JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
1
Analisis Keruntuhan Jacket Platform Akibat Beban Gempa Dengan Variasi Elevasi Deck A. Y. Maharlika, Handayanu, Murdjito Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
Abstrakβ Penilaian kembali atau assessment pada jacket platform dilakukan apabila terdapat perubahan ketinggian deck. Dalam hal ini ketinggian deck dapat berubah karena adanya penurunan tanah. Tugas akhir ini bertujuan untuk melakukan analisis keruntuhan pada jacket platform dengan memvariasikan ketinggian deck. Metode pushover dilakukan untuk mendapatkan Reserve Strength Ratio (RSR) dengan incremental lateral load berupa beban gempa hingga struktur runtuh. Dari hasil analisis diperoleh RSR terkecil 1.39 yaitu pada model dengan penambahan elevasi deck 4 m, dan 1.99 pada model dengan penambahan elevasi deck 3.5 m, serta 2.01 pada model dengan penambahan elevasi deck 3 m. Dari analisis yang telah dilakukan juga terdapat perbandingan plastisitas yang terjadi pada tiap model. Plastisitas mulai terjadi pada load step 148 pada model dengan tinggi deck ditambah 3 m, sehingga menyebabkan keruntuhan pada load factor 2.26. Pada model dengan penambahan deck 3.5 m, plastisitas mulai terjadi pada load step 146 dan akhirnya runtuh pada load factor 2.21. Dan pada model dengan penambahan deck 4 m, plastisitas mulai terjadi pada load step 135 dan runtuh pada load factor 1.53. Kata Kunci: pushover, gempa, RSR, plastisitas.
I. PENDAHULUAN
J
enis anjungan terpancang (Fixed Jacket Platform) saat ini paling banyak digunakan di dunia, walaupun jenis ini hanya ekonomis beroperasi di perairan terbatas, yakni dengan kedalaman sekitar 400-500 meter saja. Dengan kondisi perairan Indonesia yang rata-rata kedalamannya kurang dari 100 meter, maka jenis anjungan yang paling cocok digunakan adalah bangunan lepas pantai terpancang, atau Fixed Jacket Platform. Seiring waktu pengoperasian platform tersebut, maka akan muncul masalah berupa berubahnya ketinggian SWL terhadap deck. Dampak dari perubahan ini adalah naiknya batas splash zone sehingga air dapat melimpas mengenai deck dan mengganggu kegiatan diatasnya. Dampak lainnya yaitu apabila platform dikenai beban mengakibatkan penurunan kekuatan struktur secara keseluruhan bahkan keruntuhan karena platform sudah berbeda dengan rancangan awalnya. Observasi altimetri menggunakan satelit, yang ada sejak tahun 90-an, menyediakan data kenaikan ketinggian air yang lebih akurat dan menunjukkan bahwa sejak tahun 1993 ketinggian air laut meningkat dengan laju 3 mm/thn [5]. Para peneliti Geologi, oceanografi dan pengamat lingkungan memprediksi bahwa penurunan tanah akan banyak terjadi pada
abad ke-21 dengan pemanasan global dan naiknya permukaan laut seluruh dunia [7]. Contoh Bukti-bukti penurunan tanah di daerah eksploitasi minyak dan gas bumi terlihat di beberapa anjungan minyak yang ada di Amerika, bahkan di wilayah Indonesia, seperti di anjungan minyak di Laut Utara Jawa. Fakta penurunan tanah di platform minyak memberikan warning bagi risk assesment karena dampak penurunan tanah dapat memberikan kerusakan pada struktur platform [6]. Apabila platform dengan kondisi sedemikian sehingga sudah berubah dari rancangan awal tetapi masih dapat dioperasikan dengan pertimbangan finansial dan kinerja, maka akan dilakukan langkah-langkah untuk mempertahankan platform. Salah satu metode untuk menyelamatkan platform adalah dengan memanjangkan kaki pada deck leg dengan mengangkat deck menggunakan tenaga hidrolis sampai elevasi tertentu. Maka dari itu sebelumnya diperlukan adanya analisis mengenai dampaknya apabila struktur platform dikenai beban gempa, apakah platform tersebut dapat bertahan atau runtuh. Dalam Penelitian ini akan dibahas mengenai analisa keruntuhan jacket platform akibat beban gempa dengan memvariasikan elevasi deck. Beberapa penelitian yang telah dilakukan berhubungan dengan pushover diantaranya adalah Alam [1] yang menganalisis mengenai keruntuhan jacket platform akibat beban gempa berbasis keandalan dan Hardiansah [4] yang menganalisis kekuatan ultimate pada jacket platform akibat beban slamming. II. URAIAN PENELITIAN A. Dasar Teori 1) Umum Beban dinamis merupakan beban yang berlaku pada platform dalam kaitan dengan respon terhadap eksitasi siklis natural atau reaksi terhadap tumbukan. Eksitasi dari platform dapat berasal dari gelombang, angin, dan gempa bumi atau permesinan. Sedangkan reaksi tumbukan berasal dari barge atau kapal yang merapat ke platform maupun proses pengeboran [10]. Salah satu beban dinamis yang bekerja pada suatu struktur anjungan lepas pantai adalah beban gempa. Hasil Eksperimen menunjukkan bahwa penting kiranya untuk melakukan investigasi karakteristik getaran struktur lepas pantai untuk menjamin keberhasilan dalam desain.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
2
Untuk memenuhi persyaratan kekuatan, struktur jacket harus didesain atas gempa periodik dengan interval kejadian 200 tahun (SLE/strength level earthquake) dan gempa jarang dengan interval 800 s/d 1000 tahun (DLE/ductility level earthquake) Persyaratan Kekuatan: β’ Platform harus mampu menerima gempa SLE menggunakan analisa dinamis β’ CQC (complete quadratic combination) bisa digunakan untuk menggabungkan modal response, dan SRSS (square root of the sum of the squares) bisa digunakan untuk menggabungkan directional response β’ Tegangan ijin dasar AISC (bagian 3.2 API RP2A) bisa ditingkatkan 70% (menjadi 1.7 kalinya) Walaupun beban dinamis yang bekerja pada sistem struktur bisa diabaikan oleh salah satu dari mekanisme sumber yang berbeda, termasuk angin ataupun gelombang, tipe masukan dinamis yang paling penting bagi ahli struktur yang tidak dapat diragukan lagi adalah yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Ahli struktur terutama memperhatikan efek lokal gempa yang besar di mana gerak tanah cukup kuat untuk menyebabkan kerusakan struktur [8]. 2) Tegangan Ijin Tegangan ijin tekan aksial, Fa harus ditentukan dari formula AISC untuk member dengan perbandingan D/t kurang atau sama dengan 60 : (πΎπΎπΎπΎβππ )2 οΏ½ πΉπΉπΉπΉ 2πΆπΆππ2 πΉπΉπΉπΉ = π’π’π’π’π’π’π’π’π’π’ πΎπΎπΎπΎ/ππ < πΆπΆπΆπΆ 3(πΎπΎπΎπΎβππ ) (πΎπΎπΎπΎβππ ) 5β3 + β 2πΆπΆππ 8πΆπΆππ3 οΏ½1 β
πΉπΉπΉπΉ =
12ππ 2 πΈπΈ πΎπΎπΎπΎ π’π’π’π’π’π’π’π’π’π’ β₯ πΆπΆπΆπΆ 23(πΎπΎπΎπΎβππ )2 ππ
πΆπΆπΆπΆ = οΏ½
12ππ 2 πΈπΈ οΏ½ πΉπΉπΉπΉ
1 β2
πΉπΉπΉπΉ = οΏ½0.72 β 0.58
(3)
Dengan:
ππππ + πΉπΉπΉπΉ
2 2 πΆπΆπΆπΆοΏ½ππππππ + ππππππ
ππππ οΏ½ πΉπΉπΉπΉ ππππ
οΏ½1 β
β€ 1.0
(7)
2 2 + ππππππ οΏ½ππππππ ππππ + β€ 1.0 0.6πΉπΉπΉπΉ πΉπΉπΉπΉ
(8)
Dengan,
Fa = Tegangan aksial yang diijinkan, N fa = Tegangan aksial, N Fb = Tegangan bending yang diijinkan, N fb = Tegangan bending, N Cm = Faktor reduksi 3) Gempa Sebagian besar penyelesaian persamaan gerak atau penentuan respon struktur akibat gempa, biasanya hanya ditentukan dengan besar respon yang maksimum, seperti fungsi kecepatan. Harga maksimum dari fungsi respon ini disebut βSpectral Velocityβ atau lebih akurat jika disebut βSpectral Pseudo-Velocityβ, sebab tidak sepenuhnya sama dengan kecepatan maksimum pada sistem teredam. Spektrum kecepatan ini dinyatakan dalam persamaan berikut [3]: π‘π‘
πππ£π£ β‘ ππππππππ β‘ οΏ½οΏ½ π£π£ππ (ππ)ππππππ[βππ β ππ(π‘π‘ β ππ)] sin ππ(π‘π‘ β ππ)πππποΏ½ 0
(9) ππππππ
Dari persamaan di atas, maka dapat ditentukan pula besarnya βSpectral Displacementβ, yaitu : ππππ β‘
πππ£π£ ππ
(10)
sedangkan untuk βSpectral Acceleration Acceleration)β dirumuskan sebagai berikut:
Cc =Modulus Elastisitas, Ksi (MPa) E = Faktor Panjang Efektif L = Panjang tanpa bracing, in R = Jari-jari girasi, in
(6)
Merujuk pada [2] dapat dijelaskan bahwa member silinder ditujukan pada kombinasi antara kompresi dan regangan yang harus diproporsionalkan pada kedua persyaratan berikut :
(1)
(2)
πΉπΉπΉπΉπΉπΉ 3000 π·π· οΏ½ πΉπΉπΉπΉ π’π’π’π’π’π’π’π’π’π’ < β€ 300 πΈπΈπΈπΈ πΉπΉπΉπΉ π‘π‘
ππππ β‘ ππ β πππ£π£
(Pseudo(11)
4) CQC Untuk member dengan perbandingan D/t yang lebih besar dari pada 60, menggunakan formula Local Buckling. Tegangan ijin bending, Fb menurut [2] dinyatakan:
πΉπΉπΉπΉ = 0.75 πΉπΉπΉπΉ π’π’π’π’π’π’π’π’π’π’ πΉπΉπΉπΉ = οΏ½0.84 β 1.74
π·π· 1500 β€ π‘π‘ πΉπΉπΉπΉ
πΉπΉπΉπΉπΉπΉ 1500 π·π· 3000 οΏ½ πΉπΉπΉπΉ π’π’π’π’π’π’π’π’π’π’ < β€ πΈπΈπΈπΈ πΉπΉπΉπΉ π‘π‘ πΉπΉπΉπΉ
(4)
(5)
Complete Quadratic Combination (CQC) yaitu korelasi yang bersebrangan antara semua model dalam perhitungan, digunakan dalam menggabungkan modal respon. ππ
ππ
1 β2
π
π
= οΏ½οΏ½ οΏ½ π
π
ππ ππππππ π
π
ππ οΏ½ ππ=1 ππ =1
Dengan,
(12)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
r=
Οj
3 OA : Garis lurus (daerah linier elastic), kemiringan garis = besarnya modulus elastic (Modulus Young)
Οi
Οy : Titik leleh bawah (lower yield point) Οyu : Titik leleh atas (upper yield point)
Ο i = Frekuensi natural ke I n i = Modal damping ratio ke I ππππππ =
8οΏ½ππππ ππππ οΏ½ππππ +ππππ οΏ½ππ 3β2
(1 β ππ 2 ) + 4ππππ +ππππ ππ(1 + ππ 2 ) + 4οΏ½ππππ2 + ππππ2 οΏ½ππ 2
(13)
5) Pushover Analisis pushover dapat di definisikan suatu metode yang dipakai dalam menganalisa keruntuhan struktur dan merupakan analisa nonlinear dengan pembebanan incremental untuk menentukan pembebanan yang menyebabkan struktur runtuh dan juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui besarnya kapasitas struktur untuk menerima beban maksimal [9]. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan simulasi penambahan beban secara bertahap sampai struktur tersebut runtuh. Dari hasil tersebut akan diketahui Reserve Strength Ratio (RSR) atau rasio kekuatan cadangan struktur untuk mengetahui apakah jacket platform memiliki cukup kekuatan dan stabilitas untuk tetap menahan beban akibat overstress yang melebihi tegangan ijin, namun tanpa keruntuhan. 6) RSR Reserve Strength Ratio (RSR) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan [2]: π
π
π
π
π
π
= π
π
π
π
π
π
=
π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅ ππππππππ π π π π π π π π π π π π π π π π π π π π π π π π ππππππππππππππππ π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅π΅ ππππππππππππππ ππππππππ ππππππππππ + ππππππππππ ππ ππππππππππππππππππ ππππππππππ
Dengan, P awal = P increment =
(14) (15)
P pada desain level. P pada analisa pushover
7) Hukum Hookeβs Kekenyalan (ductility) dari struktur baja merupakan sifat khas yang tidak ada pada bahan lain. Konsep kekenyalan struktur baja merupakan dasar teori plastis untuk menahan deformasi yang cukup besar. Bila baja lunak ditarik gaya aksial tertentu pada suhu ruang, dapat digambarkan hubungan antara tegangan dan regangannya sebagai berikut,
Gambar. 1. Hubungan antara Tegangan dan Regangan
B : Kurva mulai mendatar, merupakan tegangan leleh. BC : Disebut daerah plastis (regangan bertambah, tetapi tegangan tetap) C : Titik dimana regangan 10 x regangan leleh. CE : Disebut daerah regangan keras (strain hardening), dimana pertambahan regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan, disini Ξ΅ tidak linier. M : Terjadi tegangan tarik ultimate (ultimate tensile strength) E : Titik dimana kondisi material putus Yield point (titik leleh) adalah batas dimana material akan terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban (tarik, tekan, bending atau puntiran). 8) Keruntuhan Klasifikasi member dapat dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan konsekuensi kemungkinan kerusakan akibat pembebanan lateral yang ditingkatkan. 1. Special Category member : kerusakan member yang tidak dapat diperbaiki dan menyebabkan kerusakan/keruntuhan total pada platform (Global Structure Collapse).Yang termasuk didalamnya adalah pile, deck leg. 2. First Category member : kerusakan pada member menyebabkan shut down total atau sebagian pada platform, tetapi menyebabkan kerusakan sebagian pada platform (Local Collapse). Yang termasuk didalamnya adalah jacket leg, bracing, conductor guide. 3. Second Category member : member selain yang termasuk dalam Special Category dan First Category. Yang termasuk didalamnya adalah boatlanding, bumper, mudmat. B. Analisa dan Pembahasan 1) Pemodelan Untuk mempermudah mengingat nama model, maka penamaan dilakukan seperti Tabel 1. dengan beberapa konfigurasi sebagai berikut:
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5
4
Tabel 1. Definisi Model yang digunakan dalam analisis
No.
Nama Model
Penambahan Panjang Deck Leg (ft) (m)
Panjang Deck Leg (ft)
(m)
1
0
0
0
9.125
2.781
2
1
3.281
1
12.406
3.781
3
2
6.562
2
15.687
4.781
4
3
9.843
3
18.968
5.781
5
3.5
11.484
3.5
20.609
6.282
6
4
13.124
4
22.249
6.781
2) Analisis Gempa Analisis gempa dilakukan untuk mendapatkan model yang perlu untuk dianalisis collapse dengan peak ground acceleration 0.22g.
Gambar. 3. Grafik Model Vs Load Step. Terlihat sekali bahwa terdapat penurunan RSR maupun Load Step yang signifikan dari Model 4 (model dengan penambahan deck 4 m)
Kemudian dapat ditampilkan pula perbandingan RSR untuk tiap model dalam tabel sebagai barikut: Tabel 3. Base Shear Collapse untuk semua model yang dianalisis
Tabel 2. Unity Check untuk semua model
Base Shear Earthquake (DLE) (Kips)
Base Shear Collapse (Kips)
RSR
Load Factor
Load Step Collapse
Model
Code Check
Nama Model
0 1
UC<1 UC<1
3
455.456
876.57
2.01
2.26
228
2
UC<1
3.5
437.104
852.23
1.99
2.21
223
3
UC>1
3.5
UC>1
4
429.312
582.99
1.39
1.53
155
4
UC>1 4) Plastisitas
*UC=Unity Check, yaitu rasio tegangan yang terjadi dengan tegangan ijin dasar. Dalam analisis gempa, tegangan ijin dapat ditingkatkan menjadi 70%.
UC>1 mulai terjadi pada model 3 yaitu pada bagian deck leg dengan UC=1.024 dan pada bagian jacket leg dengan UC=1.043
Dapat disajikan pula grafik Plastisitas Vs Load Step pada beberapa model yang dianalisis collapse dengan satu member acuan yaitu sebagai berikut:
3) Analisis Collapse Hasil analisis Collapse menunjukkan bahwa model model 4 mengalami penurunan RSR yang cukup signifikan dari model 3 dan model 3.5, yang kemudian dapat disajikan dalam grafik berikut ini:
Gambar 4. Plastisitas pada beberapa model
Pada analisis ini, member yang mengalami full plastis (plastisitas 100%) adalah member pile. Sesuai dengan kategori keruntuhan, member yang mengalami kerusakan adalah member dengan βSpecial Category Memberβ sehingga menyebabkan keruntuhan total pada struktur (Global Structure Collapse). Gambar. 2. Grafik Model Vs RSR.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 III. KESIMPULAN/RINGKASAN A. Kesimpulan Dari analisis yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1.
2.
Model yang dianalisis collapse adalah model dengan UC>1 yaitu model 3, model 3.5, dan model 4. Kemudian didapatkan hasil bahwa model 4 memiliki RSR terkecil yaitu 1.39, kemudian model 3.5 dengan RSR 1.99, dan model 3 dengan RSR 2.01. Sesuai dengan hasil analisis, plastisitas pada struktur akan mulai terjadi pada load factor 2.26 pada model 3, 2.21 pada model 3.5, serta 1.53 pada model 4 dan akan meningkat hingga struktur mengalami full plastis dan runtuh. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D dan Bapak Ir. Murdjito, M.Sc.Eng selaku dosen pembimbing I, dan dosen pembimbing II. Seluruh dosen serta karyawan di Jurusan Teknik Kelautan ITS. Teman-teman penulis yang sangat banyak membantu baik moral dan materi. DAFTAR PUSTAKA [1]
Alam, D. S, 2007. Analisa Keruntuhan Jacket Platform Akibat Beban Seismic Berbasis Keandalan. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Kelautan β FTK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. [2] American Petroleum Institute. 2002. Recommended Practice For Planning, Designing and Constructing Fixed Offshore Platform. Official Publication. Washington D.C. [3] Craig, M.J.K. 1981. Structural Dynamics, John Wiley & Sons, New York. [4] Hardiansah, Ibnu M. 2012. Analisa Kekuatan Ultimat Pada Konstruksi Deck Jacket Platform Akibat Beban Slamming Gelombang. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Kelautan β FTK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. [5] IPPC, 2007. Intergovermental Panel on Climate Change: Summary For Polycimaker. Synthesis Report, Spain. [6] Kelompok Keilmuan Geodesi, 2007. Dokumentasi Monitoring Oil Platform Subsidence. Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB, Bandung. [7] Lewis, R. Barry, 1999. Sea Level Rise and Subsidence Effect on Gulf Archaelogical Site Distribution. Department of Anthropology, University of Illinois, 109 Davenport Hall, 607 S. Mathews St., Mc-148, Urbana. [8] McClelland, B., et. All. 1986. Planning and Designing of Fixed Offshore Platforms, Van Norstand Reinhold, New York. [9] PMB Engineering. 1988, Final Report Phase III, Assesment Inspection And Maintenance. San Fransisco, CA. [10] Soedjono, J. J. (1998). Diktat Mata kuliah Konstruksi Bangunan Laut II. Jurusan Teknik Kelautan ITS, Surabaya.
5