ANALISIS KEKERABATAN GENETIK PADA BEBERAPA KOMPONEN AGRONOMIS PADI GOGO Oleh : Iskandar Umarie Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember ABSTRACT Purpose of this research to find some information of genetic diversity from several upland rice cultivar, and than to decide some parental for crossing material. The research design were Randomezed Completely Block Design with three repetitions. Each sector of upland ricefield to consist of ten polybag, therefore each polybag with one plant and then sample of this research to put four polybags of sector. The cultivar of upland rice cultivar were 15 from several location (Jember, Bondowoso, Probolinggo, lumajang, dan Lampung). Cultivar of this research were Jelbuk (K1), Pringgondani 1 (K2), Pringgondani 2 (K3), Pringgondani 3 (K4), Sumber Tengah 1 (K5), Sumber Tengah 2 (K6), Kladi 1 (K7), Kladi 2 (K8), Bendoarum 1 (K9), Bendoarum 2 (K10), Sumatera 1 (K11), Sumatera 2 (K12), Wringin (K13), Gunung Nabungan (K14), dan Tigasan Kulon (K15). Some character observed were number of tiller, number of productive tiller, lenght of panicle, number of grain yield per panicle, number of filletd grain yield perpanicle, 1000 grain weight, days to days to harvest, grain yield per hill. Result of this research is fifteens of uplandrice cultivar have high genetic diversity, and than to divide five clusters. The biggest of diversity rate to decide number of productive plant hereditary, and than number of unhulled rice. The biggest of group interval were Keladi 1 (group No.4), Bendoarum 2 (group No.5). Bendoarum 2 were cultivar that highly production and difference with cultivar of Kladi 1, Sumatera 2, Wringin, Pringgondani 1, Pringgondani 2, dan Sumber Tengah. Some cultivars mentioned have self abundance, therefore its can made cross parental. Key words : Upland rice-cultivar, highly production, cross parental I. PENDAHULUAN Usaha peningkatan produksi pangan khususnya beras telah mencapai swasembada sejak akhir tahun 1984, usaha ini akan terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat.
Dewasa ini pelestarian
swasembada beras dihadapkan pada tantangan yang cukup berat.
Hal ini
disebabkan oleh pertambahan penduduk, penyusutan lahan sawah produktif, seringnya ledakan hama dan bahkan bencana alam berupa banjir dan kekeringan. Oleh karena itu salah satu pertimbangan yang dapat dilakukan untuk menunjang swasembada beras adalah pemanfaatan lahan kering dengan budidaya padi gogo.
1 Jurnal Penelitian
Dalam dua tahun terahir ini, peningkatan produksi padi tidak mencapai tingkat yang diharapkan, dan kehilangan telah menunjukkan adanya gejala pelandaian (levelling off) (Partohardjono dan Damanhuri, 1983).
Untuk
mengatasi gejala ini, mutu intensifikasi perlu ditingkatkan lagi. Sambil menungu keberhasilan usaha ini, perlu dikaji lagi peluang lain untuk membantu memantapkan swasembada beras (Partohardjono dan Makmur, 1989). Salah satu tipe budidaya padi yang juga penting adalah padi gogo. Luas pertanaman padi gogo pada tahun 1985 adalah 1.146 juta ha atau meliputi 11,6% dari total pertanaman padi di Indonesia (Balittan Bogor, 1983). Saat ini rata-rata hasil padi gogo masih rendah, yaitu sekitar 1,7 t/ha, jauh di bawah tingkat hasil padi sawah yaitu 4,2 t/ha (Partohardjono, Taslim, Damanhuri dan Soepardi, 1989). Sedang sumbangan padi gogo terhadap produksi padi nasional relatif masih rendah yaitu sebesar 5,2% dari produksi padi total (BPS. 1990). Padahal kemungkinan peranan padi gogo dalam penyediaan gabah nasional pada tahuntahun mendatang menjadi makin penting. Hal ini karena areal sawah makin berkurang terutama di pulau Jawa dan juga berkurangnya intensitas panen padi sawah
akibat
penerapan
pola
tanam
padi-kedelai
atau
lainnya
lebih
menguntungkan . Dalam upaya peningkatan produksi padi gogo yang sekaligus diharapakan dapat meningkatkan pendaptan petani adalah mengembangkan varietas potensi genetik yang tinggi dan sesuai lingkungan spesifik (Harahap, dkk.. 1989). Dari tahun 1969 sampai tahun 1989, produksi padi gogo berkembang sebesar sepertiga kali laju padi sawah, sehingga produktivitas padi gogo hanya sebesar 2 ton per ha. Produktivitas tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan produktivitas padi sawah yaitu berkisar antara 4,5 sampai 8 ton/ha. Untuk mendapatkan varietas unggul perlu melakukan beberapa langkah, diantaranya memilih plasma nutfah yang diperlukan sebagai tetua, melakukan persilangan-persilangan untuk mendapatkan jenis yang diinginkan dan melakukan pengujian atas hasil persilangan tersebut (Makmur, 1988). Sehubungan dengan hal di atas, tersedianya informasi tentang tingkat diversitas dari materi plasma nutfah sangat diperlukan untuk mengindentifikaksi calon tertua persilangan yang potensial. Melalui persilangan tetua yang potensial
2 Jurnal Penelitian
diharapakan akan mendapatkan individu-individu yang tingkat heterosisnya tinggi juga kisaran variabilitas genetiknya luas (Daradjat, dkk., 1991). Tingkat diversitas genetik dapat ditentukan dari sifat-sifat kuantitatifnya atau variasi fenotip individu-individu dalam populasi. Sifat kuantitatif dinyatakan dalam besaran kuantitatif bagi masing-masing individu tanaman yang selanjutnya digunakan pendekatan analisis sejumlah ukuran sifat itu (Poepodarsono, 1988). Penelitian bertujuan untuk mendapat informasi diversitas genetik dari berbagai kultivar padi gogo, sehingga dengan diketahui diversitas genetiknya, maka dapat ditentukan induk-induk sebagai bahan persilangan.
II. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada pertengan Maret hingga pertengahan Agustus 2002.
Bertempat dikebun percobaan Fakultas Pertanian, Universitas
Muhammadiyah Jember dengan ketinggian kurang lebih 89 merter di atas permukaan laut. Sebanyak 15 kultivar padi gogo diuji, yakni : empat kultivar lokal Jember (K1, K2, K3, K4), enam kultival lokal Bondowoso (K5, K6, K7, K8, K9, K10, dan K13), dua Kultivar Lampung (K11, dan K12), satu kultivar lokal Lumajang (K14), dan satu kultivar lokal Probolinggo (K15). Tanaman diberi pupuk dasar Urea, TSP, dan KCl, dengan dosis pupuk masing-masing sebesar 200 kg per ha, 125 kg per ha, dan 100 kg per ha. Dosis tersebut di atas setara dengan 0,57 g Urea per polybag, 0,358 g TSP per polybag dan 0,286 g KCl per polybag. Pertisida insektisida Matador, herbisida Round up, serta Dithane M 45 pengendalian hama dan penyakit. Tabel 2.1. Analisis Ragam Rancangan acak kelompok Lengkap (RAKL) Sumer Ragam Blok Kultivar Error Total
Derajad Bebas
JK
KT
u-1 g-1 (u – 1)(g – 1) ug-1
JKu KTg KTe KTt
KTu KTg KTe
Nilai Harapan kuadrat tengah σ2 e + g σ 2 u σ2 e + u σ 2 g σ2 e
Peneltian ini menggunakan Rancangan Acak kelompok Lengkap (RAKL) (tabel 2.1 dan 2.2), dengan tiga ulangan dan kultivar padi sebagai perlakuan. Tiap
3 Jurnal Penelitian
petak terdiri atas 10 polybag, dengan masing-masing satu tanaman, dan diambil empat polybag tiap petak sebagai sampel. Tabel 2.2. Analisis Peragam Rancangan acak kelompok Lengkap (RAKL) Sumber Ragam
Derajad Bebas
Blok Kultivar Error Total
u-1 g-1 (u – 1)(g – 1) ug-1
Hasil Kali Kuadrat Tengah HKTu HKTg HKTe HKTt
Nilai harapan Kuadrat Tengah Kov.e + g Kov.u Kove + u Kov.g Kov.e
Hasil
Untuk mengukur ragam dan peragam dari parameter jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir gabah, jumlah anakan produktif, berat gabah per rumpun, umur panen dan jumlah gabah isi per malai digunakan analisis ragam dan peragam yang dikembangkan oleh Knight (1979). Untuk mengetahui tingkat diversitas genetiknya dilakukan uji statistik D2 dari Mahalanobis (1936) dalam Singh dan Chaudhary (1977), dan pengelompokan kultivar dilakukan dengan metode Tocher yang dikemukakan oleh Rao (1952) dikutip oleh Singh dan Chaudhary (1977). Mahalanobis (1928) dalam Singh dan Chaudhary (1979), menyatakan bahwa perhitungan untuk jarak group didasarkan poada multi karakter. Dimana X1, X2, X3, .......Xp sebagai pengukuran berbagai individu yang yang tersedia dan d1, d2, d3, ....., dp sebagai x11 – x12, x21 – x22, .....,xp1 – xp2 . D2-Statistik dirumuskan sebagai berikut: pD
2
= b1d1 + b2d2 + ...........+ bpdp
dimana, bi nilai yang diestimasi dari rasio varian antara populasi dengan varian didalam populasi. Nilai D2 didapat dari hubungan dari varian dan co-varian. pD
2
= Wij (xi1 – xj2)( xi1 – xj2)
dimana, Wij adalah invesr dari matrik varian co-varian. Komponen agronomis yang diamati adalah: jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir gabah, jumlah anakan produktif, berat gabah per rumpun, umur panen dan jumlah gabah isi per malai.
4 Jurnal Penelitian
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis varians menunjukan adanya tingkat diversitas yang sangat nyata di antara kultivar-kultivar yang di amati. Hal tersebut juga diperkuat lagi dengan adanya tingkat dispersi yang berbeda sangat nyata. Adanya dipersi yang sangat nyata tersebut, memberikan gambaran bahwa adanya diversitas genetik diantara kultivar-kultivar yang diamati. Ini berarti untuk pengujianpengujian selanjutnya dapat dilakukan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Singh dan
Chaudhary (1979), menyatakan bahwa bila terdapat perbedaan yang nyata dalam uji signifikasi (dispersi), maka analisis lebih lanjut dapat dilakukan. Lebih lanjut bahwa dari 105 pasangan populasi yang mungkin, ternyata sumbangan ke delapan komponen agronomis tanaman padi gogo yang diamati terhadap diversitas genetik ternyata tidak proposional, ada beberapa komponen agronomis yang sangat dominan memberi sumbangan terhadap diversitas genetik, tapi dilain pihak ada komponen agronomis yang tidak menyumbang apa-apa terhadap diversitas genetik (tabel 3.1). Sumbangan terbesar 39,048 % diberikan oleh komponen agronomis jumlah anakan produktif, sedangkan yang terendah diberikan oleh komponen agronomis berat gabah per rumpun (0,000 %). Taebl 3.1. Kontribusi Masing-Masing Komponen Agronomis terhadap Perbedaan Karaktert Jumlah rangking Persentase kontribusi
Y1 0
Y2 2
Y3 41
Y4 8
0
1,905
39,048
7,619
Y5 39
Y6 13
37,143 12,381
Y7 1
Y8 1
Total 105
0,952
0,952
100
Sesuai dengan besarnya tingkat diversitas yang disumbangkan oleh masing-masing komponen agronomis tanamam padi gogo yang dinyatakan oleh nilai D2 , maka ke 15 kultivar tanaman padi gogo yang diamati dikelompokan kedalam lima kelompok (tabel 3.2). Dari hasil pengelompokan tersebut terlihat bahwa tidak semua kultivar yang berasal dari daerah yang sama berada dalam kluster yang sama. Ini memberi gambaran kepada kita bahwa, persamaan geografis tidak selalu diikuti oleh persamaan genetik.
5 Jurnal Penelitian
Tabel 3.2. Pengelompok Kultivar Tanaman Padi kedalam Berbagai Kelompok Kelompok Jumlah Genotip Nomor Kultivar (K) Kelompok I 8 1, 2, 5, 8, 9, 11, 14, 15 Kelompok II 3 2, 4, 6 Kelompok III 2 12, 13 Kelompok IV 1 7 Keompok V 1 10 Keterangan : K (1) : Jelbuk (Jember) K (2) : Pringgondani 1 (Jember) K (3) : Pringgondani 2 (Jember) K (4) : Pringgondani 3 (Jember) K (5) : Sumber Tengah 1 (Bondowoso) K (6) : Sumber Tengah 2 (Bondowoso) K (7) : Kladi 1 (Bondowoso) K (8) : Kladi 2 (Bondowoso) K (9) : Bendoarum 1 (Bondowoso) K (10) : Bendoarum 2 (Bondowoso) K (11) : Sumatera 1 K (12) : Sumatera 2 K (13) : Wringin (Bondowoso) K (14) : Gunung Nabungan ( Lumjang) K (15) : Tigasan Kulon (Probolinggo) Penggabungan
kultivar-kultivar
kedalam
suatu
kluster
tertentu
mungkin
disebabkan oleh adanya kesamaan daerah asal pengembangan (geografis), atau disebabkan oleh adanya kesamaan latar belakang genetik (Dradjat, dkk., 1991). Hubungan antara diversitas genetik dengan diversitas geografis tidak dapat dijelaskan di sini, walaupun materi yang diteliti berasal dari berbagai daerah, hal ini disebabkan pada penelitian ini belum memfokuskan pada diversitas geografis melainkan hanya pada diversitas genetik saja. Dari hasil pengelompokkan (kluster)(tabel 3.2) ternyata tidak semua kultivar dari satu daerah, berada pada satu kluster yang sama, teruma kluter I, II, dan III. Hasil ini sesuai dengan pendapat Singh, dkk. (1980) dan Ahmad, dkk. (1980) melaporkan bahwa kultivar yang berasal dari daerah yang sama tidak selalu berada dalam kluster yang sama. Hal ini memberikan indikasi, bahwa diversitas geografi tidak selalu ada hubungannya dengan diversitas genetik. Daradjad, dkk. (1991) menyatakan diversitas genetik secara kuantitatif dapat dilihat dari besarnya jarak antara galur dalam kluster, dan jarak antar kluster. Disamping itu juga lingkungan juga menyebabkan terjadinya perbedaan diversitas genetik. Hal ini sesuai dengan pendapat McNaughton dan Wolf (1990) pengaruh faktor lingkungan terhadap organisme tergantung pada sifat genetik organisme, sejarah lingkungan yang telah lalu, dan fisiologi yang dipengaruhi umur. Selanjutnya dikatakan bahwa interaksi antara organisme dengan lingkungan dapat mempengaruhi potensi
6 Jurnal Penelitian
reproduksi suatu kultivar yang ditampilkan dalam wujud fenotip. Hal ini berarti bahwa spesies dapat mengalami diferensiasi menjadi populasi-populasi yang berbeda secara genetis. Lebih lanjut Katiyar (1978), menyatakan bahwa dari pola kelompok yang diperoleh menunjukkan kultivar yang diuji tidak mengelompok sesuai penyebaran geografis.
Selanjutnya Murty dan Arunachalam (1966) dalam Katiyar (1978)
mengemukakan bahwa penghanyutan genetik dan seleksi pada lingkungan yang berbeda dapat menyebabkan diversitas genetik yang lebih besar bila dibandingkan dengan jarak geografi. Dengan kata lain bahwa, sekalipun suatu kultivar berasal dari daerah yang sama, namun bila lingkungan tumbuhnya berbeda akan mempengaruhi diversitas genetiknya. Lebih lanjut dikatakan, terjadi suatu pertukaran yang bebas dari materi benih di antara daerah-daerah yang berbeda.
Konsekuensinya, kelompok karakter yang seharusnya
berasosiasi dengan daerah khusus di alam, hilang individualitasnya akibat campur tangan manusia. Menurut Miftahorrachman, dkk. (1996) suatu kultivar yang berasal dari daerah yang sama, namun bila lingkungan tumbuhnya berbeda akan mempengaruhi diversitas genetik. Dari Tabel 3.3, Jarak rata-rata nilai √D2 antar kelompok terlihat bahwa antara kelompok ke-dua dan kelompok ke-lima mempunyai jarak rata-rata nilai √D2 terkecil yaitu 19,710, sedangkan antara kelompok ke-empat dengan kelompok ke-lima mempunyai jarak rata-rata nilai √D2 yang terbesar yaitu 67,651, serta diikuti oleh antara kelompok ketiga dengan kelompok ke-lima (54,157), kelompok ke-dua dengan kelompok ke-empat, kelompok ke-dua dengan kelompok ke-tiga (49,608) dan kelompok ke-satu dengan kelompok ke-lima (38,762). Tabel 3.3. Jarak Rata-Rata Nilai √D2 Dalam dan Antar Kelompok Kelompok I II III IV V
I 12,960
II 21,266 5,218
III 21,641 32,327 5,810
IV 29,712 49,608 20,093 0,000
V 38,762 19,710 54,157 67,651 0,000
Lebih lanjut tabel 3.3, jarak rata-rata di dalam kelompok terlihat bahwa kelompok ke-satu mempunyai jarak rata-rata di dalam kelompok yang terlebar yaitu 12,960, kelompok ke-dua jarak rata-rata di dalam kelompok sebesar 5,218, kelompok ke-tiga
7 Jurnal Penelitian
sebesar 5,810, sedangkan kelompok ke-empat dan ke-lima jarak rata-rata di dalam kelompok adalah 0,000. Hasil dari tabel 3.3, dapat digambar dalam satu diagram (gambar 3.1). Dari gambar 1 terlihat jarak antar kultivar di dalam kluster berkisar antara 0,00 (kluster IV dan V) sampai 12,960 (kluster I).
Hal ini sejalan dengan tingkat variasi yang mungkin
disebabkan oleh besarnya masing-masing kluster.
Berdasarkan besarnya jarak antar
kluster ternyata tingkat diversitas yang lebar terjadi antara kluster IV denga kluster V (67,651). Sedangkan diversitas yang paling dekat adalah antara kluster II dengan kluster v (19,710).
I
38,78
V
12,96
0,0
II 5,2
IV 0,0
III 5,81
Gambar 3.1. Ilustrasi Jarak Antar dan di Dalam kluster pada 15 kultivar Padi Gogo Di dalam program hibridisasi, besarnya diversitas genetik antar populasi calon tetua diperhatikan. Semakin luas tingkat divesitas antar calon tetua semakin besar pelaung terbentuknya segregan yang potensial. Walaupun demikian, pertimbangan tidak hanya didasarkan atas besarnya diversitas
genetik saja, tetapi faktor-faktor potensi hasil,
resistensi terhadap hama dan penyakit perlu dipertimbangkan juga (Dradjad, dkk., 1991). Seperti halnya tingkat diversitas yang terjadi di dalam kluster I lebih besar bila dibandingkan dengan kluster yang lain. Namun potensi hasil yang dimiliki oleh klusterkluster tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan kluster I. Begitu juga diversitas antar kluster, kluster I dengan kluster yang lain nilai diversitasnya lebih besar bila dibandingkan dengan kluster II dengan V, dan III dan IV, namun kluster-kluster tersebut mempunyai potensi hasil yang di andalkan (tabel 3.4). Dengan demikian Kluster II, III, IV dan V makin layak untuk dipertimbangkan sebagai sumber calon tetua.
8 Jurnal Penelitian
Tabel 3.4. Rataan Hasil dan Komponen agronomis dari setiap Kluster Kluster I II III IV V
BGR 16,135 16,578 15,852 15,307 17,195
JA 4,139 3,226 6,917 3,000 4,111
JAP 3,874 2,765 6,000 4,000 2,833
Komponen agronomis PM JGM B1000 23,840 138,571 29,907 26,828 159,246 32,991 19,846 121,530 25,110 31,225 183,133 28,450 23,199 184,263 27,747
UP 116,405 130,102 106,987 140,617 156,918
JGIM 128,767 135,974 134,029 134,833 132,947
Keterangan : BGR : Berat Gabah per Rumpun, JA : Jumlah Anakan, JAP : Jumlah Anakan Produktif, PM : Panjang Malai, JGM : Jumlah Gabah per Malai, B1000 : Berat 1000 Butir, UP : Umur Panen, dan JGIM : Jumlah Gabah Isi per Malai. Demikian pula, berdasarkan tabel 3.4 terungkap bahawa nilai rata-rata tertinggi Kluster II, memiliki potensi hasil berat 1000 biji (32,991 g), dan Jumlah gabah isi per malai (135, 979 butir), a) Kluster III, memiliki potensi hasil jumlah anakan (6,917 batang/rumpun), jumlah anakan produktif (6,000 batang/rumpun), dan umur panen (106,987 hari), c) kluster IV, memiliki potensi hasil Panjang malai (31,2256 cm), dan d) kluster V, memiliki jumlah gabah per malai (184,263 butir) dan berat gabah per rumpun (17,195 g). Keadaan tersebut sangat mnguntungkan bagi pemilihan calon tetua, dimana Tabel 3.5. Jarak Rata-Rata dalam Kelompok Ke-satu No Urut Kultivar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
BGR 14,343 18,152 17,362 16,363 14,544 15,220 15,307 14,593 15,982 17,195 16,843 14,293 17,410 17,375 18,038
JA 3,500 3,600 4,500 2,412 4,250 3,667 3,000 3,283 3,333 4,111 5,250 7,750 6,083 5,416 3,583
JAP 3,417 3,377 4,167 2,250 3,750 2,667 4,000 3,083 3,360 2,833 4,583 6,167 5,833 4,750 3,883
Komponen agronomis PM JGM B1000 26,191 114,217 31,783 28,106 148,985 32,587 25,433 142,563 32,950 27,888 167,743 34,333 21,178 151,993 27,997 24,491 161,011 32,053 31,225 183,133 28,450 26,913 152,033 30,430 23,199 143,979 30,640 23,199 184,263 27,747 20,445 142,481 23,723 17,733 152,857 16,857 21,959 90,203 33,363 23,963 109,791 30,323 23,394 151,507 31,413
UP 129,223 153,947 134,500 132,807 119,833 121,167 134,833 132,583 131,583 132,947 128,500 136,390 131,667 120,917 133,000
JGIM 102,397 109,630 96,293 142,844 122,967 137,833 140,617 129,770 128,027 156,918 120,017 132,207 81,767 100,187 131,583
Keterangan : BGR : Berat Gabah per Rumpun, JA : Jumlah Anakan, JAP : Jumlah Anakan Produktif, PM : Panjang Malai, JGM : Jumlah Gabah per Malai, B1000 : Berat 1000 Butir, UP : Umur Panen, dan JGIM : Jumlah Gabah Isi per Malai.
9 Jurnal Penelitian
kultivar K10 (Bendoarum 2 (Bondowoso) yang berpotensi hasil tinggi, secara genetik berbeda dengan kalutivar-kultivar K7 (Kladi 1 (Bondowoso), K12 (Sumatera 2), K13 (Wringin (Bondowoso), K2 (Pringgondani 1 (Jember), K4 ( Pringondani 2 (Bondowoso)), dan K6 (Sumber Tengah 2 (Bondowoso) yang masing-masing mempunyai kelebihan tersendiri di dalam komponen agronomis tertentu (tabel 3.5). Dengan terjadinya tingkat diveritas genetik yang luas, dan adanya pencirian suatu kluster olek komponen agronomis tertentu, maka jumlah kombinasi persilangan yang mungkin dilakukan semakin besar, sehingga peluang untuk memperoleh segregan yang mempunyai tingkat heterosis yang tinggi menjadi semakin besar. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan terhadap komponen agronomis tanaman dari 15 kultivar padi gogo terdapat diversitas genetik yang tinggi. Ke-15 kultivar padi gogo yang diamati dapat dikelompokan ke dalam lima kluster. Tingkat diversitas paling besar ditentukan oleh jumlah anakan produktif, kemudian diikuti oleh jumlah gabah permalai.
Jarak terbesar antar kelompok terdapat pada
kelompok ke-4 (Keladi 1) dengan kelompok ke-5 (Bendoarum 2).
Kultivar
Bendoarum 2 yang berpotensi hasil tinggi, secara genetik berbeda dengan kultivar Kladi 1, Sumatera 2, Wringin, Pringgondani 1, Pringgondani 2 , Sumber tengah, yang masing-masing mempunyai kelebihan tersendiri di dalam komponen agronomis tertentu, sehingga kultivar-kultivar tersebut dapat dijadikan tetua persilangan. 4.2. S a r a n Untuk perbaikan melalui kegiatan seleksi perlu dilakukan penelitian mengenai korelasi antar komponen agronomis dengan hasil, sehingga seleksi lebih terarah dan efektif. Seleksi terutama dilakukan terhadap kultivar-kultivar yang memiliki diversitas genetik yang besar.
10 Jurnal Penelitian
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Z., R.P. Katiyar, and R. Shyam. 1980. Genetic Divergence in Tricales. Indian J. Genet. And Pl. Breed. 40 (1) : 35 – 38. Balai Penelitian Tanaman Pangan. 1983. Balitan. Bogor.
Laporan Tahunan 1982 – 1983.
BPS. 1990. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta Daradjat, A.A., M. Noch, dan M.T. Danakusuma. 1991. Diversitas Genetik pada Beberapa Sifat Kuantitatif Tanaman Terigu (Triticum aestivum L.). Zuariat. 2 (1) : 21 – 25. Harahap, Z.dan T.S. Silitonga. 1989. Perbaikan varietas Padi. Dalam M. Ismunadji, dkk., (eds). Padi, Buku 2. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Katiyar, R.P. 1978. Genetic Divergence for Morphophysiological and Quality determinant of Yield in Chickpea. Indian J. Agri. Sci. 48 (8) . p. 451. Knigth, R. 1979. Quantitative genetics, statistics and Plant breeding. In plant Breeding . Aust. Vice-Chancel,ors Comunittes. Makmur, , A. 1988. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Bina Aksara. Jakarta. McNaughton, S.J. and L. L. Walf. 1990. Ekologi Umum. Gajah mada University Press. Yogyakarta. Miftahorrachman, Nangindaan, dan H. Novirianto. 1996. Diversitas genetik Komponen Buah Kultivar Kelapa-dalam Sulawesi Utara. Zuriat. 7 (1): 7–14. Partohardjo, S. dan D. Damanhuri. 1983. pemilihan varietas dan Pengelolaan padi Gogo di daerah Lahan Kering. Risalah Lokarya Teknologi dan dampak Penelitian Tanaman dan usahatani. Puslibangtan. Baogor. ----------------- dan A. Makmur. 1989. Peningkatan Produksi Padi Gogo. . Dalam M. Ismunadji, dkk., (eds) Padi, buku 1. balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Poespodarsono, S. 1988. Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. IPB dan Lembaga Sumerdaya Informasi IPB. Bogor. Singh, R.K. dan Chaudary. 1979. Biometrical Method in Quantitative Genetic Analysis. Kayani Publisher. Singh, D., P. Kumar, and B.P.S. Chauhan. 1980. Genetic diversity for some Quantitative Characters in Barley. Indian J. Genet. Pl. Bred. 40 (2) : 391– 395.
11 Jurnal Penelitian