Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
ANALISIS KEBIJAKKAN STRATEGI PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) OLEH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA Juni Kurniawati FISIP Universitas Sebelas Maret
[email protected]
ABSTRAK Tujuan pembahasaan artikel ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Strategi Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Surakarta. Metode yang digunakan adalah diskriptif kualitatif dengan alat studi dokumentasi dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: Strategi pembedayaan PKL yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta antara lain:.(1) Melakukan penyuluhan dalam rangka pemberdayaan pedagang kaki lima, dan pengurus asosiasi PKL. Materi penyuluhan antara lain kebijakan Pemerintah Kota; (2) Memberikan bantuan kemudahan kepada PKL untuk memperoleh akses pinjaman modal, menyediakan sarana tempat usaha secara gratis, memberikan pembebasan biaya retribusi selama 6 bulan, memberikan ijin secara gratis, memberikan persetujuan bantuan stimulan modal usaha atas usulan para pedagang kaki lima sebanyak 200 juta dan mengusulkan permohonan bantuan kepada Menteri Koperasi yang disetujui sebesar 9, 250 M. (sembilan milyard dua ratus lima puluh juta rupiah); (3) Memberikan bantuan modal kepada sebagian pedagang kaki lima dalam bentuk bantuan gerobak bagi para pedagang di kawasan tepi jalan Slamet Riyadi, kawasan Manahan, kawasan jalan Adi Sucipto dan di tempat lainnya; (4) Memberikan kesempatan kepada sebagian pedagang kaki lima untuk berjualan di malam hari di Pusat Jajan Malam ”GALABO” (Gladak Langen Bogan) di jalan Mayor Sunaryo Kawasan Beteng Plaza Surakarta.; (5) Memprogramkan Night Market yang disebut “Pasar Ngarsopuro” yang menempati jalan depan Pura Mangkunegaran); (6) Relokasi PKL ”Klitikan” dari Lapangan Banjarsari ke bangunan Pasar Klitikan Notoharjo; (7) Melakukan pembangunan shelter-shelter permanen di Kompleks Gelora Manahan dan Kleco; (8) Tendanisasi dan grobagisasi PKL di Jl. Slamet Riyadi serta berbagai program lainnya melengkapi upaya penataan PKL dengan pendekatan pemberdayaan melalui fasilitasi bangunan/tempat berdagang; (9) Merelokasi PKL kawasan Jalan Slamet Riyadi mulai dari Purwosari sampai Gladag khususnya bagi PKL yang menempati jalur lambat (City walk) ke Jalan Timur Stadion Sriwedari; (10) Membuat perencanaan relokasi bagi PKL Sunday Market Manahan. Keywords: Kebijakan Strategi Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
615
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
LATAR BELAKANG Pedagang kaki lima di Kota Surakarta merupakan salah satu sektor yang mempunyai kemampuan untuk menyerap angkatan kerja tanpa banyak menuntut jenjang pendidikan formal yang tinggi, namun di sisi lain keberadaan pedagang kaki lima sering dianggap menggangu lalu lintas, merusak pemandangan kota, mencemarkan lingkungan, bahkan dianggap oleh sebagian orang sebagai penyebab gangguan ketertiban umum, walaupun mereka rajin membayar retribusi kebersihan, retribusi usaha di tepi jalan, dan pajak. Perkembangan pedagang kaki lima (PKL) yang tumbuh menjamur di mana-mana, dianggap merusak lingkungan karena mengotori jalan dan mengganggu ketertiban, juga tidak mungkin ditimpakan kesalahannya pada PKL karena pekerjaan itulah satu-satunya “mata pencaharian” yang dapat dilakukan dalam kondisi terpaksa. Ia menggunakan modal sendiri dengan resiko usaha ditanggung sendiri, tidak ada subsidi apapun dari pemerintah, dan memang ada pembeli terhadap barang/jasa yang ditawarkannya. Upaya-upaya “pencegahan” munculnya PKL, bukan dengan “menggusurnya” setelah berkembang. PKL bukan “masalah” tetapi ”pemecahan” masalah kemiskinan. (Mubyarto Makalah Lokakarya 6 Oktober 2004). Kehadiran PKL mulai menimbulkan konflik ketika mereka menggunakan dan menyerobot ruang-ruang publik yang mereka anggap strategis secara ekonomis, seperti jalan, trotoar, jalur hijau (taman) dan sebagainya. Di sisi lain kehadiran PKL tetap diperlukan oleh masyarakat luas. Jenis barang yang dijajakan (makanan, pakaian, kelontong dan sebagainya) senantiasa dicari oleh pembeli. Harganya yang relatif lebih murah dibanding di pertokoan formal, menjadikan PKL sebagai tempat berbelanja alternatif. Selain itu berbelanja di area PKL juga merupakan aktifitas rekreasi yang cukup digemari oleh sebagian masyarakat kota misalnya PKL di Galabo (Gladak Langen Bogan) di Jalan Mayor Sunaryo Kawasan Beteng Plaza Surakarta. Keterbatasan potensi ekonomi dan sempitnya lapangan kerja menyebabkan para pedagang kaki lima melakukan usaha dagang di tempat umum sebagai upaya memperoleh pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Penataan lokasi usaha bagi pedagang kaki lima perlu strategi yang tepat sehingga tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
616
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
bersama, oleh karena itu perlu adanya kebijakan yang tepat dalam rangka pemberdayaan PKL. Berdasarkan data di Bidang PKL Dinas Pengelolaan Pasar tahun 2015, jumlah PKL di Kota Surakarta yng terdata sebanyak 3.843 PKL tersebar di 5 wilayah kecamatan. Di Kecamatan Banjarsari sebanyak 1.405 PKL, di Kecamatan Jebres 678 PKL, di Kecamatan Laweyan 571 PKL, di Kecamatan Pasar Kliwon 604 PKL dan di Kecamatan Serengan 396 PKL. Jumlah PKL yang berada di jalan-jalan arteri dan kolektor di Kota Surakarta pada tahun 2016 sebanyak 3.917 PKL, tersebar di 5 wilayah kecamatan. Sebagian besar PKL berada di wilayah Kecamatan Jebres dan Banjarsari. Di Kecamatan Banjarsari terdapat 1.050 PKL (26,81%) dan di Kecamatan Jebres 1.172 PKL (29,92%). Sebagian besar PKL berdasarkan alamat sebagaimana tercantum pada KTP, mereka merupakan penduduk Kota Surakarta, yaitu sebanyak 3.057 PKL atau 78,04%. Namun demikian PKL yang berasal dari luar kota jumlahnya juga cukup besar, yaitu 860 PKL atau 21,96% dari total PKL. Jika dikaitkan dengan jumlah penduduk kota Surakarta, maka PKL menjadi penopang 2,84% keluarga di kota Surakarta (dengan asumsi 1 keluarga terdiri dari 4 orang). Jika dikaitkan dengan jumlah commuter (penglajo) dari luar kota ke dalam Kota Surakarta (menurut informasi, jumlah penduduk Kota Surakarta di siang hari mencapai sekitar 1,5 juta hingga 2 juta orang, sehingga jumlah commuter diperkirakan 1 juta hingga 1,5 juta orang), maka proporsi PKL sebagai commuter hanya 0,06% – 0,09%. Makanan merupakan jenis dagangan yang dipilih sebagai komoditi utama oleh sebagaian besar PKL, jumlahnya mencapai 2.445 PKL atau 62,42%. Buah-buahan, rokok dan kelontong menempati urutan kedua, meskipun proporsinya jauh lebih kecil yaitu berkisar 2 – 3 %. Data Bidang PKL Dinas Pengelola Pasar, selain makanan, pakaian dan onderdil kendaraan bermotor merupakan jenis dagangan yang diminati oleh PKL. Data terakhir menunjukkan bahwa PKL di tepi jalan raya yang saat ini menjual pakaian dan onderdil jumlahnya sangat kecil (0,84% dan 1,10%). Pengurangan jumlah tersebut bisa jadi dikarenakan sebagian besar telah direlokasi di tempat-tempat lainnya (ke dalam Pasar Klitikan Semanggi).
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
617
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
Sebagian besar PKL merupakan pedagang yang cenderung menetap, jumlahnya mencapai 3.624 PKL atau 92,52%. Hal yang menarik, banyak PKL yang menggunakan mobil sebagai sarana untuk berdagang, jumlahnya mencapai 50 mobil atau 1,38% dari total PKL yang cenderung menetap. Sedangkan PKL yang cenderung bergerak / berkeliling, jumlahnya hanya 293 PKL atau 7,48%. Selain di lapangan jumlahnya tidak terlalu banyak, PKL type ini sulit dideteksi keberadaan lokasinya. Bisa jadi pada waktu survey, PKL yang bersangkutan berada di lokasi lain. PKL type bergerak sebagian besar menggunakan gerobag sebagai sarana berdagangnya proporsinya mencapai 68,94%, PKL dengan sepeda kayuh yaitu 39 PKL atau 13,31%. Kepala Seksi Pengendalian Bidang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta (hasil wawancara pada tanggal 10 April 2016 ) mengatakan bahwa jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) yang dipindahkan dari lokasi Monumen Pejuang 45 Banjarsari Surakarta yang saat ini telah menempati lokasi baru di Pasar Klitikan Semanggi sebanyak 989 orang sedangkan lokasi yang tersedia sebanyak 1018. Mereka yang dulunya pedagang kaki lima kini telah berubah statusnya menjadi pedagang pasar. Berdasarkan data yang ada pada Bidang Pengelolaan PKL Dinas Pengelola Pasar Kota Surakarta tahun 2015 menunjukkan bahwa PKL tersebar pada hampir setiap kelurahan di wilayah Kota Surakarta. Jumlah seluruh usaha PKL (yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengelolaan Pasar) sebanyak 5.917 PKL, tersebar di 5 (lima) wilayah Kecamatan. Sementara PKL yang dulunya berjualan di kawasan jalan Slamet Riyadi mulai dari Purwosari sampai Gladag mulai 1 April 2016
direlokasi ke Timur Stadion Sriwedari.
Dampak dari kebijakan tersebut sementara ini yang dirasakan
menurut para PKL
pendapatannya menurun drastis, banyak yang mengeluh karena tidak laku dan merugi tidak sebanding dengan pendapatan ketika di tempat yang lama, terutama yang dulunya berjualan di kawasan Grand Mall. Kebijakan program bagi pedagang kaki lima yang dilakukan pemerintah Kota Surakarta dewasa ini terkesan tumpang tindih pembinaannya. Ada PKL yang di bina oleh
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
618
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
Dinas Pengelola Pasar, ada yang dibina oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan, ada juga yang dibina oleh Dinas Koperasi dan UKM . Seiring dengan rencana kebijakan Pemkot yang akan merelokasi PKL Kawasan Manahan, Komisi IV DPRD Kota Surakarta mengusulkan Alun-alun Kidul Karaton Solo sebagai lokasi baru bagi PKL Sunday Market di Manahan Ketua Komisi IV DPRD Kota Surakarta (Hartanti) mendukung kebijakan relokasi PKL Sunday Market Manahan. Menurutya sudah saatnya kawasan stadion Manahan dikembalikan fungsi awal yaitu sebagai sarana tempat olahraga, Sebelum memidahkan tentu harus ada solusi tempat baru yang representatif. Kawasan Alkid disebutnya sebagai alternatif relokasi PKL Sunday Market dan layak menampung 1100 PKL Usulan itu dinilai sesuai aspirasi pedagang yang ingin direlokasi ke satu tempat (Solo Pos, Selasa 19 April 2016) Sementara Ketua Fraksi Demokrat Nurani Rakyat DPRD Kota Surakarta (Supriyanto) kurang sependapat dengan rencana relokasi PKL Sunday Market Menurutnya, kebijakan itu sama saja mnekan ekonomi kerakyatan yang sudah terbentuk di Manahan. Menurutnya PKL cukup ditata sesuai zonasi. Di lain pihak, Ketua Eksekutif Lembaga Hukum Keraton Solo (K.P.Eddy Wirabhumi) khawatir kawasan ALKID rusak setelah kelimpahan PKL Sunday Market dari Stadion Manahan. Eddy menyarankan agar Pemkor dan DPRD Kota Surakarta mencari alternatif tempat selain Alkid. Misalnya kawasan Benteng Vastenburg (Solo Pos, Selasa 19 April 2016). Walikota Surakarta (F.X. Hadi Rudyatmo menjamin PKL Sunday Market Manahan akan relokasi dalam satu lokasi namun tempatnya masih dirahasiakan. Pokoknya mau dipindah sat tempat dan tidak plencar sana- sini, Rudy meminta agar PKL tidak resah dengan rencana penataan oleh Pemkot. Kepala Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) akan memetakan lokasi yang layak digunakan untuk menampung ribuan PKL Sunday Market. Sementara Ketua Paguyuban PKL Sunday Market (Joni Jondari) mengatakan PKL ingin Pemkot Surakarta tetap mengijinkan PKL menggelar dasaran di Stadio Manahan setiap Minggu. Namun, apabila Pemkot berkukuh mengosongkan Manahan. PKL bersedia dipindah asal tetap bisa berjualan di satu lokasi. Pengurus Paguyuban PKL Sunday Market bersepakat
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
619
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
untuk mengadakan semacam survey terkait alternatif tempat yang mampu menampung ribuan PKL ( Solo Pos, Selasa 19 April 2016). Kebijakan perencanaan dan program relokasi bagi pedagang kaki lima yang dilakukan pemerintah Kota tersebut belum dapat menyentuh kepada seluruh pedagang kaki lima yang ada di Kota Surakarta. Di samping itu faktor-faktor lainnya yang mungkin sangat erat kaitannya dengan pembinaaan pedagang kaki lima antara lain pengawasan dari pejabat yang menangani pembinaan pedagang kaki lima. Kebijakan yang tepat oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka pemberdayaan pedagang kaki lima sangat diperlukan. Kebijakan tersebut di antaranyya meliputi penyuluhan, pembinaan, pemberian bantuan modal kerja, dan kebijakaan lainnya termasuk kebijakan relokasi. Diakui oleh berbagai pihak, bahwa kebijakan Pemerintah Kota Surakarta dalam penanganan pedagang kaki lima dianggap lebih manusiawi dibandingkan dengan cara-cara yang ditempuh dalam penanganan pedagang kaki lima di daerah kota-kota lainnya. Terbukti pemindahan lokasi pedagang kaki lima beberapa kali tidak menimbulkan gejolak yang berarti dewasa ini. Sehubungan dengan itu penulis tertarik untuk melakukan kajian tentang kebijakan yang ditempuh Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka pemberdayaan pedagang kaki lima tersebut.
Perumusan Masalah Berdasarkan Latar belakang tersebut di atas maka masalah dalam kajian ini dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana Strategi Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Surakarta?
PEMBAHASAN Pemberdayaan sebagai konsep yang sedang populer mengacu pada usaha menumbuhkan keinginan seseorang untuk mengaktualisasikan diri, melakukan mobilitas ke atas serta memberikan pengalaman psikologis yang membuat seseorang berdaya. (Bookman dan Sandra dalam Syarif Makmur, 2008: 51). Stewart (1998: 53) mengatakan: Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
620
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
Pemberdayaan tidak akan jalan jika seluruh budaya departemen atau organisasi tidak berubah secara mendasar. Clutterbuck (2003: 3) Mendefinisikan pemberdayaan sebagai upaya mendorong dan memungkinkan individu-individu untuk mengemban tanggungjawab pribadi atas upaya mereka memperbaiki cara mereka melaksanakan pekerjaan-pekerjaan mereka dan menyumbang pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi.. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas Diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya (Rappaport, Dalam Dalton et al., 2001; World Bank (2001) mengartikan pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani bersuara (voice) atau menyuarakan pendapat, ide, atau gagasan-gagasannyanya, serta kemampuan dan keberanian untuk memilih (choice) sesuatu (konsep, metoda, produk, tindakan, dll) yang terbaik bagi pribadi, keluarga, dan masyarakatnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas pemberdayaan secara singkat dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada orang lain baik individu maupun kelompok untuk mampu berdiri sendiri bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan. Pemberdayan PKL perlu melibatkan partisipasi dari para PKL itu sendiri terutama para pengurus Paguyubannya. Model konseptual dari Kieffer, Wandersman, Zimmerman, dan McMillan et al.,(dalam Dalton, Elias, & Wandersman, 2001), faktor ‐faktor yang berperan dalam Partisipasi masyarakat adalah (a) rasa bermasyarakat, (b) provokasi, (c) pemberdayaan psikologis, dan (d) situasi yang mendorong pemberdayaan. Konseptual model tersebut melibatkan sisi individual (berupa pemberdayaan psikologis), lingkungan (berupa provokasi, organisasi akar rumput), dan interaksi Dari individu dan lingkungan (berupa partisipasi masyarakat dan rasa bermasyarakat). Didukung dengan penelitian Guareschi & Jovchelovitch (2004), ulasan jurnal oleh Foster ‐ Fishman, Berkowitz, Louns ‐ bury, Jacobson, & Allen, (2001), perlu diteliti lebih lanjut tentang peran Pemberdayaan dengan partisipasi masyarakat. Rasa bermasyarakat membuat individu mengalami perasaan terlibat dan memiliki kekuatan, serta merasa ikut bertanggung jawab terhadap komunitasnya (Evans, 2007) Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
621
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
Keberhasilan upaya pemberdayaan masyarakat tidak hanya dilihat dari meningkatnya pendapatan masyarakat, melainkan juga aspek-aspek penting yang mendasar lainnya. (Syarif Makmur, 2008: 50-51). PKL memiliki banyak makna, ada yang mengatakan “PKL” berasal dari orang yang berjualan dengan menggelar barang dagangannya dengan bangku/meja yang berkaki empat kemudian jika ditambah dengan sepasang kaki pedagangnya maka menjadi berkaki lima sehingga timbullah julukan pedagang kaki lima Tak hanya itu saja, ada juga yang memaknai PKL sebagai pedagang yang menggelar dagangannya di tepi jalan yang lebarnya lima kaki (5 feet ) dari trotoar atau tepi jalan. Ada pula yang memaknai PKL dengan orang yang melakukan kegiatan usaha berdagang dengan maksud memperoleh penghasilan yang sah, dan dilakukan secara tidak tetap dengan kemampuan yang terbatas, berlokasi di tempat atau puast-pusat keramaian. Menurut Keputusan Walikota Surakarta Nomor 2 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta dan Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang kaki lima: “Pedagang kaki lima (PKL) adalah orang yang melakukan usaha dagang dan atau jasa, di tempat umum baik menggunakan atau tidak menggunakan sesuatu dalam melakukan kegiatan usaha dagang: Tempat usaha PKL biasanya di tempat-tempat umum, yaitu di tepi-tepi jalan umum, trotoar dan lapangan serta tempat lain di atas tanah negara yang ditetapkan oleh Walikota. Pedagang kaki lima adalah aktivitas ekonomi yang tidak memilki persyaratan dagang secara formal, dan bergerak di sektor informal yaitu pedagang kaki lima yang tidak memiliki ijin usaha, tidak memiliki tempat berjualan sendiri, sehingga pedagang kaki lima harus menggunakan lahan bukan miliknya, berdagang di pinggir jalan, di trotoar jalan, dan di tempat-tempat yang luang (Parsudi Suparlan, 1993: 217) Pedagang kaki lima ini muncul sebagai akibat adanya laju pertumbuhan penduduk, jumlah angkatan kerja yang bertambah dengan cepat, adanya perubahan kebijakan pemerintah dibidang politik dan ekonomi, adanya resesi ekonomi, dan faktor-faktor lainnya. Menurut Laswell dalam Putra dan Muchsin, (2002: 38). Kebijakan adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Kebijakan yang Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
622
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
diambil dalam kerangka penyelenggaraan pemerintah disebut kebijakan publik karena berkaitan dengan sektor publik yang diaturnya. Jadi kebijakan diambil oleh pemerintah dalam suatu periode tertentu, sehingga terbatas oleh waktu tertentu, atas suatu keadaan atau krisis. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut tujuan implementasi kebijakan yaitu untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Dalam makalah ini kebijakan pemerintah yang dikaji adalah kebijakan pemberdayaan PKL di Kota Surakarta . Wayan Suarja AR, (2007) mengatakan: Perlunya pemberdayaaan ekonomi rakyat yang kemudian berkembang menjadi isu untuk membangun sistem perekonomian yang bercorak kerakyatan. Belum terlaksananya restrukturisasi ekonomi ini menjadi salah satu sumber keterpurukan ekonomi . Kusni Sulang, (2009) mengatakan: Melalui usaha berjualan di kaki lima ini para pemiliknya mendapatkan penghasilan dengan usaha mandiri untuk melanjutkan hidup mereka sekeluarga. Mereka memutar otak untuk membuka usaha secara berprakarsa dan mandiri. Pemberdayaan PKL perlu adanya komunikasi antara yang baik antara pemerintah dengan PKL melaui kegiatan konsultasi publik. Menurut Suwignyo Rahman, Istiono, Lisa Mardiana dan Wahid Abdulrahman, 2008, Sistem partisipasi dan komunikasi masyarakat dengan pemerintah dalam Meminimalkan konflik pembangunan didapatkan dari adanya kedudukan yang seimbang antara masyarakat dan pemerintah Pemerintah dan masyarakat bisa saling memahami, take and give, dan menyadari akan posisi masing-masing, saling terbuka, tidak ada rasa saling curiga dan saling melengkapi untuk mencari titik temu yang menguntungkan semua pihak. Beberapa metode dalam konsultasi adalah public meeting, focus group discuss, visit to community group, drama, quizzes, rapid apprasial assesment (Herritage, 2009). Octora Lintang Surya dan Retno Widjajanti, 2007, mengatakan : Dunia usaha PKL merupakan salah satu alternatif mata pencaharian utama dikarenakan sifatnya yang mudah ditembus oleh segala segmen masyarakat seperti membutuhkann modal yang relatif kecil, Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
623
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
ketrampilan yang dibutuhkan relatif sederhana serta tidak terdapat birokrasi yang berbelitbelit. Keberadaan PKL dibutuhkan oleh konsumen sebagai salah satu alternatif penyedia barang kebutuhannya. Hal tersebut dipengaruhi oleh lokasinya yang dekat dengan asal aktivitasnya dan harga yang ditawarkan PKL cenderung lebih murah jika dibandingkan dengan di pasar modern atau swalayan. Begitu pula sebaliknya, konsumen sangat dibutuhkan oleh PKL sehingga terjadi saling keterkaitan antara keduanya. Atep Adya Barata, (2009) mengatakan: usaha kecil perlu lebih diberdayakan dalam memanfaatkan peluang usaha dan menjawab tantangan perkembangan ekonomi di masa yang akan datang. Tujuan pemberdayaan usaha kecil 1) menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah.2) meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, serta peningkatan dan pemerataan pendapatan untuk mewujudkan dirinya sebagai tulang punggung serta memperkukuh struktur perekonomian nasional. Menurut Howard Karger, Christian Iyiani and Pat Shannon. (2007) kegagalan proyek pengembangan komunitas dalam mengurangi jumlah kemiskinan global. Strategi alternatif akan memerlukan pendekatan multi-level yang membantu pengambilan keputusan yang signifikan terhadap orang-orang di level terendah. Tapi strategi ini sendiri masih tidak akan mengurangi jumlah orang miskin secara signifikan. Yang diperlukan adalah berbagai macam strategi yang melibatkan kolaborasi dan koordinasi tingkat tinggi dengan semua organisasi yang terlibat di dalam proses pengembangan. Pemberdayaan masyarakat melalui skema perguliran dana mikro-kredit sebagai program berkelanjutan merupakan hal yang penting bagi pengentasan kemiskinan masyarakat. Hal tersebut dilakukan secara berjenjang dan perlu memenuhi syarat yang dibutuhkan. Para pelaku ekonomi informal bertekad bahwa mereka akan melakukan perlawanan jika aparat pemkot akan menggusur mereka semena-mena. Penataan PKL dapat menciptakan ketertiban umum dan kebersihan yang terganggu akibat adanya aktivitas para pedagang tersebut. Masyarakat umum telah dapat menikmati hasil kebijakan tersebut dengan kelancaran lalu lintas Kerugian akibat pemindahan PKL adalah berupa hilangnya atau Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
624
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
menurunnya penghasilan jika mereka harus dipindahkan dan rusaknya kios atau warung mereka pada saat dipindahkan. PKL takut bahwa mereka akan dipindahkan di daerah yang tidak mempunyai prospek ekonomi yang baik. Pihak yang tidak mendukung adalah para PKL sendiri dan beberapa kelompok masyarakat yang merasa peduli dengan nasib PKL. Mereka menganggap bahwa PKL adalah korban dan pihak yang ditindas oleh kebijakan dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemda. Keberadaan PKL adalah wujud geliat masyarakat, terutama dari golongan wong cilik, untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan. PKL seharusnya tetap diakui sebagai salah satu faktor penyangga ekonomi untuk mengatasi tingginya kesenjangan antara suplai tenaga kerja dengan permintaannya. Para pelaku ekonomi mikro itu menjalani usaha sebagai pedagang di ruang-ruang publik, karena mereka tidak terserap di lapangan kerja formal. Munculnya PKLPKL adalah wujud upaya masyarakat sendiri untuk mengatasi masalah pengangguran yang masih dihadapi bangsa ini, ketika pemerintah dan dunia usaha swasta formal belum dapat mengatasinya. Dampak positif keberadaan PKL lainnya adalah adanya suplai barang dan jasa yang murah bagi masyarakat umum. Selama ini, beban rakyat masih berat mengingat tingkat pendapatan rata-rata masyarakat masih rendah. Harga jual komoditas PKL yang relatif murah dapat mengurangi beban masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. PKL telah dianggap sebagai pihak yang mengganggu ketertiban dan kebersihan umum, menyebabkan gangguan lalu lintas. Beberapa trotoar tempat PKL makanan berjualan menjadi kotor dan berbau serta menghambat perjalanan para pejalan kaki. Usaha untuk menata PKL seyogianya ditujukan untuk memelihara dampak positif atau bahkan lebih memberdayakan mereka sehingga dampak itu semakin meningkat dan mengurangi efek negatif yang ditimbulkannya. Kebijakan pemindahan PKL seharusnya dapat mengakomodir kepentingan untuk tetap mempertahankannya sebagai ladang penghasilan kaum pedagang mikro atau bahkan untuk membesarkan mereka. Penataan harus dijauhkan dari kesan “pembersihan” atau penggusuran semata, tetapi harus bermakna pemberdayaan. Penataan PKL juga harus mengakomodir akses masyarakat konsumen untuk tetap dapat menikmati harga murah yang ditawarkan oleh para PKL.
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
625
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
Kebijakan relokasi dan pemberdayaan PKL sekaligus juga harus menciptakan tata tertib umum dan menghindari berbagai jenis dampak negatif akibat keberadaan mereka yang terkesan seenaknya sendiri. Satu-satunya cara untuk menggabungkan semua kepentingan itu adalah dengan menciptakan kebijakan komprehensif yang akan melibatkan berbagai unsur yang berkepentingan di jajaran pemerintahan. Tugas pokok dan fungsi yang berbeda-beda dari instansi yang terlibat harus dapat disinkronkan dalam satu grand design kebijakan umum pemberdayaan PKL. Selain itu, kebijakan tersebut harus sesuai dengan rencana program pemerintah daerah (pemda) dalam melancarkan pembangunan di daerah secara keseluruhan.Instansi yang mengurusi masalah perekonomian, perindustrian dan perdagangan dapat mengambil peran untuk menciptakan program pembinaan PKL. Relokasi PKL bukanlah upaya untuk mematikannya, tetapi merupakan salah satu cara untuk lebih memberdayakan pelaku ekonomi mikro agar mereka dapat lebih produktif dalam melakukan aktivitas bisnisnya. Usaha pemberdayaan PKL bisa disertakan dalam satu rangkaian program pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang biasa ditangani dinas yang mengurusi UMKM dan koperasi. Program penataan dan pemberdayaan PKL sebaiknya tidak dilaksanakan sebagai program insidentil semata. Program itu harus berkelanjutan, mengingat tiap tahun jumlah PKL mungkin semakin bertambah seiring dengan belum sesuainya jumlah angkatan kerja dengan lowongan pekerjaan. Banyak kota-kota yang gagal atau belum mampu menemukan solusi untuk menghasilkan kebijakan pengelolaan PKL yang bersifat manusiawi dan sekaligus efektif. Pendekatan yang berbeda diperlukan untuk menghasilkan kebijakan serupa itu, yaitu kebijakan yang bersifat terintegratif dan partisipatif. Pengalaman menunjukkan bahwa program pengelolaan PKL yang sukses menuntut adanya elemen-elemen kebijakan yang meliputi: kejelasan visi dan konsep; adanya basis data dan informasi yang akurat; adanya institusi yang berfungsi sebagai leading agency; adanya regulasi yang memberikan kepastian hukum; dan adanya asosiasi komunitas PKL yang kuat. Pengalaman pengelolaan PKL di Kota Solo, misalnya, memberikan pelajaran bahwa tata pemerintahan yang partisipatif akan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada kelompok-kelompok marjinal seperti
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
626
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
kelompok PKL untuk ikut menikmati dan mendapatkan akses dalam pemanfaatan ruang kota. Salah satu hambatan yang dihadapi dalam mengatasi masalah PKL di perkotaan adalah tidak tersedianya statistik di tingkat kota yang lengkap, terbarui, dan konsisten. Bahkan banyak kota-kota yang tidak memiliki data paling mendasar seperti berapa jumlah PKL yang ada di wilayahnya pada suatu masa. Jika pemerintah tidak mengetahui berapa jumlah PKL, siapa mereka, dan tidak pula memahami bagaimana sistem kehidupan yang dijalani PKL, akan sulit bagi pemerintah untuk mendefinisikan apa masalah riil yang terkait dengan PKL, dan akibatnya, akan sulit untuk merumuskan solusi yang tepat dan efektif. Ketiadaan data dan informasi ini juga membuat banyak pemerintah daerah cenderung menyepelekan keberadaan PKL serta membuat kebijakan menjadi salah sasaran. Ketidakjelasan lembaga apa yang bertanggung jawab mengelola PKL. Sikap ambivalensi tercermin juga dalam kelembagaan pemerintah daerah yang sering memecah tugas pengelolaan PKL setidaknya kepada dua institusi yaitu unit ‘pemberdayaan’ PKL yang biasanya merupakan satu bagian di bawah dinas atau badan pengembangan usaha kecil dan koperasi. Sementara tugas lain adalah tugas ‘penertiban’ PKL, yang biasanya menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dari lembaga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Tanpa kepemimpinan yang kuat dari kepala daerah yang bisa menjalankan fungsi koordinasi, situasi ini ini mendorong upaya pengelolaan PKL menjadi sepotong-sepotong, ad hoc, dan tidak konsisten. Alasan yang tidak kalah pentingnya adalah kurangnya interaksi antara komunitas PKL dengan pengambil keputusan - baik dari kalangan birokrasi maupun dengan politisi. Di Banyak kota, upaya penanganan masalah PKL sering membuat situasi memburuk, bukan sebaliknya. Salah satu sebabnya adalah karena kebijakan tersebut tidak memperoleh legitimasi dan dukungan dari komunitas PKL itu sendiri. Adanya organisasi PKL yang kuat sering dianggap sebagai penyebab sulitnya pemerintah untuk menjalankan kebijakannya. Pendapat ini agak menyesatkan, karena organisasi yang kuat justru akan mempermudah komunikasi dan tercapainya kesepakatan antara pengambil keputusan dengan PKL. Ada contoh kota-kota dimana PKL-nya bisa mengorganisir diri dengan baik (kadang dengan bantuan lembaga swadaya masyarakat) dan Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
627
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
bahkan organisasi-organisasi ini membuat aliansi strategis untuk meningkatkan posisi tawar mereka di hadapan pengambil keputusan. Terbukti adanya organisasi PKL yang kuat membuat kesepakatan yang diambil menjadi lebih mudah dilaksanakan. Sayangnya, di berbagai kota PKL diorganisir secara informal oleh para ‘pelindung’ mereka (semacam preman) dan tentunya ini bukan organisasi yang demokratis dan sehat seperti yang dimaksud di atas. Menurut keterangan Kepala Seksi Pengendalian PKL Bidang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta, Pemerintah Kota Surakarta telah melakukan pembedayaan PKL melalui kegiatan penyuluhan sebanyak 54 kali dengan biaya dari dana taktis Walikota dalam rangka pemberdayaan pedagang kaki lima, dan pengurus asosiasi PKL. Materi penyuluhan antara lain kebijakan Pemerintah Kota. Inti
dari
kegiatan
penyuluhan
adalah
untuk
memberdayakan
masyarakat.
Memberdayakan berarti memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat yang bersangkutan. Dalam konsep pemberdayaan tersebut, terkandung pemahaman bahwa pemberdayaan tersebut diarahkan terwujudnya masyarakat madani dan mandiri dalam pengertian dapat mengambil keputusan bagi kesejahteraannya sendiri. (Margono Slamet: 2000) Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka pemberdayaan masyarakat khususnya kepada PKL telah memberikan bantuan kemudahan kepada PKL untuk memperoleh akses pinjaman modal, menyediakan sarana tempat usaha secara gratis, memberikan pembebasan biaya retribusi selama 6 bulan, memberikan ijin secara gratis, memberikan persetujuan bantuan stimulan modal usaha atas usulan para pedagang kaki lima sebanyak 200 juta dan mengusulkan permohonan bantuan kepada Menteri Koperasi yang disetujui sebesar 9, 250 M. (sembilan milyard dua ratus lima puluh juta rupiah) Selanjutnya diberikan kepada mereka. Selain itu Pemerintah Kota juga memberikan bantuan modal kepada sebagian pedagang kaki lima dalam bentuk bantuan gerobak bagi para pedagang di kawasan tepi jalan Slamet Riyadi, kawasan Manahan, kawasan jalan Adi Sucipto dan di tempat lainnya.
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
628
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
Pemerintah Kota Surakarta juga telah memberikan kesempatan kepada sebagian pedagang kaki lima untuk berjualan di malam hari di Pusat Jajan Malam ”GALABO” (Gladak Langen Bogan) di jalan Mayor Sunaryo Kawasan Beteng Plaza Surakarta. Pusat Jajan Malam tersebut telah diresmikan oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia pada tanggal 13 April 2008 dan memperoleh bantuan gerobak dengan nilai sebesar 6 juta per gerobak sebanyak 100 gerobak. Para pedagang kaki lima tersebut selanjutnya dibina Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta. Menurut keterangan Kepala Bidang Pengawasan dan Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta Pemerintah Kota juga memprogramkan Night Market yang disebut “Pasar Ngarsopuro” yang menempati jalan depan Pura Mangkunegaran, meskipun hanya hari-hari tertentu (malam minggu dan hari-hari besar). Para pedagang ini dibina oleh Dinas Koperasi dan UKM Kota Surakarta. Pemerintah Kota Surakarta telah memberi perhatian yang serius terhadap keberadaan PKL tersebut. Meskipun menghadapi berbagai kendala, upaya pemberdayaan PKL terus dilakukan. Salah satu bukti upaya pemberdayaan PKL yang telah dilakukan Pemerintah Kota dengan relokasi PKL ”Klitikan” dari Lapangan Banjarsari ke bangunan Pasar Klitikan Notoharjo. Di samping itu Pemerintah Kota Surakarta melakukan pembangunan sheltershelter permanen di Kompleks Gelora Manahan dan Kleco, tendanisasi dan grobagisasi PKL di Jl. Slamet Riyadi serta berbagai program lainnya melengkapi upaya penataan PKL dengan pendekatan pemberdayaan melalui fasilitasi bangunan/tempat berdagang. Kerja keras tersebut telah membawa Kota Surakarta menjadi tempat belajar (studi banding) Pemkab dan Pemkot berbagai wilayah di Indonesia dalam hal penataan PKL. Bahkan secara khusus Presiden RI juga memberikan apresiasi yang memuaskan bagi Pemkot Surakarta dalam hal penataan PKL (Solopos, 21 Desember 2006). Di lain pihak banyak yang mempertanyakan efektivitas kebijakan di atas. Kios dan los pasar yang diperuntukkan bagi PKL di Pasar Klitikan Notoharjo banyak yang kosong, dan sepi pembeli. Banyak kios yang dijual dan kemudian PKL kembali lagi berjualan di pinggir jalan. Sementara shelter yang dibangun, banyak berpindah tangan atau berubah bentuk menjadi bangunan yang semakin permanen.
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
629
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
PKL baru terus bermunculan, berharap nantinya akan memperoleh berbagai fasilitas sebagaimana yang telah diberikani. Langkah
Pemerintah
melakukan
kebijakan
relokasi
dimaksudkan
untuk
meningkatkan pendapatan sekaligus menata keindahan dan ketertiban kota. Apabila kebijakan alih lokasi tepat dan dapat diterima oleh pedagang kaki lima, maka diharapkan dapat memperbaiki kesejahteraan mereka melalui peningkatan pendapatan usahanya. Sebaliknya jika kebijakan relokasi yang diambil oleh Pemerintah tidak tepat dan kurang terencana secara baik, maka justru akan menciptakaan masalah baru di antaranya bertambahnya angka pengangguran. Gaya kepemimpinan para petugas yang berhubungan dengan pedagang kaki lima juga berpengaruh. Jika kepemimpinan mereka dapat diterima dengan baik maka mudah baginya untuk mempengaruhi, membimbing dan memberdayakan pedagang kaki lima tanpa ada gejolak dan mereka akan menjadi pengikut dan mau melaksanakan apa yang diperintahkan. Perencanaan dalam rangka program pemberdayaan pedagang kaki lima hendaknya dipersiapkan sedini mungkin dan secara cermat dengan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan evaluasi dan didukung oleh faktor-faktor yang berpengaruh baik sarana maupun prasarana daa kebijakan yang manusiawi. Jika perencanaaan kurang baik dan asal-asalan tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin muncul dan tanpa melibatkan pedagang kaki lima sebagai penerima manfaat atau obyek dari perencanaan itu sendiri, maka cenderung berakibat fatal dan mendorong terjadinya penolakan oleh pedagang kaki lima. Selain itu dalam prakteknya penerapan kebijakan perlu dilakukan pengawasan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan dan kesepakatan yanag berlaku sekaligus untuk mengendalikan kebijakan yang telah diambil. Oleh karena itu dalam melakukan pengawasan perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengawasan yang baik. Selanjutnya Pemerintah perlu menumbuhkan motivasi bagi para pedagang kaki lima dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan usahanya. Meskipun akan lebih baik apabila motivasi tersebut tumbuh dari mereka sendiri.
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
630
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
Komunikasi yang baik, lancar dan harmonis perlu diciptakan, baik antarpetugas, antara petugas dengan para pedagang dan asosiasi maupun antarpedagang sendiri. Di samping itu pembinaan disiplin perlu dilakukan secara kontinyu. Terutama bagi mereka yang telah mengikuti program alih lokasi sehoingga mereka tidaak menempati kembali di tempat usaha yang lama. Oleh karena itu perlu didukung dengan adanya lingkungan tempat kerja yang menjanjikan, menyengkan dan menjadi harapan baik dari segi sarana, prasarana, dan fasilitas maupun letak lokasi yang mudah dijangkau, mudah sarana transpotasi dan ramai dikunjungi konsumen. Jika lingkungan kerja menjanjikan dan menarik, maka cenderung akan meningkatkan ketahanan berusaha dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan mereka. Hal yang tidak kalah pentingnya yaitu perlu adanya dukungan modal kerja, Modal kerja dapat diwujudkan dengan pemberian bantauan saranaa/prasarana, fasilitas kerja dan kemudahan untuk mengakses dan memperoleh pinjaman modal tanpa bunga atau minimal dengan bunga yang rendah syukur-sukur dana yang dapat diterima dengan model hibah meskipun secara bergulir dalam kelompok. Jika kemudahan mengakses permodalan ini dapat dilakukan maka diharapkan usaha pedagang kaki lima meningkat dan pendapatnnya meningkat pula.
KESIMPULAN Berdasarkan latar belakang dan pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Strategi pembedayaan PKL yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta antara lain:. 1. Melakukan penyuluhan dalam rangka pemberdayaan pedagang kaki lima, dan pengurus asosiasi PKL. Materi penyuluhan antara lain kebijakan Pemerintah Kota. 2. Memberikan bantuan kemudahan kepada PKL untuk memperoleh akses pinjaman modal, menyediakan sarana tempat usaha secara gratis, memberikan pembebasan biaya retribusi selama 6 bulan, memberikan ijin secara gratis, memberikan persetujuan bantuan stimulan
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
631
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
modal usaha atas usulan para pedagang kaki lima dan mengusulkan permohonan bantuan kepada Menteri Koperasi 3. Memberikan bantuan modal kepada sebagian pedagang kaki lima dalam bentuk bantuan gerobak bagi para pedagang di kawasan tepi jalan Slamet Riyadi, kawasan Manahan, kawasan jalan Adi Sucipto dan di tempat lainnya. 4. Memberikan kesempatan kepada sebagian pedagang kaki lima untuk berjualan di malam hari di Pusat Jajan Malam ”GALABO” (Gladak Langen Bogan) di jalan Mayor Sunaryo Kawasan Beteng Plaza Surakarta. 5. Memprogramkan Night Market yang disebut “Pasar Ngarsopuro” yang menempati jalan depan Pura Mangkunegaran 6. Relokasi PKL ”Klitikan” dari Lapangan Banjarsari ke bangunan Pasar Klitikan Notoharjo. 7. Melakukan pembangunan shelter-shelter permanen di Kompleks Gelora Manahan dan Kleco, 8. Tendanisasi dan grobagisasi PKL di Jl. Slamet Riyadi serta berbagai program lainnya melengkapi upaya penataan PKL dengan pendekatan pemberdayaan melalui fasilitasi bangunan/tempat berdagang. 9. Merelokasi PKL kawasan Jalan Slamet Riyadi mulai dari Purwosari sampai Gladag khususnya bagi PKL yang menempati jalur lambat (City walk) ke Jalan Timur Stadion Sriwedari 10. Membuat perencanaan relokasi bagi PKL Sunday Market
Saran-saran Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penulis memberikan saran kepada Pemerintah Kota Surakarta sebagai berikut 1.
Kegiatan penyuluhan kepada pedagang kaki lima perlu dilanjutkan sehingga PKL memahami berbagai informasi, pengetahuan dan keterampilannya meningkat.
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
632
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
2.
Kebijakan relokasi harus disosialisasikan lebih dahulu, dan melibatkan pengurus Paguyuban PKL dengan partisipasi aktif dari PKL sehingga dapat diterima oleh pedagang kaki lima.
3.
Perlu dilakukan evaluasi dan didukung oleh faktor-faktor yang berpengaruh baik sarana maupun prasarana dan kebijakan yang manusiawi.
4.
Perlu dilakukan pengawasan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelanggaranpelanggaran terhadap peraturan dan kesepakatan yanag berlaku sekaligus untuk mengendalikan kebijakan yang telah diambil.
5.
Pemerintah perlu menumbuhkan motivasi bagi para pedagang kaki lima dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan usahanya.
6.
Perlu adanya komunikasi yang baik, antarpetugas, antara petugas dengan para pedagang dan asosiasi maupun antarpedagang sendiri.
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
633
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
DAFTAR PUSTAKA Atep
Adya Barata, Usaha Kecil dan Menengah, id.facebook.com/note.php?note_id=59470891794
2009.
http://id-
Clutterbuck, David. 2003. The Art of HRD: The Power of Empowerment, Release the Kidden Talent of Your Employees: Daya Pemberdayaan; Menggali dan Meningkatkan Potensi Karyawan Anda. PT Gramedia, Jakarta. Dalton, J. H., Elias, M. J., & Wandersman, A. (2001). Community Psychology: Linking Individuals and Communities. Australia: Wadsworth Evans, S. D. (2007). Youth sense of community: voice and power in community contexts. Journal of Community Psychology, 35 (6), 693 ‐ 709. Fadhillah Putra dan Muchsin. 2002: Hukum dan Kebijakan Publik, Everoes Press, Surabaya. Foster ‐ Fishman, P. G., Berkowitz, S. L., Lounsbury, D. W., Jacobson, S., & Allen, N. A. (2001). Building collaborative capacity in community coalition: a Review and integrative framework. American Journal of Community Psychology, 29 (2) 241 ‐ 261 Guareschi, P. A., & Jovchelovitch, S. (2004). Participation, health and the deve ‐ lopment of community resources in Southern Brazil. Journal of Health Psychology, 9 (2), 311 ‐ 322 Herritage, Z . Community Participation and Empowerment in Healthy Cities. Journal.Health Promotion International.Vol.24 No.S1.Published by Oxford University Press.2009 Howard Karger, Christian Iyiani and Pat Shannon. 2007. The challenge of community work in a global economy. (Tantangan kerja komunitas dalam ekonomi global.), Journal of Sociology & Social Welfare Keputusan Walikota Surakarta Nomor 2 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta dan Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang kaki lima, Bagian Hukum dan Organisasi Tata Laksana, Sekretariat Daerah Kota Surakarta. Kusni
Sulang, 2009, Dilema Pedagang Kaki Lima, : http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2009/11/23/dilema-pedagang-kaki-lima/
Margono Slamet. 2000. Perspeltif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong Era Tinggal Landas: Jakarta, Mubyarto 2004 Makalah Lokakarya, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) UGM. 6 Oktober 2004) Octora Lintang Surya dan Retno Widjajanti, 2007, Kajian Karaakteristik Berlokasi Pedagang Kaki Lima di Kawasan Sekitar Fasilitas Kesehatan (Studi Kasus
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
634
Seminar Nasional & Call For Paper
DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 978–979–1230–35–3
Umah Sakit dr. Kariadi Kota Semarang):, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jurnal Tata Kota Biro Penerbit UNDIP. Parsudi Suparlan, 1993: Masalah Pemukiman Penduduk Perkotaan, Seminar Pola Pesebaran Penduduk di Daerah Perkotaan, Bandung, Kantot Menteri Negara Kependudukan, Jakarta. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Surakarta, Sekretaris Daerah Stewart, Allen Mitchell. 1998. Empowering People: Pemberdayaan Sumber Daya Manusia, Kanisius Yogyakarta. Surat Keputuan Walikota Nomor 2 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 1995. Bagian Hukum Setda Kota Surakarta Suwignyo Rahman, Istiono, Lisa Mardiana dan Wahid Abdulrahman, 2008, Analisa Partisipasi dan Pola Komunikasi Antara Masyarakat dengan Pemerintah Dalam Upaya Meminimalisasi Konflik Pembangunan (Studi Kasus Relokasi PKL di Kota Surakarta dengan Pembebasan Lahan Untuk Jalan Tol SemarangSolo Di Kota Semarang). Syarif Makmur. 2008, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi.Raja Grafindo, Jakarta Wayan Suarja AR, 2007, Kebijakan Pemberdayaan UKM dan Koperasi guna Menggerakkan Ekonomi Rakyat dan Menanggulangi Kemikinan, Kementerian Negara Koperasi dan UKM http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ywL5c_8HM1sJ:www.smecda.co m/deputi7/file_makalah/IPBWorld Bank, 2001. Bulletin Vol. 11 No.4/Vol. 2 No. 1 October-Desember 2001 Sumber lain Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pengawasan dan Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta pada tanggal 10 April 2016 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pengendalian Bidang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta (hasil wawancara pada tanggal 10 April 2016 Surat Khabar Harian Solo Pos, Selasa 19 April 2016 Harian Solopos, 21 Desember 2006.
Jl. KH. Agus Salim No. 10 Surakarta, Telp. (0271) 714751 Fax. 740160 Website http://uniba.ac.id
635