ANALISIS DINAMIKA KEBIJAKAN UNTUK KETANGGUHAN IKLIM Wahyu Mulyana
Direktur Eksekutif Urban and Regional Development Institute (URDI)
Seminar Nasional
Peran Ahli Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan Indonesia Kampus UI, Depok, 30 Agustus 2016
Pentingnya untuk memahami perubahan iklim sebagai tantangan alam yang harus dihadapi dalam Abad-21....
•
Kenaikan suhu permukaan meningkat dengan pasti melebihi perkiraan sebelumnya antara 1,5oC – 4oC (IPCC, 2013)
•
Worst scenario untuk kenaikan muka air laut yang terus meningkat dari perkiraan sebelumnya antara 18-59 cm pada tahun 2010 (IPCC, 2013)
Komitmen Dunia Menangani Perubahan Iklim 1992 Pengesahan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) pada KTT Bumi di Rio de Janeiro untuk menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer. Indonesia termasuk dalam Negara NonAnnex I.
1997
2007
2011
2015
Pengesahan Protokol Kyoto pada COP-3 di Kyoto.
Perumusan Bali Action Plan pada COP-13 di Bali
Sebuah komitmen untuk menurunkan emisi GRK, khususnya negara-negara industri.
Pembentukan AWG-LCA (Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention) untuk implementasi aksi kerjasama jangka panjang hingga dan setelah 2012.
Pembentukan ADP (Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action) pada COP-17 di Durban untuk mengembangkan protokol, instrumen hukum lain atau hasil yang disepakati dengan kekuatan hukum berdasarkan Konvensi berlaku untuk semua Pihak, yang akan selesai paling lambat 2015.
COP-21 di Paris menghasilkan Paris Agreement sebagai komitmen negara-negara untuk mencegah kenaikan suhu di bawah 2 °C Target pengurangan emisi setiap negara dalam INDC (Intended Nationally Determined Contributiona) Pembentukan APA (Ad Hoc Working Group on the Paris Agreement)
Paris Climate Agreement 2015 • 196 Negara mengadopsi kesepakatan • Mencegah kenaikan suhu rata-rata global dibawah 2 °C dan mendorong upaya untuk membatasi kenaikan suhu dibawah 1,5 °C • Negara maju akan menyediakan dana adaptasi bagi negara berkembang sebesar $100 Milyar pada tahun 2020 • Kesepakatan akan mulai dilaksanakan pada tahun 2020 (jika sedikitnya 55 Negara menandatangani atau 55% emisi global) from INDC (Intended Nationally Determined Contribution) to NDC (Nationally Determined Commitment) • Masing-masing negara akan merevisi target emisi setiap 5 (lima) tahun • Climate neutrality (keseimbangan antara emisi dan carbon sink) pada tahun 2050 • Mendefinisikan pengertian climate loss and damage • Mempercepat pengembangan clean technology dan transfer
Proses Review dan Perubahan INDC Ke NDC • Kontribusi: • 2009: 26% - 41% pada tahun 2020. • Pasca 2020 29% - 41% di tahun 2030 dibandingkan BAU scenario (2.881 Gt CO2eq). • Lingkup: energy (incl. transport), industrial processes and product use, agriculture, LULUCF, dan waste. • Additional issue: adaptation. 2015
VISI: Mewujudkan ketangguhan iklim negara kepulauan sebagai landasan bagi terbangunnya keamanan air, pangan, dan energi pasca 2020 sampai 2030
Implementasi NDC
Enhanced Actions
2020
2030
Kerangka Analisis Dinamika Sistem Kebijakan
Sumber: Arief Wicaksono, URDI, 2015
Tahapan Analisis • Pemetaan kebijakan, rencana dan program (KRP) terkait sektor-sektor penyumbang emisi gas rumah kaca. • Penapisan isu strategis terkait penurunan emisi gas rumah kaca dan upaya ketahanan pangan, air dan energi sesuai dengan hasil pemetaan KRP. • Inventarisasi prakarsa cerdas dan pembelajaran terkait inisiatif penurunan emisi gas rumah kaca yang dilakukan masyarakat.
Teknik Pengumpulan Data
• Desk study, untuk menganalisis prinsip-prinsip dan pengaruh kebijakan terhadap penanganan perubahan iklim di Indonesia pada tingkat nasional maupun daerah. • Diskusi kelompok terarah, untuk penggalian gagasan dan pemikiran narasumber melalui pengembangan suatu forum pembelajaran bersama (shared learning forum) yang disebut URDI Learning Forum. • Wawancara dan pengamatan lapangan, untuk verifikasi isu yang telah dirumuskan dari hasil tinjauan literatur dan diskusi kelompok terarah.
Pemetaan Kebijakan (sektor pangan) PUU
RUANG LINGKUP
JANGKAUAN
Review
UU No. 41/1999 ttg Kehutanan
Status dan fungsi hutan, pengurusan hutan (perencanaan, pengelolaan, Litbang/Diklat/Penyuluhan, pengawasan); masyarakat adat, kewenangan
Hulu 1, Hulu 2, Hilir1
Perhutanan sosial dan pembagian kewenangan pusat, provinsi, kab/kota
UU No. 18/2003 ttg Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Pencegahan perusakan hutan; pemberantasan perusakan hutan; kelembagaan; peran serta masyarakat; kerja sama internasional; pelindungan saksi, pelapor, dan informan; pembiayaan; sanksi.
Hulu 1, Hulu 2
Penerapan sanksi dan penegakan hukum terhadap perusakan hutan belum berjalan dengan baik
UU No. 41/2009 ttg Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan
perencanaan dan penetapan; pengembangan; penelitian; pemanfaatan; pembinaan; pengendalian; pengawasan; sistem informasi; perlindungan dan pemberdayaan petani; pembiayaan; dan peran serta masyarakat.
Hulu 1, Hulu 2, Hilir1
Alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian akibat tdk optimal dalam erlindungan lahan pertanian; Cetak sawah hanya cocok di pulau JAwa
UU 18/2012 ttg Pangan
Perencanaan; ketersediaan; keterjangkauan pangan, konsumsi Pangan dan Gizi; keamanan Pangan; label dan iklan Pangan; pengawasan; sistem informasi Pangan; penelitian dan pengembangan Pangan; kelembagaan Pangan;
Hulu 1, Hulu 2
Kedaulatan pangan dan perlindungan petani
Isu Strategis 1: Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki kawasan pesisir yang ekstensif, sangat rentan terhadap risiko dan dampak perubahan iklim.
Sumber: BNPB, 2014
Sekitar 80% dari bencana di Indonesia adalah bencana terkait iklim dan sisanya adalah bencana geologi dan konflik.
Krisis pangan, air dan energi: • Penurunan neraca air pada musim kemarau dan peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan krisis air yang semakin parah. • Terjadinya krisis pangan karena semakin menyusutnya luas area pertanian akibat konversi lahan, serta meningkatnya nilai impor pangan. • Kebutuhan energi dari batubara, minyak dan gas akan meningkat namun tidak diimbangi dengan kemampuan produksi.
@URDI
Sumber: URDI, 2016
Isu Strategis 2: Adanya kebijakan yang tidak konsisten dan tumpang tindih serta belum melindungi prakarsa cerdas masyarakat. • Pengelolaan hutan masyarakat (HKm), hutan desa (HD), dan hutan tanaman rakyat (HTR) saat ini terhambat oleh pemberlakuan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana kewenangan persetujuan akhir berpindah dari Bupati ke Gubernur. • Ketidakpastian hukum telah mengakibatkan maraknya sengketa dan konflik lahan, terutama pada lahan perkebunan sawit, hutan tanaman industri dan pertambangan. • Sebagian besar kebijakan Pemerintah masih bersifat mengatur dan belum melindungi prakarsa masyarakat dalam menangani krisis lingkungan hidup dan dampak perubahan iklim. • Insiatif masyarakat untuk melakukan perlindungan lingkungan tidak mendapat insentif dari pemerintah.
Prakarsa Cerdas Masyarakat untuk Ketangguhan Iklim • Inisiatif masyarakat Desa Segamai (Riau) menjaga kelestarian hutan tersisa melalui pembentukan Hutan Desa, meskipun dalam prosesnya terbentur dengan ketidakkonsistenan hukum. • Inisiatif pengelolaan hutan adat oleh masyarakat di Desa Guguk (Jambi) dengan didasari prinsip keberlanjutan dan kelestarian ekosistem hutan, meskipun pernah mengalami kekecewaan karena dijanjikan dana REDD. • Upaya komunitas adat menyelamatkan keamanan air di Pulau Semau (Nusa Tenggara Timur) atas dasar tata kuasa adat dalam memproteksi dan mengatur distribusi sumber mata air yang ada, sementara Pemerintah sibuk dengan penentuan sertifikasi tanah. • Upaya Terminal Benih, Cibinong menyelematkan benih warisan sebagai modal keamanan pangan di pusat kota yang justru semakin tergerus oleh kebijakan pemerintah yang cenderung berorientasi pada pertumbuhanan ekonomi dalam penyelenggaraan pembangunan. • Upaya penyelamatan generasi melalui pendidikan Sekolah Lipu di Tojo Una-Una dan pesantren di Bogor untuk menyiasati keterlanjuran penurunan kesadaran masyarakat terhadap nilai adat serta sumber daya alam tersisa dari gerusan ekploitasi kegiatan pertambangan dan perkebunan. • Inisiatif masyarakat adat Ciptagelar, Sukabumi dalam mempertahankan nilai adat agar warga mengelola alam secara seimbang untuk keamanan pangan, air, serta energi, dan tidak terpengaruh oleh pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat.
Sumber: URDI, 2016
Isu Strategis 3: Kebijakan ekonomi yang berorientasi pada pemenuhan target pertumbuhan ekonomi dapat menghambat pencapaian keamanan pangan dan air. Konsep kebijakan tersebut menimbulkan maraknya investasi berbasis lahan yang dapat berimplikasi pada peningkatan emisi gas rumah kaca dan penyusutan luasan dan fungsi ekosistem. • Konversi kawasan hutan untuk pertambangan, perkebunan, dan pemanfaatan hutan lainnya mengakibatkan deforestasi dengan rata-rata 1,13 juta ha/tahun. • Izin usaha pertambangan terbesar di Indonesia adalah komoditas batubara yaitu sekitar 36%.
Kesimpulan • Visi ketangguhan iklim yang telah dicanangkan Pemerintah Indonesia tidak akan ada artinya apabila penyelenggaraan pembangunan terus menghasilkan emisi gas rumah kaca, menggerus fungsi ekosistem, dan merusak lingkungan. • Upaya yang perlu dilakukan: ① mengurai dan menuntaskan tunggakan masalah terkait pengelolaan tanah, air dan kekayaan alam yang menghambat terwujudnya pembangunan rendah karbon; ② meningkatkan kualitas pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan dengan mengacu pada data dan informasi keruangan (spasial) serta inventarisasi kekayaan alam hayati dan nir-hayati; dan ③ penerapan katup pengaman (safeguard instrument) seperti KLHS, AMDAL, UKL dan UPL yang berkualitas dalam proses perencanaan pembangunan melalui RTRW dan RPJM.
TERIMA KASIH Urban and Regional Development Institute (URDI) Rukan Royal Palace Blok C-3, Jalan Prof. Dr. Soepomo, Kav 178A Menteng Dalam Jakarta Selatan 12870 INDONESIA Phone: +62 21 8312087 Facs: +62 21 8312196 Website: http://www.urdi.org Email:
[email protected];
[email protected]