1
ANALISIS FUNGSI DAN STRUKTUR ALUN-ALUN KOTA JOMBANG SERTA KAWASAN SEKITAR SEBAGAI KAWASAN BERSEJARAH
LUM’ATUL FITRIA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2017
2
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Fungsi dan Struktur Alun-alun Kota Jombang Serta Kawasan Sekitar sebagai Kawasan Bersejarah” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2017 Lum’atul Fitria NIM A44120015
4
ABSTRAK LUM’ATUL FITRIA. Analisis Fungsi dan Struktur Alun-alun Kota Jombang serta Kawasan Sekitar sebagai Kawasan Bersejarah. Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR. Alun-alun Kota Jombang merupakan salah satu ruang terbuka bersejarah yang ada di Jombang. Kondisi alun-alun saat ini kurang terawat dan muncul fungsi yang mulai beragam. Maka dari itu, dilakukan analisis fungsi untuk mengetaui fungsi yang perlu dikuatkan, sehingga dapat mengembalikan nilai-nilai budaya dan sejarah di Jombang. Selain itu, dilkukan analisis struktur untuk mengetahui tata ruang alun-alun dan interpretasinya. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif, analisis fungsi, dan analisis cognitive mapping yang melibatkan masyarakat. Hasil dari analisis fungsi, diketahui bahwa masyarakat memahami alun-alun sebagai ruang yang memiliki nilai sejarah, serta penting untuk dilestarikan. Fungsi tersebut berupa aktivitas dan dijaga keberlanjutannya oleh lembaga adat. Pada peta cognitive mapping, diketahui bahwa masyarakat memiliki pandangan yang sama pada struktur alun-alun saat ini, sehingga memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Hasil penelitian berupa rekomendasi dari kegiatan penelitian yang meliputi program pelestarian dan rekomendasi pengelolaan bagi pengelola, pemerintah, dan masyarakat. Kata Kunci : Konten analisis, peta kognitif, pesantren, sejarah. ABSTRACT LUM’ATUL FITRIA. The Function and Structural Analysis of Jombang Town Square and vicinity as Historical District. Supervised by ARIS MUNANDAR Jombang Town Square is one of the historic open spaces in Jombang. Its condition is currently not well maintained and comes up with another function. Therefore, it is necessary to analyze functions to find out what aspects that need to be strengthened in order to restore cultural and historical values in Jombang. In addition, it was conducted the structural analysis to know the spatial plaza and its interpretation. Processing and data analyzing were done by descriptive analysis, functional analysis, and cognitive mapping analysis involving the community. For the result of the functional analysis, it is known that the public understands that the square as a space which has historical value, as well as its importance to be preserved. That function is in the form of activity and maintained by the customary institution. On the cognitive mapping map, it is known that the community has the same view on the structure of the square at this time, so it has the potential in continual development. The results of the research are in form of recommendations of research activities that include conservation programs and managerial recommendations for managers, government, and communities. Keywords: Cognitive mapping, content analysis, Islamic boarding school, history
5
ANALISIS FUNGSI DAN STRUKTUR ALUN-ALUN KOTA JOMBANG SERTA KAWASAN SEKITAR SEBAGAI KAWASAN BERSEJARAH
LUMATUL FITRIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
6
7
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah Analisis Fungsi dan Struktur Alun-alun Kota Jombang serta kawasan sebagai Kawasan Bersejarah Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Aris Munandar, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan masukan. Terimakasih juga kepada Kepala dan Staff di kantor BAPPEDA Jombang, serta staff di Dinas PU dan Pertamanan Kabupaten Jombang atas bantuan dan informasi yang telah diberikan selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Selain itu juga terima kasih kepada teman-teman seperjuangan selama perkuliahan, yakni teman-teman di Arsitektur Lanskap angkatan 49, KMNU, dan Forces IPB. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2017 Lumatul Fitria
8
DAFTAR ISI Pendahuluan
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
4
Penataan Ruang METODE PENELITIAN
6 9
Lokasi dan Waktu Penelitian
9
Batasan Studi
9
Alat dan Bahan
9
Metodologi HASIL DAN PEMBAHASAN
10 16
Kondisi Umum Alun-alun Kota Jombang
16
Aktifitas Eksisting di Tapak
26
Analisis Alun-alun sebagai Orientasi Kota Jombang
28
Pranata Sosial di Alun-alun Kota Jombang
35
Intensitas Aktivitas Pengguna di Alun-alun Kota Jombang
40
Penilaian Masyarakat pada Aspek Pelestarian Alun-alun Kota Jombang
44
Analisis Struktur Alun-alun Kota Jombang
45
Rekomendasi
53
SIMPULAN DAN SARAN
60
Simpulan
60
Saran
60
DAFTAR PUSTAKA
61
9
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tindakan pelesatarian lanskap sejarah Tabel 2. Alat dan Bahan Penelitian Tabel 3. Jenis data yang diperlukan Tabel 4. Tahapan Teknik Analisis Isi Tabel 5. Perbandingan frasa-frasa yang muncul dalam pustaka Tabel 6. Skor Presepsi Pengunjung pada Aspek Pelestarian Tabel 7 Skor ideal Intensitas Aktivitas di Kawasan Tabel 8 Tahapan Teknik Mental mapping Tabel 9 Vegetasi eksisting di Alun-alun Kota Jombang Tabel 10 Kegiatan Alun-alun Kota Jombang saat ini Tabel 11 Elemen lanskap berpengaruh di Kota Jombang Tabel 12 Pranata sosial menurut data aktivitas pengelola Alun-alun Kota Jombang Tabel 13 Kegiatan utama dan pendukung di Alun-alun Kota Jombang Tabel 14 Pranata sosial di Alun-alun Kota Jombang Tabel 15. Analisis komparatif fungsi Alun-alun saat ini dan masa lampau Tabel 16 Analisis landmark menurut tinjauan pustaka dan peneliti Tabel 17 Analisis landmark Alun-alun Kota Jombang menurut pengguna tetap Tabel 18 Analisis landmark Alun-alun Kota Jombang menurut pengguna tetap Tabel 19 Tindakan pelestarian pada objek dan kawasan bersejarah Tabel 20 Rekomendasi berdasarkan tinjauan aspek fungsi Tabel 21 Rekomendasi penataan landmark di Alun-alun Kota Jombang Tabel 22 Rekomendasi penataan path di Alun-alun Kota Jombang Tabel 23 Rekomendasi penataan node di Alun-alun Kota Jombang Tabel 24 Tahapan rekomendasi bagi pengelola
7 10 11 12 13 14 14 15 20 26 29 36 37 38 43 46 48 51 53 55 57 58 58 59
1
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian Gambar 2 Lokasi Penelitian Gambar 3 Peta tutupan lahan Kota Jombang Gambar 4 Pola sirkulasi di lokasi penelitian Gambar 5 Peta eksising vegetasi di tapak Gambar 6 Vegetasi dan satwa di Alun-alun Kota Jombang Gambar 7 Diagram penggunaan area eksisting Alun-alun Kota Jombang Gambar 8 Kegiatan sehari-hari di Alun-alun Kota Jombang Gambar 9 Objek peninggalan hindu dan kawasan pecinan Gambar 10 Lanskap kawasan pesantren Gambar 11 Objek lanskap peningalan Kolonial Gambar 12 Alun-alun dan orientasinya pada Kab.Jombang Gambar 13 Grafik penilaian intensitas aktifitas harian dengan skala Likert Gambar 14 Grafik penilaian intensitas aktifitas mingguan dengan skala likert Gambar 15 Grafik penilaian intensitas aktifitas bulanan dengan skala likert Gambar 16 Grafik Presepsi Masyarakat pada aspek yang perlu dilestarikan Gambar 17 Batas-batas Alun-alun Kota Jombang Gambar 18 Peta Mental map Alun-alun Kota Jombang Gambar 19 Mental map Alun-alun Kota Jombang menurut pengguna tetap Gambar 20 Elemen path di Alun-alun Kota Jombang
3 9 17 19 21 22 25 27 30 31 32 33 40 41 42 44 45 47 50 52
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisoner Intensitas Aktivitas Pengguna Alun-alun Kota Jombang 63 Lampiran 2 Hasil Tingkat Intensitas Pengunjung di Alun-alun Kota Jombang 64 Lampiran 3 Derajat Kepentingan dari Intensitas Kegiatan Pengunjung di Alun-alun Kota Jombang 65 Lampiran 4 Hasil Penilaian dan Derajat Kepentingan Masyarakat pada Aspek Pelestarian Alun-alun Kota Jombang 66 Lampiran 5 Kegiatan Besar di Alun-alun Jombang pada tahun 2015-2016 67
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Jombang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur dengan luas wilayah 1.159,50 km2. Kabupaten Jombang pada masa ke masa memiliki peranan penting sebagai daerah pemukiman, pusat keagamaan, pemerintahan, dan perekonomian. Sejarah Jombang dimulai pada masa Kerajaan Majapahit, Kerajaan Mataram Islam, hingga masa Kolonial Belanda. Pengaruh Hindu Jawa masih terlihat sampai saat ini dari candi-candi dan ritual adat yang dilakukan. Jombang juga dikenal sebagai Kota Santri karena terdapat kegiatan dan lembaga pendidikan Islam tertua serta terbanyak di Jawa. Pengaruh dari kerajaan Majapahit hingga kolonial Belanda tersebut membuat Jombang memiliki banyak lanskap sejarah yang penting untuk dilestarikan. Salah satu lanskap yang masih ada dan perlu untuk dilestarikan adalah lanskap Alun-alun Kota Jombang. Alun-alun merupakan ruang persegi bersejarah di Jawa yang memiliki makna terhadap peristiwa bersejarah dan kegiatannya hingga saat ini. Alun-alun Kota Jombang dianggap penting karena menjadi bukti sejarah dimulainya pemerintahan di Kabupaten Jombang, namun Alun-alun Kota Jombang sampai 20 tahun mendatang direncanakan sebagai ruang kegiatan perdagangan, yang berupa pedagang kaki lima, pusat oleh-oleh, dan wisata (Bappeda Jombang 2014). Kegiatan tersebut akan mengarahkan alun-alun pada konsep plaza terbuka atau taman kota yang berisi kegiatan rekreasi dan berorientasi ekonomi, sedangkan disisi lain fungsi dan struktur asli alun-alun tradisional Jawa harus dipertahankan agar tidak kehilangan identitasnya. Fungsi alun-alun menurut konsep tradisional Jawa ialah untuk pertemuan raja dengan rakyatnya, kegiatan keagamaan, dan kenegaraan. Aspek fungsi dapat ditinjau dari aktivias pengguna sehari-hari dan pranata sosial yang berlaku. Pranata sosial adalah lembaga adat yang menjaga kestabilan dan keberlanjutan fungsi alun-alun. Pranata sosial berupa aktivitas sesuai kebutuhan masyarakat dan di atur oleh kebudayaan. Selain itu pada aspek struktur, konsep tata kota tradisional di Jawa disebut catur tunggal, yang diamati dari bangunan sekitar alun-alun. Alun-alun Kota Jombang juga dianggap sebagai orientasi kota yang tepat berada di pusat kota. Penataan struktur diperlukan untuk meningkatkan nilai dan fungsi alun-alun serta kawasan sekitarnya. Menurut Lycnh (1981), komponen dari city-senses yang berkaitan erat dengan form atau bentuk arsitek adalah senses of place dan senses of structure. City senses adalah salah satu dari dimensi yang dapat menjadikan kota menjadi ideal. Senses of place adalah segala sesuatu yang kasat mata dan memiliki makna, karena berkaitan erat dengan budaya. Sedangkan senses of structure berkaitan erat dengan kamampuan seseorang terhadap orientasi di dalam setting ruang (Mental map). Oleh karena itu, kajian mengenai analisis struktur dan fungsi alun-alun perlu untuk dilakukan. Dikarenakan alun-alun memiliki fungsi yang harus dipertahankan sebagai ruang kota tradisional yang hanya ada di Jawa. Selain itu, alun-alun menjadi elemen penting yakni
2
orientasi dan identitas Kota. Kajian ini menghasilkan rekomendasi berupa konsep pelestarian untuk meningkatkan fungsi Alun-alun Kota Jombang dan sekitarnya. Kawasan sekitar yang dimaksud ialah kawasan yang miliki objek dan nilai sejarah yang telah dikaji. Pelestarian bertujuan untuk mempertegas identitas alun-alun dengan tetap memperhatikan faktor-faktor tradisional yang perlu dipertahankan dan faktor baru yang disesuaikan, serta memerhatikan rencana program pemerintah dan kebutuhan pengguna. Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan kegiatan penelitian analisis fungsi dan struktur Alun-alun Kota Jombang adalah : 1. mengkaji Alun-alun Kota Jombang sebagai orientasi kota menurut konsep jawa (konsep mancapat) 2. menganalisis fungsi dan struktur Alun-alun Kota Jombang serta kawasan sekiatarnya 3. menyusun rekomendasi untuk mengoptimalkan alun-alun sebagai kawasan bersejarah. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah, yakni pelestarian Alun-alun Kota Jombang dan kawasan sekitar sebagai kawasan bersejarah. Manfaat lain dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui orientasi Alun-alun Kota Jombang pada kawasan sekitar. Kawasan sekitar yang dimaksud adalah kawasan yang memiliki nilai dan objek bersejarah yang telah dikaji oleh peniliti dan pustaka. Selain itu, untuk mengembalikan fungsi alun-alun sesuai identitasnya sehingga dapat meningkatkan vitality kota. Kerangka Pikir Penelitian Penelitian dilakukan dengan dasar pemikiran bahwa kota Jombang akan dikembangkan sebagai kota metropolitan. Disisi lain, Jombang memiliki sejarah yang harus dipertahankan, seperti Alun-alun Kota Jombang. Alun-alun Kota Jombang dianggap penting sebagai oritentasi kota, namun terus mengalami perubahan fungsi dan struktur lama menjadi baru, yang dikhawatirkan dapat meninggalkan identitas aslinya. Rekomendasi pelestarian alun-alun kota berdasarkan analisis fungsi dan struktur akan menghasilkan saran berupa program untuk mewujudkan Alun-alun Kota Jombang dan sekitarnya sebagai kawasan bersejarah. Adapun gambar keranga pikir penelitian dapat dilihat pada (Gambar 1).
3
Potensi lanskap sejarah Kota Jombang
Alun-alun sebagai orientasi kota
Laju pesat pembangunan kota
Kurangnya pengetahuan
Lemahnya upaya pemerintah
Perubahan fungsi Alun-alun Kota Jombang
Meninggalkan pola tradisional ke pola baru
Identifikasi
Kondisi umum : 3. Aspek fisik 4. Aspek sosial, budaya, ekonomi 5. Aspek sejarah
Analisis fungsi : 6. Pranata sosial atau lembaga adat 7. Aktivitas pada alun-alun
Analisis struktur : 1. Karakter lanskap 2. Cognitive mapping
Penarikan kesimpulan dan penyusunan konsep pelestarian Alun-alun Kota Jombang
Bahan rujukan bagi pemerintah dalam melestarikan Alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan bersejarah Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA Jombang Kota Bersejarah Luas wilayah Kabupaten Jombang adalah 1.159,50 km², atau menempati sekitar 2,5% luas wilayah Provinsi Jawa Timur. Secara administratif, Kabupaten Jombang terdiri dari 21 kecamatan, yang meliputi 302 desa dan 4 kelurahan, serta 1.258 dusun atau lingkungan. Kabupaten Jombang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang memiliki banyak peninggalan arkeologi (purbakala). Hal ini dikarenakan Kabupaten Jombang sejak masa Kerajaan Majapahit memiliki peranan yang penting sebagai daerah pemukiman, pusat keagamaan, pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Letak Kabupaten Jombang yang berada di daerah aliran Sungai Brantas dan ujung timur Pegunungan Kendeng membawa Kabupaten Jombang sebagai tempat strategis hunian manusia purba pada masa prasejarah. Sejarah Kabupaten Jombang dimulai pada masa Kerajaan Medang yang di pimpin Mpu Sendok dari tahun 929 hingga 947 M. Jombang menjadi pusat atau ibu kota pada masa itu, serta menjadi pusat kerajaan terbesar pertama di Jawa. Kemudian wilayah Jombang diambil alih oleh Kerajaan Airlangga (1019-1043 M), Kerajaan Daha (1041 M), Kerajaan Singosari (1222 M), hingga Kerajaan Majapahit (sampai 1478 M). Selain itu, Kerajaan Majapahit juga menjadi salah satu Kerajaan terbesar dengan 60% wilayahnya berada di Jombang. Kerajaan Majapahit menjadi penutup sejarah Hindu Jawa di Jombang, dikarenakan masuknya kerajaan Islam dari Demark hingga kemudian masuk pengaruh Belanda atau Kolonial (Nanang 2012). Prasasti dari perjalanan tersebut tersebar di berbagai daerah, upaya pelestarian yang telah dilakukan oleh Kabupaten Jombang sebagai langkah awal dalam perlindungan secara fisik adalah dengan melakukan inventarisasi dan registrasi benda budaya dengan bekerjasama Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Timur pada tahun 2010. Hasil inventarisasi dan registrasi benda budaya tercatat terdapat 21 buah benda budaya tidak bergerak dan 159 benda budaya bergerak (Bappeda Jombang 2014). Selain pengaruh kerajaan Majapahit, pengaruh ulama-ulama yang ada dijombang juga membentuk budaya spiritualitas dan sebutan Jombang sebagai kota santri. Terdapat pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional tertua dan terbanyak di Jawa Timur. Saat ini hampir setiap hari Jombang dikunjungi oleh peziarah makam para ulama dari berbagai daerah di Indonesia bahkan mancanegara. Fungsi Alun-alun di Jawa Handinoto (1992) menyatakan, alun-alun berasal dari Bahasa jawa kuno (kawi) yaitu “hallun-hallun” yang pada zaman dulu ditulis aloen-aloen atau aloonaloon (pelan-pelan). Alun-alun merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan untuk kegiatan masayarakt yang beragam. Dapat dikatakan bahwa alun-alun adalah lapangan terbuka orisinil
5
Jawa. Lapangan terbuka berfungsi sebagai tempat pertemuan masyarakat dan perayaan upacara besar. Bentuk fisik alun-alun berupa persegi dengan keberadaan pohon beringin, jaringan jalan, serta adanya bangunan seperti kantor keresidenan, pendopo, masjid, dan penjara. Keberadaan alun-alun selalu dekat dengan adanya beringin kurung (pohon beringan yang diberi pagar) yang memiliki sumbu berupa titik pertemuan dari jalan-jalan utama yang menghubungkan keraton dengan bagian barat, utara, dan timur kota. Jo Santoso (2008), menjelaskan pentingnya alun-alun karena menyangkut beberapa aspek. Pertama, alun-alun melambangkan tegakkannya suatu sistem kekuasaan atas suatu wilayah tertentu. Kedua, berfungsi sebagai tempat perayaan ritual atau keagamaan. Ketiga, tempat mempertunjunkan kekuasaan militer dan merupakan instrument kekuasaan dalam mempraktekkan kekuasaan sakral dari sang penguasa. Adrisijanti (2000) juga membagi fungsi alun-alun berdasarkan beberapa aspek yang kemudian di hubungkan dengan Alun-alun Kota Jombang sesuai sejarahnya. 1. Aspek tata ruang kota : keberadaan Alun-alun Kota Jombang sebagai ruang terbuka dikelilingi keraton, masjid, dan bangunan umum lainnya. 2. Aspek filosofi-religius : pada masa kerajaam Islam hingga saat ini, Alun-alun Kota Jombang berfungsi sebagai tempat untuk menampung kelebihan jamaah dari masjid Agung. Adapun kegiatan hari-hari besar Islam antara lain Salat Idul Adha dan Idul Fitri. 3. Aspek sejarah : pada masa kerajaan alun-alun berfungsi sebagai tempat upacara tani. Upacara tani membutuhkan tanah lapang luas berumput dan berbentuk persegi empat, serta berdekatan dengan istana, sehingga upacara dapat langsung di pimpin oleh rajanya. Kemudian berkembang menjadi pusat administrasi dan sosial budaya. 4. Aspek ekonomis : Alun-alun Kota Jombang pada masa ini memiliki fungsi sebagai pasar pedagang kaki lima terbuka. 5. Aspek seni dan budaya : Alun-alun Kota Jombang pada masa lalu, berfungsi sebagai tempat pargelaran seni seperti wayang kulit, ludruk, dan pertunjukan seni tari. Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds dan Starke 2006). Lanskap sejarah merupakan bagian dari peninggalan kebudayaan dalam periode waktu tertentu. Manusia menciptakan pola fisik sebagai hasil kebudayaan yang diekspresikan melalui nilai dan sikap dalam bentuk peninggalan artefak. Bentuk peninggalan ini menjadi suatu bukti yang membantu memahami suatu motif kesejarahan. Lanskap sejarah memiliki karakteristik penciri yang membantu identifikasi keberadaan elemen dan batas dari suatu lanskap sejarah. Karakteristik penciri tersebut dapat berupa pola vegetasi, topografi, bentukan air,
6
jalanan, jalur, pijakan, dinding, bangunan, gerbang, hingga patung. Jenis lanskap sejarah yang berbeda akan memiliki karakteristik penciri yang berbeda pula (PHMC 2015). Secara sederhana menurut Harris dan Dines (1988), lanskap sejarah dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu dan merupakan bentuk fisik dari keberadaan manusia di atas bumi. Goodchild (1990) mengemukakan bahwa suatu lanskap dikatakan memiliki nilai historis apabila di dalamnya memuat satu atau beberapa kondisi lanskap berikut ini : 1. merupakan contoh yang menarik dari sebuah tipe lanskap sejarah, 2. memuat bukti yang menarik untuk dipelajari terkait dengan sejarah tata guna, 3. lahan, lanskap, taman, atau sikap budaya terhadap lanskap dan taman, 4. memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat atau peristiwa atau peristiwa yang penting dalam sejarah, 5. memiliki nilai-nilai sejarah dengan bangunan atau monumen bersejarah Penataan Ruang Penataan ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat pemukiman sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional (Rumata 2010). Penataan ruang pada alun-alun sebagai orientasi kota, melibatkan bangunan-bangunan yang tampak dan berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung. Definisi dari struktur itu sendiri adalah susunan dari elemen-elemen fisik pembentuk suatu ruang. Elemen-elemen fisik ini merupakan ekspresi dari berbagai elemen yang tidak terlihat mata, seperti keadaan ekonomi, sosial, budaya dan politik. Dimana dalam hal ini, faktor ekonomilah yang menjadi pemicu utama. Elemen-elemen fisik ini dapat didefinisikan lebih detail sebagai jaringan jalan, pembatas kota, jalur sungai, dan juga kawasan dengan karakter tertentu. Penataan ruang pada alun-alun secara kasat mata dipengaruhi oleh konsep alun-alun itu sendiri. Pelestarian Lanskap Sejarah Pelestarian lanskap sejarah merupakan usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaaanya atau nilai yang dimilikinya. Pelestarian suatu benda dan juga suatu kawasan yang bernilai sejarah dan budaya, pada hakekatnya bukan hanya untuk melestarikannya tetapi terutama untuk menjadi alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi dari kawasan tersebut (Nurisjah dan Pramukanto, 2001). Harris dan Dines (1988) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya pelestarian lanskap sejarah antara lain untuk :
7
1. mempertahankan karakter estetik dari suatu properti atau area yang nantinya dapat menginterpretasikan kehidupan kesejarahan dari seseorang, kejadian, atau tempat, 2. mengkonservasi sumberdaya, misalnya untuk menyelamatkan pohon, semak dan jenis tanaman lainnya, serta memperpanjang kehidupan suatu fitur dari sebuah tapak, 3. memfasilitasi Pendidikan lingkungan, misalnya untuk mengilustrasikan suatu proses atau teknologi masa lampau, 4. mengakomodasi perubahan kebutuhan kawasan kota, tepi kota, ataupun pedesaan. Beberapa tindakan yang perlu dilakukan terhadap lanskap bersejarah menurut Harris dan Dines (1988) dapat dilihat pada (Tabel 1) berikut. Tabel 1 Tindakan pelesatarian lanskap sejarah No Pendekatan Definisi Implikasi 1 Preservasi Mempertahankan tapak • Intervensi (campur tangan) rendah, melindungi lanskap sejarah tanpa seperti kondisi awal tanpa perusakan melakukan penambahan • Tanpa membedakan perkembangan maupun merusaknya. tapak 2 Konservasi Mencegah bertambahnya • Melindungi lanskap bersejarah, terkadang melibatkan sedikit kerusakan pada tapak atau penambahan atau penggantian elemen tapak • Pemakaian teknologi dan adanya pengujian secara keilmuwan 3 Rehabilitasi Meningkatkan standar • Terbatasnya penelitian mengenai sejarah untuk mengetahui elemen modern dengan tetap yang sesuai memperkenalkan dan mempertahankan karakter • Adanya kesatuan antara elemen sejarah dan modern sejarah • Melibatkan tingginya tingkat intervensi, sehingga semakin menghilangkan lanskap sejarah 4 Restorasi Mengembalikan seperti • Mengembangkan penelitian kesejarahaan secara luas dan tepat kondisi awal (tempo dulu) • Pada umumnya melibatkan tingkat sebisa mungkin intervensi yang tinggi • Penggantian konstruksi dan desain 5 Rekontruksi Menciptakan kembali • Melakukan penelitian mengenai sejarah dan arkeologi untuk seperti kondisi awal, memperoleh ketepatan dimana tapak (eksisting) • Mengembangkan desain, elemen, sudah tidak bertahan lagi dan artefak apabila diperlukan • Mempetimbangkan tapak museum yang sesuai 6 Rekonstitusi Menempatkan atau • Memperluas penelitian kesejarahan untuk mempertahankan karakter dan mengembalikan periode pola yang akan dikembangkan (waktu), skala, penggunaan, dan lainnya yang sesuai
8
Analisis Isi Teknik Analisis isi atau Content Analysis menurut Krippendorff (2004) adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi (kesimpulan) yang dapat ditiru (replicable) dan sahih (valid) data dengan meperhatikan konteksnya. Teknik ini mencerna makna (meanly) dari suatu data terdokumentasi secara mendalam. Analisis isi tidak hanya bertujuan untuk mengetahui konteks suatu teks berita, namun juga bagaimana pesan itu disampaikan sehingga makna yang tersembunyi dalam teks tersebut dapat terlihat. Pesan dapat berupa frasa atau kata. Tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang fenomena yang diteliti. Krippendorff lebih lanjut menjelaskan bahwa teknik Analisis isi mengacu pada tiga sifat yang melekat, yaitu objektif, sistematis dan generalitas. Teori Lynch : Imageable City Kevin Lynch (1960) dalam buku The Image of the City, berpendapat bahwa pandangan terhadap suatu kota adalah hasil dari pendapat publik yang terakumulasi dari banyaknya pandangan yang dilihat dan dijadikan public image. Meskipun image tiap individu unik dan berbeda, tetapi image kota sangat ditentukan oleh pandangan overlay terhadap kota tersebut. Terdapat elemen yang berbeda tetapi berhubungan, sehingga dianggap sama dan menjadi kesepakatan publik sebagai penanda kota yang utama atau dominan. Dalam menandai lingkungannya, faktor kekuatan visual (imageability/apparency) menjadi sangat dominan. Semakin kuat faktor visual, semakin kuat pula elemen tersebut diingat atau dipahami oleh pengamat. Karena secara prinsip ada tiga hal dari elemen kota yang akan diingat oleh pengamat, yaitu: elemen yang memberikan indentitas, elemen yang mengarah kepada pola kota, dan elemen yang memberikan makna (baik kepada individu maupun secara sosial). Menurut Lynch (1981) di buku A Theory of Good City Form, terdapat faktor utama yang perlu diperhatikan dalam menghadirkan kota yang ideal yaitu dimensi. Dimensi meliputi: vitality, senses, fit, access, control, efficiency dan justice. Dalam senses mencakup tiga hal, yaitu: sense of place, sense of event/ occasion, dan sense of formal structur. Jika dikaitkan dengan teori ’Imageable City’, kualitas visual suatu kota terletak pada kekuatan sense of place dan sense of formal structure. Terdapat lima elemen kota mendasar yang mampu memberikan kualitas visual bagi kota. Elemen yang diteliti Lynch adalah: path, edges, nodes, landmark dan district. Elemen-elemen ini dianggap sebagai lima elemen utama yang paling kasat mata dan terasa di kawasan kota. Semakin kuat kelima elemen ini, semakin kuat kualitas visual kotanya, yang berarti semakin baik ruangnya memberikan kualitas imageable terhadap pengamat (Damayanti 2011). Lynch (1981) menyatakan bahwa elemen yang merupakan kesepakatan publik yang dianggap elemen terkuat dan memiliki nilai legability yang tinggi. Elemen-elemen tersebut disajikan dalam sebuah peta yang disebut peta Mental mapping.
9
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini telah dilaksanakan di Alun-alun Kota Jombang, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Gambar lokasi penelitian dan batasannya dapat dilihat pada (Gambar 1). Secara geografis, Kecamatan Jombang terletak pada 7°33’21,82” - 7°33’27,44” Lintang Selatan dan 112°13’57,96” 112°14’1,96” Bujur Timur dengan elevasi 46 mdpl. Waktu Penelitian di mulai pada bulan Maret hingga bulan Agustus 2016.
Gambar 2 Lokasi Penelitian Sumber : Google Earth (2014) dan Google Map (2015) Batasan Studi Studi ini dibatasi sampai tahap penyusunan rekomendasi pengelolaan dan pelestarian Alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan bersejarah. Adapun Batasan lokasi di tapak yakni satu bangunan di sekitar Alun-alun Kota Jombang, serta objek atau kawasan bersejarah yang tersebar di Kabupaten Jombang. Alat dan Bahan Kegiatan penelitian ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Alat yang digunakan untuk pengumpulan data di lapang yaitu kamera digital dan alat tulis. Alat yang digunakan pada pengolahan data yaitu computer atau laptop dengan perangkat lunak meliputi : Microsoft Word, Microsoft Excel, AutoCadd 2013, Adobe Photoshop CS6 dan SPSS. Bahan yang digunakan pada pengelolaan data berupada peta dasar, peta tata wilayah, dokumentasi visual tapak, data fisik tapak, data biofisik tapak, dan administrasi dari wilayah studi. Alat dan bahan penelitian yang digunakan dijabarkan beserta fungsinya pada (Tabel 2).
10
Tabel 2. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan Bahan Fungsi Alat Kamera Digital Melakukan survei pengambilan gambar Komputer Mengoperasikan berbagai perangkat lunak Bahan Peta dasar Menunjang data spasial Kuisoner Mendapatkan data responden Perangkat lunak pendukung Microsoft Word Membuat laporan Microsoft Excel Membuat tabel dan pengelolaan data statistic AutoCadd 2013 Mengelola data spasial (Mental map) Adobe Photoshop CS6 Pengolahan grafis SPSS Pengolahan data tabel Metodologi Penelitian meliputi empat tahap kegiatan yaitu 1) persiapan 2) inventarisasi data 3) pengelolahan dan analisis data dan 4) penyusunan rekomendasi pelestarian Alun-alun Kota Jombang. Tahapan analisis data terdiri dari tiga metode, yakni analisis isi, analisis aktivitas dan presepsi pengguna, serta cognitive mapping. Hasil analisis isi dan aktivitas pengguna untuk menganalisis fungsi, cognitive mapping untuk menganalisis struktur dan karakter kawasan. Hasil analisis dijabarkan secara deskripsi. Adapun penjabaran taip tahapan dapat dilihat sebagai berikut. Tahap Persiapan Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan yaitu penelusuran pustaka dan penentuan lokasi penelitian. Pengumpulan pustaka yang telah dilakukan untuk kemudian menjadi acuan dalam menentukan batas wilayah lokasi penelitian. Lokasi penelitian yaitu Alun-alun Kota Jombang dengan bangunan-bangunan yang tampak dan berhubungan langsung di sekitarnya. Kemudian penyusunan proposal penelitian, membuat surat izin kegiatan penelitian, serta mengumpulkan data awal terkait kondisi umum dari lokasi penelitian. Inventarisasi Data Kegiatan yang dilakukan pada tahap inventarisasi data yaitu pengumpulan data mengenai kondisi tapak saat ini dan beberapa pustaka acuan untuk meninjau era tertentu (yakni masa kerajaan hindu hingga masa kolonial atau pra kemerdekaan). Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini sebagaimana dirinci pada (Tabel 3) adalah sebagai berikut : a. Aspek fisik lanskap meliputi peta dasar, rencana tata ruang wilayah, tata ruang alun-alun dan tata guna lahan.
11
b. Aspek sosial budaya, meliputi sistem pranata sosial, aktivitas secara spasial, dan kegiatan kebudayaan. c. Aspek kesejarahan meliputi sejarah perkembangan kota, perkembangan kebudayaan kota, serta perkembangan fungsi dan tata ruang alun-alun yang ditinjau berdasarkan era tertentu. d. Aspek pendukung pengelolaan alun-alun meliputi fasilitas, kualitas fisik dan lingkungan, serta kebijakan pemerintah. Data tersebut dikumpulkan secara langsung dilapang melalui observasi lapang, cross-checking, serta hasil wawancara dan kuisoner. Wawancara dilakukan terhadap pihak atau lembaga institusi yang menjaga keberlangsungan dari ruang dan fungsi Alun-alun Kota Jombang. Wawancara dilakukan juga terhadap masyarakat pada proses pemetaan mental Alun-alun Kota Jombang. Dikumpulkan pula data sekunder yang diperoleh melalui studi pustaka meliputi buku acuan, laporan penelitian, dan referensi pustaka. Tabel 3. Jenis data yang diperlukan Jenis data Aspek Fisik Lokasi (letak dan luas) dan kondisi geografis Peta dasar Peta tata ruang Wilayah Tata guna lahan Aspek Sosial Budaya Sistem pranata sosial
Bentuk data
Sumber data
Deskriptif dan spasial
Bappeda
Deskriptif dan spasial Deskriptif dan spasial Deskriptif dan spasial
Bappeda Bappeda Bappeda dan survei lapang
Deskriptif
Pustaka dan wawancara Survei lapang
Aktivitas Aspek Kesejarahan Sejarah perkembangan kota
Deskriptif dan spasial
Perkembangan kebudayaan kota Perkembangan fungsi alun-alun
Deskriptif
Perkembangan tata guna lahan
Deskriptif dan spasial
Aspek Pendukung Fasilitas pendukung
Deskriptif
Kebijakan pemerintah Kualitas fisik dan lingkungan
Deskriptif Deskriptif
Deskriptif
Deskriptif dan spasialtemporal
Pustaka dan wawancara Pustaka dan wawancara Pustaka dan wawancara mendalam Pustaka dan wawancara Pustaka dan wawancara Bappeda Survei lapang
12
Tahap Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini dioleh menggunakan 3 metode yaitu metode analisis isi, analisis aktivitas dan presepti pengguna, serta metode cognitive mapping. Ketiga metode tersebut dijabarkan dengan analisis menggunakan analisis deskriptif agar lebih mudah dipahami. Berikut merupakan penjabaran dari 3 metode yang digunakan : a) Analisis Isi Analisis Isi (Krippendorff 2004) dilakukan mengikuti tahapan teknik Analisis Isi. yaitu perumusan masalah, pemilihan media, definisi operasional, penyusunan kode, dan pengecekan reliabilitas, analisis data, dan penyusunan laporan. Adapun tahapan yang telah dilakukan dapat dilihat pada (Tabel 4) sebagai berikut. Tabel 4. Tahapan Teknik Analisis Isi No Tahapan Deskripsi 1
Perumusan Masalah
Sebagai pembuka kegiatan maka dilakukan penyusunan rumusan masalah. Penelitian ini bertujuan untuk melestarikan Alun-alun Kota Jombang. Maka dari itu, perlu diamati pranata sosial sebagai lembaga adat yang dapat menjaga keberlanjutan fungsi Alun-alun Kota Jombang. 2 Pemilihan Media Pada penelitian ini, telah dilakukan penelusuran (Sumber data) pada sumber tertulis, namun sumber yang tersedia terbatas dan tidak dapat memberikan informasi kepada peneliti. Maka dari itu, dilakukan penyesuaian dengan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam kepada sumber yang merupakan pengelola Alun-alun Kota Jombang yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Pertamanan serta Pengurus Masjid Agung. Data berupa fungsi atau kegiatan yang dilaksanakan di Alun-alun Kota Jombang pada periode waktu 2014-2016. 3 Definisi Operasional Defisini berupa jenis kegiatan yang dilakukan di Alun-alun Kota Jombang dan terdaftar dalam dokumen pengelola Alun-alun Kota Jombang. 4 Analisis Data dan Data fungsi atau kegiatan yang diperoleh di Penyusunan Laporan kategorikan menurut teori pranata sosial yang relevan. Kemudian data dianalisis dan disusun dalam bentuk laporan penelitian. Sumber : Krippendorff (2004)
13
Data analisis didapatkan dari hasil perbandingan tiga pustaka bacaan atau referensi yang dikoreksi oleh peneliti. Hasil pustaka tersebut dipelajari kembali reliabilitasnya dengan melakukan cross checking, wawancara kepada pengelola atau narasumber, serta melalui survei lapang. Pesan-pesan yang berupa frasa atau kata guna didapatkan dan diseleksi untuk mengambil kesimpulan, yakni pustaka yang memiliki relevansi tinggi dan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pustaka dengan relevansi tinggi tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan pelestarian. Pada pengolahan data, frasa yang dimaksud adalah frasa yang memiliki makna berbeda, jika memiliki makna sama atau sinonim maka akan diberi keterangan dalam penyusunannya. Adapun hasil akhir disusun dalam suatu tabel perbandingan, dan dapat dilihat pada (Tabel 5). Pada penelitian ini, Analisis Isi juga digunakan untuk menentukan sistem pranata sosial yang masih ada dan berpotensi dalam mempertahankan keberlanjutan fungsi dan ruang Alun-alun Kota Jombang. Tabel 5. Perbandingan frasa-frasa yang muncul dalam pustaka Frasa Frasa (1)
Frasa (2)
Frasa (3)
Frasa (…dst)
Pustaka Pustaka (1) Pustaka (2) Pustaka (3) Sumber : Krippendorff (2004) b) Analisis Aktivitas dan Presepsi Pengguna Analisis aktivitas pengguna digunakan untuk memperoleh informasi dan penilaian aktivitas secara temporal. Kemudian analisis tersebut digunakan untuk menentukan fungsi yang paling dominan pada Alun-alun Kota Jombang saat ini, dan kaitannya dengan fungsi menurut identitas sejarahnya. Analisis presepsi pengguna digunakan untuk mengetahui penilaian masyarakat pada aspek yang paling penting untuk di lestarikan di Alun-alun Kota Jombang. Pada analisis ini, melibatkan sebanyak 30 responden pengguna Alun-alun Kota Jombang. Metode perhitungan kuisoner menggunakan Skala Likert sebagai pengukuran yang biasa digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok (Sugiyono 2013). Skala Likert menggunakan lima skala dengan nilai masing-masing pada skor, yakni skor lima (tertinggi) dan satu (terendah). Setelah mengetahui intensitas aktivitas masyarakat dan penilaian masyararakat pada aspek pelestarian, maka dapat diketahui nilai frekuensi masing-masing aktivitas. Setiap skor dikalikan dengan jumlah responden, kemudian nilai yang didapat dimasukkan ke dalam rating scale untuk mengetahui hasil data kuisoner. Nilai rating scale dikonversi menjadi indeks penilaian untuk menghasilkan rating baru dengan meggunakan
14
rumus perhitungan dapat dilihat pada (Tabel 6) dan (Tabel 7). Adapun rumus perhitungan indeks dapat dilihat sebagai berikut : Indeks = ∑ nilai masing-masing kategori ∑ nilai maksimum kategori (150) Tabel 6. Skor Presepsi Pengunjung pada Aspek Pelestarian Rumus Nilai Jawaban Indeks Jawaban 5 x 30 = 150 121 – 150 0,81 – 1,00 4 x 30 = 120 91 – 120 0,61 – 0,81 3 x 30 = 90 61 – 90 0,41 – 0,60 2 x 30 = 60 31 – 60 0,21 – 0,41 1 x 30 = 30 0 - 30 0,00 – 0,20
Skala* SP P CP TP STP
*Skala : SP (Sangat Penting), P (Penting), CP (Cukup Penting), TP (Tidak Penting), dan STP (Sangat Tidak Penting).
Tabel 7 Skor ideal Intensitas Aktivitas di Kawasan Rumus Nilai Jawaban Indeks Jawaban 5 x 30 = 150 121 – 150 0,81 – 1,00 4 x 30 = 120 91 – 120 0,61 – 0,81 3 x 30 = 90 61 – 90 0,41 – 0,60 2 x 30 = 60 31 – 60 0,21 – 0,41 1 x 30 = 30 0 - 30 0,00 – 0,20
Skala* ST T CT R SR
*Skala : ST (Sangat Tinggi), T (Tinggi), CT (Cukup Tinggi), R (Rendah), dan SR (Sangat Rendah).
Setelah mengetahui hasil intensitas kegiatan pengguna menggunakan perhitungan Skala Likert, maka dapat diketahui nilai masing-masing lokasi untuk dianalisis lebih lanjut dalam upaya penyusunan rekomendasi pelestarian Alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan bersejarah. c) Mental mapping Peta mental adalah visualisasi peta yang terdiri dari lima elemen menurut Lynch (1981), yakni path, node, district, landmark, dan edge pada lingkungan tertentu yang dibentuk oleh responden. Penggambaran ini dapat menangkap elemen-elemen dominan di lingkungan tersebut, yaitu elemen yang paling mudah diingat oleh seseorang dalam beraktifitas di lingkungannya. Berdasarkan kelima elemen tersebut path, landmark dan node adalah elemen yang paling kuat untuk tempat dengan skala mikro dan meso. Menurut Damayanti (2011) elemen tersebut juga paling kuat dalam menghadirkan karakter visual, sedangkan edge dan district cenderung lebih lemah karena batasan antar district di kota negara berkembang tidak terdefinisikan dengan baik. Elemen path, node dan landmark akan menggambarkan peta mental untuk sense of formal structure, sedangkan karakter kawasan untuk sense of place.
15
Tahapan teknik Mental mapping Alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan bersejarah dapat dilihat pada (Tabel 8). Adapun tahapan tersebut meliputi : 1) persiapan 2) pengambilan data 3) rekapitulasi data 4) analisis data. Pada penelitian ini dapat dikumpulkan dari 30 responden, yang terdiri dari pengguna tetap dan tidak tetap. Pengguna tetap adalah responden yang setiap hari beraktivitas dan bertempat tinggal disekitar Alun-alun Kota Jombang (langsung berhubungan), sedangkan pengguna tidak tetap adalah responden yang tidak beraktivitas setiap hari di Alunalun Kota Jombang, baik berasal dari Jombang ataupun dari luar Jombang. Tabel 8 Tahapan Teknik Mental mapping No Tahapan Deskripsi 1 Persiapan Proses pengumpulan data dari pustaka serta observasi lapang. Hasil yang dicapai adalah literatur review tentang pengenalan struktur berupa path, node, dan landmark Alun-alun Kota Jombang dari berbagai sumber. Selain itu juga dilakukan penelusuran metode penelitian yang telah dipakai Lynch untuk bisa dipakai dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Persiapan dengan pembuatan peta untuk pengumpulan data juga dilakukan pada tahap ini. 2 Pengambilan Pengambilan data dilakukan melalui wawancara langsung data dilapangan (on-site visitor survey) dengan 30 responden berusia dewasa (diatas 17 tahun). Responden diminta menggambarkan peta alun-alun secara keseluruhan. Dari peta mental tersebut akan didentifikasi path, node dan landmark yang dikenali responden di Alun-alun Kota Jombang. 3 Rekapitulasi Hasil 30 peta mental ditabulasi ke dalam tabel : tabel path, data , node, dan landmark. Pentabulasian diawali dengan mengurutkan elemen yang disebut oleh seluruh responden berdasarkan kuantitasnya. Selanjutnya diambil prosentase yang mewakili untuk digambarkan ke dalam peta mental keseluruhan. Selanjutnya dari pengamatan, disimpulkan alasan pengenalan terhadap path dan landmark tertentu. 4 Analisis data Menganalisis hasil rekapitulasi peta mental dan pengamatan lapang. Tahap ini adalah tahap menggabungkan antara latar belakang teori dengan fenomena yang ditemukan di lapangan. Pada tahap ini didapatkan elemen mental map dengan nilai legability tinggi untuk kemudian diolah dalam tahap penyusunan rekomendasi, sedangkan pada elemen dengan nilai legability rendah dapat dilakukan perbaikan untuk meningkatkan kualitasnya visual dan fungsionalnya. Sumber : Anggraini (2008) dan Damayanti (2011).
16
Penyusunan Rekomendasi Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu penarikan kesimpulan dari analisis-analisis yang telah dilakukan. Kesimpulan tersebut kemudian digunakan untuk menyusun formulasi yang berupa tindakan pelestarian dengan pendekatanpendekatan tertentu dan usulan-usulan pelestarian dalam upaya mewujudkan Jombang kota bersejarah. Rekomendasi disusun secara spasial (ruang mikro dan meso) serta temporal (jangka pendek hingga jangka panjang). Rekomendasi juga memperhatikan identitas aslu alun-alun yang harus tetap dipertahankan dan identitas baru yang perlu disesuaikan. Selain itu, rekomendasi juga memperhatikan kawasan sekitar agar pelestarian alun-alun dapat mewujudkan Jombang sebagai kawasan bersejarah. Usulan-usulan tersebut akan dijadikan bahan rujukan bagi pemerintah Kota Jombang dalam mengelola Alun-alun Kota Jombang dan kawasan sekitar sebagai orientasi kota serta kawasan bersejarah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Alun-alun Kota Jombang Alun-alun Kota Jombang Alun-alun Kota Jombang berada di Jalan Basuki Rahmad, Jombatan, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Alun-alun Kota Jombang dahulunya merupakan lapangan terbuka kosong. Menurut sejarah yang dituliskan di Portal Resmi Kabupaten Jombang (2012), pada tahun 1893 telah dibangun Masjid Agung Jombang dan Gereja Kristen Mojowarno sebagai tanda mulainya pemerintahan di Jombang, meskipun Jombang baru memperoleh status Kabupatennya pada tahun 1910. Hal tersebut dikuatkan dengan penempatan Asisten Resident dari Pemerintahan Belanda di wilayah Kabupaten Jombang. Sebagai simbol kekuasannya, maka pada saat itu pula dibangun pendopo dan kantor keresidenan yang saat ini menjadi kantor Bupati Jombang. Masjid Agung dan Pendopo Bupati Jombang berseberangan dan menghadap terbuka ke lapangan kosong yang disebut alun-alun. Perpanjangan sumbu tersebut dalam pandangan Jawa merepresentasikan adanya konsep relasi antara manusia dengan Tuhan, relasi antara manusia (penguasa) dengan masyarakat, dan relasa antara manusia dengan alam (Depari 2014). Alun-alun Kota Jombang seiring dengan perkembangan masa, saat ini memiliki beragam kegiatan didalamnya, baik berupa kegiatan aktif ataupun pasif. Kondisi Alun-alun saat ini secara visual baik dibeberapa titik, namun beberapa titik terlihat kerusakan akibat pengguna dan kelalaian pengelola. Alun-alun Kota Jombang saat ini juga menjadi tempat pusat kegiatan-kegiatan besar yang ada di Jombang, seperti kegiatan upacara, karnaval, pengajian, serta menjadi ruang terbuka untuk kegiatan rekresasi bagi keluarga. Alun-alun Kota Jombang sendiri memiliki luas 25.863,63 m² dengan kapasitas kurang lebih 10.000 orang.
17
Gambar 3 Peta tutupan lahan Kota Jombang
18
Iklim, Sirkulasi, dan Aksesibilitas Keadaan iklim pada suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh faktor hujan. Wilayah Kabupaten Jombang dipengaruhi oleh iklim tropis dengan angka curah hujan rata-rata berkisar 1.800 mm/tahun dan temperatur 20° C - 32° C. Menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson, Kabupaten Jombang termasuk memiliki tipe iklim B (basah). Curah hujan rata-rata per tahun adalah 1.800 mm. Berdasarkan peluang curah hujan tahunan, wilayah Kabupaten Jombang tergolong beriklim sedang sampai basah. Di bagian tenggara dan timur, curah hujan sedikit lebih besar. Wilayah Kabupaten Jombang merupakan daerah hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas, serta dilalui juga oleh dua aliran sungai besar yang merupakan sub DAS Brantas, yaitu Sungai Konto dan Sungai Gunting (Bappeda Jombang 2014). Alun-alun Kota Jombang terletak di tengah kota sehingga memudahkan akses menuju lokasi. Selain itu, lokasinya sangat strategis karena berada tepat di depan stasiun kereta api antar kota. Lokasi alun-alun berjarak 200 m dari Jl.KH.Wahid Hasyim yang merupakan jalan lintas provinsi Malang-JombangBabat. Jarak lokasi penelitian dari Pemerintahan Kota 1km, serta dari ibukota Provinsi 80 km. Bagi warga Jombang, untuk menuju alun-alun dapat menggunakan ojek atau angkutan kota jurusan pasar Jombang atau Tambakberas. Alun-alun Kota Jombang dikelilingi jalan raya yang dilalui berbagai macam kendaraan, yakni Jl.Diponegoro (utara), Jl.Aloon-Aloon (timur), Jl.KH.A.Dahlan (barat), dan Jl.Basuki Rahmad (selatan). Di dalam alun-alun terdapat 2 jenis sirkulasi, yakni sirkulasi untuk kendaraan roda dua atau empat dan untuk pejalan kaki. Sirkulasi kendaraan pada alun-alun berupa jalan beraspal dengan lebar 2,5 m yang membagi alun-alun menjadi dua bagian utara dan selatan. Sirkulasi kendaraan tersebut menghubungkan Masjid Agung dan Pendopo Bupati. Sedangkan sirkulasi pejalan kaki berupa perkerasan dengan lebar jalan 1,5 m mengelilingi alun-alun dari utara-barat-selatan. Pengelolaan yang dilakukan pengelola pada sirkulasi bersifat rutin, yaitu berupa pembersihan jalan dari sampah dan pemangkasan rumput liar disekitarnya. Kondisi sirkulasi pejalan kaki di Alun-alun Kota Jombang beberapa sudah rusak, dikarenakan banyak pengguna tidak tertib dan menaikkan kendaraannya ke sirkulasi pejalan kaki. Selain itu, sirkulasi kendaraan yang mempunyai lebar 2,5 m hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda empat dari satu arah. Sehingga kendaraan dari arah sebaliknya harus turun ke rumput atau lapangan alun-alun. Sirkulasi perlu ditata dan dikembangkan kembali agar pengguna merasa nyaman serta dapat meminimalisir kerusakan oleh pengguna. Peta sirkulasi di Alun-alun Kota Jombang dapat dilihat pada (Gambar 3).
19
Gambar 4 Pola sirkulasi di lokasi penelitian Sumber : Survei lapang (2016)
20
Vegetasi dan satwa Vegetasi merupakan elemen penting dalam keberlanjutan suatu lanskap. Berdasarkan pengamatan lapang, jenis vegetasi di Alun-alun Kota Jombang di dominasi oleh rumput di lapangan, dan pohon yang memiliki fungsi ganda yakni pembatas dan peneduh. Vegetasi peneduh terletak mengelilingi ke empat sisi alunalun dengan tumbuh berkelompok, sehingga membuat nyaman pengguna dan cukup optimal untuk memperbaiki iklim mikro. Ketinggian tajuk pada tanaman pembatas rata-rata setinggi 1,5 m atau menjangkau pandangan mata, sehingga pengguna dari luar alun-alun yang berjalan atau berkendara dapat melihat dalam Alun-alun Kota Jombamg. Jenis vegetasi lain yang dapat diamati di tapak selain penutup tanah dan pohon ialah semak dan perdu. Secara visual vegetasi yang ada di Alun-alun Kota Jombang tidak begitu beragam atau cenderung seragam. Penataan vegetasi oleh pengelola dimulai pada tahun 2012. Penambahan vegetasi tidak terlalu banyak, dan tetap mempertankan beberapa vegetasi asli seperti palem dan glodogan bulant. Vegetasi yang terdapat di dalam lokasi penelitian dapat dilihat pada (Tabel 9). Tabel 9 Vegetasi eksisting di Alun-alun Kota Jombang No Nama Latin Nama Lokal Fungsi 1 Bougainvillea sp. Bugenvil Display 2 Cynodon dactylon Rumput kawat Penutup tanah 3 Echinodorus sp. Melati air Display 4 Ficus benjamina Beringin landmark 5 Pandanus amaryllifolius Pandan wangi Display 6 Polyalthia fragrans Glodogan bulat Pengarah dan peneduh 7 Polyathia longifolia Glodogan tiang Pembatas elemen hias 8 Ruellia malacosperma Ruellia Display 9 Veitchia merilii Palem putri Pembatas 10 Wodyetia bifurcate Palem Ekor tupai Pembatas Sumber : Survei lapang (2016) Pada Alun-alun Kota Jombang terdapat tanaman yang menjadi ciri khas alun-alun kota di Jawa pada umumnya, yakni pohon beringin (Ficus benjamina). Pohon beringin di Alun-alun Kota Jombang berada tepat di Jl.Aloon-aloon yakni di antara Pendopo Bupati dan gapura masuk alun-alun sisi timur. Posisi beringin di timur Alun-alun Kota Jombang berbeda dengan konsep catur tunggal alun-alun Jawa, yang seharusnya berada tepat di tengah alun-alun. Sehingga posisi beringin di Alun-alun Kota Jombang tidak dapat menjadi pusat perhatian, karena pengunjung hanya dapat melihatnya di sisi timur alun-alun. Selain vegetasi, di lokasi penelitian juga dapat ditemukan satwa yakni burung merpati, serangga, dan kucing. Burung merpati menjadi ciri khas Alun-alun Kota Jombang, karena jumlahnya cukup banyak dan oleh pengelola disediakan rumah buatan burung merpati di sisi timur alun-alun. Peta dan Gambar vegetasi dan satwa di lokasi penelitian dapat di lihat pada (Gambar 5 dan 6).
21
Gambar 5 Peta eksising vegetasi di tapak Sumber : Survei lapang (2016)
22
Gambar 6 Vegetasi dan satwa di Alun-alun Kota Jombang, seperti (a) tanaman pembatas (b) tanaman hias dan display (c) tanaman peneduh dan pengarah (d) tanaman yang berfungsi sebagai landmark, dan (e) burung merpati (Sumber : dokumen pribadi). Aspek Administratif Kabupaten Jombang dalam perwilayahan di Jawa Timur berada pada Wilayah Pengembangan (WP) Gerbang Kertosusilo Plus (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarja, dan Lamongan). Dalam konstelasi penataan tersebut, Kabupaten Jombang sampai 20 tahun mendatang akan direncanakan tetap didominasi oleh kegiatan pertanian, dengan tiga kegiatan pendorong utama perekonomian yakni industri, pariwisata, dan perdagangan. Pada kegiatan perdagangan diarahkan ke perdagangan agribisnis, dan bertumpu pula pada perdagangan pasar tradisional di kawasan perdesaan atau pasar kecamatan. Kegiatan perdagangan berupa pedagang kaki lima dan pusat oleh-oleh akan dikembangkan diantaranya di kawasan wisata dan alun–alun Kota Jombang (Bappeda Jombang 2014). Rencana penempatan pedagang kaki lima di alun-alun tersebut dapat menggeser fungsi tradisional alun-alun menjadi taman kota yang berorientasi ekonomi. Aspek Ekonomi dan Sosial Kegiatan ekonomi di Alun-alun Kota Jombang pada hari biasa cukup dominan, yakni dimulai dari siang hingga malam hari. Sebagian pedagang kaki lima di Alun-alun Kota Jombang tergabung dalam kelompok paguyuban. Pedagang dalam paguyuban tersebut hanya dizinkan berjualan mulai pukul 16.00 WIB hingga
23
23.00 WIB dengan lokasi yang sudah ditentukan oleh pengelola. Namun diluar kelompok pedagang tersebut, juga terdapat banyak pedagang kaki lima ilegal yang berjualan pada jam dan lokasi yang tidak tertentu. Di sekitar Alun-alun Kota Jombang tidak terdapat pasar tradisional, adapun pasar tradisional berada dipusat kota dan berjarak sekitar 5 km selatan daya Alun-alun Kota Jombang. Di sekitar Alun-alun Kota Jombang hanya terdapat bangunan publik dan pemerintahan yang umumnya mulai dibangun pada masa kolonial atau pra kemedekaan. Penduduk Jombang pada umumnya adalah etnis Jawa. Namun, terdapat minoritas etnis Tionghoa dan Arab yang cukup signifikan. Etnis Tionghoa dan Arab umumnya tinggal di kawasan perkotaan, dan bergerak di sektor perdagangan, dan sektor penyedia jasa. Di sekitar Alun-alun Kota Jombang didominasi oleh etnis Jawa dan Tionghoa. Kota Jombang juga dikenal dengan kota santri karena terdapat banyak lembaga pendidikan Islam tradisional tertua di Jawa. Penduduk asli sendiri terdiri dari kaum ijo dan kaum abang yang diambil dari akronim kata “Jombang”. Kaum ijo yang berarti muslim dan kaum abang yang berarti non-muslim. Meskipun muslim lebih dominan, keduanya memiliki toleransi yang tinggi sehingga sampai saat ini dapat hidup berdampingan. Pada saat Jombang memperoleh status Kabupatennya, pemerintah secara bersamaan membangun Masjid di alun-alun dan Gereja pertama di Mojowarno Jombang. Sebagian besar agama yang dianut penduduk Jombang adalah Islam dianut oleh 95% penduduk Kabupaten Jombang, serta agama Kristen Protestan (2%), Katolik (1,5%), Budha (1%), Hindu (0,3%), dan lainnya (0,2%) (Nanang 2012). Fasilitas dan Utilitas Alun-alun Kota Jombang di tunjang dengan beberapa fasilitias yang mulai di bangun bersamaan dengan renovasi Masjid Agung secara besar-besaran pada tahun 2012. Kondisi fasilitas di Alun-alun Kota Jombang sampai saat ini masih baik, dikarenakan pengelolannya yang rutin. Pergantian fasilitas berupa lampu dan sirkulasi pejalan kaki terakhir telah dilakukan pada bulan Mei tahun 2016. Fasilitas di Alun-alun Kota Jombang (Gambar 7) meliputi tempat parkir, pendopo umum , area merokok, toilet, ruang informasi, gapura, empat menara, jam belanda, rumah burung, tempat sampah, lampu jalan, area refleksi, drainase dan lapangan. Fasilitas area parkir memiliki luas 56 m2 dan terbagi dalam dua sisi yakni sisi barat dan timur alun-alun. Kebanyakan pengguna pada hari biasa memilih parkir di sisi barat dikarenakan lebih dekat dengan serambi, pertokoan, dan masjid. Kemudian, terdapat dua pendopo umum yang berada tepat di depan masjid, fungsinya yakni sebagai tempat duduk bupati dan tokoh masyarakat saat dilakukannya upacara atau hari besar lainnya. Sedangkan pada hari biasa pengguna menggunakannya sebagai tempat untuk bersantai, duduk-duduk, makan, dan berjualan. Di sisi selatan alun-alun terdapat toilet, pusat informasi, dan area merokok. Letak toilet berdampingan dengan pusat informasi, dan berjarak 10m dari area
24
merokok. Bentuk toilet di desain seperti buah semangka dan pusat informasi berbentuk buah pepaya, keduanya merupakan buah khas Jombang. Namun desain tersebut tampak menonjol dan tidak menyatu dengan desain fasilitas lain, seperti desain lampu, menara dan pendopo umum yang tampak tradisional. Fasilitas lain di sisi selatan yakni area merokok, letaknya terpisah untuk menjaga lingkungan dan agar tidak menggangu pengguna lain. Pada penerapannya area perokok ini tidak begitu efektif karena kurangnya informasi dan kesadaran masyarakat. Gapura, menara dan jam belanda merupakan fasilitas tertua yang ada di Alun-alun Kota Jombang. Gapura menjadi penanda pintu masuk sisi timur alunalun dan berada tepat di depan pendopo bupati. Menara di Alun-alun Kota Jombang berjumlah empat buah dan terletak di setiap ujung alun-alun. Menara tersebut merupakan properti yang dibangun dan digunakan pertama kali saat Jombang menjadi tuan rumah lomba Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) se-provinsi tahun 1990an. kemudian terdapat jam belanda yang merupakan jam peninggalan dari belanda, berupa sirine dan masih dijaga hingga sampai saat ini. Jam belanda tersebut hanya berfungsi saat bulan puasa, yakni akan berbunyi sebagai penanda datangnya waktu berbuka puasa. Di sepanjang sirkulasi pejalan kaki, terdapat fasilitas lampu jalan dan tempat sampah. Lampu jalan terdapat di sepanjang jalan pejalan kaki, dengan masingmasing jarak 4m dan terdapat di kedua sisi jalan. Selain itu, terdapat 10 rumah burung merpati yang terletak di sepanjang alun-alun bagian timur. Rumah burung merpati tersebut merupakan habitat buatan untuk menarik burung merpati yang ada disekitar. Keberadaan burung merpati menjadi objek atraksi yang menarik di Alunalun Kota Jombang. Kemudian, fasilitas utama alun-alun yakni lapangan yang biasa digunakan untuk kegiatan upacara, kegiatan keagamaan dan kegiatan besar lainnya. Lapangan Alun-alun Kota Jombang dirawat dengan baik dengan pemangkasan rutin oleh dinas Pekerjaan Umum dan Pertamanan Jombang. Rumput di lapangan alunalun di bentuk dengan pola yang menarik dan berbeda setiap bulannya, seperti pola geometris, pola linier atau pola ornamen Islam saat bulan Ramadhan. Drainase di Alun-alun Kota Jombang terdiri dari drainase terbuka dan tertutup. Drainase terbuka terletak di sisi-sisi jalan raya dengan lebar 1 m, berfungsi sebagai pengalir aliran air hujan. Drainase tertutup berada pada tepi dalam alunalun, dengan sebagian dalam kondisi baik, dan sebagian lagi kondisinya mulai rusak serta tertutup sampah sehingga tidak berfungsi dengan baik. Adapun sumber energi pada Alun-alun Kota Jombang berasal dari PLN, sedangkan sumber air berasal dari PDAM dan sumur yang dialirkan melalui pipa serta saluran irigasi.
25
Gambar 7 Diagram penggunaan area eksisting Alun-alun Kota Jombang Sumber : Survei lapang (2016)
26
Aktifitas Eksisting di Tapak Alun-alun Kota Jombang saat ini memiliki beragam kegiatan seiring dengan perkembangan masa. Aktifitas eksisting di lokasi telah diamati melalui pengamatan langsung serta wawancara dengan dinas Pekerjaan Umum dan Pertamanan Jombang. Pada hari biasa, intensitas pengguna rendah di pagi hari dengan aktifitas olahraga dan lalu lalang siswa/i yang sekolah di sisi selatan alun-alun. Pada siang sampai sore, intensitas tinggi dengan kegiatan jual beli, duduk, berjalan, berdikusi dan berfoto. Pada malam hari, intensitas juga tinggi dengan kegiatan jual beli, wahana permainan anak, duduk, berjalan dan bersantai. Pada akhir pekan, rutin di adakan senam pagi di Alun-alun Kota Jombang dan car free day. Pada hari besar nasional seperti hari kemerdakaan atau hari pendidikan dan lainnya, alun-alun menjadi tempat diadakannya upacara bersama seluruh pemerintahan Kabupaten Jombang. Selain itu, banyak kegiatan keagamaan dalam tiap tahunnya di adakan di Alun-alun Kota Jombang, seperti istighosah akbar, Mukhtamar NU dan lain sebagainya. Perizininan kegiatan besar di alun-alun dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Pertanaman atau langsung melalui Bupati Jombang. Kegiatan besar yang diizinkan ialah kegiatan yang bersifat patriotis, edukatif dan tidak bertentangan dengan norma. Peraturan tersebut dianggap penting, karena untuk menjaga kualitas lanskap dan identitas dari alun-alun sendiri. Jenis kegiatan di Alun-alun Kota Jombang dapat dilihat pada (Tabel 10) dan (Gambar 8). Tabel 10 Kegiatan Alun-alun Kota Jombang saat ini Waktu Hari biasa (Pagi hari)
Intensitas Kegiatan Rendah Olahraga dan siswa/i berangkat sekolah
Kelompok pengguna Masyarakat dan pelajar
Hari biasa (Siang-Sore hari) Hari biasa (Malam hari)
Sedang
Jual beli, duduk, berjalan, dan berfoto.
Masyarakat, pelajar dan pedagang.
Tinggi
Masyarakat dan pedagang
Akhir pekan
Tinggi
Hari besar nasional
Tinggi
Jual beli, wahana permainan anak, duduk, berjalan dan bersantai. Jual beli, senam, dan car free day Upacara, karnaval, dan hiburan.
Isidental
Tinggi
Sumber : Peneliti 2016
Pengajian, istighosah akbar, Mukhtamar NU.
Masyarakat dan pedagang Masyarakat, pelajar, tokoh, dan staff pemerintah Jombang Masyarakat, tokoh, ulama, dan staff pemerintah Jombang
27
Gambar 8 Kegiatan sehari-hari di Alun-alun Kota Jombang antara lain : (a) jual beli pada siang hari (b) petugas kebersihan (c) wahana permainan anak, dan jual beli pada malam hari (Sumber : dokumen pribadi).
Menurut Nanang (2012), Alun-alun Kota Jombang dahulunya juga sering diadakan pagelaran seni dengan menghadirkan banyak warga dalam dan luar Jombang. Kegiatan tersebut diantaranya wayang kulit, ludruk, pameran produk unggulan industry Jombang, karnaval, dan sebagainya. Namun aktifitas atau kegiatan cinta budaya seperti wayang tersebut sudah jarang ditemukan di Alunalun Kota Jombang saat ini, dikarenakan berkurangnya peminat atau minimnya kepedulian melestarikan budaya lokal. Disisi lain kegiatan tersebut seharusnya penting dipertahankan untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap daerah, dengan penyelenggarakaan tetap menyesuaikan kebutuhan masyarakat saat ini. Adapun kegiatan pengelolaan Alun-alun Kota Jombang juga rutin di lakukan setiap harinya, dengan jumlah petugas kebersihan 10 orang. Petugas kebersihan setiap harinya memulai dengan membersihkan alun-alun bagian luar pukul 05.00-07.00 WIB, kemudian dilanjutkan pukul 07.00-10.00 WIB di bagian dalam alun-alun. Petugas bertugas untuk membuang sampah, membersihkan pedestrian dan jalan raya sekitar, serta mengecek kondisi dan membersihkan fasilitas alun-alun. Pemotongan rumput dan tajuk pohon dilakukan secara isidental. Sedangkan pembentukan pola rumput lapangan dijadwalkan satu hingga tiga bulan sekali. Pembentukan pola rumput tersebut misalnya dilakukan pada bulan Ramadhan, yakni membentuk pola geometris melambangkan desain khas Islami.
28
Analisis Alun-alun sebagai Orientasi Kota Jombang Alun-alun tradisional di Jawa umumnya memiliki makna tersendiri sebagai orientasi pada kotanya, seperti Alun-alun Yogyakarta yang menjadi pusat bagi kotanya. Masyarakat meyakini bahwa alun-alun Yogyakarta menjadi sumbu tengah perpanjangan gunung merapi dan pantai selatan yang pada masa itu merupakan sumber kekuatan. Poros ini sekarang dianggap menjadi garis imajiner dari konsepsi filosofis cikal bakal terbentuknya Kota Yogyakarta (Depari 2014). Pada penelitian ini, Alun-alun Kota Jombang juga diamati sebagai orientasi pada kotanya. Orientasi kota yang dimaksud adalah untuk mengetahui hubungan yang bermakna dari alunalun pada objek atau kawasan sekitarnya. Pada konsep alun-alun Kota Jawa, terdapat konsep Mancapat yang berarti alun-alun menjadi konsep spasial penentu arah mata angin bagi kotanya. Kevin lynch (1960) menyatakan referensi gambaran lingkungan kota dapat dilihat dari beberapa tempat, baik literatur kuno maupun modern. Dari penelusuran tersebut dapat dipelajari sejarah suatu tempat dapat terbentuk, jenis-jenis karakter yang membentuknya, dan beberapa aspek yang dapat mempengaruhi sosial, budaya, ekonomi, psikologi, serta estetika yang berlaku di kehidupan masyarakat. Kabupaten Jombang seiring perkembangan masa mengalami heterogenitas dalam budaya maupun sosial di tengah masyarakatnya. Sehingga terus bermunculan budaya baru yang dikhawatirkan dapat meninggalkan budaya asli yang ada di Jombang. Maka untuk mempelajari Alun-alun Kota Jombang sebagai orientasi kota, dilakukan pengamatan menyeluruh pada sebaran lanskap untuk mengetahui pengaruhnya dalam pembentukan Kota Jombang. Dalam menentukan lanskap penyusun Kota, Bencherifa dan Hichem (2015) menekankan pentingnya lanskap biasa yang tampak akrab atau disebut infra-landscape. Infra-landscape tersebut disusun oleh jenis lanskap, cerita lokal, bentuk arsitektur, dan perkembangan kota yang diperlukan untuk diidentifikasi, dikelompokkan, dikualifikasi ulang, dianalisis, dan disimpulkan. Pada penelitian ini, Identifikasi dilakukan pada objek atau kawasan lanskap yang memiliki nilai sejarah dan budaya sudah ada di tengah masyarakat. Batasan dari objek sekitar alun-alun tersebut adalah kabupaten Jombang sendiri. Dari objek atau kawasan lanskap yang memiliki nilai tersebut, kemudian dipelajari lebih lanjut posisi dan hubungannya dengan alun-alun sebagai orientasi Kota Jombang. Jenis lanskap ditentukan berdasarkan kebutuhan peneliti, kemudian dijabarkan dengan nama objek atau kawasan yang mengacu pada data sejarah budaya, dan data perencanaan Kabupaten Jombang. Setiap objek dan kawasan yang telah diamati langsung di lapang dan wawancara dengan pihak terkait untuk mengetahui kondisi saat ini. Sebagian besar kawasan lanskap masih difungsikan dengan baik hingga saat ini, sebagian lagi objek lanskap hanya berupa peninggalan dengan kondisi sebagian terawatt dan sebagian tidak tidak terawat. Semua objek dan kawasan bersejarah tersebut berada ditengah masyarakat. Objek dan kawasan bersejarah di
29
Jombang tersebut telah diidentifikasi serta dikelompokkan dan dapat dilihat pada (Tabel 11). Tabel 11 Elemen lanskap berpengaruh di Kota Jombang Kode Jenis Lanskap Nama objek atau kawasan L1 lanskap kawasan Klenteng Tri Dharma Hok Liong Kiong pecinan Klenteng Boo Hway Bio Mojoagung Klenteng Hon Sang Kiong Gudo L2 lanskap Candi Rimbi peninggalan Hindu- Candi Pundong Jawa Situs Yoni Sedah/yoni Gambar Situs Watumiring Situs Grobogan L3 lanskap kawasan Komplek Pesantren Tebuireng pesantren Komplek Pesantren Denanyar Komplek Pesantren Darul Ulum Komplek Pesantren Bahrul Ulum L4 lanskap Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno peninggalan Gereja Kristen Jawi Wetan Jombang kolonial Ringin Contong Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Rumah Sakit Kristen Mojowarno Stasiun KA Jombang *Jarak dari objek atau kawasan ke Alun-alun Kota Jombang Sumber : Bappeda Kota Jombang (2014) dan peneliti (2016)
Jarak* 3,4 km 13,9 km 10,9 km 20,7 km 4,6 km 15,2 km 13 km 20,1 km 6,3 km 4,3 km 4,8 km 5,1 km 14,1 km 500 m 2,3 km 290 m 15,5 km 20 m
Pada Tabel (11) juga diketahui setiap objek atau kawasan memeliki jarak yang berbeda-beda terhadap Alun-alun Kota Jombang. Adapun jarak terdekat terdapat pada objek peninggalan kolonial belanda, dan terjauh pada objek peninggalan kerajaan Hindu. Sedangkan kawasan pesantren dan pecinan memiliki jarak yang beragam dan menyebar. Setelah melakukan identifikasi dan pengkelompokan pada objek dan kawasan sejarah, kemudian dialkukan analisis secara deskriptif pada setiap kelompok. Adapun gambar dan penjelasannya dapat dilihat sebagai berikut. a. Lanskap Peninggalan Hindu Jawa dan Lanskap Kawasan Pecinan Berdasarkan kajian perkembangan Kabupaten Jombang, maka Jombang tidak lepas dari pengaruh Hindu Jawa. Jombang menjadi ibukota Kerajaan Medang yang dipimpin oleh Mpu Sendok (929-947 M). Kerajaan ini disebut sebagai pusat kerajaan terbesar pertama yang ada di Jawa. Selanjutnya, pada masa Kerajaan Majapahit (1296-1478 M), Jombang menempati 60% bagian kerajaan dan menjadi pintu masuk atau gerbang bagian barat Kerajaan Majapahit (Nanang, 2012). Setelah dilakukan identifikasi menyeluruh diketahui terdapat peninggalan kerajaan berupa candi, batu prasasti, dan bangunan bersejarah yang tersebar di beberapa daerah,
30
terutama bagian selatan Kabupaten Jombang. Adapun gambar dari peninggalan kerajaan Hindu dan kawasan pecinan dapat dilihat pada (Gambar 9).
Gambar 9 (a) Candi Ngrimbi (b) Situs Yoni Sedah (c) Situs Watumiring (d) Situs Grobogan, dan (e) Klenteng Tri Dharma Hok Liong Kiong (Sumber : dokumen pribadi) Kondisi dari sebagian peninggalan kerajaan hindu kurang baik, beberapa rusak dikarenakan bencana alam, kurangnya pengetahuan masyarakat, serta pengawasan dari pemerintah. Sehingga pada objek peninggalan hindu tersebut diperlukan pemeliharaan dan pengawasan yang lebih intensif. Selain itu, sebelum kabupaten Jombang berdiri, yakni tahun 1700 M telah dibangun pula tempat peribadatan Tridharma bagi penganut agama Kong hu Chu di kecamatan Gudo, Tempat peribadatan tersebut menandakan adanya kawasan lanskap pecinan (L1) di sekitarnya. Meskipun penganut agama Kong hu Chu minoritas di Jombang, namun diketahui bangunan yang ada masih terjaga dan terawat dengan sangat baik. b. Lanskap Kawasan Pesantren Pengaruh Islam di Jombang dimulai sekitar tahun 1825, yakni Abdussalam dari kerajaan Mataram Islam yang memiliki keturunan bernama Asy’ari dan Chasbullah. Chasbullah meneruskan dakwahnya melalui pesantren pada tahun 1838 yang dikenal dengan Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas. Kemudian, Asy’ari juga mendirikan pesantren Tebuireng tahun pada 1899. Melalui jalur pernikahan, maka dakwah Islam terus berlanjut sampai didirikannya pesantren besar lainnya, yakni Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar tahun 1918 dan Pesantren Darul Ulum Rejoso tahun 1885. Keempat pesantren tersebut dapat dilihat pada (Gambar 10). Kondisi pesantren tersebut terus berkembang hingga saat ini Jombang memiliki ratusan pesantren dan beberapa memiliki hubungan saudara. Pengaruh pesantren pada masyarakat hingga saat ini cukup kuat.
31
Gambar 10 Lanskap kawasan pesantren : (a) Pesantren Tebuireng (b) Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar (c) Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, dan (d) Pesantren Darul Ulum Rejoso (Sumber : dokumen pribadi) Banyak kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh pesantren serta tokoh ulama juga melibatkan masyarakat, dan berkembang menjadi rutinitas budaya hingga saat ini. Empat pesantren besar yang telah dibahas sebelumnya telah memasyarakat hingga membentuk komplek atau kawasan pesantren sendiri. Kawasan tersebut yang kemudian disebut sebagai kawasan lanskap pesantren (L3). Lanskap pesantren tersebut secara tidak langsung membentuk nilai-nilai sosial keagamaan dan budaya di sekitarnya (Nanang 2012). c. Objek Peninggalan Kolonial Lanskap kolonial (L4) diidentifikasi karena memiliki pengaruh yang cukup kuat hingga Jombang memperoleh status Kabupaten. Pengaruh kolonialisasi Belanda dimulai pada akhir abad ke-17 dengan menjadikan Jombang bagian dari wilayah VOC, dan Hindia Belanda pada awal abad ke-18. Pada masa itu juga pernah diduduki oleh Bala Tentara Dai Nippon (Jepang) di tahun 1942 sampai Indonesia merdeka di tahun 1945 (Nanang 2012). Pengaruh Lanskap kolonial dapat diamati dengan beberapa peninggalan kolonial yang terdapat di pusat kota, hal tersebut karena Belanda umumnya menempati letak-letak strategis untuk kekuasaannya. Beberapa peninggalan lanskap kolonial di Jombang dapat dilihat pada (Gambar 11). Lanskap peninggalan kolonial yang masih difungsikan dengan baik hingga saat ini adalah Lapas Jombang, Rumah Sakit Kristen Mojowarno, serta dua Gereja Kristen Jombang dan Mojowarno. Mojowarno merupakan kawasan
32
induk jemaat Kristen Protestan Jawi Weta (Jawa Timur) beraliran calvines. Jemaatnya dikenal sebagai petani yang tekun dan giat bekerja.
Gambar 11 Objek lanskap peningalan Kolonial, antara lain (a) Gereja Kristen Jawi Wetan Mojowarno, (b) Ringin Contong (c) Lapas Klas II B Jombang, dan (d) Gereja Katolik Jombang (Sumber : dokumen pribadi) Selain itu, peninggalan kolonial lain yakni ringin contong yang menjadi landmark Kota Jombang. Ringin contong berada tepat di tengah kota, dan saat ini berfungsi sebagai tangki air. Menurut sejarah, ringin contong dahulu menjadi tempat persembunyian saat terjadi perang. Sedangkan bangunan lembaga pemasyarakatan atau lapas masih digunakan dengan baik hingga sekarang. Berdasarkan pembahasan diatas, maka diketahui masing-masing objek peninggalan dan kawasan lanskap memiliki nilai tersendiri bagi pembentukan Jombang. Namun identifikasi alun-alun sebagai orientasi Kota Jombang tidak cukup dengan penjabaran deskriptif. Maka dari itu, dari keempat jenis lanskap diatas telah dibuat peta spasial dengan menarik garis sumbu imajiner ke arah Alunalun Kota Jombang. Setiap objek dan kawasan pada gambar dikelompokkan dan dilambangkan dengan simbol agar lebih mudah dipahami. Analisis spasial dilakukan mengikuti tahapan Bencherifa dan Hichem (2015) dalam mengamati infra-landscape di suatu kota. Hal tersebut bertujuan untuk menganalisis secara ruang lanskap yang paling berpengaruh dan dapat menggambarkan posisi alun-alun sebagai orientasi Kota Jombang. Adapun gambar objek dan kawasan bersejarah sebagai orientasi Jombang dapat dilihat pada (Gambar 12).
33
Gambar 12 Alun-alun dan orientasinya pada Kab.Jombang Sumber : Survei lapang (2016)
34
Hasil dari pemetaan diatas menunjukkan bahwa Alun-alun Kota Jombang tepat berada di pusat Kota Jombang. Objek lanskap yang paling dekat dari alunalun ialah objek-objek peninggalan Kolonial Belanda (L3). Pada analisis pembentukan kota, maka diketahui bahwa letak peninggalan bangunan kolonial tersebut menyebar dan mengelilingi Alun-alun Kota Jombang sebagai orientasinya. Hal tersebut menandakan bahwa pembentukan kawasan kekuasaan atau pemerintahan pada masa dahulu tidak jauh dari letak Alun-alun Kota Jombang. Hingga saat ini juga diketahui kawasan disekitar alun-alun dan peninggalan kolonial terus berkembang menjadi pusat Kota Jombang. Sedangkan objek lain, yakni lanskap peninggalan Kerajaan Hindu (L2) mendominasi di bagian selatan Kabupaten. Posisi tersebut menandakan kedekatannya dengan pusat Kerajaan Majapahit yakni Mojokerto. Dalam pembangunan kota, diketahui saat ini daerah selatan Jombang ditetapkan sebagai 2 dari 4 kawasan industry. Adapun kegiatan industry tersebut di fokuskan pada 1) Mojowarno ; pusat pengembangan agropolitan dan pengembangan potensi sumber daya alam, 2) Mojoagung ; pusat perekonomian terpadu dan pusat distribusi perdagangan skala Kabupaten jombang. Selain itu, objek lanskap pecinan yang di tandai dengan bangunan ibadah terlihat menyebar dan berjauhan, hal tersebut bisa disebabkan karena pengikutnya termasuk minoritas di Kabupaten Jombang. Objek lanskap yang terakhir adalah lanskap kawasan pesantren (L2), letaknya tidak jauh dari Alun-alun Kota Jombang dan dominan di kawasan perkotaan. Hasil dari pemetaan di atas juga menunjukan bahwa keempat pesantren tertua dan terbesar di Jombang tersebut mengelilingi Alun-alun Kota Jombang sebagai pusatnya. Jika ditarik garis sumbu imajiner ke Alun-alun Kota Jombang meskipun garis sumbu tidak sempurna, maka diketahi bahwa ke empat pesantren tersebut melambangkan atau mewakili empat arah mata angin di Jombang. Dari garis tersebut juga diketahui bahwa Ringin Contong (peninggalan kolonial) juga terlewati oleh sumbu ke empat pesantren dengan Alun-alun Kota Jombang. Ringin Contong dikenal sebagai landmark Kota Jombang dan terletak 1.5 km dari Alunalun Kota Jombang. Selain itu, diketahui Alun-alun Kota Jombang juga dikelilingi oleh kawasan pesantren (L1) besar dan tertua di Jombang. Keempat pesantren tersebut (Tambakberas, Bahrul Ulum, Darul Ulum, dan Denanyar) memiliki keterhubungan sumbur imajiner mata angin pada Alun-alun Kota Jombang dan Ringin contong sebagai landmark kota. Apabila dikaitkan dengan sejarah, Asya’ari pendiri Tebuireng (Selatan Jombang) dan Chasbullah pendiri Bahrul Ulum (Utara Jombang) merupakan pejuang kemerdekaan Indonesia termasuk pemimpin dalam mengusir penjajah di Jombang (Nanang 2012). Maka posisi dari keempat pesantren tersebut secara tersirat menggambarkan bahwa pesantren mengelilingi dan menjaga kestabilan di Jombang. Nilai-nilai Islam yang di sebarkan menjadi akar yang kuat di masyarakat. Alun-alun yang berada di sentra kota, saat ini sering digunakan oleh pesantren-pesantren di Jombang untuk kegiatan besar keagamaan. Kegiatan besar
35
keagamaan biasanya diikuti oleh ribuan jamaah. Hal tersebut sesuai dengan konsep alun-alun tradisional di Jawa menurut Jo Santoso (2008) yakni alun-alun sebagai tempat perayaan ritual atau keagamaan. Pranata Sosial di Alun-alun Kota Jombang Pranata sosial merupakan lembaga adat yang menjaga kestabilan suatu daerah sesuai dengan identitasnya. Pranata sosial berperan dalam mengatur dan menjaga kestabilan fungsi di Alun-alun Kota Jombang. W.G. Sumner (Pasaribu 2013), menyatakan pranata sosial adalah lembaga sosial yang merupakan perbuatan, cita-cita, sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sikap kekal, serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Koentjaraningrat (1986) menambahkan, pranata adalah sistem norma atau aturanaturan mengenai suatu aktivitas masyarakat yang khusus, sedangkan lembaga atau institute adalah badan atau organisasi yang melaksanakan aktivitas itu. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa dalam sebuah pranata sosial terdapat 2 hal yang utama, yakni aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan norma yang mengatur aktivitas tersebut. Di dalam pranata sosial terdapat seperangkat aturan yang berpedoman pada kebudayaan. Oleh karena itu pranata sosial (institutions) bersifat abstrak kerena merupakan seperangkat aturan, dan wujud dari pranata sosial adalah lembaga adat (institute). Menurut Koentjaraningrat (1986) terdapat delapan fungsi pranata sosial, yakni pranata sosial untuk memenuhi : 1. kebutuhan sosial dan kekerabatan (kinship atau domestic instituions) 2. kebutuhan manusia untuk mata pencaharian hidup, memproduksi, menimbun dan mendistribusikan harta benda (economic institutions) 3. kebutuhan pengetahuan dan pendidikan (educational institutions) 4. kebutuhan ilmiah manusia (scientific institutions) 5. kebutuhan manusia untuk menyatakan rasa keindahan dan rekreasi (aesthetic and recreational institutions) 6. kebutuhan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan (religious institutions) 7. kebutuhan manusia untuk mengatur kebutuhan berkelompok atau bernegara (political institutions) 8. mengurus kebutuhan jasmani manusia (somatic institutions). Di Alun-alun Kota Jombang tidak terdapat data yang secara langsung menyebutkan jenis pranata sosial yang berlaku. Maka dari itu, pranata ditentukan berdasarkan data aktvitas yang tercatat pada dokumen pengelola, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Pertamanan Kabupaten Jombang dan Pengurus Masjid Agung. Data tersebut dikaitkan dengan kegiatan yang berpedoman pada kebudayaan dan dapat dilestarikan di Alun-alun Kota Jombang. Adapun data yang diperoleh ialah data kegiatan di Alun-alun Kota Jombang pada tahun 2015-2016 yang melibatkan peserta dari Jombang maupun luar Jombang, serta tokoh pemerintahan maupun tokoh masyarakat. Daftar kegiatan dan penjabarannya dapat dilihat pada (Lampiran 4). Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis
36
menggunakan konten analisis isi untuk menilai tingkat reliabilitas dari pustaka. Masalah yang dikaji adalah pustaka dengan frekuensi kemunculan kata-kata tertinggi yang berkaitan dengan kegiatan pemenuhan kebutuhan menurut pranata sosial Koentjaraningrat (1986). Serta pustaka manakah yang tidak membahas kata tertentu. Hasil analisis pranata sosial di Alun-alun Kota Jombang menggunakan konten analisis isi dapat dilihat pada (Tabel 12). Tabel 12 Pranata sosial menurut data aktivitas pengelola Alun-alun Kota Jombang Instituions* Dokumen Pengelola Dinas PU dan Pertamanan Kekerabatan
Tidak ada/Tidak dibahas
Ekonomi
Dibahas, yakni Pedagang Kaki Lima Dibahas, yakni upacara pendidikan
Pendidikan
Rekreasi
Keagamaan
Kenegaraan Jasmani
Pengurus Masjid Agung Tidak ada/Tidak dibahas
Dibahas, yakni Pedagang Kaki Lima Dibahas, yakni upacara dan pelatihan menulis oleh lingkar pena Dibahas, yakni pasar malam, Tidak ada/Tidak dibahas wahana anak, karnaval agustusan serta karnaval adipura Dibahas, Halal hi halal Dibahas, yakni Sholat hari pemerintahan dan tokoh, tadarus raya, Do’a bersama akbar, dan Mukhtamar Nu menjelang UN, Mukhtamar Nasional NU, Majlis dzikir, Pengajian Muslimah (Muslimat dan Asiyah), Shalawat Habib Syekh, dan Pengajian Rutin Jum’at legi Dibahas, yakni Kampanye oleh Tidak ada/Tidak dibahas Bu Khofifah, upacara kenegaraan Dibahas, yakni senam rutin di Tidak ada/Tidak dibahas akhir pekan
* Koentjaraningrat (1986)
Dapat dilihat pada (Tabel 12), bahwa terdapat perbedaan terdapat 2 sumber tersebut. Beberapa institutions yang dibahas oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Pertamanan tidak ada/tidak dibahas oleh Pengurus Masjid Agung. Dinas PU dan pertamanan memiliki dokumen cukup lengkap yang didalamnya mencakup semua institusion kecuali kekerabatan (domestic). Hal ini dikarenakan Dinas PU dan pertamanan merupakan pengelola resmi oleh pemerintah, sedangkan pengurus Masjid bersifat tidak resmi namun diakui oleh Dinas PU dan pertamanan serta masyarakat. Hal tersebut terbukti, dengan perizinan kegiatan yang selalu melibatkan Pengurus Masjid, baik terkait akomodasi, fasilitas, keamanan dan isi kegiatan. Tiga institution yang ada/dibahas oleh kedua sumber tersebut adalah
37
ekonomi, edukasi, dan keagamaan, penjabaran detail kegiatan pada religious paling banyak dan keduanya berbeda. Secara kesuluruhan, dapat diketahui bahwa tingkat realibilitas sumber satu, yakni Dinas PU dan pertamanan lebih tinggi karena dokumen lebih lengkap. Namun, dalam hal ini pengurus Masjid Agung juga tetap memiliki pengaruh pada kestabilan kegiatan yang diselenggarakan di Alun-alun Kota Jombang, khususnya pada kegiatan berbasis keagamaan. Kegiatan besar yang dilaksanakan di Alun-alun Kota Jombang umumnya membentuk kegiatan-kegiatan pendukung lainnya. Seperti saat Mukhtamar NU 2015 dengan kegiatan utama yakni rapat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, kemudian berkembang kegiatan pendukungnya seperti pelatihan, seminar, ekonomi, dan wisata religi. Hal tersebut membuktikan bahwa kegiatan yang berpusat di Alun-alun Kota Jombang juga memiliki pengaruh pada kegiatan pendukung yang melibatkan masyarakat dan daerah Jombang secara keseluruhan. Penjabaran kegiatan pendukung yang terbentuk dari kegiatan yang di laksanakan di Alun-alun Kota Jombang dapat dilihat pada (Tabel 13), kegiatan yang dianalisis diambil dari beberapa sampel data kegiatan besar yang telah di bahas sebelumnya. Tabel 13 Kegiatan utama dan pendukung di Alun-alun Kota Jombang No
Nama Kegiatan
Aktivitas Utama dan lokasi
Aktivitas pendukung dan lokasinya - Pelatihan dan seminar di seluruh pesantren-pesantren Jombang - Rapat komisi di 4 pesantren besar Jombang (Tebuireng, Darul Ulum, Denanyar, dan Bahrul Ulum) - Wisata Religi di Makam para Ulama (Gus Dur, KH.Wahab Hasbullah dll) - Kegiatan ekonomi berupa pasar pusat oleh-oleh, dan pedagang kaki lima di sekitar lokasi kegiatan. - Aktivitas ekonomi berupa pedagang kaki lima di sekitar Alun-alun Kota Jombang. - Wisata bagi masyarakat di sepanjang jalan yang di lalui rute karnaval.
1
Mukhtamar Rapat pemilihan NU Nasional ketua Pengurus 2015 Besar Nahdlatul Ulama di Alunalun Kota Jombang
2
Karnaval dalam rangka kemerdekaan 2016
3
Sholawat Shalawat bersama - Aktivitas ekonomi berupa pedagang bersama di Alun-alun Kota kaki lima di sekitar Alun-alun Kota Jombang. Habib Syekh Jombang - Wisata religi bagi masyarakat 2015 Jombang dan sekitarnya.
Karnaval dengan Lokasi berkumpul dan mulai di Alunalun Kota Jombang
Sumber : Peneliti 2016
38
Pranata sosial umumnya akan semakin komplek seiring dengan kompleksitas masyarakat dan kebutuhannya. Berdasarkan Dinas PU dan Pertamanan maka dapat diketahui bahwa institutions pranata sosial yang berlaku di Alun-alun Kota Jombang menurut Koentjaraningrat (1986), adalah ekonomi, edukasi, rekreasi, kenegaraan, jasmani, dan keagamaan. Menurut kebijakan pemerintah Kabupaten Jombang (2014), maka diantara keenam pranata sosial tersebut yang sesuai dan mendukung rencana pembangunan adalah kegiatan ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Kesesuaiannya dalam upaya pelestarian Alun-alun Kota Jombang akan dibahas bersama analisis selanjutnya. Adapun pelaksana kegiatan adalah lembaga adat (institute) dari pranata sosial yang berlaku di Alun-alun Kota Jombang dapat dilihat pada (Tabel 14). Tabel 14 Pranata sosial di Alun-alun Kota Jombang Pranata Sosial Lembaga Adat (Institutions) (Institute) Ekonomi Pedagang Kaki Lima Edukasi Dinas Pendidikan Rekreasi Keagamaan
Kenegaraan atau politik Jasmani
Dinas terkait, pedagang kaki lima Masjid, Pesantren, Tokoh Ulama
Dinas terkait, pemerintah
Organisasi kemasyarakatan Sumber : peneliti 2016
Kegiatan atau Fungsi Jual Beli Upacara hari Pendidikan dan Kegiatan pelatihan Hiburan rakyat dan karnaval Do’a dan shalawat bersama, upacara keagamaan, penyiaran agama Islam. Upacara hari besar Nasional, kegiatan pemerintahan Senam akhir pekan
Jumlah Peserta (%) 15% 70% 90% 90%
70%
40%
Pranata keagamaan (religious institutions) dan kenegaraan (political institutions) menjadi pranata sosial yang berlaku di Alun-alun Kota Jombang. Kedua jenis pranata tersebut memiliki aturan dan norma yang mengatur jenis aktivitas di Alun-alun Kota Jombang sesuai kebutuhan dan kebudayaan masyarakatnya. Menurut rukayah dkk (2012), tradisi keagamaan dapat bertahan karena keberadaan masjid dan pemukimam muslim dengan jejak dan ikatan yang kuat. Aapabila dilihat secara luas dapat memberikan arah citra sebagai kawasan muslim dalam lingkup pelestarian kawasan bersejarah. Masjid Agung Jombang umumnya terlibat dalam setiap kegiatan di alun-alun, baik kegiatan keagamaan maupun umum. Maka keberadaan masjid dianggap penting oleh masyarakat saat akan menyelenggarakan kegiatan di alun-alun. Selain itu, pesantren-pesantren besar di Jombang juga menjadi lembaga adat pranata agama. Karena kegiatan keagaman
39
umumnya di selenggarakan dan melibatkan peran pesantren untuk mengumpulkan para jamaah. Adapun pranata politik yang berlaku di Alun-alun Kota Jombang berhubungan dengan kenegaraan. Kegiatan kenegaraan yang diadakan di alun-alun merupakan bentuk komunikasi penguasa dengan warganya. Jenis lembaga adat yang menjalankan umumnya ialah dinas terkait dibawah Pemerintah Kabupaten Jombang. Apabila dikaitkan dengan elemen mentap map menurut Kevin Lynch (1960), yakni node, landmark, dan path, maka node dari pranata agama dan politik adalah seluruh lapangan yang ada di Alun-alun Kota Jombang. Pada kegiatan keagamaan yakni Mukhtamar NU, Alun-alun Kota Jombang pernah menjadi pusat lokasi kegiatan yang diadakan di seluruh pesantren di Jombang. Kemudian, landmark yang mencirikan adalah Masjid Agung untuk kegiatan keagamaan dan Pendopo Bupati untuk kegiatan kenegaraan. Jalan atau Pathway yang digunakan biasanya menyesuaikan acara, seperti saat Mukhtamar NU, maka pathway-nya adalah jalan yang menghubungkan semua pesantren dengan Alun-alun Kota Jombang sebagai pusatnya. Pada kegiatan upacara, biasanya pathway yang digunakan adalah jalan sepanjang depan Masjid Agung dan Pendopo Bupati, dan keduanya dihubungkan oleh jalan tengah di dalam Alun-alun Kota Jombang. Pranata sosial selanjutnya yang dibahas adalah Pendidikan, jasmani dan rekreasi. Kegiatan atau fungsi pada pranata edukasi bersifat isidental, sedangkan pranata rekreasi dan jasmani bersifat rutin serta sebagian isidental. Ketiga kegiatan tersebut sebenarnya bukan merupakan kegiatan utama di alun-alun menurut sejarah fungsi alun-alun tradisional di Jawa. Namun, seiring kebutuhan kegiatan rekreasi yang berupa ruang terbuka hijau diperlukan oleh masyarakat. Dalam hal ini, ketiga kegiatan pendukung tersebut tetap harus dilakukan dibawah pengawasan pengelola Alun-alun Kota Jombang. Adapun node pada pranata edukasi seperti upacara pendidikan adalah di lapangan, sedangkan pelatihan di pendopo kembar depan Masjid Agung atau di Pendopo Bupati. Sedangkan node pranata rekreasi yang berupa wahana anak pada malam hari berada di dua titik, yakni bagian barat dan timur alun-alun. Pada pranata rekreasi yang berupa kegiatan karnaval seperti karnaval dalam rangka HUT RI 71, node-nya adalah lapangan dengan path melibatkan jalan-jalan primer di Jombang. Rute karnaval tersebut dimulai dengan berkumpul di Alun-Alun Jombang, kemudian jalan ke Jl. Ahmad Dahlan, Jl. Dr. Sutomo, Jl. Kusuma Bangsa, Jl. R.E. Martadinata, Jl. A. Yani, Jalan Gus Dur dan terakhir di Simpang Stadion Jombang. Sedangkan node pada pranata pemenuhan jasmani ada di beberapa titik timur alun-alun, yang diwujudkan dengan adanya beberapa fasilitas olahraga umum, seperti tiang-tiang untuk olahraga fisik. Kemudian path-nya adalah sepanjang jalur pedestrian bagian dalam yang mengelilingi alun-alun, biasanya pada pagi hari dan akhir pekan banyak pengguna yang melakukan aktivitas olahraga seperti jogging.
40
Pranata ekonomi, merupakan pranata sosial yang menggambarkan kondisi Alun-alun Kota Jombang saat ini, dikarenakan hampir setiap hari terdapat aktivitas jual beli. Node dari pranata ekonomi terdapat di beberapa titik, saat siang hari nodenya adalah sepanjang pedestrian depan Masjid Agung, sedangkan malam hari di sepanjang jalan paving di dalam Alun-alun Kota Jombang dan sisi lapangan. Pathway-nya adalah jalan pedestrian yang menghubungkannya. Adrisijanti (2000) menjelaskan salah satu fungsi alun-alun adalah fungsi ekonomis, karena umumnya terdapat pasar didekat atau dipinggirnya. Rukayah dan Bharoto (2012) juga menjelaskan bahwa fungsi alun-alun tidak hanya terjadi karena aspek fisik, tetapi juga adanya aktivitas pasar atau bazaar. Namun aktivitas pasar pada masa ini terbentuk oleh kolaborasi antara ritel modern yang telah dilakukan oleh kapitalis dan meninggalkan konsep tradisional. Berdasarkan kedua literatur tersebut, maka aktivitas ekonomi yang ada di alun-alun menurut sejarah diwujudkan dengan adanya pasar tradisional. Sedangkan di Alun-alun Kota Jombang tidak ada struktur pasar tradisional yang berhubungan langsung dengan alun-alunnya. Aktivitas perdagangan di Alun-alun Kota Jombang diwujudkan dengan pedagang kaki lima yang mulai ada dan ramai pada tahun 2012. Intensitas Aktivitas Pengguna di Alun-alun Kota Jombang Perubahan yang terjadi di Alun-alun Kota Jombang saat ini terkait dengan fungsinya. Pada awalnya berfungsi sebagai ruang privat keraton hingga saat ini berkembang menjadi ruang publik perkotaan. Setelah mengetahui pranata sosial yang berlaku di Alun-alun Kota Jombang, analisis tingkat intensitas dan penlilain presepsi pengunjung dilakukan untuk menentukan arah rekomendari pelestarian yang sesuai kebutuhan pengguna. Aktifitas eksisting pada tapak diamati dengan penyebaran kuisoner pada 30 responden. Data hasil penyebaran kuesioner dapat dilihat pada (Lampiran 1-3). Berikut grafik hasil kuisoner yang telah dilakukan berserta analisisnya. 1) Aktivitas harian dan mingguan 0.62
0.61
Intensitas Aktivitas
0.61 0.60 0.59 0.58 0.57
0.56
0.56 0.55
0.54 0.53
aktivitas aktif
aktivitas pasif
Jenis Aktivitas
Gambar 13 Grafik penilaian intensitas aktifitas harian dengan skala Likert
41
Gambar tersebut menunjukkan tingkat intensitas untuk kegiatan harian aktif berada pada indeks 0,41 – 0,61 yang menunjukkan skala 3 yakni intensitas sedang. Kegiatan aktif tersebut meliputi aktivitas berjalan, berkumpul, berfoto, diskusi, dan jual beli. Adapun berdasarkan hasil wawancara, responden mengatakan kegiatan dominannya meliputi aktivitas berjalan dan jual beli. Aktivitas jual beli dominan dikarenakan terdapatnya fasilitas yang mendukung, yakni banyaknya Pedagang Kak Lima di dalam Alun-alun Kota Jombang. Kegiatan hari pasif menunjukkan tingkat intensitas di indeks 0,61 – 0,81 yang menunjukkan skala 4 yaitu intensitas tinggi. Aktivitas pasif tersebut meliputi duduk, istirahat/singgah, makan, dan kegiatan keagamaan (di Masjid). Adapun kegiatan dominan pada aktivitas pasif ialah duduk dan kegiatan keagamaan. Kegiatan keagamaan tersebut dominan juga disebabkan adanya fasilitas pendukung, seperti letak Masjid Agung yang strategis (mudah dijangkau) dan nyaman. Data kegiatan mingguan juga diamati, dengan adanya beberapa perbedaan dengan kegiatan harian dalam penjabaran kegiatan dan tingkat intensitasnya. Data ditampilkan dalam grafik dan dapat dilihat pada (Gambar 14). Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan mingguan berupa kegiatan aktif dan pasif berada pada Indeks 0,61 – 0,81 yang menunjukkan skala 4 yaitu intensitas tinggi. Tingkat intensitas pada mingguan ini membuktikan bahwa kegiatan pada harian yang telah dijabarkan sebelumnya cukup rutin dilakukan pada tiap minggunya. Secara keseluruhan dari ke empat aktifitas tersebut, yang paling tinggi intensitasnya yakni kegiatan keagamaan (pasif) dan ekonomi (aktif). 0.70
0.66
0.66
Intensitas Aktivitas
0.60 0.50 0.40 0.30 0.20
0.10 aktivitas aktif
aktivitas pasif
Jenis Aktivitas
Gambar 14 Grafik penilaian intensitas aktifitas mingguan dengan skala likert Berdasarkan pembahasan sebelumnya, kegiatan keagamaan di alun-alun merupakan konsep Kerajaan Mataram Islam untuk perpanjangan halaman Masjid (Adrisijanti 2000). Konsep tersebut masih dapat dilihat hingga saat ini, yakni banyaknya kegiatan keagamaan yang diadakan di Masjid Agung atau Alun-alun Kota Jombang dengan melibatkan banyak masyarakatnya. Maka dari itu, tingkat
42
intensitas tinggi pada kegiatan keagamaan saat ini menjadi potensi untuk terus dikembangkan dan dilestarikan sesuai konsep tradisional di alun-alun Jawa. Kegiatan ekonomi juga memiliki intensitas tinggi di Alun-alun Kota Jombang, hal ini dikarenakan mulai banyaknya pedagang kaki lima di sepanjang barat dan utara Alun-alun Kota Jombang. Kegiatan ekonomi ditandai dengan pedagang kaki lima yang mulai ada pada tahun 2012, bertepatan dengan renovasi fasilitas Alun-alun Kota Jombang dan renovasi bangunan Masjid Agung Jombang. Kegiatan ekonomi berupa pedagang kaki lima tersebut umumnya menyebabkan bad view dibeberapa titik, dan rawan merusak fasilitas di Alun-alun Kota Jombang. Kegiatan komersil ini juga mendorong banyaknya parkir liar di badan jalan dan dalam alun-alun setiap harinya. Apabila terus berkelanjutan, hal ini dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas lanskap Alun-alun Kota Jombang. Maka dari itu, kegiatan ekonomi di Alun-alun Kota Jombang sebaiknya diatur atau ditata kembali. 2). Aktivitas isidental Adapun hasil dari kuisoner aktivitas secara isidental (tahunan atau hanya pada peringatan-peringatan tertentu) di Alun-alun Kota Jombang dapat dilihat pada (Gambar 15). 0.50
Indeks Intensitas
0.45
0.44
0.41
0.44
0.40 0.32
0.35
0.31
0.29
0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 keagamaan
seni dan budaya
hiburan dan kenegaraan ekonomi
keluarga
berbasis lingkungan
Tingkat Intensitas
Gambar 15 Grafik penilaian intensitas aktifitas bulanan dengan skala likert Kegiatan bulanan atau isidental pada kuisoner ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar partisipasi masyarakat pada kegiatan besar di Alun-alun Kota Jombang. Berdasarkan grafik diatas maka dapat diketahui bahwa kegiatan isidental seperti kegiatan keagamaan, rekreasi serta hiburan dan keluarga berada pada indeks 0,41 – 0,60 yang menunjukkan skala 3 yakni intensitas sedang. Sedangkan kegiatan berbasis seni budaya, kenegaraan dan lingkungan berada pada indeks 0,21 – 0,41 yang menunjukkan skala 4 yakni cukup rendah. Hasil dari kegiatan berbasis seni budaya, kenegaraan dan lingkungan menunjukkan tingkat
43
kepedulian dan keikutsertaan masyarakat masih rendah. Hal tersebut juga dapat di akibatkan mulai minimnya penyelenggaran untuk kegiatan seni dan budaya. Analisis Komparatif pada Fungsi Alun-alun Kota Jombang Analisis komparatif digunakan untuk mengetahui aktivitas di alun-alun yang dapat ditemui saat ini dan membandingkannya dengan aktivitas menurut tinjauan sejarah. Adapun data sejarah dikumpulkan melalui pustaka dan ditinjau dari masa kerajahan hindu, mataram Islam, kolonial, hingga pra kemerdekaan. Data dijabarkan melalui tabel, kemudian dianalisis untuk digunakan dalam penyusunan rekomendasi pelesatarian Alun-alun Kota Jombang. Berikut merupakan tabel perbandingan fungsi alun-alun saat ini dan masa lampau (Tabel 15). Tabel 15. Analisis komparatif fungsi Alun-alun saat ini dan masa lampau Aspek
Alun-alun Masa Lampau Aspek tata Sebagai ruang terbuka ruang kota antara keraton, masjid dan bangunan penting lainnya.
Alun-alun Saat ini
Masih menjadi ruang terbuka, dan tidak terdapat perubahan struktur bangunan yang signifikan. Adapun perubahan, yaitu dibangunnya komplek sekolah dikawasan Utara. Aspek Hanya ruang terbuka Masih berupa lapangan terbuka, Pendukung/fasi berupa lapangan serta terdapat penambahan elemen litas seperti vegetasi, pedestrian, lampu, tempat parkir, dsb. Aspek Fungsi Pada masa kerajaan alun- Tidak ada upacara tani alun sebagai tempat upacara tani. Pusat administrasi dan Tidak menjadi pusat aktivitas sosial budaya. sosial budaya. Sebagai tempat upacara, Masih digunakan sebagai tempat dan pertemuan pemimpin upacara, dan perayaan hari besar dan rakyatnya. Islam. Tidak ada kegiatan Alun-alun digunakan sebagai ekonomi lapak berdagang bagi Pedagang Kaki Lima Tempat pargelaran seni Sudah jarang kegiatan pergelaran seperti wayang kulit, seni. ludruk, dan pertunjukan seni tari. Sumber : peneliti 2016 Berdasarkan tabel di atas diketahui terdapat beberapa aspek yang masih bertahan hingga saat ini, serta beberapa aspek yang hilang dan ditambahkan. Dalam hal ini, aspek fungsi dan tata ruang yang masih bertahan menjadi potensi untuk terus dikembangkan dan dilestarikan. Sedangkan pada fungsi yang hilang atau bertambah diperlukan perhatian khusus agar kegiatan tersebut dapat berjalan selaras sesuai
44
kebutuhan pengguna tanpa meninggalkan unsur atau identitas asli dari Alun-alun Kota Jombang. Penilaian Masyarakat pada Aspek Pelestarian Alun-alun Kota Jombang Dalam pelestarian alun-alun, pranata sosial sangat penting untuk menjaga keberlanjutan alun-alun sesuai dengan identitasnya. Hal ini juga dapat di dukung dengan penilaian masyarakat. Maka untuk mengetahui penilaian masyarakat pada aspek yang perlu dilestarikan di Alun-alun Kota Jombang, dilakukan penyebaran kuisoner kepada 30 responden pengguna. Terdapat 6 aspek pelestarian yang dinilai, yakni (1) nilai arsitektural, (2) nilai historis, (3) nilai keagamaan, (4) kegiatan kenegaraan, (5) kegiatan hiburan, (6) kegiatan lingkungan, dan (7) kegiatan ekonomi. Hasil dari kuisoner ditampilkan pada (Gambar 16). 1.00 0.90
Indeks Penilaian
0.80
0.83
0.83
0.87
0.77
0.70
0.74
0.75 0.59
0.60 0.50
0.40 0.30 0.20 0.10 nilai nilai kegiatan kegiatan hiburan berbasis kegiatan arsitektural historis keagaaman kenegaraan lingkungan ekonomi
Aspek Penilaian
Gambar 16 Grafik Presepsi Masyarakat pada aspek yang perlu dilestarikan Berdasarkan grafik diketahui bahwa nilai arsitektural, historis dan keagamaan berada pada indeks 0,8-1,00 yang menunjukkan skala 1 yakni sangat penting. Hal ini menunjukkan perhatian masyarakat pada nilai sejarah dan arsitektural sangat tinggi, yakni untuk melestarikan dan menikmatinya hingga saat ini. Nilai keagaamaan dianggap sangat penting karena merupakan kepercayaan dan ajarannya menjadi pedoman tertinggi bagi manusia. Nilai kenegaraan, hiburan dan lingkungan berada pada indeks 0,61 – 0,81 yang menunjukkan skala 2 yakni penting. Nilai kenegaraan berupa kegiatan upacara dan lain lain dianggap penting, meskipun rutin dilakukan masyarakat tidak selalu terlibat dalam pelaksanaanya. Nilai hiburan dan lingkungan juga dianggap penting bagi masyarakat, walaupun tidak setiap tahun di adakan di Alun-alun Kota Jombang. Sedangkan nilai ekonomi berada pada indeks 0,41 – 0,60 yang menunjukkan skala 3 yakni cukup penting. Kegiatan ekonomi menjadi kegiatan yang mendominasi di Alun-alun Kota Jombang setiap harinya dengan masyarakat yang ikut terlibat. Namun masyarakat
45
menganggap bahwa kegiatan ekonomi dalam konsep pelestarian tidak begitu penting dibanding aspek lainnya. Analisis Struktur Alun-alun Kota Jombang Setelah menganalisis fungsi yang terdiri dari jenis aktivitas menurut pengguna dan pranata sosial yang berlaku. Maka dalam upaya pelestarian, analisis struktur perlu dilakukan untuk mendapatkan rekomendasi struktur guna meningkatkan fungsinya. Kevin Lynch (1960) dalam buku the image of city, meringkas lima poin dimensi kinerja, yakni : vitaliy, senses, fit, accessibility dan control. Fit merupakan perpaduan antara tindakan (fungsi) dan fisik (bentuk). Ketika terdapat kesesuaian antara bentuk dan pola perilaku, pengguna akan merasa nyaman, sebaliknya jika tidak ada atau kurangnya fit dapat membuat tidak nyaman dan sulit berperilaku sesuai daerahnya. Struktur sendiri merupakan penataan objek pada suatu ruang yang mempertimbangkan hubungannya dengan pengguna dan objek-objek lain. Arsitek harus menyadari bahwa bentuk bangunannya bereaksi pada bentuk yang berdekatan (Moughtin 2003). Struktur di sekitar Alun-alun Kota Jombang mulai di tata bersamaan dengan pembangunan pendopo dan kantor Bupati Jombang sebagai simbol kekuasaan penguasa. Secara fisik tidak ada yang berubah dari pertama di bangun hingga saat ini, namun beberapa renovasi tetap dilakukan untuk perawatan dan perbaikan.
Gambar 17 Batas-batas Alun-alun Kota Jombang (Sumber: diolah dari google dan diverifikasi melalui pengamatan lapang) Alun-alun di Kota Jombang memiliki bentuk jajaran gejang atau hampir segi empat yang dalam Jawa dikenasl sebagai konsep “Mancapat” yakni pusat orientasi spasial berdasarkan empat arah mata angin (Zoetmulder, 1935 dalam P. Wiryomartono, 1995). Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka diketaui orientasi spasial Alun-alun Kota Jombang diwujudkan oleh posisi kawasan pesantren bersejarah yang melambangkan empat mata angin disekitar Jombang.
46
Selain itu, alun-alun di Jawa dalam tata ruangnya juga memiliki konsep catur tunggal, yang pertama kali diterapkan oleh Sunan Kalijaga di Alun-alun Yogyakarta. Kemudian diikuti alun-alun tradisional di Jawa lainnya termasuk di Jombang. Secara tipologi dalam konsep catur tunggal, alun-alun selalu berkaitan dengan keberadaan bangunan-bangunan publik disekitarnya. Adanya masjid, pendopo kabupaten, kantor kerisidenan, dan penjara kota (Ramdlani 2010). Batasbatas Alun-alun Kota Jombang dapat dilihat pada (Gambar 17). Alun-alun Kota Jombang mengikuti konsep catur tunggal tersebut, namun tidak sepenuhnya murni. Seperti posisi pendopo yang berada di sisi timur Alun-alun Kota Jombang, sedangkan menurut konsep tradisional jawa seharusnya berada di sisi selatan alunalun. Masjid Agung Jombang hingga saat ini menjadi elemen yang sesuai konsep tersebut, yakni di sebelah barat alun-alun. Analisis dilakukan dengan pengumpulan data melalui kuisoner kepada 30 responden yang terdiri dari pengguna tetap dan pengguna tidak tetap di Alun-alun Kota Jombang. Kusioner bertujuan untuk mengetahui cognitive mapping masyarakat terhadap Alun-alun Kota Jombang. Responden diminta menentukan 3 elemen Mental map, yakni node, path dan landmark menurut pengalamannya terhadap ruang (Lynch 1981). Elemen Mental map yang memiliki nilai legability tertinggi akan menjadi acuan dalam menyusun rekomendasi pelestarian Alun-alun Kota Jombang. Berikut disajikan hasil dari kuisoner 3 elemen Mental map : 1.) Elemen Mental map di Alun-alun Kota Jombang Elemen mental map diamati menurut peneliti berdasarkan observasi lapang dan acuan pustaka, hal ini untuk mengetahui dari elemen yang telah dipilih oleh peneliti tersebut dengan elemen menurut pandangan masyarakat. Penjabaran elemen tersebut dapat dilihat pada (Tabel 16) dan (Gambar 18). Tabel 16 Analisis landmark menurut tinjauan pustaka dan peneliti No 1
Elemen Landmark
2
Node
3
Path
Nama • Masjid Agung • Pendopo Bupati • Pohon Beringin • Parkir area atau barat alun-alun • Lapangan • Dua pendopo • Jl.Basuki Rahmat • Jl.KH.A.Dahlan • Jl.Diponegoro • Jl.Aloon-aloon • Jalan Tengah Alun-alun
Sumber : survei lapang (2016)
• • • • • •
Empat Menara Stasiun Kereta Api Komplek Sekolah Pedestrian utara Pedestrian selatan Pedestrian timur
• • • •
Pedestrian Selatan Pedestrian Utara Pedestrian Barat Pedestrian Timur
47
Gambar 18 Peta Mental map Alun-alun Kota Jombang Sumber : Survei lapang 2016
48
2) Elemen Mental map di Alun-alun Kota Jombang menurut Pengguna Tetap Berdasarkan hasil survei melalui kuisoner elemen Mental map kepada 30 responden pengguna tetap, diketahui bahwa ketiga elemen kawasan telah terbentuk. Pada tipologi penggambaran peta Mental map tersebut elemen yang digambar adalah landmark, node dan path karena dianggap paling mudah dilihat dan diidentifikasi di tapak oleh masyarakat. Adapun hasil dari kuisoner dapat dilihat pada (Tabel 17). Tabel 17 Analisis landmark Alun-alun Kota Jombang menurut pengguna tetap No Elemen 1 Landmark
Nama Indeks DK* Masjid Agung 0,95 ST Pendopo Bupati 0,75 T Stasiun Kereta Api 0,43 CT 2 Node Parkir area /arat alun-alun 0,83 ST Lapangan 0,43 CT Pedestrian utara 0,48 CT Pedestrian selatan 0,60 T 3 Path Jl.Basuki Rahmat 0,47 CT Jl.KH.A.Dahlan 0,92 ST Jalan Tengah Alun-alun 0,65 T Pedestrian Selatan 0,43 CT Pedestrian Barat 0,55 CT Pedestrian Utara 0,45 CT *5=Sangat Tinggi; 4= Tinggi; 3=Cukup Tinggi; 2=Rendah; 1=Sangat rendah ; DK= Derajat Kepentingan. Sumber : survei lapang (2016) Landmark adalah bentuk lain dari titik referensi, dimana pengamat tidak menjadi bagian didalamnya melainkan menjadi bagian eksternal. Berdasarkan presepsi masyarakat pengguna tetap, Masjid Agung memiliki nilai legibility paling tinggi, yang menandakan Masjid Agung menjadi landmark utama pada kawasan Alun-alun Kota Jombang. Kemudian pendopo dan stasiun kereta api juga dianggap landmark utama karena masyarakat memahami kawasan studi sebagai kawasan bersejarah dan bangunan lama sebagai representasinya. Keberadaan landmark tersebut juga didukung dengan munculnya path penghubung antara Masjid Agung dan Pendopo. Hal ini menunjukkan bahwa responden menganggap kedua elemen tersebut memang penting sesuai fungsinya. Adapun salah satu elemen node yang disebutkan responden adalah lapangan, meskipun lapangan tidak digunakan setiap hari, responden tetap menganggapnya sebagai tempat pusat alun-alun yang paling penting. Lapangan menjadi node untuk kegiatan penting di Kota Jombang yang melibatkan banyak masyarakat, tokoh, serta pemerintah sendiri. Node lainnya berada di sisi utara, selatan, dan barat Alun-alun Kota Jombang. Node ditandai dengan banyaknya pengguna yang berkumpul atau bersantai di sekitarnya, adapun
49
pendukungnya yakni beberapa fasilitas yang disediakan oleh pengelola, seperti lampu, tempat duduk, serta pedestrian. Secara keseluruhan, elemen path dan node mendominasi di sisi barat Alunalun Kota Jombang. Sehingga menjadikan sisi barat alun-alun sebagai titik keramaian pada hari-hari biasa. Faktor pendukung lainnya ialah adanya Masjid Agung yang memiliki fasilitas dan bangunan yang dapat digunakan oleh masyarakat umum. Selain itu, adanya path yang melintas di depan Masjid Agung, yakni Jl.Kh.A.Dahlan menjadikan sisi barat alun-alun sebagai lintasan yang paling sering di lalui dan mudah diingat oleh responden. Sebaliknya, di sisi timur tidak ada node dan path yang disebutkan oleh responden. meskipun terdapat landmark berupa pendopo, namun masyarakat menganggapnya sebagai tempat yang tidak sering di lalui dan digunakan. Hal tersebut dikarenakan adanya budaya yang mengakar untuk menghormati pemimpinnya, selain itu juga di depan pendopo sengaja ditata agar tetap tampak bersih, tenang dan nyaman. Adapun empat menara, pohon beringin, dan komplek sekolah sebenarnya juga memiliki nilai sejarah dan dianggap cukup familiar oleh masyarakat. Namun ketiga elemen tersebut memiliki nilai legibility yang rendah. Hal tersebut salah satunya dikarenakan empat manara kondisi saat ini kurang terawat, dapat dilihat dari beberapa bagian yang rusak, banyaknya coretan, serta fungsi yang mulai hilang (pemancar cahaya). Pohon beringin juga tidak memiliki letak yang strategis dan tumbuh kurang subur, sehingga meskipun menjadi pohon ciri khas alun-alun, masyarakat sekitar tidak menjadikannya sebagai landmark utama Alun-alun Kota Jombang. Sedangkan komplek sekolah hanya dianggap sebagai fasilitas umum oleh responden. Sehingga masyarakat (pengguna tetap) menggangap ketiga elemen tersebut hanya sebagai elemen pendukung. Berdasarkan pembahasan diatas, maka diketahui bahwa bangunan bersejarah yang masih berfungsi dengan baik dianggap sebagai penanda bagi masyarakat dalam mendeskripsikan kawasan secara kognitif. Dalam hal ini, diketahui pada landmark dengan nilai legibility tinggi juga didukung dengan node dan path dengan nilai legibility yang tinggi pula. Node dan path tersebut menghubungkan serta berada disekitar landmark. Sedangkan objek bersejarah yang tidak berfungsi dengan baik dan dirawat tidak dianggap sebagai penanda penting di Alun-alun Kota Jombang. Adapun peta spasial hasil kuisoner dapat dilihat pada (Gambar 18).
50
Gambar 19 Mental map Alun-alun Kota Jombang menurut pengguna tetap Sumber : survei lapang (2016)
51
3) Elemen Mental map Alun-alun Kota Jombang menurut Pengguna Tidak Tetap Berdasarkan hasil survei melalui kuisoner pada 30 respoden tidak tetap, maka diperoleh hasil yang dapat dilihat pada (Tabel 18). Pada tabel tersebut, diketahui bahwa elemen pembentuk lanskap yang meliputi landmark, node dan path tidak jauh berbeda dengan yang disebutkan oleh responden tetap. Terdapat penambahan objek pohon beringin pada elemen landmark. Hal tersebut bisa dikarenakan pemahaman masyarakat bahwa pohon beringin identik dengan alunalun kota di Jawa. Sedangkan pada node dan path perbedaaan tampak pada pengurangan nama objek di responden tidak tetap di banding responden tetap. Hal tersebut bisa terjadi karena pengaruh intensitas penggunaan dan jenis kegiatan yang biasa dilakukan. Adapun peta spasial hasil pengelolaan data kuisoner dapat dilihat pada (Gambar 19). Tabel 18 Analisis landmark Alun-alun Kota Jombang menurut pengguna tetap No Elemen 1 Landmark
Nama Indeks DK* Masjid Agung 0,85 ST Pendopo Bupati 0,58 CT Stasiun Kereta Api 0,43 CT Pohon beringin 0,50 CT 2 Node Parkir area/barat alun-alun 0,47 CT Pedestrian utara 0,47 CT Pedestrian selatan 0,50 CT 3 Path Jl.KH.A.Dahlan 0,70 T Jalan Tengah Alun-alun 0,77 T Pedestrian Barat 0,67 T Pedestrian Utara 0,45 CT *5=Sangat Tinggi; 4= Tinggi; 3=Cukup Tinggi; 2=Rendah; 1=Sangat rendah ; DK= Derajat Kepentingan. Sumber : survei lapang (2016) Setelah didapatkan hasil dari masing-masing kelompok, kemudian dilakukan pengujian statistik non-parametrik untuk mengetahui perbedaan dari kedua kelompok tersebut. Maka berdasarkan hasil kuisoner dari pengguna tetap dan tidak tetap, diketahui bahwa nilai Asymp.Sig pada elemen Landmark sebesar 0.59 , Node sebesar 0.35 , dan path sebesar 0.34. Ketiga nilai tersebut diatas 0.05, maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji Mann Whitney bahwa Ho diterima, yakni tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok. Hal tersebut menandakan bahwa penataan struktur Alun-alun Kota Jombang saat ini mudah dipahami dan melekat pada ingatan penggunanya. Sehingga dalam upaya pelestarian, hal ini dapat menjadi potensi untuk terus dikembangkan lagi menjadi kawasan yang dapat memberikan makna representasinya sesuai fungsi dan sejarahnya.
52
Gambar 20 Elemen path di Alun-alun Kota Jombang Sumber : Peneliti (2016)
53
Rekomendasi Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, diperlukan suatu susunan rekomendasi pelestarian terhadap penataan Alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan bersejarah. Tisler (1979) dalam Ramadhanti (2015) mendefinisikan lanskap sejarah (historical landscape) sebagai bentukan lanskap tempo dulu dan merupakan bentuk suatu lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu di dalamnya. Sementara tindakan dari kegiatan pelestarian adalah upaya atau proses penerapan cara-cara untuk dapat mempertahankan, mendukung keutuhan bentuk dan karakter dari suatu daerah, tapak, dan termasuk juga elemen pembentuknya. Konsep pelesatarian di Alun-alun Kota Jombang adalah mempertahankan budaya yang ada dan menyesuaikannya dengan kebutuhan saat ini tanpa harus meninggalkan kebudayaan tersebut. Rekomendasi pelestarian Alun-alun Kota Jombang dijabarkan melalui rencana program arahan kegiatan pelestarian. Dalam upaya pelestarian ini diperlukan keterlibatan pemerintah, masyarakat dan pihak terkait untuk menjaga dan menjalankan program bersama. Berdasarkan pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan, maka dihasilkan rekomendasi pelestarian pada 1) objek dan kawasan bersejarah, 2) aspek fungsi, 3) tata ruana atau struktur, serta rekomendasi 4) secara umum di Alun-alun Kota Jombang. Adapun tindakan pelestarian untuk Alun-alun Kota Jombang secara umum adalah tindakan rehabilitasi. Upaya pengembalian fungsi dan penataan struktur melalui pengelolaan yang tepat, diharapkan dapat menjaga keberlangsungan identitas Alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan berserjarah. Penjabaran rekomendasi adalah sebagai berikut. Rekomendasi pada objek dan kawasan bersejarah di sekitar Alun-alun Kota Jombang Pada upaya pelesatraian Alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan bersejarah, juga perlu diperhatikan kawasan sekitar yang membentuknya. Dalam hal ini, objek dan kawasan bersejarah di Jombang telah dikelompokkan serta dianalisis. Maka berikut dihasilkan rekomendasi pelestarian yang dapat dilakukan (Tabel 19) beserta penjabarannya. Tabel 19 Tindakan pelestarian pada objek dan kawasan bersejarah No Objek atau Kawasan Tindakan Keterangan 1 Kawasan pesantren Preservasi 2 Kawasan pecinan Preservasi 3 Objek peninggalan Hindu Konservasi Prioritas 4 Objek peninggalan Kolonial Rehabilitasi a. Kawasan pesantren Terdapat empat lanskap kawasan pesantren bersejarah yang ada di Jombang yakni Pesantren Tebuireng, Darul Ulum, Bahrul Ulum, dan Mambaul Ma’arif.
54
Adapun tindakan pelestarian yang dapat dilakukan yakni preservasi. Preservasi yakni tindakan mempertahankan tapak seperti kondisi awal tanpa melakukan penambahan maupun merusaknya. Diketahui saat ini ke empat pesantren tersebut masih difungsikan dan dijaga dengan sangat baik. Maka sebaiknya tidak dilakukan banyak tindakan, cukup mempertahankan yang ada dan tidak menghilangkan nilai yang sudah ada ditengah masyarakat. Melalui tindakan pelestarian tersebut, diharapkan ke empat pesantren tersebut dapat bertahan dan berkelanjutan sesuai identitasnya. Sehingga pada pembangunan kota tetap menjadi orientasi spasial bagi kota Jombang, yakni intrepretasi mata angin dan pelindung yang memiliki makna religi bagi masyarakat disekitarnya. b) Kawasan pecinan Pada kawasan pecinan tindakan yang dapat dilakukan sama dengan lanskap kawasan pesantren, yakni preservasi. Meskipun letaknya menyebar dan pengikutnya minoritas, namun bangunan pada kawasan pecinan masih difungsikan dan dirawat dengan sangat baik. Diharapkan dengan mempertahankan fungsi dan visualnya saat ini, dapat memberikan makna pada pembangunan Jombang di masa yang akan datang. c) Lanskap peninggalan Hindu Pada objek bersejarah peninggalan Hindu dapat dilakukan upaya konservasi, yakni mencegah bertambahnya kerusakan pada tapak atau elemen tapak. Diketahui semua objek tersebut berupa candi atau peninggalan dengan kondisi kurang baik, maka perlu dilakukan penanganan khusus agar objek dapat tetap dipertahankan. Objek peninggalan Hindu termasuk kriteria objek pelesetarian yang diprioritaskan, karena selain memiliki masa sejarah tertua, intrepertasinya pada pembangunan Kota Jombang saat ini belum banyak dipelajari. Pada penelitian ini, diketahui pada kawasan peninggalan Hindu digunakan sebagai kawasan industri dibidang pertanian dan perdagangan. d) Lanskap peninggalan kolonial Lanskap peninggalan kolonial yang ada di Jombang sebagian besar saat ini digunakan sebagai bangunan publik, seperti rumah sakit, penjara, dan stasiun. Maka dalam upaya pelestarian, tindakan yang dapat dilkukan yakni rehabilitasi. Rehabilitasi dengan meningkatkan standar modern dengan tetap memperkenalkan dan mempertahankan karakter sejarah. Tindakan tersebut dipilih karena pada bangunan publik umumnya memerlukan pengembangan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan penggunanya. Oleh karena itu, pada peninggalan kolonial dapat dilakukan penambahan elemen baru dengan tetap mempertahankan karakter aslinya. Pada konsep pembangunan kota, diketahui bahwa peninggalan kolonial melambangkan adanya daerah kekuasan disekitarnya, dapat dilihat dari letak peninggalan kolonial yang dominan di tengah kota.
55
Rekomendasi berdasarkan analisis fungsi Berdasarkan hasil analisis aktivitas, pranata sosial, persepsi pengguna, serta mengkajinya sesuai aspek sejarah Alun-alun Kota Jombang. Jenis pelestarian yang perlu dilakukan di Alun-alun Kota Jombang adalah rehabilitasi, yakni penambahan fungsi atau elemen dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan karakter aslinya. Saat ini diketahui kebutuhan masyarakat mulai beragam, sehingga muncul fungsi baru yang membutuhkan ruang dan fasilitas untuk mewadahinya. Maka perubahan seiring perkembangan tersebut masa tidak dapat dihindari, namun tetap dapat disesuaikan agar tetap berkelanjutan. Adapun tindakan pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mendukung fungsi Alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan bersejarah dijabarkan secara spasial yakni skala mikro dan meso. a)
Tindakan pengelolaan secara mikro Tindakan pengelolaan skala mikro yakni tindakan yang dilakukan pada skala tapak, yakni Alun-alun Kota Jombang. Secara umum, yang diperlukan dalam upaya pelestarian adalah menguatkan kembali identitas Alun-alun Kota Jombang dengan mengembalikan fungsi sesuai sejarah budayanya. Adapun macam rekomendasi yang diusulkan berdasarkan fungsi telah dirangkum pada (Tabel 20) sebagai berikut. Tabel 20 Rekomendasi berdasarkan tinjauan aspek fungsi No Fungsi Kondisi saat ini Usulan 1 fungsi tersebut • Keagamaan Masih berlangsung secara Kedua dengan jumlah dijadikan sebagai fungsi atau • Kenegaraan rutin peserta banyak. kegiatan utama di tapak. 2 Masih dapat ditemui Kedua fungsi tersebut harus • Budaya namun bersifat isidental tetap dipertahankan dan • Edukasi dengan partisipasi yang ditingkatkan sebagai fungsi cukup rendah. pendukung di tapak. 3 Hiburan Hiburan berupa permainan Menata kembali hiburan anak pada malam hari, dan yang ada agar tidak merusak hibuan pasif atau relaksasi lingkungan, menambah pada ruang terbuka hiburan berbasis budaya. 4 Ekonomi Dapat ditemui setiap hari, Pengkajian ulang RTRW, berupa PKL. Fungsi baru dapat berupa relokasi atau yang menyebabkan penertiban PKL di tapak. turunnya kualitas lanskap. Berdasarkan tabel diatas maka fungsi utama di Alun-alun Kota Jombang yang perlu dipertahankan dan dikembangkan yakni fungsi keagamaan dan kenegaraan. Hal ini juga diperkuat dengan hasil pembahasan sebelumnya, yakni kedua fungsi tersebut merupakan pranata pranata sosial yang berlaku saat ini. Masyarakat juga setuju dengan kedua fungsi tersebut sebagai aspek yang paling
56
penting untuk dilesatarikan, serta sesuai dengan tinjauan sejarahnya. Selain itu, fungsi pendukung yang perlu dikembangkan yakni fungsi budaya, seni, dan edukasi. Berdasarkan tinjauan sejarah, diketahui kedua fungsi tersebut sudah ada sejak dulu, namun saat ini mulai berkurang intensitas dan partisipasi masyarakatnya. Contoh dari kegiatannya adalah pergelaran seni budaya yang melibatkan masyarakat maupun seniman lokal. Pada penerapannya, perlu dilakukan sosialiasi dan promosi agar masyarakat tertarik untuk berpartisipasi. Fungsi yang perlu dihilangkan atau ditata kembali adalah aktivitas ekonomi. Pemerintah dapat mengkaji ulang RTRW dan merelokasi pedagang kaki lima, contohnya merelokasinya ke Kebun Rojo. Pada penerapannya, juga diperlukan sosialisasi pada pedagang kaki lima. Adapun aktivitas ekonomi di dalam Alun-alun Kota Jombang dapat tetap dilaksanakan tiap akhir pekan atau pada hari besar, dengan tetap menjaga kebersihan, keamanan, dan kenyamannya. Selain itu, secara umum juga dibutuhkan penambahan personil kebersihan dan kemanaan, serta penambahan beberapa fasilitas untuk memenuhi kebutuhan fungsi atau aktivitas yang telah disebutkan diatas. b) Tindakan pengelolaan secara meso Tindakan pengelolaan skala meso yakni tindakan yang dilakukan pada skala tapak dan menghubungkannya dengan orientasi Kota Jombang. Berdasarkan hasil identifikasi alun-alun sebagai orientasi kota, diketahui fungsi keagamaan diperkuat oleh posisi alun-alun yang menjadi sumbu perpanjangan antara empat lanskap kawasan pesantren. Sehingga alun-alun tidak hanya menjadi tempat kegiatan keagamaan di tapak, namun juga dapat menjadi pusat dari kegiatan keagamaan yang menghubungkan empat lanskap kawasan pesantren yang ada di Jombang. Selain itu, diketahui alun-alun menjadi tanda posisi pusat kota, diperkuat dengan keberadaan bangunan-bangunan penting yang sebagian adalah peninggalan dari masa kolonial. Rekomendasi berdasarkan analisis struktur Berdasarkan hasil analisis pada elemen Mental map yang mencirikan Alunalun Kota Jombang, maka dihasilkan rekomendasi penataan struktur pada elemen Mental map yang terdiri dari landmark, node, dan path. Dalam hal ini penataan struktur diharapkan dapat mendukung fungsi yang akan dikembangkan sebelumnya. Secara keseluruhan, rekomendasi berfokus pada tidak melakukan pembongkaran atau renovasi yang dapat merubah karakter asli dari landmark. Landmark menjadi elemen penting karena menjadi penanda yang paling mudah dikenali di Alun-alun Kota Jombang. Adapun landmark dengan nilai legibility tinggi menjadi potensi untuk dikembangkan pada upaya pelestarian kawasan sebagai kawasan bersejarah. Sedangkan pada landmark dengan nilai legibility rendah, diperlukan perhatian khusus agar nilai fungsi dan visualnya dapat ditingkatkan. Rekomendasi struktur pada masing-masing elemen mental map tersebut dapat dilihat pada (Tabel 21).
57
Tabel 21 Rekomendasi penataan landmark di Alun-alun Kota Jombang No Landmark 1 Masjid Agung
2
Pendopo
3
Stasiun Kereta Api
4
Pohon beringin
5
Empat menara
Nilai legibility Usulan pengelolaan dan pelestarian Tinggi • Pada area parkir masjid perlu ditata kembali agar dapat menampung kendaraan dengan jumlah optimal. • Tetap mempertahankan bentuk bangunan aslinya saat ini Tinggi • Perlu dilakukan penataan kembali agar bangunan dapat lebih mudah dikenali oleh pengguna. Misalnya merenovasi pagar dengan karakter desain ciri khas pendopo itu sendiri. Tinggi • Tidak perlu dilakukan perubahan fasade, desain kolonial stasiun kereta api dapat menjadi daya tarik bagi pengguna. • Di depan stasiun dapat ditambahkan Signage Alun-alun Kota Jombang. Rendah • Pohon beringin saat ini tumbuh kurang subur dan tidak berada di tengah alun-alun. • Rutin dilakukan pemeliharaan dan perawatan pada pohon beringin serta pada tanaman lainnya secara intensif • Pengkajian tentang transplanting pohon beringin ke tengah alun-alun. • Pada malam hari pohon beringin dapat diberi fasilitas penerangan Rendah • Perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan kualitas desain, seperti pengecatan ulang, serta usulan atraksi cahaya lampu diatas menara pada malam hari.
Selanjutnya ialah rekomendasi elemen path dan node yang diarahkan untuk mendukung fungsi dan keberadaan landmark yang telah dibahas sebelumnya. Path dengan nilai legibility tinggi dioptimalkan sebagai elemen untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Selain itu, node yang memiliki nilai legibility tinggi dapat ditambah fasilitas seperti bangku, tempat sampah, dan papan interpretasi sejarah. Adapun penjabaran rekomendasi path dapat dilihat pada (Tabel 22) dan node pada (Tabel 23).
58
Tabel 22 Rekomendasi penataan path di Alun-alun Kota Jombang No Path Nilai legibility Usulan pengelolaan dan pelestarian 1 Pedestrian Tinggi Pada sisi selatan dapat diibuat jalan masuk selatan dan agar pengunjung dari stasiun kereta api dapat utara langsung memasuki alun-alun Kota Jombang. Begitu pula pada pedestrian utara, untuk memudahkan pengunjung dari kawasan sekolah. 2 Pedestrian Tinggi Kondisi pedestrian sudah baik, hanya perlu barat dilakukan pemeliharaan dan penataan agar tidak lagi terjadi kerusakan, contohnya dengan memberi median atau tanaman sebagai pembatas. Tabel 23 Rekomendasi penataan node di Alun-alun Kota Jombang No Node 1 Lapangan
Nilai legibility Tinggi
2
Tinggi
Sisi barat alun-alun (tempat parkir)
Usulan pengelolaan dan pelestarian Lapangan berupa rumput di alun-alun Kota Jombang sebaiknya tetap dipertahankan, dan tidak diganti dengan perkerasaan seperti paving, serta tidak dilakukan penambahan fasilitas yang terlalu mendominasi. Penataan kembali dengan penambahan median atau tanaman pembatas agar pengguna tidak menerobos dan menaikkan kendaraan ke perkerasan atau pedestrian.
Rekomendasi pengelolaan secara umum Pada upaya mewujudkan alun-alun sebagai kawasan bersejarah di Jombang, perlu dilakukan partisipasi antar pihak yang terkait, seperti pengelola (Dinas PU), masyarakat, dan pemilik bangunan sekitar. Partisipasi pengguna dan pemilik bangunan sekitar diperlukan agar program pelestarian dapat berjalan optimal. Pemilik bangunan dianggap penting, karena bangunan yang ada disekitar alun-alun harus tetap terjaga dan tidak bertentangan dengan citra kawasan bersejarah Alunalun Kota Jombang. Berikut merupakan rekomendasi bagi pengguna dan pemilik bangunan : 1. memelihara kelestarian bangunan, terutama fasade bangunan guna berpartisipasi dalam meningkatkan citra kawasan bersejarah 2. bersedia berkonsultasi dengan pemerintah apabila hendak melakukan perubahan fungsi bangunan maupun pembongkaran bangunan
59
3. pemerintah juga memberikan insentif berupa keringan pajak pada pemilik bangunan, sehingga kerjasama dapat terbentuk untuk menjaga identitas dan fungsi bangunan sekitar Alun-alun Kota Jombang 4. memiliki kesadaran tinggi untuk menjaga bersama fasilitas publik 5. tidak melakukan tindakan yang dapat menurunkan kualitas lanskap dan melaporkan apabila melihat kejadian vandalism atau pelanggaran lainnya. Adapun rekomendasi bagi pegelola dibagi secara temporal, yakni rekomendasi jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Rekomendasi jangka pendek memprioritaskan perbaikan fasilitas yang rusak dan penambahan fasilitas yang diperlukan dengan tempo waktu satu sampai tiga bulan. Rekomendasi jangka menengah pembuatan program untuk membentuk Alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan bersejarah, dengan tempo waktu satu hingga dua belas bulan. Sedangkan pada rekomendasi jangka panjang, diarahkan pada kebijakan untuk mendaftarkan alun-alun sebagai kawasan bersejarah yang perlu untuk dilindungi oleh pemerintah. Tempo waktu untuk jangka panjang ialah satu hingga tiga tahun. Penjabaran ketiga rekomendasi tersebut dapat dilihat pada (Tabel 24). Tabel 24 Tahapan rekomendasi bagi pengelola Jangka Pendek • • •
Merelokasi pedagang kaki lima dan menata ulang RTRW. Melakukan pemeliharaan rutin, perbaikan pada fasilitas yang rusak, dan pengecetan ulang. Fasilitas yang memungkinkan seperti bangku, papan informasi dan intrepertasi, serta toilet di tata ulang sehingga memiliki kesatuan desain yang mencirikan gaya arsitektur sesuai nilai historisnya.
Jangka Menengah •
Pada node dengan nilai legability tinggi, dapat dikaji untuk merencakan fasilitas tambahan guna memenuhi kebutuhan aktivitas pendukung, seperti edukasi dan hiburan/relaksasi. • Mengadakan pergelaran rutin seni dan budaya dengan melibatkan sanggar atau organisasi lokal terkait. • Membangun citra kawasan muslim dengan tetap mempertahankan peninggalan kolonial yang ada disekitar Alun-alun Kota Jombang. Jangka Panjang • Menetapkan Alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan yang perlu dilestarikan dan tidak melakukan pembongkaran serta pembangunan yang menghilangkan identitas kawasan. • Mengkaji lebih lanjut objek lanskap bersejarah di sekitar Alun-alun Kota Jombang untuk menentukan tindakan pelestariannya.
60
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Berdasarkan hasil identifikasi, diketahui terdapat 18 objek dan kawasan lanskap sejarah di Kabupaten Jombang yang dikelompokkan menjadi empat (kawasan pecinan, peninggalan kolonial, kawasan pesantren, dan peninggalan kerajaan hindu). Objek lanskap tersebut tersebar dan mengililingi Alun-alun Kota Jombang sebagai orientasi kota. Alun-alun Kota Jombang menjadi orientasi spasial pada kotanya dengan melambangkan empat mata angin yang diwujudkan dengan letak empat pesantren bersejarah di Jombang. 2. Fungsi utama yang akan dipertahankan di Alun-alun Kota Jombang adalah kenegaraan dan keagaamaan, serta edukasi, ekonomi, dan budaya sebagai fungsi pendukungnya. Fungsi tersebut dijaga kestabilannya oleh pranata sosial yang berlaku. Pranata sosial tersebut meliputi pranata agama, politik/kenegaraan, edukasi, rekreasi, jasmani, dan ekonomi. Pada struktur, diketahui bahwa landmark pada alun-alun Kota Jombang ialah Masjid, Pendopo, Stasiun KA, dan pohon beringin. Adapun node yang memiliki nilai legibility tinggi berada di dekat landmark tersebut, serta path dengan nilai tinggi juga diketahui menghubungkan antar landmark dan node tersebut. 3. Rekomendasi pelestarian alun-alun Kota Jombang sebagai kawasan bersejarah disusun secara spasial dan temporal. Adapun penyusunan program pengelolaan dibagi berdasarkan aspek fungsi, struktur, dan kondisi secara umum. Saran 1.
2.
3.
Perlu ditingkatkan lagi sosialiasi dan pengamanan oleh petugas, sehingga aktivitas di dalam Alun-alun Kota Jombang oleh pengguna tidak ada yang berdampak pada penurunan kualitas lanskapnya. Pengamatan pada elemen Mental map, dapat dikembangkan lagi dengan menyebarkan kuisoner atau wawancara terhadap pengguna tidak tetap. Hal tersebut guna mengetahui seberapa kuat struktur yang membentuk identitas Alun-alun Kota Jombang saat ini. Perencanaan melalui pembagian ruang dapat dikaji kembali dengan penataan elemen lanskap yang lebih detail dan fungsional.
61
DAFTAR PUSTAKA [Bappeda] Badan Pemerindah Daerah. 2014. Evaluasi Pengkajian Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Jombang. Jombang. [Bappeda] Badan Pemerindah Daerah. 2014. Rencana Pengembangan Jangka Menengah Kabupaten Jombang tahun 2014-2015. Jombang. [Pemkab] Pemerintah Kabupaten. Sejarah Kabupaten Jombang. [internet]. [diunduh 20 Mei 2016]. Tersedia di : www.jombangkab.go.id/. Adrisijanti, I. 2000. Upaya menelusuri Akar Budaya. Kudus : Makalah pada Seminar membangun Kebudayaan dan Peradaban Masyarakat Kudus. Anggraini, DN, dkk. 2011. Citra Kawasan Bersejarah Alun-Alun Tugu Kota Malang. Arsitektur e-journal, vol 1 no 1 : Malang. Bencherifa dan Hichem. 2015. Constructing potentials of territorial and infralandscapedevelopment for small peripheral cities of the metropolitan city ofTunis Exemple of Tebourba. Tunisia : Elsevier. Budihardjo, E. (1997). Preservation And Conservation of Cultural Heritage In Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada Unneversity Press. Cliff Moughtin. 2003. Urban Design : Street and Square Third Edition. Burlington : Architectural Press. Damayanti, Rully. 2011. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Persepsi Kota Surabaya. Universitas Kristen Petra. Depari, dkk. 2014. Makna Ruang Kampung Kauman Yogyakarta dan Semarang Berdasar Konsep Relasi Dalam Pandangan Jawa. Jurnal Ilmiah Perencanaan Wilayah dan Kota Tata Loka : Universitas Diponegoro, 16 (3). Goodchild P H. 1990. Some Principal For Conservation of Historic Landscape. Dratf Document for Discussion Purpose. Canada : Icomos (UK) Historic Gardens and Landscape Comittee. Handinoto. 1992. Alun-alun sebagai Identitas Kota Jawa, Dulu dan Sekarang. Jurnal Dimensi 18 : Universitas Kristen Petra. Harris CW, Dines NT. 1988. Time-Saver Standards for Landscape Architecture: Design and Construction Data. New York (US): McGraw-Hill. Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta Krippendorff, Kalus. 2004. Content Analysis An Introduction to Its Methodology Second Edition. London : SAGE Publications. Lynch K. 1960. The Image of The City. Massachusetts (US): MIT Press. Lynch K. 1994. Good City Form. Massachusetts (US): MIT Press. Nanang P.ME. dkk. 2012. Sejarah dan Kebudayaan Jombang. Jombang : Penerbit Dinas Pendidikan Jombang.
62
Nurisjah S dan Pramukanto Q. 2001. Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian Lanskap dan Taman Sejarah. Bogor : Fakultas Pertanian, IPB (tidak dipublikasikan). Pasaribu, Rowland Bismark F. 2013. Pranata Sosial. [internet]. [diunduh 20 Juni 2016]. Tersedia di https://rowlandpasaribu.files.wordpress.com/2013/02/bab06-pranata-sosial.pdf. Reid. 1993. From Concept To Form In Landscape Design. New York (US): Van Nostrand Reinhold. Rukayah Siti.R dan Bharoto. 2012. Bazaar in Urban Open Space as Contain and Container Case study: Alun-alun Lama and Simpang Lima Semarang, Central Java, Indonesia. Malasyia : Elsevier Ltd. Rukayah, Siti R. 2012. Between Colonial, Moslem, and Post-Independence Era, Which Layer of Urban Patterns Should Be Conserved. Malasyia : Elsevier Ltd. Santoso, Jo. 2008. Arsitektur Kota Jawa Kosmos Kultur dan Kuasa. Centropolis : Universitas Tarumanegara. Simonds JO, Starke BW. 2006. Landscape Architecture: A Manual of Environmental Planning and Design. New York (US): McGraw-Hill. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatifdan R&B. Bandung (ID): Alfabeta.
Kuantitatif,
63
Lampiran 1 Kuisoner Intensitas Aktivitas Pengguna Alun-alun Kota Jombang Tabel 1 . Kategori Waktu : Harian Frekuensi Kegiatan Aktivitas 1 2 3 4 Aktivitas aktif (berjalan, berfoto, diskusi, gathering) Aktivitas pasif (duduk-duduk, rehat/singgah, makan) Aktivitas ekonomi (membeli, mejual) Aktivitas keagamaan (Sholat di masjid) Tabel 2 . Kategori Waktu : Mingguan Frekuensi Kegiatan Aktivitas 1 2 3 4 Aktivitas aktif (berjalan, berfoto, olahraga) Aktivitas pasif (duduk-duduk, rehat/singgah, makan) Aktivitas ekonomi (membeli, mejual) Aktivitas keagamaan (Sholat di masjid) Tabel 3 . Kategori Waktu : Bulanan Frekuensi Kegiatan Aktivitas 1 2 3 4 Keagamaan Seni dan Budaya Hiburan dan Ekonomi Kenegaraan Keluarga Berbasis lingkungan
5
5
5
Keterangan : 1 = Tidak pernah 2 = 1-2 hari/minggu 3 = 3-4 hari/minggu 4 = 5-6 hari/minggu 5 = Setiap hari
Keterangan : 1 = Tidak pernah 2 = 1 kali/bulan 3 = 2 kali/bulan 4 = 3 kali/bulan 5 = 4 kali/bulan
Keterangan : 1 = Tidak pernah 2 = 1-2 kali/tahun 3 = 3-5 kali/tahun 4 = 5-6 kali/tahun 5 = > 6 kali/tahun
64
Lampiran 2 Hasil Tingkat Intensitas Pengunjung di Alun-alun Kota Jombang Kategori Waktu : Harian No Jenis kegiatan
1
2
3
4
5
1
Aktivitas Aktif
5
14
4
4
3
2
Aktivitas Pasif
1
17
3
1
8
3
Aktivitas Ekonomi
4
11
3
3
9
4
Aktivitas Keagamaan
4
12
0
3
11
1
2
3
4
5
Kategori Waktu : Mingguan No Jenis kegiatan 1
Aktivitas Aktif
3
22
6
16
50
2
Aktivitas Pasif
2
14
18
20
50
3
Aktivitas Ekonomi
5
14
9
12
60
4
Aktivitas Keagamaan
5
18
6
24
40
Kategori Waktu : Bulanan No Jenis kegiatan
1
2
3
4
5
1
Keagamaan
13
10
3
0
4
2
Seni dan Budaya
19
8
1
0
2
3
9
13
3
3
2
4
Hiburan dan Ekonomi Kenegaraan
21
5
2
1
1
5
Keluarga
6
Berbasis lingkungan
65
Lampiran 3 Derajat Kepentingan dari Intensitas Kegiatan Pengunjung di Alun-alun Kota Jombang Kategori Waktu : Harian No Jenis Kegiatan
1
2
3
4
5
5 1 4 4
28 34 22 24
12 9 9 0
16 4 12 12
15 40 45 55
Kategori Waktu : Mingguan No Jenis Kegiatan 1
2
3
4
5
1 2 3 4
1 2 3 4
Aktivitas Aktif Aktivitas Pasif Aktivitas Ekonomi Aktivitas Keagamaan
Aktivitas Aktif Aktivitas Pasif Aktivitas Ekonomi Aktivitas Keagamaan
3 2 5 5
22 14 14 18
6 18 9 6
16 20 12 24
50 50 60 40
Kategori Waktu : Bulanan No Jenis Kegiatan
1
2
3
4
5
13
20
9
0
20
1 2 3 4 5 6
Keagamaan Seni dan Budaya Hiburan dan Ekonomi Kenegaraan Keluarga Berbasis lingkungan
Total Indeks 76 88 92 95
0.51 0.59 0.61 0.63
Total Indeks 97 104 100 93
0.65 0.69 0.67 0.62
Total Indeks 62
0.41
DK* CS CS S S
DK* S S S S
DK* CS
19 16 3 0 10 48 0.32 KK 9 26 9 12 10 66 0.44 CS 21 10 6 4 5 46 0.31 KK 11 20 15 0 20 66 0.44 CS 19 18 6 0 0 43 0.29 KK Sugiyono (2013) *dengan modifikasi pada sistem indeks penilaian Keterangan: 5=Sangat Sering; 4= Sering; 3=Cukup Sering; 2=Kadang-kadang; 1=Tidak Pernah; DK= Derajat Kepentingan. Bagian yang berwarna kuning merupakan nilai tertinggi yang didapat dari masing-masing kategorI.
66
Lampiran 4 Hasil Penilaian dan Derajat Kepentingan Masyarakat pada Aspek Pelestarian Alun-alun Kota Jombang Hasil Penilaian Masyarakat pada Aspek Pelestarian Alun-alun Kota Jombang No
Jenis kegiatan
1
2
3
4
5
1
Nilai arsitektural
0
3
5
7
15
2
Nilai historis
0
3
4
8
15
3
Kegiatan keagaaman
0
0
6
8
16
4
Kegiatan kenegaraan
0
2
8
12
8
5
Hiburan
1
2
10
9
8
6
Berbasis lingkungan
0
10
2
4
14
7
Kegiatan ekonomi
0
10
14
3
3
Derajat Kepentingan Masyarakat pada Aspek Pelestarian Alun-alun Kota Jombang No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Kegiatan
1
2
3
4
5
Total Indeks
DK*
0.83 SP Nilai arsitektural 0 6 15 28 75 124 0.83 SP Nilai historis 0 6 12 32 75 125 0.87 SP Kegiatan keagaaman 0 0 18 32 80 130 0.77 P Kegiatan kenegaraan 0 4 24 48 40 116 0.74 P Hiburan 1 4 30 36 40 111 0.75 P Berbasis lingkungan 0 20 6 16 70 112 0.59 P Kegiatan ekonomi 0 20 42 12 15 89 Sugiyono (2013) *dengan modifikasi pada sistem indeks penilaian Keterangan: 5=Sangat Penting; 4= Penting; 3=Cukup Penting; 2=Tidak Penting; 1=Sangat Tidak Penting; DK= Derajat Kepentingan. Bagian yang berwarna kuning merupakan nilai tertinggi yang didapat dari masingmasing kategori
Lampiran 5 Kegiatan Besar di Alun-alun Jombang pada tahun 2015-2016 No
Nama kegiatan
Bulan/Tahun
Penyelenggara
1 2 3 4 5
Upacara Kemerdekaan Upacara Hari Anak Upacara Hari Pendidikan Upacara Sumpah Pemuda Adipura
Pemkab Jombang Pemkab Jombang Pemkab Jombang Pemkab Jombang Dinas Kebersihan
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Karnaval Halal Bi Halal Tadarus Akbar Mukhtamar NU Idul Adha Idul Fitri Majlis Dzikir Pengajian Muslimah Pengajian Muslimah Sholawat bersama Habib Syekh Pelatihan Jurnalis Sosialiasi politik oleh Bu Khofifah
Tahunan Tahunan Tahunan Tahunan July 2014-2016 Agustus (Tahunan) Tahunan Juni 2016 Agustus 2015 Tahunan Tahunan Tahunan Mei 2016
16 17
2015
Pemkab Jombang Pemkab Jombang LPUQ PBNU dan para Ulama Pengurus Masjid Pengurus Masjid Al-khidmah Muslimat NU Aisya Muhammadiyah -
April 2016
Lingkar pena Tim Khofifah