Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Vol.2 No.3 Agustus 2017 : 357-366
ISSN.2549-836302
ANALISIS DAMPAK URBANISASI TERHADAP URBAN DENSITY GRADIENT STUDI KASUS: KOTA KOTA DI PULAU SUMATERA
1) 2)
Aufhi Alsha Husna Nabhillah1*, Abd Jamal2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Mahasiswa Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, email:
[email protected] Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, email:
[email protected]
Abstract The aim of this research is to look the decrease population density as exponentially negative with distance from the CBD and value of urban density gradient. The main data used for this research are secondary data and primary data. Secondary data are density population from BPS (BadanPusatStatistik) and primary data are a straight distance measured by using google maps. Descriptive analysis is a model that the researcher uses in this research. The result of this research is about implementation of model by Clark, who has stated decrease population density in the functional exponentially negative form with distance by CBD, match with ten of the twelve cities which became a case study in this research. Those cities are Banda Aceh, Bengkulu, Binjai, Dumai, Jambi, Lhoksumawe, Medan, Metro, Palembang and Pekanbaru. The city of Bukittinggi is not suitable with the Clark model, whereas for the Lubuklinggau doesn't have the relationship between the population density with distance from the CBD. Therefore, it is important for the Government to implement a policy of urbanization as well as shaping the growth centers in the rural areas have great potential, so that the population can be controlled. Keywords : Population Density, Urban Density Gradient Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat kepadatan penduduk menunrun secara eksponensial negatif dengan jarak dari CBD dan nilai dari urban density gradient. Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan juga data sekunder. Data sekunder yakni data kepadatan penduduk yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik), sedangkan data primer yaitu jarak lurus yang diukur dengan menggunakan google maps. Model yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini yaitu penerapan dari model Clark yang menyatakan kepadatan penduduk menurun dalam bentuk fungsi eksponensial negatif dengan jarak dari CBD, cocok dengan sepuluh dari dua belas kota yang menjadi studi kasus pada penelitian ini. Kota-kota tersebut yaitu Kota Banda Aceh, Kota Bengkulu, Kota Binjai, Kota Dumai, Kota Jambi, Kota Lhoksemawe, Kota Medan, Kota Metro, Kota Palembang dan Kota Pekanbaru. Kota Bukittinggi tidak cocok dengan model Clark, sedangkan untuk Kota Lubuklinggau tidak memiliki hubungan antara kepadatan penduduk dengan jarak dari CBD. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan urbanisasi serta membentuk pusat-pusat pertumbuhan di daerah perdesaan yang memiliki potensi besar, agar jumlah penduduk kota dapat terkendali. Kata Kunci: Kepadatan Penduduk, Gradien Kepadatan Perkotaan.
357
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Vol.2 No.3 Agustus 2017 : 357-366
ISSN.2549-836302
PENDAHULUAN Masalah regional yang sering terjadi di Indonesia sebagai negara berkembang salah satunya yaitu ketimpangan antarwilayah. Ketimpangan antar wilayah menyebabkan mobilitas penduduk menjadi meningkat. Perpindahan penduduk dan tenaga kerja antar wilayah juga merupakan fenomena umum yang dialami oleh suatu wilayah. Hal ini lazim dikenal sebagai perpindahan penduduk antarwilayah (migrasi) dalam suatu negara (interregional migration) (Sjafrizal, 2014). Perpindahan ini dilakukan bukan tanpa alasan, adanya faktor pendorong dan penarik menjadikan hal ini kerap sekali terjadi. Daerah perdesaan yang mayoritas penduduknya bekerja pada sektor pertanian dengan pendapatan menengah ke bawah cenderung untuk melakukan urbanisasi dengan harapan nantinya bisa memperoleh pendapatan yang lebih tinggi apabila bekerja pada sektor industri, perdagangan atau jasa di daerah perkotaan. Salah satu alasan inilah yang menyebabkan perpindahan penduduk meningkat setiap tahun. Perubahan pertumbuhan penduduk yang terjadi bukan hanya dikarenakan adanya migrasi melaikan juga dipengaruhi fertilitas dan mortalitas yang terjadi di suatu wilayah. Urbanisasi tidak dapat dikendalikan karena penduduk bebas pindah atau menetap di suatu wilayah asalkan memenuhi syarat yang berlaku. Urbanisasi di satu sisi baik, karena dengan adanya urbanisasi pembangunan di daerah perkotaan juga akan terjadi, bibit-bibit ekonomi yang baru akan muncul serta tenaga kerja juga akan melimpah di daerah perkotaan. Akan tetapi di sisi lain, jika urbanisasi yang terjadi trendnya terus meningkat setiap tahun, maka dampak-dampak negatif dari adanya urbanisasi akan terjadi. Menurut Zhao (2013) Proses urbanisasi yang cepat tentunya akan menyebabkan masalah yang berkaitan dengan pembangunan sosial serta lingkungan di daerah perkotaan dan pedesaan. Masalah-masalah ini biasanya terjadi di pinggir kota sehingga merubah landscape perkotaan dan menyebabkan masalah dalam struktur sosial dan ekonomi. Kota (city) pada dasarnya adalah wilayah perkotaan yang telah mempunyai status administrasi sebagai sebuah kota, baik kota kecil, kotamadya maupun kota metropolitan. Sedangkan wilayah perkotaan (urban areas) umumnya diartikan sebagai konsentrasi penduduk pada suatu wilayah atau daerah tertentu. Ciri-ciri perkotaan dapat dilihat dari tiga aspek utama yaitu jumlah penduduk berdiam di daerah bersangkutan, kepadatannya untuk setiap kilometer persegi serta struktur perekonomiannya (Sjafrizal, 2014). Kota yang ada di Pulau Sumatera seperti Kota Medan, Kota Palembang dan kota-kota lainnya memiliki pertumbuhan penduduk yang terus meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk bisa dikarenakan faktor internal yaitu pertumbuhan penduduk alami kota itu sendiri atau eksternal dikarenakan urbanisasi. Urbanisasi merupakan suatu fenomena yang juga terjadi pada kota-kota yang ada di Pulau Sumatera. Perkembangan penduduk kota-kota tersebut terus mengalami peningkatan. Akan tetapi luas kota secara geografi dan administrasi itu tetap. Adanya urbanisasi yang terjadi akan menambah jumlah penduduk di kota-kota tersebut, di sisi lain kapasitas kota yang tetap belum tentu mampu menampung jumlah penduduk apabila trendnya terus meningkat. Peningkatan yang terjadi pada jumlah penduduk akan menyebabkan kepadatan penduduk juga meningkat sehingga menggubah nilai dari urban density gradient. Adapun density gradient merujuk pada perubahan kepadatan penduduk di daerah perkotaan dari pusat kota ke daerah pinggiran atau periphery. Kepadatan penduduk akan meningkat seiring dengan peningkatan urbanisasi yang terjadi.
Jarak ke pusat kota menentukan besaran kepadatan penduduk, karena penduduk lebih memilih untuk tinggal di daerah yang memiliki aksesbilitas lengkap seperti pusat kota. 358
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Vol.2 No.3 Agustus 2017 : 357-366
ISSN.2549-836302
Kepadatan tertinggi terjadi pada wilayah yang jaraknya dekat dengan pusat kota atau CBD (Central Business District) dan akan semakin menurun kepadatannya apabila jaraknya semakin jauh dengan CBD. Analisis density gradient ini digunakan untuk mengindikasikan adanya penurunan kepadatan penduduk secara ekponensial negatif dengan jarak dari CBD, dengan menggunakan data kepadatan penduduk dan jarak maka akan diketahui gradien sebuah kota. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Otomo penerapan model Clark menyatakan bahwa kepadatan penduduk menurun dalam bentuk fungsi eksponensial dengan jarak. Hal ini terjadi pada empat kota besar yaitu Kota Sapporo, Fukuoka, Hiroshima dan Sendai serta untuk sebelas kota di Kanto dan daerah Chubu. Lokasi Tokyo menunjukkan kepadatan marjinal DID, 4.000 orang per km2 dengan cara menarik enam arah untuk radius tertentu, khususnya ke arah barat dari pusat kota, selama periode 1965 ke 1970. Namun, tingkat kecocokan dengan model Clark berkurang untuk setiap radius kecuali pada arah timur laut dan utara, dan tidak ditemukan hubungan yang signifikan di tiga arah tahun 1970.
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk Secara teoritis, pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan hasil dari meningakatnya angka kelahiran, menurunnya tingkat kematian dan atau peningkatan migrasi (Nawiyanto, 2009). Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang menguangi jumlah penduduk. Secara terus menerus penduduk akan di pengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir (menambah jumlah penduduk), tetapi secara bersamaan pula akan di kurangi oleh jumlah kematian yang terjadi pada semua golongan umur (Syaadah, 2014). Komponen-komponen yang menentukan pertumbuhan penduduk yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Migrasi Migrasi merupakan salah satu dari tiga faktor dasar yang memengaruhi pertumbuhan penduduk, selain kelahiran dan kematian. Migrasi dapat meningkatkan jumlah penduduk apabila jumlah penduduk yang masuk ke suatu daerah lebih banyak daripada jumlah penduduk yang meninggalkan wilayah tersebut. Sebaliknya, migrasi dapat mengurangi jumlah penduduk jika jumlah penduduk yang masuk ke suatu wilayah lebih sedikit daripada jumlah penduduk yang meninggalkan wilayah tersebut (FEUI, 2010). Migrasi atau perpindahan penduduk merupakan suatu fenomena yang sering terjadi terutama di negara berkembang. Perpindahan ini dapat berupa perpindahan antar daerah atau Negara. Menurut Jamaludin (2015) Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dengan tujuan untuk menetap. Pemahaman wilayah dalam hal ini menyangkut administrasi, seperti provinsi, kabupaten, kecamatan, atau kelurahan. Penduduk yang melakukan perpindahan disebut migran. Urbanisasi Urbanisasi menurut sifatnya adalah merupakan konsentrasi secara spasial dari penduduk dan kegiatan ekonomi pada suatu tempat tertentu (Sjafrizal, 2014). Menurut Jamaludin (2015) urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi merupakan masalah yang cukup serius karena persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Beragam penyebab urbanisasi seperti faktor penarik (misalnya di daerah perkotaan 359
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Vol.2 No.3 Agustus 2017 : 357-366
ISSN.2549-836302
pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dan pengembangan ruang yang timpang antara desa dan kota) faktor pendorong (misalnya mata pencaharian terbatas di desa dan sektor pertanian yang tidak menguntungkan) (Cobbinah et.al., 2015). Monocentric City Kota monocentric adalah bentuk perkotaan yang dominan sampai awal abad kedua puluh, di kota monocentric, kegiatan komersial dan industri terkonsentrasi di daerah inti atau pusat (Sullivan, 2000). Penggunaan lahan pada kota yang monocentric, yang paling dekat dengan CBD (Central Business District) yaitu kawasan komersial, industri, pemukiman, dan yang jauh yaitu kawasan pertanian. Daya tawar untuk masing-masing kawasan berbeda dimana daya tawar komersial lebih tinggi di bandingkan dengan daya tawar industri dan seterusnya sampai daya tawar terendah adalah kawasan pertanian. Ukuran penggunaan lahan berdasarkan kepadapatan penduduk paling tinggi yaitu apabila dekat dengan CBD dan akan kurang padat apabila lokasinya jauh dari pusat kota. The Intensity Of Land Use: Population Density Intensitas penggunaan lahan merupakan jumlah aktivitas ekonomi yang terjadi pada lahan, semakin banyak aktivitas ekonomi maka intensitas penggunaan lahan juga akan semakin meningkat. Lokasi dari aktivitas ekonomi harus melihat intensitas penggunaan lahan serta alokasi lahan untuk berbagai penggunaan. Ukuran yang paling penting dari intensitas penggunaan lahan adalah kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk dapat didefinisikan sebagai jumlah seluruh penduduk di dalam rumah tangga dibagi dengan luas lahan yang ditempati oleh rumah tangga. Data jumlah penduduk yang berasal dari sensus ditambah dengan luas lahan, menghasilkan ukuran dari intesitas penggunaan lahan yang dikenal sebagai gross population density. Besar kepadatan penduduk akan tinggi apabila dekat dengan kawasan pusat bisnis dan sebaliknya (F.McDonald, 1997). The Population Density Gradient Istilah gradien kepadatan penduduk secara teori berarti perubahan kepadatan penduduk perkotaan dengan jarak dari Central Business District (CBD). Kepadatan penduduk di sebuah area perkotaan akan menurun secara eksponensial dengan jarak dari CBD (Khatun et.al., 2015). Kota sendiri memiliki fase pertumbuhan antar waktu, ekspansi pertumbuhan terjadi di tepi wilayah perkotaan. Pertumbuhan di pinngiran kota mengakibatkan hilangnya daerah subur, karena harga lahan di pinggir kota lebih rendah mengakibatkan hilangnya daerah pertanian tradisional. Hal ini menjadi tantangan untuk merancang dan merencanakan pertumbuhan perkotaan (Shi et.al., 2012). Perhatian yang lebih banyak telah diberikan pada konsep gradien kepadatan. Selain itu, konsep gradien juga telah digunakan untuk menjelaskan distribusi spasial variabel lain seperti sewa, nilai tanah, upah, pekerjaan di kota monocentric serta kepadatan pemukiman penduduk (W, 1978).
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data skunder dan primer. Data sekunder disini adalah jumlah kepadatan penduduk yang diperoleh dari BPS, sedangkan data 360
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Vol.2 No.3 Agustus 2017 : 357-366
ISSN.2549-836302
primer adalah jarak dari CBD yang diukur berdasarkan delapan arah mata angin dengan menggunakan google maps. Data kepadatan penduduk dan jarak diambil dari dua belas kota yang ada di Pulau Sumatera yaitu Kota Banda Aceh, Lhokseumawe, Bengkulu, Binjai, Bukittinggi, Jambi, Medan Metro, Dumai, Lubuklinggau, Palembang dan Pekanbaru. Kedua data tersebut digunakan untuk mengukur density gradient kota. Model Analisis Data Analisis Deskriptif Metode deskriptif ini adalah suatu metode dalam meneliti status manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa yang akan datang. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan wilayah administrasi yang ada Pulau Sumatera memiliki sepuluh provinsi yaitu Provinsi Aceh, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Provinsi Kepulauan Riau. Kota yang ada di Pulau Sumatera seperti Kota Medan, Kota Palembang dan kota-kota lainnya memiliki pertumbuhan penduduk yang terus meningkat setiap tahun. Hal ini tidak sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk nasional yang trendnya cenderung menurun. Peningkatan jumlah penduduk bisa dikarenakan faktor internal yaitu pertumbuhan penduduk alami kota itu sendiri atau eksternal dikarenakan urbanisasi. Berikut data jumlah penduduk kota berdasarkan provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota di Provinsi Aceh, 2009-2013 Kota
2009
2010
2011
2012
2013
212.241 29.184 140.415
223.446 30.653 148.945
228.562 31.355 152.355
238.784 31.782 154.722
249.282 32.191 157.011
Lhokseumawe 159.239 Subulussalam 66.451 Sumber: diolah dari data BPS
171.163 67.446
175.082 68.990
178.561 70.707
181.976 72.414
Banda Aceh Sabang Langsa
Berdasarkan Tabel 1. Kota yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di Provinsi Aceh yaitu Kota Banda Aceh dengan jumlah 238.784 pada tahun 2012 naik sebesar 4,4 persen pada tahun 2013 menjadi 249.282. Berdasarkan Tabel 2. Kota yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di Provinsi Sumatera Utara yaitu Kota Medan dengan jumlah 2.191.140 pada tahun 2014 naik sebesar 0,8 persen pada tahun 2015 menjadi 2.210.624. Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012-2015 Kota
2012
2013
2014
2015
Sibolga Tanjungbalai
85.852 157.175
85.981 158.599
86.166 164.675
86.519 167.012
Pematangsiantar Tebing Tinggi
236.947 147.771
237.434 149.065
245.104 154.804
247.411 156.815
361
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Vol.2 No.3 Agustus 2017 : 357-366 Medan 2.122.804 Binjai 250.252 Padangsidimpuan 198.809 Gunungsitoli 128.337 Sumber: diolah dari data BPS
ISSN.2549-836302
2.123.210 252.263 204.615 129.403
2.191.140 261.49 206.496 134.196
2.210.624 264.687 209.796 135.995
Tabel 3. Jumlah Penduduk Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 1995,2000,2005,2010,2015 Kota
1995
Padang 719.344 Solok 49.577 Sawahlunto 55.09 Padang Panjang 40.104 Bukittinggi 91.243 Payakumbuh 96.442 Pariaman Sumber: diolah dari data BPS
2000
2005
2010
2015
713.242 48.12 50.868 40.139 91.983 97.901 -
799.741 54.049 53.081 45.439 100.512 101.819 70.032
833.562 59.396 56.866 47.008 111.312 116.825 79.043
902.413 66.106 60.186 50.883 122.621 127.826 84.709
Berdasarkan tabel 3. data yang disediakan dalam bentuk 5 tahunan. Kota yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di Provinsi Sumatera Barat yaitu Kota Padang dengan jumlah 833.562 pada tahun 2010 naik sebesar 8,2 persen pada tahun 2015 menjadi 902.413. Tabel 4. Jumlah Penduduk Kota di Provinsi Riau Tahun 2011-2015 Kota
2011
Pekanbaru 929.247 Dumai 259.913 Sumber: diolah dari data BPS
2012
2013
2014
2015
958.352 268.022
984.674 274.089
1.011.467 280.109
1.038.118 285.967
Berdasarkan Tabel 4. kota yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di Provinsi Riau yaitu Kota Pekanbaru dengan jumlah 1.011.467 pada tahun 2014 naik sebesar 2,6 persen pada tahun 2015 menjadi 1.038.118. Tabel 5. Jumlah Penduduk Kota di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011-2015 Kota
2012
2013
1.000.661
1.047.534
1.094.623
1.141.816
1.188.985
Tanjungpinang 191.287 Sumber: diolah dari data BPS
194.099
196.980
199.723
202.215
Batam
2011
2014
2015
Berdasarkan Tabel 5. kota yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di Provinsi Kepulauan Riau yaitu Kota Batam dengan jumlah 1.141.816 pada tahun 2014 naik sebesar 4,1 persen pada tahun 2015 menjadi 1.188.985. Tabel 6. Jumlah Penduduk Kota di Provinsi Jambi Tahun 2011-2015 Kota
2011
Jambi 545.193 Sungai Penuh 84.357 Sumber: diolah dari data BPS
2012
2013
2014
2015
557.321 84.575
569.331 84.965
568.062 86.220
576.067 87.132
362
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Vol.2 No.3 Agustus 2017 : 357-366
ISSN.2549-836302
Berdasarkan Tabel 6. kota yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di Provinsi Kepulauan Jambi yaitu Kota Jambi dengan jumlah 568.062 pada tahun 2014 naik sebesar 1,4 persen pada tahun 2015 menjadi 576.067. Tabel 7. Jumlah Penduduk Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010,2014,2015 Kota Palembang Prabumulih Pagar Alam Lubuk Linggau Sumber: diolah dari data BPS
2010
2014
2015
1.468.007 163.506 126.512
1.558.494 174.477 132.498
1.580.517 177.078 133.862
203.004
216.27
219.471
Berdasarkan Tabel 7. kota yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di Provinsi Sumatera Selatan yaitu Kota Jambi dengan jumlah 1.558.494 pada tahun 2014 naik sebesar 1,4 persen pada tahun 2015 menjadi 1.580.517. Tabel 8. Jumlah Penduduk Kota di Provinsi Bangka Belitung Tahun 2010,2014,2015 Kota
2010
Pangkalpinag 175.819 Sumber: diolah dari data BPS
2014
2015
191.994
196.202
Berdasarkan Tabel 8. Kota Pangkalpinang yang terletak Provinsi Bangka Belitung memiliki jumlah penduduk yaitu sebesar 191.994 pada tahun 2014 naik sebesar 2,1 persen pada tahun 2015 menjadi 196.202. Tabel 9. Jumlah Penduduk Kota di Provinsi Bengkulu Tahun 2012-2015 Kota
2012
Bengkulu 326.219 Sumber: diolah dari data BPS
2013
2014
2015
334.529
342.876
351.298
Berdasarkan Tabel 9. Kota Bengkulu yang terletak Provinsi Bengkulu memiliki jumlah penduduk yaitu sebesar 342.876 pada tahun 2014 naik sebesar 0,9 persen pada tahun 2015 menjadi 351.298. Tabel 10. Jumlah Penduduk Kota di Provinsi Lampung Tahun 2010,2014,20015 Kota Bandar Lampung Metro Sumber: diolah dari data BPS
2010
2014
2015
885.363 145.985
960.695 155.992
979.287 158.415
Berdasarkan Tabel 10. kota yang memiliki jumlah penduduk paling banyak di Provinsi Lampung yaitu Kota Bandar Lampung dengan jumlah 960.695 pada tahun 2014 naik sebesar 1,9 persen pada tahun 2015 menjadi 979.287. Fokus utama yang menjadi poin penting dalam penelitian ini adalah dua belas kota yang ada di Pulau Sumatera dua belas kota tersebut meliputi Kota Banda Aceh, Bengkulu, Binjai, Bukittinggi, Dumai, Jambi, Lhokseumawe, Lubuklinggau, Medan, Metro, Palembang dan Pekanbaru. Daerah perkotaan memiliki perbedaan secara mendasar dalam pola kepadatan 363
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Vol.2 No.3 Agustus 2017 : 357-366
ISSN.2549-836302
penduduk di kota-kota tersebut. Pusat kepadatan penduduk bervariasi mulai dari yang terendah adalah 217 di Kota Dumai sampai ke yang tertinggi yaitu Kota Pekanbaru sebesar 13.205 pada tahun 2015. Pusat kepadatan penduduk yang tinggi biasanya terjadi di kota-kota yang sudah lama berdiri dan memiliki luas area yang lebih besar seperti Kota Medan, Kota Palembang, dan Kota Pekanbaru. Akan tetapi pusat kepadatan penduduk juga cukup tinggi di beberapa daerah perkotaan yang sudah lama berdiri namun, memiliki luas area yang tidak terlalu besar seperti Kota Banda Aceh, Kota Bengkulu, Kota Binjai, Kota Bukittinggi, Kota Jambi, Kota Lhokseumawe. dan Kota Metro. Beberapa daerah perkotaan di Pulau Sumatera yang belum lama berdiri memiliki pusat kepadatan penduduk yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kota-kota yang sudah lama berdiri, yang termasuk kedalam kelompok ini yaitu Kota Dumai dan Kota Lubuklinggau. Gradien kepadatan penduduk bervariasi dari sangat datar di Kota Lubuklinggau, sedangkan untuk yang sangat curam di Kota Lhokseumawe. Kota Binjai, Kota Bukittinggi, Kota Dumai dan Kota Medan juga memiliki gradien yang relatif datar yaitu di bawah 10% per km2. Gradien yang relatif curam dimiliki oleh Kota Banda Aceh, Kota Bengkulu, Kota Jambi, Kota Metro, Kota Palembang dan Kota Pekanbaru. Kota yang memiliki gradien yang cenderung datar dan central density tinggi mengartikan bahwa kota tersebut memiliki pusat kota yang luas, sementara pertumbuhan penduduk akan terus meningkat. Hal ini akan membuat tren pertumbuhan perkotaan juga meningkat. Kapasitas kota yang tetap tidak mampu menampung jumlah penduduk apabila trennya terus meningkat, karena kota memiliki ukuran optimal. Kota optimal diperlukan untuk mengambil kebijakan urbanisasi dan pertumbuhan penduduk, di negara-negara berkembang ukuran kotanya semakin luas namun, di negara maju atau kota tua seperti di Eropa ukuran kotanya tidak berkembang. Peningkatan dalam jumlah penduduk yang besar tersebut akan menjadikan ukuran kota tidak optimal dan membawa implikasi negatif seperti kemacetan, harga lahan dan perumahan yang terus meningkat, kriminalitas, serta penggangguran dan kemiskinan kota. Kota dikatakan tidak optimal lagi apabila terjadi pemborosan dalam membiayai segala sesuatu keperluan kota atau terjadinya decresing dari keuntungan agglomerasi baik itu berupa keuntungan large scale economies, localization economies, dan urbanization economies. Oleh karena itu dalam hal pertumbuhan daerah perkotaan perlu adanya pemantauan, karena penyebaran penduduk yang tidak merata akan menyebabkan terbentuknya urban sprawl yaitu pertumbuhan kota ke daerah-daerah di sekitarnya secara tidak terkendali dan acak tanpa adanya rencana. Urban sprawl merupakan masalah perkotaan yang sering terjadi dan banyak menimbulkan dampak negatif salah satunya yaitu terjadi alih fungsi lahan di sekitar kota yang tidak terkontrol. Penyebab utama terjadinya urban sprawl yaitu karena tingginya tingkat urbanisasi yang terjadi di kota. Urban sprawl mengakibatkan perubahan pada struktur kota menjadi tidak terstruktur dan tidak sesuai dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Gradien datar dengan central density yang tinggi mengindikasikan adanya perubahan luas kota ke daerah pinggiran kota atau periphery, semakin kecil nilai dari density gradient maka semakin landai kurva dan ukuran kota akan semakin luas. Fenomena ini tentunya tidak baik bagi kelangsungan kota itu sendiri. Timpangnya jumlah penduduk di kota disebabkan oleh penataan kota yang kurang sesuai atau adanya agglomerasi spasial di suatu daerah. Kota memiliki daya tarik tersendiri bagi tenaga kerja, sehingga kota mampu menarik penduduk untuk terus masuk ke daerah perkotaan. Hal ini menyebabkan penduduk kota semakin meningkat drastis dan tren pertumbuhan perkotaan sering kali tidak terkendali. Beberapa peneliti berpendapat bahwa penduduk perkotaan yang lebih besar menghasilkan penyebaran tenaga kerja yang besar pula, sedangkan daerah periphery merupakan supply untuk perumahan. Akibatnya, peningkatan populasi penduduk di kota membuat pertumbuhan penduduk akan besar pula di daerah pinggiran kota. 364
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Vol.2 No.3 Agustus 2017 : 357-366
ISSN.2549-836302
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkanhasilpenelitian, makadapatdiambil beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Penerapan dari model Clark yang menyatakan kepadatan penduduk menurun dalam bentuk fungsi eksponensial negatif dengan jarak dari CBD, cocok dengan sepuluh dari dua belas kota yang menjadi studi kasus pada penelitian ini. Kota-kota tersebut yaitu Kota Banda Aceh, Kota Bengkulu, Kota Binjai, Kota Dumai, Kota Jambi, Kota Lhoksemawe, Kota Medan, Kota Metro, Kota Palembang dan Kota Pekanbaru. 2. Kota Bukittinggi tidak cocok dengan model Clark yang menyatakan kepadatan penduduk menurun dalam bentuk fungsi eksponensial negatif dengan jarak dari CBD, karena jarak dengan kepadatan penduduk di Kota Bukitinggi memiliki hubungan yang positif. Artinya apabila jaraknya semakin dekat dengan CBD maka kepadatannya semakin berkurang. 3. Kota Lubuklinggau merupakan kota yang tidak berbentuk monocentric, karena kepadatan tertinggi bukan terjadi pada CBD yang diasumsikan dalam penelitian ini melainkan kepadatan tertinggi terjadi di arah timur dan arah timur laut dengan radius 6-7 km yaitu dekat dengan bandara yang terdapat di Kota Lubuklinggau. Oleh karena itu hasil estimasi menunjukkan tidak signifikannya kepadatan penduduk dengan jarak dari CBD. Saran Kepadatan penduduk semakin tinggi di daerah perkotaan, hal ini tentunya menimbulkan beberapa masalah perkotaan seperti kemacetan, kriminalitas, pemukiman kumuh, penggangguran, kemiskinan kota dan lain sebagainya. Terjadinya ketimpangan penduduk karena penataan kota yang kurang sesuai dan karena adanya agglomerasi spasial. Oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan urbanisasi serta membentuk pusat-pusat pertumbuhan di daerah perdesaan yang memiliki potensi besar, agar jumlah penduduk kota dapat terkendali. Tidak terkendalinya penduduk kota akan menimbulkan adanya urban sprawl, yang akan menjadi masalah rumit bagi kota sendiri. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh. Banda Aceh Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Bengkulu. Bengkulu Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Binjai. Binjai Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Bukittinggi. Bukittinggi Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Dumai. Dumai Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Jambi. Jambi Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Lhokseumawe. Lhokseumawe Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Lubuklinggau. Lubuklinggau Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Medan. Medan Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Metro. Metro Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Palembang. Palembang Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 _________________. Kota Pekanbaru. Pekanbaru Dalam Angka 2011 s.d Tahun 2015 Cobbinah, P. B., Erdiaw-Kwasie, M. O., & Amoateng, P. (2015). Africa’s urbanisation: Implications for sustainable development. Cities , 62-72. F.McDonald, J. (1997). Fundamentals Of Urban Economics . Dalam D. O. Chicago. Chicago: Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ 07458. FEUI, L. D. (2010). Dasar-Dasar Demografi Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. Jamaludin, A. N. (2015). Sosiologi Perkotaan. Bandung: Pustaka Setia. 365
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi PembangunanFakultas Ekonomi dan Bisnis Vol.2 No.3 Agustus 2017 : 357-366
ISSN.2549-836302
Khatun, H., Falgunee, N., & Kutub, M. J. (2015). Analyzing urban population density gradient of Dhaka Metropolitan. Malaysian Journal of Society and Space , 1-13. Nawiyanto. (2009). Pertumbuhan Penduduk Besuki: Kajian Demografi Historis. Humaniora , 174-187. Otomo, A. (-). Population Densities by Distance from the Center of City and their Change over 1965 to 1970 in Japanese Selected Cities. Institute of Developing Economies, Tokyo , 6773. Shi, Y., Sun, X., Zhu, X., Li, Y., & Mei, L. (2012). Characterizing growth types and analyzing growth density distribution in response to urban growth patterns in peri-urban areas of Lianyungang City. Landscape and Urban Planning , 425-433. Sjafizal. (2014). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan . Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Sullivan, A. O. (2000). Urban Economics Fourth Edition. United States Of America: McGrawHill. Syaadah, N. (2014). Analisis Dampak Pertambahan Penduduk Terhadap Penyerapan Angkatan Kerja. 61-70. W, Richardson. Harry. (1978). Regional & Urban Economics. U.S.A: Great Britain. Zhao, P. (2013). Too complex to be managed? New trends in peri-urbanisation and its planning in Beijing. Cities , 68-76.
366