ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PAJAK FORMAL WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA JAKARTA PASAR REBO Fitriana Rachmah, Hanggoro Pamungkas Universitas Bina Nusantara Jl. Kebon Jeruk Raya No.27 Kebon Jeruk Jakarta Barat 11530 Phone 081219554418
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak formal Wajib Pajak orang pribadi di KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo dengan variabel bebas yang digunakan adalah jenis kelamin, biaya kepatuhan, persepsi terhadap sanksi, dan persepsi terhadap manfaat pajak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya yaitu kepatuhan pajak formal. Data yang didapat untuk penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer berasal dari kuesioner yang dibagikan kepada Wajib Pajak yang memiliki usaha dan melaporkan pajaknya sendiri ke KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo dan data sekunder adalah data yang didapat dari KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kesediaan responden dalam mengisi kuesioner. Responden yang berpartisipasi dan sesuai dengan kriteria dalam penelitian ini sebanyak 75 Wajib Pajak. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive non random sampling. Jawaban responden dianalisis dengan analisis ekonometri yang menggunakan model regresi logaritma karena variabel terikatnya merupakan variabel dummy. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa jenis kelamin, biaya kepatuhan, persepsi terhadap sanksi, dan persepsi terhadap manfaat pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak formal. Kata kunci : Kepatuhan pajak formal, Pajak Penghasilan (PPh), Surat Pemberitahuan (SPT). 1
PENDAHULUAN Penelitian mengenai faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pajak terutama kepatuhan formal Wajib Pajak orang pribadi ini menggunakan variable bebas dan sampel. Kastlunger, Dressler, Kirchler, Mittone dan Voracek (2010) meneliti hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan pajak. Hasilnya adalah wanita lebih patuh dibandingkan dengan pria. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasseldine (1999). Fjelstad dan Semboja (2003) meneliti kepatuhan pajak Tanzania dengan variabel bebasnya pendapatan, persepsi terhadap sanksi, persepsi terhadap feedback dari pemerintah, penggelapan pajak yang diketahui Wajib Pajak, dan kemungkinan untuk dituntut oleh pemerintah apabila tidak memenuhi kewajiban perpajakan. Penelitian di Indonesia sendiri dilakukan oleh Muliari dan Setiawan (2011) mengenai kepatuhan pelaporan di Denpasar Timur dengan variabel persepsi terhadap sanksi perpajakan dan kesadaran perpajakan. Dan dilakukan oleh Setiowati Kuntari (2012) mengenai kepatuhan pajak formal di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Depok dengan variabel biaya kepatuhan dan persepsi terhadap manfaat pajak. Sampel yang terbatas pada 2 Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang telah dilakukan di Indonesia sulit untuk digeneralisasikan hasilnya dan masih terdapat faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan pajak. Oleh karena itu dilakukan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berbeda. Sehingga penulis ingin melakukan penelitian untuk mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak formal di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Pasar Rebo dengan variabel yang sudah pernah diteliti sebelumnya yaitu jenis kelamin, biaya kepatuhan, persepsi terhadap sanksi, dan persepsi terhadap manfaat pajak. Selain itu juga penulis melakukan penelitian dengan mengunakan metode penelitian korelasi. Dalam melakukan penelitian ini penulis hanya meneliti mengenai kepatuhan formal berupa kepatuhan dalam penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 orang pribadi yang disetorkan dan dilaporkan oleh Wajib Pajak yang memiliki usaha. Pajak Penghasilan Pasal 25 dipilih dalam penelitian ini karena merupakan Pajak Penghasilan yang harus diangsur Wajib Pajak setiap bulannya dan untuk memenuhi kewajiban perpajakan Pajak Penghasilan ini, Wajib Pajak dituntut untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak sehingga diperlukan kepatuhan dari Wajib Pajak. Wajib Pajak yang memiliki usaha dipilih karena sebagian besar Wajib Pajak yang menyetor dan melapor Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah pengusaha dimana pajak penghasilan mereka tidak dipotong oleh pihak ketiga. Dengan memperhatikan hal - hal tersebut diatas, maka dalam skripsi ini penulis akan membahas mengenai; “ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PAJAK FORMAL WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KPP PRATAMA JAKARTA PASAR REBO. ”
RUMUSAN MASALAH Adapun masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah wanita memiliki kepatuhan pajak formal lebih tinggi dibandingkan dengan pria. 2. Tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila biaya kepatuhan rendah. 3. Tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila persepsi terhadap sanksi yang diberikan berat. 4. Tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila persepsi terhadap manfaat pajak sudah baik.
TUJUAN PENELITIAN 1. 2. 3. 4.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: Wanita memiliki kepatuhan pajak formal lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila biaya kepatuhan rendah. Tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila persepsi terhadap sanksi yang diberikan berat. Tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila persepsi terhadap manfaat pajak sudah baik. 2
METODE PENELITIAN Dalam melakukan penelitian ini, ringkasan metodologi yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis penelitian : Riset pengujian hipotesis (kuantitatif). Penelitian pengujian hipotesis yang digunakan : Penelitian kausal. Dimensi waktu : Melibatkan banyak waktu tertentu dan sampel. Metode pengumpulan data secara langsung seperti (observasi dan menyebar kuesioner) dan tidak langsungnya (seperti studi literatur). Kedalaman penelitian mendalam tetapi hanya melibatkan satu objek saja (studi kasus).
HASIL DAN BAHASAN Statistik Frekuensi Statistik frekuensi digunakan untuk menyajikan distribusi data kedalam beberapa kategori, sehingga dapat dilihat banyak nya elemen yang termasuk kedalam suatu kategori tertentu. Tabel 4.1 Karakteristik Responden Karakteristik Frekuensi Persentase Jenis Kelamin Laki - Laki 37 49,3% Perempuan 38 50,7% Pendidikan SD SLTP SLTA Diploma S1/S2/S3 Usia s/d 17 17 - 35 Tahun 36 - 50 Tahun > 50 Tahun Sumber : Lampiran SPSS
0 0 20 14 41
0% 0% 26,7% 18,7% 54,7%
0 31 39 5
0% 41,3% 52% 6,7%
Dari tabel karakteristik responden diketahui bahwa jenis kelamin laki - laki dan perempuan memiliki jumlah yang hampir sama banyak. Dengan jumlah responden laki - laki sebanyak 37 orang dan perempuan 38 orang. Kemudian mayoritas tingkat pendidikan responden adalah berada pada tingkat pendidikan S1/S2/S3 sebanyak 41 responden. Untuk usia Wajib Pajak, mayoritas responden pada usia 36 - 50 tahun sebanyak 39 responden.
3
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian Hasil Uji Validitas a.
Persepsi Terhadap Sanksi
Variabel persepsi terhadap sanksi yang terdiri dari dua pertanyaan dinyatakan valid karena Corrected Item-Total correlation dari dua pertanyaan lebih dari 0,3 yaitu 0,733. (tabel 4.2) Tabel 4.2 Uji Validitas Persepsi Terhadap Sanksi R - Hitung Pernyataan (Corrected ItemR - teori Total correlation) Sanksi Administrasi Rp. 100.000 yang telat 0,733 melaporkan SPT sudah memberatkan. 0,3 Sanksi Administrasi bunga 2% yang telat 0,733 membayar pajak sudah memberatkan. 0,3 Sumber : data diolah SPSS (Lihat Lampiran)
Keputusan
Valid Valid
b.
Persepsi Terhadap Manfaat Pajak variabel terhadap manfaat pajak yang terdiri dari lima pertanyaan dinyatakan valid karena corrected item-total correlation dari lima pertanyaan lebih dari 0,3. (tabel 4.3) Tabel 4.3 Uji Validitas Persepsi Terhadap Manfaat Pajak Pernyataan Kondisi jalan yang dilewati dalam kondisi yang baik. Sarana dan prasarana transportasi Umum sudah baik.
Keputusan
R - Hitung (Corrected Item-Total correlation)
R - teori
0,592
0,3
0,600
0,3
Valid
Valid Mendapatkan pelayanan yang baik saat berada dirumah sakit pemerintah.
0,670
0,3 Valid
Aparat Kepolisian sudah memberiakn rasa aman. 0,677
0,3 Valid
Sarana dan prasarana di Perguruan Tinggi Negeri sudah baik.
0,490
0,3 Valid
Sumber : data diolah SPSS (Lihat Lampiran)
4
Uji Reliabilitas Setelah dinyatakan valid maka uji selanjutnya adalah uji reabilitas. Hasil uji reabilitas untuk variabel persepsi terhadap sanksi, dan persepsi terhadap manfaat pajak menunjukan cronbach’s coefficient alpha lebih dari 0,6 yang merupakan batas minimum. Hal ini menandakan bahwa pertanyaan – pertanyaan reliabel dalam mewakili persepsi terhadap sanksi dan persepsi terhadap manfaat pajak. (tabel 4.4) Tabel 4.4 Uji Reliabilitas Dimensi / Variabel Persepsi terhadap sanksi. Persepsi terhadap manfaat pajak. Sumber : Data Primer telah diolah kembali
Items
Cronbach’s Coefficient Alpha
Keputusan
2
0,846
Reliabel
5
0,806
Reliabel
Hasil dan Pembahasan Pengujian Hipotesis Deskriptif Data Tabel 4.5 Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak Patuh Tidak Patuh Total Frekuensi 45 30 75 % terhadap total 60% 40% 100% Sumber : Data Primer telah diolah kembali Berdasarkan data yang didapat dari 75 responden, diketahui bahwa 60% sudah patuh dalam melaporkan Surat Pemberitahuan Masa, Surat Pemberitahuan Tahunan, dan penyetoran pajak sedangkan sisanya tidak patuh. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kepatuhan pajak formal di KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo tinggi. Sebagian besar Wajib Pajak melaporkan pajaknya tepat pada waktunya sebelum tanggal 20 setiap bulannya.
Tabel 4.6 Waktu Penghitungan dan Pengisian SPT Waktu S/d 1 jam 1 - 2 jam 2 - 3 jam Lebih dari 3 Jam Frekuensi 55 13 5 2 Sumber : Data Primer telah diolah kembali Dari tabel diatas mengenai waktu yang dibutuhkan untuk menghitung pajak dan mengisi Surat Pemberitahuan menunjukan bahwa mayoritas responden menjawab kurang atau s/d 1 jam yaitu sebanyak 55 orang. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa waktu yang digunakan Wajib Pajak dalam menghitung pajak sudah dialami cepat dikarenakan sebagian responden sudah terbiasa dalam mengisi Surat Pemberitahuan sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama.
Tabel 4.7 Waktu untuk Penyetoran Pajak Waktu S/d 1 jam 1 - 2 jam 2 - 3 jam Lebih dari 3 Jam Frekuensi 58 15 1 1 Sumber : Data Primer telah diolah kembali Untuk responden mengenai tanggapan waktu yang dibutuhkan untuk menyetor pajak , mayoritas responden menjawab kurang atau s/d 1 jam sebanyak 58 orang. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa jarak tempuh dari tempat asal ke tujuan kantor pajak tidak terlalu jauh sehingga merupakan wilayah yang mudah dijangkau oleh Wajib Pajak dalam melaporkan kewajiban pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak setiap bulan.
5
Tabel 4.8 Waktu untuk Pelaporan Pajak s/d 30 30 - 45 45 – 60 menit menit menit Jumlah Responden 50 3 9 Sumber : Data primer telah diolah kembali Waktu
>60 menit 13
Sebagian besar responden menggunakan waktu sampai dengan 30 menit untuk melaporkan pajaknya. Beberapa Wajib Pajak menghabiskan waktu yang cukup lama untuk penyetoran pajak dikarenakan jarak rumah/kantor dan KPP yang jauh atau dapat disebabkan karena banyaknya Wajib Pajak yang melaporkan pajaknya menjelang tanggal 20 sehingga Wajib Pajak harus mengantri lama untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).
Tabel 4.9 Biaya untuk Penyetoran Pajak s/d Rp10.000 - Rp20.000 Rp20.000 Rp10.000 Rp30.000 Frekuensi 44 18 10 Sumber : Data Primer telah diolah kembali
Biaya
Rp30.000 atau lebih 3
Biaya perjalanan yang dikeluarkan Wajib Pajak untuk menyetorkan pajak nya ke bank devisa atau kantor pos berkisar kurang atau sampai dengan Rp10.000 sebanyak 44 orang. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa biaya yang dikeluarkan untuk mencapai jarak tempuh ke tempat penyetoran tidak terlalu jauh atau masih dalam wilayah yang terjangkau oleh Wajib Pajak.
Tabel 4.10 Biaya untuk Pelaporan Pajak ke KPP s/d Rp10.000 - Rp20.000 Rp20.000 - Rp30.000 atau lebih Rp10.000 Rp30.000 Frekuensi 45 16 9 5 Sumber : data diolah SPSS (Lihat Lampiran)
Biaya
Biaya perjalanan menuju KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo untuk melaporkan pajaknya, mayoritas responden menjawab kurang atau sampai dengan Rp10.000 sebanyak 45 orang. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa sebagian besar Wajib Pajak menggunakan motor menuju Kantor Pelayanan Pajak sehingga biaya yang dikeluarkan hanya sedikit.
Tabel 4.11 Persepsi terhadap Sanksi Pernyataan Mean Sanksi Administrasi Rp. 100.000 yang telat 2,8667 melaporkan SPT sudah memberatkan. Sanksi Administrasi bunga 2% yang telat 2,9333 membayar pajak sudah memberatkan. Semakin berat sanksi, anda akan semakin patuh 3,0267 membayar pajak. Motivasi anda patuh terhadap pajak karena 2,4267 adanya sanksi. Sumber : data diolah SPSS (Lihat Lampiran) Dari hasil statistik deskriptif, dapat diketahui bahwa nilai rata - rata responden terhadap persepsi mengenai sanksi berada pada nilai 2,8667 dan 2,9333. Hal ini menandakan bahwa denda administrasi Rp100.000 dan bunga 2% sudah memberatkan. hal tersebut dapat dimaknai bahwa besaran sanksi tersebut dirasakan sudah cukup memberatkan untuk pengenaan sanksi bagi Wajib Pajak yang telat membayar pajaknya. Sedangkan untuk pertanyaan 22 dan 23 mengenai kesadaran pajak memiliki nilai rata - rata 3,0267 6
dan 2,4267 menandakan bahwa sebagian Wajib Pajak mengerti dan mematuhi peraturan dikarenakan ada kesadaran dari diri Wajib Pajak untuk mematuhi peraturan bukan mutlak karena adanya sanksi.
Tabel 4.12 Persepsi terhadap Manfaat Pajak Pernyataan Mean Kondisi jalan yang dilewati dalam 2,6000 kondisi yang baik. Sarana dan prasarana transportasi umum 2,3467 sudah baik. Mendapatkan pelayanan yang baik saat 2,6533 berada dirumah sakit pemerintah. Aparat Kepolisian sudah memberiakn 2,4933 rasa aman. Saran dan prasarana di Perguruan Tinggi 2,8533 Negeri sudah baik. Sumber : data diolah SPSS (Lihat Lampiran) Dari hasil statistik deskriptif, dapat diketahui bahwa nilai rata - rata responden terhadap persepsi mengenai manfaat yang diterima dari membayar pajak berada pada nilai 2,3467 sampai dengan 2,8533 yang menunjukkan ketidaksetujuan manfaat yang sudah diterima dan dirasakan atas kewajiban pajaknya oleh Wajib Pajak. Hal tersebut dapat dimaknai, pada pernyataan sarana dan prasarana transportasi umum memiliki nilai yang paling rendah sebesar 2,3467 namun dalam pernyataan lain sarana dan prasarana di perguruan tinggi menunjukan nilai tertinggi yaitu 2,8533 yang berarti masyarakat dapat merasakan manfaatnya. Hal ini menandakan bahwa pemerintah belum optimal dalam menyediakan pelayanan publik dan dalam pembangunan infrasruktur.
Uji Multikolinearitas Tabel 4.13 Pengujian Multikolinearitas Coefficientsa
Model 1
Collinearity Statistics Tolerance VIF ,983 1,018
Biaya Kepatuhan Persepsi Terhadap Sanksi Persepsi Terhadap Manfaat Pajak
,984
1,016
,972
1,029
a. Dependent Variable: Kepatuhan Wajib Pajak
Sumber : data diolah SPSS (Lihat Lampiran) Berdasarkan tabel uji multikolinearitas diatas, diketahui bahwa seluruh variabel independen mempunyai nilai VIF kurang dari 10. Sehingga H0 diterima, yang berarti seluruh variabel independen yang digunakan pada model persamaan regresi tidak ada multikolinearitas (tidak ada hubungan yang sangat kuat antar variabel independen).
7
Uji Koefisien Determinasi (R2) Model summary (koefisien determinasi) dalam regresi logistic sama dengan pengujian R2 pada persamaan regresi linear. R2 menunjukkan estimasi variasi dari variabel independen terhadap variabel dependen. Tabel 4.14 Koefisien Determinasi Penelitian Model Summary Step 1
-2 Log likelihood 78,993a
Cox & Snell R Square ,254
Nagelkerke R Square ,343
a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.
Sumber : data diolah SPSS (Lihat Lampiran) Koefisien determinasi yang dilihat dari nilai Nagelkerke R2 adalah 0,343. Artinya kombinasi variabel independen yaitu Biaya Kepatuhan, Persepsi Terhadap Sanksi, dan Persepsi Terhadap Manfaat mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen yaitu Kepatuhan Wajib Pajak sebesar 34,3% sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh faktor - faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam model.
Uji Keseluruhan Model (Uji G) Tabel 4.15 Pengujian Simultan Financial Distress Indikator NIM Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1
Step Block Model
Chi-square 21,959 21,959 21,959
df 3 3 3
Sig. ,000 ,000 ,000
Sumber : data diolah SPSS (Lihat Lampiran) Hasil Omnibus Tests of Model Coefficients (uji keseluruhan model) diketahui nilai chi square = 21,959 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Maka H0 ditolak yang berarti variabel biaya kepatuhan, sanksi terhadap pajak, dan manfaat terhadap pajak secara bersama - sama mempengaruhi kepatuhan pajak formal.
8
Parsial (Uji Wald) Ln (P/(1-p) = -4,788 + 0,753JK - 0,241BK - 0,083PTS + 0,508PTM B 0,753 -0,241 -0,083
Tabel 4.16 Uji Parsial (Uji Wald) Wald Sig. 1,579 0,209 3,585 0,058 0,092 0,762
Jenis Kelamin Biaya Kepatuhan Persepsi terhadap sanksi Persepsi terhadap 0,508 12,096 Manfaat Pajak Konstanta -4,788 2,546 Sumber : data diolah SPSS (Lihat Lampiran)
Exp 2,123 0,786 0,921
0,001
1,662
0.111
0,008
Dari tabel diatas dijelaskan bahwa variabel bebas yaitu jenis kelamin, biaya kepatuhan, dan persepsi terhadap sanksi tidak ada pengaruh signifikan terhadap kemungkinan Wajib Pajak untuk patuh. Hal ini dikarenakan sampel Wajib Pajak yang tidak patuh tidak sebanding dengan Wajib Pajak yang patuh. Dari keseluruhan responden sebanyak 75, hanya 30 orang yang tidak patuh sehingga sulit untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. a.
Jenis Kelamin
Tabel 4.17 Crosstabulation jenis kelamin terhadap kepatuhan pajak Jenis kelamin Tidak patuh Patuh total Laki - Laki 17 20 37 22,7% 26,7% 49,3% Perempuan 13 25 38 17,3% 33,3% 50,7% Total 30 45 75 6.5% 60,0% 100.0% Sumber : data diolah SPSS (Lihat Lampiran) Koefisien regresi JK = 0,753 dan p –value X1 =0,209 maka H0 diterima. Artinya, jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak formal yang menunjukkan makna bahwa tidak ada perbedaan tingkat kepatuhan jenis kelamin pria dengan wanita. Hasil ini bertentangan dengan hipotesis pertama bahwa wanita memiliki kepatuhan pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Hasil yang tidak signifikan dikarenakan responden yang tidak patuh hanya sedikit sehingga sulit untuk menerima hipotesis bahwa wanita lebih patuh dibandingkan dengan pria, walaupun responden pria yang patuh lebih kecil dibandingkan responden wanita yang patuh. Didalam penelitian Permana (2007) juga tidak menghasilkan hubungan signifikan antara jenis kelamin dan kepatuhan pajak. b.
Biaya Kepatuhan Koefisien regresi BK= - 0,241 dan EXP = - 0,786 dengan dan p-value = 0,058 < 0,10. Dari hasil regresi ini diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan antara biaya kepatuhan terhadap kepatuhan pajak formal. Hasil ini sejalan dengan hipotesis kedua yang dibuat penulis bahwa tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila biaya kepatuhan rendah. Hal ini dikarenakan Wajib Pajak yang tidak patuh mengeluarkan 9
biaya kepatuhan sangat kecil karena hampir setiap bulannya membuat SPT sehingga mereka sudah terbiasa. Selain itu juga mereka tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk transportasi. Waktu yang mereka butuhkan untuk melaporkan SPT juga tidak lama. Hal ini dikarenakan pelaporan setelah tanggal 20 tidak perlu mengantre lama seperti sebelum tanggal 20. Didalam penelitian Prastyo (2008) menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara biaya kepatuhan dan kepatuhan pajak formal dan pengaruhnya bersifat negatif. Artinya, jika biaya kepatuhan pajak semakin tinggi, maka kepatuhan pajak semakin rendah. c.
Persepsi Terhadap Sanksi Koefisien regresi PTS = -0,083 dan EXP = 0,921 dan p-value = 0,762, maka H0 diterima. Artinya tidak ada pengaruh signifikan antara persepsi terhadap sanksi dan kepatuhan Wajib Pajak formal. Hasil ini bertentangan dengan hipotesis ketiga yang dibuat penulis bahwa kepatuhan pajak lebih tinggi apabila persepsi terhadap sanksi yang diberikan berat. Sebagian besar Wajib Pajak yang patuh merasa bahwa sanksi yang diberikan kurang berat dan sangat kurang berat karena mereka merasa bahwa sanksi memang seharusnya diberikan untuk Wajib Pajak yang tidak patuh. Sanksi merupakan konsekuensi dari pelanggaran peraturan. Jadi sudah seharusnya sanksi diberikan untuk Wajib Pajak tidak patuh. Verboon & Van Dijke (2010) menyatakan bahwa sanksi akan berpengaruh terhadap kepatuhan pajak apabila sanksi ditegakan secara adil. Di Indonesia sendiri sanksi tidak diberikan kepada semua Wajib Pajak yang melanggar tetapi diprioritaskan bagi Wajib Pajak yang dikenakan sanksi dalam jumlah besar karena keterbatasan sumber daya yang ada seperti petugas pemeriksa yang ada di Kantor Pajak Pratama. Walaupun sebagian besar Wajib Pajak mempunyai persepsi bahwa sanksi yang ada sudah memberatkan tetapi jika dalam penerapannya sanksi tidak diterapkan dengan adil maka sanksi sulit untuk meningkatkan kepatuhan. Ditambah lagi banyak kasus pelanggaran pajak yang dilakukan di Indonesia dan pelakunya tidak diberi hukuman yang setimpal. d.
Manfaat Pajak Koefisien regresi PTM 0,508 dan p-value = 0,001 < 0,05 maka H0 ditolak. Artinya tidak ada pengaruh signifikan antara persepsi manfaat pajak terhadap kepatuhan pajak formal. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hipotesis yang dibuat penulis bahwa kepatuhan pajak formal akan lebih tinggi apabila persepsi terhadap manfaat pajak sudah baik. Hal ini dikarenakan Wajib Pajak yang patuh maupun tidak patuh menganggap fasilitas pelayanan publik dan infrastruktur yang dibiayai oleh pajak belum baik terutama untuk sarana dan prasarana kendaraan umum yang dinilai buruk oleh sebagian besar Wajib Pajak. Dalam penelitian Fjeldstad & Semboja (2001) juga tidak menghasilkan hubungan positif antara penyediaan public service dan kepatuhan pajak karena penyediaan public service di Tanzania buruk.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan hasil pada bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil pengujian regresi logistik untuk variabel jenis kelamin menunjukan koefisien regresi JK = 0,753 dan p-value = 0,209 maka H1 diterima. Artinya, jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak formal yang menunjukkan makna bahwa tidak ada perbedaan tingkat kepatuhan jenis kelamin pria dengan wanita. Hasil ini bertentangan dengan hipotesis pertama bahwa wanita memiliki kepatuhan pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. 2. Hasil pengujian regresi logistik untuk variabel biaya kepatuhan menunjukkan Koefisien regresi BK= - 0,241 dan EXP = - 0,786 dengan dan p-value = 0,058 < 0,10 maka H2 ditolak. Dari hasil regresi ini 10
diketahui bahwa terdapat pengaruh signifikan antara biaya kepatuhan terhadap kepatuhan pajak formal. Hasil ini sejalan dengan hipotesis kedua yang dibuat penulis bahwa tingkat kepatuhan pajak formal lebih tinggi apabila biaya kepatuhan rendah. 3. Hasil pengujian regresi logistik untuk persepsi terhadap sanksi menunjukkan Koefisien regresi PTS = -0,083 dan EXP = 0,921 dan p-value = 0,762. maka H3 diterima. Artinya tidak ada pengaruh signifikan antara persepsi terhadap sanksi dan kepatuhan Wajib Pajak formal. Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan hasil sanksi terhadap pajak tidak dapat memprediksi peluang kepatuhan wajib pajak. 4. Hasil pengujian regresi logistik untuk variabel persepsi terhadap manfaat menunjukkan nilai Koefisien regresi 0,508 dan p-value = 0,001 < 0,05 maka H4 ditolak. Artinya tidak ada pengaruh signifikan antara persepsi manfaat pajak terhadap kepatuhan pajak formal. Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan manfaat dari pajak dapat memprediksi peluang kepatuhan Wajib Pajak. Hasil nilai positif tersebut dapat dimaknai bahwa semakin banyak manfaat yang diterima Wajib Pajak, peluang orang untuk patuh membayar pajak akan semakin tinggi. 5. Hasil Omnibus Test of Model Coefficients (uji keseluruhan model) diketahui nilai chi square = 21,959 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Maka H5 ditolak yang berarti variabel biaya kepatuhan, persepsi terhadap sanksi dan persepsi terhadap manfaat pajak secara bersama – sama mempengaruhi kepatuhan terhadap pajak. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel jenis kelamin, biaya kepatuhan, persepsi terhadap sanksi, dan persepsi terhadap manfaat pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak.
SARAN Adapun saran untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk variabel sanksi terhadap pajak, perlu adanya upaya dari Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan standar sanksi terhadap Wajib Pajak untuk senantiasa menentukan kebijakan sehingga pembayar pajak dapat menerima kebijakan tersebut sebagai sesuatu yang menstimulus masyarakat bisa sadar membayar pajak. 2. Masih terbatasnya manfaat yang diterima menunjukkan perlu adanya pengelolaan dana pajak yang harus dialokasikan sesuai jalur nya sehingga manfaat nya dapat diterima langsung oleh Wajib Pajak. 3. Mengingat strategis dan besarnya skala perbaikan sistem dan manajemen SDM, maka dirasa perlu untuk membentuk suatu unit khusus dengan level eselon III di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak untuk menangani pengembangan sistem manajemen SDM, pengembangan kapasitas serta pengukuran kinerja, di samping Bagian Kepegawaian yang memang mempunyai tugas melakukan pembuatan kebijakan dan implementasi di bidang kepegawaian. Diharapkan, dengan makin transparan dan fairnya sistem mutasi, promosi, dan remunerasi, DJP dapat menerapkan kebijakan “right man in the right place”, di mana seorang pegawai dapat menempati suatu jabatan yang tepat sesuai dengan keahliannya, dan sebaliknya suatu jabatan diisi oleh pegawai yang tepat sesuai dengan standar kompetensinya. 4. Kunci perbaikan birokrasi yang berbelit - belit adalah perbaikan business process, yang mencakup metode, sistem, dan prosedur kerja. Untuk itu, perbaikan business process merupakan pilar penting program modernisasi DJP, yang diarahkan pada penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya klerikal. Diharapkan dengan full automation, akan tercipta suatu business process yang efisien dan efektif karena administrasi menjadi cepat, mudah, akurat, dan paperless, sehingga dapat meningkatkan pelayanan 11
terhadap Wajib Pajak, baik dari segi kualitas maupun waktu untuk meminimalkan persepsi biaya mengenai pajak.
RIWAYAT PENULIS Fitriana Rachmah lahir di Jakarta pada 19 April 1991. Saya menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi Perpajakan pada tahun 2013.
12