ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN 1984-2013
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta guna Memenuhi sebagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Disusun Oleh: DHITA NUR ELIA FITRI NIM 11404244012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH KETERBUKAAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN 1980-2012
Disusun oleh : Wahyuni Herawati NIM 11404244002 Telah disetujui oleh dosen pembimbing untuk diajukan dan dipertahankan di depan Dewan Penguji Tugas Akhir Skripsi Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta
Yogyakarta,
Maret 2016
Dosen Pembimbing,
Losina Purnastuti, S.E. M.Ec.Dev. Ph.D. NIP. 19710219 199702 2 001
ii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH KETERBUKAAN EKONOMI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN 1980-2012 Disusun oleh: Wahyuni Herawati NIM 11404244002
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Tugas Akhir Skripsi Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
DEWAN PENGUJI Nama
Jabatan
Daru Wahyuni, M.Si
Ketua Penguji Sekretaris Losina Purnastuti, S.E. M.Ec.Dev. Ph.D Penguji Mustofa, M.Sc Penguji Utama
Tanda Tanggal Tangan .......... .......... .......... ..........
.......... ..........
Yogyakarta, Maret 2016 Fakultas Ekonomi UNY Dekan,
Dr. Sugiharsono, M.Si NIP. 19550328 198303 1 002
iii
SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Wahyuni Herawati
NIM
: 11404244002
Jurusan
: Pendidikan Ekonomi
Judul
: Analisis Pengaruh Keterbukaan Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Tahun 1980-2012
Menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya tidak berisikan materi yang dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau telah digunakan sebagai persyaratan penyelesaian studi di perguruan tinggi lain, kecuali pada bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan. Apabila ternyata terbukti pernyataan ini tidak benar, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya. Dengan demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksa untuk digunakan sebagaimana mestinya.
\ Yogyakarta, 1 Maret 2016 Yang menyatakan ,
Wahyuni Herawati NIM. 11404244002
iv
MOTTO
“Bertawakalah pada Allah maka Allah akan mengajarimu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Surat Al-Baqarah ayat 282)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmu lah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah: 5-8)
“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”. (Thomas Alva Edison)
v
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahhirabbilalamin, segala puji dan syukur ku panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Ku persembahkan karya ini kepada: Allah SWT, sebagai ungkapan pengabdian dan syukur Kedua orang tuaku, sebagai ungkapan rasa bakti, hormat dan terima kasih Kedua kakakku, sebagai ungkapan rasa sayang Almamater ku, sebagai ungkapan rasa kesetiaan dan terima kasih
vi
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA TAHUN 1984-2013 Oleh: Dhita Nur Elia Fitri NIM. 11404244012 ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi merupakan permasalahan jangka panjang yang selalu dihadapi oleh suatu negara. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih tergolong fluktuatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh konsumsi pemerintah, investasi swasta dan modal insani terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Variabel yang digunakan yaitu pertumbuhan ekonomi, konsumsi pemerintah, investasi swasta dan modal insani yang bersumber dari BPS periode tahun 1984-2013. Data diolah menggunakan analisis data time series dengan model regresi Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada jangka panjang konsumsi pemerintah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sedangkan investasi swasta dan modal insani mempunyai pengaruh negatif dan signifikan. Pada jangka pendek, konsumsi pemerintah, investasi swasta dan modal insani tidak signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. ECT dalam jangka pendek signifikan dengan nilai negatif yang menunjukkan bahwa terdapat ketidakseimbangan antara jangka pendek dan jangka panjang. Kata kunci : pertumbuhan ekonomi, konsumsi pemerintah, investasi swasta, modal insani, ECM.
vii
AN ANALYSIS OF THE FACTORS AFFECTING THE ECONOMIC GROWTH IN INDONESIA IN 1984-2013 By: Dhita Nur Elia Fitri NIM. 11404244012 ABSTRACT The economic growth is a long-term problem which is always faced by a country. The economic growth in Indonesia is still in the fluctuating category. This study aimed to investigate the magnitude of the effects of the government’s consumption, private investment, and human capital on the economic growth in Indonesia. This was a quantitative study. The variables were the economic growth, government’s consumption, private investment, and human capital obtained from the Central Bureau of Statistics in the 1984-2013. The data were analyzed using the time series data analysis with the regression model of Error Correction Model (ECM). The results of the study showed that in the long term the government’s consumption had a significant positive effect on the economic growth in Indonesia. Meanwhile, the private investment and human capital had significant negative effects. In the short term, the government’s consumption, private investment, and human capital did not significantly affect the economic growth in Indonesia. ECT in the short term was significant with a negative value, showing that there was an imbalance between the short term and the long term. Keywords: economic growth, government’s consumption, private investment, human capital, ECM
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia Tahun 1984-2013” dapat terselesaikan dengan baik. Solawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. Sugiharsono, M.Si selaku Dekan FE UNY yang telah memberikan izin untuk menyelesaikan skripsi ini.
2.
Bapak Tejo Nurseto, M. Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ekonomi yang telah membantu banyak hal dalam penyelesaian tugas akhir skripsi.
3.
Bapak Mustofa, M. Sc, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu untuk membimbing dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian serta memberikan saran yang membangun untuk penulisan skripsi ini.
4.
Ibu Losina Purnastuti, S.E. M.Ec.Dev. Ph.D selaku Dosen Narasumber yang telah memberikan arahan dan saran dalam penulisan skripsi ini.
5.
Seluruh Dosen dan Karyawan Jurusan Pendidikan Ekonomi yang telah memberikan bekal ilmu selama kuliah serta sumbangsih dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
ix
6.
Kedua orang tuaku Bapak Sumiyarto dan Ibu Suyatini yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
7.
Kakakku Ika Chrisnawati dan Dani Marantika yang selalu memberi semangat, dukungan, dan motivasi tiada henti di saat penulis dalam titik terendah dalam penyusunan skripsi ini.
8.
Sahabatku Hesti dan Ani yang selalu membantu mengerjakan skripsi.
9.
Sahabatku Faradina, Hera, Hafi, Yoga, mbk Tiwi, dan seluruh teman-teman pendidikan ekonomi angkatan 2011 yang tidak bisa ku sebutkan satu per satu yang selalu menyemangati. Semoga bantuan baik yang bersifat moral maupun material selama penelitian
hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini dapat menjadi amal baik dan ibadah, serta mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, apabila masih terdapat kekurangan penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, Penulis,
Juli 2016
Dhita Nur Elia Fitri 11404244012
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAN...........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ...................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................
vi
ABSTRAK ......................................................................................................
vii
ABSTRACT ....................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xvi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ A. Latar Belakang Masalah ............................................................. B. Identifikasi Masalah ................................................................... C. Pembatasan Masalah .................................................................. D. Perumusan Masalah ................................................................... E. Tujuan Penelitian ....................................................................... F. Manfaat Penelitian .....................................................................
1 1 8 9 10 10 10
BAB II. KAJIAN TEORI .............................................................................. A. Landasan Teori ........................................................................... 1. Pertumbuhan Ekonomi ........................................................ a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi.................................. b. Teori Pertumbuhan Ekonomi........................................... c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi.......................................................................... d. Cara mengukur Pertumbuhan Ekonomi .......................... 2. Konsumsi Pemerintah .......................................................... a. Pengertian Konsumsi Pemerintah ...................................
12 12 12 12 13
xi
21 28 31 31
b. Peranan Konsumsi Pemerintah di dalam Pertumbuhan Ekonomi .......................................................................... 3. Investasi Swasta ................................................................... a. Pengertian Investasi ........................................................ b. Penanaman Modal Asing Swasta .................................... c. Penanaman Modal Asing Dalam Negeri ......................... d. Penentu-penentu Tingkat Investasi ................................. e. Peranan Investasi dalam Perekonomian .......................... 4. Modal Insani ........................................................................ a. Pengertian Modal Insani ................................................. b. Peran Modal Insani di dalam Pertumbuhan Ekonomi .... B. Penelitian yang Relevan ............................................................. C. Kerangka Berpikir ...................................................................... D. Hipotesis Penelitian ....................................................................
33 34 34 35 38 39 40 41 41 42 45 49 50
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. A. Desain Penelitian ........................................................................ B. Variabel Penelitian...................................................................... C. Definisi Operasional.................................................. ................. D. Jenis dan Sumber Data ............................................................... E. Teknik Analisis Data......................................................... ......... 1. Uji Stasioneritas ................................................................... 2. Uji Integrasi ......................................................................... 3. Uji Kointegrasi..................................................................... 4. Uji Asumsi Klasik................................................................ 5. Pengujian Hipotesis .............................................................
52 52 52 53 55 56 57 58 58 59 61
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................. A. Deskripsi Data .......................................................................... . 1. Pertumbuhan Ekonomi................................... ..................... 2. Konsumsi Pemerintah .......................................................... 3. Investasi Swasta ................................................................... 4. Modal Insani ........................................................................ B. Hasil Pengujian........................................................................... 1. Hasil Uji Stasioner ............................................................... 2. Hasil Uji Integrasi ................................................................ 3. Hasil Uji Kointegrasi ........................................................... 4. Hasil Uji Asumsi Klasik ...................................................... a. Uji Normalitas .............................................................. b. Uji Multikolinearitas..................................................... c. Uji Heteroskedastisitas ................................................. d. Uji Autokorelasi............................................................ 5. Hasil Regresi Pengujian Model ECM.................................. 6. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Hasil Penelitian ....... a. Uji Simultan .................................................................. b. Koefisien Determinasi ..................................................
63 63 63 66 68 69 71 71 71 72 73 73 73 74 74 75 77 77 78
xii
c. Uji Parsial ..................................................................... 1) Konsumsi Pemerintah ............................................ 2) Investasi Swasta ..................................................... 3) Modal Insani ..........................................................
78 78 79 81
BAB V. PENUTUP ........................................................................................ A. Kesimpulan ................................................................................. B. Saran ........................................................................................... C. Keterbatasan Penelitian ..............................................................
83 83 85 85
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
87
LAMPIRAN ...................................................................................................
92
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Nilai GNP per Kapita 5 Negara ASEAN Periode 2009-2013 .................. 2 2. Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan terhadap GNP .. 7 3. Statistik Deskriptif .................................................................................... 63 4. Hasil Uji Stasioner .................................................................................... 71 5. Hasil Uji Integrasi ..................................................................................... 72 6. Hasil Uji Kointegrasi ................................................................................ 72 7. Hasil Uji Normalitas ................................................................................. 73 8. Hasil Uji Multikolinearitas........................................................................ 74 9. Hasil Uji Heteroskedastisitas .................................................................... 74 10. Hasil Uji Autokorelasi .............................................................................. 75 11. Hasil Regresi Model ECM ........................................................................ 76 12. Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat ........................................................................................ 77
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia ..................................... 2 2. Grafik Investasi Swasta di Indonesia ........................................................ 5 3. Paradigma Penelitian................................................................................. 50 4. Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia ..................................... 64 5. Grafik PDB di Indonesia atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 ............ 65 6. Grafik Pengeluaran Konsumsi di Indonesia.............................................. 67 7. Grafik Investasi Swasta di Indonesia ........................................................ 68 8. Grafik Pengeluaran Modal Insani di Indonesia......................................... 70
xv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Data PDB berdasarkan Harga Konstan Tahun Dasar 2000, Konsumsi Pemerintah, Investasi Swasta dan Modal Insani ....................................... 93 2. Deskripsi Data ........................................................................................... 94 3. PDB menurut Lapangan Usaha ................................................................. 95 4. Pengeluaran Rutin ..................................................................................... 96 5. Investasi Swasta ........................................................................................ 97 6. Modal Insani ............................................................................................. 98 7. Hasil Uji Stasioneritas............................................................................... 99 8. Hasil Uji Integrasi ..................................................................................... 103 9. Hasil Uji Kointegrasi ................................................................................ 111 10. Hasil Estimasi Jangka Panjang dan Pendek .............................................. 112 11. Uji Normalitas ........................................................................................... 113 12. Uji Multikolinearitas ................................................................................. 113 13. Uji Autokorelasi ........................................................................................ 114 14. Uji Heteroskedastisitas.............................................................................. 115
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang telah dilaksanakan sejak periode 1969/1970 telah menunjukkan hasil-hasil yang semakin nyata. Melalui pembangunan ekonomi diharapkan adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi untuk mengimbangi jumlah penduduk yang semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian jangka panjang dan menjadi kenyataan yang selalu dialami oleh suatu bangsa. Menurut Sukirno (2011: 423), dalam kegiatan perekonomian yang sebenarnya pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan produksi barang dan jasa di suatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri,
perkembangan
infrastruktur,
pertambahan
jumlah
sekolah,
pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal. Pertumbuhan ekonomi secara agregat dapat dilihat dari PDB suatu negara. Tingginya nilai PDB di asumsikan bahwa kondisi perekonomian suatu negara tersebut juga baik. Membandingkan nilai PDB per kapita beberapa negara akan memberikan gambaran tentang tingkat pertumbuhan ekonomi. Setiap negara pada umumnya menginginkan pertumbuhan ekonomi yang pesat agar dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
1
2
Tabel 1. Nilai GDP 5 Negara ASEAN Periode 2009-2013 Negara ASEAN
Nilai GDP (US$)
Singapura
2009 192,408,387,762
2010 236,421,782,178
2011 275,221,020,830
2012 289,268,624,469
2013 300,288,499,960
Malaysia
202,257,586,267
255,016,919,685
297,951,960,784
314,442,825,692
323,342,854,422
Thailand
281,574,762,729
340,923,571,200
370,608,559,050
397,290,682,074
419,888,628,523
Philipina
168,334,599,538
199,590,774,784
224,143,083,706
250,092,093,547
271,927,428,132
Indonesia
539,580,085,612
755,094,157,594
892,969,104,529
917,869,913,364
912,524,136,718
Sumber: World Bank Development Indicators.
Negara Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mengalami keadaan ekonomi yang meningkat lebih cepat. Hal ini dapat dilihat dari nilai PDB Indonesia yang selama lima tahun dibandingkan dengan lima negara utama di ASEAN. Pada tahun 2009-2013, nilai PDB Indonesia berada pada urutan pertama diantara lima negara utama ASEAN.
Laju Pertumbuhan Ekonomi
15,00% 10,00% 5,00% 0,00% -5,00% -10,00% -15,00%
Tahun
Sumber: World Bank, 2015 Gambar 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Berdasarkan gambar 1 diatas diketahui bahwa laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 1984-2013 terlihat fluktuatif. Selama periode 1993-
3
1995 rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun sebesar 7,73% , akan tetapi akibat krisis yang terjadi di Indonesia laju pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. Krisis moneter yang mulai berlaku dari tahun 1997 ternyata menimbulkan efek buruk bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada tahun 1997 tingkat pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,7% dan pada tahun berikutnya perekonomian mengalami kemunduran yang sangat tajam yaitu output negara merosot sebesar 13,1% kemudian pada tahun 1999 tingkat pertumbuhan hanya mencapai 0,79%.
Mulai tahun 2000
perekonomian Indonesia mulai membaik. Pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 4,92% dan antara tahun 2001-2013 rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,46%. Teori Jhon Maynard Keynes dan tokoh ekonomi lainnya telah menjelaskan apa saja yang menyebabkan berbagai fluktuasi ekonomi, serta membantu merumuskan suatu pendekatan guna mengatasi dampak-dampak terburuk yang ditimbulkan siklus bisnis. Dalam buku Boediono (2008: 32), Keynes mengatakan bahwa untuk menolong sistem perekonomian negara, orang harus bersedia meninggalkan ideologi laissez faire yang murni yang terkandung dalam pemikiran Klasik. Pemerintah harus melakukan lebih banyak campur tangan yang aktif dalam mengendalikan perekonomian nasional. Tujuan dari pertumbuhan ekonomi adalah mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi. Dalam mencapai tujuan tersebut pemerintah harus ikut campur tangan secara aktif untuk mempengaruhi gerak perekonomian.
4
Pemerintah banyak melakukan pengeluaran untuk membiayai kegiatankegiatannya. Pengeluaran tersebut tidak saja untuk membiayai kebutuhan pemerintah sehari-hari namun juga digunakan untuk membiayai kegiatan perekonomian secara umum. Pengeluaran pemerintah sendiri merupakan alat intervensi pemerintah terhadap perekonomian yang dianggap paling efektif. Selama ini, tingkat efektifitas pengeluaran pemerintah dapat diukur melalui seberapa besar pertumbuhan ekonomi. Konsumsi pemerintah
merupakan salah satu
pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah. Konsumsi pemerintah merupakan pengeluaran rutin pemerintah yang mencakup pembelian barang dan jasa yang akan dikonsumsi seperti membayar bunga utang, subsidi dan belanja pegawai. Konsumsi pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Akan tetapi kenaikan konsumsi ini juga diikuti oleh kenaikan pembayaran bunga dan hutang pemerintah Indonesia. Terlihat pada lampiran 4 bahwa bunga dan cicilan utang dalam realisasi pengeluaran rutin merupakan pengeluaran tertinggi dari tahun 1986-2004. Rata-rata bunga dan cicilan utang pada tahun tersebut mencapai 40% dari total pengeluaran rutin pemerintah. Pemerintah yang terbebani dengan banyaknya pembayaran hutang akan mengakibatkan turunnya pengeluaran untuk pembangunan. Dalam penelitian Rafli Rinaldi (2013) telah dijelaskan bahwa peningkatan konsumsi
pemerintah
secara
signifikan berimbas
pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Tingginya nilai
5
koefisien dari konsumsi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi regional juga menunjukkan besarnya ketergantungan terhadap konsumsi pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Keberhasilan pembangunan di suatu daerah di samping ditentukan oleh besarnya pengeluaran pemerintah tersebut juga dipengaruhi oleh besarnya investasi. Investasi merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi (Sajafii, 2009). Investasi dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Dalam hal ini
investasi dapat dibagi menjadi dua yaitu penanaman modal asing (PMA) dan Penanaman Modal dalam negeri (PMDN). Persediaan modal fisik yang besar akan membawa pada PDB yang tinggi, investasi yang tinggi juga cenderung membawa pada pendapatan yang tinggi pula. 600000
Miliar Rupiah
500000 400000 300000 200000 100000 0
Tahun
Sumber: BPS, 2001-2015 diolah Gambar 2. Investasi Swasta di Indonesia
6
Investasi swasta selama tahun 2006 belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini terlihat dari gambar 2 bahwa terdapat penurunan yang tajam. Persetujuan PMA dan PMDN menurun akibat terbatasnya sumber pembiayaan dan tersendatnya aliran pembiayaan baik dari dalam maupun luar negeri. Masyarakat kurang bergairah untuk melakukan investasi karena masyarakat kurang berani mengambil resiko dalam melakukan kegiatan usaha, kemampuan pasar domestik relatif terbatas, kesulitan memperoleh dana untuk berinvestasi, dan masih banyak lagi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Isnowati (2012) menyimpulkan bahwa Investasi Swasta Daerah memberikan pengaruh positif dan signifikan pada pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Tanda positif mengindikasikan bahwa semakin tingkat investasi swasta mengalami kenaikan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain investasi fisik yang diukur melalui PMA dan PMDN, investasi lain berupa modal insani juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Modal insani dapat diartikan sebagai kualitas modal manusia yang merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan kualitas modal manusia yang baik akan memacu peningkatan produktivitas sebuah
wilayah.
Pengeluaran
modal
insani
dihitung
menggunakan
pengeluaran pemerintah untuk pendidikan. Menurut Todaro (2011: 447), modal manusia yaitu investasi produktif terhadap orang-orang mencakup pengetahuan, keterampilan, kemampuan, gagasan, kesehatan dan lokasi, sering kali dihasilkan dari pengeluaran di
7
bidang pendidikan, program pelatihan dalam pekerjaan dan perawatan kesehatan. Pengeluaran pendidikan di Indonesia masih tergolong kecil bila dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Berdasarkan data HDR-UNDP tahun 2002 dilaporkan bahwa Indonesia pada urutan 110 dari 177 negara dan peringkat 121 dari 185 negara pada tahun 2012. Dengan kata lain, nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat pembangunan manusia Indonesia berada pada kategori menengah dan rendah. Selanjutnya untuk mengetahui pengeluaran pemerintah untuk pendidikan di beberapa negara khususnya di kawasan ASEAN dapat dibaca dari Human Development Report 2002 dan 2013 UNESCO berupa persentase belanja pemerintah sektor pendidikan terhadap GNP, sebagaimana terlihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Persentase Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan terhadap GNP Tahun No Negara 1985-1987 1995-1997 2005-2010 1. Sri Lanka 2,7 3,4 2,1 2. Malaysia 6,9 4,9 5,8 3. Thailand 3,4 4,8 8,7 4. Filipina 2,1 3,4 2,7 5. Indonesia 0,9 1,4 3,0 Sumber: HDR UNESCO 2002 dan 2013 Melalui data pada tabel 2 diatas, terlihat besarnya persentase pengeluaran pemerintah sektor pendidikan terhadap GNP, dimana Indonesia memiliki persentase terkecil pada periode 1985-1987 dan 1995-1997 kemudian menempati urutan ke tiga terbawah pada periode 2005-2013. Padahal faktor pengeluaran pemerintah khususnya di bidang pendidikan merupakan salah
8
satu diantara sekian banyak faktor penentu kuantitas dan kualitas pendidikan sebagai bentuk sumber daya manusia yang akan memacu pertumbuhan ekonomi. Bahkan di Indonesia juga sudah dijelaskan dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional besarnya anggara pendidikan di berbagai level pemerintahan minimal 20%. Penelitian yang dilakukan oleh Suparno (2014) menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan timur. Hal ini dikarenakan pemerintah sangat memprioritaskan sektor pendidikan, dimana setiap tahunnya juga pemerintah Indonesia terus berupaya agar amanah konstitusi yaitu anggaran APBN untuk pendidikan minimal 20% dapat terealisasi secara baik. Sepengetahuan peneliti masih sedikit penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara nasional dalam jangka panjang. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas dan melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN
EKONOMI
DI
INDONESIA
TAHUN 1984-2013”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat diidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penelitian yaitu sebagai berikut:
9
1. Laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia dari tahun ke tahun masih fluktuatif. 2. Bunga dan cicilan utang dalam realisasi pengeluaran rutin merupakan pengeluaran tertinggi dari tahun 1986-2004. Rata-rata bunga dan cicilan utang pada tahun tersebut mencapai 40% dari total pengeluaran rutin pemerintah. 3. Investasi swasta secara umum dari tahun 2000 menurun hingga mencapai titik terendah pada tahun 2006. 4. Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan di Indonesia masih rendah, hanya di kisaran 0,9-3,0% dari GNP. 5. IPM di Indonesia masih rendah. IPM Indonesia menempati peringkat 108 dari 187 negara di dunia dengan nilai 0,684
C. Pembatasan Masalah Dari berbagai identifikasi masalah yang ditemukan maka penelitian ini akan dibatasi pada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 1984-2013 menggunakan data BPS. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia diantaranya pengeluaran pemerintah, kekayaan alam, investasi, modal insani, dan teknologi. Faktor-faktor yang akan dianalisis dibatasi pada konsumsi pemerintah, investasi swasta dan modal insani karena keterbatasan data.
10
D. Perumusan Masalah 1. Bagaimana laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 1984-2013? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 1984-2013?
E. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 1984-2013. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 1984-2013.
F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah : 1. Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan teori dan ilmu pengetahuan teoritis terkait dengan ilmu ekonomi makro yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
11
2. Praktik a. Bagi Peneliti 1) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 2) Mengasah daya analisis peneliti dalam memecahkan masalah ekonomi. b. Bagi Mahasiswa Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan dan sumber informasi bagi penelitian selanjutnya. c. Bagi Pemerintah Bagi pemerintah Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pada proses pertumbuhan ekonomi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pertumbuhan Ekonomi a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Prof. Simon Kuznet, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan (Jinghan, 2012: 57). Sadono Sukirno berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fiskal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu negara, seperti pertambahan dan jumlah produksi barang industri, perkembangan infrastruktur, pertambahan jumlah sekolah, pertambahan produksi sektor jasa dan pertambahan produksi barang modal. Untuk memberikan suatu gambaran kasar mengenai pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara, ukuran yang selalu digunakan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan nasional riil yang dicapai (Sukirno, 2011: 423). Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
pertumbuhan
ekonomi
merupakan kenaikan pendapatan nasional riil atau produk domestik bruto dalam jangka panjang yang menyebabkan barang dan jasa
18
13
yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Dalam sejarah pertumbuhan ekonomi sejak abad XIX yang banyak berperan adalah modal dan mesin-mesin yang dihasilkan (oleh revolusi industri) yang digerakkan oleh tenaga kerja, peranan tanah menjadi kurang berarti. Output merupakan hasil kerja dari input modal, tenaga kerja dan pengetahuan teknik. Intensifikasi modal dan kemajuan teknologi dan inovasi untuk mengetahui hukum pendapatan yang menurun dalam rangka mencapai akumulasi modal. Beberapa pakar ekonomi telah melakukan penelitian secara terperinci tentang pertumbuhan ekonomi dalam modal serta pertumbuhan hasil produksi yang diuraikan dalam tiga sumber yang berbeda yaitu pertumbuhan dalam tenaga kerja (L), pertumbuhan dalam modal (K) dan pertumbuhan inovasi teknik (Adisasmita, 2013: 57).
b. Teori Pertumbuhan Ekonomi 1) Teori pertumbuhan klasik Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi Klasik ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung
14
pada banyak faktor, ahli-ahli ekonomi Klasik terutama menitikberatkan perhatiannya kepada pengaruh pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi. Hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti pertumbuhan ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Apabila penduduk
sudah
terlalu
banyak,
pertambahannya
akan
menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap penduduk telah menjadi negatif. Maka kemakmuran masyarakat menurun kembali. Ekonomi akan mencapai tingkat perkembangan yang sangat rendah. Pada keadaan ini pendapatan pekerja hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence). Menurut para ahli-ahli ekonomi Klasik setiap masyarakat tidak akan mampu menghalangi terjadinya keadaan tidak berkembang tersebut. Dalam uraian mengenai teori pertumbuhan Klasik telah dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk produk marginal adalah lebih tinggi daripada tingkat pendapatan per kapita. Akan tetapi apabila penduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan
15
nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya. (Sukirno, 2011: 432) Menurut Adisasmita (2013: 58), kaum klasik berpendapat bahwa supply creates its own demand, berarti bertambahnya alat-alat modal yang terdapat dalam masyarakat akan dengan sendirinya menciptakan pertambahan produksi nasional dan pembangunan ekonomi, karena keyakinan tersebut, maka kaum klasik tidak memberikan perhatian kepada fungsi pembentukan modal dalam perekonomian, yaitu untuk mempertinggi tingkat pengeluaran masyarakat. 2) Teori Schumpeter Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisien cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, memperluas pasar
sesuatu
barang
ke
pasaran-pasaran
yang
baru,
mengembangkan sumber barang mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan. Berbagai kegiatan inovasi akan memerlukan investasi baru.
16
Segolongan
pengusaha
menyadari
tentang
berbagai
kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh keinginan mendapatkan keuntungan dari mengadakan pembaharuan tersebut, mereka akan meminjam modal dan melakukan penanaman modal. Investasi yang baru akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi negara. Maka pendapatan
masyarakat
akan
bertambah
dan
seterusnya
konsumsi masyarakat menjadi bertambah tinggi. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman modal baru. Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan sesuatu ekonomi semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan tercapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau “stationary state”. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan yang tinggi. Menurut Adisasmita (2013: 60), penanaman modal dalam perekonomian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu penanaman modal otonom (autonomous investment) dan penanaman
modal
terpengaruh
(indicated
investment).
Penanaman modal otonom ditentukan oleh perkembangan dalam
17
jangka panjang terutama oleh penemuan kekayaan alam dan kemajuan teknologi, sedangkan penanaman modal terpengaruh yang dilakukan sebagai akibat dari adanya kenaikan dari produksi, pendapatan dan keuntungan perusahaan. Penanaman modal terpengaruh lebih besar jumlahnya. 3) Teori Harrod-Domar Teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Analisis Harrod-Domar menggunakan pemisalanpemisalan sebagai berikut: a) Barang modal telah mencapai kapasitas penuh b) Tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional c) Rasio modal-produksi (capital-output ratio) tetap nilainya d) Perekonomian terdiri dari dua sektor. Dalam teori Harrod-Domar tidak diperhatikan syarat untuk mencapai kapasitas penuh apabila ekonomi terdiri dari tiga sektor atau empat sektor. Walau bagaimanapun berdasarkan teorinya di atas dengan mudah dapat disimpulkan hal yang perlu berlaku apabila pengeluaran agregat meliputi komponen yang lebih banyak, yaitu meliputi pengeluaran pemerintah dan ekspor. Dalam keadaan yang sedemikian, barang-barang modal
18
yang bertambah dapat sepenuhnya digunakan apabila AE1 = C + I1 + G1 + (X-M)1, sama dengan (I + ∆I). Menurut Todaro (2011: 138), agar dapat tumbuh, setiap perekonomian harus menabung dan menginvestasikan bagian tertentu dari GDP. Semakin banyak yang ditabung dan diinvestasikan maka laju pertumbuhan ekonomi juga akan semakin cepat. Akan tetapi, laju pertumbuhan aktualnya untuk setiap tingkat tabungan dan investasi-seberapa banyak tambahan output yang diperoleh dari penanaman jumlah investasi-dapat diukur dengan kebalikan rasio modal-output, c, karena kebalikannya, 1/c adalah rasio output-modal atau rasio outputinvestasi. Ini berarti bahwa dengan melipatgandakan tingkat investasi baru, s – I/Y, dengan tingkat produktivitasnya, 1/c, akan diperoleh tingkat pertumbuhan yang akan mempertinggi pendapatan nasional atau GDP. Analisis diatas dapat pula disimpulkan bahwa analisis Harrod-Domar
merupakan
pelengkap
kepada
analisis
Keynesian. Dalam analisis Keynesian dapat diperhatikan adalah persoalan ekonomi jangka pendek. Manakala teori HarrodDomar memperhatikan prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Melalui analisis Harrod-Domar dapat dilihat bahwa dalam jangka panjang bahwa pengeluaran agregat yang berkepanjangan perlu dicapai untuk mewujudkan pertumbuhan
19
ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi yang teguh hanya mungkin dicapai apabila I + G + (X-M) terus menerus bertambah dengan tingkat yang menggalakkan. Menurut Adisasmita (2013: 62), teori Harrod-Domar merupakan perluasan dari Keynes. Mengenai kegiatan ekonomi nasional dan masalah penggunaan tenaga kerja. Analisis Keynes dianggap kurang lengkap karena tidak menyinggung persoalan mengatasi masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pada hakikatnya, teori Harrod-Domar berusaha untuk menunjukkan syarat yang diperlukan agar pertumbuhan yang mantap atau Steady Growth, merupakan pertumbuhan yang akan selalu menciptakan penggunaan sepenuhnya alat-alat modal akan selalu berlaku dalam perekonomian. Harrod-Domar tetap mempertahankan pendapat dari ahli-ahli terdahulu yang menanamkan tentang peranan pembentukan modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Teori
Harrod-Domar
memperhatikan
fungsi
dari
pembentukan modal (yang tidak diberikan perhatian oleh kaum klasik) dan tingkat pengeluaran masyarakat (Keynes lebih menekankan pada kekurangan pengeluaran masyarakat). Teori Harrod-Domar bersesuaian pendapat Keynes yang menganggap bahwa pertambahan dalam kesanggupan memproduksi tidak sendirinya akan menciptakan pertambahan produksi dari
20
kenaikan pendapatan nasional. Harrod-Domar sependapat dengan Keynes bahwa pertambahan produksi dan pendapatan nasional bukan oleh pendapatan dalam kapasitas memproduksi tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Dengan demikian, walaupun kapasitas memproduksi bertambah, pendapatan nasional baru akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi tercapai apabila pengeluaran masyarakat mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan pada masa sebelumnya. Bertitik tolok dari pandangan ini, analisis Harrod-Domar bertujuan untuk menunjukkan panjang kemampuan masyarakat yang bertambah dari masa ke masa (yang diakibatkan oleh pembentukan moda pada masa sebelumnya) akan selalu sepenuhnya digunakan. 4) Teori pertumbuhan neo-klasik Teori
pertumbuhan
Neo-Klasik
melihat
dari
segi
penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh Abramowitz dan Solow-pertumbuhan ekonomi tergantung kepada
perkembangan
faktor-faktor
produksi.
Dalam
persamaan, pandangan ini dapat dinyatakan dengan persamaan: ∆Y = f (∆K, ∆L, ∆T) di mana, ∆Y adalah tingkat pertumbuhan ekonomi ∆K adalah tingkat pertumbuhan modal ∆L adalah tingkat pertumbuhan penduduk ∆T adalah tingkat perkembangan teknologi.
21
Sumbangan yang penting dari teori pertumbuhan NeoKlasik bukanlah dalam menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan
ekonomi,
tetapi
dalam
sumbangannya untuk menggunakan teori tersebut untuk mengadakan penyelidikan empiris dalam menentukan peranan sebenarnya dari berbagai faktor produksi dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
c. Faktor-faktor yang Menentukan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sukirno (2011: 429), faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi yaitu: 1) Tanah dan kekayaan alam lainnya Kekayaan
alam
akan
mempermudah
usaha
untuk
mengembangkan perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. Apabila negara tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat diusahakan dengan menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat. 2) Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja Penduduk yang bertambah akan mendorong jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Di samping itu sebagai akibat pendidikan,
22
latihan dan pengalaman kerja, keterampilan penduduk akan selalu
bertambah
tinggi.
Hal
tersebut
menyebabkan
produktivitas bertambah dan ini selanjutnya menimbulkan pertambahan produksi yang lebih cepat daripada pertambahan tenaga kerja. Dorongan lain yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap
pertumbuhan
ekonomi
bersumber
dari
akibat
pertambahan itu kepada luas pasar. Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Apabila dalam perekonomian sudah berlaku keadaan dimana pertambahan tenaga kerja tidak dapat menaikkan produksi nasional yang tingkatnya adalah lebih cepat dari tingkat pertambahan penduduk, pendapatan per kapita akan menurun. Dengan demikian penduduk yang berlebihan akan menyebabkan kemakmuran masyarakat merosot. 3) Barang-barang modal dan tingkat teknologi Pada masa kini pertumbuhan ekonomi dunia telah mencapai tingkat yang lebih tinggi, yaitu jauh lebih modern daripada kemajuan yang dicapai oleh suatu masyarakat yang masih belum berkembang. Barang-barang modal
yang sangat banyak
jumlahnya, dan teknologi yang telah menjadi bertambah modern
23
memegang peranan yang penting sekali dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang tinggi. Apabila barang-barang modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat teknologi tidak mengalami perkembangan, kemajuan yang akan dicapai adalah jauh lebih rendah daripada yang dicapai pada masa kini. Tanpa adanya perkembangan teknologi, produktivitas barang-barang modal tidak akan mengalami perubahan dan tetap berada pada tingkat yang sangat rendah. 4) Sistem sosial dan sikap masyarakat Di
dalam
menganalisis
mengenai
masalah-masalah
pembangunan di negara-negara berkembang ahli-ahli ekonomi telah menunjukkan bahwa sistem sosial dan sikap masyarakat dapat menjadi penghambat yang serius kepada pembangunan. Sikap masyarakat juga dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Apabila di dalam masyarakat terdapat beberapa keadaan dalam sistem sosial dan sikap masyarakat yang sangat menghambat pertumbuhan ekonomi, pemerintah haruslah berusaha untuk menghapuskan hambatan-hambatan tersebut. Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi meningkat atau menurun merupakan konsekuensi dari
24
perubahan yang terjadi di dalam faktor produksi tersebut. Menurut Adisasmita (2013: 103), beberapa faktor produksi tersebut terdiri dari: 1) Sumber daya alam Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu perekonomian adalah sumber daya alam (utamanya tanah). Sumber daya tanah memiliki beberapa aspek, misalnya kesuburan tanah, letaknya, iklim, sumber air, kekayaan hutan, mineral dan lainnya. Tersedianya kekayaan sumber daya alam yang potensial akan menjamin berlangsungnya pertumbuhan secara lancar, sumber daya alam yang tersedia harus dimanfaatkan dan diolah untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan selebihnya dipasarkan keluar wilayah. Semakin banyak dan semakin luas pasar yang dilayani untuk berbagai komoditas
yang
dihasilkan
adalah
semakin
baik
dan
menguntungkan. Untuk menunjang kegiatan pemasaran tersebut diperlukan tersedianya fasilitas dan transportasi yang berkapasitas cukup dan berkualitas pelayanan yang memadai. Tersedianya sumber daya alam yang melimpah saja belum cukup, masih harus dilengkapi fasilitas pengolahan, pemasaran dan transportasi yang cukup memadai, diharapkan akan mampu mendorong perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang maju.
25
2) Akumulasi modal Akumulasi peningkatan
modal
stok
atau
modal
pembentukan
dalam
jangka
modal waktu
adalah tertentu.
Pembentukan modal memiliki makna yang penting, yaitu masyarakat tidak melakukan kegiatannya pada saat ini hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumsi yang mendesak, tetapi juga untuk membuat barang modal, alatalat perlengkapan, mesin, pabrik, sarana angkutan dan lainnya. Pembentukan modal merupakan investasi dalam bentuk barang modal yang dapat digunakan untuk meningkatkan output riil. Pertumbuhan modal merupakan kunci utama pertumbuhan ekonomi. Di satu pihak merupakan permintaan yang efektif dan di lain pihak menciptakan efisiensi produktif bagi produksi di masa depan. Investasi di bidang modal akan mengarahkan kepada
kemajuan
teknologi.
Kemajuan
teknologi
akan
mendorong kepada spesialisasi dan penghematan biaya dalam produksi skala besar. Menurut Kuznets, rasio modal marginal (ICOR
=
incremental capital output ratio) memainkan pula peran penting dalam pertumbuhan ekonomi modern. ICOR menggambarkan produktivitas modal. Di negara-negara berkembang ICOR adalah rendah karena kurangnya modal dan rendahnya kapasitas produksi. Walaupun demikian, laju pertumbuhan modal dapat
26
dipercepat dengan mendorong tabungan, untuk selanjutnya disalurkan kepada investasi. 3) Organisasi Organisasi merupakan bagian penting dalam proses pertumbuhan. Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor produksi
dalam
melengkapi
kegiatan
(komplemen)
ekonomi. modal,
Organisasi
buruh
dan
bersifat
membantu
meningkatkan produktivitasnya. Dalam pertumbuhan ekonomi modern, para wirausahawan tampil sebagai organisator dan mengambil resiko dalam menghadapi ketidakpastian. Menurut Schumpeter, seorang wirausahawan tidak perlu seorang kapitalis, fungsi utamanya adalah melakukan pembaharuan (inovasi). Di negara-negara berkembang jumlah wirausahawan sejati sangat langka, faktor seperti sempitnya pasar, kurang modal, kurang buruh terlatih dan terdidik, kurangnya infrastruktur dan sebagainya akan mempertinggi resiko ketidakpastian. 4) Kemajuan teknologi Perubahan teknologi dianggap faktor paling penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan pada teknologi telah meningkatkan produktivitas tenaga kerja, modal dan faktor produksi lain. Terdapat lima pola penting pertumbuhan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi modern, yaitu penemuan
27
ilmiah atau penyempurnaan pengetahuan teknik, invensi, inovasi, penyempurnaan dan penyebarluasan penemuan yang biasanya diikuti dengan penyempurnaan (Kuznets). Schumpeter menganggap inovasi sebagai faktor teknologi yang paling penting dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut Kuznets, inovasi terdiri dari dua macam, yaitu (1) penurunan biaya yang tidak menghasilkan perubahan apapun pada kualitas produk, dan (2) pembaharuan yang menciptakan permintaan baru akan produk tersebut. Negara berkembang dapat memperoleh manfaat dari sumber daya ilmu pengetahuan dalam bidang teknologi dari negara maju. 5) Pembagian kerja dan skala produksi Spesialisasi dan pembagian kerja menciptakan peningkatan produktivitas. Keduanya membawa ke arah ekonomi produksi skala besar, yang selanjutnya membantu perkembangan industri. Adam Smith menekankan pentingnya arti pembagian kerja (division of labor) bagi perkembangan ekonomi, pembagian kerja menciptakan perbaikan kemampuan produksi ekonomi, pembagian kerja menciptakan perbaikan kemampuan produksi buruh. Setiap buruh menjadi lebih terampil dari pada sebelumnya, akan menghemat waktu, akan mampu menemukan mesin baru dan berbagai proses baru dalam berproduksi. Akhirnya, produksi meningkatkan produktivitas, pembagian
28
kerja tegantung pada luas pasar. Sebaliknya luas pasar tergantung pada kemajuan ekonomi, yaitu berapa besar perkembangan permintaan, tingkat produksi pada umumnya, sarana transportasi dan lainnya. Jika skala produksi luas, spesialisasi dan pembagian kerja akan membagi luas pula, produksi meningkat, maka laju pertumbuhan ekonomi akan meningkat . d. Cara Mengukur Pertumbuhan Ekonomi Salah satu kegunaan penting dari pendapatan nasional adalah untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara dari tahun ke tahun, dengan mengamati pertumbuhan yang tercapai dari tahun ke tahun dapatlah dinilai prestasi dan kesuksesan negara tersebut dengan mengendalikan kegiatan ekonominya dalam jangka pendek dan usaha mengembangkan perekonomiannya dalam jangka panjang. Data pendapatan nasional yang dihitung dengan cara pengeluaran akan dapat memberi gambaran tentang: 1) Sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi atau sampai dimana baiknya tingkat pertumbuhan yang dicapai dan tingkat kemakmuran yang sedang dinikmati 2) Memberikan informasi dan data yang dibutuhkan dalam analisis makroekonomi.
29
Data pendapatan nasional dan komponen-komponen data yang dihitung dengan cara pengeluaran dapat dilakukan sebagai landasan untuk mengambil langkah-langkah dalam mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi. Tingkat pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh pertambahan barang dan jasa yang diproduksi suatu negara. Dengan demikian untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara perlulah dihitung pendapatan nasional riil, yaitu Produk Nasional Bruto riil atau Produk Domestik Bruto riil. Dalam perhitungan pendapatan nasional di beberapa negara telah dilakukan perhitungan
pendapatan
nasional
dan komponen-komponennya
menurut harga konstan, yaitu pada harga-harga barang yang berlaku di tahun dasar yang dipilih. Pertumbuhan PDB Harga Konstan Indonesia tahun 2013 naik dari tahu sebelumnya. Menurut Mankiw (2012: 4), PDB mengukur dua hal sekaligus, yaitu pendapatan total semua orang dalam perekonomian dan jumlah belanja untuk membeli barang dan jasa dari hasil perekonomian. Alasan PDB dapat mengukur pendapatan total dan pengeluaran secara bersama adalah kedua hal ini pada dasarnya sama saja. Untuk suatu perekonomian secara keseluruhan, pendapatan total harus sama dengan pengeluaran total. Untuk memahami bagaimana memanfaatkan sumber daya langka, para ekonomi sering tertarik untuk mempelajari komposisi PDB dari
30
berbagai jenis pembelanjaan. Untuk melakukannya, PDB (yang dilambangkan dengan Y) dibagi menjadi empat komponen, yaitu konsumsi (C), investasi (I), belanja pemerintah (G) dan ekspor neto (NX):
Y = C + I + G + NX.
Menurut Tulus Tambunan (2014: 40), dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan PN (pendapatan nasional). Ada dua arti dari PN, yaitu dalam arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit, PN adalah PN. Sedangkan dalam arti luas, PN dapat merujuk ke PDB, atau merujuk ke produk nasional bruto (PNB), atau ke produk nasional netto (PNN). Sesuai metode yang standar, perhitungan PN diawali dengan perhitungan PDB. Hubungan antara PDB dan PN dapat dijelaskan melalui beberapa persamaan sederhana sebagai berikut: PNB = PDB + F PNN = PNB – D PN = PNN – Ttl Di mana: F = pendapatan netto atau faktor luar negeri D = penyusutan; dan Ttl = pajak tak langsung netto Jika persamaan persamaan berikut:
diatas PDB
digabungkan,
akan
= PN + Ttl + D – F Atau;
mendapatkan
31
PN
= PDB + F – D – Td
PDB dapat diukur dengan tiga macam pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Dua pendekatan pertama tersebut adalah pendekatan dari sisi penawaran agregat, sedangkan pendekatan pengeluaran adalah penghitungan PDB dari sisi permintaan agregat. Menurut pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai output (NO) dari semua sektor ekonomi atau lapangan usaha. Sedangkan melalui pendekatan pendapatan, PDB adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi di masing-masing sektor. Adapun menurut pendekatan pengeluaran, PDB adalah jumlah dari semua komponen dari permintaan akhir, yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak berorientasi profit/nirlaba (C), pembentukan modal tetap domestik bruto, termasuk perubahan stok (I), pengeluaran konsumsi pemerintah (G), ekspor (X) dan impor (M): PDB = C + I + G + X – M
2. Konsumsi Pemerintah a. Pengertian Konsumsi Pemerintah Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G + (X-M) merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari notasi sederhana tersebut dapat di telah bahwa kenaikan atau
32
penurunan
pengeluaran
pemerintah
akan
menaikkan
atau
menurunkan pendapatan nasional. Banyak pertimbangan yang melandasi pengambilan keputusan pemerintah dalam mengatur pengeluarannya. Seperti telah diketahui, pengeluaran pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercermin dalam realisasi anggaran belanja rutin dan realisasi anggaran belanja pembangunan. Ditinjau dari tujuannya, pengeluaran rutin merupakan pengeluaran mutlak harus dilakukan serta konsumtif, tetapi tidak semua
anggaran
belanja
rutin
dapat
dikategorikan
sebagai
pengeluaran konsumsi, misalnya seperti belanja pembelian inventaris kantor, belanja pemeliharaan gedung kantor, dan lain-lain. Konsumsi pemerintah adalah pengeluaran yang secara rutin setiap
tahunnya
dilakukan
oleh
pemerintah
dalam
rangka
penyelenggaraan dan pemeliharaan roda pemerintahan, yang terdiri dari belanja pegawai yaitu untuk pembayaran gaji pegawai termasuk gaji pokok dan tunjangan, belanja barang, yaitu untuk pembelian barang - barang yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah sehari – hari, subsidi, pembayaran angsuran dan bunga utang negara, belanja pemeliharaan yaitu pengeluaran untuk memelihara agar milik atau kekayaan pemerintah tetap terpelihara secara baik dan belanja perjalanan yaitu untuk perjalanan kepentingan penyelenggaraan pemerintahan.
33
Pengeluaran konsumsi yaitu pengeluaran rutin negara dalam hal ini belanja pegawai yang mencakup gaji dan pensiun, tunjangan serta belanja barang-barang dalam negeri, dana rutin daerah dan pengeluaran rutin lainnya. (Darma: 2011) Dalam buku Suparmoko (2003: 77), pada Pelita I, realisasi anggaran belanja rutin menunjukkan angka yang lebih besar daripada anggaran belanja pembangunan. Hal ini berarti bahwa sebagian besar dana yang tersedia dari seluruh penerimaan negara lebih banyak dipakai untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bersifat konsumtif dan lebih sedikit yang digunakan untuk investasi. Pada masa-masa Pelita II, II dan Repelita IV, tampak adanya perubahan dalam posisi, dimana anggaran belanja rutin menjadi lebih kecil daripada anggaran belanja pembangunan. Hal ini perlu dinilai positif karena anggaran belanja yang demikian sangat bermanfaat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi negara.
b. Peranan Konsumsi Pemerintah di dalam Pertumbuhan Ekonomi Pengeluaran konsumsi pemerintah merupakan salah satu variabel makro ekonomi yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Jika pengeluaran konsumsi pemerintah bertamba maka pertumbuhan ekonomi meningkat. Dilihat dari arti ekonomi, konsumsi merupakan tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan nilai guna ekonomi suatu benda.
34
Sedangkan menurut Draham Bannoch dalam bukunya economics memberikan
pengertian
tentang
konsumsi
yaitu
merupakan
pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (dalam satu tahun) pengeluaran. (Novia Hadji Ali, Deasy Engka, Steeva Tumangkeng, 2012).
3. Investasi Swasta a. Pengertian Investasi Investasi merupakan pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal
dalam
perekonomian
yang
akan
digunakan
untuk
memproduksi barang dan jasa di masa depan. Investasi swasta merupakan pengeluaran atau pengeluaran penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 2011: 121). Menurut Profesor Nurkse dalam Jhingan (2012) pembentukan modal terjadi saat masyarakat tidak mempergunakan seluruh aktivitas produktifnya saat ini untuk membeli barang-barang konsumsi, tetapi menggunakan sebagian untuk membuat barang-
35
barang modal yang dapat dengan cepat meningkatkan manfaat produktif.
Artinya
masyarakat
tidak
menghabiskan
seluruh
pendapatannya sekedar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumsi
semata
melainkan
juga
menyisihkan
sebagian
pendapatannya untuk membuat barang-barang modal, alat-alat, perlengkapan dan lain-lain yang dapat menaikan stok modal, output nasional dan pendapatan nasional. Pada negara berkembang, untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi diperlukan peningkatan penanaman modal yang cukup besar. Namun, kemampuan untuk berinvestasi dalam negeri cenderung rendah. Oleh karena itu perekonomian tidak hanya ditopang penanaman modal dalam negeri (PMDN) tetapi juga penanaman modal asing (PMA).
b. Penanaman Modal Asing Swasta Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Tahun
25
2007 Pasal 1, penanaman modal asing adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Menurut Mudrajat Kuncoro (1000: 215) PMA merupakan salah satu sumber pembiayaan
36
pembangunan nasional di samping ekspor, tabungan domestik dan bantuan luar negeri. Menurut Jhingan (2012: 483), jenis-jenis investasi asing yaitu: 1) Investasi langsung Perusahaan dari negara penanam modal secara de facto atau de jure melakukan pengawasan atas asset (aktiva) yang ditanam di negara pengimpor modal dengan cara investasi itu. Investasi langsung dapat mengambil beberapa bentuk, yaitu: pembentukan secara cabang perusahaan di negara pengimpor modal; pembentukan suatu perusahaan dalam mana perusahaan di negara penanam modal memiliki mayoritas saham; pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor yang semata-mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal; mendirikan suatu korporasi di negara penanam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain; atau menaruh asset (aktiva) tetap di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penanam modal. 2) Investasi tidak langsung Investasi tidak langsung, lebih dikenal sebagai investasi portofolio atau rentier yang sebagian besar terdiri dari penguasaan atas saham yang dapat dipindahkan (yang dikeluarkan atau dijamin oleh pemerintah negara pengimpor modal), atas saham atau surat utang oleh warga negara dari
37
beberapa negara lain. Penguasaan saham tersebut tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan perusahaan. Para pemegang saham hanya mempunyai hak untuk deviden saja. Pada tahuntahun terakhir in telah berkembang investasi tidak langsung secara multilateral. Warga negara dari suatu negara membeli surat-surat obligasi Internasional Bank for Reconstruction and Development (IBRD) yang diambangkan atau yang membiayai suatu proyek khusus di beberapa negara terbelakang. 3) Modal asing negara a) Pinjaman keras bilateral, yaitu pemberian pinjaman oleh Pemerintah Inggris dalam bentuk poundsterling kepada pemerintah India b) Pinjaman lunak bilateral, yaitu penjualan bahan makanan dan produk perkebunan lainnya kepada India oleh Amerika Serikat berdasarkan PL 480*) Hambatan pada investasi asing swasta: 1) Kecilnya pasar domestik yang menyebabkan Rate or Return pada modal terendah, 2) Kekurangan fasilitas dasar, seperti transport, tenaga dan keperluan umum lainnya, sistem perbankan dan kredit, dan buruh terampil, 3) Pembatasan pada pembayaran laba dan repatriasi modal, atau kekhawatiran akan penolakan,
38
4) Ancaman pengambilalihan, nasionalisasi atau pemilikan oleh negara, dan reservasi jenis industri tertentu bagi perusahaan domestik, 5) Pengaturan perusahaan asing secara ketat untuk tujuan nasional dengan menetapkan penghasilan, dengan diskriminasi pajak laba, dan dengan mewajibkan perusahaan asing untuk melatih dan memperkerjakan sejumlah tertentu buruh lokal tidak hanya posisi biasa tetapi juga pada posisi eselon tinggi, 6) Pengendalian devisa yang ketat dan khususnya keruwetan dan kelambatan administratif yang berkaitan dengan pengendalian alat tukar, 7) Kekhawatiran diskriminasi pada pengendalian lokal karena perbedaan konsepsi hukum, 8) Ketidakstabilan politik dan ekonomi, “perang dingin” dan kecenderungan sosialis di negara terbelakang menyebabkan ketidakmenentuan dan kekurangyakinan pihak investor asing negara kapitalis.
c. Penanaman Modal Asing Dalam Negeri Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Tahun
25
2007 Pasal 1, penanaman modal dalam negeri adalah
kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam
39
negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Menurut Jhingan (2012:
503),
investasi
asing
negara
untuk
mempercepat
pembangunan ekonomi adalah lebih penting ketimbang modal asing swasta. Kebutuhan keuangan negara terbelakang begitu besar sedangkan investasi asing swasta hanya mampu menyelesaikan sebagian kecil saja. Investasi pada proyek-proyek “berbuah rendah” dan “lambat berbuah” hanya mungkin dilakukan atas dasar pinjaman negara. Selain itu, tidak seperti investasi asing swasta, pinjaman luar negeri dapat dipakai oleh negara peminjam sesuai dengan program pembangunannya. Karena itu tidak banyak yang dapat diharapkan dari investasi asing swasta.
d. Penentu-penentu Tingkat Investasi Penanaman-penanaman modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan. Dengan demikian banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar sekali peranannya dalam menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha. Di samping ditentukan oleh harapan di masa depan untuk memperoleh keuntungan, beberapa faktor lain juga penting peranannya dalam menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian.
40
Faktor-faktor utama yang menentukan tingkat investasi menurut Sukirno (2011: 122), adalah: 1) Tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh 2) Suku bunga 3) Ramalan mengenai keadaan ekonomi di masa depan 4) Kemajuan teknologi 5) Tingkat pendapatan nasional dan perubahan-perubahannya 6) Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan
e. Peranan Investasi dalam Perekonomian Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranannya ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi dalam perekonomian. 1) Investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat. Kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Peningkatan seperti ini akan selalu diikuti oleh pertambahan dalam kesempatan kerja. 2) Pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas memproduksi di masa
depan dan
perkembangan ini akan menstimulir pertambahan produksi nasional dan kesempatan kerja.
41
3) Investasi
selalu
diikuti
oleh
perkembangan
teknologi.
Perkembangan ini akan memberi sumbangan penting ke atas kenaikan produktivitas dan pendapatan per kapita masyarakat.
4. Modal Insani a. Pengertian modal insani Modal insani adalah pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh melalui pendidikan, mulai dari program untuk anak-anak sampai dengan pelatihan dalam pekerjaan (on the job training) untuk para pekerja dewasa. (Mankiw, 2003) Menurut Todaro (2011: 446), modal insani adalah investasi produktif
terhadap
orang-orang;
mencakup
pengetahuan,
keterampilan, kemampuan, gagasan, kesehatan dan lokasi sering kali dihasilkan dari pengeluaran dibidang pendidikan, program pelatihan dalam pekerjaan, dan perawatan kesehatan. Sedangkan
menurut
Jhingan
(2012:
414),
pengertian
pembentukan modal manusia adalah proses memperoleh dan meningkatkan jumlah orang yang mempunyai keahlian, pendidikan dan pengalaman yang menentukan bagi pembangunan ekonomi dan politik suatu negara. Pendidikan memainkan peran penting untuk meningkatkan kemampuan suatu negara berkembang dalam menyerap teknologi modern dan mengembangkan kapasitas bagi terwujudnya pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan. Selain
42
itu, kesehatan adalah prasyarat bagi peningkatan produktivitas, dan pendidikan yang berhasil juga bergantung pada kesehatan yang memadai. Dengan demikian, pendidikan dan kesehatan juga dipandang sebagai komponen pertumbuhan dan pembangunan yang vital-sebagai input bagi fungsi produksi agregat.
b. Peran Modal Insani dalam Pertumbuhan Ekonomi Gagasan pentingnya modal insani dalam pertumbuhan ekonomi merupakan gagasan yang baru. Modal insani adalah komponen yang sangat vital dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi (Todaro, 2011). Whalley (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa modal insani berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi di China. Modal insani yang berupa pendidikan dan kesehatan menjadi sangat penting karena hal tersebut beriringan dengan kemajuan teknologi maupun pola pikir manusia. Peningkatan pendidikan dan kesehatan menjadi jembatan penyelamat untuk keluar dari lingkaran kemiskinan. Investasi pada modal insani juga dapat memperbaiki kualitas sumber daya manusia dan juga akan mempunyai pengaruh yang sama atau bahkan lebih besar terhadap kapasitas produksi. Sekolah-sekolah formal, sekolah kejuruan, dan program-program pelatihan kerja serta berbagai media pendidikan informal lainnya, semuanya diciptakan secara lebih efektif untuk memperbesar
43
kemampuan manusia dan sumber daya-sumber daya lainnya sebagai hasil dari investasi langsung dalam pembangunan gedunggedung, peralatan dan bahan-bahan. Adanya pelatihan-pelatihan untuk tingkat lanjutan bagi tenaga pendidik, dan juga adanya bukubuku pelajaran ekonomi yang relevan terhadap adanya perubahan zaman kiranya dapat membawa perubahan yang cukup besar terhadap kualitas dan produktivitas kinerja yang ada. Oleh karena itu, investasi pada modal manusia ini sama halnya dengan memperbaiki
kualitas
sekaligus
meningkatkan
produktivitas
sumber daya yang ada melalui investasi yang strategis tersebut. Sadono Sukirno (2004) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan satu investasi yang sangat berguna untuk pembangunan ekonomi. Di satu pihak untuk memperoleh pendidikan diperlukan waktu dan uang. Pada masa selanjutnya setelah pendidikan diperoleh, masyarakat dan individu akan memperoleh manfaat. Individu
yang
memperoleh
pendidikan
tinggi
cenderung
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula pendapatan yang diperoleh. Peningkatan dalam pendidikan memberi beberapa manfaat dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi yaitu manajemen perusahaan-perusahaan modern yang dikembangkan semakin efisien, penggunaan teknologi modern dalam kegiatan ekonomi
44
dapat lebih cepat berkembang, pendidikan yang lebih tinggi meningkatkan daya pemikiran masyarakat. Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia
(human
capital)
dalam
rangka
mendorong
dan
meningkatkan produktivitas, dimana pertumbuhan produktivitas tersebut
pada
gilirannya
merupakan
motor
penggerak
pertumbuhan. Modal manusia dalam terminologi ekonomi digunakan untuk bidang pendidikan dan berbagai kapasitas manusia lainnya, yang ketika bertambah dapat meningkatkan produktivitas. Pendidikan memainkan kunci dalam kemajuan perekonomian di suatu negara. Pendidikan merupakan alat untuk mengadopsi teknologi modern, sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi dalam perekonomian. Pendidikan juga dapat dilihat sebagai komponen vital dalam pertumbuhan dan pembangunan sebagai input bagi fungsi produksi agregat. (Todaro,2002). Samuelson dan Nordhaus (2001) menyebutkan bahwa input tenaga kerja terdiri dari kuantitas dan keterampilan tenaga kerja. Banyak ekonomi percaya bahwa kualitas input tenaga kerja yakni keterampilan, pengetahuan dan disiplin tenaga kerja merupakan elemen paling penting dalam pertumbuhan ekonomi.
45
Suatu negara yang mampu membeli berbagai peralatan canggih tetapi tidak mempekerjakan tenaga kerja terampil dan terlatih tidak akan dapat memanfaatkan barang-barang modal tersebut secara efektif. Peningkatan melek huruf dan disiplin serta kemampuan
menggunakan
komputer
sangat
meningkatkan
produktivitas tenaga kerja. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia merupakan hubungan dua arah yang kuat. Di satu sisi pertumbuhan
ekonomi
menyediakan
sumber-sumber
yang
memungkinkan terjadinya perkembangan secara berkelanjutan dalam pembangunan manusia. Sementara sisi lain pengembangan dalam kualitas modal manusia merupakan kontributor penting bagi pertumbuhan ekonomi.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian terdahulu merupakan salah satu sumber acuan dasar untuk peneliti dalam mengaplikasikan penelitiannya. Berikut penelitian terdahulu yang memfokuskan penelitiannya mengenai pertumbuhan ekonomi: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Josaphat P. Kweka dan Oliver Morrissey dengan judul Government Spending and Economic Growth in Tanzania, 1965-1966. Tujuan dari jurnal tersebut adalah untuk mengetahui dampak dari pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan data time series di Tanzania. Alat analisis yang digunakan
46
adalah regresi Ordinary Least Square (OLS) dengan pendekatan Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja modal dalam jangka panjang dan pendek berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, konsumsi pemerintah dalam jangka panjang dan pendek berpengaruh positif dan signifikan, pengeluaran modal insani berpengaruh signifikan, sedangkan investasi swasta berdampak positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Tanzania. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah menggunakan alat analisis yang sama dengan pendekatan yang sama pula. Perbedaannya yaitu meskipun sama-sama menggunakan pendekatan ECM namun dalam penelitian ini tidak menggunakan Engel Granger akan tetapi menggunakan Domowitz Elbadawi. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Rafli Rinaldi dengan judul Analisis Pengaruh Konsumsi Pemerintah, Investasi Pemerintah, dan Angkatan kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk mengetahui pengaruh konsumsi pemerintah, investasi pemerintah, dan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi regional di 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur periode 20072011. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah dan angkatan kerja berpengaruh secara signifikan, sedangkan investasi pemerintah dan investasi swasta tidak berpengaruh terhadap
47
pertumbuhan ekonomi regional. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama meneliti tentang pertumbuhan ekonomi dan menggunakan variabel konsumsi pemerintah dan investasi swasta. Perbedaannya yaitu dalam penelitian tersebut menggunakan data panel, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan data time series. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Isnowati dengan judul Penerapan Model Kweka dan Morrissey dalam menerangkan Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Model Kweka dan Morissey dalam menerangkan pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Alat analisis yang digunakan adalah regresi Ordinary Least Square (OLS) dengan pendekatan Error Correction Model (ECM). Penilaian model ECM dengan pertimbangan dapat menjelaskan fenomena jangka panjang dan jangka pendek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi swasta memberikan pengaruh positif dan signifikan baik dalam jangka pendek dan jangka panjang, investasi pemerintah dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah signifikan dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi adalah positif, pengeluaran pemerintah memberikan pengaruh positif dan signifikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, tenaga kerja memberikan pengaruh yang positif baik dalam jangka panjang, tetapi tidak signifikan baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Untuk variabel keterbukaan ekonomi nilai koefisien regresi jangka
48
pendek dan jangka panjang adalah positif dan signifikan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama meneliti tentang pertumbuhan ekonomi dan menggunakan model Kweka. Perbedaannya yaitu pada variabel bebas serta pada penelitian
ini
menggunakan panel data sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan time series. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Darma Rika Swaramarinda dan Susi Indriani dengan judul Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Tujuan dari jurnal tersebut adalah untuk mengetahui pengaruh dari pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah regresi Ordinary Least Square (OLS) dengan pendekatan Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang positif pengeluaran konsumsi pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran investasi pemerintah mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan alat analisis OLS dengan pendekatan ECM. Perbedaannya yaitu pada variabel. Dalam penelitian yang akan digunakan akan menambah variabel investasi swasta dan modal insani.
49
C. Kerangka Berpikir Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan pendapatan nasional riil atau produk domestik bruto dalam jangka panjang yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat yang diukur melalui PDB. Berbagai jenis pengeluaran publik memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pengeluaran pemerintah yang tinggi dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja dan investasi melalui angka pengganda permintaan agregat. Dengan demikian pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan permintaan agregat yang pada akhirnya dapat meningkatkan output. Konsumsi pemerintah merupakan anggaran pengeluaran pemerintah yang dikaitkan
dengan
kegiatan
yang
sifatnya
terus-menerus.
Konsumsi
pemerintah dikatakan bersifat konsumtif namun tetap diperlukan karena sangat bermanfaat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi negara. Investasi swasta yang juga merupakan faktor dari pertumbuhan ekonomi merupakan pengeluaran perusahaan untuk membeli barang modal. Di Indonesia penanaman modal telah banyak menunjang perkembangan pertumbuhan ekonomi baik langsung maupun tidak langsung. Dengan semakin meningkatnya penanaman modal baik dalam negeri maupun luar negeri sekarang ini diharapkan mampu untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Faktor lain yang merupakan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi adalah modal insani. Modal insani diukur menggunakan pengeluaran untuk
50
pendidikan. Pendidikan bernilai penting untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi. Pendidikan mempunyai arti bagi kesejahteraan dan pendidikan bersifat esensial bagi kehidupan yang memuaskan dan berharga. Pendidikan memiliki
peran
penting
dalam
menyerap
teknologi
modern
dan
mengembangkan kapasitas bagi terwujudnya pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kajian teoritis
yang telah
dijelaskan maka dapat
digambarkan bagan paradigma dalam penelitian ini. Berikut bagan paradigma penelitian: Konsumsi Pemerintah Investasi
Pertumbuhan
Swasta Modal Insani
Ekonomi
Gambar 3. Paradigma Penelitian Keterangan: : Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara individu : Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersamasama
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan kajian pustaka yang ada, berikut hipotesis yang akan diuji kebenarannya : 1. Konsumsi pemerintah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia
51
2. Investasi swasta berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia 3. Modal insani berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia 4. Konsumsi pemerintah, investasi swasta dan modal insani secara simultan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena informasi atau data diwujudkan dalam bentuk angka dan dianalisis berdasarkan analisis statistik. Penelitian ini mengacu pada penelitian Kweka dan Morrissey (2000) yang berjudul Government Spending and Economic Growth in Tanzania, 1965-1996. Data yang digunakan dalam penelitian Kweka dan Morrissey (2000) adalah data time series dari tahun 1965-1996 dan data yang digunakan dalam penelitian ini juga merupakan data time series namun dari tahun 19832013.
B. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis variabel yaitu variabel terikat (dependent variable) dan variabel penjelas (independent variable). 1. Variabel terikat (dependent variable) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia 2. Variabel bebas (independent variable). Dalam penelitian ini terdapat empat variabel penjelas yaitu: a. Konsumsi pemerintah b. Investasi swasta c. Modal insani
79
53
C. Definisi Operasional Berikut adalah definisi operasional dari variabel yang dipakai dalam penelitian ini : 1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan pendapatan nasional riil atau produk domestik bruto dalam jangka panjang yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran
masyarakat
meningkat.
Dalam
penelitian
tentang
pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi diukur menggunakan PDB. Mengacu pada penelitian Kweka dan Morrissey 2000, dalam penelitian ini variabel terikat tidak menggunakan laju pertumbuhan ekonomi akan tetapi menggunakan PDB atas dasar harga konstan tahun dasar 2000 yang dinyatakan dalam miliar rupiah. Dari empat tahun dasar yang ada dalam penelitian, penulis menyetarakan ke dalam tahun dasar 2000. Adapun langkah-langkah untuk menyamakan tahun dasar adalah: a. Mencari satu data/angka yang dihitung dengan menggunakan dua tahun dasar, misalnya PDB tahun 2000 yang diukur dengan tahun dasar 1993 dan tahun dasar 2000; b. Setelah itu untuk menjadikan semua data PDB atas dasar harga konstan bertahun dasar 2000, kita harus menentukan/mendapatkan sebuah angka pengali, yaitu data PDB tahun 2000 menurut tahun
54
dasar 2000 dibagi dengan data PDB tahun 2000 menurut tahun dasar 1993; c. Angka hasil pembagian tersebut (angka pengali) dikalikan dengan semua data PDB yang diukur menurut tahun daras 1993 dan data tersebut menjadi bertahun dasar 2000. 2. Konsumsi pemerintah Konsumsi pemerintah merupakan anggaran yang dikaitkan dengan kegiatan yang sifatnya terus-menerus. Data konsumsi diperoleh dari data pengeluaran rutin dalam realisasi pengeluaran negara yang dinyatakan dalam miliar rupiah. Pengeluaran ini meliputi belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom serta pembayaran bunga dan cicilan utang. 3. Investasi Swasta Investasi
swasta merupakan investasi
yang dilakukan oleh
masyarakat, khususnya para pengusaha dengan tujuan mendapatkan manfaat berupa laba. Data investasi swasta diperoleh dari data realisasi nilai proyek penanaman modal asing dan proyek penanaman modal dalam negeri yang telah disetujui pemerintah tahun 1983-2013. a. Realisasi nilai PMA PMA adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanaman modal asing.
55
b. Realisasi nilai PMDN PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanaman modal dalam negeri. 4. Modal Insani Modal insani adalah pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh melalui pendidikan, mulai dari program untuk anak-anak sampai dengan pelatihan dalam pekerjaan untuk para pekerja dewasa. Modal insani merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan kualitas modal manusia yang baik akan memacu peningkatan produktivitas sebuah wilayah. Pengeluaran modal insani dalam penelitian ini dihitung menggunakan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dalam anggaran belanja pemerintah pusat berdasarkan fungsi dinyatakan dalam miliar rupiah.
D. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data time series di Indonesia dalam kurun waktu 1984-2013. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan data kurs yang digunakan untuk mengonversi PMA menjadi Rupiah bersumber dari Bank Indonesia.
56
E. Teknik Analisis Data Teknis analisis data yang digunakan untuk menjawab permasalahan/ hipotesis dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda (Multiple Regression Model). Regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (konsumsi pemerintah, investasi swasta dan modal insani) terhadap variabel terikat (pertumbuhan ekonomi) di Indonesia. Penelitian ini mengikuti model Ram (1986) yang merupakan dasar untuk model empiris pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh D sebagai sektor swasta, G sebagai sektor publik, K sebagai modal dan L sebagai tenaga kerja. Fungsi produksi dari kedua sektor dapat ditulis sebagai berikut: D = D(KD, LD, G)...........................................................................................(1) G = G(KG, LG)................................................................................................(2)
Total input dari kedua sektor dapat dideskripsikan sebagai berikut: KD + KG = K LD + LG = L
Total output yang dinotasikan dalam Y merupakan penjumlahan dari dari kedua sektor Y = D + G. Dari persamaan (1) dan (2), dan menerapkan pada pendapatan nasional, maka didapat: dy = DKdKD + GKdKG + DLdLD + GLdLG + DGdG.........................................(3)
57
mengacu pada penelitian Kweka dan Morrissey (2010) maka model Ram yang dikembangkan dimodifikasi dengan mengganti tenaga kerja dengan modal manusia. Meneliti apakah modal manusia memiliki dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti prediksi teori pertumbuhan (Romer, Barro Easteely dan Rebela), dan menggabungkan persamaan (3) dan (4) sehingga model ekonometri diperoleh sebagai berikut:
g = β0+ β1 + β2 + β3
+µ
Keterangan: g Y Cg Ip Hg β0 β1, β2, ......, βn µ
: ∆Y, yang didapat dari Ln Yt – Ln Yt-1 : Produk Domestik Bruto (PDB) : Konsumsi pemerintah : Investasi swasta : Modal manusia : Konstanta atau intercept : Parameter : Error item
Metode regresi yang digunakan yaitu OLS (Ordinary Least Square). Model OLS sesuai dengan penelitian ini karena penelitian ini menganalisis pengaruh satu arah dari empat variabel bebas (investasi, modal insani, konsumsi pemerintah, dan belanja modal) terhadap satu variabel terikat (pertumbuhan ekonomi).
1. Uji Stasionaritas Pengujian stasionaritas data adalah hal yang penting dalam analisis data urut waktu. Pengujian yang tidak memadai dapat menyebabkan pemodelan yang tidak tepat sehingga hasil/kesimpulan yang diberikan
58
dapat bersifat spurious (palsu). Jika data bersifat stasioner, DGP (data generating process) akan menunjukkan karakteristik rata-rata dan varians yang konstan serta nilai autokorelasi yang tidak terikat titik waktu. Hal sebaliknya terjadi jika data bersifat tidak stasioner. Uji stasionaritas dikenal dengan uji unit root. Uji unit root dalam penelitian ini menggunakan uji Dickey-Fuller (DF). Jika nilai t hitung estimasi lebih besar dari nilai t kritis DF maka deret berkala tersebut bersifat stasioner. Di sisi lain, jika nilai t hitung lebih kecil dari nilai t kritis DF maka deret berkala tersebut bersifat non stasioner (Gujarati, 2006: 170). 2. Uji Integrasi Jika data yang diamati tidak stasioner dalam uji akar-akar unit, maka dilakukan uji integrasi. Uji derajat integrasi digunakan untuk mengetahui pada derajat/orde differensi ke berapa data yang diamati akan menjadi stasioner. Dalam penelitian ini, metode ADF akan digunakan untuk mengetahui derajat integrasi. Jika nilai F hitung lebih besar dari F tabel DF maka data sudah stasioner (Gujarati, 2013: 449) 3. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi digunakan untuk mendeteksi hubungan jangka panjang antara variabel bebas dan variabel terikatnya. Syarat umum untuk menerapkan teknik kointegrasi adalah adanya kesamaan orde derajat integrasi diantara variabel-variabel yang akan digunakan dalam model. Jika uji stasioneritas adalah uji unit root pada masing-masing
59
variabel maka uji kointegrasi adalah uji unit root pada residunya (Gujarati, 2013: 458). 4. Uji Asumsi Klasik Sebelum melakukan estimasi pada model ekonometri tersebut perlu dilakukan beberapa pengujian asumsi klasik agar model persamaan yang di estimasi menghasilkan estimator yang tidak bias dan konsisten. Pengujian asumsi klasik tersebut antara lain: a. Uji Normalistas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel
terikat
dan
variabel
bebas
kedua-duanya
berdistribusi normal atau tidak. Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi residual antara J-B Test dan metode grafik. Penelitian ini menggunakan metode Jargue-Bera Test atau J-B test yaitu apabila probabilitas >5% maka variabel-variabel tersebut berdistribusi normal (Rosadi, 2011: 35). b. Uji Multikolinearitas Uji multikolunieritas artinya antar variabel independen yang terdapat dalam model regresi memilki model linier yang sempurna atau mendekati sempurna.
Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variabel-variabel independen. Menurut Danang (2007: 89) untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dapat digunakan cara berikut ini:
60
1) Nilai tolerance adalah besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan secara statistik ( ). 2) Nilai variance inflation factor (VIF) adalah faktor inflasi penyimpangan baku kuadrat. Nilai tolerance (α) dan variance inflation factor (VIF) dapat dicari dengan cara sebagai berikut : 1) Nilai tolerance (α) = 1/VIF 2) Nilai VIF = 1/α Apabila nilai VIF kurang dari 10, maka korelasi antar variabel independen masih dapat ditolerir, namun apabila nilai VIF tersebut lebih dari 10 maka menandakan telah terjadi multikolinieritas. c. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah situasi penyebaran data yang tidak sama atau tidak samanya variansi sehingga uji signifikansi tidak valid. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian residual (kesalahan pengganggu) dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain tetap maka disebut heteroskedastisitas (sama variannya). Banyak cara untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam model, salah satunya dengan menggunakan Uji White (White Test). Pedoman dari penggunaan model White adalah menolak hipotesis
yang
mengatakan
bahwa
terdapat
masalah
61
heteroskedastisitas dalam model empiris yang sedang di estimasi. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat nilai probabilitas dari Obs*R-squared. Apabila probabilitas Obs*Rsquared lebih dari 0,05 menunjukkan bahwa model estimasi regresi terbebas dari heterokedastisitas (Gujarati, 2006: 94). d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada perode t, dengan kesalahan pada periode t-1. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam suatu model regresi, dapat dilakukan dengan uji Breusch-Godfrey Test. Ketentuan uji BreuschGodfrey Test yaitu jika nilai prob. Chi-Square lebih dari taraf signifikansi 5% maka data dinyatakan tidak terkena autokorelasi (Rosadi, 2011: 71). 5. Pengujian Hipotesis Dalam pengujian hipotesis akan dilakukan beberapa uji antara lain uji koefisien determinasi (R2), uji koefisien regresi secara keseluruhan (uji F) dan uji koefisien regresi secara individual (uji t). a. Koefisien Regresi secara Keseluruhan (Uji F) Uji F digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari seluruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Apabila prob F ≤ taraf sig 5% maka dapat disimpulkan
62
bahwa variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. b. Uji Koefisien Regresi Secara Individual (Uji t) Uji parsial digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas secara individu dalam menjelaskan variabel terikat. Uji ini dilakukan dengan melihat probabilitas t hitung, ketika prob ≤ taraf sig 5% maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan variabel bebas tersebut signifikan mempengaruhi variabel terikat. c. Uji Koefisien Determinasi (R2) R2 bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model ini menjelaskan variabel dependen yang dihitung. Nilai R2 yang kecil/ mendekati nol berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas atau kecil nilai. R2 yang besar mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel-variabel dependen.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh konsumsi, investasi swasta dan modal insani terhadap pertumbuhan ekonomi. Data tersebut diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) berbagai tahun. Data yang digunakan yaitu data negara Indonesia dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2013. Pembahasan akan disajikan menggunakan analisis ekonometri berupa estimasi data time series. Berdasarkan data konsumsi pemerintah, investasi swasta, modal insani dan PDB Indonesia tahun 1984-2013 yang diolah diperoleh hasil statistik sebagai berikut: Tabel 3. Statistik Deskriptif Variabel Pertumbuhan Ekonomi PDB Konsumsi Pemerintah Investasi swasta Modal insani
Mean 5,38% 1.499.469,0 209.456,2 137.227,2 25.927,1
Min -13,13% 649.837,5 9.428,9 3.318,9 370,0
Max 9,08% 2.758.976 729.059,6 476.969,3 118.467,0
Std. Dev. 3,93% 582.950,1 222.111,6 107.409,6 36.357,2
Sumber: Lampiran 2, diolah 1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan
yang
dilaksanakan,
khususnya
bidang
ekonomi.
Pertumbuhan tersebut merupakan gambaran tingkat perkembangan ekonomi terjadi.
79
64
Laju Pertumbuhan Ekonomi
15,00% 10,00% 5,00% 0,00% -5,00% -10,00% -15,00%
Tahun
Sumber: World Bank, 2015 Gambar 4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Krisis keuangan yang terjadi di tahun 1990-an telah memberi efek negatif bagi perekonomian nasional, akibatnya PDB di Indonesia turun 13,1 % dari tahun 1998 dan naik di tahun 1999 sebanyak 0,79%. Antara tahun 2000 hingga 2004 perekonomian memulih dengan rata-rata 4,57% per tahun. Penurunan perekonomian global di akhir tahun 2000-an berdampak kecil bagi perekonomian Indonesia. Meskipun harga-harga komoditas dan bursa saham menurun, imbal hasil obligasi domestik dan internasional cukup tinggi, indonesia mampu masih mampu tumbuh secara signifikan. Keberhasilan ini terutama dikarenakan oleh ekspor indonesia, kepercayaan pasar yang terus tinggi dan konsumsi domestik yang kuat. Setelah itu PDB meningkat dengan nilai rata-rata 6% per tahun kecuali tahun 2009 dan 2013 ketika gejolak krisis global. Meski masih
65
cukup mengagumkan PDB indonesia turun ke nilai 4,69% dan 5,78% pada kedua tahun tersebut. Lambannya pertumbuhan ekonomi tahun 2013 terjadi karena kombinasi ketidakpastian global yang parah disebabkan oleh perancangan ulang program pembelian aset federal reserve yang merupakan arus keluar modal dari negara-negara berkembang dan kelemahan isu finansial internal dan inflasi tinggi. Baik buruknya pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui stabilitas pertumbuhan ekonomi, bukan dari besarnya laju pertumbuhan ekonomi yang dimaksud. Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini diukur menggunakan Produk Domestik Bruto. PDB yang digunakan adalah PDB dalam harga konstan tahun dasar 2000. 3.000.000
Miliar Rupiah
2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0
Tahun
Sumber : BPS, 1986-2015 diolah Gambar 5. PDB di Indonesia Atas Harga Konstan Tahun Dasar 2000
66
Berdasarkan gambar 5, PDB mempunyai nilai minimum sebesar 649.837,5 dan nilai maksimum sebesar 2.758.976 serta memiliki rata-rata sebesar 1.499.469. PDB tertinggi terjadi pada tahun 2013 dan terendah terjadi pada tahun 1984 secara keseluruhan PDB dari tahun ke tahun membentuk tren naik seperti pada gambar 5. Dilihat dari data BPS, terdapat perubahan struktural yang terjadi dalam PDB Indonesia tahun 1984-2013. Pada tahun 1984-1988 sektor pertanian memiliki pengeluaran yang paling besar, yaitu sebesar 22% dari total PDB menurut lapangan usaha. Sedangkan dari tahun 1990-2013 pengeluaran paling banyak dilakukan pada sektor industri. Indonesia berubah dari negara yang perekonomiannya sangat bergantung pada pertanian menjadi negara yang perekonomiannya lebih seimbang, dimana sektor industri kini lebih dominan dari pada sektor pertanian. Hal ini juga menyiratkan bahwa Indonesia mengurangi ketergantungan tradisionalnya pada sektor ekspor primer. Terdapat asumsi bahwa peran sektor industri akan menguat terhadap
PDB Indonesia
karena sektor industri adalah sektor yang baik di Indonesia untuk investasi asing langsung. 2. Konsumsi Pemerintah Konsumsi pemerintah adalah pengeluaran yang secara rutin setiap tahunnya dilakukan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan dan pemeliharaan roda pemerintahan, yang terdiri dari belanja pegawai yaitu untuk pembayaran gaji pegawai termasuk gaji pokok dan tunjangan,
67
belanja barang, yaitu untuk pembelian barang - barang yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah sehari – hari, subsidi, pembayaran angsuran dan bunga utang negara, belanja pemeliharaan yaitu pengeluaran untuk memelihara agar milik atau kekayaan pemerintah tetap terpelihara secara baik dan belanja perjalanan yaitu untuk perjalanan kepentingan penyelenggaraan pemerintahan. 800000 700000 Miliar Rupiah
600000 500000 400000 300000 200000 100000 0
Tahun
Sumber : BPS, 1986-2015 diolah Gambar 6. Pengeluaran Konsumsi di Indonesia Berdasarkan tabel 3, konsumsi pemerintah mempunyai nilai minimum sebesar 9.428,90 dan nilai maksimum sebesar 729.059,63 serta rata-rata 209.456,2. Konsumsi tertinggi terjadi pada tahun 2013 dan terendah terjadi pada tahun 1984 secara keseluruhan konsumsi dari tahun ke tahun membentuk tren naik seperti pada gambar 4. Dilihat dari data BPS, pada tahun 1986-2006 rata-rata pengeluaran terbesar berada pada bunga dan cicilan hutang. Pada masa itu Indonesia
68
dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada tahun 1999 kemudian memperpanjang program tersebut (Triyanto, 2009). Kemudian pada tahun 2007-2013 pengeluaran terbanyak digunakan untuk belanja pegawai. 3. Investasi swasta Investasi diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanampenanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian, sehingga investasi disebut juga dengan penanaman modal. 600000 Miliar Rupiah
500000 400000 300000 200000 100000 2012
2010
2008
2006
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
1984
0
Tahun
Sumber : BPS, 1986-2015 diolah Gambar 7. Investasi Swasta di Indonesia Berdasarkan tabel 3, investasi swasta mempunyai nilai minimum sebesar 3.318,991 dan nilai maksimum sebesar 476.969,3 serta rata-rata 137.227,2. Investasi swasta tertinggi terjadi pada tahun 2013 dan terendah
69
terjadi pada tahun 1984 secara keseluruhan investasi swasta dari tahun ke tahun membentuk tren naik seperti pada gambar 7. Dilihat dari data BPS, lampiran 5 menunjukkan bahwa setelah krisis 1998 jumlah proyek baru PMA sempat mengalami peningkatan. Namun setelah tahun 2000 jumlahnya menurun. Satu hal yang menarik, yaitu sejak krisis jumlah proyek baru PMA rata-rata pertahunnya lebih besar dari pada PMDN.
Ini
menandakan
bahwa
bagi
perkembangan
investasi
langsung/jangka panjang dalam negeri, khususnya dalam periode pasca krisis, peranan PMA lebih penting daripada PMDN. Sementara pada tahun 2004 persetujuan rencana investasi PMDN kembali mengalami penurunan 14,47% atau turun 14 unit dengan jumlah proyek 44 triliun rupiah setelah dulu pernah turun akibat krisis ekonomi. Penurunan jumlah investasi domestik ini diakibatkan oleh situasi politik pada waktu terjadi pemilu legislatif dan kepemimpinan nasional. Keadaan ini terbukti masih belum menarik investor domestik untuk menanamkan modalnya di negara sendiri. 4. Modal insani Modal insani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah modal manusia yang berupa pendidikan. Data yang digunakan merupakan data pengeluaran pemerintah sektor pendidikan.
70
140000
Miliar Rupiah
120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
Tahun
Sumber : BPS, 1986-2015 diolah Gambar 8. Pengeluaran Modal Insani di Indonesia Berdasarkan tabel 3, modal insani mempunyai nilai minimum sebesar 370,00 dan nilai maksimum sebesar
118.467,00 serta rata-rata
25.927,19. Modal insani tertinggi terjadi pada tahun 2013 dan terendah terjadi pada tahun 1988 secara keseluruhan modal insani dari tahun ke tahun membentuk tren naik seperti pada gambar 8. Dalam amanat undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, besarnya anggaran pendidikan di berbagai level pemerintahan minimal 20%. Dilihat dari data BPS, anggaran pendidikan yang mencapai 20% hanya terjadi pada tahun 2001-2004. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia masih belum mendapatkan tempat yang utama sebagai prioritas pembangunan nasional.
71
B. Hasil Pengujian 1. Hasil Uji Stasioner Uji stasioner dalam penelitian ini menggunakan uji Dickey-Fuller (DF). Jika nilai t hitung estimasi lebih besar dari nilai t kritis DF maka deret berkala tersebut bersifat stasioner. Disisi lain, jika nilai t hitung lebih kecil dari nilai t kritis DF maka deret berkala tersebut bersifat non stasioner. Tabel 4. Hasil Uji Stasioner Variabel
Intercept
Trend dan Intercept + + + +
None
PDB + + Konsumsi Pemerintah + + Investasi Swasta + + Modal Insani + + Keterangan: + positif unit root (non stasioner); *** stasioner pada taraf sig 1%; ** stasioner pada taraf sig 5%; * stasioner pada taraf sig 10% Hasil uji unit root pada tabel 3 diperoleh bahwa data variabel PDB, konsumsi pemerintah, investasi swasta dan modal insani bersifat non stasioner pada tingkat level yang artinya terdapat unit root. Dari hasil pengujian stasioneritas tersebut menunjukkan bahwa diperlukan uji derajat integrasi untuk mengetahui pada derajat ke berapa semua variabel yang digunakan stasioner. 2. Hasil Uji Integrasi Uji integrasi dilakukan apabila terdapat data yang tidak stasioner pada level 0. Data yang tidak stasioner dapat diatasi dengan di-difference ke beberapa data yang diteliti akan bersifat stasioner.
72
Tabel 5. Hasil Uji Integrasi Variabel
Trend dan Intercept I (1) I (2) ** *** *** *** *** *** ** ***
Intercept
None
I (1) I (2) I (1) I (2) PDB *** *** ** *** Konsumsi Pemerintah *** *** *** *** Investasi Swasta *** *** *** *** Modal Insani *** *** *** *** Keterangan: + : positif unit toot (non stasioner) *** : stasioner pada taraf sig 1% ** : stasioner pada taraf sig 5% * : stasioner pada taraf sig 10% I (1) : 1st difference I (2) : 2st difference Hasil uji integrasi pada tabel 4 diketahui bahwa data variabel PDB, konsumsi pemerintah, investasi swasta dan modal insani bersifat stasioner baik pada I (1) maupun I (2). 3. Hasil Uji Kointegrasi Setelah kedua syarat uji kointegrasi sudah terpenuhi, langkah pertama uji kointegrasi adalah melakukan regresi OLS dengan cara meregres antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji
kointegrasi
ini
bertujuan
untuk
menunjukkan
adanya
hubungan/keseimbangan jangka panjang pada variabel bebas terhadap variabel terikat. Jika uji stasioneritas adalah uji unit root pada masingmasing variabel maka uji kointegrasi adalah uji unit root pada nilai residunya. Tabel 6. Hasil Uji Kointegrasi Variabel None R ***
Intercept ***
Trend and intercept ***
73
Hasil uji kointegrasi menyatakan bahwa terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang antar kedua variabel (dependen dan independen), dibuktikan dengan uji unit root pada nilai residunya (r) yang menyatakan nilai residu bersifat stasioner pada none. 4. Hasil uji asumsi klasik a. Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui nilai residu berdistribusi normal atau tidak. Uji signifikansi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat akan valid bila residual berdistribusi normal. Residual berdistribusi normal atau tidak dapat dideteksi menggunakan Jarque-Bera, yaitu apabila nilai Jarque-Bera (JB) tidak signifikan, maka data tersebut normal. Tabel 7. Hasil Uji Normalitas Variabel Obs R
30
Pr (Skewness) -2.79237
Pr (Kurtosis) 13.18366
JarqueBera 168.6250
Dari hasil uji normalitas pada tabel 6 diperoleh hasil nilai JB > 0,05 yang dapat disimpulkan residual berdistribusi normal. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakan dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi dan sempurna antara variabel bebas atau tidak. Hasil regresi yang baik apabila model terbebas dari multikolinearitas. Antara variabel bebas terdapat korelasi atau tidak dapat dideteksi menggunakan TOL (Tolerance) dan VIF
74
(Variance Inflation Factor). Apabila ditemukan VIF < 10 dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas. Tabel 8. Hasil Uji Multikolinearitas Variabel VIF Konsumsi Pemerintah 9.230251 Investasi swasta 1.494987 Modal insani 7.955543 Dari hasil uji multikolinearitas pada tabel 7 diperoleh hasil nilai VIF semua variabel < 10 maka tidak terdapat multikolinearitas. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model, residual memiliki varians yang konstan atau tidak. Model regresi yang baik harus homokedastis (varian dari residual konstan). Residual memiliki varians yang konstan atau tidak dapat dideteksi dengan uji Heteroskedasticity White, apabila ditemukan Obs*Rsquared
lebih
dari
0,05
dapat
disimpulkan
tidak
terjadi
heteroskedastisitas. Tabel 9. Hasil Uji Heteroskedastisitas Source Prob. Chi-square Heteroskedasticity 0,9348
Obs*Chi-squared 3,616194
Dari hasil uji heteroskedastisitas pada tabel 8 diperoleh hasil Obs*Chi-squared > 0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas. d. Uji autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah model terbebas dari autokorelasi atau tidak. Model regresi yang baik harus
75
terbebas dari autokorelasi. Apabila ditemukan Prob Chi2 > taraf sig 5% dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi. Tabel 10. Hasil Uji Autokorelasi Source Prob. F Autokorelasi 0.6433
Prob. Chi-Square 0.5819
Dari hasil uji autokorelasi pada tabel 9 diperoleh hasil Prob. ChiSquae>5% maka dapat disimpulkan tidak terdapat gangguan autokorelasi.
5. Hasil regresi pengujian model ECM Pendekatan Error Correction Model (ECM) digunakan pada data time series dengan tujuan untuk dapat mengetahui pergerakan dinamis jangka pendek dan jangka panjang. Di samping itu, model ECM digunakan karena memiliki kemampuan meliputi lebih banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi dan mengkaji konsistensi model empirik dalam memecahkan masalah spurious regression dan runtut waktu yang tidak stasioner. Model error correction dapat diturunkan melalui pendekatan Autoregressive Distributed Lag (ARDL) atau melalui fungsi biaya kuadrat tunggal (single quadratic cost function). Penurunan model ECM melalui pendekatan fungsi biaya kuadrat tunggal diperkenalkan oleh Domowits Elbadawi, 1987.
76
Tabel 11. Hasil Regresi Model ECM Variabel Bebas Koefisien Nilai t-statistik Prob. Regresi C 0.007289 0.506412 0.6178 DCG -0.537272 -1.706608 0.1026 DIP 0.217101 0.872036 0.3930 DEDC -4.326736 -1.379134 0.1824 CG(-1) 0.741673 2.349393** 0.0287 IP(-1) -0.461451 -2.251600** 0.0352 EDC(-1) -3.468448 -2.023042* 0.0560 ECT(-1) -0.843130 -4.436962*** 0.0002 2 R 0.704637 Adj. R2 0.606183 F – Statistik 7.156998 Prob. (F-stat) 0.000197 Keterangan: *** stasioner pada taraf sig 1%; ** stasioner pada taraf sig 5%; * stasioner pada taraf sig 10%. Pada tabel 10 dan persamaan regresi di atas dapat diketahui bahwa koefisien konstanta sebesar 0.007289. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat variabel sistematis lain yang juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan tetapi tidak masuk dalam model. Koefisien dari variabel-variabel tersebut secara akumulasi bernilai positif. Karena tidak masuk dalam model, angka-angka sistematis tersebut masuk ke dalam konstanta. Sehingga menyebabkan koefisien konstanta tersebut menjadi positif. Variabel dalam bentuk fits difference menunjukkan pengaruh jangka pendek, sedangkan variabel dalam bentuk level menunjukkan pengaruh jangka panjang.
77
6. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil pengolahan data time series diperoleh persamaan regresi jangka panjang sebagai berikut: g = 0.007289 + 0.741673
– 0.461451
– 3.4686448
+µ
Keterangan: G Y Cg Ip Hg β0 β1, β2, ......, βn
: ∆Y, yang berarti Ln Yt – Ln Yt-1 : Produk Domestik Bruto (PDB) : Konsumsi pemerintah : Investasi swasta : Modal manusia : Konstanta atau intercept : Parameter Analisis Hipotesis
Tabel 12. Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat Variabel Bebas Jangka Pendek Jangka Panjang Konsumsi Pemerintah -0.537272 0.741673** Investasi Swasta 0.217101 -0.461451** Modal Insani -4.326736 -3.468448* Keterangan: *** stasioner pada taraf sig 1%; ** stasioner pada taraf sig 5%; * stasioner pada taraf sig 10%.
a. Uji Simultan (Uji F) Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai F-hitung sebesar 7.156998 dan probabilitas F sebesar 0,000197. Dalam taraf signifikansi 5% maka uji F signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Variabel konsumsi pemerintah, investasi swasta dan modal insani berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
78
b. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi atau goodness of fit diperoleh angka sebesar 0,704637. Hal ini berarti bahwa kontribusi seluruh variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat sebesar 70,05%. Sisanya sebesar 29,95% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. c. Uji Parsial Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari tiap-tiap variabel bebas (konsumsi pemerintah, investasi swasta dan modal insani). Apabila nilai p-value
79
dalam mengendalikan perekonomian nasional. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rafli Rinaldi (2013). Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa konsumsi pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Dalam jangka pendek konsumsi pemerintah memiliki nilai koefisien sebesar -0,537272 dengan nilai t-statistik sebesar 1,706608 dan nilai probabilitas sebesar 0,1026. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah dalam jangka pendek tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dikarenakan nilai probabilitas lebih dari 0,10. Pengeluaran pemerintah yang terlalu besar
melebihi
fungsinya
menyebabkan
terhambatnya
pertumbuhan ekonomi karena untuk membiayai pengeluaran tersebut pemerintah harus menaikkan pajak atau meminjam pada sektor swasta. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Novia Hadji Ali dkk (2012). Dalam penelitian tersebut
dijelaskan
bahwa
konsumsi
pemerintah
tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di kota Manado. 2) Investasi Swasta Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Investasi Swasta memiliki koefisien sebesar -0,461451 dengan nilai t-statistik sebesar -2,251600 dan probabilitas sebesar 0,0352. Karena nilai probabilitas kurang dari 0,10 maka variabel Investasi swasta
80
dalam jangka panjang secara individu
signifikan dalam
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini berarti bahwa jika investasi swasta naik sebesar 1% maka perubahan pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar 46%. Dari tahun 1984 hingga 1994 investasi didominasi oleh penanaman modal dalam negeri. Akan tetapi dari tahun 1995 hingga 2013, penanaman modal asing dalam negeri mulai merosot. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Chang dan Mendy (2012). Dalam penelitian tersebut investasi dalam negeri berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena lemahnya pasar keuangan domestik dan regional serta kurang mampunya negara-negara pengekspor minyak memanfaatkan pendapatan untuk meningkatkan investasi dalam negeri sehingga menyebabkan pendapatan rendah. Dalam jangka pendek, Investasi Swasta memiliki nilai koefisien sebesar 0,217101 dengan t-statistik sebesar 0,872036 dan probabilitas sebesar 0,3930. Nilai probabilitas melebihi 0,10 menunjukkan bahwa variabel investasi swasta dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rafli Rinaldi (2013) yang mengatakan bahwa investasi swasta tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Dalam penelitian Mefi, Debby dan Audie (2015) juga
81
menyimpulkan bahwa investasi swasta tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa bertambahnya investasi berupa barang modal akan meningkatkan output di berbagai bidang yang menyebabkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dimungkinkan karena dalam penelitian ini variabel terikat menggunakan data PDB atas dasar harga konstan, sedangkan
variabel
investasi
swasta
menggunakan
data
pengeluaran untuk pendidikan atas dasar harga berlaku. 3) Modal Insani Hasil analisis jangka panjang menunjukkan bahwa variabel modal insani memiliki koefisien sebesar -0.843130 dan probabilitas sebesar 0.0002 dalam taraf signifikansi 10% maka variabel modal insani dalam jangka panjang secara individu signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini berarti bahwa jika modal insani naik sebesar 1% maka perubahan pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar 84,31%. Penelitian ini didukung oleh Bils and Klenow (2000) yang menyatakan adanya kemungkinan bahwa korelasi antara investasi pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah negatif. Dalam jangka pendek, variabel modal insani memiliki nilai koefisien sebesar -4,326736 dengan probabilitas sebesar 0,1824.
82
Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel modal insani tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Jimmy Steven Wanimbo (2013) yang menyatakan bahwa pengaruh pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan mempunyai pengeluaran
yang
negatif
dan
tidak
signifikan
terhadap
pertumbuhan ekonomi di provinsi Papua. Disisi
lain,
hasil
penelitian
Meilyora
dkk
(2014)
menyimpulkan bahwa modal insani berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Perbedaan hasil penelitian dimungkinkan karena dalam penelitian ini variabel terikat menggunakan data PDB atas dasar harga konstan, sedangkan variabel modal insani menggunakan data pengeluaran untuk pendidikan atas dasar harga berlaku.
83
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada Bab IV, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Selama periode tahun 1984-2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia fluktuatif. Tahun 1984-1997 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia antara 7,12%-4,70% dengan rata-rata 7,0%. Sebagai dampak krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1998 mengalami penurunan sebesar 13,13%. Setelah melewati krisis ekonomi, pada periode 1999-2013 pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil. Pertumbuhan ekonomi tahun 1999-2013 antara 0,79-5,78% dengan rata-rata 5,46%. Dari sini dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia lebih tinggi dan stabil pada kondisi sebelum krisis. 2. Pengaruh Konsumsi Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan hasil pengujian jangka panjang, konsumsi pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun dalam jangka pendek, konsumsi pemerintah tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena nilai probabilitas konsumsi pemerintah > 0,10. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi pemerintah
tersebut
lebih
banyak
digunakan
untuk
membiayai
pengeluaran yang bersifat administrasi pemerintah. Dengan demikian
84
variabel konsumsi pemerintah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi hanya pada jangka panjang. 3. Pengaruh Investasi Swasta terhadap Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan hasil regresi jangka panjang dapat disimpulkan bahwa investasi swasta berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf signifikansi 10% terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun dalam jangka pendek investasi swasta tidak signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi karena nilai probabilitas investasi swasta < 0,10. Hal ini berarti bahwa investasi swasta berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi hanya pada jangka panjang saja. 4. Pengaruh Modal Insani terhadap Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan hasil pengujian jangka panjang dapat disimpulkan bahwa modal insani berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih rendahnya anggaran pengeluaran pemerintah untuk pendidikan. Namun dalam jangka pendek, modal insani tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dikarenakan nilai probabilitas modal insani < 0,10. Sehingga dapat
disimpulkan
bahwa
modal
insani
hanya
pertumbuhan ekonomi hanya pada jangka panjang saja.
mempengaruhi
85
B. Saran 1. Di masa yang akan datang konsumsi pemerintah perlu diimbangi dan diarahkan pada pengeluaran yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. 2. Pemerintah perlu menciptakan iklim kondusif dan stabilitas ekonomi makro yang mantap melalui program-program reformasi di seluruh aspek pembangunan ekonomi dan menurunkan tingkat suku bunga agar investasi dapat berkembang. 3.
Pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam pengalokasian dan penggunaan anggaran untuk pendidikan harus lebih efektif, efisien dan tepat sasaran. Kebijakan pengeluaran dan penggunaan anggaran pemerintah yang kurang tepat justru dapat berdampak negatif dan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
C. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: 1. Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel sebagai penjelas faktor pertumbuhan ekonomi karena keterbatasan data. Jadi masih banyak faktor yang belum diteliti dan dikaji dalam penelitian ini. 2. Data konsumsi pemerintah pada tahun 2005 digabung dengan data pengeluaran pembangunan. Oleh karena itu data hanya dihitung dengan mengurangkan indikator pengeluaran pembangunan.
86
3. Dalam penelitian terdapat beberapa tahun dasar dan peneliti sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyetarakan tahun dasar pada variabel terikat, namun karena pada variabel bebas menggunakan harga konstan maka akan ada kemungkinan kesalahan dalam hasil penelitian. Jadi diperlukan kehati-hatian dalam membaca hasil analisis dan pembahasan.
87
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo. 2013. Teori-Teori Pembangunan Ekonomi. Yogyakarta: Graha Ilmu Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan Edisi Ke 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, berbagai edisi. Badan Pusat Statistik. 1986. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1987. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1988. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1989. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1990. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1992. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1993. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1994. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1995. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1996. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1997. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 1998. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
88
___________________. 1999. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2000. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2001. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2002. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2003. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2004. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2005. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2007. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2008. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2009. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2010. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2011. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2012. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2013. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2014. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
___________________. 2015. Statistik Indonesia. Jakarta : BPS
Indonesia (Statistical Year book of
89
Boediono. 2008. Ekonomi Makro Edisi Empat. Yogyakarta: BPFE Darma Rika Swaramarinda dan Susi Indriani. 2011. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal. Diakses dari http://www.econosains.com/index.php/agustus11/13-pengaruhpengeluaran-konsumsi-dan-investasi-pemerintah-terhadap-pertumbuhanekonomi-di-indonesia pada tanggal 07 April 2016 pukul 11.27 WIB Gujarati, D. N and D. C Porter. 2013. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi 5. (Alih Bahasa: Raden Carlos Mangunson). Jakarta: Salemba Empat IMF. Data GDP Negara-negara Anggota ASEAN. Diakses dari www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2014/02/weodata/weorept.aspx?sy=198 0&ey=2013&scsm=1&ssd=1&sort=country&ds=.&br=1&prl.x=68&prl.y =7&c=511&s=NGDP_RPCH%2CNGDPD%2CNID_NGDP%2CTTP&gr p=1&a=1#download pada tanggal 07 April 2015 pukul 11.38 WIB Isnowati, Sri. 2012. Penerapan Model Kweka dan Morissey dalam menerangkan Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia. Jurnal. Diakses dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110020&val=548&tit le= pada tanggal 18 Maret 2015 pukul 21.43 WIB Jhingan, M.L. 2012. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. (Alih Bahasa: D. Guritno). Jakarta: Rajawali Pers Kweka, Josaphat P dan Oliver Morrissey. 2000. Government Spending and Economic Growth in Tanzania, 1965-1996. Credit Research Paper. University of Nottingham. Jurnal. Diakses dari https://www.nottingham.ac.uk/credit/documents/papers/00-06.pdf tanggal 7 April 2015 pukul 14.17 WIB Lincolin Arsyad. 2010. Ekonomi Pembangunan Edisi Ke 5. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Mangkosesoebroto, Guritno. 2001. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE Mankiw, N. Gregory., Euston Quah., Peter Wilson. 2012. Pengantar Ekonomi Makro. Principles Of Economics An Asian Edition-Volume 2. Jakarta: Salemba Empat Novia Hadhi Ali, Deasy Engka dan Steeva. 2012. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi Pemerintah terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kota Manado. Jurnal. Diakses dari http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jbie/article/download/5652/5184 tanggal 18 Maret 2015 pukul 11.26 WIB
90
Rahayu, Sri Endang. 2011. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Utara. Jurnal. Diakses dari http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/mbisnis/article/view/133/pdf_29 pada tanggal 07 April 2015 pukul 21.49 WIB Rinaldi, Rafli. 2013. Analisis Pengaruh Konsumsi Pemerintah, Investasi Pemerintah, Investasi Swasta dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional (Studi Kasus Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011). Skripsi. Diakses dari http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/articel/view/641 pada tanggal 07 April 2016 pukul 11.26 WIB Rosadi, Dedi. 2011. Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan dengan Eviews. Yogyakarta: Andi Soediyono. 1989. Makro Ekonomi: Pengantar Analisis Pendapatan Nasional. Yogyakarta: Liberty Sukirno, Sadono. 2011. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suparmoko, M. 2003. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: BPFE Tambunan, Tulus T.H. 2014. Perekonoian Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2011. Pembangunan Ekonomi Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga. Undang-Undang Nomor Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, www.depdiknas.go.id/ph/pdf UNESCO/Human Development Report 2002, diakses dari http://hdr.undp.org pada tanggal 22 Juni 2016 pukul 09.17 WIB UNESCO/Human Development Report 2013. Diakses dari http://hdr.undp.org/en/2013-report pada tanggal 22 Juni 2016 pukul 09.45 WIB Wanimbo, Jimmy Steven. 2013. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah (Belanja Modal) dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Papua. Tesis. Diakses dari http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=pen elitiandetail&act=view&typ=htm&buku_id=63667&obyek_id=4 pada tanggal 2 Juni 2016 pukul 18.23 WIB Wilsa Road, Sya’ad A. Dan Wahyu Ario. 2012. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Singapura. Jurnal. Diakses dari
91
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/34824 pada tanggal 11 April 2016 pukul 10.34 WIB. World
Bank. Gross Domestic Product. Diakses dari http://databank.worldbank.org/data/reports.aspx?Code=NY.GDP.MKTP.C D&id=af3ce82b&report_name=Popular_indicators&populartype=series&i spopular=y pada tanggal 22 Juni 2016 pukul 23.14 WIB
92
LAMPIRAN
93
LAMPIRAN 1. DATA PDB BERDASARKAN BERDASAKAN HARGA KONSTAN 2000, KONSUMSI PMERINTAH, INVESTASI SWASTA DAN MODAL INSANI Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
PDB (miliar Rp) 649.837,46 665.671,76 747.875,82 785.298,85 830.315,84 892.633,56 957.280,15 1.023.813,59 1.089.945,74 1.160.753,06 1.297.667,99 1.404.336,40 1.514.130,05 1.585.292,32 1.377.195,35 1.388.090,70 1.456.385,71 1.442.984,60 1.506.124,40 1.577.171,30 1.656.516,80 1.750.815,20 1.847.126,70 1.964.327,30 2.082.456,10 2.178.850,40 2.314.458,80 2.464.566,10 2.613.180,68 2.758.975,55
Investasi Swasta Konsumsi Pemerintah (miliar Rp) (miliar Rp) 3.318,99 9.428,90 3.994,22 11.951,50 5.439,78 13.559,30 13.449,56 17.481,00 23.333,34 20.739,00 32.536,61 24.331,00 76.514,05 29.998,00 58.570,97 30.227,00 50.607,52 33.605,00 56.631,08 40.290,00 105.482,56 44.069,00 161.976,13 50.435,00 172.041,73 62.561,00 277.194,03 89.610,00 169.593,18 147.717,00 130.873,26 156.800,00 240.365,30 161.400,00 215.397,36 218.900,00 112.822,15 189.300,00 160.283,75 190.300,00 132.639,74 237.700,00 118.318,13 267.008,00 74.700,94 325.189,00 132.361,58 348.435,00 183.205,23 532.514,00 139.462,78 440.202,00 206.413,57 526.765,00 252.595,47 652.291,70 329.722,65 681.819,00 476.969,31 729.059,63
Pendidikan (miliar Rp) 1.021,70 1.314,00 839,00 463,00 370,00 1.683,00 2.065,00 2.503,00 3.002,00 3.565,00 3.061,00 3.359,00 3.970,00 4.677,00 8.368,00 8.381,00 5.397,00 9.701,00 11.307,00 15.058,00 15.339,00 25.987,00 43.287,00 54.067,00 61.410,00 89.918,00 84.086,00 91.483,00 103.667,00 118.467,00
Sumber : BPS, Statistik Indonesia dalam angka dalam berbagai edisi (diolah)
94
LAMPIRAN 2. DESKRIPSI DATA
PDB
KONSUMSI PEMERINTAH
INVESTASI SWASTA
PENDIDIKAN
Laju Pertumbuhan Ekonomi
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1499469. 1449685. 2758976. 649837.5 582950.1 0.460777 2.427559
209456.2 152258.5 729059.6 9428.900 222111.6 1.074801 2.929786
137227.2 131617.4 476969.3 3318.991 107409.6 1.103071 4.574018
25927.19 6882.500 118467.0 370.0000 36357.25 1.356450 3.344272
0.053840 0.059891 0.090847 -0.131267 0.039237 -3.622313 17.84274
Jarque-Bera Probability
1.471188 0.479221
5.782146 0.055517
9.180747 0.010149
9.347937 0.009335
340.9893 0.000000
Sum Sum Sq. Dev.
44984078 9.86E+12
6283686. 1.43E+12
4116815. 3.35E+11
777815.7 3.83E+10
1.615188 0.044647
30
30
30
Observations 30 30 Sumber : hasil olahan software Eviews.
95
LAMPIRAN 3. PDB MENURUT LAPANGAN USAHA
Tahun
Pertanian
Pertambangan dan penggalian
1984
24%
19%
13%
Listrik, gas dan air bersih 1%
1985
24%
17%
13%
1%
6%
16%
6%
10%
8%
1986
22%
18%
16%
0%
5%
15%
5%
10%
8%
1987
21%
17%
17%
1%
5%
15%
5%
10%
8%
1988
21%
16%
18%
1%
5%
16%
5%
10%
8%
1989
20%
16%
18%
1%
5%
16%
5%
10%
8%
1990
19%
15%
19%
1%
6%
16%
6%
10%
8%
1991
18%
16%
20%
1%
6%
16%
6%
10%
7%
1992
18%
14%
20%
1%
6%
16%
6%
11%
7%
1993
18%
14%
21%
1%
7%
16%
6%
11%
7%
1994
17%
9%
23%
1%
7%
17%
7%
9%
10%
1995
16%
9%
24%
1%
8%
17%
7%
9%
9%
1996
15%
9%
25%
1%
8%
17%
7%
9%
9%
1997
15%
9%
25%
1%
8%
17%
7%
9%
9%
1998
17%
10%
25%
2%
6%
16%
7%
8%
10%
1999
17%
10%
26%
2%
6%
16%
7%
7%
10%
2000
17%
10%
26%
2%
6%
16%
7%
7%
10%
2001
16%
12%
28%
1%
6%
16%
5%
9%
9%
2002
15%
11%
28%
1%
6%
16%
5%
9%
9%
2003
15%
11%
28%
1%
6%
16%
5%
9%
9%
2004
15%
10%
30%
1%
5%
16%
6%
9%
9%
2005
15%
9%
28%
1%
6%
17%
6%
9%
9%
2006
14%
9%
28%
1%
6%
17%
7%
9%
9%
2007
14%
9%
27%
1%
6%
17%
7%
9%
9%
2008
14%
8%
27%
1%
6%
17%
8%
10%
9%
2009
14%
8%
26%
1%
6%
17%
9%
10%
9%
2010
13%
8%
26%
1%
6%
17%
9%
10%
9%
2011
13%
8%
26%
1%
6%
18%
10%
10%
9%
2012
14%
10%
26%
1%
10%
14%
11%
5%
9%
2013
14%
10%
23%
1%
10%
15%
12%
6%
10%
Industri pengolahan
Bangunan
Perdagangan, restoran dan hotel
Pengangkutan dan komunikasi
6%
16%
6%
Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 10%
Jasajasa 8%
96
LAMPIRAN 4. PENGELUARAN RUTIN Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Belanja pegawai 32% 34% 32% 26% 24% 25% 24% 27% 28% 29% 30% 29% 23% 19% 17% 47% 18% 18% 21% 25% 22% 19% 22% 26% 20% 27% 27% 25% 25% 25%
Belanja barang 13% 11% 10% 8% 7% 7% 6% 8% 8% 8% 10% 10% 13% 10% 7% 13% 6% 5% 7% 8% 7% 11% 15% 16% 10% 17% 18% 18% 18% 22%
Subsidi daerah otonom 20% 21% 20% 16% 15% 15% 14% 16% 16% 18% 17% 16% 15% 12% 10% 7% 39% 35% 23% 23% 39% 41% 29% 28% 47% 29% 35% 43% 44% 38%
Bunga dan cicilan hutang 29% 28% 37% 47% 53% 49% 45% 44% 45% 45% 43% 38% 44% 35% 38% 29% 31% 40% 47% 35% 26% 19% 22% 22% 16% 20% 16% 13% 13% 12%
Lainlain 6% 6% 1% 3% 1% 4% 12% 5% 4% 1% 0% 7% 5% 24% 29% 4% 6% 3% 2% 8% 6% 10% 12% 8% 8% 8% 4% 1% 1% 2%
Total 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
97
LAMPIRAN 5. INVESTASI SWASTA Tahun Penanaman Modal Asing 1984 35% 1985 -4% 1986 24% 1987 15% 1988 33% 1989 33% 1990 22% 1991 30% 1992 42% 1993 30% 1994 49% 1995 57% 1996 41% 1997 57% 1998 64% 1999 59% 2000 62% 2001 73% 2002 78% 2003 70% 2004 72% 2005 74% 2006 72% 2007 74% 2008 89% 2009 73% 2010 71% 2011 70% 2012 72% 2013 73%
Penanaman Modal dalam Negeri 65% 104% 76% 85% 67% 67% 78% 70% 58% 70% 51% 43% 59% 43% 36% 41% 38% 27% 22% 30% 28% 26% 28% 26% 11% 27% 29% 30% 28% 27%
98
LAMPIRAN 6. MODAL INSANI (PENGELUARAN SEKTOR PENDIDIKAN) Tahun
Pendidikan (dalam Miliar Rp)
1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
1021,7 1314 838,8 463 370 421 2065 2503 3062 3565 3061 3359 3970 4677 8368 8381 5397 9701 11307 15058 15339 25987 43287 54067 64029 89918 84086 91483 103667 118647
Total pengeluaran (dalam Miliar Rp) 6543,2 7369,7 4537,3 5054 4301 5412 16225 19998 22912 25227 27398 30783 34503 38928 92683 82448 41606 43987 52299 65130 70871 266220 427598 504776 573431 716376 725243 836578 964997 1154381
Pendidikan terhadap total pengeluaran (dalam Miliar Rp) 16% 18% 18% 9% 9% 8% 13% 13% 13% 14% 11% 11% 12% 12% 9% 10% 13% 22% 22% 23% 22% 10% 10% 11% 11% 13% 12% 11% 11% 10%
99
LAMPIRAN 7. HASIL UJI STASIONERITAS
Null Hypothesis: PDB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.133296 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.0033
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: KONSUMSI_PEMERINTAH has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
0.699134 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.9899
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: INVESTASI_SWASTA has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-1.762334 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.3908
100
Null Hypothesis: PENDIDIKAN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
1.268292 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.9978
t-Statistic
Prob.*
-4.088057 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.0166
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: PDB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: KONSUMSI_PEMERINTAH has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-2.841445 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.1950
101
Null Hypothesis: INVESTASI_SWASTA has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.194522 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.4748
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: PENDIDIKAN has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.076536 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.9160
t-Statistic
Prob.*
-2.377371 -2.647120 -1.952910 -1.610011
0.0192
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: PDB has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
102
Null Hypothesis: KONSUMSI_PEMERINTAH has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
2.526154 -2.650145 -1.953381 -1.609798
0.9961
t-Statistic
Prob.*
-0.017765 -2.647120 -1.952910 -1.610011
0.6686
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: INVESTASI_SWASTA has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: PENDIDIKAN has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
2.548324 -2.647120 -1.952910 -1.610011
0.9963
103
LAMPIRAN 8. HASIL UJI INTEGRASI Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.361010 -3.699871 -2.976263 -2.627420
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-9.057559 -3.711457 -2.981038 -2.629906
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PDB,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(KONSUMSI_PEMERINTAH) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-7.922567 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0000
104
Null Hypothesis: D(KONSUMSI_PEMERINTAH,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 5 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.477210 -3.769597 -3.004861 -2.642242
0.0021
t-Statistic
Prob.*
-5.938235 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(INVESTASI_SWASTA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(INVESTASI_SWASTA,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-8.939364 -3.711457 -2.981038 -2.629906
0.0000
105
Null Hypothesis: D(PENDIDIKAN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.021485 -3.689194 -2.971853 -2.625121
0.0004
t-Statistic
Prob.*
-4.183610 -3.788030 -3.012363 -2.646119
0.0042
t-Statistic
Prob.*
-6.264002 -4.339330 -3.587527 -3.229230
0.0001
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PENDIDIKAN,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 6 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
106
Null Hypothesis: D(PDB,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.847284 -4.356068 -3.595026 -3.233456
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(KONSUMSI_PEMERINTAH) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 5 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.880489 -4.416345 -3.622033 -3.248592
0.0037
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(KONSUMSI_PEMERINTAH,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 5 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.336692 -4.440739 -3.632896 -3.254671
0.0124
107
Null Hypothesis: D(INVESTASI_SWASTA) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.812885 -4.323979 -3.580623 -3.225334
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(INVESTASI_SWASTA,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.825050 -4.356068 -3.595026 -3.233456
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-5.916141 -4.323979 -3.580623 -3.225334
0.0002
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PENDIDIKAN) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
108
Null Hypothesis: D(PENDIDIKAN,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 6 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.469875 -4.467895 -3.644963 -3.261452
0.0100
t-Statistic
Prob.*
-6.493808 -2.653401 -1.953858 -1.609571
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-9.256202 -2.656915 -1.954414 -1.609329
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PDB,2) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
109
Null Hypothesis: D(KONSUMSI_PEMERINTAH) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.633875 -2.650145 -1.953381 -1.609798
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(KONSUMSI_PEMERINTAH,2) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 5 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.477150 -2.674290 -1.957204 -1.608175
0.0001
t-Statistic
Prob.*
-5.832338 -2.650145 -1.953381 -1.609798
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(INVESTASI_SWASTA) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
110
Null Hypothesis: D(INVESTASI_SWASTA,2) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.103446 -2.656915 -1.954414 -1.609329
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-4.268439 -2.650145 -1.953381 -1.609798
0.0001
t-Statistic
Prob.*
-7.275483 -2.656915 -1.954414 -1.609329
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PENDIDIKAN) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PENDIDIKAN,2) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
111
LAMPIRAN 9. HASIL UJI KOINTEGRASI
Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.115484 -3.679322 -2.967767 -2.622989
0.0003
t-Statistic
Prob.*
-5.024900 -4.309824 -3.574244 -3.221728
0.0018
t-Statistic
Prob.*
-5.209097 -2.647120 -1.952910 -1.610011
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: ECT has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=7)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
112
LAMPIRAN 10. HASIL ESTIMASI JANGKA PANJANG DAN PENDEK Dependent Variable: D(PDB) Method: Least Squares Date: 06/15/16 Time: 13:44 Sample (adjusted): 1985 2013 Included observations: 29 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(KONSUMSI_PEMERINTAH) D(INVESTASI_SWASTA) D(PENDIDIKAN) KONSUMSI_PEMERINTAH(-1) INVESTASI_SWASTA(-1) PENDIDIKAN(-1) ECT(-1)
0.007289 -0.537272 0.217101 -4.326736 0.741673 -0.461451 -3.468448 -0.843130
0.014393 0.314819 0.248958 3.137284 0.315687 0.204944 1.714471 0.190024
0.506412 -1.706608 0.872036 -1.379134 2.349393 -2.251600 -2.023042 -4.436962
0.6178 0.1026 0.3930 0.1824 0.0287 0.0352 0.0560 0.0002
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.704637 0.606183 0.034394 0.024842 61.25729 7.156998 0.000197
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.000179 0.054807 -3.672917 -3.295732 -3.554787 2.191152
113
LAMPIRAN 11. UJI NORMALITAS 20
Series: Residuals Sample 1984 2013 Observations 30
16
12
8
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4.55e-19 0.005552 0.053687 -0.170226 0.039114 -2.792537 13.18366
Jarque-Bera Probability
168.6250 0.000000
0 -0.15
-0.10
-0.05
0.00
0.05
LAMPIRAN 12. UJI MULTIKOLINEARITAS Variance Inflation Factors Date: 06/15/16 Time: 13:50 Sample: 1984 2013 Included observations: 30
Variable
Coefficient Variance
Uncentered VIF
Centered VIF
C KONSUMSI_PEMERINTAH INVESTASI_SWASTA PENDIDIKAN
0.000247 0.071856 0.038057 2.229851
4.347046 24.26596 5.863021 13.91268
NA 9.230251 1.494987 7.955543
114
LAMPIRAN 13. UJI AUTOKORELASI
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.449320 1.082758
Prob. F(2,24) Prob. Chi-Square(2)
0.6433 0.5819
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/15/16 Time: 13:49 Sample: 1984 2013 Included observations: 30 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C KONSUMSI_PEMERINTA H INVESTASI_SWASTA PENDIDIKAN RESID(-1) RESID(-2)
0.002465
0.016279
0.151424
0.8809
-0.033640 -0.024654 0.254062 0.017523 -0.196931
0.286123 0.204922 1.604463 0.208247 0.208705
-0.117571 -0.120308 0.158347 0.084144 -0.943585
0.9074 0.9052 0.8755 0.9336 0.3548
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.036092 -0.164722 0.042213 0.042766 55.73006 0.179728 0.967566
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
4.55E-19 0.039114 -3.315338 -3.035098 -3.225687 2.018185
115
LAMPIRAN 14. UJI HETEROSKEDASTISITAS
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.304580 3.616194 16.54641
Prob. F(9,20) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9)
0.9645 0.9348 0.0563
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/15/16 Time: 13:49 Sample: 1984 2013 Included observations: 30 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C KONSUMSI_PEMERINTAH^2 KONSUMSI_PEMERINTAH*INVESTASI_SW ASTA KONSUMSI_PEMERINTAH*PENDIDIKAN KONSUMSI_PEMERINTAH INVESTASI_SWASTA^2 INVESTASI_SWASTA*PENDIDIKAN INVESTASI_SWASTA PENDIDIKAN^2 PENDIDIKAN
-0.001185 -1.616465
0.003672 1.663850
-0.322673 -0.971521
0.7503 0.3429
1.361727 14.36672 0.096790 -0.472219 -6.949021 0.029963 -29.89698 -0.505787
1.464034 16.64225 0.231647 0.645696 7.758058 0.097398 40.93922 1.706675
0.930120 0.863268 0.417834 -0.731332 -0.895717 0.307634 -0.730277 -0.296358
0.3634 0.3982 0.6805 0.4731 0.3811 0.7615 0.4737 0.7700
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.120540 -0.275217 0.005929 0.000703 117.3508 0.304580 0.964452
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.001479 0.005250 -7.156718 -6.689652 -7.007300 2.070707