ANALISIS EKSISTENSI KEARIFAN LOKAL HUYULA DESA BONGOIME PROVINSI GORONTALO
FARIS BUDIMAN ANNAS
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKUTLAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Faris Budiman Annas NIM I34090041
Analisis Eksistensi Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo Kearifan lokal masyarakat memegang peranan penting dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pentingnya kearifan lokal masayarakat dilihat dari proses interaksi masyarakat yang sejak beberapa generasi telah hidup dari pengelolaan sumber daya alam (Sirait 2005). Ketersediaan, kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam ditentukan oleh adanya faktor kearifan sebagai manifestasi akal masyarakat lokal yang tersembunyi dan diyakini sebagai sesuatu yang benar, dirasakan bersama, serta merupakan sesuatu yang baik dan berguna bagi kehidupannya.. Pentingnya mengkaji kearifan lokal terutama di bidang pertanian, merupakan isu penting di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sejarah nusantara membuktikan bahwa negara ini kaya akan kearifan lokal bidang pertanian dan pengolahan bahan makanan. Huyula sebagai salah satu bentuk kearifan lokal di Gorontalo merupakan nilai-nilai yang terdapat dimasyarakat yang melandasi sistem gotong royong. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksistensi kearifan lokal Huyula di dalam masyarakat Gorontalo. Huyula merupakan kerjasama sosial tanpa pamrih yang sejak dahulu dipraktekkan oleh para luluhur dan merupakan sistem ekonomi yang terkoordinir maupun secara sukarela. Pada masyarakat Desa Bongoime, nilai-nilai Huyula diterapkan oleh masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Nilai-nilai Huyula diwujudkan dalam berbagai kegiatan misalnya dalam kerja bakti pembersihan lingkungan pedesaan, pembuatan jalan, kematian, pembersihan saluran irigasi maupun kegiatan pertanian. Nilai-nilai Huyula sebagai suatu bentuk kearifan lokal di Desa Bongoime merupakan salah satu solusi yang membantu petani dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah. Dalam pengelolaan sumber daya pertanian khususnya pertanian padi sawah di Desa Bongoime nilai-nilai Huyula terbagi menjadi dua wujud yaitu kegiatan Huyula dan Ti’ayoKearifan lokal ini pernah dialami oleh masyarakat pada periode sebelum reformasi. Namun saat ini, Huyula dalam pengolahan lahan dan penanaman telah berubah menjadi sistem upah. Masyarakat Desa Bongoime secara umum memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang tinggi terhadap Huyula, meskipun Huyula dalam pertanian saat ini hanya diterapkan dalam pembersihan saluran irigasi. Pengetahuan petani terhadap Huyula berhubungan nyata dengan sikap dan perilaku petani. Faktor usia dan intensitas penyuluhan berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Semakin tinggi usia petani maka semakin tinggi pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Hal ini pun sama terjadi terhadap intensitas penyuluhan petani, yaitu semakin tinggi intensitas penyuluhan petani maka semakin tinggi pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula.
ABSTRAK FARIS BUDIMAN ANNAS. Analisis Eksistensi Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis eksistensi kearifan lokal Huyula diukur dengan pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula dan hubungannya dengan faktor internal dan eksternal petani. Sampel penelitian ini adalah warga Desa Bongoime yang berprofesi sebagai petani padi sawah. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dilengkapi dengan data kualitatif. Penelitian ini diuji dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dengan taraf nyata 0.05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Huyula merupakan nilai-nilai gotong royong yang terdapat di masyarakat. Petani memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang tinggi terhadap Huyula meskpun dalam penerapannya Huyula hanya terdapat pada pembersihan saluran irigasi. Terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula dengan usia dan intensitas penyuluhan petani sehingga usia dan intensitas penyuluhan petani berpengaruh terhadap eksistensi Huyula. Kata kunci: Huyula, eksistensi, faktor internal, faktor eksternal.
ABSTRACT FARIS BUDIMAN ANNAS. Existence Analysis of Local Wisdom Huyula in Bongoime Village Gorontalo Province. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI. This study aims to analyze the existence of local wisdom Huyula measured by knowledge, attitudes and behavior of farmers to Huyula and its relationship with the internal and external factors farmers. The sample was Bongoime villagers who work as rice farmers. This study uses quantitative data with qualitative data furnished. This study tested using Spearman rank correlation test with significance level 0.05 level. Results of this study indicate that Huyula is a values contained in the mutual aid society. Farmers have the high knowledge, attitude and behavior towards Huyula although in practice only in the cleaning of irrigation channels. There is a relationship between knowledge, attitudes and behavior of farmers toward Huyula. There are two variabel like age and extention intensity that affects the existence Huyula. Keywords: Huyula, existence, internal factors, external factors.
ANALISIS EKSISTENSI KEARIFAN LOKAL HUYULA DESA BONGOIME PROVINSI GORONTALO
FARIS BUDIMAN ANNAS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKUTLAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Eksistensi Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo Nama
: Faris Budiman Annas
NIM
: I34090041
Disetujui oleh
Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni MA Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah kearifan lokal, dengan judul Analisis Eksistensi Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo. Ucapan terima kasih dan hormat penulis sampaikan kepada Dr. Ekawati Sri Wahyuni selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan, masukan, saran dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada, orang tua tercinta, serta Ayyub Shabir dan Farah Fatimah Zahra, adik tersayang, dan kakak tercinta Annisa Nur Aisyah Annas yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat selama penulisan. Tak lupa juga kepada teman-teman SKPM 46 khususnya, Mona Inayah Pratiwi, Carlae J, Fadil, Gilang, Arif, Yandra, Indra, Rizka A, Tyas, Shitta, Linda, Elbie, Mono, Ikbal, Beha, Randy Ilyas, KPM Jantan. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan, saran dan semangat yang diberikan oleh senior dan dukungan dari adek-adek KPM 47 dan KPM 48, serta pihak-pihak yang mendukung, memotivasi serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini.Semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2013 Faris Budiman Annas
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Konsep Kearifan Lokal
3
Bentuk-bentuk Kearifan Lokal
3
Eksistensi kearifan lokal Huyula
6
Konsep Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
6
Penyuluhan Pertanian
7
Kerangka Pemikiran
7
Hipotesis Penelitian
8
Definisi Operasional
9
METODE
11
Lokasi dan Waktu
11
Teknik Pengumpulan Data
11
Teknik Pengolahan data
12
PROFIL DESA BONGOIME
17
Sejarah Desa
17
Kondisi Geografis
17
Kondisi Demografi
18
Sarana dan Prasarana
19
Mata Pencaharian
20
Struktur Sosial Masyarakat
20
Gambaran Umum Responden
20
Karakteristik Responden menurut Usia
21
Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendidikan
22
Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendapatan
22
Karakteristik Responden Menurut Luas Lahan
22
Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan Non Pertanian dan Pertanian23 BENTUK-BENTUK KEARIFAN LOKAL HUYULA
25
Nilai-nilai Huyula dalam Pertanian
25
Peran Panggoba dalam Kegiatan Pertanian Petani
28
PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PETANI TERHADAP HUYULA 29 Pengetahuan Petani Terhadap Huyula
29
Sikap Petani Terhadap Huyula
30
Perilaku Petani Terhadap Huyula
33
Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Petani Terhadap Huyula 36 HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP HUYULA 38 Hubungan Usia Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani39 Hubungan Tingkat pendidikan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani 42 Hubungan Luas Lahan Garapan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani 43 Hubungan Pekerjaan non pertanian Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani 45 Hubungan Intensitas Penyuluhan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani 46 SIMPULAN DAN SARAN
49
Simpulan
49
Saran
49
DAFTAR PUSTAKA
51
RIWAYAT HIDUP
52
DAFTAR TABEL
1 Bentuk-bentuk Kearifan Lokal
4
2 Jumlah dan presentase penduduk berdasarkan kelompok umur
18
3 Presentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
19
4 Jumlah umur dan presentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan 20 5 Karakteristik Petani
21
6 Perbedaan sistem kerja Ti’ayo dan Huyula
27
7 Jumlah Responden menurut respon terhadap pertanyaan pengetahuan Huyula 8
mengenai 30
Jumlah responden menurut respon terhadap pertanyaan mengenai sikap tentang Huyula 31
9 Jumlah Responden menurut respon terhadap pertanyaan mengenai perilaku tentang Huyula. 34 10 Hasil pengujian hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. 37 11
Hubungan antara usia terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani 39
12
Hubungan tingkat pendapatan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani 41
13 Hasil pengujian hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani 43 14 Hasil pengujian hubungan antara luas lahan garapan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani . 44 15 Hasil pengujian hubungan antara pekerjaan non pertanian terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula 45 16
Hasil pengujian hubungan antara intensitas penyuluhan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani 46
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka
Pemikiran
8 2 Persentase jumlah petani berdasarkan pengetahun terhadapHuyula 29 3 Persentase 31
jumlah
petani
berdasarkan
sikap
terhadap
Huyula.
4 Persentase jumlah petani berdasarkan perilaku terhadap Huyula. 34
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Peta Desa Kuisioner Penelitian Kerangka Sampling Uji Statistik Dokumentasi
59 60 66 70 72
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan masyarakatnya yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Sejak 1945, pertanian di Indonesia umumnya masih bersifat subsisten atau tradisional, mereka melakukan usaha pertanian dengan mengandalkan pengetahuan yang mereka miliki.Pengetahuan tersebut diperoleh secara turun-temurun melalui tradisi ataupun komunikasi verbal. Pemerintah sebagai pihak yang juga bertanggung jawab mengembangkan masyarakat pertanian di Indonesia telah menciptakan berbagai kebijakan pertanian melalui penyuluhan oleh lembaga-lembaga pertanian, namun cukup disayangkan karena teknologi pertanian yang disampaikan oleh penyuluhan tersebut cukup sulit diterapkan oleh petani. Hal ini dikarenakan kemampuan adopsi petani yang rendah dalam menerima hal-hal baru, selain itu petani juga memiliki pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya pertanian. Pengetahuan lokal tersebut biasa juga disebut sebagai kearifan lokal yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Dewasa ini kesadaran akan perlunya kearifan lokal mendapat perhatian yang lebih besar dari para ilmuwan dipicu oleh wacana global tentang kegagalan pembangunan dinegara-negara dunia ketiga. Hal ini dikarenakan oleh semakin merosotnya kualitas lingkungan alam akibat semakin cepatnya kepunahan pengetahuan-pengetahuan yang menjadi basis adaptasi berbagai komunitas lokal. Selain itu, perlunya penguatan terhadap kebutuhan akan jatidiri di tengah arus globalisasi perlu ditingkatkan (Ahimsa 2008) Terdapat dua poin penting dalam kearifan lokal, yakni pengetahuan dan praktek yang tidak lain adalah pola interaksi dan pola tindakan. Pengetahuan dapat disamakan dengan knowledge yang dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti media massa ataupun cerita orang lain sehingga mudah dilupakan, sedangkan pengalaman lebih bersifat permanen terutama karena ia berkaitan dengan pengalaman langsung dalam perjalanan hidup manusia (Sairin 2006) Kearifan lokal masyarakat memegang peranan penting dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pentingnya kearifan lokal masayarakat dilihat dari proses interaksi masyarakat yang sejak beberapa generasi telah hidup dari pengelolaan sumber daya alam (Sirait 2005). Ketersediaan, kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam ditentukan oleh adanya faktor kearifan sebagai manifestasi akal masyarakat lokal yang tersembunyi dan diyakini sebagai sesuatu yang benar, dirasakan bersama, serta merupakan sesuatu yang baik dan berguna bagi kehidupannya.. Pentingnya mengkaji kearifan lokal terutama di bidang pertanian, merupakan isu penting di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sejarah nusantara membuktikan bahwa negara ini kaya akan kearifan lokal bidang pertanian dan pengolahan bahan makanan. Huyula sebagai salah satu bentuk kearifan lokal di Gorontalo merupakan nilai-nilai yang terdapat dimasyarakat yang melandasi sistem gotong royong. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksistensi kearifan lokal Huyula di dalam masyarakat Gorontalo.
2 Perumusan Masalah Masalah yang ada dalam penelitian ini adalah: bagaimana eksistensi kearifan lokal Huyula? Masalah umum tersebut diperinci dengan masalah khusus: 1. Bagaimana bentuk-bentuk kearifan lokal Huyula dalam dalam pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah yang terdapat pada masyarakat petani ? 2. Bagaimana eksistensi kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah yang diukur dari aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku petani? 3. Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal petani terhadap eksistensi kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah ? Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya pertanian sawah yang terdapat pada kelompok tani. 2. Menganalisis eksistensi kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya pertanian sawah yang diukur dari aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku petani. 3. Menganalisis hubungan faktor internal dan eksternal petani terhadap eksistensi kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengantar atau sebagaipengenalan lebih lanjut mengenai kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya pertanian sawah. Melalui penelitian ini, terdapat juga beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu: 1. Akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai eksistensi kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan pertanian sawah. 2. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberi dampak positif bagi masyarakat, khususnya untuk memahami fenomena eksistensi kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan pertanian sawah. 3. Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau dijadikan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan (pemerintah) dalam perencanaan, mengambil keputusan dan membuat kebijakan dalam hal pembangunan pertanian yang memperhatikan aspek kearifan lokal di pedesaan.
3
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kearifan Lokal Menurut Keraf (2002) dalam bukunya “ Etika Lingkungan “, bahwa kearifan lokal atau kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia di dalam kehidupan komunitas ekologis. Hal ini diperkuat oleh Ridwan (2007), yang menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang didasarkan pada nilai-nilai budaya lokal.Kearifan lokal dapat dirasakan melalui kehidupan sehari-hari masyarakat karena akhir dari sedimentasi kearifan lokal adalah tradisi.Kearifan lokal dapat menjadi energi potensial untuk mengembangkan lingkungan mereka untuk menjadi beradab. Kearifan lokal adalah hasil dari respon yang sama dengan kondisi lingkungan sekitar mereka. Penjelasan lain juga dikemukakan oleh Ostorm yang dikutip oleh Sirait (2005) yang menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat dan kebiasaan yang diwujudkan dalam kebijaksanaan berdasarkan nilai dan norma budaya yang dimiliki oleh masyarakatnya, sebagai suatu kekuatan dan kemampuan potensial yang menuntun perilaku masyarakat dalam kehidupan komunitasnya. Kearifan lokal atau sering disebut sebagai local wisdom, menurut Ridwan (2007), secara etimologi dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) dan bersikap terhadap suatu peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu sebagai sebuah kebijaksanaan. Lebih spesifik lagi kearifan lokal ini menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula.Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikan rupa yang didalamnya melibatkan suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan lingkungan fisiknya.Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut setting yang merupakan sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat menyusun hubunganhubungan face to face dalam lingkungannya. Sebuah setting kehidupan yang sudah terbentuk secara langsung akan memproduksi nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut yang akan menjadi landasan hubungan mereka atau menjadi acuan tingkah laku mereka. Kearifan lokal diwujudkan melalui cara-cara tersendiri dan unik yang diatur didalam norma-norma budaya didalam ritual dan tradisi masyarakat. Kearifankearifan tersebut diwariskan oleh leluhur mereka yang mempengaruhi pola pengetahuan (pemahaman), sikap, dan perilaku masyarakat, dan bersifat mengikat semua komponen masyarakatnya, hal tersebut dikemukakan oleh Puspawardoyo yang dikutip oleh Sirait (2005),. Pemahaman menurut Babcock dalam Aulia (2012) menyatakan bahwa kearifan lokal adalah kumpulan pengetahuan dan cara berfikir yang berakar dalam kebudayaan suatu kelompok manusia, yang merupakan hasil pengamatan selama kurun waktu yang lama. Bentuk-bentuk Kearifan Lokal Menurut Sirtha (2003) sebagaimana dikutip oleh Sartini (2004), menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa
4 nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus.Bentuk yang bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal menjadi bermacam-macam pula. Fungsi tersebut antara lain adalah 1. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya alam. 2. Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia 3. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan 4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan. Tabel1 Bentuk-bentuk Kearifan Lokal Bentuk Kearifan Lokal Nilai-nilai
Suku / Masyarakat Kampung Masyarakat Ciburuk, Desa Sunda Kandangsapi, (Tirsa 2012) Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Etika
Pantai Soka, Masyarakat Desa Antap, Bali Kecamatan (Farhan 2012) Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
Adat-istiadat
Hukum (sanksi )
Daerah
Kasus di Desa Adat Tenganan Pageringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali. adat Kasus di Desa Adat Tenganan Pageringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali.
Masyarakat Bali (Kamasan 2003) Masyarakat Bali (Kamasan 2003)
Contoh Sawen merupakan penanda kayu yang ditancapkan pada tumpukan hasil panen. Hal tersebut menandakan bahwa hasil panen tersebut ada pemiliknya Penggunaanalat Bubu Bambu atau penggunaan alat tangkap ikan secara tradisional yang berbentuk perangkap tidak merusak lingkungan pantai dan membuat pantai kotor. Perayaan nyepi dalam keseharian dan ketaatan terhadap terhadap aturan adat setempat awig-awig yang mengatur tentang larangan menebang hutan secara sembarangan.
5 Hal tersebut dikuatkan oleh penjelasan (Ridwan 2007) bahwa masyarakat di Indonesia khususnya, kearifan lokal dapat ditemukan dalam bentuk nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari. Bentuk-bentuk kearifan lokal menurut teori Sirtha (2003) seperti nilai, etika, adat istiadat, hukum adat dan kepercayaan dapat dilihat dari pada Tabel.1 di atas.Kearifan lokal dalam bentuk nilai-nilai terdapat pada kampung Ciburuk, Banten. Masyarakat pada kampung tersebut menerapkan nilai-nilai yang dianggap penting, contohnya adalah Sawen.Bentuk kearifan lokal ini merupakan penanda kayu yang ditancapkan pada tumpukan hasil panen. Hal tersebut menandakan bahwa hasil panen tersebut ada pemiliknya dan tidak boleh diambil oleh pihak lain. Kearifan lokal ini membentuk rasa saling menghargai dan menumbuhkan rasa saling percaya di antarasesama (Tirsa 2012). Kearifan lokal dalam bentuk etika dapat dilihat pada masyarakat di Desa Antap Kabupaten Tabanan Bali. Masyarakat di daerah ini menjunjung etika terhadap lingkungan.Misalnya, dalam hal penangkapan ikan, masyarakat nelayan menggunakan alat Bubu Bambu atau penggunaan alat tangkap ikan secara tradisional yang berbentuk perangkap, alat ini tidak merusak lingkungan pantai dan membuat pantai kotor (Farhan 2012), sehingga keasrian dan keindahan pantai tetap terjaga sehingga dapat meningkatkan jumah wisatawan ke pantai tersebut. Bentuk kearifan lokal yang dicerminkan dalam adat istiadat dapat diamati pada masyarakat di Desa Adat Tenganan, Bali. Masyarakat pada kampung ini menerapkan filosofi nyepi dalam kehidupan sehari-hari. Perayaan nyepi dalam keseharian dan ketaatan terhadap terhadap aturan adat setempat. Berbeda dengan desa lainnya pada saat Hari Raya nyepi yang tidak diperbolehkan keluar rumah sedangkan di Desa Tenganan warganya diperbolehkan keluar rumah. Dalam masyarakat Desa Adat Tenganan, pelaksanaan kehidupan keagamaan diatur oleh adat seperti upacara-upacara keagamaan. Dengan pengaturan dari adat, warga mempersiapkan keperluan untuk pelaksanaan suatu upacara (Kamasan 2003). Kearifan lokal dalam bentuk hukum adat juga dapat diamati pada masyarakat di Desa Adat Tenganan Pageringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali.Masyarakat ini menerapkan awig-awig yang mengatur tentang larangan menebang hutan secara sembarangan (Kamasan 2003). Peraturan adat di desa ini sangatlah ketat, bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi. Rasa patuh terhadap awig-awig didasari oleh kesadaran tentang arti penting pengendalian diri dan bukan karena takut terhadap hukuman. Bentuk kearifan lokal yang diwujudkan dalam kepercayaan terdapat pada masyarakat di Desa Karang peninggal, Ciamis. Masyarakat di kampung ini menerapkan Budaya pamali yang menjadi norma adat seperti pelestarian rumah adat, pelarangan penguburan mayat, pelarangan pembuatan sumur dan pelestarian hutan keramat (Aulia 2012). Budaya pamali telah menjadi turun temurun dalam masyarakat tersebut dan diturunkan melalui cerita-
6 cerita.Masyarakat di kampung ini patuh dan taat terhadap budaya tersebut, sehingga kearifan lokal tersebut tidak hanya sekedar kepercayaan melainkan diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari. Eksistensi kearifan lokal Huyula Huyula merupakan sistem tolong-menolong antara angota-anggota masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama yang didasarkan pada solidaritas sosial melalui ikatan kepentingan bersama yang didasarkan pada solidaritas sosial melalui ikatan keluarga, tetangga dan kerabat (Hatu 2011).Eksistensi kearifan lokal pada masyarakat tidak bersifat kaku dan terhenti melainkan dapat berubah karena mengalami perkembangan atau kemunduran. Hal ini terjadi pada perkembangan kearifan lokal yang berupa tradisi gotong royong (basesiru) pada masyarakat petani di Pulau Lombok, dalam kegiatan usahatani, kearifan lokal ini mulai ditinggalkan petani karena dinilai kurang efektif dan efisien serta memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk kerja sama yang lain seperti kerjasama tenaga balas tenaga dan sistem upahan. Kerja sama siruwales merupakan bentuk modifikasi kerja sama gotong royong (basesiru) dalam kegiatan usahatani jagung. Kearifan lokal tersebut (basesiru) dalam pengelolaan usaha tani sudah berkembang, merupakan dampak atas keterdedahan petani terhadap informasi inovasi dan komersialisasi usaha tani. Konsep Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Menurut Notoatmojdo (2003) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yiatu : indra penglihatan, pendengaranm penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperolah melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan . Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang . Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar Menurut Van den Ban dan Hawkins (1996) menjelaskan bahwa sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecendrungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecendrungan untuk bertindak. Lebih mudahnya, sikap adalah kecondongan
7 evaluative terhadap suatu objek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadapan dengan objek-objek sikap. Tekanannya pada kebanyakan penelitian dewasa ini adalah perasaan atau emosi. Penyuluhan Pertanian Menurut Van den Ban dan Hawkins (1996) penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bias membuat keputusan yang benar. Menurut Soemodiwirjo (1941) bahwa pada usaha-usaha untuk memajukan ekonomi dan keadaan sosial rakyat, maka selalu harus diperhatikan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian adalah kegiatan pendidikan. Menurut Alwi (1958) penyuluhan pertanian adalah suatu usaha untuk memberi pengajaran, pendidikan dan bimbingan pada petani buat mempertinggi kecerdasan mereka umumnya, pengetahuan tehknik pertanian khususnya, membangkitkan kerjasama serta giat menolong diri sendiri sehingga dapat menghasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Padmanagara (1984) mengartikan penyuluhan pertanian sebagai sistem pendidikan di luar sekolah (non-formal) untuk para petani dan keluarganya (ibu tani, pemuda tani) dengan tujuan agar mereka mampu, sanggup, dan berswadaya memperbaiki/meningkatkan kesejahteraannya sendiri serta masyarakatnya. Cruz (1961) merumuskan bahwa penyuluhan pertanian adalah pendidikan untuk orang dewasa, yang bertujuan untuk menginstruksikan dan mengajak petani untuk mengadopsi teknik-teknik terbaik dalam kegiatan pertanian dan peternakan, dan secara lebih jauh bermanfaat untuk mengubah pola pikir mereka untuk menerima ide-ide dan metode baru dan mengembangkan inisiatif dalam peningkatan pengetahuan dan perilaku mereka. Kerangka Pemikiran Kearifan lokal masyarakat memegang peranan penting dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pentingnya kearifan masyarakat lokal dilihat dari proses interaksi masyarakat yang sejak beberapa generasi telah hidup dari pengelolaan sumber daya alam. Penerapan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya pertanian dapat dilakukan dengan mengimplementasikan nilai-nilai, etika, adat istiadat, hukum adat dan kepercayaan.Bentuk-bentuk tersebut dapat memberikan manfaat dari segi ekologi, sosial, dan ekonomi.Kerangka penelitian baru di bawah ini berusaha melihat eksistensi kearifan lokal Huyula yang dimiliki masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya pertanian. Perwujudan kearifan lokal dalam bentuk-bentuk seperti nilai-nilai, etika, adat istiadat, hukum adat dan kepercayaan dapat dilihat dari pengimplementasian kearifan lokal tersebut.Pengimplementasian kearifan lokal dapat diukur dari aspek pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan penelitian yang pertama, yaitu: Bagaimana bentuk-bentuk kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya pertanian sawah yang terdapat pada masyarakat petani ? Kearifan lokal dapat mempengaruhi pola pemahaman, sikap, dan perilaku masyarakat, yang bersifat mengikat semua komponen masyarakatnya. Kearifan
8 lokall biasanya diwujudkann dengan cara c tersend diri dan uniik yang diaatur dalam rituall dan traddisi masyaarakat . Hal H ini menimbulkan m n pertanyaaan, yaitu :Baggaimana ek ksistensi keaarifan lokaal Huyula dalam d penggelolaan sumberdaya pertaanian sawaah dilihat dari d aspek pengetahua p an, sikap, dan d perilak ku petani? Terdapatt faktor-fakktor yang beerhubungan eksistensi kearifan k lokkal Huyula. Faktoor internal petani sepeert umur, tiingkat pend dapatan, tingkat pendiddikan, luas lahann garapan dan d pekerjaaan non peertanian dap pat mempenngaruhi penngetahuan, sikapp dan perilaaku petani terhadap t H Huyula. Selaain itu kelem mbagaan peenyuluhan, seperrti kegiataan-kegiatan penyuluhaan dan atu uran-aturann dalam ppenyuluhan terseebut juga dapat d mem mpengaruhi pengetahu uan, sikap dan perilaaku petani terhaadap Huyulaa. Hal ini menimbulka m an pertanyaaan penelitiaan yang kettiga, yaitu: Bagaaimana hu ubungan faktor ek ksternal da an internaal petani terhadap penggetahuan, sikap, s dan perilaku p peetani mengenai Huyulla?
: Berhhubungan G Gambar1 Keerangka Pem mikiran
Hipotessis Penelitia an 1 1. 2 2. 3 3. 4 4.
Hipotesiis yang dapaat diambil dari d penelitiaan ini adalaah: Diduga semakin s tinnggi (umur) petani mak ka tingkat peengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula H semaakin tinggi. Diduga semakin tinggi tinngkat pend didikan peetani makka tingkat pengetahhuan, sikap dan perilakku terhadap Huyula sem makin tinggii. Diduga semakin tinggi tinngkat pend dapatan petani makka tingkat pengetahhuan, sikap dan perilakku terhadap Huyula sem makin tinggii. Diduga semakin tinggi luaas lahan garapan petani p makka tingkat pengetahhuan, sikap dan perilakku terhadap Huyula sem makin tinggii.
9 5. Diduga semakin tinggi intensitas penyuluhan petani maka tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula semakin tinggi. 6. Diduga semakin tinggikuantitas petani yang memiliki pekerjaan non pertanian maka tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula petani semakin rendah.
Definisi Operasional 1. Usia adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung semenjak ia lahir hingga penelitian ini dilakukan dalam satuan tahun. Dalam penelitian ini usia petani, dibagi menjadi tiga kategori: a. Muda (18-30 tahun), diberi kode 1 b. Dewasa (31-50 tahun), diberi kode 2 c. Tua (> 50 tahun), diberi kode 3 2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan dibedakan dengan menggunakan skala ordinal yaitu: a. Lulus SD/sederajat :rendah, diberi kode 1 b. Lulus SMP/sederajat :sedang, diberi kode 2 c. Lulus SMA/Perguruan Tinggi/sederajat :tinggi, diberi kode 3 3. Luas Lahan Garapan adalah luas lahan yang digarap (dikerjakan) oleh petani, dihitung dengan satuan Ha atau m2. a. Rendah (jika nilai luas lahan total berada di bawah rata-rata luas lahan responden) diberi kode 1 b. Sedang (rata-rata luas lahan responden sama dengan rata-rata luas lahan responden) diberi kode 2 c. Tinggi (jika nilai luas lahan total diatas rata-rata luas lahan responden) diberi kode 3 4. Status Petani adalah identitas yang melekat pada responden berkaitan dengan kegiatan pengolahan lahan sawah yang dilakukan. Status petani diukur menggunakan skala nominal, yaitu : a. Petani Pemilik adalah petani yang memiliki sejumlah lahan pertanian denga luas tertentu. Kategeri ini diberi kode 1 b. Petani Penggarap adalah petani yang tidak memiliki lahan melakukan penggarapan atau pengelolaan terhadap sejumlah lahan tertentu. Kategori ini diberi kode diberi kode 2 c. Petani pemilik dan penggarap adalah petani yang memiliki sejumlah lahan dengan luas tertentu dan menggarap sejumlah sejumlah lahan milik petani lain. Kategori ini diberi kode 3 5. Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan dari hasil pertanian yang dijual dalam setahun terakhir, ditambah dengan penghasilan sampingan (non pertanian) yang diperoleh dalam setiap bulan, yang dibagi berdasarkan kategori: a. Rendah (jika nilai penghasilan total berada di bawah rata-rata pendapatan responden), diberi kode 1
10 b. Sedang (jika nilai penghasilan total diatas rata-rata pendapatan responden), diberi kode 2 c. Tinggi (jika nilai penghasilan total diatas rata-rata pendapatan responden) diberi kode 3 6. Intensitas penyuluhan adalah keterlibatan petani kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi penyuluhan. Untuk mengukur intensitas penyuluhan digunakan skala likert, yaitu sebagai berikut ; 7. Pekerjaan non pertanian adalah pekerjaan yang dimiliki petani selain pengelolaan usaha pertanian. a. Tidak memiliki pekerjaan non pertanian, diberi kode 1 b. Memiliki pekerjaan non pertanian, diberi kode 2 8. Pengetahuan petani adalah pengetahuan yang diketahui oleh petani setelah mengalami, menyaksikan, mengamati atau diajarkan, dan berkaitan dengan kearifan lokal Huyula. 9. Sikap petani adalah pandangan-pandangan atau perasaan disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap kearifan lokal Huyula. 10. Perilaku Petani adalah manifestasi dari sikap, aktivitas atau kegiatan yang dilakukan petani dalam hubungannya dengan kearifan lokal Huyula.
11
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Eksistensi kearifan lokal ini dilakukan di Desa Bongoime, Kecamatan Tilong Kabila. Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo.Lokasi tersebut dipilih secara purposive dengan dua pertimbangan utama sebagai berikut: (1) Desa Bongoime memiliki masyarakat petani yang menerapkan Huyula dalam pengelolaan sumber daya pertanian. (2) Menurut rekomendasi penyuluh pertanian, Desa Bongoime termasuk desa binaan dalam program penyuluhan pertanian BP3K Kec. Tilongkabila. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.
Teknik Pengumpulan Data Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga Desa Bongoime, KecamatanTilongkabila, Kabupaten Bone Bolango.Responden dari penelitian ini adalah warga Desa Bongoime yang berprofesi sebagai petani padi sawah. Terdapat enam kelompok tani, yang setiap kelompok tani terdiri dari minimal 23 orang dan maksimal 30 orang. Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah gabungan dari enam kelompok tani, sehingga kerangka sampling terdiri dari 176 petani padi sawah. Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: setiap kelompok tani tersebut diambil tujuh sampel petani secara acak, sehingga diperoleh 42 sampel petani padi sawah.Metode pengambilan sampel acak sederhana dilakukan secara manual menggunakan sistem pengocokan. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer kuantitatif diperoleh dari wawancara terstruktur kepada responden dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner yang terdiri dari pertanyaan tertutup, yaitu pertanyaan yang sudah disertai alternatif jawabannyadan pertanyaan terbuka untuk diisi oleh responden sendiri, untuk menggali data kualitatif. Selain itu, pengumpulan data penelitian ini juga dilakukan melalui wawancara mendalam dengan beberapa tokoh masyarakatseperti kepala desa, pangggoba, penyuluh pertanian, dan ketua kelompok tani untuk mengkaji eksistensi kearifan lokal Huyula.Data sekunder dikumpulkan melalui kajian dokumen terhadap sumber-sumber sekunder di kantor pemerintahan desa, serta berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yakni buku, tesis, skripsi, jurnal penelitian dan situs internet.
12 Teknik Peengolahan data Setelah seluruh s dataa terkumpuul, langkah berikutnya b yang haruss dilakukan d operasional yaang ada. Penngokodean adalaah pengodeean data berrdasarkan definisi data dilakukaan pada sooftware Miicrosoft exccel. Setelahh dikode, selanjutan dilakkukan data screening atau pembbersihan daata, pada taahap ini seeluruh data diverrifikasi kem mbali jika terdapat t keesalahan daalam penulisan atau pengkodean data.Selanjutnyaa, data yangg sudah dikkode kemud dian dipindahkan ke SSPSS untuk diolaah menjadi tabel t frekueensi dan diuj uji hubungan nnya. D Data yang diperoleh dianaalisis secarra deskripttif analitis diperkuat dengan data d kualitaatif, untuk mengggambarkann karakteriistik individu (khalay yak). Selannjutnya hassil analisis diinterpretasikann untuk mem mperoleh suuatu kesimp pulan. Uji koreelasi Rank Spearman digunakan n untuk meelihat hubunngan yang b ordinal, seeperti untukk menguji nyataa antar vaariabel denggan data berbentuk hubuungan antarrakarakteristtik individuu seperti tin ngkat pendaapatan (skaala ordinal) denggan tingkaat dengan tingkat pengetahuaan, sikap dan periilaku(skala ordinnal).Hubunggan antaraffaktor interrnal dan eksternal e teerhadap penngetahuan, sikapp dan perilaaku Huyulaa petanidiujji dengan uji u korelasi Rank Speaarman. Uji korellasi Rank Spearman S d digunakan u untuk menentukan huubungan anttara kedua variaabel (variabbel independden dan vaariabel depeenden) yangg ada pada penelitian ini, yaitu y menguuji hubungaan antara ussia, tingkat pendapatann, tingkat ppendidikan, luas lahan garappan, pekerjaaan non pertanian, dan n intensitas penyuluhaan terhadap tingkkat pengetahhuan, sikapp dan perilaaku yang berkenaan b d dengan keaarifan lokal Huyuula. Korelassi dapat meenghasilkann angka possitif (+) dann negatif (-). Korelasi posittif menunjuukkan hubunngan yang searah antaara dua variiabel yang ddiuji, yang berarrti semakin besar variaabel bebas (variabel in ndependen)) maka sem makin besar pula variabel terikat (vaariabel deppenden). Sementara S itu, korelaasi negatif menuunjukkan huubungan yaang tidak seearah, yang berarti jikaa variabel bbebas besar makaa variabel teerikat menjaadi kecil. Rumus koorelasi Rankk Spearman adalah sebaagai berikutt:
Dimana: ρ atau rs : koefisien korelasi k speaarman rank di : determ minan n : jumlahh data atau sampel s Klasifikassi keeratan hubungan dijelaskan oleh Guilfo ford (dalam m Rakhmat, 1997) sebaagai berikutt: 0-0.199 huubungan sanngat lemah//sangat rend dah 0.200 – 0.399 hubunggan lemah/rrendah 0.400 – 0.599 hubunggan yang seedang/cukup p berarti 0.600 – 0.799 hubunggan yang kuuat 0.800 - 1.0000 hubunggan sangat tiinggi/sangaat kuat, dapaat diandalkaan Tingkat kessalahan yanng digunakkan dalam penelitian ini adalah sebesar 5 T perseen atau padaa taraf nyatta α 0.05, yaang berarti memiliki tingkat keperrcayaan 95 perseen. Nilai prrobabilitas (P) yang diperoleh d daari hasil penngujian dibbandingkan denggan taraf nyaata untuk menentukan m apakah hub bungan antaara variabel nyata atau
13 tidak. Bila nilai P lebih kecil dari taraf nyata α 0.05 maka hipotesis diterima, terdapat hubungan nyata, dan nilai koefisien korelasi γs digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel. Sebaliknya bila nilai P lebih besar dari taraf nyata α 0.05 maka hipotesis tidak diterima, yang berarti tidak terdapat hubungan nyata dan nilai koefisien korelasi γs diabaikan. Pengkategorian suatu variabel menjadi kategori sedang atau rendah diukur berdasarkan nilai maksimum dan minimum dari data lapang. Nilai maksimum dilihat dari skor tertinggi responden dan nilai minimum dilihat dari skor terendah responden. Berdasarkan skor tersebut, kemudian dibuat interval kelas untuk menentukan rentang skor setiap katergori variabel. Rumus interval kelas yaitu sebagai berikut ; Interval Kelas = Skor Maksimum-Skor Minimum/ Jumlah Kelas Berdasarkan interval kelas tersebut dibuat beberapa kelas menurut rentang skor dan jumlah kelas. Setelah kategori variabel diperoleh selanjutnya dilakukan pengkodean kategori variabel. Hasil pengkodean variabel tersebut selanjutnya diolah dengan software SPSS untuk diuji hubungannya. Perhitungan skor setiap variabel diuraikan dibawah ini ; 1. Luas Lahan Garapan adalah luas lahan yang digarap (dikerjakan) oleh petani, dihitung dengan satuan Ha atau m2. a. Rendah (jika nilai luas lahan total berada di bawah rata-rata luas lahan responden) diberi kode 1 b. Sedang (rata-rata luas lahan responden sama dengan rata-rata luas lahan responden) diberi kode 2 c. Tinggi (jika nilai luas lahan total diatas rata-rata luas lahan responden) diberi kode 3 2. Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan dari hasil pertanian yang dijual dalam setahun terakhir, ditambah dengan penghasilan sampingan (non pertanian) yang diperoleh dalam setiap bulan, yang dibagi berdasarkan kategori: a. Rendah (jika nilai penghasilan total berada di bawah rata-rata pendapatan responden), diberi kode 1 b. Sedang (jika nilai penghasilan total diatas rata-rata pendapatan responden), diberi kode 2 c. Tinggi (jika nilai penghasilan total diatas rata-rata pendapatan responden) diberi kode 3 3. Intensitas penyuluhan adalah keterlibatan petani kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi penyuluhan. Untuk mengukur intensitas penyuluhan digunakan skala likert, yaitu sebagai berikut ; a. Tidak pernah diberi skor 1 b. Pernah diberi skor 2 c. Jarang diberi skor 3 d. Sering diberi skor 4 e. Sangat Sering diberi skor 5
14 Terdapat total tujuh pertanyaan untuk mengukur intensitas penyuluhan.Berdasarkan data lapangan, diperoleh skor minimum dan maksimum sebagai berikut; Skor minimum = 12 Skor maksimum = 27 Interval Kelas = Skor Maksimum-Skor Minimum/Jumlah Kelas = (27-12) / 2 = 15/2=7,5=8 a. Intensitas penyuluhan rendah = 12-19( kode 1) b. Intensitas penyuluhan tinggi = 20-27 (kode 2) 4. Pengetahuan petani adalah pengetahuan yang diketahui oleh petani setelah mengalami, menyaksikan, mengamati atau diajarkan, dan berkaitan dengan kearifan lokal Huyula. a. Jika petani menjawab Tidak, diberi skor 1 b. Jika petani menjawab Ya, diberi skor 2 Berdasarkan data lapangan, diperoleh skor minimum dan maksimum sebagai berikut; Skor minimum = 6 Skor maksimum = 10 Interval kelas = Skor Maksimum-Skor Minimum/Jumlah Kelas =(10-6)/2=4/2=2 a. Pengetahuan rendah = 6-8 (kode 1) b. Pengetahuan tinggi = 9-10 (kode 2) 5. Sikap petani adalah pandangan-pandangan atau perasaan disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap kearifan lokal Huyula. a. Sangat tidak setuju diberi skor 1 b. Tidak setuju diberi skor 2 c. Setuju diberi skor 3 d. Sangat setuju diberi skor 4 Berdasarkan data lapangan, diperoleh skor minimum dan maksimum sebagai berikut; Skor terendah = 4 Skor tertinggi = 13 Interval kelas = Skor Maksimum-Skor Minimum/Jumlah Kelas =(13-4)/2=9/2=4,5=5 a. Sikap negatif/rendah = 4-8 ( kode 1) b. Sikap positif/tinggi = 9-13(kode 2) 6. Perilaku Petani adalah manifestasi dari sikap, aktivitas atau kegiatan yang dilakukan petani dalam hubungannya dengan kearifan lokal Huyula. a. Tidak pernah diberi skor 1 b. Pernah diberi skor 2 c. Jarang diberi skor 3 d. Sering diberi skor 4 e. Sangat Sering diberi skor 5 Berdasarkan data lapangan, diperoleh skor minimum dan maksimum sebagaiberikut; Skor minimal = 4 Skor maksimum = 8
15 Interval Kelas= Skor Maksimum-Skor Minimum/Jumlah Kelas = (8-4)/2= 4/2= 2 Berdasarkan interval diatas, maka perilaku petani dibuat menjadi dua tingkatan yaitu a. Perilaku Rendah = 4-6 (kode1) b. Perilaku Tinggi = 7-8 (kode2)
16
17
PROFIL DESA BONGOIME Sejarah Desa Berdirinya Desa Bongoime berkaitan erat dengan sejarah terbentuknya daratan Kabila yang berlangsung 5000 tahun silam. Pada saat itu seluruh dataran Gorontalo masih digenangi air yang merupakan lautan belaka, daratan yang terlihat pada saat itu hanyalah dua buah gunung kecil yakni Tilongkabila dan Boliyohuto yang seolah–olah dua pulau yang pada saat itu kedua gunung tersebut telah didiami manusia. Pada waktu itu Pembolohuludu anak dari Puluwandi pada tahun 1272 membongkar batu bata besar yang mengepang pelabuhan Gorontalo sekarang ini, maka air yang tergenang merupakan lautan itu mulai mengalir ke laut dan berangsur-angsur surut. Pada awalnya bertemu kedua raja yang bernama Mbui Bungale dari timur dan Mbui Bintela dari barat kemudian mereka menemukan seorang putri yang bernama Tolangohula, lalu putri ini diberikan dengan Utaeya sampai desa Poowo, sedangkan Desa Bongoime pada saat itu masih merupakan pesisir pantai, sehingga raja pergi ke pantai dengan maksud untuk mencari air, dan mereka menemukan sebuah sumur tetapi tidak ada timba, lalu mereka dapatkan dalam bahasa Gorontalo (bongo) sehingga tempat itu langsung diberi nama Bongoime yang artinya “Bongo pilolime” . Demikianlah tentang terjadinya dan terbentuknya nama Desa Bongoime. Berabad-abad lamanya air mengalir kelaut dan akhirnya munculah dataran yang pertama ialah daerah yang bernama Bangio sampai Biloluludu yang sekarang ini kecamatan Suwawa. Selanjutnya, muncul daerah yang disebut dengan Wangeya di Kabila, daerah Talumopatu di Tapa, daerah Huntulobohu di telaga, daerah Dehuwalolo di limboto dan terakhir muncul dataran Kecamatan Tilong Kabila termasuk di dalamnya Desa Bongoime. Proses perkembangan wilayah pada saat itu hanyalah menurut air yang surut. Kondisi Geografis Secara geografis Desa Bongoime terletak di Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten BoneBolango Provinsi Gorontalo, dengan ketinggian േ 50 mdl dan memiliki curah hujan yang rendah. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 1900 Ha . Potensi lahan pertanian di Desa Bongoime terdiri dari lahan sawah dan lahan kering. Lahan sawah terdiri dari 115,7 Ha dan lahan kering sebesar 119,25 Ha. Secara administratif desa ini terdiri dari empat dusun, yaitu Dusun I, Dusun II, Dusun III, dan Dusun IV. Peta Desa Bongoime Kecamatan Tilongkabila dapat dilihat pada lampiran 1. Batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut : a. Utara : Berbatasan dengan Desa Tamboo b. Selatan : Berbatasan dengan Desa Poowo c. Barat : Berbatasan dengan Toto Utara d. Timur : Berbatasan dengan Desa Tunggulo dan BongoHulawa
18 Secara biofisik lahan di Desa Bongoime memiliki tingkat keluasan tanah (PH) sebesar 5-6 (Netral), tingkat kemiringan tanah 0-15 % dan ketinggian tempat (DPL) : 0-600 mDPL. Berdasakan kondisi biofisik tersebut, Desa Bongoime memiliki potensi yang tinggi dalam pengembangan usahan pertanian jagung dan padi sawah. Kondisi Demografi Desa Bongoime memiliki jumlah penduduk sebesar 2.284 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.141 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 1.143 jiwa. kepala keluarga 657 jiwa. Dilihat dari sebaran umur, persebaran jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur hampir merata, kelompok umur dengan jumlah penduduk yang tertinggi terdapat pada kelompok umur 6-10 tahun, dan kelompok umur dengan jumlah penduduk terendah terdapat pada kelompok umur 56-60 tahun. Berikut jumlah umur dan presentase penduduk berdasarkan kelompok umur secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah dan presentase penduduk berdasarkan kelompok umur Kelompok Umur
Jumlah
0-5 6-10 11-15 16-20 21-25 16-30 31-35 36-40 41-45 46-50 51-55 56-60 60 keatas Jumlah
205 253 216 226 157 154 169 215 182 128 158 82 169 2284
% 8.90 11.00 9.40 9.80 6.80 6.70 7.30 9.40 7.90 5.60 6.90 3.50 7.30 100.00
Sumber : Kantor Desa Bongoime 2012
Kondisi warga Desa Bongoime yang mengenyam bangku pendidikan dikelompokkan menjadi tingkatan yaitu belum tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA dan lulus Diploma/Sarjana. Persentase jumlah warga Desa Bongoime berdasarkan tingkat pendidikan sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh struktur umur dan sarana pendidikan yang ada. Jumlah jiwa dan presentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat diamati pada Tabel 3.
19 Tabel 3 Presentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan Belum/Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Diploma/Sarjana Total
Jumlah Jiwa 1632 430 78 60 84 2284
Persentase 71.40 18.80 3.40 2.60 3.60 100.00
Sumber : Kantor Desa Bongoime 2012
Sebagian besar masyarakat Desa Bongoime tidak mengenyam bangku pendidikan dan tidak tamat sekolah dasar. Hal ini dikarenakan banyaknya usia belum sekolah akibat angka kelahiran yang tinggi dan usia non produktif yaitu usia di atas 60 tahun. Pada Tabel 3 dapat diamati bahwa terdapat 8,9 % penduduk usia 0-5 dan 7,3 % penduduk yang berusia di atas 60 tahun . Pada Tabel 3 dapat diamati bahwa terdapat sebesar 18.8 % penduduk yang mengenyam bangku sekolah dasar, 3.4 % penduduk mengenyam bangku sekolah menengah pertama, 2.6 % persen mengenyam bangku pendidikan SMA dan 3.6 %mengenyam bangku pendidikan di perguruan tinggi. Minimnya jumlah masyarakat yang mengenyam bangku pendidikan dikarenakan kurangnya motivasi masyarakat untuk menempuh pendidikan, selain itu jumlah tamatan SMA yang sedikit juga dipengaruhi oleh ketidaktersedianya sekolah menengah atas di desa tersebut. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana di Desa Bongoime sudah cukup memadai. Dalam hal memenuhi kebutuhan masayrakat akan fasilitas pendidikan, desa ini telah memiliki fasilitas pendidikan yang cukup baik namun masih perlu ditingkatkan. Sarana pendidikan Desa Bongoime terdiri dari 1 taman kanak-kanak Dewantara, 2 sekolah dasar negeri, 1 SDN INPRES dan 1 SMP Bongoime. Desa ini belum memiliki fasilitas sekolah menengah atas sehingga bagi masyarakat yang ingin menempuh pendidikan menengan atas, mereka harus bersekolah di luar desa. Dalam hal sarana kesehatan, desa ini memiliki satu puskesmas dan satu polindes. Desa ini belum memiliki fasilitas posyandu, hal ini membuat wanita menyusui mengalami kesulitas dalam hal pengontrolan perkembangan anaknya. Pelayanan yang diberikan oleh puskesmas tersebut sudah cukup baik, dilihat dari ketersediaan dokter dan tenaga perawat yang memadai. Puskesmas dan polindes desa berada pada lokasi yang strategis sehingga memudahkan masyrakat dalam mengunjungi fasilitas tersebut. Dalam hal memenuhi kebutuhan masyrakat atas kebutuhan rohaniah dan fasilitas peribadatan, Desa Bongoime memiliki tiga fasilitas ibadah yaitu Mesjd Almishbah, mesjid Al-khairat, dan Mesjid Al-muhlisin. Mesjid tersebut ramai dengan aktivitas-aktivitas keagamaan, karena terdapat organisasi keagamaan desa seperti remaja mesjid. Secara umum kondisi prasana di Desa Bongoime sudah cukup baik. Akses jalan di desa tersebut sudah baik dengan fasilitas jalan yang diaspal. Hal ini memudahkan petani dalam mendistribusikan hasil panen mereka ke penggilangan.
20 Jaringan listrik di Desa Bongoime telah masuk pada rumah-rumah warga, begitupun pada jaringan telekomunikasi. Prasana air bersih di desa ini sudah baik, masyarakat pada umumnya memanfaatkan air gunung untuk melakukan aktivitas mandi, cuci dan kakus. Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Bongoime secara umum bermata pencaharian sebagai petani, yang digolongkan menjadi petani pangan, perkebunan dan peternakan. Petani pangan di Desa Bongoime seluruhnya mengandalkan irigasi teknis untuk pengairan sawah. Petani pangan terdiri dari petani padi sawah, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah. Petani perkebunan terdiri dari petani kelapa dalam, dan petani peternakan terdiri dari peternak sapi, kambingm ayam buras dan itik. Terdapat sebesar 10.9 % dari keseluruhan masyarakat Desa Bongoime yang berprofesi sebagai PNS/TNI/POLRI, 13 % berprofesi sebagai pedagang, 0.4 % berprofesi sebagai montir dan terdapat nelayan sebanyak 2 orang. Tabel 4 Jumlah umur dan presentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan Petani Pangan Petani Perkebunan Petani Peternakan Nelayan Tukang/Montir Pedagang PNS/TNI/POLRI Jumlah
Jumlah (Jiwa) 245 82 166 2 3 87 72 657
Presentase 37.20 12.40 25.20 0.30 0.40 13.20 10.90 100.00
Sumber : Kantor Desa Bongoime 2012
Struktur Sosial Masyarakat Dalam kehidupan bermasyarakat, pada warga Desa Bongoime tidak terdapat hirarki yang membedakan antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lainnya. Antara kelompok masyarakat menengah ke atas dan menengah ke bawah pun tidak terdapat terdapat konflik kesenjangan dan dapat hidup berdampingan dengan menerapkan nilai-nilai Huyula. Namun, pada umumnya masyarakat lebih menghormati anggota masyarakat yang sudah sepuh. Bentuk penghormatan masyarakat tersebut dapat dilihat dengan pemberian nama khusus kepada anggota masyarakat yang telah sepuh, biasanya mereka dipanggil dengan sebutan Ka satu, Ka dua atau Ka tiga. Ka satu, dua dan tiga merupakan istilah bagi sesepuh yang dihortmati, biasanya dalam suatu desa terdapat tiga orang yang dituakan, pihak-pihak seperti Ka satu, dua dan tiga berperan sebagai opinion leader dalam masyarakat. Gambaran Umum Responden Responden dalam penelitian ini memiliki karakteristik yang beragam, karakteristik responden dilihat dari umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
21 luas lahan garapan dan kepemilikan pekerjaan non pertanian. Karakteristik responden berdasarkan umur dibagi menjadi petani muda, dewasa dan tua, karakteristik responden berdasarkan tingkat pendapatan digolongkan menjadi tingkat pendapatan rendah, sedang, dan tinggi, karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan digolongkan menjadi petani berpendidikan rendah, sedang, tinggi. Karakteristik responden berdasarkan luas lahan garapan digolongkan menjadi petani yang memiliki luas lahan garapan rendah, sedang dan tinggi. Karakteristik petani menurut berbagai kategori di atas dapat diamati pada Tabel 6. Karakteristik Responden menurut Usia Usia adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung semenjak ia lahir hingga ulang tahun terakhir sebelum penelitian ini dilakukan. Dalam penelitian ini, usia responden yang berupa petani padi sawah dibagi menjadi tiga yaitu petani muda (18-30 tahun), petani dewasa (31-50 tahun ) dan petani tua (>50 tahun) (Havighurst 1950 dalam Mugnisieyah 2006). Tabel 5 Karakteristik Petani Karakteristik Petani Jumlah
(%)
Umur Muda Dewasa Tua Tingkat Pendidikan Rendah Sedang Tinggi
1 26 15
16 10 16
Jumlah
(%)
2 62 36
Karakteristik Petani Luas Lahan Garapan Rendah Sedang Tinggi
16 10 16
38 24 38
38
Kepemilikan pekerjaan non pertanian Pertanian
27
64
Pertanian dan Non Pertanian
15
36
24 38
Tingkat Pendapatan Rendah 26 63 Sedang 2 5 Tinggi 13 32 Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 42 petani padi sawah, terdapat sebesar 2 % ( 1 orang ) responden yang termasuk ke dalam kategori petani muda, terdapat sebanyak 62 % (26 orang ) responden termasuk ke dalam kategori petani tua dan terdapat sebanyak 36 % ( 15 orang) yang termasuk ke dalam petani tua. Responden terbanyak berasal dari kategori petani dewasa dan jumlah responden terkecil berasal dari kategori petani muda.
22 Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh dan telah memperoleh kelulusan. Dalam penelitian ini, responden dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan tingkat pendidikan yaitu rendah, sedang dan tinggi. Petani yang memiliki pendidikan rendah yaitu petani yang tamat bangku sekolah dasar, petani yang memiliki pendidikan sedang yaitu petani yang menyelesaikan pendidikan pada tingkat sekolah menengah pertama, dan petani yang memiliki pendidikan tinggi yaitu petani yang menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas atau perguruan tinggi. Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 42 petani padi sawah, terdapat sebesar 38% ( 16 orang ) responden yang termasuk ke dalam kategori pendidikan rendah, terdapat sebanyak 24 % (10 orang ) responden termasuk ke dalam kategori pendidikan sedang dan terdapat sebanyak 38% ( 16 orang) yang termasuk ke dalam kategori pendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang berpendidikan tinggi dan responden yang berpendidikan rendah memiliki jumlah yang sama besar. Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan dari hasil pertanian dalam setahun terakhir, ditambah dengan penghasilan sampingan (non pertanian) yang diperoleh setiap bulan. Dalam penelitian ini pendapatan responden dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut ; a) Tingkat pendapatan rendah (jika nilai penghasilan total berada di bawah rata-rata pendapatan responden) b) Tingkat pendapatan sedang (jika nilai penghasilan total sama dengan ratarata pendapatan responden ) c) Tingkat pendapatan tinggi (jika nilai penghasilan total diatas rata-rata pendapatan responden) Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 42 petani padi sawah, terdapat sebanyak 63% ( 26 orang ) responden yang termasuk ke dalam kategori pendapatan rendah, terdapat sebanyak 5 % (2 orang ) responden termasuk ke dalam kategori pendapatan sedang dan terdapat sebanyak 32 % ( 13 orang) yang termasuk ke dalam kategori pendapatan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang jumlah responden yang paling banyak dalam penelitian ini berasal dari petani padi sawah yang memiliki tingkat pendapatan rendah. Karakteristik Responden Menurut Luas Lahan Luas lahan garapan adalah luas lahan yang digarap (dikerjakan) oleh petani, dihitung dengan satuan Ha atau m2. Dalam penelitian ini luas lahan garapan petani padi sawah dibagi menjadi tiga kategori. Rata-rata luas lahan garapan responden dalam penelitian ini adalah 1,2 Ha dengan rata-rata pendapatan dari usaha pertanian sebesar Rp 20,5 juta dalam setahun.
23 a) Luas lahan garapan rendah (jika nilai luas lahan total berada di bawah ratarata luas lahan responden) b) Luas lahan garapan sedang (rata-rata luas lahan responden sama dengan rata-rata luas lahan responden) c) Luas lahan garapan tinggi (jika nilai luas lahan total diatas rata-rata luas lahan responden) Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 42 petani padi sawah, terdapat sebanyak 38% ( 16 orang ) responden yang termasuk ke dalam kategori luas lahan rendah, terdapat sebanyak 24% (10 orang ) responden termasuk ke dalam kategori luas lahan sedang dan terdapat sebanyak 38 % ( 16 orang) yang termasuk ke dalam kategori luas lahan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang memiliki luas lahan rendah sama besar dengan jumlah responden yang memiliki luas lahan garapan tinggi. Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan Non Pertanian dan Pertanian Pekerjaan non pertanian adalah pekerjaan yang dimiliki petani selain pengelolaan usaha pertanian. Dalam penelitian ini, petani padi sawah digolongkan menjadi dua macam yaitu petani yang memiliki pekerjaan non petanian dan petani yang tidak memiliki pekerjaan pertanian. Berdasarkan Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 42 petani padi sawah, terdapat sebanyak 64% ( 27 orang ) responden menjadikan pekerjaan di bidang pertanian sebagai profesi satu-satunya, sedangkan terdapat sebesar 36 % (15 orang ) responden yang memiliki bekerja di bidang pertanian namun juga memiliki pekerjaan di bidang non pertanian. Jenis pekerjaan non pertanian yang dimiliki responden yaitu supir, pedagang ikan, tukang bangunan, usaha kerajinan mebel dan pegawai negeri sipil.
24
25
BENTUK-BENTUK KEARIFAN LOKAL HUYULA Huyula merupakan kerjasama sosial tanpa pamrih yang sejak dahulu dipraktekkan oleh para luluhur dan merupakan sistem ekonomi yang terkoordinir maupun secara sukarela (Duludu 2012). Pada masyarakat Desa Bongoime, nilainilai Huyula diterapkan oleh masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Nilainilai Huyula diwujudkan dalam berbagai kegiatan misalnya dalam kerja bakti pembersihan lingkungan pedesaan, pembuatan jalan, kematian, pembersihan saluran irigasi maupun kegiatan pertanian. Kegiatan kerja bakti untuk kepentingan umum, dalam koordinasi pemerintah setempat dengan tidak membedakan status sosialnya, kegiatan kerja bakti tersebutbiasanya disebut sebagai kegiatan “Hulunga” oleh masyarakat. Kegiatan Hulunga merupakan kegiatan yang dikoordinasikan oleh kecamatan Tilongkabila yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang bersih di setiap desa dalam kecamatan tersebut. Kegiatan Hulungan berupa kerja bakti permbersihan lingkungan Desa Bongoime yang dilaksanakan pada hari jumat. Setiap jumat kegiatan Hulunga ini bergilir dari desa yang satu ke desa selanjutnya dalam kecamatan tersebut. Contoh kegiatan yang menerapkan nilai nilai Huyula lainnya adalah kegiatan kerja bakti pembuatan jalan setapak yang menghubungkan antar dusun dalam suatu desa. Nilai-nilai Huyula dalam Pertanian Dalam pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah terdapat beberapa tahapan kegiatan yaitu pengolahan lahan, penghamburan, penanaman, penyiangan dan pemanenan. Tahapan-tahapan kegiatan tersebut dalam penerapannya tentunya membutuhkan sumber daya manusia. Tenaga manusia yang dibutuhkan dalam melakukan tahapan kegiatan tersebut juga tidak sedikit terutama dalam tahapan pengolahan lahan, penanaman dan pemanenan. Misalnya dalam kegiatan pengolahan lahan, kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapan lahan sawah sebelum ditanami dengan cara menggemburkan tanah. Dengan luas lahan sawah yang cukup luas, hal ini menyulitkan petani untuk melakukan pengolahan lahan secara individual. Kedua dalam hal kegiatan penanaman, lahan sawah yang luas menyulitkan petani jika harus melakukan kegiatan penanaman secara sendiri begitupun dengan kegiatan pemanenan. Pada Desa Bongoime pengolahan atau penggemburan lahan dikenal dengan istilah pajeko. Sebelum terdapat teknologi traktor, biasanya pajeko dilakukan dengan penggunakan cangkul untuk tekstur tanah yang lembut dan menggunakan sapi untuk tekstur tanah yang keras. Dalam penerapannya, jika pajeko dilakukan menggunakan cangkul maka suatu lahan minimal dicangkul sebanyak dua kali kemudian diinjak-injak dengan kaki. Ukuran luas lahan sawah di Desa Bongoime biasanya dikenal dengan satuan “pantango”. Satu pantango sawah memiliki luas kurang lebih 0.2 Ha. Satu pantango biasanya dipajeko oleh 4-5 orang. Pada kegiatan pemanenan, satu pantango biasanya dilakukan oleh 6-10 orang yang bekerja sebagai pemotong, perontok dan memasukkan ke dalam karung. Sebelum kelompok panen mengenal mesin perontok, mereka
26 menggunakan alat tradisional yang bernama “pomolota”, alat ini berbentuk seperti meja persegi panjang, biasanya terbuat dari bambu. Alat ini berfungsi sebagai wadah untuk merontokkan padi menjadi butiran gabah. Kelompok panen tersebut mendapatkan upah seperenam dari hasil produksi. Misalnya dalam pemanenan satu pantango sawah diperoleh enam karung gabah, maka kelompok panen tersebut mendapatkan satu karung gabah. Setelah padi tersebut dipanen dan dimasukkan ke dalam karung-karung beras, kemudian karung-karung beras tersebut disimpan di dalam lumbung padi di rumah masing-masing. Biasanya terdapat dua wadah penyimpanan karung beras di lumbung padi tersebut. Dua wadah tersebut bernama ibungo dan loto.Ibungo memiliki ukuran yang lebih besar dari loto, sehingga mampu menyimpan 8-10 karung gabah, berbeda dengan loto yang mampu menampung 7-8 karung gabah. Penggunaan gabah tersebut juga tergantung keperluan, jika sedang membutuhkan uang, gabah tersebut dimasukkan kepenggilingan untuk dijual, namun jika tidak gabah tersebut disimpan dilumbung padi. Jika gabah diperlukan untuk bahan makanan maka gabah dari lumbung padi dikeluarkan untuk dijemur lalu ditumbuk agar menjadi beras. Saat ini ibungo dan loto , sudah tidak ada dan tidak digunakan lagi, karena secara umum gambah hasil panen langsung dibawa kepenggilingan padi untuk dijual. Nilai-nilai Huyula sebagai suatu bentuk kearifan lokal di Desa Bongoime merupakan salah satu solusi yang membantu petani dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah. Dalam pengelolaan sumber daya pertanian khususnya pertanian padi sawah di Desa Bongoime nilai-nilai Huyula terbagi menjadi dua wujud yaitu kegiatan Huyula dan Ti’ayo. Kegiatan Huyula merupakan suatu sistem kerja sama dalam suatu kelompok dalam pengolahan lahan (pajeko) dan kegiatan penanaman. Kegiatan Huyula dapat diilustrasikan sebagai berikut, jika seorang petani memiliki luas lahan sawah sebesar satu pantango (1 pantango =0.2 Ha), maka akan berusaha mencari 5-6 petani lainnya yang sama-sama ingin melakukan pengolahan lahan. Maka petani-petani tersebut berkumpul untuk membentuk kelompok kerja dan penentuan jumlah hari kerja. Jumlah hari kerja adalah total dari hari kerja dalam pengolahan lahan yang harus dilakukan oleh petani-petani tersebut. Jika petani yang terkumpul sebanyak enam orang maka biasanya jumlah hari kerjanya adalah enam hari. Selama enam hari itu, kelompok kerja tersebut bergilir mengolah lahan (membajak) sawah dari petani yang mendapat giliran pertama hingga sawah terakhir yang dimiliki oleh petani. Setiap petani dalam kelompok kerja tersebut memperoleh jatah satu haripengolahan lahan yang dibantu oleh kelompok kerja. Dalam sistem Huyula tidak ada upah tenaga kerja, yang ada adalah sistem tenaga dibalas dengan tenaga. Biasanyanya bekal konsumsi dalam kegiatan kerja tersebut tergantung dari kesepakatan, ada kesepakatan membawa bekal masing-masing atau petani yang memiliki lahan yang sedang diolah yang memberikan bekal makanan dan bergiliran seterusnya. Fakta tersebut berdasarkan kutipan pernyataan responden berikut . “ Dulu sebelum ada traktor, kalo mau bapajeko, kita bapangge petani lain biar mo sama-sama bapajeko. Kalo so takumpul, baru torang baku ganti, hari ini torang sama-sama mau ba pajeko di petani yang satu, terus bergilir sampai semua sawah lo petani selesai mo pajeko, biasanya tiap orang dapat jatah satu hari pa orang itu pe sawah”. (Yamin Gani, 51 Th)
27 “ Dulu sebelum ada traktor. Jika ingin membajak sawah, saya biasanya memanggil petani lain untuk sama-sama membajak sawah. Jika sudah terkumpul, lalu kita bergiliran, hari ini kita sama-sama membajak sawah milik salah satu petani, kemudian bergilir hingga semua sawah milik petani yang ikut dalam Huyula ini selesai dibajak, satu orang petani biasanya mendapat jatah satu hari “. (Yamin Gani, 51). Tabel 6 Perbedaan sistem kerja Ti’ayo dan Huyula Perbedaan
Ti’ayo
Huyula
Keterikatan
Tidak terikat
Terikat
Imbalan
Sukarela tanpa imbalan
Barter/ bergiliran
Cara membentuk Undangan kegiatan
Kesepakatan
Persamaan Motivasi
Didasari oleh nilai-nilai Didasari oleh nilai-nilai Huyula Huyula
Tujuan
Memenuhi kebutuhan Memenuhi kebutuhan sdm pengolahan lahan sdm dalam pengolahan dan penanaman lahan dan penanaman
Berbeda dengan Huyula, Ti’ayo bersifat tidak terikat dan lebih mudah dilakukan karena petani yang mengajak petani lainnya yang merupakan teman, kerabat atau keluarganya tidak harus bekerja bergantian kepada petani yang telah membantunya. Orang-orang yang diudang untuk ber”Ti’ayo” biasanya diberikan konsumsi berupa santapan siang sebagai tanda terimakasih atas bantuan orangorang tersebut. Fakta tersebut berdasarkan kutipan pernyataan responden berikut . “ Dulu torang biasanya ada istilah Ti’ayo. Kalo kita mau ba pajeko pa kita pesawah, biasanya kita bapangge kita pe taman buat ba Ti’ayo. Gagah itu ba Ti’ayo itu, bisa mo bilang gratis. Cuma mau kase makan saja sama itu orang-orang yang babantu. Baru kalo ba Ti’ayo tidak ada keterikatan hari bekerja pa dorang pe sawah, soalnya ini biasa dibilang saling membantu. Beda dengan Huyula, kalo Huyula torang musti kerja berhari-hari sesuai perjanjian, kalo torang sakit, torang musti cari pengganti buat kerja Huyula. Mar gagah juga itu Huyula bisa capat torang ba pajeko soalnya sama sama torang bakarja”. (Kaita Bano, 57 Tahun.) “Dulu pernah ada istilah yang namanya Ti’ayo. Jadi jika kita ingin membajak sawah, biasanya kita mengajak teman atau kerabat untuk ber-Ti’ayo. Ti’ayo bagus sekali, karena sifatnya gratis. Kita hanya memberikan makanan saja kepada orang-orang yang telah membantu. Tiay tidak ada keterikatan harus bekerja di sawah orang yang telah
28 membantu. Berbedea dengan Huyula , kalo berHuyula kita harus bekerja hingga berhari-hari sesuai perjanjian, jika kita berhalangan karena sakit, kita musti mencari orang pengganti untuk berHuyula. Namun keunggulan Huyula yaitu kegiatan pembajakan sawah dapat dilakukan dengan cepat karena dikerjakan bersama-sama” (Kaita Bano, 57 Tahun.)
Peran Panggoba dalam Kegiatan Pertanian Petani Dalam kegiatan pertanian di Desa Bongoime, terdapat sosok yang sangat berperan dalam kegiatan tersebut. Masyarakat setempat biasanya menyebut tokoh tersebut sebagai panggoba. Tokoh masyarakat yang disebut sebagai panggoba ini memiliki keahlian khusus yang bermanfaat bagi kegiatan pertanian. Keahlian khusus tersebut yaitu panggoba memiliki keahlian membaca ilmu perbintangan yang bermanfaat dalam penentuan waktu yang baik dan tidak baik bagi petani. Keahilan panggoba dalam menentukan waktu tanam yang tepat berdasarkan ilmu perbintangan membuat panggoba sering dilibatkan dalam rapat hambur tanam yang diselenggarakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bone Bolango. Rapat tersebut mengundang petani, penyuluh, peneliti, tokoh desa dan panggoba untuk melakukan rembuk bersama. Rapat hambur tanam bertujuan untuk menyeragamkan periode kegiatan penghamburan dan penanaman bagi seluruh petani di Kabupaten Bone Bolango.
29
PE ENGETA AHUAN, SIKAP S DA AN PERIILAKU P PETANI TER RHADAP HUYULA A P Pengetahua an Petani Terhadap T H Huyula Pengetahuan petani p adalaah pengetah huan yang diketahui d oleeh petani seetelah mengalam mi, menyakksikan, menngamati atau diajarkaan, dan beerkaitan deengan kearifan lookal Huyulaa. Jumlah soal mengen nai kearifann lokal Huyuula adalah 4 soal dan diberrikan kepadda 42 respoonden. Ben ntuk soal yang y diberikkan adalah h soal pertanyaann dengan jaawaban ya (Tahu), ( dan n tidak (Tidak Tahu). B Berdasarkan n data lapang yang diperooleh, pengetahuan peetani padi sawah teerhadap Hu uyula dikelompookkan menjadi dua kattegori yaitu u pengetahuuan rendah ddan pengetaahuan tinggi, dengan akum mulasi skor untuk peng getahuan reendah (6-8)) dan akum mulasi skor untuuk pengetahhuan tinggii (9-10). Persentase P j jumlah pettani berdasarkan pengetahuuan terhadapp Huyula daapat diamatii pada Gam mbar2 di baw wah ini.
p berdaasarkan penggetahun terhhadap Huyu ula Gambaar2 Persentaase jumlah petani Beerdasarkan Gambar G 2 menunjukka m an bahwa dari 42 pettani padi saawah, terdapat sebesar 38.11 % (16 oraang) respon nden yang termasuk t kee dalam kattegori pengetahuuan rendah dan d terdapaat sebanyak k 61.9 % (266 orang) yang termasu uk ke dalam kattegori penggetahuan tinnggi. Hal in ni menunjuukkan bahw wa jumlah petani p memiliki pengetahuaan tinggi terhadap Huy yula lebih besar b darippada petani yang memiliki pengetahuan p n rendah terrhadap Huy yula. Paada Tabel 7 menjelaskaan bahwa seluruh respponden (1000 %) mengeetahui arti dari Huyula H yangg berarti bekkerja secara bersama-saama atau beergotong-roy yong. Terdapat sebesar 92..9 % petani yang men ngetahui sisstem pengoolahan lahan n dan penanamaan padi secara Huyulaa. Hal ini lebih besar daripada ppersentase petani p yang mem miliki pengeetahuan dalaam sistem pengolahan p lahan dan penanaman n padi secara “Tii’ayo”.
30 Tabel 7 Jumlah Responden menurut respon terhadap pertanyaan mengenai pengetahuan Huyula Pertanyaan
Tahu
Tidak Tahu
total
-
100.0
7.1
100.0
7.1
100.0
Pengetahuan tentang "Ti’ayo" dalam pengolahan lahan 61.9
38.1
100.0
Pengetahuan tentang "Ti’ayo" dalam penanaman padi 61.9
38.1
100.0
Pengetahuan tentang Huyula secara umum yang berarti bekerja bersama100.0 sama Pengetahuan tentang sistem Huyula dalam pengolahan lahan 92.9 Pengetahuan tentang sistem Huyula 92.9 dalam penanaman padi
Berkaitan dengan sistem pengolahan lahan dan penanaman padi secara “Ti’ayo”. Petani yang tidak mengetahui kearifan lokal tersebut memiliki persentase yang cukup besar yaitu sebesar 38.1 %. Petani yang tidak mengetahui kearifan lokal Ti’ayo tersebut pada umumnya berasal kelompok petani muda yang tidak pernah mengalamai Ti ayo dan belum pernah mendengar cerita-certia tentang “Ti ayo”. Hal ini dikarenakan kegaitan-kegiatan “Ti ayo” lebih dahulu pudar di masyarakat dibandingkan dengan Huyula. “Ti ayo” pudar sekitar pertengahan orde baru sedangkan Huyula dalam pertanian mulai hilang pada periode reformasi. Hal ini menyebabkan “Ti ayo” sudah tidak tersosialisasikan lagi di masyarakat khususnya petani-petani muda. Sikap Petani Terhadap Huyula Sikap petani terhadap Huyula adalah pandangan-pandangan atau perasaan disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap kearifan lokal Huyula. Manifestasi sikap dapat dilihat dari tanggapan seseorang apakah ia menerima atau menolak, setuju atau tidak setuju terhadap obyek atau subjek. Sikap petani ini berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki petani padi sawah terhadap kearifan lokal Huyula dalam pengolahan lahan dan penanaman padi. Jumlah soal untuk mengukur sikap petani terhadap kearifan lokal Huyula adalah 4 soal dan diberikan kepada 42 responden. Bentuk soal yang diberikan adalah soal pertanyaan dengan jawaban sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, sangat setuju. Berdasarkan data lapang yang diperoleh, sikap petani padi sawah terhadap Huyula dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu sikap negatif dan sikap positif, dengan akumulasi skor untuk sikap negatif (4-8) dan akumulasi skor untuk pengetahuan tinggi (9-13). Persentase jumlah petani berdasarkan sikap terhadap Huyula dapat diamati pada Gambar3.
31
Gam mbar 3 Perseentase jumlaah petani beerdasarkan sikap s terhaddap Huyula. Daata Gambarr 3 menunnjukkan bah hwa mayooritas respoonden 27 orang o (64,3%), menunjukkkan sikap positif p terhaadap Huyula. Umumnnya sikap positif p tersebut ditentukan d o oleh sikap yang y menyeetujui (senaang/tertarik))atas pengo olahan lahan dann penanamann secara Huuyula mesk kipun secaraa umum tiddak setuju untuk u melaksanaakannya padda masa kinni. Tabel 8 Juumlah respoonden menuurut respon terhadap t pertanyaan mengenai sikap teentang Huyuula Pernyataann
TS
S
S SS
total
Saya senaang/tertarikk dengan sistem pengolahaan lahan seccara Huyulaa 4.8
33.3
47.6
114.3
100.0 0
Saya sennang/tertarikk dengan sistem penanamaan secara Huuyula 4.8
23.8
57.1
114.3
100.0 0
Pengolahan lahan saat ini dapat dilakukan secara Huyyula 35.7 7
9.5
4.8
-
100.0 0
Penanamaan padi dapat d dilakukan secara Huyyula
73.8
16.7
-
100.0 0
Keterrangan
STS S
saatt
5
ini 9.5
STS (Sangat Tiddak Setuju)
S (Setuju))
TS (Tidak Setuuju)
SS (Sangatt Setuju)
Petani yang senang denggan pengolaahan lahan secara Huyyula berangg gapan bahwa Huuyula dapatt mempererrat rasa kek keluargaan di antara ppetani. Faktta ini sesuai denngan kutipann pernyataaan petani seb bagai berikuut “ Kiita suka sekkali itu ba pajeko p den ngan Huyulaa, gagah di dia, soalnya bisa bekeng torrang jadi kuat k depe persaudaraaan, baru baaHuyula itu bekeeng torang pe pekerjaaan ba pajeeko lahan jadi j ringann, daripada bapaajeko sendirri, pe lama sekali s mau selesai “ (Z Zainudin Sadu, 55) “ Saaya senang sekali denggan sistem Huyula H dalam pengolaahan lahan, itu sistem yanng bagus, soalnya hal h itu dappat mempeerkuat tali
32 persaudaraan, kedua Huyula dapat membantu meringankan pekerjaan dalam pengolahan lahan, berbeda dengan mengolah lahan secara sendiri-sendiri, hal itu membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya“ (Zainudin Sadu, 55) Petani yang tidak senang dengang pengolahan lahan secara Huyula memiliki persentase yang cukup besar yaitu tidak setuju sebesar 33.3 % dan sangat tidak setuju sebesar 4.8 %. Petani yang tidak setuju tersebut beranggapan bahwa biaya konsumsi yang dikeluarga untuk memberi makan peserta Huyula sama saja besarnya dengan upah pembajak yang menggunakan traktor, selain itu Huyula bersifat terikat karena terikat kontrak untuk harus bekerja untuk orang lain dalam periode hari tertentu. Fakta ini sesuai dengan kutipan pernyataan petani sebagai berikut. “ Bo sama saja mau pake Huyula dengan pake traktor, itu biaya mau kase makan pa orang sama saja dengan biaya upah traktor, tapi pake traktor lebih cepat, lebih hemat tenaga” (Haris Antuli, 40). “Menurut saya sama saja antara Huyula dengan traktor, soalnya biaya konsumsi untuk orang yang bekerja secara Huyula sama saja besarnya dengan upah traktor, justru menggunakan traktor pekerjaan lebih cepat dan efisien tenaga” (Haris Antuli, 40). Pada pertanyaan kedua yang menanyakan tentang rasa senang atau ketertarikan petani terhadap sistem Huyula dalam kegiatan penanaman padi. Terdapat sebesar 57.1 % petani yang setuju, 14.3 % sangat setuju, 23.8 % tidak setuju, dan 4.8 % sangat setuju. Petani yang tidak senang dengan penanaman padi secara Huyula beranggapan bahwa dengan Huyula maka dapat menghilangkan mata pencaharian regu tanam. Fakta ini sesuai dengan pernyataan petani sebagai berikut . “ Sekarang kita kalo batanam so pake kelompok tanam, itu kelompok tanam nanti torang mo bayar, biasanya Rp 150.000/ pantango. Kalo so mo pake Huyula, atiolo itu kelompok tanam, so tidak mo dapa doi “ (Hais Yunus,44) “ Sekarang kalo saya menanam sudah menggunakan kelompok tanam, dan mereka biasanya dibayar sebesar Rp 150.000/pantango. Kalau orang-orang masih menerapkan Huyula, kasian juga para kelompok tanam, mereka tidak dapat memperoleh penghasilan dari bekerja sebagai penanam“ (Hais Yunus,44) Selain itu, dengan menggunakan Huyula terkadang bersifat tidak adil bagi petani yang mendapat giliran terakhir dalam penanaman padi. Petani yang mendapatkan giliran terakhir dapat berdampak bagi umur bibit yang semakin tua, umur bibit yang tua atau melewati 2 minggu dapat berpengaruh terhadap kualitas produksi padi yang dihasilkan oleh bibit tersebut. Fakta ini sesuai dengan pernyataan petani sebagai berikut.
33
“ Saya nyanda terlalu suka dengan Huyula itu, soalnya kasian petani yang mau dapat urutan terakhir, bisa-bisa dia punya bibit so mo kadaluarsa, kalo depe bibit so terlalu tua, nanti dia punya perbanyakan padinya sedikit, depe gabah sadiki” (Muhlis Ibrahim,44) “Saya enggak terlalu suka dengan Huyula, soalnya kasian dengan petani yang memperoleh urutan terakhir, bibit padi yang ia miliki bisa mengalami kadaluarsa, jika umur bibitnya terlalu tua, dapat membuat peranakan padinya menjadi sedikit dan gabahnya sedikit” (Muhlis Ibrahim,44) Pada pertanyaan ketiga yang menanyakan tentang pengolahan lahan saat ini dapat dilaksanakan secara Huyula. Terdapat sebesar 4.8 % petani yang setuju, 59.5 % tidak setuju, dan 35.7 % sangat setuju. Petani yang tidak setuju dengan pengolahan padi secara Huyula beranggapan bahwa saat ini penggunaan teknologi traktor lebih efisien dan praktis, dan sulit untuk menemukan orang-orang yang dapat diajak ber-Huyula. Pada pertanyaan keempat yang menanyakan tentang penanaman padi saat ini dapat dilaksanakan secara Huyula. Terdapat sebesar 16.7 % petani yang setuju, 73.8 % tidak setuju, dan 9.5 % sangat tidak setuju. Petani yang tidak setuju dengan penanaman padi secara Huyula beranggapan bahwa saat ini orang-orang lebih memilih mengupah jasa kelompok tanam daripada harus menanam padi secara Huyula. Penggunaan kelompok tanam lebih praktis dan hemat tenaga, selain itu kelompok tanam juga berperan dalam memanen padi yang mereka tanam.
Perilaku Petani Terhadap Huyula Perilaku Petani terhadap Huyula adalah manifestasi dari sikap, aktivitas atau kegiatan yang dilakukan petani dalam hubungannya dengan kearifan lokal Huyula.. Jumlah soal mengenai kearifan lokal Huyula adalah tiga soal dan diberikan kepada 42 responden. Bentuk soal yang diberikan adalah soal pertanyaan dengan jawaban tidak pernah (TP), pernah (P), jarang (J), setuju (S), dan sangat setuju (SS) . Berdasarkan data lapang yang diperoleh, perilaku petani padi sawah terhadap Huyula dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu perilaku rendah dan perilaku tinggi, dengan akumulasi skor untuk perilaku rendah (4-6) dan akumulasi skor untuk perilaku tinggi (7-8). Persentase jumlah petani berdasarkan perilaku terhadap Huyula dapat diamati pada Gambar di bawah ini.
34
G Gambar 4 Persentase juumlah petanni berdasark kan perilakuu terhadap H Huyula. Berdasarrkan Gambar 4 menunnjukkan bah hwa dari 42 4 petani padi sawah, terdaapat sebesarr 23.8 % ( 10 1 orang ) responden r yang y termassuk ke dalam m kategori perilaku rendahh dan terdappat sebanyaak 76.2 % ( 32 orangg) yang termasuk ke dalam m kategori perilaku tinggi. Hal ini menu unjukkan bahwa b jum mlah petani mem miliki perilaaku tinggi terhadap Huyula H leb bih besar daripada d peetani yang mem miliki perilakku rendah teerhadap Huyyula. J Ressponden menurut respoon terhadap pertanyaan mengenai pperilaku Tabel 9 Jumlah tentang Huyyula. TP
Pernnyataan
Menngikuti k kegiatan pembersihaan salurran irigasi dilakukan d seecara Huyulla 2.4
P
J
S
SS S
11.9 21.4 64.3 -
Total 100.0
Kegiiatan pengoolahan lahaan dilakukaan secarra Huyula 14.3 85.7 -
-
-
100.0
Kegiiatan penannaman paddi dilakukaan 14.3 85.7 secarra Huyula
-
-
100.0
Keterangan
TP (Tidakk Pernah)
S (Setuj uju)
P (Pernaah)
SS (Sang gat Setuju)
J (Jarangg)
Pada Taabel 9 menjjelaskan baahwa pertan nyaan yang menanyakkan tentang keikuutsertaan petani p dallam pembbersihan saaluran iriggasi secaraa Huyula menuunjukkan teerdapat sebbesar 64.3 % petani yang y seringg mengikutti kegiatan terseebut, 21.4 % jarang mengikuti, m 11.9 % perrnah mengiikuti, dan 2.4 persen petanni tidak perrnah ikut seerta dalam kegiatan k peembersihan saluran iriggasi secara Huyuula. Hal ini menunjukkkan bahwa Huyula H dalaam kegiatann pembersihhan saluran irigasi masih kuuat di antaraa para petanni. Fakta ini sesuai denggan pernyattaan petani sebaggai berikut
35
“ Biasanya kalo mau kase bersih saluran irigasi, torang mo karja sama-sama. Tanpa upah itu, torang ihlas bakarja, itu boleh mau bilang Huyula “.(Heri Mile,44) “ Biasanya dalam pembersihan saluran irigasi, kita bekerja bersama sama dalam melakukan pekerjaan tersebut, kita ihlas bekerja, hal itu juga bisa dibilang dengan Huyula. “.(Heri Mile,44) “ Huyula disini tinggal kase bersih saluran irigasi, so tidak ada itu Huyula ba pajeko dengn Huyula batanam “.(Samin Rajak, 50) “ Huyula di sini hanya tersisa dalam pembersihan saluran irigasi, Huyula dalam pengolahan lahan dan penanaman sudah tidak ada“.(Samin Rajak, 50) Pada pertanyaan mengenai kegiatan pengolahan lahan secara Huyula, terdapat sebesar 85.7 % petani pernah melakukan Huyula dalam pengolahan lahan, dan 14.3 % tidak pernah melakukan kegiatan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pengolahan lahan secara Huyula pernah dialami oleh petani namun sudah tidak dilakukan lagi pada saat ini. Hal tersebut dikarenakan petani lebih memilih untuk mengupah pengolah lahan. Upah yang dikeluarkan biasanya sebesar Rp 200.000/ pantango, biaya tersebut sudah termasuk traktor, dan solar. Menggunakan traktor dalam pengolahan sawah lebih efiesien tenaga dan waktu jika dibandingkan dengan mengolah lahan menggunakan tenaga manusia secara Huyula. Fakta ini sesuai dengan pernyataan petani sebagai berikut. “ Sekarang so ada teknologi traktor, jadi kita tidak usah lagi mau cape-cape bapajeko deng cangkul atau sapi, tinggal mau pake traktor saja, 1 pantango cukup 1 orang karja so seselesai itu. Kalo pake traktor lebih efisien waktu, tidak macam pake cangkul trus baHuyula, 1 pantango bisa 2 hari baru selesai “ (Hamdi Monoarfa, 60) “ Sekarang sudah ada teknologi traktor, jadi kita tidak perlu lagi bersusah payah membajak dengan cangkul atau sapi, tinggal menggunakan traktor saja, satu pantango dapat diselesaikan oleh satu orang. Jika menggunakan traktor, waktu yang diperlukan lebih efisien, tidak seperti Huyula dengan menggunakan cangkul, satu pantango bisa dua hari pengerjaan baru selesai“ (Hamdi Monoarfa, 60) Pada pertanyaan mengenai kegiatan penanaman padi secara secara Huyula, terdapat sebesar 85.7 % petani pernah melakukan kegiatan penanaman padi secara Huyula, sisanya yaitu 14.3 % petani tidak pernah melakukan kegiatan tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar petani pernah melakukan kegiatan penanaman secara Huyula namun sekarang petani sudah tidak menerapak sistem tersebut. Hal ini dikarenakan sistem Huyula dalam penanaman saat ini
36 telah berubah menjadi sistem upah. Terdapat kelompok tanam yang dapat disewa oleh petani untuk melakukan penanaman pada areal sawah yang ia miliki. Besar upah kelompok tanam bervariasi yaitu sekitar Rp 150.000- Rp 200.000 / pantango. Upah tersebut dibayar kepada ketua kelompok tanam, selanjutnya kelompok tanam tersebut yang membagikan upah tersebut secara adil kepada anggota-anggotanya. Fakta ini sesuai dengan kutipan permyataan petani sebagai berikut. “ Saya dulu saat era orde lama masih pake Huyula kalo mau batanam, cuma sekarang so berubah, orang lebih suka pake sistem upah, lebih praktis, biasanya saya mo bayar Rp150.000 per pantango ke kelompok tanam, biasanya kelompok tanam yang batanam, mereka juga nanti yang panen “ (Ardhan Gani,70) “ Saat era orde lama saya masih menerapkan Huyula dalam penanaman, Cuma sekarang telah berubah, orang lebih suka menggunakan sistem upah, lebih praktis, biasanya saya membayar kelompok tanam sebesar Rp 150.000 per pantango, biasanya kelompok tanam yang menanam mereka juga nanti yang akan memanen.“ (Ardhan Gani,70) Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Petani Terhadap Huyula Uji rank spearman antara pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula digunakan untuk melihat hubungan dan konsistensi antara pengetahuan, sikap dan perilaku yang dimiliki petani terhadap Huyula. Tingkat kesalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5 persen atau pada taraf nyata α 0.05, yang berarti memiliki tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil pengujian hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula dapat diamati pada Tabel 12. Pada Tabel 10 dapat diamati bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani menunjukkan adanya hubungan (p < 0.05). Pengetahuan berhubungan dengan sikap petani, dan perilaku petani terhadap huyulu. Hubungan tersebut merupakan hubungan positif artinya semakin tinggi pengetahuan petani terhadap Huyula maka sikap dan perilakunya pun semakin tinggi. Hal ini juga terjadi terhadap hubungan antara sikap dan perilaku petani. P-value antara sikap dan perilaku petani memiliki nilai sebesar 0.000. Nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata yang memiliki nilai sebesar α 0.05. Dengan demikian kedua variabel tersebut yaitu sikap petani terhadap Huyula dan perilaku petani terhadap Huyula saling berhubungan. Hubungan tersebut menunjukkan hubungan yang positif yang berarti semakin tinggi sikap petani terhadap Huyula maka perilaku petani terhadap Huyula semakin tinggi juga.
37 Tabel 10 Hasil pengujian hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Pengetahuan Petani Sikap petani Koefisian terhadap Huyula
Sikap Petani
0.848
-
p-value
0.000
-
Keterangan
Berhubungan Nyata
-
Perilaku petani Koefisian terhadap Huyula
0.597
0.517
p-value
0.000
0.000
Keterangan
Berhubungan Nyata
Berhubungan Nyata
Perubahan perilaku petani dalam pengolahan lahan dan penanaman padi yang sebelumnya dilakukan secara Huyula menjadi sistem upah merupakan dampak dari perubahan sosial di masyarakat. Masuknya teknologi traktor membuat pengolahan lahan sawah menjadi lebih efisien dan praktis, hal ini dikarenakan teknologi traktor tidak membutuhkan sumberdaya yang banyak. Perubahan sosial juga terjadi pada perubahan kegiatan Huyula pada penanaman padi, saat ini petani lebih memilih untuk mengupah kelompok tanam untuk menanam padi di lahan sawah yang mereka miliki. Kelompok tanam diupah ratarata sebesar Rp 150.000 / pantango dan tergantung dari luas lahan sawah yang akan dikerjakan. Pengunaan kelompok tanam dalam penanaman padi lebih efisien waktu dan hemat tenaga, selain itu upah yang dikeluarkan untuk kelompok tanam sama besarnya dengan biaya yang dikeluarkan untuk biaya konsumsi petani pada kegiatan Huyula.
38
39
HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP HUYULA Hubungan Usia Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani Usia adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung semenjak ia lahir hingga ulang tahun terakhir sebelum penelitian ini dilakukan. Dalam penelitian ini, usia responden yang berupa petani padi sawah dibagi menjadi tiga yaitu petani muda (18-30 tahun), petani dewasa (31-50 tahun ) dan petani tua (>50 tahun). Uji hubungan usia terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani berusaha melihat hubungan di antara keempat variabel tersebut. Hubungan antara usia terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani dapat diamati pada Tabel 11. Tabel 11 Hubungan antara usia terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani
Usia koefisien p-value
Usia
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Sikap
Tingkat Perilaku
1.000
0.598
0.383
0.466
-
0.000
0.012
0.002
Berhubungan Berhubungan Berhubungan Keterangan
nyata
Nyata
Nyata
Tabel 11. menunjukkan bahwa usia petani terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani menunjukkan adanya hubungan (p < 0.05).Usia petani berhubungan dengan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perbedaan usia petani menyebabkan perbedaan terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani. Hasil uji antara usia dan tingkat pengetahuan menunjukkan bahwa ada hubungan antarakedua variable tersebut, yaitu dengan nilai probabilitas 0.000 (p < 0.05) dan nilai koefesien sebesar 0.589 menunjukkan hubungan yang sedang atau cukup berarti (0.400 – 0.599) di antara dua buah variabel yang diuji. Hasil tersebut juga menunjukkan adanya hubungan yang searah, yaitu semakin tinggi usia petani maka semakin tinggi tingkat pengetahuan petani terhadap Huyula. Hal ini karena petani yang memiliki usia yang tinggi (semakin tua) cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi pula terhadap kearifan lokal Huyula. Fakta ini terlihat bahwa petani yang masuk ke dalam kategori petani tua, beberapa di antaranya memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Fakta ini juga dapat dilihat dari kutipan pernyataan responden berikut: “ Saya so petani paling tua disini, dari kecil saya so jadi petani, dari yang dulu kalo batanam pake Huyula sampai so pake upah macam
40 sekarng ini, semua saya so lewati , Jadi kita tau semua itu seluk beluk lo Huyula“. ( Ardhan Gani, 70 ) “ Saya adalah petani paling tua disini, dari kecil saya telah menjadi petani, dari yang dulu menggunakan sistem Huyula dalam penanaman hingga menggunakan sistem upah seperti sekarang, semua saya sudah lewati. Jadi, saya tau semua seluk beluk Huyula “. ( Ardhan Gani, 70 ) Hasil uji antara usia dan tingkat sikap menunjukkan bahwa ada hubungan antara kedua variable tersebut, yaitu dengan nilai probabilitas 0.012 (p < 0.05) dan nilai koefesien sebesar 0.383 menunjukkan hubungan yang lemah atau rendah (0.200 – 0.399) di antara dua buah variabel yang diuji. Hasil tersebut juga menunjukkan adanya hubungan yang searah, yaitu semakin tinggi usia petani maka semakin tinggi tingkat sikap petani terhadap Huyula. Hal ini karena petani yang memiliki usia yang tinggi (semakin tua) cenderung memiliki sikap yang postif terhadap kearifan lokal Huyula. Artinya, petani tersebut senang dan tertarik terhadap kearifan lokal Huyula. Fakta ini terlihat bahwa petani yang masuk ke dalam kategori petani tua, beberapa di antaranya memiliki sikap yang positif. Fakta ini juga dapat dilihat dari kutipan pernyataan responden berikut: “ Saya suka sekali itu BaHuyula, bisa mo pajeko sama sama, bisa mo batanam sama-sama, bagus sekali itu, bekeng kuat torang pe rasa kekeluargaan “ (Suwitno, 62) “ Saya senang sekali berhuyla, bisa mengolah lahan secara bersamasama, bisa menanam sama-sama, bangus sekali. Kekeluargaan kita bisa menjadi lebih kuat“ (Suwitno, 62) Hasil uji antara usia dan tingkat perilaku menunjukkan bahwa ada hubungan antarakedua variable tersebut, yaitu dengan nilai probabilitas 0.002 (p < 0.05) dan nilai koefesien sebesar 0.466 menunjukkan hubungan yang sedang atau cukup berarti (0.400 – 0.599) diantara dua buah variabel yang diuji. Hasil tersebut juga menunjukkan adanya hubungan yang searah, yaitu semakin tinggi usia petani maka semakin tinggi tingkat perilaku petani terhadap Huyula. Hal ini karena petani yang memiliki usia yang tinggi (semakin tua) cenderung memiliki perilaku yang tinggi terhadap kearifan lokal Huyula. Artinya, petani tersebut pernah menerapkan kearifan lokal Huyula. Fakta ini terlihat bahwa petani yang masuk ke dalam kategori petani tua, beberapa diantaranya memiliki perilaku yang tinggi. Hasil penelitian yang berdasarkan pengujian dan fakta-fakta tersebut, menunjukkan adanya hubungan antara usia terhadap antara tingkat pendapatan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani. Dengan demikian hipotesis penelitian yang berbunyi “Diduga semakin tinggi (umur) petani maka tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula semakin tinggi.” dapat diterima.
41 Hubungan Tingkat Pendapatan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan dari hasil pertanian yang dijual dalam setahun terakhir, ditambah dengan penghasilan sampingan (non pertanian) yang diperoleh dalam setiap bulan. Rata-rata pendapatan responden yaitu sebesar 26,2 juta/tahun. Pendapatan responden bervariasi menjadi tiga golongan yaitu petani yang memiliki pendapatan rendah, sedang dan tinggi. Hubungan tingkat pendapatan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani dapat diamati pada Tabel 14. Tabel 12 Hubungan tingkat pendapatan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani Tingkat Pendapatan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Sikap
Tingkat Perilaku
Koefisien
0.003
P - value
0.987
Keterangan
Tidak Berhubungan
Koefisien
0.035
P - value
0.826
Keterangan
Tidak Berhubungan
Koefisien
-0.006
P - value
0.971
Keterangan
Tidak Berhubungan
Tabel 12 menunjukkan bahwa tidak terdapatnya hubungan antara tingkat pendapatan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani (p > 0.05). Hal ini dikarenakan nilai probabilitas ketiga variable dependen lebih besar dari 0.005. Hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya pendapatan petani tidak berhubungan dengan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula. Berdasarkan hasil uji tersebut, maka hipotesis penelitian yang berbunyi “Diduga semakin tinggi tingkat pendapatan petani maka tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula semakin tinggi” tidak dapat diterima. Hasil ini dikarenakan petani yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang tinggi terhadap Huyula tersebar secara merata pada golongan petani yang berpendapatan rendah maupun tinggi. Hal tersebut sesuai dengan kutipan wawancara responden sebagai berikut. “ Alhamdulillah, saya pe sawah ada sepuluh hektar sama satu penggilingan, jadi biasanya kalo ada petani mo bagiling depe padi, dorang biasanya kase maso di sini, kalo mau bicara Huyula, dulu saya pernah alami itu, dan memang gaga itu Huyula, mar sekarang so
42 susah torang ba Huyula, soalnya so banyak kelompok tanam “ (Hasan Ali, 50) “ Alhamdulillah, saya punya sepuluh hektar sawah dan satu penggilingan, jadi biasanya jika ada petani yang ingin menggiling padi, mereka memasukkan gabahnya ke sini, kalo mau bicara Huyula, dulu saya pernah mengalami itu, dan Huyula itu memang bagus, namun sekarang sudah cukup sulit untuk menerapkan Huyula, soalnya telah banyak kelompok tanam.“ (Hasan Ali, 50) “ Saya pe sawah cuma dua pantango uti, tapi tetap kalo ada orang mo pangge saya baHuyula kase bersih saluran saya mau ikut, soalnya gaga itu, torang harus saling bantu membantu “.(Yunus Ahmad, 54) “ Saya hanya punya sawah seluas dua pantango, tapi jika ada orang yang mengajak saya untuk berHuyula dalam membersihkan saluran irigasi, saya ingin ikut, soalnya kita harus saling bantumembantu“.(Yunus Ahmad, 54) Berdasarkan kutipan wawancara di atas menjelaskan tingkat pendapatan yang diperoleh dari hasil produksi pertanian tidak mempengaruhi seseorang untuk melakukan Huyula atau tidak. Namun Huyula lebih didasarkan oleh rasa kebersamaan di antara petani. Hubungan Tingkat pendidikan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh dan telah memperoleh kelulusan. Dalam penelitian ini, responden dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan tingkat pendidikan yaitu rendah, sedang dan tinggi. Petani yang memiliki pendidikan rendah yaitu petani yang tamat bangku sekolah dasar, petani yang memiliki pendidikan sedang yaitu petani yang menyelesaikan pendidikan pada tingkat sekolah menengah pertama, dan petani yang memiliki pendidikan tinggi yaitu petani yang menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas atau perguruan tinggi. Hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani dapat diamati pada Tabel 15. Tabel 13 menunjukkan bahwa tidak terdapatnya hubungan antara tingkat penddidikan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani (p > 0.05). Hal ini dikarenakan nilai probabilitas ketiga variable dependen lebih besar dari 0.005. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya tigkat pendidikan petani petani tidak berhubungan dengan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Berdasarkan hasil uji tersebut, maka hipotesis penelitian yang berbunyi “Diduga semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula semakin tinggi.” tidak dapat diterima. Hasil ini dikarenakan petani yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang tinggi terhadap Huyula tersebar secara merata pada golongan petani
43 yang berpendidikan rendah, sedang maupun tinggi. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara sebagai berikut. “ Torang di sini kalo ba Huyula tidak liat dari kaya miskin atau depe sekolah tinggi atau rendah, tapi torang pake perasaan saling membutuhkan dan saling membantu, saya pe taman nada yang cuma lulus sd, ada juga yang so sampe sma, semua baHuyula”(Samin Rajak, 50) “Kita di sini dalam berHuyula tidak melihat dari kaya miskin atau yang memiliki pendidikan tinggi atau rendah, tapi kita memiliki perasaan saling membutuhkan dan saling membantu, teman saya ada yang hanya lulus sd, dan ada juga yang sampai sma, semua berHuyula.” (Samin Rajak, 50) Tabel 13 Hasil pengujian hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani Tingkat Pendidikan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Sikap
Tingkat Perilaku
Koefisien
0.000
P - value
1.000
Keterangan
Tidak Berhubungan
Koefisien
0.114
P - value
0.473
Keterangan
Tidak Berhubungan
Koefisien
0.000
P - value
1.000
Keterangan
Tidak Berhubungan
Berdasarkan kutipan wawancara di atas menjelaskan bahwa petani yang memiliki pendidikan tinggi maupun rendah, semua sama-sama melakukan Huyula, dan memiliki rasa saling membutuhkan dan membantu. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Hubungan Luas Lahan Garapan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani Luas lahan garapan adalah luas lahan yang digarap (dikerjakan) oleh petani, dihitung dengan satuan Ha atau m2. Dalam penelitian ini luas lahan garapan petani padi sawah dibagi menjadi tiga kategori. Rata-rata luas lahan garapan responden dalam penelitian ini adalah 1,2 Ha. Hubungan antara luas lahan
44 garapan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani dapat diamati pada Tabel 14. Tabel 14 menunjukkan bahwa tidak terdapatnya hubungan antara luas lahan garapan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani (p > 0.05). Hal ini dikarenakan nilai probabilitas ketiga variable dependen lebih besar dari 0.005. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya luas lahan garapan petani tidak berhubungan dengan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Berdasarkan hasil uji tersebut, maka hipotesis penelitian yang berbunyi “Diduga semakin tinggi luas lahan garapan petani maka tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula semakin tinggi.” tidak dapat diterima. Hasil ini dikarenakan petani yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang tinggi terhadap Huyula tersebar secara merata pada golongan petani yang memiliki luas lahan garapan rendah, sedang maupun tinggi. Fakta ini sesuai dengan kutipan wawancara sebagai berikut Tabel 14 Hasil pengujian hubungan antara luas lahan garapan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani . Luas Lahan Garapan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Sikap
Tingkat Perilaku
Koefisien
0.112
P – value
0.479
Keterangan
Tidak Berhubungan
Koefisien
-0.076
P – value
0.633
Keterangan
Tidak Berhubungan
Koefisien
-0.213
P – value
0.175
Keterangan
Tidak Berhubungan
“ Torang dalam satu kelompok tani itu tidak balia petani yang depe lahan kacili, ato depe lahan basar, samua sama. Kalo ada yang butuh bantuan torang mo bantu, kalo ada yang mau bapangge ba Huyula torang mau ikut” (Harun,66) “Kita dalam satu kelompok tani tidak melihat petani yang lahannya kacil atau lahannya luas, semuanya sama. Jika ada yang membutuhkan bantuan, kita akan membantu, jika ada yang mengajak berHuyula, kita semua mau ikut” (Harun, 66) Berdasarkan kutipan wawancara di atas, menjelaskan bahwa dalam suatu kelompok tani tidak ada diskrimasi antara petani yang memiliki lahan garapan yang luas dan lahan garapan yang kecil. Petani yang memiliki lahan garapan luas justru senang membantu kepentingan petani yang memiliki luas lahan garapan kecil, begitu pun sebaliknya. Hal ini membuktikan bahwa luas lahan garapan
45 petani tidak berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku petani terhadap Huyula. Hubungan Pekerjaan non pertanian Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani Pekerjaan non pertanian adalah pekerjaan yang dimiliki petani selain pengelolaan usaha pertanian. Pekerjaan non pertanian yang dimiliki oleh petani yaitu pedagang, supir, pegawai negeri sipil, tukang bangunan dan usaha kerajinan mebel. Hubungan antara luas lahan garapan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula dapat diamati pada Tabel 17. Tabel 15 Hasil pengujian hubungan antara pekerjaan non pertanian terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula Pekerjaan Pertanian Tingkat Pengetahuan
Tingkat Sikap
Tingkat Perilaku
Non
Koefisien
0.073
P - value
0.646
Keterangan
Tidak Berhubungan
Koefisien
-0.037
P - value
0.816
Keterangan
Tidak Berhubungan
Koefisien
-0.050
P - value
0.753
Keterangan
Tidak Berhubungan
Tabel 15 menunjukkan bahwa tidak terdapatnya hubungan kepemilikan pekerjaan non pertanian petani terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani (p > 0.05). Hal ini dikarenakan nilai probabilitas ketiga variable dependen lebih besar dari 0.005. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyakn petani yang memiliki pekerjaan non pertanian tidak berhubungan dengan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Berdasarkan hasil uji tersebut, maka hipotesis penelitian yang berbunyi “Diduga semakin tinggi kuantitas petani yang memiliki pekerjaan non pertanian maka tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula petani semakin rendah.” tidak dapat diterima. Hasil ini dikarenakan petani yang memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang tinggi terhadap Huyula tersebar secara merata pada golongan petani yang memiliki pekerjaan pertanian saja atau non pertanian. Fakta ini sesuai dengan kutipan wawancara sebagai berikut. “ Dulu memang semua petani disini depe karja cuma batanam, tapi sekarang so suka suka pa torang mau jadi petani atau mau sambil bakarja yang lain, yang jelas kalo torang masi batanam, torang pasti
46 masi punya rasa sebagai petani dang, jadi tetap nilai-nilai gotong royong sebagai petani torang mau pegang kuat-kuat”(Abdul Rajak, 45) “Dulu memang semua petani disini bekerja sebagai petani, namun sekarang ya terserah kita mau jadi petani saja atau sambil bekerja dengan pekerjaan lainnya, yang jelas selama kita masih menanam, kita masih memiliki rasa sebagai petani, jadi nilai-nilai gotong royong tetap kita pegang dengan teguh”(Abdul Rajak,45) Berdasarkan kutipan di atas menjelaskan bahwa petani yang memiliki pekerjaan selain pertanian tidak mempengaruhi rasa kebersamaan yang ia miliki sebagai petani untuk berHuyula. Hal ini karena jika petani tersebut masih melakukan kegiatan pertanian, tentu ia akan tetap memegang teguh prinsip gotong royong untuk tetap berHuyula. Hubungan Intensitas Penyuluhan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani Intensitas penyuluhan adalah tingkat keterlibatan petani kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi penyuluhan. Penyuluhan pertanian di Desa Bongoime dilaksanakan oleh Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bone Bolango. Kegiatan penyuluhan yang diselenggarakan oleh BP3K yaitu berupa pelatihan penggunaan benih, pelatihan penggunaan saprodi, pelatihan penggunaan pupuk organic, pelatihan penyusunan RDK/RDKK, pelatihan jadwal penghamburan, pelatihan tentang usaha pemupukan modal, dan pelatihan tentang administrasi kelompok tani. Hubungan antara intensitas penyuluhan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani dapat diamati pada Tabel 18 Tabel 16 Hasil pengujian hubungan antara intensitas penyuluhan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani Intensitas Penyuluhan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Sikap
Tingkat Perilaku
Koefisien
0.708
P - value
0.000
Keterangan
Berhubungan nyata
Koefisien
0.760
P - value
0.000
Keterangan
Berhubungan nyata
Koefisien
0.420
P - value
0.006
Keterangan
Berhubungan nyata
47 Tabel 16 menunjukkan bahwa intensitas penyuluhan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani menunjukkan adanya hubungan (p < 0.05).Intensitas penyuluhan berhubungan dengan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perbedaan intensitas penyuluhan petani menyebabkan perbedaan terhadap tingkat kepuasan yang dirasakan masyarakatpengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani.. Hasil uji antara intensitas penyuluhan dan tingkat pengetahuan menunjukkan bahwa ada hubungan antara kedua variabel tersebut, yaitu dengan nilai probabilitas 0.000 (p < 0.05) dan nilai koefesien sebesar 0.708 menunjukkan hubungan yang kuat (0.600 – 0.799) diantara dua buah variabel yang diuji. Hasil tersebut juga menunjukkan adanya hubungan yang searah, yaitu semakin tinggi intensitas penyuluhan maka semakin tinggi tingkat pengetahuan petani terhadap Huyula. Hal ini karena petani yang memiliki intensitas penyuluhan tinggi cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi pula terhadap kearifan lokal Huyula. Fakta ini terlihat bahwa petani yang masuk ke dalam kategori intensitas penyuluhan tinggi, beberapa di antaranya memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Fakta ini juga dapat dilihat dari kutipan pernyataan responden berikut: “Biasanya di pelatihan-pelatihan dari PPL, selalu ditekankan itu nilai-nilai Huyula, maksudnya torang itu di antara petani harus saling bahu-membahu, nyanda bole sendiri-sendiri, atau egois bagitu. Biasanya kalo torang lagi bakumpul di pelatihan, itu petanipetani yang so tua olo, dorang cerita-cerita dorang pe pengalaman dulu, jadi torang mau tau ini Huyula “. ( Daha Saleh, 55) “Biasanya pada pelatihan-pelatihan dari PPL, selalu ditekankan nilainilai Huyula, maksudnya di antara petani harus saling bahumembahu, tidak boleh sendiri-sendiri atau bisa dibilang egois. Biasanya jika kita sedang kumpul-kumpul dalam pelatihan, petanipetani yang telah tua menceritakan pengalaman mereka yang duludulu, sehingga kita paham dengan sistem Huyula“. ( Daha Saleh, 55) Hasil uji antara intensitas penyuluhan dan tingkat sikap menunjukkan bahwa ada hubungan antara kedua variable tersebut, yaitu dengan nilai probabilitas 0.000 (p < 0.05) dan nilai koefesien sebesar 0.420 menunjukkan hubungan yang kuat (0.400 – 0.599) di antara dua buah variabel yang diuji. Hasil tersebut juga menunjukkan adanya hubungan yang searah, yaitu semakin tinggi intensitas penyuluhan petani maka semakin tinggi tingkat sikap petani terhadap Huyula. Hal ini karena petani yang memiliki intensitas penyuluhan yang tinggi cenderung memiliki sikap yang postif terhadap kearifan lokal Huyula. Artinya, petani tersebut senang dan tertarik terhadap kearifan lokal Huyula. Fakta ini terlihat bahwa petani yang masuk ke dalam kategori intensitas penyuluhan tinggi, beberapa di antaranya memiliki sikap yang positif. Fakta ini juga dapat dilihat dari kutipan pernyataan responden berikut:
48 “ Penyuluhan dari ppl itu bermanfaat sekali, torang jadi senang bekerja sama satu sama lain, Biasanya kalo program yang mau kerja sama-sama itu macam pembersihan saluran, saya suka sekali itu mau kase bersih sama-sama, kalo sendiri saya tidak mampu, soalnya pe panjang jo itu saluran“ (Udin Lasimpala, 60) “ Penyuluhan dari ppl sangat bermanfaat, kita jadi bersemangat untuk bekerja sama dengan orang lain.Biasanya program yang dikerjakan secara bersama-sama yaitu kegiatan pembersihan saluran irigasi, saya senang sakli dengan program tersebut, soalnya kalau mau membersihkan sendiri saya tidak mapu, karena saluran irigasinya cukup panjang.“ (Udin Lasimpala, 60) Hasil uji antara intensitas penyuluhan dan tingkat perilaku menunjukkan bahwa ada hubungan antarakedua variabel tersebut, yaitu dengan nilai probabilitas 0.006 (p < 0.05) dan nilai koefesien sebesar 0.466 menunjukkan hubungan yang sedang atau cukup berarti (0.400 – 0.599) di antara dua buah variabel yang diuji. Hasil tersebut juga menunjukkan adanya hubungan yang searah, yaitu semakin tinggi intensitas penyuluhan petani maka semakin tinggi tingkat perilaku petani terhadap Huyula. Hal ini karena petani yang memiliki intensitas penyuluhan tinggi cenderung memiliki perilaku yang tinggi terhadap kearifan lokal Huyula. Hasil penelitian yang berdasarkan pengujian dan fakta-fakta tersebut, menunjukkan adanya hubungan antara usia terhadap antara tingkat pendapatan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani. Dengan demikian hipotesis penelitian yang berbunyi “Diduga semakin tinggi intensitas penyuluhan petani maka tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula semakin tinggi.” dapat diterima.
49
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai eksistensi kearifan lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo terhadap responden petani padi sawah memberikan beberapa simpulan sebagai berikut ; a) Huyula merupakan kerjasama sosial tanpa pamrih yang sejak dahulu dipraktekkan oleh para luluhur dan merupakan sistem ekonomi yang terkoordinir maupun secara sukarela. Pada masyarakat Desa Bongoime, nilainilai Huyula diterapkan oleh masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Nilai-nilai Huyula diwujudkan dalam berbagai kegiatan misalnya dalam kerja bakti pembersihan lingkungan pedesaan, pembuatan jalan, kematian, pembersihan saluran irigasi maupun kegiatan pertanian. Nilai-nilai Huyula sebagai suatu bentuk kearifan lokal di Desa Bongoime merupakan salah satu solusi yang membantu petani dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah. Dalam pengelolaan sumber daya pertanian khususnya pertanian padi sawah di Desa Bongoime nilai-nilai Huyula terbagi menjadi dua wujud yaitu kegiatan Huyula dan Ti’ayoKearifan lokal ini pernah dialami oleh masyarakat pada periode sebelum reformasi. Namun saat ini, Huyula dalam pengolahan lahan dan penanaman telah berubah menjadi sistem upah. b) Masyarakat Desa Bongoime secara umum memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang tinggi terhadap Huyula, meskipun Huyula dalam pertanian saat ini hanya diterapkan dalam pembersihan saluran irigasi. Pengetahuan petani terhadap Huyula berhubungan nyata dengan sikap dan perilaku petani. c)Faktor usia dan intensitas penyuluhan berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Semakin tinggi usia petani maka semakin tinggi pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Hal ini pun sama terjadi terhadap intensitas penyuluhan petani, yaitu semakin tinggi intensitas penyuluhan petani maka semakin tinggi pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Saran Terdapat beberapa saran guna menjaga eksistensi kearifan lokal Huyula di Desa Bongoime Kabupaten Bone Bolango, di antaranya ; a) b)
Masyarakat harus tetap berpegang teguh terhadap kearifan lokal Huyula, karena ini merupakan nilai-nilai yang berharga untuk menjaga solidaritas dan kekeluargaan di dalam masyarakat. Masyarakat dan pemerintah terus senantiasa mensosialisasikan nilai-nilai Huyula kepada generasi muda, agar mereka memiliki pengetahuan dan sikap positif terhadap kelestarian Huyula
50
51
DAFTAR PUSTAKA Ahimsa P. 2008. Ilmuwan Budaya dan Revitalisasi Keraifan Lokal Tantangan Teoritis dan Metodologis. Yogyakarta (ID): Fakultas Ilmu Budaya UGM. Alwi O. 1958. Ceramah Penyuluhan Pertanian. Teks Ceramah bagi Para Mahasiswa pada tanggal 25 November 1958 di Fakultas Pertanian. UI. Bogor Aulia TOS. 2012. Kearifan Lolak Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air di Kampung Kuta. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Cruz HS. 1961. FAO’s Role in Rural Welfare, FAO of the UN. Rome, Halaman 119. Duludu UATA. 2012. Pengembangan Model Pelatian Berbasis Kearifan Lokal Dalam Meningkatkan Profesionalisme Tutor Paket C di Kabupaten Bone Bolango. Unirvesitas Pendidikan Indonesia. Repository.Upi.Edu Farhan. 2012. Pengaruh Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Pantai terhadap Kunjungan Wisatawan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hatu R. 2011. Perubahan Sosial Kultural Suatu Masyarakat Pedesaan. Jurnal Inovasi. Volume 8 No 4 Desember 2011. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. Kamasan IO. 2003. Nyepi dan Awig-Awig dalam Pelestarian Fungsi Lingkungan. [Thesis]. [Internet]. [dikutip 5 november 2012]. Tersedia pada http://eprints.undip.ac.id/11864/1/2003MIL1729.pdf Keraf AS. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kompas. Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.. Jakarta (ID) : Rineka Cipta. Padmanagara S. 1984. Membina Penyuluhan Pertanian. BPLPP. Departemen Pertanian. Jakarta. Halaman 4. Ridwan NA. 2007. Landasan keilmuan kearifan lokal. [Jurnal].[Internet][diakses 5 November 2012]. Vol. 5(1)/27-38. Dapat diunduh dari :http://ibda.files.wordpress.com/2008/04/2-landasan-keilmuan-kearifanlokal.pdf. Sairin S. 2006. “Yang Diingat dan Dilupakan, Yang Teringat dan Terlupakan: Social Memory dalam Studi Antropologi” dalam Ahimsa-Putra HS (ed). Esai-esai Antropologi Teori, Metodologi dan Etnografi. Yogyakarta: Keppel Press. Sartini.2004.Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafat. Jurnal Filsafat : Agustus 2004. Jilid 37. Nomor 2. Sirait E. 2005. Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Kemasyarakatan dan Kearifan Lokal Kasus Pengelolaan Cendana di Kabupaten Timor Tengah Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur.[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana: Institut Pertanian Bogor. Tirsa O. 2012. Praktik-Praktik Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Pertanian Padi Sawah.[Skripsi].Bogor : Institut Pertanian Bogor. Van den Ban AW dan Hawkins HS. 1996. Agricultural Extention (second edition). Blackwell Science. Osney Mead. Oxford OX2 OEL
52
53 me Lampiran 1. Peta Dessa Bongoim
54 Lampiran 2. Kuisioner Penelitian KUESIONER SURVEI ANALISIS EKSISTENSI KEARIFAN LOKAL HUYULA DESA BONGOIME PROVINSI GORONTALO
(Petani Padi Sawah)
Nama Petani
:
Kelompok Tani
:
No Kuisioner
:
Tanggal Wawancara
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
55 1.
KARAKTERISTIK PETANI
A.
Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga petani
Nama No. Telepon/HP TTL, Usia Pendidikan Terakhir
a. Tidak Sekolah b. SD/sederajat c. SMP/sederajat
Pengalaman Sebagai Petani (tahun) Pekerjaan pertanian
No
d. SMA/sederajat e. Perguruan Tinggi
. . . . . . . . . . . tahun a.
non
b. c.
B. SUMBER PENGHASILAN RUMAH TANGGA (satu tahun terakhir) Produksi Dikonsumsi Harga Penyumbang Dijual (kg) (kg/ha) (kg) (Rp/kg) Usahatani (Total) a. Padi sawah
No Penyumbang Gaji/Upah (Total) A B C Usaha Keluarga/Wiraswasta (Total) a. B C Remitan (Total)
Perbulan
Pertahun
Jual
56 A B Lain-lain 3 A B Total Pendapatan C. 1
LUAS LAHAN GARAPAN PETANI (Sekarang) a. Petani Pemilik Status Petani b. Petani Penggarap c. Pemilik dan penggarap Luas Lahan dimiliki
______ Ha (m2)
2 Lahan yang dikerjakan 3
4 D.
Total Lahan dikerjakan
Milik sendiri Sewa (m2) (m2)
yang
Bagi (m2)
hasil
______ Ha (m2)
POLA TANAM
Komoditas
Musim Tanam/Bulan Jan
feb maret
apr mei
juni
juli
agt
sept
okt
nov
Padi Sawah
E.
PENGELUARAN RUMAH TANGGA PETANI Jenis Makanan Pendidikan Kesehatan Transportasi Komunikasi Listrik Air Lain-lain
Perhari
Perbulan
des
57 a. b. c d. Total Pengeluaran
F.
TINGKAT KEARIFAN LOKAL HUYULA Pengetahuan Petani Terhadap Huyula Pertanyaan YA
TIDAK
Apakah anda mengetahui arti Huyula ? Apakah anda mengetahui sistem Huyula dalam kegiatan pengolahan lahan ? Apakah anda mengetahui sistem Huyula dalam kegiatan penanaman ? Apakah anda mengetahui “Ti’ayo” dalam kegiatan pengolahan lahan ? Apakah anda mengetahui dalam kegiatan penanaman ?
“Ti’ayo”
Sikap Petani Terhadap Huyula Keterangan : STS (Sangat Tidak Setuju) TS
(Tidak Setuju)
S
(Setuju)
SS(Sangat Setuju) Pertanyaan
Skala Sangat TidakSetuju Setuju tidak setuju
Apakah anda senang/tertarik dengan sistem pengolahan lahan secara Huyula ? Apakah anda senang/tertarik dengan sistem penanaman secara Huyula ? Setujukah anda jika kegtiatan pengolahan lahan saat ini dapat
Sangat Setuju
58 dilakukan secara Huyula? Setujukah anda jika kegiatan penaman padi dapat saat ini dilakukan secara Huyula ? Perilaku Petani Terhadap Huyula Pernyataan
Skala Tidak Pernah Jarang Sering Pernah
Sangat Sering
Mengikuti kegiatan pembersihan saluran irigasi dilakukan secara Huyula Kegiatan pengolahan lahan dilakukan secara Huyula Kegiatan penanaman padi dilakukan secara Huyula
G. FAKTOR EKSTERNAL (Intensitas Penyuluhan) Tidak Pernah Jarang Pernyataan Pernah
Saya mengikuti kegiatan pelatihan tentang penggunaan benih yang dilaksanakan oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K) Saya mengikuti kegiatan pelatihan tentang penggunaan saprodi 6 tepat oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K) Saya mengikuti kegitan pelatihan tentang penggunaan pupuk organik oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K) Saya mengikuti kegiatan pelatihan tentang penyusunan RDK/RDKK oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K) Saya mengikuti kegiatan pelatihan tentang jadwal penghamburan oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K)
Sering
Sangat Sering
59 Saya mengikuti kegiatan pelatihan tentang usaha pemupukan modal oleh Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K) Saya mengikuti kegiatan pelatihan tentang administrasi kelompok tani Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K)
60 Lampiran 3. Kerangka Sampling No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Nama Petani Dahlan Ismail Muhlis Puloli Ardan Hioda Udin Kadir Marten Abdullah Sam Djafar Hamsa Lahabu Yanto Hioda Iswan Ali Emah Igirisa Roni Ali Nuraih Puloli Halid Ismail Mansur Djuma Ato Kadir Damsir Puloli Djabar Datau Asri Ibrahim Dini Djakaria Ary Daka Roni Abdullah Rifat Mahmud Basir Nakuka Rahim Karim Imran Djafar Hasan Ali Suwardi Saleh Yunus Ahmad Darmah Saleh Anton Luawo Ardan Gani Yamin Gani Edi Gani Husain Puloli Sumardi Saleh Jana Musa Iwan Mile Ibrahim Dasa Hamid Patuti Alex Busura Mansur Gani
Nama Kelompok Tani Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Matahari Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri
61 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86
Hero Mile Damsir Puloli Suleiman Djanu Dance Gani Atnan Gani Ajis Hasan Astin Gani Risno Paso Ajis Gani Djafar Gani Ismail Pasi Ayub Busura Neni Mile Ardhan Gani Muhlis Ibrahim Anton Hulopi Iwan Djibu Hamsa Ibrahim Isak Dai Tito Nento Joni Ibrahim Kasman Gani Roni Yahya Husin Polimengo Muhlis Ibrahim Udin Moha Yusuf Moha Nari Kiona Noho Abdullah Abdul Rajak Tuna Abdul Rajak Mirwah Yunus Daha Saleh Djafar Ibrahim Harun Ibrahim Mahmud Yelis Mohi Djafar Siribua Samin Rajak Jejen Sumarna Romi Mantik Samin Rajak Samin Rajak Danli Gani Heri Mile
Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Maju Bersama Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur
62 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131
Husain Kabue Taib Dai Riston Humula Harun Abdullah Yusuf Salie Iman Yusuf Tune Abjul Hamdi Monoarfa Yadi Hangga Ruslin Isa Damsil Isa Yusuf Gani Husain Puloli Maryam Busura Hasan Husain Heri Mile Amran Rahman Wahid Patuti Suwitno Uno Teti Nento Jafar Ladaleo Wiran Karim Udin Lasimpala Tamrin Antuke Zakaria Hasan Sude Pakaya Suwitno Saidul Ngole Sudin Panto Tomo Mobi Idris Yunus Ismail Yunus Salim Dunggio Alim Ibrahim Hasan Zakaria Sudin Ibrahim Ajis Gani Ibrahim Paso Hebo Panigoro Ismail Jadar Karim Ismail Ismail Posi Darson Ismail Karya Abadi Raden Happy
Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Makmur Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama
63 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176
Aliyun Nento Oco Lamanganco Daha Saleh Rustam Saleh Muhtar Saleh Abdulkadir Abdullah Dani Ayuba Umar Abdul Rumi Gani Zein Ibrahim Abdurrah Ibrahim Abubakar Ibrahim Rudianto Loleh Udin Lasimpala Rasit Ayuba Harun Happy Zamaludin Nento Maryam Igirisa Asna Ibrahim Asni Ibrahim Rustam Panto Ramdan Abas Raden Happy Aliyun Nento Oco Lamanganco Dahai Saleh Rustam Saleh Muhtar Saleh Abdulkadir Abdullah Dani Ayuba Umar Abdul Rumi Gani Zein Ibrahim Abdurrah Ibrahim Abubakar Ibrahim Rudianto Loleh Udin Lasimpala Rasit Ayuba Harun Happy Zamaludin Nento Maryam Igirisa Asna Ibrahim Asni Ibrahim Rustam Panto Ramdan Abas
Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Usaha Bersama Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi Karya Abadi
64 Lamppiran 4. Ujii Statistik
65
66 Lampiran 5. Dokumentasi Penulis sedang mewawancari petani Warga Desa Bongoime sedang berHuyula membersihkan desa didampingi oleh penyuluh
Pemanenan oleh kelompok panen
Pengolahan lahan menggunakan traktor
Penanaman sawah oleh kelompok tanam
Balai Penyuluhan Kecamatan Tilongkabila
67
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Faris Budiman Annas. Ia dilahirkan pada 12 Juni 1991. Penulis memiliki Ayah bernama Ir. Annas Zubair dan Ibu bernama Merry Ratna Iman serta memiliki dua orang adik bernama Ayyub Shabir Annas dan Farah Fatimah Zahra serta kakak perempuan bernama Annisa Nur Aisyah. Penulis berasal dari kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Penulis bersekolah di SDN Baranang Siang sejak tahun 1997-2003. Pada tahun 2003-2006 penulis mengenyam pendidikan di SMPN 1 Kota Gorontalo. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Dwiwarna pada tahun 2006-2009. Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2009. Semenjak bangku SMP penulis bertekad untuk menyeimbangkan antara prestasi akademis, prestasi non akademis, kegiatan organisasi, ekstrakulikuler dan hobi. Semasa SMA penulis menjabat sebagai anggota OSIS SMA Dwiwarna. Penulis juga aktif dalam ekstrakulikuler basket dan debat. Selama duduk di bangku perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Adapun penulis pernah menjabat sebagai staff Himasiera, staff Cybertron dan Duta Fema 2012, dan lain-lain. Penulis berharap ke depannya dapat terus mengembangkan diri, terus berprestasi dan berkontribusi bagi masyarakat. Penulis berharap dapat berkarir di perusahaan advertising, hidup mandiri dan dapat membahagiakan orang tua.