ANALISIS HUBUNGAN EMISI GAS RUMAH KACA DAN PENDAPATAN PER KAPITA DI NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG
DIDA MIGFAR RIDHA
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Hubungan Emisi Gas Rumah Kaca dan Pendapatan Per Kapita di Negara Maju dan Berkembang” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2011 Dida Migfar Ridha H151064114/EKO
ii
ABSTRACT DIDA MIGFAR RIDHA. Analysis of Relationship between GHG emissions and with per capita income in develop and developing country. Under supervision of NUNUNG NURYARTONO and DEDI BUDIMAN HAKIM. Relationship between national income (GDP) in a country and the resulting GHG emissions is a paradox, where the increase in national income (GDP) will have an impact on rising emissions. This research examines relationship between emission of green houses gasses and income per capita for develop and developing countries with various economic performances over the period of 1970-2006. Using the Environmental Kuznets Curve hypothesis and panel data models, emission of green houses gasses are expressed as quadratic logarithmic function of income per capita, squared income per capita. As a result, the coefficient of income per capita is positive and greater than one and the coefficient of income per capita squared that is negative in developed countries are reviewed to explain that the emissions per capita have a relationship with per capita income in the form of inverted-U curve. The estimation results are consistent with the EKC hypothesis. The coefficient of income per capita is is negative and the coefficient of income per capita squared are positive in developing countries that were examined to explain that the emissions per capita have a relationship with per capita income in the form of a U-curve. The estimation results are not consistent with the EKC hypothesis. Keywords: green houses gasses, income per capita, panel data
iii
iv
RINGKASAN DIDA MIGFAR RIDHA. Analisis Hubungan Emisi Gas Rumah Kaca dan Pendapatan Per Kapita di Negara Maju dan Berkembang. Dibimbing oleh DR. NUNUNG NURYARTONO dan DR. DEDI BUDIMAN HAKIM. Perkembangan peningkatan emisi GRK yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan peningkatan pendapatan (PDB) yang terjadi di negaranegara maju dan berkembang, mendasari pentingnya mengetahui dinamika peningkatan emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat pendapatan per kapita di negara-negara berkembang dan maju. Setiap negara memerlukan input sumber daya alam untuk menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya alam menghasilkan barang dan jasa untuk proses produksi yang berbasis sumber daya alam maupun yang langsung dikonsumsi oleh rumah tangga. Dari proses industri, dihasilkan barang dan jasa yang kemudian dapat digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi. Kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan residual atau limbah (waste). Residual hasil kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga mengalir ke dalam sistem lingkungan. Akumulasi aliran residual yang diproduksi melebihi kapasitas penyerapan lingkungan menimbulkan pencemaran lingkungan. Perman et al. (1996) melihat bahwa residual merupakan bagian intrinsic atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Residual yang dihasilkan diantaranya berupa emisi gas seperti carbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (NO2) yang terakumulasi dan menjadi stock pollutan, dikenal dengan istilah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau Greenhouse Gas (GHG). Emisi GRK berperanan besar dalam meningkatnya peristiwa efek rumah kaca yang dalam skala besar akan mengakibatkan terjadinya pemanasan global (global warming). Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara merupakan suatu paradoks, dimana peningkatan pendapatan nasional (PDB) berdampak pada meningkatnya emisi GRK, lebih jauh lagi menyebabkan terjadinya perubahan iklim global (climate change). Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara menunjukkan seberapa besar kemampuan negara dalam mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDB yang dihasilkan. Selain itu, hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) sekaligus juga dapat dijadikan tolak ukur kualitas lingkungan pada suatu negara. Fenomena mengenai hubungan antara berbagai indikator degradasi lingkungan dengan tahapan pembangunan yang tercermin melalui pendapatan per kapita dapat dijelaskan melalui Environmental Kuznets Curve (EKC). Hipotesis EKC menyatakan bahwa negara-negara berkembang yang umumnya merupakan negara-negara tipikal agraris, masih bertumpu pada sektor pertanian. Namun, seiring dengan berjalannya pembangunan, degradasi lingkungan (seperti tingkat emisi, polusi, intensitas energi, dan sebagainya) akan meningkat dengan cepat. Kondisi ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang yang sedang memacu industri.
v
Penelitian bertujuan menganalisis hubungan antara peningkatan emisi GRK dan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang dan maju. Secara lebih rinci, penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis dinamika emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat PDB per kapita di negara maju dan negara berkembang yang dikaji; (2) Menganalisis perubahan emisi GRK per Unit PDB dari waktu ke waktu di negara maju dan negara berkembang yang dikaji; dan (3) Mengetahui apakah EKC yang menunjukkan hubungan antara emisi GRK per kapita dan pendapatan per kapita masih relevan dan sesuai dengan situasi saat ini. Penelitian ini menggunakan Hipotesis EKC untuk menjelaskan dinamika perekonomian melalui suatu tahapan pembangunan. Ruang lingkup penelitian adalah, Pertama, menggunakan model ekonometrika berbasis data panel untuk menguji hubungan kuadratik emisi gas rumah kaca dan pendapatan per kapita; Kedua, melakukan telaah dan analisis hasil estimasi serta kesimpulan dari model ekonometrika. Variabel yang digunakan untuk menyatakan pendapatan adalah pendapatan per kapita rata-rata. Sedangkan variabel yang digunakan untuk menyatakan indikator lingkungan yaitu emisi GRK adalah rata-rata eksplisit kadar polutan tahunan, yang diperoleh dari laporan konsentrasi polutan per jam suatu negara dalam satu tahun kemudian dihitung rata-ratanya. Sementara itu, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, dimana emisi GRK yang dikaji difokuskan pada emisi karbon dioksida (CO2). Penyederhanaan ini, dikarenakan keterbatasan data untuk jenis emisi GRK lainnya dalam rentang waktu yang cukup panjang (1970-2006). Selain itu, karbon dioksida (CO2) juga merupakan jenis emisi GRK terbesar, yang dalam beberapa penelitian terdahulu EKC menunjukkan pola yang beragam. Penelitian ini memfokuskan pada negara-negara dengan tingkat pendapatan nasional yang berbeda. Negara-negara maju diwakili oleh 10 Negara Bependapatan Tinggi Kelompok OECD dan 10 Negara Bependapatan Tinggi Kelompok Non OECD. Sedangkan negara berkembang diwakili oleh 10 Negara Bependapatan Menengah dan 10 Negara Bependapatan Rendah. Fokus terhadap kelompok-kelompok negara dikaji tersebut memiliki peranan penting dalam perkembangan emisi global, sehingga analisis mengenai hubungan emisi per kapita dan pendapatan per kapita sebagaimana tercermin dalam EKC menjadi menarik untuk dianalisis. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa Emisi gas rumah kaca dan pendapatan (PDB) per kapita memiliki keterkaitan yang erat. Hal ini ditunjukkan oleh negara-negara yang memiliki tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang tinggi juga memiliki tingkat pertumbuhan emisi per kapita yang tinggi. Secara agregat juga terlihat bahwa tren peningkatan pendapatan (PDB) selama periode 1970-2006 di kelompok negara-negara yang dikaji diiringi oleh peningkatan emisi. Secara umum, selama periode 1970-2006, terjadi pergeseran tren emisi per kapita dan pendapatan per kapita dari negara-negara yang dikaji. Negara-negara maju dengan pendapatan per kapita relatif tinggi cenderung mengalami penurunan emisi per kapita seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita. Di lain pihak, peningkatan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang selama periode tersebut cenderung belum dapat menurunkan emisi per kapitanya.
vi
Perubahan emisi per unit PDB dari negara-negara yang dikaji terjadi selama periode 1980-2006. Negara-negara maju dengan pendapatan per kapita relatif tinggi cenderung mengalami penurunan emisi per PDB seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita. Namun demikian, jumlah emisi absolut di negara maju tidak menurun dan relatif masih tinggi. Adapun peningkatan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang selama periode tersebut cenderung belum dapat menurunkan tingkat emisi per unit PDB. Tanda estimasi koefisien pendapatan per kapita yang positif dan lebih besar dari satu serta koefisien pendapatan per kapita kuadrat yang bernilai negatif di negara maju yang dikaji menjelaskan bahwa emisi per kapita memiliki hubungan dengan pendapatan per kapita dalam bentuk kurva-U terbalik. Hasil estimasi ini konsisten dengan hipotesis EKC. Tanda estimasi koefisien pendapatan per kapita yang negatif serta koefisien pendapatan per kapita kuadrat yang bernilai positif di negara berkembang yang dikaji menjelaskan bahwa emisi per kapita memiliki hubungan dengan pendapatan per kapita dalam bentuk kurva-U. Hasil estimasi ini tidak konsisten dengan hipotesis EKC. Bentuk hubungan antara emisi dan pendapatan (PDB) memiliki implikasi kebijakan penting. Perbedaan hasil analisis EKC di negara maju dan negara berkembang menunjukkan bahwa fenomena yang terjadi di negara maju saat ini tidak dapat diterapkan di negara berkembang. Kebijakan mempercepat pertumbuhan ekonomi agar dapat melampaui titik balik (turning point) berdasarkan interpretasi dari hipotesis EKC, akan memiliki efek negatif yang serius terhadap lingkungan di masa depan. Dalam rangka mengurangi emisi absolut yang terus meningkat di negara maju dan berkembang seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka negara maju dan negara berkembang harus merespon kebijakan pembangunan ekonomi dengan melakukan pergeseran paradigma ke ekonomi rendah karbon. Kebijakan pembangunan ekonomi rendah karbon akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan nasional melalui investasi pada infrastruktur yang mengurangi emisi karbon.
vii
viii
@ Hak Cipta milik IPB tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB
ix
x
ANALISIS HUBUNGAN EMISI GAS RUMAH KACA DAN PENDAPATAN PER KAPITA DI NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG
DIDA MIGFAR RIDHA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
xi
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Prof.Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS
xii
HALAMAN PENGESAHAN Judul
: Analisis Hubungan Emisi Gas Rumah Kaca dan Pendapatan Per Kapita di Negara Maju dan Berkembang
Nama
: Dida Migfar Ridha
NIM
: H151064114/EKO
Program Studi
: Ilmu Ekonomi Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. Ketua
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
xiii
xiv
KATA PENGANTAR Alhamdulillah. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul: “Analisis Hubungan Emisi Gas Rumah Kaca dan Pendapatan Per Kapita di Negara Maju dan Berkembang”. Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara merupakan suatu paradoks, dimana peningkatan pendapatan nasional (PDB) berdampak pada meningkatnya emisi Gas Rumah kaca (GRK), lebih jauh lagi menyebabkan terjadinya perubahan iklim global (climate change). Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara menunjukkan seberapa besar kemampuan negara dalam mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDB yang dihasilkan. Selain itu, hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) sekaligus juga dapat dijadikan tolak ukur kualitas lingkungan pada suatu negara. Fenomena mengenai hubungan antara berbagai indikator degradasi lingkungan dengan tahapan pembangunan yang tercermin melalui pendapatan per kapita dapat dijelaskan melalui Environmental Kuznets Curve (EKC). Hipotesis EKC menyatakan bahwa negara-negara berkembang yang umumnya merupakan negara-negara tipikal agraris, masih bertumpu pada sektor pertanian. Namun, seiring dengan berjalannya pembangunan, degradasi lingkungan (seperti tingkat emisi, polusi, intensitas energi, dan sebagainya) akan meningkat dengan cepat. Kondisi ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang yang sedang memacu industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Emisi gas rumah kaca dan pendapatan (PDB) per kapita memiliki keterkaitan yang erat. Bentuk hubungan antara emisi dan pendapatan (PDB) memiliki implikasi kebijakan penting. Perbedaan hasil analisis EKC di negara maju dan negara berkembang menunjukkan bahwa fenomena yang terjadi di negara maju saat ini tidak dapat diterapkan di negara berkembang. Kebijakan mempercepat pertumbuhan ekonomi agar dapat melampaui titik balik (turning point) berdasarkan interpretasi dari hipotesis EKC, akan memiliki efek negatif yang serius terhadap lingkungan di masa depan. Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan tesis ini begitu banyak bantuan berupa tenaga, materi, informasi, waktu, maupun dorongan yang tidak terhingga dari berbagai pihak. Karena itu dengan ketulusan dan kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Dr.Ir.Nunung Nuryartono, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim, M.Ec. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk serta saran-saran yang sangat berarti dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB, Dr. Ir. R.Nunung Nuryartono, M.Si selaku ketua program studi dan Dr. Ir. Lukywati Anggraeni, M.Si selaku sektetaris program studi. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pimpinan dan rekan-rekan di Kementerian Lingkungan Hidup yang telah memberikan dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pascasarjana IPB.
xv
Terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Ilmu Ekonomi dan rekan-rekan kuliah yang telah memberikan sumbang saran dan pemikiran dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada istri tercinta Widayati dan anak-anakku Pradipta Fadhli Nugraha, Praditya Fauzan Ghifari dan Pramaditya Fajri Migfar yang telah memberikan dukungan moril dan materiil. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, namun demikian mudah-mudahan tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan, pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup. Bogor, Juli 2011
Dida Migfar Ridha
xvi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 10 Mei 1968 dari pasangan U. Dadi Buchari dan Suminarsih. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Saat ni penulis telah menikah dengan Widayati dan dikaruniai tiga orang putra: Pradipta Fadhli Nugraha, Praditya Fauzan Ghifari, Pramaditya Fajri Migfar. Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 03 Selabatu, Sukabumi, Jawa Barat dan lulus tahun 1981, dilanjutkan di SMP Negeri 1 Sukabumi dan lulus tahun 1984, serta dilanjutkan di SMA Negeri 1 Sukabumi dan lulus tahun 1987. Ketika sampai ke jenjang perguruan tinggi, penulis melanjutkan kuliah di Fakultas Kehutanan IPB dan lulus tahun 1992. Setelah lulus dari Fakultas Kehutanan IPB, penulis bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup hingga saat ini.
xvii
xviii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xix DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xxi I.
PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Permasalahan ............................................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .............................
1 1 3 6 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emisi Gas Rumah Kaca ..... 2.2 Teori Environmental Kuznets Curve (EKC) ............................. 2.3 Tinjauan Literatur dan Hasil-hasil Penelitian Empiris ..............
9 9 10 13
III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 3.1 Kerangka Konseptual ................................................................. 3.2 Hipotesis .................................................................................... 3.3 Jenis dan Sumber Data ............................................................... 3.4 Spesifikasi Model ...................................................................... 3.5 Prosedur Analisis .......................................................................
17 17 18 18 21 23
IV. GAMBARAN UMUM ....................................................................... 4.1 Dinamika PDB per Kapita ......................................................... 4.2 Dinamika Emisi Gas Rumah Kaca per Kapita ........................... 4.3 Dinamika PDB per Kapita dan Emisi Gas Rumah Kaca per Kapita .......................................................................................... 4.4 Dinamika Emisi per Unit PDB ................................................... 4.5 Dinamika Kinerja Ekonomi Sektoral terhadap PDB .................. 4.6 Dinamika Konsumsi Energi ........................................................
27 27 32 37 43 49 65
V. HASIL ANALISIS .............................................................................. 5.1 Hasil Estimasi ............................................................................. 5.2 Hubungan Emisi Gas Rumah Kaca dan Pendapatan per Kapita 5.3 Implikasi Kebijakan ...................................................................
73 73 78 84
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 6.1 Kesimpulan ................................................................................ 6.2 Saran Penelitian Lebih Lanjut ....................................................
93 93 94
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ LAMPIRAN ...............................................................................................
95 99
xix
xx
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 2.1. Tabel 2.2 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18
Faktor-faktor yang Mempengaruhi terhadap Perubahan Emisi ................................................................................... Hasil-hasil Penelitian Empiris Studi EKC CO2 ................ Daftar 20 Negara Maju yang Dikaji Berdasarkan Atlas Bank Dunia Tahun 2010 .................................................... Daftar 20 Negara Berkembang yang Dikaji Berdasarkan Atlas Bank Dunia Tahun 2010 .......................................... Variabel-variabel yang Digunakan dalam Analisis ........... Perkembangan PDB per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD) ......................................... Perkembangan PDB per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non OECD) ................................. Perkembangan PDB per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah ................................................. Perkembangan PDB per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah ...................................................... Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD) ......................................... Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non OECD) ................................. Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah ................................................. Perkembangan Emisi per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Rendah ................................ Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD) ................... Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi GRK per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non OECD) ............................................................................... Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi GRK per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi GRK per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah .... Emisi per Unit PDB di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD , 1980-2006 .............................. Emisi per Unit PDB di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD, 1980-2006 ......................................... Emisi per Unit PDB di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah, 1980-2006 .............................. Emisi per Unit PDB di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah, 1980-2006 .................................. Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD ............................................ Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD .....................................
10 14 19 20 22 27 28 30 31 32 34 35 36 37 39 40 42 44 45 46 47 49 50
xxi
Halaman Tabel 4.19 Tabel 4.20 Tabel 4.21 Tabel 4.22 Tabel 4.23 Tabel 4.24 Tabel 4.25 Tabel 4.26 Tabel 4.27 Tabel 4.28 Tabel 4.29 Tabel 4.30 Tabel 4.31 Tabel 4.32 Tabel 4.33 Tabel 4.34 Tabel 4.35 Tabel 4.36 Tabel 4.37 Tabel 4.38 Tabel 4.39 Tabel 4.40 Tabel 4.41
xxii
Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Menengah ............................. Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Rendah ................................. Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD ................................... Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD ........................... Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Menengah ............................. Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Rendah ................................. Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD ............................................ Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD ..................................... Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Menengah ............................. Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Rendah ................................. Kinerja Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD ................................... Kinerja Ekspor terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD ..................................... Kinerja Ekspor terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Menengah .................................................. Kinerja Ekspor terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Rendah ....................................................... Kinerja Impor terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD ..................................................................... Kinerja Impor terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD .............................................................. Kinerja Impor terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Menengah .................................................. Kinerja Impor terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Rendah ....................................................... Penggunaan Energi di Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD Tahun 1970-2006 ........................................ Penggunaan Energi di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD Tahun 1970-2006 ................................ Penggunaan Energi di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah Tahun 1970-2006 ..................... Penggunaan Energi di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah Tahun 1970-2006 ......................... Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi Energi di Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD Tahun 1970-2006 ...............................................................
50 51 52 53 54 54 56 56 57 57 58 59 60 61 62 62 63 64 65 66 67 67 69
Halaman Tabel 4.42 Tabel 4.43 Tabel 4.44 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5
Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi Energi di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD Tahun 1970-2006 ............................................................... Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi Energi di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah Tahun 1970-2006 ............................................................... Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi Energi di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah Tahun 1970-2006 ............................................................... Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok OECD ................. Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD ......... Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara Berkembang Berpendapatan Menengah ............................ Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara Berkembang Berpendapatan Rendah ................................ Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk 40 Negara Maju dan Berkembang ...........................................
69 70 71 73 74 76 78 78
xxiii
xxiv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Emisi Global CO2 dari Bahan Bakar Fosil 1990-2000 ....... 4 Gambar 1.2 Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca di Dunia pada Tahun 2025 .................................................................................... 5 Gambar 1.3 Pendapatan per Kapita dan Emisi Gas Rumah Kaca di beberapa Negara ................................................................... 5 Gambar 1.4 Profil Emisi Gas Rumah Kaca di Negara Maju dan Berkembang ………………………………………………. 7 Gambar 2.1 Environmental Kuznets Curve (EKC) .................................. 11 Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian .......................................... 17 Gambar 4.1 Perkembangan Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 19702006 ....................................................................................... 52 Gambar 4.2 Perkembangan Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 ............................................................................. 55 Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 19702006 ....................................................................................... 58 Gambar 4.4 Perkembangan Kinerja Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 ……………………………………………….... 61 Gambar 4.5 Perkembangan Kinerja Impor Barang dan Jasa terhadap PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 ……………………………………………….... 64 Gambar 4.6 Perbandingan Penggunaan Energi di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 ............................... 68 Gambar 4.7 Konsumsi Energi Bersumber Bahan Bakar Fosil (% dari Total) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 ............................................................................. 72
xxv
xxvi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3
Hasil Estimasi Negara Maju Dengan Eviews ………… Hasil Estimasi Negara Berkembang Dengan Eviews … Singkatan yang Digunakan ……………….....................
99 106 113
xxvii
xxviii
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Setiap negara menghasilkan output perekonomian yang dikuantifikasi
sebagai pendapatan nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB). PDB yang dihasilkan pada suatu periode tertentu merupakan salah satu indikator pembangunan di suatu negara.
PDB merupakan nilai barang dan jasa akhir
berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam suatu periode tertentu (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut (Case and Fair, 1996). PDB disebut bertumbuh apabila jumlah permintaan total terhadap barang dan jasa dalam suatu perekonomian tertentu dan jumlah produksi total barang dan jasa dalam suatu perekonomian selama periode tertentu makin baik dibanding periode sebelumnya. Oleh karena itu, setiap negara memerlukan input sumber daya alam untuk menghasilkan barang dan jasa untuk proses produksi yang berbasis sumber daya alam maupun yang langsung dikonsumsi oleh rumah tangga. Dari proses industri, dihasilkan barang dan jasa yang kemudian dapat digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi. Kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan residual atau limbah (waste). Residual hasil kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga mengalir ke dalam sistem lingkungan. Akumulasi aliran residual yang diproduksi melebihi kapasitas penyerapan lingkungan menimbulkan pencemaran lingkungan. Perman et al. (1996) melihat bahwa residual merupakan bagian intrinsic atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Residual yang dihasilkan diantaranya berupa emisi gas seperti carbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (NO2) yang terakumulasi dan menjadi stock pollutan, dikenal dengan istilah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau Greenhouse Gas (GHG). Emisi GRK berperanan besar dalam meningkatnya peristiwa efek rumah kaca yang dalam skala besar akan mengakibatkan terjadinya
pemanasan global (global warming), lebih jauh lagi menyebabkan terjadinya perubahan iklim global (climate change). Hasil kajian International Panel on Climate Change atau IPCC (2007) menunjukkan bahwa 11 dari 12 tahun terpanas sejak tahun 1850 terjadi dalam waktu 12 tahun terakhir. Kenaikan temperatur total dari tahun 1850-1899 sampai dengan tahun 2001-2005 adalah 0,76oC. Agar kenaikan temperatur dapat dibatasi dibawah 2oC, harus disepakati target global penurunan emisi sebesar 50% pada tahun 2050 dan komitmen negara maju untuk mereduksi emisi sekurangkurangnya 80% pada tahun 2050 dengan base year tahun 1990. Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara merupakan suatu paradoks, dimana peningkatan pendapatan nasional (PDB) berdampak pada meningkatnya emisi GRK. Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara menunjukkan seberapa besar kemampuan negara dalam mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDB yang dihasilkan.
Selain itu, hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan
pendapatan nasional (PDB) sekaligus juga dapat dijadikan tolak ukur kualitas lingkungan pada suatu negara. Fenomena mengenai hubungan antara berbagai indikator degradasi lingkungan dengan tahapan pembangunan yang tercermin melalui pendapatan per kapita dapat dijelaskan melalui Environmental Kuznets Curve (EKC). Hipotesis EKC menyatakan bahwa negara-negara berkembang yang umumnya merupakan negara-negara tipikal agraris, masih bertumpu pada sektor pertanian. Namun, seiring dengan berjalannya pembangunan, degradasi lingkungan (seperti tingkat emisi, polusi, intensitas energi, dan sebagainya) akan meningkat dengan cepat. Kondisi ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang yang sedang memacu industri. Pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi, pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan membalikan keadaan. Pada fase ini pertumbuhan yang terjadi akan menurunkan tingkat degradasi lingkungan. Situasi ini umumnya terjadi di negaranegara maju yang mana mulai terjadi pergeseran fase pembangunan dari industri ke jasa. Pada fase ini juga terjadi alih teknologi produksi ke yang lebih efisien
2
dan ramah lingkungan, sehingga peningkatan aktivitas ekonomi yang terjadi akan menurunkan tingkat degradasi lingkungan. Negara maju dan negara berkembang terus mengalami perkembangan cukup pesat dalam beberapa kurun waktu terakhir. Banyak industri baru tumbuh dan berkembang yang tidak hanya memberikan imbas bagi perekonomian negara itu sendiri namun juga perekonomian regional bahkan perekonomian dunia. Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan perkembangan industri di negara-negara maju dan berkembang menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya emisi GRK. Perkembangan negosiasi penurunan emisi GRK dibahas dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim atau United Natios Framework on Climate Change Convention (UNFCCC).
Perkembangan
negosiasi di fora internasional tidak terlepas dari dinamika perkembangan peningkatan emisi GRK yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan peningkatan pendapatan (PDB) yang terjadi di negara-negara maju dan berkembang. Hal ini mendasari pentingnya mengetahui dinamika peningkatan emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat pendapatan per kapita di negaranegara berkembang dan maju, serta relevansinya dengan hipotesis EKC. 1.2
Permasalahan Fenomena hubungan peningkatan emisi dan pendapatan per kapita dapat
digambarkan melalui kurva U terbalik (inverted-U shaped) atau dikenal sebagai Environmental Kuznets Curve (EKC). Pada fase awal pembangunan ekonomi, negara-negara cenderung menggunakan sumber daya alam dan materialnya pada tingkat yang lebih besar, hingga mencapai suatu nilai kritis (turning point) tertentu. Emisi GRK akan meningkat seiring meningkatnya pendapatan sampai mencapai nilai kritis, dan setelah itu emisi GRK akan menurun seiring meningkatnya pendapatan. Berdasarkan
hipotesis
EKC,
negara-negara
maju
mengalami
dematerialisasi, yang berarti telah mampu mereduksi emisi GRK dan materialnya per unit output dalam suatu fase pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan pendapatan negara-negara tersebut telah melampaui nilai kritis pada EKC.
3
Sebaliknya, negara-negara berkembang dan terbelakang mengalami materialisasi, yang berarti masih berada pada suatu fase pembangunan ekonomi di mana penggunaan material per unit output masih relatif tinggi. Negara-negara maju dan berkembang terus mengalami perkembangan cukup pesat dalam beberapa kurun waktu terakhir. Banyak industri baru tumbuh dan berkembang yang tidak hanya memberikan imbas bagi perekonomian negara itu sendiri namun juga perekonomian regional bahkan perekonomian dunia. Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan perkembangan industri di negara-negara tersebut menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya emisi GRK. Sejalan dengan meningkatnya populasi penduduk, kemajuan teknologi, meningkatnya
proses
industrialisasi,
dan
terus
berlangsungnya
proses
pembangunan telah mendorong peningkatan emisi GRK. Selama periode 19902000 peningkatan emisi GRK, terutama CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar fosil terus mengalami peningkatan sebagaimana disajikan pada Gambar 1.1.
Tahun
Gambar 1.1 Emisi Global CO2 dari Bahan Bakar Fosil 1990-2000 Sumber: World Resources Institute(2008) Kecenderungan peningkatan emisi gas rumah kaca dunia pada tahun-tahun mendatang diperkirakan akan terus meningkat. Proyeksi emisi dunia pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 57%.
Pada tahun 2025 negara-negara
berkembang diperkirakan memberikan kontribusi peningkatan emisi sebesar 35 % dan negara-negara maju sebesar 84%. Proyeksi emisi gas rumah kaca di dunia pada tahun 2025 sebagaimana pada Gambar 1.2.
4
Gambar 1.2 Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca di Dunia pada Tahun 2025 Sumber: World Resources Institute(2008) Sebagaimana diuraikan pada bahasan terdahulu bahwa emisi GRK memiliki keterkaitan erat dengan perekonomian (PDB) suatu negara. Gambaran pendapatan per kapita dan emisi GRK di berbagai negara sebagaimana disajikan pada Gambar 1.3
Tahun
Gambar 1.3.
Pendapatan per Kapita dan Emisi Gas Rumah Kaca di beberapa Negara Sumber: World Resources Institute(2008) Uraian di atas menunjukkan bahwa negara-negara maju dan negara-negara berkembang memperlihatkan perilaku peningkatan emisi yang semakin meningkat. Namun menurut hipotesis EKC, negara-negara maju seharusnya mengalami
5
dematerialisasi, yang berarti negara-negara tersebut telah mampu mereduksi emisi GRK dan materialnya per unit output dalam suatu fase pembangunan ekonomi. Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini antara lain: 1.
Bagaimanakah dinamika peningkatan emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat pendapatan per kapita di negara-negara berkembang dan maju yang dikaji?
2.
Bagaimanakah perubahan emisi GRK per unit PDB dari waktu ke waktu di negara-negara maju dan berkembang yang dikaji?
3.
Apakah EKC yang menunjukkan hubungan antara emisi GRK dan pendapatan per kapita masih relevan dan sesuai dengan situasi di negaranegara maju dan berkembang yang dikaji?
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan menganalisis hubungan antara peningkatan emisi
GRK dan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang dan maju. Secara lebih rinci, penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Menganalisis dinamika emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat PDB per kapita di negara maju dan negara berkembang yang dikaji.
2.
Menganalisis perubahan emisi GRK per Unit PDB dari waktu ke waktu di negara maju dan negara berkembang yang dikaji.
3.
Mengetahui kesesuaian hipotesis EKC dengan situasi di negara-negara maju dan berkembang yang dikaji.
1.4
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini akan
menggunakan Hipotesis EKC untuk menjelaskan
dinamika perekonomian melalui suatu tahapan pembangunan. Ruang lingkup penelitian adalah, Pertama, menggunakan model ekonometrika berbasis data panel untuk menguji hubungan kuadratik emisi gas rumah kaca dan pendapatan per kapita; Kedua, melakukan telaah dan analisis hasil estimasi serta kesimpulan dari model ekonometrika.
6
Variabel
yang
digunakan
untuk
menyatakan
pendapatan
adalah
pendapatan per kapita rata-rata. Sedangkan variabel yang digunakan untuk menyatakan indikator lingkungan yaitu emisi GRK adalah rata-rata eksplisit kadar polutan tahunan, yang diperoleh dari laporan konsentrasi polutan per jam suatu negara dalam satu tahun kemudian dihitung rata-ratanya.
(a) Negara Maju
(b) Negara Berkembang
Gambar 1.4. Profil Emisi Gas Rumah Kaca di Negara Maju dan Berkembang Sumber: World Resources Institute(2008) Sementara itu, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, dimana emisi GRK yang dikaji difokuskan pada emisi karbon dioksida (CO2). Penyederhanaan ini, dikarenakan keterbatasan data untuk jenis emisi GRK lainnya dalam rentang waktu
yang cukup panjang (1970-2006).
Selain itu, karbon
dioksida (CO2) juga merupakan jenis emisi GRK terbesar sebagaimana disajikan pada Gambar 1.4.
7
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emisi Gas Rumah Kaca Salah satu pendekatan untuk analisis emisi adalah formula yang
mengungkapkan emisi sebagai fungsi dari beberapa faktor yang berkontribusi. Sebagai contoh, emisi dapat dinyatakan sebagai fungsi dari populasi, pendapatan (PDB per kapita), dan intensitas (emisi per unit GDP). Hubungan ini dapat dinyatakan sebagai berikut: Emisi CO2
=
Populasi
PDB Populasi
x
x
Emisi CO2 PDB
Herzog, Baumert dan Pershing (2006) menggambarkan pendekatan bagaimana berbagai faktor ekonomi dapat mempengaruhi tingkat emisi absolut. Sebagai contoh, jika penduduk suatu negara dan intensitas emisi (Emisi/PDB) tetap konstan, sementara PDB per Kapita meningkat, maka emisi juga akan meningkat. Intensitas emisi (Emisi/PDB) dapat dinyatakan sebagai fungsi dari dua faktor: intensitas energi (energi per unit PDB) dan campuran bahan bakar (emisi per unit energi). Emisi CO2 PDB
=
Konsumsi Energi PDB
Emisi CO2 Konsumsi Energi
x
Intensitas Energi meliputi efisiensi ekonomi, konservasi energi, dan struktur ekonomi secara keseluruhan. Campuran bahan bakar merupakan intensitas karbon dari bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan energi. Menempatkan dua formula emisi CO2 tersebut di atas secara bersama-sama, Intensitas Emisi (Emisi/PDB) dapat dinyatakan sebagai fungsi dari 4 (empat) faktor sebagai berikut: Emisi CO2 PDB
PDB = Populasi
x
x Populasi
Konsumsi Energi PDB
x
Emisi CO2 Konsumsi Energi
9
Formula ini dikenal menunjukkan bahwa faktor yang berbeda dapat memberikan kontribusi pada emisi total. Misalnya, peningkatan pendapatan yang relatif kecil, populasi, dan campuran bahan bakar dapat menyebabkan peningkatan besar dalam emisi total. Sebaliknya, peningkatan besar dalam pertumbuhan pendapatan dapat setidaknya sebagian diimbangi oleh intensitas energi ditingkatkan atau campuran bahan bakar. Baumen, Herzog dan Pershing (2005) menunjukkan bagaimana keempat faktor memberikan kontribusi terhadap perubahan emisi dari waktu ke waktu untuk negara-negara yang dipilih, sebagaimana disajikan pada Table 2.1. Tabel 2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi terhadap Perubahan Emisi
No
Negara
Perubahan CO2 (1990-2002) MtCO2
1 2 3 4 5 6 7 8
China Amerika Serikat Korea Selatan Brazil Thailand Prancis Inggris Ukraina
1,247 863 246 125 113 2 -36 -291
% 49 18 97 57 125 0 -6 -48
Kontribusi terhadap Perubahan CO2 (%) Income (PDB/ Pop)
Populasi
15 16 15 21 16 5 3 -5
122 23 84 17 63 17 24 -32
Intensitas Energi
Fuel Mix
(Energi/GDP)
(CO2/ Energi)
-96 -20 12 7 19 -6 -20 0
8 -1 -15 13 27 -15 -13 -11
Sumber: Baumen, Herzog dan Pershing (2005) Dalam pendekatan ini, perubahan emisi dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh pendapatan (PDB per Kapita), populasi, intensitas energi (energi/PDB), dan campuran bahan bakar (fuel mix). 2.2
Teori Environmental Kuznets Curve (EKC) Ide dasar dari Environmental Kuznets Curve (EKC) adalah bahwa
degradasi lingkungan meningkat seiring dengan pendapatan sampai ke tingkat pendapatan melampaui ambang batas yang meningkatkan kualitas lingkungan seiring dengan pendapatan yang terus tumbuh. Hubungan ini diringkas oleh kurva berbentuk U terbalik, yang dipopulerkan oleh Panayotou (1993) dalam makalah Diskusi Pembangunan sebagai bagian dari penelitian untuk Organisasi Perburuhan Internasional
10
(Gambar 2.1).
Dikenal sebagai Environmental Kuznets Curve karena
kemiripannya dengan Kurva Kuznets's U terbalik yang menggambarkan hubungan antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.
Tingkat Kerusakan Lingkungan
materialisasi
dematerialisasi
Income perkapita optimal
Tingkat Pendapatan perkapita (US $)
Gambar 2.1. Environmental Kuznets Curve (EKC) Sumber: Panayotou (1993) Di sini degradasi lingkungan digambarkan sebagai fungsi kurva-U terbalik (inverted-U shaped) dari pendapatan per kapita. Pada fase pembangunan praindustri di mana tingkat pendapatan per kapita masih rendah, degradasi lingkungan pada suatu negara juga cenderung rendah. Kemudian degradasi lingkungan lambat laun meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita. Aslanidis (2009) menyampaikan tiga kekuatan utama di balik EKC. Pertama, pertumbuhan memberikan dampak negatif pada lingkungan, dimana kegiatan ekonomi dalam skala yang lebih besar akan menyebabkan meningkatnya kerusakan lingkungan. Kedua, pertumbuhan pendapatan dapat memiliki dampak positif terhadap lingkungan melalui efek komposisi, dimana perubahan struktur ekonomi dari ekonomi yang berbasis manufaktur ke ekonomi berbasis jasa di negara berkembang akan mengurangi kerusakan lingkungan seiring dengan peningkatan pendapatan. Seiring dengan pendapatan nasional yang semakin meningkat, akan meningkatkan kesadaran lingkungan, dan begitu juga dengan permintaan untuk
11
peraturan yang lebih ketat di bidang lingkungan. Hal ini akan mengarah pada penggantian teknologi lama yang kotor menjadi teknologi yang bersih sehingga meningkatkan kualitas lingkungan. Dampak negatif terhadap lingkungan cenderung terjadi dalam tahap awal pertumbuhan di suatu negara, namun akhirnya sebanding dengan dampak positif yang cenderung menurunkan tingkat emisi. Konsep EKC muncul pada awal 1990-an dengan tiga studi yang muncul secara independen. Grossman dan Krueger (1991) dalam kertas kerja NBER, diterbitkan kemudian pada tahun 1993 (Grossman dan Krueger, 1993), diuji hipotesis EKC di konteks Amerika Utara yang banyak diperdebatkan dalam kerangka Free Trade Agreement (NAFTA). Di saat itu, banyak orang takut bahwa dengan membuka pasar dengan perusahaan Meksiko akan bergegas melintasi perbatasan untuk menghindari standar lingkungan ketat di Kanada dan Amerika Serikat. Lopez (1994) dan Selden dan Song (1995) menganggap perubahan teknologi merupakan faktor eksogen dan bahwa polusi dihasilkan oleh produksi dan bukan oleh konsumsi. John dan Pecchenino (1994), John et al. (1995), dan McConnell (1997) mengembangkan model berdasarkan tumpang tindih dari polusi yang dihasilkan oleh konsumsi bukan oleh kegiatan produksi. Stokey (1998) memungkinkan faktor endogen berubah. Sepertinya
cukup
mudah
untuk
mengembangkan
model
yang
menghasilkan EKCs sesuai asumsi namun tidak satupun dari model-model teoritis telah diuji secara empiris. Selain itu, jika sebenarnya EKC untuk emisi adalah monoton sebagai bukti lebih baru menunjukkan, kemampuan model untuk menghasilkan kurva Ushaped terbalik tidak selalu berarti hasil yang diinginkan. Kerangka
ekonometrik
untuk
menguji
hipotesis
EKC
umumnya
merupakan spesifikasi model sederhana yang menunjukkan hubungan antara indikator degradasi lingkungan (E) dengan pendapatan per kapita (Y). Sebagai contoh, berikut diberikan beberapa bentuk model yang terdiri dari model linier, kuadratik, logaritma linier, dan logaritma kuadratik yang umumnya digunakan dalam beberapa studi studi EKC:
12
Perhatikan Persamaan (2.3), derivatif pertama dan derivatif kedua dari persamaan ini dapat dituliskan sebagai
Dari persamaan (2.7), kondisi orde kedua yang mencukupi agar fungsi pada Persamaan (2.3) bernilai maksimum, dipenuhi pada saat ß2 <0 , yang berarti bila kondisi ini dipenuhi, hubungan antara indikator lingkungan dan pendapatan per kapita sesuai dengan bentuk kurva U terbalik (inverted-U). Sedangkan turning point, yakni nilai pendapatan per kapita yang memaksimukan nilai indicator lingkungan dipenuhi pada saat Persamaan (2.6) bernilai nol, yakni
Variasi turning point ini bergantung pada jenis indikator degradasi lingkungan seperti deforestasi, pencemaran air, pencemaran udara, atau intensitas energi. 2.3
Tinjauan Literatur dan Hasil-hasil Penelitian Empiris Meskipun bukti adanya EKC telah ditemukan untuk beberapa polutan,
temuan-temuan tidak dengan suara bulat diterima dalam literatur, terutama untuk kasus emisi CO2. Dalam penelitian awal, Shafik (1994) untuk panel 149 negara selama periode 1960-1990 menemukan bahwa emisi karbon tidak membaik dengan meningkatnya pendapatan. Holtz-Eakin dan Selden (1995) memperkirakan model polinomial kuadratik untuk panel dari 130 negara selama 1951-1986 memperoleh beberapa
13
dukungan untuk EKC.
Namun, diperkirakan titik balik terjadi pada tingkat
pendapatan per kapita yang sangat tinggi ($ 35,428 per kapita 1.986 dolar AS). Model EKC untuk emisi CO2 juga diperkirakan oleh Tucker (1995) pada bagiansilang dari 131 negara untuk setiap tahunnya selama periode 1971-1991. Hasil penelitian menunjukkan kurva-U terbalik, meningkat secara signifikan statistik dari waktu ke waktu, dan terutama selama tahun 1980-an. Tabel 2.2. Hasil-hasil Penelitian Empiris Studi Environmental Kuznets Curve untuk CO2 No
Peneliti
Data sampel
Periode waktu
Bentuk EKC
1.
Shafik (1994)
149 negara
1960-1990
Hubungan Linear (positif)
2.
Holtz-Eakin and Selden (1995)
130 negara
1951-1986
Inverse U-shaped (Tapi titik balik adalah terlalu tinggi)
3.
Tucker (1995)
131 negara
1971-1991
Inverse U-shaped (Lebih kuat dari waktu ke waktu)
4.
Cole et al. (1997)
7 regional dunia
1960-1991
Inverse U-shaped (Tapi titik balik adalah terlalu tinggi)
5.
de Bruyn et al. (1998)
4 negara OECD
1961-1990
Hubungan Linear (positif)
6.
Hill dan Magnani (2002)
156 negara
1970, 1980, 1990
Inverse U-shaped (tapi sangat sensitive untuk dataset dan titik balik terlalu tinggi)
7.
Friedl dan Getzner (2003)
Austria
1960-1999
N-shaped
Cole et al. (1997) menguji hubungan EKC menggunakan dataset panel untuk berbagai indikator lingkungan. Penelitian ini berfokus pada kuadrat model polinomial. Seperti dalam Holtz-Eakin dan Selden (1995), mereka mendapatkan hubungan EKC dengan parameter pendapatan yang signifikan tetapi juga titik balik jatuh di luar jangkauan pendapatan yang diamati, dan dalam model log-linier kesalahan standar dari titik balik adalah besar. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa EKC hanya berlaku pada polusi udara lokal.
14
Hill dan Magnani (2002) menemukan emisi karbon yang ditemukan sangat sensitif terhadap dataset yang digunakan. Mereka menggunakan data 156 negara dan tiga tahun terpisah, 1970, 1980 dan 1990. Penampang estimasi mendukung hipotesis EKC, meskipun titik balik sangat tinggi dan dekat ujung atas dari distribusi pendapatan. Namun, ketika negara dibagi menjadi pendapatan rendah, menengah dan tinggi, emisi karbon tampaknya meningkat dengan pendapatan untuk ketiga kelompok negara. de Bruyn et al. (1998) berpendapat bahwa estimasi EKC dari data panel tidak bisa menangkap dinamika hubungan antara pendapatan dan emisi. Dengan menggunakan model dinamik dan termasuk harga energi kedalam perhitungan untuk intensitas penggunaan bahan baku, mereka menganggap hubungan emisi dan pendapatan secara terpisah untuk negara Belanda, Inggris, Amerika Serikat dan Jerman Barat selama periode 1961-1990. Hasil mereka menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif langsung pada emisi dan pengurangan emisi yang dapat dicapai sebagai hasil dari perubahan struktural dan teknologi dalam perekonomian. Friedl dan Getzner (2003) memperkirakan EKC untuk Austria selama periode 1960-1999. Mereka mendapatkan hubungan kurva berbentuk-N. Keberadaan sebuah kurva berbentuk N menunjukkan bahwa pada tingkat pendapatan yang sangat tinggi, efek skala kegiatan ekonomi menjadi begitu besar sehingga dampak negatifnya terhadap lingkungan tidak harus diimbangi dengan dampak positif dari komposisi dan teknik induksi efek yang disebutkan di atas.
15
16
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Kerangka Konseptual Kerangka konseptual penelitian diawali dengan pemikiran bahwa aktivitas
perekonomian pada suatu negara menghasilkan produk barang dan jasa, dan disisi lain menghasilkan emisi. Kerangka konseptual penelitian sebagaimana disajikan berikut ini.
Aktifitas Perekonomian Negara Maju dan Berkembang
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
Pendapatan Domestik Bruto (PDB)
Dinamika Emisi GRK dan Kinerja Ekonomi Negara Maju dan Berkembang
Dinamika Hubungan Emisi GRK dan PDB Negara Maju dan Berkembang
Dinamika Kinerja Ekonomi Sektoral terhadap PDB Negara Maju dan Berkembang
Analisis dan Implikasi Kebijakan Hubungan Emisi GRK dan PDB Negara Maju dan Berkembang
Gambar 3.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 3.1 menunjukkan bahwa untuk melakukan aktivitas perekonomian, setiap negara memerlukan input sumber daya alam.
Sumber daya alam
menghasilkan barang dan jasa untuk proses produksi yang berbasis sumber daya alam maupun yang langsung dikonsumsi oleh rumah tangga. Dari proses industri, dihasilkan barang dan jasa yang kemudian dapat digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi.
Kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah
tangga menghasilkan residual atau limbah (waste), diantaranya berupa emisi gas, dan d isisi lainnya menghasilkan pendapatan nasional (PDB).
17
Dinamika
yang terjadi di negara-negara maju dan berkembang terus
mengalami perkembangan cukup pesat dalam beberapa kurun waktu terakhir.
Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara merupakan suatu paradoks, dimana peningkatan pendapatan nasional (PDB) berdampak pada meningkatnya emisi GRK, lebih jauh lagi menyebabkan terjadinya perubahan iklim global (climate change). Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara menunjukkan seberapa besar kemampuan negara dalam mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDB yang dihasilkan. Penelitian ini selanjutnya akan menganalisis hubungan antara emisi GRK dan pendapatan per kapita yang terjadi di negara maju dan negara berkembang.
3.2
Hipotesis Berdasarkan permasalahan, tujuan dan alur kerangka konseptual di atas
maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1.
Terjadi pergeseran tren emisi gas rumah kaca di negara-negara yang dikaji, dimana emisi gas rumah kaca cenderung menurun seiring meningkatnya pendapatan per kapita.
2.
Negara-negara maju sudah mencapai fase dematerialisasi, sedangkan negaranegara berkembang masih mengalami fase materialisasi.
3.3
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan merupakan data panel dengan time series tahunan
periode 1970-2006 dan cross section di 40 negara yang menjadi subyek kajian. Negara-negara yang menjadi subyek kajian ditentukan berdasarkan metode Atlas
Bank Dunia, yang mengelompokkan negara-negara kedalam 4 kelompok yaitu: (1) Negara Maju, berpendapatan tinggi, sebesar $ 11.906; (2) Negara berpendapatan menengah atas, sebesar $ 3,856 - $ 11,905; (3) Negara berpendapatan menengah ke bawah, sebesar $ 976 - $ 3.855; dan (4) Negara berpendapatan rendah, sebesar $ 975 atau kurang. Negara-negara tersebut selanjutnya dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu kelompok negara maju dan negara berkembang. Negara maju
18
terdiri dari 20 negara meliputi 10 negara maju berpendapatan tinggi kelompok Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD); dan 10 negara maju berpendapatan tinggi kelompok Non OECD. Tabel 3.1. Daftar 20 Negara Maju yang Dikaji Berdasarkan Atlas Bank Dunia Tahun 2010
Kode
America & Caribbean
Middle East & North Africa
South Asia
Sub-Saharan Africa
Ocenia
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
2
4
2
0
0
0
2
10
(1) A 1
Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD) Australia
AUS
2
Canada
CAN
3
Prancis
FRA
x
4
Jerman
DEU
x
5
Italia
ITA
x
6
Jepang
JPN
x
7
Korea Selatan
KOR
x
8
Selandia Baru
NZL
9
Inggris
GBR
10
Amerika Serikat
USA
B 1
Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non OECD) Barbados
BRB
2
Brunei Darussalam
BRN
3
Cyprus
CYP
4
Kuwait
KWT
5
Malta
MLT
6
Qatar
QAT
x
7
Saudi Arabia
SAU
x
8
Singapura
SGP
9
Trinidad dan Tobago
TTO
Uni Emirat Arab
ARE
10
JUMLAH
Jumlah
Negara dan Kelompok Negara
Europe & Central Asia
No
East Asia & Pacific
Regional
X x
x x x 2
2
2
4
10
x x x x x
x x x 4
6
4
4
0
0
2
20
19
Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok OECD yang dikaji, yaitu: Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Korea, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika Serikat. Adapun Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD yang dikaji, yaitu: Barbados, Brunei Darussalam, Cyprus, Kuwait, Malta, Qatar, Saudi Arabia, Singapore, Trinidad dan Tobago, serta United Arab Emirates. Tabel 3.2. Daftar 20 Negara Berkembang yang Dikaji Berdasarkan Atlas Bank Dunia Tahun 2010
Negara dan Kelompok Negara
Kode
Europe & Central Asia
America & Caribbean
Middle East & North Africa
South Asia
Sub-Saharan Africa
Ocenia
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
4
1
2
1
1
1
0
10
0
10
0
20
A 1
Negara Berkembang Berpendapatan Menengah China
CHN
2
Mesir
EGY
3
India
IND
4
Indonesia
IDN
x
5
Thailand
THA
x
6
Brasil
BRA
7
Malaysia
MYS
8
Meksiko
MEX
9
Africa Selatan
ZAF
10
Turki
TUR
B
Negara Berkembang Berpendapatan Rendah
x x
x x x x X 1
0
0
0
3
6
Afghanistan
AFG
x
2
Bangladesh
BGD
x
3
Ghana
GHA
x
4
Republik Afrika Tengah
CAF
x
5
Republik Dem. Kongo
XAR
x
5
Lao PDR
LAO
6
Nepal
NPL
7
Tanzania
TZA
x
8
Uganda
UGA
x
Zimbabwe
ZWE
x
JUMLAH
20
x
1
10
Jumlah
No
East Asia & Pacific
Regional
x x
5
1
2
1
4
7
Negara berkembang terdiri dari 20 Negara meliputi: 10 Negara Berpendapatan Menengah dan 10 Negara Berpendapatan Rendah.
Negara
Berkembang Berpendapatan Menengah yang dikaji, yaitu Brazil, China, Mesir, India, Indonesia, Malaysia, Meksiko, Africa Selatan, Thailand, dan Turki. Adapun Negara Berkembang Berpendapatan Menengah yang dikaji, yaitu Afghanistan, Bangladesh, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Ghana, Lao PDR, Nepal, Tanzania, Uganda, dan Zimbabwe. Jumlah amatan data panel untuk setiap variabelnya adalah 37 x 40 = 1.480 amatan.
Data tersebut terdiri dari populasi penduduk, PDB riil (untuk
merepresentasikan tingkat pendapatan), PDB riil per kapita, dan emisi gas rumah kaca per kapita yang dikaji yaitu karbon dioksida (CO2). Data populasi penduduk diperoleh dari EIA dan Penn World Table (PWT), sedangkan PDB riil, dan PDB riil per kapita diperoleh dari PWT. Data PDB riil per kapita yang digunakan disesuaikan dengan Purchasing Power Parity (PPP) menggunakan US Dollar tahun dasar 2000, sehingga dapat dikomparasikan antara negara. Sedangkan data emisi gas rumah kaca yang dikaji yaitu karbon dioksida (CO2). diperoleh dari World Resources Institite (WRI). 3.4
Spesifikasi Model Model yang umumnya digunakan untuk menguji hipotesis EKC adalah model
logaritma kuadratik (Grossman & Krueger 1991).
Model tersebut diekspresikan
sebagai fungsi indikator degradasi lingkungan terhadap pendapatan per kapita. Seluruh variabel dalam model dinyatakan dalam logaritma natural, sebagaimana persamaan berikut:
ln(E/P)it = α0 + α1ln(PDB/P)it + α2ln(PDB/P) it)2 + εit, dimana: a. (E/P)it menyatakan emisi gas rumah kaca (CO2) per kapita negara ke-i pada tahun ke-t b. (PDB/P)it menyatakan pendapatan (PDB riil) per kapita negara ke-i pada tahun ke-t c. ln menyatakan logaritma natural d. εit menyatakan gangguan acak.
21
Berdasarkan persamaan tersebut di atas, varibel-variabel yang akan digunakan sebagai analisis dalam penelitian ini, dirangkum dalam tabel berikut: Tabel 3.3 Variabel-variabel yang Digunakan dalam Analisis No
Variabel
Keterangan
Satuan
Sumber
1.
E/P
Emisi Gas Rumah Kaca per kapita
Metrik ton emisi CO2
WRI, PWT
2.
PDB/P
PDB Riil Per Kapita
US Dollar per jiwa (PPP 2000=100)
PWT
Dalam pendugaan terhadap model dengan data panel, dimana data cross section yang sama akan diobservasi menurut waktu (time series). Data panel (atau longitudinal data) adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu. Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel. Aplikasi metode estimasi dengan menggunakan data panel banyak digunakan baik secara teoritis maupun aplikatif dalam berbagai literature mikroekonometrik dan makroekonometrik. Popularitas penggunaan data panel ini merupakan konsekuensi dari kemampuan dan ketersediaan analisis yang diberikan oleh data jenis ini. Penggabungan data cross section dan time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni. Keunggulan utama dari penggunaan model data panel bila dibandingkan dengan model cross section dan time series murni. Pertama, jumlah data yang digunakan dalam model data panel umumnya lebih besar dibandingkan jumlah data yang digunakan dalam model cross section dan time series murni. Selain itu, variabel penjelas dalam model data panel bervariasi dalam dua dimensi (ruang (individu) dan waktu), sehingga selain dapat dianalisis variasi antar ruang (individu) dan waktu, penduga yang didasari oleh data panel lebih akurat dibandingkan dengan cross section dan time series murni. Jumlah data dalam
22
data panel meningkatkan jumlah derajat bebas (degree of freedom) dan mengurangi kolinieritas di antara variable penjelas, yang dalam hal ini meningkatkan efisiensi dari penduga ekonometrik.
Keunggulan kedua dari
penggunaan model data panel adalah mampu mengurangi masalah identifikasi. Dalam banyak kasus, data panel melibatkan identifikasi dari keberadaan regresor endogenous atau measurement error, ketahanan terhadap variabel yang dihilangkan dan identifikasi dinamika individual. Secara umum keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis ekonometrik antara lain: (i) mampu mengontrol heterogenitas individu; (ii) memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam, meminimalkan masalah kolinieritas (collinearity), meningkatkatkan jumlah derajat bebas dan lebih efisien; (iii) data panel lebih baik dalam mengukur dan mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi apabila menggunakan data cross section atau time series murni; dan (iv) data panel dapat digunakan untuk mengkonstruksi dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni.
3.5
Prosedur Analisis Analisis data panel akan dilakukan terhadap 5 kelompok data yaitu: (1) data
panel 10 negara maju berpendapatan tinggi kelompok OECD; (2) data panel 10 negara maju berpendapatan tinggi kelompok Non OECD; (3) data panel 10 negara berkembang berpendapatan menengah; (4) data panel 10 negara berkembang berpendapatan rendah; dan (5) data panel gabungan 40 negara maju dan berkembang. Paramater model data panel pada awalnya akan diestimasi dengan menggunakan Pooled Least Square (PLS). Metode PLS umumnya digunakan pada model cross section dan time series murni. Sebelum membuat regresi dengan menggunakan data panel, sebelumnya data cross-section harus digabungkan dengan data time-series sehingga menjadi data gabungan (pool data). Kemudian data gabungan ini diperlakukan sebagai satu kesatuan pengamatan yang digunakan untuk mengestimasi model data panel dengan metode PLS.
23
Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa data panel memiliki jumlah observasi lebih banyak dibandingkan data cross section dan time series murni. Akibatnya, ketika data digabungkan menjadi pool data, regresi yang dihasilkan cenderung lebih baik dibandingkan regresi yang menggunakan data cross section dan time series murni. Akan tetapi, dengan mengabungkan data, maka variasi atau perbedaan baik antara individu dan waktu tidak dapat terlihat. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan tujuan dari digunakannya model data panel. Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus, penduga yang dihasilkan melalui least square dapat menjadi bias akibat kesalahan spesifikasi data.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
digunakan 2 (dua) metode yang biasanya digunakan dalam pemodelan data panel yaitu Model Efek Tetap atau Fixed Effects Model (FEM), dan Model Efek Random atau Random Effects Model (REM). Pada Model FEM, perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan melalui intercept. Adanya variabel-variabel yang tidak semuanya masuk dalam persamaan model memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan.
Atau
dengan kata lain, intercept ini mungkin berubah untuk setiap individu dan waktu. Bila pada FEM, perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan dengan intercept, maka pada Model REM, perbedaan tersebut diakomodasi dengan error. Mengingat ada dua komponen yang mempunyai kontribusi pada pembentukan error, yaitu individu dan waktu, maka random error pada model REM juga perlu diuraikan menjadi error untuk komponen individu, error komponen waktu dan error gabungan. Selanjutnya, dari hasil estimasi ketiga model tersebut, akan dilakukan beberapa uji statistik untuk melihat model yang lebih valid di antara ketiga model data panel yang dipergunakan yaitu PLS, FEM, dan REM. Hausman Tests dan Redundant Fixed Effects Tests dipergunakan untuk menentukan model yang lebih valid diantara model data panel yang dipergunakan. Setelah dipilih model yang lebih valid di antara ketiga model data panel yang dipergunakan yaitu PLS, FEM, dan REM, selanjutnya akan diketahui hasil estimasi untuk model yang dipilih.
Hasil estimasi dari model yang
memperlihatkan tanda koefisien yang positif untuk pendapatan per kapita, dan
24
negatif untuk pendapatan per kapita kuadrat menunjukkan hasil sesuai dengan tanda harapan teoritis dan menjelaskan bahwa emisi memiliki hubungan yang non-linier (kuadratik) dengan pendapatan per kapita. Hasil ini konsisten dengan hipotesis EKC berbentuk kurva U terbalik. Namun jika hasil estimasi dari model yang memperlihatkan tanda koefisien yang negatif untuk pendapatan per kapita, dan positif untuk pendapatan per kapita kuadrat, maka hasil ini tidak konsisten dengan hipotesis EKC. Selanjutnya turning point, yakni nilai pendapatan per kapita yang memaksimukan nilai indikator lingkungan akan dapat dihitung berdasarkan data hasil estimasi dengan mempergunakan persamaan (2.8) sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Setelah diperoleh hasil estimasi dari model yang lebih valid, selanjutnya hasil estimasi akan dipergunakan menganalisis dinamika emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat PDB per kapita di negara maju dan negara berkembang yang dikaji, menganalisis perubahan emisi GRK per Unit PDB dari waktu ke waktu di negara maju dan negara berkembang yang dikaji, serta mengetahui kesesuaian hipotesis EKC dengan situasi di negara-negara maju dan berkembang yang dikaji. Pengolahan data dalam penelitian ini selanjutnya dilakukan dengan menggunakan program komputer Eviews 7, dikarenakan ketersedian tools untuk pengolahan data sekaligus pengujian asumsi baik dalam model data panel.
25
26
IV. GAMBARAN UMUM 4.1.
Dinamika PDB per Kapita Dinamika PDB per Kapita di negara maju yang dikaji disajikan pada Tabel
4.1 dan Tabel 4.2, sedangkan dinamika PDB per Kapita di negara berkembang yang dikaji disajikan pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Tabel 4.1. Perkembangan PDB per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD) PDB per Kapita*) No
Negara
1970
2006
Pertumbuhan (%) 1970-2006
Rata-rata per Tahun
1
Australia
16.646,1
35.002,6
110,3
3,1
2
Kanada
16.323,6
35.332,4
116,4
3,2
3
Perancis
14.878,9
29.238,0
96,5
2,7
4
Jerman
15.490,9
30.496,4
96,9
2,7
5
Italia
13.479,4
28.410,7
110,8
3,1
6
Jepang
13.972,8
30.529,3
118,5
3,3
7
Korea Selatan
3.029,7
22.972,6
658,3
18,3
8
Selandia Baru
14.651,1
24.817,1
69,4
1,9
9
Inggris
14.004,1
31.142,1
122,4
3,4
10
Amerika Serikat
19.696,6
42.683,4
116,7
3,2
14.414,3
31.263,1
161,6
4,5
Rata-rata
Sumber: PWY (Diolah), *) Milyar US$ PPP 2000=100 Tabel 4.1 memberikan gambaran perkembangan pendapatan (PDB) per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD selama periode 1970-2006. Pada tahun 1970, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata sebesar 14.414,3. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Amerika Serikat
(US$
19.6969,6),
diikuti
Australia
(US$
16.646,1),
Kanada
(US$ 16,323,6), dan Jerman (US$ 15.490,9). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu Korea Selatan (US$ 3.029,7). Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 161,6 persen atau 4,5 persen per tahun.
Sepuluh negara
27
menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif.
Negara dengan tingkat
pertumbuhan PDB per kapita tertinggi yaitu Korea Selatan (658,3 persen atau 18,3 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita yang terendah yaitu Selandia Baru (69,4 persen atau 1,9 persen per tahun). Pada tahun 2006, PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata menjadi sebesar 31.263,1 MtCO2. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi yaitu Amerika Serikat (US$ 42.683,4), diikuti Kanada (US$ 35.332,4), dan Australia (US$ 35.002,6). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu Korea Selatan (US$ 22.972,6), diikuti Selandia Baru (US$ 24.817,1. Rendahnya tingkat pertumbuhan PDB per kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD lebih dikarenakan performansi serta fondasi perekonomian negara tersebut yang kokoh sejak era 1970-an. Negaranegara tersebut mampu mengoptimalkan kapasitas sumberdaya di dalam negerinya sejak era tersebut, sehingga tingkat PDB per kapita yang memang sudah tinggi di negara-negara tesebut, membuat pertumbuhannya menjadi relatif tidak meningkat secara signifikan. Tabel 4.2. Perkembangan PDB per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non OECD) PDB per Kapita*) No
Negara
1970
2006
Pertumbuhan (%) 1970-2006
Rata-rata per Tahun
1
Barbados
14.548,2
24.719,7
69,9
1,9
2
Brunei Darussalam
58.060,7
50.222,6
-13,5
-0,4
3
Ciprus
6.383,7
24.075,2
277,1
7,7
4
Kuwait
97.643,2
41.960,5
-57,0
-1,6
5
Malta
4.299,9
20.093,7
367,3
10,2
6
Qatar
78.724,7
76.227,6
-3,2
-0,1
7
Saudi Arabia
22.099,2
20.340,9
-8,0
-0,2
8
Singapura
6.387,0
41.150,5
544,3
15,1
9
Trinidad dan Tobago
10
Uni Emirat Arab Rata-rata
9.935,6
24.149,8
143,1
4,0
15.736,6
49.794,7
216,4
6,0
31.381,9
37.273,5
153,6
4,3
Sumber: PWY (Diolah), *) Milyar US$ PPP 2000=100
28
Tabel 4.2 memberikan gambaran perkembangan pendapatan (PDB) per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD selama periode 1970-2006. Pada tahun 1970, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD rata-rata sebesar US$ 31.381,9. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Kuwait (US$ 97.643,2), diikuti Qatar (US$ 78.724,7), dan Brunei Darussalam (US$ 58.060,7). Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 153,6 persen atau 4,3 persen per tahun. Enam negara menunjukkan tingkat pertumbuhan PDB per Kapita yang positif dan 4 negara menunjukkan tingkat pertumbuhan PDB per Kapita yang negatif. Negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita tertinggi yaitu Singapura (544,3 persen atau 15,1 persen per tahun), diikuti Malta (367,3 persen atau 10,2 persen per tahun), Cyprus (277,1 persen atau 7,7 persen per tahun), dan Uni Emirat Arab (216,4 persen atau 6.0 persen per tahun).
Adapun negara dengan tingkat
pertumbuhan PDB per kapita terendah yaitu Kuwait (-57,0 persen atau -1,6 persen tahun), diikui Brunei Darussalam (-13,5 persen atau -0,4 persen per tahun), Saudi Arabia (-8,0 persen atau -0,2 persen per tahun), dan Qatar (-3,2 persen atau -0,1 persen per tahun). Pada tahun 2006, PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata menjadi sebesar US$ 37.273,5. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi yaitu Qatar (US$ 76.227,6), diikuti Brunei Darussalam (US$ 50.222,6). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu Malta (US$ 20.093,7) dan Saudi Arabia (US$ 20.340,9). Tabel 4.3 memberikan gambaran perkembangan pendapatan (PDB) per kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah selama periode 19702006.
Pada tahun 1970, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara
Berkembang Berpendapatan Menengah rata-rata sebesar US$ 3,119,4. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Afrika Selatan (US$ 7,055,3), diikuti Meksiko (US$ 6.168,7), dan Brasil (US$ 4.761,2). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu China (US$ 561,5).
29
Tabel 4.3. Perkembangan PDB per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah PDB per Kapita*) No
Negara
1970
Pertumbuhan (%)
2006
1970-2006
Rata-rata per Tahun
1
Brasil
4.761,2
9.279,9
94,9
2,6
2
Malaysia
3.040,9
17.140,3
463,7
12,9
3
Meksiko
6.168,7
10.953,9
77,6
2,2
4
Afrika Selatan
7.055,3
9.978,6
41,4
1,2
5
Turki
3.414,1
7.457,4
118,4
3,3
6
China
561,5
7.447,5
1.226,3
34,1
7
Mesir
1.785,1
5.396,5
202,3
5,6
8
India
1.231,5
3.578,9
190,6
5,3
9
Indonesia
1.236,4
5.035,9
307,3
8,5
10
Thailand
1.939,4
9.069,5
367,6
10,2
3.119,4
8.533,8
309,0
8,6
Rata-rata
Sumber: PWY (Diolah), *) Milyar US$ PPP 2000=100 Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 309,0 persen atau 8,6 persen per tahun.
Sepuluh Negara Maju
Berpendapatan Menengah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif. Negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita tertinggi yaitu China (1.226,3 persen atau 34,1 persen per tahun).
Adapun negara dengan tingkat
pertumbuhan PDB per kapita terendah yaitu Afrika Selatan (41,4 persen atau 1,2 persen per tahun), diikuti Meksiko (77,6 persen atau 2,2 persen per tahun), dan Brasil (94,9 persen atau 2.6 persen per tahun). Pada tahun 2006, PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Menengah rata-rata menjadi sebesar US$ 8,533,8. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi yaitu Malaysia (US$ 17.140,3), diikuti Meksiko (US$ 10,953,9), Afrika Selatan (US$ 9.978,6), dan Thailand (US$ 9.069,5). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu India (US$ 3.578,9), diikuti Indonesia (US$ 5.035,9), dan Mesir (US$ 5.396,5). Tabel 4.4 memberikan gambaran perkembangan pendapatan (PDB) per kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Rendah selama periode 19702006.
Pada tahun 1970, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara
Berkembang Berpendapatan Rendah rata-rata sebesar US$ 1.300,2.
30
Negara
dengan tingkat PDB per kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Zimbabwe (US$ 2,627,5). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu Tanzania (US$ 609,9) dan Lao PDR (US$ 705,4). Tabel 4.4. Perkembangan PDB per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah No
Negara
PDB per Kapita*) 1970
Pertumbuhan (%)
2006
1970-2006
Rata2 per Thn
1
Afghanistan
862,8
695,8
-19,4
-0,5
2
Bangladesh
1.552,3
2.255,3
45,3
1,3
3
Rep. Afrika Tengah.
1.337,0
845,2
-36,8
-1,0
4
Rep. Dem. Kongo
1.789,8
377,4
-78,9
-2,2
5
Ghana
1.249,8
1.549,4
24,0
0,7
6
Lao PDR
705,4
2.161,7
206,4
5,7
7
Nepal
1.164,6
1.909,4
64,0
1,8
8
Tanzania
609,9
895,3
46,8
1,3
9
Uganda
1.103,0
1.168,8
6,0
0,2
10
Zimbabwe
2.627,5
2.015,1
-23,3
-0,6
1.300,2
1.387,3
23,4
0,7
Rata-rata
Sumber: PWY (Diolah), *) Milyar US$ PPP 2000=100 Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Rendah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 23,4 persen atau 0,7 persen per tahun.
Enam negara menunjukkan tingkat
pertumbuhan yang positif, dan 4 negara menunjukkan tingkat pertumbuhan yang negatif. Negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita tertinggi yaitu Lao PDR (206,4 persen atau 5,7 persen per tahun), diikuti Nepal (64,0 persen atau 1,8 persen per tahun), Tanzania (46,8 persen atau 1,3 persen per tahun), dan Bangladesh (45,3 persen atau 1,3 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita terendah yaitu Republik Demokratik Kongo (-78,9 persen atau -2,2 persen per tahun), diikuti Republik Afrika Tengah (-36,8 persen atau -1,0 persen per tahun, Zimbabwe (-23,3 persen atau -0,6 persen per tahun), dan Afghanistan (-19,4 persen atau -0.5 persen per tahun). Pada tahun 2006, PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Rendah rata-rata menjadi sebesar US$ 1,387,3. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi yaitu Bangladesh (US$ 2.255,3), diikuti Lao PDR (US$ 2.161,7), dan Zimbabwe (US$ 2.015,1). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah
31
yaitu Republik Demokratik Kongo (US$ 377,4), diikuti Afghanistan (US$ 695,8), Republik Afrika Tengah (US$ 845,2), dan Tanzania (US$ 895,3). 4.2.
Dinamika Emisi Per Kapita Dinamika emisi per kapita di negara maju yang dikaji disajikan pada Tabel
4.5 dan Tabel 4.6, sedangkan dinamika Emisi per Kapita di negara berkembang yang dikaji disajikan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Tabel 4.5. Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD) Emisi per Kapita*) No
Negara
1970
2006
Pertumbuhan (%) 1970-2006
Rata-rata per Tahun
1
Australia
1,1414
1,9488
70,7
2,0
2
Kanada
1,5375
1,6833
9,5
0,3
3
Perancis
0,8301
0,6140
-26,0
-0,7
4
Jerman
1,2909
1,0219
-20,8
-0,6
5
Italia
0,5484
0,8118
48,0
1,3
6
Jepang
0,7278
0,9784
34,4
1,0
7
Korea Selatan
0,1666
1,0463
528,2
14,7
8
Selandia Baru
0,5163
0,9144
77,1
2,1
9
Inggris
1,1335
0,8999
-20,6
-0,6
10
Amerika Serikat
2,0806
1,9336
-7,1
-0,2
0,9973
1,1852
69,3
1,9
Rata-rata
Sumber: WRI (Diolah). *) Emisi dalam MtCO2 Tabel 4.5 memberikan gambaran perkembangan Emisi per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD selama periode 1970-2006. Pada tahun 1970, secara keseluruhan emisi per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata sebesar 0,9973 MtCO2. Negara dengan tingkat Emisi per Kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Amerika Serikat (2,0806 MtCO2), diikuti Kanada (1,5375 MtCO2), Jerman (1,2909 MtCO2), Australia (1,1414 MtCO2), dan Inggris (1,1335 MtCO2). Negara dengan tingkat Emisi per Kapita terendah yaitu Korea Selatan (0.1666 MtCO2), diikuti Selandia Baru (0.5163 MtCO2), Italia (0,5484 MtCO2), Jepang (0,7278 MtCO2), dan Prancis (0,8301 MtCO2).
32
Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan Emisi per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 69,3 persen atau 1,9 persen per tahun. menunjukkan
tingkat
pertumbuhan
yang
positif,
menunjukkan tingkat pertumbuhan yang negatif.
Enam negara
sedangkan
4
negara
Negara dengan tingkat
pertumbuhan Emisi per Kapita positif yaitu Korea Selatan (528,2 persen atau 14,7 persen per tahun), Selandia Baru (77,1 persen atau 2,1 persen per tahun), Australia (70,7 persen atau 2,0 persen per tahun), Italia (48 persen atau 1,3 persen per tahun), Jepang (34,4 persen atau 1,0 persen per tahun), dan Kanada (9,5 persen atau 0,3 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan emisi per kapita yang negatif yaitu Prancis (-26,0 persen atau -0,7 persen per tahun), Jerman (-20,8 persen atau -0,6 persen per tahun), Inggris (-20,6 persen atau -0,6 persen per tahun), dan Amerika Serikat (-7,1 persen atau -0,2 persen per tahun). Pada tahun 2006, emisi per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata menjadi sebesar 1,1852 MtCO2.
Negara
dengan tingkat Emisi per Kapita tertinggi yaitu Australia (1,9488 MtCO2), diikuti Amerika Serikat (1,9336 MtCO2), Kanada (1.6833 MtCO2), Korea Selatan (1.0463 MtCO2), dan Jerman (1.0219 MtCO2). Negara dengan tingkat emisi per kapita terendah yaitu Prancis (0,6140 MtCO2), diikuti Italia (0,8118 MtCO2), Inggris (0.899 MtCO2), Selandia Baru (0.9144 MtCO2), dan Jepang (0.9784 MtCO2). Tabel 4.6 memberikan gambaran perkembangan Emisi per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD selama periode 19702006. Pada tahun 1970, secara keseluruhan emisi per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD rata-rata sebesar 0,0607 MtCO2. Negara dengan tingkat Emisi per Kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Qatar (0,2082 MtCO2), diikuti Singapura (0,0877 MtCO2), Trinidad dan Tobago (0,0743 MtCO2), dan Kuwait (0,0562 MtCO2). Negara dengan tingkat Emisi per Kapita terendah yaitu Barbados (0.0168 MtCO2), diikuti Malta (0,0215 MtCO2), Saudi Arabia (0,0273 MtCO2), dan Cyprus (0,0277 MtCO2). Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan Emisi per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD mengalami
33
pertumbuhan rata-rata sebesar 265,5 persen atau 7,4 persen per tahun. Sepuluh Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif. Negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita tertinggi yaitu Uni Emirat Arab (583,4 persen atau 16,2 persen per tahun), Kuwait (410,7 persen atau 11,4 persen per tahun), Saudi Arabia (379,0 persen atau 10,5 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita terendah yaitu Singapura (9,4 persen atau 0,3 persen per tahun). Tabel 4.6. Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non OECD) Emisi per Kapita*) No
Negara
1970
2006
Pertumbuhan (%) 1970-2006
Rata-rata per Tahun
1
Barbados
0,0168
0,0462
175,9
4,9
2
0,0470
0,1604
241,0
6,7
3
Brunei Darussalam Ciprus
0,0277
0,1007
264,2
7,3
4
Kuwait
0,0562
0,2870
410,7
11,4
5
Malta
0,0215
0,0625
190,5
5,3
6
Qatar
0,2082
0,5744
176,0
4,9
7
Saudi Arabia
0,0273
0,1309
379,0
10,5
8
Singapura
0,0877
0,0959
9,4
0,3
9
Trinidad dan Tobago Uni Emirat Arab
0,0743
0,2414
224,7
6,2
0,0401
0,2740
583,4
16,2
0,0607
0,1973
265,5
7,4
10
Rata-rata
Sumber: WRI (Diolah). *) Emisi GRK dalam MtCO2 Pada tahun 2006, emisi per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata menjadi sebesar 1,1852 MtCO2.
Negara
dengan tingkat Emisi per Kapita tertinggi yaitu Qatar (0,5744 MtCO2), diikuti Uni Emirat Arab (0,2740 MtCO2), Trinidad dan Tobago (0.2414 MtCO2), dan Kuwait (0.2870 MtCO2). Negara dengan tingkat Emisi per Kapita terendah yaitu Barbados (0,0462 MtCO2), diikuti Malta (0,0625 MtCO2), Singapura (0.0959 MtCO2), Cyprus (0.1007 MtCO2), dan Saudi Arabia (0.1309 MtCO2). Tabel 4.7 memberikan gambaran perkembangan Emisi per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah selama periode 1970-2006. Pada tahun 1970, secara keseluruhan Emisi per Kapita di 10 Negara Berkembang
34
Berpendapatan Menengah rata-rata sebesar 0,0145 MtCO2.
Negara dengan
tingkat Emisi per Kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Afrika Selatan (0,0658 MtCO2), diikuti Meksiko (0,0198 MtCO2). Negara dengan tingkat emisi per kapita terendah yaitu Indonesia (0.0026 MtCO2), diikuti India (0,0035 MtCO2), Thailand (0,0042 MtCO2), Mesir (0.0059 MtCO2), dan Brasil (0,0096 MtCO2). Tabel 4.7. Perkembangan Emisi per Berpendapatan Menengah
Kapita
di
Emisi per Kapita*) No
Negara
1970
2006
Negara
Berkembang
Pertumbuhan (%) 1970-2006
Rata-rata per Tahun
1
Brasil
0.0096
0.0186
93.5
2.6
2
Malaysia
0.0132
0.0682
416.7
11.6
3
Meksiko
0.0198
0.0411
107.6
3.0
4
Afrika Selatan
0.0658
0.0727
10.4
0.3
5
Turki
0.0114
0.0357
212.4
5.9
6
China
0.0094
0.0472
402.6
11.2
7
Mesir
0.0059
0.0214
262.1
7.3
8
India
0.0035
0.0120
242.6
6.7
9
Indonesia
0.0026
0.0155
490.4
13.6
10
Thailand
0.0042
0.0366
781.7
21.7
0.0145
0.0369
302.0
8.4
Rata-rata
Sumber: WRI (Diolah). *) Emisi GRK dalam MtCO2 Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan Emisi per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 302,0 persen atau 8,4 persen per tahun.
Sepuluh Negara Maju
Berpendapatan Menengah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif. Negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita tertinggi yaitu Thailand (781,7 persen atau 21,7 persen per tahun), diikuti Indonesia (490,4 persen atau 13,6 persen per tahun), Malaysia (416,7 persen atau 11,6 persen per tahun), dan China (402,6 persen atau 11,2 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita terendah yaitu Afrika Selatan (10,4 persen atau 0,3 persen per tahun), diikuti Brasil (93,5 persen atau 2,6 persen per tahun, dan Meksiko (107,6 persen atau 3.0 persen per tahun). Pada tahun 2006, emisi per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Menengah rata-rata menjadi sebesar 0,0145 MtCO2.
Negara dengan tingkat
35
Emisi per Kapita tertinggi yaitu Afrika Selatan (0,0727 MtCO2), diikuti Malaysia (0,0682 MtCO2), China (0.0472 MtCO2), dan Meksiko (0.0411 MtCO2). Negara dengan tingkat Emisi per Kapita terendah yaitu India (0,0120 MtCO2), diikuti Indonesia (0,0155 MtCO2), dan Brasil (0.0186 MtCO2). Tabel 4.8. Perkembangan Emisi per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Rendah No
Negara
Emisi per Kapita*) 1970
2006
Pertumbuhan (%) 1970-2006
Rata2 per Thn
1
Afghanistan
0,0011
2
Bangladesh
3
Rep. Afrika Tengah
4
Rep. Dem. Kongo
5
Ghana
6
Lao PDR
7
Nepal
0,0002
8
Tanzania
0,0013
0,0014
9,4
0,3
9
Uganda
0,0014
0,0009
-35,7
-1,0
10
Zimbabwe
0,0149
0,0088
-40,6
-1,1
0,0027
0,0023
73,6
2,0
Rata-rata
0,0002
-80,0
-2,2
0,0006
0,0027
367,1
10,2
0,0011
0,0005
-57,3
-1,6
0,0012
0,0004
-70,3
-2,0
0,0030
0,0043
44,4
1,2
0,0021
0,0022
4,2
0,1
0,0012
594,5
16,5
Sumber: WRI (Diolah). *) Emisi dalam MtCO2 Tabel 4.8 memberikan gambaran perkembangan Emisi per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Rendah selama periode 1970-2006. Pada tahun 1970, secara keseluruhan Emisi per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Rendah rata-rata sebesar 0,0027 MtCO2. Negara dengan tingkat Emisi per Kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Zimbabwe (0,0149 MtCO2), diikuti Ghana (0,0030 MtCO2). Negara dengan tingkat Emisi per Kapita terendah yaitu Nepal (0.0002 MtCO2), diikuti Bangladeh (0,0006 MtCO2). Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan Emisi per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Rendah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 73,6 persen atau 2,0 persen per tahun.
Lima negara menunjukkan tingkat
pertumbuhan yang positif, dan lima negara menunjukkan tingkat pertumbuhan yang negatif. Negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita tertinggi yaitu Nepal (594,5 persen atau 16,5 persen per tahun), diikuti Bangladesh (367,1 persen atau 10,2 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita terendah yaitu Afghanistan (-80,0 persen atau -2,2 persen per
36
tahun), diikuti Republik Demokratik Kongo (-70,3 persen atau -2,0 persen per tahun, dan Republik Afrika Tengah (-57,3 persen atau -1.7 persen per tahun). Pada tahun 2006, emisi per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Rendah rata-rata menjadi sebesar 0,0023 MtCO2. Negara dengan tingkat Emisi per Kapita tertinggi yaitu Zimbabwe (0,0088 MtCO2), diikuti Ghana (0,0043 MtCO2), dan Bangladesh (0.0027 MtCO2). Negara dengan tingkat Emisi per Kapita terendah yaitu Afghanistan (0,0002 MtCO2), diikuti Republik Demokratik Kongo (0,0004 MtCO2), Republik Afrika Tengah (0,0005 MtCO2), dan Uganda (0.0009 MtCO2). 4.3.
Dinamika PDB per Kapita dan Emisi per Kapita Dinamika PDB per Kapita dan Emisi per Kapita di negara maju yang
dikaji disajikan pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10, sedangkan dinamika PDB dan Emisi di negara berkembang yang dikaji disajikan pada Tabel 4.11 dan Tabel 4.12. Tabel 4.9. Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD) PDB per Kapita*) No
Emisi per Kapita**)
Negara 1970
2006
1970
2006
Pertumbuhan (%) 1970-2006 PDB/ Kapita
per Tahun
Emisi/ Kapita
PDB/ Kapita
Emisi/ Kapita
1 Australia
16.646,1
35.002,6
1,141
1,949
110,3
70,7
3,1
2,0
2 Kanada
16.323,6
35.332,4
1,537
1,683
116,4
9,5
3,2
0,3
3 Perancis
14.878,9
29.238,0
0,830
0,614
96,5
-26,0
2,7
-0,7
4 Jerman
15.490,9
30.496,4
1,291
1,022
96,9
-20,8
2,7
-0,6
5 Italia
13.479,4
28.410,7
0,548
0,812
110,8
48,0
3,1
1,3
6 Jepang
13.972,8
30.529,3
0,728
0,978
118,5
34,4
3,3
1,0
7 Korea Selatan
3.029,7
22.972,6
0,167
1,046
658,3
528,2
18,3
14,7
8 Selandia Baru
14.651,1
24.817,1
0,516
0,914
69,4
77,1
1,9
2,1
9 Inggris
14.004,1
31.142,1
1,134
0,900
122,4
-20,6
3,4
-0,6
10 Amerika Serikat
19.696,6
42.683.4
2,081
1,934
116,7
-7,1
3,2
-0,2
14.217,3
31.062,5
0,997
1,185
161.6
69,3
4,5
1,9
Rata-rata
Sumber: PWT dan WRI (Diolah). *)Milyar US$ **)MtCO2 Pada Tabel 4.9 terlihat bahwa dari 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD, secara keseluruhan terjadi tren peningkatan PDB per Kapita selama periode 1970-2006 yang diiringi oleh peningkatan Emisi per Kapita.
37
Peningkatan PDB per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata sebesar 161,6 persen (4,5 persen per tahun) diiiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 69,3 persen (1,9 persen per tahun). Dengan demikian, prosentase peningkatan Emisi per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD lebih kecil dibandingkan prosentase peningkatan PDB per Kapita. Tren peningkatan PDB per Kapita yang diiringi oleh peningkatan Emisi per Kapita terjadi di negara Australia, Kanada, Italia, Jepang, Korea, dan Selandia Baru. Peningkatan PDB per Kapita di Australia sebesar 110,3 persen (3,1 persen per tahun) diiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 70,7 persen (2,0 persen per tahun). Peningkatan PDB per Kapita di Kanada sebesar 116,4 persen (3,2 persen per tahun) diiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 9,5 persen (0,3 persen per tahun). Peningkatan PDB per Kapita yang sangat tinggi di Korea Selatan sebesar 658,3 persen (18,3 persen pertahun), diiringi peningkatan pertumbuhan Emisi per Kapita yang signifikan sebesar 528,2 persen (14,7 persen per tahun). Tabel 4.9 juga memperlihatkan bahwa di empat Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD lainnya, yaitu Prancis, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat, tren peningkatan PDB per Kapita selama periode 1970-2006 tidak diiringi dengan peningkatan Emisi per Kapita, tetapi dengan penurunan Emisi per Kapita. Peningkatan PDB per Kapita di Prancis sebesar 96,5 persen (2,7 persen per tahun) diiringi dengan penurunan Emisi per Kapita sebesar -26,0 persen (-0,7 persen per tahun). Peningkatan PDB per Kapita di Prancis sebesar 116,7 persen (3,2 persen per tahun) diiringi dengan penurunan Emisi per Kapita sebesar -7,1 persen (-0,2 persen per tahun). Pada Tabel 4.10 terlihat bahwa dari 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD, secara keseluruhan terjadi tren peningkatan PDB per Kapita selama periode 1970-2006 yang diiringi peningkatan Emisi per Kapita. Peningkatan PDB per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD rata-rata sebesar 153,6 persen (4,3 persen per tahun) diiiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 265,5 persen (7,4 persen per tahun). Dengan demikian, prosentase peningkatan Emisi per Kapita di 10 Negara Maju
38
Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD lebih besar dibandingkan prosentase peningkatan PDB per Kapita. Tabel 4.10. Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi GRK per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non OECD) PDB per Kapita*) No
Emisi per Kapita**)
Negara
Pertumbuhan (%) 1970-2006
per Tahun
1970
2006
1970
2006
PDB/ Kapita
Emisi/ Kapita
PDB/ Kapita
Emisi/ Kapita
1
Barbados
14.548,2
24.719,7
0,017
0,046
69,9
175,9
1,9
4,9
2
58.060,7
50.222,6
0,047
0,160
-13,5
241,0
-0,4
6,7
3
Brunei Darussalam Ciprus
6.383,7
24.075,2
0,028
0,101
277,1
264,2
7,7
7,3
4
Kuwait
97.643,2
41.960,5
0,056
0,287
-57,0
410,7
-1,6
11,4
5
Malta
4.299,9
20.093,7
0,022
0,062
367,3
190,5
10,2
5,3
6
Qatar
78.724,7
76.227,6
0,208
0,574
-3,2
176,0
-0,1
4,9
7
Saudi Arabia
22.099,2
20.340,9
0,027
0,131
-8,0
379,0
-0,2
10,5
8
Singapura
6.387,0
41.150,5
0,088
0,096
544,3
9,4
15,1
0,3
9
Trinidad dan Tobago Uni Emirat Arab
9.935,6
24.149,8
0,074
0,241
143,1
224,7
4,0
6,2
15.736,6
49.794,7
0,040
0,274
216,4
583,4
6,0
16,2
31.381,9
37.273,5
0,061
0,197
153,6
265,5
4,3
7,4
10
Rata-rata
Sumber: PWT dan WRI (Diolah). *)Milyar US$ **)MtCO2 Kecenderungan peningkatan PDB per Kapita selama periode 1970-2006 yang diiringi oleh peningkatan Emisi per Kapita terjadi di enam negara yaitu Barbados, Cyprus, Malta, Singapura, Trinidad dan Tobago, serta Uni Emirat Arab. Peningkatan PDB per Kapita di Barbados sebesar 69,9 persen (1,9 persen per tahun) diiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 175,9 persen (4,9 persen per tahun). Peningkatan PDB per Kapita yang sangat tinggi di Malta sebesar 367,3 persen (10,2 persen pertahun), diiringi peningkatan pertumbuhan Emisi per Kapita yang signifikan sebesar 190,5 persen (5,3 persen per tahun).
Sedangkan
peningkatan PDB per Kapita yang sangat tinggi di Singapura sebesar 554,3 persen (15,1 persen per tahun) diiringi peningkatan Emisi per Kapita yang relatif kecil sebesar 9,4 persen (0,3 persen per tahun). Tabel 4.9 juga memperlihatkan bahwa di empat Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD lainnya, yaitu Brunei Darussalam, Kuwait, Qatar, dan Saudi Arabia, tren penurunan PDB per Kapita selama periode
39
1970-2006 diiringi dengan peningkatan Emisi per Kapita. Penurunan PDB per Kapita di Brunei Darussalam sebesar -13,5 persen (-0,4 persen per tahun) diiringi dengan peningkatan Emisi per Kapita sebesar 241,0 persen (6,7 persen per tahun). Penurunan PDB per Kapita di Kuwait sebesar -57,0 persen (-1,6 persen per tahun) diiringi dengan peningkatan Emisi per Kapita sebesar 410,7 persen (11,4 persen per tahun). Tabel 4.11. Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi GRK per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah Emisi per Kapita**)
PDB per Kapita*) No
Negara 1970
2006
1970
2006
Pertumbuhan (%) 1970-2006 PDB/ Kapita
per Tahun
Emisi/ Kapita
PDB/ Kapita
Emisi/ Kapita
1
Brasil
4.761,2
9.279,9
0,010
0,019
94,9
93,5
2,6
2,6
2
Malaysia
3.040,9
17.140,3
0,013
0,068
463,7
416,7
12,9
11,6
3
Meksiko
6.168,7
10.953,9
0,020
0,041
77,6
107,6
2,2
3,0
4
Afrika Selatan
7.055,3
9.978,6
0,066
0,073
41,4
10,4
1,2
0,3
5
Turki
3.414,1
7.457,4
0,011
0,036
118,4
212,4
3,3
5,9
6
China
561,5
7.447,5
0,009
0,047
1.226,3
402,6
34,1
11,2
7
Mesir
1.785,1
5.396,5
0,006
0,021
202,3
262,1
5,6
7,3
8
India
1.231,5
3.578,9
0,003
0,012
190,6
242,6
5,3
6,7
9
Indonesia
1.236,4
5.035,9
0,003
0,016
307,3
490,4
8,5
13,6
1.939,4
9.069,5
0,004
0,037
367,6
781,7
10,2
21,7
3.119,4
8.533,8
0,015
0,037
309,0
302,0
8,6
8,4
10 Thailand Rata-rata
Sumber: PWT dan WRI (Diolah). *)Milyar US$ **)MtCO2 Pada
Tabel
4.11
terlihat
bahwa
dari
10
Negara
Berkembang
Berpendapatan Menengah, secara keseluruhan terjadi tren peningkatan PDB per Kapita selama periode 1970-2006 yang diiringi oleh peningkatan Emisi per Kapita. Peningkatan PDB per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah rata-rata sebesar 309,0 persen (8,6 persen per tahun) diiiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 302,0 persen (8,4 persen per tahun).
Dengan demikian,
prosentase peningkatan Emisi per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah lebih kecil dibandingkan prosentase peningkatan PDB per Kapita. Tren peningkatan PDB per Kapita selama periode 1970-2006 yang diiringi oleh peningkatan Emisi per Kapita terjadi di sepuluh Negara Berkembang
40
Berpendapatan Menengah. Peningkatan PDB per Kapita di Brazil sebesar 94,9 persen (2,6 persen per tahun) diiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 93,5 persen (2,6 persen per tahun). Peningkatan PDB per Kapita di Afrika Selatan sebesar 41,4 persen (1,2 persen per tahun) diiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 10,4 persen (0,3 persen per tahun). Negara China, Thailand, Malaysia, dan Indonesia dengan peningkatan PDB per Kapita yang sangat tinggi selama periode 1970-2006, memiliki peningkatan pertumbuhan Emisi per Kapita yang signifikan. Peningkatan PDB per Kapita yang sangat tinggi di China sebesar 1.226,3 persen (34,1 persen pertahun), diiringi peningkatan pertumbuhan Emisi per Kapita yang signifikan sebesar 34,1 persen (11,2 persen per tahun). Peningkatan PDB per Kapita di Thailand sebesar 367,6 persen (10,2 persen pertahun), diiringi peningkatan pertumbuhan Emisi per Kapita yang signifikan sebesar 781,7 persen (21,7 persen per tahun). Peningkatan PDB per Kapita di Malysia sebesar 463,7 persen (12,9 persen pertahun), diiringi peningkatan pertumbuhan Emisi per Kapita yang signifikan sebesar 416,7 persen (11,6 persen per tahun). Peningkatan PDB per Kapita di Indonesia sebesar 307,3 persen (8,5 persen pertahun), diiringi peningkatan pertumbuhan Emisi per Kapita yang signifikan sebesar 490,4 persen (13,6 persen per tahun). Pada
Tabel
4.12
terlihat
bahwa
dari
10
Negara
Berkembang
Berpendapatan Rendah, secara keseluruhan terjadi kecenderungan peningkatan PDB per Kapita selama periode 1970-2006 yang diiringi oleh peningkatan Emisi per Kapita. Peningkatan PDB per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Rendah rata-rata sebesar 23,4 persen (0,7 persen per tahun) diiiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 73,6 persen (2,0 persen per tahun). Dengan demikian, prosentase peningkatan Emisi per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Rendah lebih besar dibandingkan prosentase peningkatan PDB per Kapita. Tren peningkatan PDB per Kapita selama periode 1970-2006 yang diiringi oleh peningkatan Emisi per Kapita terjadi di lima Negara Berkembang Berpendapatan Rendah yaitu Bangladesh, Ghana, Lao PDR, Nepal, dan Tanzania. Peningkatan PDB per Kapita di Bangladeh sebesar 45,3 persen (1,3 persen per
41
tahun) diiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 367,1 persen (10,2 persen per tahun). Peningkatan PDB per Kapita di Ghana sebesar 24,0 persen (0,7 persen per tahun) diiringi peningkatan Emisi per Kapita sebesar 44,4 persen (1,2 persen per tahun). Peningkatan PDB per Kapita yang sangat tinggi di Lao PDR sebesar 206,4 persen (5,7 persen pertahun), diiringi peningkatan pertumbuhan Emisi per Kapita yang relatif kecil sebesar 4,2 persen (0,1 persen per tahun). Sebaliknya, peningkatan PDB per Kapita yang relatif kecil di Nepal sebesar 64,0 persen (1,8 persen pertahun), diiringi peningkatan pertumbuhan Emisi per Kapita yang signifikan sebesar 594,5 persen (16,5 persen per tahun). Tabel 4.12. Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi GRK per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah PDB per Kapita*) No
Emisi per Kapita**)
Negara 1970
1
Afghanistan
2 3
2006
1970
2006
0,0011
0,0002
Pertumbuhan (%) 1970-2006
per Tahun
PDB/ Kapita
Emisi/ Kapita
PDB/ Kapita
Emisi/ Kapita
-19,4
-80,0
-0,5
-2,2
862,8
695,8
Bangladesh
1.552,3
2.255,3
0,0006
0,0027
45,3
367,1
1,3
10,2
1.337,0
845,2
0,0011
0,0005
-36,8
-57,3
-1,0
-1,6
1.789,8
377,4
0,0012
0,0004
-78,9
-70,3
-2,2
-2,0
5
Rep. Afrika Tengah Rep. Dem. Kongo Ghana
1.249,8
1.549,4
0,0030
0,0043
24,0
44,4
0,7
1,2
6 7
Lao PDR Nepal
705,4 1.164,6
2.161,7 1.909,4
0,0021 0,0002
0,0022 0,0012
206,4 64,0
4,2 594,5
5,7 1,8
0,1 16,5
8
Tanzania
609,9
895,3
0,0013
0,0014
46,8
9,4
1,3
0,3
9
Uganda
1.103,0
1.168,8
0,0014
0,0009
6,0
-35,7
0,2
-1,0
10
Zimbabwe
2.627,5
2.015,1
0,0149
0,0088
-23,3
-40,6
-0,6
-1,1
1.300,2
1.387,3
0,0027
0,0023
23,4
73,6
0,7
2,0
4
Rata-rata
Sumber: PWT dan WRI (Diolah). *)Milyar US$ **)MtCO2 Negara Afghanistan, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, dan Zimbabwe mengalami penurunan pertumbuhan PDB per Kapita selama periode 1970-2006, juga mengalami penurunan pertumbuhan Emisi per Kapita. Penurunan pertumbuhan PDB per Kapita di Afghanistan sebesar -19,4 persen (-0,5 persen pertahun), diiringi penurunan pertumbuhan Emisi per Kapita sebesar -80,0 persen (-2,2 persen per tahun). Penurunan pertumbuhan PDB per Kapita di Zimbabwe sebesar -23,3 persen (-0,6 persen pertahun), diiringi
42
penurunan pertumbuhan Emisi per Kapita sebesar -40,6 persen (-1,1 persen per tahun). Sementara itu, Uganda mengalami peningkatan pertumbuhan PDB per Kapita yang diiringi dengan penurunan pertumbuhan Emisi per Kapita. Peningkatan PDB per Kapita selama periode 1970-2006 di Uganda sebesar 6,0 persen (0,2 persen pertahun), diiringi penurunan pertumbuhan Emisi per Kapita sebesar -35,7 persen (-1,0 persen per tahun). Hubungan antara PDB per Kapita dengan Emisi per Kapita memiliki implikasi yang penting bagi perekonomian suatu negara. Dari gambaran yang diuraikan di atas dapat dilihat bahwa PDB per Kapita dan Emisi per Kapita memiliki keterkaitan yang erat. Hal ini ditunjukkan di negara-negara maju dengan tingkat pendapatan tinggi dan negara-negara berkembang dengan tingkat pendapatan menengah dan rendah. 4.4.
Dinamika Emisi per Unit PDB Emisi per Unit PDB merupakan indikator yang mengukur jumlah emisi
per unit output ekonomi.
Emisi diukur dalam ton karbon dioksida (CO2),
sedangkan ukuran output ekonomi pada tingkat nasional, dikuantifikasi dalam PDB. Emisi per Unit PDB di negara maju yang dikaji disajikan pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14, sedangkan Emisi per satuan PDB di negara berkembang yang dikaji disajikan pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14. Tabel 4.13 memberikan gambaran perkembangan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD selama periode 19802006. Pada tahun 1980, secara keseluruhan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata sebesar 548,2 ton CO2/juta US$. Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB tertinggi pada tahun 1970 yaitu Amerika Serikat (813,6 ton CO2/juta US$), diikuti Kanada (766,1 ton CO2/juta US$), Australia (732,9 ton CO2/juta US$), Jerman (664,5 ton CO2/juta US$), dan Korea Selatan (625,3 ton CO2/juta US$). Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB terendah yaitu Selandia Baru (316,7 ton CO2/juta US$), Prancis (426,4 ton CO2/juta US$), dan Jepang (424,5 ton CO2/juta US$).
43
Tabel 4.13. Emisi per Unit PDB di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD , 1980-2006 Emisi per Unit PDB No
Negara
341980
1990
2000
Pertumbuhan (%) 2006
19802006
Rata-rata per Tahun
1
Australia
732,9
659,1
619,1
599,6
-18,2
-0,7
2
Kanada
766,1
590,0
543,7
472,2
-38,4
-1,4
3
Perancis
426,4
258,1
224,2
203,5
-52,3
-1,9
4
Jerman
664,5
474,2
336,7
316,2
-52,4
-1,9
5
Italia
358,0
309,7
281,3
281,1
-21,5
-0,8
6
Jepang
424,5
347,3
339,6
314,6
-25,9
-1,0
7
Korea Selatan
625,3
504,2
518,8
436,5
-30,2
-1,1
8
Selandia Baru
316,7
342,5
387,8
360,0
13,7
0,5
9
Inggris
555,8
414,7
311,5
273,2
-50,8
-1,9
10
Amerika Serikat Rata-rata
813,6
617,3
522,1
453,3
-44,3
-1,6
568,4
451,7
408,5
371,0
-32,0
-1,2
Sumber: WRI (Diolah). *) (ton CO2/juta US$) (PPP $ 2000=100) Selama periode 1980-2006, secara keseluruhan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD mengalami penurunan pertumbuhan rata-rata sebesar -32,0 persen atau -1,2 persen per tahun. Sembilan negara menunjukkan tingkat pertumbuhan yang negatif sedangkan 1 negara menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif. Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Unit PDB yang positif yaitu Selandia Baru (13,7 persen atau 0,5 persen per tahun). Pada tahun 2006, Emisi per Unit PDB di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata menjadi sebesar 371,0 ton CO2/juta US$. Negara dengan tingkat Intensitas Emisi tertinggi yaitu Australia (599,6 ton CO2/juta US$, diikuti Kanada (472,2 ton CO2/juta US$), Amerika Serikat (453,3 ton CO2/juta US$), dan Korea Selatan (436 ton CO2/juta US$). Negara dengan tingkat Intensitas Emisi terendah yaitu Prancis (203,5 ton CO2/juta US$), diikuti Inggris (273,2 ton CO2/juta US$), dan Italia (281,3 ton CO2/juta US$). Tabel 4.14 memberikan gambaran perkembangan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD selama periode 1980-2006. Pada tahun 1980, secara keseluruhan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD rata-rata sebesar
44
433,2 ton CO2/juta US$. Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB tertinggi pada tahun 1980 yaitu Kuwait (625,5 ton CO2/juta US$), diikuti Cyprus (560,9 ton CO2/juta US$), Saudi Arabia (519,4 ton CO2/juta US$), serta Trinidad dan Tobago (514,7 ton CO2/juta US$). Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB terendah yaitu Brunei (219,4 ton CO2/juta US$) dan Malta (292,5 ton CO2/juta US$). Tabel 4.14. Emisi per Unit PDB di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD, 1980-2006 Emisi per Unit PDB*) No 1
Negara Barbados
1980
1990 --
2000 --
409,4
Pertumbuhan (%) 2006 259,9
1980-2006
Rata-rata per Tahun
-36,5
-5,2
2
Brunei
219,4
316,2
300,7
322,0
46,8
1,7
3
Ciprus
560,9
419,6
440,7
412,1
-26,5
-1,0
4
Kuwait
625,5
--
701,9
591,5
-5,4
-0,2
5
Malta
292,5
461,6
276,2
287,6
-1,7
-0,1
6
Qatar
--
--
707,4
818,1
15,6
2,2
7
Saudi Arabia
519,4
567,7
641,2
698,8
34,5
1,3
8
Singapura
384,1
408,9
256,5
213,3
-44,5
-1,6
9
Trinidad dan Tobago Uni Emirat Arab Rata-rata
514,7
1,416,0
1,332,6
1.063,6
106,6
3,9
348,8
583,1
632,7
533,4
52,9
2,0
433,2
596,2
569,9
520,0
14,2
0,3
10
Sumber: WRI (Diolah). *) (ton CO2/juta US$) (PPP $ 2000=100) Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14,2 persen atau 0,3 persen per tahun.
Lima
Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif, dan lima negara lainnya menunjukkan tingkat pertumbuhan yang negatif. Negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Unit PDB tertinggi yaitu Trinidad dan Tobago (106,6 persen atau 3,9 persen per tahun), dikuti Uni Emirat Arab (52,9 persen atau 2,0 persen per tahun), Brunei (46,8 persen atau 1,7 persen per tahun)dan Saudi Arabia (34,5 persen atau 1,3 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Unit PDB terendah yaitu Singapura (-44,5 persen atau -1,6 persen per tahun).
45
Pada tahun 2006, Emisi per Unit PDB di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD rata-rata menjadi sebesar 520,0 ton CO2/juta US$. Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB tertinggi yaitu Trinidad dan Tobago (1.063,6 ton CO2/juta US$), dan Qatar (818,1 ton CO2/juta US$). Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB terendah yaitu Singapura (213,3 ton CO2/juta US$), diikuti Barbados (259,9 ton CO2/juta US$), dan Malta (287,6 ton CO2/juta US$). Tabel 4.15. Emisi per Unit PDB di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah, 1980-2006 Emisi per Unit PDB*) No
Negara
1980
1990
1
Brasil
208,0
194,0
2
China
2.814,2
3
Mesir
405,6
4
India
510,6
2000
Pertumbuhan (%) 2006
1980-2006
Rata-rata per Tahun
236,8
216,0
3,8
0,1
1.855,6
991,5
1.046,5
-62,8
-2,3
480,4
442,1
473,7
16,8
0,6
608,0
589,1
496,4
-2,8
-0,1
5
Indonesia
424,6
421,7
512,7
484,5
14,1
0,5
6
Malaysia
364,6
459,3
495,2
522,1
43,2
1,6
7
Meksiko
324,8
362,6
324,3
325,0
0,1
0,0
8
920,0
938,6
918,1
829,7
-9,8
-0,4
9
Africa Selatan Thailand
367,0
410,2
521,2
530,9
44,7
1,7
10
Turki
294,2
317,8
349,7
315,4
7,2
0,3
Rata-rata
663,4
604,8
538,1
524,0
5,4
0,2
Sumber: WRI (Diolah). *) (ton CO2/juta US$) (PPP $ 2000=100) Tabel 4.15 memberikan gambaran perkembangan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah selama periode 1980-2006. Pada tahun 1980, secara keseluruhan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah rata-rata sebesar 663,4 ton CO2/juta US$. Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB tertinggi pada tahun 1980 yaitu China (2.814,2 ton CO2/juta US$), diikuti Afrika Selatan (920,0 ton CO2/juta US$). Adapun negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB terendah yaitu Brazil (208,0 ton CO2/juta US$) dan Turki (294,4 ton CO2/juta US$). Selama periode 1980-2006, secara keseluruhan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,4 persen atau 0,2 persen per tahun. Tujuh Negara Maju Berpendapatan
46
Menengah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif, dan tiga negara menunjukkan tingkat pertumbuhan yang negatif.
Negara dengan tingkat
pertumbuhan Emisi per Unit PDB tertinggi yaitu Thailand (44,7 persen atau 1,7 persen per tahun) dan Malaysia (43,2 persen atau 1,6 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Unit PDB terendah yaitu China (62,8 persen atau -2,3 persen per tahun), diikuti Afrika Selatan (-9,8 persen atau 0,4 persen per tahun), India (-2,8 persen atau -0,1 persen per tahun). Pada tahun 2006, Emisi per Unit PDB rata-rata menjadi sebesar 524,0 ton CO2/juta US$. Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB tertinggi yaitu China (1,046,5 ton CO2/juta US$) dan Afrika Selatan (829,7 ton CO2/juta US$). Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB terendah yaitu Brazil (216,0 ton CO2/juta US$), diikuti Turki (315,4 ton CO2/juta US$), dan Meksiko (325,0 ton CO2/juta US$). Tabel 4.16. Emisi per Unit PDB di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah, 1980-2006 Emisi per Unit PDB*) No
Negara
Pertumbuhan (%)
1
Afghanistan
-
-
36,1
28,0
19802006 -22,4
2
Bangladesh
135,0
174,6
214,6
232,6
72,3
2,7
3 4 5
Rep. Afrika Tengah Rep. Dem. Kongo Ghana
48,9 157,4 222,9
82,2 138,1 227,1
94,4 168,2 298,4
88,7 137,8 344,6
81,4 -12,5 54,6
3,0 -0,5 2,0
6 7 8
Laos Nepal Tanzania
61,3 -
58,8 68,8 90,3
146,5 145,2 102,0
134,2 120,3 127,6
128,2 96,2 41,3
7,5 3,6 2,4
1980
1990
2000
2006
Rata-rata per Tahun -3,2
9
Uganda
-
82,2
80,0
94,4
14,8
0,9
10
Zimbabwe
-
-
498,4
399,8
-19,8
-2,8
125,1
115,3
178,4
170,8
43,4
1,6
Rata-rata
Sumber: WRI (Diolah). *) (ton CO2/juta US$) (PPP $ 2000=100) Tabel 4.16 memberikan gambaran perkembangan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Rendah selama periode 1980-2006. Pada tahun 1980, secara keseluruhan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Rendah rata-rata sebesar 125,1 ton CO2/juta US$. Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB tertinggi pada tahun 1980 yaitu Ghana (222,9 ton
47
CO2/juta US$).
Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB terendah yaitu
Republik Afrika Tengah (48,9 ton CO2/juta US$). Selama periode 1980-2006, secara keseluruhan Emisi per Unit PDB di 10 Negara Maju Berpendapatan Rendah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 43,4 persen atau 1,6 persen per tahun.
Tujuh negara menunjukkan tingkat
pertumbuhan yang positif, dan tiga negara menunjukkan tingkat pertumbuhan yang negatif. Negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Unit PDB tertinggi yaitu Laos (128,2 persen atau 7,5 persen per tahun), diikuti Nepal (96,2 persen atau 3,6 persen per tahun), Republik Afrika Tengah (81,4 persen atau 3,0 persen per tahun), dan Bangladesh (72,3 persen atau 2,7 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Unit PDB terendah yaitu Afghanistan (-22,4 persen atau -3,2 persen per tahun), diikuti Zimbabwe (-19.8 persen atau -2,8 persen per tahun), dan Republik Demokratik Kongo (-12,5 persen atau -0.5 persen per tahun). Pada tahun 2006, Emisi per Unit PDB di 10 Negara Maju Berpendapatan Rendah rata-rata menjadi sebesar 170,8 ton CO2/juta US$. Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB tertinggi yaitu Zimbabwe (399,8 ton CO2/juta US$), diikuti Ghana (344,6 ton CO2/juta US$), dan Bangladesh (232,6 ton CO2/juta US$). Negara dengan tingkat Emisi per Unit PDB terendah yaitu Afghanistan (28,0 ton CO2/juta US$), diikuti Republik Afrika Tengah (88,7 ton CO2/juta US$), dan dan Uganda (94,4 ton CO2/juta US$). Dinamika Emisi per Unit PDB per Unit PDB berdasarkan data pada Tabel 13 dan Tabel 14, Tabel 15 dan Tabel 16 tersebut di atas menunjukkan bahwa meskipun kecenderungan Emisi per Unit PDB di negara-negara maju berpendapatan tinggi cenderung menurun, namun secara umum negara-negara tersebut memiliki emisi yang lebih besar dibandingkan negara-negara berkembang. Hal ini dikarenakan masih relatif besarnya emisi yang dihasilkan khususnya pada sektor manufaktur kendati dengan Emisi per Unit PDB yang semakin menurun. Sementara itu, dari negara-negara yang dikelompokkan sebagai negara berkembang, secara umum memiliki tren Emisi per Unit PDB yang terus meningkat. Hal ini menandakan negara-negara berkembang masih intensif menghasilkan emisi dalam proses pembangunan ekonomi selama periode tersebut,
48
sehingga pertumbuhan emisi per kapita masih relatif lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan per kapita.
Kondisi ini terkait dengan
performance ekonomi di negara maju dan negara berkembang, yang dapat diidentifikasi dari profil kontribusi sektor terhadap PDB. 4.5.
Dinamika Kinerja Ekonomi Sektoral terhadap PDB
4.5.1
Dinamika Kinerja Sektor Industri terhadap PDB Nilai tambah sektor industri terhadap PDB di negara maju berpendapatan
tinggi OECD selama tahun 1970 sampai 2006, sebagaimana pada Tabel 4.17. Tabel 4.17. Nilai Tambah Sektor Industri Terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD No 1
Negara Australia
Nilai Tambah Sektor Industri (% PDB) 1970 -
1980 37,8
1990 31,2
2000 26,9
2006 28,0
Rata-rata 32,66
2
Kanada
35,1
36,9
31,3
33,2
31,8
33,14
3
Perancis
34,9
31,8
27,1
22,9
20,4
27,71
4
Jerman
48,1
41,1
37,3
30,3
29,9
36,98
5
Italia
39,3
38,1
32,1
28,4
27,2
33,21
6
Jepang
45,3
40,7
39,1
32,4
30,0
37,62
7
Korea Selatan
26,0
36,6
41,6
38,1
37,2
36,88
8
Selandia Baru
-
30,8
27,7
25,1
25,0
28,70
9
Inggris
42,1
40,7
34,1
27,3
23,5
34,21
10
Amerika Serikat
35,2
33,5
27,9
23,4
22,2
28,81
Jumlah
32,99
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Nilai tambah sektor industri terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara maju OECD mencapai rata-rata sebesar 32,99%. Negara Jepang mencapai rata-rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang tertinggi sebesar 37,62%, sedangkan -rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang terendah adalah Perancis sebesar 27,71%. Nilai tambah sektor industri terhadap PDB di negara maju berpendapatan tinggi Non OECD selama tahun 1970-2006, sebagaimana pada Tabel 4.18. Nilai tambah sektor industri terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara maju berpendapatan tinggi Non OECD mencapai rata-rata sebesar 45,39%.
49
Negara Brunei Darusslam mencapai rata-rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang tertinggi sebesar 68,07%, sedangkan -rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang terendah adalah Barbados sebesar 19,66%. Tabel 4.18. Nilai Tambah Sektor Industri Terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD No
Negara
Nilai Tambah Sektor Industri (% PDB) 1970 19,5
1980 22,5
1990 19,7
2000 16,3
-
Rata-rata 19,66
-
84,8
61,6
63,7
73,2
68,07
25,9
19,1
19,0
25,37
52,3
59,2
-
58,94
-
-
38,90
1
Barbados
2
Brunei Darussalam
3
Ciprus
-
33,6
4
Kuwait
67,2
74,9
5
Malta
34,5
42,1
38,8
6
Qatar
7
Saudi Arabia
8
2006
-
-
-
-
-
-
62,6
71,6
48,8
53,9
64,6
55,07
Singapura
-
38,1
34,7
35,6
30,7
35,12
9
Trinidad dan Tobago
-
-
47,2
49,5
61,3
46,81
10
Uni Emirat Arab
-
77,2
63,7
55,7
58,8
60,58
Jumlah
45,39
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Nilai tambah sektor industri terhadap PDB di negara berkembang berpendapatan menengah sebagaimana pada Tabel 4.19. Tabel 4.19. Nilai Tambah Sektor Industri Terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Menengah No
Negara
Nilai Tambah Sektor Industri (% PDB) 1970
1980
1990
2000
2006
Rata-rata
1
Brasil
38,3
43,8
38,7
27,7
28,8
36,84
2
China
40,5
48,2
41,3
45,9
47,9
45,01
3
Mesir
28,2
36,8
28,7
33,1
38,4
31,03
4
India
20,8
24,7
26,9
26,2
29,0
25,39
5
Indonesia
18,7
41,7
39,1
45,9
48,4
38,39
6
Malaysia
27,4
41,0
42,2
48,3
49,7
40,01
7
Meksiko
32,2
33,6
28,4
28,0
35,8
31,36
8
Afrika Selatan
38,2
48,4
40,1
31,8
31,2
38,20
9
Thailand
25,3
28,7
37,2
42,0
44,3
35,00
10
Turki
22,5
23,8
32,2
31,5
28,7
28,75
Jumlah
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009)
50
35,00
Nilai tambah sektor industri terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara berkembang berpendapatan menengah mencapai rata-rata sebesar 35,00%. Negara China mencapai rata-rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang tertinggi sebesar 45,01%, sedangkan rata-rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang terendah adalah India sebesar 25,39%. Nilai tambah sektor industri terhadap PDB di negara berkembang berpendapatan rendah sebagaimana disajikan pada tabel 4.20. Tabel 4.20. Nilai Tambah Sektor Industri Terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Rendah No
Negara
Nilai Tambah Sektor Industri (% PDB) 1970
1980 -
1990
-
2006 28,2
Rata-rata 19,20
21,5
25,3
27,9
23,58
19,7
15,8
14,2
19,09
40,6
72,2
75,5
44,94
12,3
16,9
28,4
20,8
20,76
-
14,5
22,9
28,2
21,26
11,9
16,2
22,1
17,2
15,82
1
Afghanistan
-
2
Bangladesh
-
20,6
3
Rep. Afrika Tengah
26,1
20,1
4
Rep. Dem. Kongo
23,9
46,6
5
Ghana
21,1
6
Lao PDR
-
7
Nepal
11,5
8
Tanzania
9 10
Uganda Zimbabwe
2000 -
-
-
17,7
15,7
17,4
15,92
13,7 31,2
4,5 29,0
11,1 33,1
22,9 25,0
24,2 -
13,49 29,51
Jumlah
22,36
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Nilai tambah sektor industri terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara berkembang berpendapatan rendah mencapai rata-rata sebesar 22,36%. Negara Republik Demokratik Kongo mencapai rata-rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang tertinggi sebesar 44,94%, sedangkan -rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang terendah adalah Uganda sebesar 13,49%. Kecenderungan perkembangan nilai tambah sektor industri terhadap PDB pada periode tahun 1970 sampai 2006 antara negara maju dan negara berkembang sebagaimana pada Gambar 4.1. Nilai tambah sektor industri terhadap PDB di negara maju berpendapatan tinggi kelompok OECD dan Non OECD mengalami kecenderungan penurunan, sedangkan negara berkembang berpendapatan
51
menengah dan berpendapatan rendah mengalami kecenderungan peningkatan selama periode tahun 1970 sampai 2006.
70.0
Negara maju berpendapatan tinggi OECD
60.0 50.0
Negara maju berpendapatan tinggi Non OECD
40.0 30.0
Negara berkembang berpendapatan menengah
20.0 10.0
Negara berkembang berpendapatan rendah
20 06
20 02
19 98
19 94
19 90
19 86
19 82
19 78
19 74
19 70
0.0
Gambar 4.1. Perkembangan Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) 4.5.2
Dinamika Kinerja Sektor Pertanian terhadap PDB Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama tahun 1970-2006 di
negara maju berpendapatan tinggi OECD sebagaimana pada Tabel 4.21. Tabel 4.21. Nilai Tambah Sektor Pertanian Terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD No
Negara
1
Australia
2
Nilai Tambah Sektor Pertanian (% PDB) 1980 1990 2000 2006 Rata-rata
1970 -
7,88
4,92
3,51
3,09
5,09
Kanada
4,72
4,32
2,86
2,28
1,63
3,38
3
Perancis
8,05
4,90
4,21
2,84
2,10
4,46
4
Jerman
3,67
2,40
1,49
1,26
0,85
1,97
5
Italia
8,75
6,02
3,49
2,80
2,12
4,68
6
Jepang
6,04
3,63
2,47
1,77
1,47
3,13
7
Korea Selatan
29,25
16,17
8,94
4,63
3,16
13,22
8
Selandia Baru
-
10,35
6,88
8,81
5,64
8,35
9
Inggris
2,86
2,12
1,82
0,99
0,66
1,83
10
Amerika Serikat Jumlah
3,54
2,90
2,06
1,19
1,04
2,37 4,85
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009)
52
Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara maju berpendapatan tinggi OECD mencapai rata-rata sebesar 4,85%. Negara Korea Selatan mencapai rata-rata nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB yang tertinggi sebesar 13,22%, sedangkan -rata nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB yang terendah adalah Inggris sebesar 1,83%. Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama tahun 1970-2006 di negara maju berpendapatan tinggi Non OECD sebagaimana pada Tabel 4.22. Tabel 4.22. Nilai Tambah Sektor Pertanian Terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD No
Negara
Nilai Tambah Sektor Pertanian (% PDB) 1970 10,97
1980 9,91
1990 7,40
2000 4,29
-
0,63
0,97
-
9,59
Kuwait
0,28
5
Malta
6
Qatar
1
Barbados
2 3
Brunei Darussalam Ciprus
4
2006 -
Rata-rata 7,13
1,02
0,71
1,15
6,86
3,60
2,40
6,91
0,18
0,62
0,36
-
0,37
7,06
3,82
3,48
-
-
4,87
-
-
-
-
-
-
7
Saudi Arabia
4,54
0,99
5,75
4,95
2,95
3,87
8
Singapura
-
1,62
0,37
0,11
0,08
0,72
9
Trinidad dan Tobago Uni Emirat Arab
-
-
2,62
1,41
0,57
2,09
-
0,74
1,64
3,51
2,04
10
Jumlah
2,05 2,92
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara maju berpendapatan tinggi Non OECD mencapai rata-rata sebesar 2,92%.
Negara Barbados mencapai rata-rata nilai tambah sektor pertanian
terhadap PDB yang tertinggi sebesar 7,13%, sedangkan -rata nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB yang terendah adalah Kuwait sebesar 0,37%. Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama tahun 1970-2006 di negara berkembangan berpendapatan menengah sebagaimana pada Tabel 4.23. Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara berkembang berpendapatan menengah mencapai rata-rata sebesar 17,73%. Negara India mencapai rata-rata nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB yang
53
tertinggi sebesar 30,53%, sedangkan rata-rata nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB yang terendah adalah Afrika Selatan sebesar 5,17%. Tabel 4.23. Nilai Tambah Sektor Pertanian Terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Menengah No
Negara
Nilai Tambah Sektor Pertanian (% PDB) 1970
1980
1990
2000
2006
Rata-rata
1
Brasil
12,35
11,01
8,10
5,60
5,47
9,29
2
China
35,22
30,17
27,12
15,06
11,11
24,73
3
Mesir
29,43
18,26
19,37
16,74
14,07
20,59
4
India
42,33
35,70
29,28
23,35
18,12
30,53
5
Indonesia
44,94
23,97
19,41
15,60
13,37
23,07
6
Malaysia
29,44
22,61
15,22
8,60
8,78
18,10
7
Meksiko
12,73
9,00
7,85
4,17
3,67
7,98
8
Afrika Selatan
7,16
6,20
4,63
3,27
2,88
5,17
9
Thailand
25,92
23,24
12,50
9,02
10,79
16,46
10
Turki Jumlah
40,17
26,50
18,09
11,31
9,52
21,39 17,73
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama tahun 1970-2006 di negara berkembang berpendapatan rendah sebagaimana pada Tabel 4.24. Tabel 4.24. Nilai Tambah Sektor Pertanian Terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Rendah No
Negara
Nilai Tambah Sektor Pertanian (% PDB)
1
Afghanistan
-
-
-
-
2006 32,59
Rata-rata 40,97
2
Bangladesh
-
31,55
30,25
25,51
19,61
27,49
3
Rep. Afrika Tengah Rep. Dem. Kongo
35,47
40,00
47,59
53,15
55,04
45,94
17,89
11,68
12,86
5,30
3,96
10,78
5
Ghana
53,89
60,06
45,07
39,41
30,40
48,18
6
Lao PDR
-
-
61,23
52,55
34,71
52,55
7
Nepal
67,29
61,77
51,63
40,82
34,64
52,27
8
Tanzania
-
-
45,96
45,04
45,30
46,11
9
Uganda
53,78
72,03
56,58
29,38
25,59
51,09
10
Zimbabwe
16,98
15,70
16,48
18,49
-
16,52
4
1970
1980
1990
Jumlah
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009)
54
2000
39,19
Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara berkembang berpendapatan rendah mencapai rata-rata sebesar 39,19%.
Negara Lao PDR mencapai rata-rata nilai tambah sektor pertanian
terhadap PDB yang tertinggi sebesar 52,27%, sedangkan -rata nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB yang terendah adalah Republik Kongo sebesar 10,78%. Kecenderungan pekembangan nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB tahun 1970-2006 di negara maju dan berkembang sebagaimana pada Gambar 4.2. 90.0 80.0 70.0 60.0 50.0
Negara berkembang berpendapatan rendah Negara berkembang berpendapatan menengah
40.0 30.0 20.0 10.0 0.0
20 06
20 02
19 98
19 94
19 90
19 86
19 82
19 78
19 74
19 70
Negara maju berpendapatan tinggi Non OECD Negara maju berpendapatan tinggi OECD
Gambar 4.2. Perkembangan Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap PDB (%) Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB di negara maju berpendapatan tinggi OECD dan Non OECD mengalami penurunan selama periode tahun 1970 sampai 2006. Demikian pula dengan nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB di negara berkembang berpendapatan menengah dan berpendapatan rendah mengalami peningkatan selama periode tahun 1970 sampai 2006. 4.5.3
Dinamika Kinerja Sektor Jasa terhadap PDB Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB di negara maju berpendapatan
tinggi OECD selama tahun 1970-2006 sebagaimana pada Tabel 4.25.
Nilai
tambah sektor jasa terhadap PDB selama tahun 1970-2006 di negara maju berpendapatan tinggi OECD sebagaimana pada Tabel 4.25. Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB untuk negara maju OECD mencapai rata-rata sebesar 12,88%. Negara Perancis mencapai rata-rata nilai tambah sektor jasa terhadap PDB yang
55
tertinggi sebesar 28,98%, sedangkan -rata nilai tambah sektor jasa terhadap PDB yang terendah adalah Australia sebesar 1,62%. Tabel 4.25. Nilai Tambah Sektor Jasa Berpendapatan Tinggi OECD No
Negara
Terhadap
PDB
Negara
Maju
Nilai Tambah Sektor Jasa (% PDB) 1970 1,50
1980 1,63
1990 1,51
2000 1,40
2006 1,27
Rata-rata 1,62
1
Australia
2
Kanada
10,04
16,61
21,53
19,84
20,92
19,00
3
Perancis
4,18
11,47
38,60
45,09
45,77
28,98
4
Jerman
1,06
4,52
11,77
13,97
14,19
8,99
5
Italia
6,09
5,17
3,88
4,76
4,66
5,06
6
Jepang
3,00
8,68
14,41
18,42
17,40
12,35
7
Korea Selatan
-
2,61
15,40
15,24
18,30
9,64
8
Selandia Baru
29,59
29,46
31,71
24,67
25,23
27,38
9
Inggris
3,49
5,03
8,49
10,13
9,32
7,86
10
Amerika Serikat
1,81
5,43
10,31
10,72
10,86
7,92
Jumlah
12,88
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB di negara maju Non OECD selama tahun 1970-2006 sebagaimana pada Tabel 4.26. Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB untuk negara maju Non OECD mencapai rata-rata sebesar 0,06%. Negara Brunei Darussalam mencapai rata-rata nilai tambah sektor jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 0,57%, diikuti oleh Malta sebesar 0,01%. Tabel 4.26. Nilai Tambah Sektor Jasa Terhadap Berpendapatan Tinggi Non OECD No
Negara
PDB
Negara
Maju
Nilai Tambah Sektor Jasa (% PDB) 1970
1980
1990
1
Barbados
-
-
-
2000 -
2006 -
Rata-rata -
2
Brunei Darussalam
-
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3 4 5
Ciprus Kuwait Malta
-
0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00
1,64 0,00 0,00
1,86 0,00 0,12
0,57 0,00 0,01
6
Qatar
-
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7
Saudi Arabia
-
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8
Singapura
-
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
9
Trinidad dan Tobago
-
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
10
Uni Emirat Arab
-
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Jumlah
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009)
56
0,06
Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB di negara berkembang berpendapatan menengah selama tahun 1970-2006 sebagaimana pada Tabel 4.27. Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB untuk negara berkembang berpendapatan menengah mencapai rata-rata sebesar 3,37%. Negara Brasil mencapai rata-rata nilai tambah sektor jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 11,64%, sedangkan nilai tambah sektor jasa terhadap PDB terendah adalah Thailand sebesar 1,02%. Tabel 4.27. Nilai Tambah Sektor Jasa Terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Menengah No
Negara
Nilai Tambah Sektor Jasa (% PDB) 1970
1
Brasil
-
1980 9,74
2
China
-
0,84
1990 13,16
2000 14,70
2006 15,12
Rata-rata 11,64
1,27
2,24
3,01
1,50
3
Mesir
-
5,56
2,68
2,63
1,83
3,64
4
India
-
2,31
2,44
2,40
2,77
2,22
5
Indonesia
-
0,34
1,48
3,34
3,63
1,60
6
Malaysia
-
0,99
1,51
1,28
0,83
1,29
7
Meksiko
-
2,35
5,93
6,86
6,45
4,85
8
Afrika Selatan
-
0,13
2,52
3,16
2,23
1,78
-
0,50
1,02
0,72
0,70
1,02
1,56
3,29
4,65
4,72
5,58
4,12
9
Thailand
10
Turki Jumlah
3,37
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB di negara berkembang berpendapatan rendah sebagaimana disajikan pada Tabel 4.28. Tabel 4.28. Nilai Tambah Sektor Jasa Terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Rendah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Afghanistan Bangladesh Rep. Afrika Tengah Rep. Dem. Kongo Ghana Lao PDR Nepal Tanzania Uganda Zimbabwe
Nilai Tambah Sektor Jasa (% of PDB) 1970
1980 -
0,60 1,37 11,29 0,37 0,74 5,31
Jumlah
1990 0,60 5,27 9,30 1,30 1,37 4,04
2000 0,44 2,95 7,35 1,73 1,37 2,83
2006 0,48 2,66 5,20 2,49 0,69 4,98
Rata-rata 0,48 2,67 7,99 1,05 0,99 4,17 2,89
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009)
57
Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB untuk negara berkembang berpendapatan rendah mencapai rata-rata sebesar 2,89%. Ghana mencapai ratarata nilai tambah sektor jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 7,99%, sedangkan rata-rata nilai tambah sektor jasa terhadap PDB yang terendah adalah Bangladesh sebesar 0,48%. Kecenderungan perkembangan nilai tambah sektor jasa terhadap PDB di negara maju dan berkembang sebagaimana disajikan pada Gambar 4.3. Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB di negara maju kelompok OECD dan Non OECD mengalami kecenderungan peningkatan yang sangat signifikan selama periode tahun 1970 sampai 2006. 18.0 16.0 14.0 12.0
Negara maju berpendapatan tinggi OECD
10.0
Negara maju berpendapatan tinggi Non OECD
8.0
Negara berkembang berpendapatan menengah
6.0
Negara berkembang berpendapatan rendah
4.0 2.0
19 70 19 73 19 76 19 79 19 82 19 85 19 88 19 91 19 94 19 97 20 00 20 03 20 06
0.0
Gambar 4.3. Perkembangan Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Sementara itu, nilai tambah sektor jasa terhadap PDB di negara berkembang berpendapatan menengah dan negara berkembang berpendapatan rendah mengalami kecenderungan peningkatan yang relatif kecil selama periode tahun 1970 sampai 2006. 4.5.4
Dinamika Kinerja Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB Dinamika kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB di negara maju
OECD sebagaimana disajikan pada Tabel 4.29. Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara maju OECD mencapai rata-rata sebesar 22,15%. Korea Selatan mencapai rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB
58
yang tertinggi sebesar 31,23%, sedangkan rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang terendah adalah Amerika Serikat sebesar 9,08%. Tabel 4.29. Kinerja Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB di Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD No
Negara
Ekspor barang dan jasa (% of PDB) 1970 12,84
1980 16,27
1990 14,89
2000 19,35
2006 19,61
Rata-rata 16,00
Kanada
22,32
28,08
25,81
45,58
36,13
30,44
3
Perancis
15,70
21,03
21,25
28,57
26,74
22,18
4
Jerman
16,43
20,22
24,80
33,38
45,37
25,07
5
Italia
15,80
21,04
19,22
27,06
27,73
21,86
6 7 8
Jepang Korea Selatan Selandia Baru
10,67 13,63 22,20
13,51 32,06 29,12
10,36 27,95 26,53
10,99 38,56 35,13
16,11 39,68 28,62
11,67 31,23 27,88
9
Inggris
22,33
27,14
23,95
27,63
28,51
26,07
10
Amerika Serikat
5,83
10,15
9,59
11,04
11,03
9,08
1
Australia
2
Jumlah
22,15
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Dinamika kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB selama periode 1970-2006 di negara maju Non OECD sebagaimana disajikan pada Tabel 4.30. Tabel 4.30. Kinerja Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD No
Negara
1970 59,50
1980 70,13
1990 49,10
2000 50,47
2006 60,13
Rata-rata 56,99
-
93,36
61,81
67,35
71,82
72,99
-
45,26
51,50
55,36
48,00
48,83
Kuwait
59,82
78,35
44,94
56,47
65,54
57,94
Malta
44,18
80,93
75,83
92,05
86,77
73,31
1
Barbados
2 3
Brunei Darussalam Ciprus
4 5 6
Qatar
7
Saudi Arabia
8
Singapura
9
Trinidad dan Tobago Uni Emirat Arab
10
Ekspor barang dan jasa (% PDB)
-
-
-
67,28
63,22
57,11
54,48
63,55
40,63
43,65
63,23
47,52
-
-
-
-
233,54
213,75
42,77
50,45
45,36
59,14
68,49
46,80
-
77,93
66,36
73,32
91,40
71,40
Jumlah
74,66
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009)
59
Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara maju Non OECD mencapai rata-rata sebesar 74,66%. Singapura mencapai rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 213,75%, sedangkan rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang terendah adalah Trinidad dan Tobago sebesar 46,80%. Dinamika kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB selama tahun 1970-2006 di negara berkembang berpendapatan menengah sebagaimana disajikan pada Tabel 4.31. Tabel 4.31. Kinerja Ekspor Barang dan Jasa Terhadap PDB di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah No
Negara
Ekspor barang dan jasa (% PDB)
1
Brasil
1970 7,03
1980 9,05
1990 8,20
2000 9,98
2006 14,37
Rata-rata 9,62
2
China
2,61
10,65
16,07
23,33
39,13
15,44
3
Mesir
14,18
30,51
20,05
16,20
29,95
21,48
4
India
3,83
6,21
7,13
13,23
21,27
8,81
5
Indonesia
13,45
34,18
25,33
40,98
31,03
27,54
6
Malaysia
41,41
56,69
74,54
119,81
116,55
73,54
7
Meksiko
7,75
10,71
18,60
30,94
27,96
18,39
8
Afrika Selatan
21,80
35,38
24,24
27,87
30,01
27,07
9
Thailand
14,99
24,11
34,13
66,78
73,60
36,74
10
Turki
4,44
5,16
13,37
20,10
22,67
Jumlah
14,30 25,29
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara berkembang berpendapatan menengah mencapai rata-rata sebesar 25,29%. Malaysia mencapai rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 73,54%, sedangkan rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang terendah adalah India sebesar 8,81%. Dinamika kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB selama tahun 1970-2006 di negara berkembang berpendapatan rendah sebagaimana disajikan pada Tabel 4.32. Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara berkembang
berpendapatan
rendah
mencapai
rata-rata
sebesar
18,18%.
Zimbabwe mencapai rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang
60
tertinggi sebesar 28,21%, sedangkan rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang terendah adalah Bangladesh sebesar 8,57%. Tabel 4.32. Kinerja Ekspor Barang dan Jasa Terhadap PDB di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah No
Ekspor barang dan jasa (% PDB)
Negara
1
Afghanistan
1970 9,78
2
Bangladesh
3
Rep. Afrika Tengah
1980 -
1990 -
8,31
5,49
31,94
2000 -
2006 24,19
Rata-rata 18,78
6,12
13,98
18,97
8,57
25,22
14,76
19,75
14,04
19,72
4
Rep. Dem. Kongo
15,46
16,48
29,50
22,38
30,68
20,41
5
Ghana
21,33
8,47
16,88
48,80
25,19
21,74
6
Lao PDR
-
-
11,33
29,99
38,39
21,16
4,90
11,54
10,53
23,28
13,45
13,93
-
-
12,62
13,36
22,56
16,98
23,35
19,44
7,24
10,65
15,31
12,35
-
23,37
22,87
38,64
37,62
7
Nepal
8
Tanzania
9
Uganda
10
Zimbabwe Jumlah
28,21 18,18
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Kecenderungan perkembangan kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB di negara maju dan berkembang sebagaimana disajikan pada Gambar 4.4. 90.00 Negara Maju OECD
80.00
% PDB
70.00 Negara Maju Non OECD
60.00 50.00
Negara Berkembang BerpendapatanMen engah Negara Berkembang Berpendapatan Rendah
40.00 30.00 20.00 10.00 2006
2003
2000
1997
1994
1991
1988
1985
1982
1979
1976
1973
1970
0.00
Tahun
Gambar 4.4. Perkembangan Kinerja Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB di negara maju dan negara berkembang mengalami kecenderungan meningkat selama periode tahun 19702006. Kinerja ekspor barang dan jasa di negara maju Non OECD memiliki
61
kontribusi paling tinggi terhadap PDB selama tahun 1970-2006, dibandingkan negara maju OECD dan negara berkembang. Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB terendah terdapat di negara berkembang berpendapatan rendah. 4.5.5
Dinamika Kinerja Impor Barang dan Jasa terhadap PDB Dinamika kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB selama tahun 1970-
2006 di negara maju OECD sebagaimana disajikan pada Tabel 4.33. Tabel 4.33. Kinerja Impor Barang dan Jasa Terhadap PDB di Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD No 1
Negara Australia
Impor Barang dan Jasa (% PDB) 1970 13,12
1980 15,85
1990 16,83
2000 21,30
2006 21,06
Rata-rata 16,97
2
Kanada
19,77
26,23
25,68
39,83
33,62
28,58
3
Perancis
15,46
23,01
22,59
27,66
28,04
22,22
4
Jerman
17,90
25,09
24,86
33,02
39,65
25,29
5
Italia
15,55
23,72
19,03
26,12
28,56
21,25
6
Jepang
9,42
14,43
9,42
9,53
14,86
10,26
7
Korea Selatan
23,82
39,97
29,03
35,71
38,30
32,08
8
Selandia Baru
25,27
30,34
26,28
33,47
30,04
28,45
9
Inggris
21,29
24,68
26,07
29,47
31,65
26,76
10
Amerika Serikat
5,44
10,62
10,94
14,90
16,80
10,86
Jumlah
22,27
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Tabel 4.34. Kinerja Impor Barang dan Jasa Terhadap PDB di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD No
Negara
Impor Barang dan Jasa (% PDB) 1970 78,62
1980 72,04
1990 51,73
2000 57,04
2006 64,38
Rata-rata 61,10
-
11,66 63,07
37,27 57,11
35,82 54,51
25,22 51,76
33,70 56,16
1
Barbados
2 3
Brunei Darussalam Ciprus
4
Kuwait
24,12
34,30
58,07
30,15
24,17
39,43
5 6 7
Malta Qatar Saudi Arabia
71,36 23,13
86,41 27,34
88,65 31,60
102,70 22,33 24,90
91,70 35,98 31,82
84,05 32,60 29,76
8
Singapura
-
-
-
-
204,55
190,21
9
Trinidad Tobago
41,67
38,98
28,59
45,49
38,46
39,19
10
Uni Emirat Arab
-
34,48
41,24
55,34
67,73
49,60
Jumlah
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009)
62
61,58
Dinamika kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB selama tahun 19702006 di negara maju Non OECD sebagaimana disajikan pada Tabel 4.34. Kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara maju Non OECD mencapai rata-rata sebesar 61,58%. Singapura mencapai rata-rata kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 190,21%, sedangkan rata-rata kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB yang terendah adalah Qatar sebesar 32,60%. Dinamika kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB tahun 1970-2006 di negara berkembang berpendapatan menengah sebagaimana pada Tabel 4.35. Tabel 4.35. Kinerja Impor Barang dan Jasa Terhadap PDB di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah No 1
Negara Brasil
Impor Barang dan Jasa (% PDB) 1970 7,45
1980 11,31
1990 6,96
2000 11,74
2006 11,47
Rata-rata 9,29
2
China
2,70
11,01
13,09
20,92
31,43
14,37
3
Mesir
18,75
42,87
32,71
22,82
31,57
30,60
4
India
3,93
9,35
8,55
14,15
24,32
10,03
5
Indonesia
14,97
20,21
23,73
30,46
25,62
23,86
6
Malaysia
37,31
54,27
72,42
100,60
93,91
66,80
7
Meksiko
9,65
12,97
19,71
32,93
29,21
18,59
8
Afrika Selatan
25,34
27,35
18,76
24,92
32,45
24,30
9
Thailand
19,40
30,37
41,65
58,14
70,11
37,82
10
Turki
6,35
11,93
17,58
23,09
27,58
17,30
Jumlah
25,30
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara berkembang berpendapatan menengah mencapai rata-rata sebesar 25,30%. Malaysia mencapai rata-rata kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi selama tahun 1970-2006 sebesar 66,80%, sedangkan rata-rata kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB yang terendah selama tahun 1970-2006 adalah Brasil sebesar 9,29%. Dinamika kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB selama tahun 19702006 di negara berkembang berpendapatan rendah sebagaimana disajikan pada Tabel 4.36.
Kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara
berkembang berpendapatan rendah selama tahun 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 26,81%. Afghanistan mencapai rata-rata kinerja impor barang dan jasa
63
terhadap PDB yang tertinggi sebesar 35,90%, sedangkan rata-rata kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB yang terendah selama tahun 1970-2006 adalah Bangladesh sebesar 15,53%. Tabel 4.36. Kinerja Impor Barang dan Jasa Terhadap PDB di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah No
Negara
Impor Barang dan Jasa (% PDB)
1
Afghanistan
1970 11,94
-
-
-
2006 67,71
2
Bangladesh
12,51
17,88
13,53
19,23
25,24
15,53
3
Rep. Afrika Tengah
41,56
41,08
27,63
24,10
21,91
29,09
4
Rep. Dem. Kongo
18,22
16,35
29,20
21,37
44,36
22,44
5
Ghana
22,69
9,15
25,85
67,25
40,73
29,40
6
Lao PDR
7
Nepal
8
Tanzania
9
Uganda
10
Zimbabwe
1980
1990
2000
Rata-rata 35,90
-
-
24,52
44,06
46,63
32,72
8,30
18,73
21,66
32,43
31,32
22,61
-
-
37,45
20,13
35,70
30,84
20,12
26,03
19,37
22,10
28,42
19,43
-
26,52
22,79
36,36
49,03
30,10
Jumlah
26,81
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Kecenderungan perkembangan kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB di negara maju dan berkembang sebagaimana disajikan pada Gambar 4.5. 70
Negara Maju OECD
60
% PDB
50
Negara Maju Non OECD
40 30
Negara Berkembang Berpendapatan Menengah
20 10
19 70 19 73 19 76 19 79 19 82 19 85 19 88 19 91 19 94 19 97 20 00 20 03 20 06
0
Negara Berkembang Berpendapatan Rendah
Tahun
Gambar 4.5. Perkembangan Kinerja Impor Barang dan Jasa terhadap PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009)
64
Kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB di negara maju dan berkembang mengalami kecenderungan meningkat selama periode 1970-2006. Kinerja impor barang dan jasa di negara maju Non OECD memiliki kontribusi paling tinggi, dibandingkan negara maju OECD dan negara berkembang. Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB terendah terdapat di negara maju OECD. 4.6.
Dinamika Konsumsi Energi
4.6.1
Dinamika Penggunaan Energi Dinamika penggunaan energi di negara maju berpendapatan tinggi OECD
sebagaimana pada tabel 4.37. Tabel 4.37. Penggunaan Energi di Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD Tahun 1970-2006 No
Negara
Penggunaan Energi (KT Oil Eq.)
1
Australia
1970 50.821
1980 69.603
1990 86.226
2000 108.926
2006 122.624
Rata-rata 83.094
2
Kanada
138.102
192.599
208.680
251.164
269.196
207.360
3
Perancis
153.352
191.770
224.477
253.218
267.707
215.346
4
Jerman
301.801
357.176
351.404
337.291
341.236
340.550
5
Italia
109.055
130.838
146.700
170.669
181.131
143.203
6
Jepang
256.517
344.523
438.090
517.687
518.294
408.064
7
Korea Selatan
-
41.211
93.087
188.852
213.841
99.892
8
Selandia Baru
7.006
8.985
13.306
16.820
16.626
12.424
9
Inggris
10
Amerika Serikat Rata-rata
205.116
198.432
207.174
223.993
219.431
210.909
1.552.057
1.804.678
1.913.168
2.283.283
2.302.804
1.938.876
308.203
333.982
368.231
435.190
445.289
365.972
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Penggunaan energi di negara maju berpendapatan tinggi OECD selama tahun 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 365.972 KT Oil.
Negara maju
berpendapatan tinggi OECD yang paling tinggi penggunaan energi selama periode tahun 1970-2006 adalah Amerika Serikat dengan rata-rata per tahun sebesar 1.938.876 KT Oil. Adapun negara maju berpendapatan tinggi OECD yang paling rendah penggunaan energi selama periode tahun 1970-2006 adalah Selandia Baru dengan rata-rata per tahun sebesar 12.424 KT Oil.
65
Dinamika penggunaan energi di negara maju berpendapatan tinggi Non OECD sebagaimana pada tabel 4.38. Tabel 4.38. Penggunaan Energi di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD Tahun 1970-2006 No
Negara
Penggunaan Energi (KT Oil Eq.)
1
Barbados
-
-
-
-
-
Rata-rata -
2
-
1.351
1.762
2.454
2.727
1.680
3
Brunei Darussalam Ciprus
-
865
1.361
2.137
2.309
1.366
4
Kuwait
-
14.837
7.823
20.027
24.701
14.590
5
Malta
-
318
695
676
821
548
6
Qatar
-
3.476
6.886
11.464
18.396
7.332
7
Saudi Arabia
-
31.588
59.257
104.877
145.197
64.399
8
Singapura
-
5.132
11.456
19.332
27.116
12.265
9
Trinidad Tobago
-
3.813
5.971
9.798
14.229
6.178
10
Uni Emirat Arab
-
7.154
19.876
33.693
45.381
19.247
-
7.615
12.787
22.718
31.209
14.178
Rata-rata
1970
1980
1990
2000
2006
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Penggunaan energi di negara maju berpendapatan tinggi Non OECD selama tahun 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 14.178 KT Oil. Negara maju berpendapatan tinggi Non OECD yang paling tinggi penggunaan energi selama periode tahun 1970-2006 adalah Saudi Arabia dengan rata-rata per tahun sebesar 64.399 KT Oil. Adapun negara maju berpendapatan tinggi Non OECD yang paling rendah penggunaan energi selama periode tahun 1970-2006 adalah Malta dengan rata-rata per tahun sebesar 548 KT Oil. Dinamika penggunaan energi di negara berkembang berpendapatan menengah sebagaimana pada Tabel 4.39.
Penggunaan energi di negara
berkembang berpendapatan menengah selama tahun 1970-2006 mencapai ratarata sebesar 176.738 KT Oil. Negara berkembang berpendapatan menengah yang paling tinggi penggunaan energi selama periode tahun 1970-2006 adalah China dengan rata-rata per tahun sebesar 860.308 KT Oil. Adapun negara berkembang berpendapatan menengah yang paling rendah penggunaan energi selama periode tahun 1970-2006 adalah Mesir dengan rata-rata per tahun sebesar 29.861 KT Oil.
66
Tabel 4.39. Penggunaan Energi di Negara Menengah Tahun 1970-2006 No
Negara
Berkembang
Berpendapatan
Penggunaan Energi (KT Oil Eq.)
1
Brasil
-
1980 113.769
1990 139.505
2000 189.168
2006 222.939
Rata-rata 141.702
2
China
-
598.488
863.075
1.092.154
1.845.417
860.308
3
Mesir
-
15.161
31.825
45.173
63.822
29.861
4
India
-
207.448
318.163
457.382
560.965
316.688
5
Indonesia
-
57.259
102.479
150.927
180.606
97.211
6
Malaysia
-
12.107
22.667
49.684
66.642
27.370
7
Meksiko
-
95.115
121.163
147.433
175.099
112.912
8
Afrika Selatan
-
65.124
90.860
110.328
129.195
87.390
9
Thailand
-
22.005
42.026
72.234
99.856
44.654
10
Turki
18.212
31.445
52.756
76.348
93.035
49.287
18.212
121.792
178.452
239.083
343.758
176.738
Rata-rata
1970
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Dinamika penggunaan energi di negara berkembang berpendapatan rendah sebagaimana pada tabel 4.40. Tabel 4.40. Penggunaan Energi di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah Tahun 1970-2006 No
Negara
Penggunaan Energi (KT Oil Eq.)
1
Afghanistan
-
-
-
-
-
Rata-rata -
2
Bangladesh
-
8.402
12.736
18.584
24.635
12.871
3
-
-
-
-
-
-
4
Rep. Afrika Tengah Rep. Dem. Kongo
-
656
797
848
1.205
769
5
Ghana
-
4.023
5.291
7.729
9.295
5.512
6
Lao PDR
-
-
-
-
-
-
7
Nepal
-
4.562
5.789
8.108
9.349
5.954
8
Tanzania
-
8.015
9.733
13.390
17.760
10.400
9
Uganda
-
-
-
-
-
-
10
Zimbabwe
-
6.492
9.297
9.886
9.569
8.164
-
5.358
7.274
9.758
11.969
7.278
Rata-rata
1970
1980
1990
2000
2006
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Penggunaan energi di negara berkembang berpendapatan rendah selama tahun 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 7.278 KT Oil. Negara berkembang berpendapatan rendah yang paling tinggi penggunaan energi selama periode tahun
67
1970-2006 adalah Bangladesh dengan rata-rata per tahun sebesar 12.871 KT Oil. Adapun negara berkembang berpendapatan menengah yang paling rendah penggunaan energi selama periode tahun 1970-2006 adalah Rep. Dem. Kongo dengan rata-rata per tahun sebesar 769 KT Oil. Perbandingan penggunaan energi di negara maju dan negara berkembang selama tahun 1970-2006 sebagaimana pada Gambar 4.6.
500,000 450,000
KT Oil of Eq.
400,000 350,000
Negara Maju Berpendatan Tinggi OECD
300,000
Negara Maju Berpendatan Tinggi Non OECD
250,000 200,000
Negara Berkembang Berpendatan Menengah
150,000
Negara Berkembang Berpendatan Rendah
100,000 50,000
19 70 19 73 19 76 19 79 19 82 19 85 19 88 19 91 19 94 19 97 20 00 20 03 20 06
0
Tahun
Gambar 4.6. Perbandingan Penggunaan Energi di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Berdasarkan gambar 4.6, penggunaan energi paling tinggi selama periode tahun 1970 sampai 2006 adalah kelompok negara maju berpendapatan tinggi OECD, selanjutnya
diikuti negara berkembang berpendapatan menengah.
Penggunaan energi di negara maju berpendapatan tinggi OECD dan negara berkembang berpendapatan menengah terus mengalami peningkatan selama periode tahun 1970-2006. 4.6.2
Dinamika Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil Dinamika konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi di
negara maju berpendapatan tinggi OECD sebagaimana pada tabel 4.41. Konsumsi energi bahan bakar fosil di negara maju berpendapatan tinggi OECD mencapai rata-rata per tahun sebesar 84,54% dari total konsumsi energi.
68
Tabel 4.41. Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi Energi di Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD Tahun 1970-2006 No
Negara
Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil (% dari Total) 1970
1980
1990
2000
2006
Rata-rata
1
Australia
91,53
93,18
93,90
93,97
94,66
93,23
2
Kanada
84,66
80,63
74,52
76,73
75,34
77,64
3
Perancis
89,74
83,88
57,98
52,46
51,49
67,17
4
Jerman
97,87
94,09
86,84
83,63
81,56
89,24
5
Italia
93,32
93,73
93,44
91,69
90,54
92,60
6
Jepang
97,00
91,32
84,45
80,45
81,22
86,85
7
Korea Selatan.
-
97,39
83,81
84,03
80,56
90,02
8
Selandia Baru
70,40
64,77
64,18
70,18
68,21
68,29
9
Inggris
96,48
94,97
90,71
88,46
88,64
91,45
10
Amerika Serikat Rata-rata
95,92 90,77
91,43 88,54
86,42 81,63
85,94 80,75
85,67 79,79
88,88 84,54
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Negara maju berpendapatan tinggi OECD yang tertinggi dalam prosentase konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi adalah Australia sebesar 93,23%. Adapun negara maju berpendapatan tinggi yang terendah dalam prosentase konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi adalah Perancis sebesar 67,17%. Tabel 4.42. Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi Energi di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD Tahun 1970-2006 No
Negara
Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil (% dari Total)
1
Barbados
-
-
-
-
-
Rata-rata -
2
Brunei Darussalam
-
99,33
99,89
99,96
99,96
99,05
3
Ciprus
-
99,19
99,56
97,85
97,53
98,69
4
Kuwait
-
99,97
99,92
100,00
100,00
99,96
5
Malta
-
100,00
100,00
100,00
99,88
99,99
6
Qatar
-
99,94
99,93
99,99
99,99
99,93
7
Saudi Arabia
-
99,99
99,98
100,00
100,00
99,99
8
Singapura
-
100,06
100,00
100,00
100,00
99,97
9
Trinidad dan Tobago
-
10
Uni Emirat Arab Rata-rata
1970
1980
-
1990
2000
2006
99,61
99,20
99,66
99,78
99,49
100,00
100,00
99,95
99,96
99,97
99,79
99,83
99,71
99,68
99,67
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009)
69
Dinamika konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi di negara maju berpendapatan tinggi Non OECD sebagaimana pada tabel 4.42. Konsumsi energi bahan bakar fosil di negara maju berpendapatan tinggi Non OECD mencapai rata-rata per tahun sebesar 99,67% dari total konsumsi energi. Negara maju berpendapatan tinggi Non OECD yang tertinggi dalam prosentase konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi adalah Saudi Arabia dan Malta sebesar 99,99%.
Adapun negara maju berpendapatan tinggi Non
OECD yang terendah dalam prosentase konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi adalah Brunei Darussalam sebesar 99,05%. Dinamika konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi di negara berkembang berpendapatan menengah sebagaimana pada tabel 4.43. Tabel 4.43. Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi Energi di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah Tahun 1970-2006 No
Negara
Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil (% dari Total)
1
Brasil
1980 54,85
2
China
69,10
75,50
79,39
86,48
73,52
3
Mesir
89,20
94,00
94,50
95,94
92,14
4
India
41,55
55,57
65,02
68,68
52,78
5
Indonesia
45,21
54,60
63,58
67,39
51,41
6
Malaysia
85,69
89,14
93,63
95,21
87,92
7
Meksiko
90,36
88,10
87,70
88,93
87,99
8
Afrika Selatan
88,99
86,14
85,33
87,43
87,55
9
Thailand
10
Turki Rata-rata
1970
1990 51,06
2000 58,11
2006 53,43
Rata-rata 52,84
50,82
63,91
78,82
81,61
62,81
65,65
71,91
81,81
86,37
88,99
78,49
65,65
68,77
73,98
79,25
81,41
72,75
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Konsumsi energi bahan bakar fosil di negara berkembang berpendapatan menengah mencapai rata-rata per tahun sebesar 72,75% dari total konsumsi energi. Negara berkembang berpendapatan menengah yang tertinggi dalam prosentase konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi adalah Mesir sebesar 92,14%. Adapun negara berkembang berpendapatan menengah yang terendah dalam prosentase konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi adalah Indonesia sebesar 51,41%.
70
Dinamika konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi di negara berkembang berpendapatan rendah sebagaimana pada Tabel 4.44. Tabel 4.44. Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi Energi di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah Tahun 1970-2006 No
Negara
Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil (% dari Total)
1
Afghanistan
-
-
1990 -
2
Bangladesh
-
32,16
3
Rep. Afrika Tengah
-
4
Rep. Dem. Kongo
-
5
Ghana
-
6
Lao PDR
-
7
Nepal
8
Tanzania
9
Uganda
-
10
Zimbabwe Rata-rata
1970
1980
2000 -
2006 -
Rata-rata -
45,51
58,65
65,23
43,37
41,16
35,01
25,12
36,85
34,87
18,79
18,24
23,35
30,18
21,10
-
3,46
5,06
11,98
10,69
6,05
-
8,97
6,90
5,56
10,89
7,88
-
34,44
44,80
36,18
29,15
37,93
-
23,16
25,92
26,81
30,50
25,20
Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Konsumsi energi bahan bakar fosil di negara berkembang berpendapatan rendah mencapai rata-rata per tahun sebesar 25,20% dari total konsumsi energi. Negara berkembang berpendapatan rendah yang tertinggi dalam prosentase konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi adalah Bangladesh sebesar 43,37%. Adapun berkembang berpendapatan rendah yang terendah dalam prosentase konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi adalah Nepal sebesar 6,05%. Perbandingan konsumsi energi yang digunakan negara maju dan negara berkembang selama tahun 1970-2006 sebagaimana pada Gambar 4.7. Konsumsi energi bersumber bahan bakar fosil di negara maju berpendapatan tinggi OECD relatif masih tinggi namun mengalami penurunan selama periode tahun 1970 sampai 2006. Adapun konsumsi energi bersumber bahan bakar fosil di negara maju berpendapatan tinggi Non OECD sebanyak 100% menggunakan bahan bakar fosil dengan kecenderungan penggunaan yang tetap selama periode tahun 1970 sampai 2006.
71
% Total Konsumsi Energi
120.0 100.0 Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD
80.0
Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD
60.0
Negara Berkembang Berpendapatan Menengah
40.0
Negara Berkembang Berpendapatan Rendah
20.0
19 70 19 73 19 76 19 79 19 82 19 85 19 88 19 91 19 94 19 97 20 00 20 03 20 06
0.0
Tahun
Gambar 4.7. Konsumsi Energi Bersumber Bahan Bakar Fosil (% dari Total) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun 1970-2006 Sumber: Diolah dari Data Wordbank (2009) Sementara itu, konsumsi energi berbahan bakar fosil di negara berkembang berpendapatan menengah dan negara berkembang berpendapatan rendah mengalami kecenderungan yang semakin meningkat selama periode tahun 1970 sampai 2006.
72
V. HASIL ANALISIS 5.1.
Hasil Estimasi Hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel hubungan
pendapatan per kapita dan emisi GRK per kapita di negara maju yang dikaji disajikan pada Tabel 5.1. dan Tabel 5.2., sedangkan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel hubungan pendapatan per kapita dan emisi GRK per kapita di negara berkembang yang dikaji disajikan pada Tabel 5.3. dan Tabel 5.4. Pada model data panel tersebut, koefisien estimasi yang disajikan merupakan hasil dari tiga metode estimasi, yakni pooled LS, FEM, dan REM. 5.1.1
Hasil Estimasi Negara Maju Tabel 5.1. menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data
panel pada Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD. Secara umum, metode estimasi dalam model data panel menunjukkan hasil estimasi yang cukup baik, hal ini terlihat dari tingkat signifikansi dan tanda koefisien estimasi yang sesuai dengan harapan teoritis. Tabel 5.1. Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok OECD Hasil Estimasi FEM REM Constant -44.00733 -43.81529 (1.916241) (1.915586) [0,0000]* [0,0000]* ln(PDB/P)it 7.720551 7.675330 (0.400904) (0.400500) [0,0000]* [0,0000]* 2 (ln(PDB/P) it) -0.377465 -0.374863 (0.020969) (0.020949) [0,0000]* [0,0000]* Redundant Fixed 298.972357 Effects Tests [0,0000]* Hausman Test 17.148678 [0,0000]* Turning Point 27,635.14 Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 1% ** Signifikan pada taraf nyata 5% Angka dalam kurung ( ) menyatakan simpangan baku Angka dalam kurung [ ] menyatakan probabilititas PLS -18.88748 (4.873638) [0.0001]* 2.083818 (1.024544) [0.0427]** -0.065085 (0.053766) [0.2269]
73
Dalam model data panel, terlihat bahwa FEM lebih dipilih dibandingkan dua metode estimasi data panel lainnya. Hal ini tercermin dari nilai statistik Redundant Fixed Effects Tests (298.97) dan nilai statistik uji Hausman (17,15) yang masing-masing signifikan pada taraf nyata 1 persen. Hasil uji Redundant Fixed Effects Tests dan Hausman menandakan bahwa FEM lebih dipilih daripada REM. Hasil estimasi dari model FEM memperlihatkan tanda koefisien yang positif untuk pendapatan per kapita, dan negatif untuk pendapatan per kapita kuadrat. Koefisien pendapatan per kapita dan pendapatan per kapita kuadrat yang dihasilkan dari model FEM tersebut signifikan pada taraf nyata 1 persen. Turning point yang dihasilkan untuk Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD adalah 27.635,1 US$ per Kapita. Tabel 5.2. Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD Hasil Estimasi FEM REM Constant -40.20607 -39.60067 (3.881316) (3.875580) [0,0000]* [0,0000]* ln(PDB/P)it 6.790490 6.645437 (0.781231) (0.778853) [0,0000]* [0,0000]* 2 (ln(PDB/P) it) -0.321476 -0.313100 (0.039281) (0.039135) [0,0000]* [0,0000]* Redundant Fixed 84.111658 Effects Tests [0,0000]* Hausman Test 6.494883 [0.0389]** Turning Point 38,616.16 Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 1% ** Signifikan pada taraf nyata 5% Angka dalam kurung ( ) menyatakan simpangan baku Angka dalam kurung [ ] menyatakan probabilitas PLS -16.90151 (5.870250) [0.0042]* 1.678300 (1.167845) [0.1515] -0.045344 (0.057877) [0.4339]*
Tabel 5.2. menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel pada Negara Maju Kelompok Non OECD. Secara umum, metode estimasi dalam model data panel menunjukkan hasil estimasi yang cukup baik, hal ini
74
terlihat dari tingkat signifikansi dan tanda koefisien estimasi yang sesuai dengan harapan teoritis. Dalam model data panel, terlihat bahwa FEM lebih dipilih dibandingkan dua metode estimasi data panel lainnya. Hal ini tercermin dari nilai statistik Redundant Fixed Effects Tests (84.11) yang signifikan pada taraf nyata 1 persen dan nilai statistik uji Hausman (6,49) yang signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil uji Redundant Fixed Effects Tests dan Hausman menandakan bahwa FEM lebih dipilih daripada REM. Hasil estimasi dari model FEM memperlihatkan tanda koefisien yang positif untuk pendapatan per kapita, dan negatif untuk pendapatan per kapita kuadrat. Koefisien pendapatan per kapita dan pendapatan per kapita kuadrat yang dihasilkan dari model FEM tersebut signifikan pada taraf nyata 5 persen. Turning point yang dihasilkan untuk Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD adalah 38.616,2 US$ per Kapita. Hasil turning point di turning point tersebut lebih tinggi dibandingkan hasil turning point untuk Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD (27.635,1 US$ per Kapita). Tabel 5.3. menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel pada Negara Berkembang Berpendapatan Menengah.
Secara umum,
metode estimasi dalam model data panel menunjukkan hasil estimasi yang cukup baik, hal ini terlihat dari tingkat signifikansi dan tanda koefisien estimasi yang sesuai dengan harapan teoritis. Dalam model data panel, terlihat bahwa REM lebih dipilih dibandingkan dua metode estimasi data panel lainnya. Hal ini tercermin dari nilai statistik uji Hausman (2,27) yang tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen dan taraf nyata 10 persen.
Hasil uji Hausman tersebut menandakan bahwa FEM lebih dipilih
daripada REM. Hasil estimasi dari model FEM memperlihatkan tanda koefisien yang negatif untuk pendapatan per kapita, dan positif untuk pendapatan per kapita kuadrat. Koefisien pendapatan per kapita dan pendapatan per kapita kuadrat yang dihasilkan dari model FEM tersebut signifikan pada taraf nyata 1 persen. Turning point yang dihasilkan untuk Negara Berkembang Berpendapatan Menengah adalah 215,74 US$ per Kapita.
75
5.1.2
Hasil Estimasi Negara Berkembang Tabel 5.4. menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data
panel pada Negara Berkembang Berpendapatan Rendah. Secara umum, metode estimasi dalam model data panel menunjukkan hasil estimasi yang cukup baik, hal ini terlihat dari tingkat signifikansi dan tanda koefisien estimasi yang sesuai dengan harapan teoritis. Tabel 5.3. Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara Berkembang Berpendapatan Menengah
Constant
ln(PDB/P)it
(ln(PDB/P) it)2
Redundant Fixed Effects Tests
PLS 8.503874 (2.933229) [0.0040]* -4.599946 (0.723389) [0.0000]* 0.335029 (0.044355) [0.0000]*
Hasil Estimasi FEM -2.800265 (1.136249) [0.0142]** -1.983816 (0.283799) [0,0000]* 0.184873 (0.017661) [0,0000]* 349.205148 [0,0000]*
Hausman Test Turning Point Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 1% ** Signifikan pada taraf nyata 5% Angka dalam kurung ( ) menyatakan simpangan baku Angka dalam kurung [ ] menyatakan probabilitas
REM -2.766515 (1.146912) [0.0163]** -1.990732 (0.283582) [0,0000]* 0.185216 (0.017646) [0,0000]*
2.275096 [0.3206] 215.74
Dalam model data panel, terlihat bahwa FEM lebih dipilih dibandingkan dua metode estimasi data panel lainnya. Hal ini tercermin dari nilai statistik Redundant Fixed Effects Tests (86,76) yang signifikan pada taraf nyata 1 persen dan nilai statistik uji Hausman (4,77) yang signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hasil uji Redundant Fixed Effects Tests dan Hausman menandakan bahwa FEM lebih dipilih daripada REM. Hasil estimasi dari model FEM memperlihatkan tanda koefisien yang negatif untuk pendapatan per kapita, dan positif untuk pendapatan per kapita kuadrat. Koefisien pendapatan per kapita dan pendapatan per kapita kuadrat yang dihasilkan dari model FEM tersebut signifikan pada taraf nyata 1 persen. Turning
76
point yang dihasilkan untuk Negara Berkembang Berpendapatan Menengah adalah 167.9 US$ per Kapita. Turning point tersebut lebih kecil dibandingkan turning point untuk Negara Berkembang Berpendapatan Menengah sebesar 215,74 US$. Tabel 5.4. Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara Berkembang Berpendapatan Rendah Hasil Estimasi FEM REM Constant -1.765951 -0.421351 (4.212888) (4.150051) [0.6753] [0.9192] Ln(PDB/P)it -3.357943 -3.764184 (1.248816) (1.227315) [0.0075]* [0.0023]* 2 (ln(PDB/P) it) 0.327708 0.358134 (0.092224) (0.090515) [0.0004]* [0.0001]* Redundant Fixed 86.763435 Effects Tests [0,0000]* Hausman Test 4.776165 [0.0918]*** Turning Point 167.90 Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 1% *** Signifikan pada taraf nyata 10% Angka dalam kurung ( ) menyatakan simpangan baku Angka dalam kurung [ ] menyatakan probabilitas PLS 35.02013 (4.690491) [0.0000]* -14.07338 (1.341101) [0.0000]* 1.103747 (0.095632) [0.0000]*
5.1.3
Hasil Estimasi Gabungan Negara Maju dan Berkembang Tabel 5.5. menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data
panel pada 40 Negara Maju dan Berkembang. Secara umum, metode estimasi dalam model data panel menunjukkan hasil estimasi yang cukup baik, hal ini terlihat dari tingkat signifikansi dan tanda koefisien estimasi yang sesuai dengan harapan teoritis. Dalam model data panel, terlihat bahwa FEM lebih dipilih dibandingkan dengan dua metode estimasi data panel lainnya. Hal ini tercermin dari nilai statistik Redundant Fixed Effects Tests dan nilai statistik uji Hausman yang masing-masing signifikan pada taraf nyata 1 persen. Hasil uji Redundant Fixed Effects Tests dan uji Hausman menandakan bahwa FEM lebih dipilih daripada REM.
77
Hasil estimasi dari model FEM memperlihatkan tanda koefisien yang positif untuk pendapatan per kapita, dan negatif untuk pendapatan per kapita kuadrat. Koefisien pendapatan per kapita dan pendapatan per kapita kuadrat yang dihasilkan dari model FEM tersebut signifikan pada taraf nyata 1 persen. Turning point yang dihasilkan untuk 40 Negara Maju dan Berkembang adalah 154.753,1 US$ per Kapita. Tabel 5.5. Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk 40 Negara Maju dan Berkembang
Constant
Ln(PDB/P)it
(ln(PDB/P) it)2
PLS -28.52998 (0.764307) [0.0000]* 3.821842 (0.179410) [0.0000]* -0.143014 (0.010319) [0.0000]*
Redundant Fixed Effects Tests Hausman Test
Hasil Estimasi FEM -1.765951 (0.691241) [0.0000] 2.684116 (0.154976) [0.0000]* -0.112310 (0.008864) [0.0000]* 167.021027 [0,0000]* 73.040534 [0.0000]* 154.753
REM -21.47075 (0.691241) [0.0000] 2.749754 (0.157077) [0.0000]* -0.112612 (0.008989) [0.0000]*
Turning Point Keterangan: * Signifikan pada taraf nyata 1% *** Signifikan pada taraf nyata 10% Angka dalam kurung ( ) menyatakan simpangan baku Angka dalam kurung [ ] menyatakan probabilitas
5.2.
Analisis Hubungan Pendapatan dan Emisi per Kapita Berdasarkan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel,
dilakukan analisis hubungan pendapatan per kapita dan emisi GRK per kapita di negara maju dan berkembang. 5.2. 1 Analisis Hubungan Pendapatan dan Emisi per Kapita Negara Maju Dari hasil estimasi koefisien di Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok OECD pada Tabel 5.1 terlihat bahwa koefisien pendapatan per kapita (ln(PDB/P)it) yang dihasilkan bernilai positif (lebih besar dari satu), yakni 7,7205
78
(FEM). Di sisi lain, koefisien pendapatan per kapita kuadrat ((ln(PDB/P)it)2) menunjukkan tanda estimasi yang negatif, -0,3774 (FEM). Hasil estimasi di Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok OECD ini sesuai dengan tanda harapan teoritis dan menjelaskan bahwa emisi memiliki hubungan yang non-linier (kuadratik) dengan pendapatan per kapita. Hasil ini konsisten dengan hipotesis EKC berbentuk kurva U terbalik, dimana emisi CO2 akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita sampai mencapai turning point, dan selanjutnya emisi CO2 akan menurun seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita setelah melewati turning point. Selanjutnya dari nilai estimasi koefisen, diperoleh turning point, yakni nilai Pendapatan per Kapita yang memaksimumkan Emisi per Kapita sebesar US$ 27.635,14 (FEM).
Berdasarkan Tabel 4.1, pada tahun 2006 tingkat
pendapatan per kapita di Negara-negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata sebesar 31.263,1 US$, yaitu di atas turning point. Negara dengan tingkat pendapatan per kapita di atas turning point US$ 27.635,14 pada tahun 2006 tercatat delapan negara yaitu: Amerika Serikat (US$ 42,683.4), Kanada (US$ 35,332.4), Australia (US$ 35,002.6), Inggris (US$ 31,142.1), Jerman (US$ 30,496.4), Jepang (US$ 30,529.3), Prancis (US$ 29,238.0), Italia (US$ 28,410.7). Hasil ini mengindikasikan bahwa di Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok OECD umumnya telah melewati turning point tersebut sehingga telah berada dalam fase dematerialisasi, dimana penggunaan material dan jumlah emisi per unit PDB dalam fase pembangunan ekonominya telah mampu direduksi. Amerika Serikat, misalnya telah mampu mereduksi jumlah emisi per unit PDB selama periode tahun 1980-2006 sebesar -44,3 persen atau 813,6 ton CO2 per 1 juta US$ PDB pada tahun 1980 menjadi 453,3 ton CO2 per 1 juta US$ PDB pada tahun 2006 (Tabel 4.13).
Adapun
Negara
Maju
Berpendapatan
Tinggi
Kelompok OECD dengan tingkat pendapatan per kapita di bawah turning point US$ 27.635,14 pada tahun 2006 tercatat Korea Selatan (US$ 22,972.6) dan Selandia Baru (US$ 24,817.1). Hasil ini mengindikasikan bahwa negara-negara tersebut belum mencapai turning point hingga tahun 2006, dan masih berada pada suatu fase pembangunan ekonomi di mana penggunaan material dan jumlah emisi
79
per unit PDB masih relatif tinggi. Selandia Baru, misalnya selama periode tahun 1980-2006 masih menghasilkan emisi per unit PDB sebesar 13,7 persen yaitu 316,7 ton CO2 per 1 juta US$ PDB pada tahun 1980 menjadi 360 0,5 ton CO2 per 1 juta US$ PDB pada tahun 2006 (Tabel 4.13). Walaupun di Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok OECD umumnya jumlah emisi per unit PDB mengalami penurunan dan telah melewati turning point sehingga telah berada dalam fase dematerialisasi, tetapi jumlah emisi absolut relatif masih tinggi. Amerika Serikat, misalnya pada periode waktu 1980-2006 mengalami pertumbuhan sebesar 22,4 persen, yaitu 4.715,5 MtCO2 pada tahun 1980 menjadi 5.770,8 MtCO2 pada tahun 2006.
Demikian juga
dengan emisi absolut Selandia Baru pada periode waktu yang sama, mengalami pertumbuhan sebesar 122,6 persen yaitu 16,MtCO2 pada tahun 1980 menjadi 37,4 MtCO2 pada tahun 2006. Dari hasil estimasi koefisien di Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok Non OECD pada Tabel 5.2 terlihat bahwa koefisien pendapatan per kapita (ln(PDB/P)it) yang dihasilkan bernilai positif (lebih besar dari satu), yakni 6,7904 (FEM).
Di sisi lain, koefisien pendapatan per kapita kuadrat
((ln(PDB/P)it)2) menunjukkan tanda estimasi yang negatif, -0,3214 (FEM). Hasil estimasi di Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok Non OECD ini sesuai dengan tanda harapan teoritis dan menjelaskan bahwa Emisi memiliki hubungan yang non-linier (kuadratik) dengan pendapatan per kapita. Hasil ini konsisten dengan hipotesis EKC berbentuk kurva U terbalik, dimana emisi CO2 akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita sampai mencapai turning point, dan selanjutnya emisi CO2 akan menurun seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita setelah melewati turning point. Selanjutnya dari nilai estimasi koefisen, diperoleh turning point, yakni nilai Pendapatan per Kapita yang memaksimumkan Emisi per Kapita sebesar US$ 38.616,16 (FEM).
Berdasarkan Tabel 4.2, pada tahun 2006 tingkat
pendapatan per kapita di Negara-negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD rata-rata sebesar US$ 37.273,5, yaitu di atas bawah turning point. Hasil ini mengindikasikan bahwa di Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok OECD umumnya belum mencapai turning point.
80
Walapun demikian, tercatat lima Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD dengan tingkat pendapatan per kapita di atas turning point US$ 37.273,5 pada tahun 2006 yaitu: Qatar (US$ 76.227,6), Brunei Darussalam (US$ 50.222,6), Uni Emirat Arab (US$ 49.794,7), Kuwait (US$ 41,960,5), dan Singapura (US$ 41,150,5).
Hasil ini seharusnya mengindikasikan bahwa negara-negara
tersebut telah berada dalam fase dematerialisasi, dimana penggunaan material dan jumlah emisi per unit PDB dalam fase pembangunan ekonominya telah mampu direduksi. Singapura, misalnya telah mampu mereduksi jumlah emisi per unit PDB selama periode tahun 1980-2006 sebesar -44,5 persen, yaitu dari 384,1 ton CO2 per 1 juta US$ PDB pada tahun 1980 menjadi 213,3 ton CO2 per 1 juta US$ PDB pada tahun 2006 (Tabel 4.13). Dengan demikian, Singapura telah berada dalam fase dematerialisasi, dimana penggunaan material dan jumlah emisi per unit PDB dalam fase pembangunan ekonominya telah mampu direduksi. Namun fenomena ini tidak terjadi di Negara Qatar, Brunei Darussalam, dan Uni Emirat Arab yang memiliki tingkat pendapatan per kapita di atas turning point pada tahun 2006. Perubahan jumlah emisi per unit PDB negara-negara tersebut selama periode tahun 1980-2006 masih menunjukkan angka pertumbuhan positif, yaitu Brunei 46,8 persen, Qatar 15,6 persen, dan Uni Emirat Arab 52,9 persen.
Hasil ini mengindikasikan negara-negara tersebut belum mampu
mereduksi penggunaan material dan jumlah emisi per unit PDB dalam fase pembangunan ekonominya. Adapun Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD dengan tingkat pendapatan per kapita di bawah turning point US$ 38.616,16 (FEM)
pada
tahun
2006
tercatat
Barbados
(US$
24,719,7),
Cyprus
(US$ 24.075,6), Malta (US$ 20.093,7), Saudi Arabia (US$ 20.340,9), serta Trinidad dan Tobago (US$ 24,149.8). Hasil ini seharusnya mengindikasikan bahwa negara-negara tersebut belum mencapai turning point hingga tahun 2006, dan masih berada pada suatu fase pembangunan ekonomi di mana penggunaan material dan jumlah emisi per unit PDB masih relatif tinggi. Saudi Arabia, misalnya selama periode tahun 1980-2006 masih menghasilkan emisi per unit PDB sebesar 34,5 persen yaitu 519,4 ton CO2 per 1
81
juta US$ PDB pada tahun 1980 menjadi 698,8 ton CO2 per 1 juta US$ PDB pada tahun 2006 (Tabel 4.13). Namun fenomena ini tidak terjadi di Negara Barbados dan Cyprus.
Perubahan jumlah emisi per unit PDB negara-negara tersebut
selama periode tahun 1980-2006 masih menunjukkan angka pertumbuhan negatif, yaitu Barbados -36,5 persen dan Cyprus -26,5. Hasil ini mengindikasikan negaranegara tersebut telah mampu mereduksi penggunaan material dan jumlah emisi per unit PDB dalam fase pembangunan ekonominya.
Namun berdasarkan
hubungan pendapatan per kapita dan emisi per kapita, negara-negara tersebut masih belum melewati turning point. 5.2.2 Analisis Hubungan Pendapatan dan Emisi per Kapita Negara Berkembang Dari hasil estimasi koefisien di Negara Berkembang Bependapatan Menengah pada Tabel 5.3 terlihat bahwa koefisien pendapatan per kapita (ln(PDB/P)it) yang dihasilkan bernilai negatif, yakni -1,9907 (REM). Di sisi lain, koefisien pendapatan per kapita kuadrat ((ln(PDB/P)it)2) menunjukkan tanda estimasi yang positif, 0,185216 (REM). Selanjutnya dari nilai estimasi koefisen, diperoleh turning point, yakni nilai Pendapatan per Kapita yang memaksimumkan Emisi per Kapita sebesar US$ 215,74 (FEM). Hasil
estimasi
di
Negara
Berkembang
Bependapatan
Menengah
menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesis EKC.
Koefisien
pendapatan per kapita (ln(PDB/P)it) yang bernilai negatif, dan koefisien pendapatan per kapita kuadrat ((ln(PDB/P)it)2) yang menunjukkan tanda estimasi positif, menghasilkan kurva berbentuk U, bukan U terbalik sebagaimana hipotesis EKC. Fenomena terhadap kurva berbentuk U menunjukkan bahwa emisi per kapita pada awal-awal fase pembangunan menurun seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita sampai mencapai turning point, dan selanjutnya emisi akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita setelah melewati turning point.
Fenomena terhadap kurva berbentuk U tersebut merupakan
kebalikan dari hipotesis EKC. Berdasarkan Tabel 4.3, pada tahun 2006 tingkat pendapatan per kapita di Negara-negara
82
Berkembang
Berpendapatan
Menengah
rata-rata
sebesar
US$ 8.533,8, yaitu di atas turning point. Artinya, pada tahun 2006 Negara-negara Berkembang Berpendapatan Menengah telah melewati turning point, dimana emisi per kapita akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita. Perkembangan emisi per kapita dengan angka pertumbuhan yang positif selama periode 1970-2006 sebagaimana telah disajikan pada Tabel 4.7 Dari hasil estimasi koefisien di Negara Berkembang Bependapatan Rendah pada Tabel 5.4 terlihat bahwa koefisien pendapatan per kapita (ln(PDB/P)it) yang dihasilkan bernilai negatif, yakni -3,3579 (FEM). Di sisi lain, koefisien pendapatan per kapita kuadrat ((ln(PDB/P)it)2) menunjukkan tanda estimasi yang positif, 0,3277 (FEM). Selanjutnya dari nilai estimasi koefisen, diperoleh turning point, yakni nilai Pendapatan per Kapita yang memaksimumkan Emisi per Kapita sebesar US$ 167,90 (FEM). Hasil estimasi di Negara Berkembang Bependapatan Rendah menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesis EKC. Koefisien pendapatan per kapita (ln(PDB/P)it) yang bernilai negatif, dan koefisien pendapatan per kapita kuadrat ((ln(PDB/P)it)2) yang menunjukkan tanda estimasi positif.
Hasil estimasi ini
menghasilkan kurva yang berbentuk U, bukan U terbalik sebagaimana hipotesis EKC. Fenomena terhadap kurva berbentuk U menunjukkan bahwa emisi per kapita pada awal-awal fase pembangunan menurun seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita sampai mencapai turning point, dan selanjutnya emisi akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita setelah melewati turning point.
Fenomena terhadap kurva berbentuk U tersebut merupakan
kebalikan dari hipotesis EKC. Berdasarkan Tabel 4.4, pada tahun 2006 tingkat pendapatan per kapita di Negara-negara Berkembang Berpendapatan Rendah rata-rata sebesar US$ 1.387,3, yaitu di atas turning point. Artinya, pada tahun 2006 Negara-negara Berkembang Berpendapatan Rendah telah melewati turning point, dimana emisi per kapita akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita.
Perkembangan
emisi per kapita di Negara Berkembang Bependapatan Rendah selama periode 1970-2006 umumnya menunjukkan angka pertumbuhan yang rata-rata positif sebagaimana telah disajikan pada Tabel 4.8.
83
5.2.3 Analisis Hubungan Pendapatan dan Emisi per Kapita Gabungan Negara Maju dan Berkembang Dari hasil estimasi koefisien gabungan 40 Negara Maju dan Negara Berkembang pada Tabel 5.5 terlihat bahwa koefisien pendapatan per kapita (ln(PDB/P)it) yang dihasilkan bernilai positif, yakni 2,6841 (FEM). Di sisi lain, koefisien pendapatan per kapita kuadrat ((ln(PDB/P)it)2) menunjukkan tanda estimasi yang negatif, -0,112310 (FEM). Selanjutnya dari nilai estimasi koefisen, diperoleh turning point, yakni nilai Pendapatan per Kapita yang memaksimumkan Emisi per Kapita sebesar US$ 154,753 (FEM). Hasil estimasi dengan menggabungkan 40 Negara Maju dan Berkembang menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis EKC. Koefisien pendapatan per kapita (ln(PDB/P)it) yang bernilai positif, dan koefisien pendapatan per kapita kuadrat ((ln(PDB/P)it)2) yang menunjukkan tanda estimasi negatif. Hasil estimasi ini menghasilkan kurva yang berbentuk U terbalik sebagaimana hipotesis EKC. Berdasarkan Tabel 4.1, Tabel 4.2, Tabel 4.3, dan Tabel 4.4, pada tahun 2006 tingkat pendapatan per kapita di negara-negara maju dan berkembang masih di bawah turning point US$ 154,753. Artinya, pada tahun 2006, 40 negara maju dan berkembang yang dikaji belum ada yang melewati turning point, sehingga peningkatan pendapatan per kapita masih akan diikuti dengan peningkatan emisi per kapita. 5.3
Implikasi Kebijakan Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan pendapatan per
kapita dan emisi per kapita di negara maju berpendapatan tinggi OECD dan Non OECD ini sesuai dengan tanda harapan teoritis dan menjelaskan bahwa emisi
memiliki hubungan yang non-linier (kuadratik) dengan pendapatan per kapita. Hasil ini konsisten dengan hipotesis EKC berbentuk kurva U terbalik, dimana emisi CO2 akan meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita sampai mencapai turning point, dan selanjutnya emisi CO2 akan menurun seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita setelah melewati turning point. Sedangkan
di negara berkembang berpendapatan menengah dan rendah
menunjukkan hasil yang sebaliknya, yaitu tidak sesuai dengan hipotesis EKC.
84
Perbedaan hasil analisis EKC di negara maju dan negara berkembang memiliki implikasi kebijakan penting bahwa fenomena yang terjadi di negara maju tidak dapat diterapkan di negara berkembang.
Kebijakan mempercepat
pertumbuhan ekonomi agar dapat melampaui titik balik (turning point) berdasarkan interpretasi dari hipotesis EKC yang terjadi di negara maju, akan memiliki efek negatif yang serius terhadap lingkungan di masa depan. Negara berkembang memiliki kondisi yang berbeda dengan negara maju. Kondisi lingkungan di negara berkembang dengan pendapatan menengah dan rendah saat ini perkembangannya jauh berbeda dari yang dihadapi negara-negara maju di masa lalu. Stok gas rumah kaca yang diwarisi negara-negara berkembang saat ini lebih tinggi daripada yang dihadapi negara-negara maju pada tahap awal perkembangan mereka. Demikian juga dengan kinerja ekonomi yang terjadi di negara maju sangat berbeda dengan negara berkembang. Hal ini dapat dianalisis dari nilai tambah sektor industri, pertanian terhadap PDB dan jasa terhadap PDB, serta kinerja ekspor dan impor yang terjadi di negara maju dan berkembang. Selain itu dapat diketahui juga dari konsumsi energi antara negara maju dan berkembang.
Di Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD, nilai tambah sektor industri terhadap PDB selama periode 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 32,99%, dimana Jepang mencapai rata-rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang tertinggi sebesar 37,62%. Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara maju OECD mencapai rata-rata sebesar 4,85%, dimana Korea Selatan mencapai rata-rata nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB yang tertinggi sebesar 13,22%. Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB untuk negara maju OECD mencapai rata-rata sebesar 12,88%, dimana Perancis mencapai rata-rata nilai tambah sektor jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 28,98%. Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara maju OECD mencapai rata-rata sebesar 22,15%, dimana Korea Selatan mencapai rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 31,23%. Adapun kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara maju OECD
85
mencapai rata-rata sebesar 22,27%, dimana Korea Selatan mencapai rata-rata kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 32,08%. Sedangkan penggunaan energi di negara maju berpendapatan tinggi OECD selama tahun 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 365.972 KT Oil, bahkan di Amerika Serikat mencapai rata-rata per tahun sebesar 1.938.876 KT Oil. Konsumsi energi bahan bakar fosil di negara maju berpendapatan tinggi OECD mencapai rata-rata per tahun sebesar 84,54% dari total konsumsi energi, bahkan di Australia mencapai sebesar 93,23%. Di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD, nilai tambah sektor industri terhadap PDB selama periode 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 45,39%, dimana Brunei Darusslam mencapai rata-rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang tertinggi sebesar 68,07%. Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara maju Non OECD mencapai rata-rata sebesar 2,92%, dimana Barbados mencapai rata-rata nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB yang tertinggi sebesar 7,13%.
Nilai
tambah sektor jasa terhadap PDB untuk negara maju Non OECD mencapai ratarata sebesar 0,06%. Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara maju Non OECD mencapai rata-rata sebesar 74,66%, bahkan Singapura mencapai rata-rata sebesar 213,75%. Adapun kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara maju Non OECD mencapai rata-rata sebesar 61,58%, bahkan Singapura mencapai rata-rata kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 190,21%. Penggunaan energi di negara maju berpendapatan tinggi Non OECD selama tahun 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 14.178 KT Oil, dimana Saudi Arabia merupakan yang paling tinggi penggunaan energi dengan rata-rata per tahun sebesar 64.399 KT Oil. Konsumsi energi bahan bakar fosil di negara maju berpendapatan tinggi Non OECD mencapai rata-rata per tahun sebesar 99,67% dari total konsumsi energi. Di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah, nilai tambah sektor industri terhadap PDB selama periode 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 35,00%, dimana China mencapai rata-rata nilai tambah sektor industri terhadap
86
PDB yang tertinggi sebesar 45,01%. Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara berkembang berpendapatan menengah mencapai rata-rata sebesar 17,73%, dimana India mencapai rata-rata nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB yang tertinggi sebesar 30,53%. Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB untuk negara berkembang berpendapatan menengah mencapai rata-rata sebesar 3,37%, dimana Brasil mencapai rata-rata nilai tambah sektor jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 11,64%. Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara berkembang berpendapatan menengah mencapai rata-rata sebesar 25,29%, dimana Malaysia mencapai rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 73,54%. Kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara berkembang berpendapatan menengah mencapai rata-rata sebesar 25,30%, dimana Malaysia mencapai rata-rata kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi selama tahun 1970-2006 sebesar 66,80%. Penggunaan energi di negara berkembang berpendapatan menengah selama tahun 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 176.738 KT Oil, bahkan China mencapai rata-rata per tahun sebesar 860.308 KT Oil. Konsumsi energi bahan bakar fosil di negara berkembang berpendapatan menengah mencapai ratarata per tahun sebesar 72,75% dari total konsumsi energi, bahkan Mesir mencapai prosentase konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi adalah Mesir sebesar 92,14%. Di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah, nilai tambah sektor industri terhadap PDB selama periode 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 22,36%, dimana Republik Demokratik Kongo mencapai rata-rata nilai tambah sektor industri terhadap PDB yang tertinggi sebesar 44,94%. Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB selama periode 1970-2006 untuk negara berkembang berpendapatan rendah mencapai rata-rata sebesar 39,19%, dimana Lao PDR mencapai rata-rata nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB yang tertinggi sebesar 52,27%.
Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB untuk negara
berkembang berpendapatan rendah mencapai rata-rata sebesar 2,89%, dimana Ghana mencapai rata-rata nilai tambah sektor jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 7,99%.
87
Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara berkembang berpendapatan rendah mencapai rata-rata sebesar 18,18%, dimana Zimbabwe mencapai rata-rata kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 28,21%. Kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB untuk negara berkembang berpendapatan rendah selama tahun 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 26,81%, dimana Afghanistan mencapai rata-rata kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB yang tertinggi sebesar 35,90%. Penggunaan energi di negara berkembang berpendapatan rendah selama tahun 1970-2006 mencapai rata-rata sebesar 7.278 KT Oil, dimana Bangladesh merupakan negara berkembang berpendapatan rendah yang paling tinggi penggunaan energi dengan rata-rata per tahun sebesar 12.871 KT Oil. Konsumsi energi bahan bakar fosil di negara berkembang berpendapatan rendah mencapai rata-rata per tahun sebesar 25,20% dari total konsumsi energi, dimana Bangladesh merupakan negara berkembang berpendapatan rendah yang tertinggi dalam prosentase konsumsi energi bahan bakar fosil dari total konsumsi energi sebesar 43,37%. Selama periode tahun 1970-2006, nilai tambah sektor industri terhadap PDB di negara maju kelompok OECD dan Non OECD mengalami kecenderungan penurunan, sedangkan negara berkembang berpendapatan menengah dan berpendapatan rendah mengalami kecenderungan peningkatan selama periode tahun 1970 sampai 2006. Nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB di negara maju kelompok OECD dan Non OECD mengalami penurunan selama periode tahun 1970 sampai 2006. Demikian pula dengan nilai tambah sektor pertanian terhadap PDB di negara berkembang berpendapatan menengah dan berpendapatan rendah mengalami peningkatan selama periode tahun 1970 sampai 2006. Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB di negara maju kelompok OECD dan Non OECD mengalami kecenderungan peningkatan yang sangat signifikan selama periode tahun 1970 sampai 2006. Nilai tambah sektor jasa terhadap PDB di negara
berkembang
berpendapatan
menengah
dan
negara
berkembang
berpendapatan rendah mengalami kecenderungan peningkatan yang relatif kecil selama periode tahun 1970 sampai 2006.
88
Selain itu, selama periode tahun 1970-2006, kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB di negara maju dan negara berkembang mengalami kecenderungan meningkat selama periode tahun 1970-2006. Kinerja ekspor barang dan jasa di negara maju Non OECD memiliki kontribusi paling tinggi terhadap PDB selama tahun 1970-2006, dibandingkan negara maju OECD dan negara berkembang. Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB terendah terdapat di negara berkembang berpendapatan rendah. Kinerja impor barang dan jasa terhadap PDB di negara maju dan berkembang mengalami kecenderungan meningkat selama periode 1970-2006. Kinerja impor barang dan jasa di negara maju Non OECD memiliki kontribusi paling tinggi, dibandingkan negara maju OECD dan negara berkembang. Kinerja ekspor barang dan jasa terhadap PDB terendah terdapat di negara maju OECD. Selama periode tahun 1970-2006, penggunaan energi paling tinggi selama periode tahun 1970 sampai 2006 adalah kelompok negara maju berpendapatan tinggi OECD, selanjutnya diikuti negara berkembang berpendapatan menengah. Penggunaan energi di negara maju berpendapatan tinggi OECD dan negara berkembang berpendapatan menengah terus mengalami peningkatan selama periode tahun 1970-2006. Perbandingan konsumsi energi yang digunakan negara maju dan negara berkembang selama tahun 1970-2006 sebagaimana pada Gambar 4.7. Konsumsi energi bersumber bahan bakar fosil di negara maju berpendapatan tinggi OECD relatif masih tinggi namun mengalami penurunan selama periode tahun 1970 sampai 2006. Adapun konsumsi energi bersumber bahan bakar fosil di negara maju berpendapatan tinggi Non OECD sebanyak 100% menggunakan bahan bakar fosil dengan kecenderungan penggunaan yang tetap selama periode tahun 1970 sampai 2006. Uraian di atas memberikan gambaran bahwa emisi absolut di negara maju tetap tinggi dan cenderung meningkat kendati dengan tingkat pertumbuhan emisi per unit PDB yang cenderung menurun untuk negara maju.
Hal ini memberikan
implikasi kebijakan agar setiap negara dapat memperbaiki penggunaan
materialnya sehingga mampu mereduksi emisi per unit PDB dari waktu-waktu. Dalam rangka mengurangi emisi absolut yang terus meningkat di negara maju dan berkembang seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka negara maju dan
89
negara berkembang harus merespon kebijakan pembangunan ekonomi dengan melakukan pembangunan ekonomi rendah karbon. Instrumen kebijakan diperlukan untuk memperbaiki penggunaan material yang mampu mereduksi emisi per unit PDB dari waktu ke waktu. Instrumen harga energi harga energi mengikuti harga ke-ekonomi-an misalnya, dapat dipergunakan untuk meningkatkan upaya efisiensi energi dan pemeliharaan lingkungan. Instrumen congestion charge, yang sudah dilakukan di banyak kotakota besar negara-negara lain, diterapkan dalam pengurangan kepadatan lalu lintas jalan raya sambil sekaligus menurunkan emisi karbon. Juga, pengenaan berbagai bentuk dari carbon taxes. Pendapatan dari pajak karbon dengan earmarking, misalnya, juga dapat turut membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan termasuk lingkungan hidup. Instrumen kebijakan fiskal memegang peranan yang sangat penting untuk memperbaiki penggunaan material yang mampu mereduksi emisi per unit PDB dari waktu ke waktu.
Kementerian Keuangan (2010) telah mengembangkan
instrumen fiskal untuk penurunan emisi GRK sektor energi. Hasil simulasi yang dikembangkan menyimpulkan bahwa dalam jangka panjang, penghapusan subsidi BBM akan mengakibatkan pergeseran penggunaan BBM fosil (-1,38 persen) dan gas alam (-3,06 persen) ke batu bara (+3,53 persen), geothermal (+0,51 persen), dan PLTA (0,41 persen). Emisi diprediksi akan turun 5,79 persen. Sementara itu, penghapusan subsidi listrik akan mengakibatkan pergeseran penggunaan batubara (-0,20 persen), geothermal (-0,08 persen), dan PLTA (-0,18 persen) ke BBM fosil (+0,29 persen) dan gas alam (+0,16 persen). Emisi diprediksi akan turun 0,92 persen. Kebijakan penghapusan subsidi BBM dan subsidi listrik sekaligus akan meningkatkan PDB sebesar 0,48 persen Kementerian Keuangan (2010) juga telah menyimpulkan bahwa kebijakan pajak karbon menetapkan pajak pembelian bahan bakar berbasis fosil, yang terdiri dari batubara, minyak, dan gas bumi, dengan tarif pajak yang ditentukan berdasarkan emisi karbonnya. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan pengenaan pajak karbon sebesar 23,7 persen untuk batu bara, 1,8 persen untuk gas alam dan 2,0 persen untuk BBM fosil, akan mampu mengurangi emisi sebesar 7,36 persen, dan meningkatkan PDB sebesar 0,02 persen. Dalam jangka panjang
90
pajak karbon akan menyebabkan pergeseran penggunaan bahan bakar dari batubara (-3,17 persen) ke BBM fosil (+2,07 persen), gas alam (+0,58 persen), PLTA (+0,29 persen), dan Geothermal (0,23 persen).
Adapun kebijakan
gabungan antara penghapusan subsidi BBM, listrik dan pengenaan pajak karbon akan mampu mengurangi emisi sebesar 14,00 persen dan meningkatkan PDB sebesar 0,44 persen, namun konsumsi rumah tangga menurun sebesar 1,74 persen. Dalam jangka panjang kebijakan ini akan menyebabkan pergeseran dari gas alam (-2,49%) dan batubara (-0,18 persen) ke BBM fosil (+1,40 persen), PLTA (+0,56 persen), dan Geothermal (0,71 persen). Dalam jangka panjang, kebijakankebijakan tersebut tidak berpengaruh terhadap penciptaan kesempatan kerja. Instrumen kebijakan fiskal telah diterapkan di beberapa negara dalam merespon penurunan gas rumah kaca yang mengarah pada pembangunan rendah emisi. UNEP (2009) dalam paper Green Economy, menyampaikan bahwa Cina telah mengalokasikan anggaran sebesar 12% dari US$ 586 milyar paket stimulusnya
untuk
energi
efisiensi,
peningkatan
kualitas
lingkungan,
meningkatkan 2 (dua) kali lipat pendanaan untuk pembangunan transportasi perkereta apian (low carbon emission), pembangunan jaringan listrik baru sebesar US$ 70 milyar. Jerman telah melakukan pembangunan ekonomi hijau dengan meningkatkan pendanaan yang tersedia sebesar US$ 3,78 milyar untuk membiayai renovasi untuk bangunan agar menjadi bangunan hijau, mempercepat investasi pada transportasi dan mensubsidi pengembangan pembangunan per-keretaapi-an, pengelolaan air, mengurangi pajak untuk bangunan hijau dan memberikan keringanan pajak keuntungan untuk kendaraan yang ramah lingkungan. Korea Selatan telah menetapkan “Green New Deal”, dimana pemerintah akan menginvestasikan US$ 38 milyar untuk 4 tahun mendatang untuk “perencanaan pertumbuhan hijau” yang terdiri dari 36 proyek besar yang terdiri dari program pemulihan 4 daerah aliran sungai yang utama, membuat jalan sepeda, meningkatkan sampai 68.000 kendaraan yang ramah lingkungan, dan mengganti sebanyak 20% lampu-lampu untuk fasilitas umum menjadi lampu hemat energi dan lain sebagainya.
91
92
VI.KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut: 1. Emisi gas rumah kaca dan pendapatan (PDB) per kapita memiliki keterkaitan yang erat. Hal ini ditunjukkan oleh negara-negara yang memiliki tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang tinggi juga memiliki tingkat pertumbuhan emisi per kapita yang tinggi. Secara agregat juga terlihat bahwa tren peningkatan pendapatan (PDB) selama periode 1970-2006 di kelompok negara-negara yang dikaji diiringi oleh peningkatan emisi. 2. Secara umum, selama periode 1970-2006, terjadi pergeseran tren emisi per kapita dan pendapatan per kapita dari negara-negara yang dikaji. Negaranegara maju dengan pendapatan per kapita relatif tinggi cenderung mengalami penurunan emisi per kapita seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita. Di lain pihak, peningkatan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang selama periode tersebut cenderung belum dapat menurunkan emisi per kapitanya. 3. Perubahan emisi per unit PDB dari negara-negara yang dikaji terjadi selama periode 1980-2006. Negara-negara maju dengan pendapatan per kapita relatif tinggi cenderung mengalami penurunan emisi per PDB seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita. Namun demikian, jumlah emisi absolut di negara maju tidak menurun dan relatif masih tinggi. Adapun peningkatan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang selama periode tersebut cenderung belum dapat menurunkan tingkat emisi per unit PDB. 4. Tanda estimasi koefisien pendapatan per kapita yang positif dan lebih besar dari satu serta koefisien pendapatan per kapita kuadrat yang bernilai negatif di negara maju yang dikaji menjelaskan bahwa emisi per kapita memiliki hubungan dengan pendapatan per kapita dalam bentuk kurva-U terbalik. Hasil estimasi ini konsisten dengan hipotesis EKC. 5. Tanda estimasi koefisien pendapatan per kapita yang negatif serta koefisien pendapatan per kapita kuadrat yang bernilai positif di negara berkembang
93
yang dikaji menjelaskan bahwa emisi per kapita memiliki hubungan dengan pendapatan per kapita dalam bentuk kurva-U. Hasil estimasi ini tidak konsisten dengan hipotesis EKC. 6. Tanda estimasi koefisien pendapatan per kapita yang positif dan lebih besar dari satu serta koefisien pendapatan per kapita kuadrat yang bernilai negatif di 40 negara maju dan berkembang yang dikaji menjelaskan bahwa emisi per kapita memiliki hubungan dengan pendapatan per kapita dalam bentuk kurvaU terbalik. Hasil estimasi ini konsisten dengan hipotesis EKC. 7. Bentuk hubungan antara emisi dan pendapatan (PDB) memiliki implikasi kebijakan penting. Perbedaan hasil analisis EKC di negara maju dan negara berkembang menunjukkan bahwa fenomena yang terjadi di negara maju saat ini tidak dapat diterapkan di negara berkembang. Kebijakan mempercepat pertumbuhan ekonomi agar dapat melampaui titik balik (turning point) berdasarkan interpretasi dari hipotesis EKC, akan memiliki efek negatif yang serius terhadap lingkungan di masa depan. 8. Dalam rangka mengurangi emisi absolut yang terus meningkat di negara maju dan berkembang seiring dengan meningkatnya pendapatan, maka negara maju dan negara berkembang harus merespon kebijakan pembangunan ekonomi dengan melakukan pembangunan ekonomi rendah karbon. 6.2.
Saran Penelitian Lebih Lanjut Spesifikasi model dalam penelitian ini masih dapat terus dikembangkan
lebih lanjut.
Perbaikan dapat dilakukan dalam bentuk pengembangan model
ekonometrik, seperti penggunaan teknik ekonometrik spasial, mengingat emisi di suatu negara dapat mempengaruhi emisi di daerah tetangga. Mengingat perilaku hubungan emisi gas rumah kaca dan pendapatan per kapita merupakan hubungan yang melibatkan beberapa fase pembangunan, maka penyempurnaan juga dapat dilakukan dengan menambah rentang data waktu penelitian lebih lama lagi dan menambah jumlah subjek (negara) kajian dengan performansi ekonomi yang lebih bervariasi untuk mendapatkan hasil estimasi yang lebih akurat.
94
DAFTAR PUSTAKA ADB. 2009. The Economic of Climate Change in Southeast Asia: A Regional Review”. Asian Development Bank. Akita, T. dan Y. Nakamura, “Green GDP in China, Indonesia, and Japan : An Application of the UN Environmental and Economic Accounting System”, Tokyo : UNU/IAS, 2000. http://www.ias.unu.edu/subpage.aspx?catID=97 &ddIID=360. Aslanidis, N. 2009. Environmental Kuznets Curves for Carbon Emissions: A Critical Survey. Department of Communication University of Teramo, Working Paper No 51, 2009 Baumert, K., T. Herzog, and J. Pershing. 2005. Navigating the Numbers: Greenhouse Gas Data and International Climate Policy. Washington, D.C.: World Resources Institute. Case, K.E., R.C. Fair. 1996. Principles of Economics, 4th ed. New Jersey: Prentice-Hall International. Cole, M.A., Rayner, A.J., Bates, J.M. 1997. The Environmental Kuznets Curve: An empirical Analysis. Environment and Development Economics, 2(4), 401-416. de Bruyn, S.M., van den Bergh, J.C.J.M., Opschoor, J.B. 1998. Economic Growth and Emissions: Reconsidering the Empirical Basis of Environmental Kuznets Curves. Ecological Economics, 25 (2), 161-175. Friedl, B., & Getzner, M. 2003. Determinants of CO2 Emissions in a Small Open Economy. Ecological Economics, 45 (1), 133–148. Grossman, G.M., Krueger, A.B. 1991. Environmental Impacts of a North American Free Trade Agreement. National Bureau of Economic Research Working Paper 3914. NBER. Cambridge, MA. Grossman, G.M., Krueger, A.B. 1993. Environmental Impacts of a North American Free Trade Agreement. In P. Garber (Eds.), The Mexico-US Free Trade Agreement (pp. 13-56). Cambridge, MA: MIT Press. Grossman, G.M., Krueger, A.B. 1995. Economic Growth and the Environment. Quarterly Journal of Economics, 110 (2), 353–377. Herzog, T., B. Kevin, J. Pershing. 2006. Target Intensity: An Analysis of Greenhouses Gas Intensity Targets. Washington, D.C. World Resources Institute.
95
Hill, R.J., Magnani, E. 2002. An Exploration of the Conceptual and Empirical Basis of the Environmental Kuznets Curve. Australian Economic Papers, 41 (2), 239–254. Holtz-Eakin, D., Selden, T.M. 1995. Stoking the Fires. CO2 Emissions and Economic Growth. Journal of Public Economics, 57, 85-101. John, A., Pecchenino, R. 1994. An Overlapping Generations Model of Growth and the Environment. Journal of Public Economics, 58, 127-141. John, A., Pecchenino, R., Schimmelpfennig, D., Schreft, S. 1995. Short-lived Agents and the Long-lived Environment. Journal of Public Economics, 98, 127-141. Kementerian Keuangan. 2010. Analisis Kebijakan Fiskal Untuk Penurunan Emisi GRK Sektor Energi: Pendekatan Model AGEFIS-2. Badan Kebijakan Fiskal. Jakarta. Kahn, J. dan Yardley, J. 2007. As China Roars, Pollution Reaches Deadly Extremes. The New York Times. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2007. Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Kuznets, S. 1955. Economic Growth and Income Inequality. American Economic Review 49: 1-28. Lopez, R. 1994. The Environmental as a Factor of Production: The Effects of Economic Growth and Trade Liberalization. Journal of Environmental Economics and Management, 27, 163-184. Mc. Connel, K.E. 1997. Income and the Demand for Environmental Quality. Environment and development Economics, 2, 383-399. Nachrowi D.N, Usman H. 2006. Pendekatan Popular dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Panayotou, T. 1993. Empirical Tests and Policy Analysis of Environmental Degradation at Different Stages of Economic Development. International Labour Office Working Paper WP238. Geneva. Perman, R., Yue Ma, and J. McGilvray. 1996. Natural Resources & Environment Economics. Longman. Singapore. Selden, T.M., D. Song. 1994. Environmental Quality and Development: Is There a Kuznets Curve for Air Pollution? Journal of Environmental Economics and Management, 29. 162-168.
96
Shafik, N. 1994. Economic Development and Environmental Quality: An Econometricanalysis. Oxford Economic Papers, 46, 757-773. Shafik, N., S. Bandyopadhyay. 1992. Economic Growth and Environmental Quality: Time Series and Cross country Evidence. Stern, D.I., Common, M.S. 2001. Is there an Environmental Kuznets Curve for Sulfur? Journal of Environmental Economics and Management, 41, 162-178. Stern, D,I. 2004. The Rise and Fall of the Environmental Kuznets Curve. World Development Vol. 32 No. 8 pp 1419-1439. Elsevier Ltd. Stokey, N.L. 1998. Are There Limits to Growth? International Economic Review, 39 (1), 1-31. Tucker, M. 1995. Carbon Dioxide Emissions and Global GDP. Ecological Economics, 15, 215-223. Winarno, W.W. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta. World Resources Institute. 2008. Climate Analysis Indicators Tool (CAIT) Database. Washington, DC. Available: http://cait.wri.org.
97
98
Lampiran 1. Hasil Estimasi Negara Maju Dengan Eviews A.
Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD) (1) PLS Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 06/19/10 Time: 22:24 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Number of cross-sections used: 10 Total panel (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
-18.88748 2.083818 -0.065085
4.873638 1.024544 0.053766
-3.875438 2.033899 -1.210532
0.0001 0.0427 0.2269
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
0.501110 0.498391 0.345347 -130.1149 0.010080
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)
-4.625251 0.487610 43.77005 184.3166 0.000000
(2) FEM Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 06/17/10 Time: 21:23 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2? Fixed Effects (Cross) _AUS--C _CAN--C _FRA--C _DEU--C _ITA--C _JPN--C _KOR--C _NZL--C _GBR--C _USA--C
-44.00733 7.720551 -0.377465
1.916241 0.400904 0.020969
-22.96545 19.25787 -18.00124
0.0000 0.0000 0.0000
0.364719 0.445520 -0.391533 0.141210 -0.390207 -0.188435 -0.178930 -0.411388 -0.037114 0.646158 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared
0.941418
Mean dependent var
-4.625251
99
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.939618 0.119820 5.139703 266.1467 523.0063 0.000000
S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.487610 -1.373766 -1.246841 -1.323350 0.088311
(3) REM Dependent Variable: Y? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 06/17/10 Time: 21:23 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2? Random Effects (Cross) _AUS--C _CAN--C _FRA--C _DEU--C _ITA--C _JPN--C _KOR--C _NZL--C _GBR--C _USA--C
-43.81529 7.675330 -0.374863
1.915586 0.400500 0.020949
-22.87305 19.16438 -17.89433
0.0000 0.0000 0.0000
0.361559 0.441475 -0.388789 0.139853 -0.387207 -0.187406 -0.174838 -0.407326 -0.036532 0.639210 Effects Specification S.D.
Cross-section random Idiosyncratic random
0.232035 0.119820
Rho 0.7895 0.2105
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.700725 0.699094 0.122267 429.6477 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
-0.391245 0.222892 5.486399 0.082465
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
100
0.390455 53.47832
Mean dependent var Durbin-Watson stat
-4.625251 0.008460
(4) REDUNDANT FIXED EFFECTS TESTS Redundant Fixed Effects Tests Pool: POOL Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
298.972357 792.523113
(9,358) 9
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 06/17/10 Time: 21:23 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
-18.88748 2.083818 -0.065085
4.873638 1.024544 0.053766
-3.875438 2.033899 -1.210532
0.0001 0.0427 0.2269
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.501110 0.498391 0.345347 43.77005 -130.1149 184.3166 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-4.625251 0.487610 0.719540 0.751271 0.732144 0.010080
(5) HAUSMAN TEST Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: POOL Test cross-section random effects Test Summary
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
17.148678
2
0.0002
Random
Var(Diff.)
Prob.
7.675330 -0.374863
0.000324 0.000001
0.0120 0.0046
Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons: Variable X1? X2?
Fixed 7.720551 -0.377465
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: Y?
101
Method: Panel Least Squares Date: 06/17/10 Time: 21:24 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
-44.00733 7.720551 -0.377465
1.916241 0.400904 0.020969
-22.96545 19.25787 -18.00124
0.0000 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
B.
0.941418 0.939618 0.119820 5.139703 266.1467 523.0063 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-4.625251 0.487610 -1.373766 -1.246841 -1.323350 0.088311
Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non OECD) (1) PLS Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 06/19/10 Time: 22:00 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Number of cross-sections used: 10 Total panel (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
-16.90151 1.678300 -0.045344
5.870250 1.167845 0.057877
-2.879181 1.437091 -0.783456
0.0042 0.1515 0.4339
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
(2) FEM Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 06/17/10 Time: 20:41 Sample: 1970 2006 Included observations: 37
102
0.425643 0.422513 0.647468 -362.6676 0.090827
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)
-4.576247 0.852016 153.8520 135.9878 0.000000
Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2? Fixed Effects (Cross) _BRB--C _BRN--C _CYP--C _KWT--C _MLT--C _QAT--C _SAU--C _SGP--C _TTO--C _ARE--C
-40.20607 6.790490 -0.321476
3.881316 0.781231 0.039281
-10.35887 8.692039 -8.183977
0.0000 0.0000 0.0000
-1.262639 0.067094 -0.284589 0.666852 -0.536100 1.040478 -0.299547 -0.334263 0.344370 0.598345 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.815588 0.809922 0.371461 49.39801 -152.4926 143.9373 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-4.576247 0.852016 0.889149 1.016074 0.939565 0.286896
(3) REM Dependent Variable: Y? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 06/17/10 Time: 20:42 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2? Random Effects (Cross) _BRB--C _BRN--C _CYP--C _KWT--C _MLT--C _QAT--C _SAU--C _SGP--C _TTO--C _ARE--C
-39.60067 6.645437 -0.313100
3.875580 0.778853 0.039135
-10.21800 8.532334 -8.000557
0.0000 0.0000 0.0000
-1.237602 0.042289 -0.265382 0.647125 -0.512769 1.004585 -0.292690 -0.321693 0.357540 0.578597
103
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.548314 0.371461
Rho 0.6854 0.3146
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.261937 0.257915 0.373729 65.12371 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
-0.506542 0.433840 51.26008 0.275159
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.256751 199.0930
Mean dependent var Durbin-Watson stat
-4.576247 0.070845
(4) REDUNDANT FIXED EFFECTS TESTS Redundant Fixed Effects Tests Pool: POOL Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
84.111658 420.350012
(9,358) 9
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 06/17/10 Time: 20:41 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
-16.90151 1.678300 -0.045344
5.870250 1.167845 0.057877
-2.879181 1.437091 -0.783456
0.0042 0.1515 0.4339
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
104
0.425643 0.422513 0.647468 153.8520 -362.6676 135.9878 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-4.576247 0.852016 1.976582 2.008313 1.989185 0.090827
(5) HAUSMAN TEST Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: POOL Test cross-section random effects Test Summary
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
6.494883
2
0.0389
Random
Var(Diff.)
Prob.
6.645437 -0.313100
0.003709 0.000011
0.0172 0.0134
Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons: Variable X1? X2?
Fixed 6.790490 -0.321476
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 06/17/10 Time: 20:42 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
-40.20607 6.790490 -0.321476
3.881316 0.781231 0.039281
-10.35887 8.692039 -8.183977
0.0000 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.815588 0.809922 0.371461 49.39801 -152.4926 143.9373 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-4.576247 0.852016 0.889149 1.016074 0.939565 0.286896
105
Lampiran 2. Hasil Estimasi Negara Berkembang Dengan Eviews A.
Negara Berkembang Berpendapatan Menengah (1) PLS Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 06/19/10 Time: 22:28 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Number of cross-sections used: 10 Total panel (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
8.503874 -4.599946 0.335029
2.933229 0.723389 0.044355
2.899152 -6.358887 7.553336
0.0040 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
0.623552 0.621500 0.497124 -264.9021 0.012444
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)
-6.340743 0.808038 90.69745 303.9507 0.000000
(2) FEM Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 06/19/10 Time: 05:45 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2? Fixed Effects (Cross) _BRA--C _MYS--C _MEX--C _ZAF--C _TUR--C _CHN--C _EGY--C _IND--C _IDN--C _THA--C
-2.800265 -1.983816 0.184873
1.136249 0.283799 0.017661
-2.464481 -6.990220 10.46763
0.0142 0.0000 0.0000
-0.771328 -0.238527 -0.148372 0.743085 0.160240 0.942596 0.110100 -0.100220 -0.440580 -0.256994 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared
106
0.961504 0.960321
Mean dependent var S.D. dependent var
-6.340743 0.808038
S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.160957 9.274811 156.9399 812.8794 0.000000
Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.783459 -0.656534 -0.733043 0.119720
(3) REM Dependent Variable: Y? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 06/19/10 Time: 05:46 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2? Random Effects (Cross) _BRA--C _MYS--C _MEX--C _ZAF--C _TUR--C _CHN--C _EGY--C _IND--C _IDN--C _THA--C
-2.766515 -1.990732 0.185216
1.146912 0.283582 0.017646
-2.412144 -7.019961 10.49637
0.0163 0.0000 0.0000
-0.768549 -0.237213 -0.147175 0.741836 0.160112 0.938647 0.109469 -0.101068 -0.439854 -0.256205 Effects Specification S.D.
Cross-section random Idiosyncratic random
0.510238 0.160957
Rho 0.9095 0.0905
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.862154 0.861403 0.161018 1147.699 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
-0.328393 0.432511 9.515103 0.116617
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.589877 98.81078
Mean dependent var Durbin-Watson stat
-6.340743 0.011230
(4) REDUNDANT FIXED EFFECTS TESTS Redundant Fixed Effects Tests
107
Pool: POOL Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
349.205148 843.684005
(9,358) 9
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 06/19/10 Time: 05:46 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
8.503874 -4.599946 0.335029
2.933229 0.723389 0.044355
2.899152 -6.358887 7.553336
0.0040 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.623552 0.621500 0.497124 90.69745 -264.9021 303.9507 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-6.340743 0.808038 1.448120 1.479851 1.460723 0.012444
(5) HAUSMAN TEST Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: POOL Test cross-section random effects Test Summary
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
2.275096
2
0.3206
Random
Var(Diff.)
Prob.
-1.990732 0.185216
0.000123 0.000001
0.5334 0.6462
Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons: Variable X1? X2?
Fixed -1.983816 0.184873
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 06/19/10 Time: 05:47 Sample: 1970 2006 Included observations: 37
108
Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
-2.800265 -1.983816 0.184873
1.136249 0.283799 0.017661
-2.464481 -6.990220 10.46763
0.0142 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
B.
0.961504 0.960321 0.160957 9.274811 156.9399 812.8794 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-6.340743 0.808038 -0.783459 -0.656534 -0.733043 0.119720
Negara Berkembang Berpendapatan Rendah (1) PLS Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 06/19/10 Time: 22:32 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Number of cross-sections used: 10 Total panel (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
35.02013 -14.07338 1.103747
4.690491 1.341101 0.095632
7.466198 -10.49390 11.54155
0.0000 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Log likelihood Durbin-Watson stat
0.603321 0.601160 0.638766 -357.6610 0.089671
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid F-statistic Prob(F-statistic)
-9.087677 1.011445 149.7442 279.0910 0.000000
(2) FEM Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 06/19/10 Time: 06:08 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
109
C X1? X2? Fixed Effects (Cross) _AFG—C _BGD--C _CAF--C _ZAR--C _GHA--C _LAO--C _NPL--C _TZA--C _UGA--C _ZWE--C
-1.765951 -3.357943 0.327708
4.212888 1.248816 0.092224
-0.419178 -2.688901 3.553380
0.6753 0.0075 0.0004
0.327798 -0.396932 -0.511372 -0.153759 0.688689 -0.187443 -1.018274 0.464872 -0.291245 1.077666 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.875305 0.871474 0.362608 47.07156 -143.5680 228.4560 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-9.087677 1.011445 0.840908 0.967832 0.891323 0.217888
(3) REM Dependent Variable: Y? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 06/19/10 Time: 06:10 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2? Random Effects (Cross) _AFG--C _BGD--C _CAF--C _ZAR--C _GHA--C _LAO--C _NPL--C _TZA--C _UGA--C _ZWE--C
-0.421351 -3.764184 0.358134
4.150051 1.227315 0.090515
-0.101529 -3.067008 3.956632
0.9192 0.0023 0.0001
0.329964 -0.396150 -0.497879 -0.151704 0.684360 -0.182230 -1.006061 0.469351 -0.278254 1.028602 Effects Specification S.D.
110
Rho
Cross-section random Idiosyncratic random
0.543686 0.362608
0.6921 0.3079
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.426249 0.423122 0.363977 136.3250 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
-0.990483 0.479217 48.61995 0.212523
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.533337 176.1631
Mean dependent var Durbin-Watson stat
-9.087677 0.058655
(4) REDUNDANT FIXED EFFECTS TESTS Redundant Fixed Effects Tests Pool: POOL Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
86.763435 428.186067
(9,358) 9
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 06/19/10 Time: 06:09 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
35.02013 -14.07338 1.103747
4.690491 1.341101 0.095632
7.466198 -10.49390 11.54155
0.0000 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.603321 0.601160 0.638766 149.7442 -357.6610 279.0910 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-9.087677 1.011445 1.949519 1.981250 1.962123 0.089671
111
(5) HAUSMAN TEST Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: POOL Test cross-section random effects Test Summary
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
4.776165
2
0.0918
Random
Var(Diff.)
Prob.
-3.764184 0.358134
0.053240 0.000312
0.0783 0.0852
Cross-section random
Cross-section random effects test comparisons: Variable X1? X2?
Fixed -3.357943 0.327708
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 06/19/10 Time: 06:10 Sample: 1970 2006 Included observations: 37 Cross-sections included: 10 Total pool (balanced) observations: 370 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C X1? X2?
-1.765951 -3.357943 0.327708
4.212888 1.248816 0.092224
-0.419178 -2.688901 3.553380
0.6753 0.0075 0.0004
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
112
0.875305 0.871474 0.362608 47.07156 -143.5680 228.4560 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-9.087677 1.011445 0.840908 0.967832 0.891323 0.217888
Lampiran 3. Singkatan yang Digunakan ADB
= Asian Development Bank
EKC
= Environmental Kuznet’s Curve
EIA
= Energy Information Administration
FEM
= Fixed Effects Model
GRK
= Gas Rumah Kaca
IPCC
= Intergovernmental Panel on Climate Change
OECD
= Organisation for Economic Cooperation and Development
PDB
= Produk Domestik Bruto
PPP
= Purchasing Power Parity
PWT
= Penn World Table
REM
= Random Effects Model
TOE
= Tonne of Oil Equivalent
UNFCCC
= United Natios Framework on Climate Change Convention
113