ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIVIDEND PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI (Studi Kasus pada Perusahaan-perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI dan Membagikan Dividen pada tahun 2005-2007)
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh : IPTAKHUR ROMADLONI NIM F0205011
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebijakan bidang keuangan yang dijalankan perusahaan harus selaras dan serasi dengan tujuan maksimalisasi keuntungan yang merupakan tujuan utama dari perusahaan. Salah satu kebijakan yang utama untuk memaksimalisasi keuntungan perusahaan adalah kegiatan investasi. Dalam kegiatan investasi manajer harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk investasi yang dapat menghasilkan keuntungan di masa depan. Dalam kegiatan investasi tersebut perlu mempertimbangkan sumber pendanaan investasi tersebut apakah dari sumber internal atau dari sumber eksternal sehingga keuntungan yang dihasilkan bisa maksimal. Kebijakan investasi berhubungan dengan pendanaan apabila investasi sebagian besar didanai dengan internal equity maka akan mempengaruhi besarnya dividen yang dibagikan. Semakin besar investasi maka semakin berkurang dividen yang dibagikan. Dan apabila dana internal equity kurang mencukupi dari dana yang dibutuhkan untuk investasi maka bisa dipenuhi dari eksternal khususnya dari utang. Perusahaan yang cenderung menggunakan sumber dana eksternal untuk mendanai tambahan investasi akan membagikan dividen yang lebih besar. Untuk itulah manajer harus dapat menentukan kebijakan dividen yang memberikan keuntungan kepada investor, di sisi lain harus menjalankan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang diharapkan. Pembagian dividen
bertujuan untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau nilai perusahaan yang ditunjukkan dengan nilai saham. Untuk mencapai tujuan tersebut melibatkan dua pihak yang berkepentingan dalam pembagian dividen yaitu investor dan emiten. Dari sisi investor, dividen merupakan salah satu penyebab timbulnya motivasi investor menanamkan dananya di pasar modal. Investor lebih menyukai dividen daripada capital gain, alasannya adalah dividen merupakan penerimaan yang lebih pasti dibanding dengan capital gain. Mereka menganggap bahwa dividen sekarang lebih berharga daripada capital gain yang diterima di kemudian hari. Kerena informasi yang dimiliki investor di pasar modal sangat terbatas, maka perubahan dividenlah yang akan dijadikan sebagai sinyal untuk mengetahui performance perusahaan. Sehingga perusahaan sering menggunakan pengumuman dividen untuk menaikkan harga saham. Dari sisi emiten, sangat penting untuk menentukan apakah sebagian keuntungan yang dimiliki oleh perusahaan akan lebih banyak digunakan untuk membayar dividen dibandingkan dengan retained earning atau justru sebaliknya. Apabila proporsi keuntungan yang dibagikan sebagai dividen lebih besar dari laba ditahan, akibatnya adalah dana internal yang dimiliki perusahaan turun, dan perusahaan perlu mencari dana dari luar perusahaan bila perusahaan ingin melakukan ekspansi. Penentuan pembagian pendapatan antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang
saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan disebut dengan politik dividen atau kebijakan dividen. Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Aspek utama dalam kebijakan dividen adalah alokasi penentuan laba sebagai dividen dan laba ditahan. Laba sebaiknya tidak dibagikan sebagai dividen seluruhnya dan sebagian harus disisihkan untuk diinvestasikan kembali. Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber dana yang berasal dari modal sendiri dan merupakan modal yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut di satu pihak dan juga dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham di lain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab kalau makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang ditahan, dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam pendapatan dan harga sahamnya. Kalau perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatannya tetap di dalam perusahaan, berarti bahwa bagian dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah semakin kecil. Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham
sebagai “cash dividend” disebut dividend payout ratio. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa makin tingginya dividend payout ratio yang ditetapkan oleh perusahaan berarti makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang ini berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan (Riyanto, 2001). Kebijakan dividen yang optimal (optimal dividend policy) ialah kebijakan dividen yang menciptakan keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang sehingga memaksimumkan harga saham perusahaan (Brigham, 2006). Brigham (2006) menyebutkan terdapat dua teori mengenai kebijakan dividen yaitu: 1. Dividend irrelevance theory. Dividend irrelevance theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya dividend payout ratio, tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan dividen tidak relevan untuk dipersoalkan. 2. Bird in the hand-Theory Bird in the hand-Theory di ungkapkan oleh Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri akan naik jika dividend payout
ratio rendah. Hal ini dikarenakan investor lebih suka menerima dividen daripada capital gain. Dari kedua teori diatas dapat diketahui bahwa kebijakan dividen merupakan kebijakan yang masih mengundang kontroversi untuk itulah sangat bervariasi kebijakan dividen yang dijalankan dalam perusahaan. Rasio dividen yang dibagikan oleh perusahaan sangat bervariatif, banyak perusahaan yang membagikan dividen dengan proporsi yang sangat kecil dan sebaliknya ada pula yang membagikan dengan proporsi yang sangat besar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran dividen, antara lain yang dikemukakan oleh Riyanto (2001), bahwa kebijakan dividen itu dipengaruhi oleh likuiditas, kebutuhan dana untuk membayar hutang, tingkat pertumbuhan, dan pengawasan terhadap perusahaan. Sedangkan yang dikemukakan oleh Hanafi (2004), bahwa rasio pembayaran dividen itu dipengaruhi oleh kesempatan investasi, profitabilitas, likuiditas, akses ke pasar uang, stabilitas pendapatan dan pembatasan-pembatasan. Dari teori yang diungkapkan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang dividen. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini pada perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang menjual produknya yang dimulai dengan proses produksi yang tidak terputus nilai dari pembelian bahan baku dilanjutkan dengan proses pengolahan bahan baku serta menjadi produk yang siap dijual dilakukan sendiri oleh perusahaan tersebut sehingga sumber dana yang ada akan terikat lama pada aktiva tetap. Perusahaan manufaktur lebih
membutuhkan sumber dana jangka panjang untuk membiayai operasi perusahaan mereka salah satunya dengan investasi saham yang tentunya berhubungan dengan pembagian dividen. Penelitian ini menggunakan variabel penelitian dividend payout ratio sebagai variabel dependen dan cash position, profitability, firm size dan debt to equity ratio sebagai variabel independen, dengan judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIVIDEND PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI” (Studi Kasus pada Perusahaan-perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI dan Membagikan Dividen pada tahun 2005-2007). Dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kontribusi baru tentang kebijakan dividen sehingga dapat memberikan tambahan referensi dalam menentukan kebijakan dividen yang optimal. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut : 1. Apakah cash position berpengaruh terhadap dividend payout ratio ? 2. Apakah profitability berpengaruh terhadap dividend payout ratio ? 3. Apakah firm size berpengaruh terhadap dividend payout ratio ? 4. Apakah debt to equity ratio berpengaruh terhadap dividend payout ratio ?
C. TUJUAN PENELITIAN Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh cash position terhadap dividend payout ratio. 2. Mengetahui pengaruh profitability terhadap dividend payout ratio. 3. Mengetahui pengaruh firm size terhadap dividend payout ratio. 4. Mengetahui pengaruh debt to equity ratio terhadap dividend payout ratio. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Secara terperinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Praktis a. Bagi manajemen perusahaan, dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dividen. Perhitungan kuantitatif diharapkan dapat menunjukan hubungan atau pengaruh faktor-faktor seperti cash position, profitability, firm size dan debt to equity ratio terhadap dividend payout ratio. Faktor-faktor tersebut diharapkan dapat membantu manajer keuangan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan berapa besarnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham. b. Bagi investor, dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan investasi sehingga mendapatkan hasil yang diharapkan.
c. Bagi akademis, penelitian ini dapat memberikan bukti empiris mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rasio pembayaran dividen sehingga dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih mendalam serta sebagai dasar penelitian selanjutnya tentang kebijakan dividen. 2. Secara Teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan atas pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu ekonomi.
BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Dividen a. Pengertian dividen Dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan perusahaan (Ang, 1997). Menurut Hanafi (2004), dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, di samping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan dalam rapat umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pimpinan. b. Macam-macam dividen Dalam
Wasis
(1983),
dividen
dilihat
dari
alat
pembayarannya dibagi menjadi tiga jenis yaitu: 1) Dividen tunai (Cash Dividend) Dividen tunai merupakan dividen yang dibagikan dalam bentuk uang tunai. Tujuan dari pemberian dividen dalam bentuk tunai adalah untuk memacu kinerja saham di bursa efek, yang juga merupakan return kepada para pemegang saham. Dividen tunai merupakan bentuk pembayaran yang paling
banyak diharapkan oleh investor. Untuk membayarkan dividen dalam bentuk tunai diperlukan likuiditas. 2) Dividen saham (Stock Dividend) Dividen saham merupakan dividen yang dibagikan dalam bentuk saham, dengan dibagikannya dividen dalam bentuk saham maka akan meningkatkan likuiditas perdagangan di bursa efek. Kemungkinan perusahaan ingin menurunkan nilai sahamnya dan dengan cara memperluas pemilikan dan posisi likuiditas perusahaan yang tidak memungkinkan membagikan dividen dalam bentuk tunai. 3) Sertifikat dividen (Script Dividend) Sertifikat dividen merupakan dividen yang dibayarkan dengan sertifikat atau surat promes yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menyatakan bahwa suatu waktu sertifikat itu dapat ditukarkan dalam bentuk uang. Jadi kalau perusahaan ingin membagikan dividen dalam bentuk tunai akan tetapi sementara itu perusahaan sedang mengalami kesulitan likuiditas, maka sebagai gantinya perusahaan mengeluarkan sertifikat. Dalam Ang (1997), berdasarkan atas hubungan dengan tahun buku, dividen dapat dibagi atas dua jenis yaitu : 1) Dividen Interim Merupakan dividen yang dibayarkan oleh perseroan antara satu tahun buku dengan tahun buku berikutnya. Dividen
interim ini dapat dibayarkan beberapa kali dalam setahun dengan tujuan salah satunya yaitu untuk memacu kinerja kerja saham perseroan di bursa. 2) Dividen Final Dividen final merupakan dividen hasil pertimbangan setelah penutupan buku perseroan sebelumnya dan dibayarkan pada
tahun
buku
memperhitungkan
berikutnya. dan
Dividen
final
mempertimbangkan
ini
juga
hubungannya
dengan dividen interim yang telah dibayarkan untuk tahun buku tersebut. 2. Kebijakan Dividen a. Pengertian kebijakan dividen Kebijakan dividen merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran dividen. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen (Wachowicz, 1997). Kebijakan dividen menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham, dan laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali (Husnan, 1996). Dengan demikian dimungkinkan membagi
laba sebagai dividen dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Kebijakan
dividen
bersangkutan
dengan
penentuan
pembagian pendapatan (earning) antara pengunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan didalam perusahaan (Riyanto, 2001). Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan. Sedangkan dividen merupakan aliran kas yang dibayarkan kepada para pemegang saham atau “equity investors”. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut di satu pihak dan juga dapat membayarkan dividen kepada para pemegang saham di lain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut selalu bertentangan. Sebab kalau makin tinggi tingkat dividen yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang ditahan, dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan (rate of growth) dalam pendapatan dan harga sahamnya. Kalau perusahaan ingin menahan sebagian besar dari pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah semakin kecil. Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend disebut dividend payout ratio. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
makin tingginya dividend payout ratio yang ditetapkan oleh perusahaan berarti makin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang ini berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan. b. Pendekatan dalam membahas kebijakan dividen Menurut Gitosudarmo (2001), terdapat dua pendekatan dalam membahas masalah dividen. Adapun dua pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Sebagai kebijakan pembelanjaan jangka panjang Dalam pendekatan ini berpandangan bahwa semua laba sesudah pajak yang diperoleh perusahaan adalah merupakan sumber dana jangka panjang. Pengumuman atas pembagian laba sebagai dividen berarti pengurangan terhadap sumber dana jangka panjang yang dapat dipergunakan untuk membelanjai kebutuhan perkembangan usaha. Oleh karena itu pembagian dividen akan berakibat penekanan terhadap perkembangan usaha ataupun paksaan terhadap pencarian dana dari sumber ekstern.
Apabila
perusahaan
memiliki
suatu
rencana
pengembangan usaha di masa depan maka perlulah dipupuk sumber dana dari dalam perusahaan tersebut. 2) Sebagai kebijaksanaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan Dalam
pendekatan
ini
berpandangan
bahwa
kebijaksanaan dividen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
harga pasar dari saham yang beredar. Oleh karena itu, manajer dalam hal ini dituntut membagikan dividen sebagai realisasi dari harapan
hasil
mengeluarkan
yang uangnya
didambakan untuk
oleh
membeli
investor saham
dalam tersebut.
Keberatan dalam pendekatan ini telah dikemukakan oleh adanya teory Modigliani dan Miller (MM theory) yang mengatakan bahwa dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Akan tetapi meskipun terdapat hal ini masalah itu tetap harus dipertimbangkan oleh manajer keuangan di dalam pengambilan keputusan.
Apabila
perusahaan
sedang
mengalami
perkembangan yang pesat dan banyak proyek-proyek investasi yang harus diperhitungkan maka laba harus banyak. Akan tetapi apabila tidak dapat kemungkinan investasi yang terbuka maka akan lebih baik laba tersebut dibagikan kepada pemegang saham. c. Teori kebijakan dividen Ada beberapa macam teori tentang kebijakan dividen. Berikut ini adalah teori tentang kebijakan dividen dalam Brigham (2006): 1) Dividend irrelevance theory Dividend irrelevance theory Adalah suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan dividen tidak
mempunyai
pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya
modalnya. Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya dividend payout ratio, tetapi ditantukan oleh laba bersih sebelum pajak (EBIT) dan risiko bisnis. Dengan demikian kebijakan dividen tidak relevan untuk dipersoalkan. 2) Bird in the hand-Theory Bird in the hand-Theory dinyatakan oleh Gordon dan Lintner yang menyatakan bahwa biaya modal sendiri akan naik jika dividend payout ratio rendah. Hal ini dikarenakan investor lebih suka menerima dividen daripada capital gain. 3) Information content or signaling hipotesis Information content or signaling hipotesis ialah teori yang menyatakan bahwa investor menganggap perubahan dividen sebagai pertanda bagi perkiraan manajemen atas laba. Ada kecenderungan harga saham akan
naik
jika ada
pengumuman dividen kenaikan dividen. Dividen itu sendiri tidak menyebabkan kenaikan atau penurunan harga saham, tetapi prospek perusahaan yang ditunjukan oleh meningkatnya (menurunnya) dividen yang dibayarkan yang menyebabkan perubahan harga saham (Hanafi, 2004).
4) Clientele effect Clientele effect ialah kecenderungan perusahaan untuk menarik jenis investor yang menyukai kebijakan dividennya. Menurut argumen ini dividen seharusnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan segmen investor tertentu. Sebagai contoh, kelompok investor dengan tingkat pajak yang tinggi akan menghindari dividen, karena dividen mempunyai tingkat pajak yang tinggi dibanding dengan capital gain. Sebaliknya, kelompok investor dengan pajak yang rendah akan menyukai dividen. d. Kontroversi kebijakan dividen Kebijakan dividen
masih
merupakan
masalah
yang
mengundang perdebatan, karena terdapat lebih dari satu pendapat. Berbagai pendapat tentang kebijakan dividen dikelompokkan menjadi tiga pendapat yaitu: 1) Dividen dibayar tinggi (Bird In the Hand Theory). Secara teoritis dengan menurunkan dividen maka nilai laba ditahan akan dapat diperbesar dan dapat digunakan untuk investasi dalam bentuk real assets. Namun pendapat ini berbeda dengan teori di atas tersebut sebab menginginkan dividen dibagikan dalam jumlah yang besar, dengan asumsi bahwa harga saham dipengaruhi oleh dividen yang dibayarkan (Gitosudamo, 2001). Argumentasi tersebut mempunyai kesalahan dalam hal
bahwa peningkatan pembayaran dividen hanya dimungkinkan apabila laba yang diperoleh perusahaan juga meningkat. Perusahaan tidak bisa membagikan dividen yang makin besar jika laba yang diperoleh tidak meningkat. Memang benar kalau perusahaan mampu meningkatkan pembayaran dividen karena peningkatan laba, harga saham akan naik. Meskipun demikian kenaikan harga saham tersebut adalah disebabkan karena kenaikan laba bukanlah karena kenaikan pembayaran dividen. Juga tidak benar kalau perusahaan harus membagikan semua laba sebagai dividen, hanya karena perusahaan harus membagikan dividen sebesar-besarnya. Laba dibenarkan untuk ditahan,
kalau
dana
tersebut
bisa
diinvestasikan
dan
menghasilkan tingkat keuntungan yang lebih besar dari biaya modalnya (Husnan, 1996). Dalam Hanafi (2004) ada beberapa argumen yang mendukung pembayaran dividen tinggi yaitu sebagai berikut: a) Mengurangi ketidakpastian Dividen yang tinggi akan membantu mengurangi ketidakpastian. Beberapa tipe investor akan menyukai pendapatan saat ini. Karena dividen diterima saat ini, sedangkan capital gain diterima di masa mendatang, ketidakpastian dividen akan lebih kecil dibandingkan ketidakpastian capital gain. Karena faktor ketidakpastian
berkurang maka investor semacam itu mau membayar harga yang lebih tinggi untuk saham dengan dividen tinggi. Nilai saham akan ditentukan oleh present value dari dividen yang akan diterima investor saat ini dan di masa mendatang. Dividen
di
masa
mendatang
akan
lebih
beresiko
dibandingkan dengan dividen yang dibayarkan saat ini. b) Mengurangi konflik keagenan antara manajer dengan pemegang saham Argumen lain yang mendukung pembayaran yang tinggi datang dari kerangka teori keagenan (agency theory). Menurut teori ini konflik bisa terjadi antara pihak-pihak yang berkaitan di perusahaan. Sebagai contoh, manajer disewa
oleh
pemegang
saham
untuk
menjalankan
perusahaan agar tujuan pemegang saham (maksimalisasi kemakmuran pemegang saham) dapat tercapai. Tetapi manajer bisa saja mempunyai agenda sendiri untuk tidak selalu konsisten dengan tujuan pemegang saham. Misalkan perusahaan mempunyai kelebihan kas atas proyek dengan NPV positif (free cash flow, yang didefinisikan sebagai kelebihan kas setelah semua investasi dengan NPV yang positif didanai). Kas tersebut akan lebih baik jika dibagikan ke pemegang
saham,
dan
pemegang
saham
akan
memanfaatkan kas tersebut dengan cara mereka sendiri. Tetapi manajer barangkali tidak mau membagikan kas tersebut karena ingin tetap memegang kendali atas kas tersebut. Dalam konteks semacam itu, pembayaran dividen yang tinggi merupakan hal yang diinginkan oleh investor, karena akan mengurangi potensi konflik antara manajer dengan pemegang saham. 2) Kebijakan dividen tidak relevan Pendapat ini menyatakan dividend policy is irrelevant, jadi dividen dibagi atau tidak nilai kekayaanya akan sama. Dasar dari pendapat ini adalah pemenuhan dana perusahaan dari external financing. Mereka yang menganut pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan bisa saja membagikan dividen yang banyak atau sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber ekstern. Jadi yang penting adalah apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru) ataukah dari dalam perusahaan (menahan laba). Dampak keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal, atau keputusan dividen adalah tidak relevan (Husnan, 1996). Dalam
Brigham
(2006),
sejumlah
kalangan
memperdebatkan bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadap harga saham maupun terhadap biaya
modalnya. Penganjur utama dari Teori ketidakrelevanan dividen adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (MM). Mereka berpendapat merupakan
bahwa bagian
Rasio kecil
pembayaran saja
dari
dividen
keputusan
hanya investasi
perusahaan. Pembayaran dividen tidak mempengaruhi kekayaan pemegang saham. Nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta risiko bisnisnya dengan kata lain nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata tergantung pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi di antara dividen dan laba yang ditahan. Modigliani dan Miller mengajukan asumsi sebagai berikut: a) Tidak ada pajak atau biaya lainnya, pelaku pasar tidak bisa mempengaruhi
harga
sekuritas.
Pasar
diasumsikan
sempurna (perfect). b) Semua pelaku pasar mempunyai pengharapan yang sama terhadap investasi, keuntungan dan dividen di masa mendatang. Pengharapan investor dikatakan homogen. c) Kebijakan investasi ditentukan lebih dahulu, kebijakan dividen tidak mempengaruhi investasi. 3) Dividen dibayar rendah Variabel yang mendasari argumen ini adalah efek pajak dan flotation cost.
a) Efek pajak Di negara tertentu seperti Amerika Serikat, pajak untuk capital gain lebih rendah dibandingkan dengan pajak untuk dividen (28% versus 31%). Disamping itu, pajak atas capital gain akan efektif jika capital gain tersebut direalisir (yang berarti saham tersebut dijual). Sedangkan pajak dividen akan dibayarkan saat dividen diterima. Berdasar argumen tersebut, dividen seharusnya dibayar rendah, karena menghemat pajak. Pada kenyataannya investor mempunyai tingkat pajak yang beragam, sehingga efek pajak tidak bisa digeneralisir untuk semua investor (Hanafi, 2004). b) Biaya emisi (Flotation Cost) Jika
perusahaan
membayarkan
dividen
dan
kemudian menerbitkan saham, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya emisi saham. Biaya modal saham eksternal lebih besar dibandingkan biaya modal internal, karena biaya emisi, biaya transaksi, dan biaya underpricing saham.
Karena
itu
perusahaan
membayarkan dividen rendah menerbitkan saham baru.
akan
lebih
baik
sehingga
tidak
harus
e. Macam-macam kebijakan dividen Berbagai macam kebijakan dividen menurut Riyanto (2001) adalah sebagai berikut : 1) Kebijakan dividen yang stabil Banyak perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan dividen yang stabil, artinya jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun, dan apabila ternyata pendapatan perusahaan meningkat dan kenaikan pendapatan tersebut nampak mantap dan relatif permanen, barulah besarnya dividen per lembar dinaikkan. Dan dividen yang dinaikan ini akan dipertahankan dalam waktu yang relatif panjang. Alasan yang mendorong perusahaan menjalankan kebijakan dividen yang stabil adalah kebijakan dividen yang stabil dijalankan oleh suatu perusahaan akan dapat memberikan kesan kepada investor bahwa perusahaan tersebut mempunyai prospek
yang
baik
di
masa-masa
mendatang.
Apabila
pendapatan perusahaan berkurang tetapi perusahaan tersebut tidak mengurangi dividen yang dibayarkan, maka kepercayaan pasar terhadap perusahaan tersebut lebih besar dibandingkan kalau dividennya dikurangi pembayarannya. Dengan demikian
manajemen dapat mempengaruhi harapan para investor melalui politik dividen yang stabil. Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang diterima dari dividen. Golongan ini dengan sendirinya tidak akan menyukai adanya pembagian dividen yang tidak stabil. Mereka lebih senang membayar harga ekstra bagi saham yang akan memberikan dividen yang sudah dapat dipastikan jumlahnya. Pada banyak negara terdapat ketentuan dalam pasar modalnya, bahwa organisasi atau yayasan-yayasan sosial, perusahaan-perusahaan asuransi, bank-bank tabungan, danadana pensiun, pemerintah kota, dan lain-lain hanya diijinkan menanamkan dananya dalam saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil. Biasanya dalam pasar modal ada daftar resmi yang memuat nama-nama perusahaan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil, artinya perusahaan yang bersangkutan akan membayar dividennya secara tetap dan tidak terganggu pembayarannya. 2) Kebijakan pembayaran dividen dengan penetapan jumlah minimal plus jumlah ekstra tertentu Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap tahunnya. Dalam keadaan
keuangan yang lebih baik maka perusahaan akan membayarkan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Bagi pemodal ada kepastian akan menerima jumlah dividen yang minimal setiap tahunya meskipun keadaan keuangan perusahaan agak memburuk. Tetapi dilain pihak kalau keadaan keuangan baik maka pemodal akan menerima dividen minimal tersebut ditambah dengan dividen ekstra. Kalau keadaan keuangan memburuk lagi maka yang dibayarkan hanya dividen yang minimal saja. 3) Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan Perusahaan
yang
menjalankan
kebijakan
ini
menetapkan dividend payout ratio yang konstan misalnya 50 %. Ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham tiap tahunya yang
dibayarkan
akan
berfluktuatif
sesuai
dengan
perkembangan keuntungan netto yang diperoleh tiap tahunnya. 4) Kebijakan dividen yang fleksibel Perusahaan menetapkan dividend payout ratio besarnya tiap tahunnya disesuaikan dengan posisi keuangan dan kebijakan finansial
dari
perusahaan
yang
bersangkutan.
Apabila
keuntungan tinggi maka besarnya dividen yang dibagikan relatif tinggi, dan sebaliknya jika tingkat keuntungan rendah maka besarnya dividen yang dibayarkan juga rendah, atau dapat
dikatakan
besarnya
selalu
proporsional
dengan
tingkat
keuntungan. f. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Rasio Pembayaran Dividen Menurut Hanafi (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran dividen terdiri dari: 1) Kesempatan investasi Semakin besar kesempatan investasi maka dividen yang bisa dibagikan akan semakin sedikit. Akan lebih baik jika ditanamkan pada investasi yang menghasilkan NPV positif. 2) Likuiditas dan Profitabilitas Perusahaan profitabilitas
yang
yang baik
mempunyai bisa
aliran
membayar
kas
atau
dividen
atau
meningkatkan dividen. Hal yang sebaliknya akan terjadi jika jika aliran kas tidak baik. Alasan lain pembayaran dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mempunyai kas yang berlebihan seringkali menjadi target dalam akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan tersebut bisa membayarkan dividen, dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham. 3) Akses ke pasar keuangan Jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, perusahaan bisa membayarkan dividen lebih tinggi.
Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya. 4) Stabilitas pendapatan. Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran kas di masa mendatang bisa diperkirakan dengan lebih akurat. Perusahaan semacam itu dapat membayar dividen yang lebih tinggi. Hal yang sebaliknya terjadi untuk perusahaan yang mempunyai pendapatan yang tidak stabil. Ketidakstabilan aliran kas dimasa mendatang membatasi kemampuan perusahaan membayar dividen yang tinggi. 5) Pembatasan-pembatasan Seringkali kontrak utang, obligasi, ataupun saham preferen membatasi pembayaran dividen dalam situasi tertentu, atau rasio likuiditas tertentu, atau perusahaan tidak bisa membayarkan dividen sebelum dividen untuk pemegang saham preferen dibayar. Dalam situasi normal, atau baik, pembatasan semacam itu tidak berpengaruh banyak terhadap kemampuan perusahaan membayarkan dividennya. Tetapi dalam situasi buruk dimana aliran kas lebih kecil, pembatasan tersebut akan mempengaruhi pembayaran dividen oleh perusahaan. Sedangkan menurut Riyanto (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi rasio pembayaran dividen suatu perusahaan adalah sebagai berikut:
1) Posisi likuiditas perusahaan. Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan cash outflow, maka makin kuat posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Suatu perusahaan yang sedang tumbuh secara rendabel, mungkin tidak begitu kuat posisi likuiditasnya karena sebagian besar dari dananya aktiva tetap dan modal kerja dengan demikian kemampuannya untuk membayarkan dividen pun sangat terbatas. Dengan sendirinya likuiditas suatu perusahaan ditentukan oleh keputusan-keputusan di bidang investasi dan cara pemenuhan kebutuhan dananya. 2) Kebutuhan untuk membayar hutang Apabila perusahaan akan memperoleh utang baru atau menjual obligasi baru untuk membiayai perluasan perusahaan, sebelumnya harus direncanakan bagaimana caranya untuk membayar
kembali
utang
tersebut.
Apabila
perusahaan
menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatanya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti
berarti hanya sebagian kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen. 3) Tingkat pertumbuhan perusahaan Makin cepat tingkat pertumbuhan suatu perusahaan, makin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhannya. Perusahaan tersebut biasanya akan lebih senang untuk menahan pendapatanya daripada dibayarkan sebagai dividen dengan mengingat batasan-batasan biayanya. Apabila perusahaan telah mencapai tingkat pertumbuhan sedemikian rupa sehingga perusahaan telah well established, dimana kebutuhan dananya dapat dipenuhi dengan dana yang berasal dari pasar modal atau sumber dana ekstern lainya, maka keadaannya adalah berbeda. Dalam hal yang demikian perusahaan dapat menetapkan dividend payout ratio yang tinggi. 4) Pengawasan terhadap perusahaan Variabel penting lainya adalah kontrol atau pengawasan terhadap perusahaan.
Ada perusahaan
yang
mempunyai
kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan kontrol dari kelompok dominan di dalam perusahaan. Demikian pula kalau membiayai ekspansi dari utang akan menambah
risiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan intern dalam
rangka
usaha
mempertahankan
kontrol
terhadap
perusahaan, berarti mengurangi dividend payout ratio. Ada berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam menetapkan rasio pembayaran dividen menurut berbagai pakar sebagaimana telah dipaparkan di atas. Adapun Penelitian ini berfokus pada faktor-faktor yang diduga paling berpengaruh terhadap rasio pembayaran dividen yang antara lain adalah sebagai berikut: 1) Cash Position (CP) Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan “cash outflow”, maka makin kuat posisi kas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Riyanto, 2001). Posisi kas merupakan rasio kas akhir tahun dengan earnings after tax. Bagi perusahaan yang memiliki posisi kas yang semakin kuat akan semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan dividen (Sudarsi, 2002).
2) Profitability (PR) Profitabilitas
adalah
kemampuan
perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seorang penganalisa
untuk
mengevaluasi
tingkat
earning
dalam
hubungannya dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Profitabilitas adalah keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ukuran return on investment (ROI). Analisa ROI dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu tehnik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh (komperehensif). ROI merupakan salah satu bentuk dari ratio profitabilitas
yang
dimaksudkan
untuk
dapat
mengukur
kemampuan
perusahaan
dengan
keseluruhan
dana
yang
ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Munawir, 2000). Faktor
profitabilitas
juga
berpengaruh
terhadap
kebijakan dividen karena dividen adalah sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, oleh karena itu dividen akan dibagikan
apabila
perusahaan
memperoleh
keuntungan.
Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajibankewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Oleh karena itu dividen yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempengaruhi dividend payout ratio. Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai dividen (Sudarsi, 2002). 3) Firm Size (Size) Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal dibandingkan dengan perusahaan kecil. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Kemudahan aksesbilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan bank untuk memunculkan dana yang lebih besar, dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil.
Ukuran perusahaan diwakili oleh Log Natural (Ln) dari total assets tiap tahun (Sudarsi, 2002). 4) Debt to Equity Ratio (DER) Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan utang) terhadap total shareholders’ equity yang dimiliki perusahaan (Ang, 1997). Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya
dan
rasio
yang
semakin
rendah
akan
menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya.
Apabila
perusahaan
menentukan
bahwa
pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti hanya sebagian kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen (Riyanto, 2001). Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin
tinggi
menurunkan
kewajiban
kemampuan
(Sudarsi, 2002).
perusahaan,
perusahaan
akan
membayar
semakin dividen
B. PENELITIAN TERDAHULU Penelitian mengenai kebijakan dividen telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Penelitian terdahulu ini diambil dari berbagai jurnal yang telah diterbitkan oleh lembaga penelitian maupun instansi-instansi pendidikan. Adapun penelitian terdahulu dijelaskan sebagai berikut: Susilawati (2000) melakukan penelitian tentang dampak faktorfaktor keagenan dan faktor-faktor yang mempengaruhi biaya transaksi terhadap rasio pembayaran dividen. Dimana populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang go public di Bursa Efek Jakarta. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 44 perusahaan dimana diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini melibatkan 6 variabel yang terdiri dari dividend payout ratio sebagai variabel dependen sedangkan insider ownership, shareholder dispersion, tingkat pertumbuhan perusahaan, resiko perusahaan dan ukuran perusahaan sebagai variable independent. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan variabel insider ownership, shareholder dispersion, tingkat pertumbuhan perusahaan, resiko perusahaan dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout
ratio.
Sedang
secara parsial
variabel tingkat
pertumbuhan perusahaan, resiko perusahaan dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio dan variabel insider ownership dan shareholder dispersion tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio.
Yuniningsih (2002) melakukan penelitian tentang interpendensi antara kebijakan dividend payout ratio, financial leverage, dan investasi pada perusahaan manufaktur yang listed di BEJ dimana populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang listed di BEJ, sedangkan sampel penelitian 159 perusahaan dengan lama periode penelitian yaitu tahun 1992 sampai tahun 1995. Penelitian ini melibatkan 9 variabel yang terdiri dari dividend payout ratio, financial leverage, investasi perusahaan, likuiditas, profitabilitas, risiko perusahaan, struktur asset, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel investasi memiliki koefisien negatif dan berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio, variabel financial leverage memiliki koefisien negatif tetapi tidak berpengaruh signifikan dengan dividend payout ratio, variabel likuiditas, profitabilitas, dan risiko perusahaan mempunyai koefisien positif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Sudarsi (2002) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada industri perbankan yang listed di BEJ. Dimana populasi dalam penelitian ini adalah bank-bank yang terdaftar di BEJ dan termasuk kelompok bank yang memiliki saham aktif selama tiga tahun berturut-turut selama tahun 1994-1995, dari populasi tersebut peneliti menentukan sampel dengan metode purposive sampling yaitu penentuan sampel berdasarkan kriteria. Kriteria yang digunakan peneliti adalah yang pertama data untuk faktor-faktor yang diteliti adalah
lengkap, kedua dividend payout ratio yang dimiliki adalah lebih kecil atau sama dengan satu. Penelitian ini melibatkan 6 variabel yang terdiri dari dividend payout ratio sebagai variabel dependen dan cash position, profitabilitas, potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan, dan debt to eqity ratio sebagai variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik secara simultan ataupun secara parsial variabel cash position, profitabilitas, potensi pertumbuhan, ukuran perusahaan, dan debt to eqity ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio. Sunarto dan Kartika (2003) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dividen kas di BEJ. dimana populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang listed di BEJ, sedangkan sampel penelitian 34 perusahaan dengan lama periode penelitian yaitu tahun 1999 sampai tahun 2000. Penelitian ini melibatkan 6 variabel yang terdiri dari cash dividend sebagai variabel dependen dan return on investment, cash ratio, current ratio, debt to total asset dan earnings per share sebagai variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel earnings per share memiliki koefisien positif dan berpengaruh signifikan terhadap cash dividend, sedangkan variabel cash ratio, current ratio, debt to total asset, dan return on investment tidak berpengaruh signifikan terhadap cash dividend. Kania dan Bacon (2005) melakukan penelitian menggunakan sampel penelitian sebanyak 542 perusahaan diambil dari data Multex
Investor Database. Penelitian ini menggunakan 10 variabel dimana dividend payout ratio sebagai variabel dependen dan 9 variabel sebagai variabel independen yaitu return on equity, sales growth, beta, current ratio, debt to total assets, insider ownership, institutional ownership, capital spending, 5 year growth in EPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel independen berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Variabel debt to total assets dan 5 year growth in EPS memiliki koefisien positif, sedangkan variabel independen yang lain memiliki koefisien negatif terhadap dividend payout ratio. Anil dan Kapoor (2008) melakukan pengujian untuk mengetahui determinan yang mempengaruhi dividend payout ratio pada perusahaan Information Technology di India pada periode tahun 2000-2006 dengan menggunakan 6 variabel penelitian yang terdiri dari dividend payout ratio sebagai variabel dependen dan current and anticipated earnings, cash flows or liquidity, corporate tax, risk (beta), growth opportunities (sales growth and MTBV). Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel cash flows memiliki koefisien positif dan berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio sedangkan variabel independen yang lain tidak berpengaruh secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Mengacu pada beberapa penelitian tersebut di atas, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio penelitian ini menggunakan 5 variabel yang terdiri dari dividend payout ratio sebagai variabel dependen dan cash position, profitability, firm size,
dan debt to equity ratio sebagai variabel independen. Obyek dan waktu dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang membagikan dividen dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2005-2007. C. RUMUSAN HIPOTESIS Penelitian ini berfokus pada faktor-faktor yang diduga paling berpengaruh terhadap rasio pembayaran dividen yang antara lain adalah sebagai berikut: 1. Cash Position (CP) Posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan “cash outflow”, maka makin kuat posisi kas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Riyanto, 2001). Bagi perusahaan yang memiliki posisi kas yang semakin kuat akan semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen. Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan dividen (Sudarsi, 2002). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diformulasikan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Cash position berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. 2. Profitability (PR) Profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ukuran return on investment (ROI). Analisa ROI dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu tehnik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh (komperehensif). ROI merupakan salah satu bentuk dari ratio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasinya perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Munawir, 2000). Faktor profitabilitas juga berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen adalah sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan, dividen akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan. Oleh karena itu, dividen yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempengaruhi dividend payout ratio. Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai dividen (Sudarsi, 2002). Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis 2 sebagai berikut : H2 : Profitability berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout ratio.
3. Firm Size (Size) Faktor ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal di bandingkan dengan perusahaan kecil. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Kemudahan aksesbilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan bank untuk memunculkan dana yang lebih besar, dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan diwakili oleh Log Natural (Ln) dari total assets tiap tahun (Sudarsi, 2002). Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis 3 sebagai berikut : H3 : Firm size berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. 4. Debt to Equity Ratio (DER) Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk
keperluan tersebut, yang ini berarti berarti hanya sebagian kecil saja yang pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen (Riyanto, 2001). Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban
perusahaan,
akan
semakin
menurunkan
kemampuan
perusahaan membayar dividen (Sudarsi, 2002). Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik hipotesis 4 sebagai berikut : H4 : Debt to equity ratio berpengaruh negatif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. D. KERANGKA PEMIKIRAN Dari beberapa dasar teori yang ada serta pemahaman terhadap penelitian sebelumnya, maka berikut ini dibentuk kerangka pemikiran sebagai berikut:
cash position
profitability devidend payout ratio firm size
debt to equity ratio Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Gambar di atas menjelaskan bahwa H1 menunjukkan pengaruh positif secara signifikan cash position terhadap dividend payout ratio. H2 menunjukkan pengaruh positif secara signifikan profitability terhadap dividend payout ratio. H3 menunjukkan pengaruh positif secara signifikan firm size terhadap dividend payout ratio. H4 menunjukkan pengaruh negatif secara signifikan debt to equity ratio terhadap dividend payout ratio.
BAB III METODE PENELITIAN A. POPULASI DAN SAMPEL Populasi adalah keseluruhan individu yang akan diteliti dan paling sedikit mempunyai sifat yang sama (Sekaran, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada periode tahun 2005-2007. Sampel
adalah
bagian
atau
anggota
populasi
yang
karakteristiknya hendak diteliti dan dianggap mewakili (Sekaran, 2006). Metode pengambilan sampel dengan menggunakan Purposive Sampling Method yaitu pemilihan sampel dengan menggunakan pertimbangan atau kriteria tertentu. Sampel yang dipilih sebagai obyek penelitian harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan yang tergabung dalam perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode pengamatan yaitu tahun 2005-2007. 2. Perusahaan yang membagikan dividen selama periode 2005-2007. 3. Perusahaan yang memiliki data lengkap selama periode pengamatan untuk faktor-faktor yang diteliti selama periode 2005-2007. B. METODE PENGUMPULAN DATA Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survey literature. Data yang dipergunakan adalah data sekunder yang meliputi laporan keuangan perusahaan dan kepemilikan saham yang memenuhi
kriteria sampel penelitian yang diperoleh dari laporan keuangan sejumlah perusahaan di Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Sedangkan pengumpulan data dengan cara pooling data dari perusahaan manufaktur di BEI selama periode pengamatan tahun 2005-2007. C. DEFINISI OPERASIONAL DAN PENGUKURAN VARIABEL Variabel merupakan objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Variabel terikat (Y) Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain (Sekaran, 2006). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah dividend payout ratio (DPR). DPR merupakan perbandingan antara dividen per lembar saham (DPS) dengan laba per lembar saham (EPS) atau merupakan persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham (Ang, 1997). Adapun DPR dapat dirumuskan sebagai berikut: Dividend Payout Ratio =
Dividend Per Share Earnings Per Share
2. Variabel Bebas (X)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi dependent variable (variabel terikat), entah secara positif atau negatif (Sekaran, 2006). Terdapat empat variabel bebas dalam penelitian ini dan sebagai berikut:
a. Cash Position (X1) Cash position merupakan perbandingan jumlah kas pada akhir tahun terhadap earnings after tax (Sudarsi, 2002). Cash position dapat dirumuskan sebagai berikut: Cash Position =
Kas Akhir Tahun Earning After Tax
b. Profitability (X2). Profitability adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitability dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio Return On Investment, yang merupakan ukuran efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya (Sudarsi, 2002). Profitability atau ROI dapat dirumuskan sebagai berikut: Return On Investment =
Earning After Tax Total Assets
c. Firm Size (X3)
Size adalah simbol ukuran perusahaan. Proxy ini dapat ditentukan melalui Log natural dari Total Assets (Ln TA) tiap tahun (Sudarsi, 2002). d. Debt to Equity Ratio (X4)
Variabel debt to equity ratio di ukur melalui perbandingan antara total utang dengan ekuitas perusahaan (Ang, 1997). Faktor ini
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibanya yang ditunjukan oleh bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Debt to equity ratio dapat dirumuskan sebagai berikut: Debt to Equity Ratio =
Total Debts Total Shareholder ' s Equity
D. METODE ANALISIS DATA Metode analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan bantuan program komputer yaitu program SPSS. Adapun analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah hasil analisis regresi linier berganda yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini terbebas dari penyimpangan asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, multikolonieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Adapun masing-masing pengujian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2006). Uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi
apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan uji statistik non-parametik Kolmogorov-Smirnow (K-S). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis: Ho
: Data rata-rata berdistribusi normal
Ha
: Data rata-rata tidak berdistribusi normal
α
: 0,05
Daerah kritis
: Ho ditolak jika Sig. < α
b. Uji Multikolonieritas. Pengujian multikolonieritas ini berguna untuk mengetahui apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas dalam model regresi adalah dengan menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hal ini mengindikasikan adanya multikolinieritas (Ghozali, 2006). Multikolonieritas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap varibel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Nilai cut off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF di atas 10 (Ghozali, 2006).
c. Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas
dan
jika
berbeda
disebut
heteroskedastisitas (Ghozali, 2006). Uji statistik yang digunakan untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan uji Glejser. Uji Glejser mengusulkan untuk meregresi nilai absolut residual terhadap variabel independen (Gujarati, 2003) dalam (Ghozali, 2006), dengan persamaan regresi: |Ut| = α + βX + Vt Jika
variabel
independen
signifikan
secara
statistik
mempengaruhi variabel dependen nilai absolut (AbsUt) dan dari probabilitas signifikansinya di bawah 5% maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pada periode t dengan periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2006). Untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi maka dapat dideteksi
dengan uji Durbin-Waston (DW test). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi maka berikut ini adalah tabel autokorelasi Durbin-Watson (Ghozali, 2006): Tabel 3.1 Tabel Autokorelasi Durbin-Watson
Kesimpulan
0 < d < dL
Ada autokorelasi
dL < d < dU
Tanpa kesimpulan
dU < d < 4 - dU
Tidak ada autokorelasi
4 - dU < d < 4 – dL
Tanpa kesimpulan
4 – dL< d < 4
Ada autokorelasi
2. Analisis Data Penelitian a. Pengujian regresi linier berganda Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk mengukur kekuatan dua variabel atau lebih dan juga menunjukan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Adapun rumus dari regresi linier berganda (multiple linier regresion) secara umum adalah sebagai berikut : Y= a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + e Berdasarkan mekanisme hubungan antar variabel maka formulasi matematis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
DPR = a + b1 CP + b2 PR + b3 Size + b4 DER + e Dimana : DPR
= Dividend Payout Ratio
CP
= Cash Position
PR
= Profitability
Size
= Ukuran (size) perusahaan
DER
= Debt to Equity Ratio
a
= konstanta / intercept
b1, b2, b3, b4
= koefisien regresi dari setiap variabel independen
e
= faktor error
b. Uji F Uji F dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah sebesar 5%, dengan derajat kebebasan df = (n-k-1), dimana (n) adalah jumlah observasi dan (k) adalah jumlah variabel. c. Uji t Uji t dilakukan untuk menguji koefisien regresi secara parsial dari variabel independennya. Tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 5%, dengan derajat kebebasan df = (n-k-1), dimana (n) adalah jumlah observasi dan (k) adalah jumlah variabel.
d. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
R2
yang
digunakan
adalah
R2
yang
telah
mempertimbangkan jumlah variabel independen dalam suatu model regresi atau disebut R2 yang telah disesuaikan (Adjusted-R2). Besarnya koefisien determinasi ini adalah 0 sampai dengan 1. Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan
variabel-variabel
independen
dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2006).
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS STATISTIK DISKRIPTIF Untuk mengetahui gambaran kondisi dari variabel dalam penelitian ini maka dilakukan analisis deskriptif. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen terdiri atas cash position, profitability, firm size, dan debt to equity ratio. sedangkan variabel dependennya adalah dividend payout ratio. Adapun deskripsi dari variabel penelitian tersebut sebagai berikut: Tabel IV.1 Statistik Diskriptif Data Penelitian Variabel
Minimum
Maximum
Cash Position 1,7 % 782,9 % Profitability (ROI) 0,3 % 39,8 % Size (Total Assets, 42.145 61.166.666 dalam jutaan Rupiah) Debt to Equity Ratio 57,7 % 728,2 % Dividend Payout Ratio 7,8 % 68,7 % Sumber: data sekunder diolah, 2010
Mean
Std. Deviation
142,9 % 8,7 %
129,7 % 7,4 %
3.863.893 8.581.907,189 119,1 % 30 %
107,6 % 13,7 %
Cash Position merupakan rasio kas akhir tahun dengan earnings after tax. Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan oleh manajemen sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi kebijakan dividen (Sudarsi, 2002). Berdasarkan tabel IV.1 diketahui nilai minimum untuk cash position pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 sebesar 1,7% yaitu nilai cash position PT. Mandom Indonesia Tbk pada tahun 2005, sedangkan nilai maksimum untuk
cash position pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 sebesar 782,9% yaitu nilai cash position PT. Indofood Suksrs Makmur Tbk pada tahun 2005. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa rata-rata cash position perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 adalah 142,9%, hal ini menunjukkan bahwa rata-rata nilai kas akhir tahun perusahaan manufaktur selama tahun 2005-2007 adalah sebesar 142,9% dari keuntungan perusahaan. Profitability adalah keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profitability yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ukuran return on investment (ROI). Berdasarkan tabel IV.1 diketahui nilai minimum untuk return on investment pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 sebesar 3% yaitu nilai return on investment PT. Indorama Syntetics Tbk pada tahun 2006, sedangkan nilai maksimum untuk return on investment pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 sebesar 39,8% yaitu nilai return on investment PT. Unilever Tbk pada tahun 2006. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa rata-rata return on investment perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 adalah 8,7% hal ini menunjukkan bahwa rata-rata besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan manufaktur selama tahun 2005-2007 adalah 8,7% dari seluruh total assets perusahaan. Firm size merupakan simbol ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan diwakili dari total assets tiap tahun. Berdasarkan tabel IV.1 diketahui nilai
minimum untuk firm size pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 sebesar Rp 42.145.000.000,- yaitu nilai firm size PT. Lion Mesh Prima Tbk pada tahun 2005, sedangkan nilai maksimum untuk firm size pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 20052007 sebesar Rp 61.166.666.000.000,- yaitu nilai firm size PT. Astra International Tbk pada tahun 2005. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa rata-rata total assets perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 adalah sebesar Rp 3.863.893.000.000,-. Debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan utang) terhadap total shareholders’ equity yang dimiliki perusahaan (Ang, 1997). Berdasarkan tabel IV.1 diketahui nilai minimum untuk debt to equity ratio pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 sebesar 57,7% yaitu nilai debt to equity ratio PT. Jaya Pari Steel Tbk pada tahun 2006, sedangkan nilai maksimum untuk debt to equity ratio pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 sebesar 728,2% yaitu nilai debt to equity ratio PT. Tembaga Mulia Semanan Tbk pada tahun 2006. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa rata-rata debt to equity ratio perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 adalah 1,191% hal ini menunjukkan bahwa rata-rata total utang perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 adalah sebesar 119,1% dari total ekuitas perusahaan. Dividend payout ratio merupakan persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham (Riyanto, 2001). Berdasarkan tabel
IV.1 diketahui nilai minimum untuk dividend payout ratio pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 sebesar 7,8% yaitu nilai dividend payout ratio PT. Sepatu Bata Tbk pada tahun 2005, sedangkan nilai maksimum untuk dividend payout ratio pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 sebesar 68,7% yaitu nilai dividend payout ratio PT. Citra Tubindo Tbk pada tahun 2007. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa rata-rata dividend payout ratio perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007 adalah 30% hal ini menunjukkan bahwa rata-rata besarnya nilai setiap lembar dividen perusahaan manufaktur selama tahun 2005-2007 adalah 30% dari nilai keuntungan per lembar saham perusahaan.
B. PENGUJIAN ASUMSI KLASIK Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah hasil analisis regresi linier berganda yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini terbebas dari penyimpangan asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, multikolonieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Adapun masingmasing pengujian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2006). Penelitian ini untuk menguji normalitas residual menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).
Kriteria yang digunakan dalam uji statistik Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan nilai yang signifikansinya telah ditentukan yaitu sebesar 5% (0,05). Jika nilai probabilitas yang diperoleh lebih besar dari 0,05 maka data berdistribusi normal. Berikut adalah hasil pengujian normalitas: Tabel IV.2 Hasil Pengujian Normalitas Variabel
Kolmogorov Smirnov Z Unstandardized Residual 0,738 Sumber: data sekunder diolah, 2010
pvalue
Keterangan
0,647
Normal
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS for windows diperoleh nilai kolmogorov smirnov z untuk residual (µi) sebesar 0,738 dengan probability 0,647. Perbandingan antara probability dengan standar signifikansi yang sudah ditentukan diketahui bahwa nilai probaility sebesar 0,647 lebih besar dari 0,05. Sehingga menunjukkan bahwa distribusi data dalam penelitian normal. 2. Uji Multikolonieritas Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas didalam model regresi adalah dengan menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas. Jika antar variabel bebas ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonearitas. Ada tidaknya multikolonieritas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap varibel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainya. Nilai
cutoff yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10 (Ghozali, 2006). Berikut ini adalah tabel coefficient correlations dan tabel colliniarity statistic: Tabel IV.3 Hasil Perhitungan Korelasi Antar Variabel Bebas Correlation
CP
ROI
1,000 0,279 CP 0,279 1,000 ROI 0,000 -0,063 Size -0,072 0,327 DER Sumber: data sekunder diolah, 2010
Size
DER
0,000 -0,063 1,000 -0,188
-0,072 0,327 -0,188 1,000
Tabel IV.4 Hasil Pengujian Multikolonieritas No
Variabel
Tolerance
VIF
1. CP (X1) 0,892 1,121 2. ROI (X2) 0,801 1,249 3. Size (X3) 0,964 1,037 4. DER (X4) 0,837 1,195 Sumber: data sekunder diolah, 2010
Keterangan Tidak Terjadi Multikolonieritas Tidak Terjadi Multikolonieritas Tidak Terjadi Multikolonieritas Tidak Terjadi Multikolonieritas
Dengan melihat hasil perhitungan korelasi antar variabel bebas di atas, diketahui hasil besaran korelasi antar variabel bebas tampak masih jauh daari 90%, maka dapat disimpulkan tidak terdapat indikasi multikolonieritas. Dari hasil pengujian multikolonieritas tidak ada satupun dari variabel bebas yang mempunyai nilai tolerance lebih kecil dari 0,1. Begitu juga nilai VIF masing-masing variabel tidak ada yang lebih besar dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada korelasi yang sempurna antara variabel bebas (independent), sehingga model regresi ini tidak ada masalah multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastitas bertujuan untuk mengetahui adanya ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke penggamatan yang lain. Ghozali (2006) menjelaskan bahwa model regresi yang baik bersifat homoskedastitas atau tidak bersifat heteroskedastitas. Berikut ini adalah tabel hasil dari uji glejser: Tabel IV.5 Hasil Uji Glejser No
Variabel
thitung
Sig
1. CP (X1) -1,246 0,215 2. ROI (X2) 0,337 0,737 3. Size (X3) 1,864 0,389 4. DER (X4) -0,426 0,671 Sumber: data sekunder diolah, 2010
Keterangan Tidak Terjadi Heteroskedastisitas Tidak Terjadi Heteroskedastisitas Tidak Terjadi Heteroskedastisitas Tidak Terjadi Heteroskedastisitas
Dari tabel IV.5 menunjukan bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat nilai Absolut Ut (AbsUt). Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikannya di atas tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. 4. Uji Autokorelasi Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena kesalahan pengganggu (residual) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Uji yang dilakukan untuk mendeteksi adanya autokorelasi ini adalah uji Durbin Watson, yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson hitung (d) dengan nilai kritisnya atau nilai tabel. Jika nilai (d)
terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4-du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tak ada autokorelasi. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1,862. Pada jumlah sampel (n) = 121 dan jumlah variabel bebas (k) = 4, maka besarnya nilai tabel Durbin-Watson Test adalah du = 1,772 dan 4-du = 2,227. Hasil analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa nilai du 1,772 < DW 2,046 < 2,228, maka tidak terjadi adanya autokorelasi antar variabel independen.
C. ANALISIS DATA PENELITIAN 1. Pengujian regresi linier berganda Regresi merupakan alat yang mengukur kekuatan pengaruh antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah pengaruh antara variabel dependent dengan variabel independent. Adapun berdasarkan perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel IV.6 Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda Variabel (Constant) Cash Position Return on Investment Size (Ln Total Assets) Debt to Equity Ratio
Coefficient -0,0520 0,01922 0,845 0,01831 -0,00463
Ajd R2 = 0,209 F = 9,123 Sig = 0,000 Sumber: Data sekunder diolah, 2010
Beta
0,182 0,456 0,199 -0,036
t -0,483 2,121 5,027 2,406 -0,410
Sig 0,630 0,036 0,000 0,018 0,683
Dari tabel IV.6 yang merupakan hasil pengujian regresi linier berganda dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut: Y = -0,0520 + 0,01922X1 + 0,845X2 + 0,01831X3 - 0,00463X4 Berdasarkan persamaan regresi di atas, dapat dibuat interpretasi sebagai berikut: a = -0,0520 Nilai konstan untuk persamaan regresi adalah -0,0520 dengan parameter negatif. Hal ini berarti bahwa tanpa adanya cash position, profitability (ROI), firm size (LN Total Assets), dan debt to equity ratio maka dividend payout ratio perusahaan tetap mengalami penurunan. b1 = 0,01922 Besar nilai koefisien regresi untuk variabel cash position (X1) adalah 0,01922 dengan parameter positif. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan cash position sebesar 1%, maka akan meningkatkan dividend payout ratio sebesar 0,019 %. b2 = 0,845 Besar nilai koefisien regresi untuk variabel profitability (ROI) (X2) adalah 0,845 dengan parameter positif. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan profitability (ROI) sebesar 1%, maka akan semakin meningkatkan dividend payout ratio sebesar 0,845%.
b3 = 0,01831 Besar nilai koefisien regresi untuk variabel firm size (LN Total Assets) (X3) adalah 0,01831 dengan parameter positif. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan firm size (LN Total Assets) sebesar 1%, maka akan semakin meningkatkan dividend payout ratio sebesar 0,018%. b4 = -0,00463 Besar nilai koefisien regresi untuk variabel debt to equity ratio (X6) adalah -0,00463 dengan parameter negatif. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi peningkatan debt to equity ratio sebesar 1%; maka akan menurunkan dividend payout ratio sebesar 0,005%. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa return on investment mempunyai nilai koefieisen beta lebih besar dibandingkan dengan variabel-variabel lainnya yaitu sebesar 0,456. Hal ini menunjukkan bahwa return on investment merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap dividend payout ratio perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2007. 2. Uji F Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat dilakukan uji F atau uji anova. Dari Tabel IV.6 dapat dilihat probabilitas value dalam penelitian ini yaitu sebesar 0,000. Karena angka tersebut lebih kecil dari angka 0,05 yang merupakan angka derajat kepercayaan (0,000 < 0,05) maka kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa cash position, profitability,
firm size dan debt to equity ratio secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. 3. Uji t Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu antara cash position terhadap dividend payout ratio, profitability terhadap dividend payout ratio, firm size terhadap dividend payout ratio, debt to equity ratio terhadap dividend payout ratio. Berikut ini hasil uji parsial dari masingmasing variabel: (1). Pengujian parsial terhadap cash position (CP) Dari Tabel IV.6 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,036. Karena angka tersebut lebih kecil dari angka 0,05 yang merupakan angka derajat kepercayaan (0,036 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari cash position terhadap dividend payout ratio. (2). Pengujian parsial terhadap profitability (PR) Dari Tabel IV.6 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,000. Karena angka tersebut lebih kecil dari 0,05 yang merupakan angka derajat kepercayaan (0,000 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari profitability terhadap dividend payout ratio.
(3). Pengujian parsial terhadap firm size (Size) Dari Tabel IV.6 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,018. Karena angka tersebut lebih kecil dari 0,05 yang merupakan angka derajat kepercayaan (0,018 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari firm size terhadap dividend payout ratio. (4). Pengujian parsial terhadap debt to equity ratio (DER) Dari Tabel IV.6 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,683. Karena angka tersebut lebih besar dari 0,05 yang merupakan angka tingkat kepercayaan (0,05 < 0,683), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari debt to equity ratio terhadap dividend payout ratio. 4. Koefisien Determinasi (R2) Pengujian ini dipergunakan untuk menghitung seberapa besar varian dari variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen. R2 yang digunakan adalah R2 yang telah mempertimbangkan jumlah variabel independen dalam suatu model regresi atau disebut R2 yang telah disesuaikan (Adjusted-R2). Hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (Adjusted R2) sebesar 0,210. Hal ini berarti bahwa cash position, profitability, firm size, dan debt to equity ratio memberikan sumbangan sebesar 21%, terhadap dividend payout ratio perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia tahun 2005-2007, sedangkan sisanya sebesar 79% dapat dijelaskan oleh variabel yang lain di luar model. D. INTERPRETASI HASIL PENELITIAN Dalam bagian ini, peneliti akan membahas analisis hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan hasil penelitian ini akan menjelaskan apakah hipotesis yang dikemukakan dapat diterima atau tidak dapat diterima secara empirik. 1. Pengaruh cash position terhadap dividend payout ratio. H1 : Cash position berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah cash position mempunyai pengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel IV.6 dimana nilai probabilitas signifikansi cash position terhadap dividend payout ratio sebesar 0,036. Nilai tersebut lebih kecil dari angka 0,05 yang merupakan angka derajat kepercayaan (0,036 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa cash position dalam penelitian ini berpengaruh signifikan pada dividend payout ratio. Nilai koefisien regresi yang positif untuk variabel cash position sebesar 0,01922. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Artinya, secara statistik dapat ditunjukkan bahwa cash position dalam penelitian ini berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout ratio.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudarsi (2002) yang mempunyai hasil cash position tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Dengan demikian teori yang dinyatakan oleh Riyanto (2001) terbukti bahwa posisi kas atau likuiditas perusahaan merupakan faktor yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan bearnya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan “cash outflow”, maka makin kuat posisi kas perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. 2. Pengaruh profitability terhadap dividend payout ratio. H2 : Profitability berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah profitability mempunyai pengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel IV.6 dimana nilai probabilitas signifikansi profitability terhadap dividend payout ratio sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari angka 0,05 yang merupakan angka derajat kepercayaan (0,000 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa profitability dalam penelitian ini berpengaruh signifikan pada dividend payout ratio. Nilai koefisien regresi yang positif untuk variabel profitability sebesar 0,845 maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Artinya, secara statistik dapat
ditunjukkan bahwa profitability dalam penelitian ini berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniningsih (2002) dan Anil dan Kapoor (2008) yang menyatakan variabel profitability tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kania dan Bacon (2005) yang menyatakan variabel profitability berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian ini konsisten dengan teori yang dikemukakan oleh Hanafi (2004) bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dividen. Profitabilitas adalah keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya yaitu bunga dan pajak. Oleh karena itu dividen yang diambilkan dari keuntungan bersih akan mempengaruhi dividend payout ratio. Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai dividen. 3. Pengaruh firm size terhadap dividend payout ratio. H3 : Firm size berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah firm size mempunyai pengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout
ratio. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel IV.6 dimana nilai probabilitas signifikansi firm size terhadap dividend payout ratio sebesar 0,018. Nilai tersebut lebih kecil dari angka 0,05 yang merupakan angka derajat kepercayaan (0,018 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa firm size dalam penelitian ini berpengaruh signifikan pada dividend payout ratio. Nilai koefisien regresi yang positif untuk variabel firm size sebesar 0,01831 maka dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Artinya, secara statistik dapat ditunjukkan bahwa firm size dalam penelitian ini berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Susilawati (2000) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Namun hasil ini konsisten tidak sejalan dengan penelitian Sudarsi (2002) yang menyatakan bahwa firm size tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap rasio pembayaran dividen. Suatu perusahaan yang mapan dan besar memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal dibandingkan dengan perusahaan kecil. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya. Kemudahan aksesbilitas ke pasar modal dapat diartikan adanya fleksibilitas dan kemampuan bank untuk memunculkan dana yang lebih besar, dengan catatan perusahaan tersebut memiliki rasio pembayaran yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Hasil penelitian ini konsisten teori yang dikemukakan Hanafi (2004) bahwa jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, perusahaan bisa membayarkan dividen
lebih tinggi. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya. 4. Pengaruh debt to equity ratio terhadap dividend payout ratio. H4 : Debt to equity ratio berpengaruh negatif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Hipotesis ini bertujuan untuk menguji apakah debt to equity ratio mempunyai pengaruh negatif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel IV.6 dimana nilai probabilitas signifikansi debt to equity ratio terhadap dividend payout ratio sebesar 0,683. Nilai tersebut lebih besar dari angka 0,05 yang merupakan angka derajat kepercayaan (0,05 < 0,683) maka dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio dalam penelitian ini tidak berpengaruh signifikan pada dividend payout ratio. Nilai koefisien regresi yang negatif untuk variabel debt to equity ratio sebesar -0,00463 maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Artinya, secara statistik dapat ditunjukkan bahwa debt to equity ratio dalam penelitian ini tidak berpengaruh negatif secara signifikan terhadap dividend payout ratio. Hasil dari penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan Sudarsi (2002) bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Namun hasil ini berbeda dengan teori yang dikemukakan Gitosudarmo (2001) bahwa besar kecilnya dividend payout ratio dipengaruhi oleh kebutuhan dana untuk melunasi utang. Dari hasil penelitian ini, debt to equity ratio berpengaruh negatif
terhadap dividend payout ratio tetapi tidak berpengaruh secara signifikan, jadi dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio tidak dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang membagikan dividen dan terdaftar di BEI tahun 20052007. Hal ini disebabkan karena adanya signal theory yang berpendapat bahwa dividen sebagai signal oleh perusahaan yang merupakan indikasi prospek perusahaan di masa yang akan datang. Ada kecenderungan harga saham akan naik jika ada pengumuman kenaikan dividen, dan harga saham akan turun jika ada pengumuman penurunan dividen. Jika perusahaan merasa bahwa prospek di masa mendatang baik, pendapatan, aliran kas diharapkan meningkat atau diperoleh pada tingkat dimana dividen yang meningkat tersebut dibayarkan, maka perusahaan akan meningkatkan dividen. Pasar akan merespon positif pengumuman kenaikan dividen tersebut. Walaupun besarnya debt to equity ratio tinggi perusahaan bisa jadi tetap membayarkan dividen yang tinggi kepada pemegang saham agar perusahaan dianggap masih mempunyai prospek yang bagus, sehingga pemegang saham tetap menanamkan investasinya.
BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN Berdasarkan
hasil
penelitian
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi dividend payout ratio suatu perusahaan yaitu cash position, profitability, firm size, dan debt to equity ratio. Hasil pengujian yang diperoleh mengindikasi beberapa variabel yang mempunyai hubungan signifikan dan tidak signifikan. Penjelasannya sebagai berikut: 1. Cash position terhadap dividend payout ratio Nilai probabilitas signifikansi cash position terhadap dividend payout ratio sebesar 0,036 di bawah angka derajat kepercayaan (0,036 < 0,05) menunjukkan bahwa cash position berpengaruh signifikan pada dividend payout ratio. Nilai koefisien regresi yang positif untuk variabel cash position sebesar 5,20 x 10-2 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif secara signifikan cash position terhadap dividend payout ratio. 2. Profitability terhadap dividend payout ratio Nilai probabilitas signifikansi profitability terhadap dividend payout ratio sebesar 0,000 di bawah angka derajat kepercayaan (0,000 < 0,05) menunjukkan bahwa profitability berpengaruh signifikan pada dividend payout ratio. Nilai koefisien regresi yang positif untuk variabel profitability sebesar 0,845 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh positif secara signifikan profitability terhadap dividend payout ratio. 3. Firm size terhadap dividend payout ratio Nilai probabilitas signifikansi firm size terhadap dividend payout ratio sebesar 0,018 di bawah angka derajat kepercayaan (0,018 < 0,05) menunjukkan bahwa firm size berpengaruh signifikan pada dividend payout ratio. Nilai koefisien regresi untuk variabel firm size positif sebesar 0,01831 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif secara signifikan firm size terhadap dividend payout ratio. 4. Debt to equity ratio terhadap dividend payout ratio Nilai probabilitas signifikansi debt to equity ratio terhadap dividend payout ratio sebesar 0,683 di atas angka derajat kepercayaan (0,05 < 0,683) menunjukkan bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan pada dividend payout ratio. Nilai koefisien regresi yang negatif untuk variabel debt to equity ratio sebesar -0,00463sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat pengaruh negatif secara signifikan debt to equity ratio terhadap dividend payout ratio.
B. KETERBATASAN PENELITIAN Peneliti
menyadari bahwa penelitian
ini tidak terlepas dari
keterbatasan, antara lain: 1. Pemilihan variabel yang diduga berpengaruh terhadap kebijakan dividen hanya terdiri dari empat aspek saja (cash position, profitability, firm size
dan debt to equity ratio). Hal ini memungkinkan terabaikannya faktor lain yang justru dapat mempunyai lebih pengaruh terhadap kebijakan dividen. 2. Periode pengamatan yang hanya tiga tahun yaitu dari tahun 2005 sampai dengan 2007, sehingga data tidak dapat menjelaskan proyeksi kebijakan jangka panjang dan sampel yang diperoleh adalah jumlahnya terbatas.
C. SARAN Adanya berbagai keterbatasan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi manajemen perusahaan emiten, lebih memperhatikan faktor cash position, profitability dan firm size dalam menentukan kebijakan dividen. Sehingga dapat membantu manajemen untuk menentukan kebijakan dividen yang optimal. 2. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan lebih meningkatkan jangkauan penelitian dengan semakin meningkatkan periode penelitian dan faktorfaktor lain yang dapat mempengaruhi dividend payout ratio perusahaan. Misalkan dengan periode penelitian lebih dari tiga tahun supaya hasil yang didapatkan lebih akurat, serta faktor lain misalnya seperti sales growth, total assets growth, capital spending dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA Ang, Robert. 1997. Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Mediesoft Indonesia. Anil, Kanwal dan Sujata Kapoor. 2008. “Determinants of Dividend Payout Ratios-A Study of Indian Information Technology Sector”. International Research Journal of Finance and Economics. Iss 15 (2008). pp 63-71. Brigham, Eugene F., dan Joel F. Houston. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Buku II. Jakarta: Salemba Empat.. ECFIN. 2008. Indonesian Capital Market Directory. Jakarta : Indonesian Stock Exchange. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gitosudarmo, Indriyo. 2001. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE. Hanafi, M. Mamduh. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE. Horne, James C Van dan John M. Wachowich. 1997. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Husnan, Suad. 1996. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE. Kania, Sharon L., dan Franc W. Bacon. 2005. “What Factors Motivate The Corporate Dividend Decision?” . ASBBS E-Journal. Vol. 1, No. 1, pp 97107. Miller, Merton H., and Franco Modigliani. 1961. “Dividend Policy, Growth, and the Valuation of Shares”. Journal of Business 34. pp 411–433. Munawir. 2001. Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Transito. Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE. Sekaran, U. 2006. Research Methods For Business: Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat. Sudarsi, Sri. 2002. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Divident Payout Ratio pada Industri Perbankan yang Listed Di Bursa Efek Jakarta (BEJ)”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol.9, No.1, Maret. Hal. 76-88.
Sunarto dan Andi Kartika. 2003. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividen Kas di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol.10, No.1, Maret. Hal. 67-82. Susilawati, C. Erna. 2000. “Dampak Faktor-faktor Keagenan dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Biaya Transaksi Terhadap Rasio Pembayaran Dividen”. Jurnal Siasat Bisnis. Vol.2. No.5, Maret. Hal.111-125. Wasis. 1983. Pembelanjaan Perusahaan. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana. Yuniningsih. 2002. “Interpendensi Antara Kebijakan Dividend Payout Ratio, Financial Leverage, dan Investasi pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol.9, No.2, September: Hal. 164-182.