ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN TEH MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN SIMALUNGUN
TESIS
Oleh JAN ERICSON CHANDRA PURBA 077018010/EP
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN TEH MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN SIMALUNGUN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh JAN ERICSON CHANDRA PURBA 077018010/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Judul Tesis
: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN TEH MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN SIMALUNGUN Nama Mahasiswa : Jan Ericson Chandra Purba Nomor Pokok : 077018010 Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Rahmanta, M.Si) Ketua
Ketua Program Studi,
(Dr. Murni Daulay, M.Si)
(Drs. Tuana Simamora, MS) Anggota
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Tanggal lulus : 23 Juli 2009
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Telah diuji pada Tanggal : 25 Juli 2009
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
: Dr. Rahmanta, M.Si
Anggota
: 1. Drs. Tuana Simamora, MS 2. Dr. Murni Daulay, M.Si 3. Drs.Rujiman, M.A 4. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman perkebunan Teh menjadi perkebunan Kelapa Sawit di PTPN IV Kabupaten Simalungun. Penelitian ini menggunakan data primer dengan media kuesioner dan data sekunder kurun waktu (time series) 6 tahun. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS) pada α=1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas perkebunan teh menurun rata-rata 61,55 Ton/ Ha/Tahun, penyerapan tenaga kerja perkebunan teh menurun rata-rata 725,67 HOK/Tahun dan produktivitas tenaga kerja perkebunan teh menurun rata-rata 1,09 Ton/Ha/Tahun. Harga teh dan jumlah tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan sedangkan harga TBS berpengaruh positif dan signifikan terhadap alih fungsi (konversi) tanaman Perkebunan Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit. Harga Teh, harga TBS dan jumlah tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap alih fungsi Tanaman Perkebunan Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di PTPN IV Kabupaten Simalungun. Kata kunci: Alih Fungsi, Tanaman Teh, Kelapa Sawit
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze the factors plant conversion of Tea Plantation into Palm Oil Plantation at PTPN IV Plantation Region of Simalungun North Sumatera Province. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and time series data with 6 years. The data obtained were analyzed through Ordinary Least Square (OLS) at α = 1%. The result of this study showed productivity of Tea plantation had decreased by average of 61,55 ton/ha/year, work force it’s accommodate had decreased by average 725.67 day-person/year, and it’s worker productivity had decreased by average 1.09 ton/ha/year. The Tea price and number of worker had a significantly negative effect, where as price of Full Fruit Bunch (FFB) had a significantly positive effect, on plant conversion of Tea Plantation into Palm Oil Plantation. The Tea and Full Fruit Bunch (FFB) prices, and number of worker alltogether had significantly effect on plant conversion of Tea Plantation into Palm Oil Plantation at PTPN IV Plantation Region of Simalungun. Keywords : Plant conversion, Tea, Palm Oil
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yesus atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya, sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan mulai dari perkuliahan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sampai dengan penyusunan tesis ini dengan judul: ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis ini dapat terselesaikan. Untuk itu perkenankan penulis memberikan penghargaan yang setinggitingginya dan mengucapkan terima kasih yang tulus kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, serta selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini. 3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, MEc, selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si , selaku Ketua Komisi Pembimbing dengan penuh kearifan, kesabaran dan perhatian telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga selesainya tesis ini.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
5. Bapak Drs. Tuana Simamora, MS, selaku anggota pembimbing yang telah memberikan tuntunan dan pengarahan dalam menyesaikan tesis ini 6. Bapak Drs.Rujiman, M.A, Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini. 7. Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Administrasi Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 8. Bapak Walikota Pematangsiantar yang telah memberikan izin melanjutkan pendidikan. 9. Bapak Sekretaris Daerah Kota Pematangsiantar yang telah memberikan izin melanjutkan pendidikan. 10. Bapak Camat Siantar Marimbun beserta seluruh rekan-rekan Pegawai di Kecamatan Siantar Marimbun yang selalu tetap memberikan motivasi dukungan dan doa didalam menjalankan perkuliahan. 11. Bapak Direksi PTPN IV beserta seluruh staf yang telah banyak memberikan bantuan informasi dan data dalam penyusunan tesis ini. 12. Terima kasih yang tak terhingga secara khusus penulis sampaikan kepada Ayahanda St. Darwin Purba, S.Pd beserta Ibunda Helna Rosmia Saragih yang senantiasa memberikan teladan, nasehat, doa, semangat dan bantuan moril dan materil kepada penulis. Dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Ibu mertua Rehngenana Tarigan atas doa dan perhatian serta bantuan moril maupun materil mulai dari masa studi hingga penulisan tesis ini.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
13. Teristimewa kepada Istriku tercinta Line Rista Saragih, SE serta buah hatiku tersayang Leader Immanuel Purba yang dengan setia dan penuh pengertian memberikan motivasi, dukungan doa mulai dari masa studi sampai penulisan tesis ini. 14. Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kakanda Asni M.Purba, Am.Keb, serta Adinda Rita A.Purba, Resti F. Purba atas doa dan dorongan hingga selesainya tesis ini. 15. Teman-teman mahasiswa, khususnya angkatan XII Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Tak lupa penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis baik moril maupun materil. Sebagai manusia yang tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan. Dalam rangka penyempurnaan tesis ini penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun dan dapat dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut. Kiranya Tuhan memberikan AnugerahNya kedapa semua pihak dan memberkatinya. Medan, Agustus 2009
JAN ERICSON CHANDRA PURBA
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
RIWAYAT HIDUP 1. Nama
: Jan Ericson Chandra Purba
2. Tempat/Tanggal Lahir
: Pematangsiantar, 25 Januari 1984
3. Jenis Kelamin
: Laki-laki
4. Status
: Kawin
5. Agama
: Kristen Protestan
6. Pekerjaan
: PNS (Pegawai Negeri Sipil)
7. Alamat
: Jalan Handayani Gg. Bersama Kiri No. 05 Pematangsiantar No. HP. 085361184884
8. PENDIDIKAN a. SD
: SD Swasta RK No. 3 Pematangsiantar (1990-1996)
b. SLTP
: SLTP Negeri 7 Pematangsiantar (1996-1999)
c. SMU
: SLTA Negeri 4 Pematangsiantar (1999-2002)
d. Strata.1
: Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (20022006)
e. Strata.2
: Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan (2007-2009)
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ........................................................................................................... ABSTRACT ........................................................................................................... KATA PENGANTAR ......................................................................................... RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................................ DAFTAR TABEL ................................................................................................ DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
i ii iii vi vii ix x xi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................
1 1 14 14 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 2.1 Sejarah Tanaman Teh ..................................................................... 2.2. Manfaat Teh bagi Kesehatan ......................................................... 2.3. Sejarah Tanaman Kelapa Sawit ...................................................... 2.3.1.Keunggulan Kelapa Sawit...................................................... 2.3.2. Peranan Kelapa Sawit Dalam Perekonomian Indonesia ....... 2.3.3. Perkembangan Industri Kelapa Sawit ................................... 2.3.4. Industri Minyak Kelapa Sawit .............................................. 2.3.5. Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit ..................................... 2.4. Harga ............................................................................................... 2.4.1.Pengertian harga..................................................................... 2.4.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Harga ................ 2.4.3. Tujuan Penentuan Harga ....................................................... 2.5. Produktivitas .................................................................................... 2.6. Landasan Teori dan Konsep Ekonomi ............................................ 2.6.1.Teori Permintaan.................................................................... 2.6.2. Fungsi Permintaan Pasar. ...................................................... 2.7. Tenaga kerja .................................................................................... 2.8. Konversi Tanaman .......................................................................... 2.9. Penelitian Sebelumnya .................................................................... 2.10. Kerangka Pikir .............................................................................. 2.11 Hipotesis Penelitian........................................................................
16 16 17 18 19 20 21 22 22 24 24 25 27 29 30 30 32 35 37 39 47 47
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 3.1. Lokasi penelitian ............................................................................. 3.2. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 3.3. Metode Analisa Data....................................................................... 3.4. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik .................................................. 3.5. Definisi Operasional .......................................................................
49 49 49 49 50 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 4.1. Deskripsi Umum PTPN IV ............................................................. 4.2. Faktor yang Mempengaruhi Konversi Tanaman Teh Menjadi Kelapa Sawit PTPN IV Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi Kabupaten Simalungun ................................................................... 4.3. Identifikasi Konversi Lahan Tanaman Teh Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Produktivitas Teh dan Tenaga Kerja Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi di PTPN IV Kabupaten Simalungun ............................... 4.3.1. Luas Areal Perkebunan Teh Alih Fungsi .............................. 4.3.2. Tenaga Kerja dalam Rangka Alih Fungsi Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit ................................ 4.3.3. Produktivitas Tenaga Kerja Perkebunan Teh yang dialih fungsikan menjadi Kelapa Sawit........................................... 4.3.4. Produktivitas Tanaman Perkebunan Teh yang dialih fungsikan menjadi Kelapa Sawit...........................................
54 54 57
62 62 64 66 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 5.2. Saran.................................................................................................
70 70 70
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
73
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
DAFTAR TABEL Nomor
Judul
Halaman
1.1. Perkembangan produksi Teh di Indonesia Tahun 2003-2007 ........................
4
1.2.
Perkembangan luas areal Teh di Indonesia Tahun 2003-2007 .......................
5
1.3.
Perkembangan hasil penjualan ekspor Teh Indonesia Tahun 2003-2007 (Ton) .............................................................................................
6
1.4.
Perkembangan produksi Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2003-2007 ........
8
1.5
Perkembangan luas areal Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2003-2007 .......
8
1.6.
Perkembangan produksi Teh di Kabupaten Simalungun Tahun 2003-2007 .......................................................................................................
11
Perkembangan luas areal Teh di PTPN IV Kabupaten Simalungun 19992005.................................................................................................................
12
Perkembangan produksi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun Tahun 2003-2007 .......................................................................................................
12
Perkembangan luas areal Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun 20032007.................................................................................................................
13
Hasil analisis regresi faktor yang mempengaruhi Alih Fungsi lahan tanaman perkebunan Teh menjadi perkebunan Kelapa Sawit PTPN IV divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi Kabupaten Simalungun, Tahun 2000 – 2005.....................................................................................................
58
Luas areal alih fungsi lahan tanaman perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di PTPN IV ...........................................................................................
62
Jumlah tenaga kerja akibat alih fungsi tanaman perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit ...................................................................................................
64
4.4. Produktivitas tenaga kerja perkebunan Teh yang dialihfungsikan menjadi Kelapa Sawit ...................................................................................................
66
1.7 1.8. 1.9. 4.1.
4.2. 4.3
4.5.
Produktivitas tanaman perkebunan Teh yang dialihfungsikan menjadi Kelapa Sawit ...................................................................................................
68
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
2.1.
Tujuan Penetapan Harga ...........................................................................
28
2.2.
Kerangka Pikir Penelitian .........................................................................
47
4.1.
Struktur Organisasi PTPN IV ...................................................................
57
4.2
Luas Areal Alih Fungsi Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Kelapa Sawit di PTPN IV Tahun 2000-2005 (Ha/Tahun) ....................................
63
Jumlah Tenaga Kerja Alih Fungsi Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Kelapa Sawit Tahun 2000-2005 (HOK/Tahun) .......................................
66
Produktivitas Tenaga Kerja Alih Fungsi Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit Tahun 2000-2005 (Ton/Ha/Tahun).......................
67
Produktivitas Tanaman Perkebunan Teh Yang Dialih Fungsikan Menjadi Kelapa Sawit Tahun 2000-2005 (Ton/Tahun) ............................
69
4.3. 4.4. 4.5.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul
Halaman
1.
Kuesioner penelitian ...........................................................................
77
2.
Uji regresi harga Teh,TBS dan tenaga kerja .......................................
80
3.
Uji multikolinieritas ............................................................................
81
4.
Uji heterokedasitas ..............................................................................
82
5.
Uji normalitas ....................................................................................
85
6.
Uji autokorelasi .................................................................................
88
7.
Master data ..........................................................................................
91
8.
Peta PTPN IV......................................................................................
93
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang dikenal masyarakat sejak zaman Hindia Belanda (tahun 1860). Melalui sejarah yang panjang, perkebunan teh dibudidayakan dan dikelola oleh perusahaan negara, perusahaan swasta, maupun perkebunan rakyat. Industri teh saat ini sedang menghadapi berbagai masalah, antara lain terjadinya over production nasional maupun dunia dan di sisi lain tingkat konsumsi teh masyarakat masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mentransformasi
keunggulan
komparatif
(comparative
advantages)
menjadi
keunggulan kompetitif (competitive advantages), dengan mengembangkan subsistem agribisnis hulu secara sinergi dengan pengembangan subsistem agribisnis hilir dan membangun jaringan pemasaran domestik maupun internasional, yang digerakkan oleh kekuatan inovasi (innovation driven) (Tampubolon, 2002). Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp 1,2 triliun (0,3% dari total PDB nonmigas). Komoditi ini juga menyumbang devisa sebesar 110 juta dollar AS setiap tahunnya (ATI, 2000).
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Selain untuk menjaga fungsi hidrolis dan pengembangan agroindustri, perkebunan teh juga menjadi sektor usaha unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Rasio perbandingan tenaga kerja dengan luas lahannya 0,75. Karena itu perkebunan teh digolongkan sebagai industri padat karya (www.pkps.org). Tahun 1999 industri ini mampu menyerap 300.000 pekerja dan menghidupi sekitar 1,2 juta jiwa (Suprihatini, 2000). Potensi pengembangan komoditi teh Indonesia sangat besar. Produksi teh yang tinggi menempatkan Indonesia pada urutan kelima sebagai negara produsen teh curah, setelah India, Cina, Sri Lanka dan Kenya. Indonesia juga menduduki posisi kelima sebagai negara eksportir teh curah terbesar dari segi volume setelah Sri Lanka, Kenya, Cina dan India (Suprihatini, 2000). Meskipun potensi yang dimiliki cukup besar, sama halnya dengan ekspor produk pertanian Indonesia lainnya ke pasar internasional, komoditi teh juga menghadapi persoalan klasik yang selalu berulang. Setumpuk permasalahan seperti penurunan volume, nilai, pangsa pasar ekspor dan rendahnya harga teh Indonesia memberikan dampak buruk pada perkembangan industri teh. Kondisi ini membuat usaha perkebunan teh rakyat semakin terpuruk. Para petani harus menjual teh dengan harga Rp 400 – Rp 500 per kilogram sementara biaya perawatan teh mencapai Rp 700 per kg. Petani merugi dari tahun ke tahun (Kompas, 20 Desember 2004). Di satu sisi komoditi teh mampu menjadi sumber pendapatan bagi negara dan masyarakat Indonesia, namun di sisi lain dengan permasalahan-permasalahan yang semakin berlarut-larut, komoditi teh dapat membunuh kehidupan petani/buruh dan
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
industri ini secara pelan-pelan. Diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk membantu para petani/buruh teh menemukan jalan keluar dari keterpurukan ini. Berikut ini dijelaskan secara lebih mendetail bagaimana profil bisnis komoditi teh di Indonesia. Pangsa pasar teh Indonesia terus mengalami penurunan. Bahkan beberapa pasar utama teh yang dikuasai Indonesia telah diambil alih oleh negara produsen teh lainnya. Pasar-pasar yang kurang dapat dipertahankan Indonesia adalah Pakistan, Inggris, Belanda, Jerman, Irlandia, Rusia, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Siria, Taiwan, Mesir, Maroko, dan Australia (Suprihatini, 2000). Indonesia mengalami penurunan pangsa pasar dari 5,4% di tahun 1997 menjadi 3,9 % pada tahun 2001. Dari data penguasaan pangsa nilai ekspor seluruh jenis teh, pada tahun 2001 Indonesia merupakan negara pengekspor teh terbesar pada urutan ketujuh di dunia setelah India (18,9%), Cina (17,1%), Sri Lanka (15,2%), Kenya (7,9%), Inggris (7,9%) dan Uni Emirat Arab (4%). (Business Outlook, Komoditi Teh Indonesia, 15 Januari 2008). Penjualan komoditi teh Indonesia sangat bergantung pada ekspor. Enam puluh lima persen (65%) produksi teh Indonesia ditujukan pada pasar ekspor. Kondisi ini tidak lepas dari peran dan kebijakan pemerintah yang ingin menggalakkan penerimaan devisa dengan mendorong produsen untuk berorientasi pada ekspor (Bisnis Indonesia, 3 Desember 2004). Ketergantungan ini menimbulkan implikasi yang buruk pada perkembangan teh di Indonesia. Harga teh di Indonesia sangat dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan ketersediaan komoditi teh di tingkat dunia. Apabila pasokan dunia berlimpah
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
maka, harga teh Indonesia akan merosot drastis. Akibatnya, banyak petani yang mengalami kerugian karena menjual teh dengan harga di bawah biaya perawatan akhirnya menjual tanah perkebunan tehnya atau mengkonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, sayuran dan lain-lain karena mengalami kerugian besar dalam pembudidayaannya. Harga teh yang terus merosot setiap tahun menyebabkan para petani harus menanggung biaya perawatan dan budidaya tanaman tehnya. Pembangunan agribisnis perkebunan yang telah berganti arah dari penekanan produksi kepada permintaan pasar atau konsumen yang merupakan konsekuensi logis dari terjadinya globalisasi perdagangan yang menimbulkan dampak hyper competition di antara negara-negara produsen teh. Pembangunan perkebunan dengan pendekatan sistem agribisnis yang berorientasi pasar pada dasarnya bertitik tolak pada pasar sebagai penggerak utama pengembangannya yaitu mempertemukan kebutuhan pelanggan atau permintaan pasar dengan pasokan yang tersedia, baik pasar lokal (domestik) maupun ekspor. Untuk melihat perkembangan produksi disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Perkembangan Produksi Teh di Indonesia Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Produksi (Ton) 143.604 142.548 139.121 135.590 132.533
% (Naik/Turun) -
-0,74 -2,40 -2,54 -2,25
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2008
Tabel 1.1. menunjukkan, perkembangan produksi mengalami fluktuasi penurunan selama kurun waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2003 sampai dengan
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
tahun 2007. Dari total produksi teh Indonesia tersebut, kontribusi terbesar (66,99 persen) berasal dari Provinsi Jawa Barat dan sisanya dari Sumatera. Selanjutnya Perkembangan Luas areal Teh di Indonesia, seperti disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Perkembangan Luas Areal Teh di Indonesia Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Luas (ha) 169.821 165.951 166.091 146.858 137.248
% (Naik/Turun) -2,28 0,80 -11,58 6,54
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2008
Tabel 1.2. menunjukkan, perkembangan luas lahan mengalami fluktuasi penurunan selama kurun waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 kecuali pada tahun 2005. Hasil produksi yang dicapai, selain untuk kebutuhan dalam negeri juga diekspor ke berbagai negara. Kondisi pasar ekspor yang selama ini menjadi target pasar utama sangat sulit ditingkatkan, karena posisi Indonesia hanya sebagai pengikut pasar (market follower) dengan pangsa pasar hanya 6 persen. Hasil ekspor terbesar diraih oleh Sri Lanka 21 persen, disusul oleh Kenya 19 persen, China 19 persen, India 12 persen, dan sisanya negara lainnya seperti Afrika 5 persen, Argentina 4 persen, Vietnam 4 persen, Malawi 3 persen, serta Uganda 2 persen (ITC, 2004).
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Untuk melihat perkembangan hasil penjualan ekspor teh Indonesia disajikan pada Tabel 1.3. Tabel 1.3. Perkembangan Hasil Penjualan Ekspor Teh Indonesia Tahun 2003-2007 (Ton) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Volume Ekspor 97.847 105.581 99.721 100.185 88.175
% (Naik/Turun) 7,90 -5,55 0,47 -11,99
Sumber ITC (International Tea Committee), Tahun 2008
Tabel 1.3. menunjukkan, perkembangan volume ekspor mengalami fluktuasi penurunan selama kurun waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 kecuali pada tahun 2004 dan 2006. Sesuai dengan informasi dari Asosiasi Teh Indonesia (ATI) bahwa penurunan volume ekspor teh Indonesia setiap tahun sekitar lima persen penurunan tersebut disebabkan penurunan mutu teh dalam negeri, salah satu penyebabnya adalah harga teh yang rendah menyebabkan petani tidak bisa membeli pupuk sehingga mutu teh terus menurun. Dampak dari penurunan ekspor tersebut posisi Indonesia melorot dari posisi lima ke enam untuk eksportir the. Produsen teh terbesar dunia saat ini adalah India, Cina, Srilangka, Kenya dan Indonesia. Indonesia hanya menguasai enam persen pangsa pasar teh dunia. Posisi pertama ditempati Srilangka dan Kenya dengan pangsa masing-masing pasar 20 persen, Cina 18 persen, India 13 persen dan Vietnam enam persen. Pangsa teh terbesar Indonesia adalah Rusia sebesar 17 persen dan Eropa 30 persen. Sesuai dengan ATI, selama enam tahun terakhir industri teh dalam negeri
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
mengalami kerugian. Akibatnya PT Perkebunan Nusantara IV di Medan, Sumatera Utara, membongkar 4.000 hektar kebun teh dan menggantinya dengan kelapa sawit. Dampaknya produksi teh tidak mengalami peningkatan. (Tempo, 18 Agustus 2008). Berkaitan dengan data diatas maka dalam penelitian ini perlu diketahui penyebab pembongkaran tanaman teh PT Perkebunan Nusantara IV dengan notabene PT Perkebunan Nusantara IV merupakan salah satu pengelola perkebunan teh di Sumatera Utara dengan lokasi perkebunan di Kabupaten Simalungun. Selanjutnya dalam hal ini informasi tentang perkembangan tanaman kelapa sawit perlu diuraikan. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tumbuhan tropis berasal dari Afrika Barat, tergolong kedalam famili Palmae, sub famili Cocoideae, dibawa oleh Gubernur Jenderal Inggris Sir Thomas Stanford Raffles sebagai koleksi sekaligus tanaman hias pada kebun raya Bogor, tahun 1848 Kelapa sawit untuk pertama sekali ditanam secara komersial didalam ukuran perkebunan di Propinsi Sumatera Utara, yaitu pada tahun 1911. Sebelumnya telah dilakukan beberapa percobaan penanaman di Muara Enim - 1869, Musi Hulu - 1870, dan Bitung - 1880. Pada tahun 1939 Indonesia telah menjadi produsen sekaligus eksportir minyak sawit terbesar didunia (Lubis, 1992). Adapun perkembangan produksi kelapa sawit Indonesia dapat disajikan pada Tabel 1.4.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Tabel 1.4. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Produksi (Ton) 9.622.344 10.440.834 10.830.389 11.861.615 13.390.807
% (Naik/Turun) 8,51 3,73 9,52 12,89
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2008
Tabel 1.4. menunjukkan, perkembangan Produksi Kelapa Sawit Indonesia terus mengalami fluktuasi kenaikan selama kurun waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dimana tahun 2007 megalami kenaikan produksi sebesar 12,89%. Perkembangan luas areal juga mengalami kenaikan, adapun data luas areal kelapa sawit Indonesia disajikan pada Tabel 1.5. Tabel 1.5. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Luas (ha) 5.067.058 5.283.557 5.284.723 5.453.817 6.074.926
% (Naik/Turun) 4,27 0,02 3,20 11,39
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2008
Tabel 1.5. menunjukkan, perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit Indonesia terus mengalami fluktuasi kenaikan selama kurun waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dimana tahun 2007 mengalami kenaikan luas areal sebesar 11,39%. Di bandingkan dengan komoditi lainnya pada sub-sektor perkebunan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat pada dua
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
dekade terakhir. Pada era tahun 1980 an sampai dengan pertengahan tahun 1990an, industri kelapa sawit berkembang sangat pesat. Pada periode tersebut, areal meningkat dengan laju sekitar 11% per tahun. Sejalan dengan perluasan areal, produksi juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Konsumsi domestik dan ekspor juga meningkat pesat dengan laju masing-masing 10% dan 13% per tahun (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2004). Laju yang demikian pesat menandai era di mana kelapa sawit merupakan salah satu primadona pada sub-sektor perkebunan. Pada lima tahun terakhir, ketika Indonesia mengalami krisis multidimensional, laju pertumbuhan industri CPO mulai melambat. Di samping karena kesulitan sumber pembiayaan/pendanaan, isu lingkungan dan konflik lahan, juga menghambat perkembangan investasi di bisnis kelapa sawit. Bahkan ada pandangan yang menyebutkan bahwa pasar minyak kelapa sawit (CPO) sudah mulai jenuh. Akibat semua hal itu, banyak investor yang mulai ragu-ragu untuk melakukan investasi pada bisnis kelapa sawit. Ada beberapa faktor yang melandasi pemikiran bahwa prospek CPO cukup cerah dalam persaingan dengan minyak nabati lainnya. Faktor pertama yang mendukung daya saing minyak sawit yang tinggi adalah tingkat efisiensi yang tinggi dari minyak tersebut. Pasquali (1993) dan Basiron (2002) menyebutkan bahwa CPO merupakan sumber minyak nabati termurah. Rendahnya harga CPO relatif terhadap minyak lain berkaitan dengan tingginya tingkat efisiensi produksi CPO (Simeh 2004; Susila 1998). Ong (1992) menyebutkan bahwa produktivitas lahan untuk pengusahaan CPO, minyak kedele, rapeseed, dan kopra adalah masing-masing 3.200, 332, 521, dan 395 kg/ha setara minyak. Faktor lain adalah bahwa sekitar 80% dari
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak, terutama untuk minyak yang harganya murah (FAO, 2001). Di samping faktor penduduk, peningkatan konsumsi juga disebabkan oleh efek substitusi dan efek pendapatan (Pasquali, 1993). Efek substitusi berpangkal dari daya saing CPO yang tinggi sehingga penduduk di negara berkembang cenderung mensubstitusi minyak yang dikonsumsi dengan minyak yang lebih murah. Efek pendapatan cukup signifikan karena pertumbuhan ekonomi yang pesat justru terjadi di negara-negara yang sedang berkembang yang tingkat konsumsi minyak dan lemak yang relatif masih rendah yaitu 10.3 kg per kapita (FAO, 2001). Faktor berikutnya yang juga akan memperbesar peluang minyak sawit adalah terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi kebahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang bahan bakunya adalah CPO (The World Bank, 1992 dan Pasquali, 1993). Kecenderungan tersebut sudah tampak di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa Barat, dan Jepang. Keberhasilan Putaran Uruguay juga akan memperkokoh daya saing CPO. Hal ini disebabkan minyak pesaing seperti minyak kedele dan sunflower oil selama ini mendapat proteksi yang cukup kuat dari negara-negara produsennya, khususnya Amerika Serikat dan negara kelompok Uni Eropa. Negara-negara tersebut menganggap pasar internasional sebagai pasar untuk ‘membuang’ kelebihan produksi sehingga pasar minyak menjadi tertekan (Pasquali, 1995). Negara berkembang yang umumnya memproduksi CPO diperkirakan akan lebih dapat memanfaatkan perdagangan minyak nabati yang semakin bebas (Barton, 1993). Dalam hal peningkatan produksi, 82% dari dampak Putaran Uruguay akan dinikmati oleh negara
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
berkembang, sedangkan negara maju hanya sekitar 12% (Pasquali, 1995). Seperti kebanyakan harga produk primer pertanian, harga CPO relatif sulit untuk diprediksi dengan akurasi yang tinggi. Harga cenderung fluktuatif dengan dinamika yang perubahan yang relatif sangat cepat. Dengan kesulitan tersebut, maka proyeksi harga yang dilakukan lebih pada menduga kisaran. Dengan argumen tersebut, harga CPO sampai dengan 2005-2025 sebagian besar diperkirakan akan berfluktuasi sekitar US$ 350-450/ton (FAO, 2003; Susila 2004). Menurut data Statistik Indonesia tahun 2008, terdapat 143 perusahaan perkebunan di Indonesia pada tahun 2007 baik yang dikelola oleh swasta maupun BUMN, salah satu diantaranya adalah PTPN IV di Kabupaten Simalungun meliputi perkebunan teh Divisi Bah Birong Ulu dan Divisi Marjandi. Berdasarkan survey pendahuluan data luas lahan dan produksi teh dan Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 1.6. berikut: Tabel 1.6. Perkembangan Produksi Teh di Kabupaten Simalungun Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Produksi (Ton) 17.132 18.158 17.799 16.952 16.467
% (Naik/Turun) 5,99 -1,98 -4,76 -2,86
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2008
Tabel 1.6. menunjukkan, perkembangan produksi teh di Kabupaten Simalungun terus mengalami fluktuasi penurunan selama kurun waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dimana tahun 2006 mengalami penurunan produksi terbesar 4,76%.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Perkembangan luas areal juga mengalami penurunan, adapun data luas areal Teh di Kabupaten Simalungun disajikan pada Tabel 1.7. Tabel 1.7. Perkembangan Luas Areal Teh di PTPN IV Kabupaten Simalungun 1999-2005 Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Luas (ha) 10.226 9.780 9.529 9.009 8.430 7.910 7.204
% (Naik/Turun) -4,36 -2,6 -5,46 -6,43 -6,17 -8,93
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2008
Tabel 1.7. menunjukkan, perkembangan luas areal perkebunan teh di PTPN IV Kabupaten Simalungun terus mengalami fluktuasi penurunan selama kurun waktu 6 tahun terakhir dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2005, dimana tahun 2005 mengalami penurunan luas areal yang terbesar -8,93%. Tabel 1.8. Perkembangan Produksi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Produksi (Ton) 1.458.949 1.511.053 1.554.347 1.618.866 1.693.385
% (Naik/Turun) 3,57 2,87 4,15 4,60
Sumber : Data Statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Simalungun 2008
Tabel 1.8. menunjukkan, perkembangan produksi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun terus mengalami fluktuasi kenaikan selama kurun waktu 5 tahun terakhir
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dimana tahun 2007 mengalami kenaikan produksi terbesar 4,60%. Perkembangan luas areal juga mengalami kenaikan, adapun data luas areal Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun disajikan pada Tabel 1.9. Tabel 1.9. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Luas (ha) 91.161 94.866 98.576 99.291 101.006
% (Naik/Turun) 4,06 3,91 0,73 1,73
Sumber : Data Statistik Dinas Perkebunan Kabupaten Simalungun 2008
Tabel 1.9. menunjukkan, perkembangan luas areal perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun terus mengalami fluktuasi kenaikan selama kurun waktu 5 tahun terakhir dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dimana tahun 2004 mengalami kenaikan luas areal yang terbesar 4,06%. Dilatar belakangi oleh permasalahan yang tergambar pada penjelasan diatas dan perlunya mengetahui penyebab utama dalam alih fungsi (konbersi) tanaman Perkebunan Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit penulis merasa tertarik untuk menganalisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Alih fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka sebagai perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh harga Teh terhadap alih fungsi (konversi) tanaman Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun. 2. Bagaimana pengaruh harga TBS terhadap alih fungsi (konversi) tanaman Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun. 3. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap alih fungsi (konversi) tanaman Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun. 4. Bagaimana dampak alih fungsi (konversi) tanaman Teh menjadi Kelapa Sawit meliputi penyerapan tenaga kerja dan produktivitas teh.
1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas maka sebagai tujuan penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh harga teh terhadap Alih fungsi (konversi) Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun. 2. Untuk mengetahui pengaruh harga TBS terhadap Alih fungsi (konversi) Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun. 3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap Alih fungsi (konversi) Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
4. Untuk mengetahui dampak alih fungsi (konversi) tanaman Teh menjadi tanaman Kelapa Sawit terhadap penyerapan tenaga kerja dan produktivitas teh di Kabupaten Simalungun.
1.4.Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, penelitian ini diharapkan bermanfaat : 1. Sebagai informasi dasar bagi para peneliti dan pengambil kebijakan untuk melakukan penelaahan lebih jauh atau sebagai dasar penetapan kebijakan lanjutan dari kebijakan-kebijakan yang sudah ada. 2. Sebagai masukan bagi pihak PTPN IV Kabupaten Simalungun dalam mengambil keputusan mengenai alih fungsi Lahan Tanaman Perkebunan. 3. Sebagai bahan acuan atau referensi untuk penelitian selanjutnya terutama yang berminat meneliti tentang Alih fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit khususnya dari segi sosial dan ekonomi.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sejarah Tanaman Teh Tanaman teh termasuk genus Camellia yang memiliki sekitar 82 species,
terutama tersebar di kawasan Asia Tenggara pada garis lintang 30° sebelah utara maupun selatan khatulistiwa. Selain tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) yang dikonsumsi sebagai minuman penyegar, genus Cammelia ini juga mencakup banyak jenis tanaman hias. Kebiasaan minum teh diduga berasal dari China yang kemudian berkembang ke Jepang dan juga Eropa. Tanaman teh berasal dari wilayah perbatasan negara-negara China selatan (Yunan), Laos Barat Laut, Muangthai Utara, Burma Timur dan India Timur Laut, yang merupakan vegetasi hutan daerah peralihan tropis dan subtropis. Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684, berupa biji teh dari jepang yang dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer, dan ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta. Pada tahun 1694, seorang pendeta bernama F. Valentijn melaporkan melihat perdu teh muda berasal dari China tumbuh di Taman Istana Gubernur Jendral Champhuys di Jakarta. Pada tahun 1826 tanaman teh berhasil ditanam melengkapi Kebun Raya Bogor, dan pada tahun 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Berhasilnya penanaman percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta) dan di Raung (Banyuwangi) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh di Jawa. Teh
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
dari Jawa tercatat pertama kali diterima di Amsterdam tahun 1835. Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia (Jawa) dari Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1877, dan ditanam oleh R.E. Kerkhoven di kebun Gambung, Jawa Barat. Dengan masuknya teh Assam tersebut ke Indonesia, secara berangsur tanaman teh China diganti dengan teh Assam, dan sejak itu pula perkebunan teh di Indonesia berkembang semakin luas. Pada tahun 1910 mulai dibangun perkebunan teh di daerah Simalungun, Sumatera Utara (http://www.pn8.co.id).
2.2
Manfaat Teh bagi Kesehatan Minum teh ternyata tak hanya menyegarkan. Para ahli terus melakukan
penelitian tentang manfaat teh, khususnya terhadap kesehatan. Teh hijau, misalnya diketahui memiliki antioksidan alami yang disebut polyphenol, yang dapat membantu menghalangi pertumbuhan sel kanker kulit. Selain itu, pengaruh antioksidan tersebut membantu liver berfungsi lebih efektif, sehingga teh hijau juga dapat membantu mempercepat tingkat metabalisme. Manfaat lain yang terus diteliti adalah kaitannya dengan mencegah penyakit jantung. Seperti diketahui, pengaruh ontioksidan juga dapat membantu mencegah oksidasi kolesterol LDL dalam arteri sehingga membantu menurunkan kadar kolesterol LDL. Bagi penderita diabetes, kandungan polyphenol juga bermanfat untuk membantu menurunkan tingkat gula darah. Seperti diketahui, tingginya glukosa dan insulin dalam darah memungkinkan orang terkena diabetes.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Bahkan teh hijau juga diduga memiliki manfaat terhadap kanker. Sebuah percobaan sekitar 20 tahun yang lalu membuka wacana tentang hal ini dan meski masih banyak perdebatan namun konsumsi teh hijau kerap diasosiasikan dengan pengurangan risiko berbagai penyakit kanker (http://www.depkes.go.id).
2.3
Sejarah Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam lalu ditanam di kebun Raya Bogor. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia). Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha. Pada tahun 1919 mengekspor minyak sawit sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawitpun di
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 / 1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit. Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia. Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan keja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa Negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan. (http://id.wikipedia.org). 2.3.1
Keunggulan Kelapa Sawit Kelapa sawit mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman
penghasil minyak nabati lainnya (seperti kacang kedele, kacang tanah dan lain-lain), sehingga harga produksi menjadi lebih ringan.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang (25 tahun) juga akan turut mempengaruhi ringannya biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha kelapa sawit. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang paling tahan hama dan penyakit dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak nabati dunia mencapai angka rata-rata 25 kg/tahun setiap orangnya, kebutuhan ini akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsumsi per kapita. Supply sawit di dunia saat ini sangat terbatas, karena kelapa sawit hanya dapat dibudidayakan di daerah katuilistiwa dan diperkirakan hanya 2% dari belahan lahan di dunia. Daerah ideal bagi perkebunan kelapa sawit adalah Malaysia dan Indonesia, akibatnya, proses produksi kelapa sawit belum mencukupi konsumsi dunia. (http://www.depperin.go.id).
2.3.2
Peranan Kelapa Sawit Dalam Perekonomian Indonesia Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit (dalam hal ini minyaknya)
mempunyai peran yang cukup strategis, karena : 1. Minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontiniu ikut menjaga kestabilan harga dari minyak goreng tersebut. Ini penting sebab minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan pokok kebutuhan masyarakat sehinga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
2. Sebagai salah satu komoditas pertanian andalan ekspor non migas, komoditi ini mempunyai prospek yang baik sebagai sumber dalam perolehan devisa maupun pajak. 3. Dalam proses produksi maupun pengolahan juga mampu menciptakan kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sampai pertengahan tahun 1970 an minyak kelapa merupakan pemasok utama dalam kebutuhan minyak nabati dalam negeri. Baik minyak goreng maupun industri pangan lainnya lebih banyak menggunakan minyak kelapa dari pada minyak sawit. Produksi kelapa yang cenderung menurun selam 20 tahun terakhir ini menyebabkan pasokannya tidak terjamin, sehingga timbul krisis minyak kelapa pada awal tahun 1970. Di sisi lain, produksi minyak kelapa sawit cenderung meningkat sehingga kedudukan minyak kelapa digantikan oleh kelapa sawit, terutama dalam industri minyak goreng. Dari segi perolehan devisa, selama beberapa tahun terkhir ini kondisinya kurang baik. Volume ekspor selama dekade terakhir ini memang selalu meningkat, akan tetapi peningkatannya tidak selalu diikuti oleh peningkatan dalam nilainya. Hal ini terjdi karena adanya fluktuasi harga di pasaran Internasional. (http://www.depperin.go.id).
2.3.3
Perkembangan Industri Kelapa Sawit Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
kelapa
sawit
dalam
perdagangan minyak
nabati
dunia
telah
mendorong
pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Berkembangnya subsektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, terutama kemudahan dalam
hal
perijinan
dan
bantuan
subsidi
investasi
untuk
pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIRBun dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta. (http://www.depperin.go.id).
2.3.4
Industri Minyak Kelapa Sawit Produk minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan mempunyai dua
aspek kualitas. Aspek pertama berhubungan dengan kadar dan kualitas asam lemak, kelembaban dan kadar kotoran. Aspek kedua berhubungan dengan rasa, aroma dan kejernihan serta kemurnian produk. Kelapa sawit bermutu prima (SQ, Special Quality) mengandung asam lemak (FFA, Free Fatty Acid) tidak lebih dari 2 % pada saat pengapalan. Kualitas standar minyak kelapa sawit mengandung tidak lebih dari 5 % FFA. Setelah pengolahan, kelapa sawit bermutu akan menghasilkan rendemen minyak 22,1 % - 22,2 % (tertinggi) dan kadar asam lemak bebas 1,7 % - 2,1 % (terendah). (http://www.depperin.go.id).
2.3.5
Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit Mutu minyak kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua arti: pertama,
benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak kelapa sawit tersebut dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya,
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
yaitu dengan mengukur titik lebur angka penyabunan dan bilangan yodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida,
dan
ukuran
pemucatan.
Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian,
kemurnian,
kesegaran,
maupun
aspek
higienisnya harus lebih
Diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemprosesan dan pengangkutan. Dari beberapa faktor yang berkaitan dengan standar mutu minyak sawit tersebut, didapat hasil dari pengolahan kelapa sawit, seperti di bawah ini : a) Crude Palm Oil b) Crude Palm Stearin c) RBD Palm Oil d) RBD Olein e) RBD Stearin f) Palm Kernel Oil g) Palm Kernel Fatty Acid h) Palm Kernel i) Palm Kernel Expeller (PKE) j) Palm Cooking Oil
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
k) Refined Palm Oil (RPO) l) Refined Bleached Deodorised Olein (ROL) m) Refined Bleached Deodorised Stearin (RPS) n) Palm Kernel Pellet o) Palm Kernel Shell Charcoal (http://www.depperin.go.id).
2.4
Harga
2.4.1
Pengertian harga Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran
suatu produk Dalam menjalankan suatu perusahaan, pimpinan perusahaan harus jeli untuk membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berkaitan dengan jalannya kegiatan operasional perusahaan. Kesalahan dalam peengambilan keputusan dalam suatu perusahaan akan sangat berpengaruh terhadap perusahaan itu sendiri. Mengenai istilah harga banyak sekali pendapat para ahli yang saling berbeda, diantaranya pengertian harga menurut : 1. Swastha. B dan Irawan (2000) : “Harga adalah jumlah uang ditambah (beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya”. 2. Lamb, Hair, Mc. Daniel (2001) : “Harga merupakan sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa”.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
3. Kotler dan Amstrong (1997) : harga adalah jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa, jumlah nilai yang ditukarkan konsumen untuk mamfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa harga adalah suatu jumlah uang yang oleh konsumen dijadikan alat untuk memperoleh produk yang dijual perusahaan dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Harga juga menyatakan ukuran uang dalam jumlah tertentu yang dibayar oleh konsumen atau pelanggan dalam rangka mendapatkan produk tertentu yang mereka inginkan. Harga ditetapkan oleh suatu perusahaan setelah produk dihasilkan dan memiliki nilai untuk dijual kepada konsumen. Dengan adanya harga maka konsumen dapat memberikan sejumlah nilai dari uang agar mereka dapat memperoleh produk yang dihasilkan perusahaan untuk kemudian dikonsumsi oleh mereka.
2.4.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Harga Kebijakasanan harga tidak dapat didasarkan hanya oleh adanya faktor didalam
perusahaan atau kebijaksanaan pimpinan semata, tetapi banyak dipengaruhi berbagai factor untuk menetapkan tingkat harga jual kepada pasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga antara lain seperti Kotler dan Amstrong (2000), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi harga didasarkan pada faktor intern perusahaan dan faktor eksternal perusahaan. Adapun faktor-faktor diatas yaitu : 1.
Faktor internal perusahaan :
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
a) Sasaran pemasaran b) Strategi bauran pemasaran c) Biaya d) Pertimbangan organisasi 2. Faktor eksternal a) Elastisitas permintaan b) Kondisi perekonomian c) Persaingan d) Permintaan dan Penawaran e) Pengawasan pemerintah Dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan harga jual maka dapat disimpulkan secara singkat mengenai situasi yang mempengaruhi harga jual. Situasi tersebut terdiri dari tiga (3) faktor yang merupakan ringkasan dari faktorfaktor yang mempengaruhi kebijaksanaan harga (Mas′ud , 1998), yaitu : 1. Laba dan tujuan-tujuan lain Faktor-faktor lain selain pasar dan biaya bisa dimasukkan dalam faktor ketiga ini. 2. Situasi pasar Disini meliputi konsumen. sifat produk, sifat pasar dan sebagainya. 3. Biaya produksi dan operasi Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membuat barang atau produk dan biaya produk bisa sampai ketangan konsumen.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
2.4.3 Tujuan Penentuan Harga Untuk memudahkan suatu perusahaan dalam memasarkan produk yang dihasilkan maka terlebih dahulu harus ditetapkan harga jual dari produk tersebut. Ada beberapa tujuan dilakukannya penetapan harga jual terhadap suatu produk. Hal ini seperti dikemukan oleh lamb, Hair, Mc. Daniel (2001) menyatakan tujuan-tujuan dari penetapan harga jual terhadap suatu produk : 1. Penetapan harga mark-up Menurut Basu Swasta dan Irawan (2000) mendefenisikan penetapan harga markup sebagai berikut : “ Mark-Up merupakan jumlah rupiah yang ditambahkan pada biaya dari suatu produk untuk menghasilkan harga jual”. Keuntungan terbesar dari harga mark-up ini adalah kesederhanaannya. Kelemahan utamanya adalah mengakibatkan permintaan dan mungkin menghasilkan harga barang dagangan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. 2. Profit Maximization Metode profit maximization ini dilakukan ketika pendapatan marjinal sama dengan biaya marjinal. Lamb, Hair, Mc. Daniel (2001) mendefenisikan pendapatan marjinal yaitu: “Pendapatan ekstra yang berhubungan dengan penjualan suatu unit ekstra dari out put”.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
3. Penetapan harga titik impas Perusahaan akan berusaha menetapkan harga yang mencapai titik impas menghasilkan laba sasaran yang dicarinya. Metode penetapan ini biasanya digunakan oleh penggelola sarana umum, yang tidak boleh melakukan pengembalian yang wajar atas investasi mereka. Mc Carthy dan Perreault (1995) menjelaskan tujuan penetapan harga dalam gambar berikut :
Berorientasi laba
Target laba Memaksimumkan laba
Pertumbuhan penjualan Tujuan Penjualan
Berorientasi penjualan Pertumbuhan pangsa pasar
Menghadapi persaingan
Status Quo Persaingan bukan harga
Target laba
Gambar 2.1. Tujuan Penetapan Harga Sumber : Mc Carthy dan Perreault (1995)
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Berdasarkan kutipan diatas maka dapat dikemukan bahwa ada tiga tujuan penetapan haga jual yaitu : 1. Tujuan berorientasi laba 2. Tujuan berorientasi penjualan 3. Tujuan penetapan harga status quo
2.5
Produktivitas Produktivitas merupakan rasio dari output yang diproduksi per unit
sumberdaya (input) yang digunakan. Tingkat produktivitas berarti sejumlah output dari sumberdaya yang digunakan, dengan pilihan sejumah tenaga kerja, material dan beberapa
kombinasi
sumberdaya
yang
mungkin.
Produktivitas
mengukur
kemungkinan variasi yang menyangkut kedua aspek baik output maupun input yang digunakan, sehingga dimungkinkan adanya produktivitas tenaga kerja, produktivitas kapital dan lain-lain (Sudarsono, 1995). Menurut Nicholson (1994), produktivitas dinyatakan sebagai sebuah ukuran efisiensi, yakni konsep teknis yang mengacu pada perbandingan output terhadap input. Semakin besar nilai perbandingan tersebut menunjukkan semakin tingginya tingkat produktivitas, misalnya produktivitas lahan. Produktivitas mengacu pada kemampuan satu unit input untuk menghasilkan tingkat output tertentu pada periode waktu tertentu.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
2.6
Landasan Teori dan Konsep Ekonomi
2.6.1
Teori Permintaan Menurut Pappas dan Hirschey (1995) “Permintaan adalah sejumlah barang
atau jasa yang dibeli oleh konsumen selama periode tertentu berdasarkan situasi dan kondisi tertentu” sedangkan permintaan terhadap suatu produk merupakan faktor penting pertama didalam menentukan profitabilitas usaha. Seefisien apapun manajemen dalam sebuah perusahaan serta seterampil apapun pengelola perusahaan tersebut, tidak akan memperoleh keuntungan kecuali produk yang dihasilkannya memiliki permintaan yang baik (pangsa pasar). Menurut Pappas dan Hirschey (1995) terdapat dua model dasar untuk permintaan yaitu permintaan langsung dikenal sebagai teori perilaku konsumen terkait dengan permintaan langsung untuk produk barang dan jasa sebagai konsumsi pribadi. Kemudian permintaan turunan yaitu permintaan atas bahan baku sebagai input didalam pembuatan barang dan jasa diminta atau distribusi dari produk lainnya. Sedangkan fungsi permintaan adalah hubungan diantara jumlah barang diminta (Q) dan variabel yang mempengaruhinya dimana kurva permintaan adalah hubungan yang menunjukkan diantara jumlah barang dan harga barang diminta hal ini dapat dijelaskan dalam model matematis dibawah ini : Qx = f (Px) ………. (1) Qx = a – Px ……..
atau.....
(2)
Jikalau diberikan asumsi variabel lain dianggap tetap (ceteris paribus) maka permintaan terhadap suatu barang hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan suatu barang, adalah : 1. Harga barang yang diminta (the price of goods. X = Px). Permintaan merupakan fungsi dari harga suatu barang ditawarkan. Dimana jika harga dari barang tersebut naik, maka permintaan terhadap barang tersebut menjadi turun. 2. Harga barang lain ( the price of related goods or services = Pr ). Dengan kondisi di syaratkan : a. Hubungan barang substitusi, yaitu pengaruh harga substitusi terhadap barang tersebut. Dimana jika terjadi kenaikan harga barang pokok maka permintaan terhadap barang substitusi akan naik, hal ini disebabkan harga barang substitusi lebih mahal dari barang pokok. b
Hubungan barang komplementer. Apabila harga barang komplementer turun maka jumlah permintaan terhadap barang komplementer akan naik sehingga berakibat permintaan terhadap barang pokok juga naik.
3. Faktor lain, yang terkait dengan permintaan terhadap suatu barang antara lain, kebijakan Pemerintah, iklim / cuaca, tingkat pendapatan, selera dan lainnya. Dari faktor diatas maka permintaan atas suatu barang dan jasa oleh Pappas dan Hirschey (1995) dirumuskan dengan model permintaan linier sebagai berikut : Qdx = F ( Px - Pr + O) ……………. ( 3 )
dimana notasinya adalah,
Qdx = kuantitas permintaan atas suatu barang. Pr
= harga barang produk turunan.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Px = harga barang tersebut. O
= faktor spesifik lainnya. Selanjutnya dapat diberikan penjelasan bahwa permintaan terhadap
suatu
barang sangat dipengaruhi oleh banyak variabel. Masing-masing variabel akan memberi pengaruh yang berbeda-beda terhadap permintaan suatu barang atau jasa. Variabel harga produk turunan memiliki pengaruh negatip terhadap permintaan konsumen sedang harga barang lainnya (substitusi) memberi pengaruh yang positip.
2.6.2
Fungsi Permintaan Pasar Arsyad (2000) menyampaikan tentang, fungsi permintaan pasar atas suatu
produk, yaitu hubungan yang menjelaskan diantara jumlah produk yang diminta dengan semua faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan tersebut, atau hubungan dari berbagai variabel penentu atas permintaan itu.
Arsyad (2000),
kemudian memisah variabel tertentu menjadi berbagai jenis atas sifat variabel yaitu : Variabel strategis
: Harga dari barang bersangkutan.
Variabel pesaing
: Harga barang substitusi, harga barang komplementer dan saluran distribusi serta iklan.
Variabel konsumen
: Selera konsumen, tingkat pendapatan, harapan konsumen, kualitas serta rancang bangun barang.
Variabel pelengkap
: Kebijakan pemerintah, jumlah penduduk dan cuaca.
Secara keseluruhan variabel-variabel tersebut dapat menjelaskan perubahan
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
jumlah permintaan atas suatu barang dipasar sehingga atas komponen tersebut dapat dibentuk menjadi fungsi permintaan linear yaitu sebagai berikut : Qx = a + Px + Py + dm + μ .......… dimana, Qx = jumlah atas barang x yang diminta. Px = harga barang x sendiri. Py = harga barang lain. dm = tingkat pendapatan. a
= konstanta
μ = error term. Sedangkan kurva permintaan akan suatu produk biasanya dilukiskan dengan menggunakan sebuah grafik dan semua variabel independent didalam fungsi permintaan tersebut (kecuali harga produk tersebut) dianggap tetap sehingga kurva permintaan berbentuk lekuk negatip dari kiri atas menuju kanan bawah, sedangkan perubahan atas jumlah permintaan akibat perubahan harga (kombinasi permintaan) dinotasikan kedalam titik-titik yang kemudian membentuk garis permintaan. Arsyad (2000) menjelaskan perihal elastisitas permintaan yaitu menunjukkan tanggapan dari variabel tidak bebas (jumlah barang yang diminta) oleh karena adanya perubahan pada variabel bebas tertentu (variabel strategis, variabel pesaing, variabel konsumen dan variabel lainnya). Besarnya koefisien elastisitas ditunjukkan dari prosentase perubahan jumlah permintaan suatu barang dibagikan prosentase perubahan harga suatu barang maka terlihat elastisitas permintaannya. Dimana nilai
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
koefisien elastisitas dari variabel harga dapat menjelaskan jenis elatisitas barang tersebut, apakah barang elastis, unitary elastis atau in elastis didefinisikan : 1. Elastis
(Ed > 1) yaitu sedikit saja turunnya harga telah menyebabkan
banyak peningkatan permintaan dan sebaliknya (kurva landai). 2. Unitary elastis (Ed = 1). Dimana perubahan harga memberi pengaruh yang sebanding kepada jumlah permintaan (kurva normal ). 3. In elastis (Ed < 1) yaitu , jikalau banyak terjadi penurunan harga, tetapi permintaan hanya terpengaruh naik sedikit saja dan sebaliknya (kurva curam). Kemudian elastisitas pendapatan maksudnya adalah prosentase perubahan dalam jumlah barang yang diminta dibagi dengan prosentase perubahan dalam penghasilan. Maka dengan mengetahui besarnya koefisien elasitisitas dari pendapatan telah dapat dikelompokan atas jenis barang tersebut apakah barang inferior, barang pokok atau barang mewah. Dimana didefinisikan sebagai berikut: 1. Barang inferior (Ey < 0) bermakna jika pendapatan naik mengakibatkan jumlah barang yang diminta akan turun dan berlaku sebaliknya. 2. Barang pokok (0 < Ey < 1) berarti jika penghasilan meningkat menyebabkan jumlah barang yang diminta naik dalam prosentase yang kecil. 3. Barang mewah (1 < Ey) berarti jika penghasilan meningkat menyebabkan jumlah barang yang diminta naik dalam prosentase yang besar.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
2.7
Tenaga kerja Tenaga kerja merupakan resources, tepatnya human resources atau sumber
daya manusia yang berperan dalam kegiatan pembangunan masyarakat. Peranan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi sangat besar terhadap perkembangan ekonomi, demikian pula pada sektor industri yang banyak berorientasi kepada sektor padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Suryana (2000) penduduk dapat berperan sebagai sumber tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan, dan tenaga usahawan yang diperlukan untuk memimpin dan menciptakan kegiatan pembangunan ekonomi. Dengan demikian penduduk bukan merupakan salah satu faktor produksi saja, tetapi juga yang paling penting merupakan sumber daya yang menciptakan dan mengembangkan teknologi serta yang mengorganisir penggunaan berbagai faktor produksi. Selanjutnya Simanjuntak (1998) menyatakan tenaga kerja dan bukan tenaga kerja dibedakan hanya oleh batas umur. Tiap-tiap negara memberikan batasan umur berbeda. Misalnya, India menggunakan batasan umur 14 sampai 60 tahun. Jadi tenaga kerja adalah penduduk yang berumur antara 14 sampai 60 tahun. Sedangkan orang yang berumur dibawah 14 tahun atau diatas 60 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Sukirno (2000), bahwa golongan penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja adalah penduduk yang berumur di antara 15-64 tahun, kecuali : (i) ibu rumah
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
tangga yang lebih suka menjaga keluarganya daripada bekerja, (ii) penduduk muda dalam lingkungan umur tersebut yang masih meneruskan pelajarannya di sekolah atau universitas, (iii) orang yang belum mencapai umur 65 tetapi sudah pensiun dan tidak mau bekerja lagi, (iv) pengangguran sukarela-yaitu golongan penduduk dalam lingkungan umur tersebut yang tidak secara aktif mencari pekerjaan. Pengertian tenaga kerja dalam (www.nakertrans.go.id) adalah: Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (UU Pokok Ketenagakerjaan No, 14 Tahun 1969). Dalam hubungan ini maka pembinaan tenaga kerja merupakan peningkatan kemampuan efektivitas tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan. BPS (2001) membagi tenaga kerja (employed) atas 3 (tiga) macam, yaitu: a) Tenaga kerja penuh (full employed), adalah tenaga kerja yang mempunyai jumlah jam kerja ≥ 35 jam dalam seminggu dengan hasil kerja tertentu sesuai dengan uraian tugas. b) Tenaga kerja tidak penuh atau setengah pengangguran (under employed), adalah tenaga kerja dengan jam kerja < 35 jam dalam seminggu. c) Tenaga kerja yang belum bekerja atau sementara tidak bekerja (unemployed), adalah tenaga kerja dengan jam kerja ≤ 1 jam per minggu.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
2.8
Konversi Tanaman Pengertian konversi secara umum berarti adanya perubahan, pengubahan,
penukaran penggunaan lahan. Wahyunto et al, (2001) perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Para ahli berpendapat bahwa perubahan penggunaan lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Menurut Mc Neill et al., (1998) faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh, meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Teknologi juga berperan dalam menggeser fungsi lahan. Perkembangan suatu wilayah akan sangat terkait dengan perubahan yang terjadi pada komponen utama dari suatu wilayah. Perubahan salah satu komponen dari wilayah akan mempengaruhi komponen lainnya, dan perubahan itu dapat menunjukkan adanya suatu proses pertumbuhan, stagnasi atau kemunduran wilayah. Pemahaman terhadap perubahan di suatu wilayah akan berarti sama halnya dengan
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
pemahaman mengenai faktor yang mempengaruhi perubahan suatu wilayah sebagai suatu proses yang melibatkan suatu interaksi yang kompleks antara aktivitas-aktivitas yang ada di suatu wilayah (Winoto, 1996). Hal lain yang perlu dilihat dalam menilai perubahan suatu wilayah adalah transformasi struktural yang terjadi di wilayah tersebut, baik yang berkaitan dengan transformasi ekonomi, ketenagakerjaan, demografi, sosial dan budaya masyarakat (Winoto, 1996). Ketersediaan lahan secara total bersifat tetap di suatu wilayah, sedangkan permintaan terus bertambah dengan cepat terutama di sekitar kawasan perkotaan. Hal ini didorong oleh pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan, kegiatan ekonomi dan migrasi dari wilayah lain maupun wilayah hitterland kota di wilayah yang bersangkutan (urbanisasi) (Nasoetion dan Wagner, 1985). Pada era tahun 80-an komoditi teh adalah andalan atau primadona PTPN VIII yang kini dilebur menjadi PTPN IV (Persero) Medan bersama PTPN VI dan PTPN VII, tapi sekarang tidak demikian lagi. Ini karena harga teh dipasaran internasional terus menerus menurun dan tidak dapat diandalkan lagi untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Sebelum Perang Teluk meletus beberapa tahun lalu, pasar teh PTPN VIII (PTPN IV) paling besar adalah Irak. Teh yang diproduksi adalah teh hitam dengan pasar terbesar Irak. Karena embargo ekonomi dari Amerika Serikat (AS) volume ekspor teh hitam ke Irak di batasi dan kalah bersaing dengan pruduk sejenis dari Sri Langka. Apalagi setelah Irak diekspansi AS, maka pasar teh hitam ke
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
negara itu semakin suram. Akibatnya komoditi teh ini tidak memberi profit lagi bagi perusahaan, maka pemerintah meleburnya menjadi PTPN IV pada tahun 1996. Begitu juga kakao yang dikelola PTPN VI Pabatu dulu tidak menguntungkan lagi. Harganya dari tahun ke tahun terus menerus menurun dan tidak ekonomis lagi untuk diusahai, apalagi untuk sebuah perusahaan besar seperti PTPN. Melihat hal ini, pimpinan PTPN IV sejak 2003 lalu mengkonversi tanaman ini menjadi lahan sawit (Suara Karya, 2005). Desakan peningkatan kebutuhan akan lahan tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya konversi lahan karena di satu sisi kondisi kegiatan usaha yang tengah mengalami kelesuan karena berbagai penyebab, di sisi lain persoalan ekonomi yang terus menekan perusahaan untuk kepentingan intern. Salah satu lahan perkebunan yang mendapatkan tekanan terhadap konversi tanaman adalah lahan perkebunan teh.
2.9
Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti lain dan
dianggap dapat mendukung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Afifuddin (1989) didalam penelitian yang berjudul “Kajian Ekonometrika Industri Minyak Kelapa Sawit Indonesia“. Dengan menggunakan model estimasi permintaan linear kepada produksi CPO, melihat bahwa ada beberapa faktor yang
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
memberikan pengaruh atas penawaran dalam produksi minyak kelapa sawit diantaranya luas kawasan produktif, upah pekerja, teknologi dan pupuk sedangkan dari sisi lain, ada beberapa variabel yang memberikan pengaruh terhadap permintaan atau konsumsi minyak kelapa sawit diantaranya variabel harga minyak kelapa sawit dipasar lokal, pendapatan perkapita, harga barang turunan minyak sawit dipasar lokal seperti sabun. Input utama yang memberikan pengaruh signifikan terhadap perluasan lahan produktif kelapa sawit adalah, nilai investasi, dan tingkat upah buruh serta tingkat teknologi yang digunakan memperoleh hasil bahwa harga barang produk turunan (harga sabun) memberi kesan positif kepada permintaan CPO akhirnya hal tersebut berdampak kepada perluasan lahan produktif sawit. Larson (1996) dalam penelitiannya yang berjudul “Sub Sektor Minyak Sawit Indonesia”. Dengan menggunakan model analisis quantitative untuk mengujinya menemukan beberapa hal dalam perkebunan kelapa sawit di Indonesia, yaitu, dalam 20 tahun terakhir perkebunan sawit di Indonesia telah berkembang dengan sangat cepat dimana dominasi hasil produksi dari perkebunan milik pemerintah telah beralih dikuasai oleh perkebunan swasta hal ini tidak terlepas dari struktur permodalan yang mendukung investasi dibidang agribisnis akhirnya menciptakan pertumbuhan hasil produksi pertanian yang dramastis. Perkembangan lainnya yang justru mencemaskan, adalah pajak ekspor CPO. Dimana akibat dari kebijakan Pemerintah yang memasukan minyak goreng sebagai produk turunan CPO pada daftar kategori barang konsumsi
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
dilindungi pemerintah dalam hal ini adalah BULOG. Sehingga mekanisme pajak ekspor merupakan dalih untuk menjaga stok persediaan minyak goreng dalam negeri. Padahal minyak goreng sawit yang diproteksi oleh pemerintah hanya digunakan oleh 20% rumah tangga dalam kategori menengah keatas sementara jumlah mayoritas rumah tangga miskin umumnya tidak menggunakan minyak goreng CPO tetapi minyak goreng kelapa sebab adanya perbedaan harga dan tingkat pendapatan. Dipasar lokal harga barang substitusi dari CPO yaitu harga minyak kelapa memberi kesan positip, selain itu hasil dari pajak ekspor CPO diperoleh sebesar US$ 99 juta pertahun telah menimbulkan masalah lain yaitu, kepemilikan perkebunan swasta umumnya adalah modal investasi pengusaha dari Jakarta yang mana keuntungan hasil produksi akan kembali seluruhnya ke Jakarta berikut seluruh nilai pajak ekspor sehingga masalahnya disini telah mengecilkan arti dari masyarakat perkebunan sawit didaerah. Struktur pajak ekspor juga telah membebani biaya produksi CPO dari Indonesia sehingga akan membebaninya dalam bersaing dipasar internasional. Purba (2001) meneliti mengenai “Model Ekonometrika Kelapa Indonesia.
Analisis
Simulasi
Kebijakan
Internal
dan
Eksternal”.
Sawit Dengan
menggunakan berbagai model estimasi linear terhadap permintaaan dan penawaran, mendapatkan fakta-fakta yaitu : pengembangan areal sawit rakyat dan swasta di Sumatera bagian Utara cenderung mendekati batas jenuh. peubah harga tidak lagi berdampak positip terhadap perluasan areal kebun sawit. Selanjutnya harga pasar
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
CPO dunia dan harga pasar CPO domestik berdampak positip terhadap produktivitas perkebunan rakyat, sedangkan perkebunan besar swasta dan perkebunan negara lebih responsif terhadap perubahan harga CPO dunia. Hal tersebut menunjukkan adanya orentasi ekspor pada perkebunan besar swasta dan perkebunan negara, dimana peningkatan produksi CPO Indonesia memberi pengaruh positip terhadap peningkatan volume ekspor CPO Indonesia. Fakta lainnya didalam mekanisme pasar regional untuk pengamanan kebutuhan CPO domestik, dimana kenaikan produksi akan diikuti pula oleh kenaikan harga pasar domestik dan ini sekaligus menahan laju ekspor. Ekspor CPO Indonesia dipengaruhi oleh harga CPO dunia serta nilai tukar kurs sementara peningkatan permintaan CPO dunia tidak diresponsif oleh ekspor CPO Indonesia. Tetapi harga CPO dunia lebih responsif terhadap perubahan ekspor CPO dari Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan Malaysia sebagai produsen adalah sangat penting. Selanjutnya meskipun berpengaruh tidak besar terlihat ekspor CPO Indonesia masih mampu memberikan pengaruhnya terhadap harga CPO dunia. Kebijakan peningkatan suku bunga 5 % akan menyebabkan turunnya minat investasi pengembangan areal baru kelapa sawit. Namun demikian kebijakan tersebut tidak berdampak negatif terhadap produktivitas atau produksi yang telah ada sehingga kebijakan peningkatan suku bunga sebesar 5 % masih memberi dampak positip terhadap surplus produsen domestik dan penerimaan domestik, namun berdampak
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
negatif terhadap penerimaan devisa negara. Sehingga kebijakan penurunan tingkat suku bunga perlu direalisasikan untuk meningkatkan aktivitas produksi dan investasi baru. Jika hal tersebut ditambah lagi dengan kebijakan peningkatan upah 20 %, maka dampaknya adalah pengurangan surplus produsen domestik sebesar Rp 33,7 trilyun dan penerimaan domestik sebesar Rp 18,8 trilyun namun kebijakan ini menambah penerimaan devisa sebesar US $ 549.620.67. Kebijakan devaluasi 15 % nilai tukar akan meningkatkan surplus devisa negara yang sangat besar sebaliknya surplus produsen domestik dan penerimaan domestik, adalah negatif. Penurunan produksi CPO Malaysia sebenarnya sangat menguntungkan posisi Indonesia, dan ini memungkinkan untuk menghasilkan surplus devisa negara yang sangat besar. Kebijakan devaluasi sangat menguntungkan perolehan devisa negara namun merugikan kepentingan domestik. Oleh sebab itu kebijakan pengaturan nilai tukar valuta asing lebih baik diserahkan pada mekanisme pasar. Purba (2001) menyimpulkan Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan areal produksi maupun kapasitas ekspor yang jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia dimana selanjutnya beberapa tahun kedepan Indonesia akan mampu untuk mengungguli Malaysia sebagai produsen minyak sawit (CPO) utama dunia. Afifuddin (2002) melanjutkan penelitiannya terdahulu dengan judul “Pengaruh Faktor Permintaan Dalam Negeri dan Luar Negeri Minyak Kelapa Sawit
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Terhadap Luas Lahan Kelapa Sawit di Sumatera Utara” dengan memakai model penelitian koeffisien regresi dari jalur signifikan, mendapatkan fakta-fakta baru didalam hasil penelitian diantaranya, produksi minyak goreng sawit didalam negeri berpengaruh positip terhadap permintaan dalam negeri. Hal ini menunjukkan adanya sinyal pasar dalam negeri terhadap minyak sawit, yakni industri minyak goreng yang berarti pula membawa kecerahan bagi industri minyak sawit dimasa mendatang. Harga ekspor minyak sawit melalui variabel antara berpengaruh negatip terhadap luas lahan kelapa sawit, harga ekspor minyak kelapa sawit memberi pengaruh kuat melalui variabel antara daripada secara langsung terhadap luas lahan. Harga ekspor tidak langsung dirasakan oleh petani / pekebun sebab hanya sebahagian kecil dari mereka yang memiliki izin ekspor. Produksi minyak goreng sawit dalam negeri secara langsung berpengaruh positip dan signifikan kepada penambahan luas lahan kelapa sawit. Kuota ekspor minyak sawit secara langsung berpengaruh terhadap perluasan lahan kelapa sawit. Dalam hal mana, pelaksanaan kuota ekspor akan menstimulasi penawaran minyak sawit didalam negeri yang meningkat kemudian, hal ini akan berpengaruh langsung kepada penurunan tingkat harga dipasar yang akhirnya menyebabkan pertambahan permintaan pasar dalam negeri dan mempengaruhi terhadap perluasan lahan sawit Kuota ekspor minyak sawit berpengaruh langsung positip dan signifikan atas permintaan dalam negeri minyak sawit. Kebijakan kuota ekspor menjamin
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
tersedianya minyak sawit didalam negeri, sekaligus menjaga kestabilan harga produk turunan minyak sawit didalam negeri. Harga ekspor minyak sawit akan memberi pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan luar negeri minyak sawit. Selain itu harga ekspor minyak sawit juga memberikan respon terhadap harga pasar internasional. Tetapi kualitas minyak dihasilkan yang bertaraf rendah serta strategi pemasaran yang belum solid juga akan memberikan pengaruh negatip pada tingkat harga minyak sawit pasar internasional. Kurs atau nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap permintaan pasar luar negeri minyak sawit. Dimana perubahan dalam tingkat harga, kurs akan memberi pengaruh tingkat permintaan minyak sawit dari luar negeri terutama sekali kepada eksportir minyak sawit. Dimana setiap perubahan nilai kurs yang berfluktuasi akan memberi pengaruh kepada volume ekspor minyak sawit. Harga minyak kacang kedelai dunia dimana minyak kedelai adalah pesaing utama dari minyak sawit mempunyai pengaruh positip dan signifikan terhadap permintaan luar negeri minyak sawit. Minyak kelapa sawit merupakan komoditi ekspor perubahan pada nilai kurs Rupiah memberikan pengaruh sensitif terhadap luas lahan dan ini adalah satu-satunya faktor yang memiliki pengaruh dua jalur dominan terhadap perluasan lahan kelapa sawit. Namun demikian permintaan dari dalam negeri untuk minyak sawit tidak berpengaruh dominan terhadap perluasan lahan kelapa sawit dimana produsen
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
minyak sawit cenderung untuk menjual hasil produksinya kepasar internasional dengan target dan alasan tersendiri sehingga pasar internasional juga memberikan kontribusi terhadap perluasan lahan sawit. Permintaan dalam negeri minyak sawit tidak berpengaruh secara dominan terhadap luas lahan kelapa sawit, oleh sebab kebijakan diberlakukan Pemerintah, dan hal ini berbeda dengan permintaan luar negeri minyak sawit yang memiliki pengaruh dominan dan berpengaruh terhadap perluasan lahan kelapa sawit. Arisman (2002) Didalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Kebijakan Daya Saing CPO Indonesia”. Dimana Arisman (2002) memakai model Cost and Benefit Analysis dan memperoleh hasil dari penelitiannya sebagai berikut : komoditi minyak kelapa sawit (CPO) Indonesia memiliki daya saing positip. Namun daya saing tersebut berupa murahnya biaya produksi dibandingkan dengan negara produsen CPO lainnya. Hal ini disebabkan rendahnya upah buruh di Indonesia dan kebijakan subsidi pupuk oleh Pemerintah, serta Endowment factor yang dimiliki oleh Indonesia. Nilai RCA (Revealed Comperative Advantage) yang diperoleh merupakan bukti gambaran dari kinerja ekspor dari suatu komoditi. Komoditi dengan nilai RCA lebih dari satu tersebut dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif sehingga disarankan untuk terus dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut dalam hal ini adalah CPO.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
2.10
Kerangka Pikir Faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam alih fungsi Lahan Tanaman
perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Simalungun mencakup : Harga Teh, harga TBS dan Jumlah Tenaga kerja meningkat atau menurun sebelum dan sesudah konversi. Alur pikir penelitian dapat digambarkan pada kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
Harga Teh
Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit
Harga TBS
1. Tenaga Kerja Perkebunan Teh Jumlah Tenaga Kerja
2. Produktivitas Teh
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian
2.11
Hipotesis Penelitian Berdasarkan pada model penelitian yang dapat disebut sebagai model
hipotesis maka, peneliti mengusulkan hipotesis kerja sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh negatif variabel harga teh terhadap alih fungsi (konversi) tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun, ceteris paribus.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
2. Terdapat pengaruh positif variabel harga TBS terhadap alih fungsi (konversi) tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun, ceteris paribus. 3. Terdapat pengaruh negatif variabel jumlah tenaga kerja terhadap alih fungsi (konversi) tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di Kabupaten Simalungun, ceteris paribus.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di PTPN IV Kabupaten Simalungun. Dipilihnya PTPN
IV Kabupaten Simalungun sebagai sasaran penelitian dengan alasan PTPN IV ini merupakan salah satu perkebunan Teh yang telah melaksanakan konversi Alih Fungsi Lahan Tanaman Teh menjadi Tanaman Kelapa Sawit di Propinsi Sumatera Utara.
3.2
Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer,
diperoleh dengan wawancara langsung dan data sekunder diperoleh dari kantor PTPN IV Kabupaten Simalungun, BPS Propinsi Sumatera Utara dan Instansi terkait. Data sekunder yang diambil adalah data runtut waktu (time series) kurun waktu 6 tahun atau diambil secara bulanan sehingga diperoleh data selama 72 bulan.
3.3
Metode Analisa Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
Ordinary Least Square (OLS). Hal ini digunakan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan bantuan komputer.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Analisis untuk mengukur faktor yang mempengaruhi alih fungsi (konversi) Lahan Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit PTPN IV Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi di Kabupaten Simalungun menggunakan persamaan : Lt = βo + β1 HTeht + β2 HTBSt + β3 JTkt + μ Selanjutnya persamaan ditransformasi kedalam bentuk logaritma sehingga model menjadi : LogLt = β0 + β1Log HTeht + β2Log HTBSt + β3Log JTkt +μ Dimana : Lt
= Luas lahan alih fungsi tanaman (Ha/bln)
HTeht
= Harga Teh (Rp/kg/bln)
HTBSt = Harga TBS (Rp/kg/bln). JTkt
= Jumlah tenaga kerja (Hok/Ha/bln).
μ
= Error term
βo
= Intercept
β1-β3
= Koefisien Regresi
3.4
Uji Penyimpangan Asumsi Klasik Ada beberapa permasalahan yang bisa terjadi dalam model regresi linier, yang
secara statistik permasalahan tersebut dapat mengganggu model yang telah dilakukan, bahkan dapat menyesatkan kesimpulan yang diambil dari persamaan yang terbentuk. Untuk itu maka perlu dilakukan uji penyimpangan asumsi klasik, yang terdiri dari:
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
a. Uji Multikolinieritas Interprestasi persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variabel-variabel bebas dalam persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Jika dalam sebuah persamaan terdapat multikolinieritas akan menimbulkan beberapa akibat, untuk itu perlu pendeteksian multikolinieritas dengan besaran-besaran regresi yang di dapat, yakni : 1. Variasi besar (dari taksiran OLS) 2. Interval kepercayaan lebar (karena variasi besar maka standar error besar sehingga interval kepercayaan lebar). 3. Uji t (t-rasio) tidak signifikan, suatu variabel bebas yang signifikan baik secara substansi maupun secara statistik jika dibuat regresi sederhana, bisa tidak signifikan karena variasi besar akibat kolinieritas. Bila standar error terlalu besar maka besar pula kemungkinan taksiran koefesien regresi (a1 – a4) tidak signifikan. 4. R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang signifikan dari Uji t 5. Terkadang nilai taksiran koefesien yang didapat akan mempunyai nilai yang tidak sesuai dengan substansi, sehingga dapat menyesatkan interprestasi Dengan menggunakan program SPSS versi 15,0, ada atau tidaknya gejala multikolinearitas dapat diketahui dengan beberapa cara berdasarkan output yang dihasilkan nilai tolerance adalah besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan secara statistik. Besaran nilai VIF (variance inflaton factor) adalah :
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
1. Mempunyai nilai VIF disekitar angka 1 2. Mempunyai
angka
Tolerance
mendekati
1
(tolerance=
1/VIF)
atau
VIF= 1/Tolerance b. Uji Heterokedasitas Uji Heterokedasitas apakah ditemukan ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. c. Uji Normalitas Uji Normalitas apakah variabel dependent, variabel independent atau keduanya berdistribusi normal atau tidak. d. Uji Autokorelasi Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik/tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi timbul jika ada korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu periode t (berada) dengan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya). Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya gejala autokorelasi pada persamaan regresi adalah dengan melihat hasil pengujian Durbin-Watson (D-W Test).
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
3.5
Definisi Operasional Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan
dalam penelitian ini perlu diberikan batasan operasional sebagai berikut : 1. Alih fungsi lahan adalah perubahan, pengubahan, penukaran penggunaan lahan Tanaman Teh menjadi Tanaman Kelapa sawit di Kabupaten Simalungun (Ha/bulan). 2. Harga Teh adalah nilai tukar dari hasil produksi perkebunan Teh yang dijual kepada pembeli di Kabupaten Simalungun (Rp/Kg/bulan). 3. Harga TBS adalah nilai tukar dari hasil produksi perkebunan TBS yang dijual kepada pembeli di Kabupaten Simalungun (Rp/Kg/bulan). 4. Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam rangka menghasilkan
produksi
perkebunan
teh
di
Kabupaten
Simalungun
(HOK/Ha/bulan). 5. Penyerapan tenaga kerja adalah kemampuan lahan perkebunan teh menciptakan kesempatan kerja di Kabupaten Simalungun (Hok/Ha/bulan).
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi Umum PTPN IV Berdasarkan Anggaran Dasar dan Akte Pendirian Perusahaan No.37 Tahun
1996 yang diperbaharui dengan Anggaran Dasar No.18 Tahun 2002, maksud dan tujuan PTPN IV adalah turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di subsektor pertanian dalam arti seluas-luasnya dengan tujuan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat serta melaksanakan kegiatan usaha antara lain : 1. Mengusahakan budidaya tanaman meliputi pembukaan dan pengolahan lahan pembibitan, penanaman dan pemeliharaan serta melakukan kegiatan-kegiatan lain yang sehubungan dengan budidaya tanaman tersebut. 2. Produksi meliputi pemungutan hasil tanaman, pengolahan hasil tanaman sendiri maupun dari pihak lain menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. 3. Perdagangan meliputi penyelenggaraan kegiatan pemasaran berbagai macam hasil produksi serta melakukan kegiatan perdagangan barang lainnya yang sehubungan dengan kegiatan usaha perusahaan. 4. Pengembangan usaha di bidang perkebunan, agro usaha dan agrobisnis. 5. Usaha-usaha lain yang langsung menunjang pokok tersebut diatas.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
PTPN IV juga mendirikan / menjalankan Perusahaan dan usaha lainnya yang mempunyai hubungan dengan usaha bidang pertanian baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan badan-badan lainnya sepanjang dengan hal itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun sasaran tiga tahun kedepan adalah untuk mengembangkan kelapa sawit melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi, mempertahankan kakao yang masih produktif menjadi kelapa sawit, serta merevitalisasi tanaman teh, juga mengembangkan industri hilir. Visi perusahaan ”Membangun PTPN IV menjadi perusahaan Agribisnis perkebunan yang tangguh”. Misi Perusahaan 1. Menjalankan usaha agribisnis perkebunan kelapa sawit, teh, dan kakao, serta menghasilkan produk minyak sawit, inti sawit, teh jadi, biji kakao kering serta produk turunannya yang berkualitas untuk memberikan kepuasan bagi pelanggan. 2. Meningkatkan daya saing produk secara terus menerus yang didukung oleh sistem, cara kerja, dan di lingkungan kerja yang mendorong kreativitas dan inovasi untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi. 3. Menghasilkan laba yang berkesinambungan untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan perusahaan serta memberikan manfaat dan nilai tambah yang optimal bagi pemegang saham, karyawan, dan stakeholder lainnya.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
4. Mengelola usaha secara profesional untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan memegang teguh pada nilai-nilai etika bisnis dan senantisa berpedoman pada tata kelola perusahaan sehat. 5. Memberikan perhatian dan peran yang sungguh-sungguh dalam membangun kemitraan
dan
mengembangkan
masyarakat
lingkungan
(community
development), koperasi, usaha kecil dan menengah, serta kelestarian lingkungan hidup.
Sifat dan Cakupan Kegiatan Usaha PTPN IV merupakan Badan Usaha Milik Negara bidang perkebunan yang berkedudukan di Sumatera Utara. Perusahaan ini merupakan penggabungan dari 3 (tiga) PT Perkebunan yaitu PT Perkebunan VI, PT Perkebunan VII, dan PT Perkebunan VIII berdasarkan peraturan pemerintah No.9 Tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996. PTPN IV di dirikan di Bah Jambi, Simalungun, Sumatera Utara berdasarkan Akta Pendirian No.37 tanggal 11 Maret 1996 dari Harun Kamil,S.H yang telah diubah berdasarkan Akta No.18 Notaris Sri Rahayu, H.Prasetio,SH. Tanggal 26 September 2002 dengan kepemilikan saham seluruhnya dikuasai Negara Republik Indonesia. Struktur Organisasi Dibawah ini adalah struktur organisasi PTPN IV sesuai surat Keputusan Direksi Nomor 04.13/Kpts.43/III/2003 tanggal 27 Agustus 2003, yang mulai diberlakukan sejak tanggal 01 September 2003.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
RUPS KOMISARIS DIREKSI 13 BAGIAN 16 GROUP UNIT USAHA
KANTOR PERWAKILAN JAKARTA
35 UNIT USAHA
2 UNIT USAHA
Gambar 4.1. Struktur Organisasi PTPN IV 4.2 Faktor yang Mempengaruhi Konversi Tanaman Teh menjadi Kelapa Sawit PTPN IV Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi Kabupaten Simalungun Analisis data dalam penelitian ini menggunakan perangkat komputer. Untuk memperoleh tingkat keabsahan penafsiran yang tinggi dalam model regresi yang digunakan, sebelum melakukan uji statistik terhadap hasil olahan regresi terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik sebagai dasar analisis regresi. Pengujian asumsi klasik dimaksudkan agar estimator-estimator yang diperoleh dengan metode Ordinary Least Square (OLS) memenuhi syarat Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Pengujian asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah multicollinearity (uji apakah ditemukan korelasi antar variabel independent), Heterokedasitas (apakah ditemukan ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain), Normalitas (apakah variabel dependen,
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
variabel independent atau keduanya berdistribusi normal atau tidak) dan autocorrelation (apakah ditemukan korelasi antar variabel kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya), hal ini dilakukan karena data yang digunakan berupa data time-series (Gujarati, 1997). Berdasarkan hasil uji asumsi klasik ada ditemui multikolinieritas dimana diperoleh nilai VIF dari ke 3 (tiga) variabel independent bernilai diatas 1, artinya ada multikolinieritas atau korelasi antar variabel independent (Lampiran 1). Jika multikolinieritas tetap terjadi di masa yang akan datang maka masalah ini bukanlah masalah serius (Gujarati, 1997). Sedangkan uji asumsi klasik lainnya seperti uji heterokedasitas, normalitas dan autokorelasi dalam kasus ini tidak dijumpai pelanggaran asumsi klasik. Untuk mengetahui faktor –faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut : Tabel 4.1. Hasil Analisis Regresi Faktor yang mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit PTPN IV Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi Kabupaten Simalungun, Tahun 2000 – 2005 Variabel Independent Konstanta Harga Teh Harga TBS Jumlah Tenaga kerja Koefisien determinasi (R2) F.Hitung Durbin Watson
Koefisien Regresi 1.748 -0.613 1.044 -0.414 0.639 40.158 1.250
t-hitung 2.447 -3.222 10.685 -2.971
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
LogLt t-hitung SE R2
= 1.748 – 0.613 LogHTeht + 1.044LogHTBSt – 0.414LogJTkt = (2.447)*** (-3.222) *** (10.685) *** (-2.971) *** = (0.714) (0.190) (0.098) (0.139) = 0,639
Keterangan : * = signifikan pada tingkat kepercayaan 90 % ** = signifikan pada tingkat kepercayaan 95 % *** = signifikan pada tingkat kepercayaan 99 %
Berdasarkan Tabel 4.1. diatas koefisien determinasi (R2) sebesar 0,639 menunjukkan bahwa 63,9% alih fungsi lahan dapat dijelaskan oleh variasi variabel harga teh, harga TBS dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan sisanya 36,1 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model ini. Untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen digunakan uji F. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa nilai F-hitung sebesar 40,158 lebih besar dari nilai F-tabel pada tingkat kesalahan α 1 %. Hal ini berarti variabel independen yaitu harga teh, harga TBS dan jumlah tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit. Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen dilakukan secara partial terhadap variabel dependen digunakan uji- t sebagai berikut: 1. Variabel harga teh berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit, hal ini ditandai dengan nilai t-hitung > t-tabel pada α 1%, berarti penurunan harga teh menyebabkan alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi kelapa sawit meningkat. Koefisien regresi harga teh adalah sebesar -0,613 berarti
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
bahwa setiap penurunan harga teh sebesar 1%, maka menyebabkan alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit mengalami kenaikan sebesar 0,613%, ceteris paribus atau setiap kenaikan harga teh sebesar 1%, maka menyebabkan alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit mengalami penurunan sebesar 0,613%, ceteris paribus. 2. Variabel harga TBS berpengaruh positif dan signifikan terhadap alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit, hal ini ditandai dengan nilai t-hitung > t-tabel pada α 1%, berarti kenaikan harga TBS menyebabkan alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi kelapa sawit meningkat. Koefisien regresi harga TBS adalah sebesar 1,047 berarti bahwa setiap kenaikan harga TBS sebesar 1%, maka menyebabkan alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit mengalami kenaikan sebesar 1,044%, ceteris paribus. Perubahan harga teh, harga TBS dan jumlah tenaga kerja akan lebih cepat meningkatkan perubahan alih fungsi lahan. Hal ini berarti perubahan alih fungsi lahan secara langsung merespon perubahan ketiga variabel tersebut. Sesuai wawancara dengan Human Resources PTPN IV bahwa perusahan melakukan konversi tanaman teh yang tidak produktif lagi ketanaman sawit untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Tanaman teh yang tidak produktif dan jumlah tenaga kerja yang berlebih menimbulkan beban bagi perusahaan karena pendapatan dari penjualan teh itu tidak sebanding dengan biaya produksi termasuk upah tenaga
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
kerja, dan tenaga kerja yang digunakan tidak sekaligus dikurangi namun secara berangsur-angsur (Humas PTPN IV, 2009). 3. Variabel jumlah tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit, hal ini ditandai dengan nilai t-hitung > t-tabel pada α 1%, berarti penurunan jumlah tenaga kerja menyebabkan alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi kelapa sawit meningkat. Koefisien regresi jumlah tenaga kerja adalah sebesar -0,414 berarti bahwa setiap kenaikan alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit sebesar 1%, maka menyebabkan jumlah tenaga kerja mengalami penurunan sebesar 0,414%, ceteris paribus. Era perdagangan bebas dan tajamnya persaingan antar negara menuntut sub sektor industri teh untuk meningkatkan kinerjanya melalui peningkatan efisiensi meliputi produktivitas tenaga kerja dan biaya produksi. Besarnya biaya upah karyawan petik teh mencapai 60% dari total biaya produksi teh di tingkat kebun. Industri perkebunan teh merupakan industri yang sangat rentan terhadap perubahan dinamis lingkungan (Santoso, 1997). Setiawati et al. (1991) pemetikan pucuk teh merupakan kegiatan yang memerlukan banyak tenaga pemetik dengan kebutuhan sebanyak rata-rata 1,5-2 orang per hektar. Dari seluruh tenaga yang dibutuhkan oleh perkebunan teh diperkirakan 75% dari jumlah tersebut adalah karyawan pemetik.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Sejalan dengan Santoso (1997) era perdagangan bebas dan tajamnya persaingan antar negara menuntut sub sektor industri teh untuk meningkatkan kinerjanya melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas tenaga kerja karena besarnya biaya upah karyawan petik mencapai 60% dari total biaya produksi teh di tingkat kebun. Industri perkebunan teh merupakan industri yang sangat rentan terhadap perubahan dinamis lingkungan. 4.3
Identifikasi Konversi lahan Tanaman Teh Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Produktivitas Teh Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi di PTPN IV Kabupaten Simalungun
4.3.1. Luas Areal Perkebunan Teh Alih Fungsi Perkembangan luas areal perkebunan teh PTPN IV Kabupaten Simalungun Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut : Tabel 4.2. Luas Areal Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di PTPN IV
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Jumlah
Teh (Ha/Tahun) 445.90 250.86 520.31 579.05 520.31 706.02
Penambahan Luas Lahan Tanaman Kelapa Sawit yang dialih fungsikan dari Kebun Teh (Ha/Tahun) 696.76 1.217.07 1.796.12 2.316.43 3.022.45
3.022,45
Sumber : PTPN IV, 2009
Luas areal tanaman perkebunan Teh PTPN IV Tahun 2000-2005 yang dialih fungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit adalah 3.022,45 Ha dengan keadaan
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
berfluktuasi tetapi cenderung menaik, dimana Tahun 2005 mengalami alih fungsi lahan yang terluas sebesar 706,02 Ha dan yang terkecil pada Tahun 2001 sebesar 250,86 Ha, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2. Berdasarkan wawancara dengan Humas PTPN IV, perusahaan melakukan konversi tanaman teh yang tidak produktif lagi ke tanaman sawit untuk meningkatkan pendapatan. Konversi tananam itu dilakukan untuk menekan biaya yang memberikan kontribusi negatif
bagi neraca perusahaan termasuk upah tenaga kerja. (Humas
PTPN IV, 2009). Rata-rata luas areal perkebunan teh yang dialih fungsikan dari Tahun 20002005 yaitu selama 6 Tahun, sebesar (3.022,45/6 Tahun) atau 503,74 Ha/Tahun dengan trend pada gambar 4.2 berikut :
800
706.02
700 579.05
Ha/Tahun
600 500 400
445.9
520.31
520.31
300 200
250.86
100 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 4.2. Luas Areal Alih Fungsi Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit di PTPN IV Tahun 2000-2005 (Ha/Tahun)
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Berdasarkan Gambar 4.2. diatas dapat dilihat bahwa luas alih fungsi lahan terbesar pada Tahun 2005 dan yang terkecil pada Tahun 2001 sesuai dengan data pada Tabel 4.2. 4.3.2 Tenaga Kerja dalam Rangka Alih Fungsi Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit Jumlah Tenaga Kerja yang tidak digunakan pada perkebunan teh PTPN IV Kabupaten Simalungun Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi dapat dilihat pada Tabel 4.3. berikut : Tabel 4.3. Jumlah Tenaga Kerja Akibat Alih Fungsi Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Jumlah Rata-rata
Jumlah Tenaga Kerja (HOK/Tahun) 812 824 603 555 609 951 4.354 725.67
Sumber : PTPN IV, 2009
Jumlah Tenaga kerja yang tidak digunakan dalam rangka alih fungsi tanaman perkebunan teh menjadi Kelapa Sawit pada PTPN IV Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi Kabupaten Simalungun selama Tahun 2000-2005 berfluktuasi tetapi cenderung meningkat yaitu 4.354 HOK dengan rata-rata 725.67 HOK/Tahun, artinya jumlah tenaga kerja yang dirumahkan atau dimutasikan ke tempat lain semakin bertambah dengan kata lain jumlah tenaga kerja pada perkebunan teh yang digunakan menurun dari tahun ke tahun seiring dengan jumlah alih fungsi lahan tanaman perkebunan Teh dari tahun ke tahun, dimana Tahun 2005 mengalami pengurangan
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
jumlah tenaga kerja yang terbesar yaitu 951 HOK dan yang terkecil pada Tahun 2003 sebesar 555 HOK, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3. Berdasarkan wawancara dengan humas PTPN IV, pada perkebunan teh, satu hektar tanaman teh membutuhkan rata-rata 1,2 hingga 1,5 tenaga kerja. Hal ini dapat dbandingkan dengan kebun sawit yang hanya membutuhkan rata-rata 0,35 tenaga kerja per hektar dan Komponen biaya buruh perkebunan teh mencapai 60 persen dari harga pokok produksi serta penggunaan bahan bakar solar juga memberatkan produsen teh. Untuk mengolah satu kg teh, dibutuhkan 0,34 liter solar. Pada era 80-an komoditi teh memang andalan atau primadona PTPN IV (Persero) Medan bersama PTP VI dan PTP VII, tapi sekarang tidak demikian lagi. Disamping itu karena harga teh dipasaran internasional terus menerus menurun dan tidak dapat diandalkan lagi untuk meningkatkan pendapatan perusahaan dana pengelolaan perkebunan teh tersebut diserap oleh biaya panen dan pengangkutan, biaya pabrik dan biaya tanaman. Sementara Menteri Negara BUMN tidak membolehkan menghentikan karyawan yang berlebih tersebut. Karena itu, sampai saat ini PTPN IV diperkirakan kelebihan tenaga kerja sekitar 5.000 orang dan ini menjadi beban bagi keuangan perusahaan karena gaji mereka tetap dibayar. Mengenai tenaga kerja yang selama ini bekerja di kebun teh secara bertahap tenaga kerja dari kebun teh sudah dimutasikan ke kebun-kebun kelapa sawit dilingkungan PTPN IV. Ini salah satu upaya untuk menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja. (Humas PTPN IV, 2009). Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.3. rata-rata pengurangan jumlah tenaga kerja adalah 725.67 HOK /Tahun dapat dilihat sebagai berikut :
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
1000 800 HOK/Tahun
951
824
812
603
600
555 609
400 200 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 4.3. Jumlah Tenaga Kerja Alih Fungsi Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit Tahun 2000-2005 (HOK/Tahun) Berdasarkan Gambar 4.3. diatas dapat dilihat bahwa pengurangan jumlah tenaga kerja terbesar pada Tahun 2005 dan yang terkecil pada Tahun 2003 sesuai dengan data pada Tabel 4.3. 4.3.3 Produktivitas Tenaga Kerja Perkebunan Teh yang dialih fungsikan menjadi Kelapa Sawit Produktivitas tenaga kerja perkebunan teh PTPN IV Kabupaten Simalungun Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi dapat dilihat pada Tabel 4.4.berikut : Tabel 4.4. Produktivitas Tenaga Kerja Perkebunan Teh yang dialih fungsikan menjadi Kelapa Sawit Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata
(Ton/Ha/Tahun) 0.98 2.18 0.73 0.62 0.72 1.31 1.09
Sumber : PTPN IV, 2009
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Produktivitas tenaga kerja perkebunan Teh PTPN IV Tahun 2000-2005 yang dialih fungsikan berfluktuasi tetapi cenderung menurun selama periode Tahun 20002005 dengan rata-rata 1,09 Ton/Ha/Tahun, dimana Tahun 2001 mengalami produktivitas tenaga kerja yang terbesar yaitu 2,18 Ton/Ha/Tahun dan yang terkecil pada Tahun 2003 sebesar 0,62 Ton/Ha/Tahun, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4. Berdasarkan wawancara dengan Humas PTPN IV menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja kebun relatif menurun. Produktifitas tenaga kerja seharusnya 1,2 -1,25 Ton/Ha (Humas PTPN IV, 2009). Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.4. rata-rata penurunan produktivitas tenaga kerja dapat dilihat sebagai berikut : 2.5 2.18
Produktivitas
2.0 1.31
1.5 1.0
0.98
0.73
0.62 0.72
0.5 0.0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 4.4. Produktivitas Tenaga Kerja Alih Fungsi Tanaman Perkebunan Teh menjadi Kelapa Sawit Tahun 2000-2005 (Ton/Ha/Tahun) Berdasarkan Gambar 4.4. diatas dapat dilihat bahwa produktivitas tenaga kerja terbesar pada Tahun 2001 dan yang terkecil pada Tahun 2003 sesuai dengan data pada Tabel 4.4.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
4.3.4 Produktivitas Tanaman Perkebunan Teh yang dialih fungsikan menjadi Kelapa Sawit Produktivitas perkebunan teh PTPN IV Kabupaten Simalungun Divisi Bah Birong Ulu dan Marjandi dapat dilihat pada Tabel 4.5.berikut : Tabel 4.5. Produktivitas Tanaman Perkebunan Teh yang dialih fungsikan menjadi Kelapa Sawit Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Jumlah Rata-rata
Teh (Ton/Ha/Tahun) 63,12 31,50 69,29 74,84 70,07 60,50 369,32 61,55
Sumber : PTPN IV, 2009
Produktivitas perkebunan Teh PTPN IV Tahun 2000-2005 yang dialih fungsikan berfluktuasi tetapi cenderung menurun yaitu 369,32 Ton selama periode Tahun 2000-2005 dengan rata-rata 61,55 Ton/Ha/Tahun (basah), dimana Tahun 2003 mengalami penurunan produktivitas yang terbesar yaitu 74,84 Ton/Ha/Tahun dan yang terkecil pada Tahun 2001 sebesar 31,50 Ton/Ha/ Tahun, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.5. Berdasarkan wawancara dengan Humas PTPN IV menyatakan bahwa produktivitas kebun teh relatif rendah dan cenderung menurun. Produktivitas kebun teh saat ini sekitar 3,6–4,75 Ton/Ha/Tahun (basah). Angka itu masih rendah dibanding negara penghasil teh utama yang mencapai 5 Ton/Ha/Tahun (basah) (Humas PTPN IV, 2009).
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.5. rata-rata penurunan produktivitas adalah 61.55 Ton /Tahun dapat dilihat sebagai berikut :
Produk tivitas Ton/thn
80 70 60
63.12
69.29
74.84
70.07 60.50
50 40 30 20
31.50
10 0 2000
2001
2002
2003
2004
2005
Tahun
Gambar 4.5. Produktivitas Tanaman Perkebunan Teh yang dialih fungsikan menjadi Kelapa Sawit Tahun 2000-2005 (Ton/Tahun) Berdasarkan Gambar 4.5. diatas dapat dilihat bahwa penurunan produktivitas tanaman teh terbesar pada Tahun 2003 dan yang terkecil pada Tahun 2001 sesuai dengan data pada Tabel 4.5.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Berdasarkan berbagai uraian dan pengkajian analisis dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut: 1. Harga teh dan jumlah tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan sedangkan Harga TBS berpengaruh positif dan signifikan terhadap alih fungsi (konversi) tanaman Perkebunan Teh menjadi Perkebunan Kelapa Sawit. 2. Harga teh, harga TBS dan jumlah tenaga kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit. 3. Tenaga kerja Perkebunan teh akibat alih fungsi lahan (konversi) tanaman perkebunan teh menjadi perkebunan kelapa sawit menurun selama periode tahun 2000-2005 dengan rata-rata 725,67 HOK/Tahun. 4. Produktivitas tenaga kerja diperkebunan teh menurun selama periode tahun 2000-2005 dengan rata-rata 1,09 Ton/Ha/Tahun. 5. Produktivitas teh menurun selama periode tahun 2000-2005 dengan rata-rata 61,55 Ton/Ha/Tahun . 5.2
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diberikan beberapa saran sebagai
berikut : 1. Perlu dibuat beberapa kebijakan oleh Manajemen PTPN IV dalam upaya meningkatkan alih fungsi (konversi) tanaman teh menjadi kelapa sawit
dan
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
meningkatkan partisipasi melalui asosiasi pengusaha kelapa sawit Indonesia. 2. PTPN IV perlu mempertahankan alih fungsi (konversi) tanaman teh menjadi kelapa sawit dalam jangka pendek maupun panjang karena persentase perubahan harga TBS responsif terhadap perubahan alih fungsi lahan tanaman perkebunan. 3. PTPN IV perlu melakukan pembinaan atau latihan terhadap tenaga kerja yang tidak terserap akibat alih fungsi (konversi) tanaman teh menjadi kelapa sawit, sehingga tenaga kerja dapat melakukan kegiatan yang produktif sebelum mendapat pekerjaan lain atau ditempatkan kembali di PTPN IV dengan lokasi yang berbeda. 4. Diperlukan berbagai kebijakan pemerintah yang “kondusif” dan “konklusif” untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sektor perkebunan serta memacu pertumbuhan ekspor karena komoditas perkebunan seperti Teh dan Kelapa Sawit merupakan sistem saling terkait mulai dari pra panen, panen, pasca panen dan pemasaran. Sebagai pertimbangan utama diusahakan berorientasi pasar dengan pendekatan supplay-denmand dan mentransformasi kenggulan bersaing baik dari hulu (down stream) sampai dengan ke hilir (up stream), karena jika hanya mengandalkan hasil perkebunan primer maka perusahaan perekebunan hanya sebagai price taker (penerima harga) bukan penentu harga dipasar internasional serta pemerintah harus berperan aktif dalam pembangunan infrastruktur dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar, memberikan fasilitas dan pelayanan yang terbaik dari pemerintah baik dalam pelayanan perizinan, fasilitas pendanaan, maupun fasilitas keringanan pajak. 5. Perlu peremajaan tanaman teh yang tidak produktif untuk meningkatkan produktivitas.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
6. Perlu penelitian lanjut terhadap perkebunan kelapa sawit yang dialih fungsikan dengan variabel yang berbeda, misalnya terhadap permintaan, produksi dan hasil penjualan.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Afifuddin Sya’ad, 1989. Kajian Ekonometrika Industri Minyak Kelapa Sawit Indonesia, Tesis Magister Ekonomi, Universitas Kebangsaan Malaysia _________, 2002. Pengaruh Permintaan Dalam Negeri dan Luar Negeri Minyak Kelapa Sawit Terhadap Luas Lahan Kelapa Sawit di Sumatera Utara, Ringkasan Disertasi Doktor Ekonomi, Program Pascasarjana, Universitas Airlangga Surabaya. Amstrong, Gary & Philip, Kotler. 2000. Dasar-dasar Pemasaran. Jilid 1, Alih Bahasa Alexander Sindoro dan Benyamin Molan, Prenhalindo, Jakarta. Arisman, 2002. Analisis Kebijakan Daya Saing CPO Indonesia, Volume 2, Nomor 1, September 2002, Jurnal Universitas Paramadina, Jakarta. Arsyad, Lincolyn.,2000. Pengantar Perencanaan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah, BPFE-UGM, Yogyakarta. ATI, 2000. Perkembangan Komoditi Teh Indonesia (Asosiasi Teh Indonesia), Jakarta Bisnis Indonesia, 2004. Perkembangan Ekspor Teh Indonesia,Jakarta. BPS,2001. Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008. Buku Statistik Perkebunan Tahun 2006– 2008, Jakarta Ditjen
Bina Produksi Perkebunan.2002. Laporan Studi Kebijaksanaan Penggunaan Model Komoditi untuk Penilaian Prospek dan Analisis Kebijakan Komoditi. Ditjen Bina Produksi Perkebunan, Jakarta
FAO, 2001. Medium Term Prospects For Agricultural Commodities, Projection to the .year 2005: Oilseeds, Oils, And Oilmeals, FAO, Rome. Gujarati Damodar, 1978. Dasar Ekonometrika, Alih bahasa, Sumarno Zain, Cetakan Keenam.Erlangga, Jakarta. ITC (International Tea Committee). 2004. Annual Bulletin of Statistics: London., Penerbit Erlangga, Jakarta _______,2008. Perkembangan Hasil Penjualan Ekspor Teh Indonesia 2003-2007 London., Penerbit Erlangga, Jakarta Lamb, Hair, Mc-Daniel, (terjemahan Oetarevia), 2001. Pemasaran, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Larson Donald F, Indonesia’s Palm Oil Sub Sector, The World Bank, International Economics Department, Commodity Policy and Analysis Unit, September 1996, Working Papers 1654, 12 Maret 2003, < Http//www.worldbank.org /working papers/indonesian's palm oil sub sector.pdf/wps.1654 >. Lubis Adlin, 1992. Kelapa Sawit Di Indonesia, Pematang Siantar, Sumatera Utara
Pusat penelitian perkebunan,
Mas’ud, 1998. Ekonomi dan Struktur Politik Orde Baru 1966-1971, LP3ES, Jakarta. Mc Carthy J., & Perreault, W.D. 1995. Intisari Pemasaran : Sebuah Ancangan Manajerial Global. Jilid 1. Edisi Keenam. Binarupa Aksara. Jakarta. Mc Neill, O.Alves, L. Arizp, O.Bykova, K. Galvin, J. Kelmelis, J. Migos-Adholla, P. Morrisette, R. Muss, J. Richards, W. Riebsane, F. Sadowski, S. Sanderson, D. Skole, J. Tarr, M. Williams, S. Yadav and S. Young. 1998. Toward A Typology And Regionalization of Land-Cover And Land-Use Change: Report of Working Group B, In: Meyer, W.B. and B.L. Turner II, (Editors). Changes in Land Use and Land Cover: A Global Perspective. The Press Syndicate of The University of Cambridge. Cambridge. pp 55-72 Nasoetion, L.I. dan Wagner, M. 1985. Struktur Tata Ruang Wilayah Yang Memusat: Penyebab Dan Pengaruhnya pada Daerah Belakang. Studi Kasus Kodya Tebing Tinggi Sumatera Utara. Tesis. Fakultas Pascasarjana, IPB: Bogor: Nicholson, W. 1994. Teori Ekonomi Mikro: Prinsip dan Pengembangannya. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Pappas James.L dan Mark Hirschey. 1995. Ekonomi Manajerial, Edisi ke Enam, Jilid 1, Alih bahasa Daniel Wirajaya, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta. Pass dan Lowes, 1999. An Introduction To The Market Economy (Elements of Business) Publisher: Oxford University Press, 1999. ISBN10: 0198775245 Purba Jan Horas, 2001. Model Ekonometrika Kelapa Sawit Indonesia, Analisis Simulasi Kebijakan Internal dan Eksternal, Jurnal Kopertis wilayah 4, 2001. < Http//www.kopertis4.tripod.com/model ekonometrika kelapa sawit indonesia analisis simulasi kebijakan internal dan eksternal /1-02.html>. Soekartawi, 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Rajawali, Jakarta. Sukirno, Sadono, 2000. Makroekonomi Modern, Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Keynesian Baru. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Sudarsono, 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Suprihatini,R.2000. Selera Pasar Masyarakat Rusia. Infoteh No.2, Mei 1998, Jakarta _________, 2000. Daya Saing Ekspor Teh Indonesia di Pasar Teh Dunia, Jakarta Suryana, 2000. Ekonomi Pembangunan, Problematika dan Pendekatan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Susila, W. R. 2004. Impacts Of CPO-Export Tax On Several Aspects Of Indonesian CPO industty, Oil Palm Industry Economic Journal, 4(2), 1- 13, Jakarta. Swastha, Basu dan Irawan, 2000, Manajemen Pemasaran Modern, (Edisi II, Get. VHI),: Liberty Yogyakarta. Wahyunto, M. Z. Abidin, A. Priyono dan Sunaryanto. 2001. Studi Perubahan Penggunaan Lahan DAS Citarik, Jawa Barat Dan DAS Garang, Jawa Timur. Makalah Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Asean Secretariate Maff Japan & Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor Winoto, J.1996 Kriteria Proyek-Proyek Dan Program-Program Pembangunan Yang Seharusnya Diprioritaskan Pendanaannya Dalam Pembangunan Nasional. Bahan Kuliah Studi PWD Pascasarjana IPB, Bogor: ______,1996. Transformasi Struktur Perekonomian Dan Ketenagakerjaan Nasional: Tinjauan Teoritis Dan Aplikasinya Terhadap Transformasi Perekonomian Dan Ketenagakerjaan Nasional Yang Telah Terjadi Dan Proyeksinya Sampai Akhir PJP IIProgram Studi PWD Pascasarjana IPB. Bogor _______, 2009 Sejarah Tanaman Kelapa Sawit. http://id.wikipedia.org (Diunduh tanggal 10 Januari 2009) _______, 2009. Business Outlook, 2008. Komoditi Teh Indonesia. http://www.csrreview-online.com/admin/newsrss.xml (diunduh tanggal 15 Januari 2009). _______, 2009. Manfaat Teh Bagi Kesehatan. http://www.depkes.go.id. (diunduh tanggal 10 Januari 2009) _______, 2009. Paket Informasi Minyak Kelapa http://www.depperin.go.id/ (diunduh tanggal 12 Januari 2009)
Sawit.
_______, 2009. Harga Teh Indonesia. http://www.kompas..com/ (diunduh tanggal 15 Januari 2009). _______, 2009. Petunjuk Kultur Teknis Edisi Kedua PPTK Gambung, http://www.pn8.co.id (diunduh tanggal 20 Januari 2009).
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
_______, 2009. Kejar Keuntungan PTPN IV Konversi Kakao dan Teh Menjadi Sawit. http://www.suarakarya-online.com (diunduh tanggal 25 Januari 2009). _______. 2009. Volume Ekspor Teh Indonesia. http://www.Tempo.com/ (diunduh tanggal 20 Januari 2009).
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran-1: Kuesioner Penelitian Untuk PT Perkebunan Nusantara IV di Kabupaten Simalungun
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN TEH MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN SIMALUNGUN PENGANTAR Kuesioner ini ditujukan sebagai media untuk mendapatkan data dan informasi dalam rangka penulisan Tesis (an. Jan Ericson Chandra Purba), yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan Pascasarjana di SPs-EP-USU Medan. Kesediaan Bapak/bu mengisi kuesioner ini akan menentukan keberhasilan studi saya. DATA RESPONDEN
Nama
:...........................................................................
Jabatan sekarang
: ...........................................................................
Unit Kerja
: ...........................................................................
Untuk pertanyaan-pertanyaan berikut, Bapak/Ibu dimohon untuk mengisi titik-titik pada ruangan yang tersedia. Jika tidak memungkinkan jawaban dapat ditulis pada halaman dibaliknya. 1. Penyebab utama Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit pada unit kerja Bapak/Ibu ? a……………………………………………………………………………………. b……………………………………………………………………………………. c……………………………………………………………………………………. d…………………………………………………………………………………….
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
2. Sesuai dengan pelaksanaan Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit, bagaimana penanganan masalah keberadaan tenaga kerja pada unit kerja Bapak/Ibu ? a……………………………………………………………………………………. b……………………………………………………………………………………. c……………………………………………………………………………………. d……………………………………………………………………………………. 3. Kendala apa saja yang dihadapi dalam penanganan Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit pada unit kerja Bapak/Ibu ? a……………………………………………………………………………………. b……………………………………………………………………………………. c……………………………………………………………………………………. d……………………………………………………………………………………. 4. Bagaimana produktivitas perkebunan Teh sebelum Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit pada unit kerja Bapak/Ibu ? a……………………………………………………………………………………. b……………………………………………………………………………………. c……………………………………………………………………………………. d……………………………………………………………………………………. 5. Bagaimana harga Teh dan TBS sebelum Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit pada unit kerja Bapak/Ibu ? a……………………………………………………………………………………. b……………………………………………………………………………………. c……………………………………………………………………………………. d……………………………………………………………………………………. 6. Bagaimana aturan dan Jadwal perusahaan tentang Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit pada unit kerja Bapak/Ibu ? a……………………………………………………………………………………. b……………………………………………………………………………………. c……………………………………………………………………………………. d…………………………………………………………………………………….
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
7. Apakah semua perkebunan Teh dialihfungsikan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit pada unit kerja Bapak/Ibu ? a……………………………………………………………………………………. b……………………………………………………………………………………. c……………………………………………………………………………………. d……………………………………………………………………………………. 8. Bagaimana jumlah kebutuhan tenaga kerja perkebunan Teh apabila dibandingkan dengan Perkebunan Kelapa Sawit pada unit kerja Bapak/Ibu ? a……………………………………………………………………………………. b……………………………………………………………………………………. c……………………………………………………………………………………. d…………………………………………………………………………………….
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 2 : Uji Regresi harga Teh,TBS, Tenaga Kerja
Regression Hrg teh, hrg TBS dan tenaga Kerja Thdp Luas Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh, Harga a TBS
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Luas Model Summary
Model 1
R .800a
R Square .639
Adjusted R Square .623
Std. Error of the Estimate .1338
a. Predictors: (Constant), Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh, Harga TBS
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 2.157 1.217 3.374
df 3 68 71
Mean Square .719 .018
F 40.158
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh, Harga TBS b. Dependent Variable: Luas Coefficientsa
Model 1
(Constant) Harga Teh Harga TBS Jumlah tenaga Kerja
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.748 .714 -.613 .190 1.044 .098 -.414 .139
Standardi zed Coefficien ts Beta -.266 .888 -.219
t 2.447 -3.222 10.685 -2.971
Sig. .017 .002 .000 .004
a. Dependent Variable: Luas
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 3 : Hasil Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas Regression Variables Entered/Removedb Variables Entered Jumlah tenaga Kerja, Harga a Teh, Harga TBS
Model 1
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Luas
Coefficientsa
Model 1
Harga Teh Harga TBS Jumlah tenaga Kerja
Collinearity Statistics Tolerance VIF .784 1.276 .771 1.297 .975 1.025
a. Dependent Variable: Luas
Coefficient Correlationsa
Model 1
Correlations
Covariances
Jumlah tenaga Kerja Harga Teh Harga TBS Jumlah tenaga Kerja Harga Teh Harga TBS
Jumlah tenaga Kerja 1.000 .092 -.156 1.971E-02 2.441E-03 -2.131E-03
Harga Teh .092 1.000 -.465 2.441E-03 3.602E-02 -8.602E-03
Harga TBS -.156 -.465 1.000 -2.131E-03 -8.602E-03 9.511E-03
a. Dependent Variable: Luas
Collinearity Diagnosticsa
Variance Proportions Model 1
Dimension 1 2 3 4
Eigenvalue 3.994 3.705E-03 2.125E-03 2.440E-04
Condition Index 1.000 32.832 43.356 127.948
(Constant) .00 .00 .06 .94
Harga Teh .00 .00 .04 .95
Harga TBS .00 .34 .54 .12
Jumlah tenaga Kerja .00 .64 .29 .06
a. Dependent Variable: Luas
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 4 : Hasil Uji Heterokedasitas
Uji Heterokedasitas Regression Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh,aHarga TBS
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Luas
Model Summaryb
Model 1
R R Square .800a .640
Adjusted R Square .625
Std. Error of the Estimate .3079
a. Predictors: (Constant), Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh, Harga TBS b. Dependent Variable: Luas ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 11.481 6.446 17.927
df 3 68 71
Mean Square 3.827 9.479E-02
F 40.373
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh, Harga TBS b. Dependent Variable: Luas
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 4 (Lanjutan) Coefficientsa
Model 1
(Constant) Harga Teh Harga TBS Jumlah tenaga Kerja
Standardi zed Coefficien ts Beta
Unstandardized Coefficients B Std. Error 4.062 1.647 -.615 .190 1.047 .098 -.422 .140
-.266 .889 -.221
t 2.467 -3.242 10.737 -3.007
Sig. .016 .002 .000 .004
a. Dependent Variable: Luas Casewise Diagnosticsa Case Number 12
Std. Residual 3.540
Luas 4.35
a. Dependent Variable: Luas Residuals Statisticsa Minimum Predicted Value 2.6614 Std. Predicted Value -2.405 Standard Error of 4.040E-02 Predicted Value Adjusted Predicted Value 2.6800 Residual -.7093 Std. Residual -2.304 Stud. Residual -2.484 Deleted Residual -.8249 Stud. Deleted Residual -2.586 Mahal. Distance .236 Cook's Distance .000 Centered Leverage Value .003
Maximum 4.4874 2.136
Mean 3.6286 .000
Std. Deviation .4021 1.000
N
.1242
6.988E-02
1.971E-02
72
4.4957 1.0898 3.540 3.597 1.1254 3.968 10.572 .252 .149
3.6285 1.326E-15 .000 .000 8.791E-05 .005 2.958 .017 .042
.4036 .3013 .979 1.010 .3211 1.048 2.272 .042 .032
72 72 72 72 72 72 72 72 72
72 72
a. Dependent Variable: Luas
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 4 (Lanjutan)
Charts Scatterplot Dependent Variable: Luas Regression Studentized Residual
4 3 2 1 0 -1 -2 -3 -3
-2
-1
0
1
2
3
Regression Standardized Predicted Value
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 5: Hasil Uji Normalitas
Uji Normalitas Regression Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh,a Harga TBS
Method
.
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Luas Model Summaryb
Model 1
R R Square .800a .640
Adjusted R Square .625
Std. Error of the Estimate .3079
a. Predictors: (Constant), Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh, Harga TBS b. Dependent Variable: Luas ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 11.481 6.446 17.927
df 3 68 71
Mean Square 3.827 9.479E-02
F 40.373
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh, Harga TBS b. Dependent Variable: Luas
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 5 (Lanjutan)
Coefficientsa
Model 1
(Constant) Harga Teh Harga TBS Jumlah tenaga Kerja
Standardi zed Coefficien ts Beta
Unstandardized Coefficients B Std. Error 4.062 1.647 -.615 .190 1.047 .098 -.422 .140
-.266 .889 -.221
t 2.467 -3.242 10.737 -3.007
Sig. .016 .002 .000 .004
a. Dependent Variable: Luas Casewise Diagnosticsa Case Number 12
Std. Residual 3.540
Luas 4.35
a. Dependent Variable: Luas Residuals Statisticsa Minimum Predicted Value 2.6614 Std. Predicted Value -2.405 Standard Error of 4.040E-02 Predicted Value Adjusted Predicted Value 2.6800 Residual -.7093 Std. Residual -2.304 Stud. Residual -2.484 Deleted Residual -.8249 Stud. Deleted Residual -2.586 Mahal. Distance .236 Cook's Distance .000 Centered Leverage Value .003
Maximum 4.4874 2.136
Mean 3.6286 .000
Std. Deviation .4021 1.000
N
.1242
6.988E-02
1.971E-02
72
4.4957 1.0898 3.540 3.597 1.1254 3.968 10.572 .252 .149
3.6285 1.326E-15 .000 .000 8.791E-05 .005 2.958 .017 .042
.4036 .3013 .979 1.010 .3211 1.048 2.272 .042 .032
72 72 72 72 72 72 72 72 72
72 72
a. Dependent Variable: Luas
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 5 (Lanjutan)
Charts
Normal P-P Plot of Regression Sta Dependent Variable: Luas 1.00
Expected Cum Prob
.75
.50
.25
0.00 0.00
.25
.50
.75
1.00
Observed Cum Prob
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 6 : Hasil Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi Regression Variables Entered/Removedb
Model 1
Variables Entered
Variables Removed
Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh,a Harga TBS
Method
.
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Luas Model Summaryb
Model 1
R .800a
R Square .639
Adjusted R Square .623
Std. Error of the Estimate .1338
Durbin-W atson 1.250
a. Predictors: (Constant), Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh, Harga TBS b. Dependent Variable: Luas
ANOVAb
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 2.157 1.217 3.374
df 3 68 71
Mean Square .719 1.790E-02
F 40.158
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Jumlah tenaga Kerja, Harga Teh, Harga TBS b. Dependent Variable: Luas
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 6 (Lanjutan)
Coefficientsa
Model 1
Unstandardized Coefficients B Std. Error 1.748 .714 -.613 .190 1.044 .098 -.414 .139
(Constant) Harga Teh Harga TBS Jumlah tenaga Kerja
Standardi zed Coefficien ts Beta -.266 .888 -.219
t 2.447 -3.222 10.685 -2.971
Sig. .017 .002 .000 .004
a. Dependent Variable: Luas Casewise Diagnosticsa Case Number 12
Std. Residual 3.540
Luas 4.35
a. Dependent Variable: Luas Residuals Statisticsa
Predicted Value Residual Std. Predicted Value Std. Residual
Minimum 2.6614 -.7093 -2.405 -2.304
Maximum 4.4874 1.0898 2.136 3.540
Mean 3.6286 1.326E-15 .000 .000
Std. Deviation .4021 .3013 1.000 .979
N 72 72 72 72
a. Dependent Variable: Luas
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 6 (Lanjutan)
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Luas N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
72 3.6286 .5025 .129 .076 -.129 1.091 .185
Harga Teh 72 9.0114 .2175 .104 .104 -.077 .884 .415
Harga TBS 72 6.5211 .4267 .113 .080 -.113 .958 .317
Jumlah tenaga Kerja 72 4.0667 .2635 .114 .114 -.068 .971 .302
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 7: Master Data
Bulan
Luas Konversi Perkebunan Teh (Ha/Bln)
Harga Teh (Rp/Kg/Bln)
Harga TBS (Rp/Kg/Bln)
Jumlah Tenaga Kerja Perkebunan Teh (HOK/Ha/Bln)
Produktivitas Tenaga Kerja Perkebunan Teh (Ton/Ha/Bln)
1
22.31
7500
720
67
0.14
2
20.22
7991
510
50
0.14
3
11.16
7964
364
49
0.14
4
12.09
7260
353
50
0.14
5
12.09
8093
310
65
0.14
6
24.18
5516
410
77
0.14
7
27.20
5400
460
80
0.14
8
30.45
5550
1030
89
0.13
9
56.49
5700
1130
91
0.13
10
69.52
6149
1180
79
0.13
11
82.99
6582
1260
49
0.08
12
77.20
7035
460
66
0.14
13
33.25
6000
500
75
0.12
14
18.13
6491
330
65
0.12
15
11.16
6964
380
79
0.12
16
12.09
7260
270
70
0.13
17
18.13
7593
330
78
0.12
18
21.16
8016
380
61
0.12
19
24.18
7400
440
79
0.14
20
27.20
7550
490
60
0.12
21
21.16
7700
380
62
0.13
22
18.13
7649
330
63
0.13
23
19.07
9982
460
64
0.13
24
27.20
7035
490
68
0.13
25
29.92
7598
580
52
0.13
26
30.53
7578
600
54
0.12
27
57.43
5775
310
43
0.14
28
50.45
5103
570
33
0.12
29
33.55
8896
600
52
0.12
30
37.63
7084
340
49
0.12
31
50.45
7782
600
52
0.13
32
54.40
5655
540
49
0.12
33
50.35
9939
980
50
0.13
34
40.67
9649
790
50
0.12
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 7: Lanjutan Master Data 35 36
51.38 33.55
9526 9908
990 850
54 65
0.13 0.13
37
45.34
11598
950
43
0.13
38
34.67
9978
730
54
0.13
39
40.29
8650
850
62
0.12
40
47.00
8103
990
52
0.12
41
57.06
7896
870
43
0.12
42
50.37
8084
700
42
0.13
43
53.77
7782
640
40
0.13
44
56.72
7655
670
40
0.12
45
56.08
7939
760
41
0.13
46
53.72
8649
640
42
0.14
47
36.94
8526
780
45
0.14
48
47.09
9908
1100
51
0.12
49
39.92
11219
680
61
0.14
50
30.53
10866
775
53
0.14
51
47.43
10372
1069
61
0.14
52
50.45
9309
1055
52
0.14
53
33.55
8598
640
50
0.11
54
37.63
8398
830
49
0.12
55
50.45
7670
800
42
0.13
56
54.40
7085
640
37
0.12
57
50.35
7964
700
38
0.13
58
40.67
9456
710
49
0.14
59
51.38
7721
825
53
0.13
60
33.55
11120
940
64
0.14
61
45.03
13608
950
47
0.10
62
33.25
13007
976
79
0.10
63
42.31
12437
995
59
0.10
64
48.36
10695
1025
62
0.10
65
54.40
9363
1140
76
0.10
66
67.45
8724
1000
84
0.11
67
74.68
9781
1150
69
0.12
68
68.06
7247
1010
93
0.10
69 70 71 72
57.43 72.89 64.73 77.43
7990 10338 8920 12481
1210 1310 1010 1330
98 96 109 79
0.11 0.11 0.10 0.10
Sumber : PTPN IV Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Lampiran 8: Peta PTPN IV
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009
Jan Ericson Chandra Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Tanaman Perkebunan Teh Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Simalungun, 2009