1
ANALISIS KEMAMPUAN MENULIS KALIMAT BAHASA INDONESIA RAGAM ILMIAH MAHASISWA STITMA TUBAN
Darwan S.*) Abstract Writing is a certain thing that is needed by the college students. It is because it is related to many projects or to final project the students must do. Some results of research about the skill in writing for college students prove that there are still not satisfied yet. Those results prove how important MPK (Matakuliah Pengembangan Kepribadian) Bahasa Indonesia or MPK Teknik Penulisan Karya ilmiah to be learned more seriously. The purpose of this research is to describe the skill of STITMA Tuban students in writing variation of scientific Indonesian sentences. The method of the research is descriptive qualitative with qualitative approach. The theoretical orientation uses phenomenological theory. The data are analyze through reduction, presentation, and verification steps. The result of the analysis prove that the understanding and competence or skill of the students in writing variation of scientific Indonesian sentences is still not satisfied yet if it is examined from the aspect of correctness and clarity. Meanwhile from the aspect of effectiveness and appropriatness, it is satisfied enough. Based on the result of this analysis, learning MPK Bahasa Indonesia or MPK Teknik Penulisan Karya Ilmiah should be more focused at the aspect of writing drill, not at the aspect of knowledge only. Besides it, students understanding on the Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) should be more increased. Key Words: Analysis, Writing Skill, Variation of Scientific Sentences PENDAHULUAN Bahasa Indonesia telah diajarkan sejak kali pertama peserta didik menempuh pendidikan formal. Bukan hanya itu, di beberapa keluarga bahasa Indonesia tidak lagi sebagai bahasa kedua. Dengan demikian, secara logika, penguasaan peserta didik terhadap bahasa Indonesia seharusnya tidak diragukan. Namun yang terjadi tidak demikian, ternyata kemampuan berbahasa Indonesia rata-rata belum memuaskan.
*) Darwan S. adalah dosen MKB Metodologi Penelitian di STITMA Tuban. 1
2
Hal ini dimungkinkan terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya, tidak dapat membedakan bahasa Indonesia ragam resmi dengan ragam tidak resmi. Penyebab berikutnya, tidak dapat membedakan antara bahasa Indonesia ragam tulis dengan ragam lisan. Selama ini langkah yang telah ditempuh dalam usaha pembinaan bahasa Indonesia melalui pengajaran bahasa Indonesia telah berjalan sesuai harapan, namun hasilnya mungkin masih jauh dari harapan. Upaya untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga telah dilakukan melalui pengajaran bahasa Indonesia mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Oleh sebab itu, kaum terpelajar di perguruan tinggi idealnya memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang handal. Sebab sebagai calon cendekiawan kelak diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan keilmuannya kepada masyarakat. Harapan tersebut sejalan dengan tujuan perguruan tinggi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1990 yang mengamanatkan bahwa perguruan tinggi memiliki kewajiban (1) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau kesenian, (2) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatdan memperkaya kebudayaan nasional. Dalam hal ini pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi lebih menitikberatkan pada kemahiran berbahasa sehingga mampu mengkomunikasikan gagasan keilmuannya sesuai dengan bidang yang ditekuninya. Penggunaan bahasa Indonesia di kalangan mahasiswa dapat damati dari kemampuannya untuk mempresentasikan kapasitas intelektual melalui bahasa Indonesia ragam tulis. Media penyampai bahasa Indonesia ragam tulis yang dimaksud dapat berupa makalah, maupun laporan penelitian. Mengingat begitu urgensinya penguasaan bahasa Indonesia ragam tulis, maka seyogianya pengajaran bahasa Indonesia diarahkan pada latihan menulis, baik dalam bentuk wacana deskriptif, ekspositoris, maupun argumentatif. Berdasarkan deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis merupakan salah satu ciri penanda kaum cendekia, artinya karakteristik kecendekiaan kaum terpelajar dapat diamati dari kemampuannya untuk mempresentasikan diri dalam komunikasi menggunakan media bahasa tulis. Sebab, bahasa tulis memiliki keunggulan
3
dalam mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, sehingga memungkinkan terlaksananya pengembangan, pengkomunikasian, dan pendokumentasian ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan yang semakin hari dirasakan semakin mendesak bagi negara dan bangsa Indonesia (Suryawinata, 1992:3). Di samping itu, selain memiliki keunggulan, bahasa tulis juga memiliki manfaat bagi penulis sendiri diantaranya (1) mendapatkan nilai kecerdasan, (2) memperoleh nilai kependidikan, (3) mendapatkan nilai kejiwaan, (4) memperoleh nilai kemasyarakatan, (5) memperoleh nilai keuangan, dan (6) mendapatkan nilai kefilsafatan (Gie dalam Naim, 1995). Selain itu, manfaat berikutnya adalah (1) sebagai media untuk pengungkapan diri, (2) media untuk pemahaman, membantu mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan dan perasaan harga diri, (4) sarana untuk meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungannya, (5) sarana untuk keterlibatan secara bersemangat dan bukannya penerima yang pasrah, dan (6) sarana untuk mengembangkan atau pemahaman terhadap suatu masalah dan kemampuan menggunakan bahasa. Kemampuan berbahasa Indonesia ragam tulis dalam proses kreatifnya memerlukan sejumlah pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan kebahasaan atau kompetensi berbahasa tentang objek yang akan dieksplorasi, sedangkan keterampilan yang dibutuhkan adalah keterampilan yang dapat merepresentasikan pengetahuan kebahasaannya menjadi performansi dan keterampilan menata gagasan tentang objek yang akan dikomunikasikan lewat bahasa tulis. Salah satu elemen masyarakat dari kelompok terpelajar, mahsiswa sepatutnya juga memiliki pengetahuan dan keterampilan berbahasa ragam tulis. Akan tetapi, beberapa hasil penelitian menunjukkan kemampuan berbahasa Indonesia ragam tulis mahasiswa masih memprihatinkan. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa percakapan sehari-hari, ternyata ketika mereka diharuskan menuangkan ide atau gagasan ke dalam bentuk tulisan ilmiah masih terdapat kesalahan. Oleh karena itu, pembinaan kemampuan berbahasa untuk mahasiswa seharusnya diarahkan pada karakteristik tulisan yang bersifat ilmiah. Anggapan bahwa bahasa Indonesia itu mudah harus dihilangkan, sebab jika tidak, maka tidak akan dapat mengikuti perkembangan dan pertumbuhan bahasa dengan baik (Badudu, 1998:11). Disadari atau tidak, peran penguasaan bahasa Indonesia sangat menentukan dalam penyusunan karya tulis ilmiah. Oleh sebab itu, perlu ditanamkan kesadaran bahwa
4
mahasiswa sudah selayaknya menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar serta menguasai ragam ilmiahnya. Ragam bahasa Indonesia ilmiah inilah yang harus dikuasai, sebab dari bahasa yang digunakan secara tidak langsung dapat menggambarkan logika jalan berpikirnya. Untuk mendapatkan penguasaan bahasa Indonesia yang baik dan benar diperlukan pembinaan serta latihan berbahasa secara tertulis maupun lisan. Pembinaan dan latihan berbahasa ditekankan pada keterampilan menggunakan bahasa, bukan pada pengetahuan tentang teori bahasa dan hafalan tentang aturan kebahasaannya. Ini sejalan dengan pendapat Finnochiaro dan Brumfit (dalam Werdiningsih, 2001: 24) yang menyatakan bahwa seharusnya proses belajar mengajar dalam pembelajaran bahasa lebih ditekankan pada penggunaan bahasa bukan pada pengetahuan tentang bahasa. Ini berarti bahwa pembelajaran bahasa hendaknya mengoptimalkan penggunaan bahasa dengan mengembangkan potensi dan performansi komunikatif melalui perolehan dan penggunaannya. Berangkat dari beberapa hasil penelitian yang menunjukkan kemampuan berbahasa, dalam hal ini adalah keterampilan menulis, yang masih belum memuaskan, maka dilakukan penelitian yang mengungkap tentang keterampilan menulis mahasiswa di perguruan tinggi, tepatnya di STITMA (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Makhdum Ibrahim) Tuban. Melalui penelitian ini diharapkan dapat terdeteksi keterampilan berbahasa (menulis) mahasiswa di lembaga tersebut. Di samping itu, melalui penelitian ini pula diharapkan dapat memberikan umpan balik berupa informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui efektivitas materi kuliah serta teknik penyajian materi kuliah yang digunakan. Berdasarkan pada rasional atau konteks penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini akan menjawab pertanyaan yang dirumuskan sebagai fokus penelitian, yaitu (1) bagaimana kemampuan menulis kalimat ragam ilmiah mahasiswa STITMA Tuban, (2) berapa persen mahasiswa yang mampu menyusun kalimat ragam ilmiah, dan (3) apa faktor penyebab mahasiswa kesulitan menyusun kalimat ragam ilmiah. Dengan demikian, sesuai dengan fokus penelitian yang telah dideskripsikan tersebut, maka tujuan penelitain ini untuk memberikan penjelasan tentang (1) keterampilan menulis kalimat ragam ilmiah mahasiswa STITMA, (2) persentase mahasiswa yang mampu menyusun kalimat ragam ilmiah, dan (3) faktor penyebab mahasiswa kesulitan menyusun kalimat ragam ilmiah.
5
Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun manfaat praktis. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan muatan kurikulum pengajaran aplikasi bahasa Indonesia di STITMA Tuban. Sementara itu, manfaat praktisnya ditujukan untuk pengajar MPK Bahasa Indonesia atau MPK Teknik Penulisan Karya Ilmiah terutama dalam pengembangan silabus agar (1) mencantumkan urutan penyajian materi, (2) menekankan pembelajaran pada aspek latihan, (c) melakukan pengajaran remidial, (d) serta memilih butir yang tepat untuk mengevaluasi penggunaan bahasa Indonesia mahasiswa. Berikutnya, manfaat ditujukan pada mahasiswa sebagai pembelajar bahasa, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat tentang penguasaan mahasiswa terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam kaitannya dengan keterampilan menyusun kalimat efektif dan dapat mendeteksi faktor penyebab kesulitan dalam menyusun kalimat efektif, sehingga dapat memahami faktor penyebab kesulitan tersebut untuk dicari alternatif pemecahannya. Sementara itu, penelitian ini berangkat dari sejumlah asumsi (1) makalah mahasiswa merupakan cermin keterampilan berbahasanya yang dalam proses pengerjaannya dilakukan secara bersungguh-sungguh serta disusun secara mandiri, (2) mahasiswa yang menulis makalah sebagai tugas akhir MPK Bahasa Indonesia atau MPK Teknik Penulisan Karya Ilmiah pada saat itu sedang dan telah mempelajari bahasa Indonesia. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah peneliti tidak mengikuti proses penyusunan makalah secara langsung, tetapi hanya melakukan analisis keterampilan menulisnya berdasarkan hasil tulisan mahasiswa dalam bentuk makalah.
KAJIAN TEORI Keterampilan Menulis Kemampuan seseorang dalam berbahasa dapat diterjemahkan sebagai kemampuan dalam aspek reseptif maupun aspek produktif. Kemampuan aspek reseptif dapat diamati dari kemahiran seserorang dalam menerima informasi baik dalam bentuk wacana lisan maupun tulis. Selanjutnya aspek produktif dapat ditandai dari kemampuan seseorang dalam menghasilkan informasi dalam bahasa lisan maupun tulis. Keterampilan menulis merupakan bagian dari kemampuan seseorang pada aspek reseptif. Artinya, keterampilan
6
menulis merupakan wujud dari kemampuan menghasilkan wacana, dalam hal ini adalah wacana tulis. Sama halnya dengan kemampuan berbahasa lisan, kemampuan berbahasa tulis atau keterampilan menulis, dapat digolongkan menjadi kemampuan berbahasa tulis yang bersifat aktif-produktif dan pasif-reseptif. Kemampuan aktif-produktif mengarah pada kemampuan seseorang untuk dapat mengungkapkan daya kreativitasnya atau daya pikirnya dengan cara menuangkannya dalam bentuk tulisan, baik karya tulis ilmiah maupun karya tulis imajinatif. Sementara itu, kemampuan pasif reseptif adalah kemampuan seseorang untuk dapat menangkap makna informasi yang ada pada bacaan. Menulis merupakan wujud dari penggunaan bahasa yang mengandalkan kemampuan berbahasa yang bersifat aktif-produktif berupa pengungkapan ide atau gagasan yang dituangkan secara tertulis. Melalui tulisan seseorang dapat secara sadar dan terencana yang memungkinkan orang lain mengetahui apa yang sedang dipikirkan dan apa yang sedang dirasakannya. Keterampilan menulis memerlukan ketajaman berpikir dalam menata gagasan serta kemampuan menyatakan gagasan tersebut dalam kalimat maupun alenia yang terdiri dari beberapa kata yang tepat pemilihan dan pemakaiannya (Syafi’ie, 1988:12). Sementara itu, Heaton dalam (Pranowo, 1990:34) menyebutkan bahwa keterampilan menulis yang seharusnya dimiliki oleh seorang penulis adalah (1) keterampilan gramatika atau kemampuan menulis kalimat yang benar, (2) keterampilan mekanis atau kemampuan menggunakan konvensi khas bahasa tulis, seperti kemampuan menggunakan ejaan dan tanda baca, (3) kemampuan untuk berpikir secara kreatif dan meniadakan seluruh informasi yang tidak relevan, (4) keterampilan yang berkaitan dengan gaya atau kemampuan menggunakan bahasa secara efektif, dan (5) keterampilan dalam membuat keputusan atau pertimbangan terhadap pembaca tertentu, (6) kemampuan untuk menyeleksi, mengorganisasi, dan menguraikan informasi secara benar dan relevan. Sejalan dengan pendapat di atas, Keraf (1988) mengemukakan bahwa apapun bentuk dan maksud suatu pokok karangan, penyusunannya senantiasa menuntut penguasaan atas sejumlah aspek kemampuan, khususnya kemampuan berbahasa yang secara bersama-sama dapat menentukan mutu karangan dan menunjukkan tingkat kemampuan penulisnya. Secara garis besar seluruh aspek itu meliputi isi dan organisasi penggunaan bahasa, serta teknik penulisannya. Aspek isi mengacu pada relevansi antara apa yang diungkapkan dalam karangan dengan masalah pokok dan maksud penulisan.
7
Selanjutnya, organisasi karangan berhubungan dengan bagaimana pokok pikiran itu disusun dan diuraikan secara runtut. Aspek penggunaan bahasa dalam karangan terutama meliputi tata bahasa dan ragam bahasa yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Selanjutnya, aspek teknik penulisan dimaksudkan untuk penguasaan terhadap kaidah ejaan yang benar, yang tidak hanya sebatas pada penulisan kata secara tepat, tetapi juga penggunaan tanda baca, kejelasan tulisan, mapun penyusunan paragrafnya. Bentuk tulisan yang dihasilkan oleh penulis dapat diwujudkan dalam berbagai wacana. Berdasarkan isinya, bentuk wacana yang dapat dihasilkan oleh penulis dapat berupa (1) narasi, yaitu untuk melukiskan peristiwa atau rangkaian peristiwa berdasarkan urutan kejadiannya, (2) deskripsi, untuk menerangkan dengan cara memberikan gambaran apa adanya, (3) eksposisi, yang berfungsi untuk menjelaskan atau klarifikasi dan definisi suatu masalah, dan (4) argumentasi, untuk memengaruhi sikap dan pendapat pembaca (Keraf, 1988). Dalam penjelasan lebih lanjut wacana narasi dapat berupa cerita fiksi mapun kisah nyata (true story), sedangkan dalam bentuk wacana deskripsi, penjelasannya lebih bersifat visual, sehingga sering dijumapi berupa bagan, denah, skema, maupun diagram yang bertujuan memberikan keterangan pada penjelasannya. Selanjutnya, pada wacana eksposisi penjelasan atas suatu masalah tidak hanya terbatas pada penjelasan secara faktual saja, tetapi juga membahas hakikat masalah serta hubungannya dengan masalah yang lain. Berikutnya, wacana argumentasi menekankan pada suatu bentuk retorika yang berusaha untuk memengaruhi orang lain, agar percaya dan bertindak sesuai dengan keinginan penulisnya. Dalam ilmu pengetahuan kedudukan argumentasi untuk menujukkan bukti-bukti, menyatakan sikap maupun pendapat.
Kalimat Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah Kejelasan dan kebermaknaan suatu kalimat dapat ditentukan oleh kelengkapan unsur-unsurnya. Oleh sebab itu, sebuah kalimat harus memiliki paling sedikit unsur subjek dan predikat sebagai wujud kalimat tunggal. Kalimat yang lengkap harus ditulis sesuai dengan aturan atau kaidah yang belaku dalam buku pedoman Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Kata-kata yang digunakan untuk menyusun kalimat harus dipilih dengan tepat agar kalimat mempunyai makna yang jelas dan tidak bermakna taksa atau ambigu. Kalimat-kalimat yang demikian disebut sebagai kalimat efektif (Akhadiah, 1989:23). Kalimat efektif merupakan kalimat yang disusun untuk mencapai daya
8
informasi yang tepat dan baik, yang didukung oleh (1) kesepadanan antarstruktur bahasa dan arus pikiran yang logis, (2) keparalelan bentuk bahasa yang dipakai untuk tujuan efektifitas, (3) ketegasan dalam mendukung pikiran utama, (4) kehematan dalam pemilihan dan penyusunan kata, dan (5) kevariasian dalam menyusun kalimat. Kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal belumlah cukup untuk disebut sebagai kalimat efektif. Sebab kalimat efektif menuntut lebih dari sekadar persyaratan gramatikal dan kelaziman pemakaian bahasa. Salah satu syarat penting dalam penyusunan karya ilmiah adalah penggunaan kalimat efektif. Dengan demikian, kalimat efektif merupakan bagian dari kalimat ragam ilmiah. Kalimat dalam karangan ilmiah harus disusun dengan saksama, sehingga keterbatasan bahasa tulis dapat diminimalisasi. Untuk itu setiap kalimat dalam karangan ilmiah hendaknya disusun dengan memperhatikan
aspek
kebenaran
(correctness),
kejelasan(clarity),
keefektifan
(efectiveness), dan kesesuaian (appropriatness). Suryawinata (1992:23) menyatakan kalimat-kalimat dalam tulisan ilmiah sebaiknya disusun secara lengkap dan tidak fragmentaris, gramatikal, bernalar, efisien, jelas, dan sesuai dengan ragamnya. Disebut kalimat fragmentaris karena kalimat itu sebenarnya merupakan bagian dari kalimat lain. Gramatikal dimaknai sebagai kalimat yang memeiliki kebenaran struktus, bernalar dapat dijelaskan secara logis. Efisien artinya penggunaan kata tidak berlebihan, sedangkan jelas maksudnya atau mudah ditangkap maksudnya. Selanjutnya sesuai diartikan sebagai kalimat yang harus memenihi syarat sebagai kalimta ragam bahasa tulis. Senada dengan pendapat tersebut, Kartomiharjo (1988) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sesuai adalah kesesuaian ragam bahasa dengan konteks pemakaian bahasa. Pengguanan ragam bahasa percakapan misalnya, menunjukkan ketidaksesuain dengan ragam bahasa ilmiah. Berdasarkan pada beberapa pendapat di atas, maka kerangka dalam penilaian terhadap kalimat ragam ilmiah dalam makalah yang ditulis oleh mahasiswa STITMA Tuban menggunakan parameter yang menunjukkan kalimat disusun dengan benar, jelas, efisien, dan sesuai. Artinya, jika dalam makalah yang diteliti ditemukan kalimat yang disusun tidak memenuhi syarat tersebut, maka dikategorikan sebagai kalimat yang tidak memenuhi syarat ragam ilmiah. Dengan demikian parameter penilaian terhadap kalimat ragam ilmiah berpedoman pada 4 (empat) aspek tersebut.
9
METODE Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan kemampuan menulis kalimat bahasa indonesia ragam ilmiah mahasiswa STITMA Tuban, maka data dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan kalimat yang memenuhi syarat ragam ilmiah beserta kalimat-kalimat yang tidak memenuhi syarat ragam ilmiah sebagai pembanding dalam memahami perbedaaannya. Selanjutnya sebagai sumber data penelitian ini adalah makalah tugas akhir semester MPK Bahasa Indonesia atau MPK Teknik Penulisan Karya Ilmiah yang dikerjakan oleh mahasiswa semester 1 (satu) tahun Akademik 2011-2012. Jumlah sumber data mencapai 45 (empat puluh lima) makalah. Dari jumlah tersebut diambil secara acak sebanyak 50% dari keseluruhan, sehingga didapatkan 22,5 yang dibulatkan menjadi 23 (duapuluh tiga) makalah. Dari setiap makalah diambil 3 kalimat secara acak kalimat yang dijadikan sebagai data penelitian, sehingga data penelitian didapatkan 69, dibulatkan menjadi 70 kalimat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik observasi. Dalam penelitian ini, peneliti memerikan dan menafsirkan apa yang ada pada saat penelitian dilakukan, sehingga tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan dan penelitian ini juga tidak diarahkan untuk menguji hipotesis (Ary, 1979). Lembar observasi digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu penulisan kalimat ragam ilmiah yang didasarkan pada kriteria kebenaran (correctness),
kejelasan(clarity),
keefektifan
(efectiveness),
dan
kesesuaian
(appropriatness). Selanjutnya data dianalisis menggunakan model alir yang meliputi tahap reduksi data, sajian data, verifikasi dan penarikan simpulan (Miles and Huberman, 1992). Dalam prosedur pengumpulan data ditempuh dengan teknik observasi. Langkah yang ditempuh adalah (1) membaca makalah secara seksama dengan berpedoman pada kriteria untuk menemukan kalimat ragam ilmiah, selanjutnya diberi tanda, (2) data yang ditemukan kemudian dicatat dalam tabel sebagai alat bantu pengumpul data, dan (3) data direduksi untuk disajikan sebagai bahan analisis. Orientasi teoritik yang duigunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologis, yang mengedepankan penemuan fakta lapangan dan mencari penyebab fakta tersebut. Selanjutnya, ketekunan pengamatan dan diskusi dengan sejawat ditempuh sebagai langkah untuk pemeriksaan keabsahan temuan.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Sesuai dengan kriteria peniulaian kalimat ragam ilmiah yang telah disebutkan di atas, maka indikator yang menjadi pedoman penilaian yang pertama adalah aspek kebenaran kalimat. Kalimat dikatakan benar jika memenuhi kriteria (1) kalimat yang ditulis bukan merupakan bagian dari kalimat yang lain (bukan kalimat fragmentaris), (2) kalimatnya tidak mengalami kekacauan konstruksi, (3) isi kalimat mengandung kebenaran (logis). Selanjutnya, penyusunan kalimat dikatakan jelas, artinya (1) kalimat tidak bermakna taksa (ambigu), dan (2) bukan merupakan kalimat hasil penggabungan. Adapun kriteria berikutnya, adalah keefisienan, yaitu (1) tidak ada unsur yang sama dalam kalimat, (2) tidak menguunakan kata tugas dan keterangan yang berlebihan, (3) pemakaian kalimat yang tidak terlalu panjang walaupun dalam kaitannya dengan perluasan kalimat. Kriteria keempat adalah kesesuaian, artinya kalimat harus sesuai dengan ragam bahasa tulis, dan (2) mengikuti kaidah penulisan bahasa baku. Hasil analisis dalam aspek kebenaran kalimat, peneliti mendapatkan 20 kalimat dalam makalah yang diamati secara acak dari 70 kalimat yang benar sesuai dengan kriteria kebenaran kalimat. Ini menunjukkan bahwa ada sekitar 28,6% kalimat yang benar. Kecilnya persentase tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa masih belum mampu menulis kalimat dengan benar. Faktor penyebab penulisan kalimat tidak benar adalah (1) adanya kalimat yang tidak memiliki kelengkapan struktur sehingga informasi yang disampaikan tidak lengkap, (2) adanya pemakaian kata yang menyebabkan hilangnya fungsi gramatika, terutama untuk kalimat yang terdiri atas dua unsur yang didahului kata penghubung sehingga tidak mempunyai induk kalimat, (3) adanya kalimat yang tidak benar strukturnya karena kesalahan penyusunan beberapa unsur dalam kalimat tersebut, dengan kata lain kalimatnya memiliki konstruksi yang kacau, (4) adanya kalimat yang penyusunannya kurang memperhatikan pilihan kata dan informasi yang disampaikan tidak diatur secara logis, sehingga terdapat pengertian yang salah, dan (5) adanya kalimat yang tidak benar strukturnya karena kesalahan pemilihan unsur untuk menyusun kalimat. Sebagai contoh kalimat yang benar penyusunannya hasil pengamatan adalah (1) Dalam seminar nasional tentang wahana guru 2000 yang diadakan ICMI Korwil Jatim di Surabaya pada 12 Desember 1996, konsep link and match diartikan adanya
11
kesesuaian antara dunia pendidikan dengan lapangan kerja. Contoh berikutnya (2) Bimbingan kepada anak tidak hanya menjadi tanggung jawab guru semata, tetapi juga menjadi tanggung jawab orang tua. Kedua contoh kalimat di atas, secara gramatika sudah benar dan memenuhi syarat kebenaran
penulisan kalimat. Namun demikian
banyak pula kalimat yang tidak memenuhi syarat kebenaran struktur atau struktur kalimatnya kacau, misalnya: (3) Untuk mengetahui keberhasilan siswa perlu adanya perbandingan hasil yang telah dicapai oleh siswa atau prestasi belajar siswa, sebab prestasi belajar itulah yang menentukan berhasil tidaknya suatu pendidikan. Untuk dapat mencapai keberhasilan prestasi diperlukan perpaduan berbagai metode mengajar. Contoh kalimat (1) dan (2) tersebut jika diamati dari kebenaran strukturnya sudah memenihi syarat. Hal tersebut seuai dengan pendapat Parera (1988:14) yang menyatakan bahwa salah satu syarat kebenaran kalimat didukung oleh (1) kesepadanan antara struktur bahasa dan pikiran yang logis, dan (2) keparalelan bentuk bahasa yang digunakan untuk tujuan efektivitas. Berikutnya, hasil analisis untuk kejelasan kalimat. Dalam pengamatan terhadap kejelasan kalimat, peneliti menemukan 27 kalimat yang termasuk kategori jelas dari sejumlah 70 kalimat yang diamati. Artinya, jika dipersentase ada sekitar 38,6% kalimat yang jelas. Selebihnya sekitar 61,4% mahasiswa belum mampu menyusun kalimat yang jelas. Salah satu akibat jika penyusunan kalimat tidak jelas adalah informasi yang disampaikan sulit dipahami dan mengganggu pemahaman pembaca. Beberapa hal yang diamati sebagai penyebab munculnya kesalahan mahasiswa dalam menyusun kalimat yang jelas adalah (1) hubungan antarkalimat kurang logis, (2) penggunanan kata yang tidak sesuai dengan konteks kalimat, (3) kesatuan sintaksis kalimat tidak benar, (4) adanya informasi yang seharusnya tidak perlu disampaikan, (5) adanya kata atau kelompok kata yang hilang, dan (6) pemakaian ejaan yang tidak sesuai dengan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Contoh data kalimat yang memenuhi syarat kejelasan adalah (1) Layanan bimbingan dan penyuluhan semakin populer dan dikenal oleh masyarakat. Untuk itu, agar reputasinya tidak menurun dan dapat berjalan semakin baik maka petugas bimbingan dan penyuluhan harus memahami definisi dasar bimbingan dan konseling. Selanjutnya contoh data berikut ini masih belum memenuhi syarat sebagai kalimat yang jelas (2) Untuk mengetahui perbedaan kedua minat belajar komputer di sekolah tersebut,
12
apakah perbedaaaanya merupakan perbedaan yang signifikan atau tidak, maka penulis perlu mengolah kedua minat belajar komputer tersebut. Contoh data kalimat (2) masuk kategori tidak jelas karena kalimat tersebut tidak tepat dalam menyebutkan objek atau masalah yang akan ditulis, selain itu kalimat tersebut juga diperluas dengan kalimat yang tidak diperlukan. Sesuai dengan kriteria penilaian untuk kejelasan kalimat, maka contoh data kalimat (1) telah memenuhi syarat sebagai kalimat yang jelas sebab kalimat tersebut tidak memiliki makna taksa, dan dalam menggabungkan ide kalimatnya jelas serta tidak menimbulkan kesulitan dalam pemahamannya. Hal itu berbeda dengan kalimat (2) yang tidak tepat dalam menyebutkan obejek kajiannya serta diperluas dengan kata yang seharusnya tidak perlu. Pada hasil pengamatan terhadap data penelitian berupa keefisienan kalimat, peneliti mendapatkan sejumlah kalimat yang dapat dikategorikan sebagai kalimat yang efisien. Hasil temuan pengamatan menunjukkan ada sekitar 42 kalimat yang efisien dari jumlah 70 kalimat yang diamati. Ini menunjukkan adanya pemahaman yang sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan kejelasan kalimat. Persentase sebesar 60% mendukung hal itu. Artinya hanya ada 40% kalimat yang diamati menunjukkan kalimat tidak efisien. Pengamatan lanjutan yang dilakukan untuk mengetahui penyebab mahasiswa yang kesulitan menyusun kalimat yang efisien adalah (1) adanya penggabungan kalimat atau perluasan kalimat yang tidak memperhatikan kesatuan idenya, (2) adanya keterangan kalimat yang berlebihan dan cenderung tidak mendukung ide pokok kalimat, serta (3) penggunaan kata yang tidak sesuai dengan konteks kalimat. Kesimpulan ini didukung oleh data yang dicontohkan berikut ini. Data kalimat (1) Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, agar anak tidak mudah terbawa arus zaman dan budaya yang menyesatkan, maka anak harus memiliki landasan keagamaan yang kuat, sehingga tidak memunculkan istilah kenakalan remaja. Kalimat ini berbeda dengan contoh kalimat (2) Keadaan jasmaniah pada umumnya dapat melatarbelakangi aktifitas prestasi belajar siswa, karena kondisi jasmaniah yang kurang sehat dan kurang segar akan mempengaruhi terhadap aktifitas belajarnya sehingga daya konsentrasi berkurang dalam menerima pelajaran atau dalam proses belajar mengajar. Contoh kalimat (2) termasuk kalimat yang tidak memperhatikan prinsip keefisienan. Artinya kalimat tersebut banyak menghambur-hamburkan kata yang
13
tidak perlu. Kecenderungan menghambur-hamburkan kata ini mengakibatkan kalimat sangat sulit untuk dipahami. Di samping itu, dalam kalimat tersebut didapatkan keterangan yang tidak diperlukan dan terdapat pengulangan kelompok kata yang tidak mengacu pada isi kalimat. Contoh kalimat (2) akan menjadi efektif jika dituliskan, Keadaan jasmaniah dapat berpenagruh terhadap aktifitas dan prestasi belajar siswa. Dengan keadaan jasmaniah yang kurang sehat aktifitas dan konsentrasi belajar akan berkurang. Mengacu pada kriteria penilaian keefisienan kalimat, maka dapat disimpulkan bahwa kalimat yang terlalu panjang ini akan membentuk paragraf (bukan kalimat) yang tidak koheren. Untuk menghindari ketidakefisienan kalimat, maka penulisan kalimat harus memperhatikan efektivitas dengan cara menghilangkan penggunaan kata yang tidak perlu dan mengurangi kata tugas yang berlebihan (Akhadiah, 1989). Selanjutnya, hasil pengamatan terhadap kalimat denga kriteria kesesuaian kalimat. Dalam penulisan karya ilmiah, termasuk makalah, ragam bahasa tulis merupakan harga mutlak yang tidak dapat ditoleransi keberadaanya. Artinya, bahasa tulis bukan bahasa lisan yang dituliskan. Seperangkat kaidah menjadi prasyarat yang harus dipenuhi dalam penyusunan kalimat ragam ilmiah. Berdasarkan hasil analisis terhadap kesesuaian kalimat, peneliti menemukan sebanyak 57 kalimat yang telah memenihi syarat sebagai ragam bahasa ilmiah. Ini menunjukkan sebagian besar atau 81,4% mahasiswa mampu melakukannya. Sisanya, 18,6% mahasiswa masih belum mampu menuliskan kalimat yang memenuhi prinsip kesesuaian. Berbagai faktor yang menjadi penyebab mahasiswa belum memahami konsep kalimat yang seuai dengan ragam ilmiah di antaranya adalah (1) kalimat yang diususun masih dipengaruhi oleh ragam tutur atau ragam lisan baik itu menyangkut struktur maupun bentuk katanya, (2) pemakaian kalimat aktif yang diwujudkan oleh penggunaan kata atau istilah penulis, kita, atau mereka yang dilakukan secara berulang-ulang, dan (3) kecenderungan untuk menggunakan kalimat-kalimat oratorik. Contoh data kalimat yang tidak memenuhi syarat kesesuaian, misalnya (1) kesalahan orang tua dalam mengarahkan anak bisa menjadikan mereka manusia yang celaka dan di mata masyarakat sama sekali tidak ada harganya. Apabila sudah demikian, maka siapa yang berdosa dan siapakan yang bertanggung jawab? Tentu saja pelakunya sendiri, namun orang tua tak bisa berpaling dari semua itu, karena orang
14
tualah yang memberikan pendidikan bagi anak. Nampak sekali bahwa kalimat di atas merupakan kalimat ragam lisan yang dituliskan. Selain itu, kalimat di atas tergolong sebagai kalimat oratorik, yaitu kalimat yang umum digunakan sebagai ungkapanungkapan dalam berpidato. Demikian pula dengan kalimat berikut (2) Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu masyarakat dan bangsa sangat tergantung pada bagaimana akhlaknya. Contoh kalimat (1) akan berarti jika diubah misalnya, Kesalahan orang tua dalam mengarahkan anak akan berakibat fatal. Namun jika benar terjadi, orang tua tetap tidak dapat lepas tangan. Sementara itu, contoh kalimat (2) sebaiknya, Akhlak berperan penting dalam kehidupan manusia, sebab dapat menentukan kondisi baik atau buruk sutau bangsa. Namun demikian sebagian besar ragam kalimatnya telah memenuhi syarat sebagai kalimat dengan ragam ilmiah, misalnya (3) Kaitannya dengan dengan lembaga pendidikan Islam, berikut ini kan disajikan pengelompokan persoalan yang dihadapi sistem pemikiran dan pendidikan Islam, selanjutnya diberikan alternatif ke arah rekonstruksi pemikiran pendidikan Islam. Dari segi kecendekiaan, kalimat (3) telah memenuhi syarat, dengan memadukan antara bahasa dari unsur serapan dengan bahasa Indonesia, misalnya penggunaan kata alternatif dan rekonstruksi. Beradasarkan temuan dalam kriteria kesesuaian tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa masih terpengaruh dengan penggunaan bahasa percakapan, bahkan ada kecenderungan penggunaan bahasa oratorik seperti halnya penceramah. Di samping itu, beberapa kalimat ditemukan tidak memenuhi syarat kesesuaian karena pengaruh bahasa daerah, dan penggunaan kata penulis atau kita yang selalu dilakukan berulangulang. Mengenai hal ini, terutama untuk menghindari penggunaan kalimat yang tidak sesuai dengan ragam ilmiah, Kartomiharjo (1988) menjelaskan bahwa pemilihan unsur bahasa atau kata maupun kalimat harus disesuaikan dengan konteks pemakaian. Penggunanan ragam bahasa percakapan dalam tulisan ilmiah menujukkan adanya ketidaksesuaian dengan ragam bahasa ilmiah.
KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan yang telah didekripsikan di atas, maka sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu (1) mendeskripsikan kemampuan
15
mahasiswa STITMA dalam menulis kalimat bahasa Indonesia ragam ilmiah, (2) mendeskripsikan persentase kemampuan mahasiswa STIMA dalam menyusun kalimat bahasa Indonesia ragam ilmiah, dan (3) menemukan penyebab kesulitan mahasiswa dalam menyusun kalimat bahasa Indonesia ragam ilmiah, maka dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan seperti berikut ini. 1. Kemampuan mahasiswa STITMA dalam menulis kalimat bahasa Indonesia ragam ilmiah yang memenihi syarat kebenaran dan kejelasan, masih kurang memenuhi harapan. Namun dalam aspek kefisienan dan kesesuaian sudah memenuhi syarat kelayakan. 2. Persentase yang ditujukkan sebagai indikator kelemahan mahasiswa STITMA dalam menulis kalimat bahasa indonesia ragam ilmiah adalah hanya 28,6% dari 70 kalimat yang dinalaisis sebagai data penelitian yang memenuhi syarat kebenaran dalam menyusun kalimat. Artinya, sebagian besar atau 62,4% mahasiswa STITMA kurang benar dalam menyusun kalimat. Selanjutnya, sekitar 38,5% mahasiswa yang dapat menyusun kalimat dengan jelas, selebihnya 52,5% mahasiswa tidak dapat menyusun kalimat dengan jelas. Untuk keefisienan kalimat, ditemukan 60% kalimat yang disusun secara efisien. Artinya, hanya ada 40% dari 70 kalimat yang dianalisis tidak memenuhi syarat keefisiean. Terakhir, kesesuaian kalimat dengan ragam bahasa tulis ditemukan sebanyak 81,4% mahasiswa yang mampu menyusun kalimat sesuai ragam bahasa tulis, selebihnya 18,6% kalimat yang disusun tidak sesuai dengan ragam bahasa tulis ilmiah. 3. Penyebab mahasiswa tidak dapat memahami penggunaan kalimat ragam ilmiah dalam menyusun makalah diantaranya dapat diamati dari (1) struktur kalimat tidak lengkap, (2) isi kalimat tidak benar atau tidak logis, (2) kalimat bermakna taksa, (4) kesatuan sintaksis tidak benar, (5) penggunaan kata yang tidak sesuai dengan konteks ragam ilmiah, (6) keterangan kalimat yang berlebihan, dan (7) penggunaan kalimat yang cenderung oratoris.
Berdasarkan temuan di atas, maka peneliti menyarankan agar dalam pembelajaran MPK bahasa Indonesia atau MPK Teknik Penulisan Karya Ilmiah untuk memperhatikan hal berikut (1) materi pembelajaran diarahkan pada keterampilan menulis untuk mendukung kebutuhan mahasiswa dalam memenuhi tugas pembuatan makalah dan tugas
16
akhir menyusun laporan penelitian, (2) strategi pembelajaran hendaknya difokuskan pada latihan keterampilan menulis, sebab keterampilan menulis merupakan keterampilan mekanistis yang harus sering diasah, (3) mahasiswa disarankan untuk belajar memahami sekaligus menerapkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) sebagai dasar penyusunan kalimat ragam ilmiah serta pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, Sabarti. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Ary, Donald, L.C. Jacob dan Razavieh, A. 1985. Introductian to Research in Education. New York: Rinehart and Winston. Badudu, J.S. 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia II. Jakarta: PT. Gramedia. Kartomiharjo, Soeseno. 1988. Bahasa Cermin Kebudayaan Masyarakat. Jakarta: Depdikbud RI. Keraf, Gorys. 1988. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia. Naim, Muhamad. 1995. Analisis Kesalahan Menulis Bahasa Indonesia Siswa Kelas IV SDN di Kodya Surabaya. Tesis. Malang: PPS Universitas Negeri Malang. Parera, Jose Daniel. 1988. Sintaksis. Jakarta: PT. Gramedia. Pranowo. 1990. Tingkat Kedwibahasaan Jawa-Indonesia Mahasiswa. Tesis. Malang: FPS IKIP Malang. Suryawinata, Z. Dan Imam Suyitno (ed.) 1992.Bahasa Indonesia untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Malang: YA3. Syafi’ie, Imam. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta: Depdikbud RI. Werdiningsih, Dyah.2001. Pengembangan Program Pembelajaran BI Ragam IPTEK di UNISMA. Laporan Penelitian. Malang: FKIP UNISMA Malang.
17
POLITIK ETIS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP DUALISME SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA Akhmad Zaini
Abstact
Although the dualism of educational system happens in many Islamic countries or the countries in which moslems become the majority, in Indonesia the dualism of educational system occurs because of the remnants of colonialist policy when Holland put ethical politic into effect. Holland did not do the policy without any objective behind it. Instead, it had any political tendency to weaken the nationalism power of Indonesian. If Holland did not force to apply the western system of education in Indonesia, the late Nurcholis Madjid, moslem scientist, positively believed that the educational system which may develop in Indonesia was Islamic (Pesantren) system. It is because the ancestors have applied and passed the Islamic system of education on from one generation to the others. It means that the system has existed in Indonesia since the era of pre Islamic proselytization. So, some firmly believe that Islamic (Pesantren) system of education is the genuine of educational system of Indonesia.
Key Words: Ethical Politic, Implication, Dualism, Educational System
18
INTERNET, SEBUAH BOM WAKTU BAGI PEMBENTUKAN AKHLAK GENERASI MUDA BANGSA
Abstract For the life of human beings, the negative impact of Internet technology become the problem they have to worry about. It influences and worsens the morality of Indonesian people especially the young generation. Internet is a means of finding information, knowledge and all things human beings expect in unlimited and easy ways. Many..... the users can access