Prosiding Mathematics and Sciences Forum 2014SAINS... ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI
ISBN 978-602-0960-00-5
161
ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA SMA KELAS X DI KOTA SOLOK Gustia Angraini Jurusan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRAK Literasi sains didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengertahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta untuk memahami alam semesta dan membuat keputusan dari perubahan yang terjadi karena aktivitas manusia. Literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa karena menjadi kunci bagi siswa untuk dapat meneruskan belajar sains atau tidak setelah itu. Dengan menguasai literasi sains, siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihatpenguasaan literasi sains siswa SMA kelas X di kota Solok yang diukur dengan soal-soal PISA 2006 yang difokuskan pada konten biologi.Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X di 3 sekolah di kota Solok yaitu pada sekolah akreditasi A, B dan C. Sampel berjumlah 63 orang siswa yang diambil dengan menggunakan metode cluster random sampling. Dari penelitian didapatkan bahwa kemampuan literasi sains siswa kelas X di kota Solok masih “kurang sekali”, karena persentase yang didapatkan adalah 27,94% (rendah sekali ≤54% ). Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya capaian siswa berupa materi pelajaran yang belum pernah dipelajari, siswa tidak terbiasa mengerjakan soal yang menggunakan wacana, dan proses pembelajaran yang tidak mendukung siswa dalam mengembangkan kemampuan literasi sains. Kata kunci: literasi sains, konteks ilmiah, proses ilmiah dan konten Biologi.
I. PENDAHULUAN Tujuan pendidikan adalah mengembangkan pemikir-pemikir yang matang yang dapat menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan yang nyata (Marzano, 1988). Tujuan pembelajaran idealnya adalah memandu siswa untuk dapat beradaptasi di dunia nyata, menjadi pemikir kritis dan kreatif, pemecah masalah, dan pengambil keputusan. IPA didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Salah satu mata pelajaran yang mengampu pada sains adalah mata pelajaran IPA, khususnya Biologi. Melalui mata pelajaran Biologi diharapkan siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar. Siswa dikatakan literate terhadap sains atau melek terhadap sains ketika mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains penting
untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan [16]. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa apakah meneruskan belajar sains atau tidak setelah itu. Literasi dalam sains terkait dengan kapasitas untuk merasa dan terikat dengan sains dan pengaplikasiannya dalam kehidupan seharihari, terutama dalam konteks transfer pengetahuan, komunikasi sains melalui media dan dalam kebijakan pengambilan keputusan berdasarkan sains[5]. Ref. [6] dalam jurnalnya The Meaning of Science, menyatakan literasi sains berarti penghargaan pada ilmu pengetahuan dengan cara meningkatkan komponen-komponen belajar dalam diri agar dapat memberi kontribusi pada lingkungan sosial. Berdasarkan pernyataan di atas, literasi sains memiliki arti luas, setiap kalangan dapat memberikan kontribusi dalam mengartikan
162
[PENDIDIKAN IPA]
literasi sains. Secara umum literasi sains memiliki beberapa komponen, komponen tersebut adalah: (a) mampu membedakan mana konteks sains dan mana yang bukan konteks sains, (b) mengerti bagian-bagian Sains dan Teknologi dari sains dan memiliki pemahaman umum aplikasi sains, (c) memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan sains dalam pemecahan masalah, (d) mengerti karakteristik dari sains dan mengerti kaitannya dengan budaya, (e) mengetahui manfaat dan resiko yang ditimbulkan oleh sains. Pada PISA 2006 dimensi literasi sains dikembangkan menjadi empat dimensi, tambahannya yaitu aspek sikap siswa akan sains [10]. Aspek tersebut adalah aspek konteks, aspek konten, aspek kompetensi ilmiah/proses ilmiah dan aspek sikap. TABEL 1. CAKUPAN KONTEKS SAINS DALAM PISA 2006 Pribadi Sosial Global Kesehatan Pemeliharaan Kontrol Epidemi, kesehatan, penyakit, penjangkitan kecelakaan transmisi infeksi dan nutrisi sosial, penyakit. pemilihan makanan dan komunitas kesehatan Sumber Konsumsi Pemeliharaan Dapat Daya Alam pribadi populasi diperbarui material dan manusia, dan tidak energi kualitas dapat hidup, diperbarui, keamanan, sistem alami, produksi dan pertumbuhan distribusi populasi, makanan penyokong dan suplai penggunaan energi spesies Lingkungan Perilaku Distribusi Biodiversitas, ramah populasi, kekokohan lingkungan, pembuangan ekologi, penggunaan limbah, kontrol dan dampak populasi, dan pembuangan lingkungan kehilangan material dan cuaca tanah lokal Bahaya Akibat alam Perubahan Perubahan dan manusia, besar cuaca, keputusan (gempa dampak bertempat bumi, cuaca perang tinggal buruk), modern perubahan lambat dan progresif (erosi pesisir,
Pribadi
Sosial sedimentasi), resiko asesmen Material baru, alat dan proses, modifikasi genetik, teknologi senjata dan transportasi
Ketertarikan terhadap eksplanasi ilmiah fenomena alam, kegemaran yang berkaitan dengan sains, olahraga dan waktu luang, musik dan teknologi pribadi. Sumber: OECD (2006: 36)
Global
Kepunahan spesies, ekplorasi luar angkasa, asal usul dan struktur alam semesta.
TABEL 2. KONTEN PENGETAHUAN SAINS DALAM PISA 2006 Sistem Fisik • Struktur materi (antara lain: model partikel, ikatan) • Karakteristik materi (antara lain: perubahan wujud, hantaran panas dan listrik) • Perubahan kimia materi (antara lain: reaksi, perpindahan energi, asam/basa) • Gerak dan gaya (antara lain: kecepatan dan gesekan) • Eneri dan perubahannya (antara lain: konversi, hilang, reaksi kimia) • Interaksi energi dan materi (antara lain: gelombang cahaya, radio dan suara) Sistem Hayati • Sel (antara lain: struktur dan fungsi, DNA tanaman dan hewan) • Manusia (antara lain: kesehatan, nutrisi, subsistem [pencernaan, respires, dll]) • Populasi (antara lain: spesies, evolusi, biodiversitas, variasi genetik) • Ekosistem (antara lain: ranati makanan, aliran energi dan meteri) • Biosfer (antara lain: kelestarian) Sistem Bumi Antariksa • Struktur sistem bumi (antara lain: litosfer, atmosfer dan hidrosfer) • Energi dalam sistem bumi (antara lain: tektonik lempeng, siklus geokimia, gaya konstruktif dan destruktif) • Sejarah bumi (antara lain: fosil, asal-usul dan evolusi bumi) • Bumi dalam antariksa (antara lain: gravitasi dan sistem tata surya) Sistem Teknologi • Hukum sains berdasarkan teknologi • Hubungan antara sains dan teknologi • Konsep • Prinsip-prinsip penting
ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS...
163
Sumber: OECD (2006: 36) TABEL 3. ASPEK KOMPETENSI ILMIAH PISA 2006 Mengidentifikasi permasalahan ilmiah • Mengenali permasalahan yang dapat diselidiki secara ilmiah. • Mengidentifikasi kata-kata kunci untuk memperoleh informasi ilmiah. • Mengenali fitur penyelidikan ilmiah. Menjelaskan fenomena secara ilmiah • Mengaplikasikan pengetahuan sains dalam situasi yang diberikan. • Mendeskripsikan atau menafsirkan fenomena ilmiah dan prediksi perubahan. • Mengidentifikasi deskripsi, eksplanasi dan prediksi yang tepat. Menggunakan bukti-bukti ilmiah • Menafsirkan bukti ilmiah dan membuat serta mengkomunikasikan kesimpulan. • Mengidentifikasi asumsi, bukti sosial perkembangan sains dan teknologi. Sumber: OECD (2006: 36) TABEL 4. SURVEI PISA 2006 TERHADAP SIKAP SISWA Mendukung Penyelidikan Ilmiah • Memahami pentingnya memperimbangkan perbedaan perspektif ilmiah dan argumentasi ilmiah. • Mendukung penggunaan informasi faktual dan penjelasan yang rasional. • Menunjukan perlunya proses yang logis dan cermat dalam membuat kesimpulan. Kepercayaan Diri sebagai Pembelajar Sains • Mengangani tugas-tugas ilmiah secara efektif. • Mengatasi kesulitan dalam memecahkan permasalahan ilmiah. • Menunjukkan kemampuan ilmiah yang tinggi. Ketertarikan terhadap Sains • Mengindikasikan keingintahuan pada sains dan isu-isu sains dan mempraktikkan sains. • Menunjukkan keinginan untuk memperoleh tambahan pengetahuan dan kemampuan ilmiah, menggunakan berbagai sumber dan metode. • Menunjukkan keinginan untuk mencari informasi dan memiliki ketertarikan secara terus meneru terhadap sains, termasuk mempertimbangkan karir yang berkaitan dengan sains. Tanggunjawab terhadap Sumber Daya Alam dan Lingkungan • Memperlihatkan rasa tanggungjawab pribadi untuk memelihara lingkungan. • Menunjukkan perhatian pada konsekuensi individu manusia terhadap lingkungan. • Memperlihatkan keinginan untuk bertindak dalam menjaga sumber daya alam. Sumber: OECD (2006: 39)
Programme of International Student Assessment (PISA) merupakan studi yang dikoordinasi oleh negara-negara OECD. PISA bertujuan untuk memonitor hasil sistem pendidikan yang berkaitan dengan kemampuan siswa usia 15 tahun dalam literasi membaca (reading literacy), literasi matematika (mathematical literacy), dan literasi sains (literacy science). Disamping itu, PISA didisain untuk membantu pemerintah tidak hanya memahami tetapi juga meningkatkan efektifitas sistem pendidikan. PISA mengumpulkan informasi yang reliabel setiap tiga tahun. Temuan-temuan PISA digunakan antara lain untuk: (a) membandingkan literasi membaca matematika dan sains siswa-siswa suatu negara dengan negara peserta lain; dan (b) memahami kekuatan dan kelemahan sistem pendidikan masing-masing negara [15]. Dasar penilaian prestasi literasi membaca, matematika dan sains dalam PISA memuat pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum dan pengetahuan yang bersifat lintas kurikulum. Masing-masing aspek litersi yang diukur adalah sebagai berikut: (a) Membaca: terdiri dari memahami, menggunakan, dan merefleksikan dalam bentuk tulisan. (b) Matematika: mengidentifikasikan dan memahami serta menggunakan dasar-dasar matematika yang diperlukan ssseorang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. (c) Sains: menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi masalah untuk memahami fakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam serta perubahan yang terjadi pada lingkungan[2]. Hasil PISA Indonesia sendiri mengalami penurunan. Dikutip dari Metrotvnews, hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) 2012 menunjukkan sistem pendidikan Indonesia masih sangat rendah. Dari 65 negara anggota PISA, pendidikan Indonesia berada di bawah peringkat 64. Tingkat membaca pelajar Indonesia menempati urutan ke-61 dari 65 negara anggota PISA. Indonesia hanya mengumpulkan skor membaca 396 poin. Tingkat membaca penduduk Indonesia tertinggal dari negara tetangga, Thailand (50) dan Malaysia (52). Untuk literasi matematika, pelajar Indonesia berada di peringkat 64 dengan skr 375. Adapun skor literasi sains berada di peringkat 64 dengan skor 382. Pada tahun ini, skor dan posisi tertinggi diraih Shanghai-China, Singapura, dan Hong Kong.
164
[PENDIDIKAN IPA]
II. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Pada penelitian ini, peneliti tidak memberikan perlakuan khusus terhadap sampel yang digunakan sehingga tidak memerlukan kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Jenis penelitian ini adalah survei serta pengambilan data dilakukan dengan cara tes, angket, dan observasi proses pembelajaran. Ref. [4] penelitian survei memiliki beberapa karakteristik antara lain adalah informasi yang dikumpulkan berasal dari sampel yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang beberapa aspek atau karakteristik tertentu dari populasi tempat sampel tersebut berasal. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas X jurusan IPA di kota Solok pada tahun ajaran 2013/2014. Teknik pengambilan sampel akan dilakukan dengan menggunakan metode metode cluster random sampling digunakan untuk mengambil kelas yang akan dijadikan sampel penelitian dan seluruh siswa anggota kelas yang dijadikan sampel penelitian adalah subjek penelitian.
Diagram batang yang berwarna biru merupakan soal yang termasuk dalam menguji aspek kompetensi ilmiah berupa kemampuan siswa dalam mengidentifikasi pertanyaan ilmiah. Diagram batang yang berwarna merah muda merupakan soal yang termasuk dalam menguji aspek kompetensi ilmiah berupa menjelaskan fenomena secara ilmiah. Sedangkan diagram batang yang berwarna abu-abu merupakan soal yang termasuk dalam menguji aspek kompetensi ilmiah berupa menggunakan bukti-bukti ilmiah.
NOMOR SOAL
Sementara tiga tempat paling bawah diraih Qatar, Indonesia, dan Peru [1].
20
30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
14
2 2
A. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dibahas dalam penelitian ini akan dibagi dalam dua bagian, yaitu bagian capian literasi sains siswa per butir soal serta capian penguasaan literasi sains berdasarkan akreditasi sekolah. 1. Capaian Literasi Sains Siswa per Butir Soal Gbr 1 memperlihatkan diagram batang mengenai capaian literasi sains siswa per butir soal. Dalam gambar tersebut dapat terlihat tema-tema besar soal serta nomor soal. Pada masing-masing batang diagram terlihat skor capaian literasi siswa dari seluruh sampel. Skor rata-rata NP literasi sains siswa dari keseluruhan sampel adalah 27,94% dengan skor total maksimal per butir soal adalah 126.
66
52 34
22
48
36 70
8
12 14 10 22
36 38
9
52 52
42
9
60
18 17 100
0
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
54 27
10
20
30
40
50
60
70
SKOR TOTAL
80
90
110
100 110 120
Rata-rata skor total perjumlah siswa = 16,76 Rata-rata NP = 27,94 Total skor maksimal per butir soal = 126 Gbr 1. Diagram Batang Skor Soal Literasi Sains per Butir Soal Skor tertinggi yang berhasil dicapai dari keseluruhan sampel untuk masing-masing butir soal adalah soal dengan tema Keanekaragaman pada soal nomor dua dengan capaian skor 110. Soal nomor dua ini mempertanyakan tentang fenomena ilmiah yang mungkin terjadi pada suatu rantai makanan jika salah satu rantai makanannya diputus. Dari 63 orang sampel siswa, 55 orang siswa berhasil menjawab dengan benar, yang artinya bahwa 87,3% siswa menjawab soal dengan benar. Proses yang dinilai pada soal ini adalah menggambarkan atau mengevaluasi suatu kesimpulan [11]. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas XMIPA di kota Solok telah
ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS...
165
memiliki kemampuan untuk mendemonstrasikan pengetahuan dan pemahaman yang telah mereka dapatkan di sekolah untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil yang dicapai ini juga menunjukkan bahwa siswa telah cukup memahami soal dengan baik. Soal ini meminta siswa untuk menganalisis kemungkingan peristiwa yang terjadi pada jaring-jaring makanan A dan B jika salah satu dari komponen rantai makan tersebut mati atau hilang. Siswa berhasil menjawab soal ini dengan benar karena materi jaring-jaring makanan telah dipelajari pada tema Ekosistem di SMP, sehingga mereka tidak menemui kesulitan yang berarti dalam menjawab soal. Capaian skor tertinggi kedua masih berada pada tema soal yang sama, yaitu Keanekaragaman pada soal nomor satu. Skor maksimal yang berhasil dicapai untuk soal ini adalah 100. Dari 63 sampel, 50 orang siswa atau sekitar 79,3% berhasil menjawab dengan benar. Soal nomor satu ini menanyakan tentang arah sumber makanan pada jaring makanan A dan B. Proses yang dinilai pada soal ini adalah mendemonstrasikan pengetahuan dan pemahaman [11]. Soal ini mengujikan aspek literasi sains yaitu menggunakan bukti-bukti ilmiah. Hasil yang dicapai ini menunjukkan bahwa siswa mampu memahami tujuan soal dengan baik dengan menunjukkan pemahaman untuk melihat sumber makanan terbanyak yang dimiliki oleh hewan pada jaring makanan A dan B. Capaian skor tertinggi berikutnya adalah soal pada nomor 19 dengan skor total 70. Soal nomor 19 yang memiliki tema yaitu Operasi Besar menilai kompetensi yang harus dimiliki siswa adalah menjelaskan fenomena secara ilmiah. Soal ini menanyakan tentang fungsi kandungan gula pada cairan infus yang diberikan pada pasien setelah melakukan operasi. Siswa diminta untuk menggali kembali pengetahuan yang mereka miliki tentang fungsi nutrisi bagi tubuh. Gula mengandung zat-zat yang diperlukan bagi tubuh, karena terkadang pasien yang tengah mengalami masa penyembuhan pascaoperasi sulit untuk makan seperti biasa. Sehingga mereka membutuhkan metode lain untuk mensuplai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh, salah satunya melalui penambahan gula dalam infus pasien.
Soal nomor 20 memiliki tema yang sama dengan soal nomor 19, namun capaian skor literasi sains siswa jauh dari yang diharapkan. Soal nomor 20 ini menilai kompetensi siswa dalam menggunakan bukti-bukti ilmiah. Dari 63 orang siswa, hanya satu orang siswa atau hanya 1,58% dari sampel yang berhasil menjawab dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi menggunakan bukti ilmiah yang dituntut oleh PISA tidak berhasil dicapai oleh siswa kelas X di kota Solok. Soal nomor 20 ini masih terkait dengan operasi besar, namun lebih fokuskan pada transplantasi organ. Siswa sepertinya mengalami kesulitan dalam mengaitkan antara fungsi satu organ dengan organ yang lain. Jika salah satu organ dicangkok atau ditransplantasikan, maka belum tentu organ yang lain juga harus ditransplantasikan jika kondisinya masih baik. Namun, kebanyakan pasien yang melakukan transplantasi organ akan mengalami gangguan ginjal karena kerja ginjal menjadi lebih berat dibanding sebelumnya akibat pemberian obat-obatan selama proses pengobatan. Tipe soal pada nomor 20 ini sedikit berbeda dengan soal-soal yang telah dibahas sebelumnya. Soal ini memiliki pilihan “Ya” dan “Tidak” terhadap masing-masing 3 pernyataan/pertanyaan yang diberikan. Jika siswa salah menjawab salah satu dari pernyataan/pertanyaan yang diberikan, maka skor yang diberikan adalah nol. Begitu juga jika siswa hanya berhasil menjawab dengan benar satu pernyataan/pertanyaan saja, maka skor yang diberikanpun akan nol. Namun, jika siswa berhasil menjawab ketiga pernyataan/pertanyaan yang diberikan, maka skor yang diberikan adalah dua. Pada proses penilaian jawaban siswa, sebagian besar siswa salah dalam memberikan jawaban “Ya”atau “Tidak”. Ada siswa yang berhasil menjawab dengan benar satu dari pernyataan/pertanyaan, dan ada juga siswa yang berhasil menjawab dengan benar dua dari pernyataan/pertanyaan saja. Tidak terdapatnya pemberian skor satu pada soal tipe ini memberikan pengaruh besar terhadap capaian siswa, karena yang akan dihitung hanyalah siswa yang berhasil menjawab dengan skor dua. Hal ini menyebabkan hampir sebagian besar siswa mendapatkan poin nol untuk soal nomor 20 ini. Siswa diminta untuk menggambarkan satu kemungkinan yang membuatnya berpikir bahwa salah satu kondisi di daerah yang
166
[PENDIDIKAN IPA]
dibandingkan (antara yang jauh dari pabrik kimia dengan yang dengan dengan pabrik kimia) tidak benar/direkayasa. Soal selanjutnya yang memiliki skor terendah adalah soal nomor 18 yang memiliki tema Resiko Kesehatan. Soal yang menilai kompetensi siswa dalam mengidentifikasi permasalahan-permasalahan ilmiah [11] ini, menanyakan tentang resiko adanya pabrik kimia terhadap kesehatan warga sekitar. Hal yang berbeda antara soal nomor 18 dengan soal nomor 20 adalah bentuk soal yang diberikan. Soal nomor 18 ini berbentuk essai, namun tidak memiliki kemungkinkan pemberian skor satu, sehingga siswa yang berhasil menjawab dengan benar akan mendapatkan skor dua, sedangan siswa yang tidak berhasil menjawab dengan benar/salah akan mendapatkan skor nol. Sepertinya siswa mengalami kesulitan dalam memberikan gambaran yang diminta soal. Hal ini terlihat dari sangat sedikitnya siswa yang berhasil menjawab dengan benar. Seperti soal nomor 20, soal nomor 18 ini hanya berhasil dijawab dengan benar oleh satu orang siswa saja. Hal ini menunjukkan bahwa siswa belum memenuhi tuntutan soal dalam mengidentifikasi adanya kemungkinan direkayasanya kondisi masyarakat akibat keberadaan pabrik kimia tersebut. Soal yang memiliki skor kesukaran paling tinggi yaitu 717 pada PISA 2006 terdapat pada nomor 27. Ref. [10] soal yang diujikan ini berada pada level paling tinggi, yaitu pada level 6. Soal yang menguji kemampuan siswa dalam kompetensi mengidentifikasi permasalahan ilmiah ini menanyakan tentang mengapa siswa perlu melakuan pengujian terhadap marmer yang direndam dengan air biasa dengan marmer yang direndam dengan air cuka oleh siswa saat bereksperimen. Dari 63 orang siswa, sebesar 20,6% sampel siswa berhasil menjawab dengan benar. Sedangkan, jika dibandingkan dengan hasil PISA 2006 dari negara-negara peserta OECD, siswa yang berhasil menjawab dengan benar berjumlah 36%. Namun, dengan adanya pemberian skor satu pada jawaban yang kurang benar, akan membantu siswa untuk meraih skor yang lebih tinggi. Hampir setengah dari siswa yang berhasil menjawab soal ini memperoleh skor satu, karena mereka memberikan jawaban bahwa kegiatan eksperimen ini dilakukan untuk membandingkan uji coba cuka dengan air biasa, namun mereka tidak menjelaskan
bahwa hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa asam (cuka) penting untuk terjadinya reaksi. Sebagian siswa yang lain ternyata mampu untuk menjelaskan dengan benar mengapa eksperimen ini diperlukan, sehingga siswa-siswa tersebut memperoleh skor dua. 2. Capaian Penguasaan Literasi Sains Siswa Berdasarkan Akreditasi Sekolah Penelitian ini menggunakan tiga sekolah sebagai populasi, dimana masing-masing sekolah mewakili akreditasi A, B dan C yang ada di kota Solok, baik sekolah negeri ataupun swasta. Sekolah yang mewakili akreditasi A berjumlah 24 orang siswa. Sekolah yang mewakili akreditasi B berjumlah 28 orang siswa dan sekolah yang mewakili akreditasi C berjumlah siswa 10 orang. Pelaksanaan di lakukan selama jam mata perlajaran Biologi di masing-masing sekolah. Seluruh sampel diberikan soal literasi sains dari PISA 2006 dan dikerjakan dalam waktu 2 jam pelajaran. Dari hasil pengujian soal literasi sains, terlihat perbedaan hasil dari masing-masing sekolah. Capaian literasi sains tertinggi berada pada sekolah berakreditasi A, kemudian diikuti oleh seolah berakreditasi B dan capaian literasi sains terendah diperoleh oleh sekolah berakreditasi C. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
TABEL 4 HASIL TES LITERASI SAINS BERDASARKAN SEKOLAH
Ratarata skor Nilai tertinggi Nilai terendah RataRata Nilai Persen (NP)
Sekolah Akreditasi A
Sekolah Akreditasi B
Sekolah Akreditasi C
22,38
14,17
10,8
33
31
18
7
2
2
37,29
23,62
18
Secara umum, hasil capaian literasi sains siswa kelas X di kota Solok sangat rendah, yaitu antara 18-37,29 yang mana menurut Ref. [12] termasuk pada kategori sangar rendah dan berbanding lurus dengan
ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS...
167
akreditasi sekolah. Pertama, perbandingannya dari segi nilai persen hasil capaian literasi sains. Siswa kelas X di sekolah berkluster A memperoleh nilai ratarata persen sebesar 37,29. Nilai tertinggi yang berhasil diperoleh adalah 33 atau jika dihitung nilai persen adalah 55% dan termasuk ke dalam kategori “kurang”. Nilai terendah yang diperoleh adalah 7 atau jika dihitung nilai persen adalah 11,67% (menggunakan rumus Purwanto, 2009) dan termasuk ke dalam kategori “kurang sekali”. Siswa kelas X di sekolah berkluster B memperoleh nilai persen sebesar 23,62, dengan perolehan nilai tertinggi adalah 31 atau dengan nilai persen sebesar 51,67% dan termasuk kategori “rendah sekali”. Nilai terendah yang berhasil diperoleh adalah 2 atau jika dihitung nilai persen adalah 3,33% dan termasuk ke dalam kategori “kurang sekali”. Siswa kelas X di sekolah berkluster C juga memperoleh nilai persen paling rendah, yaitu sebesar 18 atau dengan nilai persen sebesar 30% dan termasuk ke dalam kategori “kurang sekali”. Nilai terendah yang berhasil diperoleh siswa kelas X di sekolah berkluster C sama dengan siswa di sekolah berakreditasi B, yaitu 2 atau jika dihitung nilai persen adalah 3,33% dan termasuk ke dalam kategori “kurang sekali”. B. Pembahasan Keseluruhan sekolah memperoleh capaian literasi yang kurang sekali, karena dalam kategori persentasi penguasaan literasi sains, jika nilai yang didapat ≤ 54%, maka akan tergolong kurang sekali. Padahal, nilai tertinggi yang berhasil didapatkan siswa adalah 55%. Jika hasil pengujian ini dibandingkan dengan hasil PISA 2006 yang difokuskan pada literasi sains, maka hal ini sejalan. Hasil PISA 2006 Indonesia berada pada peringkat 50 dari 57 negara peserta [10]. Ada beberapa hal yang menyebabkan rendahnya hasil capaian literasi sains siswa. Pertama, materi pelajaran yang belum pernah dipelajari sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal yang diberikan. Salah satu contoh pada soal nomor 10 yang bertemakan Mousepox. Pada soal nomor 10 ini ditanyakan mengenai infeksi virus cacar ke spesies lain selain tikus. Materi virus di SMA dipelajari di kelas X semester satu. Namun, pada materi virus tersebut tidak dijelaskan apa itu DNA maupun gen. Materi mengenai DNA dan gen dipelajari di kelas XII pada
materi Genetika. Begitu pula dengan materi biologi di SMP, materi DNA dan gen tidak dijelaskan. Hal tersebut menambah penyebab ketidakpahaman siswa mengenai materi tersebut. Ketidakpahaman siswa mengenai DNA dan gen dapat dilihat dari capaian hasil literasi sains seluruh sampel. Dari 63 orang siswa, hanya 19 orang siswa atau sekitar 30% yang berhasil menjawab dengan benar, itupun lebih dari setengah siswa yang menjawab dengan benar berada di sekolah berakreditasi A dan sisanya tersebar di sekolah berakreditasi B dan C. Kedua, yang menyebabkan rendahnya penguasaan literasi sains adalah siswa tidak terbiasa mengerjakan soal yang menggunakan wacana. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan beberapa siswa yang mengeluhkan banyaknya wacana pada soal yang diberikan, serta sulitnya soal yang mereka kerjakan. Siswa mengatakan bahwa soal-soal yang sering diberikan oleh guru lebih banyak berupa soal yang tidak memiliki wacana. Soal literasi sains yang diberikan memiliki wacana maupun gambar berjumlah 15 buah. Faktor ketiga yang menyebabkan rendahnya penguasaan literasi sains siswa adalah guru kurang membiasakan proses pembelajaran yang mendukung siswa dalam mengembangkan literasi sains. Dari hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan saat proses pembelajaran, secara umum terlihat bahwa guru dalam proses pembelajarannya kurang mendukung perkembangan kemampuan literasi sains siswa. Guru dalam proses pembelajarannya tidak menghadirkan sesuatu yang dapat memacu siswa untuk berpikir seperti teks pengantar, gambar, skenario suatu kasus atau contoh suatu permasalahan yang terjadi di sekitarnya ataupun bahan atau alat peraga yang baru dikenal oleh siswa. Saat pembelajaran berlangsung, guru langsung masuk dalam pokok materi yang akan diajarkan pada hari tersebut tanpa memberikan rangsangan kepada siswa. Penyampaian materi dari guru ke siswa sebagian besar dilakukan dengan mendengarkan penjelasan dan kurang melibatkan siswa untuk aktif di dalam kelas, sehingga kurang membangun aspek literasi sains siswa. Hal tersebut juga pernah diungkapkan Ref. [5] bahwa proses pembelajaran biologi ataupun sains yang cenderung menekankan aspek pemahaman berdasarkan ingatan dan sangat jarang
168
[PENDIDIKAN IPA]
membangun kemampuan analisis (menerjemahkan, menghubung-hubungkan, menjelaskan dan menerapkan informasi) berdasarkan data ilmiah. Kemudian, dalam proses pembelajaran guru juga terlihat kurang mengajak siswa dalam menganalisa penyebab terjadinya suatu permasalahan. Padahal materi yang diajarkan adalah Ekosistem, seharusnya guru memberikan contoh-contoh permasalahan yang mungkin terjadi di sekitar siswa untuk dianalisa. Salah satu contoh yang mungkin dapat diberikan adalah penyebab terjadinya ketidakseimbangan ekosistem seperti pada rantai makanan. Jika salah satu komponen rantai makanan atau jaring makanan hilang, maka hal tersebut akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Seorang siswa dikatakan telah literasi terhadap sains adalah jika siswa tersebut ketika mampu menerapkan konsep-konsep atau fakta-fakta yang didapatkan di sekolah dengan fenomena-fenomena alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Literasi sains penting untuk dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan bagaimana siswa dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi dan masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modem yang sangat bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan [16]. Literasi sains dianggap suatu hasil belajar kunci dalam pendidikan pada usia 15 tahun bagi semua siswa apakah meneruskan belajar sains atau tidak setelah itu. Mendukung pernyataan di atas, [14] juga mengemukakan bahwa orang yang telah literate terhadap sains dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, orang yang memiliki literasi sains dapat mengajukan pertanyaan, menemukan atau menentukan jawaban terhadap pertanyaan yang diturunkan dari keingintahuan tentang pengalaman seharihari. Kedua, orang yang memiliki literasi sains dapat mengidentifikasi isu-isu sains yang mendasari keputusan-keputusan lokal maupun nasional dan mengungkapkan informasi secara ilmiah. Ketiga, orang yang memiliki literasi sains mempunyai kemampuan untuk mengajukan dan mengevaluasi argument berdasarkan bukti serta menerapkan kesimpulan secara tepat. Dari keseluruhan pembahasan mengenai capaian literasi sains siswa di atas, dapat terlihat bahwa capaian literasi sains siswa kelas X di kota Solok sangat rendah. Padahal,
literasi sains perlu dimiliki oleh siswa, karena orang yang literate terhadap sains (melek sains) akan menggunakan proses sains dalam pemecahan masalah, pembuatan keputusankeputusan, dan pemahaman lebih lanjut tentang kemasyarakatan dan lingungan [14]. Ada beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa, baik dari segi proses pembelajarannya, dari segi evaluasi atau soal-soal yang digunakan dalam mengevaluasi siswa. Meningkatkan kemampuan literasi sains siswa juga dapat dilakukan baik melalui media yang digunakan dalam proses pembelajaran ataupun dari pendidikan formal maupun informal. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan literasi sains siswa adalah dengan media pembelajaran. Media pembelajaran yang dapat meningkatkan literasi sains adalah dengan pembelajaran yang menggunakan multimedia interaktif. Ref. [13] mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis multimedia interaktif dapat meningkatkan literasi sains siswa SMP pada topik pengaruh penggunaan zat aditif pada makanan terhadap pencernaan manusia. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ref. [3] yang mengembangkan software multimedia interaktif pada materi kesetimbangan kimia mengungkapkan bahwa software yang dikembangkan ini dapat meningkatkan literasi sains siswa. Keseluruhan aspek yang ada pada literasi sains siswa mengalami peningkatan setelah menggunakan software multimedia interkatif ini dalam pembelajarannya. Pada aspek konten literasi sains siswa mengalami pengikatan sebesar 53% (kategori sedang). Pada aspek konteks aplikasi terjadi peningkatan sebesar 57,8% (kategori sedang). Pada aspek proses terjadi peningkatan sebesar 75,1% (kategori tinggi) dan pada aspek sikap sains siswa terjadi peningkatan 54,1% (kategori sedang). Selain melalui media pembelajaran, pendidikan informal juga dapat meningkatkan literasi sains siswa. Penelitian yang dilakukan [7] mendapatkan bahwa kegiatan kuliah lapangan (field trip) dapat meningkatkan literasi sains siswa. Kegiatan field trip yang mereka lakukan ini melibatkan observasi dan analisis dari aspek geologi dalam konteks lingkungan yang sebenarnya. Bagi siswa, strategi ini dapat membuatnya lebih mudah untuk memahami konsep yang menuntut level abstraksi. Kegiatan ini juga
169
ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS...
mengindikasikan aktifitas yang diikuti oleh para siswa ini membuat mereka lebih baik dalam memperlajari “tentang sains” dan untuk “memahami sains”. Kegiatan field trip ini juga membantu siswa dalam membangun pengetahuan baru dan mengembangkan kompetensi yang didukung melalui mempelajari geologi dan ilmu pengetahuan alam lain. Sejalan dengan hal tersebut[7] juga menyatakan bahwa fieldwork meningkatkan pembelajaran siswa melalui peningkatan pemahaman siswa tentang subjek yang dipelajari. C. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan keseluruhan, didapatkan kesimpulan bahwa penguasaan literasi sains siswa kelas X di kota Solok tergolong “rendah sekali”. Rata-rata persentase NP capaian yang mereka dapatkan hanya 27,94% dengan skor total maksimal adalah 126. Banyak hal yang menyebabkan literasi sains siswa menjasi rendah, seperti materi pelajaran yang belum pernah dipelajari, siswa tidak terbiasa mengerjakan soal yang menggunakan wacana, dan proses pembelajaran yang kurang mendukung siswa dalam mengembangkan kemampuan literasi sainsnya. Untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa dapat dilakukan beberapa cara seperti dengan media pembelajaran yang menggunakan multimedia interaktif. Kemudian bisa juga melalui kegitan field tripdapat meningkatkan literasi sains siswa dan juga dapat membuatnya lebih mudah untuk memahami konsep yang menuntut level abstraksi. DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim. (20l3). Hasil Studi Programme for International Student Assessment (PISA) 2012 Indonesia. [Online]. Tersedia di :http://www.oecd.org/pisa/keyfindings /PlSA-20 1 2-results-snapshotVolume-I-ENG.pdf. Diakses 19 Januari 2014. [2] Anonim. (2013). Survei Internasional PISA. [Online]. Tersedia di:http://litbang.kemdikbud.go.id/inde x.php/survei-intemasionalpisa.Diakses 14 Januari 2014. [3] Bahriah,
E.
S.
(2012).
PengembanganMultimedia Interaktif Kesetimbangan Kimia untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. [4] Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., dan Hyun, H. H. (2012). How to Design and Evaluate Research in Education. New York : McGraw-Hill. [5] Hadinugraha, Syam. (2012). Literasi Sains Siswa SMA Berdasarkan Kerangka PISA (The Programme for International Student Assessment) pada Konten Pengetahuan Biologi. Skripsi pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan. [6] Holbrook, Jack. (2009). " The Meaning of Scientific Literacy"'.International Journal of Environmental & Science Educational [Online], Vol4 (3),144150. Tersedia di : http://www.ijese.com/IJESE_v4n3_Sp ecial_Issue_Holbrook.pdfDiakses 7Januari 2014. [7] Lima, Alexandre. (2010). Field Trip Activity In an Ancient Gold Mine: Scientific Literacy In Informal Education. SAGE Publication, 19 (3) (2010) 322-334. Tersedia di: http://pus.sagepub.com/content/19/3/ 322.full.pdf+html. Diakses 25 Juni 2014. [8] Marzano, R. J., et.al. (1988). Dimensions of Thinking: A Framework for Curriculum and Instruction. Alexandria, Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development. [9] OECD. (2006). Assessing Scientific, Reading Mathematical Literacy: A Framework for PISA 2006. [Online]. Tersedia di: http://www.oecd.org/bookshop. Diakses 15 Januari 2014. [10]
OECD. (2007). PISA 2006 Science Competencies for Tomorrow’s World Executive Summary. [Online]. Tersedia di:http://www.oei.es/evaluacioneducat iva/InformePISA2006-FINALingles.pdf. Diakses 16 Januari 2014.
[11]
OECD. (2009). Take the Test. Sampel Questions from OECD’s PISA
170
[PENDIDIKAN IPA]
Assessments. [Online]. Tersedia di: http://www.oecd.org/pisa/pisaproduct s/Take%20the%20test%20e%20book. pdf. Diakses 14 Januari 2014. [12]
[13]
[14]
Purwanto, M. N. (2009). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: T. Remaja Rosdakarnya. Retmana, L. R. (2010) Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Sudiatmika, A. A. Istri Rai. (2010). Pengembangan Alat Ukur Tes Literasi Sains Siswa SMP dala Konteks Budaya Bali. (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
[15]
Thomson, S. dan De Bortoli, L. (2008). Exploring Scientific Literacy: How Australia Measures Up The PISA 2006. Survey of Student'sScientific, Reading and Mathematical Literacy Skills. Camberwell, Vic.: ACER Press.
[16]
Yusuf S. (2003). Literasi Siswa Indonesia Loporan PISA 2003. [Online]. Tersedia di:http://www.p4tkipa.org. Diakses 3 Januari 2014.
[17]
Zuriyani, Elsy. (2012). Literasi Sains dan Pendidikan [Online]. Tersedia di:http://sumsel.kemenag.go.id/file/fil eiTUllSAN/wagi/343099486.pdf. Diakses 3 Januari 2014.