FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA (STUDI KASUS DI PASAR BESAR KOTA MALANG)
JURNAL ILMIAH Disusun oleh: Yandhi Fernando 115020107111016
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA (STUDI KASUS DI PASAR BESAR KOTA MALANG) Yandhi Fernando M. Pudjihardjo, SE.,MS.,Dr.,Prof Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL di Pasar Besar Kota Malang. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu usia, tingkat pendidikan, jam kerja, tanggungan keluarga, modal, dan pengalaman kerja. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu suatu penelitian yang memiliki tujuan untuk membuktikan sebuah hipotesis. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan kuesioner. Sampel yang digunakan dalam penelitian berjumlah 35 responden PKL dengan menggunakan teknik accidental sampling. Analisis data menggunakan pengujian statistik dengan bantuan program SPSS. Dalam menganalisis digunakan teknik analisis regresi linier berganda, dengan menggunakan uji statistik (uji F, uji t, koefisien determinasi (R2)) serta menggunakan uji asumsi klasik (uji autokolerasi, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinieritas). Hasil dalam penelitian menunjukan bahwa variabel jam kerja, tanggungan keluarga, modal, dan pengalaman kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL. Sedangkan pada variabel usia dan tingkat pendidikan hasil yang diperoleh tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan PKL. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa variabel modal memiliki pengaruh paling besar terhadap pendapatan PKL. Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan PKL melakukan penambahan jumlah modal usaha. Modal yang relatif besar akan memungkinkan PKL untuk menambah variasi jenis usaha atau memperbesar usaha agar dapat meningkatkan pendapatan. Kata Kunci: Pendapatan, PKL, Pasar Besar Kota Malang
A. PENDAHULUAN Dalam beberapa kurun waktu terakhir sektor informal di berbagai daerah perkotaan di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang pesat. Sumber daya manusia dipandang sebagai unsur yang amat menentukan dalam proses pembangunan, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia (Effendi, 1995). Faktor utama dalam meningkatnya pertumbuhan sektor informal adalah karena buruknya sistem penyerapan tenaga kerja pada sektor formal. Ditambah dengan adanya pertambahan angkatan kerja di perkotaan yang disebabkan oleh migrasi dari desa ke kota. Pesatnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi mengalahkan jumlah pertumbuhan kesempatan kerja. Akibatnya, terjadi pengangguran di kota-kota besar sehingga memicu munculnya sektor-sektor informal di perkotaan Effendi (1985), menyatakan sektor informal dianggap sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang berkembang. Karena pada dasarnya mereka yang terlibat di dalam sektor ini pada umumnya merupakan golongan masyarakat miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak terampil dan kebanyakan para migran. Tabel 1. Sektor Informal di Indonesia (juta pekerja), 2001-2009 2001 2003 Informal – perkotaan 13.93 14.83 Informal – pedesaan 41.88 43.61 Informal laki-laki
33.07
37.05
2006 15.85 44.92
2009 17.97 46.87
38.48
38.56
Informal perempuan
22.74
21.40
22.29
26.28
Total informal Total pekerja
55.81 90.81
58.45 90.78
60.77 95.18
64.84 104.49
61.5
64.4
63.4
62.1
67.7
70.8
69.8
69.5
Jumlah informal menggunakan definisi baru (% dari keseluruhan pekerja) Jumlah informal dari definisi lama (% dari keseluruhan pekerja) Sumber: ILO, (2010)
Tabel diatas menunjukkan pekerja sektor informal di Indonesia. Sektor informal masih mendominasi di daerah pedesaan dibandingkan di perkotaan. Namun, antara tahun 2001 – 2009 pekerja informal di pedesaan maupun perkotaan terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dapat dilihat dari total pekerja informal pada tahun 2001 sebanyak 55.81 juta jiwa meningkat hingga tahun 2009 menjadi 64.8 juta jiwa. Hasil yang menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun semakin banyak penduduk yang melakukan migrasi dari desa ke kota untuk mencari pekerjaan. Pedagang kaki lima merupakan salah satu dari sektor informal yang banyak ditemukan di perkotaan. Pedagang kaki lima atau yang biasa disingkat PKL merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Pada dasarnya pedagang kaki lima berjualan menggunakan fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan umum, seperti alun-alun, trotoar, pasar, pusat perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya. Banyak masyarakat yang menjadikan profesi pedagang kaki lima sebagai alternatif dari tidak tersedianya pekerjaan pada sektor formal. Menurut Effendi (1995), membengkaknya sektor informal mempunyai kaitan dengan menurunnya kemampuan sektor formal dalam menyerap pertambahan angkatan kerja di kota. Keterbatasan penerimaan pekerja sektor formal di kota Malang membuat banyaknya pekerja yang beralih mencari pekerjaan pada sektor informal. Salah satunya adalah dengan menjadi pedagang kaki lima di sekitar tempat-tempat strategis di kota Malang. Daerah Pasar Besar merupakan tempat strategis pedagang kaki lima berjualan, karena daerah tersebut merupakan pusat perdagangan di kota Malang. Peranan usaha mikro cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, penyediaan tenaga kerja serta penanggulangan kemiskinan. Secara umum, penyediaan tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah penduduk, tenaga kerja, jam kerja, pendidikan, produktivitas, struktur umur, dan lain-lain (Simanjuntak, 1985). Usaha mikro seperti Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu indikator utama dalam penyediaan tenaga kerja lokal yang akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan perekonomian kota Malang. Namun dibalik itu semua, pedagang kaki lima mempunyai persoalan yang kini menjadi fenomena sosial. Terdapat berbagai kendala yang berasal dari internal maupun eksternal pedagang kaki lima itu sendiri. Persoalan internal meliputi usia pedagang, keterbatasan pendidikan, keterbatasan modal serta tanggungan keluarga yang wajib dipenuhi. Sedangkan kendala eksternal berupa jumlah pesaing di sekitar tempat berdagang. Dalam penelitian terdapat enam variabel yang digunakan yaitu variabel usia, tingkat pendidikan, jam kerja, tanggungan keluarga, modal, dan pengalaman bekerja. Dari hasil enam variabel yang digunakan maka pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh usia, tingkat pendidikan, jam kerja, tanggungan keluarga, modal, dan pengalaman bekerja terhadap pendapatan PKL di Pasar Besar? B. TINJAUAN TEORI Sektor Informal Secara khusus pengertian sektor informal merupakan suatu konsep yang sering dikatakan sebagai manifestasi ketidakmampuan sektor formal atau industri modern dalam penyerapan tenaga kerja yang cukup besar, sehingga semua tambahan tenaga kerja hampir selalu ditampung di sektor informal. Sethuraman dalam Manning dan Effendi (1985) berpendapat bahwa mereka yang terlibat
dalam sektor informal pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak terampil, dan kebanyakan para migran. Keberadaan sektor informal yang merupakan suatu manifestasi dari sistem perekonomian lokal dapat bertindak sebagai katub pengaman bagi sejumlah orang yang menanggur di kota. Apabila pada sektor formal, berkurangnya permintaan hasil produksi akan menyebabkan kelesuan perekonomian, maka di sektor informal permintaan konsumen akan cenderung selalu kuat, sebab barang dan jasa yang dihasilkan merupakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi sehari-hari oleh mereka yang bekerja pada sektor formal maupun sektor informal. Perkembangan sektor informal pada dasarnya berkaitan erat dengan proses migrasi yang dilakukan dari desa ke kota. Masyarakat pedesaan memilih melakukan migrasi dengan harapan mendapat pekerjaan yang layak di perkotaan. Permasalahan migrasi penduduk ini terletak pada tingkat pertumbuhan ekonomi di desa dan kota yang sangat timpang. Sebagai akibat dari konsentrasi kegiatan-kegiatan ekonomi (industri dan jasa) di daerah perkotaan maka terjadi peningkatan migrasi desa-kota. Sektor informal perkotaan telah menjadi pilihan pekerjaan yang jelas bagi para migran yang tidak memiliki keahlian dan kemampuan. Sektor informal ini telah memainkan peran penting dalam penyediaan lapangan kerja (Tjiptoherijanto, 1997). Pekerja sektor informal yang kebanyakan merupakan migran bekerja pada sektor informal bertujuan untuk mengurangi tingkat pengangguran, meningkatkan kegiatan perekonomian, serta meningkatkan taraf hidup agar lebih baik. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Soetomo (2009), bahwa pembangunan masyarakat pada dasarnya adalah proses perubahan menuju pada suatu kondisi yang lebih baik. Kondisi kehidupan yang lebih baik tersebut secara lebih konkret sering disebut juga dengan peningkatan taraf hidup masyarakat. Pedagang Kaki Lima Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu bentuk aktivitas perdagangan pada sektor informal. PKL pada umumnya merupakan pedagang kecil yang berperan sebagai penyalur barangbarang dan jasa ekonomi kota. Dari pengertian tersebut, dapat didefinisikan bahwa PKL adalah orang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, yang dilakukan cenderung berpindah-pindah dengan kemampuan modal yang kecil/terbatas, dalam melakukan usaha tersebut hanya menggunakan peralatan sederhana dan menggunakan fasilitas umum untuk berjualan, serta tidak memiliki legalitas formal. Menurut Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kota Malang (2015), PKL adalah pedagang yang melakukan usaha perdagangan non formal dengan menggunakan lahan terbuka atau tertutup, sebagai fasilitas umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah sebagai tempat kegiatan usahanya baik dengan menggunakan peralatan bergerak maupun tidak bergerak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Karakteristik dagangan PKL dapat dipengaruhi oleh aktivitas yang ada di sekitar kawasan tempat pedagang tersebut beraktivitas. Misalnya di suatu kawasan perdagangan, maka jenis dagangan yang ditawarkan dapat beraneka ragam, bisa berupa makanan atau minuman, pakaian, buah-buahan, barang kelontong dan lain sebagainya. Bentuk serta sarana yang digunakan PKL dalam melakukan kegiatan perdagangan sangatlah beragam. Pada dasarnya bentuk sarana yang digunakan sangat sederhana dan biasanya mudah untuk dipindahkan atau dibawa dari satu tempat ke tempat lain dan dipengaruhi oleh jenis dagangan yang di jual. Pendapatan Tujuan pokok dilakukannya proses usaha perdagangan adalah untuk memperoleh pendapatan, dimana pendapatan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup usaha perdagangannya. Pendapatan terdiri dari upah, penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan, serta pembayaran atau penerimaan tunjangan sosial. Pendapatan dapat menjadi tolak ukur kondisi perekonomian seseorang atau rumah tangga, dimana pendapatan berupa uang untuk bertahan hidup selama jangka waktu tertentu harus direncanakan pengeluaran pada saat di konsumsi agar menghasilkan tabungan seseorang atau rumah tangga (Winardi, 1981). Pendapatan merupakan uang yang diterima oleh seseorang atau perusahaan dalam bentuk gaji (wages), upah (salaries), sewa (rent), bunga (interest), laba (profit), bersamaan dengan tunjangan
uang pensiun dan lain sebagainya. Sedangkan yang menentukan tingkat pendapatan, kesempatan kerja, dan harga adalah determinan riil, dimana faktor-faktor yang mempengaruhi determinan riil adalah luas dan kualitas pengaruh buruh, jumlah dan jenis sumber-sumber alam, peralatan modal dan kemampuan teknologi untuk menggunakan sumber-sumber yang sudah tersedia (Komaruddin, 1980). Pendapatan dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan seseorang atau perusahaan dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk mendapatkan hasil berupa laba atau keuntungan. Seluruh kegiatan seseorang atau perusahaan yang menghasilkan pendapatan menimbulkan dua akibat yaitu pengaruh positif (laba atau keuntungan) dan pengaruh negatif (beban dan kerugian). Selisih keduanya akan menghasilkan laba atau rugi pada kegiatan seseorang atau perusahaan dalam proses memperoleh pendapatan. Besaran pendapatan PKL dapat dilihat melalui penerimaan total (total revenue) yang diperoleh PKL. Penerimaan total (Total Revenue) merupakan penerimaan total produsen dari setiap penjualan output yang dihasilkannya. Penerimaan ini dapat dihitung dengan cara mengalikan jumlah seluruh barang yang terjual dengan harga jual barang per unit. Seperti yang dijelaskan oleh persamaan Iswardono (1989) sebagai berikut: TR = Px.Q di mana: TR = Penerimaan Total P = Harga Barang Per Unit Q = Jumlah Barang yang Terjual Dari hasil penjualan barang dagangannya dapat diketahui besaran pendapatan PKL sebesar TR. Pengukuran besar kecilnya pendapatan PKL sesuai persamaan diatas berdasarkan jumlah barang yang terjual nantinya. Menurut Kurnia (2013) pengukuran besar kecilnya pendapatan PKL diukur melalui faktorfaktor dari kinerja PKL berdasarkan variabel-variabel berikut: umur, tingkat pendidikan, jam kerja, pengalaman kerja, modal, dan jumlah pekerja. Sedangkan menurut Subono (2013) pendapatan PKL diukur dari variabel-variabel penggunaan tenaga kerja, lama usaha, tingkat pendidikan, jumlah produksi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang menentukan pendapatan PKL dengan menggunakan variabel bebas antara lain: Usia, Tingkat Pendidikan, Jam Kerja, Tanggungan Keluarga, Modal, dan Pengalaman Bekerja. Hubungan Usia Terhadap Pendapatan Menurut Simanjuntak (2004) makin bertambahnya umur seseorang akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang akan dicapainya. Semakin dewasa seseorang, maka keterampilan dalam bidang tertentu akan meningkat dan kekuatan fisik juga meningkat sehingga akan meningkatkan pendapatan yang diterimanya. Pada sektor formal usia memiliki tahapan terhadap karir seseorang, dengan meningkatnya usia maka seseorang yang bekerja di sektor formal akan mengalami kenaikan jabatan sehingga pendapatan pun akan meningkat. Sedangkan pada sektor informal tidak adanya tahapan karir yang jelas menyebabkan usia hanya dilihat sebagai kekuatan fisik serta keterampilan seseorang dalam memperoleh pendapatan. Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Pendapatan Tingkat pendapatan seorang pedagang dapat dilihat dari hubungan antara pendidikan dengan produktivitas kerjanya. Menurut Simanjuntak (1985) pendidikan yang lebih tinggi mengakibatkan produktivitas kerja yang lebih tinggi dan oleh sebab itu memungkinkan penghasilan yang lebih tinggi juga. Menurut Sasana (2013) pendidikan merupakan hal terpenting dalam hidup seseorang, dengan pendidikan seseorang yang berusia produktif dapat berkompetisi dalam pasar kerja. Semakin tinggi pendidikan semakin banyak waktu yang disediakan untuk bekerja. Hubungan Jam Kerja Terhadap Pendapatan Jam kerja merupakan lamanya waktu untuk menjalankan suatu usaha. Adapun jam kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah waktu yang digunakan oleh para pedagang kaki lima dalam
menjajakan barang dagangannya setiap hari. Lama jam kerja seorang pedagang ditentukan oleh jenis dagangan, kecepatan laku terjual barang dagangannya, cuaca dan hal lainnya yang dapat berpengaruh terhadap jam kerja pedagang. Pada dasarnya setiap penambahan pendapatan (penambahan melalui jam kerja) maka akan mengurangi waktu yang dipergunakan untuk waktu senggang (Simanjuntak, 1985). Hubungan Tanggungan Keluarga Terhadap Pendapatan Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu alasan setiap tenaga kerja berusaha memperoleh pendapatan. Semakin banyak jumlah tanggungan yang dimiliki pedagang, maka semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya semakin sedikit jumlah tanggungan yang dimiliki, maka akan semakin sedikit pula jumlah kebutuhan yang harus dikeluarkan. Menurut Mantra (2003) yang termasuk jumlah anggota keluarga adalah seluruh jumlah anggota keluarga yang makan dan tinggal dengan penduduk yang telah termasuk ke dalam kelompok tenaga kerja. Jadi yang termasuk dalam jumlah anggota keluarga adalah mereka yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari karena belum bekerja (dalam umur non-produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini keluarga yang dimaksud). Hubungan Modal Terhadap Pendapatan Menurut Ma’arif (2013) semakin banyak produk yang dijual berakibat pada kenaikan keuntungan, untuk meningkatkan produk suatu usaha harus membeli jumlah barang dagangan dengan jumlah besar, untuk itu dibutuhkan tambahan modal untuk membeli barang dagang agar tujuan perwirausahaan meningkatkan keuntungan dapat tercapai sehingga pendapatan dapat meningkat. Beberapa penelitian terdahulu terhadap sektor informal menunjukkan terdapat keterkaitan langsung antara modal dengan tingkat pendapatan. Modal yang relatif besar akan memungkinkan suatu unit penjualan dalam menambah variasi jenis usaha dagangnya. Hubungan Pengalaman Kerja Terhadap Pendapatan Menurut Sulaeman (2014) pengalaman kerja menunjukkan sejauh mana penguasaan seseorang terhadap bidang pekerjaan yang selama ini ditekuninya. Pengalaman bekerja seorang pedagang dapat menjadi sebuah keuntungan dalam pemilihan strategi dan cara melakukan pemasaran usahanya, serta dapat melakukan inovasi dalam jenis dagangan yang akan dijualnya. Pedagang yang memiliki pengalaman kerja yang lebih lama dalam melakukan usahanya akan memiliki strategi yang lebih matang dan tepat dalam mengelola, memproduksi dan memasarkan dagangannya. Karena pedagang dengan pengalaman kerja yang lebih lama akan memiliki pengalaman, pengetahuan serta mampu mengambil keputusan dalam setiap kondisi dan keadaan. Selain itu, lamanya pedagang menekuni bidang usahanya akan mempengaruhi kemampuan profesionalnya. Semakin lama menekuni bidang usaha perdagangan akan meningkatkan pengetahuan mengenai selera ataupun perilaku konsumen. Teori Human Capital Konsep modal manusia (Human Capital) merupakan salah satu strategi yang telah lama diterapkan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia menurut teori modal manusia dapat ditentukan oleh aspek kesehatan serta pendidikan setiap individu. Pendidikan di nilai tidak hanya dapat menambah pengetahuan tetapi juga dapat meningkatkan keahlian dan keterampilan tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Meningkatnya produktivitas tenaga kerja akan memberi dampak positif pada pertumbuhan ekonomi serta mampu meningkatkan penghasilan individu. Menurut Simanjuntak (1985), asumsi dasar teori modal manusia adalah setiap individu dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Peningkatan pendidikan dengan tambahan setiap satu tahun sekolah akan meningkatkan kemampuan kerja setiap individu dan menambah tingkat penghasilan, namun akan berdampak pada penundaan penerimaan penghasilan selama satu tahun ketika sedang mengikuti pendidikan tersebut.
Pendidikan dalam teori modal manusia merupakan suatu investasi bagi tenaga kerja yang akan masuk ke dunia kerja. Investasi di bidang modal manusia ini diibaratkan seperti investasi kesepakatan dalam modal fisik (Todaro, 2011). Semakin tinggi tingkat pendidikan yang mampu dicapai individu akan berdampak pada semakin tinggi penghasilan yang akan diperoleh. Perbedaan tingkat pendidikan ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan tingkat penghasilan seseorang. Oleh karena itu, pendidikan dinilai sebagai investasi yang hasilnya dapat dilihat dalam kurun waktu beberapa tahun kemudian dalam bentuk pertambahan hasil kerja. Hipotesis Dikatakan sementara karena jawaban masih didasarkan pada teori yang relevan, belum pada kenyataan. Adapun hipotesis dalam penelitian ini diduga dengan bertambahnya usia, tingkat pendidikan, jam kerja, tanggungan keluarga, modal, dan pengalaman kerja akan meningkatkan pendapatan pedagang kaki lima di Pasar Besar Kota Malang. Hipotesis lain pada penelitian ini yaitu diduga faktor yang paling dominan mempengaruhi pendapatan pedagang kaki lima di Pasar Besar adalah modal. C. METODE PENELITIAN Populasi dan Metode Pengumpulan Data Sumarsono (2004) mengemukakan bahwa populasi merupakan kumpulan dari seluruh elemen atau individu-individu yang merupakan sumber informasi dalam suatu riset atau penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah pedagang kaki lima (PKL) yang berlokasi di sekitar area Pasar Besar Kota Malang, dengan teknik pengumpulan sampel menggunakan accidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 35 pedagang kaki lima. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dari hasil observasi dan kuisioner dan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang serta jurnal dan skripsi. Metode Analisis Analisis dilakukan dengan uji analisis regresi linier berganda dengan software SPSS. Selain menggunakan uji analisis regresi linier berganda dilakukan juga uji statistik (Uji F, Uji t, Koefisien Determinasi (R2)) dan uji asumsi klasik (uji autokolerasi, uji heteroskedastisitas, serta uji multikolinieritas). D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik PKL Berdasarkan Usia Usia merupakan masa hidup sesorang dari mulai dilahirkan hingga saat ini. Usia juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan pedagang. Pada saat pedagang berusia produktif maka cenderung akan memperoleh pendapatan yang lebih karena pada usia tersebut mereka masih mampu secara fisik untuk bekerja. Berikut di bawah ini disajikan dalam bentuk tabel yang berupa rincian jumlah responden berdasarkan umur: Tabel 2. Karakteristik PKL Berdasarkan Usia Usia (Tahun) Frekuensi 21 – 30 14 31 – 40 13 41 – 50 5 51 – 60 2 1 ≥ 60 Total 35 Sumber: Data Primer, diolah (2016)
Persentase (%) 40.00 37.14 14.29 5.71 2.86 100.00
Dari hasil tabel di atas menunjukkan bahwa responden PKL dengan tingkat usia terbanyak berada di kisaran usia 21 sampai 30 tahun yang memiliki jumlah responden sebanyak 14 orang pedagang atau sebesar 40%. Banyaknya PKL yang berada pada usia produktif ini diyakini karena penyerapan tenaga kerja di sektor formal yang masih kurang tersedia sehingga tenaga kerja memilih untuk bekerja di sektor informal daripada harus menganggur. Karakteristik PKL Berdasarkan Tingkat Pendidikan Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya. Semakin tinggi pendidikan yang di tempuh seseorang maka akan menambah pengetahuan serta wawasan orang tersebut. Jika pendidikan dikaitkan dengan proses berdagang, semakin tinggi seorang pedagang menempuh pendidikan maka akan mempunyai lebih banyak pengetahuan yang dapat diterapkan dalam usaha berdagangnya. Berikut di bawah ini disajikan dalam bentuk tabel yang berupa rincian jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan: Tabel 3. Karakteristik PKL Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan (tahun) Frekuensi 1–6 13 7–9 13 10 – 12 9 Total 35 Sumber: Data Primer, diolah (2016)
Persentase (%) 37.14 37.14 25.72 100.00
Dari hasil tabel di atas menunjukkan bahwa responden PKL dengan tingkat pendidikan terbanyak antara 1 sampai 6 tahun atau setara dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) serta 7 sampai 9 tahun atau setara dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan jumlah responden yang sama sebanyak 13 orang pedagang atau sebesar 37.14%. Penelitian di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan PKL terbanyak berada di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini menunjukkan bahwa untuk memasuki sektor informal tidak diperlukan tingkat pendidikan yang tinggi. Sehingga siapa saja dapat memasuki sektor informal dengan mudah tanpa harus memiliki pendidikan yang tinggi. Karakteristik PKL Berdasarkan Jam Kerja Jam kerja merupakan lama waktu yang digunakan untuk menjalankan usaha, yang dimulai sejak persiapan sampai usaha tutup. Setiap penambahan waktu operasi akan makin membuka peluang bagi bertambahnya omzet penjualan. Berikut di bawah ini disajikan dalam bentuk tabel yang berupa rincian jumlah responden berdasarkan jam kerja: Tabel 4. Karakteristik PKL Berdasarkan Jam Kerja Jam Kerja Frekuensi 3-<6 3 6-<9 15 9 - < 12 13 4 ≥ 12 Total 35 Sumber: Data Primer, diolah (2016)
Persentase (%) 8.57 42.86 37.14 11.43 100.00
Dari hasil tabel di atas menunjukkan bahwa responden PKL dengan jam kerja terbanyak berada antara 6 sampai kurang dari 9 jam yang memiliki jumlah responden jam kerja sebanyak 15 orang pedagang atau sebesar 42.86%. Penelitian di atas menunjukkan bahwa rata-rata PKL bekerja 6 sampai kurang dari 9 jam lamanya. Rata-rata mereka berjualan makanan, buah-buahan serta sayur-sayuran sehingga jam kerja mereka di mulai dari pagi hingga sore hari. Jam kerja PKL juga menyesuaikan jam buka hingga tutup Pasar Besar yang di mulai dari pagi hingga sore hari.
Karakteristik PKL Berdasarkan Tanggungan Keluarga Jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya, jika semakin sedikit jumlah anggota keluarga maka akan semakin sedikit jumlah pengeluaran yang harus dikeluarkan. Berikut di bawah ini disajikan dalam bentuk tabel yang berupa rincian jumlah responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga: Tabel 5. Karakteristik PKL Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan Keluarga Frekuensi Persentase (%) 1–2 19 54.29 3–4 13 37.14 3 8.57 ≥5 Total 35 100.00 Sumber: Data Primer, diolah (2016) Dari hasil tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan tanggungan keluarga terbanyak antara 1 sampai 2 anggota keluarga, dengan jumlah responden sebanyak 19 orang pedagang atau sebesar 54.29%. Penelitian di atas menunjukkan jumlah terbanyak tanggungan keluarga yang dimiliki oleh seorang PKL berjumlah 1 sampai 2 orang anggota keluarga. Banyaknya jumlah anggota keluarga seharusnya menjadi suatu motivasi bagi seseorang untuk memperoleh pendapatan yang lebih layak. Karakteristik PKL Berdasarkan Modal Modal merupakan sumber pendanaan awal setiap orang yang ingin melakukan usaha. Modal dapat diinterpretasikan sebagai sejumlah uang yang digunakan dalam melakukan kegiatankegiatan bisnis. Tanpa modal maka pelaku-pelaku usaha tidak akan bisa menjalankan kegiatan usahanya. Semakin banyak jumlah modal yang dikeluarkan maka akan semakin menarik pula jenis dagangan yang akan diperjualkan. Berikut di bawah ini disajikan dalam bentuk tabel yang berupa rincian jumlah responden berdasarkan modal awal yang dikeluarkan: Tabel 6. Karakteristik PKL Berdasarkan Modal Modal (Rupiah) Frekuensi < 1.000.000 1 1.000.000 – < 2.000.000 8 2.000.000 – < 3.000.000 18 3.000.000 – < 4.000.000 1 4.000.000 – < 5.000.000 3 4 ≥ 5.000.000 Total 35 Sumber: Data Primer, diolah (2016)
Persentase (%) 2.86 22.86 51.43 2.86 8.57 11.43 100.00
Dari hasil tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan modal awal Rp 2.000.000 sampai kurang dari Rp 3.000.000 memiliki responden yang paling banyak dengan 18 orang pedagang atau sebesar 51.43%. Penelitian di atas menunjukkan bahwa rata-rata modal yang digunakan oleh PKL yang berlokasi di Pasar Besar sebesar Rp 2.000.000 sampai kurang dari Rp 3.000.000. Jumlah modal itu digunakan PKL untuk penyediaan awal barang-barang dagangan serta untuk penyediaan sarana dan prasarana seperti gerobak atau kios-kios kecil di pinggir jalan. Karakteristik PKL Berdasarkan Pengalaman Kerja Pengalaman bekerja menunjukkan sejauh mana penguasaan seseorang terhadap bidang pekerjaan yang selama ini ditekuninya. Pada umumnya pengalaman bekerja diukur dengan melihat seberapa lama waktu yang dihabiskan tenaga kerja pada suatu bidang pekerjaan tertentu. Pedagang yang mempunyai pengalaman bekerja lebih lama akan mempunyai keterampilan yang tinggi dan juga mempunyai keahlian dalam menghadapi situasi sulit dalam usahanya. Berikut di bawah ini
disajikan dalam bentuk tabel yang berupa rincian jumlah responden berdasarkan pengalaman bekerja: Tabel 7. Karakterstik PKL Berdasarkan Pengalaman Bekerja Pengalaman Bekerja (tahun) Frekuensi < 10 16 10 – < 20 11 20 – < 30 6 2 ≥ 30 Total 35 Sumber: Data Primer, diolah (2016)
Persentase (%) 45.71 31.43 17.14 5.72 100.00
Dari hasil tabel di atas menunjukkan bahwa responden dengan frekuensi pengalaman bekerja terbanyak berada pada kurun waktu kurang dari 10 tahun dengan jumlah 16 orang pedagang atau sebesar 45.71%. Penelitian di atas menunjukkan bahwa rata-rata pengalaman bekerja PKL yang berlokasi di Pasar Besar kurang dari 10 tahun. Profesi sebagai Pedagang Kaki Lima (PKL) sesungguhnya bukanlah profesi yang diinginkan oleh mereka. Banyak di antara mereka yang sebelum menjadi PKL bekerja sebagai buruh pabrik, petani, atau pekerja bengkel namun karena alasan tertentu mereka berhenti dari pekerjaan mereka. Karakteristik PKL Berdasarkan Pendapatan Pendapatan merupakan hasil dari penerimaan total revenue seorang pedagang dalam kurun waktu tertentu. Pendapatan sangat berpengaruh bagi keberlangsungan kegiatan usaha, semakin besar pendapatan seorang pedagang maka semakin besar kemampuan pedagang untuk membiayai kebutuhan pengeluaran biaya produksi barang atau jasa serta untuk memenuhi biaya konsumsi sehari-hari. Kemampuan seorang pedagang untuk memperoleh pendapatan berbeda antara satu sama lain, tergantung pada bagaimana pedagang dapat memanfaatkan faktor-faktor penentu pendapatan. Berikut di bawah ini disajikan dalam bentuk tabel yang berupa rincian jumlah responden berdasarkan pendapatan: Tabel 8. Karakteristik PKL Berdasarkan Pendapatan Pendapatan Per Bulan (Rupiah) Frekuensi 500.000 – < 1.000.000 2 1.000.000 – < 1.500.000 5 1.500.000 – < 2.000.000 12 2.000.000 – < 2.500.000 14 2 ≥ 2.500.000 Total 35 Sumber: Data Primer, diolah (2016)
Persentase (%) 5.71 14.29 34.29 40.00 5.71 100.00
Dari hasil tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang memperoleh pendapatan terbanyak ada di angka Rp 2.000.000 sampai dengan kurang dari Rp 2.500.000 dengan jumlah responden sebanyak 14 orang pedagang atau sebesar 40%. Uji Analisis Regresi Linier Berganda Analisis regresi ini digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Penelitian ini terdiri dari satu variabel dependen yaitu pendapatan dan enam variabel independen yaitu usia, tingkat pendidikan, jam kerja, tanggungan keluarga, modal, dan pengalaman kerja.
Tabel 9. Hasil Analisis Regresi
Model 1
(Constant) X1 X2 X3 X4 X5 X6
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1051364 335643.5 -11106.3 5059.964 2620.074 21281.713 49488.657 20557.557 89213.775 40856.460 .104 .047 15068.071 7302.906
Standardized Coefficients Beta -.230 .014 .236 .246 .313 .260
t 3.132 -2.195 .123 2.407 2.184 2.187 2.063
Sig. .004 .037 .903 .023 .038 .037 .048
Sumber: Data Primer, diolah (2016) Berdasarkan dari hasil tabel di atas didapatkan suatu model persamaan persamaan regresi sebagai berikut: Y = 1051364 – 11106.3 X1 + 2620.074 X2 + 49488.657 X3 + 89213.775 X4 + 0.104 X5 + 15068.071 X6 + e Uji Statistik Simultan (Uji F) Uji statistik simultan atau uji F digunakan untuk mengetahui apakah hasil dari analisis regresi mempunyai pengaruh signifikan atau tidak, dengan kata lain model yang diduga sesuai atau tidak. Tabel 10. Uji Statistik Simultan (Uji F) ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 5483607014970.690 1552821556457.879 7036428571428.570
df 6 28 34
Mean Square 913934502495.116 55457912730.639
F 16.480
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), X6, X1, X3, X2, X4, X5 b. Dependent Variable: Y
Sumber: Data Primer, diolah (2016) Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 16,480. Sedangkan F tabel (α = 0.05 ; db regresi = 6 ; db residual = 28) adalah sebesar 2,445. Karena F hitung > F tabel yaitu 16,480 > 2,445 atau nilai signifikan F (0,000) < α = 0.05 maka model analisis regresi adalah signifikan. sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel terikat yaitu Pendapatan (Y) dapat dipengaruhi secara signifikan oleh variabel bebas yaitu Usia (X1), Tingkat Pendidikan (X2), Jam Bekerja (X3), Tanggungan Keluarga (X4), Modal (X5), dan Pengalaman Kerja (X6). Uji Statistik Parsial (Uji t) Berdasarkan tabel di atas variabel yang lulus uji signifikansi t yaitu variabel jam kerja, tanggungan keluarga, modal, dan pengalaman kerja karena memiliki nilai signifikansi dibawah α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel jam kerja, tanggungan keluarga, modal, dan pengalaman kerja berpengaruh signifikan secara individu terhadap pendapatan pedagang kaki lima di Pasar Besar Kota Malang. Pengaruh Usia Terhadap Pendapatan Variabel usia (X1) memiliki koefisien sebesar -11106.3 yang berarti variabel usia berpengaruh secara negatif, sedangkan untuk nilai uji signifikan t variabel usia memiliki nilai signifikansi 0.037 lebih kecil dari 0.05, artinya bahwa usia memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak.
Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Pendapatan Variabel tingkat pendidikan (X2) memiliki koefisien sebesar 2620.074 yang berarti variabel tingkat pendidikan berpengaruh secara positif, sedangkan untuk nilai uji signifikan t variabel tingkat pendidikan memiliki nilai signifikansi 0.903 lebih besar dari 0.05, artinya bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima. Hal ini menunjukkan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Pengaruh Jam Kerja Terhadap Pendapatan Variabel jam kerja (X3) memiliki koefisien sebesar 49488.657 yang berarti variabel jam kerja berpengaruh secara positif, sedangkan untuk nilai uji signifikan t variabel jam kerja memiliki nilai signifikansi 0.023 lebih kecil dari 0.05, artinya bahwa jam kerja memiliki pengaruh positif dan memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Pengaruh Tanggungan Keluarga Terhadap Pendapatan Variabel tanggungan keluarga (X4) memiliki koefisien sebesar 89213.775 yang berarti variabel tanggungan keluarga berpengaruh secara positif, sedangkan untuk nilai uji signifikan t variabel tanggungan keluarga memiliki nilai signifikansi 0.038 lebih kecil dari 0.05, artinya bahwa tanggungan keluarga memiliki pengaruh positif dan memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Pengaruh Modal Terhadap Pendapatan Variabel modal (X5) memiliki koefisien sebesar 0.104 yang berarti variabel modal berpengaruh secara positif, sedangkan untuk nilai uji signifikan t variabel modal memiliki nilai signifikansi 0.037 lebih kecil dari 0.05, artinya bahwa modal memiliki pengaruh positif dan memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Pengaruh Pengalaman Kerja Terhadap Pendapatan Variabel pengalaman bekerja (X6) memiliki koefisien sebesar 15068.071 yang berarti variabel pengalaman bekerja berpengaruh secara positif, sedangkan untuk nilai uji signifikan t variabel pengalaman kerja memiliki nilai signifikansi 0.048 lebih kecil dari 0.05, artinya bahwa pengalaman bekerja memiliki pengaruh positif dan memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kaki lima. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Koefisien Determinasi (R2) Untuk mengetahui besar kontribusi variabel bebas (Usia (X1), Tingkat Pendidikan (X2), Jam Bekerja (X3), Tanggungan Keluarga (X4), Modal (X5), Pengalaman Kerja (X6)) terhadap variabel terikat (Pendapatan) digunakan nilai R2. Seperti yang di jelaskan pada Tabel 4.12 dibawah ini: Tabel 11. Koefisien Korelasi dan Determinasi Model 1
R .883
R Square .779
Adjusted R Square .732
Sumber: Data Primer, diolah (2016) Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh atau kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari analisis pada tabel diperoleh hasil adjusted R2 (koefisien determinasi) sebesar 0,732. Artinya bahwa 73,2% variabel Pendapatan akan dipengaruh oleh variabel bebasnya, yaitu Usia (X1), Tingkat Pendidikan (X2), Jam Bekerja (X3), Tanggungan
Keluarga (X5), Pengalaman Kerja (X6). Sedangkan sisanya 26,8% variabel Pendapatan akan dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji autokolerasi, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinieritas. Tabel 12. Hasil Uji Autokolerasi Model 1
DurbinWatson 1.908
Sumber: Data primer, diolah (2016) Dari tabel Durbin-Watson untuk n = 35 dan k = 6 (adalah banyaknya variabel bebas) diketahui nilai du sebesar 1.883 dan 4-du sebesar 2.117. Dari tabel di atas diketahui nilai uji Durbin-Watson sebesar 1,908 yang terletak antara 1.883 dan 2.117, maka dapat disimpulkan bahwa asumsi tidak terdapat autokolerasi telah terpenuhi. Gambar 1. Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data Primer, diolah (2016) Dari hasil pengujian tersebut di dapat bahwa diagram tampil scatter plot menyebar dan tidak menghasilkan pola tertentu maka tidak terjadi heteroskedastisitas, sehingga dapat disimpulkan bahwa sisaan mempunyai ragam homogen (konstan) atau dengan kata lain tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Tabel 13. Hasil Uji Multikoliniearitas Variabel Usia (X1) Tingkat Pendidikan (X2) Jam Kerja (X3) Tanggungan Keluarga (X4) Modal (X5) Pengalaman Bekerja (X6) Sumber: Data primer, diolah (2016)
Tolerance 0.717 0.632 0.819 0.620 0.384 0.494
Kesimpulan Tidak Terjadi Multikol Tidak Terjadi Multikol Tidak Terjadi Multikol Tidak Terjadi Multikol Tidak Terjadi Multikol Tidak Terjadi Multikol
Pada hasil pengujian di dapat bahwa keseluruhan nilai tolerance > 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebasnya.
Interpretasi Hasil Secara Ekonomi Variabel usia dengan tingkat signifikansi sebesar 5% memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap pendapatan PKL di Pasar Besar Kota Malang. Tidak berpengaruhnya variabel usia terhadap pendapatan pedagang kaki lima dikarenakan pada pedagang kaki lima tidak memiliki jenjang karir yang jelas. Tidak seperti pada sektor formal dimana pada umumnya ketika tingkat usia meningkat diasumsikan terdapat kenaikan jabatan atau peningkatan karir yang mampu mempengaruhi peningkatan pendapatan. Sehingga dapat diketahui bahwa dengan meningkatnya usia PKL maka akan menyebabkan produktivitas menurun yang akan mempengaruhi menurunnya pendapatan. Variabel tingkat pendidikan dengan tingkat signifikansi sebesar 5% memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap pendapatan PKL di Pasar Besar Kota Malang. Tidak adanya pengaruh signifikan variabel tingkat pendidikan terjadi karena sebagian besar konsumen yang ingin membeli barang dagangan milik PKL pada umumnya akan mencari pedagang yang sudah memiliki nama di kawasan tersebut atau konsumen tersebut sudah memiliki langganan tetap terhadap PKL, sehingga variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap pendapatan PKL di Pasar Besar Kota Malang. Variabel jam kerja dengan tingkat signifikansi sebesar 5% memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL di Pasar Besar Kota Malang. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan jam kerja akan menyebabkan meningkatnya pendapatan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yaitu apabila jam kerja naik 1 jam maka pendapatan akan meningkat sebesar 49488.657 rupiah. Variabel tanggungan keluarga dengan tingkat signifikansi sebesar 5% memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL di Pasar Besar Kota Malang. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tanggungan keluarga akan menyebabkan meningkatnya pendapatan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yaitu apabila tanggungan keluarga naik sejumlah 1 orang maka pendapatan akan meningkat sebesar 89213.775 rupiah. Variabel modal dengan tingkat signifikansi sebesar 5% memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL di Pasar Besar Kota Malang. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan modal akan menyebabkan meningkatnya pendapatan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yaitu apabila modal naik sebesar 1 rupiah maka pendapatan akan meningkat sebesar 0.104 rupiah. Variabel pengalaman bekerja dengan tingkat signifikansi sebesar 5% memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL di Pasar Besar Kota Malang. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pengalaman bekerja akan menyebabkan meningkatnya pendapatan. Hasil ini sesuai dengan hipotesis yaitu apabila pengalaman bekerja naik 1 tahun maka pendapatan akan meningkat sebesar 15068.071 rupiah. E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variabel mana sajakah yang mempunyai pengaruh terhadap Pendapatan. Berdasarkan pada perhitungan hasil analisis regresi linier berganda, dapat diketahui: 1. Berdasarkan pada hasil uji didapatkan bahwa terdapat empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pendapatan yaitu jam kerja, tanggungan keluarga, modal, dan pengalaman kerja. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian dimana apabila terjadi kenaikan jam kerja, tanggungan keluarga, modal, dan pengalaman kerja maka akan meningkatkan pendapatan PKL. 2. Berdasarkan pada hasil uji didapatkan bahwa terdapat dua variabel yang tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan yaitu usia dan tingkat pendidikan. Pada usia hal ini terjadi karena pada jenis pekerjaan terutama di sektor informal usia dinilai tidak memiliki jenjang karir yang jelas. Berbeda dengan sektor formal yang diasumsikan apabila terjadi kenaikan tingkat usia maka akan meningkatkan jabatan sehingga akan mempengaruhi peningkatan pendapatan. Sehingga dapat disimpulkan dengan meningkatnya usia PKL maka akan menyebabkan produktivitas menurun yang akan berpengaruh pada penurunan pendapatan. Pada tingkat pendidikan hal ini terjadi karena sebagian besar konsumen yang ingin membeli
3.
barang dagangan milik PKL pada umumnya akan mencari pedagang yang sudah memiliki nama di kawasan tersebut atau konsumen tersebut sudah memiliki langganan tetap terhadap PKL, sehingga variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap pendapatan PKL. Berdasarkan pada hasil uji didapatkan bahwa variabel Modal mempunyai nilai koefisien beta yang paling besar. Sehingga variabel Modal mempunyai pengaruh yang paling kuat dibandingkan dengan variabel yang lainnya, maka variabel Modal mempunyai pengaruh yang dominan terhadap Pendapatan PKL.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi PKL maupun bagi pihak-pihak lain yang terkait dalam penelitian ini. Adapun saran yang di berikan antara lain: 1. Dikarenakan variabel modal memiliki pengaruh paling dominan terhadap pendapatan Pedagang Kaki Lima (PKL) maka peneliti menyarankan kepada Bank atau instansi terkait untuk memperbanyak program Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar para PKL yang akan memulai usaha dapat melakukan peminjaman modal dengan mudah tanpa melalui persyaratan-persyaratan yang menyulitkan para pedagang dalam peminjaman modal. 2. Diharapkan pihak pemerintah mempunyai upaya-upaya konkrit dalam pemberdayaan Pedagang Kaki Lima (PKL) untuk melakukan pembinaan dan pemberdayaan sektor informal, khususnya PKL, agar tercipta perbaikan kondisi bagi PKL untuk lebih mengembangkan usahanya. 3. Dalam hal mencegah kemacetan yang ditimbulkan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta untuk menjaga ketertiban, kebersihan, dan keindahan kota, maka pemerintah harus menyediakan lokasi-lokasi khusus yang difokuskan untuk tempat berjualan PKL agar tidak ada lagi PKL yang berjualan sembarangan di pinggir jalan. Daftar Pustaka Akbar, R. Purnomo dan Usman Husaini. 2008. “Pengantar Statistik”. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Ariefianto, Doddy Moch. 2012. “Ekonometrika Esensi dan Aplikasi dengan Menggunakan EVIEWS”. Jakarta: Erlangga. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang. 2014. "Malang dalam Angka 2014”. Diakses pada halaman http://www.malangkota.bps.go.id/ diakses pada tanggal 10 Desember 2015. Effendi, Tadjuddin Noer dan Manning Chris. 1985. “Urbanisasi, Pengangguran, Dan Sektor Informal Di Kota”. Jakarta: PT. Gramedia Effendi, Tadjuddin Noer dan Singarimbun Masri. 1995. Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan”, Cetakan ketiga. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Endrayanto, Poly dan Sujarweni V. Wiratna. 2012. “Statistik Untuk Penelitian”. Yogyakarta: Graha Ilmu. Gujarati, N. Damodar. 2006. “Dasar-dasar Ekonometrika Jilid 1”. Jakarta: Erlangga. Gujarati, N. Damodar dan Porter Dawn C. 2012. “Dasar-dasar Ekonometrika Edisi 5”. Jakarta: Salemba Empat. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. 2013. Peraturan Daerah Tentang Pengaturan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kota Malang. http://www.kotamalang.jdih.jatimprov.go.id. Diakses tanggal 16 Mei 2015. Kountour, Ronny. 2005. “Statistik Praktis Penyusunan Skripsi dan Tesis”. Jakarta: PPM. Kurnia, Aditya Bayu. 2013. “Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Angkringan (Studi Kasus Pada Pedagang Makanan dan Minuman Angkringan di Daerah Stasiun Tugu Yogyakarta)”. Skripsi Universitas Brawijaya: Tidak Dipublikasikan. Mantra, Ida Bagus. 2003. “Demografi Umumu”. Jakarta: Pustaka Raja Ma’arif, Syamsul. 2013. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pasar Bandarjo Ungaran Kabupaten Semarang”. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, 22 November 2015. Nazara, Suahasil. 2010. “Ekonomi Informal di Indonesia: Ukuran, Komposisi, dan Evolusi”. Diakses pada halaman http://www.ilo.org/ diakses pada tanggal 10 Maret 2015. Pratama. Danny. 2011. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Bunul Kota Malang”. Skripsi Universitas Brawijaya: Tidak Dipublikasikan.
Riduwan. 2009. “Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian”. Bandung: Alfabeta Bandung. Sardjono, Iswardono. 1989. “Micro Economics”. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Sasana, Hadi. 2013. “Pengaruh Faktor Pendapatan Pedagang, Pendapatan Suami, Umur, Tingkat Pendidikan, Dan Jumlah Tanggungan Keluarga Terhadap Curahan Jam Kerja Pedagang Bumbon Wanita”. Volume 2, No. 3. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, 22 November 2015. Simanjuntak, J. Payaman. 1985. “Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia”. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia Simanjuntak, J. Payaman. 2004. “Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia”. Edisi 2004. Jakarta: FEUI. Soetomo. 2009. “Pembangunan Masyarakat Merangkai Sebuah Kerangka”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Subiyanto, Ibnu. 2000. “Metodologi Penelitian”. Yogyakarta: AMP YKPN. Subono. M. Rizki Wardhana. 2013. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pengrajin Sepatu (Studi Kasus Pengrajin Sepatu Register dan Non Register Di Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto)”. Skripsi Universitas Brawijaya: Tidak Dipublikasikan. Sudarmanto, Gunawan R. 2013. “Statistik Terapan Berbasis Komputer Dengan Program IBM SPSS Statistik 19”. Jakarta: Mitra Wacana Media. Sugiyanto, Catur. 2009. “Ekonometrika Terapan”. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Suhariningsih. 2002. “Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja Perempuan Sektor Informal”. Malang: Pusat Penelitian Peran Wanita Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya Malang. Sulaeman, Ardika. 2014. “Pengaruh Upah Dan Pengalaman Kerja Terhadap Produktivitas Karyawan Kerajinan Ukiran Kabupaten Subang”. Volume 13, No. 1. STIE Miftahul Huda Subang, 22 November 2015. Sumarsono, HM. Sonny. 2004. “Metode Riset Sumber Daya Manusia”. Yogyakarta: PT. Graha Ilmu. Tjiptoherijanto, Prijono. 1997. “Migrasi, Urbanisasi dan Pasar Kerja Di Indonesia”. Jakarta: UI Press. Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2011. “Pembangunan Ekonomi”. Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga. Usman, Hardius dan Nachrowi Djalal Nachrowi. 2002. “Penggunaan Teknik Ekonometri”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Widyatama, Dery Fauzan. 2015. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Sembako Di Pasar Besar Kota Malang”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, 22 November 2015. Winardi. 1981. “Pengantar Ilmu Ekonomi Makro”. Bandung: Alumni.