ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA: APLIKASI MODEL VECTOR ERROR CORRECTION
Oleh: RIS YUWONO YUDO NUGROHO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRACT RIS YUWONO YUDO NUGROHO. The Analysis of Determinant Factors of Islamic Banking Financing in Indonesia: The Application of Vector Error Correction Model (HERMANTO SEREGAR as Chairman and JARDINE A. HUSMAN as Member of the Advisory Committee). In Indonesia today, Islamic banking has enjoyed rapid growth. The growth of this business has been supported by the monetary autority, Bank Indonesia. The primary purpose of this thesis is to examine dynamic causal relationships between Islamic banking financing, and its seven determinants, including non performing financings, Jakarta Islamic Index, credit of commercial banking, Islamic banking funding, Bank Indonesia wadiah certificate, industrial production index, and profit per asset. Impulse response function and variance decomposition based on the vector error-correction model are analysed. In the long term, cointegration between non performing financings and credit of commercial banking is significant. The response of Islamic banking financing to changes in Islamic banking financing, Islamic banking funding, profit per asset are positive, meanwhile, non performing financings, credit of commercial banking, Bank Indonesia wadiah certificate, Jakarta Islamic Index, and industrial production index are negative. The variance decomposition results suggest that the supply side is more dominant than the demand side explanation.The implications suggest that to overcome non performing financing and to compete with conventional banks, the industry need to improve the quality services and to undertake product developments in order to assure the floating customer. Keywords: Financing, Islamic Banking, Vector Error Correction Model
RINGKASAN Industri keuangan Islam mengalami perkembangan yang pesat di seluruh dunia demikian pula di Indonesia. Dari sisi perundangan perkembangan ditunjang dukungan otoritas moneter, Bank Indonesia. Sedangkan teknis operasional produk dan transaksi syariah yang digunakan bank syariah diatur oleh fatwa Dewan Syariah Nasional. Perkembangan terakhir telah selesai undang-undang perbankan syariah yang terpisah dengan undang-undang perbankan secara umum, menjadikan Indonesia menganut dual banking system. Pentingnya kontribusi perbankan khususnya kredit dan pembiayaan bagi perekonomian Indonesia memberikan kontribusi sebesar 77 persen dari total sumber pembiayaan. Keterkaitan antara kondisi makroekonomi dengan industri perbankan juga dirasakan perbankan syariah ketika terjadi tekanan makroekonomi. Jika ditinjau dari pangsa pembiayaan perbankan syariah terhadap kredit perbankan secara nasional ternyata masih sangat kecil, dan jika disandingkan antara sasaran program akselerasi pengembangan perbankan syariah dengan pangsa yang diraih perbankan syariah, sasaran tersebut belum tercapai. Tujuan umum penelitian untuk menganalisis faktor-faktor penentu pembiayaan perbankan syariah dengan mempertimbangkan deskripsi dinamika kondisi yang melingkupi perbankan syariah, sedangkan tujuan khusus penelitian: (1) menganalisis keterkaitan kinerja internal bank syariah, instrumen moneter syariah, kondisi makroekonomi, kinerja industri perbankan, dan pasar modal syariah terhadap pembiayaan bank syariah, (2) menganalisis respon pembiayaan bank syariah jika terjadi guncangan pada kinerja internal bank syariah, instrumen moneter syariah, kondisi makroekonomi, kinerja industri perbankan, dan pasar modal syariah, (3) menganalisis struktur dinamis peubah dalam memberikan kontribusi terhadap pembiayaan bank syariah, dan (4) memberikan rumusan implikasi kebijakan yang berpengaruh positif terhadap kinerja pembiayaan bank syariah. Tujuan penelitian akan dijawab dengan metode ekonometrika yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Kerangka teoritis yang disusun berdasarkan teori dan beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian. Dua hal tersebut kemudian disesuaikan dengan nature data time series yang akan diteliti, sehingga metode analisis yang digunakan tepat dan mampu menjawab permasalahan penelitian. Representasi fenomena aktual dirumuskan menjadi sebuah model. Model ekonometrika yang digunakan adalah model Vector Error Correction. Terbentuknya model kemudian dilanjutkan dengan aplikasi model yaitu Impulse Response Function dan Forecast Error Decomposition Variance. Tahap akhir penelitian adalah memberikan implikasi kebijakan, kesimpulan hasil penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya. Temuan ringkas penelitian, adalah: (1) terdapat hubungan kointegrasi jangka panjang, dengan pembiayaan bermasalah dan kredit bank umum signifikan mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah, (2) shock dari pembiayaan bermasalah, sertifikat wadiah Bank Indonesia, kredit bank umum, indeks produksi industri, dan Jakarta Islamic index dalam jangka panjang direspon permanen negatif oleh pembiayaan, sedangkan laba per aset, dana pihak ketiga dan pembiayaan sendiri, dalam jangka panjang direspon permanen positif oleh
pembiayaan, dan (3) berdasarkan kontribusi dinamis masing-masing peubah, peubah yang paling besar menjelaskan variabilitas pembiayaan adalah pembiayaan bermasalah, kemudian pembiayaan itu sendiri, dan kredit bank umum. Implikasi hasil penelitian: (1) untuk mencegah terjadinya pembiayaan bermasalah dilakukan dengan peningkatan kemampuan sumber daya insani bidang pembiayaan, mencegah resiko pembiayaan yang mungkin terjadi, serta peran aktif nasabah, dan (2) persaingan sehat dengan bank konvensional, dengan cara meyakinkan floating customer atau nasabah mengambang untuk menggunakan jasa perbankan syariah. Saran untuk penelitian lanjutan adalah: (1) menggunakan data bagi hasil pembiayaan, (2) menggunakan data Return on Asset (ROA), (3) menggunakan data instrumen moneter konvensional seperti BI Rate atau Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan (4) sehubungan dengan hasil penelitian bahwa terjadi substitusi antara pembiayaan perbankan syariah dan kredit bank umum, penelitian dapat diperdalam dengan melakukan penelitian pada unit yang lebih kecil, untuk mengetahui perilaku nasabah pembiayaan.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA: APLIKASI MODEL VECTOR ERROR CORRECTION merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor,
Februari 2009
RIS YUWONO YUDO NUGROHO NRP. H351060041
Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENENTU PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA: APLIKASI MODEL VECTOR ERROR CORRECTION
RIS YUWONO YUDO NUGROHO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi Pembimbing: Ir. Noer Azam Achsani, MS., Ph.D.
Judul Tesis
:
Analisis Faktor-Faktor Penentu Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia: Aplikasi Model Vector Error Correction
Nama Mahasiswa
:
Ris Yuwono Yudo Nugroho
Nomor Pokok
:
H351060041
Program Studi
:
Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Jardine A. Husman, S.T., M.Sc. Anggota
Prof. Dr. Ir.Hermanto Siregar, M.Ec Ketua
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 31 Januari 2009
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah, pada tanggal 11 Januari 1974, sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan Purwo Hartono dan Tri Widati. Tahun 1986, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sluke Rembang. Penulis melanjutkan studi di SMPN 1 Lasem Rembang dan menyelesaikan studi pada tahun 1989, kemudian melanjutkan studi di SMAN 1 Rembang dan lulus tahun 1992. Tahun 1992 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya dan meraih gelar sarjana ekonomi pada tahun 2001. Januari 1997 sampai dengan September 1998, penulis bekerja sebagai Analis Kredit PT. Bank Aken Kantor Cabang Surabaya, dan tahun 2001 sampai 2002, bekerja pada sekretariat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Business Research and Development Center Surabaya. Desember tahun 2003, penulis diangkat menjadi staf pengajar tetap di Program Studi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Universitas Trunojoyo Bangkalan. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan studi S-2 di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan sponsor BPPS dari Dirjen Pendidikan Tinggi. Saat ini penulis telah menikah dengan Dyah Puspitasari, dan dikarunia seorang putri bernama Naura Madina Aini Gheetanjali.
PRAKATA Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Semoga shalawat dan salam, senantiasa terlimpah kepada penghulu para Rasul, Muhammad SAW., keluarga dan para sahabatnya yang telah mengajarkan kalimat dan pesan Tuhan kepada seluruh umat manusia. Tesis dengan judul: Analisis Faktor-Faktor Penentu Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia: Aplikasi Model Vector Error Correction, adalah tahapan dalam rangka menyelesaikan studi pascasarjana pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sebagai bagian dari proses pengungkapan pikiran, gagasan dan temuan melalui tulisan ilmiah, penelitian tesis terinspirasi dari ketertarikan penulis terhadap fenomena perkembangan perbankan syariah di Indonesia, khususnya dari sisi pembiayaan. Bimbingan dari Bapak Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. selaku ketua komisi pembimbing, dan Ibu Jardine A. Husman, S.T., MS., selaku anggota komisi pembimbing, sangat bermanfaat dalam setiap tahapan penyusunan tesis. Ucapan terima kasih kepada Bapak Ir. Noer Azam Achsani, MS., Ph.D. selaku penguji luar komisi pembimbing atas kritik dan saran yang diberikan selama ujian tesis, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. selaku ketua program studi yang terus memberikan motivasi dan bimbingan, agar tesis ini menjadi sebuah karya ilmiah yang baik. Dukungan dari pihak Bank Indonesia, khususnya Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Direktorat Perbankan Syariah, dan Direktorat Sumber Daya Manusia, terkait dengan bantuan penelitian tesis, pencarian literatur dan konsultasi tesis sangat kami hargai.
Untuk rekan-rekan EPN angkatan 2006 (Andi Thamrin, Dahya, Deasi Mayawati, Dewi Haryani, Femmi Nor Fahmi, Husen Bahasoan, Indra Rochmadi, Ismi Jazila, I Gusti Ayu P. Mahendri, I Wayan Sukanata, Piter Sinaga, dan Sayekti Handayani), terima kasih atas dukungan selama perkuliahan dan tahapan penyelesaian tesis. Sebagai kewajiban ilmu untuk disebarluaskan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi orang lain, maka saran perbaikan dari semua pihak sangat diharapkan untuk perbaikan tesis. Jika terdapat kebenaran, semua ilmu adalah dari Allah SWT., dan jika ditemukan kesalahan, sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis.
Bogor, Februari 2009
Ris Yuwono Y.N
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ......................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................
viii
I. PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1. Latar Belakang.........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................
9
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................
10
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ..........................
10
II. KERANGKA TEORITIS ...........................................................
12
2.1. Tinjauan Teori .........................................................................
12
2.1.1. Karakteristik Bank Syariah ...........................................
12
2.1.2. Akad Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia..............
15
2.1.2.1. Prinsip Bagi Hasil ...........................................
15
2.1.2.2. Prinsip Jual Beli ..............................................
20
2.1.2.3. Prinsip Sewa Menyewa...................................
24
2.1.2.4. Prinsip Pinjaman Sosial ..................................
27
2.1.3. Teori Kebijakan Moneter Konvensional ......................
28
2.1.3.1. Transmisi Kebijakan Moneter ........................
28
2.1.3.2. Bank Lending Channel ...................................
31
2.1.4. Teori Kebijakan Moneter Syariah................................
34
2.1.5. Aplikasi Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia ......
40
2.1.5.1. Giro Wajib Minimum ....................................
41
2.1.5.2. Sertifikat Investasi Mudharabah antar Bank Syariah ...........................................................
42
2.1.5.3. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia .................
43
2.2. Tinjauan Studi Terdahulu ........................................................
44
2.2.1. Keterkaitan Kebijakan Makroekonomi dan Perbankan
44
Halaman 2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kredit di Indonesia
50
2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia ......................................................
56
III. KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................
62
3.1. Kerangka Konseptual...............................................................
62
3.2. Hipotesis ..................................................................................
68
IV. METODE PENELITIAN .............................................................
69
4.1. Jenis dan Sumber Data.............................................................
69
4.2. Peubah dan Definisi Operasional.............................................
70
4.3. Metode Analisis .......................................................................
71
4.3.1. Analisis Deskriptif ........................................................
71
4.3.2. Analisis Ekonometrika...................................................
71
4.3.2.1. Analisis Vector Autoregression ........................
71
4.3.2.2. Pembentukan Model .........................................
73
4.3.2.3. Spesifikasi Model .............................................
80
V. KONDISI UMUM PERBANKAN SYARIAH .............................
84
5.1. Dinamika Internal ....................................................................
84
5.1.1. Jumlah Bank dan Jaringan Kantor .................................
84
5.1.2. Pembiayaan Perbankan Syariah.....................................
87
5.1.3. Pembiayaan Bermasalah ................................................
91
5.1.4. Laba per Aset .................................................................
94
5.1.5. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia .................................
98
5.1.6. Dana Pihak Ketiga .........................................................
99
5.2. Dinamika Eksternal..................................................................
102
5.2.1. Indeks Produksi Industri ................................................
102
5.2.2. Kredit Bank Umum........................................................
105
5.2.3. Jakarta Islamic Index .....................................................
108
VI. APLIKASI MODEL VECTOR ERROR CORRECTION UNTUK MENGANALISIS PEMBIAYAAN BANK SYARIAH ......................................................................................
112
ii
Halaman 6.1. Pengujian - Pengujian Statistik ................................................
112
6.1.1. Uji Stasioneritas Data ....................................................
112
6.1.2. Kelambanan Optimal .....................................................
114
6.1.3. Uji Kointegrasi...............................................................
115
6.1.4. Estimasi Model ..............................................................
116
6.1.5. Diagnostik Model ..........................................................
122
6.2. Analisis Respon Pembiayaan...................................................
122
6.2.1. Inovasi Pembiayaan Bermasalah ...................................
123
6.2.2. Inovasi Laba per Aset ....................................................
124
6.2.3. Inovasi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia ....................
125
6.2.4. Inovasi Kredit Bank Umum ...........................................
126
6.2.5. Inovasi Indeks Produksi Industri ...................................
128
6.2.6. Inovasi Jakarta Islamic index .........................................
129
6.2.7. Inovasi Dana Pihak Ketiga ............................................
130
6.2.8. Inovasi Pembiayaan .......................................................
131
6.3. Kontribusi Dinamis..................................................................
132
6.4. Implikasi Hasil Penelitian........................................................
136
VII. KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................
141
7.1. Kesimpulan .............................................................................
141
7.2. Saran .......................................................................................
142
DAFTAR PUSTAKA...................................................................
143
LAMPIRAN .................................................................................
149
AN ...................................................................................................................34
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Peubah Penelitian, Simbol, Satuan, dan Sumber Data.....................
69
2.
Jumlah Bank dan Jaringan Kantor Perbankan Syariah ....................
85
3.
Pangsa Pembiayaan Berdasarkan Sektor Ekonomi..........................
90
4.
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah dan Bank Umum, Juli 2007 sampai Juni 2008 ..............................................................
93
Komposisi Deposito Satu Bulan dan 12 Bulan, Januari 2007 sampai Juni 2008 ..............................................................................
101
Jumlah Rekening Dana Pihak Ketiga, Januari 2007 sampai Juni 2008 ..........................................................................................
102
Pangsa Penyaluran Dana Bank Umum Berdasarkan Sektor Ekonomi ...........................................................................................
107
8.
Uji Stasioneritas Data Level .............................................................
113
9.
Uji Stasioneritas Data Derajat Pertama............................................
113
10. Kandidat Kriteria Kelambanan Optimal .........................................
114
11. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen ..................................
115
12. Estimasi Kointegrasi .......................................................................
116
13. Estimasi Model Koreksi Kesalahan ................................................
118
14. Ringkasan Hasil Estimasi Jangka Panjang Pembiayaan .................
120
5.
6.
7.
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1.
Halaman
Aset, Pembiayaan, dan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah, Akhir Tahun 2000 sampai Juni 2008 .............................................
3
Financing to Deposit Ratio Perbankan Syariah dan Loan to Deposit Ratio Bank Umum, Akhir Tahun 2002 sampai Juni 2007........................................................................................
4
Pangsa Pembiayaan Perbankan Syariah terhadap Bank Umum, Akhir Tahun 2002 sampai Juni 2008 .............................................
5
Persandingan Mekanisme Operasional antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional............................................................
14
5.
Jalur Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional........................
30
6.
Dampak Kebijakan Moneter Ekspansif terhadap Pasar Uang .....
32
7.
Dampak Kebijakan Moneter Ekspansif terhadap Makroekonomi
32
8.
Hubungan Penawaran dan Permintaan Uang, serta Expected Rate of Profit .........................................................................................
37
9.
Pengaruh Kebijakan Moneter Ekspansif terhadap Sektor Riil.......
40
10.
Skema Keterkaitan Giro wajib Minimum, Pasar Uang Antar Bank Syariah, dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia ...................
44
11.
Kerangka Konseptual Penelitian....................................................
67
12.
Alur Kerja Penelitian .....................................................................
83
13.
Pembiayaan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 ........................................................................................
87
Perubahan Bulanan Pembiayaan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008...................................................................
88
15.
Pangsa Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad ................................
88
16.
Perkembangan Pangsa Pembiayaan, Jenis Akad Jual Beli dan Bagi Hasil, November 2002 sampai Juni 2008..............................
89
2.
3.
4.
14.
v
Nomor 17.
Halaman
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008............................................................................
92
18.
Aset Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 ........
95
19.
Perubahan Aset Bulanan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008............................................................................
96
Laba Tahun Berjalan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 ........................................................................................
97
Laba per Aset Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 ........................................................................................
98
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, November 2002 sampai Juni 2008 ........................................................................................
99
Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 ........................................................................................
100
Perubahan Posisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008.................................................
100
Pangsa Dana Pihak Ketiga Rata-Rata, November 2002 sampai Juni 2008 ........................................................................................
101
Produk Domestik Bruto Harga Konstan Tahun Dasar 2000 dan Indeks Produksi Industri, Triwulan IV 2002 sampai II 2008 ........
103
27.
Indek Produksi Industri, November 2002 sampai Juni 2008..........
104
28.
Kredit Bank Umum Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008 ........................................................................................
105
Perubahan Kredit Bank Umum Bulanan dan Suku Bunga Kredit, November 2002 sampai Juni 2008.................................................
106
Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan, November 2002 sampai Juni 2008.................................................
110
31.
Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Pembiayaan Bermasalah ...
124
32.
Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Laba per Aset ....................
125
33.
Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia ........................................................................................
126
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
29.
30.
vi
Nomor
Halaman
34.
Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Kredit Bank Umum...........
127
35.
Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Indeks Produksi Industri ...
128
36.
Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Jakarta Islamic Index.........
129
37.
Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Dana Pihak Ketiga ............
130
38.
Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Pembiayaan.. .....................
131
39.
Kontribusi Dinamis Pembiayaan Bermasalah, Pembiayaan, dan Kredit Bank Umum terhadap Pembiayaan.....................................
132
Kontribusi Dinamis Indeks Produksi Industri, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, dan Jakarta Islamic Index terhadap Pembiayaan.
133
Kontribusi Dana Pihak Ketiga dan Laba per Aset terhadap Pembiayaan............................... .....................................................
133
Kontribusi Relatif Sisi Penawaran dan Permintaan terhadap Pembiayaan.....................................................................................
135
40.
41.
42.
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Daftar Perbankan Syariah sampai Juni 2008 .................................
150
2.
Grafik Tiap Peubah pada Level .....................................................
153
3.
Grafik Tiap Peubah pada Derajat Pertama ....................................
154
4.
Uji Akar Unit .................................................................................
155
5.
Uji Stabilitas Kelambanan Maksimal ............................................
159
6.
Kandidat Kelambanan Optimal......................................................
160
7.
Uji Kointegrasi .............................................................................
161
8.
Estimasi Output Model Vector Error Correction ..........................
163
9.
Uji Stabilitas...................................................................................
165
10.
Uji Residual ...................................................................................
166
11.
Grafik Impulse Response Pembiayaan Perbankan Syariah Periode 40 Bulan ............................................................................
167
Tabel Impulse Response Pembiayaan Perbankan Syariah Periode 40 Bulan ............................................................................
168
Tabel Variance Decomposition Pembiayaan Perbankan Syariah Periode 40 Bulan ............................................................................
169
12.
13.
viii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Industri keuangan Islam mengalami perkembangan yang pesat di seluruh dunia. Berdasarkan data Council of Islamic Banks and Financial Institutions (CIBAFI) awal tahun 2005, industri ini meliputi 284 Islamic Financial Institutions (IFIs) yang beroperasi di 38 negara dengan volume usaha sebesar 178.5 miliar dolar Amerika. Jumlah tersebut belum termasuk conventional banks’ Islamic window operations, yang estimasinya mencapai 200 miliar dolar Amerika, dan juga belum termasuk non-banking financial institutions dan kegiatan di pasar modal. Untuk melakukan kapitalisasi pasar dunia yang potensial, sejumlah lembaga keuangan global seperti Citibank, Goldman Sachs, BNP-Paribas dan UBS telah mendirikan bank-bank syariah di beberapa negara (El-Hawary et al. 2003). Islamic Bank of Britain pada tahun 2004 menjadi bank syariah pertama yang berdiri di negara mayoritas non Islam, yaitu di Inggris. HSBC, University Bank dan Devon Bank kemudian juga mendirikan bank syariah di Amerika Serikat (Ben dan Ming, 2005). Perkembangan perbankan Syariah di Indonesia cukup pesat. Dari sisi perundangan, perkembangan tersebut ditunjang dengan dukungan otoritas moneter, yaitu Bank Indonesia. Sejak Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, perbankan di Indonesia memungkinkan menganut dual banking system. UU No. 10 Tahun 1998 sebagai penyempurnaan UU sebelumnya, telah menggunakan istilah “Bank berdasarkan prinsip syariah”, dan pada pasal 1 butir 13 disebutkan berlakunya hukum Islam sebagai dasar transaksi di perbankan
2
syariah. Sedangkan teknis operasional produk dan transaksi syariah yang digunakan bank syariah diatur oleh fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia. Perkembangan terakhir telah selesai undang-undang perbankan syariah yang terpisah dengan undang-undang perbankan secara umum. Klasifikasi jenis dan usaha bank syariah di Indonesia terdiri dari: Bank umum syariah, unit usaha syariah sebagai unit atau divisi syariah di dalam bank konvensional, serta bank perkreditan rakyat syariah. Data statistik lembaga keuangan syariah Bank Indonesia per Juni 2008, menunjukkan bahwa terdapat tiga Bank Umum Syariah (BUS), yaitu: PT. Bank Muamalat Indonesia, PT. Bank Syariah Mandiri, dan PT. Bank Syariah Mega Indonesia, serta Unit Usaha Syariah (UUS) sebanyak 29 bank, selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 1. Bahkan sejak peraturan Bank Indonesia tahun 2006, tentang office chanelling syariah, memungkinkan cabang bank konvensional menjadi kantor layanan syariah, jika cabang tersebut telah memiliki unit usaha syariah di tempat lain. Harapan Bank Indonesia dengan mengeluarkan peraturan tersebut adalah agar terjadi perluasan jaringan, sehingga penghimpunan dana dan pembiayaan bank syariah akan meningkat. Menurut Laporan Perkembangan Perbankan Syariah (LPPS) tahun 2004, industri perbankan syariah mengalami tahap fast growing dengan pertumbuhan aset senantiasa di atas 60 persen per tahun selama empat tahun terakhir, sedangkan sebagai pembanding, industri perbankan konvensional yang telah memasuki tahap mature hanya mengalami pertumbuhan sekitar 5 persen per tahun. Perkembangan usaha bank syariah yang tercermin dari posisi aset, Pembiayaan Yang Diberikan (PYD) dan Dana pihak ketiga (DPK), ditunjukkan pada Gambar 1.
3
Aset
50,000
PYD
PYD
DPK DPK
Aset
25,000
PYD
30,000
DPK
Aset
35,000
DPK = Dana Pihak Ketiga PYD = Pembiayaan Yang
DPK
15,000
DPK
DPK
PYD
PYD
Aset
DPK PYD
10,000 5,000
PYD
Aset
20,000
Aset
DPK, PYD, Aset (Miliar Rupiah)
40,000
Aset
45,000
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jun-08
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 1. Aset, Pembiayaan, dan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah, Akhir Tahun 2002 - Juni 2008
Selain pertumbuhan aset, pembiayaan, dan dana pihak ketiga yang pesat, kelebihan kinerja perbankan syariah dalam delapan tahun terakhir adalah kemampuannya dalam menyalurkan pembiayaan dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun. Persandingan antara kinerja penyaluran pembiayaan perbankan syariah dengan kinerja kemampuan penyaluran kredit bank umum nasional yang tercermin dari indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) selama periode penelitian, ditunjukkan pada Gambar 2. Selama periode penelitian, mulai tahun 2002, pada posisi akhir tahun, kemampuan perbankan syariah menyalurkan pembiayaan yang diindikasikan dengan Financing to Deposit Ratio (FDR), menunjukkan angka lebih dari 96.60 persen, artinya perbankan syariah sanggup menyalurkan lebih dari 96.60 persen dana simpanan yang dihimpun dari pihak ketiga.
4
120
100
FDR Bank Syariah
112.30
97.75
96.60
98.90
96.79 FDR, LDR (Persen)
97.76 96.91
80 65.12
60.81 60
48.53
60.61
57.36 40
43.24
73.89
LDR Bank Umum
20
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
06-2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 2. Financing to Deposit Ratio Perbankan Syariah dan Loan to Deposit Ratio Bank Umum, Akhir Tahun 2002 sampai Juni 2008
Tingginya indikator FDR pada Gambar 2, menunjukkan bank syariah lebih mampu menjalankan fungsi intermediasi perbankan, menyalurkan pembiayaan menjadi investasi produktif yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan berpeluang menciptakan lapangan kerja. Menurut Alamsyah et al. (2005), pentingnya kontribusi perbankan khususnya kredit dan pembiayaan bagi perekonomian Indonesia seperti pada kutipan berikut. Banks are not only the major source of funding to small, medium as well as large corporations, they also determine the business cycle of the economy as a whole. For example, in Indonesia during 2001 - 2004, the flows of credit from the banking sector contributed on average about 77 percent of total financing from major financial institutions (banks, bond markets, and stock markets). As a result, the rise and fall of banks has strong correlation with economic booms and busts in Indonesia. Meskipun dalam periode penelitian, kinerja pembiayaan meningkat pesat dan memiliki indikator FDR yang tinggi, tetapi jika ditinjau dari pangsa pembiayaan perbankan syariah terhadap kredit perbankan secara nasional ternyata
5
masih sangat kecil. Gambar 3 menunjukkan pangsa pembiayaan perbankan syariah, jika disandingkan dengan total kredit dan pembiayaan bank umum. 2.97 3.00
2.79 2.58
2.50
Pangsa (Persen)
2.19 1.93 2.00
1.50
1.16 1.00
0.80
0.50
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Jun-2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 3. Pangsa Pembiayaan Perbankan Syariah terhadap Bank Umum, Akhir Tahun 2002 sampai Juni 2008
Gambar 3 juga menunjukkan bahwa perkembangan pesat industri perbankan syariah, ternyata hanya mampu meningkatkan pangsa pembiayaan perbankan syariah dari 0.8 persen pada akhir tahun 2002 menjadi sebesar 2.97 persen terhadap total pembiayaan dan kredit perbankan nasional akhir Juni 2008.
1.2. Perumusan Masalah Kontribusi perbankan terhadap perekonomian menurut Levine (1997), antara lain sebagai allocating resources dan facilitating the exchange of goods and service. Sebagai sebuah lembaga keuangan dan financial intermediation, perbankan syariah diharapkan memberikan kontribusi terhadap perekonomian melalui tawaran alternatif jasa perbankan. Faktor pembeda bank syariah dengan bank konvensional seperti yang
6
diungkapkan oleh El Hawary et al. (2003) bahwa: The Islamic financial system as grounded in fourbasic principles: (a) Risk sharing,
(b) Materiality, (c) No
exploitation, and (d) No financing of sinful activities. Kalau pada bank konvensional penyaluran dana kepada deficit unit umumnya dilakukan dengan sistem kredit dan instrumen pokoknya adalah bunga, maka bank syariah melakukan pembiayaan atau penyaluran dana dengan instrumen tanpa bunga, antara lain dengan sistem jual beli dan profit sharing atau bagi hasil. Secara umum faktor yang mempengaruhi penyaluran dana perbankan adalah: kondisi perekonomian, kebijakan pemerintah, posisi permodalan bank, dan stabilitas dana pihak ketiga (Reed, 1989). Selain dipengaruhi faktor-faktor tersebut, perubahan perilaku perbankan bersama-sama dengan perilaku otoritas moneter dan sektor keuangan, berpengaruh pada aktivitas perekonomian, dan membawa perubahan pada kebijakan moneter (Pohan, 2008). Keterkaitan antara kondisi makroekonomi dengan industri perbankan dari sisi permintaan pembiayaan, antara lain dirasakan perbankan syariah ketika terjadi tekanan makroekonomi pada triwulan kedua, tahun 2005. Dalam laporan perbankan syariah tahun 2005, disebutkan bahwa naiknya harga bahan bakar minyak dalam negeri mendorong lonjakan indeks harga konsumen. Di sektor moneter, kemudian Bank Indonesia menetapkan berbagai kebijakan stabilisasi yang dalam jangka pendek bersifat kontraktif terhadap pertumbuhan ekonomi. Perlambatan pertumbuhan yang dihadapi oleh perekonomian terefleksi dalam perkembangan industri perbankan syariah nasional yang tahun 2005 hanya mencapai 36.4 persen, sementara pertumbuhan dua tahun sebelumnya mencapai pertumbuhan di atas 90 persen. Laporan perekonomian tahun 2007 oleh Bank Indonesia menyebutkan
7
bahwa kondisi perekonomian awal tahun 2006 masih dipengaruhi oleh dampak lanjutan kenaikan bahan bakar minyak tahun 2005. Ditandai dengan tingginya inflasi dan suku bunga, kenaikan biaya produksi, serta melemahnya daya beli masyarakat, menciptakan iklim yang kurang kondusif bagidunia usaha termasuk perbankan syariah. Namun sejalan dengan kestabilan makro yang semakin meningkat, pada semester kedua 2006, ekspansi perekonomian secara lebih luas mulai terlihat, sehingga kinerja industri perbankan syariah kembali menemukan momentumnya, ditandai dengan pertumbuhan volume usaha yang tinggi. Dengan berlakunya UU No. 10 Tahun 1998, jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah di Indonesia semakin berkembang sehingga berdampak terhadap peningkatan mobilisasi dana masyarakat. Dengan perkembangan tersebut maka pengendalian moneter oleh Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT), yang selama ini melalui perbankan konvensional, diperluas melalui bank-bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dalam rangka pelaksanaan OPT, maka antara lain dibuat piranti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah bagi bank umum syariah atau unit usaha syariah yang mengalami kelebihan likuiditas. Bukti penitipannya itulah yang disebut dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Perkembangan pasar keuangan syariah juga terjadi di pasar modal. Bursa Efek Jakarta berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic index (JII), dengan tujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berivestasi dengan penerapan prinsip syariah. Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah
8
maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip syariah. Selain secara makro eksternal yang sebagian besar mempengaruhi sisi permintaan pembiayaan, kondisi mikro internal dari sisi penawaranan pembiayaan syariah juga mempengaruhi kinerja pembiayaan bank syariah. Perkembangan kelembagaan dan jaringan kantor bank syariah meningkat sangat pesat. Meskipun jumlah bank umum syariah baru bertambah satu bank pada tahun 2004 menjadi tiga bank sampai sekarang, tetapi jumlah jaringan kantornya bertambah pesat, dari 146 kantor bank pada akhir tahun 2002, menjadi 619 kantor bank pada Juni 2008. Meskipun dalam perjalanan delapan tahun terakhir, indikator perbankan syariah yang tercermin dari aspek permodalan, kualitas aset, dan rentabilitas menunjukkan kinerja yang baik, perbankan syariah belum dapat memberikan pengaruh yang luas terhadap perekonomian, jika pangsa yang dimiliki perbankan syariah masih sangat kecil. Pada laporan perkembangan perbankan syariah tahun 2004 terdapat proyeksi pertumbuhan aset dan pangsa aset terhadap industri perbankan nasional. Jika disandingkan antara proyeksi dengan kondisi riil pasca tahun 2004, ternyata aset dan proyeksi pangsa yang diharapkan tidak ada yang tercapai. Selain itu Bank Indonesia tahun 2006 melalui Program Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah (PAPBS) menetapkan sasaran, bahwa akhir tahun 2008, target pangsa pasar perbankan syariah sebesar 5.25 persen, padahal sampai Juni 2008 pencapaian pangsa perbankan syariah untuk aset sebesar 2.11 persen, dan untuk pangsa pembiayaan masih sebesar 2.97 persen. Karena itu sangat menarik melakukan analisis faktor-faktor yang menentukan
pembiayaan
perbankan syariah, mengkaitkan dengan
kondisi
9
makroekonomi, instrumen moneter syariah, pasar modal syariah, industri perbankan, dan indikator internal bank syariah, dalam kondisi dual banking system dan dinamika perekonomian yang terus berubah. Dengan belum terpenuhinya target akselerasi perbankan syariah, kajian diharapkan memberikan masukan berupa implikasi kebijakan untuk meningkatkan kinerja pembiayaan perbankan syariah sehingga pangsa terhadap perbankan nasional menjadi lebih besar dan lebih berperan bagi perekonomian nasional. Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka diajukan empat pertanyaan khusus, yaitu: 1. Bagaimana keterkaitan kinerja internal bank syariah, instrumen moneter syariah, kondisi makroekonomi, kinerja industri perbankan, dan pasar modal syariah dengan pembiayaan bank syariah? 2. Bagaimana respon pembiayaan bank syariah jika terjadi shock atau guncangan pada kinerja internal bank syariah, instrumen moneter syariah, kondisi makroekonomi, kinerja industri perbankan, dan pasar modal syariah? 3. Bagaimana struktur dinamis peubah dalam memberikan kontribusi terhadap pembiayaan bank syariah? 4. Bagaimana rumusan implikasi kebijakan yang memberikan pengaruh positif terhadap kinerja pembiayaan bank syariah?
1.3. Tujuan Penelitian Mengacu
pada masalah
penelitian, tujuan umum
penelitian adalah
menganalisis faktor-faktor penentu pembiayaan perbankan syariah dengan mempertimbangkan deskripsi perkembangan kondisi yang melingkupi perbankan syariah, sedangkan tujuan khusus penelitian:
10
1. Menganalisis keterkaitan kinerja internal bank syariah, instrumen moneter syariah, kondisi makroekonomi, kinerja industri perbankan, dan pasar modal syariah terhadap pembiayaan bank syariah. 2. Menganalisis respon pembiayaan bank syariah jika terjadi guncangan pada kinerja
internal
bank
syariah,
instrumen
moneter
syariah,
kondisi
makroekonomi, kinerja industri perbankan, dan pasar modal syariah. 3. Menganalisis struktur dinamis peubah dalam memberikan kontribusi terhadap pembiayaan bank syariah. 4. Memberikan rumusan implikasi kebijakan yang berpengaruh positif terhadap kinerja pembiayaan bank syariah.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan memberikan manfaat berupa: 1. Pemahaman menyeluruh terhadap faktor-faktor yang menentukan pembiayaan perbankan syariah, secara dinamis dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk memahami keterkaitan antar peubah, dilakukan kajian secara deskriptif perkembangan kondisi yang melingkupi perbankan syariah. 2. Bahan pertimbangan perencanaan kebijakan, sehingga kinerja pembiayaan perbankan syariah di Indonesia bertambah baik. 3. Referensi pembanding dan stimulan bagi penelitian yang berhubungan dengan perbankan syariah, khususnya penyaluran dana atau pembiayaan bagi masyarakat.
1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Lingkup pembiayaan yang dianalisis adalah pembiayaan bank umum yang terdiri dari pembiayaan bank umum syariah, pembiayaan unit usaha syariah bank
11
umum, dan pembiayaan unit usaha syariah bank pembangunan daerah, jadi tidak termasuk pembiayaan dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Karena keterbatasan dan ketersediaan data publikasi perbankan syariah, maka penelitian dimulai sejak November 2002, menggunakan data time series bulanan. Parameter untuk menggambarkan kinerja internal bank syariah adalah jumlah pembiayaan, dana pihak ketiga, laba per aset, dan pembiayaan bermasalah, parameter instrumen moneter syariah adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), parameter kondisi makroekonomi adalah indeks produksi industri, parameter kinerja industri perbankan adalah jumlah kredit bank umum, dan parameter pasar modal syariah yang digunakan adalah Jakarta Islamic index (JII).
12
II. KERANGKA TEORITIS
2.1 Tinjauan Teori 2.1.1. Karakteristik Bank Syariah Secara umum bank adalah insititusi yang memiliki tiga fungsi utama yaitu menyimpan uang, menyalurkan uang, dan jasa pemindahan uang. Praktek menyimpan uang, menyalurkan uang untuk konsumsi dan perdagangan, serta transfer uang, sudah dilakukan secara individu saat masa Nabi Muhammad SAW., dan merupakan bagian yang tidak terlepaskan dalam kehidupan sehari-hari. Aktifitas tersebut berkembang pada era Muawiyah, tahun 661- 680 Masehi dan sesudahnya dengan nama Jihbiz, yang dikelola secara perorangan, kemudian fungsi-fungsi tersebut berkembang dan berevolusi menjadi bentuk lembaga perbankan seperti sekarang (Karim, 2005). Secara ideal perbankan dan sistem keuangan syariah memiliki tujuan utama, seperti dikutip dari Ebrahim dan Joo (2001): (1) Implement the value system of the Qur’an and the Sunnah (tradition or practice of Prophet Muhammad Saw.) in the realm of the Muslim socioeconomic system. Ibn Taymiyah r.a. (n.d.), a distinguished scholar of Islam, explicates this as follows: “In mu’amalat (business transactions) all activities are permissible unless forbidden by revelation (Qur’an) or the practice of Prophet Muhammad Saw.”. The examples of prohibited business activities would include dealing in gambling, liquor, pork etc. The financial contracts of Islamic banks need to be clearly documented, equitable, and avoid the elements of Riba, Gharar, and Maysir . (2) Foster the growth of the economy of Muslim nations by developing financial market, institutions, and instruments, and (3) Dampen the shocks of extreme economic output by promoting risk sharing instruments whose payoffs are strictly contingent on the profitability of a firm or project at a micro level. Perbankan syariah sebagai bagian dari sistem keuangan, juga berfungsi
13
sebagai sebagai lembaga intermediasi. Meskipun demikian perbankan syariah memiliki karakteristik tersendiri yang membedakan dengan lembaga keuangan konvensional dalam melakukan intermediasi, seperti dikutip dari Kahf (2005) berikut: Islamic banks are also financial intermediaries. They collect savings from income earners who have surplus and distribute them to entrepreneurs and consumers who need them to finance their purchases of goods and services. But Islamic banks make their financial intermediation on the basis of several contracts that do not include lending and borrowing because interest in prohibited in the Islamic law. Instead of the loan contract, Islamic banks rely on a combination of three principles: sharing, leasing, and sale. What is essential in their function of financial intermediation is that Islamic banks leave the initiative of investment and use of funds to the entrepreneurs and other users of funds. Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam, menurut El-Hawary et al. (2003) harus menganut empat hal, yaitu: (a) risk-sharing-the term of financial transactions need to reflect a symmetrical risk or return distribution each participant to the trancactions may face, (b) materiality-a financial transaction needs to have a “material finality”, that is it diretcly or indirectly linked to a real economic transaction, (c) no exploitation-a financial transaction should not lead to the exploitation of any party to the transaction, and (d) no financing of sinful ativities such as production of alcoholic beverages. Persandingan karakteristik perbankan syariah dengan bank konvensional dalam tingkat operasional menurut Antonio (2000) terdapat beberapa perbedaan: 1. Bank Islam melakukan investasi-investasi yang halal saja, sedangkan bank konvensional investasinya ada yang halal dan ada yang haram. 2. Bank Islam berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa, sedangkan bank konvensional memakai perangkat bunga. 3. Bank Islam berdasarkan pada profit dan falah oriented, sedangkan bank konvensional berdasarkan pada profit oriented saja.
14
4. Bank Islam hubungan nasabah dalam bentuk kemitraan, pada bank konvensional hubungannya dalam bentuk kreditur dan debitur. 5. Bank Islam untuk menghimpun dan menyalurkan dana harus sesuai dengan fatwa dewan pengawas syariah, sedangkan bank konvensional tidak terdapat dewan sejenis. Karena adanya perbedaaan karakteristik dan perjanjian atau akad yang menyertai, maka dalam operasionalnya bank syariah memiliki mekanisme yang berbeda dengan bank konvensional. Meskipun tanpa menggunakan bunga dalam kegiatan menghimpun dana maupun menyalurkan dana kepada masyarakat, bank syariah dapat menggunakan akad-akad atau perjanjian syariah yang telah disetujui oleh pakar bidang syariah yang berwenang.
Sumber: Helmy, 2007. Gambar 4. Persandingan Mekanisme Operasional antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Gambar 4 menunjukkan secara ringkas persandingan mekanisme operasional antara bank syariah dan bank konvensional. Pada Gambar 4 terlihat bahwa bank syariah berkedudukan sebagai mudharib atau pihak pengelola dana
15
jika bank melakukan aktifitas penghimpunan dana, sedangkan pada saat penyaluran dana bank syariah berfungsi sebagai shahibul maal atau pihak yang memiliki dana. Pada saat penghimpunan dana, maka deposan memperoleh besar imbalan yang belum dapat dipastikan jumlahnya, karena tergantung dari pendapatan atau hasil aktifitas bank mengelola dana tersebut, yang dapat ditentukan sebelumnya adalah porsi pembagian atau bagi hasil antara shahibul maal dengan mudharib, misalnya 30 persen untuk shahibul maal, dan 70 persen untuk mudharib berdasarkan kesepakatan. Pada sisi penyaluran dana, pihak bank (shahibul maal) memperoleh hasil dari kegiatan penyaluran dana dengan mudharib, besarnya tidak dapat ditentukan sebelumnya, jika akad yang digunakan adalah akad bagi hasil. Pihak bank (shahibul maal) dapat mengetahui perolehan pasti jika kegiatan penyaluran dana dengan mudharib dilakukan menggunakan akad jual beli sehingga memperoleh margin yang dapat ditentukan di awal perjanjian, karena itu mekanisme operasional bank syariah tergantung dari aplikasi akad yang disepakati.
2.1.2. Akad Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia Mengacu ketentuan Dewan Syariah Nasional (2006) dan pelaksanaan prinsip syariah kegiatan bank syariah (Bank Indonesia, 2008b), maka pembiayaan kepada masyarakat perbankan syariah di Indonesia dikelompokkan menjadi empat prinsip perjanjian atau akad yaitu:
2.1.2.1. Prinsip Bagi Hasil a. Pembiayaan Akad Mudharabah Pengertian singkat mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
16
pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, lembaga keuangan syariah) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak (Dewan Syariah Nasional, 2006). Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad mudharabah berlaku persyaratan sebagai berikut (Bank Indonesia, 2008b): 1. Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya. 2. Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah, antara lain bank dapat melakukan review dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah, berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar akad mudharabah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 4. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad mudharabah muqayyadah yaitu penyediaan dana kepada nasabah di mana pemilik dana (shahibul maal) memberikan persyaratan khusus kepada pengelola dana (mudharib), bank wajib memenuhi persyaratan khusus dimaksud. 5. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan pembiayaan atas dasar akad mudharabah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis karakter dan aspek usaha, antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan prospek usaha (condition).
17
6. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang disepakati. 7. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak. 8. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar mudharabah. 9. Jangka waktu pembiayaan atas dasar akad mudharabah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah. 10. Pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan. 11. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya. 12. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya. 13. Pengembalian pembiayaan atas dasar mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode akad, sesuai dengan jangka waktu pembiayaan atas dasar akad mudharabah. 14. Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola dana
(mudharib)
dengan
disertai
bukti
pendukung
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. 15. Kerugian usaha nasabah pengelola dana (mudharib) yang dapat ditanggung bank selaku pemilik dana (shahibul maal) adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan (ra’sul maal).
18
Dalam hal nasabah ikut menyertakan modal dalam kegiatan usaha (mitra usaha) yang dibiayai bank (mudharabah musytarakah), maka berlaku ketentuan: 1. Norma-norma umum dalam pembiayaan atas dasar akad mudharabah sebagaimana dimaksud ketentuan di atas, kecuali nomor 1 dan nomor 4. 2. Kedudukan nasabah adalah sebagai mitra usaha sekaligus sebagai pengelola dana (mudharib). 3. Sebagai mitra usaha, nasabah berhak mendapat bagian keuntungan sesuai kesepakatan atau menanggung kerugian sesuai porsi modalnya. 4. Sebagai pengelola dana (mudharib), nasabah berhak mendapatkan bagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati, setelah dikurangi bagian keuntungan milik nasabah sebagai mitra usaha. b. Pembiayaan Akad Musyarakah Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (modal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko (kerugian) akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan (Dewan Syariah Nasional, 2006). Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad musyarakah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut (Bank Indonesia, 2008b): 1. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu. 2. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati, seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat
19
dipertanggungjawabkan. 3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar akad musyarakah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia, mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 4. Bank wajib melakukan analisis permohonan pembiayaan atas dasar akad musyarakah dari nasabah, antara lain meliputi aspek personal berupa analisis karakter (character) dan aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan prospek usaha (condition). 5. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati. 6. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak. 7. Pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang dan atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan. 8. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya. 9. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya. 10. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar musyarakah. 11. Jangka waktu pembiayaan atas dasar akad musyarakah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah.
20
12. Pengembalian pembiayaan atas dasar akad musyarakah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu pembiayaan atas dasar akad musyarakah. 13. Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan. 14. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing.
2.1.2.2. Prinsip Jual Beli a. Pembiayaan Akad Murabahah Penjelasan singkat murabahah adalah menjual barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba (Dewan Syariah Nasional, 2006). Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut (Bank Indonesia, 2008b): 1. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang, terkait dengan kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang. 2. Barang adalah obyek jual beli yang diketahui secara jelas kuantitas, kualitas, harga perolehan, dan spesifikasinya. 3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar akad murabahah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 4. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan pembiayaan atas dasar akad
21
murabahah dari nasabah, yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis karakter (character) dan atau aspek usaha, antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan atau prospek usaha (condition). 5. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 6. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah. 7. Kesepakatan atas marjin ditentukan hanya satu kali pada awal pembiayaan atas dasar murabahah, dan tidak berubah selama periode pembiayaan. 8. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar murabahah. 9. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah. Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang wajar dengan tanpa diperjanjikan dimuka, dan bank dapat meminta ganti rugi kepada nasabah terhadap pembatalan pesanan oleh nasabah sebesar biaya riil. b. Pembiayaan Akad Salam Salam adalah jual beli dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu (Dewan Syariah Nasional, 2006). Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad salam berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut (Bank Indonesia, 2008b): 1. Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana maupun sebagai pembeli barang untuk kegiatan transaksi salam dengan nasabah yang bertindak sebagai penjual barang.
22
2. Barang dalam transaksi salam adalah objek jual beli dengan spesifikasi, mutu, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang jelas, yang pada umumnya tersedia secara reguler di pasar, serta bukan objek jual beli yang sulit diidentifikasi ciri-cirinya, antara lain nilainya berubah-ubah tergantung penilaian subyektif. 3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar akad salam, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 4. Bank wajib melakukan analisis atas rencana Pembiayaan atas dasar salam kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis atas karakter (character) dan atau aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan atau prospek (condition). 5. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar salam. 6. Pembayaran atas barang nasabah oleh bank harus dilakukan di muka secara penuh yaitu pembayaran segera setelah pembiayaan atas dasar akad salam disepakati atau paling lambat tujuh hari setelah pembiayaan atas dasar akad salam disepakati. 7. Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang bank. Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai kesepakatan maka bank dapat memilih untuk: 1. Menolak menerima barang dan meminta pengembalian dana. 2. Meminta kepada nasabah untuk mengganti dengan barang lain yang sejenis
23
dan atau memiliki nilai yang setara, atau 3. Menunggu barang hingga tersedia. Dalam hal bank menerima barang dengan kualitas lebih tinggi maka bank tidak wajib membayar tambahan harga, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak. Dalam hal bank menerima barang dengan kualitas lebih rendah maka bank tidak diperkenankan untuk meminta potongan harga (discount), kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak. c. Pembiayaan Akad Istishna' Istishna' adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (mustashni’) dan pembuat (shani’) (Dewan Syariah Nasional, 2006). Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad istishna' berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut (Bank Indonesia, 2008b): 1. Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana maupun penjual barang untuk kegiatan transaksi istishna’ dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang. 2. Barang dalam transaksi istishna’ adalah setiap keluaran (output) yang antara lain berasal dari proses manufacturing atau construction yang melibatkan tenaga kerja, dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang jelas serta disepakati oleh kedua belah pihak. 3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar istishna’, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 4. Bank wajib melakukan analisis permohonan pembiayaan atas dasar istishna'
24
dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis atas karakter (character) dan atau aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan prospek usaha (condition); 5. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar istishna’. 6. Pembayaran pembelian barang tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang atau dalam bentuk pemberian piutang. Bank tidak dapat meminta tambahan harga apabila nasabah menerima barang dengan kualitas yang lebih tinggi, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak. Bank tidak harus memberikan potongan harga (discount) apabila nasabah menerima barang dengan kualitas yang lebih rendah, kecuali terdapat kesepakatan kedua belah pihak.
2.1.2.3. Prinsip Sewa Menyewa a. Pembiayaan Akad Ijarah Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri (Dewan Syariah Nasional, 2006). Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad ijarah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut (Bank Indonesia, 2008b): 1. Bank bertindak sebagai pemilik dan atau pihak yang mempunyai hak penguasaan atas obyek sewa baik berupa barang atau jasa, yang menyewakan obyek sewa dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan. 2. Barang dalam transaksi ijarah adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang dapat diambil manfaat sewa.
25
3. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar ijarah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 4. Bank wajib melakukan analisis rencana pembiayaan atas dasar ijarah kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis karakter (character), dan atau aspek usaha antara lain meliputi analisis kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital), dan atau prospek usaha (condition). 5. Obyek sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk besarnya nilai sewa dan jangka waktunya. 6. Bank sebagai pihak yang menyediakan obyek sewa, wajib menjamin pemenuhan kualitas maupun kuantitas obyek sewa serta ketepatan waktu penyediaan obyek sewa sesuai kesepakatan. 7. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan obyek sewa yang dipesan nasabah. 8. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar ijarah. 9. Pembayaran sewa dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus. 10. Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang. 11. Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga keutuhan obyek sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan obyek sewa sesuai dengan kesepakatan, di mana uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural harus dituangkan dalam akad. 12. Bank tidak dapat meminta nasabah untuk bertanggungjawab atas kerusakan
26
obyek sewa yang terjadi bukan karena pelanggaran akad atau kelalaian nasabah. Dalam hal pembiayaan multijasa, pembiayaan diberikan oleh bank kepada nasabah untuk memperoleh manfaat atas suatu jasa, menggunakan akad ijarah, dengan ketentuan: 1. Ketentuan yang berlaku dalam pembiayaan ijarah, kecuali nomor 11 dan l2, berlaku pula pada pembiayaan multijasa dengan menggunakan akad ijarah. 2. Bank memperoleh sewa transaksi multijasa berupa imbalan (ujrah). 3. Besarnya imbalan (ujrah) harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal yang tetap. b. Pembiayaan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik Ijarah muntahiya bittamlik adalah perjanjian sewa menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai (Dewan Syariah Nasional, 2006). Disamping ketentuan sebagaimana dimaksud pada akad ijarah, untuk kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berlaku pula persyaratan paling kurang sebagai berikut (Bank Indonesia, 2008b): 1. Bank sebagai pemilik obyek sewa juga bertindak sebagai pemberi janji (wa’ad) untuk memberikan opsi pengalihan kepemilikan dan atau hak penguasaan obyek sewa kepada nasabah penyewa sesuai kesepakatan. 2. Bank hanya dapat memberikan janji (wa’ad) untuk mengalihkan kepemilikan dan atau hak penguasaan obyek sewa, setelah obyek sewa secara prinsip dimiliki oleh bank.
27
3. Bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi pengalihan kepemilikan dan atau hak penguasaan obyek sewa dalam bentuk tertulis. 4. Pelaksanaan pengalihan kepemilikan dan atau hak penguasaan obyek sewa dapat dilakukan setelah masa sewa disepakati selesai oleh bank dan nasabah penyewa. 5. Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan kepemilikan dan atau hak penguasaan objek sewa, maka bank wajib mengalihkan kepemilikan dan atau hak penguasaan obyek sewa kepada nasabah yang dilakukan pada saat tertentu dalam periode atau pada akhir periode pembiayaan atas dasar akad ijarah muntahiya bittamlik.
2.1.2.4. Prinsip Pinjaman Sosial Pembiayaan Akad Al-Qardh adalah akad pinjaman kepada nasabah, dengan ketentuan nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah (Dewan Syariah Nasional, 2006). Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan atas dasar akad qardh berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut (Bank Indonesia, 2008b): 1. Bank bertindak sebagai penyedia dana untuk memberikan pinjaman (qardh) kepada nasabah berdasarkan kesepakatan. 2. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar qardh, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. 3. Bank wajib melakukan analisis rencana pembiayaan atas dasar qardh kepada
28
nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisis karakter. 4. Bank dilarang dengan alasan apapun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi dari jumlah nominal yang sesuai akad. 5. Bank dilarang untuk membebankan biaya apapun atas penyaluran pembiayaan atas dasar qardh, kecuali biaya administrasi dalam batas kewajaran. 6. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar qardh. 7. Pengembalian jumlah pembiayaan atas dasar qardh, harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah disepakati. 8. Dalam hal nasabah digolongkan mampu namun tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka bank dapat memberikan sanksi sesuai syariah dalam rangka pembinaan nasabah.
2.1.3. Teori Kebijakan Moneter Konvensional Pengertian kebijakan moneter menurut Boyes (1984) adalah: The deliberate manipulation of the money supply and/or interest rate in order to affect the level of national income, prices, unemployment, and other economic variables. Hubbard (2005), mendefinisikan kebijakan moneter adalah: The management of money supply and its links to prices, interest rate, and other economic variables.
2.1.3.1. Transmisi Kebijakan Moneter Kebijakan moneter bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terdapat interdependensi terhadap berbagai peubah dalam perekonomian. Kebijakan moneter selain dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian, juga secara langsung mempengaruhi kondisi moneter dan keuangan. Dampak dari kebijakan
29
moneter tersebut akhirnya membawa pengaruh terhadap kondisi sektor riil. Proses kebijakan moneter hingga menyentuh sektor riil merupakan sesuatu yang kompleks, karena uang berkaitan erat dengan hampir seluruh aspek perekonomian. Proses tersebut disebut dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter. Pengertian mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah: The process through which monetary decisions are transmitted into changes in real GDP and inflations (Pohan, 2008). Dalam banyak hal karena menyangkut perilaku dan ekspektasi, maka mekanisme transmisi kebijakan moneter relatif sulit diprediksi dan ketidakpastian (Pohan, 2008). Kompleksitas mekanisme transmisi kebijakan moneter karena proses transmisi dipengaruhi oleh: (1) perubahan perilaku bank sentral, perbankan dan para pelaku ekonomi dalam berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan, (2) lama tenggat waktu (time lag) kebijakan moneter sampai tercapainya sasaran akhir, dan (3) terjadinya perubahan pada saluran-saluran transmisi moneter sesuai perkembangan ekonomi dan keuangan di negara yang bersangkutan. Mekanisme transmisi kebijakan moneter awalnya mengacu pada peranan uang dalam perekonomian yang pertama kali dijelaskan oleh teori kuantitas uang. Dalam perkembangannya penjelasan transmisi kebijakan moneter terhadap output terbagi atas dua arah pemikiran, yaitu: (1) pemikiran moneterist yang cenderung tidak menggambarkan secara spesifik jalur pengaruh uang beredar terhadap output melainkan menganalisis efek uang beredar terhadap output dalam sebuah kotak hitam, dan (2) pemikiran Keynesian yang mengaplikasikan pendekatan model struktural untuk memahami jalur transmisi secara lebih baik. Menurut Keynesian, jalur transmisi dikelompokkan menjadi tiga jalur utama yaitu:Z(1) Traditional Interest Rate Effect , (2) Other Asset Price Effects,
30
dan (3) Credit View (Mishkin, 2003). Gambar 5 menunjukkan beberapa jalur transmisi kebijakan moneter yang mempengaruhi sektor riil. MONETARY POLICY
Other Asset Price Effect Traditional Interest Rate Exchange Rate Effect Bank Lending Effect On Net Tobin's Theory Wealth Effect Channel Exports Monetary Policy
Monetary Policy
Monetary Policy
Real Interest Rate
Real Interest Rate
Stock Prices
Tobin's Q
Monetary Policy
Monetary Policy
Stock Prices Bank Deposits
Financial Wealth
Balance Sheet Channel
Cash Flow Channel
Monetary Policy Monetary Policy
Stock Prices
Bank Loans
Nominal Interest Rate
Unanticipated Price Level Channel
Household Liquidity Effect
Monetary Policy
Monetary Policy
Unanticipated Price Level
Stock Prices
Financial Wealth
Cash Flow
Moral Hazard, Moral Hazard, Moral Hazard, Adverse Reserve Adverse Reserve Adverse Reserve
Exchange Rate
Investment
Credit View
Stock Prices
Bank Deposits
Stock Prices
Nominal Interest Rate
Unanticipated Price Level
Investment
Investment
Investment
Investment
Investment
Residential Housing
Residential Housing
Consumer Durable Expenditure
Net Export
Consumption
Stock Prices
Residential Housing Consumer Durable Expenditure
GROSS DOMESTIC BRUTO
Sumber: Miskhin, 2003. Gambar 5. Jalur Transmisi Kebijakan Moneter Konvensional
Selain penggambaran tiga jalur utama transmisi, literatur yang lain membedakan menjadi lima saluran transmisi yaitu: (1) Direct monetary transmission, (2) Credit channels, (3) Interest rate channel, (4) Asset price channel, dan (5) Expectation channel (Pohan 2008). Sedangkan Kuttner dan Mosser (2002) membedakan menjadi enam jalur, yaitu: (1) Narrow credit channel (2) Broad credit channel, (3) Wealth channel, (4) Interest rate channel, (5) Exchange rate channel, dan (6) Monetarist channel.
31
2.1.3.2. Bank Lending Channel Beberapa ahli berargumentasi bahwa banyak peminjam tergantung pada perbankan sebagai sumber pembiayaannya, sedangkan sumber pembiayaan tergantung dari kebijakan moneter yang berlaku. Bagi nasabah peminjam, pinjaman bank sangat penting karena kadang mereka diasumsikan hanya memiliki sedikit bahkan tidak ada alternatif sumber pembiayaan sama sekali. Jalur pinjaman bank merupakan salah satu jalur pada jalur kredit transmisi kebijakan moneter. Pada jalur ini, perubahan dari kemampuan dan kemauan pihak bank
untuk
menyalurkan
pembiayaan
mempengaruhi
kemampuan
para
peminjamnya dalam membiayai pengeluaran atau pembelanjaanya. Jalur pinjaman bank selain memfokuskan pada penyaluran dana bank, juga memberikan pandangan bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi perekonomian. Jika terjadi ekspansi moneter maka kemampuan bank untuk menyalurkan pembiayaan meningkat. Peningkatan tersebut mempengaruhi kemampuan para peminjamnya untuk menambah pengeluaran (Hubbard, 2005). Menurut jalur pinjaman bank, apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter ekspansif melalui penurunan rasio cadangan minimum di bank sentral, maka cadangan yang ada di bank meningkat sehingga dana yang dipinjamkan (loanable fund) juga mengalami peningkatan. Skema jalur pinjaman bank adalah sebagai berikut: ↑
↑
↑
↑
↑
Monetary Policy Bank Deposits Bank Loans Investment GDP Dari literatur lain menyatakan bahwa: ↑
↑
↑
↑
M Credit Supply Source of Financing Investment Y
↑
Ada beberapa prakondisi yang harus dipenuhi agar jalur pinjaman bank
32
dapat menjadi jalur mekanisme transmisi yang efektif. Prakondisi tersebut adalah: 1. Kredit dan surat-surat berharga bukan merupakan substitusi yang sempurna. Kondisi ini lebih mungkin terjadi bila nasabah peminjam tidak memiliki akses ke pasar modal. 2. Bank Sentral harus dapat mempengaruhi penawaran kredit atau pembiayaan secara langsung. Hal ini tergantung pada: Keberadaan lembaga intermediasi non-bank, kemampuan bank bereaksi atas kebijakan Giro Wajib Minimum (GWM), kemampuan bank menghimpun dana di luar sumber dana yang terkena kewajiban GWM, serta peraturan maksimum kredit yang diberikan. Bila hal tersebut dapat direduksi maka jalur pinjaman semakin efektif berjalan. Gambar 6 dan 7, menunjukkan dampak kebijakan moneter ekspansif terhadap pasar uang dan makroekonomi.
Sumber: Hubbard (2005) Gambar 6. Dampak Kebijakan Moneter Ekspansif terhadap Pasar Uang
33
Jika digambarkan pengaruh kebijakan moneter pada jalur pinjaman dengan menggunakan kurva keseimbangan pasar uang dan kurva keseimbangan umum, maka kebijakan moneter yang ekspansif akhirnya meningkatkan output pada jangka pendek, dan berdampak ke tingkat suku bunga yang ambigo, artinya tidak dapat ditentukan naik atau turun dari tingkat bunga awal (Hubbard, 2005).
Sumber: Hubbard, 2005. Gambar 7. Dampak Kebijakan Moneter Ekspansif Terhadap Makroekonomi
Keterangan Gambar 6 adalah: (1) ketika bank sentral menaikkan penawaran uang, maka kurva MS0 bergerak ke MS1, tanda anak panah pertama, kemudian (2) tingkat bunga open market turun dari r0 ke r1, tanda anak panah kedua, selanjutnya pengaruhnya terhadap makroekonomi pada Gambar 7, (3) dari keseimbangan E0, agregat permintaan naik karena terjadi peningkatan belanja nasabah peminjam, selanjutnya keseimbangan terjadi di E1, membawa dampak peningkatan permintaan uang, dari MD0 ke MD1 di pasar uang pada Gambar 6, dan (4) keseimbangan baru pasar uang terjadi perubahan suku bunga, tanda anak
34
panah keempat, dengan kenaikan tergantung dari tingkat kepekaan kenaikan bunga. Interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan pelaku ekonomi dapat dijelaskan menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah interaksi antara bank sentral dengan perbankan di pasar uang domestik. Interaksi ini terjadi karena satu sisi bank sentral melakukan operasi moneter sesuai sasaran operasional yang dicapai, berupa uang pimer atau suku bunga jangka pendek, sementara di sisi lain, bank melakukan transaksi di pasar uang untuk pengelolaan likuiditasnya. Interaksi ini mempengaruhi perkembangan suku bunga jangka pendek di pasar uang dan dana yang dialokasikan bank-bank dalam bentuk instrumen likuiditas dan dalam pemberian kredit. Tahapan berikutnya adalah transmisi dari perbankan ke sektor riil melalui pemberian kredit yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor internal bank seperti tercermin pada permodalannya atau Capital Adequacy Ratio (CAR), jumlah pembiayaan bermasalah atau Non Performing Loans (NPLs) dan Loan to Deposit Ratio (LDR), maupun faktor eksternal seperti suku bunga dan persepsi bank terhadap prospek usaha debitur. Perkembangan kredit perbankan selanjutnya mempengaruhi sektor riil, seperti konsumsi, investasi, dan produksi, akhirnya pada harga-harga barang dan jasa (Pohan, 2008).
2.1.4. Teori Kebijakan Moneter Syariah Tidak hanya pada sistem ekonomi konvensional, dalam sistem ekonomi Islam uang memiliki peran penting. Namun yang membedakan adalah perspektif terhadap peran dan fungsi uang. Sistem konvensional memandang uang tidak sekedar alat bantu transaksi ekonomi, bahkan menjadi objek transaksi ekonomi itu
35
sendiri, sementara sistem ekonomi Islam membatasi fungsi uang sebagai alat bantu transaksi produktif barang dan jasa (Sakti, 2007). Diskusi tentang pola dan penerapan manajeman moneter tidak terlepas dari pemikiran mempertemukan permintaan uang dan penawaran uang pada tingkat yang ideal. Menurut Karim (2002), pemikiran ekonomi Islam saat ini terdapat tiga mahzab yang menerangkan konsep permintaan dan penawaran uang. Masing-masing mahzab memiliki perbedaaan asumsi yang melatarbelakangi pemikiran. Mahzab tersebut adalah mahzab iqtishaduna, dipelopori antara lain oleh Kadim Sadr dan Baqir Al-Hasani, mahzab mainstream, dipelopori antara lain oleh M. Umer Chapra dan M.A. Mannan, serta mahzab alternatif-kritis, dipelopori antara lain oleh Timur Kuran, Jomo, dan M.A. Choudury. Dari sisi permintaan uang, walaupun memiliki persamaan pandangan dalam hal motif memegang uang yaitu transaksi dan berjaga-jaga, terjadi perbedaan terhadap faktor yang mempengaruhi permintaan uang dari ketiga mahzab di atas. Menurut mahzab iqtishaduna, permintaan uang adalah fungsi dari rasio harga tangguh terhadap harga uang, menurut mahzab mainstream, permintaan uang dipengaruhi oleh pajak terhadap dana yang dianggurkan (dues to iddle fund) dan tingkat pendapatan, sedangkan menurut mahzab alternatif, dipengaruhi oleh keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil, yaitu sosioekonomi, kebijakan pemerintah, dan informasi objektif masyarakat kondisi riil perekonomian. Dari sisi penawaran uang, menurut mahzab iqtishaduna, pemerintah tidak mampu mempengaruhi jumlah uang yang beredar, tinggi rendahnya permintaan uang tergantung pada perdagangan barang dengan luar negeri, menurut mahzab mainstream, penawaran uang sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai
36
pemegang monopoli penerbitan uang yang sah, negara melakukan kontrol terhadap kepemilikan semua bentuk uang, baik logam, kertas atau kredit, sedangkan menurut mahzab alternatif, keberadaan uang pada dasarnya terintegrasi dalam sistem sosial ekonomi yang berlaku, dengan jumlah uang beredar lebih ditentukan oleh actual spending demand dalam transaksi barang dan jasa, serta telah dihapuskannya suku bunga dengan expected rate of profit. Berdasarkan pendapat yang terdapat dalam masing-masing mahzab, penelitian ini mengetengahkan mahzab alternatif sebagai untuk mewakili teori kebijakan moneter syariah. Dalam mahzab tersebut menyebutkan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi volume transaksi yang ada dalam sektor riil. Nilai uang tidak harus selalu bertambah seiring dengan pertambahan waktu, tetapi pertambahan nilai tergantung pada usaha yang dilakukan. Permintaan uang adalah representasi dari keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil. Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil, semakin meningkat permintaan uang. Permintaan uang dipengaruhi oleh besarnya pembagian keuntungan (profit sharing) atau tingkat keuntungan yang diharapkan (expected rate of profit). Tinggi rendah tingkat keuntungan yang diharapkan merupakan representasi pertumbuhan aktual ekonomi. Sebagai manifestasi aktual kapasitas transaksi riil, permintaan uang adalah penjumlahan total permintaan uang individu dan lembaga keuangan. Secara matematis M.A. Choudhury memformulasikan permintaan uang sebagai berikut: Md
= f (rb , y, p, S, X, Y) [Ө]
37
Keterangan: Md
= Permintaan uang
rb
= Rasio profit sharing
y
= Pendapatan riil
p
= Inflasi
S
= Total pengeluaran nasional
X
= Peubah sosio-ekonomi
Y
= Kebijakan pemerintah
Ө
= Induced-knowledge, pengetahuan masyarakat
Sedangkan dari sisi penawaran, jumlah uang beredar merupakan derivasi kondisi riil perekonomian, bukan merupakan fungsi dari suku bunga, dengan rumusan matematis sebagai berikut: Ms
= f (π , y, p, S, R, X, Y) [Ө]
Keterangan: Ms
= Penawaran uang
π
= Rasio profit sharing atau expected rate of return
y
= Pendapatan nasional riil
p
= Inflasi
S
= Total pengeluaran nasional
X
= Peubah sosio-ekonomi
Y
= Kebijakan pemerintah
R
= Reserve requirement bank-bank umum
Ө
= Induced-knowledge, kualitas pengetahuan masyarakat
Terintegrasinya uang dalam sistem yang kompleks menjadikan uang tidak independen. Dalam teori endegenous uang, instrumen yang digunakan untuk mempertemukan fungsi permintaan dan penawaran adalah peubah yang mampu merefleksikan kondisi riil sebuah perekonomian. Peubah tersebut adalah tingkat keuntungan rata-rata semua investasi mudharabah dan musyarakah. Kurva penawaran uang berbentuk elastis, padaHGambar 8 menunjukkan
38
bahwa bank sentral sebagai pemegang otoritas moneter tidak mampu mengendalikan volume uang beredar. Jumlah uang beredar lebih dipengaruhi oleh rata-rata keuntungan aktual sektor riil. Dengan terjaga keseimbangan antara pertumbuhan sektor riil dengan sektor moneter, nilai intrinsik uang juga dapat terjaga. Jika terjadi permintaan uang untuk spekulasi, pelaku ekonomi segera menyeimbangkan kembali pada posisi semula. Semakin besar Inducedknowledge, ilusi uang semakin cepat diketahui.
Sumber: Karim, 2002. Gambar 8. Hubungan Penawaran dan Permintaan Uang, serta Expected Rate of Profit
Gambar 8 menunjukkan keseimbangan antara permintaan, penawaran uang dan expected rate of profit atau bagi hasil dalam sistem keuangan Islam. Pergerakan kurva permintaan untuk sistem keuangan mudharabah atau musyarakah dipengaruhi oleh tinggi rendahnya ekspektasi terhadap tingkat keuntungan. M1 adalah banyaknya uang yang ditawarkan untuk memenuhi transaksi. Misalkan terjadi perubahan teknologi dalam proyek mudharabah, maka
39
akan terjadi penarikan dana di luar proyek mudharabah sehingga kapasitas stock uang bertambah menjadi M2. Titik ekuilibrium akan bergeser dari E1 ke E2. Pergeseran tersebut merupakan fungsi dari Ө yang menunjukkan objektifitas pengetahuan masyarakat terhadap perubahan teknologi.
Sumber: Karim, 2002. Gambar 9. Pengaruh Kebijakan Moneter Ekspansif terhadap Sektor Riil
Gambar 9 menunjukkan pengaruh kebijakan moneter ekspansif terhadap sektor riil menurut pandangan ekonomi Islam. Dengan mengadopsi kurva
40
Aggregate Demand (AD) dan Aggregate Supply (AS) seperti yang dilakukan oleh ekonom konvensional, maka jika terjadi kebijakan moneter uang ekspansif oleh otoritas moneter dapat digambarkan beserta dampaknya terhadap sektor riil. Gambar 9 menunjukkan bahwa ketika terjadi kebijakan moneter ekspansif melalui peningkatan uang beredar, maka masyarakat merespon dengan meningkatkan agregat demand. Karena diasumsikan bank sentral tidak mampu mengendalikan uang beredar sepenuhnya, maka Ms0 bergeser menjadi Ms1 dengan Md diasumsikan tetap, akhirnya titik keseimbangan berada pada angka 2, dengan expected rate of profit berkurang sebesar π0-π1. Peningkatan agregat demand mengakibatkan harga-harga naik sehingga pendapatan riil tidak berubah bahkan dapat turun. Meningkatnya inflasi akibat meningkatnya jumlah uang beredar akan menurunkan daya beli mata uang terhadap barang dan jasa, artinya peningkatan uang beredar mengakibatkan imbalance antara sektor moneter dengan sektor riil (Karim, 2002). Strategi dasar manajemen moneter menurut mahzab alternatif adalah: 1. Ms mengikuti besaran Md, atau keseimbangan Ms = Md selalu terjaga. 2. Penentuan besarnya Ms yang merupakan refleksi dari Md ditentukan melalui shuratic process yang melibatkan para pelaku ekonomi di sektor riil. 3. Shuratic process (proses musyawarah) akan efektif bila masyarakat mempunyai pengetahuan yang merata (induced knowledge). Keputusan atau kebijakan moneter yang yang dituangkan dalam instrumen moneter harus sejalan dengan kebijakan-kebijakan di sektor riil. Pergeseran dan pergerakan permintaan agregat dan penawaran agregat membuat pergeseran dan pergerakan permintaan uang yang ditindaklanjuti oleh kebijakan moneter yang diimplementasikan dengan instrumen-instrumen moneter, sehingga penawaran
41
uang juga akan bergeser atau bergerak. Harmonisasi antara sektor riil dan sektor moneter, digambarkan akan menghasilkan kurva jangka panjang permintaan dan penawaran uang yang berbentuk jalinan tambang, yang mendukung pertumbuhan pendapatan nasional.
2.1.5. Aplikasi Instrumen Kebijakan Moneter Syariah di Indonesia Sebagai otoritas moneter, pengembangan ekonomi dan perbankan Islam adalah merupakan amanat dari UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan memungkinkan cara-cara pengendalian moneter oleh Bank Indonesia dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah. Sehubungan hal tersebut Bank Indonesia sendiri telah melakukan beberapa upaya untuk mendorong perkembangan ekonomi dan perbankan Islam. Bank Indonesia telah menetapkan strategi pengembangan ekonomi dan perbankan Islam yang dirumuskan dalam cetak biru (blue print). Visinya, mewujudkan sistem perbankan syariah yang sehat, kuat dan istiqamah terhadap prinsip syariah dalam kerangka keadilan, kemaslahatan dan keseimbangan, guna mencapai masyarakat yang sejahtera secara material dan spiritual (falah). Terhadap bank-bank yang berdasarkan syariah Islam, Bank Indonesia telah mengeluarkan informasi mengenai giro wajib minimum (statutory reserve requirements). Bank Indonesia juga mengeluarkan ketentuan pasar uang antar bank berdasarkan prinsip syariah untuk penempatan dan pemenuhan kebutuhan likuditas jangka pendek, dan menciptakan sertifikat wadiah Bank Indonesia (SWBI) sebagai instrumen moneter untuk menyerap kelebihan dana perbankan syariah.
42
2.1.5.1. Giro Wajib Minimum Giro Wajib Minimum (GWM) atau biasa dinamakan statutory reserve requirement, adalah simpanan minimum bank umum dalam bentuk giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh
Bank Indonesia berdasarkan
persentase tertentu dari dana pihak ketiga. GWM adalah kewajiban bank dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan, serta berperan sebagai instrumen moneter yang berfungsi mengendalikan peredaran uang. Besarnya GWM adalah 5 persen dari dana pihak ketiga yang berbentuk Rupiah, dan 3 persen dari dana pihak ketiga yang berbentuk mata uang asing. Jumlah tersebut dihitung dari rata-rata harian dalam satu masa laporan untuk periode dua masa laporan sebelumnya. Sedangkan dana pihak ketiga yang dimaksud adalah dalam bentuk: (1) giro wadiah, (2) tabungan mudharabah, (3) deposito investasi mudharabah, dan (4) kewajiban lainnya. Dana pihak ketiga dalam Rupiah tidak termasuk dana yang diterima oleh bank dari Bank Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat. Sedangkan dana pihak ketiga dalam bentuk mata uang asing meliputi kewajiban dalam mata uang asing kepada pihak ketiga, termasuk bank dan Bank Indonesia, yang terdiri atas: (1) giro wadiah, (2) deposito investasi mudharabah, dan (3) kewajiban lainnya. Bank Indonesia mengenakan denda terhadap kesalahan dan keterlambatan penyampaian laporan mingguan yang digunakan untuk menentukan GWM. Bank yang melakukan pelanggaran GWM juga akan dikenai sanksi.
2.1.5.2. Sertifikat Investasi Mudharabah antar Bank Syariah Instrumen yang digunakan oleh bank-bank syariah yang mengalami kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan. Di lain pihak instrumen dapat
43
digunakan sebagai sarana penyedia dana jangka pendek bagi bank-bank syariah yang mengalami kekurangan dana. Sertifikat berjangka waktu 90 hari, diterbitkan oleh kantor pusat bank syariah dengan format dan ketentuan standar yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Pemindahtanganan sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (IMA) hanya dapat dilakukan oleh bank penanam dana pertama, sedangkan bank penanam dana kedua tidak diperkenankan memindahtangankan kepada pihak lain sampai berakhirnya jangka waktu. Pembayaran dilakukan oleh bank syariah penerbit sebesar nominal ditambah imbalan bagi hasil yang dibayarkan awal bulan berikutnya dengan nota debet melalui kliring, bilyet giro Bank Indonesia, atau transfer elektonik. Bank syariah, UUS, dan Bank Konvensional dapat membeli instrumen PUAS yang diterbitkan oleh bank syariah dan UUS.
2.1.5.3. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Dalam rangka menunjang kegiatan pengelolaan dana oleh bank umum syariah dan unit usaha syariah, serta pelaksanaan pengendalian moneter oleh Bank Indonesia, perlu disediakan fasilitas penitipan dana jangka pendek berdasarkan prinsip wadiah yang bukti penitipannya berupa sertifikat wadiah Bank Indonesia. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) adalah bukti penitipan dana wadiah, yaitu penitipan dana berjangka pendek dengan menggunakan prinsip wadiah yang disediakan oleh Bank Indonesia bagi BUS dan UUS. Wadiah adalah perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut. Bank Indonesia dapat menerima penitipan dana wadiah dari BUS dan UUS. Penitipan dana wadiah dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia.
44
Jumlah dana yang dititipkan sekurang-kurangnya lima ratus juta rupiah, sedangkan penitipan dana di atas lima ratus juta rupiah, hanya dapat dilakukan dalam kelipatan lima puluh juta rupiah. Penitipan dana wadiah dapat berjangka waktu 7 hari, 14 hari, dan 28 hari, Bank Indonesia akan mengumumkan jangka waktu penitipan dana wadiah pada hari penitipan dana wadiah. Penitipan dana wadiah tidak dapat diambil kembali oleh Bank syariah atau UUS sebelum berakhirnya jangka waktu penitipan dana wadiah. SWBI diterbitkan dan ditatausahakan tanpa warkat (scripless) dan tidak dapat diperjualbelikan (non negotiable), jadi sertifikat wadiah Bank Indonesia bukan merupakan surat berharga seperti obligasi atau surat tagihan. Atas penitipan tersebut, BI dapat memberikan bonus. Gambar 10 menunjukkan keterkaitan antara ketiga instrumen moneter syariah di Indonesia.
Bank Konvensional dengan Kantor Cabang Syariah
Bank Syariah
Bank Indonesia Giro Bank Syariah, Konvensional dan UUS
Unit Usaha Syariah
Bank Konvensional Keterangan : = Arus SWBI = Arus Sertifikat IMA = Arus GWM
Sumber: Bank Indonesia, 2000. Gambar 10. Skema Keterkaitan Giro Wajib Minimum, Pasar Uang Antar Bank Syariah, dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
45
2.2. Tinjauan Studi Terdahulu 2.2.1. Keterkaitan Kebijakan Moneter, Makroekonomi, dan Perbankan Banyak sekali penelitian membahas tentang keterkaitan makroekonomi dan perbankan. Beberapa penelitian menggunakan pendekatan jalur transmisi kebijakan moneter secara eksplisit, sedangkan yang lain tidak. Berikut beberapa penelitian yang menggunakan jalur kredit, jalur pinjaman bank maupun yang tidak menggunakan jalur transmisi kebijakan moneter untuk menjelaskan hubungan antara peubah makroekonomi dengan perbankan. Bernanke dan Gertler (1995) menganalisis jalur kredit perbankan di pasar kredit perumahan Amerika dengan menekankan pentingnya external finance premium. Dalam penelitian tersebut, pengaruh kebijakan bank sentral terhadap external finance premium pada pasar kredit dianalisis dengan dua jalur, yaitu balance sheet channel dan bank lending channel. Balance sheet channel menekankan pada dampak potensial dari perubahan kebijakan moneter terhadap neraca keuangan dan laporan laba rugi peminjam, sedangkan bank lending channel menekankan pada dampak potensial perubahan kebijakan moneter terhadap penawaran pinjaman dari lembaga keuangan perbankan. Peubah yang digunakan dalam penelitian adalah log GDP riil, log deflator GDP, log indeks harga komoditas dan tingkat bunga bank sentral. Temuan penelitian tersebut antara lain: penurunan GDP riil terjadi empat bulan setelah kontraksi moneter, kemudian naik lagi setelah dua tahun kemudian. Permintaan akhir, inventories, dan juga bussines fixed investment mengalami penurunan akibat kontraksi moneter, tetapi bussines fixed investment memiliki lag yang lebih besar dibandingkan yang lain. Kesimpulan penelitian tersebut adalah baik balance sheet channel maupun bank lending channel memiliki peranan penting pada pasar
46
kredit perumahan di Amerika. Gambacorta (2004) yang membahas tentang efektifitas jalur pinjaman perbankan (bank lending channel), dengan menggunakan spesifiaksi model empiris dari Kashyap dan Stein yang menyatakan bahwa, jalur pinjaman bank menjadi lebih penting untuk bank kecil denganMstruktur modal yang sederhana serta dana pihak ketiga yang besar. Model ekonomerika yang digunakan Gambacorta, didesain untuk meneliti reaksi perbankan terhadap perubahan kebijakan moneter. Model tersebut mengakomodir interaksi antara indikator kebijakan moneter dengan karakteristik khusus perbankan. Pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh perubahan tingkat bunga yang dapat dikontrol oleh otoritas moneter, dan dari hasil interaksinya dengan karakteristik khusus perbankan yaitu: ukuran bank, likuiditas, dan kapitalisasi modal. Regresi juga memasukkan pengaruh inflasi dan pertumbuhan GDP untuk mengkontrol efek dari sisi permintaan. Temuan Gambacorta, dengan melibatkan 759 bank di Italia dan 35 678 data observasi, menyebutkan bahwa interaksi antara ukuran bank dengan kebijakan moneter tidak signifikan, hal tersebut berbeda dengan temuan Kashyap dan Stein di Amerika. Jumlah penyaluran dana bank kecil tidak lebih sensitif dibandingkan dengan bank yang lebih besar, temuan tersebut sama dengan penelitian di Prancis, Jerman, dan Spanyol yang dikutip oleh Gambacorta. Temuan lain adalah, bank dengan rasio likuiditas yang lebih tinggi dapat menjadi penyangga bagi aktifitas penyaluran dana dari perubahan kebijakan moneter. Penelitian untuk mengidentifikasi dampak shock penawaran kredit terhadap makroekonomi dilakukan oleh Peek et al. (2000). Penelitian tersebut melakukan pendekatan inovatif untuk mengidentifikasi penawaran pinjaman dan
47
menghindari keterlibatan kebijakan moneter, sehingga benar-benar ingin mengetahui dampak shock penawaran kredit terhadap perekonomian. Untuk mendapatkan dampak penawaran kredit oleh perbankan, digunakan peubah yang melibatkan
ukuran
tingkat
kesehatan
bank
CAMEL
(Capital,
Assets,
Management, Earnings, and Liquidity). Penelitian dengan data sampel perbankan di Amerika periode tahun 1978 sampai 1998, menggunakan rating skor CAMEL untuk memproksikan penawaran kredit. Bank yang sehat di semua aspek CAMEL diberikan skor satu, seterusnya sampai skor lima yang menunjukkan bank tersebut tidak sehat. Langkah selanjutnya melakukan forecast model yang dibangun empat kuartal ke depan. Hasil penelitian tersebut menyebutkan meningkatnya tingkat kesehatan bank, akan meningkatkan pertumbuhan GDP riil secara signifikan selama dua kuartal ke depan. Selain itu kalau diperinci komponen GDP, yang paling sensitif terhadap perubahan penawaran kredit adalah peubah investasi barang-barang (inventory investment). Estimasi negatif koefisien perubahan penawaran kredit menandakan bahwa semakin sehat bank makin meningkatkan investasi barang-barang, signifikan selama empat kuartal ke depan. Sedangkan lamanya pengaruh perubahan penawaran kredit terhadap GDP riil dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa dampak perubahan tingkat kesehatan bank tujuh bulan lalu masih signifikan mempengaruhi GDP riil kuartal pertama, bahkan kuartal kedua masih dipengaruhi oleh tingkat kesehatan bank secara signifikan tiga bulan lalu. Penelitian tersebut secara garis besar menunjukkan bahwa kondisi perbankan sanggup mempengaruhi kondisi makroekonomi. Penelitian tentang keterkaitan penyaluran dana perbankan dengan kondisi
48
makroekonomi dilakukan oleh Talavera et al. (2006). Penelitian tersebut mengkaji keterkaitan
antara perilaku penyaluran kredit bank dan
ketidakpastian
makroekonomi yang terjadi di Ukraina periode tahun 2003 kuartal pertama sampai tahun 2005 kuartal ketiga. Model yang digunakan adalah ekulibrium parsial dinamik dengan peubahnya adalah: rasio kredit terhadap modal, rasio dana pihak ketiga terhadap modal, dan natural log modal sendiri, sedangkan indikator ketidakpastian makroekonomi yang digunakan adalah M1, M2, Consumer Price Index (CPI), serta Produser Price Index (PPI). Temuan Talavera adalah, perbankan di Ukraina menurunkan penawaran kreditnya jika ketidakpastian peubah makroekonomi meningkat, demikian pula sebaliknya, jika ketidakpastian makroekonomi menurun maka penawaran kredit perbankan meningkat. Implikasi kebijakan dari hasil penelitian tersebut adalah penurunan penawaran kredit akan menurunkan investasi agregat, yang seterusnya memperbesar fluktuasi makroekonomi. Hoggarth et al. (2005) menggunakan pendekatan VAR, meninjau keterkaitan
dinamik
antara
penghapusbukuan
kredit
perbankan
dengan
makroekonomi yang terjadi di Inggris periode 1988 kuartal pertama sampai dengan 2004 kuartal kedua. Penelitian tersebut menggunakan ukuran kerentanan (fragility) perbankan yaitu rasio antara penghapusbukuan kedit terhadap total penyaluran kredit. Pemodelan dinamik menggunakan VAR dengan menekankan analisis IRF dan Variance Decomposition. Peubah-peubah yang digunakan dalam model adalah: (1) rasio antara write-off dengan penyaluran dana, (2) output gap, (3) tingkat inflasi retail tahunan, dan (4) suku bunga nominal jangka pendek perbankan. Hasil kriteria Schwartz dan AIC, menyarankan panjang lag VAR pada ordo satu. Hasil estimasi VAR
49
menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang signifikan antara perubahan output gap dengan rasio write-off agregat. Rasio write-off dan perubahan inflasi memiliki hubungan berlawanan arah dengan output. Meskipun terjadi hubungan sigifikan antara GDP (relatif terhadap potensial) dengan rasio write-off tetapi tidak terjadi hubungan sebaliknya. Perubahan yang terjadi pada output secara signifikan membawa dampak pada rasio write-off, yang terjadi pada enam kuartal ke depan dengan dampak tertinggi setelah satu tahun. Rasio write-off juga meningkat mengikuti tingkat inflasi dan nominal tingkat bunga, meskipun pengaruhnya terjadi dalam jangka panjang, yaitu setelah empat sampai enam kuartal ke depan. Kesimpulan penelitian tersebut, bahwa meskipun terjadi tekanan perekonomian yang kuat selama dua dekade terakhir, tetapi kondisi sektor perbankan di Inggris masih tetap kokoh. Penelitian dikemukakan oleh Filosa (2007) tentang keterkaitan kondisi perbankan dengan resiko keuangan perbankan di Italia. Penelitian menggunakan model
analisis
VAR
untuk
peubah-peubah keuangan dan
meninjau
interaksi
antara
makroekonomi,
indikator kinerja perbankan periode 1990
kuartal ketigasampai dengan 2005 kuartal keempat. Ada tiga model VAR yang digunakan dalam penelitian Filosa. Perbedaan antara ketiganya adalah dalam penggunakan peubah yang merepresentasikan kondisi kinerja bank (banks’ soundness), pertama adalah menggunakan non performing loans dengan data flow, kedua adalah non performing loans dengan data stock, sedangkan yang ketiga adalah menggunakan perbedaan suku bunga terhadap posisi pinjaman yang diberikan kepada masyarakat (interest margins to outstanding loans). Selengkapnya peubah yang digunakan dalam penelitan adalah: (1) output
50
dan inflasi sebagai representasi makroekonomi, (2) selisih antara tingkat bunga pinjaman dan simpanan (spread), dan rasio jumlah kapital yang dipegang bank dengan pinjaman (free capital to loan ratio) sebagai representasi kondisi keuangan, dan (3) peubah yang digunakan sebagai representasi kondisi kekuatan perbankan seperti keterangan yang terdapat pada paragraf sebelumnya, yaitu ada tiga peubah berbeda. Kesimpulan dari penelitian Filosa secara ringkas adalah: (1) terdapat hubungan timbal balik yang signifkan antara peubah perbankan dengan perekonomian riil, shock positif pada kredit bermasalah mengindikasikan aktifitas riil dan inflasi yang lemah, demikian pula sebaliknya, (2) gangguan pada kondisi penawaran kredit berpengaruh pada indikator bank distress dan profitabiitas secara dinamis, (3) kenaikan kapitalisasi pada bank cenderung menurunkan NPLs, terjadi timbal balik yang positif antara kenaikan modal dengan kenaikan output riil, dan (4) dampak kenaikan suku bunga dan nilai tukar pada output dan inflasi sangat kecil pengaruhnya.
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kredit di Indonesia Kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kredit di Indonesia dilakukan oleh beberapa penulis dengan berbagai pendekatan masalah. Dari berbagai sudut pandang penelitian yang beragam tersebut, diharapkan dapat teridentifikasi beberapa peubah terpilih yang digunakan dalam model. Penelitian Agung et al. (2001) mengkaji pemasalahan fenomena credit crunch di Indonesia, dengan menggunakan alat analisis maximum likelihood, diidentifikasi peubah-peubah yang mempengaruhi persamaan penawaran dan permintaan kredit di Indonesia. Penawaran kredit secara riil ditentukan oleh
51
kapasitas kredit dan faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan bank untuk menawarkan kredit, sedangkan permintaan kredit ditentukan oleh GDP riil dan suku bunga kredit. Faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan bank untuk menawarkan kredit menurut peneliti tersebut adalah seperti tingkat suku bunga, rasio modal terhadap aset, dan Non Performing Loans (NPL). Kapasitas kredit didefinisikan sebagai total pasiva dikurangi modal bank, giro wajib minimum, dan kas bank. Suku bunga pinjaman adalah rata-rata tertimbang suku bunga kredit untuk modal kerja dan investasi. GDP riil bulanan diperoleh dengan cara menginterpolasi data GDP riil kuartalan. Dalam fungsi penawaran, seluruh koefisien sesuai dengan apa yang diperkirakan. Kapasitas kredit memiliki tanda yang positif, artinya kredit yang diberikan sangat tergantung pada kapasitas kredit yang tersedia. Suku bunga kredit memiliki koefisien yang positif dan signifikan yang dapat diartikan semakin tinggi suku bunga semakin banyak kredit yang ditawarkan oleh bank. Temuan lain adalah penawaran kredit secara positif dipengaruhi oleh rasio modal terhadap aset. Hasil tersebut mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa penurunan kredit setelah masa krisis sebagian merupakan akibat capital crunch. Sementara itu, koefisien kredit bermasalah memiliki hubungan negatif dan signifikan yang mengimplikasikan semakin tinggi kredit bermasalah yang dimiliki bank, semakin menurun kredit yang dapat disalurkan. Kredit bermasalah yang tinggi menyebabkan bank harus membentuk cadangan penghapusan yang lebih besar. Dalam persamaan permintaan kredit, output memiliki hubungan yang searah dan signifikan dengan permintaan kredit. Sementara suku bunga kredit
52
yang seharusnya memiliki hubungan negatif malah memiliki hubungan positif. Fenomena tersebut mencerminkan suku bunga tidak menjadi masalah utama bagi dunia usaha dalam melakukan permohonan kredit. Kajian oleh Harmanta dan Ekananda (2005) tentang faktor-faktor yang menyebabkan penurunan penyaluran kredit perbankan di Indonesia pasca krisis moneter 1997, lebih dipengaruhi oleh faktor penawaran kredit atau oleh permintaan kredit. Penelitian ini mengggunakan data time series bulanan periode Januari 1993 sampai Desember 2003, total 132 observasi menggunakan model switching regression dan estimasi maximum likelihood untuk menentukan probabilitas permintaan dan penawaran. Peubah yang digunakan dalam persamaan penawaran adalah total kredit yang disalurkan oleh bank umum, kapasitas kredit (lending capacity) bank umum, suku bunga kredit bank umum, suku bunga SBI, Non Performing Loans (NPL), serta peubah dummy, yang bernilai 0 untuk periode Januari 1993 sampai dengan Juni 1997, dan bernilai 1 untuk periode Juli 1997 sampai dengan Desember 2003. Kapasitas kredit dan suku bunga kredit diharapkan mempunyai hubungan positif dengan penawaran kredit, sedangkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), NPL, dan peubah dummy diharapkan mempunyai hubungan negatif dengan penawaran kredit. Peubah yang digunakan dalam persamaan permintaan adalah total kredit yang disalurkan oleh bank umum, produk domestik bruto, spread suku bunga kredit dikurangi suku bunga deposito, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, indeks harga saham gabungan, dan laju inflasi bulanan. Secara teoritis, hubungan antara peubah bebas dengan permintaan kredit adalah produk domestik bruto, indeks harga saham gabungan, dan inflasi bulanan diharapkan berkorelasi positip
53
dengan permintaan. Spread suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika diharapkan berkorelasi negatif dengan permintaan kredit. Temuan ringkasnya antara lain, bahwa pada periode sebelum krisis, tahun 1993 sampai dengan 1996, di mana perekonomian mengalami booming, penyaluran kredit perbankan lebih banyak didorong oleh permintaan kredit (demand driven). Sepanjang krisis tahun 1997 sampai dengan 1998, menurunnya penyaluran kredit disebabkan oleh menurunnya kemampuan bank (lending capacity) dalam menyalurkan kredit sehingga jumlah penawaran kredit lebih kecil daripada permintaan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan kredit aktual yang terjadi pada periode krisis tersebut lebih disebabkan oleh faktor penawaran kredit atau terjadi credit crunch. Pada periode setelah krisis, tahun 1999 sampai dengan sekarang, terjadi excess supply atau kelebihan penawaran kredit bank dibandingkan permintaan kredit, sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan kredit (melemahnya penyaluran kredit) yang terjadi setelah krisis sampai dengan tahun 2003 lebih disebabkan oleh masih lemahnya permintaan kredit. Penelitian dengan menggunakan pendekatan mikroekonomi, Nuryakin dan Warjiyo (2006) melakukan analisis perilaku penyaluran dana 15 bank terbesar di Indonesia. Pendekatan yang digunakan adalah industrial organization approach. Tidak seperti dalam pendekatan standar kebijakan moneter yang secara sederhana menganggap sektor perbankan sebagai suatu agregat yang pasif, pendekatan ini memodelkan bank sebagai suatu entitas-bebas yang bereaksi secara optimal terhadap lingkungannya, termasuk struktur industri dan pasar dimana bank beroperasi. Perilaku penawaran kredit bank tidak hanya dipengaruhi peubah-peubah
54
seperti suku bunga, prospek ekonomi dan kondisi internal bank, tetapi juga oleh perilaku bank dalam memaksimisasi laba sesuai dengan karakteristik struktur pasar dimana bank beroperasi. Peubah yang digunakan adalah DPK (Dana Pihak Ketiga), CAR (Capital Adequacy Ratio), NPL (Non Performing Loan), BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional), MS (Market Share), dan Q adalah total kredit bank-bank pesaing. Koefisien dari variabel Q menunjukkan tingkat ketergantungan antar bank dan dihipotesiskan bernilai positif. Uji koefisien variabel Q bersama dengan uji koefisien peubah MS yang dihipotesiskan bernilai positif, menjadi indikasi keberadaan pasar oligopoli. Untuk menguji pengaruh kondisi internal bank terhadap penawaran kredit, dilakukan pengujian terhadap peubah DPK, CAR, NPL, dan BOPO. Sedangkan untuk melihat keefektifan instrumen kebijakan moneter dilihat koefisien dari spread antara suku bunga SBI dengan suku bunga deposito yang dihipotesiskan bernilai negatif. Hasil pengujian hipotesis pengaruh kondisi internal bank terhadap penawaran kredit adalah sebagai berikut: 1. Hasil estimasi koefisien CAR sesuai dengan hipotesis yaitu bernilai negatif meskipun dengan tingkat signifikansi berbeda pada kedua hasil estimasi . 2. Hasil estimasi koefisien NPL tidak sesuai dengan hipotesis yaitu bernilai positif dan dengan tingkat signifikansi yang berbeda dari kedua hasil estimasi. 3. Kapasitas kredit yang diwakili dengan DPK sesuai dengan hipotesis yaitu bernilai positif dan signifikan. 4. Efisiensi bank yang diwakili dengan BOPO juga sesuai dengan hipotesis bernilai negatif dan signifikan. Dari pengaruh kondisi internal bank terhadap penawaran kredit tersebut,
55
disimpulkan bahwa keseimbangan maksimisasi laba, jumlah dan suku bunga kredit tidak mencerminkan kondisi ideal fungsi intermediasi perbankan. Hasil estimasi koefisien suku bunga SBI signifikan dan bernilai negatif. Hal ini menandakan bahwa suku bunga SBI sangat efektif sebagai instrumen transmisi kebijakan moneter. Suku bunga SBI secara signifikan dan negatif mempengaruhi penawaran kredit mengindikasikan efektifnya suku bunga ini sebagai instrumen kebijakan moneter. Meskipun terdapat indikasi bank lebih memilih kredit sebagai investasi portofolio dibanding SBI namun ternyata perbedaan ini tidak signifikan. Spread suku bunga SBI terhadap suku bunga kredit masih dianggap belum optimal memberi arah bagi bank untuk menentukan preferensi kedua bentuk investasi portofolio tersebut. Namun hal tersebut bisa saja bukan disebabkan spread yang tidak ideal, tetapi disebabkan kondisi bank yang over-liquid. Penelitian dilakukan oleh Meydianawathi (2007) dengan tujuan menguji pengaruh beberapa peubah terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum secara parsial kepada sektor UMKM di Indonesia periode Januari 2002 sampai dengan Februari 2006. Penelitian juga menguji pengaruh beberapa peubah terhadap penawaran kredit investasi dan modal kerja bank umum secara serempak kepada sektor UMKM di Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah ordinary least square dengan menggunakan peubah DPK, ROA, NPL, CAR, terhadap perilaku penawaran kredit investasi dan kredit modal kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia. Secara serempak hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa DPK, CAR, ROA, dan NPL berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran kredit bank umum, baik berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja kepada sektor
56
UMKM di Indonesia. Artinya selain dana yang tersedia dari masyarakat, DPK, perilaku penawaran kredit perbankan juga dipengaruhi oleh persepsi bank terhadap prospek usaha debitor dan kondisi perbankan itu sendiri seperti permodalan, CAR, jumlah kredit macet, NPL, serta perbandingan laba terhadap total aset, ROA. Sedangkan Armanto (2005) yang ingin membuktikan keberadaaan credit crunch di Indonesia, menganalisis serta mengevaluasi permintaan dan penawaran kredit, menggunakan beberapa peubah untuk menjawab tujuan penelitian tersebut. Pada fungsi permintaan kredit, terdapat peubah yaitu jumlah kredit yang diminta, output nasional, suku bunga kredit modal kerja, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, inflasi bulanan, suku bunga SBI serta indeks harga saham gabungan. Sedangkan pada fungsi penawaran kredit, terdiri dari peubah jumlah kredit yang ditawarkan, kapasitas kredit, rasio modal terhadap total aset, NPL, suku bunga kredit modal kerja, dan rasio pendapatan dengan biaya operasional. Hasil estimasi menunjukkan bahwa permintaan kredit dipengaruhi signifikan oleh GDP, suku bunga, nilai mata uang, SBI dan Inflasi, sedangkan penawaran kredit dipengaruhi oleh kualitas kredit dan efisiensi. Penelitian juga menunjukkan bahwa credit crunch sudah terjadi sejak 2000, dan kelompok bank swasta paling rentan terhadap credit crunch. Disintermediasi terjadi karena permintaan kredit mengalami penurunan.
2.2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia Beberapa
penelitian
berikut
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah di Indonesia. Asy’ari (2004) melakukan kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan
57
perbankan syariah dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Peubah yang digunakan adalah rata-rata suku bunga pinjaman, bonus SWBI, jumlah uang kartal yang beredar, dan jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Menurut peneliti ketika suku bunga rata-rata pinjaman naik sementara imbal bagi hasil terhadap pembiayaan perbankan syariah tetap, orang akan melunasi pinjaman dari bank konvensional dan berpindah ke pembiayaan perbankan syariah. Jumlah dana pihak ketiga diharapkan bertanda positif, artinya ketika dana pihak ketiga mengalami kenaikan maka pembiayaan perbankan syariah juga mengalami kenaikan. Sedangkan jumlah uang beredar diduga dan diharapkan bertanda positif. Hal ini sesuai teori bahwa cairnya pembiayaan yang diajukan akan menambah jumlah uang beredar. Suku bunga pinjaman diharapkan dan diduga bernilai positif. Dari hasil analisis statistik diperoleh hasil bahwa, yang memiliki pengaruh signifikan adalah dana pihak ketiga dan suku bunga rata-rata pinjaman, sedangkan bonus SWBI dan jumlah uang beredar tidak memiliki pengaruh signifikan. Penelitian dengan menggunakan peubah makro dan indikator kinerja bank syariah digunakan oleh Anggraini (2005) untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran pembiayaaan mudharabah dan musyarakah dengan studi kasus pada Bank Syariah Mandiri periode Maret 2001 sampai dengan Maret 2005. Metode analisis yang digunakan adalah TSLS (Two Stage Least Squares) dengan alasan dua model persamaan mempunyai hubungan yang simultan di antara keduanya. Peubah yang digunakan dalam penelitian adalah profit yang merupakan pendapatan bagi hasil yang diterima bank syariah dari pembiayaan yang
58
diberikan, jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), pembiayaan bermasalah atau Non Performing Loan (NPL), Gross Dometic product (GDP), serta suku bunga kredit investasi bank konvensional untuk mengestimasi peubah profit pada titik keseimbangan. Dari hasil uji statistik, ternyata hanya peubah profit yang signifikan, meskipun secara bersama-sama peubah mampu mempengaruhi jumlah penawaran bank syariah. Penelitian lain yang bertujuan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh peubah ekonomi makro dengan kinerja perbankan syariah, dilakukan oleh Wibowo (2006). Dengan menggunakan metode analisis TSLS seperti yang dilakukan oleh Anggraini, Wibowo menggunakan peubah-peubah makro yaitu Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Sedangkan peubah yang digunakan untuk mewakili kinerja perbankan adalah rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR), rasio keuntungan atau Return On Asset (ROA), rasio pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK), serta rasio pembiayaan atau Financing to Deposit Ratio (FDR). Dengan menggunakan kerangka keterkaitan antara peubah makroekonomi Dengan kinerja keuangan bank, didapat bahwa suku bunga dalam mempengaruhi kinerja perbankan syariah melalui dana pihak ketiga dan selanjutnya melalui LDR dan akhirnya berpengaruh pada rasio permodalan. Dari penelitian diperoleh bahwa suku bunga tidak mempengaruhi peningkatan dana pihak ketiga perbankan syariah. Peubah PDB mempengaruhi kinerja perbankan melalui dana pihak ketiga dan selanjutnya berjalan melalui LDR dan akhirnya berpengaruh terhadap CAR. Peubah PDB secara signifikan berpengaruh pada peningkatan dan pihak ketiga,
59
artinya semakin tinggi pendapatan masyarakat kemampuan untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk disimpan semakin meningkat. Sedangkan peubah nilai tukar dalam mempengaruhi kinerja perbankan syariah melalui NPF dan selanjutnya mempengaruhi CAR. Nilai tukar ternyata signifikan mempengaruhi NPF. Penelitian Maryanah (2007) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan bagi hasil dengan studi kasus di Bank Syariah Mandiri (BSM) menggunakan peubah-peubah independen dana pihak ketiga, pendapatan bagi hasil, dan rasio NPF. Tujuan penelitan adalah mengetahui pengaruh peubahpeubah tersebut terhadap pembiayaan bagi hasil di BSM pada jangka pendek, maupun jangka panjang dengan persamaan Error Correction Model (ECM). Hasil penelitiannya adalah DPK berpengaruh secara positif dalam jangka panjang, profit berpengaruh positif secara signifikan terhadap pembiayaan bagi hasil dalam jangka pendek maupun jangka panjang, sedangkan NPF signifikan mempengaruhi dalam jangka panjang saja dengan arah positif. Dari uji kointegrasi, diketahui bahwa ketiga faktor secara bersama-sama memiliki hubungan kointegrasi terhadap pembiayaan bagi hasil BSM
pada periode
Januari 2001 sampai September 2005. Penelitian Lindiawatie (2007) dan Sujatna (2007), membagi peubah yang mempengaruhi pembiayaan dalam dua kelompok yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari internal perbankan syariah, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar perbankan syariah seperti peubah makro dan suku bunga. Penelitian yang dilakukan oleh Lindiawatie (2007) antara lain bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya dampak faktor eksternal dan internal perbankan
60
syariah terhadap pembiayaan macet. Peubah faktor eksternal yang digunakan adalah GDP, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan inflasi. Sedangkan peubah faktor internal yang digunakan adalah modal, FDR, dan jumlah pembiayaan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode VAR dengan penekanan pada analisis IRF dan FEVD, dengan periode analisis time series adalah tahun 2001 sampai dengan 2006 secara bulanan. Hasil penelitian antara lain menunjukkan bahwa shock yang dominan menjelaskan pembiayaan macet, adalah modal dan pembiayaan macet, sedangkan shock yang dominan menjelaskan pembiayaan, adalah pembiayaan itu sendiri, modal dan bunga. Peningkatan pembiayaan macet akan menurunkan modal bank, FDR, dan pembiayaan, sehingga proses intermediasi terganggu. Kajian faktor internal dan eksternal yang dilakukan oleh Sujatna (2007) bertujuan untuk mengetahui seberapa masing-masing faktor mempengaruhi jumlah pembiayaan bagi hasil. Metode penelitian yang digunakan menggunakan alat analisis regresi linier berganda, dengan periode penelitian sejak Januari 2001 sampai dengan Januari 2006. Indikator faktor internal yang digunakan sebagai peubah yaitu nisbah bagi hasil, dengan pertimbangan bahwa nisbah merupakan bagian keuntungan yang menjadi hak pemilik dana. Sedangkan faktor eksternal yang digunakan adalah suku bunga kredit bank konvensional, nilai tukar, dan Inflasi. Suku bunga kredit bank konvensional diposisikan sebagai substitusi yang berpengaruh positif terhadap permintaan pembiayaan bagi hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat peubah yang digunakan secara bersama-sama dapat mempengaruhi peubah jumlah pembiayaan, meskipun hasil uji t peubah internal yaitu nisbah tidak signifikan mempengarui pembiayaan.
61
Pengaruh faktor eksternal terhadap kinerja keuangan bank syariah, studi kasus pada Bank Syariah Mandiri dilakukan oleh Arsil (2007). Faktor eksternal yang dianalisis adalah Gross Nasional Product (GNP), SBI, nilai tukar dolar, serta indeks harga saham gabungan. Faktor-faktor eksternal tersebut digunakan untuk mempengaruhi kinerja keuangan yang terdiri-dari ROA, ROE, LDR, dan CAR. Penelitian yang menggunakan analisis linier berganda pada periode Januari 2001 hingga Juni 2003, menghasilkan temuan bahwa SBI mampu mempengaruhi ROE dan ROA, GNP mempengaruhi ROA dan CAR, serta nilai tukar mampu mempengaruhi LDR. Dari hasil analisis tersebut hanya IHSG yang tidak sanggup mempengaruhi kinerja keuangan. Dari analisis terakhir tersebut, sangat menarik jika memasukkan faktor eksternal Jakarta Islamic index (JII) sebagai pengganti IHSG. Menurut penelitian Ayatullah (2003), tingkat pengembalian investasi (expected rate return), menunjukkan bahwa JII lebih baik dibandingkan kinerja emiten pembentuk IHSG, selain itu JII yang menekankan pada jenis usaha emiten tidak boleh bertentangan dengan syariah Islam, melalui proses screening dan cleansing lebih sesuai jika dikaitkan dengan kinerja perbankan syariah.
62
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Konseptual Sebagaimana disebutkan dalam permasalahan, sangat menarik jika dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Sebagai bagian dari sistem keuangan nasional, diperlukan eksplorasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi sistem keuangan syariah di Indonesia, khususnya yang mempengaruhi pembiayaan karena pangsa terhadap penyaluran dana kepada masyarakat secara keseluruhan masih kecil. Sistem perbankan Indonesia saat ini menganut dual banking system, sehingga jika diperluas maka sistem keuangan yang ada juga menganut dual economic system. Satu sisi sistem keuangan konvensional berlaku, di sisi lain peraturan perundangan dan kelembagaan keuangan syariah juga berlaku dan berkembang pesat. Keuangan syariah pada hakekatnya menggambarkan aktivitas ekonomi riil menggunakan transaksi seperti perdagangan, investasi, dan jasa-jasa keuangan (Sakti, 2007). Karena itu penelitian mencoba mengkaitkan perbankan syariah
dengan
kinerja
aktifitas
keuangan,
kebijakan
perbankan
yang
melingkupinya, serta kondisi sektor riil perekonomian Indonesia. Aktifitas yang dimaksud adalah kinerja industri perbankan, kinerja pasar modal berbasis syariah dan kinerja internal perbankan syariah. Kebijakan moneter yang dimaksud adalah instrumen moneter syariah yang saat ini diterapkan. Sedangkan kondisi sektor riil adalah kondisi makroekonomi yang mencerminkan output yang dihasilkan dalam perekonomian. Untuk mengkaji lebih dalam hubungan dan keterkaitan antar faktor yang mempengaruhi pembiayaan bank syariah diperlukan landasan teori dan penelitian empiris yang menunjang.
63
Analisis struktural faktor-faktor penentu pembiayaan dikaji dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Pembagian menjadi dua sisi tersebut karena sesuai dengan prinsip mekanisme pasar yang berasal dari kekuatan permintaan dan penawaran. Pemikiran tentang mekanisme pasar dan kekuatan yang mempengaruhinya ternyata sejak dahulu telah mendapatkan perhatian dari para pemikir besar muslim seperti Abu Yusuf, Al-Gazhali, Ibn Khaldun, dan Ibn Taimiyah (P3EI, 2008). Dari literatur penelitian sebelumnya, parameter yang paling banyak digunakan untuk menganalisis pembiayaan atau penyaluran dana kepada masyarakat dari sisi permintaan adalah output. Meningkatnya output berarti pendapatan masyarakat secara umum meningkat. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, semakin tinggi aktifitas sektor riil, sehingga permintaan pembiayaan perbankan syariah untuk menunjang aktifitas sektor rill juga meningkat. Data output yang sering digunakan yaitu GDP, tetapi ketersediaan datanya paling cepat adalah triwulan, sehingga perlu diproksi dengan indikator lain yang menjelaskan kinerja output nasional secara bulanan yaitu dengan menggunakan Indeks Produksi Industri (IPI). IPI menggambarkan output industri menengah dan besar di Indonesia. Penelitian terdahulu yang menguatkan penggunaan output mempengaruhi penyaluran dana pada perbankan adalah Bernanke dan Gertler (1995), Gambacorta (2004), Peek et al. (2000), Hoggarth (2005), dan Filosa (2007), demikian pula penelitian Agung et al. (2001), Armanto (2005), Anggraini (2005), Wibowo (2006), dan Lindiawatie (2007). Sejalan dengan meningkatnya meningkatnya aktifitas perekonomian maka kinerja pasar modal juga potensial meningkat. Saat ini pasar modal Indonesia
64
mengenalkan indikator harga saham perusahaan yang melakukan aktifitas tidak bertentangan dengan syariah melalui Jakarta Islamic index (JII), maka penggunaan JII diharapkan berkaitan dengan kinerja perbankan syariah khususnya di pembiayaan. Keterkaitannya adalah ketika terjadi kenaikan harga saham syariah, diasumsikan permintaan pembiayaan terhadap perbankan syariah oleh perusahaan tersebut juga meningkat. Penelitian Ayatullah (2003) menunjukkan bahwa tingkat pengembalian investasi (expected rate return) JII lebih baik dibandingkan kinerja emiten pembentuk IHSG, karena itu penggunaan JII sebagai parameter kinerja pasar modal syariah diharapkan mampu mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Penelitian Harmanta dan Ekananda (2005), serta Armanto (2005) menguatkan penggunaan kinerja pasar modal syariah mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Faktor lain yang ikut mempengaruhi pembiayaan dari sisi permintaan adalah kredit perbankan secara umum. Karena kredit bank umum juga termasuk pembiayaan perbankan syariah maka dinamika perubahan penyaluran dana bank umum berpengaruh searah dengan pembiayaan perbankan syariah. Meningkatnya permintaan kredit bank umum oleh masyarakat, juga diikuti oleh meningkatnya permintaan pembiayaan perbankan syariah. Penelitian Anggraini (2005) dan Sujatna (2007) tentang penggunaan suku bunga konvensional, secara tidak langsung menguatkan penggunaan kredit bank umum sebagai salah satu peubah yang mampu mempengaruhi penyaluran dana pada perbankan syariah. Pembiayaan dari sisi penawaran, menunjukkan ketersediaan pembiayaan di pasar keuangan yang berasal dari perbankan syariah. Kemampuan perbankan syariah menyediakan pembiayaan berpengaruh erat dengan kinerja internal
65
perbankan syariah, artinya semakin baik kinerja perbankan semakin banyak pembiayaan dapat disalurkan. Indikator utama yang sering digunakan untuk menunjukkan tingkat kesehatan perbankan, antara lain adalah Return On Assets (ROA) dan Non Performing Loan (NPL) atau di perbankan syariah menggunakan istilah Non Performing Financing (NPF). ROA merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kinerja perbankan dari sisi rentabilitas atau tingkat efisiensi dan profitabilitas usaha. NPF digunakan untuk mengetahui kinerja kolektibilitas atau kemampuan bank menghimpun kembali kredit yang telah dikeluarkan. NPF merupakan persentase jumlah pembiayaan bermasalah (dengan kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total pembiayaan yang dikeluarkan bank. Kenaikan jumlah pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat mempengaruhi kinerja profitabilitas secara positif dan seterusnya menjadikan kinerja solvabilitas menjadi positif pula, tetapi kenaikan jumlah pembiayaan memberikan potensi terjadinya pembiayaan bermasalah lebih besar jika tidak dilakukan usaha yang lebih besar mengatisipasi terjadinya pembiyaan bermasalah. Kenaikan pembiayaan bermasalah mengurangi kemampuan profitabilitas bank dengan ditandai menurunnya indikator profitabilitas. Berkurangnya indikator profitabilitas mengakibatkan kemampuan ekspansi pembiayaan berkurang ditandai dengan menurunnya laju pembiayaan. Kinerja pembiayaan perbankan syariah juga dipengaruhi oleh dana pihak ketiganya. Tidak seperti pada bank konvensional yang dapat menetapkan bunga pinjaman dari bunga simpanan, pada perbankan syariah bagi hasil yang diberikan kepada simpanan setelah melakukan aktivitas pembiayaan, selain itu ada akad penghimpunan dana yang mensyaratkan kepada pihak bank untuk mematuhi
66
batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayyadah), bahkan terdapat akad yang sifatnya titipan dan bank tidak boleh memanfatkannya menjadi pembiayaan. Penelitian Peek et al. (2000), Talavera (2006), Filosa (2007), Agung et al. (2001), Nuryakin dan Warjiyo (2006), Meydianawathi (2007), Armanto (2005), Asy’ari (2004), Anggraini (2005), Wibowo (2006), Maryanah (2008), serta Lindiawatie (2007) menguatkan penggunaan indikator kinerja perbankan mempengaruhi penyaluran dana pada perbankan syariah. Dengan penerapan dual banking system di Indonesia, maka pemerintah indonesia dapat menggunakan beberapa instrumen kebijakan moneter yang tidak bertentangan dengan syariah. Dari instrumen yang ada, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) merupakan satu-satunya instrumen yang digunakan untuk mengatasi kelebihan likuiditas perbankan syariah. Jika ditinjau sisi kuantitatif, besaran SWBI juga lebih besar dibandingkan dengan instrumen moneter lainnya yaitu GWM dan Sertifikat IMA dalam pasar uang antar bank syariah. Hubungan
pengaruh
SWBI terhadap
jumlah
pembiayaan
adalah
berlawanan arah, karena mekanisme SWBI tidak seperti SBI yang diandalkan oleh perbankan sebagai alternatif menghasilkan keuntungan, karena sifat keuntungan dari SWBI adalah bonus dari Bank Indonesia. Jika dana perbankan syariah dialokasikan kepada SWBI, justru akan mengurangi potensi meningkatkan jumlah penyaluran dana kepada masyarakat. Selain itu dari tingkat penyaluran pembiayaan FDR menunjukkan bahwa dana menganggur di perbankan syariah tidak banyak, karena dapat dimanfaatkan dengan baik, melalui pembiayaan kepada masyarakat (Asy’ari, 2004).
67
Masalah: • Pangsa perbankan syariah masih kecil • Target akselerasi belum tercapai (dalam dual system dan dinamika ekonomi)
Kinerja Internal Perbankan Syariah
Kinerja Industri Perbankan
Instrumen Moneter Syariah
Kinerja Pasar Modal Syariah
Kondisi Makroekonomi
Pembiayaan Perbankan Syariah (Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah)
Hubungan struktural
Respon dinamis
Struktur kontribusi
Implikasi Gambar 11. Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 11 menunjukkan kerangka konseptual yang disusun berdasarkan teori dan studi sebelumnya. Tampak bahwa dari dua permasalahan pokok yang muncul, terdapat lima kelompok parameter untuk mewakili kinerja internal perbankan syariah, kinerja industri perbankan, instrumen moneter syariah, kinerja pasar modal syariah, dan kondisi makroekonomi. Dengan memperhatikan deskripsi dan dinamika masing-masing peubah,
68
dianalisis hubungan struktural dan kointegrasi yang terjadi. Sesuai dengan tujuan penelitian, selanjutnya dilakukan analisis respon pembiayaan bank syariah jika terjadi guncangan pada masing-masing peubah, serta analisis struktur dinamis dalam memberikan kontribusi terhadap pembiayaan bank syariah. Terakhir adalah rumusan implikasi kebijakan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap kinerja pembiayaan bank syariah.
3.2. Hipotesis 1. Kinerja internal perbankan syariah, industri perbankan, instrumen moneter syariah, pasar modal syariah, dan makroekonomi, mampu mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Hal tersebut karena pemililihan peubah yang mewakili masing-masing kelompok adalah peubah utama yang secara teoritis diharapkan mampu mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. 2. Respon pembiayaan permanen stabil dengan arah positif, terhadap guncangan dana pihak ketiga bank syariah, laba per aset bank syariah, kredit bank umum, Jakarta Islamic index, dan indeks produksi industri, sedangkan respon pembiayaan permanen stabil dengan arah negatif, terhadap guncangan pembiayaan bermasalah dan sertifikat wadiah Bank Indonesia. Hal tersebut karena sesuai dengan teori dan diperkuat oleh beberapa studi terdahulu. 3. Sisi penawaran yang terdiri dari kinerja internal perbankan dan instrumen moneter syariah merupakan faktor dominan yang memberikan kontribusi terhadap variabilitas jika terjadi guncangan, karena industri perbankan syariah merupakan industri yang baru berkembang dibandingkan perbankan konvensional, dan pangsa secara nasional juga masih kecil.
69
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian menggunakan data sekunder, baik data yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif yang digunakan adalah data sekunder dengan bentuk deret waktu (time series) yang bersumber dari laporan dan data yang dipublikasikan berbagai pihak, ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Peubah Penelitian, Simbol, Satuan, dan Sumber Data No 1 2 3
Peubah Pembiayaan perbankan syariah Dana Pihak Ketiga
4
Return on asset diproksi dengan laba per aset Pembiayaan Bermasalah
5
Kredit Bank Umum
6
Sertifikat wadiah Bank Indonesia Jakarta Islamic index
7 8
Output diproksi dengan Indeks Produksi Industri
Simbol
Satuan
Sumber Data
LNPBS
Miliar rupiah
Bank Indonesia
LNDPK
Miliar rupiah
Bank Indonesia
LPA
Persen
Bank Indonesia
NPF
Persen
Bank Indonesia
LNKBU
Miliar rupiah
Bank Indonesia
LNSWBI Miliar rupiah
Bank Indonesia
LNJII
Indeks
Bank Indonesia Bursa Efek Indonesia
LNIPI
Indeks
Badan Pusat Statistik
Data yang bersumber dari Bank Indonesia adalah dari statistik perbankan Indonesia, statistik perbankan syariah, laporan perkembangan perbankan syariah, laporan perekonomian Indonesia, laporan pengawasan perbankan, statistik ekonomi keuangan Indonesia, statistik ekonomi moneter Indonesia, dan laporan mingguan Bank Indonesia. Data yang bersumber dari Bursa Efek Indonesia adalah dari laporan bulanan bursa efek Jakarta, sedangkan data yang bersumber dari Badan Pusat Statistik adalah dari indikator ekonomi Indonesia bulanan. Penelitian didasarkan pada data observasi, mulai bulan November tahun 2002
70
sampai dengan Juni tahun 2008, sehingga yang digunakan dalam bentuk bulanan sebanyak 68 observasi.
4.2. Peubah dan Definisi Operasional Berikut penjelasan mengenai peubah yang digunakan dalam penelitian beserta definisi singkat operasionalnya: 1. Pembiayaan Bank Syariah (PBS), adalah posisi pembiayaan bank syariah (BUS dan UUS) pada akhir bulan periode penelitian, dinyatakan dengan miliar rupiah, dan untuk analisis digunakan data logaritma natural. 2. Dana Pihak Ketiga Bank Syariah (DPK) adalah jumlah tabungan dan deposito pihak ketiga yang berada di bank syariah posisi akhir bulan, dinyatakan dengan rupiah, dan untuk analisis digunakan data logaritma natural. 3. Return On Asset Bank Syariah di proksi dengan Laba Per Aset (LPA), rasio yang digunaan untuk mengukur kemampuan menghasilkan keuntungan (rentabilitas). ROA membandingkan laba berjalan terhadap total aset, dinyatakan dengan persen. 4. Pembiayaan bermasalah bank syariah atau Non Performing Financing (NPF) adalah
besarnya
pembiayaan
yang
masuk
kategori
kurang
lancar
(substandart), diragukan (doubtful) dan macet (loss), terhadap total pembiayaan dinyatakan dengan persen. 5. Jumlah Kredit Bank Umum (KBU), adalah posisi kredit bank umum pada akhir bulan periode penelitian baik dalam rupiah dan valas, dan dinyatakan dengan miliar rupiah, dan untuk analisis digunakan data logaritma natural. 6. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang digunakan adalah posisi SWBI akhir bulan, baik yang berjangka waktu 7 hari, 14 hari, maupun 28 hari,
71
dan dinyatakan dengan miliar rupiah, serta digunakan data logaritma natural. 7. Jakarta Islamic index (JII) yang digunakan adalah indeks saham pada Bursa Efek Indonesia (dulu Bursa Efek Jakarta) yang mulai dikenalkan pada Juli tahun 2000, dinyatakan dengan indeks, dan digunakan data logaritma natural. 8. Output, agar mendapatkan data bulanan, maka output nasional ini diproksi dengan Indeks Produksi Industri (IPI), yang merupakan ukuran output dari industri-industri sedang dan besar secara bulanan, dan dinyatakan dengan indeks, serta digunakan data logaritma natural.
4.3. Metode Analisis 4.3.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat gambaran secara sistematik, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 1988). Deskripsi diperlukan untuk melakukan rincian, gambaran akurat, klarifikasi langkah-langkah yang ditempuh (Neuman 2003), sehingga dinamika masing-masing peubah perlu dideskripsikan lebih terinci. Analisis deskripsi dibantu dengan grafis dapat menjelaskan kondisi ratarata, atau menjelaskan saat masing-masing peubah mengalami kondisi ektrim tertentu, sehingga mampu memberikan gambaran umum, pola keseluruhan maupun pergerakan data dari masing-masing peubah yang terlibat dalam model. Dari sisi implikasi kebijakan, analisis deskripsi mampu menjelaskan kebijakankebijakan yang sedang berjalan terkait dengan temuan penelitian.
4.3.2. Analisis Ekonometrika 4.3.2.1. Analisis Vector Autoregression (VAR) Seringkali dalam teori ekonomi belum mampu menentukan spesifikasi
72
model yang tepat, misalnya karena teori terlalu komplek sehingga simplifikasi harus dibuat, atau sebaliknya fenomena yang ada terlalu komplek jika hanya dijelaskan dengan teori yang ada. Karena itu C.A. Sim mempopulerkan model Vector Autoregresssion (VAR) pada tahun 1980. Model VAR dibangun dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik. Dalam VAR tidak perlu membedakan antara peubah endogen dan eksogen. Semua peubah endogen maupun eksogen dipercaya saling berhubungan dan seharusnya dimasukkan di dalam model. Model VAR berguna menunjukkan ketergantungan antar peubah ekonomi sehingga model sangat baik menjelaskan perilaku peubah dalam kompleksitas perekonomian. Model VAR secara matematis ditulis sebagai berikut (Thomas, 1997): k z t = ∑ A i z t-i + ε t i =1
..................................................................(4.1)
keterangan: z t = Vektor kolom observasi waktu t semua peubah z t-i = Vektor kolom dari nilai random pengganggu A i = Matriks parameter yang tidak benilai 0 ε t = Vektor error Model VAR tersebut dapat dimengerti dengan baik jika dicontohkan dengan model tiga persamaan. Misalnya dengan panjang lag periode maksimum pada k = 2, maka persamaan yang terbentuk adalah: wt = a11 wt-i + a12 x t-i + a13 yt-i + b11 wt-2+ b12 xt-2+ b13 yt-2+ ε 1t xt = a21 wt-i + a22 x t-i + a23 yt-i + b21 wt-2+ b22 xt-2+ b23 yt-2+ ε 2t yt = a31 wt-i + a32 x t-i + a33 yt-i + b31 wt-2+ b32 xt-2+ b33 yt-2+ ε 3t
......(4.2)
73 vektor z t dan ε t adalah: εt ε t = ε 2t ε 3t
wt z t = xt yt
karena k = 2, maka terdapat dua matrik A i, 3x3 a11 a12 a13 a21 a22 a23 a31 a32 a33
A1=
A2=
b11 b12 b13 b21 b22 b23 b21 b22 b23
Asumsi dari persamaan (4.2) adalah: (1) wt, xt, dan yt adalah stasioner, (2) ε 1t, ε 2t, ε 3t adalah white noise disturbance dengan standar deviasi σ1, σ2, σ3, dan (3) ε
1t
ε
2t
ε
3t
white noise disturbance yang tidak berkorelasi (Enders, 2004).
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa masing-masing peubah pada model VAR tergantung pada peubah yang lain, dengan struktur lag yang sama panjang pada msing-masing peubah seluruh persamaan. Dalam praktek, hal-hal seperti intersep, peubah dummy, dan tren waktu deterministik dapat ditambahkan dalam model. Untuk
mengetahui
hubungan
antar
peubah
dalam
model
VAR
membutuhkan kelambanan atau lag dari peubah yang ada. Lag peubah diperlukan untuk menangkap efek dari suatu peubah terhadap peubah lainnya dalam model. Karena model VAR adalah model linier maka mudah diestimasikan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).
4.3.2.2. Pembentukan Model Pembentukan model VAR dilakukan melalui beberapa tahap berikut: 1. Uji stasioneritas data. Jika data adalah stasioner pada tingkat level, maka model yang terbentuk VAR biasa (Unrestricted VAR). Data ekonomi time series umumnya bersifat
74
stokastik atau memiliki tren yang tidak stasioner, artinya data tersebut mengandung akar unit. Untuk dapat mengestimasikan suatu model menggunakan data tersebut, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah masalah uji stasioneritas data atau dikenal dengan unit root test. Apabila data mengandung akar unit, maka sulit untuk mengestimasikan suatu model dengan menggunakan data tersebut karena tren data tersebut cenderung berfluktuasi tidak disekitar nilai rata-rata, maka dapat disimpulkan bahwa data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-ratanya dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya (Gujarati, 2003). Menurut Thomas (1997), perilaku dari data series yang stasioner adalah: (1) nilai rata-rata dari data menunjukkan perilaku yang konstan, (2) data stasioner menunjukkan varians yang konstan, dan (3) correlogram yang menyempit seiring dengan penambahan waktu. Uji akar unit dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF). Perbedaan antara data series yang stasioner dan yang tidak stasioner yaitu pada data yang stasioner dampak guncangan yang terjadi pada data series bersifat sementara. Sejalan dengan waktu dampak guncangan tersebut akan berkurang dan data series akan kembali ke long run mean level dan berfluktuasi disekitar mean tersebut. 2. Penentuan Kelambanan Optimal. Tahap kedua yang harus dilakukan adalah menentukan panjang lag (ordo) optimal. Penentuan lag optimal dapat diidentifikasikan dengan menggunakan Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz Info Criterion (SC) maupun Hannnan Quinn Criterion (HQ) dan sebagainya. Dalam penelitian ini akan digunakan kriteria SC. Besarnya lag optimal ditentukan oleh lag yang memiliki kriteria SC
75
terkecil. Perhitungan SC adalah sebagai berikut: SC =AIC (q) + (q/T) (log T-1)
......................................................(4.3)
Keterangan: q
= Jumlah peubah
T
= Jumlah observasi
AIC = Akaike Info Criterion Sedangkan perhitungan AIC adalah sebagai berikut: AIC = log │∑ ε2t / N│+ 2 K / N
....................................................(4.4)
Keterangan: ∑ ε2t = Jumlah residu kuadrat N
= Jumlah sampel
K
= Jumlah peubah
Kelambanan peubah diperlukan untuk menangkap efek dari peubah tersebut terhadap peubah yang lain di dalam model. Selain itu pengujian panjang lag optimal sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR, sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. 3. Uji Kointegrasi. Jika data tidak stasioner pada level tetapi stasioner pada proses diferensi data, maka dilakukan uji kointegrasi. Apabila terjadi kointegrasi maka modelnya adalah Vector Error Correction Model (VECM). Jika tidak terjadi kointegrasi maka disebut model VAR dengan data direfensi (VAR indifference). Konsep kointegrasi dikemukakan oleh Eangle dan Granger pada tahun 1987, yang berarti fenomena di mana kombinasi linier dari dua atau lebih peubah yang tidak stasioner. Kombinasi linier ini dikenal dengan nama persamaan
76
kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara peubah. Uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah peubah-peubah yang tidak stasioner mengalami kointegrasi atau tidak. Untuk menguji terjadinya kombinasi peubah yang tidak stasioner mengalami kointegrasi, pengujian yang dapat dilakukan adalah uji kointegrasi Engle-Granger, Johansen, maupun Durbin-Watson. Pengujian-pengujian tersebut dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antara peubah yang telah memenuhi persyaratan dalam proses integrasi, di mana semua peubah telah stasioner pada derajat yang sama yaitu first difference. Uji kointegrasi dapat dijadikan dasar penentuan persamaan estimasi yang digunakan memiliki keseimbangan jangka panjang atau tidak. Apabila persamaan estimasi lolos dari uji ini maka persamaan estimasi tersebut memiliki keseimbangan jangka panjang (Gujarati, 1995). Uji kointegrasi yang digunakan dalam penelitian adalah uji kointegrasi Johansen. Metode Johansen mengintegrasikan persamaan dinamik jangka panjang dan jangka pendek dalam satu kesatuan. Metode ini juga dapat menentukan jumlah vektor kointegrasi atau jumlah persamaan keseimbangan jangka panjang. Prosedur dalam uji kointegrasi Johansen menyarankan pentingnya joint hypotesis untuk menentukan ada tidaknya komponen deterministik dalam model maupun terhadap rank. 4. Vector Error Correction Model Vector Error Correction Model (VECM) jika persamaan lebih dari satu, atau Error Correction Model (ECM) jika satu persamaan, merupakan pengembangan analisis data time series yang relatif baru dalam ilmu ekonometrika, yang merupakan bentuk Vector Autoregression (VAR) terestriksi
77
untuk digunakan pada seri data yang bersifat non-stasioner dan diketahui berkointegrasi. Eangel-Granger menunjukkan bahwa walaupun data time series seringkali tidak stasioner pada tingkat level atau disebut nonstasioner, tetapi kombinasi liner antara dua atau lebih data non stasioner menjadi stasioner. Apabila data time series model VAR non struktural tidak stasioner pada level tetapi stasioner pada data diferensi dan terkointegrasi, sehingga menunjukkan adanya hubungan teoritis antar peubah maka digunakan model VECM. VECM mempunyai hubungan kointegrasi yang dibangun melalui spesifikasi dengan merestriksi perilaku jangka panjang dari peubah-peubah endogen untuk menuju (converge) ke hubungan jangka panjangnya serta memungkinkan dilakukan penyesuaian jangka pendek secara dinamik. Istilah kointegrasi dikenal pula dengan istilah koreksi karena deviasi dari ekuilibrium jangka panjang dikoreksi secara gradual melalui suatu seri penyesuaian jangka pendek. Terminologi kointegrasi ini dikenal sebagai koreksi kesalahan (error correction) karena bila terjadi deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang, maka dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial jangka pendek secara bertahap. Koefisien koreksi ketidakseimbangan dalam bentuk nilai absolut menjelaskan seberapa cepat waktu diperlukan untuk mendapatkan nilai keseimbangan. Derivasi Vector Error Correction Model (VECM) didasarkan pada teorema Johansen (1988). Misalkan {Z} adalah tingkat derajat VAR ke-p dan Zt ={Y:X). Y adalah vektor variabel endogen X adalah vektor variabel eksogen. Hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
78
...................................................(4.5) Keterangan: εt = Gaussian error term wt = Vektor variabel-variabel stationer Satu vektor time series Zt mempunyai representasi error correction jika ia dapat diekspresikan sebagai berikut: ........................................(4.6) Keterangan: Γi
= -Ι + Π1 + … + Πi
Π
= -(Ι - Π1 - … -Πp ) = αβ’
εt
ε yt = ε xt
ay0 , a0 = ax0
(i=1,2,…p-1)
, Π=
Πy 0
, Γi =
Γyi Γxi
Untuk mengestimasi persamaan regresi (4.9), Johansen memberikan prosedur unified maximum likelihood, nilai α dan β diperoleh dari dekomposisi matrik. Metode Johansen mengintegrasikan persamaan dinamik jangka pendek dan jangka panjang dalam satu kesatuan, dan dapat menentukan jumlah vektor kointegrasi atau jumlah persamaan keseimbangan jangka panjang. 5. Stabilitas Model Stabilitas VAR perlu diuji dahulu sebelum melakukan analisis lebih lanjut. Karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan tidak stabil, maka analisis selanjutnya yaitu IRF dan FEDV menjadi tidak valid. Untuk menguji stabil tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka dilakukan VAR stability condition check berupa roots of characteristis polynomial. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh nilai akar memiliki
79
modulus lebih kecil dari satu. 6. Analisis Impulse Response Function Analisis IRF adalah metode yang digunakan untuk menentukan respon suatu peubah endogen terhadap guncangan (shock) peubah tertentu. IRF juga digunakan untuk melihat guncangan dari satu peubah yang lain dan berapa lama pengaruh tersebut terjadi. Melalui IRF, respon sebuah peubah independen sebesar satu standar deviasi dapat ditinjau. IRF menelusuri danpak gangguan sebesar satu standar kesalahan (standart error) sebagai inovasi pada sesuatu peubah endogen terhadap peubah endogen yang lain. Suatu inovasi pada satu peubah, secara langsung akan berdampak pada peubah yang bersangkutan, kemudian dilanjutkan ke semua peubah endogen yang lain melalui struktur dinamik dari VAR. 7. Analisis Forecast Error Variance Decomposition Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) atau dekomposisi ragam kesalahan peramalan, menguraikan inovasi pada suatu peubah terhadap komponen komponen peubah yang lain dalam VAR. Informasi yang disampaikan dalam FEDV adalah proporsi pergerakan secara berurutan yang diakibatkan oleh guncangan sendiri dan peubah lain. FEDV juga digunakan untuk menghitung dan menganalisis seberapa besar pengaruh acak guncangan dari peubah tertentu terhadap peubah endogen. FEDV menghasilkan informasi mengenai relatif pentingnya masing-masing inovasi acak atau seberapa kuat komposisi dari peranan peubah tertentu terhadap peubah lainnya dalam model VAR. Dengan metode ini pula dapat ditinjau kekuatan dan kelemahan dari masing-masing peubah dalam mempengaruhi peubah lainnya dalam kurun waktu yang panjang.
80
4.3.2.3. Spesifikasi Model Persamaan ekonometrika vector error correction model (VECM) yang digunakan dalam penelitian, terdapat 8 peubah, dengan demikian vektor Z merupakan vektor 8 X 1 sebagai berikut: Zt = (LNPBS, LNDPK, LPA, NPF, LNKBU, LNSWBI, LNJII, LNIPI) Jika kointegrasi model VAR memiliki ordo p maka Zt menjadi: .....................................................(4.7) Keterangan: ∆Zt = Vektor first difference Π
= αβ adalah matrik 8 x 8 parameter
α
= Matrik loading
β
= Vektor kointegrasi
Γi
= 8 x 8 matrik koefisien regresi
εt
= 8 x 1 vektor proses white noise
Kalau diuraikan maka terdapat delapan persamaan yang berkedudukan sama, sesuai dengan jumlah peubah yang digunakan, tetapi karena yang menjadi fokus penelitian adalah pembiayaan perbankan syariah, maka persamaan yang mendapatkan perhatian adalah: p
p
∆LNPBSt = α1+ αLNPBS еt-1 + ∑ α1 1(i)∆LNPBSt-1+ ∑ α1 2 (i)∆LNDPKt-1 i=1
i=1
p
p
p
+ ∑ α1 3 (i)∆LNKBUt-1+ ∑ α1 4 (i)∆LNSWBIt-1+ ∑ α1 5 (i)∆LPAt-1 i=1 p
i=1 p
i=1 p
+ ∑ α1 6 (i)∆LNJIIt-1+ ∑ α1 7 (i)∆LNIPIt-1+ ∑ α1 8 (i)∆NPFt-1 i=1 i=1 i=1 +
ε PBS
..............................................................................(4.8)
81
Keterangan: ∆ = Nilai first difference
e = Error correction terms dari regresi keseimbangan jangka panjang ε
= Error term
t
= Periode
i –p = Lag length Matrik Π atau vektor kointegrasi (β) pada persamaan (4.8) merupakan petunjuk adanya hubungan jangka panjang dari peubah yang dianalisis, yaitu pembiayaan perbankan syariah. Rank matrik kointegrasi yang terbentuk adalah diperoleh dari langkah nomor tiga dari sub bab pencarian model, Dari spesifikasi dan estimasi model yang akan dibuat, diharapkan dapat menjawab tujuan penelitian yang telah ditentukan, yaitu: 1. Tujuan penelitian pertama dianalisis dengan metode VAR atau VECM. Dengan metode tersebut dapat diketahui hubungan antar peubah, dan jika datanya terkointegrasi, dapat diketahui perilaku jangka pendek dan jangka panjang. Nilai koefisien yang terbentuk dapat diketahui besar dan arah pengaruh sisi permintaan dan penawaran terhadap pembiayaan perbankan syariah. 2. Tujuan penelitian kedua dianalisis dengan metode IRF. Dengan analisis IRF dapat diketahui dampak guncangan kinerja internal bank syariah, instrumen moneter syariah, kondisi makroekonomi, kinerja industri perbankan, dan pasar modal syariah terhadap pembiayaan bank syariah. 3. Tujuan penelitian ketiga dianalisis dengan metode FEDV. Dengan analisis FEDV dapat diketahui pengaruh guncangan masing-masing terhadap pembiayaan secara dinamis beberapa periode ke depan, juga kontribusi sisi
82
permintaan dan penawaran terhadap pembiayaan perbankan syariah. 4. Tujuan penelitian keempat berupa implikasi kebijakan, merupakan deskripsi kebijakan yang telah ada, dan saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil temuan dari tujuan penelitian pertama, kedua, dan ketiga. Gambar 12 menunjukkan alur kerja penelitian termasuk tahapan penelitian dan pembentukan Model VEC. Setelah menentukan permasalahan dan tujuan penelitian, maka tujuan penelitian akan dijawab dengan metode ekonometrika yang dilengkapi dengan analisis deskriptif. Kerangka teoritis yang disusun berdasarkan dari teori dan beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian. Dua hal tersebut kemudian disesuaikan dengan nature data time series yang akan diteliti, sehingga metode analisis yang digunakan tepat dan mampu menjawab permasalahan penelitian. Representasi fenomena aktual dirumuskan menjadi sebuah model. Model ekonometrika yang digunakan adalah model VAR dan VECM. Model VAR dan VECM dibentuk melalui proses pembentukan model seperti telah dijelaskan sebelumnya. Terbentuknya model kemudian dilanjutkan dengan aplikasi VAR atau VECM yaitu IRF dan FEDV. Tahap akhir penelitian adalah dengan memberikan implikasi kebijakan, kesimpulan hasil penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya.
83
1. Permasalahan Penelitian
2. Kerangka Teoritis Eksplorasi Data
Penelitian Sebelumnya
Teori Ekonomi
3. Metode Analisis
Tujuan Penelitian
Ekonometrika
Deskriptif
Pembentukan Model VAR/VEC Tujuan Pertama: Hubungan Struktural 4. A n a l i s i s
Tujuan Kedua: Dampak Guncangan
VECM
Tujuan Ketiga: Kontribusi Dinamis
Uji Stasioneritas Data
IRF
Penentuan Lag Optimum
FEDV
Uji Kointegrasi Spesifikasi Model VAR/VEC
5. Implikasi
6. Simpulan dan Saran
Gambar 12. Alur Kerja Penelitian
Estimasi Model VAR/VEC Stabilitas Model
84
V. KONDISI UMUM PERBANKAN SYARIAH Analisis deskripsi kondisi umum yang melingkupi pembiayaan perbankan syariah dikelompokkan menjadi dari sisi, yaitu dinamika internal dan eksternal bank. Kondisi dinamika internal menekankan pada perkembangan jumlah dan jaringan perbankan, perkembangan pembiayaan, dana pihak ketiga, pembiayaan bermasalah, sertifikat wadiah, dan laba per aset, sedangkan dinamika eksternal bank menekankan pada perkembangan kondisi indeks produksi industri, kredit bank umum, dan Jakarta Islamic index.
5.1. Dinamika Internal 5.1.1. Jumlah Bank dan Jaringan Kantor Selama periode penelitian, perkembangan jumlah bank syariah yaitu bank umum syariah dan unit usaha syariah menunjukkan peningkatan. Meskipun jumlah bank umum syariah selama lima tahun terakhir hanya bertambah satu bank saja, tetapi unit usaha syariah yang awalnya berjumlah enam bank, pada akhir Juni 2008 menjadi 28 bank, bertambah 22 bank atau meningkat 4.67 kali, sehingga keseluruhan jamlah bank meningkat dari delapan bank menjadi 31 bank, bertambah 23 bank atau meningkat 3.88 kali lipat. Perkembangan jaringan kantor menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan perkembangan jumlah bank. Jaringan kantor dalam pengertian ini adalah jumlah kantor pusat, kantor pusat operasional, kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor kas. Jika pada akhir 2002, jaringan kantor bank umum syariah sebanyak 115 kantor, maka posisi akhir Juni 2008 menjadi 405 kantor, bertambah 290 kantor atau meningkat 3.52 kali lipat, sedangkan unit usaha syariah yang pada akhir 2002 hanya sebanyak 31 kantor,
85
pada akhir Juni 2008 menjadi 214 kantor, bertambah 183 kantor atau meningkat 6.9 kali lipat. Secara keseluruhan jaringan kantor bank syariah dari 146 kantor bank pada akhir 2002, menjadi 619 kantor bank, bertambah 473 kantor atau meningkat 4.24 kali lipat. Tabel 2 menunjukkan perkembangan jumlah bank dan jaringan kantor selama periode penelitian, dengan nama bank pada Lampiran 1. Tabel 2. Jumlah Bank dan Jaringan Kantor Perbankan Syariah Posisi Akhir Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jun-08 Bank Umum Syariah (BUS) 2 2 3 3 3 3 3 Unit Usaha Syariah (UUS) 6 8 15 19 20 25 28 Jumlah Bank 8 8 18 22 23 28 31 Jaringan Kantor (BUS dan UUS) 146 265 355 458 531 597 619 BUS 115 209 266 304 349 402 405 UUS 31 56 89 154 182 195 214 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 83 84 88 92 105 114 124 Keterangan
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Peningkatan jumlah bank dan jaringan kantor tidak terlepas dari perkembangan peraturan yang menyertai. Perbankan syariah di Indonesia, sesuai Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.10 tahun 1998, adalah bagian dari sistem perbankan nasional yang menganut sistem perbankan ganda (dual banking system). Sejalan dengan hal tersebut, dengan dikeluarkan Undang-undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang No.3 tahun 2004, telah memberikan kewenangan penuh ke Bank Indonesia untuk dapat menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Keberadaan kedua undang-undang tersebut, menjadikan bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah semakin diakui secara hukum. Selain undang-undang, beberapa peraturan Bank Indonesia ditetapkan untuk menyempurnakan peraturan yang telah ada dan mendorong terciptanya perbankan nasional yang tangguh dan efisien. Peraturan Bank Indonesia (PBI)
86
No. 6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, menyebutkan bahwa modal disetor untuk mendirikan bank ditetapkan sekurang kurangnya sebesar tiga triliun rupiah. Tanggal 29 September 2005, PBI No.7/35/PBI/2005 dikeluarkan sebagai penyempurnaan dari No.6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dengan tujuan untuk lebih mendorong perluasan jaringan perbankan syariah sehingga dapat melayani seluruh lapisan masyarakat. Pokok perubahan ketentuan yang diatur dalam PBI tersebut adalah modal disetor untuk mendirikan bank syariah diturunkan, menjadi sekurang kurangnya adalah satu triliun rupiah. Untuk mengantisipasi kendala jaringan kantor pelayanan bank syariah, pihak Bank Indonesia membuat regulasi tentang pembukaan layanan syariah pada counter-counter unit kovensional bank-bank yang telah mempunyai unit usaha syariah, disebut dengan office channelling, melalui PBI No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006. Dengan demikian, diharapkan masalah jaringan pelayanan dan keuangan syariah dapat diatasi karena masyarakat dapat dilayani di mana saja saat membutuhkan transaksi bank syariah. Berdasarkan ketentuan tersebut, layanan syariah dapat dibuka oleh bank umum konvensional yang telah memiliki unit usaha syariah dengan persyaratan, antara lain: 1. Dalam satu wilayah kantor Bank Indonesia dengan kantor cabang syariah induk. 2. Dengan menggunakan pola kerja sama antara kantor cabang syariah induk dengan kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu. 3. Dengan menggunakan sumber daya manusia sendiri bank yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional bank syariah.
87
4. Memiliki pencatatan dan pembukuan terpisah dari kantor cabang dan atau kantor cabang pembantu dan menggunakan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi perbankan syariah. 5. Laporan keuangan layanan syariah wajib digabungkan dengan laporan keuangan kantor cabang syariah induknya pada hari yang sama.
5.1.2. Pembiayaan Perbankan Syariah Gambaran perkembangan posisi pembiayaan perbankan syariah selama periode penelitian ditunjukkan pada Gambar 13. Pada awal penelitian yaitu November 2002, posisi pembiayaan pada Rp 3 469 miliar, kemudian tengah periode penelitian bulan Juni 2005 berada pada Rp 14 270 miliar, dan akhir periode penelitian mencapai Rp 34 100 miliar, atau tumbuh 9.83 kali lipat. 40,000 34,100
Pembiayaan (Miliar Rupiah)
35,000 30,000 25,000 20,000
Juni 2005 14,270
15,000 10,000 5,000
3,469
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 13. Pembiayaan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008
Untuk meninjau lebih dalam perkembangan dan dinamika pembiayaan, maka dapat ditinjau pola pertumbuhan tiap bulannya. Dari pola tersebut diketahui pertumbuhan bulan tertentu dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Gambar 14
88
menunjukkan bahwa terjadi dinamika pergerakan tiap bulan, tidak selalu naik, bahkan beberapa kali pembiayaan mengalami penurunan. Selama periode penelitian rata-rata tiap bulan terjadi pertumbuhan pembiayaan sebesar Rp 457 miliar.
1,500
1,000 rata-rata= 457 500
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
Pertumbuhan Pembiayaan (Miliar Rupiah)
2,000
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
(500) Tahun (1,000)
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 14. Perubahan Bulanan Pembiayaan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008
Jika ditinjau berdasarkan akad pembiayaan yang dilakukan, maka secara rata-rata pembiayaan jual beli murabahah masih mendominasi akad pembiayaan ditunjukkan pada Gambar 15. Istishna, 2.91%
Lain-lain, 3.66%
Musyarakah, 10.53% Murabahah, 64.63%
Mudharabah, 28.80%
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 15. Pangsa Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad
89
Gambar 15 menunjukkan bahwa dominasi akad jual beli murabahah sebesar 64.63 persen, diikuti oleh pembiayaan bagi hasil yaitu mudharabah dan musyarakah masing-masing dengan porsi 28.80 persen dan 10.53 persen, selanjutnya jual beli istishna porsinya sebesar 2.91 persen, sedangkan sistem pembiayaan lainnya seperti jual beli salam, sewa menyewa ijarah dan lain-lain porsinya sebesar 3.66 persen. Meskipun akad jual beli mendominasi jenis pembiayaan selama periode penelitian, tetapi sebenarnya terjadi pergeseran peningkatan porsi pembiayaan akad bagi hasil, yang diwakili oleh pembiayaan mudharabah dan musyarakah, dan penurunan porsi pembiayaan akad jual beli yang diwakili oleh pembiayaan murabahah dan istishna.
Pangsa Pembiayaan (Persen)
90 80
78.37
70
59.17
60 50 40 30
37.05
20 10
16.41 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun Jual Beli
Bagi Hasil
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 16. Perkembangan Pangsa Pembiayaan, Jenis Akad Jual Beli dan Bagi Hasil, November 2002 sampai Juni 2008
Dari Gambar 16 terlihat bahwa ketika awal periode penelitian November 2002, porsi pembiayaan akad jual beli mencapai 78.37 persen, maka pada akhir periode penelitian Juni 2008, porsi akad jual beli turun menjadi 59.17 persen, sebaliknya
pada
awal
penelitian porsi pembiayaan akad bagi hasil masih
90
16.41 persen, maka pada akhir periode penelitian, porsi akad jual beli meningkat menjadi 37.05 persen. Jika pembiayaan ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, maka sektor jasa-jasa menempati porsi terbesar pembiayaan perbankan syariah dengan pangsa 50.41 persen. Sektor jasa-jasa yang terdiri: listrik, gas dan air; konstruksi; pengangkutan, pergudangan dan komunikasi; jasa dunia usaha; serta jasa sosial masyarakat. Urutan kedua adalah sektor ekonomi lain-lain, yang mencapai 24.54 persen pada Januari 2007 dan mencapai 24.79 persen pada posisi Juni 2008. Urutan ketiga adalah sektor industri dengan pangsa pembiayaan berkisar antara 4 sampai 5 persen. Sektor pertanian, kehutanan, dan sarana pertanian, hanya menempati urutan keempat dengan pangsa 3.01 persen rata-rata dari September 2006, atau sebesar 2.93 persen pada posisi Juni 2008. Selengkapnya pangsa pembiayaan masing-masing sektor ekonomi ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Pangsa Pembiayaan Berdasarkan Sektor Ekonomi (%) Jan 3.50
2007 Juni 2.83
Des 3.00
2008 Jan Juni 2.90 2.93
1.61 4.54 0.03 7.39 18.67
1.75 4.82 0.12 7.84 17.36
1.83 4.91 0.59 8.48 14.86
1.78 4.80 0.88 9.33 15.25
1.60 4.90 0.46 9.70 12.95
5.86
5.68
5.61
4.92
5.72
26.03 6.83 25.54
29.77 7.34 22.49
30.15 6.81 23.76
31.16 6.64 22.35
30.02 6.93 24.79
Sektor Ekonomi 1. Pertanian, kehutanan, dan sarana pertanian 2. Pertambangan 3. Perindustrian 4. Listrik, gas dan air 5. Konstruksi 6. Perdagangan, restoran dan hotel 7. Pengangkutan, pergudangan dan komunikasi 8. Jasa dunia usaha 9. Jasa sosial / masyarakat 10. Lain-lain
Sumber : Bank Indonesia, 2007, 2008a.
91
Meskipun analisis penelitian hanya dilakukan terhadap pembiayaan perbankan syariah BUS dan UUS, perkembangan pembiayaan dari BPRS juga mendapat perhatian. Selama tiga tahun terakhir periode penelitian pada posisi Juni, rata-rata jumlah pembiayaan BPRS dibandingkan dengan pembiayaan total BUS dan UUS, sebesar 3.33 persen.
5.1.3. Pembiayaan Bermasalah Penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah, secara umum sama dengan yang dilakukan bank umum konvensional, yaitu memperhitungkan faktor CAMELS (Capital, Asset quality, Management, Earnings, Liquidity, and Sensitivity to market risk). Tahap selanjutnya adalah dilakukan pendekatan kuantitatif dan atau kualitatif berbagai aspek yang mempengaruhi kondisi atau kinerja bank dengan melakukan penilaian terhadap faktor finansial dan faktor manajemen. NPF (Non Performing Financing) adalah salah satu indikator kualitas aset (asset quality). Tujuan rasio NPF adalah mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi bank, semakin tinggi rasio, menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk. Rasio NPF yang digunakan oleh bank umum syariah adalah sebagai berikut: Pembiayaan (KL, D, M) NPF =
X 100 persen
.…................... (5.1)
Total Pembiayaan KL adalah jumlah pembiayaan yang masuk kategori kurang lancar, D adalah jumlah pembiayaan yang masuk dalam kategori diragukan, dan M adalah jumlah pembiayaan yang masuk dalam kategori macet. Jika bank berada di peringkat pertama, maka kualitas aset sangat baik dengan risiko portofolio yang
92
sangat minimal, kebijakan dan prosedur pemberian pembiayaan dan pengelolaan resiko dari pembiayaan telah: (1) dilaksanakan dengan sangat baik dan sesuai dengan skala usaha bank, sangat mendukung kegiatan operasional yang aman serta sehat, dan (2) didokumentasikan dan diadministrasikan dengan sangat baik. Sebaliknya jka berada di peringkat kelima, maka kualitas aset tidak baik dan diperkirakan kelangsungan hidup bank sulit untuk dapat diselamatkan. Kebijakan dan prosedur pemberian pembiayaan dan pengelolaan resiko dari pembiayaan peringkat kelima adalah: (1) dilaksanakan dengan tidak baik dan atau tidak sesuai dengan skala usaha bank, terdapat kelemahan yang sangat signifikan dan kelangsungan usaha bank sulit untuk dapat diselamatkan, dan atau
Pembiayaan Bermasalahah (Persen)
(2) didokumentasikan dan diadministrasikan dengan tidak baik. 7.00 Agustus 2007 6.63
6.00 5.00 rata-rata 4.10 4.00
4.23
4.06
3.00 2.00
Desember 2003 2.34
1.00
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
0.00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 17. Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008
Selama periode penelitian, posisi pembiayaan akhir bulan mengalami dinamika naik turun. Pada awal penelitian November 2002, posisi Non Performing Financing (NPF) perbankan syariah sebesar 4.06 persen, dan pada saat akhir periode penelitian NPF berada pada posisi 4.23 persen. Gambar 17
93
menunjukkan bahwa posisi terendah NPF yang pernah dialami adalah Desember 2003 pada 2.34 persen, sedangkan tertinggi ketika mencapai 6.63 persen pada Agustus 2007, dan jika dihitung secara rata-rata, maka selama periode tersebut pembiayaan bermasalah di perbankan syariah sebesar 4.10 persen. Catatan kritisnya adalah perkembangan posisi pembiayaan bermasalah yang terjadi selama setahun terakhir di perbankan syariah, seperti pada Tabel 4. Meskipun posisi Juni 2008, sudah berada pada 4.23 persen, tetapi jika ditinjau dalam 12 bulan terakhir penelitian, rata-rata NPF perbankan syariah berada pada posisi 5.12 persen, artinya lebih tinggi jika disandingkan dengan kondisi Non Performing Loan (NPL) bank umum secara keseluruhan yang berada pada posisi 4.50 persen. Dari 12 bulan terakhir, posisi NPF hanya mengalami lebih rendah dua kali dibandingkan dengan kondisi NPL bank umum. Tabel 4. Posisi Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah dan Bank Umum, Juli 2007 sampai Juni 2008 (%) NPF Bank Syariah
NPL Bank Umum
Juli 2007
6.58
5.81
Agustus 2007
6.63
5.74
September 2007
6.29
5.17
Oktober 2007
6.23
5.05
November 2007
5.66
4.84
Desember 20007
4.05
4.07
Januari 2008
4.18
4.24
Februari 2008
4.07
4.21
Maret 2008
4.17
3.75
April 2008
4.39
3.82
Mei 2008
4.94
3.76
Juni 2008 Rata-Rata 12 Bulan Terakhir
4.23
3.54
5.12
4.50
Akhir Bulan
Sumber : Bank Indonesia, 2007, 2008a.
Keterangan NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi NPF Lebih rendah NPF Lebih rendah NPF Lebih rendah NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi NPF Lebih tinggi
94
5.1.4. Laba per Aset Sesuai dengan surat edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum berdasarkan prinsip syariah, rasio-rasio keuangan yang digunakan untuk menghitung peringkat faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas dan sensitivitas atas risiko pasar dibedakan menjadi rasio utama, rasio penunjang, dan rasio pengamatan (observed). Rasio utama merupakan rasio yang memiliki pengaruh kuat (high impact) terhadap tingkat kesehatan bank, rasio penunjang adalah rasio yang berpengaruh secara langsung terhadap rasio utama, dan rasio pengamatan (observed) adalah rasio tambahan yang digunakan dalam analisa dan pertimbangan (judgement). ROA (Return On Asset) merupakan salah satu komponen perhitungan rentabilitas
(earning)
untuk
mengukur
keberhasilan
manajemen
dalam
menghasilkan laba. Semakin kecil rasio tersebut mengindikasikan kurangnya kemampuan manajemen bank dalam hal mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya. ROA menurut Bank Indonesia masuk kategori rasio penunjang. Formula atau rasio yang digunakan oleh bank umum syariah adalah sebagai berikut: Laba Sebelum Pajak ROA =
....................………................... (5.2) Rata-Rata Total Aset
Jika bank berada pada peringkat pertama, maka kemampuan rentabilitas sangat tinggi untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Sebaliknya jika berada di peringkat kelima, maka kemampuan rentabilitas sangat rendah untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Akan tetapi angka ROA yang terpublikasi oleh Bank Indonesia melalui data statistik perbankan syariah secara bulanan baru pada bulan Januari 2006, sehingga proksi
95
yang digunakan untuk mendekati ROA adalah laba per aset. Laba per aset menunjukkan kemampuan bank mengelola sejumlah aset sehingga menghasilkan keuntungan. Ada dua komponen penting dalam indikator yaitu posisi aset dan laba. Kondisi terbaik adalah ketika terjadi pertambahan aset yang diikuti juga dengan pertambahan keuntungan. Posisi aset menunjukkan kapasitas atau volume usaha yang dijalankan perbankan syariah, karena termasuk aspek permodalan, dana pihak ketiga, kewajiban-kewajiban, piutang, pembiayaan, dan aktiva tetap yang dimiliki. Gambar 18 menunjukkan bahwa selama periode penelitian terjadi pertambahan aset, pada November 2002 hanya Rp 4 135 miliar, menjadi Rp 42 981 miliar pada akhir Juni 2008, bertambah Rp 38 846 miliar atau mengalami kenaikan 10.39 kali lipat. 45,000 42,981 40,000 Aset (Miliar Rupiah)
35,000 30,000 25,000
Juni 2005 17,743
20,000 15,000 10,000 5,000 4,135
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
0
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 18. Aset Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008
Dinamika pertumbuhan bulanan aset perbankan syariah pada Gambar 19, menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tiap bulan sebesar Rp 580 miliar, dan selama periode penelitian terdapat dua kali kenaikan aset dalam jumlah besar,
96
yaitu pada Desember 2005 dan Desember 2007, masing-masing dengan Rp 2 188 miliar dan Rp 3 250 miliar. Jika dilakukan tinjauan dua kejadian tersebut, maka pada Desember 2005 kenaikan aset yang terjadi, didominasi oleh kenaikan dana pihak ketiga sebesar Rp 2 094 miliar, terutama dari deposito mudharabah yang mencapai Rp 1 356 miliar, sedangkan dari sisi aktiva terjadi kenaikan penempatan pada Bank Indonesia sebesar Rp 1 699 miliar. 3,500 Desember 2007 naik 3,250 Desember 2005 naik 2,188
2,500 2,000 1,500 1,000
Rata-rata = 580
500
2005 6, 405
0 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
Pertumbuhan Aset (Miliar Rupiah)
3,000
-500 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
-1,000 Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 19. Perubahan Aset Bulanan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008
Kenaikan kedua pada Desember 2007, kenaikan aset yang terjadi masih didominasi oleh kenaikan dana pihak ketiga sebesar Rp 2 352 miliar, tetapi tersebar diantara tabungan mudharabah, deposito mudharabah, dan giro wadiah, sedangkan dari sisi aktiva terjadi kenaikan pembiayaan sebesar Rp 1 446 miliar, dan penempatan pada Bank Indonesia sebesar Rp 1 329 miliar. Dari sisi perkembangan laba, ditunjukkan dengan posisi akhir bulan laba berjalan pada Gambar 20, tampak bahwa laba berjalan mengikuti pola siklus tahunan. Pada awal tahun, bulan Januari merupakan posisi terendah tiap tahun, kemudian meningkat tiap bulan sampai dengan puncaknya pada bulan Desember.
97
Selama periode penelitian posisi tertinggi laba tahun berjalan setelah taksiran pajak penghasilan
pada bulan Desember 2007 sebesar Rp 540.1 miliar,
sedangkan pada awal penelitian laba baru sebesar Rp 52.47 miliar.
Laba Tahun Berjalan (Miliar Rupiah)
600 Desember 2007 540.10
500
411.09 400 300 200 100
52.47
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 20. Laba Tahun Berjalan Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008
Catatan yang perlu diperhatikan adalah struktur pembentuk laba tersebut. Dengan menggunakan data Juni 2008, dari pendapatan operasional sebesar Rp2 582 miliar, 89.31 persen diantaranya berasal dari pendapatan dari penyaluran dana, sisanya sebesar 10.69 persen adalah pendapatan operasional lainnya, termasuk fee base income yang hanya sebesar 3.55 persen. Dari sisi beban operasional sebesar Rp 1 277 miliar, beban terbesar adalah pos penyusutan, penyisihan, amortisasi, penghapusan, sebesar Rp 438 miliar atau 34.30 persen, kemudian beban tenaga kerja sebesar Rp 378.2 miliar atau 29.62 persen. Dari dua komponen laba dan aset tersebut, jika digabungkan merupakan indikator rentabilitas. Dari data yang ada rata-rata kemampuan menghasilkan laba perbankan syariah selama periode penelitian adalah 1.29 persen, artinya dari seratus bagian aset mampu menghasilkan keuntungan 1.29. Kemampuan tertinggi
98
terjadi pada Februari 2008 dengan laba per aset sebesar 2.21 persen, dan terendah pada bulan Juni 2005 sebesar 0.14 persen, seperti ditunjukkan Gambar 21. 2.50
Februari 2008 2.21 Laba peraset (persen)
2.00
1.50
rata-rata= 1.29
1.00
0.50
Juni 2005 0.14 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
0.00 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 21. Laba per Aset Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008
5.1.5. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Dalam konteks kebijakan moneter, SWBI merupakan instrumen jangka pendek yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk memfasilitasi perbankan syariah dalam rangka menyimpan dana di Bank Indonesia, dana titipan tersebut kemudian disalurkan Bank Indonesia ke pasar uang antar bank syariah sebagai dana yang dapat dimanfaatkan oleh perbankan lain untuk memenuhi kecukupan likuiditas. Sebagai sarana untuk memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki, maka posisi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), dapat menunjukkan kondisi likuiditas perbankan syariah. Pemanfaatan SWBI dapat diinterpretasikan bahwa, dana pihak ketiga yang dihimpun dari masyarakat untuk sementara belum dapat dimanfaatkan oleh perbankan menjadi pembiayaan kepada masyarakat. Gambar 22 menunjukkan perkembangan posisi SWBI selama periode penelitian. Dari periode tersebut terdapat dua kejadian ekstrim, yaitu kenaikan
99
terbesar sebesar Rp 1 863 miliar pada Desember 2005, dan penurunan terbesar terjadi pada Maret 2008, sebesar Rp 1 582 miliar. 4,000
SWBI (Miliar Rupiah)
Februari 2008 3,717
naik 1,863
3,500 3,000
Desember 2005 2,395
2,500 2,000
Maret 2008 2,135 turun 1,582
1,500 1,000 November 2005 532
500
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
0 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 22. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, November 2002 sampai Juni 2008
Kejadian yang menyertai kenaikan Desember 2005 adalah tambahan dana pihak ketiga sebesar Rp 2 094 miliar, dan tambahan 27 kantor unit usaha syariah baru, sedangkan kejadian yang menyertai penurunan SWBI terbesar pada Maret 2008, karena kemampuan perbankan syariah menyalurkan tambahan pembiayaan sebesar Rp 1 751 miliar.
5.1.6. Dana Pihak Ketiga Dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun menunjukkan perkembangan yang juga pesat, ditunjukkan pada Gambar 23. Jika pada akhir November 2002 jumlah dana pihak ketiga baru mencapai Rp 2 056 miliar, dan pada tengah periode akhir Juni 2005 mencapai Rp 13 358 miliar, maka pada akhir Juni 2008 telah mencapai Rp 33 049 miliar, atau bertambah Rp 30 993 miliar selama periode penelitian.
100
35,000
25,000 20,000 Juni 2005 13,358
15,000 10,000 5,000 2,956
0
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
Dana Pihak Ketiga (Miliar Rupiah)
33,049 30,000
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 23. Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008
Sedangkan jika ditinjau dari pertumbuhan bulanan dana pihak ketiga, selama periode penelitian mengalami dua kali lonjakan besar pertambahan dana pihak ketiga, yaitu pada Desember 2005 dan Desember 2007, dan jika dijadikan rata-rata, maka tiap bulan terjadi pertambahan dana pihak ketiga sebesar Rp 449 miliar, terlihat pada Gambar 24.
Desember 2007 2,354
Desember 2005 2,094
2,000 1,500 Rata-rata= 449 1,000 500 -
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (Miliar Rupiah)
2,500
(500)
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 24. Perubahan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah, November 2002 sampai Juni 2008
101
Giro Wadiah, 12.9% Deposito Mudharabah, 56.5%
Tabungan Mudharabah, 30.6%
Sumber : Bank Indonesia, 2002, 2003a, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008a. Gambar 25. Pangsa Dana Pihak Ketiga Rata-Rata, November 2002 sampai Juni 2008
Gambar 25 menunjukkan komposisi dana pihak ketiga selama periode penelitian, di mana deposito mudharabah menempati urutan terbesar dengan porsi rata-rata 56.5 persen, diikuti tabungan mudharabah sebesar 30.6 persen, dan paling kecil giro wadiah sebesar 12.9 persen. Tabel 5. Komposisi Deposito Satu Bulan dan 12 Bulan, Januari 2007 sampai Juni 2008 (%) Komposisi Deposito Mudharabah Jatuh Tempo Bulan Satu bulan 12 bulan Januari 2007 49.46 Maret 2007 50.75 Juni 2007 54.94 September 2007 57.31 Desember 2007 62.87 Januari 2008 62.03 Maret 2008 60.22 Juni 2008 66.74 Sumber : Bank Indonesia, 2007, 2008a.
20.06 21.09 20.09 18.83 14.71 14.45 14.97 13.43
Tabel 5 menunjukkan perbandingan komposisi deposito jatuh tempo satu bulan dengan jatuh tempo 12 bulan, tampak bahwa deposito satu bulan selalu
102
lebih besar dibandingkan dengan 12 bulan, bahkan dalam waktu 18 bulan terakhir komposisi deposito satu bulan meningkat dari 49.46 persen, menjadi 66.74 persen. Meskipun deposito menempati urutan teratas dalam kontribusi jumlah dana terhadap dana pihak ketiga, tetapi jika ditinjau dari jumlah rekening yang tercatat, maka tabungan yang tercatat sebagai kontributor terbanyak. Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa jumlah rekening tabungan bulan Juni 2008 mencapai 3 253 320 rekening, dan terjadi pertambahan 1 306 379 rekening selama 18 bulan terakhir dari periode akhir penelitian. Sedangkan jika ditinjau secara rata-rata, tiap rekening tabungan bersaldo Rp 3 337 468, tiap rekening giro Rp 107 130 740, dan tiap rekening deposito Rp 169 959 931, per posisi akhir Juni 2008. Tabel 6. Jumlah Rekening Dana Pihak Ketiga, Januari 2007 sampai Juni 2008 Jumlah Rekening Bulan Giro Januari 2007 35 399 Maret 2007 35 994 Juni 2007 37 840 September 2007 41 356 Desember 2007 42 741 Januari 2008 43 031 Maret 2008 43 850 Juni 2008 47 101 Tambahan 11 702 Januari 2007-Juni 2008 Sumber : Bank Indonesia, 2007, 2008a.
Deposito
Tabungan
76 214 80 453 86 481 87 147 91 714 94 346 97 475 100 875
1 946 941 2 064 450 2 264 680 2 470 520 2 711 374 2 849 220 3 009 490 3 253 320
24 661
1 306 379
5.2. Dinamika Eksternal 5.2.1. Indeks Produksi Industri Awal penggunaan Indeks Produksi Industri (IPI) bulanan, merupakan pemenuhan komitmen pemerintah Republik Indonesia yang menjadi anggota International Monetary Fund (IMF) melalui Special Data Dissemination Standard (SDDS). IPI dimaksudkan sebagai sistem pemantauan dini, agar krisis
103
moneter atau ekonomi tidak terulang. Mulai tahun 2000, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survei industri besar dan sedang bulanan yang sampelnya terintegrasi dengan survei industri triwulanan. Sejak tahun 2000, data diolah dari 195 perusahaan hasil survei industi bulanan dan menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. Gambar 26 menunjukkan bahwa selama periode penelitian, IPI pada akhir triwulan searah dengan Produk Domestik Bruto (PDB) harga konstan tahun dasar 2000 yang dipublikasikan tiap triwulan. Dengan alasan tersebut, penelitian menggunakan IPI untuk mendekati PDB yang menggambarkan pertumbuhan sektor riil dengan kurun waktu tiap bulan. 165 155 500
450
135 125
400
115 350 105
Indeks Produksi Industri 300
Indeks Produksi Industri
145
Produk Domestik Bruto (Triliun Rupiah)
PDB Harga Konstan Tahun Dasar 2000
550
95 85
250 4 2002
1
2
3
2003
4
1
2
3
4
2004
1
2
3
4
2005
1
2
3
2006
4
1
2
3
2007
4
1
2
2008
Tahun
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008 Gambar 26. Produk Domestik Bruto Harga Konstan Tahun Dasar 2000 dan Indeks Produksi Industri, Triwulan IV 2002 sampai II 2008
Ditinjau perkembangan posisi IPI pada Gambar 27, terdapat lima kali penurunan IPI, dengan dua kali penurunan tajam yaitu pada Desember 2002 dan November 2004, sedangkan penurunan lain yang cukup berarti juga terjadi pada November 2003, November 2005, dan Oktober 2006. Kondisi yang melingkupi penurunan IPI pada Desember 2002, adalah kenaikan Indek Harga Konsumen
104
(IHK) sebesar 1.85 persen, pada bulan November 2002, yang merupakan kenaikan IHK terbesar dalam sepuluh bulan terakhir. Terjadinya tragedi bom di Bali pada 12 Oktober 2002, ikut mempengaruhi kondisi perekonomian, yang berimbas kepada kinerja sektor sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta industri pengolahan. 140
Indek Produksi Industri
130
120
Oktober 2006 113.80
110
November 2004 November 2005 106.00 106.16
100
November 2003 100.40
90
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
80
Desember 2002 87.42 2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008. Gambar 27. Indeks Produksi Industri, November 2002 sampai Juni 2008
Penurunan tajam yang kedua adalah November 2004. Kondisi yang terjadi sebelumnya dan berdampak pada penurunan IPI adalah terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika akibat tekanan eksternal berupa ekspektasi kenaikan bunga bank sentral Amerika dan kenaikan harga minyak dunia di atas 40 dolar per barel, akibatnya sektor-sektor yang membutuhkan bahan impor menjadi tertekan, seperti sektor otomotif dan perusahaan minyak. Meskipun IHK pada November 2004 rendah, tetapi dari Indek Harga Pedagang Besar (IHPB) ternyata meningkat cukup tajam. Pada saat itu beberapa perusahaan makanan dan minuman masih menunda kenaikan harga produknya, meskipun mengalami kenaikan harga input.
105
Penurunan yang terjadi pada November 2003, karena penurunan kinerja beberapa industri, seperti: industri kertas, percetakan dan penerbitan, industri logam dasar, serta industri tekstil, pakaian jadi dan kulit. Terjadinya pelonggaran barang impor menjadikan mengalirnya barang-barang substitusi yang berasal dari impor. Penurunan pada November 2005, diakibatkan peningkatan biaya produksi seiring dengan kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 dan terjadinya depresiasi nilai tukar. Penurunan pada Oktober 2006, disebabkan karena penurunan daya beli masyarakat dan perlambatan kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta beberapa subsektor industri pengolahan.
5.2.2. Kredit Bank Umum Perkembangan posisi kredit bank umum selama periode penelitian menunjukkan kenaikan, mulai dari posisi Rp 363 928 miliar sampai dengan Rp 1 148 356 miliar pada posisi Juni 2008, mengalami pertambahan Rp 784 428 miliar atau meningkat 3.16 kali lipat, ditunjukkan pada Gambar 28.
1,148,356 1,000,000 Juni 2005 629,062
800,000 600,000 400,000 363,928 200,000 0
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
K redit B ank U mum (Miliar R upiah)
1,200,000
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2008c. Gambar 28. Kredit Bank Umum, November 2002 sampai Juni 2008
106
Meskipun terlihat tidak terdapat dinamika dalam kredit bank umum, jika ditinjau dengan pertambahan tiap bulan maka terlihat dinamika seperti ditunjukkan pada Gambar 29. Dari dinamika pertumbuhan kredit bulanan, tampak bahwa selama periode penelitian, beberapa kali mengalami kenaikan dan penurunan posisi kredit. 20.00 Mei 2006 16.64
50,000
Juni 2008 52,142
Agustus 2005 14.33
40,000
18.00 16.00 14.00
30,000
12.00
20,000
10.00 8.00
10,000
6.00 (10,000) 2002
2003
2004
2005
2006
Januari 2007
(20,000)
2007
(17,463)
2008
4.00
Suku Bunga Kredit (Persen)
18.87
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
Perubahan Kredit (Miliar Rupiah)
60,000
2.00 -
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2008c. Gambar 29. Perubahan Kredit Bank Umum Bulanan dan Suku Bunga Kredit, November 2002 sampai Juni 2008
Terdapat tiga kali posisi kredit mengalami penurunan, yaitu Januari 2006, Januari 2008 dan pada Januari 2007, sedangkan kenaikan terbesar terjadi pada Juni 2008. Penurunan Januari 2006, secara umum selain faktor internal bank, seperti kemampuan menghimpun dana pihak ketiga juga diakibatkan pelemahan daya beli masyarakat pasca kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 dan penurunan kegiatan usaha industri akibat kenaikan biaya produksi. Penurunan Januari 2008, lebih disebabkan perilaku musiman masyarakat yang melakukan pelunasan kredit pada awal tahun, khususnya untuk jenis kredit modal kerja. Demikian pula pada Januari 2008, penurunan Rp 17 463 miliar, disebabkan faktor internal penurunan dana pihak ketiga dan perilaku musiman pelunasan kredit,
107
karena pada bulan berikutnya terjadi kenaikan kredit kembali. Apabila dihubungkan antara pertambahan kredit tiap bulan dengan suku bunga kredit yang berlaku, ditunjukkan pada Gambar 29, terdapat tiga periode yang menggambarkan hubungan tersebut. Pertama antara November 2002 sampai Agustus 2005, tingkat bunga kredit cenderung turun dan terjadi pertambahan kredit, periode kedua antara Agustus 2005 sampai Mei 2006, tingkat bunga mengalami kenaikan, dan kredit mengalami penurunan, periode ketiga antara Mei 2006 sampai Juni 2008, suku bunga kredit mengalami penurunan dan kredit secara rata-rata meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan periode pertama. Jika dianalisis secara sektoral, maka pangsa terbesar kredit bank umum posisi Juni 2008 adalah sektor lain-lain yang mencapai 28.76 persen, diikuti sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 21.03 persen, Sektor pertanian berada pada posisi kelima, dengan porsi sebesar 5.35 persen, di bawah jasa dunia usaha, ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7. Pangsa Penyaluran Dana Bank Umum Berdasarkan Sektor Ekonomi (%) Sektor Ekonomi 1. Pertanian, kehutanan, dan sarana pertanian 2. Pertambangan 3. Perindustrian 4. Listrik, gas dan air 5. Konstruksi 6. Perdagangan, restoran dan hotel 7. Pengangkutan, pergudangan dan komunikasi 8. Jasa dunia usaha 9. Jasa sosial / masyarakat 10. Lain-lain Total Sumber : Bank Indonesia, 2008c.
Jan
2007 Juni
Des
2008 Jan Juni
5.59
5.46
5.68
5.62
5.35
1.89 23.15 0.72 4.02
2.37 21.61 0.74 4.37
2.62 20.52 0.79 4.40
2.37 20.51 0.82 4.31
2.65 20.38 0.89 4.56
20.33
21.22
21.64
21.04
21.03
3.44
3.26
3.67
4.07
4.08
10.15 1.37 29.35
10.57 1.29 29.11
10.95 1.39 28.34
11.05 1.22 29.00
11.14 1.17 28.76
100.00 100.00 100.00 100.01 100.00
108
Jika dibandingkan dengan data pada pembiayaan perbanakan syariah pada periode yang sama, maka terdapat perbedaan porsi utama, karena pada perbankan syariah porsi terbesar adalah sektor jasa dunia usaha dan sektor lain-lain, yang jika keduanya digabung memiliki porsi 54.81 persen, sedangkan pada bank umum gabungan tiga sektor utama mencapai 70.17 persen.
5.2.3. Jakarta Islamic Index Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinisp syariah. Di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan 30 saham sebagai bagian dari keseluruhan saham yang tercatat menjadi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui indek ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuiti secara syariah. JII (Jakarta Islamic Index) adalah indeks yang diumumkan oleh PT. Bursa Efek Jakarta mulai tanggal 3 Juli 2000, melengkapi indeks harga saham yang sudah ada yaitu, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), IHSI (Indeks Harga Saham Individu), Indeks Sektoral dan LQ-45. Penetapan JII adalah dalam rangka mengakomodir keinginan sebagian besar investor muslim untuk menanamkan modal dalam bentuk portofolio surat berharga yang lebih Islami serta untuk mengembangkan pasar modal yang sesuai
109
dengan prinsip syariah (Ayatullah, 2003). Perusahan yang ikut dalam JII adalah 30 perusahaan yang terpilih melalui proses yang disebut screening process dan telah memenuhi beberapa kriteria tertentu seperti yang difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan, akad, serta cara pengelolaan perusahaan emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Jenis kegiatan tersebut adalah: (1) perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang, (2) lembaga keuangan konvensional termasuk perbankan dan asuransi, (3) produsen, distributor, pedagang makanan dan minuman yang haram, dan (4) produsen, distributor atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat. Selain kriteria tersebut, dalam proses pemilihan saham yang masuk JII, Bursa
Efek
Indonesia
melakukan
tahap-tahap
pemilihan
yang
juga
mempertimbangkan aspek likuiditas dan kondisi keuangan emiten, yaitu: 1. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar). 2. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir dengan rasio kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90 persen. 3. Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar terbesar selama satu tahun terakhir. 4. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.
110
700
2800 IHSG 2400 508.95
500
2000
400
430.29
300
1200
200 100 JII 62.17
Agts 2005 turun 24.89
Mei 2006 turun 24.78
Okt 2007 Naik 63.31
800
Maret 2008 turun 60.52
400 0
11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
-
1600
IHSG
Jakarta Islamic Index
600
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Sumber : Bank Indonesia, 2008c. Gambar 30. Jakarta Islamic Index dan Indeks Harga Saham Gabungan, November 2002 sampai Juni 2008
Gambar 30 menunjukkan pergerakan JII memiliki pola yang hampir sama dengan pergerakan IHSG, karena dari 66 bulan periode penelitian hanya tujuh kali saja yang berbeda arah gerakannya, selebihnya ketika IHSG naik maka JII juga naik, demikian pula sebaliknya. Pada November 2002, JII berada pada posisi 62.17 dan IHSG berada pada posisi 390.42, kemudian secara umum menunjukkan terjadi peningkatan dengan ditunjukkan grafik naik sampai pada posisi tertinggi 508.96 pada Februari 2008. Setelah November 2002, JII mengalami penurunan sampai akhir penelitian Juni 2008 pada posisi 430.29, dan IHSG pada posisi 2 349.11. Dari pertambahan indeks tiap bulan, dapat diketahui bahwa terdapat empat kali JII mengalami perubahan besar, yaitu kenaikan pada Oktober 2007 sebesar 63.31, penurunan 60.52 pada Maret 2008, penurunan 24.89 pada Agustus 2005, dan penurunan 24.78 pada Mei 2006. Kenaikan JII pada Oktober 2007 didukung oleh faktor domestik dan faktor eksternal yang membaik. Di sisi mikro, kinerja emiten membaik yang ditunjukkan oleh peningkatan keuntungan cukup besar
111
terutama pada triwulan ketiga tahun 2007. Ekspektasi peningkatan keuntungan terus berlanjut, khususnya emiten tambang dan pertanian, sehubungan dengan meningkatnya harga komoditas tersebut di pasar internasional. Dari sisi eksternal, peningkatan kinerja pasar modal Indonesia dipengaruhi oleh sentimen positif di bursa saham internasional dan regional yang membaik. Walaupun pasar saham global pada tahun 2007 sempat digoncang oleh dampak subprime mortgage di AS, pecahnya bubble di China, dan peningkatan harga minyak dunia, namun langkah otoritas global dalam menangani krisis tersebut saat itu masih mampu mengembalikan optimisme para pelaku pasar sehingga indeks harga saham kembali meningkat. Penurunan JII pada Maret 2008 sebesar 60.52, disebabkan faktor risiko domestik yang meningkat seperti tekanan inflasi dan faktor risiko fiskal, situasi pasar keuangan global yang masih labil juga memberikan tekanan tersendiri pada kinerja pasar saham. Penurunan indeks sebesar 24.89 pada Agustus 2005, disebabkan karena indeks mengalami tekanan bersamaan dengan kenaikan harga minyak dunia dan tanggapan minor pelaku pasar terhadap asumsi-asumsi APBN tahun 2006. Penurunan indeks sebesar 24.78 pada Mei 2006 karena dipicu oleh aksi ambil untung yang dilakukan oleh investor, terkait dengan tren penurunan di bursa regional lainnya. Penurunan indeks bursa regional dipicu perkiraan bahwa Amerika Serikat meneruskan kebijakan peningkatan suku bunga guna menekan inflasi. Koreksi IHSG juga dipicu oleh aksi jual investor asing yang cukup besar dan diikuti oleh investor domestik.
112
VI. APLIKASI MODEL VECTOR ERROR CORRECTION UNTUK MENGANALISIS PEMBIAYAAN BANK SYARIAH
Model Vector Error Correction (VEC) merupakan model Vector Autoregression (VAR) yang terestriksi. Restriksi karena data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. Spesifikasi Model VEC merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi jangka pendek. Istilah kointegrasi dikenal
juga sebagai istilah error correction, karena deviasi terhadap ekuilibium jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian jangka pendek. Jika data tidak stasioner namun berkointegrasi, maka model VAR yang digunakan adalah Model VEC. Tahapan pembentukan model VAR atau model VEC diawali uji stasioneritas data, dilanjutkan dengan pencarian lag optimal dan uji kointegrasi.
6.1. Pengujian - Pengujian Statistik 6.1.1. Uji Stasioneritas Data Analisis model ekonometrika runtun waktu mempunyai syarat stasioner agar data terhindar dari regresi lancung (spurious regression). Regresi lancung terjadi ketika hasil regresi menunjukkan hubungan yang signifikan antar peubah dengan koefisien determinasi yang tinggi, padahal terjadi karena hubungan contemporaneous dan tidak memiliki makna kausal. Salah satu metode untuk menguji stasioner data adalah uji akar unit (unit root test). Dickey dan Fuller mengembangkan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) untuk mendeteksi stasioneritas data, sehingga dapat diketahui data
113
stasioner pada tingkat level yang biasa ditulis I(0), atau tingkat difference yang biasa ditulis I(1). Prosedurnya adalah membandingkan nilai absolut statistik ADF dengan nilai kritis, jika nilai ADF lebih besar dari nilai kritis maka data menunjukkan stasioner. Hasil rangkuman uji stasioneritas pada tingkat level pada Tabel 8, sedangkan perhitungan lengkap uji stasioner dari software eviews, pada Lampiran 4. Tabel 8. Uji Stasioneritas Data Level Nilai Kritis Peubah Nilai ADF Mac Kinnon 5 persen LNPBS -0.964060 -3.478305 LNDPK -1.475614 -3.478305 LNKBU -1.317010 4.100935 LPA -4.340584 -3.478305 NPF -1.986726 -3.478305 LNIPI -6.522181 -3.478305 LNJII -2.648214 -3.478305 LNSWBI -2.631570 -3.478305
Keterangan Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner
Karena pada tingkat level hanya satu peubah yang stasioner, maka dilanjutkan dengan menguji peubah di first difference.
Hasil
ringkasan uji
stasioner pada derajat pertama, pada Tabel 9. Tabel 9. Uji Stasioneritas Data Derajat Pertama Nilai Kritis Peubah Nilai ADF Mac Kinnon 5 persen LNPBS -4.044185 -2.906923 LNDPK -9.862839 -2.906210 LNKBU -7.793568 -2.906210 LPA -10.09750 -2.914517 NPF -8.149104 -2.906210 LNIPI -8.513479 -2.906923 LNJII -7.962883 -2.906210 LNSWBI -7.175081 -2.906210
Keterangan Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner Stasioner
Hasil uji akar-akar unit pada Tabel 9, diketahui bahwa seluruh data telah stasioner pada tingkat I(1). Masing-masing nilai absolut ADF lebih tinggi dari
114
nilai kritisnya. Selanjutnya adalah menguji hubungan kointegrasi antar peubah, sebelum
melakukan
uji kointegrasi menentukan menentukan panjang lag
maksimal dan optimal dari persamaan.
6.1.2. Kelambanan Optimal Pemilihan kelambanan atau lag yang tepat menghasilkan residual bersifat gaussian, terbebas dari permasalahan autokorelasi dan heteroskedastisitas (Enders, 1989). Langkah menentukan lag optimal didahului oleh penentuan lag maksimum dengan mempertimbangkan kriteria stabilitas sistem, selanjutnya menentukan kandidat kriteria lag optimal, terakhir menentukan lag optimal. Lag maksimum yang terbentuk adalah lag empat, karena pada lag tersebut sistem masih stabil yang ditandai dengan besaran modulus kurang dari satu, yaitu sebesar 0.99, lengkapnya pada Lampiran 5. Dari lag empat sebagai lag maksimum, tersebut, terdapat pilihan kandidat lag optimal dari berbagai kriteria informasi yang disediakan oleh software eviews pada Tabel 10, atau pada Lampiran 6. Tabel 10. Kandidat Kriteria Kelambanan Optimal Lag
LR
FPE
AIC
SC
HQ
1 2 3 4
890.3046 96.85249 89.93390* 82.19121
5.68e-19 5.85e-19 5.51e-19 4.86e-19*
-19.32350 -19.38419 -19.69019 -20.34152*
-16.89476* -14.79657 -12.94368 -11.43613
-18.36670* -17.57689 -17.03240 -16.83324
Keterangan : * = LR = FPE = AIC = SC = HQ =
Lag terseleksi oleh kriteria informasi Sequential modified LR test statistic Final Prediction Error Akaike Information Criterion Schwarz Information Criterion Hannan-Quinn Information Criterion
Tiga kandidat lag optimum yang terbentuk yaitu lag satu, lag tiga atau lag
115
empat, ditandai dengan tanda asterik di atas. Dipilih lag satu karena berdasarkan kriteria Schwarz information criterion dan Hannan-Quinn information criterion, lag yang optimal adalah ordo satu, selain itu kriteria SC dan HQ menunjukkan lag terkecil, sehingga tidak berkurang degree of freedom dan efisiensi dari model.
6.1.3. Uji Kointegrasi Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan jangka panjang antar peubah dilakukan uji kointegrasi. Jika terjadi kointegasi maka diperoleh kombinasi linier antar peubah yang bersifat stasioner. Uji kointegrasi Johansen dengan menggunakan lag optimal satu, tahap pertama adalah menentukan asumsi tren deterministik. Berdasarkan data yang ada, bentuk tren deterministik adalah asumsi keempat yaitu data level dan persamaan kointegrasi mempunyai tren linier, hal tersebut diperkuat dengan Akaike Information Criteria dan Schwarz Criteria yang menunjuk pada asumsi tersebut. Tahapan kedua adalah menentukan jumlah kointegrasi, dari lag optimum dan bentuk deterministik tren yang telah dicari sebelumnya, trace statictic menunjukkan bahwa terjadi dua kointegrasi, ditunjukkan pada Tabel 11, dan pada Lampiran 7. Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Johansen Hipotesis Trace Statistic Nilai Kritis 5 persen H0 ; r H1 ; r r=0 r≤1 r≤2 r≤3 r≤4 r≤5 r≤6 r≤7
r>0 r>1 r>2 r>3 r>4 r>5 r>6 r>7
210.3884 147.7327 100.6815 69.74108 41.89161 20.81606 11.40328 4.035113
182.82 146.76 114.90 87.31 62.99 42.44 25.32 12.25
116
Tabel 11 menunjukkan bahwa hipotesis ketiga (H0; r ≤ 2), nilai trace statistic
lebih
kecil
dari
critical
value
dalam
tingkat
lima
persen
(100.68 > 114.90), maka H0 diterima, sehingga kesimpulan adalah dalam sistem terdapat dua matrik kointegrasi.
6.1.4. Estimasi Model Karena tujuan utama penelitian adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah, maka estimasi model VEC yang dianalisis, difokuskan pada estimasi pembiayaan perbankan syariah, LNPBS, terutama persamaan jangka panjang. Tabel 12. Estimasi Kointegrasi Peubah LNPBS(-1) LNDPK(-1) NPF(-1)
Kointegrasi 1
Kointegrasi 2
1.000000 0.000000 0.000000 1.000000 0.425923 0.338193 (0.06432) (0.05125) [ 6.62151]* [ 6.59907]* LPA(-1) -0.055478 -0.499084 (0.19393) (0.15451) [-0.28608] [-3.23021]* LNKBU(-1) 7.362829 3.850769 (1.91127) (1.52276) [ 3.85232]* [ 2.52881]* LNJII(-1) 0.599937 -0.449242 (0.57016) (0.45426) [ 1.05222] [-0.98895] LNIPI(-1) 0.289373 2.692673 (0.94007) (0.74898) [ 0.30782] [ 3.59513]* LNSWBI(-1) 0.070917 -0.066402 (0.12648) (0.10077) [ 0.56071] [-0.65896] @TREND(02:11) -0.177753 -0.087566 (0.04044) (0.03222) [-4.39583]* [-2.71802]* C -108.2131 -68.74216 Keterangan: Standard errors pada ( ), dan t-statistik pada [ ] * = signifikan t58 (α;5 persen) = 2.00 R2 = 0.4578 F-statistik = 4.64 F7,58 (α;5 persen) = 2.16
117
Tabel 12 menunjukkan estimasi vektor kointegrasi yang keseimbangan jangka panjang. Menggunakan uji kointegrasi metode Johansen dengan lag optimal satu maka terjadi dua kointegrasi dalam sistem VECM. Dengan terdapat kointegrasi dalam sistem, menunjukkan bahwa terjadi hubungan struktural jangka panjang antara peubah pembiayaan perbankan syariah dengan peubah internal perbankan, kondisi makroekonomi, kebijakan moneter, dan pasar modal. Dengan meletakkan peubah pembiayaan sebagai peubah yang dijelaskan, sesuai fokus penelitian, maka hasil estimasi pembiayaan perbankan syariah jangka panjang seperti persamaan berikut: LNPBS(-1) = -0.43 NPF(-1) +0.05 LPA(-1) -7.36 LNKBU(-1) -0.60 LNJII(-1) -0.29LNIPI(-1) +0.07 LNSWBI(-1) +0.18 TREND +108.21
................................................(6.1)
Jika dilakukan uji koefisien parsial menggunakan uji t, maka dari t statistik masing-masing peubah dibandingkan dengan t tabel, peubah pembiayaan bermasalah, NPF, dan peubah kredit bank umum, LNKBU, yang signifikan pada tingkat kesalahan lima persen, sedangkan peubah laba per aset, LPA, peubah indeks produksi industri, LNIPI, peubah Jakarta Islamic index, LNJII, dan peubah sertifikat wadiah Bank Indonesia, LNSWBI, tidak signifikan. Meskipun dalam uji koefisien parsial hanya dua peubah yang signifikan, tetapi jika ditinjau secara keseluruhan, peubah-peubah yang terdapat dalam model, signifikan mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Hal tersebut ditandai dengan nilai F statistik yang lebih besar dari nilai F tabel, artinya secara bersama-sama semua peubah independen mempengaruhi pembiayaan. Koefisien determinasi (R2) menunjukkan angka 45.78 persen, artinya kemampuan seluruh peubah independen menjelaskan peubah pembiayaan sebesar
118
45.78 persen, sedangkan sisanya sebesar 54.22 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Bagian kedua estimasi output model VEC adalah vektor koreksi kesalahan yang melibatkan seluruh peubah pada derajat pertama, I(1), dan koreksi kesalahan yang terbentuk. Bentuk lengkap dapat terlihat pada Lampiran 8, sedangkan jika difokuskan pada persamaan jangka pendek pembiayaan, D(LNPBS), maka estimasi yang terbentuk ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13. Estimasi Model Koreksi Kesalahan Peubah Koreksi Kesalahan 1 Koreksi Kesalahan 2 D(LNPBS(-1)) D(LNDPK(-1)) D(NPF(-1)) D(LPA(-1)) D(LNKBU(-1)) D(LNJII(-1)) D(LNIPI(-1)) D(LNSWBI(-1)) C * = P<0.05 ** = P<0.10
D(LNPBS)
Standard error
-0.060284 (0.02011) 0.004337 (0.02457) -0.401060 (0.12384) -0.160552 (0.09094) 0.018428 (0.01128) 0.018680 (0.01481) 0.655438 (0.34986) 0.034706 (0.05916) 0.085003 (0.06419) -0.015919 (0.01219) 0.043139 (0.00818) t58 (α;5 persen) = 2.00 t58 (α;10 persen) = 1.67
t-statistik [-2.99718]* [ 0.17652] [-3.23849]* [-1.76547]** [ 1.63361] [ 1.26136] [ 1.87343]** [ 0.58667] [ 1.32416] [-1.30636] [ 5.27372]*
Tabel 13 menunjukkan bahwa salah satu peubah koreksi kesalahan signifikan terhadap pembiayaan sebesar -0.06, artinya terdapat penyesuaian dari persamaan jangka pendek menuju persamaan jangka panjang sebesar 0.06 persen. Dapat pula diartikan bahwa setiap bulan, kesalahan dikoreksi sebesar 0.06 persen menuju keseimbangan jangka panjang. Dari beberapa peubah yang mempengaruhi pembiayaan dalam jangka pendek, hanya peubah diferensi satu dari pembiayaan yang signifikan pada tingkat kesalahan lima persen,
dan jika ditingkatkan
menjadi 10 persen, terdapat tiga peubah yang signifikan, yaitu pembiayaan,
119
dana pihak ketiga dan kredit bank umum pada diferensi satu dan lag satu. Berikut hasil estimasi persamaan jangka pendek pembiayaan perbankan syariah: D(LNPBS) = -0.06 ( LNPBS(-1) +0.43 NPF(-1) -0.06 LPA(-1) +7.36 LNKBU(-1) +0.60 LNJII(-1) +0.29 LNIPI(-1) +0.07 LNSWBI(-1) -0.18 @TREND-108.21 ) +0.00 ( LNDPK(-1) +0.34 NPF(-1) -0.50 LPA(-1) +3.85 LNKBU(-1) -0.45 LNJII(-1) +2.69 LNIPI(-1) -0.07 LNSWBI(-1) -0.09 @TREND -68.74 ) -0.40 D(LNPBS(-1)) -0.16 D(LNDPK(-1)) +0.02 D(NPF(-1)) + 0.02 D(LPA(-1)) +0.66 D(LNKBU(-1)) + 0.03 D(LNJII(-1)) +0.09 D(LNIPI(-1)) -0.02 D(LNSWBI(-1)) +0.04 ........(6.2)
Sesuai tujuan pertama penelitian, untuk menganalisis keterkaitan kebijakan moneter syariah, makroekonomi, pasar modal syariah, industri perbankan dan internal bank syariah terhadap pembiayaan bank syariah, maka estimasi yang digunakan adalah persamaan jangka panjang model VEC yang terbentuk melalui proses kointegrasi pada sub bab 6.1.3. Ringkasan estimasi jangka panjang pembiayaan perbankan syariah pada Persamaan (6.1), dengan tambahan sisi penawaran dan permintaan dan signifikansi hubungan, pada Tabel 14. Tabel 14 menunjukkan bahwa dari sisi penawaran, peubah pembiayaan bermasalah, sertifikat wadiah Bank Indonesia, dan laba per aset, menunjukkan arah sesuai dengan dugaan awal, dari sisi penawaran, kredit bank umum, indeks produksi industri, dan Jakarta Islamic index menunjukkan arah berbeda dengan dugaan awal.
120
Tabel 14. Ringkasan Estimasi Kointegrasi Jangka Panjang Pembiayaan Deskripsi Peubah Koefisien T-Statistik Signifikansi Sisi Penawaran: Pembiayaan bermasalah
- 0.43
-6.62
Signifikan
0.06
0.29
Tidak signifikan
- 0.07
-0.56
Tidak signifikan
Kredit bank umum
- 7.36
-3.85
Signifikan
Indeks produksi industri
- 0.29
-0.31
Tidak signifikan
Jakarta Islamic index
- 0.60
-1.05
Tidak signifikan
Laba per aset Sertifikat wadiah Bank Indonesia Sisi Permintaan:
Dari sisi penawaran, hanya peubah pembiayaan bermasalah yang signifikan mempengaruhi pembiayaan dengan koefisien sebesar -0.43, artinya setiap kenaikan satu persen pembiayaan bermasalah, pembiayaan yang ditawarkan mengalami penurunan sebesar 0.43 persen. Dapat pula berarti bahwa jika perbankan syariah mampu menekan pembiayaan bermasalah sebesar satu persen, maka perbankan syariah mampu menambah penawaran sebesar 0.43 persen pembiayaan kepada masyarakat. Dua peubah sisi penawaran lainnya, laba per aset dan sertifikat wadiah Bank Indonesia secara parsial tidak signifikan menentukan pembiayaan perbankan syariah. Signifikannya pembiayaan bermasalah menunjukkan bahwa kondisi pembiayaan bermasalah pada bank syariah harus mendapat perhatian, karena jika terjadi pembiayaan bermasalah, maka akan mengurangi potensi kemampuan bank menyalurkan pembiayaan selanjutnya. Apabila terjadi pembiayaan bermasalah, bank wajib menyediakan cadangan khusus untuk menutup kemungkinan resiko, yang dimasukkan pada pos Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Penyediaan dana pada pos tersebut mengurangi potensi penawaran pembiayaan
121
pada periode berikutnya. Di sisi permintaan, temuan menarik bahwa, kredit bank umum signifikan mempengaruhi permintaan pembiayaan perbankan syariah. Koefisien kredit bank umum menunjukkan arah negatif sebesar 7.36, artinya setiap kenaikan satu persen kredit bank umum, menurunkan permintaan pembiayaan perbankan syariah sebesar 7.36 persen, atau permintaan pembiayaan perbankan syariah naik 7.36 persen, jika terjadi penurunan kredit bank umum sebesar satu persen. Hal tersebut tidak sesuai dengan dugaan awal bahwa jika terjadi kenaikan kredit bank umum, maka permintaan pasar keuangan domestik juga meningkat, termasuk permintaan pembiayaan perbankan syariah. Justru yang terjadi sebaliknya, selama periode penelitian, hubungan jangka panjang antara pembiayaan perbankan syariah dengan kredit bank umum menunjukkan hubungan substitusi. Jika diasumsikan pasar pembiayaan dan kredit tetap, maka yang berperan adalah kategori nasabah yang floating consumer, yaitu nasabah yang mudah berpindah dari bank konvensional ke bank syariah, atau sebaliknya. Dua peubah sisi permintaan lainnya, indeks produksi industri dan Jakarta Islamic index, tidak signifikan secara parsial untuk mempengaruhi pembiayaan. Tidak signifikannya indeks produksi industri menunjukkan bahwa kinerja sektor manufaktur formal tidak mampu mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah, demikian pula dengan Jakarta Islamic index, yang menunjukkan kinerja pasar modal juga tidak mampu mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Hal tersebut
sejalan
dengan
komposisi
pembiayaan
berdasarkan
golongan
pembiayaan, termasuk usaha kecil menengah, atau non usaha kecil menengah. Data per Juni 2008, menunjukkan bahwa golongan nasabah usaha kecil menengah mencapai 70.70 persen, sedangkan sebesar 29.30 persen adalah golongan nasabah
122
non usaha kecil menengah.
6.1.5. Diagnostik Model Sebelum membentuk model, dilakukan chow test untuk mengetahui adanya struktural break dari data series yang yang digunakan. Dari hasil pengujian tiap peubah tiap bulan, tidak terdapat satu bulanpun yang menunjukkan bahwa tiap peubah mengalami structural break pada bulan yang sama, sehingga disimpulkan tidak terdapat structural break yang mempengaruhi sistem persamaan. Fenomena yang terjadi selama periode penelitian juga tidak menunjukkan adanya peristiwa yang mengakibatkan goncangan besar pada perkembangan pembiayaan perbankan syariah. Dari hasil pengujian AR root tabel maupun grafis, tampak bahwa model VEC stabil yang ditandai dengan modulus yang kurang dari satu dari tabel dan secara grafis tidak ada yang keluar dari lingkaran, ditunjukkan pada Lampiran 9. Hasil uji residual yang terdiri dari uji heteroskedastisitas, serial korelasi dan normalitas data, menunjukkan bahwa model tidak mengalami gangguan tersebut. VEC residual heteroskedasticity Tests menunjukkan probabilitas sebesar 0.1442, VEC residual serial correlation LM Tests pada lag satu menunjukkan probabilitas sebesar 0.2082, dan VEC residual normality tests menunjukkan probabilitas sebesar 0.9511, ditunjukkan pada Lampiran 10, artinya probabilitas di atas 0.05, berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas, serial korelasi, dan normalitas data.
6.2. Analisis Respon Pembiayaan Meskipun beberapa peubah tidak signifikan, agar tidak kehilangan informasi dari tiap-tiap peubah dalam keterkaitannya dengan pembiayaan
123
perbankan syariah, maka dilakukan penelusuran pola dan kontribusi masingmasing peubah, sehingga dapat dianalisis pengaruh masing-masing peubah terhadap pembiayaan bermasalah sampai membentuk keseimbangan di jangka panjang. Untuk mengetahui lebih lanjut pola penyesuaian dinamis pembiayaan perbankan syariah jika terjadi shock atau inovasi dari seluruh peubah yang terlibat termasuk pembiayaan itu sendiri, maka dilakukan impulse response function dan variance decomposition. Guncangan pada salah satu peubah tidak hanya secara langsung mempengaruhi peubah tersebut tetapi juga ditransmisikan kepada semua peubah yang ada melalui struktur dinamis pada model VAR. IRF dapat melacak efek perubahan satu peubah suatu waktu, terhadap peubah endogen yang ada, pada waktu sekarang dan waktu mendatang. Berikut inovasi masing-masing peubah yang terlibat dalam sistem, jika dilakukan inovasi sebesar satu standar deviasi.
6.2.1. Inovasi Pembiayaan Bermasalah Inovasi satu standar deviasi pada pembiayaan bermasalah direspon oleh pembiayaan perbankan syariah, sepanjang waktu hampir seluruhnya menurun atau dengan arah negatif, kecuali pada bulan ketiga ketika respon pembiayaan meningkat. Memasuki bulan ke-32 setelah shock, respon pembiayaan mulai stabil pada -0.0416, berarti pada bulan tersebut respon pembiayaan sudah mencapai kestabilan jangka panjang. Dari besarnya respon diartikan bahwa guncangan satu standar deviasi pembiayaan bermasalah direspon oleh pembiayaan berupa penurunan sebesar 4.16 persen. Respon tersebut sesuai dengan hipotesis awal bahwa goncangan pembiayaan bermasalah akan menurunkan pembiayaan. Gambar 31 menunjukkan
124
respon pembiayaan terhadap inovasi pembiayaan bermasalah.
Respon Pembiayaan (Persen)
.00
-.01
-.02
-.03
-.04
-.05 5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
Gambar 30. Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Pembiayaan Bermasalah
Respon tersebut sejalan dengan signifikansi pembiayaan bermasalah pada persamaaan kointegrasi. Inovasi pembiayaan bermasalah juga menjadi inovasi yang paling besar direspon oleh pembiyaan pada periode stabil setelah shock. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembiayaan bermasalah berpengaruh besar pada pembiayaan perbankan syariah, apalagi data posisi pembiayaan bermasalah syariah, rata-rata 12 bulan terakhir, menunjukkan lebih tinggi dari kredit bermasalah bank secara umum.
6.2.2. Inovasi Laba per Aset Guncangan satu standar deviasi laba per aset direspon positif oleh pembiayaan perbankan syariah dengan puncak pada bulan pertama sebesar 0.47 persen, setelah itu respon mengalami penurunan meskipun masih dengan arah positif. Memasuki bulan ke-17 respon pembiayaan mulai stabil pada 0.000596, berarti pada bulan tersebut respon pembiayaan sudah mencapai kestabilan jangka panjang.
125
Dari besarnya respon tersebut diartikan bahwa guncangan satu standar deviasi laba per aset direspon oleh pembiayaan berupa peningkatan sebesar 0.06 persen. Gambar 32 menunjukkan respon pembiayaan terhadap inovasi pembiayaan bermasalah. Respon tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa goncangan laba per aset akan meningkatkan pembiayaan.
Respon Pembiayaan (Persen)
.005
.004
.003
.002
.001
.000 5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
Gambar 32. Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Laba per Aset
Dari pola respon tersebut, tampak bahwa jika dilakukan inovasi laba per aset, maka respon terbaik adalah pada awal-awal periode terutama pada periode kedua, meskipun respon tersebut kecil. Respon yang kecil tersebut menunjukkan bahwa tingkat rentabilitas bank syariah belum mampu mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah, hal tersebut sejalan dengan persamaan kointegrasi jangka panjang yang menunjukkan tidak signifikan.
6.2.3. Inovasi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Guncangan satu standar deviasi SWBI direspon negatif dari awal bulan sampai dengan mencapai kestabilan . Gambar 33 menunjukkan bahwa memasuki bulan ke-27 respon pembiayaan terhadap guncangan SWBI mulai stabil pada -0.0109. Berarti pada bulan tersebut respon pembiayaan sudah mencapai
126
kestabilan jangka panjang. Dari besarnya respon diartikan bahwa goncangan satu standar deviasi SWBI direspon berupa penurunan pembiayaan sebesar 1.09 persen. Respon tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa guncangan SWBI akan menurunkan pembiayaan.
Respon Pembiayaan (Persen)
.000 -.002 -.004 -.006 -.008 -.010 -.012 5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
Gambar 33. Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Relatif kecilnya respon tersebut sejalan dengan temuan kointegrasi jangka panjang, bahwa SWBI tidak signifikan mempengaruhi pembiayaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada bank syariah tidak terjadi kelebihan dana menganggur, apalagi data Financing to Deposit Ratio hampir selalu menunjukkan di atas 100 persen.
6.2.4. Inovasi Kredit Bank Umum Gambar 34 menunjukkan respon pembiayaan terhadap inovasi kredit bank umum. Inovasi satu standar deviasi kredit bank umum pada awal bulan direspon positif oleh pembiayaan perbankan syariah dengan puncak pada bulan kedua sebesar 0.30 persen, artinya sampai dengan bulan ketiga setelah shock, terjadi hubungan searah antara pembiayaan dengan kredit bank umum sesuai dugaan
127
awal, setelah itu respon menunjukkan arah negatif sampai pada respon stabil. Memasuki bulan ke-33 setelah shock, respon pembiayaan mulai stabil pada -0.0259, berarti pada bulan tersebut respon pembiayaan sudah mencapai kestabilan jangka panjang, artinya guncangan satu standar deviasi kredit bank umum direspon pembiayaan sebesar 2.59 persen dengan arah negatif.
Respon Pembiayaan (Persen)
.004 .000 -.004 -.008 -.012 -.016 -.020 -.024 -.028 5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
.
Gambar 34. Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Kredit Bank Umum
Respon terhadap inovasi kredit bank umum merupakan ketiga terbesar setelah pembiayaan bermasalah dan pembiayaan itu sendiri. Hal tersebut sejalan dengan temuan kointegrasi jangka panjang, yang menunjukkan bahwa kredit bank umum signifikan mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah dengan arah negatif. Dari
uraian
tersebut
menunjukkan
bahwa
komplementari
antara
pembiayaan dengan kredit bank umum hanya terjadi pada periode kedua dan ketiga setelah shock, setelah periode tersebut, terjadi substitusi antara pembiayaan dengan kredit bank umum. Jika diasumsikan pasar permintaan dana tidak bertambah, maka empat bulan setelah shock pada kredit bank umum, baru terjadi substitusi permintaan pembiayaan perbankan syariah.
128
6.2.5. Inovasi Indeks Produksi Industri Pola respon pembiayaan dari inovasi satu standar deviasi indeks produksi industri hampir sama dengan pola dari kredit bank umum, yaitu pada awal-awal direspon positif dengan puncak pada bulan kedua, tetapi setelah periode kedua, respon menurun menuju arah negatif sampai bulan ke-33, ketika mencapai kestabilan pada -0.0145. Artinya permintaan pembiayaan merespon positif shock kinerja pelaku industri sampai dengan periode keempat setelah shock, sedangkan periode selanjutnya, permintaan pembiayaan merespon negatif shock kinerja pelaku industri. Gambar 35 menunjukkan respon pembiayaan terhadap inovasi indeks produksi industri.
Respon Pembiayaan (Persen)
.005
.000
-.005
-.010
-.015 5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
Gambar 35. Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Indeks Produksi Industri
Dari besarnya respon diartikan bahwa guncangan satu standar deviasi indeks produksi industri direspon oleh pembiayaan berupa penurunan sebesar 1.45 persen. Respon yang kecil tersebut sejalan dengan temuan persamaan jangka panjang
yang
menempatkan
indeks
produksi
industri
tidak
signifikan
mempengaruhi pembiayaan. Respon negatif tersebut tidak sesuai dengan dugaan awal, karena diharapkan hubungan yang terjadi adalah positif.
129
6.2.6. Inovasi Jakarta Islamic index Pola respon pembiayaan akibat guncangan satu standar deviasi JII diharapakan positif, tetapi yang terjadi sebaliknya. Respon pembiayaan dari awal sampai dengan menuju keseimbangan, respon yang terjadi adalah negatif. Memasuki bulan ke-29 setelah shock, respon pembiayaan mulai stabil pada -0.0023, berarti pada bulan tersebut respon pembiayaan sudah mencapai kestabilan jangka panjang. Respon yang kecil tersebut sejalan dengan tidak signifikannya JII terhadap pembiayaan pada persamaan kointegrasi jangka panjang. Inovasi satu standar deviasi JII, direspon oleh pembiayaan berupa penurunan stabil sebesar 0.23 persen pada periode bulan ke-40 setelah shock. Hal tersebut dapat diartikan bahwa belum terjadi hubungan positif antara kinerja pasar modal syariah dengan pembiayaan perbankan syariah. Para investor pasar modal syariah dan perusahanaan yang menerbitkan saham kategori syariah belum memanfatkan pembiayaan perbankan syariah secara signifikan. Gambar 36 menunjukkan respon pembiayaan terhadap inovasi JII.
Respon Pembiayaan (Persen)
.000 -.001 -.002 -.003 -.004 -.005 -.006 -.007 5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
Gambar 36. Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Jakarta Islamic Index
130
6.2.7. Inovasi Dana Pihak Ketiga Respon pembiayaan diharapkan positif terhadap guncangan dana pihak ketiga. Gambar 37 menunjukkan bahwa respon pembiayaan terhadap inovasi pembiayaan bermasalah pada periode kedua negatif sebesar -0.0052, yang merupakan respon terendah pembiayaan, setelah periode tersebut berangsur respon bergerak menuju kestabilan. Pada bulan ke-21 respon pembiayaan menjadi positif sampai ke arah stabil pada bulan ke-25 pada kisaran 0.01 persen, artinya inovasi satu standar deviasi dana pihak ketiga direspon positif pembiayaaan sebesar 0.01 persen dengan arah positif.
Respon Pembiayaan (Persen)
.001 .000 -.001 -.002 -.003 -.004 -.005 -.006 -.007 -.008 5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
Gambar 37. Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Dana Pihak Ketiga
Kecilnya respon pembiayaan terhadap inovasi dana pihak ketiga menunjukkan bahwa kinerja penghimpunan dana pihak ketiga pada perbankan syariah tidak berpengaruh besar terhadap kinerja penyaluran dana, atau pembiayaan lebih dipengaruhi oleh parameter yang lain, seperti pembiayaan bermasalah dan kredit bank umum. Hal tersebut diperkuat dengan data rasio terhadap pembiayaan dana pihak ketiga perbankan syariah yang menunjukkan angka rata-rata lebih dari 100 persen.
131
6.2.8. Inovasi Pembiayaan Gambar 38 berikut menunjukkan respon pembiayaan terhadap inovasi pembiayaan sendiri. Dari gambar tersebut tampak bahwa guncangan pembiayaan direspon positif pada periode pertama sebesar 2.57 persen kemudian respon tersebut turun pada periode kedua setelah shock menjadi 1.84 persen. Setelah periode kedua, respon kemudian meningkat dalam arah positif sampai menuju kestabilan pada periode ke-33 sebesar 0.0382, artinya pada saat kestabilan ketika terjadi inovasi pembiayaan sebesar satu standar deviasi, respon pembiayaan positif sebesar 3.82 persen.
Respon Pembiayaan (Persen)
.040 .036 .032 .028 .024 .020 .016 5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
Gambar 38. Respon Pembiayaan terhadap Inovasi Pembiayaan
Besarnya respon pembiayaan, merupakan respon terbesar kedua setelah respon pembiayan bermasalah, artinya kinerja positif pada pembiayaan saat ini, akan berpengaruh besar terhadap kinerja pembiayaan pada bulan-bulan berikutnya. Perbankan syariah dituntut untuk selalu mempertahankan kinerja pembiayaan yang ada agar tetap pada kolektibilitas lancar, dan menambah pembiayaan yang baru.
132
6.3. Kontribusi Dinamis Dengan analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) dapat diketahui pengaruh guncangan masing-masing terhadap pembiayaan secara dinamis beberapa periode ke depan setelah shock, juga dapat diketahui pergeseran kontribusi dari masing-masing peubah terhadap pembiayaan perbankan syariah. 100
Kontribusi Dinamis (Persen)
80
60
Pembiayaan bermasalah 39.59 40 Pembiayaan 37.36 20 Kredit bank umum
15.05
1
5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
Gambar 39. Kontribusi Dinamis Pembiayaan Bermasalah, Pembiayaan, dan Kredit Bank Umum terhadap Pembiayaan
Gambar 39 menunjukkan kontribusi pembiayaan bermasalah, pembiayaan, dan kredit bank umum terhadap pembiayaan. Kontribusi tiga peubah tersebut merupakan kontributor terbesar dari peubah yang digunakan dalam penelitian. Pada awal periode sampai dengan periode ke-30 setelah shock, kontribusi terbesar adalah pembiayaan itu sendiri, tetapi pada periode ke-31 dan sesudahnya, kontribusi terbesar adalah pembiayaan bermasalah sampai dengan posisi stabil pada periode ke-40, pembiayaan bermasalah berkontribusi terhadap variabilitas pembiayaan sebesar 39.59 persen, sedangkan pembiayaan memberikan kontribusi sebesar 37.36 persen. Sementara kontribusi dari kredit bank umum meningkat
133
setelah periode ke-4, sampai pada kontribusi stabil, yaitu pada 15.05 persen. Gambar 40 dan Gambar 41, menunjukkan kontribusi peubah selain tiga peubah yang sudah disebutkan sebelumnya. Untuk memudahkan analisis kontribusi masing-masing peubah, maka dikelompokkan menjadi dua gambar. 5 Indeks Produksi Industri
4.83
4.55
Kontribusi Dinamis (Persen)
4 Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
3.08
3
3.02
2.55
2
1 Jakarta Islamic Index
0.30
1
5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
Gambar 40. Kontribusi Dinamis Indeks Produksi Industri, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, dan Jakarta Islamic Index terhadap Pembiayaan
5
4.81
Kontribusi Dinamis (Persen)
Dana Pihak Ketiga 4
3
1.94
2
Laba per Aset
1 0.11 0.03 1
5
10
15
20
25
30
35
Bulan
Gambar 41. Kontribusi Dinamis Dana Pihak Ketiga dan Laba per Aset terhadap Pembiayaan
40
134
Gambar 40 menunjukkan kontribusi dinamis Indeks Produksi Industri, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia, dan Jakarta Islamic Index terhadap pembiayaan. Kontribusi ketiganya pada awal periode setelah shock, memiliki pola yang sama yaitu mengalami puncak antara periode kedua sampai kelima, kemudian turun. Kecuali untuk indeks produksi yang kemudian meningkat kontruibusi hingga stabil pada 4.55 persen, dua peubah yang lain turun kontribusi terhadap pembiayaan. Pada posisi stabil, periode ke-40 setelah shock, kontribusi sertifikat wadiah Bank Indonesia, dan Jakarta Islamic Index, masing-masing sebesar 3.02 persen dan 0.30 persen. Sejalan dengan kontribusi yang kecil, pada persamaan kointegrasi ketiga peubah tidak signifikan mempengaruhi pembiayaan. Gambar 41 menunjukkan kontribusi dinamis Dana Pihak Ketiga dan Laba per Aset terhadap pembiayaan, tampak bahwa kedua peubah tersebut sangat kecil pengaruhnya terhadap variabilitas pembiayaan, dan hal tersebut sejalan dengan persamaan kointegrasi yang terbentuk dan impulse response kedua peubah yang sangat kecil direspon oleh pembiayaan. Apabila kontribusi masing-masing peubah dikelompokkan berdasarkan faktor permintaan dan penawaran terhadap pembiayaan, maka peubah Dana Pihak Ketiga, pembiayaan bermasalah, Laba per Aset, dan Sertifikat Wadiah masuk pada sisi penawaran, sedangkan kredit bank umum, Jakarta Islamic index, dan Indeks Produksi Industri masuk pada sisi permintaan. Dari sisi penawaran kontribusi terbesar adalah pembiayaan bermasalah, sebesar 39.59 persen, sedangkan dari sisi permintaan, kontribusi terbesar adalah kredit bank umum, sebesar 15.05 persen. Relatif besarnya kontribusi peubah pembiayaan bermasalah dan kredit bank umum, sejalan dengan temuan pada persamaaan kointegrasi jangka panjang dan analisis respon.
135
Gambar
42 menunjukkan bahwa, ketika kondisi stabil pada periode
ke-40 setelah inovasi, kontribusi sisi penawaran sebesar 42.74 persen sedangkan sisi permintaan meningkat menjadi 19.90 persen, sedangkan sisanya 37.36 persen berasal perubahan pembiayaan itu sendiri. Temuan dari analisis kontribusi tersebut adalah sesuai dengan dugaan awal bahwa sisi penawaran atau internal perbankan syariah yang memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan sisi permintaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa industri perbankan syariah masih dalam tahap awal perkembangan, sehingga kondisi internal yang lebih besar memberikan kontribusi. 50
Kontribusi Dinamis (Persen)
Penawaran
42.74
40
30 Permintaan
19.90
20
10
1
5
10
15
20
25
30
35
40
Bulan
Gambar 42. Kontribusi Relatif Sisi Penawaran dan Permintaan terhadap Pembiayaan
Berdasarkan hasil tiga temuan sesuai tujuan penelitian, yaitu peubah yang mempengaruhi pembiayaan dari hubungan kointegrasi yang terbentuk, arah respon terhadap guncangan masing-masing peubah, dan kontribusi relatif masingmasing peubah, maka dilakukan pemetaan temuan penelitian sebelum menelaah implikasi kebijakan. Pemetaan temuan penelitian yang menarik adalah:
136
1. Sisi penawaran lebih berperan dibandingkan sisi permintaan, dengan kontribusi terbesar sisi penawaran pada pembiayaan bermasalah. Lebih berperannya sisi penawaran sejalan dengan fenomena perbankan nasional pasca krisis tahun 1999, yang ditemukan oleh Harmanta dan Ekananda (2005), bahwa pada periode pasca krisis terjadi pelemahan pada sisi permintaan. Pembiayaan bermasalah yang signifikan terhadap penawaran pembiayaan sejalan dengan temuan Agung et al. (2001) dan Meydianawathi (2007) pada kasus bank umum nasional, bahwa Non Performing Loans, signifikan mempengaruhi penyaluran dana dengan arah negatif. 2. Dari sisi permintaan, kontribusi kredit bank umum terhadap pembiayaan signifikan
meskipun
direspon
terbalik
dari
dugaan
awal.
Temuan
signifikannya kontribusi kredit bank umum dengan arah negatif terhadap pembiayaan perbankan syariah sejalan dengan temuan penelitian yang dilakukan Asy’ari (2004) dan Sujatna (2007), bahwa kredit bank konvensional signifikan sebagai substitusi terhadap pembiayaan bank syariah. .
6.4. Implikasi Hasil Penelitan Implikasi kebijakan diperlukan sebagai masukan untuk meningkatkan kinerja pembiayaan dan akhirnya pangsa pembiayaan perbankan secara nasional. Dari temuan menarik yang telah disebutkan, maka implikasi kebijakan yang terkait adalah: 1. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu faktor internal bank syariah, pihak nasabah, serta di luar dua pihak tersebut, baik pihak bank syariah ataupun nasabah. Faktor internal bank yang terjadi sebelum
137
dilakukan perjanjian atau akad, disebabkan karena ketidaktepatan menilai kemampuan dan kemauan calon nasabah. Permasalahan yang berasal dari pihak nasabah antara lain karena mismanagement atau itikad yang tidak baik, sedangkan permasalahan yang berasal dari luar pihak bank syariah ataupun nasabah, karena perubahan kondisi perekonomian dan kebijakan moneter yang tidak dapat diantisipasi. Kebijakan internal untuk mencegah dan meminimalisir pembiayaan bermasalah adalah peningkatan kemampuan sumber daya insani bidang pembiayaan dalam menganalisis resiko dan kondisi calon nasabah. Dari sisi nasabah, biasanya sebelum terjadi pembiayaan bermasalah didahului oleh tandatanda penyimpangan seperti terjadi tunggakan, kondisi keuangan nasabah yang memburuk, sikap debitur yang menyembunyikan informasi kepada pihak bank, atau pihak nasabah melakukan pinjaman dari sumber lain. Dari sisi otoritas moneter, keterlibatan Bank Indonesia dalam upaya menyempurnakan ketentuan tentang penyelesaian pembiayaan bermasalah sangat diperlukan. Upaya terbaru yang dilakukan Bank Indonesia untuk menyelesaikan pembiayaan bermasalah adalah dengan mengeluarkan peraturan Bank Indonesia pada September 2008. Dalam peraturan tersebut, memuat antara lain perbankan dapat melakukan: 1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya. 2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank.
138
3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi: penambahan dana fasilitas pembiayaan bank, konversi akad pembiayaan, konversi pembiayaan menjadi surat berharga syariah berjangka waktu menengah, dan konversi pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan nasabah. Peraturan tersebut menyebutkan antara lain bahwa, bank dilarang melakukan restrukturisasi pembiayaan dengan tujuan menghindari penurunan penggolongan kualitas pembiayaan dan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang lebih besar, serta restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan secara tertulis dari nasabah. Karena itu perbankan dengan dukungan dari pemerintah harus terus melakukan edukasi pembiayaan, sebelum melibatkan nasabah dalam penyelesian pembiayaan bermasalah. 2. Memanfaatkan Nasabah Mengambang Untuk memahami ketekaitan pembiayaan perbankan syariah dengan kredit bank umum, perlu diperhatikan struktur kelembagaan perbankan nasional. Posisi akhir Juni 2008, komposisi bank umum nasional adalah 127 bank, terdiri atas 5 bank persero, 36 bank umum swasta devisa, 33 bank umum swasta non devisa, 27 bank pembangunan daerah regional, 16 bank campuran, dan 11 bank asing. Bank umum syariah yang berjumlah 3 bank, harus bersaing dengan 124 bank umum lainnya, atau jika dikurangi dengan 28 unit usaha syariah, maka masih harus bersaing dengan 96 bank umum murni konvensional. Ditinjau dari porsi aset bank umum, dari 127 bank umum tersebut, 10 besar peringkat aset nasional menguasai kurang lebih 60 persen dari total aset, berarti 117 bank
139
menguasai hanya 40 persen dari total aset. Ditinjau dari share secara nasional, posisi Juni 2008, pangsa perbankan syariah terhadap total aset sebesar 2.11 persen, terhadap penghimpunan dana sebesar 2.13 persen, dan terhadap penyaluran dana sebesar 2.97 persen. Dari kondisi kelembagaan jumlah dan pangsa tersebut, maka jika terjadi dinamika pada kondisi bank umum, baik dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana maka mempengaruhi pasar perbankan nasional termasuk perbankan syariah. Perkembangan kredit selama periode penelitian, mulai 2006 sampai Juni 2008 menunjukkan pertumbuhan pesat, yang searah dengan suku bunga kredit yang turun, dari 16.64 persen pada Mei 2006 menjadi 13.74 persen pada Juni 2008, yang dipicu oleh penurunan BI rate Bank Indonesia. Peningkatan pertumbuhan kredit tersebut membawa dampak terhadap pembiayaan bank syariah dalam tiga kemungkinan, terjadi pertumbuhan yang meningkat, tetap, atau mengalami penurunan pertumbuhan. Struktur pembiayaan yang masih didominasi sistem jual beli rata-rata sebesar 67.54 persen, menjadikan penyesuaian jika terjadi peningkatan pertumbuhan kredit konvensional yang dipicu oleh suku bunga, menjadi relatif lebih lama dibandingkan dengan sistem bagi hasil yang langsung dapat menyesuaikan. Hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi di Indonesia, antara lain menyebutkan bahwa untuk kasus wilayah Jawa Barat, motivasi responden memilih jasa peminjaman perbankan syariah, sesuai urutan tertinggi adalah: pelayanan cepat, tidak menggunakan bunga, penanggungan resiko bersama, menjalankan syariah agama, biaya transaksi rendah, dan keragaman simpanan (Bank Indonesia, 2000b). Penelitian di Sumatera Utara (Bank Indonesia, 2003b) juga menunjukkan
140
hasil yang hampir sama, dengan urutan motivasi: pelayanan cepat, tidak menggunakan bunga, biaya transaksi rendah, penanggungan resiko bersama, karena menjalankan syariah agama, dan keragaman simpanan. Di Jawa Timur (Bank Indonesia Surabaya, 2002), 14.3 persen responden sangat setuju dan 51.5 persen responden setuju, bila pelayanan bank umum syariah mengecewakan, mereka segera pindah ke bank lain, terjadi fenomena nasabah mengambang (floating customer). Pola nasabah termasuk loyalis terhadap perbankan syariah atau tidak, menjadi
faktor
penting
pengambilan
keputusan
secara
individu
untuk
memanfatkan pembiayaan atau beralih pada kredit perbankan jika secara ekonomi lebih menguntungkan. Untuk menumbuhkan loyalitas, diperlukan pengetahuan dan pemahaman produk dari sisi nasabah, sedangkan dari pihak perbankan harus meningkatkan mutu pelayanan, termasuk kemudahan dalam bertransaksi sehingga meminimalkan
biaya
transaksi
yang
membebani
nasabah,
serta
terus
mengembangkan produk sesuai kebutuhan masyarakat agar dapat memanfaatkan floating customer yang ada.
141
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis penelitian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan kointegrasi antara pembiayaan perbankan syariah dengan pembiayaan bermasalah, laba per aset, sertifikat wadiah Bank Indonesia, kredit bank umum, indeks produksi industri, Jakarta Islamic index, dan dana pihak ketiga bank syariah. Dalam jangka panjang, pembiayaan bermasalah dan kredit bank umum signifikan mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. 2. Inovasi atau shock dari pembiayaan bermasalah, sertifikat wadiah Bank Indonesia, kredit bank umum, indeks produksi industri, dan Jakarta Islamic index dalam jangka panjang direspon permanen negatif oleh pembiayaan perbankan syariah, sedangkan inovasi laba per aset, dana pihak ketiga, dan pembiayaan sendiri dalam jangka panjang direspon permanen positif oleh pembiayaan perbankan syariah. 3. Berdasarkan kontribusi dinamis masing-masing peubah, yang paling besar menjelaskan
variabilitas
pembiayaan
adalah
pembiayaan
bermasalah,
kemudian pembiayaan itu sendiri, dan kredit bank umum. Berdasarkan asal kontribusi, sisi penawaran memberikan kontribusi lebih besar dibandingkan sisi permintaan. 4. Implikasi hasil penelitian yang pertama adalah dalam rangka mencegah terjadinya pembiayaan bermasalah, dilakukan peningkatan kemampuan internal sumber daya manusia bidang pembiayaan dalam menganalisis kondisi
142
calon nasabah dan resiko pembiayaan yang mungkin terjadi, selain itu peran aktif nasabah juga dibutuhkan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah. 5. Implikasi hasil penelitian yang kedua adalah perbankan syariah harus dapat memanfaatkan potensi nasabah mengambang (floating customer) yang dapat berpindah dari bank konvensional ke bank syariah. Untuk menumbuhkan loyalitas nasabah diperlukan pengetahuan dan pemahaman produk dari sisi nasabah, sedangkan dari pihak perbankan untuk terus meningkatkan mutu pelayanan, kemudahan bertransaksi, dan pengembangan produk.
7.2. Saran 1. Beberapa penelitian terdahulu tentang pembiayaan, menggunakan tingkat bagi hasil sebagai salah satu peubah yang mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Tingkat bagi hasil pembiayaan dapat menunjukkan tingkat harga dari pembiayaan perbankan syariah. Penelitian ini tidak menggunakan tingkat bagi hasil pembiayaan, karena data publikasi oleh Bank Indonesia tentang tingkat bagi hasil pembiayaan, baru tersedia secara bulanan mulai Januari 2006. Karena itu saran penelitian selanjutnya, untuk menggunakan tingkat bagi hasil sebagai salah satu peubah yang mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. 2. Penggunaan peubah laba per aset sebagai proksi dari return on asset pada persamaan kointegrasi penelitian ini tidak signifikan dan pengaruh variabilitasnya terhadap pembiayaan kecil. Penelitian ini tidak menggunakan return on asset, karena data publikasi oleh Bank Indonesia tentang return on asset, baru tersedia secara bulanan mulai Januari 2006. Karena itu saran penelitian selanjutnya, untuk menggunakan return on asset (ROA) sebagai
143
salah satu peubah yang mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. 3. Dengan signifikannya peubah kredit bank umum pada persamaan kointegrasi dengan arah negatif, dan pengaruh variabilitasnya terhadap pembiayaan cukup besar, menunjukkan terjadi substitusi antara pembiayaan perbankan syariah dan kredit bank umum. Karena perilaku kredit bank umum seharusnya terkait dengan transmisi kebijakan moneter, maka instrumen moneter konvensional seperti suku bunga Bank Indonesia (BI) Rate dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) juga mempengaruhi perilaku kredit bank umum. Karena itu saran penelitian tentang pembiayaan selanjutnya, dapat menggunakan salah satu instrumen moneter konvensional sebagai peubah yang mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah, sehingga dapat diketahui pengaruh transmisi kebijakan moneter terhadap pembiayaan perbankan syariah. 4. Sehubungan dengan temuan penelitian bahwa terjadi substitusi antara pembiayaan perbankan syariah dan kredit bank umum, penelitian dapat diperdalam dengan melakukan penelitian pada unit yang lebih kecil, seperti pada salah satu bank umum syariah atau unit usaha syariah, untuk mengetahui perilaku dari nasabah pembiayaan.
144
DAFTAR PUSTAKA Agung, J., B. Kusmiarso, B. Pramono, E.G. Hutapea, A. Prasmuko dan N.J. Prastowo. 2001. Kredit Crunch di Indonesia Setelah Krisis: Fakta, Penyebab, dan Implikasi Kebijakan. Direktorat Riset Ekonomi Kebijakan Moneter, Bank Indonesia, Jakarta. Alamsyah, H., D. Zulverdi, I. Gunadi, R.Z. Idris dan B. Pramono. 2005. Banking Disintermediation and Its Implication for Monetary Policy: The Case of Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 7 (4): 499-521. Anggraini, D. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, Studi Kasus: Bank Syariah Mandiri. Tesis Magister Sains. Kajian Ekonomi Keuangan Syariah, Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Antonio, M.S. 2000. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Tazkia Institute, Jakarta. Armanto, B. 2005. Fenomena Credit Crunch dalam Pasar Kredit dan Implikasinya terhadap Intermediasi Perbankan. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Arsil, F. 2007. Analisa Kinerja Keuangan Bank Syariah Ditinjau dari Pengaruh Eksternal. Eksis, Jurnal Ekonomi Keuangan Bisnis Islami, 3 (1): 35-49. Asy’ari, M.H. 2004. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Perbankan Syariah. Tesis Magister Sains. Kajian Ekonomi Keuangan Syariah, Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Ayatullah, A. 2003. Analisis Perbandingan Kinerja Jakarta Islamic Index dengan Indeks Saham Konvensional di Bursa Efek Jakarta. Tesis Magister Manajemen. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2008. Indikator Ekonomi Bulanan. Edisi September 2008. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Bank Indonesia. 2000a. Informasi Mengenai Bank Umum Syariah Tentang Giro Wajib Minimum, Kliring, Pasar Uang Antar Bank Syariah dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta. ______________. 2000b. Penelitian Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Jawa Barat. Direktorat Penelitian dan Pengaturan, Bank Indonesia, Jakarta.
145
______________. 2002. Statistik Perbankan Syariah 2002. Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta.
______________. 2003a. Statistik Perbankan Syariah 2003. Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta. ______________. 2003b. Penelitian Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Sumatera Utara. Biro Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta. ______________. 2004. Statistik Perbankan Syariah 2004. Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta. ______________. 2005. Statistik Perbankan Syariah 2005. Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta. ______________. 2006. Statistik Perbankan Syariah 2006. Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta. ______________. 2007. Statistik Perbankan Syariah 2007. Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta. ______________. 2008a. Statistik Perbankan Syariah 2008. Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta. ______________. 2008b. Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Surat Edaran No. 10/14/DPbS. Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta. ______________. 2008c. Statistik Ekonomi Moneter Indonesia. Edisi Agustus 2008. Bank Indonesia, Jakarta. Bank Indonesia Surabaya. 2002. Peluang, Hambatan dan Kinerja Bank Syariah sebagai Lembaga Intermediasi di Jawa Timur, Surabaya. Ben, S.C. and H.L. Ming. 2005. Islamic Banking: Interest-Free or Interest-Based. Auckland University Technology, Auckland. Bernanke, B.S. and M. Gertler. 1995. Inside the Black Box: the Credit Channel of Monetary Policy Transmission. National Bureau of Economic Research, Massachusetts. Dewan Syariah Nasional. 2006. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Gaung Press, Jakarta. Ebrahim, M.S. and K.J. Tan. 2001. Islamic Banking in Brunei Darussalam. International Journal of Social Economics, 28 (4): 314-337.
146
Engle, R.F. and C.W.J. Granger. 1987. Cointegration and Error Correction: Representation, Estimation and Testing. Review of Economic and Statistics, 64 (2): 231-253. El-Hawary, D., W. Grais and Z. Iqbal. 2003. Regulating Islamic Financial Institutions. Policy Research Working Paper, World Bank, Washington DC. Filosa, R. 2007. Stress Testing of the Stability of the Italian Banking System: A VAR Approach. http://www.economia.unimore.it/marotta_giuseppe/murst/ filosa.pdf. Gambacorta, L. 2004. Inside the Bank Lending Channel. European Economic Review. www.elsevier.com/locate/econbase. Gujarati, D.N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. McGraw-Hill, New York. Harmanta dan M. Ekananda. 2005. Disintermediasi Fungsi Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1997: Faktor Permintaan atau Penawaran Kredit, Sebuah Pendekatan dengan Model Disequilibrium. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 8 (1): 1-28. Helmy, M. Y. 2007. Mekanisme Operasional Produk Dana dan Jasa Perbankan Syariah. Makalah Peserta Kuliah Informal Ekonomi Islam. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Hoggarth, G., S. Sorensen and L. Zicchino. 2005. Stress Tests of United Kingdom Banks Using a VAR Approach. http://www.bankofengland.co.uk/ publications/working papers/ wp282.pdf. Hubbard, G.R. 2005. Money, the Financial System, and the Economy. Fifth Edition. Pearson Addison-Wesley, New York. Johansen, S. 1988. Statistical Analysis of Cointegrating Vectors. Journal of Economic Dynamics and Control, 12 (2): 131-154. Kahf, M. 2005. Islamic Banking and Development an Alternative Banking Concept. Hassan and Lewis Handbook, Leicester. Karim, A. A. 2002. Ekonomi Islami: Suatu Kajian Ekonomi Makro. International Institute on Islamic Thought, Jakarta. __________. 2005. Islamic Banking: Fiqh and Financial Analysis. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kharie, L. 2006. Hubungan Kausal Dinamis antara Variabel-Variabel Moneter Utama dan Output: Kasus Indonesia di bawah Sistem Nilai Tukar
147
Mengambang dan Mengambang Terkendali. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 9 (2): 76-112. Kuttner, K. N. and P. C. Mosser. 2002. The Monetary Transmission Mechanism: Some Answers and Further Questions. Federal Reserve Bank of New York Economic Policy Review, 8 (1): 15–26. Levine, R. 1997. Financial Development and Economic Growth: Views and Agenda. Journal of Economic Literature, 35 (2): 688-726. Lindiawatie. 2007. Dampak Faktor Eksternal dan Internal Pebankan Syariah di Indonesia terhadap Pembiayaan Macet: Analisis Impulse Response Function dan Variance Decomposition. Tesis Magister Sains. Kajian Ekonomi Keuangan Syariah, Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Maryanah. 2008. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bagi Hasil di Bank Syariah Mandiri. Eksis, Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islami, 4 (1): 1-19. Meydianawathi, L.G. 2007. Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006). Buletin Studi Ekonomi, 12 (2): 134-147. Mishkin, F.S. 2003. The Economics of Money, Banking and Financial Markets. Seventh Edition. Addison-Wesley, Boston. Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Cetakan Ketiga. Ghalia Indonesia, Jakarta. Neuman, W.L. 2003. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Fifth Edition. Pearson Education Inc., Boston. Nuryakin C, dan P. Warjiyo. 2006. Perilaku Penawaran Kredit Bank di Indonesia Kasus Pasar Oligopoli Periode Januari 2001-Juli 2005. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 9 (4): 21-55. Peek, J., E.S. Rosengren and G. Tootell. 2000. Identifying the Macroeconomic Effect of Loan Supply Shocks. http://www.papers.ssrn. com. Pohan, Aulia. 2008. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2008. Ekonomi Islam. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Reed, E.W. 1989. Commercial Banking. Prentice-Hall, New Jersey. Sakti, A. 2007. Ekonomi Islam: Jawaban atas Kekacauan Ekonomi Modern. Aqsa-Publishing, Jakarta.
148
Sujatna, Y. 2007. Analisis Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Jumlah Pembiayaan Bagi Hasil (Studi Kasus: Bank Syariah Mandiri). Tesis Magister Sains. Kajian Ekonomi Keuangan Syariah, Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Talavera, O., A. Tsapin and O. Zholud. 2006. Macroeconomic Uncertainity and Bank Lending: The Case of Ukraine. http://www.diw.de/. Thomas, R.L. 1997. Modern Econometrics: An Introduction. Addison-Wesley, Harlow. Wibowo, H.P. 2006. Pengaruh Variabel Ekonomi Makro terhadap Kinerja Perbankan Syariah: Analisis Persamaan Simultan. Tesis Magister Sains. Program Studi Perencanaan dan Kebijakan Publik, Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. Widarjono, A. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Edisi Kedua. Ekonisia, Yogyakarta.
149
LAMPIRAN
150
Lampiran 1. Daftar Perbankan Syariah sampai Juni 2008 I. Bank Umum Syariah (3) 1. Bank Muamalat Indonesia (November 1991) 2. Bank Syariah Mandiri (November 1999) 3. Bank Syariah Mega Indonesia (Juli 2004) II. Unit Usaha Syariah Bank Umum (13) 1. Bank IFI Syariah (Juni1999) 2. Bank Negara Indonesia Syariah (April 2000) 3. Bank Bukopin Syariah (Juni 2002) 4. Bank Rakyat Indonesia Syariah (Juni 2002) 5. Bank Danamon Syariah (Juni 2002) 6. Bank Internasional Indonesia Syariah (Mei 2003) 7. HSBC Amanah Syariah (November 2003) 8. Bank Niaga Syariah (September 2004) 9. Bank Permata Syariah (November 2004) 10. Bank Tabungan Negara Syariah (Februari 2005) 11. Bank Ekspor Indonesia Syariah (Agustus 2007) 12. Bank Lippo Syariah (Desember 2007) 13. Bank Tabungan Pembangunan Nasional Syariah (Maret 2008) III. Unit Usaha Syariah Bank Pembangunan Daerah (15) 1. Bank Jabar Syariah (Mei 2000) 2. Bank DKI Syariah (Maret 2004) 3. Bank Riau Syariah (Juni 2004) 4. BPD Kalsel Syariah (Agustus 2004) 5. Bank Sumut Syariah (Oktober 2004) 6. BPD Aceh Syariah (Oktober 2004) 7. BPD NTB Syariah (Maret 2005) 8. Bank Sumsel Syariah (Desember 2005) 9. Bank Kalbar Syariah (Desember 2005) 10. BPD Kaltim Syariah (Desember 2006) 11. BPD DIY Syariah (Februari 2007) 12. Bank Nagari Syariah / BPD Sumbar (April 2007) 13. Bank Sulsel Syariah (April 2007) 14. Bank Jatim Syariah (Juli 2007) 15. Bank Jateng Syariah (Maret 2008) IV. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (109) - per Agustus 2007 1. Syariat Fajar Sejahtera Bali 2. Bangka 3. Harta Insan Karimah 4. Baitul Muawanah 5. Attaqwa Garuda Utama 6. Wakalumi 7. Risalah Ummat 8. Berkah Ramadhan 9. Cilegon Mandiri 10. Dana Mardhatilla 11. Musyarakah Ummat Indonesia 12. Dharma Amanah 13. Muamalat Harkat 14. Safir Bengkulu 15. Margirizki Bahagia 16. Mukarramah
151
Lampiran 1. Lanjutan 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67.
Bangun Drajat Warga Berkah Amal Salman Amanah Rabbaniah PNM Mentari Baitur Ridha Babusaalam Dana Tijarah PNM Al Ma'soem Harum Hikmah Nugraha Ishlalul Ummah Artha Fisabilillah HIK Parahyangan d/hTolong Menolong Bermanfaat (To'at) Baleendah Al Ihsan Syarif Hidayatullah Amanah Ummah Artha Karimah Irsyadi Bina Amwalul Hasanah Harta Insan Karimah Bekasi Saleh Artha Al Barokah Bina Rahmah Ariyah Jaya Amanah Insani Rif’atul Ummah Insan Cita Artha Jaya Al Wadi'ah Artha Madani Buana Mitra Perwira Suriyah Ben Salamah Abadi Ikhsanul Amal Asad Alif Artha Surya Barokah Bina Amanah Satria Khasanah Ummat Artha Sinar Mentari Situbondo Al Mabrur Babadan Bhakti Haji Malang Daya Artha Mentari Pasuruan Al Hidayah Untung Surapati Bumi Rinjani Malang Bumi Rinjani Batu Bakti Makmur Indah Sidoarjo Amanah Sejahtera Gresik Bhakti Sumekar Berkah Gemadana Ibadurrahman Sakai Sambayan Daya Murni Sejahtera
152
68. Tanggamus
Lampiran 1. Lanjutan 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109.
Metro Madani Hareukat Baiturrahman Tengku Chiek Dipante Hikmah Wakilah Rahman Hijrah Agung Tulen Amanah Patuh Beramal Muamalat Yofeta Hasanah Berkah Dana Fadhilah Indo Timur (d/h Ikhwanul Ummah) Dana Moneter d/h Matahari Ufuk Timur Sinar Surya Sejati Palleko Niaga Madani Nurul Ikhwan Gowata Ittihad Mentari Pasaman Saiyo Carana Kiat Andalas Ampek Angkek Candung Al Falah Kafalatuh Ummah Al Washliyah Gebu Prima Puduarta Insani Amanah Bangsa Al Yaqin Lantabur Haji Miskin Artha Mas Abadi Al Salaam Amal Salman PNM-BINAMA Jabal Tsur Dinar Ashri Bumi Rinjani Probolinggo Bumi Rinjani Kepanjen Dana Hidayatullah Kota Bekasi Bumi Rinjani Arta Leksana
153
Lampiran 2. Grafik Tiap Peubah pada Level
LNPBS
LNDPK
10.5
10.5 10.0
10.0
9.5 9.5 9.0 9.0 8.5 8.5
8.0
8.0
7.5 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2003
2004
LPA
2005
2006
2007
2008
2006
2007
2008
2006
2007
2008
2006
2007
2008
NPF
1.6
7
6
1.2
5 0.8 4 0.4
3
0.0
2 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2003
2004
LNSWBI
2005
LNIPI
8.5
4.9
8.0
4.8
7.5 4.7 7.0 4.6 6.5 4.5
6.0 5.5
4.4 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2003
2004
LNKBU
2005
LNJII
14.0
6.4
13.8
6.0
13.6
5.6
13.4 5.2 13.2 4.8
13.0
4.4
12.8 12.6
4.0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2003
2004
2005
154
Lampiran 3. Grafik Tiap Peubah pada Derajat Pertama DLNPBS
DLNDPK
.16
.25
.12
.20 .15
.08
.10 .04 .05 .00
.00
-.04
-.05
-.08
-.10 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2003
2004
DLPA
2005
2006
2007
2008
2006
2007
2008
2006
2007
2008
2006
2007
2008
DNPF
0.4
1.0 0.5
0.0
0.0 -0.4 -0.5 -0.8 -1.0 -1.2
-1.5
-1.6
-2.0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2003
2004
DLNSWBI
2005
DLNIPI
2.0
.3
1.5
.2
1.0
.1
0.5
.0
0.0
-.1
-0.5
-.2
-1.0
-.3 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2003
2004
DLNKBU
2005
DLNJII
.06
.20
.05
.15
.04 .10
.03
.05
.02 .01
.00
.00
-.05
-.01 -.10
-.02 -.03
-.15 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2003
2004
2005
155
Lampiran 4. Uji Akar Unit Null Hypothesis: LNPBS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-0.964060
0.9417
1% level
-4.100935
5% level
-3.478305
10% level
-3.166788
Null Hypothesis: D(LNPBS) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-4.491841
0.0032
1% level
-4.105534
5% level
-3.480463
10% level
-3.168039
Null Hypothesis: LNDPK has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-1.475614
0.8283
1% level
-4.100935
5% level
-3.478305
10% level
-3.166788
Null Hypothesis: D(LNDPK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-9.862839
0.0000
Test critical values:
-3.533204
1% level 5% level
-2.906210
10% level
-2.590628
156
Lampiran 4. Lanjutan Null Hypothesis: LPA has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-4.340584
0.0050
1% level
-4.100935
5% level
-3.478305
10% level
-3.166788
Null Hypothesis: D(LPA) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 10 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-10.09750
0.0000
1% level
-3.552666
5% level
-2.914517
10% level
-2.595033
Null Hypothesis: NPF has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-1.986726
0.5977
1% level
-4.100935
5% level
-3.478305
10% level
-3.166788
Null Hypothesis: D(NPF) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-8.149104
0.0000
Test critical values:
-3.533204
1% level 5% level
-2.906210
10% level
-2.590628
157
Lampiran 4. Lanjutan Null Hypothesis: LNSWBI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-2.631570
0.2682
1% level
-4.100935
5% level
-3.478305
10% level
-3.166788
Null Hypothesis: D(LNSWBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-7.175081
0.0000
1% level
-3.533204
5% level
-2.906210
10% level
-2.590628
Null Hypothesis: LNIPI has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-6.531264
0.0000
1% level
-4.100935
5% level
-3.478305
10% level
-3.166788
Null Hypothesis: D(LNIPI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-8.540165
0.0000
Test critical values:
-3.534868
1% level 5% level
-2.906923
10% level
-2.591006
158
Lampiran 4. Lanjutan Null Hypothesis: LNKBU has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-1.317010
0.8752
1% level
-4.100935
5% level
-3.478305
10% level
-3.166788
Null Hypothesis: D(LNKBU) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-7.793568
0.0000
1% level
-3.533204
5% level
-2.906210
10% level
-2.590628
Null Hypothesis: LNJII has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic
-2.648214
0.2612
Test critical values:
-4.100935
1% level 5% level
-3.478305
10% level
-3.166788
Null Hypothesis: D(LNJII) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values:
t-Statistic
Prob.*
-7.962883
0.0000
1% level
-3.533204
5% level
-2.906210
10% level
-2.590628
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
159
Lampiran 5. Uji Stabilitas Kelambanan Maksimal Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LNPBS LNDPK LNKBU LPA NPF LNIPI LNJII LNSWBI Exogenous variables: C Lag specification: 1 4 Root
Modulus
0.994968
0.994968
0.951427 + 0.167149i
0.965998
0.031402 + 0.290434i
0.292127
0.031402 - 0.290434i
0.292127
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
160
Lampiran 6. Kandidat Kelambanan Optimal VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: LNPBS LNDPK LNKBU LPA NPF LNIPI LNJII LNSWBI Exogenous variables: C Sample: 2002:11 2008:06 Included observations: 64 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0
172.3566
NA
8.12e-13
-5.136145
-4.866284
-5.029833 -18.36670*
1
690.3520
890.3046
5.68e-19
-19.32350
-16.89476*
2
756.2942
96.85249
5.85e-19
-19.38419
-14.79657
-17.57689
3
830.0861
89.93390*
5.51e-19
-19.69019
-12.94368
-17.03240
4
914.9286
82.19121
4.86e-19*
-20.34152*
-11.43613
-16.83324
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
161
Lampiran 7. Uji Kointegrasi Sample: 2002:11 2008:06 Included observations: 66 Series: LNPBS LNDPK LNKBU LPA NPF LNIPI LNJII LNSWBI Lags interval: 1 to 1 Selected (0.05 level*) Number of Cointegrating Relations by Model Data Trend:
None
Test Type
No Intercept No Trend
Trace
4
Max-Eig
2
None
Linear
Linear
Quadratic
Intercept
Intercept
Intercept
Intercept
No Trend
No Trend
Trend
Trend
3
1
2
2
2
1
1
0
Linear
Linear
Quadratic
*Critical values based on Osterwald-Lenum (1992) Information Criteria by Rank and Model Data Trend:
None
None
Rank or
No Intercept
Intercept
Intercept
Intercept
Intercept
No. of CEs
No Trend
No Trend
No Trend
Trend
Trend
Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns) 0
661.2668
661.2668
680.1090
680.1090
688.9975
1
692.5482
693.6926
709.4525
711.4369
714.5084
2
715.2013
718.7781
730.5071
734.9625
737.4473
3
732.8250
736.4328
744.4327
750.4327
752.7932
4
745.3248
749.2282
756.7998
764.3574
766.1701
5
753.5451
757.6916
761.5107
774.8952
776.3948
6
757.9738
762.3966
765.7374
779.6016
780.8164
7
761.5466
766.3911
769.2158
783.2857
783.8589
8
763.6134
769.8628
769.8628
785.3032
785.3032
Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0
-18.09899
-18.09899
-18.42755
-18.42755
-18.45447
1
-18.56207
-18.56644
-18.83189
-18.86172
-18.74268
2
-18.76368
-18.81146
-18.98506
-19.05947* -18.95295
3
-18.81288
-18.83130
-18.92220
-19.01311
-18.93313
4
-18.70681
-18.70389
-18.81212
-18.91992
-18.85364
5
-18.47106
-18.44520
-18.47002
-18.72410
-18.67863
6
-18.12042
-18.07262
-18.11325
-18.35156
-18.32777
7
-17.74384
-17.67852
-17.73381
-17.94805
-17.93512
8
-17.32162
-17.26857
-17.26857
-17.49404
-17.49404
Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0
-15.97569
-15.97569 -16.03883*
-16.03883*
-15.80034
1
-15.90794
-15.87914
-15.91235
-15.90901
-15.55773
2
-15.57872
-15.56015
-15.53470
-15.54275
-15.23717
3
-15.09710
-15.01599
-14.94101
-14.93239
-14.68652
4
-14.46021
-14.32458
-14.30010
-14.27520
-14.07621
5
-13.69364
-13.50189
-13.42718
-13.51537
-13.37038
6
-12.81216
-12.56531
-12.53959
-12.57884
-12.48869
7
-11.90476
-11.60720
-11.62932
-11.61132
-11.56521
8
-10.95171
-10.63325
-10.63325
-10.59331
-10.59331
162
Lampiran 7. Lanjutan Sample (adjusted): 2003:01 2008:06 Included observations: 66 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted) Series: LNPBS LNDPK LNKBU LPA NPF LNIPI LNJII LNSWBI Lags interval (in first differences): 1 to 1 Hypothesized
Trace
No. of CE(s)
Eigenvalue
Statistic
5 Percent
1 Percent
Critical Value Critical Value
None **
0.612999
210.3884
182.82
196.08
At most 1 *
0.509778
147.7327
146.76
158.49
At most 2
0.374244
100.6815
114.90
124.75
At most 3
0.344241
69.74108
87.31
96.58
At most 4
0.273362
41.89161
62.99
70.05
At most 5
0.132915
20.81606
42.44
48.45
At most 6
0.105633
11.40328
25.32
30.45
At most 7
0.059307
4.035113
12.25
16.26
Trace test indicates 2 cointegrating equation(s) at the 5% level Trace test indicates 1 cointegrating equation(s) at the 1% level *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
163
Lampiran 8. Estimasi Output Model Vector Error Correction Vector Error Correction Estimates Sample (adjusted): 2003:01 2008:06 Included observations: 66 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
Cointegrating Eq:
CointEq1
CointEq2
LNPBS(-1)
1.000000
0.000000
LNDPK(-1)
0.000000
1.000000
NPF(-1)
LNKBU(-1)
LPA(-1)
LNIPI(-1)
LNJII(-1)
LNSWBI(-1)
@TREND(02:11)
C
Error Correction:
CointEq1
CointEq2
D(LNPBS(-1))
D(LNDPK(-1))
D(NPF(-1))
0.425923
0.338193
(0.06432)
(0.05125)
[ 6.62151]
[ 6.59907]
7.362829
3.850769
(1.91127)
(1.52276)
[ 3.85232]
[ 2.52881]
-0.055478
-0.499084
(0.19393)
(0.15451)
[-0.28608]
[-3.23021]
0.289373
2.692673
(0.94007)
(0.74898)
[ 0.30782]
[ 3.59513]
0.599937
-0.449242
(0.57016)
(0.45426)
[ 1.05222]
[-0.98895]
0.070917
-0.066402
(0.12648)
(0.10077)
[ 0.56071]
[-0.65896]
-0.177753
-0.087566
(0.04044)
(0.03222)
[-4.39583]
[-2.71802]
-108.2131
-68.74216
D(LNPBS) D(LNDPK)
-0.060284
0.019096
D(NPF)
D(LNKBU)
D(LPA)
D(LNIPI)
D(LNJII)
D(LNSWBI)
-0.862127
-9.88E-05
-0.460930
0.090183
-0.026635
0.383978
(0.02011)
(0.02796)
(0.32218)
(0.01026)
(0.15130)
(0.03919)
(0.05001)
(0.25761)
[-2.99718]
[ 0.68303]
[-2.67596]
[-0.00962]
[-3.04646]
[ 2.30111]
[-0.53256]
[ 1.49052]
0.004337
-0.059381
0.890604
0.005675
0.725986
-0.186560
0.071450
-0.272436
(0.02457)
(0.03415)
(0.39353)
(0.01254)
(0.18481)
(0.04787)
(0.06109)
(0.31467)
[ 0.17652]
[-1.73883]
[ 2.26314]
[ 0.45269]
[ 3.92832]
[-3.89715]
[ 1.16961]
[-0.86579]
-0.401060
0.640476
-1.496124
0.099385
1.359930
-0.167072
0.675865
-0.499276
(0.12384)
(0.17214)
(1.98366)
(0.06320)
(0.93157)
(0.24130)
(0.30793)
(1.58615)
[-3.23849]
[ 3.72067]
[-0.75423]
[ 1.57265]
[ 1.45983]
[-0.69238]
[ 2.19483]
[-0.31477]
-0.160552
-0.365268
-0.883366
-0.001657
-0.838029
-0.071537
-0.078844
0.703221
(0.09094)
(0.12641)
(1.45665)
(0.04641)
(0.68407)
(0.17719)
(0.22612)
(1.16474)
[-1.76547]
[-2.88964]
[-0.60644]
[-0.03570]
[-1.22506]
[-0.40372]
[-0.34868]
[ 0.60376]
0.018428
0.002487
-0.194234
0.013995
0.217124
0.081300
-0.016947
-0.212270
164
Lampiran 8. Lanjutan
D(LNKBU(-1))
D(LPA(-1))
D(LNIPI(-1))
D(LNJII(-1))
D(LNSWBI(-1))
C
(0.01128)
(0.01568)
(0.18069)
(0.00576)
(0.08486)
(0.02198)
(0.02805)
(0.14448)
[ 1.63361]
[ 0.15858]
[-1.07494]
[ 2.43112]
[ 2.55871]
[ 3.69875]
[-0.60416]
[-1.46917]
0.655438
-0.576329
2.200083
-0.031429
-5.632876
0.883142
-0.280258
-7.946961
(0.34986)
(0.48630)
(5.60394)
(0.17853)
(2.63173)
(0.68169)
(0.86993)
(4.48095)
[ 1.87343]
[-1.18512]
[ 0.39260]
[-0.17604]
[-2.14037]
[ 1.29551]
[-0.32216]
[-1.77350]
0.018680
0.018112
0.014169
0.005112
0.170387
0.018704
-0.009016
0.141024
(0.01481)
(0.02058)
(0.23721)
(0.00756)
(0.11140)
(0.02886)
(0.03682)
(0.18967)
[ 1.26136]
[ 0.87986]
[ 0.05973]
[ 0.67647]
[ 1.52954]
[ 0.64819]
[-0.24485]
[ 0.74351]
0.085003
-0.014280
0.199965
0.005638
-0.386347
-0.078650
-0.133086
-1.186302
(0.06419)
(0.08923)
(1.02824)
(0.03276)
(0.48288)
(0.12508)
(0.15962)
(0.82218)
[ 1.32416]
[-0.16004]
[ 0.19447]
[ 0.17211]
[-0.80009]
[-0.62879]
[-0.83377]
[-1.44287]
0.034706
0.129080
0.099271
-0.004357
0.293037
-0.135787
0.067427
-0.695282
(0.05916)
(0.08223)
(0.94756)
(0.03019)
(0.44499)
(0.11527)
(0.14710)
(0.75768)
[ 0.58667]
[ 1.56977]
[ 0.10477]
[-0.14432]
[ 0.65852]
[-1.17803]
[ 0.45839]
[-0.91765]
-0.015919
0.014095
0.174293
-0.004253
-0.161106
0.005957
0.041409
-0.058894
(0.01219)
(0.01694)
(0.19518)
(0.00622)
(0.09166)
(0.02374)
(0.03030)
(0.15607)
[-1.30636]
[ 0.83213]
[ 0.89296]
[-0.68393]
[-1.75759]
[ 0.25088]
[ 1.36665]
[-0.37735]
0.043139
0.033822
0.040912
0.014456
0.068315
0.002117
0.009776
0.179418
(0.00818)
(0.01137)
(0.13102)
(0.00417)
(0.06153)
(0.01594)
(0.02034)
(0.10477)
[ 5.27372]
[ 2.97467]
[ 0.31225]
[ 3.46319]
[ 1.11025]
[ 0.13282]
[ 0.48065]
[ 1.71254]
R-squared
0.457820
0.466629
0.206006
0.319770
0.708429
0.523507
0.118491
0.244856
Adj. R-squared
0.359242
0.369653
0.061643
0.196092
0.655416
0.436872
-0.041783
0.107557
Sum sq. resids
0.036448
0.070422
9.351441
0.009491
2.062403
0.138379
0.225352
5.979044
S.E. equation
0.025743
0.035783
0.412342
0.013137
0.193645
0.050160
0.064010
0.329712
F-statistic
4.644237
4.811779
1.427001
2.585504
13.36332
6.042677
0.739300
1.783378
153.8999
132.1659
-29.16384
198.3023
20.72089
109.8747
93.78162
-14.40394
Akaike AIC
-4.330301
-3.671695
1.217086
-5.675828
-0.294572
-2.996202
-2.508534
0.769816
Schwarz SC
Log likelihood
-3.965358
-3.306753
1.582029
-5.310885
0.070370
-2.631259
-2.143592
1.134759
Mean dependent
0.035606
0.036818
0.001667
0.017121
-0.005758
0.005758
0.028030
0.026212
S.D. dependent
0.032160
0.045069
0.425671
0.014651
0.329881
0.066842
0.062714
0.349015
D(LNPBS)
= A(1,1)*(B(1,1)*LNPBS(-1) + B(1,2)*LNDPK(-1) + B(1,3)*NPF(-1) + B(1,4)*LNKBU(-1) + B(1,5)*LPA(-1) + B(1,6)*LNIPI(-1) + B(1,7)*LNJII(-1) + B(1,8)*LNSWBI(-1) + B(1,9)*@TREND(02:11) + B(1,10)) + A(1,2)*(B(2,1)*LNPBS(-1) + B(2,2)*LNDPK(-1) + B(2,3)*NPF(-1) + B(2,4)*LNKBU(-1) + B(2,5)*LPA(-1) + B(2,6)*LNIPI(-1) + B(2,7)*LNJII(-1) + B(2,8)*LNSWBI(-1) + B(2,9)*@TREND(02:11) + B(2,10)) + C(1,1)*D(LNPBS(-1)) + C(1,2)*D(LNDPK(-1)) + C(1,3)*D(NPF(-1)) + C(1,4)*D(LNKBU(-1)) + C(1,5)*D(LPA(-1)) + C(1,6)*D(LNIPI(-1)) + C(1,7)*D(LNJII(-1)) + C(1,8)*D(LNSWBI(-1)) + C(1,9)
D(LNPBS) = - 0.06028436706*( LNPBS(-1) + 0.4259225411*NPF(-1) + 7.362829297*LNKBU(-1) - 0.05547796236*LPA(-1) + 0.2893733953*LNIPI(-1) + 0.5999366124*LNJII(-1) + 0.07091727922*LNSWBI(-1) - 0.1777526444*@TREND(02:11) - 108.2130553 ) + 0.004336812959*( LNDPK(-1) + 0.3381926678*NPF(-1) + 3.85076888*LNKBU(-1) - 0.4990841197*LPA(-1) + 2.692673111*LNIPI(-1) - 0.4492420364*LNJII(-1) - 0.06640191392*LNSWBI(-1) - 0.08756617321*@TREND(02:11) - 68.74216241 ) - 0.4010602757*D(LNPBS(-1)) - 0.1605515207*D(LNDPK(-1)) + 0.01842847806*D(NPF(-1)) + 0.6554382919*D(LNKBU(-1)) + 0.01867963687*D(LPA(-1)) + 0.08500256425*D(LNIPI(-1)) + 0.03470570807*D(LNJII(-1)) - 0.01591880899*D(LNSWBI(-1)) + 0.04313861047
165
Lampiran 9. Uji Stabilitas Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: LNPBS LNDPK LNKBU LPA NPF LNIPI LNJII LNSWBI Exogenous variables: Lag specification: 1 1 Root
Modulus
1.000000
1.000000
1.000000
1.000000
1.000000
1.000000
1.000000
1.000000
1.000000
1.000000
1.000000
1.000000
0.816567
0.816567
-0.454941 - 0.195538i
0.495183
-0.454941 + 0.195538i
0.495183
0.388656
0.388656
-0.093377 - 0.347016i
0.359360
-0.093377 + 0.347016i
0.359360
-0.247742
0.247742
0.235617
0.235617
0.015758 - 0.147447i
0.148287
0.015758 + 0.147447i
0.148287
VEC specification imposes 6 unit root(s).
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
166
Lampiran 10. Uji Residual VEC Residual Heteroskedasticity Tests: No Cross Terms (only levels and squares) Sample: 2002:11 2008:06 Included observations: 66 Joint test: Chi-sq
df
Prob.
760.3505 720
0.1442
VEC Residual Serial Correlation LM Tests H0: no serial correlation at lag order h Sample: 2002:11 2008:06 Included observations: 66 Lags
LM-Stat
Prob
1
72.91793
0.2082
Probs from chi-square with 64 df.
VEC Residual Normality Tests Orthogonalization: Residual Covariance (Urzua) H0: residuals are multivariate normal Sample: 2002:11 2008:06 Included observations: 66 Component Jarque-Bera
df
Prob.
1
13.21775
2
0.0013
2
3.660906
2
0.1603
3
3.975302
2
0.1370
4
2.468667
2
0.2910
5
0.957804
2
0.6195
6
3.646310
2
0.1615
7
51.24281
2
0.0000
8
0.285374
2
0.8670
Joint
401.5051
450
0.9511
167
Lampiran 11. Grafik Impulse Response Pembiayaan Perbankan Syariah Periode 40 bulan Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of LNPBS to LNPB S
Response of LNPB S to LNDP K
.04
.04
.03
.03
.02
.02
.01
.01
.00
.00
-.01
-.01
-.02
-.02
-.03
-.03
-.04
-.04
-.05
-.05 5
10
15
20
25
30
35
40
5
Response of LNP BS to NP F
10
15
20
25
30
35
40
35
40
35
40
Response of LNPB S to LP A
.04
.04
.03
.03
.02
.02
.01
.01
.00
.00
-.01
-.01
-.02
-.02
-.03
-.03
-.04
-.04
-.05
-.05 5
10
15
20
25
30
35
40
5
Response of LNPBS to LNKB U
10
15
20
25
30
Response of LNP B S to LNJII
.04
.04
.03
.03
.02
.02
.01
.01
.00
.00
-.01
-.01
-.02
-.02
-.03
-.03
-.04
-.04
-.05
-.05 5
10
15
20
25
30
35
40
5
Response of LNPB S to LNIP I
10
15
20
25
30
Response of LNPBS to LNS WB I
.04
.04
.03
.03
.02
.02
.01
.01
.00
.00
-.01
-.01
-.02
-.02
-.03
-.03
-.04
-.04
-.05
-.05 5
10
15
20
25
30
35
40
5
10
15
20
25
30
35
40
168
Lampiran 12. Tabel Impulse Response Pembiayaan Perbankan Syariah Periode 40 Bulan Period
LNPBS
LNDPK
NPF
LPA
LNKBU
LNJII
LNIPI
LNSWBI
1
0.025743
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
0.000000
2
0.018460 -0.007040 -0.001741
0.004695
0.003051 -0.001475
0.004565 -0.005138
3
0.019001 -0.005257 -0.000229
0.000644
0.000733 -0.004991
0.004478 -0.005689
4
0.020553 -0.004618 -0.007507
0.000845 -0.001293 -0.005287
0.003717 -0.005956
5
0.022842 -0.003550 -0.011744
0.000405 -0.004948 -0.006009
0.000375 -0.006835
6
0.025522 -0.003056 -0.017257
0.000375 -0.008615 -0.005343 -0.001717 -0.007509
7
0.027567 -0.002417 -0.021410
0.000402 -0.011530 -0.005028 -0.004074 -0.008136
8
0.029558 -0.001951 -0.025087
0.000400 -0.014184 -0.004539 -0.005915 -0.008615
9
0.031094 -0.001568 -0.028112
0.000460 -0.016295 -0.004158 -0.007487 -0.009041
10
0.032414 -0.001243 -0.030568
0.000476 -0.018076 -0.003830 -0.008781 -0.009380
11
0.033479 -0.000987 -0.032611
0.000510 -0.019517 -0.003551 -0.009832 -0.009660
12
0.034355 -0.000771 -0.034261
0.000530 -0.020702 -0.003329 -0.010702 -0.009889
13
0.035071 -0.000599 -0.035620
0.000549 -0.021670 -0.003141 -0.011407 -0.010075
14
0.035655 -0.000456 -0.036725
0.000565 -0.022460 -0.002991 -0.011986 -0.010228
15
0.036133 -0.000340 -0.037630
0.000577 -0.023105 -0.002867 -0.012457 -0.010353
16
0.036523 -0.000246 -0.038368
0.000587 -0.023632 -0.002766 -0.012843 -0.010454
17
0.036841 -0.000168 -0.038971
0.000596 -0.024063 -0.002683 -0.013158 -0.010537
18
0.037101 -0.000105 -0.039463
0.000603 -0.024414 -0.002616 -0.013415 -0.010605
19
0.037314 -5.37E-05 -0.039865
0.000608 -0.024701 -0.002561 -0.013625 -0.010661
20
0.037487 -1.16E-05 -0.040193
0.000613 -0.024935 -0.002516 -0.013796 -0.010706
21
0.037629
2.28E-05
-0.040461
0.000616 -0.025127 -0.002479 -0.013936 -0.010743
22
0.037744
5.09E-05
-0.040680
0.000619 -0.025283 -0.002449 -0.014050 -0.010773
23
0.037839
7.38E-05
-0.040859
0.000622 -0.025411 -0.002424 -0.014143 -0.010798
24
0.037916
9.25E-05
-0.041005
0.000624 -0.025515 -0.002404 -0.014220 -0.010818
25
0.037979
0.000108 -0.041124
0.000626 -0.025600 -0.002388 -0.014282 -0.010834
26
0.038030
0.000120 -0.041221
0.000627 -0.025669 -0.002375 -0.014333 -0.010848
27
0.038072
0.000130 -0.041301
0.000628 -0.025726 -0.002364 -0.014374 -0.010859
28
0.038106
0.000139 -0.041365
0.000629 -0.025772 -0.002355 -0.014408 -0.010868
29
0.038134
0.000146 -0.041418
0.000630 -0.025810 -0.002348 -0.014436 -0.010875
30
0.038157
0.000151 -0.041462
0.000630 -0.025841 -0.002342 -0.014458 -0.010881
31
0.038176
0.000156 -0.041497
0.000631 -0.025866 -0.002337 -0.014477 -0.010886
32
0.038191
0.000159 -0.041526
0.000631 -0.025887 -0.002333 -0.014492 -0.010890
33
0.038204
0.000162 -0.041549
0.000632 -0.025904 -0.002330 -0.014504 -0.010893
34
0.038214
0.000165 -0.041569
0.000632 -0.025917 -0.002327 -0.014514 -0.010896
35
0.038222
0.000167 -0.041584
0.000632 -0.025929 -0.002325 -0.014522 -0.010898
36
0.038229
0.000169 -0.041597
0.000632 -0.025938 -0.002323 -0.014529 -0.010900
37
0.038234
0.000170 -0.041608
0.000632 -0.025945 -0.002322 -0.014534 -0.010901
38
0.038239
0.000171 -0.041616
0.000632 -0.025951 -0.002321 -0.014539 -0.010902
39
0.038243
0.000172 -0.041623
0.000633 -0.025956 -0.002320 -0.014543 -0.010903
40
0.038246
0.000173 -0.041629
0.000633 -0.025960 -0.002319 -0.014545 -0.010904
LNPBS
LNDPK
NPF
LPA
LNKBU
LNJII
LNIPI
Cholesky Ordering: LNPBS LNDPK NPF LPA LNKBU LNJII LNIPI LNSWBI
LNSWBI
169
Lampiran 13. Tabel Variance Decomposition Pembiayaan Perbankan Syariah Periode 40 Bulan Period
S.E.
LNPBS
LNDPK
NPF
LPA
LNKBU
LNJII
LNIPI
LNSWBI
1
0.025743 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2
0.033717 88.26924 4.360108 0.266533 1.938745 0.818942 0.191299 1.833387 2.321750
3
0.040048 85.07766 4.813861 0.192200 1.400063 0.614011 1.688606 2.549636 3.663968
4
0.046729 81.83547 4.512273 2.721930 1.061080 0.527540 2.520290 2.505616 4.315797
5
0.054438 77.90464 3.750109 6.659945 0.787378 1.214994 3.075631 1.850951 4.756351
6
0.063908 72.47541 2.949793 12.12385 0.574758 2.698817 2.930549 1.415238 4.831581
7
0.074495 67.03239 2.276171 17.18231 0.425910 4.381668 2.612272 1.340668 4.748616
8
0.085951 62.18120 1.761366 21.42670 0.322111 6.014983 2.241190 1.480632 4.571819
9
0.097816 58.11592 1.385658 24.80341 0.250917 7.419571 1.911155 1.729058 4.384315
10
0.109824 54.81305 1.112022 27.42313 0.200923 8.594836 1.637693 2.010904 4.207446
11
0.121780 52.13636 0.910954 29.47364 0.165162 9.558627 1.416924 2.287299 4.051033
12
0.133556 49.96428 0.760727 31.08570 0.138893 10.35001 1.240186 2.543860 3.916350
13
0.145079 48.18682 0.646393 32.37214 0.119141 11.00232 1.097896 2.774039 3.801252
14
0.156301 46.71940 0.557756 33.41121 0.103951 11.54390 0.982516 2.978057 3.703205
15
0.167202 45.49627 0.487814 34.26164 0.092029 11.99734 0.887975 3.157507 3.619437
16
0.177773 44.46716 0.431715 34.96614 0.082502 12.38009 0.809713 3.315072 3.547612
17
0.188016 43.59366 0.386038 35.55627 0.074761 12.70586 0.744256 3.453454 3.485708
18
0.197938 42.84604 0.348334 36.05573 0.068380 12.98527 0.688972 3.575209 3.432073
19
0.207551 42.20123 0.316822 36.48240 0.063051 13.22667 0.641850 3.682624 3.385350
20
0.216868 41.64112 0.290185 36.85002 0.058548 13.43667 0.601341 3.777686 3.344429
21
0.225903 41.15135 0.267438 37.16925 0.054703 13.62051 0.566242 3.862105 3.308403
22
0.234671 40.72047 0.247830 37.44844 0.051388 13.78240 0.535606 3.937338 3.276529
23
0.243188 40.33923 0.230785 37.69422 0.048506 13.92576 0.508686 4.004626 3.248193
24
0.251467 40.00012 0.215852 37.91190 0.045980 14.05335 0.484884 4.065021 3.222889
25
0.259523 39.69700 0.202677 38.10577 0.043751 14.16748 0.463716 4.119420 3.200195
26
0.267368 39.42479 0.190978 38.27932 0.041772 14.27001 0.444791 4.168585 3.179759
27
0.275015 39.17929 0.180527 38.43543 0.040003 14.36252 0.427787 4.213168 3.161283
28
0.282476 38.95697 0.171142 38.57647 0.038413 14.44632 0.412440 4.253724 3.144519
29
0.289760 38.75489 0.162670 38.70443 0.036978 14.52252 0.398527 4.290732 3.129256
30
0.296879 38.57054 0.154988 38.82097 0.035677 14.59205 0.385866 4.324602 3.115311
31
0.303841 38.40180 0.147993 38.92749 0.034492 14.65570 0.374300 4.355690 3.102533
32
0.310656 38.24686 0.141598 39.02519 0.033408 14.71416 0.363699 4.384302 3.090787
33
0.317331 38.10416 0.135730 39.11508 0.032414 14.76800 0.353949 4.410705 3.079960
34
0.323873 37.97237 0.130327 39.19802 0.031498 14.81774 0.344956 4.435130 3.069954
35
0.330291 37.85033 0.125338 39.27478 0.030652 14.86380 0.336636 4.457781 3.060682
36
0.336589 37.73703 0.120716 39.34600 0.029868 14.90657 0.328919 4.478835 3.052069
37
0.342774 37.63159 0.116423 39.41224 0.029140 14.94637 0.321744 4.498447 3.044051
38
0.348852 37.53325 0.112426 39.47399 0.028463 14.98350 0.315055 4.516754 3.036569
39
0.354828 37.44132 0.108694 39.53169 0.027830 15.01820 0.308806 4.533879 3.029574
40
0.360706 37.35523 0.105204 39.58572 0.027238 15.05071 0.302957 4.549928 3.023021 S.E.
LNPBS
LNDPK
NPF
LPA
LNKBU
LNJII
LNIPI
Cholesky Ordering: LNPBS LNDPK LNKBU LPA NPF LNIPI LNJII LNSWBI
LNSWBI