1
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN DEMAK ZAENIL MUSTOPA Prof. Dr. H. PURBAYU BUDI SANTOSA, MS
ABSTRACT This research is aimed to know about the factors that influence to change of farming function in Demak Regency. This issue is important sice farming was the main sector and had important role for economic and also employment . On this research the independent variables are the number of population, the number of industries, and also domestic income (PDRB) The research is analized with regression by ordinary least square method and using semilog model for this estimation. Hence, the change of farming function is analized by graphical method. The result of this research shows that all the independent variables has positive relationship to the change of farming function. But only two variables are his significane, that are number of population and number industries. From the grapichal method analysis we know that the number of change of farming function is increase from year to year. Most of the phenomenom is used to housing and industrial need. Keywords : change of farming function, number of population and industries, domestic income.
2
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Di Provinsi Jawa Tengah sendiri sektor pertanian dapat dikatakan menjadi
salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Bahkan Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu sentra produksi padi di indonesia. Hal ini dapat kita pahami karena wilayah ini mempunyai lahan pertanian yang luas serta memiliki tingkat kesuburan yang tinggi jika dibandingkan daerah lainnya. Salah satu bentuk dari pentingnya sektor pertanian di Jawa Tengah adalah pada penyerapan tenaga kerja. Pada Tabel 1.1 ini merupakan jumlah penduduk di Jawa Tengah yang bekerja menurut lapangan usaha. Tabel 1.1 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama di Jawa Tengah pada Tahun 2004-2008
Tahun
Sektor pertanian
Sektor industri
Gabungan Sektor lain
Total
2004
6.242.391 (42%)
2.393.068 (16%)
6.294.638 (42%)
14.930.097
2005
5.875.292 (38%)
2.596.815 (17%)
7.183.196 (45%)
15.655.303
2006
5.562.775 (37%)
2.725.533 (18%)
6.922.623 (45%)
15.210.931
2007
6.147.989 (38%)
2.765.644 (17%)
7.390.425 (45%)
16.304.058
2008
5.697.121 (38%)
2.703.427 (18%)
7.063.110 (44%)
14.930.097
Sumber:BPS, Jawa Tengah dalam angka, 2009 Dari Tabel 1.1 tersebut kita melihat bahwa pada tahun 2004 sektor pertanian menyumbang 42% tenaga kerja di Jawa Tengah, akan tetapi pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 38%. Pada 2006 kembali mengalami penurunan menjadi 37%, dan pada tahun 2007 dan 2008 kembali mengalami peningkatan menjadi 38%.
Sementara di sisi lain sektor industri menunjukkan trend yang
3
semakin meningkat. Pada sektor industri pada tahun 2004 menyumbang 16% tenaga kerja di Jawa Tengah, dan pada tahun 2008 bertambah menjadi 18%. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan yaitu walaupun sektor pertanian memberikan kontribusi tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja, tapi perkembangannya dari tahun ke tahun menunjukkan tingkat penurunan. Hal ini disebabkan mulai beralihnya tenaga kerja tersebut ke sektor lain seperti sektor industri, perdagangan maupun jasa. Pada kasus ini menunjukkan jika sektor industri dan sektor lainnya lebih disukai oleh para pekerja dari pada sektor pertanian, karena mungkin mereka beranggapan jika sektor industri bisa memberikan penghidupan yang lebih baik dibandingkan sektor pertanian. Selain penyumbang tenaga kerja yang cukup besar, sektor pertanian menempati urutan kedua dalam kontribusinya terhadap PDRB Jawa Tengah setelah sektor industri pengolahan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.2 yang tertera berikut ini. Tabel 1.2 PDRB Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan, Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (jutaan Rp) Tahun
Industri
Pertanian
pengolahan
Perdagangan,
Jasa-jasa
hotel,restoran
2005
46.105.706,52
29.924.642,25
30.056.962,75 14.312.739,86
2006
48.189.134,86
31.002.199,11
31.816.441,85 15.442.467,70
2007
50.870.785,69
31.862.697,60
33.898.013,93 16.479.357,72
2008
53.158.962,88
33.484.068,44
35.626.196,01 17.741.755,98
2009
54.137.598,53
34.949.138,35
37.766.356,61 19.134.037,85
Sumber: BPS, Jawa Tengah Dalam Angka, 2010 Dari Tabel 1.2 terlihat bahwa posisi sektor pertanian berada di posisi kedua setelah sektor industri pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi salah satu pilar penggerak utama dari perekonomian di Jawa Tengah.
4
Akan tetapi sektor pertanian masih kalah jauh jika dibandingkan dengan sektor industri pengolahan, bahkan dalam dua tahun terakhir sektor pertanian kalah oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Yang berarti bahwa sektor pertanian mulai ditinggalkan, dan mulai menuju pada sektor lainnya yang dianggap lebih memberikan keuntungan. Padahal apabila dikaitkan dengan Tabel 1.1 sektor industri mempunyai tenaga kerja yang lebih kecil dari pada sektor pertanian.. Dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat yang terjadi di Jawa Tengah ini menuntut adanya pembangunan berbagai infrastruktur sehingga permintaan lahan pertanian yang ada menjadi cukup besar. Akibatnya banyak lahan pertanian yang beralih fungsi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu terjadinya alih fungsi lahan juga mungkin dikarenakan kurangnya insentif atau perhatian sektor pertanian ini oleh pemerintah, sehingga masyarakat beralih ke sektor lainnya
seperti
sektor
industri
maupun
perdagangan.
Berikut
merupakan
perkembangan alih fungsi lahan tiap tahun yang terjadi di Jawa Tengah dari tahun 2003-2008. Gambar 1.1 Jumlah Alih Fungsi Lahan di Jawa Tengah Tahun 2003-2008 (Dalam Ha)
Sumber: BPN Kanwil Jateng, 2009
5
Dari Gambar 1.1 di atas kita melihat bahwa perkembangan alih fungsi lahan di Jawa Tengah dari tahun 2003-2008 tergolong cukup tinggi. Pada tahun 2003 jumlah alih fungsi lahan sebesar 545,41 Ha, kemudian pada tahun 2004 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 625,15 Ha. Tahun 2005 kembali mengalami peningkatan sebesar 747,32 Ha, setelah itu alih fungsi lahan yang ada terus mengalami penurunan sampai tahun 2008 yaitu sebesar 533,54 Ha. Walaupun pada rentang waktu 2005 sampai 2008 jumlah alih fungsi lahan tersebut mengalami penurunan akan tetapi adanya alih fungsi lahan di Jawa Tengah sudah tergolong tinggi. Alih fungsi lahan yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah juga diakibatkan oleh adanya celah pada peraturan pemerintah. Kebanyakan pemerintah kurang memberikan sanksi yang tegas terhadap alih fungsi lahan tersebut. Selain itu kurangnya pengawasan dan kontrol dari pemerintah juga menyebabkan semakin besarnya alih fungsi lahan ke non pertanian. Dengan peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun yang terjadi di Jawa Tengah menuntut jumlah produksi pangan yang semakin banyak. Sementara di sisi lain pertumbuhan ekonomi menuntut adanya permintaan jumlah lahan untuk pembangunan infrastruktur. Padahal peningkatan produktifitas sangat dipengaruhi oleh besarnya lahan yang digunakan. Disini faktor lahan pertanian mempunyai pengaruh yang sangat penting, sehingga jika keberadaanya menurun maka akan mengganggu jumlah produksi pangan yang ada. Sahid Susanto (2008) mengatakan lahan sawah beririgasi mempunyai peran utama dalam menjaga stabilitas suplai pangan khususnya beras, meningkatkan fungsi ekologis, menciptakan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat pedesaan, wahana pembentuk peradaban masyarakat berbasis agraris. Kabupaten Demak merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Jawa Tengah yang memiliki sistem pertanian yang sudah baik. Hal ini dikarenakan selain jenis tanah yang subur untuk pertanian, jumlah lahan pertanian di Kabupaten tersebut cukup luas. Bahkan Kabupaten ini menjadi lumbung pangan untuk daerah Jawa
6
Tengah khususnya untuk menyuplai daerah sekitarnya seperti Kota Semarang, Kabupaten Kudus, bahkan mungkin bisa sampai ke luar Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu sektor pertanian ini memegang peranan penting bagi penerimaan pendapatan daerah. Bukti jika sektor pertanian mempunyai peranan penting bagi perekonomian Kabupaten tersebut adalah pada sumbangannya terhadap pendapatan daerah. Dari data Tabel 1.3 tersebut kita melihat bahwa selama lima tahun terakhir sektor pertanian menjadi sektor unggulan di Kabupaten Demak. Setelah itu disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. Jumlah penerimaan PDRB di Kabupaten Demak pada sektor pertanian selalu mengalami peningkatan yang cukup tinggi jika di bandingkan sektor lainnya. Tabel 1.3 PDRB atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Demak Tahun 2005-2009 (jutaan Rp) Tahun
Pertanian
Industri
Perdagangan,
pengolahan
hotel,restoran
Jasa-jasa
2005
1.061.200,53
279.777,91
500.715,22
245.129,93
2006
1.099.489,17
283.160,99
514.949,19
277.358,19
2007
1.129.881,65
289.798,41
543.812,17
301.007,01
2008
1.176.841,83
295.965,65
562.836,51
320.956,48
2009
1.226.312,09
302.523,35
583.409,48
339.072,38
Sumber: BPS, Demak Dalam Angka, 2010 Peningkatan PDRB pada sektor pertanian tersebut dapat dimengerti karena luas lahan pertanian di Kabupaten Demak sangat luas, serta memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Akan tetapi seiring dengan semakin majunya perkembangan zaman banyak lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi non pertanian. Peralihan lahan tersebut banyak digunakan untuk pembangunan rumah, pembangunan industri maupun pembangunan berbagai infrastruktur yang ada di Kabupaten Demak. Berikut
7
merupakan Grafik besarnya alih fungsi lahan tiap tahun yang ada di Kabupaten Demak mulai dari tahun 2002 sampai 2010. Gambar 1.2 Besarnya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian Melalui IPPT (Perijinan) di Kabupaten Demak pada Tahun 2002-2010 (m²)
Sumber : BPN Kabupaten Demak, 2010 Dari Gambar 1.2 di atas kita dapat melihat besarnya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang terjadi di Kabupaten Demak. Pada tahun 2002 jumlah alih fungsi lahan sebesar 83363 m², kemudian dari tahun 2003 sampai tahun 2008 jumlah alih fungsi lahan mengalami fluktuasi. Akan tetapi pada tahun 2009 jumlah alih fungsi lahan meningkat sangat tajam sebesar 1078630 m². Kemudian pada tahun 2010 juga mengalami alih fungsi yang sangat besar yaitu sebesar 1250857 m².
8
Tabel 1.4 Jumlah Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Demak dan Sekitarnya Tahun 2006-2009 ( dalam m²) Tahun
Demak
Kudus
Semarang
Grobogan
Kendal
Batang
2006
150.407
193.954
305.371
179.450
429.583
132.650
2007
567.846
139.939
363.340
268.690
220.168
86.918
2008
300.161
136.539
223.239
240.722
340.525
92.999
2009
1.299.459
91.478
124.701
16.999
206.310
109.107
Jumlah
2.317.873
561.910
1.016.651
705.861
1.196.586
421.674
Sumber BPN Kanwil Jateng, 2009 Dari Tabel 1.4 di atas dapat dilihat bahwa dalam rentang tahun 2006-2009, jumlah alih fungsi lahan di Kabupaten Demak menduduki peringkat pertama yaitu sebesar 2.317.873 m². Pada posisi kedua adalah Kabupaten Kendal sebesar 1.196.586 m². Selanjutnya pada posisi yang ketiga yaitu Kabupaten Semarang yaitu sebesar 1.016.651 m². Jika dilihat ketiga kabupaten tersebut mempunyai persamaan yaitu letaknya yang langsung berbatasan dengan Kota Semarang. Akan tetapi Kabupaten Demak yang mempunyai alih fungsi yang paling tinggi.
1.2
Rumusan Masalah Adanya alih fungsi lahan tersebut antara lain dikarenakan oleh peningkatan
jumlah penduduk, jumlah industri serta peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ketiga faktor tersebut akan mengurangi lahan pertanian yang ada di Kabupaten Demak. Oleh sebab itu penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Kabupaten Demak. Pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian beberapa tahun ke belakang yang terjadi di Kabupaten Demak?
9
2. Bagaimanakah pengaruh peningkatan jumlah penduduk, jumlah industri, serta besarnya PDRB Kabupaten Demak terhadap besarnya alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Demak?
1.3
Tujuan dan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perkembangan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian beberapa tahun ke belakang yang terjadi di Kabupaten Demak 2. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan jumlah penduduk, jumlah industri, serta besarnya PDRB terhadap besarnya alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Demak.
10
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Teori Kependudukan Thomas Robert Malthus Dalam bukunya Deliarnov (2005), menurut Malthus dalam bukunya yang
berjudul principles of population menyebutkan bahwa perkembangan manusia lebih cepat di bandingkan dengan produksi hasil-hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Malthus salah satu orang yang pesimis terhadap masa depan manusia. Hal itu didasari dari kenyataan bahwa lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi utama jumlahnya tetap. Kendati pemakaiannya untuk produksi pertanian bisa ditingkatkan, peningkatannya tidak akan seberapa. di lain pihak justru lahan pertanian akan semakin berkurang keberadaanya karena digunakan untuk membangun perumahan, pabrik-pabrik serta infrastruktur yang lainnya. Salah satu saran Malthus agar manusia terhindar dari malapetaka karena adanya kekurangan bahan makanan adalah dengan kontrol atau pengawasan atas pertumbuhan penduduk. Pengawasan tersebut bisa dilakukan oleh pemerintah yang berwenang dengan berbagai kebijakan misalnya saja dengan program keluarga berencana. Dengan adanya pengawasan tersebut diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan penduduk, sehingga bahaya kerawanan pangan dapat teratasi. Kebijakan lain yang dapat diterapkan adalah dengan menunda usia kawin sehingga dapat mengurangi jumlah anak. Dalam bukunya Michael Todaro (1995) Malthus berpendapat bahwa pada umumnya penduduk suatu negara mempunyai kecenderungan untuk bertambah menurut suatu deret ukur yang akan berlipat ganda tiap 30-40 tahun. Pada saat yang sama karena adanya ketentuan pertambahan hasil yang semakin berkurang (deminishing return) dari suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap maka persediaan pangan hanya akan meningkat menurut deret hitung. Hal ini karena setiap anggota masyarakat akan memiliki lahan pertanian yang semakin sempit, maka
11
kontribusi marjinalnya atas produksi pangan akan semakin menurun. Berikut ini adalah Gambar model jebakan populasi Malthus. Gambar 2.1 Model Jebakan Populasi Malthus Persentase Tingkat Pertumbuhan
C
B
Tingkat Pertumbuhan Populasi ( ∆P/P) Tingkat Pertumbuhan Pendapatan( ∆Y/P)
0
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
Pendapatan Per Kapita (Y/P) Dari Gambar 2.1 di atas secara ringkas dapat dijelaskan bahwa pada awalnya peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi, dapat diimbangi oleh peningkatan pertumbuhan pendapatan masyarakat. Tapi karena adanya hukum yang semakin berkurang, sementara jumlah populasi terus berkembang, maka peningkatan jumlah penduduk lebih tinggi dari pada tingkat pertumbuhan pendapatan. Ini yang menjadi dasar pesimisme Malthus akan kehidupan manusia di masa mendatang. 2.1.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Menurut Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya
disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain
12
yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Perubahan jenis lahan merupakan penambahan penggunaan jenis lahan di satu sektor dengan diikuti pengurangan jenis lahan di sektor lainnya. Atau dengan kata lain perubahan penggunaan lahan merupakan berubahnya fungsi lahan pada periode waktu tertentu, misalnya saja dari lahan pertanian digunakan untuk lahan non pertanian. Menurut Wahyunto (2001), perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.. Menurut Irawan (2005),ada dua hal yang mempengaruhi alih fungsi lahan . Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk menjual lahan. Menurut Pakpahan ( dalam Fanny Anugrah K 2005), menyebutkan bahwa konversi lahan di tingkat wilayah secara tidak langsung dipengaruhi oleh : a. Perubahan struktur ekonomi b. Pertumbuhan penduduk c. Arus urbanisasi d. Konsistensi implementasi rencana tata ruang. Secara langsung konversi lahan sawah dipengaruhi oleh: a. Pertumbuhan pembangunan sarana transportasi b. Pertumbuhan lahan untuk industri c. Pertumbuhan sarana pemukiman d. Sebaran lahan sawah.
13
Karena adanya faktor tersebut sewa lahan (land rent) pada suatu daerah akan semakin tinggi. Menurut Barlowe ( dalam Fanny Anugrah K, 2005) sewa ekonomi lahan mengandung pengertian nilai ekonomi yang diperoleh suatu bidang lahan bila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Urutan besaran ekonomi lahan menurut penggunaannya dari berbagai kegiatan produksi ditunjukkan sebagai berikut :1). Industri manufaktur, 2). Perdagangan, 3). Pemukiman, 4). Pertanian intensif, 5). Pertanian ekstensif. Berdasarkan Gambar 2.2 yang menunjukkan hubungan antara land rent dengan kapasitas penggunaan lahan menurut Barlowe ( dalam Fanny Anugrah K, 2005). Dapat dilihat bahwa pada industri dan perdagangan mempunyai sewa ekonomi paling tinggi, kemudian di urutan kedua adalah pada pemukiman. Sewa ekonomi untuk kegiatan pertanian sendiri menempati urutan ketiga Gambar 2.2 Hubungan Antara Land Rent dengan Kapasitas Penggunaan Lahan Sewa Ekonomi Industri & Perdagangan Pemukiman Pertanian
Hutan
Sumber: Fanny Anugrah K, 2005
Lahan Tandus
Kapasitas Penggunaan Lahan
14
2.3
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan alur penelitian yang dipakai oleh seorang
peneliti. Pada kerangka pemikiran ini berisi gambaran mengenai penelitian yang akan dilakukan. Pada penelitian analisis faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Kabupaten Demak, faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain banyaknya jumlah penduduk, jumlah industri yang ada di Kabupaten Demak, dan jumlah pendapatan domestik regional bruto (PDRB). Kombinasi dari ketiga faktor tersebut diperkirakan akan mempengaruhi jumlah alih fungsi lahan dari sektor pertanian ke non pertanian. Kemudian nantinya akan dianalisis dampak-dampak dari alih fungsi lahan tersebut terhadap ketahanan pangan maupun dampak negatif lainnya yang mungkin timbul karena adanya alih fungsi lahan. Berikut merupakan Gambar 2.4 yang menunjukkan alur dari kerangka pemikiran tersebut. Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Faktor jumlah penduduk Kabupaten Demak
Faktor jumlah industri Kabupaten Demak
Faktor jumlah PDRB Kabupaten Demak
Besarnya alih fungsi lahan di Kabupaten Demak
15
2.4 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari sebuah penelitian yang akan dilakukan oleh si peneliti. Oleh karena itu jawaban sementara yang menjadi hipotesis dari penelitian ini adalah a. Di duga ada pengaruh yang positif antara jumlah penduduk terhadap alih fungsi lahan di Kabupaten Demak. b. Di duga ada pengaruh yang positif antara jumlah industri terhadap alih fungsi lahan di Kabupaten Demak. c. Di duga ada pengaruh yang positif antara jumlah pendapatan domestik regional bruto (PDRB) terhadap alih fungsi lahan di Kabupaten Demak. d. Di duga ada pengaruh yang positif antara jumlah penduduk, jumlah industri, serta jumlah pendapatan domestik regional bruto (PDRB) terhadap alih fungsi lahan di Kabupaten Demak.
16
METODE PENELITIAN
3.1
Definisi Operasional Variabel Definisi operasional merupakan penjelasan dari masing-masing variabel
secara jelas, lengkap dan terperinci. Definisi operasional variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 1.
Besarnya alih fungsi lahan Merupakan besarnya lahan pertanian yang beralih fungsi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Dengan kata lain lahan tersebut yang tadinya digunakan untuk kegiatan pertanian beralih fungsi digunakan menjadi kegiatan pembangunan seperti pembangunan pabrik, gedung, perumahan, maupun infrastruktur lainnya yang ada di Kabupaten Demak. Satuan yang digunakan adalah dalam hektar (Ha).
2.
Jumlah Penduduk Jumlah penduduk merupakan banyaknya penduduk yang tinggal dan menetap di Kabupaten Demak. Jumlah ini terdiri dari gabungan antara penduduk lakilaki dan perempuan yang sudah tercatat oleh pemerintah setempat. Satuan yang digunakan adalah per satuan orang.
3.
Jumlah PDRB Jumlah PDRB merupakan banyaknya pendapatan Kabupaten Demak yang terdiri dari sembilan sektor yang ada, baik itu sektor pertanian, industri maupun sektor yang lainnya pada tiap tahunnya. Dari PDRB kita dapat mengetahui apakah sektor-sektor yang di dalamnya mempengaruhi alih fungsi lahan apa tidak. Selain itu kita juga bisa melihat pertumbuhan perekonomian pada daerah tersebut. Satuan yang digunakan adalah jutaan rupiah pada tiap tahun.
17
4.
Jumlah Industri Jumlah industri merupakan banyaknya pertumbuhan industri yang tercatat di dinas
perindustrian,
perdagangan
dan
koperasi
Kabupaten
Demak
(Disperindagkop) yang di publikasikan oleh BPS. Industri tersebut terdiri dari industri rumah tangga (jumlah tenaga kerja < 5orang), industri kecil ( jumlah tenaga kerja antara 6 sampai 19 orang), industri menegah (jumlah tenaga kerja antarta 20 sampai 99 orang), serta industri besar (jumlah tenaga kerja > 100).
3.2
Metode Analisis Metode analisis merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk mencari
pengaruh antara variabel bebas dengan variabel tak bebas. Dalam penelitian ini untuk menganalisis atau melihat pengaruh antara jumlah penduduk, besarnya PDRB, serta jumlah industri terhadap besarnya alih fungsi lahan di Kabupaten Demak. Metode yang digunakan adalah menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary LeastSquare). Secara matematis model tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Yí = ß1 + ß2 X2 + ß3 X 3+ ß4 X4 + µ Dimana Y = Besarnya alih fungsi lahan ß
= Konstanta
X2 = Jumlah penduduk X3 = Besarnya pertumbuhan jumlah industri X4 = Besarnya PDRB Model estimasinya dilakukan dengan mentransformasikan persamaan tersebut menjadi bentuk semi logaritma, dimana variabel dependen berbentuk logaritma sedangkan variabel independennya tetap. Ini dilakukan karena dengan model semi logaritma dapat menghasilkan estimasi model yang terbaik, serta mempunyai tingkat keakuratan yang cukup tinggi. Selain itu tujuan dari bentuk semi logaritma adalah sesuai yang dikatakan oleh Imam Ghozali (2009) yaitu hasil regresi melanggar asumsi klasik yaitu pada autokorelasi dan heteroskedastisitas, oleh sebab itu untuk
18
mengobati penyakit tersebut model regresi diubah ke dalam bentuk semi log. Berikut adalah model OLS dengan bentuk semi logaritma: LnYí = ß1 + ß2 X2 + ß3 X 3+ ß4 X4 + µ Regresi tersebut akan terpenuhi jika koefisien regresinya linear, tak bias dan mempunyai varian yang minimum atau efisien. Oleh sebab itu berbagai pengujian sangat diperlukan untuk mengetahui apakah di dalam model tersebut terdapat penyakit atau tidak. Dengan metode OLS dari analisis regresi linear koefisien dari masing-masing variabel koefisien ini merupakan estimasi dari masing-masing faktor yang berpengaruh. Serta menunjukkan sejauh mana faktor tersebut secara bersamasama mempengaruri besarnya jumlah alih fungsi lahan atau variabel dependen.
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Perkembangan Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Demak Sebelum membahas mengenai analisis dari hasil regresi, pada bagian ini akan
dibahas terlebih dahulu mengenai perkembangan alih fungsi lahan yang ada di Kabupaten Demak dengan menggunakan data mulai dari tahun 2006 sampai 2010. Berikut adalah data alih fungsi lahan selama lima tahun terakhir. Berdasarkan Gambar 4.5 di bawah, dapat kita lihat bahwa pada tahun 2006 jumlah alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Demak sebesar 149.157 m². Jumlah tersebut antara lain digunakan untuk pemukiman penduduk sebesar 41.932 m², pembangunan industri sebesar 51.739 m², serta untuk penggilingan padi sebesar 55.486 m². Gambar 4.5 Besarnya Alih Fungsi Lahan Tahun 2006-2010 di Kabupaten Demak
Sumber : BPN Kabupaten Demak, 2011 Pada tahun 2007 jumlah alih fungsi lahan sebesar 560.430 m². Jumlah alih fungsi lahan tersebut digunakan untuk pembangunan pemukiman sebesar 270.635 m², untuk pembanguan industri sebesar 101.851 m², untuk pembangunan di sektor jasa
20
seperti pembangunan jalan sebesar 119.896 m², serta untuk pembangunan penggilingan padi sebesar 68.048 m². Pada tahun 2008 jumlah alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Demak adalah sebesar 358.705 m². Dari jumlah tersebut penggunaan yang paling besar pada pembangunan pemukiman penduduk, yaitu sebesar 183.344 m². Kemudian digunakan pembangunan di sektor jasa sebesar 94.790 m², untuk pembangunan penggilingan padi sebesar 65.164 m², serta untuk digunakan untuk sektor industri sebesar 15.407 m². Kemudian pada tahun 2009 jumlah alih fungsi lahan yang terjadi sebesar 1.078.630 m². Jumlah tersebut digunakan untuk berbagai macam, penggunaan yang paling besar adalah untuk pembangunan di sektor industri sebesar 765.315 m². Kemudian di urutan kedua alih fungsi lahan tersebut digunakan adalah untuk pembangunan pemukiman sebesar 221.568 m². Untuk penggilingan padi sebesar 66.461 m², serta yang terakhir alih fungsi tersebut digunakan untuk pembangunan sektor jasa sebesar 25.286 m². Pada tahun 2010 jumlah alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Demak sangatlah besar yaitu sebesar 1.250.857 m². Alih fungsi lahan sebesar tersebut paling besar digunakan untuk pembangunan sektor industri sebesar 814.050 m². Kemudian digunakan untuk pembangunan pemukiman penduduk sebesar 324.270 m². Pada urutan yang ketiga digunakan untuk pembangunan penggilingan padi sebesar 76.906 m², serta untuk pembangunan di sektor jasa sebesar 35.631 m². Berdasarkan data-data tersebut, pada lima tahun terakhir alih fungsi lahan yang ada digunakan antara lain untuk pembangunan pemukiman, pembangunan industri, penggilingan padi, serta untuk pembangunan di sektor jasa. Akan tetapi pada dua tahun terakhir jumlah alih fungsi lahan yang terjadi dapat dikatakan sangat besar. Hal ini dikarenakan semakin besarnya pembangunan sektor industri serta pemukiman bagi penduduk yang ada di Kabupaten Demak. Pembangunan industri tersebut dikonsentrasikan di Kecamatan Sayung. Hal ini dikarenakan Kecamatan Sayung yang terletak di pinggir jalan pantura, sehingga
21
memudahkan
sektor
industri
untuk
masalah
distribusi
barang.
Sementara
pembangunan pemukiman penduduk merata di semua Kecamatan, tapi yang paling besar ada di Kecamatan Demak dan Kecamatan Mranggen. Ini terjadi karena jumlah penduduk yang ada di kedua Kecamatan ini cukup banyak.
4.2. Hasil dan Pembahasan 4.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Alih Fungsi Lahan Dalam penelitian ini ada empat variabel untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Kabupaten Demak. Empat variabel tersebut terdiri dari satu variabel dependen, dan tiga variabel independen Variabel dependen pada penelitian ini adalah jumlah pertumbuhan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Pada variabel independen terdiri dari jumlah penduduk (X1), jumlah industri (X2), serta jumlah PDRB (X3). Alat yang digunakan adalah analisis regresi kuadrat terkecil (OLS), dengan model semilogaritma
LnYí = ß1 + ß2 X2 + ß3 X 3+ ß4 X4 + µ Dimana LnY = Besarnya pertumbuhan alih fungsi lahan ß
= Parameter variabel bebas
X2
= Jumlah penduduk
X3
= Besarnya pertumbuhan jumlah industri
X4
= Besarnya PDRB
µ
=Nilai variabel gangguan (error term)
Berikut adalah hasi regresi menggunakan SPSS yang menunjukkan setiap variabel independen dalam pengaruhnya terhadap variabel dependen.
22
Tabel 4.10 Hasil Koefisien Regresi SPSS
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B (Constant)
Std. Error
-3,247
,945
pndk
0,00000855
,000
indstri
0,00002908
pdrb
0,00000002
Beta
Collinearity Statistics t
Sig.
Tolerance
VIF
-3,435
,007
,965
8,038
,000
,108
9,300
,000
,100
2,458
,036
,931
1,074
,000
,052
,436
,673
,109
9,140
Dari Tabel 4.10 di atas tersebut dapat diperoleh persamaan sebagai berikut LnY = -3,247 + 0,000086X1 + 0,000029X2 + 0,00000002X3 + 0,072 Dari persamaan tersebut berarti dapat kita simpulkan sebagai berikut: 1. Nilai konstanta adalah sebesar -3,247, ini menyatakan bahwa jika tidak terdapat variabel-variabel independen seperti jumlah penduduk, jumlah industri, serta jumlah pendapatan domestik regional bruto (PDRB), maka jumlah alih fungsi lahan akan berkurang sebesar 3,247 persen. 2.
Koefisien regresi (ß1) adalah jumlah penduduk yaitu sebesar 0,000086, ini berarti bahwa setiap ada peningkatan 100 orang penduduk maka akan terjadi kenaikan relatif jumlah alih fungsi lahan sebesar 0,085 persen.
3.
Koefisien regresi (ß2) adalah jumlah industri yaitu sebesar 0,000029, ini berarti bahwa setiap ada peningkatan 100 unit industri maka akan terjadi kenaikan relatif jumlah alih fungsi lahan sebesar 0,29 persen.
4. Koefisien regresi (ß1) adalah jumlah PDRB yaitu sebesar 0,00000002, ini berarti bahwa setiap ada peningkatan 100.000.000 rupiah PDRB maka jumlah alih fungsi lahan akan bertambah sebesar 0,2 persen.
23
4.3.
Pembahasan Hasil Regresi Berdasarkan analisis data di atas dalam penelitian mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Kabupaten Demak, ada beberapa variabel independen yang digunakan untuk mendukung penelitian tersebut. Variabel independen tersebut antara lain jumlah penduduk, jumlah industri, serta jumlah PDRB Kabupaten Demak. Adapun analisis tiap variabelnya adalah sebagai berikut. a.
Variabel Jumlah Penduduk Jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Demak setiap tahun selalu
mengalami pertambahan. Atau dengan kata lain jumlah kelahiran lebih besar dari pada jumlah kematian. Dengan jumlah penduduk yang selalu mengalami penambahan, maka sangat membutuhkan rumah tempat tinggal atau pemukimanpemukiman baru untuk tempat tinggal. Dengan adanya pembangunan pemukiman ini, maka secara langsung mengurangi jumlah lahan pertanian yang ada di Kabupaten Demak. Dalam penelitian yang telah dilakukan, hasil model regresi membuktikan bahwa penambahan jumlah penduduk berpengaruh signifikan dan positif terhadap besarnya alih fungsi lahan di Kabupaten tersebut. Besarnya nilai koefisien parameter jumlah penduduk sebesar 0,000086, ini berarti bahwa setiap ada peningkatan 100 orang penduduk maka akan terjadi kenaikan relatif jumlah alih fungsi lahan sebesar 0,085 persen dengan asumsi variabel lainnya tetap. b.
Variabel Jumlah Industri Industri merupakan salah satu penopang perekonomian di setiap negara, tak
terkecuali juga di Negara Indonesia. Besarnya sektor industri semakin lama semakin meningkat, ini juga yang terjadi di Kabupaten Demak. Di Kabupaten Demak banyaknya industri semakin meningkat baik itu industri besar, sedang, menengah, maupun industri rumah tangga. Semakin banyaknya sektor industri juga berdampak pada semakin banyaknya alih fungsi lahan. Lahan yang beralih fungsi merupakan lahan pertanian, sehingga dengan banyaknya alih fungsi karena sektor industri maka jumlah lahan untuk sektor pertanian semakin berkurang.
24
Dalam penelitian mengenai pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Kabupaten Demak. Hasil model regresi tersebut membuktikan bahwa dengan adanya penambahan sektor industri di Kabupaten Demak berpengaruh signifikan dan positif terhadap alih fungsi lahan. Besarnya nilai koefisien parameter sebesar 0,000029, ini berarti bahwa setiap ada peningkatan 100 orang penduduk maka akan terjadi kenaikan relatif jumlah alih fungsi lahan sebesar 0,29 persen dengan asumsi variabel lainnya tetap. c.
Variabel Jumlah PDRB Kabupaten Demak Pendapatan domestik regional bruto atau sering disingkat menjadi PDRB
merupakan pendapatan daerah yang berasal dari berbagai sektor yang ada. Besarnya PDRB di Kabupaten Demak masih didominasi oleh sektor pertanian. Oleh sebab itu dari hasil model regresi tersebut ternyata pengaruh PDRB di Kabupaten Demak berpengaruh positif terhadap alih funsi lahan, akan tetapi tidak signifikan. Besarnya koefisien parameter jumlah PDRB sebesar 0,00000002, ini berarti bahwa setiap ada peningkatan 100.000000 rupiah PDRB maka jumlah alih fungsi lahan akan bertambah sebesar 0,2 persen dengan asumsi variabel lainnya tetap Hal ini mungkin di karenakan jumlah PDRB merupakan gabungan dari sembilan sektor yang ada. Dari kesembilan sektor tersebut tidak semua peningkatan sektor yang ada mempengaruhi alih fungsi lahan. Apalagi penyumbang paling besar merupakan sektor pertanian.
4.4.
Dampak Alih Fungsi Lahan di Kabupaten Demak Alih fungsi lahan merupakan beralihnya fungsi penggunaan lahan dari sektor
pertanian ke sektor non pertanian. Alih fungsi lahan tersebut secara langsung mengurangi jumlah lahan pertanian yang ada di Kabupaten Demak. Berdasarkan wawancara langsung kepada ketua seksi bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan (P3) kanwil Badan Pertanahan Nasional Jawa Tengah, banyak faktor-faktor penyebab mengapa alih fungsi lahan semakin besar di Kabupaten Demak antara lain sebagai berikut:
25
a.
Jumlah penduduk yang semakin bertambah
b.
Harga jual tanah yang semakin mahal
c.
Adanya pertumbuhan industri Untuk mengetahui pengaruh alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten
Demak, maka saya melakukan wawancara secara langsung kepada Bapak Rahardja sebagai salah satu anggota di bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan (P3) yang ada di Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Demak. Dari hasil wawancara tersebut di dapatkan bahwa dengan adanya alih fungsi lahan memang secara mikro mengurangi jumlah produksi padi para petani. Akan tetapi secara keseluruhan alih fungsi lahan tersebut tidak menimbulkan bahaya kerawanan pangan di Kabupaten Demak, ini terbukti dengan surplus beras yang terjadi di Kabupaten Demak. Selain itu beliau juga menyebutkan bahwa alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten Demak merupakan lahan yang kurang produktif, sehingga pada sekarang ini belum mengancam ketahanan pangan di Kabupaten Demak. Selain itu saya juga melakukan wawancara secara langsung kepada Bapak Untung Subagyo selaku kepala bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan (P3) di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah Jawa Tengah. Dari hasil wawancara tersebut didapatkan hasil sebagai berikut: a. Dengan adanya alih fungsi lahan pada saat sekarang ini belum memberikan dampak yang serius terhadap kerawanan pangan, akan tetapi ini bisa menjadi masalah yang serius terhadap ketahan pangan jika semakin banyak alih fungsi lahan ke sektor non pertanian. b. Bahwa alih fungsi lahan dapat menyebabkan pengangguran-pengangguran baru di sektor pertanian, hal ini dikarenakan pada waktu terjadi alih fungsi lahan ke sektor non pertanian maka sebagian orang akan kehilangan mata pencaharian baru. Sementara sektor lain belum tentu dapat menerimanya karena kurangnya keahlian yang ada.
26
c. Jumlah angka kemiskinan penduduk yang bekerja di sektor pertanian mungkin dapat bertambah karena adanya alih fungsi lahan. Ini terjadi karena sebagian dari mereka akan kehilangan mata pencahariaanya. Sehingga pendapatan mereka secara otomatis juga akan hilang
4.5.
Kebijakan Pemerintah untuk Meminimalisir Alih Fungsi Lahan
Kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir agar tidak terlalu banyak jumlah lahan yang beralih fungsi antara lain sebagai berikut: 1. Menutup celah pada peraturan pemerintahan agar alih fungsi lahan dapat di minimalkan. 2. Pemberian izin investasi pada sektor industri pada lahan yang kurang produktif,. 3. Penambahan peciptaan lahan pertanian pangan yang berkelanjutan. 4. Memberikan insentif dan disinsentif bagi para petani. 5. Pembatasan pertumbuhan perkotaan. 6. Jaminan harga komoditas pangan pokok yang menguntungkan bagi para petani.
27
PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil dari analisis penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan di Kabupaten Demak, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Dari ketiga faktor yang ada yang dijadikan variabel independen seperti jumlah penduduk, jumlah industri serta jumlah pendapatan domestik regional bruto (PDRB), hanya variabel jumlah penduduk dan jumlah industri saja yang memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap alih fungsi lahan di Kabupaten Demak. Variabel jumlah PDRB tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap alih fungsi lahan, akan tetapi hubungannya masih positif. b. Nilai konstanta adalah sebesar -3,247, ini menyatakan bahwa jika tidak terdapat variabel-variabel independen seperti jumlah penduduk, jumlah industri, serta jumlah pendapatan domestik regional bruto (PDRB), maka jumlah alih fungsi lahan akan berkurang sebesar 3,247 persen. Variabel jumlah penduduk mempunyai koefisien regresi sebesar 0,000086, ini berarti bahwa setiap ada peningkatan 100 orang penduduk maka akan terjadi kenaikan relatif jumlah alih fungsi lahan
sebesar 0,085 persen. Variabel
jumlah industri mempunyai koefisien regresi sebesar 0,000029, ini berarti bahwa setiap ada peningkatan 100 unit industri maka akan terjadi kenaikan relatif jumlah alih fungsi lahan sebesar 0,29 persen. Pada variabel jumlah PDRB mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0,00000002, ini berarti bahwa setiap ada peningkatan 100.000.000 rupiah PDRB maka jumlah alih fungsi lahan akan bertambah sebesar 0,2 persen. c. Dari semua variabel independen yang ada seperti jumlah penduduk, jumlah industri, serta jumlah PDRB arah hubungannya sesuai dengan teori dan hipotesis yang telah diruskan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Arum Laili. 2009. “Analisis pengaruh beberapa variabel terhadap alih fungsi lahan perkebunan di Kota Semarang (kasus di PT. KARYADEKA ALAM LESTARI)”. Skripsi S1 Jurusan Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Anugrah, Fanny. 2005. “Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian di Kabupaten Tangerang”. Skripsi S1 Jurusan Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas pertanian Institut Pertanian Bogor. Boediono. 1993. Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Delliarnov. 2005. Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT RajaGrafindo. Demak Dalam Angka. 1997-2010. BPS Kabupaten Demak. Dewi,Ni Putu Martini. 2008. “Pengaruh Alih Fungsi Lahan Sawah terhadap Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Badung”. Denpasar: Buletin Studi Ekonomi. Fauziah, Lilis Nur. 2005. ‘Ahli Fungsi Tanah Pertanian Menjadi Tanah Non Pertanian( Studi Komparatif Indonesia dan Amerika”. Yogyakarta: FH UGM. Ghozali, Imam. 2009. Ekonometrika: Teori, Konsep, dan Aplikasi denagn SPSS 17. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. (Terj) Sumarmo Zain. Jakarta: Erlangga. Irawan, Bambang dan Supeno Friyanto. 2002. “Dampak Konversi Lahan Sawah di Jawa terhadap Produksi Beras dan Kebijakan Pengendaliannya’. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian RI ,Bogor. Irawan, Bambang. 2005. “Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan”. Bogor: Pusat Penelitian danPengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Jawa Tengah Dalam Angka. 2004-2010: BPS Jawa Tengah. Lembaga Demografi Fakultas Indonesia. 1981. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: FEUI.
29
Lestari. 2009. Faktor-faktor Terjadimya Alih Fungsi Lahan. Dalam Tinjauan Pustaka Universitas Sumatra Utara Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: LP3ES. Nazir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya Jakarta: Erlangga. Sahara, Dewi dan Idris. 2005. “ Efisiensi Produksi Sistem Usahatani Padi pada Lahan Sawah Irigrasi Teknis”. Kendari: BPTP Sulawesi Tenggara. Soekartawi. 1991. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers. Sudarman, Ari. 2002. Teori Ekonomi Mikro. Yoryakarta: BPFE Yogyakarta. Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Supranto, J. 2010. Ekonometri. Bogor: ghalia Indonesia. Todaro, Michael dan Stephen C Smith. 2002. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga. Wahyunto (Dalam Dalam Tinjauan Pustaka Universitas Sumatra Utara). 2001. Pengertian Alih Fungsi Lahan. UNSU Widjanarko et al ( dalam ibrahim). 2006. Dampak Alih Fungsi Lahan.Universitas Sumatra Utara. Witono. (dalam Tinjauan Pustaka Universitas Sumatra Utara). 2005. Fakta Alih Fungsi Lahan. UNSU.