ANALISIS HIDROLOGI BENDUNG KATULAMPA: POTENSI PENGEMBANGANNYA SEBAGAI BENDUNGAN PENGENDALI BANJIR JAKARTA
ANNISA NOYARA RAHMASARY
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hidrologi Bendung Katulampa: Potensi Pengembangannya sebagai Bendungan Pengendali Banjir Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Annisa Noyara Rahmasary NIM G24090012
ABSTRAK ANNISA NOYARA RAHMASARY. Analisis Hidrologi Bendung Katulampa: Potensi Pengembangannya sebagai Bendungan Pengendali Banjir Jakarta. Dibimbing oleh DANIEL MURDIYARSO. Seiring berkembangnya wilayah Jakarta menjadi kota metropolitan, masalah banjir kemudian menjadi perhatian utama pemerintah dan jutaan warganya. Sungai Ciliwung merupakan salah satu penyumbang debit banjir yang signifikan di Jakarta. Salah satu penanganan banjir dapat dilakukan adalah pembangunan struktur penahan air di bagian hulu. Bendung Katulampa sering dijadikan indikator bahkan peringatan dini mengenai kejadian banjir Jakarta meskipun secara struktur bukan merupakan bangunan pengendali banjir. Analisis hidrologi dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui potensi pengembangan Katulampa sebagai bendungan. Data curah hujan harian sepanjang 23 tahun dari tiga stasiun dianalisis menggunakan distribusi log Pearson III (LPIII) untuk mengetahui curah hujan desain (design storm) dengan periode ulang 25, 50, 100, dan 200 tahun. Pemodelan menggunakan perangkat lunak HEC-HMS (Hydrologic Engineering Center-Hydrology Modelling System) didasarkan atas dua kejadian hujan di dua hari yang berbeda menghasilkan debit banjir desain (design flood) dengan rerata masing-masing 91.2; 107.5; 124.6; dan 142.5 m3/s serta volume total debit banjir (inflow) desain sebesar 3.4; 3.9; 4.5; dan 5.1 juta m3 untuk masing-masing periode ulang. Simulasi sederhana dilakukan untuk mengetahui luas area tergenang di lokasi rencana bendungan dengan hasil luas 35-45 ha dibutuhkan untuk menampung volume debit banjir desain keempat periode ulang tersebut. Kata kunci: debit banjir desain, periode ulang, DAS Ciliwung Hulu, HEC-HMS
ABSTRACT ANNISA NOYARA RAHMASARY. Hydrological Analysis of Katulampa Weir: Its Potentials to be Developed as Dam for Jakarta’s Flood Control. Supervised by DANIEL MURDIYARSO. As Jakarta developed into a metropolitan city, flood problems become the center of attention for its citizens and government. Ciliwung river is one of significant contributors to flood discharge in Jakarta. Flood control can be done by constructing a dam which retains water in the upstream area. Katulampa weir is often taken as indicator and early warning for Jakarta’s flood eventhough it’s not a flood control structure. Hydrological analysis taken as an initial step to understand the potential of Katulampa weir to be developed as a dam. Twenty three years daily rainfall data from three stations are analysed using log Pearson III (LPIII) distribution to produce design storm with 25, 50, 100, and 200 years of return periods. HEC-HMS (Hydrologic Engineering Center-Hydrology Modelling System) was employed to model design flood using two storm events in two different days. It resulted design flood with average of 91.2; 107.5; 124.6; and 142.5 m3/s also total inflow flood design volume 3.4; 3.9; 4.5; and 5.1 million m3 for each respective return period. A simple simulation was performed to estimate inundated area in Katulampa as dam. It turns out that 35-45 ha are needed to retain flood volume per return periods above. Keywords: design flood, return period, Upper Ciliwung watershed, HEC-HMS
ANALISIS HIDROLOGI BENDUNG KATULAMPA: POTENSI PENGEMBANGANNYA SEBAGAI BENDUNGAN PENGENDALI BANJIR JAKARTA
ANNISA NOYARA RAHMASARY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Hidrologi Bendung Katulampa: Potensi Pengembangannya sebagai Bendungan Pengendali Banjir Jakarta Nama : Annisa Noyara Rahmasary NIM : G24090012
Disetujui oleh
Prof. Dr. Daniel Murdiyarso, MS. Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian dengan judul Analisis Hidrologi Bendung Katulampa: Potensi Pengembangannya sebagai Pengendali Banjir Jakarta dapat diselesaikan. Penelitian yang berlangsung sejak bulan Februari 2013 ini melibatkan banyak pihak yang selalu mendukung secara material maupun spiritual. Ungkapan terimakasih setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penyusunan penelitian ini, yaitu: 1. Orang tua penulis Drs. Yatiman dan Ratna Wahidah Y., S.E., adik tersayang Reza Istajib Yana Putra serta keluarga besar yang selalu mencurahkan doa, kasih sayang, dan pengorbanan yang luar biasa. 2. Prof. Dr. Daniel Murdiyarso, MS. selaku dosen pembimbing atas segala saran, kritik, dan nasihat sehingga penelitian ini bisaterus lebihbaik dan bermanfaat. 3. Seluruh dosen dan staf Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB tempat penulis menimba ilmu. 4. Bapak Ruhyat (BMKG Citeko), Bapak Cecep (BPDAS CitarumCiliwung), Bapak Andi Sudirman (Penjaga pintu Katulampa), Bapak Andi Supriyadi (BPSDA Ciliwung-Cisadane), Kak Dimas (GFM 44), Kak Fitrie (GFM 44), dan Dwi (GFM 46) atas data dan informasi yang telah diberikan selama penelitian. 5. Teman seperjuangan Laboratorium Hidrometeorologi: Didi, Santi, Edo, Zia, Ima, Hifdi, Dodik, May, Risna, Eka Fay, Ika Farah, dan Eka serta keluarga besar GFM 46: Wengky, Dieni, Ocha, Nowa, Dissa, Ian, Lidya, Dwi, Eko, Wayan, Enda, Alin, Abu, Winda, Normi, Nita, Silvia, Hijjaz, Muha, Jame, Icha, Tommy, Iif, Khabib, Teh Rini, Rikson, Dimas, Ipin, Risa, Pahmi, Zaenal, Icih, Ervan, Rizal, Solah, Halimah, Gaseh, Depe, Bambang, dan Ronald atas suka duka yang mewarnai masa kuliah. 6. Luksie, Hanna, Resa, Della, Qunad, Inyes, dan Manda atas dukungan tak ternilai yang selalu diberikan. 7. Ryan Aprilian Putri, Monika Putri Adiningsih, dan Firmania Nuzul Ramadhani atas persahabatan dan bagian dari hidup yang tak tergantikan. 8. Teman-teman, adik dan kakak di Indonesian Climate Student Forum (ICSF), Earth Hour Bogor, dan Himagreto atas keceriaan dan kebahagian serta pengalaman yang berharga. 9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian ini. Penulis menyadari penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Saran dan kritik membangun dapat disampaikan melalui email
[email protected]. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembacanya. Bogor, September 2013 Annisa Noyara Rahmasary
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE
3
Bahan
3
Alat
4
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan Desain
9 9
Pendugaan Debit Banjir Desain
12
Estimasi Luas Area Genangan
14
KESIMPULAN DAN SARAN
16
Kesimpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
28
DAFTAR TABEL 1 Kriteria pemilihan distribusi curah hujan 2 Curah hujan wilayah maksimum 3 Parameter statistik data curah hujan maksimum harian 1985-2008 4 Perhitungan curah hujan desain menggunakan distribusi log Pearson III 5 Persentase curah hujan sesaat (per-3jam) 6 Distribusi hujan sesaat berdasarkan model kejadian hujan 16 Januari 2013 dan 4 Maret 2013 7 Debit banjir dan volume desain hasil running HEC-HMS
5 9 10 11 11 12 14
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
6
PetaDAS Ciliwung bagian hulu beserta ketujuh subDAS (Sumber: Pengolahan data citra Landsat 27 Juli 2012) Diagram batas kombinasi parameter k dan x (Sumber: USACE 2010) Diagram alir penelitian Perbandingan hidrograf banjir observasi dan hasil simulasi pada (a) 16 Januari 2013 dan (b) 4 Maret 2013 Tampilan DEM wilayah Ciliwung Hulu pada Global Mapper 14.2 (inset: area dengan batas kuning menunjukkan batas area yang disimulasikan akan tergenang) Perbandingan luas area yang tergenang oleh beberapa skenario volume debit banjir
3 8 8 13
15 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Curah hujan wilayah berdasar hujan maksimum di stasiun Gunung Mas Curah hujan wilayah berdasar hujan maksimum di stasiun Citeko Curah hujan wilayah berdasar hujan maksimum di stasiun Katulampa Perhitungan parameter statistik untuk distribusi normal Perhitungan parameter statistik untuk distribusi log Nilai koefisien distribusi log Pearson III Data curah hujan sesaat stasiun Citeko Data debit observasi Katulampa Nilai parameter yang dipakai dalam simulasi HEC-HMS
19 20 21 22 23 24 25 26 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Air sebagai sumberdaya yang penting bagi kehidupan manusia ternyata masih memberikan tantangan dalam kaitannya dengan distribusi dalam skala ruang dan waktu. Indonesia sebagai negara dengan dua musim sering mengalami kejadian ekstrem berkaitan dengan curah hujan yang merupakan sumber air. Saat musim kemarau beberapa wilayah mengalami kekeringan cukup parah, sebaliknya saat musim penghujan jumlah air yang berlimpah menyebabkan banjir di hilir sungai-sungai besar Indonesia. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu wilayah yang paling sering mengalami bencana banjir dari sungai-sungai yang mengalir ke wilayahnya, salah satunya adalah Sungai Ciliwung. Di awal tahun 2013, aktivitas Jakarta kembali lumpuh akibat banjir yang menggenangi beberapa titik di pusat kota. Banjir merupakan salah satu bencana hidrometeorologi yang frekuensinya meningkat dari tahun ke tahun, begitu pula dengan intensitas dan sebarannya. Banjir Jakarta merupakan banjir rutin yang selalu menyerang daerah tersebut di musim penghujan. Sejarah mencatat bahwa banjir besar yang pernah terjadi di Jakarta adalah tahun 1942, 1976, 1995, 2002, dan 2007. Menurut Bappenas, kerugian material yang disebabkan bencana di tahun 2007 bahkan mencapai Rp 5.16 triliun (Nugroho 2008). Angka tersebut merupakan 24% dari keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta di tahun 2007. Bahkan jika dibandingkan dengan APBD Pemprov Jakarta sebesar Rp 49.97 triliun di tahun 2013, kerugian akibat banjir 2007 masih di kisaran 10% (Dinas Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta 2013). Bencana yang tampak semakin parah seiring bertambahnya tahun disebabkan oleh pengembangan kawasan yang tidak didukung teknologi pengendalian banjir yang memadai seperti rendahnya kemampuan drainase dan kapasitas struktur sungai, polder, dan bendungan (Nugroho 2008). Perubahan tata guna lahan umumnya memengaruhi proses hidrologi dalam skala spasial dan temporal termasuk limpasan permukaan (runoff) (Ali et al. 2011). Kurangnya struktur penahan air di hulu menyebabkan curah hujan yang jatuh ke permukaan dengan cepat mengalir ke hilir. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri telah sejak lama melakukan upaya pengendalian banjir sejak tahun 1965 berdasarkan keputusan Presiden RI No.: 29/1965 tanggal 11 Februari 1965 terbentuk suatu institusi dengan nama “Komando Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya” (BBWS-CC 2008). Filosofi dalam upaya penanganan banjir yang umum diterapkan adalah “Menahan di hulu, menjaga ditengah dan menarik ke hilir”. Prinsip utama yang telah lama digunakan oleh Pemerintah DKI Jakarta adalah mengalirkan air sungai yang masuk ke Jakarta melalui pinggir kota langsung ke laut sehingga dibangun Banjir Kanal Barat dan Cengkareng Drain serta Banjir Kanal Timur dan Cakung Drain (PT Mirah Sakethi 2010). Pengendalian banjir dengan filosofi menahan aliran air dari hulu dapat dilakukan dengan membuat bendungan pengendali banjir. Salah satu fungsi dari bendungan adalah sebagai tempat penyimpanan sebagian air banjir sementara hingga debit puncak banjir berkurang. Oleh karena
2 itu struktur tersebut umumnya dibangun di hulu (Raghunath 2006). Semakin parahnya dampak negatif yang diakibatkan banjir Jakarta mengakibatkan Gubernur DKI Jakarta kembali mengadakan beberapa pertemuan dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan untuk membahas kebijaksanaan untuk membangun waduk di sekitar Ciawi sebagai struktur penahan air (Susianti 2012). Di sisi lain, Katulampa yang sering dikaitkan dengan banjir Jakarta merupakan sebuah bendung. Struktur ini tidak menampung atau menahan air sebagaimana fungsi bendungan, namun menjadi bagian dari sistem irigasi dan sistem peringatan banjir di mana debit yang melewati pintu air struktur tersebut dicatat untuk diinformasikan ke pintu air di Depok dan Manggarai. Analisis hidrologi dapat dilakukan di Katulampa untuk mengetahui potensinya untuk dikembangkan sebagai bendungan. Perumusan Masalah Lokasi Bendung Katulampa sebagai saluran keluar (outlet) debit Sungai Ciliwung dibagian hulu dapat dianalisis potensinya untuk dijadikan bendungan. Modifikasi pada dimensi bendungan meliputi luas area genangan, volume tampungan, serta tinggi strukturnya diperlukan agar bendungan dapat berfungsi secara efektif. Untuk membangun bendungan terdapat beberapa tahapan perencanaan meliputi studi kelayakan pendahuluan (pre-feasibility study), studi kelayakan (feasibility study), perencanaan teknis (detailed design), dan pelaksanaan pembangunan (construction) (Sukadi 1998). Analisis hidrologi yang dilakukan sebagai bagian dari studi kelayakan sangat terkait faktor meteorologi terutama curah hujan. Analisis ini dibutuhkan dalam desain bendungan terutama terkait karakteristik debit yang akan mengalir ke dalamnya. Menurut statistik International Comission on Large Dams (ICOLD) 36% dari penyebab kegagalan bendungan yang dibangun sejak tahun 1950 terkait aspek hidrologinya. Sejumlah besar bendungan mengalami kerusakan akibat luapan (spillage) di atas bangunan pelimpahnya (Ward et al. 2012). Informasi yang dihasilkan dari proses analisis hidrologi berupa curah hujan desain (design storm) serta debit banjir desain (design flood) dengan periode ulang tahun tertentu. Debit banjir desain ini yang kemudian dimanfaatkan sebagai masukan (input) penting dalam analisis lanjutan termasuk rancangan luas area genangan dan volume tampungan bendungan. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menghitung curah hujan dan debit banjir desain (design flood) dengan periode ulang 25, 50, 100, dan 200 tahun serta membahas luas area yang tergenang dari rencana pembangunan bendungan di wilayah Katulampa. Manfaat Penelitian Analisis hidrologi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam perencanaan pembangunan struktur pengendali banjir. Hasil perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan rencana penanganan banjir Jakarta terutama yang berasal dari luapan debit Ciliwung.
3 Ruang Lingkup Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung membentang dari bagian hulu di wilayah Puncak, Bogor hingga muaranya di dataran Jakarta. Analisis hidrologi dilakukan di DAS Ciliwung bagian hulu yang meliputi tujuh subDAS yaitu Tugu, Cisarua, Ciesek, Cisukabirus, Ciseusupan, Cibogo dan fokus di subDAS Katulampa Kecamatan Katulampa, Bogor sebagai batasnya. Gambar 1 menunjukkan wilayah Ciliwung bagian hulu yang yang menjadi kajian penelitian. Bendung Katulampa terletak di sekitar ujung kiri atas DAS sekaligus sebagai outlet keluarnya debit ke wilayah tengah kemudian hilir Ciliwung.
Gambar 1
Peta DAS Ciliwung bagian hulu beserta ketujuh subDAS (Sumber: Pengolahan data citra Landsat 27 Juli 2012) METODE Bahan
Bahan yang digunakan dalam analisis hidrologi meliputi data curah hujan harian stasiun di wilayah Ciliwung Hulu (Citeko, Gunung Mas, dan Katulampa) tahun 1985-2008, data curah hujan sesaat untuk beberapa kejadian hujan di tahun 2013 wilayah Citeko, data tinggi muka air sesaat tahun 2013 dari Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa, data karakteristik DAS Ciliwung Hulu, peta Digital Elevation Model (DEM) satelit SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission), serta data fisik/teknis bendung Katulampa.
4 Alat Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer sistem operasi Windows yang dilengkapi dengan seperangkat lunak ER Mapper, ArcGIS, HEC HMS 3.5, Global Mapper 14.2, serta Microsoft Office 2007. Prosedur Analisis Data Perhitungan Curah Hujan Wilayah Curah hujan wilayah di Ciliwung bagian hulu diwakili data dari tiga stasiun observasi yaitu Gunung Mas, Citeko, dan Katulampa. Curah hujan yang dipakai sebagai data merupakan curah hujan harian maksimum setiap satu tahun di tiap stasiun. Perhitungan curah hujan wilayah dilakukan menggunakan metode poligon Thiessen karena titik-titik pengamatan di dalam daerah tersebut tidak tersebar merata sehingga daerah pengaruh tiap titik pengamatan perlu diperhitungkan (Mori 1977). Letak dan elevasi ketiga stasiun yang ada membuat metode poligon Thiessen dipilih agar dapat menjelaskan pengaruh tiap stasiun. R
R
R
R
R
R
R RW
RW
R R
RW
n Rn n
n Rn
Rn Wn
(1)
R merupakan tinggi curah hujan (mm), A merupakan luas daerah pengaruh stasiun, dan W merupakan persentase luas pada stasiun n yang jumlahnya untuk seluruh luas adalah 100% atau dapat juga disebut sebagai bobot stasiun. Menurut hasil perhitungan Holipah (2012) bobot stasiun Gunung Mas, Citeko, dan Katulampa berturut-turut adalah 0.41, 0.43, dan 0.16. Perhitungan proporsi curah hujan wilayah dapat dilihat di Lampiran 1, 2, dan 3 berdasarkan hujan maksimum masing-masing stasiun observasi. Perhitungan Curah Hujan Desain Analisis frekuensi statistik dilakukan untuk memperkirakan kemungkinan terlampaui (exceedance probabilities) dan variabel besaran data-data hidrologi. Metode ini umum digunakan dalam analisis data terkait banjir di wilayah yang memiliki stasiun pengukur (McCuen 2002). Untuk keperluan analisa tersebut diperlukan perhitungan beberapa parameter statistik di bawah ini: 1. Standar Deviasi (S) ( i-
S
n-
Koefisien Variasi (Cv) S v 3. Koefisien Skewness (Cs)
(2)
2.
s
n n-
( in- S
(3) (4)
5 4.
Koefisien Kurtosis (Ck) ( i-
k n S Keterangan : x = nilai rata-rata variat xi = nilai variat ke-i n = jumlah data S = standar deviasi
(5)
Parameter statistik dari seri data curah hujan di atas kemudian digunakan untuk menghitung curah hujan desain menggunakan sintesis dari analisis frekuensi stastistik tersebut. Konsep periode ulang menunjukkan probabilitas atau kemungkinan terjadinya suatu besaran hidrologi seperti curah hujan serta debit. Periode ulang berbanding terbalik dengan kemungkinan terlampaui terjadinya suatu besaran. Sebagai contoh, curah hujan dengan periode ulang 25 tahun memiliki peluang 0.04 atau 4% untuk terjadi dalam setahun. Jika sudah terjadi satu kali dalam satu tahun, bukan berarti curah hujan tersebut tidak akan terjadi lagi 25 tahun ke depan. Dua kejadian curah hujan 25 tahunan mungkin saja terjadi dua tahun berturut-turut (McCuen 2002). Perencanaan struktur bendungan menggunakan konsep periode ulang untuk mengetahui besaran curah hujan yang menyebabkan debit penyebab banjir. Distribusi peluang secara teoritis dikelompokkan menjadi dua yaitu diskrit dan kontinyu. Analisis frekuensi banjir umumnya menggunakan distribusi kontinyu, diantaranya adalah distribusi normal, log normal, Pearson dan Gumbel (Soewarno 1995). Lampiran 4 dan 5 menunjukkan perhitungan parameter statistik data untuk distribusi normal dan log. Pemilihan penggunaan distribusi kontinyu dilakukan dengan melihat kecocokan hasil perhitungan parameter statistik data seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria pemilihan distribusi curah hujan (Soewarno 1995) Jenis Distribusi Normal Log Normal Gumbel Log Pearson III
Kriteria Cs ~ 0 Ck ~ 3 Cv ~ 0.06 Cs ~ 3Cv + Cv2 Cs ~ 1.14 k ≤ 5.4 Cs ~ 0 Cv ~ 0.05
Hasil perhitungan curah hujan desain yang didapat merupakan curah hujan harian. Data ini kemudian dikonversi menjadi curah hujan sesaat atau jam-jaman agar dapat digunakan dalam penentuan hidrograf. Untuk mengkonversi data curah hujan harian ke curah hujan jam-jaman dibutuhkan model data curah hujan sesaat yang diperoleh dari observasi stasiun terdekat daerah studi. Penentuan Hidrograf Banjir Desain Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) merupakan salah satu jenis hidrograf satuan yang dihasilkan dari parameter-parameter fisik suatu DAS seperti waktu
6 time lag, waktu dasar (time base) dan debit puncak (peak discharge). Beberapa tipe HSS di antaranya adalah model Snyder dan Clark, keduanya dengan mudah dapat diaplikasikan dalam simulasi aliran debit jangka panjang melalui HECHMS (Halwatura dan Najim 2013). Program HEC-HMS menyediakan pilihan di antara beberapa jenis model perhitungan yang dapat digunakan. HEC-HMS (HEC-Hydrology Modelling System) merupakan salah satu program pemodelan sistem hidrologi yang dimiliki US Army Corps of Engineers (USACE) yang dikembangkan oleh Hydrologic Engineering Center (HEC). HEC-HMS didesain untuk mensimulasi respon limpasan permukaan dari suatu DAS akibat input curah hujan dengan merepresentasikan DAS sebagai suatu sistem hidrologi dengan komponen-komponen hidrolika yang saling berhubungan. Setiap komponen memodelkan suatu aspek dari proses hujan-limpasan untuk suatu subDAS dari keseluruhan DAS. Hasil luaran program adalah perhitungan hidrograf aliran sungai pada lokasi yang dikehendaki dalam DAS. Hidrograf satuan yang dihasilkan dapat digunakan langsung ataupun digabungkan dengan perangkat lunak lain yang digunakan dalam studi ketersediaan air, drainase perkotaan, ramalan dampak urbanisasi, desain pelimpah, pengurangan kerusakan banjir, dan sistem operasi hidrologi (USACE 2010). Simulasi HEC-HMS Representasi fisik (gambaran) daerah tangkapan air dan sungai dalam HECHMS terdapat pada basin model. Elemen-elemen hidrologi berhubungan dalam jaringan yang mensimulasikan sebuah proses limpasan permukaan (run off). Pemodelan hidrograf satuan kurang terpercaya pada luas area yang besar sehingga dilakukan pemisahan areal basin (DAS) menjadi beberapa subbasin (subDAS) dengan memperhatikan batas luas daerah yang ada. Elemen-elemen yang digunakan untuk mensimulasikan limpasan adalah subbasin, reach, junction, dan reservoir. Subbasin merepresentasikan ketujuh subDAS yang berada di Ciliwung bagian hulu yaitu subDAS Tugu, Cisarua, Ciesek, Cisukabirus, Ciseusupan, Cibogo, dan Katulampa. Reservoir adalah pemodelan tampungan air yang akan direncanakan. Kenyataannya, saat ini reservoir belum ada dalam subDAS Ciliwung Hulu. Elemen ini ditambahkan dalam model agar dapat memperkiraan respon DAS termasuk debit masuk dan keluar yang ada jika bendungan dibangun di tempat tersebut. Sebuah reservoir berdiri sebagai sebuah elemen dengan satu atau lebih debit masuk dan satu hasil perhitungan debit keluar (USACE 2010). Untuk menjalankan simulasi menggunakan HEC-HMS dibutuhkan pengisian nilai parameter sebagai berikut: 1. Parameter Loss Kehilangan air yang terjadi melalui beberapa proses dihitung menggunakan metode SCS Curve Number. Metode ini membutuhkan masukan parameter seperti kehilangan awal (initial abstraction, Ia), bilangan kurva SCS (SCS Curve Number), dan kekedapan air (imperviousness). Nilainilai parameter tersebut didapat dari data fisik karakteristik penggunaan lahan di masing-masing subDAS. Luas penggunaan lahan didapat dari pengamatan citra satelit di tahun 2012. Penentuan bilangan kurva didekati menggunakan ketentuan dari USDA (United States Department of Agriculture) hasil penelitian Afrina (2013) sedangkan nilai kekedapan didasarkan pada aturan
7 dari USACE (US Army Corps of Engineer) (2010). Nilai Ia didapat dari perhitungan menggunakan rumus: Ia = 2S S -
2.
(6) (7)
Dengan S merupakan nilai rentensi potensial maksimum setelah limpasan permukaan dimulai. Parameter Transform Parameter transform menjelaskan metode hidrograf satuan yang akan digunakan. Penelitian ini menggunakan metode hidrograf satuan SCS dengan masukan berupa lag time yaitu tenggang waktu antara titik berat hujan efektif dengan titik berat hidrograf (debit puncak). Lag time dapat dicari menggunakan rumus Kirpich (Koutrolis dan Tsanis 2010). Data karakteristik fisik sungai dan DAS Ciliwung didapat dari Irianto (2000). c t
3.
c
S
5
Keterangan: Tc = Waktu konsentrasi (menit) L = Panjang lintasan maksimum (m) S = Kemiringan sungai (m/m) tp = Time lag (menit) Parameter Baseflow Parameter ini menggambarkan aliran dasar yang terjadi pada saat limpasan sehingga dapat dihitung tinggi puncak hidrograf yang terjadi. Penelitian ini menggunakan pilihan metode recession dengan asumsi aliran dasar ada sepanjang tahun dan memiliki puncak hidrograf pada satu satuan waktu terkait dengan curah hujan. Parameter yang harus ada berupa debit awal (initial discharge), konstanta resesi (recession constant) dan ratio to peak. Parameter tersebut didekati dari hidrograf observasi kejadian hujan tertentu. Data debit diperoleh dari data TMA (Tinggi Muka Air) di titik observasi SPAS (Stasiun Pengamatan Arus Sungai) Katulampa. Konversi menjadi nilai debit dihitung berdasar persamaan kurva kalibrasi dari BPSDA. Q = 11.403 ( H + 0.20 )1.715
4.
(8) (9)
(10)
Pasangan data debit observasi dan kejadian hujan terpilih sekaligus digunakan untuk kalibrasi. Parameter Routing Elemen reach merupakan penghubung jaringan dalam suatu DAS. Debit yang masuk ke dalam elemen ini kemudian mengalami translation (pergerakan melalui saluran drainase) dan attenuation (pengurangan debit akibat adanya hujan efektif yang tersimpan dalam DAS). Parameter routing menggunakan metode Muskingum untuk menggambarkan hidrograf penelusuran banjir. Penelusuran banjir (flood routing) merupakan usaha untuk
8 menyelidiki perjalanan banjir (debit) dengan menggunakan persamaan kinetik dan seri (Mori 1977). Parameter yang dibutuhkan adalah Muskingum k dan Muskingum x. Faktor x merupakan faktor penimbang yang besarnya berkisar antara 0 dan 1, biasanya lebih kecil dari 0.5 dan dalam banyak hal besarnya kirakirasama dengan 0.3 serta tidak berdimensi. USACE (2000) menetapkan kombinasi k dan x terpilih harus tepat pada batas yang tergradasi pada Gambar 2.
Gambar 2 Diagram batas kombinasi parameter k dan x (Sumber: USACE 2010) Mulai
Apakah Katulampa berpotensi menjadi bendungan?
Persiapan data CH, debit, dan karakteristik DAS Data curah hujan
Data debit dan karakteristik
CH wilayah maksimum Parameter HEC-HMS CH desain
dalam program HEC-HMS
Debit desain Estimasi luas area genangan
Selesai
Gambar 3 Diagram alir penelitian
9 Estimasi Luas Area Genangan Perangkat lunak Global Mapper 14.2 dikembangkan oleh Blue Marble Geographics, sebuah perusahaan produsen perangkat lunak bidang pemetaan berbasis di Maine, USA. Versi terbaru Global Mapper yang dirilis pertengahan 2013 dapat digunakan untuk menghitung volume dan area menggunakan metode cut and fill (Blue Marble Geographics 2013). Metode ini dapat dijadikan alternatif untuk melihat besarnya volume yang dapat ditampung suatu luasan area dengan topografi tertentu. Peta DEM dari satelit SRTM wilayah Jawa Barat digunakan sebagai masukan perangkat lunak. Gambar 3 menunjukkan diagram alir untuk mempermudah pemahaman prosedur analisis. HASIL DAN PEMBAHASAN Katulampa merupakan titik pengeluaran debit (outlet) dari DAS Ciliwung bagian hulu. Bendung Katulampa dibangun sejak tahun 1889 dan selesai pada tahun 1911 oleh Pemerintah Belanda. Bendung ini berlokasi di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur di ketinggian ±367 mdpl. Dengan panjang tubuh bendung 105.9 m, lebar 82.5 m dan tinggi mercu dari dasar sungai 2.5 m, Bendung Katulampa mengairi lahan di sekitarnya. Luas daerah irigasi Katulampa ini semula 7145 Ha, namun berkurang menjadi 333 ha di tahun 2009 (BPSDA 2013). Ciliwung bagian hulu seluas 146 km2 merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m sampai 3.000 m dpl (BPDAS 2003). Curah Hujan Desain Curah hujan desain didapat dari analisis curah hujan observasi selama 23 tahun di tiga titik pengukuran yaitu stasiun Katulampa, Citeko, dan Gunung Mas. Perhitungan curah hujan wilayah dilakukan dengan mempertimbangkan luas area yang di bawah pengaruh tiap stasiun menggunakan poligon Thiessen. Koefisien Thiessen bernilai 0,16 untuk Stasiun Katulampa, 0,43 untuk Stasiun Citeko, serta 0,41 untuk Stasiun Gunung Mas. Nilai koefisien masing-masing stasiun dapat dihitung dengan mengetahui luas daerah yang dipengaruhi stasiun. Pengukuran luasan ini dapat dilakukan dengan menggunakan AutoCAD ataupun menggunakan ArcGIS. Data curah hujan maksimum tiap tahun pengamatan ini kemudian diolah menggunakan poligon Thiessen untuk mencari nilai curah hujan wilayah. Data pada Tabel 2 menunjukkan nilai curah hujan maksimum harian sepanjang 23 tahun pengamatan (1985-2008). Tabel 2 Curah hujan wilayah maksimum Tahun 1985
Proporsi CH Wilayah Tiap Stasiun Gunung Katulampa Citeko Mas 42 30 44
Nilai CH Wilayah Maks yang Diambil (mm) 44
1986
37
27
47
47
1987
30
31
35
35
10 1988
74
16
37
74
1989
58
58
43
58
1990
36
18
81
81
1991
58
18
98
98
1992
53
45
66
66
1993
65
32
51
65
1994
107
14
106
107
1995
52
16
55
55
1996
131
91
55
131
1997
70
20
49
70
1998
49
23
70
70
1999
61
31
41
61
2000
73
13
49
73
2001
82
29
88
88
2002
89
29
131
131
2003
52
75
55
75
2004
48
19
54
54
2005
101
101
88
101
2006
64
63
94
94
2007
121
120
217
217
2008
72
37
53
72
Nilai standar deviasi, koefisien skewness, koefisien kurtosis, dan koefisien variasi dicari untuk masing-masing distribusi normal dan log (Tabel 3). Setelah dibandingkan dengan Tabel 1, parameter statistik data hasil perhitungan ternyata lebih mendekati kriteria distribusi log Pearson III (LPIII) dibandingkan distribusi lain. Tabel 3 Parameter statistik data curah hujan maksimum harian 1985-2008 Parameter
Normal
Logaritma
S
37.918
0.172
Cs
0.089
0.131
Ck
7.149
3.608
Cv
0.462
0.093
Perhitungan curah hujan desain dengan periode ulang tertentu dilakukan menggunakan distribusi log Pearson III (LPIII) dengan rumus sebagai berikut. log
log
S
(11)
di mana XT: curah hujan desain; log XT: nilai logaritma data curah hujan;log nilai rata-rata logaritma data curah hujan; G: koefisien distribusi log pearson III; S: standar deviasi Koefisien G didapat melalui tabel pada Lampiran 6. Nilai koefisien
11 skewness (Cs) yang ada yaitu 0.13 diperoleh dengan mengintrapolasi nilai di antara kedua Cs. Periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, dan 200 menjadi periode ulang yang disintesis dalam suatu distribusi karena ketujuhnya merupakan periode ulang yang secara umum menjadi dasar perhitungan dalam berbagai analisis (McCuen 2002). Walaupun begitu, untuk keperluan analisis hidrologi perencanaan bendungan hanya disintesis curah hujan desain dengan periode ulang 25, 50, 100, dan 200 tahun. Menurut Ward et al. (2013) bendungan dengan fungsi utama sebagai sumber tenaga hidro, irigasi, atau persediaan air memakai rancangan struktur dengan periode ulang 10-20 tahun sedangkan bendungan multifungsi yang dapat digunakan sebagai pengairan juga struktur pengendali banjir menggunakan rencana periode ulang 50-100 tahun. Tabel 4 menunjukkan hasil perhitungan curah hujan desain dengan keempat periode pilihan. Tabel 4 Perhitungan curah hujan desain menggunakan distribusi log Pearson III Periode Ulang
G
G*S
Log X
Xt
25
1.786
0.312
2.171
148.394
50
2.109
0.369
2.228
168.969
100
2.402
0.420
2.279
190.166
200
2.673
0.467
2.326
212.052
Hasil curah hujan desain di atas perlu dikonversi menjadi curah hujan sesaat agar dapat digunakan dalam penyusunan hidrograf. Curah hujan sesaat yang dipakai sebagai model distribusi adalah curah hujan hasil observasi dari stasiun Citeko. Dua kejadian hujan terpilih di tahun 2013 masing-masing 16 Januari dan 4 Maret. Pemilihan curah hujan ini dilakukan secara acak dengan memperhatikan bentuk hidrograf banjir dengan puncak tunggal di hari yang sama. Curah hujan di 16 Januari memiliki resolusi pencatatan tiap satu jam sedangkan 4 Maret dicatat tiap tiga jam sehingga resolusi curah hujan sesaat untuk pemodelan disamakan menjadi tiga jam. Tabel 5 Persentase curah hujan sesaat (pertiga jam) Waktu
16-Jan Kedalaman Hujan (mm)
%
04-Mar Kedalaman Hujan (mm)
%
10:00
6.8
9.65
3.5
2.68
13:00
47.9
67.94
6.3
4.83
16:00
1.3
1.84
11
8.43
19:00
1.4
1.99
68.2
52.26
22:00
0
0
11.3
8.66
1:00
0
0
3.4
2.61
4:00
0
0
21.4
16.40
7:00
13.1
18.58
5.4
4.14
Total
70.5
100
130.5
100
12 Tabel 6 Distribusi hujan sesaat berdasarkan model kejadian hujan 16 Januari 2013 dan 4 Maret 2013 Periode Ulang (TH)
25
50
100
200
CH Rencana (mm)
148.394
168.969
190.166
212.052
10:00
14.313
16.298
18.342
20.453
13:00
100.824
114.803
129.205
144.075
16:00
2.736
3.116
3.507
3.910
19:00
2.947
3.355
3.776
4.211
22:00
0
0
0
0
1:00
0
0
0
0
4:00
0
0
0
0
7:00
27.574
31.397
35.336
39.403
10:00
3.980
4.532
5.100
5.687
13:00
7.164
8.157
9.180
10.237
16:00
12.508
14.243
16.029
17.874
19:00
77.551
88.304
99.382
110.820
22:00
12.849
14.631
16.466
18.362
16-Jan
04-Mar
1:00
3.866
4.402
4.955
5.525
4:00
24.334
27.708
31.184
34.773
7:00
6.140
6.992
7.869
8.775
Pendugaan Debit Banjir Desain Informasi debit banjir sungai akan memberikan hasil lebih bermanfaat bila disajikan dalam bentuk hidrograf. Bentuk hidrograf pada umumnya sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi, akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh sifat DAS seperti panjang sungai induk, kemiringan lereng, arah, dan bentuk DAS. HEC-HMS didesain untuk mensimulasi respon limpasan permukaan dari suatu DAS akibat curah hujan dengan merepresentasikan DAS sebagai suatu sistem hidrologi dengan komponen-komponen hidrolika yang saling berhubungan. Setiap komponen bermodelkan suatu aspek dari proses hujan-limpasan untuk suatu subDAS dari keseluruhan DAS. Hasil luaran program adalah perhitungan hidrograf aliran sungai pada lokasi yang dikehendaki dalam DAS (USACE 2010). Validasi Simulasi Simulation run pada menu compute membutuhkan konfigurasi meteorologic models dan control specifications tertentu. Data yang dimasukkan berupa curah hujan pertiga jam di dua hari yang berbeda. Input dimasukkan ke dalam precipitation gages dalam time-series data dan dihubungkan dalam meteorologic models. Simulasi pertama kali dilakukan sebagai validasi dengan menggunakan data curah hujan sesaat yang digunakan untuk model distribusi. Hasil yang didapat kemudian dicocokkan dengan nilai debit banjir observasi yang terukur di SPAS Katulampa hari yang sama. Parameter-parameter yang digunakan dalam HEC-HMS divalidasi menggunakan trial and error. Nilai parameter dapat dan disesuaikan sehingga hasil keluaran simulasi dapat mendekati hasil observasi yang mendekati perkiraan karakteristik aliran di suatu DAS.
13 Kedua grafik pada Gambar 4 menunjukkan hasil yang berbeda. Parameter simulasi lebih mewakili karakteristik hidrograf dari distribusi hujan yang pertama (16 Januari 2013). Hal ini ditunjukkan nilai RE (Relative Error) antara debit hasil simulasi dengan observasi masing-masing (a) 0.81% dan (b) 151.06%. Nilai RE yang tinggi pada simulasi dengan distribusi hujan tanggal 4 Maret 2013 menunjukkan parameter HEC-HMS yang digunakan menghasilkan debit simulasi yang lebih tinggi pula (over-ostimated). Parameter HEC-HMS simulasi kali ini lebih cocok digunakan untuk distribusi hujan dengan tipe yang sama dengan kejadian 16 Januari 2013. Menurut Halwatura dan Najim (2013) HEC-HMS memiliki kelemahan berupa ketidakpastian (uncertainty) estimasi parameter model. Validasi model curah hujan-limpasan skala regional dapat digunakan untuk memperbaiki kemampuan prediksi. 16 Jan
4 Mar
50
80
40
60
30
40
20
20
10 7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 1:00 3:00 5:00
hietograf
observasi
simulasi
7:00 9:00 11:00 13:00 15:00 17:00 19:00 21:00 23:00 1:00 3:00 5:00
0
0
hietograf
observasi
simulasi
(b) (a) Gambar 4 Perbandingan hidrograf banjir observasi dan hasil simulasi pada (a) 16 Januari 2013 dan (b) 4 Maret 2013 Pendekatan simulasi pada kejadian hujan 16 Januari 2013 menghasilkan hidrograf yang hampir berhimpit dengan hidrograf observasi sedangkan simulasi banjir 4 Maret 2013 memiliki time lag dan debit puncak yang lebih besar dibanding observasi. Grafik hidrograf observasi 4 Maret tidak memiliki time lag dilihat dari puncak hidrograf observasi yang berada di jam yang sama dengan titik berat curah hujan sesaat. Di sisi lain, hidrograf simulasi memiliki time lag kurang lebih 2.5 jam sehingga lebih dapat merepresentasikan karakteristik hidrogaf. Hidrograf observasi menjadi kurang tepat karena curah hujan sesaat 4 Maret 2013 beresolusi 3-jam sehingga tidak diketahui jam tepat titik berat hietograf yang sebenarnya. Proses validasi dilakukan untuk membuktikan agar prosedur model sesuai atau mendekati hasil yang diinginkan. Penyesuaian parameter HEC-HMS bertujuan untuk mencari nilai yang mendekati dengan observasi namun hasilnya tidak dapat disamaratakan. Jika hasil simulasi di atas sepenuhnya sama dengan observasi, hal tersebut baik untuk kejadian hujan dengan karakteristik yang sama namun tidak dengan distribusi hujan lain yang berbeda intensitas dan durasi. Menurut Kang dan Merwade (2011) model-model simulasi hidrologi yang dikonsep umumnya menyamaratakan input parameter hampir di seluruh wilayah DAS sehingga kurang dapat merepresentasikan variasi meteorologi dan kondisi
14 tutupan lahan yang memengaruhi proses hidrologi yang terjadi, termasuk program HEC-HMS. Di sisi lain, HEC-HMS tidak sesuai untuk mensimulasi hidrograf banjir karena ketidakmampuan memodelkan difusi lateral dan ketidakakuratan diskretisasi antar sektor (Halwatura dan Najim 2013). Namun karena kesederhanaan kebutuhan data, parameterisasi model, dan aplikasi pengerjaan simulasi, model seperti HEC-HMS menjadi perangkat lunak yang cukup populer dan mudah dioperasikan dalam kajian respon hidrologi suatu DAS. Debit dan Volume Banjir Desain Curah hujan desain yang digunakan dalam studi kelayakan pembangunan bendungan umumnya merupakan curah hujan dengan periode ulang tertentu. Simulasi program ini dibagi menjadi empat konfigurasi yang berbeda, masingmasing dipisahkan berdasarkan periode ulangnya yaitu 25, 50, 100, dan 200 tahun. Tabel 7 Debit banjir dan volume desain hasil running HEC-HMS Periode Ulang
Debit Desain (m3/s) 16-Jan 04-Mar
Volume Total Debit Banjir Desain (1000 m3) 16-Jan 04-Mar
25
99.1
83.3
3701
3082.8
50
116.7
98.2
4319.9
3559.8
100
135.3
113.8
4969.8
4060.8
200
154.7
130.2
5651.6
4585.4
Hasil debit banjir desain tersebut merupakan debit puncak yang masuk ke elemen reservoir sedangkan volume total debit banjir (inflow) adalah volume dari debit total selama satu kejadian hujan tertentu yang mengalir ke dalam reservoir. Reservoir direncanakan berada di wilayah Katulampa sehingga dalam basin model elemen ini direpresentasikan tepatnya di mana Bendung Katulampa saat ini berada. Nilai debit banjir desain yang diprediksi makin besar dengan bertambahnya lama periode ulang. Perbedaan nilai hasil simulasi di kedua hari tersebut disebabkan oleh distribusi curah hujan yang tidak sama. Jika hasil pada Tabel 7 direratakan maka debit rencana untuk periode ulang 25, 50, 100, dan 200 tahun masingmasing adalah 91.2; 107.5; 124.6; dan 142.5 m3/s. Begitu pula dengan volume total debit yang masuk ke dalam elemen reservoir, nilainya berbanding lurus dengan debit puncak. Rerata volume total di dua pemodelan di atas adalah 3.4; 3.9; 4.5; dan 5.1 juta m3 untuk tiap periode ulang. Estimasi Luas Area Genangan Pilihan debit banjir desain dengan beberapa periode ulang di atas kemudian digunakan sebagai dasar desain bendungan serta struktur pelengkapnya. Penelitian ini kemudian membandingkan keempat volume debit total yang ada dengan pemodelan sederhana berdasar perhitungan cut and fill pada Global Mapper untuk mengetahui luas area yang tergenang. Gambar 5 menunjukkan tampilan dari perangkat lunak Global Mapper 14.2 sebagai pengolah data elevasi.
15
Gambar 5 Tampilan DEM wilayah Ciliwung Hulu pada Global Mapper 14.2 (inset: area dengan batas kuning menunjukkan batas area yang disimulasikan akan tergenang)
Volume Inflow (juta m3)
Gambar 6 menunjukkan perbandingan luas area di Katulampa yang akan tergenang jika debit banjir sejumlah volume tertentu dengan empat periode di atas harus ditampung. Dilihat sepintas, luas area yang tergenang akibat banjir desain periode ulang 25 hingga 200 tahun tidak begitu berbeda. Beberapa hasil simulasi menunjukkan bahwa total volume debit banjir dengan kisaran 2.5-5 juta m3 akan menyebabkan area seluas 35-45 hektar tergenang. Hasil pemodelan menggunakan Global Mapper ini tidak menghitung secara detail prakiraan luas area yang akan digenangi karena dibutuhkan data detail topografi wilayah serta parameter lain yang mempengaruhi kapasitas dan dimensi bendungan serta bangunan pelengkapnya yaitu faktor pengendapan sedimen, rencana pemakaian air bendungan, dll. 5.16 4.96 4.32 4.17 3.75 3.34 2.60 0 Luas Genangan (ha)
10 2.60 36.2
3.34 40.12
20 3.75 40.93
30 4.17 41.72
4.32 47.23
40 4.96 43.78
50 5.16 44.86
Gambar 6 Perbandingan luas area yang tergenang oleh beberapa skenario volume debit banjir
16 Untuk bendungan pengendali banjir, periode ulang lebih tinggi akan lebih baik digunakan karena lebih dapat mengantisipasi banjir dengan besaran (magnitude) yang lebih besar pula. Penentuan kapasitas dan dimensi termasuk luas genangan bendungan sendiri akan lebih mempertimbangkan area yang harus dibebaskan, anggaran finansial dan dampak sosial terhadap masyarakat sekitar. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Bendungan atau reservoir dapat menjadi salah satu struktur pengendali banjir dengan menahan air di hulu sungai. DAS Ciliwung bagian hulu sering disebut sebagai penyebab banjir tahunan yang dialami Provinsi DKI Jakarta. Perencanaan rancangan detail desain bendungan dan pelengkapnya membutuhkan informasi debit banjir desain yang didapat melalui analisis hidrologi. Data sepanjang 23 tahun dari tiga stasiun di Ciliwung hulu diolah menggunakan sebaran teoritis log Pearson III untuk memperkirakan curah hujan desain dengan periode ulang 25, 50, 100, dan 200 tahun. Simulasi HEC-HMS menggunakan pemodelan dari kejadian hujan di dua hari berbeda menghasilkan rerata debit banjir desain masing-masing 91.2; 107.5; 124.6; dan 142.5 m3/s serta volume total debit banjir desain sebesar 3.4; 3.9; 4.5; dan 5.1 juta m3 untuk tiap periode ulang. Hasil simulasi Global Mapper dengan metode cut and fill menunjukkan kisaran luas area sekitar Katulampa yang akan tergenang jika perencanaan bendungan dilaksanakan adalah 35-45 ha. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dapat membandingkan prosedur analisis hidrologi yang lebih baik menggunakan data curah hujan dari beberapa stasiun dengan panjang periode waktu tertentu. Data topografi yang lebih detail serta pelaksanaan survei lapangan akan lebih membantu perhitungan perencanaan desain kapasitas dan dimensi bendungan. DAFTAR PUSTAKA Afrina DP. 2013. Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk analisis perubahan lahan dan curah hujan terhadap aliran permukaan di DAS Ciliwung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ali M, Sher JK, Irfan A, Zahiruddin K. 2011. Simulation of the impacts of landuse change on surface runoff of Basin in Islamabad, Pakistan. J Land Urb Plan. (102):271-279. doi:10.1016/j.landurbplan.2011.05.006. [BBWS-CC] Balai Besar Wilayah Sungai-Ciliwung Cisadane. 2008. Pengendalian Banjir dan Perbaikan Sungai Ciliwung Cisadane (PBPS CC) [internet]. [diunduh 25 November 2012]. Tersedia pada http://bbwsciliwung.pdsda.net/wp-content/uploads/2011/11/sekapur-sirihciliwung-pak-teguh.pdf.
17 Blue Marble Geographics. 2013. Global MapperTM [internet]. [diunduh 3 September 2013]. Tersedia pada http://www.bluemarblegeo.com/products/ global-mapper.php [BPDAS] Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung Departemen Kehutanan. 2003. Rencana pengelolaan DAS terpadu DAS Ciliwung [laporan akhir]. Bogor (ID): Kerjasama BPDAS-Fahutan IPB. [BPSDA] Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane. 2013. Bendung Katulampa dalam pengelolaan banjir Ciliwung [laporan akhir]. Bogor (ID): BPSDA. Dinas Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta. 2013. Informasi APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 [internet]. [diunduh 6 September 2013]. Tersedia pada http://www.jakarta.go.id/web/apbd Halwatura D, Najim MMM. 2013. Application of the HEC-HMS model for runoff simulation in a tropical catchment. J Envsoft. (46): 155-162. http://dx.doi.org/10.1016/j.envsoft.2013.03.006. Holipah SN. 2012. Pengaruh perubahan penutupan/penggunaan lahan terhadap karakteristik hidrologi sub DAS Ciliwung Hulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Irianto S. 2000. Kajian hidrologi daerah aliran sungai Ciliwung menggunakan model HEC-1 [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kang K, Merwade V. 2011. Development and application of a storage–release based distributed hydrologic model using GIS. J Hydrol. (403):1–13. doi:10.1016/j.jhydrol.2011.03.048. Koustroulis AG, Tsanis IK. 2010. A method for estimating flash flood peak discharge in a poorly gauged basin: case study for the 13-14 january 1994 flood, Giofiros basin, Crete, Greece. J Hydrol. (385): 150-164. doi:10.1016/j.jhydrol.2010.02.012. McCuen RH. 2002. Modelling Hydrologic Change. Boca Raton (US): CRC Press LLC. Mori K. 1977. Hidrologi untuk Pengairan. Taulu L, penerjemah; Sosrodarsono S, Takeda K, editor. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. Terjemahan dari Manual on Hydrology. Nugroho SP. 2008. Analisis curah hujan penyebab banjir besar di Jakarta pada awal februari 2007. JAI. 4(1): 50-55. PT Mirah Sakethi. 2010. Mengapa Jakarta Banjir: Pengendalian Banjir Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID): PT Mirah Sakethi. Raghunath HM. 2006. Hydrology: Principles, Analysis, Design. New Delhi (IN): New Age International. Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data Jilid 1. Bandung (ID): Penerbit Nova. Sukadi. 1998. Langkah-langkah perencanaan dan perancangan sebuah bendungan/waduk [makalah]. Bandung (ID): Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung. Susianti D. 2012. November 21. Membendung banjir di waduk Ciawi. Media Indonesia. [USACE] US Army Corps of Engineers. 2010. Hydrologic Modeling System HEC-HMS User’s Manual, Version 5.
18 Ward AS, Luis G, Bejarano MD, Castillo LG. 2013. Extreme flood abatement in large dams with gate-controlled spillways. J Hydrol. (498): 113–123. http://dx.doi.org/10.1016/j.jhydrol.2013.06.010. Ward AS, Luis G, Fransisco MC, Maria DB. 2012. Extreme flood abatement in large dams with fixed-crest spillways. J Hydrol. (466): 60–72. http://dx.doi.org/10.1016/j.jhydrol.2012.08.009.
19
LAMPIRAN Lampiran 1 Curah hujan wilayah berdasar hujan maksimum di stasiun Gunung Mas Gunung Mas Tahun
Tanggal
Katulampa
RH maks (mm)
Citeko
Rmax
R1 (bobot*Rmax)
Rmax
R2 (bobot*Rmax)
Rmax
R3 (bobot*Rmax)
R1+R2+ R3
1985
23-Mar
103
42,23
0
0
0
0
42,23
1986
29-Apr
72
29,52
44
7,04
0
0
36,56
1987
15-Mar
71
29,11
4
0,64
0
0
29,75
1988
19-Des
116
47,56
7
1,12
59
25,37
74,05
1989
15-Okt
101
41,41
101
16,16
0
0
57,57
1990
14-Okt
71
29,11
40
6,4
0
0
35,51
1991
25-Feb
108
44,28
0
0
31
13,33
57,61
1992
24-Sep
130
53,3
0
0
0
0
53,3
1993
07-Jan
125
51,25
0
0
32
13,76
65,01
1994
21-Jan
122
50,02
58
9,28
110
47,3
106,6
1995
07-Feb
98
40,18
31
4,96
16
6,88
52,02
1996
03-Jan
162
66,42
75
12
123
52,89
131,31
1997
02-Jan
109
44,69
23
3,68
51
21,93
70,3
1998
23-Okt
101
41,41
45
7,2
2
0,86
49,47
1999
01-Jul
148
60,68
0
0
0
0
60,68
2000
28-Jan
113
46,33
0
0
63
27,09
73,42
2001
23-Jan
129
52,89
0
0
67
28,81
81,7
2002
30-Jan
147
60,27
52
8,32
48
20,64
89,23
2003
10-Des
118
48,38
0
0
8
3,44
51,82
2004
16-Feb
78
31,98
30
4,8
25
10,75
47,53
2005
18-Jan
157
64,37
111
17,76
45
19,35
101,48
2006
23-Jan
127
52,07
65
10,4
3
1,29
63,76
2007
24-Feb
247
101,27
0
0
46
19,78
121,05
2008
13-Mar
110
45,1
12
1,92
58
24,94
71,96
20 Lampiran 2
Curah hujan wilayah berdasar hujan maksimum di stasiun Citeko Gunung Mas
Tahun
Tanggal
Katulampa
Citeko
RH maks (mm)
Rmax
R1 (bobot* Rmax)
Rmax
R2 (bobot* Rmax)
Rmax
R3 (bobot* Rmax)
R1+R2+R3
17
6.97
0
0
87
37.41
44.38
11
4.51
12
1.92
94.1
40.463
46.893
1987
27-Sep 06Agust 11-Mei
0
0
5
0.8
79.7
34.271
35.071
1988
23-Jan
0
0
17
2.72
79.1
34.013
36.733
1989
08-Nop
0
0
0
0
100.8
43.344
43.344
1990
07-Jan
42
17.22
17
2.72
140.9
60.587
80.527
1991
24-Feb
57
23.37
63
10.08
151.2
65.016
98.466
1992
30-Jan
19
7.79
0
0
135.8
58.394
66.184
1993
01-Mar
25
10.25
28
4.48
84.9
36.507
51.237
1994
21-Jan
122
50.02
58
9.28
109.7
47.171
106.471
1995
31-Des
0
0
24
3.84
118.7
51.041
54.881
1996
07-Jan
0
0
15
2.4
123
52.89
55.29
1997
08-Jan
45
18.45
6
0.96
69
29.67
49.08
1998
05-Mar
66
27.06
36
5.76
87.5
37.625
70.445
1999
06-Mei
15
6.15
0
0
80.3
34.529
40.679
2000
03-Jul
21
8.61
0
0
94.5
40.635
49.245
2001
01-Mar
92
37.72
15
2.4
111.3
47.859
87.979
2002
30-Jan
147
60.27
52
8.32
145.9
62.737
131.327
2003
05-Feb
0
0
0
0
128.8
55.384
55.384
2004
22-Apr
31
12.71
42
6.72
79.3
34.099
53.529
2005
19-Jan
45
18.45
0
0
161
69.23
87.68
2006
24-Jan
75
30.75
35
5.6
134.4
57.792
94.142
2007
04-Feb
247
101.27
64
10.24
245.3
105.479
216.989
2008
20-Des
18
7.38
0
0
107.2
46.096
53.476
1985 1986
21 Lampiran 3 Curah hujan wilayah berdasar hujan maksimum di stasiun Katulampa Gunung Mas Tahun
Tanggal
Katulampa
Citeko
RH maks (mm)
Rmax
R1 (bobot*Rmax)
Rmax
R2 (bobot*Rmax)
Rmax
R3 (bobot*Rmax)
R1+R2+R3
1985
28-Apr
28
11.48
112
17.92
2
0.86
30.26
1986
01-Sep
14
5.74
133
21.28
0
0
27.02
1987
07-Mar
0
0
116
18.56
30
12.9
31.46
1988
25-Feb
7
2.87
83
13.28
0
0
16.15
1989
15-Okt
101
41.41
101
16.16
0
0
57.57
1990
09-Ags
0
0
92
14.72
7
3.01
17.73
1991
24-Des
0
0
115
18.4
0
0
18.4
1992
07-Okt
48
19.68
150
24
2
0.86
44.54
1993
13-Apr
0
0
185
29.6
6
2.58
32.18
1994
15-Okt
0
0
85
13.6
0
0
13.6
1995
04-Mei
0
0
102
16.32
0
0
16.32
1996
10-Feb
140
57.4
130
20.8
30
12.9
91.1
1997
30-Apr
5
2.05
115
18.4
0
0
20.45
1998
18-Okt
0
0
122
19.52
7
3.01
22.53
1999
17-Okt
8
3.28
101
16.16
27
11.61
31.05
2000
10-Okt
0
0
79
12.64
0
0
12.64
2001
07-Jun
20
8.2
102
16.32
11
4.73
29.25
2002
17-Mar
10
4.1
154
24.64
1
0.43
29.17
2003
29-Apr
71
29.11
129
20.64
59
25.37
75.12
2004
16-Mei
3
1.23
109
17.44
0
0
18.67
2005
18-Jan
157
64.37
111
17.76
45
19.35
101.48
2006
09-Feb
82
33.62
71
11.36
41
17.63
62.61
2007
03-Feb
156
63.96
172
27.52
66
28.38
119.86
2008
13-Nop
16
6.56
166
26.56
10
4.3
37.42
22 Lampiran 4 Perhitungan parameter statistik untuk distribusi normal xi-x
(xi-x)2
(xi-x)3
(xi-x)4
1985
CH Desain 44.380
-37.633
1416.246
-53297.638
2005752.237
2
1986
46.893
-35.120
1233.417
-43317.668
1521318.302
3
1987
35.071
-46.942
2203.555
-103439.384
4855655.854
4
1988
74.050
-7.963
63.410
-504.937
4020.832
5
1989
57.570
-24.443
597.462
-14603.796
356961.183
6
1990
80.527
-1.486
2.208
-3.282
4.877
7
1991
98.466
16.453
270.700
4453.813
73278.402
8
1992
66.184
-15.829
250.559
-3966.102
62779.592
9
1993
65.010
-17.003
289.103
-4915.638
83580.791
10
1994
106.600
24.587
604.519
14863.272
365442.641
11
1995
54.881
-27.132
736.148
-19973.190
541913.414
12
1996
131.310
49.297
2430.190
119800.980
5905823.927
13
1997
70.300
-11.713
137.195
-1606.975
18822.563
14
1998
70.445
-11.568
133.820
-1548.031
17907.682
15
1999
60.680
-21.333
455.099
-9708.639
207114.796
16
2000
73.420
-8.593
73.840
-634.513
5452.400
17
2001
87.979
5.966
35.593
212.344
1266.837
18
2002
131.327
49.314
2431.866
119924.963
5913974.608
19
2003
75.120
-6.893
47.514
-327.516
2257.582
20
2004
53.529
-28.484
811.341
-23110.260
658273.617
21
2005
101.480
19.467
378.962
7377.247
143612.551
22
2006
94.142
12.129
147.112
1784.311
21641.832
23
2007
216.989
134.976
18218.509
2459060.756
331914082.134
-10.053
101.064
-1015.997
10213.861
No
Tahun
1
24
2008
71.960
jumlah
1968.313
rerata
82.013
23 Lampiran 5 Perhitungan parameter statistik untuk distribusi log log xi
log xi - log xi rt
(log xi - log xi rt)2
(log xi - log xi rt)3
(log xi - log xi rt)4
1985
CH Desain (xi) 44.38
1.6471873
-0.2120086
0.04494765
-0.0095293
0.00202029
2
1986
46.893
1.671108
-0.1880879
0.03537705
-0.006654
0.00125154
3
1987
35.071
1.5449481
-0.3142478
0.09875165
-0.0310325
0.00975189
4
1988
74.05
1.8695251
0.01032916
0.00010669
1.102E-06
1.1383E-08
5
1989
57.57
1.7601962
-0.0989997
0.00980094
-0.0009703
9.6058E-05
6
1990
80.527
1.9059415
0.04674562
0.00218515
0.00010215
4.7749E-06
7
1991
98.466
1.9932863
0.13409039
0.01798023
0.00241098
0.00032329
8
1992
66.184
1.820753
-0.0384429
0.00147786
-5.681E-05
2.1841E-06
9
1993
65.01
1.8129802
-0.0462157
0.00213589
-9.871E-05
4.562E-06
10
1994
106.6
2.0277572
0.1685613
0.02841291
0.00478932
0.00080729
11
1995
54.881
1.739422
-0.1197739
0.01434578
-0.0017183
0.0002058
12
1996
131.31
2.1182978
0.2591019
0.06713379
0.01739449
0.00450695
13
1997
70.3
1.8469553
-0.0122406
0.00014983
-1.834E-06
2.245E-08
14
1998
70.445
1.8478502
-0.0113457
0.00012873
-1.46E-06
1.657E-08
15
1999
60.68
1.7830456
-0.0761503
0.00579887
-0.0004416
3.3627E-05
16
2000
73.42
1.8658144
0.00661848
4.3804E-05
2.8992E-07
1.9188E-09
17
2001
87.979
1.944379
0.08518312
0.00725616
0.0006181
5.2652E-05
18
2002
131.327
2.118354
0.25915812
0.06716293
0.01740582
0.00451086
19
2003
75.12
1.8757556
0.01655968
0.00027422
4.541E-06
7.5198E-08
20
2004
53.529
1.7285891
-0.1306068
0.01705813
-0.0022279
0.00029098
21
2005
101.48
2.0063805
0.14718456
0.02166329
0.0031885
0.0004693
22
2006
94.142
1.9737834
0.11458752
0.0131303
0.00150457
0.0001724
23
2007
216.989
2.3364377
0.47724182
0.22775975
0.10869648
0.0518745
24
2008
71.96
1.8570912
-0.0021047
4.43E-06
-9.324E-09
1.9625E-11
jumlah
1968.313
45.095839
rerata
82.013
1.8591959
No
Tahun
1
24 Lampiran 6 Nilai koefisien distribusi log Pearson III
25 Lampiran 7 Data curah hujan sesaat stasiun Citeko No Stasiun Nama Stasiun
96751 Meteo Citeko 2013
JAM
JAN
MAR
17
4
7-8
0.2
8-9
0.8
9 - 10
5.8
10 - 11
7.2
11 - 12
27
12 - 13
13.7
13 - 14
1
14 - 15
0
15 - 16
0.3
16 - 17
0.8
17 - 18
0
18 - 19
0.6
19 - 20
0
20 - 21
0
21 - 22
0
22 - 23
0
23 - 00
0
00 - 01
0
01 - 02
0
02 - 03
0
03 - 04
0
04 - 05
1.6
05 - 06
6.7
06 - 07
4.8
JUMLAH
70.5
3.5
6.3
11
68.2
11.3
3.4
21.4
5.4 130.5
26 Lampiran 8 Data debit observasi Katulampa
Jam
Senin, 16 Jan 2013 TMA Debit (cm) (m3/s)
Kamis, 4 Maret 2013 TMA Debit (cm) (m3/s)
7:00
40
4.7484134
110
17.882654
8:00
40
4.7484134
100
15.588882
9:00
40
4.7484134
100
15.588882
10:00
40
4.7484134
100
15.588882
11:00
30
3.4733831
110
17.882654
12:00
30
3.4733831
100
15.588882
13:00
30
3.4733831
90
13.427884
14:00
30
3.4733831
90
13.427884
15:00
70
9.5179853
80
11.403
16:00
70
9.5179853
80
11.403
17:00
160
31.247226
80
11.403
18:00
250
62.633687
80
11.403
19:00
150
28.329507
80
11.403
20:00
140
25.532003
80
11.403
21:00
140
25.532003
80
11.403
22:00
120
20.306202
70
9.5179853
23:00
120
20.306202
70
9.5179853
0:00
110
17.882654
70
9.5179853
1:00
100
15.588882
70
9.5179853
2:00
80
11.403
150
28.329507
3:00
70
9.5179853
180
37.435666
4:00
60
7.7771138
200
44.083292
5:00
60
7.7771138
130
22.856811
6:00
60
7.7771138
120
20.306202
27 Lampiran 9 Nilai parameter yang dipakai dalam simulasi HEC-HMS
(a) Elemen-elemen dalam simulasi HEC-HMS
(c) Parameter loss method menggunakan SCS curve number
(b) Parameter luas subDAS
(d)
Parameter transform berupa waktu lag tiap subDAS
(e) Parameter baseflow tiap subDAS
28
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Purwokerto, Jawa Tengah tanggal 19 November 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Yatiman dan Ratna Wahidah Yulistiaty dengan nama lengkap Annisa Noyara Rahmasary. Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Purwokerto pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Selekesi Masuk IPB (USMI). Program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam menjadi pilihan pertama penulis di kampus hijau ini. Selama masa perkuliahan penulis pernah aktif sebagai anggota UKM Panahan, kru Agri FM, Talent Management AIESEC-IPB, HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi), Earth Hour Bogor, dan ICSF (Indonesian Climate Student Forum). Selain itu penulis berpartisipasi dalam IPB Goes to Field 2012 di Demak, Jawa Tengah untuk mengabdikan ilmu yang didapat langsung ke masyarakat. Gelar sarjana sains IPB dapat diperoleh penulis setelah menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Hidrologi Bendung Katulampa: Potensi Pengembangannya sebagai Pengendali Banjir Jakarta di bawah bimbingan Prof. Dr. Daniel Murdiyarso, MS.