Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
ANALISIS KESEIMBANGAN RASIO HARGA PAKAN TERHADAP SUSU SEGAR PADA PETERNAKAN RAKYAT (Equilibrium Analysis of Price Ratio for Feed to Fresh Milk in the Dairy Farmers) ATIEN PRIYANTI1 dan MARIYONO2 1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor 2 Loka Penelitian Sapi Potong, Jawa Timur ABSTRACT
The increase of fresh milk price nowadays should be better advantageous by the dairy farmers, so that economic value added could be met the farmers’ household profit optimally. An assessment to evaluate the degree of compensate ratio on price of feed cost to fresh milk has been done using the primary data that collected from a Unit Cooperation of Tani Ternak Suka Makmur, Pasuruan. The monthly data were gathered during the period of January 2002 till March 2008. Parameters observed were prices on fresh milk and feed input price such as concentrates, wheat pollard, onggok, coffee pod, tumpi jagung, grantek rice bran, menir dan and coconut kernel cake, which are available abundant in East Java. Data were analyzed using an equation model of ordinary least squares to identify factors that influence feed input price to fresh milk. The results have shown that except that of coffee pod and menir plus tumpi jagung did not significantly affected to fresh milk price. The increase of input feed price will increase the fresh milk, especially for the concentrate price. During the period of last year, the average increase of fresh milk was 39.56 percent, while that of the concentrates price has reached 25 percent. The increase of concentrates price is caused by the increase of other feed components such as wheat pollard (38 percebt), onggok (27 percent), coconut kernel cake (36 percent) and grantek rice bran (27 percent). The study concluded that eventhough the rate of increasing milk price is greater than that of the concentrates price, there is a need to minimized feed price using a local substitution feed, especially concentrates that is a major component of dairy feed. In this case, the farmers do not necessarily to compensate a risk due to increasing concentrates price substantially. Keywords: Feed price ratio, fresh milk, ordinary least squares ABSTRAK Kenaikan harga susu akhir-akhir ini harus dapat dimanfaatkan oleh peternak dengan baik sehingga nilai tambah ekonomi usaha sapi perah dapat memberikan keuntungan yang optimal. Suatu kajian telah dilakukan untuk mengevaluasi seberapa besar kenaikan harga susu dapat mengkompensasi kenaikan harga input pakan yang cukup tinggi pula. Data primer diperoleh dari Koperasi Usaha Tani Ternak Suka Makmur, Pasuruan dengan periode harga bulanan dari tahun 2002 sampai dengan Maret 2008. Parameter yang diamati adalah harga susu, harga pakan seperti konsentrat, wheat pollard, onggok, kulit kopi, tumpi jagung, dedak padi grantek, tumpi jagung dan menir serta bungkil kopra yang banyak terdapat di wilayah Jawa Timur. Data dianalisis dengan menggunakan model persamaan ordinary least squares untuk mengidentifikasi faktorfaktor harga input pakan yang berpengaruh terhadap harga susu. Hasil analisis menunjukkan bahwa kecuali kulit kopi dan tumpi jagung dicampur menir, harga input pakan tersebut berpengaruh sangat nyata terhadap harga susu, semakin tinggi harga input harga susu akan semakin meningkat. Selama satu tahun terakhir, ratarata kenaikan harga susu mencapai 39.56 persen, sedangkan rata-rata kenaikan harga konsentrat mencapai 25 persen. Kenaikan harga konsentrat ini dipicu juga oleh kenaikan komponen bahan pakan seperti wheat pollard (38 persen), onggok (27 persen), bungkil kopra (36 persen) dan dedak padi grantek (27 persen). Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun laju kenaikan harga susu relatif lebih besar dibandingkan dengan laju kenaikan harga konsentrat, perlu upaya substitusi komponen bahan pakan penyusun konsentrat, sehingga kenaikan harga konsentrat dapat diminimalkan. Dalam hal ini peternak tidak harus menanggung kompensasi kenaikan harga konsentrat yang cukup besar. Kata kunci: Rasio harga pakan, harga susu, ordinary least squares
441
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
PENDAHULUAN Lebih dari 90 persen populasi sapi perah di Indonesia terdapat di Pulau Jawa, dimana populasi ini secara nasional meningkat sebesar 6.7 persen selama periode 2002 sampai 2006 (DITJEN PETERNAKAN, 2006). Jawa Timur menduduki peringkat pertama (35 persen), disusul masing-masing oleh Jawa Tengah (30 persen) dan Jawa Barat (28,7 persen). Sedangkan wilayah di luar Pulau Jawa yang potensial adalah Sumatera Utara (2 persen). Berdasarkan sensus pertanian pada tahun 2003, jumlah rumahtangga peternak sapi perah di Pulau Jawa juga menunjukkan peningkatan seiring dengan pertambahan populasi, kecuali untuk Jawa Barat (BPS, 2007). Dibandingkan dengan sensus penduduk pada tahun 1993, jumlah rumahtangga peternak sapi perah di Jawa Barat menurun sebesar 4,8 persen, sedangkan hal tersebut di Jawa Timur dan Jawa Tengah meningkat masing-masing sebesar 33 persen dan 18 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan sapi perah di Jawa Barat per rumahtangga peternak relatif meningkat. Pada tahun 2006, rata-rata kepemilikan sapi perah per rumahtangga peternak adalah 2,6 ekor, 3,2 ekor dan 3,0 ekor berturut-turut untuk Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kenaikan harga susu segar akhir-akhir ini cukup menggairahkan para peternak di sentra produksi susu karena keuntungan yang diterima juga meningkat. SETIADI (2007) menyatakan bahwa kenaikan harga susu ini sudah saatnya, setelah selama 12 tahun stagnan. Para peternak sapi perah saat ini dapat menikmati kenaikan rata-rata sebesar Rp. 700/liter, dimana harga susu saat ini berkisar antara Rp. 3500 sampai Rp. 3900 per liter, sedangkan sebelumnya berkisar antara Rp. 2800 sampai Rp. 3600 per liter di tingkat koperasi. Kenaikan harga susu ini cukup bervariasi tergantung dari kualitas susu yang dihasilkan. Ketua GKSI Jawa Tengah, KUNCORO, menyatakan bahwa harga susu di tingkat peternak mencapai sekitar Rp. 1700 – Rp. 2100, sedangkan harga tersebut di tingkat koperasi mencapai rata-rata sekitar Rp. 2300/liter. Relatif rendahnya harga ini disebabkan oleh total solid rendemen atau kadar air susu yang dihasilkan oleh peternak baru mencapai sekitar 10,5 persen, padahal
442
standar yang diperlukan oleh industri pengolah susu (IPS) mencapai 12 persen. Lebih lanjut disampaikan bahwa produksi susu di GKSI Jawa Tengah saat ini mencapai 110 ton/hari, sedangkan kebutuhannya mencapai 180 ton. Di Jawa Barat, rata-rata produksi per hari hanya sekitar 430 ton dan hanya memenuhi 30 persen dari kebutuhan nasional. Secara nasional, permintaan untuk memenuhi kebutuhan susu mencapai 2253 ton/hari sedangkan pasokan produksi baru dapat memenuhi 1184 ton/hari untuk 5 pabrik IPS (SULISTIYANTO, 2008). Pasokan ini sebagian besar (76 persen) dihasilkan oleh produksi susu harian dari sapi perah yang berkisar antara 10 – 20 liter. Kenaikan harga susu ini tidak dapat secara optimal meningkatkan keuntungan yang diperoleh peternak. Hal ini disebabkan oleh harga bahan baku pakan seperti konsentrat dan dedak padi yang juga meningkat. Pada usaha sapi perah, biaya pakan dapat mencapai 62,5 persen dari total biaya produksi (YUSDJA, 2005), sehingga keuntungan yang diterima oleh peternak juga sangat tergantung dari besaran biaya pakan yang dikeluarkan. Kenaikan harga bahan baku pakan ini tidak terlepas dari akibat kenaikan harga bahan baku pakan dunia seperti jagung dan kedelai. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia juga merupakan net importer untuk kedua bahan baku tersebut, sedangkan secara global (utamanya Amerika) terjadi peningkatan penggunaan energi alternatif yang menggunakan kedua komoditas tersebut sebagai bahan dasar pembuatan etanol dan biodiesel. DARYANTO (2008) menyebutkan bahwa dalam kurun waktu satu semester (JuniNopember 2007) harga jagung di pasar internasional meningkat dari US$ 220/ton menjadi US$ 306/ton atau setara dengan 39 persen. Hal ini belum lagi ditambah dengan kenaikan biaya transpor pesawat (freight) dari US$ 60/ton menjadi US$ 145/ton. Fenomena ini menunjukkan bahwa terjadinya kenaikan harga pakan (konsentrat) sebagai akibat dari persaingan antara penggunaan jagung untuk pangan, pakan dan sumber energi alternatif. Suatu kajian telah dilakukan untuk mengevaluasi seberapa besar kenaikan harga susu dapat mengkompensasi kenaikan harga input pakan yang juga meningkat. Hal ini sangat relevan dalam kaitannya dengan upaya menghasilkan bahan baku pakan lokal yang tidak terlalu bersaing dengan kepentingan
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
utama manusia seperti kebutuhan pangan dan energi. MATERI DAN METODE Kajian ini dilaksanakan dengan menggunakan jenis data primer yang diperoleh langsung dari Koperasi Usaha Tani Ternak (KUTT) Suka Makmur, Grati, Pasuruan yang memiliki sekitar 200 ekor sapi perah Peranakan Frisien Holstein (PFH). KUTT ini juga memiliki unit produksi pabrik pakan ternak dengan kapasitas 1000 ton per bulan dan unit sapi potong dan sapi perah terpadu (SP2T). Data harga bahan baku pakan ini dikumpulkan setiap bulan selama 7 tahun mulai tahun 2002, sehingga total observasi adalah 75 bulan. Hal tersebut meliputi bungkil kopra, wheat pollard, onggok, dedak padi grantek, kulit kopi, tumpi jagung, tumpi jagung dicampur menir dan konsentrat sapi perah. Harga bahan baku tersebut adalah harga-harga yang diperoleh dalam pengadaan jumlah skala besar dengan pengangkutan berkisar antara 6 – 14 ton. Harga-harga ini tidak dilakukan konversi atas harga dasar konstan tahun tertentu, namun merupakan harga pasar yang berlaku saat itu. Tumpi jagung merupakan limbah dari proses pemipilan jagung, dimana proses pemisahan tumpi jagung dengan jagung dilakukan oleh pabrik pakan sebelum jagung disimpan dalam silo. Kualitas tumpi jagung ini dapat bervariasi tergantung dari campuran akibat proses pemipilan jagung dengan mesin seperti menir, tongkol, pasir atau abu. Konsentrat yang dimaksud adalah konsentrat sapi perah komersial yang diproduksi oleh suatu pabrik pakan ternak di Kejayan, Pasuruan. Onggok merupakan hasil ikutan pengolahan agro-industri tepung tapioka dan tergolong sebagai sumber karbohidrat yang mudah dicerna. Data lain yang dikumpulkan adalah harga susu di tingkat peternak dengan standar total solid 12 persen serta rataan untuk kadar lemak dan berat jenis masing-masing sebesar 4,1 persen dan 1,0255 (dasar suhu rataan 30 − 320C). Rataan total plate count, jumlah kandungan bakteri dalam setiap ml susu adalah sebagai berikut: Grade I (0 − ≤0,5 juta) = 55,15%; Grade II (> 0,5 − ≤ 1 juta) = 36,86%; Grade III (> 1 − ≤ 2 juta) = 6,62%; Grade IV
(> 2 − ≤ 3 juta) = 0,46%; Grade V (> 3 − ≤ 5 juta) = 0,48% dan Grade VI (> 5 juta) = 0,54%. Data dianalisis dengan menggunakan model ekonomi yang dirumuskan dalam bentuk persamaan linear additive, yakni model regresi linier berganda dengan menggunakan bantuan program SAS versi 8.12 (SITEPU dan SINAGA, 2006). Model ini dipergunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis berbagai hubungan keterkaitan antara berbagai peubah yang tercakup dalam model tersebut. Model yang baik harus memenuhi kriteria ekonomi baik dalam dimensi arah dan besaran parameter, uji statistik dan matematis maupun kelayakan asumsi-asumsi ekonomi yang digunakan (SINAGA, 2003). Model persamaan regresi linier berganda dalam kajian ini dapat dituliskan sebagai berikut: HSi = a0 + a1 KONSi + a2 WPi + a3 ONGi + a4 KKPi + a5 TMPi + a6 TJGi + a7 BKKi + ei (1) dimana: HS : harga susu segar (Rp/liter) KONS: harga konsentrat (Rp/kg) WP : harga wheat pollard (Rp/kg) ONG : harga onggok (Rp/kg) KKP : harga kulit kopi (Rp/kg) TMP : harga tumpi jagung dicampur menir (Rp/kg) TJG : harga tumpi jagung (Rp/kg) BKK : harga bungkil kopra (Rp/kg) e : error term i = 1,2...75 : pengamatan bulan ke-i Persamaan (1) dapat diestimasi dengan menggunakan metode ordinary least squares atau yang sering disebut dengan metode OLS, sehingga bentuk aljabar matriks metode OLS adalah sebagai berikut: âk = (X'X)-1 X'Y (2) dimana: âk : koefisien parameter regresi (X'X)-1 : matriks inverse cross-product X' : transpose vektor matriks variabel bebas, X Y : vektor matriks variabel terikat, Y Sehingga, hasil parameter estimasi persamaan (1) menggunakan OLS dituliskan sebagai berikut: ĤS = â0 + â1 KONS + â2 WP + â3 ONG + â4 KKP + â5 TMP + â6 TJGi + â7 BKKi + ei (3)
443
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
PEMBAHASAN Gambar 1 menunjukkan bahwa selama kurun waktu tahun 2002-2008, rata-rata harga bahan baku pakan ternak mengalami fluktuasi dengan trend yang meningkat. Hal serupa juga terjadi pada rata-rata harga susu segar di tingkat peternak. Selama kurun waktu 20022005 dapat dinyatakan bahwa rata-rata kenaikan harga bahan baku pakan relatif stabil, bahkan beberapa bahan baku utama seperti wheat pollard dan onggok mengalami
penurunan yang relatif kecil. Rata-rata kenaikan terasa mulai akhir tahun 2005 sampai dengan sekarang, utamanya untuk onggok, wheat pollard dan konsentrat. Secara signifikan rata-rata kenaikan harga bahan baku pakan terjadi selama satu tahun terakhir, hampir 30 persen untuk semua bahan baku pakan. Tumpi jagung, yang sebelumnya hampir tidak mengalami kenaikan, pada periode ini kenaikan mencapai hampir 100 persen.
Perkembangan rata-rata harga pakan dan susu
3000 2500
Bungkil kopra Wheat pollard
2000
Onggok Dedak grantek
Rp/kg/l 1500
Kulit kopi Tumpi+menir
1000
Tumpi jagung Konsentrat
500
Harga susu
0 2002-2003
2003-2004
2004-2005
2005-2006
2007-2008
Tahun
Gambar 1. Perkembangan rata-rata harga pakan dan susu segar
Harga susu segar di tingkat peternak menunjukkan bahwa selama periode tahun 2002-2005, rata-rata kenaikan harga ini relatif kecil, hanya sekitar 4 persen. Hal ini baru terasa mulai akhir tahun 2005 sampai tahun 2006, yang rata-rata meningkat sebesar 14 persen. Secara signifikan, rata-rata kenaikan harga susu terjadi pada awal tahun 2007 sampai sekarang sehingga mencapai 41 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan harga susu segar akhir-akhir ini juga diikuti dengan kenaikan bahan baku pakan dan konsentrat, meskipun pada tingkat yang lebih rendah.
444
Keuntungan peternak, yang seharusnya dapat diperoleh sebagai akibat kenaikan harga susu segar, tidak dapat sepenuhnya dimanfaatkan oleh peternak. Kompensasi keuntungan peternak dialokasikan terhadap kenaikan harga bahan baku pakan, utamanya adalah konsentrat yang merupakan komponen terbesar dalam ransum sapi pakan perah. Dibandingkan dengan bahan baku pakan lainnya, kulit kopi, wheat pollard dan onggok mengalami kenaikan yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 35 persen, 21 persen dan 19 persen untuk periode 2002-2008 (Tabel
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
1). Harga konsentrat pada periode yang sama mengalami kenaikan sebesar 14 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tumpi jagung yang sebesar 17 persen. Namun, hal tersebut pada periode satu tahun terakhir (2007-2008) menunjukkan bahwa rata-rata
kenaikan konsentrat mencapai 29 persen, sementara harga bahan baku pakan yang meningkat sangat signifikan adalah bungkil kopra (58 persen), kulit kopi (50 persen) dan wheat pollard (42 persen).
Tabel 1. Perkembangan rata-rata harga bahan baku pakan: 2002-2008 Bahan baku pakan (Rp/kg) Bungkil kopra Wheat pollard Onggok Dedak padi grantek Kulit kopi Tumpi jagung campur menir Tumpi jagung Konsentrat
Pertumbuhan (%/tahun) 753 (1) 1 187 (58) 15,6 1.062 (12) 1 508 (42) 21,2 635 (68) 727 (14) 18,7 499 (25) 525 (5) 15,2 191 (9) 287 (50) 35,2 487 (22) 550 (13) 9,1 227 (76) 250 (10) 17,3 920 (15) 1.183 (29) 14,0
2002-2003 2003-2004 2004-2005 2005-2006 2007-2008 724 869 385 397 135 367 120 800
719 (- 1) 855 (- 2) 382 (- 1) 347 (- 14) 175 (30) 400 (9) 120 (0) 800 (0)
747 (4) 948 (11) 378 (-1) 399 (15) 175 (0) 400 (0) 129 (8) 800 (0)
Angka dalam kurung menunjukkan persen perubahan dari tahun sebelumnya
Deskripsi diatas menunjukkan bahwa prinsip-prinsip ekonomi juga telah terjadi pada hasil samping tanaman pertanian, perkebunan maupun agro industri yang pada awalnya tidak memiliki nilai ekonomis. Harga komoditas tersebut juga naik seiring dengan meningkatnya permintaan barang tersebut. Guna mensiasati hal ini, maka diupayakan inovasi
penyimpanan dan proses pengeringan, sehingga dapat disimpan setelah musim panen raya untuk dipergunakan pada saat-saat musim kering. Hasil samping produk pertanian, perkebunan dan agroindustrinya memiliki potensi yang besar sebagai sumber pakan ternak, dengan nilai nutrisi pakan sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi nilai nutrisi bahan baku pakan Bahan
BK
PK
LK
SK
Abu
TDN
% BK
Bungkil kopra
92,3
19,4
11,0
8,48
5,51
73,0
Wheat pollard
90,1
15,7
4,3
4,7
3,6
80,4
Onggok
88,0
3,3
3,9
8,0
3,6
67,0
Dedak padi grantek
91,0
6,7
5,3
23,9
12,6
58,4
Kulit kopi
90,2
8,6
1,1
38,7
6,2
51,2
Tumpi jagung campur menir
90,0
7,6
1,6
9,0
3,3
72,9
Tumpi jagung
88,3
8,0
2,4
11,7
9,1
51,2
Konsentrat
89,0
16,0
4,1
10,7
8,1
64,7
Sumber: LABORATORIUM NUTRISI, LOKA PENELITIAN SAPI POTONG, GRATI-PASURUAN (2007)
HARYANTO (2007) dan MATHEUS (2007) menyatakan bahwa hasil samping tanaman pertanian, perkebunan dan agroindustrinya pada umumnya memiliki kualitas nutrisi pakan yang rendah, sehingga diperlukan rekayasa teknologi guna memperkaya nilai gizi hasil samping tersebut sebagai bahan pakan. Lebih
lanjut MARIYONO (2007) menyampaikan bahwa manfaat hasil ikutan tanaman pertanian, perkebunan dan agroindustri sangat dirasakan membantu petani pada saat : (a) jumlah ternak yang diusahakan cukup banyak, (b) musim sulit pakan (kemarau), (c) tenaga kerja terbatas (musim tanam, panen, dll.), (d). populasi
445
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
ternak di wilayah bersangkutan cukup padat, dan (e) lahan pertanian dibudidayakan secara intensif. Hasil pendugaan model pada studi ini cukup representatif menjelaskan kinerja ekonomi perilaku harga bahan baku pakan ternak terhadap harga susu segar. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas yang menyusun model terhadap peubah terikat mampu menjelaskan variasi peubah sampai 96 persen. Pada derajat bebas masing-masing, uji F menghasilkan kesimpulan bahwa model regresi yang dibangun secara statistik nyata pada taraf nyata 0,0001. Hasil uji t menunjukkan bahwa sebagian besar peubah penjelas dalam mode persamaan ini berpengaruh terhadap peubah terikatnya masing-masing pada taraf nyata 5 persen dengan arah sesuai harapan (Tabel 3). Hasil analisis menunjukkan bahwa harga bahan baku pakan berupa kulit kopi dan tumpi jagung dicampur menir tidak berpengaruh secara nyata terhadap harga susu segar (P>0,05). Harga bahan baku pakan berupa wheat pollard, onggok, tumpi jagung dan bungkil kopra masing-masing berpengaruh sangat nyata terhadap harga susu segar (P<0,05) dengan besaran parameter estimasi yang berkisar antara 0,39 sampai 2,58 unit. Tumpi jagung dan onggok merupakan bahan baku pakan yang berpengaruh cukup besar terhadap harga susu segar, dimana setiap kenaikan sebesar satu unit masing-masing pada kedua bahan tersebut, maka harga susu segar akan meningkat sebesar 2,6 dan 1,2 unit. Perhitungan elastisitas juga menunjukkan bahwa harga susu segar segar sangat responsif terhadap perubahan harga yang terjadi pada tumpi jagung dan onggok, masing-masing sebesar 28,9 dan 4,3. Hal ini menguatkan temuan hasil estimasi dimana apabila harga susu meningkat, maka kedua harga bahan baku ini juga naik. Kedua bahan baku pakan tersebut merupakan sumber serat yang baik bagi ternak ruminansia. Tumpi jagung tersedia dalam jumlah yang cukup banyak dan berlimpah, bahkan terkadang menimbulkan masalah dalam hal pembuangan maupun penyimpanan, terutama pada saat panen raya. Tumpi jagung ini bersifat amba (bulky) dan belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku pakan ternak. Bagi usaha pemipilan
446
jagung, keberadaan tumpi pada jagung pipil kering sawah dapat memperlambat proses pengeringan jagung, bahkan keberadaan tumpi jagung dapat menyumbat silo dan membentuk suatu lapisan tebal dalam silo. Tumpi jagung tanpa perlakuan dapat menggantikan konsentrat komersial untuk pakan ternak ruminansia sampai 75 persen (HARTATI et al., 2006). Lebih lanjut, DIWYANTO dan PRIYANTI (2004) menyatakan bahwa setiap satu ha tanaman jagung dapat menghasilkan pakan untuk memelihara 2-3 ekor sapi, sehingga jika dalam setahun dapat panen 2 kali, maka satu ha tanaman jagung mempunyai potensi untuk memelihara sapi sebanyak 4-6 ekor. Onggok merupakan hasil ikutan pengolahan agro industri tepung tapioka yang jumlahnya mencapai 19,7 persen dari total produksi ubi kayu nasional (MARIYONO, 2007). Lebih lanjut disampaikan bahwa hasil penelitian dan aplikasi di daerah panas telah banyak membuktikan bahwa bahan pakan asal ubi kayu mempunyai manfaat biologis yang lebih baik dibandingkan dengan dedak padi kualitas rendah sampai sedang. Akhir-akhir ini harga onggok juga meningkat tajam dan melebihi harga dedak padi yang secara analisis proksimat mempunyai kadar protein kasar yang lebih tinggi. Pemanfaatan onggok dalam konsentrat penggemukan, dan pembesaran sapi potong dapat mencapai 60 persen. Oleh karena itu, perlu dicarikan upaya inovasi penyimpanan dan proses pengeringan dari kedua bahan baku pakan ini karena mempunyai potensi dan prospek yang cukup baik. Harga konsentrat juga berpengaruh sangat nyata terhadap harga susu segar, dimana perhitungan elastisitas sebesar 1,32 menunjukkan bahwa harga susu segar ini sangat responsif terhadap perubahan harga konsentrat. Semakin tinggi harga susu, maka harga konsentrat juga semakin meningkat. Kenaikan satu unit harga konsentrat akan meningkatkan harga susu segar sebesar 0,62 unit. Hasil senada diperoleh MUSOFIE (2004) yang menyatakan bahwa kenaikan nilai konsentrat dalam setahun berpengaruh nyata terhadap keuntungan dari usaha sapi perah di peternakan rakyat. Kenaikan satu unit nilai konsentrat keuntungan usaha sapi perah berkurang sebesar 0,44 unit. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrat merupakan komponen dalam ransum sapi perah yang cukup penting dan
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
pada akhirnya bermuara pada pendapatan maupun keuntungan peternak. Peningkatan mutu pakan konsentrat ini juga mempengaruhi
terhadap kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan, sehingga harga susu segar juga meningkat.
Tabel 3. Hasil estimasi dan perhitungan elastisitas harga bahan baku pakan Peubah Intercep Konsentrat Wheat pollard Onggok Dedak padi grantek Kulit kopi Tumpi jagung campur menir Tumpi jagung Bungkil kopra
Parameter dugaan -242,50678 0,62537*) 0,39073*) 1,14687*) 0,125216*) 0,89932 1,009838 2,58717*) 0,49424*)
Elastisitas 1,32 0,70 4,34 0,87 8,85 4,34 28,98 1,12
Prob > | T | 0,1424 0,0141 0,0212 0,0396 0,1357 0,1194 0,0089 0,0011
F value = 243,760; Prob > F = 0,0001; R-square = 0,9622; Adj R-square = 0,9583 Keterangan: *P < 0,05
SUGANDI et al. (2005) melaporkan bahwa pada kondisi peternakan rakyat, sapi perah laktasi yang diberi konsentrat dengan protein kasar sebesar 13 persen dapat menghasilkan produksi susu dengan memberikan nilai income over feed cost yang optimal. Lebih lanjut disebutkan bahwa peningkatan mutu pakan konsentrat ini mampu meningkatkan kualitas susu secara signifikan yang meliputi kandungan lemak, bahan kering tanpa lemak, berat jenis dan jumlah bakteri dalam susu. Harga susu yang diterima oleh koperasi sangat ditentukan oleh komponen-komponen tersebut. Hal ini dapat dipandang positif dalam memotivasi peternak untuk menghasilkan susu berkualitas, namun di sisi lain upaya ini juga perlu diimbangi dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan peternak. KESIMPULAN DAN SARAN Periode saat ini merupakan era yang seharusnya dapat dijadikan peluang bagi peternak sapi perah untuk berkonsolidasi dan lebih mengembangkan usahanya karena trend kenaikan harga susu segar yang terus meningkat. Rata-rata kenaikan harga susu segar pada tahun 2002-2008 di tingkat peternak adalah 17 persen, sementara kenaikan yang cukup substansial adalah selama satu tahun terakhir (Januari 2007-Maret 2008) sebesar 40 persen. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa
kenaikan harga susu segar di tingkat peternak tidak dapat sepenuhnya dirasakan oleh peternak, karena hal ini dikompensasi dengan rata-rata kenaikan bahan baku pakan ternak yang bervariasi antara 14 sampai 35 persen. Seiring dengan periode kenaikan harga susu segar pada tahun terakhir, harga bahan baku pakan berupa bungkil kopra, wheat pollard dan kulit kopi juga meningkat, masing-masing sebesar 58 persen, 42 persen dan 50 persen. Hal tersebut pada periode yang sama untuk pakan konsentrat mengalami kenaikan sampai 29 persen. Komponen pakan merupakan porsi terbesar dalam biaya produksi usaha sapi perah, sehingga perlu diupayakan untuk substitusi penggunaan bahan baku pakan tanpa mengganggu kinerja produksi susu. Harga wheat pollard, onggok, dedak padi grantek, bungkil kopra, tumpi jagung dan konsentrat merupakan bahan pakan yang sangat berpengaruh terhadap harga susu segar. Kenaikan masing-masing satu unit harga bahan pakan ini juga mengakibatkan kenaikan harga susu segar yang bervariasi antara 0,4 sampai 2,6 unit. Perubahan harga susu segar sangat responsif terhadap perubahan harga onggok dan tumpi jagung. Inovasi teknologi penyimpanan dan proses pengeringan dari bahan baku pakan tersebut sangat diperlukan mengingat potensi sumberdaya yang cukup besar.
447
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020
DAFTAR PUSTAKA BADAN PUSAT STATISTIK. 2007. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. DARYANTO, A. 2008. Keseimbangan baru industri pakan. Trobos No.100 Januari 2008 Tahun IX. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2006. Statistik Peternakan 2006. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta. DIWYANTO, K dan A. PRIYANTI. 2004. Pengembangan sistem integrasi jagung-ternak untuk meningkatkan daya saing dan pendapatan petani: Model subsistem agro produksi mendukung integrasi jagung-ternak. Proc. Nasional Sistem Integrasi JagungTernak, Pontianak, 22-24 September 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. HARTATI, MARIYONO dan D. B. WIJONO. 2006. Respons pertumbuhan sapi Peranakan Ongole (PO) dan silangan pada kondisi pakan berbasis low external input. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5-6 September 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. HARYANTO. 2007. Kecukupan pakan ternak solusi menuju ketahanan pangan nasional. Bahan Orasi Pengukuhan Peneliti Utama sebagai Profesor Riset Bidang Nutrisi Ruminansia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. MATHIUS, I-W. 2007. Membedah permasalahan pakan sapi potong melalui pemanfaatan produk samping industri kelapa sawit. Bahan Orasi Pengukuhan Peneliti Utama sebagai Profesor Riset Bidang Pakan dan Nutrisi Ruminansia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. MARIYONO. 2007. Pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak. Makalah disajikan pada acara Temu Teknologi dalam Penas XII 2007 di Palembang.
448
MUSOFIE, A. 2004. Pendapatan petani dalam usahatani integrasi sapi perah salak-pondoh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi TanamanTernak. Denpasar, 20 – 22 Juli 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali dan Crop-Animal Systems Research Network. Bogor. SETIADI, D. 2007. Koperasi susu: kenaikan harga susu wajar dan gairahkan peternak. http://www.antara.co.id/ SINAGA, B.M. 2003. Pendekatan kuantitaif dalam penelitian agribisnis: Konsep, model dan metode. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. SITEPU, R.K. dan B.M. SINAGA. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi dan Peramalam Menggunakan Program SAS. Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. SUGANDI, D., HERMAWAN dan H. SUPRATMAN. 2005. Perbaikan mutu pakan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas susu sapi perah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. SULISTIYANTO. 2008. Prospek dan pengembangan usaha agrobisnis (Usaha persusuan bagi koperasi). Makalah disajikan dalam Workshop Pengembangan Peternakan Dalam Bidang Usaha Agrobisnis Persusuan. Jakarta, 11 Maret 2008. YUSDJA, YUSMICHAD. 2005. Kebijakan ekonomi industri agribisnis sapi perah di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian Vol.3 No.3, September 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.