Analisis Hubungan Kemandirian Fiskal dan Efisiensi Belanja Pemerintah Daerah di Jawa Tengah
Restu Rante Bara‘ Allo, Benedictus Raksaka M.
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini menganalisis hubungan pendaerahan pajak dengan efisiensi belanja pemerintah daerah di Jawa Tengah. Data yang digunakan berupa data panel dari tahun 2001 sampai 2012. Analisis dibagi dalam dua bagian yaitu pengukuran efisiensi belanja dengan indikator input-output yang berkaitan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) berorientasi input. Pada tahap kedua dilakukan analisis regresi untuk mengestimasi pengaruh tingkat kemandirian fiskal daerah dan determinan-determinan lainnya terhadap skor efisiensi belanja pemerintah daerah. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan teori desentralisasi fiskal modern, tingkat kemandirian fiskal daerah berkorelasi positif terhadap nilai efisiensi belanja pemerintah daerah sedangkan dana perimbangan menunjukkan hasil yang sebaliknya.
Analysis of The Relationship between Fiscal Autonomy’s and Local Government’s Spending Efficiency in Central Java
Abstract
This thesis is conducted to analyze the relationshipbetween fiscal decentralization and local government spending efficiency in Central Java. The data which being used are pooled data covered from 2001 to 2012. The structure of this study is divided into two groups, first spending efficiency measurement of selected
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
input-output indicator using input oriented Data Envelopment Analysis (DEA). Regression analysis being conducted then in order to assess the impact of fiscal autonomy and other determinants on spending efficiency score. The result points out along with modern fiscal decentralization theory that more fiscally autonomous local government shows better spending efficiency. Grants from the center government act in opposite direction.
Keywords: Fiscal Decentralization, Fiscal Autonomy, Grants, DEA, Spending Efficiency
Pendahuluan
Dalam
rangka
menjalankan
demokratisasi
pemerintahan
dan
untuk
memberikan kepada setiap pemerintahan daerah keleluasaan dalam menjalankan tugasnya, pemerintah pusat akhirnya mengeluarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diamandemen dalam UndangUndang No.32 tahun 2004 dan Undang-Undang
No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang direvisi dalam Undang-Undang No.33 tahun 2004. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, dimulai secara efektif per 1 Januari 2001. Sesuai dengan asas money follow function, penyerahan kewenangan daerah juga dibarengi dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah pusat pada era Orde Baru. Pemerintah pusat berupaya meningkatkan kemandirian fiskal pemerintah daerah melalui penguatan kapasitas fiskal daerah (local taxing power). Selain meningkatkan kapasitas fiskal daerah, desentralisasi fiskal menurut Oates (1999) dan Nazara (2006) juga diberlakukan untuk mencapai efisiensi ekonomi dan efisiensi biaya. Sehingga perlu dianalisis lebih lanjut hubungan kemandirian fiskal dan pola belanja pemerintah daerah apakah benar-benar peningkatan kemandirian fiskal turut disertai peningkatan efisiensi belanja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis premis peningkatan fiskal harus disertai peningkatan efisiensi belanja pemerintah daerah. Objek penelitian yang digunakan adalah pemerintah daerah di Jawa Tengah.
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
Tinjauan Teoritis
1. Teori Desentralisasi Teori desentralisasi menurut Oates (2005) secara garis besar dapat dibagi dalam dua generasi yaitu 1.1
Teori Generasi Pertama (TGP) melihat bahwa pengambilan
keputusan yang terdesentralisasi akan dipermudah dengan penggunaan informasi yang efisien karena pemerintah daerah lebih dekat dengan masyarakatnya. Pemerintah lokal dapat menyesuaikan penyediaan barang publik untuk memenuhi permintaan lokal sehingga akan memperbaiki output yang dihasilkan oleh keseragaman penyediaan barang publik pada rezim sentralisasi. 1.2
Teori Generasi Kedua (TGK) desentralisasi tidak hanya dilakukan
karena adanya perbedaan preferensi terhadap barang publik, tetapi juga sebagai alat untuk mencapai kontrol yang lebih baik terhadap kinerja para pejabat pemerintahan daerah. Teori
generasi
kedua
mendukung
desentralisasi fungsi distribusi dengan memberikan kewenangan yang setara
kepada
pemerintah daerah
untuk
revenue
assignment dan
expenditure assignment. 2. Teori Production Possibility Frontier Garis 0F‘ pada Gambar 1 dibawah merupakan production frontier yang merefleksikan hubungan antara input dan output. Kurva
batas produksi
menggambarkan output maksimum yang dapat diproduksi dari setiap tingkat input. Sehingga kurva production frontier juga menunjukkan teknologi produksi. Unit ekonomi yang beroperasi pada garis frontier adalah unit ekonomi yang efisien secara teknikal sedangkan yang berada di bawah frontier adalah unit ekonomi yang tidak efisien.
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
y B
F’
C A
0
x
Gambar 1. Production Possibility Frontier
Titik A menggambarkan titik inefisien sedangkan titik B dan C merupakan titik efisien. Unit ekonomi yang beroperasi pada titik A dikatakan tidak efisien karena secara teknis unit ekonomi tersebut dapat meningkatkan output ke titik B tanpa memerlukan tambahan input. 3. Teori Efisiensi Teknis dan Efisiensi Alokatif Gambar 2 menunjukkan keadaan efisiensi alokatif dan efisiensi teknis dalam teori ekonomi. Jika diasumsikan suatu produser menggunakan dua input dalam produksinya yaitu X1 dan X2 untuk menghasilkan output sebesar y dengan asumsi constant return to scale dimana peningkatan input sama dengan peningkatan output. Isoquant SS1 menunjukkan kombinasi input yang menghasilkan tingkat output yang sama atau disebut juga efisiensi secara teknis. Garis OM menunjukkan kombinasi input yang dipakai oleh produsen untuk memproduksi satu unit output. Inefisiensi teknis dapat digambarkan melalui jarak QM, yaitu jumlah semua input yang secaraproporsional dapat dikurangi tanpa penurunan jumlah output. Inefisiensi teknis ini sering ditampilkan dalam bentuk persentase QM/OM yang menunjukkan persentase input yang perlu dikurangi untuk mencapai efisiensi teknis. Efisiensi teknis pada sebuah perusahaan umumnya diukur melalui rasio TE=0Q/OM yang
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
mana sama dengan satu dikurang QM/OM. Nilai satu menunjukkan perusahaan yang efisien secara teknis, ditunjukkan dalam gambar melalui titik Q, karena berada pada garis isoquant. Apabila informasi harga input tersedia yang direfleksikan oleh garis isocost. Isocost CC1 menggambarkan kombinasi input yang mempunyai tingkat biaya yang sama atau disebut juga efisiensi alokatif. Jarak NQ menunjukkan biaya produksi.
M
X2/y
AE =
S
N
!!
TE =
!! !!
AE= Efisiensi Alokatif
Q
C
!!
TE= Efisiensi Teknis Q
1
S1
0
C1
X1/y
Gambar 2. Efisiensi Teknikal dan Efisiensi Alokatif
Metode Penelitian
1. Data Envelopment Analysis (DEA) DEA merupakan salah satu metode non parametrik untuk menghitung efisiensi relatif dari sekumpulan Unit Keputusan Ekonomi (UKE) dengan cara mengestimasi production frontier. DEA mengasumsikan fungsi produksi yang bersifat convex. Dalam penelitian ini digunakan asumsi Variable Returns to Scale (VRS) karena diasumsikan pemerintah-pemerintah daerah di Jawa Tengah belum optimal dalam memproduksi layanan-layanan umum untuk masyarakat karena
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
adanya kompetisi yang tidak sempurna, hambatan keuangan, sehingga. Sehingga akan lebih tepat apabila menggunakan asumsi VRS. Dalam penelitian ini UKE adalah pemerintah daerah di Jawa Tengah. Jika q1 merupakan column vector dari output dan x1 sebagai column vector untuk output untuk pemerintah daerah ke-i. X sebagai matriks input dan Q sebagai matriks output, dengan n jumlah pemerintah daerah dalam penelitian. Spesifikasi model DEA sebagai solusi untuk program matematis untuk setiap dari n pemerintah daerah adalah: !"#!,! ! !. !. −!! + !" ≥ 0 !!" − !" ≥ 0 !1! ! = 1 !≥0
(1)
Dalam persamaan 1, θ merupakan suatu nilai skala yaitu skor yang menggambarkan efisiensi teknikal dari unit (xi, yi) yang memenuhi θ ≤ 1. Skor atau nilai mengukur jarak antara suatu pemerintah daerah dan kurva yang menunjukkan kondisi efisien (efficient frontier). Efficient frontier ini merupakan kombinasi linear dari observasiobservasi best-practice. Apabila θ < 1maka UKE tersebut berada dalam frontier atau dikatakan tidak efisien, sedangkan apabila θ = 1, maka UKE tersebut berada pada frontier atau dikatakan efisien. Vektor λ adalah (n X 1) konstanta yang akan diestimasi, yang menggambarkan bobot pemerintah daerah lain dianggap efisien untuk memproyeksi suatu pemerintah daerah yang tidak efisien untuk menjadi efisien. Pemerintah daerah yang efisien menjadi acuan (benchmark) untuk pemerintah daerah ayng tidak efisien. N1 adalah n dimensi vektor yang digunakan, sedangkan N’1λ=1 merupakan restriksi agar frontier memenuhi convexity akibat asumsi Variable Returns to Scale (VRS).
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
Diasumsikan tidak terdapat variasi harga pada semua n observasi mengikuti asumsi yang digunakan De Borger dan Kerstens (1996). Sehingga pengukuran efisiensi biaya dapat diformulasikan sebagai berikut: !"#!,!"∗ (!! ! !" ∗) !. !. −!! + !" ≥ 0 !" ∗ −!" ≥ 0 !1! ! = 1 !≥0
(2)
Dimana wi adalah vektor dari unitary input price dan xi* merupakan tingkat input (dalam hal ini pengeluaran) – yang dihitung bardasarkan model DEA-VRS pada persamaan – yang harus digunakan oleh suatu pemerintah daerah untuk mencapai efisiensi teknikal.
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
Tabel 2 Indikator Input dan Output DEA Fungsi
Layanan Pemerintah Daerah
Administras i Umum
Layanan Administrasi umum kepada Penduduk Tetap
Pendidikan
Pendidikan Dasar
Perumahan a. Jalan Raya dan Fasilitas Umum
b. Air Bersih
c. Sanitasi
Input
D-Output
Indikator
Observasi
Banyaknya Pelayanan Akte Pada Kantor Catatan Sipil
Mengukur kebutuhan pemerintah daerah dalam menyediakan layanan administrasi umum. (Eeckaut, Tulkens dan Jamar, 1993; Wallis dan Oates, 1998)
Jumlah siswa Mengukur kebutuhan SD, SMP, dan pemerintah daerah Pengeluara SMA dalam menyediakan n untuk layanan pendidikan fungsi dasar layanan umum, Panjang Jalan Perawatan dan Kabupaten/Ko Penambahan Jalan pendidikan ta merupakan kewajiban , pemerintah daerah. perumahan dan fasilitas Jumlah Rumah umum Tangga yang Memiliki Akses Air Bersih
Jumlah Rumah Tangga yang Memiliki Akses Sanitasi
Agar terdapat keseragaman jenis output yang digunakan dan juga pada asumsi bahwa penelitian ini berfokus pada efisiensi teknis dan bukan pada
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
keefektifan layanan pemerintah daerah, penulis memutuskan untuk menggunakan jenis output langsung (intermediate output). Selain itu karena jenis output tersebut dapat dikontrol langsung oleh pemerintah daerah sehingga pemerintah daerah dapat lebih mudah untuk memperbaiki efisiensinya berdasarkan indikator-indikator tersebut. 2. Model Regresi Random Effect Model Dalam model random effect diasumsikan intersep untuk menunjukkan unobserved effect dari sebuah individu adalah hasil penarikan acak dari populasi dengan nilai rata-rata yang konstan. Intersep individu ini kemudian ditunjukkan sebagai deviasi dari nilai rata-rata yang konstan tersebut. Keuntungan dari model random effect dibandingkan fixed effect adalah memberikan derajat bebas yang lebih banyak, karena model random effect tidak perlu mengestimasi intersep setiap individu. Model random effect hanya perlu mengestimasi nilai rata-rata intersep dan variasi saja. Selain itu, model random effect ini cocok diaplikasikan jika intersep setiap individu dipercaya tidak berkolerasi dengan variabel penjelas didalam spesifikasi model. Diasumsikan pula bahwa error secara individu (ui) tidak saling berkorelasi, begitu juga dengan error kombinasinya εit. Manfaat lain penggunaan model random effect ialah spesifikasi dapat menggunakan time invariant variabel seperti gender, ras, agama, dan lainnya yang tidak berubah sepanjang waktu (Gujarati, 2009). Model Random Effect dapat ditulis: !
!"# = ! + !!!" + !"# !"# = !" + !" + !"# Dimana: !" ~ N (0, σ2u) = merupakan komponen cross section error vi ~ N (0, σ2u) = merupakan komponen time series error wi ~ N (0, σ2u) = merupakan time series dan cross section error
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
(3)
Penelitian ini mengacu pada penelitian De Borger (1994) dan Boetti (2010), yang meneliti hubungan kemandirian fiskal dengan tingkat efisiensi belanja pemerintah daerah. Namun penulis melakukan beberapa modifikasi variabel dalam model mengikuti data yang tersedia. Penulis mengajukan model penelitian sebagai berikut: !" !"#$ !"#$#%&$# !" = !0 + !1!" !"#$%&' !" + !2!" !"#/!"# !" + !3!" !"#/!"# !" + !4!" !"#/!"# !" + !5!" !"#$%&' !" + !6!" !"#$%&'( !" + !"# Dimana: FISCAUT
= PAD/TPD
DAKTAP
= DAK/TPD
DAUTPD
= DAU/TPD
DBHTPD
= DBH/TPD
DENSITY
= Kepadatan Penduduk
DISTANCE
= Jarak Kabupaten/Kota ke Ibukota Provinsi
Tabel 3 Rangkuman Deskripsi Variabel dan Hipotesis Penelitian Variabel Independen
Deskripsi
Hipotesis Uji
FISCAUT
PAD/TPD
Positif
DAKTPD
Dana Alokasi Khusus/TPD
Positif
DAUTPD
Dana Alokasi Umum/TPD
Negatif
DBHTPD
Dana Bagi Hasil/TPD
Negatif
DENSITY
Kepadatan Penduduk
Positif
DISTANCE
Jarak Kabupaten/Kota ke
Positif
Ibukota Provinsi
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
Pembahasan
Daftar nilai efisiensi belanja rata-rata Pemerintah Daerah di Jawa Tengah dari tahun 2001 sampai 2012 ditampilkan pada tabel 4.1 Tabel 4 Efisiensi Belanja Rata-Rata Pemerintah Daerah Jawa Tengah 20012012 Kab/Kota
Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Magelang Kab. Brebes
Efisiensi Rata-‐ Rata 0.964 0.937 0.878 0.861 0.826
Rank Kab/Kota
1 2 3 4 5
Kab. Wonosobo Kab. Pemalang Kota Tegal Kab. Cilacap Kab. Kebumen Kab. Grobogan Kab. Demak Kab. Purbalingga Kab. Temanggung Kab. Rembang
0.774 0.757 0.752 0.746 0.744 0.739 0.726 0.708 0.699 0.686
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kab. Pekalongan Kab. Pati Kab. Klaten
0.678 0.673 0.666
16 17 18
Efisiensi Rata-‐ Rata
Kab. Tegal Kab. Magelang Kab. Wonogiri Kab. Purworejo Kab. Banjarnegara Kab. Semarang Kab. Banyumas Kab. Jepara Kab. Blora Kab. Batang Kab. Sragen Kab. Kendal Kota Surakarta Kab. Kudus Kab. Karanganyar Kab. Sukoharjo Kab. Boyolali Rata-‐Rata
Rank
0.666 0.664 0.664 0.658 0.655
19 20 21 22 23
0.649 0.649 0.648 0.642 0.641 0.640 0.637 0.628 0.626 0.615
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
0.611 0.566 0.705
34 35
Sumber: Output DEAP, data diolah
4.2 Analisis Hasil Regresi
Pada
bagian
selanjutnya
dilakukan
analisis
variabel-variabel
yang
diperkirakan mempengaruhi efisiensi belanja pemerintah daerah dapat dirangkum
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
dalam tabel 4.2. Pengolahan data secara ekonometrika ini dilakukan menggunakan metode estimasi dengan perangkat lunak STATA 12.0 Sesuai dengan pemilihan model panel pre-estimation menurut Nachrowi (2005) dimana jika N (jumlah data cross sectional > T (jumlah data time series), maka disarankan menggunakan Random Effect Model (REM). Data panel dalam penelitian ini mempunyai N (kabupaten kota) sebanyak 35 dan T (tahun) sebesar 12, sehingga lebih baik menggunakan model REM. Untuk meyakinkan keputusan memilih model, dilakukan tambahan uji Hausman (data terlampir). Untuk pengujian asumsi regresi juga dirangkum pada bagian lampiran. Tabel 5 Rangkuman Hasil Regresi Variabel Penjelas
Koefisien
Standard Error
p>[z]
lnfiscaut
.1695796**
.0561541
0.003
lndaktpd
.0885639
.1245326
0.477
lndautpd
-.0491106**
.0157177
0.002
lndbhtpd
-.0950786
.0538835
0.078
lndensity
.0208186
.0244263
0.394
lndistance
.0062036
.0197435
0.753
Konstanta
-.8563184
.5582652
0.125
Keterangan: * p<0.05; ** p<0.01; *** p<0.001 Dari rangkuman hasil regresi diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu; •
variabel
FISCAUT
yang
digunakan
untuk
mengukur
tingkat
kemandirian fiskal daerah (Derajat Otonomi Fiskal) berhubungan positif signifikan pada α=1% dengan nilai efisiensi belanja pemerintah
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
daerah. Sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi kemandirian fiskal pemerintah daerah menunjukkan efisiensi belanja yang semakin baik. •
variabel DAKTPD untuk mengukur proporsi penerimaan daerah dari Dana Alokasi Khusus menunjukkan hubungan positif namun tidak signifikan dengan nilai efisiensi belanja.
•
Variabel DAUTPD untuk mengukur proporsi penerimaan daerah dari Dana Alokasi Umum menunjukkan hubungan negatif dan signifikan dengan efisiensi belanja.
•
Variabel DBHTPD untuk melihat persentase penerimaan daerah dari Dana Bagi Hasil menunjukkan hubungan negatif namun tidak menunjukkan signifikansi.
•
variabel DENSITY untuk mengukur tingkat kepadatan penduduk menunjukkan korelasi positif namun tidak signifikan. Sehingga dapat disimpulkan, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi mendorong peningkatan efisiensi belanja pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan adanya cost advantage dari konsentrasi regional.
•
Variabel DISTANCE, yang menunjukkan jarak suatu pemerintah daerah dari ibukota provinsi, dari hasil regresi menunjukkan arah positif namun tidak signifikan secara statistik.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa: •
Tingkat kemandirian fiskal daerah berhubungan positif dengan tingkat efisiensi belanja pemerintah daerah. Daerah dengan proporsi PAD yang tinggi mempunyai tingkat efisiensi belanja yang lebih baik. Hal ini didukung oleh teori desentralisasi fiskal modern dimana efisiensi
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
belanja daerah dapat ditingkatkan dengan pemberlakuan desentralisasi fiskal. Salah satu alasannya bahwa desentralisasi fiskal mempunyai accountablity effect yang akan meningkatkatkan tanggung jawab kepala daerah. •
Dana perimbangan baik Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil berhubungan negatif dengan nilai efisiensi belanja pemerintah daerah. Sumber penerimaan eksternal menyebabkan pemerintah daerah menjadi kurang bertanggung jawab dalam pengeluarannya sehingga menyebabkan ketidakefisienan dalam pengeluaran. Sedangkan Dana Alokasi Khusus berhubungan positif dengan nilai efisiensi biaya karena dapat menjadi insentif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan layanan yang diselenggarakan.
•
Tingkat kepadatan penduduk mempunyai hubungan positif nilai efisiensi biaya pemerintah daerah. Tingkat kepadatan penduduk dapat meningkatkan efisiensi belanja dikarenakan adanya keuntungan biaya (cost advantages) dari adanya konsentrasi regional.
•
Jarak kabupaten kota berhubungan positif dengan nilai efisiensi biaya. Artinya semakin dekat suatu pemerintah kab/kota dengan ibukota provinsi menunjukkan tingkat efisiensi biaya yang semakin baik
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan pembahasan dan ringkasan penelitian, penulis mengajukan beberapa rekomendasi kebijakan berkaitan dengan topik yang diteliti antara lain: •
Dari segi internal pemerintahan, peningkatan efisiensi belanja dapat ditempuh bukan dengan menambah spendingnya namun dengan memaksimalkan
pengeluaran
dalam
layanan-layanan
yang
diselenggarakan pemerintah daerah. Oleh karena itu perlu peningkatan kinerja baik melalui evaluasi berkala seperti penetapan Standar Pelayanan Minimum.
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
•
Dari
segi
eksternal,
pemerintah
daerah
hendaknya
berusaha
memperkuat pendapatan asli daerah sebagai sumber pembiayaan utama dalam APBD. Hal ini dapat ditempuh dengan memaksimumkan pendapatan dari pajak dan retribusi daerah, perluasan basis pajak, dan pengelolaan keuangan daerah yang optimal untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah. •
Pemerintah daerah perlu mengoptimalkan penerimaan dari transfer pemerintah pusat dalam kegiatan belanjanya. Penerimaan ini dapat digunakan untuk menunjang aktivitas pemerintah daerah dalam menyediakan layanan kepada masyarakat.
•
Menyediakan akses yang lebih mudah melalui pembangunan infrastruktur dan pengembangan teknologi informasi bagi masyarakat untuk dapat menggunakan layanan-layanan pemerintah daerah terutama di daerah dengan kepadatan penduduk yang rendah dan jauh dari pusat ibukota.
Saran Untuk Penelitian Selanjutnya
Untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan topik desentralisasi fiskal dan efisiensi belanja pemerintah daerah antara lain: v penulis mengharapkan penggunaan indikator-indikator kualitatif layanan pemerintah daerah dalam pengukuran efisiensi belanja untuk melihat kualitas dari layanan pemerintah daerah v indikator output berupa layanan yang diselenggarakan pemerintah perlu dikembangkan lebih lanjut, sehingga nilai efisiensi dapat merefleksikan output atau kinerja pemerintah daerah secara keseluruhan v perlu dianalisis lebih mendalam mengenai determinan efisiensi belanja pemerintah daerah lainnya untuk memperkaya penelitian terutama variabelvariabel sosial politik untuk memperkaya hasil analisis mengenai efisiensi belanja pemerintah daerah
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
v perlu diperbandingkan efisiensi biaya berbagai pemerintah daerah di Indonesia, seperti antar pulau, antar provinsi, atau pemerintah daerah di Indonesia secara keseluruhan.
Daftar Pusataka
Boetti, L. & Massimiliano Piacenza & Gilberto Turati, (2010). "Decentralization and Local Governments' Performance: How Does Fiscal Autonomy Affect Spending Efficiency?," De Borger, B., Kerstens, K., Moesen, W. and Vanneste, J. (1994), “Explaining Differences in productive efficiency: An application to Belgian municipalities”, Public Choice, 80, 339-358. Nazara, Suahasil dan Nurkholis. (2006). “Evaluasi Pemekaran Wilayah Kabupaten/Kota di Indonesia dalam Era Desentralisasi” Jurnal Kajian Ekonomi, Vol. 5 No. 2. Universitas Sriwijaya. Palembang Oates, W.E. (1999), Fiscal Federalism, New York: Harcourt Brace Jovanovich. Oates, W.E. (2005), “Toward a second-generation theory of fiscal federalism”, International Tax and Public Finance, 12, 349-373.
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014
Analisis Hubungan..., Restu Rante Bara Allo, FE UI, 2014