UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI MEDAN
ANALISIS DETERMINAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ) SKRIPSI
Diajukan oleh : ROMAULI H. GULTOM 040501034 Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Medan 2007
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI MEDAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI Nama NIM Departemen
:
:
Romauli H Gultom :
040501034
Ekonomi Pembangunan Konsentrasi
:
Moneter
Judul Skripsi : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
Tanggal,
Pembimbing
(Paidi Hidayat, SE. M.Si ) NIP : 132 307 086
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI MEDAN
BERITA ACARA UJIAN Hari
:
Tanggal
:
Nama
:
Romauli H Gultom
NIM
:
040501034
Departemen
:
Ekonomi Pembangunan Konsentrasi
Judul Skripsi
:
Moneter
: Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) di Bursa Efek Jakarta(BEJ)
Ketua Departemen
(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) NIP. 131 661 436
Penguji I
(Drs. A.Samad Zaino, MS) NIP. 130 517 476
Pembimbing
(Paidi Hidayat, SE, M.Si) NIP. 132 307 086
Penguji II
(Drs. H.B. Tarmizi, SU) NIP. 130 936 882
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS EKONOMI MEDAN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
Nama
:
NIM Departemen Judul Skripsi
:
Romauli H Gultom
: :
040501034
Ekonomi Pembangunan
Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
Tanggal,
Ketua Departemen
(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) NIP. 132 206 574
Tanggal,
Dekan
(Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec.) NIP : 131 285 985 Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
ABSTRACT
The aim of this research is to analyze the factors that influence the Composite Stock Price Index in Jakarta Stock Exchange. Those variable are exchange rate of Rupiah, inflation, interest rate, and Singapore Stock index. Data employed is time series in the period January 2004 until December 2006. Data sources are Central Bank of Indonesia and Indonesia Statistical Base. This research use econometries approach, wiyh Ordinary Least Square (OLS) method. Base the estimation, the results shows that prior of exchange rate and Singapore Stock Exchange influence significantly to the Composite Stock Price Index in Jakarta Stock Exchange. Inflation and interest rate are not significantly to Composite Stock Price Index. The exchange rate of Rupiah and interest rate negatively influence to the Composite Stock Price Index, but inflation and Singapore Stock Index positevely influence to the Composite Stock Price Index
Key Words : Composite Stock Price Index, Exchange rate, inflation, interest rate.and Singapore Stock Index.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
ABSTRAK
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Adapun variabel yang digunakan untuk menelaah hubungan yang terjadi terhadap IHSG di Bursa Efek Jakarta adalah nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, inflasi, suku bunga dan indeks saham Singapura. Data yang digunakan berupa data time series selama periode Januari 2004 sampai dengan Desember 2006.
Data –data yang dimaksud diperoleh dari publikasi resmi yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonometrika dengan metode kuadrat terkecil (OLS). Dengan menggunakan analisis regresi, hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan indeks saham Singapura berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta. Inflasi dan suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. Secara parsial, inflasi dan indeks harga Singapura memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap IHSG tetapi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar dan suku bunga berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
Kata Kunci : Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, inflasi, dan Indeks Saham Gabungan.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR Puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmad penyertaan, kasih setia serta hikmat kebijaksanaan-Nya kepada penulis sehingga mampu menyelesaikann penulisan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Adapun penulisan skripsi ini disusun dengan judul “Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Isi dan materi skripsi ini didasarkan pada penelitian kepustakaan serta perkembangan dan data-data sekunder yang terkait dengan hal yang diteliti. Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit tantangan yang harus dihadapi oleh penulis baik itu materil maupun moril, oleh sebab itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak yang terkait sehingga skripsi ini dapat diselesaikan, khususnya : 1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si sebagai Dosen Pembimbing 4. Bapak Drs.A. Samad Zaino, MS sebagai Dosen Penguji I 5. Bapak Drs. H.B. Tarmizi, SU sebagai Dosen Penguji II 6. Seluruh Staff Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendidik dan mengajarkan berbagai disiplin ilmu kepada Penulis. 7. Seluruh Staff Administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendukung penyelesaian dalam hal proses administrasi yang selama ini dibutuhkan. 8. Pimpinan dan seluruh Staff SDM Bank Indonesia Cabang Medan yang telah mengijinkan Penulis untul melakukan penelitian.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
9. Kedua orangtua tercinta ( B.P.Gultom dan A.Pasaribu ) atas segala cinta kasih, perhatian, dukungan dan semangat yang begitu berarti bagi Penulis. 10. Kakak tersayang ( Evaline G dan Margaretta G ) yang selalu memberikan motivasi bagi Penulis. 11. Sahabat-sahabatku ( Neny, Marty, Mei, Anjel, Chandra ) yang telah memberi semangat dan telah menjadi sahabat yang baik bagi Penulis.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak hal yang kurang dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk dapat meningkatkan kualitas skripsi ini sehingga pada akhirnya akan dapat dipergunakan dalam pengembangan dan pemahaman studi ilmiah.
Medan, 14 Desember 2007 Penulis
(Romauli H Gultom)
\
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
ABSTRACT……………..…………………………………………………. ABSTRAK……………….…………………………………………………. KATA PENGANTAR…..…………………………………………………. DAFTAR ISI……………..………………………………………………… DAFTAR TABEL……….…………………………………………………. viii DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. DAFTAR SINGKATAN..…………………………………………………. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang..………………………………………………….
i ii iii v
ix x 1
1.2. Perumusan Masalah….…………………………………………..
5
1.3. Hipotesis ……...………………………………………………….
5
1.4. Tujuan dn Manfaat Penelitian
6
…………………………………...
BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1. Investasi…………………………………………………………
7
2.1.1. Pengertian Investasi…...…………………………………..
7
2.1.2. Jenis-jenis Investasi…...…………………………………..
8
2.1.3. Determinasi Investasi….…………………………………..
8
2.1.4. Saham…..…………………………………………………
12
2.2. Nilai Tukar (Kurs)……………………………………………….
15
2.2.1. Pengertian Nilai Tukar (Kurs)..…………………………...
16
2.2.2. Perubahan Nilai Tukar Mata Uang…..……………………
18
2.2.3. Teori Nilai Tukar (Kurs)……...…………………………...
18
2.3. Tingkat Inflasi...………………………………………………….
22
2.3.1. Pengertian Inflasi……..…………………………………...
22
2.3.2. Penggolongan Inflasi……………………………………...
22
2.3.3. Teori Inflasi…...…………………………………………..
27
2.3.4. Kebijakan Mengatasi Inflasi………………………………
28
2.4. Tingkat Suku Bunga……………………………………………..
31
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
BAB III
2.4.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga…….…………………….
31
2.4.2. Faktor yang mempengaruhi suku bunga…………………..
31
2.4.3. Teori Tingkat Suku Bunga…...……………………………
34
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………
38
3.2. Jenis dan Sumber Data ………………………………………….
38
3.3. Pengolahan Data ………………………………………………..
38
3.4. Model Analisis Data ……………………………………………
39
3.5. Test of Goodness of Fit …………………………………………
40
3.5.1. Koefisien Determinasi (R-Square)………………………..
40
3.5.2. Uji t-statistik………………………………………………
40
3.5.3. Uji F-statistik……………………………………………...
40
3.6. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik………………………………
42
BAB IV
3.6.1. Multicolinearity…………………………………………...
42
3.6.2. Serial Correlation………………………………………….
44
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis Deskriptif………….…………………………………...
45
4.1.1. Pengertian Pasar Modal…………………….…………….
45
4.1.2. Pasar Modal di Indonesia…………………………………
47
4.1.3. Perkembangan Pasar Modal Indonesia……………………
49
4.1.4. Struktur Pasar Modal di Indonesia………………………..
55
4.1.5. Instrument Pasar Modal di Indonesia…………………….
56
4.1.6. Indeks Harga Saham …………………………………….
60
4.1.7. Jenis Indeks Harga Saham……………………………….
61
4.1.8. Metode Penghitungan Indeks Harga Saham.…………….
61
4.2. Perkembangan IHSG, Kurs, Inflasi, Suku Bunga, dan Indeks Saham Singapura……………………………………
65
4.2.1. Perkembangan IHSG…………………………………….
65
4.2.2. Perkembangan Nilai Tukar/Kurs………………………...
67
4.2.3. Perkembangan Inflasi……………………………………
70
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
4.2.4. Perkembangan Suku Bunga……………………………..
72
4.2.5. Perkembangan SSI……………………………………….
74
4.3. Analisis Data …….……………………………………………...
76
4.3.1. Hasil Analisis…………………………….………………
76
4.3.2. Interpretasi Model………………………………………..
77
4.3.3. Uji t-statistik……………………………………………..
78
4.3.4. Uji-F-statistik…………………………………………….
82
4.3.5. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik……………………….
84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……………………………………………………..
87
5.2. Saran ……………………………………………………………
87
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
xi
LAMPIRAN
SURAT PERNYATAAN
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
TABEL
JUDUL
HALAMAN
2.1.
Ciri-ciri Saham Atas Unjuk dan Atas Nama ……………… 13
4.1.
Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan.………….. 66
4.2.
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar………………………………………………………. 69
4.3.
Perkembangan Tingkat Inflasi……………………………... 71
4.4.
Perkembangan Tingkat Suku Bunga…………………. …... 73
4.5.
Perkembangan Singapore Stock Indeks…………………….75
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
JUDUL
HALAMAN
2.1.
Inflasi Tarikan Permintaan (Demand pull inflation)………… 24
2.2.
Inflasi Tarikan Biaya (Cost push inflation)….……………… 26
2.3.
Teori Klasik tentang tingkat suku bunga……………………. 35
4.1.
Uji t-statistik variabel nilai tukar……………….…………… 79
4.2.
Uji t-statistik variabel tingkat inflasi………….…………….. 80
4.3.
Uji t-statistik variabel tingkat suku bunga…………………... 81
4.4.
Uji t-statistik variabel Singapore Stock Index………………..82
4.5.
Uji F-statistik……………...………………………………... 83
4.6.
Uji Durbin Watson………….….…………………………… 85
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR SINGKATAN
IHSG
= Indeks Harga Saham Gabungan
SSI
= Singapore Stock Index
BEJ
= Bursa Efek Jakarta
PAKDES
= Paket Kebijaksanaan Desember
PAKTO
= Paket Kebijaksanaan Oktober
SBI
= Sertifikat Bank Indonesia
SBPU
= Surat Berharga Pasar Uang
BAPEPAM
= Badan Pengawas Pasar Modal
JATS
= Jakarta Automated Trading System
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Pasar modal dipandang sebagai salah satu sarana efektif untuk mempercepat pembangunan suatu negara. Hal ini dimungkinkan karena pasar modal merupakan wahana yang dapat menggalang pengerahan dana jangka panjang dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Pasar modal yang diyakini sebagai wahana penghimpun dana jangka panjang merupakan alternative sumber dana bagi perusahaan swasta, BUMN, maupun perusahaan daerah. Pasar modal dan lembaga perbankan sama-sama bertujuan untuk menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat tersebut. Apabila pengerahan dana masyarakat melalui lembaga-lembaga keuangan maupun pasar modal sudah dapat berjalan dengan baik, maka dana pembangunan yang bersumber dari luar negeri makin lama makin dikurangi. Salah satu kelebihan pasar modal adalah kemampuannya menyediakan modal dalam jangka panjang. Dengan demikian, untuk membiayai investasi pada proyekRomauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
proyek jangka panjang sudah selayaknya para pengusaha menggunakan dana-dana dari pasar modal.
Sedangkan untuk membiayai investasi jangka pendek seperti
kebutuhan modal kerja dapat digunakan dana-dana (misalnya kredit) dari perbankan. Bursa Efek adalah lembaga atau perusahaan yang menyelenggarakan atau menyediakan fasilitas sistem (pasar) untuk mempertemukan penawaran jual-beli efek antar berbagai perusahaan/perorangan yang terlibat dengan tujuan memperdagangkan efek perusahaan-perusahaan yang telah tercatat di bursa efek. Menurut Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, Bursa Efek adalah “pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka”. Di Indonesia, saat ini terdapat 2 bursa efek yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Pemegang saham Bursa Efek adalah perusahaan efek yang telah memperoleh izin usaha sebagai perantara pedagang efek. Berbicara tentang kegiatan pasar modal saat ini tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai Indeks Harga Saham.
Untuk mengetahui bagaimana kegiatan
ekonomi bergerak (naik atau turun) biasanya dilihat dari sisi indeks yang akan dicapai pada saat itu. Di surat-surat kabar biasanya juga dicantumkan bagaimana pergerakan indeks saham, khususnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari perdagangan terakhir. Indeks inilah yang paling banyak digunakan sebagai acuan tentang perkembangan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek. Semakin tinggi
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan
bahwa
kinerja di pasar modal juga membaik. Saham dipakai sebagai ukuran karena saham merupakan instrumen pasar modal yang paling banyak diminati oleh investor. Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Indeks Harga Saham dapat dijadikan indikator yang mencerminkan peningkatan ekonomi masyarakat. Adapun faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi harga saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ) diantaranya tingkat inflasi,tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap dollar, pertumbuhan ekonomi serta kondisi politik di dalam negeri.
Khusus dalam penelitian ini penulis hanya akan membahas
pengaruh tingkat suku bunga,nilai tukar rupiah terhadap dollar, inflasi,dan Indek Harga Saham negara lain (Singapura) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dalam melihat perkembangan kinerja dan prospek bursa secara strategis dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu aspek makro dan mikro,termasuk kinerja internal perusahaan. Aspek makro berarti mengaitkan dengan perkembangan faktor politik, sosial, ekologi, teknologi, hukum, dan ekonomi dalam lingkup nasional global, termasuk perkembangan bursa lain di pasar global. Faktor ekonomi yang mewarnai perkembangan bursa terutama adalah kurs mata uang, tingkat suku bunga dan inflasi. Jika dilihat dari sejak awal tahun sampai kini kinerja Bursa Efek Jakarta (BEJ) telah tumbuh sangat cepat. Pada awal 2004 posisi indeks harga saham gabungan (IHSG) berada pada posisi 752,93 dan kini Desember 2006 di 1805,52 atau naik 58,29%. Kenaikan inflasi dapat meningkatkan biaya produksi dari perusahaan sehingga dalam jangka panjang margin keuntungan dari perusahaan menjadi menurun. Namun bila inflasi hanya berlangsung seketika saja tanpa melalui proses waktu yang panjang, peningkatan biaya produksi menyebabkan peningkatan harga produk atau output perusahaan dan dampaknya dalam jangka pendek ialah margin keuntungan dari perusahaan dapat meningkat. Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Suku bunga mempunyai hubungan terbalik dengan perkembangan bursa. Apabila suku bunga naik maka perkembangan bursa cenderung melemah.
Jika
suku bunga meningkat maka masyarakat akan tertarik untuk menabung di bank. Di sisi lain, jumlah bank yang cukup banyak menyebabkan persaingan suku bunga yang tinggi agar masyarakat menyimpan uang di bank tersebut. Kondisi ini menyebabkan suku bunga simpanan akan menjadi lebih dari biasanya dan melebihi tingkat pengembalian hasil investasi di pasar modal. Akibatnya, investasi di pasar modal menjadi tidak menarik lagi dan investor akan berduyun-duyun mengalihkan dananya dari pasar modal ke simpanan bank karena memberikan tingkat pengembalian hasil yang lebih tinggi dan resiko yang lebih rendah. (Suara Merdeka) Pada Agustus 2006 bursa SSI di Singapura dan BEJ di Indonesia mempunyai nasib yang sama. Selama sepekan indeks harga saham di Singapura telah naik 1,47 % ke posisi 2482,39 sedangkan di BEJ naik dari posisi 1351,56 di awal pekan ke 1068,3 atau naik 6,42%. Berdasarkan penelitian memang ada pengaruh perkembangan bursa kawasan global terhadap BEJ. Diantara bursa di kawasan global perkembangan bursa SSI di Singapura mempuyai pengaruh signifikan terhadap BEJ. Perkembangan yang membaik di BEJ tidak terlepas dari perbaikan makro global yang mempengaruhi perkembangan bursa regional. Perkembangan burga regional yang digunakan sebagai pembanding antara lain Dow Jones (New York), SSI (Singapura), Hang Seng (Hongkong), KLSE (Kuala Lumpur), FTSE (London), dan Nikkei (Tokyo).
Dalam hal ini, penulis hanya
meneliti mengenai pengaruh indeks harga Singapura atau Singapore Stock Indeks terhadap perkembangan IHSG.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Faktor makro nasional yang memberi kontribusi atau pengaruh paling signifikan terhadap perkembangan BEJ adalah penguatan kurs rupiah terhadap dollar AS. Angka kurs rupiah mempunyai hubungan terbalik dengan perkembangan bursa. Jika rupiah menguat atau angka kurs turun, maka perkembangan bursa cenderung membaik den demikian pula sebaliknya.
Perhitungan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) memang dirancang untuk konsisten digunakan dalam mata uang Rupiah. Berdasarkan uraian di atas maka penulis memilih judul “Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) ”.
1.2. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan pada latar belakang, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap perubahan IHSG di Bursa Efek Jakarta? 2. Bagaimana pengaruh tingkat Inflasi terhadap perubahan IHSG di Bursa Efek Jakarta ? 3. Bagaimana pengaruh tingkat Suku Bunga pinjaman terhadap perubahan IHSG di Bursa Efek Jakarta? 4. Bagaimana pengaruh Indeks Saham Singapura (SSI) terhadap perubahan IHSG di Bursa Efek Jakarta?
1.3. HIPOTESA Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Hipotesa merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada yang masih perlu dikaji kebenarannya melalui data-data yang terkumpul. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesanya adalah sebagai berikut : 1. Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. 2. Tingkat Inflasi berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. 3. Suku Bunga Pinjaman berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta. 4. SSI berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta.
1.4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh nilai tukar Rupiah terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat inflasi terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 3. Untuk mengetahui pengaruh suku bunga pinjaman terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 4. Untuk mengetahui penagaruh Indeks Saham Singapura (SSI) terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah : Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pengetahuan bagi masyarakat mengenai IHSG di BEJ serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2. Hasil Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi bagi penulis lainnya untuk
menganalisa masalah yang berkenaan dengan IHSG di BEJ
BAB II URAIAN TEORITIS
2.1. INVESTASI 2.1.1. Pengertian Investasi Penanaman modal atau lebih sering disebut sebagai investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Adapun yang tergolong sebagai investasi yaitu meliputi pengeluaran atau perbelanjaan seperti: a. Pembelian berbagai jenis barang yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan. b. Perbelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, kantor dan lainnya.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional (Sukirno,2000:106-107)
Michael P Todaro, menyatakan sumber daya yang akan digunakan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi dimasa yang akan datang disebut sebagai investasi.
2.1.2. Jenis-Jenis Investasi Investasi terbagi menjadi 2 bagian yaitu Induced Invesment dan Autonomous Investment (Deliarnov;1995 :85) yaitu: a. Induced Invesment (Investasi Terpengaruh) Yang dimaksud dengan Induced Invesment adalah investasi yang diadakan akibat pertambahan permintaan, dimana pertambahan permintaan ini adalah akibat pertambahan pendapatan. Jelasnya , apabila pendapatan bertambah maka tambahan pendapatan akan dipergunakan untuk tambahan konsumsi. Sedangkan tambahan konsumsi pada hakekatnya adalah tambahan permintaan.
b. Autonomous Investment (Investasi Otonom) Yang dimaksud dengan Autonomous Invesment adalah investasi yang dilaksanakan secara bebas, artinya investasi itu diadakan bukan karena pertambahan permintaan secara efektif tetapi justru untuk menciptakan atau menaikkan permintaan efektif. Atau dengan kata lain, investasi otonom adalah pembentukan modal yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional. Jadi, tinggi rendahnya Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan.
2.1.3. Determinasi Investasi Berbeda dengan yang dilakukan oleh para konsumen (Rumah Tangga) yang membelanjakan bagian terbesar dari pendapatan mereka untuk membeli barang dan jasa yang mereka butuhkan. Penanam modal atau investor melakukan investasi besar bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi untuk mencari keuntungan. Dengan demikian banyaknya keuntungan yang akan diperoleh besar sekali peranannya dalam menentukan tingkat investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian. Setiap keputusan investasi melibatkan lima unsur pokok yang dapat disebut dengan determinasi investasi. Dalam setiap proses pengambilan keputusan investasi, unsur-unsur tersebut akan muncul. Kelima unsur tersebut adalah sebagai berikut (Samiaji,Usman:1988:61) 1. Kondisi Investor 2. Motif Investasi. 3. Media Investasi. 4. Teknik dan Modal analisis termasuk jenis informasi dan cara pengolahannya. 5. Strategi investasi. Kondisi investor meliputi kondisi keuangannya dan sikap terhadap resiko. Proses psikologi seorang investor dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya pada umumnya mengikuti urutan-urutan yang sama.
Penghasilan pertama akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti papan, sandang, pendidikan. Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Lapisan penghasilan berikutnya akan digunakan untuk core invesment, yaitu dengan tingkat keamanan yang tinggi dan keuntungan yang terukur. Seandainya seorang investor memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi lagi, baru ia akan mengarahkan dananya untuk investasi yang lebih agresif yaitu investasi dengan tingkat resiko yang lebih tinggi dan potensi pendapatan yang lebih tinggi pula. Investor umumnya memiliki motif investasi yang tidak tunggal.
Namun,
intensitas motif-motif seperti keamanan, pertumbuhan, pendapatan, fasilitas pajak dan spekulasi, berbeda dari investor yang satu dengan yang lain. Media investor sebagai unsur ketiga menyodorkan pilihan antara real asset dan finansial asset.
Berkembangnya perekonomian, cenderung menggeser objek
investasi dari real asset seperti tanah, ke arah finansial asset baik pasar uang maupun di pasar moodal. Saham sebagai objek investasi utama di pasar modal memiliki karakteristik yang memungkinkan seorang pemodal mempunyai pilihan yang tepat. Ada dua potensi keuntungan dari investasi di Bursa Efek Jakarta yaitu berupa keuntungan yang diperoleh perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham (deviden) dan jika investor menjual sahamnya diatas harga belinya. Untuk itu, maka perlu dilakukan analisis baik secara fundamental (fundamental analysis) maupun secara teknik (technical analysis). Unsur yang terakhir yaang perlu diperhatikan sebelum berinvestasi adalah pemilihan strategi. Dalam hal ini, kunci utama untuk sukses dalam investasi di Bursa Efek adalah pemilihan strategi yang tepat agar investasi yang dilakukan memberikan hasil yang optimal. Yang dimaksud dengan strategi disini adalah menyangkut halhal bagaimana saham yang telah dibeli itu diperlakukan. Apakah disimpan terlebih
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
dahulu baru dijual kemudian, atau memfokuskan membeli saham pada saham kelompok industri tertentu, atau membeli efek dengan karakteristik tertentu. Ada beberapa teknik sederhana yang sering dilakukan oleh para investor di Bursa Efek yakni : (Samiaji,Usman; 1998: 174) 1. Beli di pasar perdana, jual di pasar sekunder Para pemburu agio berkeyakinan, bahwa harga akan naik begitu emiten saham dicatatkan di bursa.
2. Beli dan simpan Taktik ini dilandasi oleh keyakinan para investor, bahwa suatu perusahaan akan berkembang dalam jangka panjang. Baik itu karena perusahaan tersebut berada pada growing sector industri atau karena sifat usaha dan produknya strategis. 3. Strategi Berpindah Biasanya taktik ini digunakan para spekulan, dimana mereka memanfaatkan siklus harga individual.
Akan tetapi taktik ini mengharuskan investor
mengikuti gerakan pasar dari dekat dan setiap saat. Dengan informasi yang akurat, mereka berpindah dari saham yang diperkirakan atau turun harganya ke saham yang diperkirakan harganya akan naik. 4. Konsentrasi pada industri Di Indonesia sektor pertekstilan, agrobisnis, dan jasa keuangan merupakan sektor yang berkembang dengan cepat. Banyak investor yang memusatkan investasinya pada lending sektor seperti ini.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Seperti yang disebutkan di atas, bahwa salah satu bentuk investasi adalah investasi di pasar modal. Dewasa ini, instrument yang sudah ada di pasar modal terdiri dari saham, obligasi dan sertifikat. Sekuritas yang diperdagangkan di bursa efek adalah saham dan obligasi, sedangkan sertifikat yang diperdagangkan di luar bursa melalui bank pemerintah.
2.1.4 Saham Saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu perseroan terbatas. Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka manfaat yang diperoleh diantaranya berikut ini: a.
Deviden, bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemilik saham.
b.
Capital gain adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual dan harga belinya.
c.
Manfaat non-finansial yaitu timbulnya kebanggaan dan kekuasaan memperoleh hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan.
Dari berbagai jenis saham yang dikenal di bursa, yang diperdagangkan adalah saham biasa (common stock) dan saham preferen (prefered stock).
♦ Saham Biasa (Common Stock)
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Saham biasa merupakan salah satu jenis efek yang paling banyak diperdagangkan di pasar modal. Bahkan saat ini dengan semakin banyaknya emiten yang mencatatkan sahamnya di bursa efek, perdagangan saham semakin marak dan menarik para investor untuk terjun dalam jual beli saham. Saham biasa ada dua jenis yaitu saham atas nama dan saham atas unjuk. Ciriciri dari saham atas nama dan saham atas unjuk dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. 1 Ciri-ciri saham atas unjuk dan saham atas nama SAHAM ATAS UNJUK 1. Mudah diperdagangkan
ATAS NAMA
2. Tidak perlu daftar pemegang saham
1. Prosedurnya panjang jika diperdagangkan karena memerlukan pernyataan pemindahan (PPH)
3. Pemegang saham anonim (tidak diketahui nama pemilik saham) sehingga sukar untuk diawasi
2. Harus ada yang mencatat nama-nama dari pemegang saham (Daftar Pemilik Saham) antara lain :
4. Bisa dipalsukan 5. Kalau hilang sukar diganti 6. Pembuatannya sukar karena syaratsyaratnya berat. Misalnya: •Kertas harus linen/katun 80% •Berat Kertas 1 m = 100 gram •Warna minimum 4 macam
• Transfer Agent, yang pekerjaanya memindahkan nama pemegang saham lama ke pemegang saham baru • Registrat • Clearing Agent, yang pekerjaannya mengeluarkan saham-saham atas nama yang diperdagangkan 3. Nama-nama pemegang saham diketahui, sehingga mudah diawasi
7. Sukar diawasi 4. Sukar dipalsukan 5. Kalau hilang mudahGabungan diganti (IHSG) Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. 6. Pembuatannya relatif mudah USU Repository © 2009 7. Mudah diawasi
♦Saham Preferen (Preferred Stock) Sahan preferen merupakan saham yang diberikan atas hak untuk mendapatkan deviden dan atau bagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa, disamping itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pancalonan direksi/komisaris. Saham preferen mempunyai ciri-ciri yang merupakan gabungan dari hutang dan modal sendiri (debt dan equity). Ciri-ciri penting dari saham preferen adalah sebagai berikut : a. Hak utama atas deviden Pemegang saham preferen mempunyai hak lebih dulu untuk menerima deviden. Dengan kata lain, pemegang saham preferen harus menerima deviden mereka terlebih dahulu sebelum deviden dibagikan kepada para pemegang saham biasa. b. Hak utama atas aktiva perusahaan Dalam likuidasi, pemegang saham preferen berkedudukan sesudah kreditur biasa tetapi sebelum pemegang saham biasa.
Mereka berhak menerima pembayaran
maksimum sebesar nilai nominal saham preferen, sesudah para kreditur perusahaan termasuk pemegang obligasi dilunasi. Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
c. Penghasilan tetap Penghasilan tetap para pemegang saham preferen biasanya berupa jumlah yang tetap. Misalnya, saham preferen 15% memberikan hak kepada pemegang saham untuk menerima deviden sebesar 15% dari nilai nominal tiap tahun. Kadang-kadang pemegang saham preferen juga turut mendapat pembagian laba.
d. Jangka waktu yang tidak terbatas Umumnya saham preferen dikeluarkan untuk jangka waktu yang terbatas. Akan tetapi dapat juga pengeluaran saham preferen dilakukan dengan syarat bahwa perusahaan mempunyai hak untuk membeli kembali saham preferen tersebut dengan suatu harga tertentu. e. Tidak mempunyai hak suara Umumya para pemegang saham preferen tidak mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Kalaupun hak suara diberikan biasanya dibatasi pada hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan manajemen perusahaan.
2.2 NILAI TUKAR (KURS) 2.2.1 Pengertian Nilai Tukar (Kurs) Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang dengan mata uang negara lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut dan inilah yang disebut dengan nilai tukar atau kurs.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Jadi, secara umum kurs atau nilai tukar dapat diartikan sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang asing atau harga mata uang luar negeri terhadap mata uang domestik (Lindert, 1999: 336).
2.2.2. Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Ada beberapa perubahan kurs mata uang yaitu devaluasi, revaluasi, depresiasi dan apresiasi.
Perubahan ini dapat disebabkan oleh mekanisme penawaran dan
permintaan pasar, maupun disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Devaluasi merupakan penurunan nilai tukar satu mata uang domestik misalnya rupiah relatif terhadap mata uang asing tertentu , misalnya US dollar yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah.
Devaluasi hanya dapat terjadi jika nilai
rupiah dikaitkan terhadap US dollar dan pemerintah dengan sengaja mengubah nilai rupiah relatif terhadap dollar. Jika pemerintah tidak mengaitkan lagi Rp terhadap US $ dan perubahan nilai tukar terjadi dengan sendirinya, istilah ini tidak berlaku lagi. Dengan demikian, istilah devaluasi hanya berlaku dalam sistem nilai tukar tetap dimana suatu mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang asing tertentu. Pemerintah sewaktu-waktu mengubah besarnya nilai relatif mata uang domestik terhadap mata uang asing tertentu tersebut. Lawan dari devaluasi adalah revaluasi. Revaluasi merupakan kenaikan nilai tukar satu mata uang domestik terhadap mata uang asing tertentu. Sama dengan devaluasi istilah revaluasi hanya berlaku dalam sistem nilai tukar tetap. Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Perubahan kurs mata uang juga disebabkan oleh mekanisme penawaran dan permintaan pasar. Penurunan nilai tukar satu mata uang domestik, misalnya Rp relatif terhadap mata uang asing, misalnya US dollar yang disebabkan gerakan permintaan dan penawaran RP dan US $ di pasar valuta asing disebut dengan depresiasi.
Istilah depresiasi ini berlaku dalam sistem nilai tukar mengambang
dimana pemerintah tidak mengaitkan mata uang domestik dengan mata uang asing tertentu. Pemerintah juga tidak dapat mengubah nilai relatif mata uang domestik terhadap mata uang asing tertentu. Apresiasi merupakan lawan dari depresiasi. Apresiasi merupakan kenaikan nilai tukar satu mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing tertentu. Sama dengan depresiasi, istilah apresiasi hanya berlaku dalam sistem nilai tukar mengambang. Berkaitan dengan perubahan kurs mata uang, dikenal istilah soft currency dan hard currency. Suatu mata uang dikategorikan soft currency jika mata uang tersebut diperkirakan akan mengalami devaluasi atau depresiasi relatif terhadap mata uang asing utama. Pengecualian terjadi dalam kasus bank central mempertahankan nilai kurs pada tingkat yang lebih rill. Suatu mata uang dapat dikategorikan hard currency jika mata uang tersebut diperkirakan akan mengalami revaluasi ataau apresiasi relatif terhadap mata uang asing utama. Dalam prakteknya, terdapat beberapa mata uang asing yang dianggap hard currency meskipun nilainya selalu berubah-ubah. Mata uang tersebut diantaranya US dollar, Yen, dan Poundsterling. Terdapat dua cara untuk menyatakan kurs yaitu : a.
Model Eropa yang sering disebut sebagai Indirect Quote.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Model ini merupakan cara yang paling umum dipakai dalam perdagangan valuta asing atau antar bank seluruh dunia.
Penetapan kursnya dilakukan
berdasarkan pada beberapa unit mata uang asing yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang dalam negeri. Contohnya, kurs US dollar terhadap rupiah (Rp) pada tanggal 16 Maret 2004 adalah 0,000016 US$ per 1 Rp. Kurs ini biasa disebut sebagai harga satu unit mata uang domestik dalam mata uang asing.
b.
Model Amerika yang sering disebut sebagai Direct Quote. Model ini disebut sebagai harga satu unit mata uang asing dalam mata uang
domestik. Contohnya kurs Rp terhadap Dollar pada tanggal 16 Maret 2004 adalah sebesar Rp.8610,00 per US$. Dengan kata lain model ini menjelaskan beberapa unit Rp yang dibutuhkan untuk membeli satu unit US dollar. Kurs ini merupakan kurs yang biasa dipakai di Indonesia.
2.2.3. Teori Nilai Tukar (Kurs) Ada beberapa teori ekonomi yang membahas tentang nilai tukar uang (Dominic, 1997:429-432). 1. Pendekatan Perdagangan Elastisitas terhadap Pembentukan Nilai Tukar Yakni nilai tukar dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya perdagangan barang dan jasa yang berlangsung diantara kedua negara tersebut.
Menurut
pendekatan ini, kurs equilibrium adalaah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan ekspor dari suatu negara jika nilai impor negara tersebut lebih besar daripada nilai ekspornya.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Penurunan nilai tukar mata uang akan membuat harga dari berbagai komoditi eksportnya menjadi lebih murah bagi importir atau pihak asing sedangkan produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi produk domestik. Akibatnya lambat laun ekspor negara tersebut akan mengalami kenaikan sedangkan impornya akan terus menurun sampai pada akhirnya nilai perdagangaan internasional benar-benar seimbang.
2. Teori Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity Theory) Teori paritas daya beli merumuskan bahwa kurs antara dua mata uang adalah identik dengan rasio dari tingkat harga umum dari kedua negara yang bersangkutan. Artinya, penurunan daya beli mata uang domestik akan diiringi dengan depresiasi mata uangnya secara proporsional dalam pasar valas. Sebaliknya, kenaikan daya beli mata uang domestik akan diiringi dengan apresiasi mata uangnya secara proporsional. Menurut teori ini, pasar valas berada pada kondisi keseimbangan apabila semua deposito atau simpanan dalam berbagai valas menawarkan tingkat imbalan yang sama (Krugman, 1992 : 66). Kondisi dimana tingkat imbalan yang ditawarkan semua simpanan dalam berbagai valas sama disebut kondisi paritas suku bunga (interest parity). Dengan kata lain, segenap simpanan valas menawarkan tingkat imbalan resiko kurs, dan kemungkinan perubahan kurs secara keseluruhan setara, sehingga prospek keuntungan ataupun daya tarik atas asset-asset tersebut besar. Kenaikan suku bunga dari simpanan suatu mata uang domestik menyebabkan mata Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
uang domestik tersebut mengalami depresiasi terhadap mata uang asing, dengan asumsi kondisi yang lainnya tetap (perkiraan kurs dimasa mendatang tidak berubah).
3. Pendekatan Moneter (Monetary Approach) Pendekatan moneter merumuskan bahwa nilai tukar (kurs) tercipta dalam proses penyamaan atau penyeimbangan stock atau total permintaan dan penawaran mata uang nasional di masing-masing negara. Penawaran uang disuatu diasumsikan dapat ditetapkan atau di ciptakan secara independen oleh otoritas moneter dari negara yang bersangkutan. Namun sebaliknya, permintaan uang sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan riil negara tersebut atau harga-harga umum yang berlaku serta suku bunga, dimana permintaan uang berbanding lurus dengan harga–harga umum dan berbanding terbalik terhadap suku bunga. Pada tingkat pendapatan riil atau harga-harga tertentu, suku bunga equilibrium terbentuk pada titik perpotongan antara kurva permintaan dan penawaran uang yang ada di suatu negara. Jadi, pendekatan moneter dapat juga dikatakan terlalu mengutamakan peranan uang (sektor moneter) dan cenderung mengabaikan perenan penting yang dimainkan oleh perdagangan barang dan jasa(sektor riil sebagai suatu faktor pokok yang memperngaruhi besar kecilnya nilai tukar (kurs) khususnya dalam jangka panjang. Selain itu, pendekatan moneter mengasumsikan bahwa asset-asset finansial domestik dan luar negeri seperti obligasi yang diterbitkan oleh satu negara sangat berbeda, baik jenis maupun bobotnya dibandingkan dengan obligasi yang diterbitkan oleh negara-negar lain.
Hal inilah sebagai sumber
kelemahan dari pendekatan moneter yang dianggap bertumpuh pada sejumlah asumsi yang kurang realistis. Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
4. Pendekatan Keseimbangaan Portofolio (Portofolio Balance Approach) Pendekatan ini merumuskan bahwa nilaai tukar (kurs) sesungguhnya terbentuk dalam proses dan penyeimbangan stok
atau total permintaan dan
penawaran asset-asset finansial (dalam hal ini, uang dipandang hanya merupakan salah satu bentuk dari sekian banyak jenis asset finansial) dalam setiap negara.
Asumsi yang dipergunakan dalam pendekatan ini adalah : a. Obligasi domestik dan obligasi luar negeri sebagai substitusi yang tidak sempurna b. Memperhitungkan arti penting perdagangan (sektor rill) Menurut pendekatan ini, kenaikan penawaran uang di negara domestik akan mendorong terjadinya kemerosotan di negara yang bersangkutan sehingga akan membuat para investor menukarkan obligasi domestiknya menjadi mata uang domestik dan obligasi luar negeri. Pembelian secara besar-besaran atas obligasi luar negeri itu dengan sendirinya menimbulkan depresiasi atas mata uang domestik. Selanjutnya depresiasi itu merangsang peningkatan ekspor negara domestik dan sekaligus menyurutkan impor. Hal ini menciptakan surplus perdagangan bagi domestik yang segera disusul oleh apresiasi mata uangnya. Apresiasi ini meredam sebagian depresiasi yang telah terjadi sebelumnya. Dengan demikian, pendekatan keseimbangan portofolio ini menjelaskan terjadinya lanjutan nilai tukar mata uang (kurs). Namun tidak seperti pendekatan moneter, pendekatan keseimbangan Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
portofolio ini juga menjelaskan secara eksplisit dengan mengaitkan peran perdagangan dalam proses penyesuaian nilai tukar (kurs) dalam jangka panjang.
2.3. TEORI INFLASI 2.3.1 Pengertian Inflasi Defenisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) besar dari harga barangbarang lain (Boediono, 1987: 161)
2.3.2. Penggolongan Inflasi a. Dilihat dari tingkat keparahannya (besar/kecilnya), inflasi dapat digolongkan ke dalam : • Inflasi Ringan, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih kecil dari 10% per tahun. • Inflasi Sedang, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya terletak antara 10% sampai 30% per tahun.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
• Inflasi Berat, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya antara 30% sampai 100% per tahun. • Hiper Inflasi, yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih dari 100% per tahun.
b. Dilihat dari asal usul terjadinya, inflasi dapat digolongkan ke dalam : • Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Domestic Inflation) Inflasi yang berasal dari dalam negeri. Misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru. Akibat dari pencetakan uang baru tersebut pada akhirnya akan menimbulkan inflasi. • Inflasi yang berasal dari luar negeri Inflasi ini terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri terutama pada barang-barang impor atau kenaikan bahan baku yang belum dapat diproduksi di dalam negeri. Kenaikan harga barang impor, yang merupakan salah satu komponen Indeks Harga Konsumen, akan meningkatkan biaya produksi.
c. Dilihat dari kecepatannya, inflasi dapat digolongkan ke dalam : • Inflasi Lunak atau mild inflation • Inflasi cepat atau galloping inflation Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
• Inflasi meroket atau sky-rocketting inflation • Hiper Inflasi atau Hyper Inflation
d. Dilihat dari penyebab terjadinya, inflasi dapat digolongkan ke dalam : • Demand pull Inflation Yaitu inflasi yang disebabkan kenaikan permintaan barang dan jasa dengan peningkatan output dengan kata lain permintaan agregar meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produksi perekonomian, sehingga harga naik ke atas untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan agregat. Salah satu teori inflasi tarikan permintaan yang berpengaruh menyatakan bahwa jumlah uang beredar adalah determinan utama inflasi. Alasan dibalik pendekatan ini adalah bahwa pertumbuhan jumlah uang beredar meningkatkan permintaan agregat yang pada gilirannya menaikkan tingkat harga.
Pada gambar dibawah ini
menunjukkan suatu demand inflation. Karena permintaan masyarakat akan barangbarang (agregate demand) bertambah (misalnya, karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yaang dibiayai oleh pencetakan uang,atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah ), maka kurva agregat demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2. S Harga
H2 H1 D2 Gabungan (IHSG) Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009 D1 Output
• Cost Push Inflation Yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga faktor-faktor produksi sehingga harga jual outputnya semakin tinggi. Dalam mencari penjelasan mengenai inflasi dorongan biaya, para ekonom seringkali memulainya dengan upah yang merupakan bagian penting dari biaya-biaya usaha. Beberapa ekonomi menunjuk serikat pekerja sebagai pihak yang bertanggung jawab karena mereka memaksa untuk meningkatkan upah dalam bentuk uang sekalipun sebagian besar anggota mereka tidak lagi bekerja. Pandangan mengenai serikat pekerja sebagai akibat inflasi dorongan biaya seperti ini tidak sesuai dengan kenyataan historis yaang kompleks.
Harga minyak
meningkat dan biaya-biaya usaha untuk produksi meningkat. Akibat akhir dari kasus tersebut memang tidak sama untuk tiap periode, letusan dari inflasi dorongan biaya mengikuti peningkatan harga minyak. Proses penetapan upah dan gaji dengan melihat ke kondisi masa mendatang dapat diperluas ke seluruh pekerja.
Cara pengambilan keputusan seperti ini juga
diterapkan ke banyak harga produk seperti biaya pendiddikan tinggi, harga model otomotif, dan harga percakapan telepon jarak jauh yang tidak mudah diubah setelah diterapkan. Dikarenakan panjangnya waktu yang diperlukan untuk memodifikasikan perkiraan inflasi dan menyesuaikan sebagian besar tingkat upah dan harga, inflasi Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
inersial hanya akan menghasilkan guncangan atau perubahan besar dalam kebijakan ekonomi.
S2 Harga S1 H2 H1
D1
Output Q2
Q1
Gambar 2.2 : Inflasi tarikan biaya (cost push inflation)
Pada gambar 2.2 menunjukkan bahwa bila biaya produksi naik (misalnya, karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser dari S1 ke S2. Perbedaan dari kedua inflasi ini adalah terletak pada urutan dari kenaikan harga. Dalam demand inflation kenaikan harga barang-barang input dan harga-harga faktorRomauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
faktor produksi (upah dan sebagainya).
Sebaliknya, dalam cost push inflation
kenaikan harga-harga barang-barang input dan harga-harga faktor produksi mendahului kenaikan harga barang-barang akhir (output). Kedua macam inflasi ini jarang sekali ditemukan dalam praktek bentuknya yang murni. Pada umumnya, inflasi yang terjadi adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.
2.3.3. Teori Inflasi Secara garis besar terdapat tiga kelompok yang mengemukakan masalah inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi. 1. Teori Kwantitas Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga.
Inti dari teori ini adalah
sebagai berikut : a. Inflasi hanya bisa terjadi kalo ada penambahan volume jumlah uang yang beredar. b. Laju inflasi ditentukan oleh pertambahan jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang. 2. Teori Keynes Teori Keynes menyatakan inflasi didasarkan atas teori makronya.
Teori ini
menyoroti aspek lain dari inflasi. Menurut teori ini, inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonomisnya.
Proses inflasi menurut
pandangan ini tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompokkelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya menimbulkan keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang selalu melebihi jumlah barangbarang yang tersedia, sehingga menimbulkan inflationary gap. 3. Teori Struktural Teori ini memberi tekanan pada ketegaran (inflexibilities), dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang, karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian. Menurut teori ini ada dua hal yang utama dalam
perekonomian
negara-negara
yang
sedang
berkembang
yang
bisa
menimbulkan inflasi antara lain : 1. Berupa ketidakelastisan dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. 2. Berkaitan dengan ketidakselastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri. Dikatakan bahwa produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan pendapatan perkapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung menaik melebihi kenaikan harga bahan-bahan lain. Proses inflasi yang timbul karena kedua hal tersebut diatas dalam prakteknya tidak berdiri sendiri-sendiri. Umumnya kedua proses tersebut saling berkaitan dan sering sekali memperkuat satu sama lain.
2.3.4 Kebijakan untuk mengatasi Inflasi Kebijaksanaan Moneter Cara-cara mengatasi inflasi melalui kebijaksanaan moneter untuk sebagian besar sesungguhnya berhubungan dengan politik Bank Sentral. Tujuannya adalah Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
untuk mengurangi pengeluaran dari masyarakat seluruhnya.
Bank Sentral dapat
menyempitkan pemberian kredit atau mengurangi jumlah uang beredar dalam masyarakat dengan tiga cara yaitu : 1. Politik Diskonto Keinginan orang-orang atau badan usaha untuk mengadakan pinjaman kepada badan-badan kredit berhubungan erat dengan keuntungan yang diharapkan dari investasi yang akan dijalankan dan besarnya bunga yang harus dibayar dari modal yang dipinjam.
Jika bunga pinjaman semakin besar, maka ada kecenderungan
tertahannya aktivitas yang besar yang pembiayaannya didasarkan atas pinjaman dari badan kredit. Dengan demikian, jika Bank Sentral menetapkan bunga kredit yang tinggi akan mengakibatkan bank-bank umum mengurangi pinjamannya dari bank Sentral. Hal ini akan mengakibatkan pinjaman dari masyarakat pun akan berkurang dari bankbank umum ataupun badan-badan kredit, yang berarti akan mengurangi tekanan inflasi.
2. Politik Pasar Terbuka Salah satu cara umum yang dipergunakan untuk mengatasi inflasi oleh Bank Sentral adalah dengan mengadakan politik pasar terbuka. Politik pasar terbuka yang digunakan untuk mengatasi inflasi ini kadang-kadang disebut juga sebagai “Tight Money Policy”. Dengan kebijakan ini diharapkan bank sentral akan menjual suratsurat berharga seperti obligasi kepada masyarakat. Karena penjualan ini ditujukan pula kepada bank umum maka hal ini mengakibatkan uang berkurang dari tangan masyarakat dan dari bank umum tersebut. Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Cash ratio adalah perbandingan antara uang tunai bank-bank ditambah dengan demand deposit bank sentral terhadap demand deposit masyarakat terhadap bankbank yang bersangkutan. Menaikkan cash ratio atau reserve requirement daripada bank-bank dagang merupakan suatu tindakan anti inflasi, oleh karena hal ini selain mengurangi kemungkinan memenuhi permintaan kredit dari anggota masyarakat.
Kebijakan Fiskal 1. Penurunan Pengeluaran Pemerintah Ada dua sektor yang menyebabkan timbulnya inflasi, yaitu sektor pemerintah dan sektor swasta. Dalam mempengaruhi pengeluaran sektor swasta ini dapat dilakukan dengan kebijaksanaan moneter. Tetapi supaya pengeluaran tersebut benar dapat dikurangi, kebijaksanaan tersebut harus dibarengi dengan kebijaksanaan fiskal berupa pengeluaran pemerintah (Government Expenditure) untuk bisa menetralisir kenaikan pengeluaran swasta sehingga pengeluaran aggregate dalan perekonomian bisa dikendalikan. 2. Menaikkan Pajak Dalam keadaan dimana perekonomian jumlah uang beredar terlalu besar, sehingga menyebabkan terjadinya inflasi. Maka dengan mengurangi jumlah uang yang beredar dengan jalan menaikkan pajak dapat mengurangi tingkat inflasi tersebut. Dengan adanya kenaikan pajak, berarti penghasilan seseorang akan berkurang oleh karena sebahagian dari penghasilan itu dalam bentuk pajak diberikan kepada pemerintah.
3. Mengadakan Pinjaman Pemerintah Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Suatu cara untuk mengatasi masalah inflasi yang cukup efektif adalah dengan mengadakan pinjaman pemerintah, terutama pinjaman paksaan. Hal ini juga dianjurkan oleh Keynes dalam rencananya untuk membiayai peperangan, yaitu sebagian dari gaji atau upah pegawai dan buruh dipotong untuk disimpan untuk menjadi pinjaman pemerintah selama jangka waktu yang ditentukan. Pinjaman paksaan ini sebenarnya lebih banyak dianut pada masa peperangan, meskipun kadang-kadang dijalankan pula dalam masa keadaan atau perekonomian yang buruk.
2.4. TINGKAT SUKU BUNGA 2.4.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga Tingkat suku bunga mempunyai pengertian yaitu harga dari penggunaan uang yang dinyatakan dalam persen untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku bunga sebagai harga ini bisa juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu rupiah sekarang dengan satu rupiah nanti (Boediono,1998 :75).
2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah : a. Kebutuhan dana Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Dengan meningkatnya suku bunga
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
simpanan akan menarik nasabah untuk menyimpan uang di bank. Dengan demikian kebutuhan dana dapat terpenuhi. b. Persaingan Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing. Dalam arti jika tingkat bunga simpanan rata-rata 16% per tahun, maka jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan dinaikkan di atas bunga pesaing misalnya 17% per tahun. Namun sebaliknya tingkat suku bunga pinjaman harus berada di bawah pesaing. c. Kebijaksanaan Pemerintah Dalam kondisi tertentu pemerintah dapat menentukan batas maksimal atau minimal suku bunga, baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman. Dengan ketentuan batas minimal atau maksimal bunga simpanan maupun bunga pinjaman bank tidak boleh melebihi batas yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. d. Target laba yang diinginkan Merupakan besarnya keuntungan yang dinginkan oleh bank. Jika laba yang diinginkan besar, maka bunga pinjaman juga besar, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu pihak bank harus hati-hati dalam menentukan persentase laba atau keuntungan yang diinginkan. e. Jangka Waktu Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi bunganya. Hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko dimasa mendatang. Demikian pula sebaliknya jika pinjaman berjangka pendek, maka bunganya relatif rendah.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
f. Kualitas Jaminan Semakin likuid jaminan yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya. Bagi jaminan yang likuid seperti sertifikat deposito atau rekening giro yang dibekukan akan lebih mudah dicairkan jika dibandingkan dengan jaminan tanah. g. Reputasi Perusahaan Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit juga sangat menentukan tingkat suku bunga yang dibebankan nantinya. Biasanya perusahaan yang bonafid kemungkinan resiko kredit macet di masa mendatang relatif kecil dan sebaliknya. h. Produk yang Kompetitif Artinya produk yang dibiayai kredit tersebut laku di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif. Hal ini disebabkan tingkat pengembalian kredit terjamin karena produk yang dibiayai laku di pasaran. i.
Hubungan Baik Biasanya pihak bank menggolongkan nasabah menjadi dua yaitu nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder).Penggolongan ini didasarkan pada keaktifan serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank. Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank, sehingga dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.
j.
Jaminan Pihak Ketiga Pihak yang memberikan jaminan kepada bank untuk menanggung segala resiko
yang dibebankan kepada penerima kredit. Biasanya pihak yang memberikan Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
jaminan bonafid, baik dari segi kemampuan membayar, nama baik maupun loyalitasnya terhadap bank, sehingga bunga yang dibebankan yang berbeda. Jika penjamin pihak ketiga kurang bonafid atau tidak dapat dipercaya maka mungkin tidak dapat digunakan sebagai jaminan pihak ketiga oleh pihak perbankan.
2.4.3. Teori Tingkat Suku Bunga a. Teori Klasik : Loanable Funds Menurut teori klasik, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Dimana makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung (Nopirin, 2000; 70). Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga, dimana makin tinggi tingkat bunga maka keinginan berinvestasi makin kecil. Makin rendah tingkat bunga maka akan mendorong para investor untuk berinvestasi karena biaya yang ditanggung semakin kecil dengan harapan profit yang maksimum. Tingkat bunga dalam keadaan seimbang akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan melakukan investasi dalam pasar yang seimbang pada keadaan full employment (kondisi pendapatan yang dicapai dengan menggunakan resources yang ada secara maksimal). Dimana pasar secara bebas tanpa ada campur tangan pemerintah (Teori Laissez-Faire oleh Adam Smith)
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Tingkat Bunga Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Tabungan
I1 I0 Investasi (I1)
Investasi (I0)
0
S0
S1
Jumlah Rp yang ditabung dan diinvestasikan
Gambar 2.3 : Teori Klasik tentang Tingkat Suku Bunga Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa tingkat suku bunga akan mengalami keseimbangan (So,Io) jika jumlah tabungan sama dengan investasi. Jika tingkat suku bunga lebih besar dari io, akan berdampak terhadap jumlah tabungan lebih besar dari jumlah investasi. Katakanlah tingkat suku bunga yang baru tersebut disimbolkan dengan i1 karena tingkat suku bunga dalam tabungan adalah sama dengan tingkat suku bunga dalam investasi. Dengan tingginya tingkat suku bunga ini, maka para investor akan enggan untuk melakukan investasi akibat dari meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Hal ini akan menggeser keseimbangan semula menjadi tingkat keseimbangan yang baru yang berada pada titik (S1,i1) dimana jumlah tabungan sama dengan investasi (I1).
b. Teori Keynesian : Liquidity Preference
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Menurut teori ini, ada tiga motif mengapa orang menyimpan uang tunai. Tiga motif tersebut adalah : ♦Motif Transaksi (Transaction Motive) ♦Motif Berjaga-jaga (Precountionary Motive) ♦Motif Spekulasi (Speculation Motive) Tiga motif tersebut menyebabkan tumbuhnya permintaan akan uang yang disebut Liquidity of Preference.
Teori Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa pada
umumnya setiap orang ingin tetap liquid untuk memenuhi ketiga motif tersebut (Boediono,1998;82). Teori Keynes umumnya menekankan pada hubungan langsung antara kesediaan orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan akan uang dengan tujuan spekulasi. Permintaan uang akan besar apabila tingkat bunga rendah, dan sebaliknya permintaan uang akan kecil apabila tingkat bunga besar.
c. Teori Paritas Tingkat Bunga Teori paritas tingkat bunga adalah salah satu teori mengenai tingkat suku bunga dalam sistem devisa bebas (yaitu apabila penduduk masing-masing negara bebas memperjualbelikan devisa). Teori ini pada intinya menyatakan bahwa dalam sistem devisa bebas, tingkat bunga di negara satu akan cenderung sama dengan tingkat bunga di negara lain, setelah diperhitungkan perkiraan mengenai laju depresiasi mata uang negara yang satu terhadap negara yang lain.
Secara matematis dituliskan
sebagai berikut: Rn = Rf + E* Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Dimana:
Rn = Tingkat bunga (nominal) di dalam negeri Rf = Tingkat bunga (nominal) di luar negeri E* = Laju depresiasi mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing yang diperkirakan akan terjadi.
Jadi, apabila tingkat bunga di Amerika Serikat untuk pinjaman jangka 6 bulan adalah 10% per tahun, dan selama 6 bulan mendatang kurs Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah diperkirakan meningkat dengan 4% (atau 8% apabila dinyatakan pertahun), maka tingkat bunga untuk pinjaman jangka 6 bulan di Indonesia akan cenderung sama dengan 10%+8%=18% per tahun.
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulaan data atau informasi guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
3.1. RUANG LINGKUP PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengkaji Determinan IHSG di BEJ.
3.2. JENIS DAN SUMBER DATA Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan mencatat langsung dari publikasi resmi yaitu dapat berasal dari Bank Indonesia Cabang Medan, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, ataupun dalam bentuk buku, jurnal, website yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Berdasarkan kurun waktunyaa, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah time series dengan kurun waktu 36 bulan (Januari 2004 s/d Desember 2006)
3.3. PENGOLAHAN DATA Penulis menggunakan program E-Views 4.1 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini. 3.4. MODEL ANALISIS DATA Model analisis yang digunakan dalam menganalisa data adalah model ekonometrika. Teknik analisa yang digunakan adalah model kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS). Adapun persamaan model analisisnya adalah sebagai berikut : Y = α − β1X1 + β2X2 - β3X3 + β4X4 + µ Dimana : Y = Indeks Harga Saham Gabungan (dalam persen/point) Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
α
= Intercept/Konstanta
β1,β2,β3 = Koefisien Regresi X1
= Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar (dalam rupiah)
X2
= Tingkat Inflasi (dalam rupiah)
X3
= Tingkat Suku Bunga pinjaman (dalam persen)
X4
= Indeks Harga Saham Singapura/SSI (dalam persen/point)
µ
= Kesalahan Pengganggu/Terms of error
Secara matematis bentuk hipotesanya adalah sebagai berikut : ∂Y <0 ∂X1
Artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (nilai tukar Rp terhadap dollar), maka Y (IHSG) akan mengalami penurunan, ceteris paribus.
∂Y >0 ∂X1
∂Y <0 ∂X1
Artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (Tingkat Inflasi), maka Y akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.
Artinya jika terjadi kenaikan pada X3 (suku bunga pinjaman), maka Y akan mengalami penurunan, ceteris paribus.
∂Y >0 ∂X1
Artinya jika terjadi kenaikan pada X4 (SSI), maka Y akan mengalami peningkatan, ceteris paribus.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
3.5. UJI KESESUAIAN (TEST OF GOODNESS OF FIT) 3.5.1. Koefisien Determinasi (R-Square) Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independent secara bersamaan mampu memberikan penjelasan mengenai variabel dependent.
3.5.2. Uji t-Statistik Uji t- Statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi significant atau tidak terhadap variabel dependent, dengan menganggap variabel dependent lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut: H0 : b1 = b Ha : b1 ≠ b Dimana b1 adalah koefisien variabel independent pertama nilai parameter hipotesis, dan biasanya b=0, artinya tak ada pengaruh variabel X1 terhadap Y. Bila t-hitung >t-tabel maka tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (significant) terhadap variabel dependent. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus t-hitung =
( b1 – b ) Sb1
Dimana : bi = koefisien variabel independen ke-1 b = nilai hipotesis nol Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Sbi = Simpangan baku dari variabel independent ke-1
3.5.3. Uji F-Statistik Uji F-Statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independent secara bersama-sama terhadap variabel dependent. Untuk pengujian ini digunakan hipotesis sebagai-berikut: Ho : b1 = b2 = bk……….bk=0 Ha : b1 ≠ b2 ≠ bk……….bk≠0 Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung>F-tabel maka Ho ditolak yang berarti variabel independent secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependent. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :
F hitung =
R2 / (k-1) (1-R2) / (n-k)
Dimana: R2 = koefisien determinasi k = jumlah variabel independent ditambah intercept dari suatu model persamaan n = jumlah sampel
3.6. UJI PENYIMPANGAN ASUMSI KLASIK 3.6.1. Multikolinearity
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Multikolinearity adalah alat yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi variabel independent diantara satu sama lainnya.
Suatu model
regresi linear akan menghasilkan estimasi yang baik apabila model tidak mengandung multikolinearity.
Multikolinearity terjadi karena adanya hubungan
yang kuat antara sesama variabel independent dari suatu model estimasi. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R-square, Fhitung, t-hitung serta standart error. Adanya multikolinearity ditandai dengan : a. Standart error tidaak terhingga b. Nilai koefisien t-statistik tidak significant pada α = 5 % c. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuainya dengan teori d. R2 sangat tinggi 3.6.2. Serial Correlation/Autocorrelation Uji Durbin-Witson (Uji D-W) Uji Durbin-Witson digunakan untuk mengetahui apakah di dalam model yang digunakan terdapat autokorelasi diantara variabel-variabel yang diamati. Uji Durbin-Witson ini dirumuskan sebagai berikut : ∑(et D-hitung =
- et-1) ∑ et 2
Ho : ρ = 0 , berarti tidak ada autokorelasi Ho : ρ ≠ 0 , berarti ada korelasi
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independent tertentu, diperolrh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Witson untuk berbagai nilai. Hipotesis yang digunakan adalah :
Autokorelasi (+)
Autokorelasi (-)
Ho diterima (no serial correlation) dl
du
p=1
2
4-du
p=0
4-dl p=1
Keterangan : Ho
: tidak ada korelasi
D < dl
: tolak Ho (ada korelasi positif)
d >4-dl
: tolak Ho (ada korelasi negatif)
du
: terima Ho (tidak ada korelasi)
dl ≤ d ≤ du
: pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)
(4-du) ≤ d ≤ (4-dl)
: pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive)
3.7. DEFENISI OPERASIONAL 1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah indeks yang mencerminkan pergerakan seluruh saham yang terdapat di Bursa Efek Jakarta.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
2. Nilai tukar Rupiah yaitu harga mata uang Indonesia terhadap mata uang asing (dollar AS). 3. Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang terjadi di Indonesia yang dinyatakan dalam persen. 4. Tingkat Bunga adalah persentase keuntungan nasabah yang diberikan oleh pihak bank. 5. Singapore Stock Indeks (SSI) adalah indeks yang mencerminkan pergerakan seluruh saham yang terdapat di bursa efek Singapura.
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
4.1. ANALISIS DESKRIPTIF 4.1.1 Pengertian Pasar Modal Pada dasarnya pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri. Kalau pasar modal merupakan pasar untuk surat berharga jangka panjang, maka pasar uang (money market) pada sisi lain merupakan pasar surat berharga jangka pendek.
Baik pasar modal maupun pasar uang
merupakan bagian dari pasar keuangan (financial market) Jika di pasar modal diperjualbelikan instrument keuangan seperti saham, obligasi, waran, right,obligasi konvertibel, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi (put atau call), maka di pasar uang diperjualbelikan antara lain Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Commercial Paper, Promissory Notes, Call Money, Repurchase Agreement, Banker’s Acceptence, Treasury Bills dan lain-lain. Secara formal pasar modal didefenisikan sebagai pasar untuk berbagai instrument keuangan atau sekuritas jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah maupun perusahaan swasta. Secara umum pengertian pasar modal adalah pasar yang mempertemukan pihak pemodal/pihak yang memberikan pinjaman dengan pihak yang membutuhkan dana, baik dalam bentuk mitra kerja maupun sebagai peminjaman. Pengertian pasar modal disini adalah dalam artian abstrak, sedangkan dalam pengertian kongkrit adalah tempat bertemunya pihak yang memiliki dana dengan pihak yang membutuhkan dana,yang sering disebut dengan bursa efek. Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik yaitu “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Dengan adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi perusahaanperusahaan sehingga perusahaan dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahaan dan kemakmuran masyarakat luas. Adapun manfaat keberadaan pasar modal adalah : 1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal. 2. Memberikan wahan investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya difersifikasi. 3. Menyediakan leading indicator bagi tren ekonomi negara. 4. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah. 5. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan iklim berusaha yang sehat. 6. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik. 7. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
8. Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan resiko yang bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan difersifikasi investasi. 9. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial. 10. Pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, mendorong pemanfaatan manajemen profesional. 11. Sumber pembiayaan dana jangka panjang bagi emiten.
4.1.2. Pasar Modal di Indonesia Pasar modal di Indonesia memiliki jangkauan yang memiliki tiga aspek, yaitu mempercepat proses perluasan pengikutsertaan masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan, pemerataan pemilikan saham perusahaan, dan menggairahkan partisipasi masyarakat dalam menghimpun dana untuk suatu keadaan yang produktif. Untuk mencapai jangkauan dan misi tersebut, keberhasilan pasar modal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1. Penawaran dan permintaan sekuritas 2. Kondisi politik dan ekonomis suatu negara 3. Masalah hukum dan peraturan mengenai pasar modal 4. Peranan lembaga-lembaga pendukung pasar modal Di Indonesia, lembaga-lembaga pendukung pasar modal antara lain Bapepam, bursa efek, akuntan publik, peminjam (underwriteri), wali amanat (trustee), perusahaan penilai, notaris, konsultan hukum, dan lembaga kliring. Kegiatan pasar modal di Indonesia secara struktural dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu pasar Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
perdana, pasar sekunder, dan pasar luar bursa yang penyelenggaraannya dilakukan di luar gedung bursa. Pelaku utama kegiatan di pasar perdana adalah pihak investor sebagai pembeli saham, emitenn dan underwriter sebagai penjual dan penjamin terjualnya saham, serta kelompok lembaga pendukung di pasar modal. Sedangkan pelaku utama di pasar sekunder adalah para pialang dan masyarakat luas, baik secara pribadi maupun lembaga, untuk membeli saham yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan.
Pembelian saham ini hanya dapat dilakukan melalui bantuan jasa
perantara atau makelar efek (biasa disebut broker atau pialang) yang tergabung dalam perserikatan pedagang uang dan efek. Kegiatan di pasar sekunder biasanya merupakan bagian kegiatan jual-beli efek antara penjual dan pembeli efek. Pihak penjual terdiri dari individu, perusahaan, atau lembaga sosial masyarakat yang ingin menjual sahamnya kepada pihak pembeli, yang juga terdiri dari individu atau perusahaan yang ingin menginvestasikan dananya. Pembeli atau penjual tidak dapat berhubungan langsung dalam transaksi jual beli saham atau efek lainnya, melainkan harus melalui pialang atau broker sebagai pihak perantara. Perdagangan efek di pasar luar bursa (over the counter) pada dasarnya mempunyai kesamaan dengan kegiatan yang dilakukan di pasar sekunder walaupun terdapat perbedaannya.
Transaksi jual-beli saham yang dilakukan oleh penjual
dengan pembeli tidak dilakukan di dalam gedung bursa yang telah ditentukan. Transaksi tersebut dilakukan di luar gedung bursa, misalnya di kantor mereka masing-masing. Pelaksanaan perdagangan sekuritas di pasar luar bursa misalnya adalah perdagangan sekuritas yang berupa penjualan sertifikat danareksa yang dijual di bank-bank di seluruh Indonesia.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Perdagangan sekuritas di pasar perdana atau pasar sekunder berbeda bila dilihat dari tujuan yang ingin dicapai. Pada pasar perdana, tujuan utama yang ingin dicapai adalah untuk memperoleh dana yang dibutuhkan oleh perusahaan yang mengeluarkan saham atau emiten. Tanggung jawab pengadaan dana sebesar jumlah yang dibutuhkan emiten tersebut sepenuhnya menjadi kewajiban perusahaan penjamin emisi (underwriter) dalam jangka waktu yang telah ditentukan bersama sebagaimana yang tercantum dalam propektus.
Perusahaan-perusahaan yang
menjadi penjamin emisi saham biasanya adalah lembaga keuangan non-bank yang disebut sebagai investment banker atau biasa disebut sebagai bank investasi. Tujuan yang ingin dicapai oleh pasar sekunder adalah untuk melaksanakan perdagangan saham yang ada di tangan investor.
Melalui kegiatan ini, seorang
investor yang ingin menjual sahamnya kepada investor lain dapat terlaksana di pasar sekunder.
Setiap investor akan menawarkan dan meminta saham yang
diperjualbelikan di bursa melalui para pialang yang telah memperoleh ijin untuk memperdagangkan saham.
4.1.3. Perkembangan Pasar Modal di Indonesia ♦Era sebelum Tahun 1976 Kegiatan jual-beli saham dan obligasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai pada Abad ke-19, yaitu dengan berdirinya cabang bursa efek Vereniging Voor de Effectenhandel di batavia pada tanggal 14 Desember 1912. Kegiatan usaha bursa pada saat ini adalah memperdagangkan saham dan obligasi perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, Obligasi Pemerintah Kotapraja dan sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh Kantor Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Administrasi di Belanda.
Selain cabang di Batavia, selanjutnya diikuti dengan
pembukaan cabang Semarang dan Surabaya.
Sejak terjadi perang dunia ke-2,
Pemerintah Hindia Belanda menutup ketiga bursa tersebut pada tanggal 17 Mei 1940 dan mengharuskan semua efek disimpan pada bank yang telah ditunjuk. Pasar modal di Indonesia mulai aktif kembali pada saat Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan obligasi pemerintah dan mendirikan bursa efek di Jakarta, yaitu pada tanggal 31 Juni 1952.
Keadaan ekonomi dan politik yang sedang
bergejolak pada saat itu telah menyebabkan perkembangan bursa berjalan sangat lamban yang diindikasikan oleh rendahnya nilai nominal saham dan obligasi, sehingga tidak menarik bagi investor. ♦Pra-Deregulasi (1976-1987) Presiden melalui Keppres RI No.52 mengaktifkan kembali pasar modal yang kemudian disusul dengan go publicnya beberapa perusahaan. Sampai dengan tahun 1983 telah tercatat 26 perusahaan yang telah go public dengan dana yang terhimpun sebesar Rp.285,50 miliar. Aktifitas go public dan kegiatan perdagangan saham di pasar modal pada saat itu masih berjalan sangat lambat, walaupun pemerintah telah memberikan beberapa upaya kemudahan antara lain berupa fasilitas perpajakan untuk merangsang kegiatan di bursa efek. Beberapa hal yang merupakan faktor penyebab kurang bergairahnya aktifitas pasar modal : 1. Ketentuan laba minimal sebesar 10% dari modal sendiri sebagai syarat go public adalah sangat memberatkan emiten. 2. Investor asing tidak diijinkan melakukan transaksi dam memiliki saham di bursa efek. 3. Batas maksimal fluktuasi harga saham sebesar 4% per hari. Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
4. Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh di bursa efek.
♦Era Deregulasi (1987-1990) Pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa paket deregulasi untuk merangsang seluruh sektor dalam perekonomian termasuk aktifitas di pasar modal, antara lain sebagai berikut : Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (PAKDES ’87), yang antara lain berisi tentang penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, penghapusan biaya pendaftaran emisi efek yang ditetapkan oleh Bapepam, kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari nilai emisi, penghapusan batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan adanya bursa paralel. Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO ’88), yang antara lain berisi tentang ketentuan legal lending limit dan pengenaan pajak atas bunga deposito yang berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (PAKDES ’88) dimana pemerintah memberikan peluang kepada swasta untuk menyelenggarakan bursa. Beberapa paket kebijaksanaan tersebut telah mampu meningkatkan aktivitas pasar modal sehingga pada akhir tahun 1990 telah tercatat sebanyak 153 perusahaan publik dengan dana yang terhimpun sebesar Rp.16,29 triliun.
♦ Masa Konsolidasi (1991-sekarang)
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Pada masa ini, pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat cepat. Kegiatan go publik di bursa efek dan aktivitas perdagangan efek semakin ramai. Jumlah emiten meningkat dari sebanyak 145 perusahaan pada tahun 1991 menjadi sebanyak 288 perusahaan pada bulan Juli 2000 dengan jumlah saham beredar sebanyak 1.090,41 triliun saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak naik hingga menembus angka 600 pada awal tahun 1994 dan pernah mencapai angka 712,61 pada bulan Februari 1997. Pada 13 Juli 1992, Bursa Efek Jakarta (BEJ) diswastakan dan mulai menjalankan pasar saham di Indonesia, sebuah awal pertumbuhan baru setelah terhenti sejak didirikannya pada awal abad ke-19. Pada tahun 1912, dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, bursa efek pertama Indonesia didirikan di Batavia, pusat pemerintahan kolonial Belanda yang dikenal sebagai Jakarta saat ini. Bursa Batavia sempat ditutup selama periode Perang Dunia Pertama dan kemudian dibuka lagi pada 1925. Selain bursa Batavia, pemerintahan kolonial juga mengoperasikan bursa paralel di Surabaya dan Semarang. Namun, kegiatan bursa saham ini dihentikan lagi ketika terjadi pendudukan oleh tentara Jepang di Batavia. Pada 1952, tujuh tahun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, bursa saham dibuka lagi di Jakarta dengan memperdagangkan saham dan obligasi yang ditebitkan oleh perusahaan-perusahaan Belanda sebelum Perang Dunia. Kegiatan bursa saham kemudian berhenti lagi ketika pemerintah meluncurkan program nasionalisasi pada tahun 1956. Tidak sampai tahun 1977, bursa saham kembali dibuka dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM), institusi baru dibawah Departemen Keuangan. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar saham pun mulai meningkat Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
seiring dengan perkembangan pasar finansial dan sektor swasta dan puncak perkembangannya pada tahun 1990. Pada tahun 1991, bursa saham diswastanisasi menjadi PT.Bursa Efek Jakarta dan menjadi salah satu bursa saham yang dinamis di Asia. Swastanisasi bursa saham menjadi PT.BEJ ini mengakibatkan beralihnya fungsi Badan Pelaksana Pasar Modal menjadi Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Tahun 1995 adalah tahun BEJ memasuki babak baru. Pada 22 Mei 1995, BEJ meluncurkan Jakarta Automated Trading System (JATS), sebuah sistem perdagangan otomasi yang menggantikan sistem perdagangan manual. Sistem baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang fair dan transparan dibanding sistem perdagangan manual. Pada Juli 2000, BEJ menerapkan perdagangan tanpa warkat (Scripless Trading) dengan tujuan untuk meningkatkan likuidasi pasar dan menghindari peristiwa saham hilang dan pemalsuan saham, dan juga untuk mempercepat proses penyelesaian transaksi. Tahun 2002, BEJ juga mulai menerapkan perdagangan jarak jauh (Remote Trading), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efisiensi pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
4.1.4. Struktur Pasar Modal di Indonesia.
Menteri Keuangan
Bapepam
Lembaga Kliring
Lembaga Penyimpanan
& Penjaminan (LKP)
& Penyelesaian (LPP)
Bursa Efek
Perusahaan Efek
Lembaga Penunjang
Profesi
•
Emiten
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
•
•
Penjamin Emisi
•
•
Biro
Administrasi Penunjang
Efek
•
Akuntan
•
Konsultan
Perantara
•
Bank Kustodian
Pedagang
•
Wali Amanat
Efek
•
Penasehat Investasi
•
Penilai
Manajer
•
Pemeringkat Efek
•
Notaris
•
Perusahaan Publik
•
Reksa Dana
Hukum
Investasi
4.1.5. Instrument Pasar Modal Indonesia Pasar
Modal
di
Indonesia
memiliki
beberapa
instrumen
yang
diperjualbelikan. Instrumen-instrumen tersebut dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar, yaitu instrumen yang tergolong ke dalam ekuitas, obligasi, dan derivatif. 1. Ekuitas Instrumen yang akan menambah ekuitas pemilik modal, yaitu saham. Memilliki instrumen jenis ini berarti investor menjadi pemilik perusahaan tersebut sebesar modal yang ditanamkan. Instrumen yang paling dikenal dari pasar jenis ini adalah saham. Ada dua jenis saham yang dipasarkan, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). a. Saham biasa ( common stock).
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Pemegang saham jenis ini mewakili kepemilikan di perusahaan sebesar modal yang ditanamkan. Keuntungan yang didapatkan oleh pemegang saham ini berupa deviden yang berasal dari keuntungan perusahaan. Pemegang saham ini tidak memiliki jaminan pasti atas return yang dihasilkan perusahaan. Apabila perusahaan mendapat keuntungan, maka pemegang saham akan mendapatkan deviden sebesar alokasi yang ditetapkan oleh RUPS. Namun, apabila perusahaan suatu saat dilikuidasi atau bangkrut, pemegang saham jenis ini adalah adalah yang paling akhir mendapatkan hak atas aset perusahaan setelah ssemua kewajiban perusahaan dilunasi dan pemegang perusahaan preferen dibayar sebesar nilai per sekuritas mereka. Selain keuntungan
berupa deviden, pemegang saham biasa juga bisa
mendapatkan keuntungan dari selisih nilai beli dengan nilai jual sahamnya. Katakanlah, jika anda membeli sebuah saham pada harga Rp 500 dan menjualnya saat harga mencapai Rp 600, maka anda akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 100 dikalikan dengan jumlah sahamyang anda jual, keuntunngan jenis ini disebut capital gain. Sebaliknya jika harga saham mengalami penurunan, maka anda mengalami kerugian yang disebut capital loss. Karakteristik lain dari saham biasa, selain klaim atas aset perusahaan paling rendah dibandingkan dengan perusahaan yang lain, juga tidak adanya maturity date atau tanggal jatuh tempo. b. Saham preferen (preferen stock) Saham jenis ini melikili sifat hybrid yang artinya selain memiliki karakteristik sebagai saham, juga memiliki sifat seperti halnya obligasi. Jika anda memiliki saham jenis ini, anda akan mendapatkan pembayaran secara teratur sebesar harga pari saham dikalikan dengan bunga setiap tahun (sifat oblligasi). Apabila Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
saham preferen anda berjenis cumulative, maka jika anda belum menerima pembayaran deviden tahun lalu akan diakumulasikan dengan deviden tahun berjalan. Jenis yang lain yaitu non-cumulative, yang artinya anda tidak akan menerima deviden yang tidak dibayarkan periode lalu, sedangkan yang berjenis perticipating akan menerima peningkatan nilai deviden proporsional mengikuti peningkatan deviden saham biasa. Pemilik saham preferen memiliki hak suara untuk memilih direktur perusahaan, hanya jika deviden tiddak dibayarkan selama setahun atau lebih. Sifat preferen ini tercermin pula pada perlakuan yang diiterima saat perusahaan dilikuidasi. Pemilik saham ini akan menerima pembayaran sebesar harga pari saham sebelum deviden ataas pemegang saham biasa dibayarkan. Oleh karena banyak sifat saham jenis ini yang menyerupai obligasi, maka beberapa pihak menggolongkannya ke dalam fixed income.
2. Obligasi Oblligasi berbeda dengan ekuitas.perusahaan sering memanfaatkan pasar ini untuk mencari pinjaman langsung dari investor dengan menerbitkan surat utang yaitu berupa dokumen yang menyatakan kesediaannya membayar sejumlah uang tertentu di masa depan. Selain akan membayar sejumlah uang pokok pinjaman yang dipinjamkan investor, perusahaan juga harus membayar bunga pinjaman atau kupon bunga secara berkala. Oleh karena investor akan menerima pembayaran bunga setiap periode dalam jumlah tetap, maka semua efek utang yang diterbitkan perusahaan disebut efek berpendapatan tetap (fixed income securities).
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Terdapat beberapa karakteristik yang dimiliki oleh obligasi, yaitu : perusahaan menerbitkan sertifikat yang menerangkan adanya pinjaman dan syarat-syaratnya, memiliki nilai par yang menyatakan nilai pokok dari sekuritas tersebut, adanya jangka waktu jatuh tempo, dan adanya kupon bunga (coupon rate) yang akan anda terima setiap periode tertentu (3 atau 6 bulan). Tingkat suku bunga yang diberikan biasanya berada lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia). Apabila tingkat suku bunga obligasi dipasang sama dengan bunga SBI, tentunya investor akan memilih berinvestasi di SBI yang memiliki resiko jauh lebih kecil dibandingkan obligasi. Berdasarkan kenyataan inilah, pemberian tingkat bunga obligasi dihitung dengan menambahkan risk premium pada tingkat bunga dasar (biasanya sama dengan SBI). Risk premium inilah yang menjadi daya tarik dari obligasi. Yang penting untuk diperhatikan adalah semakin besar tingkat suku bunga obligasi yang ditawarkan, semakin besar pula resiko yang menyertainya. 3. Derivatif Derivatif merupakan bentuk turunan dari sekuritas utama yang ada, dalam hal ini saham. Derivatif yang banyak dikenal di Indonesia barulah warrant dan right. Warrant merupakan hak untuk membeli sebuah saham pada harga yang telah ditetapkan pada waktu yang telah ditetapkan pula. Misalkan warrant I-Indah Kiat, jatuh tempo pada November 2002,dengan exercise price Rp 1000. Artinya jika anda memiliki Warrant I-Indah Kiat, maka anda berhak untuk membeli satu saham biasa Indah Kiat pada bulan November 2002 pada harga Rp 1000. Warrant biasanya
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
dikeluarkan oleh perusahaan sebagai “pemanis” buat investor ketika mereka mengeluarkan saham. Right mirip dengan warrant, right juga merupakan hak untuk membeli saham pada harga tertentu pada waktu yang telah ditetapkan. Right diberikan kepada pemegang saham lama yang berhak untuk mendapatkan tambahan saham baru yang dikeluarkan perusahaan pada second offering. Beda dengan warrant masa perdagangan right sangat singkat, berkisar antara 1-2 minggu saja.
4.1.6. Indeks Harga Saham Berbicara tentang kegiatan pasar modal saat ini tidak terlepas dari apa yang disebut dengan Indeks Harga Saham.
Untuk mengetahui bagaimana ekonomi
bergerak, naik atau turun, banyak orang akan melihatnya dari sisi indeks yang dicapai pada saat itu. Di surat-surat kabar yang memuat berita paling aktual, tidak ketinggalan juga akan dicantumkan bagaimana pergerakan indeks saham, khususnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari perdagangan terakhir. Saham disini dipakai ukuran karena saham merupakaan instrument pasar modal yang paling banyak diminati oleh investor.
Bahkan saat ini, kegiatan politik pun juga
dihubungkan dengan pergerakan harga saham yang terjadi dan terlihat dari indeks harga saham.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Begitu seringnya kita mendengar tentang Indeks Harga Saham, maka perlulah kita juga mengetahui apa sebenarnya yang disebut dengan Indeks Harga Saham. Secara sederhana yang disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan suatu peristiwa lainnya. Angka indeks atau sering disebut juga dengan indeks saja, pada dasarnya merupakan suatu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama (produksi, ekspor, hasil penjualan, jumlah uang beredar, dan lain sebagainya) dalam dua waktu yang berbeda. Demikian
juga
dengan
indeks
harga
saham,
indeks
disini
akan
membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Apakah suatu harga saham mengalami kenaikan ataupun penurunan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Seperti dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga saham kita juga memerlukan dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang berlalu. Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu berjalan merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu dasar. 4.1.7. Jenis Indeks Harga Saham Penentuan indeks harga saham, bisa dibedakan atas dua yaitu yang disebut dengan Indeks Harga Saham Individual dan Indeks Harga Saham Gabungan. Indeks Harga Saham Individual hanya menunjukkan perubahan dari suatu harga saham Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
suatu perusahaan. Indeks ini tidak bisa untuk mengukur harga dari suatu saham perusahaan tertentu apakah mengalami perubahan, kenaikan atau penurunan. Atau bisaa dikatakan bahwa Indeks Saham Individual merupakan suatu nilai yang mempunyai fungsi untuk mengukur kinerja kerja suatu saham tertentu terhadap harga dasarnya.
Sedangkan untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan
menunjukkan penurunan pergerakan harga saham secara umum yang tercatat di bursa efek. Indeks inilah yang paling banyak digunakan dan dipakai sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di pasar modal. IHSG ini bisa juga untuk menilai situasi pasar secara umum atau memgukur pakah harga saham mengalami kenaikan atau penurunan. Indeks harga ini melibatkan seluruh harga saham yang tercatat di bursa. 4.1.8. Metode Penghitungan Indeks Harga Saham Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa dalam menghitung saham kita memerlukan apa yang disebut dengan waktu dasar dan waktu yang berlaku. Harga dasar sering disebut dengan Ho dan harga yang berlaku sering disebut dengan Hi. Harga dasar ditetapkan sebesar 100%. Secara sederhana rumus untuk menghitung indeks harga saham adalah berikut ini :
Ht IHS =
x 100% H0
IHS = Indeks Harga Saham HI
= Harga pada waktu berlaku
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
H0
= Harga pada waktu dasar
Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi inilah yang biasanya menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil ditunjukkan dengan indeks harga saham yang tetap, sedangkan pasar yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan. Sedangkan situasi pasar secara umum baru dapat diketahui jika kita mengetahui Indeks Harga Saham Gabungan.
Untuk perhitungan Indeks Harga
Saham Gabungan ini, caranya hampir sama dengan menghitung Indeks Harga Saham Individual, tetapi harus menjumlahkan seluruh harga saham yang tercatat. Rumus untuk menghitung Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebagai berikut :
IHSG =
∑Ht ∑H0
X
100%
∑Hi
= Total harga semua saham pada waktu yang berlaku
∑Ho
= Total harga semua∑H saham pada waktu dasar t
∑H0
X
100%
Dari angka indeks inilah kita mengetahui apakah kondisi pasar sedang ramai, lesu, atau dalam keadaan stabil.
Angka IHSG menunjukkan diatas 100 berarti
kondisi pasar sedang ramai, sedangkan pada saat IHSG menunjukkan dibawah 100
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
berarti kondisi pasar sedang lesu, IHSG menunjukkan nilai 100 berarti pasar dalam keadaan stabil. Kedua cara diatas dalam menentukan baik Indeks Harga Saham Individual maaupun Indeks Harga Saham Gabungan merupakan cara yang sederhana (tertimbang). Indeks tertimbang merupakan indeks yang mempertimbangkan faktorfaktor yang akan mempengaruhi naik turunnya angka indeks tersebut.
Besar
kecilnya bobot tersebut tergantung dari besarnya pengaruh dari perubahan harga saham tersebut mempengaruhi keseluruhan harga saham yang ada. Saham yang berperan besar dalam mempengaruhi pasar, akan diberi bobot besar. Sedangkan untuk saham yang berperan kecil dalam mempengaruhi pasar akan diberi bobot kecil. Metode penghitungan angka indeks dengan menggunakan timbangan (pembobotan) dikemukakan oleh Laspeyres dan Paasche.
Kedua orang ini
menggunakan faktor timbangan yang berbeda. Laspeyres mendasarkan pada jumlah saham pada waktu dasar, sedangkan Paasche menggunakan jumlah saham pada waktu yang bersangkutan. Pembobotan saham dipengaruhi oleh jumlah saham yang didaftarkan oleh perusahaan. Semakin besar jumlah saham yang didaftarkan, semakin besar pula bobotnya. Biasanya dengan besarnya jumlah saham yang didaftarkan, saham ini akan semakin likuid dalam perdagangkan atau transaksi. Jumlah saham yang dipakai pada saat perusahaan melakukan go publik atau melakukan emisi perdana. Cara yang mendasarkan pembobotan pada waktu dasar ini ditemukan oleh Laspeyres. Adapun untuk penghitungan menggunakan rumus sebagai berikut : Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
IHSG = K0
∑HtK0 ∑H0K0
X
100%
= jumlah semua saham yang beredar pada waktu dasar
Sedangkan untuk jumlah penghitungan angka indeks dengan menggunakan waktu berlaku sebagai bobot dikemukakan oleh Paasche. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : IHSG =
∑Ht ∑H0Kt
X
100%
Kt = jumlah semua saham yang beredar pada waktu yang berlaku 4.2. PERKEMBANGAN IHSG, KURS, INFLASI, SUKU BUNGA, SSI 4.2.1. Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Pasar saham 2004 masih dalam kecenderungan bullish sehingga pada akhir periode 2004 IHSG menembus level 1000. Pada awal Januari 2004, posisi IHSG berada pada posisi 752,92 dan Desember 2004 sudah 1000,23 atau naik 24,72%. Pertumbuhan tersebut dapat dicapai meskipun pada paruh pertama 2004, indeks sempat tertekan akibat sentimen negatif dari penurunan indeks di beberapa bursa internasional dan regional sebagai reaksi dari mulai naiknya suku bunga the fed. Pada tahun 2005 cukup mengesankan terutama terjadi pada paruh pertama tahun 2005 yang selalu mengalami peningkatan ditiap bulannya. Adapun faktor yang turut meningkatkan kenaikan IHSG adalah meningkatnya kepercayaan investor Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
akibat optimisme membaiknya kondisi ekonomi makro Indonesia. Sedangkan pada paruh kedua, IHSG sedikit mengalami penurunan. Hal ini diakibatkan oleh adanya sentimen negatif yaitu kenaikan suku bunga dalam negeri sebagai konsekuensi dari penerapan kebijakan uang ketat terkait dengan tingginya inflasi dan depresiasi rupiah. Kinerja pasar modal meningkat secara signifikan selama tahun 2006. IHSG pada bulan Januari 2006 yaitu 1229,7 dan pada akhir Desember mencapai 1805,52. Perkembangan indeks ini didukung oleh faktor domestik dan internal yang kondusif. Faktor domestik antara lain yaitu adanya penurunan suku bunga SBI dan indikator makro yang membaik. Sedangkan faktor eksternal berasal dari adanya peningkatan pasar saham internasional dan regional. Tabel 4.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Januari 2004 s/d Desember 2006) Bulan/Tahun Januari 2004 Februari 2004 Maret 2004 April 2004 Mei 2004 Juni 2004 Juli 2004 Agustus 2004 September 2004 Oktober 2004 November 2004 Desember 2004 Januari 2005 Februari 2005 Maret 2005 April 2005 Mei 2005 Juni 2005
IHSG 752.93 761.08 735.6 783.41 733.99 732.4 756.98 746.76 819.82 860.35 977.77 1000.23 1045.44 1073.83 1080.17 1080.17 1088.17 1122.37
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Juli 2005 Agustus 2005 September 2005 Oktober 2005 November 2005 Desember 2005 Januari 2006 Februari 2006 Maret 2006 April 2006 Mei 2006 Juni 2006 Juli 2006 Agustus 2006 September 2006 Oktober 2006 November 2006 Desember 2006
1182.3 1050.09 1079.27 1058.26 1017.73 1162.63 1129.7 1216.14 1322.97 1464.4 1330 1310.26 1351.65 1444.49 1534.62 1602.21 1718.96 1805.52
Sumber : Bank Indonesia cabang Medan 4.2.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Secara keseluruhan tahun 2004 pergerakan rupiah relatif stabil.
Rupiah
sempat mengalami tekanan yang cukup berarti pada triwulan II tahun 2004. Perkembangan tersebut mengakibatkan rupiah terdepresiasi 9,1% dari Rp.8441 pada awal tahun menjadi Rp.9290 per dollar pada akhir tahun. Meskipun demikian, secara rata-rata tahunan rupiah hanya terdepresiasi 3,9% dari Rp.8593 pada tahun 2003 menjadi Rp.8940 per dollar pada tahun 2004. Pada paruh pertama 2004, nilai tukar rupiah secara umum bergerak relatif stabil, meskipun sempat terdepresiasi pada akhir triwulan II pada tahun 2004. Menguatnya depresiasi tersebut pada awalnya dipicu oleh faktor eksternal yang terikat dengan merebaknya ekspektasi masuknya ekonomi Amerika Serikat dalam siklus kebijakan moneter ketat, adanya kebijakan pemerintah China untuk Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
memperlambat ekspansi ekonomi serta melambungnya harga minyak dunia mencapai diatas $40 per barrel. Pada paruh kedua tahun 2004, nilai tukar bergerak relatif stabil dan kecenderungan menguat.
Faktor pemicunya adalah Paket Kebijakan Stabilisasi
rupiah yang diambil oleh Bank Indonesia. Kebijakan ini diambil untuk mencegah berlanjutnya depresiasi rupiah pada pertengahan tahun yang dikhawatirkan akan mengancam stabilitas makro dan kesinambungan perbaikan kinerja ekonomi. Pada Agustus dan September 2004, rupiah kembali sedikit terdepresiasi akibat menguatnya ekspektasi terhadap ketidakpastian kondisi politik menjelang pelaksanaan pemilu eksekutif dan aksi pemboman di kedutaan besar Australia pada tanggal 9 September 2004. Selanjutnya selama Oktober sampai dengan Desember 2004, nilai tukar rupiah bergerak stabil dalam keadaan kisaran yang sempit. Nilai tukar rupiah selama tahun 2005 secara umum mengalami depresiasi. Selama tahun 2005, nilai tukar rupiah selalu berkisar diatas Rp.9000 per US $. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terdepresiasi selama tahun 2005 dapat berasal dari faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal
disebabkan oleh harga minyak dunia yang terus melambung dan faktor internal dikarenakan oleh meningkatnya permintaan akan valas untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri merupakan faktor utama pemicu tekanan terhadap rupiah.
Apresiasi rupiah ditunjukkan dari bulan November sebesar
Rp.10035 menjadi Rp.9830 pada Desember 2005.
Koordinasi kebijakan yang
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
diambil Bank Indonesia dan pemerintah berdampak positif dan berhasil memulihkan kepercayaan pasar. Pada tahun 2006, nilai tukar rupiah secara umum mengalami penguatan terhadap dollar disertai pergerakan yang stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan ini dipengaruhi oleh kondisi fundamental makro ekonomi yang membaik, daya tarik investasi keuangan dalam negeri yang terjadi serta perkembangan ekonomi global yang relatif lebih kondusif. Dengan kebijakan moneter dan fiskal yang dijalankan secara konsisten dan berhati-hati, nilai tukar rupiah dapat bergerak stabil meskipun menghadapi harga minya dunia yang masih terus meningkat selama paruh pertama 2006. Pada bulan April 2006 nilai tukar rupiah menguat terhadap dollar hingga mencapai level Rp.8775 per dollar. Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar (Januari 2004 s/d Desember 2006) Bulan/Tahun Januari 2004 Februari 2004 Maret 2004 April 2004 Mei 2004 Juni 2004 Juli 2004 Agustus 2004 September 2004 Oktober 2004 November 2004 Desember 2004 Januari 2005 Februari 2005 Maret 2005
Nilai tukar Rupiah 8441 8447 8587 8661 9210 9415 9168 9328 9170 9090 9018 9290 9165 9260 9480
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
April 2005 Mei 2005 Juni 2005 Juli 2005 Agustus 2005 September 2005 Oktober 2005 November 2005 Desember 2005 Januari 2006 Februari 2006 Maret 2006 April 2006 Mei 2006 Juni 2006 Juli 2006 Agustus 2006 September 2006 Oktober 2006 November 2006 Desember 2006
9570 9495 9713 9819 10240 10310 10090 10035 9830 9395 9230 9075 8775 9220 9300 9070 9100 9235 9110 9165 9020
Sumber : Bank Indonesia cabang Medan 4.2.3. Perkembangan Inflasi Secara umum perkembangan inflasi pada tahun 2004 terkendali, meskipun pada triwulan mengalami tekanan yang cukup besar. Hal ini ditandai dengan adanya kenaikan inflasi dari 6.47% di bulan Mei 2004 menjadi 6.83% di bulan Juli 2004. Tekanan inflasi tersebut terutama berkaitan dengan depresiasi nilai tukar rupiah yang dipicu oleh perkembangan di sektor eksternal.
Meskipun demikian, dengan
kebijakan Bank Indonesia yang konsisten dalam mengupayakan kestabilan makro ekonomi serta didukung oleh kecukupan pasokan barang dan jasa, laju inflasi dapat dikendalikan sehingga berada dalam kisaran yang telah ditetapkan.. Pada tahun 2005, inflasi mengalami tekanan yang cukup besar. Tekanan ini dapat dipengaruhi oleh adanya faktor internal dan eksternal yang turut meningkatkan Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
inflasi. Faktor internal yang berasal dari gangguan pasokan dan distribusi, tingginya ekspektasi inflasi dan depresiasi rupiah turut memberikan tekanan harga yang semakin tinggi.
Sedangkan faktor internal dapat berasal dari respon menaiknya
harga BBM domestik yang memberikan tekanan yang kuat terhadap inflasi sepanjang tahun 2005 sebagai akibat dari melambungnya harga minyak dunia. Pada tahun 2006, hampir seluruh bulan mengalami inflasi dengan dua digit angka. Inflasi berkisar diantara 14% sampai 17% di tiap bulannya. Inflasi tertinggi berada pada bulan Februari sebesar 17,92 dan inflasi terendah berada di bulan November sebesar 5,27%. Kenaikan inflasi ini terutama diakibatkan karena lonjakan kenaikan harga beras. Tabel 4.3 Perkembangan Tingkat Inflasi (Januari 2004 s/d Desember 2006)
Bulan/Tahun Januari 2004 Februari 2004 Maret 2004 April 2004 Mei 2004 Juni 2004 Juli 2004 Agustus 2004 September 2004 Oktober 2004 November 2004 Desember 2004 Januari 2005 Februari 2005 Maret 2005 April 2005 Mei 2005 Juni 2005 Juli 2005
Tingkat Inflasi (%) 4.82 4.60 5.11 5.92 6.47 6.83 7.20 6.67 6.27 6.22 6.18 6.40 7.32 7.15 8.81 8.12 7.40 7.42 7.84
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Agustus 2005 September 2005 Oktober 2005 November 2005 Desember 2005 Januari 2006 Februari 2006 Maret 2006 April 2006 Mei 2006 Juni 2006 Juli 2006 Agustus 2006 September 2006 Oktober 2006 November 2006 Desember 2006
8.33 9.06 17.89 18.38 17.11 17.03 17.92 15.74 15.40 15.60 15.53 15.15 14.90 14.55 6.29 5.27 6.60
Sumber : Bank Indonesia cabang Medan 4.2.4. Perkembangan Suku Bunga Suku bunga simpanan perbankan cenderung bergerak searah dengan perkembangan suku bunga instrument moneter yaitu suku bunga SBI. Suku bunga deposito 1 bulan mencapai 4,18% pada bulan Desember dan merupakan titik tertinggi selama tahun 2004. Walaupun pada akhir tahun mencapai 4,18% tetapi pada awal tahun 2004 suku bunga yang mencapai 4,16% mengalami penurunan ditiap bulannya. Walaupun terjadi penurunan tetapi penurunan tersebut jauh lebih lambat dari penurunan di tahun sebelumnya. Melambatnya penurunan suku bunga simpanan merupakan kontribusi dari kebijakan Bank Indonesia yang berupaya menyehatkan struktur suku bunga agar suku bunga pinjaman lebih tinggi dari suku bunga instrument moneter. Pada tahun 2005, Januari suku bunga sekitar 4,1% dan terus menaik disetiap bulannya. Kenaikan suku bunga mencapai titik tertinggi di bulan Desember 2005 Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
yaitu sebesar 6,03%. Kenaikan ini mungkin disebabkan oleh adanya hari besar keagamaan dimana masyarakat lebih banyak menarik dananya dari perbankan untuk keperluan hari besar keagamaan tersebut. Hal ini menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat bertambah sehingga salah satu cara yang diambil perbankan untuk mengembalikan dana tersebut ialah dengan meningkatkan suku bunga simpananya. Pada tahun 2006, suku bunga bergerak stabil dengan pergerakan berada diantara 5-6%. Suku bunga tertinggi pada tahun 2006 ini berada pada bulan Februari dan Maret yaitu 6,02% dan 6,32%. Kestabilan suku bunga ini dikarenakan kondisi perekonomian makro yang makin membaik. Tabel 4.4 Perkembangan Tingkat Suku Bunga (Januari 2004 s/d Desember 2006) Bulan/Tahun Januari 2004 Februari 2004 Maret 2004 April 2004 Mei 2004 Juni 2004 Juli 2004 Agustus 2004 September 2004 Oktober 2004 November 2004 Desember 2004 Januari 2005 Februari 2005 Maret 2005 April 2005 Mei 2005 Juni 2005 Juli 2005 Agustus 2005 September 2005
Tingkat suku bunga (%) 4.16 3.99 3.86 3.90 4.02 4.04 3.98 4.03 4.01 4.09 4.11 4.18 4.1 4.09 4.05 4.10 4.24 4.28 5.83 4.39 4.97
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Oktober 2005 November 2005 Desember 2005 Januari 2006 Februari 2006 Maret 2006 April 2006 Mei 2006 Juni 2006 Juli 2006 Agustus 2006 September 2006 Oktober 2006 November 2006 Desember 2006
5.28 5.80 6.03 5.75 6.02 6.32 5.91 5.9 5.91 5.88 5.76 5.62 5.49 5.35 5.13
Sumber : Bank Indonesia cabang Medan 4.2.5. Perkembangan Singapore Stock Indeks (SSI) Salah satu indeks harga saham yang ada di Asia yaitu indeks harga saham Singapura (SSI).
SSI pada awal tahun 2004 menunjukkan perkembangan yang
bervariasi. Pada awal paruh pertama SSI menunjukkan adanya sedikit penurunan. Hal ini ditandai dengan pada bulan Januari, SSI sebesar 1848,4 dan pada bulan Juni menurun menjadi 1838. Kenaikan indeks harga saham regional masih dikarenakan minat investasi di pasar modal masih lebih tinggi karena tingkat keuntungan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan instrument lain yang berbasis suku bunga. Pada tahun 2005, pasar modal dalam bursa regional berada dalam keadaan bullish. Hal ini ditandai dengan adanya kenaikan indeks harga saham dikawasan negara-negara Asia. Pada bulan Januari 2005, SSI berada pada 2096,3 dan terus mengalami peningkatan sampai Desember 2005 sebesar 2347,3.
Pasar dalam
keadaan bullish ini didukung oleh meningkatnya keuntungan dan membaiknya
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
neraca perusahaan dan tidak terlepas dari tingginya pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia. Pada tahun 2006, pasar saham baik internasional maupun regional mengalami peningkatan.
Indeks harga Singapura juga mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Hal ini ditandai dengan indeks harga saham Singapura (SSI) pada bulan Januari 2006 sebesar 2412 dan terus mengalami peningkatan sampai Desember 2006 sebesar 2865,14.
Kenaikan indeks harga saham regional disebabkan karena
keputusan the fed menahan kenaikan suku bunganya.
Tabel 4.5 Perkembangan SSI (Januari 2004 s/d Desember 2006) Bulan/Tahun Januari 2004 Februari 2004 Maret 2004 April 2004 Mei 2004 Juni 2004 Juli 2004 Agustus 2004 September 2004 Oktober 2004 November 2004 Desember 2004 Januari 2005 Februari 2005 Maret 2005 April 2005 Mei 2005 Juni 2005 Juli 2005
SSI 1848.4 1888.6 1827.1 1842 1787.1 1838 1891.7 1915.9 1984.7 1980.69 2027.6 2066.1 2096.3 2135 2141.4 2125.2 2154.7 2209.9 2352.5
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Agustus 2005 September 2005 Oktober 2005 November 2005 Desember 2005 Januari 2006 Februari 2006 Maret 2006 April 2006 Mei 2006 Juni 2006 Juli 2006 Agustus 2006 September 2006 Oktober 2006 November 2006 Desember 2006
2295.5 2305.1 2192.1 2300.2 2347.3 2412 2453.6 2533.4 2610.7 2383.8 2435.3 2445.43 2482.39 2568.86 2686.43 2838.53 2865.14
Sumber : Bank Indonesia cabang Medan 4.3. ANALISIS DATA 4.3.1. Hasil Analisis Dalam melihat hubungan antara variabel bebas (independen variabel) yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, tingkat inflasi, tingkat suku bunga dan indeks harga saham Singapura (SSI) terhadap variabel terikat (dependent variabel) yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) , maka digunakan regresi linier berganda. Model estimasi persamaannya adalah sebagai berikut :
Y = α + β1X1+ β2X2 + β3X3 + β4X4+ µ
Dimana : Y
= Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG (dalam % atau point)
α
= intercept
β1,β2,β3 = koefisien regresi Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
X1
= nilai tukar rupiah terhadap dollar (dalam rupiah)
X2
= tingkat inflasi (dalam persen)
X3
= tingkat suku bunga (dalam persen)
X4
= Indeks Saham Singapura (dalam % atau point)
µ
= term of error (kesalahan penggangu)
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu data yang telah diolah ke dalam model melalui penghitungan komputer dengan menggunakan program Eviews 4.1, dapat dilihat dengan tabel sebagai berikut : Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 11/24/07 Time: 16:05 Sample: 2004:01 2006:12 Included observations: 36 Variable C X1 X2 X3 X4
Coefficient Std. Error -470.1741 -0.066219 3.237611 -68.95323 1.121118
R-squared 0.967380 Adjusted R-squared 0.963171 S.E. of regression 55.96540 Sum squared resid 97095.91 Log likelihood -193.2806 Durbin-Watson stat 1.265639
218.7323 0.022739 4.288553 32.96722 0.062551
t-Statistic
Prob.
-2.149541 -2.912149 0.754942 -2.091569 17.92339
0.0395 0.0066 0.4560 0.0448 0.0000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
1112.021 291.6244 11.01559 11.23552 229.8337 0.000000
Hasil Regresan: Y = −470,1741 −0,066219X1 + 3,237611X2 – 68,95323X3 + 1,121118X4+ µ
4.3.2 Interpretasi model Dilihat dari hasil regresan di atas maka interpretasinya adalah :
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
1) Nilai tukar rupiah (X1) mempunyai pengaruh negatif terhadap IHSG dan besarnya koefisien menunjukkan 0,066219.
Artinya bila nilai tukar rupiah
terhadap dollar menaik (rupiah melemah) sebesar 10% maka akan menurunkan IHSG sebesar 0,0066219. 2) Tingkat inflasi (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap IHSG dan besarnya koefisien menunjukkan 3,237611. Artinya bila tingkat inflasi naik sebesar 10% maka akan menaikkan IHSG sebesar 0,3227611. 3) Tingkat suku bunga (X3) mempunyai pengaruh negatif terhadap IHSG dan besarnya koefisien menunjukkan 68,95373.
Artinya bila tingkat suku bunga
pinjaman naik sebesar 10% maka akan menurunkan IHSG sebesar 6,895373. 4) SSI (X4) berpengaruh positif terhadap IHSG dan besarnya koefisien menunjukkan 1,121118. Artinya bila tingkat SSI naik sebesar 10% maka akan menaikkan IHSG sebesar 0,112118.
Analisis Koefisien determinasi (R-square) Koefisien determinasi (R2) dari model di atas adalah 0,96 atau 96%. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen seperti X1 (nilai tukar), X2 (tingkat inflasi), X3 (tingkat suku bunga), dan X3 (SSI) dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen sebesar 96% sedangkan sisanya yaitu sebesar 4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.
4.3.3. Uji t-statistik
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap dependent variabel. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut : Ho
: b1 = b
Ha
: b1 ≠ b
Kriteria : H0 diterima apabila t-hitung < t-tabel atau − t-hitung > − t-tabel
Ha diterima apabila t-hitung > t-tabel atau − t-hitung < − t-tabel a. Variabel Nilai Tukar Rupiah Dari hasil analisis regresi diketahui t-hitung = − 2,912 α = 1%; df = n-k-1 = 36-4-1=31 maka t-tabel = −2,7454
H0 diterima
-2,912
-2,7454
2,7454 Gambar 4.1
Uji t-statistik variabel Nilai Tukar Rupiah (X1)
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Dari hasil estimasi regresi dapat diketahui nilai tukar rupiah signifikan pada α = 1% dengan −t-hitung < −t-tabel (−2,912 < − 2,7454 ). Dengan demikian Ho ditolak artinya variabel nilai tukar rupiah (X1) berpengaruh nyata terhadap perubahan IHSG pada tingkat kepercayaan 99%.
b. Variabel Tingkat Inflasi Dari hasil analisis regresi diketahui t-hitung = 0,755 α = 1%; df = n-k-1 = 36-4-1=31 maka t-tabel =2,7454
H0 diterima -2,7454
0.755
2,7454
Gambar 4.2 Uji t-statistik variabel Tingkat Inflasi (X2)
Dari hasil estimasi regresi dapat diketahui tingkat inflasi tidak signifikan pada α = 1% dengan t-hitung
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
artinya variabel tingkat inflasi (X2) tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan IHSG pada tingkat kepercayaan 99%.
c. Variabel tingkat suku bunga (X3) Dari hasil analisis regresi diketahui t-hitung = -2,092 α = 1%; df = n-k-1 = 36-4-1=31 maka t-tabel = 2,7454
H0 diterima -2,7454
-2,092
2,7454
Gambar 4.3 Uji t-statistik variabel Tingkat Suku Bunga (X3)
Dari hasil estimasi regresi dapat diketahui tingkat suku bunga tidak signifikan pada α = 1% dengan t-hitung < t-tabel (−2,092 < 2,7454 ). Dengan demikian Ho diterima artinya variabel tingkat suku bunga (X3) tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan IHSG pada tingkat kepercayaan 99%.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
d. Variabel SSI (X4) Dari hasil analisis regresi diketahui t-hitung = −17,923 α = 1%; df = n-k-1 = 36-4-1=31 maka t-tabel = 2,745
H0 diterima -2,745
2,745
17,923
Gambar 4.4 Uji t-statistik variabel SSI (X4)
Dari hasil estimasi regresi dapat diketahui SSI signifikan pada
α = 1%
dengan t-hitung > t-tabel (17,923 > 2,745). Dengan demikian Ho ditolak artinya variabel SSI (X4) berpengaruh nyata terhadap perubahan IHSG pada tingkat kepercayaan 99%.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
4.3.4. Uji F-statistik Hipotesis : Ho : b1 = b2 = b3…………………………….bk = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0 (ada pengaruh) untuk i = 1………….k
Kriteria : H0 diterima apabila F-hitung < F-tabel Ha diterima apabila F-hitung > F-tabel Dari hasil regresi F-hitung = 229,83 α = 1%, maka F-tabel = 4,47
Ha diterima
4,47
229,83
Gambar 4.5 Uji F-statistik Dari gambar di atas terlihat bahwa F-hitung > F-tabel (229,83>4,47), maka artinya Ho ditolak. Dengan demikian nilai tukar rupiah, inflasi, suku bunga dan SSI secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap perubahan IHSG (Y) pada tingkat kepercayaan 99%. Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
4.3.5.Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ♦Uji Durwin –Watson (D-W Test) Uji D-W dimaksudkan untuk mengetahui apakah di dalam model yang digunakan terdapat autokorelasi di antara variabel-variabel yang diamati. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Hipotesis :
Ho : b = 0 Ha : b ≠ 0
2. α = 1 %, k= 4, n = 36, maka : dL = 1,04
4 – dL = 2,96
dU = 1,51
4 – dU = 2,49
3. D-W Statistik D-W = 1,265 Dilihat dari tabel Durbin-Watson bernilai dL =1,04 ; dU =1,51 ; (4-dL) = 2,96 ; (4-dU) = 2,49 dan D-W = 1,265, maka posisinya berada pada dL< D-W < dU. Maka hasilnya 1,04 < 1,265 <1,51
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Autokorelasi positif
Autokorelasi negatif
1.04 1,265 1,51
2
2,49
2,96
Gambar 4.6 Uji Durbin Watson
Kesimpulan : Nilai Test Durbin-Watson 1,265 berada pada antara dU dan dL, ini pengujian tidak bisa disimpulkan (inconclusive).
♦Uji Multikolinearity Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui apakah ada hubungan yang kuat (kombinasi linear) diantara independen variabel. Beberapa gejala multikolinearitas antara lain : 1. Tanda berubah-ubah 2. Standard error setiap koefisien menjadi tak terhingga 3. Koefisien variabel tidak terhingga 4. R2 relatif tinggi
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Dari kesimpulan hasil regresi di atas tidak terdapat tanda yang berubah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel independennya.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN Dari hasil penelitian mengenai pengaruh variabel ekonomi makro terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode Januari 2004−Desember 2006, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain: 1. Nilai Tukar Rupiah terhadap dollar berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dimana semakin tinggi angka nilai tukar rupiah terhadap dollar, maka IHSG akan turun. 2. Tingkat Inflasi berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dimana semakin tinggi tingkat inflasi, maka IHSG akan naik. 3. Tingkat Suku Bunga berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dimana semakin tinggi tingkat suku bunga, maka IHSG akan turun. 4. Indeks Saham Singapura (SSI) berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dimana semakin tinggi SSI, maka IHSG akan naik. 5. Koefisien Determinasi (R2) dari persamaan regresi linear berganda adalah 0,96 yang artinya bahwa variabel Nilai Tukar Rupiah (X1), Inflasi (X2), Suku Bunga (X3), dan SSI (X4) mampu memberikan penjelasan variasi terhadap IHSG (Y) sebesar 96%, sedangkan sisanya sebesar 4% dijelaskann oleh variabel lain yang tidak dimaksudkan ke dalam model estimasi.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
6. Kondisi makro ekonomi yang memburuk, termasuk kondisi makro eksternal dalam bentuk nilai tukar mata uang dan defisit neraca pembayaran tidaklah menjadikan perkembangan pasar modal menjadi mustahil. Untuk itu diperlukan penjelasan yang tidak bersifat persamaan atau bersifat ekonometris namun tetap mengandung nalar, dalam pengertian masih dapat dijelaskan hubungan-hubungan tersebut dalam konsep ekonomi. . 5.2.SARAN 1. Bursa Efek Jakarta (BEJ) merupakan sarana alternative yang sangat baik bagi para pemilik modal untuk melakukan investasi.
Oleh karena itu diperlukan
perhatian yang serius dari segenap lapisan masyarakat Indonesia, khususnya pemerintah untuk lebih menggalakkan pasar modal Indonesia. 2. Profesionalitas dan transparansi dari pihak pengelola bursa, pialang dan emiten sangat diperlukan guna menjaga kepercayaan dari para investor demi kesinambungan kinerja Bursa Efek Jakarta (BEJ). 3. Pengenalan akan pasar modal dan instrument pasar modal hendaknya lebih giat diadakan. Dengan demikian keterlibatan masyarakat di pasar modal akan lebih meningkat.
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA Anoraga,Pandji dan Widiyanti, Ninik, 1995, Pengantar Pasar Modal, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta Arief, Sritua, 1995, Metodologi Penelitian Ekonomi, UI Press, Jakarta Boediono, 2000, Ekonomi Internasional, BPFE, Yogyakarta ________, 1980, Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis, BPFE, Yogyakarta Darmadji, Tjiptono dan Hendy M.Fakhruddin, 2001, Pasar Modal di Indonesia, Pendekatan Tanya Jawab, Salemba Empat, Jakarta Deliarnov, 1994, Teori Ekonomi Mikro, PT. Raja Grafindo, Jakarta Gujarati, Damondar, 1995, Ekonometrika Dasar, Erlangga, Jakarta Koetin, E.A, 1996, Analisis Pasar Modal, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Krugman, 1993, Ekonomi Internasional, Rajawali Pers, Jakarta Lindert, Peter, 1991, Ekonomi Internasional, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta Nasution, Mulia, 1998, Ekonomi Moneter, Djambatan, Jakarta Samiaji, Usman, 1998, Pengenalan Investasi, Jakarta Syahrir, 1995, Analisis Bursa Efek, Gramedia, Jakarta _______, 1995, Tinjauan Pasar Modal, Gramedia, Jakarta Sukirno, Sadono, 1995, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Widiatmodjo, Sawiji, 2004, Jurus Jitu Go Public, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009
Romauli H. Gultom : Analisis Determinan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Jakarta (BEJ), 2007. USU Repository © 2009