Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FENOMENA UNDERPRICING SAHAM PADA SAAT IPO DI BURSA EFEK INDONESIA PADA PERIODE 2008-2013 Rini Tri Hastuti Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara Email:
[email protected] Abstract: The purpose of this research is to analyze factors that affect under pricing. These factors are the size of corporate, age of corporate, auditor reputaion, interest rate, debt to equity ratio and perentage share offering. This research uses secondary data which is taken from Indonesia Stock Exchange with period six years from 2008 until 2013. Data analysis using the classical assumption test, multiple linear regression analysis, and test t with the size of corporate, age of corporate, auditor reputation, interest rate, debt to equity ratio and percentage share offering as independent variable and under pricing dependent variable share. Keywords: Initial return, size of corporate, age of corporate, auditor reputation, interest rate, debt equity ratio and shar offering percentage. Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi underpricing. Faktor – faktor tersebut adalah ukuran perusahaan, umur perusahaan, reputasi auditor, suku bunga, debt to equity ratio, dan persentase penawaran saham.Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan sumber yang berasal dari Bursa Efek Indonesia dengan periode penelitian selama enam tahun yaitu 2008 sampai 2013.Data analisis menggunakan uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda, dan uji t dengan ukuran perusahaan, umur perusahaan, reputasi auditor, suku bunga, debt to equity ratio, dan persentase penawaran saham sebagai variabel independen, dan variabel dependen underpricing saham. Keywords: Initial return, ukuran perusahaan, umur perusahaan, reputasi auditor, suku bunga, debt to equity ratio, dan persentase penawaran saham PENDAHULUAN Perusahaan yang belum menjadi perusahaan publik dapat meningkatkan kebutuhan dana dengan berbagai macam cara yaitu dengan menjual langsung kepada pemegang saham yang sudah ada sebelumnya, menjual kepada karyawan melalui Employee Stock Ownership Plan (ESOP), menambah saham dengan dividen yang tidak dibagi (dividend reinvestment plan), menjual langsung kepada pembeli tunggal, dan menjual kepada publik lewat pasar saham (Jogiyanto, 2008). Namun, pada umumnya perusahaan lebih memilih untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu untuk mencapai keuntungan maksimal, dengan cara memperluas usaha (ekspansi) melalui pasar modal. Dalam melakukan ekspansi, dana yang dibutuhkan tidak sedikit. Oleh karena itu perusahaan menawarkan sahamnya ke publik atau disebut dengan go public.Transaksi penawaran umum penjualan saham pertama kalinya terjadi di Pasar Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
1
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
Perdana ( Primary Market ). IPO (Initial Public Offering) adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka penawaran umum saham perdana, selanjutnya saham dapat diperjualbelikan di Bursa Efek, yang disebut pasar sekunder (Secondary Market). Di dalam kegiatan penawaran umum perdana (IPO) terdapat suatu fenomena menarik yang disebut dengan underpricing. Underpricing adalahdimana harga saham yang ditawarkan pada pasar perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga saham ketika diperdagangkan di pasar sekunder. Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa underpricing terjadi hampir pada setiap pasar efek di seluruh dunia, Amerika Serikat (Bavers et al, 1988), Korea (Kim et al, 1993), Taiwan (Liaw,Lie, Wei, 2000), serta di Jepang (Kutsuna dan Smith , 2000) dalam Yolana dan Martani (2005:538-540). Hal ini juga terjadi pada pasar efek di Indonesia.Penelitian dari Suad Husnan (1996) dalam Ghozali dan Mansur (2002:75) menunjukkan bahwa penawaran saham perdana pada perusahaan-perusahaan privat maupun BUMN di Indonesia umumnya mengalami underpricing. Fenomena Underpricing ini merupakan gejala umum pada hampir setiappasar modal, namun di setiap pasar modal faktor yang menentukannya berbeda – beda. Menurut Nainggolan (2002) dalam Amelia J dan Yulia (2007:104), hal ini tergantung karakteristik dan kondisi ekonomi tempat pasar modal tersebut berada. Harga saham yang akan dijual di pasar (offering price) ditentukan terlebih dahulu oleh emiten (perusahaan yang akan go public) dengan penjamin emisi (underwriter). Dalam menentukan offering price, emiten dan underwriter sering kali menghadapi kesulitan untuk menentukan harga wajar. Dalam tipe penjaminan full commitment, underwriter cenderung menetapkan offering price lebih rendah dari yang diharapkan oleh emiten.Tujuan underwriter menetapkan offering price lebih rendah agar underwriter dapat menekan risiko yang ditanggungnya apabila saham yang ditawarkan pada saat penawaran umum tidak habis terjual. Setelah penawaran umum, selanjutnya harga saham di pasar sekunder akan ditentukan oleh mekanisme pasar (kekuatan tarik-menarik permintaan dan penawaran pasar) yang terjadi di bursa efek. Perbedaan harga saham yang sama antara pasar perdana (pada saat IPO) dan pasar sekunder diakibatkan oleh perbedaan dua mekanisme pasar yang terjadi. Apabila penentuan harga saham pada saat IPO lebih rendah dibanding dengan harga yang terjadi di pasar sekunder, maka fenomena ini disebut dengan underpricing sedangkan apabila harga IPO lebih tinggi dibanding dengan harga yang terjadi dipasar sekunder, maka fenomena ini disebut overpricing. Bagi perusahaan yang melakukan go public, kondisi underpricing tidak menguntungkan karena dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum namun disisi lain kondisi ini menguntungkan bagi investor karena IPO memberikan abnormal return yang positif. Sebaliknya bila terjadi overpricing, maka investor akan merugi karena tidak menerima return awal. Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada para investor menurut Beatty (1989) dalam Triani dan Nikmah (2006:2). Berbagai macam teori telah dikemukakan dan diteliti oleh para ahli untuk menjelaskan penyebab terjadinya fenomena underpricing. Guinness (1992) dalam Triani dan Nikmah (2006:2) menjelaskan terjadinya underpricing karena adanya information asymmetry antara perusahaan emiten dengan penjamin emisi dan antara investor yang Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
2
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
memiliki informasi tentang prospek perusahaan emiten dengan investor yang tidak memiliki informasi prospek perusahaan emiten. Informasi yang disajikan dalam prospektus memberikan gambaran perusahaan emiten yang berguna bagi investor untuk membuat keputusan. Penelitian yang dilakukan oleh Retnowati (2013) menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing.Penelitian yang sejalan juga dilakukan oleh Handayani dan Shaferi (2011), dan Kristiantari (2013).Namun ada juga yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh signfikan terhadap underpricing, penelitian tersebut dilakukan oleh Putra dan Budhiarti (2011). Umur perusahaan, menurut Wahyusari (2013), “Lama perusahaan berdiri biasanya mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya.” Hasil penelitian Wahyusari (2013) menyatakan bahwa umur perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing. Namun, Retnowati (2013), Handayani dan Shaferi (2011), Putra dan Budiarti (2011), dan Kristiantari (2013) tidak setuju bahwa umur perusahaan berpengaruh signifikan terhadap undepricing. Menurut Suyatmin dan Sujadi (2006) dalam Astuti dan Syahyunan (2013), semakin baik kemampuan auditor untuk melakukan pengauditan terhadap klien, maka underpricing semakin rendah.Sesuai dengan pernyataannya Astuti dan Syahyunan (2013) berhasil membuktikan bahwa reputasi auditor berpengaruh terhadap underpricing.Namun, disanggah oleh Isfaatun dan Hatta (2010), dan Kristiantari (2013). Debt to equity ratio merupakan kemampuan membayar hutang dengan ekuitas yang dimilik perusahaan (Wahyusari, 2013).Penelitian yang dilakukan oleh Isfaatun dan Hatta (2010), dan Wahyusari (2013) menyatakan bahwa DER memiliki pengaruh yang signifikan terhadap undepricing.Sedangkan Mukhlis (2011), dan Retnowati (2013) tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isfaatun dan Hatta (2010). KAJIAN TEORI Initial Public Offering (IPO). Penawaran umum perdana atau IPO (Initial Public Offering) adalah kegiatan penjualan sekuritas kepada masyarakat baik perorangan maupun lembaga di pasar perdana.Penawaran perdana ini dilakukan setelah mendapatkan ijin dari BAPEPAM dan sebelumnya sekuritas tersebut diperdagangkan di pasar sekunder (bursa efek). Sebelum menawarkan saham di pasar perdana, perusahaan akan menerbitkan prospektus. Prospektusadalah dokumen yang berisikan informasi tentang perusahaan penerbit sekuritas dan informasi lainnya yang berkaitan dengan sekuritas yang ditawarkan.Prospektus ini berfungsi untuk memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada para calon investor, sehingga dengan adanya informasi maka investor bisa mengetahui prospek perusahaan di masa mendatang, dan selanjutnya tertarik untuk membeli sekuritas yang diterbitkan emiten (Tandelilin, 2001: 14). Penjualan sekuritas di pasar perdana dilakukan oleh penjamin emisi (underwriter) yang ditunjuk oleh perusahaan dengan bantuan agen penjualan.Dalam penentuan offering price, underwriter dan emiten sering menghadapi kesulitan untuk memperkirakan harga yang wajar.Underwriter cenderung untuk menetapkan offering price yang rendah dari harga yangdiharapkan oleh perusahaan akan melakukan go public, dengan tujuan
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
3
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
untukmenekan risiko tanggung jawab bila sekuritas yang ditawarkan pada saatpenawaran perdana tidak laku atau tidak habis terjual. Untuk go public, perusahaan perlu melakukan persiapan internal dan penyiapan dokumentasi sesuai dengan persyaratan untuk go public atau penawaran umum, serta memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan BAPEPAM-LK Underpricing. Ketika perusahaan pertama kali melakukan penawaran sahamnya ke pasar modal, masalah yang dihadapi adalah penentuan harga di pasar perdana tersebut. Di satu pihak pemegang saham lama tidak ingin menawarkan saham baru dengan harga yang terlalu murah kepada investor baru, tetapi disisi lain investor menginginkan untuk memperoleh capital gains dari pembelian saham di pasar perdana tersebut. Perbedaan kepentingan tersebut, dimana emiten menginginkan dana yang lebih besar dan investor menginginkan return, mengakibatkan terjadinya underpricing. Menurut Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005) menjelaskan bahwa:“Underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO.” Underpricing disebabkan oleh perbedaan kepentingan dari pihak-pihak yang terkait dalam penawaran saham perdana.Harga saham yang dijual di pasar perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjamin emisi (underwriter) dan emiten (issuers), sedangkan harga di pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran. Underpricing terbentuk atas suatu kondisi dimana secara rata-rata harga saham perusahaan yang baru go public, biasanya harga pada penawaran perdana lebih rendah daripada harga saham di pasar sekunder.Underpriced yang tinggi, akan merugikan jika dilihat dari sisi emiten karena perusahaan tidak dapat memperoleh dana secara maksimal. Hal ini disebabkan karena underwiter mengurangi tingkat risiko yang harus ditanggungnya karena fungsi penjaminannya.Sehingga perusahaan dinilai lebih rendah dari kondisi yang sebenarnya. Ukuran Perusahaan. Ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan oleh beberapa hal, antara lain dengan total asset, total penjualan, rata-rata tingkat penjualan dan rata-rata total asset. Ukuran perusahaan dapat diketahui dari besarnya total asset perusahaan pada periode terakhir sebelum perusahaan melakukan penawaran saham perdananya. Menurut Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005:534) mengemukakan bahwa: “Semakin besar aset perusahaan akan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Secara teoritis perusahaan yang lebih besar mempunyai kepastian (certainty) yang lebih besar daripada perusahaan kecil sehingga akan mengurangi tingkat ketidakpastian mengenai prospek perusahaan ke depan. Hal tersebut dapat membantu investor memprediksi risiko yang mungkin terjadi jika ia berinvestasi pada perusahaan itu.” Umur Perusahaan. Menurut Tim Loughran dan Jay R. Ritter dalam Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005) mengemukakan bahwa: “Umur dinyatakan dalam tahun, dan merupakan jumlah tahun antara pendiri dan IPO. Underpricing peningkatan dari waktu ke waktu bukan karena hanya untuk suatu perubahan menuju perusahaan yang lebih muda di Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
4
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
usia distribusi perusahaan go public. Sebaliknya, hubungan antara usia dan penawaran perdana adalah non stasioner.” Umur perusahaan menunjukkan seberapa lama perusahaan mampu bertahan.Semakin lama umur perusahaan, maka semakin banyak informasi yang telah diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Investor secara khusus akan lebih percaya terhadap perusahaan yang sudah terkenal dan lama berdiri dibandingkan dengan perusahaan yang relatif baru. Reputasi Auditor. Salah satu sumber informasi yang digunakan oleh investor atau calon investor dan underwriter untuk menilai perusahaan yang akango public adalah laporan keuangan.Investor membutuhkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor yang berkualifikasi. Auditor memegang peranan yang penting dalam proses go public, yaitu sebagai pihak yang ditunjuk oleh perusahaan, yang melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan sebagai calon emiten. Penggunaan adviser yang profesional dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan emiten, Holland dan Harton (1993) dalam Kristiantri (2013). Oleh karena itu, perusahaan yang akan melakukan IPO akan memilih KAP yang memiliki reputasi yang baik. Suku Bunga. Tingkat suku bunga adalah prosentase suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia.Suku bunga dapat mempengaruhi pemilik perusahaan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan pendanaan, melakukan penerbitan saham dan juga mempengaruhi investor dalam menetapkan keputusan dalam melakukan investasi. Menurut Tandelilin (2001), tingkat suku bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat suku bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Di samping itu, tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang disyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat. Suku bunga bank diukur dengan besarnya suku bunga tahunan yang ditetapkan Bank Indonesia pada saat sebuah perusahaan melakukan IPO. Debt To Equity Ratio (DER). Debt to equity ratio merupakan salah satu rasio profatibilitas, yaitu rasio yang menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba bagi perusahaan.DER digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan.DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditujukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Ang (1997) dalam M. Zainul Mukhlis (2010), semakin besar nilai DER menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang – hutang relatif terhadap ekuitas. Persentase Penawaran Saham. Menurut Leland dan Phyle (1977) dalam Retnowati (2013) “Besarnya persentase penawaran menunjukkan persentase jumlah saham yang ditawarkan kepada publik dari keseluruhan saham yang diterbitkan emiten. Informasi tingkat kepemilikan saham oleh entrepreneur akan digunakan oleh investor sebagai pertanda bahwa prospek perusahaannya baik. Semakin besar tingkat kepemilikan yang
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
5
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
ditahan (atau semakin kecil persentase saham yang ditawarkan) akan memperkecil tingkat ketidakpastian pada masa yang akan datang.” Kepemilikan saham diduga berpengaruh terhadap tingkat underpricing karena dengan jumlah saham yang semakin banyak ditawarkan kepada public menunjukkan bahwa tidak ada private information yang dimiliki oleh pemilik perusahaan.Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif antara persentase jumlah saham yang ditawarkan kepada publik dengan tingkat underpricing. Beberapa penelitian terdahulu tentang underpricing telah dilakukan oleh sejumlah peneliti diantaranya: Tabel 1. Hasil Penelitian yang Relevan No 1
2
3
Penelitian Judul Penelitian (Tahun) Eka Retnowati Penyebab (2013) Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana Di Indonesia
Yolana, Chastina dan Dwi Martani (2005)
M. Zainul Mukhlis (2011)
VariabelVariabel Yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun 1994 – 2001 Pengaruh Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 - 2010
Variabel
Hasil Penelitian
Dependen : Underpricing Independen: Debt To Equity Ratio (DER), Return On Asset (ROA), Earning Per Share (EPS), Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan Prosentase Penawaran Saham. Dependen: Underpricing Independen: Reputasi Underwriter, Ukuran Perusahaan, Rata-rata Kurs, ROE, dan Jenis Industri Dependen : Underpricing Independen : Debt To Equity ratio, Return On Asset dan Earning Per Share
Debt To Equty ratio, Return On Asset, Umur Perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Underpricing. Sedangkan Earning Per Share dan Ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Underpricing.
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
Rata-rata kurs dan ROE berpengaruh signifikan terhadap Underpricing. Sedagkan Reputasi underwriter, ukuran perusahaan dan jenis industri tidak berpengaruh. Debt To Equity Ratio tidak memiliki pengaruh terhadap Underpricing. Sedangkan Return On Asset dan Earning Per Share berpengaruh terhadap Underpricing.
6
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
4
I Dewa Kristiantari (2013)
Ayu Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada Penawaran Saham Perdana Di Bursa Efek Indonesia
5
Sri Retno Handayani dan Intan Shaferi (2011)
6
Asih Yuli Astuti Pengaruh Variabel dan Syahyunan Keuangan dan (2013) Non Keuangan Terhadadap Underpricing Pada Saham Perusahaan Yang Melakukan Intial Public Offerinng Di Bursa Efek Indonesia.
Analisis Faktorfaktor Yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Ummum Perdana (Studi Kasus Pada Perusahaan Keuangan yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000 – 2006)
Dependen : Underpricing Independen : Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Tujuan Penggunaan Dana Untuk Investasi, Profitabilitas Perusahaan (ROA), Financial Leverage, dan Jenis Industri Dependen : Underpricing Independen : Debt To Equity ratio, Return On Asset, Earning Per Share, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan dan Prosentase Penawaran Saham Dependen : Underpricing Independen : ROA, DER, Ukuran Perusahaan, EPS, Ukuran Penawaran Saham, Umur Perusahaan, Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Inflasi dan Suku Bunga
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Tujuan Penggunaan Dana Untuk Investasi, Profitabilitas Perusahaan (ROA), dan Jenis Industri berpengaruh negatif terhadap Underpricing. Sedangkan Financial Leverage berpengaruh positif terhadap Underpricing DER berpengaruh positif terhadap Underpricing sedangkan ROA, EPS, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan dan Prosentase Penawaran Saham berpengaruh negatif terhadap underpricing.
Inflasi, Umur Perusahaan, Prosentase Penawaran saham, EPS dan DER berpengaruh positif terhadap Underpricing, sedangkan Reputasi Auditor, Suku Bunga, Reputasi Underwriter, ukuran Perusahaan dan ROA tidak berpengaruh terhadap Underpricing.
7
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
Hipotesis Penelitian. Ha 1 : Ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing. Ha 2 : Umur perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing Ha 3 : Reputasi auditor memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing Ha 4 : Suku bunga memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing. Ha 5 : Debt to equity ratiomemiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing. Ha 6 : Persentase penawaran saham memiliki pengaruh signifikan terhadap underpricing. METODE Populasi dan Teknik Pemilihan Sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur dan non manufaktur yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2013. Data yang diperoleh merupakan data sekunder. Data yang diperlukan berupa Prospektus dari setiap perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Di dalam prospektus tersebut diperoleh data-data yang berhubungan dengan variabel yang diuji, diantaranya reputasi auditor, ukuran perusahaan, umur perusahaan, debt to equity ratio, persentase penawaran saham, dan harga penawaran saham perdana. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling atau juga dikenal dengan Judgment Sampling.Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu.Kriteria yang digunakan untuk penentuan sampel yaitu (1) Tersedia data harga saham perdana dan data harga penutupan pada hari pertama. (2) Harga penawaran saham perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada penutupan perdagangan hari pertama. (3) Memiliki data laporan keuangan dan non keuangan yang berkaitan dengan pengukuran lain yang digunakan dalam penelitian ini. Operasionalisasi Variabel. Variabel Dependen. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah underpricing yang merupakan selisih antara penutupan harga saham pada hari pertama di pasar sekunder dengan harga saham penawaran perdana dibagi dengan harga saham penawaran perdana (Ardiansyah, 2004 dalam Retnowati, 2013).Variabel underpricing dalam penelitian ini dilambangkan dengan Y. Rumusan untuk mencari underpricing adalah dengan menggunakan selisih antara penutupan harga saham pada hari pertama di pasar sekunder dengan harga saham penawaran perdana dibagi dengan harga saham penawaran perdana, yaitu:
Variabel Independen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, umur perusahaan, reputasi auditor, suku bunga, debt to equity ratio, dan persentase penawaran saham. 1) Reputasi Auditor. Variable reputasi auditor dinyatakan dalam dummy variable. Apabila auditor termasuk dalam audit Firm Big Four selama periode 2008 – 2013, maka diberi nilai 1 dan 0 bila tidak termasuk. 2) Ukuran Perusahaan. Ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aktiva yang dimiliki perusahaan.Ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural dari total assets.Ukuran perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
8
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2009:115). Ukuran perusahaan dapat dihitung sebagai berikut: 3) Umur Perusahaan. Variable ini diukur dengan lamanya perusahaan beroperasi sejak didirikan berdasarkan akte pendirian sampai dengan saat perusahaan tersebut melakukan penawaran umum perdana (IPO). Umur perusahaan ini dihitung dengan skala tahunan (Retnowati, 2013) 4) Debt to Equity Ratio. Debt to Equity ratio yaitu rasio hutang terhadap equity yang dimiliki oleh perusahaan. DER yang tinggi menunjukkan risiko finansial atau resiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Debt to Equity Ratio dihitung sebagai berikut:
Persentase Penawaran Saham. Persentase penawaran saham yang dipegang oleh pemilik saham menunjukkan banyak sedikitnya pengungkapan informasi privat perusahaan. Informasi kepemilikan saham oleh pemilik akan digunakan ooleh investor sebagai pertanda bahwa prospek perusahaannya baik. Semakin besar tingkat kepemilikan yang ditahan akan memperkecil ketidakpastian. Persentase penawaran saham dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Suku Bunga. Tingkat suku bunga adalah prosentase suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia.Suku bunga bank diukur dengan besarnya suku bunga tahunan yang ditetapkan Bank Indonesia pada saat sebuah perusahaan melakukan IPO. Teknik Pengumpulan Data. Keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari website www.idx.co.id.Data ini bersifat kuantitatif, yaitu data yang dipaparkan dalam bentuk angka-angka dan dikumpulkan dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, serta merupakan data sekunder hasil dokumentasi dan observasi.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan merupakan teknik untuk mengumpulkan data dari sejumlah kepustakaan dengan cara mengumpulkan, mencatat dan membaca buku literature dan sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan masalah yangn akan diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis yang akan menjadi landasan yang kuat sebagai hasil penelitian ilmiah. Penelitian lapangan merupakan kegiatan pengumpulan data yang diperlukan berkaitan dengan judul penelitian.Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur dan non manufaktur yang terdaftar di BEI dan sesuai dengan kriteria dalam memilih sampel. Teknik Pengolahan Data. Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik. Data yang telah terkumpul akan diolah dengan statistik deskriptif dan dilakukan uji regresi berganda untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
9
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
Analisis Statistik Deskriptif. Statistik deskriptif bertujuan memberikan gambaran tentang deskripsi variable- variabel yang diteliti. Menurut Ghozali (2006:19) statistik deskriptif ini merupakan deskripsi dari jumlah sampel, yang dilihat dari nilai rata – rata (mean), minimum, maksimum, standar deviasi, varian, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi) dari masing – masing variabel. Pada penelitian deskriptif ini digunakan metode numerik untuk mengenali pola sejumlah data, merangkum informasi yang terdapat dalam data tersebut, dan menyajikan informasi tersebut dalam bentuk yang diinginkan. N merupakan jumlah sampel, yaitu jumlah data yang dianalisis untuk tiap variabelnya.Nilai minimum yaitu, nilai yang terdapat di dalam suatu range data merupakan nilai data yang paling rendah/terkecil.Nilai maksimum, yaitu nilai yang terdapat di dalam suatu range data merupakan nilai data yang paling tinggi/terbesar.Mean yaitu, nilai rata-rata dari data yang dimasukan sebagai sampel. Standard deviation merupakan standar deviasi dari masing-masing data.Standar deviasi ini mengukur seberapa luas penyimpangan nilai data tersebut dari nilai rata-ratanya. Uji Asumsi Klasik. Sebelum pengujian regresi dilakukan, maka dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.Uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji heterokedastisitas, dan uji multikolonieritas. Pertama. Uji Normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah regresi, variabel terikat, variabel bebas, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.Penelitian ini menggunakan uji statistik non parametrik One- Sample Kolmogorov Smirnov (K-S).Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menguji ‘goodness of fit‘ antar distribusi sampel dan distribusi lainnya. Uji ini membandingkan serangkaian data pada sampel terhadap distribusi normal serangkaian nilai dengan mean dan standar deviasi yang sama. Pengujian Kolmogorov-Smirnov menunjukkan normalitas dengan melihat nilai asymptotic significant yang dihasilkan oleh variabel terikat dan unstandarized residual.Pedoman yang digunakan dalam pengambilan kesimpulan adalah sebagai berikut (1) jika nilai sig (2-tailed)> 0,05 ; maka distribusi data normal dan layak digunakan dalam model regresi, dan (2) jika nilai sig (2-tailed) < 0,05 ; maka distribusi data tidak normal dan tidak layak digunakan dalam model regresi. Kedua. Uji Multikolinearitas. Uji multikolinearitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen dengan variabel independen lainnya.Adanya multikolineritas mengakibatkan estimasi yang dihasilkan menjadi kurang tepat.Istilah multikolinearitas digunakan untuk menunjukan adanya hubungan linear antara variabel-variabel independen dalam model regresi.Prasyarat yang harus dipenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas.Uji multikolinearitas ini menggunakan metode korelasi. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), apabila VIF (Variance Inflation Factor)> 10 dan nilai tolerance< 0,1 maka dianggap ada multikolinearitas, dan apabila VIF < 10 dan nilai tolerance> 0,1 maka dianggap tidak terdapat multikolinearitas. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
10
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
Uji Heteroskedastisitas. Menurut Ghozali (2012:139), uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka di sebut homoskedastisitas dan jika berbeda di sebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Cara pengujian ada tidaknya heteroskedastisitas dapat bermacam-macam diantaranya dengan menggunakan uji glejser.Jika korelasi antara variabel independen dengan residual di dapat signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi dan jika nilai signifikansi dari variabel bebas lebih kecil dari 0,05 maka ada indikasi terjadi heterokedastisitas. Uji Autokorelasi. Menurut Ghozali (2012:110), uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahaan pengganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t – 1 (sebelumnya).Autokorelasi adalah hubungan (korelasi) yang terjadi di antara anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun pada rangkaian waktu (Time Series Data).Prasyarat yang harus dipenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi.Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Cara mendeteksi adanya gejala autokorelasi adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Asumsi penggunaan analisis DW ini jika digunakan untuk autokorelasi tingkat pertama dan model yang ada menpunyai intercept (konstanta) serta terdapat variabel lagi. Dasar pengambilan keputusan dalam uji antikorelasi disajikan pada tabel 3.1 berikut: Tabel 1. Tabel Uji Antikorelasi Hipotesis nol Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negative Tidak ada autokorelasi negative Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Sumber: Ghozali, 2012:111
Keputusan Tolak No decision Tolak No decision Tidak ditolak
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
Jika 0
11
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
Teknik Pengujian Hipotesis (t-test). Untuk mendapatkan jawaban dari suatu penelitian, maka perlu diadakan pengujian terhadap hipotesis.Hipotesis adalah jawaban sementara yang bersifat praduga dan harus diuji kebenarannya.Untuk itu setiap hipotesis yang terbentuk dalam penelitian ini perlu diuji kebenarannya. Pengujian atas hipotesis dengan uji-t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual terhadap variabel dependen.Uji ini bertujuan untuk menguji pengaruh secara parsial antara variabel bebas terhadap variabel terikat dengan mengasumsikan variabel lain adalah konstan. Pengujian dilakukan dengan mengggunakan tingkat keyakinan 95% dan significance level 0,05 (α=5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut : 1. Jika sig. < α, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Ini berarti bahwa ada pengaruh secara parsial antara variabel bebas terhadap variabel terikat. 2. Jika sig. ≥ α, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ini berarti bahwa tidak ada pengaruh secara parsial antara variabel bebas dengan variabel terikat. ANALISIS HASIL PENELITIAN Statistik Deskriptif. Statistik ini akan menunjukkan ukuran statistik seperti nilai maximum, minimum, mean, standard deviation dan ukuran sampel dari setiap variable yang digunakan dalam penelitian baik variable terikat maupun variable bebas. Berdasarkan jumlah sampel terpilih sebanyak 55 perusahaan selama tahun pengamatan, berikut ditampilkan table deskriptif statistik secara umum dari seluruh data-data yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3. Statistik Deskriptif N Underpricing Ukuran Perusahaan Umur Perusahaan Reputasi Auditor SukuBunga DER Persentase Penawaran Saham Valid N (listwise)
55 55 55 55 55 55 55
Minimum Maximum .0000 2.3725 10.3461 13.6531 3 59 0 1 .0575 .0925 .1561 18.2820 .1011 .4899
Mean Std. Deviation .465952 .4602807 11.960596 .6838385 19.09 14.554 .24 .429 .065955 .0089816 2.134447 3.1779502 .232263 .0985032
55
Sumber: SPSS 21 for Windows. Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan yang diukur dengan log total assets dari 55 perusahaan memiliki nilai minimum 10.3461 dan nilai maksimum 13.6531 dengan nilai rata-rata 11.960596 dan standar deviasi 0.6838385. Variabel umur perusahaan yang diukur dengan lamanya perusahaan beroperasi sejak didirikan berdasarkan akte pendirian sampai dengan saat perusahaan tersebut melakukan penawaran umum perdana (IPO) memiliki nilai minimum 3 dan nilai maksimum 59 dengan nilai rata-rata 19.09 dan standar deviasi 14.564. Variabel reputasi auditor memiliki nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1 dengan nilai rata-rata 0.24 dan standar deviasi 0.429.Nilai minimum dan Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
12
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
maksimum dari variabel reputasi auditor yang dihasilkan adalah 0 dan 1 karena pengukuran variabel ini diukur dengan menggunakan variabel dummy. Variabel suku bunga dari 55 sampel perusahaan memiliki nilai minimum sebesar 0.0575 dan nilai maksimum 0.0925 dengan nilai rata-rata 0.065955 dan standar deviasi 0.0089816. Variabel debt to equity ratio yang diukur dengan total utang dibagi total ekuitas memiliki nilai minimum 0.1561 dan nilai maksimum 18.2820 dengan nilai rata-rata 2.134447 dan standar deviasi 3.1779502. Variabel persentase penawaran saham yang diukur dengan selisih total saham beredar dengan jumlah saham yang ditahan pemilik dibagi total saham perusahaan dari 55 sampel perusahaan memiliki nilai minimum 0.1011 dan nilai maksimum 0.4899 dengan nilai rata-rata 0.232263 dan standar deviasi 0.985032. Uji Asumsi Klasik. Uji Normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam satu model regresi, residual memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi residual data normal atau mendekati data normal. Uji normalitas dengan menggunakan one-sampleKolmogorov-Smirnov dengan ketentuan jika nilai probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi α = 0.05, maka data tersebut normal dan sebaliknya Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 55 a,b Normal Parameters Mean .0000000 Std. Deviation .33814387 Most Extreme Absolute .092 Differences Positive .092 Negative -.074 Kolmogorov-Smirnov Z .684 Asymp. Sig. (2-tailed) .737
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan hasil uji statistic menggunakan One-sample Kolmogorov-Smirnov nilai asymptotic significant sebesar 0,737 dimana hasil ini lebih besar dibandingkan dengan tingkat signifikansi yaitu 0,05, artinya data terdistribusi normal. Uji Multikolinearitas. Multikolinearitas adalah keadaan di mana terjadi hubungan linier yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel independen dalam model regresi.Uji multikolinearitas ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linier antar variabel independen dalam model regresi.Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas.Uji ini dilakukan dengan melihat nilai VIF pada model regresi dan dinyatakan bebas multikolinearitas apabila nilai VIF tidak lebih besar dari 10. Table 5. Hasil Uji Multikolinearitas Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
13
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
Model 1
(Constant) Ukuran Perusahaan Umur Perusahaan Reputasi Auditor SukuBunga DER PersentasePenawara nSaham
95.0% Confidence Interval for B Lower Bound Upper Bound .773 5.787 -.429 -.056 -.014 .002 -.509 .043 -7.636 15.075 .046 .118 -1.804 .290
Collinearity Statistics Tolerance VIF .591 .712 .687 .926 .735 .905
1.691 1.404 1.455 1.080 1.361 1.104
a. Dependent Variable: Underpricing Nilai VIF (variance inflation factor) untuk variabel reputasi auditor sebesar 1.455, ukuran perusahaan sebesar 1.691, umur perusahaan sebesar 1.404, persentase penawaran saham sebesar 1.104, debt to equity ratio sebesar 1.361, dan tingkat suku bunga sebesar 1.080.Oleh karena VIF dari masing-masing variabel kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak ditemukan adanya masalah multikolinearitas. Uji heterokesdastisitas. Pengujian ini dilakukan dengan meregresikan nilai residu terhadap variabel-variabel independen.Jika korelasi anatara variabel independen dengan residual di dapat signifikansi lebih dari 0.05 maka dapat dikatakan bahwa tidak terjadi masalah. Dasar pengambilan keputusan dalam uji glejseradalah apabila nilai sig > α, maka disimpulkan tidak terjadiheterokedastisitas pada model regresi, sebaliknya apabila nilai sig < α, maka disimpulkan terjadiheterokedastisitas pada model regresi. Tabel 6. Hasil Uji Heteroskedistisitas
Model 1 (Constant) Ukuran Perusahaan Umur Perusahaan Reputasi Auditor SukuBunga DER Persentase Penawaran Saham
Unstandardized Coefficients B Std. Error -.195 .728 .054 .054 -.001 .002 -.129 .080 -1.826 3.297 .002 .010 -.146 .304
Standardized Coefficients Beta .181 -.035 -.269 -.080 .027 -.070
t -.267 1.005 -.216 -1.609 -.554 .169 -.479
Sig. .790 .320 .830 .114 .582 .867 .634
a. Dependent Variable: absres Nilai signifikan untuk variabel ukuran perusahaan mempunyai nilai signifikansi sebesar 0.320, variabel umur perusahaan mempunyai nilai signifikansi sebesar 0.830, variabel reputasi auditor mempunyai nilai signifikansi sebesar 0.114, variabel suku bunga mempunyai nilai signifikansi sebesar 0.582, variabel DER mempunyai nilai signifikansi sebesar 0.867, dan variabel persentase penawaran saham mempunyai nilai signifikansi sebesar 0.634. sesuai dengan ketentuan uji glejser nilai signifikan harus berada di atas 0.05. Oleh karena tingkat signifikansi untuk masing-masing variabel lebih besar dari 0.05,
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
14
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
maka dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas sehingga model regresi penelitian ini dapat secara layak digunakkan. Uji Autokorelasi. Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pemangatan lain pada model regresi. Kenyataan yang diharapkan adalah autokorelasi itu tidak ada. Metode pengujian menggunakan uji Durbin-Watson (uji D-W) dengan ketentuan, jika DW> dU, maka tidak ada autokorelasi.Jika D-W< dL, maka terjadi autokorelasi.Jika dL
R R Square .678a .460
Adjusted R Square .393
Std. Error of the Estimate .3586557
Durbin-Watson 2.115
a. Predictors: (Constant), PersentasePenawaranSaham, SukuBunga, Reputasi Auditor, DER, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan b. Dependent Variable: Underpricing Hasil tersebut diperoleh nilai D-W yang dihasilkan dari model regresi adalah 2.115.Nilai dL yang diperoleh dari tabel yaitu 1.3344 dan dU yaitu 1.8137 dengan n berjumlah 55, serta k berjumlah 6.Oleh karena D-W > dU, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi. Uji Hipotesis (t-test). Pengujian hipotesis dilakukan untuk menguji apakah ada pengaruh dari masing-masing variable independen terhadap variable dependen. Pengukuran dalam pengujian ini dilihat dari tingkat signifikansi sebesar 5% (α = 0.05). Tabel 8. Hasil Uji- t Coefficientsa Model 1 (Constant) Ukuran Perusahaan Umur Perusahaan Reputasi Auditor SukuBunga DER PersentasePenawaranSah am
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 3.280 1.247 -.242 .093 -.360 -.006 .004 -.180 -.233 .137 -.217 3.719 5.648 .073 .082 .018 .569 -.757 .521 -.162
t 2.630 -2.609 -1.431 -1.697 .659 4.599 -1.453
Sig. .011 .012 .159 .096 .513 .000 .153
a. Dependent Variable: Underpricing
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
15
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
Hipotesis yang digunakan dalam uji t ini yaitu: Berdasarkan table diatas, variable ukuran perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.012 atau lebih kecil dari 0.05, sehingga Ha1 diterima, artinya ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Retnowati (2013) yang menemukan adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap underpricing.Pertimbangan bahwa perusahaan yang besar umumnya lebih dikenal, maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak daripada perusahaan yang relatif kecil.Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Putra dan Budiarti (2011) yang menarik kesimpulan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap underpricing. Variabel umur perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.159 atau lebih besar dari 0.05, sehingga Ha2 ditolak, artinya umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh Retnowati (2013) yang menyatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan dengan underpricing karena umur perusahaan saja tidak dapat dijadikan patokan dalam melihat kualitas perusahaan. Dalam dunia bisnis yang identik dengan persaingan, belum tentu perusahaan yang lebih muda mempunyai kinerja yang kurang baik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang telah lama berdiri.Sedangkan hasil penelitian Daljono (2000) yang menyatakan umur perusahaan berpengaruh terhadap underpricing Variabel umur perusahaan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.096 atau lebih besar dari 0.05.sehingga Ha3 ditolak, artinya reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap undepricing. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kristiantari (2013) yang menyatakan reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap underpricingkarena runtuhnya citra KAP setelah terjadi kasus KAP Arthut Anderson, investor tidak mempertimbangkan reputasi auditor dalam menilai emiten yang melakukan IPO.Sedangkanhasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Johnson (2011) yang menyatakan bahwa reputasi auditor berpengaruh signifikan terhadap underpricing . Variabel suku bunga memiliki nilai signifikansi sebesar 0.513 atau besar dari 0.05.sehingga Ha4 ditolak, artinya suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Hasil penelitian ini sejalan dengan Syahyunan dan Astuti (2013) yang menyatakan suku bunga tidak berpengaruh terhadap underpricing. Besarnya tingkat suku bunga bank akan mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan untuk menanamkan modalnya dalam bentuk saham. Pada saat suku bunga tinggi investor lebih senang berinvestasi melalui bank karena keuntungannya lebih besar, pada saat itu pula perusahaan memilih untuk menerbitkan saham dalam pendanaannya karena lebih menguntungkan. Dalam kondisi ini perusahaan yang melakukan IPO pada saat itu cenderung memurahkan harga penawaran dengan harapan akan tertarik. Variable debt to equity memiliki nilai signifikansi sebesar 0.000 atau lebih kecil dari 0.05. sehingga Ha5 diterima, artinya debt to equity ratio berpengaruh signifikan terhadap underpricing.Penelitian ini sejalan dengan Wahyusari (2013) yang mengatakan adanya pengaruh yang signifikan debt to equity ratio terhadap underpricing. Tingginya nilai DER perusahaan memastikan keberlangsungan hidup suatu perusahaan dimasa depan tinggi sehingga tingkat kepercayaan investor menurun dan tingkat underpricing semankin tinggi.Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Mukhlis (2011) yang menyatakan bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing.
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
16
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
Variabel persentase penawaran saham memiliki nilai signifikansi sebesar 0.153 atau lebih besar dari 0.05. sehingga Ha6 ditolak, artinya persentase penawaran saham tidakberpengaruh signifikan terhadap underpricing. Penelitian ini sejalan dengan Handayani dan Shaferi (2011) yang mengatakan persentase penawaran saham tidak berpengaruh signifikanterhadap underpricing karena investor belum mengangap bahwa dengan penawaran saham yang besar prospek perusahaan akan membaikdimasa yang akan datang dengan tersedianya dana yang cukup. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Retnowati (2013). PENUTUP Simpulan. Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui pengujian hipotesis dengan uji t yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena memilik inilai signifikansi sebesar 0.012. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Retnowati (2013) yang menemukan adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap underpricing.Pertimbangan bahwa perusahaan yang besar umumnya lebih dikenal, maka informasi mengenai perusahaan besar lebih banyak daripada perusahaan yang relatif kecil.Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Putra dan Budiarti (2011) yang menarik kesimpulan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap underpricing. Kedua, umur perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena Variabel umur perusahaan menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.159. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh Retnowati (2013) yang menyatakan bahwa umur perusahaan tidak berpengaruh signifikan dengan underpricingkarena umur perusahaan saja tidak dapat dijadikan patokan dalam melihat kualitas perusahaan. Dalam dunia bisnis yang identic dengan persaingan, belum tentu perusahaan yang lebih muda mempunyai kinerja yang kurang baik dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang telah lama berdiri. Sedangkan hasil penelitian Daljono (2000) yang menyatakan umur perusahaan berepengaruh terhadap underpricing Ketiga, reputasi auditor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0.096.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kristiantari (2013) yang menyatakan reputasi auditor tidak berpengaruh terhadap underpricingkarena runtuhnya citra KAP setelah terjadi kasus KAP Arthut Anderson, investor tidak mempertimbangkan reputasi auditor dalam menilai emiten yang melakukan IPO. Keempat, suku bunga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0.513.Hasil penelitian ini sejalan dengan Syahyunan dan Astuti (2013) yang menyatakan suku bunga tidak berpengaruh terhadap underpricing. Besarnya tingkat suku bunga bank akan mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan untuk menanamkan modalnya dalam bentuk saham. Pada saat suku bunga tinggi investor lebih senang berinvestasi melalui bank karena keuntungannya lebih besar, pada saat itu pula perusahaan memilih untuk menerbitkan saham dalam pendanaannya karena lebih Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
17
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
menguntungkan. Dalam kondisi ini perusahaan yang melakukan IPO pada saat itu cenderung memurahkan harga penawaran dengan harapan akan tertarik. Kelima, debt to equity ratio memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena memiliki nilai signifikansi sebesar 0.000.Penelitian ini sejalan dengan Wahyusari (2013) yang mengatakan adanya pengaruh yang signifikan debt to equity ratio terhadap underpricing.Tingginya nilai DER perusahaan memastikan keberlangsungan hidup suatu perusahaan dimasa depan tinggi sehingga tingkat kepercayaan investor menurun dan tingkat underpricing sema\kin tinggi.Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Mukhlis (2011) yang menyatakan bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Keenam, persentase penawaran saham tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap underpricing pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena memilikinilai signifikansi sebesar 0.153. Penelitian ini sejalan dengan Handayani dan Shaferi (2011) yang mengatakan persentase penawaran saham tidak berpengaruh signifikanterhadap underpricingkarena investor belum mengangap bahwa dengan penawaran saham yang besar prospek perusahaan akan membaikdimasa yang akan datang dengan tersedianya dana yang cukup.Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Retnowati (2013). Saran. Di dalam melakukan penelitian, menyadari ada keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain: (1) Periode penelitian ini hanya dilakukan selama periode 2008 hingga 2013. (2) Penelitian ini hanya menggunakan enam variabel independen, yaitu apakah ukuran perusahaan, umur perusahaan, reputasi auditor, suku bunga, debt to equity ratio, dan persentase penawaran saham. (3) Penelitian ini hanya dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan di atas, maka terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam penelitian selanjutnya: (1) Menggunakan rentang periode yang lebih panjang seperti tujuh, delapan, sembilan tahun agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. (2) Melakukan penelitian dengan menggunakan variabel bebas lainnya seperti reputasi underwriter, ROA, Earning per share, ROI. (3) Memperluas jenis sampel perusahaan yang dipakai contohnya perusahaan di luar yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. DAFTAR RUJUKAN Amelia J, Muna dan Yulia Saftiana. (2007) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing Penawaran Umum Perdana (IPO) di Bursa Efek Jakarta.Akuntabilitas: Jurnal Penelitian dan Pengembanagan Akuntansi. Vol: 1 No. 2. Juli Astuti, Asih Yuli dan Syahyunan. (2013) Pengaruh Variabel Keuangan dan Non Keuangan terhadap Underpricing pada Saham Perusahaan yang Melakukan Intial Public Offering di Bursa Efek Indonesia. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Ghozali, Imam. (2011) Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
18
Hastuti: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Saham…
Handayani, Sri Retno dan Intan Shaferi. (2011) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada penawaran Umum Perdana.(Studi Kasus pada Perusahaan Keuangan yang Go Public di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2006). Performance.Vol.14 No 2. September Isfaatun, Eliya dan Afika Jauharia Hatta. (2010) Analisis Informasi Penentu Harga Saham Saat Intial Public Offering. Jurnal Ekonomi Bisnis No 1. Vol 15. April Jogiyanto . (2008) Teori portofolio dan analisis investasi. Yogyakarta : BPFE Kristiantari, I Dewa Ayu. (2013) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika.Vol 2 No 2.Singaraja. Juni Mukhlis, M. Zainul. (2011) Pengaruh Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010.Jurnal Ekonomi “Ekonomi Muda Kreatif:.Vol 1 No 1 Putra, Nandariko Shendy Adhe dan Yuli Budiarti. (2011) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana di Bursa Efek Indonesia. Semarang Retnowati, Eka. (2013) Penyebab Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di Indonesia.Accounting Analysis Journal.Semarang Suta, I Putu Gede Ary. (2000) Menuju pasar modal modern. Jakarta: Sad Satria Bhakti Tandelilin, Eduardus. (2001) Analisis investasi dan manajemen portofolio. Edisi Pertama Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE Triani, Apriliani dan Nikmah. (2006) Reputasi Penjamin Emisi, Reputasi Auditor, Persentase Penjamin Emisi, Ukuran Perusahaan dan Fenomena Underpricing. (Studi Empiris pada Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang. KAKPM 23 Wahyusari, Ayu. (2013) Analisis faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham saat IPO di BEI. Accounting Analysis Journal.Semarang Yolana, Chastina dan dqi Martani. (2005) Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Fenomena Underpricing Pada Penawaran saham Perdana di BEI Tahun 1994-2001. Simposium Nasional Akuntans
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 1-19
19