√
X
X
Dilakukan peng-es-an kembali pada produk yang sudah di-es secara teratur
Idem
√
X
X
18.2.5
Produk yang sudah di-es dikemas atau dimasukan kependingin
Idem
√
X
X
18.2.6
Pembuangan isi perut dan kepala dilakukan dengan higienis
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C. 1.b
√
X
X
18.2.7
Setelah pembuangan isi perut dan kepala segera dilakukan pencucian dengan air yang dipersyaratkan
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C. 1.c
√
X
X
18.2.8
Pembuatan filet dan pemotongan dilakukan ditempat yang berbeda dengan pembuangan isi perut dan
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C.
√
X
X
X
90 kepala 18.2.9
Proses pemfiletan dan pemotongan dapat menyebabkan kontaminasi pada filet?
18.2.10
Adannya penundaan dalam proses pembuatan filet atau steak
18.2.11 18.2. 12
√
X
X
idem
√
X
X
Filet dan steak segera dibekukan
idem
√
X
X
Jeroan dan bagian lain yang tak dibutuhkan cepat dipisahkan dari produk
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C. 1.c
√
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C. 2.d
√
X
X
idem
√
X
X
X
18.3
Penyimpanan Produk Hasil Perikanan Beku
18.3.1
Suhu tercatat pada alat pencatat
18.3.2
Catatan tersimpan selama produk tersebut ada
18.4
Pelelehan Produk
18.4.1
Pelelehan dilakukan dengan higienis
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, C. 3.a
√
X
X
18.4.2
Terdapat resiko kontaminasi selama pelelehan
idem
√
X
X
18.4.3
Air lelehan mengalir dengan baik
idem
√
X
X
18.4.4
Suhu dari produk beku sesuai
idem
√
X
X
18.4.5
Produk yang dilelehkan untuk tujuan dijual diberi label dengan baik
idem
√
Prosedur dan Monitoring
18.7.1
Program GMP menetapkan waktu dan temperatur pada masingmasing tahapan
√
X
18.7.2
Waktu dan temperatur pada setiap tahapan dimonitor
√
X
18.7.3
Waktu dan temperatur mampu menjamin keamanan produk
√
X
18.8.1
Implementasi HACCP Modifikasi
X
X
18.7
18.8
1.b
91 18.8.1.1
Dokumen HACCP tidak dimutakhirkan dan tidak divalidasi
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, E. 1
√
X
X
18.8.1.2
Modifikasi tidak dikomunikasikan atau disetujui
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, E. 2
√
X
X
18.8.1.3
Modifikasi parameter kritis tidak disetujui
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, E. 1
√
18.8.1 .4
Tidak ada pelatihan untuk teknisi
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, E. 1
√
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, E. 2
√
X
X
idem
√
X
X
idem
√
idem
√
18.8.2
Catatan
18.8.2.1
Catatan tidak dimutakhirkan
18.8.2.2 18.8.2.3
Catatan dipalsukan/tidak dipercaya Dokumen dipalsukan
18.8.2.4
Catatan tidak tersedia
18.8.3
Rencana manajemen
18.8.3.1
Tindakan pencegahan tidak diikuti
idem
√
18.8.3.2
Prosedur monitoring tidak diikuti
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, E. 2
√
18.8.3.3
Tindakan perbaikan tidak dilakukan atau tidak diikuti Verifikasi internal
idem
√
18.8.4.1
Verifikasi monitoring GMP,SSOP, CCP dilakukan seperti yang direncanakan
KEP.01/MEN/ 2007, BAB V, E. 2
√
18.8.4.2
Audit internal dilakukan seperti yang direncanakan Kaji ulang dilakukan seperti yang direncanakan
idem
√
idem
√
18.8.4
18.8√.4. 3
TOTAL
dapat
X
X
X X
X
X
X X
X
3
1
89
Lampiran 3 Lembar Kerja Control Measure (HACCP Plan) Prinsip 1 Tahap
Bahaya
Prinsip 2 CCP
Tindakan Pencegahan
Prinsip 3 Batas Kritis
Prinsip 4
Prinsip 5
Prinsip 6
Prinsip 7
Pemantauan (Monitoring)
Tindakan koreksi
Verifikasi
Rekaman
What
Who
When
Where
How
92
93 Lampiran 4 Pohon Keputusan HACCP (CAC 2003) Tanya 1. Haruskah ada UP (Upaya Pencegahan) ? Perlu UP
Tidak perlu
Tanya 2. Apakah tahap ini dirancang khusus untuk mengeliminasi atau mereduksi keberadaan bahaya dan sejenisnya hingga suatu batas tertentu yang bisa diterima ?
Bukan suatu Tindakan Kendali Kritis (TKK)
Selesai Ya
Tidak Titik Kendali Kritis Tanya 3. Dapatkah kontaminasi dengan bahaya teridentifikasi timbul sebagai limpahan dari batas terima atau dapatkah bahaya tersebut meningkat hingga batas yang tidak diterima?
Ya
Tidak
Bukan Titik Kendali Kritis
Tanya 4. Akankah urutan tahap mampu menghilangkan bahaya teridentifikasi atau mengurangi keberadaan bahaya dan sejenisnya hingga suatu batas yang bisa diterima?
Ya
Selesai
Bukan suatu Titik Kendali kritis
Tidak
Selesai
94
Lampiran 5 Surat tanda daftar usaha perikanan
95
Lampiran 6 Profil PT X 1.
Keadaan Umum Perusahaan PT X berlokasi di Komplek Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam
Zachman Jakarta. Tempatnya di Jalan Muara Baru Ujung Blok B no 168, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Lokasi perusahaan berdekatan dengan pelabuhan dan tempat pelelangan ikan sehingga memudahkan proses produksi serta mendapatkan bahan baku. Berikut ini adalah gambaran lokasi PT X.
2. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT X yang awalnya masih menempati lokasi dan bangunan milik PT Halimas Sakti sebagai kantor dan tempat produksi, berdiri sejak tahun 1996 dimulai sebagai eksportir Arkshell (Baigai) beku dan kerang laut (Tiger Snail) beku di Jepang dan Taiwan. Akibat kurang tersedianya bahan baku tersebut, pada akhir tahun 1998 perusahaan ini mulai memproduksi ikan tuna dengan merek “Swordfish” dalam bentuk loin super fresh natural (non CO) sampai akhir tahun 1999. Sejak tahun 2005, PT X mulai berdiri sendiri tanpa kerja sama dengan PT Lautan Murti yang memfokuskan pada produk ekspor beku seperti loin, steak, cubes, chunk, saku, dan produk sampingan yaitu scrab dalam jumlah yang besar. Negara tujuan ekspor perusahaan ini adalah USA, Eropa, Jepang, Cina, Taiwan, dan Asia Tenggara.
96
Lampiran 7 Kuesioner pembobotan keempat perspektif balanced scorecard ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN TUNA LOIN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENYUSUNAN STRATEGI PENINGKATAN KEBERHASILAN HACCP
Oleh : FEDWI ANGGI INDRAYANI NRP : C34061478
Responden Nama
:……………………………………………………………………
Jabatan
:……………………………………………………………………
Bagian
:……………………………………………………………………
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
97
Tata Cara Pengisian Kuesioner a. Responden hanya mengisi kotak kosong di sisi atas diagonal kotak yang di hitamkan berdasarkan skala kepentingan. b. Kolom jumlah, bobot (%), dan kotak di sisi bawah diagonal kotak yang dihitamkan tidak diisi oleh responden (dikosongkan). c. Mohon
agar
memberikan
penilaian seobyektif mungkin agar dapat
menghasilkan pembobotan yang akurat. d. Skala kepentingan yang digunakan dalam pembobotan pada kuesioner ini adalah 1 sampai 5, dengan penjelasan sebagai berikut : 1 = Jika indikator horizontal tidak penting dari indikator vertikal 2= Jika indikator horizontal kurang penting dari indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal sama penting dari indikator vertikal 4 = Jika indikator horizontal lebih penting dari indikator vertikal 5 = Jika indikator horizontal sangat penting dari indikator vertikal e. Terimakasih atas kerjasamanya
98
1 Pembobotan Keempat Perspektif PT X Perspektif/
Finansial
Pelanggan
Sasaran Finansial
Proses Bisnis
Pembelajaran &
Internal
Pertumbuhan
4
4
12
33,33
2
2
7
19,44
4
10
27,78
7
19,44
36
100
4
Pelanggan
3
Proses Bisnis
3
3
2
3
2
8
10
8
∑
Bobot (%)
Internal Pembelajaran & Pertumbuhan TOTAL
10
2 Pembobotan Perspektif Finansial PT X Perspektif/
Sasaran Strategis 1
Sasaran Strategis 2
∑
Bobot (%)
4
8
57,14
6
42,85
14
100
Sasaran Sasaran Strategis 1 Sasaran Strategis 2
3
TOTAL
6
Keterangan : Sasaran strategis 1 Sasaran strategis 2
8
: Pertumbuhan Profitabilitas : Pertumbuhan Penjualan
2.1 Pembobotan Indikator Hasil Sasaran Strategis 1 Perspektif/Sasaran
Indikator Hasil 1
Indikator Hasil 1 TOTAL
6
∑
Bobot (%)
6
100
6
100
Keterangan : Indikator hasil 1 : ROI (Return On Investation)
2.2 Pembobotan Indikator Hasil Sasaran Strategis 2 Perspektif/Sasaran
Indikator Hasil 1
Indikator Hasil 1 TOTAL
6
Keterangan : Indikator hasil 1 : Peningkatan jumlah ekspor tuna
∑
Bobot (%)
6
100
6
100
99
3 Pembobotan Perspektif Pelanggan PT X Perspektif/
Sasaran
Sasaran
Sasaran Strategis 2
Strategis 1
Sasaran Strategis 1
∑
Bobot (%)
8
57,14
6
42,86
14
100
4
Sasaran Strategis 2
3
TOTAL
6
Keterangan : Sasaran strategis 1 Sasaran strategis 2
8
: Peningkatan kepuasan pelanggan : Penguatan citra produk dan layanan
3.1 Pembobotan Indikator Hasil Sasaran Strategis 1 Perspektif/Sasaran
Indikator Hasil 1
Indikator Hasil 1 Indikator Hasil 2
3
TOTAL
6
Keterangan : Indikator hasil 1 Indikator hasil 2
3.2
Indikator Hasil 2 4
8
∑
Bobot (%)
8
57,14
6
42,86
14
100
: Kualitas produk : Tingkat keluhan pelanggan
Pembobotan Indikator Hasil Sasaran Strategis 2
Perspektif/
Indikator
Indikator
Indikator
Sasaran
hasil 1
hasil 2
hasil 3
2
Indikator
∑
Bobot (%)
2
4
28,57
3
6
42,86
4
28,57
14
100
hasil 1 Indikator
3
hasil 2 Indikator
2
2
5
4
hasil 3 TOTAL
Keterangan : Indikator hasil 1 Indikator hasil 2 Indikator hasil 3
5
: Tingkat kepercayaan pelanggan terhadap mutu produk tuna yang dihasilkan : Kualitas layanan : Sistem informasi pelanggan
100
4 Pembobotan Perspektif Bisnis Internal PT X Perspektif/ Sasaran
Sasaran Strategis 1
Sasaran Strategis 1 Sasaran Strategis 2
Sasaran Strategis 2 5
3
TOTAL
6
10
∑
Bobot (%)
10
62,5
6
37,5
16
100
Keterangan : Sasaran strategis 1 : Peningkatan kualitas produk
4.1
Pembobotan Indikator Hasil Sasaran Strategis 1
Perspektif/ Sasaran Indikator
Indikator hasil 1
Indikator hasil 2 4
∑
Bobot (%)
8
57,14
6
42,86
14
100
hasil 1 Indikator
3
hasil 2 TOTAL
6
Keterangan : Indikator hasil 1 Indikator hasil 2
5
: Implementasi HACCP pada pengolahan tuna loin : Pengendalian bahaya histamin pada produk tuna
Pembobotan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif/ Sasaran
Sasaran Strategis 1
Sasaran Strategis 1 Sasaran Strategis 2 TOTAL
Keterangan : Sasaran strategis 1 Sasaran strategis 2
8
Sasaran Strategis 2 3
3 6
6
∑
Bobot (%)
6
50
6
50
12
100
: Peningkatan kompetensi karyawan : Meningkatkan komitmen dan loyalitas karyawan
101
5.1 Pembobotan Indikator Hasil Sasaran Strategis 1 Perspektif/ Sasaran Indikator hasil 1 Indikator hasil 2 TOTAL
Keterangan : Indikator hasil 1 Indikator hasil 2
Indikator hasil 1
Indikator hasil 2
4 3 6
8
∑
Bobot (%)
8
57,14
6
42,86
14
100
: Kompetensi QC : Pelatihan sistem jaminan keamanan pangan
5.2 Pembobotan Indikator Hasil Sasaran Strategis 2 Perspektif/ Sasaran Indikator hasil 1 Indikator hasil 2 TOTAL
Keterangan : Indikator hasil 1 Indikator hasil 2
Indikator hasil 1
Indikator hasil 2
4 3 6
8
: Tingkat kepuasan kerja karyawan : Retensi karyawan
∑
Bobot (%)
8
57,14
6
42,86
14
100
102
Lampiran 8 Sertifikat HACCP
103
Lampiran 9 Tugas dan kewajiban anggota tim HACCP No.
Jabatan
Tugas dan tanggung jawab dalam HACCP
1.
Direktur Pemimpin tim HACCP
a. b. c. d.
2 .
Koordinator QA Pemimpin tim HACCP
a. b. c. d. e.
3.
Quality Kontrol Anggota tim HACCP
a. b. c. d. e. f.
4.
Quality Kontrol Laboratorium Anggota tim HACCP
a. b. c. d.
5.
6.
Pemimpin produksi
bagian
Anggota tim HACCP Bagian Pembelian (Purchasing) Anggota tim HACCP
7.
Mekanik Anggota tim HACCP
8.
Manager ekspor Anggota tim HACCP
Mengambil controh produk untuk analisis mikrobiologi (TPC, E.coli, Salmonella, dll), pemeriksaan histamin. Mengambil contoh air dan es untuk analisis Tes gores (swabbing test) untuk pekerja dan peralatan. Mendokumentasikan HACCP dan memperbaharui.
a. b. c.
Implementasi SOP Memeriksa dan mengaudit SOP Pengawasan produk
a. b. c. d. a. b. c. d. a. b. c.
Membantu pengadaan fasilitas SSOP, pembelian bahan baku Logistik dan penyimpanan Keamanan pabrik GMP mesin Pemeriksaan es, air, uap air dan tenaga. Memelihara refrigerator, lampu, AC, ventilasi Pemeliharaan semua peralatan Melakukan ekspor dan pendokumentasian Mengkoordinasikan pelanggan Pendokumentasian dan berhubungan dengan pelanggan. Memeriksa pengiriman produk.
d.
Memutuskan kebijakan Memimpin pemeriksaan HACCP secara periodic Memeriksa QC secara periodic berinteraksi dengan pelanggan/ berhubungan dengan penolakan produk Mengkoordinasikan pelaksanaan HACCP dan memeriksa catatan. Mengaudit secara periodik dan memeriksa pelaksanaan GMP, SOP dan SSOP. Mengaudit fasilitas Pelatihan dan perekrutan Penghubung dengan pemerintah, lembaga yang berwenang melakukan audit, hal-hal yang berhubungan dengan persetujuan, dan lain-lain. Mendokumentasikan HACCP dan memperbaharui. Pemeriksaan setiap akhir minggu, dan pelatihan. Pengawasan dan mendukung pelaksanaan HACCP, SOP, SSOP. Pemeriksaan produk. Spesifikasi pelanggan untuk produk. Pengendalian hama
104
Lampiran 10 Analisis bahaya tuna loin PT X No.
1.
2.
3.
4.
Alur Proses
Penyebab bahaya
Penerimaan bahan baku
Sanitasi yang tidak baik Penyalahguna an waktu dan suhu
Pencucian
Pendingina n (Chilling)
Pemfilletan
Upaya pencegahan
Dikontrol dengan baik oleh SSOP (rekaman data sanitasi Form 08 & 09) Kemungkinan terjadi sebelum penerimaan bahan baku Histamin mungkin mengalami kenaikan sebelum penerimaan bahan baku jika suhu tidak dipertahankan ≤ 30 C. Dilakukan dengan hati-hati dan menggunakan keterampilan pekerja.
Pemeriksaaan suhu dan kesegaran ikan/ uji organoleptik saat kedatangan ikan. - ikan ditolak jika ditemukan dekomposisi (Form 1)
Resiko L
Peluang M
Yes -
No v
Dekomposisi
-
v
M
M
v
-
Kimia : Histamin
-
-
M
M
v
-
Penanganan yang tidak baik
Fisik: Kerusakan fisik
-
v
L
L
-
v
Kualitas air dan es tidak sesuai standar Penyalahguna an waktu dan suhu Kontaminasi dari air dan es
Biologi: TPC (Total Plate Count) Kimia : Histamin
v
v
L
L
-
v
-
v
L
M
-
v
Biologi: TPC (Total Plate Count) Kimia : Histamin
v
-
L
M
-
v
-
v
L
M
-
v
Biologi: TPC (Total Plate Count) Kimia : Histamin
v
-
L
M
-
v
Dikontrol oleh SSOP (rekaman data sanitasi)
-
v
L
M
-
v
Suhu dipertahankan ≤ 30 C.
Biologi : TPC E.coli
v
-
L
L
-
v
Dikontrol oleh SSOP (rekaman data sanitasi)
Sanitasi yang tidak baik
Dikontrol dengan baik oleh SSOP (Lemabr sanitasi dan analisis air serta es) Suhu dipertahankan ≤ 30 C. Dikontrol dengan baik oleh SSOP (Lembar sanitasi dan analisis air serta es) Suhu dipertahankan ≤ 30 C.
104
Pembuanga n kulit
Pembenaran
E.coli
Penyalahguna an waktu dan suhu 5.
Apakah bahaya potensial signifikan
SSOP/GMP mampu mengendalikan bahaya SSOP GMP v -
Penyalahguna an waktu dan suhu Kontaminasi dari air dan es
Bahaya potensial
105
6
7.
8.
Perapihan
Penyalahguna an waktu dan suhu Sanitasi yang tidak baik
Penimbang an
Penyalahguna an waktu dan suhu Sanitasi yang tidak baik
Pengemasa n vakum
Penyalahguna an waktu dan suhu Sanitasi yang tidak baik
9.
Pendingina n
10.
Pengemasa n
Penyalahguna an waktu dan suhu Penyalahguna an waktu dan suhu Kebocoran segel/ plastik bocor Penyalahguna an waktu dan suhu
Kimia : Histamin
-
v
L
M
-
v
Suhu dipertahankan ≤ 30 C.
Biologi : TPC E.coli Kimia : Histamin
v
-
L
L
-
v
Dikontrol oleh SSOP (rekaman data sanitasi)
-
v
L
M
-
v
Suhu dipertahankan ≤ 30 C.
Biologi : TPC E.coli Kimia : Histamin
v
-
L
L
-
v
Dikontrol oleh SSOP (rekaman data sanitasi)
-
v
L
M
-
v
Suhu dipertahankan ≤ 30 C.
Biologi : TPC E.coli Kimia : Histamin
v
v
L
L
-
v
Dikontrol dengan SSOP (rekaman sanitasi) dan GMP (Form 05)
-
v
L
M
-
v
Dikontrol dengan SSOP (rekaman sanitasi) dan GMP (Form 05)
Kimia : Histamin
-
v
L
M
-
v
Suhu dipertahankan ≤ 30 C.
Biologi : TPC
v
v
M
M
v
-
Dikontrol dengan SSOP (rekaman sanitasi) dan GMP (Form 05)
Kimia : Histamin
-
v
L
M
-
v
Dikerjakan dengan cepat untuk menghindari peningkatan suhu
Pemeriksaaan dilakukan setiap 30 menit (Form 05)
105
106
Lampiran 11 Identifikasi CCP pada PT X. No.
Alur proses
Bahaya signifikan
1.
Penerimaan bahan baku
E.coli Dekompisis i Histamin Bahaya fisik TPC Histamin TPC Histamin TPC Histamin TPC Histamin TPC Histamin TPC Histamin TPC Histamin Histamin
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pencucian Pendinginan Pemfilletan Pembuangan kulit Perapihan Penimbangan
9.
Pengemasan vakum Pendinginan
10.
Pengepakan
11.
Penyimpanan
TPC Histamin TPC Histamin
Pengendalian telah dilakukan oleh Pre Requisite Program (GMP dan SSOP)? *)jika YA lanjut ke analisis bahaya berikutnya. *) jika TIDAK lanjut ke Q1 No Yes No No No No No No No No No No No No No No No No No Yes No No No
Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tsb. Atau tahap berikutnya terhadap bahaya yang diidentifikasi? *) jika TIDAK : bukan CCP dan perlu ada modifikasi tentang alur, tahap dan/atau produknya. *)jika YA : lanjut ke Q2 No
Apakah tahap ini mengeliminasi/mere duksi kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat yang diterima? *) jika YA : CCP *) jika TIDAk : lanjut ke Q3 No
Yes No
Yes
Apakah resiko terhadap bahaya dapat terjadi melewati batas yang diterima, atau dapat meningkat sampai pada batas yang tidak dapat diterima? *) jika TIDAK : bukan CCP *) jika YA : lanjut ke Q4
Yes
No No No No No No No No No No No No No No No
No
CCP -
No
No
CCP
-
No
No
No
Apakah tahap selanjutnya dapat mengeliminasi bahaya yang diidentifikasikan atau mereduksi kemungkinan terjadinya pada batas yang dapat diterima? *) jika YA : Bukan CCP *) jika TIDAK : CCP
No
--
106
107
Lampiran 12 Data kandungan histamin a. Data evaluasi suhu cold storage selama bulan Mei-Juli Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Histamin 1,5 1,2 1,5 0,9 1,3 1,3 1,9 1,9 2,3 2,1 2,4 2,4 4,8 5,1 7,1 6,4 6,9 5,6 3,1 5,8 6,1 0,7 1,1 1,1 5,8 1,6 2,2 2,1 4,1 3,9
Sampel 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Histamin 3,9 5,5 6,9 1,4 0,8 1,1 6,4 0,8 2,6 4,4 3,8 5,1 0,8 1,8 4,7 8,7 0,5 1,4 0,8 0,4 2 4,1 2,5 7,4 0,9 2,6 0,8 1,2 1,5 2,2
Sampel 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89
Histamin 2,4 3,2 1,8 1,5 1,9 3,6 2,2 2,3 3,8 2,9 1,5 4,8 1,6 0,4 0,6 1,3 1,8 1,9 0,6 0,4 0,3 1,5 1,2 1,6 2,3 2 4,8 5,6 1,9
b. Data verifikasi suhu cold storage bulan Agustus-September Sampel Histamin Sampel Histamin 1 17 0,8 1,1 2 18 0,8 1,9 3 19 1,5 1,8 4 20 0,8 0,4 5 21 0,9 0,3 6 22 0,8 0,5 7 23 1,6 0,6 8 24 1,8 1,7
108
9 10 11 12 13 14 15 16
25 26 27 28 29 30 31
4,9 5,6 3,6 6 0,4 1,1 1 2,5
1,5 1,1 1,5 1,4 2,5 1,9 1,1
Contoh perhitungan ¾ USL = 10 ppm ¾ rata-rata
= 2,729
¾ standar deviasi ¾ X-bar
= 1,984 = 2,729
¾ DPMO USL
= P[ z ≥ (USL – Xbar ) /s ] x 1.000.000 = P[z ≥ (10-2,729)/1,984] x 1.000.000 = P [ z ≥ 3,6654] x 1.000.000 = 1- P [ ≤ 3,6654 ] x 1.000.000 = (1-0,9998766) x 1.000.000 = 123,4338
Berdasarkan Tabel Konversi nilai DPMO ke nilai sigma (Lampiran 8) diperoleh nilai sigma sebesar 5,227. Penentuan nilai standar deviasi maksimal (Smaks), dilakukan dengan persamaan , karena proses hanya mempunyai satu batas
Smaks spesifik. ¾ Smaks =
,
10
2,729)
= 2,723 ¾ UCL = X-bar + (1,5 x Smaks) = 2,729 + (1,5 x 2,723) = 6,814
¾
Cpm Cpm
√ , ,
= 0,89
109
Lampiran 13 Kuesioner kepuasan kerja karyawan Bagian 1. Kuesioner Kepuasan Karyawan
Kuesioner ini digunakan sebahai bahan penyusunan skripsi “Peningkatan Kinerja HACCP dengan Pendekatan Balanced Scorecard “, Oleh Fedwi Anggi Indrayani (C34061478). Mahasiswa Program Sarjana Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Petunjuk Pengisian : 1. Kuesioner ini khusus dijawab oleh karyawan PT X 2. Bacalah pertanyaan dengan seksama, kemudian beri tanda (√) sesuai dengan pilihan Anda. 3. Jika ada butir pertanyaan yang tidak jelas dapat ditanyakan kepada petugas yang memberikan kuesioner. I. Identitas Responden Nama :………………………………………………… Alamat :………………………………………………………… Jenis kelamin :………………………………………………… Usia :………………………………………………… Jabatan :
( ( ( ( (
) Manajer ) Kepala Bagian Produksi ) Karyawan ) Teknisi ) lainnya (sebutkan)……………………….
Pendidikan terakhir Anda ? ( ) SD ( ) SMP ( ) SMA ( ) Diploma ( ) S1 ( ) S2 ( ) S3 Lama Bekerja di PT X ( ) < 1 tahun ( ) 1-5 tahun ( ) 6-10 tahun ( ) > 10 tahun
110
Jenis penghargaan yang pernah diberikan oleh perusahaan ? (
) Bonus
( ) Ruang kerja (
) Promosi jabatan
II. Pertanyaan Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda silang (√) jawaban sesuai pilihan Anda Keterangan : A. Sangat Memuaskan
No
nilainya : 5
B. Memuaskan
nilaianya : 4
C. Cukup Memuaskan
nilainya : 3
D. Kurang Memuaskan
nilaianya : 2
E. Tidak Memuaskan
nilaianya : 1
Atribut-atribut kepuasan kerja A
1. 2.
Gaji dan tunjangan (bonus, insentif, dan cuti tahunan ) yang diberikan. Hubungan dengan atasan.
3.
Hubungan dengan rekan kerja.
4.
Kondisi lingkungan kerja di kantor. Sistem perlindungan perusahaan terhadap karyawannya menggunkan K3 (Keselamatan, dan Kesehatan Kerja) Fasilitas yang diberikan perusahaan. Kenyamanan dan kebersihan tempat kerja. Bimbingan dan arahan dari atasan.
5.
6. 7. 8. 9. 10.
Kesempatan untuk promosi/ naik jabatan. Pemberian penghargaan atas prestasi kerja.
Alternatif jawaban B C D
E
111
Lampiran 14 Hasil uji validitas dan reliabilitas 1. Hasil uji validitas Pertanyaan ke 1 Pertanyaan ke 1
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) Pertanyaan ke 2 Pertanyaan ke 3 Pertanyaan ke 4 Pertanyaan ke 5 Pertanyaan ke 6 Pertanyaan ke 7 Pertanyaan ke 8 Pertanyaan ke 9
N Pearson Correlation
Pertanyaan ke 2
Pertanyaan ke 3
Pertanyaan ke 4
Pertanyaan ke 5
Pertanyaan ke 6
Pertanyaan ke 7
Pertanyaan ke 8
Pertanyaan ke 9
,536
,287
,181
,074
-,111
,429
-,144
,034
Pertanyaan ke 10 ,083
,110
,422
,617
,839
,760
,217
,691
,927
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
,536
,820
1
,584
,654(*)
,704(*)
-,050
,517
,448
,545
,449
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
,110 10
10
,076 10
,040 10
,023 10
,890 10
,126 10
,194 10
,103 10
,193 10
,287
,584
1
,420
,430
,215
,369
,000
,195
,385
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
,422 10
,076 10
10
,227 10
,214 10
,551 10
,294 10
1,000 10
,590 10
,272 10
,181
,654(*)
,420
1
,362
,000
,387
,504
,327
,243
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
,617 10
,040 10
,227 10
10
,305 10
1,000 10
,269 10
,138 10
,356 10
,500 10
,074
,704(*)
,430
,362
1
,167
,429
,371
,452
,497
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
,839 10
,023 10
,214 10
,305 10
10
,645 10
,217 10
,291 10
,189 10
,144 10
-,111
-,050
,215
,000
,167
1
,667(*)
,062
-,050
,000
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
,760 10
,890 10
,551 10
1,000 10
,645 10
10
,035 10
,865 10
,890 10
1,000 10
,429
,517
,369
,387
,429
,667(*)
1
,027
,302
,319
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
,217 10
,126 10
,294 10
,269 10
,217 10
,035 10
10
,942 10
,397 10
,368 10
-,144
,448
,000
,504
,371
,062
,027
1
,448
,138
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
,691 10
,194 10
1,000 10
,138 10
,291 10
,865 10
,942 10
10
,194 10
,703 10
,034
,545
,195
,327
,452
-,050
,302
,448
1
,899(**)
Sig. (2-tailed)
,927
,103
,590
,356
,189
,890
,397
,194
,000
111
112
Pertanyaan ke 10
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
-,083
,449
,385
,243
,497
,000
,319
,138
,899(**)
1
,820 10
,193 10
,272 10
,500 10
,144 10
1,000 10
,368 10
,703 10
,000 10
10
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
112
113
2 Hasil uji reliabilitas kuesioner kepuasan kerja
Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,805
N of Items 10
Item-Total Statistics
Pertanyaan ke 1 Pertanyaan ke 2 Pertanyaan ke 3 Pertanyaan ke 4 Pertanyaan ke 5 Pertanyaan ke 6 Pertanyaan ke 7 Pertanyaan ke 8 Pertanyaan ke 9 Pertanyaan ke 10
Scale Mean if Item Deleted 31,60 31,30 30,90 31,40 31,70 31,70 31,80 31,00 31,30 31,40
Scale Variance if Item Deleted 17,822 15,344 16,322 15,378 16,900 19,344 16,178 18,667 16,900 17,156
Scale Statistics Mean 34,90
Variance 20,544
Std. Deviation 4,533
N of Items 10
Corrected Item-Total Correlation ,227 ,860 ,539 ,554 ,624 ,144 ,644 ,317 ,549 ,493
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,825 ,746 ,781 ,780 ,775 ,819 ,770 ,804 ,781 ,787