1
TESIS
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN METODE INTER SIMPLE SEQUENCE REPEATS (ISSR)
KADEK YUNIARI SURYATINI
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
2
TESIS
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN METODE INTER SIMPLE SEQUENCE REPEATS (ISSR)
KADEK YUNIARI SURYATINI NIM 0890861009
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
3
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN METODE INTER SIMPLE SEQUENCE REPEATS (ISSR)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Bioteknologi Pertanian, Program Pascasarjana Universitas Udayana
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
4
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 18 Juli 2011
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. I. G. P. Wirawan, M.Sc NIP. 19580627 198503 1 005
Ir. Made Pharmawati, M.Sc. Ph.D NIP.19680707 199303 2 001
Mengetahui, Ketua Program Studi Bioteknologi Pertanian Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana
Dr. G.N. Alit Susanta Wirya, SP. M.Agr Sp.S(K) NIP. 19680115 199403 1 001
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, NIP. 19590215 198510 2 001
5
Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis
Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 18 Juli 2011
Panitia Penguji Tesis, Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No.1289/UN.14.4/HK/2011 Tanggal 11 Juli 2011
Ketua
: Prof. Dr. Ir. I. G. P. Wirawan, M.Sc
Sekretaris
: Ir. Made Pharmawati, M.Sc, Ph.D
Anggota
: Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, MS : Dr. Ir. I. Gede Ketut Susrama, M.Sc : Prof. Dr. Dra. Made Sritamin, MS
6
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas asung wara nugraha – Nya, tesis ini dapat diselesaikan. Tesis merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi Strata dua (S2) di Universitas Udayana. Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan arahan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada : 1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp. P. D(KHOM), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S(K). 2. Dr. G. N. Alit Susanta W., SP., M.Agr selaku ketua program studi Bioteknologi Pertanian, Program Pascasarjana Universitas Udayana serta sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada para staf dosen pengajar yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan kepada penulis selama menjalani studi. 3. Prof. Dr. Ir. I. G. P. Wirawan, M.Sc selaku pembimbing I yang telah memberikan fasilitas, tempat penelitian, bimbingan, dan motivasi kepada penulis. 4. Ir. Made Pharmawati, M.Sc. Ph.D selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar memberikan bimbingan, motivasi, dan fasilitas penelitian kepada penulis. 5. Prof Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, MS, Dr. Ir. I. Gede Ketut Susrama, M.Sc, dan Prof. Dr. Dra. Made Sritamin, MS selaku dosen penguji yang memberikan saran dan revisi dalam penyusunan tesis ini.
7
6. Orang tuaku, Bapak I. W.Githa S. (alm) yang selalu memberikan ”inspirasi” kepada penulis dan Ibu N. K. Tirtawati, Bapak I. M. Subagia dan Mamak N. W. Candri, suamiku I. M. Astra Gunawan, ST dan anakku tersayang Gde Mahesa Githa Paramastra. Keluarga besar terutama Mb Ayu dan Wi Be. Kedua adikku, Agus dan Ngurah. Keponakan, Surya, Sumo, Diah, Aby, Mangde, dan Nanda, serta keluarga besar Noja yang telah memberikan doa, motivasi, dan dukungan material kepada penulis hingga penyusunan tesis ini bisa diselesaikan. 7. Teman – teman seperjuangan dalam perkuliahan dan penelitian terutama Sari, Pak Candra, Thina, Mb Amy, Arta, dan Indri. Terimakasih untuk motivasi dan kerjasamanya. 8. Terimakasih penulis sampaikan kepada Mb mang Handayani, Nanik, Gustra, Gus Eka, Dedik Combo, Weda, Linda, Nanang, Meta, Anggun, dan Thea atas bantuannya. 9. Rus kecil, Merry, Putri, Sugik, Dedek untuk motivasi dan bantuannya. 10. Semua pihak yang telah mendukung saya dalam perkuliahan dan penyusunan tesis ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa memberikan berkat dan anugerah yang melimpah kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan tesis ini. Atas segala kekurangannya, penulis mohon maaf. Semoga tesis ini memberikan manfaat bagi pembaca.
Denpasar, Juli 2011
Penulis
8
ABSTRAK ANALISIS KERAGAMAN GENETIK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN METODE INTER SIMPLE SEQUENCE REPEATS (ISSR) Jarak pagar (J. curcas L.) adalah penghasil biodiesel yang potensial untuk dikembangkan. Hambatan dalam pengembangan tanaman jarak pagar adalah terbatasnya informasi tentang keragaman genetik. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui keragaman genetik adalah dengan marka ISSR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik J. curcas L. dengan metode Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). Sampel diambil dari Tejakula (34 m dpl), Sangsit (52 m dpl), Sukasada (78 m dpl), Gitgit (1278 m dpl), dan Pancasari (1252 m dpl). Tiga primer (UBC 828, UBC 885, dan UBC 890) menghasilkan 12 – 16 pola pita dengan kisaran ukuran 280 – 1650 bp. Polimorfisme yang diperoleh sangat tinggi (masing – masing primer sebesar 100 %) dan nilai keinformatifan primer (PIC) berada pada kisaran 0,85 – 0,92. Hasil analisis kelompok dengan UPGMA (MEGA 5.05) menunjukkan bahwa J. curcas L. terbagi dalam dua kelompok, dan hanya J. curcas L. asal Pancasari membentuk kelompok sendiri. Kata kunci : keragaman genetik, Jatropha curcas L., ISSR, polimorfisme
9
ABSTRACT GENETIC DIVERSITY ANALYSIS OF Jatropha curcas L. BASED ON INTER SIMPLE SEQUENCE REPEATS (ISSR) Jatropha curcas L. is a potensial source of biodiesel, however, it needs to be explored. At the present time, one of the problems of the J. curcas L. is that there is little information about its genetic diversity. One method to detect genetic diversity is using molecular marker such as ISSR. The objectives of this research were to identify J. curcas L. based on Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) marker. The samples were obtained from Tejakula (34 m asl), Sangsit (52 m asl), Sukasada (78 m asl), Gitgit (1278 m asl), and Pancasari (1252 m asl). Three primers (UBC 828, UBC 885, and UBC 890) yielding 12 – 16 band pattern of the size 280 – 1650 bp. A high level of polymorphism (each 100 % per primer) was found with ISSR marker and Polymorphic Information Content (PIC) range from 0,85 – 0,92. Result of cluster analysis with UPGMA (MEGA 5.05), indicated that Jatropha curcas L. plant clustered into two main group. However, samples from Pancasari were grouped together. Keywords : genetic diversity, Jatropha curcas L., ISSR, polymorphism
10
RINGKASAN
Kadek Yuniari Suryatini. Analisis Keragaman Genetik Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Metode Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. I Gede Putu Wirawan, M.Sc dan Ir. Made Pharmawati, M.Sc. Ph.D. Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat
menyebabkan
meningkatnya
kebutuhan
sarana
transportasi dan industri. Hal ini tentu saja menyebabkan kebutuhan bahan bakar cair juga semakin meningkat (Hambali et al., 2007). Fakta diatas membuka peluang penggunaan energi terbarukan seperti biodiesel dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Ketergantungan Indonesia terhadap minyak bumi sudah saatnya dikurangi, bahkan dihilangkan (Prihandana dan Hendroko, 2006). Untuk mengatasinya diperlukan langkah-langkah strategis melalui pengembangan alternatif sumbersumber energi yang baru dan terbarukan (renewable energy) (Astarini et al., 2008) yaitu sumber energi alternatif berbahan baku minyak nabati. Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar, bersifat ramah lingkungan, dapat diperbaharui, serta mampu mengeliminasi emisi gas buang dan efek rumah kaca (Hambali et al., 2007). Salah satu minyak nabati yang sangat prospektif untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel adalah biji jarak pagar (J. curcas L.)(Hambali et al., 2007). Permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan pengembangan jarak pagar yaitu belum adanya kultivar unggul dan teknik budidaya yang memadai (Dwimahyani, 2005). Untuk itu perlu dilakukan perbaikan dan perbanyakan genetik yang cepat (Syah, 2006). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui keragaman genetik jarak pagar pada beberapa ketinggian tempat yang terdapat di Bali bagian utara berdasarkan analisis Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan Laboratorium Biomarine Universitas
11
Udayana mulai bulan November 2010 sampai dengan Mei 2011. Prosedur penelitian meliputi pengambilan sampel daun jarak pagar pada beberapa ketinggian tempat yang berbeda di Bali bagian utara (Tejakula berada pada ketinggian 34 m dpl, Sangsit : 52 m dpl, Sukasada : 78 m dpl, Gitgit : 1278 m dpl, dan Pancasari : 1252 m dpl), isolasi DNA genomik, elektroforesis hasil isolasi DNA genomik, amplifikasi DNA template dengan metode PCR – ISSR, elektroforesis produk PCR – ISSR, dan analisis data PCR – ISSR. Berdasarkan hasil amplifikasi DNA dengan PCR – ISSR menggunakan tujuh primer, didapatkan hanya tiga primer (UBC 828, UBC 885, dan UBC 890) yang mampu mengamplifikasi DNA dalam reaksi PCR – ISSR. Hasil elektroforesis produk amplifikasi DNA menghasilkan 12 – 16 pola pita DNA dengan kisaran ukuran 280 – 1650 bp. Polimorfisme yang diperoleh sangat tinggi (masing – masing primer sebesar 100 %). Nilai keinformatifan primer (PIC) berada pada kisaran 0,85 – 0,92, yang berarti primer tersebut mampu mendeteksi polimorfisme dalam suatu populasi sebesar 85 – 92 %. Hasil analisis kelompok dengan UPGMA (MEGA 5.05) menunjukkan bahwa jarak pagar dibagi dalam dua kelompok, dan hanya jarak pagar asal Pancasari yang membentuk kelompok sendiri.
12
DAFTAR ISI Halaman JUDUL ..........................................................................................................
i
PRASYARAT GELAR..................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...............................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................................
v
ABSTRAK ....................................................................................................
vii
ABSTRACT .................................................................................................. viii RINGKASAN................................................................................................
ix
DAFTAR ISI .................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA ......................................................................
6
2.1 Biologi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) ................................................
6
2.1.1 Klasifikasi Jarak Pagar (J. curcas L.) ..........................................
6
2.1.2 Morfologi Jarak Pagar (J. curcas L.) ...........................................
6
2.2 Penyebaran Jarak Pagar (J. curcas L.) ................................................
8
2.3 Syarat Tumbuh Jarak Pagar (J. curcas L.)........................ ........................
9
2.4 Keragaman Genetik Tanaman………………………………... ................
10
2.5 Polymerase Chain Reaction (PCR) .........................................................
10
2.5.1 Prinsip Dasar PCR .......................................................................
10
2.5.2 Pelaksanaan PCR .........................................................................
11
13
2.5.3 Keunggulan PCR .........................................................................
12
2.6 Inter Simple Sequense Repeats (ISSR) ....................................................
13
2.7 Elektroforesis Gel Agarosa .....................................................................
14
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ............
16
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................
16
3.2 Hipotesis ................................................................................................
16
BAB IV METODE PENELITIAN ..............................................................
17
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................
17
4.2 Penentuan Sumber Data .........................................................................
18
4.3 Bahan dan Alat Penelitian ......................................................................
18
4.4 Isolasi DNA Genomik Jarak Pagar (J. curcas L) ....................................
19
4.5 Elektroforesis Gel Agarosa DNA Template . ..........................................
19
4.6 Amplifikasi DNA dengan PCR - ISSR . .................................................
19
4.7 Analisis Data PCR – ISSR . ....................................................................
19
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................
23
5.1 Identifikasi Tempat Tumbuhnya Jarak Pagar (J. curcas L) ....................
23
5.2 Analisis Polimorfisme Jarak Pagar (J. curcas L) ...................................
23
5.3 Analisis Hubungan Kekrabatan Jarak Pagar (Jatropha curcas L) ...........
27
BAB VI PEMBAHASAN ...........................................................................
30
6.1 Identifikasi Tempat Tumbuhnya Jarak Pagar (J. curcas L) ....................
30
6.2 Analisis Polimorfisme Jarak Pagar (J. curcas L) ...................................
31
6.3 Analisis Hubungan Kekrabatan Jarak Pagar (J. curcas L) ......................
34
14
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
39
7.1 Simpulan.................................................................................................
39
7.2 Saran.......................................................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… ..........
41
LAMPIRAN ..................................................................................................
46
15
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 4.1 Persentase polimorfisme dan PIC dari primer UBC 828, UBC 885, dan UBC 890 berdasarkan pola pita DNA yang dihasilkan dari 15 tanaman jarak pagar ...................................................................................................................... 24
16
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 4.1 Produk amplifikasi DNA jarak pagar menggunakan primer UBC 828 dengan marker (DNA ladder 100 bp). Lajur paling kiri adalah marker, angka secara berurutan adalah jarak pagar asal Tejakula 1, Tejakula 2, Tejakula 3, Sangsit 1, Sangsit 2, Sangsit 3, Sukasada 1, Sukasada 2, Gitgit 1, Gitgit 2, Gitgit 3, Pancasari 1, Pancasai 2, dan Pancasai 3 ...................................................................................................................... 25 Gambar 4.2 Produk amplifikasi DNA jarak pagar menggunakan primer UBC 885 dengan marker (DNA ladder 100 bp). Lajur paling kiri adalah marker, angka secara berurutan adalah jarak pagar asal Tejakula 1, Tejakula 2, Tejakula 3, Sangsit 1, Sangsit 2, Sangsit 3, Sukasada 1, Sukasada 2, Gitgit 1, Gitgit 2, Gitgit 3, Pancasari 1, Pancasai 2, dan Pancasai 3 ...................................................................................................................... 26 Gambar 4.3 Produk amplifikasi DNA jarak pagar menggunakan primer UBC 890 dengan marker (DNA ladder 100 bp). Lajur paling kiri adalah marker, angka secara berurutan adalah jarak pagar asal Tejakula 1, Tejakula 2, Tejakula 3, Sangsit 1, Sangsit 2, Sangsit 3, Sukasada 1, Sukasada 2, Gitgit 1, Gitgit 2, Gitgit 3, Pancasari 1, Pancasai 2, dan Pancasai 3 ...................................................................................................................... 27 Gambar 4.4 Dendrogram 15 tanaman jarak pagar hasil analisis kelompok berdasarkan pola pita DNA dari tiga primer ISSR dengan metode UPGMA. Skala menunjukkan panjang cabang. Angka – angka pada garpu merupakan persentase tingkat kepercayaan pengelompokan dengan analisis bootstrap 500 kali dengan program MEGA 5.05. ...................................................................................................................... 29
17
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data jarak genetik J. curcas L. .................................................. 45 Lampiran 2. Hasil scoring pita DNA yang diamplifikasi dengan primer UBC 828 ...................................................................................................................... 46 Lampiran 2. Hasil scoring pita DNA yang diamplifikasi dengan primer UBC 885 ...................................................................................................................... 47 Lampiran 2. Hasil scoring pita DNA yang diamplifikasi dengan primer UBC 890 ...................................................................................................................... 48
18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat
menyebabkan
meningkatnya
kebutuhan
sarana
transportasi dan industri. Hal ini tentu saja menyebabkan kebutuhan bahan bakar cair juga semakin meningkat (Hambali et al., 2007). Tingginya tingkat penggunaan energi nasional dengan bahan dasar fosil fuel dan lonjakan peningkatan harga bahan bakar minyak di tingkat dunia yang akhir-akhir ini mencapai USD 90 per barel sangat memprihatinkan (Suryana, 2007). Dalam kurun waktu 10 – 15 tahun ke depan diperkirakan cadangan minyak bumi Indonesia akan habis. Perkiraan ini terbukti dengan seringnya terjadi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di beberapa daerah di Indonesia (Syah, 2006 dan Hambali et al., 2007). Fakta di atas membuka peluang penggunaan energi terbarukan seperti biodiesel dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Selain semakin menipisnya jumlah cadangan bahan bakar fosil, alasan penting lain untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil adalah harga yang terus melambung, beban subsidi yang semakin membengkak dan masalah kerusakan lingkungan (Syah, 2006). Giwangkara (2006) menambahkan, dari percobaan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), campuran solar dan minyak nabati (biodiesel) memiliki nilai cetane (oktan pada bensin) lebih tinggi daripada solar murni. Solar yang dicampur dengan minyak nabati
19
menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna daripada solar murni sehingga emisi lebih aman bagi lingkungan. Ketergantungan Indonesia terhadap minyak bumi sudah saatnya dikurangi, bahkan dihilangkan (Prihandana dan Hendroko, 2006). Untuk mengatasinya diperlukan langkah-langkah strategis melalui pengembangan alternatif sumbersumber energi yang baru dan terbarukan (renewable energy) (Astarini et al., 2008) yaitu sumber energi alternatif berbahan baku minyak nabati (Hambali et al., 2007). Biodiesel merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar. Biodiesel dapat digunakan baik secara murni maupun dicampur dengan petrodiesel tanpa terjadi perubahan pada mesin diesel kendaraan atau mesin lain yang menggunakannya. Penggunaan biodiesel sebagai sumber energi semakin menuntut untuk direalisasikan sebab selain merupakan solusi menghadapi kelangkaan energi fosil pada masa mendatang, biodiesel juga bersifat ramah lingkungan, dapat diperbaharui, serta mampu mengeliminasi emisi gas buang dan efek rumah kaca (Hambali et al., 2007). Salah satu minyak nabati yang sangat prospektif untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel adalah biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) (Hambali et al., 2007). Pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai bahan biodiesel merupakan alternatif yang ideal untuk mengurangi tekanan permintaan bahan bakar minyak dan penghematan penggunaan cadangan devisa (Istiana dan Sadikin, 2008).
20
Salah satu keunggulan jarak pagar dapat digunakan sebagai bahan baku energi terbarukan karena tersebar luas di kawasan tropis dan subtropis (Syah, 2006), minyak jarak pagar tidak termasuk dalam kategori minyak makan (edible oil) sehingga pemanfaatannya sebagai biodiesel tidak akan mengganggu penyediaan kebutuhan minyak makan nasional, kebutuhan industri oleokimia, dan ekspor Crude Palm Oil (CPO) serta dapat beradaptasi pada kondisi kering dan pada lahan marginal (Hambali et al., 2007). Permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan pengembangan jarak pagar yaitu belum adanya kultivar unggul dan teknik budidaya yang memadai (Dwimahyani, 2005). Untuk itu perlu dilakukan perbaikan dan perbanyakan genetik dengan cepat (Syah, 2006). Dalam pemuliaan mempunyai
arti
yang
tanaman, sangat
keragaman
penting
dalam
populasi tanaman
(Mangoendidjojo,
2003)
untuk
pengembangan sumber genetik yang diperlukan dalam pemuliaan tanaman (Karsinah, 2002). Tingkat keragaman individu dalam populasi menggambarkan status keberadaan spesies tersebut di alam. Populasi dengan keragaman genetik yang tinggi mempunyai peluang hidup yang lebih baik karena mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk beradaptasi dengan lingkungannya (Anwar, 1985). Penelitian keragaman genetik jarak pagar aksesi Jawa Timur dan Sulawesi yang merupakan koleksi kebun percobaan Asembagus telah dilakukan dengan menggunakan
metode
Random
Amplified
Polymorphic
DNA
(RAPD)
(Ariwidiantari, 2009). Evaluasi keragaman genetik jarak pagar di daerah lainnya
21
perlu dilakukan termasuk di Bali. Oleh karena itu dilakukan penelitian keragaman genetik jarak pagar yang terdapat di Bali bagian utara berdasarkan analisis Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). ISSR melibatkan penggunaan sekuen mikrosatelit sebagai primer dalam reaksi PCR untuk menghasilkan marka multilokus. ISSR merupakan metode yang sederhana dan cepat, yang mengkombinasikan keuntungan SSR (Simple Sequence Repeats)
dan
AFLP
(Amplified
Fragment
Length
Polymorphism)
dan
keuniversalan RAPD. Marka ISSR sangat polimorfik dan berguna untuk mempelajari keragaman genetik, filogeni, tagging gen, pemetaan genom, dan biologi evolusi (Astarini, 2009). ISSR memiliki reproduksibilitas tinggi karena penggunaan primer yang lebih panjang (16 – 25 basa nukleotida) dibandingkan primer RAPD (10 basa nukleotida), yang memungkinkan penggunaan suhu annealing yang tinggi (45 – 60o C). ISSR kebanyakan tersegregasi sebagai marka dominan mengikuti penurunan sifat mendel (Astarini, 2009). Berdasarkan berbagai fakta tersebut maka perlu dilakukan penelitian keragaman genetik jarak pagar pada beberapa ketinggian tempat di Bali bagian utara agar diperoleh informasi sebagai modal dasar untuk pemuliaan tanaman. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah keragaman genetik jarak pagar pada beberapa ketinggian tempat yang berbeda di Bali bagian utara berdasarkan analisis Inter Simple Sequence Repeats (ISSR)?
22
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik jarak pagar pada beberapa ketinggian tempat yang berbeda di Bali bagian utara berdasarkan analisis Inter Simple Sequence Repeats (ISSR). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dengan mengidentifikasi keragaman genetik jarak pagar tersebut antara lain : 1. Tersedianya informasi mengenai keragaman genetik jarak pagar pada beberapa ketinggian tempat yang terdapat di Bali bagian utara. 2. Inventarisasi plasma nutfah jarak pagar pada beberapa ketinggian tempat yang terdapat di Bali bagian utara dalam bentuk data molekuler. Informasi ini bermanfaat dalam usaha program pemuliaan melalui perakitan kultivar unggul yang dilakukan secara konvensional maupun modern dengan bioteknologi.
23
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Jarak Pagar (J. curcas L.) 2.1.1 Klasifikasi Jarak Pagar (J. curcas L.) Jarak pagar merupakan jenis tanaman yang tahan terhadap kekeringan sehingga tahan hidup di daerah dengan curah hujan rendah. Klasifikasi jarak pagar sebagai berikut (Prihandana dan Hendroko, 2006) : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Jatropha
Spesies
: Jatropha curcas L.
2.1.2 Morfologi Jarak Pagar (J. curcas L.) Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 – 7 m, bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, dan bila terluka mengeluarkan getah. Bagian – bagian jarak pagar (Hambali et al., 2007) antara lain : (a) Daun. Daun tanaman jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5. Daun tersebar di sepanjang batang. Permukaan atas dan bawah daun berwarna hijau dengan bagian bawah lebih pucat dibanding permukaan atas. Daunnya lebar dan berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang 5 –
24
15 cm. Helai daunnya bertoreh, berlekuk, dan ujungnya meruncing. Tulang daun menjari dengan jumlah 5 – 7 tulang daun utama. Panjang tangkai daun antara 4 – 15 cm, (b) Bunga. Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal, dan berumah satu. Bunga betina 4 – 5 kali lebih banyak dari bunga jantan. Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Bunganya mempunyai 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang kurang lebih 4 mm. Benang sari mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning. Bunganya mempunyai 5 mahkota berwarna keunguan. Setiap tandan terdapat lebih dari 15 bunga. Jarak termasuk tanaman monoecious dan bunganya uniseksual. Kadangkala muncul bunga hermaprodit yang berbentuk cawan berwarna hijau kekuningan, (c) Buah. Buah tanaman jarak pagar berupa buah kotak berbentuk bulat telur dengan diameter 2 – 4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah berwarna hijau ketika muda serta abu – abu kecoklatan atau kehitaman ketika masak. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang, masing – masing ruang berisi 1 biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30 – 50 % dan mengandung toksin sehingga tidak dapat dimakan.
25
2.2 Penyebaran Jarak Pagar (J. curcas L.) Jarak pagar berasal dari Meksiko, Amerika Tengah (Syufri, 2007). Genus Jatropha dari famili Euphorbiaceae ini memiliki kira-kira 175 spesies di dunia (Punia, 2007). Tanaman dari famili Euphorbiaceae ini banyak ditemukan di Afrika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara dan India. Awalnya tanaman ini kemungkinan didistribusikan oleh pelaut Portugis dari Karibia melalui pulau Cape Verde dan Guinea Bissau ke negara lain di Afrika dan Asia (Syah, 2006). Jarak pagar menyebar pula ke manca negara. Jarak pagar disebut pinoncillo di Mexico dengan berbagai nama lokal : Cuauixtli, Kusekeey, Axti, dan Codice florentino- pignon d’Inde, pourghcre (Perancis), Physic nut, Purging nut (Inggris), Purgueira (Portugis), Fagiola d’India (Italia), Purgeernoot (Belanda), PurgiernuB, brechnuB (Jerman), dand barri, habel meluk (Arab), kadam (Nepal), yu-lu-tzu (Cina), sabudam (Thailand), tubang bakod (Philipina), kpoti (Togo), tabanani (Senegal), mupuluka (Angola), butuje (Nigeria), makaen (Tanzania), mundubi-assu (Brazil), tempate (Costa Rica), tartago (Puerto Rico), pinol (Peru), pinon (Guatemala) dan di India dengan berbagai nama lokal : kananaeranda, parvataranda, jangliarandi, safed arand, bagbherenda, jamalgota, ratanjota, telgu, kadala manakku, bongalibhotora, dan jahazigoba (Prihandana dan Hendroko, 2006). Menurut Prihandana dan Hendroko (2006), jarak pagar tumbuh menyebar di berbagai daerah di Indonesia. Terbukti dengan adanya berbagai nama daerah seperti nawaih nawas (Nangroe Aceh Darussalam), jirak (Sumatra Barat), jarak kosta, jarak kusta, jarak budeg, dan kalake pagar (Sunda), jarak gundul, jarak cina,
26
jarak iri, dan jarak pager (Jawa), kalekhe paghar (Madura), jarak pageh (Bali), lulu nau, lulu ai fula, paku luba, paku lunat, dan jarak pageh (Nusa Tenggara), paku kase (Timor), kuman nema (Alor), lulunan (Roti), jarak kosta, jarak wolanda, tondoutomene, dan bindalo (Sulawesi), bintalo (Gorontalo), balacai (Manado), peleng kaliki (Bugis), tangang-tangang kali atau tangang-tangang kanjoli (Makassar), muun mav, ai hua kamala, ai kamala, ai hua kamaalo, jai huakamalo, balacai, dan kadoto (Maluku), malate dan makamale (Seram), balacai (Halmahera), serta balacai hisa (Ternate atau Tidore). 2.3 Syarat Tumbuh Jarak Pagar (J. curcas L.) Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500 m di atas permukaan laut. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 625 mm/tahun, namun tanaman ini dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan antara 300 – 2389 mm/tahun (Hambali et al., 2007). Pertumbuhan jarak pagar sangat cepat. Waktu yang paling baik untuk menanam jarak pagar adalah pada musim panas atau sebelum musim hujan (Syah, 2006). Tanaman jarak pagar mempunyai sistem perakaran yang mampu menahan air dan tanah sehingga tahan terhadap kekeringan serta berfungsi sebagai tanaman penahan erosi. Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu, tanah berpasir, maupun tanah berlempung atau tanah liat. Di samping itu, jarak pagar juga dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur atau tanah bergaram, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH antara 5 – 6,5 (Hambali et al., 2007).
27
Kisaran suhu yang sesuai untuk bertanam jarak adalah 20 – 26o C. Pada daerah dengan suhu terlalu tinggi (di atas 35o C) atau terlalu rendah (di bawah 15o C) akan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah komposisinya (Hambali et al., 2007). 2.4 Keragaman Genetik Tanaman Semua proses biokimia yang menentukan bentuk dan fungsi (fenotipe) tumbuhan merupakan hasil dari informasi yang disandi dalam urutan DNA – genom dan dari interaksi antara informasi tersebut dengan lingkungan (Salisbury dan Ross, 1995). Selain faktor – faktor eksternal, misalnya temperatur dan kualitas cahaya, fenotipe juga dipengaruhi faktor – faktor internal, misalnya hormon dan enzim (Elfrod dan Stansfield, 2007). Keragaman genetik memainkan peran yang sangat penting dalam adaptabilitas suatu spesies karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi (Salisbury dan Ross, 1995). Spesies yang memiliki derajat keragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi (Elfrod dan Stansfield, 2007). 2.5 Polymerase Chain Reaction (PCR) 2.5.1 Prinsip Dasar PCR Reaksi Berantai Polimerase (Polymerase Chain Reaction / PCR) adalah metode amplifikasi suatu sekuen DNA tertentu. PCR merupakan cara yang sensitif, selektif, dan sangat cepat untuk memperbanyak sekuen DNA yang diinginkan (Murray et al., 2009).
28
Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15 – 25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida yang mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu rantai DNA cetakan pada ujung 5’ – fosfat dan oligonukleotida yang identik dengan sekuen
pada
ujung 3’ –
OH
rantai DNA cetakan
yang lain,
(3)
Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), yang terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan (4) Enzim DNA polimerase yaitu enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lainnya yang juga berperan penting adalah senyawa buffer (Yuwono, 2006). 2.5.2 Pelaksanaan PCR Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi DNA template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double stranded) akan terpisah menjadi rantai tunggal (single stranded). Denaturasi DNA dilakukan dengan menggunakan panas (950C) selama 1 – 2 menit, kemudian suhu diturunkan menjadi 550C sehingga primer akan menempel (annealing) pada cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Proses annealing biasanya dilakukan selama 1 – 2 menit. Setelah dilakukan annealing oligonukleotida primer dengan DNA cetakan , suhu inkubasi dinaikkan menjadi 720C selama 1,5 menit. Pada suhu ini DNA polimerase akan melakukan proses polimerasi rantai DNA yang baru berdasarkan informasi yang ada pada DNA cetakan. Setelah terjadi polimerisasi, rantai DNA yang baru akan membentuk
29
jembatan hidrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda yang terbentuk dengan adanya ikatan hidrogen antara rantai DNA cetakan dengan rantai DNA baru hasil polimerisasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan menaikkan suhu inkubasi menjadi 950C. Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya akan berfungsi sebagai cetakan bagi reaksi polimerisasi berikutnya (Yuwono, 2006). 2.5.3 Keunggulan PCR Keunggulan PCR yaitu (1) Polimerase – DNA dapat diarahkan untuk sintesis wilayah DNA tertentu. Teknik PCR sebenarnya mengeksploitasi berbagai sifat alami replikasi DNA. Dalam proses tersebut, polimerase – DNA menggunakan DNA berserat tunggal sebagai cetakan untuk mensintesis serat baru yang komplementer. Cetakan berserat tunggal dapat diperoleh dengan mudah di laboratorium melalui pemanasan DNA berserat ganda pendek untuk memulai (prime) proses sintesis. Posisi awal dan akhir sintesis DNA pada PCR dapat ditentukan dengan menyediakan suatu oligonukleotida sebagai primer yang menempel secara komplementer pada cetakan sesuai dengan keinginan peneliti dan (2) PCR menghasilkan amplifikasi wilayah DNA tertentu. Serat DNA dapat berfungsi sebagai cetakan untuk mensintesis bila primer oligonukleotida disediakan untuk masing – masing serat. Sepasang primer dapat dipilih yang membatasi “flanking” wilayah dari DNA yang ingin diperbanyak sehingga serat DNA yang baru disintesis dimulai dari posisi primer, membentang sampai melewati posisi primer dari serat lainnya (Mahardika, 2003). Dengan demikian, tempat ikatan primer baru akan dibuat pada serat yang baru disintesis. Campuran reaksi kemudian dipanaskan lagi untuk memisahkan
30
serat awal dengan yang baru dan berperan sebagai cetakan untuk siklus berikut yang meliputi : penempelan primer, sintesis serat DNA, dan pemisahan serat. Hasilnya adalah setelah n siklus, campuran reaksi mengandung sebanyak 2n molekul DNA serat ganda yang merupakan salinan dari urutan DNA dari kedua primer (Mahardika, 2003). 2.6 Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) Marka Inter Simple Seguence Repeats (ISSR) menggunakan Simple Seguence Repeats sebagai primer dengan atau tanpa penambahan sekuen anchor pada ujung 3’ atau 5’. Sekuen anchor berfungsi untuk menyesuaikan annealing primer ke situs target DNA cetakan yang diapit oleh sekuen anchor yang komplementer. Amplifikasi terjadi jika dua mikrosatelit sekuen berulang yang sama, dalam orientasi terbalik, berlokasi cukup dekat satu sama lain sehingga memungkinkan sekuen diantaranya untuk teramplifikasi (Pharmawati, 2009). Marka ISSR dihasilkan oleh amplifikasi DNA dengan PCR yang menggunakan primer tunggal. Primer disusun dari sekuen mikrosatelit yang biasanya dijaga pada ujung 3’ atau 5’ oleh dua atau empat nukleotida. Marka ISSR merupakan metode yang cepat, sederhana, murah, dan mempunyai reproduksibilitas tinggi dengan penggunaan primer yang panjang dan kekuatan yang tinggi dicapai dengan suhu annealing (Gurcan et al., 2009). ISSR dapat digunakan untuk tiap spesies karena tidak memerlukan informasi sekuen genom yang diuji. Pembentukan primer yang digunakan dalam analisis ISSR berdasarkan motif SSR (di-, tri-, tetra-, atau penta nuleotida) yang ditemukan pada lokus – lokus mikrosatelit. PCR selanjutnya mengamplifikasi
31
sekuen diantara dua Simple Seguence Repeats (ISSR). ISSR umumnya digunakan untuk membedakan kultivar (Pharmawati, 2009). Marka ISSR terbukti potensial digunakan untuk mendeteksi keragaman baik pada tingkat intraspecies maupun pada tingkat interspecies, antara lain : ISSR digunakan untuk membentuk hubungan kekerabatan Grevillea, tanaman asli Australia (Pharmawati et al., 2004), penentuan kekerabatan strawberry (Fragaria x ananassa Duch) yang diambil dari Fruit Breeding Departmen’s, Research Institute of Pomology and Floriculture, Polandia (Kuras et al., 2004), keragaman genetik gandum di Cina Barat (Hou et al., 2005), keragaman genetik jarak pagar di India dan Meksiko (Basha dan Sujatha, 2007), serta variasi genetik Vigna umbellata, tanaman leguminosae di daerah tropis yang dikoleksi dari Meghalaya State, India (Muthusamy et al., 2008). 2.7 Elektroforesis Gel Agarosa Elektroforesis merupakan teknik pemisahan suatu molekul selular berdasarkan atas ukurannya dengan menggunakan medan listrik yang dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul (Yuwono, 2005). Elektroforesis gel agarosa tidak hanya digunakan untuk metode analisis, tetapi secara rutin digunakan untuk persiapan memurnikan fragmen – fragmen DNA tertentu. Gel ini tersusun atas agarosa dan digunakan untuk memisahkan fragmen – fragmen DNA yang ukurannya memiliki rentang beberapa ratus hingga sekitar 20.000 kb. Agarosa bersifat tidak toksik, kompleks berupa bubuk yang
32
terdiri dari campuran polimer dengan dua unit dasar galaktosa, agarosa, dan agaropektin (Bintang, 2010). Molekul DNA bermuatan negatif di dalam medan listrik bergerak melalui gel pada kecepatan yang berbeda tergantung ukurannya yaitu molekul DNA yang kecil dengan mudah melewati gel sehingga bergerak lebih cepat dibandingkan molekul yang lebih besar. Keuntungan khusus yang diperoleh menggunakan gel agarosa adalah pita DNA dapat dideteksi dengan kepekaan yang tinggi (Bintang, 2010). Teknik ini merupakan teknik sederhana, cepat, dan dapat memisahkan molekul yang diinginkan dari matriksnya yang tidak dapat dilakukan oleh prosedur lainnya (Sudjadi, 2008).
33
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Jarak pagar (J. curcas L.) adalah salah satu tanaman penghasil bahan bakar nabati (biodiesel) potensial dan mulai marak dikembangkan di beberapa wilayah di Indonesia (Anonim, 2008). Tanaman jarak pagar selama ini belum ditanam secara intensif, meskipun tanaman tersebut sebelum Indonesia merdeka telah dimanfaatkan sebagai sumber energi rumah tangga alternatif. Sebagai hasilnya, sekarang ini jarak pagar tumbuh liar di berbagai daerah khususnya pada lahan marginal (Anonim, 2005). Selanjutnya dijelaskan oleh Delita et al. (2008), hambatan teknis dalam pengembangan tanaman jarak pagar adalah belum tersedianya klon atau varietas unggul. Untuk mendapatkan kultivar unggul tanaman jarak pagar sebagai penghasil minyak dengan karakteristik hasil tinggi dan beradaptasi baik pada lahan marginal maka perlu dilakukan karakterisasi genetik (Anonim, 2005) yang berpotensi untuk menjadi kultivar unggul yang menghasilkan kandungan minyak yang tinggi (Delita et al., 2008). Berdasarkan hal tersebut diatas maka disusun kerangka konsep penelitian seperti pada Gambar 3.1.
34
Populasi jarak pagar (J. curcas L.) di Tejakula, Sangsit, Sukasada, Gitgit, dan Pancasari
Isolasi DNA genomik
Analisis molekuler dengan PCRISSR
Keragaman genetik berdasarkan karakteristik molekuler
Diketahui Keragaman genetik Hubungan kekerabatan
Program pemuliaan tanaman
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian
3.2 Hipotesis Terdapat polimorfisme jarak pagar pada beberapa ketinggian tempat berbeda di Bali bagian utara (Tejakula, Sangsit, Sukasada, Gitgit, dan Pancasari) yang disebabkan oleh keragaman genetik dan lingkungan.
35
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan Laboratorium Biomarine Universitas Udayana. Pengambilan sampel dilakukan di lima lokasi (Tejakula, Sangsit, Sukasada, Gitgit, dan Pancasari) di kabupaten Buleleng. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan Mei 2011. 4.2 Penentuan Sumber Data Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman jarak pagar yang terdapat pada beberapa ketinggian tempat berbeda di Bali bagian utara. Pengambilan sampel tanaman dengan metode area sampling. Lokasi pengambilan tanaman dikelompokkan kedalam dua zone yaitu wilayah dengan ketinggian ≤ 200 m dpl (dataran rendah) dan wilayah dengan ketinggian ≥ 1000 m dpl (dataran tinggi). Sampel diambil di lima lokasi di kabupaten Buleleng yaitu Tejakula, Sangsit, Sukasada, Gitgit, dan Pancasari. Informasi keberadaan tanaman jarak pagar dari Dinas Perkebunan Provinsi Bali serta informasi dari masyarakat. 4.3 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun jarak pagar yang diambil dari lima lokasi di kabupaten Buleleng yaitu Tejakula, Sangsit, Sukasada, Gitgit, dan Pancasari. Bahan kimia yang dipakai antara lain : CTAB (cetyltrimethyl ammonium bromide), EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid), Tris-HCl, β – merkaptoetanol, PVP (polyvinylpyrrolidone), kloroform, isoamyl
36
alkohol, etanol 70 %, ddH2O, RNA-se, agarosa, Taq DNA Polymerase (KAPA Biosystem), Taq DNA Polymerase buffer (KAPA Biosystem), dNTPs (KAPA Biosystem), MgCl2, DNA ladder 100 bp (Invitrogen), loading blue, ethidium bromida, primer yang digunakan adalah jenis UBC (University of British Columbia) antara lain : UBC 811 (5’GAG AGA GAG AGA GAG AC 3’), UBC 814 (5’CTC TCT CTC TCT CTC TA 3’), UBC 815 (5’CTC TCT CTC TCT CTC TG 3’), UBC 824 (5’TCT CTC TCT CTC TCT CG 3’), UBC 828 (5’TGT GTG TGT GTG TGT GA 3’), UBC 885 (5’ACT CGT ACT AGA GAG AGA GAG AG 3’), dan UBC 890 (5’AGC ATC AGC GTG TGT GTG TGT GT 3’). Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : mesin elektroforesis, TaKaRa PCR Thermal Cycler, freezer – 20o, UV transiluminator, kamera Nikon D90, autoclaf, micro pipet, kotak es, termometer, timbangan digital, tabung eppendorf, tabung erlenmeyer, falcon tube, vortex, penangas air, micro sentrifuge, microwave, mortar pestle, kertas parafilm, Global Positioning System (GPS Garmin seri e- trex). 4.4 Isolasi DNA Jarak Pagar Isolasi DNA jarak pagar berdasarkan protokol isolasi DNA dari Doyle dan Doyle (1989) dengan modifikasi. Sampel daun dari masing – masing individu diambil sebanyak 0,1 gram yang sudah dibekukan pada -20o C dan digerus sampai halus kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf. Selanjutnya sampel disuspensikan dalam 1,5 ml buffer ekstraksi hangat (600C) yang mengandung 1,5 % CTAB (w/v), 75 mM Tris-HCl pH 8, 1,05 M NaCl, 15mM Na2EDTA, dan ditambahkan 2 % β-merkaptoetanol, 1 % PVP. Suspensi ini diinkubasi pada suhu
37
600C selama 30 menit dalam penangas air. Selama inkubasi tabung eppendorf dibolak balik secara kontinyu kemudian disentrifugasi pada kecepatan putar 14.000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf baru. Selanjutnya supernatan ditambahkan campuran kloroform : isoamylalkohol (24 : 1) dengan volume yang sama dengan supernatan, kemudian disentrifugasi pada kecepatan putar 14.000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan dipindah ke tabung eppendorf baru dan ditambahkan 1 ml isopropanol dingin (- 200C). Campuran ini diinkubasi pada suhu - 200C selama 30 menit dan disentrifugasi pada kecepatan putar 14.000 selama 3 menit. Pelet DNA yang diperoleh dicuci dengan etanol 70 %, kemudian disentrifugasi pada kecepatan putar 14.000 selama 3 menit. Cairan pencuci dibuang. Tahap tersebut diulangi dua kali dan pelet DNA yang dihasilkan dikeringanginkan selama 5 menit. Selanjutnya pelet DNA ditambah dengan 100 µl ddH2O. Pelet DNA ditambahkan RNA-se sebanyak 3 µl
dan diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit.
Selanjutnya DNA disimpan pada suhu -200C. 4.5. Elektroforesis Gel Agarosa DNA Template Untuk mengetahui kualitas DNA hasil isolasi, DNA dielektroforesis dengan gel agarosa 0,8 % dalam bufer TAE (40mM Tris – asetat pH 7,9 dan 2 mM Na2EDTA). Agarosa 0,4 gram ditambahkan 50 ml 1X TAE dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer kemudian dipanaskan pada microwave selama 1 menit. Sisir pembuat sumur pada gel dipasang. Gel dituang dalam cetakan gel, kemudian ditunggu sampai mengental dan sisir dicabut sehingga terlihat sumur gel. Gel dimasukkan dalam tangki elektroforesis yang telah berisi buffer 1X TAE.
38
Sebanyak 5 µl sampel dicampur dengan loading blue diatas kertas parafilm. Mesin elektroforesis dialiri listrik pada tegangan 100 volt selama 40 menit. Pewarnaan dilakukan dengan cara merendam gel dalam ethidium bromida selama 30 menit. Pengamatan DNA dilakukan di bawah lampu UV dan dilakukan pemotretan. 4.6. Amplifikasi DNA dengan PCR-ISSR Amplifikasi DNA dengan PCR – ISSR dilakukan berdasarkan penelitian Pharmawati et al. (2004). PCR dilakukan pada total volume 20 µl campuran yang mengandung 12 µl master mix (terdiri dari 2 µl dNTPmix yang mengandung dATP, dTTP, dGTP, dan dCTP ; 2 µl Taq buffer polymerase ; 1,5 µl MgCl2 ; 0,2 µl Taq polymerase ; 1 µl glicerol ; 2,3 ddH2O), 8 µl primer, dan 3 µl DNA. Program amplifikasi yang digunakan pada PCR – ISSR sebagai berikut : 1) denaturasi awal pada suhu 940 C selama 5 menit sebanyak satu siklus; 2) denaturasi suhu 940 C selama 1 menit , annealing pada suhu 400 C selama 1,5 menit, dan extention (perpanjangan) pada suhu 720 C selama 2 menit sebanyak 45 siklus siklus; 3) perpanjangan akhir pada suhu 720 C selama 7 menit sebanyak satu siklus. Produk PCR – ISSR diperiksa dengan elektroforesis dalam bufer TAE menggunakan 2 % gel agarosa yang diwarnai dengan ethidium bromida. Elektroforesis dilakukan pada 100 V selama 40 menit dan pola ISSR diamati dengan UV transiluminator (Sambrook et al., 1989). Sebagai size marker digunakan DNA ladder 100 bp.
39
4.6. Analisis Data PCR – ISSR Untuk menentukan keragaman genetik, produk PCR – ISSR diskor berdasarkan muncul tidaknya pita DNA. Pita yang muncul pada gel diasumsikan sebagai alel ISSR. Keragaman alel ISSR ditentukan dari perbedaan migrasi alel pada gel dari masing- masing individu sampel. Berdasarkan ada atau tidaknya pita ISSR, profil pita diterjemahkan kedalam data biner. Pita yang muncul diberi kode A (ada) dan tidak ada (T). Data selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode Unweighted Pair Group Method Arithmetic (UPGMA) melalui program MEGA 5.05. Analisis nilai bootstrap dengan UPGMA pada 500 replikasi untuk mengetahui pengelompokan tanaman jarak pagar yang diuji. Pengukuran
pita
DNA
ditentukan
berdasarkan
standar
ladder
menggunakan kertas grafik semilogaritma. Jarak pita diukur dari bagian paling bawah sumur sampai bagian paling bawah pita. Untuk menentukan tingkat keinformatifan primer, dilakukan penghitungan Polymorphic Information Content (PIC). PIC dihitung dengan rumus PIC = 1 – 2
, dimana Pij adalah frekuensi pola j yang dihasilkan oleh primer i yang
kemudian dijumlahkan untuk keseluruhan pola – pola yang dihasilkan primer.
40
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Identifikasi Tempat Tumbuhnya Jarak Pagar (J. curcas L.) Dalam penelitian ini diambil masing-masing tiga tanaman jarak pagar yang tumbuh pada satu lokasi dan dilakukan pengukuran ketinggian tempat tumbuhnya tanaman. Daun yang diambil berupa daun yang masih muda pada pucuk tanaman. Berdasarkan pengukuran ketinggian tempat diperoleh hasil sebagai berikut : jarak pagar di Tejakula tumbuh pada ketinggian 34 m dpl, Sangsit (52 m dpl), Sukasada (78 m dpl), Gitgit (1278 m dpl), dan Pancasari (1252 m dpl). 5.2. Analisis Polimorfisme Jarak Pagar (J. curcas L.) Pada penelitian ini telah dicoba tujuh primer pada sampel daun jarak pagar dalam reaksi PCR – ISSR. Tiga dari tujuh primer (UBC 828, UBC 885, dan UBC 890) dapat mengamplifikasi fragmen DNA pada semua sampel sedangkan empat primer lainnya (UBC 811, UBC 814, UBC 815, dan UBC 824) gagal mengamplifikasi fragmen DNA. Hasil amplifikasi fragmen DNA menggunakan tiga primer ISSR (UBC 828, UBC 885 dan UBC 890) pada 15 sampel daun tanaman jarak pagar menghasilkan produk PCR yang dapat dibaca dan diskor sehingga hasilnya dapat dianalisis. Data genotipik yang diperoleh dari pemotretan gel hasil amplifikasi DNA dalam reaksi PCR – ISSR adalah berupa pita DNA dengan ukuran tertentu. Setiap pita pada gel mempresentasikan fragmen DNA pada masing – masing
41
individu tanaman. Total jumlah pita DNA yang dihasilkan yaitu 183 dengan ukuran 280 – 1650 bp. Persentase polimorfisme dan Polymorphic Information Content (PIC) dari tiga primer yang digunakan dalam reaksi PCR – ISSR pada 15 sampel jarak pagar disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Persentase polimorfisme dan PIC dari primer UBC 828, UBC 885, dan UBC 890 berdasarkan pola pita DNA yang dihasilkan dari 15 tanaman jarak pagar. Primer
Ukuran pita (bp)
Jumlah pita alel
Jumlah pita DNA
Jumlah pita polimorfis
Persentase polimorfisme
PIC
UBC 828
340 – 1600
16
53
53
100
0,92
UBC 885
280 – 1450
12
65
65
100
0,85
UBC 890
370 – 1650
16
65
65
100
0,92
Amplifikasi primer UBC 828 menghasilkan 53 fragmen DNA dengan kisaran ukuran 340 – 1600 bp yang berada dalam 16 pola pita. Semua fragmen (100 %) adalah polimorfis (Gambar 4.1). Tingkat keinformatifan dari primer ini sebesar 0,92.
42
2072 1500 Pita DNA 600
Gambar 4.1. Produk amplifikasi DNA jarak pagar menggunakan primer UBC 828 dengan marker (DNA ladder 100 bp). Lajur paling kiri adalah marker, angka secara berurutan adalah jarak pagar asal Tejakula 1, Tejakula 2, Tejakula 3, Sangsit 1, Sangsit 2, Sangsit 3, Sukasada 1, Sukasada 2, Sukasada 3, Gitgit 1, Gitgit 2, Gitgit 3, Pancasari 1, Pancasari 2, dan Pancasari 3.
Amplifikasi primer UBC 885 menghasilkan 65 fragmen DNA dengan kisaran ukuran 280 – 1450 bp yang berada dalam 12 pola pita. Semua pita (100 %) adalah polimorfis (Gambar 4.2). Tingkat keinformatifan dari primer ini sebesar 0,85.
43
171 2072 1500
600
Pita DNA
Gambar 4.2. Produk amplifikasi DNA jarak pagar menggunakan primer UBC 885 dengan marker ( DNA ladder 100 bp). Lajur paling kiri adalah marker, angka secara berurutan adalah jarak pagar asal Tejakula 1, Tejakula 2, Tejakula 3, Sangsit 1, Sangsit 2, Sangsit 3, Sukasada 1, Sukasada 2, Sukasada 3, Gitgit 1, Gitgit 2, Gitgit 3, Pancasari 1, Pancasari 2, dan Pancasari 3.
Amplifikasi primer UBC 890 menghasilkan 65 fragmen DNA dengan kisaran ukuran 370 - 1650 bp yang berada dalam 16 pola pita. Semua pita (100 %) adalah polimorfis (Gambar 4.3). Tingkat keinformatifan dari primer ini sebesar 0,92.
44
2072 1500
Pita DNA 600
Gambar 4.3. Produk amplifikasi DNA jarak pagar menggunakan primer UBC 890 dengan marker ( DNA ladder 100 bp). Lajur paling kiri adalah marker, angka secara berurutan adalah jarak pagar asal Tejakula 1, Tejakula 2, Tejakula 3, Sangsit 1, Sangsit 2, Sangsit 3, Sukasada 1, Sukasada 2, Sukasada 3, Gitgit 1, Gitgit 2, Gitgit 3, Pancasari 1, Pancasari 2, dan Pancasari 3.
5.3 Analisis Hubungan Kekerabatan Jarak Pagar ( J. curcas L.) Berdasarkan profil pita DNA hasil amplifikasi menggunakan tiga primer, ditentukan matrik kesamaan untuk menentukan hubungan kekerabatan 15 tanaman jarak pagar. Masing – masing genotip membentuk kelompok dengan jarak genetik tertentu. Jarak genetik menunjukkan dekat atau tidaknya hubungan kekerabatan dari genotip – genotip yang diamati. Hasil analisis kelompok (Gambar 4.4 dan Lampiran 1) menunjukkan 15 tanaman jarak pagar dibagi dalam dua kelompok (I dan II) dan masing – masing terdiri atas dua subkelompok (A dan B) yang berada pada jarak genetik 0,045 – 0,568.
45
Subkelompok IA terdiri dari tanaman jarak pagar asal Sukasada 1, Sukasada 2, Sangsit 1, Tejakula 1, Sukasada 3, Tejakula 2, Gitgit 1, Gitgit 2. Subkelompok IB terdiri dari jarak pagar asal Sangsit 2 dan Sangsit 3. Subkelompok IIA terdiri dari jarak pagar asal Tejakula 3 dan Gitgit 3, sedangkan subkelompok IIB terdiri dari jarak pagar asal Pancasari 1, Pancasari 2, dan Pancasari 3. Jarak pagar asal Sukasada 1 dan Sukasada 2 lebih dekat dengan Sangsit 1 pada jarak genetik 0,114. Tanaman jarak pagar asal Sukasada 3 lebih dekat dengan Tejakula 1 (jarak genetik 0,136) dibandingkan dengan Tejakula 2 (jarak genetik 0,205). Dua tanaman jarak pagar asal Sangsit (Sangsit 2 dan Sangsit 3) dekat dengan Gitgit 2 pada jarak genetik 0,432 – 0,477. Tanaman jarak pagar asal Gitgit 1 lebih dekat dengan Tejakula 2 pada jarak genetik 0,159 dibandingkan dengan Gitgit 2 (jarak genetik 0,318). Tanaman jarak pagar asal Pancasari 1 lebih dekat dengan Tejakula 3 pada jarak genetik 0,182 dibandingkan dengan Gitgit 3 (jarak genetik 0,386).
46
82 33
Sukasada 1 Sukasada 2
46
Sangsit 1
17
Tejakula 1 Sukasada 3
55
A
I
Tejakula 2 Gitgit 1
41 35
Gitgit 2 Sangsit 2 98
Tejakula 3
52
B
Sangsit 3
A
Gitgit 3
II
Pancasari 1 Pancasari 2
83 55
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
B
Pancasari 3
0.0
Gambar 4.4. Dendrogram 15 tanaman jarak pagar hasil analisis kelompok berdasarkan pola pita DNA dari tiga primer ISSR dengan metode UPGMA. Skala menunjukkan panjang cabang. Angka – angka pada garpu merupakan persentase tingkat kepercayaan pengelompokan dengan analisis bootstrap 500 kali dengan program MEGA 5.05.
47
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Tempat Tumbuhnya Jarak Pagar ( J. curcas L.) Tempat pengambilan sampel tanaman jarak pagar dibedakan berdasarkan ketinggian tempat. Data yang diperoleh menunjukkan perbedaan ketinggian tempat tumbuhnya tanaman. Jarak pagar di Tejakula tumbuh pada ketinggian 34 m dpl, Sangsit (52 m dpl), Sukasada (78 m dpl), Gitgit (1278 m dpl), dan Pancasari (1252 m dpl). Kisaran perbedaan ketinggian tempat (34 – 1278 m dpl) menunjukkan jarak pagar mampu tumbuh pada berbagai ketinggian tempat. Menurut Hambali et al. (2007), jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang cocok tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 300 m dpl, namun sebaran tumbuh dapat mencapai ketinggian 1000 m dpl. Mahmud et al. (2008) menambahkan jarak pagar bahkan bisa tumbuh pada ketinggian 1700 m dpl. Prihandana dan Hendroko (2006) menyatakan jarak pagar akan tumbuh dan berproduksi optimal jika ditanam di lahan kering dataran rendah yang beriklim kering. Jarak pagar dapat tumbuh di lahan marginal yang miskin hara, tetapi dengan drainase dan aerasi yang baik. Selanjutnya dikemukakan oleh Mahmud et al. (2008), jarak pagar tidak tahan cuaca yang sangat dingin dan tidak sensitif dengan panjang hari. Daya adaptasi tanaman jarak pagar bisa dilihat dari kemampuannya bertahan hidup di daerah yang mengalami musim kemarau panjang yaitu dengan cara meranggaskan daunnya. Selain meranggaskan daunnya, adaptasi jarak pagar pada musim kering dapat dilihat dari kemampuannya menyimpan cadangan air
48
pada akar dan daunnya. Hal itulah yang menyebabkan penyebaran tanaman sangat luas karena bisa tumbuh dengan optimal di wilayah yang kering (Anonim, 2008). 6.2 Analisis Polimorfisme Jarak Pagar (J. curcas L.) Isolasi DNA genomik jarak pagar dengan bufer ekstraksi CTAB menghasilkan fragmen tunggal DNA yang relatif sama. Ardiana (2009) menyatakan bahwa ekstraksi untuk mendapatkan DNA berkualitas tinggi merupakan suatu kaidah dasar yang harus dipenuhi dalam studi molekuler. Marka molekuler merupakan teknik yang efektif dalam analisis genetik (Yunus, 2007) karena sifat genetik cenderung stabil pada perubahan lingkungan dan tidak dipengaruhi oleh umur sehingga penanda genetik dapat memberikan informasi yang relatif lebih akurat (Julisaniah et al., 2008). Marka Inter Simple Seguence Repeats (ISSR) adalah teknik pendeteksian genetik polimorfisme DNA tanpa perlu lebih dulu mengetahui susunan basa dari genomik tanaman diantara susunan basa yang berulang yang membentang pada utas DNA (Wahyuni et al., 2004). ISSR menggunakan primer tunggal yang panjang dan kekuatan yang tinggi dicapai dengan suhu annealing (Gurcan et al., 2009). Amplifikasi terjadi jika dua mikrosatelit sekuen berulang yang sama, dalam orientasi terbalik, berlokasi cukup dekat satu sama lain sehingga memungkinkan sekuen diantaranya untuk teramplifikasi (Pharmawati, 2009). Amplifikasi DNA jarak pagar menggunakan tiga primer (UBC 828, UBC 885, dan UBC 890) menghasilkan 183 pita DNA. Karsinah (2002) menyatakan pita DNA merupakan hasil berpasangannya nukleotida primer dengan nukleotida genom tanaman. Dalam penelitian ini, pita yang dihasilkan tidak selalu
49
memperoleh intensitas pita yang sama. Hasil elektroforesis memperlihatkan pita – pita yang jelas dan redup. Menurut Poerba dan Martanti (2008), jumlah dan intensitas pita DNA yang dihasilkan sangat tergantung pada kemampuan primer mengenali urutan DNA komplementernya pada cetakan DNA yang digunakan. Intensitas pita DNA hasil amplifikasi pada setiap primer dipengaruhi oleh kemurnian dan konsentrasi cetakan DNA. Cetakan DNA yang mengandung senyawa – senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang redup (Poerba dan Martanti, 2008). Demikian pula apabila konsentrasi DNA terlalu rendah akan menghasilkan fragmen sebagai pita yang sangat tipis pada gel atau bahkan pita tidak terlihat secara visual. Sebaliknya, konsentrasi DNA yang terlalu tinggi akan menyebabkan fragmen terlihat tebal sehingga sulit dibedakan antara satu pita dengan pita lainnya (Haris et al., 2003). Selain hal tersebut diatas, adanya pita – pita DNA yang bervariasi dalam intensitasnya ini dapat terjadi karena jumlah kopi yang diamplifikasi mewakili suatu pita tidak sama. Ada yang berulang cukup banyak sehingga terlihat sebagai pita DNA yang sangat jelas dan ada yang jumlah kopinya hanya beberapa saja dan tidak cukup banyak untuk dapat terlihat sebagai pita yang jelas sehingga terlihat tipis dan samar (Roslim et al., 2003). Dalam penelitian ini, dari tiga primer dihasilkan 12 – 16 pola pita. Menurut Wahyuni et al. (2004), marka ISSR akan mengamplifikasi kurang dari 20 pola pita. Pola pita yang teramplifikasi tersebut adalah pola pita utama (mayor band) yang ditandai oleh penampakan pita yang jelas dan tebal serta pola pita
50
tidak utama (minor band) yang penampilan pitanya lebih tipis dan kadang kurang jelas. Dalam penelitian ini diperoleh pita DNA yang berukuran 280 – 1650 bp. Berdasarkan hasil penelitian Singh et al. (2009) dengan menggunakan marka ISSR pada amplifikasi DNA jarak pagar di India, diperoleh pita DNA yang berukuran 200 - 2500 bp. Innis dan Gelfand (1990) menjelaskan, ukuran pita DNA yang berbeda ini disebabkan perbedaan panjang situs DNA pada tanaman yang dapat diperpanjang oleh primer. Semakin lebar jarak antar situs primer dengan yang lain pada cetakan DNA akan dihasilkan DNA baru yang panjang dengan bobot molekul tinggi. Polimorfisme ditandai dengan ada dan tidak adanya pita pada suatu sampel serta perbedaan ukuran pita yang dihasilkan setiap sampel. Pada penelitian ini, polimorfisme jarak pagar pada tingkat molekuler sangat tinggi yaitu sebesar 100 %. Menurut McGregor et al. (2000), polimorfisme merupakan gambaran amplifikasi yang diperoleh dari perbedaan fragmen DNA yang diobservasi dan diskor sebagai ada atau tidaknya perbedaan sekuen sehingga menunjukkan ada tidaknya variasi. Keragaman genetik jarak pagar pada populasi memberikan gambaran kondisi jarak pagar di alam. Analisis PCR – ISSR untuk menentukan keragaman genetik yaitu dengan melihat ada atau tidaknya pita-pita DNA pada berat molekul tertentu yang dapat diamplifikasi oleh suatu primer pada suatu individu tertentu. Menurut Nuryani (2003), jumlah pita polimorfis dalam analisis keragaman genetik sangat menentukan tingkat keragaman genetik suatu populasi. Perbedaan
51
jumlah dan polimorfisme pita DNA yang dihasilkan mengambarkan kompleksitas genom tanaman yang diamati. Tingkat keinformatifan primer (PIC) yang digunakan dalam penelitian ini berkisar dari 0,85 – 0,92. Hal ini mengindikasikan
primer tersebut mampu
mendeteksi polimorfisme dalam suatu populasi sebesar 85 – 92 %. Menurut Anderson et al. (1993), semakin besar nilai PIC suatu primer maka primer tersebut semakin bagus digunakan sebagai penanda molekuler. PIC mengacu pada nilai suatu penanda untuk mendeteksi polimorfisme dalam populasi. PIC tergantung dari banyaknya frekuensi dan distribusi alel yang ditemukan. 6.3 Analisis Hubungan Kekerabatan Jarak Pagar ( J. curcas L.) Analisis hubungan kekerabatan pada 15 tanaman jarak pagar menunjukkan sampel tanaman terbagi dalam dua kelompok. Subkelompok IA terdiri atas jarak pagar asal Sukasada 1, Sukasada 2, Sangsit 1, Tejakula 1, Sukasada 3, Tejakula 2, Gitgit 1, dan Gitgit 2 yang berada pada jarak genetik 0,045 – 0,273. Subkelompok IB terdiri atas jarak pagar Sangsit 2 dan Sangsit 3 (jarak genetik 0,091). Kelompok II terdiri atas jarak pagar asal Tejakula 3 dan Gitgit 3 (jarak genetik 0,205) yang membentuk kelompok dengan jarak pagar asal Pancasari (jarak genetik 0,091 – 0,114). Nilai bootstrap dari pengelompokan jarak pagar yang diuji berada dalam kisaran 17 – 98 %. Untuk mendapatkan hasil pengelompokan yang lebih baik dengan nilai bootstrap yang tinggi, perlu pengujian dengan menggunakan primer yang lebih banyak karena menurut Holmes (2005), semakin tinggi nilai bootstrap maka akan semakin baik. Kartikaningrum et al. (2002) menambahkan, secara
52
teoritis meningkatnya keakuratan pengelompokan disebabkan oleh semakin banyaknya
data
yang
digunakan.
Pada
umumnya
ketepatan
perkiraan
pengelompokan akan meningkat apabila jumlah lokus yang terdeteksi dalam analisis meningkat. Hasil analisis dendrogram tersebut memperlihatkan populasi jarak pagar yang berasal dari Pancasari mengelompok menjadi satu kelompok berdasarkan lokasi tempat tumbuhnya tanaman. Tanaman jarak pagar asal Tejakula, Sangsit, Sukasada, dan Gitgit tidak mengelompok berdasarkan lokasi tetapi menyebar. Menurut Indriani (2000), genotipe – genotipe yang berasal dari satu wilayah cenderung mengelompok pada jarak genetik yang kecil. Hal ini disebabkan adanya kisaran geografi yang rendah, secara genetika lebih seragam dibandingkan dengan populasi yang tersebar luas. Berdasarkan pengelompokan tersebut mengindikasikan jarak pagar asal Pancasari berasal dari induk yang terbatas atau sama sehingga sampel tanaman asal Pancasari memiliki keragaman genetik lebih rendah dibandingkan dengan jarak pagar asal Tejakula, Sangsit, Sukasada, dan Gitgit. Menurut Mansyah (2003), besarnya perbedaan jarak genetik dalam populasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor isolasi oleh jarak, geografi, ekologi, dan reproduksi. Apabila hal ini terjadi maka akan muncul jenis baru yang mampu beradaptasi pada lingkungannya secara alami dan jangka panjang. Berdasarkan teori Vavilov yang salah satunya mengemukakan bahwa wilayah yang memiliki keanekaragaman genetik yang besar sebagai pusat asal (Mukerjee, 1987 dalam Indriani, 2000). Untuk tanaman jarak pagar sudah lama
53
dikenal masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang sejak tahun 1942 (Hambali et al., 2007). Jarak pagar berasal dari Meksiko,
Amerika
Tengah (Syufri, 2007).
Tanaman dari famili
Euphorbiaceae ini banyak ditemukan di Afrika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan India (Syah, 2006). Awalnya tanaman ini diduga didistribusikan ke Afrika dan Asia oleh para penjelajah Portugis dan Spanyol berdasarkan bukti – bukti nama setempat (nama lokal/daerah) (Syah, 2006). Pada mulanya penyebaran jarak pagar di Asia dimulai pada dua titik wilayah yaitu Malaka dan Filipina (Heller, 1996). Pada daerah asalnya, tanaman tentunya mempunyai keragaman genetik yang lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya (Indriani, 2000). Tanaman jarak pagar asal Tejakula dan Gitgit terpisah dalam dua kelompok. Pola pengelompokan pada kelompok I lebih heterogen. Fenomena yang menarik dari hasil pengelompokan tersebut adalah mengelompoknya individu dari lokasi yang berlainan ke dalam satu kelompok. Menurut Poerba dan Martanti (2008), hal tersebut mengindikasikan adanya keragaman genetik yang disebabkan oleh rekombinasi genetik. Karuniawan et al. (2008) menambahkan, populasi dari habitat yang sama belum tentu memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat. Hubungan kekerabatan yang dekat, terdapat juga pada genotipe – genotipe yang berbeda asalnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau adanya interaksi genotip dengan lingkungan. Mansyah (2003) juga menyatakan, populasi tanaman yang diuji mempunyai tingkat umur yang bervariasi atau generasi penanaman yang berbeda sehingga menimbulkan keragaman genetik.
54
Keragaman genetik merupakan variasi genetik yang dimiliki oleh individu dalam suatu populasi yang menempati suatu ekosistem. Keragaman menempati posisi kunci dalam program pemuliaan karena genetik optimalisasi atau maksimalisasi perolehan genetik akan sifat – sifat tertentu, dapat dicapai apabila ada cukup informasi untuk melakukan seleksi gen terhadap sifat yang diinginkan (Irwanto, 2007). Suryanto (2008) menyatakan keragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan nukleotida penyusun DNA. Perubahan ini mungkin dapat mempengaruhi fenotip suatu organisme yang dapat dipantau dengan mata telanjang atau mempengaruhi reaksi individu terhadap lingkungan tertentu. Secara umum keragaman genetik dari suatu populasi dapat terjadi karena adanya mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen dari satu tempat ke tempat lain. Perbanyakan tanaman jarak pagar dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif (Hambali et al., 2007). Tanaman yang dibiakkan secara vegetatif akan mempunyai keseragaman secara genetik karena dikembangkan dari induk yang sama. Cara pembiakan ini dapat melestarikan sifat – sifat yang dimiliki oleh suatu tanaman, tetapi adanya interaksi antara genetik dan lingkungan menyebabkan perubahan – perubahan secara fisik yang dapat bersifat sementara atau permanen. Perubahan yang bersifat permanen disebabkan karena terjadinya perubahan pada material genetiknya (Mangoendidjojo, 2008). Menurut Julisaniah et al. (2008), informasi hubungan genetik diantara individu di dalam dan diantara spesies mempunyai kegunaan penting bagi perbaikan tanaman. Dalam program pemuliaan tanaman, pendugaan hubungan
55
genetik sangat berguna untuk mengelola plasma nutfah, identifikasi kultifar, membantu seleksi tetua untuk persilangan, serta mengurangi jumlah individu yang dibutuhkan untuk pengambilan sampel dengan kisaran keragaman genetik yang luas.
56
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan hasil amplifikasi DNA jarak pagar (J. curcas L.) menggunakan tiga primer ISSR (UBC 828, UBC 885, dan UBC 890), menunjukkan adanya keragaman genetik jarak pagar pada beberapa ketinggian tempat di Bali bagian utara (Tejakula, Sangsit, Sukasada, Gitgit, dan Pancasari) yang berada pada jarak genetik 0,045 – 0,568. 2. Berdasarkan hasil analisis kelompok 15 sampel tanaman jarak pagar dapat dibagi menjadi dua kelompok utama (kelompok I terdiri dari jarak pagar asal Sukasada 1, Sukasada 2, Sangsit 1, Tejakula 1, Sukasada 3, Tejakula 2, Gitgit 1, Gitgit 2, Sangsit 2, dan Sangsit 3 ; kelompok II terdiri dari jarak pagar asal Tejakula 3, Gitgit 3, Pancasari 1, Pancasari 2, dan Pancasari 3). Jarak pagar asal Tejakula, Sangsit, Sukasada, dan Gitgit tidak mengelompok berdasarkan lokasi, dan hanya jarak pagar asal Pancasari membentuk kelompok sendiri berdasarkan lokasi. 3. Berdasarkan nilai jarak genetik, diperoleh keragaman genetik tertinggi pada tanaman jarak pagar asal Sangsit yang berada pada jarak genetik 0,091 – 0,364.
57
7.2 Saran 1.
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang optimal perlu dilakukan penelitian serupa dengan jumlah sampel dan jumlah primer yang lebih banyak pada lokasi yang berbeda.
2.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme terjadinya keragaman genetik pada jarak pagar di Bali.
58
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Menghijaukan Pantai Memanen Minyak. http://wwwfaperta.ugm.ac.id/jatropha. Anonim. 2008. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Info Tek Jarak Pagar 39 (10) : 37 – 40. http://www.perkebunan.litbang.litbang.deptan.go.id. Anderson, J.A., Churchill, G. A., Autrique, J. E., Tanksley, S. D., dan Sorrells, M. E. 1993. Optimizing Parental Selection for Genetic Linkage Maps. Jurnal Genome 36 : 181 – 186. Anwar, A. 1985. Ringkasan Biologi. Ganesa Exact. Bandung. Ariwidiantari, P.P.S. 2009. Studi Kekerabatan Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) dengan Teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Skripsi Jurusan Biologi. F.MIPA. UNUD. Denpasar. Ardiana, D.W. 2009. Teknik Isolasi DNA Genom Tanaman Pepaya dan Jeruk dengan Menggunakan Modifikasi Bufer CTAB. Buletin Teknik Pertanian 14 (1) : 12 – 16. Astarini, I.A. 2008. Pengembangan Klon Unggul Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Tahan Kering dengan Pendekatan Molekuler. Proposal Penelitian. Tidak Dipublikasikan. Astarini, I.A. 2009. Aplikasi Marka Molekuler untuk Peningkatan Kualitas Produksi Kembang Kol (Brassica oleraceae var. botrytis). Editor : Wirawan, I.G.P., Supartana, P., dan Juliasih, S. M. Penerbit Universitas Udayana. Denpasar. Basha, S.D. dan Sujatha, M. 2007. Inter and Intra – population Variability of Jatropha curcas (L.) Characterized by RAPD and ISSR Markers and Development of Population – specific SCAR markers. Euphytica 156 : 375 – 386. Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Penerbit Erlangga. Jakarta. Delita, K., Efriani, M. dan Ummi, K. 2008. Korelasi Aktivitas Nitrat Reduktase dan Pertumbuhan Beberapa Genotipe Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) yang Diperlakukan dengan Zat Pengatur tumbuh 2,4-D. Jurnal Akta Agrosia 11 (1) : 80 – 86. Doyle, J.J dan J. L. Doyle. 1989. Isolation of Plant DNA from Fresh Tissue. Focus 12 (1) : 13 – 15.
59
Dwimahyani, I. 2005. Pemuliaan Mutasi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). P3TIR-BATAN. http://www.ristek.go.id/index.php?mod=News&conf=v&id=972
Elfrod, S. dan Stansfield, W. 2007. Genetika. Edisi Keempat. Penerjemah : Damaring, T. W. Penerbit Erlangga. Jakarta. Giwangkara, E.G. 2006. Jarak Pagar Lebih Fleksibel dari Kelapa Sawit. http://persembahanku.wordpress.com/2006/07/29/jarak-pagar-lebih-fleksibeldari-kelapa-sawit/.
Gurcan, K., Mehlenbacher, S.A., dan Cristofori, V. 2009. Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) Markers in Hazelnut. International Society for Horticultural Science. http://www.actahort.org/members/showpdf?booknrarnr=845_19 Hambali, E., Ani, S., Dadang, Hariyadi, Hasim, H., Iman, K.R., Mira, R., Ihsanur, M., Prayoga, S., Soekisman, T., Tatang, H.S., Theresia, P., Tirto, P., dan Wahyu, P. 2007. Jarak Pagar : Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Jakarta. Haris, N., Aswidinoor, H., Nurita, T. M., dan Purwantara, A. 2003. Jurnal Menara Perkebunan 71 (1) : 1 – 15. Heller, J. 1996. Physic Nut (Jatropha curcas L.) : Promoting Concervation and Use of Underutilized and Neglected Crops. Institut of Plant Genetic and Crops Plant Research. International Plant Genetic Resources Institut. Rome. Hou, C., Yong.,Yan, Z., Wei, Y., dan Zheng, Y. 2005. Genetic Diversity in Barley from West China Based on RAPD and ISSR Analysis. Barley Genetic Newsletter 35 : 9 – 22. Holmes, S. 2005. Bootstraping Phylogenetic Trees : Theory and Methods. Stanford. USA. Innis, M.A. dan Gelfand, D.H. 1990. PCR Protocol : A Guide to Methods and Applications. Academic Press. San Diego. Indriani, F. C. 2000. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) dan beberapa Spesies yang Sekerabat Berdasarkan Analisis Isozim. Tesis. Fakultas Pertanian. Program Pasca Sarjana. Universitas Brawijaya. Malang.
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Tesis.
60
Program Studi Ilmu Kehutanan. Jurusan Ilmu – ilmu Pertanian. Sekolah Pasca Sarjana. UGM. Yogyakarta. Istiana, H. dan Sadikin, I. 2008. Cara Pengujian Media Tumbuh Pada Pembibitan Tanaman Jarak Pagar. Buletin Teknik Pertanian 13 (1) http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/bt131085.pdf . Julisaniah, N.I., Sulistyowati, L., dan Sugiharto, A.N. 2008. Analisis Kekerabatan Mentimun (Cucumis sativus L.) menggunakan Metode RAPD – PCR dan Isozim. Jurnal Biodiversitas 9 (2) : 99 – 102. Karsinah, Sudarsono, Setyobudi, L., dan Aswindinnoor. 2002. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Jeruk berdasarkan Analisis Penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian 7 (1) : 8 – 16. Karuniawan, A., Sahala, B., dan Ismail, A. 2008. Keanekaragaman Genetik Mucuna Berdasarkan Karakter Morfologi dan komponen Hasil. Jurnal Zuriat 19 (1) : 41 – 59. Kuras, A., Korbin, M., dan Zueawicz, E. 2004. Comparison of Suitability of RAPD and ISSR Techniques for Determination of Strawberry (Fragaria x ananassa Duch.) Relationship. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 79 : 189 – 193. Kartikaningrum, S., Hermiati, N., Baihaki, A., Murdaningsih, H. K., dan Nurita, T. M. 2002. Kekerabatan antar Genus Anggrek Sub Tribe Sarchantinae Berdasarkan Data Fenotip dan Pola Pita DNA. Jurnal Zuriat 13 (1) : 1 – 10. McGregor, C.E., C.A. Lambert, M.M. Grylic, J.H. Louw, and L. Warnich. 2000. A comparison assessment of DNA finger printing technique (RAPD, ISSR, AFLP, and SSR) in tetraploid potato (Solanum tuberosum L.) germplasma. Euphytica 113 : 135 – 144. Mahardika, I.G.N.K. 2003. Polymerase Chain Reaction. Laboratorium Virologi. Fakultas Kedokteran Hewan.Universitas Udayana. Denpasar. Mahmud, Z., Allorerung, D., dan Rivaie, A.A. 2008. Teknik Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Departemen Pertanian. Bogor. Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar – Dasar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
61
Mansyah, E., Baihaki, A., Setiamiharja, R., Darsa, J. S., dan Sobir. 2003. Analisis Variabilitas Genetik Manggis (Garcinia mangostana L.) di Jawa dan Sumatra Barat Menggunakan Teknik RAPD. Jurnal Zuriat 14 (1) : 35 – 44. Murray, R.K., Granner, D.K., dan Rodwell, V.W. 2006. Biokimia Harper. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Muthusamy, S., Kanagarajan, S., dan Ponnusamy, S. 2008. Efficiency of RAPD and ISSR Marker System in Accessing Genetic Variation of Rice Bean (Vigna umbellata) Landraces. Electronic Journal of Biotechnology 11 (3) : 1 – 8. Nuryani, D. 2003. Analisis Keseragaman Genetik Tanaman Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) Asal Kultur Jaringan, Setek, dan Biji dengan Teknik RAPD. Skripsi. Jurusan Kimia. F.MIPA. IPB. Bogor. Pharmawati, M., Yan, G., and McFarlane, I.J. 2004. Application of RAPD and ISSR Marker to Analyse Molecular Relationship in Grevillea (Proteace). Australian Systematic Botani 17 : 49 – 61 . Pharmawati, M. 2009. Marka Molekuler Berbasis DNA untuk Penentuan Hubungan Kekerabatan Tumbuhan. Editor : Wirawan, I.G.P., Supartana, P., dan Juliasih, S. M. Penerbit Universitas Udayana. Denpasar. Poerba, Y. S. dan Martanti, D. 2008. Keragaman Genetik Berdasarkan Marka Random Amplified Polymorphic DNA pada Amorphopallus muelleri Blume di Jawa. Jurnal Biodiversitas 9 (4) : 245 – 249. Punia, M. S. 2007. Cultivation and Use of Jatropha for Biodiesel Production in India. Paper Biodiesel Production in India. Prihandana, R. dan Hendroko, R. 2006. Petunjuk Budi Daya Jarak Pagar. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. Roslim, D. I., Hartana, A., dan Suharsono. 2003. Hubungan Genetika Populasi Kelapa Dalam Banyuwangi, Lubuk Pakam, dan Paslatan berdasarkan Analisis RAPD. Jurnal Natur Indonesia 6 (1) : 5 – 10. Salisbury, F.B dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Penerjemah : Diah R Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung. Singh, P., Singh, S., Mishra, S.P., dan Bhatia, S. K. 2009. Jurnal Genes, Genomes, and Genomic 4(1) : 1 – 8. Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta.
62
Suryana, A. 2007. Pengembangan Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengembangan Bioenergi di Indonesia. Prosiding Ekspose dan Seminar Nasional Hasil Penelitan dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mendukung PENAS XII, Palembang, 10-11 Juli 2007. Suryanto, D. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui Beberapa Teknik Genetika Molekuler. Digital Library. PS Bioteknologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatra Utara. Syufri, A. 2007. Bertanam Jarak Pagar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sumatra Barat. Syah, A.N.A. 2006. Biodiesel Jarak Pagar : Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. Wahyuni, S., Xu, D. H., Bermawiel, N., Tsunematsu, H., dan Ban, T. 2004. Skrining ISSR Primer Studi Pendahuluan Kekerabatan antar Jahe Merah, Jahe Emprit, dan Jahe Besar. Buletin TRO 15 (1). Yunus, A. 2007. Identifikasi Keragaman Genetik Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Berdasarkan Penanda Isozim. Jurnal Biodiversitas 8 (3) : 249 – 252. Yuwono, T., 2005. Biologi Molekuler. Penerbit Erlangga. Jakarta. Yuwono, T., 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Penerbit Andi. Yogyakarta.
63
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1978 di kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Drs. I. W. Githa Suryadiantha (alm) dan Ibu N. K. Tirtawati. Pada tahun 2002, penulis menyelesaikan pendidikan jenjang S1 di Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana. Tahun 2008, penulis mengikuti jenjang pendidikan S2 pada Program Studi Bioteknologi Pertanian Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar – Bali.
64