Evaluasi Kinerja Struktur Jembatan akibat Beban Gempa dengan Analisis Riwayat Waktu R. SURYANITA1,* 1
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Riau Jl. HR Soebrantas KM.12.5 Pekanbaru, Indonesia * Corresponding author:
[email protected] Abstrak: Artikel ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja struktur jembatan akibat beban gempa dengan metode analisis riwayat respons gempa (time hystory analysis). Kondisi kesehatan jembatan dianalisis berdasarkan tingkat kerusakan struktur berdasarkan standard FEMA 356. Level kerusakan dikategorikan kepada Immediate Occupancy (IO), Life Safety (LS) dan Collapse Prevention (CP). IO mengindikasikan kerusakan ringan, namun bangunan masih bisa dihuni kembali, LS mengindikasikan kerusakan sedang dimana setelah terjadinya gempa bumi bangunan perlu perbaikan untuk dapat dihuni kembali. Sedangkan CP mengindikasikan kerusakan berat dimana bangunan tidak dapat dihuni kembali. Struktur jembatan yang dianalisis berupa jembatan prategang dengan 3 bentang, masing-masing bentang berukuran 34 meter. Beban gempa yang diterima oleh struktur jembatan adalah beban gempa Aceh tahun 2004 yang direkam dari stasiun pengukuran Malaysia dengan skala 1.0g. Berdasarkan hasil analisis, kerusakan akibat gempa Aceh 2004 menimbulkan percepatan maksimum 4.2 m/s2 dan perpindahan maksimum sebesar 0.04 m pada salah satu tiang kolom yang mengalami kerusakan pertama kali. Metode analisis dinamik nonlinear dengan riwayat waktu gempa dapat memberikan gambaran perilaku struktur yang mendekati perilaku sebenarnya setiap saat selama durasi gempa yang terjadi. Kata kunci: Kinerja jembatan, gempa, Immediate Occupancy, Life Safety, Collapse Prevention.
1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu daerah rawan gempa, hal ini dikarenakan Indonesia terletak di jalur titik gempa yang disebut Lingkar Api Pasifik (Pacific Ring of Fire). Di sepanjang Lingkaran Api Pasifik terdapat barisan gunung berapi aktif dan pelat tektonik yang bergerak dan bertumbukan satu sama lain. Hal ini menyebabkan daerah yang dilintasi Lingkaran Api Pasifik cenderung mengalami pergerakan tanah atau gempa yang besar. Karakteristik gempa Indonesia yang kuat seperti yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004 dengan kekuatan 9,1-9,3 SR dan yang terjadi di Padang pada 30 September 2009 berkekuatan 7,9 SR sangat membahayakan struktur yang berdiri di atasnya. Keruntuhan struktur akibat gempa umumnya sangat mendadak dan berbahaya bagi proses evakuasi jika tidak didesain dengan benar. Oleh karena itu, desain struktur
di wilayah Indonesia harus mengacu kepada pada metode desain struktur yang telah disyaratkan di dalam SNI03-1726-2012 [1]. Selain gempa yang pernah terjadi di Indonesia, gempa yang pernah terjadi di luar Indonesia juga telah menghancurkan bangunan dan infrastruktur seperti jembatan. Tercatat dalam sejarah, gempa Kobe di Jepang yang terjadi pada 17 Januari 1995 berkekuatan 7.2 SR adalah gempa yang telah merubuhkan 637 tiang jembatan seperti yang terlihat pada Gambar.1.
Gambar.1 Rubuhnya tiang jembatan Higashi-Nada akibat gempa Kobe [2].
Gempa Kobe bukan merupakan gempa yang terkuat di Jepang, namun gempa yang menghancurkan kota metropolitan Kobe ini telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Jepang untuk lebih peduli terhadap manajemen dan resiko bencana gempa. Setelah gempa Kobe, Jepang merevisi total standard bangunannya dan menekankan penguatan struktur bangunan dan infrastruktur dasar yang dibangun sebelum tahun 1980-an. Kepedulian bangsa Jepang terhadap bencana gempa juga diikuti oleh peneliti-peneliti Indonesia yang mengkaji revisi peta gempa Indonesia pada SNI-03-1726-2002 [3] dan mengkaji revisi mikrozonasi gempa untuk wilayah Indonesia. Salah satu kota yang diamati adalah kota metropolitan Jakarta [4], [5]. Penelitian Irsyam dkk, telah menghasilkan parameter pergerakan tanah seperti percapatan, faktor amplifikasi dan spektra respons pada permukaan tanah untuk kota Jakarta. Analisis yang dilakukan menggunakan pendekatan nonlinear. Sedangkan C.M Yang, mengkaji revisi seismik tektonik untuk wilayah Jakarta dan mengusulkan perubahan nilai Peak Ground Acceleration (PGA) untuk wilayah Jakarta yang tercantum pada SNI-031726-2002 sebesar 0.15g menjadi 0.28g. Di dalam SNI-03-1726-2012, analisis dinamik untuk pembebanan gempa terbagi atas 2 analisis yaitu spektra respons dan riwayat respons [1]. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang mengidentifikasi perubahan mikrozonasi wilayah gempa Indonesia maka diadakan revisi terhadap SNI-03-1726-2002 menjadi SNI-1726-2012. Sementara itu kinerja struktur akibat beban gempa telah
analisis oleh YA Pranata dan PA Wijaya [6] dengan metode beban dorong dan metode riwayat waktu. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku struktur terhadap pembebanan gempa menggunakan analisis riwayat waktu nonlinear. Dengan demikian perilaku elemen struktur khususnya tiang jembatan akibat beban gempa yang dipikulnya dapat diketahui lebih detail selama durasi gempa dengan integrasi bertahap.
2. METODOLOGI ANALISIS RIWAYAT RESPONS GEMPA (TIME HISTORY) Berdasarkan FEMA 356 [7], prosedur untuk menganalisis struktur bangunan terdiri dari 4 prosedur analisis, yaitu: statik linear, dinamik linear, statik nonlinear dan dinamik nonlinear. Dalam artikel ini akan difokuskan kepada analisis dinamik nonlinear terhadap riwayat respons (riwayat waktu analisis). Pada analisis seismik ini, pembebanan yang diberikan akan diklasifikasikan berdasarkan kontrol deformasi dan kontrol gaya dengan menggunakan grafik komponen gaya dan deformasi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dalam standard FEMA 356. Tingkat kinerja untuk analisis dinamik nonlinear dapat dinyatakan sebagai operasional (B) dan tingkat kerusakan sebagai Immediate Occupancy (IO), Life Safety (LS) dan Collapse Prevention (CP) seperti yang terlihat pada Gambar.2.
dan
Gambar 3. Struktur jembatan prategang 3 bentang.
Berdasarkan Gambar.2 dapat dilihat bahwa IO menyatakan tingkat kerusakan ringan dimana setelah terjadinya gempa bumi, struktur masih bisa dihuni kembali. Tingkat LS menyatakan kerusakan moderat(sedang) dimana setelah terjadinya gempa bumi, struktur mengalami kerusakan yang memerlukan perbaikan untuk dapat dihuni kembali. Sedangkan tingkat CP menyatakan struktur mengalami kerusakan berat dan tidak bisa dihuni kembali.
Parameter nilai IO, LS dan CP ditentukan berdasarkan Tabel 6-8 FEMA 356 [7] untuk struktur kolom beton bertulang. Berdasarkan Tabel 6-8 FEMA 356, kriteria yang dapat diterima untuk parameter momen rotasi plastis untuk IO sebesar 0.005, LS sebesar 0.012 dan CP sebesar 0.016 dalam satuan radian seperti terlihat pada Gambar 4. Sedangkan parameter untuk kontrol perpindahan dapat dilihat pada Gambar 5. Nilai parameter ini digunakan dalam analisis elemen hingga menggunakan SAP2000 ver 14.2.
Gambar.2 Tingkat deformasi struktur.
kinerja
Kemiringan struktur (drift) yang ditimbulkan setelah gempa bumi, tingkat IO mempunyai sudut kemiringan sementara sebesar 1%, tingkat LS mempunyai sudut kemiringan sementara sebesar 2% dan sudut kemiringan tetap sebesar 1% dan tingkat CP mempunyai sudut kemiringan sementara dan tetap sebesar 4%. Studi kasus pada kajian ini adalah struktur jembatan prategang 3 bentang sepanjang 102m seperti pada Gambar.3. Panjang bentang masing-masing adalah 34m dengan dan tumpuan jembatan diasumsikan sebagai tumpuan balok sederhana.
Gambar 4. Parameter momen rotasi
Gambar 5. Parameter perpindahan Data gempa dalam studi ini adalah data gempa Aceh yang diukur dari stasiun pengukuran di wilayah Malaysia seperti yang terlihat pada Gambar 6.
Acceleration (m/s2)
Acceleration [g]
0 0 0 0 0 0 0
4 3 2 1 0 -1 0 -2 -3 -4 -5
B1
5
10
B2
B3
15
B4
20
25
30
Time (sec)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Time [sec]
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja jembatan akibat pembebanan gempa Aceh 2004 dengan skala 1.0g dapat dilihat pada Gambar 7. Kerusakan terbesar terjadi pada tiang jembatan B2, dimana tingkatan CP yang terlihat dari hasil program SAP2000 menyatakan lokasi yang pertama terjadinya kerusakan pada tiang jembatan sebelah kiri. Sedangkan lokasi kerusakan kedua terjadi pada tiang jembatan sebelah kanan dengan ditandai oleh notasi IO. Sementara itu tiang jembatan yang lain masih dalam keadaan elastis dan belum mengalami kerusakan apapun dan dinyatakan dengan notasi B.
Gambar 7. Lokasi titik-titik kerusakan pada sendi plastis tiang jembatan Respons struktur jembatan yang terjadi akibat gempa Aceh tahun 2004 dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9 yang masing-masing menyatakan perpindahan struktur tiang jembatan B1, B2, B3 dan B4. Percepatan terbesar terjadi pada tiang jembatan B2 sebesar 4.2 m/s2 dan perpindahan terbesar terjadi pada tiang jembatan B2 sebesar 0.04 m.
Gambar 8. percepatan. Displacement (m)
Gambar.6 Data gempa Aceh 2004.
Grafik
riwayat
waktu
0.04 B1
0.02
B2
B3
B4
0.00 0
10
20
30
-0.02 -0.04
Time (sec)
Gambar 9. Grafik perpindahan.
riwayat
waktu
4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dinamik nonlinear riwayat respons gempa (analisis riwayat waktu) maka diperoleh detail kerusakan struktur jembatan terjadi berdasarkan peningkatan waktu analisis. Sehingga diperoleh gambaran titik-titik terlemah terjadi pada lokasi kerusakan pertama kali berdasarkan lokasi sendi plastis yang telah direncanakan. Analisis dilakukan berdasarkan waktu (durasi) input gempa yang dibebankan sehingga menyebabkan metode analisis dengan riwayat waktu ini relatif lebih lama dalam memproses analisisnya menggunakan software finite elemen dibandingkan dengan metode beban dorong (pushover) yang berdasarkan peningkatan langkah demi langkah berbasiskan perpindahan ataupun gaya. Metode analisis dinamik nonlinear riwayat waktu ini memberikan gambaran perilaku struktur yang mendekati perilaku sebenarnya.
5. DAFTAR PUSTAKA 1
2
3
4
SNI-1726-2012, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Stuktur Bangunan Gedung. 2012, Badan Standarisasi Nasional. Chen, W.-F. and L. Duan, eds. Bridge Engineering Seismic Design. 2003, CRC Press: Florida. 442 pp. SNI-03-1726-2002, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung 2002, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Irsyam, M., et al., "Proposed seismic hazard maps of Sumatra and Java islands and microzonation study of Jakarta city, Indonesia." Journal of earth system science, 2008. 117(2): p. 865-878.
5
6
7
Yang, C., "Study on Indonesian Seismic Code SNI 03-17262002 and Seismic Impact to High-rise Buildings in Jakarta, Indonesia." Proceedings of World Academy of Science: Engineering & Technology, 2009. 50. Pranata, Y.A. and P.K. Wijaya, "Kajian Daktilitas Struktur Gedung Beton Bertulang dengan Analisis Riwayat Waktu dan Analisis Beban Dorong." Jurnal Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2009. 8(3): p. pp. 250-263. ASCE, FEMA 356 Prestandard and Commentary for The Seismic Rehabilitation of Buildings. 2000, Federal Emergency Management Agency.