Analisis Kelayakan Finansial Pengolahan Tepung Sagu Menjadi Produk Kue Bagea (Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga di Minahasa Selatan) ASTHUTIIRUNDU DAN A. LAY Balai Penelitian Tanaman Palma Jalan Raya Mapanget, PO Box 1004 Manado 95001
E-mail:
[email protected]
Diterima 29 Januari 2013 / Direvisi 29 April 2013 / Disetujui 6 Mei 2013
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha pengolahan tepung sagu menjadi produk kue bagea pada industri rumah tangga dengan melakukan analisis kelayakan finansial dan analisis sensitifitas. Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni tahun 2012 pada industri rumah tangga kue bagea di Desa Buyungon, Kecamatan Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara. Analisis finansial yang didasarkan pada harga yang berlaku untuk waktu 10 tahun menunjukkan bahwa usaha pengolahan kue bagea adalah layak dan menguntungkan ditandai BCR 1,12, NPV sebesar Rp157.195.610, PBP 5 tahun 1 bulan dan IRR 29,27%. Kelayakan industri rumah tangga ditandai dapat bertahan dan aktif sampai sekarang. Analisis sensitifitas dengan penurunan harga produksi dan kenaikan biaya produksi sebesar 10% memperlihatkan pengaruh yang cukup sensitif terhadap perubahan yang terjadi ditandai dengan menurunnya nilai NPV, BCR dan IRR disertai dengan lamanya pengembalian modal usaha. Model industri rumah tangga kue Bagea di Minahasa Selatan dapat digunakan sebagai salah satu model pengembangan industri kue bagea pada berbagai daerah yang berpotensi sagu. Kata kunci: Tepung sagu, pengolahan, kue bagea, analisis financial, analisis sensitivitas.
ABSTRACT
Financial Feasibility of Sago Flour for Producing Bagea Cake (A Case Study of Home Industry in South Minahasa) The objective of this research was to analyse the feasibility of processing sago starch into cake product of home industry by conducted financial analysis and sensitivity analysis. The research was conducted in April-June of 2012 on home industry of bagea cakes in the Village Buyungon, District East Amurang, South Minahasa regency, North Sulawesi province. Financial analysis was based on the prevailing price in ten years showed that the processing bagea’s cake is viable and profitable as shown by BCR 1,12 , NPV of Rp 157.195.610, PBP 5 years 1 months and IRR of 29,27 %. Sensitivity analysis with a 10 % decreased the production price and an increased the production cost showed that influence sensitivity for the changes of project. The bagea home industry in South Minahasa can be used as a model of industrial development in sago production regions. Keywords: Sago starch ,processing, bagea cakes, financial analysis, sensitivity analysis.
PENDAHULUAN Sagu merupakan bahan pangan yang cukup berpotensi untuk mengatasi rawan pangan dimasa akan datang (Yunika, 2009). Sagu menjadi pangan pokok lokal yang sudah dikenal di beberapa daerah antara lain Maluku, Papua dan Sulawesi (Ruhukail, 2012). Masyarakat di Kawasan Timur Indonesia secara tradisional mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok (staple food) (Setiyanto et al., 2006). Selain itu pati sagu didaerah Maluku juga dimanfaatkan sebagai panganan seperti serut, bagea dan sagu tumbu (Ruhukail, 2012). Oleh karena itu sebenarnya
sagu dapat berperan dalam menunjang kebutuhan pangan (Setiyanto et al., 2006). Konsumsi sagu pada masyarakat, sebagian besar masih dalam bentuk makanan tradisional seperti di daerah Papua dan Maluku dikenal dengan sagu lempeng, papeda, bagea, sinoli, buburne dan lainlain. Di Sulawesi Selatan dan Tenggara dikenal dengan kapurung dan sinonggi, di Sangihe Talaud dikenal riringe (Lay et al., 1998). Sagu bisa menjadi landasan bersama bagi ketahanan pangan masyarakat, dan yang membedakan antara satu daerah dengan daerah lain hanya pada selera, cita rasa, dan teknik tata boganya (Budianto, 2003). Apabila sagu dapat dipertahankan
61
B. Palma Vol. 14 No. 1, Juni 2013: 61 - 68
sebagai makanan pokok bagi sebagian penduduk di beberapa daerah seperti Papua, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan maka pengadaan beras nasional menjadi lebih ringan (Kanro et al., 2003). Produksi sagu terbesar yang dicapai petani sagu di Sulawesi Tengah terdapat di Kabupaten Buol (1.0 ton/ha) meskipun masih jauh lebih kecil dibanding potensi produksi yang dapat dicapai, yaitu 12 ton/ha (Tarigans, 2001). Produk olahan sagu yang dikenal di Sulawesi Tengah belum beragam, pada umumnya tepung sagu basah digunakan sebagai bahan mentah untuk pembuatan makanan tambahan berupa kapurung, baruasa dan kue bagea (Lay dan Miftahorrachman, 2002). Di Sulawesi Utara pemanfaatan tepung sagu banyak dialokasikan sebagai bahan baku pembuatan kue tradisional khas Minahasa. Kabupaten Minahasa Selatan Sulawesi Utara merupakan sentra industri rumah tangga pembuatan kue bagea. Keberadaan usaha rumah tangga mempunyai dampak, baik secara makro maupun mikro pada peningkatan pendapatan pada usaha rumah tangga dalam hubungannya dengan curahan waktu kerja. Perkembangan industri yang kompatibel antara sector pertanian dan sektor industri, khususnya di pedesaan kebanyakan berupa industri rumah tangga dengan komoditi pangan. Tumbuhnya industri ini menyebabkan diversifikasi pertumbuhan ekonomi pedesaan (Timisela et al., 2009). Industri rumah tangga merupakan agroindustri, dimana dari pengembangannya diharapkan terjadi peningkatan nilai tambah hasil pertanian meliputi pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan teknologi pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas dan pendapatan bagi pengolah sagu (Leatemia, 2008). Pengembangan usaha pengolahan kue bagea di Kabupaten Minahasa Selatan dapat dikatakan lambat karena sampai saat ini jumlah pengolah kue bagea di daerah ini masih sedikit. Pada umumnya mereka tidak mengetahui secara pasti apakah usaha tersebut menguntungkan secara finansial bagi mereka. Sehingga dianggap perlu untuk dilakukan suatu analisis mengenai kelayakan terhadap usaha pengolahan tepung sagu menjadi produk kue bagea. Untuk mengetahui nilai ekonomi pengolahan sagu menjadi bagea dalam bentuk usaha home industri dilakukan analisis finansial dan analisis sensitifitas. Analisis finansial penting untuk mengetahui posisi usaha pada tahun-tahun tertentu, apakah dalam keadaan defisit atau keadaan yang menguntungkan. Tujuan utama analisis finansial dalam usaha pertanian adalah untuk menentukan berapa banyak keluarga petani yang menggantungkan kehidupan mereka kepada usaha pertanian tersebut. Selanjutnya
62
dikemukakan bahwa analis akan merasa perlu untuk membuat proyeksi mengenai anggaran yang akan mengestimasi penerimaan dan pengeluaran bruto pada masa-masa yang akan datang setiap tahun, termasuk biaya-biaya yang berhubungan dengan produksi dan pembayaran-pembayaran kredit yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga petani, agar dapat menentukan berapa besar pendapatan yang diterima oleh rumah tangga tani sebagai balas jasa tenaga kerja, keahlian manajemen, dan modal mereka (Gittinger, 1986). Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan finansial usaha industri rumah tangga kue bagea berdasarkan kriteria NPV, BCR, PBP dan IRR, serta melakukan analisis sensitifitas perubahan harga dan biaya produksi. Hasil analisis diharapkan dapat menjadi acuan untuk usaha sehingga memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut atau diperluas sesuai potensi bahan baku wilayah dan serapan pasar produk bagea.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini berlangsung pada bulan April sampai dengan Juni tahun 2012 pada industri rumah tangga kue bagea di Desa Buyungon Kecamatan Amurang Timur, Kabupaten Minahasa Selatan, Propinsi Sulawesi Utara. Usaha kue bagea tersebut telah dilakukan selama 30 tahun. Tenaga kerja dalam usaha kue bagea sebanyak 12 orang. Lembaga yang terlibat dengan pengusahaan kue bagea pada industri rumah tangga di Minahasa Selatan adalah Pemerintah Daerah setempat yang memberikan penyuluhan mengenai informasi tentang tata cara pelaksanaan produksi yang baik dan kunjungan ke industri rumah tangga kue bagea di Minahasa Selatan. Instansi pemerintah yang memberikan bimbingan adalah Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Minahasa Selatan, Dinas Koperasi Kabupaten Minahasa Selatan, Dinas Pariwisata Kabupaten Minahasa Selatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Selatan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Sulawesi Utara. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data adalah metode interview dan observasi. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada pemilik usaha industri rumah tangga kue bagea dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur, yang terdiri atas karakteristik pemilik usaha industri rumah tangga kue bagea, proses pengolahan sampai pemasarannya. Pengolahan kue bagea industri rumah tangga di Minahasa Selatan dilakukan secara konvensional
Analisis Kelayakan Finansial Pengolahan Tepung Sagu Menjadi Produk Kue Bagea (Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga di Minahasa Selatan) (Asthutiirundu dan A. Lay)
karena masih menggunakan peralatan sederhana baik dalam pembuatan adonan, pembakaran, pemanggangan sampai pengemasan, dilakukan secara manual. Mesin yang digunakan dalam proses pembuatan kue bagea hanya mesin pencukur kelapa dan alat pengepress santan. Data sekunder adalah data dokumentasi yang diperoleh dari instansi terkait, yaitu Dinas Koperasi Kabupaten Minahasa Selatan. Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis secara finansial dan dianalisis sensitifitasnya. Pelaksanaan analisis finansial dari suatu usaha dapat menggunakan penilaian investasi. Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan sesuai harga berlaku. Kriteria dalam menilai kelayakan suatu proyek yang umum digunakan adalah Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Net Present Value (NPV), Payback Period (PBP) dan Internal Rate of Return (IRR). Analisis Finansial Dalam rangka mencari ukuran menyeluruh tentang baik atau tidaknya suatu proyek, telah dikembangkan berbagai macam indeks, disebut dengan investment criteria (Kastaman, 2006). Setiap indeks menggunakan present value yang telah didiskonto dari arus benefit dan biaya selama umur suatu proyek. Penilaian kelayakan ekonomi atas investasi sebagai berikut : 1. Benefit Cost Ratio (BCR) Perhitungan B/C ratio dilakukan untuk melihat berapa manfaat yang diterima oleh proyek untuk setiap satu rupiah pengeluaran proyek. Benefit Cost Ratio (BCR) atau perbandingan total Nilai sekarang penerimaan dibagi Nilai sekarang pengeluaran, syarat kelayakan apabila BCR > 1, namun bila BCR < 1 maka investasi tidak layak. Metode ini dihitung dengan rumus : t n
BCR =
Bt t n Ct : t t t 1 (1 i ) t 1 (1 i )
Dimana : Bt : penerimaan yang diperoleh dari tahun t. Ct : biaya yang dikeluarkan pada tahun t. t : jumlah tahun proyek. n : tahun proyek 1 / ( 1+i )t: rumus Pv (Present Value)
t n
NPV =
t 1
( Bt Ct ) (1 i)t
Dimana : Bt : Penerimaan yang diperoleh dari tahun t. Ct : Biaya yang dikeluarkan pada tahun t. n : Umur teknis proyek. t : Tahun proyek. i : Discount rate /tingkat suku bunga bank. 3. Payback Period adalah periode waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi, di hitung dengan cara pada periode (waktu) kapan investasi kembali. Makin pendek jangka waktu pengembalian modal makin baik. Metode ini dihitung dengan rumus :
C PBP = E Dimana : C = Modal /investasi E = Rata-rata benefit per tahun 4. IRR merupakan tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah di-presentvalue-kan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresentvaluekan sama dengan nol. Dengan demikian, IRR ini menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan returns, atau tingkat keuntungan yang dapat dicapainya (Alam et al., 2009). IRR (Internal Rate of Return) atau tingkat suku bunga yang memberikan NPV = 0, dengan syarat kelayakan bila IRR lebih diatas dari tingkat bunga yang berlaku. Metode ini dihitung dengan rumus: NPV(+) IRR = I1 + –––––––––– (I2- I1) NPV(+) – NPV(-) Dimana : NPV(+) = Net Present Value yang bernilai positif terkecil. NPV(-) = Net Present Value yang bernilai negatif terkecil. i1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif terkecil. i2 = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif terkecil.
2. Net Present Value (NPV) adalah nilai bersih yang merupakan selisih antara present value manfaat dan present value biaya. NPV (Nilai sekarang bersih), syarat kelayakan investasi bila NPV > 0.
63
B. Palma Vol. 14 No. 1, Juni 2013: 61 - 68
Analisis Sensitivitas Gittinger (1986) mengemukakan bahwa analisis sensitivitas adalah meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Dengan melakukan analisis sentivitas maka akibat yang mungkin terjadi dari perubahan-perubahan tersebut dapat diketahui dan diantisipasi sebelumnya. Tujuan analisis sensitivitas adalah memperbaiki cara pelaksanaan proyek/bisnis yang sedang dilaksanakan, dapat mengurangi resiko kerugian dengan menunjukkan beberapa tindakan pencegahan yang harus diambil.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Finasial Usaha Pengolahan Tepung Sagu menjadi Kue Bagea Biaya dan Pendapatan Biaya yang dikeluarkan dalam usaha ini adalah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap terdiri atas biaya gedung, lahan, biaya penyusutan, pajak dan retribusi sedangkan biaya variabel diperoleh dari biaya bahan baku, peralatan, upah tenaga kerja, biaya perawatan dan biaya produksi lainnya (Tabel 1). Sumber dana investasi industri rumah tangga kue bagea merupakan modal sendiri. Biaya investasi yang dikeluarkan meliputi biaya gedung dan lahan, biaya pembuatan tungku pembakaran/pemanggangan, pembuatan meja tempat pencetakan kue, lemari penyimpanan, mesin pencukur kelapa dan mesin press santan kelapa. Komponen biaya produksi terdiri atas biaya operasional, alat pengolah, bahan baku, modal kerja, biaya perawatan dan biaya pembantu lainnya. Tabel 1. Table 1. Tahun Year 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
64
Pada Tabel 1 terlihat bahwa terdapat biaya yang sama pada tahun yang berbeda, hal ini disebabkan ada persamaan dalam umur ekonomis dan masa pakai dari barang/peralatan yang digunakan dalam usaha pengolahan tersebut. Adapun pendapatan usaha pembuatan kue bagea industri rumah tangga kue bagea berasal dari penjualan produk kue bagea yang dihasilkan. Cash flow pengusahaan industri rumah tangga kue bagea disajikan pada Tabel 2. Bahan baku sagu yang mereka gunakan dalam produksi kue bagea berasal dari Boroko, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan Minahasa Selatan. Pasokan sagu mencapai sekitar 10 karung dalam sekali pengiriman, yang digunakan untuk 5 kali produksi kue bagea. Kapasitas bahan baku sagu yang digunakan dalam sekali produksi adalah 100 kg dengan harga bahan baku sagu Rp3.500 per kg. Produksi pembuatan kue bagea tidak dilakukan setiap hari, namun dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu, atau produksi pembuatan kue bagea dilakukan 12 kali dalam sebulan dan 144 kali dalam setahun. Produksi kue bagea dalam sekali produksi sebanyak 200 pak setiap produksi, atau 2400 pak setiap bulan dan 28.800 pak setiap tahun. Jumlah kapasitas terpasang bahan baku utama tiap minggu sekitar 500 kg sedangkan jumlah kapasitas terpakai bahan baku setiap produksi berjalan sebanyak 100 kg. Industri rumah tangga kue bagea FL memproduksi kue bagea sebagai produk utama dan tepung sagu kering sebagai produk sampingan. Pendapatan yang diperoleh dari produk kue bagea mencapai Rp288.000.000,- per tahun sedangkan pendapatan dari tepung sagu kering sebesar Rp30.000.000,- per tahun sehingga total pendapatan industri rumah tangga FL sebesar Rp318.000.000,- per tahun (Tabel 1).
Sebaran biaya dan benefit pada usaha kue bagea pada industri rumah tangga kue bagea di Minahasa Selatan. The distribution of costs and benefits in the cake business at home industry of bagea cakes in South Minahasa. B.Tetap Fixed Cost 103,232,000 38,332,000 38,332,000 38,332,000 40,532,000 38,332,000 38,332,000 38,332,000 40,532,000 38,332,000
B.Variabel Variable Cost 140,826,000 199,366,000 199,741,000 199,966,000 201,741,000 202,116,000 200,341,000 199,366,000 201,741,000 199,966,000
Total Cost 244,058,000 237,698,000 238,073,000 238,298,000 242,273,000 240,448,000 238,673,000 237,698,000 242,273,000 238,298,000
Benefit 0 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000
B-C -244,058,000 80,302,000 79,927,000 79,702,000 75,727,000 77,552,000 79,327,000 80,302,000 75,727,000 79,702,000
Analisis Kelayakan Finansial Pengolahan Tepung Sagu Menjadi Produk Kue Bagea (Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga di Minahasa Selatan) (Asthutiirundu dan A. Lay)
Hasil perhitungan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa usaha pembuatan kue bagea industry rumah tangga kue bagea pada tahun kedua telah mengalami keuntungan sebesar Rp64.016.263,- (Tabel 2) setelah dikurangi pajak penghasilan sebesar 10. Pada sehingga pada tahun pertama pembuatan kue bagea industri rumah tangga kue bagea sudah bisa membayar angsuran biaya pengeluaran yang digunakan pada awal pelaksanaan proyek, namun total biaya tersebut dapat terselesaikan pada tahun keenam berjalan. Pendapatan diperoleh dari estimasi hasil produksi setiap bulan adalah 2400 pak dengan harga eceran untuk setiap pak adalah Rp10.000,-. Dari estimasi hasil produksi dikurangi dengan total biaya produksi, diperoleh keuntungan bersih sebesar ± Rp5.334.000,- per tahun.
Analisa NPV pada DF 12% menunjukkan hasil sebesar Rp. 157.195.610,-. Perhitungan ini, menunjukkan nilai positif yang lebih besar dari 0 artinya investasi yang dilakukan memberikan manfaat bagi pemilik usaha sehingga usaha dapat terus dijalankan. Hasil perhitungan NPV pada berbagai tingkat DF dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa IRR berada di antara NPV dengan DF 25% dan 30%, sehingga dapat dihitung IRR sebagai berikut :
Analisis Finansial
Perhitungan IRR di atas sebesar 29,27%, ini menunjukkan bahwa pengusahaan kue bagea pada industri rumah tangga FL sangat layak untuk diusahakan mengingat jarang ada suku bunga perbankan yang melebihi 29% karena nilai IRR yang diperoleh dari perhitungan diatas lebih besar dari tingkat discount rate yang ditentukan. Internal return of rate pada dasarnya merupakan tingkat pengembalian modal proyek yang dianalisis. Internal return of rate merupakan tingkat bunga pada saat NPV = 0 dengan satuan %/per tahun. Hasil uji coba perhitungan NPV = 0 disajikan pada Tabel 5. Hasil perhitungan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa NPV = 0 diperoleh pada tingkat DF 29,1637931%. Hal ini berarti pada kondisi tersebut usaha kue bagea tidak memperoleh keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian. Adapun penilaian jangka waktu pengembalian investasi dapat dilakukan pada umur usaha tahun keenam berjalan dengan Payback period adalah 5 tahun 1 bulan.
Untuk analisis finansial usaha kue bagea menggunakan tingkat diskonto sebesar 12%. Tingkat suku bunga yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito Bank Persero (Bank Pemerintah) sebesar 12%, dengan asumsi pelaku usaha (kue bagea) telah memiliki modal sendiri dan adanya pilihan bagi pelaku usaha untuk menginvestasikan uangnya di bank, dengan waktu diasumsikan selama 10 tahun. Analisis perhitungan BCR disajikan pada Tabel 3. Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan antara hasil yang dipresent-valuekan dengan biaya yang dikeluarkan sebagai indikator bisa diterima atau tidaknya suatu investasi yang dijalankan. Berdasarkan hasil perhitungan, nilai BCR pada usaha pengolahan kue bagea bernilai lebih dari satu, yaitu 1,12. Hal ini berarti usaha tersebut layak dijalankan karena penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan.
IRR= 25
+ (23.689.819) (30-25) 23.689.819-(-4.063.892) IRR= 25 + (0.85)(5) IRR= 25 + 4,27 IRR= 29,27 %
Tabel 2. Arus kas pengusahaan industri rumah tangga kue bagea. Table 2. Cash flow bagea’s business of home industry of bagea cakes. Tahun Year 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Total Cost 244,058,000 237,698,000 238,073,000 238,298,000 242,273,000 240,448,000 238,673,000 237,698,000 242,273,000 238,298,000
Benefit 0 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000
B-C -244,058,000 80,302,000 79,927,000 79,702,000 75,727,000 77,552,000 79,327,000 80,302,000 75,727,000 79,702,000
DF 12 % 0.893 0.797 0.712 0.636 0.567 0.507 0.452 0.404 0.361 0.322 NPV =
PV 12 % -217,908,929 64,016,263 56,890,460 50,652,062 42,969,534 39,290,257 35,883,506 32,432,631 27,307,915 25,661,911 157,195,610
65
B. Palma Vol. 14 No. 1, Juni 2013: 61 - 68
Tabel 3. Benefit cost Ratio pada DF 12 % Table 3. Benefit cost ratio at 12 % DF Tahun Year 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Total Cost
Benefit
DF 12 %
PVB
PVC
244,058,000 237,698,000 238,073,000 238,298,000 242,273,000 240,448,000 238,673,000 237,698,000 242,273,000
0 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000
0.893 0.797 0.712 0.636 0.567 0.507 0.452 0.404 0.361
0 253,507,653 226,346,119 202,094,749 180,441,740 161,108,697 143,847,050 128,434,866 114,673,988
217,908,929 189,491,390 169,455,659 151,442,687 137,472,207 121,818,440 107,963,544 96,002,236 87,366,073
238,298,000
318,000,000
0.322
102,387,489 BCR
76,725,578 1,12
Tabel 4. Perhitungan NPV pada berbagai tingkat DF Table 4. NPV calculations at various levels of DF. Tahun Year 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
DF 12 % 0.893 0.797 0.712 0.636 0.567 0.507 0.452 0.404 0.361 0.322 NPV =
PV 12 % -217,908,929 64,016,263 56,890,460 50,652,062 42,969,534 39,290,257 35,883,506 32,432,631 27,307,915 25,661,911 157,195,610
DF 25 %
PV 25 %
0.800 0.640 0.512 0.410 0.328 0.262 0.210 0.168 0.134 0.107 NPV =
DF 30%
-195,246,400 51,393,280 40,922,624 32,645,939 24,814,223 20,329,791 16,636,078 13,472,440 10,163,906 8,557,937 23,689,819
PV 30 %
0.769 0.592 0.455 0.350 0.269 0.207 0.159 0.123 0.094 0.073 NPV=
-187,736,923 47,515,976 36,380,064 27,905,886 20,395,483 16,066,930 12,642,052 9,844,180 7,141,025 5,781,436 -4,063,892
DF 29,1637931 %
PV 29,1637931
Tabel 5. Hasil uji coba perhitungan NPV=0 pada berbagai tingkat DF. Table 5. Calculation trials results of NPV = 0 at various levels DF. Tahun Year 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
66
Total Cost 244,058,000 237,698,000 238,073,000 238,298,000 242,273,000 240,448,000 238,673,000 237,698,000 242,273,000 238,298,000
Benefit
B-C
0 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000 318,000,000
-244,058,000 80,302,000 79,927,000 79,702,000 75,727,000 77,552,000 79,327,000 80,302,000 75,727,000 79,702,000
0.774 0.599 0.464 0.359 0.278 0.215 0.167 0.129 0.100 0.077 NPV=
-188,952,333 48,133,205 37,091,222 28,635,585 21,064,289 16,701,221 13,226,213 10,365,734 7,568,044 6,166,821 0
Analisis Kelayakan Finansial Pengolahan Tepung Sagu Menjadi Produk Kue Bagea (Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga di Minahasa Selatan) (Asthutiirundu dan A. Lay)
Analisis Finansial Berdasarkan dari nilai NPV, BCR ,dan IRR pada tingkat DF 12%, hasil analisis finansial menunjukkan bahwa usaha kue bagea layak untuk diusahakan. Suatu investasi pasti selalu menghadapi ketidakpastian termasuk industri rumah tangga kue bagea, oleh karena itu layak atau tidak layaknya usaha pada industri rumah tangga kue bagea tergantung pada perubahan-perubahan dalam investasi, baik dari segi penerimaan maupun dari segi pengeluaran. Analisis sensitifitas digunakan untuk mengetahui apakah usaha ini sensitif jika terjadi perubahan dalam produksi. Parameter yang digunakan dalam hal ini penurunan harga produksi sebesar 10% dan kenaikan biaya produksi sebesar 10%. Penurunan harga produksi 10% dilakukan terhadap harga produk kue bagea yang semula Rp10.000/pak menjadi Rp9.000/pak. Sedangkan kenaikan biaya produksi 10% dilakukan pada biaya total produksi yang semula Rp244.058.000 (Tabel 5) pada tahun pertama menjadi Rp268.463.800. Hasil analisa sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 memperlihatkan bahwa dengan tingkat discount factor 12% apabila terjadi perubahan, yaitu penurunan harga produksi sebesar 10% dengan biaya pengeluaran tetap, menunjukkan penurunan NPV jika dibandingkan dengan kondisi awal. Namun penurunan tersebut masih masuk dalam kategori layak oleh karena NPV yang diperoleh masih lebih besar dari 0. Selanjutnya nilai IRR juga mengalami penurunan persentase seiring dengan menurunnya harga produksi, yaitu sebesar 14,46%. nilai ini menunjukkan apabila investasi dilakukan akan memperoleh pengembalian hanya sebesar 14,46% dari investasi awal. Sehingga dapat dikatakan bahwa usaha pengolahan kue bagea pada industry rumah tangga FL sangat sensitif terhadap penurunan harga produksi sebesar 10%. Kondisi ini dapat dijadikan pilihan oleh pemilik usaha untuk memilih menginvestasikan/menyimpan uangnya di bank atau tetap melanjutkan usaha pengolahan kue bagea yang dijalankan.
Adapun pengaruh naiknya biaya produksi sebesar 10% dengan harga produksi tetap maka usaha kue bagea ini juga masih dapat dilanjutkan. Kelayakan dicerminkan dari nilai NPV yang positif, yaitu Rp21.630.935, Net B/C Ratio lebih dari 1, dan IRR lebih dari social discount rate. Adanya perubahan dengan menurunnya harga produksi sebesar 10 persen menghasilkan nilai NPV sebesar 21,630,935, yang artinya bahwa penanaman investasi akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 21,630,935 selama umur proyek menurut nilai sekarang. Namun jangka waktu pengembalian modal digolongkan cukup lama yaitu 8 tahun 10 bulan. Oleh karena itu, jika pemilik usaha ingin memperoleh pengembalian modal usaha secepatnya maka dapat memilih untuk menginvestasikan uangnya pada usaha lain. Nilai B/C Ratio yang diperoleh sebesar 1,015 pada tingkat discount factor 12%, menunjukkan bahwa untuk setiap pengeluaran biaya sebesar Rp1 akan memperoleh keuntungan sebesar 1,015 kali biaya menurut nilai sekarang. Untuk nilai IRR yang diperoleh sebesar 14,38%, nilai ini menunjukkan apabila investasi dilakukan akan memperoleh pengembalian sebesar 14,38% dari investasi awal. Sagu komoditas pangan yang terabaikan tetapi sangat bermanfaat dalam penggunaannya sebagai produk pangan karbohidrat dan bahan baku industri. Dengan melihat potensi sagu di Indonesia cukup besar dengan luas sekitar 1,1 juta hektar atau sekitar 51% dari total sagu dunia jika dimanfaatkan secara optimal akan memberikan nilai tambah yang besar bagi masyarakat di Indonesia terutama masyarakat di daerah sentra produksi sagu. Berdasarkan hasil analisis finansial dan analisis sensitivitas menunjukkan bahwa pengusahaan sagu dalam bentuk produk kue bagea pada skala usaha menengah ternyata menguntungkan, dengan demikian pola yang dikembangkan industri rumah tangga kue bagea FL di Amurang Timur dapat menjadi contoh untuk pengembangan produk-produk sejenis pada daerah sentra produksi sagu di Indonesia.
Tabel 6. Analisa sensitivitas pada usaha pengolahan kue bagea pada industri rumah tangga FL. Table 6. Sensitivity analysis on the business processing bagea’s cake of Home industry FL. Komponen Component Harga produksi dan biaya produksi tetap Production price and fixed production cost Harga produksi turun 10 % Production price down 10% Biaya produksi naik 10 % Production cost up 10%
Kriteria investasi Investment Criteria NPV
BCR
IRR
PBP
157,195,610
1,12
29,27 %
5 tahun 1 bulan
20,183,472
1.01
14,46 %
8 tahun 9 bulan
21,630,935
1,015
14,38 %
8 tahun 10 bulan
67
B. Palma Vol. 14 No. 1, Juni 2013: 61 - 68
KESIMPULAN 1. Industri rumah tangga kue bagea di Minahasa Selatan merupakan usaha keluarga yang sudah beroperasi secara turun temurun dan dapat bertahan melebihi 30 tahun oleh karena usaha pengolahan bagea menguntungkan. 2. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa pengusahaan kue bagea pada industri rumah tangga di Desa Buyungon Amurang Timur, Minahasa Selatan, adalah layak dan menguntungkan. 3. Industri sagu bagea model industri rumah tangga yang terdapat di Minahasa Selatan dapat ditingkatkan kapasitas produksi atau diperluas dengan membuka cabang-cabang usaha pada berbagai daerah yang berpotensi sagu. 4. Usaha pengolahan kue bagea sensitif dengan perubahan penurunan harga dan kenaikan biaya pengeluaran yang terjadi ditandai dengan menurunnya nilai NPV, BCR dan IRR disertai dengan lamanya pengembalian modal usaha.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada Prof. Pantjar Simatupang yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan KTI ini dan terima kasih kepada Ir. Rindengan Barlina, MS selaku penanggung jawab kegiatan Diversifikasi Pengolahan Tanaman Palma di Balit Palma Manado yang telah memberikan dukungan pada kegiatan penelitian ini, serta terima kasih diucapkan kepada Jerry Wungkana, S.TP dan Maria L. Kapu’alo, S.Si yang membantu dalam proses pengambilan data di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA Alam, S. Supratman dan M. Ali. 2009. Ekonomi sumber daya hutan. Buku ajar ekonomi sumber daya hutan.. Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar. Hal. 148-150 Budianto, J. 2003. Teknologi sagu bagi agribisnis dan ketahanan pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Prosiding Seminar Nasional Sagu. Balai Penelitian Tanaman Palma. Manado. p148-150.
68
Gittinger, J.P. 1986. Analisa ekonomi proyek-proyek pertanian. Terjemahan. Edisi Kedua. UI-Press dan John Hopkins, Jakarta. Kanro, Z.M., A. Rouw., Widjono., A. Syamsuddin, Amisnaipa, dan Atekan. 2003. Tanaman sagu dan pemanfaatannya di Propinsi Papua. Jurnal Litbang Pertanian. 22 (3):116-124. Lay, A. dan Miftahorrachman. 2002. Keragaan industri sagu Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 8(1):3-4. Lay, A., D. Allolerung, Amrizal, M. Sjafar, Noli Barri. 1998. Pengolahan sagu berkelanjutan. Prosiding Seminar Regional Kelapa dan Palma Lain. Balitka. Manado 25-26 Februari 1998 Kastaman, R. 2006. Analisis kelayakan ekonomi suatu investasi. Prosiding Bimbingan Teknis IKM Kota Taskmalaya. 31 Agustus – 2 September 2006. Leatemia, E.D. 2008. Analisis finansial usaha agroindustri gula aren (Suatu Kasus Di Desa Tuhaha Kecamatan Saparua Kabupaten Maluku Utara Provinsi Maluku).Unpati Ambon. Jurnal Ichsan Gorontalo 3(1):1351 – 1359. Ruhukail, L. Novita. 2012. Karakterisitik Petani Sagu dan Keragaan Serta Manfaat Ekonomi Sagu Bagi Masyarakat Dusun Waipaliti Desa Hitu Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Agroforestri VII(1):65-72. Setiyanto. H, Widyaningrum dan H. Herawati. 2006. Kajian Teknologi dan Sosial Ekonomi Usaha Mi Sagu Di Sukabumi. Jurnal Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian 2:49-55. Tarigans, D.D. 2001. Sagu Memantapkan Swasembada Pangan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 23(5):5-7. Timisela., R. Natelda, Thenu, W.F. Stephen dan Sopamena. F. Junianita. 2009. Analisis Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap curahan Waktu Kerja dan Tingkat Pendapatan Wanita Pengrajin Sagu di Kecamatan Saparua. Jurnal Budidaya Pertanian 5(2): 94-98. Yunika, N. 2009. Produk olahan sagu baik jajanan maupun makanan pokok. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas pertanian Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. http:// niceseafine. blogspot.com/2010/ety11/anekaolahan-produk-pangan.html. [Diakses 24 Februari 2012].