ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH KREDIT BANK UMUM DI INDONESIA PERIODE 1999-2012 Diah Arlinawati Eugenia Madranugraha Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Penyaluran kredit di Indonesia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suku bunga kredit, suku bunga SBI, lending capacity, GDP, Indeks Produksi, Indeks Harga Konsumen, rasio modal terhadap asset, NPL. Data yang digunakan adalah data triwulan yang berasal dari BPS, Bank Indonesia, dan CEIC. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat variabel yang memiliki pengaruh terkuat dari tingkat koefisiennya. Regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square. Dari hasil yang didapat ternyata GDP dan lending capacity memiliki koefisien yang terbesar yaitu 1,873 dan 0,7084. Kata Kunci : Kredit, Permintaan, OLS
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Kredit,
Penawaran,
PENDAHULUAN Sebagaimana negara berkembang pada umumnya, dimana pendanaan untuk investasi masih di dominasi oleh kredit dari sektor perbankan. Menurut Levine (1997), pembangunan
ekonomi
suatu
negara
perkembangan dan kontribusi perbankan.
sangat
bergantung
kepada
dinamika
Artinya bahwa ketika perbankan suatu
negara mengalami penurunan maka akan menganggu pertumbuhan ekonomi. Begitu juga sebaliknya ketika kondisi perekonomian mengalami stagnansi maka perbankan akan mengalami pelemahan. Hal ini dapat dilihat pada pasca krisis moneter tahun 1997, pertumbuhan penyaluran kredit yang mengalami perlambatan menjadi salah satu penyebab mengapa pemulihan ekonomi di Indonesia cenderung berjalan lambat. Meskipun kondisi makro pasca krisis 1997 cenderung menunjukkan kondisi yang semakin membaik seperti yang tercermin dari terkendalinya laju inflasi, stabilnya nilai tukar, dan menurunnya suku bunga, namun pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan masih belum cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kembali pada kondisi sebelum krisis.
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
Penurunan pertumbuhan kredit sejak terjadinya krisis moneter disebabkan oleh faktor likuiditas bank yang menurun drastis akibat terjadinya krisis perbankan. Setelah mengalami krisis, pertumbuhan jumlah kredit yang disalurkan ke sektor riil cenderung lambat bahkan menurun drastis pada tahun 1999. Meskipun jumlah dana pihak ketiga semakin meningkat namun penyaluran kredit perbankan ke masyarakat tetap sedikit. Sehingga menyebabkan perkembangan sektor riil menjadi lambat. Lambatnya pertumbuhan kredit inilah yang menjadi salah satu penyebab lamanya pemulihan ekonomi di Indonesia pasca krisis tahun 1997. Melambatnya pertumbuhan kredit di Indonesia salah satunya disebabkan karena masih tingginya tingkat suku bunga SBI yang mendorong perbankan untuk lebih banyak menyimpan dana pihak ketiga dalam bentuk SBI. Kondisi ini menyebabkan terjadinya penurunan penawaran kredit dari oleh perbankan. Penurunan penawaran kredit dari perbankan yang terjadi secara tajam akibat dari menurunnya kemauan perbankan dalam menyalurkan kredit pada dunia usaha atau masyarakat disebut dengan credit crunch. Selain credit crunch yang dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan kredit adalah terjadinya credit slowdown. Credit slowdown adalah situasi dimana terjadinya penurunan
permintaan
kredit
dari
sektor
riil
karena
melemahnya
kondisi
perekonomian.1 Kondisi ini membuat perbankan cenderung memilih untuk menaruh dana di Sertifikat Bank Indonesia dibandingkan dengan meminjamkannya kepada bank lain yang kekurangan likuiditas atau untuk melakukan ekspansi kredit ke masyarakat. Minimnya jumlah kredit yang bersedia disalurkan oleh perbankan dan suku bunga tinggi yang dikenakan pada dana kredit perbankan menimbulkan kekhawatiran pada para pengusaha. Dalam mengatasi permasalahan ini bank Indonesia mengambil kebijakan berupa penurunan BI rate, hal ini diharapkan dapat mendorong pihak perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit. Dan diharapkan setelah itu ada peningkatan penyaluran kredit sehingga pertumbuhan ekonomi dapat kembali meningkat. 1 Hal ini merupakan konsekuensi terjadinya kontraksi permintaan agregat dan menurunnya output setelah krisis. Selain itu, penurunan permintaan kredit juga dipicu oleh tingginya tingkat suku bunga kredit, yang berakibat semakin mahalnya biaya yang harus ditanggung oleh sektor riil untuk mendapatkan modal melalui kredit perbankan.
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
Berdasarkan hal diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua hal yang mempengaruhi penyaluran kredit yaitu credit crunch yang disebabkan karena menurunnya penawaran kredit oleh perbankan dan credit slowdown yang disebabkan karena penurunan permintaan kredit dari sektor riil. Sehingga topik utama yang akan diamati dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kredit perbankan baik dari sisi penawaran maupun dari sisi permintaan.
TINJAUAN TEORITIS Dalam penelitian ini akan digunakan dua penelitian utama yang akan dijadikan sebagai landasan dalam penyusunan model penelitian. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Gosh dan Gosh (1999), bertujuan untuk melihat adanya kemungkinan terjadinya credit crunch di tiga negara Asia selama masa krisis moneter tahun 1998. Data yang digunakan adalah data bulanan dalam periode 1992 sampai dengan 1998. Negara yang menjadi subjek penelitiannya adalah Indonesia, Thailand, dan Korea. Penelitian ini menggunakan Switching Regression untuk mendeteksi penurunan
penyaluran kredit.
Dua
persamaan
regresi
yang menghubungkan
permintaan dan penawaran kredit dengan variabel bebasnya, dipresentasikan dalam satu grafis sehingga akan terlihat kredit aktualnya. Adapun variabel yang digunakan dalam persamaan penawaran adalah suku bunga kredit, suku bunga deposito, indeks produksi, dan kapasitas kredit bank umum. Kapasitas kredit (lending capacity) adalah hasil dari pengurangan nilai total pasiva dikurangi kas perbankan, modal dan giro wajib minimum. Adapun persamaan penawaran yang digunakan adalah sebagai berikut: Cts = β0s + β1s(r1 – r 2d) + β2sIt + β3syt + €ts Sedangkan untuk persamaan yang menggambarkan kondisi permintaan variable yang digunakan adalah suku bunga, indeks produksi, harga saham, pendapatan nasional, dan inflasi. Persamaan permintaanya adalah sebagai berikut : Ctd = β0d + β1dr1 + β2dyt + β3dyt gap + β4dstp + β5dπt + €td Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa yang mempengaruhi pertumbuhan kredit ada tiga faktor yaitu pertama kemampuan bank untuk memberikan pinjaman, kondisi ini dilihat dari ketersediaan dana di bank dan kondisi keseimbangan neraca perbankan dari
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
deposito bank yang menggambarkan kapasitas perbankannya. Yang kedua adalah adanya keengganan bank untuk menyalurkan dana kreditnya jika kondisi perekonomian menggambarkan kondisi yang beresiko tinggi dalam menyalurkan kreditnya. Dan yang terakhir ketika kondisi perekonomian mengalami resesi maka permintaan masyarakat terhadap kredit akan menurun. Sedangkan credit crunch dalam penelitian ini dinyatakan sebagai sebuah kondisi dimana suku bunga kredit tidak dapat menyeimbangkan posisi permintaan dan penawaran pada kredit perbankan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa pada ketiga negara ini terjadinya peningkatan suku bunga dan melemahnya kondisi perekonomian menyebabkan penurunan permintaan kredit. Kondisi penurunan kredit yang terjadi tersebut adalah quantity rationing yaitu keadaan resesi yang terjadi akibat kegagalan suku bunga untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran kredit. Penelitian yang kedua adalah “Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis : Fakta, Penyebab dan Implikasi Kebijakan”, Juda Agung et all (2001). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masih lambatnya penyaluran kredit, terutama untuk melihat apakah menurunnya kredit berasal dari faktor penawaran akibat keengganan bank untuk menyalurkan kredit dan bank yang lebih risk averse atau memang karena rendahnya permintaan kredit akibat perekonomian yang kurang prospektif dan kondisi internal perusahaan. Secara makro, credit crunch jelas akan menghambat proses pemulihan ekonomi mengingat pembiayaan dunia usaha sangat tergantung pada kredit perbankan. Jika credit crunch terus berlangsung maka akan terjadi second round effect pada kegagalan bisnis dunia usaha, yang pada akhirnya memperburuk kualitas pinjaman perbankan dan meningkatkan resiko terjadinya krisis keuangan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis empiris baik secara makro dengan menggunakan data agregat maupun mikro dengan menggunakan data individual perbankan. Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan juga analisis data secara kualitatif dengan menggunakan metode switching regression untuk memperoleh informasi apakah kredit aktual dapat dihubungkan dengan fungsi penawaran maupun permintaan. Persaman penawaran yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan oleh
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
kapasitas kredit, suku bunga kredit, rasio modal terhadap asset, non performing loan. Adapun persamaan penawarannya adalah sebagai berikut : Lts = α0 + α1lcap + α2r1 + α3y1 + α4CA + α5NPL + εt Permintaan kredit ditentukan oleh GDP dan suku bunga kredit. Permintaan kredit tergantung pada produksi sektor riil, sehingga semakin tinggi output maka semakin besar permintaan kredit. Sementara itu, permintaan kredit memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat suku bunga yang juga mencerminkan biaya modal. Spesifikasi formal untuk permintaan kredit adalah sebagai berikut : Ltd= β0+ β1y+ β2r + εt Dari hasil analisis regresi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masih melambatnya kredit yang disalurkan oleh perbankan lebih disebabkan oleh faktor-faktor penawaran seperti yang menjadi hipotesis dari credit crunch. Hal ini terutama akibat persoalan permodalan yang dialami oleh bank setelah terjadinya krisis (capital crunch), meningkatnya non performing loan (NPL), tingginya risiko kredit di dunia usaha sebagaimana yang tercermin dari masih tingginya tingkat leverage, dan kurangnya informasi mengenai debitur yang potensial. Sedangkan dari survey yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa kriteria persetujuan kredit oleh perbankan lebih tergantung pada informasi mengenai calon debitur daripada jenis proyek yang diajukan untuk diberi kredit. Suku bunga tidak dijadikan faktor utama oleh bank dalam melakukan persetujuan kredit. Dalam kondisi yang demikian, meskipun debitur bersedia membayar suku bunga dan agunan yang lebih tinggi, bank tidak bersedia memberikan persetujuan kredit. Hal ini mencerminkan adanya non-price credit rationing dalam dunia perbankan. Oleh sebab itu, kurangnya informasi baik mengenai debitur maupun sektor yang feasible menjadi salah satu faktor yang menjelaskan mengapa penyaluran kredit bank masih relatif lambat. Berdasarkan dua penelitian diatas maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan dari kedua model, dimana model yang digunakan adalah sebagai berikut : Lt
= α0 +α1 r +α2 SBI+ α3 GDP+α4 IHK+ α5 IP + α6 NPL + α7 CA+α8Lcap +εt
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
Dimana variabel yang digunakan dalam penelitian adalah suku bunga kredit, suku bunga SBI, Gross Domestic Bruto, indeks harga konsumen, indeks produksi, non performing loan, capital asset, dan lending capacity. Suku bunga kredit merupakan suku bunga yang ditetapkan oleh bank kepada debitur sebagai suku bunga pinjaman bagi debitur dan intensif bagi bank atas penyaluran kredit. Pengaruh suku bunga kredit terhadap penyaluran kredit kepada masyarakat dan dunia usaha memiliki hubungan yang positif. Hal ini menggambarkan ketika bahwa ketika terjadi peningkatan terhadap suku bunga kredit maka jumlah penawaran kredit akan meningkat. Sedangkan dari sisi permintaan kredit berhubungan negatif, dimana ketika terjadi kenaikan suku bunga kredit maka jumlah kredit yang diminta akan mengalami penurunan. Suku bunga SBI adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka pendek dengan sistem diskonto. Selain itu, SBI merupakan salah satu instrumen yang memungkinkan Bank Indonesia terlibat langsung di pasar uang, dalam rangka mengendalikan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk mengurangi kelebihan uang beredar di masyarakat. Suku bunga SBI memiliki hubungan yang negatif terhadap penyaluran kredit. Hal ini menyatakan bahwa ketika kebijakan moneter ketat dilakukan oleh Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga SBI maka akan menyebabkan semakin meningkatnya dana perbankan yang ditanamkan pada instrumen SBI sehingga jumlah kredit yang ditawarkan semakin berkurang. GDP adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian baik yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun penduduk asing yang bermukim di negara yang bersangkutan. Gross Domestic Product merupakan ukuran terbaik kinerja perekonomian karena tujuan dari GDP adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu dan untuk mengukur sebaik apa kinerja keseluruhan perekonomian (Mankiw, 1999). GDP mengukur pendapatan dan pengeluaran perekonomian pada output dengan alasan bahwa jumlah keduanya adalah sama dan fakta yang mendasar: karena setiap transaksi memiliki penjual dan pembeli, setiap uang yang dikeluarkan seorang pembeli menjadi pendapatan seorang penjual lain. GDP dapat dikatakan sebagai pendapatan nasional
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
sebuah negara. Pendapatan nasional dapat meningkat ketika siklus ekonomi dan bisnis mengalami peningkatan. Penyaluran kredit pada masyarakat dapat mendorong siklus ekonomi dan bisnis. Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) merupakan suatu ukuran atas keseluruhan biaya pembelian barang dan jasa oleh rata-rata konsumen. Perhitungan indeks harga konsumen menggunakan data harga ribuan barang dan jasa. Indeks harga konsumen sudah sangat sering digunakan dalam perhitungan laju inflasi. Hubungan IHK dan penyaluran kredit adalah negatif karena IHK menggambarkan kenaikan harga secara nasional, dimana ketika kondisi ini menyebabkan kenaikan biaya yang dibutuhkan dalam produksi maupun biaya yang dibutuhkan dalam mengajukan kredit. Sehingga penyaluran kredit akan menurun. Indeks produksi adalah salah satu indikator utama yang mencerminkan status ekonomi nasional. Indeks ini menunjukkan volume produksi industri, mengukur output industri. Ini berdampak pada semua indikator pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu ketika indeks
mengalami
kenaikan
berarti
pertumbuhan
ekonomi
juga
naik.
Pertumbuhan produksi dalam industri memiliki efek positif pada pasar keuangan, yaitu menyebabkan harga saham yang lebih tinggi dan optimis dari sisi investor. Indeks produksi memiliki hubungan yang positif terhadap kredit yang disalurkan. NPL merupakan rasio perbandingan antara kredit yang kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Salah satu resiko yang dihadapi suatu bank ialah resiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan atau yang disebut dengan resiko kredit. Resiko kredit umumnya timbul dari berbagai kredit masuk yang tergolong kredit bermasalah. Keberadaan NPL dalam jumlah yang banyak memberikan kesulitan sekaligus menurunkan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan. Makin tinggi risiko yang diterima bank dalam menyalurkan dana yang dihimpunnya dalam bentuk kredit, makin tinggi keengganan bank untuk menyalurkan kredit. Lending capacity atau kapasitas kredit, merupakan kemampuan suatu bank dalam menyalurkan kredit. Lending yang diperoleh dari pengurangan dari total passiva, cash in vault, modal dan GWM. Kapasitas kredit memiliki korelasi yang positif terhadap penyaluran kredit bank umum. Dimana ketika kapasitas kredit meningkat menunjukkan kemampuan bank untuk menyalurkan kredit juga meningkat.
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
CA atau sering disebut rasio permodalan merupakan modal dasar yang harus dipenuhi oleh bank. Faktor utama yang cukup mempengaruhi jumlah modal bank adalah jumlah modal minimum yang ditentukan oleh penguasa moneter yang biasanya merupakan wewenang bank sentral. Lembaga ini memiliki tanggung jawab dan menyamakan sistem perbankan secara keseluruhan dengan menerapkan ketentuanketentuan antara lain ketentuan permodalan, likuiditas wajib dan ketentuan lain yang bersifat prudensial (Siamat,2003). Jumlah modal yang memadai memegang peranan penting dalam memberikan rasa aman kepada calon atau para penitip uang. Rasio modal terhadap aset ini memiliki hubungan yang positif teerhadap pkredit perbankan. Bila tingkat kecukupan modal bank baik, maka masyarakat akan tertarik untuk mengambil kredit, dan pihak bank akan cukup mempunyai dana cadangan bila sewaktu-waktu terjadi kredit macet. Bank yang memiliki CA yang tinggi maka kapasitas kredit yang dimiliki besar, sehingga apabila CA meningkat maka akan meningkatkan penyaluran kredit. Data yang digunakan adalah data kuartalan dimana metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square. Metode ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dependen yang digunakan yaitu total kredit dengan masing-masing variabel independen yang digunakan. Selain itu, akan dilihat pula tingkat signifikansi dari koefisien masing-masing variabel, manakah variabel yang memiliki koefisien terbesar.
HASIL DAN ANALISIS Dari hasil regresi ditemukan bahwa dalam data yang digunakan ada multikolinearitas. Pengujian multikolinearitas menggunakan syntax tolerance and variance factor (VIF) dalam stata. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan ternyata dalam variabel yang digunakan terdapat multikolinearitas yaitu pada variabel GDP, suku bunga kredit dan lending capacity. Langkah yang dilakukan adalah dengan menggubah salah satu variabel menjadi first difference, karena variabel GDP dan lending capacity sudah diubah dalam bentuk logaritma natural maka yang diubah menjadi first difference adalah variabel suku bunga kredit. Dengan menggubah menjadi bentuk first difference pada variabel suku bunga maka masalah multikolinearitas dapat dihilangkan.
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
Sedangkan
pengujian
heteroskedasitas
dilakukan
dengan
menggunakan
Breusch Pagan/’ Cook Weisb Berg. Berdasarkan hasil uji tersebut dimana nilai Prob> chi2 = 0.330, yaitu lebih besar dari alfa (0.05) maka dapat disimpulkan bahwa estimasi kita terbebas dari masalah heteroskedasitas. Dimana hal ini berarti error yang ada dalam data tidak berpola. Pengujian autokolerasi menggunakan test Durbin Watson. Berdasarkan hasil dari Durbin Watson statistic, dalam hasil estimasi terdapat autokolerasi karena nilai DW sebesar 0.8575038 tidak berada pada kisaran 1,54
regresi
dengan
metode
Ordinary
Least
Square
dengan
menggunakan robust, didapatkan hasil sebagai berikut ; Tabel 1. Hasil Regresi Persamaan Kredit
Sumber : Olahan pribadi. Level signifikansi ** α = 0,05 *** α= 0,1 Dengan tingkat kepercayaan 95%, maka 99,57% variasi dari jumlah kredit yang disalurkan oleh Bank Umum dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen yaitu lngdp, lnlcap, sbi, r, ca, npl, ihk, dan ip . Dengan kata lain, 99,57% variasi dari variabel independen dapat menjelaskan variasi dari variabel dependen. Nilai prob > F yang bernilai 0,0000 menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Hal ini karena nilai prob > F yang lebih kecil dari
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
nilai α (0,0500). Sehingga lngdp, lnlcap, sbi, r, ca, npl, ihk, dan ip secara bersama-sama mempengaruhi variabel jumlah kredit (Lt) yang disalurkan oleh Bank Umum. Lngdp memiliki koefisien sebesar 1,8731. Koefisien Lngdp yang positif menunjukkan hubungan yang searah antara Lngdp dengan jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum. Hal ini menunjukkan bahwa ketika Lngdp meningkat sebesar 1%, maka kredit yang disalurkan oleh bank umum akan mengalami peningkatan sebesar 1,8731 %. Nilai P-value hasil estimasi Lngdp adalah 0,0000. Karena nilai P-value lebih kecil dari nilai α (5% = 0,0500), maka variabel Lngdp secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah kredit yang disalurkan bank umum. Berdasarkan hasil regresi ditunjukkan bahwa GDP berhubungan positif dan signifikan terhadap
jumlah
kredit.
Peningkatan
GDP
menggambarkan
bahwa
kondisi
perekonomian mengalami pertumbuhan positi. Ketika perekonomian mengalami pertumbuhan positif maka kesempatan investasi yang menguntungkan akan meningkat. Sehingga
sektor
riil
akan
berminat
untuk
meningkatkan
outputnya
maupun
mengembangkan usahanya. Dengan demikian, investasi dalam bentuk persediaan maupun kspansi usaha akan meningkat. Oleh karena itu, kebutuhan akan dana untuk modal kerja maupun untuk ekspansi usaha akan meningkat. Sehingga permintaan kredit untuk investasi dan modal kerja akan meningkat. Lnlcap (Lending Capacity) memiliki koefisien sebesar 0,7084. Koefisien Lnlcap yang positif menunjukkan hubungan yang searah antara Lnlcap dengan jumlah kredit yang disalurkan bank umum. Hal ini menunjukkan bahwa ketika Lnlcap meningkat sebesar 1%, maka jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum akan mengalami peningkatan sebesar 0,7084 %. Nilai P-value hasil estimasi LnLcap adalah 0,0000. Karena nilai P-value lebih kecil dari nilai α (5% = 0,0500), maka variabel Lnlcap secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah kredit yang disalurkan bank umum. Berdasarkan hasil regresi ditunjukkan bahwa lending capacity berhubungan positif dan signifikan terhadap jumlah kredit. Nilai positif ini menunjukkan bahwa lending capacity akan meningkatkan meningkatkan kredit. Lending capacity mencerminkan kemampuan bank yang sebenarnya dalam menyalurkan kredit ke masyarakat. Peningkatan lending capacity berarti bank semakin besar kemampuan bank dalam melakukan penyaluran kredit perbankan. Sebaliknya, penurunan kredit akan menurunkan kemampuan bank
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
dalam menyalurkan kredit sehingga semakin rendah pula jumlah kredit yang ditawarkan perbankan. R adalah tingkat suku bunga kredit. R memiliki koefisien sebesar 0,0044. Koefisien r yang positif menunjukkan hubungan yang searah antara r dengan jumlah kredit yang disalurkan bank umum. Hal ini menunjukkan bahwa ketika suku bunga kredit meningkat sebesar 1%, maka jumlah kredit yang disalurkan oleh Bank Umum mengalami peningkatan sebesar 0,0044%. Nilai P-value hasil estimasi r adalah 0.026. Karena nilai P-value lebih besar dari nilai α (5% = 0,0500), maka variabel r secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah kredit yang disalurkan bank umum. Suku bunga memiliki hubungan positif terhadap penawaran kredit. Bagi bank semakin tinggi suku bunga kredit berarti semakin tinggi keuntungan yang akan didapatkan dengan menyalurkan kredit, sehingga penawaran kredit bertambah. Hal ini dikarenakan dengan suku bunga tabungan yang tetap dan biaya kredit yang meningkat, maka secara otomatis keuntungan yang akan diperoleh akan mengalami peningkatan. Sehingga besarnya suku bunga masih menjadi pertimbangan bagi sektor riil untuk mengajukan penawaran kredit. SBI adalah tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. SBI memiliki koefisien sebesar -0,0045. Koefisien SBI yang negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan antara suku bunga kredit SBI dengan jumlah kredit yang disalurkan bank umum. Hal ini menunjukkan bahwa ketika suku bunga kredit meningkat sebesar 1%, maka jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum mengalami penurunan sebesar 0,0045%. Nilai P-value hasil estimasi SBI adalah 0,065. Karena nilai P-value lebih kecil dari nilai α (10% = 0,1000), maka variabel SBI secara signifikan berpengaruh negatif terhadap jumlah kredit yang disalurkan bank umum. SBI sebenarnya memiliki fungsi sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Namun, pada sisi perbankan SBI digunakan sebagai instrumen investasi yang dapat menjadi subtitusi kredit. Sehingga portofolio perbankan bukan hanya pada kredit tetapi juga pada surat berharga seperti SBI. Hal ini dikarenakan SBI menarik bagi perbankan karena dinilai memiliki resiko yang lebih kecil dibandingkan kredit. Semakin tinggi suku bunga SBI maka akan semakin menarik bagi perbankan untuk menyimpan dananya pada SBI. Kondisi ini berarti ketika bank semakin
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
banyak menanamkan dananya di SBI maka dana yang ditawarkan perbankan untuk kredit semakin menurun. CA adalah rasio kecukupan modal dengan total asset bank umum. CA memiliki koefisien sebesar 0.0091. Koefisien CA yang positif menunjukkan hubungan yang searah antara CA dengan jumlah kredit
yang disalurkan bank umum. Hal ini
menunjukkan bahwa ketika suku bunga kredit meningkat sebesar 1%, maka jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum mengalami peningkatan sebesar 0.0091%. Nilai P-value hasil estimasi CA adalah 0,002. Karena nilai P-value lebih kecil dari nilai α (5% = 0,0500), maka variabel CA secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah kredit yang disalurkan bank umum. Rasio modal terhadap aset memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap penawaran kredit. Hal ini menunjukkan bahwa setiap terjadi kenaikan pada rasio modal terhadap modal maka akan terjadi peningkatan pada penawaran kredit. Semakin meningkatnya CA maka kemampuan bank untuk menawarkan kredit juga akan meningkat. NPL adalah rasio jumlah kredit yang bermasalah terhadap total kredit yang disalurkan oleh bank umum. NPL memiliki koefisien sebesar -0,0003. Koefisien NPL yang negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan antara NPL dengan jumlah kredit yang disalurkan bank umum. Hal ini menunjukkan bahwa ketika suku bunga kredit meningkat sebesar 1%, maka jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum mengalami penurunan sebesar
0,0003%. Nilai P-value hasil estimasi
NPL adalah
0.075. Karena nilai P-value lebih kecil dari nilai α (10% = 0,1000), maka variabel NPL secara signifikan berpengaruh negatif terhadap jumlah kredit yang disalurkan bank umum. Dari hasil regresi hubungan NPL dengan jumlah kredit adalah negatif dan signifikan. Dengan demikian NPL yang tinggi akan mencerminkan resiko yang tinggi juga bagi perbankan dalam menyalurkan kredit. sehingga bank harus menyediakan dana cadangan yang lebih besar, kondisi ini tentu saja akan mengurangi penawaran kredit yang disalurkan perbankan melalui kredit. sehingga kondisi ini menyebabkan penawaran kredit akan menurun. IHK adalah indeks harga konsumen yang menggambarkan rasio kenaikan harga secara umum. IHK memiliki koefisien sebesar -0,001. Koefisien NPL yang negatif
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
menunjukkan hubungan yang berlawanan antara IHK dengan jumlah kredit
yang
disalurkan Bank Umum. Hal ini menunjukkan bahwa ketika IHK meningkat sebesar 1%, maka jumlah kredit yang disalurkan oleh bank umum mengalami penurunan sebesar 0,001%. Nilai P-value hasil estimasi IHK adalah 0.001. Karena nilai P-value lebih kecil dari nilai α (5% = 0,0500), maka variabel IHK secara signifikan berpengaruh negatif terhadap jumlah kredit yang disalurkan bank umum. Berdasarkan hasil regresi didapatkan hasil bahwa hubungan antara Indeks produksi dengan jumlah kredit berhubungan
positif.
Indeks
produksi
merupakan
proxy
dari
output
yang
menggambarkan perekonomian. Jika indeks produksi mengalami peningkatan, hal ini berarti terjadi pertumbuhan positif pada perekonomian. Saat perekonomian mengalami pertumbuhan maka kesempatan investasi yang menguntungkan akan meningkat. Investasi dalam bentuk persediaan maupun ekspansi usaha akan meningkat. Karena itu, kebutuhan akan dana untuk ekspansi usaha akan meningkat. Indeks Produksi adalah indeks produksi yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi secara agregat. IP memiliki koefisien sebesar 0,0015. Koefisien IP yang positif menunjukkan hubungan yang searah antara IP dengan permintaan kredit
yang
disalurkan Bank Umum. Hal ini menunjukkan bahwa ketika IP meningkat sebesar 1%, maka jumlah akan kredit yang disalurkan oleh Bank Umum mengalami peningkatan sebesar 0,0015 %. Nilai P-value hasil estimasi IP adalah 0.011. Karena nilai P-value lebih besar dari nilai α (5% = 0,0500) , maka variabel IP secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah kredit yang disalurkan Bank Umum. IHK memiliki hubungan negatif dengan permintaan kredit. Pertumbuhan IHK diinterpretasikan sebagai inflasi. Dimana adanya peningkatan harga di masyarakat akan berpengaruh buruk terhadap sektor riil dan masyarakat. Bagi masyarakat inflasi akan menurunkan daya belinya. Kemudian akan berdampak pada penurunan permintaan agregat. Sedangkan bagi sektor riil, peningkatan IHK akan meningkatkan biaya produksi yang artinya akan menyebabkan keuntungan berkurang. Oleh karena itu, menurunnya daya beli masyarakat akan meningkatkan daya beli dan meningkatnya biaya produksi mengakibatkan prospek usaha pada masa itu menjadi kurang bagus. Sehingga sektor riil tidak berniat untuk meningkatkan outputnya ataupun melakukan ekspansi usaha.
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
SIMPULAN Diantara 8 variabel yang digunakan dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi permintaan kredit adalah GDP, suku bunga kredit, indeks produksi, dan indeks harga konsumen. Sedangkan yang mempengaruhi penawaran kredit adalah lending capacity, suku bunga SBI, rasio modal terhadap asset (CA), dan Non Performing loan (NPL). Sebenarnya masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah kredit yang disalurkan seperti komposisi demografi, kondisi iklim usaha, maupun kondisi struktur industri perbankan. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa dari sisi permintaan, berdasarkan nilai koefisiennya variabel GDP merupakan variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap jumlah kredit. dimana selama periode 1999 hingga tahun 2012, pertumbuhan kredit berjalan seiringan dengan pertumbuhan ekonomi. Variabel yang kedua dari permintaan adalah suku bunga, suku bunga menjadi salah satu pertimbangan bagi masyarakat dan pengusaha ketika ingin melakukan penarikan kredit, karena suku bunga terkait dengan besarnya biaya yang harus ditanggung ketika memutuskan untuk mengambil kredit. indeks produksi adalah variabel ketiga yang mempengaruhi permintaan
kredit,
keterkaitannya
adalah
ketika
indeks
produksi
mengalami
peningkatan dengan kata lain maka pertumbuhan ekonomi mengalami pningkatan. Untuk mendorong pertumbuhan kredit maka dunia usaha memerlukan tambahan modal untuk investasi sehingga permintaan kredit akan bertambah. Variabel dengan tingkat koefisien terbesar yang mempengaruhi penawaran kredit adalah lending capacity. Hal ini menjadi sangat logis karena lending capacity menggambarkan kapasitas perbankan secara langsung dalam mnyalurkan kredit. Dimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa faktor utama yang mempengaruhi penawaran kredit perbankan adalah keinginan perbankan dalam menyalurkan kreditnya. Dengan kapasitas yang besar untuk kredit maka tidak ada alasan bagi perbankan untuk menahan dana yang mereka miliki. Variabel yang menduduki peringkat kedua sebagai faktor yang mempengaruhi kredit pada penawaran adalah rasio modal terhadap asset. Rasio kecukupan modal terhadap asset diperbankan mnunjukkan kondisi likuiditas perbankan, sehingga semakin tinggi rasio modal terhadap
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
asset maka kemampuan likuiditasnya semakin baik. Variabel ketiga adalah suku bunga SBI, SBI merupakan alternative bagi perbankan untuk menyimpan asetnya, sehingga ketika suku bunga SBI naik maka keinginan perbankan untuk menyalurkan kredit akan turun karena bank akan cenderung memilih menyimpan dananya dalam bentuk SBI yang dinilai lebih rendah resikonya. Variabel terakhir yang mempengaruhi kredit dari sisi penawaran adalah NPL. Kredit yang tidak lancar menggambarkan tingkat resiko kredit perbankan, semakin tinggi resikonya maka kredit yang disalurkan akan semakin rendah. Alasan mengapa faktor resiko berada pada posisi terakhir sebagai variabel yang mempengaruhi penawaran kredit karena adanya peran aktif pemerintah dalam memberikan bantuan likuiditas ketika perbankan dalam kondisi terpuruk. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai Gross Domestic Bruto dan Lending capacity merupakan variabel yang paling mempengaruhi jumlah kredit Bank Umum. Tentu saja dalam penelitian ini ada beberapa kelemahan yaitu penggunaan variabel yang terbatas, sehingga tidak menggambarkan kondisi perbankan secara keseluruhan dan sektor perbankan yang dianalisis hanya bank umum saja, sehingga kondisi pada perbankan lainnya tidak dapat dijelaskan.
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA Agung, J., B. Kusmiarso, B. Pramono, E.G. Hutapea, A. Prasmuko, N.J.Prastowo. 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis:Fakta, Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia. Badan Pusat Statistik. 1999-2007. Buletin Statistik Bulanan : Indikator Ekonomi. Badan Pusat Statistik, Jakarta.2002. Statistik Impor. Badan Pusat Statistik, Jakarta.1998. Buletin Statistik Bulan Desember 1998: Indikator Ekonomi. Badan Pusat Statistik, Jakarta.Bank Indonesia. 1999-2007. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI). BankIndonesia, Jakarta. Ghosh, A dan Swati G. 1999. East Asia in The Aftermath:Was there a crunch?.IMF Working Paper Series 1999/38.. Levine, R. 1996. Financial Development and Economic Growth : Views and Agenda. Policy Research Working Paper. World Bank. Mankiw, N. G. (2002). Money and Inflation. Worth Publoshers Miskhin, F. S. 1997. The Economics of Money, banking and Financial Markets Fifth edition. Addison Wesley Longman Inc, New York.
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013
Analisis faktor-faktor ..., Diah Arlinawati, FE UI, 2013