ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA DENGAN INTERNALISASI BIAYA FLUSHING
NANDA YUNISA NURFADILLA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata Dengan Internalisasi Biaya Flushing adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing, salah satu bagian dari skripsi ini dijadikan penelitian oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat dengan judul Kajian Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata, serta bertujuan untuk memperoleh gelar akademik. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor,
Januari 2013
Nanda Yunisa Nurfadilla H44080051
ii
RINGKASAN NANDA YUNISA NURFADILLA. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata dengan Internalisasi Biaya Flushing. Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang padat. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, kebutuhan akan sumberdaya energi akan semakin meningkat. Salah satu energi yang dibutuhkan seiring dengan pertumbuhan penduduk yaitu listrik. PLTA Cirata merupakan salah satu pembangkit listrik di Jawa Barat yang menggunakan energi air dari Waduk Cirata yang bersumber dari aliran sungai Citarum, terletak di Desa Cadas Sari, Kecamatan Tegal Waru, Plered, Purwakarta, Jawa Barat. Waduk Cirata merupakan sumber yang penting bagi PLTA Cirata untuk menghasilkan energi. Waduk Cirata yang memiliki luas 6.334 hektar tersebut sangat potensial untuk budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Adanya faktor penarik berupa keuntungan yang besar dari kegiatan budidaya ikan dengan sistem KJA di Waduk Cirata memicu terjadinya peningkatan jumlah KJA yang setiap tahunnya semakin tidak terkendali. Tercatat pada tahun 2011 terdapat 53.031 unit KJA di Waduk Cirata yang telah melebihi batas normal sebesar 12.000 unit KJA. Jumlah KJA di Waduk Cirata yang kini tak terkendali serta pemberian pakan yang intensif pada KJA kurang tepat karena akan menyebabkan banyaknya pakan yang tidak termakan oleh ikan sehingga mengakibatkan sedimentasi pada Waduk Cirata. Biaya yang akan dikeluarkan oleh pihak PT. Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkitan Cirata (PT. PJB UP Cirata) dan Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) untuk mengeluarkan sedimen limbah KJA bukan merupakan jumlah yang kecil, namun mencapai milyaran rupiah yang merupakan kerugian besar bagi pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan finansial usaha KJA di Waduk Cirata, menentukan biaya yang harus dikeluarkan pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk melakukan pengeluaran sedimen limbah KJA dan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani pemilik KJA per unit, menganalisis pengaruh pembayaran biaya untuk mengeluarkan sedimen limbah dari pemilik usaha KJA di Waduk Cirata kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC terhadap kelayakan usaha KJA di Waduk Cirata. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan Metode Analisis Biaya dan Manfaat (Cost and Benefit Analysis) dengan menggunakan komputer melalui program Microsoft Excel. Usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata merupakan usaha yang layak untuk diusahakan setelah dilakukan analisis biaya dan manfaat terhadap usaha tersebut dengan nilai NPV sebesar Rp 53.594.849,00 per unit, nilai BC rasio sebesar 2,66 , nilai IRR sebesar 64,86 persen, dan payback period selama 1 tahun 8,5 bulan. Besar biaya yang ditanggung pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk melakukan pengeluaran sedimen limbah keramba jaring apung dengan metode flushing yaitu sebesar Rp 28.240.066.960,00 yang dihitung berdasarkan hilangnya air waduk yang digunakan untuk menggelontorkan sedimen yang seharusnya dapat digunakan untuk menggerakkan turbin yang dapat menghasilkan energi listrik.
iii
Besar biaya yang harus dibayarkan pemilik usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk mengganti dana penggelontorkan sedimen limbah budidaya ikan usaha KJA tersebut adalah sebesar Rp 21,62 per kg dari ikan yang diproduksi petani setiap tahun atau sebesar Rp 266.271,92 per periode. Kelayakan usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata setelah dilakukan penambahan biaya flushing sebesar Rp 21,62 per kg pada komponen arus pengeluaran maka usaha tersebut masih layak untuk dilaksanakan dengan nilai NPV sebesar Rp 51.285.263,00 nilai BC Rasio sebesar 2,61, nilai IRR sebesar 62,47 persen, dan payback period selama 1 tahun 9 bulan. Kata Kunci:
Waduk Cirata, Sedimen Limbah Budidaya Ikan, Analisis Kelayakan Finansial
iv
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK CIRATA DENGAN INTERNALISASI BIAYA FLUSHING
NANDA YUNISA NURFADILLA H44080051
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
v
Judul Skripsi
: Analisis Kelayakan Finansial Usaha Keramba Jaring Apung Waduk Cirata Dengan Internalisasi Biaya Flushing
Nama
: Nanda Yunisa Nurfadilla
NIM
: H44080051
Disetujui Dosen Pembimbing,
Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si NIP. 19800603 200912 1 006
Diketahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
vi
UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas atas bantuan berbagai pihak baik moril maupun materil. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Kedua orangtuaku tercinta Ibu (Nazariah) dan Ayah (Ir. Indra Bungsu), Ua Ivo, dan kedua kakakku Kemal Muhammad, S.P dan Deisty Nurmaharani, Amd. Terimakasih atas segala dukungan, perhatian, semangat, dan senantiasa memberikan doa serta kasih sayang yang tak terhingga. 2. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan arahan, motivasi, serta pelajaran berharga selama penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.S dan Asti Istiqomah, S.P yang telah berkenan sebagai dosen penguji dan telah memberikan kritik serta saran yang membangun. 4. PT. PJB UP Cirata dan Badan Pengelolaan Waduk Cirata (BPWC) atas izin penelitian yang diberikan serta fasilitas yang disediakan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. 5. Pihak-pihak dari PT. PJB UP Cirata dan BPWC, Ibu Rima selaku pembimbing lapang, Bapak Hj. Ade Jahidin M.Pa, serta semua Staf Bagian PT. PJB UP Cirata. Bapak Yaya Hudaya selaku Staf Ahli Ekologi dan Lingkungan BPWC. Terimakasih atas informasi, pelajaran dan pengalaman yang diberikan selama penelitian disana.
vii
6. Bapak Emput dan Bapak Deden yang telah senantiasa memberikan informasi dan memfasilitasi untuk menuju lokasi penelitian. 7. Dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi di ESL terutama Mbak Aam. 8. Teman-teman satu bimbingan Anis, Erna, Andini, Nia, Dika, dan Budi yang telah berjuang bersama, mendoakan, dan memberikan dukungan serta semangat. 9. Sahabat di ESL Dewi, Shinta, Dea, Nova, Livia, Mirza, Ai, Stevan dan teman ESL 45 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk doa, dukungan, perhatian, semangat, keceriaan dan kebersamaan. 10. Housemate Alkatraz: Nae, Stefi, Widia, Cupu, Lista, Muti, Ili, Devi, Fani, dan Dewi terimakasih atas doa, semangat, kebersamaan, kasih sayang, keceriaan, dan dukungan kalian selama ini yang sangat berharga. Bapak Andi yang telah menjaga kami selama tinggal di Alkatraz. 11. Nalendra Agung Sangga Lasmana yang telah meluangkan waktu untuk membantu pencapaian lokasi waduk sehingga penulis diberikan kelancaran dalam pengerjaan skripsi ini. 12. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi, semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan kalian semua.
viii
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Finansial Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata Dengan Internalisasi Biaya Flushing”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Tujuan dari penelitian dalam skripsi ini adalah menganalisis kelayakan finansial usaha KJA di Waduk Cirata, menentukan biaya yang harus dikeluarkan pihak PT. PJB UP Cirata dan Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) untuk melakukan pengeluaran sedimen limbah KJA dan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani pemilik KJA per unit, menganalisis pengaruh pembayaran biaya untuk mengeluarkan sedimen limbah dari pemilik usaha KJA di Waduk Cirata kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC terhadap kelayakan usaha KJA di Waduk Cirata. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kelestarian lingkungan untuk masa depan yang lebih baik.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ………………………………………………………...
x
DAFTAR TABEL …………………………………………………...
xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………..
xv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………..
xvi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………………………….. 1.2 Perumusan Masalah ………………………………………….. 1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………….. 1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………… 1.5 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………. II. TINJAUAN PUSTAKA
1 7 9 9 10
2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Air………………………………. 2.2 Waduk atau Bendungan………………………………………. 2.3 Keramba Jaring Apung ………………………………………. 2.4 Sedimentasi …………………………………………………... 2.5 Pengeluaran Sedimen ………………………………………... 2.6 Internalisasi Biaya……………………………………………. 2.7 Penelitian Terdahulu ………………………………………….
11 12 16 17 18 19 20
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ………………………………… 3.1.1 Konsep Analisis Biaya dan Manfaat Proyek …………... 3.1.2 Aspek dalam Analisis Proyek ………………………….. 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional …………………………….
24 24 25 27
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu …………………………………………… 4.2 Jenis dan Sumberdaya ………………………………………. 4.3 Penentuan Jumlah Responden ………………………………. 4.4 Pengumpulan Data …………………………………………... 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………… 4.5.1 Identifikasi Besar Kerugian Pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC …………………………………………….. 4.5.2 Penentuan Biaya Flushing …………………………….. 4.5.3Analisis Biaya dan Manfaat usaha KJA Waduk Cirata…………………………………………………...
30 30 31 32 32 32 33 34
x
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Umum Waduk Cirata………………………………… 5.2 Karakteristik Petani………..………………………………….. 5.3 Permasalahan yang Dihadapi………………………………….
38 41 43
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Tinjauan Usaha Keramba Jaring Apung……………………... 6.1.1 Aspek teknis……………………………………………. 6.1.1.1 Konstruksi Rangka Jaring Apung………………. 6.1.1.2 Benih Ikan………………………………………. 6.1.1.3 Pakan Ikan……………………………………… 6.1.1.4 Tenaga Kerja……………………………………. 6.1.2 Aspek Manajemen………………………………………. 6.1.3 Aspek Sosial…………………………………………….. 6.1.4 Aspek Pasar……………………………………………... 6.1.4.1 Permintaan……………………………………… 6.1.4.2 Penawaran………………………………………. 6.1.4.3 Harga…………………………………………… 6.1.4.4 Strategi Pemasaran……………………………... 6.1.4.5 Perkiraan Penjualan…………………………….. 6.1.4.6 Struktur Pasar…………………………………... 6.1.4.7 Persaingan Usaha……………………………….. 6.1.5 Aspek Ekonomi…………………………………………. 6.1.6 Aspek Finansial…………………………………………. 6.1.6.1 Komponen Biaya……………………………….. 6.1.6.2 Komponen Manfaat…………………………….. 6.1.6.3 Nilai Arus Tunai (Cash flow)……………………... 6.1.6.4 Net Present Value (NPV)……………………… 6.1.6.5 Benefit Cost Ratio (BC Rasio)….………………. 6.1.6.6 Internal Rate of Return (IRR)………………….. 6.1.6.7 Payback Period……………………………………... 6.1.6.8 Analisis Sensitivitas…………………………….. 6.2 Identifikasi Besar Kerugian PT. PJB UP Cirata ………….. 6.3 Analisis Finansial Usaha Keramba Jaring Apung Waduk Cirata Setelah Kebijakan Pembayaran Biaya Flushing……… 6.3.1 Nilai Arus Tunai (Cash Flow) Setelah Kebijakan Pembayaran Biaya Flushing…………………………… 6.3.2 Net Present Value (NPV) …………………………… 6.3.3 Benefit Cost Ratio (BC Rasio)….…………………….. 6.3.4 Internal Rate of Return …………………………………… 6.3.4 Payback Period…………………………………………….. 6.3.5 Analisis Sensitivitas…………………………………...
45 45 45 46 48 48 50 50 51 51 51 52 52 53 53 54 54 55 55 59 60 64 64 65 67 67 69 73 73 76 78 78 79 80
xi
6.3.6 Perbandingan Hasil Analisis Biaya dan Manfaat Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Flushing……
81
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan……………………………………………………. 7.2 Saran………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..
84 85 86
LAMPIRAN………………………………………………………….
89
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………..
106
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Kapasitas Pembangkit Listrik PLN per Jenis Pembangkit Tahun 2011……………………………………………………………… 2 2. Perkembangan Jumlah KJA di Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur Periode 1986-2000 …………………………………. 3 3. Perkiraan Beban Limbah di Waduk Saguling, Cirata, dan Juanda Tahun 1996-2000……........................................................... 4 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian ………………………………. 30 5. Zonasi Jumlah RTP, Petak Keramba Jaring Apung, dan Lokasi Usaha Waduk Cirata Tahun 2011………………………………. 40 6. Data Kepemilikan Keramba Jaring Apung Waduk Cirata Tahun 2011……………………………………………………………...... 40 7. Karakteristik Petani Jaring Apung Waduk Cirata Kabupaten Bandung…………………………………………………………... 40 8. Perhitungan Biaya Investasi Usaha Keramba Jaring Apung…………………………………………………………… 41 9. Perhitungan Biaya Operasional Usaha Keramba Jaring Apung per Musim Tanam………………………………………………….. 57 10. Perhitungan Biaya Tetap Usaha Keramba Jaring Apung per Musim Tanam………………………………………………….. 58 11. Nilai Komponen Penerimaan Usaha Keramba Jaring di Waduk Cirata ……………………………………………………………. 60 12. Nilai Arus Tunai Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata……………………………………………………………. 61 13. Nilai Net Present Value dan Net Benefit Cost Ratio dengan Tingkat Suku Bunga 5,42 Persen…………............................. 65 14. Nilai IRR Usaha Keramba Jaring Apung Ikan Mas dan Nila Pada Discount Rate 60% dan 65%.................................................. 66 15. Hasil Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung Ikan Mas dan Nila di Waduk Cirata…………………… 67 16. Perhitungan Biaya Tetap Usaha Keramba Jaring Apung per Musim Tanam Setelah Internalisasi Biaya Flushing…………. 73 17. Nilai Arus Tunai Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata Dengan Internalisasi Biaya Flushing………………………….. 76 18. Nilai Net Present Value dan Net Benefit Cost Ratio dengan Tingkat Suku Bunga 5,42 Persen Setelah Penambahan Biaya Flushing ………………………………………………………… 77 19. Nilai IRR Usaha Keramba Jaring Apung Ikan Mas dan Nila Setelah Internalisasi Biaya Flushing Pada Discount Rate 60% dan 65%........................................................................................ 79 xiii
20.
21.
Hasil Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata Setelah Penambahan Biaya Flushing……………………………….......................................... Perbandingan Hasil Analisis Biaya dan Manfaat Usaha Keramba Jaring Apung Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Flushing
80 82
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Diagram Alur Kerangka Berpikir……………....................
29
2.
Daya Tampung Efektif Waduk Setelah Adanya Sedimentasi Limbah Pakan ……………………………….
70
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman Analisis Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung Waduk Cirata………………………………………………………. Analisis Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung Waduk Cirata Dengan Internalisasi Biaya Flushing…………….. Nilai Arus Tunai Dengan Kenaikan Harga Pakan Rp 6.400,00 per kg sebelum internalisasi Biaya Flushing……………………. Nilai Arus Tunai Dengan Penurunan Harga Panen Rp 12.500,00 per kg Sebelum Internalisasi Biaya Flushing………………………. Nilai Arus Tunai Dengan Penurunan Harga Panen Rp. 12.500,00 per kg Setelah Internalisasi Biaya Flushing…………………………
Dokumentasi ……………………………………………….
90 93 96 99 102 105
xvi
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang padat. Seiring
dengan jumlah penduduk yang padat, kebutuhan akan sumberdaya energi akan semakin meningkat. Salah satu energi yang dibutuhkan seiring dengan perkembangan penduduk yaitu listrik. Listrik dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan penerangan, pemakaian alat elektronik bagi rumah tangga, kebutuhan industri, perusahaan, dan sebagainya. Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan kemajuan sektor industri dan kesejahteraan hidup masyarakat, kebutuhan tenaga listrik akan terus meningkat sesuai dengan tingkat industrialisasi dan tingkat kemakmuran bangsa. Namun demikian, mengingat penyediaan tenaga listrik merupakan upaya padat modal dengan teknologi relatif canggih dan waktu pembangunan yang panjang maka dapat dipahami bila kebutuhan dana pembangunan ketenagalistrikan di Indonesia akan sangat besar (Zuhal, 1995) Energi listrik di Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perusahaan pembangkit listrik yang diberikan hak untuk mengelola sumberdaya, sehingga menghasilkan listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik penduduk. Pembangkit listrik yang saat ini digunakan di Indonesia salah satunya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Tenaga air merupakan sumberdaya terpenting setelah tenaga uap atau panas. Hampir 30 persen dari seluruh kebutuhan tenaga di dunia dipenuhi oleh pusat-pusat listrik tenaga air (Dandekar, 1991). Besar Listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 1.
1
Tabel 1. Kapasitas Pembangkit Listrik PLN per Jenis Pembangkit (2011)
Jenis Pembangkit PLTA PLTU PLTG PLTGU PLTP PLTD PLT Minyak dan Gas PLT Angin PLT Bayu Total
Kapasitas (MWh) 3.522,57 9.451,50 3.223,68 6.951,32 438,75 3.267,79 38,84 0,19 0,34 26.894,98
Sumber : Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (2011)
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan pada tahun 2011, dapat dilihat bahwa jenis Pembangkit Listrik Tenaga Air merupakan salah satu pemasok listrik ke tiga terbesar setelah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU). Keberadaan PLTA harus dipelihara sebaik-baiknya serta kualitas sumberdaya air sebagai komponen utama suatu PLTA harus dapat dijaga agar mampu mendukung kinerja PLTA dalam menghasilkan listrik. PLTA Cirata merupakan salah satu pembangkit listrik di Jawa Barat yang menggunakan energi air dari Waduk Cirata yang bersumber dari aliran sungai Citarum, terletak di Desa Cadas Sari, Kecamatan Tegal Waru, Plered, Purwakarta, Jawa Barat. UP Cirata memiliki 8 unit pembangkit listrik dengan total daya terpasang 1.008 MWh dengan produksi energi listrik rata-rata 1.428 GWh pertahun. PLTA Cirata dikelola oleh PT. PLN Pembangkit Tenaga Listrik Jawa-Bali Unit Pembangkit Cirata ( PT. PJB UP Cirata ). Waduk Cirata merupakan sumber yang penting bagi PLTA Cirata untuk menghasilkan energi. Selain berfungsi sebagai sumber air PLTA Cirata, Waduk Cirata yang memiliki luas 6.334 hektar tersebut sangat potensial untuk budidaya
2
ikan dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Adanya faktor penarik berupa keuntungan yang besar dari kegiatan budidaya ikan dengan sistem KJA di Waduk Cirata memicu terjadinya peningkatan jumlah KJA yang setiap tahunnya semakin tak terkendali. Jumlah
KJA di Waduk Cirata yang kini tak terkendali
menimbulkan pencemaran dan sedimentasi yang tinggi. Perkembangan jumlah KJA di Waduk Cirata periode tahun 1986 hingga tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Jumlah KJA di Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur Periode 1986-2000 No Tahun Saguling Cirata Juanda 1 1986 200 2 1988 1.236 74 15 3 1999 4.425 17.477 2.537 4 Awal 2000 4.425 28.738 2.537 Sumber : Husen (2004) (diolah)
Berdasarkan Tabel 2, jumlah KJA di Waduk Cirata mengalami peningkatan yang sangat signifikan seiring pertambahan tahun. Pada tahun 1988 jumlah KJA sebanyak 74 unit, kemudian jumlah KJA terus meningkat hingga pada tahun 1999 jumlah KJA di Waduk Cirata sebanyak 17.477 unit, dan terus meningkat hingga pada awal tahun 2000 sebanyak 28.738 unit. Jumlah KJA di Waduk Cirata tersebut merupakan yang terbanyak diantara jumlah KJA di Waduk Saguling dan Juanda. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dimana pada awal tahun 2000 perkembangan jumlah KJA di Waduk Saguling belum mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yakni masih sekitar 4.425 unit. Begitu pula dengan Waduk Juanda pada tahun 2000 perkembangan jumlah KJA di Waduk Juanda belum mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya yakni masih sekitar 2.537 unit. Hal yang berbeda dialami oleh Waduk Cirata dimana perkembangan KJA pada awal tahun 2000 berkembang sangat 3
pesat dibandingkan dengan tahun sebelumnya dari 17.477 unit menjadi 28.738 unit dalam jangka waktu yang tergolong singkat. Dintara ketiga waduk tersebut, Waduk Cirata merupakan waduk dengan jumlah KJA yang paling besar dan perkembangannya sangat cepat. Menurut Garno (2002), limbah KJA yang selama ini cenderung dianggap kecil dan terabaikan ternyata merupakan penyumbang nutrien yang cukup besar untuk Waduk Cirata. Pemberian pakan yang intensif pada KJA merupakan hal yang kurang tepat, karena akan menyebabkan banyaknya pakan yang tidak termakan oleh ikan. Hal tersebut menjadikan rasio konversi pakan (RKP) yang diberikan menjadi cukup tinggi. RKP tersebut jika dikalikan dengan
jumlah
produksi ikan dalam KJA di Waduk Cirata per tahun, maka akan diperoleh perkiraan limbah KJA di Waduk Cirata. Perkiraan beban limbah KJA di Waduk Cirata, Saguling, dan Juanda dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkiraan Beban Limbah KJA di Waduk Saguling, Cirata, dan Juanda tahun 1996-2000 (dalam Kg per Tahun) No Limbah Metabolik Saguling Cirata Juanda 1 Organik 29.868.750 145.334.000 14.492.250 2 Kadar N 1.359.028 6.611.787 659.397 3 Kadar P 214.059 1.041.417 103.661 Sumber : Garno (2002)
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada periode tahun 1996 hingga tahun 2000 untuk setiap tahunnya Waduk Cirata menerima buangan organik dari KJA sebanyak 145.334.000 kg
yang mengandung 6.611.787 kg nitrogen dan
1.041.417 kg fosfor. Kadar nitrogen dan fosfor yang berlebihan dapat menyebabkan eutofikasi perairan serta menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton yang akhirnya dapat menyebabkan kematian ikan secara massal. Limbah KJA tersusun oleh karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosforus, sulfur,
4
dan mineral lainnya. Padatan limbah terendap akan langsung mengendap menuju dasar waduk. Selain itu, berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa Waduk Cirata menerima limbah lima kali lebih besar dari limbah yang diterima Waduk Saguling dan sepuluh kali lebih besar dari yang diterima Waduk Juanda (Jatiluhur). Hal tersebut dapat disebabkan oleh jumlah KJA di Waduk Cirata jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan pada kedua waduk tersebut. Jumlah KJA sebesar 53.031 unit yang telah melebihi kapasitas normal KJA di Waduk Cirata sebesar 12.000 unit dengan pola pemberian pakan yang intensif menyebabkan banyaknya pakan yang tidak termakan oleh ikan dan mengendap di dasar waduk yang menyebabkan terjadi sedimentasi limbah KJA di dasar waduk. Pihak pengelola Waduk Cirata harus mengeluarkan sedimen limbah KJA agar tidak terus menumpuk di dasar waduk. Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) dan PT. PJB UP Cirata harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mengeluarkan sedimen limbah
tersebut. Berdasarkan hasil riset yang
dilakukan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Tahun 2006 jumlah sedimen limbah budidaya ikan di Waduk Cirata mencapai 161.241.448,25 m3. Biaya yang akan dikeluarkan oleh pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk mengeluarkan sedimen limbah KJA bukan merupakan jumlah biaya yang kecil bagi pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC. Petani pemilik usaha KJA seharusnya melakukan pembayaran terhadap kerugian yang dialami pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk melakukan pengeluaran sedimen limbah budidaya ikan KJA tersebut.
5
Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan biaya yang harus dibayar oleh pihak pemilik usaha KJA dan bagaimana pengaruh adanya pembayaran tersebut terhadap kelayakan usaha KJA di Waduk Cirata. Salah satu cara untuk menentukan jumlah yang harus dibayarkan petani pemilik akibat limbah budidaya ikan KJA tersebut yakni dengan menghitung biaya yang harus dikeluarkan oleh PT. PJB UP Cirata maupun BPWC untuk mengeluarkan sedimen limbah budidaya ikan KJA. Jumlah biaya yang harus dikeluarkan petani pemilik KJA kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC tentunya akan menambah pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh pihak petani pemilik usaha KJA. Oleh sebab itu perlu diketahui seberapa besar pengaruh adanya penambahan biaya yang harus dikeluarkan petani pemilik KJA untuk mengganti biaya pengeluaran sedimen limbah budidaya ikan KJA, terhadap kelayakan usaha KJA berikutnya. Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh internalisasi biaya pengeluaran sedimen limbah KJA yang harus dikeluarkan oleh petani pemilik KJA terhadap kelayakan usaha KJA berikutnya yakni dengan menggunakan metode Analisis Biaya dan Manfaat (Cost and Benefit Analysis Method). Menurut Gittinger (1986), metode analisis biaya dan manfaat proyek pertanian adalah untuk membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya dan menentukan usahausaha yang memiliki keuntungan yang layak.
6
1.2
Perumusan Masalah Salah satu unit pembangkit listrik yang ada di Indonesia yakni pembangkit
listrik tenaga air (PLTA) Cirata kini mengalami permasalahan sedimentasi akibat jumlah keramba jaring apung (KJA) yang berlebihan. Selain itu, pihak pengelola Waduk Cirata harus melakukan pengeluaran sedimen limbah budidaya ikan KJA agar tidak terus menumpuk di dasar waduk. Pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC mengalami kerugian yang sangat besar untuk mengatasi permasalahan sedimentasi tersebut. Oleh sebab itu diperlukan adanya kerjasama pemilik KJA kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk membayar biaya untuk mengeluarkan sedimen limbah KJA tersebut. Untuk menghitung biaya yang harus dikeluarkan petani pemilik terhadap sedimen yang dihasilkan dari usaha tersebut salah satu caranya dengan menghitung biaya yang harus dikeluarkan oleh PT. PJB UP Cirata maupun BPWC untuk mengeluarkan sedimen limbah budidaya ikan KJA dengan metode penggelontoran sedimen (flushing) kemudian total biaya tersebut dibagi berdasarkan total jumlah ikan mas dan nila yang diproduksi (kilogram) setiap tahunnya oleh petani di Waduk Cirata. Pembayaran biaya untuk mengeluarkan sedimen limbah KJA yang harus dibayarkan oleh pemilik KJA tersebut kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC tentunya akan menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak petani pemilik usaha KJA. Dengan demikian perlu diketahui seberapa besar pengaruh pembayaran yang harus dikeluarkan petani pemilik KJA terhadap kelayakan usaha KJA berikutnya.
7
Diperlukan penelitian untuk menentukan biaya yang harus dibayar oleh pihak pemilik KJA kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC. Selain itu diperlukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pembayaran biaya untuk mengeluarkan sedimen limbah KJA yang harus dikeluarkan oleh pemilik KJA terhadap kelayakan usaha KJA berikutnya. Hal tersebut perlu dilakukan karena semakin meningkatnya sedimen di Waduk Cirata saat ini akibat jumlah KJA yang melebihi kapasitas daya dukung Waduk Cirata untuk dijadikan sarana budidaya ikan dengan KJA. Adanya kebijakan pembayaran biaya untuk mengeluarkan sedimen limbah KJA yang dibayarkan oleh pemilik usaha KJA kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC tersebut akan menjadi insentif bagi pemilik KJA untuk memanfaatkan Waduk Cirata secara bijak sehingga dapat mengurangi
tingkat
sedimentasi
dan
pencemaran.
Pengaruh
kebijakan
pembayaran biaya untuk mengeluarkan sedimen limbah KJA terhadap kelayakan usaha KJA di Waduk Cirata tersebut perlu diketahui apakah akan mempengaruhi kelayakan usaha KJA tersebut. Dengan demikian penelitian ini akan mengkaji mengenai: 1. Bagaimana analisis kelayakan finansial usaha KJA di Waduk Cirata? 2. Berapa besar jumlah biaya yang harus dikeluarkan pihak PT. PJB UP Cirata dan Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) untuk melakukan pengeluaran sedimen limbah KJA dan berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh petani pemilik KJA per kilogram ikan yang dipanen? 3. Bagaimana pengaruh internalisasi biaya untuk mengeluarkan sedimen limbah KJA dari pemilik usaha KJA di Waduk Cirata kepada pihak PT. PJB UP Cirata
8
dan Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) terhadap kelayakan finansial usaha KJA di Waduk Cirata tersebut ? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kelayakan finansial usaha KJA di Waduk Cirata. 2. Menentukan biaya yang harus dikeluarkan pihak PT. PJB UP Cirata dan Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) untuk melakukan pengeluaran sedimen limbah KJA dan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani pemilik KJA per kilogram ikan yang dipanen. 3. Menganalisis pengaruh
internalisasi biaya untuk mengeluarkan sedimen
limbah dari pemilik usaha KJA di Waduk Cirata kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) terhadap kelayakan finansial usaha KJA di Waduk Cirata. 1.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi: 1. Pihak PT. PJB UP Cirata dan Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) sebagai masukan dalam menentukan kebijakan untuk mengatasi permasalahan sedimen limbah KJA di Waduk Cirata. 2. Para akademisi sebagai bahan tambahan dan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
9
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Adapun batasan dari penelitian ini terdiri dari lokasi penelitian untuk
karakteristik petani dan data biaya dan manfaat usaha KJA berasal dari Waduk Cirata Desa Cipendeuy, Kabupaten Bandung. Sementara itu suku bunga yang digunakan merupakan suku bunga deposito pada tahun 2012 sebesar 5,42 persen. Hal tersebut dikarenakan modal yang digunakan oleh petani pemilik berasal dari modal milik petani itu sendiri. Data jumlah sedimen yang digunakan pada penelitian ini merupakan sedimen yang berasal dari limbah budidaya ikan dengan sistem KJA berdasarkan hasil riset Badan Perikanan Budidaya Air Tawar.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Menurut Zuhal (1995), pembangkitan yaitu kegiatan produksi tenaga
listrik yang dilakukan dalam pusat-pusat tenaga listrik (PTL) dengan menggunakan generator listrik, yang digerakkan oleh sebuah penggerak mula. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) diartikan sebagai seluruh instalasi yang dibangun untuk memanfaatkan energi potensial air menjadi energi listrik. Menurut Dandekar (1991), PLTA dapat diklasifisikasikan berdasarkan: 1. Klasifikasi Dasar Lokasi dan Topografi Instalasi pembangkit listrik tenaga air dapat berlokasi di daerah pegunungan atau dataran. Biasanya pembangkit listrik di daerah pegunungan bangunan utamanya merupakan bendungan, sedang pembangkit listrik di daerah yang datar bangunan utamanya berupa tanggul. 2. Klasifikasi Dasar Kapasitas PLTA Klasifikasi dasar kapasitas PLTA sebagai berikut: (i) Pembangkit listrik yang terkecil (kurang dari 5 MWh) (ii) Pembangkit listrik kapasitas menengah (5MWh - 100 MWh) (iii) Pembangkit lisrik kapasitas tinggi (101 MWh – 1000 MW) (iv) Pembangkit listrik kapasitas tertinggi (di atas 1000 MWh) 3. Klasifikasi Dasar Ketinggian Tekanan Air Klasifikasi atas dasar ketinggian tekanan air: (i) PLTA dengan tekanan air rendah (kurang dari 15 m) (ii) PLTA dengan tekanan air menengah (15 m – 70 m) (iii) PLTA dengan tekanan air tinggi (71 m – 250 m)
11
(iv) PLTA dengan tekanan air yang sangat tinggi (lebih dari 250 m) Berdasarkan klasifikasi PLTA Cirata termasuk ke dalam klasifikasi pembangkit listrik dengan bangunan utamanya yang berupa bendungan dengan elevansi puncak sebesar 225 meter dan tinggi terhadap dasar sungai sebesar 125 meter (Pusat Penelitian dan Pengembangan SDA, 2006). Selain itu, jika dilihat berdasarkan klasifikasi dasar kapasitas PLTA, PLTA Cirata termasuk dalam klasifikasi PLTA dengan kapasitas tertinggi yakni dengan daya terpasang sebesar 1008 MWh. 2.2
Waduk Menurut Dandekar (1991) Waduk mempunyai dua fungsi yakni
merupakan sebuah kolam penampung air yang memiliki kesanggupan untuk menyediakan air, dan juga berfungsi untuk menaikkan ketinggian tekanan air yang merupakan potensi dari air sungai. Waduk atau bendungan memiliki bermacam-macam jenis dan berbagai manfaat. Pembagian tipe waduk atau bendungan dapat dibagi menjadi beberapa tipe yaitu: 1. Tipe bendungan berdasarkan ukurannya, ada dua tipe yaitu: a. Bendungan besar (Large Dams) Berdasarkan klasifikasi: -
Ketinggian bendungan.
-
Panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500 meter.
-
Kapasitas waduk yang terbentuk tidak kurang dari 1 juta m3.
-
Debit banjir maksimum yang diperhitungkan tidak kurang dari 2000 m3 per detik.
b. Bendungan kecil (Small Dams)
12
Semua bendungan yang tidak termasuk sebagai bendungan besar. 2. Tipe bendungan berdasarkan tujuan pembangunannya. Ada dua jenis tipe yaitu: a. Bendungan dengan tujuan tunggal (single purpose dam) yaitu bendungan yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misal untuk PLTA, irigasi, pengendalian banjir dan kebutuhan lain. b. Bendungan serba guna (multi purpose) adalah bendungan yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan, misal PLTA dan irigasi, irigasi dan pengendalian banjir, dan lain-lain. 3. Tipe bendungan berdasarkan pembangunannya. Ada tiga tipe yaitu: a. Bendungan untuk membentuk waduk (storage dam) yaitu bendungan yang dibangun untuk membentuk waduk guna menyimpan air ketika kelebihan agar dapat dipakai pada waktu yang diperlukan. b. Bendungan penangkap/pembelok air (diversion dam) yaitu bendungan yang dibangun agar permukaan airnya lebih tinggi sehingga dapat mengalir masuk ke dalam saluran air atau terowongan air. c. Bendungan untuk memperlambat jalannya air (detention dam) adalah bendungan yang dibangun untuk memperlambat jalannya air, sehingga dapat mencegah banjir besar. 4. Tipe bendungan berdasarkan jalannya air. Terdapat dua tipe yaitu: a. Bendungan untuk dilewati air (overflow dams) yaitu bendungan yang dibangun untuk dilewati air misalnya pada bangunan pelimpah.
13
b. Bendungan untuk menahan air (non overflow dam) adalah bendungan yang sama sekali tidak boleh dilewati air. Beberapa manfaat yang mampu diberikan sebuah waduk atau bendungan adalah: 1. Irigasi Pada saat musim hujan, air hujan yang turun di daerah tangkapan air sebagian besar akan mengalir ke sungai-sungai, air itu dapat ditampung sehingga pada musim kemarau air yang tertampung tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk irigasi lahan pertanian. 2. Penyediaan Air Baku Waduk selain sebagai sumber untuk pengairan persawahan juga dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum dimana di perkotaan sangat langka dengan air bersih. 3. PLTA Dalam menjalankan fungsinya sebagai PLTA, waduk dikelola untuk mendapatkan kapasitas listrik yang dibutuhkan. Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) adalah suatu sistem pembangkit listrik yang biasanya terintegrasi dalam bendungan dengan memanfaatkan energi mekanis aliran air untuk memutar turbin, diubah menjadi energi listrik melalui generator. 4. Pengendali Banjir Sungai dengan debit air yang besar jika tidak dikendalikan dengan cermat maka akan membahayakan masyarakat sekitar sungai itu sendiri, maka permasalahan itu dapat dijadikan sebagai latar belakang dari pendirian waduk. Dengan dibangunnya bendungan-bendungan di bagian hulu sungai
14
maka kemungkinan terjadinya banjir pada musim hujan dapat dikurangi dan pada musim kemarau air yang tertampung tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain pembangkit listrik tenaga air, untuk irigasi lahan pertanian, untuk perikanan, untuk pariwisata dan lain sebagainya. 5. Perikanan Untuk mengganti mata pencaharian para penduduk desa yang desanya ditenggelamkan untuk pembuatan waduk yang dulu bermata pencaharian sebagai petani kini beralih ke ranah perikanan dengan memenfaatkan waduk ini. Para penduduk dapat membuat rumah apung yang digunakan untuk peternakan ikan air tawar yang dibesarkan dalam keramba-keramba. 6. Pariwisata dan Olahraga Air Dengan pemandangan yang indah waduk juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi dan selain tempat rekreasi juga dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi maupun olahraga air. Berdasarkan ukurannya Waduk Cirata termasuk ke dalam bendungan besar dengan kapasitas waduk 3,9 juta m3. Sementara itu berdasarkan tujuan pembangunannya Waduk Cirata termasuk ke dalam bendungan multi purpose dimana terdapat banyak kegunaan dari Waduk Cirata yaitu untuk PLTA, irigasi, perikanan, dan pariwisata air.
15
2.3
Keramba Jaring Apung Dalam Mahyudin (2008), keramba jaring apung (KJA) merupakan sistem
budidaya ikan dalam wadah berupa jaring yang mengapung dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan, seperti danau dan waduk. Sistem budidaya di KJA ini terdiri dari beberapa komponen, seperti kerangka, kantong jaring pelampung, jangkar, jalan inspeksi, rumah jaga, gudang, sampan/perahu dan alat perikanan. Menurut Supriyadi (2004), pola budidaya yang dilaksanakan di KJA biasanya pola budidaya yang intensif, dengan kepadatan ikan yang sangat tinggi tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Budidaya ikan dalam KJA merupakan sistem budidaya secara intensif dengan padat tebar tinggi dengan keharusan pemberian pakan sebagai input energi untuk pertumbuhan ikan (Azwar et all, 2004). Adanya sistem budidaya ikan dengan KJA di waduk, tentunya memberikan dampak yang
positif dan
negatif. Dampak yang positif salah
satunya yaitu meningkatkan taraf hidup baik bagi penduduk setempat maupun di luar lingkungan waduk, juga berperan dalam mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu dengan adanya kegiatan KJA dapat meningkatkan pendapatan daerah, hal ini dapat dilihat dari banyaknya sumberdaya manusia yang terlibat dalam sistem budidaya ikan KJA, mulai dari pemilik, pekerja, pembuat perahu, pedagang pakan, pabrik pakan yang memperkerjakan banyak karyawan, dan lainlain. Selain dampak yang positif, KJA juga mempunyai dampak negatif yang dapat dilihat secara langsung yaitu penurunan kualitas air yang secara fisik terjadi perubahan warna air dari bening menjadi hijau (Misbah, 2004).
16
Dalam Husen (2004), usaha pembesaran ikan dengan menggunakan KJA dapat menimbulkan dampak negatif jika tidak sesuai dengan daya dukung (carrying capacity) waduk maupun karena limbah organik yang menumpuk di dasar perairan akibat ketidakefisienan pakan yang diberikan. Jika penertiban KJA tidak dilakukan, bukan mustahil akan terjadi ledakan pertumbuhan fitoplankton, jika hal itu terjadi selain tidak dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan, badan air waduk juga tidak akan diminati, juga akan meningkatkan biaya perawatan turbin bagi pengelola PLTA. Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa usaha KJA merupakan sistem budidaya yang intensif dengan pemberian pakan yang padat tebar, sehingga akan menimbulkan pakan yang tidak termakan oleh ikan menjadi tidak terkontrol dan lama kelamaan dapat mengakibatkan sedimentasi limbah budidaya ikan di dasar waduk. 2.4
Sedimentasi Menurut
Effendi (2003), sedimentasi merupakan pendangkalan yang
diakibatkan oleh tanah yang terlarut erosi yang akhirnya akan mengalami sedimentasi (pengendapan) di bagian hilir badan air. Proses erosi dan sedimentasi ini perlu diperhitungkan dengan seksama, terutama pada pembuatan waduk yang diperuntukkan bagi pembangkit tenaga listrik tenaga air (PLTA), pelabuhan, dan saluran-saluran air pembuang untuk mencegah terjadinya banjir. Selain itu, laju erosi dan sedimentasi yang tinggi akan memperpendek umur waduk. Berdasarkan pengertian di atas dapat dilihat bahwa sedimentasi akan sangat mempengaruhi umur waduk. Oleh sebab itu, kegiatan-kegiatan yang menyebabkan sedimentasi harus segera diminimalisir agar sedimentasi tidak terus
17
meningkat. Dalam Mardiana (2007) nilai pH dalam sedimen di Waduk Cirata berada dalam keadaan pH < 7. Nilai pH tersebut menunjukkan kondisi kandungan oksigen pada kedalaman interface yang sudah memperlihatkan kondisi anaerob dimana pada kondisi ini proses dekomposisi berjalan lambat dan masih menghasilkan produk berupa bahan organik seperti asam organik (Effendi, 2003). Asam organik ini akan memberikan banyak H+ sehingga kondisi sedimen menjadi lebih asam (Sarief, 1986). Keasaman tersebut akan mempengaruhi laju korosi pada infrastruktur bendungan dan PLTA. 2.5
Pengeluaran sedimen Dalam Krisetyana (2008), pada kondisi sedimen sudah mengendap dalam
waduk, secara umum pengeluaran sedimen dari waduk dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Tanpa bantuan energi dari luar dengan memanfaatkan energi potensial air waduk untuk menggelontor sedimen (flushing) 2. Dengan bantuan energi dari luar yaitu dilakukan dengan memanfaatkan alatalat mekanik (mechanical excavation) atau yang umum kita kenal dengan istilah dredging. Prinsip dari metode penggelontoran sedimen dengan energi potensial air waduk (flushing) adalah mengeluarkan sedimen dengan mengambil manfaat energi hidrolik akibat beda tinggi antara muka air di depan dan belakang bendungan untuk mensuplai energi pada sistem penggelontoran sedimen (flushing). Pengeluaran sedimen dari dalam waduk dengan metode dredging, yaitu mengeluarkan sedimen dengan cara menggunakan alat-alat mekanik. Metode
18
yang digunakan ada dua cara yaitu dengan hydraulic dredging (waduk tidak dikeringkan) atau dengan dry excavation (waduk dalam keadaan kosong). Namun cara ini disamping tidak ekonomis dapat menimbulkan beberapa masalah lingkungan, misalnya polusi waduk dan masalah bahan buangan. Fokus selanjutnya dalam penelitian ini yaitu pengeluaran sedimen dengan menggunakan metode penggelontoran sedimen (flushing). 2.6
Internalisasi Biaya Menurut Fauzi (2004), salah satu instrument ekonomi yang digunakan
untuk mengatasi eksternalitas adalah melalui internalisasi. Pada intinya, internalisasi
merupakan
upaya
untuk
“menginternalkan”
dampak
yang
ditimbulkan dengan cara menyatukan proses pengambilan keputusan dalam satu unit usaha. Industri telah menarik keuntungan sedemikian besar dari masyarakat melalui pemanfaatan kepemilikan berupa kekayaan alam non ekonomis (air dan udara), sudah sepantasnya industri bertanggung jawab atas dampak sampingan (negatif) dari kegiatan industrinya berupa limbah dan degradasi lingkungan dengan menginternalisasikan biaya-biaya perlindungan ke dalam biaya produksi. Internalisasi biaya-biaya lingkungan akan mengalihkan beban degradasi lingkungan (Naja, 2007). Menurut Azis (2010), gagasan prinsip internalisasi biaya adalah bahwa biaya lingkungan dan biaya sosial harus diintegrasikan ke dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber alam tersebut. Instrumen yang dapat digunakan meliputi pengaturan (dengan larangan dan sanksi) dan pungutan perizinan.
19
Menurut Mangkoesoebroto (1993), ketika terjadi eksternalitas negatif, biaya privat yaitu biaya yang dihitung oleh pabrik untuk membayar semua faktor produksi yang digunakan menjadi terlalu kecil karena tidak memperhitungkan kerugian masyarakat, akibatnya barang yang dihasilkan oleh pabrik tersebut cenderung menjadi terlalu banyak, mereka tidak memperhitungkan bagaimana dampak pembuangan limbah. Pada kasus sedimen limbah pakan KJA, internalisasi dilakukan dengan melakukan kebijakan pembayaran oleh petani pemilik untuk mengganti biaya pengeluaran sedimen limbah pakan KJA kepada PT. PJB UP Cirata dan BPWC. 2.7
Penelelitian Terdahulu Penelitian terhadap kelayakan usaha perikanan keramba jaring apung di
Waduk Cirata sebenarnya telah banyak dilakukan namun penelitian yang membahas mengenai kerugian yang ditimbulkan akibat sedimen limbah pakan KJA serta pengaruh pembayaran ganti rugi terhadap kelayakan usaha KJA belum pernah dilakukan. Dalam penelitian kali ini akan dibahas juga mengenai kerugian yang dialami pihak pengelola Waduk Cirata yang dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penggelontoran sedimen (flushing) limbah KJA dan pengaruh pembayaran ganti rugi yang harus dibayarkan petani terhadap kelayakan usaha keramba jaring apung. Hendayana (2002) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Usaha Perikanan Budidaya Perairan Waduk Dengan Jaring Apung (Studi Kasus Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur Jawa Barat)”. Tujuan penelitian tersebut adalah menganalisis
keragaan
usaha akibat pengaruh krisis
ekonomi, dengan
menggunakan analisis finansial Benefit Cost Analysis yang meliputi NPV (Net
20
Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), IRR (Internal Rate of Return), dan BEP (Break Event Point), serta Payback Periods, dan menjelaskan status usaha jaring apung Waduk Cirata dengan melihat kondisi krisis ekonomi yang terjadi berdasarkan hasil analisis finansial usaha. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan melihat pengaruh krisis terhadap kegiatan produksi kolam jaring apung, secara finansial tidak menunjukkan gejala usaha yang merugikan. Pengaruh langsung akibat krisis yang terjadi terhadap kegiatan produksi, terjadi pada perubahan nilai nominal biaya, penerimaan, dan keuntungan , jumlah input produksi, serta jumlah produksi secara fisik. Akibat krisis, perubahan nilai biaya terjadi pada kenaikan biaya invetasi sebesar 189,88 persen, peningkatan pengeluaran pakan sebesar 61,9 persen, dan peningkatan biaya total sebesar 77,73 persen sedangkan perubahan pendapatan ikan mas 71,15 persen, ikan nila 31,94 persen, dan nilai keuntungan sebesar 62,44 persen. Pada kondisi krisis, nilai NPV dengan diskon faktor 20 persen adalah Rp 5.040.370,00, BC rasio sebesar 1,770408 serta IRR sebesar 88 persen. Dengan demikian selama kondisi krisis, keragaan usaha secara finansial tidak terpengaruh oleh perubahan harga yang terjadi, meskipun secara fisik terjadi perubahan dalam komposisi jumlah input dan hasil produksi. Perdana (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Jaring Kolor di Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten”. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk membuat desain kelayakan usaha melalui analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan lingkungan. Selanjutnya dilakukan analisis kelayakan finansial dengan
21
menggunakan beberapa kriteria investasi untuk memperoleh gambaran kelayakan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor di Waduk Cikoncang. Berdasarkan
hasil
analisis
kelayakan
finansial
usaha
dengan
menggunakan tingkat suku bunga sebesar 13 persen menunjukkan bahwa kegiatan usaha peembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem kolor di Waduk Cikoncang layak untuk diusahakan. Hal tersebut dilihat dari nilai hasil perhitungan NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp 15.578.956,00. Hasil perhitungan nilai BC Rasio menunjukkan angka lebih besar dari satu yaitu 1,206. Nilai IRR yang diperoleh lebih besar dari tingkat suku bunga yang ditetapkan yaitu sebesar 37,14 persen dari modal yang diinvestasikan. Jangka waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi usaha selama satu tahun tujuh bulan. Atmoko (2006) melakukan peneltian yane berjudul “Analisis Kelayakan Usahatani Pembesaran Ikan Mas (Cyprinus carpio) Budidaya Keramba Jaring Apung (Kasus di Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi keragaan dan kelayakan usahatani pembesaran ikan mas, menganalisis sensitivitas dari usahatani pembesaran ikan mas, dan melihat saluran, fungsi, dan lembaga pemsaran yang terkait dalam kegiatan pemasaran produk ikan mas serta mengidentifikasi marjin pemasaran. Berdasarkan hasil analisis finansial nilai NPV dengan discounr rate 11,25 persen, masing-masing pola usahatani menghasilkan NPV yang positif, usahatani secara monokultur dalam 1 unit KJA, usahatani secara sistem kolor untuk 1 unit KJA dan untuk 3 unit KJA masing-masing yaitu sebesar Rp 86.011.049,67 dan Rp
22
120.972.566,30, dan Rp 405.004.473,96. Sedangkan indeks nilai Gross B/C yang dihasilkan oleh masing-masing usahatani 1,195 , 1,261 , dan 1,29. Nilai IRR yang dihasilkan masing-masing usahatani lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku yaitu masing-masing usahatani sebesar 162 persen, 195 persen, dan 211 persen. Sedangkan lama pengembalian modal masing-maisng usahatani yaitu sebesar 1 tahun 9,84 bulan, dan 9 bulan. Berdasarkan criteria kelayakan finansial dihasilkan nilai criteria investasi yang masih layak untuk diusahakan baik bagi usahatani pola monokultur, sistem kolor 1 unit KJA, dan 3 unit KJA. Pada penelitian yang telah dilakukan terdahulu terdapat perbedaan dimana penelitian-penelitian terdahulu tersebut tidak memasukkan biaya dari adanya sedimen limbah buididaya ikan dengan sistem KJA terhadap arus kas pengeluarannya. Sementara itu pada penelitian ini menganalisis pengaruh adanya biaya pengeluaran sedimen limbah budidaya ikan dengan sistem KJA tersebut akibat jumlah KJA (flushing) yang berlebihan terhadapan kelayakan finansial usaha KJA di Waduk Cirata.
23
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Konsep Analisis Biaya dan Manfaat Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-
biaya dengan harapan akan memperoleh hasil yang secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit (Suratman, 2002). Menurut Kadariah (1988), yang dimaksud dengan proyek adalah suatu keseluruhan kegiatan yang menggunakan sumber-sumber untuk memperoleh manfaat (benefit), atau suatu kegiatan dengan pengeluaran biaya dan dengan harapan untuk memperoleh hasil pada waktu yang akan datang dan yang dapat direncanakan, dibiayai, dan dilaksanakan sebagai satu unit. Menurut Suratman (2002), analisis biaya dan manfaat (Cost and Benefit Analysis) merupakan studi kelayakan proyek yang termasuk di dalamnya semua manfaat dan pengorbanan sosial (Social Cost and Social Benefit). Sedangkan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Analisa proyekproyek pertanian adalah untuk membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya dan menentukan proyek-proyek yang mempunyai keuntungan yang layak (Gittinger, 1986). Sedangkan menurut Mitchell et all (2010), analisis biaya dan manfaat dikembangkan untuk memberi sebuah cara sistematik untuk membandingkan keuntungan serta kerugian ekonomi dari berbagai alternatif proyek. Dalam bentuknya yang paling sederhana, analisis untung rugi meliputi identifikasi semua
24
keuntungan dan kerugian selama jangka waktu proyek, menjabarkan nilai-nilai keuntungan dan kerugian pada periode-periode tertentu dalam suatu rentang waktu, serta menghitung perbandingan antara keuntungan dan kerugian. 3.1.2
Aspek dalam Analisis dan Persiapan Proyek Untuk dapat merencanakan dan menganalisis proyek atau usaha yang
efektif harus mempertimbangkan banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Analisis dan persiapan proyek dibagi ke dalam enam aspek, yakni: a. Aspek teknis Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Kerangka kerja proyek harus dibuat secara jelas agar analisis secara teknis dapat dilakukan dengan teliti. Aspek-aspek lain dari analisis proyek hanya akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan (Gittinger, 1986). Lebih singkat dalam Kadariah (1988) aspek teknis, meliputi analisa tentang input dan output berupa barang dan jasa yang akan diperlukan dan dihasilkan oleh proyek. Analisis secara teknis akan dapat mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam informasi yang harus dipenuhi baik sebelum perencanaan proyek atau pada tahap awal pelaksanaan.
25
b. Aspek Manajemen Menurut Gittinger (1986) pola sosial, budaya, dan lembaga yang akan dilayani oleh proyek harus dipertimbangkan, misal mengenai sistem komunikasi apa yang ada untuk dapat memberikan informasi baru kepada para petani dan mengajarkan kepada mereka keahlian-keahlian baru Dalam Kadariah (1988), keahlian manajemen hanya dapat dievaluasi secara subyektif, namun jika hal ini tidak mendapat perhatian khusus, maka banyak kemungkinan terjadi pengambilan keputusan yang kurang baik dalam proyek yang direncanakan. c. Aspek Sosial Dalam Gittinger (1986), dalam menganalisis suatu proyek perlu diteliti secara cermat mengenai implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan. Pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap terhadap keadaan sosial. d. Aspek Komersial Aspek komersial menganalisis penawaran input (barang dan jasa) yang diperlukan proyek, baik pada waktu membangun proyek, maupun pada waktu proyek sudah berproduksi, dan menganalisis pasaran output yang akan dihasilkan proyek (Kadariah, 1988). Selain itu menurut Gittinger (1986), yang termasuk dalam aspek-aspek komersial dari suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Dari sudut pandang output, analisis pasar untuk hasil proyek adalah sangat penting untuk meyakinkan bahwa terdapat suatu
26
permintaan yang efektif pada suatu harga yang menguntungkan. Aspek-aspek komersial dari suatu proyek juga termasuk masalah pengaturan usaha-usaha untuk memperoleh peralatan dan perbekalan proyek (supplies). e. Aspek Finansial Menurut Kadariah (1988), aspek finansial menyelidiki terutama perbandingan antara pengeluaran dan “revenue earnings” proyek, apakah proyek itu akan terjamin dananya yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana tersebut, dan apakah proyek akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri. f. Aspek Ekonomi Dalam Kadariah (1988), aspek ekonomi menyelidiki apakah proyek itu akan memberi sumbangan atau mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi seluruhnya, dan apakah peranannya cukup besar untuk membenarkan penggunaan sumber-sumber yang langka. Sudut pandang yang diambil dalam analisis ekonomi ini adalah masyarakat secara keseluruhan (Gittinger, 1986). 3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa waduk Cirata merupakan waduk
yang dibangun dengan tujuan untuk menampung air sehingga mampu dimanfaatkan oleh PLTA Cirata sebagai energi potensial untuk menghasilkan listrik. Selain sebagai sumber air bagi PLTA Cirata, Waduk Cirata berfungsi untuk kegiatan perikanan budidaya dengan sistem keramba jaring apung (KJA). Usaha budidaya ikan dengan sistem KJA menghasilkan keuntungan yang positif bagi petani pemilik usaha KJA. Keragaan usaha KJA di Waduk Cirata dapat
27
dianalisis dengan menggunakan metode analisis kelayakan finansial. Sementara itu jumlah KJA di Waduk Cirata yang telah berlebihan dengan menggunakan sistem pemberian pakan yang intensif akan menyebabkan banyaknya jumlah pakan yang terbuang karena tidak termakan oleh ikan, selain itu jumlah KJA yang berlebih akan menghasilkan limbah KJA yang berasal dari hasil metabolisme ikan berupa feses atau kotoran ikan. Limbah pakan KJA tersebut beberapa waktu kemudian akan mengendap di dasar waduk dan menyebabkan sedimentasi di dasar waduk. Pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk melakukan pengeluaran sedimen yang berasal dari limbah KJA karena volume air yang dibutuhkan untuk menggelontorkan sedimen seharusnya dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik di PLTA Cirata. Kerugian tersebut harus diganti dengan pembayaran biaya pengeluaran sedimen dari pemilik usaha KJA kepada pihak pengelola waduk per kilogram jumlah ikan yang dipanen petani. Adanya pembayaran tersebut kepada pihak pengelola waduk akan mempengaruhi kelayakan finansial usaha KJA di Waduk Cirata yang akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis biaya dan manfaat (Cost and Benefit Analysis). Setelah dilakukan penghitungan pada aspek di atas maka dapat dibuat suatu rekomendasi kebijakan dalam mengelola usaha KJA di Waduk Cirata sehingga mampu memberikan efek positif bagi pihak pengelola maupun petani pemilik KJA.
28
Waduk Cirata (PT.PJB UP Cirata dan BPWC)
PLTA Cirata (PT.PJB UP Cirata)
Pemanfaatan E.potensial air untuk produksi listrik
Pendangkalan waduk sehingga volume air untuk produksi listrik berkurang
Jumlah volume air yang hilang untuk kegiatan pengeluaran sedimen limbah KJA (flushing)
Usaha Budidaya Ikan Mas dan Nila Sistem KJA
Keuntungan Petani
Analisis Kelayakan Finansial Usaha KJA metode Analisis Biaya dan Manfaat
Sedimentasi Limbah KJA
Biaya Flushing dari petani kepada PT PJB UP Cirata dan BPWC
Analisis Kelayakan Finansial Usaha KJA Setelah internalisasi biaya flushing metode Analisis Biaya dan Manfaat
Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Usaha KJA Waduk Cirata Sumber: Penulis (2012)
Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Berpikir
29
IV. METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian dilakukan di Waduk Cirata yang terletak di Desa Cadas
Sari, Kecamatan Tegal Waru Plered Purwakarta, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Waduk Cirata merupakan waduk terbesar di Jawa Barat dengan jumlah KJA yang paling besar dibandingkan dengan waduk lainnya di Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Mei tahun 2012. 4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan yakni data primer dan data sekunder. Data
primer akan digunakan untuk mengetahui arus penerimaan dan pengeluaran (cashflow) yang dimliki oleh pemilik usaha keramba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata. Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara kepada responden yakni para pemilik usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata. Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa data dari Badan Pengelola Waduk Cirata dan hasil penelitian sebelumnya. Jenis dan sumber data penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian No. Jenis Data 1. Data mengenai jumlah keramba jaring
Sumber Data Data sekunder, BPWC
apung di Cirata 2.
Data biaya untuk melakukan pengeluaran
Data sekunder
sedimen limbah KJA di Waduk Cirata 3.
Data arus penerimaan dan pengeluaran
Data primer, pemilik usaha
(cashflow) pemilik usaha KJA Cirata
KJA Cirata
Sumber: Penulis (2012)
30
4.3
Penentuan Jumlah Responden Penentuan jumlah responden untuk mengetahui arus penerimaan dan
pengeluaran (cashflow) dari pemilik usaha keramba jaring apung di Cirata adalah dengan menggunakan metode purposive sampling, dengan pertimbangan kriteria responden terpilih adalah pemilik usaha keramba jaring apung yang mengurus langsung usahanya sehingga benar-benar mengetahui komponen penerimaan dan pengeluaran atas usahanya. Menurut Soeratno (1999), metode purposive sampling dapat dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh responden itu. Oleh sebab itu penentuan jumlah responden untuk mengetahui arus penerimaan dan pengeluaran (cashflow) dari pemilik usaha keramba jaring apung di Cirata tergantung dari kondisi karakteristik usaha KJA di Cirata. Responden yang diwawancara adalah petani pemilik usaha KJA ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis nilaticus). Hal tersebut dikarenakan sebagian besar petani di Waduk Cirata adalah petani usaha budidaya ikan mas dan nila. Jumlah responden untuk data karakterisitik petani adalah sejumlah 65 petani jaring apung di Waduk Cirata, Kabupaten Bandung, Desa Cipendeuy. Penetapan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kaidah pengambilan sampel secara statistika yaitu minimal 30 data atausampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal (Walpole, 1982).
31
4.4
Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yakni
bertanya langsung (berkomunikasi langsung) dengan responden.
Dalam
berwawancara terdapat proses interaksi antara pewawancara dengan responden (Soeratno, 1999). Metode wawancara tersebut, dilakukan dalam mengumpulkan data arus penerimaan dan pengeluaran (cashflow) dari pemilik usaha KJA di Waduk Cirata. Wawancara tersebut akan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya dengan jelas, sehingga wawancara tersebut terstruktur. 4.5
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan metode Analisis Biaya
dan Manfaat (Cost and Benefit Analysis) dengan menggunakan komputer melalui program Microsoft Excel. Metode Analisis data meliputi metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh, sedangkan metode kualitatif berupa penyajian data dengan menginterpretasikan dan mendeskripsikan data kuantitatif. 4.5.1
Identifikasi Besar Kerugian Pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC Pada tahap ini dilakukan penentuan besar total kerugian yang dialami oleh
pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC akibat adanya sedimentasi limbah budidaya ikan dengan sistem KJA. Besar kerugian yang dialami oleh pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC akibat sedimentasi dari limbah budidaya ikan KJA dapat dilihat dari biaya yang harus dikeluarkan oleh PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk mengeluarkan sedimen limbah KJA yang mengendap di dasar waduk yaitu dengan menggunakan metode penggelontoran sedimen (flushing). Besar kerugian
32
pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC ditentukan dengan cara menghitung jumlah air waduk yang hilang yang digunakan untuk menggelontorkan sedimen yang seharusnya dapat digunakan untuk menggerakkan turbin sehingga dapat menghasilkan energi listrik. Biaya yang diperlukan untuk menggelontorkan sedimen dapat dikonversikan dalam kWh dan Rupiah, dengan perhitungan sebagai berikut (Krisetyana, 2008): Biaya (kWh) =
Biaya (Rp)
Volume air yang digunakan untuk flushing 1 kWh Volume air yang diperlukan untuk menghasilkan 1 kWh
= kWh x Rp/kWh
Dimana: -
Volume air waduk yang diperlukan untuk menghasilkan 1 kWh = 3 m3 (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004)
-
Harga penjualan tenaga listrik (Rp/kWh) Tahun 2011 = Rp 656,00 /kWh 1
4.5.2 Penentuan Biaya Flushing per Kilogram Ikan Pada tahap ini dilakukan penentuan besar biaya flushing yang dihitung untuk setiap kilogram ikan mas dan nila yang dihasikan petani pemilik KJA. Penentuan biaya flushing tersebut berdasarkan atas total kerugian yang dialami oleh PT. PJB UP Cirata dan BPWC yang kemudian dibagi dengan jumlah ikan mas dan nila yang dihasilkan KJA di Waduk Cirata setiap tahun. Penentuan biaya flushing tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Biaya Flushing =
1
Total Kerugian PT.PJB UP Cirata Jumlah KJA W.Cirata
Listrik. http//www.esdm.go.id. Diakses pada tanggal 12 Maret 2012
33
4.5.3 Analisis Biaya dan Manfaat Usaha KJA Waduk Cirata Pada tahap ini dilakukan perbandingan analisis biaya dan manfaat usaha budidaya KJA di Waduk Cirata sebelum adanya penambahan biaya pengeluaran sedimen pada arus penerimaan dan biaya usaha KJA dengan setelah adanya penambahan biaya pengeluaran sedimen pada arus penerimaan dan biaya usaha KJA. Untuk menganalisis biaya dan manfaat usaha budidaya KJA di Waduk Cirata tersebut,diperlukan rincian komponen penerimaan dan biaya produksi yang dimiliki usaha budidaya KJA di Waduk Cirata. Komponen biaya produksi yang umumnya dikeluarkan oleh pemilik usaha KJA dapat dikategorikan ke dalam biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Komponen penerimaan dalam usaha KJA umumnya berupa hasil penjualan ikan yang diterima oleh pihak petani pemilik usaha KJA.
Komponen biaya
produksi pada arus kas usaha KJA setelah adanya kebijakan pembayaran ganti rugi kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC harus ditambah dengan biaya pembayaran ganti rugi dengan nilai ganti rugi yang telah dihitung sebelumnya yang harus dikeluarkan oleh pemilik usaha KJA tersebut. Kegiatan selanjutnya adalah membandingkan nilai Net Present Value, Net Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return, dan Payback Period, pada arus kas usaha budidaya KJA di waduk Cirata sebelum adanya pembayaran ganti rugi dengan arus kas usaha budidaya KJA setelah adanya kebijakan pembayaran ganti rugi kepada PT. PJB UP Cirata. Analisis biaya dan manfaat yang dilakukan adalah dengan metode discounted cash flow (DCF) atau analisis aliran kas yang didiskontokan (Gittinger, 1986). Analisis yang digunakan yaitu:
34
1. Net Present Value (NPV) Menurut Kadariah (1988), NPV adalah selisih antara nilai sekarang (present value) dari penerimaan (benefit) dan nilai sekarang (present value) dari biaya. NPV merupakan nilai sekarang dari arus manfaat yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Dalam kriteria ini proyek akan dipilih apabila NPV lebih besar dari pada nol. Rumus yang digunakan adalah: NPV =∑ Keterangan : Bt = Penerimaan yang diperoleh petani dari tahun nol hingga tahun ke lima (Rp) Ct = Biaya yang dikeluarkan petani dari tahun nol hingga tahun ke lima (Rp) t = Umur proyek lima tahun berdasarkan umur kegunaan ekonomis konstruksi rangka jaring apung i = Discount Rate sebesar 5,42 persen Beberapa kemungkinan nilai NPV : a. NPV > 0, proyek layak untuk dilaksanakan b. NPV = 0, proyek impas (tidak untung dan tidak rugi), dapat mengembalikan modal. c. NPV < 0, proyek tidak layak untuk dilaksanakan karena hasil yang diperoleh lebih kecil dibandingkan biaya yang dikeluarkan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan. 2. Benefit Cost Ratio (BC rasio) Benefit Cost Ratio (BC rasio) merupakan perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya terdiri atas nilai sekarang (present value) total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana penerimaan (benefit) bersih itu bersifat positif, 35
sedangkan penyebutnya terdiri atas nilai sekarang (present value) total dari biaya bersih tahun-tahun dimana Bt-Ct bersifat negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada penerimaan (benefit) kotor (Kadariah, 1988). Proyek akan layak apabila BC rasio lebih besar dari satu. Rumus yang digunakan adalah: ∑nt BC rasio = ∑nt
Bt Ct (1 i)t Bt Ct (1 i)t
, untuk Bt - Ct > 0 , untuk Bt - Ct < 0
Keterangan : Bt = Penerimaan yang diperoleh petani dari tahun nol hingga tahun ke lima (Rp) Ct = Biaya yang dikeluarkan petani dari tahun nol hingga tahun ke lima (Rp) t
= Umur proyek lima tahun berdasarkan umur kegunaan ekonomis konstruksi rangka jaring apung
i = Discount Rate sebesar 5,42 persen 3. Internal Rate of Return (IRR) Menurut Kadariah (1988), Internal Rate of Return (IRR) adalah discount rate yang dapat membuat besarnya NPV proyek sama dengan nol. Besarnya IRR ini tidak ditemukan secara langsung dan harus dicari dengan coba-coba. Mulamula digunakan discount rate yang diperkirakan mendekati besarnya IRR. Jika perhitungan ini memberikan NPV yang positif, maka harus dicoba discount rate yang lebih tinggi, dan seterusnya hingga diperoleh NPV yang bernilai negatif. Jika hal ini telah tercapai, maka diadakan interpolasi antara discount rate yang tinggi (i1) yang masih memberi NPV yang positif (NPV1), dan discount rate terendah (i2) yang memberi NPV yang negatif (NPV2), sehingga diperoleh NPV sebesar nol. Proyek dikatakan layak jika nilai IRR lebih besar dari tingkat bunganya. Dengan demikian IRR dapat dirumuskan sebagai berikut: 36
IRR = i1 +
-
(i2-i1)
Keterangan : NPV1 = Nilai NPV postif yang mendekati nol (Rp) NPV2 = Nilai NPV negatif yang mendekati nol (Rp) i1
= Nilai discount rate yang membuat NPV positif mendekati nol (persen)
i2
= Nilai discount rate yang membuat NPV negatif mendekati nol (persen)
37
V. GAMBARAN UMUM 5.1
Kondisi Umum Waduk Cirata Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata merupakan salah satu
pembangkit listrik di Jawa Barat yang memanfaatkan air untuk menghasilkan energi listrik. Beberapa bangunan utama yang dimilki PLTA Cirata yaitu bendungan, bangunan pengambil air, pusat pengendali, saluran tekan, tangki pendata air, pipa pesat, dan gedung pusat pembangkit. PLTA Cirata memilki 8 unit pembangkit, dengan kapasitas daya terpasang sebesar 1.008 MWh dan produksi energi rata-rata 1.426 GWh per tahun. Waduk Cirata merupakan sumber yang penting bagi PLTA Cirata sebagai salah satu bangunan utama untuk menghasilkan energi listrik. Secara fisik Waduk Cirata selesai dibangun pada tahun 1987, dengan luas genangan perairan sekitar 6.334 ha. Tujuan utama pembangunan waduk ini diperuntukkan sebagai pembangkit listrik tenaga air. Saat ini selain berfungsi sebagai pembangkit energi listrik, Waduk Cirata memiliki fungsi tambahan diantaranya untuk usaha budidaya perikanan jaring apung, pariwisata air, pertanian, dan cadangan air. Lokasi geografis Waduk Cirata berada di tiga daerah kabupaten yaitu Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Purwakarta. Waduk Cirata berada
pada
ketinggian 250 m di atas permukaan laut dan memiliki kedalaman perairan maksimum 106 m dengan kedalaman rata-rata 24 m. Waduk Cirata memiliki ketinggian 125 m dengan elevansi puncak lebih dari 225 m dan panjang puncak 453,5 m. Waduk Cirata memiliki volume atau isi tubuh bendungan sebesar 3,9 juta m3. Waduk cirata merupakan waduk terdalam dibandingkan dua waduk lainnya yang ada di Jawa Barat yaitu Waduk Jatiluhur dan Saguling. Sungai
38
utama yang dibendung oleh Waduk Cirata yaitu Sungai Citarum, selain itu Waduk Cirata memiliki 8 sungai yang bermuara pada badan waduk. Aktivitas usaha perikanan budidaya di Waduk Cirata hingga tahun 2011 menunjukkan perkembangan yang pesat. Jumlah petani ikan yang tercatat di Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) hingga tahun 2011 sejumlah 2.511 RTP dengan jumlah keramba jaring apung sebesar 53.031 unit dan tersebar di tiga zona yakni zona Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Purwakarta. Dilihat dari jumlah petani pada tahun-tahun sebelumnya yakni pada tahun 2007, jumlah petani di waduk ini mangalami penurunan. Tercatat di BPWC pada Tahun 2007 jumlah petani adalah 2.838 RTP atau dapat dikatakan pada tahun 2011 jumlah petani mengalami penurunan sebesar 11,52 persen dibandingkan tahun 2007. Meskipun jumlah petani mengalami penurunan, lain halnya dengan jumlah keramba jaring apung yang mengalami peningkatan sebesar 3,04 persen dibandingkan tahun 2007. Hal tersebut dapat disebabkan oleh keluarnya sebagian petani lama yang digantikan oleh petani baru dengan skala usaha keramba jaring apung yang relatif lebih besar yang biasanya bukan merupakan petani lokal. Dengan demikian, meskipun jumlah petani menurun, namun jumlah keramba justru mengalami peningkatan karena skala usaha petani yang lebih besar. Berdasarkan penyebaran jumlah unit KJA dan petani pemilik, serta lokasi usaha dari ketiga zona yakni Kabupaten Bandung, Cianjur, dan Purwakarta ternyata memperlihatkan kondisi yang tidak merata. Zona 1 pada wilayah Kabupaten Bandung merupakan zona dengan jumlah petani dan KJA yang paling besar (Tabel 5). Sementara 1.198 RTP di lokasi ini menguasai 41,04 persen
39
keramba yang ada di Waduk Cirata. Dengan kata lain daerah Kabupaten Bandung memiliki tingkat pemanfaatan perairan yang tinggi. Tabel 5. Zonasi Jumlah RTP, Petak Keramba Jaring Apung, dan Lokasi Usaha Waduk Cirata Tahun 2011 Jumlah Petani Jumlah Unit Zonasi Lokasi Usaha (RTP) Angka % Angka % I. Kab. Bandung 1.198 47,71 21.766 41,04 Bojong Mekar,
II. Kab.Purwakarta
492
19,59
III. Kab. Cianjur
821
32,70
Jumlah
2.511
100
Margalaksana, Margaluyu, Nanggeleng,Nyenang 10.104 19,05 Citamiang, Pasir Jambu, Sinargalih, Tegal Datar 21.161 39,9 Bobojong, Cikidang, Kamurang, Kertajaya, Mande
53.031
100
Sumber: Badan Pengelolaan Waduk Cirata (2011)
Sebagian besar petani yang melakukan usaha perikanan keramba jaring apung di Waduk Cirata merupakan petani pribumi yaitu sebesar 83,71 persen dari keseluruhan petani di Waduk Cirata (Tabel 6). Tabel 6. Data Kepemilikan Keramba Jaring Apung Waduk Cirata Tahun 2011 Wilayah Petani (RTP) Pribumi Non Pribumi Angka % Angka % Zona 1 Kab. Bandung 1.023 85,39 175 14,61 Zona 2 Kab. Purwakarta 442 89,84 50 10,16 Zona 3 Kab. Cianjur 637 77,59 184 22,41 Jumlah 2.102 83,71 409 16,29 Sumber: Badan Pengelolaan Waduk Cirata (2011)
Mayoritas petani pribumi ini dapat dikarenakan oleh adanya ganti rugi yang diberikan oleh pihak PT. PJB UP Cirata kepada masyarakat yang lahan tempat tinggalnya digunakan untuk kegiatan pembangkit listrik, oleh sebab itu
40
masyarakat tersebut diberikan hak untuk memanfaatkan perairan Waduk Cirata sebagai pembayaran ganti rugi. Karakteristik Petani
5.2
Karakteristik yang dimiliki petani sangat berperan penting dalam keberlangsungan usaha keramba jaring apung. Petani yang berpengalaman akan lebih pandai dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk menjalankan usahanya sedangkan petani yang belum berpengalaman akan sebaliknya. Pada Tabel 7 menunjukkan sebaran responden petani jaring apung Waduk Cirata (Kabupaten Bandung) berdasarkan kelompok usia, pendidikan, dan pengalaman usaha. Tabel 7. Karakteristik Petani Jaring Apung Waduk Cirata Kabupaten Bandung Karakteristik Petani
Kategori
Usia
28 - 32 tahun 32 – 37 tahun 38 - 42 tahun 43 - 47 tahun 48 – 52 tahun 53 – 57 tahun 58 – 62 tahun Jumlah SD SLTP SLTA Sarjana Jumlah 4 - 5 tahun 6 - 7 tahun 8 – 9 tahun 10 – 11 tahun 12 – 13 tahun 14 – 15 tahun 16 – 17 tahun Jumlah
Pendidikan
Pengalaman Usaha
N
Jumlah Presentase (%) 13 20,00 15 23,08 18 27,69 10 15,38 6 9,23 2 3,08 1 1,54 65 100,00 8 12,31 14 21,54 28 43,08 15 23,08 65 100 26 40,00 4 6,15 29 44,62 5 7,69 0 0 0 0 1 1,54 65 100,00
Sumber: Data Primer (2012)
41
a. Usia Tabel 7 menunjukkan bahwa usia responden berada pada kisaran 28 tahun sampai dengan 62 tahun. Kelompok usia 38 – 42 tahun merupakan jumlah terbesar yaitu 27,69 persen. Kelompok usia kedua terbesar yaitu kelompok 32 – 37 tahun dengan presentase 23,08 persen, selanjutnya kelompok 28 - 32 tahun sebesar 20 persen, kelompok 43 – 47 tahun 15,38 persen, kelompok 48 – 52 tahun 9,23 persen, kelompok 53 – 57 tahun 3,08 persen, dan kelompok 58 – 62 tahun 1,54 persen. Dengan demikian berdasarkan usia petani jaring apung di Waduk Cirata Kabupaten Bandung berada pada golongan usia produktif. b. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap cara dan pola berpikir petani. Pendidikan formal responden bervariasi mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi. Responden yang memiliki pendidikan SLTA sebanyak 43,08 persen, responden dengan tingkat pendidikan Sarjana sebanyak 23,08 persen, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SLTP dan SD masing-masing sebesar 21,54 persen dan 12,31 persen. Dengan demikian petani dengan pendidikan menengah ke atas mendominasi pemilikan usaha jaring apung (43,08 persen). Dapat dikatakan tingkat pendidikan formal para petani jaring apung tergolong cukup baik. Hal tersebut dapat dikarenakan keberadaan fasilitas sekolah yang cukup memadai di sekitar lokasi tersebut. Petani dengan tingkat pendidikan sarjana sebagian besar merupakan petani non pribumi yang menanamkan modalnya pada usaha ini.
42
c. Pengalaman Usaha Pengalaman usaha yang dimiliki petani jaring apung berkisar 4 tahun sampai dengan 17 tahun. Petani dengan pangalaman usaha 8 - 9 tahun merupakan yang terbesar yaitu sebesar 44,62 persen ,sedangkan yang memiliki pengalaman 4 – 5 tahun sebesar 40 persen, pengalaman 10 – 11 tahun sebesar 7,69 persen, pengalaman 6 – 7 tahun sebesar 6,15 persen, dan pengalaman 16 – 17 tahun sebesar 1,54 persen. Pengalaman usaha bagi petani jaring apung merupakan hal yang penting. Petani yang berpengalaman akan tahu kapan akan terjadi arus balik (Up Whelling) yang dapat menyebabkan kematian massal ikan-ikan yang ada di keramba dan merugikan petani karena kehilangan hasil panennya. 5.3
Permasalahan yang dihadapi Perairan Waduk Cirata memiliki jumlah KJA yang telah melebihi batas
normal yang dianjurkan sebesar 12.000 unit. Namun berdasarkan data yang diperoleh, pada tahun 2011 tercatat jumlah KJA yang berada di Waduk Cirata adalah sejumlah 53.031 unit yang tersebar di tiga zonasi yaitu Bandung Barat, Purwakarta, dan Cianjur (Tabel 5). Jumlah keramba jaring apung yang melebihi kapasitasnya di Waduk Cirata ini akan menyebabkan pencemaran terhadap perairan waduk. Sistem pemberian pakan yang padat tebar, akan menyebabkan banyaknya pakan yang tidak termakan oleh ikan sehingga akan mencemari perairan waduk dengan meningkatkan kesuburan perairan akibat limbah organik yang terkandung dalam air, selain itu pakan yang tidak termakan akan mengendap di dasar waduk sehingga mengakibatkan sedimentasi. Sedimen limbah KJA yang terus menerus
43
bertambah akan mengurangi volume Waduk Cirata sehingga akan mempengaruhi volume air yang ditampung untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik. Sedimen limbah budidaya ikan KJA akan mengendap di dasar waduk sehingga mengurangi volume air yang dapat ditampung. Sementara itu jumlah air sangat berperan penting bagi PLTA Cirata untuk menghasilkan energi listrik. Oleh sebab itu harus dilakukan pengeluaran sedimen limbah budidaya ikan KJA (flushing) agar tidak terus mengendap di dasar Waduk. Biaya yang dibutuhkan untuk mengeluarkan sedimen cukup besar sehingga dibutuhkan pembayaran biaya flushing per kg ikan yang dipanen petani sehingga mampu menutupi kerugian yang dialami oleh pengelola PLTA Cirata dan BPWC.
44
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Tinjauan Usaha Keramba Jaring Apung Dalam meninjau usaha keramba jaring apung sebagai salah satu usaha
dalam bidang agribisnis, aspek-aspek yang berkaitan dengan usaha keramba jaring apung perlu untuk dilakukan pembahasan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas suatu usaha dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang secara bersamaan menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari usaha ini. Aspek-aspek yang dilakukan pembahasan diantaranya yaitu aspek teknis, manajemen, sosial, pasar, finansial, dan ekonomi. 6.1.1 Aspek Teknis Analisis secara teknis meliputi analisis tentang input dan output berupa barang dan jasa yang diperlukan dan dihasilkan dalam suatu usaha. Usaha keramba jaring apung memerlukan ketersediaan input berupa alat-alat konstruksi untuk membuat rangka jaring apung, benih ikan yang akan dibudidayakan, pakan ikan, dan tenaga kerja. 6.1.1.1 Konstruksi Rangka Jaring Apung Konstruksi rangka jaring apung merupakan bagian yang penting sebagai sarana produksi dalam usaha keramba jaring apung. Adapun standar yang harus dipenuhi pemilik usaha dalam membuat konstruksi rangka jaring apung yakni konstruksi terdiri dari pelampung yang dapat terbuat dari bahan fiber glass dan sejenisnya, jaring apung terbuat dari nylon ukuran 2,5 m dengan diameter mata jaring apung 1,5 - 2 cm dan terdiri atas dua lapis, rangka terbuat dari besi siku L, ukuran petak 7 x 7 m, landasan dari papan kayu kualitas baik atau tahan cuaca.
45
Setiap unit jaring apung wajib dilengkapi dengan gudang pakan dan rumah jaga yang harus memiliki atap dengan material seng dan dicat sesuai dengan pengaturan blok, dinding terbuat dari triplek atau bilik bambu, tiang kayu atau besi dengan sambungan baut atau besi, memilki ventilasi udara. Selain itu setiap unit keramba harus mempunyai fasilitas yang harus tersedia diantaranya tong sampah, penangkal petir, alat pelampung, penerangan, MCK, alat komunikasi, Copy IUP (Izin Usaha Perikanan), SPBI (Surat Pembudidayaan Ikan) dan plat nomor resmi. Berdasarkan bahan-bahan dan komponen yang dibutuhkan untuk membuat konstruksi rangka jaring apung tersebut, dapat dilihat bahwa bahan dan komponen yang dibutuhkan merupakan barang yang mudah didapatkan sehingga dapat mempermudah petani untuk memulai usaha ini. Selain itu jasa pembuatan konstruksi rangka jaring apung telah tersedia. Jasa tersebut turut mempekerjakan para penduduk setempat. Namun dibutuhkan modal yang tidak sedikit untuk membuat konstruksi ini. Pembuatan satu unit rangka jaring apung membutuhkan modal senilai Rp 31.869.000,00 per unit. Umur ekonomis konstruksi rangka jaring apung mencapai 5 tahun. 6.1.1.2 Benih Ikan Bagian yang sangat penting dalam sarana produksi usaha keramba jaring apung ini yaitu benih ikan. Dalam pemanfaatan perairan Waduk Cirata terutama untuk usaha keramba jaring apung, terdapat beberapa spesies ikan yang dibudidayakan yang sebagian besar berupa ikan mas (Cyprinus carpio) dan nila (Oreochromis nilaticus) dengan sistem jaring berlapis.
46
Benih yang digunakan pada saat pertama kali dimasukkan ke dalam kolam adalah benih yang berukuran 80 ekor per kg yang seringkali disebut sebagai benih sangkal. Benih tersebut berasal dari berbagai daerah diantaranya Bandung dan Subang. Benih yang berasal dari daerah Bandung berbeda dengan benih yang berasal dari Subang dalam ukuran benih yang dipasarkan. Benih dari Subang berjumlah 80 ekor per kg, sedangkan benih dari Bandung berjumlah 150 ekor per kilogram atau berukuran batang korek api. Petani lebih gemar membeli benih yang berasal dari Subang dikarenakan daya tahan benih yang cenderung lebih kuat terhadap penyakit dibandingkan dengan benih dari daerah Bandung. Benih diperoleh petani melalui petani pendeder yang disalurkan bandar yang datang ke lokasi kolam. Harga benih yang diperoleh petani untuk satu kilogram benih ikan mas sebesar Rp 30.000,00 per kg sedangkan untuk ikan nila sebesar Rp 13.000,00 per kg. Setiap petak kolam dimasukkan benih sebanyak 70 kg untuk jenis ikan mas, sehingga dalam satu musim tanam petani memerlukan 280 kg benih ikan mas untuk setiap unit keramba. Untuk ikan nila, jumlah benih yang dimasukkan ke dalam jaring bawah adalah 400 kg per unit keramba. Petani mengaku seringkali mengalami kesulitan untuk memperoleh benih dikarenakan jumlah pedagang atau bandar benih yang terbatas dalam memenuhi permintaan terhadap benih yang kian lama semakin meningkat. Ketersediaan jumlah pedagang benih terbatas menyebabkan harga benih kian mengalami peningkatan.
47
6.1.1.3 Pakan Ikan Jenis pakan yang digunakan untuk memberi makan ikan yang dibudidayakan dalam perairan waduk ini adalah jenis pakan konsentrat buatan. Ukuran pakan yang diberikan kepada ikan beragam disesuaikan dengan umur ikan. Saat benih dimasukkan ke kolam atau pada awal musim tanam hingga berumur satu bulan, pakan yang diberikan adalah pakan dengan ukuran 2mm. Setelah ikan berumur lebih dari satu bulan pakan yang diberikan diganti dengan pakan yang berukuran 3 mm. Ikan diberi makan dengan frekuensi pemberian pakan 3 hingga 4 kali sehari. Ketika benih masih berukuran kecil yaitu berukuran batang korek api, benih diberikan pakan kecil yang berukuran 2 mm. Setelah ikan mencapai ukuran 80 ekor per kilogram, pakan yang diberikan yaitu pakan yang berukuran 3 mm. Terdapat dua jenis merk pakan berukuran 3 mm yang digunakan oleh petani, yaitu pakan merk Laju dan Jatra. Perbedaan kedua merk pakan tersebut terdapat pada harga dan konversi pakan yang dihasilkan. Pakan tersebut dapat diperoleh petani dengan kisaran harga Rp 6.000,00 per kilogram. 6.1.1.4 Tenaga Kerja Pemberian pakan yang teratur dan penjagaan kolam dalam usaha keramba jaring apung menjadi kegiatan yang penting untuk memperlancar produksi. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga kerja yang bertugas untuk memberi pakan dan menjaga kolam agar terhindar dari resiko kematian ikan. Tenaga kerja tersebut dapat berasal dari luar maupun tenaga kerja yang masih ada ikatan keluarga dari petani pemilik usaha ini.
48
Dibutuhkan satu orang tenaga kerja untuk mengelola dua unit kolam dengan upah sebesar Rp 1.200.000,00 per bulan, dengan masa kerja selama 90 hari dalam satu musim tanam. Selain itu, pekerja biasanya memperoleh bonus upah sebesar Rp 1.000.000,00 ketika ikan yang diperoleh dalam jumlah yang menguntungkan bagi petani pemilik. Pekerja mengaku tidak mengalami kelelahan untuk menjalankan pekerjaan ini, karena tugas mereka hanya memberi pakan sesuai jadwal dan menjaga kolam saat malam hari, selebihnya waktu dipergunakan untuk istirahat dan bersantai. Jadwal pemberian pakan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 – 09.00, siang hari pukul 11.00 – 13.00, sore hari pukul 16.00 – 17.00, dan malam hari pukul 20.00 – 21.00. Pemberian pakan pada malam hari tidak bersifat wajib melainkan melihat kondisi ikan terlebih dahulu, jika ikan dalam keadaan lapar dengan berkumpulnya ikan di permukaan atas air, pekerja harus memberikan pakan. Lain halnya ketika ikan tidak berkumpul di permukaan atas air maka pekerja tidak perlu memberikan pakan. Hal tersebut dikarenakan ketika ikan tidak dalam kondisi lapar, ikan berada di permukaan bawah kolam, sehingga pemberian pakan justru akan menjadi tidak bermanfaat karena pakan akan tidak termakan dan mengendap di perairan. Kegiatan penjagaan kolam dilakukan ketika malam hari secara bergantian oleh pekerja. Penjagaan kolam dilakukan dengan cara mengawasi kolam, jika terjadi kekeruhan maka ikan harus diangkat dan dipindahkan untuk menghindari resiko kematian ikan karena mabuk akibat keruhnya air.
49
6.1.2
Aspek Manajemen Aspek manajemen pada usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata ini
terdiri dari struktur organisasi, tanggung jawab dan wewenang pada kegiatan usaha. Struktur organisasi pada usaha ini terdiri atas petani pemilik keramba jaring apung sebagai ketua dan tenaga kerja sebagai anggota. Petani pemilik keramba jaring apung memiliki wewenang sebagai pemilik modal dalam usaha ini dan bertanggung jawab menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan budidaya. Tenaga kerja sebagai anggota memiliki tanggung jawab dalam kegiatan pemeliharaan dan pembesaran ikan dalam keramba jaring apung untuk setiap musim tanamnya dengan mendapatkan imbalan berupa upah per bulan. Kegiatan yang harus dilakukan pekerja adalah memberikan pakan dan menjaga kolam. Pakan diberikan pada jadwal yang telah ditentukan yaitu pada pagi hari pukul 07.00 – 09.00, siang hari pukul 11.00 – 13.00, sore hari pukul 16.00 – 17.00, dan malam hari pukul 20.00 – 21.00. Penjagaan kolam dilakukan pada malam hari secara bergantian oleh para pekerja. Kegiatan yang dilakukan dalam penjagaan kolam adalah mengamati tingkat kekeruhan air untuk menghindari kematian ikan. 6.1.3
Aspek Sosial Aspek sosial menganalisis implikasi sosial dari usaha keramba jaring
apung. Usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata memiliki dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari usaha ini adalah membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Waduk Cirata. Usaha ini membutuhkan tenaga kerja yang ditugaskan dalam pemberian pakan ikan dan penjagaan kolam. Selain memiliki dampak positif bagi masyarakat setempat,
50
usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata memiliki dampak negatif terhadap lingkungan perairan waduk. Sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan dan sisa hasil metabolisme ikan akan mengendap di dasar waduk dan menjadi sedimen. Hal tersebut akan mempengaruhi umur waduk dan mengurangi daya tampung waduk. 6.1.4
Aspek Pasar Aspek pasar menganalisis permintaan, penawaran, harga, pemasaran dan
perkiraan penjualan ikan yang dibudidayakan, struktur pasar, dan persaingan usaha. Kegiatan usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata mampu berperan dalam memenuhi kebutuhan permintaan ikan di Jawa Barat. 6.1.4.1 Permintaan Permintaan ikan di Indonesia tergolong cukup besar, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah konsumsi ikan oleh masyarakat Jawa Barat yang mencapai 24,09 kg per kapita per tahun. Ikan mas dan nila merupakan salah satu ikan yang banyak digemari oleh masyarakat sehingga permintaan akan ikan tersebut tergolong cukup tinggi. Namun seiring dengan tingginya permintaan akan ikan mas, masih belum diimbangi dengan produksi ikan mas yang masih sulit. Oleh sebab itu, dengan adanya usaha keramba jaring apung ini sangat membantu pemerintah dalam memenuhi kebutuhan ikan di masyarakat. 6.1.4.2 Penawaran Jumlah penawaran ikan hasil produksi usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata dapat diperoleh berdasarkan data jumlah produksi ikan dari usaha ini. Hasil produksi ikan dari usaha keramba jaring apung ini mencapai 5.408 kg per unit untuk setiap musim tanamnya.
51
6.1.4.3 Harga Harga ikan untuk masing-masing jenis ikan di tingkat petani berbeda-beda. Harga yang paling tinggi dimiliki oleh ikan mas dengan harga rata-rata yang diterima petani sebesar Rp 13.000,00 per kg. Selain itu, harga yang diterima petani untuk produksi ikan nila sebesar Rp 8.500,00 per kg. 6.1.4.4 Pemasaran Analisis pemasaran dalam usaha ini adalah menganalisis produk ikan yang dijual petani dan bagaimana cara petani mendistribusikan hasil produksinya. Untuk setiap jenis ikan, ukuran ikan yang diproduksi adalah beragam disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Ukuran ikan mas yang sering diproduksi diantaranya ukuran kecil yang berjumlah 8 ekor per kg, ukuran sedang yang berjumlah 4 ekor per kg, dan ukuran besar yang berjumlah 2 ekor per kg atau 1 ekor per kg. Permintaan konsumen terhadap ikan mas berukuran kecil dan sedang biasanya berasal dari warung makan, restoran, dan rumah tangga. Ikan mas berukuran besar dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan kolam pemancingan. Ukuran yang sama juga diproduksi untuk ikan nila, yaitu ukuran kecil yang berjumlah 8 ekor per kg, ukuran sedang yang berjumlah 4 ekor per kg, dan ukuran besar yang berjumlah 2 ekor per kg atau 1 ekor per kg. Petani lebih cenderung untuk memproduksi ikan mas yang berukuran kecil karena permintaan yang besar untuk ikan mas adalah yang berukuran kecil (8 ekor per kg). Berbeda halnya dengan ikan mas, ikan nila yang memilki permintaan terbesar adalah yang berukuran 4 ekor per kg.
52
Petani pemilik mendistribusikan ikan hasil produksinya kepada pedagang pengumpul. Sebagian besar pedagang pengumpul ini merupakan pengecer pakan yang menyediakan cara pembayaran kepada para petani dengan dua cara yaitu pembelian secara langsung (tunai) dan ngegudang (hutang). Ketika petani melakukan cara pembayaran secara ngegudang (hutang), pembayaran atau pelunasan utang dilakukan pada saat panen, dimana pedagang pengecer yang bersangkutan memiliki hak untuk membeli hasil panen petani yang melakukan transaksi pembelian dengan pengecer tersebut. Kesepakatan antara petani dan pengecer tersebut membuat harga yang diterima petani menjadi lebih rendah dari harga yang semestinya. Ikan yang dipanen oleh petani biasanya dibeli oleh pedagang pengumpul untuk kemudian dipasarkan ke daerah Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Garut, dan Kuningan. Petani biasanya menjual ikan hasil panen mereka hanya ke satu pedagang pengumpul saja agar antara petani dan pedagang pengumpul saling menghargai satu sama lain, sehingga ketika harga beli ikan mengalami kenaikan, pedagang tersebut tetap akan mau membeli dari petani tersebut. 6.1.4.5 Perkiraan Penjualan Usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata mampu menghasilkan ikan untuk dijual rata-rata sebanyak 5,4 ton per musim tanam untuk ikan mas dan sebanyak 1,5 ton per musim tanam untuk ikan nila. 6.1.4.6 Struktur Pasar Permintaan ikan yang diproduksi dari usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata ini berasal dari berbagai kegiatan baik yang komersial maupun non komersial seperti rumah tangga, rumah makan, restoran, pasar tradisional, dan
53
kolam pemancingan. Petani pemilik biasanya menjual kepada pedagang pengumpul yang kemudian akan menjual kembali kepada pedagang pengecer yang ada di pasar hingga sampai pada tangan konsumen. 6.1.4.7 Persaingan Usaha Pesaing usaha keramba jaring apung yang perlu diperhatikan yaitu usaha pembudidayaan ikan di kolam. Permintaan ikan yang cukup tinggi membuat persaingan usaha ini tidak terlalu mempengaruhi kegiatan produksi tersebut. 6.1.5 Aspek Ekonomi Analisis usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata dari segi aspek ekonomi dilihat berdasarkan peranan usaha tersebut dalam pembangunan ekonomi masyarakat sekitar Waduk Cirata. Usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata mampu memberikan manfaat ekonomi kepada warga sekitar waduk. Kegiatan produksi usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata membutuhkan tenaga kerja yang berpengalaman dalam bidang budidaya perikanan. Usaha ini mampu membuka lapangan pekerjaan baru bagi warga sekitar waduk dengan menjadikan mereka sebagai tenaga kerja untuk melakukan kegiatan produksi seperti pembesaran ikan dan penjagaan kolam. Selain sebagai pekerja yang turun langsung dalam pemberian pakan dan penjagaan kolam, warga sekitar waduk yang memiliki keterampilan dalam membuat rangka jaring apung dan pembuatan perahu dapat memanfaatkan keterampilannya dengan membuka jasa pembuatan rangka konstruksi keramba jaring apung dan perahu yang digunakan untuk memperlancar kegiatan produksi dalam usaha ini. Kegiatan usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata ini
54
memiliki manfaat ekonomi bagi masyarakat sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka. 6.1.6
Aspek Finansial Untuk menganalisis aspek finansial diperlukan analisis komponen biaya
dan komponen manfaat dari usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata. Komponen biaya dan manfaat ini dipergunakan untuk memperkirakan nilai Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Benefit Cost Ratio (BC Rasio), dan Payback Period. Analisis finansial usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata ini menggunakan beberapa asumsi, yaitu : 1. Umur ekonomis adalah lima tahun dihitung berdasarkan kegunaan ekonomis konstruksi jaring apung. 2. Sumber modal investasi yang digunakan adalah modal sendiri dari petani pemilik. 3. Tingkat suku bunga yang digunakan sebesar 5,42 persen berdasarkan nilai bunga simpanan di Bank Umum. 4. Masa pemeliharaan ikan mas selama tiga bulan dan ikan nila selama enam bulan. Musim tanam ikan mas sebanyak empat kali musim tanam per tahun dan ikan nila dua musim tanam per tahun. 6.1.6.1 Komponen Biaya Biaya pada kegiatan usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata meliputi biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Komponen biaya investasi (Tabel 8) berasal dari biaya-biaya yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi rangka jaring apung. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi rangka jaring apung adalah sebesar Rp 31.869.000,00. Pada komponen
55
biaya investasi, biaya pembelian bahan jaring merupakan komponen biaya investasi yang terbesar. Biaya pembelian bahan jaring menyumbang 35,11 persen atau Rp 11.189.000,00 terhadap total biaya investasi. Tabel 8. Perhitungan Biaya Investasi Usaha Keramba Jaring Apung No 1 2 3 4 4
5 6 7 8 9 10 11
Komponen Satuan Biaya Investasi Drum Plastik Buah Baud 2 cm Dus Besi Lente Karet Meter Paku Panjang 7 cm Kg Panjang 12 cm Kg Kayu Kaso Meter Bambu Batang Saung Supa Unit Jaring Kg Jangkar Kg Ongkos Kerja Paket Tambang Kg Jumlah Biaya Investasi
Jumlah Unit 33 1,5 39 70
Harga (Rp/unit) 160.000 134.000 143.000 10000
Jumlah Biaya (Rp) 5.280.000 201.000 2.960.000 700.000
Persenta se (%) 16,57 0,63 17,50 2,20
14 6 80 120 1 167 100 1 14
15.000 12.000 3.000 7.000
210.000 72.000 240.000 840.000 800.000 11.189.000 3.700.000 2.500.000 560.000 31.869.000
0,66 0,23 0,75 2,64 2,51 35,11 11,61 7,84 1,76 100,00
67.000 37.000 2.500.000 40.000
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
Sementara itu komponen biaya operasional (Tabel 9) terdiri dari biaya pembelian pakan ikan, benih ikan, dan upah tenaga kerja. Berdasarkan perhitungan terhadap biaya operasional menunjukkan bahwa komponen terbesar biaya operasional berasal dari pembelian pakan ikan mencapai Rp 55.944.000,00 per musim tanamnya. Biaya pakan menyumbang 75,45 persen terhadap total biaya operasional dikarenakan pembesaran ikan di keramba jaring apung memerlukan pemberian pakan buatan secara intensif. Komponen biaya operasional kedua terbesar adalah biaya pengadaan benih ikan yaitu mencapai 18,34 persen dari total biaya operasional atau Rp 13.600.000,00 per musim tanam. Komponen biaya operasional selanjutnya yaitu upah tenaga kerja yaitu sebesar Rp 1.200.000,00 per musim tanam, selain itu jika
56
hasil panen ikan dapat dikatakan lebih besar dari yang diperkirakan tenaga kerja akan memperoleh bonus upah sebesar Rp 1.000.000,00 rupiah setiap panen. Tabel 9. Perhitungan Biaya Operasional Usaha Keramba Jaring Apung Per Musim Tanam No 1 2
3
Komponen Biaya Operasional Pakan ikan Benih ikan ikan Mas ikan Nila Tenaga Kerja Upah bonus Jumlah
Kg
Jumlah Unit 9.324
Harga (Rp/unit) 6.000
Jumlah Biaya (Rp) 55.944.000
Persenta se (%) 75,45
Kg Kg
280 400
30.000 13.000
8.400.000 5.200.000
11,33 7,01
1 1
3.600.000 1.000.000
3.600.000 1.000.000 74.144.000
4,86 1,35 100
Satuan
Orang Orang
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
Komponen biaya tetap dapat dilihat pada Tabel 10, komponen biaya yang harus dikeluarkan terdiri dari perawatan pada tahun ke dua, pembayaran retribusi pada PT. PJB UP Cirata dan BPWC, serta pembayaran retribusi pada Pemerintah Propinsi. Retribusi pada PT. PJB dan BPWC adalah sebesar Rp 1.500,00 per m 2 dimana perkiraan luas perairan yang dibutuhkan untuk keramba jaring apung dan rumah jaga seluas 196 m2. Dengan demikian jumlah biaya retribusi pada PT. PJB dan BPWC adalah sebesar Rp 294.000,00 per tahun. Retribusi yang dibayarkan pada Pemerintah Propinsi terdiri dari retribusi pengusahaan dan retribusi hasil perikanan. Retribusi pengusahaan yang harus dibayar petani pada Pemerintah Propinsi adalah sebesar Rp 50.000,00 yang dibayarkan hanya sekali selama usaha ini berlangsung. Sementara itu retribusi hasil perikanan sebesar 0,1 persen dari harga jual hasil usaha per tahun yaitu sebesar Rp 70.304,00 setiap musim tanam ganjil dan Rp 83.054,00 setiap musim tanam genap.
57
Jumlah biaya tetap pada periode 1 sebesar Rp 497.358,00 terdiri dari biaya retribusi pada PT. PJB dan BPWC sebesar Rp 294.000,00 per tahun, retribusi pengusahaan yang harus dibayar petani pada Pemerintah Propinsi adalah sebesar Rp 50.000,00, dan retribusi hasil perikanan sebesar Rp 70.304,00 pada musim tanam ke satu (ganjil) dan Rp 83.054,00 pada musim tanam ke dua (genap). Sementara itu jumlah biaya tetap pada periode 2 sebesar Rp 153.358,00 terdiri dari biaya retribusi hasil perikanan sebesar Rp 70.304,00 pada musim tanam ke tiga (ganjil) yang berasal dari penerimaan penjualan ikan mas pada musim tanam 1,3,5, hingga 19 (ganjil) sebesar Rp 70.304.000,00 dikalikan 0,1 persen dan Rp 83.054,00 pada musim tanam ke empat (genap) yang berasal dari penerimaan penjualan ikan masdan nila pada musim tanam 2,4,6, hingga 20 (genap) sebesar Rp 83.054.000,00 dikalikan 0,1 persen . Tabel 10. Perhitungan Biaya Tetap Usaha Keramba Jaring Apung Per Musim Tanam No Komponen Biaya Tetap 1 Perawatan (dimulai pada tahun ke dua) 2 Retribusi a. Retribusi pada PT. PJB & BPWC (per tahun) b. Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi (hanya sekali) c. Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi (per tahun) Musim Tanam Ganjil (MT 1,3,5 hingga MT 19) Musim Tanam Genap (MT 2,4,6 hingga MT 20) Jumlah Biaya Tetap Periode 1 Jumlah Biaya Tetap Periode 2 Jumlah Biaya Tetap Periode 3,5,7,9, Jumlah Biaya Tetap Periode 4,6,8,10
Jumlah Biaya (Rp) 70.000 294.000 50.000
70.304 83.054 497.358 153.358 587.358 293.358
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
58
Jumlah biaya tetap pada periode 3 hingga periode 9 (periode ganjil) sebesar Rp 587.358,00 terdiri dari biaya perawatan sebesar Rp. 70.000,00 per musim tanamnya, sehingga dalam satu periode biaya perawatan sebesar Rp 140.000,00, biaya retribusi pada PT. PJB dan BPWC sebesar Rp 294.000,00 per tahun dan retribusi hasil perikanan sebesar Rp 70.304,00 pada musim tanam ganjil dan Rp 83.054,00 pada musim tanam genap. Sementara itu jumlah biaya tetap pada periode 4 hingga periode 10 (genap) sebesar Rp 293.358,00 terdiri terdiri dari biaya perawatan sebesar Rp. 70.000,00 per musim tanamnya, sehingga dalam satu periode biaya perawatan sebesar Rp 140.000,00 retribusi hasil perikanan sebesar Rp 70.304,00 pada musim tanam (ganjil) dan Rp 83.054,00 pada musim tanam genap. Perbedaan antara periode ganjil (3,5,7, hingga 9) dengan periode genap (4,6,8, hingga 10) terletak pada ada tidaknya biaya retribusi pada PT. PJB UP Cirata dan BPWC. Pada periode ganjil terdapat biaya retribusi pada PT. PJB UP Cirata dan BPWC karena merupakan periode awal setiap tahunnya dimana retribusi tersebut dibayarkan tiap satu tahun. Pada periode genap tidak terdapat biaya retribusi pada PT. PJB UP Cirata dan BPWC karena setiap tahunnya telah dibayarkan pada periode ganjil. 6.1.6.2 Komponen Manfaat Manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha keramba jaring apung diperoleh dari penerimaan hasil penjualan ikan per musim tanam yang mencakup ikan mas dan ikan nila. Penjualan ikan mas dilakukan setiap musim tanam, sedangkan penjualan ikan nila dilakukan sekali dalam dua musim tanam. Setiap musim tanamnya rata-rata petani mampu memproduksi ikan mas sejumlah 5.408
59
kg dan ikan nila sejumlah 1500 kg. Harga jual yang diperoleh petani untuk satu kilogram ikan mas Rp 13.000,00 dan ikan nila Rp 8.500,00 per kg. Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa penerimaan penjualan ikan mas adalah yang terbesar yaitu sejumlah Rp 70.304.000,00 serta penjualan ikan nila sebesar Rp 12.750.000,00. Tabel 11. Nilai Komponen Penerimaan Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata per Musim Tanam No 1
Komponen Penerimaan Nilai Produksi per unit Ikan mas Ikan nila
Satuan kg kg
Jumlah Unit 5.408 1.500
Harga (Rp/unit)
Jumlah Penerimaan (Rp)
13.000 8.500
70.304.000 12.750.000
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
6.1.6.3 Nilai Arus Tunai (Cash Flow) Nilai arus tunai (Cash Flow) terdiri dari arus penerimaan kas (cash in flow) dan arus pengeluaran kas (cash out flow). Perhitungan nilai arus tunai pada usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata dilakukan terhadap pembesaran ikan mas dan ikan nila. Arus penerimaan kas terdiri dari nilai produksi per unit. Nilai produksi ikan mas dan nila diperoleh dari hasil penjualan ikan yang dilakukan petani pada tingkat harga petani. Arus pengeluaran kas meliputi biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi dalam usaha keramba jaring apung meliputi biaya yang dikeluarkan untuk membuat rangka keramba jaring apung. Biaya operasional terdiri dari biaya pembelian pakan, benih ikan, dan upah tenaga kerja. Biaya tetap meliputi biaya perawatan pada tahun ke dua, biaya retribusi pada PT. PJB UP Cirata dan BPWC, dan biaya retribusi pada Pemerintah Propinsi.
60
Tabel 12. Nilai Arus Tunai Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata No 1
2
Tahun Nol (Rp)
Uraian
Periode 3
Periode 4
0
140.608.000 12.750.000 153.358.000
140.608.000 12.750.000 153.358.000
140.608.000 12.750.000 153.358.000
140.608.000 12.750.000 153.358.000
31.869.000
0
0
0
0
b. Biaya Operasional
0
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
c. Biaya Tetap
0
497.358
153.358
587.358
293.358
31.869.000
143.585.358
143.241.358
143.675.358
143.391.358
-31.869.000
9.772.642
10.116.642
9.682.642
9.976.642
Penerimaan Kas (Cash Inflow) Nilai Produksi Ikan Mas Ikan Nila Jumlah Cash Inflow Pengeluaran Kas (Cash Outflow)
0
Jumlah Cash Outflow Manfaat bersih (Net Benefit)
Tahun ke 3 (Rp) 1
2
Tahun ke 4 (Rp)
Tahun ke 5 (Rp)
Periode 5
Periode 6
Periode 7
Periode 8
140.608.000 12.750.000
140.608.000 12.750.000
140.608.000 12.750.000
140.608.000 12.750.000
140.608.000 12.750.000
140.608.000 12.750.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
0
0
0
0
0
0
b. Biaya Operasional
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
c. Biaya Tetap
587.358
293.358
587.358
293.358
587.358
293.358
143.675.358
143.381.358
143.675.358
143.381.358
143.675.358
143.381.358
9.682.642
9.976.642
9.682.642
9.976.642
9.682.642
9.976.642
Penerimaan Kas (Cash Inflow) Nilai Produksi Ikan Mas Ikan Nila Jumlah Cash Inflow Pengeluaran Kas (Cash Outflow) a. Biaya Investasi
3
Tahun ke 2 (Rp)
Periode 2
a. Biaya Investasi
3
Tahun ke 1 (Rp) Periode 1
Jumlah Cash Outflow Manfaat bersih (Net Benefit)
Periode 9
Periode 10
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
Berdasarkan Tabel 12, nilai arus tunai (cashflow) pada usaha ini dihitung setiap periode enam bulan sekali dimana selama periode tersebut terdapat dua musim tanam yakni pemanenan ikan mas dilakukan dua kali, sedangkan pemanenan ikan nila dilakukan hanya sekali. Dengan kata lain, dalam lima tahun proses produksi, terdapat 10 periode atau 20 musim tanam. Penerimaan pada periode 1 sampai dengan periode 10 berasal dari nilai produksi yang diperoleh dari penjualan ikan mas dan nila. Nilai produksi yang diterima petani pada setiap periode yaitu sebesar Rp 153.358.000,00 yang berasal dari hasil panen ikan mas 61
sebanyak dua kali sebesar Rp 70.304.000,00 setiap satu kali panen dan panen dan ikan nila sebanyak sekali selama periode tersebut sebesar Rp 12.750.000,00 setiap satu kali panen. Pengeluaran pada usaha keramba jaring apung meliputi biaya investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi dilakukan pada tahun ke nol yang digunakan untuk membuat konstruksi rangka jaring apung yaitu sebesar Rp 31.869.000,00. Biaya operasional meliputi biaya pembelian pakan, benih ikan mas dan nila, dan upah tenaga kerja. Setiap periodenya, biaya operasional yang dikeluarkan petani adalah sebesar Rp 143.088.000,00. Pembelian benih ikan mas pada satu periode berlangsung sebanyak dua kali dimana setiap musim tanamnya dibutuhkan 280 kg benih seharga Rp 30.000,00 per kg sehingga dalam satu periode dibutuhkan 560 kg benih ikan mas, sedangkan pembelian benih ikan nila hanya berlangsung satu kali sejumlah 400 kg setiap periode seharga Rp 13.000,00 per kg. Hal tersebut dikarenakan jangka waktu pembesaran ikan mas yang hanya memerlukan waktu tiga bulan sedangkan ikan nila memerlukan waktu enam bulan. Dengan demikian, selama satu periode (enam bulan) petani mampu memanen ikan mas sebanyak dua kali, sedangkan ikan nila hanya satu kali. Biaya tetap pada arus pengeluaran di periode 1 adalah sebesar Rp 497.358,00 yang meliputi biaya retribusi pada PT. PJB UP Cirata dan BPWC, biaya retribusi pengusahaan dan retribusi hasil perikanan pada Pemerintah Propinsi. Pada periode 2, biaya tetap yang dikeluarkan petani lebih kecil dibandingkan periode sebelumnya yaitu sebesar Rp 153.358,00, hal tersebut dikarenakan pada periode ini biaya tetap hanya terdiri biaya retribusi hasil perikanan. Biaya tetap pada periode ke 3 hingga periode 9 (periode ganjil) lebih
62
besar dibandingkan pada periode 1 yaitu sebesar Rp 587.358,00 hal tersebut dikarenakan pada periode ini biaya tetap terdiri dari biaya perawatan, biaya retribusi pada PT. PJB dan BPWC dan biaya retribusi hasil perikanan pada Pemerintah Propinsi. Biaya tetap pada periode 4 hingga periode 10 (periode genap) adalah sebesar Rp 293.358,00 yang terdiri dari biaya perawatan dan biaya retribusi hasil perikanan pada Pemerintah Propinsi. Manfaat bersih (net benefit) pada tahun ke nol bernilai negatif yaitu (minus) - Rp
31.869.000,00
dikarenakan belum adanya penerimaan yang
diterima petani dari hasil penjualan ikan yang dipanen. Manfaat bersih pada periode 1 yaitu sebesar Rp 9.772.642,00 lebih kecil dibandingkan pada periode 2 yaitu sebesar Rp 10.116.642,00 hal tersebut dikarenakan pada periode 1 petani harus mengeluarkan biaya retribusi pada PT. PJB dan BPWC sebesar Rp 294.000,00 dan biaya retribusi pengusahaan pada Pemerintah Propinsi sebesar Rp 50.000,00. Manfaat bersih pada periode 3, 5, 7, dan 9 (periode ganjil) adalah sebesar Rp 9.682.642,00 yang lebih kecil dibandingkan manfaat bersih pada periode sebelumnya, hal tersebut dikarenakan pada periode ini selain harus mengeluarkan biaya retribusi pada PT. PJB UP Cirata dan BPWC serta biaya retribusi hasil perikanan pada Pemerintah Propinsi, petani juga harus mengeluarkan biaya untuk perawatan yang dimulai pada tahun ke dua sebesar Rp 70.000,00 per musim tanam. Pada periode ke 4, 6, 8, dan 10 (periode genap) manfaat bersih yang diterima petani adalah sebesar Rp 9.976.642,00 manfaat bersih ini lebih besar dibandingkan periode 3, 5, 7, dan 9 karena pada periode ini petani tidak mengeluarkan biaya retribusi pada PT. PJB UP Cirata dan BPWC.
63
6.1.6.4 Net Present Value (NPV) Menurut Gittinger (1986), Net Present Value (NPV) merupakan nilai sekarang dari arus manfaat yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Berdasarkan kriteria NPV suatu proyek atau usaha layak untuk dilaksanakan apabila NPV lebih besar dari nol. Pada Tabel 13 menunjukkan usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila memberikan NPVsebesar Rp 53.594.849,00 pada tingkat suku bunga 5,42 persen. Berdasarkan kriteria NPV menunjukkan bahwa usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila di Waduk Cirata layak untuk dilaksanakan. 6.1.6.5 Benefit Cost Ratio (BC Rasio) Nilai Benefit Cost Ratio (BC Rasio) merupakan perbandingan antara manfaat bersih yang telah didiskontokan yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang telah didiskontokan yang bernilai negatif. Berdasarkan Tabel 13, nilai untuk manfaat bersih terdiskonto yang bernilai negatif berada pada tahun nol. Sementara itu nilai untuk manfaat bersih terdiskonto yang bernilai positif terjadi pada periode 1 hingga periode 10. Tabel 13 menunjukkan nilai BC Rasio usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila pada tingkat suku bunga 5,42 persen yaitu sebesar 2,68. Makna angka ini menjelaskan bahwa setiap tambahan pengeluaran satu rupiah dalam biaya produksi akan menghasilkan tambahan penghasilan dalam bentuk keuntungan bersih sebesar 2,68 rupiah. Berdasarkan kriteria BC Rasio usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila di Waduk Cirata layak dilakukan karena memiliki nilai BC rasio yang lebih besar dari satu.
64
Tabel 13. Nilai Net Present Value dan Net Benefit Cost Ratio dengan Tingkat Suku Bunga 5,42 % No
Tahun
-31.869.000
Periode 1
9.772.642
0.973954
9.518.105
Periode 2
10.116.642
0,948586
9.596.511
Periode 3
9.682.642
0.923879
8.945.598
Periode 4
9.976.642
0.899816
8.977.148
Periode 5
9.682.642
0,876380
8.485.674
Periode 6
9.976.642
0,853554
8.515.602
Periode 7
9.682.642
0,831322
8.049.397
Periode 8
9.976.642
0,809669
8.077.786
9.682.642
0,788581
7.635.550
9.976.642
0,768042
7.622.480 NPV = 53.594.849
2
Tahun Ke-1 :
5
6
PV DF 5,42% (Rp)
1
Tahun nol
4
DF 5,42%
-31.869.000
1
3
Manfaat Bersih (Net Benefit) (Rp)
BC Rasio
Tahun Ke-2 :
Tahun Ke-3
Tahun Ke-4
Tahun Ke-5 Periode 9
Periode 10 Jumlah Sumber: Data Primer, diolah (2012)
2,68
6.1.6.6 Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) menggambarkan seberapa besar keuntungan atau kelebihan pendapatan yang akan diperoleh setiap tahun dari usaha ini. Untuk memperoleh perkiraan nilai IRR ini tidak ditemukan secara langsung namun harus dicari dengan coba-coba terhadap nilai suku bunga terdiskonto yang menghasilkan NPV bernilai positif dan NPV bernilai negatif yang paling mendekati nol. Nilai IRR usaha keramba jaring apung ikan mas dan nila dapat dilihat pada Tabel 14. Pada Tabel 14 menunjukkan bahwa nilai NPV positif yang paling mendekati nol berada pada tingkat discount rate i1 = 60 persen sedangkan nilai NPV negatif yang paling mendekati nol berada pada tingkat discount rate i2 = 65
65
persen. Berdasarkan persamaan IRR maka nilai IRR dari usaha keramba jaring apung ini adalah sebesar 64,86 persen. Perhitungan IRR usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila di Waduk Cirata ini menghasilkan nilai sebesar sebesar 64,86 persen. Dengan kata lain usaha ini akan memberikan kelebihan pendapatan rata-rata setiap tahun dari modal yang telah ditanamkan sebesar 64,86 persen. Berdasarkan kriteria ini suatu usaha atau proyek dikatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat suku bunga. Nilai IRR pada usaha ini lebih besar dari nilai Opportunity Cost of Capital atau suku bunga sebesar 5,42 persen. Dengan demikian, pada biaya opportunity cost of capital sebesar 5,42 persen, usaha ini masih layak dilaksanakan karena memberikan pendapatan rata-rata sebesar 64,86 persen per tahun dari modal yang ditanamkan. Tabel 14. Nilai IRR Usaha Keramba Jaring Apung Ikan Mas dan Nila Pada Discount Rate 60% dan 65% No 1
Tahun Tahun nol
Manfaat Bersih (Net Benefit) (Rp) -31.869.000
Tahun Ke-1 : Periode 1 9.772.642 Periode 2 10.116.642 3 Tahun Ke-2 : Periode 3 9.682.642 Periode 4 9.976.642 4 Tahun Ke-3 Periode 5 9.682.642 Periode 6 9.976.642 5 Tahun Ke-4 Periode 7 9.682.642 Periode 8 9.976.642 6 Tahun Ke-5 Periode 9 9.682.642 Periode 10 9.976.642 Total Sumber: Data Primer, diolah (2012)
NPV DF 60%
DF 60%
NPV DF 65%
DF 65%
1
-31.869.000
1
-31.869.000
0,790569 0,625
7.725.952 6.322.901
0,778498 0.606
7.607.991 6.131.298
0,494105 0,390625
4.784.250 3.897.126
0,471817 0,367309
4.568.440 3.664.515
0,308816 0,244140
2.990.156 2.435.704
0,285950 0,222611
2.768.752 2.220.918
0,193010 0,152587
1.868.848 1.522.315
0,173303 0,134916
2.678.031 1.346.011
0,120631 0,095367
1.168.030 951.447 1.797.729
0,105032 0,081767
1.016.989 815.764 -50.290
2
66
6.1.6.7 Payback Period Payback period dihitung untuk mengetahui seberapa lama nilai investasi dapat dikembalikan. Nilai payback period diperoleh dari perbandingan nilai investasi dengan net benefit yang terdiskonto. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan biaya investasi usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila di Waduk Cirata ini adalah selama 1 tahun 8,5 bulan. Semakin besar nilai net benefit yang diterima maka semakin singkat waktu pengembalian biaya investasi. 6.1.6.8 Analisis Sensitivitas Asumsi pokok dalam menelaah analisis sensitivitas ini adalah karena perubahan tingkat harga berpengaruh besar terhadap keragaan usaha keramba jaring apung ini. Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan biaya terhadap produktifitas usaha ini. Perubahan harga input maupun harga output produksi akan berpengaruh terhadap biaya maupun hasil penerimaan petani. Analisis sensitivitas (Tabel 15) dalam usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila di Waduk Cirata ini akan dihitung berdasarkan perubahan harga input pakan dan harga panen ikan. Tabel 15. Hasil Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung Ikan Mas dan Nila di Waduk Cirata No
Komponen Analisis Sensitivitas
1
Kenaikan harga pakan menjadi Rp 6.400,00 per kg
2
Penurunan harga panen ikan mas menjadi Rp 12.500,00 per kg
Kriteria Kelayakan NPV (Rp) IRR BC rasio -11.104.658 <5,42% 0,65 6.687.012
13,6%
1,21
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
67
1. Kenaikan Harga Pakan Biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya operasional dan seringkali mengalami perubahan harga yang terus meningkat. Petani memperoleh pakan dengan harga rata-rata Rp 6.000,00 per kg. Harga pakan tersebut dapat terus berubah dan seringkali berubah ke arah kenaikan harga bahkan jarang harga pakan berubah menjadi lebih murah. Perubahan harga yang terjadi berkisar antara Rp 6.000,00 – Rp 6.500,00 per kg. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas (Tabel 15) menunjukkan bahwa kenaikan harga pakan sebesar 6,6 persen dari Rp 6.000,00 per kg menjadi Rp 6.400,00 per kg (asumsi variabel lain tetap konstan) menghasilkan NPV yang kurang dari nol, nilai IRR kurang dari suku bunga 5,42 persen, dan nilai BC rasio yang kurang dari satu. Peningkatan harga pakan tersebut membuat usaha keramba jaring apung ikan mas dan nila di Waduk Cirata menjadi tidak layak untuk dijalankan. Seandainya harga pakan naik sebesar 6,6 persen menjadi Rp 6.400,00 per kg akan meningkatkan biaya operasional setiap periode sebesar Rp 7.459.200,00. Dengan kata lain kenaikan harga pakan sebesar 5 persen akan meningkatkan biaya operasional sebesar 5,42 persen. Oleh sebab itu harga input pakan sangat penting dalam menentukan tingkat keuntungan. Peningkatan yang kecil terhadap harga pakan menyebabkan usaha ini menjadi tidak menguntungkan. Hal tersebut menyebabkan petani pemilik terutama petani yang memiliki modal kecil akan sangat mempertimbangkan jumlah pakan yang akan dibeli agar usahanya tetap meraih keuntungan.
68
2. Penurunan Harga Panen Harga panen ikan merupakan komponen penting yang akan menentukan tingkat penerimaan yang akan diperoleh petani pada usaha keramba jaring apung ikan mas dan nila. Harga panen ikan senantiasa berubah hingga mengalami penurunan berkisar dari Rp 13.000,00 – Rp 12.500,00 per kg. Berdasarkan hasil perhitungan analisis sensitivitas pada Tabel 15, jika terjadi penurunan harga penen ikan dari Rp 13.000,00 per kg menjadi Rp 12.500,00 per kg akan menyebabkan nilai NPV berkurang. Penurunan harga panen sebesar 3,85 persen atau sebesar Rp 500,00 per kg (asumsi variabel lain tetap konstan) akan menurunkan penerimaan setiap periode yang diperoleh petani sebesar Rp 5.408.000,00. Dengan demikian penerimaan yang diperoleh petani hanya sebesar 96,47 persen dari penerimaan semula atau turun sebesar 3,53 persen. 6.2
Identifikasi Besar Kerugian PT. PJB UP Cirata Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Balai Riset Perikanan Budidaya
Air Tawar Tahun 2006
2
dengan menggunakan GPS Garmin tipe 178 dan 128,
jumlah sedimen limbah budidaya ikan di Waduk Cirata yaitu sebesar 161.241.448,25 m3. Berdasarkan hasil riset tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah sedimen limbah budidaya ikan sejak adanya keramba di Waduk Cirata yaitu pada tahun 1988 hingga tahun 2006 adalah sebesar 161.241.448,25 m3. Jika diasumsikan jumlah unit keramba jaring apung adalah sama setiap tahunnya, dengan demikian, jumlah sedimen limbah budidaya ikan yang masuk ke dalam Waduk Cirata per tahun adalah sebesar 8.957.858 m3.
2
Informasi Hasil Riset. http//www.litbang.kkp.go.id. Diakses pada tanggal 12 Maret 2012
69
Jika sedimen tersebut dibiarkan akan menyebabkan semakin berkurangnya daya tampung waduk. Daya tampung efektif Waduk Cirata sebesar 796.000.000 m3 jika setiap tahunnya terdapat sedimen limbah budidaya ikan sebesar 8.957.858 m3 maka daya tampung waduk setiap tahunnya dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan jika tidak dilakukan pengeluaran sedimen limbah budidaya ikan di Waduk Cirata, daya tampung Waduk Cirata telah berkurang sebesar 25 persen pada Tahun 2009 dimana besar daya tampung waduk tersebut menjadi sebesar 598.927.124 m3. Selain itu pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa Waduk Cirata akan mengalami penurunan daya tampung sebesar 50 persen pada Tahun 2032, dimana pada saat itu jumlah sedimen limbah budidaya ikan akan mencapai 403.103.610 m3 yang akan mengendap di dasar waduk dan
Daya tampung efektif waduk (m3)
mengurangi daya tampung waduk tersebut. 900000000 800000000 700000000 600000000 500000000 400000000 300000000 200000000 100000000 0 1980
2000
2020
2040
2060
2080
Tahun
Sumber: Diolah Peneliti (2012)
Gambar 2. Daya Tampung Efektif Waduk Setelah Adanya Sedimentasi Limbah Pakan
70
Waduk Cirata akan mengalami penurunan sebesar 75 persen daya tampung waduk pada Tahun 2054, pada tahun tersebut jumlah sedimen limbah budidaya ikan di Waduk Cirata akan mencapai 600.176.486 m3 yang akan menyebabkan penurunan daya tampung waduk menjadi 195.823.514 m3 saja. Pada Gambar 6.1 turut menunjukkan bahwa jika tidak dilakukan pengeluaran sedimen limbah budidaya ikan, daya tampung Waduk Cirata akan menjadi nol pada Tahun 2076 dimana jumlah sedimen limbah budidaya ikan akan mencapai 797.249.362 m3 yang lebih besar dari daya tampung Waduk Cirata sehingga pada tahun tersebut Waduk Cirata akan tertutup oleh sedimen limbah budidaya ikan. Jika diasumsikan jumlah keramba jaring apung dari awal adanya keramba jaring apung hingga saat ini adalah sama, maka jumlah sedimen limbah budidaya ikan yang masuk ke dalam Waduk Cirata per tahun adalah sebesar 8.957.858 m3. Cara dan teknologi untuk mengeluarkan endapan sedimen di dalam waduk salah satunya yaitu dengan cara flushing (penggelontoran). Secara umum flushing adalah cara pengeluaran sedimen dari waduk tanpa bantuan energi dari luar yaitu dengan memanfaatkan energi potensial air waduk untuk menggelontorkan sedimen (Krisetyana, 2008). Pada penelitian yang dilakukan oleh Hari Krisetyana yang berjudul “Tingkat Efisiensi Penggelontoran Endapan Sedimen di Waduk PLTA PB. Sudirman” pada tahun 2008, untuk menggelontorkan 685.476 m3 sedimen dibutuhkan energi potensial air waduk sebesar 9.882.600 m3. Jika data tersebut dijadikan dasar patokan untuk menentukan volume air yang dibutuhkan untuk menggelontorkan sedimen di Waduk Cirata maka besar volume air yang dibutuhkan adalah sebesar 129.146.647,7 m3.
71
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, untuk menggelontorkan sedimen limbah keramba jaring apung di Waduk Cirata sebesar 8.957.858 m3 dibutuhkan energi potensial air dengan volume air sebesar 129.146.647,7 m3. Air waduk yang digunakan untuk menggelontorkan sedimen ini seharusnya dapat digunakan untuk menggerakkan turbin yang dapat menghasilkan energi listrik. Maka kerugian yang ditanggung pihak Waduk Cirata untuk penggelontoran sedimen limbah usaha keramba jaring apung dapat dilihat dari biaya yang diperlukan untuk melakukan flushing. Berdasarkan hasil perhitungan, maka biaya yang diperlukan apabila air untuk menggelontorkan sedimen digunakan untuk menghasilkan energi listrik adalah sebesar 43.048.882,56 kWh. Jika digunakan harga energi listrik Rp 656,00 per kWh, maka biaya yang dikeluarkan untuk menggelontorkan sedimen adalah sebesar Rp 28.240.066.960,00. Dengan demikian, besar kerugian pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC akibat adanya sedimen limbah usaha keramba jaring apung adalah sebesar Rp 28.240.066.960,00. Besar biaya yang harus dibayarkan setiap pemilik usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk menggelontorkan sedimen limbah usaha tersebut adalah sebesar Rp 21,62 per kilogram dari ikan mas dan nila yang dipanen. Apabila dihitung besar biaya yang harus dibayarkan setiap pemilik usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk menggelontorkan sedimen limbah usaha setiap periodenya adalah sebesar Rp 266.271,92 per unit KJA.
72
6.3
Analisis Kelayakan Finansial Usaha Keramba Jaring Apung Waduk Cirata Setelah Internalisasi Biaya Flushing Apabila petani harus mengganti biaya yang dikeluarkan PT. PJB UP
Cirata dan BPWC untuk melakukan penggelontoran sedimen (flushing), maka para petani pemilik usaha keramba jaring apung harus membayar sebesar Rp 21,62 per kg ikan yang dipanen. Biaya flushing tersebut akan masuk ke dalam komponen biaya tetap arus kas usaha budidaya ikan di keramba jaring apung ini, sehingga akan sangat mempengaruhi kelayakan finansial usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata. 6.3.1
Nilai Arus Tunai (Cash Flow) Setelah Internalisasi Biaya Flushing Bila diasumsikan petani harus mengganti biaya flushing yang dilakukan
setiap musim tanam, maka setiap musim tanam petani harus membayar biaya flushing sebesar Rp 116.920,96 untuk musim tanam ganjil dan Rp 149.350,96 untuk musim tanam genap atau sebesar Rp 266.271,92 per periode (Tabel 16). Tabel 16. Perhitungan Biaya Tetap Usaha Keramba Jaring Apung Per Musim Tanam Setelah Internalisasi Biaya Flushing No Komponen Biaya Tetap 1 Perawatan (dimulai pada tahun ke dua) 2 Retribusi a.Retribusi pada PT. PJB & BPWC (per tahun) b.Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi (hanya sekali) c. Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi (per tahun) Musim Tanam Ganjil (MT 1,3,5 hingga MT 19) Musim Tanam Genap (MT 2,4,6 hingga MT 20) 3 Biaya Flushing Musim Tanam Ganjil (MT 1,3,5 hingga MT 19) Musim Tanam Genap (MT 2,4,6 hingga MT 20) Jumlah Biaya Tetap Periode 1 Jumlah Biaya Tetap Periode 2 Jumlah Biaya Tetap Periode 3,5,7,9, Jumlah Biaya Tetap Periode 4,6,8,10
Jumlah Biaya (Rp) 70.000 294.000 50.000
70.304 83.054 116.920,96 149.350,96 763.629,92 419.629,92 853.629,92 559.629,92
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
73
Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa komponen biaya tetap setelah adanya internalisasi biaya flushing tidak hanya terdiri dari biaya perawatan, biaya retribusi kepada PT. PJB UP Cirata dan BPWC serta biaya retribusi kepada Pemerintah Propinsi, namun juga terdiri dari biaya pembayaran penggelontoran sedimen (flushing) kepada PT. PJB UP Cirat dan BPWC sebesar Rp 21,62 per kg dari ikan mas dan nila yang diproduksi. Pada musim tanam 1,3,5, sampai dengan musim tanam 19 (musim tanam ganjil) jumlah ikan mas yang diproduksi sebesar 5.408 kg sehingga besar biaya flushing yang dibayarkan sebesar Rp 116.920,96. Sementara itu pada musim tanam ke 2,4,6 hingga musim tanam 20 (musim tanam genap) total jumlah ikan mas dan nila yang diproduksi sebesar 6908 kg sehingga besar biaya flushing yang dibayarkan sebesar Rp 149.350,96. Total biaya flushing yang harus dibayarkan petani untuk setiap periodenya sebesar Rp 266.271,92. Biaya tetap pada periode 1 setelah adanya internalisasi biaya flushing mengalami penambahan sebesar Rp 266.271,92 yang berasal dari adanya penambahan biaya flushing sehingga akan meningkatkan biaya tetap menjadi Rp 763.629,92 dibandingkana dengan biaya tetap sebelum adanya biaya flushing yaitu sebesar Rp 497.358,00. Begitu pula yang terjadi pada komponen biaya tetap di periode selanjutnya, pada periode 2 biaya tetap setelah adanya biaya flushing sebesar Rp 419.629,92 yang lebih besar dibandingkan dengan biaya tetap sebelum adanya biaya flushing yaitu sebesar Rp 153.358,00. Pada periode 3,5,7, dan 9 (periode ganjil) biaya tetap setelah adanya biaya flushing sebesar Rp 853.629,92 yang lebih besar dibandingkan dengan biaya tetap sebelum adanya biaya flushing yaitu sebesar Rp 587.358,00. Begitu pula yang terjadi pada komponen biaya tetap di periode selanjutnya pada periode 4,6,8, dan 10 (periode genap) hingga periode
74
biaya tetap setelah adanya biaya flushing sebesar Rp 559.629,92 yang lebih besar dibandingkan dengan biaya tetap sebelum adanya biaya flushing yaitu sebesar Rp 293.358,00. Dengan demikian, setelah adanya internalisasi biaya flushing setiap periode mengalami penambahanbiaya tetap sebesar Rp. 266.271,92 yang berasal dari adanya penambahan biaya flushing. Tabel 17 memperlihatkan nilai arus tunai usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata setelah internalisasi biaya flushing. Manfaat bersih (net benefit) pada arus tunai setelah internalisasi biaya flushing mengalami penurunan dibandingkan sebelum adanya internalisasi biaya flushing. Pada tahun pertama yaitu periode 1 dan 2 besar manfaat bersih ketika terdapat biaya flushing adalah sebesar Rp 9.506.370,00 dan Rp 9.850.370,00 yang lebih kecil dibandingkan manfaat bersih ketika belum terdapat biaya flushing yaitu sebesar Rp 9.772.642,00 pada periode 1 dan Rp 10.116.642,00 pada periode 2. Pada tahun ke dua hingga tahun ke lima besar manfaat bersih ketika terdapat biaya flushing pada periode 3,5,7, dan 9 sebesar Rp 9.416.370,00 dan pada periode 4,6,8, dan 10sebesar Rp 9.710.370,00 yang lebih kecil dibandingkan manfaat bersih ketika belum terdapat biaya flushing yaitu sebesar Rp 9.682.642,00 untuk periode 3,5,7, dan 9 dan Rp 9.976.642,00 untuk periode 4,6,8, dan 10. Hal tersebut terjadi dikarenakan meningkatnya biaya tetap akibat dari adanya pengeluaran biaya untuk flushing yang menyebabkan peningkatan arus pengeluaran namun tidak diikuti oleh peningkatan pada arus penerimaan sehingga akan mengurangi manfaat bersih yang akan diperoleh petani.
75
Tabel 17. Nilai Arus Tunai Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata Dengan Internalisasi Biaya Flushing No
Tahun Nol (Rp)
Uraian
Tahun ke 1 (Rp) Periode 1
1
2
Penerimaan Kas (Cash Inflow) Nilai Produksi Ikan Mas Ikan Nila Jumlah Cash Inflow Pengeluaran Kas (Cash Outflow)
0
a. Biaya Investasi
2
0
140.608.000 12.750.000 153.358.000
31.869.000
0
0
0
0
0
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
0
763.629,92
419.629,92
853.629,92
559.629,92
31.869.000
143.851.629,92
143,507,629,92
143.941,629,92
143.647.629,92
-31.869.000
9.506.370
9.850.370
9.416.370
9.710.370
Tahun ke 4 (Rp)
Tahun ke 5 (Rp)
Periode 5
Periode 6
Periode 7
Periode 8
140.608.000 12.750.000
140.608.000 12.750.000
140.608.000 12.750.000
140.608.000 12.750.000
140.608.000 12.750.000
140.608.000 12.750.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
0
0
0
0
0
0
b. Biaya Operasional
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
c. Biaya Tetap
853.629,92
559.629,92
853.629,92
559.629,92
853.629,92
559.629,92
143.941,629, 92
143.647.629, 92
143.941,629,9 2
143.647.629,9 2
143.941,629,9 2
143.647.629,9 2
9.416.370
9.710.370
9.416.370
9.710.370
9.416.370
9.710.370
Penerimaan Kas (Cash Inflow) Nilai Produksi Ikan Mas Ikan Nila Jumlah Cash Inflow Pengeluaran Kas (Cash Outflow) a. Biaya Investasi
3
Periode 4
140.608.000 12.750.000 153.358.000
Tahun ke 3 (Rp) 1
Periode 3
140.608.000 12.750.000 153.358.000
c. Biaya Tetap 3
Periode 2
140.608.000 12.750.000 153.358.000
b. Biaya Operasional Jumlah Cash Outflow Manfaat bersih (Net Benefit)
Tahun ke 2 (Rp)
Jumlah Cash Outflow Manfaat bersih (Net Benefit)
Periode 9
Periode 10
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
6.3.2
Net Present Value (NPV) Apabila petani pemilik harus melakukan pembayaran biaya untuk
melakukan penggelontoran sedimen (flushing) maka hal tersebut akan mempengaruhi nilai sekarang yang diperoleh petani dari hasil penanaman investasi yang telah dilakukan. Pada Tabel 18 menunjukkan usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila di Waduk Cirata memberikan Net Present Value sebesar Rp 51.285.263,00 pada tingkat suku bunga 5,42 persen.
76
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam kriteria NPV suatu proyek/usaha layak untuk dilaksanakan apabila NPV lebih besar dari nol. Berdasarkan kriteria tersebut, NPV menunjukkan bahwa usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila di Waduk Cirata setelah dilakukan internalisasi biaya flushing adalah masih layak untuk dilaksanakan. Tabel 18. Nilai Net Present Value dan Benefit Cost Ratio dengan Tingkat Suku Bunga 5,42 % Setelah Internalisasi Biaya Flushing No
Tahun
-31.869.000
Periode 1
9.506.370
0.973954
9.258.768
Periode 2
9.850.370
0,948586
9.343.929
Periode 3
9.416.370
0.923879
8.699.594
Periode 4
9.710.370
0.899816
8.737.552
Periode 5
9.416.370
0,876380
8.252.319
Periode 6
9.710.370
0,853554
8.288.325
Periode 7
9.416.370
0,831322
7.828.039
Periode 8
9.710.370
0,809669
7.862.194
9.416.370
0,788581
7.425.573
9.710.370
0,768042
7.457.972 NPV = 51.285.263
2
Tahun Ke-1 :
5
6
PV DF 5,42% (Rp)
1
Tahun nol
4
DF 5,42%
-31.869.000
1
3
Manfaat Bersih (Net Benefit) (Rp)
BC Rasio
Tahun Ke-2 :
Tahun Ke-3
Tahun Ke-4
Tahun Ke-5 Periode 9
Periode 10 Jumlah Sumber: Data Primer, diolah (2012)
2,61
Petani masih memperoleh keuntungan yang positif dalam menjalankan usaha ini meskipun terdapat peningkatan biaya tetap karena adanya tambahan biaya flushing. Nilai NPV sebesar Rp 51.285.263,00 ini lebih kecil jika dibandingkan dengan sebelum adanya internalisasi biaya flushing yaitu sebesar Rp 53.594.849,00. Dengan demikian, nilai NPV turun sebesar 5,32 persen dari sebelum adanya internalisasi biaya flushing, meskipun usaha ini masih
77
memberikan keuntungan yang positif, namun adanya internalisasi biaya flushing menyebabkan petani mengalami penurunan keuntungan. 6.3.3
Benefit Cost Ratio (BC rasio) Pada Tabel 18 nilai untuk manfaat bersih terdiskonto yang bernilai negatif
berada pada tahun nol. Sedangkan nilai untuk manfaat bersih terdiskonto yang bernilai positif berada pada periode 1 sampai dengan periode 10. Tabel 18 menunjukkan nilai BC Rasio usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila pada tingkat suku bunga 5,42 persen setelah internalisasi biaya flushing adalah sebesar 2,61. Berdasarkan kriteria BC Rasio, usaha keramba jaring apung untuk ikan mas dan nila di Waduk Cirata setelah dilakukan internalisasi biaya flushing tersebut masih layak untuk dilakukan karena memiliki nilai BC rasio yang lebih besar dari satu. Nilai BC Rasio tersebut dapat diartikan bahwa setiap tambahan pengeluaran satu rupiah dalam biaya produksi akan menghasilkan tambahan penghasilan dalam bentuk keuntungan bersih sebesar 2,61 rupiah. 6.3.4 Internal Rate of Return Adanya penambahan biaya flushing akan mempengaruhi nilai IRR pada usaha ini dalam hal tingkat suku bunga yang menyebabkan NPV positif dan negatif mendekati nol. Nilai NPV positif yang paling mendekati nol berada pada tingkat discount rate i1 = 60 persen, sedangkan nilai NPV negatif yang paling mendekati nol berada pada tingkat discount rate i2 = 65 persen (Tabel 19). Berdasarkan perhitungan nilai IRR usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata setelah dilakukan penambahan biaya flushing menghasilkan nilai sebesar 62,47 persen. Makna dari nilai tersebut yakni usaha ini akan memberikan kelebihan pendapatan rata-rata setiap tahun dari modal yang telah ditanamkan
78
sebesar 62,47 persen. Dengan demikian usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata setelah dilakukan penambahan biaya flushing masih layak untuk dilaksanakan karena nilai IRR usaha ini lebih besar dari tingkat suku bunga sebesar 5,42 persen. Tabel 19. Nilai IRR Usaha Keramba Jaring Apung Ikan Mas dan Nila Setelah Internalisasi Biaya Flushing Pada Discount Rate 60% dan 65% No 1
Tahun Tahun nol
Manfaat Bersih (Net Benefit) (Rp) -31.869.000
Tahun Ke-1 : 9.506.370 Periode 1 9.850.370 Periode 2 3 Tahun Ke-2 : 9.416.370 Periode 3 9.710.370 Periode 4 4 Tahun Ke-3 9.416.370 Periode 5 9.710.370 Periode 6 5 Tahun Ke-4 9.416.370 Periode 7 9.710.370 Periode 8 6 Tahun Ke-5 9.416.370 Periode 9 9.710.370 Periode 10 Total Sumber: Data Primer, diolah (2012)
NPV DF 60%
DF 60%
NPV DF 65%
DF 65%
1
-31.869.000
1
-31.869.000
0,790569 0,625
7.515.445 6.156.481
0,778498 0.606
7.400.699 5.969.921
0,494105 0,390625
4.652.684 3.793.113
0,471817 0,367309
4.442.809 3.566.711
0,308816 0,244140
2.907.927 2.370.696
0,285950 0,222611
2.692.611 2.161.643
0,193010 0,152587
1.817.455 1.481.685
0,173303 0,134916
1.631.886 1.310.087
0,120631 0,095367
1.135.909 926.053 888.449
0,105032 0,081767
989.022 793.992 -909.602
2
6.3.4
Payback Period Berdasarkan hasil perhitungan payback period dengan perbandingan nilai
investasi dan manfaat bersih (net benefit) yang terdiskonto, jangka waktu yang dibutuhkan dari usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata setelah dilakukan penambahan biaya flushing untuk mengembalikan biaya investasi adalah selama 1 tahun 9 bulan. Jika dibandingkan dengan payback period usaha ini sebelum adanya penambahan biaya flushing yang hanya mambutuhkan 1 tahun 8,5 bulan untuk pengembalian biaya investasi maka payback period setelah penambahan
79
biaya flushing adalah lebih lama. Hal tersebut disebabkan karena adanya penurunan manfaat bersih (net benefit) akibat dari kenaikan biaya dalam arus pengeluaran akibat dari adanya penambahan biaya untuk melakukan flushing. 6.3.5
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh perubahan biaya terhadap produktifitas usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata setelah dilakukan penambahan biaya penggelontoran sedimen (flushing) dalam arus tunai. Analisis sensitivitas ini dihitung berdasarkan perubahan harga panen ikan
(dengan asumsi variabel lain tetap konstan)
sementara itu analisis sensitivitas berdasarkan perubahan harga pakan tidak dihitung karena sebelum adanya internalisasi biaya flushing usaha KJA menjadi tidak layak jika harga pakan naik menjadi Rp 6.400,00 per kg. Hasil analisis sensitivitas usaha KJA setelah internalisasi biaya flushing berdasarkan perubahan harga panen ikan ini sebagai berikut: Tabel 20. Hasil Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata Setelah Internalisasi Biaya Flushing No
Komponen Analisis Sensitivitas
1
Penurunan harga panen ikan mas menjadi Rp 12.500,00 per kg
Kriteria Kelayakan NPV (Rp) 4.377.427
IRR 10,86
BC Rasio 1,14
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
Adanya peningkatan biaya tetap yang dihadapi petani akibat adanya penambahan biaya
flushing akan menyebabkan berkurangnya manfaat bersih
yang diperoleh petani dibandingkan dengan kondisi ketika belum adanya penambahan biaya. Adanya peningkatan biaya tersebut akan mempengaruhi sensitifitas atau kepekaan usaha ini terhadap perubahan harga panen yang mungkin terjadi. Harga jual ikan mas yang diterima petani sering kali mengalami
80
penurunan hingga menjadi Rp 12.500,00 per kg. Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa penurunan harga panen ikan mas sebesar 3,84 persen dari Rp 13.000,00 per kg menjadi Rp 12.500,00 per kg (asumsi variabel lain tetap konstan) akan menyebabkan nilai NPV menjadi menurun. Dengan kata lain, adanya penurunan harga panen ikan mas sebesar 3,84 persen atau lebih ketika telah dilakukan penambahan biaya untuk flushing akan menyebabkan nilai sekarang bersih yang diterima petani pada usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata menjadi menurun. 6.3.6
Perbandingan Hasil Analisis Biaya dan Manfaat Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Flushing Internalisasi biaya flushing pada usaha keramba jaring apung di Waduk
Cirata akan mempengaruhi besar biaya yang diperoleh petani yang kemudian akan mempengaruhi kelayakan usaha tersebut. Pada Tabel 21 menunjukkan perbandingan hasil analisis biaya dan manfaat pada usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata pada saat sebelum internalisasi biaya flushing dan saat setelah internalisasi biaya flushing. Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa nilai NPV pada arus tunai usaha keramba jaring apung sebelum adanya internalisasi biaya flushing adalah sebesar Rp 53.594.849,00 yang lebih besar dari NPV ketika setelah dilakukan internalisasi biaya flushing yaitu sebesar Rp 51.285.263,00. Dengan demikian, usaha keramba jaring apung yang dikenakan penambahan biaya flushing akan menyebabkan nilai sekarang yang diperoleh petani pemilik menjadi lebih kecil dibandingkan sebelum adanya internalisasi biaya flushing. Hal tersebut disebabkan oleh adanya internalisasi biaya flushing mengakibatkan peningkatan pada komponen biaya tetap sehingga pengeluaran petani menjadi lebih tinggi yang tidak diikuti dengan
81
peningkatan penerimaan yang diperoleh petani. Meskipun usaha ini masih layak dilakukan setelah adanya biaya flushing namun nilai sekarang yang diperoleh petani mengalami penurunan hingga 4,31 persen dibandingkan dengan sebelum adanya internalisasi biaya flushing. Tabel. 21. Perbandingan Hasil Analisis Biaya dan Manfaat Usaha Keramba Jaring Apung Sebelum dan Setelah Internalisasi Biaya Flushing Kondisi Sebelum Internalisasi Biaya Flushing Setelah Internalisasi Biaya Flushing
Nilai NPV (Rp) BC Rasio IRR(%) Payback Period 53.594.849 2,68 64,86 1 tahun 8,5 bulan 51.285.263
2,61
62,47
1 tahun 9 bulan
Sumber: Data Primer, diolah (2012)
Pada Tabel 21, menunjukkan bahwa nilai Benefit Cost Ratio (BC Rasio) sebelum dilakukan internalisasi biaya flushing adalah lebih besar dibandingkan ketika telah dilakukan internalisasi biaya flushing. Nilai BC Rasio usaha keramba jaring apung sebelum dilakukan internalisasi biaya flushing adalah sebesar 2,68 yang artinya setiap tambahan pengeluaran satu rupiah dalam biaya produksi akan menghasilkan tambahan penghasilan dalam bentuk keuntungan bersih sebesar 2,68 rupiah. Setelah dilakukan internalisasi biaya flushing nilai BC rasio usaha keramba jaring apung menjadi 2,61. Adanya tambahan biaya flushing membuat biaya tetap menjadi meningkat, sehingga penerimaan yang diperoleh petani menjadi berkurang, hal tersebut menyebabkan manfaat bersih yang diperoleh petani menjadi berkurang pula. Nilai Internal Rate of Return (IRR) sebelum dilakukan internalisasi biaya flushing pada usaha keramba jaring apung lebih besar dibandingkan setelah dilakukan penambahan biaya flushing. Nilai IRR sebelum dilakukan internalisasi biaya flushing adalah sebesar 64,86 persen sedangkan setelah dilakukan
82
penambahan biaya
flushing adalah sebesar 62,47 persen. Dengan kata lain,
adanya penambahan biaya flushing pada usaha keramba jaring apung tersebut menurunkan kelebihan pendapatan rata-rata setiap tahun dari modal yang ditanamkan petani dari 64,86 persen menjadi hanya 62,47 persen saja. Begitu pula halnya dengan payback period, ketika belum dilakukan penambahan biaya flushing jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal petani usaha keramba jaring apung adalah selama 1 tahun 8,5 bulan sedangkan setelah dilakukan penambahan biaya
flushing jangka waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan investasi usaha keramba jaring apung dibutuhkan waktu 1 tahun 9 bulan. Dengan demikian adanya internalisasi biaya flushing akan mempengaruhi jangka waktu pengembalian biaya investasi yang menyebabkan pengembalian biaya investasi menjadi lebih lama dibandingkan sebelum adanya penambahan biaya flushing. Hal tersebut dikarenakan penambahan biaya flushing akan mengurangi manfaat bersih yang diterima petani setiap musim tanamnya, sehingga jangka waktu pengembalian modal menjadi lebih lama. Berdasarkan informasi di atas dapat disimpulkan bahwa internalisasi biaya flushing akan mempengaruhi kelayakan usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata. Akan tetapi adanya penambahan biaya flushing pada arus tunai usaha keramba jaring apung tersebut tidak menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak. Usaha keramba jaring apung tetap dapat dikatakan layak dengan adanya penambahan biaya flushing, namun nilai NPV, IRR dan BC rasio yang diperoleh pada usaha tersebut mengalami penurunan dan payback period mengalami kenaikan dibandingkan sebelum adanya internalisasi biaya flushing.
83
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1) Usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata merupakan usaha yang layak untuk diusahakan setelah dilakukan analisis biaya dan manfaat terhadap usaha tersebut dengan nilai NPV sebesar Rp 53.594.849,00 per unit, nilai BC rasio sebesar 2,66 , nilai IRR sebesar 64,86 persen, dan payback period selama 1 tahun 8,5 bulan. 2) Besar biaya yang ditanggung pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk melakukan pengeluaran sedimen limbah keramba jaring apung dengan cara flushing yaitu sebesar Rp 28.240.066.960,00 yang dihitung berdasarkan hilangnya air waduk yang digunakan untuk menggelontorkan sedimen yang seharusnya dapat digunakan untuk menggerakkan turbin yang dapat menghasilkan energi listrik. 3) Besar biaya yang harus dibayarkan pemilik usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata kepada pihak PT. PJB UP Cirata dan BPWC untuk mengganti dana penggelontorkan sedimen limbah usaha tersebut adalah sebesar Rp 21,62 per kg dari ikan yang diproduksi petani tahun atau sebesar Rp 266.271,92 per periode. 4) Kelayakan usaha keramba jaring apung di Waduk Cirata setelah dilakukan penambahan biaya flushing sebesar sebesar Rp 21,62 per kg pada komponen arus pengeluaran maka usaha tersebut masih layak untuk dilaksanakan dengan
84
nilai NPV sebesar Rp 51.285.263, nilai BC Rasio sebesar 2,61 , nilai IRR sebesar 62,47 persen, dan payback periode selama 1 tahun 9 bulan. 7.2 Saran 1) Jumlah keramba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata pada tahun 2011 sejumlah 53.031 unit yang telah melebihi batas normal yang telah ditentukan yaitu sejumlah 12.000 petak, semakin banyak jumlah KJA tersebut maka akan semakin tinggi kemungkinan sedimen limbah KJA yang dihasilkan dan pencemaran yang ditimbulkan. Hal tersebut tentu akan merugikan pihak dan PT. PJB UP Cirata dan BPWC. Oleh sebab itu diharapkan pemerintah mampu bertindak tegas dalam menindaklanjuti permasalahan tersebut. 2) Diperlukan penyuluhan dan sosialisasi yang terus menerus kepada pihak petani pemilik usaha KJA di Waduk Cirata mengenai pemberian pakan yang tidak berlebihan agar pakan yang tidak termakan tidak akan mengendap di dasar waduk dan menimbulkan sedimen serta pencemaran. 3) Perlu dibuat suatu kebijakan dimana setiap kilogram ikan yang dipanen dikenakan biaya untuk menutupi kerugian dari kegiatan pengeluaran sedimen pakan dengan sistem
flushing. Berdasarkan penelitian ini biaya yang
dikenakan untuk setiap kilogram ikan mas maupun nila yang dipanen sebesar Rp 21,62 per kg sehingga mampu mengganti biaya flushing yang dikeluarkan PT. PJB UP Cirata dan BPWC. Biaya sebesar Rp 21,62 per kg ikan tersebut dapat diaplikasikan pada Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang menjadi lokasi penjualan ikan petani usaha KJA Waduk Cirata.
85
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Pengkajian dan Evaluasi Tingkat Keamanan Bendungan di Jawa, volume III : Jawa Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Alam, Bandung. Atmoko G D. 2006. Analisis Kelayakan Usahatani Pembesaran dan Pemasaran Ikan Mas (Cyprinus carpio) Budidaya Keramba Jaring Apung (Kasus di Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aziz Iwan J. 2010. Pembangunan Berkelanjutan Peran dan Kontribusi Emil Salim. PT Gramedia, Jakarta. Azwar Zafri I. et all . 2004. „Manajemen Pakan Pada Usaha Budidaya Ikan di Keramba Jaring Apung‟ Pemecahan Masalah Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung . Departemen Kelautan dan Perikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jakarta. Hal. 37. Dandekar M M. 1991. Pembangkit Listrik Tenaga Air. Universitas Indonesia, Jakarta. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Peraira . Kanisius, Yogyakarta. Fauzi Akhmad. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Teori dan Aplikasi. PT SUN, Jakarta. Garno Y S. 2002. Beban Pencemaran Limbah Perikanan Budidaya dan Yutrofikasi di Perairan Pada DAS Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan. vol. 3. Hal. 112-120. Gittinger J P. 1986. Analisa Kelayakan Proyek Pertanian. UI Press, Jakarta. Hendayana Dandan. 2002. Analisis Usaha Perikanan Budidaya Perairan Waduk Dengan Jaring Apung (Kasus Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Husen M. 2004. „Perlunya Legislasi dan Tata Ruang Waduk Cirata‟ . Pengembangan Budidaya Perikanan di Perairan Waduk : Suatu Upaya Pemecahan Masalah Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung. Departemen Kelautan dan Perikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jakarta. Hal. 10.
86
Kadariah . 1988. Evaluasi Proyek Analisa Ekonomi Edisi Dua. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Krisetyana Hari. 2008. Tingkat Efisiensi Penggelontoran Endapan Sedimen di Waduk PLTA PB. Sudirman. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang. Mahyudin Kholish. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya, Jakarta. Mangkoesoebroto Guritno. 2000. Ekonomi Publik. YPFE, Yogyakarta. Mardiana L. 2007. Studi Kandungan Fosfor di Air dan Sedimentasi Yang Dipengaruhi Aktivitas Karamba Jaring Apung di Waduk Cirata, Jawa Barat. Skripsi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Misbah A. 2004.‟Kondisi, Permasalahan, dan Prospek Usaha Budidaya Ikan di Perairan Waduk‟. Pengembangan Budidaya Perikanan di Perairan Waduk : Suatu Upaya Pemecahan Masalah Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung. Departemen Kelautan dan Perikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jakarta. Hal. 19. Mitchell B. et all. 2010. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Naja H R Daeng. 2007. Bank Hijau Kebijakan Kredit yang Berwawasan Lingkungan. Med Press, Yogyakarta. Perdana Haris. 2008. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila Pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Jaring Kolor Di KJA Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sarief E S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung. Soeratno Arsyad L. 1999. Metode Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta. Supriyadi H. 2004. „Manajemen Kesehatan Pada Usaha Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung‟. Pengembangan Budidaya Perikanan di Perairan Waduk : Suatu Upaya Pemecahan Masalah Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung. Departemen Kelautan dan Perikanan. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jakarta. Hal. 32. Suratman . 2002. Studi Kelayakan Proyek . Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi , Madyapuro.
87
Walpole E. 1982. Pengantar Statistka. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Zuhal. 1995. Ketenagalistrikan Indonesia. PT Ganeca Prima, Jakarta.
88
LAMPIRAN
89
Lampiran 1. Analisis Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata Tahun ke 1 No
Komponen
Periode I (MT 1 dan 2)
Tahun Nol Jumlah
1 2
Komponen Biaya Biaya Investasi Biaya Operasional
Tahun ke 2
Harga (Rp)
Periode II (MT 3 dan 4) Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode III (MT 5 dan 6)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode IV (MT 7 dan 8)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
31.869.000
Pakan ikan (kg)
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
ikan Mas
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
ikan Nila
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
Benih ikan (kg)
Tenaga Kerja upah per musim tanam
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
bonus per musim tanam
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
140.000
140.000
Jumlah Biaya operasional 3
0
Biaya Tetap Perawatan (dimulai pada tahun ke 2) Retribusi pada PT. PJB UP Cirata Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi Jumlah Biaya tetap Total Biaya
4
294.000 50.000 153.358
153.358
153.358
153.358
0
497.358
153.808
587.358
293.358
31.869.000
143.585.358
143.241.358
143.675.358
143.391.358
Komponen Penerimaan Nilai produksi per unit Ikan Mas Ikan Nila Jumlah Manfaat Bersih DF 5,42% Manfaat Bersih DF 5,42%
294.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
-31.869.000
9.772.642
10.116.642
9.682.642
9.976.642
1
0,973954109
0,948586606
0,923879822
0,899816549
-31.869.000
9.518.105
9.596.511
8.945.598
8.977.148
90
90
Lampiran 1. Analisis Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata (Lanjutan) Tahun ke 3 Komponen
No
Periode 5 (MT 9 dan 10) Jumlah
Harga (Rp)
Tahun ke 4 Periode 6 (MT 11 dan 12)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
Periode 7 (MT 13 dan 14) Jumlah
Harga (Rp)
Tahun ke 5 Periode 8 (MT 15 dan 16)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 9 (MT 17 dan 18)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 10 (MT 19 dan 20)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
Komponen Biaya 1
Biaya Investasi
2
Biaya Operasional/M. Tanam Pakan ikan (kg)
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
ikan Mas
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
ikan Nila
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
Benih ikan (kg)
Tenaga Kerja upah per musim tanam
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
bonus per musim tanam
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
140.000
140.000
140.000
140.000
140.000
140.000
Jumlah Biaya operasional 3
Biaya Tetap Perawatan (dimulai pada tahun ke 2) Retribusi pada PT. PJB UP Cirata Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi Jumlah Biaya tetap
294.000
Total Biaya
294.000
294.000
153.358
153.358
153.358
153.358
153.358
153.358
587.358
293.358
587.358
293.358
587.358
293.358
143.675.358
143.381.358
143.675.358
143.381.358
143.675.358
143.381.358
Komponen Penerimaan 4
Nilai produksi per unit Ikan Mas
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140,608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
Ikan Nila
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
Jumlah Penerimaan Manfaat Bersih DF 5,42%
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
9.682.642
9.976.642
9.682.642
9.976.642
9.682.642
9.976.642
0,876380025
0,853553926
0,83122353
0,809669822
0,78858125
0,768041948
91
91
Manfaat Bersih DF 5,42% NPV DF 5,42% BC rasio IRR
8.485.674
8.515.602
8.049.397
8.077.786
7.635.550
7.622.481
53.594.849 2,68 64,86%
92
92
Lampiran 2. Analisis Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata Dengan Internalisasi Biaya Flushing Tahun ke 1 No
Komponen
Tahun Nol
Periode I (MT 1 dan 2) Jumlah
1 2
KOMPONEN BIAYA Biaya Investasi Biaya Operasional/M. Tanam
Tahun ke 2
Harga
Periode II (MT 3 dan 4)
Total
Jumlah
Harga
Periode III (MT 5 dan 6)
Total
Jumlah
Harga
Periode IV (MT 7 dan 8)
Total
Jumlah
Harga
Total
31.869.000
Pakan ikan (kg)
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
ikan Mas
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
ikan Nila
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
Benih ikan (kg)
Tenaga Kerja upah per musim tanam
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
bonus per musim tanam
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
140.000
140.000
Jumlah Biaya operasional 3
0
Biaya Tetap Perawatan (dimulai pada tahun ke 2) Retribusi pada PT. PJB UP Cirata
294.000
Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi Biaya Flushing Jumlah Biaya Tetap Total Biaya 4
50.000 153.358
153.358
153.358
153.358
278.587.92
278.587.92
278.587.92
278.587.92
0
763.629,92
419.629,92
853.629,92
559.629,92
31.869.000
143.851.629,92
143.507.629,92
143.941.629,92
143.647.629,92
KOMPONEN PENERIMAAN Nilai produksi per unit Ikan Mas Ikan Nila *) Jumlah Penerimaan Manfaat Bersih DF 5,42% Manfaat Bersih DF 5,42%
294.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
10,816
13,000
140.608.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1,500
8,500
12.750.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
-31.869.000
9.506.370
9.850.370
9.416.370
9.710.370
1
0,973954109
0,948586606
0,923879822
0,899816549
-31.869.000
9.258.768
9.343.929
8.699.594
8.737.552
93
93
Lampiran 2. Analisis Kelayakan Usaha Keramba Jaring Apung di Waduk Cirata Dengan Internalisasi Biaya Flushing (Lanjutan) Tahun ke 3 Komponen
No
Periode 5 (MT 9 dan 10) Jumlah
Harga (Rp)
Tahun ke 4 Periode 6 (MT 11 dan 12)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 7 (MT 13 dan 14)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Tahun ke 5 Periode 8 (MT 15 dan 16)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 9 (MT 17 dan 18)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 10 (MT 19 dan 20)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
KOMPONEN BIAYA 1
Biaya Investasi
2
Biaya Operasional/M. Tanam Pakan ikan (kg)
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
ikan Mas
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
ikan Nila
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
Benih ikan (kg)
Tenaga Kerja
3
upah per musim tanam
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
bonus per musim tanam
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
140.000
140.000
140.000
140.000
140.000
140.000
Jumlah Biaya operasional Biaya Tetap Perawatan (dimulai pada tahun ke 2) Retribusi pada PT. PJB UP Cirata Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi Biaya Flushing
153.358
153.358
153.358
153.358
153.358
153.358
278.587.92
278.587.92
278.587.92
278.587.92
278.587.92
278.587.92
Jumlah Biaya Tetap
853.629,92
559.629,92
853.629,92
559.629,92
853.629,92
559.629,92
143.941.629,92
143.647.629,92
143.941.629,92
143.647.629,92
143.941.629,92
143.647.629,92
Total Biaya
294.000
294.000
294.000
94
94
4
KOMPONEN PENERIMAAN Nilai produksi per unit Ikan Mas
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140,608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
Ikan Nila
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
Jumlah Manfaat Bersih DF 5,42% Manfaat Bersih DF 5,42% NPV DF 5,42% BC rasio IRR
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
9.416.370
9.710.370
9.416.370
9.710.370
9.416.370
9.710.370
0,876380025
0,853553926
0,83122353
0,809669822
0,78858125
0,768041948
8.252.319
8.288.325
7.828.039
7.862.194
7.425.573
7.457.972
51.285.263 2,61 62,47%
95
95
Lampiran 3. Nilai Arus Tunai Dengan Kenaikan Harga Pakan Rp 6400,00 per kg Sebelum Internalisasi Biaya Flushing Tahun ke 1 No
Komponen
Periode I (MT 1 dan 2)
Tahun Nol Jumlah
1 2
KOMPONEN BIAYA Biaya Investasi Biaya Operasional/M. Tanam
Tahun ke 2
Harga (Rp)
Periode II (MT 3 dan 4) Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode III (MT 5 dan 6)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode IV (MT 7 dan 8)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
31.869.000
Pakan ikan (kg)
18.648
6.400
119.347.200
18.648
6.400
119.347.200
18.648
6.400
119.347.200
18.648
6.400
119.347.200
ikan Mas
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
ikan Nila
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
Benih ikan (kg)
Tenaga Kerja upah per musim tanam
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
bonus per musim tanam
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
140.000
140.000
Jumlah Biaya operasional 3
0
Biaya Tetap Perawatan (dimulai pada tahun ke 2) Retribusi pada PT. PJB UP Cirata Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi Jumlah Biaya Tetap Total Biaya
4
294.000 50.000 153.358
153.358
153.358
153.358
0
497.358
153.358
587.358
293.358
31.869.000
151.044.558
150.700.558
151.134.558
150.840.558
KOMPONEN PENERIMAAN Nilai produksi per unit Ikan Mas Ikan Nila Jumlah Manfaat Bersih DF 5,42% Manfaat Bersih DF 5,42%
294.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
143.241.358
10.816
13.000
143.675.358
10.816
13.000
143.381.358
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
-31.869.000
2.313.442
2.657.442
2.223.442
2.517.442
1
0,973954109
0,948586606
0,923879822
0,899816549
-31.869.000
2.253.186
2.520.814
2.054.193
2.265.236
96
96
Lampiran 3. Nilai Arus Tunai Dengan Kenaikan Harga Pakan Rp 6400,00 per kg Sebelum Internalisasi Biaya Flushing (Lanjutan) Tahun ke 3 Komponen
No
Periode 5 (MT 9 dan 10) Jumlah
Harga (Rp)
Tahun ke 4 Periode 6 (MT 11 dan 12)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
Periode 7 (MT 13 dan 14) Jumlah
Harga (Rp)
Tahun ke 5 Periode 8 (MT 15 dan 16)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 9 (MT 17 dan 18)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 10 (MT 19 dan 20)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
Komponen Biaya 1
Biaya Investasi
2
Biaya Operasional/M. Tanam Pakan ikan (kg)
18.648
6.400
119.347.200
18.648
6.400
119.347.200
18.648
6.400
119.347.200
18.648
6.400
119.347.200
18.648
6.400
119.347.200
18.648
6.400
119.347.200
ikan Mas
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
ikan Nila
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
Benih ikan (kg)
Tenaga Kerja upah per musim tanam
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
bonus per musim tanam
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
140.000
140.000
140.000
140.000
140.000
140.000
Jumlah Biaya operasional 3
Biaya Tetap Perawatan (dimulai pada tahun ke 2) Retribusi pada PT. PJB UP Cirata Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi Jumlah Biaya Tetap
294.000
Total Biaya
294.000
294.000
153.358
153.358
153.358
153.358
153.358
153.358
587.358
293.358
587.358
293.358
587.358
293.358
151.134.558
150.840.558
151.134.558
150.840.558
151.134.558
150.840.558
Komponen Penerimaan 4
Nilai produksi per unit Ikan Mas
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140,608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
10.816
13.000
140.608.000
Ikan Nila
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
Jumlah Penerimaan Manfaat Bersih DF 5,42%
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
153.358.000
2.223.442
2.517.442
2.223.442
2.517.442
2.223.442
2.517.442
0,876380025
0,853553926
0,83122353
0,809669822
0,78858125
0,768041948
97
97
Manfaat Bersih DF 5,42% NPV DF 5,42% BC rasio IRR
1.948.580
2.148.773
1.848.397
2.038.297
1.753.365
1.933.501
11.104..658 0,65 <5,42%
98
98
Lampiran 4. Nilai Arus Tunai Dengan Penurunan Harga Panen Rp 12.500,00 per kg Sebelum Internalisasi Biaya Flushing Tahun ke 1 No
Komponen
Periode I (MT 1 dan 2)
Tahun Nol Jumlah
1 2
KOMPONEN BIAYA Biaya Investasi Biaya Operasional/M. Tanam
Tahun ke 2
Harga (Rp)
Periode II (MT 3 dan 4) Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode III (MT 5 dan 6)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode IV (MT 7 dan 8)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
31.869.000
Pakan ikan (kg)
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
ikan Mas
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
ikan Nila
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
Benih ikan (kg)
Tenaga Kerja upah per musim tanam
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
bonus per musim tanam
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
140.000
140.000
Jumlah Biaya operasional 3
0
Biaya Tetap Perawatan (dimulai pada tahun ke 2) Retribusi pada PT. PJB UP Cirata
294.000
Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi Jumlah Biaya Tetap Total Biaya 4
50.000 153.358
153.358
153.358
153.358
0
497.358
153.358
587.358
293.358
31.869.000
143.585.358
143.241.358
143.675.358
143.391.358
KOMPONEN PENERIMAAN Nilai produksi per unit Ikan Mas Ikan Nila Jumlah Penerimaan Manfaat Bersih DF 5,42% Manfaat Bersih 5,42%
294.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
147.950.000
147.950.000
147.950.000
147.950.000
-31.869.000
4.364.642
4.708.642
4.274.642
4.568.642
1
0,973954109
0,948586606
0,923879822
0,899816549
-31.869.000
4.250.961
4.466.555
3.949.255
4.110.940
99
99
Lampiran 4. Nilai Arus Tunai Dengan Penurunan Harga Panen Rp 12.500,00 per kg Sebelum Internalisasi Biaya Flushing (Lanjutan) Tahun ke 3 Komponen
No
Periode 5 (MT 9 dan 10) Jumlah
1 2
Harga (Rp)
Total (Rp)
Tahun ke 4 Periode 6 (MT 11 dan 12)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
Periode 7 (MT 13 dan 14) Jumlah
Harga (Rp)
Tahun ke 5 Periode 8 (MT 15 dan 16)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 9 (MT 17 dan 18)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 10 (MT 19 dan 20)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
KOMPONEN BIAYA Biaya Investasi Biaya Operasional/M. Tanam Pakan ikan (kg)
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
ikan Mas
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
ikan Nila
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
Benih ikan (kg)
Tenaga Kerja upah per musim tanam
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
bonus per musim tanam
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
587.358
293.358
587.358
293.358
587.358
293.358
140.000
140.000
140.000
140.000
140.000
140.000
Jumlah Biaya operasional 3
Biaya Tetap Perawatan (dimulai pada tahun ke 2) Retribusi pada PT. PJB UP Cirata Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi Jumlah Biaya Tetap
294.000
Total Biaya 4
KOMPONEN PENERIMAAN Nilai produksi per unit Ikan Mas Ikan Nila Jumlah Penerimaan Manfaat Bersih DF 5,42%
294.000
294.000
153.358
153.358
153.358
153.358
153.358
153.358
587.358
293.358
587.358
293.358
587.358
293.358
143.675.358
143.381.358
143.675.358
143.381.358
143.675.358
143.381.358
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
147.950.000
147.950.000
147.950.000
147.950.000
147.950.000
147.950.000
4.274.642
4.568.642
4.274.642
4.568.642
4.274.642
4.568.642
0,876380025
0,853553926
0,83122353
0,809669822
0,78858125
0,768041948
100
100
Manfaat Bersih DF 5,42% NPV DF 5,42% BC rasio IRR
3.746.211
3.899.582
3.553.605
3.699.092
3.370.903
3.508.909
6.687.012 1,21 13,65%
101
101
Lampiran 5. Nilai Arus Tunai Dengan Penurunan Harga Panen Rp 12.500,00 per kg Setelah Internalisasi Biaya Flushing Tahun ke 1 No
Komponen
Periode I (MT 1 dan 2)
Tahun Nol Jumlah
1 2
KOMPONEN BIAYA Biaya Investasi Biaya Operasional/M. Tanam
Tahun ke 2
Harga (Rp)
Periode II (MT 3 dan 4) Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode III (MT 5 dan 6)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode IV (MT 7 dan 8)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
31.869.000
Pakan ikan (kg)
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
ikan Mas
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
560
30.000
16.800.000
ikan Nila
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
Benih ikan (kg)
Tenaga Kerja upah per musim tanam
7.200.000
7.200.000
7.200.000
7.200.000
bonus per musim tanam
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
140.000
140.000
Jumlah Biaya operasional 3
0
Biaya Tetap Perawatan (dimulai pada tahun ke 2) Retribusi pada PT. PJB UP Cirata
294.000
Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi Biaya Flushing Jumlah Biaya Tetap Total Biaya 4
50.000 153.358
153.358
153.358
153.358
278.587.92
278.587.92
278.587.92
278.587.92
0
763.629,92
419.629,92
853.629,92
559.629,92
31.869.000
143.851.629,92
143.507.629,92
143.941.629,92
143.647.629,92
KOMPONEN PENERIMAAN Nilai produksi per unit Ikan Mas Ikan Nila Jumlah Penerimaan Manfaat Bersih DF 5,42% Manfaat Bersih DF 5,42%
294.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
147.950.000
147.950.000
147.950.000
147.950.000
-31.869.000
4.098.370
4.442.370
4.008.370
4.302.370
1
0,973954109
0,948586606
0,923879822
0,899816549
-31.869.000
3.991.624
4.213.973
3.703.252
3.871.344
102
102
Lampiran 5. Nilai Arus Tunai Dengan Penurunan Harga Panen Rp 12.500,00 per kg Setelah Internalisasi Biaya Flushing (Lanjutan) Tahun ke 3 Komponen
No
Periode 5 (MT 9 dan 10) Jumlah
1 2
Harga (Rp)
Tahun ke 4 Periode 6 (MT 11 dan 12)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 7 (MT 13 dan 14)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
Tahun ke 5 Periode 8 (MT 15 dan 16)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 9 (MT 17 dan 18)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Periode 10 (MT 19 dan 20)
Total (Rp)
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
KOMPONEN BIAYA Biaya Investasi Biaya Operasional/M. Tanam Pakan ikan (kg)
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.00 0
18.648
6.000
111.888.000
18.648
6.000
111.888.0 00
ikan Mas
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
560
30.000
16.80.000
ikan Nila
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
400
13.000
5.200.000
Benih ikan (kg)
Tenaga Kerja upah per musim tanam
7.200.000
7.200.000
7.200.000
bonus per musim tanam
2.000.000
2.000.000
Jumlah Biaya operasional 3
7.200.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
2.000.000
143.088.000
143.088.0 00
140.000
140.000
143.088.000
143.088.000
143.088.000
143.088.00 0
140.000
140.000
140.000
140.000
7.200.000
Biaya Tetap Perawatan (dimulai pada tahun ke 2) Retribusi pada PT. PJB UP Cirata Retribusi Pengusahaan pada Pemerintah Propinsi Retribusi Hasil Perikanan pada Pemerintah Propinsi Biaya Flushing
294.000
Total Biaya
KOMPONEN PENERIMAAN Nilai produksi per unit Ikan Mas Ikan Nila Jumlah Penerimaan
294.000
153.358
Jumlah Biaya Tetap
4
7.200.000
153.358
294.000
153.358
153.358
153.358
278.587.92
278.587.92
278.587.92
278.587.92
278.587.92
853.629,92
559.629,92
853.629,92
559.629,92
853.629,92
143.941.629, 92
143.647.629, 92
143.941.629, 92
143.647.62 9,92
143.941.629 ,92
153.358 278.587.9 2 559.629,9 2 14 3.647.629 ,92
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
135.200.00 0
10.816
12.500
135.200.000
10.816
12.500
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
12.750.000
1.500
8.500
147.950.000
147.950.000
147.950.000
147.950.00 0
147.950.000
135.200.0 00 12.750.00 0 147.950.0 00
103
103
Manfaat Bersih
4.008.370
DF 5,42% Manfaat Bersih DF 5,42% NPV DF 5,42% BC rasio IRR
4.302.370
4.008.370
4.302.370
4.008.370
4.302.370
0,78858125
0,768041 948
3.160.925
3.304.401
0,876380025
0,853553926
0,83122353
0,80966982 2
3.512.855
3.672.305
3.332.248
3.483.499
4.377. 427 1,14 10,86 %
104
104
Lampiran 6. Dokumentasi
105
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cimahi, Jawa Barat pada tanggal 14 Juni 1990 sebagai anak terakhir dari tiga bersaudara dari pasangan Indra Bungsu dan Nazariah. Pendidikan penulis dimulai dari TK Warga Bakti (1994-1996), SD Kartika III-3 Cimahi (1996-2002), SMP Negeri 6 Cimahi (2002-2005), SMA Negeri 2 Cimahi (2005-2008). Tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti keorganisasian kampus yaitu sebagai Staf Divisi Enterpreneurship (E-Ship) HIMPRO REESA tahun 2011/2012, dan aktif dalam kepanitiaan beberapa event kampus.
106