ANALISIS FINANSIAL PENGUSAHAAN MINYAK KAYU PUTIH TRADISIONAL DI TAMAN NASIONAL WASUR, PAPUA (Financial Analysis of Traditional Cajuput Oil Refinery in Wasur National Park, Papua ) Oleh/By:
Yonky Indrajaya, Aji Winara, M. Siarudin, Edy Junaidi, dan Ary Widiyanto (Balai Penelitian Teknologi Agroforestry) Jl. Raya Ciamis-Banjar km 4, Ciamis 46201, email:
[email protected] Abstract This paper aims to analyze financial aspect of traditional cajuput oil refinery in Wasur National Park, Papua. The method used in this research is in-depth interview and standard financial analysis of a project including: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Benefit Cost Ratio (BCR). The analysis is conducted in 10 years period with the interest rate of 10%. The analyses are conducted on two different cases: the local dwellers and migrants. The results of this study showed thaton local dwellers case, theNPV is IDR 258,686,275,- and BCR: 1.72. Whereas, the NPV on migrant is IDR 56,947,848,-, and corresponding BCR of 1.10. It can be concluded thatboth traditional cajuput oil refinery systems are financially eligible. Keywords: financial analysis, cajuput oil, TN Wasur Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis aspek finansial pengolahan minyak kayu putih secara tradisional di TN Wasur, Papua. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam terhadap pengelola penyulingan minyak kayu putih dan penilaian terhadap standard analisis finansial, yaitu: NPV, IRR, dan BCR. Analisis dilakukan dalam kurun waktu 10 tahun dengan suku bunga 10%. Analisis dilakukan pada dua kasus: penduduk asli dan pendatang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada pengelola oleh penduduk asli nilai NPV adalah Rp 258.686.275,- dan BCR: 1.72. Sedangkan nilai NPV dan BCR pada pengusahaan MKP oleh pendatang berturut-turut adalah Rp. 56.947.848,- dan 1,1. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan minyak kayu putih secara tradisional pada kedua system pengolahan layak secara finansial. Kata kunci: analisis finansial, minyak kayu putih, TN Wasur I.
PENDAHULUAN Kawasan Taman Nasional Wasur merupakan salah satu taman nasional model yang terletak di Kabupaten Merauke, Papua. Vegetasi yang mendominasi di TN Wasur berasal dari
1
famili Mystaceae. Terdapat 4 formasi vegetasi di kawasan TN Wasur yang menyimpan potensi minyak kayu putih, yaitu: (1) vegetasi hutan dominan Melaleuca seluas 33.535 ha, (2) vegetasi hutan Codominan Melaleuca-Eucalyptus seluas 33.874 ha, (3) hutan jarang seluas 34.539, dan hutan savana campuran seluas 169.809 ha (Purba, 1999). Keberadaan masyarakat adat di dalam kawasan TN Wasur menjadi permasalahan tersendiri bagi pihak manajemen TN Wasur terutama terkait dengan aspek perlindungan habitat satwa dan peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat. Potensi famili Myrtaceae yang mengandung minyak atsiri seperti Melaleuca spp dan Asteromurtus spp.berpotensi untuk memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat adat setempat baik yang berada di dalam kawasan TN maupun yang berada di luas kawasan TN khususnya di Kabupaten Merauke. Kegiatan pemanfaatan daun kayu putih telah dilakukan cukup lama di TN Wasur, dengan melibatkan organisasi nirlaba dan Pemda setempat. Kegiatan ini berpotensi untuk meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan TN Wasur tanpa mengganggu habitat alami satwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usaha penyulingan minyak kayu putih (MKP) yang dilakukan secara tradisional oleh masyarakat adat di dalam kawasan TN Wasur dan pendatang di luar kawasan TN Wasur.
II.
METODE A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian . Penelitian dilakukan di wilayah TN Wasur pada wilayah administrasi distrik Sota dan Distrik Merauke Kabupaten Merauke Provinsi Papua. Gambar 1 menunjukkan lokasi kegiatan penelitian di TN Wasur, Papua.
2
Gambar 1. Lokasi penelitian Figure 1. Research location B. Pengumpulan dan Analisis Data Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dengan penyuling dan pemilik alat suling di Kampung Yanggandur dan Rawa Biru. Sementara itu, data produksi MKP diperoleh dari WWF Merauke. Data seluruh input produksi dan output produksi diperoleh dengan wawancara terstruktur. Penilaian terhadap kelayakan investasi usaha penyulingan MKP dilakukan dengan menggunakan kriteria investasi (Thompson and George, 2009)yaitu: NPV, BCR, dan IRR. Penelitian tentang analisis finansial usaha kehutanan telah banyak dilakukan untuk menentukan kelayakan usaha kehutanan dengan kriteria investasi NPV, BCR, dan IRR (Ginoga et al., 2005; Kusumedi and Jariyah, 2010; Yuniati, 2011). NPV merupakan jumlah profit (total penerimaan Bt dikurangi dengan total pengeluaran Ct ) yang terdiskon dengan faktor diskonto (1 i)t dalam kurun waktu tertentu (t), pada tingkat suku bunga i, seperti disajikan dalam persamaan (1):
3
T
NPV t 0
Bt Ct (1 i )t
(1)
BCR merupakan perbandingan dari total penerimaan terdiskon selama kurun waktu T Bt proyek dibagi dengan total pengeluaran terdiskon selama kurun waktu proyek t t 0 (1 i ) T
Ct
(1 i) t 0
t
. Nilai BCR akan memberikan gambaran estimasi pengembalian dalam rupiah dari
investasi yang ditanamkan. T
BCR=
Bt
(1 i) t 0 T
t
Ct t t 0 (1 i )
(2)
Sedangkan IRR merupakan discount rate dimana nilai NPV sama dengan nol. Hal ini berarti nilai IRR menunjukkan nilai aktual pengembalian dari suatu proyek. IRR=i
III.
NPV1 i 2 i1 NPV1 NPV2
(3)
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengusahaan minyak kayu putih (MKP) di TN Wasur Papua telah dilakukan cukup lama mengingat potensi pohon kayu putih yang melimpah di tempat tersebut. Introduksi teknologi alat penyulingan sederhana oleh organisasi nirlaba dan pemerintah daerah dan adanya pasar MKP telah memberikan rangsangan bagi masyarakat untuk mengusahakan MKP. Dalam analisis finansial ini, pengusahaan MKP dibagi menjadi dua kelompok yaitu penduduk asli dan pendatang karena adanya perbedaan dalam pengusahaannya. Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis finansial pengolahan MKP disajikan dalam Tabel 1 berikut:
4
Tabel 1. Parameter yang digunakan dalam perhitungan Table 1. Parameters used in calculation INPUTS Bahan bakar Kayu Bahan baku (daun KP) Peralatan Alat penyulingan Pemeliharaan alat Tenaga Kerja Pemanenan daun kayu putih Penyulingan Ambil kayu bakar Transport
MKP
OUTPUT
Unit
Harga (Price)
gerobak
10,000
Rp/kg
700
Rp/unit Rp/tahun
20,000,000 500,000
Rp/HOK Rp/HOK Rp/HOK Rp/PP
50,000 50,000 50,000 50,000
Rp/liter
70,000
1. Penduduk Asli Penduduk asli mengusahakan MKP dengan cara memanen secara langsung daun pohon kayu putih di TN Wasur dan menyulingnya secara sederhana. Alat suling merupakan bantuan dari organisasi nirlaba dan Pemda Kab Merauke. Masa pakai alat suling ini adalah 10 tahun dengan biaya perawatan Rp 500.000,- per tahun. Bahan baku daun kayu putih yang digunakan dalam proses produksi adalah 160 kg daun untuk sekali masak yang berasal dari jenis Asteromyrtus sp. Dalam satu hari dilakukan dua kali proses penyulingan, sehingga kebutuhan daun dalam sehari adalah 320 kg. Apabila pemasakan dilakukan setiap hari kecuali hari minggu selama 12 bulan, maka total kebutuhan daun pohon kayu putih adalah sebanyak 92.160 kg. Dalam pemanenan daun, setiap harinya dilakukan oleh dua orang tenaga kerja. Sedangkan proses penyulingan dilakukan oleh satu orang tenaga kerja. Kayu bakar diperoleh dengan mencarinya di TN yang dipenuhi oleh satu orang tenga kerja per hari. 5
Pemasakan dilakukan setiap hari, kecuali hari minggu. Sehingga dalam satu bulan proses pemasakan dilakukan sebanyak rata-rata 48 kali. Hasil MKP dijual ke pasar dengan harga jual Rp 70.000,-/liter . Hasil MKP diangkut ke pasar dengan biaya angkut sebesar Rp 50.000,-/bulan. Produksi rata-rata proses penyulingan adalah sebanyak empat liter/hari pada musim penghujan dan enam liter/hari pada musim kemarau.Apabila musim penghujan dan musim kemarau adalah sama-sama 6 bulan, maka total produksi MKP dalam satu tahun adalah 1.440 liter. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah tingkat suku bunga sebesar 10% dan upah tenaga kerja/hari sebesar Rp 50.000,Tabel 2. Input-output proses produksi MKP oleh penduduk asli di TN Wasur Papua Table 2. Input-output production process of cajuput oil refinery by local dwellers in Wasur National Park Tahun (Years)
Unit 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
INPUT Bahan bakar Kayu
kg
Bahan baku
kg
Alat Alat penyulingan
unit
Pemeliharaan
Rp/tahun
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Tenaga Kerja Pemanenan
HOK
576
576
576
576
576
576
576
576
576
576
Penyulingan
HOK
288
288
288
288
288
288
288
288
288
288
Kayu bakar
HOK
288
288
288
288
288
288
288
288
288
288
Transport
PP
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
OUTPUT MKP
liter
Sumber: data primer (primary data)
Tabel 2 menunjukkan kebutuhan akan bahan baku, bahan bakar, peralatan, tenaga kerja yang dibutuhkan, dan output yang dihasilkan. Karena bahan bakar dan bahan baku diperoleh secara cuma-cuma dari kawasan TN Wasur, maka pada input bahan bakar dan bahan baku dianggap tidak ada, tetapi pada input tenaga kerja terdapat komponen pemanenan dan bahan bakar. Hasil dari perhitungan casf flow disajikan dalam Tabel 3. 6
Tabel 3. cash flow pengusahaan MKP oleh penduduk asli di TN Wasur Papua (dalam juta rupiah) Table 3. Casf flow of cajuput oil refinery process by local dwellers in Wasur National Park (in million IDR) Tahun (Years)
Unit 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
INPUT Bahan bakar Kayu
Juta Rp
Bahan baku
Juta Rp
Alat Alat penyulingan
Juta Rp
Pemeliharaan alat
Juta Rp
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
Pemanenan
Juta Rp
28.8
28.8
28.8
28.8
28.8
28.8
28.8
28.8
28.8
28.8
Penyulingan
Juta Rp
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
Ambil kayu bakar
Juta Rp
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
14.4
Transport
Juta Rp
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
Total Biaya
Juta Rp
58.7
58.7
58.7
58.7
58.7
58.7
58.7
58.7
58.7
58.7
MKP
Juta Rp
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
Total Penerimaan
Juta Rp
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
100.8
42.1
42.1
42.1
42.1
42.1
42.1
42.1
42.1
42.1
42.1
Tenaga Kerja
OUTPUT
Profit
Sumber: data primer (primary data) Dari Tabel 3, dapat diperoleh nilai NPV adalah sebesar Rp 258,686,275,- dengan nilai BCR sebesar 1,72. Nilai IRR sangat besar karena tidak ada satupun dari nilai NPV dari tahun perhitungan yang negative. Dari indicator-indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa pengusahaan MKP oleh penduduk asli layak secara finansial. 2. Pendatang Untuk pendatang, pengadaan bahan baku daun kayu putih dilakukan dengan pembelian kepada masyarakat di sekitar TN dengan harga beli Rp 700/kg. Selain itu, pengadaan bahan bakar juga dilakukan dengan membelinya dari masyarakat yaitu Rp 10.000,/gerobak. Kebutuhan kayu bakar per hari adalah sebanyak 2 gerobak. Seperti halnya penduduk asli, proses penyulingan dilakukan oleh satu orang tenaga kerja. Frekuensi
7
pemasakan dan hasil penyulingan serta biaya perawatan dan biaya angkut sama dengan penduduk asli. Input-output dari kegiatan pengusahaan MKP oleh pendatang dapat disajikan dalam Tabel 4. Apabila dibandingan dengan Tabel 2, terlihat jelas bahwa pendatang membutuhkan daun kayu putih yang diperoleh dengan cara membeli dari masyarakat sekitar TN. Tabel 4. Input-output proses produksi MKP oleh pendatang di TN Wasur Papua Table 4. Input-output production process of cajuput oil refinery by migrants in Wasur National Park Tahun (Years)
Unit 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
INPUT Bahan bakar Kayu
Ton
1,152
1,152
1,152
1,152
1,152
1,152
1,152
1,152
1,152
1,152
Bahan baku
Ton
92,160
92,160
92,160
92,160
92,160
92,160
92,160
92,160
92,160
92,160
Alat penyulingan
unit
1
Pemeliharaan
Rp/tahun
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
288
288
288
288
288
288
288
288
288
288
12
12
12
12
12
12
12
12
12
12
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
1,440
Alat
Tenaga Kerja Pemanenan
HOK
Penyulingan
HOK
Kayu bakar
HOK
Transport
PP
OUTPUT MKP
liter
Sumber: data primer (primary data)
Tabel 4 menunjukkan kebutuhan akan bahan baku, bahan bakar, peralatan, tenaga kerja yang dibutuhkan, dan output yang dihasilkan. Tidak seperti yang dilakukan oleh penduduk asli, pendatang mengadakan bahan bakar dan bahan baku dengan melakukan pembalian kepada penduduk yang tinggal di dalam kawasan TN, sehingga dalam Tabel 4 terdapat komponen bahan bakar dan bahan baku. Namun, komponen tenaga kerja pemanenan dan kayu bakar tidak ada.Hasil dari perhitungan casf flow disajikan dalam Tabel 5.
8
Tabel 5. cash flow pengusahaan MKP oleh pendatang di TN Wasur Papua (dalam juta rupiah) Table 5. Casf flow of cajuput oil refinery process by migrants in Wasur National Park Tahun (Years)
Unit 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
INPUT Bahan bakar Kayu
Juta Rp
11.52
11.52
11.52
11.52
11.52
11.52
11.52
11.52
11.52
11.52
Bahan baku
Juta Rp
64.51
64.51
64.51
64.51
64.51
64.51
64.51
64.51
64.51
64.51
Alat Alat penyulingan
Juta Rp
Pemeliharaan alat
Juta Rp
Tenaga Kerja Pemanenan
Juta Rp
Penyulingan
Juta Rp
14.40
14.40
14.40
14.40
14.40
14.40
14.40
14.40
14.40
14.40
Transport
Juta Rp
0.60
0.60
0.60
0.60
0.60
0.60
0.60
0.60
0.60
0.60
Total Biaya
Juta Rp
91.53
91.53
91.53
91.53
91.53
91.53
91.53
91.53
91.53
91.53
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
OUTPUT MKP
Juta Rp
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
Total Penerimaan
Juta Rp
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
100.80
9.27
9.27
9.27
9.27
9.27
9.27
9.27
9.27
9.27
9.27
Profit
Sumber: data primer (primary data)
Tabel 6. Perbandingan hasil analisis finansial pengusahaan MKP oleh penduduk asli dan pendatang di TN Wasur Papua Table 6. Comparison of financial analysis results cajuput oil refinery process by local dwellers and migrants in Wasur National Park Pengelola
Nilai Nominal Total Biaya
Nilai Terdiskon
Total Pendapatan
Profit
Total Biaya
Total Pendapatan
NPV
BCR
Penduduk asli
587,000,000
1,008,000,000
421,000,000
360,686,089
619,372,364
258,686,275
1.72
Pendatang
915,320,000
1,008,000,000
92,680,000
562,424,516
92,680,000
56,947,848
1.10
Sumber: data primer (primary data) Dari Tabel 6, dapat dilihat bahwa pengusahaan MKP di TN Wasur baik oleh penduduk asli maupun pendatang layak secara finansial. Namun demikian, penduduk asli dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan pendatang. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan bahan baku daun dan kayu bakar yang diperoleh secara cumacuma dari TN . Sedangkan para pendatang memperoleh bahan baku daun dan kayu bakar dengan cara membeli dari masyarakat di dalam kawasan TN. Nilai NPV dari pengusahaan 9
MKP oleh penduduk asli adalah sebesar Rp 258,686,275,- dan BCR sebesar 1.72. Sedangkan nilai NPV dari pengusahaan MKP oleh pendatang adalah sebesar Rp 56,947,848,- dan BCR sebesar 1.10.
Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk menguji pengaruh dari kemungkinan terjadinya perubahan terhadap arus biaya maupun pendapatan terhadap kekuatan kegiatan. Ketidakpastian yang mungkin terjadi pada pengusahaan minyak kayu putih adalah apabila rendemen dari minyak kayu putih turun karena sulitnya memperoleh umur daun yang optimal akibat dari tidak adanya kegiatan pemeliharaan tegakan kayu putih di TN. Dalam analisis sensitivitas ini, akan diujicobakan apabila produksi minyak kayu putih turun 15% dan 30% dari kondisi normal. Tabel 7. Analisis sensitivitas apabila produksi MKP turun 15% Table 7. Sensitivity analysis if production of cajuput oil decreases 15% Nilai Nominal
Pengelola Total Biaya
Total Pendapatan
Nilai Terdiskon
Profit
Total Biaya
NPV
BCR
Total Pendapatan
Penduduk asli
587,000,000
856,800,000
269,800,000
360,686,089
526,466,510
165,780,421
1.46
Pendatang
915,320,000
856,800,000
(58,520,000)
562,424,516
526,466,510
(35,958,007)
0.94
Sumber: data primer (primary data)
Tabel 8. Analisis sensitivitas apabila produksi MKP turun 30% Table 8. Sensitivity analysis if production of cajuput oil decreases 30% Nilai Nominal
Nilai Terdiskon
Pengelola
Total Biaya
Penduduk asli
587,000,000
705,600,000
118,600,000
360,686,089
433,560,655
72,874,566
1.20
Pendatang
915,320,000
705,600,000
(209,720,000)
562,424,516
433,560,655
(128,863,861)
0.77
Total Pendapatan
Profit
Total Biaya
Total Pendapatan
NPV
Sumber: data primer (primary data)
Tabel 7 dan Tabel 8 menunjukkan bahwa penurunan produksi MKP dari penyulingan menyebabkan penurunan nilai NPV dari pengusahaan oleh penduduk asli maupun pendatang.
10
BCR
Penurunan produksi MKP sebesar 15% telah menyebabkan kegiatan penyulingan oleh pendatang tidak layak secara finansial. Namun demikian, pengusahaan oleh penduduk asli tetap layak untuk diusahakan bahkan pada penurunan produksi hingga 30%. Hal ini menarik mengingat input produksi dari penduduk asli hanya berupa tenaga kerja, sedangkan input produksi dari pendatang termasuk bahan baku daun dan kayu bakar.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN Dari hasil dan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan: 1. Pengolahan minyak kayu putihyang dilakukan oleh penduduk asli yang tinggal di kawasan TN Wasur secara finansial layak diusahakan dengan nilai NPVsebesar Rp 258.686.275,- dan BCR: 1,72. 2. Pengolahan minyak kayu putih yang dilakukan oleh pendatang yang tinggal di luar kawasan TN Wasur secara finansial juga layak diusahakan dengan nilai NPV sebesar Rp 56.947.848,- dan BCR: 1,10. 3. Penurunan produksi MKP sebesar 15% akan menyebabkan kegiatan penyulingan oleh pendatang menjadi tidak layak secara finansial 4. Penurunan produksi MKP hingga 30% tetap layak diusahakan secara finansial oleh penduduk asli
SARAN Pengelolaan minyak kayu putih dengan dukungan input teknologi yang semakin baik
(misalnya ketel masak yang terbuat dari stainless steel) akan meningkatkan rendemen minyak kayu putih, sehingga keuntungan penyuling akan meningkat. Selain itu, perlu dukungan teknologi pengolahan yang lebih baik dengan belajar dari industri skala besar (seperti Perum Perhutani di Jawa) agar memperoleh rendemen yang lebih tinggi.
11
Daftar Pustaka Ginoga, K.L., Wulan, Y., Djaenudin, D., 2005. Karbon dan peranannya dalam kelayakan usaha hutan tanaman jati (Tectona Grandis) di KPH Saradan, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi 2, 183-202. Kusumedi, P., Jariyah, N.A., 2010. Analisis finansial pengelolaan agroforestry dengan pola sengon kapulaga di Desa Tirip, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan 7, 93-100. Purba, M., 1999. Prospek dan Kontribusi TN Wasur terhadap Pembangunan Daerah. In, Pertemuan regional pengelolaan taman nasional kawasan timur Indonesia, Menado. Suharlan, A., Sumarna, K., Sudiono, J., 1975. Tabel Tegakan Sepuluh Jenis Kayu Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Bogor. Tassone, V.C., Wesseler, J., Nesci, F.S., 2004. Diverging incentives for afforestation from carbon sequestration: an economic analysis of the EU afforestation program in the south of Italy. Forest policy and economics 6, 567-578. Thompson, D., George, B., 2009. Financial and economic evaluation of agroforestry. In: Nuberg, I., George, B., Reid, R. (Eds.), Agroforestry for natural resource management. CSIRO Publishing, Collingwood Australia. Yuniati, D., 2011. Analisis finansial dan ekonomi pembangunan hutan tanaman Dipterokarpa dengan teknik SILIN (Studi kasus PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Barat). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 8, 239-249.
12