ANALISIS KELAYAKAN BISNIS PENGGEMUKAN SAPI POTONG PT PRISMA MAHESA UNGGUL KECAMATAN BABAKAN MADANG KABUPATEN BOGOR
RAISSA RAHMADITYA RABILLA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*1 Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Bisnis Penggemukan Sapi Potong PT Prisma Mahesa Unggul Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014
Raissa Rahmaditya Rabilla NIM H34100084
*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
ABSTRAK RAISSA RAHMADITYA RABILLA. Analisis Kelayakan Bisnis Penggemukan Sapi Potong PT Prisma Mahesa Unggul Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HENY K S DARYANTO. PT Prisma Mahesa Unggul merupakan salah satu bisnis penggemukan sapi potong. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong dari aspek finansial dan non finansial. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat kelayakan bisnis dari aspek non finansial, yaitu aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial dan ekonomi, serta lingkungan. Analisis kuantitatif digunakan untuk melihat kelayakan bisnis dari aspek finansial dengan menggunakan beberapa kriteria investasi serta analisis sensitivitas. Kriteria investasi yang digunakan adalah NPV, IRR, Net B/C, serta payback period. Nilai NPV yang diperoleh sebesar 35 879 286 506, IRR sebesar 36 persen, Net B/C sebesar 3.312, dan payback period selama lima tahun tiga bulan dua puluh delapan hari. Berdasarkan kedua aspek, bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul ini layak untuk dijalankan kecuali pada aspek teknis dan lingkungan karena pembersihan kandang dilakukan selama satu bulan sekali dan pengolahan limbah cair belum dilakukan secara tepat. Berdasar analisis sensitivitas, penurunan bobot sapi lebih peka dibandingkan dengan kenaikan harga sapi bakalan. Kata Kunci: Studi kelayakan, penggemukan, sapi potong, analisis sensitivitas ABSTRACT RAISSA RAHMADITYA RABILLA. Feasibility Analysis of Fattening Beef Cattle in PT Prisma Mahesa Unggul Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Supervised by HENY K S DARYANTO. PT Prisma Mahesa Unggul is one of fattening beef cattle bussiness. The purpose of this research is to analyze the feasibility of fattening beef cattle in financial and non-financial aspects. Data analysis methods used are qualitative and quantitative. Qualitative analysis used to analyze non-financial aspects such as market aspects, technical, management and legal, social and economic, and environmental. Quantitative analysis used to analyze the financial aspects using multiple investment criteria and sensitivity analysis. Investment criteria used are NPV, IRR, Net B/C, and payback period. The value of NPV is Rp 35 970 988 334, an IRR is 36 percent, Net B/C is 3.318, and the payback period is for five years and three months and twenty-six days. Based on the two aspects, fattening beef cattle in PT Prisma Mahesa Unggul is feasible to run, except the technical and environmental aspects because cleaning cages did once a month and waste water treatment has not been done properly. Based on the sensitivity analysis, weight reduction of cow more sensitive than the price increased of feeder cattle.
Key Word: The feasibility study, fattening, beef cattle, sensitivity analysis
ANALISIS KELAYAKAN BISNIS PENGGEMUKAN SAPI POTONG PT PRISMA MAHESA UNGGUL KECAMATAN BABAKAN MADANG KABUPATEN BOGOR
RAISSA RAHMADITYA RABILLA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini adalah studi kelayakan bisnis dengan judul Analisis Kelayakan Bisnis Penggemukan Sapi Potong Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor. Skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan, dukungan, arahan dan doa dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, kepada : 1. Teungku Muhammad Mukhlis dan Inong Safura Mahdi sebagai orang tua penulis yang selalu memberikan bimbingan dalam mengerjakan skripsi baik secara ilmu maupun secara moral, juga tidak berhenti mendoakan dan mendukung penulis. Alya Khansa Nabila sebagai saudara penulis yang senantiasa memberikan bantuan, dukungan dan semangat kepada penulis. 2. Dr Ir Heny K. S Daryanto, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran. Etriya, SP, MM selaku dosen penguji utama dan Dr Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji komisi akademik, yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran kepada penulis. 3. Ir. H. Wasdiro serta seluruh pihak PT Prisma Mahesa Unggul yang telah memberikan waktu dan arahannya terkait dengan komoditi sapi potong serta memberikan informasi yang sangat penulis butuhkan dalam penulisan skripsi ini. 4. Garin Rizki Arishaldi sebagai orang terdekat penulis atas dukungan dan semangat yang diberikan agar penulis dapat segera menyelesaikan skripsi ini. 5. Ajeng Tiara Cesari, Nada Fajriah, Arina Pradiahsari, Nabilah, Dila Anandatri, Shiera Syabila, Marsha Nurul Septiani, Cornita Ayu, Rachmatika Fitri Insani Tanjung, Maylana Nugrahany, dan Eva Noor yang senantiasa menyempatkan waktunya, memberikan dukungan serta doa dalam penyusunan skripsi ini. 6. Rekan-rekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, terutama Departemen Agribisnis IPB Angkatan 47 dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Raissa Rahmaditya Rabilla
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
6
Bisnis Peternakan Sapi Potong di Indonesia
6
Jenis-Jenis Sapi Potong di Indonesia
6
Sapi Bali
7
Sapi Ongole
7
Sapi Fries Holstein (FH)
7
Sapi Brahman
7
Sapi Madura
7
Hasil Penelitian Terdahulu
7
KERANGKA PEMIKIRAN
11
Kerangka Pemikirian Teoritis
11
Studi Kelayakan Bisnis
11
Aspek-Aspek dalam Studi Kelayakan Bisnis
13
Kerangka Pemikiran Operasional
19
Jenis dan Sumber Data
21
Metode Penentuan Responden
21
Metode Pengolahan dan Analisis Data
22
Analisis Kelayakan Non Finansial
22
Analisis Aspek Pasar
22
Analisis Aspek Teknis
22
Analisis Aspek Manajemen dan Hukum
23
Analisis Aspek Sosial dan Ekonomi
23
Analisis Aspek Lingkungan
23
Analisis Kelayakan Finansial
23
Net Present Value (NPV)
24
Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
24
Internal Rate of Return (IRR)
25
Analisis Sensitivitas
26
Asumsi Dasar GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
26 27
Sejarah Perusahaan
27
Lokasi Perusahaan
27
Visi dan Misi Perusahaan
27
Aktivitas Bisnis Perusahaan
28
Aktivitas Bisnis Utama
28
Aktivitas Bisnis Tambahan
28
ANALISIS KELAYAKAN BISNIS ASPEK NON FINANSIAL
28
Aspek Pasar
28
Aspek Teknis
33
Aspek Manajemen dan Hukum
42
Aspek Sosial dan Ekonomi
45
Aspek Lingkungan
46
ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL
47
Arus Kas (Cashflow)
47
Analisis Laba Rugi
57
Analisis Kelayakan Finansial PMU
58
Analisis Sensitivitas
60
SIMPULAN DAN SARAN
63
Simpulan
63
Saran
64
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMPIRAN
66
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
PDB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha 2009-2013 Populasi Ternak di Indonesia Tahun 2009-2013 Konsumsi Daging Sapi Tahun 2008-2012 Produksi dan Konsumsi Daging Sapi di Jawa Barat 2009-2013 Jenis dan Sumber Data Penelitian Jumlah penduduk Sumatera dan Jawa Tahun 1990-2010 Harga produk yang dihasilkan PMU April 2014 Proyeksi panen sapi siap potong tahun 2014-2028 Proyeksi penjualan sapi siap potong PMU tahun 2014-2028 Proyeksi penjualan pupuk kandang PMU Tahun 2014 – 2028 Biaya pemeliharaan PMU Proyeksi pembelian sapi bakalan oleh PMU Proyeksi biaya pembelian sapi bakalan PMU Rincian biaya pakan sapi yang digemukkan PMU Rincian biaya obat dan vitamin sapi yang digemukkan PMU Biaya pengangkutan sapi bakalan PMU Hasil analisis laporan laba rugi PMU Hasil analisis kelayakan finansial PMU Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial PT PMU dengan PT Catur Mitra Taruma 20 Hasil analisis sensitivitas bisnis penggemukan sapi potong PMU 21 Hasil analisis kelayakan aspek non finansial dan finansial PMU
1 2 3 3 21 29 32 48 49 50 52 53 54 55 56 57 58 58 60 61 62
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kerangka Pemikiran Operasional Hubungan NPV dan IRR Produk utama PMU yaitu sapi siap potong Lorong di dalam bangunan kandang Gudang dan tempat produksi pakan konsentrat Trolley (kanan) dan pakan yang sudah selesai diproduksi (kiri) Kantor dan mushola PMU Instalasi air di PMU Gerbang serta jalan masuk ke kandang Salah satu pekerja sedang membersihkan limbah kotoran ternak menggunakan sekop Timbangan untuk menimbang bobot awal dan akhir sapi Eartag sebagai identitas sapi Water bunk (kanan) dan feed bunk (kiri) Bagan Alur Kegiatan Pemeliharaan Sapi Potong PT PMU Layout Produksi PMU Struktur Organisasi PMU
20 24 31 34 34 35 35 36 36 38 39 39 40 41 42 44
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jumlah nilai sisa bisnis penggemukan sapi potong PMU Biaya investasi bisnis penggemukan sapi potong PMU Biaya re-investasi bisnis penggemukan sapi potong PMU Proyeksi siklus pembelian sapi bakalan pada PMU Rincian biaya penyusutan PMU Analisis laba rugi PMU Cashflow PMU Analisis sensitivitas PMU kenaikan harga sapi bakalan Analisis sensitivitas PMU penurunan bobot akhir sapi
67 69 71 73 74 76 77 81 85
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam bidang pertanian karena kekayaan sumber daya alamnya. Pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar pada Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia. Di dalam pertanian, terdiri dari beberapa subsektor, yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Pada beberapa subsektor tersebut, salah satu yang memiliki peluang besar adalah peternakan. Pada Tabel 1 diperlihatkan posisi peternakan pada PDB atas dasar harga konstan. Tabel 1 Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian atas dasar harga konstan (Miliar Rupiah) tahun 2009-2013a Sub sektor a. Tanaman Bahan Pangan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan d. Kehutanan e. Perikanan Pertanian
2009
2010
Tahun 2011
2012*
2013**
149 057.8
151 500.7
154 153.9
158 910.1
161 969.5
45 558.4 36 648.9 16 843.6
47 150.6 38 214.4 17 249.6
49 260.4 40 040.3 17 395.5
52 325.4 41 918.6 17 423
54 903 43 914 17 442.5
47 775.1
50 661.8
54 186.7
57 702.6
61 661.2
295 883.8
304 777.1
315 036.8
328 279.7
339 890.2
Catatan : *Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara a Sumber (Badan Pusat Statistik)
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah kontribusi peternakan tidak sebesar kontribusi subsektor lainnya. Akan tetapi, kontribusi peternakan naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), peternakan memberikan kontribusinya dalam produk domestik bruto yang dihasilkan pada tahun 2013 dengan jumlah konstribusi sebesar 12.92 persen. Kontribusi peternakan untuk PDB pada subsektor pertanian naik setiap tahunnya dengan ratarata kenaikan sebesar 4.62 persen. Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal. Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu peternakan hewan besar
2
seperti sapi, kerbau dan kuda, dan kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci, dan lain-lain. 2 Peternakan memiliki potensi yang cukup besar mengingat kebutuhan masyarakat akan produk-produk yang dihasilkan dalam peternakan semakin meningkat. Produk-produk yang dihasilkan dalam peternakan adalah daging, susu, ataupun telur. Selain produk-produk yang dapat dikonsumsi adapula produk yang dapat digunakan seperti bulu wol, kulit, atau yang lainnya. Komoditi utama dari subsektor peternakan adalah sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, dan itik. Salah satu yang termasuk komoditi dari peternakan adalah sapi potong. Pada Tabel 2 diperlihatkan jumlah populasi ternak di Indonesia. Sapi potong merupakan komoditi yang jumlahnya naik dari tahun ke tahun. Tabel 2 Populasi ternak di Indonesia tahun 2009-2013a No
Kegiatan Utama
2009 12 760 475 1 933 399 15 815 10 199 6 975 249 963 111 418 1 026 379 40 676
2010 13 582 488 2 000 419 16 620 10 725 7 477 257 544 105 210 986 872 44 302
1 Sapi Potong 2 Sapi Perah 3 Kerbau 4 Kuda 5 Kambing 6 Domba 7 Babi 8 Ayam Buras 9 Ayam Ras Petelur 10 Ayam Ras 11 Itik Catatan: * Angka Sementara a Sumber (Badan Pusat Statistik);bTahun (000 ekor)
Tahunb 2011 14 824 597 1 305 409 16 946 11 791 7 525 264 340 124 636 1 177 991 43 488
2012 15 981 612 1 438 437 17 906 13 420 7 900 274 564 138 718 1 244 402 49 295
2013* 16 607 636 1 484 454 18 576 14 560 8 246 290 455 147 279 1 355 288 50 931
Dapat dilihat pada Tabel 2, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan populasi ternak sapi potong terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 9.14 persen. Pada tahun 2013 pertumbuhan populasi ternak sapi potong hanya sebesar 3.92 persen. Jumlah populasi ternak sapi potong naik setiap tahunnya. Peningkatan jumlah populasi ternak sapi potong di Indonesia memperlihatkan bahwa semakin banyaknya bisnis peternakan sapi potong baik peternakan rakyat maupun yang telah dikomersialkan. Akan tetapi, kenaikan jumlah populasi ternak sapi potong di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah permintaan masyarakat akan protein hewani yang dihasilkan dari peternakan. Indonesia merupakan salah satu negara yang padat penduduknya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari sensus terakhir yang dilakukan pada tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa. Dengan kebutuhan konsumsi daging sapi yang semakin meningkat membuat permintaan akan daging sapi tidak dapat terpenuhi seluruhnya. Hal ini merupakan salah satu peluang bagi bisnis peternakan sapi potong di Indonesia. Data konsumsi daging sapi disajikan pada Tabel 3. 1
Wikipedia. Peternakan. http://id.wikipedia.org/wiki/Peternakan 20 Maret 2014
3
Tabel 3 Konsumsi daging sapi Tahun 2008-2012a Tahun Konsumsi daging sapib Laju Pertumbuhan rata-rata (%) 2008 395 244 4.51 2009 413 087 6.7 2010 440 774 10.92 2011 488 931 11.45 2012 544 896 Keterangan: a) Terdiri dari konsumsi rumah tangga, penggunaan untuk industri pengolahan, dan tercecer (diolah dari NBM, BKP). a Sumber (Data BPS diolah dari NBM, BKP);bKonsumsi daging sapi (Ton)
Data sensus penduduk tahun 2010 menyebutkan bahwa Jawa Barat yang memiliki jumlah penduduk 45 juta jiwa memiliki kebutuhan daging sapi yang semakin meningkat. Produksi daging sapi di Jawa Barat sampai dengan tahun 2013 adalah sekitar 81 254 kg. Hal ini sesuai dengan data yang tertuang pada Tabel 4. Tabel 4 Produksi dan konsumsi daging sapi Jawa Barat Tahun 2009-2013a Laju Produksi daging Pertumbuhan Konsumsi daging Tahun sapib rata-rata (%) sapib 2009 70 662 77 454 7.65 2010 76 066 82 645 3.17 2011 78 476 91 675 -5.31 2012 74 312 102 168 9.34 2013*) 81 254 102 937 Keterangan : *) Angka Sementara a Sumber(Direktorat Jenderal Peternakan);bTahun (kg)
Laju Pertumbuhan rata-rata (%) 6.7 10.93 11.44 0.75
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan, konsumsi daging sapi di Jawa Barat jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan produksi daging sapi. Pada tahun 2013, jumlah konsumsi daging sapi 102 937 kg sedangkan produksinya hanya 81 254 kg. Terdapat perbedaan atau gap sebesar 21 683 kg. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan daging sapi di Jawa Barat masih mengandalkan produk impor. Setiap tahun Jawa Barat mengimpor daging sapi sebanyak 1 634.5 ton atau sebanyak 161 807 ekor sapi.3 Sapi potong yang berasal dari peternakan rakyat rata-rata belum mencapai bobot ideal yaitu antara 400 – 450 kg. Pertambahan bobot sapi potong di peternakan rakyat berkisar antara 0.3 - 0.9 kg per ekor per hari dengan lama penggemukan berkisar 3-12 bulan. Pertumbuhan bobot sapi potong ini jauh di bawah perusahaan besar yang pertambahan bobot sapinya mencapai 1.2-1.6 kg per ekor per hari dengan lama waktu berkisar 120 hari.3 Melalui penggemukan sapi, pemotongan sapi kurus yang belum mencapai bobot ideal dapat dikurangi. Di Indonesia sudah cukup banyak bisnis penggemukan sapi baik tradisional maupun yang mengarah pada segi komersial. Jawa Barat merupakan salah satu 2
PT Alam Sari Nuswantara. Penggemukan Sapi Desa Parang Gombong, Kecamatan Sukasari. http://tjhartono.files.wordpress.com/2013/05/proposal-sapi-potong-int.pdf.20 Maret 2014. 3 Kompas.com. 2009. Peternak Rakyat Harus Dipermudah Akses Penggemukan Sapi Potong. [Internet]. [diunduh 2014 Juli 7]. Tersedia pada : http://megapolitan.kompas.com/21425736/.
4
provinsi yang memiliki potensi besar dalam peternakan sapi potong. Jawa Barat memiliki iklim yang cocok dengan peternakan sapi potong. Kabupaten Bogor merupakan daerah dengan populasi ternak sapi potong terbesar di Jawa Barat. Peternakan di Kabupaten Bogor memiliki andil yang sangat penting. Hal ini dikarenakan peluang dari usaha peternakan ini sangat terbuka lebar mengingat ketersediaan daging sapi yang tidak sesuai dengan jumlah permintaannya. Perumusan Masalah Peternakan sapi potong memiliki peluang yang cukup tinggi untuk dikembangkan karena Indonesia masih kekurangan penyedia daging. Untuk menutup kekurangan ketersediaan daging tersebut, Indonesia harus melakukan impor dari negara lain. Impor sapi yang pada mulanya diperlukan untuk menutupi kekurangan ketersediaan daging sapi bagi konsumen akhirnya justru menjadi ketergantungan. Masalah ketergantungan terhadap impor sapi inilah yang menjadi masalah bagi ketahanan pangan Indonesia. Sejak dibukanya peluang impor sapi bakalan secara terbatas pada tahun 1990, data menunjukkan bahwa jumlah impor sapi bakalan dari luar negeri terus meningkat. Pada tahun 1994 impor sapi bakalan adalah sebesar 78 000 ekor sapi naik menjadi 349 000 ekor pada tahun 1997. Usaha peternakan sapi potong di Indonesia sudah tidak asing lagi. Cukup banyak usaha perseorangan maupun perusahaan yang berkecimpung dalam bisnis peternakan sapi potong. Kabupaten Bogor seperti yang telah disebutkan di atas merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi dalam pengembangan peternakan sapi potong. Salah satu bisnis penggemukan sapi potong yang berada di Kabupaten Bogor adalah PT Prisma Mahesa Unggul yang merupakan bisnis peternakan dengan bentuk perusahaan Perseroan Terbatas (PT). Bisnis peternakan ini bertujuan utama memberikan manfaat kepada pemilik. Bisnis yang dikelola oleh PT Prisma Mahesa Unggul adalah penggemukan sapi potong. PT Prisma Mahesa Unggul merupakan bisnis sapi potong dengan modal sendiri sehingga risiko yang harus ditanggung menjadi tanggung jawab pemilik. Salah satu masalah atau kondisi yang dapat mempengaruhi jalannya bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul adalah mengenai biaya pembelian sapi bakalan dan penurunan bobot sapi potong siap jual. Biaya pembelian sapi bakalan sangat rentan terhadap bisnis ini karena dengan sapi bakalan yang baik maka akan menghasilkan sapi potong yang baik pula. Peningkatan harga input sapi bakalan dapat terjadi akibat adanya perbedaan biaya transportasi antara setiap daerah supplier. Selain itu, dapat pula diakibatkan oleh ketersediaan sapi bakalan di daerah supplier yang semakin berkurang. Sedangkan penurunan bobot sapi siap potong yang dapat terjadi diakibatkan oleh penyakit atau kandungan pakan yang kurang baik. Analisis kelayakan perlu dilakukan mengingat bahwa tujuan dari kegiatan bisnis ini adalah manfaat atau keuntungan sehingga dapat meminimalisir kerugian atau kegagalan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Selain itu, kelayakan juga dilakukan sebagai evaluasi atas bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul yang sedang berjalan. Kelayakan tidak hanya dapat dinilai dari satu aspek saja. Studi mengenai kelayakan perlu dilakukan dengan menganalisis baik aspek non finansial maupun aspek finansial. Analisis sensitivitas juga perlu
5
dilakukan dalam studi kelayakan ini. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi seperti peningkatan harga input bakalan sapi dan penurunan bobot sapi siap potong. Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah dipaparkan di atas maka permasalahan yang akan dianalisis dan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul berdasarkan aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan ekonomi, serta aspek lingkungan? 2. Bagaimana kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul pada aspek finansial berdasarkan kriteria investasi seperti NPV, Net B/C, Payback Period, dan IRR? 3. Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan bisnis penggemukan sapi potong apabila terjadi perubahan pada biaya pembelian sapi bakalan dan bobot sapi siap potong? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang serta perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan dari penelitian mengenai analisis kelayakan bisnis PT Prisma Mahesa Unggul adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi kelayakan bisnis PT Prisma Mahesa Unggul berdasarkan aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan. 2. Menganalisis kelayakan bisnis PT Prisma Mahesa Unggul berdasarkan aspek finansial berdasar kriteria investasi yaitu NPV, Net B/C, Payback Period, dan IRR. 3. Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) kelayakan usaha PT Prisma Mahesa Unggul terhadap perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak antara lain adalah sebagai berikut. 1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberi pengalaman kepada penulis dalam berkomunikasi dengan pihak yang terkait penelitian. Selain itu, dapat pula memberi manfaat kepada penulis dalam mengamalkan ilmu serta pembelajaran yang selama ini telah dilaksanakan di perkuliahan. 2. Bagi pemilik PT Prisma Mahesa Unggul, hasil dari penelitian mengenai analisis kelayakan ini akan memberi gambaran dan informasi bagi pihak perusahaan mengenai bisnis yang dijalankannya. Pemilik akan mengetahui mengenai kelayakan bisnis yang dimilikinya dan dapat dijadikan pertimbangan dalam menjalankan bisnisnya. 3. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh atau dampak keberadaan bisnis
6
penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul terhadap masyarakat sekitar. 4. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman penulisan serta rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA Bisnis Peternakan Sapi Potong di Indonesia Menurut Abidin (2002) Sejarah pemeliharaan dan perkembangan populasi terutama sapi potong di Indonesia mengalami pasang surut yang fluktuatif. Hal ini dipengaruhi dengan berbagai kebijakan pemerintah serta kondisi perekonomian masyarakat secara global. Sejak zaman kolonial Belanda, terutama sejak didirikannya pabrik gula yaitu pada tahun 1830-1835, telah dilakukan pemeliharaan sapi. Tujuan utama dari pemeliharaan sapi pada saat itu adalah sebagai sumber tenaga kerja untuk menggarap lahan pertanian dan penarik kendaraan pengangkut tebu. Perkembangan peternakan sapi pedaging di Indonesia yang lebih mengarah kepada segi komersial semakin tampak. Mulai ada titik perkembangan bangkitnya industri peternakan sapi potong. Pengertian industri di sini adalah suatu rangkaian kegiatan usaha yang ditangani dengan pendekatan azas efisiensi, penggunaan managerial skill, dan dilandasi dengan kaidah-kaidah ekonomi. Berlokasi di Jawa Barat, meskipun masih di tingkat hulu industri sapi potong dimulai dengan adanya inovasi baru untuk melakukan penggemukan sapi dengan pola pemeliharaan yang sangat intensif, berskala besar, dan dalam waktu tertentu yang relatif singkat (3-4 bulan), dan padat modal. Bibit sapi yang digunakan adalah sapi-sapi muda jantan yang dalam kondisi fase pertumbuhan dengan perhitungan dapat diperoleh pertambahan berat yang maksimum dan efisien. Dengan adanya feedlot seperti ini, bayangan bahwa usaha peternakan sapi potong hanya sebagai usaha tani dan backyard farming mulai dapat dihapus dan beralih sebagai suatu lapangan bisnis yang padat modal. Sistem penggemukan sapi yang semakin modern telah terpacu oleh tuntutan penyediaan daging yang bersifat kuantitaif dan kualitatif. Keadaan itu merupakan dampak positif dari meningkatnya pendidikan dan pendapatan masyarakat serta semakin bertambahnya jumlah konsumen yang selektif. Faktor penunjang lainnya yaitu semakin digalakkannya subsektor kepariwisataan yang memang pada kenyataannya telah menuntut ketersediaan daging berkualitas tinggi. Tidak mengherankan apabila sampai saat ini sapi yang digemukkan di Indonesia lebih banyak berasal dari impor karena sumber bakalan sapi Indonesia semakin terkuras (Santosa 1995). Jenis-Jenis Sapi Potong di Indonesia Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang digunakan sebagai bahan konsumsi makanan masyarakat sehari-hari. Harganya yang cukup mahal membuat daging sapi memiliki peluang besar mendatangkan keuntungan bagi peternak. Terdapat beberapa jenis sapi yang digunakan untuk ternak di Indonesia (Muttaqin 2011).
7
Sapi Bali Sapi Bali merupakan sapi lokal yang berasal dari Bali. Sapi ini murni merupakan keturunan langsung dari sapi liar (banteng) yang telah mengalami proses penjinakan sejak berabad lalu. Penyebaran sapi ini meliputi daerah Bali, NTT, Sulawesi Selatan, dan Lampung. Di Bali, keaslian sapi domestik ini dipertahankan, tetapi di Sulawesi dan pulau-pulau lain banyak disilangkan dengan sapi ongole. Keunggulan sapi Bali antara lain adalah daging dan daya reproduksinya yang bagus sehingga sapi ini menjadi primadona di kalangan peternak di Indonesia (Sarwono dan Arianto 2003). Sapi Ongole Sapi ongole bukanlah merupakan sapi asli Indonesia, melainkan berasal dari India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sumba ongole (SO) dan peranakan ongole (PO). Sumba ongole merupakan keturunan murni sapi nellore dari India yang memiliki sifat mudah beradaptasi sehingga mampu tumbuh secara murni di Pulau Sumba. Sedangkan pernakan ongole merupakan sapi hasil persilangan antara sumba ongole dengan sapi jawa. Ciri khas sapi ongole adalah berbadan besar, berpunuk besar, bergelambir longgar, dan berleher pendek (Siregar, 2008; Sarwono dan Arianto, 2003). Sapi Fries Holstein (FH) Sapi fries holstein (FH) ini tergolong sapi perah yang dipelihara untuk menghasilkan susu. Sapi ini berasal dari Belanda. Sapi ini memiliki warna belang hitam dan putih dengan ciri khusus segitiga pada bagian dahi. Sapi ini memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga sapi-sapi jantannya sering pula dipelihara untuk dijadikan sapi potong. Di beberapa daerah sapi ini disilangkan dengan sapi jawa asli dengan pola grading up dan mengahasilkan keturunan yang sering disebut peranakan fries holstein (PFH) (Abidin 2002). Sapi Brahman Sapi brahman berasal dari India yang merupakan keturunan dari sapi zebu (Bos Indicus). Sapi ini berkembang pesat di Amerika Serikat karena pola pemeliharaan dan sistem perkawinan yang terkontrol. Sapi ini kemudian dieskpor ke Australia dan disilangkan dengan sapi asal Eropa. Dari australia inilah didapat sapi-sapi bakalan yang dipelihara untuk digemukkan di Indonesia (Abidin 2002). Sapi Madura Sapi Madura sangat terkenal sebagai sapi karapan. Selain itu, jenis sapi ini juga digunakan sebagai sapi kerja dan sapi potong. Sapi madura merupakan hasil persilangan antara Bos indicus dari India dengan Bos indicus yang tumbuh dan berkembang di Madura. Secara umum, tubuh sapi ini kecil dan berkaki pendek (Sarwono dan Arianto 2003). Hasil Penelitian Terdahulu Sapi potong merupakan topik yang sudah diteliti dalam beberapa tahun ini. Indonesia masih memiliki masalah terkait sapi potong yaitu masalah impor dari negara lain. Sebelumnya, di akhir tahun 2012, terjadi pembatasan ekspor sapi potong oleh negara pengekspor yang mengakibatkan Indonesia kekurangan
8
pasokan sapi potong. Hal ini mengakibatkan tingginya harga daging sapi di Indonesia. Walaupun di Indonesia sudah banyak bisnis yang bergerak dalam peternakan sapi potong, namun bobot dari sapi yang dihasilkan belum mencapai bobot ideal yang telah ditetapkan. Hal ini menjadi peluang dalam melakukan usaha penggemukan sapi potong. Akan tetapi, untuk mengetahui apakah usaha penggemukan sapi potong ini dapat memberikan keuntungan, dilakukan studi mengenai kelayakan bisnis. Beberapa penlitian skripsi yang mengkaji analisis kelayakan bisnis tersebut adalah Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong (Fattening) pada PT Zagrotech Dafa International (ZDI) Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor (Rivai 2009), Analisis Kelayakan Bisnis Penggemukan Sapi Potong pada PT Catur Mitra Taruma Desa Cariu Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor (Nisa 2013), serta Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Pembibitan (Breeding) Sapi Potong pada PT Lembu Jantan Perkas (LJP), Serang, Propinsi Banten (Putria 2008). Selain itu, terdapat pula judul skripsi yang mengkaji tentang analisis kelayakan bisnis dari usaha sapi perah yaitu Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos Kecamatan Ciawi Bogor (Harahap 2011). Penelitian yang dilakukan Rivai (2009) dan Nisa (2013) memiliki beberapa kesamaan. Pertama, kedua penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya peluang bisnis penggemukan sapi potong di Indonesia. Kedua, penelitian dilakukan dengan menganalisis bisnis penggemukan sapi potong yang dilakukan sebuah perusahaan dengan bentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan lokasi yang berbeda, yaitu PT Zagrotech Dafa International (ZDI) dan PT Catur Mitra Taruma. Perbedaan dari kedua penelitian ini adalah pada penelitian yang dilakukan oleh Rivai (2013), pada aspek finansial dilakukan dengan dua skenario yaitu skenario I merupakan modal sendiri dan skenario II merupakan modal pinjaman. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Nisa (2013) hanya menganalisis kelayakan bisnis tersebut saja dan tidak menggunakan skenario berbeda. Selain itu, analisis switching value juga menggunakan variabel yang berbeda. Sedangkan penelitian yang dilakukan Putria (2008) adalah menganalisis kelayakan pengembangan pembibitaan sapi potong. Berbeda dengan kedua penelitian lainnya yang menganalisis bisnis penggemukan, penelitian Putria (2008) menganalisis kelayakan pembibitan sapi potong. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rivai (2009) mengkaji kelayakan penggembangan usaha fattening sapi potong di PT Zagrotech Dafa International dikaji dari aspek non finansial dan finansial. Beberapa elemen penting pada aspek pasar yaitu adanya peluang permintaan dan penawaran. Hasil analisis aspek teknis menjelaskan bahwa PT Zagrotech Dafa International telah mempertimbangkan lokasi secara tepat dimana usaha penggemukan tersebut berada dekat dengan konsumen yang dituju, selain itu kelengkapan peralatan dan perlengkapan yang digunakan sangat memadai dan telah mempertimbangkan faktor keamanan dan kenyamanan. Aspek menajemen PT Zagrotech Dafa International memiliki struktur organisasi yang jelas sehingga memudahkan koordinasi, tugas, wewenang dan tanggung jawab setiap bagian. Aspek sosial, ekonomi dan lingkungan usaha penggemukan sapi potong (fattening) PT Zagrotech Dafa International memberikan dampak yang positif bagi masyarakat sekitar karena pihak manajemen mempekerjakan karyawan yang berasal dari daerah sekitar
9
perusahaan, selain itu PT Zagrotech Dafa International juga memperhatikan keadaan lingkungan sekitar, salah satu upayanya yaitu dengan melakukan proses penanganan limbah secara baik. Berdasarkan penelitian ini, hasil analisis kelayakan baik dari aspek non finansial maupun finansial menunjukan bahwa bisnis penggemukan sapi yang dilakukan PT Zagrotech Dafa International (ZDI) layak untuk dilakukan. Hasil analisis kelayakan finansial berdasarkan kriteria NPV skenario I pada tingkat diskonto 7 persen memiliki nilai yang lebih besar dari pada nol yaitu sebesar Rp 4 473 018 300 selama jangka waktu 10 tahun. Nilai Net B/C skenario I adalah 2.92 atau lebih besar dari satu. Nilai IRR yang diperoleh dari skenario I yaitu 37 persen. Berdasarkan waktu pengembalian investasinya, terlihat bahwa skenario I akan mencapai titik pengembalian investasi pada saat kegiatan usaha berjalan selama 3 tahun 5 bulan. NPV pada skenario II pada tingkat diskonto 13 persen memiliki nilai yang lebih besar dari pada nol. Hal ini menunjukan bahwa pengusahaan PT Zagrotech Dafa International menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan karena memberikan tambahan manfaat sebesar Rp 186 799 039 selama jangka waktu 10 tahun. Nilai Net B/C skenario II adalah 1.07 atau lebih besar dari satu. Nilai IRR yang diperoleh dari skenario II yaitu 15 persen. Nilai ini berada diatas nilai diskonto yang digunakan yaitu sebesar 13 persen. Berdasarkan waktu pengembalian investasinya, terlihat bahwa skenario II akan mencapai titik pengembalian investasi pada saat kegiatan usaha berjalan selama 8 tahun 2 bulan. Kedua skenario berdasarkan kriteria kelayakan investasi menunjukan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan, namun jika dibandingkan antara skenario I dan skenario II maka skenario I lebih layak dibandingkan dengan skenario II. Hal ini dikarenakan NPV, IRR, dan Net B/C skenario I lebih besar dibandingkan dengan skenario II dan PP pada skenario I lebih cepat dibandingkan dengan skenario II. Pada penelitian yang dilakukan oleh Nisa (2013), hasil analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong pada PT Catur Mitra Taruma baik dari aspek non finansial maupun finansial adalah layak untuk dilakukan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan bisnis aspek nonfinansial, bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA layak untuk dijalankan. Berdasarkan aspek pasar, bisnis yang dijalankan TARUMA memiliki potensi pasar yang terbuka lebar di masa yang akan datang. TARUMA juga telah memiliki target pasar yang jelas. Berdasarkan aspek teknis, TARUMA memiliki lokasi bisnis yang tepat yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur yang lengkap, prosedur produksi yang jelas serta layout produksi yang baik sehingga mempermudah proses produksi. Berdasarkan aspek manajemen dan hukum, TARUMA telah memiliki kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam pendirian bisnis serta telah memiliki manajemen yang baik dengan deskripsi pekerjaan yang jelas untuk masing-masing pekerjaan. Berdasarkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, bisnis yang dijalankan TARUMA mampu memberikan manfaat tidak hanya bagi perusahaan tetapi bagi masyarakat sekitar lokasi bisnis hingga pemerintah setempat. Bisnis penggemukan sapi potong TARUMA juga dinilai tidak mencemari lingkungan. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis switching value terhadap perubahan penjualan sapi potong serta biaya pakan. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa variabel penjualan sapi siap potong lebih peka terhadap perubahan dibanding variabel biaya pakan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan bisnis aspek finansial, bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA layak
10
untuk dijalankan karena memiliki NPV lebih dari nol, nilai Net B/C lebih dari satu, IRR lebih dari discout rate yang digunakan, dan PP sebelum umur bisnis berakhir. NPV yang diperoleh selama umur bisnis sebesar Rp20 696 240 936, Net B/C sebesar 1.75, IRR sebesar 22 persen, dan PP selama 7 tahun 3 bulan. Hasil analisis switching value pada dua komponen yang dinilai paling berpengaruh dalam bisnis penggemukan sapi pada TARUMA yaitu penjualan sapi siap potong dan biaya pakan menunjukkan bahwa penurunan maksimum yang masih dapat ditoleransi dalam volume penjualan sapi siap potong sebesar 2.99 persen sedangkan kenaikan maksimum yang masih dapat ditoleransi dalam biaya pakan sebesar 15.72 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa komponen penjualan sapi siap potong lebih peka terhadap perubahan dibanding komponen biaya pakan. Pada penelitian yang dilakukan Putria (2008) menganalisis kelayakan Usaha Pengembangan Pembibitan (Breeding) Sapi Potong Pada PT Lembu Jantan Perkasa (LJP), Serang, Propinsi Banten. Hasil analisis berdasarkan aspek non finansial berdasarkan aspek pasar adalah permintaan akan bibit sapi potong pada PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) setiap tahunnya mengalami peningkatan. Selain itu peluang pasar usaha pembibitan sapi potong masih terbukalebar, hal ini dapat dilihat dengan semakin tingginya tingkat ketergantungan impor sapi potong di negara kita. Dalam strategi pemasaran, PT LJP memilih lokasi yang dekat dengan pasar yaitu JABODETABEK, hal ini juga ditunjang oleh adanya fasilitas transportasi yang baik, untuk memudahkan dalam pemasaran breeding sapi potong. Promosi yang dilakukan perusahaan selama ini yaitu dengan mengikuti berbagai pameran, promosi melalui media elektronik serta adanya informasi dari mulut ke mulut sehingga informasi lebih cepat tersebar. Bentuk promosi lainnya yang dilakukan oleh PT LJP yaitu dengan melakukan kerjasama dengan instansi terkait serta berperan serta dalam pelatihan pembibitan sapi potong. Aspek teknis menitikberatkan pada penilain atas kelayakan proyek dan teknologi. PT Lembu Jantan Perkasa dalam mengembangkan usaha pembibitan sapi potong telah mempertimbangkan lokasi perusahaan secara tepat, dimana usaha pembibitan tersebut berada dekat dengan daerah konsumen yaitu Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi serta dilakukan di daerah yang mempunyai fasilitas transportasi yang cukup baik. Di samping itu lokasi perusahaan dekat dengan pemasok bahan baku pakan ternak. Pemilihan mesin peralatan dan teknologi yang digunakan telah sesuai dengan aktivitas perusahaan dengan mempertimbangkan keamanan dan kenyamanan, dan sistem komonikasi yang baik. Usaha pembibitan sapi potong PT LJP merupakan perusahaan dengan pemeliharaan sistem intensif mengunakan kandang koloni terbuka dan koloni tertutup. Kapasitas kandang PT LJP mampu menampung 3000- 4000 ekor sapi. Aspek manajemen PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) memiliki struktur organisasi dan pembagian tugas yang jelas sehingga memberikan kemudahan dalam koordinasi diantara karyawan maupun bagian dapat dilakukan dengan relatif mudah. Aspek sosial dan lingkungan usaha pembibitan sapi potong PT Lembu Jantan Perkasa memberikan dampak positif bagi masyarakat yang berada di sekitar perusahaan. Keberadaan PT Lembu Jantan Perkasa memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, dimana jumlah tenaga kerja yang paling banyak direkrut berasal dari masyarakat sekitarnya sehingga memberikan masukan pendapatan bagi masyarakat, serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selama ini perusahaan selalu tanggap dan memperhatikan kesejahteraan karyawaan dan staff sehingga terjalin rasa
11
kekeluargaan yang tinggi dan menjadikan karyawan dan masyarakat sekitar loyal terhadap perusahaan. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan dan kehidupan sosial karyawan perusahaan menyediakan fasilitas dan tunjangan sosial. Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan oleh perusahaan yaitu dengan pengolahan limbah menjadi pupuk yang juga memberikan tambahan pendapatan bagi usaha pembibitan sapi potong.Hasil analisis kelayakan usaha pengembangan pembibitan sapi potong dari aspek finansial mengunakan kriteria kelayakan NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period, maka diperoleh hasil; NPV sebesar Rp 1 929 172 324, Net B/C sebesar 1.48, IRR sebesar 10.65 persen, dan Payback Period sebesar 3.56. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa usaha pengembangan pembibitan sapi potong layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV lebih besar dari nol, nilai IRR lebih besar dari suku bunga. Analisis sensitivitas dengan variasi penghitungan mengunakan metode switching value dengan dua variabel parameter yaitu nilai tukar rupiah terhadap Dollar yang berfluktuatif dan penurunan volume produksi sapi potong. Hasil analisis sensitivitas menunjukan penurunan volume produksi sapi bunting muda dan bunting tua sebesar 5 persen paling peka diantara dua variabel parameter lainnya yaitu variabel kenaikan Dollar terhadap Rupiah, variabel penurunan volume produksi anak sapi dengan berat 40-175 Kg, dan variabel penurunan produksi anak sapi dengan berat 170-250 kg. Pada penelitian yang dilakukan Harahap (2011) menganalisis kelayakan Usaha Sapi Perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos Kecamatan Ciawi Bogor. Analisis aspek pasar pada semua skala usaha menjelaskan bahwa usaha peternakan sapi perah ini layak karena memiliki potensi pasar yang baik. Analisis aspek teknis pada semua skala usaha menjelaskan bahwa usaha ini layak karena memilih lokasi usaha dengan tepat serta memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Aspek manajemen pada semua skala usaha menjelaskan bahwa usaha ini layak karena badan usaha serta struktur organisasi sudah berbentuk formal dan tertulis. Pada aspek sosial, ekonomi dan lingkungan pada semua skala usaha diketahui bahwa usaha ini layak untuk dijalankan karena memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat sekitar. Hasil analisis kelayakan usaha sapi perah dari aspek finansial mengunakan kriteria kelayakan NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period, maka diperoleh hasil; NPV sebesar Rp 14 205 952 071.27, Net B/C sebesar 2.59, IRR sebesar 83 persen, dan Payback Period sebesar 5 tahun 8 bulan 9 hari. Hasil analisis finansial menunjukan bahwa usaha sapi perah PT Rejo layak untuk dilaksanakan. Analisis switching value dilakukan pada penurunan produksi susu murni dan kenaikan harga konsentrat. Hasil analisis switching value menunjukan bahwa perubahan maksimum penurunan produksi susu dapat menyebabkan usaha menjadi tidak layak.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikirian Teoritis Studi Kelayakan Bisnis Kasmir dan Jakfar (2003) menyatakan bahwa bisnis merupakan kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan tujuan
12
dan target yang diinginkan dalam berbagai bidang, baik jumlah maupun waktunya. Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam. Hal tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang sedang atau akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Layak di sini diartikan juga akan memberikan keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankannya tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat luas. Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah suatu kegiatan investasi memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan (Nurmalina, et al, 2010). Studi kelayakan bisnis menurut Kasmir dan Jakfar (2003) dilakukan untuk mengidentifikasi masalah di masa yang akan datang sehingga dapat meminimalkan kemungkinan melesetnya hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi. Dengan kata lain, studi kelayakan bisnis akan memperhitungkan hal-hal yang akan menghambat atau peluang dari investasi yang akan dijalankan. Jadi dengan adanya studi kelayakan bisnis minimal dapat memberikan pedoman atau arahan kepada usaha yang akan dijalankan nantinya. Ukuran kriteria kelayakan suatu bisnis menurut Fahmi, et al, (2009) adalah menyangkut pencapaian yang dilakukan. Ada perbedaan antara perusahaan dan pemerintahan karena ukuran kelayakan yang dimaksud di sini adalah keberhasilan yang dimiliki oleh kedua lembaga tersebut. Perusahaan dikatakan sudah memiliki kelayakan adalah pada saat perusahaan sudah mampu menghasilkan profit yang maksimum. Sedangkan bagi pemerintahan adalah pada saat publik telah terlayani dengan baik dan cepat tanpa mengalami hambatan-hambatan di luar aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Kasmir dan Jakfar (2003) memaparkan bahwa studi kelayakan perlu dilakukan karena terdapat harapan bahwa usaha tersebut dapat memberi keuntungan serta berbagai manfaat kepada berbagai pihak. Paling tidak terdapat lima tujuan mengapa sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan, antara lain: 1) Menghindari risiko kerugian Kerugian mungking saja dihasilkan di masa yang akan datang. Kerugian biasanya berasal dari kondisi ketidakpastian atau risiko yang terjadi di masa yang akan datang. Kondisi-kondisi seperti ini ada yang dapat diramalkan ataupun tidak. Pengusaha akan memiliki antisipasi dalam menghadapi kondisi tersebut di masa yang akan datang sehingga kerugian dapat diminimalisir bahkan dihindari. 2) Memudahkan perencanaan Perencanaan dapat dilakukan sebelum memulai suatu usaha. Dengan melakukan perencanaan dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi di kenyataan. Melalui studi kelayakan dapat menjadi tahap awal dari suatu perencanaan. 3) Memudahkan pelaksanaan pekerjaan Dengan adanya berbagai rencana yang sudah disusun akan sangat memudahkan pelaksanaan bisnis. Para pelaksana yang mengerjakan bisnis tersebut telah memiliki pedoman yang harus dikerjakan. Kemudian pengerjaan usaha dapat dilakukan secara sistematik sehingga tepat sasaran dan
13
sesuai dengan rencana yang sudah disusun. Rencana yang sudah disusun dijadikan acuan dalam mengerjakan setiap tahap yang sudah direncanakan. 4) Memudahkan pengawasan Dengan telah dilaksanakannya suatu usaha atau proyek sesuai dengan rencana yang sudah disusun maka akan memudahkan perusahaan untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya usaha. Pengawasan ini perlu dilakukan agar pelaksanaan usaha tidak melenceng dari rencana yang telah disusun. Pelaksana pekerjaan bisa sungguh-sungguh melakukan pekerjaannya karena merasa ada yang mengawasi sehingga pelaksanaan pekerjaan tidak terhambat oleh hal-hal yang tidak perlu. 5) Memudahkan pengendalian Jika dalam pelaksanaan pekerjaan telah dilakukan pengawasan, maka apabila terjadi suatu penyimpangan akan mudah terdeteksi sehingga akan bisa dilakukan pengendalian atas penyimpangan tersebut. Tujuan pengendalian adalah untuk mengembalikan pelaksanaan pekerjaan yang melenceng ke rel yang sesungguhnya sehingga pada akhirnya tujuan perusahaan akan tercapai. Studi kelayakan bisnis juga dapat memberikan berbagai manfaat bagi berbagai pihak antara lain pihak investor, pihak kreditor, pihak manajemen dan perusahaan, pihak pemerintah dan masyarakat, dan bagi tujuan pembangunan ekonomi (Umar 2007). Aspek-Aspek dalam Studi Kelayakan Bisnis Kelayakan suatu usaha ditentukan oleh beberapa aspek. Masing-masing aspek tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan. Urutan penilaian aspek mana yang harus didahulukan tergantung kesiapan penilai dan kelengkapan data yang ada. Aspek-aspek yang diteliti dalam studi kelayakan bisnis meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, aspek lingkungan, dan aspek finansial (Kasmir dan Jakfar 2003). 1. Aspek Pasar Pengkajian aspek pasar penting untuk dilakukan karena tidak ada bisnis yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang atau jasa yang dihasilkan bisnis tersebut. Pada dasarnya, analisis aspek pasar bertujuan antara lain untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, dan market share dari produk yang dihasilkan (Umar 2007). Kemudian bagaimana strategi pemasaran yang akan dijalankan untuk menangkap peluang pasar yang ada. Aspek ini pun menjadi sangat penting karena apabila aspek ini tidak diteliti secara benar akan terjadi suatu risiko kegagalan dari usaha ini di masa yang akan datang (Kasmir dan Jakfar 2003). Dalam bukunya Nurmalina, et al, (2010), aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari mengenai hal sebagai berikut. a) Permintaan Permintaan adalah jumlah barang dan jasa yang diminta konsumen pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Permintaan baik secara total ataupun terperinci menurut daerah, jenis konsumen, atau perusahaan besar pemakai. b) Penawaran Penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang ditawarkan pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Faktor-faktor yang memengaruhi
14
penawaran suatu barang atau jasa adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain yang memiliki hubungan, teknologi, harga input, tujuan perusahaan, dan faktor khusus. c) Harga Harga dari produk merupakan salah satu aspek yang dapat memengaruhi permintaan akan produk yang dihasilkan. Akan dilakukan perbandingan mengenai harga produk terhadap harga produk-produk lain sejenis. d) Program pemasaran Agar investasi atau bisnis yang akan dijalankan dapat berhasil dengan baik, maka sebelumnya perlu melakukan strategi pemasaran yang tepat. Unsur strategi persaingan tersebut adalah menentukan segmentasi pasar (segmentation), menetapkan pasar sasaran (targeting), dan menentukan posisi pasar (positioning) atau sering disebut pula dengan STP. Setelah strategi bersaing diterapkan, maka selanjutnya perlu diselaraskan dengan kegiatan pemasaran lainnya seperti strategi bauran pemasaran (marketing mix). Adapun strategi bauran pemasaran tersebut ialah strategi produk, strategi harga, strategi lokasi dan distribusi, serta strategi promosi. e) Pangsa pasar atau market share perusahaan Market share dari perusahaan adalah seberapa besar pasar yang dapat dikuasai oleh perusahaan. Hal ini pun termasuk dalam perkiraan penjualan yang dapat dicapai oleh perusahaan. 2. Aspek Teknis Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Hal-hal yang akan diteliti dalam aspek ini adalah mencakup lokasi usaha, penentuan lay-out gedung dan ruangan, serta mesin dan peralatan. Dalam aspek ini juga dibahas mengenai teknologi yang digunakan perusahaan dalam kegiatan usaha (Kasmir dan Jakfar 2003). Menurut Nurmalina, et al, (2010) hal-hal yang perlu ditinjau dalam penilaian kelayakan berdasarkan aspek teknis suatu usaha antara lain sebagai berikut. a) Lokasi bisnis Lokasi bisnis untuk perusahaan industri meliputi dua pengertian, yakni lokasi dan lahan pabrik serta lokasi bukan pabrik. Lokasi bukan pabrik merupakan lokasi dimana tidak berhubungan dengan proses produksi. b) Luas produksi Luas produksi merupakan jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan optimal. Untuk menentukan luas produksi dalam usaha yang direncanakan tergantung pada pangsa pasar dari produk yang dihasilkan. c) Proses produksi Proses produksi dari gagasan usaha yang akan direncanakan juga perlu diketahui untuk menentukan jumlah biaya investasi, jenis mesin yang digunakan, serta bentuk bangunan yang diperlukan sesuai dengan proses produksi secara teknis. d) Layout Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Layout mencakup layout
15
lahan lokasi bisnis, layout pabrik, layout bukan pabrik, dan fasilitasfasilitasnya. e) Pemilihan jenis teknologi dan equipment Pemilihan mesin dan peralatan serta jenis teknologi memiliki hubungan yang erat sekali 3. Aspek Manajemen dan hukum Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen serta sumber daya manusia dalam perusahaan. Baik menyangkut masalah SDM maupun rencana perusahaan secara keseluruhan haruslah disusun sesuai dengan tujuan perusahaan.Tujuan perusahaan akan lebih mudah tercapai jika memenuhi kaidah atau tahapan dalam proses manajemen. Proses manajemen atau kaidah ini akan tergambar dari masing-masing fungsi yang ada dalam manajemen. Masing-masing fungsi tidak dapat berjalan sendiri-sendiri, akan tetapi harus dilaksanakan secara berkesinambungan, karena kaitan antara satu fungsi dengan fungsi lainnya sangat erat. Apabila salah satu fungsi tidak dapat dijalankan secara baik, maka jangan berharap tujuan perusahaan akan tercapai. Untuk keperluan studi kelayakan bisnis yang perlu dianalisis adalah bagaimana fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan diterapkan secara benar (Kasmir dan Jakfar, 2003). Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan digunakan (dikaitkan dengan kekuatan hukum dan konsekuensinya), dan mempelajari jaminan-jaminan yang dapat disediakan bila akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat dan izin. Tujuan dari penilaian kelayakan berdasarkan aspek hukum adalah untuk meneliti keabsahan, kesempurnaan, dan keaslian dari dokumen-dokumen yang dimiliki. Penelitian keabsahan dokumen dapat dilakukan sesuai dengan lembaga yang mengeluarkan dan yang mengesahkan dokumen yang bersangkutan (Nurmalina, et al, 2010). 4. Aspek Sosial dan Ekonomi Dalam aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang akan dinilai adalah seberapa besar bisnis memiliki dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap masyarakat secara keseluruhan. Pada aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan kesempatan kerja atau pengurangan pengangguran (Nurmalina, et al, 2010). Dampak positif dari aspek sosial bagi masyarakat secara umum adakah tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, seperti pembangunan jalan, jembatan, listrik, dan sarana lainnya. Kemudian bagi pemerintah, dampak negatif dari aspek sosial adalah perubahan demografi di suatu wilayah, perubahan budaya, dan kesehatan masyarakat. Dampak negatif dalam aspek sosial termasuk terjadinya perubahan gaya hidup, budaya, adat istiadat, dan struktur sosial lainnya (Kasmir dan Jakfar, 2003). Sedangkan dari aspek ekonomi, menurut Nurmalina, et al, (2010) suatu bisnis dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi. Bagi masyarakat adanya investasi ditinjau dari aspek ekonomi adalah akan memberikan peluang untuk meningkatkan pendapatannya. Sedangkan bagi pemerintah, dampak positif yang diperoleh
16
adalah dari aspek ekonomi memberikan pemasukan berupa pendapatan baik bagi pemerintah daerah. Sebaliknya, dampak negatif adalah eksplorasi sumberdaya alam yang berlebihan, masuknya pekerja dari luar daerah sehingga mengurangi peluang bagi masyarakat sekitarnya. 5. Aspek Lingkungan Aspek lingkungan menyangkut berbagai hal yang berhubungan dengan lingkungan. Selain itu, juga menyangkut dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan suatu perusahaan seperti pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Keseimbangan ekosistem lingkungan harus selalu dijaga. Pada saat kerusakan lingkungan sudah terjadi maka mengembalikan kembali kepada keseimbangan semula adalah sangat sulit karena proses stabilitas lingkungan itu memakan waktu yang sangat lama. Persoalan lingkungan ini mulai dikaji dengan konsep AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan). Setiap perusahaan berkewajiban untuk memiliki konsep AMDAL sebagai bentuk keperduliannya dalam menjaga dan melestarikan alam secara berkelanjutan (Fahmi, et al, 2009). 6. Aspek Finansial Dalam pengkajian aspek finansial diperhitungkan berapa jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan kemudian mengoperasikan kegiatan bisnis. Kemudian juga meneliti seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika usaha dijalankan, lama pengembalian investasi yang ditanamkan, sumber pembiayaan usaha, dan tingkat suku bunga yang berlaku. Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis usaha menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu usaha yang diusulkan terhadap para peserta. Dalam usahausaha pertanian, para peserta terdiri petani, perusahaan swasta, koperasi dan lembaga-lembaga lainnya (Nurmalina, et al, 2010). Dalam menganalisis suatu usaha tujuan analisis harus disertai dengan definisi biaya dan manfaat. Biaya merupakan pengeluaran atau pengorbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang kita terima, sedangkan manfaat adalah sesuatu yang menimbulkan kontribusi terhadap tujuan suatu proyek (Nurmalina, et al, 2010). Biaya yang umumnya dimasukkan dalam analisis bisnis adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh terhadap suatu investasi, antara lain biaya investasi dan biaya operasional. Menurut Gittinger (2008), komponen yang termasuk biaya adalah biaya modal, biaya operasional serta biaya lainnya seperti pajak, bunga, dan pinjaman. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang, seperti tanah, bangunan, pabrik, dan mesin. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat usaha mulai dilaksanakan, seperti biaya input produksi dan biaya tenaga kerja. Manfaat dapat diartikan sebagai suatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu bisnis. Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), manfaat (benefit) dapat dibedakan menjadi : 1) Manfaat langsung (direct benefit) yaitu manfaat yang diperoleh dari adanya kenaikan fisik dan atau dari penurunan biaya. Manfaat langsung adalah manfaat yang diterima sebagai akibat adanya proyek, seperti naiknya nilai hasil produksi barang atau jasa, perubahan bentuk, serta turunnya biaya.
17
2) Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yaitu manfaat yang disebabkan adanya usaha tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang-orang tertentu dan masyarakat berupa adanya multiplier effect, skala ekonomi yang lebih besar dan adanya dynamic secondary effect, perubahan produktivitas tenaga kerja yang disebabkan keahlian. Sebagai contoh, adanya perbaikan jalan dari sebuah kota ke kota lainnya telah menyebabkan timbulnya berbagai kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan berbagai potensi ekonomi di sepanjang jalan yang dibangun. 3) Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible benefit), misalnya perbaikan lingkungan hidup, perbaikan distribusi pendapatan, peningkatan ketahanan nasional, perubahan pola pikir masyarakat, kemantapan tingkat harga, dan lain-lain. Manfaat tidak terlihat ini juga perlu diperhitungkan secara kualitatif dalam mengadakan evaluasi proyek. Usaha pada sektor agribisnis memiliki perhatian khusus yang harus diperhatikan adalah pada usaha pertanian yang diperhitungkan seringkali adalah manfaat bersih tambahan (incremental net benefit) yaitu manfaat bersih dengan bisnis (net benefit with business) dikurangi dengan manfaat bersih tanpa bisnis (net benefit without business). Hal ini dimungkinkan karena terdapat faktor-faktor produksi yang sebelumnya tidak tergunakan atau tidak terpakai ataupun belum termanfaatkan sehingga pada saat ada bisnis apakah faktor tersebut memberikan manfaat atau tidak bagi bisnis yang dijalankan (Nurmalina, et al, 2010). Untuk merealisasikan bisnis dibutuhkan dana untuk investasi. Setelah jumlah dana yang dibutuhkan diketahui, selanjutnya yang perlu ditentukan adalah dalam bentuk apa dana tersebut didapat. Bentuk yang akan dipilih adalah sumber dana yang mempunyai biaya paling rendah dan tidak menimbulkan masalah bagi perusahaan yang mensponsorinya (Umar, 2007). Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), dilihat dari segi sumber asalnya, modal dibagi menjadi 2 macam, yaitu modal asing (pinjaman) dan modal sendiri. Modal asing atau modal pinjaman adalah modal yang diperoleh dari pihak luar perusahaan dan biasanya diperoleh secara pinjaman. Menggunakan modal pinjaman untuk membiayai suatu usaha akan terkena beban biaya bunga yang besarnya relatif. Kemudian dengan adanya kewajiban untuk mengembalikan pinjaman setelah jangka waktu tertentu. Sedangkan modal sendiri adalah modal yang diperoleh dari pemilik perusahaan dengan cara mengeluarkan saham baik secara tertutup maupun terbuka. Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam suatu periode tertentu. Cash flow menggambarkan berapa uang yang masuk ke perusahaan dan jenis-jenis pemasukan tersebut. Cash flow juga menggambarkan berapa uang yang keluar serta jenis-jenis biaya yang dikeluarkan (Kasmir dan Jakfar, 2003). Suatu Cash flow terdiri dari beberapa unsur, yaitu inflow (arus penerimaan), outflow (arus keluar), dan manfaat bersih (net benefit). Selain Cash flow terdapat pula laporan laba rugi yang berisi tentang total penerimaan dan pengeluaran dan kondisi keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dalam satu tahun produksi. Laporan laba rugi menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu. Laporan laba rugi merupakan ringkasan dari empat jenis
18
kegiatan dalam suatu bisnis. Keempat jenis kegiatan tersebut adalah pendapatan dari penjualan produk barang dan jasa, beban produksi untuk mendapatkan barang atau jasa yang akan dijual, beban pemasaran dan administrasi (biaya kegiatan pemasaran dan distribusi serta biaya administrasi), dan beban keuangan (bunga yang dibayarkan pada bank/kreditur, penyusutan, dan lainnya) (Nurmalina, et al, 2010). Studi kelayakan terhadap aspek keuangan perlu menganalisis bagaimana perkiraan aliran kas akan terjadi. Pada umumnya terdapat empat metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi (Umar, 2007). Keempat metode tersebut antara lain sebagai berikut. A. Payback Period (PP) Payback period (PP) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Perhitungan ini dapat dilihat dari perhitungan kas bersih yang diperoleh setiap tahun (Kasmir dan Jakfar, 2003). Metode PP memiliki kelemahan karena tidak memperhitungkan nilai waktu uang (Gittinger, 2008). B. Net Present Value (NPV) Menurut Gittinger (2008), Net Present Value selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu: a) NPV = 0, artinya usaha tersebut mampu memberikan tingkat pengembalian sebesar modal sosial opportunities cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, usaha tersebut tidak untung maupun rugi. b) NPV > 0, artinya suatu usaha dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan. c) NPV < 0, artinya usaha tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan, atau dengan kata lain usaha tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan. C. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif. Kriteria Investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah sebagai berikut. a) Net B/C = 1, artinya biaya yang dikeluarkan sama dengan keuntungan yang didapat. b) Net B/C > 1, artinya usaha dianggap layak untuk dilaksanakan secara finansial. c) Net B/C < 1, usaha tersebut dianggap tidak layak untuk dilaksakan secara finansial. D. Internal Rate Return (IRR) Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present value kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net Present Value (NPV) sama dengan nol. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga yang dapat dibayar oleh usaha tersebut untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila memiliki nilai IRR lebih besar dari tingkat suku
19
bunga yang berlaku dan suatu investasi dianggap tidak layak apabila memiliki nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku. Analisis Sensitivitas Menurut Gittinger (2008), analisis senstivitas merupakan suatu analisis utnuk dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubahubah. Pada usaha di bidang pertanian terdapat empat masalah utama yang mengakibatkan usaha sensitif terhadap perubahan. Keempat masalah utama tersebut adalah sebagai berikut. a) Harga b) Keterlambatan pelaksanaan usaha c) Kenaikan biaya d) Ketidaktepatan perkiraan hasil Permasalahan ini timbul karena banyak faktor yang tidak terkendali. Setiap kemungkinan perubahan atau kesalahan dalam dasar perhitungan sebaiknya dipertimbangkan dalam analisis sensitivitas. Kerangka Pemikiran Operasional Masyarakat lebih concern terhadap zat-zat yang baik bagi tubuh dan salah satunya adalah protein. Protein terkandung dalam produk-produk peternakan yaitu daging sapi. Dahulu konsumsi daging sapi di Indonesia hanya dilakukan pada saat event tertentu saja namun sekarang konsumsi masyarakat akan daging sapi terus meningkat. Berdasarkan data BPS, konsumsi daging sapi pada tahun 2008 - 2012 naik setiap tahunnya dengan laju pertumbuhan rata-rata 8.11 persen. Jawa Barat memiliki jumlah produksi dan konsumsi daging sapi yang tidak sebanding. Terdapat gap antara keduanya yaitu sebesar 21 683 kg. Ketersediaan sapi potong untuk memenuhi permintaan daging sapi belum mencukupi. Pemerintah melakukan impor untuk memenuhi permintaan akan sapi potong tersebut. Impor yang dilakukan lama kelamaan menjadi ketergantungan. Padahal populasi ternak sapi potong di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Artinya, sudah banyak bisnis baik milik perseorangan maupun perusahaan yang memiliki bisnis dalam bidang ternak sapi potong. Bisnis peternakan sapi potong tersebut hanya belum dimaksimalkan. Salah satu masalah yang sering timbul dalam usaha peternakan sapi potong di Indonesia adalah mengenai berat dari sapi siap potong tersebut. Berat sapi siap potong yang dihasilkan ternak di Indonesia rata-rata belum mencapai bobot ideal yang telah ditetapkan yaitu sekitar 400 – 450 kg. Rata-rata peternakan sapi potong rakyat tersebut menghasilkan sapi siap potong dengan tambahan berat akhir 36 kg. Perusahaan melakukan bisnis penggemukan sapi potong dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu bisnis yang melakukan penggemukan sapi potong adalah PT Prisma Mahesa Unggul. PT Prisma Mahesa Unggul melakukan kegiatan investasi dengan biaya yang tidak sedikit dan risiko yang belum diperhitungkan. Kegiatan investasi ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi pemilik perusahaan. PT Prisma Mahesa Unggul sebagai salah satu bisnis yang bergerak dalam bidang penggemukan sapi potong tentunya memiliki kondisi di masa yang akan datang yang nantinya dapat merugikan. Kondisi yang dapat terjadi adalah perubahan
20
pada kondisi alam, penyakit pada sapi, serta perubahan tingkat harga. Analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul dilakukan untuk menghadapi kondisi serta ketidakpastian di masa yang akan datang. Analisis kelayakan bisnis ini dikaji pada berbagai aspek, yaitu aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial dan ekonomi, lingkungan serta finansial. Selain itu, bisnis ini juga perlu dianalisis terhadap perubahan-perubahan yang terjadi seperti peningkatan harga input bakalan sapi dan penurunan bobot akhir sapi siap potong. Hal ini dilakukan dengan melakukan analisis sensitivitas.
1. Kuranganya pasokan daging sapi dalam negeri membuat pemerintah Indonesia harus melakukan impor daging sapi yang dihasilkan negara lain. 2. Peluang positif untuk membuka bisnis penggemukan sapi potong dalam memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri. 3. Kondisi di masa yang akan datang dapat mengakibatkan kegagalan atau kerugian seperti kondisi alam, penyakit pada sapi, ataupun fluktuasi harga.
PT Prisma Mahesa Unggul melakukan usaha penggemukan sapi potong
Bagaimana kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul?
Analisis Kelayakan Bisnis
Aspek Non Finansial 1. Aspek Pasar 2. Aspek Teknis 3. Aspek Manajemen dan Hukum 4. Aspek Sosial dan Ekonomi 5. Aspek Lingkungan
Aspek Finansial 6. NPV 7. Net B/C 8. IRR 9. Payback Period
Analisis Sensitivitas
Layak
Tidak Layak
Lanjutkan usaha
Lakukan upaya perbaikan
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional
21
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Prisma Mahesa Unggul yang memiliki kantor pusat di daerah Muara Karang Selatan Blok A Utara No. 1 Kav No. 11, Kawasan industri pergudangan Jakarta Utara 14440, Indonesia. Kegiatan bisnis yang dijalankan yaitu peternakan atau feedlot yang berlokasi di Kampung Gelewer RT 03/ RW 04, Kelurahan Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Gunung Pancar, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) mengingat PT Prisma Mahesa Unggul merupakan usaha penggemukan sapi potong yang cukup berhasil di Kabupaten Bogor. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan April 2014 sampai dengan bulan Mei 2014. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Peternakan, Perpustakaan LSI IPB serta jurnal dan artikel elektronik yang terkait dengan penelitian ini. Informasi tambahan yang mendukung penelitian ini menggunakan literatur-literatur yang relevan dengan objek permasalahan. Jenis dan sumber data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis dan sumber data penelitian Jenis Data Data primer Jumlah penjualan, biaya investasi, operasional tetap, dan operasional variabel, proses produksi Data sekunder PDB sektor pertanian, konsumsi daging sapi, populasi ternak, produksi daging sapi
Sumber
Direktur operasional Karyawan PT PMU
Badan Pusat Statistik (BPS) Direktorat Jenderal Peternakan Perpustakaan LSI IPB Jurnal dan artikel elektronik
Metode Penentuan Responden Pencarian data primer dilakukan melalui wawancara dengan pihak internal dan eksternal perusahaan melalui panduan interview guide. Penentuan responden dilakukan menggunakan teknik purposive. Purposive merupakan metode penentuan responden yang memilih sampel dengan maksud dan tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi
22
penelitiannya. Responden yang terpilih dari pihak internal perusahaan adalah direktur operasional PT Prisma Mahesa Unggul, karyawan bagian administrasi dan keuangan, dan karyawan di bidang produksi. Pihak eksternal diwakili oleh masyarakat umum yang berada di sekitar perusahaan untuk mengetahui pengaruh keberadaan PT Prisma Mahesa Unggul terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah secara kualitatif dan kuantitatif meliputi tahap pengolahan data dan intrepretasi data secara deksriptif. Data dan informasi yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan kalkulator Casio fx82MS dan Microsoft Excel 2007. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keadaan PT Prisma Mahesa Unggul pada kondisi saat ini. Analisis kelayakan bisnis dibagi menjadi analisis kelayakan non finansial dan analisis kelayakan finansial. Analisis kelayakan non finansial mengkaji berbagai aspek mulai dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan ekonomi, dan aspek lingkungan. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengkaji kelayakan bisnis PT Prisma Mahesa Unggul secara finansial. Metode yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah analisis kriteria kelayakan investasi menggunakan NPV, IRR, Net B/C, dan PP serta analisis sensitivitas. Analisis Kelayakan Non Finansial Pada penelitian ini, analisis kelayakan non finansial akan mengkaji kelayakan bisnis dari berbagai aspek seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial dan ekonomi, serta aspek lingkungan. Analisis Aspek Pasar Dalam analisis aspek pasar data yang dianalisis meliputi jumlah permintaan, penawaran, harga jual produk, market share, dan strategi pemasaran. Pada analisis aspek pasar dikaji bagaimana produk sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul dapat diterima di pasar. Dijelaskan pula mengenai potensi serta pangsa pasar dari PT Prisma Mahesa Unggul atau seberapa besar pasar yang dapat dikuasainya. Kemudian dibahas pula mengenai bagaimana PT Prisma Mahesa Unggul memasarkan produknya. Analisis aspek pasar dikatakan layak jika terdapat potensi pasar dan peluang pasar yang dapat diraih dalam melakukan usaha. Analisis Aspek Teknis Analisis aspek teknis pada bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul meliputi lokasi bisnis PT Prisma Mahesa Unggul, layout bisnis dan proses produksi dari penggemukan sapi potong. Pada aspek ini dibahas mengenai bagaimana kondisi fisik perusahaan, infrastruktur dan fasilitas perusahaan, lokasi dari perusahaan serta bagaimana proses dari penggemukan sapi yang dilakukan PT Prisma Mahesa Unggul. Analisis aspek teknis dikatakan layak jika lokasi usaha, proses produksi, layout bisnis, dan infrastruktur serta fasilitas
23
yang digunakan dapat menghasilkan produk secara optimal serta mendukung kegiatan pengembangan usaha. Analisis Aspek Manajemen dan Hukum Analisis aspek manajemen pada bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul meliputi bentuk organisasi, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan dari masing-masing jabatan. Pada aspek ini dibahas mengenai bagaimana sumber dayamanusia di dalam perusahaan, mulai dari jabatan serta pembagian kerja. Analisis aspek manajemen dikatakan layak jika fungsi-fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan diterapkan secara benar (Kasmir dan Jakfar, 2003). Analisis aspek hukum pada bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul meliputi bentuk badan usaha dan izin usaha. Pada aspek ini dibahas mengenai jaminan-jaminan yang dapat disediakan bila akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat dan izin. Analisis berdasarkan aspek hukum dikatakan layak apabila usaha telah memenuhi legalitas dan seluruh dokumen dinyatakan sah sesuai dengan lembaga yang bersangkutan (Nurmalina, et al, 2010). Analisis Aspek Sosial dan Ekonomi Analisis aspek sosial, ekonomi, dan budaya pada bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul meliputi pengaruh usaha PT Prisma Mahesa Unggul terhadap masyarakat sekitar secara keseluruhan. Pada aspek ini akan dianalisis mengenai bagaimana dampak keberadaan PT Prisma Mahesa Unggul terhadap masyarakat sekitar seperti sarana dan prasarana umum serta perubahanperubahan yang dihasilkan. Dari segi ekonomi akan dianalisis mengenai bagimana PT Prisma Mahesa Unggul dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan bagi masyarakat serta adanya kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar. Analisis aspek ini dikatakan layak apabila keberadaan bisnis tidak berlawanan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar. Analisis Aspek Lingkungan Analisis aspek lingkungan pada bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul meliputi berbagai hal yang berhubungan dengan lingkungan. Hal ini seperti bagaimana keberadaan bisnis terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan. Analisis aspek ini dikatakan layak apabila bisnis dari perusahaan tidak melakukan pencemaran dan perusakan terhadap lingkungan bahkan mengurangi masalah-masalah terhadap lingkungan. Analisis Kelayakan Finansial Analisis aspek finansial dalam studi kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PT Prisma Mahesa Unggul dikaji dengan melakukan perhitungan kuantitatif. Analisis yang dilakukan dalam aspek finansial adalah mencakup nilai arus tunai (cashflow). Analisis kelayakan secara finansial juga dilakukan berdasarkan kriteria investasi antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Period (PP). Selain itu dilakukan pula analisis sensitivitas untuk melihat kelayakan bisnis
24
terhadap perubahan – perubahan kondisi yang terjadi dalam analisis kelayakan finansial. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah suatu alat analisis untuk menguji kelayakan dari suatu investasi. Menurut Nurmalina, et al, (2009), Net Present Value merupakan selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Rumus yang digunakan dalam perhitungan NPV menurut Kadariah, et al, (1999) dalam Nurmalina, et al, (2009) adalah sebagai berikut : 𝑛
𝐵𝑡 − 𝐶𝑡 (1 + i)t
NPV = 𝑡=0
Keterangan: Bt Ct n t i
= penerimaan (benefit) bruto tahun ke-t = biaya (cost) bruto tahun ke-t = umur ekonomis usaha = tahun = tingkat suku bunga (discount rate)
Dalam metode NPV, terdapat tiga penilaian kriteria investasi. Jika NPV suatu bisnis lebih besar dari nol (NPV›0) artinya bisnis tersebut layak dijalankan karena bisnis menguntungkan atau memberi manfaat yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya, apabila NPV bisnis kurang dari nol (NPV‹0), maka bisnis tersebut tidak layak dijalankan karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diterima. Apabila NPV sama dengan nol (NPV=0) maka manfaat yang diterima hanya cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan artinya bisnis tersebut tidak untung dan juga tidak rugi. Namun, pada penelitian ini perhitungan NPV tidak dilakukan secara manual. Perhitungan NPV dilakukan dengan menggunakan formula yang telah tersedia pada software Microsoft Excel 2007. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Analisis ini akan menguji seberapa jauh manfaat bersih yang dihasilkan bisnis setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan.Rumus untuk menghitung Net B/C adalah sebagai berikut. 𝑛
B t −C t (1+i)t B t −C t (1+i)t
B Net = C 𝑛=0/1
Keterangan: Bt = manfaat yang diperoleh setiap tahun Ct = biaya yang dikeluarkan setiap tahun
25
n = jumlah tahun i = tingkat suku bunga (discount rate) Suatu bisnis dinyatakan layak dijalankan apabila Net B/C lebih dari satu (Net B/C › 1) karena setiap pengeluaran akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari pengeluaran tersebut. Namun sebaliknya, apabila Net B/C kurang dari satu (Net B/C ‹ 1) maka bisnis tidak layak untuk dijalankan karena setiap pengeluaran akan menghasilkan penerimaan lebih kecil dari pengeluaran tersebut. Perhitungan Net B/C dilakukan dengan menggunakan formula yang telah tersedia pada software Microsoft Excel 2007. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan internal yang diterima perusahaan atas investasi yang ditanamkan atau dilakukan. IRR dinyatakan dalam satuan persen (%). IRR merupakan nilai discount rate yang menjadikan NPV sama dengan nol. Hubungan antara NPV dan IRR dinyatakan pada gambar di bawah ini. NPV
5160 IRR
760
-260
0 10
i = Discounted Rate (%) 25
30
Gambar 2 Hubungan antara NPV dan IRR Rumus untuk menghitung IRR adalah :
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖1 +
𝑁𝑃𝑉1 𝑥 𝑖2 − 𝑖1 𝑁𝑃𝑉1 − 𝑁𝑃𝑉2
Keterangan : i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV yang bernilai positif NPV2 = NPV yang bernilai negatif Apabila IRR = tingkat diskonto maka usaha tidak mendapat keuntungan maupun kerugian. Apabila IRR ‹ tingkat diskonto maka usaha tidak layak untuk dijalankan. Apabila IRR › tingkat diskonto maka usaha layak untuk dijalankan.
26
Perhitungan IRR pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan formula yang telah tersedia pada software Microsoft Excel 2007. Payback Period (PP) Metode ini mengukur seberapa cepat investasi dapat kembali. Bisnis yang memiliki nilai payback period singkat kemungkinan akan dipilih investor. Adapun rumus untuk menghitung payback period adalah sebagai berikut. 𝑃𝑎𝑦𝑏𝑎𝑐𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 =
𝐼 𝐴𝑏
Keterangan : I = besarnya investasi yang dibutuhkan Ab = manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah atau ketidakpastian terhadap hasil suatu analisis. Tujuan analisis ini adalah untuk melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi. Analisis sensitivitas ini perlu dilakukan karena dalam kegiatan investasi terutama dalam bidang pertanian, perhitungan didasarkan pada ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu mendatang. Variabel yang dianalisis merupakan variabel yang dianggap signifikan terhadap usaha yaitu kenaikan harga input dan penurunan penjualan. Dengan analisis ini, akan dicari jumlah maksimum kenaikan biaya usaha yang dominan dan jumlah maksimum penurunan penjualan sapi potong yang membuat usaha ini masih tetap layak untuk dijalankan.
Asumsi Dasar Dalam penelitian ini digunakan beberapa asumsi dasar untuk memudahkan analisis. Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian bisnis penggemukan sapi potong adalah sebagai berikut. 1. Umur bisnis ditentukan selama 15 tahun berdasarkan umur bangunan kandang yang digunakan. 2. Sumber modal adalah modal sendiri dan tidak menggunakan modal pinjaman. 3. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat bunga Bank Indonesia yang berlaku saat penelitian yaitu 7.5 persen. Bank Indonesia merupakan Bank sentral di Indonesia. 4. Perhitungan nilai penyusutan menggunakan metode garis lurus dengan cara harga jual dikurangi nilai kemudian dibagi dengan umur ekonomis. 5. Pemeliharaan dan penggemukan ternak sapi dilakukan secara intensif dengan waktu yang telah ditetapkan, yaitu selama 120 hari atau 4 (empat) bulan. 6. Jenis sapi yang digemukkan oleh perusahaan adalah jenis sapi lokal 7. Pengadaan sapi bakalan yang diusahakan di PT Prisma Mahesa Unggul diperoleh dari supplier yang berasal dari berbagai daerah. 8. Tipe kandang menggunakan dua tipe, yaitu kadang individu dan kandang koloni.
27
9. Harga input serta output yang digunakan dalam penelitian ini merupakan harga yang berlaku pada saat penelitian dan dinyatakan konstan. 10. Pembayaran pajak yang digunakan adalah berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Pasal 17 2a yang menyatakan pajak penghasilan sebesar 25 persen, tetap hingga akhir bisnis.
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Perusahaan PT Prisma Mahesa Unggul merupakan salah satu perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang penggemukan sapi potong. PT Prisma Mahesa Unggul memiliki sejarah sebelum akhirnya berdiri dengan nama PT Prisma Mahesa Unggul dan memiliki kandang di daerah Babakan Madang. Pada tahun 1999, PT Prisma Lembu Suro yang juga bergerak dalam bidang agribisnis sapi melakukan konsorsium dengan PT Sahabat Indonesia Inti Mandiri yang bukan bergerak dalam bidang agribisnis sapi. Dari konsorsium tersebut menghasilkan suatu keputusan untuk membentuk PT Prisam Mahesa Unggul dengan lokasi di daerah Ciamis, Jawa Barat. Memulai usaha sapi potong dengan melakukan penggemukan sapi BX dan Australia Commercial Cxi yang berasal dari Australia dengan kapasitas 1200 ekor. Usaha terus berlangsung selama 5 tahun hingga akhirnya pada tahun 2004 mengalami kendala akibat banyaknya importir baru yang muncul sehingga terjadi persaingan tidak sehat di dalam usaha ini. Usaha ini kemudian dinonaktifkan kemudian pada tahun 2009 maka dibentuklah kembali PT Prisma Mahesa Unggul dengan lokasi kandang baru. Usaha ini dihidupkan kembali melihat peluang pasar dimana berkaitan dengan program pemerintah yaitu percepatan swasembada daging tahun 2014. Lokasi Perusahaan Lokasi PT Prisma Mahesa Unggul terbagi menjadi dua yaitu lokasi kantor pusat serta lokasi kandang tempat berlangsungnya proses penggemukan sapi potong. Lokasi kantor pusat terletak di di daerah Muara Karang Selatan Blok A Utara No 1 Kav No 11 Kawasan Industri pergudangan Jakarta Utara 14440, Indonesia. Kegiatan bisnis yang dijalankan yaitu penggemukan sapi potong atau (feedlot) dilakukan di kandang yang memiliki lokasi di Kampung Gelewer RT 03/04 Kelurahan Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Gunung Pancar, Kabupaten Bogor.
Visi dan Misi Perusahaan PT Prisma Mahesa Unggul memiliki visi untuk memenuhi peningkatan kebutuhan daging yang berkualitas dan menciptakan lapangan pekerjaan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Dalam memenuhi visi yang telah dibentuk oleh PT Prisma Mahesa Unggul, dibentuklah misi yaitu untuk
28
mengembangkan budidaya sapi potong lokal yang menguntungkan bagi perusahaan dan masyarakat sekitar.
Aktivitas Bisnis Perusahaan Aktivitas Bisnis Utama Kegiatan bisnis utama yang dijalankan PT Prisma Mahesa Unggul adalah penggemukan sapi potong. Jenis bakalan sapi potong yang digemukkan di PT Prisma Mahesa Unggul mayoritas adalah sapi bakalan lokal seperti sapi PO, sapi Bali, sapi Madura, sapi Limosin, dan sapi Simental. Sapi PO diperoleh dari daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sapi Bali diperoleh dari daerah Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Sapi Madura diperoleh dari daerah Banyuwangi. Sedangkan sapi Sumbawa Ongole diperoleh dari Sumbawa. Harga beli bakalan sapi pada saat penelitian dilakukan untuk jenis-jenis sapi yang digunakan yaitu Rp 37 000 per kg bobot hidup. Kegiatan atau proses penggemukan sapi potong yang dilakukan PT Prisma Mahesa Unggul adalah selama 120 hari. Sapi yang telah mengalami proses penggemukan kemudian siap untuk dijual ke konsumen seperti Rumah Potong Hewan (RPH) di daerah Jabodetabek serta pedagang terbuka di daerah Sumatera. Harga jual sapi siap potong dari PT Prisma Mahesa Unggul pada saat penelitian dilakukan adalah Rp 38 000 per kg bobot hidup. Aktivitas Bisnis Tambahan PT Prisma Mahesa Unggul juga menjalankan aktivitas bisnis tambahan dengan memanfaatkan hasil-hasil yang tidak terpakai dari proses penggemukan sapi potong. Aktivitas bisnis tambahan yang dilakukan oleh PT Prisma Mahesa Unggul adalah penjualan kotoran sapi. Kotoran sapi merupakan limbah utama hasil dari proses penggemukan sapi potong. Kotoran sapi yang dijual oleh PT Prisma Mahesa Unggul terdiri dari dua jenis yaitu yang sudah diolah dan yang belum diolah. Harga jual kotoran sapi yang belum diolah adalah Rp 5 000 per 30 kg. Sedangkan harga jual kotoran sapi yang sudah diolah menjadi pupuk adalah Rp 5 000 per 8 kg. PT Prisma Mahesa Unggul juga memproduksi pakan konsetrat secara mandiri akan tetapi tidak dijual kepada pihak luar. Pakan konsetrat yang diproduksi hanya digunakan oleh PT Prisma Mahesa Unggul untuk sapi-sapi miliknya.
ANALISIS KELAYAKAN BISNIS ASPEK NON FINANSIAL Aspek Pasar Aspek pasar dalam analisis kelayakan bisnis PT Prisma Mahesa Unggul (PMU) adalah berkaitan dengan konsumen atau pasar. Pada aspek pasar dikaji mengenai berapa besarnya peluang serta potensi pasar yang dimiliki perusahaan serta pangsa pasar yang dapat dipenuhi perusahaan. Di dalam aspek pasar juga dikaji mengenai strategi pemasaran apa yang digunakan PT Prisma Mahesa
29
Unggul (PMU) dalam memasarkan produknya berupa sapi siap potong yang dihasilkan dari proses penggemukan. Potensi Pasar (Market Potential) Pasar sapi siap potong dari PT Prisma Mahesa Unggul (PMU) rata-rata merupakan Rumah Potong Hewan (RPH) yang berada di wilayah Jabodetabek serta para pedagang terbuka di daerah Jawa dan Sumatera. Sebesar 60 persen dari seluruh pasar sapi siap potong PT PMU berada di wilayah Jawa Barat. RPH yang menjadi konsumen sapi siap potong PT Prisma Mahesa Unggul antara lain adalah RPH Cibinong dan RPH Bubulak. PT PMU juga memiliki konsumen pedagang pasar terbuka yang berasal dari wilayah Sumatera seperti Lampung, Palembang, serta daerah-daerah di Pulau Jawa. Jumlah konsumsi daging sapi di Indonesia tidak sebesar jumlah konsumsi daging sapi negara lain di dunia. Akan tetapi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dapat dilihat bahwa permintaan masyarakat terhadap daging sapi di Indonesia akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah populasi penduduk di Indonesia. Artinya, peluang bisnis penggemukan sapi potong di Indonesia masih sangat terbuka lebar. Tabel 6 menunjukkan peningkatan jumlah penduduk di Sumatera dan Jawa. Tabel 6 Jumlah penduduk Sumatera dan Jawa Tahun 1990-2010a Wilayah
1990
Tahunb 2000
Aceh 3 416 156 3 930 905 Sumatera Utara 10 256 027 11 649 655 Sumatera Barat 4 000 207 4 248 931 Riau 3 303 976 4 957 627 Jambi 2 020 568 2 413 846 Sumatera Selatan 6 313 074 6 899 675 Bengkulu 1 179 122 1 567 432 Lampung 6 017 573 6 741 439 Kepulauan Bangka Belitung -c 900 197 c Kepulauan Riau -c DKI Jakarta 8 259 266 8 389 443 Jawa Barat 35 384 352 35 729 537 Jawa Tengah 28 520 643 31 228 940 DI Yogyakarta 2 913 054 3 122 268 Jawa Timur 32 503 991 34 783 640 c Banten 8 098 780 Sumatera dan Jawa 144 088 009 164 662 315 a Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah);bTahun (jiwa);cData tidak tersedia
2010 4 494 410 12 982 204 4 846 909 5 538 367 3 092 265 7 450 394 1 715 518 7 608 405 1 223 296 1 679 163 9 607 787 43 053 732 32 382 657 3 457 491 37 476 757 10 632 166 187 241 521
Tabel 6 menunjukkan peningkatan jumlah penduduk di Sumatera dan Jawa dari tahun 1990 hingga 2010. Semakin meningkatnya penduduk menunjukan bahwa semakin memberi peluang meningkatnya jumlah permintaan daging sapi. Laju pertumbuhan penduduk Sumatera dan Jawa per tahun berdasarkan tahun
30
dasar 2000 adalah 1.29 persen, dengan asumsi laju pertumbuhan tetap, maka dapat diketahui proyeksi jumlah penduduk di tahun yang akan datang. Pada tahun 2015 dan 2020 dapat diketahui jumlah penduduk di Sumatera dan Jawa adalah 199 568 863 jiwa dan 212 777 469 jiwa. Dengan asumsi jumlah konsumsi daging sapi adalah tetap sampai tahun yang akan datang yaitu sebesar 2.2 kg per kapita per tahun, maka jumlah konsumsi daging sapi pada tahun 2015 dan 2020 adalah 293 851 498.6 kg dan 646 473 295.6 kg. Laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini pula yang menjadi pasar potensial bagi bisnis penggemukan sapi potong PMU. Seperti yang dijelaskan Abidin (2002), bahwa penawaran daging sapi di Indonesia masih sangatlah kurang sehingga dengan adanya kenaikan jumlah penduduk tentunya akan memberi peluang positif bagi PMU dalam memasarkan produknya. Pangsa Pasar (Market Share) Pangsa pasar atau market share merupakan bagian dari total pasar keseluruhan yang dapat menjadi pasar sasaran perusahaan atau merupakan jumlah permintaan yang dapat dipenuhi oleh perusahaan dari total permintaan secara keseluruhan. Untuk menghitung pangsa pasar yang dapat diraih oleh PMU dilakukan dengan mengkonversi bobot sapi yang dijual menjadi karkas dan persentase daging. Berdasarkan data yang diperoleh dari PMU, diketahui bahwa persentase karkas dari seekor sapi yang dijual di PMU adalah 48 persen dengan persentase daging dari bobot karkas tersebut 75 persen. Pada tahun 2014, PMU menjual 2 691 ekor sapi dengan total bobot badan 1 177 223 kg. Data konsumsi sapi nasional dijelaskan melalui data konsumsi daging, sehingga apabila jumlah penjualan sapi PMU diubah menjadi kg daging, maka bobot karkas adalah 565 067.04 kg karkas, setara dengan 423 800.28 kg daging sapi. Untuk mengetahui pangsa pasar yang dapat diraih PMU digunakan data dari seluruh hasil industri yang dalam hal ini merupakan data konsumsi daging sapi nasional ataupun wilayah Sumatera dan Jawa yang merupakan target pasar dari PMU. Dengan asumsi jumlah konsumsi daging sapi per kapita pada tahun 2014 adalah 2.2 kg per kapita per tahun, dan jumlah penduduk Indonesia adalah 240 juta jiwa, maka jumlah konsumsi daging nasional adalah 528 000 000 kg. Pangsa pasar yang dapat diraih PMU adalah sebagai berikut. 𝑃𝑎𝑛𝑔𝑠𝑎𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 = =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑃𝑀𝑈 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎 ℎ𝑢𝑛 2014 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖𝑑𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔𝑛𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙𝑡𝑎 423 800.28
528 000 000 kg
ℎ𝑢𝑛 2014
× 100%
x 100%
= 0.08% Dari perhitungan di atas diketahui bahwa pangsa pasar yang dapat diraih PMU dari keseluruhan pasar adalah sebesar 0.08 persen. PMU dapat memenuhi 0.08 persen permintaan daging dari keseluruhan konsumsi daging di Indonesia. Pangsa pasar PMU juga dapat dikaji dengan menggunakan data konsumsi daging di Sumatera dan Jawa yang merupakan target pasar dari PMU. Sama dengan perhitungan terhadap konsumsi daging nasional, total konsumsi daging sapi di Sumatera dan Jawa dihitung dengan asumsi konsumsi daging per kapita pada tahun 2014 adalah 2.2 kg. Total konsumsi daging sapi di Sumatera dan Jawa
31
adalah 411 931 346.2 kg. Pangsa pasar yang dapat diraih PMU di wilayah Sumatera dan Jawa adalah sebesar 0.1 persen. Pangsa pasar yang diraih PMU sudah cukup besar. PMU dapat memenuhi kebutuhan daging nasional sebesar 0.08 persen, sedangkan untuk target pasar utama yaitu Sumatera dan Jawa, PMU telah berhasil mencapai angka 0.1 persen. Hal ini membuktikan bahwa PMU telah mampu menguasai pasar yang ada dan dapat memenuhi target pasarnya. Sumatera dan Jawa proporsinya adalah 70 persen dari total jumlah penduduk di Indonesia. PMU harus tetap dapat bersaing dengan industri lainnya dalam memenuhi kebutuhan daging sapi. Strategi Pemasaran Strategi pemasaran diperlukan untuk dapat bersaing dengan bisnis penggemukan sapi potong lainnya. PMU menggunakan strategi bauran pemasaran 4P yaitu produk (product), harga (price), saluran distribusi (place), dan promosi (promotion). 1. Produk (product) Produk yang dihasilkan dari aktivitas utama bisnis penggemukan sapi potong adalah sapi siap potong. Sapi siap potong yang dihasilkan oleh PMU merupakan sapi unggulan. Bakalan sapi didapat langsung dari daerah supplier dan bukan melalui perantara. Sapi bakalan yang dipilih juga merupakan sapi bakalan dengan kualitas unggulan. Sapi bakalan yang digemukkan di PMU mendapatkan pakan konsetrat dan hijauan setiap harinya. Pakan konsetrat diproduksi sendiri oleh PMU dan tidak dikomersialkan dan hanya untuk keperluan pribadi PMU. Pakan konsetrat yang diproduksi PMU merupakan pakan unggulan yang menggunakan bahanbahan berkualitas sehingga sapi yang dihasilkan pun merupakan sapi unggulan. Sedangkan pakan hijauan didapat langsung dari lahan milik PMU.
Gambar 3 Produk utama PMU yaitu sapi siap potong Selain produk utama berupa sapi potong, PMU juga menjual kotoran ternaknya yang diolah menjadi pupuk kandang. Kotoran-kotoran tersebut melalui proses fermentasi sebelum akhirnya dijual ke pasaran. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi PMU ini kemudian dikemas menggunakan karung sederhana kemudian dapat dijual ke masyarakat sekitar di lokasi kandang PMU. 2. Harga (Price) Harga produk utama PMU yaitu sapi potong ditentukan berdasarkan harga yang terbentuk di pasar dengan memperhatikan permintaan dan penawaran
32
yang terjadi pasar. Sedangkan untuk produk sampingan yang berupa pupuk kandang, harga ditentukan berdasarkan cost based pricing. Cost based pricing merupakan strategi penetapan harga berdasarkan harga pokok penjualan ditambah dengan margin atau keuntungan yang diinginkan. Tabel 7 rincian harga dari masing-masing produk yang dijual PMU baik produk utama maupun sampingan atau tambahan. Tabel 7 Harga produk yang dihasilkan PMU April 2014a Produk Satuan Sapi lokal kg bobot hidup Kotoran sapi Kg Pupuk organik Kg a b Sumber : Data primer (diolah); Harga per satuan (Rp)
Harga/Satuanb 38 000 165 625
3. Saluran Distribusi (Place) Produk yang dihasilkan PMU dipasarkan melalui pemasaran langsung dari lokasi kandang yang berada di Kampung Gelewer, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Lokasi kandang PMU dirasa cukup strategi mengingat bahwa daerah ini dekat dengan kawasan sentul. Kawasan ini juga mudah dijangkau dan dekat dengan lokasi konsumen yang berasal dari Jabodetabek. Selain itu, konsumen yang berasal dari Jawa dan Sumatera juga dapat dengan mudah mencapai lokasi ini karena lokasi kandang dekat dengan jalur tol Jagorawi. Sistem distribusi yang dilakukan PMU adalah distribusi langsung. Konsumen datang langsung ke kandang untuk mengambil produk yang dibelinya baik sapi potong maupun produk sampingan seperti olahan kotoran ternak yang menjadi pupuk kandang. Namun, apabila ingin diantar oleh PMU dapat dilakukan dengan seluruh biaya kirim ditanggung konsumen. 4. Promosi (Promotion) Promosi dilakukan untuk meningkatkan permintaan dan memperluas pasar. Promosi yang dilakukan PMU masih sebatas promosi dari mulut ke mulut (words of mouth). Belum ada promosi langsung yang dilakukan oleh PMU. PMU memiliki konsumen yang loyal dapat dikatakan seperti jaringan. Konsumen yang satu membeli di PMU kemudian akan terbuka pasar yang lebih luas. Salah satu cara promosi yang kemungkinan dapat efektif adalah melalui media internet. PMU sudah memiliki rencana untuk membuat sebuah website sebagai salah satu strategi promosinya. Hasil Analisis Aspek Pasar Berdasarkan aspek pasar, bisnis ini telah memiliki target dan pangsa pasar yang jelas. Selain itu berdasar pasar potensial, peluang masih sangat terbuka lebar mengingat permintaan yang akan terus meningkat di masa yang akan datang. Strategi pemasaran melalui bauran pemasaran 4P yang dilakukan oleh PMU juga telah diupayakan dengan baik hanya masih terdapat kekurangan dalam cara promosi. Produk yang dihasilkan PMU merupakan produk sapi potong unggulan dengan kualitas sangat baik sehingga dapat memenuhi keinginan konsumen di pasaran. Berdasarkan aspek pasar, bisnis penggemukan sapi potong PMU dapat dikatakan layak untuk dijalankan.
33
Aspek Teknis Aspek teknis pada kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PMU mengkaji segala sesuatu yang beruhubungan dengan teknis atau produksi. Aspek yang dikaji antara lain penentuan lokasi bisnis, infrastruktur perusahaan, proses produksi serta layout produksi. Penentuan Lokasi Bisnis Penentuan lokasi perlu dilakukan dengan tepat dan penuh pertimbangan. Hal ini dikarenakan lokasi dapat menentukan berjalannya kegiatan produksi dengan baik. Penentuan lokasi yang dilakukan PMU terdiri dari dua lokasi yaitu lokasi kantor pusat dan lokasi kandang penggemukan. Kedua lokasi bisnis PMU ini memiliki letak yang berjauhan, yaitu lokasi kandang penggemukan di Kampung Gelewer, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor dan lokasi kantor pusat terletak di Jakarta Utara. Perbedaan kedua lokasi PMU ini terkait dengan kegiatan bisnis yang dilakukan. Lokasi kandang penggemukan yang terletak di Kampung Gelewer digunakan untuk melakukan kegiatan produksi yaiti proses penggemukan sapi potong serta sebagai lokasi penjualan langsung kepada konsumen. Sedangkan lokasi kantor pusat yang terletak di Jakarta Utara digunakan untuk kegiatan administrasi, keuangan serta melakukan rapat-rapat internal perusahaan. Kampung Gelewer yang merupakan lokasi kandang penggemukan sapi potong PMU dipilih karena lokasi ini masih memiliki lahan yang luas. Seperti yang diketahui bahwa bisnis penggemukan sapi potong membutuhkan lahan yang luas untuk kandang dan hijauan. Pemilihan lokasi yang terletak di Kampung Gelewer juga dikarenakan lokasi ini yang mudah diakses dan kedekatannya dengan konsumen maupun supplier. Lokasi kandang ini berdekatan dengan lokasi sentul selatan yang sangat mudah diakses. Selain itu, keadaan sarana dan prasarana yang baik seperti jalan yang hampir seluruhnya aspal juga menjadi salah satu faktor penentu lokasi. Konsumen baik berasal dari Jabodetabek, Jawa, maupun Sumatera dapat dengan mudah mencapai lokasi kandang karena lokasi ini dekat dengan ruas jalan tol Jagorawi. Ketersediaan tenaga kerja yang cukup banyak di lokasi ini juga menjadi alasan dari pemilihan lokasi di Kampung Gelewer. Cukup banyak masyarakat sekitar yang menjadi tenaga kerja harian di PMU. Menurut data yang diperoleh dari hasil wawancara, sebanyak 15 orang tenaga kerja harian di PMU adalah berasal dari masyarakat sekitar. Sedangkan pemilihan lokasi kantor pusat adalah berdasarkan kawasan atau daerah Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan. Daerah Jakarta juga dipilih menjadi lokasi kantor pusat mengingat ketersediaan tenaga kerja dimana penduduk serta angkatan kerja di Jakarta sudah terlalu banyak. Infrastruktur dan Fasilitas Perusahaan Infrastruktur atau sarana dan prasarana dari lokasi suatu bisnis yang digunakan untuk proses produksi harus baik karena hal ini dapat menunjang proses produksi yang baik pula. 1. Lahan PMU memiliki lahan sendiri dengan luas 58 ha yang berada di Kampung Gelewer, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Seluas 8 ha digunakan untuk proses produksi penggemukan sapi potong yang terdiri dari beberapa bangunan yaitu bangunan kandang, gudang pakan, kantor dan
34
mushola, mess karyawan, serta pos jaga. Sisanya hanya berupa kebun atau lahan yang ditanami dengan berbagai macam tanaman yang juga digunakan sebagai bahan baku pakan hijauan bagi PMU. 2. Kandang PMU memiliki dua kandang dengan bentuk yang berbeda, yaitu kandang tertutup dan kandang semi tertutup. Masing-masing kandang memiliki ukuran yang sama yaitu 90 x 30 m dengan kapasitas 600 ekor per kandang. Kandang tertutup yang dimiliki PMU merupakan kandang koloni dan kandang semi tertutup merupakan kandang individu atau tunggal. PMU memiliki kandang koloni yang sebelumnya akan digunakan untuk menggemukan sapi bakalan impor. Sedangkan kandang individu digunakan untuk menggemukan sapi bakalan lokal. Akan tetapi, karena PMU tidak jadi melakukan penggemukan sapi bakalan impor maka seluruh kandang baik koloni maupun individu digunakan dalam proses penggemukan sapi bakalan lokal.
Gambar 4 Lorong di dalam bangunan kandang 3. Gudang dan Pabrik Pakan PMU memiliki gudang yang juga sekaligus digunakan sebagai tempat pembuatan pakan konsentrat PMU. PMU tidak mengkomersialkan pakan konsetrat produksinya namun seluruhnya digunakan dalam proses penggemukan sapi potong di PMU. Beberapa mesin dan peralatan yang terdapat di PMU yang digunakan dalam proses pembuatan konsentrat adalah glinder (untuk menggiling onggok kasar menjadi onggok halus), hammer mill (untuk menghaluskan seluruh bahan baku), karung, timbangan, serta mixer (untuk mencampur seluruh bahan baku).
Gambar 5 Gudang dan tempat produksi pakan konsentrat
35
Gambar 6 Trolley (kanan) dan pakan yang sudah selesai diproduksi (kiri) 4. Kantor dan Mushola Kantor dan mushola berada di satu rumah yang sama dengan letak yang berbeda. Kantor digunakan dalam mengurusi segala sesuatu yang berhubungan dengan administrasi dan merupakan tempat para pegawai administrasi bekerja. Kegiatan yang dilakukan di kantor administrasi adalah pencatatan jumlah sapi bakalan yang akan dibeli, pencatatan jumlah sapi potong yang dijual, pencatatan keuangan baik pemasukkan maupun pengeluaran, serta kegiatan administrasi lainnya. Kantor yang dimiliki PMU juga digunakan sebagai tempat melakukan rapat-rapat internal. Fasilitas yang terdapat di kantor dan mushola ini adalah ruang kerja, ruang mushola, kamar mandi, TV, meja dan kursi, printer, dan komputer.
Gambar 7 Kantor dan mushola PMU 5. Mess Karyawan Mess karyawan atau bisa juga disebut sebagai wisma karyawan digunakan sebagai rumah tinggal karyawan. Para pegawai administrasi PMU yang berasal dari luar Bogor dapat menggunakan fasilitas ini sebagai tempat tinggalnya selama bekerja di PMU. Kapasitas yang dimiliki mess karyawan PMU adalah 10 orang dengan 10 kamar tidur. Fasilitas yang terdapat di mess karyawan ini
36
adalah ruang tidur, kamar mandi, kitchen set, kamar mandi, televisi, kulkas, dan dispenser. 6. Instalasi Air dan Listrik Instalasi air dan listrik diperlukan untuk menunjang proses produksi bisnis penggemukan sapi potong PMU. Penerangan listrik PMU menggunakan daya 12000 watt yang digunakan sebagai penerangan di kandang, kantor, mess, dan areal sekitar perusahaan, selain itu, listrik juga digunakan untuk menyalakan mesin-mesin seperti mixer, glinder, hammer mill, serta komputer dan printer. Sedangkan untuk ketersediaan air, PMU mendapatkan air yang dialiri langsung melalui pipa-pipa yang berasal dari air kaki gunung.
Gambar 8 Instalasi air di PMU 7. Telekomunikasi PMU memiliki satu telepon kantor yang berada di kantor administrasi. Telepon kantor ini digunakan bila ada konsumen yang ingin memesan sapi potong yang tidak dapat langsung datang ke lokasi kandang. 8. Jalan Jalan di sekitar daerah lokasi kandang merupakan jalan aspal yang dapat dilewati oleh kendaraan apapun, baik besar maupun kecil. Namun, di dalam kandang penggemukan langsung, jalan yang dimiliki merupakan jalan tidak beraspal yang berupa batu-batuan namun halus dan tetap dapat dilewati kendaraan apapun. Jalan ini dimulai dari gerbang masuk sampai dengan kandang-kandang yang terdapat di PMU.
Gambar 9 Gerbang serta jalan masuk ke kandang
37
9. Kendaraan Kendaraan diperlukan sebagai sarana transportasi dan alat angkut yang digunakan dalam pengangkutan pembelian sapi bakalan, penjualan sapi potong, pengangkutan bahan baku pakan serta kegiatan-kegiatan administrasi yang dilakukan karyawan PMU. PMU memiliki beberapa kendaraan baik kendaraan kecil operasional maupun truk besar. Beberapa kendaraan yang dimiliki PMU antara lain 3 unit mobil operasional, 2 unit truk, dan 1 unit mobil pick-up. Proses Produksi 1. Penggemukan Sapi Potong Penggemukan sapi potong merupakan aktivitas bisnis utama yang dilakukan PMU. Proses penggemukan yang dilakukan PMU adalah dry lot fattening yaitu merupakan sistem penggemukan dengan menempatkan sapi di kandang selama waktu penggemukan secara terus-menerus dengan tidak digembalakan dan diberi pakan, air, dan obat-obatan dan vitamin. Proses penggemukan sapi potong yang dilakukan PMU adalah sebagai berikut. 1) Pengadaan sapi bakalan Sapi bakalan yang digemukkan di PMU seluruhnya adalah sapi bakalan lokal. Sapi bakalan lokal yang akan digemukkan di PMU diperoleh dari supplier yang berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Banyuwangu, Bali, NTB, NTT, dan Sumbawa. PMU telah memiliki supplier tertentu di berbagai daerah yang disebutkan di atas. Setelah ditentukan jumlah dan jenis sapi yang dibutuhkan, kemudian menghubungi supplier untuk menentukan harga, jumlah dan spesifikasi yang diperlukan. Pengangkutan sapi akan disepakati sebelumnya apakah akan diantar atau diambil langsung oleh PMU. Sapi bakalan yang dipilih merupakan sapi jantan yang sehat dengan bobot hidup rata-rata 315 – 330 kg dan umur 16 bulan sampai dengan 25 bulan. Persyaratan lain dalam pemilihan sapi bakalan PMU adalah sebagai berikut. - Bentuk tubuh panjang, bulat, dan lebar. Panjang minimal 170 cm, tinggi pundak minimal 135 cm, dan lingkar dada 133 cm. - Pandangan mata bersinar cerah dan bulu halus. - Kotoran normal. - Bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK) dan penyakit endemik lainnya. Setelah disepakati dalam semua hal baik harga, jenis, maupun spesifikasi, maka transaksi akan dilanjutkan dengan melakukan pembayaran kepada supplier. Transaksi pembayaran dilakukan langsung lunas dengan cara transfer ataupun cash. Tidak melalui down payment terlebih dahulu karena para supplier yang digunakan PMU telah bekerja sama sebelumnya sehingga sudah ada rasa saling percaya. Biaya pembelian sapi bakalan yang dikeluarkan ada yang termasuk biaya pengangkutan namun adapula yang biaya pengangkutan yang ditanggung oleh PMU karena menggunakan alat angkut pribadi. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala bagian kandang PMU, sampai saat ini PMU belum pernah memiliki hambatan atau masalah dalam pengadaan sapi bakalan.
38
2) Persiapan kandang Sebelum sapi bakalan yang telah dibeli masuk ke kandang, perlu dilakukan persiapan terlebih dahulu. Persiapan yang perlu dilakukan adalah persiapan kandang. Kandang harus dipastikan kosong sesuai dengan jumlah sapi yang akan masuk. Hal ini dikarenakan untuk menghindari over capacity agar semua sapi dapat masuk ke kandang. Sebelum sapi masuk kandang, kebersihan kandang juga perlu diperhatikan. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Pembersihan kandang dimulai dengan pembersihan kotoran dan sisa-sisa pakan. Pembersihan kotoran sapi memiliki pengaruh penting dalam menjaga kesehatan ternak dan lingkungan sekitar peternakan, karena kotoran merupakan sumber bibit penyakit apabila dibiarkan. Selain pembersihan kotoran sapi, juga dilakukan pembersihan bak pakan dan minum. Pembersihan bak pakan dan minum berguna untuk mengurangi dampak kontaminasi mikroorganisme dari pakan yang sudah basi.
Gambar 10 Pekerja sedang membersihkan limbah kotoran ternak 3) Penimbangan bobot awal dan pemasangan eartag Setelah kandang siap, kemudian sapi bakalan yang baru dibeli yang disiapkan untuk masuk ke kandang. Sapi yang baru dikirim dari pemasok terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui bobot awal. Penimbangan bobot awal dilakukan ke seluruh sapi bakalan yang dibeli. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui selisih bobot pada saat sapi dijual yang menentukan untung rugi dari penjualan sapi siap potong. Setelah penimbangan bobot awal, dilakukan pengelompokan berdasarkan kriteria bobot dan jenis sapi. Pengelompokan ini dilakukan karena sapi bakalan yang dibeli berasal dari supplier yang berbeda – beda dan berasal dari daerah yang berbeda pula. Hal inilah yang menyebabkan sapi bakalan yang dibeli sangat beragam besar dan bobotnya. Kemudian dilakukan pemasangan eartag sebagai identitas sapi. Eartag yang dipasang pada masing-masing sapi adalah berdasarkan bobot awal dan jenis sapi.
39
Gambar 11 Timbangan untuk menimbang bobot awal dan akhir sapi
Gambar 12 Eartag sebagai identitas sapi 4) Pemeliharaan sapi bakalan PMU sangat memperhatikan kualitas serta kesehatan sapinya. Demi menghasilkan kualitas sapi unggulan diperlukan pemeliharaan yang tepat pula. Seluruh sapi bakalan telah diberi eartag sebagai identitas dan dikelompokan berdasarkan bobot dan jenisnya. Setiap kandang dipelihara oleh dua tenaga kerja, yang bertanggung jawab atas kebersihan kandang dan pemberian pakan serta minum. Pengawasan dilakukan setiap hari dengan memperhatikan pakan dan kesehatan ternak. Terdapat dua jenis pakan yang diberikan kepada sapi bakalan di PMU, yaitu pakan konsentrat dan pakan hijauan. Pemberian pakan diberikan dua kali dalam satu hari selama proses penggemukan sapi. Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari pukul 08.00 dan sore hari pada pukul 16.00. Pakan konsentrat yang diberikan untuk setiap sapi adalah 6 kg per ekor sapi setiap harinya. Pakan ditaruh di di feed bunk sedangkan air minum ditaruh di water bunk. Pemberian air minum dilakukan tanpa batasan, artinya air minum harus selalu tersedia dan tidak boleh habis setiap saat. Pakan konsentrat yang diberikan pada sapi bakalan diproduksi sendiri oleh PMU. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi pakan konsentrat antara lain dedak, ongok, sawit, kopra, menir kedelai, molases, garam, urea, kapur domestik. Bahan baku tersebut diperoleh dari beberapa pemasok di luar PMU. Pakan hijauan diperoleh langsung dari lahan yang
40
dimiliki PMU. Pihak PMU mengurus sendiri seluruh kebutuhan pakannya mulai dari pakan konsentrat dan hijauan.
Gambar 13 Water bunk (kanan) feed bunk (kiri) Untuk mengetahui kondisi sapi yang sedang sakit maupun yang sehat dilakukan pengawasan dan pengecekan kesehatan sapi. Pengecekan kesehatan sapi dilakukan secara rutin satu bulan sekali maupun spontan. Apabila terdapat sapi yang sakit, maka akan dipisahkan pada kandang terpisah. Pengecekan serta pengawasan sapi yang dilakukan PMU adalah untuk meminimalisir angka kematian sapi. Pencegahan penyakit dilakukan PMU dengan menjaga kebersihan sapi dan kandangnya. Menjaga kebersihan sapi dilakukan dengan pemberian obat cacing pada saat sapi baru datang. Selain itu, diberikan pula vitamin setiap satu bulan sekali untuk menjaga kesehatan sapi agar tidak terkena penyakit dan sehat. Menjaga kebersihan kandang dilakukan dengan membersihkan kotoran sapi serta membersihkan bak pakan dan air minum. Pembersihan kotoran sapi memiliki pengaruh penting dalam menjaga kesehatan ternak dan lingkungan sekitar peternakan, karena kotoran merupakan sumber bibit penyakit apabila dibiarkan. Kotoran sapi diangkat menggunakan sekop lalu ditempatkan pada tempat penampungan kotoran untuk dijadikan pupuk kandang. Kemudian kandang dibersihkan dengan menggunakan air. Setelah itu, akan diberikan desinfektan untuk mencegah bakteri dan mikroorganisme lainnya berkembang. Pembersihan kandang yang dilakukan di PMU hanya dilakukan satu bulan sekali sehingga produksi pupuk kandang dari PMU juga dilakukan satu bulan sekali sama dengan waktu pembersihan kandang. Hal ini sebenarnya kurang sesuai karena seharusnya kandang dibersihkan dari kotoran lebih dari satu kali dalam satu bulan. Pembersihan bak pakan dan air minum dilakukan setiap sore hari untuk mengurangi dampak kontaminasi mikroorganisme dari pakan yang sudah basi. Bagan alur kegiatan pemeliharaan sapi disajikan pada Gambar 14.
41
Persiapan kandang
Persiapan sebelum sapi masuk kandang
Sapi masuk kandang
Pemberian pakan dan minum, serta obat dan vitamin
Pembersihan kandang dan sapi Sumber : PT Prisma Mahesa Unggul
Panen sapi siap jual
Gambar 14 Bagan Alur Kegiatan Pemeliharaan Sapi Potong PT PMU 5) Panen sapi siap jual Sapi bakalan di PMU melalui proses penggemukan selama 120 hari. Sapi bakalan yang telah mencapai bobot 420 - 448 kg siap untuk dijual. Pembelian sapi potong PMU dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan datang langsung ke kandang dan dengan pemesanan melalui telepon. Sapi yang sudah siap dijual kemudian ditimbang untuk mengetahui bobot serta nilai jualnya. Kemudian petugas administrasi akan mencatat berapa jumlah sapi yang akan dibeli, jenis serta bobot sapi. Pembayaran sapi potong yang dibeli di PMU dapat dilakukan secara cash atau dikirim melalui transfer. Layout Produksi Layout atau tata letak merupakan pengaturan penempatan fasilitas yang dimiliki perusahaan sehingga dapat mempermudah proses produksi dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan bisnis yang dilakukan. PMU telah merancang tata letak atau pengaturan penempatan fasilitas dengan sebaik mungkin untuk mempermudah proses produksi. Kantor administrasi diletakkan di bagian depan untuk memudahkan proses administrasi serta penerimaan konsumen yang datang langsung ke kandang. Jalan di sepanjang lokasi kandang dibuat sangat lebar sehingga mempermudah truk pengangkut untuk melaluinya. Selain itu, gerbang masuk PMU juga dibuat sangat lebar agar truk pengangkut dapat mudah untuk melaluinya. Kandang diletakkan di bagian belakang lahan untuk menghindari kontak langsung dengan lahan pemukiman penduduk. Gudang pakan diletakkan di bagian depan untuk mempercepat proses peletakkan bahan pakan.
42
G E R B A N G
Pos
Gudang pakan
Kolam
Kandang Koloni
Jalan Kandang Individu Gazebo
Kantor dan mushola
Mess Karyawan
Gambar 15 Layout Produksi PMU Hasil Analisis Aspek Teknis Berdasarkan hasil analisis aspek teknis, bisnis penggemukan sapi potong PMU kurang layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan terdapat kekurangan pada jadwal pembersihan kandang sapi. Jadwal pembersihan kandang sapi di PMU dilakukan setiap satu bulan sekali. Hal ini perlu diperbaiki dengan melakukan pembersihan kandang lebih sering dibanding satu bulan sekali agar kebersihan kandang tetap terjaga. Lokasi bisnis PMU dipilih berdasarkan kedekatan dengan konsumen serta kemudahan akses bagi konsumen dan sumber daya baik alam maupun manusia yang memadai. Infrastruktur dan fasilitas yang dimiliki PMU telah dibangun dengan lengkap untuk menunjang proses produksi. Proses produksi yaitu proses penggemukan sapi potong dilakukan dengan tepat dari mulai pemilihan sapi bakalan sampai dengan panen sapi siap jual. Kesehatan sapi dijaga dan diawasi dengan baik dengan pemberian obat dan vitamin serta pengecekan. Pengaturan tata letak atau layout pun telah dibentuk sedemikian rupa sehingga mempermudah proses produksi.
Aspek Manajemen dan Hukum Aspek manajemen dalam analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PMU berkaitan dengan manajerial seperti legalitas, struktur organisasi dan deskripsi pekerjaan. Aspek manajemen PMU dibagi menjadi dua, yaitu manajemen pada masa pembangunan bisnis dan manajemen pada operasi bisnis. Manajemen pada Masa Pembangunan Bisnis Bisnis penggemukan sapi potong PMU pernah dilakukan sebelumnya di lokasi yang berbeda pada tahun 1999. Akan tetapi bisnis tesebut terhenti di tahun 2004 dan dimulailah bisnis penggemukan sapi potong baru pada tahun 2009 yang memiliki kandang di Kampung Gelewer. Bisnis penggemukan ini dimulai dengan pendirian perusahaan. Akta pendirian perusahaan yang terbentuk dalam badan
43
hukum Perseroan Terbatas (PT) disahkan PMU sebagai perusahaan dengan bentuk perseroan terbatas. Dalam akta pendirian tersebut disebutkan Bapak Probo Prasetyo sebagai direktur utama dan Bapak Wasdiro sebagai direktur operasional. Setelah resmi menjadi sebuah perusahaan, PMU terdaftar dalam Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 02.038.207.0-041.000. Tahapan selanjutnya yang dilakukan PMU adalah penyiapan tanah untuk dilakukan pembangunan infrastruktur dan fasilitas yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis penggemukan sapi potong. Selanjutnya, PMU mengajukan permohonan penetapan lokasi kandang kepada Bupati Bogor. Bupati Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bogor nomor 591.3/273/Kpes/Huk/2009 pada tahun 2009 dengan luas lahan 58 ha. PMU juga memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan nomor 647/003.1/00269/BPT/2009. Manajemen pada Masa Operasi Bisnis PMU memulai kegiatan operasional bisnis penggemukan sapi potong di kandang yang memiliki lokasi di Kampung Gelewer pada akhir tahun 2009 setelah bangunan, infrastruktur, dan fasilitas penunjang selesai dibangun. PMU kemudian mengurus kembali surat dan perizinan lain yang diperlukan sebagai legalitas bisnis penggemukan sapi potong ini. PMU mengajukan perizinan gangguan serta membuat izin dari lingkungan masyarakat sekitar. Surat izin gangguan yang biasa juga disebut HO (Hinder-ordonnantie) adalah surat keterangan yang menyatakan tidak adanya keberatan dan gangguan atas lokasi usaha yang dijalankan. Surat izin gangguan diajukan kepada Dinas Perizinan Domisili Usaha di daerah tingkat dua atau Kabupaten. Untuk mendapatkan surat izin gangguan ini, perusahaan tidak mencemari lingkungan dan atau tidak terdapat dampak negatif terhadap lingkungan dari usaha yang dilakukan. Dinas Perizinan Domisili Usaha Kabupaten Bogor mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Bogor dengan nomor 566.71/004/00169/BPT/2009. PMU juga membuat surat izin lingkungan masyarakat sekitar sebagai tanda bahwa warga sekitar mengizinkan adanya bisnis penggemukan sapi potong milik PMU ini serta tidak keberatan dengan keberadaan bisnis penggemukan sapi potong PMU. Surat izin lingkungan warga sekitar ini ditandatangani oleh para kepala keluarga yang berada di lokasi kandang PMU. 1. Struktur Organisasi PMU sebagai salah satu bisnis penggemukan sapi potong dapat menghasilkan sapi potong unggulan didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik pula. PMU merekrut dan memilih sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidang penggemukan sapi potong. PMU sebagai sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) memiliki beberapa unsur pembentuk perusahaan. Unsur pembentuk perusahaan tersebut meliputi Direktur Utama yang sekaligus merupakan pemilik PMU sebagai pengawas, Direktur operasional sebagai penanggung jawab di lapangan, serta kepala bagian/staff sebagai karyawan pelaksana. Struktur organisasi PMU dapat dilihat pada Gambar 16.
44
Direktur Utama
Direktur Operasional
Fattening
Pakan
Kandang Koloni
Hijauan
Kandang Individu
Konsentrat
Umum
Administrasi & Keuangan
Keamanan Transportasi
Gambar 16 Struktur Organisasi PMU 2. Deskripsi Pekerjaan Deskripsi pekerjaan merupakan penjelasan mengenai tugas dari masingmasing anggota organisasi sesuai dengan jabatan yang telah dilimpahkan. Deskripsi pekerjaan perlu diuraikan secara jelas agar masing-masing individu mengetahui tugas dan tanggung jawab sesuai dengan jabatan yang dipegangnya. Deskripsi pekerjaan dari masing-masing jabatan dalam struktur organisasi PMU adalah sebagai berikut. a) Direktur Utama, yang juga merupakan pemilik PMU memiliki tugas dan wewenang untuk mengelola perusahaan dengan baik agar semakin maju dan berkembang. Direktur utama dalam hal ini juga sebagai pengambil keputusan mengenai seluruh kebijakan perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. b) Direktur Operasional, memiliki wewenang dari direktur utama sebagai pemimpin dan pengawas seluruh kegiatan bisnis penggemukan dapi potong di lapangan. Direktur operasional juga memiliki tugas untuk merencanakan serta mengkoordinasi tugas para kepala bagian di bawahnya demi kelancaran segala proses dalam bisnis penggemukan sapi potong di PMU. c) Fattening, memiliki tugas dan wewenang dalam seluruh proses kegiatan penggemukan sapi mulai dari pemilihan sapi bakalan sampai dengan penjualan sapi potong. Bagian ini membawahi dua unit yaitu kandang koloni dan kandang individu. Walaupun kandang koloni dan individu pada akhirnya memiliki fungsi yang sama, tetap dibagi terpisah agar dapat terkontrol dan berjalan dengan baik. Bagian ini juga memiliki tugas untuk mengawasi seluruh aktivitas pemeliharaan sapi mulai dari pembersihan sapi, pembersihan kandang, pemberian pakan dan minum serta obat-obatan juga tindakan untuk pencegahan penyakit. d) Pakan, memiliki tugas dan wewenang untuk mengatur segala kegiatan yang berhubungan dengan pakan ternak sapi potong di PMU. Bagian ini memiliki dua unit yaitu pakan konsentrat dan pakan hijauan. Bagian ini bertanggung jawab terhadap penyediaan pakan. Karena PMU memproduksi sendiri semua pakannya baik konsenstrat maupun hijauan sehingga diperlukan bagian pakan agar pakan selalu dapat tersedia dan
45
jangan sampai kehabisan. e) Umum, memiliki tugas dan wewenang untuk mengatur keamanan dan transportasi. Bagian ini bertugas untuk mengelola dan mengontrol kegiatan yang berhubungan dengan keamanan dan transprotasi. Bagian ini juga mengawasi pengiriman dan pengangkutan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses penggemukan sapi potong. f) Administrasi dan Keuangan, memiliki tugas dana wewenang untuk mengatur dan mengontrol segala kegiatan yang berhubungan dengan administrasi dan keuangan. Bagian ini bertugas merangkum dan merekap semua laporan kegiatan yang berlangsung dalam proses penggemukan serta seluruh pemasukan dan pengeluaran dari PMU kepada direktur operasional yang kemudian akan disampaikan kepada direktur utama. Bagian ini juga yang mengurusi sejumlah surat-surat, izin juga biaya yang diperlukan. Upah yang diberikan di PMU adalah sesuai dengan jabatan serta tingkat pendidikan karyawan. Jumlah pasti mengenai upah yang diberikan pada karyawan di PMU tidak dapat diberikan karena keterbatasan data yang diberikan pihak PMU. Akan tetapi, sampai saat ini upah yang diberikan telah mendekati Upah Minimum Regional (UMR) sebesar Rp 2 242 240. Hasil Analisis Aspek Manajemen dan Hukum Berdasarkan hasil analisis aspek manajemen dan hukum, bisnis penggemukan sapi potong PMU layak untuk dijalankan. Hasil analisis aspek hukum, kelengkapan dokumen serta perizinan yang dibutuhkan telah dilengkapi PMU. Mulai dari perizinan lokasi, bangunan, serta gangguan. PMU telah melengkapi dokumen serta perizinan yang dibutuhkan untuk membangun bisnis penggemukan sapi potong. PMU telah memiliki izin dari Dinas Perizinan, IMB, NPWP, akta pendirian, izin gangguan, serta izin lingkungan warga sekitar. Hasil analisis aspek manajemen menunjukkan bahwa bisnis penggemukan sapi potong PMU telah layak untuk dijalankan. Rencana pembangunan seluruh infrastruktur dan fasilitas tepat waktu dan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Sumberdaya manusia yang terlibat PMU memiliki sumberdaya manusia yang ahli dan kompeten di bidang penggemukan sapi. PMU juga telah memiliki struktur organisasi yang jelas serta deskripsi yang terperinci sesuai dengan jabatan yang dimiliki masing-masing. Walaupun unsur struktur organisasi yang dimiliki PMU dapat dikatakan kecil akan tetapi hal ini dirasa efektif dalam penyampaian komando serta pengawasan. Upah yang diberikan juga telah mendekati Upah Minimum Regional (UMR).
Aspek Sosial dan Ekonomi Analisis aspek sosial dan ekonomi mengkaji keberadaan bisnis penggemukan sapi potong PMU terhadap masyarakat sekitar. Keberadaan suatu bisnis dapat memberikan suatu dampak bagi lingkungan sekitar apakah itu positif ataupun negatif. Masyarakat terkadang sulit untuk menghadapi perubahan terutama dengan masuknya unsur baru di lingkungannya. Apabila terjadi kesalahan penanganan dapat menimbulkan konflik bagi kedua belah pihak yaitu
46
masyarakat dan perusahaan dan menghambat kelancaran proses bisnisnya. Bahkan yang lebih parah akan menimbulkan konflik yang mengakibatkan terpecah belahnya kerukunan masyarakat sekitar. Hal ini tentunya perlu diperhatikan oleh perusahaan dan butuh penanganan serius agar hal-hal di atas tidak terjadi. Keberadaan bisnis penggemukan sapi potong PMU memiliki dampak positif bagi masyarakat sekitar. Keberadaan PMU membuka kesempatan dan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PMU, 10 orang tenaga kerja harian yang bekerja di PMU berasal dari masyarakat sekitar yang memiliki tempat tinggal di Kampung Gelewer. Masyarakat tentu sangat senang dengan keberadaan PMU karena selain terbukanya kesempatan kerja, mereka pun tidak perlu pergi jauh untuk bekerja dan dapat melakukan pulang pergi. Selain itu, keberadaan PMU juga menambah fasilitas dan infrastruktur yang berada di Kampung Gelewer. Jalanan menjadi beraspal serta mulai terdapat warung makan sederhana bahkan salah satu minimarket pun mau membuka tokonya di lokasi tersebut. Pemerintah Kabupaten Bogor juga mendapat dampak positif dari keberadaan PMU, selain penurunan pengangguran di Kampung Gelewer, PMU juga menambah pendapatan pemerintah Kabupaten Bogor melalui pembayaran pajak. Hasil Analisis Aspek Sosial, Ekonomi Berdasarkan hasil analisis aspek sosial dan ekonomi, keberadaan bisnis penggemukan sapi potong PMU layak untuk dijalankan. Keberadaan PMU memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar baik dari aspek sosial maupun ekonomi. PMU telah membuka kesempatan dan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar sehingga mampu memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. PMU juga dapat memberikan manfaat bagi pemerintah daerah karena dengan keberadaannya, lokasi ini juga mulai berkembang dibanding sebelumnya.
Aspek Lingkungan Analisis kelayakan berdasar aspek lingkungan mengkaji keberadaan bisnis penggemukan sapi potong PMU bagi lingkungan sekitar. Hal ini berhubungan dengan lingkungan ekologi sekitar yang dapat menjadi lebih baik atau malah sebaliknya menjadi rusak. Pembangunan lokasi bisnis penggemukan sapi potong dapat menghasilkan limbah yang apabila tidak diolah dengan baikakan menimbulkan masalah. Bisnis penggemukan sapi potong PMU memiliki dua limbah yang dihasilkan dari proses penggemukan sapi yang dilakukannya, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan berasal dari kotoran ternak, sedangkan limbah cair berasal dari pembersihan kandang yang menggunakan penyiraman air. Penanganan pada limbah padat dilakukan PMU dengan mengolahnya menjadi pupuk kandang yang juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dengan cara membelinya. Limbah hasil kotoran ternak dikumpulkan menggunakan sekop kemudian dilakukan fermentasi untuk menghasilkan pupuk kandang. Sedangkan penanganan limbah cair hasil pembersihan kandang dilakukan dengan cara dibawa oleh pengumpul ke luar lingkungan kandang kemudian dibuang di lokasi yang
47
aman dan berjauhan dengan kawasan tempat tinggal masyarakat. Perlakuan dalam membuang limbah cair yang dilakukan PMU dirasa belum memadai karena sebaiknya limbah yang dihasilkan benar-benar diolah atau diuraikan sehingga menjadi material yang tidak berbahaya bagi kesehatan masyarakat maupun lingkungan ekologi. Sedangkan bau yang timbul dari dari kotoran sapi yang juga mengganggu udara lingkungan sekitar dihilangkan dengan penyemprotan kandang menggunakan desinfektan. Hasil Analisis Aspek Lingkungan Berdasarkan hasil analisis kelayakan aspek lingkungan, bisnis penggemukan sapi potong PMU kurang layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan dalam menangani masalah limbah cair yang dihasilkan, PMU hanya membuang langsung limbah yang dihasilkan. PMU perlu memikirkan alternatif yang lebih baik dalam membuang limbah yang dihasilkan. PMU menangani limbah padat yang dihasilkan dari proses penggemukan sapi potongnya dengan baik. Limbah padat diolah kembali menjadi pupuk. Bau yang ditimbulkan dari kotoran ternak pun dihilangkan dengan melakukan penyemprotan menggunakan desinfektan.
ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial adalah menganalisis suatu bisnis atau usaha berdasarkan keuangan perusahaan. Aspek finansial dalam analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PMU merupakan segala aktivitas yang berkaitan dengan keuangan. Analisis kelayakan dari aspek finansial akan menggunakan beberapa kriteria investasi seperti Net benefit, Net B/C, IRR, dan Payback Period. Untuk dapat menghitung beberapa kriteria investasi tersebut terlebih dahulu melihat arus kas (cashflow) dan laporan laba rugi. Dalam analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PMU, digunakan umur bisnis 15 tahun sesuai dengan umur ekonomis dari kandang yang dimiliki PMU. Arus Kas (Cashflow) Laporan arus kas menjelaskan semua uang yang masuk serta seluruh biaya yang harus dikeluarkan perusahaan. Arus kas juga dibuat untuk melihat perubahan kas dari bisnis selama periode tertentu. Unsur-unsur yang terdapat pada laporan arus kas adalah inflow dan outflow. Analisis finansial dilakukan secara forecasting untuk melihat dampak yang terjadi terhadap kenaikan harga bahan baku, yaitu sapi bakalan. Tahun awal dimulainya perhitungan adalah tahun 2014, yaitu tahun dimana peneliti melakukan penelitian di PMU. Tahun ini dipilih dengan pertimbangan bagimana keadaan bisnis di masa yang akan datang dihitung dari dimulainya penelitian studi kelayakan sehingga cashflow dibuat untuk melihat bagaimana arus kas mulai tahun 2014 hingga 15 tahun mendatang disertai dengan adanya kenaikan harga sapi bakalan. Tahun 2014 juga ditentukan agar perhitungan yang dilakukan lebih representative mengingat adanya time value of money. Periode bisnis atau umur dari bisnis ini 15 tahun adalah berdasarkan umur ekonomis investasi terbesar, yaitu bangunan kandang.
48
Arus Penerimaan (Inflow) Komponen yang termasuk dalam penerimaan adalah penerimaan dari aktivitas bisnis, penerimaan pinjaman, nilai sewa, dan nilai sisa. Pada bisnis penggemukan sapi potong PMU penerimaan hanya berasal dari aktivitas bisnis dan nilai sisa karena PMU menggunakan modal sendiri seluruhnya. Penerimaan yang didapat oleh PMU dari aktivitas bisnisnya berasal dari dua kegiatan bisnis, yaitu kegiatan bisnis utama berupa bisnis penggemukan sapi potong dan kegiatan tambahan berupa penjualan pupuk kandang yang berasal dari hasil olahan kotoran ternak sapi potong. 1. Penerimaan Aktivitas Bisnis Utama Aktivitas bisnis utama dari PMU adalah penggemukan sapi potong sehingga penerimaan dari aktivitas ini didapat dari hasil penjualan sapi siap potong. Tahun pertama yang dipilih adalah tahun 2014 yang merupakan tahun dimana dilakukan penelitian. Penelitian mulai dilakukan pada bulan April 2014, sehingga untuk bulan selanjutnya di tahun 2014 digunakan proyeksi atau forecasting sesuai data historis sebelumnya. Proyeksi penjualan sapi siap potong yang dilakukan PMU pada tahun 2014 hingga 2028 diperoleh berdasarkan proyeksi panen sapi siap jual PMU. Proyeksi panen sapi potong PMU pada tahun 2014 hingga 2028 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Proyeksi panen sapi siap potong tahun 2014-2028a Jumlah panen sapi siap potong pada tahunb 2014 2015 2016 2017-2027 2028 1 Januari 0 300 300 300 300 2 Februari 0 300 300 300 300 3 Maret 0 300 300 300 300 4 April 594 300 300 300 300 5 Mei 0 297 297 297 297 6 Juni 297 300 300 300 300 7 Juli 300 300 300 300 300 8 Agustus 300 300 300 300 300 9 September 300 300 300 300 300 10 Oktober 300 300 300 300 300 11 Nopember 300 300 300 300 300 12 Desember 300 300 300 300 300 Total Panen sapi/ tahun 2691 3597 3597 3597 3597 a b Sumber : Data primer (diolah); Jumlah panen sapi siap potong (ekor) No.
Bulan
Proyeksi panen sapi siap potong ini didapat berdasarkan pembelian sapi bakalan yang dilakukan PMU setiap bulannya yaitu sebanyak 300 ekor, dengan lama waktu penggemukan 120 hari (4 bulan). Kapasitas kandang penggemukan dari PMU adalah 1200 ekor dengan tingkat kematian adalah 3 ekor sapi setiap tahunnya. Pada tahun 2014 panen yang dilakukan pada bulan April sebanyak 594 ekor adalah sisa hasil pembelian sapi bakalan yang dilakukan PMU pada tahun 2013. Penggemukan juga baru dilakukan pada bulan Juni karena pada bulan Januari tahun 2014 tidak dilakukan pembelian untuk menghindari over capacity atau kelebihan kapasitas. Kelebihan
49
kapasitas ini dihindari agar semua sapi bakalan yang dibeli dapat masuk kandang sesuai dengan jumlahnya. Proyeksi penerimaan dari hasil penjualan dapat dihitung berdasarkan proyeksi panen sapi siap potong PMU. Penerimaan hasil penjualan sapi siap potong dihitung menggunakan bobot akhir sejumlah sapi yang siap potong dengan dikalikan dengan harga penjualan. Berdasarkan wawancara dengan pihak perusahaan, harga jual yang digunakan adalah Rp 38 000 per kg yang merupakan rata-rata harga sepanjang tahun 2013. Proyeksi penjualan sapi siap potong PMU dihitung berdasarkan total bobot akhir sapi siap potong dikalikan dengan harga jual. Proyeksi penjualan sapi siap potong PMU dimulai pada tahun 2014 – 2028. Secara lebih rinci proyeksi penjualan sapi siap potong PMU akan disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Proyeksi penjualan sapi siap potong PMU tahun 2014-2028a Tahun
Jumlah sapib
Bobot akhir sapic
Total bobot akhird
Harga juale
897 428.4 384 274.8 897 448.8 402 573.6 897 435.2 390 374.4 Total Penerimaan penjualan sapi per tahun pada 2014
38 000 38 000 38000
1 199 428.4 513 651.6 1 199 448.8 538 111.2 1 199 435.2 521 804.8 Total Penerimaan penjualan sapi per tahun pada 2015
38 000 38 000 38 000
1 199 428.4 513 651.6 1 199 448.8 538 111.2 1 199 435.2 521 804.8 Total Penerimaan penjualan sapi per tahun pada 2016
38 000 38 000 38 000
Penerimaan penjualanf
513 651.6 538 111.2
38 000 38 000
14 602 442 400 15 297 796 800 14 834 227 200 44 734 466 400 19 518 760 800 20 448 225 600 19 828 582 400 59 795 568 800 19 518 760 800 20 448 225 600 19 828 582 400 59 795 568 800 19 518 760 800 20 448 225 600
1 199 435.2 521 804.8 Total Penerimaan penjualan sapi per tahun pada 2017 – 2027 1 199 428.4 513 651.6 2028 1 199 448.8 538 111.2 1 199 435.2 521 804.8 Total Penerimaan penjualan sapi per tahun pada 2028
38 000
19 828 582 400
2014
2015
2016
2017 – 2028
1 199 1 199
428.4 448.8
59 795 568 800 38 000 38 000 38 000
19 518 760 800 20 448 225 600 19 828 582 400 59 795 568 800
a
Sumber : Data primer (diolah);bJumlah sapi (ekor);cBobot akhir sapi (kg/ekor);dTotal bobot akhir (kg);eHarga jual (Rp/kg);fPenerimaan penjualan (Rp)
Dari Tabel 9, dapat dilihat bahwa penerimaan penjualan sapi siap potong pada tahun 2014 sebesar Rp 44 734 466 400. Penerimaan penjualan pada tahun 2014 lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan penjualan di tahun yang lain. Hal ini dikarenakan jumlah sapi siap potong yang dijual pada tahun 2014 lebih sedikit dibanding yang lain untuk menghindari over capacity. Penerimaan penjualan sapi siap potong pada tahun 2015 hingga tahun 2028 besarnya tetap sesuai dengan jumlah pembelian sapi setiap bulan dan kapasitas maksimum produksi.
50
2. Penerimaan Aktivitas Bisnis Tambahan PMU juga memiliki penghasilan tambahan dari aktivitas bisnis tambahan yang dilakukannya. PMU memanfaatkan limbah hasil penggemukan sapi potongnya sebagai aktivitas bisnis tambahan. Limbah hasil penggemukan sapi yang berupa kotoran ternak kemudian diolah menjadi pupuk kandang. PMU juga memiliki produksi pakan konsentrat yang dilakukan di lokasi kandang, namun produksi pakan konsentrat PMU tidak dijual ke pasaran dan digunakan untuk keperluan PMU saja. Proyeksi penerimaan penjualan pupuk kandang pada tahun 2014 hingga 2028 disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Proyeksi penjualan pupuk kandang PMU Tahun 2014 – 2028a No.
Tahun
Populasi sapib
Produksi/ekor/1 bulanc
Lama penggemukand
Harga juale
1
2014
2 691
4
4
5 000
2
2015
3 597
4
4
5 000
3
2016
3 597
4
4
5 000
4
2017
3 597
4
4
5 000
5
2018
3 597
4
4
5 000
6
2019
3 597
4
4
5 000
7
2020
3 597
4
4
5 000
8
2021
3 597
4
4
5 000
9
2022
3 597
4
4
5 000
10
2023
3 597
4
4
5 000
11
2024
3 597
4
4
5 000
12
2025
3 597
4
4
5 000
13
2026
3 597
4
4
5 000
14
2027
3 597
4
4
5 000
15
2028
3 597
4
4
a
b
5 000
Penerimaanf 215 280 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000 287 760 000
c
Sumber : Data primer (diolah); Populasi sapi (ekor); Produksi per ekor per hari (karung);dLama penggemukan (hari);eHarga jual (Rp/kg);fPenerimaan (Rp)
3. Penerimaan Nilai Sisa Nilai sisa merupakan nilai dari barang-barang yang termasuk dalam barang investasi yang belum habis umur ekonominya pada akhir umur bisnis. Jumlah nilai sisa PMU pada tahun 2028 yang merupakan umur bisnis penggemukan sapi potong PMU adalah sebesar Rp 710 995 424. Nilai sisa PMU dapat dilihat secara lebih rinci pada Lampiran 1. Arus Pengeluaran (Outflow) Pengeluaran merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam membiayai kegiatan bisnisnya mulai dari awal berdiri hingga mulai berjalannya kegiatan bisnis. Komponen yang terdapat dalam arus pengeluaran adalah biaya investasi serta biaya operasi. Biaya operasi terbagi menjadi dua, yaitu biaya operasi tetap dan biaya operasi variabel.
51
1. Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan pada tahuntahun awal dimulainya kegiatan bisnis. PMU mengeluarkan seluruh biaya investasi pada tahun 2009 yaitu saat perusahaan mulai didirkan akan tetapi, pada penelitian kali ini dihitung pada tahun 2014 agar lebih representative. Beberapa biaya investasi yang umur ekonomisnya melebih rentang waktu antara waktu dimulainya usaha dengan tahun awal yang digunakan dalam perhitungan dihitung menggunakan konsep time value of money konsep tersebut mengartikan bahwa nilai uang pada saat ini berbeda dengan nilai uang di masa yang akan datang. Konsep time value of money menggunakan metode perhitungan berupa konversi menggunakan compounding factor. Compounding factor adalah menghitung nilai uang di masa yang akan datang jika diketahui nilai uang pada masa sekarang untuk suatu periode tertentu. Dalam hal ini akan diketahui nilai uang pada tahun 2009 di masa yang akan datang, yaitu tahun 2014. Selain biaya investasi, PMU juga mengeluarkan biaya re-investasi untuk barang-barang yang umur ekonomisnya kurang dari umur bisnis. Re-investasi perlu dilakukan karena barang-barang tersebut sudah habis umur ekonomisnya dan perlu diperbaharui kembali dengan cara re-investasi. Secara lebih rinci biaya investasi serta biaya re-investasi yang dikeluarkan PMU dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. 2. Biaya Operasional Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam seluruh kegiatan operasinya. Biaya operasional terdiri dari dua, yaitu biaya operasional tetap dan biaya operasional variabel. a) Biaya operasional tetap Biaya operasional tetap merupakan biaya yang jumlah tetap dan tidak terpengaruh terhadap perkembangan jumlah produksi atau jumlah penjualan dalam satu tahun. Biaya operasional tetap yang dikeluarkan PMU adalah sebagai berikut. 1) Biaya gaji Gaji merupakan pengeluaran dengan jumlah yang tetap. PT Prisma Mahesa Unggul memiliki sistem penggajian yang berbeda-beda pada setiap pegawainya. Hal ini disesuaikan dengan status pegawai tersebut. Data mengenai biaya gaji yang dikeluarkan PT PMU tidak dapat dirincikan secara jelas karena permintaan dari pihak PMU. Biaya gaji yang dikeluarkan PT PMU pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 2 200 000 000. Biaya gaji yang dikeluarkan PT PMU pada tahun 2014 hingga tahun 2028 diasumsikan sama dengan biaya gaji pada tahun 2013 yaitu sebesar Rp 2 200 000 000. 2) Biaya Telekomunikasi dan Listrik Biaya listrik dan telekomunikasi dari PT PMU adalah sama setiap bulannya yaitu sebesar Rp 3 500 000 untuk setiap bulannya. Dalam setahun PT PMU mengeluarkan biaya untuk telekomunikasi dan listrik sebesar Rp 42 000 000. Biaya telekomunikasi dan listrik yang dikeluarkan PT PMU untuk tahun 2014 hingga tahun 2028 diasumsikan sama jumlahnya dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 42 000 000.
52
3) Biaya Pemeliharaan Biaya pemeliharaan untuk setiap peralatan maupun bangunan yang terdapat di PT PMU telah ditetapkan sama untuk setiap tahunnya oleh pihak PT PMU. Biaya pemeliharaan yang dikeluarkan oleh PT PMU ditetapkan sebesar 10 persen dari total nilai beli masing-masing. Hal ini seperti yang dijelaskan pada Tabel 11. Tabel 11 Biaya pemeliharaan PMUa Persentase Biaya biaya d pemeliharaan pemeliharaanc 1 Bangunan 10 200 146 362 10 1 020 014 636 2 Peralatan 319 064 046 10 31 906 405 3 Perlengkapan 102 500 000 10 10 250 000 4 Kendaraan 1 103 998 952 10 110 399 895 Total biaya pemeliharaan per tahun 1 172 570 936 a Sumber : Data primer (diolah);bNilai beli dan Pemeliharaan (Rp); c Persentase biaya pemeliharaan (persen) No
Uraian
Nilai belib
4) Biaya Pajak Bumi dan Bangunan Biaya pajak bumi dan bangunan yang dikeluarkan PT PMU adalah sebesar Rp 7 850 000. Jumlah biaya pajak bumi dan bangunan yang dikeluarkan PT PMU adalah sama dan tetap untuk setiap tahunnya. Untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2028 biaya pajak bumi dan bangunan yang dikeluarkan PT PMU diasumsikan sama dengan tahuntahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 7 850 000. 5) Biaya Pajak Biaya pajak merupakan biaya yang harus dikeluarkan dari penghasilan yang didapat untuk diberikan kepada pemerintah. Biaya pajak yang harus dibayarkan PMU adalah sebesar 25 persen. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 2a. Besarnya pajak yang harus dibayarkan berbeda untuk setiap tahunnya, sesuai dengan laba yang diperoleh pada setiap tahun. Biaya pajak yang dibayarkan PT PMU dapat dilihat pada laporan laba rugi yang terdapat pada Lampiran 6. b) Biaya Operasional Variabel Biaya operasional variabel merupakan biaya yang jumlahnya tidak tetap atau berubah sesuai dengan perkembangan produksi atau jumlah penjualan setiap tahun. Biaya operasional variabel yang dikeluarkan PMU adalah sebagai berikut. 1) Biaya Pembelian Sapi Bakalan Biaya yang dikeluarkan PMU untuk pembelian sapi bakalan ditentukan berdasar jumlah sapi bakalan yang dibeli serta harga beli sapi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PMU diketahui bahwa harga sapi bakalan sangat fluktuatif. Harga bakalan sapi pada tahun 2014, yaitu pada waktu penelitian dilakukan adalah berkisar pada harga Rp 37 000.
53
Dalam membeli jumlah sapi bakalan yang akan digemukkan perlu memperhatikan kapasitas dari kandang yang dimiliki. Seperti yang diketahui bahwa PMU memiliki kapasitas kandang 1 200 ekor dan lama penggemukan selama 120 hari (4 bulan). Kedua hal tersebut yang akan menjadi acuan dalam proyeksi pembelian sapi bakalan pada tahun-tahun berikutnya dan dapat dilihat dalam proyeksi siklus pembelian sapi bakalan PMU pada Lampiran 4. Proyeksi siklus pembelian sapi bakalan dibuat untuk menghindari terjadinya over capacity. Proyeksi pembelian sapi bakalan dimulai pada tahun 2014. Sebelumnya, pada akhir bulan Desember tahun 2013, diketahui bahwa terdapat sisa 594 ekor sapi. Pada bulan Januari 2014 tidak dilakukan pembelian sapi bakalan untuk menghindari terjadinya over capacity. Pembelian sapi bakalan pada tahun 2014 baru dilakukan pada bulan Februari dengan jumlah 300 ekor. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PMU, setiap bulan PMU melakukan pembelian sapi bakalan sebanyak 300 ekor. Proyeksi pembelian sapi bakalan PMU pada tahun 2014 hingga 2028 disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Proyeksi pembelian sapi bakalan oleh PMUa Jumlah pembelian sapi bakalan lokal pada tahunb 2014 2015 2016 2017-2027 2028 1 Januari 0 300 300 300 300 2 Februari 300 300 300 300 300 3 Maret 300 300 300 300 300 4 April 300 300 300 300 300 5 Mei 300 300 300 300 300 6 Juni 300 300 300 300 300 7 Juli 300 300 300 300 300 8 Agustus 300 300 300 300 300 9 September 300 300 300 300 0 10 Oktober 300 300 300 300 0 11 Nopember 300 300 300 300 0 12 Desember 300 300 300 300 0 Total pembelian per tahun 3300 3600 3600 3600 2400 a Sumber : Data primer (diolah);bJumlah pembelian sapi bakalan (ekor) No.
Bulan
PMU melakukan pembelian sapi bakalan rutin setiap bulan dengan jumlah 300 ekor sampai dengan tahun 2027. Namun, pada akhir umur bisnis yaitu pada tahun 2028, pembelian sapi bakalan hanya dilakukan sampai dengan bulan Agustus. Hal ini dilakukan agar semua sapi bakalan yang dibeli dapat terjual seluruhnya di bulan Desember 2028 sehingga tidak memiliki sisa. Harga pembelian sapi bakalan pada saat penelitian adalah Rp 37 000. Biaya pembelian sapi bakalan yang dikeluarkan PMU secara lebih rinci akan disajikan pada Tabel 13.
54
Tabel 13 Proyeksi biaya pembelian sapi bakalan PMUa Tahun
Jumlah sapib
Bobot awal sapic
Total bobot awald
Harga belie
Biaya pembelianf
1 100
315
346 500
37 000
12 820 500 000
1 100
330
363 000
37 000
13 431 000 000
352 000 37 000 1 100 320 Total biaya pembelian per tahun pada 2014
13 024 000 000
2014
39 275 500 000
1 200
315
378 000
37 000
13 986 000 000
1 200
330
396 000
37 000
14 652 000 000
384 000 37 000 1 200 320 Total biaya pembelian per tahun pada 2015
14 208 000 000
2015
42 846 000 000
315
378 000
37 000
13 986 000 000
330
396 000
37 000
14 652 000 000
384 000 37 000 1 200 320 Total biaya pembelian per tahun pada 2016
14 208 000 000
1 200 2016
2017 – 2027
1 200
1 200
315
378 000
37 000
13 986 000 000
1 200
330
396 000
37 000
14 652 000 000
384 000
37 000
14 208 000 000
1 200 320 Total biaya pembelian per tahun pada 2017 – 2027 2028
42 846 000 000
42 846 000 000
800
315
252 000
37 000
9 324 000 000
800
330
264 000
37 000
9 768 000 000
800
320
256 000
37 000
9 472 000 000
Total biaya pembelian per tahun pada 2028
28 564 000 000
a
Sumber : Data primer (diolah);bJumlah sapi (ekor);cBobot awal sapi (kg/ekor);dTotal bobot awal (kg);eHarga beli (Rp/kg);fBiaya pembelian (Rp)
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan jumlah sapi bakalan yang dibeli maka dapat dilihat pada akhir tahun biaya pembelian memiliki jumlah terendah. Proyeksi pada tahun 2028 memiliki jumlah biaya yang paling rendah. Hal ini dikarenakan pada akhir tahun tersebut jumlah sapi bakalan yang dibeli juga semakin rendah sehingga biaya yang dikeluarkan pun semakin rendah. 2) Biaya Pakan Pakan merupakan salah satu unsur penting yang harus diperhatikan dalam pertumbuhan sapi yang digemukkan. Maka dari itu, kebutuhan pakan harus dapat dipenuhi dengan baik. Dalam memilih pakan, perlu diperhatikan nutrisi dari bahan pakan tersebut. Pengeluaran perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya disebut dengan biaya pakan. PMU menggunakan pakan hujauan dan konsentrat pada ternak sapi potongnya. Biaya pakan yang dikeluarkan PMU hanya biaya pakan konsentrat karena pakan hijauan diperoleh langsung dari lahan yang terdapat di PMU. Biaya pakan konsenstrat yang digunakan, diproduksi sendiri oleh PMU. Besarnya biaya pakan yang dikeluarkan
55
PMU adalah dengan mengalikan harga pakan dengan pakan yang dibutuhkan. Walaupun memproduksi sendiri seluruh pakan konsentratnya namun PMU tidak menjual hasil produksinya ke pasar. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi pakan konsentrat adalah sebesar Rp 2 200 per kg. Kebutuhan pakan konsentrat PMU adalah 10 kg per hari untuk satu ekor sapi yang digemukkan dengan lama penggemukan 120 hari. Biaya pakan yang dikeluarkan PMU pada tahun 2014 hingga tahun 2028 disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Rincian biaya pakan sapi yang digemukkan PMUa Tahun
Jumlah sapib
Harga Pakanc
Jumlah pakand
Lama penggemukane
Biaya pakanf
2014
3 300
2 200
6
120
5 227 200 000
2015
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2016
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2017
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2018
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2019
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2020
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2021
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2022
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2023
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2024
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2025
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2026
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2027
3 600
2 200
6
120
5 702 400 000
2028
2 400
2 200
6
120
3 801 600 000
a
Sumber : Data primer (diolah); bJumlah sapi (ekor);cHarga pakan (Rp/kg); d Jumlah pakan (kg/ekor/hari);eLama penggemukan (hari);fBiaya pakan (Rp)
Biaya pakan berbanding lurus dengan jumlah sapi yang digemukkan dengan asumsi harga pakan tetap selama umur bisnis. Semakin banyak jumlah sapi yang digemukkan semakin besar pula biaya pakan yang harus dikeluarkan. 3) Biaya Obat dan vitamin Selain pakan, dalam bisnis penggemukan sapi potong juga memerlukan pemberian obat dan vitamin. Pemberian obat dan vitamin ini akan menambah kualitas sapi potong yang dihasilkan. PMU juga sangat memerhatikan obat dan vitamin yang diberikan pada sapi potong yang digemukkannya. Pengeluaran atas segala kebutuhan obat dan vitamin pada bisnis penggemukan sapi potong disebut dengan biaya obat dan vitamin. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PMU diketahui bahwa PMU memiliki biaya obat dan vitamin sebesar Rp 90 000 per satu ekor sapi. Dengan asumsi biaya yang dikeluarkan
56
pada tahun 2014 hingga 2028 sama atau konstan, maka secara jelas biaya obat dan vitamin yang dikeluarkan PMU disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Rincian biaya obat dan vitamin sapi yang digemukkan PMUa No
Tahun
Jumlah sapib
Biaya Obat/ekorc
1 2014 3 300 90 000 2 2015 3 600 90 000 3 2016 3 600 90 000 4 2017 3 600 90 000 5 2018 3 600 90 000 6 2019 3 600 90 000 7 2020 3 600 90 000 8 2021 3 600 90 000 9 2022 3 600 90 000 10 2023 3 600 90 000 11 2024 3 600 90 000 12 2025 3 600 90 000 13 2026 3 600 90 000 14 2027 3 600 90 000 15 2028 2 400 90 000 a b Sumber : Data primer (diolah); Jumlah sapi (Rp/ekor);dBiaya obat (Rp)
Biaya Obatc 297 000 000 324 000 000 324 000 000 324 000 000 324 000 000 324 000 000 324 000 000 324 000 000 324 000 000 324 000 000 324 000 000 324 000 000 324 000000 324 000 000 216 000 000 c (ekor); Biaya obat
4) Biaya Pengangkutan Sapi Bakalan Biaya pengangkutan sapi bakalan merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memindahkan sapi bakalan ke kandang penggemukan. Biaya pengangkutan sapi bakalan ini termasuk di dalamnya surat-surat izin yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil wawancara dengan PMU, tidak semua pembelian sapi bakalan mengeluarkan biaya pengangkutan. Hal ini dikarenakan PMU telah bermitra dengan para penjual sehingga adapula sapi bakalan yang diantar langsung ke kandang penggemukan. Biaya pengangkutan sapi bakalan juga berbeda-beda jumlahnya tergantung jarak lokasi pembelian dengan kandang penggemukan PMU. Proyeksi pengeluaran biaya pengangkutan sapi bakalan untuk tahun 2014 sampai dengan 2028 akan berdasar jumlah sapi dikalikan dengan biaya yang dikeluarkan pada tahun 2013. Berdasarkan hasil wawancara, pada tahun 2013, diketahui bahwa sapi bakalan yang mengeluarkan biaya pengangkutan adalah sebesar 5 persen dari total pembelian seluruhnya di tahun tersebut dengan rata-rata biaya pengangkutan Rp 950 per kg. Hal ini dikarenakan telah diketahui sebelumnya bahwa tidak semua sapi bakalan yang dibeli menggunakan biaya pengangkutan karena telah diantar langsung oleh pembeli ke
57
kandang penggemukan. Proyeksi biaya pengangkutan sapi bakalan PMU secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Biaya pengangkutan sapi bakalan PMUa No
1
2
Tahun
2014
2015
Jumlah sapib
4
5
2016
20172027
2028
Jumlah sapi dengan biaya angkutb
Total biaya angkute
315
55
950
16 458 750
1 100
330
55
950
17 242 500
1 100 330 55 Total biaya angkut per tahun pada 2014
950
16 720 000
1 200
315
60
950
17 955 000
1 200
330
60
950
18 810 000
1 200 330 60 Total biaya angkut per tahun pada 2015
950
18 240 000
315
60
950
17 955 000
60
950
18 810 000
1 200 330 60 Total biaya angkut per tahun pada 2016
950
18 240 000
1 200
315
60
950
17 955 000
1 200
330
60
950
18 810 000
1 200 330 60 Total biaya angkut per tahun pada 2017-2027
950
18 240 000
800
315
40
950
11 970 000
800
330
40
950
12 540 000
800
330
40
950
12 160 000
1 200
330
Total biaya angkut per tahun pada 2028 a
Biaya angkutd
1 100
1 200 3
Bobot awal sapic
50 421 250
55 005 000
55 005 000
55 005 000
36 670 000
b
Sumber: Data primer (diolah); Jumlah sapi dan jumlah sapi dengan biaya angkut(ekor);cBobot awal sapi (kg/ekor);dBiaya angkut(Rp/kg);eTotal biaya angkut (Rp)
Analisis Laba Rugi Laporan laba rugi diperlukan untuk mengetahui penerimaan dan pengeluaran serta kondisi keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan pada periode tertentu. Laporan laba rugi juga menggambarkan kinerja suatu perusahaan dalam periode tertentu. Komponen-komponen yang terdapat dalam laporan laba rugi berbeda dengan komponen yang terdapat dalam cahsflow. Di dalam cashflow semua biaya termasuk biaya investasi yang dikeluarkan perusahaan termasuk dalam komponennya, sedangkan dalam laba rugi biaya investasi tidak dimasukkan. Pada laporan laba rugi PMU, biaya bunga tidak termasuk. Hal ini dikarenakan PMU tidak melakukan peminjaman kepada bank atau pihak manapun, seluruh modal merupakan modal sendiri. Dalam laporan laba rugi juga terdapat biaya penyusutan yang dapat dilihat pada Lampiran 5.
58
Laba yang didapat pada tahun pertama perhitungan yaitu 2014, PMU menghasilkan tidak menghasilkan laba malah mengalami kerugian yaitu sebesar Rp 4 369 840 245. Hal ini dikarenakan nilai penjualan sapi pada tahun 2014 lebih rendah dibanding jumlah pembelian sapi bakalan, sehingga PMU diperkirakan akan mengalami kerugian di akhir tahun 2014. Hasil perhitungan laba rugi setiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 6. Rincian nilai laba rugi yang didapat oleh PMU disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Hasil analisis laporan laba rugi PMUa No Tahun 1 2014 2 2015 3 2016 4 2017 5 2018 6 2019 7 2020 8 2021 9 2022 10 2023 11 2024 12 2025 13 2026 14 2027 15 2028 a Sumber : Data primer (diolah);bNilai laba rugi (Rp)
Nilai laba rugib (4 369 840 245) 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 5 014 843 804 17 246 695 054
Analisis Kelayakan Finansial PMU Kelayakan suatu bisnis dapat dikaji berdasarkan kriteria investasi. Terdapat beberapa kriteria investasi, akan tetapi pada penelitian mengenai analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi PMU digunakan 4 kriteria investasi. Kriteria investasi yang digunakan pada analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PMU adalah net present value (NPV). Net benefit-cost ratio (Net B/C), internal rate of return (IRR), dan payback period (PP). Perhitungan keempat kriteria investasi tersebut dapat dilihat pada laporan cashflow yang disajikan pada Lampiran 7. Hasil perhitungan kriteria investasi dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Hasil analisis kelayakan finansial PMUa No. Kriteria Kelayakan 1 NPV 2 Net B/C 3 IRR 4 Payback Period a Sumber : Data primer (diolah)
Hasil penilaian pada DF 7,5% Rp 35 879 286 506 3.312 36% 5 tahun 3 bulan 26 hari
59
1. Net Present Value (NPV) Suatu bisnis dapat dikatakan layak apabila jumlah seluruh nilai manfaat yang diterima lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Cara untuk melihat nilai kini manfaat bersih yang didapat perusahaan dalam periode tertentu adalah melalui NPV. Nilai NPV yang diperoleh PMU adalah Rp 35 879 286 506 selama umur bisnis yaitu 15 tahun. Dari nilai NPV yang diperoleh PMU, dapat diketahui bahwa bisnis penggemukan sapi potong PMU layak untuk dijalankan. Hal ini berdasarkan indikator kelayakan NPV yang menyatakan bisnis layak dijalankan apabila NPV lebih besar dari 0 (NPV > 0). 2. Internal Rate of Return (IRR) Kelayakan suatu bisnis juga dinilai dari perhitungan IRR. Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari cost of capital. Nilai cost of capital dalam penelitian ini adalah sebesar 7.5 persen. IRR yang dihasilkan dari perhitungan kriteria kelayakan investasi bisnis penggemukan sapi potong PMU adalah sebesar 36 persen. Nilai IRR yang dihasilkan adalah lebih besar dari cost of capital (IRR > DR) sehingga dapat dikatakan bahwa bisnis penggemukan sapi potong PMU layak untuk dijalankan. 3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net benefit ratio (Net B/C) merupakan rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Net B/C dihitung untuk melihat manfaat bersih yang dihasilkan untuk setiap satu satuan kerugian yang terjadi. Suatu bisnis dikatakan layak apabila nilai Net B/C adalah lebih besar dari 1 yang artinya tambahan biaya yang dikeluarkan perusahaan akan menghasilkan nilai tambahan manfaat yang juga lebih besar. Pada perhitungan yang dilakukan, diketahui Net B/C yang dimiliki PMU adalah sebesar 3.312. Nilai Net B/C tersebut memiliki arti bahwa setiap Rp 1 tambahan biaya yang dikeluarkan dapat menghasilkan tambahan manfaat sebesar Rp 3.312. Nilai Net B/C yang dihasilkan lebih besar dari 1 (Net B/C > 1) aritinya, bisnis penggemukan sapi potong PMU layak untuk dijalankan. 4. Payback Period (PP) Kriteria kelayakan payback period (PP) dihitung untuk mengetahui jangka waktu atau berapa lama pengembalian modal yang telah dikeluarkan. Dari hasil perhitungan, bisnis penggemukan sapi potong PMU memiliki jangka waktu pengembalian modal selama 5 tahun 3 bulan 26 hari. Dapat dikatakan bahwa bisnis ini layak untuk dijalankan karena jangka waktu pengembalian modal lebih cepat dibanding umur bisnis yaitu selama 15 tahun. Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial PMU dengan Penelitian Terdahulu Hasil analisis kelayakan finansial PMU berdasar kriteria investasi NPV, IRR, Net B/C, dan payback period telah menyatakan bahwa bisnis penggemukan sapi potong yang dilakukan PMU layak untuk dijalankan. Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dilakukan Nisa (2013) dengan judul Analisis Kelayakan Bisnis Penggemukan Sapi Potong pada PT Catur Mitra Taruma Desa Cariu Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor menyatakan bahwa bisnis penggemukan sapi potong PMU lebih layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan nilai dari hasil analisis kelayakan finansial PMU lebih besar
60
dibandingkan dengan PT Catur Mitra Taruma. Perbandingan nilai hasil kelayakan finansial PT PMU dengan PT Catur Mitra Taruma dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial PT PMU dengan PT Catur Mitra Tarumaa No. 1 2 3 4 a
Kriteria Kelayakan NPV Net B/C IRR Payback Period
PT PMU Rp 35 879 286 506 3.312 36% 5 tahun 3 bulan 26 hari
PT Catur Mitra Taruma Rp 20 696 240 936 1.75 22% 7 tahun 3 bulan
Sumber : Data primer (diolah) dan data sekunder (Nisa, 2013)
Dari Tabel 19, dapat dilihat bahwa nilai NPV, IRR, dan Net B/C yang dihasilkan PT PMU lebih besar dibandingkan dengan PT Catur Mitra Taruma. Pada kriteria investasi payback period, pengembalian dari seluruh kegiatan investasi yang dilakukan PT PMU lebih cepat dibandingkan PT Catur Mitra Taruma. Hal ini terjadi karena adanya beberapa perbedaan antara kedua penelitian ini. PT Catur Mitra Taruma melakukan penggemukan sapi potong dengan dua jenis sapi, yaitu sapi lokal dan impor sedangkan PT PMU hanya sapi lokal saja. Nilai cost of capital yang digunakan PT PMU adalah 7.5 persen berdasar tingkat bunga Bank Indonesia pada tahun 2013 karena PT PMU menggunakan modal sendiri, sedangkan PT Catur Mitra Taruma 13 persen berdasar bunga pinjaman pada Victoria Bank. Penentuan umur bisnis PT PMU dan PT Catur Mitra Taruma juga berbeda, PT PMU selama 15 tahun sedangkan PT Catur Mitra Taruma selama 21 tahun. Berdasarkan perbandingan antara kelayakan bisnis penggemukan sapi PMU dengan PT Catur Mitra Taruma, bisnis penggemukan sapi PMU lebih layak dibandingkan dengan PT Catur Mitra Taruma. Hal ini dikarenakan nilai yang dihasilkan dari analisis kelayakan finansial yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan payback period pada PMU lebih tinggi dibandingkan PT Catur Mitra Taruma
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu perubahan keadaan pada analisis kelayakan terhadap manfaat dan biaya. Analisis sensitivitas juga untuk melihat kepekaan kelayakan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Pada bisnis penggemukan sapi potong terdapat beberapa perubahan yang dapat mempengaruhi kelayakan bisnis antara lain peningkatan harga sapi bakalan, peningkatan biaya pakan, serta penurunan bobot akhir sapi potong. Pada bisnis penggemukan sapi potong PMU perubahan yang mungkin dapat mempengaruhi adalah kenaikan biaya input. Biaya input yang terdapat pada bisnis penggemukan sapi potong adalah pembelian sapi bakalan. Kenaikan biaya sapi bakalan diakibatkan oleh harga sapi bakalan yang meningkat dan hal ini disebabkan pula oleh ketersediaan sapi bakalan di masing – masing daerah supplier serta biaya transportasi yang digunakan karena jarak yang berbeda pula. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PMU, diketahui bahwa PMU pernah mengalami kenaikan harga sapi bakalan mencapai Rp 42 000 pada tahun 2013.
61
Harga sapi bakalan pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 37 000 mengalami kenaikan sebesar 13.51 persen. PMU juga pernah mengalami penurunan bobot akhir sapi siap potong yang dihasilkan. Penurunan bobot akhir sapi siap potong yang dihasilkan disebabkan oleh penanganan yang kurang baik pada sapi seperti pemberian pakan dan pembersihan kandang. PMU pernah mengalami penurunan bobot akhir sapi sebesar 10.13 persen untuk masing-masing sapi yang digemukkan. Hasil Analisis sensitivitas Hasil perhitungan analisis sensitivitas berdasarkan perubahan harga sapi bakalan dan penurunan jumlah bobot akhir sapi disajikan pada Tabel 20. Secara lebih rinci perhitungan analisis sensitivitas dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. Tabel 20 Hasil analisis finansial dan sensitivitas bisnis penggemukan sapi potong PMUa Kriteria Investasi
Kondisi Normal
PV Positif Rp 51 395 685 244 PV Negatif Rp 15 516 398 738 NPV Rp 35 879 286 506 IRR 36% Net B/C 3.312 Payback Period 5 tahun 3 bulan 26 hari a Sumber : Data primer (diolah)
Kenaikan Harga Sapi Bakalan 13.51% Rp 17 601 447 235 Rp 20 452 324 366 Rp (2 850 877 581) 6% (0.861) -
Penurunan Jumlah Produksi 10.13% Rp 14 637 156 899 Rp 19 170 980 641 Rp (4 533 823 742) 4% (0.764) -
Dapat dilihat bahwa perubahan yang terjadi sangat mempengaruhi kelayakan dari bisnis penggemukan sapi potong PMU. Kenaikan harga sapi bakalan yang terjadi diakibatkan oleh meningkatnya pula harga daging sapi di pasaran. Sedangkan penurunan bobot akhir sapi diakibatkan oleh penanganan yang kurang baik seperti pembersihan kandang yang dilakukan hanya satu bulan sekali dan pemeriksaan dari tenaga ahli yang tidak secara rutin. Hasil analisis sensitivitas dengan merubah variabel harga sapi bakalan sebesar 13.51 persen menyatakan bahwa bisnis penggemukan sapi potong PMU sensitif terhadap kenaikan harga sapi bakalan. Hal ini terbukti dari menurunnya nilai NPV, IRR, dan payback period. IRR yang dihasilkan masih menunjukkan nilai positif akan tetapi rendah sekali yaitu sebesar 6 persen dan lebih kecil dari discount rate. Sedangkan nilai NPV dan nilai Net B/C bernilai negatif yaitu sebesar Rp (2 850 877 581) dan (0.861). Dalam kondisi ini, bisnis ini tidak dapat mengembalikan investasi yang telah dilakukan sampai dengan akhir umur bisnis. Hasil analisis sensitivitas dengan merubah variabel bobot akhir sapi sebesar 10.13 persen juga menunjukkan bahwa bisnis penggemukan sapi potong PMU sangat sensitif terhadap penurunan bobot akhir sapi potong. Hal ini terbukti dari hasil perhitungan yang didapat. Tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan sensitivitas dengan kenaikan harga sapi bakalan, NPV, IRR, serta Net B/C yang dihasilkan juga bernilai negatif sebesar Rp (4 533 823 742), 4 persen, dan (0.764). Dalam kondisi ini, bisnis ini pun tidak dapat mengembalikan investasi yang telah dilakukan sampai dengan akhir umur bisnis.
62
Berdasarkan analisis sensitivitas terhadap kedua variabel dapat dinyatakan bahwa bisnis penggemukan sapi potong sensitif terhadap kenaikan harga sapi bakalan dan penurunan bobot akhir sapi siap potong. Akan tetapi, jika membandingkan antara kedua variabel, bisnis penggemukan sapi potong PMU lebih sensitif terhadap penurunan bobot akhir sapi potong yang berpengaruh kepada penerimaan penjualan. Hal ini dikarenakan kondisi penurunan bobot akhir sapi potong memiliki nilai akumulasi yang lebih rendah dibandingkan penurunan bobot akhir sapi potong. Hasil Analisis Kelayakan Aspek Non Finansial dan Finansial Hasil analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong PT PMU baik dari aspek non finansial maupun finansial dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Hasil Analisis Kelayakan Aspek Non Finansial dan Finansial PT PMU Uraian Aspek Non Finansial Aspek pasar
Aspek teknis
Aspek Manajemen dan hukum
Aspek Sosial dan ekonomi Aspek lingkungan
Aspek Finansial NPV IRR Net B/C Payback Period
Indikator Kelayakan
Hasil
Memiliki potensi pasar yang jelas serta strategi pemasaran yang baik Memiliki lokasi bisnis, layout produksi serta proses produksi yang tepat
PMU memiliki potensi pasar yang terbuka lebar serta strategi pemasaran melalui bauran pemasaran 4P PMU memiliki lokasi bisnis yang strategis dengan layout produksi yang memudahkan proses penggemukan. Namun, terdapat kekurangan pada jadwal pembersihan kandang PMU memiliki struktur organisasi yang baik dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. PMU memiliki bentuk PT dan kelengkapan dokumen perizinan PMU mengurangi pengangguran di Kampung Gelewer dengan tenaga kerja harian yang digunakan berasal dari masyarakat sekitar PMU masih menangani limbah cair yang dihasilkan dengan dibawa dan dibuang langsung begitu saja. Limbah yang dihasilkan perlu diolah terlebih dahulu. Sedangkan untuk limbah padat telah ditangani dengan baik dengan cara diolah menjadi pupuk kandang
Memiliki manajemen yang baik serta bentuk badan usaha dan legalitas perizinan yang jelas Menambah kesempatan kerja serta memberi nilai manfaat bagi masyarakat sekitar Penanganan limbah produksi yang dihasilkan dengan tepat dan tidak merusak lingkungan
>0 > DR ( 7.5 % ) >1 < Umur bisnis
Rp 35 879 286 506 36% 3.312 5 tahun 3 bulan 26 hari
Hasil Kelayakan
Layak
Kurang layak
Layak
Layak
Kurang layak
Layak Layak Layak Layak
Dapat dilihat pada Tabel 21, bahwa sebagian besar hasil kelayakan baik dari segi aspek non finansial maupun finansial menyatakan bahwa bisnis penggemukan sapi potong PT PMU layak untuk dijalankan. Kecuali pada aspek non finansial
63
yaitu aspek teknis dan aspek lingkungan, bisnis penggemukan sapi potong PMU kurang layak untuk dijalankan. Hal ini dikarenakan jadwal pembersihan kandang sapi di PMU hanya dilakukan satu bulan sekali yang seharusnya dilakukan lebih sering. Pada aspek lingkungan, penanganan limbah cair PMU dilakukan hanya dengan membawa keluar dan dibuang begitu saja. Limbah cair yang dihasilkan perlu diolah agar tidak mencemari lingkungan sekitar.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil analisis kelayakan yang telah dilakukan pada bisnis penggemukan sapi potong PMU baik dari aspek finansial maupun aspek non finansial, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Berdasarkan analisis aspek non finansial, bisnis penggemukan sapi potong PMU dapat dikatakan layak untuk dijalankan. Berdasarkan aspek pasar, bisnis yang dijalankan PMU memiliki potensi pasar yang terbuka lebar di masa yang akan datang. PMU juga telah memiliki target pasar yang jelas. Berdasarkan aspek teknis, PMU memiliki lokasi bisnis yang tepat yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur yang lengkap, prosedur produksi yang jelas serta layout produksi yang baik sehingga mempermudah proses produksi. Akan tetapi terdapat kekurangan dalam hal waktu pembersihan kandang, PMU masih melakukan satu bulan sekali yang seharusnya setiap hari pada pagi dan sore hari. Berdasarkan aspek manajemen dan hukum, PMU telah memiliki kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam pendirian bisnis serta telah memiliki manajemen yang baik dengan deskripsi pekerjaan yang jelas untuk masing-masing pekerjaan. Berdasarkan aspek sosial dan ekonomi, bisnis yang dijalankan PMU mampu memberikan manfaat tidak hanya bagi perusahaan tetapi bagi masyarakat sekitar lokasi bisnis hingga pemerintah setempat. Tenaga kerja harian PMU berasal dari masyarakat sekitar. Berdasarkan aspek lingkungan, bisnis penggemukan sapi potong PMU juga dinilai tidak mencemari lingkungan dalam mengolah dan mengatur limbah hasil buangannya. Akan tetapi, terdapat kekurangan pada pengaturan limbah cair yang tidak diolah terlebih dahulu dan langsung dibawa dan dibuang begitu saja. 2. Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa bisnis penggemukan sapi potong PMU ini layak untuk dijalankan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai NPV sebesar Rp 35 879 286 506 (NPV > 0), IRR sebesar 36 persen (IRR > DR), Net B/C sebesar 3.312 (Net B/C > 1),dan payback period selama 5 tahun 3 bulan 26 hari (PP < umur usaha). 3. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa bisnis penggemukan sapi potong PMU terbukti sangat sensitif terhadap perubahan dua variabel yaitu kenaikan harga sapi bakalan dan penurunan bobot akhir sapi potong. Dari kedua nilai variabel menunjukkan bahwa seluruh kriteria investasi tidak memenuhi kriteria sehingga usaha menjadi tidak layak. NPV yang dihasilkan dari kedua variabel menghasilkan nilai yang negatif. IRR yang dihasilkan pun lebih kecil dibanding dengan discount rate, walaupun pada kedua variabel
64
menghasilkan nilai positif. Net B/C pada kedua variabel mengahsilkan nilai yang kurang dari 1 atau negatif. Pada kedua variabel, bisnis penggemukan sapi potong PMU tidak dapat mengembalikan investasi awal yang dilakukan sampai dengan akhir umur bisnis. Jika dibandingkan antara kedua variabel maka penurunan bobot akhir sapi potong PMU memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan harga sapi bakalan. Saran Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penurunan bobot sapi siap potong yang terjadi sangat mungkin diakibatkan oleh penyakit yang datang serta kekurangan pemberian vitamin. PMU sebaiknya dapat merekrut tenaga ahli yang datang ke lokasi kandang dengan jadwal yang telah disepakati sebelumnya. 2. PMU sebaiknya melakukan pembersihan kandang dengan waktu lebih sering dari satu bulan sekali. Hal ini akan menambah kualitas sapi siap potong yang dijual PMU. 3. PMU juga sebaiknya mencari alternatif lain dalam membuang limbah cair yang dihasilkan. Saat ini PMU hanya membawa limbah cair tersebut keluar lalu dibuang begitu saja. Alangkah lebih baiknya apabila limbah cair tersebut dapat diolah dan diuraikan terlebih dahulu sehingga tidak mencemari lingkungan. 4. Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian dengan mengumpulkan data secara kengkap termasuk data persediaan sapi bakalan di daerah supplier agar hasil penelitian yang dihasilkan dapat maksimal.
DAFTAR PUSTAKA [BPS]. Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha. [Diunduh pada 2014 Februari 26]. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistika Republik Indonesia : Tersedia pada : http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=11 ¬ab=3 [BPS]. Populasi Ternak di Indonesia. [Diunduh pada 2014 Februari 26]. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistika Republik Indonesia : Tersedia pada : http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=24 ¬ab=12 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Sensus penduduk 2010 [Internet]. [diunduh 2014 Maret 25]. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistika Republik Indonesia : Tersedia pada: http://sp2010.bps.go.id/ [Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]. 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 20152019. [diunduh 2014 April 25]. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistika Republik Indonesia : Tersedia pada: http://www.bappenas.go.id/files/3713/9346/9271/RPJMN_Bidang_Pangan_
65
dan_Pertanian_20152019.pdfhttp://www.bappenas.go.id/files/3713/9346/92 71/RPJMN_Bidang_Pangan_dan_Pertanian_2015-2019.pdf [Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan]. 2009. Produksi Daging Sapi Menurut Provinsi. [diunduh 2014 Februari 25]. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistika Republik Indonesia : Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/nak/pdfDisNAK2013/Prod_DagingS api_Prop_2013.pdf Abidin, Zainal. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Jakarta (ID) : Agro Media Pustaka Fahmi, Irham. 2009. Studi Kelayakan Bisnis: Teori dan Aplikasi. Bandung (ID) : Alfabeta. Gittinger, J Price. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta (ID) : Universitas Indonesia Press. Harahap, Dolly Mario. 2011. Analisis Kelayakan Usaha Sapi Perah PT. Rejo Sari Bumi Unit Tapos Kecamatan Ciawi, Bogor. [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kasmir, Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID) : Kencana. Muttaqin, Mohammad Irfan Hilmi dan Novia, Astri. 2011. Panduan Menjadi Peternak Sukses: Beternak Sapi, Kambing dan Domba Potong. Yogyakarta (ID) : Cahaya Atma. Ningrum, Ratih Kusuma. 2012. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha (Studi Kasus: Rencana Pembukaan Gerai Baru oleh Elsari Brownies and Bakery) [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nisa, Chairun. 2013. Analisis Kelayakan Bisnis Penggemukan Sapi Potong Pada PT Catur Mitra Taruma Desa Cariu, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Nurmalina, Rita. Sarianti, Tintin. Karyadi, Arif. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID) : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Putria, Rona. 2008. Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong Pada Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Ciawi, Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rianto, Edy dan Purbowati, Endang. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Rivai, Arif. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong (Fattening) Pada PT Zagrotech Dafa Internasional (ZDI), Ciampea, Bogor, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Santosa, Undang. 1995. Tata Usaha Pemeliharaan Ternak Sapi. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Sarwono, B dan Arianto, Hario Bimo. 2003. Penggemukan Sapi Secara Cepat. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Siregar, Sori Basya. 2008. Penggemukan Sapi Edisi Revisi. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Subagyo, Ahmad. 2007. Studi Kelayakan Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID) : Gramedia.
66
Umar, Husein. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Ed ke-3. Jakarta (ID) : Gramedia. Yulianto, Purnawan dan Saparinto, Cahyo. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
67
LAMPIRAN Lampiran 1 Jumlah nilai sisa bisnis penggemukan sapi potong PMUa No A
Investasi
Nilai Investasib
Umur ekonomisc
Nilai sisab
Sarana dan prasarana 1
Praoperasional
357 000 000
3
0
2
Jalan, saluran, dan instalasi
569 850 000
15
0
3
Sumur
318 000 000
15
0
6 000 000 000
15
0
B
Bangunan 1
Kandang
2
Gudang pakan
450 000 000
15
0
3
Kantor dan mushola
300 000 000
15
0
4
Mess karyawan
250 000 000
15
0
5
Pos jaga
75 000 000
15
0
6
Gazebo
30 000 000
15
0
C
Peralatan dan mesin 1
Chopper dan timbangan
2
Mixer
55 000 000
10
39 479 806
100 000 000
10
71 781 466
3
Timbangan duduk
1 500 000
10
1 076 722
4
Pallet truck
3 000 000
10
2 153 444
5
Grinder (mesin giling)
6
hammer meal
7
Tangki molases
8
Ember
7 000 000
10
5 024 703
25 000 000
10
17 945 367
5 000 000
10
3 589 073
260 000
3
0
9
Sapu
75 000
1
0
10
Sekop
300 000
3
0
11
Drum
350 000
5
0
12
Eartag
20 000 000
10
17 945 367
D
Perlengkapan 1
Komputer
15 000 000
5
0
2
Printer
10 000 000
5
0
3
Laptop
15 000 000
5
0
4
Meja Kantor
14 000 000
5
0
5
Kursi kantor
5 000 000
5
0
6
Mesin absensi
2 500 000
5
0
7
Kitchen set dan lemari
25 000 000
5
0
8
TV
4 000 000
5
0
9
Lemari
5 000 000
5
0
Kulkas, dispenser
7 000 000
5
0
157 000 000
10
112 696 902
10 E
Kendaraan 1
Mobil Truk
68
2
Mobil Truk
157 000 000
10
112 696 902
3 4
Mobil pick up
65 000 000
10
46 657 953
Mobil avanza
130 000 000
10
93 315 906
5
Mobil avanza
130 000 000
10
93 315 906
6
Mobil avanza
130 000 000
10
93 315 906
Total Nilai Sisa a
710 995 424
Sumber : Data primer (diolah);bNilai investasi dan Nilai sisa (Rp);cUmur ekonomis (tahun)
69 Lampiran 2 Biaya investasi bisnis penggemukan sapi potong PMUa Tahun Pembelian
Umur ekonomisb
Nilai investasi sebelum compoundingc
Praoperasional Jalan, saluran, dan instalasi
2009
3
357 000 000
357 000 000
2009
15
569 850 000
818 093 371
Sumur Total biaya sarana dan prasarana
2009
15
318 000 000
456 530 126
1 244 850 000
1 631 623 497
No A
Investasi
Nilai Investasi setelah compoundingc
Sarana dan prasarana 1 2 3
B
Bangunan 1
Kandang
2009
15
6 000 000 000
8 613 775 957
2
Gudang pakan
2009
15
450 000 000
64 6033 197
3
Kantor dan mushola
2009
15
300 000 000
430 688 798
4
Mess karyawan
2009
15
250 000 000
358 907 331
5
Pos jaga
2009
15
75 000 000
107 672 199
6
Gazebo
2009
15
30 000 000
43 068 880
7 105 000 000
10 200 146 362
Total biaya bangunan C
Peralatan dan mesin 1
Chopper dan timbangan
2009
10
55 000 000
78 959 613
2
Mixer
2009
10
100 000 000
143 562 933
3
Timbangan duduk
2009
10
1 500 000
2 153 444
4
Pallet truck
2009
10
3 000 000
4 306 888
5
Glinder (mesin giling)
2009
10
7 000 000
10 049 405
6
hammer meal
2009
10
25 000 000
35 890 733
7
Tangki molases
2009
10
5 000 000
7 178 147
8
Ember
2009
3
260 000
3 004 625
9
Sapu
2009
1
75 000
75 000
10
Sekop
2009
3
300 000
346 687
11
Drum
2009
5
350 000
350 000
12
Eartag Total biaya perlatan dan mesin
2009
10
25 000 000
35 890 733
222 485 000
319 064 046
D
Perlengkapan 1
Komputer
2009
5
15 000 000
15 000 000
2
Printer
2009
5
10 000 000
10 000 000
3
Laptop
2009
5
15 000 000
15 000 000
4
Meja Kantor
2009
5
14 000 000
14 000 000
5
Kursi kantor
2009
5
5 000 000
5 000 000
6
Mesin absensi
2009
5
2 500 000
2 500 000
7
Kitchen set dan lemari
2009
5
25 000 000
25 000 000
8
TV
2009
5
4 000 000
4 000 000
9
Lemari
2009
5
5 000 000
5 000 000
Kulkas, dispenser
2009
5
7 000 000
7 000 000
102 500 000
102 500 000
10
Total biaya perlengkapan
70
E
Kendaraan 1
Mobil Truk
2009
10
157 000 000
225 393 804
2
Mobil Truk
2009
10
157 000 000
225 393 804
3
Mobil pick up
2009
10
65 000 000
93 315 906
4
Mobil avanza
2009
10
130 000 000
186 631 812
5
Mobil avanza
2009
10
130 000 000
186 631 812
6
Mobil avanza
2009
10
130 000 000
186 631 812
Total biaya kendaraan Total biaya investasi a
769 000 000
1 103 998 953
9 666 320 000
13 357 332 857
Sumber : Data primer (diolah);bUmur ekonomis (tahun);cNilai investasi sebelum dan sesudah compounding (Rp)
71 Lampiran 3 Biaya re-investasi bisnis penggemukan sapi potong PMUa Tahunb No C 1 2 3 4 5 6
Investasi Peralatan dan mesin Chopper dan timbangan
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
8
Ember Sapu Sekop
11
Drum
12
Eartag Total investasi peralatan mesin
2025
2026
2027
2028
2153444
7
9
2024
143562933
Pallet truck Grinder (mesin giling)
10
2023
78959613
Mixer Timbangan duduk
hammer meal Tangki molases
D
2014
4306888 10049405 35890733 7178147 300463 75000
75000
300463 75000
75000
346688
75000
300463 75000
75000
346688
75000
300463 75000
75000
346688
350000
75000
300463 75000
75000
346688
75000 346688
350000
350000
35890733 re dan 75000
722150
75000
425000
722150
75000
75000
722150
318416896
75000
722150
75000
75000
1072150
Perlengkapan 1
Komputer
15000000
15000000
15000000
2
Printer
10000000
10000000
10000000
3
Laptop
15000000
15000000
15000000
4
Meja Kantor
14000000
14000000
14000000
5
Kursi kantor
5000000
5000000
5000000
6
Mesin absensi Kitchen set dan lemari
2500000
2500000
2500000
25000000
25000000
25000000
7
72
8
TV
4000000
4000000
4000000
9
Lemari Kulkas, dispenser Total biaya perlengkapan
5000000
5000000
5000000
7000000
7000000
7000000
102500000
102500000
102500000
10
E
a
Kendaraan 1
Mobil Truk
225393804
2
Mobil Truk
225393804
3
Mobil pick up
93315906
4
Mobil avanza
186631812
5
Mobil avanza
186631812
6
Mobil avanza Total re investasi kendaraan
186631812
Sumber: PT Prisma Mahesa Unggul (diolah); bTahun (Rp)
1103998952
73 Lampiran 4 Proyeksi siklus pembelian sapi bakalan pada PMUa Tahun 2014
Januari 594
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
594
594
0
300
300
300
300
0
300
300
300
300
0
300
300
300
300
0
300
300
300
300
0
300
300
300
300
0
300
300
300
300
0
300
300
300
300
0
300
300
300
300
300
300
300
300
300 300
594 a
894
Sumber: Data primer (diolah)
1194
900
1200
1200
1200
1200
1200
1200
1200
1200
74 Lampiran 5 Rincian biaya penyusutan PMUa No
Investasi
A
Sarana dan prasarana 1 2 3
Praoperasional Jalan, saluran, dan instalasi Sumur
Tahun Pembelian
Umur ekonomisb
2009
3
2009
15
2009
15
Nilai Investasic 357 000 000 818 093 372 456 530 126
Total biaya penyusutan sarana dan prasarana B
Penyusutan per tahunc
119 000 000 54 539 559 30 435 342 203 974 900
Bangunan 1 2 3 4 5 6
Kandang
2009
Gudang pakan
2009
Kantor dan mushola Mess karyawan
2009 2009
Pos jaga
2009
Gazebo
2009
15 15 15 15 15 15
8 613 775 957 646 033 197 430 688 798 358 907 332 107 672 199 43 068 880
Total biaya penyusutan bangunan C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Peralatan dan mesin Chopper dan timbangan Mixer
2009
Timbangan duduk Pallet truck Grinder giling)
2009
2009
10 10 10
2009
10
2009
10
(mesin
hammer meal
2009
Tangki molases
2009
Ember
2009
Sapu
2009
Sekop
2009
Drum
2009
Eartag
2009
10 10 3 1 3 5 10
78 959 613 143 562 933 2 153 444 4 306 888 10 049 405 35 890 733 7 178 147 300 463 75 000 346 688 350 000 35 890 733
Total biaya penyusutan perlatan dan mesin D
574 251 730 43 068 880 28 712 586 23 927 155 7 178 147 2 871 259 10 200 146 362
7 895 961 14 356 293 215 344 430 689 1 004 940 3 589 073 717 815 100 154 75 000 115 562 70 000 3 589 073 32 159 906
Perlengkapan 1 2 3 4 5 6 7
Komputer
2009
Printer
2009
Laptop
2009
Meja Kantor
2009
Kursi kantor Mesin absensi Kitchen set lemari
2009
5 5 5 5 5
2009
5
2009
5
dan
15 000 000 10 000 000 15 000 000 14 000 000 5 000 000 2 500 000 25 000 000
3 000 000 2 000 000 3 000 000 2 800 000 1 000 000 500 000 5 000 000
75
8 9 10
TV Lemari Kulkas, dispenser
2009 2009 2009
5 5 5
4 000 000 5 000 000 7 000 000
Total biaya penyusutan perlengkapan E
1 000 000 1 400 000 102 500 000
Kendaraan 1 2 3 4 5 6
Mobil Truk Mobil Truk Mobil pick up Mobil avanza Mobil avanza Mobil avanza
2009 2009 2009 2009 2009 2009
Total biaya penyusutan kendaraan Total biaya penyusutan a
800 000
10 10 10 10 10 10
22 5393 804 22 5393 804 9 3315 906 18 6631 812 18 6631 812 18 6631 812
22 539 380 22 539 380 9 331 591 18 663 181 18 663 181 18 663 181 110 399 895 1 047 044 459
Sumber : Data primer (diolah);bUmur ekonomis (tahun);cNilai investasi, Penyusutan per tahun (Rp)
76 Lampiran 6 Analisis laba rugi PMUa Tahun kebKomponen
1
2
3
4 - 13
14
15
2014
2015
2016
2017 - 2027
2027
2028
Penjualan 1. Sapi potong 2. Pupuk kandang
44 734 466 400
59 795 568 800
59 795 568 800
59 795 568 800
59 795 568 800
59 795 568 800
215 280 000
287 760 000
287 760 000
287 760 000
287 760 000
287 760 000
44 949 746 400
60 083 328 800
60 083 328 800
60 083 328 800
60 083 328 800
60 083 328 800
39 275 500 000
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
28 564 000 000
5 227 200 000
5 702 400 000
5 702 400 000
5 702 400 000
5 702 400 000
3 801 600 000
297 000 000
324 000 000
324 000 000
324 000 000
324 000 000
216 000 000
50 421 250
55 005 000
55 005 000
55 005 000
55 005 000
36 670 000
44 850 121 250
48 927 405 000
48 927 405 000
48 927 405 000
48 927 405 000
32618270000
99 625 150
11 155 923 800
11 155 923 800
11 155 923 800
11 155 923 800
27 465 058 800
2 200 000 000
2 200 000 000
2 200 000 000
2 200 000 000
2 200 000 000
2 200 000 000
42 000 000
42 000 000
42 000 000
42 000 000
42 000 000
42 000 000
1 172 570 936
1 172 570 936
1 172 570 936
1 172 570 936
1 172 570 936
1 172 570 936
7 850 000
7 850 000
7 850 000
7 850 000
7 850 000
7 850 000
5. Biaya penyusutan
1 047 044 459
1 047 044 459
1 047 044 459
1 047 044 459
1 047 044 459
1 047 044 459
Total biaya operasional tetap
4 469 465 395
4 469 465 395
4 469 465 395
4 469 465 395
4 469 465 395
4 469 465 395
(4 369 840 245)
6 686 458 405
6 686 458 405
6 686 458 405
6 686 458 405
22 995 593 405
0
0
0
0
0
0
(4 369 840 245)
6 686 458 405
6 686 458 405
6 686 458 405
6 686 458 405
22 995 593 405
1 671 614 601
1 671 614 601
1 671 614 601
1 671 614 601
5 748 898 351
5 014 843 804
5 014 843 804
5 014 843 804
5 014 843 804
17 246 695 054
Total Penjualan Biaya operasional variabel 1. Biaya pembelian bakalan 2. Biaya pakan 3. Biaya obat dan vitamin 4. Biaya pengangkutan Total biaya operasional variabel Margin kotor Biaya operasional tetap 1. Biaya gaji 2. Biaya telekomunikasi dan listrik 3. Biaya pemeliharaan 4. Biaya pajak bumi dan bangunan
Laba kotor (Laba sebelum pajak) Biaya bunga Laba bersih sebelum pajak Pajak 25% Laba bersih setelah pajak a
(4 369 840 245)
Sumber: Data Primer (diolah);bTahun ke (Rp)
77 Lampiran 7 Cashflow PMUa Tahun kebKomponen
Inflow 1. Penjualan sapi potong 2. Penjualan pupuk kandang
1
2
3
4
5
6
7
8
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
44 734 466 400
59 795 568 800
59 795 568 800
59 795 568 800
44 734 466 400
59 795 568 800
59 795 568 800
59 795 568 800
215 280 000
287 760 000
287 760 000
287 760 000
215 280 000
287 760 000
287 760 000
287 760 000
Total inflow
44 949 746 400
60 083 328 800
60 083 328 800
60 083 328 800
60 083 328 800
60 083 328 800
60 083 328 800
60 083 328 800
Outflow 1. Biaya investasi Sarana dan prasarana
1 631 623 497
75 000
722 150
75 000
425 000
722 150
75 000
75 000
3. Nilai sisa
Bangunan Peralatan dan mesin
10 200 146 362
Perlengkapan
102 500 000
Kendaraan Total biaya investasi 2. Biaya operasional 2.1 Biaya operasional variabel Biaya pembelian bakalan Biaya pakan Biaya obat dan vitamin
319 064 046
102 500 000
1 103 998 952 13 357 332 857
75 000
722 150
75 000
102 925 000
722 150
75 000
75 000
39 275 500 000
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
5 227 200 000
5 702 400 000
5 702 400 000
5 702 400 000
5 702 400 000
5 702 400 000
5 702 400 000
5 702 400 000
297 000 000
324 000 000
324 000 000
324 000 000
324 000 000
324 000 000
324 000 000
324 000 000
78 Biaya pengangkutan Total biaya operasional variabel 2.2 Biaya operasional tetap
50 421 250
55 005 000
55 005 000
55 005 000
55 005 000
55 005 000
55 005 000
55 005 000
44 850 121 250
48 927 405 000
48 927 405 000
48 927 405 000
48 927 405 000
48 927 405 000
48 927 405 000
48 927 405 000
2 200 000 000
2 200 000 000
2 200 000 000
2 200 000 000
2 200 000 000
2 200 000 000
2 200 000 000
2 200 000 000
42 000 000
42 000 000
42 000 000
42 000 000
42 000 000
42 000 000
42 000 000
42 000 000
1 172 570 936
1 172 570 936
1 172 570 936
1 172 570 936
1 172 570 936
1 172 570 936
1 172 570 936
1 172 570 936
7 850 000
7 850 000
7 850 000
7 850 000
7 850 000
7 850 000
7 850 000
7 850 000
3 422 420 936
3 422 420 936
3 422 420 936
3 422 420 936
3 422 420 936
3 422 420 936
3 422 420 936
3 422 420 936
48272 542 186
52 349 825 936
52 349 825 936
52 349 825 936
52 349 825 936
52 349 825 936
52 349 825 936
52 349 825 936
1 671 614 601
1 671 614 601
1 671 614 601
1 671 614 601
1 671 614 601
1 671 614 601
1 671 614 601
61 629 875 043
54 021 515 537
54 022 162 687
54 124 365 537
54 124 365 537
54 022 162 687
54 021 515 537
54 021 515 537
-16 680 128 643
6 061 813 263
6 061 166 113
6 061 813 263
6 061 813 263
6 061 166 113
6 061 813 263
6 061 813 263
0,930
0,865
0,805
0,749
0,697
0,648
0,603
0,561
-15 516 398 738
5 245 484 705
4 878 999 726
4 538 604 396
4 222 408 356
3 927 402 398
3 653 787 652
3 398 872 234
PV Biaya
57 330 116 319
46 746 579 156
43 485 710 843
40 451 824 040
37 629 152 980
35 004 282 566
32 561 733 244
30 289 984 413
PV Manfaat
41 813 717 581
51 992 063 862
48 364 710 569
44 990 428 436
41 851 561 336
38 931 684 964
36 215 520 896
33 688 856 648
NPV
35 879 286 506
Biaya gaji Biaya telekomunikasi dan listrik Biaya pemeliharaan Biaya pajak bumi dan bangunan Total biaya operasional tetap Total biaya operasional Biaya pajak Total outflow Net Benefit DF 7,5% PV Manfaat bersih
IRR
36%
PV Positif
51 395 685 244
PV Negatif
-15 516 398 738
Net B/C
3.312
79 Net Benefit ratarata Payback Period
2 391 952 434 5 tahun 3 bulan 26 hari
Lanjutan Lampiran 7 cashflow Tahun kebKomponen
9
10
11
12
13
14
15
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
59 795 568 800
65091312000
65091312000
65091312000
65091312000
65091312000
65091312000
287 760 000
287760000
287760000
287760000
287760000
287760000
287760000
Inflow 1. Penjualan sapi potong 2. Penjualan pupuk kandang 3. Nilai sisa Total inflow
710995424 60 083 328 800
65379072000
65379072000
65379072000
65379072000
65379072000
66090067424
722 150
318416896
75000
722150
75000
75000
1072150
Outflow 1. Biaya investasi Sarana dan prasarana Bangunan Peralatan dan mesin Perlengkapan
102500000
Kendaraan Total biaya investasi
102500000
1103998952 722 150
1524915848
75000
722150
75000
75000
103572150
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
42 846 000 000
28564000000
5 702 400 000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
3801600000
324 000 000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
216000000
55 005 000
55 005 000 48 927 405 000
55 005 000 48 927 405 000
55 005 000
55 005 000
55 005 000
36670000
48 927 405 000
48 927 405 000
48 927 405 000
32618270000
2. Biaya operasional 2.1 Biaya operasional variabel Biaya pembelian bakalan Biaya pakan Biaya obat dan vitamin Biaya pengangkutan Total biaya operasional variabel
48 927 405 000
80
2.2 Biaya operasional tetap Biaya gaji Biaya telekomunikasi dan listrik
2 200 000 000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000 42000000
42 000 000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
Biaya pemeliharaan Biaya pajak bumi dan bangunan
1 172 570 936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
7 850 000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
1172570936
Total biaya operasional tetap Total biaya operasional Biaya pajak Total outflow Net Benefit
3 422 420 936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
52 349 825 936
52349825936
52349825936
52349825936
52349825936
52349825936
36040690936
1 671 614 601
1671614601
1671614601
1671614601
1671614601
1671614601
5748898351
54 022 162 687
55546356385
54021515537
54022162687
54021515537
54021515537
41893161437
6 061 166 113
4536972415
6061813263
6061166113
6061813263
6061813263
18901162786
0,522
0,485
0,451
0,420
0,391
0,363
0,338
3 161 404 071
2 201 311 469 26 950 754 857 29 152 066 326
2 735 958 130 24 382 243 104 27 118 201 233
2 544 805 621
2 367 513 795
2 202 338 414
6 387 950 744
22 681 428 084
21 098 750 117
19 626 744 295
14 158 464 999
25 226 233 705
23 466 263 912
21 829 082 709
20 546 415 743
DF 7,5% PV Manfaat bersih PV Biaya
28 177 067 229
PV Manfaat
31 338 471 300
NPV
35 879 286 506
IRR
36%
PV Positif
51 395 685 244
PV Negatif
-15 516 398 738
Net B/C Net Benefit rata-rata a
3.312 2 391 952 434 5 tahun 3 bulan 26 hari
Payback Period Sumber: Data Primer (diolah);bTahun ke (Rp)
81
Lampiran 8 Analisis sensitivitas kenaikan harga sapi bakalana Tahun kebKomponen
1
2
3
4
5
6
7
8
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
Inflow 1. Penjualan sapi potong 2. Penjualan pupuk kandang
44734466400
59795568800
59795568800
59795568800
59795568800
59795568800
59795568800
59795568800
215280000
287760000
287760000
287760000
287760000
287760000
287760000
287760000
44949746400
60083328800
60083328800
60083328800
60083328800
60083328800
60083328800
60083328800
75000
722150
75000
425000
722150
75000
75000
3. Nilai sisa Total inflow Outflow 1. Biaya investasi Sarana dan prasarana Bangunan
1631623497 10200146362
Peralatan dan mesin
319064046
Perlengkapan
102500000
Kendaraan Total biaya investasi
102500000
1103998952 13357332857
75000
722150
75000
102925000
722150
75000
75000
44581620050
48634494600
48634494600
48634494600
48634494600
48634494600
48634494600
48634494600
5227200000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
297000000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
50421250
55005000
55005000
55005000
55005000
55005000
55005000
55005000
50156241300
54715899600
54715899600
54715899600
54715899600
54715899600
54715899600
54715899600
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2. Biaya operasional 2.1 Biaya operasional variabel Biaya pembelian bakalan Biaya pakan Biaya obat dan vitamin Biaya pengangkutan Total biaya operasional variabel 2.2 Biaya operasional tetap Biaya gaji
82 Biaya telekomunikasi dan listrik
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
Biaya pemeliharaan Biaya pajak bumi dan bangunan
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
Total biaya operasional tetap
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
53578662236
58138320536
58138320536
58138320536
58138320536
58138320536
58138320536
58138320536
Total biaya operasional Biaya pajak Total outflow Net Benefit
0
224490951
224490951
224490951
224490951
224490951
224490951
224490951
66935995093
58362886487
58363533637
58362886487
58465736487
58363533637
58362886487
58362886487
-21986248693
1720442313
1719795163
1720442313
1617592313
1719795163
1720442313
1720442313
0,930
0,865
0,805
0,749
0,697
0,648
0,603
0,561
DF 7,5% PV Manfaat bersih
-20452324366
1488754841
1384367294
1288268115
1126747889
1114361085
1037005036
964655847
PV Biaya
62266041947
50503309021
46980343275
43702160321
40724813447
37817323879
35178515861
32724200801
PV Manfaat
41813717581
51992063862
48364710569
44990428436
41851561336
38931684964
36215520896
33688856648
NPV
-2850877131
IRR
6%
PV Positif
17601447235
PV Negatif
-20452324366
Net B/C Net Benefit rata-rata
-0,861 -190058475,4
Payback Period
-
Lanjutan Lampiran 8 Analisis sensitivitas Tahun kebKomponen
9
10
11
12
13
14
15
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
Inflow 1. Penjualan sapi potong 2. Penjualan pupuk kandang
59795568800
59795568800
59795568800
59795568800
59795568800
59795568800
59795568800
287760000
287760000
287760000
287760000
287760000
287760000
287760000
83
3. Nilai sisa Total inflow
7109954234 60083328800
60083328800
60083328800
60083328800
60083328800
60083328800
60794324224
722150
318416896
75000
722150
75000
75000
1072150
Outflow 1. Biaya investasi Sarana dan prasarana Bangunan Peralatan dan mesin Perlengkapan
102500000
Kendaraan Total biaya investasi
102500000
1103998952 722150
1524915848
75000
722150
75000
75000
103572150
48634494600
48634494600
48634494600
48634494600
48634494600
48634494600
32422996400
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
3801600000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
216000000
55005000
55005000
55005000
55005000
55005000
55005000
36670000
54715899600
54715899600
54715899600
54715899600
54715899600
54715899600
36477266400
Biaya gaji Biaya telekomunikasi dan listrik
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
Biaya pemeliharaan Biaya pajak bumi dan bangunan Total biaya operasional tetap
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
Total biaya operasional
58138320536
58138320536
58138320536
58138320536
58138320536
58138320536
39899687336
224490951
224490951
224490951
224490951
224490951
224490951
4784149251
58363533637
59887727335
58362886487
58363533637
58362886487
58362886487
44787408737
2. Biaya operasional 2.1 Biaya operasional variabel Biaya pembelian bakalan Biaya pakan Biaya obat dan vitamin Biaya pengangkutan Total biaya operasional variabel 2.2 Biaya operasional tetap
Biaya pajak Total outflow
84
Net Benefit DF 7,5%
1719795163
195601465,1
1720442313
1719795163
1720442313
1720442313
16006915486
0,522
0,485
0,451
0,420
0,391
0,363
0,338
897016734
94904643
776509920
722063101
671939358
625059867,5
5409793505
PV Biaya
30441454567
29057161683
26341691313
24504170605
22794324555
21204022841
15136622238
PV Manfaat
31338471300
29152066326
27118201233
25226233705
23466263912
21829082709
20546415743
NPV
-2850877131
PV Manfaat bersih
IRR
6%
PV Positif
17601447235
PV Negatif
-20452324366
Net B/C Net Benefit rata-rata Payback Period a
-0,861 -190058475,4 -
Sumber: Data Primer (diolah);bTahun ke (Rp)
85
Lampiran 9 Analisis sensitivitas penurunan bobot akhir sapi potong PMUa Tahun kebKomponen
1
2
3
4
5
6
7
8
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
Inflow 1. Penjualan sapi potong 2. Penjualan pupuk kandang
40202864954
53738277681
53738277681
53738277681
53738277681
53738277681
53738277681
53738277681
89925000
247425000
269925000
269925000
254925000
215925000
269925000
269925000
40292789954
53985702681
54008202681
54008202681
53993202681
53954202681
54008202681
54008202681
75000
722150
75000
425000
722150
75000
75000
3. Nilai sisa Total inflow Outflow 1. Biaya investasi Sarana dan prasarana Bangunan
1631623497 10200146362
Peralatan dan mesin
319064046
Perlengkapan
102500000
Kendaraan Total biaya investasi
102500000
1103998952 13357332857
75000
722150
75000
102925000
722150
75000
75000
39275500000
42846000000
42846000000
42846000000
42846000000
42846000000
42846000000
42846000000
5227200000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
297000000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
50421250
55005000
55005000
55005000
55005000
55005000
55005000
55005000
44850121250
48927405000
48927405000
48927405000
48927405000
48927405000
48927405000
48927405000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2. Biaya operasional 2.1 Biaya operasional variabel Biaya pembelian bakalan Biaya pakan Biaya obat dan vitamin Biaya pengangkutan Total biaya operasional variabel 2.2 Biaya operasional tetap Biaya gaji
86 Biaya telekomunikasi dan listrik
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
Biaya pemeliharaan Biaya pajak bumi dan bangunan
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
Total biaya operasional tetap
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
48272542186
52349825936
52349825936
52349825936
52349825936
52349825936
52349825936
52349825936
Total biaya operasional Biaya pajak Total outflow Net Benefit
0
157291821
157291821
157291821
157291821
157291821
157291821
157291821
61629875043
52507192757
52507839907
52507192757
52610042757
52507839907
52507192757
52507192757
-21337085090
1478509923
1500362773
1501009923
1383159923
1446362773
1501009923
1501009923
0,930
0,865
0,805
0,749
0,697
0,648
0,603
0,561
DF 7,5% PV Manfaat bersih
-19848451246
1279402854
1207732872
1123957026
963451984
937187419
904741087
841619616,2
PV Biaya
57330116319
45436186269
42266740716
39317413754
36645979431
34023059678
31648967767
29440900248
PV Manfaat
37481665073
46715589123
43474473588
40441370779
37609431415
34960247096
32553708854
30282519865
NPV
-4533823742
IRR
4%
PV Positif
14637156899
PV Negatif
-19170980641
Net B/C
-0,764
Net Benefit rata-rata
-302254916,1
Payback Period Lanjutan Lampiran 9 analisis sensitivitas penurunan jumlah produksi Tahun kebKomponen
9
10
11
12
13
14
15
2022
2023
2024
2025
2026
2027
2028
Inflow 1. Penjualan sapi potong 2. Penjualan pupuk kandang
53738277681
53738277681
53738277681
53738277681
53738277681
53738277681
53738277681
269925000
269925000
269925000
269925000
269925000
269925000
269925000
87
3. Nilai sisa Total inflow
710995424 54008202681
54008202681
54008202681
54008202681
54008202681
54008202681
54719198104
722150
318416896
75000
722150
75000
75000
1072150
Outflow 1. Biaya investasi Sarana dan prasarana Bangunan Peralatan dan mesin Perlengkapan
102500000
Kendaraan Total biaya investasi
102500000
1103998952 722150
1524915848
75000
722150
75000
75000
103572150
42846000000
42846000000
42846000000
42846000000
42846000000
42846000000
28564000000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
5702400000
3801600000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
324000000
216000000
55005000
55005000
55005000
55005000
55005000
55005000
36670000
48927405000
48927405000
48927405000
48927405000
48927405000
48927405000
32618270000
Biaya gaji Biaya telekomunikasi dan listrik
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
2200000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
42000000
Biaya pemeliharaan Biaya pajak bumi dan bangunan
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
1172570936
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
7850000
Total biaya operasional tetap
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
3422420936
52349825936
52349825936
52349825936
52349825936
52349825936
52349825936
36040690936
157291821
157291821
157291821
157291821
157291821
157291821
4234575571
52507839907
54032033605
52507192757
52507839907
52507192757
52507192757
40378838657
2. Biaya operasional 2.1 Biaya operasional variabel Biaya pembelian bakalan Biaya pakan Biaya obat dan vitamin Biaya pengangkutan Total biaya operasional variabel 2.2 Biaya operasional tetap
Total biaya operasional Biaya pajak Total outflow
88
Net Benefit DF 7,5%
1500362773
-23830924,47
1501009923
1500362773
1501009923
1501009923
14340359447
0,522
0,485
0,451
0,420
0,391
0,363
0,338
782564426
-11562620
677470606
629933506
586237409
545337125
4846554195
PV Biaya
27387221495
26216014639
23698763831
22045633412
20507313212
19076570430
13646675358
PV Manfaat
28169785921
26204452019
24376234436
22675566918
21093550621
19621907554
18493229553
NPV
-4533823742
PV Manfaat bersih
IRR
4%
PV Positif
14637156899
PV Negatif
-19170980641
Net B/C Net Benefit rata-rata
-0,764 -302254916,1
Payback Period a Sumber: Data Primer (diolah);bTahun ke (Rp)
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 September 1992 dari Ayah Teungku Muhammad Mukhlis dan Ibu Inong Safura Mahdi. Penulis adalah putri pertama dari 2 bersaudara, dengan adik perempuan Alya Khansa Nabila. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak di TK Mutiara Permata Bunda dan lulus pada tahun 1998. Studi penulis dilanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Pertiwi Bogor dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah di SMP Negeri 1 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis diterima melalui jalur USMI di Program Sarjana Institut Pertanian Bogor pada program Mayor Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selain itu penulis juga melengkapi mandat dari Departemen Agribisnis dengan mengambil program Minor Manajemen Fungsional di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa studinya di IPB penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan IPB dengan menjadi Bendahara Departemen BEM Corporation dalam Badan Eksekutif Mahasiswaa Fakultas Ekonomi dan Manajemen Kabinet Progresif pada periode 2011/2012. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di Institut Pertanian Bogor. Penulis menjadi ketua divisi Design dan Dokumentasi pada kegiatan Tax Goes to Campus yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2012. Pada Masa Orientasi Departemen (MPD) Agribisnis 2012, penulis berpartisipasi sebagai Ketua Divisi Medis. Selain itu kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain, Agripreneur on Vacation sebagai Divisi Acara pada tahun 2011, 2nd Journalistic and Seminar Talkshow (JUST) sebagai staff divisi acara pada tahun 2012, 2nd Bogor Art Festival sebagai staff divisi Design, Dekorasi dan Dokumentasi, serta Orientation For New Generation Fakultas Ekonomi dan Manajemen (ORANGE FEM) sebagai ketua divisi medis Departemen Agribisnis pada tahun 2012.