ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMILIHAN MEREK TEH DALAM BOTOL OLEH PEDAGANG KAKI LIMA (Kasus Di Kota Bogor)
Oleh: WAHYU PURBIANTORO
A 14103605
PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
WAHYU PURBIANTORO. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Pedagang Kaki Lima (Kasus Di Kota Bogor). Di bawah bimbingan RATNA WINANDI. Industri teh siap saji khususnya teh dalam botol merupakan industri yang potensial untuk dikembangkan. Jumlah penduduk yang besar, konsumsi yang masih rendah dan selera masyarakat Indonesia yang lebih gemar mengkonsumsi minuman teh daripada minuman berkarbonasi namun belum memiliki preferensi yang dominan terhadap merek minuman teh tertentu khususnya teh dalam botol mendorong munculnya pengikut pasar, yaitu PT Coca Cola Amatil Indonesia (Frestea) dan PT Pepsi-Cola Indobeverage (TeKita) dalam industri ini. Sulitnya menyakinkan pedagang kaki lima untuk menjual Frestea dan TeKita menjadi masalah kurangnya ketersediaan produk tersebut di gerai-gerai mereka. Artinya, ada faktor yang mempengaruhi keputusan pedagang kaki lima dalam menentukan pilihan terhadap merek-merek teh dalam botol yang akan mereka jual. Pilihan terhadap merek teh dalam botol tertentu akan dilakukan oleh pedagang kaki lima selama memberikan nilai positif dalam arus penerimaan sebab dalam setiap kegiatannya pedagang kaki lima akan selalu berusaha untuk memaksimalkan keuntungan, berbeda dengan konsumen akhir yang berupaya memaksimalkan utilitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis preferensi pedagang kaki lima terhadap merek teh dalam botol dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pedagang kaki lima dalam menentukan pilihan terhadap merek teh dalam botol yang akan dijualnya. Penelitian dilakukan di Kota Bogor, menggunakan quota sampling untuk menentukan besar responden, yaitu 50 responden (25 responden di jalan utama dan 25 responden di luar jalan utama) di mana purpusive sampling digunakan sebagai dasar prosedur pencarian responden. Hasil survey menunjukkan bahwa karakteristik responden pada umumnya adalah laki-laki (92 persen), berusia antara 36-40 tahun (32 persen) dengan tingkat pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama (52 persen). Sementara berdasarkan lokasi usaha untuk setiap jenis kelamin, responden laki-laki lebih banyak berjualan di sekitar jalan utama (52 persen), sementara responden perempuan lebih memilih berjualan di luar jalan utama (75 persen). Dari segi pendapatan, responden dengan tingkat pendapatan bersih 500 ribu rupiah sampai dengan satu juta rupiah memiliki jumlah paling banyak (40 responden) di mana 22 responden di dalamnya berjualan di sekitar jalan utama. Hasil survey juga menunjukkan bahwa responden tidak hanya menjual satu merek teh dalam botol saja, responden menjual dua sampai dengan empat merek teh dalam botol (kombinasi dari Teh Botol Sosro, Fruit Tea, Frestea, dan TeKita). Dari tiga kelompok kombinasi yang ada, kombinasi tiga merek teh dalam botol merupakan kombinasi yang paling banyak dipilih responden (46 persen), sementara berdasarkan jenis kombinasi merek teh dalam botol yang dijual responden Teh Botol Sosro, Fruit Tea, dan Frestea merupakan jenis kombinasi merek teh dalam botol yang paling banyak dijual oleh responden (36 persen).
Secara keseluruhan rata-rata volume penjualan teh dalam botol yang dilakukan responden mencapai 4,65 krat per minggu. Teh Botol Sosro memiliki rata-rata volume penjualan tertinggi, yakni 2,31 krat per minggu dan Fruit Tea memiliki rata rata volume penjualan terendah, yakni 1,01 krat per minggu. Sementara untuk memperoleh teh dalam botol, keseluruhan responden melakukan pembelian langsung dari agen dengan frekuensi pembelian berkisar antara satu sampai dengan tiga kali dalam seminggu. Hasil analisis preferensi responden terhadap merek teh dalam botol dengan menggunakan metode pengurutan peringkat (rank-order) dan statistik deskriptif menunjukkan bahwa urutan preferensi responden terhadap merek teh dalam botol menggambarkan urutan prioritas pemilihan merek teh dalam botol yang dilakukan responden, dimulai dari Teh Botol Sosro diikuti Frestea, Fruit Tea dan terakhir TeKita. Prioritas pemilihan merek tersebut merupakan preferensi nyata bagi responden karena tidak berbeda dengan realisasi pembelian merek teh dalam botol yang dilakukan responden. Hasil analisis faktor terhadap variabel yang diduga mempengaruhi pemilihan merek teh dalam botol oleh responden, membentuk tiga faktor yaitu (1) faktor keunggulan produk terdiri atas variabel perputaran produk, potensi laba, harga beli produk, dan permintaan konsumen; (2) faktor internal perusahaan terdiri atas dukungan promosi, pemerolehan peti pendingin, ketersediaan produk, dan mekanisme pengembalian botol; dan (3) faktor eksternal perusahaan terdiri atas variabel pengaruh agen, citra produsen, mulai berjualan merek teh dalam botol tertentu, dan hubungan dengan agen. Faktor keunggulan produk merupakan faktor yang paling penting, sementara variabel perputaran produk merupakan variabel yang paling dipertimbangkan oleh responden. Hasil analisis diskriminan menunjukkan perbedaan yang nyata antara responden yang menjual dua merek teh dalam botol, dengan responden yang menjual tiga merek dan empat merek teh dalam botol dalam menentukan pilihan terhadap merek teh dalam botol yang akan dijualnya. Variabel yang membedakan perilaku tersebut adalah variabel ketersediaan produk, pemerolehan peti pendingin, permintaan konsumen, potensi laba, dan pengaruh agen. Variabel pemerolehan peti pendingin merupakan variabel yang paling membedakan perilaku keputusan pemilihan merek teh dalam botol di antara tiga grup responden tersebut. Pihak produsen dalam memasarkan produknya diharapkan lebih fokus terhadap variabel yang membedakan perilaku keputusan pemilihan merek teh dalam botol di antara tiga grup pedagang kaki lima, yaitu variabel ketersediaan produk, permintaan konsumen, potensi laba, pengaruh agen dan khususnya variabel pemerolehan peti pendingin. Usaha-usaha untuk memperbaiki strategi promosi melalui penurunan harga beli produk sebaiknya tidak perlu dilakukan, mengingat kedua variabel tidak berada dalam satu faktor. Lebih baik dana promosi dialihkan untuk pemberian peti pendingin gratis pada pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima dalam usahanya untuk memaksimalkan laba, hendaknya lebih memilih merek teh dalam botol yang memiliki faktor keunggulan yang lebih baik. Pilihan terhadap merek teh dalam botol yang memiliki permintaan konsumen tinggi mendorong perputaran produk yang cepat ditunjang dengan harga beli yang lebih rendah maka potensi untuk mendapatkan laba akan lebih tinggi.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMILIHAN MEREK TEH DALAM BOTOL OLEH PEDAGANG KAKI LIMA (Kasus Di Kota Bogor)
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh: WAHYU PURBIANTORO A 14103605
PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Pedagang Kaki Lima (Kasus Di Kota Bogor)
Nama
: Wahyu Purbiantoro
NRP
: A 14103605
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS. NIP. 130 687 506
Mengetahui: Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M. Agr. NIP. 130 422 689
Tanggal Lulus Ujian: 08 Januari 2007
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMILIHAN MEREK TEH DALAM BOTOL OLEH PEDAGANG KAKI LIMA (KASUS DI KOTA BOGOR) ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG DIBUAT DENGAN SEBENAR-BENARNYA DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2007
Wahyu Purbiantoro A 14103605
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 15 Februari 1982 sebagi putra pertama dari tiga bersaudara keluarga Bapak Djoko Purwanto dan Ibu Sri Wahyuni. Penulis memulai jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1 Pacitan pada tahun 1988 dan menamatkan pada tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pacitan dan menamatkan pada tahun 1997. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Pacitan pada tahun 2000. Penulis diterima sebagai mahasiswa DIII Program Studi Perlindungan Hutan, Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2000 dan menamatkan pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi dan Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Berkat karunia-Nya, skripsi ini dapat selesai dengan segala kekurangannya karena kesempurnaan milik-Nya semata. Skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Pedagang Kaki Lima (Kasus Di Kota Bogor)” ini merupakan prasyarat dalam meraih gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini memuat serangkaian analisis yang memungkinkan diketahuinya preferensi pedagang kaki lima terhadap merek dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Diketahuinya hal tersebut, diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi perusahaan yang memproduksi teh dalam botol untuk mengevaluasi kebijakan dalam menjalankan strategi pemasaran produknya, sementara bagi pedagang kaki lima dapat digunakan untuk menentukan merek teh dalam botol yang akan dijualnya. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, karenanya penulis hanya berharap semoga tulisan kecil ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2007
Wahyu Purbiantoro A 14103605
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi ini akhirnya dapat selesai. Penulis menyadari bahwa karya kecil ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing. Suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis dapat dibimbing atas prinsip perfeksionis dengan dasar pemikiran logis. 2. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen evaluator kolokium dengan segala masukannya yang berharga. 3. Febriantina Dewi, SE, MM selaku dosen penguji dengan segala kritik dan masukannya yang berharga. 4. Dra. Yusalina, Msi selaku dosen komisi pendidikan dengan segala masukannya dari sisi penulisan. 5. Orangtuaku dan adik-adikku (Didit dan Rani) tercinta. Doa dan dukungannya yang ikhlas tak putus menjadikanku tegar menghadapi tantangan. 6. Kasihku tercinta (Riny) atas doa, kebersamaan dan dukungannya selama ini. 7. Teman-teman semua (Hendri, Apip, Yusal, Dori, Wachizin, Rudi, Siska, Tyas, Umy, dan lain-lain) untuk bantuan dan debat yang kita lakukan tiap malam. Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan yang sesuai pada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan. Bogor, Januari 2007
Wahyu Purbiantoro A 14103605
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I.
PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
BAB II.
vii x xi xii
Latar Belakang........................................................................ Perumusan Masalah ................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................. Batasan Penelitian...................................................................
11 77 99 99 10
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6.
Definisi Minuman Ringan ...................................................... Sejarah Singkat Teh Dalam Botol .......................................... Konsep Pemasaran.................................................................. Roda Bisnis Eceran (The Wheel of Retailing) ........................ Konsep Perilaku Pembelian Bisnis......................................... Studi Terdahulu ...................................................................... 2.6.1. Studi Mengenai Preferensi.......................................... 2.6.2. Studi Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Pengecer............................... 2.6.3. Studi Mengenai Teh Dalam Botol ............................... 2.6.4. Studi Mengenai Pola Kerja dan Usaha Pedagang Kaki Lima............................................................................. 2.7. Keterkaitan Studi Terdahulu dengan Penelitian yang akan Dilakukan................................................................................
11 15 16 17 18 20 20 23 25 28 30
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis.................................................. 3.1.1. Pemasaran Eceran ........................................................ 3.1.1.1. Fungsi Pemasaran........................................... 3.1.1.2. Kebutuhan dan Pemenuhannya ...................... 3.1.1.3. Pengecer Sebagai Matarantai Perdagangan ... 3.1.2. Pedagang Kaki Lima .................................................... 3.1.2.1. Pengertian, Karakteristik, dan Permasalahan Pedagang Kaki Lima ...................................... 3.1.2.2. Aspek Ekonomi, Pedagang Kaki Lima Sebagai Pembeli Bisnis .................................. 3.1.2.3. Aspek Manajemen, Perilaku PKL Sebagai Pembeli Bisnis ................................................ 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...........................................
31 31 31 32 33 35 35 36 37 39
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Pengambilan Data.................... 4.2. Jenis dan Sumber Data............................................................ 4.3. Penentuan dan Prosedur Pencarian Responden ...................... 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................... 4.4.1. Metode Pengurutan Peringkat (Rank-Order) ............... 4.4.2. Statistik Deskriptif ....................................................... 4.4.3. Analisis Faktor ............................................................. 4.4.4. Analisis Diskriminan.................................................... 4.6. Definisi Operasional ............................................................... BAB V.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN
42 42 42 44 44 45 45 52 53
DAN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian....................................... 5.1.1. Letak Geografis Kota Bogor ........................................ 5.1.2. Wilayah Administrasi Kota Bogor............................... 5.1.3. Kondisi Demografis Kota Bogor ................................. 5.2. Karakteristik Umum Responden............................................. 5.2.1. Komposisi Jenis Kelamin Responden.......................... 5.2.2. Komposisi Usia Responden ......................................... 5.2.3. Komposisi Tingkat Pendidikan Terakhir Responden .. 5.2.4. Lokasi Usaha Responden ............................................. 5.2.5. Sebaran Tingkat Pendapatan Bersih Responden.......... 5.2.6. Banyak, Jenis Kombinasi Merek Teh Dalam Botol dan Hubungannya dengan Pendapatan Bersih Responden .................................................................. 5.2.7. Rata-Rata Volume Penjualan dan Freuensi Pembelian Teh Dalam Botol ..........................................................
57 57 57 58 58 59 59 61 62 63
64 66
BAB VI. PREFERENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN MEREK TEH DALAM BOTOL 6.1. Preferensi Responden Terhadap Merek Teh Dalam Botol ..... 6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Teh Dalam Botol ....................................................................................... 6.2.1. Analisis Faktor ............................................................. 6.2.1.1. Menilai Variabel yang Layak.......................... 6.2.1.2. Factoring dan Rotasi....................................... 6.2.1.3. Penamaan dan Intepretasi Faktor yang Terbentuk ........................................................ 6.2.1.4. Validasi Faktor yang Terbentuk...................... 6.2.2. Analisis Diskriminan.................................................... 6.2.2.1. Uji Variabel..................................................... 6.2.2.2. Variabel yang Membentuk Fungsi Diskriminan ....................................................
69 71 71 71 73 77 79 81 81 82
viii
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ............................................................................. 7.2. Saran ....................................................................................... 7.2.1. Bagi Perusahaan Perusahaan Di Industri Teh Dalam Botol............................................................................. 7.2.2. Bagi Pedagang Kaki Lima yang Menjual Teh Dalam Botol.............................................................................
84 85 85 85
DAFTAR PUSTAKA
86
LAMPIRAN
89
ix
DAFTAR TABEL
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17 18
Halaman Perbandingan Harga Teh Siap Saji Ditingkat Agen Berdasarkan Jenis Kemasan yang Digunakan .......................................................... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Bisnis Pedagang Eceran dan Pedagang Besar ................................................................. Jumlah Responden Berdasarkan Lokasi Usaha ................................... Jumlah Penduduk Kota Bogor per Kecamatan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006............................................................................ Komposisi Banyak Kombinasi Merek dan Jenis Kombinasi Merek Teh Dalam Botol yang Dijual Responden ........................................... Rata-Rata Volume Penjualan Teh Dalam Botol oleh Responden........ Komposisi Responden Terhadap Frekuensi Pembelian Teh Dalam Botol..................................................................................................... Urutan Preferensi Responden Terhadap Merek Teh Dalam Botol ...... Realisasi Pilihan Responden Terhadap Merek Teh Dalam Botol........ Pengujian Variabel yang Mempengaruhi Pemilihan Merek Teh Dalam Boto oleh Responden................................................................ Angka Communalities Variabel yang Mempengaruhi Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Responden............................................ Angka Eigenvalues (Total Variance Explained) Variabel yang Mempengaruhi Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Responden . Distribusi dan Angka Factor Loadings Variabel yang Mempengaruhi Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Responden Setelah Proses Rotasi ................................................................................................... Hasil Pengujian Ketepatan Faktor yang Terbentuk dengan Menggunakan Component Transformation Matrix ............................. Hasil Pengujian Kestabilan (Validasi) Faktor yang Terbentuk............ Tests of Equality of Group Means........................................................ Wilk’s Lambda dalam Stepwise Statistics ............................................ Structure Matrix pada Summary of Canonical Discriminant Functions..............................................................................................
3 38 43 58 65 67 68 70 70 72 74 75
76 77 80 81 83 83
x
DAFTAR GAMBAR
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Halaman Konsumsi Minuman Dalam Kemasan di Indonesia, 2003................... Komposisi Pangsa Pasar Minuman Dalam Kemasan di Indonesia, 2005...................................................................................................... Komposisi Pangsa Pasar Teh Dalam Botol di Indonesia, 2005 ........... Komposisi Distribusi Penjualan Minuman Dalam Botol di Indonesia, 2004...................................................................................................... Faktor Penentu Nilai yang Diserahkan kepada Pelanggan .................. Pengaruh Utama Terhadap Perilaku Pembelian Industrial .................. Saluran Pemasaran Barang Konsumsi ................................................. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian.................... Komposisi Jenis Kelamin Responden.................................................. Komposisi Kelompok Usia untuk Setiap Jenis Kelamin Responden .. Komposisi Tingkat Pendidikan Terakhir untuk Setiap Jenis Kelamin Responden ............................................................................................ Komposisi Lokasi Usaha untuk Setiap Jenis Kelamin Responden...... Sebaran Tingkat Pendapatan Bersih Responden untuk Setiap Lokasi Usaha.................................................................................................... Sebaran Tingkat Pendapatan Bersih Responden untuk Setiap Kombinasi Merek Teh Dalam Botol ....................................................
11 22 44 56 17 20 34 41 59 60 62 62 63 66
xi
DAFTAR LAMPIRAN No. 1 2 3 4 5
Halaman Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Usia, 2000 ....... Komposisi Responden Terhadap Frekuensi Pembelian Berdasarkan Banyak Kombinasi Merek TDB yang Dijual....................................... Urutan Sikap Responden Terhadap Teh Dalam Botol......................... Output Analisis Faktor ......................................................................... Output Analisis Diskriminan................................................................
89 90 91 92 101
xii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Industri minuman dalam kemasan di masa depan mempunyai potensi sangat besar untuk dikembangkan. Pasar dalam negeri Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial, mengingat jumlah penduduk Indonesia mencapai 206,3 juta jiwa (Lampiran 1) dengan pertumbuhan populasi 1,2 persen per tahun 1 , sementara tingkat konsumsi minuman dalam kemasan (air minum dalam kemasan, minuman berkabonasi, teh siap saji dan lainnya) baru sekitar 8.100 juta liter 2 (Gambar 1). Angka ini kurang-lebih sama dengan Filipina yang jumlah penduduknya jauh lebih sedikit 3 . 9.000
8.100
Konsumsi (juta liter)
8.000
7.100
7.000 6.000
5.400
5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0 2001
2002
2003
Tahun
Gambar 1. Konsumsi Minuman Dalam Kemasan di Indonesia, 2003 Sumber: Hendri Ma’aruf, 2006
Teh siap saji merupakan kategori produk minuman dalam kemasan yang mengalami pertumbuhan volume yang cukup signifikan selama tahun 2005, yaitu
1
Badan Pusat Statistik. 2006. Sensus Penduduk, 2000. www.bps.go.id Hendri Ma’ruf. 2006. Pemasaran Ritel. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 3 Taufik Hidayat. 2005. Kiat Pemain Carbonated Softdrink−CSD Menaklukkan Pasar. www.swa.co.id/swamajalah, 04 Agustus. 2
sebesar enam persen, meningkat satu persen dari tahun sebelumnya 4 . Pertumbuhan volume teh siap saji tersebut diramalkan terus meningkat, mengingat tingkat konsumsi teh di Indonesia selama tahun 2004 masih rendah, yaitu 288 gram per kapita per tahun. Diperkirakan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan manfaat minum teh bagi kesehatan, meningkatnya daya beli masyarakat dan adanya berbagai promosi baik promosi generik dari Food and Agriculture Organization maupun promosi merek dari para produsen teh, maka konsumsi teh di Indonesia akan mengalami peningkatan lebih dari 200 persen, yaitu mencapai sekitar 600 gram per kapita per tahun 5 . Di Indonesia Teh Dalam Botol (TDB) merupakan salah satu jenis teh siap saji yang populer. Pangsa pasar TDB mencapai 30 persen dari total pasar minuman dalam kemasan di Indonesia, lebih besar dari pangsa pasar minuman berkarbonasi yang mencapai 20 persen 6 . Selengkapnya mengenai komposisi pangsa pasar minuman dalam kemasan di Indonesia ditunjukkan Gambar 2.
10%
20%
40%
Air Minum Dalam Kemasan T eh Dalam Botol Minuman Berkarbonasi Lain-lain
30%
Gambar 2. Komposisi Pangsa Pasar Minuman Dalam Kemasan di Indonesia, 2005 Sumber: Harmanto Edy Djatmiko, 2005
4
Euromonitor International. 2005. Report Summary: RTD Tea in Indonesia, 2005. www.euromonitor.com. Direkrorat Pengembangan Perkebunan. 2005. Pengembangan Pasar dan Prospek Komoditas. www.deptan.go.id. 22 januari. 6 Harmanto Edy Djatmiko. 2005. Pada Mulanya adalah Botol. www.swa.co.id/swamajalah, 12 Mei. 5
2
Populernya TDB dibandingkan jenis teh siap saji lainnya, misalnya teh siap saji yang menggunakan kemasan kotak, tetrapack, kaleng, dan poliester berketabahan tinggi (PET) karena harga TDB lebih murah 7 (Tabel 1). Hasil riset Lembaga Penyidikan Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan elastisitas harga minuman ringan terhadap permintaan sebesar -1,19, artinya kenaikan harga sebesar satu persen menyebabkan kuantitas minuman ringan yang diminta turun sebanyak 1,19 persen 8 . Tabel 1. Perbandingan Harga Teh Siap Saji di Tingkat Agen Berdasarkan Jenis Kemasan yang Digunakan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Nama Produk Freshtea TeKita* Teh Botol Sosro Fruit Tea Botol S-Tea Botol Teh Botol Kotak 200 Teh Botol Kotak 250 Fruit Tea Tetrapack Fruit Tea Kaleng Fruit Tea PET 24 Fruit Tea PET 12
Harga di Tingkat Agen per Krat atau Karton (Rp)
Volume per Botol, Pack atau Kaleng (ml)
25.000,00 22.000,00 23.900,00 24.900,00 21.800,00 31.000,00 33.500,00 31.000,00 56.000,00 75.000,00 38.750,00
220 300 220 235 318 200 250 200 318 500 500
* mendapat potongan Rp 750,00/krat bila membeli sebanyak 15 krat dan potongan sebesar Rp 900,00/krat bila membeli sebanyak 20 krat Sumber: PT. Pepsi-Cola Indobeverage, 2006; Coca Cola Bottling, 2006 ; PT. Sinar Sosro, 2006
Di Indonesia pengikut pasar (market follower) di industri TDB masih minim, meskipun prospek pasar yang ditawarkan begitu besar. Saat ini ada tiga perusahaan yang menguasai industri TDB (struktur pasar oligopoli), yaitu PT Sinar Sosro (Teh Botol Sosro (TBS), Fruit Tea, dan S-tee) sebagai pemimpin pasar (market leader), disusul PT Coca Cola Amatil Indonesia (Frestea) kemudian 7
PT. Pepsi Cola Indobeverage. 2006. Penawaran Harga Produk. PT. Pepsi Cola Indobeverage. Kerawang; Coca Cola Bottling. 2006. Harga Produk. www. coca-colabottling.co.id; PT. Sinar Sosro. 2006. Penawaran Harga Produk. PT. Sinar Sosro. Kantor Penjualan Kerawang. 8 Coca Cola Bottling. 2006. Industri Minuman Ringan. www. coca-colabottling.co.id/ina/ourbusiness.
3
PT Pepsi-Cola Indobeverage (TeKita) 9 . Selengkapnya mengenai komposisi pangsa pasar TDB ditunjukkan Gambar 3.
7,00%
0,50%
15,00% Teh Botol Sosro, Fruit Tea, S-Tea Frestea TeKita Lain-lain
77,50%
Gambar 3. Komposisi Pangsa Pasar Teh Dalam Botol di Indonesia, 2005 Sumber: Coca Cola Amatil, 2005
Minimnya pengikut pasar pada industri TDB disebabkan pada bisnis yang mengandalkan pengembalian botol kosong (returnable glass bottle), distribusi dua jalur sangatlah penting. Artinya, armada distribusi harus selalu sigap bukan hanya memasuki wilayah-wilayah pemasaran baru melainkan juga mengambil botolbotol kosong untuk segera diangkut ke pabrik. Selain itu, besarnya investasi untuk botol juga menjadi salah satu penyebab minimnya pengikut pasar di industri TDB. Jumlah botol yang dibutuhkan dalam industri TDB adalah tiga kali jumlah botol yang beredar di pasaran, yakni botol yang berada di pabrik untuk pengisian ulang, botol yang sedang diangkut armada distribusi, dan botol yang ada di pedagang pengecer. Hal di atas, hanya dapat dipenuhi oleh perusahaan yang mempunyai modal dan saluran distribusi kuat. PT Coca Cola Amatil Indonesia dan PT Sinar Sosro dapat menjadi gambaran mengenai besarnya modal yang harus diinvestasikan dalam bisnis TDB. 9
Coca Cola Amatil. 2005. Coca Cola Amatil Annual Report, 2005. www.ccamatil.com/Indonesia.asp.
4
PT Coca Cola Amatil Indonesia memproduksi dan mendistribusikan produknya ke 400 ribu gerai melalui lebih dari 120 pusat penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia. Produk-produk tersebut diangkut ke pusat-pusat penjualan tersebut oleh armada truk berukuran besar dan kemudian didistribusikan ke pedagangpedagang eceran oleh kendaraan distribusi yang lebih kecil 10 . Lain halnya dengan PT Sinar Sosro yang hanya mendistribusikan produk-produknya hingga ke Kantor Penjualan (KP) yang tersebar di hampir semua kabupaten dan kotamadya di seluruh Indonesia (Indonesia Timur baru sampai Manado). KP berada dalam naungan Kantor Penjualan Wilayah (KPW) yang saat ini berjumlah sebelas di seluruh wilayah Indonesia. Selain mendistribusikan, KP juga bertugas dalam penarikan kembali botol-botol kosong. Di bawah KP, selanjutnya jalur distribusi dikelola oleh mitra independent yang memiliki tiga tingkat, yaitu: (1) agen/subdistributor/wholesaler, disebut dister; (2) subwholesaler, disebut subagen; dan (3) retailer (pengecer) 11 . Mengingat posisi geografis Indonesia, salah satu saluran distribusi yang memiliki arti penting bagi industri TDB untuk melakukan penjualan minuman dalam botol secara eceran adalah saluran distribusi tradisional melalui toko, warung dan Pedagang Kaki Lima (PKL) 12 (Gambar 4). Khususnya PKL, keberadaannya yang mudah ditemui dan terkonsentrasi di pusat keramaian memberi kontribusi yang cukup signifikan bagi penjualan minuman dalam botol. Dalam kurun waktu lima tahun (1998-2003) volume penjualan minuman dalam botol yang dilakukan PKL meningkat sebesar 250 persen, sementara volume penjualan minuman dalam botol yang dilakukan oleh pasar swalayan dalam kurun 10 11 12
Coca Cola Bottling, op.cit. Taufik Hidayat. 2005, op.cit. Hari Purnomo. 2005. Mendulang Emas di Industri Minuman. Kronik, Edisi 41. www.unika.co.id. 28 Januari.
5
waktu yang sama hanya mengalami peningkatan sebesar 100 persen 13 . Kondisi tersebut, menyebabkan produk minuman dalam botol menjadi barang dagangan terpenting bagi PKL karena memberikan kontribusi sebesar 35 persen dari total penjualan dengan nilai keuntungan sebesar 34 persen 14 .
5% 3%
18%
Pasar T radisional (T oko, Warung, PKL) Supermarket Minimarket Hipermarket
74%
Gambar 4. Komposisi Distribusi Penjualan Minuman Dalam Botol di Indonesia, 2004 Sumber: Hari Purnomo, 2005
Kota Bogor merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi strategis bagi pemasaran produk-produk teh siap saji. Selain dekat dengan pusat distribusi tiga perusahaan yang menguasai pangsa pasar di industri TDB, di Kota Bogor terdapat kurang lebih 12 ribu PKL 15 yang menjual berbagai jenis barang. Keberadaan PKL tersebut di satu sisi menjadi penyebab masalah perkotaan (terganggunya ketertiban, keindahan, dan kenyamanan sebuah kota). Namun di sisi lain, sebagai wadah kegiatan ekonomi yang digeluti oleh banyak orang, kegiatan PKL merupakan salah satu potensi ekonomi rakyat yang memiliki fungsi positif untuk mendorong pemerataan ekonomi lokal, selain memberikan harga
13 14 15
Sisipan Republika. 2004. Trik Teh Botol Meraih Market Share. www.republika.co.id, 30 Juni . Coca Cola Bottling, op.cit. Iyan Sofiyan. 2006.Fenomena PKL di Kota Bogor. www.kotabogor.go.id, 14 Juni.
6
lebih rendah kepada masyarakat kelas menengah ke bawah dalam hal pengadaan barang dan jasa yang tidak terjangkau atau terlayani oleh sektor ekonomi formal. Mengingat potensi yang dimiliki PKL untuk melakukan penjualan minuman secara eceran sebagaimana diuraikan di atas, perusahaan yang menggeluti industri TDB terutama pengikut pasar memiliki kepentingan untuk mengetahui preferensi PKL terhadap merek TDB, faktor-faktor yang mempengaruhi PKL dalam menentukan pilihan terhadap merek TDB dan bagaimana realisasi pilihan PKL terhadap merek TDB yang akan dijualnya. Hal tersebut, berimplikasi lebih efisiennya manajemen perusahaan dalam melakukan pengambilan keputusan berkaitan dengan strategi pemasaran karena dapat menentukan urutan prioritas pemilihan merek oleh PKL dan faktor yang paling mempengaruhi pemilihan tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Industri teh siap saji khususnya TDB merupakan industri yang potensial untuk dikembangkan. Jumlah penduduk yang besar, konsumsi yang relatif masih rendah dan selera masyarakat Indonesia yang lebih gemar mengkonsumsi minuman teh daripada minuman berkarbonasi namun belum memiliki preferensi yang dominan terhadap merek minuman teh tertentu khususnya TDB mendorong munculnya pengikut pasar dalam industri ini. Munculnya merek-merek baru (Frestea dan TeKita) yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan bereputasi internasional (best-selling brand), yaitu PT. Coca Cola Amatil Indonesia (Frestea) dan PT. Pepsi-Cola Indobeverage (TeKita), menambah ketatnya persaingan dalam memperebutkan pangsa pasar di industri teh siap saji khususnya TDB. Merek-merek baru tersebut mempunyai
7
peluang untuk meningkatkan pangsa pasar karena pada industri ini, tanpa mengurangi
arti
penting
faktor-faktor
pemasaran
lainnya
(bauran
pemasaran/marketing mix), faktor distribusi produk memegang peranan yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan. Apalagi, harga produk TDB di tingkat agen yang relatif sama satu dengan lainnya. Keberadaan PKL yang mudah ditemukan oleh konsumen, massal, dan terkonsentrasi di pusat-pusat keramaian, sangat efektif dalam mendistribusikan produk TDB yang dihasilkan produsen. Selain itu, perilaku pembelian TDB oleh konsumen di gerai-gerai PKL yang tidak direncanakan (sekedar melepas dahaga tanpa terikat merek TDB tertentu), memberikan peluang kepada pengikut pasar di industri TDB untuk meningkatkan pangsa pasar produknya dengan jalan meningkatkan ketersediaan produk di gerai-gerai tradisional khususnya di geraigerai PKL. Peluang tersebut bukannya tidak dimanfaatkan oleh PT. Coca Cola Amatil Indonesia dan PT. Pepsi-Cola Indobeverage. Differensiasi produk yang kuat, harga produk yang relatif sama dan dukungan promosi menjadikan produk TDB yang mereka hasilkan tidak kalah kompetitif dibandingkan dengan pesaing. Namun, sulitnya menyakinkan PKL untuk menjual produknya (Frestea dan TeKita) menjadi masalah kurangnya ketersediaan produk tersebut di gerai-gerai PKL. Hasil survey ACNielsen pada tahun 2003 menemukan tingkat ketersediaan TDB merek TBS di tingkat pengecer mencapai 100 persen, Frestea 80 persen, sementara ketersediaan TeKita jauh lebih kecil daripada TBS dan Frestea 16 . Artinya, ada faktor yang mempengaruhi keputusan PKL dalam menentukan 16
Taufik Hidayat, op.cit.
8
pilihan terhadap merek-merek TDB yang akan mereka jual, baik itu faktor internal ataupun faktor eksternal. Pilihan terhadap merek TDB tertentu akan dilakukan oleh PKL selama memberikan nilai positif dalam arus penerimaan sebab dalam setiap kegiatannya PKL akan selalu berusaha untuk memaksimalkan keuntungan, berbeda dengan konsumen akhir yang berupaya memaksimalkan utilitas. Oleh karena itu, pemilihan produk yang tepat merupakan faktor yang menentukan untuk memperoleh pasar selain pemilihan tempat, keputusan harga, dan promosi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahanpermasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana preferensi PKL terhadap merek TDB yang beredar dipasaran? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi keputusan PKL dalam menentukan pilihan terhadap merek TDB yang akan dijualnya? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk : 1. Menganalisis preferensi PKL terhadap merek TDB yang beredar dipasaran. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan PKL dalam menentukan pilihan terhadap merek TDB yang akan dijualnya. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan: 1. Sebagai masukan bagi perusahaan yang memproduksi produk minuman dalam kemasan kategori teh siap saji khususnya TDB untuk mengevaluasi kebijakan dalam menjalankan strategi pemasaran produknya.
9
2. Sebagai masukan bagi PKL dalam menentukan pilihan terhadap merek TDB yang akan dijualnya. 3. Sebagai rujukan serta informasi untuk dijadikan bahan perbandingan dan acuan dalam melakukan studi lanjutan. 1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini hanya melibatkan PKL yang menjual merek-merek TDB yang di produksi oleh tiga perusahaan yang menguasai pangsa pasar di industri teh siap saji khususnya TDB, yaitu: PT. Sinar Sosro (TBS dan Fruit Tea), PT. Coca Cola Amatil Indonesia (Freshtea), dan PT. Pepsi-Cola Indobeverage (TeKita). Alasan pemilihan TDB di gerai PKL sebagai objek penelitian dikarenakan TDB lebih dominan dibandingkan dengan minuman berkarbonasi sementara air minum dalam kemasan masih dalam perdebatan tergolong produk agribisnis atau bukan. Dipilihnya PKL karena keberadaannya yang mudah ditemui, segmen pembeli sensitif terhadap harga, dan yang terpenting adalah meningkatnya volume penjualan minuman dalam botol yang dilakukan PKL. Selain itu, perilaku pembelian TDB oleh konsumen di gerai-gerai PKL yang tidak terikat merek serta besarnya kontribusi minuman dalam botol khususnya TDB bagi pendapatan PKL turut menjadi pertimbangan dipilihnya PKL sebagai objek penelitian ini.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Minuman Ringan Minuman ringan (soft drink) adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan terdiri dari dua jenis, yaitu minuman ringan dengan karbonasi (carbonated soft drink) dan minuman ringan tanpa karbonasi 33 . Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman yang dibuat dengan mengabsorpsikan karbondioksida ke dalam air minum. Minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman selain minuman ringan dengan karbonasi. Bahan makanan dan tambahan lainnya yang ditambahkan dalam minuman ringan terdiri dari: 1. Bahan makanan alami meliputi buah-buahan atau produk dari buah-buahan, daun-daunan atau produk dari daun, akar-akaran, batang atau kayu tumbuhan, rumput laut, susu atau produk dari susu. 2. Bahan makanan sintetik meliputi sari kelapa, vitamin, stimulan. 3. Tambahan lainnya meliputi pemberi rasa, pemberi asam, pemberi aroma, pewarna dan pengawet, garam. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan minuman ringan disampaikan dalam penjelasan-penjelasan berikut:
33 Bea Cukai. 2006. Kajian Terhadap Minuman Ringan Sebagai Calon Barang Kena Cukai Dalam Rangka Ekstensifikasi Objek Barang Kena Cukai. www.beacukai.go.id/library/data/Softdrink.htm., 27 Desember .
1. Air berkarbonasi merupakan kandungan terbesar di dalam carbonated soft drink. Air yang digunakan harus mempunyai kualitas tinggi, yaitu jernih, tidak berbau, tidak berwarna, bebas dari organisme yang hidup dalam air, alkalinitasnya kurang dari 50 ppm, total padatan terlarut kurang dari 500 ppm, dan kandungan logam besi dan mangan kurang dari 0,1 ppm. Sederet proses diperlukan untuk mendapatkan kualitas air yang diinginkan, antara lain klorinasi,
penambahan
kapur,
koagulasi,
sedimentasi,
filtrasi
pasir,
penyaringan dengan karbon aktif, dan demineralisasi dengan ion exchanger. Carbondioxida yang digunakan juga harus semurni mungkin dan tidak berbau. Air berkarbonasi dibuat dengan cara melewatkan es kering (dry ice) ke dalam air es. 2. Bahan pemanis yang digunakan dalam minuman ringan terbagi dalam dua kategori: a. Natural (nutritive), antara lain gula pasir, gula cair, gula invert cair, sirup jagung dengan kadar fruktosa tinggi, dan dekstrosa. b. Sintetik (non nutritive), satu-satunya yang direkomendasikan oleh Food and Drugs Administration Standard, Amerika Serikat (FDA) adalah sakarin. 3. Pemberi asam (acidulants) ditambahkan dalam minuman dengan tujuan untuk memberikan rasa asam, memodifikasi manisnya gula, berlaku sebagai pengawet, dan dapat mempercepat inversi gula dalam sirup atau minuman. Acidulants yang digunakan dalam minuman harus dari jenis asam yang dapat dimakan (edible atau food grade) antara lain asam sitrat, asam phosphate, asam malat, asam tartarat, asam fumarat, asam adipat, dan lain-lain.
12
4. Pemberi aroma disiapkan oleh industri yang berkaitan dengan industri minuman dengan formula khusus, kadang-kadang telah ditambah dengan asam dan pewarna, dalam bentuk: a. Ekstrak alkoholik (menyaring bahan kering dengan larutan alkoholik), misalnya: jahe, anggur, lemon-lime dan lain-lain. b. Larutan alkoholik (melarutkan bahan dalam larutan air-alkohol), misalnya: strawberry, cherry, cream soda dan lain-lain. c. Emulsi (mencampur essential oil dengan bahan pengemulsi, misalnya: vegetable gum), misalnya untuk citrus flavor, rootbeer dan kola. d. Fruit juices, misalnya: orange, grapefruit, lemon, lime dan grape. e. Caffeine, sebagai pemberi rasa pahit (bukan sebagai stimulan) f. Ekstrak biji kola. g. Sintetik flavor, misalnya: ethyl acetate atau amyl butyrate yang memberikan aroma grape. 5. Pewarna untuk meningkatkan daya tarik minuman: a. natural, misalnya dari grape, strawberry, cherry dan lain-lain. b. semi sintetik, misalnya: caramel color. c. sintetik, dari delapan jenis pewarna yang dapat dimakan (food grade), hanya lima yang diperkenankan oleh FDA untuk digunakan sebagai pewarna dalam minuman ringan. 6. Pengawet, misalnya asam sitrat untuk mencegah fermentasi dan sodium benzoate. 7. Proses pembuatan, dimulai dengan pembuatan sirup, yaitu mencampur gula dengan air dingin, kemudian dijernihkan dengan penambahan karbon aktif dan
13
bahan penyaring yang dilanjutkan dengan penyaringan menggunakan alat berupa plat atau frame filter. Larutan sirup kemudian dapat disterilisasi dengan
penyinaran
ultra
violet.
Sirup,
bahan
tambahan,
air,
dan
karbondioksida diaduk dengan temperatur dan tekanan diatur pada kondisi tertentu, kemudian produk akhir berupa minuman ringan dikemas dalam botol atau kaleng. 8. Pengemasan, minuman berkarbonat umumnya dikemas dalam botol (gelas atau plastik) atau kaleng, sedangkan minuman tanpa karbonat dapat juga dikemas dalam kotak kardus dengan persyaratan umum sebagai berikut: a. mempunyai kekuatan mekanis sehingga dapat menjaga mutu, penampilan dan kandungan produk. b. mempunyai penampilan yang menarik. c. steril pada setiap pemakaian. d. mudah dalam pengisian maupun penyegelan Masing-masing pengemas minuman ringan mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain: 1. botol gelas, dapat digunakan ulang (reuse) tanpa mengalami pengolahan atau perubahan bentuk, akan tetapi harus melalui proses pencucian dan sterilisasi dengan menggunakan detergent dan soda kaustik. 2. botol plastik, dapat didaur ulang (recycle) dengan pengolahan fisik atau kimiawi untuk menghasilkan produk sama atau produk yang lain. 3. kaleng, dapat melindungi produk dari cahaya, mencegah kandungan produk yang mudah teroksidasi karena cahaya maupun udara dalam kaleng, akan
14
tetapi relatif lebih mahal karena dibuat dari bahan tahan korosi misalnya dari plat baja dengan lapisan timah atau dari aluminium. 4. kotak kardus, kekuatan mekanisnya relatif lebih rendah, umur produk singkat. 2.2. Sejarah Singkat Teh Dalam Botol Produk TDB dirintis oleh keluarga Sosrodjojo yang dimulai dari produk teh wangi melati merek Cap Botol pada tahun 1940 di sebuah kota kecil di Jawa Tengah bernama Slawi. Pada tahun 1965, teh wangi melati merek Cap Botol yang sudah terkenal di daerah Jawa mulai diperkenalkan di Jakarta. Untuk mempromosikan produknya digunakan strategi promosi cicip rasa di lokasi keramaian, yaitu dengan membagikan sampel gratis berupa air teh yang telah dimasukkan ke dalam botol bekas limun atau kecap untuk dicicipi secara langsung oleh konsumen. Strategi tersebut bertujuan untuk meyakinkan konsumen bahwa ramuan teh wangi melati merek Cap Botol adalah teh yang memiliki mutu dan kualitas yang baik. Ide memasukkan air teh ke dalam botol bekas limun atau kecap pada waktu kegiatan promosi cicip rasa mendasari gagasan menjual air teh siap minum dalam kemasan botol dengan merek TBS. Merek tersebut dipakai untuk mendompleng merek teh seduh Cap Botol yang sudah lebih dulu populer dan mengambil bagian dari nama belakang keluarga Sosrodjojo. Desain botol pertama muncul pada tahun 1970, disusul desain botol kedua pada tahun 1972. Pada tahun 1974, dengan didirikan PT. Sinar Sosro di kawasan Ujung Menteng, maka desain botol TBS berubah dan bertahan sampai sekarang. Pabrik tersebut, merupakan pabrik teh siap minum dalam kemasan botol pertama di dunia 34 .
34
Sinar Sosro. 2006. Sejarah Teh. www.sinarsosro.co.id
15
Keberhasilan TBS dan besarnya potensi pasar di industri teh siap saji khususnya TDB mendorong munculnya merek-merek TDB baru, salah satunya TeKita. Pada tahun 1995, dengan dukungan perusahaan-perusahaan besar, yaitu PT. Pepsi Cola Indobeverage dan Grup Salim hadir TeKita yang mempunyai diferensiasi kuat, isi 300 ml 35 . Kehadiran TeKita di industri teh siap saji khususnya TDB diikuti Frestea. Frestea, merek teh siap saji yang diluncurkan pada tahun 2002 merupakan produk inovatif minuman siap saji yang secara khusus dirancang untuk memuaskan seluruh panca indera konsumen Indonesia. Merek ini dikembangkan secara lokal dan merupakan bagian dari Beverage Partners Worldwide, yaitu perusahaan patungan hasil kemitraan yang sukses antara The Coca-Cola Company dan Nestle, SA 36 . 2.3. Konsep Pemasaran Menurut Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler (2000), pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi. Konsep pemasaran menegaskan bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasional yang ditetapkan adalah perusahaan harus menjadi lebih efektif dibandingkan
para
pesaing
dalam
menciptakan,
menyerahkan,
dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih (Kotler, 2000).
35 36
Dyah Hasto Palupi. 2005. Cara Sosro Meracik Komunikasi.www.swaco.id/majalah. 12 Mei. Coca Cola Bottling. 2006. Tentang Freshtea. www.coca-colabottling.co.id
16
Konsep pemasaran terdiri dari empat pilar, yaitu pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu, dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep pemasaran mempunyai perspektif dari luar ke dalam. Konsep ini dimulai dari pasar yang didefinisikan dengan baik, berfokus pada kebutuhan pelanggan, mengkoordinasikan semua aktivitas yang akan mempengaruhi pelanggan, dan menghasilkan laba dengan memuaskan pelanggan (Kotler, 2000).
Titik Awal
Fokus
Sarana
Hasil
Pasar Sasaran
Kebutuhan Pelanggan
Pemasaran Terintegrasi
Laba Melalui Kepuasan Pelanggan
Gambar 5. Faktor Penentu Nilai yang Diserahkan kepada Pelanggan Sumber: Kotler, 2000
2.4. Roda Bisnis Eceran (The Wheel of Retailing) Istilah the wheel of retailing berarti “roda bisnis eceran” menunjukkan proses pertumbuhan sebuah gerai kecil menjadi sebuah perusahaan perdagangan ritel yang besar. Proses the wheel of retailing terdiri dari tiga strategi, yaitu strategi sisi bawah, strategi menengah, dan strategi sisi atas (Ma’aruf, 2006). Strategi sisi bawah merupakan titik awal suatu gerai, strategi didalamnya terdiri atas harga yang relatif murah, lokasi berada di dalam lingkungan yang banyak dilalui kelas menengah ke bawah, fixture dan display sederhana, fasilitas dan pelayanan terbatas, segmen pembeli yang dilayani adalah yang sensitif terhadap harga, promosi menonjolkan harga murah, dan jumlah karyawan tidak banyak dan kesejahteraan mereka adalah terendah di sektor perdagangan eceran.
17
Strategi menengah terdiri atas harga yang kompetitif, lokasi cukup strtegis, fixture dan display bagus, fasilitas ditingkatkan meski belum yang paling baik di kelasnya, dan segmen pembeli diperluas. Sementara, strategi sisi atas terdiri atas harga tinggi, lokasi di pusat perbelanjaan ternama atau di lokasi sangat strategis, fixture dan display dibuat dari kualitas paling baik dan dibuat secara halus dengan citarasa tinggi, fasilitas dan pelayanan prima, segmen pembeli yang dilayani upscale, dan organisasi yang besar, personalia lengkap dengan kesejahteraan karyawan yang tinggi di kelas industri eceran. 2.5. Konsep Perilaku Pembelian Bisnis Pembelian organisasional adalah proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh organisasi formal untuk menetapkan kebutuhan akan barang dan jasa yang perlu dibeli serta mengindentifikasi, mengevaluasi, dan memilih di antara alternatif merek dan pemasok (Frederick dan Yoram dalam Kotler, 2000). Menurut Kotler (2000), pasar bisnis terdiri dari semua organisasi yang memperoleh barang dan jasa yang digunakan dalam memproduksi barang dan jasa lain yang dijual, disewakan, atau dipasok kepada pihak lain. Pembelian bisnis menghadapi banyak keputusan dalam melakukan suatu pembelian. Kotler (2000) menyebutkan jumlah keputusan tergantung pada tiga jenis situasi pembelian, yaitu: 1. Pembelian ulang langsung, yaitu situasi pembelian di mana departemen pembelian memesan ulang secara rutin. 2. Pembelian ulang yang dimodifikasi, yaitu situasi di mana pembeli ingin memodifikasi spesifik produk, harga, syarat-syarat pengiriman, atau persyaratan lain.
18
3. Tugas baru, yaitu situasi pembelian di mana seorang pembeli membeli suatu produk atau jasa untuk pertama kalinya yang melewati tahap kesadaran, minat, evaluasi, uji coba, dan pemakaian. Pada pasar bisnis terdapat unit pengambil keputusan di suatu organisasi yang melakukan pembelian sebagai pusat pembelian. Kotler (2000) menyebutkan bahwa pusat pembelian terdiri dari semua individu dan kelompok yang berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, yang memiliki beberapa sasaran umum yang sama dan bersama-sama menanggung resiko yang timbul dari keputusan tersebut. Pusat pembelian terdiri dari semua anggota organisasi yang memainkan salah satu dari tujuh peran dalam proses keputusan pembelian, yaitu: 1. pencetus (initiator), yaitu mereka yang meminta untuk membeli sesuatu. 2. pemakai (users), yaitu mereka yang akan memakai barang atau jasa. 3. pemberi pengaruh (influencers), yaitu orang-orang yang mempengaruhi keputusan pembelian. 4. pengambil keputusan (deciders), yaitu orang yangmemutuskan persyaratan produk dan atau pemasok. 5. pemberi persetujuan (approvers), yaitu orang yang menyetujui tindakan yang diusulkan oleh pengambil keputusan atau pembeli. 6. pembeli (buyers), yaitu orang yang memiliki wewenang formal untuk memilih pemasok dan menyusun syarat-syarat pembelian. 7. penjaga gerbang (gatekeepers), yaitu orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk menghalangi penjual dan informasi dalam menjangkau anggota pusat pembelian.
19
Gambar 6 menunjukkan pembeli bisnis menghadapi empat pengaruh utama saat mengambil keputusan pembelian, yaitu lingkungan, organisasi, antar pribadi, dan pribadi (Kotler, 2000). LINGKUNGAN Tingkat permintaan
ORGANISASI ANTAR-PRIBADI
Ramalan ekonomi
Tujuan
Minat
Tingkat bunga Tingkat
Kebijakan
Wewenang
perubahan teknologi
Prosedur
Status
Perkembangan politik dan peraturan
Struktur organisasi
Perkembangan persaingan
Empati
Sistem
PRIBADI Umur Penghasilan Pendidikan Jabatan Kepribadian
PEMBELI BISNIS
Sikap terhadap resiko
Daya Bujuk
Budaya
Perhatian pada tanggung jawab sosial
Gambar 6. Pengaruh Utama Terhadap Perilaku Pembelian Industrial Sumber: Kotler, 2000
2.6. Studi Terdahulu 2.6.1. Studi Mengenai Preferensi Topik preferensi konsumen merupakan topik yang banyak diangkat pada penelitian mahasiswa, Khustiarawati (2005) mengangkat topik Preferensi Konsumen Terhadap Merek Majalah Remaja serta Implikasinya Terhadap Strategi Pemasaran Majalah Remaja (Studi Kasus pada Siswa Di Lima SMU Wilayah Kota Bogor) berdasarkan alat analisis deskriptif, uji chocran, kompensatory
20
model, uji t sampel terpisah, analisis importance-performance, analisis gap serta analisis markov chain. Hasil uji cochran menyimpulkan bahwa kelengkapan berita, akurasi berita, kualitas gambar, kualitas ulasan berita, berita utama, penampilan halaman depan dan halaman ekstra merupakan atribut utama yang menjadi pertimbangan. Dari uji importance-performance diperoleh bahwa Aneka Yess adalah majalah yang dinilai baik kualitas mereknya. Berdasar uji preferensi, tingkat kesukaan terbesar adalah terhadap majalah Aneka Yess, diikuti Gadis dan Kawanku dan analisis markov chain menggambarkan majalah Aneka Yess sebagai majalah dengan loyalitas terbesar disusul Gadis dan Kawanku. Hasil pengujian-pengujian tersebut mendasari
strategi
yang
harus
dilakukan majalah Aneka Yess, yaitu
mempertahankan kualitas dan distribusi, peningkatan desain serta gambar dan promosi untuk majalah Gadis, dan penambahan halaman adalah strategi yang harus diambil majalah Kawanku. Penelitian ini sangat lengkap jika ditinjau dari alat analisis yang digunakan. Penggunaan uji cochran sangat tepat jika dikaitkan dengan jenis data yang dianalisis, yaitu data non metrik (nominal). Uji t sampel terpisah, analisis importansi-performansi, analisis gap serta analisis markov chain merupakan rangkaian analisis yang menyeluruh dalam mengidentifikasi perilaku preferensi pembaca dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian majalah remaja. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan pemasaran yang lengkap, baik bagi produsen maupun bagi pengecer majalah. Muldiani (2005) mengangkat topik Preferensi Konsumen Sabun Mandi Padat Berdasarkan Model Persamaan Struktural. Penelitian ini mengkaji
21
hubungan kausal antara atribut sabun mandi padat dengan peferensi konsumen. Hasilnya, sebagian besar responden berasal dari SES D (menengah ke bawah) dengan usia 25-35 tahun, sedangkan SES AB (menengah ke atas) dengan usia 1824 tahun merupakan kelompok responden terkecil. Dari model persamaan struktural terungkap bahwa atribut pada tahapan sebelum pemakaian sabun mandi padat memberikan pengaruh terbesar terhadap preferensi konsumen. Pengaruh terbesar kedua terjadi pada tahapan saat membilas. Kesan pertama menjadi prioritas bagi konsumen ketika memilih sabun mandi padat, sedangkan atribut pada tahapan setelah membilas tidak menjadi perhatian konsumen. Seperti halnya alat analisis fishbein, model persamaan struktural dalam penelitian ini juga diplotkan untuk menganalisis prioritas atribut yang dijadikan dasar oleh konsumen dalam melakukan pembelian. Namun demikian, segmentasi yang hanya terbatas pada variabel demografik pendapatan dirasa masih kurang relevan apabila manfaat penelitian yang ditekankan adalah agar dapat dijadikan bahan masukan bagi produsen terutama dalam merumuskan strategi pemasaran yang komprehensif. Topik preferensi konsumen juga diangkat Putri (2005) yang menganalisis Preferensi Terhadap Minuman Sari Buah Kemasan dan Hubungannya dengan Pola Konsumsi pada Mahasiswa IPB, berdasar rancangan cross sectional study penelitian ini bertujuan untuk menerangkan karakteristik konsumen, menganalisis preferensi konsumen, menganalisis pola konsumsi responden serta menganalisis hubungan antara preferensi dengan pola konsumsi responden.
22
Hasil analisis dengan konjoin diketahui bahwa pada minuman sari buah, kemasan yang diinginkan adalah tetrapack, rasa yang diinginkan adalah sari buah dan bentuk yang diinginkan adalah cair tanpa pemanis buatan, dimana rasa menempati urutan pertama dalam penilaian atribut. Sementara itu, hasil pengujian dengan chi-square test menemukan hubungan yang nyata antara preferensi responden terhadap kemasan dengan frekuensi pembelian, kemasan, rasa, bentuk dan merek. Penelitian ini setidaknya dapat dijadikan contoh kecil riset pemasaran yang sesungguhnya sebelum produk diluncurkan ke pasaran, di mana dengan analisis konjoin, preferensi konsumen akan dapat terlebih dahulu diformulasikan dan dijawab secara lengkap dalam bentuk kombinasi atribut yang optimal. 2.6.2. Studi Mengenai Fator-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Pengecer Beralih pada topik penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pengecer, Adelina (1996) dalam penelitiannya di Kota Bogor yang berjudul “Analisis Preferensi Konsumen dan Pilihan Pedagang Pengecer Terhadap Buah Lokal dan Buah Impor”, berdasarkan analisis korespondensi menemukan bahwa pengecer buah di Kota Bogor lebih memilih buah lokal daripada buah impor untuk dijual, yakni buah lokal yang musiman karena memberikan keuntungan yang lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan tersebut adalah harga buah, ketersediaan buah, buah yang disukai oleh konsumen dan kualitas buah. Selain itu, hasil penelitiannya juga menyimpulkan kualitas buah lokal yang tidak seragam terutama dari segi rasa dan ukuran menjadi daya tarik bagi pengecer buah daripada buah impor yang mempunyai rasa dan ukuran dengan kualitas yang seragam.
23
Analisis korespondensi yang digunakan dalam penelitian ini kurang tepat untuk digunakan dalam mengukur preferensi konsumen dan pilihan pedagang pengecer buah. Analisis korespondensi lebih tepat untuk menganalisis posisi produk di benak konsumen ataupun pesaing, namun paling tidak penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pedagang pengecer buah untuk melakukan segmentasi sehingga pembeli dapat menyesuaikan pilihannya dengan daya beli masing-masing. Despriza (2003) dalam penelitiannya di Kota Bogor yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penyediaan dan Pendapatan Pengecer Buah”, menggunakan matriks perbandingan berpasangan untuk mendeskripsikan pedagang pengecer, analisis faktor untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pedagang pengecer dalam menentukan penyediaan buah yang akan dijualnya, dan analisis regresi untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang. Penelitian ini mendeskripsikan pedagang kios buah umumnya terdapat di pinggir jalan-jalan utama, terutama jalan yang menuju perumahan atau tempat pemukiman. Terdapat bermacam-macam buah yang disediakan oleh pedagang pengecer kios buah, seperti jeruk medan, semangka, melon, apel malang, apel washington, apel new zealand, jeruk mandarin, anggur, mangga , dan lain-lain Mangga dan jeruk medan merupakan jenis buah yang paling disukai pedagang. Hasil analisis faktor yang dilakukan terbentuk tiga faktor utama, yaitu: (1) ketahanan buah terhadap kerusakan, terdiri dari variabel susut, bentuk, dan ketahanan fisik; (2) daya tarik buah oleh konsumen terdiri dari warna, cepat beli, dan lama simpan; (3) biaya dan penerimaan terdiri dari margin penjualan dan
24
jarak pembelian. Sementara, hasil pendugaan terhadap pendapatan diperoleh bahwa variabel omzet penjualan, jumlah jenis buah dan proporsi penjualan buah impor merupakan variabel yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Proporsi omzet tiga buah yang cepat laku dan proporsi omzet tiga buah yang ketahanan fisiknya baik merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan. Hasil penelitian ini cukup lengkap dan dapat menjadi masukan bagi pengecer buah untuk menentukan pilihan terhadap buah yang akan dijual, namun pengoperasian alat analisis khususnya analisis faktor perlu dikoreksi terutama saat melakukan pengujian untuk menilai variabel yang layak terhadap variabel yang ada. Hal ini krusial karena menentukan valid tidaknya hasil yang kita peroleh. 2.6.3. Studi Mengenai Teh Dalam Botol Widianingrum (2001) dalam penelitiannya di Kotamadya Bekasi yang berjudul “Analisis Positioning Teh Botol Sosro dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran PT. Sasana Caraka Mekarjaya”, menggunakan Biplot sebagai alat analisis menemukan bahwa positioning TBS lebih unggul dibanding merek TDB pesaing seperti TeKita, Hi-C dan 2 Tang. Atribut yang menjadi penilaian adalah produk mudah ditemui, teh sangat terasa, manisnya pas, aromanya wangi, mutunya terjamin, higienis, kemasannya bersih, kemasannya dingin, dan harga sesuai dengan mutu. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa TBS adalah jenis minuman yang sering dikonsumsi oleh semua jenis kelamin, semua kelompok umur, semua kelompok pendidikan, dan untuk semua bidang pekerjaan. Berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pengeluaran
25
perbulan ada beberapa persamaan yang mengatakan bahwa produk TBS mudah didapat, mutu terjamin dan higienis. Susilowati (2001) dalam penelitiannya terhadap konsumen akhir mengenai “Analisis Perilaku Konsumen di Kota Bogor Terhadap Atribut Teh Botol Sosro” membagi responden menjadi lima kelompok berdasarkan lokasi penelitian, jenis kelamin, kelompok usia, tingkat pendidikan, dan tingkat pengeluaran rumah tangga per bulan. Multiatribut fishbein digunakan untuk mengukur persepsi konsumen, likert scale untuk mengetahui preferensi, dan uji berganda duncan untuk mengetahui tingkat kepuasan yang paling menonjol setelah sebelumnya dilakukan analisis ANOVA. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa persepsi konsumen akhir terhadap beberapa merek TDB, posisi TBS dengan TeKita tidak terlalu jauh. Sedangkan hasil penelitian preferensi konsumen terhadap TBS, secara keseluruhan konsumen akhir menganggap baik terhadap 10 atribut yang ditanyakan. Dari 10 atribut terdesut lima atribut dipandang baik, yaitu kemudahan mendapatkan, rasa, aroma, tingkat kesegaran, dan volume. Untuk atribut harga, kekentalan, tingkat kebersihan, tingkat higienitas, dan kemasan adalah atribut yang dipandang sedang. Aditya (2002) dengan menggunakan salah satu metode linear programming yaitu model transportasi sebagai metode analisis data pada penelitiannya yang berjudul “Optimalisasi Distribusi Teh Botol Sosro di PT. Sasana Caraka Mekarjaya” menemukan bahwa distribusi aktual TBS yang dilakukan PT. Sasana Caraka Mekarjaya belum optimal dalam menghemat biaya distribusi. Hal ini disebabkan karena distribusi pada tingkat aktual berbeda dengan distribusi pada
26
tingkat optimal. Setelah dilakukan pegalokasian produk dengan program linier didapatkan penghematan biaya sebesar Rp 843,541.00 per tahun. Manuhutu (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Ekuitas Merek atas Merek-Merek Teh Dalam Botol (Studi Kasus Mahasiswa di Bogor)” menemukan bahwa secara umum merek dengan ekuitas terkuat adalah TBS disusul TeKita, Fruit Tea, Frestea, Teh 2-Tang, Teh Giju, dan S-Tee yang dipersepsikan sebagai merek dengan ekuitas terburuk. Kesimpulan umum ini diperoleh dari perhitungan pada elemen-elemen ekuitas merek. Hasil tabulasi sederhana menunjukkan bahwa TBS merupakan merek yang tingkat kesadaran mereknya paling baik disusul TeKita, Fruit Tea, dan Frestea. Berdasarkan analisis multiatribut, diketahui merek Teh 2-Tang dikesankan paling berkualitas diikuti TBS, TeKita, Fruit Tea, Frestea, Teh Giju, dan S-tee. Melalui pendekatan sikap, Frestea adalah merek yang mempunyai konsumen paling loyal. Kemudian dengan pendekatan perilaku, Fruit Tea merupakan merek TDB yang mempunyai kesetiaan merek paling tinggi. Nurhakim (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Nilai dan Kepuasan Konsumen serta Keunggulan Bersaing Teh Botol Sosro (Studi Kasus pada Mahasiswa Strata Satu Institut Pertanian Bogor)” menyimpulkan bahwa tanggapan konsumen akhir dalam hal tingkat kepentingan atribut minuman TDB baik terhadap atribut produk dan non produk (layanan perusahaan, layanan merek, dan komponen biaya) secara garis besar “sangat penting”, sedangkan dalam hal kinerja atau kualitas, seluruh atribut produk dianggap hanya sampai level “baik”. Tanggapan ini berlaku untuk merek TBS maupun TeKita. Pada umumnya kualitas
27
TBS dianggap lebih baik jika dibandingkan dengan TeKita, hanya pada atribut volume TBS kalah dengan TeKita. Hasil penelitian juga menunjukkan dalam hal keunggulan bersaing (competitive advantage) kinerja TBS unggul dibandingkan dengan TeKita., namun dari segi harga TBS kalah bersaing dari TeKita. Jadi secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa TBS kalah bersaing dengan TeKita, terutama disebabkan karena harga TBS dipersepsikan lebih mahal dibandingkan dengan TeKita. Disayangkan, penelitian ini hanya membandingkan TBS dengan TeKita, tanpa melibatkan merek-merek TDB lain, misalnya Frestea, sehingga tidak diketahui gambaran utuh keunggulan bersaing TBS di industri TDB. 2.6.4. Studi Mengenai Pola Kerja dan Usaha Pedagang Kaki Lima Keith Hart (1971) dalam Pelawi (2004), melalui studinya di kota Accra dan Nima, Ghana yang berjudul “Informal Income Opportunities and Urban Employment in Ghana” membagi penduduk kota tersebut atas tiga kategori berdasarkan upaya memperoleh penghasilan, yaitu (1) secara formal; (2) informal sah; dan (3) informal tidak sah. Pembagian itu didasarkan atas tingkat pendapatan, keteraturan cara kerja, curahan waktu, dan status hukumnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari “Apakah pekerja diatur atas dasar gaji tetap yang permanen dan teratur ataukah tidak”. Hidayat (1978) dalam penelitiannya di Indonesia yang berjudul “Peranan Sektor Informal dalam Perekonomian Indonesia” mengemukakan 11 ciri pokok sektor informal, yaitu (1) kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik; (2) umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha; (3) pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja; (4) pada umumnya kebijaksanaan
28
pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai di sektor ini; (5) unit usaha mudah keluar masuk dari subsektor ke sektor yang lain; (6) teknologi yang digunakan belum maju; (7) modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga skala operasi juga relatif kecil; (8) untuk menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan formal karena pendidikan yang diperlukan diperoleh dari pengalaman kerja; (9) pada umumnya unit usaha termasuk “one man enterprise” , dan kalaupun memperkerjakan buruh cenderung berasal dari keluarga; (10) sumber dan dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi; (11) hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat kota atau desa yang berpenghasilan rendah tetapi terkadang juga oleh mereka yang berpenghasilan menengah. Pelawi (2004) dalam penelitiannya di Kota Bogor yang berjudul “Pemetaan Pola Kerja dan Usaha Pedagang Kaki Lima Sayuran di Pasar Bogor” menemukan bahwa pola kerja yang terjadi pada PKL sayuran di Pasar Bogor umumnya bersifat tidak tahan lama. Status pekerjaan mereka, setelah melalui suatu siklus usia kerja tertentu (8-10 tahun) mayoritas PKL sayuran akan berhenti dari pekerjaan ini. Lokasi jarak antara tempat tinggal dan usaha juga bervariatif, begitu juga dengan jenis produk, waktu hari dan jam kerja. Sementara itu, peraturanperaturan yang umum ada pada PKL sayuran di Kota Bogor antara lain dalam hal pengaturan rotasi tempat berjualan, kutipan yang harus dibayar, serta hubungan antar pedagang dan pemasok. Hasil dari penelitian dirasa kurang tepat apabila tujuannya utamanya berupaya untuk memetakan pola kerja dan usaha PKL sayuran di Kota Bogor. Hasil analisisnya hanya sekedar mendeskripsikan karakteristik responden tanpa
29
ada perceptual map, pola kerja yang berusaha dideskripsikan juga hanya menggambarkan peraturan-peraturan umum yang sudah ada tanpa upaya untuk menggali masalah lebih dalam lagi. 2.7. Keterkaitan Studi Terdahulu dengan Penelitian yang akan Dilakukan Penelitian yang akan dilakukan merupakan kelanjutan dari penelitianpenelitian sebelumnya. Hasil dari beberapa penelitian terdahulu digunakan untuk mendukung perumusan masalah dalam penelitian ini, yakni mengenai pentingnya ketersediaan TDB di tingkat pengecer dan belum dominannya prefererensi konsumen akhir di industri teh siap saji khususnya TDB. Penelitian yang dilakukan berupaya meneliti bagian yang sebelumnya kurang mendapat perhatian dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitianpenelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian atau pemilihan banyak dilakukan di tingkat konsumen akhir, sedikit yang mencoba meneliti proses pengambilan keputusan pembelian di pasar bisnis khususnya pengecer. Begitu juga halnya mengenai penelitian mengenai TDB, penelitian sebelumnya cenderung hanya meneliti mengenai preferensi dan persepsi konsumen akhir. Dari sisi alat analisis, metode rank-order yang digunakan unggul karena kesederhanaan. Metode ini cukup efektif digunakan untuk mengukur urutan preferensi responden dengan sedikitnya objek yang dievaluasi. Sementara, penggunaan analisis faktor dilakukan sampai pada tahap validasi hasil faktor, dimaksudkan untuk mengetahui apakah faktor yang terbentuk telah stabil dan bisa untuk menggeneralisasi populasinya. Sedangkan penggunaan analisis diskriminan dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan yang nyata antar grup responden.
30
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pemasaran Eceran Menurut Ma’ruf (2006), pemasaran secara mudahnya adalah kegiatan memasarkan barang atau jasa umumnya kepada masyarakat, dan khususnya kepada pembeli potensial. Pemasaran dikembangkan sebagai suatu pola yang tertata dalam suatu sistem yang sering kali disebut sebagai ilmu dan juga dikembangkan dengan cara masing-masing pelaku sehingga di sebut improvisasi dan karenanya disebut seni. Pemasaran eceran sebagai kegiatan pemasaran dalam perdagangan eceran juga dijalankan dengan ilmu dan seni, yaitu pekerjaan menciptakan, mempromosikan, dan menyampaikan barang atau jasa kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi bukan bisnis. 3.1.1.1. Fungsi Pemasaran Menurut Ma’ruf (2006), fungsi pemasaran adalah mewujudkan sasaran perusahaan dengan cara: 1. menetapkan basis pelanggan (customer base) secara strategis, rasional, dan lengkap dengan informasinya; 2. mengindentifikasi kebutuhan pelanggan dan calon pelanggan yang sekarang dan yang akan datang; 3. menciptakan produk yang akan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dengan tepat dan menguntungkan serta mampu membedakan perusahaan dari pesaingnya;
4. mengomunikasikan dan “mengantarkan” produk tersebut kepada pasar sasaran (target market); dan 5. memimpin seluruh personel perusahaan untuk menjadi sekumpulan tenaga kerja yang disiplin, profesional, dan berpengetahuan serta punya dedikasi bagi nilai dan sasaran perusahaan. 3.1.1.2. Kebutuhan dan Pemenuhannya Aktivitas pemasaran bermula dari pengamatan kebutuhan konsumen. Sebuah cara menganalisis kebutuhan mereka adalah dengan mencari tahu mengapa orang membeli barang atau jasa. Setiap barang dan jasa dijual untuk memenuhi kebutuhan orang per orang dan keluarga. Kebutuhan mereka amat bervariasi dari yang sederhana, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, transportasi, kerapihan, telekomunikasi, dan lain-lain, termasuk hiburan. Menurut Ma’ruf (2006), barang dan jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut dapat dilihat salah satu menurut 3 unsur, yaitu: (1) inti (core), baik barang maupun jasa sebenarnya memenuhi suatu kebutuhan inti. Barang atau produk yang berwujud (tangible) hanyalah pengantar untuk memenuhi inti kebutuhan; (2) berwujud (tangible), tidak hanya barang yang berwujud, jasa pun demikian; (3) fasilitas (augmented), fasilitas pendukung diperlukan agar unsur inti dan unsur tangibled dapat terlaksana. Barang dan jasa adalah sebagai sarana pemenuhan kebutuhan individual. Berdasarkan daya tahan dan keberwujudannya, barang terbagi ke dalam dua bagian, yaitu barang tahan lama (durable goods) dan barang tidak tahan lama (nondurable goods) sedangkan jasa terkolompok atas pelayanan pribadi, hiburan, perbaikan/ perawatan, dan penginapan (Kotler, 2000).
32
3.1.1.3. Pengecer Sebagai Mata Rantai Perdagangan Menurut Kotler (2000), usaha eceran (retailing) meliputi semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.23/MPP/Kep/1/1998 mendefinisikan pedagang pengecer (retailer) adalah perorangan atau badan usaha yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dalam partai kecil. Saat ini, organisasi-organisasi pengecer sangat beragam meliputi pengecer toko (store retailers), penjualan eceran bukan toko (non-store retailers) dan berbagai organisasi eceran (retail organizations). Jenis-jenis toko baru muncul untuk memenuhi berbagai perbaikan preferensi konsumen atas berbagai level dan jenis layanan. Para pengecer toko dapat memposisikan diri mereka dalam rangka menawarkan salah satu dari empat level dan jenis layanan, yaitu swalayan (selfservice), swapilih (self-selecetion), pelayanan terbatas (limited-service), dan pelayanan penuh (full-service) (Kotler, 2000). Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.23/MPP/Kep/1/1998 mendefinisikan penjualan eceran bukan toko (non-store retailing) adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan penjualan barangbarang dari rumah ke rumah (door to door) penjualan melaui pos (mail order), penjualan dengan mesin otomatis, telepon, internet atau sejenisnya dengan tidak menggunakan fasilitas toko. Penjualan eceran bukan toko menurut Kotler (2000), terbagi menjadi empat kategori, meliputi penjualan langsung, pemasaran langsung, penjajaan otomatis, dan jasa pembelian.
33
Pada akhirnya, pengecer merupakan mata rantai terakhir dalam proses distribusi dari suatu saluran pemasaran. Kotler (2000) mendefinisikan saluran pemasaran sebagai serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya.
Level-0
Level-1
Level-2
Level-3
Produsen/ Pabrikan
Produsen/ Pabrikan
Produsen/ Pabrikan
Produsen/ Pabrikan
Pedagang Besar
Pedagang Besar
Pemborong
Konsumen Akhir
Pengecer (Misal: PKL)
Pengecer (Misal: PKL)
Pengecer (Misal: PKL)
Konsumen Akhir
Konsumen Akhir
Konsumen Akhir
Gambar 7. Saluran Pemasaran Barang Konsumsi Sumber: Kotler, 2000
Produsen dan pelanggan akhir merupakan bagian dari tiap saluran. Penggunaan jumlah level perantara menentukan panjang suatu saluran. Saluran pemasaran biasanya menggambarkan gerakan maju produk (forward channels). Namun terdapat pula saluran mundur (backward channels). Beberapa perantara
34
berperan dalam saluran mundur, termasuk pusat pengembalian barang produsen, kelompok masyarakat, perantara tradisional seperti perantara minuman ringan, pemulung, pusat daur ulang, pialang daur ulang untuk barang rongsokan, dan gudang pusat pertokoan. 3.1.2. Pedagang Kaki Lima 3.1.2.1. Pengertian, Karakteristik, dan Permasalahan Pedagang Kaki Lima Istilah PKL berasal dari kata “Five Foot Way” yang bisa dirunut kepada Sir Stamford Raffles pada abad ke-19 yang menentukan bahwa semua gedung yang didirikan harus membangun pula sebuah trotoar yang lima kaki lebarnya untuk memberi perlindungan dari hujan dan matahari. Trotoar inilah yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh pedagang untuk dijadikan sebagai tempat usaha, dikarenakan lokasinya yang strategis dan berada dipusat keramaian (Liddle, 2004). Di Indonesia pengertian umum dari sektor informal PKL meliputi tiga hal: (1) sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi ekonomi dari pemerintah, seperti perlindungan tarif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, pemberian kredit
dengan
bunga
yng
relatif
rendah,
pembimbingan
teknis
dan
ketatalaksanaan, perlindungan dan perawatan tenaga kerja, penyediaan teknologi dan hak paten; (2) sektor yang belum mempergunakan bantuan ekonomi pemerintah, walaupun bantuan itu telah tersedia; dan (3) sektor yang telah menerima dan menggunakan bantuan atau fasilitas yang disediakan oleh pemerintah, tetapi bantuan itu belum sanggup membuat unit usaha tersebut berdiri (Hidayat, 1987 dalam Sukamdi, 2003). Menurut Wirosardjono (1985), karakteristik dan permasalahan yang dihadapi oleh PKL meliputi antara lain bahwa PKL merupakan kegiatan ekonomi
35
berskala kecil (micro scale) bermodal relatif kecil, mudah dimasuki oleh pengusaha baru, input tenaga kerja tidak memerlukan syarat-syarat khusus, pasar yang tidak beraturan baik dalam arti konsumennya maupun lokasi usahannya, kegiatan usaha dikelola oleh satu orang (single person owener-operated enterprises) dan atau usaha keluarga dengan pola manajemen yang relatif tradisional baik dalam arti waktu, permodalan, ketrampilan/keahlian maupun penerimaan. Jenis-jenis komoditi yang diperdagangkan cenderung komoditi yang cepat terjual, tidak tahan lama dan kebanyakan adalah jenis makanan dan minuman (convenient goods). 3.1.2.2. Aspek Ekonomi, Pedagang Kaki Lima Sebagai Pembeli Bisnis Sebagai pembeli bisnis pilihan terhadap terhadap input akan dilakukan oleh PKL apabila memberikan nilai positif dalam arus penerimaan sebab dalam setiap kegiatannya PKL akan selalu berusaha untuk memaksimalkan laba. Dari sudut teori ekonomi, keuntungan maksimum dapat diperoleh apabila alokasi penggunaan input efisien, yaitu jika nilai produk marginal (VMPa) sama dengan harga inputnya (Px). Ini juga berarti bahwa perbandingan antara nilai produk marginal dengan titik kombinasi tersebut (k) sama dengan satu (Widodo, 1989). Secara matematis efesiensi alokatif dituliskan: VMPa VMPa = Px atau
= 1 Px
Apabila k = 1 berarti penggunaan input effesien, k > 1 penggunaan input belum effesian dan perlu ditambah, sedangkan bila k < 1 penggunaan input belum efisien dan perlu dikurangi.
36
3.1.2.3. Aspek Manajemen, Perilaku Pedagang Kaki Lima Sebagai Pembeli Bisnis Dalam banyak hal, perilaku pembelian bisnis hanya memiliki sedikit persamaan dengan praktek-praktek pembelian konsumen. Permintaan produk bisnis dirangsang oleh permintaan atas barang-barang konsumsi dan kurang sensitif terhadap perubahan harga. Perbedaan lainnya meliputi ketrampilan membeli pada diri pembeli, perbedaan pembuat keputusan serta hubungan antara pembeli dan penjual (Griffin dan Ebert, 2003). 1. Perbedaaan permintaan Dua perbedaan besar permintaan antara produk konsumen dan produk bisnis adalah permintaan turunan (derived demand) dan inelastisitas permintaan. Istilah permintaan turunan merujuk ke fakta bahwa permintaan akan produk bisnis seringkali berasal dari permintaan akan produk konsumen yang terkait (yaitu, permintaan untuk produk-produk bisnis berasal dari permintaan untuk barang-barang konsumsi), sementara inelastisitas permintaan merujuk pada permintaan bagi produk bisnis tidak dipengaruhi oleh perubahan harga. 2. Perbedaan pembeli Tidak seperti kebanyakan konsumen, pembeli bisnis merupakan para profesional, spesialis, dan ahli (atau paling tidak mempunyai informasi yang cukup). 3. Perbedaan pembuatan keputusan Proses keputusan organisasi berbeda dalam tiga hal penting, yaitu (1) pengembangan spefikasi produk; (2) pengevaluasian alternatif yang ada; dan (3) pembuatan evaluasi pasca pembelian.
37
4. Perbedaan hubungan pembeli dan penjual Hubungan antara konsumen dan penjual kadang-kadang tidak pribadi dan cepat berakhir; hubungan ini seringkali berupa interaksi satu kali yang dilakukan singkat. Sebaliknya, situasi bisnis sering mencakup hubungan pembeli dan penjual dalam frekuensi yang sering dan berlangsung lama yang dapat bermanfaat bagi kedua belah pihak. Samuelson dalam Saleh (2003) memperkenalkan suatu pengetahuan tentang preferensi konsumen yang diberi nama teori preferensi nyata (realed preference), yaitu setiap konsumen atau pembeli pasti mempunyai preferensi yang mengarahkannya dalam memilih atau membeli suatu produk dari berbagai pilihan produk yang ada. Jadi apa yang dipilih atau dibelinya merupakan petunjuk atas susunan preferensinya, dengan kata lain permintaannya merupakan preferensi nyata baginya. Sementara, faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian bisnis oleh pedagang eceran atau pedagang besar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Bisnis Pedagang Eceran dan Pedagang Besar Pembeli Pedagang Eceran atau Pedagang Besar
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Potensi laba Produk bersaing Pengakuan konsumen Ketersediaan produk Banyaknya jenis produk Perputaran produk Dukungan promosi Ketergantungan pemasok
Sumber: Jauch dan Glueck, 1994
38
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Industri teh siap saji khususnya TDB merupakan industri yang potensial untuk dikembangkan. Jumlah penduduk yang besar, konsumsi yang masih rendah dan selera masyarakat Indonesia yang lebih gemar mengkonsumsi minuman teh daripada minuman berkarbonasi namun belum memiliki preferensi yang dominan terhadap merek minuman teh tertentu khususnya TDB mendorong munculnya pengikut pasar dalam industri ini. Munculnya pengikut pasar dengan merek-merek baru yang mereka kembangkan menambah persaingan dalam memperebutkan pangsa pasar di industri teh siap saji khususnya TDB. Merek-merek baru tersebut mempunyai peluang untuk meningkatkan pangsa pasar karena pada industri ini, tanpa mengurangi arti penting faktor-faktor pemasaran lainnya (bauran pemasaran), faktor distribusi produk memegang peranan yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan. Apalagi, harga produk TDB di tingkat agen yang relatif sama satu dengan lainnya. Dalam industri TDB, saluran distribusi tradisional lebih dipilih daripada saluran distribusi modern. Salah satu saluran distribusi tradisional yang mempunyai potensi besar adalah PKL. Permasalahannya sulitnya pengikut pasar menyakinkan PKL untuk menjual produknya menjadi masalah kurangnya ketersediaan produk tersebut di gerai-gerai PKL. Oleh karenanya, pengikut pasar memiliki kepentingan untuk mengetahui preferensi PKL terhadap merek TDB dan faktor-faktor yang mempengaruhi PKL dalam menentukan pilihan terhadap merek TDB yang akan dijual. Masalah di atas
39
secara berurutan dianalisis menggunakan metode pengurutan peringkat (rankorder) dan statistik diskriptif, analisis faktor dan analisis diskriminan. Hasil dari analisis terhadap permasalahan di atas diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi bisnis bagi perusahaan di industri TDB dan PKL dan untuk dijadikan rujukan, bahan perbandingan dan acuan dalam melakukan studi lanjutan.
40
Industri Teh Dalam Botol−TDB Potensial
Pengikut Pasar, Ketersedian Produknya di Gerai Tradisional Lebih Rendah dibandingkan Market Leader
Distribusi Produk
Pedagang Kaki Lima (PKL)
Preferensi PKL Terhadap Merek TDB (Metode Pengurutan Peringkat (rank-order) dan Statistik Deskriptif)
Saran
Terdapat Banyak Merek TDB, PKL Hanya Menjual Merek TDB Tertentu
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pemilihan Merek TDB oleh PKL (Analisis Faktor dan Analisis Diskriminan)
Hasil
= Ruang Lingkup Penelitian Gambar 8. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
41
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Pengambilan Data Penelitian dilakukan secara sengaja di Kota Bogor. Pemilihan Kota Bogor sebagai lokasi penelitian karena Kota Bogor merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi strategis bagi pemasaran produk-produk teh siap saji khususnya TDB selain karena kedekatannya dengan pusat distribusi tiga perusahaan yang menguasai pangsa pasar di industri ini. Kegiatan penelitian dilakukan antara bulan Agustus sampai November 2006 di mana penyebaran kuisioner dilakukan selama bulan Agustus sampai September 2006. 4.2. Jenis dan Sumber Data Informasi dan data yang dikumpulkan untuk kepentingan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden melalui bantuan paket kuisioner yang telah disediakan, sedangkan data sekunder diperoleh dari penelusuran pustaka. 4.3. Penentuan dan Prosedur Pencarian Responden Penelitian ini menggunakan non-probability sampling untuk menentukan jumlah responden karena tidak dapat ditentukannya kerangka sampling (frame sampling) sebab kurangnya kelengkapan data populasi objek penelitian yang tersedia. Data yang diperoleh hanya menunjukkan banyak PKL di Kota Bogor (kurang lebih 12 ribu PKL) tanpa diketahui berapa jumlah PKL yang menjual TDB. Penggunaan metode ini menyebabkan setiap unsur dalam populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel karena
pemilihan unit sampling didasarkan pada pertimbangan atau penilaian subjektif dan tidak pada penggunaan teori probabilitas, kenyataannya tidak ada teknik statistika yang tepat untuk mengukur random sampling error dari sampel nonprobability (Santoso dan Fandy, 2001). Jenis metode non-probability sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah quota sampling, yaitu metode pemilihan responden yang mempunyai ciriciri tertentu dalam jumlah atau kuota yang diinginkan. Tujuan quota sampling adalah memastikan bahwa berbagai sub-kelompok dari suatu populasi akan terwakilkan pada karakteristik sampel yang relevan dalam jumlah yang diharapkan (Santoso dan Fandy, 2001). Banyak responden yang diambil pada penelitian ini sebesar 50 responden, sebagaimana besar sampel ideal yang dianjurkan untuk proses analisis faktor, yakni 50 sampai 100 sampel (Santoso, 2004). Banyak responden tersebut, terbagi atas 25 PKL yang menjual TDB di sekitar jalan utama dan 25 PKL yang menjual TDB di luar jalan utama, dengan menggunakan purpusive sampling sebagai dasar prosedur pencarian responden. Selengkapnya mengenai jumlah responden berdasarkan lokasi usaha dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Responden Berdasarkan Lokasi Usaha Lokasi Usaha Luar Jalan Utama
Jalan Utama
Jalan Jl. Rumah Sakit Jl. Pakuan Jl. Bangka Jl. Padjajaran Jl. Tajur Raya
Jumlah Responden 5 10 10 15 10
43
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Preferensi PKL terhadap merek TDB yang akan dijual dianalisis menggunakan metode pengurutan peringkat (rank-order) dan statistik deskriptif, analisis faktor dan analisis diskriminan digunakan untuk menganalisis faktorfaktor yang diduga mempengaruhi keputusan PKL dalam menentukan pilihan terhadap merek TDB. Proses pengolahan data menggunakan bantuan paket aplikasi Microsoft Office Excel 2003 dan SPSS 11.0 for Windows. 4.4.1. Metode Pengurutan Peringkat (Rank-Order) Metode pengurutan peringkat (rank-order) digunakan untuk menganalisis preferensi PKL terhadap merek TDB, yaitu meminta responden untuk mengurutkan peringkat merek TDB yang diajukan berdasarkan urutan sikap atau preferensi yang menggambarkan prioritas responden dalam memilih merek TDB yang akan dijualnya, dari peringkat paling atas sampai peringkat paling bawah. Metode ini unggul karena kesederhanaannya, namun tidak mengungkapkan seberapa kuat perasaan responden pada tiap merek produk dan sulit jika objek yang dievaluasi cukup banyak (Kotler, 2000). Adapun cara yang dipergunakan untuk mengetahui urutan sikap atau preferensi tiap kelompok responden dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1) di bawah ini:
Ao =
(n1 × R1 + n2 × R2 + ... + ni × Ri ) N
...............................................................1
di mana :
Ao = Sikap responden terhadap merek TDB ni = Jumlah responden yang memilih rank-order ke-i Ri = Rank-order ke-i N = Jumlah responden untuk setiap kelompok kombinasi merek TDB
44
4.4.2. Statistik Deskriptif Statistik Deskriptif digunakan untuk mengetahui realisasi pilihan PKL terhadap merek TDB. Statistik deskriptif merupakan metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan data dan penyajian gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1982). Data statistik yang diperoleh dari hasil survey, umumnya masih merupakan data acak atau mentah dan tidak terorganisir dengan baik. Data tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk tabel atau presentasi grafis. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Santoso, 2003). 4.4.3. Analisis Faktor Analisis faktor digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan PKL dalam menentukan pilihan terhadap merek TDB. Menurut Santoso dan Fandy (2001), analisis faktor pada prinsipnya digunakan untuk mereduksi data, yaitu proses untuk meringkas sejumlah variabel menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai faktor. Proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antar sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Selain untuk mereduksi data, analisis faktor juga di manfaatkan untuk membuat indeks komposit, serta untuk mengindentifikasi variabel yang dapat menggambarkan karakteristik umum dari populasi (representatif).
45
Menurut Gaspersz (1995), analisis faktor merupakan teknik analisis statistika yang bertujuan menerangkan struktur hubungan di antara variabelvariabel yang diamati dengan jalan membangkitkan beberapa faktor yang jumlahnya lebih sedikit daripada banyaknya variabel asal. Model analisis faktor mempostulatkan bahwa vektor acak X tergantung secara linier pada beberapa unobservable random variabels, F1, F2, …,Fm yang disebut common factor, dan p sumber keragaman tambahan, ε1, ε2, …, εp yang disebut sebagai galat (errors) atau specific factor. Model analisis faktor dapat dilihat pada persamaan (2). X1 = c11 F1 + c12 F2 + …+ c1m Fm + ε1 X2 = c21 F1 + c22 F2 + …+ c2m Fm + ε2 ......................................................... (2) ……………………………………… Xp = cp1 F1 + cp2 F2 + …+ cpm Fm + εp di mana:
Fj = (j = 1, 2, …, m) merupakan faktor bersama ke-j Cij = (i = 1, 2, …, p; j = 1, 2, …, m) merupakan parameter yang merefleksikan pentingnya faktor ke-j dalam komposisi dari respon ke-i, dalam analisis faktor disebut sebagai bobot (loading) dari respon ke-i pada faktor bersama ke-j εI = (i = 1, 2, …, p) merupakan galat dari respon ke-i, dalam analisis faktor disebut sebagai faktor spesifik ke-i yang bersifat acak Dalam notasi matrik dapat dinyatakan sebagaimana persamaan (3). X
=
(p x 1)
C
F
(p x m)
(m x 1)
+
ε (p x 1)
..................................................................... (3)
di mana:
X’ = (X1, X2, …, Xp) ε’ = (ε1, ε2, ..., εp)
46
C =
c11
c12 …………c1m
c21
c22 …………c2m
………………………... cp1
cp2 …………cpm
Matrik diatas disebut matriks bobot faktor (matrix of factor loadings). Sementara struktur peragam untuk model analisis faktor dapat dinyatakan dalam persamaan (4). 2 +ψ i Var (X i ) = σ ii = c i12 + c i22 + ... + c im
atau, Var (X i ) = σ ii = h i2 + ψ i
....................................................... (4) m
2 di mana : h i2 = c i12 + c i22 + ... + c im = ∑ c ij j=1
Dari persamaan (4) tampak bahwa ragam dari variabel respon Xi diterangkan oleh dua komponen, yaitu komponen h i2 dan komponen ψ i (baca: psi).
Komponen
h i2
disebut
sebagai
komunalitas
(communality)
yang
menunjukkan proporsi ragam dari variabel respon Xi yang diterangkan oleh m faktor bersama (secara bersama) yang nilainya merupakan jumlah kuadrat bobot dari variabel respon Xi pada m faktor bersama, sedangkan komponen ψ i merupakan proporsi ragam dari variabel respon Xi yang disebabkan oleh faktor spesifik atau galat dan disebut sebagai ragam spesifik (specifik variance). Peragam untuk variabel respon Xi dan Xk, i ≠ k (i, k = 1, 2, ..., p) ditentukan pada persamaan (5), sedangkan peragam antara variabel respon Xi dan faktor ke-j (Fj) ditentukan pada persamaan (6).
47
Cov (X i , X k ) = c i1c k1 + ... + c im c km =
Cov (X i , Fj ) = c ij
; i = 1, 2, ..., p
m
∑c c j=1
ij kj
.....................................................(5)
..........................................................................(6)
j = 1, 2, ..., m
Pada dasarnya terdapat dua metode pendugaan parameter dalam model analisis faktor yaitu metode komponen utama (principal component method) dan metode kemungkinan maksimum (maximum likelihood method). Pada penelitian ini, model analisis faktor diduga berdasarkan metode komponen utama. Sesuai dengan konsep analisis komponen utama, maka model analisis faktor dapat diturunkan dari matriks peragam Σ yang diduga berdasarkan matriks peragam S apabila semua variabel Xi yang diamati mempunyai satuan pengukuran yang sama, atau dapat diturunkan dari matriks korelasi ρ yang diduga berdasarkan matriks korelasi contoh R apabila variabel-variabel Xi tidak diukur dalam satuan yang sama. Apabila analisis faktor didasarkan pada matriks peragam S, maka besarnya keragaman yang dapat diterangkan oleh faktor ke-j (j= 1, 2, ...,m) ditentukan berdasarkan persamaan (7), sedangkan apabila didasarkan pada matriks korelasi R, maka ditentukan menggunakan persamaan (8). p
Peranan Fj =
c1j2 + c 22j + ... + c 2pj s11 + s 22 + ... + s pp
∑ c1j2 x 100% =
i =1
tr (S)
..................................(7) x 100%
di mana: tr (S) = teras dari matriks peragam S
48
p
p
∑ c1j2 Peranan F = j
i =1
tr (R)
∑ c1j2 x 100% =
i =1
p
x 100%
......................................................(8)
di mana:
tr (R) = teras dari matriks korelasi R p = banyaknya variabel Xi yang diamati tr (R) = p Besarnya keragaman dari variabel Xi, Var (X) yang diterangkan oleh faktor
ke-j (j= 1, 2, ..., m) ditentukan berdasarkan persamaan (9).
Var (X ) yang diterangkan F = i
j
c1j2 p
∑
c1j2
x 100%
........................................................(9)
i =1
Dalam situasi tertentu apabila m buah faktor bersama yang dilibatkan dalam analisis cukup banyak, kadang terdapat kesulitan dalam menginterpretasikan faktor-faktor tersebut karena adanya tumpang-tindih variabel-variabel Xi yang diterangkan oleh m buah faktor bersama. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dilakukan rotasi yang dikenal sebagai rotasi faktor (faktor rotation). Rotasi faktor tidak lain merupakan transformasi ortogonal dari faktor-faktor. Jika C adalah matriks dugaan untuk bobot faktor, maka rotasi faktor akan menghasilkan matriks bobot “rotasi” faktor C* dinyatakan pada persamaan (10). C* = C T ...............................................................................(10) di mana: TT’ = T’T = I
Salah satu bentuk transformasi yang dipergunakan pada penelitian ini adalah berdasarkan kriteria rotasi varimax. Prosedur varimax adalah memilih matriks
49
transformasi ortogonal T yang memaksimumkan V, dimana V didefinisikan pada persamaan (11).
V=
p *2 2 1 p ⎧ p ~*4 ⎫ ∑ ⎨∑ cij − ( ∑ ~c ) / p⎬ p i =1 ⎩i =1 i =1 ⎭
.............................................................. (11)
* di mana: ~cij = c *ij / h i merupakan koefisisen rotasi akhir setelah dibakukan terhadap akar pangkat dua dari komunalitas.
Skor faktor pada analisis faktor dapat diturunkan dari matriks peragam S atau dari matriks korelasi R. Jika analisis faktor diturunkan dari matriks peragam S, maka skor faktor dihitung berdasarkan persamaan (12), namun apabila diturunkan dari matriks korelasi R, maka skor faktor dihitung menggunakan persamaan (13).
F = C ′ S - 1 ( X − X) ; j = 1, 2, ..., n j
....................................................................... (12)
di mana:
F C S-1 Xj
= = = = X = n =
matriks skor faktor (diturunkan dari S) matriks bobot faktor (diturunkan dari S) invers dari matriks peragam S vektor pengamatan individu ke-j vektor nilai rata-rata dari variabel X ukuran contoh (sample size)
F = C′z R - 1 Z j ; j = 1, 2, ..., n
................................................................................ (13)
di mana:
F = Cz = R-1 = Zj = N =
matriks skor faktor (diturunkan dari R) matriks bobot faktor (diturunkan dari R) invers dari matriks peragam R vektor skor baku pengamatan dari individu ke-j ukuran contoh (sample size)
50
Dari uraian diatas, secara garis besar tahapan analisis faktor pada penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Oleh karena analisis
faktor
berupaya
mengelompokkan
sejumlah
variabel,
maka
seharusnya ada korelasi yang cukup kuat di antara variabel, sehingga akan terjadi pengelompokan. Jika sebuah variabel atau lebih berkorelasi lemah dengan dengan variabel lainnya, maka variabel tersebut akan dikeluarkan dari analisis faktor. Untuk menguji kuat lemahnya korelasi di antara variabel digunakan MSA (measure of sampling adequacy) dan barlett’stest
of
sphericity.
2. Melakukan proses ’ekstrasi’ atas sejumlah variabel terpilih hingga menjadi satu atau beberapa faktor. Pada penelitian ini digunakan principal component method untuk melakukan proses ekstrasi.
3. Melakukan proses rotasi faktor untuk memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain. 4. Intepretasi atau penamaan faktor yang sudah terbentuk. 5. Validasi hasil faktor untuk mengetahui apakah faktor yang terbentuk telah stabil dan bisa untuk menggeneralisasi populasinya. Metode validasi yang digunakan pada penelitian ini, yakni dengan membagi sampel awal menjadi dua bagian, kemudian membandingkan hasil faktor sampel satu dan sampel dua dengan faktor yang terbentuk mula-mula. Jika hasil tidak banyak perbedaan, bisa dikatakan faktor yang terbentuk telah valid.
51
4.4.4. Analisis Diskriminan
Penggunaan analisis diskriminan pada penelitian adalah untuk mengetahui variabel yang membedakan grup responden yang terbentuk. Menurut Santoso dan Fandy (2001), analisis diskriminan adalah teknik multivariat yang termasuk dependence method, yakni adanya variabel dependen dan independen. Oleh
karena bentuk multivariat dari analisis diskriminan adalah dependen, maka variabel dependen adalah variabel yang menjadi dasar analisis diskriminan. Prinsip analisis diskriminan secara umum adalah untuk mengetahui adanya perbedaan yang jelas antar isi variabel dependen pada variabel dependen dan variabel independen mana pada fungsi diskriminan yang membuat perbedaan. Menurut Simamora (2005), model analisis diskriminan adalah sebuah persamaan yang menunjukkansuatu kombinasi linier dari berbagai variabel independen. Sebagaimana dijelaskan persamaan (14). D = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + ...+ bk Xk
.................................................. (14)
di mana:
D = skor diskriminan b = koefisien diskriminan atau bobot X = prediktor atau variabel independen Secara garis besar tahapan analisis diskriminan pada penelitian ini dapat
dijelaskan sebagai berikut: 1. Memisah
variabel-variabel
menjadi
variabel
dependen
dan
variabel
independen 2. Menentukan metode untuk membuat fungsi diskriminan. Pada penelitian ini digunan metode step-wise esrimation, di mana variabel dimasukkan satu
52
persatu ke dalam model diskriminan. Pada proses ini, tentu ada variabel yang tetap ada pada model dan ada kemungkinan satu atau lebih variabel independen yang dibuang dari model. 3. Menguji signifikansi dari fungsi diskriminan yang telah terbentuk, dengan menggunakan wilk’s lambda, pilai, F test dan lainnya. 4.5. Definisi Operasional
1. Gerai dalam segala bentuknya berfungsi sebagai tempat pembelian barang atau jasa, yaitu dalam arti konsumen datang ke gerai untuk melakukan transaksi belanja dan membawa pulang barang atau menikmati jasa. 2. Pengecer adalah orang yang menjual barang atau jasa secara eceran kepada masyarakat atau konsumen. 3. PKL adalah pengecer yang menempati kios atau bangunan sederhana dan sifatnya tidak permanen, biasanya menempati bahu jalan atau trotoar dan lokasinya terkonsentrasi di pusat-pusat keramaian. 4. Jalan utama adalah jalan protokol yang menghubungkan antara kota satu dengan kota lainnya dan disepanjang jalan tersebut biasanya terdapat banyak fasilatas publik, misalnya kantor permerintahan, tempat peribadatan, terminal, stasiun, dan pusat-pusat perbelanjaan. 5. Di luar jalan utama adalah jalan yang berada diluar jalan protokol. 6. Responden dalam penelitian ini adalah PKL yang menjual merek-merek TDB yang di produksi oleh tiga perusahaan yang menguasai pangsa pasar di industri teh siap saji khususnya TDB, yaitu: PT. Sinar Sosro (TBS dan Fruit Tea), PT. Coca Cola Amatil Indonesia (Frestea), dan PT. Pepsi-Cola Beverages (TeKita).
53
7. Merek-merek TDB adalah TBS, Fruit Tea, Frestea dan TeKita. 8. Variabel yang digunakan adalah variabel-variabel yang diduga mempengaruhi keputusan pemilihan merek TDB oleh PKL. Variabel-variabel tersebut dihimpun dari berbagai literatur dan wawancara terbuka dengan beberapa PKL yang dilakukan sebelum penyebaran kuisioner, yaitu: a. Potensi laba Potensi laba menjelaskan seberapa besar TDB dapat menghasilkan keuntungan bagi PKL. b. Harga beli Harga beli menjelaskan berapa biaya yang harus dikeluarkan PKL untuk membeli TDB per kratnya di tingkat agen. c. Ketersediaan produk Ketersediaan produk menjelaskan kemudahan PKL untuk mendapatkan TDB tertentu di pasaran. d. Perputaran produk Perputaran produk menjelaskan seberapa cepat persediaan merek TDB tertentu habis dijual untuk kemudian diganti dengan persediaan baru. e. Permintaan atau pengakuan merek TDB tertentu oleh konsumen Permintaan merek TDB tertentu oleh konsumen menjelaskan merek TDB yang paling banyak ditanyakan atau diinginkan konsumen ketika melakukan proses pembelian TDB. f. Jaminan peti botol (krat) Jaminan peti botol menjelaskan berapa besar biaya yang dikeluarkan PKL untuk memperoleh peti botol (krat) ketika melakukan pembelian awal.
54
g. Jaminan botol Jaminan botol menjelaskan berapa besar biaya yang dikeluarkan PKL untuk memperoleh botol TDB ketika melakukan pembelian awal. h. Mekanisme pengembalian botol Mekanisme pengembalian botol menjelaskan bagaimana botol-botol TDB dikembalikan, diambil oleh armada perusahaan atau dikembalikan sendiri. i. Pemerolehan peti pendingin Pemerolehan peti pendingin menjelaskan bagaimana PKL memperoleh peti pendingin, dengan syarat pembelian tertentu atau dibagikan gratis. j. Dukungan promosi Dukungan promosi menjelaskan seberapa luas promosi yang dilakukan oleh produsen melalui media elektronik, surat kabar, atau papan reklame. k. Citra produsen Citra produsen menjelaskan bagaimana citra produsen di mata konsumen mempengaruhi pilihan PKL terhadap merek TDB tertentu. l. Mulai Berjualan merek TDB tertentu Mulai berjualan merek TDB tertentu menjelaskan berapa lama PKL mulai menjual merek TDB tertentu. m. Hubungan dengan agen Hubungan dengan agen menjelaskan seberapa erat hubungan baik PKL dengan agen merek TDB tertentu sehingga menyebabkan PKL enggan menjual merek TDB lain meskipun merek TDB yang lain menjanjikan keuntungan yang lebih besar.
55
n. Pengaruh atau arahan agen Pengaruh atau arahan agen menjelaskan seberapa kuat agen merek TDB tertentu mempengaruhi PKL untuk tidak beralih ke merek TDB lain. o. Pengaruh PKL lain Pengaruh PKL lain menjelaskan seberapa besar pengaruh PKL lain terhadap PKL untuk mengikuti pilihannya terhadap merek TDB tertentu. p. Pengaruh keluarga Pengaruh keluarga menjelaskan seberapa besar pengaruh keluarga kepada PKL (pengambil keputusan) untuk memilih merek TDB tertentu. Variabel-variabel di atas diukur dengan cara meminta responden memberi tanda ’x’ di sembarang tempat di antara garis angka 1 sampai 5, yang akan diukur sebagai jawaban responden dalam bentuk angka. Sebagaimana ditunjukkan contoh pertanyaan berikut: Semakin tinggi potensi laba TDB merek tertentu mempengaruhi pilihan Anda terhadap merek TDB yang akan Anda jual? x
1 Sangat Tidak Setuju
5 Sangat Setuju
di mana: Semua pengukuran atribut mempunyai arah yang sama, yaitu angka 1
untuk penilaian yang negatif sampai angka 5 untuk penilaian yang positif. Hasil pengukuran bersifat numerik, dengan kemungkinan desimal 1 angka
di belakang koma. Hal ini disebabkan reponden memberi tanda ’x’ di sembarang tempat di antara angka 1 sampai 5 dan bukannya memilih titik 1,
2,
3,
4,
atau
5
(data
ordinal).
56
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Letak Geografis Kota Bogor
Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106°-48° BT dan 6°-26° LS, kedudukan geografis Kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya sangat dekat dengan Ibu Kota Negara, merupakan posisi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, industri, perdagangan, transportasi, komunikasi serta pariwisata. Kota Bogor mempunyai ketinggian antara 190 meter sampai dengan 330 meter diatas permukaan laut dengan topografi bergelombang. Kondisi iklim di Kota Bogor ditunjukkan oleh suhu rata-rata tiap bulan 26 derajat celcius dengan suhu terendah 21,8 derajat celcius dan suhu tertinggi 30,4 derajat celcius. Sementara kelembaban udara Kota Bogor tercatat sebesar 70 persen, curah hujan rata-rata tiap tahun sekitar 3.500-4.000 millimeter dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari. 5.1.2. Wilayah Administrasi Kota Bogor
Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 hektar di mana secara administratif terdiri dari enam wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa (lima diantaranya termasuk desa tertinggal yaitu desa Pamoyanan, Genteng, Balungbangjaya, Mekarwangi dan Sindangrasa), 210 dusun, 623 RW, 2.712 RT dan dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor dengan batas-batas sebagai berikut: (1) sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan
Kecamatan Sukaraja, (2) sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, (3) sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, dan (4) sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin. 5.1.3. Kondisi Demografis Kota Bogor
Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2006 tercatat sebesar 750.250 jiwa termasuk di antaranya 16.355 kepala keluarga miskin, dengan kepadatan penduduk 63 jiwa per hektar dan laju pertumbuhan penduduk 1,01 persen per tahun, Kota Bogor memiliki laju pertumbuhan ekonomi 6,20 persen dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 75,16 (Tabel 4). Tabel 4. Jumlah Penduduk Kota Bogor per Kecamatan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2006 Kecamatan Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Saeral Jumlah
Laki-Laki (jiwa) 77.254 38.307 64.148 46.235 86.496 67.006 379.446
Perempuan (jiwa) 73.881 38.958 61.710 46.620 84.148 65.487 370.804
Jumlah (jiwa) 151.135 77.265 125.858 92.855 170.644 132.493 750.250
Sumber: www.bogor.go.id. 2006
5.2. Karakteristik Umum Responden
Karakteristik umum responden yaitu karakteristik Pedagang Kaki Lima– PKL yang menjual Teh Dalam Botol–TDB yang diperoleh dari hasil survey. Hal yang akan dirisalah meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan terakhir, lokasi usaha, tingkat pendapatan bersih dalam sebulan, banyak dan jenis kombinasi merek TDB yang dijual dan rata-rata volume penjualan serta frekuensi pembelian TDB yang dilakukan responden.
58
5.2.1. Komposisi Jenis Kelamin Responden
Secara keseluruhan hasil survey menunjukkan bahwa komposisi responden laki-laki dengan perempuan kurang seimbang. Responden laki-laki memiliki persentase jauh lebih besar dibandingkan dengan responden perempuan. Masingmasing 92 persen untuk responden laki-laki dan delapan persen untuk responden perempuan (Gambar 9).
8%
Jenis Kelamin Laki-Laki Jenis Kelamin Perempuan
92%
Jenis Kelamin Laki-Laki
Jumlah PKL 46
Perempuan
4
Total
50
Gambar 9. Komposisi Jenis Kelamin Responden Situasi keamanan yang tidak kondusif, waktu kerja yang panjang sehingga menuntut kekuatan fisik lebih besar (beberapa PKL berjualan sampai larut malam), dan maraknya penertiban terhadap lokasi usaha PKL yang dilakukan oleh pemerintah daerah setempat dengan alasan untuk menjaga kebersihan, ketertiban, serta mengurangi kemacetan menyebabkan profesi PKL lebih banyak digeluti oleh laki-laki daripada perempuan. 5.2.2. Komposisi Usia Responden
Usia yang dimaksud adalah jumlah tahun yang telah dilewati oleh responden tetapi bukan usia pada tahun berjalan. Penggolongan usia responden didasarkan pada usia tertinggi responden dikurangi usia terendah responden dibagi
59
jumlah kelompok usia yang diinginkan. Usia tertinggi dan terendah responden yang diperoleh dari hasil survey masing-masing adalah 45 tahun dan 21 tahun dengan jumlah kelompok usia yang diinginkan sebanyak lima kelompok. Dari lima kelompok usia yang diperoleh, responden dalam kelompok usia 36-40 tahun memiliki persentase terbesar, yakni 32 persen, sedangkan responden yang memiliki persentase terkecil (10 persen) adalah responden dalam kelompok usia 21-25 tahun. Berdasarkan komposisi usia untuk setiap jenis kelamin, dari lima kelompok usia yang diperoleh, responden laki-laki dalam kelompok usia 3640 tahun memiliki persentase terbesar, yakni 31 persen sementara pada responden perempuan hanya terdapat 2 kelompok usia, yakni kelompok usia 36-40 tahun dan 41-45 tahun masing-masing memiliki persentase sebesar 50 persen (Gambar 10). Keseluruhan
Laki-laki
Perempuan
11%
15%
10% 18% 14%
15% 50%
50%
31% 32%
26%
28%
Jenis Kelamin Laki-Laki
Usia (tahun) 21-25 5
26-30 7
31-35 36-40 13
Perempuan Total
5
7
13
41-45
>46
Total
14
7
0
46
2
2
0
4
16
9
0
50
Usia 21-25 tahun Usia 26-30 tahun Usia 31-35 tahun Usia 36-40 tahun Usia 41-45 tahun
Gambar 10. Komposisi Kelompok Usia untuk Setiap Jenis Kelamin Responden Banyaknya responden berusia produktif berprofesi sebagai PKL dapat menjadi indikasi kurang tersedianya lapangan pekerjaan di sektor formal yang dapat menampung mereka. Berprofesi sebagai PKL merupakan salah satu alternatif utama untuk tetap memperoleh penghasilan karena relatif mudah untuk
60
dimasuki tanpa memerlukan modal yang besar dan keahlian khusus (low barrier to entry).
Pernyataan diatas didukung hasil survey, bahwa pada umumnya alasan responden memilih profesi sebagai PKL dikarenakan sulitnya mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Selain itu cukup besarnya pendapatan dan kebebasan mengatur waktu apabila menjalankan usaha sendiri menyebabkan mereka lebih memilih profesi sebagai PKL bila dibandingkan bekerja di sektor formal tertentu, misalnya menjadi buruh pabrik. 5.2.3. Komposisi Tingkat Pendidikan Terakhir Responden
Tingkat pendidikan diukur dari tingkat pendidikan terakhir yang telah dilalui oleh responden, bukan tingkat pendidikan yang dijalani. Tingkat pendidikan terakhir responden bervariasi mulai dari tidak lulus Sekolah Dasar–SD sampai dengan Sekolah Menengah Atas–SMA. Secara keseluruhan responden dengan tingkat pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama–SMP memiliki persentase terbesar, yakni 52 persen, sedangkan responden dengan tingkat pendidikan tidak lulus SD memiliki persentase terkecil, yakni dua persen. Seperti ditunjukkan Gambar 11. Bervariasinya tingkat pendidikan terakhir yang dimiliki responden menunjukkan bahwa profesi PKL relatif mudah untuk dimasuki tanpa mensyaratkan jenjang pendidikan dan keahlian tertentu bagi orang yang ingin menggelutinya. Perlu dicermati, cukup besarnya persentase responden dengan tingkat pendidikan terakhir SMA (16 persen) dapat pula menjadi indikasi kurangnya tersedianya lapangan pekerjaan di sektor formal sebagaimana sudah diungkapkan diatas.
61
Keseluruhan
Laki-laki
2%
2%
16%
30%
Perempuan 17%
33% 100%
48%
52%
Jenis Kelamin Laki-Laki
Pendidikan Terakhir SD 8
Perempuan Total
SMP SMA 22
Total
Tidak Lulus SD
15
1
8
26
Pendidikan T erakhir SMP
46
4
Pendidikan T erakhir SMA
4 15
1
Pendidikan T erakhir SD
Pendidikan T erakhir Lainnya
50
Gambar 11. Komposisi Tingkat Pendidikan Terakhir untuk Setiap Jenis Kelamin Responden 5.2.4. Lokasi Usaha Responden
Berdasarkan komposisi lokasi usaha untuk setiap jenis kelamin, responden laki-laki lebih banyak berjualan di sekitar jalan utama (52 persen) dibandingkan di luar jalan utama (48 persen), sementara responden perempuan lebih memilih berjualan di luar jalan utama, yakni 75 persen dengan alasan faktor keamanan dan kedekatan lokasi usaha dari tempat tinggal mereka (Gambar 12).
Laki-laki
Perempuan 25%
48% 52%
75% Jenis Kelamin
Lokasi Bukan Jalan Utama
Total Jalan Utama
Laki-Laki
22
24
Perempuan
3
1
4
25
50
Total
25
46
Lokasi Luar Jalan Utama
Lokasi Jalan Utama
Gambar 12. Komposisi Lokasi Usaha untuk Setiap Jenis Kelamin Responden
62
5.2.5. Sebaran Tingkat Pendapatan Bersih Responden
Tingkat pendapatan bersih responden menggambarkan ukuran keuntungan usaha yang dikelola oleh responden. Pendapatan bersih responden merupakan selisih antara pendapatan kotor responden dan pengeluaran total responden. Teknis pemerolehan datanya, responden hanya diminta untuk menuliskan berapa pendapatan bersih yang diperoleh dengan mengacu pada range pendapatan bersih yang tertulis dalam kuisioner tanpa merinci berapa pendapatan kotor dan pengeluaran total selama satu bulan. Metode ini dilakukan karena pertimbangan waktu mengingat banyaknya pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. Gambar 13 menunjukkan tingkat pendapatan bersih responden berkisar kurang dari 500 ribu rupiah per bulan sampai dengan lebih dari satu juta rupiah per bulan yang tersebar mendekati normal. Responden dengan tingkat pendapatan bersih 500 ribu rupiah sampai dengan satu juta rupiah memiliki jumlah paling banyak, yakni 40 responden di mana 22 responden di dalamnya berjualan di sekitar jalan utama.
45 40
40
Jumlah Responden
35 30 25
Bukan Jalan Utama Luar Jalan Utama
22
Jalan Utama
18
20
T otal
15 10 5
9
7 2
1
1
0 < 500 ribu
500 ribu-1 juta
> 1 juta
Pendapatan Bersih (Rupiah per Bulan) Pendapatan Bersih per Bulan
Gambar 13. Sebaran Tingkat Pendapatan Bersih Responden untuk Setiap Lokasi Usaha
63
Lebih besarnya pendapatan bersih responden yang berjualan di sekitar jalan utama dibandingkan dengan di luar jalan utama, erat hubungannya dengan volume penjualan yang dilakukan oleh responden. Khususnya TDB, rata-rata volume penjualan TDB oleh responden yang berjulan di sekitar jalan utama lebih besar daripada responden yang berjualan di luar jalan utama, selengkapnya akan dibahas pada sub bab selanjutnya mengenai rata-rata volume penjualan dan frekuensi pembelian TDB. 5.2.6. Banyak, Jenis Kombinasi Merek Teh Dalam Botol dan Hubungannya dengan Pendapatan Bersih Responden
Hasil survey menunjukkan bahwa responden tidak hanya menjual satu merek TDB saja, responden menjual dua sampai dengan empat merek TDB (kombinasi dari TBS, Fruit Tea, Frestea, dan TeKita) dengan berbagai pertimbangan yang didasari oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya dalam melakukan pemilihan terhadap merek TDB tersebut. Secara keseluruhan, dari tiga kelompok kombinasi yang ada, kombinasi tiga merek TDB merupakan kombinasi yang paling banyak dipilih responden, yakni sebesar 46 persen diikuti kombinasi dua merek TDB sebesar 32 persen, dan kombinasi empat merek TDB sebesar 22 persen (Tabel 5). Berdasarkan lokasi usaha antara responden yang berjualan di luar jalan utama dengan responden yang berjualan di sekitar jalan utama terdapat perbedaan dalam menentukan banyak kombinasi merek TDB yang dijual. Banyak kombinasi merek TDB yang dijual cenderung menurun untuk responden yang berjualan di luar jalan utama dan sebaliknya banyak kombinasi merek TDB cenderung naik untuk responden yang berjualan di sekitar jalan utama. Hal tersebut terjadi karena tidak meratanya pendistribusian produk TDB merek tertentu.
64
Tabel 5 juga menunjukkan secara keseluruhan berdasarkan jenis kombinasi merek TDB, TBS, Fruit Tea, dan Frestea merupakan jenis kombinasi merek TDB yang paling banyak dijual oleh responden, yakni sebesar 36 persen diikuti kombinasi dari TBS, Fruit Tea, Frestea, dan TeKita sebesar 22 persen. Tabel 5. Komposisi Banyak Kombinasi Merek dan Jenis Kombinasi Merek Teh Dalam Botol yang Dijual Responden Lokasi Usaha
Luar Jalan Utama
Banyak Kombinasi Merek TDB 2 merek
3 merek
4 merek 2 merek Jalan Utama
3 merek
4 merek 2 merek 3 merek Total 4 merek
Jenis Kombinasi Merek TDB
TBS, Fruit Tea TBS, Frestea TBS, Fruit Tea, Frestea TBS, Frestea, TeKita TBS, Fruit Tea, Frestea, Tekita TBS, Fruit Tea TBS, Frestea TBS, Fruit Tea, Frestea TBS, Frestea, TeKita TBS, Fruit Tea, Frestea, Tekita TBS, Fruit Tea TBS, Frestea TBS, Fruit Tea, Frestea TBS, Frestea, TeKita TBS, Fruit Tea, Frestea, Tekita
Jumlah Responden
Total Persentase Persentase (%) (%)
5 6
10 12
10
20
2
4
2
4
4
2 3
4 6
10
8
16
3
6
9
18
18
7 9
14 18
32
18
36
5
10
11
22
22 24
22
46 22
TBS merupakan merek TDB yang selalu dijual oleh responden baik yang berjualan di luar jalan utama maupun yang berjualan di sekitar jalan utama. Artinya, ada indikasi bahwa TBS merupakan prioritas pilihan utama bagi responden. Hal ini akan dibuktikan dalam bahasan selanjutnya mengenai preferensi, faktor yang mempengaruhi dan realisasi responden terhadap merek TDB.
65
Berdasarkan sebaran tingkat pendapatan bersih responden untuk setiap kombinasi merek TDB, dari tiga kelompok kombinasi merek TDB yang ada, kombinasi tiga merek TDB merupakan kombinasi yang paling ideal meskipun tidak ada responden dari kelompok ini yang memiliki pendapatan lebih dari satu juta rupiah. Tingkat pendapatan bersih yang mereka peroleh per bulan berkelompok pada tingkat pendapatan 500 ribu rupiah sampai dengan satu juta rupiah, yaitu sebanyak 21 responden, hanya dua responden dari kelompok ini yang memiliki tingkat pendapatan bersih kurang dari 500 ribu (Gambar 14).
45 40
Jumla h Res ponden (PKL)
40 35 30
2 Merek
25
3 Merek
21
4 Merek
20
T otal
15 10 5
9
7
9
10
2
1
1
0
< 500 rb
500 rb - 1 jt
> 1 jt
Pendapatan Bersih (Rupiah per Bulan)
Gambar 14. Sebaran Tingkat Pendapatan Bersih Responden untuk Setiap Kombinasi Merek Teh Dalam Botol 5.2.7. Rata-Rata Volume Penjualan dan Frekuensi Pembelian Teh Dalam Botol–TDB
Tabel 6 menunjukkan secara keseluruhan rata-rata volume penjualan TDB yang dilakukan responden mencapai 4,65 krat per minggu, di mana rata-rata volume penjualan TDB oleh responden yang berjualan di sekitar jalan utama lebih besar (4,91 krat per minggu) daripada responden yang berjualan di luar jalan utama (4,40 krat per minggu). TBS memiliki rata-rata volume penjualan tertinggi,
66
yakni 2,31 krat per minggu dan Fruit Tea memiliki rata rata volume penjualan terendah, yakni 1,01 krat per minggu. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa besar rata-rata volume penjualan merek TDB selain ditentukan oleh pemilihan letak lokasi usaha juga ditentukan oleh banyak kombinasi TDB yang dijual. Tabel 6. Rata-Rata Volume Penjualan Teh Dalam Botol oleh Responden
Lokasi Usaha
Jenis Kombinasi Merek TDB
Rata-rata Volume Penjualan Merek TDB Tertentu (Krat/ Minggu)
2,40 2,33 2,20 2,00
1,40 0,90 -
1,50 1,25 0,75
2,00
Rata-rata Volume Penjualan TDB (Krat/ Minggu) 3,80 3,83 4,35 4,75
2,00
0,50
0,75
2,00
5,25
2,19 3,00 2,33 2,38 2,33
0,93 1,00 1,25 -
1,06 2,00 1,63 1,17
2,00 1,67
4,40 4,00 4,33 5,26 5,17
2,11
1,00
1,11
1,56
5,78
2,43 2,31
1,08 1,01
1,48 1,27
1,62 1,81
4,91 4,65
TBS
TBS, Fruit Tea TBS, Frestea Luar TBS, Fruit Tea, Frestea Jalan TBS, Frestea, TeKita Utama TBS, Fruit Tea, Frestea, Tekita Total TBS, Fruit Tea TBS, Frestea TBS, Fruit Tea, Frestea Jalan TBS, Frestea, TeKita Utama TBS, Fruit Tea, Frestea, Tekita Total Grand Total
Fruit Tea
Frestea
TeKita
Menarik diperhatikan, rata-rata volume penjualan TeKita baik di luar jalan utama dan di sekitar jalan utama jauh lebih besar dibandingkan dengan Frestea dan Fruit Tea (Tabel 6), namun kenyataannya hanya sedikit responden yang menjual TeKita. Keengganan responden menjual TeKita dapat dipahami karena TeKita lebih sulit diperoleh dibandingkan dengan produk TDB lainnya. Hasil survey juga menunjukkan bahwa keseluruhan responden melakukan pembelian TDB langsung dari agen, yaitu ketika mobil agen melewati lokasi mereka berjualan. Tabel 7 menunjukkan bahwa frekuensi pembelian TDB yang
67
dilakukan responden berkisar antara satu sampai dengan tiga kali dalam seminggu. Responden yang melakukan pembelian TDB satu kali dalam seminggu umumnya responden yang berjualan di luar jalan utama (36 persen). Sedangkan responden yang berjualan di sekitar jalan utama umumnya melakukan pembelian TDB dua sampai dengan tiga kali dalam seminggu, masing-masing 32 persen dan 14 persen. Sementara berdasarkan banyak kombinasi merek, Lampiran 2 menunjukkan bahwa banyaknya kombinasi merek yang dijual responden cenderung
berkorelasi
positif
dengan
frekuensi
pembelian
TDB
yang
dilakukannya dalam seminggu. Tabel 7. Komposisi Responden Terhadap Frekuensi Pembelian Teh Dalam Botol Lokasi Usaha
Luar Jalan Utama Jalan Utama Total
Frekuensi Pembelian (per Minggu)
1 kali 2 kali 3 kali 1 kali 2 kali 3 kali 1 kali 2 kali 3 kali
Jumlah Responden
18 6 1 2 16 7 20 22 8
Persentase dari Total Responden (%) 36 12 2 4 32 14 40 44 16
68
VI. PREFERENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PEMILIHAN MEREK TEH DALAM BOTOL
6.1. Preferensi Responden Terhadap Merek Teh Dalam Botol
Preferensi responden terhadap merek TDB menggambarkan urutan prioritas pemilihan merek TDB yang akan dijual oleh responden. Analisis preferensi responden tersebut dilakukan dengan menggunakan metode pengurutan peringkat (rank-order) yang unggul karena kesederhanaannya (efektif karena objek yang dievalusi sedikit), walaupun tidak mengungkapkan seberapa kuat perasaan responden pada tiap merek produk. Hasil dari analisis preferensi responden terhadap merek TDB yang beredar di pasaran, menemukan kesamaan urutan preferensi antara kelompok responden yang menjual kombinasi dua merek TDB dengan kelompok responden yang menjual kombinasi tiga merek TDB, perbedaan urutan preferensi ditunjukkan oleh kelompok responden yang menjual kombinasi empat merek TDB. Berdasarkan ketiga kelompok responden di atas, TBS konsisten menjadi pilihan utama responden, sedangkan Frestea sebagai kompetitor baru menjadi pilihan berikutnya terutama untuk responden yang menjual kombinasi dua merek dan tiga merek TDB (Lampiran 3). Keseluruhan urutan preferensi responden terhadap merek TDB yang beredar di pasaran dimulai dari TBS diikuti Frestea, Fruit Tea dan terakhir TeKita (Tabel 8). Menarik diperhatikan Frestea sebagai pendatang baru memiliki preferensi yang lebih baik dibandingkan dengan TeKita yang lebih dulu muncul. Hal ini diduga karena ketersediaan Frestea yang lebih baik dari pada TeKita. Sementara Fruit Tea yang diluncurkan setelah kemunculan Frestea masih belum menarik
perhatian responden meskipun responden kadang diwajibkan oleh agen untuk membeli Fruit Tea ketika mereka membeli TBS. Tabel 8. Urutan Preferensi Responden Terhadap Merek Teh Dalam Botol Merek TDB
Nilai Preferensi Responden (Nilai Ao)*
Teh Botol Sosro–TBS Fruit Tea Frestea TeKita
Urutan Preferensi Responden (Urutan Ao)
1.20 3.08 2.46 3.26
1 3 2 4
* Nilai Ao menggambarkan urutan preferensi, semakin kecil nilai Ao semakin tinggi urutan preferensinya Secara keseluruhan hasil survey juga menunjukkan bahwa urutan preferensi responden terhadap merek TDB tidak ada perbedaan dengan realisasi pilihan merek TDB yang akan dijual responden. Hal ini ditunjukkan dari urutan jumlah responden yang menjual merek TDB tertentu, dimulai dari TBS diikuti Frestea, Fruit Tea dan terakhir TeKita (Tabel 9). Tabel 9. Realisasi Pilihan Responden Terhadap Merek Teh Dalam Botol Merek TDB yang Dijual
Urutan Jumlah Responden
Jumlah Responden
TBS Fruit Tea Frestea TeKita
50 36 43 16
1 3 2 4
Urutan preferensi responden terhadap merek TDB diduga dipengaruhi oleh variabel potensi laba, harga beli produk, ketersediaan produk, perputaran produk, permintaan
konsumen,
jaminan
peti
botol,
jaminan
botol,
mekanisme
pengembalian botol, pemerolehan peti pendingin, dukungan promosi, citra produsen, mulai berjualan merek TDB tertentu, hubungan dengan agen, pengaruh agen, pengaruh PKL lain, dan pengaruh keluarga.
70
Variabel-variabel di atas membentuk sikap atau preferensi responden terhadap merek TDB, yang akan mengarahkan responden dalam melakukan pemilihan terhadap berbagi merek TDB yang akan dijualnya. Jadi merek TDB yang dipilihnya merupakan petunjuk atas susunan preferensinya, dengan kata lain permintaannya di pasar merupakan preferensi nyata baginya. 6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Merek Teh Dalam Botol 6.2.1. Analisis Faktor 6.2.1.1. Menilai Variabel yang Layak
Tahap pertama pada analisis faktor adalah menilai mana saja variabel yang dianggap layak (appropriateness) untuk dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Logika pengujiannya adalah jika sebuah variabel mempunyai kecenderungan mengelompok dan membentuk sebuah faktor, maka variabel tersebut akan mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan variabel lain. Sebaliknya, variabel yang berkorelasi lemah dengan variabel lain cenderung tidak akan mengelompok dengan faktor tertentu. Proses pengujian variabel dengan menggunakan Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling Adequacy–KMO MSA dan Bartlett’s Test of Sphericity
menyisakan 12 variabel dari 16 variabel awal. Keduabelas variabel tersebut adalah potensi laba, harga beli produk, ketersediaan produk, perputaran produk, permintaan konsumen, mekanisme pengembalian botol, pemerolehan peti pendingin, dukungan promosi, citra produsen, mulai menjual TDB merek tertentu, hubungan dengan agen, dan pengaruh agen (Lampiran 4). Ringkasnya,
seperti
ditunjukkan
Tabel
10
variabel-variabel
yang
dihilangkan pada setiap pengujian dengan menggunakan KMO MSA dan
71
Bartlett’s Test of Sphericity secara berurutan terdiri dari variabel jaminan peti
botol, pengaruh keluarga, pengaruh PKL lain, dan jaminan botol karena memiliki angka MSA paling kecil dan kurang dari batas toleransi sebesar 0,5 (anti-image correlation) dibandingkan dengan variabel lainnya. Hal itu, menyebabkan angka
MSA total meningkat dalam setiap pengujiannya. Pada pengujian ulang keempat, angka MSA sebesar 0,747 meningkat dari sebelumnya (0,674). Oleh karena angka tersebut sudah di atas 0,5 dan signifikansi tetap 0,000 (angka signifikan 0,000), maka keduabelas variabel dan sampel yang ada keseluruhan dapat dianalisis lebih lanjut. Tabel 10. Pengujian Variabel yang Mempengaruhi Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Responden Pengujian
Awal Ulang ke-1 Ulang ke-2 Ulang ke-3 Ulang ke-4
KMO dan Bartlett’s test (MSA Total dan Sig) 0,674 0,000 0,685 0,000 0,706 0,000 0,731 0,000
Variabel yang Dihilangkan
Anti-image Correlation (MSA)
Jaminan peti botol
0,226a
Pengaruh keluarga
0,262a
Pengaruh PKL lain
0,316a
Jaminan botol
0,331a
Tidak ada variabel yang 0,747 dihilangkan (tinggal 12 0,000 variabel)
Semua variabel mempunyai angka MSA di atas 0,5
Jaminan peti botol dan jaminan botol tidak signifikan mempengaruhi responden dalam melakukan pemilihan merek TDB diduga karena besarnya biaya yang dikeluarkan responden untuk menjamin peti botol dan botol tidak jauh berbeda antara merek satu dengan lainnya. Sementara, pengaruh keluarga tidak signifikan mempengaruhi responden dalam melakukan pemilihan merek TDB karena responden yang bertindak sebagai pengambil keputusan dalam keluarga
72
lebih dominan dari segi jumlah. Sedangkan, pengaruh PKL lain tidak signifikan karena responden lebih dipengaruhi agen dalam menentukan merek TDB yang akan dijual. 6.2.1.2. Factoring dan Rotasi
Proses inti dari analisis faktor, yaitu melakukan proses ekstraksi terhadap sekumpulan variabel yang sudah dilakukan penyaringan, sehingga terbentuk satu atau lebih faktor. Metode yang digunakan adalah principal component analysis. Hasil dari proses ekstraksi yang dapat digunakan untuk menilai erat hubungan variabel dengan faktor yang terbentuk adalah communalities, yaitu jumlah keragaman dari suatu variabel mula-mula yang bisa dijelaskan oleh faktor yang ada, dengan ketentuan semakin besar communalities sebuah variabel, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk dan sebaliknya semakin kecil communalities sebuah variabel, berarti semakin lemah hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Tabel 11 menunjukkan angka communalities yang ada pada setiap variabel cenderung memiliki hubungan yang erat dengan faktor yang terbentuk karena memiliki angka lebih dari 0,5. Kecenderungan tersebut menunjukkan bahwa variabel yang tersisa adalah benar variabel yang signifikan mempengaruhi pemilihan merek TDB oleh responden. Variabel perputaran produk memiliki angka communalities terbesar (0,922) dan lama menjual merek TDB tertentu memiliki angka communalities terkecil (0,534). Hal ini berarti sekitar 92,2 persen keragaman dari variabel perputaran produk dan 53,4 persen keragaman dari variabel lama menjual merek TDB tertentu bisa dijelaskan oleh faktor terbentuk.
73
Tabel 11. Angka Communalities Variabel yang Mempengaruhi Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Responden No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variabel
Potensi laba Harga beli produk Ketersediaan produk Perputaran produk Permintaan atau pengakuan konsumen Mekanisme pengembalian botol Pemerolehan peti pendingin Dukungan promosi Citra produsen Mulai berjualan merek TDB tertentu Hubungan dengan agen Pengaruh agen
Initial
1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Extraction
0,889 0,849 0,671 0,922 0,718 0,750 0,808 0,799 0,658 0,534 0,690 0,758
Erat hubungan variabel dengan faktor yang terbentuk digunakan untuk menentukan nilai respon atau pertimbangan responden terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi pemilihan merek TDB. Semakin erat hubungan variabel dengan faktor yang terbentuk maka semakin dipertimbangkan variabel tersebut oleh responden dan sebaliknya semakin kurang erat hubungan variabel dengan faktor yang terbentuk maka semakin kurang dipertimbangkan variabel tersebut oleh responden. Dari 12 variabel yang diperoleh, diketahui bahwa perputaran produk merupakan variabel yang paling dipertimbangkan oleh responden sementara lama menjual merek TDB tertentu merupakan variabel yang paling kurang dipertimbangkan oleh responden. Hal ini menjadi indikasi bahwa responden kurang begitu loyal terhadap merek TDB tertentu meskipun sudah mulai berjualan merek TDB tersebut cukup lama. Responden akan beralih atau menjual merek TDB lain bila menemukan merek TDB yang menawarkan perputaran produk yang cepat. Perputaran produk yang cepat menjadi indikasi suatu produk memiliki
74
permintaan yang tinggi sehingga berpotensi menghasilkan penjualan yang berkesinambungan dan laba yang lebih besar. Apabila communalities digunakan untuk menilai erat hubungan variabel dengan faktor yang terbentuk kemudian menentukan nilai respon atau pertimbangan
responden
terhadap
variabel-variabel
yang
mempengaruhi
pemilihan merek TDB , maka hasil dari proses ekstraksi yang digunakan untuk menghitung faktor yang terbentuk adalah Eigenvalues. Eigenvalues pada total variance explained menunjukkan kepentingan relatif
masing-masing faktor dalam menghitung keragaman variabel yang dianalisis, dengan kriteria bahwa angka eigenvalues di bawah satu tidak digunakan dalam menghitung faktor yang terbentuk. Selain itu, diharapkan kumulatif keragaman dari faktor yang terbentuk memiliki angka tidak kurang dari 70 persen. Berdasarkan ketentuan bahwa angka eigenvalues di bawah satu tidak digunakan dalam menghitung faktor yang terbentuk, Tabel 12 menunjukkan dari keragaman keduabelas variabel yang dianalisis hanya tiga faktor yang terbentuk. Hasil ekstraksi menunjukkan hanya tiga faktor awal yang memiliki angka eigenvalues di atas satu dengan angka kumulatif keragaman tidak kurang dari 70
persen, yakni 75,385 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa tiga faktor paling baik untuk meringkas keduabelas variabel tersebut, sehingga proses factoring berhenti pada tiga faktor saja. Tabel 12. Angka Eigenvalues (Total Variance Explained) Variabel yang Mempengaruhi Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Responden Faktor (Komponen) 1 2 3
Total
4,924 2,699 1,422
Initial Eigenvalues % of Variance 41,036 22,495 11,853
Cumulative % 41,036 63,532 75,385
75
Semakin besar suatu faktor dapat menerangkan keragaman maka semakin dipertimbangkan faktor tesebut oleh responden. Dari tiga faktor yang terbentuk, 41,036 persen keragaman dapat diterangkan oleh faktor pertama, sementara faktor kedua dan ketiga masing-masing menerangkan keragaman sebesar 22,495 persen dan 11,853 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa faktor pertama adalah faktor yang paling dipertimbangkan oleh responden. Selanjutnya digunakan component matrix untuk menggambarkan distribusi variabel yang ada pada faktor terbentuk dan dilanjutkan dengan proses rotasi sehingga diperoleh factor loadings yang memperlihatkan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata sebagaimana ditunjukkan tabel rotated component matrix (Lampiran 4). Hasil ringkas dari proses distribusi keduabelas variabel pada tiga faktor yang terbentuk setelah proses rotasi ditunjukkan Tabel 13. Tabel 13. Distribusi dan Angka Factor Loadings Variabel yang Mempengaruhi Pemilihan Merek Teh Dalam Botol oleh Responden Setelah Proses Rotasi Faktor (Komponen)
1
2
3
Variabel
Perputaran produk Potensi laba Harga beli produk Permintaan atau pengakuan konsumen Dukungan promosi Pemerolehan peti pendingin Ketersediaan produk Mekanisme pengembalian botol Pengaruh agen Citra produsen Mulai berjualan merek TDB tertentu Hubungan dengan agen
Rotated Component Matrixa (Factor Loadings)* 0,946 0,939 0,867 0,833 0,891 0,871 0,720 0,656 0,836 0,750 -0,606 -0,592
* Tanda positif (+) dan negatif (-) pada factor loading menunjukkan arah korelasi
76
Faktor yang terbentuk dan distribusi variabel hasil dari factoring process dan rotasi di atas sebagaimana ditunjukkan Tabel 13 perlu dibuktikan lagi ketepatannya. Untuk menguji ketepatan faktor yang terbentuk dan distribusi variabel dapat digunakan component transformation matrix yang angkanya dibaca secara diagonal, yaitu 0,705, 0,527, dan –0,808. Ketiga angka tersebut sudah di atas batas torleransi sebesar 0,5. Hal ini membuktikan ketiga faktor yang terbentuk sudah tepat, karena mempunyai korelasi yang tinggi (Tabel 14). Tabel 14. Hasil Pengujian Ketepatan Faktor yang Terbentuk dengan Menggunakan Component Transformation Matrix Faktor (Komponen)
1 2 3
1
2
0,705 0,697 0,130
3
-0,626 0,527 0,575
-0,332 0,487 -0,808
6.2.1.3. Penamaan dan Intepretasi Faktor yang Terbentuk
Pada dasarnya penamaan faktor bersifat subjektif, serta tidak ada ketentuan yang pasti mengenai penamaan tersebut. Penamaan faktor bergantung pada namanama variabel yang menjadi satu kelompok, hasil intepretasi dan aspek lainnya, sehingga diperoleh nama faktor yang dapat mencerminkan isi faktor tersebut. Faktor pertama yang terdiri atas variabel perputaran produk, potensi laba, harga beli produk, dan permintaan konsumen dapat dinamakan dengan ”FAKTOR KEUNGGULAN” karena variabel-variabel tersebut berpontesi memberikan keutungan bagi responden. Tabel 13 menunjukkan semua variabel pada faktor pertama, yaitu faktor keunggulan berkorelasi positif, hal tersebut dapat diintepretasikan bahwa ada sekelompok responden dalam melakukan pilihan terhadap merek TDB yang akan dijualnya diduga dipengaruhi oleh perputaran
77
produk yang cepat, potensi laba yang tinggi, harga beli produk yang kompetitif dan permintaan konsumen yang tinggi. Faktor kedua terdiri atas dukungan promosi, pemerolehan peti pendingin, ketersediaan produk, dan mekanisme pengembalian botol dapat dinamakan dengan ”FAKTOR INTERNAL PERUSAHAAN” karena variabel-variabel ini merupakan hal yang seharusnya dapat dikendalikan manajemen perusahaan. Sama halnya dengan faktor keunggulan di atas karena semua variabel pada faktor kedua, yaitu faktor internal perusahaan berkorelasi positif maka ada sekelompok responden yang diintepretasikan dalam melakukan pilihan terhadap merek TDB yang akan dijualnya diduga dipengaruhi oleh dukungan promosi yang agresif, pemerolehan peti pendingin yang murah, produk yang mudah diperoleh, serta mekanisme pengembalian botol yang memudahkan responden. Faktor ketiga terdiri atas pengaruh agen, citra produsen, lama menjual merek TDB tertentu, dan hubungan dengan agen dapat dinamakan ”FAKTOR EKSTERNAL PERUSAHAAN”. Kuat lemahnya pengaruh agen, baik buruknya citra produsen, dan erat tidaknya hubungan responden dengan agen adalah persepsi dari responden yang tidak dapat dikendalikan oleh pihak manajemen perusahaan. Begitu juga halnya dengan lama responden mulai menjual merek TDB tertentu yang tidak dapat dikendalikan oleh pihak manajemen perusahaan karena hal tersebut tergantung mulai kapan responden mengenal merek TDB tertentu dan kapan mulai menjualnya. Pada faktor ketiga, yaitu faktor eksternal perusahaan terdapat dua variabel yang berkorelasi negatif yakni variabel mulai berjualan merek TDB tertentu, dan hubungan dengan agen. Kedua variabel tersebut dapat diintepretasikan semakin
78
lama responden mulai berjualan merek TDB tertentu dan semakin erat hubungan dengan agen merek TDB tertentu maka semakin tidak tertarik responden untuk menjual produk TDB tertentu tersebut. Hal ini mungkin saja bisa terjadi dan keduanya berhubungan sangat erat. Negatifnya korelasi kedua variabel tersebut diduga dipengaruhi oleh adanya pengaruh agen (ada agen merek TDB tertentu yang menggunakan kekuatannya memaksa responden menjual merek TDB yang dipasarkannya) sehingga meskipun responden sudah lama berjualan merek TDB tertentu dan mempunyai hubungan yang relatif erat dengan agen, responden tidak dapat menolaknya. Penamaan faktor-faktor di atas tentu saja tidak 100 persen mencerminkan isi faktor tersebut, karena sulitnya untuk melakukan generalisasi variabel yang ada. Namun demikian, sebuah faktor harus tetap diberi nama yang sedapat mungkin mencerminkan isi faktor tersebut untuk memudahkan dalam mengingat dan mengidentifikasi komponen dari faktor tersebut. 6.2.1.4. Validasi Faktor yang Terbentuk
Validasi faktor dimaksudkan untuk mengetahui apakah hasil analisis faktor bisa digeneralisasi ke populasi dengan jalan menguji kestabilan faktor yang telah terbentuk. Untuk mengetahui kestabilan faktor dapat dilakukan dengan jalan menguji setiap bagian dari sampel yang telah dipecah menjadi dua bagian dengan analisis faktor. Apabila, hasil yang diperoleh relatif tidak jauh berbeda, baik jumlah faktor maupun angka-angkanya maka faktor yang terbentuk stabil. Pada penelitian ini sampel yang telah dipecah menjadi dua bagian diberi nama sampel A dan sampel B di mana setiap bagian sampel terdiri atas 25 responden. Hasil pengujian terhadap sampel A belum menunjukkan kestabilan
79
terhadap ketiga faktor yang terbentuk mula-mula. Oleh karena itu, penambahan jumlah sampel dan pengujian ulang bisa dilakukan pada kasus dengan jumlah sampel yang sedikit (Lampiran 4). Tabel 15 menunjukkan setelah dilakukan pengujian ulang terhadap sampel B diperoleh hasil bahwa ketiga faktor yang terbentuk mula-mula adalah faktor yang stabil. Hasil pengujian pada sampel B memperlihatkan bahwa jumlah faktor dan distribusi variabel pada faktor yang terbentuk sama dengan jumlah faktor dan distribusi variabel pada faktor yang terbentuk mula-mula dengan angka factor loadings yang tidak jauh berbeda. Hal ini berarti pemilihan merek TDB oleh
responden yang menjual TDB memang ditentukan oleh faktor keunggulan, internal perusahaan, dan eksternal perusahaan. Tabel 15. Hasil Pengujian Kestabilan (Validasi) Faktor yang Terbentuk
Faktor (Komponen) *
1 (Keunggulan)
2 (Internal Perusahaan) 3 (Eksternal Perusahaan)
Variabel
Perputaran produk Potensi laba Harga beli produk Permintaan atau pengakuan konsumen Dukungan promosi Pemerolehan peti pendingin Ketersediaan produk Mekanisme pengembalian botol Pengaruh agen Citra produsen Mulai berjualan merek TDB tertentu X11 = Hubungan dengan agen
Rotated Component Matrixa (Factor Loadings) MulaSampel mula B 0,946 0,932 0,939 0,935 0,867 0,772 0,833 0,790 0,891 0,813 0,871 0,847 0,720 0,769 0,656 0,676 0,836 0,778 0,750 0,846 -0,606 -0,638 -0,592 -0,600
* Sesuai dengan penamaan dan intepretasi faktor yang terbentuk
80
6.2.2. Analisis Diskriminan 6.2.2.1. Uji Variabel
Berdasarkan Tabel 16, hasil pengujian dengan ANOVA (F Test) dari 12 variabel yang diduga mempengaruhi keputusan responden dalam menentukan pemilihan merek TDB terdapat delapan variabel yang berbeda secara signifikan (angka sig. lebih kecil dari 0,05) untuk tiga grup responden (responden yang menjual dua merek TDB, tiga merek TDB, dan empat merek TDB), yaitu variabel harga beli produk, ketersediaan produk, mekanisme pengembalian botol, pemerolehan peti pendingin, dukungan promosi, mulai berjualan merek TDB tertentu, hubungan dengan agen, dan pengaruh agen. Tabel 16. Tests of Equality of Group Means No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variabel Potensi laba Harga beli produk Ketersediaan produk Perputaran produk Permintaan konsumen Mekanisme pengembalian botol Pemerolehan peti pendingin Dukungan promosi Citra produsen Mulai berjualan merek TDB tertentu Hubungan dengan agen Pengaruh agen
F
2,250 5,813 19,873 2,582 3,088 19,352 28,703 10,014 2,702 10,072 19,398 18,111
Sig. 0,117 0,006 0,000 0,086 0,055 0,000 0,000 0,000 0,077 0,000 0,000 0,000
Hal ini berarti keputusan pemilihan merek TDB berdasarkan tiga grup rerponden dipengaruhi oleh harga beli produk, ketersediaan produk, mekanisme pengembalian botol, pemerolehan peti pendingin, dukungan promosi, mulai berjualan merek TDB tertentu, hubungan dengan agen, dan pengaruh agen. Namun demikian, hal ini tidak menjamin kedelapan variabel tersebut akan
81
dimasukkan pada fungsi diskriminan. Untuk itu, dilakukan analisis diskriminan dengan tetap menyertakan seluruh variabel yang ada. 6.2.2.2. Variabel yang Membentuk Fungsi Diskriminan
Analisis selanjutnya dilanjutkan dengan menggunakan stepwise statistics yang bertujuan untuk mengetahui variabel yang digunakan untuk membentuk fungsi diskriminan. Tabel variabel entered/removed pada Lampiran 5 menunjukkan dari 12 variabel yang disertakan dalam proses analisis hanya terdapat lima variabel yang akan digunakan dalam membentuk fungsi diskriminan, yaitu variabel ketersediaan produk, pemerolehan peti pendingin, permintaan konsumen, potensi laba, pengaruh agen. Berdasarkan hasil diatas, terdapat dua variabel baru yang masuk dalam fungsi diskriminan, yaitu variabel permintaan konsumen dan potensi laba, sementara variabel harga beli produk, mekanisme pengembalian botol, dukungan promosi, mulai berjualan merek TDB tertentu, dan hubungan dengan agen yang sebelumnya signifikan dalam uji F Test ternyata tidak masuk dalam fungsi diskriminan. Wilk’s lambda digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang
nyata pada perilaku tiga grup responden dalam menentukan pilihannya terhadap merek TDB yang akan dijual. Pada step satu sampai dengan lima terlihat penurunan angka wilk’s lambda, penurunan angka wilk’s lambda baik bagi model diskriminan, karena varian yang tidak bisa dijelaskan juga semakin kecil (dari 54,2 persen menjadi 11,7 persen). Sementara kolom F dan signifikasinya menjelaskan bahwa semua variabel signifikan secara statistik (Tabel 17).
82
Tabel 17. Wilk’s Lambda dalam Stepwise Statistics Step
1 2 3 4 5
Number Of Variabel 1 2 3 4 5
Lambda
0,542 0,309 0,255 0,198 0,117
Exact F Statistic 19,873 18,372 14,717 13,698 16,567
Sig. 5,564E-07 4,000E-11 1,205E-11 1,022E-12 3,113E-16
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang nyata antara tiga grup responden dalam menentukan pilihan terhadap merek TDB yang akan dijualnya. Variabel yang membedakan perilaku tersebut adalah variabel ketersediaan produk, pemerolehan peti pendingin, permintaan konsumen, potensi laba, pengaruh agen di mana variabel pemerolehan peti pendingin merupakan variabel yang paling membedakan perilaku keputusan pemilihan merek TDB antara tiga grup responden yang ada karena memiliki structure matrix scores paling tinggi, yaitu sebesar 0,528 (Tabel 18). Tabel 18. Structure Matrix pada Summary of Canonical Discriminant Functions No. Variabel 1 Pemerolehan peti pendingin 2 Permintaan konsumen 3 Ketersediaan produk 4 Pengaruh agen 5 Potensi laba * Tanpa memperhatikan tanda negatif
Structure Matrix Scores* 0,528 0,465 0,428 0,410 -0,146
Kaitannya dengan strategi pemasaran, perusahaan yang bergerak di industri TDB dalam usahanya memasarkan produk hendaknya mempermudah PKL dalam memperoleh peti pendingin (gratis bagi PKL yang melakukan pembelian TDB dalam jumlah tertentu), sehingga keinginan untuk meningkatkan ketersedian produk di gerai PKL dapat dipenuhi.
83
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Urutan preferensi responden terhadap merek TDB menggambarkan urutan prioritas pemilihan merek TDB yang dilakukan responden, dimulai dari TBS diikuti Frestea, Fruit Tea dan terakhir TeKita. Prioritas pemilihan merek tersebut merupakan preferensi nyata bagi responden karena tidak berbeda dengan realisasi pembelian TDB yang dilakukan responden. 2. Terbentuk tiga faktor yang diduga mempengaruhi pemilihan merek TDB oleh responden, yaitu (1) faktor keunggulan produk terdiri atas variabel perputaran produk, potensi laba, harga beli produk, dan permintaan konsumen; (2) faktor internal perusahaan terdiri atas dukungan promosi, pemerolehan peti pendingin, ketersediaan produk, dan mekanisme pengembalian botol; dan (3) faktor eksternal perusahaan terdiri atas variabel pengaruh agen, citra produsen, mulai berjualan merek TDB tertentu, dan hubungan dengan agen. Faktor keunggulan produk merupakan faktor yang paling penting, sementara variabel perputaran produk merupakan variabel yang paling dipertimbangkan oleh responden. Terdapat perbedaan yang nyata antara responden yang menjual dua merek TDB, dengan responden yang menjual tiga merek dan empat merek TDB dalam menentukan pilihan terhadap merek TDB yang akan dijualnya. Variabel yang membedakan perilaku tersebut adalah variabel ketersediaan produk, pemerolehan peti pendingin, permintaan konsumen, potensi laba, dan
pengaruh agen. Variabel pemerolehan peti pendingin merupakan variabel yang paling membedakan perilaku keputusan pemilihan merek TDB di antara tiga grup responden tersebut. 7.2. Saran 7.2.1. Bagi Perusahaan Di Industri Teh Dalam Botol
Pihak produsen dalam memasarkan produknya diharapkan lebih fokus terhadap variabel yang membedakan perilaku keputusan pemilihan merek TDB di antara tiga grup PKL, yaitu variabel ketersediaan produk, permintaan konsumen, potensi laba, pengaruh agen, dan khususnya variabel pemerolehan peti pendingin. Usaha-usaha untuk memperbaiki strategi promosi (komponen faktor internal perusahaan) melalui penurunan harga beli produk (komponen faktor keunggulan) sebaiknya tidak perlu dilakukan (tidak efektif), mengingat kedua variabel tidak berada dalam satu faktor. Lebih baik dana promosi dialihkan untuk pemberian peti pendingin gratis pada PKL. 7.2.2. Bagi Pedagang Kaki Lima yang Menjual Teh Dalam Botol
PKL dalam usahanya untuk memaksimalkan laba, hendaknya lebih memilih merek TDB yang memiliki faktor keunggulan yang lebih baik. Pilihan terhadap merek TDB yang memiliki permintaan konsumen tinggi mendorong perputaran produk yang cepat ditunjang dengan harga beli yang lebih rendah maka potensi untuk mendapatkan laba akan lebih tinggi.
85
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, N.C. 1996. Analisis Preferensi Konsumen dan Pilihan Pedagang Pengecer Terhadap Buah Lokal dan Buah Impor (Kasus di Kotamadya Bogor). Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Aditya, T. 2002. Optimalisasi Distribusi Teh Botol Sosro di PT. Sasana Caraka Mekarjaya Unit Cakung Tugu. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Depriza, F. 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penyediaan dan Pendapatan Pengecer Buah (Kasus di Kota Bogor). Program Ekstensi Manajemen Agribisnis. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan 2. Tarsito. Bandung. Griffin, R.W. dan Ebert, R.J. 2003. Bisnis Edisi Keenam. PT. Prenhanllindo. Jakarta. Hidayat. 1978. Perencanaan Sektor Informal dalam Perekonomian Indonesia. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Jakarta. Jouch, Lowrence R. dan Gluech, William F. 1994. Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis Perusahaan. Erlangga. Jakarta. Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium Jilid 1. PT. Prenhanllindo. Jakarta. ---------. 2000. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium Jilid 2. PT. Prenhanllindo. Jakarta. Khustiarawati, T. 2005. Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Merek Majalah Remaja Serta Implikasinya Terhadap Strategi Pemasaran Majalah Remaja (Studi Kasus Pada Siswa di Lima SMA Wilayah Kota Bogor). Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Liddle, R.W. 2004. Pedagang Kaki Lima. www.kompas.co.id, 24 April. Ma’ruf, H. 2006. Pemasaran Ritel. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Manuhutu, A.D. 2003. Analisis Ekuitas Merek atas Merek-Merek Teh Dalam Botol (Studi Kasus Mahasiswa di Bogor). Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. 1998. Tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan No: 23/MPP/Kep/1/1998. Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta. Muldiani, D.S. 2005. Preferensi Konsumen Sabun Mandi Padat Berdasarkan Model Persamaan Struktural. Departemen Statistika. Fakultas Metreologi dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurhakim, L. 2004. Analisis Nilai dan Kepuasan Konsumen serta Keunggulan Bersaing Teh Botol Sosro (TBS) (Studi Kasus Mahasiswa Strata Satu Institut Pertanian Bogor). Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pelawi, T.R. 2004. Pemetaan Pola Kerja dan Usaha Pedagang Kaki Lima Sayuran di Pasar Bogor Kota Bogor. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Putri, S.P. 2005. Analisis Preferensi Terhadap Minuman Sari Buah Kemasan dan Hubungannya dengan Pola Konsumsi pada Mahasiswa IPB. Departemen Gizi Pangan Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saleh, Z. 2003. Kajian Preferensi Konsumen Terhadap Buah-Buahan Di Hero Pajajaran. Program Studi Manajemen Agribisnis. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santoso, S dan Fandy, T. 2001. Riset Pemasaran : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Santoso, S. 2003. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS Versi 11.5. PT. Elex Media Komputido. Jakarta. Simamora, B. 2005. Analisis Multivariat Pemasaran. PT Gramedia Pustaka. Jakarta. Susilowati, U. 2001. Analisis Perilaku Konsumen di Kota Bogor Terhadap Teh Botol Sosro. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sukamdi. 2003. Kajian Kecenderungan Bermigrasi Sebagai Pedagang Kaki Lima dan Kaitannya Dengan Karakteristik Pedagang (Studi Kasus Pada Pedagang Kaki Lima di Sekitar Pasar Cibinong Kabupaten Bogor). Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Program Pascasarjana. Instititut Pertanian Bogor. Bogor.
87
Walpole, R.E.1982. Pengantar Statistik. Edisi ke-3. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Widianingrum, Y. 2001. Analisis Positioning Teh Dalam Botol Sosro dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran PT. Sasana Caraka Mekarjaya. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widodo, S. 1989. Production Efficiency of Rice Farmers in Java, Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wirosardjono. 1985. Pengertian Batasan dan Masalah Sektor Informal. Prisma No.3 LP3ES. Jakarta.
88
Lampiran 1. Jumlah Penduduk Indonesia Berdasarkan Kelompok Usia Tahun 2000 Kelompok Usia
Jumlah (juta jiwa)
Persen
0–4
20,81
10,09%
5–9
21,00
10,18%
10 – 14
20,96
10,16%
15 – 19
21,68
10,51%
20 – 24
19,74
9,57%
25 – 29
19,10
9,26%
30 – 34
16,81
8,15%
35 – 39
15,29
7,41%
40 – 44
12,79
6,20%
45 – 49
9,90
4,80%
50 – 54
7,57
3,67%
55 – 59
5,82
2,82%
60 – 64
5,45
2,64%
65 – 69
3,65
1,77%
70 – 74
2,91
1,41%
75+
2,79
1,35%
206,26
100%
Jumlah Sumber: Badan Pusat Statistik, 2000
89
Lampiran 2. Komposisi Responden Terhadap Frekuensi Pembelian Berdasarkan Banyak Kombinasi Merek Teh Dalam Botol yang Dijual Lokasi Usaha
Banyak Kombinasi Merek TDB
2 Merek Luar Jalan Utama
3 Merek
4 Merek Jalan Utama
2 Merek
3 Merek
4 Merek
Total
2 Merek
3 Merek
4 Merek
Frekuensi Pembelian (per Minggu) 1 kali 2 kali 3 kali 1 kali 2 kali 3 kali 1 kali 2 kali 3 kali 1 kali 2 kali 3 kali 1 kali 2 kali 3 kali 1 kali 2 kali 3 kali 1 kali 2 kali 3 kali 1 kali 2 kali 3 kali 1 kali 2 kali 3 kali
Jumlah Responden
10 1 8 3 1 2 2 3 10 1 3 6 12 4 8 13 2 5 6
Persentase dari Total Responden (%) 20 2 16 6 2 4 4 6 20 2 6 12 24 8 16 26 4 10 12
90
Lampiran 3. Urutan Sikap Responden Terhadap Teh Dalam Botol Kelompok Kombinasi Merek TDB
4 Merek
3
4
Ao=
(n1 × R1 + n2 × R2 +...+ ni × Ri )
Urutan Ao
N
0
0
16
1.13
1
Fruitea
0
7
5
4
16
2.81
3
Frestea
2
7
6
1
16
2.38
2
TeKita
0
0
5
11
16
3.69
4
19
4
0
0
23
1.17
1
Fruitea
0
5
13
5
23
3.00
3
Frestea
3
11
9
0
23
2.26
2
TeKita
1
3
1
18
23
3.57
4
TBS
7
4
0
0
11
1.36
1
Fruitea
0
1
2
8
11
3.64
4
Frestea
0
2
7
2
11
3.00
3
TeKita
4
4
2
1
11
2.00
2
40
10
0
0
50
1.20
1
Fruitea
0
13
20
17
50
3.08
3
Frestea
5
20
22
3
50
2.46
2
TeKita
5
7
8
30
50
3.26
4
TBS Responden Secara Keseluruhan
2
2
TBS 3 Merek
1
14
TBS 2 Merek
Jumlah Responden (N)
Rank-Order Merek TDB
Keterangan : Ao = Sikap responden terhadap merek TDB, ni = Jumlah responden yang memilih rank-order ke-i, Ri = Rank-order ke-i, N = Jumlah responden untuk setiap kelompok kombinasi merek TDB
91
Lampiran 4. Output Analisis Faktor Secara garis besar, tahapan analisis faktor dengan menggunakan SPPS 11.0 for Windows Evaluation Version terdiri atas: 1. Pemilihan variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor dengan menggunakan KMO MSA dan Bartlett’s Test of Sphericity (hanya ditampilkan dua kotak output pertama dalam setiap pengujian) KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
.674 543.594 120 .000 Anti-image Matrices
Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons kktbotol jmnptbtl jmnbotol mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen pengpkl pengkel potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons kktbotol jmnptbtl jmnbotol mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen pengpkl pengkel
potslaba 9.824E-02 -2.69E-02 -1.75E-02 -5.42E-02 6.937E-03 7.046E-04 -5.93E-03 8.615E-03 1.972E-02 -3.01E-02 1.512E-03 -2.50E-02 -1.76E-02 -4.13E-02 1.509E-02 1.396E-02 .779a -.216 -.148 -.668 3.950E-02 2.847E-03 -2.44E-02 8.896E-02 .198 -.307 6.108E-03 -.116 -.101 -.215 6.728E-02 5.324E-02
hargbeli -2.69E-02 .158 4.153E-02 -3.90E-02 1.029E-02 -3.32E-02 1.583E-03 -1.81E-02 8.100E-03 -7.09E-03 -3.42E-02 -2.09E-02 -1.07E-02 4.546E-02 1.544E-02 1.457E-02 -.216 .886a .276 -.379 4.620E-02 -.106 5.131E-03 -.147 6.420E-02 -5.71E-02 -.109 -7.61E-02 -4.86E-02 .186 5.429E-02 4.379E-02
ketsprod -1.75E-02 4.153E-02 .143 -4.04E-03 -2.66E-02 9.499E-02 7.924E-03 -9.65E-02 1.899E-02 -2.01E-02 2.852E-03 -5.49E-02 -1.82E-02 -2.59E-03 -7.38E-03 9.962E-02 -.148 .276 .668a -4.12E-02 -.126 .318 2.699E-02 -.826 .158 -.170 9.551E-03 -.210 -8.66E-02 -1.12E-02 -2.73E-02 .315
pptrprod -5.42E-02 -3.90E-02 -4.04E-03 6.708E-02 -6.45E-02 -1.51E-02 -2.47E-02 1.335E-02 -9.61E-03 1.622E-02 6.105E-03 9.561E-03 2.493E-02 6.104E-03 7.047E-03 -3.88E-02 -.668 -.379 -4.12E-02 .748a -.444 -7.39E-02 -.123 .167 -.117 .200 2.986E-02 5.340E-02 .173 3.842E-02 3.803E-02 -.179
permkons 6.937E-03 1.029E-02 -2.66E-02 -6.45E-02 .314 5.937E-02 6.849E-02 -4.61E-03 -3.90E-02 2.691E-02 -4.90E-02 3.904E-02 -2.62E-02 1.946E-02 -.117 6.831E-02 3.950E-02 4.620E-02 -.126 -.444 .772a .134 .157 -2.66E-02 -.219 .154 -.111 .101 -8.42E-02 5.660E-02 -.291 .146
jmnptbt kktbotoll 7.046E-04 -3.32E-02 9.499E-02 -1.51E-02 5.937E-02 .623 .200 -.113 -2.95E-02 4.672E-02 6.364E-02 -3.72E-02 2.048E-04 2.338E-02 -8.52E-02 3.357E-02 2.847E-03 -.106 .318 -7.39E-02 .134 .226a .326 -.464 -.118 .189 .102 -6.82E-02 4.674E-04 4.828E-02 -.151 5.083E-02
jmnbotol -5.93E-03 1.583E-03 7.924E-03 -2.47E-02 6.849E-02 .200 .603 -4.72E-02 -3.41E-02 5.310E-02 .120 -7.21E-02 .131 .152 8.086E-02 -1.48E-03 -2.44E-02 5.131E-03 2.699E-02 -.123 .157 .326 .298a -.197 -.138 .219 .196 -.134 .304 .320 .146 -2.28E-03
mpgbotol 8.615E-03 -1.81E-02 -9.65E-02 1.335E-02 -4.61E-03 -.113 -4.72E-02 9.547E-02 -1.52E-02 9.904E-03 8.656E-03 3.814E-02 4.180E-02 -3.96E-03 2.006E-02 -9.81E-02 8.896E-02 -.147 -.826 .167 -2.66E-02 -.464 -.197 .697a -.155 .103 3.549E-02 .179 .244 -2.09E-02 9.074E-02 -.379
pptpdgin 1.972E-02 8.100E-03 1.899E-02 -9.61E-03 -3.90E-02 -2.95E-02 -3.41E-02 -1.52E-02 .101 -8.97E-02 -3.81E-02 -4.32E-02 1.018E-02 -5.31E-02 7.994E-02 7.686E-02 .198 6.420E-02 .158 -.117 -.219 -.118 -.138 -.155 .583a -.906 -.152 -.197 5.780E-02 -.273 .352 .290
dkgpromo -3.01E-02 -7.09E-03 -2.01E-02 1.622E-02 2.691E-02 4.672E-02 5.310E-02 9.904E-03 -8.97E-02 9.753E-02 3.957E-02 5.973E-02 7.206E-03 6.020E-02 -8.47E-02 -6.60E-02 -.307 -5.71E-02 -.170 .200 .154 .189 .219 .103 -.906 .514a .160 .277 4.157E-02 .314 -.379 -.253
ctrprdsn 1.512E-03 -3.42E-02 2.852E-03 6.105E-03 -4.90E-02 6.364E-02 .120 8.656E-03 -3.81E-02 3.957E-02 .623 1.453E-03 4.311E-02 -.100 .122 -6.48E-02 6.108E-03 -.109 9.551E-03 2.986E-02 -.111 .102 .196 3.549E-02 -.152 .160 .706a 2.663E-03 9.837E-02 -.207 .216 -9.81E-02
lmtdbttt -2.50E-02 -2.09E-02 -5.49E-02 9.561E-03 3.904E-02 -3.72E-02 -7.21E-02 3.814E-02 -4.32E-02 5.973E-02 1.453E-03 .478 -9.52E-02 5.219E-02 -.198 1.900E-02 -.116 -7.61E-02 -.210 5.340E-02 .101 -6.82E-02 -.134 .179 -.197 .277 2.663E-03 .752a -.248 .123 -.400 3.285E-02
hubagen -1.76E-02 -1.07E-02 -1.82E-02 2.493E-02 -2.62E-02 2.048E-04 .131 4.180E-02 1.018E-02 7.206E-03 4.311E-02 -9.52E-02 .308 .153 .133 -2.55E-02 -.101 -4.86E-02 -8.66E-02 .173 -8.42E-02 4.674E-04 .304 .244 5.780E-02 4.157E-02 9.837E-02 -.248 .771a .449 .335 -5.50E-02
pengagen -4.13E-02 4.546E-02 -2.59E-03 6.104E-03 1.946E-02 2.338E-02 .152 -3.96E-03 -5.31E-02 6.020E-02 -.100 5.219E-02 .153 .376 3.475E-02 -5.10E-02 -.215 .186 -1.12E-02 3.842E-02 5.660E-02 4.828E-02 .320 -2.09E-02 -.273 .314 -.207 .123 .449 .682a 7.918E-02 -9.93E-02
pengpkl 1.509E-02 1.544E-02 -7.38E-03 7.047E-03 -.117 -8.52E-02 8.086E-02 2.006E-02 7.994E-02 -8.47E-02 .122 -.198 .133 3.475E-02 .512 -1.86E-02 6.728E-02 5.429E-02 -2.73E-02 3.803E-02 -.291 -.151 .146 9.074E-02 .352 -.379 .216 -.400 .335 7.918E-02 .324a -3.11E-02
pengkel 1.396E-02 1.457E-02 9.962E-02 -3.88E-02 6.831E-02 3.357E-02 -1.48E-03 -9.81E-02 7.686E-02 -6.60E-02 -6.48E-02 1.900E-02 -2.55E-02 -5.10E-02 -1.86E-02 .700 5.324E-02 4.379E-02 .315 -.179 .146 5.083E-02 -2.28E-03 -.379 .290 -.253 -9.81E-02 3.285E-02 -5.50E-02 -9.93E-02 -3.11E-02 .296a
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
92
Pengujian ulang (1): KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
.685 527.424 105 .000 Anti-image Matrices
Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons jmnbotol mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen pengpkl pengkel potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons jmnbotol mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen pengpkl pengkel
potslaba 9.824E-02 -2.72E-02 -1.96E-02 -5.45E-02 6.996E-03 -6.88E-03 1.115E-02 2.003E-02 -3.13E-02 1.455E-03 -2.51E-02 -1.76E-02 -4.14E-02 1.554E-02 1.396E-02 .776a -.217 -.157 -.669 3.947E-02 -2.67E-02 .102 .200 -.314 5.848E-03 -.116 -.101 -.215 6.850E-02 5.316E-02
hargbeli -2.72E-02 .160 5.241E-02 -4.05E-02 1.385E-02 1.380E-02 -3.11E-02 6.695E-03 -4.83E-03 -3.15E-02 -2.33E-02 -1.08E-02 4.734E-02 1.129E-02 1.658E-02 -.217 .870a .329 -.390 6.127E-02 4.204E-02 -.223 5.241E-02 -3.80E-02 -9.93E-02 -8.40E-02 -4.88E-02 .193 3.901E-02 4.950E-02
ketsprod -1.96E-02 5.241E-02 .159 -1.94E-03 -4.04E-02 -2.80E-02 -.112 2.651E-02 -3.15E-02 -7.70E-03 -5.51E-02 -2.03E-02 -6.87E-03 6.377E-03 .105 -.157 .329 .673a -1.87E-02 -.179 -8.55E-02 -.808 .208 -.248 -2.43E-02 -.199 -9.15E-02 -2.80E-02 2.209E-02 .315
pptrprod -5.45E-02 -4.05E-02 -1.94E-03 6.745E-02 -6.46E-02 -2.23E-02 1.359E-02 -1.05E-02 1.809E-02 7.772E-03 8.747E-03 2.507E-02 6.723E-03 5.124E-03 -3.83E-02 -.669 -.390 -1.87E-02 .748a -.440 -.105 .150 -.127 .219 3.771E-02 4.860E-02 .174 4.216E-02 2.726E-02 -.176
permkons 6.996E-03 1.385E-02 -4.04E-02 -6.46E-02 .320 5.637E-02 8.019E-03 -3.74E-02 2.372E-02 -5.66E-02 4.356E-02 -2.67E-02 1.759E-02 -.113 6.648E-02 3.947E-02 6.127E-02 -.179 -.440 .782a .121 4.065E-02 -.207 .132 -.126 .111 -8.50E-02 5.064E-02 -.276 .140
jmnbotol -6.88E-03 1.380E-02 -2.80E-02 -2.23E-02 5.637E-02 .674 -1.55E-02 -2.80E-02 4.425E-02 .113 -6.76E-02 .147 .162 .124 -1.37E-02 -2.67E-02 4.204E-02 -8.55E-02 -.105 .121 .348a -5.43E-02 -.107 .169 .173 -.119 .322 .322 .208 -1.99E-02
mpgbotol 1.115E-02 -3.11E-02 -.112 1.359E-02 8.019E-03 -1.55E-02 .122 -2.66E-02 2.432E-02 2.604E-02 4.019E-02 5.333E-02 3.661E-04 5.969E-03 -.118 .102 -.223 -.808 .150 4.065E-02 -5.43E-02 .719a -.239 .219 9.407E-02 .166 .275 1.709E-03 2.364E-02 -.402
pptpdgin 2.003E-02 6.695E-03 2.651E-02 -1.05E-02 -3.74E-02 -2.80E-02 -2.66E-02 .102 -9.21E-02 -3.60E-02 -4.58E-02 1.033E-02 -5.28E-02 7.876E-02 7.977E-02 .200 5.241E-02 .208 -.127 -.207 -.107 -.239 .578a -.906 -.142 -.207 5.826E-02 -.269 .341 .298
dkgpromo -3.13E-02 -4.83E-03 -3.15E-02 1.809E-02 2.372E-02 4.425E-02 2.432E-02 -9.21E-02 .101 3.647E-02 6.515E-02 7.459E-03 6.077E-02 -8.31E-02 -7.13E-02 -.314 -3.80E-02 -.248 .219 .132 .169 .219 -.906 .509a .144 .296 4.225E-02 .311 -.361 -.268
ctrprdsn 1.455E-03 -3.15E-02 -7.70E-03 7.772E-03 -5.66E-02 .113 2.604E-02 -3.60E-02 3.647E-02 .630 5.334E-03 4.354E-02 -.104 .135 -6.91E-02 5.848E-03 -9.93E-02 -2.43E-02 3.771E-02 -.126 .173 9.407E-02 -.142 .144 .709a 9.700E-03 9.884E-02 -.214 .235 -.104
lmtdbttt -2.51E-02 -2.33E-02 -5.51E-02 8.747E-03 4.356E-02 -6.76E-02 4.019E-02 -4.58E-02 6.515E-02 5.334E-03 .480 -9.56E-02 5.397E-02 -.208 2.116E-02 -.116 -8.40E-02 -.199 4.860E-02 .111 -.119 .166 -.207 .296 9.700E-03 .746a -.249 .127 -.416 3.645E-02
hubagen -1.76E-02 -1.08E-02 -2.03E-02 2.507E-02 -2.67E-02 .147 5.333E-02 1.033E-02 7.459E-03 4.354E-02 -9.56E-02 .308 .153 .136 -2.56E-02 -.101 -4.88E-02 -9.15E-02 .174 -8.50E-02 .322 .275 5.826E-02 4.225E-02 9.884E-02 -.249 .760a .449 .339 -5.51E-02
pengagen -4.14E-02 4.734E-02 -6.87E-03 6.723E-03 1.759E-02 .162 3.661E-04 -5.28E-02 6.077E-02 -.104 5.397E-02 .153 .377 3.892E-02 -5.25E-02 -.215 .193 -2.80E-02 4.216E-02 5.064E-02 .322 1.709E-03 -.269 .311 -.214 .127 .449 .679a 8.756E-02 -.102
pengpkl 1.554E-02 1.129E-02 6.377E-03 5.124E-03 -.113 .124 5.969E-03 7.876E-02 -8.31E-02 .135 -.208 .136 3.892E-02 .524 -1.44E-02 6.850E-02 3.901E-02 2.209E-02 2.726E-02 -.276 .208 2.364E-02 .341 -.361 .235 -.416 .339 8.756E-02 .325a -2.37E-02
pengkel 1.396E-02 1.658E-02 .105 -3.83E-02 6.648E-02 -1.37E-02 -.118 7.977E-02 -7.13E-02 -6.91E-02 2.116E-02 -2.56E-02 -5.25E-02 -1.44E-02 .702 5.316E-02 4.950E-02 .315 -.176 .140 -1.99E-02 -.402 .298 -.268 -.104 3.645E-02 -5.51E-02 -.102 -2.37E-02 .262a
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
93
Pengujian Ulang (2): KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
.706
Approx. Chi-Square df Sig.
516.094 91 .000 Anti-image Matrices
Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons jmnbotol mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen pengpkl potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons jmnbotol mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen pengpkl
potslaba 9.852E-02 -2.77E-02 -2.42E-02 -5.56E-02 5.804E-03 -6.63E-03 1.613E-02 2.030E-02 -3.22E-02 2.869E-03 -2.56E-02 -1.72E-02 -4.09E-02 1.588E-02 .773a -.220 -.183 -.671 3.238E-02 -2.57E-02 .135 .193 -.311 1.145E-02 -.118 -9.87E-02 -.211 6.988E-02
hargbeli -2.77E-02 .160 5.557E-02 -4.10E-02 1.256E-02 1.416E-02 -3.38E-02 5.293E-03 -3.40E-03 -3.03E-02 -2.39E-02 -1.03E-02 4.921E-02 1.166E-02 -.220 .871a .330 -.388 5.493E-02 4.309E-02 -.222 3.950E-02 -2.57E-02 -9.48E-02 -8.60E-02 -4.62E-02 .199 4.025E-02
ketsprod -2.42E-02 5.557E-02 .177 4.368E-03 -5.71E-02 -2.88E-02 -.125 1.771E-02 -2.48E-02 3.014E-03 -6.48E-02 -1.83E-02 1.141E-03 9.487E-03 -.183 .330 .706a 3.938E-02 -.238 -8.34E-02 -.783 .126 -.179 8.984E-03 -.222 -7.83E-02 4.397E-03 3.117E-02
pptrprod -5.56E-02 -4.10E-02 4.368E-03 6.961E-02 -6.42E-02 -2.38E-02 8.832E-03 -7.00E-03 1.579E-02 4.172E-03 1.023E-02 2.450E-02 4.024E-03 4.480E-03 -.671 -.388 3.938E-02 .765a -.426 -.110 8.786E-02 -7.92E-02 .181 1.982E-02 5.593E-02 .167 2.471E-02 2.346E-02
permkons 5.804E-03 1.256E-02 -5.71E-02 -6.42E-02 .326 5.885E-02 2.331E-02 -5.03E-02 3.348E-02 -5.16E-02 4.245E-02 -2.48E-02 2.325E-02 -.114 3.238E-02 5.493E-02 -.238 -.426 .765a .125 .107 -.263 .178 -.113 .107 -7.82E-02 6.595E-02 -.276
jmnbotol -6.63E-03 1.416E-02 -2.88E-02 -2.38E-02 5.885E-02 .674 -2.13E-02 -2.90E-02 4.618E-02 .113 -6.74E-02 .147 .163 .124 -2.57E-02 4.309E-02 -8.34E-02 -.110 .125 .346a -6.81E-02 -.105 .170 .172 -.118 .321 .321 .208
mpgbotol 1.613E-02 -3.38E-02 -.125 8.832E-03 2.331E-02 -2.13E-02 .145 -1.73E-02 1.590E-02 1.745E-02 5.224E-02 5.869E-02 -1.02E-02 4.249E-03 .135 -.222 -.783 8.786E-02 .107 -6.81E-02 .766a -.136 .126 5.739E-02 .198 .277 -4.32E-02 1.540E-02
pptpdgin 2.030E-02 5.293E-03 1.771E-02 -7.00E-03 -5.03E-02 -2.90E-02 -1.73E-02 .112 -9.92E-02 -3.12E-02 -5.30E-02 1.458E-02 -5.20E-02 8.828E-02 .193 3.950E-02 .126 -7.92E-02 -.263 -.105 -.136 .604a -.898 -.117 -.228 7.835E-02 -.252 .364
dkgpromo -3.22E-02 -3.40E-03 -2.48E-02 1.579E-02 3.348E-02 4.618E-02 1.590E-02 -9.92E-02 .109 3.207E-02 7.259E-02 5.247E-03 6.034E-02 -9.12E-02 -.311 -2.57E-02 -.179 .181 .178 .170 .126 -.898 .533a .122 .317 2.859E-02 .296 -.381
ctrprdsn 2.869E-03 -3.03E-02 3.014E-03 4.172E-03 -5.16E-02 .113 1.745E-02 -3.12E-02 3.207E-02 .637 7.509E-03 4.159E-02 -.112 .135 1.145E-02 -9.48E-02 8.984E-03 1.982E-02 -.113 .172 5.739E-02 -.117 .122 .735a 1.357E-02 9.376E-02 -.227 .234
lmtdbttt -2.56E-02 -2.39E-02 -6.48E-02 1.023E-02 4.245E-02 -6.74E-02 5.224E-02 -5.30E-02 7.259E-02 7.509E-03 .481 -9.52E-02 5.621E-02 -.208 -.118 -8.60E-02 -.222 5.593E-02 .107 -.118 .198 -.228 .317 1.357E-02 .724a -.247 .131 -.415
hubagen -1.72E-02 -1.03E-02 -1.83E-02 2.450E-02 -2.48E-02 .147 5.869E-02 1.458E-02 5.247E-03 4.159E-02 -9.52E-02 .309 .153 .136 -9.87E-02 -4.62E-02 -7.83E-02 .167 -7.82E-02 .321 .277 7.835E-02 2.859E-02 9.376E-02 -.247 .761a .446 .338
pengagen -4.09E-02 4.921E-02 1.141E-03 4.024E-03 2.325E-02 .163 -1.02E-02 -5.20E-02 6.034E-02 -.112 5.621E-02 .153 .381 3.826E-02 -.211 .199 4.397E-03 2.471E-02 6.595E-02 .321 -4.32E-02 -.252 .296 -.227 .131 .446 .683a 8.561E-02
pengpkl 1.588E-02 1.166E-02 9.487E-03 4.480E-03 -.114 .124 4.249E-03 8.828E-02 -9.12E-02 .135 -.208 .136 3.826E-02 .524 6.988E-02 4.025E-02 3.117E-02 2.346E-02 -.276 .208 1.540E-02 .364 -.381 .234 -.415 .338 8.561E-02 .316a
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
94
Pengujian Ulang (3): KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
.731 491.728 78 .000 Anti-image Matrices
Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons jmnbotol mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons jmnbotol mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen
potslaba 9.900E-02 -2.82E-02 -2.46E-02 -5.60E-02 1.007E-02 -1.09E-02 1.608E-02 2.042E-02 -3.47E-02 -1.30E-03 -2.35E-02 -2.42E-02 -4.26E-02 .772a -.224 -.186 -.675 5.387E-02 -4.13E-02 .134 .181 -.309 -5.04E-03 -9.79E-02 -.130 -.219
hargbeli -2.82E-02 .161 5.550E-02 -4.12E-02 1.637E-02 1.195E-02 -3.40E-02 3.843E-03 -1.61E-03 -3.53E-02 -2.33E-02 -1.50E-02 4.879E-02 -.224 .870a .329 -.389 6.876E-02 3.552E-02 -.223 2.669E-02 -1.12E-02 -.107 -7.62E-02 -6.36E-02 .197
ketsprod -2.46E-02 5.550E-02 .177 4.293E-03 -5.96E-02 -3.25E-02 -.126 1.859E-02 -2.71E-02 6.011E-04 -7.38E-02 -2.34E-02 4.522E-04 -.186 .329 .703a 3.868E-02 -.239 -9.20E-02 -.784 .123 -.181 1.741E-03 -.230 -9.44E-02 1.735E-03
pptrprod -5.60E-02 -4.12E-02 4.293E-03 6.965E-02 -6.84E-02 -2.60E-02 8.803E-03 -8.94E-03 1.940E-02 3.193E-03 1.453E-02 2.636E-02 3.726E-03 -.675 -.389 3.868E-02 .759a -.436 -.117 8.753E-02 -9.43E-02 .206 1.474E-02 7.221E-02 .169 2.279E-02
permkons 1.007E-02 1.637E-02 -5.96E-02 -6.84E-02 .353 9.701E-02 2.623E-02 -3.88E-02 1.728E-02 -2.54E-02 -3.81E-03 5.829E-03 3.443E-02 5.387E-02 6.876E-02 -.239 -.436 .811a .194 .116 -.182 8.144E-02 -5.22E-02 -8.41E-03 1.661E-02 9.353E-02
jmnbotol -1.09E-02 1.195E-02 -3.25E-02 -2.60E-02 9.701E-02 .705 -2.33E-02 -6.00E-02 8.280E-02 8.937E-02 -2.30E-02 .135 .162 -4.13E-02 3.552E-02 -9.20E-02 -.117 .194 .331a -7.29E-02 -.199 .276 .130 -3.59E-02 .273 .312
mpgbotol 1.608E-02 -3.40E-02 -.126 8.803E-03 2.623E-02 -2.33E-02 .145 -2.08E-02 1.948E-02 1.730E-02 6.518E-02 6.502E-02 -1.05E-02 .134 -.223 -.784 8.753E-02 .116 -7.29E-02 .760a -.152 .143 5.533E-02 .224 .289 -4.47E-02
pptpdgin 2.042E-02 3.843E-03 1.859E-02 -8.94E-03 -3.88E-02 -6.00E-02 -2.08E-02 .129 -.113 -6.58E-02 -2.49E-02 -1.08E-02 -6.79E-02 .181 2.669E-02 .123 -9.43E-02 -.182 -.199 -.152 .635a -.882 -.223 -9.10E-02 -5.10E-02 -.305
dkgpromo -3.47E-02 -1.61E-03 -2.71E-02 1.940E-02 1.728E-02 8.280E-02 1.948E-02 -.113 .128 6.880E-02 5.137E-02 3.818E-02 7.899E-02 -.309 -1.12E-02 -.181 .206 8.144E-02 .276 .143 -.882 .544a .235 .189 .181 .357
ctrprdsn -1.30E-03 -3.53E-02 6.011E-04 3.193E-03 -2.54E-02 8.937E-02 1.730E-02 -6.58E-02 6.880E-02 .674 7.830E-02 7.804E-03 -.129 -5.04E-03 -.107 1.741E-03 1.474E-02 -5.22E-02 .130 5.533E-02 -.223 .235 .665a .125 1.610E-02 -.255
lmtdbttt -2.35E-02 -2.33E-02 -7.38E-02 1.453E-02 -3.81E-03 -2.30E-02 6.518E-02 -2.49E-02 5.137E-02 7.830E-02 .581 -5.61E-02 8.695E-02 -9.79E-02 -7.62E-02 -.230 7.221E-02 -8.41E-03 -3.59E-02 .224 -9.10E-02 .189 .125 .850a -.125 .184
hubagen -2.42E-02 -1.50E-02 -2.34E-02 2.636E-02 5.829E-03 .135 6.502E-02 -1.08E-02 3.818E-02 7.804E-03 -5.61E-02 .349 .163 -.130 -6.36E-02 -9.44E-02 .169 1.661E-02 .273 .289 -5.10E-02 .181 1.610E-02 -.125 .809a .445
pengagen -4.26E-02 4.879E-02 4.522E-04 3.726E-03 3.443E-02 .162 -1.05E-02 -6.79E-02 7.899E-02 -.129 8.695E-02 .163 .384 -.219 .197 1.735E-03 2.279E-02 9.353E-02 .312 -4.47E-02 -.305 .357 -.255 .184 .445 .643a
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
95
Pengujian Ulang (4): KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df Sig.
.747 480.014 66 .000 Anti-image Matrices
Anti-image Covariance
Anti-image Correlation
potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen
potslaba 9.917E-02 -2.81E-02 -2.54E-02 -5.73E-02 1.205E-02 1.583E-02 2.033E-02 -3.62E-02 8.098E-05 -2.39E-02 -2.39E-02 -4.45E-02 .769a -.223 -.191 -.685 6.315E-02 .132 .176 -.310 3.107E-04 -9.95E-02 -.124 -.217
hargbeli -2.81E-02 .161 5.660E-02 -4.13E-02 1.532E-02 -3.38E-02 5.068E-03 -3.26E-03 -3.75E-02 -2.29E-02 -1.87E-02 5.106E-02 -.223 .870a .334 -.388 6.309E-02 -.221 3.446E-02 -2.19E-02 -.113 -7.50E-02 -7.62E-02 .195
ketsprod -2.54E-02 5.660E-02 .178 3.164E-03 -5.78E-02 -.129 1.662E-02 -2.55E-02 4.841E-03 -7.56E-02 -1.88E-02 8.846E-03 -.191 .334 .699a 2.819E-02 -.226 -.797 .107 -.162 1.385E-02 -.235 -7.24E-02 3.212E-02
pptrprod -5.73E-02 -4.13E-02 3.164E-03 7.062E-02 -6.83E-02 8.096E-03 -1.18E-02 2.465E-02 6.697E-03 1.389E-02 3.434E-02 1.091E-02 -.685 -.388 2.819E-02 .752a -.425 7.973E-02 -.121 .250 3.045E-02 6.851E-02 .211 6.294E-02
permkons 1.205E-02 1.532E-02 -5.78E-02 -6.83E-02 .367 3.076E-02 -3.30E-02 6.620E-03 -3.99E-02 -6.72E-04 -1.43E-02 1.396E-02 6.315E-02 6.309E-02 -.226 -.425 .842a .133 -.149 2.941E-02 -7.96E-02 -1.46E-03 -3.86E-02 3.534E-02
mpgbotol 1.583E-02 -3.38E-02 -.129 8.096E-03 3.076E-02 .146 -2.39E-02 2.418E-02 2.072E-02 6.485E-02 7.546E-02 -5.77E-03 .132 -.221 -.797 7.973E-02 .133 .747a -.170 .170 6.551E-02 .223 .322 -2.32E-02
pptpdgin 2.033E-02 5.068E-03 1.662E-02 -1.18E-02 -3.30E-02 -2.39E-02 .135 -.120 -6.17E-02 -2.80E-02 7.645E-04 -6.23E-02 .176 3.446E-02 .107 -.121 -.149 -.170 .654a -.878 -.203 -.100 3.396E-03 -.261
dkgpromo -3.62E-02 -3.26E-03 -2.55E-02 2.465E-02 6.620E-03 2.418E-02 -.120 .138 6.420E-02 5.861E-02 2.608E-02 7.187E-02 -.310 -2.19E-02 -.162 .250 2.941E-02 .170 -.878 .568a .209 .207 .114 .297
ctrprdsn 8.098E-05 -3.75E-02 4.841E-03 6.697E-03 -3.99E-02 2.072E-02 -6.17E-02 6.420E-02 .685 8.271E-02 -1.03E-02 -.169 3.107E-04 -.113 1.385E-02 3.045E-02 -7.96E-02 6.551E-02 -.203 .209 .644a .131 -2.02E-02 -.313
lmtdbttt -2.39E-02 -2.29E-02 -7.56E-02 1.389E-02 -6.72E-04 6.485E-02 -2.80E-02 5.861E-02 8.271E-02 .582 -5.60E-02 .102 -9.95E-02 -7.50E-02 -.235 6.851E-02 -1.46E-03 .223 -.100 .207 .131 .841a -.120 .206
hubagen -2.39E-02 -1.87E-02 -1.88E-02 3.434E-02 -1.43E-02 7.546E-02 7.645E-04 2.608E-02 -1.03E-02 -5.60E-02 .377 .158 -.124 -7.62E-02 -7.24E-02 .211 -3.86E-02 .322 3.396E-03 .114 -2.02E-02 -.120 .844a .394
pengagen -4.45E-02 5.106E-02 8.846E-03 1.091E-02 1.396E-02 -5.77E-03 -6.23E-02 7.187E-02 -.169 .102 .158 .425 -.217 .195 3.212E-02 6.294E-02 3.534E-02 -2.32E-02 -.261 .297 -.313 .206 .394 .700a
a. Measures of Sampling Adequacy(MSA)
96
2. Ekstraksi atas sejumlah variabel terpilih (12 variabel) hingga menjadi satu atau beberapa faktor. Metode yang digunakan adalah Principal Component 3. Selanjutnya dilakukan proses rotasi untuk memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor yang lain. Metode rotasi yang digunakan adalah Varimax Factor Analysis Communalities
potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen
Initial 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Extraction .889 .849 .671 .922 .718 .750 .808 .799 .658 .534 .690 .758
Extraction Method: Principal Component Analysis. Total Variance Explained
Component 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Total 4.924 2.699 1.422 .864 .621 .466 .361 .295 .152 8.403E-02 6.847E-02 4.335E-02
Initial Eigenvalues % of Variance Cumulative % 41.036 41.036 22.495 63.532 11.853 75.385 7.197 82.582 5.172 87.753 3.880 91.633 3.008 94.641 2.462 97.102 1.266 98.368 .700 99.068 .571 99.639 .361 100.000
Extraction Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 4.924 41.036 41.036 2.699 22.495 63.532 1.422 11.853 75.385
Rotation Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 3.785 31.543 31.543 3.149 26.242 57.784 2.112 17.600 75.385
Extraction Method: Principal Component Analysis.
97
Scree Plot 6
5
4
3
Eigenvalue
2
1
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Component Number Component Matrix a
1 potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen
.725 .830 -.748 .773 .481 -.851 -.572 -.512 3.798E-02 .580 .662 -.483
Component 2 .593 .399 .158 .570 .675 .124 .606 .522 .454 -.294 -.470 .465
3 .112 2.595E-02 .294 2.902E-02 .176 .102 .338 .515 -.671 .334 .177 -.555
Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 3 components extracted.
Rotated Component Matrix a
1 potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen
.939 .867 -.379 .946 .833 -.501 6.246E-02 6.948E-02 .256 .247 .163 -8.86E-02
Component 2 -7.71E-02 -.295 .720 -.167 .155 .656 .871 .891 -.171 -.326 -.560 .228
3 -4.24E-02 -.103 8.824E-02 -2.98E-03 2.641E-02 .261 .212 8.535E-03 .750 -.606 -.592 .836
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 5 iterations.
98
Component Transformation Matrix Component 1 2 3
1
2 -.626 .527 .575
.705 .697 .130
3 -.332 .487 -.808
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
Component Plot in Rotated Space
pptpdgin dkgpromo
1.0
Component 2
ketsprod mpgbotol .5
pengagen
permkons potslaba pptrprod hargbeli
0.0
ctrprdsn
lmtdbttt hubagen
-.5
1.0
.5
0.0
-.5
-.5
Component 1
0.0
.5
1.0
Component 3
4. Validasi atas hasil faktor untuk mengetahui apakah faktor yang terbentuk telah valid dengan jalan menguji kestabilan faktor yang telah terbentuk. • Proses soilt (pemisahan) sampel A (1-25) (Hasil Pengujian Hanya Ditampilkan Rotated Component Matrik) Rotated Component Matrixa
1 potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen
.951 .933 -.174 .948 .798 -.297 8.672E-02 -8.45E-02 .243 .147 -.151 5.703E-02
Component 2 3 -.133 -5.16E-02 -.267 -7.83E-02 .868 4.810E-02 -.205 -7.56E-02 5.464E-02 .174 .846 .138 .278 .841 .534 .727 -.422 -.190 .417 -.697 -.378 -.269 -.161 -.160
4 -1.57E-02 5.572E-02 -.109 9.080E-02 .392 .123 -8.94E-02 -.295 .463 -.211 -.622 .870
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 10 iterations.
99
Catatan : Sesungguhnya pengujian validitas dilakukan untuk minimal 100 kasus, agar memenuhi persyaratan minimum cut off point sebesar 0,55. Oleh karena itu, penambahan jumlah sampel dan pengujian ulang bisa dilakukan pada kasus dengan jumlah sampel yang sedikit.
• Proses soilt (pemisahan) sampel B (26-50) (Hasil Pengujian Hanya Ditampilkan Rotated Component Matrik) Rotated Component Matrixa
1 potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen
.935 .772 -.397 .932 .790 -.584 .230 .248 .238 .401 .302 -.144
Component 2 -3.65E-03 -.292 .769 -5.85E-02 .270 .676 .847 .813 -1.25E-02 -.368 -.600 -.531 .306
3 5.007E-02 -.174 9.526E-02 -2.76E-03 -6.69E-02 .109 .206 .206 .846 -.638 -.531 -.600 .778
Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 4 iterations.
Catatan: Hanya Output yang relevan yang ditampilkan
100
101
Lampiran 5. Output Analisis Diskriminan Tests of Equality of Group Means
potslaba hargbeli ketsprod pptrprod permkons mpgbotol pptpdgin dkgpromo ctrprdsn lmtdbttt hubagen pengagen
Wilks' Lambda .913 .802 .542 .901 .884 .548 .450 .701 .897 .700 .548 .565
F 2.250 5.813 19.873 2.582 3.088 19.352 28.703 10.014 2.702 10.072 19.398 18.111
df1
df2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
47 47 47 47 47 47 47 47 47 47 47 47
Analysis 1 Box's Test of Equality of Covariance Matrices Log Determinants
kommerek 2 merek 3 merek 4 merek Pooled within-groups
Rank 5 5 5 5
Log Determinant -17.357 -20.249 -21.754 -18.658
The ranks and natural logarithms of determinants printed are those of the group covariance matrices.
Test Results Box's M F
Approx. df1 df2 Sig.
46.439 1.273 30 3682.079 .146
Tests null hypothesis of equal population covariance matrices.
Sig. .117 .006 .000 .086 .055 .000 .000 .000 .077 .000 .000 .000
Stepwise Statistics a,b,c,d Variables Entered/Removed
Min. D Squared
Step 1
Entered
Statistic
ketsprod
1.168
pptpdgin
2.594
permkon s
3.615
potslaba
5.818
pengage n
7.355
2
3
4
5
Exact F
Between Groups 2 merek and 3 merek 3 merek and 4 merek 3 merek and 4 merek 2 merek and 3 merek 3 merek and 4 merek
Statistic
df1
df2
Sig.
11.020
1
47.000 1.747E-03
9.444
2
46.000 3.661E-04
8.584
3
45.000 1.287E-04
12.849
4
44.000 5.193E-07
10.015
5
43.000 2.100E-06
At each step, the variable that maximizes the Mahalanobis distance between the two closest groups is entered. a. Maximum number of steps is 24. b. Minimum partial F to enter is 3.84. c. Maximum partial F to remove is 2.71. d. F level, tolerance, or VIN insufficient for further computation.
Wilks' Lambda
Step 1 2 3 4 5
Number of Variables 1 2 3 4 5
Exact F Lambda .542 .309 .255 .198 .117
df1
df2 1 2 3 4 5
df3 2 2 2 2 2
47 47 47 47 47
Statistic 19.873 18.372 14.717 13.698 16.567
df1 2 4 6 8 10
df2 47.000 92.000 90.000 88.000 86.000
Sig. 5.564E-07 4.000E-11 1.205E-11 1.022E-12 3.113E-16
102
Pairwise Group Comparisons Step 1
kommerek 2 merek 3 merek 4 merek
2
2 merek 3 merek 4 merek
3
2 merek 3 merek 4 merek
4
2 merek 3 merek 4 merek
5
2 merek 3 merek 4 merek
2 merek F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig. F Sig.
11.020 .002 39.676 .000
23.347 .000 44.269 .000
17.486 .000 28.914 .000
12.849 .000 24.953 .000
21.717 .000 34.681 .000
a,b,c,d,e
3 merek 11.020 .002
14.303 .000 23.347 .000
9.444 .000 17.486 .000
8.584 .000 12.849 .000
11.183 .000 21.717 .000
4 merek 39.676 .000 14.303 .000
44.269 .000 9.444 .000
28.914 .000 8.584 .000
24.953 .000 11.183 .000
34.681 .000 10.015 .000
10.015 .000
a. 1, 47 degrees of freedom for step 1. b. 2, 46 degrees of freedom for step 2. c. 3, 45 degrees of freedom for step 3. d. 4, 44 degrees of freedom for step 4. e. 5, 43 degrees of freedom for step 5.
103
Summary of Canonical Discriminant Functions Eigenvalues
Function 1 2
Eigenvalue 4.333a .606a
% of Variance 87.7 12.3
Canonical Correlation .901 .614
Cumulative % 87.7 100.0
a. First 2 canonical discriminant functions were used in the analysis.
Wilks' Lambda Wilks' Lambda .117 .623
Test of Function(s) 1 through 2 2
Chi-square 96.640 21.310
df 10 4
Sig. .000 .000
Structure Matrix Function 1 pptpdgin dkgpromo a mpgbotol a ketsprod pengagen hubagen a hargbeli a pptrprod a ctrprdsn a potslaba lmtdbttt a permkons
.528* .494* .430* .428* .410* -.340* -.285* -.208* -.172* -.146* -.138* -.007
2 -.156 -.151 .210 .287 -.266 .035 -.026 .009 -.017 -.072 .033 .465*
Pooled within-groups correlations between discriminating variables and standardized canonical discriminant functions Variables ordered by absolute size of correlation within function. *. Largest absolute correlation between each variable and any discriminant function a. This variable not used in the analysis.
104
Canonical Discriminant Function Coefficients Function 1 -2.009 3.628 1.578 4.675 4.088 -47.801
potslaba ketsprod permkons pptpdgin pengagen (Constant)
2 -4.703 2.259 9.298 -2.255 -1.427 -11.991
Unstandardized coefficients
Functions at Group Centroids Function kommerek 2 merek 3 merek 4 merek
1 -2.713 .621 2.647
2 .426 -.784 1.020
Unstandardized canonical discriminant functions evaluated at group means
Classification Resultsb,c
Original
Count
%
Cross-validateda
Count
%
kommerek 2 merek 3 merek 4 merek 2 merek 3 merek 4 merek 2 merek 3 merek 4 merek 2 merek 3 merek 4 merek
Predicted Group Membership 2 merek 3 merek 4 merek 14 2 0 0 21 2 0 1 10 87.5 12.5 .0 .0 91.3 8.7 .0 9.1 90.9 14 2 0 0 20 3 0 1 10 87.5 12.5 .0 .0 87.0 13.0 .0 9.1 90.9
Total 16 23 11 100.0 100.0 100.0 16 23 11 100.0 100.0 100.0
a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross validation, each case is classified by the functions derived from all cases other than that case. b. 90.0% of original grouped cases correctly classified. c. 88.0% of cross-validated grouped cases correctly classified.
Catatan: Hanya Output yang relevan yang ditampilkan
105