ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA KERAMBA JARING APUNG DENGAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI (Studi Kasus: Kelompok Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu DKI Jakarta)
ADITYA BRAMANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keberlanjutan Usaha Keramba Jaring Apung Dengan Pendekatan Daya Dukung Lingkungan Dan Sosial Ekonomi (Studi Kasus: Kelompok Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu, DKI Jakarta) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Aditya Bramana NIM C252110051
*
Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.
RINGKASAN ADITYA BRAMANA. Analisis Keberlanjutan Usaha Keramba Jaring Apung Dengan Pendekatan Daya Dukung Lingkungan Dan Sosial Ekonomi (Studi Kasus: Kelompok Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu, DKI Jakarta). Dibimbing oleh ARIO DAMAR dan RAHMAT KURNIA. Aktivitas keramba jaring apung atau kegiatan budidaya perikanan di perairan Semak Daun memiliki potensi mengganggu ekosistem perairan yang disebabkan oleh limbah pakan ikan. Pakan ikan yang diberikan tidak akan habis dikonsumsi oleh ikan dan berpotensi menjadi limbah organik. Limbah bahan organik dari kegiatan budidaya keramba jaring apung yang tidak terkendali dengan baik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi atau pengkayaan perairan dari unsur nitrogen sehingga dapat mengganggu kegiatan keramba jaring apung itu sendiri. Oleh karena itu, dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan dan perikanan perlu diperhatikan daya dukung lingkungan perairan berdasarkan jumlah optimal dalam pengembangan kegiatan keramba jaring apung dengan melihat dampak masukan bahan organik dari sisa pakan kegiatan keramba jaring apung serta kegiatan antropogenik di sekitarnya. Sehingga tercipta kondisi lingkungan yang berkesinambungan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan perikanan. Adapun tujuan dalam penelitian adalah: 1) menghitung daya dukung lingkungan bagi kegiatan sea farming di perairan Pulau Semak Daun, 2) menghitung analisis ekonomi usaha keramba jaring apung di perairan Pulau Semak Daun, 3) mengetahui persepsi atau pemahaman masyarakat mengenai sea farming. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret dan April 2014 di kawasan perairan Pulau Semak Daun. Pengamatan dilakukan di lima lokasi. Metode penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan (observasi), wawancara serta penelusuran data sekunder. Pengamatan kondisi perairan dilakukan secara langsung di lapangan dan di laboratorium produktivitas dan lingkungan perairan (ProLing). Penghitungan daya dukung menggunakan pendugaan yang berasal dari beban limbah nitrogen (amonia) budidaya dan aktivitas antropogenik serta beban limbah organik dari ketersediaan DO (oksigen terlarut), dan pendataan ekonomi masyarakat nelayan menggunakan analisis kelayakan usaha dari kegiatan keramba jaring apung. Data yang telah terkumpul dapat digunakan untuk menganalisa dari kondisi ekologi dan ekonomi dari kegiatan keramba jaring apung. Hasil penghitungan daya dukung dari pendugaan beban limbah nitrogen (amonia) budidaya dan aktivitas antropogenik yaitu 90 unit KJA atau dalam jumlah produksi mencapai 97 ton ikan, sedangkan penghitungan daya dukung dari ketersediaan oksigen terlarut (DO) yaitu 29 unit KJA atau dalam jumlah produksi mencapai 31.3 ton ikan. Berdasarkan penghitungan daya dukung dari pendugaan beban limbah nitrogen (amonia) dengan mempertimbangkan musim, yaitu musim barat dan musim timur didapatkan jumlah maksimal sebanyak 70 unit KJA. Jika memperhitungkan umur ekonomis KJA, maka jumlah unit maksimal yang dapat bertahan cukup lama adalah sebanyak 30 unit. Hasil penghitungan kondisi ekonomi masyarakat nelayan menunjukkan masih mengalami kerugian dengan nilai kerugian mencapai Rp 161 700 pada sekali musim panen. Setelah dilakukan analisa benefit cost ratio, nilai yang didapat yaitu
0.98. Selain itu dilakukan analisa BEP (break even point) untuk mendapatkan nilai titik impas kegiatan budidaya, nilai produksi yang harus dicapai yaitu 97,5 kg dan nilai titik impas berikutnya akan didapat apabila harga jual dari hasil panen yaitu sebesar Rp 111 683/Kg. Kondisi ini diperkirakan karena jumlah produksi masih belum dioptimalkan dengan baik dan kegiatan budidaya masih belum memberikan bermanfaat bagi masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan pemahaman masyarakat mengenai program sea farming sebesar 22 %. Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap program sea farming mengakibatkan tujuan sea farming seperti restocking sumberdaya ikan, dan rehabilitasi terhadap sumberdaya perikanan dan lingkungan laut kurang berjalan dengan optimal. Berdasarkan dari hasil daya dukung dan evaluasi ekonomi dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi dari kegiatan keramba jaring apung masih dapat ditingkatkan sehingga dapat menunjang mata pencaharian bagi nelayan. Namun diperlukan adanya batasan penggunaan lahan budidaya agar tidak mengalami penurunan kualitas lingkungan perairan. Kata kunci: daya dukung, keramba jaring apung, pulau semak daun
SUMMARY ADITYA BRAMANA. The Analysis Of Business Sustainability Of Cage Culture Using Carrying Capacity Of The Environment Socio-Economic Approach (Case Study: Seafarming Group on Semak Daun Island, Thousand Islands, DKI Jakarta). Supervised by ARIO DAMAR and RAHMAT KURNIA. Activity of cage culture or aquaculture in Semak Daun Island has the potential to disrupt aquatic ecosystems caused by waste of fish feed. Fish feed which provided by the fisherman will not all be consumed by the fish and leave organic material. Waste organic material from cage culture activities that can’t be controlled properly will cause eutrophication, or enrichment of waters from nitrogen so as to disrupt the activities of the cage culture itself. Therefore, when utilize and manage marine resources and fisheries, the carrying capacity of water environment should be considered based on the optimum number of activities in the development of cage culture by seeing the impact of organic matter input from feed residue cage culture activities as well as anthropogenic activities in the vicinity. Hence a sustainable environment in the utilization and management of marine fishery resources will be created. The purposes of the research are: 1) determine the extent of the carrying capacity of the environment on sea farming activities in Semak Daun Island, 2) calculate the economic analysis of cage culture in the waters of the Semak Daun Island, 3) find out the public perception or understanding about the sea farming. This research was conducted in March and April 2014 in the waters of Semak Daun Island. The observation was conducted in five locations. This research method is done by direct sighting in the field (observation), interviews, and also tracking secondary data. Observation of the waters condition is done directly in the field and in the productivity and aquatic environments laboratory (ProLing). The calculation of carrying capacity is using an estimation derived from waste load of nitrogen (ammonia) and the cultivation of anthropogenic activity and organic waste load on the availability of DO (dissolved oxygen), and for the economic data collection of fishing community is using a business feasibility analysis from activities of cage culture. The collected data can be used to analyze the ecological and economic conditions of cage culture activities. Results of calculation carrying capacity from the estimating load of sewage nitrogen (ammonia) cultivation and anthropogenic activities are 90 units KJA or in the number of production reached 97 tons of fish, while calculating the carrying capacity of the availability of dissolved oxygen (DO) is 29 units KJA or in the number of production reached 31.3 tons of fish. The calculation carrying capacity from the estimating load of sewage nitrogen (ammonia) by considering west and east monsoon season has shown the maximal of 70 units KJA. If economic life of KJA is considered, the maximum units of KJA that could last longer is 30 units. Calculation results indicate economic conditions of fishing communities are still experiencing losses with total losses reached Rp 161 700 in every harvest season. The value obtained from the analysis of the benefit cost ration is 0.98. Moreover, the analysis of BEP (break even point) shows that to get break even point of aquaculture activities, production should reaches 97.5 kg and selling price is Rp
111 683/kg. This condition is estimated as the amount of production is still not well optimized and hasn’t give any advantage to the community. Result of the study shows that the community’s level of understanding about sea farming program is 22%. This result leads to unoptimal reach of sea farming goals (i.e. restocking fish resource and the rehabilititation of marine resurces and fisheries). Based on the results of carrying capacity and economic evaluation can be concluded that the total production of cage culture activities can still be improved so as to increase also a livelihood of fishermen. But is necessary to limit the cultivation of land use that does not degrade the quality of the water environment. Key words: carrying capacity, cage culture, semak daun island
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA KERAMBA JARING APUNG DENGAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI (Studi Kasus: Kelompok Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu, DKI Jakarta)
ADITYA BRAMANA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Program Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Sigid Haryadi, MSc
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Keberlanjutan Usaha Keramba Jaring Apung Dengan Pendekatan Daya Dukung Lingkungan Dan Sosial Ekonomi (Studi Kasus: Kelompok Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu, DKI Jakarta)”. Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan tesis ini terutama kepada: 1. Dr Ir Ario Damar, MSi. selaku pembimbing I dan Dr Ir Rahmat Kurnia,MSi selaku pembimbing II telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis. 2. Kedua orang tua Ayahku Ir H Baginda Sembiring dan Ibuku Hj Yuswaningsih yang selalu memberikan semangat dan do’anya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 3. Kepada Adikku Anindya Aulia Pratiwi serta orang terdekat saya Ismi Amalina Aryani yang telah memberikan semangat serta waktunya dalam membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 4. Teman-teman SPL IPB 2011 yang saling mendukung dan berjuang bersama (Adi, Acel, Endang, Riany, Frans, dan Omega). 5. Keluarga besar MSP, para Dosen dan TU. 6. Kementerian pendidikan yang telah memberikan beasiswa pendidikan dalam program Beasiswa Unggulan Pendidikan Tinggi tahun 2012. 7. Serta pihak lain yang turut membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tesis ini juga dapat bermanfaat dalam mendukung pengambilan kebijakan pembangunan Kelautan dan Perikanan di Provinsi DKI Jakarta khususnya Kepulauan Seribu dan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat.
Bogor, Agustus 2015
Aditya Bramana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran
1 1 2 3 3
2
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Pengukuran Kualitas Air Observasi Persentase Tutupan Karang Pengamatan Kelimpahan Ikan Karang Analisa Data Analisis Pendugaan Kuantitatif Limbah Berasal dari Kegiatan Budidaya Ikan (Internal Loading) Analisis Pendugaan Kuantitatif Limbah Berasal dari Daratan (Eksternal Loading) Analisis Daya Dukung Penghitungan Pendugaan Daya Dukung Pendekatan Beban Limbah N (NH₃-N) Flushing Time Perhitungan Volume Badan Air Beban Pencemaran Daya Tampung Pendugaan Daya Dukung Beban Limbah N (NH₃-N) Dengan Pendekatan Musim Penghitungan Pendugaan Daya Dukung Pendekatan Ketersediaan Oksigen Terlarut Analisis Kelayakan Usaha Analisis Keuntungan Analisis Benefit-Cost Ratio Analisis Break Even Point
4 4 6 7 7 8 9
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Perairan Pulau Semak Daun Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Semak Daun Kondisi Tutupan Karang Kelimpahan Ikan Karang Estimasi Pendugaan Limbah dan Pendugaan Daya Dukung Perairan Pulau Semak Daun Estimasi Pendugaan Limbah Kegiatan Budidaya
16 16 17 20 21
3
9 10 11 11 12 12 12 13 13 14 15 15 15 15
22
(Internal Loading) 22 Estimasi Pendugaan Limbah dari Daratan (Eksternal Loading) Pendugaan Daya Dukung Perairan Pulau Semak Daun Pengembangan Budidaya Pada Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu 26 Pendugaan Daya Dukung Pendekatan Beban Limbah N (Nh₃-N) 27 Beban Pencemaran 28 Pendugaan Daya Dukung Berdasarkan Musim 29 Pendugaan Daya Dukung Pendekatan Ketersediaan Oksigen Terlarut dan Limbah Organik 30 Analisis Usaha 30 Analisis Keuntungan 31 Analisis Manfaat (Benefit Cost Ratio) 32 Analisis Break Even Point 32 Persepsi Masyarakat 32 Alternatif Pengelolaan 33 4
SIMPULAN DAN SARAN
35
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN
40
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Titik Koordinat Stasiun Pengamatan Di Perairan Pulau Semak Daun Sumber Data yang Dikumpulkan Pengukuran Parameter Kualitas Air di Perairan Pulau Semak Daun Jenis Aktivitas dan Koefisien Limbah Pemukiman Hasil Pengukuran Rata-Rata Parameter Fisika dan Kimia Perairan Perbandingan Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Beberapa Tahun Terakhir Nilai Parameter Penentuan Beban Limbah Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung (KJA) Nilai Hasil Dugaan Total N dari Hasil Pemberian Pakan Kegiatan Keramba Jaring Apung Pendugaan Beban Limbah Antropogenik Perairan Pulau Semak Daun Penghitungan Daya Dukung Melalui Pendekatan Beban Limbah N Budidaya Ikan Kerapu Pendugaan Daya Dukung Berdasarkan Musim Rekapitulasi Metode Pendekatan Pendugaan Daya Dukung Budidaya KJA di Perairan Pulau Semak Daun Analisis Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Kelompok Sea Farming
5 6 7 11 17 21 23 24 25 28 29 30 31
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kerangka Pikir Penelitian Lokasi Penelitian Titik Lokasi Pengamatan Pengamatan Tutupan Karang Ilustrasi Pengumpulan Data Ikan Persentase Tutupan Karang Hidup Jumlah Individu Kelompok Ikan Daya Tampung Perairan Berdasarkan Nilai Baku Mutu Perairan Persentase Tingkat Pemahaman Masyarakat Mengenai Sea Farming Daya Tahan Perairan Terhadap Jumlah Unit Kja
4 5 6 8 9 20 22 29 33 34
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Hitungan Volume Air Laut Melalui Elevasi Pasang Surut Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut (Kep Men LH No 51 Tahun 2004) Perhitungan Pendugaan Limbah N dari Hasil Produksi Ikan Kerapu (1080 Kg) Perhitungan Pendugaan Daya Dukung Menggunakan Pendekatan Beban Limbah N Pendugaan Daya Dukung Pendekatan Limbah NH₃-N Berdasarkan Musim (Musim Barat Dan Musim Timur) Perhitungan Biaya Pembuatan Keramba Jaring Apung Data Hasil Panen dan Perhitungan Analisis Usaha Kelompok Sea Farming
40 41 42 43 45 46 47
1
1.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu merupakan salah satu wilayah yang ada di Provinsi DKI Jakarta, memiliki dua Kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Berdasarkan karakteristik wilayah, Kepulauan Seribu dalam pengembangan wilayahnya diarahkan pada peningkatan kegiatan wisata, peningkatan kualitas kehidupan bagi masyarakat nelayan, serta pemanfaatan sumberdaya perikanan. Kawasan kepulauan seribu sekitar 70 % penduduknya menggantungkan hidupnya pada perairan laut Kepulauan Seribu. Sebanyak 21 % sampai 40 % merupakan nelayan tangkap yang melakukan penangkapan di sekitar ekosistem terumbu karang. Sekitar 69 % hingga 92 % nelayan dari lima kelurahan (Pulau Panggang, Pulau Kelapa, Pulau Pari, Pulau Harapan dan Pulau Untung Jawa) mengatakan bahwa hasil tangkapan mengalami penurunan (Napitupulu 2005). Pemanfaatan sumberdaya perairan laut di kawasan Kepulauan Seribu yang dilakukan tidak terencana dan pengawasan yang kurang baik menyebabkan kondisi stok ikan mengalami kondisi tangkap lebih (overfishing), degradasi sumberdaya alam akibat pencemaran, penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan bahan kimia, pengambilan karang yang berlebihan dan lain-lain. Kondisi seperti ini yang menyebabkan sebagian besar penduduk akan terperangkap dalam kemiskinan akibat produktivitas sumberdaya yang semakin berkurang dan terjadinya kerusakan lingkungan (Rudiyanto 2011). Fenomena penurunan produksi tangkapan dan degradasi habitat telah menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan terjadinya kelangkaan sumberdaya ikan. Merespon dari kondisi yang terjadi, Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu sejak tahun 2004 mencoba dalam mengembangkan perpaduan antara kegiatan budidaya laut dengan perikanan tangkap yang berdasarkan kepada konsepsi sea farming (PKSPL 2006). Konsep sea farming pada awalnya merupakan suatu konsep yang diadopsi oleh beberapa negara antara lain Jepang dan Norwegia, konsep ini bertujuan untuk mengatasi kelangkaan sumberdaya perikanan dengan cara menebar benih ikan. Diharapkan dari penebaran ini ikan akan dapat berkembang, sehingga pada saat waktu tertentu dapat ditangkap oleh nelayan. Lokasi yang dijadikan sebagai area sea farming yaitu di gosong Pulau Semak Daun yang memiliki gosong seluas 315 Ha dengan kondisi reef flat seluas 303 Ha, Laguna 10 Ha, dan memiliki teluk seluas 2 Ha yang akan dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya dengan berbagai macam teknologi seperti keramba jaring apung, keramba tancap, serta area penebaran benih (sea ranching) (PKSPL 2004). o o Pulau Semak Daun terletak pada 106 20ʹ00ʺ BT hingga 106 57ʹ00ʺ BT dan o o 5 10ʹ00ʺ LS hingga 5 57ʹ00ʺ LS. Pulau yang memiliki luas daratan 0,50 ha ini dikelilingi oleh karang dalam seluas 315.19 ha. Kawasan karang dalam tersebut terdiri atas lima goba seluas 33.3 ha dan reeflat seluas 281.89 ha. Kawasan perairan Pulau Semak Daun memiliki area potensial pengembangan budidaya perikanan seluas 2 ha dapat digunakan untuk sistem sekat (enclosure), 9.99 ha untuk keramba jaring apung/KJA (cage culture), 40.7 ha untuk sistem kandang (pen culture), dan 262.31 untuk long line. Sementara, kawasan potensial untuk sea ranching meliputi
2
semua kawasan, selain kawasan untuk sistem sekat dan sistem kandang (Kurnia 2013). Program sea farming yang dilakukan di daerah perairan Kepulauan Seribu atau tepatnya di perairan Pulau Semak Daun terdapat beberapa kegiatan utama di dalamnya, yaitu budidaya ikan (pembenihan dan pembesaran), restocking sumberdaya ikan, aktivitas wisata bahari, dan rehabilitasi terhadap sumberdaya perikanan dan lingkungan laut. Kegiatan keramba jaring apung (KJA) merupakan salah satu program seafarming yang dipandang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam meningkatkan produksi ikan laut dan dapat mempertahankan kondisi lingkungan laut agar lebih baik. Karena program sea farming merupakan kegiatan perikanan yang cenderung lebih berwawasan lingkungan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan. Budidaya perikanan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan pada suatu ekosistem pesisir/laut yang berimplikasi kepada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku dalam mengurangi dampak negatif bagi kelangsungan pembangunan (Bengen 2001). Perikanan budidaya dipercaya banyak orang akan menjadi peran utama dalam memenuhi permintaan perikanan sebagai pengganti dari semakin sulitnya perikanan tangkap (Tacon 2003). Kegiatan budidaya yang dilakukan dalam pengembangan program sea farming pada umumnya yaitu budidaya ikan kerapu sebagai upaya dalam meningkatkan pendapatannya. Aktifitas keramba jaring apung atau kegiatan budidaya perikanan di perairan Semak Daun memiliki potensi mengganggu ekosistem perairan yang disebabkan dari limbah pakan ikan. Pakan ikan yang diberikan tidak akan habis dikonsumsi oleh ikan dan meninggalkan sisa bahan organik. Limbah bahan organik dari kegiatan budidaya keramba jaring apung yang tidak terkendali dengan baik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi atau pengkayaan perairan dari unsur nitrogen sehingga dapat mengganggu kegiatan keramba jaring apung itu sendiri. Oleh karena itu, dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya kelautan dan perikanan perlu diperhatikan daya dukung lingkungan perairan berdasarkan jumlah optimal dalam pengembangan kegiatan keramba jaring apung dengan melihat dampak masukan bahan organik dari sisa pakan kegiatan keramba jaring apung serta kegiatan antropogenik di sekitarnya. Sehingga tercipta kondisi lingkungan yang berkesinambungan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan perikanan. Rumusan Masalah Persoalan umum yang dialami bidang perikanan dan kelautan yaitu dapat terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan hasil perikanan dengan tetap menjaga kelestarian kondisi. Aktivitas keramba jaring apung yang terdapat di perairan Pulau Semak Daun memiliki potensi untuk menghasilkan limbah bahan organik dari sisasisa pakan dan kotoran ikan. Oleh karena itu perlu adanya kajian mengenai kondisi daya dukung lingkungan dalam mendukung kegiatan keramba jaring apung di perairan Pulau Semak Daun. Daya dukung lingkungan tersebut dilihat dari masukan
3
limbah organik dari kegiatan keramba jaring apung dan hasil limbah dari kegiatan masyarakat di perairan sekitarnya Selain itu, perlu diketahui mengenai sejauh mana pemahaman masyarakat mengenai program sea farming yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu sejak tahun 2006. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menghitung sejauh mana daya dukung lingkungan terhadap kegiatan keramba jaring apung di perairan Pulau Semak Daun. 2. Menghitung analisa ekonomi usaha keramba jaring apung di perairan Pulau Semak Daun. 3. Mengetahui pemahaman masyarakat mengenai program sea farming.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai daya dukung perairan bagi pembuat kebijakan, khususnya Pemerintah Daerah setempat, sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan dan pengembangan wilayah Kepulauan Seribu dengan memanfaatkan sumber daya alam secara optimal untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Kerangka Pemikiran Perairan utara Pulau Jawa, khususnya daerah Kepulauan Seribu mulai mengalami penangkapan ikan yang berlebihan dan kerusakan habitat terumbu karang. Jika dibiarkan terus berlanjut, hal ini dapat menyebabkan penurunan hasil tangkapan dan berdampak terhadap menurunnya pendapatan masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Menurunnya kondisi perikanan dan pendapatan masyarakat mendorong diterapkannya program sea farming. Program sea farming, terutama kegiatan keramba jaring apung yang telah dilaksanakan sejak tahun 2006 mengubah orientasi perilaku masyarakat yang mulanya mengandalkan perikanan tangkap menjadi perikanan budidaya. Jenis pembudidayaan yang dilakukan dalam kegiatan keramba jaring apung ini adalah ikan kerapu. Kegiatan keramba jaring apung ini dapat menimbulkan suatu permasalahan baru. Adapun permasalahan yang perlu diperhatikan yaitu dampak dari limbah kegiatan keramba jaring apung berupa sisa pakan dan feses dari ikan. Selain itu, aktivitas masyarakat di sekitar perairan juga dapat memberikan dampak terhadap kegiatan keramba jaring apung dalam bentuk limbah antropogenik. Kondisi ini akan mempengaruhi daya dukung lingkungan perairan. Dengan diketahui kondisi daya dukung perairan, khususnya perairan Pulau Semak Daun masyarakat dapat memaksimalkan jumlah unit KJA yang dapat digunakan. Jumlah unit KJA yang digunakan dengan maksimal dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
4
KONDISI PERIKANAN KEPULAUAN SERIBU
PERMASALAHAN PERIKANAN
SEA FARMING
KEGIATAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG
LIMBAH ANTROPOGENIK
ESTIMASI LIMBAH dan DAYA DUKUNG
LIMBAH KEGIATAN BUDIDAYA
JUMLAH UNIT KJA
PENINGKATAN PEREKONOMIAN Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
2.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah perairan Pulau Semak Daun, yang terletak di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Letak geografis perairan Pulau Semak Daun berada pada 106°20’00” Bujur Timur (BT) sampai 106°57’00” Bujur Timur dan 5°10’00” Lintang Selatan hingga 5°57’00” Lintang Selatan (Gambar 2). Waktu penelitian mulai dilakukan dari bulan Maret 2014 hingga April 2014. Perairan dangkal Semak Daun memiliki luas 315.19 ha. Kawasan perairan dangkal tersebut terdiri atas lima goba seluas 33.3 ha dan reeflat seluas 281.89 ha. Kawasan perairan potensial seluas 2 ha dapat digunakan untuk sistem sekat (enclosure), 9.99 ha untuk keramba jaring apung/KJA (cage culture), 40.7 ha untuk sistem kandang (pen culture), dan 262.31 untuk long line. Sementara, kawasan perairan potensial untuk sea ranching meliputi semua kawasan, selain kawasan untuk sistem sekat dan sistem kandang (BAPEKAB 2004).
5
Gambar 2. Lokasi Penelitian Sumber : Working Paper PKSPL-IPB, 2006
Penentuan titik lokasi stasiun pengamatan didasarkan terhadap keterwakilan kondisi ekosistem terumbu karang di perairan Pulau Semak Daun. Pada penelitian ini terdapat lima titik lokasi pengamatan (Gambar 3).
Tabel 1. Titik Koordinat Stasiun Pengamatan di Perairan Pulau Semak Daun Titik Pengamatan/Stasiun Sisi Barat Perairan Pulau Semak Daun Sisi Utara Perairan Pulau Semak Daun Sisi Timur Perairan Pulau Semak Daun Sisi Selatan Perairan Semak Daun Sisi dalam/tengah Perairan Pulau Semak Daun
Posisi geografis 106⁰33’980”BT 05⁰43’627”LS 106⁰36’215”BT 05⁰42’933”LS 106⁰36’744”BT 05⁰43’515”LS 106⁰35’530”BT 05⁰43’239”LS 106⁰36’046”BT 05⁰43’741”LS
Keterangan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5
Lokasi pengamatan pada stasiun 1 berada di sebelah barat perairan Pulau Semak Daun dan cukup jauh dari lokasi KJA. Pada stasiun 2 berada di bagian utara perairan Pulau Semak Daun dan berada cukup dekat dengan lokasi KJA. Lokasi pengamatan 3 berada di sisi timur dari perairan Pulau Semak Daun. Lokasi pengamatan 4 berada di selatan dari perairan dan dekat dengan Pulau Karya.
6
Sedangkan lokasi pengamatan stasiun 5 berada di dalam perairan goba dan terdapat Keramba Jaring Apung milik masyarakat (Gambar 3).
Gambar 3. Titik Lokasi Pengamatan Sumber : Working Paper PKSPL-IPB, 2006
Metode Pengumpulan Data
Tabel 2. Sumber Data yang Dikumpulkan Tujuan Mengetahui kondisi dan gambaran umum perairan Pulau Semak Daun
Data Kualitas Air (Komponen Fisika, Kimia)
Sumber Data Pengamatan (P)
Tutupan Karang (%)
Pengamatan (P)
Kelimpahan Ikan (ind/500 m2)
Pengamatan (P)
Estimasi Pasang Surut (m3)
Aplikasi NAOTide (S)
Mengetahui kondisi Pendapatan (Rp) sosial ekonomi dan persepsi masyarakat Persepsi Masyarakat mengenai Seafarming Keterangan: P = Primer S = Sekunder
Data PKSPL (S) Wawancara (P)
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu, data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data kualitas perairan yang terdiri dari parameter fisika dan kimia
7
perairan, tutupan terumbu karang, kelimpahan ikan karang dan wawancara. Data sekunder meliputi data pasang surut perairan, peta lingkungan perairan, data publikasi ilmiah, data dari instansi terkait, maupun dari Lembaga Swadaya Masyarakat. Pengukuran Kualitas Air Pengumpulan data kualitas perairan meliputi dari parameter fisika dan kimia perairan terdiri dari 10 parameter (Tabel 3) yang dianalisa baik secara in situ maupun ex situ. Analisa secara ex situ dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLing), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan contoh air dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu per dua minggu, yaitu pada minggu ke-2 bulan Maret 2014, minggu ke-4 bulan Maret 2014 dan minggu ke-2 bulan April 2014 di lima stasiun pengamatan yang telah ditentukan untuk mengumpulkan data kualitas perairan.
Tabel 3. Pengukuran Parameter Kualitas Air di Perairan Pulau Semak Daun Lokasi Parameter Satuan Alat Referensi Analisis A. Fisika Suhu Salinitas Kecerahan Kekeruhan Kecepatan Arus B. Kimia pH Nitrat Nitrit Ammonia Fosfat DO
°C ‰ Meter NTU Cm/Detik
Termometer Refraktometer Secchi Disk Turbidity Meter Current Meter
APHA, 2005 APHA, 2005 APHA, 2005 APHA, 2005 APHA, 2005
In Situ In Situ In Situ Laboratorium In Situ
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
pH Meter Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer DO Meter
APHA, 2005 APHA, 2005 APHA, 2005 APHA, 2005 APHA, 2005 APHA, 2005
In Situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium In Situ
Observasi Persentase Tutupan Karang Metode yang digunakan untuk mengamati kondisi persentase tutupan karang, yaitu dengan menggunakan metode transek garis (English et al. 1997). Metode ini menggambarkan kondisi struktur komunitas karang dengan melihat kondisi tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat, alga serta dapat mengetahui keberadaan dari biota lainnya. Panjang transek garis pada tiap pengamatan yaitu 50 meter dan sejajar garis pantai.
8
Gambar 4. Pengamatan Tutupan Karang
Mengetahui kondisi tutupan karang, utamanya persentase tutupan karang, dapat diketahui dengan menghitung kondisi persentase karang hidup (life form). Data persentase tutupan komunitas karang yang didapatkan dengan menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect), dengan menggunakan rumus (English et al. 1997) yaitu: 𝑁𝑖 =
𝑙𝑖 x 100% 𝐿
Keterangan: Ni : Persen tutupan komunitas karang li : Panjang total life form jenis ke-i L : Panjang transek (m) Hasil penghitungan akan dianalisa dengan menggunakan kategori persen tutupan karang berdasarkan Gomez dan Yap (1988) dengan empat kategori yaitu: a) a. 75 - 100 % : Sangat baik b) b. 50 - 74,9 % : Baik c) c. 25 - 49,9 % : Sedang d) d. 0 - 24,9 % : Rusak Pengamatan Kelimpahan Ikan Karang Prosedur pengamatan ikan karang pada prinsipnya mengikuti metode pengamatan kondisi terumbu karang. Metode yang digunakan adalah visual sensus dan transek garis yang telah disesuaikan dan dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta fasilitas yang tersedia. Panjang transek 50 meter dibuat sejajar dengan garis pantai atau tubir. Penetapan areal penelitian mengikuti metode “Line Intercept Transect” (Unep 1993). Sedangkan pengambilan data ikan menggunakan metode “Sensus Visual” (Dartnall and Jones 1986) yang dimodifikasi English et al. (1997). Metode Underwater Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan yang dijumpai pada jarak 5 meter kanan dan 5 meter kiri dalam garis transek sepanjang 50 meter dicatat jenis dan jumlahnya.
9
5m
5m
Gambar 5. Ilustrasi Pengumpulan Data Ikan dengan Metode Underwater Visual Census (English et al. 1994)
Banyaknya individu ikan per satuan luas daerah pengamatan dapat ditunjukkan dari nilai kelimpahan ikan. Kelimpahan ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Ludwig dan Reynolds 1988): 𝑁=
𝑛𝑖 𝐴
Keterangan: N = Kelimpahan individu ikan (ind/ha) 𝑛𝑖 = Jumlah individu ikan (Ind) A = Luas daerah pengamatan (m2) Penentuan kriteria penilaian untuk kelimpahan ikan di terumbu karang menggunakan metode yang digunakan oleh CRITC COREMAP-LIPI (modifikasi Manuputty dan Djuwariah 2009). Kelompok ikan yang digunakan dalam menentukan kriteria kelimpahan ikan di terumbu karang yaitu dari kelompok ikan target. Penggunaan dari kelompok ikan target dikarenakan kelompok ikan ini sering dijumpai di terumbu karang serta menjadi target tangkapan bagi nelayan. Kriteria kelimpahan ikan terumbu karang dikategorikan sebagai berikut: “Sedikit” apabila jumlah individu ikan target sepanjang transek <50 ekor, “Banyak” apabila jumlah individu ikan target sepanjang transek 50-100 ekor, dan “Melimpah” apabila jumlah individu ikan target sepanjang transek >100 ekor ANALISA DATA Analisis Pendugaan Kuantitatif Limbah Berasal dari Kegiatan Budidaya Ikan (Internal Loading) Jumlah limbah yang masuk ke perairan dari kegiatan budidaya ikan kerapu diduga dari feses ikan dan dari sisa pakan yang tidak termakan. Dugaan total bahan organik yang masuk ke perairan dihitung menggunakan metode yang dikemukakan
10
oleh Iwama (1991) dengan mengacu pada total pakan yang tidak dikonsumsi serta jumlah feses ikan dalam hal ini yaitu ikan kerapu, dengan persamaan sebagai berikut: O = TU + TFW (1) Keterangan : O : Total output partikel bahan organik TU : Total pakan yang tidak dimakan TFW : Total limbah feses diperoleh dengan persamaan : TU = TF x UW ............................................................................. (2) Keterangan : TF : Total pakan yang diberikan UW : Persentase pakan yang tidak dimaka (rasio total pakan yang dimakan terhadap total pakan yang diberikan) TFW : Total limbah feses, dihitung dengan persamaan : TFW = F x TE ............................................................................. (3) Keterangan : F : Persentase feses (rasio total feses terhadap total pakan yang dimakan) TE : Total pakan yang dimakan, diperoleh menggunakan persamaan : TE = TF – TU ............................................................................. (4) Keterangan : TF : Total pakan yang diberikan TU : Total pakan yang tidak dimakan Pendugaan dalam kuantifikasi dari total limbah N berdasarkan atas data kandungan N dalam pakan, dan dalam karkas ikan kerapu (Barg 1992). Pendugaan total N mengacu dari metode Ackefors dan Enell (1990) dalam Barg (1992), persamaan untuk menghitung Loading N adalah: Kg N = (A x Cdn) – (B x Cfn) Keterangan : A : Bobot basah pakan yang digunakan (kg) B : Bobot basah kerapu yang diproduksi (kg) Cd : Kandungan nitrogen (Cdn) pada pakan diekspresikan sebagai % dari bobot basah Cf : Kandungan nitrogen (Cfn) dari karkas ikan diekspresikan sebagai % dari bobot basah.
Analisis Pendugaan Kuatitatif Limbah Berasal dari Daratan (Eksternal Loading) Pendugaan beban limbah yang berasal dari daratan atau dari kegiatan masyarakat mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Rachmansyah (2004). Pendugaan kuantitatif limbah yang berasal dari daratan yaitu dari aktivitas
11
pemukiman yang bertujuan untuk menghitung besaran potensi kontribusi beban limbah organik (nitrogen) ke perairan. Besaran limbah organik (total N) dari wilayah pemukiman dapat diketahui dengan cara menghitung langsung berdasarkan jumlah penduduk yang bermukim atau bertempat tinggal di wilayah tersebut, dalam hal ini masyarakat yang berada di sekitar perairan pulau Semak Daun. Besaran kontribusi limbah yaitu terdiri atas limbah padat (kg/hari) serta limbah cair (liter/hari) yang berasal dari penduduk dikalikan dengan koefisien limbah yang didapatkan dari berbagai acuan (Tabel 4), antara lain 1) Sogreah (1974); 2) World Bank (1993), dalam Rachmansyah (2004)
Tabel 4. Jenis Aktivitas dan Koefisien Limbah Pemukiman Jenis Aktivitas Koefisien Limbah Aktivitas Pemukiman Limbah Padat 1.86 kg N/Org/Thn1 Sampah 4 kg N/Org/Thn2 Sumber: 1) Sogreah (1974); 2) World Bank (1993); in Rachmansyah (2004)
Beban limbah yang berasal dari pemukiman diperoleh dari data penghitungan secara langsung dilokasi pengamatan yang mengacu pada data sekunder. Pendugaan total nitrogen (TN) dari limbah antropogenik dapat dihitung dengan mengkalikan antara tingkat aktivitas kegiatan (jumlah penduduk) dengan koefisien limbah (Kg N). Persamaannya sebagai berikut: Total N = Level Aktivitas (Jumlah Penduduk) × Koefisien Limbah (Kg N) Analisis Daya Dukung Terdapat beberapa cara untuk mengetahui pendugaan terhadap daya dukung perairan. Pendekatan yang digunakan antara lain 1. menggunakan pendekatan pada loading total nitrogen (TN) dari kegiatan budidaya dan limbah antropogonik yang masuk ke perairan, 2. menggunakan pendekatan yang mengacu dari ketersediaan oksigen yang terlarut dalam badan air dan bahan organik. Penghitungan pendugaan daya dukung pendekatan beban limbah N (NH3-N) Kadar nitrogen yang dihasilkan dari kegiatan aktifitas budidaya menyebabkan terjadinya suatu pengkayaan nutrien di perairan. Tinggi rendahnya kadar nutrien di perairan menurut Gowen et al. 1989 dalam Barg (1992) ditentukan oleh beberapa faktor yaitu volume badan air, laju pembilasan, dan fluktuasi pasang surut. Adapun persamaannya sebagai berikut: Ec =
NxF V
Keterangan: Ec : Konsentrasi limbah (mg/l)
12
N F V
: Output harian dari limbah nitrogen terlarut (mg/l) : Flushing time dari badan air (hari) : Volume badan air (m3) Flushing time (F)
waktu (jumlah hari) yang diperlukan limbah berdiam (tinggal) dalam badan air sehingga lingkungan perairan menjadi bersih. Penentuan Flushing time ditentukan dengan menggunakan formula : 1 D Keterangan: F D (Vh – Vi) Vh VI T F=
;D =
(Vh − Vi ) T x Vh
: Flushing time (hari) : Laju pengenceran : Volume pergantian pasang (m3) : Volume air dalam badan air saat pasang tertinggi (m3) : Volume air dalam badan air saat surut (m3) : Periode pasang dalam satuan hari Perhitungan volume badan air
Perhitungan volume dilakukan pada saat kondisi perairan pasang tertinggi (MHWS (Mean High Water Spring), dan pada saat kondisi perairan surut terendah MLWS (Mean Low Water Spring) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Lampiran 1) : 𝑉ℎ = 𝐴 𝑥 ℎ1 dan 𝑉𝑖 = 𝐴 𝑥 ℎ0 Keterangan: A h1 dan h0 Vh V1 Vh – Vl
: Luas perairan dangkal Pulau Semak Daun (m2) : Kedalaman perairan saat pasang tertinggi dan surut terendah (m) : Volume air pada saat pasang tertinggi (m3) : Volume air pada saat surut terendah (m3) : Perubahan volume karena efek pasut (m3) Beban pencemaran
Perhitungan selanjutnya adalah mengetahui atau menganalisis beban pencemaran. Analisis beban pencemaran yang dihasilkan dari beban limbah pakan dan dari daratan yang masuk ke perairan Pulau Semak Daun. Cara perhitungan beban pencemaran berdasarkan atas pengukuran debit air dan konsentrasi limbah yang dihasilkan dari pakan dan daratan dengan persamaan (Mitsch & Goesselink 1993 dalam Marganof 2007).
13
BP = Q × C Keterangan : BP Q C
= Beban Pencemaran = volume Air (m3) = Konsentrasi limbah N (mg/l)
Konsentrasi limbah yang diteliti terdapat dua nilai konsentrasi yang berbeda, yaitu dari konsentrasi yang masuk ke perairan dengan konsentrasi yang sudah ada. Oleh karena itu untuk mengetahui total konsentrasi limbah yang masuk ke perairan, dilakukan dengan model perhitungan sebagai berikut: 𝑄3 . 𝐶3 = 𝑄1 . 𝐶1 + 𝑄2 . 𝐶2 Berdasarkan model perhitungan diatas, maka didapatkan nilai total konsentrasi limbah yang masuk ke perairan (C3) sebagai berikut: 𝐶3 =
𝑄1 . 𝐶1 + 𝑄2 . 𝐶2 𝑄3
Keterangan : C1 C2 C3 Q1 Q2 Q3
= konsentrasi limbah yang masuk (NH₃-N) = konsentrasi limbah di lokasi (NH₃-N) = total nilai konsentrasi (NH₃-N) = volume air masuk (m3) = volume air pada saat di lokasi (m3) = volume air total (m3)
Daya Tampung Daya tampung yaitu batas kemampuan sumber daya air untuk menerima masukan beban pencemaran yang tidak melebihi batas syarat kualitas air untuk berbagai pemanfaatannya dan dan memenuhi baku mutu airnya (Machbub 2010). Daya tampung didapatkan dengan rumus sebagai berikut: Daya Tampung = Baku Mutu NH₃-N – Total Konsentrasi (C3) Jumlah unit =
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔 𝐸𝑐
Pendugaan daya dukung beban limbah N (NH₃-N) dengan pendekatan musim Pendugaan daya dukung dengan pendekatan musim dapat membantu untuk mengetahui seberapa banyak unit yang dapat digunakan dalam proses pembesaran hingga masa waktu panen ikan di KJA. Untuk mendapatkan daya dukung digunakan data pasang surut bulanan selama satu tahun dengan aplikasi NAOTide. Penghitungan jumlah unit pada musim barat dilakukan dari bulan Oktober hingga bulan Maret, sedangkan pada musim timur dilakukan dari bulan April hingga bulan September.
14
Penghitungan pendugaan daya dukung pendekatan ketersediaan oksigen terlarut Mengetahui daya dukung lingkungan melalui ketersediaan oksigen terlarut di perairan mengacu kepada Willoughby (1968) dalam Meade (1989), dan Boyd (1990) yang membuat formula penghitungannya. Pergantian air dari pengaruh pasang surut mampu menyediakan atau memasok oksigen terlarut dalam perairan. Sehingga dapat dikatakan bahwa perairan pesisir dapat dibebani dengan sejumlah ikan yang menggunakan oksigen terlarut, dimana O2 tersedia baik berasal dari aliran air pasang surut maupun dari difusi di udara. Adapun tahap-tahap menentukan daya dukung lingkungan perairan dari ketersediaan oksigen terlarut yaitu: Tahap 1 : Menentukan ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air adalah perbedaan antara konsentrasi O2 terlarut di dalam inflow (Oin) dan konsentrasi O2 terlarut minimal yang dikehendaki dari sistem budidaya (Oout) yaitu 3 ppm (Mayunar 1995). Jika dimisalkan volume air (Qo m3/min), maka total oksigen yang tersedia dalam perairan (O2) selama 24 jam (1.440 menit/hari) adalah : Total O2 terlarut = Qo m3/min x 1440 min/hari x (Oin-Oout) g O2/m3 Total O2 terlarut = X Kg O2 Keterangan : Qo : volume air (m3) perairan Pulau Semak Daun Oin : kandungan oksigen terlarut di dalam badan air (mg/l) Oout : kadar oksigen minimal yang dibutuhkan oleh ikan (mg/l) 1.440 : jumlah menit dalam satu hari Tahap 2: Untuk pendugaan daya dukung yang di izinkan dengan mengacu bahwa untuk setiap kilogram limbah bahan organik membutuhkan 0,2 kg O2 sehingga dapat diduga kemampuan perairan untuk menampung limbah bahan organik maksimal yang di izinkan. Dengan demikian, beban limbah bahan organik yang dapat ditampung tanpa melampaui daya dukung dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : X Kg O2 = Y Kg limbah bahan organik 0,2 Kg O2 / kg limbah organik Jika diketahui 1 unit rakit KJA mengahasilkan limbah bahan organik = D kg limbah bahan organik, maka kapasitas daya dukung lingkungan perairan untuk budidaya kerapu adalah : Y Kg limbah bahan organik = Unit rakit KJA kg limbah bahan organik / 1 unit KJA
15
Analisis Kelayakan Usaha Perhitungan kelayakan usaha dilakukan untuk menilai berhasil atau tidaknya suatu kegiatan.. Kelayakan usaha ini dilihat dari sisi finansial, dengan menghitung besar keuntungan yang telah diperoleh. Analisis usaha yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menghitung tingkat keuntungan dari kegiatan sea farming. Analisis keuntungan Maka untuk mengetahui keuntungannya dilakukan proses penghitungan besaran penerimaan (benefit), didapat dari besaran biaya (cost) yang telah dikeluarkan pada masa satu kali periode produksi sea farming. Fungsi keuntungan secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut (Ngamel 2012):
Π = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶 Keterangan: Π : Keuntungan TR : Total Revenue (Total Penerimaan) TC : Total Cost (Total Biaya) Analisis Benefit-Cost Ratio Analisis benefit cost ratio yaitu menghitung perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan. Pada dasarnya untuk mengetahui apakah suatu kegiatan dapat dikatakan layak atau dapat memberikan manfaat. Adapun rumus dari benefit-cost ratio (Radisk 1997 dalam Mardjudo dan Rahman 2014) yaitu: Net B⁄C ratio =
Total Penerimaan Total Biaya
Nilai B/C yang mungkin terjadi: B/C >1 : kegiatan usaha yang dijalankan memiliki manfaat dan layak dilanjutkan B/C =1 : kegiatan usaha yang dijalankan masih memiliki manfaat dan masih layak dilaksanakan B/C <1 : kegiatan usaha yang dijalankan kurang memiliki manfaat dan tidak layak dilaksanakan. Analisa Break Even Point Analisa titik impas (Break Even Point) ini adalah suatu teknis dalam mempelajari bagaimana suatu hubungan antara biaya (biaya tetap dan biaya variabel), keuntungan serta banyaknya volume kegiatan. Muhammad (2008) dalam Yasin (2013) menyebutkan analisa ini sering disebut cost profit volume analysis, dikarenakan mengetahui bagaimana hubungan antara biaya, keuntungan serta volume kegiatan.
16
Analisa BEP (Break Even Point) merupakan suatu teknik perencanaan laba pada jangka waktu yang pendek atau dalam satu periode umur tanaman atau satu periode panen. Penghitungan BEP dapat dilakukan dengan menggunakan rumus matematis. Terdapat dua cara dalam penghitungan ini yaitu berdasarkan atas unit dan atas dasar penjualan dalam satuan uang (Muhammad 2008 dalam Yasin 2013) yaitu: 1. Atas dasar unit, dengan rumus sebagai berikut: 𝑇𝐹𝐶 𝐵𝐸𝑃 𝑄 = 𝑃 − 𝐴𝑉𝐶 2. Atas dasar penjualan dalam satuan uang, dengan rumus sebagai berikut: 𝑇𝐹𝐶 𝐵𝐸𝑃 (𝑅𝑝) = 𝐴𝑉𝐶 1− 𝑃 Keterangan: P : Harga jual per unit AVC : Biaya tidak tetap TFC : Biaya tetap
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum perairan pulau semak daun Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang terdapat di wilayah administrasi Kelurahan Pulau Panggang. Pulau Semak Daun memliki luas daratan dan karang. Luas daratan dari Pulau Semak Daun sendiri yaitu sekitar 0.50 ha dengan luas karangnya sendiri mencapai 315.19 ha (Purnomo 2013). Pulau Semak Daun mempunyai potensi yang cukup besar sebagai kawasan marikultur, karena memiliki wilayah perairan dangkal dan terlindung yang cukup luas. Kondisi dari perairan Pulau Semak Daun didukung oleh hasil kajian dari BAPEKAB (2004) yang menjelaskan bagaimana potensi dari kawasan tersebut. Potensi yang dimiliki dari total luas kawasan dibagi menjadi beberapa lahan dan besarannya. Untuk kegiatan sistem sekat (enclosure) sendiri memiliki potensi luas 2 ha. Kegiatan keramba jaring apung/KJA (cage culture) memiliki luas kawasan 9.99 ha. Kegiatan perikanan dengan sistem kandang (pen culture) memiliki luas kawasan 40.7 ha serta untuk kegiatan long line yang memiliki luas kawasan 262.31 ha. Kondisi angin yang terjadi di wilayah Kepulauan Seribu dipengaruhi dari angin musim, yang terbagi menjadi dua yaitu angin musim barat (Desember-Maret) dan angin musim timur (Juni-September) serta adanya musim peralihan (pancaroba) yang terjadi diantara bulan April-Mei dan Oktober-November. Kondisi angin pada musim barat memiliki kecepatan yang cukup bervariasi antara 7-20 knot per jam, sedangkan pada musim timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot per jam.
17
Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Semak Daun
Tabel 5. Hasil Pengukuran Rata-rata Parameter Fisika dan Kimia Perairan Parameter
Satuan
St 1
St 2
St 3
St 4
A. Fisika Suhu °C 29.5 29.8 29.7 29.7 Salinitas ‰ 30.6 31.2 31,2 32.2 Kecerahan M 9.40 5.6 8.20 7.40 Kekeruhan NTU 0.45 0.40 0.57 0.37 Kecepatan Arus cm/detik 0.16 0.15 0.45 0.38 B. Kimia pH 8.01 8.11 8.04 8.02 Nitrat mg/l 0.136 0.364 0.216 0.187 Nitrit mg/l <0.004 <0.004 <0.004 <0.004 Amonia mg/l 0.067 0.04 0.046 0.052 Fosfat mg/l <0.002 <0.002 <0.002 <0.002 DO mg/l 6.73 6.5 6.83 6.23 * Keterangan : Baku Mutu Air Laut (Kep. Men LH No.51 Tahun 2004)
St 5
Baku Mutu Air Laut *
30.2 31.6 6.60 0.87 0.09
28-32 33-34 >5 <5 0.15-0.25
8.0 0.033 <0.004 0.028 <0.002 6.33
7-8.5 0.008 0.3 0.015 >5
Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Pulau Semak Daun di lima lokasi pengamatan yang telah ditentukan, ditampilkan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil pengukuran dapat dikatakan bahwa kondisi atau kualitas perairan di Pulau Semak Daun jika dibandingkan dengan baku mutu yang dikeluarkan oleh Kep.Men LH No 51 tahun 2004 masih dalam kategori baik. Tetapi, terdapat satu parameter yang mengalami perbedaan, yaitu nitrat. Kadar nitrat mengalami peningkatan lebih dari 0.2 mg/l berpotensi untuk menyebabkan terjadinya eutrofikasi dan selanjutnya akan memicu pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat. Suhu merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting bagi kehidupan dan perkembangan bagi seluruh biota laut. Terjadinya peningkatan suhu dapat membuat kadar oksigen di perairan menurun, sehingga mempengaruhi terhadap metabolisme seperti laju pernafasan dan konsumsi oksigen serta akan meningkatnya kadar konsentrasi karbon dioksida. Parameter suhu pada lokasi penelitian berada di kisaran 29 °C sampai 31 °C. Kisaran suhu di perairan ini masih mendukung kelangsungan hidup organisme di ekosistem terumbu karang dengan suhu optimal lebih dari 18 °C atau masih termasuk kisaran 25 °C sampai 30 °C (Bengen 2002). Selain itu juga suhu perairan di Pulau Semak Daun masih dalam kategori baik untuk kegiatan budidaya yang memiliki kisaran suhu 27 °C sampai 32 °C (Mayunar 1995 dalam Affan 2011). Salinitas merupakan salah satu parameter yang memiliki peranan penting, menurut Holiday (1967) dalam Hartami (2008) peranan penting dari salinitas yaitu sebagai tingkat kelangsungan hidup dan metabolisme ikan. Berdasarkan data yang didapat di lokasi pengamatan, pengukuran salinitas berada di kisaran 30 ‰ sampai 33 ‰. Nilai tingkatan salinitas yang didapat dari hasil pengamatan masih dapat diterima oleh berbagai biota laut. Salinitas yang diutarakan oleh Eliza (1992) dalam Marasabessy (2010), tingkat salinitas antara 25 ‰ sampai 40 ‰ merupakan kisaran tingkatan salinitas yang baik untuk karang. Marasabessy (2010) juga menyatakan
18
bahwa salinitas yang terdapat di perairan laut Indonesia sering dijumpai berkisar antara 30 ‰ sampai 35 ‰. Tingkat kecerahan perairan merupakan suatu kondisi dimana yang menunjukkan kemampuan cahaya dalam menembus lapisan perairan. Intensitas cahaya atau kemampuan cahaya mampu menembus perairan berkaitan erat dengan pertumbuhan tingkat fotosintesis perairan. Tingkat kecerahan perairan juga sangat berpengaruh dari kondisi kekeruhan karena kondisi ini saling berkaitan, semakin tingginya tingkat kekeruhan maka akan mengurangi intensitas cahaya yang masuk kedalam perairan. Kecerahan menggambarkan kemampuan cahaya menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Kecerahan sangat penting bagi perairan karena berpengaruh terhadap berlangsungannya produktivitas primer melalui fotosintesis fitoplankton. Kekeruhan dapat disebabkan karena air banyak terdapat partikelpartikel tersuspensi sehingga membuat perairan berubah menjai berwarna atau keruh. Hasil pengamatan yang didapat, tingkat kecerahan perairan yaitu lebih dari 5 meter. Sedangkan tingkat kekeruhan perairan yang didapat antara 0.37 sampai 0.87 NTU. Secara umum nilai kekeruhan berdasarkan baku mutu air laut (Kep.Men LH No.51/2004) masih termasuk kategori normal. Pernyataan mengenai pengaruh arus terhadap perairan dijelaskan oleh Nontji (2007) yang menjelaskan bahwa kecepatan arus memiliki pengaruh terhadap densitas massa air yang masuk ke laut, sehingga semakin tingginya kecepatan arus maka massa air yang dibawanya semakin banyak khususnya massa air yang membawa sedimen serta nutrient dari daratan. Hasil pengamatan menunjukkan kecepatan arus yang ada pada lokasi bervariasi dengan kisaran 0.09 m/detik sampai 0.5 m/detik. Kecepatan arus yang menunjukkan 0,09 m/detik berada di stasiun 5 atau berada di tengah goba. Penyebab rendahnya arus yang terjadi dikarenakan sudah mengalami pengurangan karena telah melewati karang penghalang (barrier reef). Kecepatan arus yang relatif kuat, ditemui pada bagan timur (stasiun 3) dan selatan (stasiun 4) perairan Pulau Semak Daun dengan kecepatan arus 0.3 m/detik0.5 m/detik. Adanya arus ini juga diperlukan untuk tersedianya aliran air yang membawa makanan dan oksigen bagi biota karang serta menghindarkan karang dari pengaruh sedimentasi. Derajat keasaman atau yang biasa disebut pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion Hidrogen di dalam air. Besaran pH memiliki kisaran dari 0 hingga 14, dengan nilai yang kurang dari 7 menunjukkan kondisi lingkungan asam sedangkan nilai pH dengan kisaran di atas 7 menunjukkan kondisi lingkungan basa, dan nilai pH yang sama dengan 7 menandakan kondisi lingkungan netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto 2005). Kondisi perubahan derajat keasaman (pH) menurut Affan (2011) akan sangat mempengaruhi kondisi terhadap pertumbuhan dan kelangsungan bagi hidup ikan, apabila kondisi pH rendah (asam, pH <5) serta kondisi pH tinggi (basa, pH >11) dapat menimbulkan kepada kematian ikan dan akan membuat ikan akan menjadi tidak bereproduksi. Berdasarkan hasil pengamatan kisaran nilai pH untuk air laut sendiri yaitu 7.5 sampai 8.4 dan akan semakin mengalami penurunan menuju perairan darat karena pengaruh air tawar. Nilai kisaran pH yang didapatkan berkisar 8.0 sampai 8.11. Kisaran parameter pH ini menunjukkan kondisi perairan masih dalam batas normal untuk kelangsungan hidup suatu organisme perairan. Kisaran ini sesuai dengan Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu pH untuk kehidupan organisme laut yaitu sebesar 7.00 sampai 8.50.
19
Nitrat merupakan salah satu bentuk kandungan kimia pecahan dari unsur utama nitrogen. Nitrat sendiri merupakan bentuk kandungan nitrogen utama pada perairan alami. Kondisi keberadaan nitrat di perairan berkaitan dengan kondisi oksigen yang berada di perairan, apabila kondisi oksigen berada dalam kondisi yang normal maka kondisi perairan cenderung menuju nitrat. Namun tingginya kadar nitrat juga dapat mebahayakan bagi kondisi perairan, seperti yang dijelaskan oleh Mukuan et al. (2013) nitrat dapat menurunkan tingkat kadar oksigen terlarut dalam air, populasi ikan dan membuat kondisi perairan menjadi cepat rusak serta berbau busuk. Nilai konsentrasi nitrat yang didapat di lokasi pengamatan 0.033 mg/l sampai 0.364 mg/l. Menurut Effendi (2004) kadar nitrat di perairan alami hampir tidak pernah melebihi 0.1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menandakan telah terjadi pencemaran antropogenik dari aktivitas manusia. Kadar nitrat lebih dari 0.2 mg/l berpotensi untuk dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi dan selanjutnya memicu pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat. Ammonia merupakan bentuk akhir dari sistem metabolisme nitrogen yang memiliki sifat beracun. Ammonia di dalam perairan memiliki dua bentuk senyawa yaitu amoniak dan amonium. Senyawa amoniak menjadi berbahaya apabila kadar konsentrasinya menjadi tinggi dan dapat cepat menjadi berbahaya terhadap hewan perairan. Ammonia bisa berasal dari limbah budidaya ikan, seperti sisa pakan dan feses dari ikan yang dilepaskan kedalam perairan. Apabila tingginya tingkat ammonia melebihi 0,2 mg/l, Effendi (2003) menjelaskan bahwa ikan tidak dapat mentolerir kejadian ini (bersifat toksik) dan dapat mengganggu terhadap proses pengikatan oksigen oleh darah dan secara bertahap dapat menyebabkan sesak nafas atau kematian. Kadar tingkatan amonia berkisar dari 0.028 mg/l hingga 0.067 mg/l. Berdasarkan kepada baku mutu air laut (Kep.Men No.51/2004) yaitu 0.3 mg/l dapat dikatakan perairan masih aman bagi kehidupan organisme. Warren (1982) menjelaskan dengan banyaknya masukan nutrien pada badan air akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat oksigen terlarut pada area yang luas, tingginya kandungan BOD serta konsentrasi nilai amonia pada kolom perairan. Fosfat merupakan unsur fosfor yang berada di perairan laut dan juga merupakan salah satu senyawa nutrien yang penting terutama dalam pertumbuhan fitoplankton. Penyebab peningkatan kadar fosfat dalam laut dapat disebabkan karena masuknya limbah domestik, industry, pertanian ke perairan dan menyebabkan terjadinya peningkatan populasi fitoplankton secara cepat atau yang biasa dikenal dengan blooming fitoplankton sehingga akan mengakibatkan kematian ikan secara massal. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, kadar fosfat pada perairan yaitu 0.002 mg/l. apabila kadar konsentrasi melebihi batas limit akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan ikan. Sedangkan kadar fosfat apabilba dibandingkan dengan baku mutu air laut kementerian lingkungan hidup (2004) kadar fosfat masih dalam kategori aman, karena batas kadar fosfat dalam perairan yaitu 0.015 mg/l. Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas untuk kehidupan organisme. Perubahan kadar konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek terhadap organisme yang dapat menyebabkan kematian organisme perairan. Namun dapat juga menyebabkan meningkatnya kadar toksisitas pencemaran yang dapat membahayakan organisme. Pada kondisi perairan terbuka, kondisi dari oksigen terlarut memiliki kondisi yang alami, sehingga menurut Brotowidjoyo et al. (1995) jarang dijumpai pada kondisi perairan terbuka miskin akan oksigen. Sugiharto
20
(1987) dalam Mukuan et al. (2013) juga menjelaskan oksigen terlarut (DO) dapat digunakan sebagai indikator tingkat polusi perairan, serta menunjukkan bahwa tingginya kadar oksigen terlarut maka kadar tingkat polusi relative rendah. Faktorfaktor polusi perairan yang menyebabkan menurunnya kadar oksigen menurut Hutagalung (1997) Antara lain kenaikan suhu air, respirasi (terjadi malam hari), adanya lapisan minyak pada permukaan air laut, serta masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut. Kadar oksigen terlarut pada lokasi pengamatan berkisar 6.23 mg/l sampai 6.73 mg/l. Berdasarkan baku mutu air laut yang memiliki batas terendah dari oksigen terlarut yaitu 5 mg/l, lokasi perairan Pulau Semak Daun masih dalam kategori yang cukup baik. Kondisi tutupan karang Salah satu tujuan dari kegiatan Sea Farming sendiri yaitu untuk meningkatkan kondisi ekologi dari perairan dan salah satu tujuannya dilihat dari kondisi tutupan karang. Kondisi tutupan karang dimaksudkan agar kelimpahan ikan di sekitar perairan meningkat. Lokasi pengamatan terdapat empat titik lokasi, dan dianggap empat titik ini mewakili kondisi tutupan terumbu karang yang ada di perairan Pulau Semak Daun. Kondisi persentase tutupan karang hidup pada stasiun I, II, dan IV berdasarkan hasil pengamatan dan berdasarkan penghitungan persentase tutupan karang (Gomez dan Yap, 1988) termasuk dalam kategori sedang, dan untuk kondisi persentase tutupan karang yang berada di stasiun III termasuk dalam kategori sangat baik. Persentase tutupan karang di tiap lokasi pengamatan disajikan pada tabel 6 dibawah ini.
Persentase Tutupan Karang (%)
90
77,67
80 70 60 50
41,63
40
30,83
29,67
30 20 10 0 stasiun 1
stasiun 2
stasiun 3
stasiun 4
Gambar 6. Persentase Tutupan Karang Hidup
Apabila kondisi tutupan karang hidup dirata-ratakan dari seluruh lokasi stasiun pengamatan, maka kondisi tutupan karang hidup yang berada di perairan Pulau Semak Daun yaitu berkisar 44,95% dan masuk dalam kategori sedang. Kondisi tutupan karang jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa penelitian, didapatkan rata-rata tutupan karang cukup mengalami peningkatan (Tabel 7).
21
Tabel 6. Perbandingan Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Beberapa Tahun Terakhir. Sumber Informasi Tahun Yayasan Terangi 2003-2007 Purwita 2010 Hasil Penelitian 2013 Sumber: Yayasan Terangi, Purwita, dan Data Primer
Tutupan Karang (%) 31,73 – 34,02 43,69 44,95
Tinggi rendahnya atau tumbuhnya terumbu karang yang baik, menurut Nybakken (1992) akan lebih bagus tumbuh pada lokasi perairan yang memiliki gelombang besar, karena gelombang akan memberikan sumber air yang baru serta dapat menghalangi pengendapan-pengendapan yang terjadi pada koloni karang. Nontji (2007) juga menjelaskan dalam membentuk koloni yang baru diperlukan substrat yang keras serta bersih dari endapan lumpur sebagai tempat menempelnya planula (larva karang). Kerusakan yang terjadi di ekosistem terumbu karang dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kerusakan secara alami dan kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Penyebab utama kerusakan yang terjadi di perairan Pulau Semak Daun yaitu disebabkan oleh kegiatan manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Perilaku masyarakat yang menyebabkan kerusakan antara lain pelemparan jangkar kapal oleh nelayan yang mengenai terumbu karang sehingga menjadi rusak dan patah. Adapula kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak dan menggunakan bahan beracun sehingga membuat karang rusak dan mati. Kelimpahan ikan karang Kelimpahan ikan karang sangat berkaitan erat terhadap kondisi keberadaan terumbu karang. Najamuddin (2012) menjelaskan pola keterkaitan antara keberadaan terumbu karang yang baik terhadap keragaman dan kelimpahan ikan karang seperti spawning, nursery, feeding, shelter. Najamuddin (2012) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa sejumlah spesies ikan karang akan memilih habitat terumbu karang yang baik, yang mampu mendukung sebagai tempat untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu, menurut Hutomo (1995) in Purnomo (2013) faktor yang mempengaruhi keberadaan ikan karang di daerah terumbu yaitu: daerah yang terlindung dari angin (leeward) atau daerah yang tidak terlindung oleh angin (windward), topografi dasar perairan, dan penutupan karang hidup atau mati.
22
KELIMPAHAN (Ind/500m2)
900
779
800 671
700 600
502
500 373
400
285
300
215
200 100
440
410
16
54
96 18
12
19
12
50
0 Stasiun 1
Stasiun 2
Indikator
KELOMPOK IKAN Target Mayor
Stasiun 3
Stasiun 4
Total
Gambar 7. Jumlah Individu Kelompok Ikan
Kelimpahan ikan karang berdasarkan hasil pengamatan dari empat stasiun (Stasiun I, II, III dan IV) di perairan Pulau Semak Daun, mendapatkan hasil yaitu 88 jenis (spesies) ikan karang yang terdiri dari 21 famili ikan karang. Kelimpahan ikan yang ditampilkan pada gambar 6 memiliki tingkat jumlah yang cukup bervariasi. Pada stasiun 2 merupakan daerah yang memiliki kelimpahan ikan paling tinggi yaitu 779 ind/500m2, sedangkan stasiun 1 merupakan daerah yang memiliki kelimpahan ikan paling rendah yaitu 285 ind/500/m2. Manuputty dan Djuariah (2009), menentukan kriteria kelimpahan ikan di terumbu karang khususnya daerah konservasi adalah berdasarkan kelompok ikan target, karena kelompok ikan ini bernilai ekonomis dan merupakan target tangkapan nelayan. Ukuran dan kelimpahan ikan karang seperti Serranidae dan Lutjanidae dapat meningkat dalam waktu yang relatif singkat (McClanahan et al. 2005). Kelompok ikan target diantaranya adalah Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Haemulidae dan Scaridae (Manuputty dan Djuwariah 2009). Kelimpahan ikan target di perairan Pulau Semak Daun memiliki jumlah nilai rata-rata yaitu 55 ekor dan masuk dalam kategori “banyak”. Estimasi Pendugaan Limbah dan Pendugaan Daya Dukung Perairan Pulau Semak Daun Estimasi pendugaan limbah kegiatan budidaya (internal loading) Tahap awal dalam menentukan rencana pengelolaan limbah, yaitu dengan menghitung jumlah potensi pakan yang tidak dimakan dan seberapa banyak jumlah dari feses yang dihasilkan oleh organisme yang dibudidayakan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecernaan makan dalam penjelasan Mugg et al (2003) dalam Mansur (2013) adalah komposisi serta bahan alami yang digunakan dalam makanan.
23
Estimasi pendugaan yang digunakan dalam studi ini menggunakan acuan oleh peneliti sebelumnya yaitu Noor (2009) dan merupakan estimasi pengembangan formula dari kondisi beban pakan yang masuk ke perairan. Noor (2009) dalam penelitiannya menemukan parameter-parameter penentu beban limbah dari kegiatan budidaya ikan kerapu menggunakan keramba jaring apung. Penentuan parameter disajikan dalam bentuk tabel (Tabel 8).
Tabel 7. Nilai Parameter Penentuan Beban Limbah Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung (KJA) Parameter yang dianalisa Rasio Konversi Pakan (FCR) Kandungan P dalam Pakan (%) Kandungan N daam Pakan (%) Bobot awal ikan (gr/ekor) Bobot akhir ikan (gr/ekor) Jumlah Pakan yang dibutuhkan (kg) Jumlah Pakan Terbuang (18%) Kebutuhan N dalam Memproduksi Ikan (kg/ton ikan) Kebutuhan P dalam Memproduksi Ikan (kg/ton ikan) Tingkat Kecernaan N dalam Pakan (%) Tingkat Kecernaan P dalam Pakan (%) Retensi N (%) Retensi P (%) Jumlah feses yang dihasilkan 1 ton ikan (39.4%) (kg) Sumber: Noor (2009)
Nilai 5.9 2.6 12.6 360 528 1406.3 253.1 145.4 29.9 81.0 57.5 26.1 23.8 454.4
Noor (2009) dalam penelitiannya menjelaskan, pada satu unit keramba berisikan enam petakan. Penebaran ikan serentak dilakukan pada satu unit keramba dengan semua petakan terisi dengan benih. Estimasi pendugaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu keramba dengan ukuran 3 m x 3m x 2.5 m dengan padat penebaran yaitu 20 ekor/m3. Satu unit keramba diperkirakan berisi 2 700 ekor ikan kerapu. Diasumsikan saat selama pemeliharaan, diharapkan tingkat kelangsungan hidup ikan yaitu sekitar 80%, sehingga pada saat pemanenan diperkirakan akan mendapatkan 2 160 ekor ikan kerapu. Total produksi yang didapatkan jika rata-rata tiap ekor ikan diperkirakan memiliki bobot 500 gr/ikan, maka total produksi yang didapatkan dari masa pemeliharaan selama enam bulan yaitu sebesar 1 080 kg ikan kerapu. Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Noor (2009), untuk memproduksi ikan sebesar 238 kg membutuhkan jumah pakan 1 405 kg rucah, diketahui rasio konversi pakan untuk 1 kg yaitu 5.9. Penghitungan pendugaan yang dilakukan yaitu diasumsikan produksi total ikan 300 kg, dengan menggunakan nilai rasio konversi pakan (Sih-Yang Sim et al. 2005 dalam Akbar et al. 2012) untuk 1 kg ikan yaitu 6.0. (Tabel 9)
24
Tabel 8. Nilai Hasil Dugaan Total N dari Hasil Pemberian Pakan Kegiatan Keramba Jaring Apung Parameter Rasio Konversi Pakan (FCR) Pakan Yang Diberikan Kandungan N Dalam Pakan (%) Pakan Habis Dimakan (%) Kandungan N Dalam Pakan Yang Habis (%) Pakan Terbuang (%) Kandungan N Pakan Terbuang (%) Tingkat Kecernaan N Dalam Pakan (%) Jumlah Feses Yang Keluar (%) Nilai N Dalam Feses Nilai Retensi dari N (%) Nilai Ekskresi dari N Total Loading N (N pakan sisa + N feses + N Eksresi) Sumber: a) Akbar et al. 2012, b) Noor 2009
Nilai 6.0a 12.6b 82b 12.6b 18b 12.6b 81b 39.4b 26.1b -
Total (Kg)/6 Bulan/Unit 6 480 816.48 5 313.6 669.5 1 166.4 1 46.97 542.31 2 093.55 127.21 141.54 400.77 674.95
Hasil penghitungan terhadap pendugaan total N dari kegiatan keramba jaring apung yang telah dilakukan jika diasumsikan produksi total ikan yaitu 1 080 kg, dengan nilai rasio konversi pakan (FCR) 6.0 maka membutuhkan pakan rucah sebanyak 6 480 Kg/6 bulan/unit. Berdasarkan hasil analisis proximat, kandungan N yang terdapat pada ikan rucah sebesar 816.48 Kg/6 bulan/unit. Dari total pakan yang diberikan, pakan yang habis dimakan sebanyak 5 313.6 Kg/6 bulan/unit dengan kandungan N sebanyak 669.5 Kg/6 bulan/unit. Pakan yang tidak habis dimakan atau pakan yang terbuang sebanyak 1 166.4 Kg/6 bulan/unit dengan kandungan N sebanyak 146.97 Kg/6 bulan/unit.. Besaran jumlah feses yang telah dikeluarkan sebanyak 2 093.55 Kg/6 bulan/unit. Besaran jumlah feses yang dihasilkan berdasarkan penelitian dari Noor (2009) yaitu 39.4% dari total pakan yang habis dimakan, maka didapatkan kadar N dalam feses sebanyak 127.21 Kg/6 bulan/unit. Kadar N dalam feses didapat dari N yang berada pada pakan yang habis dimakan, dikurangi dengan kadar N dari tingkat kecernaan pakan yang habis dimakan. Selain keluar berubah menjadi feses, N juga akan terbuang sebagai ekskresi. Adapun nilai ekskresi didapat dari tingkat kecernaan N terhadap pakan dikurangi dengan Nilai N yang tersimpan dalam daging ikan (retensi). Nilai ekskresi N yang dikeluarkan ikan sebanyak 400.77 Kg/6 bulan/unit. Sehingga jumlah loading N ke perairan yang berasal dari kegiatan sistem budidaya keramba jaring apung yaitu sebesar 674.95 Kg/6 bulan/unit atau jika dirata-ratakan buangan limbah dari kegiatan budidaya per harian selama enam bulan maka didapatkan loading N sebesar 3.75 kg N/hari. Jika berdasarkan dari pakan yang telah diberikan (pakan rucah) sebanyak 6 480 Kg, didapatkan sisa dari limbah pakan yang berasal dari jumlah feses dan pakan yang terbuang yaitu sebesar 3 259.95 Kg atau mencapai 50.3% dari total pakan yang diberikan. McDonald et al. (1996) dalam penelitiannya melakukan percobaan dengan menggunakan pakan komersil menghasilkan sebanyak 30% dari pakan yang diberikan yang menjadi limbah bahan organik. Dari nilai persentase yang didapat menunjukkan adanya perbedaan besaran limbah dari penggunaan jenis pakan antara pakan rucah dengan pakan komersil (pelet). Dilihat dari perbedaan besaran limbah yang masuk ke perairan, kadar N dapat dikurangi dengan
25
menggunakan pakan buatan. Goddard (1996) menjelaskan kualitas pakan sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan secara menyeluruh (pertumbuhan harian dan konversi makanan), kesehatan ikan, buangan limbah fekal serta limbah pakan, dan jumlah total phosphor yang yang dikeluarkan ke perairan. Perbandingan antara pakan ikan segar/rucah dengan pakan ikan komersil yang dilakukan oleh Sutarmat et al. (2003) menyatakan dari hasil uji proximat, didapatkan kadar protein pada pakan ikan segar memiliki protein yang lebih besar dibandingkan pakan komersil. Pakan ikan segar kadar proteinnya sebesar 58,64%, sedangkan pakan komersil kadar proteinnya sebesar 44.7%. Namun jika dibandingkan dari keseimbangan unsur-unsur nutrisi pakan (protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral), pakan komersil lebih memiliki nilai nutrisi keseimbangan yang lebih baik. Sutarmat et al. (2003) juga menilai performance antara pakan ikan segar/rucah dengan pakan komersil. Proses pertumbuhan tidak akan terlihat adanya perbedaan, namun terhadap kondisi lingkungan dari limbah pakan yang terbuang ke perairan terlihat ada perbedaan. Perbedaannya terlihat dari efisiensi pakan. Pakan komersil mempunyai efisiensi pakan sebesar 65.29%, sedangkan untuk pakan ikan segar/rucah efisiensi pakan sebesar 17.96%. Sehingga dapat diduga bahwa pakan rucah lebih memberikan dampak negatif yang lebih besar dibandingkan pakan komersil terhadap kondisi lingkungan. Estimasi Pendugaan Limbah dari daratan (eksternal loading) Menduga beban limbah dari aktivitas masyarakat yang berada di daratan mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Rachmansyah (2004), yaitu melalui LOICZ (Land Ocean Interactions in Coastal Zone). Sumber dalam pendugaan limbah berasal dari daratan yang aktivitasnya yaitu pemukiman dan peternakan, bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi beban limbah organik (nitrogen) yang masuk ke perairan. Maka dapat diketahui hasil identifikasi dari jenis dan tingkat aktivitas serta pendugaan limbah antropogenik di sekitar wilayah perairan pulau Semak Daun (Tabel 10).
Tabel 9. Pendugaan Beban Limbah Antropogenik Perairan Pulau Semak Daun Jenis Aktivitas
Koefisien Limbah
Tingkat Aktivitas
Total N (Kg/Tahun)
Rumah Tangga Limbah Padat 1.86 Kg N/Org/Thn1 11 067 5 950 orang3 Sampah 4 Kg N/Org/Thn2 23 800 Jumlah 34 867 Sumber: 1) Sogreah (1974); 2) World Bank (1993); dalam Rachmansyah (2004), 3) Kepulauan Seribu Dalam Angka (2014).
Hasil perhitungan pendugaan (Tabel 10), dampak dari aktivitas masyarakat (Kegiatan Rumah Tangga) memiliki kontribusi yang cukup besar. Berdasarkan data demografi di Kelurahan Pulau Panggang pada tahun 2013 menurut BPS Kab.
26
Administrasi Kepulauan Seribu, jumlah penduduknya yaitu sebesar 5 950 jiwa dengan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin yaitu 3 030 laki-laki dan perempuan yaitu 2 920. Berdasarkan hasil perhitungan, jika pendugaan didapatkan dari jumlah penduduk di kelurahan pulau panggang, maka jumlah kadar total N yang didapatkan yaitu sebesar 34 867 kg/tahun. Jika 25% dari total limbah yang masuk ke perairan setelah terjadinya proses di daratan, maka kontribusi limbah ke perairan dari kegiatan antropogenik yaitu sebesar 8 716.75 Kg N per tahun. Apabila dikonversikan berdasarkan harian, maka dalam jangka waktu satu tahun nilai limbah dari kegiatan antropogenik yaitu sebesar 23.88 kg N/hari. Jika waktu pembesaran ikan diperkirakan berlangsung selama 180 hari, maka sumbangan besaran limbah yang dihasilkan dari kegiatan antropogenik yaitu 4 298.4 Kg N selama musim pembesaran ikan. Pendugaan Daya Dukung Perairan Pulau Semak Daun Pengembangan Budidaya pada Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu Daya dukung lingkungan perairan dijelaskan yaitu sebagai suatu yang saling berhubungan dengan kondisi produktivitas lestari perairan. Daya dukung lingkungan sebagaimana dijelaskan oleh Clark (1974) dan Poernomo (1997) adalah nilai suatu mutu lingkungan yang ditimbulkan akibat interaksi dari semua komponen (fisika, kima, dan biologi) dalam satu ekosistem dan dapat mengalami perubahan akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia yang dapat mengurangi suplai atau penggunaan energi. Apabila diterapkan sebagai daya dukung lingkungan pesisir yaitu kemampuan badan air atau kawasan pesisir dalam menerima beban limbah. Kemampuan perairan dalam menerima beban limbah sangat dipengaruhi dari laju pengenceran (flushing time), volume air serta beban limbah yang masuk ke dalam perairan (Gowen et al. 1989 dalam Barg 1992). Flushing time diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan dari satu unit volume massa air tinggal dalam suatu area tertentu sebelum digantikan oleh unit volume massa air yang baru. Dengan mengetahui estimasi daya dukung dari lingkungan perairan, maka akan dapat diketahui pula seberapa banyak ikan untuk kegiatan budidaya yang dapat ditanam di dalam luasan yang sudah ditentukan sehingga tidak menimbulkan adanya perubahan lingkungan dan ekosistem sekitarnya. Pendugaan daya dukung lingkungan perairan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis pendekatan analisis, yaitu pendekatan analisis pada beban limbah total N (NH3-N) dan pendekatan analisis pada ketersediaan oksigen terlarut dalam perairan. Beberapa parameter yang dapat dijadikan acuan dalam menghitung pendugaan daya dukung yaitu: 1. Luas perairan (Perairan pulau Semak Daun) = 315.19 ha 2. Volume air pasang tertinggi = 3 467 090 m3 3. Volume air surut terendah = 1 260 760 m3 4. Flushing time = 0.4 hari 5. Oksigen terlarut pada perairan = 6.5 mg/l 6. Minimal konsentrasi oksigen yang dibutuhkan dalam budidaya = 3 ppm (Mayunar, 1995) 7. Food Consumption Oxygen (FCO) 0.2 kg O2 (Willoughby 1968 dalam Meade 1989; Boyd 1990).
27
8. Total Limbah Budidaya dan Antropogenik = 27.63kg N/hari 9. Produktivitas ikan kerapu = 1 080 kg Pendugaan daya dukung pendekatan beban limbah N (NH3-N) Daya dukung lingkungan perairan dijelaskan yaitu sebagai suatu yang saling berhubungan dengan kondisi produktivitas lestari perairan. Daya dukung lingkungan sebagaimana dijelaskan oleh Clark (1974) dan Poernomo (1997) adalah nilai suatu mutu lingkungan yang ditimbulkan akibat interaksi dari semua komponen (fisika, kimia, dan biologi) dalam satu ekosistem dan dapat mengalami perubahan akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia yang dapat mengurangi suplai atau penggunaan energi. Apabila diterapkan sebagai daya dukung lingkungan pesisir yaitu kemampuan badan air atau kawasan pesisir dalam menerima beban limbah. Kemampuan perairan dalam menerima beban limbah sangat dipengaruhi dari laju pengenceran (flushing time), volume air serta beban limbah yang masuk ke dalam perairan (Gowen et al. 1989 dalam Barg 1992). Flushing time diartikan yaitu waktu yang dibutuhkan dari satu unit volume massa air tinggal dalam suatu area tertentu sebelum digantikan oleh unit volume massa air yang baru. Estimasi daya dukung dari lingkungan perairan akan dapat diketahui pula ukuran seberapa banyak ikan untuk kegiatan budidaya yang dapat ditanam didalam luasan yang sudah ditentukan sehingga tidak menimbulkan adanya perubahan lingkungan dan ekosistem disekitarnya. Pendugaan daya dukung dengan pendekatan beban limbah N di perairan pulau Semak Daun berdasarkan kepada beban limbah yang berasal dari kegiatan budidaya Keramba Jaring Apung (KJA) serta beban limbah yang berasal dari aktivitas antropogenik di daratan. Kegiatan budidaya dilakukan pada KJA ikan kerapu. Kondisi pada saat penelitian dilakukan, terdapat 37 petak keramba jaring apung, dengan keramba jaring apung yang aktif yaitu 20 petak. Dari 20 petak keramba yang menghasilkan 1 440.4 Kg ikan. Telah diketahui total N dari 1 kg ikan adalah 0.625 kg. maka dapat diperoleh total N dari 1 440.4 Kg ikan didapatkan nilai N sebesar 900.25 kg. Berdasarkan Tabel 9, dugaan beban limbah yang berasal dari kegiatan budidaya KJA ikan kerapu dilakukan selama 6 bulan yaitu sebesar 674.95 Kg N atau 3.75 Kg N/hari dan dari Tabel 10 diketahui bahwa beban limbah yang berasal dari kegiatan antropogenik di daratan yaitu sebesar 4 298.4 Kg selama 6 bulan atau 23.88 Kg N/hari. Mengetahui seberapa banyak beban limbah budidaya yang berupa ammonia, maka perlu dilakukan penghitungan nutrient loading N menggunakan formula yang dikembangkan oleh Barg (1992). Nilai konsentrasi N merupakan nilai yang berasal dari total limbah kegiatan budidaya ikan kerapu dan dari kegiatan antropogenik. Setelah dilakukan penghitungan dihasilkan bahwa tingkat konsentrasi N (C1) yang masuk ke perairan adalah 0.0030 mg/l (Lampiran 4). Beberapa parameter yang dapat dijadikan acuan dalam menghitung pendugaan daya dukung selama 6 bulan dari budidaya ikan kerapu ditampilkan pada Tabel 11.
28
Tabel 10. Penghitungan Daya Dukung Melalui Pendekatan Beban Limbah N Budidaya Ikan Kerapu Parameter Luas Perairan Volume air pasang tertinggi Volume air surut terendah Volume rata-rata perairan Flushing time Beban Limbah Budidaya • pakan terbuang • Feses • Ekskresi Limbah Antropogenik Total Beban Limbah (Limbah budidaya + Limbah antropogenik) Konsentrasi NH₃ dari Limbah N (C₁) Konsentrasi rata-rata NH₃ di lokasi (C₂) Total Konsentrasi (C₃) Baku mutu NH₃* Daya tampung Jumlah keramba yang dapat digunakan Jumlah Ikan yang dapat ditampung
Nilai 315.19 3 467 090 1 260 760 2 660 729 0.4
Satuan Ha m3 m3 m3 Hari
0.816 0.707 2.226 23.88
Kg/hari Kg/hari Kg/hari Kg/hari
27.63 0.0030 0.0466 0.0272 0.3 0.2728 90 97 011
Kg/hari mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l Unit Kg ikan
*Ket: Kep.Men LH No. 51 Tahun 2004 (Biota Laut)
Beban pencemaran Sumber dari beban pencemaran yaitu dari kegiatan keramba jaring apung (KJA) yang berupa sisa pakan tidak dimakan dan feses ikan serta dari kegiatan antropogenik di sekitar perairan Pulau Semak Daun.Pada konsentrasi limbah yang diteliti terdapat dua nilai konsentrasi yang berbeda, yaitu dari konsentrasi yang masuk ke perairan dengan konsentrasi yang sudah ada. Berdasarkan hasil penghitungan, nilai konsentrasi total limbah N (C3) adalah 0.0272 mg/l.
29
Parameter
Daya Tampung Baku Mutu Perairan NHɜ-N (Kep.Men LH 51/2004) (mg/l) Total Konsentrasi NHɜ-N dari Limbah Nmg/l 0
0,05
0,1
0,15
Total Konsentrasi NHɜ-N dari Limbah N Nilai Konsentrasi (mg/l) 0,0272 Daya Tampung (mg/l) 0,2728
0,2
0,25
0,3
0,35
Baku Mutu Perairan NHɜ-N (Kep.Men LH 51/2004) (mg/l) 0,3
Gambar 8. Daya Tampung Perairan Berdasarkan Nilai Baku Mutu Perairan
Pada Gambar 6, diketahui bahwa nilai untuk daya dukung perairan adalah sebesar 0.2729 mg/l yang didapatkan dari selisih antara nilai baku mutu perairan dengan nilai total konsentrasi NH3-N dari limbah N. Kemudian untuk mengetahui seberapa banyak perairan dapat menampung jumlah unit produksi, dilakukan penghitungan dengan cara membagi nilai daya dukung perairan (0.273 mg/l) dengan nilai konsentrasi N atau C1 (0.0030 mg/l) yang masuk ke perairan. Dari penghitungan tersebut didapatkan jumlah unit keramba jaring apung yang dapat ditampung adalah 90 unit. Jika dalam satu unit menghasilkan 1 080 kg ikan, maka didapatkan produksi ikan yang dapat ditampung yaitu sebesar 28.2 ton ikan. Hitungan ini berdasarkan nilai daya dukung melalui pendekatan beban limbah N. Pendugaan daya dukung berdasarkan musim Pendugaan daya dukung ini juga dilakukan berdasarkan perhitungan musim, yaitu pada saat musim barat dan timur dengan menggunakan aplikasi NAOTide. Penggunaan aplikasi NAOTide untuk mengetahui data pendugaan pasang surut perairan (Lampiran 5).
Tabel 11. Pendugaan Daya Dukung Berdasarkan Musim Musim Musim Barat Musim Timur
Daya Tampung Produksi (Ton Ikan) 74.65 76.09
30
Pendugaan Daya Dukung Pendekatan Ketersediaan Oksigen Terlarut dan Limbah Organik Pendugaan menggunakan pendekatan ketersediaan oksigen mengacu pada Willoughby dalam Meade (1989); Boyd (1990) dapat pula menentukan daya dukung perairan dengan cara yaitu melihat perbedaan antara konsentrasi oksigen (O2) terlarut minimal yang dibutuhkan oleh organisme (Oikan) dengan kadar konsentrasi oksigen yang tersedia didalam perairan (Oair). Kadar minimum oksigen terlarut yang dibutuhkan dalam kegiatan budidaya (Oikan) yaitu 3 ppm (Mayunar 1995). Berdasarkan dengan data kualitas perairan yang didapat dari hasil pemantauan, kandungan oksigen terlarut di perairan pulau Semak Daun memiliki nilai rata-rata yaitu 6.5 mg/l, maka selisih antara oksigen yang ada di dalam (Oin) dengan yang di luar (Oout) yaitu sebesar 3.5 ppm. Diketahui rataan volume air yang tersedia adalah 2 660 729 m3, maka dapat diketahui kapasitas oksigen yang terdapat pada perairan pulau Semak Daun 2 660 729/24 x 3.5 ppm = 388 022 kg O2. Kadar oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai/merombak 1 kg limbah organik pakan diperlukan jumlah oksigen sebesar 0.2 kg (Rustam 2010), maka kemampuan perairan dapat menampung limbah organik yaitu 388 022/0.2 = 19 401.1 kg limbah organik. Apabila kondisi beban organik dalam satu unit keramba jaring apung menghasilkan 674.95 kg, maka unit yang diperbolehkan untuk kegiatan keramba jaring apung yaitu 29 buah unit keramba.
Tabel 12. Rekapitulasi Metode Pendekatan Pendugaan Daya Dukung Budidaya KJA di Perairan Pulau Semak Daun Metode Pendekatan
Daya Dukung
Keterangan
Beban limbah nitrogen (amonia) budidaya dan aktivitas antropogenik
Jumlah produksi yaitu 97 ton ikan atau dibutuhkan 90 unit
Dominan dari beban limbah N (amonia) dan volume air (Produksi optimal-produksi maksimal)
Beban limbah organik dengan ketersediaan DO (oksigen terlarut)
19 401.1 kg limbah organik atau dibutuhkan 29 unit KJA atau 31.3 ton ikan.
Dominan dari beban limbah organik
Dari kedua metode pendekatan di atas maka penghitungan pendugaan daya dukung KJA yang direkomendasikan adalah menggunakan metode perhitungan beban limbah N (NH3-N). Hal ini dikarenakan metode tersebut dapat membantu nelayan dalam mengendalikan buangan limbah dari kegiatan keramba jaring apung maupun dari limbah aktivitas antropogenik. Analisis Usaha Kegiatan usaha budidaya yang dituju berorientasi kepada keuntungan serta manfaatnya bagi para nelayan. Analisa usaha yang dilakukan pada kegiatan
31
budidaya keramba jaring apung ini meliputi analisa pendapatan usaha, analisa manfaat (B/C), dan analisa Break Even Point (BEP).
Tabel 13. Analisis Usaha Pembesaran Ikan Kerapu Kelompok Sea farming Uraian
Biaya (Rp)
Biaya Tetap Biaya Penyusutan Alat tangkap Kapal Mesin KJA Biaya Pemeliharaan Alat Tangkap Kapal Mesin KJA Total Biaya Tetap Biaya Variabel Benih Kerapu Macan Bahan Bakar Total Biaya Variabel Total Pengeluaran Penerimaan Hasil Panen Total Panen Keuntungan Analisis Usaha B/C rasio Break Even Point (Kg) Break Even Point (Rp)
500 000 350 000 450 000 810 000 250 000 250 000 100 000 150 000 2 860 000 4 400 000 3 465 000 7 865 000 10 725 000 10 563 300 10 563 300 - 161 700 0.98 97.5 Rp 111 683
Analisis Keuntungan Analisa keuntungan digunakan untuk menghitung seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usaha pembesaran/budidaya ikan kerapu. Pada analisa keuntungan, proses penghitungan yaitu total penerimaan yang didapat dari hasil usaha dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan (biaya tetap dan biaya variabel). Total penerimaan yang didapat yaitu Rp 10 563 300, sedangkan biaya yang telah dikeluarkan dalam proses pembesaran usaha budidaya kerapu yaitu sebesar Rp 10 725 000. Sehingga nilai keuntungan yang didapat dari kegiatan budidaya ini yaitu –Rp 161 700. Arti dari hasil yang didapat yaitu mengalami kerugian. Hasil mengalami kerugian dikarenakan, hasil produksi tidak mencukupi. Hal ini dapat disebabkan karena perlakuan terhadap ikan belum mendapatkan pakan yang layak. Karena ikan membutuhkan keseimbangan unsur-unsur nutrisi pakan (protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral) sementara pakan yang diberikan oleh nelayan yaitu berupa pakan rucah yang memiliki nilai protein yang lebih besar. Maka dapat diduga, jumlah produksi yang kurang optimal disebabkan karena kurangnya nutrisi pada pakan yang berdampak kepada pertumbuhan ikan.
32
Analisis manfaat (Benefit Cost Ratio) Analisis benefit cost ratio yaitu menghitung perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan. Pada dasarnya untuk mengetahui apakah suatu kegiatan dapat dikatakan layak atau dapat memberikan manfaat. Pada hasil penghitungan, diketahui nilai B/C menunjukkan angka 0.98. Berdasarkan dengan kategori yang ada, nilai manfaat 0.98 masih belum dapat dikatakan memiliki manfaat dikarenakan hasil yang didapat dari nilai produksi masih mengalami kerugian. Analisis Break Even Point (BEP) Analisa Break Even Point merupakan suatu teknis dalam mempelajari bagaimana suatu hubungan antara biaya (biaya tetap dan biaya variabel), keuntungan serta banyaknya hasil produksi. Nilai BEP yang didapat dalam mencari penghitungan hasil produksi yaitu 97.5 kg. Sedangkan nilai BEP yang didapat dalam mencari harga jual yaitu sebesar Rp 111 683. Maka dapat dijelaskan dalam mencari titik impas kegiatan budidaya menggunakan keramba jaring apung, nilai produksi yang harus dicapai yaitu 97.5 kg dan titik impas berikutnya akan didapat apabila harga jual dari hasil panen yaitu sebesar Rp 111 683/Kg. Persepsi Masyarakat Persepsi yaitu diartikan sebagai pandangan atau pengertian seseorang mengenai sesuatu atau bagaimana cara melihat sesuatu, dimana setiap orang melihat segala sesuatu secara berbeda (Leavitt 1978 dalam Sriyanti et al. 2006). Dalam hal ini yaitu mengetahui sejauh mana masyarakat memahami benar apa definisi dan tujuan dari adanya kegiatan sea farming yang berada di perairan Pulau Semak Daun. Definisi sea farming sendiri (Effendi 2006) yaitu sebagai kegiatan aktivitas melepas telur, larva, juvenile atau ikan muda ke laut sebagai upaya meningkatkan populasi ikan atau hasil tangkapan, sedangkan tujuannya (PKSPL 2005) yaitu sebagai peningkatan produksi perikanan, meningkatkan kesejahteraan, menunjang konservasi lingkungan, dan membangun sistem pengelolaan masyarakat.
33
Pemahaman Masyarakat 22%
Paham Seafarming Kurang Paham Seafarming
78% Gambar 9. Persentase Tingkat Pemahaman Masyarakat Mengenai Seafarming
Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat, dilakukan dengan metode wawancara. Masyarakat yang akan diwawancara dalam hal ini yaitu masyarakat nelayan yang melakukan kegiatan keramba jaring apung, utamanya dari kelompok sea farming yang sudah terbentuk. Jumlah anggota dari kelompok sea farming pada saat ini yaitu 23 orang. Berdasarkan dari jumlah anggota, didapatkan hasil dari wawancara menunjukkan masyarakat yang memahami tentang program tersebut yaitu 5 orang atau 22%, sedangkan masyarakat yang kurang memahami jauh lebih besar yaitu 18 orang atau 78%. Hal ini menunjukkan masih adanya ketidaksamaan persepsi masyarakat mengenai program sea farming. Penyebab masyarakat kurang memahami mengenai program sea farming dikarenakan kurangnya pendampingan kepada masyarakat. Sehingga diperlukan adanya informasi tambahan bagi masyarakat agar mampu memahami seafarming secara keseluruhan. Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap program seafarming mengakibatkan tujuan sea farming seperti restocking sumberdaya ikan, dan rehabilitasi terhadap sumberdaya perikanan dan lingkungan laut kurang berjalan dengan optimal. Namun, salah satu kegiatan dari program seafarming yang telah dilakukan di Perairan Pulau Semak Daun yaitu usaha pembesaran atau pembudidayaan ikan kerapu. Alternatif Pengelolaan Daya dukung merupakan suatu konsep yang digunakan untuk suatu kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. GESAMP (2001) dalam Ratnawati (2012) menjelaskan daya dukung yaitu jumlah organisme atau jumlah kegiatan usaha atau total produksi yang dapat didukung oleh suatu area, ekosistem atau garis pantai yang didefinisikan. Untuk suatu wilayah yang didefinisikan dapat dikenal dengan istilah daya dukung wilayah (Clark 1992), yaitu kemampuan wilayah tersebut dalam mempertahankan berbagai pemanfaatan sumberdaya (kegiatan pembangunan).
34
Scones (1993) dalam Ratnawati (2012) daya dukung dibagi menjadi dua, yaitu daya dukung ekologis dan daya dukung ekonomis. Daya dukung ekologis yaitu jumlah maksimum hewan-hewan pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan serta terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen. Sedangkan daya dukung ekonomis yaitu tingkat produksi (skala usaha) yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Hasil analisis produksi yang telah dilakukan pada kelompok sea farming menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata tahunan masih memberikan hasil yang belum memuaskan. Hal ini terlihat dari keuntungan yang masih menunjukkan nilai –Rp 161 700. Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, kelompok sea farming perlu melakukan peningkatan. Namun demikian, kelompok perlu memperhatikan batas daya dukung perairan. Kondisi perairan yang melewati batas daya dukung akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan perairan dan mempengaruhi keberlanjutan kegiatan budidaya tersebut. Perhitungan pendugaan daya dukung dilakukan dengan menggunakan pendekatan beban limbah N (NH3-N) dan ketersediaan oksigen terlarut. Hasil penghitungan menggunakan pendekatan beban limbah N (NH3-N) menunjukkan potensi KJA yang dapat dikembangkan hingga mencapai 97 ton (90 unit). Dilain sisi, penghitungan berdasarkan ketersediaan oksigen terlarut, dipengaruhi dari daya dukung perairan Pulau Semak Daun dalam mengurai limbah organik sebesar 19401.1 Kg (29 unit) atau jumlah produksi mencapai 31.3 ton ikan. Hasil pendugaan daya dukung yang didapat berdasarkan musim menunjukkan jumlah unit KJA pada musim barat sebanyak 69 unit, sedangkan pada musim timur didapatkan sebanyak 71 unit. Dengan demikian, jumlah rata-rata unit KJA dalam satu tahun sebanyak 70 unit. Jika dilihat berdasarkan ketahanan perairan terhadap jumlah unit KJA yang digunakan, didapatkan bahwa tiap jumlah unit memiliki daya tahan yang berbeda. Perhitungan jumlah unit rata-rata berdasarkan musim bahwa umur ekonomis dari 70 unit KJA hanya dapat bertahan selama satu tahun. Data dibawah ini menunjukkan bahwa umur ekonomis terpanjang dari suatu perairan didapatkan dengan membudidayakan maksimal 30 unit KJA (gambar 10).
Gambar 10. Daya dukung perairan terhadap jumlah unit KJA
35
Jika hasil produksi maksimum yang didapat adalah 30 unit dengan biaya operasional per unit sebesar Rp 10 725 000,- maka diperoleh estimasi total biaya dari 30 unit sebesar Rp 321 750 000,-. Jika diketahui harga jual ikan per kilogram adalah Rp 110 000,- maka diperoleh nilai Break Even Point dari produksi yaitu sebesar 2 925 Kg ikan. Jika hasil produksi mampu mencapai 32.4 ton ikan, maka hasil yang didapat yaitu sebesar Rp 3 564 000 000,- sehingga mampu memberikan keuntungan bagi kelompok sea farming yaitu sebesar Rp 3 242 250 000,-.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Berdasarkan dari kedua metode pendekatan yang digunakan dalam pendugaan daya dukung lingkungan perairan di Pulau Semak Daun bagi pengembangan keramba jaring apung diperoleh produksi sebesar 32.4 ton ikan kerapu (30 unit) dengan mempertimbangkan perhitungan musim barat dan musim timur 2. Berdasarkan analisa keuntungan, kegiatan budidaya ikan kerapu masih mengalami kerugian. Setelah dilakukan analisa benefit cost ratio, nilai yang didapat yaitu 0,98 yang berarti kegiatan budidaya masih kurang bermanfaat bagi masyarakat. Kemudian dilakukan analisa BEP (break even point) untuk mendapatkan nilai titik impas kegiatan budidaya, nilai produksi yang harus dicapai yaitu 97,5 kg dan nilai titik impas berikutnya akan didapat apabila harga jual dari hasil panen yaitu sebesar Rp 111.683/Kg 3. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan masyarakat yang memahami tentang program sea farming yaitu 22%, sedangkan masyarakat yang kurang memahami yaitu sebesar 78%. Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap program seafarming mengakibatkan tujuan sea farming seperti restocking sumberdaya ikan, dan rehabilitasi terhadap sumberdaya perikanan dan lingkungan laut kurang berjalan dengan optimal. Namun, salah satu kegiatan dari program seafarming yang telah dilakukan di Perairan Pulau Semak Daun yaitu usaha pembesaran atau pembudidayaan ikan kerapu. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah: 1. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengelola kondisi perairan di Pulau Semak Daun dengan cara menerapkan ketentuan jumlah keramba jaring apung yang sesuai dengan kondisi daya dukung perairannya yaitu maksimal 30 unit Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, perlu adanya alternatif penerapan pemberian pakan komersil. Pemberian pakan komersil dapat mempercepat proses pembesaran ikan dan lebih ramah lingkungan. 2. Agar jumlah KJA tetap stabil dan umur ekonomis budidaya pada KJA dapat bertahan lama maka diperlukan adanya pengendalian limbah dengan mengggunakan biofilter. 3. Untuk memberikan pemahaman secara utuh kepada masyarakat mengenai program serta tujuan sea farming, Pemerintah Daerah dapat melakukan kegiatan penyuluhan dan pendampingan. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat menerapkan program sea farming dengan lebih menyeluruh dan tidak terbatas pada pelaksanaan KJA.
36
DAFTAR PUSTAKA Affan JM. 2011. Seleksi Lokasi Pengembangan Budidaya dalam Keramba Jaring Apung (KJA) Berdasarkan Faktor Lingkungan dan Kualitas Air di Perairan Pantai Timur Kabupaten Bangka Tengah. Jurnal Sains MIPA. 17(3). Desember 2011, 99-106. Akbar S, Marsoedi, Soemarno, Kusnendar E. 2012. Pengaruh Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus) Pada Fase Pendederan di Keramba Jaring Apung (KJA). Jurnal Teknologi Pangan 1(2). November 2012. [BAPEKAB] Badan Perencanaan Kabupaten Pemerintah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan PT Plarenco. 2004. Kajian Pengembangan Sea Farming di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu [Laporan Akhir]. 102p. Barg UC. 1992. Guidelines of the promotion of environmental management of coastal aquaculture development. FAO Fisheries Technical Paper 328, FAO, Rome. 122 pages. Bengen DG. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Di dalam: Prosiding Pelatihan Pengelolaan Pesisir dan Terpadu; Bogor. 29 oktober – 3 november 2001. 28-55. Bengen DG. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor Boyd C.E. 1990. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Auburn University Agricultural Experimenta Satation. Auburn Alabama. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Seribu. Kecamatan Kepulauan Seribu Utara Dalam Angka 2014. Katalog BPS: 1102001.3101.020. Jakarta. Brotowijoyo MD, Dj Tribawono, E Mulbyantoro. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta. Clark J. 1974. Coastal Ecosystems: Ecological considerations for management of the coastal zone. The Conservation Foundation, Washington, D.C. 178p. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor Effendi I. 2006. Riset Terapan Pengembangan Sea Farming di Kepulauan Seribu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Bogor. English S, Wilkinson C, Baker V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Townsville: Australian Institute of Marine Science. Goddard S. 1996. Importance and Benefit of Using Lipids in Fish Nutrition. Fett/ Lipid. 9: 292–299. (Steffens W. 1996. Importance and benefit of using lipids in fish nutrition. Fett/Lipid 9, 292– 299). Gomez ED, HT Yap. 1988. Monitoring Reef Condition in Kenchington, R. A. and B. E. T. Hudson (ed.): Coral Reef Management Hand Book. UNESCO Regional Office for Science and Technology for South East Asia. Jakarta. Hardjojo B, Djokosetiyanto. 2005. Pengukuran dan Analisis Kualitas Air. Edisi Kesatu, Modul 1 - 6. Universitas Terbuka. Jakarta. Hartami P. 2008. Analisis wilayah perairan Teluk Pelabuhan Ratu untuk kawasan
37
budidaya perikanan sistem keramba jaring apung [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hutagalung HP. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen dan Biota. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Iwama GK. 1991. Interactions Between Aquaculture and the Environment. Critical Reviews in Environtmental Control. 21(2):177-216. Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). 2004. Keputusan Menteri KLH No. 51/2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut. KLH, Jakarta. Kurnia R. 2013. Model Sea Ranching Ikan Kerapu Macan (Epinephelus Fuscoguttatus) di Perairan Semak Daun, Kepulauan Seribu ((Sea Ranching Model Of Brown-Marbled Grouper (Epinephelus Fuscoguttatus) In Semak Daun Island, Seribu Islands)). Jurnal Marine Fisheries 4(1): 59-66 Ludwig JA, Reynolds. 1988. Statistical ecology : A primer methods and computing. John Wiley & Sons. New York. Machbub B. 2010. Model Perhitungan Daya Tampung Beban pencemaran Air Danau dan Waduk. Jurnal Sumber Daya Air. Vol. 6 No. 2. November 2010: 103-204. Mannuputty AEW, Djuariah. 2009. Panduan metode point intercept transect (PIT) untuk masyarakat. COREMAP II-LIPI. Jakarta. Mansur W. 2013. Estimasi Limbah Organik dan Daya Dukung Perairan dalam Upaya Pengelolaan Terumbu Karang di Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu. Depik, 2 (3): Desember 2013. ISSN 2089-7790. Marasabessy MD, Edward, Valentin FL. Pemantauan Kadar Logam Berat Dalam Air Laut Dan Sedimen Di Perairan Pulau Bacan, Maluku Utara. Makara, Sains, 14(1), April 2010: 32-38. Mardjudo A, Rahman ARA. 2014. Usaha Perikanan Ikan Teri (Stolephorus, spp) dengan Alat Tangkap Bagan Tancap di Desa Bukit Aru Indah Kecamatan Sebatik Timur Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. Jurnal Ilmiah AgrIBA No. 2 September 2014. Marganof, Darusman LK, Riani E., Pramudya B. 2007. Analisis Beban Pencearan, Kapasitas Asimilasi dan Tingkat Pencemaran Dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Perairan Danau Maninjau. Jurnal PERIKANAN dan KELAUTAN 12(1) (2007): 8-14. Mayunar, Purba R, Imanto PT. 1995. Pemilihan lokasi budidaya ikan laut. Dalam Sudradjat et al. (Eds.). 1995. Prosiding temu usaha pemasyarakatan teknologi keramba jaring apung bagi budidaya laut, Puslitbang Perikanan. Badan Litbang Pertanian, Jakarta: 179-189. Mayunar 1995. Budidaya Ikan Laut Dalam Keramba Jaring Apung Serta Prospeknya. ISSN 0216-1877. Oseana, Volume XX, Nomor 2, 1995: 1-12. Mcclanahan TR, Graham NAJ. 2005. Recovery trajectories of coral reef fish assemblages within Kenyan marine protected areas, Marine Ecology Progress Series. Vol 294: 241–248. Meade JW. 1989. Aquaculture Management. AnAvi Book, Van Nostrand Reinhold, New York. 175p. Mukuan EMR,, Sukoso. Arfiati D, Kepel RC. 2013. Fish Farming Development Potency with Floating Fish Cage System in Amuring District, South Minahasa Regency, Indonesia. IOSR Journal Of Environmental Science,
38
Toxicology And Food Technology (IOSR-JESTFT) e-ISSN: 2319-2402, pISSN: 2319-2399. 5(2) (Jul. - Aug. 2013), PP 05-11. Najamuddin, Samar I, Adityawan A. 2012. Keragaman Ikan Karang di Perairan Pulau Makian Provinsi Maluku Utara. Depik, 1(2): 114-120. Agustus 2012. ISSN 2089-7790. Napitupulu DL, SN Hodijah AC, Nugroho. 2005. Socio-economic assessment: in the user of reef resources by local community and other direct stakeholders. A research report. TERANGI. Jakarta: 140 hlm Ngamel AK. 2012. Analisis Finansial Usaha Budidaya Rumput Laut Dan Nilai Tambah Tepung Karaginan Di Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Sains Terapan Edisi II 2(1): 68-83
Nontji A. 2007. Laut Nusantara. Edisi Revisi. Penerbit Gedia, Jakarta. Noor A. 2009. Model Pengelolaan Kualitas Lingkungan Berbasis Daya Dukung (Carrying Capacity) Perairan Teluk Bagi Pengembangan Budidaya Keramba Jaring Apung Ikan Kerapu (Studi Kasus Di Teluk Tamiang, Kabupaten Kotabaru, Propinsi Kalimantan Selatan). [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. [PKSPL] Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. 2006. Konsep Pengembangan Sea Farming di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Working Paper PKSPL-IPB, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta, disampaikan pada 12 Oktober 2006. Poernomo A. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Udang Ramah Lingkungan. Ditjend Perikanan, Jakarta. Purnomo T. Hariyadi S. Yonvitner. Kajian Potensi Perairan Dangkal untuk Pengembangan Wisata Bahari dan Dampak Pemanfaatannya Bagi Masyarakat Sekitar (studi kasus Pulau Semak Daun sebagai daerah penunjang kegiatan wisata Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu). Depik, 2(3): 172-183. Desember 2013. ISSN 20897790. Purwita IH, 2010. Pengelolaan Wisata Bahari Dengan Pendekatan Ekosistem Terumbu Karang Di Kelurahan Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (Dalam Kegiatan Diving dan Snorkling). Tesis. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah PascaSarjana. IPB. Bogor Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru Sulawesi Selatan Bagi Pengembangan Budidaya Bandeng Dalam Keramba Jaring Apung. Desertasi SPs IPB. Bogor. Rudiyanto BY, 2011. Analisis Kelembagaan dan Biaya Transaksi dal Pengelolaan Seafarming di Pulau panggang Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Tesis Pasca Sarjana IPB. Bogor. Rustam 2010. Analisis Parameter Fisik, Kimia, Biologi dan Daya Dukung Lingkungan Perairan Pesisir untuk Pengembangan Usaha Budidaya Udang Windu di Kabupaten Barru. Jurnal Natur Indonesia 13(1), Oktober 2010:3340.
39
Sriyanti N. Mufilkhati I, Fatchiya A. 2006. Persepsi Nelayan Tentang Pendidikan Formal di Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Buletin Ekonomi Perikanan 6(3) Tahun 2006. Tacon AJ. 2003. Aquaculture production and trend analysis. In: Review of the State of World Aquaculture. FAO Fishery Circular No. 886, Rev. 2, FAO. Rome, pp. 5-30 UNEP. 1993. Monitoring Coral Reef For Global Change. Reference Methods For Marine Sollution Studies no. 61. 72 p Warren H. 1982. Evaluation of Matter Discharged from Trout Farming in Denmark. In: Albaster, J.S. _Ed.., Report of the EIFAC Workshop on Fish-Farm Effluents, EIFAC Tec. Pap. 41, 166 pp Yasin M. 2013. Analisa Ekonomi Usaha Tambak Udang Berdasarkan Luas Lahan Di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmiah AgrIBA No.2 Edisi September Tahun 2013. Yayasan Terumbu Karang Indonesia. 2009. Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan Jangka Panjang terumbu karang Kepulauan Seribu (2003-2007). Jakarta.
40
Lampiran 1. Hitungan volume air laut melalui elevasi pasang surut Hari ke-i HWLi (cm) 1 50 2 50 3 50 4 49 5 48 6 47.5 7 47 8 30 9 25 10 20 11 20 12 20 13 25 14 30 15 35 16 40 17 42 18 45 19 48 20 50 21 51 22 50 23 49 24 40 25 30 26 30 27 30 28 40 29 52 30 52 Rata-rata 39.85 Sumber: Kurnia (2013)
LWLi (cm) -52 -53 -53 -52 -51 -50 -49 -25 -20 -20 -30 -30 -30 -40 -45 -49 -50 -52 -60 -60 -58 -52 -49 -30 -30 -40 -50 -52 -52 -53 -44.57
Hi (m) 1.02 1.03 1.03 1.01 0.99 0.98 0.96 0.55 0.45 0.40 0.50 0.50 0.55 0.70 0.80 0.89 0.92 0.97 1.08 1.10 1.09 1.02 0.98 0.70 0.60 0.70 0.80 0.92 1.04 1.05 0.84
Volume (m3) 3,214,938 3,246,457 3,246,457 3,183,419 3,120,381 3,073,103 3,025,824 1,733,545 1,418,355 1,260,760 1,575,950 1,575,950 1,733,545 2,206,330 2,521,520 2,805,191 2,899,748 3,057,343 3,404,052 3,467,090 3,435,571 3,214,938 3,088,862 2,206,330 1,891,140 2,206,330 2,521,520 2,899,748 3,277,976 3,309,495 2,660,729
41
Lampiran 2. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (Kep.Men Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004) No 1
Parameter Fisika Kecerahan
2 3 4
Kebauan Kekeruhan Padatan tersuspensi total
5 6
Sampah Suhu
7
Lapisan minyak
1 2
Kimia pH Salinitas
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Oksigen terlarut BOD5 Amonia total Fosfat Nitrat Sianida Sulfida PAH (Poliaromatik Hidrokarbon) Senyawa fenol total PCB total (Poliklor bifenil) Surfaktan (deterjen) Minyak & Lemak Pestisida TBT (tributil tin)
Satuan m
NTU mg/l
°C
‰
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l µg/l mg/l mg/l µg/l µg/l
Baku Mutu Coral: >5 Mangrove: Lamun: >3 Alami <5 Coral: 20 Mangrove: 80 Lamun: 20 Nihil Coral: 28-30 Mangrove: 28-32 Lamun: 28-30 nihil
7-8,5 Coral: 33-34 Mangrove: s/d 34 Lamun: 33-34 >5 20 0.3 0.015 0.008 0.5 0.01 0.003 0.002 0.01 1 1 0.01 0.01
42
Lampiran 3. Penghitungan Pendugaan Limbah N dari Hasil Produksi Ikan Kerapu Sebanyak 1080 Kg.
Satu unit keramba berisi enam buah petakan. Satu petakan berisi 450 ekor ikan kerapu, dengan total dalam satu unit yaitu 2700 ekor ikan kerapu. Asumsi proses pembesaran ikan memiliki tingkat kelangsungan hidup 80%, sehingga hasil akhir panen berjumlah 2160 ekor. Jika diasumsikan setiap ekor ikan memiliki berat 500 gram, maka produksi yang didapat yaitu sebesar 1080 Kg. Proses pembesaran ini menggunakan acuan konversi pakan (Sih-Yang Sim et al, 2005 in Akbar et al, 2012) dengan rasio 1:6. Model Penghitungan Menggunakan Acuan Noor (2009): Keterangan Nilai Satuan % Kandungan N dalam pakan 12.6 Kandungan N dalam pakan yang habis 82 % kandungan N dalam pakan terbuang 18 % kandungan N dalam kecernaan pakan 81 % kandungan N dalam feses 19 % kandungan N dalam daging 26.1 % kandungan N dalam ekskresi 73.9 % Kandungan N dalam pakan : Nilai N (12,6%) = 12,6% x 6480 Kg = 816,48 Kg N Kandungan N dalam pakan yang habis : Nilai N (82%) = 82% x 816,48 Kg N = 669,51 Kg N Kandungan N dalam pakan terbuang : Nilai N (18%) = 18% x 816,48 Kg N = 146,97 Kg N Kandungan N dalam kecernaan pakan : Nilai N (81%) = 81% x 669,51 Kg N = 542,30 Kg N Kandungan N dalam feses : Nilai N (19%) = 19 % x 669,51 Kg N = 127,21 Kg N Kandungan N dalam daging : Nilai N (26,1%) = 26,1% x 542,30 Kg N = 141,54 Kg N Kandungan N dalam ekskresi : Nilai N (73,9%) = 73,9% x 542,30 Kg N = 400,76 Kg N Sehingga dapat diketahui nilai total loading N dari kegiatan keramba jaring apung, yaitu: Total Nilai loading N : (Nilai N pakan sisa + Nilai N dalam feses + Nilai N dari hasil ekskresi) = (146,97 Kg + 127,21 Kg + 400,76 Kg) = 674,94 Kg N
43
Lampiran 4. Perhitungan Pendugaan Daya Dukung Menggunakan Pendekatan Limbah N Perhitungan Nutrifikasi N yang telah dikembangkan dan dimodifikasi oleh Barg (1992) dengan menggunakan nutrient loading model, yaitu: 𝑁𝑥𝐹 𝑉 Ec merupakan konsentrasi N dalam air (mg/l); N adalah jumlah nitrogen dengan asumsi 75% yang masuk ke perairan (Budidaya + Antropogenik) F adalah flushing time, dan V adalah volume perairan. Mendapatkan Nilai Ec perlu diketahui nilai F (flushing time) Maka dapat diketahui menggunakan pendekatan metode tidal exchange, yaitu: 𝐸𝑐 =
𝑉ℎ−𝑉
1
𝐹 = 𝐷 , dan 𝐷 = 𝑇 𝑥 𝑉 𝑖
ℎ
Berdasarkan data perairan yang didapat, maka: 𝐷=
3.467.090 − 1.260.760 0,25 𝑥 3.467.090
2206330 𝑚3 = 2,54 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 866772,5 𝑚3 Maka didapatkan nilai dari F (flushing time) adalah: 𝐷=
1
𝐹 = 2,54 = 0,39 hari Maka didapatkan juga nilai konsentasi N dalam air (Ec/C1): 𝐸𝑐 =
20,72 kg 𝑥 0,39 = 0,0030 mg/l 2660729 𝑚3
Perhitungan selanjutnya adalah mengetahui atau menganalisis beban pencemaran. 𝐁𝐏 = 𝐐 × 𝐂 Konsentrasi limbah yang diteliti terdapat dua nilai konsentrasi yang berbeda, yaitu dari konsentrasi yang masuk ke perairan dengan konsentrasi yang sudah ada. Oleh karena itu untuk mengetahui total konsentrasi limbah yang masuk ke perairan. model perhitungan sebagai berikut: 𝑸𝟑 . 𝑪𝟑 = 𝑸𝟏 . 𝑪𝟏 + 𝑸𝟐 . 𝑪𝟐 Berdasarkan model perhitungan diatas, maka didapatkan nilai total konsentrasi limbah yang masuk ke perairan (C3) sebagai berikut: 𝑸𝟏 . 𝑪𝟏 + 𝑸𝟐 . 𝑪𝟐 𝑪𝟑 = 𝑸𝟑 𝑪𝟑 =
𝟐. 𝟐𝟎𝟔. 𝟑𝟑𝟎 𝒙 𝟎, 𝟎𝟎𝟑𝟕 + 𝟐. 𝟔𝟔𝟎. 𝟕𝟐𝟗 𝒙 𝟎, 𝟎𝟒𝟔𝟔 𝟒. 𝟖𝟔𝟕. 𝟎𝟓𝟗
𝐶3 =
8163,42 + 123989,97 4.867.059
𝐶3 = 0,0272
44
Lampiran 4. Perhitungan Pendugaan Daya Dukung Menggunakan Pendekatan Limbah N (Lanjutan) Mendapatkan nilai daya tampung yaitu menggunakan baku mutu perairan (NH3) berdasarkan Kep.Men LH No 51 Tahun 2004. Daya Tampung = Baku Mutu – Total Konsentrasi (C3) = 0,3 – 0,0272 = 0,2728 Mengetahui jumlah unit Jumlah Unit
= =
𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑎𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑁 (𝐶1) 0,2728 0,0030
= 90 unit
45
Lampiran 5. Pendugaan Daya Dukung Pendekatan Limbah NH3-N Berdasarkan Musim (Musim Barat dan Musim Timur) Pendugaan Daya Dukung Musim Barat Daya Tampung (mg/l) (f = e-d)
Jumlah Ikan (ton)
0,0237
0,2763
71,79
0,0038
0,0264
0,2736
78,07
0,0037
0,0280
0,2720
79,43
2357306,00
0,0033
0,0255
0,2745
88,52
0,40
1905243,63
0,0044
0,0268
0,2732
67,3
Maret (2014)
0,34
1470589,10
0,0047
0,0243
0,2757
62,77
Rata-rata musim barat
0,39
1925872,46
0,0040
0,0258
0,3
0,2742
74,65
Flushing Time (hari) (a)
Volume (m³) (b)
C₁ (mg/l) (c)
C₃ (mg/l) (d)
Baku Mutu NH₃ (mg/l) (e)
Daya Tampung (mg/l) (f = e-d)
Jumlah Ikan (ton)
april (2014)
0,37
1772924,84
0,0043
0,0253
0,2747
69,25
mei (2014)
0,40
2253004,56
0,0036
0,0265
0,2735
81,23
juni (2014)
0,42
2440532,98
0,0036
0,0269
0,2731
81,83
juli (2014)
0,43
2301415,71
0,0038
0,0263
0,2737
77,21
agustus (2014)
0,35
1866124,08
0,0039
0,0232
0,2768
76,51
september (2014)
0,33
1591783,04
0,0042
0,0232
0,2768
70,49
Rata-rata musim timur
0,38
2037630,87
0,0039
0,0252
0,2748
76,09
Flushing Time (hari) (a)
Volume (m³) (b)
C₁ (mg/l) (c)
C₃ (mg/l) (d)
Oktober (2013)
0,33
1656958,91
0,0042
November (2013)
0,40
2184262,50
Desember (2013)
0,46
1980874,59
Januari (2014)
0,40
Februari (2014)
Bulan
Baku Mutu NH₃ (mg/l) (e)
0,3
f
(g = ) c
Pendugaan Daya Dukung Musim Timur Bulan
0,3
0,3
f
(g = ) c
46
Lampiran 6. Perhitungan biaya pembuatan keramba jaring apung a) Biaya Investasi Uraian KJA Drum Bambu Jaring Jangkar Tali
Jumlah (satuan) 18 43 6 10 7 Total
Satuan buah batang kotak buah gulung
Harga Satuan
Total Harga (Rp)
130000 30000 220000 100000 75000
2340000 1290000 1320000 1000000 525000 6475000
b) Biaya Tetap Uraian
Biaya (Rp)
Biaya Penyusutan Alat tangkap Kapal Mesin KJA Biaya Pemeliharaan Alat Tangkap Kapal Mesin KJA
500000 350000 450000 810000 250000 250000 100000 150000 2860000
Total c)
Biaya Variabel
Uraian Benih Kerapu Macan Bahan Bakar Total
Biaya (Rp) 4400000 3465000 7865000
Total Cost / Total Biaya = Biaya Tetap + Biaya Variabel Total Cost / Total Biaya = Rp 2.860.000 + Rp 7.865.000 = Rp 10.725.000
47
Lampiran 7. Data Hasil Panen dan Perhitungan Analisis Usaha Kelompok Sea farming tahun 2013 Nama
Tanggal Panen
Rajiun Nawawi
Jumlah Panen (ekor)
3-Jan -2012 4-Jan-2012 5-Mar-2012 19-Juni-2012 9-Jan-2012 23-Juni-2012 14-Jan-2012 27-Jan-2012 29-Jan-2012 25-Agsts-2012 2-Feb-2012 18-Feb-2012 19-Feb-2012 17-Juli_2012 1-Juni-2012 15-Juni-2012 26-Juli-2012 15-Juli-2012 2-Agsts-2012 20-Juli-2012 28-Juli-2012 20-Okt-2012 29-Juli-2012 9-Agsts-2012 18-Agsts-2012
Sulaeman Samiun
Sukma Basri Mahiyin Asnawi La Kardi Marhadi Abd. Sukur S Andi Amin Taslim Wijaya Sahril
58 82 110 241 160 30 251 133 156 85 150 40 110 100 132 152 108 227 100 51 78 287 70 80 50 3041
Total Rata-rata Jumlah Panen (Ekor) Rata-rata Jumlah Panen (Kg) Harga Jual per Kg Total Pendapatan Keuntungan
= 202 ekor = 96.03 kg = Rp 110.000 = Rp 10.563.300 = Total Pendapatan – Total Biaya = Rp 10.563.000 – Rp 10.725.000 = - Rp 161.700
Benefit Cost Ratio
Break Even Point
𝐵/𝐶 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
BEP (Kg) =
𝐵/𝐶 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
10.563.000 10.725.000
BEP (Kg) = 97,5 Kg
𝐵/𝐶 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = 0,98
Jumlah Panen (kg)
BEP (Rp) =
Rp 10.725.000 Rp 110.000
Rp 10.725.000 96,03 Kg
BEP (Rp) = Rp 111.683/Kg
25 39.4 51.4 113.4 70 12.8 106.7 50.8 68.6 40 49 29.8 40 56 67.6 90.4 51.3 119 40.1 18 40.4 145.5 35 50.2 30 1440.4
48
49 68
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 mei 1988. Penulis merupakan putra dari pasangan Bapak Ir H Baginda Sembiring dan Ibu Hj Yuswaningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Duren Sawit 08 Pagi Jakarta pada tahun 1994 sampai tahun 2000. Pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 252 Jakarta pada tahun 2000 sampai tahun 2003. Pendidikan menengah atas di SMA Negeri 91 Jakarta pada tahun 2003 sampai tahun 2006. Kemudian di tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran melalu jalur Seleksi Masuk Universitas Padjadjaran (SMUP) dan penulis menyelesaikan studi sarjana pada tahun 2011. Tahun yang sama, penulis melanjutkan studi magister di program pasca sarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis melakukan penelitian dengan judul Analisis Keberlanjutan Usaha Keramba Jaring Apung Dengan Pendekatan Daya Dukung Lingkungan Dan Sosial Ekonomi (Studi Kasus: Kelompok Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu, DKI Jakarta). Sebuah artikel dari penulis dengan judul “Estimasi Daya Dukung Lingkungan Keramba Jaring Apung, di Perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu, DKI Jakarta”. Sudah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, Vol 5, No 2, bulan November, tahun 2014 (ISSN 2087-4871).