ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG PADA PETERNAKAN BAPAK SARNO DESA CITAPEN CIAWI KABUPATEN BOGOR
YOGA ARYA PRATAMA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong pada Peternakan Bapak Sarno, Desa Citapen, Ciawi, Kabupaten Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 7 Desember 2013
Yoga Arya Pratama NIM H34104002
ABSTRAK YOGA ARYA PRATAMA. Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong Pada Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Ciawi, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HENY K. DARYANTO. Kebutuhan akan daging dalam negeri terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi protein hewani. Namun saat ini kebutuhan daging dalam negeri, tidak diimbangi oleh produksi yang optimal. Padahal pemerintah telah mencanangkan bahwa Indonesia akan swasembada daging sapi di tahun 2014. Peternakan milik Bapak Sarno merupakan usaha pokok keluarga. Saat ini jumlah ternak sapi yang dimiliki 22 ekor yang terdiri dari 15 ekor sapi PO (Peranakan Ongole) dan 7 ekor sapi Brahma. Untuk meningkatkan pendapatan dan memenuhi permintaan pasar beliau berencana mengembangkan usahanya berupa investasi penambahan 1 kandang baru dengan memanfaatkan Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) 2013 dari pemerintah. Penambahan investasi ini memerlukan biaya yang cukup besar, sedangkan modal merupakan sumberdaya terbatas sehingga perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha. Berdasarkan aspek non finansial usaha ini dikatakan layak karena daging sapi memiliki peluang pasar yang tinggi, kondisi iklim yang cocok, sarana dan prasarana yang memadai serta memberikan dampak yang baik secara sosial ekonomi budaya dan lingkungan sekitar. Berdasarkan aspek finansial, pengembangan usaha ini layak untuk dilaksanakan karena NPV bernilai lebih besar dari nol yaitu Rp658.300.804,94. IRR lebih besar dari Discount Rate yang ditentukan (4% per tahun) yaitu 67,83%. Net B/C bernilai lebih besar dari 1 yaitu 5,13 dan PP lebih singkat dari umur proyek yaitu 7,14 tahun. Sedangkan analisis switching value menunjukkan bahwa pengembangan usaha penggemukan sapi potong lebih peka terhadap penurunan Pertambahan Berat Badan Harian (PBBH) sebesar 15,19% dibandingkan dengan kenaikan biaya bakalan sebesar 28,38%. Kata kunci: analisis kelayakan, investasi, penggemukan sapi potong, ABSTRACT YOGA ARYA PRATAMA. Feasibility Analysis Business Fattening Beef Cattle on The Ranch Mr. Sarno in Citapen Village, Ciawi, Bogor District. Supervised by HENY K. DARYANTO. The need for meat in the country continues to increase along with an increase in the number of the population and to increase public awareness to consume animal protein. However, it is fresh meat in the country not offset by production optimally. In fact, the government has initiated that indonesia will swasembada of meat in 2014. Farm belonging to Mr Sarno was a staple of the family. Currently the number of beef cattle owned 22 tail consisting of 15 cows PO ( Peranakan Ongole ) and 7 cows Brahma. To raise revenue and meet with the market demands he plans to develop its business in the form of the addition of
new investment 1 home by utilizing skim credit food security and energy ( KKPE ) 2013 from the government. The addition of investment this requires a fee that is quite strong meanwhile, capital is limited resources, so should be kinds of analysese feasibility the development of business. Based on the aspect of non financial effort is said to inappropriate since the beef market high, have a chance the climate condition which is suitable, facilities and infrastructure that adequate as well as providing the impact of good socially economic culture and the environment. Based on the aspect of financial the business development of this is worth to be executed because NPV value greater than zero namely Rp658.300.804,94. IRR larger than the discount rate specified ( 4 % per year ) is 67,83%. Net B/C value greater than 1 and that is 5,13 and the government regulation shorter being of the age of the project, namely 7,14 years. While switching value analysis indicates that the business development of fattening beef cattle more sensitive to a decrease in the growing weight daily ( PBBH ) as much as 15,19 % compared with an increase in cost was going to as much as 28,38 %. Keywords: feasibility analysis, investment, fattening beef cattle
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG PADA PETERNAKAN BAPAK SARNO DESA CITAPEN CIAWI KABUPATEN BOGOR
YOGA ARYA PRATAMA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong Pada Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Ciawi Kabupaten Bogor : Yoga Arya Pratama : H34104002
Disetujui oleh
Dr Ir Heny K Daryanto, MEc
Pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal Lulus :
09 DEC 2013
Judul Skripsi Nama NIM
: Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong Pada Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Ciawi Kabupaten Bogor : Yoga Arya Pratama : H34104002
Disetujui oleh
Dr Ir Heny K Daryanto, MEc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen Agribisnis
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Agustus 2013 adalah penggemukan sapi potong, dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong Pada Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Ciawi Kabupaten Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Ir Heny K Daryanto, MEc, Bapak Ir Burhanudin, MM dan Ibu Ir Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen pembimbing, penguji dan penguji komite akademik yang telah banyak member saran. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Sarno selaku peternak penggemukan sapi potong yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orangtua dan seluruh keluarga atas doa, kasih saying dan support yang telah diberikan selama ini, teman-teman Agribisnis program Alih Jenis angkatan 1 atas kebersamaan selama kuliah dan seluruh anggota Forum Wacana Lembah Intelek (FWLI). Semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.
Bogor, 7 Desember 2013
Yoga Arya Pratama
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian 1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 4 4 4
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Penggemukan Sapi Potong 2.2 Koefisien Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong 2.3 Tata Laksana Penggemukan Sapi Potong 2.3.1 Mencari dan Memilih Bakalan 2.3.2 Perkandangan 2.3.3 Pakan 2.3.4 Pemeliharaan Kandang 2.4 Penelitian Terdahulu 2.5 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu
4 4 5 6 6 8 9 9 10 11
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Ketahanan Pangan 3.1.2 Bank Pelaksana 3.1.3 Suku Bunga 3.1.4 Studi Kelayakan Bisnis 3.1.5 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Usaha 3.1.6 Tujuan Studi Kelayakan Bisnis 3.1.7 Kriteria Kelayakan Bisnis 3.1.8 Teori Investasi 3.1.9 Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money) 3.1.10 Umur Bisnis 3.1.11 Teori Biaya dan Manfaat 3.1.12 Analisis Sensitivitas dan Nilai Pengganti (Switching Value) 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
11 11 12 12 13 13 14 14 15 20 21 21 22 22 23
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data
26 26 26 27
4.4 MetodeAnalisis Data 4.4.1 Metode Analisis Kelayakan Non Finansial 4.4.2 Metode Analisis Kelayakan Finansial
27 27 29
V GAMBARAN UMUM USAHA 5.1 Gambaran Umum Desa Citapen 5.2 Lokasi dan Sejarah Usaha 5.3 Kegiatan Usaha
33 33 33 34
VI ANALISIS ASPEK FINANSIAL & NON FINANSIAL 6.1. Analisis Aspek Non Finansial 6.1.1 Aspek Pasar 6.1.2 Aspek Teknis 6.1.3 Aspek Manajemen dan Hukum 6.1.4 Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya dan Lingkungan 6.2 Analisis Aspek Finansial 6.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) 6.2.2 Penerimaan Penjualan Kotoran Sapi 6.2.3 Nilai Sisa (Salvage Value) 6.2.4 Arus Biaya (Outflow) 6.2.5 Pajak Penghasilan 6.2.6 Analisis Laba Rugi Usaha 6.2.7 Analisis Kelayakan Finansial 6.2.8 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) 6.2.9 Hasil Analisis Aspek Finansial
34 35 35 36 40 41
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.2 Saran
50 50 50
DAFTAR PUSTAKA
51
LAMPIRAN
51
41
42 42 43 43 46 47 48 49 49
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15.
PDB sub sektor peternakan di Indonesia tahun 2008-2011 Ekspor dan impor sub sektor peternakan menurut komoditas tahun 2011 Sasaran Produksi Komoditas Utama 2010-2014 Data Permintaan Sapi Potong Milik Bapak Sarno Tahun 2009-2011. Tingkat bunga bank, tingkat bunga peserta KKP-E dan Subsidi Bunga Rincian sumber data berdasarkan jenis data Kondisi untuk beberapa jenis bakalan sapi Penerimaan penjualan kotoran sapi potong pada pengembangan usaha Biaya investasi pengembangan usaha penggemukan sapi potong Biaya tetap pengembangan usaha penggemukan sapi potong Biaya variabel pengembangan usaha penggemukan sapi potong Analisis laba rugi pengembangan usaha penggemukan sapi potong Laba bersih pengembangan usaha penggemukan sapi potong Kriteria kelayakan investasi usaha penggemukan sapi potong Hasil analisis switching value usaha penggemukan sapi potong
1 1 2 3 13 26 36 43 44 45 46 47 47 48 49
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka Pemikiran Operasional
25
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jumlah tenaga kerja usia 15 tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan tahun 2012. 53 Konsumsi makanan rata-rata per kapita sebulan masyarakat Indonesia tahun 2011 54 Populasi sapi potong (ribu ekor) menurut provinsi tahun 2010 dan 2011 55 Populasi sapi potong di Jawa Barat (Ekor/head) Tahun 2011 56 Tinjauan empiris analisis kelayakan penggemukan sapi potong 57 Melihat umur bakalan dengan cara melihat susunan gigi 58 Perkiraan bobot sapi berdasarkan lingkar dada 59 Perkiraan bobot dan pertambahan bobot tubuh beberapa sapi 60 Hubungan umur bakalan dan lama penggemukan 61 Layout pengembangan usaha penggemukan sapi potong peternakan Bapak Sarno 61 Penerimaan penjualan sapi potong Bapak Sarno 62 Perhitungan penyusutan per tahun dari investasi 62 Cashflow pengembangan usaha penggemukan sapi potong Bapak Sarno 633 Analisis switching value penurunan PBBH sebesar 15,19% 65 Analisis switching value peningkatan biaya bakalan sebesar 28,38% 67
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai penyedia lapangan kerja, penyedia bahan pangan dan sumber devisa negara. Jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang peternakan dan pertanian pada tahun 2012 berjumlah 39.328.915 jiwa atau 36% dari total tenaga kerja dapat dilihat pada Lampiran 1. Sebagai penyedia bahan pangan, pada tahun 2011 peternakan memberikan kontribusi sebesar 10% dari total pengeluaran konsumsi makanan yang terdiri dari daging, susu dan telur. Dibandingkan dengan sektor perikanan maka dapat dilihat pada Lampiran 2. Kontribusi subsektor peternakan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia lebih dari 10% dalam kurun waktu 2008-2011 (Tabel 1). Tabel 1. PDB sub sektor peternakan di Indonesia tahun 2008-2011 atas dasar konstan 2000 (Miliar Rupiah) Tahun No
Sektor 2008
1
Peternakan Sub Sektor Pertanian Lainnya Sektor Ekonomi Lainnya
2 3
Total PDB Nasional
2009
*)
2010**)
2011***1)
%
35.425,30
36.648,90
38.135,20
19.384,40
2
249.193,80
259.284,80
266.271,00
140.879,90
12
1.797.837,00
59.298,10
2.006.283,60
1.044.948,60
87
2.082.456,10
355.231,80
2.310.689,80
1.205.212,90
100
Sumber : Statistik Peternakan 2011 (diolah) Keterangan : *) Angka sementara **) Angka sangat sementara ***) Angka sangat sangat sementara
1) Data sampai semester 1
Tabel 2. Ekspor dan impor sub sektor peternakan menurut komoditas tahun 2011 No
Komoditi
Ekspor Volume (kg)
1
Ternak
2
4
Hasil Ternak Produk Non Pangan Hewani Obat Hewan
5
Lain-lain
3
Impor Nilai (USD)
Volume (kg)
Nilai (USD)
21.794.996
42.179.813,00
77.415.256
204.614.194,00
569.839.165
781.155.377,00
599.823.558
1.246.960.302,00
8.532.184
100.662.785,00
46.597.007
393.164.901,00
261.197
12.025.932,00
1.352.363
30.611.856,00
3.292.133
152.260.476,00
62.222.830
106.390.129,00
Sumber : Statistik Peternakan 2011 (diolah)
2
Berdasarkan Tabel 2 dilihat bahwa pemerintah melakukan impor karena pemerintah belum mampu menyediakan kebutuhan terhadap daging sapi. Kebijakan impor sapi bakalan terpaksa dilakukan untuk mencegah terjadinya pengurasan sapi lokal yang berpotensi berakibat buruk bagi peternakan sapi rakyat dan meningkatkan ketergantungan bangsa Indonesia terhadap bangsa lain. Oleh karena itu pemerintah Indonesia mencanangkan pencapaian Swasembada Daging Sapi di Tahun 2014 dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2010-2014, dapat dilihat pada Tabel 3. Sebagai salah satu komoditas unggulan di bidang peternakan, sapi potong memiliki peluang usaha dan prospek untuk terus dikembangkan. Untuk mendukung program kecukupan daging pada tahun 2014 diperlukan upaya pengembangan ternak sapi potong pada peternakan rakyat melalui perencanaan produksi dengan memperhatikan lamanya periode penggemukan. Cara yang dapat dilakukan yakni meningkatkan produksi daging sapi dengan cara penggemukan sapi potong. Melalui cara tersebut diharapkan menghasilkan pertambahan bobot badan sapi yang tinggi dan efisien, sehingga dapat diperoleh daging dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Tabel 3. Sasaran Produksi Komoditas Utama 2010-2014 Komoditas
Produksi (Ribu Ton) 2010
2011
2012
2013
2014
Padi
66,680
68,800
71,465
73,078
78,780
Jagung
19,800
22,000
24,000
26,000
29,000
Kedelai
1,300
1,560
1,900
2,250
2,700
Tebu
2,996
3,867
4,396
4,394
5,700
412
439
471
506
546
Daging Sapi
Sumber : Renstra 2010-2014 Kementrian Pertanian
1.2 Perumusan Masalah Kebutuhan akan daging dalam negeri terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi protein hewani. Namun saat ini untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, tidak diimbangi oleh produksi yang optimal. Padahal pemerintah telah mencanangkan bahwa Indonesia akan swasemnbada daging sapi di tahun 2014. Peternakan milik Bapak Sarno merupakan usaha pokok keluarga. Saat ini jumlah ternak sapi yang dimiliki 22 ekor yang terdiri dari 15 ekor sapi PO (Peranakan Ongole) dan 7 ekor sapi Brahma. Pada usahanya masalah yang sering ditemui adalah pasokan bakalan yang tidak kontinuitas, kualitas pakan rendah dan waktu pemeliharaan yang lama. Pada tahun 2013, 22 ekor ternaknya tidak dijual pada periode bulan menjelang Idul Adha, walaupun harga daging mencapai Rp 120.000/kg. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan bakalan serta pemerintah sedang menggalakkan pembatasan kuota impor sapi dan daging sapi. Sehubungan dengan hal tersebut Pak Sarno dihadapkan dengan kondisi dimana besarnya permintaan sapi potong yang tidak diimbangi dengan pasokan bakalan yang memadai sehingga dampaknya justru menyulitkan dalam meningkatkan produktivitas dan keuntungan dari usaha penggemukan sapi potong. Menurut Pak
3
Sarno, jumlah produksi sapi belum mampu memenuhi kebutuhan pasar karena banyak permintaan pasar yang tidak terpenuhi (Tabel 4). Tabel 4. Data Permintaan Sapi Potong Milik Bapak Sarno Tahun 2009-2011 Tahun
Permintaan (Ekor)
Penjualan (ekor)
2009
100
60
2010
100
58
2011
100
60
Pakan konsentrat yang digunakan oleh Pak Sarno hanya menggunakan pakan yang sudah jadi diproses dari pabrik. Padahal kenyataannya pakan merupakan komponen biaya terbesar dari biaya total produksi. Jika harga pakan konsentrat dari pabrik mengalami kenaikan, maka akan sangat berpengaruh dalam keuntungan yang diperoleh. Kemudian dalam menjual ternak sapinya, masih beorientasi pada produk. Sehingga lama periode penggemukan tidak dapat ditentukan, beliau menjual ternak sapi tidak berdasarkan atas kebutuhan konsumen melainkan berdasarkan melonjaknya harga daging di pasaran. Untuk meningkatkan pendapatan dan memenuhi permintaan pasar beliau berencana mengembangkan usahanya berupa investasi penambahan 1 kandang baru dengan memanfaatkan Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) 2013 dari pemerintah. Penambahan investasi ini memerlukan biaya yang cukup besar, sedangkan modal merupakan sumberdaya terbatas sehingga perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha. Analisis kelayakan usaha ini dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, aspek hukum serta aspek finansial. Usaha penggemukan sapi potong memiliki beberapa ketidakpastian yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kelayakan usaha. Perubahan-perubahan tersebut seperti kenaikan harga bakalan ternak sapi dan penurunan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Sapi. Harga bakalan sapi terus berfluktuasi sehingga mempengaruhi kelayakan pengembangan usaha penggemukan sapi potong dari aspek finansial oleh karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa masalah yang dibahas dalam penelitian ini antara lain: 1) Bagaimana kelayakan usaha penggemukan sapi potong milik Bapak Sarno berdasarkan aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan sekitar ? 2) Bagaimana kelayakan finansial usaha penggemukan sapi potong milik Bapak Sarno dilihat dari kriteria investasi di kegiatan usaha ? 3) Bagaimana kepekaan kelayakan usaha penggemukan sapi potong milik Bapak Sarno terhadap perubahan komponen biaya khususnya peningkatan harga bakalan dan penurunan PBBH dalam melakukan kegiatan usaha ?
4
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Menganalisis kelayakan usaha penggemukan sapi potong milik Bapak Sarno dari aspek non finansial dan aspek finansial. 2) Menganalisis kepekaan kelayakan usaha penggemukan sapi potong milik Bapak Sarno. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang hasilnya sepenuhnya dipublikasikan agar dapat digunakan sebagaimana mestinya termasuk sebagai bahan masukan dan kajian. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, yakni: 1) Bagi penulis, penelitian ini akan melatih dan menambah kemampuan penulis dalam berkomunikasi dengan pihak pengusaha, masyarakat maupun pihakpihak terkait serta meningkatkan kemampuan penulis dalam mengaplikasikan teori-teori yang telah diperoleh di perkuliahan. 2) Bagi pemilik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan informasi yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan usaha serta kelayakan usaha untuk keberlanjutannya. 3) Bagi mahasiswa dan pihak yang membutuhkan informasi tentang penggemukan sapi potong, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi serta sebagai sumber literatur dan menambah wawasan mengenai usaha penggemukan sapi potong.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sasaran utamanya adalah usaha penggemukan sapi potong dengan penekanan pada aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan lingkungan, serta aspek finansial meliputi Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period. Hasil perhitungan pada aspek finansial menggunakan cashflow yang diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Penggemukan Sapi Potong Peternakan di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok dilihat dari pola pemeliharaannya yaitu peternakan dengan pola pemeliharaan yang tradisional, semi komersial dan peternak komersial (Mubyarto, 1989). Secara umum sektor peternakan mengalami kemunduran, terutama pasca krisis moneter, disebabkan
5
ketergantungan impor yang cukup tinggi, yakni dalam pengadaan bibit unggul, bakalan dan bahan baku pakan (Sagala, 2011). Pada peternakan rakyat, sebagian besar usaha penggemukan sapi potong merupakan usaha sampingan dengan menggunakan teknologi sederhana dan produktivitas ternak yang rendah serta belum menerapkan inovasi-inovasi baru (Azis, 1993). Menurut (Sugeng, 2000) bahwa penggemukan sapi potong dilakukan secara ekstensif, semi intensif dan intensif. Selanjutnya dikatakan bahwa pada umumnya sapi dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada di dalam kandang dan diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat menjadi gemuk. Sedangkan secara ekstensif sapi dilepaskan di padang penggembalaan dan digembalakan sepanjang hari, mulai pagi sampai sore hari. Kemudian sistem penggemukan sapi potong terdiri dari sistem kereman, sitem dry lot fattening, dan sistem pasture fattening. 2.2 Koefisien Teknis Usaha Penggemukan Sapi Potong Koefisien Teknis (KT) yang terpenting dalam usaha penggemukan adalah pertambahan berat badan harian (PBBH). Jika berat awal ternak, berat pasar yang diinginkan konsumen dan PBBH telah dapat diketahui maka lamanya waktu penggemukan dapat dihitung. Koefisien teknis pada usaha penggemukan sapi potong adalah : a. Umur awal Idealnya, umur bakalan untuk usaha penggemukan sapi potong sekira 2-3 tahun. Kisaran umur tersebut merupakan golden age atau umur paling optimal untuk memulai usaha penggemukan. Umur bakalan yang kurang dari dua tahun pertambahan bobot hariannya masih agak lambat (belum optimal). Sebaliknya, jika umur bakalan lebih dari tiga tahun, pertambahan bobot harian sudah lambat. Masih jarangnya peternak, terutama peternak rakyat, yang membuat catatan kelahiran sapi mengakibatkan munculnya kendala untuk mengetahui umur bakalan. Padahal, pencatatan tanggal lahir merupakan cara yang paling akurat dalam menentukan umur bakalan. Dapat dilihat pada lampiran 6 metode lihat gigi sapi untuk menentukan umur sapi yang dilakukan peternak (Rahmat dan Harianto, 2011) b. Berat badan awal Mengetahui bobot sapi selain dengan penimbangan bisa juga dilakukan dengan menghitung bobot tubuh berdasarkan ukuran tubuh tertentu melalui beberapa rumus. Rumus yang biasa digunakan adalah rumus Shcroll dan rumus Winter. Meskipun memiliki banyak kelemahan, tetapi cara ini masih banyak digunakan. Rumus Schroll : Bobot badan (kg) = Rumus Winter : Bobot badan (lbs) = Bobot badan (kg) = Bobot badan (lbs) x 0,453592 Dalam penggunaan kedua rumus tersebut dibutuhkan ukuran lingkar dada, panjang tubuh, dan tinggi pundak sapi. Pengukuran lingkar dada menggunakan pita meter dengan melingkarkannya pada dada sapi tepat di belakang siku. Panjang tubuh diukur secara lurus dengan menggunakan tongkat ukur, mulai dari
6
siku (humerus) sampai benjolan tulang tapis (tuber ischii). Sementara tinggi pundak diukur dengan menggunakan tongkat ukur, mulai dari permukaan tanah tegak lurus sampai titik tertinggi pundak. Satuan yang digunakan dalam rumus winter adalah inci dan lbs. Untuk mendapatkan bobot tubuh dalam ukuran kg, perlu dikonversi terlebih dahulu dengan cara mengalikan bobot tubuh dalam lbs dengan 0,453592. Kedua rumus tersebut lebih cocok untuk sapi yang telah dewasa. Sementara bila mengukur pedet yang masih tumbuh, diperlukan beberapa faktor koreksi. Dalam lampiran 7 terdapat tabel penghitungan dengan perbandingan lingkar dada sapi dan pendugaan bobot sapi dengan menghitung lingkar dada (Yulianto dan Cahyo, 2010) c. Pertambahan Bobot Badan Harian Pertambahan bobot badan merupakan salah satu peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pakan ternak. Pertambahan bobot badan yang diperoleh dari percobaan pada ternak merupakan hasil zat-zat makanan yang dikonsumsi. Dari data pertambahan bobot badan akan dapat diketahui nilai suatu pakan bagi suatu ternak (Church dan Pond, 1988). Menurut McDonald et al. (2002) pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya perkembangan.Bobot dan pertambahan bobot per hari masing-masing bangsa sapi dapat dilihat pada Lampiran 8 (Yulianto dan Cahyo, 2011). d. Lama Penggemukan Usaha penggemukan menuntut peternak harus berpacu dengan lama penggemukan. Semakin pendek waktu penggemukan dengan pertumbuhan yang tinggi, itulah yang terbaik. Untuk penggemukan sapi, lama waktu penggemukan tergantung dari bobot awal sapi, target bobot sapi dan pertambahan berat sapi yang diinginkan per harinya. Pertambahan bobot sapi dari bobot awal yang sama dengan target bobot akhir yang sama pula, tetapi dengan pemberian porsi pakan per hari yang berbeda akan menghasilkan waktu penggemukan yang berbeda. Demikian pula dengan perbedaan jenis kelamin. Penggemukan sapi jantan membutuhkan waktu lebih singkat daripada sapi betina dalam bangsa sapi yang sama. Lamanya sapi digemukkan salah satunya juga tergantung dari umur sapi bakalan. Sebagai patokan, lamanya sapi digemukan dapat dilihat dalam Lampiran 9. 2.3 Tata Laksana Penggemukan Sapi Potong 2.3.1 Mencari dan Memilih Bakalan Pemilihan sapi bakalan merupakan langkah penting yang sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan. Pengadaan sapi bakalan bisa diperoleh dari sapi bakalan lokal dan sapi bakalan impor (Soeprapto dan Abidin ,2006). Sebelum mencari bakalan, peternak harus mengetahui hal-hal sebagai berikut (Yulianto dan Cahyo, 2011) : Mengetahui daerah yang berpotensi dalam pengembangan ternak sapi, baik sapi pedaging atau sapi perah. Menjalin jaringan dengan peternak dan pedagang sapi atau instansi yang menangani peternakan.
7
-
Memilih bakalan dari penjual/pedagang yang memberi jaminan. Misalnya, bila selama satu minggu setelah dibeli bakalan sakit, bakalan tersebut dapat ditukar atau dijamin kesehatannya. Menjalin komunikasi melalui teknologi informasi seperti internet atau telepon. Usaha penggemukan sapi potong dikatakan berhasil bila dapat menghasilkan daging sebaik dan sebanyak mungkin. Untuk mencapai hasil yang memuaskan, faktor kondisi bakalan cukup menentukan. Dalam menentukan bakalan, peternak harus mempertimbangkan beberapa kondisi sebagai berikut (Yulianto dan Cahyo, 2011) : Laju pertumbuhan. Bakalan berasal dari keturunan yang memiliki laju pertumbuhan tinggi. Laju pertumbuhan terkait dengan kecepatan peningkatan bobot sapi. Masing-masing bangsa sapi mempunyai potensi perbedaan dalam pertumbuhan. Kesehatan. Bakalan yang sehat dan tidak sakit. Sudah beradaptasi. Bakalan yang sudah beradaptasi dengan lingkungan setempat lebih mudah dalam pemeliharaannya. Sapi jantan. Bakalan sapi jantan memiliki laju pertumbuhan lebih tinggi daripada sapi betina. Selain itu, di masa produktif sapi betina dilarang dipotong untuk mendukung produksi anak sapi. Kecuali, sapi betina tersebut telah beranak lebih dari tujuh kali, tidak produktif lagi atau infertil. Populasi. Bakalan dari bangsa sapi yang memiliki pertambahan populasi baik dan penyebarannya merata pada suatu daerah. Konversi pakan. Bakalan memiliki konversi pakan yang rendah. Hal itu karena, untuk mencapai pertambahan bobot sapi per satuan berat, diperlukan jumlah pakan yang rendah/optimal. Adapun ciri-ciri bakalan yang baik sebagai berikut : Berumur lebih dari dua tahun atau memiliki bobot 165-400 kg. Jenis kelamin jantan atau betina yang sudah tidak produktif. Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm, tinggi pundak minimal 135 cm, dan lingkar dada 133 cm. Namun ukuran tersebut tidak mengikat, tergantung pada bangsa sapinya. Tubuh kurus (bukan karena penyakit), tulang menonjol dan sehat. Warna tubuh sesuai dengan bangsa sapi tersebut. Kondisi kepala normal sesuai bangsa sapinya. Mata cerah dan bulu halus. Kondisi kaki lurus dan kokoh. Kotoran normal. Untuk menentukan bangsa sapi dengan bakalan yang baik, sebaiknya peternak mengetahui sifat-sifat secara sederhana dari beberapa bangsa sapi potong sebagai berikut (Yulianto dan Cahyo, 2011) : a) Sapi Bali 1. Karena merupakan domestikasi asli Indonesia, cocok untuk daerah tropis. 2.Cukup baik hidup pada ketinggian di bawah 100 mdpl. 3. Populasinya cukup tinggi. 4. Memiliki tabiat relatif jinak. 5. Mampu hidup dalam kondisi kurang baik. 6. Sapi lokal yang cukup bagus untuk digemukkan.
8
b)
c)
d)
e)
f)
7. Efisien dalam memanfaatkan sumber pakan, persentase karkas tinggi dan dagingnya rendah lemak. 8. Persentase karkas berkisar 56-57 % Sapi Ongole 1.Karena berasal dari daerah tropis, bakalan relatif tahan cuaca panas. 2. Memiliki ketahanan terhadap kerumunan serangga cukup baik. 3. Memiliki daya hidup yang baik sewaktu pedet. 4. Cukup tahan terhadap serangan penyakit. 5. Mampu hidup dan tumbuh dalam kondisi lingkungan yang kurang baik. 6. Kualitas karkas mencapai 45-58%. Sapi Brahman 1. Merupakan sapi persilangan yang dipersiapkan untuk tahan terhadap cuaca di daerah tropis. 2. Mempunyai populasi yang cukup tinggi. 3. Tahan terhadap serangga dan penyakit serta resisten terhadap demam texas, gigitan caplak, dan nyamuk. 4. Pertumbuhan pascasapih cukup baik dan termasuk pedaging. 5. Tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan. 6. Presentase karkas yang dihasilkan sekitar 48,6-54,2%. Sapi Simmental 1. Lebih cenderung cocok dipelihara di daerah sejuk. 2. Memiliki bobot pascasapih yang baik dan relatif bagus untuk penggemukan. 3. Pertumbuhan ototnya bagus dan penimbunan lemak di bawah kulit rendah. 4. Menghasilkan kualitas karkas yang bagus. 5. Anakan sapi memiliki daya hidup baik. 6. Perangainya relatif jinak. Sapi Limousin 1. Lebih cocok di daerah sejuk. 2. Bertubuh kekar dan berotot, lingkar dada besar. 3. Sapi tipe pedaging dan karkasnya berkualitas. 4. Mampu menyesuaikan dengan kondisi pakan. 5. Setelah sapih, mempunyai pertambahan bobot yang baik dan daya hidupnya tinggi. Sapi Freisian holstein 1. Dapat hidup di daerah tropis dan subtropis. 2. Pertumbuhan cukup cepat dengan persentase karkas baik. 3. Kemampuan hidup pedet baik dan populasi tinggi. 4. Mudah menyesuaikan dengan pakan seadanya. 5. Memiliki sifat jinak. 6. Sapi jantan cocok untuk digemukkan.
2.3.2 Perkandangan Secara umum, kandang sapi memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Tipe kandang untuk penggemukan jantan dewasa adalah tipe kandang individu.Pada kandang individu, setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 m x 1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak
9
terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging. Model kandang penggemukan tersebut dibuat lebih tertutup rapat dan sedikit gerak untuk mengurangi kehilangan energi dan mempercepat proses penggemukan (BPPT, 2007). 2.3.3 Pakan Salah satu pengelolaan yang baik dalam usaha penggemukan sapi potong yakni penyediaaan pakan yang secara kuantitas cukup dan berkualitas baik. Pemberikan pakan dapat dilakukan dengan 3 cara : yaitu penggembalaan (pasture fattening), kereman (dry lot fattening) dan kombinasi cara pertama dan kedua. Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang dikenal dengan istilah kereman. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1%-2% dari berat badan. Untuk memacu pertumbuhan pada usaha penggemukan sapi, pakan yang diberikan harus mengandung tiga unsur sebagai berikut : a. Pakan berserat, termasuk bahan pakan ini adalah hijauan (rerumputan dan legiminosa) dan limbah pertanian (jerami padi, daun kacang tanah, jerami jagung, pucuk tebu). Pakan hijauan merupakan bahan pakan sumber serat kasar lebih dari 20% dan mempunyai energi serta tingkat kecernaan yang rendah. b. Pakan penguat (konsentrat) adalah pakan yang mempunyai kandungan nutrisi tinggi dengan kandungan serat kasar yang relatif rendah, mudah dicerna dan kaya nilai nutrisi. Pakan penguat dibedakan menjadi pakan konsentrat sumber energi dan sumber protein. Pakan sumber energi adalah bahan pakan dengan kandungan serat kasarnya kurang dari 20% dan kandungan energi lebih dari 2.250 kkal/kg. Contohnya ubi jalar, ketela pohon, pati, tetes, dedak padi dan dedak jagung. Sementara itu bahan pakan sumber protein adalah bahan pakan yang mengandung protein kasar lebih dari 20%. Contohnya ampas tahu, bungkil kedelai, ampas bir dan daun kacang-kacangan. c. Pakan tambahan biasanya berupa vitamin, mineral, hormon, enzim, antibiotik dan urea Ketiga pakan tersebut diramu dengan komposisi sederhana tetapi tidak mengurangi kandungan gizi yang berarti. Pada umumnya, kebutuhan akan nutrisi sapi adalah energi berkisar 60-70% total digestible nutrients (TDN), protein kasar 12% dan lemak 3-5%. Dalam penyusunan formula pakan ada beberapa metode. Semua metode yang digunakan bertujuan untuk mendekatkan kandungan nutrisi bahan pakan dalam memenuhi kebutuhan gizi asupan sapi. Ada beberapa metode dalam penyusunan ransum pakan ternak sapi potong, diantaranya adalah metode rancang coba, aljabar, segi empat pearson dan komputer. Kebutuhan pakan sapi harus dihitung secara tepat sesuai dengan target pertambahan bobot per hari yang diinginkan sehingga bobot badan sapi saat dipanen dapat diperkirakan. (Yulianto dan Cahyo, 2011) 2.3.4 Pemeliharaan Kandang Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara di dalammnya berjalan lancar. Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih dibawah
10
atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi. (Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas, 1999). 2.4 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian Muzayin (2008), meneliti tentang Analisa Kelayakan Usaha Instalasi Biogas Dalam Mengelola Limbah Ternak Sapi Potong (PT. Widodo Makmur Perkasa , Cianjur). Penelitian tersebut membantu dalam penelitian saat ini karena berhubungan dalam hal pengkajian kelayakan usaha dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial serta aspek finansial. Hasil penelitian Muzayin (2008) yaitu analisis kelayakan finansial proyek instalasi biogas dengan populasi sapi minimal 5000 ekor dengan tingkat diskonto 9 persen menunjukkan nilai NPV positif sebesar Rp. 11.401.465.948, nilai Net B/C sebesar 2,272, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 19 persen dan payback period selama 3,084 tahun. Hasil tersebut membuktikan proyek instalasi biogas di PT. Widodo Makmur Perkasa layak untuk dilaksanakan.Hasil analisis sensitivitas menunjukkan penurunan captive market sebesar 10 persen disertai kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan tenaga kerja operasional) sebesar 20 persen dan kenaikan biaya variabel (tenaga kerja pelaksana dan packaging) sebesar 20 persen agar usaha tetap layak untuk dilaksanakan. Rivai (2009), meneliti tentang Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong(Fattening) Pada PT Zagrotech Dafa International (ZDI) Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor.Penelitian tersebut mengkaji tentang aspek finansial dan aspek non finansial pengembangan usaha. Hasil analisis aspek finansial menunjukan bahwa kedua skenario yaituskenario I (modal sendiri) dan skenario II (modal pinjaman) layak untuk dijalankan karena kedua skenario sudah memenuhi kriteria kelayakan investasi,diantaranya yaitu nilai Net Present Value (NPV) lebih dari nol, nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) lebih dari satu, Internal Rate Return (IRR) lebih dari tingkatdiskonto yang digunakan dan Payback Period (PP) berada sebelum masa proyekberakhir. Hasil analisis sensitivitas switching value dengan dua variabel parameteryaitu peningkatan harga bakalan dan penurunan penjualan sapi potong menunjukan bahwa variabel parameter penurunan penjualan sapi potong lebih sensitif. Dari kedua skenario menunjukan bahwa skenario II (modal pinjaman)lebih sensitif (peka) terhadap perubahan – perubahan yang terjadi baik itu perubahan peningkatan harga bakalan sapi ataupun penurunan penjualan sapipotong.Melihat hasil penelitian Rivai (2009) dapat menjadi perbandingan dan referensi untuk penelitian saat ini bahwa kelayakan usaha penggemukan sapi potong untuk skala industri berbeda dengan kelayakan usaha dalam penelitian saat ini dimana penggemukan sapi potong yang diusahakan adalah skala pertanian rakyat. Penelitian Bahmat (2012), meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Penggemukan Domba dan Kambing di Peternakan Bapak Sarno, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor,Jawa Barat. Penelitian
11
tersebut sangat membantu penelitian saat ini dalah hal penentuan lokasi dan komoditi penelitian serta berhubungan dalam hal pengkajian kelayakan usaha dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial serta aspek finansial. Berdasarkan kriteria investasi usaha penggemukan domba dan kambing ini layak untuk dijalankan karena nilai yang diperoleh sesuai dengan kriteria investasi.Nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar 1.201.056 rupiah dengan umur usaha delapan tahun.Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) lebih besar dari satu yaitu 1,012. Nilai Internal Rate of Return (IRR) adalah 12 persen, sama dengan tingkat Discount Rate (DR) yang ditentukan yaitu 12 persen. Payback Period (PP) yang dihasilkan dari analisis tersebut adalah delapan tahun atau sama dengan umur ekonomis usaha yaitu delapan tahun. Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno masih tetap layak dijalankan dan mendapatkan keuntungan apabila terjadi peningkatan harga bakalan kambing 0,29 persen dan penurunan harga penjualan kambing sebesar 0,14 persen. 2.5 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu merupakan acuan bagi penelitian dalam analisis kelayakan pengembangan usaha. Rincian perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Lampiran 4. Sehubungan dengan hal tersebut dapat dijelaskan bahwa perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Muzayin (2008), Rivai (2009) dan Bahmat (2012) adalah mengenai tujuan penelitian, lokasi penelitian, komoditas yang dikaji dalam penelitian, skala usaha ternak yang dijalankan dan parameter yang diukur dalam analisis switching value. Sedangkan persamaannya dengan penelitian terdahulu yaitu penelitian ini mengkaji tentang analisis kelayakan pengembangan usaha dimana kriteria alat analisis yang digunakan yaitu analisis finansial, analisis non finansial dan analisis sensitivitas. Dari hasil penelitian terdahulu dapat memberikan masukan bagi penulis mengenai sejauh mana penelitian sebelumnya tentang studi kelayakan pengembangan usaha. Hal ini dapat memberikan gambaran bagi penulis sebagai referensi dalam melakukan penelitian dengan topik pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Peternakan Bapak Sarno. III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan landasan teori atau kumpulan teori-teori yang relevan dengan masalah. Keseluruhan teori tersebut diacu sebagai pedoman dalam mengidentifikasi masalah yang ditemukan dilapangan dan kemudian diolah serta diharapkan menjadi suatu pemikiran yang dapat menjadi solusi pemecahan masalah tersebut. Berikut adalah teori-teori yang dapat digunakan dan relevan dengan penelitian ini:
12
3.1.1 Ketahanan Pangan Program Ketahanan Pangan Tahun 2010-2014 difokuskan pada 5 (lima) komoditas pangan utama yaitu : padi (beras), jagung, kedelai, tebu (gula) dan daging sapi. Dalam rangka mencukupi kebutuhan bahan pangan utama dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor pangan maka Pemerintah telah mencanangkan program pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. Swasembada berkelanjutan ditargetkan untuk komoditas padi dan jagung, dengan sasaran peningkatan produksi dapat dipertahankan minimal sesuai dengan pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sedangkan pencapaian swasembada yang ditargetkan untuk Tahun 2014, untuk tiga komoditas pangan utama yaitu kedelai, gula dan daging sapi. (Pedoman Teknis KKP-E, 2013) Upaya percepatan swasembada daging sapi melalui : a) Peningkatan produksi daging sapi, unggas dan ketersediaan susu dalam negeri. b) Peningkatan ketesediaan pakan dan bibit sapi. c) Peningkatan mutu bibit ternak sapi potong dan sapi perah ditempuh dengan pengembangan mutu genetik dengan pendekatan bioteknologi, inseminasi buatan dan atau embrio transfer. d) Peningkatan populasi dan optimalisasi produksi ternak ruminansia melalui penerapan Good Farming Practices (GFP) e) Pengembangan pakan sapi potong melalui perbaikan padang pengembalaan dan pemanfaatan hasil sampling industry pertanian maupun pengembangan industri pakan ternak. f) Pengendalian gangguan reproduksi dan penyakit hewan menular melalui pemantauan terhadap kesehatan ternak khususnya kesehatan reproduksinya, serta penanganan kesehatan hewan mulai dari pedet hingga ternak melahirkan. g) Peningkatan mutu daging sapi potong dengan melengkapi sarana pendukung Rumah Potong Hewan (RPH) dengan melengkapi sarana pendukung Rumah Potong Hewan (RPH) dengan melengkapi sarana pendukungnya dalam upaya penyediaan Aman Sehat Utuh dan Halal (ASUH). h) Pencegahan pemotongan sapi betina produkstif. i) Optimalisasi pemanfaaatan Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK), Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3), Sarjana Mmembangun Desa (SMD)/Pemuda Membangun Desa (PMD), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) 3.1.2 Bank Pelaksana Bank Pelaksana KKP-E meliputi 21 Bank yaitu 8 (delapan) Bank Umum : Bank BRI, Mandiri, BNI, Bukopin, CIMB Niaga, BRI Agroniaga, BCA, dan BII serta 14 (empat belas) Bank Pembangunan Daerah (BPD) yaitu : BPD Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Papua , Riau, Nusa Tenggara Barat dan Jambi.
13
3.1.3 Suku Bunga Besarnya tingkat bunga kredit bank, tingkat bunga kepada peserta KKP-E, dan subsidi bunga adalah sebagai pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Tingkat bunga bank, tingkat bunga peserta KKP-E dan Subsidi Bunga No Uraian
1 2
KKP-E Sapi Potong KKP-E Tebu
Tingkat Bunga Tingkat Bunga Bank (%) kepada Peserta (%) 11,5 4,0 10,5 6,0
Subsidi Bunga (%) 7,5 4,5
Ketentuan tingkat bunga tersebut berlaku tanggal 1 Oktober 2012 s.d 31 Maret 2013
3.1.4 Studi Kelayakan Bisnis Menurut Gittinger (1986), proyek merupakan suatu elemen operasional sederhana yang dipersiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan terpisah dalam suatu perencanaan nasional atau program pembangunan pertanian. Didalam kegiatan proyek pertanian seluruh biaya-biaya, baik itu biaya produksi ataupun biaya pemeliharaan yang dikeluarkan diharapkan dapat memberikan manfaat secara cepat dengan perkiraan waktu pengembalian selama satu tahun. Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), penanaman modal dalam suatu usaha atau proyek, baik untuk usaha baru maupun perluasan usaha yang sudah ada biasanya disesuaikan dengan tujuan dan bentuk badan usahanya. Dalam menjalankan suatu bisnis oleh perusahaan salah satu tujuannya yaitu memperoleh keuntungan (profit), dalam arti seluruh aktivitas perusahaan ditujukan untuk mencari keuntungan bahkan usaha yang bersifat sosial pun pada praktiknya juga perlu memperoleh keuntungan agar mampu membiayai usahanya sendiri, tidak hanya tergantung pada donatur. Agar tujuan perusahaan tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diinginkan maka apabila ingin melakukan investasi dalam memulai suatu usaha sebaiknya didahului dengan suatu studi. Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi yang akan ditanam layak atau tidak untuk dijalankan (sesuai dengan tujuan perusahaan) atau dengan kata lain apakah usaha tersebut dijalankan akan memberikan suatu manfaat atau tidak. Studi tersebut disebut studi kelayakan bisnis. Menurut Nurmalina et al. (2009), studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah suatu kegiatan investasi memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan sedangkan menurut Kasmir dan Jakfar (2009), studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Umar (2007), menyatakan studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak suatu bisnis dibangun, tetapi juga dapat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan. Dalam membangun usaha baru sangat diperlukan studi kelayakan bisnis, sehingga dalam proses perencanaan pembangunannya nanti dapat dilakukan kajian yang cukup mendalam dan komprehensif untuk mengetahui apakah usaha yang akan dilakukan itu layak atau tidak layak. Pertimbangan tersebut dapat
14
digunakan dalam rangka melihat apakah perusahaan mendapatkan keuntungan jika menjalankan usaha. Menurut Kasmir dan Jakfar (2009) timbulnya suatu proyek dalam prakteknya disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : a. Adanya permintaan pasar Artinya adanya suatu kebutuhan dan keinginan dalam masyarakat yang harus disediakan. Hal ini disebabkan karena jenis produk yang tersedia belum mencukupi atau memang belum ada sama sekali. b. Untuk meningkatkan kualitas produk Bagi perusahaan tertentu proyek dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas atau mutu suatu produk. Hal ini dilakukan karena tingginya tingkat persaingan yang ada. c. Kegiatan pemerintah Artinya merupakan kehendak pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat atas suatu produk atau jasa, sehingga perlu disediakan berbagai produk melalui proyek-proyek tertentu. 3.1.5 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan Usaha Ada banyak hal yang menyebabkan usaha mengalami kegagalan. Kegagalan ini dapat dimulai dengan dari kesalahan dalam melakukan perhitungan sampai kepada faktor-faktor yang memang tidak dapat dikendalikan oleh manusia. Pada akhirnya kegagalan ini akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan. Risiko kerugian yang timbul di masa yang akan datang disebabkan karena di masa yang akan datang penuh dengan berbagai ketidakpastian, sehingga sangat penting untuk diperhatikan adalah memprediksi risiko yang akan terjadi nanti. Secara umum, fakto-faktor yang menyebabkan kegagalan terhadap hasil yang dicapai sekalipun telah dilakukan studi kelayakan bisnis secara benar dan sempurna yang telah diuraikan adalah sebagai berikut : 1. Data dan informasi tidak lengkap, 2. Tidak teliti, 3. Salah perhitungan, 4. Pelaksanaan pekerjaan salah, 5. Kondisi lingkungan, 6. Unsur sengaja, 3.1.6 Tujuan Studi Kelayakan Bisnis Studi Kelayakan bisnis perlu dilakukan sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan. Intinya agar usaha atau proyek ini dijalankan tidak akan sia-sia, tidak membuang waktu, uang, tenaga dan pikiran secara percuma. Setidaknya ada lima tujuan penting dengan dilakukannya studi kelayakan sebelum suatu proyek dijalankan : 1. Menghindari risiko 2. Memudahkan perencanaan 3. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan 4. Memudahkan pengawasan 5. Memudahkan pengendalian
15
3.1.7 Kriteria Kelayakan Bisnis Dalam melihat kriteria kelayakan suatu bisnis ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan diantaranya aspek finansial dan aspek non finansial dan masing-masing aspek tersebut saling berkaitan dalam memenuhi kriteria kelayakan suatu bisnis. Nurmalina et al. (2010) membagi studi kelayakan bisnis kedalam aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen-hukum, aspek sosial-ekonomi-budaya, aspek lingkungan dan aspek finansial. a. Aspek Pasar Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), aspek pasar dan pemasaran adalah meneliti seberapa besar pasar yang akan dimasuki dan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk menguasainya pasar serta bagaimana strategi yang akan dijalankan nantinya. Sebelum melaksanakan bisnis, analisis terhadap aspek pasar potensial perlu diketahui agar produk yang dihasilkan perusahaan mampu menempatkan diri dalam pasar potensial yang akan dimasuki. Dalam suatu usaha, pasar merupakan aspek terpenting dalam menentukan layak atau tidaknya suatu usaha. Pasar merupakan tempat dimana suatu produk yang dihasilkan oleh perusahaan dijual sehingga menghasilkan uang untuk biaya operasional perusahaan selanjutnya. Jika suatu produk tidak diterima pasar atau kalah bersaing dengan produk pesaing maka dapat dikatakan usaha tersebut tidak layak dijalankan. Pengkajian terhadap aspek ini penting dilakukan, karena tidak ada bisnis atau usaha yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang dan jasa yang dihasilkan. Pada dasarnya, analisis aspek pemasaran (pasar) bertujuan untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, pangsa pasar dari produk bersangkutan, kondisi persaingan antara produsen dan siklus hidup produk (Umar, 2007). Menurut Nurmalina et al. (2009), aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari tentang : a. Permintaan Baik secara total maupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai. Disini juga perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan tersebut. b. Penawaran Baik yang berasal dari dalam negeri maupun juga yang berasal dari impor. Bagaimana perkembangannya di masa lalu dan bagaimana perkiraan di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ini seperti seperti jenis barang yang bisa menyaingi, kebijakan dari pemerintah, dan sebagainya perlu diperhatikan. c. Harga Dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya. Apakah ada kecenderungan perubahan harga dan bagaimana polanya. d. Program Pemasaran Mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan bauran pemasaran (marketing mix). Identifikasi siklus kehidupan produk (product life cycle), pada tahap apa produk yang akan dibuat.
16
e. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan Market share yang bisa dikuasai perusahaan. b. Aspek Teknis Aspek secara teknis berhubungan dengan input (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa (Gittinger, 1986). Analisis ini akan mengidentifikasi perbedaan yang terdapat dalam informasi yang terus menerus memastikan bahwa pekerjaan secara teknis tersebut berjalan dengan lancar dan tepat dilakukan. Studi teknis akan mengungkapkan kebutuhan apakah yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan. Beberapa hal umum yang perlu diperhatikan adalah mengenai kapasitas produksi, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi dan tata letak usaha yang paling menguntungkan (Umar, 2007). Selain itu menurut Nurmalina et al. (2009) aspek teknis juga membahas tentang lokasi bisnis, luas produksi, proses produksi, lay out, pemilihan jenis teknologi dan equipment. 1) Lokasi Bisnis Beberapa variabel yang perlu diperhatikan untuk pemilihan lokasi bisnis dibedakan dalam dua golongan besar, yakni variabel utama dan variabel bukan utama. Penggolongan ke dalam kedua kelompok tersebut tidak mengandung kekakuan, artinya dimungkinkan untuk berubah golongan sesuai dengan ciri utama output dan bisnis yang bersangkutan. Variabel utama antara lain ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, supply tenaga kerja, dan fasilitas transportasi. Sedangkan varibel bukan utama yaitu hukum dan peraturan yang berlaku, iklim dan keadaan tanah, sikap dari masyarakat setempat, dan rencana masa depan perusahaan. 2) Luas Produksi Luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi yaitu batasan permintaan, tersedianya kapasitas mesin-mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi, kemampuan finansial dan manajemen perusahaan, kemampuan adanya perubahan teknologi produksi dimasa yang akan datang. 3) Proses Produksi Proses produksi adalah tahapan-tahapan kegiatan produksi dalam menghasilkan suatu output yang sedang dijual atau dipasarkan. Berdasarkan proses produksi dikenal adanya 3 jenis proses yaitu proses produksi yang terputus-putus (intermiten), kontinu dan kombinasi. Dalam hal ini sistem kontinu akan lebih baik digunakan karena lebih mampu menekan resiko kerugian akibat fluktuasi harga dan efektivitas tenaga kerja yang lebih baik dibandingkan dengan sistem terputus. Kecuali untuk kegiatan budidaya tanaman semusim yang umumnya mengacu kepada proses produksi yang terputus-putus. 4) Lay Out Lay out merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki perusahaan. Kriteria yang dapat digunakan untuk evaluasi lay out khususnya pabrik antara lain: adanya konsentrasi dengan teknologi produksi, adanya arus produk dalam proses yang lancar dari proses satu ke proses yang lain, penggunaan ruangan yang optimal, terdapat kemungkinan untuk dengan mudah melakukan penyesuaian maupun untuk ekspansi, minimisasi
17
biaya produksi dan memberikan jaminan yang cukup untuk keselamatan tenaga kerja. 5) Pemilihan Jenis Teknologi dan Equipment Patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan, disamping kriteria-kriteria yang lain yakni: ketepatan jenis teknologi, keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut ditempat lain yang memiliki ciri-ciri yang mendekati lokasi dengan lokasi bisnis, kemampuan pengetahuan penduduk (masyarakat) setempat dan kemungkinan pengembangannya, pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan. Selain itu, perlu diperhatikan penggunaan teknologi yang tepat baik dalam penggunaan potensi ekonomi lokal dan kesesuaian dengan kondisi sosial budaya setempat. Pemilihan mesin dan peralatan serta jenis teknologi mempunyai hubungan yang erat sekali. Apabila pengadaan teknologi tidak terpisah dari mesin yang ditawarkan, maka praktis jenis teknologi, mesin dan peralatan yang akan dipergunakan telah menjadi satu (Nurmalina, et al., 2009). c. Aspek Manajemen dan Hukum Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan dan manajemen dalam masa operasi. Dalam masa pembangunan bisnis, hal yang dipelajari adalah siapa pelaksana bisnis tersebut, bagaimana jadwal penyelesaian bisnis tersebut, dan siapa yang melakukan studi masingmasing aspek kelayakan bisnis. Sedangkan manajemen dalam operasi, hal yang perlu dipelajari adalah bagaimana bentuk organisasi/badan usaha yang dipilih, bagaimana struktur organisasi, bagaimana deskripsi masing-masing jabatan, berapa banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan, dan menentukan siapa-siapa anggota direksi dan tenaga-tenaga inti. Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan digunakan, dan mempelajari jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat dan izin. Aspek hukum dari suatu usaha diperlukan dalam hal mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan kerjasama (networking) dengan pihak lain (Nurmalina et al., 2009). Studi aspek manajemen meliputi penyusunan rencana kerja, siapa saja yeng terlibat, bagaimana mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan usaha, jenis-jenis pekerjaan, struktur organisasi dan pengadaan tenaga kerja yang dibutuhkan (Umar, 2007). Aspek hukum digunakan untuk meneliti kelengkapan, kesempurnaan dan keaslian dari dokumen-dokumen yang dimiliki mulai dari badan usaha, izin-izin sampai dokumen lainnya (Kasmir dan Jakfar, 2010). d. Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya Dalam aspek sosial, ekonomi dan budaya yang akan dinilai adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi dan budaya terhadap masyarakat keseluruhan. Pada aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran, serta mempelajari adanya pemerataan kesempatan kerja dan pengaruh bisnis terhadap lingkungan sekitar lokasi bisnis. Dari aspek ekonomi, suatu bisnis dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan
18
dari pajak dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Suatu bisnis tidak akan ditolak oleh masyarakat sekitar bila secara sosial budaya diterima dan secara ekonomi memberikan kesejahteraan (Nurmalina et al., 2009). e. Aspek Lingkungan Lingkungan hidup merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk ditelaah sebelum suatu investasi atau usaha dijalankan. Sudah tentu telah yang dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan jika suatu investasi jadi dilakukan, baik dampak negatif maupun yang berdampak positif. Dampak yang timbul ada yang langsung mempengaruhi pada saat kegiatan usaha/proyek dilakukan sekarang atau baru terlihat beberapa waktu kemudian dimasa yang akan datang (Kasmir dan Jakfar, 2010). Aspek lingkungan mempelajari bagaimana pengaruh bisnis tersebut terhadap lingkungan, apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis suatu bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu bisnis itu sendiri, sebab tidak ada bisnis yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan lingkungan (Hufschmidt, et al., 1987 diacu dalam Nurmalina et al. 2009). Menurut Umar (2007), studi aspek lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan apakah secara lingkungan hidup, misalnya dari sisi udara dan air, rencana bisnis diperkirakan dapat dilaksanakan secara layak atau sebaliknya. f. Aspek Finansial Aspek finansial merupakan proyeksi anggaran yang akan mengestimasi penerimaan dan pengeluaran bruto pada masa yang akan datang setiap tahunnya (Gittinger, 1986). Dalam pengkajian aspek finansial diperhitungkan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan kemudian mengoperasikan kegiatan bisnis, dana yang dibutuhkan berupa modal tetap dan modal kerja. Pertimbangan lain adalah berapa banyak investor yang dapat menanamkan dana, jumlah pinjaman dari yang dapat diperoleh dan menilai apakah penghasilan yang diperoleh dapat memberikan keuntungan yang memadai bagi perusahaan. Dari sisi keuangan proses bisnis dikatakan sehat apabila dapat memberikan keuntungan yang layak dan mampu memenuhi kewajiban finansialnya (Umar, 2007). Kegiatan dalam aspek finansial ini antara lain adalah perhitungan perkiraan jumlah dana yang diperlukan untuk keperluan modal kerja awal dan untuk pengadaan harta tetap proyek. Juga dipelajari mengenai struktur pembiayaan bagaimana yang paling menguntungkan dengan menentukan berapa dana yang harus disiapkan lewat pinjaman dari pihak lain dan berapa dana dari modal sendiri. Aspek-aspek tersebut akan tercatat dalam aliran kas (cash flow). Cash flow yaitu aktivitas keuangan yang mempengaruhi posisi/kondisi kas pada suatu periode tertentu (Nurmalina et al. 2009). Cash flow disusun berdasarkan untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan dari mana sumbersumber kas dan penggunaan-penggunaannya. Cash flow terdiri dari cash inflow (arus penerimaan) dan cash outflow (arus pengeluaran). Cash inflow meliputi nilai produksi total, penerimaan pinjaman, dana bantuan (Grants), nilai sewa dan nilai sisa (Salvage value). Cash outflow terdiri dari biaya investasi, biaya produksi, biaya pinjaman bunga dan
19
pajak. Pengukuran cash inflow dengan cash outflow akan diperoleh net benefit (manfaat bersih). Menurut Nurmalina et al. (2009), ada beberapa kriteria investasi yang dapat dilihat dalam analisis finansial yang mana dapat digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha. Kriteria investasi yang digunakan yaitu : 1) Net Present Value (NPV) Menurut Nurmalina et al. (2009) secara umum mendefinisikan Net Present Value adalah selisih antara manfaat dan biaya atau yang disebut dengan arus kas. Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. Menurut Gittinger (1986) mendefinisikan Net Present Value adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Menurut Umar (2007) Net Present Value yaitu selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Terdapat tiga kriteria ukuran kelayakan investasi menurut metode Net Present Value (NPV) yaitu : a) NPV sama dengan nol (NPV = 0) artinya, bisnis atau usaha yang dijalankan tidak menguntungkan atau tidak merugikan b) NPV lebih besar dari nol (NPV > 0) artinya, bisnis atau usaha yang dijalankan menguntungkan atau memberikan manfaat. c) NPV lebih kecil dari no (NPV < 0) artinya, bisnis atau usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan atau memberikan kerugian. 2) Net Benefit - Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit Cost Ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif, atau disebut juga manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu kegiatan investasi atau bisnis dapat dikatakan layak jika Net B/C lebih besar dari satu dan dikatakan tidak layak bila Net B/C lebih kecil dari satu (Nurmalina et al., 2009). Menurut Gittinger (1986), Net B/C merupakan perbandingan antara nilai sekarang permintaan kas bersih di masa yang akan datang dengan nilai sekarang investasi. Net benefit cost ratio diperoleh berdasarkan nilai sekarang arus manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Terdapat tiga kriteria ukuran kelayakan investasi menurut metode net benefit cost ratio (Net B/C Ratio) yaitu: a) Net B/C Ratio sama dengan satu (Net B/C = 1) artinya, usaha tersebut tidak menguntungkan atau tidak merugikan. b) Net B/C Ratio lebih dari satu (Net B/C > 1) artinya, usaha tersebut menguntungkan atau layak untuk dijalankan. c) Net B/C Ratio kurang dari satu (Net B/C < 1) artinya, usaha tersebut tidak menguntungkan atau tidak layak dijalankan. 3) Internal Rate of Return (IRR) Menurut Gittinger (1986), IRR merupakan suatu ukuran manfaat proyek terdiskontokan, dengan memakai tingkat diskonto akan diperoleh nilai sekarang netto dari tambahan arus manfaat netto, atau tambahan arus keuntungan menjadi nol. Bunga maksimal yang dapat dibayarproyek atas sumber-sumber yang digunakan proyek untuk menutupi pengeluaran investasi dan operasional proyek
20
masih berada posisi pulang pokok. Menurut Nurmalina et al. (2009), penilaian suatu bisnis dapat dikatakanlayak dilihat dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap invesatasi yang ditanamkan, ditujukan dengan mengukur besarnya internal rate of return. Gittinger (1986) mendefinisikan internal rate of return adalah tingkat rata-rata keuntungan interval tahunan bagi perusahaan yang melakukan kegiatan investasi dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Menurut Umar (2007) metode internal rate of return digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dimasa datang, penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal. Menurut Nurmalina et al. (2009), dalam metode penghitungan tingkat IRR, metode yang umumnya digunakan adalah dengan menggunakan metode interpolasi diantara tingkat discount rate yang lebih rendah (menghasilkan NPV positif) dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi (menghasilkan NPV negatif). 4) Payback Period (PP) Menurut Kasmir dan Jakfar (2010), metode payback period (PP) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau bisnis. Menurut Nurmalina et al. (2009) mendefinisikan payback period adalah suatu analisis yang berfungsi untuk mengukur seberapa cepat investasi yang ditanam pada suatu bisnis dapat kembali. Oleh karena itu bisnis yang payback period-nya cepat pengembaliannya, maka memiliki kemungkinan untuk dijalankan. Sedangkan menurut Gittinger (1986), payback period adalah jangka waktu kembalinya seluruh jumlah investasi modal yang ditanam dan dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai produksi setiap tambahan, sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanam. Masalah utama dari dari metode ini adalah sulitnya menentukan periode payback period maksimum yang diisyaratkan, untuk digunakan sebagai angka pembanding. Kelemahan-kelemahan lain dari metode ini adalah diabaikannya nilai waktu uang (time value of money) dan diabaikannya cash flow setelah periode payback. Untuk mengatasi masalah diabaikannya time value of money maka kadang dipakai discounted payback period (Nurmalina et al., 2009). 3.1.8 Teori Investasi Menurut Mankiw (2007), definisi investasi adalah suatu kegiatan membeli barang-barang oleh perusahaan baik itu barang-barang berupa bahan mentah, barang setengah jadi, maupun barang jadi yang digunakan pada waktu yang akan datang. Menurut Gittinger (1986), kegiatan pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu. Sementara itu Gray et al (1992) dalam Nurmalina et al. (2009) mendefinisikan suatu kegiatan investasi sebagai kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumbersumber untuk mendapatkan benefit. Selain itu, Kasmir dan Jakfar (2010) mengatakan investasi dapat pula diartikan penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka relatif panjang dalam berbagai bidang usaha, penanaman modal yang ditanamkan dapat dalam arti sempit berupa proyek tertentu baik bersifat fisik maupun non fisik, seperti proyek pendirian pabrik, jalan, jembatan,
21
pembangunan gedung dan proyek penelitian dan pengembangan. Investasi dapat dilakukan dalam membangun usaha baru maupun investasi dalam mengembangkan usaha yang telah ada. Mankiw (2007) membagi jenis investasi ke dalam tiga bagian antara lain, investasi tetap bisnis (business fixed investment) yaitu mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan dalam kegiatan proses produksi, investasi residensial (residential investment) yaitu mencakup pembelian rumah baru untuk tempat tinggal dan pembelian tanah untuk disewakan, serta investasi persediaan (inventory investment) mencakup penyimpanan barang-barang di dalam gudang meliputi barang mentah, barang setengah jadi, dan barang jadi untuk kegiatan proses produksi. Menurut Kasmir dan Jakfar (2010) investasi dapat dilakukan dalam berbagai bidang usaha, oleh karena itu investasi pun dibagi dalam beberapa jenis dan dalam praktiknya jenis investasi dibagi menjadi 2 macam,yaitu: 1. Investasi nyata (real investment) Investasi nyata atau real investment merupakan investasi yang dibuat dalam harta tetap (fixed asset) seperti tanah, bangunan, peralatan atau mesin-mesin. 2. Investasi finansial (financial investment) Investasi finansial atau financial investment merupakan investasi dalam bentuk kontrak kerja, pembelian saham atau obligasi atau surat berharga lainnya seperti sertifikat deposito. 3.1.9 Konsep Nilai Waktu Uang (Time Value of Money) Unsur nilai waktu memegang peranan penting dalam mengukur kemampuan bisnis dalam menghasilkan berbagai manfaat. Dalam studi kelayakan bisnis, biaya dan manfaat bukan hanya jumlahnya yang berbeda tetapi juga waktu yang dibayarkan dan diterima berbeda selama umur bisnis. Biaya-biaya bisnis banyak dikeluarkan pada waktu awal bisnis, sedangkan manfaat baru akan diterima kemudian. Adanya pengaruh waktu akan menyebabkan perbedaan nilai uang, karena secara ekonomi dipengaruhi oleh adanya inflasi, kesempatan konsumsi yang berbeda dan produktivitas yang dihasilkan pada waktu yang berbeda (Nurmalina et al., 2009). 3.1.10 Umur Bisnis Umur bisnis sangat berpengaruh dalam suatu perencanan dalam studi kelayakan bisnis, dimana bisnis ini diproyeksikan akan berjalan sesuai dengan umur bisnis yang telah ditentukan, ini biasanya berdasarkan tingkat kemampuan kegiatan bisnis. Menurut Nurmalina et al. (2009) ada beberapa cara dalam menentukan umur bisnis, diantaranya : a. Umur ekonomis suatu bisnis ditetapkan berdasarkan jangka waktu (periode) yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari aset terbesar yang ada di bisnis. Yaitu jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dapat meminimumkan biaya tahunan (masih menguntungkan jika dipakai) b. Umur teknis. Untuk bisnis besar bergerak (diberbagai bidang) lebih mudah menggunakan umur teknis dari unsur-unsur investasi. Umur teknis umumnya lebih panjang dari umur ekonomis, tapi hal ini tidak
22
berlaku apabila adanya keusangan teknologi (absolence) dengan ditemukannya teknologi baru. c. Untuk bisnis yang berumur teknis/ekonomis lebih dari 25 tahun, dapat menggunakan umur bisnis yakni 25 tahun, karena nilai-nilai sesudah 25 tahun jika di discount rate dengan tingkat suku bunga lebih besar dari 10 persen maka present value-nya akan kecil sekali karena nilai discount factor-nya kecil atau mendekati nol. 3.1.11 Teori Biaya dan Manfaat Menurut Nurmalina et al. (2009) biaya didefinisikan segala sesuatu yang mengurangi tujuan bisnis sedangkan manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan. Secara ringkas, studi kelayakan bisnis dapat disebut sebagai suatu metoda yang membandingkan komponen - komponen biaya dan manfaat dari suatu bisnis. Setiap periode waktu analisis yang direncanakan seringkali ditetapkan dalam satuan waktu yang panjang, sehingga mengakibatkan arus biaya maupun manfaat tidak terjadi secara bersamaan pada waktu yang sama melainkan sepanjang umur usaha. Komponen - komponen biaya pada dasarnya terdiri dari barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, biaya tak terduga (contingency allowance) dan sunk cost. Manfaat terdiri dari tiga macam bentuk - bentuk manfaat antara lain, manfaat yang dapat diukur (tangible benefit), manfaat yang didapat diluar usaha itu sendiri (indirect or secondary benefit), dan manfaat yang secara nyata ada tapi sulit diukur (intangible benefit). Manfaat yang digunakan dalam melakukan kriteria kelayakan bisnis biasanya menggunakan manfaat yang bersifat tangible benefit (dapat diukur dengan uang) sedangkan manfaat yang bersifat intangible benefit (tidak dapat diukur dengan uang) hanya digunakan sebagai masukan tambahan pada saat pertimbangan keputusan dilakukan. Menurut Gittinger (1986), menjelaskan bahwa analisis ekonomi proyek pertanian bertujuan untuk membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya dan menentukan proyek-proyek yang mempunyai keuntungan yang layak. 3.1.12 Analisis Sensitivitas dan Nilai Pengganti (Switching Value) Suatu investasi memiliki resiko akibat dari ketidakpastian kondisi yang berlangsung. Resiko dan ketidakpastian menjabarkan suatu keadaan yang memungkinkan adanya berbagai macam hasil atau berbagai akibat dari usaha tertentu. Perubahan-perubahan yang terjadi akan mempengaruhi tingkat kelayakan suatu investasi, hal ini untuk melihat pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat adanya perubahan-perubahan tersebut (Gittinger, 1986). Tujuan analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau bisnis apabila terjadi perubahan didalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis ini menilai apakah suatu kegiatan investasi atau bisnis yang dianalisis peka terhadap perubahan yang terjadi. Menurut Kadariah (1986) yang diacu dalam Nurmalina et al. (2009), analisis sensititvitas perlu dilakukan karena dalam analisis kelayakan suatu usaha ataupun bisnis perhitungan umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi diwaktu yang akan datang. Serta merupakan analisis pasca kriteria investasi yang digunakan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan kondisi ekonomi dan hasil analisis bisnis
23
jika terjadi perubahan atau ketidaktepatan dalam perhitungan biaya dan manfaat. Atau dengan kata lain analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk dapat melihatpengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Menurut Nurmalina et al. (2009), perubahan-perubahan yang biasa terjadi dalam menjalankan bisnis umumnya disebabkan oleh perubahan harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya (Cost Over Run), dan ketidaktepatan dan perkiraan hasil produksi. Analisis switching value merupakan perhitungan untuk mengukur “perubahan maksimum” dari perubahan suatu komponen inflow atau perubahan komponen outflow yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. Perhitungan ini mengacu kepada berapa besar perubahan terjadi sampai dengan NPV sama dengan nol (Nurmalina et al., 2009). Perbedaan mendasar antara analisis sensitivitas dengan switching value adalah pada analisis sensitivitas besarnya perubahan sudah diketahui secara empirik dan dilihat bagaimana dampaknya terhadap hasil analisis kelayakan.Sedangkan pada perhitungan switching value justru perubahan tersebut dicari, berapa besar perubahan yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Pada ruang lingkup peternak penggemukan sapi potong skala rakyat pun seperti Pak Sarno tidak mampu memenuhi permintaan daging sapi tiap tahunnya. Maka beliau berencana untuk menambah investasi 1 kandang baru dengan memanfaatkan Skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP_E) yang diberikan oleh pemerintah. Lokasi yang akan dipilih untuk usaha tesebut yakni di Desa Citapen. Hal ini disebabkan karena pada wilayah Desa Citapen secara topografi beriklim tropis atau basah dengan suhu rata-rata antara 200C-320C. Bangsa sapi yang mempunyai kesesuaian dengan iklim tersebut untuk dipilih sebagai bakalan yakni sapi Ongole dan Brahma. Bakalan yang dipilih yang berumur 2-3 tahun. Kemudian tipe kandang yang digunakan tipe kandang individual atau lebih dikenal dengan istilah kereman. Dalam kandang tipe ini setiap ekor sapi dibatasi satu sama lain. Batasnya berupa sekat-sekat. Sapi ditambatkan dengan tali pada patok yang disediakan dan dibuat secara berderet. Sehingga gerakan sapi dibatasi hanya gerakan ke depan dan ke belakang serta rebah. Sistem penggemukan yang akan dipakai sistem kereman. Lama waktu penggemukan sapi yang dilakukan yakni selama tiga bulan. Bobot potong dan pertambahan bobot per hari yang diharapkan yaitu Sapi Ongole dan Sapi Brahma 300 kg dan 0,7 kg/ekor/hari. Kemudian dilakukan analisis kelayakan usaha dan dianalisis berdasarkan aspek non finansial dan aspek finansia. Dalam analisis aspek non finansial, yang dianalisis terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hokum, aspek sosial ekonomi dan aspek lingkungan. Sedangkan dalam penentuan aspek finansial menggunakan kriteria investasi yaitu NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio) dan PP (Payback Period). Untuk menghadapi peningkatan harga bakalan dan penurunan PBBH yang selalu mengalami perubahan-perubahan maka diperlukan kewaspadaan terhadap
24
usaha tersebut dengan menganalisis melalui analisis pengganti (switching value analysis). Dengan analisis ini akan diketahui berapa besarnya batas perubahan tersebut sehingga membuat usaha tersebut tidak layak. Apabila kegiatan investasi tersebut berdasarkan analisis yang dilakukan layak untuk dijalankan, maka hasil penelitian ini akan direkomendasikan agar terus dikembangkan usahanya. Sebaliknya apabila hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa kegiatan investasi tidak layak maka direkomendasikan agar dilakukan analisis kembali pada aspek-aspek yang menyebabkan bisnis tidak layak. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut.
25
- Kebutuhan konsumsi daging meningkat - Swasembada daging 2014 - Produksi tidak optimal Prospek dan peluang usaha penggemukan sapi potong
Usaha penggemukan sapi potong milik Bapak Sarno belum mampu memenuhi permintaan Kegiatan investasi usaha penggemukan sapi potong
Analisis Kelayakan Usaha
Analisis Aspek Nonfinansial: 1. Aspek Pasar 2. Aspek Teknis 3. Aspek Manajemen dan Hukum 4. Aspek Sosial, Ekonomi 5. Aspek Lingkungan
Aspek Finansial: 1. NPV (Net Present Value) 2. B/C Ratio (Net Benefit Cost Ratio) 3. IRR (Internal Rate of Return) 4. PP (Payback Period)
Analisis Switching Value
LAYAK (Lanjutkan Usaha)
TIDAK LAYAK (Upaya Perbaikan)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
26
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa Citapen merupakan salah satu desa yang memiliki peternakan sapi potong di Kecamatan Ciawi. Walaupun peningkatan jumlah populasi sapi potong sedikit dibandingkan dengan kecamatan lainnya, Desa Citapen merupakan daerah yang berpotensi karena memiliki iklim yang sesuai untuk peternakan sapi potong, letaknya yang strategis untuk memasarkan sapi potong ke daerah Jabodetabek yang merupakan daerah perkotaan. Hal ini mengindikasikan adanya peluang usaha yang prospektif pada subsektor peternakan sapi potong. Salah satu peternakan yang memanfaatkan peluang tersebut adalah peternakan milik Bapak Sarno. Hal tersebut dapat dilihat dari keunggulan yang membedakan usaha tersebut dengan peternak lainnya yaitu peternakan yang berorientasi kepada bisnis bukan pendapatan sampingan. Berdasarkan pertimbangan tersebut lokasi penelitian ini dipilih secara purposive (sengaja). Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2013. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Berikut rincian data berdasarkan jenis data yang digunakan Tabel 6. Rincian sumber data berdasarkan jenis data No
Jenis Data
Sumber
1
Data Primer :biaya-biaya yang akan dikeluarkan selama umur usaha, biaya investasi kandang dan biaya operasional penggemukan sapi potong, serta penerimaan dari usaha penggemukan sapi potong selama umur ekonomis usaha.
Observasi Lapangan
2
Data Sekunder : Statistik Peternakan, Kontribusi Peternakan dalam PDB, Tatalaksana pemeliharaan sapi potong dan jenis-jenis pakan murah
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, BPS, Internet dan BPPT, Data Historis Usaha, Studi Literatur dan Penelitian Terdahulu
27
4.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di usaha penggemukan dan lokasi yang terkait dengan penelitian ini serta wawancara dengan pemilik dan karyawan. Data primer sebagian besar diperoleh dengan menggunakan instrument berupa daftar pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka dan literatur berbagai buku, skripsi terdahulu dan data internal perusahaan, serta penelusuran ke beberapa instansi terkait, seperti Ditjen Peternakan, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Perpustakaan IPB, serta referensi dari media massa, baik cetak maupun elektronik. 4.4 MetodeAnalisis Data Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif yang dilakukan merupakan analisis deskriptif yang berupa gambaran sistem usaha dan aspek nonfinansial yang terdiri dari aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, budaya, serta aspek lingkungan dari usaha penggemukan sapi potong pada peternakan milik Bapak Sarno. Sedangkan analisis data secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial yang meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan mencakup biaya investasi dan biaya operasional serta penerimaan dari hasil penggemukan sapi potong berdasarkan kriteria NPV, IRR, Net B/C dan PP yang diolah menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel. Melalui switching value analysis, data yang ada dicoba untuk dirubah dengan menaikkan input dan penurunan output untuk melihat kemampuan usaha tersebut bertahan terhadap perubahan. 4.4.1 MetodeAnalisis Kelayakan Non Finansial Aspek Pasar Analisis aspek pasar yang akan dilakukan pada usaha ini yaitu untuk menilai seberapa besar potensi pasar yang ada untuk produk yang ditawarkan. Kemudian bagaimana strategi pemasaran yang akan dijalankan untuk menangkap peluang pasar yang ada. Usaha ini dikatakan layak berdasarkan aspek pasar dan pemasaran jika usaha tersebut dapat menghasilkan produk yang dapat diterima pasar (dibutuhkan dan diinginkan oleh calon pembeli) dengan tingkat penjualan yang menguntungkan. Aspek Teknis Aspek teknis merupakan aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan (produksi) berupa barang – barang nyata dan jasa – jasa. Aspek teknis berpengaruh besar terhadap kelancaran jalannya usaha, terutama kelancaran proses produksi. Analisis ini dikaji secara kualitatif untuk mengetahui gambaran mengenai lokasi usaha, besarnya skala operasi atau luas produksi, peralatan dan perlengkapan yang digunakan serta proses kegiatan produksi yang dilakukan dalam usaha ini.
28
Usaha ini dikatakan layak berdasarkan aspek teknis dan teknologi jika berdasarkan hasil analisis usaha dapat dibangun dan dijalankan dengan baik. Pada aspek teknis kriteria kelayakan usaha yang dianalisis adalah kelayakan lokasi untuk menjalankan usaha, besarnya jumlah ternak yang digemukkan untuk mencapai tingkatan skala ekonomis. Kriteria pemilihan peralatan dan teknologi untuk menjalankan usaha penggemukan sapi potong tersebut, layout bangunan dan fasilitas lainnya. Aspek Manajemen Dalam aspek manajemen akan dilihat berdasarkan pengelola usaha, spesifikasi keahlian dan distribusi tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan usaha ini dan struktur organisasi. Dalam membuat suatu keputusan investasi dibutuhkan gambaran mengenai rencana kegiatan yang akan dijalankan di peternakan terkait dengan tenaga kerja yang dibutuhkan dan pembagian kerja yang sesuai. Usaha ini dikatakan layak berdasarkan aspek manajemen adalah jika terdapat kesiapan tenaga kerja untuk menjalankan usaha penggemukan sapi potong dan usaha tersebut dapat dijalankan sesuai waktu yang diperkirakan. Pada aspek manajemen kriteria kelayakan usahayang dianalisis adalah kesiapan tenaga kerja untuk menjalankan usaha, struktur organisasi yang baik dan sesuai dengan jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab pihakpihak yang terlibat dalam pelaksanaan usaha. Aspek Hukum Aspek hukum yang akan dianalisis pada usaha ini adalah melihat kelengkapan dan keabsahan dokumen yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong, mulai dari bentuk badan usaha sampai dengan ijin-ijin yang dimiliki. Hal ini dikarenakan aspek hukum dari sebuah kegiatan usaha diperlukan untuk mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat menjalin jaringan kerjasama (networking) dengan pihak lain. Usaha penggemukan sapi potong dikatakan layak berdasarkan aspek hukum jika usaha tersebut sesuai dengan ketentuan hukum dan mampu memenuhi segala persyaratan perijinan di wilayah tersebut. Untuk aspek hukum, kriteria kelayakan usaha aspek nonfinansial hal yang akan dianalisis adalah legalitas usaha yang dijalankan, bentuk badan usaha yang akan digunakan yang berkaitan dengan kekuatan hukum serta melihat adanya jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman ke lembaga keuangan seperti bank. Aspek Ekonomi dan Sosial Penelitian dalam aspek ekonomi pada usaha ini adalah dengan melihat seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan jika usaha tersebut dijalankan. Pengaruh tersebut terutama terhadap ekonomi seperti peningkatan pendapatan masyarakat yang bekerja di peternakan tersebut serta dampak sosialnya terhadap masyarakat sekitar. Pada aspek ekonomi, kriteria kelayakan usaha penggemukan sapi potong yang dilihat adalah seberapa besar usaha tersebut mempunyai dampak terhadap masyarakat sekitarnya. Dengan adanya usaha tersebut apakah dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat dan dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar sehingga mengurangi jumlah pengangguran.
29
Aspek Lingkungan Aspek lingkungan yang diteliti pada usaha ini adalah menganalisis seberapa besar dampak usaha tersebut terhadap lingkungan di sekitarnya, baik terhadap tanah, air, dan udara yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya. Pada aspek lingkungan, kriteria kelayakan yang dilihat adalah bagaimana pengaruh usaha ini terhadap lingkungan udara, tanah dan sekitarnya, apakah dengan adanya usaha tersebut menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak. 4.4.2 Metode Analisis Kelayakan Finansial Untuk mengetahui kelayakan usaha ini maka dilakukan perbandingan antara biaya dan manfaat kriteria kelayakan investasi yang digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Periode (PP). Net Present Value(NPV) Net Present Value atau nilai kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
NPV = Dimana: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t t = Tahun kegiatan bisnis i = Tingkat Discount Rate (DR) Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu: NPV = 0, artinya bisnis tersebut mampu mengembalikan sebesar modal yang dikeluarkan. Bisnis tersebut tidak untung dan tidak rugi. NPV > 0, artinya suatu bisnis dinyatakan menguntungkan dan memberikan manfaat dan dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan. NPV < 0, artinya bisnis tersebut dinyatakan merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat rata-rata keuntungan tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen.Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR). Rumus untuk menghitung IRR adalah:
IRR = i1 +
X
(i2 – i1)
30
Keterangan: i1= Discount rate yang menghasilkan NPV positif i2= Discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV positif NPV2 = NPV negatif \ Net Benefit Cost Ratio(Net B/C) Net B/C ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap setiap satuan kerugian bisnis tersebut. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
Net B/C Ratio =
Untuk Bt-Ct> 0 Untuk Bt-Ct<0
Keterangan: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t n = Umur bisnis i = Discount Rate (%) Kriteria investasi berdasarkan Net B/C ratio adalah: -
Net B/C = 1, maka bisnis tidak untung dan tidak rugi Net B/C > 1, maka bisnis menguntungkan Net B/C < 1, maka bisnis merugikan
Payback Period (PP) Payback Period merupakan jangka waktu kembalinya seluruh jumlah investasi yang ditanamkan dalam satuan waktu. Semakin cepat waktu pengembalian, maka semakin baik bisnis tersebut untuk diusahakan. Akan tetapi metode ini memiliki kelemahan yaitu diabaikannya nilai waktu uang (time value of money) dan diabaikannya cash flow setelah periode payback. Pada penelitian ini nilai waktu uang (time value of money) diperhitungkan yaitu dengan adanya discount rate (DR) sehingga cash flow setelah periode payback juga tidak diabaikan. Rumus untuk menghitung pengembalian investasi adalah: Payback Period = Dimana: I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
31
Break Event Point (BEP) Break Event Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) sama dengan total cost (TC). Selama usaha masih di bawah break event, maka perusahaan masih menggalami kerugian. Semakin lama mencapai titik pulang pokok, semakin besar kerugian karena keuntungan yang diterima masih menutupi segala biaya yang dikeluarkan. Break Event Point dirumuskan sebagai berikut: BEP (unit) = Total Biaya tetap/1-(biaya variabel per unit/harga jual per unit)
Laba Rugi Analisis laba rugi dilakukan untuk membalas jasa atas faktor produksi yang telah digunakan. Proyeksi laba rugi terdiri dari beberapa komponen, yaitu Total Revenue (TR), Total Fixed Cost (TFC), Total Variabel Cost (TVC), Total Cost(TC), laba kotor, pajak dan laba bersih setelah pajak. Laba rugi dirumuskan sebagai berikut: Π = TR -TC Keterangan : π : Keuntungan TR : Total Revenue (total penerimaan) TC : Total Cost (total biaya) Incremental Net Benefit Incremental Net Benefit merupakan manfaat bersih tambahan yang didapatkan dari usaha dan diperoleh dari manfaat bersih dengan bisnis (net benefit with business) dikurangi dengan manfaat bersih tanpa bisnis (net benefit without business). Hal ini dikarenakan ada faktor-faktor produksi yang sebelumnya tidak tergunakan atau tidak terpakai ataupun belum termanfaatkan. Secara matematis Incremental Net Benefit rumus yang digunakan pada penelitian ini adalah: Incremental Net Benefit = Manfaat bersih dengan bisnis - Manfaat bersih tanpa bisnis
Switching Value Analysis Switching value merupakan perhitungan untuk mengukur “perubahan maximum” dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input/peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar usaha masih tetap layak. Dalam penelitian usaha penggemukan sapi potong ini, switching value dilakukan untuk menguji kepekaan setiap perubahan kenaikan harga input dan penurunan output yaitu pertambahan bobot badan harian. Harga input adalah harga bakalan ternak sapi potong. Sedangkan output yang dimaksud yaitu penurunan pertambahan bobot badan harian. Penentuan switching value pada variabel bakalan merupakan variabel input tersebut, berdasarkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk variabel tersebut sangat besar dan pada suatu waktu dapat berubah, begitu pula halnya dengan variabel output. Oleh karena itu perlu dilakukan switching value untuk
32
menguji usaha tersebut pada perubahan-perubahan agar diketahui batas kekuatan usaha tersebut pada perubahan yang terjadi. Asumsi Dasar yang Digunakan dalam Penelitian Sebagai upaya memudahkan analisis secara finansial, beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian usaha penggemukan sapi potong milik Bapak Sarno adalah sebagai berikut : 1. Jenis dan jumlah bakalan sapi yang diternakkan adalah Sapi PO berjumlah 5 ekor dan Sapi Brahma berjumlah 5 ekor. 2. Lama periode penggemukan 3 bulan (90 hari) 3. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) untuk sapi Ongole dan Brahma adalah 0,7kg/hari. 4. Bobot awal bakalan yang diharapkan untuk sapi Ongole dan Brahma adalah 240 kg 5. Bobot akhir (panen) yang diharapkan untuk sapi Ongole dan Brahma adalah 300 kg 6. Lahan dan bangunan yang digunakan adalah milik sendiri. 7. Umur ekonomis usaha ditetapkan sepuluh tahun. Umur ini ditetapkan berdasarkan umur ekonomis dari aset terbesar yang ada pada usaha yaitu kandang sapi potong. 8. Harga input dan output yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga konstan yang berlaku pada saat penelitian dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik. 9. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus yaitu : Penyusutan
=
10. Pajak pendapatan yang digunakan adalah berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2a, yang merupakan perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, yaitu : a. Pasal 17 ayat 1b. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28 persen. b. Pasal 17 ayat 2a. Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25 persen yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. 11. Pada kondisi pengembangan usaha, pemilik usaha menggunakan modal pinjaman Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) 2013. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga kredit Bank BRI pada tahun 2013, yaitu sebesar 4 persen. 12. Setiap satu periode ternak yang digemukkan 10 ekor. Dalam setiap tahunnya diasumsikan seluruh hasil produksi laku terjual. Namun pada tahun pertama jumlah ternak yang digemukkan adalah 20 ekor, hanya dua periode penggemukan karena sisa dua periode penggemukan digunakan untuk persiapan kandang 13. Penerimaan dalam usaha ini terdiri dari penjualan ternak, penjualan kotoran dan nilai sisa. Besarnya penerimaan penjualan ternak ditentukan berdasarkan bobot hidup ternak dikalikan dengan harga per kilogramnya.
33
14. Dalam analisis finansial, yaitu analisis finansial usaha setelah melakukan pengembangan dengan pembangunan satu kandang baru dan memanfaatkan KKP-E 2013 dari pemerintah untuk modal usaha. 15. Pada analisis switching value, diasumsikan komponen lain selain harga bakalan sapi dan PBBH tidak berubah (cateris peribus). V GAMBARAN UMUM USAHA 5.1 Gambaran Umum Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, tercatat bahwa Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, 428 desa/kelurahan, 3.639 rukun warga, 14.403 rukun tetangga yang terdapat dalam registrasi. Jumlah penduduk desa Citapen adalah 8.491 orang denganjumlah Kepala Keluarga (KK) adalah 2.105. Dari jumlah KK tersebut yang bermata pencaharian di sektor pertanian adalah 1.684. Luas lahanDesa Citapen menurut ekosistem pada tahun 2009 yaitu seluas 393,0 Ha dengan rincian lahan basah sederhana seluas 115 hektar, lahan basah tadah hujan 38 hektar dan lahan kering iklim basah seluas 240 hektar. Iklim di wilayah Desa Citapen adalah beriklim tropis/basah dengan suhu rata–rata antara 20oC sampai 32oC dengan keasaman tanah (pH) antara 4,5 sampai 7.Wilayah Desa Citapen berada pada ketinggian tempat antara 450 m dpl sampai dengan 800 m dpl sehingga cocok untuk pemeliharaan ternak. Waktu yang ditempuh untuk mencapai lokasi Pasar Teknik Umum (TU) Induk Kemang ±30 menit, dan ke Pasar Induk Jakarta ±60 menit. 5.2 Lokasi dan Sejarah Usaha Usaha ini terletak di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilik memanfaatkan lahan di sekitar rumah seluas 800m2 untuk mendirikan kandang sapi yang baru. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan yakni untuk memanfaatkan lahan kosong dan pemilik dapat mengawasi langsung kegiatan harian karyawan. Pada awalnya Pak Sarno bekerja di peternakan ayam potong di Desa Cibedug sebagai karyawan selama tiga tahun. Pada tahun 1991 memutuskan mengontrak rumah di Desa Citapen dengan luas 200m2. Di sinilah beliau memulai usahanya dengan modal sendiri mendirikan kandang dan membeli dua ekor bakalan sapi potong untuk digemukkan. Usahanya terus berkembang, dimana ternak sapi yang dipelihara hingga 20 ekor. Saat ini telah memiliki 1 kandang dan 22 ekor ternak sapi.
34
5.3 Kegiatan Usaha Jenis usaha penggemukan sapi potong dalam peternakan ini adalah peternakan rakyat. Sistem penggemukan ternak sapi potong yang digunakan adalah sistem kereman. Sistem kereman yaitu ternak sapi diberi pakan hijauan dan konsentrat serta sapi dikandangkan selama pemeliharaan. Bila musim hujan, sapi banyak diberi pakan hijauan, tetapi bila musim kering sapi lebih banyak diberi pakan konsentrat. Sistem kereman lebih banyak digunakan oleh peternak rakyat dan pemberian pakannya masih tergantung dengan kondisi musim. Usaha ini bisa dilakukan sepanjang tahun, selama harga bakalan terjangkau dan sesuai standar pasar, maka peternak membeli bakalan untuk digemukkan. Sebelum bakalan tiba di kandang, hal yang harus dilakukan yakni persiapan kandang. Kandang dan perlengkapannya dibersihkan secara menyeluruh menggunakan disinfektan. Tidak hanya itu, pakan hijauan dan konsentrat juga sudah disiapkan dan dipastikan ketersediaannya, baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu, air minum juga harus selalu tersedia sejak awal kedatangan bakalan. Bakalan diberikan perlakuan awal yaitu ditenangkan sebentar di kandang, lalu diberi pakan yang telah disediakan sebelumnya. Bakalan yang baru sampai di kandang biasanya akan sedikit mengalami stres setelah mengalami perjalanan dari tempat asalnya. Setelah didiamkan sekitar satu hari bakalan diberi obat cacing dan dimandikan. Pemberian obat cacing dilakukan guna menjaga kesehatan bakalan agar pertumbuhannya tidak terganggu sedangkan bakalan dimandikan agar badannya menjadi lebih segar dan memiliki nafsu makan yang tinggi. Pakan yang diberikan berupa rumput yang diperoleh dari daerah sekitar Desa Citapen. Selain itu ternak sapi potong diberi pakan tambahan berupa konsentrat (dibeli dari pabrik). Ternak sapi tiap harinya diberi pakan sejumlah 3% bahan kering (BK) dari total bobot. Pakan diberikan dua kali sehari, yakni pada pagi hari dan sore hari dengan dosis masing-masing sebanyak 50%. Saat dalam pemeliharaan, penimbangan dilakukan setiap dua minggu sekali. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui progress penambahan bobot sapi selama pemeliharaan dilakukan. Penimbangan terakhir dilakukan kembali saat sapi akan dijual. Hasil akhir ternak sapi potong adalah tingkat kegemukan sapi pada waktu akan dijual. Seekor ternak sapi dianggap baik bila dapat menghasilkan karkas sebesar 60% dari bobot tubuh dan recahan sebanyak 40%. Harga jualnya bervariasi, tergantung pada momen yang sedang berlangsung. Karena momen hari raya bisa diprioritaskan untuk pasar sapi potong, baik hari raya Idul Fitri maupun hari raya Idul Adha. Sementara itu, pada momen Idul Adha, sapi potong dapat dijual langsung ke konsumen akhir yang akan berkurban atau kepada pedagang hewan kurban. VI ANALISIS ASPEK FINANSIAL & NON FINANSIAL Analisis aspek kelayakan non finansial dilakukan untuk meninjau kondisi lingkungan yang berpengaruh pada proses alternatif pengambilan keputusan terbaik dan untuk mengetahui sampai sejauh mana usaha penggemukan sapi potong layak jika dilihat dari aspek-aspek non finansial. Setiap aspek saling
35
berhubungan satu dengan yang lain, sehingga penting untuk dikaji hal yang akan menjadi dasar pengambilan keputusan sebagai gambaran prospek usaha yang akan dikembangkan. Dalam penelitian ini dikaji beberapa aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, hukum, sosial ekonomi dan lingkungan. 6.1. Analisis Aspek Non Finansial 6.1.1. Aspek Pasar Peluang pasar untuk usaha penggemukan sapi potong sangat terbuka hal ini dapat diketahuipada Tabel 3 dimana permintaan sapi potong dalam tiga tahun terakhir tidak mampu dipenuhi semuanya. Setelah diketahui besarnya peluang pasar untuk daging sapi potong, maka langkah selanjutnya yaitu penentuan strategi pemasaran. Strategi bauran pemasaran merupakan kombinasi dari empat variabel yang merupakan inti dari sistem pemasaran yang dapat dikendalikan oleh pelaku usaha. Empat variabel tersebut dikenal dengan istilah 4P yaitu product (produk), price (harga), place (tempat) dan promotion (promosi). Berdasarkan wawancara dengan pemilik strategi pemasaran yang dilakukan yaitu : 1. Produk Hasil akhir dari dari usaha penggemukan sapi potong adalah tingkat kegemukan sapi pada waktu akan dijual. Produk sapi yang dihasilkan dari peternakan ini dianggap baik bila emncapai bobot akhir 300kg dan dapat menghasilkan karkas sebesar 60% dari bobot tubuh dan recahan sebanyak 40%. Meskipun pertimbangan utama saat menjual sapi potong dalam bentuk hidup adalah perkiraan jumlah karkas yang bisa dihasilkan, namun kualitas daging tetap menjadi perhatian utama. Hal itu dilakukan demi mendapatkan pesanan ulang dari konsumen daging sapi. Jadi produk yang ditawarkan dalam usaha ini layak karena sesuai dengan yang dibutuhkan oleh konsumen daging sapi. 2. Harga Harga sapi potong yang ditawarkan pada usaha ini yaitu berdasarkan bobot hidup ternak sapi potong. Pada tahun 2011, harga normal sapi potong berkisar Rp26.000-Rp27.000/kg. Kemudian di tahun 2012, dimana harga daging sapi telah menembus Rp100.000/kg. Maka harga bobot hidup daging sapi yang ditentukan oleh Pak Sarno. mencapai Rp50.000/kg. Pemasaran seperti ini layak dilakukan sepanjang harga jual mengikuti harga di pasar dan tidak merugikan konsumen. 3. Tempat Distribusi saluran pemasaran yang dilakukan pada usaha ini merupakan penyaluran ternak sapi potong sampai pada target pasar atau konsumen. Konsumen datang langsung ke peternakan untuk melakukan transaksi pembelian. Konsumen yang datang berasal dari Jabodetabek dan biasanya pedagang sapi di pasar ternak, pemilik atau pegawai dari pejagalan hingga pembeli akhir yang membutuhkan sapi untuk acara tertentu. Untuk pelanggan tetap biasanya pembeli hanya memesan melalui telepon dengan memberitahukan bobot sapi yang mereka inginkan. Konsumen yang datang ke peternakan bisa membeli hanya 1-2 ekor sapi, tetapi bisa juga dalam jumlah cukup banyak. Distribusi pemasaran seperti ini layak dilakukan karena memutus rantai distribusi yang panjang dan mencegah tingginya harga jual demi menjaga kepuasan konsumen.
36
4.
Promosi Promosi yang dilakukana dalah promosi melalui mulut ke mulut(word by mouth). Dari konsumen yang merasa puas dengan kuantitas dan kualitas daging akan menginformasikannya ke orang lain atau calon pembeli. Promosi sepert ini layak untuk dilakukan karena dapat mengurangi biaya untuk kegiatan promosi. 6.1.2
Aspek Teknis Lokasi Usaha Lokasi usahaterletak di Desa Citapen, lokasi ini dipilih mengingat jarak antara lokasi usaha tidak berada di tengah kota yang penduduknya padat. Jarak peternakan dengan penduduk tidak mengganggu kenyamanan penduduk sekitar terutama dalam hal pencemaran udara. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1. Letak pasar yang dituju Pemilik usaha memilih di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi dikarenakan faktor jarak dan infrastruktur untuk mendukung kelancaran transportasi hingga produk sampai ke konsumen. Selain itu mempertimbangkan konsumen banyak yang berasal dari kota Bogor dan Depok. Faktor jarak yang dekat antara kandang dengan pasar akan mengurangi faktor penyusutan bobot badan harian sapi selama perjalanan karena memungkinkan sapi tidak akan stress saat pengiriman ke konsumen. 2. Ketersediaan Bahan Baku, Listrik dan Air Ketersediaan bahan baku berupa bakalan tidak tersedia secara kontinu. Untuk persediaan listrik dan air telah tersedia dengan baik. Dalam usaha ini bahan baku berupa bakalan sangat penting karena ketersediaannya tidak pasti dan sulit untuk mendapatkannya. 3. Suplai tenaga kerja Suplai tenaga kerja pada usaha ini tidak mengalami masalah, walaupun hanya 1 orang karyawan. Dalam pengembangan usaha yang akan dilakukan, satu orang karyawan cukup untuk melakukan kegiatan produksi. Usaha ini tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja, hal ini banyak calon tenaga kerja/siswa SMK yang magang di usaha tersebut. 4. Iklim Wilayah Desa Citapen secara topografi beriklim tropis atau basah dengan suhu rata-rata antara 200C-320C dengan ketinggian 450 m dpl. Kondisi tersebut sesuai bila dilihat pada Tabel 6. Tabel 7. Kondisi untuk beberapa jenis bakalan sapi o
Jenis Bakalan SO/PO/Brahman Droughtmaster/Bali/Madura Simmental/Limousin/Brangus/ Angus Sumber :(Yulianto dan Cahyo, 2011)
Suhu ( c) dan ketinggian tempat (m dpl) 27-34, < 25 24-29, 25-100 < 24, >100 Sangat baik Baik Jelek Sangat baik Baik Jelek Baik
Sangat baik
Baik
37
5. Fasilitas Transportasi Lokasi usah ini terletak di pemukiman yang tidak padat penduduknya dan dekat dengan jalan raya besar Jl. Raya Tapos, sehingga memudahkan aksesibilitas. Akses terhadap bahan baku dan pemasaran tersedia dengan lancar dan mudah karena kondisi jalan yang dilalui cukup baik. Skala Usaha Luas lahan sekitar 800m2, usaha ini memiliki ternak sapi dengan kapasitas produksi 25 ekor setiap periode produksi (tiga bulan). Skala usaha ini dalam memproduksi sapi potong masih tergolong kecil. Sesuai dengan kriteria pengusaha kecil yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 yakni(a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, (b) memiliki hasil penjualan tahunan, paling banyak Rp1 M, (c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI), (d) Berdiri, sendiri, tidak memiliki anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi dan (e) Berbentuk usaha perorangan, badan usaha tidak berbadan hokum atau badan usaha berbadan hokum dalam bentuk koperasi. Proses Produksi Adapun rangkaian kegiatan proses produksi yang akan dilakukan oleh tenaga kerja dalam usaha ini sebagai berikut : 1)
Tata Laksana Pemeliharaan a) Sistem Pemeliharaan Bakalan Ada beberapa sistem pemeliharaan bakalan yang digunakan dalam usaha penggemukan sapi potong yaitu pasture fattening, dry lot fattening, kombinasi pasture fattening, dan dry lot fattening, serta kereman. Sistem pemeliharan bakalan pada usaha ini dilakukan dengan sistem kereman. Sistem kereman yaitu ternak sapi diberi pakan hijauan dan konsentrat serta sapi dikandangkan selama pemeliharaan. Bila musim hujan, sapi banyak diberi pakan hijauan, tetapi bila musim kering sapi lebih banyak diberi pakan konsentrat. Sistem kereman lebih banyak digunakan oleh peternak rakyat dan pemberian pakannya masih tergantung dengan kondisi musim. b) Perkandangan Perkandangan merupakan faktor penting dalam pengelolaan produksi ternak ruminansia, peran utama perkandangan yaitu memberi perlindungan pada ternak dari berbagai faktor lingkungan yang dapat mengganggu ataupun menurunkan pruduktivitas ternak. Sistem perkandangan yang digunakan pada usaha ini adalah kandang individual/tunggal. Kandang individual/tunggal merupakan pemeliharaan ternak di suatu areal terbatas dan ruang gerak ternak dibatasi hingga sulit bergerak. Pembatasnya dapat berupa sekat-sekat. Setiap sekat ditempati oleh satu ekor sapi. Sapi ditambatkan dengan tali pada patok yang disediakan. Sapi hanya dapat bergerak ke depan dan ke belakang serta duduk. c) Pengadaan dan pemilihan bakalan Sebelum digemukan sapi bakalan harus memenuhi persyaratan teknis, diantaranya yaitu kondisi kurus tapi sehat dan umur relatif muda tetapi pertumbuhannya cepat. Bangsa sapi yang digunakan sebagai bakalan yaitu sapi Brahman dan Ongole. Sapi Brahman dan Ongole sama-sama memiliki beberapa
38
keistimewaan yaitu tahan terhadap penyakit, tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan dan memiliki kecepatan pertumbuhan yang tinggi. d) Persiapan sebelum bakalan masuk kandang Sebelum bakalan tiba di kandang, perlu dilakukan persiapan kandang untuk mengantisipasi hal – hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Persiapan kandang meliputi pengosongan kandang, pembersihan kandang beserta perlengkapan dan peralatannya serta penyemprotan kandang dengan desinfektan. Persiapan kandang ini dilakukan 3 hari sebelum sapi masuk agar kandang benarbenar siap ketika sapi tiba. Pengosongan kandang disesuaikan dengan jumlah sapi yang akan masuk. Hal ini bertujuan untuk menjaga kepadatan kandang agar tidak melebihi kapasitas yang telah ditentukan, menghindari tercampurnya sapi yang baru masuk dengan sapi lama, dan memberi udara segar bagi kandang. Pengosongan kandang juga akan mempermudah dalam pembersihan kandang. Pembersihan kandang beserta perlengkapan dan peralatannya bertujuan untuk mencegah timbulnya berbagai penyakit yang disebabkakn oleh bakteri,virus, maupun parasit. Setelah kandang bersih, bedding berupa bagas tebu ditebardilantai, hal ini bertujuan agar sapi tidak terpeleset, luka ataupun patah tulangakibat lantai yang licin. Langkah terakhir dalam persiapan kandang adalahpenyemprotan kandang dengan desinfektan agar kandang benar – benar steril darikuman. e) Sapi Masuk Kandang dan Penimbangan Bakalan sapi yang baru tiba kemudian ditempatkan dikandang yang kosong yang telah dipersiapkan sebelumnya. Untuk mengetahui penyusutan sapi selama perjalanan maka dilakukan penimbangan sampel. Penimbangan hanya menggunakan 10 persen dari total sapi yang masuk. Penyusutan rata - rata sebesar 2,5 – 3 persen dari bobot sapi. Penyusutan ini dikarenakan sapi mengalami stress di perjalanan. Penimbangan bobot awal dilakukan pada akhir masa adaptasi yaitu sekitar 5 hari setelah sapi masuk, hal ini dilakukan dengan asumsi sapi dalam kondisi yang baik dan telah pulih dari stress akibat perjalanan. Penimbangan bobot awal dilakukan pada seluruh sapi yang masuk. Untuk mengetahui pertambahan bobot tubuh sapi yang digemukan maka dilakukan juga penimbangan bulanan, penimbangan bulanan hanya menggunakan 10 persen dari total sapi yang masuk sebagai sampel untuk menghindari stress yang tinggi. Berdasarkan penimbangan bulanan tersebut dapat diketahui pertambahan bobot sapi, sehingga memudahkan evaluasi apakah bobot sapi sudah optimal atau belum. f) Pembersihan Kandang, Tempat Pakan dan Minum Pembersihankandang dilakukan setiap 2 – 5 hari sekali atau dengan melihat kondisi kandang.Limbah kandang (kotoran sapi dan sisa pakan) yang telah dibersihkan darikandang kemudian dikumpulkan dan diangkut untuk dijadikan pupuk kandang. Pada usaha ini kotoran sapi, urine dan sisa pakan diolah menjadi pupuk kandang (pupuk organik). Diproses secara tradisional dalam waktu yang cukup lama sekitar tiga bulan. Pembuatan pupuk kandang dilakukan dengan bantuan mikroorganisme. Proses kerja mikroorganisme fermentasi secara anaerob (tanpa oksigen) dan hasilnya biasa disebut bokhasi. Pembuatan dilakukan di gudang dengan dialasi terpal plastik. Pembersihan tempat pakan dan minum di dilakukan setiap hari. Pembersihan tempat pakan dilakukan pada pagi hari
39
sebelum pendistribusian pakan yang pertama. Sedangkan pembersihan empat minum dilakukan pada sore hari. g) Panen Penanganan panen sapi potong meliputi penyeleksian, penimbangan, dan penjualan sapi. Sapi yang siap jual adalah sapi yang telah digemukan selama 90 hari atau telah memasuki finisher. Penjualan sapi dilakukan berdasarkan permintaan pelanggan. Kebanyakan pelanggan menginginkan sapi dengan kisaran bobot tubuh 300kg. Kegiatan penjualan sapi diawali dengan penyeleksian sapi kemudian ditimbang. Jika bobot tubuhnya tercapai dan sesuai dengan yang diinginkan konsumen maka sapi tersebut dipisahkan dan siap untuk diangkut.
2)
Tata Laksana Pemberian Pakan, Air Minum dan Kontrol Kesehatan a) Komposisi Pakan, Pemberian Pakan dan Air Minum Pakan yang digunakan pada usaha ini terdiri dari konsentrat dan hijauan. Hijauan yang digunakan yakni rumput sedangkan konsentrat yang digunakan merupakan pakan yang dibeli dari pabrik pakan di Cibinong. Pakan diberikan dua kali sehari, yakni pada pagi hari dan sore hari dengan dosis masing-masing sebanyak 50%. Kemudian ternak akan lebih menderita jika kekurangan air dibandingkan dengan pakan. Kontrol air minum dimulai dengan memeriksa volume air minum dan apabila keadaan volume sudah dianggap tidak mencukupi lagi maka harus dilakukan pemberian air minum secukupnya. Jika pada saat pengontrolan air minum didapatkan bak air kotor dan berbau maka segera dilakukan pengurasan bak air minum tersebut. Jika bak air minum telah dianggap bersih maka bak air dapat diisi kembali sampai bak air berisi penuh. b) Kontrol Kesehatan Kesehatan sapi selalu diamati terutama pada saat memberikan makan dan minum, memandikan sapi serta memantau saat sapi tidak nafsu makan. Penyakit yang sering menyerang sapi diantaranya adalah kembung, radang kuku dan cacingan. Cara mengamati kesehatan sapi diantaranya dilakukan dengan meraba tubuh sapi, menepuk-nepuk tubuh sapi, mengamati organ sapi dan memperhatikan tingkah laku sapi. Agar ternak sapi yang digemukan dalam keadaan sehat dan mampu memproduksi dengan baik dan maksimal maka diperlukan adanya sanitasi. Sanitasi ditujukan sebagai usaha pencegahan suatu penyakit yang lebih baik daripada pengobatan. Membersihkan kandang secara berkala dan membuangkotoran sapi akan mencegah penyakit dan kotoran sapi. Kegiatan sanitasi kandangyang dilakukan meliputi pembersihan lantai kandang, selokan, tempat pakan, tempat air minum dan alat-alat. Layout dan Pemilihan Jenis Teknologi Lokasi usaha terletak di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi. Luasan area lokasi yang akan digunakan untuk pengembangan usaha yaitu 200m2 yang terdiri dari kantor, gudang, kandang, dan tempat limbah. Kandang tunggal untuk tiap satu ekor ternak sapi seluas 3,75m2. Kandang seluas tersebut dibuat dengan panjang 2,25m, lebar 1 m dan tinggi 2-2,5m. Cara menempatkan sapi dalam kandang tunggal dalam usaha ini yaitu kandang dengan penataan sapi dua baris, dimana kepala sapi saling berhadapan. Di setiap baris terdapat lajur untuk tempat pakan dan minum. Diantara kedua barisan sapi tersebut dibatasi dengan jalan untuk lalu lintas pemberian pakan dan minum. Tempat pakan dan minum dibuat
40
berupa tembok semen. Dimana ukuran tempat pakan adalah lebar 60cm, tinggi 60cm dan panjangnya sepanjang kandang tunggal tiap ternak. Tempat minum berukuran 1/3 bagian dari tempat pakan. Tata ruang lokasi usaha ini dapat dilihat pada Lampiran 10. Pemilihan teknologi dan peralatan produksi dalam usaha ini masih tergolong modern. Dalam penyusunan meramu pakan peralatan yang digunakan berupa mesin penggiling, timbangan, baskom dan tempat penyimpanan (gudang). Kemudian ada proses-proses yang dilalui sebelum pakan diberikan ke sapi adalah sebagai berikut : - Kebutuhan pakan dihitung dengan menggunakan metode empat segi pearson, maka diperoleh persentase atau porsi jumlah kebutuhan bahan pakan. - Bahan pakan hijauan diberikan tersendiri sedangkan konsentrat diberikan dengan cara dicampur. - Pencampuran konsentrat dimulai dari bahan yang partikelnya lebih kecil terlebih dahulu. Bahan pakan konsentrat dalam bentuk kering yang dicampur lebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan yang berbentuk lembek/cairan/pasta. - Selanjutnya bahan konsentrat tersebut dicampur hingga merata dan siap diberikan ke sapi. Hasil Analisis Aspek Teknis Berdasarkan analisis tersebut dapat dikatakan bahwa secara teknis tidak ada kendala yang menghambatnya jalan usaha. Pemilihan lokasi usaha, skala usaha, proses produksi, layout dan pemilihan teknologi mampu menghasilkan produk secara optimal dan mendukung untuk dilakukan pengembangan usaha. Sehingga secara teknis proses produksi dalam usaha ini layak untuk dijalankan dan dikembangkan. 6.1.3
Aspek Manajemen dan Hukum Aspek Manajemen Pada usaha ini tenaga kerja yang dimiliki berjumlah tiga orang pekerja dengan tingkat pendidikan dari lulusan SMK. Kriteria perekrutan tenaga kerja yakni tekun, rajin, ulet dan dapa dipercaya serta peka terhadap segala permasalahan yang terjadi. Analisis terhadap aspek manajemen dalam usaha ini mencakup pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen seperti fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Pelaksanaan fungsi perencanaan dan pengorganisasian dilakukan oleh pemilik yaitu Pak Sarno. Perencanaan mencakup bagaimana melakukan kegiatan produksi yang efisien dan efektif, ketersediaan bahan baku, penetapan harga, pelaksanaan promosi, pemasaran yang efektif dan perolehan modal. Fungsi perencanaan tersebut dilaksanakan dengan baik sesuai dengan pengalaman yang dimiliki pemilik selama keberlangsungan usaha. Untuk fungsi pengorganisasian yaitu mengkoordinasikan setiap fungsi dan tugas kepada pekerjanya. Hal ini dilakukan agar pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan terintegrasi. Pelaksanaan produksi yang dilakukan oleh pekerja-pekerjanya meliputi pemberian pakan, kebersihan kandang, pengobatan penyakit, pemanenan pemasaran dan pengelolaan air mimum. Sedangkan pemilihan bakalan, dan
41
promosi dilakukan oleh pemilik. Fungsi pengendalian dan pengawasan dilakukan oleh pimpinan terhadap kinerja tenaga kerja. Aspek Hukum Usaha ini belum memiliki badan usaha yang legal sehingga usaha tersebut belum memiliki kekuatan hukum dan belum dapat menjalin kerjasama dengan pihak lain. Perizinan yang telah dimiliki oleh pelaku usaha yaitu Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Berdasarkan hal tersebut, walaupun belum memiliki badan usaha, tetapi usaha tersebut telah memiliki legalitas dari pemerintah setempat untuk melakukan kegiatan operasional sehari-hari. Hasil Analisis Manajemen dan Hukum Berdasarkan analisis terhadap aspek manajemen dan hukum, usaha ini layak. Aspek manajemen dengan organisasi yang digunakan masih sederhana, namun mampu mengorganisir kegiatan produksi dengan baik, karena pemilik merupakan orang yang mampu memimpin dalam usaha yang dijalankannya. Kegiatan usaha yang dilakukan tidak menentang hukum dan izin usaha dari pihak Ketua RT, ini menunjukkan bahwa berdasarkan aspek hukum pengembangan usaha ini layak dijalankan. Berdasarkan analisis aspek manajemen dan hukum, kegiatan usaha layak untuk dijalankan dan dikembangkan. 6.1.4
Aspek Sosial, Ekonomi, Budaya dan Lingkungan Aspek sosial dapat dinilai dari segi manfaat yang diberikan usaha terhadap perkembangan masyarakat secara keseluruhan seperti terbukanya lapangan pekerjaan, bertambahnya sarana dan prasarana di daerah sekitar lokasi usaha. Keberadaan usaha ini berdampak baik terhadap masyarakat setempat karena keberadaan usaha dilokasi ini dapat menyerap tenaga kerja sehingga aktiftas ekonomi desa berjalan dengan baik, beberapa tenaga kerja berasal dari masyarakat sekitar sehingga memberikan masukan pendapatan bagi masyarakat serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dampak keberadaan juga dirasakan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor karena potensi diwilayah tersebut khususnya dibidang peternakan semakin berkembang. Selain itu, pembayaran pajak dapat menambah pemasukan kepada pemerintah. Dari adanya pajak tersebut secara makro dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pembangunan. Usaha ini juga sangat peduli terhadap lingkungan sekitar. Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan adalah dengan pengolahan limbah menjadi pupuk kandang. Berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan budaya dalam pelaksanaanya usaha ini layak untuk dijalankan dan tidak menimbulkan kerugian bagi kelestarian lingkungan sekitar. 6.2 Analisis Aspek Finansial Analisis aspek finansial dikaji secara kuantitatif. Analisis finansial usaha ini dilakukan setelah pengembangan usaha yang dilakukan yakni menambah satu kandang baru. Dari analisis aspek finansial akan dikaji analisis biaya dan manfaat, laba rugi serta kriteria investasinya. Analisis biaya dan manfaat dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai biaya yang dikeluarkan serta manfaat yang akan diterima selama usaha dijalankan. Hasil analisis tersebut akan diolah dan dapat
42
menghasilkan analisis laba rugi. Pada analisis laba rugi tersebut akan menghasilkan komponen pajak yang digunakan untuk menyusun cashflow. Pajak merupakan komponen pengurang dalam cashflow. Dasar perhitungan kriteria investasi diperoleh dari hasil cashflow. Kriteria investasi yang digunakan, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Periodi (PP). Kriteria investasi akan menunjukkan layak atau tidak layak usaha untuk dijalankan dari aspek finansial. Selain itu, dilakukan analisis switching value dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kelayakan usaha jika terjadi perubahan pada arus tunai. Penelitian ini menggunakan analisis kelayakan terhadap pengembangan usaha yang memanfaatkan KKP-E 2013. Pada awalnya usaha ini, hanya mampu menggemukan sapi potong kurang dari 88 ekor per tahunnya. Analisis pengembangan merupakan rencana peningkatan produksi sapi potong menjadi 128 ekor per tahunnya, dimana rencana pengembangan menambah satu kandang baru dengan kapasitas 10 ekor. Perbedaan pastinya terjadi pada komponen penerimaan dan pengeluaran yang akan diterima. Hasil analisis pada kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh dari rencana pengembangan usaha ini. 6.2.1 Arus Penerimaan (Inflow) Arus penerimaan merupakan aliran kas masuk ke usaha dan pendapatan bagi usaha. Penerimaan diperoleh dari penjualan sapi potong, kotoran sapi dan nilai sisa investasi. Pada rencana pengembangan usaha produksi sapi ditingkatkan dengan memperbesar kapasitas produksi melalui penambahan satu kandang baru dengan jumlah ternak yang digemukkan per tahunnya adalah 10 ekor ( 5 ekor Sapi Ongole dan 5 ekor sapi Brahma). Jumlah ternak sapi potong yang dihasilkan pada tahun ke-1 sebanyak 20 ekor dan tahun ke-2 sampai tahun ke-10 sapi potong yang dihasilkan sebanyak 40 ekor. Dengan tingkat kematian sapi sebesar 5-10 persen dan harga sapi potong Rp50.000 per kg. Penerimaan pada usaha ini dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan Lampiran 11 dapat dilihat total penerimaan usaha ini sebesar Rp270.000.000 pada tahun pertama dan Rp570.000.000 pada tahun kedua dan tahun selanjutnya. Perbedaan ini terjadi karena pada tahun pertama usaha ini berproduksi dengan persentase tingkat kelangsungan hidup Survival Rate (SR) sebesar 90% sedangkan dari tahun ke-2 sampai ke-10 berproduksi dengan SR 95%. Hal ini disebabkan oleh keadaan kandang yang baru dimana ternak sapi harus beradaptasi dengan kegiatan usaha yang baru dimulai. 6.2.2 Penerimaan Penjualan Kotoran Sapi Dalam satu hari kotoran yang dihasilkan oleh 25 ekor ternak sapi potong adalah 20kg. Hal ini diasumsikan dengan jumlah ternak sapi 25 ekor per periodenya. Rata-rata ternak sapi menghasilkan kotoran 1kg tiap harinya dan mengalami penyusutan 0,2kg sehingga pada saat dijual berat kotoran yang dihasilkan tiap ekor ternak sapi adalah 0,8kg. Dalam satu hari jumlah kotoran yang dihasilkan yaitu 25 ekor ternak sapi dikalikan dengan 0,8kg per ekor jumlah kotoran yang dihasilkan adalah 20kg. Maka dalam satu bulan kotoran yang dihasilkan adalah 600kg yaitu 20kg per hari dikalikan dengan tiga puluh hari. Dalam 1 periode penggemukan ternak sapi mampu menghasilkan kotoran
43
1.800kg. Maka dalam satu tahun dengan enam periode setiap tahunnya, jumlah kotoran yang dihasilkan adalah 1.800kg dikalikan dengan lima periode yaitu 9000 kg (180 karung). Pada tahun pertama jumlah kotoran yang dihasilkan lebih sedikit daripada tahun kedua hingga tahun kesepuluh. Hal ini dikarenakan pada tahun pertama hanya terdapat lima periode penggemukan (lima bulan). Dalam satu hari jumlah kotoran yang dihasilkan yaitu 25 ekor ternak dikalikan 0,8kg jumlah kotoran yang dihasilkan per ekor yaitu 20kg. Maka dalam satu bulan kotoran yang dihasilkan adalah 600kg yaitu 20kg per hari dikalikan dengan tiga puluh hari. Dalam satu periode penggemukan ternak sapi menghasilkan kotoran 1.800kg. Maka dalam satu tahun dengan enam periode penggemukan setiap tahunnya, jumlah kotoran yang dihasilkan adalah 1.800kg dikalikan dengan enam periode yaitu 10.800kg (216 karung). Penerimaan penjualan dari kotoran ternak sapi potong dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Penerimaan penjualan kotoran sapi potong pada kondisi pengembangan usaha Tahun
1
Jumlah Penjualan (Kilogram) 9.000
Jumlah Karung (50kg/karung) 180
2 3 4 5 6 7 8 9 10
10.800 10.800 10.800 10.800 10.800 10.800 10.800 10.800 10.800
216 216 216 216 216 216 216 216 216
Harga Jual/Karung
Penerimaan (Rp)
10.000
180.000
10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
216.000 216.000 216.000 216.000 216.000 216.000 216.000 216.000 216.000
6.2.3
Nilai Sisa (Salvage Value) Nilai sisa adalah nilai barang atau peralatan yang tidak habis selama usaha berjalan. Perhitungan nilai sisa dilakukan dengan cara penaksiran. Nilai sisa tersebut menjadi tambahan manfaat bagi usaha. Beberapa barang yang memiliki nilai sisa diantaranya yaitu mobil, motor pakan dan mesin pemotong rumput. Rincian nilai sisa untuk investasi pada usaha ini dapat dilihat pada Lampiran 12. 6.2.4
Arus Biaya (Outflow) Arus biaya (outflow) adalah aliran kas yang dikeluarkan oleh usaha. Arus biaya pada usaha ini terdiri dari biaya investasi, biaya reinvestasi, biaya operasional dan pajak penghasilan. Biaya-biaya yang dikeluarkan merupakan biaya yang dikeluarkan dalam mengembangkan usaha dan menjalankan operasional usaha ini selama umur usaha. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memulai usaha ini. Pada penelitian ini akan dijelaskan apa saja yang merupakan biaya investasi dalam mengembangkan usaha ini terkait peningkatan kapasitas produksi dengan
44
penambahan 1 kandang baru dan jumlah ternak sapi. Adapun rincian biaya investasi yang dilakukan dalam pengembangan kapasitas produksi meliputi tanah, kandang, gudang, instalasi listrik, instalasi air, mobil, motor pakan, mesin pemotong rumput, sabit, garpu rumput, skop dan timbangan. Rincian biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Biaya investasi pengembangan usaha penggemukan sapi potong No
Kriteria Investasi
Satuan
1
Lahan
m2
2
Perizinan Usaha
3
Kandang
4 5
Harga/Satuan
Jumlah Unit
Total Harga
Rp
400.000
100
Rp
40.000.000
Rp
1.000.000
1
Rp
1.000.000
unit
Rp
30.000.000
1
Rp
30.000.000
Gudang
unit
Rp
10.000.000
1
Rp
10.000.000
Instalasi listrik
unit
Rp
1.500.000
1
Rp
1.500.000
6
Instalasi air
Unit
Rp
2.500.000
1
Rp
2.500.000
7
Mobil
Unit
Rp
120.000.000
1
Rp
120.000.000
8
Motor Pakan Mesin pemotong rumput
Unit
Rp
23.000.000
1
Rp
23.000.000
Unit
Rp
27.000.000
1
Rp
27.000.000
10
Sabit
Unit
Rp
40.000
5
Rp
200.000
11
Garpu rumput
Unit
Rp
10.000
5
Rp
50.000
12
Skop
Unit
Rp
40.000
5
Rp
200.000
13
Timbangan
Unit
Rp
500.000
1
Rp
500.000
14
Ember
Unit
Rp
30.000
30
Rp
900.000
Rp
256.850.000
9
Total
Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan. Biaya operasional dibagi menjadi dua kelompok yaitu biaya tetap dan biaya variabel. 1. Biaya Tetap Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan setiap periode produksi dan besarnya tidak terkait langsung dengan jumlah produksi. Biaya tetap yang dikeluarkan pada usaha ini meliputi biaya gaji, listrik, air, pulsa telepon, dan pemeliharaan. Komponen biaya tetap terbesar pada usaha ini adalah BBM. Adapun rincian biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 10.
45
Tabel 10. Biaya tetap pengembangan usaha penggemukan sapi potong No
1
2
3
Uraian
Satuan
Jumlah
Biaya/Priode Penggemuka n (Rp)
a. Ketua b. Pengadaan Pakan
orang
1
2.000.000
10.000.000
12.000.000
orang
1
850.000
4.250.000
5.100.000
c. Pemasaran
orang
1
850.000
4.250.000
5.100.000
d. Pemeliharaan
orang
1
850.000
4.250.000
5.100.000
-
-
THR : a. Ketua b. Pengadaan Pakan
orang
1
2.000.000
2.000.000
orang
1
3.400.000
3.400.000
c. Pemasaran
orang
1
1.700.000
1.700.000
d. Pemeliharaan
orang
1
1.700.000
1.700.000
30.000
150.000
180.000
50.000
250.000
300.000
200.000
1.000.000
1.200.000
531.000
2.655.000
3.186.000
600.000
3.000.000
3.600.000
1.625.000
8.125.000
9.750.000
Rekening :
4
Air
5
Karung bekas
6
Pemeliharaan
7
BBM
8
Biaya Penyusutan Biaya Sertifikasi Lahan Biaya Asuransi Ternak
10 8
Biaya Tahun Kedua/ 6 priode(Rp)
Gaji :
a. Listrik b. Telepon (Pulsa)
9
Biaya Tahun Pertama/5 priode (Rp)
177
liter
250
15.176.667 1.000.000 600.000
Pajak : a. Mobil
500.000
500.000
b. Motor Pakan c. Mesin pemotong rumput
200.000
200.000
200.000
200.000
d.PBB TOTAL BIAYA TETAP
50.000
50.000
47.680.000
72.042.667
46
2. Biaya Variabel Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya tergantung pada produksi atau penjualan. Biaya variabel yang dikeluarkan untuk usaha ini adalah bakalan sapi, pakan hijauan, pakan konsentrat dan obat-obatan. Rincian biaya variabel pada usaha ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Biaya variabel pengembangan usaha penggemukan sapi potong No
Uraian
Satu an
Jumlah
1.
Bakalan
ekor
7.600.000
152.000.000
304.000.000
2.
Rumput
kg
5.250
2.410
37.950.000
50.600.000
3.
Konsentrat
kg
2250
1.556
10.500.000
14.000.000
4.
Obat-obatan :
10
Harga (Rp)
Biaya Tahun Pertama (Rp)
Biaya/tahun (Rp)
a. Obat cacing
liter
10
30.000
600.000
1.200.000
b. Obat mata
Pcs
10
5.000
100.000
200.000
c. Antibiotik
liter
10
20.000
400.000
800.000
d. Vitamin
liter
10
35.000
700.000
1.400.000
202.250.000
372.200.000
TOTAL BIAYA VARIABEL
6.2.5 Pajak Penghasilan Pajak penghasilan merupakan biaya yang dikeluarkan setiap tahun selama umur usaha dengan jumlah yang tergantung dari besarnya laba usaha yang diperoleh perusahaan pada setiap tahun usaha. Perhitungan pajak melalui analisis rugi laba sebesar 25 persen, hal tersebut berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2a, yang merupakan perubahan keempat atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, yaitu : Pasal 17 ayat 1b : Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen) Pasal 17 ayat 2a : Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Berdasarkan analisis laba rugi pada usaha ini menunjukkan laba positif. Adapun pajak penghasilan usaha ini dapat dilihat pada Tabel 12.
47
Tabel 12. Analisis laba rugi pengembangan usaha penggemukan sapi potong Tahun
Nilai Pajak (Rp…000)
EBT (Rp… 000) 1
270.000
67.500
2
570.000
142.500
3
570.000
142.500
4
570.000
142.500
5
570.000
142.500
6
570.000
142.500
7
570.000
142.500
8
570.000
142.500
9
570.000
142.500
10
570.000
142.500
Besarnya pajak dipengaruhi oleh besarnya laba kotor yang diperoleh usaha ini dengan pengembangan kapasitas produksi dengan membangun kandang baru yang menggunakan bahan baku paku konsentrat berupa ampas tahu dan dedak jagung. 6.2.6 Analisis Laba Rugi Usaha Analisis laba rugi digunakan untuk mengetahui perkembangan usaha dalam kurun waktu tertentu. Komponen laba rugi terdiri dari penerimaan, biaya operasional, biaya penyusutan dan biaya lain diluar usaha serta pajak penghasilan usaha. Rincian perhitungan laba rugi, dimana perhitungan laba rugi akan berpengaruh terhadap pajak penghasilan usaha yang secara otomatis akan mempengaruhi hasil perhitungan cashflow. Pada penelitian ini digunakan analisis kelayakan bisnis, sehingga dalam laporan laba rugi akan diketahui keuntungan maksimum dari pengembangan usaha ini yang akan dijalankan. Rincian laba bersih dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Laba bersih pengembangan usaha penggemukan sapi potong Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
EBT (Rp… 000) 270.000 570.000 570.000 570.000 570.000 570.000 570.000 570.000 570.000 570.000
Nilai Pajak (Rp… 000) 67.500 142.500 142.500 142.500 142.500 142.500 142.500 142.500 142.500 142.500
EAT (Rp… 000) 202.500 427.500 427.500 427.500 427.500 427.500 427.500 427.500 427.500 427.500
48
Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa laba bersih yang diterima cukup besar dalam jangka waktu 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan kapasitas produksi dengan membangun kandang baru akan menghasilkan laba bersih sebesar Rp202.500.000 pada tahun pertama dan Rp427.500.000 pada tahun kedua hingga tahun kesepuluh. 6.2.7 Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial yang digunakan berdasarkan pada kriteria investasi seperti NetPresentValue (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return, dan Payback Period (PP). Dalam pengembangan usaha ini modal yang digunakan yaitu KKP-E 2013. Discount rate yang digunakan merupakan tingkat suku bunga KKP-E Bank BRI pada tahun 2013, yaitu sebesar 4% Tabel 14. Kriteria kelayakan investasi pengembangan usaha penggemukan sapi potong No 1 2 3 4
Kriteria Investasi NVP (Rp) Net B/C IRR (%) PP (tahun)
Nilai 658.300.804,94 5,13 67,83 3,49
Berdasarkan analisis kelayakan investasi tersebut, diperoleh nilai NPV sebesar Rp658.300.804,94. Nilai ini menunjukkan keuntungan yang diperoleh selama 10 tahun dengan tingkat diskonto sebesar 4%. Nilai NPV lebih besar dari nol, sehingga berdasarkan kriteria NPV maka pengembangan usaha penggemukan sapi potong ini layak untuk dijalankan. Perhitungan Net B/C menghasilkan nilai 5,13 satuan rupiah. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha ini mendapatkan keuntungan Rp5,13 untuk setiap Rp1 yang dikeluarkan. Nilai Net B/C lebih besar dari 1, sehingga menurut kriteria Net B/C maka pengembangan usaha penggemukan sapi potong ini layak untuk dijalankan. Sementara nilai IRR dalam pengembangan usaha ini sebesar 67,83%. Nilai tersebut lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan, yaitu 4%. Maka usaha ini dengan kriteria IRR layak untuk dijalankan, karena setiap investasi yang ditanamkan pada usaha ini akan mendapatkan tingkat pengembalian yang menguntungkan dibandingkan menyimpan dana investasi untuk ditabung atau didepositokan. Nilai Payback Period (PP) usaha ini selama 3,49 tahun atau 3 tahun 4 bulan 9 hari. Nilai tersebut menunjukkan bahwa seluruh biaya investasi yang ditanamkan dalam rencana pengembangan usaha ini akan dikembalikan pada tahun ketiga, bulan keempat, hari kesembilan. Hal ini menunjukkan waktu yang kurang dari 10 tahun, sehingga layak untuk dijalankan. Sehingga jika dilihat dan disimpulkan dari keempat kriteria kelayakan investasi tersebut maka
49
pengembangan usaha penggemukan sapi potong ini layak untuk dijalankan secara finansial. 6.2.8 Analisis Nilai Pengganti (Switching Value) Analisis switching value merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi) atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input/peningkatan biaya produksi) yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak (Nurmalina, 2009). Pada pengembangan usaha penggemukan sapi potong diperoleh hasil analisis switching value pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil analisis switching value pengembangan usaha penggemukan sapi potong No 1 2
Uraian Penurunan Pertambahan Berat Badan Harian (PBBH) Kenaikan biaya bakalan
Nilai (%) 15,19 28,38
6.2.9 Hasil Analisis Aspek Finansial Pengembangan usaha penggemukan sapi potong ini dikatakan layak karena nilai NPV yang diperoleh Rp658.300.804,94 atau lebih besar dari nol. IRR yang diperoleh pada usaha ini adalah 67,83% atau lebih kecil daripada discount rate yaitu 5,5%. Sehingga usaha ini tidak layak untuk dijalankan. Suatu usaha dikatakan layak apabila Net B/C lebih dari satu. Pada usaha ini perhitungan Net B/C menghasilkan nilai 1,30 satuan rupiah atau lebih dari satu. Artinya usaha ini dinyatakan layak untuk dilaksanakan. Suatu usaha juga dikatakan layak apabila lamanya waktu pengembalian modal investasi lebih pendek dari umur proyek. Pada pengembangan usaha ini dalam membiayai investasi mampu mengembalikan modal dalam waktu 7,14 tahun. Kemudian berdasarkan hasil analisis switching value, kriteria invetasi menjadi tidak layak dipengaruhi dari variabel penurunan PBBH dan kenaikan biaya pakan. Penurunan bobot badan sapi sebesar 15,19% merupakan batas maksimal dari kelayakan usaha atau tidak layak dilaksanakannya usaha ini. Selain itu juga kenaikan biaya bakalan sebesar 28,38% menjadikan usaha ini pun tidak layak dilaksanakan. Rincian lengkap analisis switching value dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15.
50
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi budaya, dan aspek lingkungan usaha ini layak untuk dijalankan. Hal ini dilihat dari aspek teknis terutama dalam hal ketersediaan bahan baku berupa bakalan sapi. Walaupun pasokan ketersediaan bakalan tidak bisa dipastikan jumlahnya dalam waktu yang telah ditentukan karena diberlakukannya kebijakan pembatasan kuota impor bakalan sapi oleh pemerintah. Berdampak pada pola produksi penggemukan sapi yang dilakukan Pak Sarno menjadi fleksibel dan tidak berdasar pada waktu lamanya penggemukan yang sebelumnya. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP) 2013 sebagai modal untuk mengembangkan usaha. Kemudian dilihat dari aspek pasar terutama dalam hal pemasaran, Pak Sarno menjual sapi disaat harga daging melonjak naik diimbangi dengan pasokan bakalan yang tersedia. 7.2 Saran Berdasarkan hasil dari analisis penelitian ini, ada beberapa saran yang dapat dijadikan rekomendasi bagi pelaku usaha sebagai berikut : 1. Untuk pengembangan usaha dengan penambahan 1 kandang baru dan jumlah ternak 10 ekor sebaiknya dilakukan karena pemerintah telah menyediakan modal bantuan KKP-E 2013 untuk peternak yang memerlukan pembiayaan usaha. 2. Berdasarkan analisis switching value penurunan PBBH merupakan parameter paling sensitif terhadap kelayakan pengembangan usaha penggemukan sapi potong sehingga harus dilakukan intensifikasi pemeliharaan yang berpengaruh secara langsung terhadap produksi yakni dengan cara menerapkan konsep manajemen pemeliharaan dalam penggemukan sapi potong demi mengurangi tingkat penurunan PBBH.
51
DAFTAR PUSTAKA Astutik, S.I.B, M. Arifin, & W.S Dilaga. 2002. Respon Sapi PO berbasis pakan jerami padi terhadap berbagai formula “Urea Molases Blok”. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2002. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang. Badan Pusat Statistik Indonesia. 2012. Statistik Indonesia 2012.Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2012. Jawa Barat Dalam Angka 2012. Bandung : Badan Pusat Statistik Indonesia Church, D. J. and W. G. Pond. 1988. Basic Animal Nutrition and Feeding. Canada : 3rd Edition. John Wiley & Sons, Inc. Direktorat Jendral Peternakan. 2011. Rencana Strategis Direktorat Jendral Peternakan. Jakarta: Direktorat Jendral Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan. 2011. Statistik Peternakan. Jakarta: Direktorat Jendral Peternakan. Direktorat Pembiayaan Pertanian. 2011. Pedoman Teknis Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E). Jakarta: Direktorat Pembiayaan Pertanian. Faisal, Muhammad.2010.Analisis Tataniaga Sapi Potong PT. Kariyana Gita Utama, Cicurug, Sukabumi. [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Jakarta : UI Press. Ibrahim Y. 1998. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta. Johan S. 2011. Studi Kelayakan Pengembangan Bisnis. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kasmir dan Jakfar. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Mankiw G. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : PT Pustaka LP3S Indonesia Muzayin. 2008. Analisis kelayakan usaha instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi potong pada PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur, Bogor, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
52
Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor: Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2007. Perkandangan Sapi Potong .Jakarta : BPPT, Departemen Pertanian Rahmat dan Bagus. 2012. 3 Jurus Sukses Menggemukan Sapi Potong. Jakarta: Penebar Swadaya. Rivai, Arif. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong (Fattening) Pada PT Zagrotech Dafa Internasional (ZDI), Ciampea, Bogor, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sagala, Windayani. 2011. Analisis Biaya Pakan dan Performa Sapi Potong Lokal Pada Ransum Hijauan Tinggi yang Disuplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus rarak).[skripsi]. Bogor : Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sugeng. B.Y. 2006. Sapi Potong. Jakarta: Penebar Swadaya Suliyanto. 2010. Studi Kelayakan Bisnis Pendekatan Praktis. Yogyakarta: Andi. Soeprapto, H. dan Z. Abidin. 2006. Cara tepat penggemukan sapi potong. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Umar H. 2007. Studi Kelayakan Bisnis Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yulianto dan Cahyo. 2011. Penggemukan Sapi Potong Hari Per Hari 3 Bulan Panen. Jakarta: Penebar Swadaya. Yulianto dan Cahyo. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Jakarta: Penebar Swadaya.
53
LAMPIRAN Lampiran 1. Jumlah tenaga kerja usia 15 tahun ke atas menurut lapangan pekerjaan tahun 2012. No
Lapangan Pekerjaan
2012
Persentase
Peternakan dan 1 pertanian
39.328.915
36
2 Pertambangan
1.465.376
1
14.542.081
13
239.636
0
6.339.811
6
23.396.537
21
5.078.822
5
2.633.362
2
16.645.859
15
109.670.399
100
3 Industri Pengolahan 4 Listrik, gas dan air 5 Bangunan Perdagangan dan 6 perhotelan Transportasi dan 7 komunikasi 8 Keuangan Jasa Kemasyarakatan 9 dan Sosial Total
Sumber: Statistik Indonesia (2012)
54
Lampiran 2. Konsumsi makanan rata-rata per kapita sebulan masyarakat Indonesia tahun 2011 No
Makanan
1
Padi-padian
2
Umbi-umbian
3
Masyarakat Perkotaan Perdesaan 40.065,00
48.752,00
2.240,00
3.770,00
Ikan
26.003,00
24.740,00
4
Daging
13.973,00
7.995,00
5
Telur dan Susu
22.855,00
11.405,00
6
Sayur-sayuran
25.355,00
25.769,00
7
Kacang-kacangan
8.430,00
6.577,00
8
Buah-buahan
15.200,00
10.338,00
9
Minyak dan lemak
11.221,00
11.462,00
10
Bahan minuman
10.363,00
10.997,00
Jumlah 88.817,00 6.010,00 50.743,00 21.968,00 34.260,00 51.124,00 15.007,00 25.538,00 22.683,00 21.360,00
11 Bumbu-bumbuan
6.386,00
6.150,00
12.536,00
Konsumsi lainnya Makanan dan minuman jadi
7.160,00
5.608,00
12.768,00
111.584,00
51.737,00
163.321,00
31.674,00
29.629,00
61.303,00
332.509
254.929
12 13 14 Tembakau dan sirih Jumlah
Sumber: Statistik Indonesia 2012 (diolah)
587.438
55
Lampiran 3. Populasi sapi potong (ribu ekor) menurut provinsi tahun 2010 dan 2011 Tahun No
Provinsi
2010
2011
1
Aceh
722,50
462,80
2
Sumatera Utara
412,70
541,70
3
Riau
170,10
159,90
4
Sumatera Barat
513,30
327,00
5
Kepulauan Riau
8,70
6
Jambi
177,70
17,30 119,90
7
Sumatera Selatan
347,90
246,30
8
Kepulauan Bangka Belitung
9
Bengkulu
103,30
10
Lampung
496,10
11
DKI Jakarta
12
Jawa Barat
13
Banten
14
Jawa Tengah
15
D.I Yogyakarta
16
Jawa Timur
17
9,90 7,70 98,90 742,80
327,80
1,70 423,00
69,70 1.554,50
46,90 1.937,60
290,90
375,80
3.745,50
4.727,30
Bali
683,80
637,50
18
Nusa Tenggara Barat
696,00
685,80
19
Nusa Tenggara Timur
600,90
778,60
20
Kalimantan Barat
176,70
153,30
21
Kalimantan Tengah
75,10
22
Kalimantan Selatan
228,50
23
Kalimantan Timur
108,30
24
Sulawesi Utara
25
54,60 138,70
98,50
90,70 105,20
Gorontalo
253,40
183,90
26
Sulawesi Tengah
211,80
230,70
27
Sulawesi Selatan
848,90
984,00
28
Sulawesi Barat
135,80 72,80
29
Sulawesi Tenggara
268,10
213,70
Maluku
83,90
74,00
Maluku Utara
45,50
60,80
Papua
78,80
81,80
30 31 32 33 Papua Barat Jumlah Sumber: Statistik Indonesia 2012 (diolah)
37,10 13.581,70
41,50 14.824,20
56
Lampiran 4. Populasi sapi potong di Jawa Barat (Ekor/head) Tahun 2011 No
Kab
Jumlah (ekor)
1
Bogor
33.220
2
Sukabumi
18.772
3
Cianjur
28.023
4
Bandung
36.849
5
Garut
28.378
6
Tasikmalaya
50.662
7
Ciamis
36.389
8
Kuningan
26.406
9
Cirebon
3.515
10 Majalengka
10.880
11 Sumedang
41.614
12 Indramayu
9.931
13 Subang
31.933
14 Purwakarta
10.679
15 Karawang
12.949
16 Bekasi
25.477
17 Bandung Barat
5.189
Kota 18 Bogor
331
19 Sukabumi
574
20 Bandung 21 Cirebon
1.216 327
22 Bekasi
2.299
23 Depok
2.912
24 Cimahi
45
25 Tasikmalaya
3.375
26 Banjar
1.044
Total Sumber: Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Jawa Barat Dalam Angka 2012
422.989
57
Lampiran 5. Tinjauan empiris analisis kelayakan penggemukan sapi potong Peneliti
Judul Penelitian
Beda
Penelitian Metode Penelitian
Terdahulu Muzayin
Analisis kelayakan
(2008)
usaha instalasi biogas dan lokasi dalam mengelola
Tujuan penelitian,
penelitian
NVP, IRR, Net B/C, Payback Period dan Analisis Sensitivitas
limbah ternak sapi potong (PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur) Rivai
Analisis Kelayakan
Skala usaha dan
(2009)
Usaha Penggemukan
lokasi penelitian
Sapi Potong
NVP, IRR, Net B/C, Payback Period dan Analisis Sensitivitas
(Fattening) Pada PT Zagrotech Dafa Internasional (ZDI) Bahmat
Analisis Kelayakan
Komoditi dan skala
(2012)
Pengembangan
Usaha
Usaha Penggemukan
NVP, IRR, Net B/C, Payback Period dan
Domba dan Kambing
Analisis Switching
di Peternakan Bapak
Value
Sarno, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
58
Lampiran 6. Melihat umur bakalan dengan cara melihat susunan gigi No
Kondisi Gigi
Umur Bakalan
1
1-2 pasang gigi susu sapi sudah berganti gigi tetap
2-3 tahun
2
Gigi susu sudah berganti lebih dari dua pasang
>3 tahun
3
Gigi seri susu dalam sudah berganti dengan gigi tetap
1,5 – 2 tahun
4
Gigi seri tengah dalam sudah berganti dengan gigi tetap
2,5 tahun
5
Gigi seri tengah luar sudah berganti menjadi gigi tetap
3 tahun
6
Gigi seri susu luar sudah berganti menjadi gigi tetap dan mulai
3,5 tahun
memanjang
59
Lampiran 7. Perkiraan bobot sapi berdasarkan lingkar dada Lingkar Dada (cm)
Perkiraan Bobot Tubuh (kg)
65
35
75
45
80
50
85
60
90
70
100
90
110
120
118
145
124
170
130
190
137
220
142
245
147
265
150
285
Sumber : Departemen Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ungaran, 1996
60
Lampiran 8. Perkiraan bobot dan pertambahan bobot tubuh beberapa sapi Bangsa
Bobot (kg)
Pertambahan Bobot (kg/hari)
Murni Jantan
Betina
275 - 100
180 - 250
0,25 – 0, 6
Sapi bali
350-450
300 - 400
0,35
Ongole
250-300
150-200
0,81
Brahman
800
550
0,91
Aberdeen
900
700
0,95
Shorthorn
1.000
750
1,04
Hereford
800
650
1,04
Simmental
1.150
800
1,10
Fresian
1.000
600
1,10
900
725
1,13
Charolais
1.000
750
1,32
Limousin
1.100
800
1,20
Sapi Madura
angus
Holstein Santa gertrudis
61
Lampiran 9. Hubungan umur bakalan dan lama penggemukan Umur bakalan (tahun)
Lama Penggemukkan (bulan)
<1
9 - 12
1–2
6
2–3
4
>3
3-4
Lampiran 10. Layout Pengembangan Usaha Penggemukan Sapi Potong Peternakan Bapak Sarno
GUDANG
KANTOR
KANDANG SAPI
TEMPAT LIMBAH
62
Lampiran 11. Rencana penerimaan penjualan sapi potong Bapak Sarno Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah Ternak 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Satuan
ekor ekor ekor ekor ekor ekor ekor ekor ekor ekor
SR (%) 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90
Bobot Harga Jumlah Penerimaan Akhir/Jual bobot periode (Rp …000) (kg) hidup/kg penggemukan 300 50.000 2 270.000 300 50.000 4 570.000 300 50.000 4 570.000 300 50.000 4 570.000 300 50.000 4 570.000 300 50.000 4 570.000 300 50.000 4 570.000 300 50.000 4 570.000 300 50.000 4 570.000 300 50.000 4 570.000
Lampiran 12. Perhitungan penyusutan per tahun dari investasi No. Jenis Investasi 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11
Kandang Gudang Mobil Motor Pakan Mesin Pemotong Rumput Pompa Air Sabit Garpu Rumput Skop Timbangan Ember
Nilai Beli (Rp)
30.000.000 10.000.000 120.000.000 23.000.000 27.000.000
Umur Pakai (Tahun) 10 10 20 10 10
Penyusutan/Tahun (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
3.000.000 1.000.000 5.400.000 2.300.000 2.700.000
0 0 12.000.000 0 0
1.000.000 200.000 50.000
5 3 3
160.000 66.667 16.667
200.000 0 0
200.000 500.000 900.000
3 3 3
66.667 166.667 300.000
0 0 12.200.000
63
Lampiran 13. Cashflow Pengembangan Usaha Penggemukan Sapi Potong URAIAN
Tahun 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
INFLOW 1. PENJUALAN SAPI 2. PENJUALAN KOTORAN
270,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
180,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
3. NILAI SISA
12,200,000
4. PINJAMAN
100,000,000
TOTAL INFLOW
370,180,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
582,416,000
OUTFLOW 1. BIAYA INVESTASI A. LAHAN D. BIAYA IZIN USAHA
40,000,000 1,000,000
B. PEMBUATAN KDG BARU
30,000,000
C. PEMBUATAN GUDANG
10,000,000
D. INSTALASI LISTRIK
1,500,000
E. INSTALASI AIR
2,500,000
E. MOTOR PAKAN
23,000,000
E. MESIN PTG RUMPUT C. MOBIL PICK UP I. SABIT
27,000,000 120,000,000 200,000
200,000
200,000
200,000
50,000
50,000
50,000
50,000
K. SKOP
200,000
200,000
200,000
200,000
L. TIMBANGAN
500,000
M. EMBER
900,000
900,000
900,000
900,000
J. GARPU RUMPUT
64
TOTAL BIAYA INVESTASI
256,850,000
2. BIAYA PRODUKSI A. BIAYA TETAP - GAJI
22,750,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
- THR
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
- LISTRIK
150,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
- TELEPON
250,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
- AIR
1,000,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
- KARUNG BEKAS
2,655,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
- PEMELIHARAAN
3,000,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
- BBM
8,125,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
- PAJAK KENDARAAN
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
- PAJAK MOTOR PAKAN
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
- PAJAK MSN P. RUMPUT
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
152,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
- PAKAN HIJAUAN
37,950,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
- PAKAN KONSENTRAT
10,500,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
- OBAT CACING
600,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
- OBAT MATA
100,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
- PAJAK BUMI & BANGUNAN
- BIAYA SRTF LAHAN - BIAYA ASURANSI TERNAK - BIAYA PENYUSUTAN B. BIAYA VARIABEL - BAKALAN
65
- ANTIBIOTIK
400,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
- VITAMIN
700,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
TOTAL BIAYA PRODUKSI
266,706,667
444,242,667
444,242,667
445,592,667
444,242,667
444,242,667
445,592,667
444,242,667
444,242,667
445,592,667
PEMBAYARAN PINJAMAN
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
535,885,761
456,571,761
456,571,761
457,921,761
456,571,761
456,571,761
457,921,761
456,571,761
456,571,761
457,921,761
-165,705,761
113,644,239
113,644,239
112,294,239
113,644,239
113,644,239
112,294,239
113,644,239
113,644,239
124,494,239
TOTAL OUTFLOW NET BENEFIT PAJAK PENGHASILAN (25 %)
67,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
-233,205,761
-28,855,761
-28,855,761
-30,205,761
-28,855,761
-28,855,761
-30,205,761
-28,855,761
-28,855,761
-18,005,761
0.962
0.925
0.889
0.855
0.822
0.790
0.760
0.731
0.703
0.676
-159,332,463
105,070,487
101,029,315
95,989,586
93,407,280
89,814,693
85,334,392
83,038,732
79,844,935
84,103,847
NPV
Rp658,300,804.94
-54,261,975
46,767,339
142,756,925
236,164,206
325,978,898
411,313,291
494,352,023
574,196,958
658,300,805
IRR
67.83%
NET BENEFIT AFTER TAX DISCOUNT FACTOR 4 % PV/TAHUN
PV POSITIF
817,633,268
PV NEGATIF
-159,332,463
NET B/C
5.13
PP
3.49
66
Lampiran 14. Analisi Switching Value Penurunan PBBH sebesar 15,19% URAIAN
Tahun 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
INFLOW 1. PENJUALAN SAPI 2. PENJUALAN KOTORAN
228,996,192
483,436,406
483,436,406
483,436,406
483,436,406
483,436,406
483,436,406
483,436,406
483,436,406
483,436,406
180,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
3. NILAI SISA
12,200,000
4. PINJAMAN
100,000,000
TOTAL INFLOW
329,176,192
483,652,406
483,652,406
483,652,406
483,652,406
483,652,406
483,652,406
483,652,406
483,652,406
495,852,406
OUTFLOW 1. BIAYA INVESTASI A. LAHAN
40,000,000
D. BIAYA PERIZINAN USAHA B. PEMBUATAN KANDANG BARU
1,000,000 30,000,000
C. PEMBUATAN GUDANG
10,000,000
D. INSTALASI LISTRIK
1,500,000
E. INSTALASI AIR
2,500,000
E. MOTOR PAKAN
23,000,000
E. MESIN PEMOTONG RUMPUT
27,000,000
C. MOBIL PICK UP I. SABIT J. GARPU RUMPUT
120,000,000 200,000
200,000
200,000
200,000
50,000
50,000
50,000
50,000
K. SKOP
200,000
200,000
200,000
200,000
L. TIMBANGAN
500,000
M. EMBER
900,000
900,000
900,000
900,000
67
TOTAL BIAYA INVESTASI
256,850,000
2. BIAYA PRODUKSI A. BIAYA TETAP - GAJI
22,750,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
- THR
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
150,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
- LISTRIK - TELEPON
250,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
- AIR
1,000,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
- KARUNG BEKAS
2,655,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
- PEMELIHARAAN
3,000,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
- BBM
8,125,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
- PAJAK KENDARAAN
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
- PAJAK MOTOR PAKAN - PAJAK MESIN PEMOTONG RUMPUT
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
- PAJAK BUMI & BANGUNAN
- BIAYA SERTIFIKASI LAHAN - BIAYA ASURANSI TERNAK
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
152,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
304,000,000
- PAKAN HIJAUAN
37,950,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
- PAKAN KONSENTRAT
10,500,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
- OBAT CACING
600,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
- OBAT MATA
100,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
- ANTIBIOTIK
400,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
- BIAYA PENYUSUTAN B. BIAYA VARIABEL - BAKALAN
68
- VITAMIN
700,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
TOTAL BIAYA PRODUKSI
266,706,667
444,242,667
444,242,667
445,592,667
444,242,667
444,242,667
445,592,667
444,242,667
444,242,667
445,592,667
PEMBAYARAN PINJAMAN
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
535,885,761
456,571,761
456,571,761
457,921,761
456,571,761
456,571,761
457,921,761
456,571,761
456,571,761
457,921,761
-206,709,569
27,080,645
27,080,645
25,730,645
27,080,645
27,080,645
25,730,645
27,080,645
27,080,645
37,930,645
67,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
-274,209,569
-115,419,355
-115,419,355
-116,769,355
-115,419,355
-115,419,355
-116,769,355
-115,419,355
-115,419,355
-104,569,355
0.962
0.925
0.889
0.855
0.822
0.790
0.760
0.731
0.703
0.676
-198,759,201
25,037,578
24,074,594
21,994,663
22,258,316
21,402,227
19,553,175
19,787,562
19,026,502
25,624,584
NPV
(Rp0.00)
-173,721,623
-149,647,028
-127,652,366
-105,394,050
-83,991,823
-64,438,648
-44,651,086
-25,624,584
0
IRR
4.00%
TOTAL OUTFLOW NET BENEFIT PAJAK PENGHASILAN (25 %) NET BENEFIT AFTER TAX DISCOUNT FACTOR 4 % PV/TAHUN
PV POSITIF
198,759,201
PV NEGATIF
-198,759,201
NET B/C
1.00
PP
CODR
6 15%
8088446.574
16%
-35259043.98 15.19%
69
Lampiran 15. Analisis Switching Value Peningkatan Biaya Bakalan sebesar 28,38% URAIAN
Tahun 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
INFLOW 1. PENJUALAN SAPI 2. PENJUALAN KOTORAN
270,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
570,000,000
180,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
216,000
3. NILAI SISA
12,200,000
4. PINJAMAN
100,000,000
TOTAL INFLOW
370,180,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
570,216,000
582,416,000
OUTFLOW 1. BIAYA INVESTASI A. LAHAN
40,000,000
D. BIAYA PERIZINAN USAHA B. PEMBUATAN KANDANG BARU
1,000,000 30,000,000
C. PEMBUATAN GUDANG
10,000,000
D. INSTALASI LISTRIK
1,500,000
E. INSTALASI AIR
2,500,000
E. MOTOR PAKAN
23,000,000
E. MESIN PEMOTONG RUMPUT
27,000,000
C. MOBIL PICK UP I. SABIT J. GARPU RUMPUT
120,000,000 200,000
200,000
200,000
200,000
50,000
50,000
50,000
50,000
K. SKOP
200,000
200,000
200,000
200,000
L. TIMBANGAN
500,000
M. EMBER
900,000
900,000
900,000
900,000
70
TOTAL BIAYA INVESTASI
256,850,000
2. BIAYA PRODUKSI A. BIAYA TETAP - GAJI
22,750,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
27,300,000
- THR
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
8,800,000
150,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
180,000
- LISTRIK - TELEPON
250,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
- AIR
1,000,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
- KARUNG BEKAS
2,655,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
3,186,000
- PEMELIHARAAN
3,000,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
3,600,000
- BBM
8,125,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
9,750,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
50,000
- PAJAK KENDARAAN
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
500,000
- PAJAK MOTOR PAKAN - PAJAK MESIN PEMOTONG RUMPUT
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
- PAJAK BUMI & BANGUNAN
- BIAYA SERTIFIKASI LAHAN - BIAYA ASURANSI TERNAK
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
600,000
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
15,176,667
195,138,263
390,276,525
390,276,525
390,276,525
390,276,525
390,276,525
390,276,525
390,276,525
390,276,525
390,276,525
- PAKAN HIJAUAN
37,950,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
50,600,000
- PAKAN KONSENTRAT
10,500,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
14,000,000
- OBAT CACING
600,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
1,200,000
- OBAT MATA
100,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
200,000
- ANTIBIOTIK
400,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
800,000
- BIAYA PENYUSUTAN B. BIAYA VARIABEL - BAKALAN
71
- VITAMIN
700,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
1,400,000
TOTAL BIAYA PRODUKSI
309,844,929
530,519,192
530,519,192
531,869,192
530,519,192
530,519,192
531,869,192
530,519,192
530,519,192
531,869,192
PEMBAYARAN PINJAMAN
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
12,329,094
579,024,024
542,848,286
542,848,286
544,198,286
542,848,286
542,848,286
544,198,286
542,848,286
542,848,286
544,198,286
-208,844,024
27,367,714
27,367,714
26,017,714
27,367,714
27,367,714
26,017,714
27,367,714
27,367,714
38,217,714
67,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
142,500,000
-276,344,024
-115,132,286
-115,132,286
-116,482,286
-115,132,286
-115,132,286
-116,482,286
-115,132,286
-115,132,286
-104,282,286
0.962
0.925
0.889
0.855
0.822
0.790
0.760
0.731
0.703
0.676
-200,811,561
25,302,990
24,329,798
22,240,051
22,494,266
21,629,102
19,771,324
19,997,320
19,228,193
25,818,518
NPV
(Rp0.00)
-175,508,571
-151,178,774
-128,938,723
-106,444,457
-84,815,355
-65,044,031
-45,046,711
-25,818,518
0
IRR
4.00%
TOTAL OUTFLOW NET BENEFIT PAJAK PENGHASILAN (25 %) NET BENEFIT AFTER TAX DISCOUNT FACTOR 4 % PV/TAHUN
PV POSITIF
200,811,561
PV NEGATIF
-200,811,561
NET B/C
1.00
PP
CODR
6 28%
8824433.124
29%
-14371151.58 28.38%
72
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 1989. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Adi Yuswanto dan Ibunda Roostiana Widyastuti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Jatimulya 09 pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP N 4 Tambun Selatan. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA PGRI 1 Bekasi diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima di Program Diploma, Jurusan Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2010. Selama kuliah di pendidikan diploma (D3) penulis aktif di Forum Rohani Islam sebagai Ketua Departemen Syiar. Penulis lulus dari Program Diploma dengan predikat cumlaude. Setelah menyelesaikan pendidikan diploma (D3) pada tahun 2010, penulis melanjutkan studinya di Pendidikan Sarjana (S1) melalui program Alih Jenis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manjemen, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2011 penulis diterima bekerja di Departemen Statistik Moneter, Bank Indonesia.