ANALISIS HUBUNGAN PERUBAHAN ORGANISASI, GROWTH FACTORS, HYGIENE FACTORS DAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI PT. KALTIM MEDIKA UTAMA Hendrick Hernando, Bustanul Arifin Noer Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 e-mail
[email protected] ;
[email protected] ABSTRAK Perubahan dalam sebuah organisasi saat ini telah menjadi bahasan yang penting. Peluang terjadinya penurunan tingkat motivasi dan kinerja dapat terjadi jika perubahan tidak dikelola dengan baik. Perubahan dapat dipicu oleh dorongan faktor internal maupun eksternal. Dunia perumahsakitan Indonesia saat ini sedang menghadapi fenomena perubahan. Mengacu pada UU. RS. No. 44 tahun 2009, rumah sakit privat atau swasta yang berorientasi profit harus dikelola oleh badan hukum PT. atau Perseroan. PT. Kaltim Medika Utama adalah salah satu pengelola rumah sakit swasta di Bontang yang dahulu berbentuk yayasan. Perubahan resmi dalam bentuk PT. terjadi pada Maret 2012. Seiring bergulirnya waktu, karyawan merasa perubahan ini merupakan suatu hal yang biasa. Mereka mengaku kurang familiar dengan struktur maupun visi-misi organisasi baru. Program nyata untuk memenuhi misi-misi perubahan (ex: akreditasi paripurna) saat ini diakui menjadi beban tersendiri oleh sejumlah karyawan. Pada penelitian tugas akhir ini akan dilakukan analisis hubungan antara konstruk perubahan organisasi, growth factors, hygiene factors dan motivasi kerja karyawan. Konstruk growth factors, hygiene factors dan motivasi kerja mengacu pada teori dua faktor Herzberg. Untuk melihat pengaruh indikator pada setiap konstruk laten digunakan metode CFA. Sedangkan untuk mengkaji kausalitas hubungan antar konstruk pada penelitian ini digunakan metode SEM. Hasil penelitian menunjukkan motivasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan. Selain itu growth factors terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi karyawan. Sedangkan pada hygiene factors terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja. Kata kunci : CFA, Motivasi Kerja, Perubahan Organisasi, Rumah Sakit, SEM
ABSTRACT Change in organization today has become an important discussions. If the changes can’t be managed properly, it caused the degradation of performance or work motivation. Changes can be trigerred by internal or external factors. Today, the hospital agencies in Indonesia has been facing the phenomenon of change. It refers to goverment regulations on UU. RS. No. 44 tahun 2009, private hospitals should be managed by a company. PT. Kaltim Medika Utama is one of the company that manages a private hospital in Bontang. The changes from a foundation become a company was happened in March 2012. Employee think about this changes was a common things. They were claimed to less familliar with the new organizations structure or objective. The changes program (i.e accreditation) has become a burden for some employee. This research aims to analyze the relationship between organizational change, growth factors, hygiene factors and work motivation of employee. The work motivation refers to Herzberg two factors theory. Confirmatory factor anlaysis was used to see the indicators effect on the latent construct. While, structural equation modelling was used to determine the relationship between each of the latent constructs. The results of this research concluded that work motivation has a significant influence on organizational change, growth factors has a significant influence on work motivation. While, the hygiene factors hasn’t a significant influence on work motivation. Keywords : CFA, Hospital, Organizational Change, SEM, Work Motivation
1
1. Pendahuluan Perubahan organisasi telah menjadi kajian yang cukup penting pada saat ini. Banyak pihak berpendapat bahwa eksistensi dari sebuah organisasi dapat dinilai dari kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan. Akan tetapi, perubahan yang terjadi tidak selamanya dapat dikelola dengan efektif. Ada kalanya sebuah perubahan dapat menjadi penyebab penurunan kinerja di dalam sebuah organisasi. Sementara perubahan itu tidak dapat dihindari karena organisasi merupakan integrasi dari suatu sistem yang dinamis (Qomaruzzaman, 2008). Instansi rumah sakit privat/swasta di Indonesia kini sedang menghadapi fenomena perubahan. Hal ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah di dalam UU. RS. No. 44 Tahun 2009 Pasal 21 mengenai penetapan badan hukum PT. ataupun Perseroan. Rumah sakit privat merupakan rumah sakit yang melakukan pengelolaan secara mandiri atas pelayanan kesehatannya. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian rumah sakit privat dalam hal finansial dan manajerial. Rumah sakit yayasan pupuk kaltim (RS. PKT) merupakan salah satu instansi rumah sakit privat terbesar di Bontang. RS. PKT sejak tahun 1990 telah berdiri sebagai rumah sakit privat yang mandiri dalam hal pendanaan. Pengajuan RS. PKT untuk menjadi sebuah perusahaan tersendiri baru disetujui oleh pihak PT. Pupuk Kalimantan Timur selaku induk perusahaan pada tahun 2011. Hingga pada 1 Maret 2012 lalu PT. Kaltim Medika Utama (KMU) resmi dilaunching oleh pihak pengelola. Perubahan yang dilakukan oleh PT. KMU ini dikategorikan dalam jenis radical change. Adapun radical change merupakan suatu jenis perubahan yang rentan terhadap ketidakpuasan dan risiko kegagalan dalam tubuh organisasi (Chiang, 2010). Berbicara lebih lanjut mengenai perubahan, kesiapan suatu organisasi untuk menghadapi perubahan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor personal/individu seperti motivasi (Mrayyan et al., 2008). Sementara PT. KMU lebih banyak mengandalkan resource lama yang kurang memahami permasalahan
pengelolaan SDM. Kondisi ini menjadi sangat menarik untuk dikaji dalam sebuah penelitian tugas akhir. Penelitian tugas akhir ini bertujuan untuk melakukan analisis hubungan antara perubahan organisasi, growth factors, hygiene factors dan motivasi kerja karyawan. Sifat dari penelitian ini adalah confirmatory research yang bertujuan mengungkap hubungan perubahan organisasi, growth factors, hygiene factors dan motivasi kerja karyawan di PT. KMU. Model teoritis yang dibangun dari kajian literatur akan diuji menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM). Penggunaan SEM dapat mengakomodasi pengamatan pada variabel yang tidak dapat diukur langsung (latent). Selain itu, koefisien pada output SEM sudah dalam bentuk yang distandarkan. Sehingga pengamat dapat langsung mengetahui kuantifikasi hubungan antar variabel. Pemilihan PT. KMU sebagai objek penelitian dirasa cukup representatif dengan topik bahasan yang sedang diangkat. Hal ini berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada rumah sakit ini. Hasil analisis yang dihasilkan pada tugas akhir ini akan bermanfaat bagi pihak manajemen PT. KMU untuk dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan perubahan. Sementara penelitian tugas akhir ini pun dapat menjadi pelengkap literatur bagi pihak lain yang melakukan kajian pada bidang sejenis. 2. Metodologi Penelitian Pada bagian ini akan dibahas beberapa hal yang akan dijelaskan sebagai berikut. 2.1
Model Penelitian Terdapat empat buah variabel yang akan dikaji dalam penelitian tugas akhir ini. Growth factors dan hygiene factors adalah variabel latent bebas (eksogen). Sedangkan perubahan organisasi dan motivasi kerja adalah variabel latent terikat (endogen). Keempat variabel laten tersebut akan dijelaskan oleh sejumlah variabel indikator. Gambar 2.1 berikut ini merupakan model teoritis yang akan diuji dalam proses penelitian.
2
Organization Change (ƞ2)
Work Motivation (ƞ1)
Growth Factors (ξ1)
Hygiene Factors (ξ2)
Gambar 2.1 Model Penelitian
Literatur yang mengkaji teori motivasi pada umumnya berkiblat pada dua pemikiran, yang meliputi needs theories dan process theories (Lundberg et al., 2009). Konten needs theories berkonsentrasi pada aspek emosional dari motivasi kerja. Sedangkan process theories berkonsentrasi pada proses kognitif, walaupun aspek emosional tidak dihilangkan seluruhnya. Pada penelitian tugas akhir ini akan digunakan faham needs theories sebagai dasar pemikiran motivasi kerja karyawan. Teori motivasi Herzberg merupakan salah satu needs theories yang berpengaruh. Teori ini membagi kebutuhan manusia yang menghasilkan dua situasi berbeda. Herzberg mengklasifikasikan faktor-faktor yang menjadi motivator dalam growth factors. Artinya, keberadaan faktor ini pada suatu pekerjaan akan menyebabkan adanya kepuasan yang signifikan. Sedangkan jika tidak ada maka tidak akan menjadi masalah yang berarti. Hygiene factors merupakan kebutuhan dasar seseorang dalam bekerja. Herzberg berpendapat bahwa posisi faktor ini sebagai pendorong motivasi pada tingkat minimum. Artinya, jika faktor ini tidak ada, maka akan menimbulkan ketidakpuasan. Namun keberadaannya tidak berdampak pada peningkatan motivasi yang signifikan. 2.2
Hipotesis Penelitian Penentuan hipotesis penelitian yang akan diuji pada pengerjaan tugas akhir ini merujuk pada teori dan penelitian terdahulu. Mrayyan et al. (2008) berpendapat mengenai
kesiapan sebuah organisasi dalam menghadapi adanya perubahan. Jika individu dalam sebuah organisasi memiliki tingkat motivasi yang baik, maka proses pengelolaan perubahan dapat dilakukan dengan lebih efektif. Individu yang kurang termotivasi akan lebih rentan untuk melakukan komplain terhadap perubahan. Pada pembahasan mengenai motivasi kerja diketahui bahwa motivasi dipengaruhi oleh dua faktor (growth & hygiene). Lundberg et. al (2009) dalam penelitiannya memperlihatkan adanya pengaruh yang signifikan dari growth factors pada motivasi kerja. Sebaliknya, tidak ditemukan adanya pengaruh signifikan dari hygiene factors terhadap motivasi kerja. Pada Tabel 2.1 berikut merupakan ringkasan hipotesis pada tugas akhir ini. Tabel 2.1 Hipotesis Penelitian
Hipotesis Hipotesis 1 Hipotesis 2
Hipotesis 3
Keterangan Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap perubahan (Mrayyan et al. 2008) Growth factors berpengaruh positif terhadap motivasi kerja (Lundberg et al. 2009) Hygiene factors tidak berpengaruh terhadap motivasi kerja (Lundberg et al. 2009)
2.3
Metode Structural Equation Modelling Pada proses pengerjaan tugas akhir ini akan digunakan metode Structural Equation Modelling (SEM) untuk menjawab tujuan yang telah dibahas pada bagian pendahuluan. Adapun estimasi yang akan digunakan adalah maximum likelihood (MLE). Fungsi MLE pada dasarnya bertumpu pada perbandingan nilai kovarian sampel (empirical data) dengan nilai estimasi. Menurut Ghozali (2013), SEM berbasis nilai kovarian akan berusaha meminimasi selisih antara kovarian sampel dengan estimasi. Namun penggunaan SEM berbasis kovarian ini harus memenuhi asumsi parametrik seperti data yang harus berdistribusi normal. Secara umum pengerjaan dengan SEM melalui dua tahap, pertama menguji hubungan konstruk dengan indikatornya (Confirmatory Factor Analysis). Pada tahap pertama ini akan dilihat apakah indikator yang ada terbukti valid dan signifikan untuk mengukur konstruknya. 3
Tahap ini lebih sering dikenal dengan pengujian model pengukuran. Setelah itu akan dilanjutkan dengan uji model struktural. Pada tahap kedua ini akan dilakukan estimasi hubungan antar konstruk laten. Output pada estimasi hubungan ini yang akan digunakan untuk melakukan uji hipotesis. 3. Pengumpulan Data Pada bagian ini akan dibahas beberapa hal yang akan dijelaskan sebagai berikut. 3.1
Desain Kuesioner Kuesioner pada penelitian tugas akhir ini terdiri dari 16 pertanyaan. Adapun skala yang digunakan adalah skala likert 1-5 (ordinal). Alasan penggunaan 5 nilai dalam skala jawaban lebih ditekankan pada kepraktisan pengolahan. Mengingat pada tahap pengolahan, skala data akan dikonversi menjadi skala interval. Hal ini berkaitan dengan tahap pengujian dan analisis yang membutuhkan data kuantitatif. Pada Tabel 3.1 dan 3.2 berikut adalah rincian pertanyaan dari kuesioner yang digunakan. Adapun jumlah keseluruhan pertanyaan yang ada sebanyak 16 butir dan telah dilakukan verifikasi dengan pihak internal PT. Kaltim Medika Utama. Tabel 3.1 Desain Kuesioner
No. 1. 2.
3. 4. No. 1. 2. 3.
Konstruk Growth Factors Akses informasi membantu saya untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan dengan lebih baik. Saya merasa puas ketika dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan sesuai dengan arahan yang diterima. Saya merasa bersemangat ketika dapat mengutarakan pendapat dan ide pribadi pada saat bekerja. Program pelatihan membantu saya untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan dengan lebih baik. Konstruk Hygiene Factors Peningkatan pendapatan/gaji membuat saya termotivasi dalam melakukan aktivitas pekerjaan. Penghargaan/bonus/insentif membuat saya termotivasi dalam melakukan aktivitas pekerjaan. Bergurau sejenak dengan rekan kerja membuat saya bersemangat dalam bekerja.
Ketujuh butir pertanyaan diatas adalah wujud indikator pada konstruk laten eksogen. Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa
growth dan hygiene merupakan konstruk laten eksogen pada penelitian ini. Tabel 3.2 Desain Kuesioner (Lanjutan)
No. 1. 2. 3. 4. No. 1. 2.
3. 4. 5.
Konstruk Motivasi Kerja Pihak manajemen membuat saya termotivasi dalam melakukan aktivitas pekerjaan. Pimpinan/manajer membuat saya termotivasi dalam melakukan aktivitas pekerjaan. Rekan kerja merupakan hal penting bagi saya untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan dengan lebih baik. Saya merasa puas dengan pekerjaan yang saat ini saya jalani. Konstruk Perubahan Organisasi Visi & misi PT. KMU saat ini membuat saya termotivasi dalam melakukan aktivitas perkerjaan. Civitas (keluarga besar) PT. KMU pada saat ini membuat saya bersemangat dalam melakukan aktivitas pekerjaan. Teknologi yang digunakan PT. KMU saat ini membuat saya dapat melakukan aktivitas pekerjaan dengan lebih baik. Struktur organisasi PT. KMU saat ini membuat pembagian fungsi kerja dan koordinasi menjadi lebih baik. Budaya kerja yang diterapkan PT. KMU saat ini membuat saya termotivasi dalam bekerja.
3.2
Responden Penelitian Populasi objek penelitian ini berjumlah 254 orang karyawan, dengan tingkat kesalahan yang ditolerir sebesar 10%, maka didapatkan nilai minimum sampel dengan formulasi slovin sebanyak 72 orang karyawan. Tabel 3.3 Responden Penelitian
No.
Populasi
Sampel
1.
Admin
Profesi
96
24
2.
Analis
7
7
3.
Apoteker
3
2
4.
Asisten apoteker
15
9
5.
Bidan
10
10
6.
Dokter umum
11
6
7.
Dokter gigi
4
4
8.
Dokter spesialis
2
2
9.
Fisioterapi
3
3
10.
Gizi
2
1
11.
Perawat
96
27
12.
Psikolog
1
1
13.
Rontgen
4
4
254
100
Jumlah
4
Kuesioner yang disebarkan pada PT. KMU sebanyak 120 buah, namun yang kembali berjumlah 105 kuesioner dan yang valid hanya 100 kuesioner seperti pada Tabel 3.3. Pemilihan responden untuk proses pengisian kuesioner disyaratkan minimal telah bekerja selama 2 tahun. Profil responden yang disajikan pada pertanyaan kuesioner antara lain meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan masa kerja responden. Rekapitulasi deskriptif dari responden disajikan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Deskriptif Responden
No.
Profil
1.
Jenis kelamin
2.
Umur
3.
4.
Pendidikan
Masa kerja
Presentase 24% Pria 76% Wanita 2% < 20 54% 21-30 24% 30-40 20% > 40 15% SMU 55% Diploma 28% Sarjana 2% Pascasarjana 50% < 5 28% 5-10 6% 11-15 16% > 15
dikatakan berdistribusi normal multivariate jika minimal 50% keseluruhan mempunyai nilai dsquare lebih besar dari χ2tabel (Lerdy, 2011). Hasil pada tahap pengolahan data menyatakan bahwa 97% data memiliki d2 < χ2 table (Gambar 4.1). Presentase ini sudah terlampau jauh untuk syarat minimal (50%). 4.2
Multikolinearitas Variabel Uji multikolinearitas bertujuan untuk melihat indikasi adanya kasus multikolinearitas antara konstruk laten dalam penelitian tugas akhir ini. Kasus tersebut ditafsirkan sebagai adanya korelasi yang sempurna atau besar diantara konstruk laten. Asumsi nilai korelasi (r) yang diperbolehkan antara konstruk laten adalah kurang dari 0.9 (Lerdy, 2011). Tabel 4.1 berikut adalah rekap hasil proses pengujian. Tabel 4.1 Hasil Uji Multikolinearitas
Konstruk Laten H G M P
H 0.567 0.093 0.289
Nilai Korelasi G M 0.567 0.093 0.311 0.311 0.527 0.684
P 0.289 0.527 0.684
4. Pengolahan Data Pada bagian ini akan dibahas beberapa hal yang akan dijelaskan sebagai berikut.
Hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa tidak ada nilai korelasi yang melebihi cut off value (0.9). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada kasus multikolinearitas antar konstruk laten pada tugas akhir ini.
4.1
4.3
Multinormalitas Data Asumsi untuk melakukan uji CFA dan metode SEM adalah data harus berdistribusi normal multivariate.
Gambar 4.1 Scatterplot dd vs Chi-square
Uji multinormalitas dapat dilakukan dengan mengukur jarak mahalonobis d-square dari setiap pengamatan. Data yang ada dapat
Confirmatory Factor Analysis Tahap ini digunakan untuk mengetahui indikator mana saja yang dapat menerangkan konstruk latennya dengan baik. Sebelumnya akan ditinjau kesesuaian model pengukuran dengan kriteria goodness of fit yang telah ditentukan. Selain itu akan dilihat pula nilai reliabilitas dari konstruk laten dalam model penelitian ini. Proses pengujian akan dilakukan pada konstruk laten endogen dan eksogen. Adapun langkah pengerjaan pada kedua konstruk tidak berbeda, sehingga penjelasan pada bagian ini hanya akan memuat pengerjaan pada salah satu konstruk saja. Variabel growth dan hygiene merupakan konstruk laten eksogen dengan total jumlah indikator sebanyak 7 indikator.
5
Melalui tahap perhitungan construct reliability didapatkan nilai sebesar 0.834. Nilai ini lebih besar dari 0.7 yang merupakan cut off value dari construct reliability. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konstruk laten eksogen reliabel. CR
CR
4.4782 4.4782 3.981
2
2
CR 0.834 Gambar 4.2 CFA Konstruk Eksogen
Hygiene factors terdiri dari 3 macam indikator, yaitu level gaji, reward dan hubungan interpersonal. Sedangkan growth factors terdiri dari 4 buah indikator, yaitu tanggung jawab, pengakuan, pelatihan dan informasi. Uji CFA pada konstruk laten eksogen perlu adanya modifikasi untuk memenuhi kriteria kesesuaian yang telah ditentukan (Gambar 4.2). Tabel 4.2 Hasil CFA Konstruk Eksogen
Parameter Chi square stat. Probability level GFI AGFI TLI RMSEA
Cut off < 14.07 ≥ 0.05 ≥ 0.9 ≥ 0.9 ≥ 0.9 < 0.08
Hasil 11.083 0.135 0.964 0.893 0.941 0.077
Keputusan Fit Fit Fit Marginal Fit Fit
Proses CFA yang sama dilakukan pada konstruk endogen yang terdiri dari motivasi dan perubahan organisasi. Salah satu indikator pada variabel motivasi (rekan kerja) terindikasi tidak valid dengan nilai loading factor yang hanya sebesar 0.282. Perhitungan construct reliability memperlihatkan konstruk endogen telah reliabel dengan nilai koefisien sebesar 0.885. 4.4
Structural Equation Modelling Setelah melakukan confirmatory factor analysis, maka tahap pengerjaan selanjutnya adalah melakukan uji model struktural.
Secara umum variabel indikator dapat menerangkan konstruk latennya dengan baik dan signifikan. Hal ini dibuktikan dengan nilai p-value yang bernilai dibawah 5%. Hanya indikator h3 (hub. interpersonal) yang memiliki loading factor kurang dari 0.5. Maka dari itu indikator ini akan dihapus dan tidak disertakan pada tahap uji model struktural. Tabel 4.3 Nilai Loading Factor Konstruk Eksogen
Indikator h1 < hygiene h2 < hygiene h3 < hygiene g1 < growth g2 < growth g3 < growth g4 < growth Total
Loading Factor 0.722 0.891 0.384 0.567 0.549 0.711 0.654 4.478
Error 0.479 0.206 0.853 0.679 0.699 0.494 0.572 3.981
Gambar 4.3 Full Model Struktural
Model struktural pada penelitian tugas akhir ini memerlukan adanya modifikasi untuk memenuhi parameter kesesuaian yang telah ditentukan. Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa secara umum model sudah dalam kondisi fit. 6
Tabel 4.4 Hasil Uji Full Model Struktural Parameter Chi square stat. Probability level GFI AGFI TLI RMSEA
Cut off < 81.38 ≥ 0.05 ≥ 0.9 ≥ 0.9 ≥ 0.9 < 0.08
Hasil 72.56 0.169 0.910 0.847 0.973 0.041
Keputusan Fit Fit Fit Marginal Fit Fit
5. Analisis dan Pembahasan Pada bagian ini akan dibahas beberapa hal yang akan dijelaskan sebagai berikut. 5.1
Analisis Hasil CFA Secara umum pengolahan data di tahap CFA memperlihatkan konstruk dalam kondisi yang fit dan reliabel. Sebagian besar indikator terbukti valid dan signifikan. Proses modifikasi dilakukan untuk mendapatkan model yang fit dengan parameter kesesuaian. Dalam hal ini banyak terjadi perdebatan atas proses modifikasi yang harus didasarkan pada teori. Sementara dalam pengerjaan tugas akhir ini berorientasi untuk menghasilkan model yang fit. Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui indikator penyusun konstruk hygiene factors yang paling mempengaruhi adalah reward dengan loading factor sebesar 0.891. Sementara pengaruh terkecil ada pada indikator hubungan interpersonal dengan loading factor 0.384. Para karyawan memandang reward seperti insentif dan bonus sebagai kebutuhan. Hal tersebut berkaitan dengan harapan mereka akan peningkatan tingkat kesejahteraan pasca perubahan. Sehingga sifat dari reward pada kondisi ini bukan sebagai pemuas, namun lebih kepada pemenuhan kebutuhan. Sedang indikator hubungan interpersonal kurang berkontribusi dalam konstruk hygiene factors. Institusi yang bergerak pada bidang kesehatan seringkali melakukan proses kontrol dan evaluasi pada hasil akhir. Sehingga dibutuhkan fokus dan tingkat konsentrasi yang cukup untuk dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Oleh karena sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah karyawan medis, maka indikator hubungan interpersonal dinilai bukan sebagai kebutuhan penting yang mendasari motivasi mereka dalam berkerja.
Hasil pengujian pada konstruk growth factors menghasilkan nilai loading factor terbesar pada indikator pelatihan dan terkecil adalah indikator pengakuan atau recognition. Pengembangan kompetensi merupakan salah satu bagian dari visi-misi PT. Kaltim Medika Utama. Pihak manajemen menegaskan bahwa hal tersebut merupakan salah satu fokus utama perusahaan. Penyelenggaraan pelatihan tidak hanya dilakukan terhadap kalangan internal, namun juga dilakukan pada masyarakat sekitar. Sehingga pelatihan sebagai pengembangan kompetensi telah menjadi pemicu semangat dalam melakukan aktivitas kerja. Mengingat perusahaan ini bercita-cita untuk menjadi pusat pengembangan SDM pada bidang kesehatan di Kaltim. Sementara indikator recognition dinilai kurang memiliki kontribusi untuk pendongkrak motivasi kerja. Pengakuan pada konteks ini didefinisikan sebagai sebuah motivasi pada saat karyawan dapat mengutarakan ide dan pendapat pribadi. Hal ini cenderung dimiliki oleh para karyawan di posisi strategis. Responden pada penelitian tugas akhir ini sebagian besar ada di tingkat operasional. Karyawan pada tingkat operasional lebih mementingkan penyelesaian pekerjaan dan kesejahteraan dibandingkan dengan masalah pengakuan. Kemudian pengujian pada indikator penyusun konstruk motivasi kerja yang paling berpengaruh adalah atasan dengan loading factor sebesar 0.931. Sementara yang terkecil ada pada indikator rekan kerja dengan loading factor 0.282. Karyawan PT. Kaltim Medika Utama menilai atasan mereka sebagai tolak ukur penting yang sangat berpengaruh pada motivasi. Pembagian kerja yang terstandarisasi dengan jelas dan proses pengambilan keputusan ada di pucuk pimpinan. Karyawan akan merasa termotivasi jika mereka dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan arahan dan standar yang ditetapkan. Selain itu, karyawan akan merasa bersemangat ketika atasan mereka dapat menghargai dan menyampaikan aspirasi dalam proses pengambilan keputusan. Indikator rekan kerja mendapat porsi rendah sebagai tolak ukur motivasi kerja. Hasil ini berkorelasi dengan apa 7
yang telah dibahas dalam konstruk hygiene factors dimana indikator hubungan interpersonal diketahui memiliki pengaruh terkecil. Hasil pengujian CFA pada konstruk perubahan organisasi menghasilkan loading factor terbesar pada indikator struktur dan yang terkecil adalah indikator teknologi. Artinya karyawan menilai struktur organisasi menjadi aspek perubahan yang penting. Melalui proses wawancara dengan beberapa pihak pada tataran manajerial diketahui bahwa struktur yang baru dinilai lebih simpel dalam hal komunikasi dan pengambilan keputusan. Oleh sebab itu dengan struktur yang baru ini karyawan merasa dapat melakukan aktivitas pekerjaan dengan lebih baik. Sementara indikator teknologi dinilai tidak berkontribusi banyak dalam hal ini. Pasca perubahan yang terjadi diketahui bahwa tidak banyak teknologi yang baru. Melalui wawancara didapatkan pula informasi bahwa pengadaan teknologi/alat kesehatan masih dalam proses peninjauan. Beberapa karyawan mengeluhkan sistem informasi yang belum terintegrasi secara keseluruhan. Hal ini dapat menghambat proses pengambilan keputusan. 5.2
Analisis Hasil SEM Pada dasarnya SEM merupakan sebuah pendekatan untuk menguji hubungan dari model struktural. Kuantifikasi hubungan dari model yang kompleks dapat diperlihatkan oleh konsep ini. Hubungan tersebut dinyatakan dalam sebuah hipotesis yang didasarkan pada literatur teori. Tahap selanjutnya hipotesis tersebut harus diuji kebenarannya dengan penerapan SEM. Hasil full model struktural pada Tabel 5.1 merupakan nilai kuantifikasi hubungan yang ada. Tabel 5.1 Kuantifikasi Hubungan Model SEM
Kausalitas motivasi < hygiene motivasi < growth perubahan < motivasi
C.R - 0.723 2.265 4.333
P 0.469 0.024 0.000
Reg. Weight - 0.102 0.389 0.731
Mengacu Tabel 5.1 diketahui bahwa hipotesis pertama telah terbukti kebenarannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif terhadap perubahan organisasi. Pengaruh positif terlihat dari nilai
koefisien regresi yang positif (0.731). Adapun critical ratio pada hubungan kausalitas ini sebesar 4.333. Nilai tersebut lebih besar dari limit batas (1.96) yang berarti ada pengaruh dari motivasi pada perubahan. Nilai p-value pada hubungan kausalitas ini sebesar 0.000. Hal tersebut menandakan bahwa pengaruh motivasi terhadap perubahan ini bersifat signifikan (α : 5%). Hasil dari uji hipotesis ini mendukung pernyataan Mrayyan et al. (2008) bahwa faktor individu seperti motivasi mempunyai pengaruh yang positif pada kesiapan organisasi untuk menerima perubahan. Individu dengan tingkat motivasi kerja yang tinggi akan lebih fleksibel pada tantangan perubahan yang ada. Mereka yang termotivasi terbukti memiliki tingkat komplain yang lebih rendah atas tantangan perubahan yang ada (Judge & Kammeyermueller, 2011). Paparan teoritis tersebut berkorelasi dengan kondisi yang ada di PT. Kaltim Medika Utama. Karyawan memiliki tingkat motivasi yang cukup baik karena tuntutan mereka telah terpenuhi pasca perubahan. Adapun tuntutan dari pihak karyawan berkutat pada masalah kesejahteraan dan status kepegawaian. Hasil wawancara dari beberapa narasumber seperti karyawan dan serikat pekerja pun mendukung pernyataan tersebut. Para karyawan menyambut baik adanya perubahan status badan hukum dengan harapan tingkat kesejahteraan mereka akan meningkat. Resistensi yang ada pada awal wacana perubahan dapat segera diredam dengan pemenuhan tuntutan oleh pihak manajemen. Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa hipotesis kedua pada tugas akhir ini terbukti kebenarannya. Dapat disimpulkan bahwa growth factors berpengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawan. Pengaruh positif terlihat dari nilai koefisien regresi yang positif (0.389). Adapun critical ratio pada hubungan kausalitas ini sebesar 2.265. Nilai tersebut lebih besar dari limit batas (1.96) yang berarti ada pengaruh dari growth factors pada motivasi. Besar nilai p-value pada hubungan kausalitas ini sebesar 0.024. Hal tersebut 8
menandakan bahwa pengaruh growth factors terhadap motivasi ini bersifat signifikan (α : 5%). Hasil uji hipotesis ini mendukung teori dua faktor Herzberg. Growth factors merupakan faktor pemuas yang dapat membuat tingkat motivasi karyawan meningkat secara signifikan. Pengaruh positif faktor ini terhadap motivasi kerja karyawan dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Lundberg et al. (2009). Hasil pada pengujian hipotesis kedua ini mendukung apa yang didapatkan oleh Lundberg et al. (2009) dengan kesimpulan bahwa growth factors dibutuhkan jika ingin meningkatkan motivasi karyawan. Manajemen PT. Kaltim Medika Utama sangat menjunjung tinggi tanggung jawab kerja dari segenap karyawannya. Hal ini tertuang pada nilai-nilai dasar budaya kerja di rumah sakit ini. Oleh karena itu, karyawan telah terbiasa dengan sikap tanggung jawab dalam aktivitas pekerjaan mereka. Selain itu, pihak manajemen PT. Kaltim Medika Utama mengutamakan pelatihan sebagai sarana updating ilmu dan kemampuan para karyawan. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa minat karyawan pada program pelatihan cukup baik. Indikator tanggung jawab dan pelatihan termasuk dalam indikator growth factors. Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa para karyawan memandang tanggung jawab dan pelatihan sebagai sesuatu yang positif dalam pekerjaan mereka. Jika karyawan mampu bekerja dengan hasil yang lebih baik, maka motivasi mereka pun akan meningkat. Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa hipotesis yang terakhir telah terbukti kebenarannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh hygiene factors terhadap motivasi kerja. Adapun critical ratio pada hubungan kausalitas ini sebesar -0.723. Nilai tersebut kurang dari limit batas (-1.96) yang berarti tidak ada pengaruh dari hygiene factors pada motivasi. Nilai p-value pada hubungan kausalitas ini sebesar 0.469. Hal tersebut menandakan tidak ada pengaruh hygiene factors terhadap motivasi kerja yang signifikan (α : 5%).
Lundberg et al. (2009) mengutarakan hygiene factors merupakan faktor dasar yang menimbulkan adanya motivasi pada tingkat minimum. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lundberg mengindikasikan bahwa tidak ada cukup bukti adanya pengaruh yang signifikan dari hygiene factors terhadap motivasi kerja. Sehingga hal ini mendukung kebenaran teori Herzberg yang menyatakan bahwa keberadaan hygiene factors tidak menimbulkan peningkatan motivasi kerja yang signifikan. Karyawan PT. Kaltim Medika Utama secara umum banyak mengutamakan aspek kesejahteraan. Hasil uji CFA memperlihatkan bahwa reward (bonus) dan level gaji mendapat prioritas tertinggi. Sehingga dapat diartikan bahwa posisi gaji dan reward pada konteks ini sangat penting. Masalah dalam hal penggajian dan kesenjangan bonus dapat menjadi suatu problem yang serius. 6. Kesimpulan Kesimpulan pertama berkaitan dengan indikator apa saja yang terbukti valid sebagai alat ukur variabel laten pada penelitian tugas akhir ini. Indikator pada growth factors yang valid meliputi sikap tanggung jawab, pengakuan dan pelatihan serta informasi. Indikator pada hygiene factors yang valid meliputi level gaji dan reward. Sedangkan indikator pada motivasi yang valid meliputi pihak manajemen, atasan dan pekerjaan. Sementara indikator perubahan organisasi yang valid meliputi tujuan, SDM, struktur, teknologi dan budaya organisasi. Kesimpulan kedua berkaitan dengan uji hipotesis atas hubungan antar konstruk atau variabel laten. Motivasi kerja terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan pada perubahan organisasi. Growth factors pun memiliki adanya pengaruh positif dan signifikan pada motivasi kerja. Sementara hygiene factors terbukti tidak memiliki pengaruh atas motivasi kerja. 7. Rekomendasi Permasalahan utama yang dihadapi oleh manajemen PT. KMU adalah kurang awarenya sebagian besar karyawan terhadap perubahan. Hal ini disebabkan oleh load pekerjaan yang
9
tinggi serta kenyamanan dengan kondisi yang lama. Sehingga tidak timbul adanya kepedulian yang menyebabkan keterbatasan knowledge mengenai perubahan, seperti struktur organisasi dan stakeholder baru ataupun program-program perubahan. Akibatnya para karyawan merasa terbebani dengan adanya program perubahan seperti akreditasi paripurna. Kondisi ini berkorelasi dengan hasil penelitian yang didapatkan bahwa hubungan antar personal kurang dipandang sebagai suatu hal yang penting. Oleh karena itu perlu adanya perencanaan kegiatan bersama para karyawan yang bersifat non-formal. Gathering dan olah raga dapat menjadi alternatif untuk menjalin komunikasi dan hubungan karyawan. Setelah komunikasi dan hubungan antar karyawan dapat ditingkatkan, maka sosialisasi program perubahan dapat dilakukan dengan lebih efektif. Ketika karyawan telah memiliki knowledge yang cukup, maka tahap selanjutnya adalah menumbuhkan keterlibatan. Menurut Winardi (2010), keterlibatan berdampak baik pada pemahaman, komitmen dan pengendalian karyawan terhadap perubahan. Pada PT. KMU sendiri memiliki sebuah agenda yang dinamakan apel pagi setiap awal bulan. Pada kesempatan ini dewan direksi memaparkan kepada jajaran karyawan mengenai program strategis yang ada. Namun animo karyawan sangat rendah terhadap agenda ini. Sementara agenda ini sesungguhnya dapat dijadikan media untuk menumbuhkan keterlibatan karyawan. Maka direkomendasikan untuk menerapkan sistem absensi, reward dan punishment. Karyawan yang aktif terlibat dapat diberi promosi jabatan atau bonus. Ketika keterlibatan karyawan telah ada, maka langkah yang terakhir adalah evaluasi dan edukasi. Pada konteks ini peran fungsi atasan sangat diperlukan. Hal ini berguna untuk alasan sustainability dari program perubahan. Para manager harus mampu mengevaluasi maupun membimbing bawahan mereka agar mampu beradaptasi dengan program perubahan. Adapun rekomendasi saran pada agenda penelitian selanjutnya agar dapat ditinjau ulang indikator yang terbukti tidak valid. Kemudian
dapat dilakukan penambahan konstruk lain yang terbukti secara teoritis memiliki pengaruh pada proses pengelolaan perubahan. Penelitian dapat dilakukan pada rumah sakit dengan populasi karyawan yang lebih besar untuk hasil yang lebih akurat. 8. Daftar Pustaka Asriani, D. (2009). Analisis kesiapan pegawai menerima perubahan untuk penerapan balance scorecard di lingkungan direktorat jendral kekayaan. [Thesis]. Magister Manajemen Universitas Indonesia pp.6-21. Basha, S. A., & Maiti, J. (2013). Relationships of demographic factors , job risk perception and work injury in a steel plant in India. Safety Science, 51(1), pp.374-381. Burns, T., & Stalker, G. M. (1994). The management of innovation (Revised ed.). London: Oxford University Press. Chiang, C. f. (2010). Perceived organizational change in the hotel industry : An implication of change schema. International Journal of Hospitality Management, Vol.29, pp.157-167. Daft, R. L. (2009). Organization theory and design (10th ed.). Ohio: Cengage Learning (Nelson Education pub.). Firmansyah, A. (2011). Manajemen perubahan terhadap implementasi TI melalui transformasi pengetahuan memanfaatkan teknologi persuasif (studi kasus Universitas Padjadjaran). Management Journal, pp.1-6. Ghozali, I. (2013). Model Persamaan Struktural : Konsep & Aplikasi dengan AMOS 21. Semarang: Universitas Diponegoro. Judge, T. A., & Kammeyer-mueller, J. D. (2011). Human Resource Management Review Implications of core self-evaluations for a changing organizational context. Human Resource Management Review, Vol.21(4), pp.331-341. Kordnaeij, A., Danaeefard, H., Zali, M. R., & Vasheghani, S. (2012). The role of organizational culture in customer satisfaction. European Journal of Economics (Finance and Administrative Sciences)(51), pp.147-155. Lerdy, L. (2011). Pemodelan consumer acceptance terhadap produk pengganti tas plastik dengan metode SEM (studi kasus : konsumen ritel di Surabaya).[Tugas Akhir]. Teknik Industri ITS.
10
Lundberg, C., Gudmundson, A., & Andersson, T. D. (2009). Herzberg’s Two-Factor Theory of work motivation tested empirically on seasonal workers in hospitality and tourism. Tourism Management, Vol.30(6), 890-899. Mrayyan, M. T., Modallal, R., Awamreh, K., Atoum, M., Abdullah, M., & Suliman, S. (2008). Readiness of organizations for change, motivation and conflict-handling intentions : Senior nursing students’ perceptions. Nurse Education in Practice, Vol.8, pp.120128. Palcic, Ã., & Reeves, E. (2010). Organisational status change and performance : The case of Ireland’s national telecommunications operator. Telecommunications Policy, Vol.34, pp.299-308. Qomaruzzaman. (2008). Implementasi dan asesmen perubahan budaya perusahaan PT. Pupuk Kalimantan Timur [Thesis]. Magister Manajemen Universitas Indonesia, pp.1-3. Sadeghi, D. (2011). Alignment of organizational change strategies and its relationship with increasing organizations' performance. Procedia Social and Behavioral Sciences, Vol.20(2011), pp.1099-1077. Sitinjak, T., & Sugiarto. (2006). Lisrel (1st ed.). Jakarta: Graha Ilmu. Sutoto. (2008). Uniqueness of the human resources management in hospitals [.ppt] Retrieved from http://direktori.umy.ac.id Winardi. (2010). Manajemen Perubahan : (Management of Change). Bandung: Kencana.
11