ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Oleh : RISMA AMELIA H14080062
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
RISMA AMELIA Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI). Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko, 2001). Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth, pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan, mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga, merevitilisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan Provinsi NTT merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi yaitu diatas 20 persen dari tingkat rata-rata kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi). Dalam perbandingan rata-rata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2007-2011, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen, dimana NTT menduduki peringkat ke tiga provinsi termiskin setelah Papua dan Maluku. Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Pertama, mendeskripsikan kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kedua, menganalisis faktor –faktor yang memengaruhi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder penggabungan data time series tujuh tahun tahun 2004-2010 dan cross section 15 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dianalisis dalam model regresi data panel dengan metode Pooled Least Square, dan alat analisis yang digunakan adalah Eviews 6 dan Ms. Excel. Dalam hasil analisis deskriptif ditunjukan bahwa perekonomian di NTT didominasi oleh sektor pertanian karena sebagian besar penduduk NTT bekerja disektor peratanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 35 persen. Kabupaten termiskin yang ada di NTT yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dikarenakan, secara topografis wilayah Kabupaten TTS memiliki curah hujan yang rendah sehingga lahan di wilayah tersebut umumnya kering dan
tandus, selain itu sektor pertanian (95,3 Persen) masih memegang peranan penting karena sebagian besar penduduk bekerja dan mengandalkan hidupnya dari pertanian (80 Persen). Angka IPM (Indeks Pembangunan Manusia) terendah berada di Kabupaten Sumba Tengah, karena kabupaten ini belum banyak memiliki fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi, sehingga masyarakat lebih sulit untuk mengakses fasilitas tersebut, yang akan berdampak terhadap penurunan kualitas pembangunan manusia. Hasil penelitian dengan menggunakan metode regresi data panel menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, tingkat pengangguran terbuka, jumlah penduduk, dan angka harapan hidup. Sebanyak lima variabel tersebut terdapat satu variabel yang sesuai dengan hipotesis awal namun tidak signifikan yaitu tingkat pengangguran terbuka karena lapangan pekerjaan yang merupakan penampung terbesar tenaga kerja di NTT yaitu sektor pertanian dan sebagian besar status pekerjaan utama sebagai pekerja keluarga/tak dibayar diikuti buruh tidak tetap. Sehingga walaupun mereka bekerja mereka akan tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dasar dengan pendapatan mereka yang relatif kecil. Dari hasil analisis panel data, menyebutkan bahwa variabel jumlah penduduk memiliki pengaruh positif dan elastisitas terbesar terhadap tingkat kemiskinan, sehingga perlu upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan dengan menggiatkan program Keluarga Berencana (KB) untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Variabel angka harapan hidup memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, sehingga perlu adanya upaya menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih memadai untuk masyarakat. Selanjutnya, variabel jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, maka dari itu kebijakan program pemerintah terhadap pendidikan wajib belajar Sembilan tahun harus dapat dinikmati oleh setiap penduduk yang ada di seluruh kabupaten di Provinsi NTT, yang akan berdampak terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Vaiabel pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemisikinan, laju pertumbuhan daerah dapat di dorong dengan melakukan investasi daerah masing-masing. Untuk meningkatkan investasi daerah, pemerintah seharusnya turut andil dalam hal itu dengan melalui perbaikan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang aktivitas tersebut Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas karena hanya melihat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, jumlah penduduk, pengangguran, dan angka harapan hidup. Oleh karena itu perlu dikembangkan studi lanjutan yang lebih mendalam dengan data investasi dan kondisi infrastruktur wilayah sebagai variabel yang memengaruhi kemiskinan dan metode lebih lengkap sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang ada, sehingga dapat dipergunakan untuk kebijakan penurunan tingkat kemiskinan.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Oleh : RISMA AMELIA H14080062
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama
: Risma Amelia
Nomor Registrasi Pokok
: H14080062
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Wiwiek Rindayati NIP. 1962 0816 198701 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim Ph.D NIP. 1964 1022 198903 1 003 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 11 Mei 2012
Risma Amelia H14080062
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Risma Amelia lahir pada tanggal 01 Januari 1990 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Ayahanda Cecep Yahya dan Fitri Yana Sari. Jenjang pendidikan penulis dilalui dari TK Pangudi Luhur Jakarta, SDN 01 Ciputat dan SLTP N 86 Jakarta, lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 46 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi setelah menerima Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis mendapatkan beasiswa Karya Salemba Empat selama satu periode tahun 2011-2012. Selama penulis menjalani studi, penulis aktif dibeberapa kepanitiaan baik pada tingkat kampus maupun fakultas.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang berkat rahmat dan rahin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat semangat, bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Mama dan Bapak yang telah memberikan semangat, dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang tiada henti kepada penulis selama ini. 2. Ibu Dr. Wiwiek Rindayati selaku Pembimbing Skripsi, yang telah memberikan perhatian, bimbingan dan saran baik secara teoritis maupun secara teknis serta memberikan pembelajaran yang berguna dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 3. Ibu Dr. Yeti Lis Purnama Dewi selaku dosen penguji utama atas saran, kritik, dan masukan yang sangat membantu dan berarti dalam proses perbaikan skripsi ini. 4. Ibu Ir. Dewi Ulfah Wardani, MSi selaku penguji atas saran, kritik, dan masukan yang berarti tentang tata cara penulisan demi menyempurnakan penulisan skripsi ini. 5. Keluarga tercinta: Kakek ( Sofyan ), Nenek ( Cut Afifah ), dan Adik ( Rendika dan Hanna Aisyah Reza) yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan serta doanya yang tiada henti. 6. Segenap dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan pembelajaran dalam disiplin ilmu yang bermanfaat bagi kemajuan belajar saya. 7. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar membantu segala proses administrasi terkait. 8. M.Januar Syahroni,SE beserta keluarga atas semangat dan dukungannya.
9. Teman-teman satu bimbingan Laelati, Fajar, Asep dan Sinta atas semangat dan dukungannya. 10. Teman-teman Ilmu Ekonomi 45 ( Ayu, muti, yuni, chae, diah ) serta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu- persatu yang telah memberi banyak kenangan dan bantuan selama ini. 11. Yayasan Karya Salemba Empat sebagai pemberi beasiswa selama dua periode yang telah membantu dalam memenuhi kebutuhan materi dalam penelitian ini.. 12. Semua pihak yang telah membantu penyelesain skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini msaih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dalam saran dan kritik dan pertanyaan-pertanyaan mengenai skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang berkaitan.
Bogor, 11 Mei 2012
Risma Amelia H14080062
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 5 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 8 2.1 Definisi Kemiskinan ................................................................................. 8 2.2 Ukuran-ukuran Kemiskinan ...................................................................... 9 2.3 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan......................................................... 11 2.4 Faktor Yang Memengaruhi Kemiskinan ................................................. 13 2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi .................................................................. 14 2.4.2 Pendidikan ………………………………………………………....16 2.4.3 Pengangguran ....…………………………………………………...17 2.4.4 Kependudukan …………………………………………………..…20 2.4.5 Kesehatan ……………………………………………………….....21 2.5 Penelitian Terdahulu…………………………………………...…………22 2.6 Kerangka Pemikiran…………………...………………………………….25 2.7 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 26 III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 28 3.1 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 28 3.2 Metode Analisis ...................................................................................... 28 3.2.1 Analisis Deskriptif ......................................................................... 29 3.2.2 Analisis Panel Data………………………………………………....29 3.2.3 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data....................................... 32 3.2.3.1 Uji Chow Test……………………………………………33
3.2.3.2 Uji Hausmant Test……………………………………….34 3.2.4 Evaluasi Model………………………………………………..……35 3.2.4.1 Multikolinearitas…………………………………………35 3.2.4.2 Autokorelasi…………………………………………...…35 3.2.4.3 Heteroskedasitas………………………………………….36 3.2.4.4 Normalitas………………………………………………..36 3.3 Model Umum Penelitian…………….…………………………………..36 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 38 4.1 Gambaran Umum .................................................................................. 38 4.1.1 Keadaan Geografis di NTT…………...………...……………...….38 4.1.2 Kemiskinan………………………………………….……….……39 4.1.3 Pertumbuhan Ekonomi…………………...…………….……….…41 4.1.4 Jumlah Penduduk………………………….……….………………44 4.1.5 Pendidikan Tamat SMP……………………………………………46 4.1.6 Tingkat Pengangguran terbuka…………………..………….....….47 4.1.7 Fasilitas Pelayanan Kesehatan…………………………….………49 4.1.8 Angka Harapan Hidup………….…………………………………51 4.1.9 Perkembangan Pembangunan Manusia………………..…………..52 4.2 Uji Kesesuaian Model……….…………..……………………………….53 4.3 Uji Pelanggaran Asumsi…………...…………...…………………………54 4.4 Evaluasi Model…………..……………………………………………..…57 4.5 Interpretasi Model………….……………………...………………………59 4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi…………………………………………..…59 4.5.2 Jumlah Penduduk Tamatan SMP ………………………………….60 4.5.3 Pengangguran Terbuka ………………………………………….…61 4.5.4 Jumlah Penduduk…………………………………………………..62
4.5.5 Angka Harapan Hidup …………………………………………….63 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 65 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 65 5.2 Saran ....................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 68
LAMPIRAN ...................................................................................................... 71
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1
Persentse Tingkat Kemiskinan Di Indonesia 30 Provinsi ........................... 3
1.2
Penduduk NTT Usia 15 keatas Menurut kegiatan 2010-2011 ..................... 6
1.3
Persentase Penduduk Usia 15 keatas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan ....................................................................................... 6
3.1
Kerangka Identifiaksi Autokorelasi ......................................................... 35
4.1
Persentase Jumlah Penduduk Miskin NTT 2004-2010 ............................. 40
4.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota NTT 2004-2010 ................ 42
4.3
Distribusi Persentase PDRB NTT………………...………………………44
4.4
Jumlah Penduduk Kabupaten/kota NTT 2004-2010 ................................. 45
4.5
Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke atas yang Lulus SMP .......... 46
4.6
Persentase TPT Kabupaten/Kota NTT 2004-2010 .................................. 49
4.7
Indikator Kesehatan NTT 2007-2010....................................................... 50
4.8
Angka Harapan Hidup NTT Tahun 2004-2010 ........................................ 51
4.9
IPM Terendah dan Tertinggi di NTT ....................................................... 53
4.10
Ui Kesesuain Model ……………………………..……………………. 54
4.11
Uji Multikolinearitas .............................................................................. 55
4.12
Hasil Estimasi Melalui Model Pooled Least Square…………….…….…57
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1
Lingkaran Setan Kemiskinan ................................................................... 12
2.2
Kerangka Pemikiran ................................................................................ 26
3.1
Pengujian Pemilihan Model dalam Model Panel Data .............................. 32
4.1
Uji Heteroskedasitas ................................................................................ 56
4.2
Uji Kenormalan ....................................................................................... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1
Hasil Pengujian Pemilihan Model Terbaik ................................................ 71
2
Hasil Pengujian Pooled Least Square........................................................ 72
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional. Upaya pengentasan dan pengurangan kemiskinan harus dilakukan secara komperhensif, mencakup seluruh aspek kehidupan dan dilaksanakan secara terpadu. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko,2001). Perhatian pemerintah Indonesia terhadap kemiskinan dituangkan didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Penurunan jumlah kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 merupakan salah satu sasaran pertama dalam hal agenda pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahkan untuk mencapai sasaran tersebut pemerintah merumuskan prioritas pembangunan nasional 2004-2009 adalah penanggulangan kemiskinan dengan kebijakan yang diarahkan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-han dasar masyarakat miskin.
2
Di era
pemerintahan Susilo
Bambang Yudhoyono,
menegaskan
kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth, pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga, merevitilisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan Sejak digiatkan kembali program-program pengentasan kemiskinan tersebut, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) secara perlahan berhasil diturunkan jumlahnya. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Dibandingkan penduduk miskin pada bulan Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen ), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 1 juta orang (BPS 2012). Provinsi NTT merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Masih tingginya angka kemiskinan disetiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT, membuat provinsi ini terus dilanda permasalahan kemiskinan. Tabel 1.1 menunjukan tingkat rata-rata kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi). Dalam perbandingan ratarata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2007-2011, Provinsi NTT memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen, dimana NTT menduduki peringkat ke tiga provinsi termiskin setelah Papua dan Maluku.
3
Tabel 1.1 Persentase Tingkat Kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi) 2007-2011 (%) No
Provinsi
2007
1
NAD
26,65
23,53
19,57
20,98
19,57
22,06
2
Sumatera Utara
13,90
12,55
11,33
11,31
11,33
12,08
3
Sumatera Barat
11,90
10,67
9,04
9,50
9,04
10,03
4
Riau
11,20
10,63
8,47
8,65
8,47
9,48
5
Jambi
10,27
9,32
8,65
8,34
8,65
9,04
6
Sumatera Selatan
19,15
17,73
14,24
15,47
14,24
16,16
7
Bengkulu
22,13
20,64
17,50
18,30
17,50
19,21
8
Lampung
22,19
20,98
16,93
18,94
16,93
19,19
9
Kep. Bangka Belitung
9,54
8,58
5,75
6,51
5,75
7,23
10
DKI Jakarta
4,61
4,29
3,75
3,48
3,75
3,97
11
Jawa Barat
13,55
13,01
10,65
11,27
10,65
11,82
12
Jawa Tengah
20,43
19,23
15,76
16,56
15,76
17,54
13
D.I.Yogyakarta
18,99
18,32
16,08
16,83
16,08
17,26
14
Jawa Timur
19,98
18,51
14,23
15,26
14,23
16,44
15
Banten
9,07
8,15
6,32
7,16
6,32
7,40
16
Bali
6,63
6,17
4,20
4,88
4,20
5,21
17
Nusa Tenggara Barat
24,99
23,81
19,73
21,55
19,73
21,96
18
Nusa Tenggara Timur
27,51
25,65
21,23
23,03
21,23
23,73
19
Kalimantan Barat
12,91
11,07
8,60
9,02
8,60
10,04
20
Kalimantan Tengah
9,38
8,71
6,56
6,77
6,56
7,56
21
Kalimantan Selatan
7,01
6,48
5,29
5,21
5,29
5,86
22
Kalimantan Timur
11,04
9,51
6,77
7,66
6,77
8,35
23
Sulawesi Utara
11,42
10,10
8,51
9,10
8,51
9,53
24
Sulawesi Tengah
22,42
20,75
15,83
18,07
15,83
18,58
25
Sulawesi Selatan
14,11
13,34
10,29
11,60
10,29
11,93
26
Sulawesi Tenggara
21,33
19,53
14,56
17,05
14,56
17,41
27
Gorontalo
27,35
24,88
18,75
23,19
18,75
22,58
28
Maluku
31,14
29,66
23,00
27,74
23,00
26,90
29
Maluku Utara
11,97
11,28
9,18
9,42
9,18
10,21
30
Papua
40,78
37,08
31,98
36,80
31,98
35,73
Sumber : BPS Indonesia,2010
2008
2009
2010
2011
Rata-Rata
4
Kondisi sebagian besar alam di Provinsi Nusa Tenggara Timur tandus dan gersang. Kekeringan dan rawan pangan seolah menjadi bencana rutin yang dihadapi warga NTT hampir setiap tahun. Kemiskinan, kasus gizi buruk, angka putus sekolah, serta akses fasilitas kesehatan yang kurang memadai pada akhirnya menjadi mata rantai lanjutan dari persoalan itu. Sumber Daya Alam (SDA) yang cukup besar dan beragam yang tersebar di setiap daerah, namun sampai saat ini potensi setiap sektor tersebut belum secara optimal dapat memberikan nilai tambah yang signifikan untuk mensejahterakan rakyat dan daerah NTT. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya investasi yang dilakukan. Masih tingginya kemiskinan menunjukan bahwa penanganan yang dilaksanakan pemerintah untuk masyarakat miskin belum mampu untuk menjangkaunya. Sejalan dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang mulai diberlakukan sejak tahun 2001, pemerintah daerah kini berwenang penuh merancang dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan sesuai dengan kebutuhannya. Sesuai UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan
masyarakat
setempat.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah,
pemerintah daerah tidak hanya melaksanakan program pembangunan tetapi juga bertanggung jawab secara langsung dan aktif dalam penanganan kemiskinan, sehingga untuk menanggulangi kemiskinan perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan, khususnya di NTT. Proses
pembangunan
memerlukan
pendapatan
yang
tinggi
dan
pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak Negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
5
ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di suatu wilayah. Dengan pertumbuhan
ekonomi
mengindikasikan bahwa
yang
meningkat
pemerintah
mampu
di
masing-masing
wilayah
meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya, sehingga mampu mengurangi kemiskinan. Secara langsung, hal ini menunjukan pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal (Siregar dan Wahyuniarti, 2008) 1.2 Rumusan Masalah Kemiskinan merupakan salah satu tolak ukur sosial ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah disuatu daerah. Banyak sekali masalah-masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat meningkatnya kemiskinan. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi termiskin ke tiga dari 30 provinsi yang ada di Indonesia, provinsi ini harus bekerja keras untuk mengurangi tingkat kemiskinan agar pembangunan yang berjalan benar-benar dapat memberikan manfaat secara optimal di segala bidang. Pada tahun 2011 sebanyak 21,23 persen atau 1,01 juta jiwa penduduk di Nusa Tenggara Timur tercatat sebagai penduduk miskin. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas dan produkif. Keadaan ketenagakerjaan di NTT pada tahun 2011 mengalami peningkatan kelompok penduduk yang bekerja dan penurunan tingkat pengangguran, peningkatan jumlah tenaga kerja serta penurunan angka pengangguran telah menurunkan Tingkat Partisipasi Angkata Kerja (Tabel 1.2).
6
Penurunan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Nusa Tenggara Timur, kenyataannya menunjukan bahwa proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang menjadi angkatan kerja proporsinya mengalami penurunan Tabel 1.2 Penduduk NTT Usia 15 Tahun Ke Atas menurut kegiatan 2010-2011 Jenis Kegiatan 2010 Penduduk 15+ (jiwa) 2.922.601 Angkatan Kerja (jiwa) 2.226.884 Bekerja (jiwa) 2.150.763 Penganggur (jiwa) 76.081 TPAK (%) 76,19 TPT (%) 3,40 Sumber : BPS Tenaga Kerja NTT, 2012
2011 2.976.070 2.234.887 2.175.232 59.655 75,10 2,67
Kondisi ketenagakerjaan di provinsi Nusa Tenggara Timur ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang produktifitasnya masih rendah. Kualitas pekerja NTT dapat dikatakan rendah diukur dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Hal ini, disebabkan proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja dengan tingkat pendidikan tamat sekolah dasar (SD) ke bawah masih sangat besar. Tabel 1.3 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2006-2009 (%) Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan
2006
2007
2008
2009
1. Tidak/Belum Sekolah
6,95
7,35
-
-
2. Belum Tamat SD
2,27
22,79
71,83*
69,14*
3. Sekolah Dasar
45,20
40,86
-
-
4. SMP
11,60
14,06
11,94
13,55
5. SMA
10,31
11,51
12,56
13,01
2,68
3,43
3,67
4,30
6 Perguruan Tinggi
Sumber : Hasil Sakernas 2006-2009, Keterangan * :Gabungan Tidak/Belum Sekolah, Tidak/Belum Tamat SD, Sekolah Dasar
7
Atas dasar permasalahan diatas , maka penelitian yang ingin dipecahkan yaitu: 1. Bagaimana kondisi kemiskinan di NTT? 2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah : 1. Mendeskripsikan kondisi kemiskinan di NTT 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT. 1.4 Manfaat Penelitian Dari Penelitian ini diharapkan mmberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang tepat untuk mengurangi kemiskinan di provinsi NTT 2. Menjadi bahan acuan dan refrensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut dan lebih mendalam tentang kemiskinan.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kemiskinan Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga Negara (Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN). Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Kemiskinan dapat dibagi dengan empat bentuk (Suryawati,2005), yaitu:
9
(1) kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja; (2) kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat,
sehingga
menyebabkan
ketimpangan pada
pendapatan;
(3)
kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar; (4) kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan. 2.2 Ukuran-Ukuran Kemiskinan Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,2004), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi nonmakan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antar wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis ukuran penduduk, ukuran ini sering disebut juga dengan garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki garis kemiskinan dibawah maka dinyatakan dalam kondisi miskin.
10
Menurut
Sayogyo
dalam
Suryawati (2005),
tingkat
kemiskinan
didasarkan pada jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan. Daerah pedesaan : a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. Daerah perkotaan : a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. Bank Dunia (2000) mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang, jika pendapatan kurang dari US$ 1 per hari, maka dikatakan miskin. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanl (BKKBN,2010), mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriteria, yaitu :
11
a. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan agama dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen minimal 80%, dan berobat ke puskesmas bila sakit. b. Kriteria Keluarga Sejahtera 1(KS 1), yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter persegi per anggota keluarga, tidak ada keluarga umur 10 tahun samapai 60 tahun yang buta huruf, semua anak yang berusia 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga memiliki pengahasilan yang tetap atau rutin, dan tidak ada yang sakit dalam tiga bulan. 2.3 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut : 1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitas nya rendah. 2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berate produktivitasnya juga akan rendah, upahnya nya pun rendah. 3. kemiskinan muncul karena adanya akses modal. Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty ) lihat gambar 2.1. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan
pasar,
kurangnya
modal
menyebabkan
rendahnya
12
produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, redahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan. Sumber : Nurkse (1953) dalam Kuncoro, 2000 Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000) yang mengemukakan bahwa Negara miskin itu karena dia miskin (a poor country is poor because it is poor). Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan, pada hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini Nurkse mengatakan : “Suatu Negara menjadi miskin karena ia merupakan Negara miskin” (A country is poor because is poor). Menurut pendapatnya inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah keadaankeadaan
yang
menyebabkan
timbulnya
hambatan
terhadap
teciptanya
pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak pembentukan modal ditentukan
13
oleh tingkat tabungan dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal. Di Negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi, menurut pandangan Nurkse, terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi Negara berkembang mencapai pembangunan yang pesat yaitu. Dari segi penawaran modal dan permintaan modal. Dari segi penawaran modal ingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan sebagai berikut. Tingkat pendapatan masyarakat redah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan suatu Negara menghadapi kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat produktivitasnya akan tetap rendah yang akan mempengaruhi kemiskinan. Dari segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda di setiap negara. Di Negara-negara miskin perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas, dan hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat rendah. Sedangkan pendapatan masyarakat yang rendah disebabkan oleh produktivitasnya rendah ditunjukan oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu dan mengakibatkan pada masa yang akan datang. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal, sehingga kemiskinan tidak berujung pada pangkalnya. 2.4 Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan antara lain : pertumbuhan ekonomi (Siregar dan Wahyuniarti,2008), pendidikan (Siregar
14
dan
Wahyuniarti,2008),
pengangguran
(Prasetyo,2010),
kependudukan
(Wongdesmiwati,2009), dan kesehatan (Myrdal,2000). 2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (Kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada menurut Michael Todaro (2004). Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, maupaun ekonom Neoklasik, Robert Solow dan Trover Swan, menyatakan pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : a. Jumlah penduduk b. Jumlah stok barang modal c. Luas tanah dan kekayaan alam d. Tingkat teknologi yang digunakan Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada sebelumnya. Sedangkan menurut Schumpater, faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah inovator atau wiraswata. Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Menurut Todaro (2004), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu a. Akumulasi modal
15
Termasuk semua investasi baru yang berwujud, misalkan tanah, bangunan, peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (Human resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa yang akan datang. b. Pertumbuhan penduduk angkatan kerja Pertumbuhan penduduk yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja secara tradisonal telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja,
sedangkan semakin
banyak penduduk
akan
meningkatkan potensi pasar domestiknya. c. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisonal. Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu : 1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi dari kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama. 2. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labour saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi yang bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau modal yang sama.
16
3. Kemajuan teknologi dalam meningkatkan modal, terjadi jika penggunaaan teknologi tersebut memungkinkan kita
memanfaatkan
barang modal yang ada secara produktif. 2.4.2 Pendidikan Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan dibagi tiga, yaitu : 1. Pendidikan Formal Adalah jalur pendidikan yang struktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi jenjang pedidikan formal : a. Pendidikan Dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS). b. Pendidikan Menegah, merupakan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah tediri atas, Sekolah Menengah Atas (SMA),
17
Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), serta bentuk lain yang sederajat. c. Pendidikan Tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, dll. 2. Pendidikan Non Formal Adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan dengan terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal. 3. Pendidikan Informal Adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun informal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. 2.4.3 Pengangguran Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama (Todaro, 2005). 1. Jenis- jenis pengangguran :
18
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : a. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. b. Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal. 2. Macam-macam pengangguran Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi. b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti : akibat
19
permintaan berkurang, akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat kebijakan pemerintah. c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela. d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen. a. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin b. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand). Indikator pengangguran terbuka yang digunakan oleh BPS adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). TPT
..........................................................(2.1) Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat
kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain : 1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pandapatan saat ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income proverty rate dengan consumption poverty rate.
20
2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan pekerjaan yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada. 2.4.4 Kependudukan Penduduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu wilayah. Karena itu perhatian terhadap penduduk tidak hanya dari sisi jumlah, tetapi juga kualitas. Penduduk yang berkualitas merupakan modal bagi pembangunan dan diharapkan dapat mengatasi berbagai akibat dari dinamika penduduk (BPS,2011). Pertumbuhan penduduk yang cepat akan berpengaruh terhadap tingkat kepadatan penduduk di wilayah tersebut. Kepadatan penduduk dapat didefinisikan sebagai jumlah orang persatuan luas lahan (per km2, per mil) di suatu daerah. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat diakibatkan karena tingginya angka kelahiran di suatu wilayah tersebut. Salah satu implikasinya akan tingginya angka kelahiran adalah banyaknya jumlah anak-anak di wilayah tersebut. Dengan demikian, jumlah angkatan kerja secara otomatis menanggung beban yang lebih banyak untuk menghidupi anak-anak dibawah usia 14 tahun. Penduduk yang berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban ketergantungan artinya, mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban angkatan kerja yang produktif (Todaro,2006).
21
Laju
pertumbuhan
maupun
penurunan
penduduk
tidak
cukup
menggambarkan kondisi kemiskinan tersebut disuatu daerah. Dalam hubungannya dengan tingkat kemiskinan, selain jumlah penduduk harus memperthatikan pada variable lainnya, misalnya kesejahteraan masyarakat di daerah itu, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, tingkat penyerapan tenaga kerja, serta laju pertumbuhan ekonomi. Sehingga jumlah penduduk yang diimbangi dengan perbaikan dalam pembangunan manusia seharusnya mampu mengurangi tingkat kemiskinan di daerah tersebut (BPS,2010) 2.5.5 Kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan terutama bagi penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis; peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu burung; peningkatan kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu, keamanan dan khasiat obat dan makanan; penanganan kesehatan di daerah bencana; serta peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Kemampuan untuk bertahan hidup lama diukur dengan indikator harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth/e0). Angka e0 untuk tingkat provinsi
22
yang disajikan merupakan hasil penghitungan secara tidak langsung dengan menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak lahir dengan rata-rata jumlah anak masih hidup yang menurut umur ibu 15-49 tahun, yang bersumber dari data hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas ) dengan memperlihatkan tren hasil sensus penduduk (SP). Selain angka kematian bayi, Angka Harapan Hidup (AHH) juga digunakan sebagai indikator untuk menilai derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi nilai angka harapan hidup di suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi terutama yang terkait dengan fasilitas kesehatan wilayah tersebut semakin maju. Semakin maju pembangunan daerah di bidang kesehtan menunjukan tingkat kesehatan yang ada dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin. Berdasarkan teori mengenai lingkaran kemiskinan yang dikemukakan Myrdal bahwa semakin tinggi tingkat kesehatan masyarakat yang ditunjukan dengan meningkatnya nilai AHH maka produktivitas akan semakin meningkat . peningkatan produktivitas dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan menurunkan tingkat kemiskinan. Artinya semakin tinggi angka harapan hidup maka tingkat kemiskinan akan menurun. 2.5 Penelitian Terdahulu Siregar dan Wahyuniarti (2008), dalam jurnal kajian ekonomi dan lingkungan “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Data yang digunakan adalah 26 Provinsi dari tahun 1995 sampai dengan 2005. Model yang digunakan POV ij= β0+ β1 PDRBij+ β2 POPij+ β3 AGRISHRij+ β4 INDTRSHRij+ β5 INFLASIij+ β6 SMPij+ β7 SMAij+ β8 DIPLMij +
23
β9 DUUMYKRISISIJ+ εIJ. Dimana POV adalah jumlah penduduk miskin, PDRB adalah pertumbuhan ekonomi, POP adalah jumlah penduduk, AGRISHR adalah pangsa sektor pertanian, INDTRSHR adalah pangsa sektor industri, INFLASI adalah tingkat inflasi tahunan, SMP adalah jumlah lulusan sekolah SMP, SMA adalah jumlah lulusan sekolah SMA, DIPLM adalah jumlah lulusan tingkat diploma, dan DUMMYKRISIS adalah dummy krisis ekonomi. Hasil dari penelitian ini adalah variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatife dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin walaupun pengaruhnya kecil. Variabel inflasi dan jumlah populasi penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pangsa sektor pertanian dan industri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Variabel yang berpengaruh negatif paling besar dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin yaitu pendidikan. Variabel yang berpengaru negative paling besar dan signifikan terhadap terhadap jumlah penduduk miskin yaitu variabel pendidikan. Sitepu dan Sinaga (2005), dalam ejournal economics prisma, volume 1, hal 17-31, “Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia : Pendekatan Model Compotable General Equiliberium”, menggunakan metode Compotable General Equiliberium (CGE) dan Fooster Greer Thorbecke method. Variabel yang digunakan adalah tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, investasi pendidikan, dan investasi kesehatan. Hasil dari penelitian ini adalah investasi sumber daya manusia berdampak langsung terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Investasi kesehatan dan
24
investasi pendidikan sama-sama dapat mengurangi tingkat kemiskinan, namun investasi kesehatan memiliki persentase yang paling besar. Rizky dan Shaleh (2007), dalam jurnal ekonomi pembangunan volume 12 No. 3, hal 223-233 “Keterkaitan Akses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan Jawa Tengah”, hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat akses sanitasi rumah tangga pada 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah adalah PDRB per kapita, distribusi pendapatan masyarakat, dan budaya kesehatan terhadap sanitasi/kesehatan. Wongdesmiwati
(2009)
dalam
jurnal
ekonomi
pembangunan
“Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia: Analisis Ekonometrika”, menggunakan metode analisis regesi berganda dari tahun 19902004,LogYi=β0+β1LogXIi+β2LogX2i+β3LogX3i+β4LogX4i+β5LogX5i+β6LogX6i +εi. DimanaYi adalah jumlah penduduk miskin, XIi jumlah penduduk Indonesia per tahun, X2i adalah PDB yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi, X3 i adalah angka harapan hidup, X4i adalah persentase angka melek huruf, X5i adalah persentase penggunaan listrik, X6 i adalah persentase konsumsi makanan. Hasil penelitian ini adalah variable jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap penambahan jumlah penduduk miskin, variable pertumbuhan ekonomi dan variable angka melek huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Penelitian tentang kemiskinan telah dilakukan, Prasetyo (2010) dengan judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2003-2007) menggunakan alat analisis regresi panel data menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dipengaruhi
25
oleh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan pendidikan berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin. Penelitian dari Utami (2011), dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangannya Di Provinsi Jawa Timur “, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis data panel. Faktor-faktor yang digunakan yaitu, kependudukan, PDRB, pendidikan, kesehatan serta pengangguran. Dari lima variabel yang digunakan, semuanya signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Varibael kependudukan berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, vaiabel kesehatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, dan variabel penggangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan Penelitian
tentang
“Analisis
Kemiskinan di Provinsi NTT”,
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya, perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitiannya dimana didalam penelitian ini menggunakan data panel seluruh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan alat analisis yang digunakan adalah analisis panel data.dan analisis deskriptif. 2.6 Kerangka Pemikiran Untuk memudahkan kegiatan penelitian, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
26
Keadaan Umum di NTT : Tanah yang tandus SDM yang berkualitas Rendah SDA yang belum dapat dioptimalkan Infrastruktur yang buruk
Kemiskinan di NTT
Analisis Regresi Data Panel
Analisis Deskriptif
Persentase Jumlah Penduduk Miskin
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi Pendidikan Tamat SMP Jumlah Penduduk Pengangguran Terbuka Angka Harapan Hidup
Implikasi Kebijakan
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran. Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah indikator yang lazim digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan
dan
merupakan
syarat
bagi
pengurangan
kemiskinan.
Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial. Kondisi pengangguran menyebabkan seseorang tidak mempunyai pendapatan sehingga kesejahteraan akan menurun. Karena menganggur tentunya akan meningkatkan kemiskinan. Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena dengan pendidikan seseorang akan meningkatkan keterampilan sehingga akan miningkatkan produktifitas. Sehingga kesejahteraan seseorang akan meningkat. Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup
27
pula,apabila seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mengakibatkan kemiskinan terjadi. 2.7 Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk menjawab pemasalahan yang ada yang diajukan oleh peneliti yang sebenarnya harus diuji secara empiris. Maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis penelitian untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan : a. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/ Kota di NTT tahun 2004-2010. b. Pendidikan tamat SMP berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010. c. Pengangguran terbuka berpengaruh positif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010. d. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010. e. Angka Harapan Hidup (AHH) berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT 2004-2010 .
28
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi sekarang oleh peneliti (Juanda,2009). Data sekunder yang digunakan berupa data kemiskinan, data pengangguran terbuka, jumlah penduduk pendidikan lulus SMP, jumlah penduduk, angka harapan hidup dan pertumbuhan ekonomi. Data yang menunjang penelitian diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan perpustakaan IPB, sedangkan informasi yang lain bersumber dari jurnal ilmiah dan buku teks. Data sekunder yang digunakan adalah deret waktu (times series data) untuk kurun waktu 2004-2010 dan data kerat lintang (cross section) yang meliputi 15 Kabupaten/kota di NTT yaitu : Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Timur Tengah Selatan, Timur Tengah Utara, Belu, Alor, Lembata, Flores Timor, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai, Rote Ndao, dan Kota Kupang. 3.2 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan untuk untuk menganalisis kondisi kemiskinan dan strategi kebijakan yang lebih efektif dalam upaya pengentasan kemiskinan di NTT digunakan analisis deskriptif. Sedangkan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di NTT digunakan analisis panel data. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Eviews 6.
29
3.2.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran kondisi kemiskinan dan strategi kebijakan yang efektif dalam upaya pengentasan kemiskinan di NTT. Analisis deskriptif digunakan untuk melakukan analisis terhadap data-data kuantitatif dan interpretasi terhadap data-data kuantitatif seperti hasil faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan. 3.2.2 Analisis Panel Data Dalam melakukan sebuah penelitian, banyaknya data merupakan salah satu syarat agar penelitian tersebut dapat mewakili perilaku dari model yang dikehendaki. Masalah keterbatasan data dalam sebuah penelitian merupakan hal yang sering dialami oleh para peneliti, terkadang dalam penelitian yang menggunakan data series, data yang tersedia terlalu pendek sehingga dalam pengolahan data time series tidak dapat dilakukan. Begitu pula dengan pengolahan data cross section, terkadang jumlah unit data yang dibutuhkan terbatas. Persoalan keterbatasan data seperti itu, dalam ekonometrika dapat diatasi dengan menggunakan analisis panel data. Analisis panel data secara umum dapat didefinisikan sebagai analisis satu kelompok variabel yang tidak saja mempunyai keragaan (dimensi) dalam time series tetapi juga dalam cross section. Penggunaan panel data memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan data panel antara lain (Baltagi,1995): 1. Memberikan data yang informative, menambah derajat bebas, lebih efisien dan mengurangi kolinearitas antar variabel
30
2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja. 3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi karakteristik dari individual antar waktu. 4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku antar individu dibandingkan data kerat lintang 5. Dapat menjelaskan dyanamic adjustment secara lebih baik. Dalam model data panel menggunakan data time series adalah : Yt= β0 + β1 Xt + µt ; t= 1,2,..,T……………………………(3.1) Dimana T adalah banyaknya data Time-Series. Sedangkan model data panel menggunakan data cross section adalah : Yi= β0 + β1 Xi + µi ; i= 1,2,..,N……………………………(3.2) Dimana N adalah banyaknya data cross section Mengingat data panel merupakan gabungan dari data time series dan cross section, maka model dapat ditulis sebagai berikut : Yit= β0 + β1 Xit + µit..............................................................(3.3) Terdapat beberapa asumsi dasar yang melandasi penentuan model data panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (xij) yang digunakan dalam model data panel itu sendiri. Berdasarkan pemiliham model, akan menentukan model estimasi dari model panel yang dipilih. Terdapat tiga metode dalam mengestimasi data panel, yaitu :
31
1. Pooled Least Square (PLS) Dalam metode ini terdapat (K) regresor dalam (Xit), kecuali kosntanta. Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Jika efek individual (αi) kostan sepanjang waktu (t) dan spesifik terhadap setiap unit (i) maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai (αi) sama untuk unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan efisien untuk (α) dan (β). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam mengestimasi model. 2. Fixed Effects Model (FEM) Model ini menggunakan semacam peubah boneka untuk memungkinka n perubahan-perubahan dalam intersep kerat lintang dan runtut waktu akibatnya adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Intersep hanya bervariasi terhadap individu namun konstan terhadap waktu sedangkan slopenya konstan baik terhadap individu maupun waktu. Kelemahan model efek tetap adalah penggunaan jumlah derajat kebebasan yang banyak serta penggunaan peubah boneka tidak secara langsung mengidentifikasikan apa yang menyebabkan garis regresi bergeser lintas waktu dan lintas individu. Modelnya ditulis sebagai Υi = αi + βχi +εi. 3. Random Effects Model (REM) Intersepnya bervariasi terhadap individu dan waktu namun slopnya konstan terhadap individu maupun waktu. Metode ini juga dikenal sebagai variance components estimation. Model ini meningkatkan efisiensi proses pendugaan
kuadrat
terkecil
dengan
memperhitungkan
pengganggu-
pengganggu kerat lintang dan deret waktu. Model estimasinya yang digunakan
32
adalah γit =αi + βχit +µi + εi dengan (µi) adalah nilai gangguan acak pada observasi (i) dan konstan sepanjang waktu. Dapat dikatakan bahwa FEM digunakan atas asumsi bahwa dari gangguan mempunyai pengaruh yang tetap. Sedangkan REM digunakan atas asumsi bahwa gangguan diasumsikan bersifat acak. 3.2.3 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan berdasarkan
pertimbangan statistic. Hal ini ditunjukan untuk
memperoleh dugaan yang efisien. Diagram pengujian statistic untuk memilih model yang digunakan dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut ini
Pooled Least Square
Chow Test
Fixed Effects Model
Hausman Test
Random Effects Models
Gambar 3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel.
33
3.2.3.1 Uji Chow Test Chow test (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effects. Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujiannya hipotesa sebagai berikut: H0 : Model Pooled Least Square H1: Model Fixed effects Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan F statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow: …………………………(3.4 )
Dimana : ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect N = Jumlah data Cross section T = Jumlah data time series K= Jumlah variabel penjelas Jika nilai CHOW statistics (F stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap hipotesa Nol sehingga
34
model yang digunakan adalah fixed effects, dan begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas parameter. 3.2.3.2 Uji Hausman Test Hausman test adalah pengujian statistic sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah model fixed effects atau model random effects. Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengndung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dasar dari setiap komponen galat. Hausman test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut H0 : Model Random Effects H1 : Model Fixed Effects Sebagai dasar penolakan Hipotesa Nol maka digunakan statistic Hausman dan membandingkan dengan Chi-square statistic Hausman dirumuskan dengan : М=(β-b)(M0-M1)-1(β-b)χ2 (K)…………………………………… ..(3.5 ) Dimana β adalah vektor untuk statistic variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effects dan Mi adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model. Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2 –tabel atau nilai hausman test lebih besar dari taraf nyata maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah random effects, dan begitu juga sebaliknya.
35
3.2.4 Evaluasi Model 3.2.4.1 Multikolinearitas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel. Apabila nilai R 2 yang dihasilkan dalam model regresi sangat tinggi, tetapi secara individual variabel bebas banyak yang tidak signifikan, hal ini merupakan salah satu terjadinya indikasi multikolinearitas. 3.2.4.2 Autokorelasi Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai DurbinWatson(DW) dalam Eviews. Untuk mengatahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW statistiknya dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam tabel 3. Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai Durbin Watson
Kesimpulan
DW < 1,10
Ada autokorelasi
1,10 < DW < 1,54
Tanpa kesimpulan
1,55 < DW < 2,46
Tidak ada auto korelasi
2,46 < DW < 2,90
Tanpa kesimpulan
DW > 2,91
Ada autokorelasi
Sumber : Firdaus, 2004
36
3.2.4.3 Heteroskedasitas Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedasitas atau memiliki ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedasitas dapat ditunjukan oleh probability Obs*R-Squared pada uji White Heteroskedacity. H0= γ= 0 H1= γ≠ 0 Kriteria uji : Probality Obs*R-Squared < α, maka tolak Ho Probality Obs*R-Squared > α, maka terima H0 3.2.4.4 Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel residual memiliki distribusi normal atau tidak. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi residual antara lain Jarque-Bera Test (J-B test)dan metode grafik. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode J-B , apabila J-B hitung < nilai χ2 (ChiSquared), maka nilai residual terdistribusi normal. 3.3 Model Umum Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengangguran, jumlah penduduk yang lulus SMP, jumlah populasi, dan angka harapan hidup di
37
Kabupaten/Kota di NTT, menggunakan data time series selama tujuh tahun terakhir yaitu 2004-2010 dan data cross section sebanyak 15 data mewakili Kabupaten/Kota di NTT. Kombinasi atau Pooling menghasilkan 105 observasi dengan fungsi persamaan data panelnya sebagai berikut : Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ln Kit= α0+ β1 PE it+ β
2
SMP
it
+ β3 PGit+ β4 ln JP
it +
β5 ln AHit
+
µit
……………..…(3.6) Dimana : Ln K
= Logaritma natural jumlah penduduk miskin
PE
= Persentase pertumbuhan ekonomi
SMP
= Persentase jumlah penduduk berumur 10 tahun keatas yang lulus SMP
PG
= Persentase tingkat pengangguran terbuka
Ln JP
= Logaritma natural jumlah penduduk
Ln AH
= Logaritma natural angka harapan hidup
β0
= Intersep
β 1, β2, β3
= Koefisien regresi variabel bebas
µit
= Komponen error
i
= 1,2,3,..15 (data cross section Kabupaten/Kota di NTT)
t
= 1,2,3,4 (data time series 2004-2010)
38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar belakang yang berbedabeda. Provinsi NTT sebelumnya lazim disebut dengan “Flobamora” (Flores, Sumba, Timor dan Alor). Sebelum kemerdekaan RI, Flobamora bersama Kepulauan Bali, Lombok dan Sumbawa disebut Kepulauan Sunda Kecil. Namun setelah proklamasi kemerdekaan beralih nama menjadi “Kepulauan Nusa Tenggara”, sampai dengan tahun 1957 Kepulauan Nusa Tenggara merupakan daerah Swatantra Tingkat I (statusnya sama dengan Provinsi sekarang ini). Selanjutnya tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958 Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara dikembangkan menjadi 3 Provinsi yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan demikian Provinsi Nusa Tenggara Timur keberadaannya adalah sejak tahun 1958 sampai sekarang. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008 tanggal 31 Januari 2008, luas daerah Provinsi NTT adalah 48.718,10 kilometer persegi atau sebesar 2,55 persen dari total luas daerah wilayah Indonesia (BPS, 2009). Provinsi NTT terletak antara 80-1200 Lintang Selatan dan 1180-1250 Bujur Timur dan memiliki 1.192 pulau (42 pulau dihuni dan 1.150 pulau tidak dihuni). Sebagian besar wilayahnya bergunung dan berbukit, hanya sedikit dataran rendah.
39
Memiliki sebanyak 40 sungai dengan panjang antara 25-118 kilometer (BPS, 2010). Sebagai bagian dari negara maritim, Provinsi NTT dikelilingi oleh perairan maupun daratan. Provinsi NTT di sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan dengan pulau Sumbawa dan Provinsi NTB, dan di sebelah timur berbatasan dengan negara Timor Leste. Secara administratif, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008, Provinsi NTT terdiri dari 20 kabupaten, 1 kota, 254 kecamatan, 297 kelurahan dan 2.387 desa. 4.1.2 Kemiskinan Kemiskinan merupakan suatu topik pembahasan yang menarik dan senantiasa diwacanakan pada berbagai kesempatan oleh berbagai pelaku. Pada berbagai tahapan pembangunan di Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur issue kemiskinan mendapatkan perhatian yang serius. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi persoalan ini. Sekalipun demikian permasalahan ini tak juga dituntaskan. Faktanya, kemiskinan bersifat multidimensional yang tidak saja berakar pada realitas fisik dan psikologis, tetapi juga pada masalah struktural. Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan melalui berbagai strategi, salah satunya dengan pemberian BLT(Bantuan Langsung Tunai). Jumlah rumah tangga sasaran penerima BLT di Provinsi NTT tercatat sebanyak 623.137 rumah tangga atau sebesar 64,42 persen. Rumah tangga tarsebut terdiri dari kategori sangat miskin sebanyak 137.233 rumah tangga(22,02 persen), miskin sebanyak 297.997 rumah tangga (47,82 persen) dan kategori hampir miskin sebanyak 187.907 rumah tangga (30,16 persen). Alokasi BLT di propinsi NTT lebih dari separuhnya (53,23 persen) terdapat pada 5(lima) kabupaten yakni Kabupaten
40
Manggarai, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Belu. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Miskin NTT Tahun 2004-2010 (Jiwa) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Kabupaten Sumba Barat Sumba Timur Kupang TTS TTU Belu Alor Lembata Flores Timor Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao Kota Kupang NTT
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
164.300
172.100
184.600
172.900
148.520
143.370
141.700
80.300
85.500
90.200
82.800
81.090
76.560
74.000
109.000 149.500 62.700 70.400 48.700 33.500 33.100
110.200 153.700 65.500 72.100 52.000 35.200 34.200
122.600 194.800 68.000 79.000 54.700 37.700 37.200
111.600 147.500 60.400 83.900 48.200 33500 31.200
96.630 130.770 55.170 82.740 43.180 28.840 29.260
90.030 123.420 50.620 77.140 39.220 26.990 24.820
93.600 126.600 52.200 54.700 40.300 31.500 22.400
53.000 49.600 37.300 203.600 28.200 27.800
55.500 51.000 39.200 214.700 29.100 25.200
59.600 53.200 41.900 226.100 30.700 24.200
50.500 46.000 40.700 204.000 30.100 20.300
45.900 57.480 36.200 186.060 38.830 46.110
40.460 51.710 32.900 171.790 37.300 35.420
40.200 56.400 33.700 178.100 39.500 35.600
1.151.000
1.195.200
1.304.500
1.163.600
1.107.680
1.021.740
1.020.500
Sumber : BPS NTT 2010 Dari tabel 4.1 terlihat bahwa dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir terjadi kecenderungan kenaikan angka persentase penduduk miskin pada tahun 2004-2006 yang kemudian menurun pada tahun 2007 sampai 2010. Kenaikan persentase jumlah penduduk miskin pada tahun 2004-2006 di duga kuat disebabkan karena adanya penurunan daya beli masyarakat adanya kenaikan harga BBM. Perkembangan angka kemiskinan di Nusa Tenggara Timur tersebut mencerminkan betapa beratnya beban pemerintah dalam angka pengentasan kemiskinan penduduk wilayah ini. Berdasarkan data yang didapat dari BPS, kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi di provinsi NTT yaitu kabupaten Timor Tengah Selatan dengan jumlah penduduk miskin tahun 2010
41
sebanyak 126.600 jiwa (28,69 persen) darai total penduduk 441.155 jiwa. Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dikarenakan, secara topografis wilayah kabupaten TTS memiliki curah hujan yang rendah sehingga lahan di wilayah tersebut umumnya kering dan tandus, selain itu sektor pertanian (95,3 persen) masih memegang peranan penting karena sebagian besar penduduk bekerja dan mengandalkan hidupnya dari pertanian. Gambaran tingkat pendidikan penduduk wilayah kabupaten TTS memiliki tingkat pendidikan yang rendah, indikator ini dapat ditunjukan dengan rata-rata lama sekolah pada tahun 2009 rata-rata lama sekolah Timor Tengah Selatan adalah 6,12 tahun berarti hanya menyelesaikan pendidikan sampai pada kelas enam SD. Sedangkan, untuk jumlah penduduk miskin terendah berada di Kota Kupang sebagai ibukota Provinsi Nusa Tengggara Timur, jika diamati menurrut daerah tempat tinggal menunjukan jumlah penduduk miskin dipedesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan. Hal ini disebabkan penduduk diperkotaan umumnya bekerja di sektor sekunder maupun tersier sehingga memiliki pendapatan yang lebih banyak dibandingkan penduduk pedesaan yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan informal. Banyaknya penduduk miskin di pedesaan masih banyak yang belum menikmati kesejahteraan dibandingkan penduduk diperkotaan. 4.1.3 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusioanal (kelembagaan), dan ideologis
42
terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Simon Kuznet dalam Todaro, 2004). Angka pertumbuhan ekonomi diperoleh dai perubahan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah yang dinilai atas dasar harga konstan (BPS,2012). Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan mengalami fluktuasi (Tabel 4.2). Tabel 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota NTT 20042010 (%) No
Nama Kabupaten
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Sumba Barat Sumba Timur Kupang TTS TTU Belu Alor Lembata Flores Timor Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao Kota Kupang Nusa Tenggara Timur
2004 4,35 5,06 5,11 4,43 4,57 5,79 5,98 3,41 4,68 4,57 5,02 4,35 2,69 5,07 6,28 4,75
2005 4,87 4,83 3,46 4,03 3,33 4,75 5,84 1,94 4,00 3,50 5,02 5,06 2,59 4,67 5,67 4,23
2006 4,73 4,99 4,85 4,11 3,83 7,16 4,15 4,92 4,16 4,74 4,56 5,17 3,63 5,05 5,19 4,74
2007 7,09 6,02 4,43 5,05 5,03 4,83 6,92 4,90 4,19 3,78 5,63 6,17 6,12 4,93 9,00 5,41
2008 4,78 6,01 5,03 4,46 4,39 4,05 4,67 5,13 4,68 4,09 5,38 4,99 4,34 5,51 7,45 4,93
2009 5,07 3,81 3,84 4,06 3,46 3,47 4,13 4,36 4,11 4,12 4,48 5,05 5,91 4,67 6,13 4,30
2010 5,57 4,83 4,09 4,23 5,79 4,89 4,86 4,70 5,83 4,46 5,30 5,46 5,00 5,14 8,23 5,52
RataRata 4,60 5,07 4,58 4,33 4,38 4,99 5,22 4,19 4,52 4,18 5,05 5,82 3,85 4,98 6,85 4,84
Sumber : BPS NTT 2004-2010 Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT relatif meningkat dari tahun 2004-2010. Hanya saja pada tahun 2007 ke 2008, rata-rata laju pertumbuhan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Lambatnya laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dipengaruhi adanya krisis moneter (keuangan) global pada tahun 2008. Selama periode 2004-2010 rata-rata laju pertumbuhan ekonomi tertinggi didominasi oleh kota Kupang sebesar 6,85 persen. Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi terendah ditempati oleh kabupaten
43
Manggarai sebesar 3,85 persen. Hal ini mengindikasikan adanya kontribusi sektor jasa-jasa di Kota Kupang sangat mendominasi. Tabel 4.2 juga menunjukkan secara umum bahwa rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi NTT cenderung stabil mendekati rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT bahkan ada beberapa kabupaten/kota di atas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT. Perekonomian Nusa Tenggara Timur pada dasanya merupakan perekonomian agraris yang dicirikan dengan besarnya peranan sektor pertanian. Dari table 4.3 dapat dilihat bahwa perekonomian Nusa Tenggara Timur memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap sektor pertanian. Pada tahun 2004-2011 sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB Nusa Tenggara Timur mengalami penurunanan dari 41,90 persen pada tahun 2004 menjadi 35 persen pada tahun 2011. Peranan sektor pertanian cenderung menurun namun perekonomiannya semakin membaik. Perekonomian NTT mulai berubah, dominasi sektor pertanian yang terjadi selama ini, mulai dibayang-bayangi sektor jasa yag memberikan pertumbuhan yang signifikan, pada tahun 2011 sektor pertanian mencapai 35 persen sedangkan sektor jasa mencapai 32 persen. Tiga sumber utama yang memberikan andil dalam pertumbuhan PDRB NTT tahun 2011 adalah sektor jasa-jasa sebesar 2,09 persen, disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan Restoran 1,32 persen dan sektor pertanian 1,18 persen. Sektor lainnya memberi andil pertumbuhan antara (0,04-0,45) persen. Dilihat dari sisi penggunaannya, sebagian besar PDRB NTT 2011 digunakan untuk memenuhi untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yakni mencapai 72,69 persen.
44
Tabel 4.3 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto NTT Atas Dasar Harga Berlaku menurut Sektor 2004-2011 (%) Lapangan Usaha
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
1. Pertanian
41,90
40,74
40,56
40,27
40,39
39,51
38,45
35,00
2. Pertambangan
1,54
1,48
1,42
1,37
1,34
1,31
1,31
1,00
3. Indsutri Pengolahan
1,63
1,80
1,76
1,70
1,56
1,55
1,54
1,50
4. Listrik,Gas& Air
0,40
0,42
0,45
0,44
0,41
0,42
0,42
1,00
5. Bangunan/Konstruksi
7,57
7,55
7,38
7,06
6,88
6,93
6,97
7,00
15,77
15,99
16,09
15,99
15,65
16,09
16,76
16,00
7. Pengangkutan&Komunikasi
5,97
6,41
6,45
6,22
6,41
6,08
5,78
5,00
8. Keuangan&Sewa
3,11
3,38
3,34
3,90
3,80
3,99
4,07
2,00
22,10
22,22
22,55
23,05
23,52
24,12
24,60
32,00
100
100
100
100
100
100
100
100
6. Perdagangan,Resto&Hotel
9. Jasa-jasa PDRB
Sumber : BPS Provinsi NTT 2004-2011 Sementara konsumsi pemerintah hanya memberikan kontribusi sebesar 22,24 persen. Seiring dengan meningkatnya PDRB NTT, kontribusi konsumsi rumah tangga terus meningkat yaitu dari 9,05 triliyun pada tahun 20101 menjadi 10,80 triliyun pada tahun 2011. Demikian juga dengan konsumsi pemerintah dan komponen penggunaan lainnya. 4.1.4 Jumlah Penduduk Dalam perekonomian suatu wilayah, penduduk memiliki peran penting, yaitu sebagai pelaku ekonomi. Pengamatan potensi penduduk dalam konteks perekonomian wilayah antara lain dapat dilakukan dari sisi jumlah, komposisi umur, tingkat pengangguran, rasio beban ketergantungan dan sebagainya. Komposisi penduduk NTT didominasi oleh penduduk muda/dewasa.
45
Pada periode 2004-2010 jumlah penduduk NTT terus meningkat dari 4,18 juta jiwa pada tahun 2004 menjadi 4,68 juta jiwa pada tahun 2010, namun pertumbuhan pada tahun 2008-2010 pertumbuhannya semakin melambat dari 1,92 persen menjadi 1,28 persen. Hal ini selaras dengan penduduk yang menggambarkan penduduk usia 0-4 tahun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan penduduk usia 5-9 tahun. Pengendalian pertumbuhan penduduk lewat revitalisasi program KB perlu terus menjadi perhatian pemerintah agar tidak terjadi ledakan jumlah penduduk usia muda yang dapat menambah beban tanggungan pemerintah. Dengan luas wilayah sekitar 48.718 km2, berarti pada tahun 2010, setiap km2 wilayah di NTT ditempati penduduk sebanyak 96 orang. Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Nusa Tenggara Timur Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2004-2010 (jiwa) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Kabupaten Sumba Barat Sumba Timur Kupang TTS TTU Belu Alor Lembata Flores Timor Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao Kota Kupang NTT
2004 399.580 203.525 337.406 405.993 197.714 352.176 170.965 99.458 218.257 280.841 241.826 245.169 673.401 104.899 258.104 4.188.774
2005
2006
2007
2008
2009
2010
403.834 206.261 344.008 409.696 211.616 358.076 172.211 98.646 220.104 281.345 241.929 245.864 689.584 105.715 271.405 4.260.924
409.851 217.454 362.790 412.353 209.307 394.810 177.009 102.344 225.268 275.936 237.555 250.305 690.668 110.617 279.124 4.355.121
419.308 223.116 373.663 415.660 211.350 418.004 178.964 104.440 229.918 277.627 238.040 254.639 705.295 112.253 286.299 4.448.873
427.908 228.351 383.896 417.942 213153 441.541 180.487 106.312 234.076 278.628 238.137 258.398 718.432 114.236 292.299 4.534.319
436.422 233.568 394.173 419.984 214.842 465.933 181.913 108.152 238.166 279.564 238.195 262.055 731.396 115.874 299.518 4.619.655
458.281 277.322 377.508 441.155 229.803 352.297 190.026 117.829 232.605 300.328 260.605 272.513 771.898 119.908 336.239 4.688.827
Sumber : BPS NTT(2004-2010) Tabel 4.4 menunjukan bahwa secara rata-rata kota/kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak berada di Kabupten Manggarai dan yang memiliki jumlah penduduk terendah berada pada Kabupaten Lembata, walaupun Kabupaten Manggarai memiliki jumlah penduduk terbanyak namun kabupaten ini
46
tidak mengindikasikan terjadinya kepadatan penduduk pada tahun 2010 tiap kilometer persegi wilayah kota kupang ini dihuni oleh 1.870 orang, kepadatan penduduk terjadi pada Kota kupang sebagai tempat lokasi berdirinya berbagai perkantoran tingkat provinsi. 4.1.5 Pendidikan Tamat SMP Peningkatan sumberdaya manusia meupakan bagian penting dalam pembangunan. Pada bidang pendidikan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia telah mendapatkan perhatian yang cukup besar. Salah satunya adalah penetapan kebijakan wajib belajar pendidikan dasar oleh pemerintah. Semua wajib belajar pendidikan dasar ditetapkan untuk waktu 6 tahun yang dimulai sejak tahun 1984. Kemudian sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, kebijakan wajib belajar pendidikan dasar telah ditingkatkan menjadi 9 tahun yang dimulai pada tahun 1994. Tabel 4.5 menunjukan pada tahun 2004 hingga tahun 2010, jumlah persentase penduduk berumur sepuluh tahun keatas yang lulus pendidikan SMP di NTT mengalami peningkatan dari 11,20 persen pada tahun 2004 menjadi 11,89 persen pada tahun 2010. Jumlah penduduk yang lulus SMP di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami peningkatan, dikarenakan berjalannya program pemerintah di bidang pendidikan, misalnya dengan adanya program wajib belajar Sembilan tahun, program Pemberantasan Buta Aksara, serta program Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ).
47
Tabel 4.5 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Lulus
SMP Menurut
Kabupaten/Kota di NTT 2004-2010 (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Kabupaten Sumba Barat Sumba Timur Kupang TTS TTU Belu Alor Lembata Flores Timor Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao Kota Kupang NTT
2004 7,98 9,71 11,65 10,67 9,70 11,56 14,82 12,88 10,85 10,93 12,18 9,71 12,94 9,99 19,31 11,20
2005 9,09 8,76 10,72 11,94 6,84 12,02 15,2 10,4 9,82 10,62 12,5 10,25 8,60 11,07 17,75 11,03
2006 4,55 10,09 9,22 6,58 9,28 11,3 17,44 11,82 11,06 10,62 12,99 10,39 8,75 13,74 17,37 11,01
2007 9,36 9,49 14,3 12,05 9,74 11.47 16,7 10,78 11,86 11,95 11,81 9,78 7,71 10,79 17,07 10,46
2008 12,63 12,64 14,29 15,35 12,50 15,16 16,38 12,26 14,21 11,44 14,9 10,84 10,09 13,17 18,99 13,18
2009 12,74 10,62 13,05 12,64 13,11 10,82 15,25 10,58 12,89 10,71 13,07 11,24 10,32 11,62 17,9 12,02
2010 11,18 10,13 12,13 12,14 9,32 10,89 13,41 10,35 10,56 9,71 12,3 10,99 9,85 10,33 15,98 11,89
Rata-Rata 9,06 10,20 11,91 11,62 10,07 11,88 15,60 11,29 11,60 10,85 12,82 10,45 9,54 11,51 17,76 11,75
Sumber : BPS(diolah) 2004-2010 Pada data diatas menunjukan bahwa persentase penduduk berumur sepuluh tahun keatas yang lulus pendidikan SMP tertinggi berada di Kota Kupang sebagai ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur, tingginya persentase ini dikarenakan akses fasiilitas pendidikan di kota ini lebih baik dan lebih maju dibandingkan dibeberapa kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, selain itu kesadaran penduduknya di kota kupang akan pentingnya pendidikan masih tinggi dibandingkan di Kota/Kabupaten lainnya, sehingga Kota Kupang bisa lebih baik dan maju dari segi pendidikan tamat SMP. 4.1.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Ditinjau dari aspek tenaga kerja jumlah penduduk yang besar pada dasarnya merupakan potensi sumberdaya yang sangat berharga. Potensi ini bila digunakan baik akan berdampak besar dalam pembangunan. Tingakat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka(TPT) merupakan
48
indikator yang sering digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan di bidang ketenagakerjaan. Penduduk NTT tahun 2010 mencapai 4,68 juta jiwa, dengan luas wilayah 48.718 km2 berarti setiap km2 wilayah NTT ditempati penduduk sebanyak 96 orang. Badan Pusat Statistik (BPS) NTT selama periode tahun 2004-2010, tingkat pengangguran terbuka di semua kabupaten/kota di daerah NTT mengalami penurunan. Tingkat penurunan terbesar ada di kota Kupang dengan penurunan 13,39 point. Hasil Sakernas 2010 menunjukan, jumlah angkatan kerja di NTT sebanyak 2.226.884 orang dan jumlah yang terserap bekerja sebanyak 2.061.229 orang. Dari table 4.6 terlihat bahwa pada tahun 2010 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di NTT 3,40 persen, artinya dari setiap 100 orang yang aktif di pasar kerja 97 diantaranya bekerja sementara sekitar 3 orang lainnya merupakan pencari kerja atau penganggur, akan tetapi penurunan angka pengangguran yang kecil ini tidak dengan serta menginterpretasikan sama baiknya kondisi ketenagakerjaan. Hal ini disebabkan, oleh karena tingkat pengangguran tidak didasarkan “labour force approach” yaitu sistem pembayaran upah didasarkan atas perjanjian kerja dan peraturan perburuhan yang ketat, serta tidak tersedianya dana sosial bagi penganggur, yang menyulitkan untuk membedakan yang bekerja dan penganggur. Dari Tabel 4.6 mengenai tingkat pengangguran terbuka di NTT menunjukan kecendrungan penurunan tingkat pengangguran yaitu dari 5,54 persen tahun 2004 ke 3,40 persen tahun 2010. Walaupun pada tahun 2008-2009 tingkat pengangguran seluruh kabupaten/kota NTT mengalami peningkatan mungkin dikarenakan adanya krisis global pada tahun 2008.
49
Tabel 4.6 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota NTT Tahun 2004-2010 (%) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Kabupaten Sumba Barat Sumba Timur Kupang TTS TTU Belu Alor Lembata Flores Timor Sikka Ende Ngada Manggarai Rote Ndao Kota Kupang NTT
2004 1,13 6,29 7,66 1,85 3,25 2,64 6,14 4,05 4,83 2,23 1,44 2,43 3,36 3,68 22,22 5,54
2005 4,03 6,72 10,01 6,25 5,77 5,39 6,50 6,19 4,84 5,27 4,12 4,70 3,48 3,77 14,55 6,11
2006 2,78 2,45 5,36 3,01 2,27 3,97 4,32 3,25 4,72 2,71 2,88 1,63 3,21 3,88 10,29 3,78
2007 4,99 2,97 3,72 3,24 2,83 3,13 4,28 3,10 6,30 3,41 2,88 2,37 1,75 3,67 14,14 4,24
2008 3,82 2,34 2,79 3,88 2,99 3,10 2,88 2,76 4,94 3,92 3,14 3,98 2,49 5,02 11,99 3,98
2009 5,16 4,79 3,57 2,80 4,12 3,13 4,35 3,73 4,75 3,32 3,85 3,10 2,88 5,75 14,28 4,46
2010 4,09 3,38 1,91 1,69 1,69 2,02 3,66 2,03 3,70 1,70 3,69 2,33 1,43 5,08 8,82 3,40
Rata-Rata 3,00 4,14 5,22 3,24 3,27 3,34 6,01 3,59 4,87 3,36 3,14 2,89 2,87 4,41 13,70 4,47
Sumber : BPS (diolah) NTT 2004-2010
Namun,pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka di NTT mengalami penurunan kembali dari 4,46 persen menjadi 3,40 persen. Tingkat Penganguran Terbuka tertinggi berada di Kota Kupang, karena Kota Kupang sebagai ibukota provinsi NTT, banyak penduduk yang ingin bekerja di kota ini, dengan segala macam fasilitas yang ada, namun pertambahan pekerja ini tidak diikuti oleh lahan kesempatan kerja yang ada, yang membuat pengangguran terjadi. Secara umum terjadinya pengangguran dapat disebabkan beberapa faktor antara lain : terbatasnya jumlah lapangan kerja yang tersedia, pertumbuhan penduduk yang relative cepat, iklim usaha yang kurang kondusif, dan kualitas SDM yang tidak linear dengan pendidikan yang dicapai. 4.1.7 Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas
50
sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Ketersediaan fasilitas atau sarana kesehatan yang memadai dan tenaga medis yang berkualitas merupakan faktor pendukung utama keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan Data statistik menunjukan fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas di Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan tempat rujukan berobat jalan yang paling banyak dimanfaatkan penduduk di provinsi NTT, yaitu mencapai 67,79 persen pada tahun 2010, yang artinya setiap 100 penduduk NTT yang menderita sakit, sebanyak 68 orang memilih berobat ke puskesmas dibandingkan dengan fasilitas lainnya seperti, rumah sakit, praktek dokter, petugas kesehatan,dan sebagainya. Hal ini menunjukan bahwa puskesmas paling banyak dipilih oleh masyarakat dikarenakan puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang biayanya murah dan mudah dijangkau dimana saja. Tabel 4.7 Indikator Kesehatan NTT (%)
Uraian
2007
2008
2009
2010
Rumah sakit
8,16
7,09
8,97
8,90
Praktek Dokter
8,78
8,60
10,45
9,79
Puskesmas
65,10
70,34
68,48
67,79
Petugas Kesehatan
11,01
7,68
6,57
8,39
Batra/Dukun
0,52
0,52
0,40
0,71
Lainnya
6,45
5,77
5,12
4,42
Jumlah
100
100
100
100
Sumber : BPS NTT 2011
51
4.1.8 Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup (e0) merupakan perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup secara rata-rata (BPS,2010). Kemampuan untuk bertahan hidup lebih lama diukur dengan indikatorharapan hiudp pada saat lahir (life espectancy at birth). Angka Harapan Hidup (AHH) untuk tingkat provinsi yang disajikan merupakan hasil perhitungan secara tidak langsung (indirect technique) dengan menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak lahir hidup dan rata-rata jumlah anak masih hidup menurut kelompok umur ibu 15-49 tahun, yang bersumber dari data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional ( SUSENAS ). Tabel 4.8 Angka Harapan Hidup NTT Tahun 2004-2010 No
Nama Kabuaten
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Rata-Rata
1
Sumba Barat
62,50
63,40
63,10
63,38
64,50
63,89
64,09
63,57
2
Sumba Timur
60,75
61,30
61,40
61,45
61,60
61,78
61,94
61,46
3
Kupang
64,25
64,60
63,85
64,80
65,00
65,19
65,41
64,72
4
TTS
65,95
66,30
66,35
66,45
66,60
66,75
66,90
66,47
5
TTU
66,65
66,95
66,95
67,35
67,70
68,11
68,52
67,46
6
Belu
64,25
64,40
64,65
64,80
65,30
65,65
66,00
65,00
7
Alor
64,35
65,20
65,65
65,95
66,30
66,68
66,92
65,86
8
Lembata
65,35
65,90
66,15
66,25
66,30
66,46
66,58
66,14
9
Flores Timor
66,25
66,60
66,95
67,25
67,50
67,81
68,12
67,21
10
Sikka
66,75
67,25
67,85
68,15
68,40
68,71
69,01
68,02
11
Ende
63,55
63,80
64,05
64,20
64,40
64,61
64,82
64,20
12
Ngada
65,35
65,70
66,60
66,85
66,90
67,05
67,16
66,52
13
Manggarai
65,05
65,83
66,10
66,25
66,45
66,91
67,12
66,32
14
Rote Ndao
63,60
65,90
66,45
66,85
67,20
67,64
68,06
66,52
15
Kota Kupang
70,75
71,10
71,05
71,55
71,90
72,34
67,50
70,88
16
NTT
65,06
65,61
65,81
66,10
66,40
66,63
65,54
66,02
Sumber : BPS NTT 2004-2010 Tabel 4.8 memperlihatkan perkembangan angka harapan hidup selama kurun waktu tujuh tahun terkahir. Pada tabel tersebut terlihat, selama periode 2004-2010 perkembangan angka harapan hidup menunjukan peningkatan. Peningkatan yang tertinggi terjadi pada tahun 2004-2005, angka harapan hidup di Nusa Tenggara Timur mengalami
52
peningkatan yang cukup tinggi dari angka 65,06 tahun hingga 65,61 tahun (kenaikan sebesar 0,55 tahun) Semakin lama rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani seseorang ketika dilahirkan maka menunjukan derajat kesehatan di suatu wilayah tersebut semakin membaik. . Indikator ini sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk khususnya di bidang kesehatan. Kenaikan yang cukup signifikan ini menunjukan perbaikan pembangunan di bidang kesehatan. Semakin tinggi nilai angka harapan hidup di suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi terutama yang terkait dengan fasilitas kesehatann di wilayah tersebut semakin maju.
4.1.9 Perkembangan Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks komposit dari indeks kesehatan yang diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf, serta indeks daya beli yang diukur dari tingkat kehidupan yang layak secara keselurhan. Secara umum, IPM kabupaten/kota menggambarkan kinerja pembangunan manusia pada tingkat kabupaten/kota. Kinerja pembangunan manusia dapat dinilai berhasil atau gagalnya berdasarkan pencapaian angka IPM. Selama lima tahun terakhir IPM kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur menunjukan perkembangan meningkat. Meskipun Kabupaten Sumba Tengah, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Sumba Barat dan Belu merupakan kabupaten dengan IPM terendah, tetapi dari perkembangan IPM kelima kabupaten tersebut menunjukan peningkatan.
Berdasarkan perhitungan Indeks Pembangunan
Manusia yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik angka IPM tahun 2006 dan
53
2009 adalah 64.8 dan 66.60, yang menempati urutan ke 31 dari keseluruhan propinsi yang ada di Indonesia. Tabel 4.9 Kabupaten dan Kota dengan Urutan IPM Tertinggi dan Terendah, 2006-2010 Tertinggi Kabupaten/Kota Kota Kupang Ngada Alor Terendah Kabupaten/Kota Sumba Tengah Sumba Barat Daya Sumba Timur Sumba Barat Belu
2006
2007
2008
2009
2010
74,75 67,33 66,93 2006
75,91 67,95 67,31 2007
76,58 68,56 67,82 2008
76,94 69,01 68,16 2009
77,31 69,45 68,48 2010
58,36 59,93 60,02 60,14 61,71
58,63 59,29 60,26 60,82 62,82
59,01 59,87 60,80 62,17 63,41
59,84 60,54 61,41 62,90 63,91
60,80 60,99 61,80 63,85 64,34
Sumber : BPS (diolah) 2006-2010 Tingginya peringkat IPM NTT mengindikasikan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dalam perbandingan dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena akumulasi dari berbagai permasalahan seperti rendahnya tingkat pendidikan rendahnya tingkat kesehatan, yang secara berlanjut mengakibatkan rendahnya kinerja perekonomian rakyat yang berimplikasi pada rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. 4.2 Uji Kesesuaian Model Dalam menentukan model yang akan digunakan untuk mengestimasi data, maka dilakukan Uji Chow dan Uji Hausman. Hasil kedua pengujian tersebut disajikan pada tabel berikut ini :
54
Tabel 4.10 Hasil Uji Kesesuaian Model Nama Pengujian
Probabilitas
Keterangan
Uji Chow
0,0000
Signifikan pada taraf nyata 5%
Uji Hausman
0,3118
Tidak Signifikan pada taraf nyata 5%
Sumber : Olahan Data Eviews 06 Uji Chow digunakan untuk memilih model antara pooled least square dengan fixed effect model. Dari hasil pengujian didapatkan nilai probabiltas kurang dari taraf nyata 5 persen, artinya model yang digunakan untuk mengestimasi dari hasil Uji Chow adalah model fixed effect. Sedangkan pada uji Hausman yang digunakan untuk memilih model antara model fixed effect dan random effect didapatkan nilai probabilitas 0,3118 lebih dari taraf nyata 5 persen maka terima H0, artinya model yang digunakan adalah Random. Dari hasil uji tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada model terbaik yang akan digunakan. Namun, bedasarkan kriteria ekonomi dan statistik model yang dipilih yaitu pooled least square karena model ini memiliki kesesuaian tanda sesuai teori ekonomi. 4.3 Uji Pelanggaran Asumsi Setelah dilakukan uji kesesuian model yaitu dengan memilih model pooled least square sebagai model yang digunakan dalam mengestimasi data, selanjutnya dilakukan uji pelanggaran asumsi agar memenuhi asumsi klasik regresi yaitu terbebas dari multikolinearitas, heteroskedasitas, dan autokorelasi. Untuk menguji multikolinearitas dapat melihat di tabel 4.11
55
Tabel 4.11 Uji Multikolinearitas JM
PE
SMP
PG
JP
AH
JM
1
-0,22395
-0,30056
-0,21638
0,7315
-0,34295
PE
-0,22395
1
0,326055
0,303104
-0,08772
0,179386
SMP
-0,30056
0,326055
1
0,568574
-0,15702
0,432853
PG
-0,21638
0,303104
0,568574
1
-0,07072
0,46692
JP
0,7315
-0,08771
-0,15702
-0,07072
1
-0,0441
AH
-0,34295
0,179386
0,432853
0,46692
-0,0441
1
disimpulkan
tidak
Sumber : Data Olahan Eviews 06.
Dari
output
korelasi
parsial,
dapat
terdapat
multikolinieritas karena tidak ada korelasi antar variable X yang mendekati 1 atau -1 dan korelasi antar variabel bebas memilki r 2 yang lebih kecil dari R2 (r2
56
3
2
1
0
-1
-2 10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Standardized Residuals
Gambar 4.1 Uji Heteroskedasitas. .Dalam menguji ada atau tidaknya autokorelasi, dapat dijelaskan adanya autokorelasi jika nilai d mendekati 0 maka diindikasikan adanya autokoelasi positif. Jika nilai d mendekati nilai 2 maka diindikasikan tidak adanya autokorelasi positif dan negatif. Jika nilai d mendekati 4 maka diindikasikan adanya autokorelasi positif dan negatif. Nilai d yang didapat dalam model sebesar 1,262365 nilai tersebut lebih mendekati 2 dari pada 0 ataupun 4. Sehingga dapat diasumsikan bahwa tidak ada autokorelasi
positif
maupun
negatif
dalam
model.
Selain
itu,
untuk
mengidentifikasi adanya autokolinearitas dapat diukur melalui plot data residual. Berdasarkan Gambar 4.3 diatas menunjukan bahwa ragam residual tidak membentuk pola linear kuadratik dan bergerak konstan. Artinya dapat disimpulkan bahwa model sudah tidak ada mengandung autokorelasi positif maupun negatif.
57
4.4 Evaluasi Model Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan model pooled least square, di dapat hasil variabel bebas yang signifikan terhadap variabel terikat tingkat kemiskinan di NTT pada taraf nyata sepuluh persen antara lain pertumbuhan ekonomi (PE), jumlah penduduk yang lulus SMP (SMP), jumlah penduduk( Ln JP), dan angka harapan hidup (Ln AH) sedangkan pengangguran (Ln PG) tidak signifikan pada taraf nyata sepuluh persen terhadap tingkat kemiskinan di NTT. Hasil estimasi tersebut dapat disajikan melalui tabel berikut. Dari tabel 4.12 menunjukan bahwa variabel Jumlah penduduk dan pengangguran memiliki nilai koefisien positif. Artinya jika terjadi peningkatan jumlah penduduk dan pengangguran maka tingkat kemiskinan di provinsi NTT akan meningkat. Sebaliknya, variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus SMP dan angka harapan hidup memiliki nilai koefisien negatif. Artinya, jika terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus SMP dan angka harapan hidup maka akan menurunkan tingkat kemiskinan di NTT. Tabel 4.12 Hasil Estimasi Melalui Model Pooled Least Square Variabel
Koefisien
Std. Error
t- Statistik
Probabilitas
Pertumbuhan Ekonomi (PE)
-0,038586
0,023242
-1,667457
0,0986 *
Penduduk Berumur 10 Tahun keatas
-0,020604
-2,240754
-2,240754
0,0273 *
Tingkat Pengangguran Terbuka (PG)
0,013440
0,010737
1,251788
0,2136
Jumlah Penduduk (LnJP)
0,937764
0,042091
22,27941
0,0000 *
Angka Harapan Hidup (AHH)
-0,079170
0,009513
-8,322369
0,0000 *
yang Lulus SMP (SMP)
Keterangan : signifikan pada taraf nyata 10 persen *
58
Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model dapat dilakukan dengan Uji F. Uji F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara bersamaan. Jika nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata, maka berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap peubah dependen (terikat). Dari model pooled least square, terlihat bahwa nilai probabilitas F-statistik bernilai 0,000000 yang berarti minimal ada satu variabel bebas dalam model yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi NTT. Koefisien determinasi (goodness of fit) merupakan suatu ukuran yang penting karena menggambarkan baik atau tidaknya model regresi yang diestimasi. Nilai R2 mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikatnya. Dari hasil estimasi diperoleh nilai R2 sebesar 0,869009. Artinya model mampu menjelaskan keragaman tingkat kemiskinan di NTT sebesar 86,90 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Salah satu asumsi dalam model regresi adalah distribusi probabilitas gannguan
µi
memiliki rata-rata
yang diharapkan sama dengan nol. Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dapat dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera. Berdasarkan hasil uji J-B Test dapat dilihat pada gambar 4.2 Didapatkan nilai probabilitas Jarque Bera lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu sebesar 0,065509. Hal ini berarti error term terdistribusi dengan normal
59
12
Series: Standardized Residuals Sample 2004 2010 Observations 105
10
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
8
6
4
2
0 -0.75
-0.036321 0.002955 0.910819 -0.715925 0.374159 0.050405 1.888329
Jarque-Bera 5.451141 Probability 0.065509 -0.50
-0.25
0.00
0.25
0.50
0.75
Gambar 4.2 Uji Kenormalan. 4.5 Interpretasi Model Berdasarkan hasil estimasi dudaptkan bahwa variabel yang signifikan memengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi NTT antara lain :pertumbuhan ekonomi, pendidikan tamat SMP, jumlah penduduk, dan angka harapan hidup 4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi meupakan perubahan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah yang dinilai atas dasar harga konstan. Dari hasil estimasi di dapat nilai koefisien yang bernilai negatif dan signifikan yaitu 0,038586, artinya setiap kenaikan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,038586 persen. Dari nilai probabilitas
0,0986 signifikan pada taraf nyata 10 persen. Pertumbuhan ekonomi digunakan untuk memahami dinamika perekonomian suatu wilayah dengan melihat
60
percepatan perekonomiannya. Hal ini berarti bahwa deengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi mengindikasikan adanya kenaikan permintaan akan barang dan jasa, artinya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa akan meningkat . sehingga secara tidak langsung dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi mampu mengurangkan kemiskinan yang selalu diidentikan dengan tidak mampunya masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan. Laju pertumbuhan ekonomi daerah dapat didorong melalui peningkatan investasi daerah. Untuk meningkatkan investasi daerah, pemerintah seharusnya turut andil dalam hal itu dengan melalui perbaikan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang aktivitas tersebut. Misalnya dengan perbaikan infrastruktur maupun fasilitas publik seperti jalan, jembatan,dll. Laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat merupakan prasyarat untuk mengurangi kemiskinan dan hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin merupakan syarat cukup untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan dalam menurunkan tingkat kemiskinan adalah pertumbuhan yang berkualitas yaitu menyebar merata pada seluruh lapisan masyarakat dan mampu menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. 4.5.2 Jumlah Penduduk Tamatan SMP Pendidikan tamat SMP didefinisikan sebagai persentase penduduk yang berumur 10 tahun ke atas yang lulus SMP. Variabel pendidikan tamat SMP yang mewakili faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di bidang pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di NTT. Hal ini menunjukan
61
bahwa hasil estimasi sesuai dengan teori dan signifikan yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, maka akan menurunkan tingkat kemiskinan. Dari hasil estimasi didapatkan nilai koefisien sebesar -0,020604 artinya jika terjadi peningkatan jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP sebesar 1 persen maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,020604 persen. Dari nilai probabilitas (0,0273) signifikan pada taraf nyata 10 persen. Sehingga peningkatan jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP berepengaruh nyata terhadap pengurangan penduduk miskin. Sebagian besar penduduk NTT memiliki pendidikan yang rendah dibuktikan banyaknya penduduk yang hanya menamatkan pendidikan nya di sekolah dasar, sehingga mereka memiliki produktifitas yang rendah pula. Hal ini sesuai teori mengenai lingkaran setan kemiskinan yang mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka akan berpengaruh pula terhadap tingkat pendapatan dan pruduktifitas seseorang yang semakin meningkat pula dan akhirnya akan menurunkan tingkat kemiskinan yang ada 4.5.3 Pengangguran Terbuka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terdiri dari mereka yang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, serta sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Dari hasil estimasi sesuai dengan hipotesis awal yang menunjukan bahwa TPT berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan di NTT dengan nilai koefisien sebesar 0,013440 artinya jika TPT meningkat sebesar 1 persen maka jumlah penduduk miskin juga akan meningkat. Dari hasil penelitian ternyata
62
variabel TPT tidak signifikan terhadap peningkatan kemiskinan di NTT, karena lapangan pekerjaan yang merupakan penampung terbesar tenaga kerja di NTT yaitu sektor pertanian dan sebagian besar status pekerjaan utama sebagai pekerja keluarga/tak dibayar diikuti buruh tidak tetap. Sehingga walaupun mereka bekerja mereka akan tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dasar dengan pendapatan mereka yang kecil. 4.5.4 Jumlah Penduduk Dari hasil estimasi didapatkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi NTT. Artinya apabila jumlah penduduk meningkat sebesar 1 persen maka jumlah penduduk miskin akan meningkat sebesar 0,937764 persen. Dari nilai probabilitas(0,000) signifikan pada taraf nyata 10 persen. Pengaruh positif tingkat jumlah penduduk terhadap tingkat kemiskinan di NTT menunjukan bahwa peningkatan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan perbaikan terhadap kualitas sumber daya manusia. setiap peningkatan jumlah penduduk justru akan meningkatkan pula tingkat kemiskinan. untuk itu pemerintah perlu mengadakan program yang dapat menekan jumlah penduduk, pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan perbaikan kualitas masyarakat
hanya akan menciptakan beban
ketergantungan yang tinggi dan tingkat pengangguran yang tinggi pula. Hal ini sesuai teori yang dinyatakan oleh Todaro, yaitu jumlah angkatan kerja secara otomatis menanggung beban yang lebih banyak untuk menghidupi anak-anak dibawah usia 14 tahun. Penduduk yang berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban ketergantungan artinya, mereka
63
merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban angkatan kerja yang produktif. Untuk mengatasi permasalahan peningkatan jumlah penduduk dengan adanya program Keluarga Berencana. Program ini diharapkan mampu menekan laju pertumbuhan jumlah penduduk dan diharakan pula meningkatkan kesejahteraan 4.5.5 Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup nerupakan variabel yang dapat mencerminkan kemajuan dalam program pembangunan pemerintah di bidang kesehatan. Angka harapan hidup nerupakan salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur nilai indeks IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Semakin tinggi nilai angka harapan hidup menunjukan bahwa perbaikan kualitas kesehatan masyarkat semakin baik. Dari hasil estimasi menunjukan bahwa angka harapan hidup berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di NTT sebesar 0,079170, artinya jika terjadi peningkatan anagka harapan hidup 1 persen maka jumlah penduduk miskin akan turun sebesar 0,079170 persen. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis awal dari nilai probabilitas (0,000) signifikan pada taraf nyata 10 persen. Angka harapan hidup digunakan sebagai indikator yang dapat mencerminkan kemajuan dalam program pembangunan pemerintah di bidang kesehatan. Selan itu, perbaikan kualitas kesehatan masyarakat akan mendorong peningkatan produktivitas masyarakat. Peningkatan produktivitas juga akan mendorong laju percepatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan teori mengenai lingkaran setan
64
kemiskinan yang dinyatakan oleh Myrdal. Bahwa penyebab kemiskinan salah satunya dikarenakan faktor kesehatan yaitu derajat kesehatan masyarakat yang rendah akan menurunkan tingkat produktivitas berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Syarat cukup yang harus dipenuhi adalah hasil pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dirasakan oleh berbagai lapisan masyaraat. Faktanya, tidak seluruh masyarakat dapat mengakses fasilitas kesehatan yang ada. Untuk itu perlu kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan pemberian pelayanan gratis kesehatan kepada masyarakat miskin melalui program Jamkesmas.
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab IV , maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Model panel data pengaruh pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus SMP, pengangguran terbuka, jumlah penduduk, dan angka harapan hidup terhadap tingkat kemiskinan di NTT layak digunakan karena telah memenuhi dan melewati uji asumsi klasik,
yaitu :
uji multikolinearitas, uji
heteroskedasitas, uji autokorelasi, dan uji normalitas. 2. Dari hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa, kabupaten termiskin yang dilihat dari jumlah penduduk miskin terbanyak terdapat di Kabupaten Timor Tengah Selatan, dimana kabupaten ini memiliki jumlah penduduk miskin sebesar 126.600 jiwa (28,69 persen) dari total penduduk 441.155 jiwa. Kabupaten TTS menjadi kabupaten termiskin di Provinsi NTT dikarenakan, umumnya wilayah ini memiliki curah hujan yang rendah dan tandus, selain itu sektor pertanian ( 95,3 persen ) masih memiliki peran penting, karena sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian (80 persen). Angka (Indeks Pembangunan Manusia) terendah berada di Kabupaten Sumba Tengah, karena kabupaten ini belum banyak memiliki fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi, sehingga masyarakat lebih sulit untuk mengakses fasilitas tersebut, yang akan berdampak terhadap penurunan kualitas pembangunan manusia.
66
3. Hasil uji determinasi (R2) pada model ini menunjukan bahwa besarnya nilai R2 cukup tinggi yaitu 80,34 persen. Nilai ini berarti model yang dibentuk cukup baik dimana 80,34 persen variasi variabel dependent tingkat kemiskinan dapat dijelaskan dengan baik oleh variabel-variabel independent. Sedangkan , sisanya 19,66 persen dijelaskan oleh faktor –faktor diluar model. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisis variabel-variabel lain yang mempengaruhi kemiskinan. 4. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi NTT yaitu : pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus SMP, dan angka harapan hidup berpengaruh negatif, Jumlah
penduduk
berpengaruh
positif.
Sedangkan,
variabel
tingkat
pengangguran terbuka tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di NTT. 5. Variabel Jumlah penduduk dan angka harapan hidup mepunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi, dan jumlah penduduk lulusan SMP memiliki pengaruh yang relatif kecil terhadap penurunan tingkat kemiskinan. 5.2 Saran 1. Dari hasil penelitian, didapat bahwa jumah penduduk yang lulus SMP berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Hendaknya kebijakan belajar 9 tahun lebih diefisienkan di semua Kabupaten/Kota di NTT, sehingga dampaknya akan merata disemua daerah untuk menurunkan tingkat kemiskinan yang ada. Memberikan jaminan pendidikan bagi orang miskin serta meningkatkan fasilitas-fasilitas pendidikan secara merata tidak hanya terpusat pada satu daerah saja.
67
2. Dari hasil analisis menunjukan bahwa tingkat jumlah penduduk berpengaruh positif dan memiliki elastisitas terbesar terhadap tingkat kemiskinan, untuk itu perlu kebijakan dalam mengatasi atau mengendalikan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat tersebut, salah satunya kebijakannya adalah program KB. Pelaksanaan program KB ini meliputi kegiatan penerangan dan motivasi, pelayanan medis, pendidikan dan latihan. 3. Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di NTT lebih ditingkatkan. Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, upaya yang akan dilakukan adalah pengangkatan dan penempatan tenaga kesehatan, seperti dokter dan tenaga keperawatan terutama di daerah terpencil, peningkatan proporsi puskesmas yang memiliki tenaga dokter; peningkatan proporsi rumah sakit kabupaten/kota yang memiliki tenaga dokter spesialis dasar, dan peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. 4. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas karena hanya melihat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, penduduk yang lulus SMP, jumlah penduduk, pengangguran, dan angka harapan hidup. Oleh karena itu perlu dikembangkan studi lanjutan yang lebih mendalam dengan data investasi dan infrastruktur wilayah tersebut dan metode lebih lengkap sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang ada, sehingga dapat dipergunakan untuk kebijakan penurunan tingkat kemiskinan.
68
DAFTAR PUSTAKA
Baltagi. 2005,. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition,John Wiley & Sons, Ltd, England. Badan Pusat Statistik. 2004. Kemiskinan Indonesia. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2011. Kependudukan Indonesia. BPS, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2010. Indeks Pembangunan manusia. BPS, Jakarta Badan Pusat Statistik. 2002. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2004. Jakarta : Badan Pusat Statistik. __________________. 2004. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2004/2005. Jakarta : Badan Pusat Statistik. __________________. 2005. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2006. Jakarta : Badan Pusat Statistik. __________________. 2006. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2007. Jakarta : Badan Pusat Statistik. __________________. 2007. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2008. Jakarta : Badan Pusat Statistik. __________________. 2008. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2009. Jakarta : Badan Pusat Statistik. __________________. 2009. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2010. Jakarta : Badan Pusat Statistik. __________________. 2010. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2011. Jakarta : Badan Pusat Statistik. __________________. 2011. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2011. Jakarta : Badan Pusat Statistik. __________________. 2012. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2011. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Penerbit BPFE, Yogyakarta. Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN). 2010. http://bkkbn.go.id// Chambers. 1998. Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang. LP3ES, Jakarta. Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara, Jakarta.
69
Gujarati, Damodar, 2003, Basic Econometrics, Fourth Edition. McGraw-Hill Companies, New York. Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Peramalan . IPB Press, Bogor. Kuncoro, Mudarajad. 2000. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan kebijakan UPP AMP YKPN: Yogyakarta. Myrdal,G. 2000. Economic Mutheun,London.
Theory
and
Underdeveloped
Region.
Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 Mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Sitepu, Rasidin dan Bonar M. Sinaga, 2005. Dampak Investasi Sumber Daya ManusiaTerhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan : Pendekatan Model Computable General Equilibrium.Prisma, Hal 17-31, Vol 1. Risya, U. 2011.Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Kebijkan Penanggulangannya di Povinsi Jawa Timur. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rizki, B dan Samsubar,S. 2007. Keterkaitan Akses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 12, No.3, Hal 223-233. Siregar,H dan D.Wahyuniarti.2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin.MB-IPB.Bogor. Soegijoko. 2001. Kemikinan dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia. Yayasan Soegikoko,Bandung. Suryawati,C. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional . .http://www.jmpkonline.net/Volume_8/Vol_08_No_03_2005.pdf. Diakses tanggal 11 November 2010. Tambunan, Tulus. 2000. Perekonomian Indonesia:Terori,Temuan, dan Empris. Ghalia, Jakarta. Todaro, Michael P. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.Penerjemah: Haris Munandar. Erlangga, Jakarta. Todaro, M.P. 2005. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Edisi Kesembilan. Erlangga, Jakarta. Todaro, M.P. 2006. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Edisi Keempat Jilid 1. Erlangga, Jakarta. The World Bank Group. 2000. http://www.worldbank.org/
70
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan di Dindonesia. Wongdesmiwati, 2009. Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia:AnalisisEkonometrika.http://wongdesmiwati.files.wordpress.co m/2009/10/pertumbuhan -ekonomi dan pengentasan kemiskinan-diindonesia-analisis-ekonemetri.pdf Diakses tanggal 7 Desember 2010
71
Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic
d.f.
Prob.
(14,85)
0.0000
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f.
Prob.
38.961075
uji hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
5.943098
5
0.3118
72
Pooled Least Square Dependent Variable: JM Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 05/09/12 Time: 21:45 Sample: 2004 2010 Periods included: 7 Cross-sections included: 15 Total panel (balanced) observations: 105 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
PE SMP PG JP AH C
-0.038586 -0.020604 0.013440 0.937764 -0.079170 5.005372
Std. Error
t-Statistic
0.023141 -1.667457 0.009195 -2.240754 0.010737 1.251788 0.042091 22.27941 0.009513 -8.322369 0.815760 6.135839
Prob. 0.0986 0.0273 0.2136 0.0000 0.0000 0.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.869009 0.862393 0.385311 131.3550 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
19.30747 10.91510 14.69802 0.535657
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.632414 16.67245
Mean dependent var Durbin-Watson stat
11.05044 1.262365